konflik dalam diri istri sebagai perempuan modern …

18
1 KONFLIK DALAM DIRI ISTRI SEBAGAI PEREMPUAN MODERN YANG TEREPRESENTASI DALAM SEJUMLAH CERPEN RATNA INDRASWARI IBRAHIM Erlita Nur Rahman, Ibnu Wahyudi Program Studi Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia E-mail: [email protected] Abstrak Penelitian ini membahas konflik dalam diri istri sebagai perempuan modern yang terepresentasi dalam sejumlah cerpen Ratna Indraswari Ibrahim. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan temuan mengenai konflik dalam diri istri dalam sejumlah cerpen Ratna, pemikiran dan tindakan tokoh-tokoh perempuan dalam sejumlah cerpen Ratna ketika menghadapi persoalan rumah tangga, serta realitas sosial dalam sejumlah cerpen Ratna yang tercermin di masyarakat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis. Dari penelitian ini terlihat bahwa tokoh-tokoh perempuan dalam cerpen Ratna dapat digolongkan menjadi dua, yaitu tokoh perempuan yang berani untuk berontak dan tokoh perempuan pasrah. Selain itu, terlihat pula bahwa tindakan yang dilakukan tokoh perempuan dalam masing-masing cerpen tidak seluruhnya membawa mereka pada kesuksesan, tetapi terdapat pula yang mengalami kegagalan. Kata Kunci : Ratna, konflik, istri, perempuan modern, suami, rumah tangga, cerpen The Conflict of Wives as Modern Women Represented in a Number of Short Stories of Ratna Indraswari Ibrahim Abstract This research discusses the conflict of wives as modern women represented in a number of short stories of Ratna Indraswari Ibrahim. This research aims at describing the findings on wife conflicts in some of Ratna’s short stories, thoughts and actions of the women figures when facing household problems, as well as social realities in her stories reflected in society. The method used in this research is descriptive analysis. From this research, it is seen that woman characters in Ratna’s short story can be classified into two, as a female characters who dares to rebel and submissive female characters. Moreover, it is seen that actions taken by the women characters in each short story do not entirely taken them to triumph, but also to defeat. Keywords : Ratna, conflict, wife, modern women, husband, household, short story Konflik dalam..., Erlita Nur Rahman, FIB UI, 2015

Upload: others

Post on 04-Nov-2021

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KONFLIK DALAM DIRI ISTRI SEBAGAI PEREMPUAN MODERN …

1    

KONFLIK DALAM DIRI ISTRI SEBAGAI PEREMPUAN MODERN YANG TEREPRESENTASI DALAM SEJUMLAH CERPEN

RATNA INDRASWARI IBRAHIM

Erlita Nur Rahman, Ibnu Wahyudi

Program Studi Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia

E-mail: [email protected]

Abstrak

Penelitian ini membahas konflik dalam diri istri sebagai perempuan modern yang terepresentasi dalam sejumlah cerpen Ratna Indraswari Ibrahim. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan temuan mengenai konflik dalam diri istri dalam sejumlah cerpen Ratna, pemikiran dan tindakan tokoh-tokoh perempuan dalam sejumlah cerpen Ratna ketika menghadapi persoalan rumah tangga, serta realitas sosial dalam sejumlah cerpen Ratna yang tercermin di masyarakat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis. Dari penelitian ini terlihat bahwa tokoh-tokoh perempuan dalam cerpen Ratna dapat digolongkan menjadi dua, yaitu tokoh perempuan yang berani untuk berontak dan tokoh perempuan pasrah. Selain itu, terlihat pula bahwa tindakan yang dilakukan tokoh perempuan dalam masing-masing cerpen tidak seluruhnya membawa mereka pada kesuksesan, tetapi terdapat pula yang mengalami kegagalan. Kata Kunci : Ratna, konflik, istri, perempuan modern, suami, rumah tangga, cerpen The Conflict of Wives as Modern Women Represented in a Number of Short Stories of

Ratna Indraswari Ibrahim

Abstract This research discusses the conflict of wives as modern women represented in a number of short stories of Ratna Indraswari Ibrahim. This research aims at describing the findings on wife conflicts in some of Ratna’s short stories, thoughts and actions of the women figures when facing household problems, as well as social realities in her stories reflected in society. The method used in this research is descriptive analysis. From this research, it is seen that woman characters in Ratna’s short story can be classified into two, as a female characters who dares to rebel and submissive female characters. Moreover, it is seen that actions taken by the women characters in each short story do not entirely taken them to triumph, but also to defeat. Keywords : Ratna, conflict, wife, modern women, husband, household, short story

Konflik dalam..., Erlita Nur Rahman, FIB UI, 2015

Page 2: KONFLIK DALAM DIRI ISTRI SEBAGAI PEREMPUAN MODERN …

2    

Pendahuluan

Damono (2010:1) menyatakan bahwa karya sastra tidak jatuh dari langit, melainkan

diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dihayati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh

masyarakat. Sastrawan atau pengarang itu sendiri adalah seorang warga masyarakat yang

tentunya mempunyai pendapat tentang masalah-masalah politik dan sosial yang penting, serta

mengikuti isu-isu zamannya (Wellek dan Warren, 2014:102). Tidak sedikit proses penciptaan

karya sasta dan isi karya sastra itu sendiri merupakan bentuk curahan dan cerminan dari

kehidupan pengarang itu sendiri. Pengarang tidak bisa tidak mengekspresikan pengalaman

dan pandangannya tentang hidup (Wellek dan Warren, 2014:99). Akan tetapi, bukan berarti

pengarang mengekspresikan kehidupannya secara menyeluruh atau kehidupan zaman tertentu

secara konkret. Damono (2010:19) juga menyebutkan hal yang serupa bahwa pengarang besar

tentu saja tidak sekadar menggambarkan dunia sosial secara mentah.

Cerita pendek atau cerpen tergolong sebagai prosa modern. Menurut Siswanto

(2008:141—142), cerpen merupakan bentuk prosa rekaan yang pendek, tetapi masih

mempersyaratkan adanya keutuhan cerita, bukan asal sedikit halaman. Bahasa dalam cerpen

juga cenderung menggunakan bahasa yang sederhana karena biasanya permasalahan yang

digarap tidak begitu kompleks dan menceritakan peristiwa atau kejadian sesaat.

Salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup produktif menulis cerpen adalah Ratna

Indraswari Ibrahim, yang dalam penulisan selanjutnya disebut Ratna. Cerpen pertama Ratna

berjudul “Jam” yang dimuat dalam sebuah majalah remaja MIDI pada tahun 1975.1 Untuk

jumlah pasti judul cerpen yang telah ditulisnya, Ratna mengaku sulit mengetahuinya (Hurek,

2010). Hal itu disebabkan karena cerpen-cerpen di masa anak-anak dan remajanya belum

terdokumentasi dengan baik. Akan tetapi, Ratna memperkirakan bahwa cerpen sastra yang

telah ditulisnya sejumlah 400-an judul. Sekitar 200 sampai 300 judul cerpennya sudah

dipublikasikan di media massa. Media massa tersebut antara lain Horison, Kompas, Zaman,

Sinar Harapan, Mutiara, Femina, Kartini, Sarinah, Pertiwi, Dewi, Famili, Nova, Pikiran

Rakyat, Masakini, Surabaya Post, Surya, Bali Post, dan Suara Indonesia.

