komunitas
DESCRIPTION
komunitasTRANSCRIPT
MAKALAH SEMINAR
DEPARTEMEN KOMUNITAS
CLINICAL STUDY 2
Desa Petungsewu Kecamatan Dau Malang
Disusun Oleh :
Kelompok 5
JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Dian Sekartika
Livia Baransyah
Mirna Awalianti
Nurona Azizah
Putu Ari Sadhu Perma
Riza Arum Ambarwati
Ummi Lutfiani
Widya Addiarto
2012
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN
ASMA
A. Konsep penyakit
Definisi
Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon
trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya
penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik
secaraspontan maupun hasil dari pengobatan ( The American Thoracic Society ).
Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya
serangan asma bronkhial.
a. Faktor predisposisi
Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan
penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita
penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah
terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus.
Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi
Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
2. Ingestan, yang masuk melalui mulut
ex: makanan dan obat-obatan
3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
ex: perhiasan, logam dan jam tangan
Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi
asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu
terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan
musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini
berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu
juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala
asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami
stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah
pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya
belum bisa diobati.
Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma.
Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja
di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas.
Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah
menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya
terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe,
yaitu :
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang
spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan
aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya
suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor
pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan
asma ekstrinsik.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang
tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan
oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi
lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang
menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma
gabungan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk
alergik dan non-alergik.
Patofisiologi
(Terlampir)
Manifestasi klinis
Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan
gejala klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam,
gelisah, duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu
pernafasan bekerja dengan keras.
Gejala klasik dari asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi ( whezing ), batuk,
dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut
tidak selalu dijumpai bersamaan. Pada serangan asma yang lebih berat , gejala-
gejala yang timbul makin banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan
kesadaran, hyperinflasi dada, tachicardi dan pernafasan cepat dangkal . Serangan
asma seringkali terjadi pada malam hari.
Pemeriksaan klinis
a. Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal
eosinopil.
Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari
cabang bronkus.
Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat
mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
2. Pemeriksaan darah
Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3
dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada
waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
b. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang
bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun.
Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai
berikut:
Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan
bertambah.
Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen
akan semakin bertambah.
Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru
Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks,
danpneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen
pada paru-paru.
2. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
3. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3
bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu:
perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi
dan clock wise rotation.
Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB
( Right bundle branch block).
Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan
VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.
4. Scanning paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara
selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
5. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling
cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan
bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudahpamberian
bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan
FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak
adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak
saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat
obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa
keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.
Penatalaksanaan medis
Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah :
1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara.
2. Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan
asma
3. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai
penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan
penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan penngobatan yang
diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnnya.
Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:
1. Pengobatan non farmakologik:
Memberikan penyuluhan
Menghindari faktor pencetus
Pemberian cairan
Fisiotherapy
Beri O2 bila perlu.
2. Pengobatan farmakologik :
Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2
golongan :
a. Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)
Nama obat :
- Orsiprenalin (Alupent)
- Fenoterol (berotec)
- Terbutalin (bricasma)
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup,
suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered
doseinhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin
Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent,
Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi
aerosol (partikel-partikel yang sangat halus) untuk selanjutnya dihirup.
b. Santin (teofilin)
Nama obat :
- Aminofilin (Amicam supp)
- Aminofilin (Euphilin Retard)
- Teofilin (Amilex)
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara
kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya
saling memperkuat. Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin /
aminofilin dipakai pada serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-
lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung
bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah
sebabnya penderita yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati
bila minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara
pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika
penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah
atau lambungnya kering).
Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan
asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anakanak.
Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan
efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.
Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya
diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah
dapat diberika secara oral.
Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :
1. Status asmatikus
2. Atelektasis
3. Hipoksemia
4. Pneumothoraks
5. Emfisema
6. Deformitas thoraks
7. Gagal nafas
Patofiisiologi asma
Pelepasan mediator humoralHistamineSRS-ASerotonin
Kinin
Pencetus :AllergenOlahragaCuaca
Emosi
Imun Respon menjadi aktif
KematianGagal napas
Status asmatikusResiko tinggi
ketidakefektifan pola napas
Kecemasan
Ketidaktahuan/pemenuhan
informasi
Perubahan pemenuhan
nutrisi < kebutuhan
Gangguan pemenuhan
ADL
Peningkatan kerja
pernapasan, hipoksemia
secara reversibel
Keluhan psikososial, kecemasan, ketidaktahuan akan prognosis
Keluhan sistemik, intake
nutrisi tidak adekuat, malaise,
kelemahan, dan keletihan fisik
Ketidakefektifan
bersihan jalan napas
Peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan, penggunaan otot bantu pernapasan
BronkospasmeEdema mukosaSekresi meningkat
inflamasi
Penghambat
kortikosteroid
B. Konsep asuhan keperawatan
Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien asma adalah sebagai berikut:
Riwayat kesehatan yang lalu:
• Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya.
• Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor lingkungan.
• Kaji riwayat pekerjaan pasien.
Aktivitas
• Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas.
• Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan
aktivitas sehari-hari.
• Tidur dalam posisi duduk tinggi.
Pernapasan
• Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.
• Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur.
• Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu, melebarkan
hidung.
• Adanya bunyi napas mengi.
• Adanya batuk berulang.
Sirkulasi
• Adanya peningkatan tekanan darah.
• Adanya peningkatan frekuensi jantung.
• Warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/ sianosis.
• Kemerahan atau berkeringat.
Integritas ego
• Ansietas
• Ketakutan
• Peka rangsangan
• Gelisah
Asupan nutrisi
• Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan.
• Penurunan berat badan karena anoreksia.
Hubungan sosal
• Keterbatasan mobilitas fisik.
• Susah bicara atau bicara terbata-bata.
• Adanya ketergantungan pada orang lain.
Seksualitas
Penurunan libido
Diagnosa dan Intervensi keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d bronkospasme.
Tujuan : dalam 1x 24 jam, jalan napas efektif
Hasil yang diharapkan: mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi bersih
dan jelas.
Intervensi Rasional
Mandiri
• Auskultasi bunyi nafas, catat
adanya bunyi nafas, ex: mengi
• Kaji / pantau frekuensi
pernafasan, catat rasio inspirasi /
ekspirasi.
• Catat adanya derajat dispnea,
ansietas, distress pernafasan,
penggunaan obat bantu.
• Tempatkan posisi yang nyaman
pada pasien, contoh :
meninggikan kepala tempat tidur,
duduk pada sandara tempat tidur
• Pertahankan polusi lingkungan
minimum, contoh: debu, asap dll
• Tingkatkan masukan cairan
sampai dengan 3000 ml/ hari
sesuai toleransi jantung
memberikan air hangat.
• Beberapa derajat spasme
bronkus terjadi dengan
obstruksi jalan nafas dan
dapat/tidak dimanifestasikan
adanya nafas advertisius.
