kita belum siap menghadapi gempa

3
4/3/2017 (1) Kita Belum Siap Menghadapi Gempa http://www.kompasiana.com/sitimugirahayu/kitabelumsiapmenghadapigempa_550fe608a33311ae2dba84ff 1/3 Kita Belum Siap Menghadapi Gempa KOMPASIANA ADALAH PLATFORM BLOG, SETIAP ARTIKEL MENJA 15 April 2012 08:20:38 Diperbarui: 24 Juni 2015 23:34:54 Dibaca : 78 Komentar : 1Nilai : 0 Durasi Baca : 2 menit Saya teringat pada suatu ketika mengikuti pelatihan metode pembelajaran. Di sana kami yang berjumlah kurang lebih 150 orang dibagi ke dalam beberapa kelompok. Si pembicara tidak menjelaskan metode apa yang akan dipraktekkan pada saat itu. Kelompok yang dibuat beranggotakan kurang lebih 6 hingga 7 orang. Di dalam kelompok tersebut kami harus memposisikan sebagai suatu keluarga utuh. Ada ayah, ibu, anak pertama, kedua, dan seterusnya. Anak pertama dikisahkan duduk di bangku SMA, anak kedua duduk di bangku SMP, anak ketiga di bangku SD, anak ke empat adalah anak TK, anak kelima adalah bayi. Setiap kelompok berada pada posisi pos masing-masing dengan diberi kursi sebagai tandanya. Kursi ini disebut rumah. Jumlah kursi adalah sejumlah kelompok yang dibuat. Kami harus membekali diri dengan buku dan pulpen. Pembicara lalu menceritakan bahwa kami adalah keluarga-keluarga di daerah bencana gempa. Jika peluit dibunyikan tandanya pada saat itu terjadi gempa, maka setiap keluarga harus segera berlari menuju kursi-kursi kelompok lain yang juga ditinggalkan oleh pemiliknya. Kelompok tidak boleh menempati rumah sendiri, kelompok harus pindah mencari rumah lain dengan waktu yang sangat terbatas. Setiap orang harus bertanggungjawab dengan perannya masing-masing. Akhirnya kelompok kami berunding. Ayah akan membawa anak-anak no 3, sementara ibu menggendong bayi. Anak pertama relatif sudah besar maka dia akan jalan sendiri menuntun adiknya yang nomor 2. Sebelum gempa terjadi, setiap orang dalam keluarga harus memikirkan lima buah barang yang harus dibawa oleh masing-masing pemeran. Akhirnya, si ayah menulis lima buah keperluannya seperti laptop, mobil, surat berharga, dompet, dan handphone. Ibu memilih membawa susu bayi, baju bayi, peralatan bayi, dompet dan ATM. Anak SMA membawa laptop, handphone, baju, buku, dan peralatan ibadah. Anak SMP membawa baju, handphone, sepatu, buku, dan makanan. Anak SD dan anak TK membawa baju, boneka, makanan, minuman, dan susu. Peluit pertama berbunyi. Tandanya gempa pertama mulai menggoyang daerah kami. Setiap orang mulai tergesa- gesa memegang anak-anak dan adik masing-masing dan berlari

Upload: rizkysamuraiflamenco

Post on 20-Mar-2017

7 views

Category:

Education


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kita belum siap menghadapi gempa

4/3/2017 (1) Kita Belum Siap Menghadapi Gempa

http://www.kompasiana.com/sitimugirahayu/kitabelumsiapmenghadapigempa_550fe608a33311ae2dba84ff 1/3

Kita Belum Siap Menghadapi Gempa

KOMPASIANA ADALAH

PLATFORM BLOG, SETIAPARTIKEL MENJA

15 April 2012 08:20:38 Diperbarui: 24 Juni 2015 23:34:54 Dibaca : 78 Komentar : 1Nilai : 0 Durasi Baca : 2 menit

Saya teringat pada suatu ketika mengikuti pelatihan metode

pembelajaran. Di sana kami yang berjumlah kurang lebih 150 orang

dibagi ke dalam beberapa kelompok. Si pembicara tidak menjelaskan

metode apa yang akan dipraktekkan pada saat itu. Kelompok yang

dibuat beranggotakan kurang lebih 6 hingga 7 orang. Di dalam

kelompok tersebut kami harus memposisikan sebagai suatu keluarga

utuh. Ada ayah, ibu, anak pertama, kedua, dan seterusnya. Anak

pertama dikisahkan duduk di bangku SMA, anak kedua duduk di

bangku SMP, anak ketiga di bangku SD, anak ke empat adalah anak

TK, anak kelima adalah bayi.

