kolaborasi peran industri agritech dalam mengoptimalkan

13
146 Kolaborasi Peran Industri Agritech dalam Mengoptimalkan Kesejahteraan Petani dan Fungsi Koperasi Isykarimah Qathrun Nada A 1 *, Lely Fitrianingrum 2 , M Bagus Faizin 3 , Rizky Firmansyah 4 Universitas Negeri Malang *[email protected] Abstrak Sebagai negara agraris, pendapatan Indonesia tidak bisa lepas dari sektor pertanian. Sumber daya alam yang melimpah mendorong sebagian rakyat Indonesia untuk memanfaatkan hasil pertanian sebagai pendapatan utama. Selain sektor pertanian, koperasi juga menjadi salah satu alat pembangunan sistem perekonomian Indonesia. Namun, pengelolaan hasil pertanian dan pemanfaatan koperasi dalam sikus ekonomi dinilai belum maksimal. Oleh karena itu, start-up agritech merupakan salah satu sektor industri yang dinilai mampu mendorong kesejahteraan petani dan optimalisasi kesejahteraan petani. Untuk mewujudkan tersebut, diperlukan adanya penelitian mengenai skema kerja sama yang tepat. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran kerja sama antara petani, koperasi, dan start-up agritech secara mendasar. Penelitian ini dilakukan dengan metode studi literatur dan menggunakan sumber- sumber literatur yang relevan dan kredibel, seperti buku, artikel atau jurnal, dan periodical atau majalah. Adapun hasil penelitian ini ialah: (1) Pengelolaan sektor pertanian Indonesia belum maksimal; (2) Koperasi memiliki peran penting kegiatan ekonomi bangsa, khususnya pertanian; dan (3) Pemanfaatan teknologi dari start-up agritech dinilai mampu membantu kemandirian petani dan optimalisasi fungsi koperasi. Kata kunci: pertanian, koperasi, dan start-up agritech Abstract As an agricultural country, Indonesia's income cannot be separated from the agricultural sector. Abundant natural resources encourage some Indonesians to utilize agricultural products as their main income. Apart from the agricultural sector, cooperatives are also one of the tools for developing the Indonesian economic system. However, the management of agricultural products and the use of cooperatives in the economic cycle are considered to be not optimal. Therefore, agritech start-up is one of the industrial sectors that is considered capable of encouraging farmer welfare and optimizing farmer welfare. To achieve this, it is necessary to have research on an appropriate cooperation scheme. This study aims to identify a basic description of cooperation between farmers, cooperatives, and agritech start-ups. This research was conducted by using the literature study method and using relevant and credible literature sources, such as books, articles or journals, and periodicals or magazines. The results of this study are: (1) The management of the Indonesian agricultural sector has not been maximized; (2) Cooperatives have an important role in the nation's economic activities, especially agriculture; and (3) The use of technology from agritech start-ups is considered capable of helping farmers' independence and optimizing cooperative functions. Keywords: agriculture, cooperatives, and start-up agritech PENDAHULUAN Salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara terletak pada pertumbuhan perekonomiannya. Tuntutan atas pergerakan ekonomi yang lebih efisien menimbulkan kebutuhan inovasi semakin besar. Salah satu komponen utama yang berperan penting dalam mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi tersebut adalah teknologi (Ma’ruf & Wihastuti, 2008). Saat ini, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah banyak direspon oleh pelaku bisnis (Prabantoro & Hidayat, 2005). Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya pertumbuhan start-up di Indonesia. Hingga saat ini, sebanyak 2.216 start-up telah mewarnai Prosiding National Seminar on Accounting, Finance, and Economics (NSAFE), 2021, Vol. 1 No. 8, Hal 146-158 No. ISSN 2797-0760

Upload: others

Post on 11-Nov-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

146

Kolaborasi Peran Industri Agritech dalam Mengoptimalkan

Kesejahteraan Petani dan Fungsi Koperasi

Isykarimah Qathrun Nada A1*, Lely Fitrianingrum2, M Bagus Faizin3, Rizky Firmansyah4

Universitas Negeri Malang

*[email protected]

Abstrak

Sebagai negara agraris, pendapatan Indonesia tidak bisa lepas dari sektor pertanian. Sumber daya alam

yang melimpah mendorong sebagian rakyat Indonesia untuk memanfaatkan hasil pertanian sebagai

pendapatan utama. Selain sektor pertanian, koperasi juga menjadi salah satu alat pembangunan sistem

perekonomian Indonesia. Namun, pengelolaan hasil pertanian dan pemanfaatan koperasi dalam sikus

ekonomi dinilai belum maksimal. Oleh karena itu, start-up agritech merupakan salah satu sektor industri

yang dinilai mampu mendorong kesejahteraan petani dan optimalisasi kesejahteraan petani. Untuk

mewujudkan tersebut, diperlukan adanya penelitian mengenai skema kerja sama yang tepat. Penelitian ini

bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran kerja sama antara petani, koperasi, dan start-up agritech

secara mendasar. Penelitian ini dilakukan dengan metode studi literatur dan menggunakan sumber-

sumber literatur yang relevan dan kredibel, seperti buku, artikel atau jurnal, dan periodical atau majalah.

Adapun hasil penelitian ini ialah: (1) Pengelolaan sektor pertanian Indonesia belum maksimal; (2)

Koperasi memiliki peran penting kegiatan ekonomi bangsa, khususnya pertanian; dan (3) Pemanfaatan

teknologi dari start-up agritech dinilai mampu membantu kemandirian petani dan optimalisasi fungsi

koperasi.

Kata kunci: pertanian, koperasi, dan start-up agritech

Abstract

As an agricultural country, Indonesia's income cannot be separated from the agricultural sector.

Abundant natural resources encourage some Indonesians to utilize agricultural products as their main

income. Apart from the agricultural sector, cooperatives are also one of the tools for developing the

Indonesian economic system. However, the management of agricultural products and the use of

cooperatives in the economic cycle are considered to be not optimal. Therefore, agritech start -up is one

of the industrial sectors that is considered capable of encouraging farmer welfare and optimizing farmer

welfare. To achieve this, it is necessary to have research on an appropriate cooperation scheme. This

study aims to identify a basic description of cooperation between farmers, cooperatives, and agritech

start-ups. This research was conducted by using the literature study method and using relevant and

credible literature sources, such as books, articles or journals, and periodicals or magazines. The results

of this study are: (1) The management of the Indonesian agricultural sector has not been maximized; (2)

Cooperatives have an important role in the nation's economic activiti es, especially agriculture; and (3)

The use of technology from agritech start-ups is considered capable of helping farmers' independence

and optimizing cooperative functions. Keywords: agriculture, cooperatives, and start-up agritech

PENDAHULUAN

Salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara terletak pada pertumbuhan

perekonomiannya. Tuntutan atas pergerakan ekonomi yang lebih efisien menimbulkan

kebutuhan inovasi semakin besar. Salah satu komponen utama yang berperan penting dalam

mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi tersebut adalah teknologi (Ma’ruf & Wihastuti,

2008). Saat ini, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah banyak direspon oleh

pelaku bisnis (Prabantoro & Hidayat, 2005). Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya

pertumbuhan start-up di Indonesia. Hingga saat ini, sebanyak 2.216 start-up telah mewarnai

Prosiding National Seminar on Accounting, Finance,

and Economics (NSAFE), 2021, Vol. 1 No. 8, Hal 146-158

No. ISSN 2797-0760

Prosiding National Seminar on Accounting, Finance, and Economics (NSAFE), 2021, Vol. 1 No. 8 ISSN 2797-0760

147

industri tanah air. Atas pencapaian tersebut, Indonesia berhasil menduduki posisi ke-lima di

dunia setelah Inggris, India, dan Kamboja (Startup ranking, 2021).