• Tachipnea biasanya ada pada
beberapa derajat dan dapat
ditemukan pada penerimaan
atau selama stress/ adanya
proses infeksi akut.
• Disfungsi pernafasan adalah
variable yang tergantung pada
tahap proses akut yang
menimbulkan perawatan di
rumah sakit.
• Peninggian kepala tempat
tidur memudahkan fungsi
pernafasan dengan
menggunakan gravitasi.
Kolaborasi
• Berikan obat sesuai dengan
indikasi bronkodilator.
• Pencetus tipe alergi
pernafasan dapat mentriger
episode akut.
• Hidrasi membantu
menurunkan kekentalan
sekret, penggunaan cairan
hangat dapat menurunkan
kekentalan sekret,
penggunaan cairan hangat
dapat menurunkan spasme
bronkus.
• Merelaksasikan otot halus dan
menurunkan spasme jalan
nafas, mengi, dan produksi
mukosa.
2. Gangguan perfusi jaringan b/d gangguan suplai oksigen (spasme bronkus)
Tujuan : dalam 1x 24 jam, perfusi jaringan baik
Hasil yang diharapkan ; perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan edukuat.
Intervensi Rasional
Mandiri
• Kaji/awasi secara rutin kulit
dan membrane mukosa.
• Palpasi fremitus
• Awasi tanda vital dan irama
Jantung
-Sianosis mungkin perifer
atau sentral keabu-abuan
dan sianosis sentral mengindikasi
kan beratnya
hipoksemia.
• Penurunan getaran vibrasi
diduga adanya pengumplan
cairan/udara.
• Tachicardi, disritmia, dan
perubahan tekanan darah
dapat menunjukan efek
Kolaborasi
• Berikan oksigen tambahan
sesuai dengan indikasi hasil
AGDA dan toleransi pasien.
hipoksemia sistemik pada
fungsi jantung.
• Dapat memperbaiki atau
mencegah memburuknya
hipoksia.
Evaluasi
1. Keadaan umum pasien
2. TTV
TUBERKULOSIS
DefInisi
Tuberculosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
mycobacterium tuberculosis (Keliat, 2004). Penularan kuman ini melalui udara
dan bisa bertahan hidup di udara mulai beberapa menit sampai jam setelah
dikeluarkan oleh penderita sewaktu batuk, bersin, menyanyi dan berbicara, dan
orang yang terpapar akan terinfeksi (Alsagaff dan Mukty, 2006).
Epidemiologi
Micobacterium Tuberculosis telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia,
menurut WHO sekitar 9 juta penduduk dunia diserang TB dengan kematian 3 juta
orang pertahun (WHO,1997). Di Indonesia khususnya Sumatera Utara tahun 2006
data jumlah terduga penderita TB paru mencapai angka 34.329 orang, dengan
temuan terbanyak 156,408 orang. Tahun 2007 dari jumlah terduga sebanyak
204,171 tetapi terduga yang ditemukan hanya 117,136 orang (Antonio, 2008).
Etiologi
Mycobacterium Tuberculosis merupakan penyebab dari TB paru, kuman
ini bersifat aerob sehingga sebagian besar kuman menyerang jaringan yang
memiliki konsentrasi tinggi seperti paru-paru. Tetapi juga dapat menyerang organ
tubuh lainnya seperti : usus, kelenjar getah bening (limfe), tulang, kulit, otak,
ginjal dan lainnya serta dapat menyebar ke seluruh tubuh (Aditama, 1994; Reeves,
dkk, 2001).
Kuman TB berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam
dan pewarnaan sehingga disebut Basil Tahan Asam (BTA). Kuman ini dapat cepat
mati dengan sinar matahari langsung selama beberapa menit tetapi dapat bertahan
sampai beberapa jam pada tempat yang lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini
dapat dormant (tertidur) selama beberapa tahun ( Depkes RI, 2002).
Gambaran klinik
Gambaran klinik dapat dibagi atas dua golongan yaitu gejala sistemik dan
gejala respiratorik. Gejala sistemik adalah : demam pada sore dan malam hari
yang merupakan gejala awal terjadinya penyakit TB dan malaise. Sedangkan
gejala respiratorik adalah batuk terus-menerus selama 3 minggu atau lebih. Gejala
tambahan: batuk darah, sesak nafas, nyeri dada, berat badan menurun, keringat
malam hari, demam meriang lebih dari sebulan (Aditama, 2002)
Cara penularan
Sumber penularan adalah penderita BTA positif. Pada waktu batuk atau
bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan
dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu
kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau terkena droplet tersebut
dan masuk kedalam saluran pernafasan. Setelah kuman TB masuk kedalam tubuh
dan terus menyebar dari paru ke organ tubuh lainnya melalui sistem peredaran
darah, sistem saluran limfe, saluran nafas dan penyebaran langsung ke bagian-
bagian tubuh lainnya (Depkes RI, 2002).
Daya penularan dari seorang penderita, ditentukan banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak,
makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak
tahan asam), maka penderita tersebut dianggap tidak menular (Depkes RI, 2002).
Gambaran klinik dapat dibagi atas dua golongan yaitu gejala sistemik dan gejala
respiratorik. Gejala sistemik adalah : demam pada sore dan malam hari yang
merupakan gejala awal terjadinya penyakit TB dan malaise. Sedangkan gejala
respiratorik adalah batuk terus-menerus selama 3 minggu atau lebih. Gejala
tambahan: batuk darah, sesak nafas, nyeri dada, berat badan menurun, keringat
malam hari, demam meriang lebih dari sebulan (Aditama, 2002)
Resiko penularan
Resiko penularan (Annual Risk Tuberculosis Infection) di Indonesia
dianggap cukup tinggi dengan variasi antara 1 – 3%. Bila suatu daerah ARTI
sebesar 1% berarti setiap tahun dari 1000 ada 10 orang yang terinfeksi dan dari 10
orang. dapat diperkirakan bahwa di daerah tersebut setiap 100 penduduk rata-rata
satu orang penderita pertahun (Depkes, 2005).
Penemuan penderita TB
Penemuan penderita TB paru dilakukan secara pasif, artinya penjaringan
tersangka penderita dilaksanakan pada mereka yang berkunjung ke unit pelayanan
kesehatan. Penemuan secara pasif tersebut didukung dengan penyuluhan secara
aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat, untuk meningkatkan
cakupan tersangka penderita. Cara ini biasa dikenal dengan sebutan Passive
Promotif Case Finding. Selain itu semua kontak penderita TB BTA Positif dengan
gejala yang sama, harus diperiksa dahaknya. Semua tersangka penderita harus
diperiksa 3 spesimen dahak dalam 2 hari berturut-turut, yaitu sewaktu, pagi,
sewaktu (SPS) (Depkes RI, 2005).