Selain dimuat di berbagai media massa, cerpen-cerpen Ratna juga dibukukan ke dalam

beberapa kumpulan cerpen. Kumpulan cerpen pertamanya berjudul Menjelang Pagi yang

diterbitkan Balai Pustaka pada tahun 1994. Berselang enam tahun, pada tahun 2000 judul

kumpulan cerpen kedua berjudul Namanya, Massa yang diterbitkan oleh LKiS, Yogyakarta.

Kumpulan cerpen ketiga diterbitkan oleh Jendela pada tahun 2002 dengan judul Lakon di

                                                                                                                         1 Subiyantoro, op.cit., hlm. 5.

Konflik dalam..., Erlita Nur Rahman, FIB UI, 2015

Page 3: KONFLIK DALAM DIRI ISTRI SEBAGAI PEREMPUAN MODERN …

3    

Kota Kecil. Di tahun yang sama, terbit kumpulan cerpen keempat berjudul Aminah di Suatu

Hari yang diterbitkan oleh Penerbit Galang, Yogyakarta. Kemudian, selang setahun,

Gramedia menerbitkan kumpulan cerpen kelima Ratna dengan judul Sumi dan Gambarnya.

Masih di tahun yang sama, terbit pula kumpulan cerpen Noda Pipi Seorang Perempuan oleh

Penerbit Tiga Serangkai, Solo. Satu tahun kemudian yakni pada 2004, Sava Media

menerbitkan 17 cerpen Ratna ke dalam suatu antologi cerpen yang diberi judul Bajunya Sini.

Kemudian, pada tahun 2004 kembali terbit antologi cerpen Ratna dengan judul Perasaan

Perempuanku oleh Penerbit Matahari. Pada tahun 2007, Penerbit Bentang meluncurkan

kumpulan cerpen Ratna yang diberi judul Lipstik dalam Tas Doni.

Ratna adalah seorang cerpenis yang sering menjadikan tema aspirasi perempuan

modern ke dalam cerpennya. Istilah “perempuan modern” bagi sebagian banyak karya Ratna

dinyatakan oleh Budi Darma dalam blurb kumpulan cerpen Lipstik dalam Tas Doni yang

terbit pada 2007.

“Ratna Indraswari Ibrahim mempunyai keistimewaan, yaitu sanggup menulis berbagai cerpen dengan berbagai tema. Dunia pewayangan, psikologi, wanita, dapat digarapnya dengan mudah. Namun, apa pun yang terjadi, dia tidak lepas dari aspirasi perempuan modern, yaitu dilema antara perempuan yang harus mandiri dan perempuan yang harus tunduk pada tradisi.” (Darma, 2007)

Istilah “perempuan modern” yang disebutkan Budi Darma tersebut pada akhirnya juga

digunakan penulis dalam penyusunan naskah ringkas ini. Tidak sedikit dari cerpen-cerpen

Ratna yang menggambarkan konflik dalam diri perempuan yang dihadapkan pada pilihan

untuk mandiri atau tunduk pada tradisi. Permasalahan perempuan yang cukup banyak dibahas

Ratna dalam cerpen-cerpennya itulah yang membuat penulis tertarik untuk menelaah lebih

mendalam.

Penelitian ini berfokus pada tiga permasalahan, yaitu bagaimana konflik dalam diri

istri sebagai perempuan modern dalam sejumlah cerpen Ratna yang digambarkan melalui

unsur intrinsik, khususnya tokoh, penokohan, alur, dan latar?; bagaimana pemikiran dan

tindakan yang dilakukan tokoh-tokoh perempuan dalam sejumlah cerpen Ratna ketika

menghadapi persoalan hidupnya?; dan bagaimana realitas sosial dalam sejumlah cerpen Ratna

dan cerminannya di masyarakat?

Merujuk pada permasalahan-permasalahan tersebut, maka penelitian ini bertujuan

untuk mendeskripsikan konflik dalam diri istri sebagai perempuan modern dalam sejumlah

cerpen Ratna melalui unsur intrinsik, khususnya tokoh, penokohan, alur, dan latar;

memaparkan pemikiran dan tindakan yang dilakukan tokoh-tokoh perempuan dalam sejumlah

Konflik dalam..., Erlita Nur Rahman, FIB UI, 2015

Page 4: KONFLIK DALAM DIRI ISTRI SEBAGAI PEREMPUAN MODERN …

4    

cerpen Ratna ketika menghadapi persoalan hidupnya; dan memaparkan realitas sosial dalam

sejumlah cerpen Ratna dan cerminannya di masyarakat.

Ruang Lingkup dan Metode Penelitian

Dalam naskah ringkas ini penulis memilih enam cerpen untuk ditelaah lebih

mendalam, yaitu “Rambutnya Juminten”, “Perempuan Itu Cantik”, “Jaring Laba-Laba”,

“Nyai Roro Kidul”, “Kegagalan”, dan “Kupu-Kupu”. Enam cerpen tersebut dipilih karena

memiliki kemiripan tema serta masing-masing cerita menampilkan konflik dalam diri istri

sebagai perempuan modern sehingga memenuhi karakteristik untuk menjawab pertanyaan

pada bagian rumusan masalah. Selain itu, keenam cerpen yang dipilih menjadi objek

penelitian diambil dari tiga dekade yang berbeda, yakni 1980-an, 1990-an, dan 2000-an.

Alasan dipilihnya enam judul cerpen dari tiga dekade berbeda agar pemilihan cerpen tidak

hanya terbatas pada kurun waktu saja.

Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan naskah ringkas ini adalah

deskriptif analisis. Ratna (2012:53) menjelaskan bahwa metode deskriptif analitik diawali

dengan mendeskripsikan fakta-fakta kemudian disusul analisis yang tidak hanya sebatas

menguraikan, tetapi juga memberikan pemahaman dan penjelasan. Penulisan naskah ringkas

ini akan diawali dengan memaparkan unsur intrinsik cerpen-cerpen Ratna yang dikhususkan

pada tokoh, penokohan, alur, dan latar. Setelah pemaparan unsur intrinsik akan ditemukan

konflik dalam diri tokoh-tokoh perempuan dengan cara mendeskripsikan kehidupan dan

peristiwa yang dialami oleh mereka. Selanjutnya, akan diketahui seperti apa pemikiran dan

tindakan dari tokoh-tokoh perempuan dalam menghadapi persoalan atau permasalahan

hidupnya. Setelah itu, penulis akan memaparkan realitas sosial yang terdapat di cerpen-cerpen

Ratna yang juga tercermin dalam kehidupan masyarakat.

Landasan Teori

Dalam penyusunan naskah ringkas ini penulis akan menggunakan teori intrinsik karya

sastra sebagai analisis struktural serta pendekatan sosiologi sastra sebagai analisis ekstrinsik.

Selain itu, sebagai pendukung penulis untuk menjawab permasalahan juga akan digunakan

pembahasan mengenai konsep gender, perempuan modern, dan perempuan pekerja.