Start-up merupakan salah satu bentuk industri yang menjadi komponen penggerak ekonomi

digital. Sektor industri digital memiliki efek pengganda tertinggi untuk aspek output,

pendapatan, serta lapangan kerja (Nurdany & Kresnowati, 2019). Transformasi digital mampu

mendorong pembentukan transformasi baru dengan penawaran yang luas serta mendukung

perkembangan ekonomi (Rassool & Dissanayake, 2019). Namun sebagai negara agraris, sumber

pendapatan negara Indonesia tidak bisa lepas dari dinamika industri sektor pertanian. Hal ini

didukung oleh bentuk wilayah Indonesia yang sebagian besar terdiri dari pedesaan dengan

struktur pendapatan rumah tangga yang masih erat dengan hasil pertanian (Gunawan & Sadikin,

1990). Selama ini, sebagian besar petani mengandalkan tengkulak untuk menjalankan

aktivitasnya. Peran tengkulak tidak hanya terletak sebagai pembeli, namun juga penyedia modal

(Megasari, 2019).

Terbatasnya kemampuan petani dalam memasarkan produk secara mandiri mengakibatkan

petani terlalu bergantung pada tengkulak (Mutmainah & Sumardjo, 2014). Namun, hubungan

antara petani dan tengkulak tidak selalu saling menguntungkan. Sikap ketergantungan para

petani bisa berdampak pada penetapan pendapatan dari hasil panen. Umumnya, tengkulak

menginginkan para petani yang meminjam modal darinya menjual hasil pertanian dan

perkebunan dengan harga yang ditentukan oleh tengkulak (Abdulrohim, et al, 2015). Akibat hal

tersebut, petani seringkali merasa dirugikan dengan penetapan harga yang jauh dibawah pasar.

Meskipun Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah, jika sistem alokasi

pemasaran komoditas dilakukan secara tidak tepat maka kesejahteraan dan peningkatan

perekonomian sulit untuk diwujudkan (Musrifin et al, 2019). Kemampuan dan kedinamisan

petani dalam mengelola hasil panen merupakan faktor yang berpengaruh langsung terhadap

tingkat kemandirian petani (Ruhimat, 2014). Oleh karena itu, untuk mengoptimalkan

kesejahteraan dan perekonomian bangsa diperlukan kontribusi berbagai pihak secara maksimal.

Dalam hal ini, industri digital di bidang teknologi pertanian dapat menjadi alternatif layanan

dalam upaya meningkatkan kemandirian petani.

Digitalisasi dan korporatisasi pertanian merupakan peran start-up agritech untuk

memajukan sektor pertanian di Indonesia. Dengan layanan berbasis teknologi, start-up agritech

diyakini mampu memperpendek mata rantai pendistribusian komoditas hasil pertanian yang

selama ini menjadi permainan para tengkulak. Sektor agritech dapat menjalin kerja sama

dengan koperasi untuk mewujudkan layanan tersebut. Kolaborasi antar organisasi yang efektif

mampu meningkatkan efisiensi dan efektifitas kinerja organisasi (Nabhan, 2013). Tren model

bisnis kolaborasi ini mampu menjadi pilihan bagi perusahaan yang tengah berkembang seperti

start-up untuk memperluas dan mempermudah dalam menjangkau pasarnya

(Tazkiyyaturrohmah, 2020).

Untuk menjalankan kerjasama, koperasi dapat berperan sebagai penghubung antara petani

dengan konsumen atau petani dengan penyedia layanan, sedangkan start-up berperan sebagai

penyedia layanan yang membantu untuk menggerakkan transaksi tersebut. Pemanfaatan

teknologi sebagai media pemasaran diketahui memiliki pengaruh yang besar terhadap

peningkatan penjualan (Pradiani, 2017). Selain membantu dalam hal pemasaran, start-up juga

dapat berperan memberikan layanan pinjaman dan pengelolaan modal dengan cara yang lebih

terstrtuktur dan sistematis. Petani yang memiliki keterbatasan modal serta akses kredit ke

lembaga keuangan, dapat berpeluang secara langsung untuk mendapatkan pendanaan guna

Prosiding National Seminar on Accounting, Finance, and Economics (NSAFE), 2021, Vol. 1 No. 8 ISSN 2797-0760

148

mengembangkan pertaniannya dengan mudah (Avisha et al, 2019). Oleh sebab itu, layanan yang

diberikan oleh start-up agritech dapat mendukung optimalisasi peran koperasi dan membentuk

kemandirian petani. Hal ini juga sesuai dengan tujuan Sustainable Development Goals (SDGs)

nomor 8 dan 10, yakni pertumbuhan ekonomi dan mengurangi ketidakadilan.

KAJIAN PUSTAKA

Pertanian Pembangunan merupakan suatu proses yang berkelanjutan dan berkesinambungan.

Pembangunan pertanian dapat dikatakan berhasil ketika pertumbuhan sektor pertanian tinggi dan terjadi perubahan kearah yang lebih baik (Soekarwati, 2002). Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, perlu adanya arahan atau pembinaan untuk menghasilkan peningkatan pendapatan petani. Selain itu, dengan adanya pengembangan komoditi hasil pertanian diharapkan dapat diarahkan sebagai sektor yang menghasilkan bahan pangan, bahan ekspor dan bahan baku bagi industri. Pembinaan terhadap wilayah pertanian ini bertujuan untuk menunjang pembangunan wilayah seutuhnya agar tidak terjadi ketimpangan antar wilayah (Tricahyono, 2003).

Pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi di Indonesia. Pentingnya peranan ini menyebabkan bidang ekonomi terletak pada pembangunan ekonomi yang bertitik berat pada sektor pertanian. Sektor pertanian dapat berperan sebagai penyongkong pembangunan ekonomi nasional saat masa krisis dan selama pemulihan ekonomi. Selain itu, sektor pertanian juga dapat diandalkan dalam mendukung pengembangan ekonomi yang bersifat resource based secara konsisten. Adanya perubahan yang terjadi pada struktur perekonomian pedesaan, maka masih perlu adanya pencermatan lebih lanjut, utamanya dampak dari struktur kesempatan kerja dan pendapatan di wilayah pedesaan (Resthiningrum, 2011). Atas dasar tersebut, potensi perekonomian pedesaan nantinya diharapakan dapat menjadi determinan dari perekonomian nasional secara keseluruhan.