Diagnosa TB
TB dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak
secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua
dari tiga spesimen SPS BTA hasilnya positif. Bila hanya satu spesimen yang
positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen dada atau
pemeriksaan dahak SPS diulangi. Apabila fasilitas memungkinkan maka dapat
dilakukan pemeriksaan lain seperti biakan. Bila ketiga spesimen dahak hasilnya
negatif diberikan antibiotik spektrum luas selama 1-2 minggu. Bila tidak ada
perubahan, namun gejala mencurigakan TB ulangi pemeriksaan dahak SPS. Kalau
SPS positif didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif. Kalau hasil SPS
negatif, lakukan pemeriksaan foto rontgen dada untuk mendukung diagnosis TB.
Bila hasil rontgen mendukung TB, didiagnosis penderita TB BTA negSatif
rongent positif. Sedangkan bila rontgen negatif penderita tersebut bukan penderita
TB.
Pengobatan TB paru
Obat yang diberikan kepada penderita TB paru dengan BTA positif adalah
OAT (obat anti tuberculosis) yang telah diprogramkan pada tahun 1993/1994.
Untuk pengamanan dalam pelaksanaan pengobatan paduan OAT dikemas dalam
bentuk blister kemasan harian kombipak (paket kombinasi), dari kombipak I,
kombipak II untuk pase awal dan kombipak III untuk pase lanjutan, oleh karena
itu sekali seorang penderita memulai pengobatan ia harus menyelesaikannya
dengan lengkap dan hingga sembuh (Depkes RI, 2002).
Obat anti tuberculosis yang digunakan dalam program pengobatan TB
jangka pendek adalah : Isoniazid (H), Rifampisin (R), pirazinamid (Z),
streptomisin (S) dan ethambutol (E). oleh karena itu penggunaan rifampisin dan
streptomisin untuk penyakit lain hendaknya dihindari untuk mencegah timbulnya
resistensi kuman. Pengobatan penderita harus didahului oleh pemastian diagnosis
melalui pemeriksaan laboratorium terhadap adanya BTA pada sample sputum
penderita dan pemeriksaan radiologi (Depkes RI, 2002).
Pemberian OAT juga harus sesuai dengan berat badan penderita, rata-rata berat
badan penderita TB menurut pengalaman petugas kesehatan antara 33-50 kg
sehingga kemasan dalam blister kombipak I, kombipak II, kombipak III dan
kombipak IV sangat sesuai ; bagi penderita dengan berat badan lebih dari 50 kg
perlu penambahan dosis. Pemberian pengobatan dengan kombipak sangat efektif
dan praktis (Depkes RI, 2002).
Obat yang dipakai dalam program pembertasan TB sesuai dengan
rekomendasi WHO berupa paduan obat jangka pendek yang terdiri dari 3
kategori, setiap kategori terdiri dari 2 fase pemberian yaitu fase awal dan fase
lanjutan/ intermitten yaitu, pada Kategori I (2HRZE/4H3R3), diberikan kepada
penderita baru BTA positif dan penderita baru BTA negatif tetapi rontgen positif
dengan “sakit berat” dan penderita ekstra paru berat. Diberikan 114 kali dosis
harian berupa 60 kombipak II dan fase lanjutan 54 kombipak III dalam kemasan
dos kecil (Depkes RI, 2005).
Kategori II (2HRZES/HRZE/5H3R3E3), diberikan kepada penderita
dengan BTA (+) yang telah pernah mengkonsumsi OAT sebelumnya selama lebih
dari sebulan, dengan kriteria : penderita kambuh (relaps) BTA (+) dan gagal
pengobatan (failure) BTA (+) dan lain-lain dengan kasus BTA masih (+).
Diberikan 156 dosis , fase awal sebanyak 90 kombipak II, fase lanjutan 66
kombipak IV, disertai streptomisin (Depkes RI, 2005).
Kategori III (2HRZ/4H3R3), diberikan kepada penderita baru BTA (-)/
roentgen (+) dan penderita ekstra paru ringan. Pemberian dengan dosis 114 kali.
Pada pase awal 60 kombipak 1 dan pase lanjutan 54 kombipak III. OAT sisipan
(HRZE), diberikan pada pengobatan kategori I dan II yang pada pase awal masih
BTA (+), untuk ini diberikan obat sisipan selama 1 bulan, dimakan setiap hari
(Depkes RI, 2005).
Kategori kasus berdasarkan riwayat pengobatan : (1) Kasus baru :
penderita yang belum pernah mendapat pengobatan dengan Obat Anti
Tuberculosis (OAT), atau pernah akan tetapi kurang dari 1 bulan. (2) Kambuh/
relaps : pernah dilaporkan sembuh, tetapi datang lagi dengan BTA (+). (3).
Pindahan/transfer in : telah terdapat dan mendapat pengobatan ditempat
pengobatan lain, kini datang berobat serta mendaftarkan diri untuk lanjutan
pengobatan. (4). Pengobatan setelah default/lalai : penderita yang datang berobat
setelah berhenti makan obat selama 2 bulan atau lebih. Dan (5). Gagal : penderita
BTA (+) yang tetap memberikan hasil BTA (+), walaupun setelah pengobatan
fase awal (Depkes RI, 2005).
Pemakaian obat anti tuberculosis (OAT) jangka pendek sesuai
rekomendasi WHO, yaitu berdasarkan kategori dan klasifikasi penyakit sangat
penting. Obat anti TB yang digunakan sesuai dengan program pemerintah guna
mencegah kegagalan pengobatan (Depkes RI, 2005).
Kategori III (2HRZ/4H3R3), diberikan kepada penderita baru BTA (-)/
roentgen (+) dan penderita ekstra paru ringan. Pemberian dengan dosis 114 kali.
Pada pase awal 60 kombipak 1 dan pase lanjutan 54 kombipak III. OAT sisipan
(HRZE), diberikan pada pengobatan kategori I dan II yang pada pase awal masih
BTA (+), untuk ini diberikan obat sisipan selama 1 bulan, dimakan setiap hari
(Depkes RI, 2005).
Kategori kasus berdasarkan riwayat pengobatan : (1) Kasus baru :
penderita yang belum pernah mendapat pengobatan dengan Obat Anti
Tuberculosis (OAT), atau pernah akan tetapi kurang dari 1 bulan. (2) Kambuh/
relaps : pernah dilaporkan sembuh, tetapi datang lagi dengan BTA (+). (3).
Pindahan/transfer in : telah terdapat dan mendapat pengobatan ditempat
pengobatan lain, kini datang berobat serta mendaftarkan diri untuk lanjutan
pengobatan. (4). Pengobatan setelah default/lalai : penderita yang datang berobat
setelah berhenti makan obat selama 2 bulan atau lebih. Dan (5). Gagal : penderita
BTA (+) yang tetap memberikan hasil BTA (+), walaupun setelah pengobatan
fase awal (Depkes RI, 2005).
Pemakaian obat anti tuberculosis (OAT) jangka pendek sesuai
rekomendasi WHO, yaitu berdasarkan kategori dan klasifikasi penyakit sangat
penting. Obat anti TB yang digunakan sesuai dengan program pemerintah guna
mencegah kegagalan pengobatan (Depkes RI, 2005).