Baldic (1991:33) juga memberi pengertian bahwa “character is a personage in a

narrative or dramatic work” yang artinya tokoh adalah orang yang menjadi pelaku dalam

cerita fiksi atau drama. Selain itu, Baldic (1991:34) juga mendefinisikan “characterization is

the representation of persons in narrative and dramatic works. This may include direct

Konflik dalam..., Erlita Nur Rahman, FIB UI, 2015

Page 5: KONFLIK DALAM DIRI ISTRI SEBAGAI PEREMPUAN MODERN …

5    

methods or indirect methods inviting readers to infer qualities from character actions and

speech” yang berarti penokohan adalah penghadiran tokoh dalam cerita fiksi atau drama

dengan cara langsung atau tidak langsung dan mengundang pembaca untuk menafsirkan

kualitas dirinya lewat kata dan tindakannya. Nurgiyantoro (2013:258—260) membagi tokoh

dari segi peranan dan tingkat pentingnya tokoh menjadi dua, yaitu tokoh utama dan tokoh

tambahan. Selain itu, dilihat dari fungsi penampilan tokoh, Nurgiyantoro (2013:260—264)

membedakan menjadi tokoh protagonis dan tokoh antagonis.

Plot atau alur didefinisikan oleh Stanton (dalam Nurgiyantoro, 2013:167) sebagai

cerita yang berisi urutan kejadian, tetapi setiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab-

akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.

Kaitan sebab akibat di dalam alur juga disebutkan oleh Forster (1954:86), “a plot is also a

narrative of events, the emphasis falling on causality.” Sudjiman (1991:30) juga menafsirkan

teori Forster tersebut ke dalam bukunya bahwa pengaluran adalah pengaturan urutan

penampilan peristiwa untuk memenuhi beberapa tuntutan dengan memperhatikan hubungan

kausalnya (sebab akibat). Pembedaan plot berdasarkan urutan penceritaan peristiwa-peristiwa

yang ditampilkan atau urutan waktu kejadian dibedakan menjadi plot lurus atau maju, plot

sorot balik atau flashback, dan plot campuran (Nurgiyantoro, 2013:213—215).

Latar atau setting menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2013:302) menunjuk pada

tempat, hubungan waktu sejarah, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa

yang diceritakan. Stanton (dalam Nurgiyantoro, 2013:302) mengelompokkan latar bersama

dengan tokoh dan plot ke dalam fakta (cerita) karena ketiga hal tersebut yang akan dihadapi

dan diimajinasikan pembaca secara faktual jika membaca sebuah cerita fiksi. Ketiga hal itulah

yang secara konkret dan langsung membentuk sebuah cerita yang meliputi pelaku dan

penderita kejadian-kejadian yang bersebab akibat, di mana, kapan, dan bagaimana kondisi

sosial-budaya. Latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan

sosial-budaya (Nurgiyantoro, 2013:314).

Wellek dan Warren memandang bahwa hubungan yang bersifat kritik sosiologis

(deskriptif) diklasifikasikan menjadi tiga hal berikut. Pertama adalah sosiologi pengarang,

profesi pengarang, dan institusi sastra. Adapun yang mempunyai kaitannya dengan aspek ini

ialah dasar ekonomi produksi sastra, latar belakang sosial, status pengarang, dan ideologi

pengarang. Yang kedua adalah isi karya sastra, tujuan, serta hal-hal lain yang tersirat dalam

karya sastra yang berkaitan dengan masalah sosial. Yang terakhir adalah permasalahan

pembaca dan dampak sosial karya sastra terhadap masyarakat (Wellek dan Warren,

Konflik dalam..., Erlita Nur Rahman, FIB UI, 2015

Page 6: KONFLIK DALAM DIRI ISTRI SEBAGAI PEREMPUAN MODERN …

6    

2014:100). Jadi, secara garis besar ketiga unsur yang diuraikan oleh Wellek dan Warren

tersebut meliputi sosiologi pengarang, sosiologi karya sastra, dan sosiologi pembaca.

Isu mengenai gender belakangan ini telah banyak diikutsertakan dalam sejumlah

analisis, bahasan, dan pembicaraan di tengah masyarakat. Namun, sayangnya tidak sedikit

masyarakat yang masih keliru mempersepsikan gender sebagai jenis kelamin. Padahal, gender

dan jenis kelamin merupakan dua konsep yang berbeda. Pada intinya, jenis kelamin adalah

sesuatu yang kodrati yang dibawa sejak lahir dan akan menempel selamanya dalam diri

manusia, sedangkan konsep gender yang merupakan konstruksi sosial-budaya memungkinkan

adanya ketidakabadian atau dapat dipertukarkan. Artinya, dapat saja seorang laki-laki

memiliki sifat lemah lembut dan keibuan serta mungkin saja perempuan bersifat rasional dan

juga kuat.

Berbicara mengenai konsep gender tidak terlepas dengan permasalahan yang

menyertainya yakni adanya ketidakadilan gender atau bias gender. Fakih (2012:12) menyebut

ketidakadilan gender sebagai suatu sistem dan struktur yang membuat kaum laki-laki maupun

perempuan menjadi korban dari sistem tersebut. Ketidakadilan gender kemudian

termanifestasi dalam berbagai bentuk, antara lain marginalisasi, stereotip, subordinasi, beban

ganda, dan kekerasan.

Perkembangan zaman yang begitu pesat sekarang ini mendorong terjadinya

modernisasi di segala bidang, tidak terkecuali pemikiran manusia. Geliat kemajuan

pembangunan dan pendidikan sedikit banyak memengaruhi pola pikir seseorang, baik laki-

laki ataupun perempuan. Para perempuan yang telah berpikiran dan bertindak lebih maju atau

di luar kebiasaan perempuan pada umumnya kerap disebut sebagai perempuan modern.2

Perempuan modern adalah mereka yang telah mempunyai pola pemikiran yang telah

jauh berkembang dan menjangkau jauh ke depan, disebabkan pendidikan, pergaulan, atau

kehidupan baru yang lebih luas nuansa jangkauannya. Pola pikir perempuan modern yang

berkembang luas dan menyesuaikan diri dengan perkembangan dan kemajuan zaman

menyebabkan berkembang pula kebutuhan hidup yang baru serta bervariasi. Guna mencukupi

kebutuhan baru tersebut, maka perempuan terdorong untuk hidup di luar rumah demi

menambah penghasilan utama suami agar dapat memenuhi kebutuhan baru tadi. Akan tetapi,

dorongan untuk hidup di luar rumah yang dialami perempuan kadang kala mengundang

permasalahan baru yang dapat menggoncang taraf ketentraman kehidupan keluarga.

                                                                                                                         2  Uraian mengenai perempuan modern dan perempuan tradisional berasal dari tulisan Hasan Basri yang berjudul “Apresiasi Wanita Modern dalam Cinta dan Keluarga” dalam Bainar (ed.). 1998. Wacana Perempuan dalam Keindonesiaan dan Kemodernan. Jakarta : Pustaka Cidesindo. hlm. 178—181.

Konflik dalam..., Erlita Nur Rahman, FIB UI, 2015

Page 7: KONFLIK DALAM DIRI ISTRI SEBAGAI PEREMPUAN MODERN …

7    

Hal-hal yang dialami dan dihadapi oleh perempuan modern jelas sangat jauh berbeda

dengan perempuan tradisional. Perempuan tradisional adalah mereka yang menerima tanpa

keluhan dan penolakan terhadap status dan fungsi mereka yang sangat sederhana sesuai

dengan kodrat kewanitaannya dari zaman ke zaman. Selain itu, perempuan tradisional

cenderung menerima dengan sabar dan bahagia kedudukannya sebagai ibu rumah tangga yang

berfungsi mendampingi suami dengan setia dan mengurus keperluan rumah tangga.