Selain itu, di Indonesia sebagain besar penduduknya berpenghasilan dari bertani, sehingga sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi. Jika para perencana berusaha melakukan perencanaan dengan sungguh-sungguh dan memperhatikan kesejahteraan masyarakatnya, maka salah satu cara dalam meningkatkan kesejahteraan sebagian besar anggota masyarakat yang hidup di sektor pertanian ini dapat sukses terlaksana. Pertanian yang berperan sebagai tulang punggung perekonomian nasional dapat terbukti tidak hanya pada situasi normal, terlebih pada masa krisis (Gadang, 2010).

Koperasi Menurut Partomo & Soedjono (2004), koperasi merupakan salah satu alat yang efektif

untuk membantu dan memperbaiki keadaan ekonomi dan sosial golongan menengah, seperti petani kecil, pengrajin, dan pedagang eceran. Putro (2015) menyatakan bahwa untuk mengoptimalkan pengelolaan hasil tani, kehadiran koperasi dinilai mampu memberikan akses pengetahuan dan informasi bagi petani.

Dasar hukum koperasi terdapat pada Pasal 33 UUD 1945 dan UU No.17 Tahun 2012. Dalam kedua pasal tersebut dapat diketahui bahwa di Indonesia koperasi dipandang sebagai salah satu alat untuk membangun sistem perekonomian. Merujuk pada data yang disajikan oleh Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (2019), jumlah koperasi nasional aktif mencapai 138.140 unit dengan 15% dalam kategori Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan 38,98% dalam kategori Unit Simpan Pinjam (USP). Dalam UU No.17 Tahun 2012 dijelaskan bahwa Koperasi Simpan Pinjam (KSP) merupakan koperasi yang menjalankan usaha simpan pinjam sebagai satu-satunya usaha, sedangkan Unit Simpan Pinjam (USP) merupakan salah satu unit usaha simpan pinjam yang dijalankan Koperasi non-KSP.

Hasil penelitian Wiguna dan Sukadana (2018) menyatakan bahwa koperasi memiliki peran sebagai penyedia pinjaman modal bagi petani agar kegiatan pertaniannya tetap berjalan dengan

Prosiding National Seminar on Accounting, Finance, and Economics (NSAFE), 2021, Vol. 1 No. 8 ISSN 2797-0760

149

baik. Menurut Bringin dkk (2018), koperasi berperan sebagai fasilitator dalam memberdayakan masyarakat. Fasilitas tersebut mencakup modal pendanaandan ketersediaan alat-alat pertanian dengan harga terjangkau. Namun, pada penelitian Nafisa (2012) ditemukan adanya keterbatasan koperasi dalam menjalankan perannya. Diketahui bahwa untuk mengoptimalkan fasilitas koperasi, dibutuhkan sejumlah dana yang cukup besar. Selama ini, koperasi bergantung kepada modal mandiri dalam menjalankan aktivitasnya. Meskipun dalam UU No.17 Tahun 2012 telah dijelaskan bahwa koperasi dapat menjalin kerja sama dengan badan usaha lain guna memenuhi modalnya, namun praktik di lapangan masih sulit untuk diterapkan. Hal ini dikarenakan sulitnya persyaratan yang ditetapkan oleh pihak kreditor sehingga koperasi tidak mampu memenuhi persyaratan tersebut. Oleh karena itu, manfaat dan kinerja koperasi saat ini belum cukup optimal.

Start-Up Agritech

Perkembangan teknologi begitu pesat beberapa tahun terakhir, beberapa teknologi dapat membantu perkembangan dan kemajuan di berbagai bidang. Salah satunya adalah perusahaan startup yang bergerak dibidang pertanian (Soegoto&Faridh, 2020). Saat ini banyak stratup bermunculan dengan bidangnya masing-masing, termasuk dibidang pertanian (startup agritech). Indonesia sudah memiliki beberapa stratup agritech yang bisa dimanfaatkan oleh petani untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi, diantaranya ada TaniHub, IGrow, Crowde, Tanijoy, Vestyfarm, Eragano, 8Villages, Ci-Agriculture, dan Habibi Garden (Fitriani, 2018).

Berdasarkan rangkuman dari laporan lembaga riset CompassList “Indonesia Agritech Report 2020”. Agritech merupakan salah satu segmen industri terpenting, hal ini dikarenakan sektor pertanian menghabiskan hampir sepertiga dari penggunaan lahan dan tenaga kerja di Indonesia. Selain itu, keberadaan teknologi saat ini sangat dibutuhkan dalam membantu industri agar memiliki produktivitas yang baik. CompassList juga menerangkan bahwa startup agritech di Indonesia yang beroperasi saat ini dapat dikelompokkan menjadi empat kategori besar yang meliputi: pembiayaan, perdagangan teknologi (e-commerce), edukasi dan pendampingan, dan pengembangan teknologi.

Seperti yang sudah dijelaskan oleh Jefry Pratama pada UMG Idealab yang bertema “Investment & Venture Partner”, aktivitas menjual komoditas pertanian merupakan cara paling sederhana dan paling pasti untuk startup agritech dalam memperoleh pendapatan. Dari banyaknya startup yang menjadi sorotan, mereka lebih memilih memanfaatkan kehadiran e-commerce atau memasarkan hasil pertaniannya secara offline. Dengan adanya kehadiran startup agritech juga dapat menjadi alternatif yang solutif dalam menyelesaikan berbagai permasalahan pertanian di Indonesia. Tidak hanya baik untuk revolusi industri digital, adanya startup agritech juga diharapkan bisa menghilangkan tradisi-tradisi yang merugikan petanian seperti tengkulak dan pengepul.

METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian

Pada penelitian ini, pendekatan kualitatif digunakan peneliti untuk mengetahui kondisi

objek penelitian dengan peneliti berperan sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data

dilakukan secara kualitatif, analisis data bersifat induktif atau kualitatif, serta hasil penelitian

yang lebih menekankan pada makna daripada generalisasi (Sugiyono, 2014). Metode penelitian

yang digunakan adalah studi literatur, yang berarti bahwa peneliti akan menelaah kepustakaan

yang diperlukan dalam penelitian secara tekun (Nazir, 2014).

2. Objek Penelitian

Objek penelitian merupakan sasaran ilmiah untuk mendapatkan data yang berguna untuk

tujuan tertentu mengenai suatu hal secara objektif, valid, dan reliable tentang variabel tertentu

Prosiding National Seminar on Accounting, Finance, and Economics (NSAFE), 2021, Vol. 1 No. 8 ISSN 2797-0760

150

(Sugiyono, 2014). Objek dalam penelitian ini adalah bagaimana peran start-up agritech dalam

mewujudkan kesejahteraan petani dan mengoptimalkan fungsi koperasi.

3. Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan metode studi literature sehingga

pengumpulan data dilakukan dengan sumber-sumber sebagai berikut (Nazir, 2014):

1. Buku teks, yaitu buku ilmiah yang ditulis rapih dengan interval yang tidak menentu;

2. Jurnal, yang merupakan majalah ilmiah dengan berisi tulisan ilmiah atau hasil-hasil

seminar;

3. Periodical, yaitu majalah ilmiah yang diterbitkan secara berkala oleh lembaga-lembaga yang

berwenang.