Hasil Pengobatan dan Tindak Lanjut.
Hasil pengobatan penderita dapat dikategorikan sebagai : sembuh,
pengobatan lengkap, meninggal, pindah (transfer out) defaulted (lalai)/ DO dan
gagal (Depkes RI, 2005). Kategori pertama, penderita dinyatakan sembuh bila
penderita telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap, dan pemeriksaan
ulang dahak (follow up) paling sedikit 2 (kali) berturut- turut hasilnya negatif
(yaitu pada AP dan atau sebulan sebelum AP, dan pada satu pemeriksaan follow
up sebelumnya). Contoh penderita yang dinyatakan sembuh, bila hasil pengobatan
ulang dahak negatif pada akhir pengobatan (AP), pada sebulan sebelum AP, dan
pada akhir intensif. Penderita dengan hasil pemeriksaan dahak negatif pada AP
dan pada akhir intensif (pada penderita tanpa sisipan), meskipun pemeriksaan
ulang dahak pada sebulan sebelum AP tidak diketahui hasilnya. Selanjutnya, bila
hasil pemeriksaan dahak negatif pada AP dan pada setelah sisipan (pada penderita
yang mendapat sisipan), meskipun pemeriksaan ulang dahak pada sebulan
sebelum AP tidak diketahui hasilnya. hasil pemeriksaan ulang dahak negatif pada
sebulan sebelum AP dan pada akhir intensif (pada penderita tanpa sisipan),
meskipun pemeriksaan ulang dahak pada AP tidak diketahui hasilnya. Contoh
berikutnya, bila hasil pemeriksaan ulang dahak negatif pada sebulan sebelum AP
dan pada stelah sisipan (pada penderita yang mendapat sisipan), meskipun
pemeriksaan ulang dahak pada AP tidak diketahui hasilnya. Tindak lanjut :
penderita diberitahu apabila gejala muncul kembali supaya memeriksakan diri
dengan mengikuti prosedur tetap (Depkes RI, 2002). Kategori hasil pengobatan
yang kedua, pengobatan lengkap adalah penderita yang telah menyelesaikan
pengobatannya secara lengkap tapi tidak ada hasil pemeriksaan ulang dahak dua
kali berturut-turut negatif. Tindak lanjut : penderita diberitahu apabila gejala
muncul kembali supaya memeriksakan diri dengan mengikuti prosedur tetap
(Depkes RI, 2002). Kategori selanjutnya penderita yang pada masa pengobatan
diketahui meninggal karena sebab apapun (Depkes RI, 2002). Kategori keempat
adalah penderita yang pindah berobat ke kabupaten/kota lain. Tindak lanjut :
penderita yang ingin pindah dibuatkan surat pindah dan bersama sisa obat dikirim
ke unit pelayanan yang baru (Depkes RI, 2002).Kategori hasil pengobatan kelima,
penderita yang tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum
masa pengobatan selesai. Tindak lanjut: Lacak penderita tersebut dan berikan
penyuluhan pentingnya berobat secara teratur. Apabila penderita melanjutkan
pengobatan lakukan pemeriksaan dahak. Bila positif lakukan pengobatan dengan
kategori 2, bila negatif sisa pengobatan kategori 1 dilanjutkan (Depkes RI, 2002).
Terakhir, penderita BTA positif yang hasil pemeriksaan dahaknya positif atau
kembali menjadi positif pada satu bulan sebelum akhir pengobatan atau pada akhir
pengobatan. Tindak lanjut : penderita BTA positif baru dengan kategori 1
diberikan kategori 2 mulai dari awal, penderita BTA positif pengobatan ulang
dengan kategori 2 dirujuk ke UPK spesialistik atau berikan INH seumur hidup.
Penderita BTA negatif yang hasil pemeriksaan dahaknya pada akhir bulan kedua
menjadi positif. Tindak lanjut : berikan pengobatan kategori 2 mulai dari awal
(Depkes RI, 2002).
Diagnosa dan Intervensi keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau
sekret darah.
Kriteria hasil :
Mempertahankan jalan nafas pasien
Mengeluarkan sekret tanpa bantuan
PATOFISIOLOGI
Intervensi Rasional- Kaji fungsi pernapasan contoh :
Bunyi nafas, kecepatan, irama, kedalaman dan penggunaan otot aksesori
- Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa / batuk efektif : catat karakter, jumlah sputum, adanya emoptisis
- Berikan pasien posisi semi atau fowler tinggi. Bantu pasien untuk batuk dan latihan napas dalam
- Bersihkan sekret dari mulut dan trakea : penghisapan sesuai keperluan
- Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat-obatan
- Penurunan bunyi napas dapat menunjukkan atelektasis
- Pengeluaran sulit bila sekret sangat tebal. Sputum berdarah kental atau darah cerah diakibatkan oleh kerusakan paru atau luka bronkal dan dapat memerlukan evaluasi
- Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernapasan
- Mencegah obstruksi / aspirasi
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan sering batuk atau
produksi sputum meningkat.