Karier merupakan salah satu hal yang dikejar oleh manusia dalam hidupnya, baik laki-

laki ataupun perempuan. Karier adalah serangkaian perilaku terarah yang menuju pada

pekerjaan dan posisi dalam pekerjaan yang dilakukan individu sepanjang hidupnya serta

dipengaruhi oleh beberapa faktor dan terus berkembang melalui tahap-tahap tertentu.3 Para

perempuan memasuki dunia kerja dengan berbagai alasan. Beberapa di antaranya untuk

mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan diri dan keluarga atau mencapai aktualisasi diri.

Namun, dalam dunia kerja, lagi-lagi kaum perempuan kembali dihadapkan pada bentuk

ketidakadilan gender yakni adanya pembagian kerja menurut jenis kelamin.

Dalam meniti karier, seorang perempuan terlebih lagi yang telah menikah dituntut

tidak boleh meninggalkan tugas keluarga, merawat, dan mendidik anak-anak. Hal tersebut

mengindikasikan bahwa segala sesuatu tentang rumah tangga dan anak-anak hanya menjadi

tanggung jawab seorang istri atau ibu. Pandangan tradisional tersebut pada akhirnya akan

berdampak kepada perempuan karena cita-cita mereka yang terhambat.

Analisis Struktural Sejumlah Cerpen Ratna Indraswari Ibrahim

Cerpen “Rambutnya Juminten” mengisahkan kehidupan dan permasalahan yang

dihadapi oleh seorang perempuan bernama Juminten. Permasalahan yang dihadapi Juminten

adalah keinginannya untuk memotong pendek rambutnya ditentang oleh sang suami,

Panuwun, yang malah menyuruhnya untuk memanjangkan rambut. Permintaan Panuwun

itulah yang menimbulkan konflik dalam diri Juminten yang dihadapkan pada pilihan untuk

patuh menuruti perkataan suami atau mengikuti apa yang menjadi niat awalnya.

Juminten dalam cerpen ini bertindak sebagai tokoh utama karena perannya yang

tergolong penting serta kemunculannya secara terus-menerus sehingga mendominasi cerita.

Sementara itu, tokoh tambahan yang muncul antara lain Panuwun, Marni, dan Nardi. Alur

yang digunakan dalam cerpen “Rambutnya Juminten” adalah alur maju. Untuk penggambaran

                                                                                                                         3  Weny Savitry S. Pandia. “Perempuan dan Kariernya: Nafkah versus Aktualisasi Diri” dalam Nani Nurrachman dan Imelda Bachtiar (ed.). 2011. Psikologi Perempuan: Pendekatan Kontekstual Indonesia. Jakarta: Universitas Atma Jaya. hlm. 159.

Konflik dalam..., Erlita Nur Rahman, FIB UI, 2015

Page 8: KONFLIK DALAM DIRI ISTRI SEBAGAI PEREMPUAN MODERN …

8    

latar tempat yang ditampilkan ialah suasana sebuah perdesaan, sedangkan penyebutan latar

waktu tidak merujuk pada waktu yang spesifik, melainkan hanya sebatas penyebutan Senin

Legi, sore ini, dan malam itu. Sementara itu, latar sosial-budaya yang tergambar ialah

masyarakat kelas menengah ke bawah yang antara lain dibuktikan oleh profesi Panuwun

sebagai buruh pabrik dan Juminten yang seorang anak buruh tani.

Cerpen “Perempuan Itu Cantik” bertokoh utama seorang perempuan berusia 27 tahun

yang bernama Nikita. Nikita yang berbakat, bahkan sempat menjadi pemain film, harus

meninggalkan kariernya itu ketika menikah dalam usia muda. Kecantikan Nikita yang selalu

dipuji orang lain tidak pernah dilihat sama oleh keluarga mertua, bahkan sang suami. Sebagai

seorang istri, Nikita dituntut untuk patuh dan menuruti perintah suami. Hal inilah yang kelak

memunculkan konflik dalam diri Nikita.

Cerpen “Perempuan Itu Cantik” menggunakan alur sorot balik (flashback). Cerita

bermula ketika Nikita berada di kereta api. Teknik pembalikan cerita dilakukan melalui tokoh

Nikita yang mengingat kembali ketika ia masih menjadi pemain film layar lebar. Gerbong

kereta api yang ditumpangi Nikita tersebut menjadi salah satu latar tempat cerpen ini. Selain

itu, digambarkan pula latar tempat di sebuah rumah yang berada di perkotaan. Sementara itu,

latar waktu cerpen ini juga tidak merujuk pada tahun atau bulan yang pasti.

Cerpen “Jaring Laba-Laba” mengisahkan tokoh utama seorang perempuan yang selalu

dihantui oleh laba-laba beserta jaring laba-laba yang menjeratnya. Laba-laba dan jaring laba-

laba itu merupakan khayalan akan figur suami dan anaknya yang menurutnya telah membatasi

ruang gerak Dina. Semenjak menikah, Dina selalu merasa kalau dirinya terkurung di dalam

rumah dan disibukkan dengan pekerjaan rumah tangga. Dina mengumpamakan dirinya

sebagai nyamuk yang kapan saja siap dilahap oleh laba-laba yang tidak lain adalah suami dan

anaknya. Hal itulah yang menjadi konflik dalam diri Dina setelah kebebasannya dalam

berkarier harus tergantikan oleh kesibukkan rumah tangga.

Hampir sama dengan tiga cerpen sebelumnya, cerpen “Nyai Roro Kidul” juga

menjadikan seorang perempuan sekaligus seorang istri bernama Murni sebagai tokoh utama

cerita. Permasalahan yang dihadapi Murni adalah dimintanya untuk menggugurkan

kandungan oleh sang suami karena alasan sepihak suami. Hal itulah yang menimbulkan

penyesalan dalam diri Murni. Tidak hanya menyesal karena gagal mempertahankan calon

buah hatinya, Murni juga menyayangkan telah berdampingan dengan laki-laki yang

membatasi aktivitas dan pilihannya. Hal itulah yang menjadi penyebab terjadinya konflik

dalam diri Murni. Cerpen “Nyai Roro Kidul” menggunakan alur sorot balik (flashback). Latar

tempat yang tergambar dalam cerpen “Nyai Roro Kidul” antara lain terdapat di pantai selatan

Konflik dalam..., Erlita Nur Rahman, FIB UI, 2015

Page 9: KONFLIK DALAM DIRI ISTRI SEBAGAI PEREMPUAN MODERN …

9    

dan sebuah rumah di perkotaan, sedangkan latar waktu yang disebutkan dengan jelas ialah

keterangan pukul 19.00 WIB. Sementara itu, latar sosial-budaya yang ditampilkan cerpen ini

ialah kehidupan masyarakat kelas menengah.

Cerpen “Kegagalan” mengisahkan pemikiran dan persepsi antara seorang ibu dan

seorang anak yang saling bertolak belakang. Sang anak (Maimunah) yang telah berpikiran

modern mencoba untuk merdeka dan lepas dari kekangan peraturan sang ayah. Menimbang

alasan yang diutarakan Maimunah, Ibu (Hayati) pun tergerak untuk ikut serta memerdekakan

diri dari “jajahan” suami. Akan tetapi, kemauan Hayati untuk sukses di luar rumah belumlah

sekuat dan seteguh semangat sang anak. Itulah yang menunjukkan konflik dalam diri Hayati

bahwa dirinya yang sebenarnya ingin menemukan kebebasan, tetapi masih sangat tergantung

dengan suami.

