ketuhanan yang maha esa sebagai implikasi kebabasan beragama, i, ii, iii
TRANSCRIPT
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG PEMIKIRAN DAN ALASAN PEMILIHAN
JUDUL
Negara Kesatuan Republik Indonesia telah menjadikan Pancasila sebagai
landasan ideologi bersama yang menghimpun dan mempersatukan seluruh
masyarakat Indonesia, dengan kebudayaannya dan kepercayaan yang beraneka
warna, menjadi satu ikatan kebangsaan1. Pancasila terbentuk secara menyeluruh
sebagai konsensus bersama dalam proses mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.
Pancasila terdiri dari lima sila yang setiap sila menyimpan makna dan fungsinya
masing-masing. Dalam tulisan ini, penulis secara khusus akan membatasi
Pancasila pada sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Awal terbentuknya Pancasila terutama sila Ketuhanan Yang Maha Esa
mengalami diskusi dan perdebatan yang panjang, artinya ada kelompok yang
menerima secara terbuka dan ada kelompok yang menolak dengan alasan
Pancasila terbentuk atas kesepakatan Politik dimasa itu tanpa pertimbangan-
pertimbangan keagamaan dan spiritualitas. Masyarakat Indonesia yang terdiri dari
keberagaman agama dan budaya hidup dan beraktivitas dalam wilayah negara
yang memiliki ideologi, asas, pandangan hidup yang dinamakan dengan
Pancasila. Secara khusus sila Ketuhanan Yang Maha Esa mendapatkan perhatian
utama dalam membentuk dan mengatur tatanan sosial dan keagamaan masyarakat
Indonesia. Meletakkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa pada urutan pertama
mempunyai implikasi yang menentukan bagi keseluruhan makna Pancasila. Dasar
1 Ir. Seokarno, Di Bawah Bendera Revolusi, Jilid II (Jakarta: Di bawah Bendera Revolusi, 1965), hal. 158.
1
dari Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi dasar yang menghimpun cita-cita
masyarakat untuk bisa mengaplikasikan praktek keadilan, kebenaran, dan sikap
toleransi. Dapat kita pahami Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan pintu masuk
dalam rangka stabilisasi kehidupan antar umat beragama di Indonesia. Masing-
masing agama memberi argumentasi atas pemahaman tentang Ketuhanan dalam
wilayah dogmatis setiap agama. Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan ideologi
yang bisa dijadikan salah satu dasar dari kebebasan dan kerukunan antar umat
beragama dalam konteks Indonesia. Pecahnya konflik-konflik yang
mengatasnamakan agama berakar dari lemahnya sekelompok orang dalam
menginterpretasi posisi masyarakat yang majemuk.
Dengan demikian kehadiran Pancasila khususnya Ketuhanan Yang Maha
Esa harus dipahami sebagai bagian dari motivasi dalam mewujudkan masyarakat
Indonesia yang bebas dari paksaan untuk memeluk agama tertentu, tetapi lebih
mengembangkan rasa toleransi antar umat beragama dan memberi penghargaan
terhadap orang yang beragama lain. Kepercayaan terhadap Tuhan mencerminkan
aktualisasi diri yang mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan tanpa melihat status
agama dan sosial.
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
pada rapat pertama tanggal 1 Juni 1945 memberikan kesempatan kepada Soekarno
untuk menyampaikan gagasannya dalam persiapan Indonesia merdeka. Soekarno
dalam pidatonya memberikan pandangan tentang Ketuhanan Yang Maha Esa;
“Prinsip Ketuhanan! bukan saja bangsa Indonesia ber-Tuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya ber-Tuhan. Tuhannya sendiri. Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa al Masih, yang Islam bertuhan menurut petunjuk Nabi Muhammad SAW, orang Buddha
2
menjalankan ibadatnya menurut kitab-kitab yang ada padanya. Tetapi marilah kita semuanya ber-Tuhan. Hendaknya negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan cara yang leluasa. Segenap rakyat hendaknya bertuhan secara kebudayaan, yakni tiada “egoisme agama”. Hendaknya Negara Indonesia satu negara yang bertuhan! Marilah kita amalkan, jalankan agama, baik Islam, maupun Kristen, dengan cara yang berkeadaban. Apakah cara yang berkeadaban itu? Ialah hormat-menghormati satu sama lain. Nabi Muhammad SAW telah memberi bukti yang cukup tentang sifat dapat memahami pendapat yang lain, tentang menghormati agama-agama lain, Nabi Isa pun telah menunjukkan sifat itu. Marilah kita di dalam Indonesia Merdeka yang kita susun ini sesuai dengan prinsip Ketuhanan yang berkebudayaan, Ketuhanan yang berbudi pekerti yang luhur, Ketuhanan yang hormat-menghormati satu sama lain. Hatiku akan berpersta raya, jikalau saudara-saudara menyetujui bahwa Negara Indonesia Merdeka berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa! Di sinilah, dalam pengakuan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa, segenap agama yang ada di Indonesia sekarang ini, akan mendapat tempat yang sebaik-baiknya, maka Negara kita akan bertuhan pula”2
Dalam uraian Pidato Soekarno di atas, dapat dipahami sebagai konsep
Ketuhanan Yang Maha Esa sampai pada penjabarannya merupakan tatanan yang
mengakomodir kebebasan beragama dalam sistem kepercayaan “Umat Beragama”
dalam menjalankan tuntutan agamanya masing-masing. Secara normatif rumusan
sila pertama dalam Pancasila sangat ideal, walaupun dalam perkembangannya
banyak perdebatan yang muncul dari kalangan akademisi dan agamawan sekitar
paham Ketuhanan Yang Maha Esa mengenai eksistensi dan kedudukannya
sebagai salah satu ideologi untuk bangsa Indonesia. Misalnya perdebatan yang
muncul dalam agama Buddha mengenai kata Ketuhanan yang diwajibkan oleh
pemerintah Indonesia di mana masing-masing agama harus berkepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Sementara, agama Buddha tidak mengenal
konsep Ketuhanan dalam doktrinnya. Secara umum, agama Buddha tidak
mendeskripsikan Tuhan yang personal secara konkrit. Wujud Tuhan dalam agama
2 Saafroedin Bahar, et.al. (Peny.), Risalah Sidang Badang Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) (Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995), hal. 80-81.
3
Buddha sangat berbeda jauh dengan Tuhan dalam konsep agama-agama lain.
Agama Buddha percaya bahwa ada satu kekuatan yang menggerakkan dan
mengatur hidup setiap makhluk hidup dalam menciptakan kebaikan-kebaikan dan
memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan. Setiap agama yang ada, masing-masing
mengisi dan menjabarkan nilai-nilai yang terkandung dalam sila pertama dengan
paham teologisnya.