Setiap kelompok berada pada posisi pos masing-masing dengan

diberi kursi sebagai tandanya. Kursi ini disebut rumah. Jumlah kursi

adalah sejumlah kelompok yang dibuat.  Kami harus membekali diri

dengan buku dan pulpen. Pembicara lalu menceritakan bahwa kami

adalah keluarga-keluarga di daerah bencana gempa. Jika peluit

dibunyikan tandanya pada saat itu terjadi gempa,  maka setiap

keluarga harus segera berlari menuju kursi-kursi kelompok lain yang

juga ditinggalkan oleh pemiliknya. Kelompok tidak boleh menempati

rumah sendiri, kelompok harus pindah mencari rumah lain dengan

waktu yang sangat terbatas. Setiap orang harus bertanggungjawab

dengan perannya masing-masing. Akhirnya kelompok kami

berunding. Ayah akan membawa anak-anak no 3, sementara ibu

menggendong bayi. Anak pertama relatif sudah besar maka dia akan

jalan sendiri menuntun adiknya yang nomor 2.

Sebelum gempa terjadi, setiap orang dalam keluarga harus

memikirkan lima buah barang yang harus dibawa oleh masing-masing

pemeran. Akhirnya, si ayah menulis lima buah keperluannya seperti

laptop, mobil, surat berharga, dompet, dan handphone. Ibu memilih

membawa susu bayi, baju bayi, peralatan bayi, dompet dan ATM.

Anak SMA membawa laptop, handphone, baju, buku, dan peralatan

ibadah. Anak SMP membawa baju, handphone, sepatu, buku, dan

makanan. Anak SD dan anak TK membawa baju, boneka, makanan,

minuman, dan susu. Peluit pertama berbunyi. Tandanya gempa

pertama mulai menggoyang daerah kami. Setiap orang mulai tergesa-

gesa memegang anak-anak dan adik masing-masing dan berlari

Page 2: Kita belum siap menghadapi gempa

4/3/2017 (1) Kita Belum Siap Menghadapi Gempa

http://www.kompasiana.com/sitimugirahayu/kitabelumsiapmenghadapigempa_550fe608a33311ae2dba84ff 2/3

berpegangan tangan mencari tempat yang aman.

Setelah kami menempati rumah baru secara rebutan dengan

keluarga lain, kami harus mengurangi bawaan kami hingga empat

untuk masing-masing pemeran. Peluit berbunyi lagi dalam waktu

singkat dan kami harus mengurangi lagi barang bawaan hingga

masing-masing hanya membawa tiga. Peluit kembali berbunyi tanda

gempa terjadi lagi lalu kami berlari terus mencari tempat aman.

Suasana hiruk pikuk penuh kepanikan. Barang bawaan kembali

dikurangi menjadi dua untuk setiap orangnya. Sampai akhirnya pada

gempa terakhir, kami sekeluarga hanya boleh membawa tiga jenis

barang. Kepanikan kembali terjadi. Namun kali ini panik campur

bingung, mau bawa apa kalau gempa ya ? Semua barang yang ingin

dibawa tidak mungkin dibawa semuanya.  Kami harus memikirkan

tiga buah barang paling penting bagi keluarga kami. Akhirnya, kami

memilih membawa dompet, tas yang sudah kami persiapkan

standbye dalam lemari, dan susu bayi.

Saya tidak tahu pilihan keluarga kami tepat atau tidak. Yang pasti,

saya menyimpulkan sesuatu dari simulasi pembelajaran dengan tema

gempa ini. Bahwa setiap gempa yang terjadi selalu menimbulkan

kepanikan. Dalam panik itu kita dituntut berfikir cepat untuk

melakukan sesuatu atau membawa sesuatu. Tapi kita  bingung harus

membawa apa? Itu menandakan kita memang tidak siap menghadapi

gempa. Di Indonesia belum ada pengarahan secara khusus

bagaimana menghadapi bencana yang satu ini. Setidaknya itu yang

saya rasakan. Saya bisa tahu hanya dari membaca di buku, internet,

bahkan televisi. Itupun tetap tanpa persiapan. Semisal, di luar negeri

orang sudah biasa menyiapkan satu tas berisi peralatan yang akan

dibawa dalam sekali tarik. Tapi kita tetap tidak melakukan itu.

Di sekolah-sekolahpun tidak diajarkan bagaimana kalau gempa

terjadi. Beberapa pernah saya dengar berinisiatif melakukannya,

terutama di daerah rawan gempa seperti Aceh, Jogjakarta, dan

Padang. Di tempat-tempat lain mungkin belum merasa perlu. Tidak

perlu mungkin masuk ke dalam kurikulum, tetapi harus tetap ada

inisiatif menghadapi bencana ini karena dia datang tanpa permisi.

Masuk ke dalam kurikulum itu lebih baik lagi. Semisal, masukkan ke

dalam indikator pembelajaran IPS /Geografi/IPA dalam materi yang

sesuai dengan SK dan KD yang ada.

Page 3: Kita belum siap menghadapi gempa

4/3/2017 (1) Kita Belum Siap Menghadapi Gempa

http://www.kompasiana.com/sitimugirahayu/kitabelumsiapmenghadapigempa_550fe608a33311ae2dba84ff 3/3

Siti Mugi Rahayu/sitimugirahayu

TERVERIFIKASI

Saya seorang guru yang tertarik pada pendidikan yang humanis.Selengkapnya...

IKUTI Share

Share 0

0

JADIKAN FAVORIT