Cerpen “Kupu-Kupu” mengisahkan seorang perempuan (Dia) yang bekerja sebagai

buruh cuci pakaian atas gagasan sang suami. Setiap kali sedang mencuci, Dia selalu dihampiri

seekor kupu-kupu yang seolah berbicara kepadanya dan tidak lain suara yang dikeluarkan

kupu-kupu tersebut adalah perlambang isi hati nurani tokoh Dia sendiri. Tokoh Dia dianggap

suami dan ibunya sebagai perempuan sempurna yang tidak pernah mengeluh dan selalu

mengiyakan perintah. Konflik dalam diri tokoh Dia adalah ketidakmampuan dirinya untuk

membela dan menuntut haknya karena rasa hormat yang teramat sangat terhadap suami.

Pemikiran dan Tindakan Tokoh Perempuan dalam Menghadapi Persoalan Rumah

Tangga

Keenam cerpen yang digunakan bahan kajian dalam penulisan naskah ringkas ini

seluruhnya menjadikan perempuan—sekaligus seorang istri—sebagai tokoh utama dengan

masing-masing permasalahan yang dihadapinya dalam kehidupan, khususnya rumah tangga.

Masing-masing tokoh perempuan dalam enam judul cerpen memiliki pandangan dan tindakan

yang berbeda dalam menghadapi persoalan rumah tangga mereka. Pada bagian ini penulis

akan memaparkan pemikiran dan tindakan yang diambil oleh tokoh-tokoh perempuan di

dalam cerpen Ratna saat menghadapi dan menyelesaikan persoalan yang ditemuinya.

Sifat dari Juminten yang penurut, bahkan terkesan penakut terhadap suami

membuatnya hanya mengikuti segala sesuatu yang menjadi kehendak Panuwun. Terlebih lagi,

Juminten juga tidak berusaha untuk membela diri atau mempertahankan apa yang menjadi

niat awalnya. Tindakan yang dilakukan Juminten itu dapat mengindikasikan masih

terbawanya arus pikiran tradisional masyarakat Indonesia. Hal itu terlihat dari kepatuhan dan

kesetiannya kepada suami sampai mengorbankan kegiatan di luar rumah dengan para

Konflik dalam..., Erlita Nur Rahman, FIB UI, 2015

Page 10: KONFLIK DALAM DIRI ISTRI SEBAGAI PEREMPUAN MODERN …

10    

tetangga. Pada awalnya, tokoh Juminten dapat digolongkan sebagai perempuan modern

karena pola pikirnya yang mulai berkembang dan mengikuti perubahan zaman yang terbukti

dari keinginannya untuk mengubah gaya rambut pendek seperti tren di lingkungan tempat

tinggalnya.

Selain Juminten, tokoh Nikita juga merupakan perempuan sekaligus seorang istri yang

patuh dan menuruti anjuran suami. Pada awalnya, Nikita juga mengalami kegagalan untuk

memperjuangkan apa yang menjadi kehendak hatinya. Nikita mengorbankan kariernya setelah

menikah dan sibuk mengelola depot makanan sesuai suruhan suami. Bahkan, Nikita yang

telah banyak menuruti keinginan suami malah terabaikan dan disepelekan oleh suaminya

sendiri. Pada akhirnya, Nikita yang dapat digolongkan sebagai perempuan modern karena

pengalaman dan pemikirannya yang telah berkembang jauh ke depan, tersadari bahwa dirinya

berhak untuk mendapatkan apa yang menjadi keinginannya. Nikita akhirnya mendapat

pengakuan akan kecantikan dirinya walaupun bukan dari sang suami, melainkan dari para

pemuda yang kerap mengintipnya dari jendela kamar.

Tokoh Dina dalam cerpen “Jaring Laba-Laba” menggambarkan seorang perempuan

modern yang terlihat dari tingkat pendidikan yang tinggi yakni lulusan S-2 di luar negeri serta

memutuskan untuk tetap bekerja walaupun telah berkeluarga. Namun, tingkat pendidikannya

yang mumpuni itu tidak membuatnya dapat berkarier dengan lancar dan langgeng karena sang

suami menyuruhnya untuk berhenti kerja dan fokus mengurus keluarga. Keputusan yang

diambilnya untuk meninggalkan karier sayangnya tidak membuat Dina bahagia. Dina yang

memendam kekecewaan sendiri justru membuatnya menjadi depresi dan membayangkan

dirinya sebagai nyamuk yang terjerat dalam jaring laba-laba buatan suami dan anaknya. Hal

tersebut memperlihatkan tokoh Dina yang gagal untuk mempertahankan hal yang

membuatnya nyaman yakni berkarier hanya karena perintah suami.

Permasalahan yang dihadapi oleh tokoh Murni dalam cerpen “Nyai Roro Kidul” tidak

jauh berbeda dengan persoalan tokoh-tokoh perempuan sebelumnya, yaitu dominasi suami

terhadap istri. Tindakan yang diambil Murni adalah mengikuti apa yang menjadi keinginan

suami yakni menggugurkan kandungannya. Tidak hanya itu, keinginan Murni untuk kembali

bekerja juga sangat ditentang oleh sang suami karena ia beralasan tidak bercita-cita memiliki

seorang istri yang berkarier. Murni merupakan perempuan dengan pendidikan yang baik,

tetapi masih terjerat dalam pola pikir perempuan tradisional, seperti yang diungkapkan oleh

Hasan Basri (dalam Bainar, 1998:178—181). Perintah dan keinginan suami menjadi satu-

satunya yang harus diikuti oleh istri. Inilah yang menjadi alasan kepasrahan Murni ketika

pendapatnya tidak pernah diperhitungkan.

Konflik dalam..., Erlita Nur Rahman, FIB UI, 2015

Page 11: KONFLIK DALAM DIRI ISTRI SEBAGAI PEREMPUAN MODERN …

11    

Tokoh Nikita dalam cerpen “Perempuan Itu Cantik” dan tokoh Hayati dalam cerpen

“Kegagalan” merupakan sosok istri yang juga sama-sama menjadi objek dominasi suami.

Keduanya juga sama-sama melakukan pemberontakan atau perlawanan untuk mendapatkan

apa yang selama ini tidak diperoleh dari suami mereka. Sayangnya, tokoh Hayati tidak dapat

mempertahankan kesuksesan untuk lepas dari suami dengan langgeng, melainkan pada

akhirnya ia membiarkan dirinya kembali dalam naungan sang suami. Tindakan yang akhirnya

dipilih Hayati itu sangat berbeda dengan yang diambil oleh sang puteri, Maimunah.

Maimunah sebagai perempuan muda yang berpola pikir jauh lebih modern yang sesuai

dengan pernyataan Hasan Basri (dalam Bainar, 1998:178—181), teguh pada keinginannya

untuk merdeka dan bebas dari aturan yang dibuat oleh sang ayah. Dalam cerpen ini tokoh

Maimunahlah yang digambarkan sebagai tokoh perempuan yang memperoleh kesuksesan

sampai akhir cerita.

Persoalan yang dialami oleh tokoh Dia dalam cerpen “Kupu-Kupu” tidak jauh berbeda

dengan tokoh-tokoh perempuan sebelumnya. Tokoh Dia menjadi buruh cuci pakaian orang

lain atas dasar anjuran suami. Tokoh Dia hanya mengikuti suruhan itu saja karena didasari

rasa hormat dan patuhnya terhadap suami yang begitu besar. Seekor kupu-kupu yang kerap

berbicara kepadanya merupakan perlambang kata hatinya yang selama ini dipendam.