4. Analisis Data

Analisa data yang digunakan adalah studi literatur. Analisis data berikut dilakukan dengan

membaca sumber-sumber kepustakaan untuk memperoleh data yang diperlukan dengan

langkah-langkah, Nazir (2014:88) dan Arikunto (2013:66):

a. Membaca semua keterangan yang ada pada penelitian sebelumnya, apakah tersedia

keterangan-keterangan sesuai dengan latar belakang permasalaham penelitian (Nazir,

2014:88);

b. Mengumpulkan sumber kajian yang relevan dengan masalah dalam penelitian

(Arikunto,2013:66);

c. Mengutip informasi yang ada pada bacaan tersebut dapat berupa kuotasi (mengutip secara

langsung), parafrase (menggunakan kata-kata sendiri) (Nazir, 2014:88) dan menuliskan

hasil kajian kedalam kartu yang telah disediakan (Arikunto, 2013:66);

d. Mencatat hal-hal penting dengan melihat dahulu mana yang penting dengan juga

mempelajari indeks dihalaman belakang buku untuk mencari halaman yang berkenaan

dengan yang dicatat dalam kartu yang disediakan (Nazir, 2014:88);

e. Menyimpulkan hasil yang didapatkan;

f. Melakukan interpretasi atas hasil yang didapatkan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Permasalahan utama yang hingga saat ini masih dihadapi oleh petani adalah sulitnya memasarkan hasil panen, utamanya petani di sub sektor tanaman pangan dan hortikultura. Hal ini dikarenakan kurangnya informasi dan pengetahuan yang dimiliki petani. Permasalahan inilah yang menyebabkan petani bergantung pada tengkulak. Bergantungnya petani pada tengkulak merupakan suatu realitas yang menunjukkan bahwa petani berada di posisi yang kurang menguntungkan dan tengkulak berada pada pihak yang mau menolong.

Motif Petani Menjual Hasil Panen kepada Tengkulak Pada penelitian sebelumnya Yandi et al. (2020) mengungkap beberapa motif atau alasan

petani menjual hasil pertaninannya kepada tengkulak yang meliputi: (1) Adanya ikatan keluarga dan sosial, (2) Keterbatasan modal usaha, (3) Jaminan pemasaran ketika fluktuasi harga, (4) Bantuan dalam proses penyortiran, penyusunan, dan pengangkutan. (1) Adanya Ikatan Keluarga dan Sosial

Adanya ikatan antara petani dengan tengkulak bukan hanya dalam hubungan keluarga, tetapi juga hubungan sosial. Hubungan antara tengkulak dengan petani dapat dinyatakan sebagai kasus yang melibatkan ikatan sosial instrumental, dimana seorang tengkulak dengan status ekonomi yang lebih tinggi menggunakan kekuasaanya pada petani yang memiliki status sosial

Prosiding National Seminar on Accounting, Finance, and Economics (NSAFE), 2021, Vol. 1 No. 8 ISSN 2797-0760

151

lebih rendah. Selain itu, hubungan antara tengkulak dengan petani juga dilatar belakangi oleh struktur social, yang mana posisi petani ditempatkan sebagai pihak yang terdominasi. (2) Keterbatasan Modal Usaha

Secara keseluruhan biaya yang dikeluarkan oleh petani bergantung pada jenis tanaman yang dibudidayakan, akan tetapi rata-rata pertanian memerlukan modal yang cukup besar. Seperti yang dikatakan oleh Wolf (1996), peasant adalah petani yang memiliki kepentingan bercocok tanam didasarkan atas pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari dan memiliki keterbatasan dalam bidang ekonomi, sehingga untuk memulai usaha tani pada musim selanjutnya sedikit susah. Maka dari itu petani membutuhkan sumber modal tambahan dari luar, seperti bank, koperasi, dan lain-lain untuk biaya produksi.

Petani yang memiliki keterbatasan modal usaha dapat bekerja sama dengan tengkulak. Akan tetapi petani harus waspada kepada tengkulak yang sudah bersedia memberikan pinjaman modal. Umumnya modal usaha yang tengkulak berikan tanpa jaminan, tanpa bunga, dan waktu pengambilan yang lebih fleksibel. Hal ini jauh berbeda dengan lembaga perbankan dan lembaga simpan pinjam lainnya. (3) Jaminan Pemasaran Ketika Fluktuasi Harga

Mauliyah et al.(2017) mengatakan bahwa fluktuasi harga yang tinggi menjadi salah satu faktor yang sering muncul dalam hal pemasaran hasil panen. Oleh sebab itu petani mengalami kesulitan apabila membawa hasil panennya langsung ke pasar. Ketika petani membawa hasil panennya ke pasar dalam keadaan harga fluktuasi terdapat dua kemungkinan yang akan terjadi yaitu, hasil panen yang dibawa petani laku dengan harga murah atau hasil panen tersebut tidak laku sama sekali.

Maka dari itu, banyak petani yang lebih memilih untuk menjual hasil panennya kepada tegkulak secara tetap, atau dengan kata lain langganan. Hal ini dilakukan oleh para petani karena petani tidak mau dibebankan atau dipersulit ketika pasar dalam situasi harga fluktuasi. Dengan adanya kerjasama yang dilakukan oleh kedua pihak, petani mendapatkan jaminan pemasaran baik itu ketika harga sedang naik ataupun turun. (4) Bantuan dalam proses penyortiran, penyusunan, dan pengangkutan

Sebelumnya telah dijelaskan bahwa salah satu alasan petani bergantung pada tengkulak dan memutuskan untuk berlangganan karena, para petani tidak mau dibebankan dan dipersulit. Petani yang telah berlangganan kepada tengkulak mendapatkan fasilitas bantuan dalam proses penyusunan, penyortiran dan pengangkutan. Khususnya ketika hasil panen para petani melimpah, karena saat hasil panen melimpah petani mendapatkan pekerjaan yang semakin banyak, sehingga memerlukan tenaga kerja tambahan.

Akibat dari Ketergantungan Petani kepada Tengkulak Petani yang memiliki hubungan sosial dengan tengkulak yang berlangsung secara terus

menerus tanpa henti dapat menyebabkan berbagai akibat. Akibat yang pertama adalah sikap menggantungkan diri pada tengkulak. Seperti kebiasaan yang sudah dijalani selama bertahun-tahun dalam hubungan yang lama dan stabil menjadikan petani bersikap pasrah sepenuhnya pada tengkulak. Petani yang sudah terikat dengan tengkulak tidak bisa memberontak dan tidak memiliki pilihan lainnya. Petani tersebut akan sulit untuk keluar dari jeratan tengkulak, karena hubungan ini sudah masuk pada ranah pribadi yakni kehidupan sehari-hari. Jika tengkulak sudah turun tangan membantu petani, hal ini akan memberikan efek besar dan sulit untuk diputus.