Berbicara tentang agama di Indonesia, maka kita berhadapan dengan
sebuah realitas, bukan hanya satu agama saja, melainkan ada banyak agama dan
aliran kepercayaan yang menjalankan aktivitasnya berdasarkan keyakinan dan
kepercayaan mereka. Dalam wilayah Indonesia ada 6 Agama yang diakui oleh
pemerintah yaitu; Kristen Protestan, Kristen Katolik, Islam, Hindu, Budha dan
Konghucu. Ada juga yang beberapa aliran-aliran kepercayaan yang biasa disebut
agama-agama suku. Disatu sisi keberagaman telah menjadi sebuah fenomena jelas
yang tidak bisa kita hindari dan di sisi lain keberagaman bisa mengakibatkan
konflik yang berlatar belakang paham-paham keagamaan. Ternyata, Sila
Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan rumusan penting yang mendasari
kehidupan antar umat beragama di Indonesia.
Maksud dari Ketuhanan Yang Maha Esa adalah cita-cita terakhir dan
empat sila yang lain merupakan jalan-jalan yang konkrit untuk mencapai cita-cita
tersebut. Oleh karena itu Pancasila sebagai ideologi Negara Republik Indonesia
bersifat sebagai pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita moral. Ia menjawab
baik kebutuhan rohani maupun kebutuhan jasmani hidup Bangsa dan Negara
karena kebutuhan spiritual dianggap paling utama, maka Ketuhanan Yang Maha
Esa diprioritaskan dalam susunan Pancasila serta pada argumentasi-argumentasi
4
bahwa; Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaanya dan ketaqwaanya kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
Ketuhanan Yang Maha Esa adalah realitas dalam kehidupan
bermasyarakat dengan keragaman agama dan kepercayaan tapi masih tetap bisa
hidup berdampingan secara damai, saling hormat menghormati satu sama lain,
bahkan bisa berhasil secara bersama-sama mendirikan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Secara operational lebih lanjut Ketuhanan Yang Maha Esa terefleksi
dalam penjabaran UUD 1945 Pasal 28 E, Ayat (1) Setiap orang bebas memeluk
agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran,
memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal diwilayah
negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali. Ayat (2) Setiap orang atas
kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan
hati nuraninya. Pasal 29 Ayat (1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha
Esa, Ayat (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya itu”.
Berdasarkan uraian di atas, UUD 1945 sebagai konstitusi Negara
Indonesia sangat jelas dan terbuka dari sisi kebebasan beragama. Ternyata sila
pertama dalam Pancasila memiliki hubungan erat dengan UUD 1945 yang
menegaskan bahwa setiap orang dijamin kebebasannya untuk menyatakan agama
dan kepercayaannya di muka umum (Pasal 29).
Satu hal penting ketika kita membicarakan kebebasan beragama, maka
pada saat yang sama Hak Asasi Manusia harus dibicarakan. Kebebasan beragama
5
adalah prinsip umum, mutlak dan abstrak. Kini kebebasan beragama masalah
yang kontemporer dalam konteks Indonesia. Hak-hak seseorang untuk memeluk
agama kini dibatasi dan diintervensi oleh orang lain yang berakibat pada tidak
konsistennya konstitusi hukum yang dibentuk oleh pemerintah dalam melindungi
masyarakat yang terdiri dari keberagaman dan kemajemukan baik dari agamanya
dan budayanya. Ternyata telah terjadi disintegrasi yang sangat signifikan antara
agama dan masyarakat, dilain tempat di Indonesia kebebasan orang untuk
memeluk agama menjadi prioritas, maka di beberapa tempat juga, kebebasan
beragama menjadi masalah besar karena telah mengganggu stabilitas agama
tertentu.
Di tengah-tengah kemajemukan agama di Indonesia maka diperlukan
aturan-aturan dalam memberikan tatanan sosial yang baik demi menjaga stabilitas
bangsa yang jauh dari konflik. Berbagai konflik berhubungan dengan agama
mendapat perhatian khusus dari berbagai pihak baik nasional maupun
internasional. Di Indonesia konflik-konflik agama yang mencuat datang dari
kelompok-kelompok yang mengatasnamakan agama Islam, dengan demikian
pemikiran-pemikiran masyarakat Indonesia pada umumnya diarahkan pada agama
Islam yang telah mendapatkan penilaian negatif dan telah mendapatkan stigma.
Pancasila dinilai sebagai salah satu dasar yang kokoh untuk memberi perhatian
terhadap kebebasan beragama di Indonesia,
Apabila masyarakat Indonesia menghayati secara baik paham Ketuhanan
Yang Maha Esa, maka kebebasan beragama sangat dijunjung tinggi, implikasinya
stabilitas kerukunan antar umat beragama akan terjaga. Namun, fenomena yang
terjadi dalam konteks Indonesia adalah suatu kesenjangan antara agama dan
6
masyarakat. Kebebasan beragama seharusnya menjadi prioritas utama sebagai ciri
khas dalam tatanan bangsa yang majemuk berdasarkan agamanya, apalagi dengan
kokohnya didukung oleh konsep Ketuhanan Yang Maha Esa dan penjabarannya
ke dalam konstitusi UUD 1945.
Pada kedua asumsi di atas, munculah perdebatan luas mengenai
Ketuhanan Yang Maha Esa, ada yang memandang sebagai credo/pengakuan iman
masing-masing agama serta ada yang memandang sebagai pernyataan politis.
Oleh karena Ketuhanan Yang Maha Esa telah menjadi asas bagi bangsa Indonesia,
maka secara tegas bangsa Indonesia dalam aktivitas hidupnya harus berdada pada
jalur yang telah diputuskan dan disepakati bersama.
Fakta normatif Ketuhanan Yang Maha Esa sangat ideal dalam
penerapannya konteks Indonesia, khususnya Sulawesi Utara. Walaupun banyak
gagasan yang memandang Pancasila sebagai asas politik dalam bentukannya
terutama sila pertama, namun tidak menjadi alasan setiap orang dan sekelompok
orang untuk bersikap subversif. Beberapa tahun terakhir kita dikejutkan dengan
rentetan peristiwa terorisme, radikalisme, dan fanatisme. Melunturnya
Penghayatan Ketuhanan Yang Maha Esa menimbulkan pertanyaan, apakah nilai
Ketuhanan Yang Maha Esa masih menjadi kerangka berpikir dan bertindak
bangsa Indonesia dalam menghadapi keragaman beragama di Indonesia.
Keluarnya perda-perda syariat Islam tanpa mempertimbangkan keberagaman
agama mengakibatkan kisruh yang tak kunjung selesai. Namun, ada juga
dibeberapa daerah dengan masyarakatnya, menerima penuh Pancasila khususnya
Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sistem nilai yang bisa menjadi dasar pijakan
semua masyarakat.