Sayangnya, tokoh Dia bertindak untuk tetap mengalah dan mengorbankan haknya. Latar

belakang pendidikan tokoh Dia yang tidak lulus SMTA menjadi salah satu alasan sifat tidak

percaya diri yang dimilikinya. Indikator itu juga yang membuat tokoh Dia begitu

menghormati sang suami karena dirasa berstatus sosial lebih tinggi dibanding dirinya. Alasan

itulah yang membuat Dia mengikuti segala keinginan suami dan tidak mengindahkan keluh

kesah hatinya.

Tabel 1. Latar Penyebab Sikap Tokoh Perempuan dan Tingkat Pencapaiannya

Nama Tokoh Latar Penyebab Tingkat Pencapaian

Toko

h Pe

rem

puan

B

eron

tak

Nikita Nikita yang sempat menjadi pemain film saat sebelum menikah terlihat mempunyai pemikiran yang luas. Akan tetapi, pengalamannya itu tidak serta-merta membuatnya dapat lepas dari dominasi suami. Pada akhirnya, Nikita berhasil memperoleh pengakuan kecantikan dirinya walaupun dari orang lain dan tanpa perlu meninggalkan suami.

Perempuan yang berhasil memperoleh kesuksesan.

Konflik dalam..., Erlita Nur Rahman, FIB UI, 2015

Page 12: KONFLIK DALAM DIRI ISTRI SEBAGAI PEREMPUAN MODERN …

12    

Hayati Pemberontakan yang dilakukan Hayati terinspirasi oleh keberanian sang anak, Maimunah. Pada awalnya, Hayati mendapatkan kesuksesannya dan dapat hidup mandiri tanpa harus bergantung lagi kepada suami. Akan tetapi, akhirnya kebebasan Hayati kembali terbatasi karena ia memasrahkan diri untuk kembali didominasi oleh suami.

Perempuan yang memperoleh kesuksesan semu.

Maimunah Tergolong sebagai perempuan muda modern yang telah berpikiran terbuka sehingga memilih untuk menjadi orang yang merdeka dan tidak diatur oleh sang ayah.

Perempuan yang memperoleh kesuksesan.

Toko

h Pe

rem

puan

Pas

rah

Juminten Juminten yang merupakan perempuan desa dan tampaknya berpendidikan rendah membuatnya kurang bisa mempertahankan pendapat, membela diri, serta membebaskan diri dari dominasi suami.

Perempuan yang memperoleh kegagalan.

Dina Lulusan S-2 menyebabkan Dina ingin menjadi perempuan karier dan tidak cukup jika hanya menjadi ibu rumah tangga. Akan tetapi, tingkat pendidikan yang tinggi itu akhirnya tidak bisa membuat Dina membela dirinya dan mendapatkan kesembuhan dari depresi yang diidapnya.

Perempuan yang memperoleh kegagalan.

Murni Murni yang seorang sarjana sayangnya tidak memiliki kemampuan untuk membela diri dan mempertahankan pendapat. Selain itu, tingkat pendidikan yang baik juga tidak membuat Murni bebas untuk berkarier di luar rumah. Pada akhirnya, Murni hanya dapat menyesali ketidakberdayaannya untuk mempertahankan kandungannya serta hilangnya kesempatan untuk berkarier.

Perempuan yang memperoleh kegagalan.

Dia Latar belakang pendidikan yang tidak lulus SMTA membuat tokoh Dia tidak percaya diri. Suaminya yang seorang pekerja kantoran dirasa berstatus social lebih tinggi dibandingkan dirinya. Hal itu membuat Dia harus menghormati dan menuruti perintah suami. Bahkan, rasa sungkan yang begitu besar terhadap suami membuat tokoh Dia menghiraukan segala sesuatu yang menjadi haknya.

Perempuan yang memperoleh kegagalan.

Konflik dalam..., Erlita Nur Rahman, FIB UI, 2015

Page 13: KONFLIK DALAM DIRI ISTRI SEBAGAI PEREMPUAN MODERN …

13    

Tabel di atas berisi penjelasan ringkas mengenai latar penyebab yang menjadi alasan

tokoh-tokoh perempuan di dalam masing-masing cerpen dalam bersikap atau mengambil

tindakan ketika menghadapi persoalan rumah tangga. Dalam tabel tersebut, tokoh-tokoh

perempuan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu tokoh perempuan yang memberontak dan

tokoh perempuan pasrah. Selain itu, tabel di atas juga dilengkapi kolom tingkat pencapaian

yang didapatkan oleh masing-masing tokoh perempuan. Pada kelompok tokoh perempuan

memberontak, menghasilkan dua macam pencapaian yakni kesuksesan dan kesuksesan semu.

Adapun yang dimaksud dengan kesuksesan semu ialah kesuksesan yang hanya diperoleh

sementara waktu saja, seperti yang dialami oleh tokoh Hayati. Sementara itu, tokoh-tokoh

yang dikelompokkan ke dalam tokoh perempuan pasrah hanya memperoleh kegagalan karena

ketidakmampuan mereka untuk membela diri serta melepaskan diri dari dominasi suami.

Realitas Sosial dalam Sejumlah Cerpen Ratna Indraswari Ibrahim dan Cerminannya di

Masyarakat

Wellek dan Warren (2014:110) menyebut bahwa pendekatan yang umum dilakukan

terhadap hubungan antara sastra dan masyarakat adalah mempelajari sastra itu sebagai

dokumen sosial dan sebagai potret kenyataan sosial. Hal tersebut disebabkan karena suatu

karya sastra dapat saja merupakan bentuk cerminan dari yang ada dan terjadi di masyarakat.

Suatu karya sastra dapat dinilai kekuatan hubungannya dengan masyarakat salah satunya

dengan melihat realitas-realitas sosial yang terkandung di dalamnya. Dengan melihat

kenyataan-kenyataan sosial yang dimasukkan pengarang ke dalam karya-karyanya, dapat

dinilai pula seberapa kuat dan besar hubungan karya sastra itu dengan masyarakat.

Realitas sosial yang terkandung dalam cerpen “Rambutnya Juminten” adalah

mengenai tren rambut pendek yang sedang mewabah di lingkungan tempat tinggal Juminten.

Hal tersebut juga sering ditemui di kehidupan bermasyarakat pada kenyataannya. Sebuah tren

yang muncul akan menjamur dan menggoda masyarakat untuk menirunya sehingga dengan

cepat tren tersebut akan semakin meluas. Selain itu, realitas lainnya yang terdapat dalam

cerpen “Rambutnya Juminten” yakni hiburan layar tancap. Apabila menyesuaikan dengan

tahun dibuatnya cerpen ini yakni pada tahun 1993, tampaknya layar tancap masih banyak

ditemui, khususnya di desa, dan merupakan salah satu hiburan bagi masyarakat pada masa itu.

Realitas sosial yang ditemukan dalam cerpen “Perempuan Itu Cantik” salah satunya

yakni figur bintang film adalah perempuan yang berparas cantik. Hal tersebut jelas banyak

terjadi juga di dunia hiburan sesungguhnya. Dunia hiburan, perfilman, dan pertelevisian

banyak menuntut figur-figur yang berpenampilan menarik atau dikenal dengan istilah camera

Konflik dalam..., Erlita Nur Rahman, FIB UI, 2015

Page 14: KONFLIK DALAM DIRI ISTRI SEBAGAI PEREMPUAN MODERN …

14    

face. Selain itu, realitas lain yang ditemukan adalah kawasan dekat kampus dan kos-kosan

akan cenderung dimanfaatkan warga sekitar untuk membuka usaha, seperti rumah makan. Hal

tersebut juga menjadi ide suami Nikita untuk menyuruh istrinya mendirikan depot makanan.