Kriteria hasil :
- BB meningkat
- Masukan oral adekuat
Intervensi Rasional- Catat status nutrisi pasien- Pastikan pola diet biasa pasien,
yang disukai / tidak disukai- Berikan makanan sedikit tapi
sering- Anjurkan keluarga klien untuk
membawa makanan dari rumah dan berikan pada klien kecuali kontra indikasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi
- Berguna dalam mendefinisikan derajat / luasnya masalah dan pilihan intervensi yang tepat
- Pertimbangan keinginan dapat memperbaiki masukan diet
- Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan
- Membantu memenuhi kebutuhan personal dan kultural
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN KEPERAWATAN KELUARGA
I. IDENTITAS UMUM KELUARGA
a. Identitas Kepala Keluarga:
Nama : Karsono Pendidikan : SD
Umur : 70 tahun Pekerjaan : Petani
Agama : Islam Alamat : RT 16 Petungsewu Dau
Malang
Suku : Jawa Nomor Telpon : 085649906423
b. Komposisi Keluarga:
No Nama L/
PUmur Hub. Klg Pekerjaan Pendidikan
1. Karsono
Manyah
Supriwanto
Nurdianto
Vina
Devi
Deandra
L
P
L
L
P
P
L
70
50
30
22
24
20
1 bulan
KK
Istri
Anak 1
Anak 2
Menantu 1
Menantu 2
Cucu 1
Petani
Dagang
Kerja
Kerja
-
-
-
SD
SD
SMP
SMP
SMP
SMP
-
c. Genogram:
Keterangan :
: kepala keluarga
: tinggal serumah
: menikah
: laki-laki
:wanita
d. Type Keluarga:
a) Jenis type keluarga: Keluarga Besar (multi-generation)
b) Masalah yang terjadi dg type tersebut: tidak ada
e. Suku Bangsa:
a) Asal suku bangsa: Jawa
b) Budaya yang berhubungan dg kesehatan: menganggap orang desa saktnya
sebatas batuk pilek dan sudah umum terjadi
c) Agama dan kepercayaan yang mempengaruhi kesehatan:
Tidak ada
f. Status Sosial Ekonomi Keluarga:
a) Anggota keluarga yang mencari nafkah:kepala keluarga, istri,anak
pertama dan kedua
b) Penghasilan: cukup
c) Upaya lain: tidak ada
d) Harta benda yang dimiliki (perabot, transportasi, dll)
Sepeda
e) Kebutuhan yang dikeluarkan tiap bulan: tidak ada
g. Aktivitas Rekreasi Keluarga:
Bersantai di rumah
II. RIWAYAT DAN TAHAP PERKEMBANGAN KELUARGA
a. Tahap perkembangan keluarga saat ini (ditentukan dengan anak tertua):
Keluarga dengan anak dewasa muda
b. Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi dan kendalanya:
Tidak ada
c. Riwayat kesehatan keluarga inti:
a) Riwayat kesehatan keluarga saat ini:
Kepala kelurga memiliki batu ginjal 2 tahun lalu dan sudah diangkat 1
minggu yang lalu tanggal5 april 2012, 1 keluarga semuanya batuk dan saat ini
masih terlihat beberapa anggota keluarga batuk
b) Riwayat penyakit keturunan:
Tidak ada riwayat penyakit keturunan
c) Riwayat kesehatan masing-masing anggota keluarga
No Nama Umur BBKeadaan
Kesehatan
Imunisasi (BCG/Polio/
DPT/HB/ Campak
Masalah kesehatan
TindakanYang telah dilakukan
Karsono
Manyah
Supriwanto
Nurdianto
Vina
Devi
Deandra
70
50
30
22
24
20
1 bulan
50
65
70
72
50
45
5
Kurang Sehat
Sehat
Sehat
Sehat
Sehat
Kurang sehat
Sehat
Lengkap
Lengkap
Lengkap
Lengkap
Lengkap
Lengkap
Lengkap
Batuk
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Batuk dan
asma
Batuk
-
-
-
-
-
-
Ke Rumah sakit
atau dokter 3x
namun belum
sembuh
d) Sumber pelayanan kesehatan yang dimanfaatkan
Rumah sakit dan bidan desa
d. Riwayat kesehatan keluarga sebelumnya:
Batu ginjal 2 tahun lalu disertai air kencing berwarna merah darah (Kepala
Keluarga)
III. PENGKAJIAN LINGKUNGAN
a. Karakteristik Rumah
a) Luas rumah: 8x15 m2
b) Type rumah: Rumah sederhana
c) Kepemilikan: sendiri
d) Jumlah dan ratio kamar/ruangan: 3 kamar
e) Ventilasi/cendela: baik
f) Pemanfaatan ruangan: baik, tata letak sesuai dengan
rumah sehat
g) Septic tank: ada , letak di belakang rumah
h) Sumber air minum: air sumur
i) Kamar mandi/WC: bersih, kira-kira 10 m dari tempat
makan
j) Sampah:ada tempat sampah di belakang rumah, di
tempat sampah.
limbah RT : dibuang di belakang rumah.
k) Kebersihan lingkungan: bersih, sampah dibuang
ditempatnya dan dibakar dibelakang rumah jika sudah banyak.
b. Karakteristik Tetangga dan Komunitas RW
a) Kebiasaan
Selalu gotong royong ketika ada pembersihan desa dan saling membantu
apabila ada tetangga hajatan. Ada kegiatan pengajian yang rutin dilakukan
setiap 1 minggu sekali.
b) Aturan/kesepakatan:
Perempuan tidak boleh pulang terlalu larut malam
c) Budaya:
Mayarakat menggunakan adat istiadat jawa dalam setiap kegiatan
c. Mobilitas Geografis Keluarga:
Keluarga menggunakan sepeda motor sebagai alat transportasi baik dekat
maupun jauh.
d. Perkumpulan Keluarga dan Interaksi dengan Masyarakat
Setiap minggu keluarga ikut kerja bakti yang diadakan oleh karang taruna dan
juga mengikuti pengajian setiap minggunya
e. System Pendukung Keluarga
Keluarga didukung oleh tetangga dekat dan saudara yang tinggal berdekatan.
f. Denah Rumah
UKM
Dapur
H
RKK1, K2. K3
RT
Keterangan :
KM : Kamar mandi
K1, K2, K3 :Kamar
RT : Ruang Tamu
RK : Ruang keluarga
H : halaman
IV. STRUKTUR KELUARGA
a. Pola/cara Komunikasi Keluarga:
Bahasa yang digunakan adalah bahasa jawa. Jika ada suatu masalah
dikomunikasakan secara verbal dan langsung serta diselesaikan bersama-sama.
b. Struktur Kekuatan Keluarga:
Kepala keluarga memegang kekuasaan penuh, berperan menengahi anggota
keluarga sebagai pengambil keputusan setelah diskusi bersama
c. Struktur Peran (peran masing/masing anggota keluarga)
Kepala keluarga adlah yang membuat keputusan dalam keluarga tetapi dengan
berdiskusi terlebih dahulu. Istri sebagi pedagang. Kedua anaknya sebagai ayah
baru. Kedua menantunya sebagai ibu baru dan ibu rumah tangga.
d. Nilai dan Norma Keluarga
Keluarga dengan agama islam dan adat jawa.
V. FUNGSI KELUARGA
a. Fungsi afektif
Jika ada masalah keluarga maka berdiskusi dan dikomunikasikan secara
langsung. Jika ada perasaan tidak enak, keluarga biasanya marah.
b. Fungsi sosialisasi
a) Kerukunan hidup dalam keluarga: keluarga hidup rukun
b) Interaksi dan hubungan dalam keluarga: terjalin baik
c) Anggota keluarga yang dominan dalam pengambilan
keputusan: kepala keluarga
d) Kegiatan keluarga waktu senggang: bersantai dan bermain
dengan anak cucu
e) Partisipasi dalam kegiatan social: gotong royong dan
pengajian
c. Fungsi perawatan kesehatan
a) Pengetahuan dan persesi keluarga tentang penyakit/masalah
kesehatan keluarganya:
Menganggap batuk dan pilek adalah sakit biasa. Kepala keluarga yakin bahwa
keluarganya sehat.
b) Kemampuan keluarga mengambil keputusan tindakan
kesehatan yang tepat:
Baik karena dibawa ke pelayanan kesehatan
c) Kemampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit:
Cukup baik karena melakukan apa yang diperintah dokter
d) Kemampuan keluarga memelihara lingkungan rumah yang
sehat:
Rumah bersih, rapi, dan tidak berdebu.
e) Kemampuan keluarga menggunakan fasilitas kesehatan di
masyarakat :
Menggunakan sawah sebagai ladang kerja. Mata pencaharian pada mayoritas
warga disana adalah petani baik buah, lombok, dan peternak sapi, ayam.
d. Fungsi reproduksi
a) Perencanaan jumlah anak:
……………………………………………
b) Akseptor: Ya ………..yang digunakan……………...
lamanya …….....
c) Akseptor: Belum ……..., alasannya:
…………………………………
d) Keterangan lain:
………………………………………………………
e. Fungsi ekonomi
a) Upaya pemenuhan sandang pangan: semua terpenuhi
b) Pemanfaatan sumber di msyarakat: menggunakan sawah
sebagai ladang kerja
VI. STRES DAN KOPING KELUARGA
a. Stressor jangka pendek: Tidak ada
b. Stressor jangka panjang: Tidak ada
c. Respon keluarga terhada stressor: Tidak ada
d. Strategi koping: Tidak ada
e. Strategi adaptasi disfungsional: Tidak ada
VII. KEADAAN GIZI KELUARGA
Kondisi gizi: terjaga
Pemenuhan gizi: baik
VIII. PEMERIKSAAN FISIK
a. Identitas
I.