7
Ketuhanan Yang Maha Esa seharusnya menjadi sistem nilai yang
berimplikasi terhadap kebebasan beragama di Indonesia. Berdasarkan latar
belakang yang secara umum telah diuraikan di atas, maka penulis merasa tertarik
untuk mencari tahu posisi Rumusan Ketuhanan Yang Maha Esa, apakah
diamalkan secara baik oleh masyarakat atau tidak. Masyarakat Kampung Jawa
Tomohon merupakan fokus penelitian dari penulis. Dilihat dari kuantitasnya,
mayoritas penduduk memeluk Agama Islam.
Masyarakat Kampung Jawa Tomohon memiliki pemahaman-pemahaman
tersendiri tentang Ketuhanan Yang Maha Esa. Ada yang mengatakan, Ketuhanan
Yang Maha Esa merupakan prioritas dari kelima sila dalam Pancasila, untuk itu
Pancasila diamalkan saja, bukan diperdebatkan. Pada umumnya, masyarakat
mengatakan Ketuhanan Yang Maha Esa dalam rumusan Pancasila telah
mempersatukan dan memperdamaikan antar umar beragama yang ada di
Kampung Jawa, Lansot, Saroinsong dan daerah-daerah sekitarnya. Pemahaman
tentang Ketuhanan Yang Maha Esa secara konkrit mereka dapatkan dalam ajaran
agama Islam. Sementara dilain kesempatan, pemerintah turut mengambil bagian
dalam ceramah-ceramah tentang pentingnya Kerukunan Antar Umat beragama
sebagai wujud dan kesadaran terhadap Ketuhanan Yang Maha Esa. Namun,
penulis juga akan melihat bagaimana wujud nyata dari pengamalan Masyarakat
terhadap sila Ketuhanan Yang Maha Esa, apakah ada relevansi antara teori yang
dianggap sangat ideal dengan aktualisasi diri dalam kehidupan bermasyarakat.
Berdasarkan latar pemikiran dan uraian umum konteks penelitian yang di
sebutkan di atas, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian, dalam
rangka pendalaman data. Memang Pancasila, khususnya Ketuhanan Yang Maha
8
Esa telah menjadi masalah klasik, prodak jaman, hanya berlaku di jaman
komunial, itulah pandangan-pandangan terhadap Pancasila. Di satu sisi sangat
menarik ketika kita melakukan pengkajian dalam konteks wilayah tertentu. Saat
ini penulis memfokuskannya di Kampung Jawa Tomohon. Ketika seseorang atau
sekelompok masyarakat salah dalam penjabaran sila Ketuhanan Yang Maha Esa,
maka akan berpotensi konflik antar umat beragama, akhirnya tidak ada
kerukunan, kebebasan beragama pun sering di batasi oleh sekelompok orang
dalam rangka kepentingannya.
Umat Muslim di Kampung Jawa Tomohon terdiri dari komunitas
masyarakat yang telah mengalami percampuran budaya, kolaborasi antara budaya
Jawa dan Minahasa membentuk suatu tatanan kehidupan yang mengutamakan
kehidupan yang rukun antar sesama manusia. Dasar utama adalah suatu kajian
tentang Al-Quran dan Pancasila tentang Ketuhanan Yang Maha Esa telah
melahirkan kesadaran untuk menjalin relasi sosial dengan sesama manusia yang
berbeda golongan agama dan suku. Ketika kita mengerti dengan baik makna
Ketuhanan Yang ada di dalam Pancasila maka umat Muslim dituntut untuk
memberikan penghargaan kepada agama-agama lain dalam melakukan aktivitas
keagamaan. Kebebasan beragama menjadi perhatian khusus dalam rangka
mempertahankan kerukunan antar umat beragama di Kampung Jawa Tomohon.
Hubungan kekeluargaan yang telah tercipta menjadi salah satu faktor pendorong
kerukunan antar umat beragama. Apabila hubungan kamu dan sesama manusia
tidak sempurna maka hubungan kamu dengan Tuhan tidaklah sempurna,
pernyataan-pernyataan seperti ini dikaji berdasarkan Kitab Suci Al-Quran dan
berdasarkan peristiwa-peristiwa konflik yang akhir-akhir ini hadir dengan
9
mengatasnamakan nama Islam. Padahal dalam Ajaran Islam tidak ada himbauan
untuk saling menumbangkan diantara manusia.
Berdasarkan sejarah yang terjadi tentang Pancasila, ada beberapa
kelompok Islam yang ingin memperjuangkan dan membentuk Indonesia menjadi
Negara Islam, artinya dasar pijakan dari negara Indonesia bersumber pada ajaran
Islam. Namun, dilain tempat ada umat yang beragama Islam menerima Pancasila
sebagai dasar negara Indonesia yang di dalamnya bisa mengakomodir seluruh
umat beragama. Berdasarkan uraian-uraian tersebut penulis merasa tertarik
dengan konteks Umat Muslim Kampung Jawa Tomohon yang menjadikan
Pancasila sebagai salah satu prioritas dalam membangun kehidupan yang rukun
dan damai sambil memperjuangkan kebebasan beragama demi tercapainya
kerukunan antar umat beragama. Penulis akan mendalaminya dengan melakukan
penelitian dalam rangka menemukan pemahaman serta melihat fenomena hidup
Umat Muslim di Kampung Jawa Tomohon yang akan disusun dalam Skripsi
dengan Judul: Sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai Implikasi Kerukunan
Antar Umat Beragama dan Kebebasan Beragama Menurut Umat Muslim di
Kampung Jawa Tomohon.
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Bertolak dari paparan dalam latar belakang pemikiran di atas, maka
penulis mengidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut:
- Munculnya perdebatan tentang Ketuhanan Yang Maha Esa yang memandang
sebagai credo/pengakuan iman dan sebagai pernyataan politis.
10
- Berdasarkan Fakta sejarah, ada kelompok yang beragama Islam yang
memperjuangkan agar Ajaran Islam menjadi dasar Negara Indonesia. Namun,
di tempat lain ada kelompok Islam yang menerima dengan baik Pancasila
sebagai dasar dan asas negara Indonesia.
- Keberagaman Agama bisa memicu lahirnya konflik antar umat beragama.
- Melunturnya penghayatan akan Pancasila berakibat pada ketegangan sosial dan
ketegangan keagamaan antar umat beragama.
- Munculnya kelompok-kelompok yang melakukan tindakan kekerasan dengan
mengatasnamakan Agama Islam.
- Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan prioritas utama yang harus diamalkan,
bukan menjadi perdebatan.
- Ada agama yang tidak mengenal konsep Ketuhanan secara personal sesuai
dengan syarat-syarat dan regulasi menurut pemerintah.