Akibat yang kedua adalah petani harus menerima berapapun harga yang ditentukan oleh tengkulak. Pada penelitian sebelumnya peneliti menemukan fakta bahwa dalam hubungan antara petani dengan tengkulak menunjukkan kondisi yang kurang seimbang. Dimana petani yang sudah terikat hutang harus menjual hasil panennya kepada tengkulak, dan dengan harga yang telah ditentukan oleh tengkulak. Sehingga petani tidak memiliki hak apapun dan hanya bisa mengikuti harga dari tengkulak.

Prosiding National Seminar on Accounting, Finance, and Economics (NSAFE), 2021, Vol. 1 No. 8 ISSN 2797-0760

152

Hal ini tidak dapat terlepas dari kewajiban petani yang harus membalas kebaikan tengkulak yang sudah memberikan pinjaman kepadanya. Pemberian harga yang ditaksir cukup rendah ini mau tidak mau harus disetujui oleh petani, karena harga yang telah ditetapkan oleh tengkulak tidak boleh dilanggar. Pada kasus ini petani memiliki kelemahan atas ketidaktahunannya akan harga pasar. Sikap loyal dan fasilitas yang diberikan tengkulak pada petani juga salah satu penyebab petani dengan mudah menerima taksiran harga rendah dari tengkulak. Dari beberapa hasil penelitian sebelumnya, banyak diantara para petani yang tidak tahu menahu tentang perbedaan harga yang diberikan oleh tengkulak dan mereka cenderung acuh terhadap permasalahan tersebut.

Kelemahan posisi yang dialami oleh petani dalam hubungan sosial mengakibatkan munculnya sikap ketergantungan yang terus-menerus. Permasalahan ini dapat berujung pada mudahnya petani dieksploitasi oleh tengkulak. Pengeksploitasian tengkulak pada petani memang tidak ditampakkan secara jelas, akan tetapi secara terselubung. Banyak petani yang tidak menyadari akan hal ini, mereka justru merasa senang akan bantuan yang selama ini didapatkan. Padahal aktivitas yang dilakukannya selama ini selalu memberikan keuntungan lebih pada tengkulak. Sikap timbal balik yang dilakukan memang memberikan pengaruh besar, akan tetapi hubungan yang berlangsung di antara kedua pihak tidak seimbang dan hanya menguntungkan satu pihak saja.

Solusi yang Dibutuhkan Berdasarkan permasalahan yang terdapat diatas, terdapat solusi untuk mengatasi kesulitan

dan kurang efektifnya memasarkan hasil panen petani. Berikut ini adalah beberapa cara yang dapat menunjang petani guna mempermudah dalam memecahkan masalah. a) Pengetahuan

Menurut Reber (2010). Pengetahuan adalah komponen-komponen mental yang dihasilkan dari semua proses apapun, entah lahir dari bawaan atau dicapai lewat pengalaman. Berdasarkan definisi pengetahuan tersebut dapat dikatakan bahwa pengetahuan adalah kumpulan informasi yang didapat dari pengalaman atau sejak lahir yang menjadikan seorang itu tahu akan sesuatu. Dari hasil tersebut bahwa pengetahuan hal mendasar yang paling penting dalam memulai segala sesuatu termasuk dalam bidang pertanian.

Sebagai contoh hasil penelitian Istiantoro (2013) yang berisi pengalaman bertani dan pendidikan non formal berpengaruh signifikan terhadap tingkat penerapan sistem pertanian berkelanjutan pada budidaya padi sawah. Selain pengetahuan sangat bermanfaat dalam pengolahan lahan pertanian, pemanfaatan pengetahuan juga berguna dalam proses pemasaran hasil pertanian yang lebih efisien contoh dengan bantuan teknologi informasi dan komunikasi. b) Teknologi

Poerbahawadja Harahap mengungkapkan bahwa kata teknologi pada dasarnya mengacu pada sebuah ilmu pengetahuan yang menyelidiki tentang cara kerja di dalam bidang teknik, serta mengacu pula pada ilmu pengetahuan yang digunakan dalam pabrik atau industri tertentu.

Teknologi informasi dalam bidang pertanian digunakan untuk menganalisa kondisi tanah pertanian. Melaui sistem analisis dengan memanfaatkan teknologi Informasi berbasis Gis, dapat dilihat potensi tanah beserta lokasi petanya. Selain itu, teknologi Informasi dapat dimanfaatkan untuk memasarkan produk-produk pertanian, melalui sistem berbasis web. Sistem pemasran oline ini akan membantu petani memasarkan hasil pertanian mereka. Selain manfaat tersebut sistem informasi juga bermanfaat untuk memanajemen pendistribusian hasil pertanian, serta menampilkan informasi hasil pasar. c) Fasilitator

Fasilitator adalah seseorang atau alat yang membantu sekelompok orang memahami tujuan bersama mereka dan membantu mereka membuat rencana guna mencapai tujuan tersebut tanpa mengambil posisi tertentu dalam diskusi. Dalam konsep distribusi hasil pertanian fasilitator adalah orang atau alat yang digunakan untuk mempermudah dalam proses pendistribusian hasil

Prosiding National Seminar on Accounting, Finance, and Economics (NSAFE), 2021, Vol. 1 No. 8 ISSN 2797-0760

153

panen. Berdasarkan data fasilitator yang paling tepat dalam membantu proses pendistrubusian hasil panen adalah koperasi.

Koperasi mempunyai manfaat dan peranan penting dalam membantu meningkatkan perekonomian dan juga sosial masyarakat. Sebagai contoh manfaat yang dapat dirasakan oleh petani adalah, koperasi merupakan wadah bagi petani untuk meminjam modal dalam meningkatan pendapatannya. Salah satu program tersebut adalah koperasi sebagai unit simpan pinjam yang memberikan kebebasan dan kemudahan permodalan bagi petani. Koperasi Bakat merupakan pengganti Bank, karena masyarakat lebih nyaman meminjam serta menabung di koperasi dibandingkan ke Bank. Koperasi Bakat merupakan koperasi yang berlandaskan atas azas kekeluargaan, Koperasi Bakat selalu memberikan yang terbaik bagi anggota dan masyarakat. Tujuannya dari Koperasi Bakat untuk meningkatkan kesejahteraan anggota baik dalam tataran ekonomi maupun sosial. Kesejahteraan yang dimasud adalah pemanfaatan jasa dari koperasi ikut membantu anggota dalam menghadapi kesulitan terutama yang menyangkut persoalan keuangan.