Nama : Karsono
Umur : 70 tahun
L/P : Laki-laki
Pendidikan : SD
Pekerjaan :Petani
II.
Nama : Devi
Umur : 20 tahun
L/P : Laki-laki
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
b. Keluhan/Riwayat Penyakit saat ini
Karsono : Bapak mengatakan bahwa bapak tidak sakit apa-apa dan bapak hanya sakit
batuk
Devi : Klien mengatakan bahwa masih sesak dan batuk
c. Riwayat Penyakit Sebelumnya
Karsono : Klien pernah mengalami kencing batu dan dioperasi 2 tahun yang lalu
Devi : Klien mengatkan bahwa klien tidak pernah sakit sebelumnya dan asma
sekarang adalah pertama kali
d. Tanda-tanda vital :
Karsono : TD :132/80 mmHG, Suhu : 33,4 C, Nadi: 56 kali/menit, RR : 24
kali/menit:
Devi: TD :110/80mmHG, RR: 24 kali/menit, T : 36 C, Nadi : 84 kali/menitKepala
dan leher
Karsono : Inspeksi : rambut beruban, mata tampak mengalami pengapuran
Devi : Penyebaran rambut merata
e. Dada
Karsono :Inspeksi : pergerakan dada simetris
Devi : Inspeksi : pergerakan dada normal . Auskultasi terdengar ronchi pada paru
kanan inferiorAbdomen
Inspeksi : tidak terdapat distensi…
f. Ekstremitas
Inspeksi : normal
Palpasi : Tidak ada nyeri
g. Genetalia
Tidak terkaji
h. Neurologi
Klien tidak mengalami masalah pada status neurologinya
IX. HARAPAN KELUARGA
a. Terhadap masalah kesehatannya:
Keluarga berharap anggota keluarganya yang sakit agar cepat sembuh
b. Terhadap petugas kesehatan yang ada:
Keluarga berharap petugas kesehatan mampu mengobati cucunya dari pak
karsono dengan benar dan dapat membantu menyembuhkan cucunya karena
dalam waktu 1 minggu, sudah ganti 3x dokter namun belum sembuh.
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
KEPERAWATAN
1. DS :
- klien mengatakan 2 hari yang lalu dan sekarang sudah lebih baik (sesak berkurang)
- klien mengatakan diberi obat ventolin, salbutamol oleh dokter.
- klien mengatakan alergi dingin, debu, dan makanan pedas.
DO:
- RR 24x/menit- austulkasi terdengar
suara ronkhi pada inferior paru kanan
- saat berbicara sedikit terputus-putus
- klien beberapa kali batuk
alergen (kelelahan, cuaca dingin)
imun respon menjadi aktif
pelepasan mediator humoral: histamin,
serotonin, kinin
bronkhospasme
- edema mukosa- sekresi meningkat
- inflamasi
peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan,
penggunaan otot bantu pernapasan
bersihan jalan napas
tidak efektif
2. DS: klien mengatakan:
- sebelumnya tidak mengetahui asma itu apa
- klien tidak mengetahui hubungan emosi/alergen dengan asma
- baru pertama kali mengalami asma
DO:
- ketidaktahuan terhadap penyakit yang pernah diderita
- kurangnya dukungan atau sumber- sumber informasi
asma pertama kali
ketidaktahuan akan gejala
kurangnya informasi
kurang pengetahuan
kurang pengetahuan
SKORING
Dx Perubahan jalan napas tidak efektif
Kriteria Skor Pembenaran
1. Sifat masalah 3 skoring = 3/3 x 1 = 1
2. Kemungkinan
masalah dapat
diubah
2 skoring = 2/2 x 2 = 2
3. Potensi masalah
untuk dicegah
3 skoring = 3/3 x 1 = 1
4. Menonjolnya
masalah.
2 skoring = 2/2 x 1 = 1
Total Skor 5
Dx Kurang pengetahuan
Kriteria Skor Pembenaran
1. Sifat masalah 3 skoring = 3/3 x 1 = 1
2. Kemungkinan
masalah dapat
diubah
1 skoring = ½ x 2 = 1
3. Potensi masalah
untuk dicegah
2 skoring = 2/3 x 1 = 2/3 = 0,667
4. Menonjolnya
masalah.
2 skoring = 2/2 x 1 = 1
Total Skor 3,667
DIAGNOSA KEPERAWATAN BERDASARKAN PRIORITAS MASALAH
1. Bersihan jalan napas tidak efektif
2. Kurang pengetahuan
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA
No.
DX
Goal Objectives Criteria Standart Intervensi
1 Mempertahankan
jalan napas paten
dengan bunyi
bersih dan jelas
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x 24
jam jalan napas efektif
1. Auskultasi bunyi napas, catat adanya bunyi
napas, contohnya: mengi
Rasional: beberapa derajat spasme bronkus
terjadi dengan obstruksi jalan napas dan dapat
atau tidak dimanifestasikan dengan adanya
napas advertisius
2. Monitor frekuensi pernapasan, catat rasio
inspirasi atau ekspirasi
Rasional: tachipnea biasanya ada pada
beberapa derajat dan dapat ditemukan pada
penerimaan atau selama stress atau adanya
proses akut
3. Catat adanya derajat dispnea, ansietas, distress
pernapasan, penggunaan otot bantu
Rasional: disfungsi pernapasan adalah variabel
yanbg bergantung pada tahap proses akut yang
menimbulkan perawatan di Rumah Sakit.
4. Pertahankan polusi lingkungan minimum,
contoh: debu, asap, dll
Rasional: polusi merupakan pencetus tipe
alergi pernapasan dapat memicu episode akut
5. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan
Rasional: intake mempercepat perbaikan
sistem tubuh
6. Anjurkan batuk efektif
Rasional: cara batuk yang salah dapat
menimbulkan perlukaan pada saluran napas
7. Anjurkan klien untuk beristirahat dan bernapas
dalam
Rasional: klien yang sesak tidak bisa
melakukan aktivitas seperti biasanya, bernapas
dalam dapat menambah ekspansi dada atau
paru
No.