C. PEMBATASAN MASALAH
Berdasarkan identifikasi masalah-masalah tersebut, maka penulis
membatasi masalah pada “Berdasarkan Sejarah, ada kelompok-kelompok Islam
yang memperjuangkan agar Ajaran Islam menjadi dasar dan asas Negara
Indonesia. Namun, umat Muslim di Kampung Jawa Tomohon menerima dengan
baik Pancasila sebagai ideologi Negara Indonesia ”.
D. PERUMUSAN MASALAH
Bertolak dari identifikasi masalah, maka penulis merumuskan masalah
teologis: “Bagaimana Pancasila terutama Sila Ketuhanan Yang Maha Esa bisa
dijadikan ideologi oleh Umat Muslim Kampung Jawa Tomohon sebagai motivasi
11
untuk kebebasan beragama, sementara dalam panggung Sejarah ada kelompok-
kelompok Islam yang memperjuangkan Agama Islam sebagai ideologi dan dasar
Negara Indonesia?".
E. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
- Mencari tahu serta mendalami (analisis) pemahaman dan praktek hidup umat
Muslim di Kampung Jawa Tomohon hubungannya dengan rumusan
Ketuhanan Yang Maha Esa dalam realitas kehidupan beragama,
bermasyarakat dan bernegara.
- Mendapatkan kajian teoritis dalam rangka menemukan perbandingan antara
fakta empiris (pemahaman umat muslim kampung jawa tomohon) dan fakta
normatif (rumusan teori) terhadap rumusan sila pertama “Ketuhanan Yang
Maha Esa”
- Merumuskan suatu refleksi Teologis yang dialogis bertolak dari fakta
kehidupan dan pemikiran Umat Islam Kampung Jawa Tomohon terhadap Sila
Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Manfaat Penelitian
- Mampu dijadikan bacaan ilmiah untuk para pembaca dalam memahami makna
sila “Ketuhanan Yang Maha Esa” dalam konteks Indonesia.
- Kiranya dari penelitian ini bisa dijadikan bahan pembanding dengan fakta
normatif /teoritis mengenai konsep “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
12
- Memperluas wawasan serta menambah pengetahuan dari suatu wilayah dan
komunitas tertentu tentang paham dan praktek tentang “Kerukunan Beragama
dan Kebebasan Beragama” dari hasil pemaknaan “Ketuhanan Yang Maha
Esa”.
F. METODOLOGI PENELITIAN
1. Metodologi Penelitian
a. Tempat / Lokasi Penelitian
Dalam rangka penulisan skripsi ini penulis telah menentukan lokasi
penelitian yang akan menjadi fokus penelitian. Penulis mengambil lokasi
penelitian di Kelurahan Kampung Jawa Tomohon, Kec. Tomohon Selatan, Kota
Tomohon, Sulawesi Utara. Untuk memperlengkapi penulisan skripsi ini,
dipandang perlu untuk mempelajari studi kepustakaan dengan mancari bahan-
bahan bacaan yang mengangkat tentang Pancasila “Ketuhanan Yang Maha Esa”
dan implikasinya terhadap kebebasan beragama dan kerukunan antar umat
beragama. Bacaan-bacaan ini didapatkan di Perpustakaan Fakultas Teologi UKI
Tomohon, perpustakaan Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Manado.
b. Waktu Penelitian
Sebelumnya penulis telah melakukan Observasi sejak 30 Mei 2011.
Penelitian termasuk wawancara dan pengamatan langsung di lokasi penelitian
dilaksanakan pada tanggal 29 Oktober 2011– 21 Januari 2012.
c. Jenis Penelitian
Penulis dalam mendapatkan data-data di lapangan, menggunakan
pendekatan kualitatif. Bogdan dan taylor berpendapat, metodologi kualitatif
13
sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati. Penelitian
kualitatif bisa memanfaatkan wawancara terbuka untuk menelaah dan memahami
sikap, pandangan, perasaan dan perilaku individu atau sekelompok orang. Hal
menarik dalam realisasi penelitian ini, adalah mencari dan menemukan pengertian
dan pemahaman tentang fenomena dalam suatu wilayah yang berkonteks khusus.
Pengertian ini bisa diartikan sebagai pendekatan penelitian yang digunakan
haruslah alamiah3.
Jenis penelitian yang diuraikan di atas sangat relevan dalam mencapai
tujuan penelitian ini. Umat Muslim Kampung Jawa Tomohon merupakan
komunitas yang menjadi narasumber utama dalam melakukan wawancara secara
terbuka. Konteks dimana komunitas ini beraktivitas menjadi tempat strategis
untuk melihat fenomena-fenomena sosial dan keagamaan dari umat Muslim
setempat tentang dampak dari pemahaman Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan
demikian, penelitian kualitatif sangat memberikan kontribusi dalam penelitian ini
dalam mendapatkan kualitas data-data di lapangan.
d. Teknik pengumpulan dan Analisis data
Untuk mendapatkan data-data sehubungan dengan maksud dan tujuan
peneliti di Umat Muslim Kampung Jawa Tomohon, maka penulis menggunakan
teknik pengumpulan data yang meliputi: Observasi/Pengamatan, wawancara,
catatan lapangan, dan studi kepustakaan. Selanjutnya penulis akan melakukan
analisis terhadap data-data yang telah didapatkan di lokasi penelitian.
3 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif: Edisi Refisi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hlm. 2.
14
1) Observasi/Pengamatan
Teknik pengumpulan data dalam sebuah penelitian yakni meliputi
pengamatan atau observasi oleh Guba dan Lincoln berpendapat, teknik
pengamatan ini didasarkan atas pengalaman secara langsung yang memungkinkan
peneliti melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat prilaku dan kejadian
sebagaimana yang terjadi pada keadaan yang sebenarnya. Manfaat dari teknik
pengamatan ini untuk menangkap arti fenomena yang terjadi di lokasi penelitian.
Pengamatan memungkinkan peneliti merasakan apa yang dirasakan dan dihayati
oleh subjek sehingga memungkinkan pula peneliti menjadi sumber data4.
2) Wawancara
Kepentingan teknik wawancara dalam jenis penelitian kualitatif adalah
mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, tuntutan,
kepedulian, selanjutnya memferifikasi, mengubah dan memperluas informasi
yang diperoleh dari orang lain dalam rangka membangun dalam sebuah
pengembangan oleh peneliti berdasarkan hasil wawancara. Jenis wawancara yang
dimaksud dalam wawancara ini mengharuskan peneliti membuat kerangka dan
garis besar pokok-pokok yang dirumuskan, tidak perlu ditanyakan secara
berurutan. Wawancara ada beberapa jenis, yaitu wawancara tertutup dan
wawancara terbuka. Wawancara tertutup biasanya yang diwawancarai tidak
mengetahui dan tidak menyadari bahwa mereka sedang diwawancarai. Mereka
tidak tahu tujuan peneliti adalah untuk mencari data. Sedangkan wawancara
terbuka para subjeknya tahu bahwa mereka sedang diwawancarai dalam rangka
eksplorasi maksud dan tujuan dari sebuah penelitian. Di dalam penelitian ini
4 Moleong, Op.Cit., hlm. 174-175.
15
penulis melakukan wawancara terbuka demi mendapatkan hasil yang maksimal
dan terciptanya komunikasi yang leluasa antara peneliti dan orang yang
diwawancarai.