Analisis Penelitian Sebelumnya Pada hasil penelitian sebelumnya, peneliti menemukan beberapa peran penting koperasi

bagi petani. Berdasarkan penelitian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa koperasi memiliki dampak positif dan peran penting bagi para petani. Pada penelitian yang dilakukan oleh Neupane dkk (2015), disebutkan bahwa petani koperasi memiliki pengetahuan yang lebih banyak daripada petani non-koperasi. Hal ini dikarenakan petani koperasi mendapatkan pelatihan dari koperasi sebagai salah satu fasilitas bagi anggota. Pelatihan tersebut meliputi kegiatan pertanian seperti penyiangan, pemupukan, dan irigasi. Penelitian tersebut menyebutkan bahwa 80% petani koperasi memanfaatkan keterampilan yang mereka dapatkan dari pelatihan untuk diaplikasikan pada pertanian mereka. Mayoritas petani koperasi (92,5%) telah memiliki irigasi yang memadai bagi lahan mereka sedangkan pada petani non-koperasi yang memiliki irigasi memadai hanya berkisar 55%. Selain itu juga, peneliti sebelumnya menemukan bahwa aktivitas penyiangan lebih banyak dilakukan oleh petani non-koperasi. Penyiangan merupakan kegiatan mencabut gulma yang bertujuan agar tidak mengganggu tanaman pertanian. Petani koperasi telah banyak yang mulai menggunakan penyiangan secara kimiawi sehingga mereka lebih mampu menghemat biaya produksi dan waktu.

Pada hasil penelitian selanjutnya, Agustia dan Mafianti (2018) menyebutkan bahwa manfaat koperasi bagi petani meliputi hal-hal yang menyangkut pelatihan, pengelolaan produk, dan mekanisme pasar. Melalui koperasi, petani merasa bahwa mereka mendapatkan kebebasan untuk melakukan rebut tawar (bargaining position) atas hasil panen dan kebutuhannya sehingga harga yang mereka dapatkan tidak akan jauh dibawah harga pasar. Selain itu, koperasi berupaya membantu petani untuk membuka pasar baru sehingga petani memiliki peluang untuk memperluas konsumennya. Koperasi juga membantu dalam penanganan dan pencegahan atas risiko pada produksi pertanian. Oleh karena itu, koperasi merupakan salah satu subsistem pendukung dalam kegiatan pertanian.

Pada hasil penelitian ketiga dan keempat, Batubara dkk (2018) dan Sari & Pujiharti (2019) menemukan faktor pendukung peranan koperasi dalam perekonomian petani. Koperasi memberikan fasilitas mengenai pelatihan keterampilan bagi anggota berupa penyuluhan yang berkaitan dengan koperasi dan kewirausahaan. Selain itu, koperasi juga memberikan fasilitas lainnya yang dapat mendukung kebutuhan anggota serta memberikan bimbingan agar petani bisa memperbaiki cara kerja, mutu hasil kerja, dan jumlah hasil kerja.

Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa koperasi telah berusaha mengoptimalkan kinerjanya sesuai dengan fungsi dan peran utamanya seperti yang telah tercantum dalam Undang-undang No.25 Tahun 1992, yaitu membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi, mengupayakan peningkatan kualitas kehidupan manusia dan masyarakat, memperkokoh perekonomian rakyat, serta mewujudkan dan mengembangkan

Prosiding National Seminar on Accounting, Finance, and Economics (NSAFE), 2021, Vol. 1 No. 8 ISSN 2797-0760

154

perekonomian nasional. Namun meskipun demikian, eksistensi koperasi di lapangan tidak lebih maju daripada badan usaha lainnya. Pada beberapa hasil penelitian sebelumnya, penulis menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi eksistensi kinerja koperasi di masyarakat.

Tabel 1. Klasifikasi Penghambat Kinerja Koperasi

Indikator Penghambat 2015 2016 2018

Rendahnya modal

Rendahnya kualitas SDM

Kurangnya informasi

Banyak pesaing

Teknologi masih sederhana

Disebutkan

Tidak disebutkan Sumber: Wadud, Muhammad., & Iwan Efendy (2015); Febrianka, Vella Wahyu (2016).

Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa dari tahun ke tahun faktor yang menghambat pertumbuhan koperasi memiliki kesamaan. Akar utama dari permasalahan tersebut ada pada kualitas sumber daya manusia (SDM) yang menjalankannya. Berikut korelasi SDM dengan komponen penghambat kemajuan koperasi.

Gambar 1. Skema Alur Korelasi SDM dengan Komponen Penghambat Lainnya.

Dalam hal ini, SDM tidak terbatas pada pengurus saja namun juga anggota dan pengawas.

Kesadaran SDM atas hak dan tanggung jawabnya pada koperasi juga masih rendah mengakibatkan kinerja koperasi kurang maksimal. Selain itu, keterbatasan pemahaman informasi dan teknologi juga mempengaruhi kinerja SDM. Hal ini terjadi karena SDM akan mendapatkan keterbatasan dalam hal pengetahuan mengenai bahan baku dan area pemasaran. Hal ini membuat pengelolaan dan strategi menjadi kurang efektif. Selain itu, SDM yang terlibat pada koperasi juga masih memiliki pengetahuan yang kurang mengenai administrasi dan keuangan. Hal ini berdampak pada penyusunan laporan keuangan koperasi yang dinilai belum siap untuk diperiksa. Oleh karena itu, anggaran dan modal koperasi menjadi kurang sistematis sehingga koperasi masih cukup kesulitan mendapatkan modal dari pihak eksternal.

Dari permasalahan tersebut, terlihat bahwa koperasi memerlukan manajemen yang baik atas perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasannya. Dengan manajemen yang baik, koperasi mampu memberikan fasilitas yang maksimal mulai dari bantuan memperluas jangkauan konsumen, persedian barang, pelatihan, hingga pendanaan. Di era digital ini, sudah saatnya koperasi membuat strategi baru guna melaksanakan fungsi dan perannya secara optimal. Dengan melek teknologi dan peningkatan kualitas sumber daya, koperasi memiliki peluang untuk bersaing dengan badan usaha lainnya.

Start-up atau perusahaan rintisan merupakan salah satu alternatif badan usaha yang bisa menjadi pilihan bagi koperasi untuk bekerja sama guna meningkatkan kualitas sumber dayanya. Dalam mengatasi permasalahan ekonomi pada petani, koperasi bisa bekerja sama dengan start-up agritech untuk menyediakan fasilitas yang dibutuhkan. Start-up memilki strategi dan layanan yang mampu mendorong kemajuan kinerja koperasi. Salah satu start-up agritech yang mulai memiliki kerja sama dengan koperasi adalah PT Tani Group Indonesia. Bersama Kemenkop

Bahan baku

Area Pemasaran

Anggaran

Modal

Informasi dan

Teknologi

Administrasi dan

keuanganLaporan Keuangan

Kualitas SDM

Prosiding National Seminar on Accounting, Finance, and Economics (NSAFE), 2021, Vol. 1 No. 8 ISSN 2797-0760

155

UKM, PT Tani Group Indonesia mulai menjalin kerja sama dengan koperasi. Layanan yang diberikan meliputi TaniHub dan TaniFund.

TaniHub merupakan e-commerce pertanian Indonesia yang mengatasi permasalahan rantai pasokan dan distribusi hasil pertanian. Dengan digitalisasi, TaniHub menghubungkan petani dengan konsumen untuk memungkinkan petani menjual produk pertanian dengan harga yang adil dan kuantitas yang berkelanjutan sedangkan TaniFund dapat menghubungkan petani dengan investor untuk mendapatkan pinjaman modal produktif dengan risiko yang terukur. TaniFund menggunakan sistem Peer-to-Peer Lending (P2PL). P2PL merupakan sistem pendanaan yang berlangsung tanpa perantara bank atau lembaga finansial lainnya. Berikut gambaran kerja sama yang P2PL antara Tani Group dengan koperasi.