DX
Goal Objectives Criteria Standart Intervensi
2. - Pasien dan
keluarga mampu
mengatakan
pemahaman
tentang penyakit,
kondisi, dan
prognosis
- Pasien dan
keluarga mampu
menjelaskan
kembali apa yang
dijelaskan
perawat
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x24
jam pasien menunjukkan
pengetahuan tentang
proses penyakit
-
-
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluargaRasional : mengetahui tingkat pengetahuan
2. Jelaskan dengan cara yang tepat tentang proses penyakit, kemungkinan penyebab, dan tanda gejalaRasional: pasien dan keluarga mengetahui tentang
patofisiologi penyakit
3. Sediakan informasi kepada pasien dan keluarga tentang kondisi yang dialaminyaRasional: pasien dan keluarga mengetrahui kondisi
yang sedang dialami klien
4. Diskusikan tentang pilihan penanganan yang bisa dilakukanRasional: membantu untuk mengurangi keluhan
yang dirasakan klien
5. Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan dengan cara yang tepatRasional: sumber atau dukungan dapat membantu
proses penyembuhan kondisi klien
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
NO TGLDIAGNOSA
KEPERAWATANJAM IMPLEMENTASI EVALUASI
1 13 April 2012 Bersihan jalan napas
tidak efektif
14.00 1. Mengauskultasi bunyi napas, mencatat adanya bunyi napas contoh mengi
2. Memonitor frekuensi pernapasan, mencatat rasio insiprasi, ekspirasi
3. Mencatat adanya derajat dispnea, ansietas, distress pernapasan, penggunaan otot bantu pernapasan
4. Mempertahankan polusi lingkungan minimum contoh : debu, asap dan lain-lain
5. Mengajarkan batuk efektif
S :
Klien menyatakan sudah lebih baik dan tidak
merasa asma lagi
O :
- Tidak ada bunyi ronkhi - Klien tidak batuk
A :
Masalah bersihan jalan napas tidak efektif dapat
teratasi
P : -
I : -
E : -
2 13 April 2012 Kurang pengetahuan 14.10 1. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan pasien dan keluarganya
2. Menjelaskan dengan cara yang tepat tentang proses penyakit, kemungkinan penyebab, tanda dan gejala
3. Menyediakan informasi pada klien dan keluarga tentang kondisi yang sedang dialami
S :
Klien mengatakan mengetahui penyakit asma
O :
Klien menyebutkan kembali informasi setelah
pendidikan kesehatan yang diberikan
4. Mendiskusikan tentang pilihan penanganan5. Mengeksplorasi kemungkinan sumber
dukungan dengan cara yang tepat
A :
Masalah kurang pengetahuan dapat teratasi
P : -
I : -
E : -
BAB IV
PEMBAHASAN
Keluarga adalah unit terkecil dari suatu masyarakat yang terdiri dari
kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat
dan di satu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Departemen Kesehatan RI,
1988). Dalam kasus komunitas ini telah dilakukan asuhan keperawatan pada
kelompok terkecil dari komunitas yaitu keluarga. Asuhan keperawatan keluarga
dilakukan mulai dari pengkajian keluarga, analisa data, skoring prioritas diagnosa,
rencana asuhan keperawatan, implementasi dan evaluasi. Asuhan keperawatan
keluarga ini dilakukan selama 3 hari yaitu mulai tanggal 12-14 April 2012 di desa
Petungsewu, kecamatan Dau.
Hasil pengkajian yg telah dilakukan pada keluarga Bapak Karsono,
ditemukan bahwa ada masalah keperawatan pada individu sebagai anggota
kelompok masyarakat dan kurangnya pengetahuan keluarga tentang upaya
pencegahan riwayat penyakit keluarga terdahulu (batuk sekeluarga). Hasil
pengkajian keluarga menunjukkan bahwa terdapat beberapa anggota anggota
keluarga yang tidak sehat (batuk) dan juga memiliki riwayat batuk 1 minggu
sebelum pengkajian untuk anggota keluarga lainnya. Selain batuk salah satu
anggota keluarga juga memiliki asma dan terkaji ronkhi saat pemeriksaan fisik.
Dalam keluarga ini beranggapan atau memiliki persepsi (keyakinan kesehatan)
bahwa dengan sakit batuk adalah bukan suatu masalah kesehatan yang perlu
dikhawatirkan karena masih banyak dari orang-orang di desanya juga sering
mengalami hal tersebut dan merupakan hal yang biasa. Hal ini perlu dikaji
kembali bahwa persepsi tersebut dapat mempengaruhi sikap siaga terhadap
penanganan masalah kesehatan yang muncul dalam keluarga Bapak Karsono.
Dapat disimpulkan juga bahwa untuk penyakit atau masalah kesehatan yang besar
dan gawat saja yang sangat diperhatikan oleh keluarga ini namun untuk masalah
kesehatan yang kecil atau ringan kurang diperhatikan.
Sedangkan untuk masalah keperawatan keluarga yang muncul dari kasus
ini adalah kurangnya pengetahuan dari keluarga mengenai antisipasi suatu
penyakit. Klien juga mengatakan bahwa tidak mengerti sumber-sumber informasi
tentang masalah kesehatan yang dialami. Hal–hal di atas sejalan dengan pendapat
Jahoda (1958) dalam Friedman (1998), yang mengatakan bahwa beberapa
masalah kesehatan yang menjadi endemik di seluruh komunitas atau kelompok
boleh jadi dianggap sebagai suatu persoalan biasa, bukan dianggap sebagai
penyakit. Kebiasaan dan norma dalam masyarakat seringkali menentukan apakah
perilaku tersebut dianggap sakit atau sehat. Dalam sebuah studi klasik Koos
(1954) memperlihatkan bahwa posisi sosioekonomi sangat mempengaruhi
interpretasi individu terhadap gejala-gejala. Hasilnya adalah pekerja kelas
menengah terbukti jauh lebih mengenal gejala-gejala penyakit, sedangkan kelas
pekerja dari kalangan bawah mengenal lebih sedikit gejala sebagai tanda sakit dan
perlunya mencari bantuan. Umumnya kaum ekonomi rendah menunggu sampai
mereka tidak bisa apa-apa lagi. Menurut penelitian tersebut, gejala-gejala
menyolok seperti hilang nafsu makan, batuk terus-menerus, napas pendek dan
pembengkakan tangan hanya dikenal kurang dari seperempat partisipan kelas
ekomomi rendah. Hal ini erat hubungannya dengan kurangnya kaum ekonomi
rendah terlibat dalam promosi kesehatan. Perbedaan kelas sosial juga disebutkan
berkaitan dengan prioritas seluruh keluarga. Pada kelas ekonomi rendah,
kesehatan sering ditemukan pada prioritas akhir kecuali dalam keadaan krisis atau
gawat. Pekerjaan, makan, dan tempat tinggal yang menjadi prioritas utama.