Dalam penelitian ini penulis juga menggunakan teknik wawancara
terstruktur. Wawancara terstruktur digunakan oleh peneliti yang bertujuan
mencari jawaban terhadap hipotesis kerja. Jenis ini dilakukan pada situasi jika
sejumlah sampel yang representatif ditanyai dengan pertanyaan yang sama dan hal
ini penting sekali, semua aspek dipandang memiliki kesempatan yang sama untuk
menjawab pertanyaan yang diajukan. Pokok-pokok yang dijadikan dasar-dasar
pertanyaan diatur secara sangat terstruktur. Keuntungan wawancara terstruktur
ialah jarang mengadakan pendalaman yang dapat mengarahkan terwawancara
agar sampai berdusta. Dengan demikian teknik pengumpulan data dalam
penulisan skripsi ini adalah menggabungkan antara wawancara terbuka dan
wawancara terstruktur. Tujuan dari penggabungan dua teknik pengumpulan data
wawancara adalah untuk mendapatkan jawaban dan pernyataan dari responden
secara leluasa, dalam artian responden bebas memberikan tanggapan terhadap
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh peneliti.
3) Studi Kepustakaan
Dalam teknik penelitian ini, penulis melakukan eksplorasi sumber-sumber
bacaan yang berkaitan dengan pokok yang hendak menjadi pembicaraan utama
dari sebuah skripsi. Di dalam bagian ini, penulis menekuni beberapa literatur-
literatur, artikel-artikel dan bahan-bahan bacaaan lainnya. Studi kepustakaan ini
memberikan sumbangan yang penting untuk pengkajian data dalam perumusan
16
penulisan skripsi ini secara utuh dalam membangun keterkaitan antara kajian teori
dan data lapangan.
4) Analisis data
Langkah selanjutnya adalah melakukan analisis data dalam bentuk
deskriptif, bertolak dari data yang didapatkan melalui pengamatan wawancara dan
catatan lapangan. Dipihak lain, analisis data kualitatif adalah untuk
mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, dan membuat ikhtisar
sehingga data-data itu mempunyai makna, mencari dan menemukan pola
hubungan-hubungan, dan membuat temuan-temuan umum.5 Menurut Miles dan
Herberman, tahapan analisis data dalam penelitian kualitatif secara umum dimulai
sejak pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan
(verifikasi), oleh karena itu data kualitatif yang dikumpulkan akan dianalisis
dengan menggunakan penjelasan kualitatif, maka dengan analisis ini, apa yang
ditemukan tidak hanya dijelaskan dengan apa adanya, harus diinterpretasikan.6
Dalam menganalisis data penulis melihat pemikiran J.B. Banawiratma
dalam bukunya yang berjudul Aspek-aspek Teologi Sosial, menurutnya analisis
dapat di bagi mejadi empat bagian yaitu:
- Analisis historis: situasi oyang di alami bersama di tempatkan dalam
situasi yang lebih luas, yaitu memperjelas keadaan sekarang dengan
melihat pengaruh-pengaruh masa lalu dan membentuk sarana orientasi
pada masa yang akan datang.
5 Moleong, Op.Cit., hlm. 29.6 Suprayogo, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Gramedia, 2001), hlm. 48.
17
- Analisis sosial dan kultural: melihat aspirasi nilai-nilai sosial sebagai
proses interaksi dalam masyarakat serta mengambil nilai-nilai budaya
yang berpengaruh dalam satu komunitas serta berlaku untuk
menemukan kerangka acuan tindakan yang konkrit.7
Penulis juga menggunakan Analisis Teologis dalam rangka mengangkat
paham-paham teologis yang turut mempengaruhi tujuan dari penulisan skripsi ini.
e. Populasi dan Penetapan Sampel
1) Populasi
Ketika penulis memiliki lokasi yang menjadi sentral penelitian, maka
harus diketahui jumlah sampel umat Muslim di Kampung Jawa Tomohon.
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian.8 Berdasarkan data yang diperoleh
dari pemerintah setempat secara keseluruhan Umat Muslim Kampung Jawa
Tomohon berjumlah 823 Jiwa.
2) Sampel
Sampel yang digunakan oleh peneliti adalah sampel bertujuan. Sampel ini
dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan atas strata, random
atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu. Teknik ini biasanya
dilakukan karena beberapa pertimbangan, misalnya adanya keterbatasan waktu,
tenaga, dan dana sehingga tidak dapat mengambil sampel dengan jumlah besar.9
Namun, bukan berarti keterbatasan sampel akan mengabaikan tujuan yang hendak
dicapai oleh peneliti. Maka, penetapan sampel telah dipilih beberapa responden 7 J.B. Banawiratma, Aspek-aspek Telogi Sosial, (Yongyakarta:Kanisius 1989), hlm. 12.8 W. Surachmad, Dasar dan Teknik Research, (Bandung: Remadja Karya, 1989). Hlm. 39 Suharmisi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineke
Cipta, 1998), hlm.117.
18
yang mampu untuk menjawab maksud dan tujuan dari penelitian ini. Responden
yang dijadikan sampel berjumlah 14 Orang, yang terdiri 3 orang Tokoh Agama, 3
orang mewakili Pemerintah, 4 orang Pemuda dan orang tua 4 orang (orang tua
yang dimaksud adalah juga umat muslim yang sudah lama menetap di Kampung
Jawa Tomohon).