Dalam cerpen “Jaring Laba-Laba”, Ratna juga memasukkan hal yang sedang diminati

di masyarakat yakni penyebutan istilah Spiderman. Proses penciptaan cerpen yang ditulis

pada tahun 2002 ini dapat dikatakan terinspirasi oleh tokoh atau film Spiderman yang terkenal

di kurun waktu yang sama. Selain penyebutan tokoh atau film Spiderman yang terkenal di

masyarakat, cerpen ini juga memasukkan kebiasaan lain masyarakat dalam hal berkomunikasi

atau saling bercerita lewat surat elektronik (email).

Sesuai dengan judul cerpennya yakni “Nyai Roro Kidul”, cerpen ini memasukkan

kepercayaan dan mitos di tengah masyarakat mengenai keberadaan Nyai Roro Kidul dan laut

selatan sebagai tempat persemayamannya. Kepercayaan mengenai adanya Nyai Roro Kidul

dan tempat tinggal di laut selatan sama-sama menjadi realitas sosial, baik di dalam cerpen dan

juga di kenyataan bermasyarakat. Hal-hal lain yang juga disebutkan dalam cerpen ini juga

merupakan kepercayaan yang berlaku di masyarakat pada kenyataannya, antara lain mengenai

riwayat Nyai Roro Kidul yang dikucilkan oleh keluarganya dan kemudian menjadi peguasa

laut selatan, mitos bahwa orang-orang yang terseret ombak dan hilang di pantai selatan

disebabkan kemarahan Nyai Roro Kidul, dan anggapan bahwa raja-raja Jawa adalah suami

Nyai Roro Kidul.

Realitas sosial yang terdapat dalam cerpen “Kegagalan” adalah anggapan bahwa

seorang anak perempuan begitu berharga dan sangat dijaga, seperti yang dialami oleh tokoh

Maimunah yang begitu dikhawatirkan ketika pulang terlambat dan terlebih lagi datang

bersama laki-laki yang tidak dikenal oleh orang tuanya. Hal tersebut masih sangat banyak

terbukti di kenyataan bermasyarakat, khususnya pada masyarakat Jawa. Orang tua bersuku

Jawa memang akan cenderung lebih posesif dengan anak-anaknya, seperti yang ditemukan

dalam cerpen “Kegagalan”.

Realitas sosial yang ditemukan dalam cerpen “Kupu-Kupu” adalah masih adanya

perempuan dengan tingkat pendidikan rendah, seperti tokoh Dia yang tidak menamatkan

pendidikan SMTA. Apabila disesuaikan dengan kenyataan pada rentang tahun cerpen ini

ditulis yakni tahun 1988, memang masih banyak perempuan yang tidak menyelesaikan

sekolah tingkat atasnya. Hal itu disebabkan pemikiran tradisional masyarakat pada waktu itu

bahwa perempuan tidak perlu sekolah sampai tinggi karena pada akhirnya perempuan hanya

mengurus rumah atau menjadi ibu rumah tangga. Hal lain yang ditemukan dalam cerpen ini

Konflik dalam..., Erlita Nur Rahman, FIB UI, 2015

Page 15: KONFLIK DALAM DIRI ISTRI SEBAGAI PEREMPUAN MODERN …

15    

yang juga mewakilkan kurun waktu 1980-an adalah masih adanya tape recorder yang pada

waktu itu merupakan barang elektronik yang cukup mewah.

Kesimpulan

Dalam kesusastraan modern Indonesia, Ratna Indraswari Ibrahim ialah pengarang

yang produktif menghasilkan karya sastra, khususnya cerita pendek. Tidak sedikit dari cerpen

yang dihasilkan telah dimuat di berbagai media massa nasional. Cerpen-cerpen Ratna tidak

hanya karya sastra yang nikmat dibaca, melainkan juga bermakna dan mengandung pesan.

Cukup banyak cerpen Ratna yang tampaknya berangkat dari fenomena sehari-hari, seperti

penindasan dan ketidakadilan yang terjadi di masyarakat. Dalam sejumlah cerpennya, Ratna

terlihat berpihak kepada kaum perempuan dengan dikisahkannya berbagai permasalahan yang

kaum perempuan alami. Lewat cerpennya juga Ratna seolah ingin mengatakan bahwa

kedudukan antara laki-laki dan perempuan ialah setara.

Dalam naskah ringkas ini dipergunakan enam cerpen karya Ratna yang memiliki

keterkaitan dengan rumusan masalah yang diangkat oleh penulis. Keenam cerpen tersebut

berjudul “Rambutnya Juminten”, “Perempuan Itu Cantik”, “Jaring Laba-Laba”, “Nyai Roro

Kidul”, “Kegagalan”, dan “Kupu-Kupu”. Terdapat tiga permasalahan yang telah dijawab

dalam naskah ringkas ini. Permasalahan pertama dijawab dengan pendeskripsian unsur

intrinsik enam cerpen Ratna dan sekaligus memaparkan konflik dalam diri istri sebagai

perempuan modern. Permasalahan kedua ialah pemikiran dan tindakan yang dilakukan tokoh

perempuan dalam masing-masing cerpen untuk menghadapi dan menyelesaikan persoalan.

Permasalahan ketiga yakni mengenai realitas sosial yang terdapat dalam cerpen sebagai

cerminan dari realitas di masyarakat.

Dari segi unsur intrinsik, seluruh tokoh utama dari enam cerpen adalah tokoh

perempuan yang semuanya dikisahkan sebagai seorang istri. Selain sebagai tokoh utama,

enam tokoh perempuan itu juga diceritakan sebagai tokoh protagonis. Sementara itu, alur

cerita dalam enam cerpen tersebut antara lain ada yang beralur maju dan ada pula yang

menggunakan alur sorot balik. Dari segi latar tempat, penggambaran dalam cerpen-cerpen

tersebut tidak dirinci dengan pasti atau merujuk pada lokasi yang benar-benar ada, kecuali

penyebutan lokasi Pantai Selatan dalam cerpen “Nyai Roro Kidul”. Perincian terhadap latar

waktu juga tidak jelas penyebutannya, baik jam, hari, maupun tahun, kecuali dalam cerpen

“Nyai Roro Kidul” yang tercantum keterangan waktu yakni pukul 19.00 WIB. Latar sosial-

budaya yang ditampilkan dalam enam cerpen antara lain mencakup masyarakat kelas atas,

menengah, dan bawah.

Konflik dalam..., Erlita Nur Rahman, FIB UI, 2015

Page 16: KONFLIK DALAM DIRI ISTRI SEBAGAI PEREMPUAN MODERN …

16    

Permasalahan kedua yang dijawab dalam naskah ringkas ini ialah mengenai pemikiran

dan tindakan tokoh perempuan dalam masing-masing cerpen ketika menghadapi konflik

dalam diri ataupun persoalan dalam rumah tangga. Pada dasarnya, tokoh-tokoh perempuan

dalam cerpen dapat digolongkan menjadi dua, yaitu tokoh perempuan yang berani untuk

berontak dan tokoh perempuan pasrah. Penggolongan tersebut didasari oleh pemikiran dan

tindakan yang dialami tokoh-tokoh perempuan tersebut dalam jalan hidupnya.