Intervensi yang telah dilakukan terhadap masalah yang muncul (berdasar
pada NANDA) pada keluarga Bapak Karsono yaitu untuk penanganan bersihan
jalan napas adalah dengan mempertahankan polusi lingkungan yang minimum
seperti pemakaian masker atau penutup hidung saat terpapar debu dan asap
(pembakaran sampah rumah tangga). Selain itu juga mengajarkan batuk efektif,
menjaga intake cairan seimbang. Sedangkan untuk masalah keperawatan kurang
pengetahuan, telah dilakukan intervensi antara lain menjelaskan tentang proses
penyakit, penyebab (seperti debu, asap dan alergi-alergi lainnya yang dimiliki
klien), dan tanda gejala, kemudian mendiskusikan tentang pilihan penanganan
yang bisa dilakukan dan mengeksplorasi sumber dukungan seperti pemanfaatan
layanan kesehatan yang maksimal untuk mencegah semakin parahnya penyakit
yang dialami serta mencegah penularan terhadap anggota keluarga atau indivudu
lainnya dengan cara menutup mulut saat batuk atau bersin dan sering cuci tangan.
Intervensi ini juga disesuaikan dengan kondisi keluarga serta ekonominya.
Intervensi tersebut juga dilakukan dalam bentuk penyuluhan menggunakan media
seperti leaflet atau poster. Dalam intervensi yang dilakukan juga menitikberatkan
pada perubahan keyakinan kesehatan keluarga terhadap konseptualisasi sehat sakit
sehingga paradigma keluarga yang salah tentang kesehatan dapat diubah.
Terlepas dari intervensi dan diagnosa kasus pada keluarga Bapak Karsono,
banyak beberapa hal yang perlu dikaji dalam sebuah asuhan keperawatan keluarga
yang pada dasarnya berbeda dengan asuhan keperawatan departemen lainnya.
Asuhan keperawatan keluarga yang termasuk bagian terkecil dari komunitas
memiliki pengkajian yang berbeda yaitu lebih kepada konsep dan individu pada
keluarga. Perbedaan itu antara lain adalah terletak pada sumber informasi atau
orang yang dikaji yaitu meliputi seluruh anggota keluarga, komposisi keluarga,
tipe keluarga, tahap perkembangan keluarga, pengkajian lingkungan, struktur
keluarga, fungsi keluarga, stress dan koping keluarga, serta pemeriksaan fisik
anggota keluarga.
Tipe keluarga bapak Karsono adalah keluarga besar atau multigenerational
family dengan dua anak beserta dua menantu dan 1 cucu. Dalam pelaksanaan
kehidupan sehari-hari, tipe yang terdapat pada keluarga tidak menggangu atau
menimbulkan terjadinya masalah. Hal tersebut disebabkan adanya peran masing-
masing anggota kelaurga dan aturan serta batasan yang terdapat dalam keluarga
ini. Selain itu komunikasi yang baik dan fungsional dan kerukunan antar anggota
keluarga yang terjalin. Pengambilan keputusan dalam keluarga juga baik tidak ada
dominasi namun tetap ada diskusi atau musyawarah dalam keluarga dipimpin oleh
kepala keluarga. Dalam menjalin keakraban atau penerapan fungsi afektif dan
sosialisasi, ada bebarapa hal-hal ringan yang rutin dilakukan keluarga seperti
bersantai dan bermain atau berkumpul dengan anak atau cucu. Tahapan
perkembangan keluarga Bapak Karsono berada dalam keluarga dengan anak usia
dewasa muda. Semua tugas perkembangan dalam tahap ini sudah dilalui oleh
Bapak Karsono yaitu memperluas siklues keluarga engan memasukkan anggota
keluarga baru yang didapatkan melalui perkawinan anak-anak, memperbaharui
dan menyesuaikankan kembali hubungan perkawinan. Sebenarnya orang tua yang
telah lanjut usia menghendaki hidup secara mandiri sehingga tidak mempengaruhi
kehidupan anak-anak mereka yang lebih penting adalah untuk mempertahankan
perasaan kompoten, mandiri dan privasi (Bengtson et al, 1987).
Lingkungan rumah keluarga Bapak Karsono juga cukup baik. Ventilasi
atau jendela cukup dan tidak lembab, ada septi tank di belakang rumah, sumber air
minum dari sumur, ada kamar mandi, kebersihan lingkungan bersih, sampah
dibuang ditempatnya dan dibakar dibelakang rumah jika sudah banyak terutama
sampah plastik. Walaupun berada dalam ekonomi rendah namun untuk sandang
pangan tercukupi apalagi dengan adanya sawah sebagai ladang kerja yang dapat
dimanfaatkan hasilnya untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Sedangkan untuk
stressor dan koping keluarga tidak terdapat masalah yang serius. Keluarga dapat
mengatasi dengan baik apalagi didukung dengan pola pengambilan keputusan
yang musyawarah dan sistem pendukung keluarga itu sendiri yang cukup kuat.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
- Asuhan keperawatan pada keluarga memiliki poin-poin khusus yang
penting dalam konsep dasar keluarga sehingga akan ditemukan masalah-
masalah keperawatan yang meliputi keluarga bahkan juga individu
- Asuhan keperawatan pada kasus keluarga Bapak Karsono lebih kepadam
merubah keyakinan kesehatan atau persepsi keluarga terhadap konseptual
sehat sakit, dimana persepsi tersebut menyangkut bagaimana keluarga ini
melihat kondisi keluarga dengan gejala yang muncul dari ringan sampai
berat. Kondisi atau gejala ringan dan biasa dialami oleh orang-orang
disekitarnya maka dianggap tidak masalah walaupun itu sebenarnya adalah
suatu masalah kesehatan. Sehingga perlu dilakukan suatu perubahan
persepsi untuk semua anggota keluarga tentang sehat sakit.
- Asuhan keperawatan lainnya adalah untuk mengatasi batuk yang dialami
oleh hampir seluruh anggota keluarga.
- Hasil dan evaluasi yang didapatkan menunjukkan hasil bahwa ada
perubahan dari kondisi sakit menuju sehat dan dari kondisi tidak tahu
menjadi lebih tahu. Sehingga dapat dikatakan asuhan keperawatan
keluarga yang diberikan membuat masalah yang muncul menjadi teratasi.
B. Saran
- Lebih maksimal jika dilakukan follow up kembali setelah dilakukan
asuhan keperawatan. Hal ini penting untuk menilai apakah keluarga dapat
benar-benar melakukan perubahan sesuai asuhan keperawatan yang telah
diberikan secara mandiri tidak hanya saat tertentu saja namun dapat
berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Price & Sylvia A. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: EGC
2. Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media
Ausculapius
3. Brunner & Suddart. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
4. Krueger KP, Felkey BG, Berger BA. The Pharmacist’s Role in Treatment
Adherence. US Pharmacist 2005; 5:62-66
5. Thomason AR, Warren EI. Tuberculosis: A Clinical Rreview. US
Pharmacist. 2005; 7: Hs-14-HS-2
6. Friedman, MM. 1998. Keperawatan Keluarga:Teori dan Praktik. Jakarta :
EGC