G. METODE STUDI AGAMA
Sebagai usaha untuk mendekati dan mempermudah penulisan skripsi ini,
penulis harus menggunakan metode pendekatan studi agama-agama. Setelah
dikaji, ternyata penelitian skripsi ini berkaitan dengan studi agama-agama. Ada
beberapa pendekatan yang digunakan dalam studi agama-agama. Pendekatan
Historis-Empiris untuk meneliti latar belakang sejarah mulai dari munculnya
sampai pada perkembangan keyakinan, ajaran dan ritual keagamaa, Doktrinal-
Normatif untuk mencari tahu doktrin-doktrin suatu agama , dan Fenomenologis
adalah pendekatan untuk mencari hakikat atau inti dari apa yang ada di balik
segala macam manifestasi agama dalam kehidupan manusia secara nyata di dalam
konteks yang hendak menjadi lokasi penelitian.10
Sementara, ada beberapa ahli yang menggambarkan pendekatan studi
agama dengan tujuh pendekatan, yakni; Pendekatan Antropologis, Feminisme,
Fenomenologis, Filosofis, Psikologis, Sosiologis, dan Teologis. Secara umum
ketujuh pendekatan studi agama-agama ini, bermaksud agar penelti memperoleh
pengetahuan tentang konsentrasi utama masing-masing disiplin kerangka kerja
yang digunakan para praktisi. Tujuan umum yang lebih sederhana adalah
membantu peneliti menentukan disiplin manakah yang paling cocok sebagaimana
10 Amin Abdullah, Studi Agama (Yogyakarta: Pustaka Peladjar, 1996), hlm. 27.
19
mereka merefleksikan pilihan spesialisasi metodologis. Ini adalah kewajiban yang
harus dilakukan peneliti studi agama, dan pada hakikatnya yang terpenting adalah
bagaimana setiap mahasiswa menghubungkan fenomena keagamaan yang mereka
minati dengan ide, wawasan dan teknik yang menjadi dasar penelitian.11
Berdasarkan pendapat-pendapat tentang pendekatan studi agama-agama,
dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan Doktrinal (Teologi) dan
Fenomenologis. Pendekatan doktrinal adalah untuk melihat ajaran-ajaran yang
turut mempengaruhi Umat Muslim Kampung Jawa Tomohon dalam memahami
rumusan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pendekatan fenomenologi adalah usaha-
usah peneliti dalam melihat realitas dan gejala-gejala yang terjadi di lokasi
penelitian. Gambaran fenomena ini sangat memberikan pengaruh bagi peneliti
demi mencapai maksud dan tujuan pokok penelitian yang hendak dicapai.
H. SISTEMATIKA PENULISAN
PENDAHULUAN : Dalam bagian ini berisi Latar Belakang Pemikiran Dan
Alasan Pemilihan Judul, Identifikasi Masalah, Pembatasan
Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat
Penelitian, Metodologi Penelitian dan Teknik Pengumpulan
Data dan Pendekatan Studi Agama-agama dan Sistematika
Penulisan.
BAB I : Dalam bagian ini berisikan uraian data-data yang
ditemukan di lapangan, yang meliputi Gambaran Lokasi
Penelitian, Pemaparan Data Hasil Penelitian tentang
11 Peter Connolly (ed.), Aneka Pendekatan Studi Agama, (Yogyakarta : LKIS). hlm. 12-13.
20
pemahaman Umat Muslim Kampung Jawa Tomohon
mengenai Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai implikasi
kebebasan dan kerukunan antar umat beragama, serta
Analisis Data Lapangan.
BAB II : Dalam bagian ini memaparkan dan menguraikan Landasan
dan Kajian Teoritis mengenai rumusan Pancasila
“Ketuhanan Yang Maha Esa” dalam konteks ke
Indonesiaan dan dalam konteks keagamaan.
BAB III : Dalam bagian ini berisi uraian refleksi teologis dialogis
yang merupakan hasil kajian dalam memahami dan
memaknai pemahaman umat Muslim Kampung Jawa
Tomohon tentang konsep “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
PENUTUP : Pada bagian ini, berisikan kesimpulan penelitian yang
dilakukan berdasarkan hasil kajian dengan usaha
memberikan saran-saran untuk kepentingan pengembangan
studi agama-agama.
BAB I
URAIAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN
21
A. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN
Berdasarkan data terakhir yang diambil dari dokumen pemerintahan
Kampung Jawa Tomohon, Secara Geofrafis Kampung Jawa Tomohon termasuk
dalam Wilayah Kecamatan Tomohon Selatan, Kota Tomohon, Provinsi Sulawesi
Utara. Kampung Jawa Tomohon memiliki luas wilayah 3000 m2. Sebelah utara
kelurahan Kampung Jawa berbatasan dengan Kelurahan Tumatangtang, sebelah
selatan berbatasan dengan kelurahan Tumatangtang, sebelah timur berbatasan
dengan kelurahan Tumatangtang, sedangkan sebelah barat berbatasan dengan
Pinaras.
Pada tahun 1930 terbentuklah komunitas “kampung jawa”. Komunitas ini
sendiri adalah yang pertama bermukim di Sulawesi utara. Dari data sejarah yang
di ketahui, komunitas Kampung Jawa Tomohon berawal dari buangan Belanda
pada tahun 1791. Mereka berjumlah 7 orang dengan pimpinan rombongan
Tubagus Buang, Penghulu Abu Salam, Masjebeng, Mukhali, Abdul Rais, Abdul
Hai dan Abdul Haris dari Banten Jawa Barat. Mereka dibuang oleh pemerintah
Belanda karena dianggap pemberontak karena tidak ingin menjalin kerja sama
dengan Belanda12. Mereka diturunkan di daerah pesisir Tanawangko dan
diperintahkan untuk berjalan kaki ke daerah pegunungan, dengan tujuan agar tidak
bisa kembali lagi ke daerah asal mereka. Ketujuh orang Banten ini menetap di
Kakaskasen dan tinggal beberapa tahun dan tidak lama kemudian mereka
berpindah di belakang kantor Pertamina Lansot. 7 orang ini semuanya adalah laki-
laki dengan tidak membawa istri, secara tidak langsung mereka harus
menyesuaikan dengan konteks yang ada di daerah Tomohon. Terjadilah kawin-
12 TT, AT, Wawancara, 2 November2011. AM, Wawancara, 11 November 2011.
22
mawin dengan penduduk asli di Tomohon. Dengan demikian, Masyarakat
Kampung Jawa Tomohon sebagian besar memiliki banyak keturunan Jawa-
Minahasa. Selanjutnya, ketika berada di Lansot, mereka menderita penyakit cacar
sehingga mereka berpindah di perkebunan kayu payung atau kayu yang besar
(wilayah Kampung Jawa sekarang). Setelah penyakit kulit membaik, mereka
menetap dan membentuk Kampung Jawa. Secara resmi Kampung Jawa Tomohon
memiliki pemerintahan sendiri pada tahun 1930. Berdasarkan data terakhir
monografi Kelurahan Kampung Jawa Tomohon tahun 2011, penduduk
masyarakat Kelurahan Kampung Jawa Tomohon memiliki jumlah penduduk 830
Jiwa. Laki-laki 398 jiwa dan perempuan 432 Jiwa. Sebagian besar penduduk
Kampung Jawa Tomohon adalah suku Minahasa. Sejak mereka datang di
Tomohon mereka melakukan kawin mawin dengan penduduk asli Tomohon. Oleh
karena itu, jika kita berkunjung di Kampung Jawa Tomohon sebagian besar
masyarakat memiliki marga Minahasa. Bukan hanya Agama Islam yang
bermukim di Kampung Jawa Tomohon, ada juga sebagian kecil umat Kristen
yang tinggal di Kampung Jawa Tomohon.
Berikut ini, adalah data-data Kampung Jawa Tomohon yang dibuat dalam
bentuk Tabel.