Tokoh perempuan yang berani memberontak ialah Nikita dalam cerpen “Perempuan

Itu Cantik” serta Hayati dan Maimunah dalam cerpen “Kegagalan”. Walaupun Nikita, Hayati,

dan Maimunah telah mengukuhkan diri untuk bebas dari dilema yang membelenggu, tidak

ketiganya mendapatkan kesuksesan yang hakiki. Tokoh yang benar-benar memperoleh

kesuksesan dan kepuasan dalam diri sampai akhir cerita hanya terjadi pada Nikita dan

Maimunah, sedangkan Hayati hanya mendapatkan kesuksesan semu. Hal itu terjadi karena

Hayati tidak sepenuhnya yakin untuk bebas dari dominasi suami.

Di pihak lain, tokoh perempuan yang pasrah termasuk di dalamnya Juminten, Dina,

Murni, dan Dia. Pada dasarnya, keempat tokoh perempuan tersebut menyadari bahwa mereka

terlalu didominasi oleh suami dan memiliki hak untuk mengikuti naluri hati. Akan tetapi,

mereka tidak memiliki keyakinan dan keberanian untuk melawan atau mendebat suami

mereka. Kebanyakan ketidakyakinan mereka lebih disebabkan oleh rasa hormat dan sungkan

yang besar terhadap suami. Selain itu, pola pikir tradisional yang juga masih dipercayai oleh

perempuan-perempuan itu.

Hal-hal yang melatarbelakangi tokoh-tokoh perempuan itu untuk memberontak atau

pasrah antara lain dapat dilihat dari tingkat pendidikan, pengalaman, serta pengaruh dari

tokoh lain. Tingkat pendidikan yang dengan pasti disebutkan dalam cerpen ialah pendidikan

dari tokoh Dina, Murni, dan Dia, sedangkan tokoh perempuan lainnya tidak dirincikan tingkat

pendidikannya. Walaupun pendidikan tokoh Dina yang lulusan S-2 dan Murni yang seorang

sarjana, tidak membawa mereka untuk memperoleh kesuksesan dan kebebasan untuk

bersuara. Pengalaman dan ilmu dimiliki justru tidak membuat mereka kuat untuk mendebat

suami ataupun mempertahankan hak-haknya. Mereka justru membiarkan diri terbelenggu oleh

kehendak suami.

Permasalahan ketiga yang dijawab dalam naskah ringkas ini ialah mengenai realitas

sosial yang terdapat dalam masing-masing cerpen yang merupakan cerminan dari apa yang

ada dan terjadi di masyarakat. Realitas-realitas sosial yang ditemukan di dalam cerpen dan

cerminannya di masyarakat membuktikan bahwa cerpen-cerpen yang dikarang Ratna

merupakan hasil penglihatan dan pengalamannya di kehidupan bermasyarakat. Dengan

Konflik dalam..., Erlita Nur Rahman, FIB UI, 2015

Page 17: KONFLIK DALAM DIRI ISTRI SEBAGAI PEREMPUAN MODERN …

17    

ditemukannya beberapa realitas sosial itu, terlihat pula bahwa karya sastra Ratna sangat dekat

hubungannya dengan masyarakat.

Hal lain yang dapat disimpulkan setelah menganalisis keenam cerpen Ratna ialah

adanya kekontrasan akan penggambaran latar belakang pendidikan antara tokoh perempuan

dan tokoh laki-laki. Penggambaran latar pendidikan tokoh perempuan dilakukan Ratna

dengan cukup baik walaupun tidak secara jelas dan rinci, namun hal tersebut tidak sama

dengan tokoh laki-laki, kecuali pada suami Dina, yaitu Bram, yang sama-sama disebutkan

sebagai lulusan S-2. Hal tersebut mengindikasikan bahwa Ratna fokus dan menaruh perhatian

lebih terhadap tokoh perempuan dengan segala hal yang berkaitan dengan mereka dalam

setiap cerpennya.

Saran

Penelitian yang menjadikan Ratna Indraswari Ibrahim beserta karya-karyanya sebagai

bahan kajian belum banyak dilakukan di kalangan civitas akademika, khususnya di

lingkungan Universitas Indonesia. Masih banyak karya-karya Ratna yang menarik untuk

diteliti dan dibahas dari berbagai perpektif. Tulisan-tulisan Ratna memang cukup kuat unsur

gendernya, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk dikaji melalui pendekatan lain di luar

bidang gender. Semoga ke depannya semakin banyak orang yang mengenal Ratna serta karya-

karyanya serta tertarik untuk menjadikan sebagai bahan penelitian.

Daftar Referensi

Bainar (ed.). 1998. Wacana Perempuan dalam Keindonesiaan dan Kemodernan. Jakarta: Pustaka Cidesindo.

Baldic, Chris. 1991. The Consise Oxford Dictionary of Literary Terms. Oxford: Oxford

University Press. Damono, Sapardi Djoko. 2010. Sosiologi Sastra: Pengantar Ringkas. Jakarta: Editum. Fakih, Mansour. 2012. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar. Forster, E.M. 1954. Aspects of The Novel. New York: Harcourt, Brace & World, Inc. Hurek, Lambertus. 2010. “Ratna Indraswari Ibrahim” diakses dari laman

http://hurek.blogspot.com/2010/03/RII-indraswari-ibrahim.html pada hari Senin, 9 Maret 2015 pukul 07:37.

Ibrahim, Ratna Indraswari. 1983. Dewi Setyawati. Malang: Stensilan Pertama.

Konflik dalam..., Erlita Nur Rahman, FIB UI, 2015

Page 18: KONFLIK DALAM DIRI ISTRI SEBAGAI PEREMPUAN MODERN …

18    

_____________________. 1988. “Kupu-Kupu,” Pertiwi, 25 Juli—7 Agustus. _____________________. 1991. “Perempuan Itu Cantik,” Kompas, 5 Mei. _____________________. 1993. “Rambutnya Juminten,” Kompas, 18 Juli. _____________________. 1994. Menjelang Pagi. Jakarta: Balai Pustaka. _____________________. 1996. “Nyai Roro Kidul,” Kompas, 26 Mei. _____________________. 2001. Namanya, Massa (ed. Retno Suffatni). Yogyakarta: LkiS. _____________________. 2003. “Jaring Laba-Laba,” Kompas, 19 Januari. Nurgiyantoro, Burhan. 2013. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press. Nurrachman, Nani dan Imelda Bachtiar (ed.). 2011. Psikologi Perempuan: Pendekatan

Kontekstual Indonesia. Jakarta: Universitas Atma Jaya. Ratna, Nyoman Kutha. 2012. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar. Siswanto, Wahyudi. 2008. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Grasindo. Subiyantoro, Eko Bambang. 2002. “(Almh.) RII Indraswari Ibrahim: Menulis Cerpen,

Mengabarkan Kenyataan” dalam Mereka yang di Atas Persoalan. Jakarta: Jurnal Perempuan.

Sudjiman, Panuti. 1988. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya. Wellek, Rene dan Austin Warren. 2014. Teori Kesusastraan (terj. Melani Budianta). Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama.

Konflik dalam..., Erlita Nur Rahman, FIB UI, 2015