Gambar 2. Alur Kerja sama P2PL antara Tani Group dengan Koperasi

Seperti pada hasil penelitian sebelumnya, permasalahan yang menghambat pertumbuhan koperasi adalah sumber daya yang dimilikinya. Start-up agritech mampu memberikan fasilitas yang tersebut dari layanan yang diberikannya. Dengan fungsi dan layanan yang ditawarkan oleh Tani Group, permasalahan informasi dan teknologi pada koperasi dapat teratasi melalui layanan TaniHub sedangkan permasalahan administrasi dan keuangan dapat teratasi melalui layanan TaniFund. Dengan mengoptimalkan kerjasama tersebut, koperasi mampu memberikan fasilitas yang maksimal bagi petani sehingga kesejahteraan petani dan fungsi koperasi dapat berjalan secara efektif.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian diatas, peneliti menarik beberapa kesimpulan guna menjawab rumusan masalah yang tengah dibahas, yaitu: 1. Sebagai negara agraris, petani merupakan salah satu komponen penting dalam

pembangunan perekonomian negara Indonesia. Sayangnya, tidak semua hasil pertanian dihargai tengkulak (sebagai distributor) di pasaran. Oleh karena itu, diperlukan adanya cara lain untuk membantu petani menuju kesejahteraan. Bantuan itu dapat berupa inovasi, teknologi, pengetahuan, serta sumber daya yang lebih kompeten. Ketiga hal tersebut bisa didapatkan melalui kerja sama dengan koperasi.

2. Koperasi dapat berfungsi sebagai fasilitator bagi petani. Dalam hal ini, koperasi dapat menjadi distributor sekaligus penyedia kebutuhan para petani. Pada beberapa daerah, koperasi terbukti turut andil dalam keberlangsungan pertanian. Sebagai distributor, koperasi mampu memberikan harga yang adil bagi petani. Namun dalam pelayanannya, koperasi memiliki beberapa keterbatasan yang menghambat kinerjanya. Hambatan tersebut mencakup terbatasnya teknologi dan sumber informasi. Oleh karena itu, start-up agritech merupakan salah satu solusi yang tepat untuk membantu koperasi dalam menyejahterakan petani.

3. Start-up agritech dapat membantu koperasi melalui layanan pendanaan dan persediaan barang. Salah satu start-up agritech yang telah bekerja sama dengan koperasi adalah TaniGroup. Dengan menyediakan TaniHub dan TaniFund, TaniGroup diyakini mampu membangkitkan fungsi koperasi. TaniHub berfungsi untuk memberikan wadah bagi petani

Rp

%

Lender Tani Group Koperasi

Prosiding National Seminar on Accounting, Finance, and Economics (NSAFE), 2021, Vol. 1 No. 8 ISSN 2797-0760

156

dan koperasi untuk memasarkan hasil pertanian, sedangkan TaniFund berfungsi untuk memberikan pinjaman secara mudah bagi petani dan koperasi tanpa perantara pihak Bank sehingga petani dan koperasi bisa mendapatkan pinjaman dana dengan lebih mudah. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode literatur review dengan menggunakan

kajian literatur dari penelitian sebelumnya sebagai sumber analisis pembahasan sehingga hasil pembahasan masih mengacu pada penelitian terdahulu. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat melengkapi keterbatasan pada penelitian ini. Selain itu, penelitian ini dapat dikembangkan dengan cara mengkonfirmasi ulang hasil temuan menggunakan pendekatan quantitative research maupun qualitative research.

DAFTAR PUSTAKA

Abdulrohim, et al. (2015). Aplikasi e-Commerce Penjualan Hasil Pertanian Tanaman Sayuran

Berbasis Website. Jurnal Teknologi dan Komunikasi. 4 (2). 1-8.

Agustia, Devi. & Khoiri Suci Maifianti. (2018). Peran Koperasi dalam Upaya Penguatan

Kelembagaan Petani di Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat.

University Research Collogium. 392-399.

Avisha, et al. (2019). Crowdfunding sebagai Akses Alternatif Permodalan Berbasis teknologi

Digital pada Kegiatan Pertanian. Jurnal Pemikiran Masyarakat Ilmiah Berwawasan

Agribisnis. 5 (1). 1-22.

Batubara, Mustopa Marli. et al. (2018). Peranan Koperasi Unid Desa (KUD) Kumbang Jaya

dalam Membantu Perekonomian Petani Kelapa Sawit di Desa Sidomakmur Kecamatan

Air Kumbang Kabupaten Banyusin. Societa. 1 (9). 9-16.

Bringin, et al. (2018). Peran Koperasi Sumber Rejeki sebagai Fasilitator dalam Pemberdayaan

Masyarakat Desa Karya Bhakti di Kecamatan Muara Wahau Kabupaten Kutai Timur.

e-Jurnal Ilmu Pemerintahan. 6 (1). 255-268.

CompassList. (2020). Indonesia Agritech Report 2020: Startups, Investors and Outlook .

Diakses melalui https://www.compasslist.com/reports/indonesia_agritech_report_2020

pada 24 Februari 2021.

Dosen IT. 16 Pengertian Teknologi Menurut Para Ahli. Diakses melalui

https://dosenit.com/kuliah-it/teknologi-informasi/pengertian-teknologi-menurut-para-

ahli pada 11 Maret 2021.

Fadhilah, L.M. et al. (2017) Pengaruh Tingkat Pengetahuan, sikap, dan Keterampilan

Penerapan Sistem Agribisnis Terhadap Produksi pada Petani Padi di Kecamatan

Cimanggu Kabupaten Cilacap. Diakses melalui

http://eprints.undip.ac.id/55945/1/Muhammad_Luthfie_Fadhilah.pdf pada 11 Maret

2021.

Febrianka, Vella Wahyu. (2016). Kinerja Koperasi: Studi Tentang Faktor-Faktor Penyebab

Tidak Aktifnya Koperasi Gotong Royong Kota Blitar. Kenijakan dan Manajemen

Publik. 4 (3). 1-11.

Fitriani, H. (2018). Kontribusi Fintech Dalam Meningkatkan Keuangan Inklusif Pada Pertanian

(Studi Analisis Melalui Pendekatan Keuangan Syariah Dengan Situs Peer To Peer

Lending Pada Pertanian Di Indonesia). El-Barka: Journal of Islamic Economics and

Business, 1(1), 1-26.

Gunawan, Memed. & Ikin Sadikin. (1990). Lahan Pertanian, Tenaga Kerja dan Sumber

Pendapatan di Beberapa Pedesaan Jawa Barat. Pusat Sosial Ekonomi dan kebijakan

Pertanian. 8 (1-2). 12-22.