Tabel 1: Daftar Hukum Tua dan Lurah Kampung Jawa Tomohon dari tahun 1930-Sekarang
No
.
Nama Periode Keterangan
1 Jasmani Tabiman 1930-1940 Hukum Tua
2 Umar Haji Ali 1940-1941 Hukum Tua
23
3 Dzakaria Kiay Demak 1941-1942 Hukum Tua
4 Motong Kiay Demak 1942 - 1959 Hukum Tua
5 Logas Tagolan 1959-1963 Hukum Tua
6 Rebo Tubagus 1963-1964 Hukum Tua
7 Totong Masloman 1964-1966 Hukum Tua
8 Abdurahman Tubagus 1966-1972 Hukum Tua
9 Djaber Tubagus 1972-1977 Hukum Tua
10 Majid Tubagus 1977-1985 Hukum Tua
11 Saat Kiay Demak 19785-1993 Hukum Tua
12 Abdullah Abusalam 1993-2001 Hukum Tua
13 Alo S. Saratiyono 2001-2009 Hukum Tua / Tahun 2006
berganti nama menjadi
“Lurah”
14 Munir Lihawa 2009-Sekarang Lurah
Ket. Tabel ini bertujuan untuk menjelaskan proses perjalanan kepemimpinan dari Kampung Jawa Tomohon sejak awal terbentuknya wilayah Kampung Jawa. Proses pergantian hukum tua dan lurah dilihat sebagai hasil dari relasi yang baik antara penduduk Kampung Jawa Tomohon dengan pemerintah sewaktu Kampung Jawa Tomohon masih satu pemerintahan dengan Kec. Saroinsong, di dalamnya terdiri dari masyarakat yang bersuku Minahasa. Pembentukan intitusi pemerintah dan periodesasi merupakan keterbukaan dalam rangka memberikan kesempatan kepada masyarakat Kampung Jawa Tomohon dalam eksistensinya untuk mengembangkan aspek-aspek kemasyarakatan.
Tabel 2: Data Menurut Agama di Kampung Jawa Tomohon
No. Agama Jumlah Jiwa
1 Islam 823 Jiwa
2 Katolik 1 Jiwa
3 Protestan 5 Jiwa
24
Ket. Tabel ini, memperlihatkan posisi jumlah masyarakat yang memeluk suatu agama. Terlihat didominasi oleh agama Islam terhadap agama lain. Berdasarkan data, ada 1 Jiwa dari Umat Katolik dan 5 Jiwa dari Protestan, walaupun jumlah agama Kristen Katolik dan Kristen Protestan tidak seimbang dengan agama Islam, namun mereka menunjukkan fenomena hidup yang rukun dan damai. Tidak pernah dijumpai konflik yang antar umat beragama Islam dan Kristen.
Tabel 3: Data Menurut Tingkatan Pendidikan di Kampung Jawa Tomohon
No
.
Pendidikan Jumlah
1 Taman Kanak-kanak 17 Orang
3 SD 128 Orang
4 SLTP 159 Orang
5 SMA 273 Orang
6 Diplomat 5 Orang
7 Sarjana 31 Orang
8 Pasca Sarjana 2 Orang
Ket. Tabel tingkatan pendidikan ini bertujuan untuk melihat berapa banyak penduduk yang merasa pentingnya faktor pendidikan. Selanjutnya perlu untuk diketahui bahwa sebagian besar masyarakat memiliki sekolah di tempat-tempat yang telah mengalami percampuran agama dan budaya. Hal ini membuktikan, keberagamaan telah menjadi proses alamiah yang tidak mengenal status agama. Fenomena ini sudah bisa menggambarkan pentingnya kerukunan antar umat beragama.
B. “Ketuhanan Yang Maha Esa” Sebagai Implikasi Kebebasan Beragama
dan Kerukunan Antar Umat Beragama Menurut Pemahaman Umat
Muslim di Kampung Jawa Tomohon.
Di Negara Kesatuan Republik Indonesia ada dua agama besar yaitu Islam
dan Kristen, ada juga beberapa agama lainnya Hindu, Budha dan Konghucu.
Masing-masing pasti memberikan pemahaman dan tanggapan tentang rumusan
Ketuhanan Yang Maha Esa, banyak pandangan yang berbeda ketika mencoba
25
untuk menguraikan apa isi dari Ketuhanan Yang Maha Esa.13 Persoalannya
terletak pada cara tafsir dari masing-masing agama dalam melihat Pancasila
sebagai ideologi negara disesuaikan dengan Kitab Suci masing-masing agama.
Sebenarnya, konsep Ketuhanan Yang Maha Esa telah menjadi bagian penting bagi
Umat Muslim, jauh sebelum Pancasila, nilai Ketuhanan telah menjadi dasar
pijakan dalam perjalanan hidup orang beriman dan bertakwa. Pancasila kemudian
hadir sebagai ideologi yang mempertegas dan menyatukan keberagamaan Agama
dalam bingkai keIndonesiaan. 14
Agama Islam adalah agama yang sangat mendukung Pancasila dijadikan
dasar hidup bagi Negara Indonesia. Pancasila memiliki nilai-nilai moral yang
menjadi penuntun dan pedoman kehidupan bagi masyarakat Indonesia. Ketika kita
membicarakan tentang nilai Ketuhanan Yang Maha Esa maka kita sudah bisa
mengerti sila-sila yang lain.15
Sila pertama tentang Ketuhanan merupakan modal utama dan sila-sila
yang lain hanyalah pelengkap, sebab jika manusia berketuhanan pasti dia sudah
bisa bermusyawarah, berperikemanusiaan dan berkeadilan, artinya orang yang
berkeadilan pasti dia mengenal Tuhan. Masalah keyakinan adalah masalah yang
lebih ke dalam diri setiap orang, ketika seseorang yakin dengan adanya Tuhan
pasti memiliki sikap toleransi terhadap orang lain. Pada saat menjabarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa faktor pendidikan sangat mempengaruhi dan
menentukan makna yang ada di dalamnya.16
13 TT, AT, ML, Wawancara, 4 November 2011.14 TT, IJ, Wawancara, 4 November 2011.15 TT, HM, ML, Wawancara, 8 November 2011.16 AT, US, Wawancara, 8 November 2011.
26
Di konteks Indonesia umat Islam adalah Mayoritas dan status Pancasila
masih bertahan sebagai ideologi negara, artinya umat Muslim merasa ada
relevansi antara Pancasila sebagai dasar negara dan dasar hidup manusia.