Prosiding National Seminar on Accounting, Finance, and Economics (NSAFE), 2021, Vol. 1 No. 8 ISSN 2797-0760

157

KEMENKOP dan UKM. (2020). KEMENKOP dan UKM Siapkan Strategi Perluasan Pasar

Produk UKM Sektor Riil Unggulan. Diakses melalui

http://www.kemenkopukm.go.id/read/kemenkop-dan-ukm-siapkan-strategi-perluasan-

pasar-produk-ukm-sektor-riil-unggulan pada 25 Februari 2021.

Kumparan. (2019). Daftar 4 Startup Indonesia di Bidang Pertanian . Diakses melalui

https://kumparan.com/venture/daftar-4-startup-indonesia-di-bidang-pertanian-

1552979862088170796 diaskses pada 25 Februari 2021.

Ma’ruf, Ahmad. & Latri Wihastuti. (2008). Pertumbuhan Ekonomi Indonesia: Determinan dan

Prospeknya. Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan. 9 (1). 44-55.

Mauliyah, H. Masrunik, E, dan Wahyudi, A. (2017). Model transaksi „Kenceng Jreng‟ Dan

Model „Saur Gowo‟ Pada Jual Beli Sayuran Di Kabupaten Blitar. Jurnal Ecoment

Global. 2 (2), 1-8.

Megasari, Lutfi Apreliana. (2019). Ketergantungan Petani terhadap Tengkulak sebagai Patron

dalam Kegiatan Proses Produksi Pertanian . Jurnal UNAIR. 1-19.

Musrifin, et al. (2019). Faktor-faktor Penghambat Kesejahteraan Petani Padi Sawah di Desa

Sangia Makmur Kecamatan Kabaena Utara Kabupaten Bombana. Jurnal Ilmiah

Membangun Desa dan Pertanian. 4 (1). 7-11.

Mutmainah, Rika. & Sumardjo. (2014). Peran Kepemimpinan Keompok Tani dan Efektivitas

Pemberdayaan Petani. Jurnal Sosiologi Pedesaan. 2 (3). 188-199.

Nabhan, Faqih. (2013). Pengembangan Kapabilitas Kolaborasi Dinamis untuk Meningkatkan

Kinerja Bisnis Koperasi Jasa Keuangan Syariah di Jawa tengah. Jurnal Penelitian

Sosial dan Keagamaan. 7 (1). 207-230.

Nafisa, Tsara. (2015). Skripsi: Faktor-faktor yang Mempengaruhi Modal Sendiri pada

Koperasi. Universitas Diponegoro.

Neupane, H. et al. (2015). Farmers‟ Perception on Role of Cooperatives Inagriculture Practices

of Major Cereal Crops in Western Terai of Nepal. J Inst Agric Anim Sci. 33 (34). 177-

186.

Nurdany, Achmad. & Anggari Marya Kresnowati. (2019). Digital-related Economy Sectors and

Region Economy Disruption. Jurnal Ekonomi dan Bisnis. 22 (1). 147-162.

Partomo. & Soedjono. (2004). Ekonomi Skala Kecil/Menengah dan Koperasi. Krisnawati L,

editor. Bogor: Ghalia Indonesia.

Prabantoro, Gatot. & Agus Hidayat. (2005). Pemanfaatan Fasilitas Gratis di Dunia Maya untuk

Pengembangan Media Learning Murah . SNATI. A9-A18.

Pradiani, Theresia. (2017). Pengaruh Sistem Pemasaran Digital Marketing Terhadap

Peningkatan Volume Penjualan Hasil Industri Rumahan . JIBEKA. 11 (2). 46-53.

Putro, HA. (2012). Tesis: Strategi Pengembangan Hutan Rakyat di Kabupaten Kebumen.

Institut Pertanian Bogor.

Rahman, Yandi Aulia, Reza safitri, dan Edi Dwi Cahyono. Motif Petani dalam Memilik Pasar

(Kasus di Sub Terminal Agribisnis Terpadu Taniran kabupaten Hulu Sungai Selatan).

SEPA: Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis 17.1:33-39.

Rassool, Roshan. & Ravindra Dissanayake. (2019). Digital Transformation for Small &

Medium Enterprises (SMEs). International Journal of Business and Management

Review. 7 (4). 59-76.

Prosiding National Seminar on Accounting, Finance, and Economics (NSAFE), 2021, Vol. 1 No. 8 ISSN 2797-0760

158

Ruhimat, Idin Saepudin. (2014). Faktor-faktor untuk Peningkatan Kemandirian Petani dalam

Pengelolaan Hutan Rakyat. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan. 11 (3).

237-249.

Sari, Loesita. & Yulita Pujiharti. (2019). Pentingnya Pembentukan Koperasi bagi Petani Kopi

di Desa Sumber Urip Kota Wlingi Blitar. Jurnal Filsafat, Sains, Teknologi, dan Sosial

Budaya. 25 (1). 95-100.

Soegoto, D. S., & Faridh, M. (2020). Developments of Information Technology and Digital

Startup Sector of Agriculture in Indonesia. In IOP Conference Series: Materials

Science and Engineering . IOP Publishing. 879 (1). p. 012137.

Strartup Ranking. (2021). Startups per Country. Diakses melalui

https://www.startupranking.com/countries diakses pada 25 Februari 2021.

Tazkiyyaturrohmah, Rifqy. (2020). Tren Model Bisnis Kolaborasi Antar Perusahaan StartUp

Perpektif Bisnis Islam. 14 (2). 381-401.

Tiga Catatan Agritech Indonesia Sepanjang Kuartal Pertama (2020). Diakses melaui

https://dailysocial.id/post/startup-argitech-indonesia-q1-2020 diakses pada 24 Februari

2021.

UMG Idealab. (2020). Agritech from Myanmar to Indonesia and beyond: Interview with Jefry

Pratama. Diakses melalui, https://umgidealab.id/?p=1688 diakses pada, 25 Februari

2021.

Undang-Undang Dasar Pasal 33 ayat (1).

Undang-Undang RI Tentang Perkoperasian No 17 Tahun 2012.

Wadud, Muhammad. & Iwan Efriady. (2015). Analisis Faktor Internal dan Eksternal:

Penghambat dan Solusi Perkembangan Koperasi (Studi pada Koperasi Unit Desa di

Kabupaten Muba). Jurnal Ilmiah Ekonomi Global Masa Kini. 06(01). 10-16.

Wibowo, Rudi. (2013). Ekonomi Kopi. UPT Penerbit UNEJ. Diakses melalui

http://agribisnis.ipb.ac.id/wp-content/uploads/2017/05/Rahmat-Yanuar-dan-Feryanto-

Peranan-Koperasi-Pertanian-di-Indonesia-dalam-Rantai-Nilai-Global-Komoditi-

Kopi.pdf pada 11 Maret 2021.

Wiguna, Putu Adi. & I Wayan Sukadana. (2018). Peran Koperasi Unit Desa dalam

Meningkatkan Kesejahteraan Petani di Indonesia . e-Jurnal Ekonomi Pembangunan

UNUD. 7 (1). 30-57.

Wolf, E. R. (1996). Petani, Suatu Tinjauan Antropologis. Jakarta: CV Rajawali.