Ketuhanan Yang Maha Esa di dalam Pancasila dipandang sudah relevan
ditetapkan sebagai dasar negara apalagi dasar kepercayaan bagi setiap umat
beragama.17
Ketuhanan merupakan suatu hal yang pokok dalam setiap agama sehingga
suatu agama yang tidak memiliki Tuhan bukanlah suatu agama. Tentu semua
agama mengajarkan tentang Ketuhanan Yang Maha Esa dan dalam Islam disebut
Tauhid; yaitu mengesakan Tuhan yaitu Allah adalah satu. Dalam memahami
Ketuhanan Yang Maha Esa banyak penafsiran yang muncul, bagi umat Muslim
pemahaman Ketuhanan ini sama dengan pemahaman agama Kristen, percaya akan
adanya Tuhan Yang Maha Esa/yang tunggal. Agama Islam memiliki keyakinan
Muhammad itu adalah rasul yang diperintahkan Allah untuk mewartakan wahyu-
Nya, begitupun Kristen meyakini Yesus Kristus adalah Rasul. Agama Islam
meyakini, isi dari Pancasila termasuk Ketuhanan Yang Maha Esa bersumber dari
al-Quran, artinya dasar Ketuhanan diambil dalam Kitab Suci agama Islam, di
dalam al-Quran sangat jelas dikatakan asyhadu an-laa ilaaha illallaah (Tiada
Tuhan selain Allah). Sangat tidak diperkenankan setiap umat Muslim untuk
mempersandingkan Tuhan dengan ilah-ilah lain. Namun, bukan berarti
mengatakan salah terhadap apa yang diperayai agama-agama lain. Lakum
diinukum wa liya diin: Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku”. (6)” (QS. Al
17 ML, Wawancara, 4 November 2011 .
27
Kafirun: 1-6), berdasarkan penyataan ini sebagai kamu muslimin hendaknya tidak
mencampuri urusan manusia dengan Tuhan dalam proses kepercayaannya.18
Ketuhanan dalam Agama Islam merupakan inti dari Ajaran Islam untuk
mengakui akan adanya Tuhan Yang Esa. Namun, bukan berarti Agama Islam
tidak menghargai agama-agama lain yang juga memiliki pemahaman dan rumusan
tersendiri terhadap Tuhan yang mereka anut. Berdasarkan kepercayaan kepada
Tuhan, umat muslim dituntut untuk menjalankan amal ibadah-Nya menurut
kepercayaan-Nya tanpa memaksakan orang lain untuk memeluk Agama Islam,
jika demikian yang terjadi, maka Agama Islam telah menjadi agama yang
memaksakan kehendak.19 Pada umumnya umat muslim Kampung Jawa Tomohon
mengenal dan mengetahui konsep Ketuhanan Yang Maha Esa diketahui dari
ajaran agama, di dalamnya dikatakan apabila seseorang tidak mengakui adanya
Tuhan, dengan demikian orang itu pun tidak beragama.20 Ceramah-ceramah
keagamaan dilakukan oleh orang-orang yang telah ditunjuk untuk memimpin
Umat, mereka adalah Imam dan Ustad. Kampung Jawa Tomohon hanya memiliki
1 Imam dan 1 Ustad. Walaupun, jumlah para pemimpin umat di Kampung Jawa
Tomohon hanya terbatas tetapi kehidupan keagamaan dan bermasyarakat di
Kampung Jawa Tomohon sangat baik.21
Ketika kita mengakui adanya Tuhan dan percaya kepada Tuhan kita pun
dituntut harus mengasihi sesama kita. Seperti di dalam Al-Quran dikatakan,
sebelum kamu mengasihi Aku, terlebih dahulu kamu harus mengasihi manusia.
18 TT, Wawancara, 8 November 2011.19 US, Wawancara, 8 Desember 2011.20 AA, Wawancara 5 Januari, 2012.21 ML, RT, Wawancara, 13 Desember 2011.
28
Itulah nilai-nilai Ketuhanan yang seharusnya dipraktekkan oleh setiap manusia
termasuk umat Muslim di Kampung Jawa Tomohon.22
Sebagai wujud keyakinan terhadap Tuhan Umat Muslim di Kampung
Jawa Tomohon memiliki program untuk menyisihkan hasil pendapatannya untuk
diberikan kepada saudara-saudara yang berkekurangan. Pemberian sedekah itu
pertama disosialisasikan di tempat ibadah (Mesjid) kemudian di tunjuk beberapa
orang untuk mengkoordinir dalam rangka pengumpulan segala sesuatu yang
hendak diberikan dan disumbangkan. Itulah salah satu wujud nyata Umat Islam
dalam keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa.23
Rumusan Ketuhanan Yang Maha Esa apabila dijalankan dan diamalkan
secara benar dan baik oleh umat Muslim, maka akan membuahkan hasil yang baik
pula, diantaranya akan terjadi kerukunan dan perdamaian di tengah-tengah
masyarakat.24
Seharusnya Pancasila khususnya Ketuhanan Yang Maha Esa tidak lagi
diperdebatkan, karena pernah terjadi beberapa waktu yang lalu di Kampung Jawa
Tomohon, sempat berkembang isu-isu, untuk tidak lagi mendukung Pancasila
sebagai dasar Negara Indonesia, karena sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa
merupakan kalimat yang keliru.25
Beberapa bulan yang lalu ada jamaah-jamaah tabliq yang datang dari Jawa
dengan tujuan untuk membawa Dakwa di Kampung Jawa Tomohon, mereka
datang dengan membawa peralatan masak, namun karena telah ada himbauan
22 AT, Wawancara, 4 November.23 US, Wawancara, 7 Januari, 201224 AT, AM, Wawancara, 30 November, 2011.25 ML, Wawancara, 13 Desember 2011.
29
untuk berhati-hati dengan tamu-tamu yang datang berkunjung, mereka tidak
diberikan kesempatan untuk menginap di Mesjid karena Mesjid adalah tempat
ibadah. Pada Tabliq-tabli ini, diperbolehkan untuk mengajar, tetapi memberikan
pengajaran yang baik dan bisa mengarahkan umat bukan memberikan pengajaran
sesat. Akhirnya mereka dikenakkan aturan, setelah mengajar di rumah-rumah
harus pulang ke tempat mereka tidak boleh menetap dan bertempat tinggal di
Kampung Jawa Tomohon.26
Perdebatan yang muncul tentang kata Ketuhanan ini bukan pertama
kalinya Kampung Jawa Tomohon, dibeberapa daerah pernah terjadi konflik
kekerasan oleh karena persoalan tafsit tentang Ketuhanan Yang Maha Esa dan isu
ini juga diketahui oleh masyarakat terlebih khusus umat muslim di Kampung
Jawa Tomohon dan dampaknya sangat buruk, sangat mudah memicu kesalahan
dalam memandang sesuatu yang berhubungan dengan agama, dengan demikian
yang akan terjadi adalah konflik baik antar umat beragama dan terhadap
pemerintah. Seharusnya Pancasila khususnya Ketuhanan Yang Maha Esa tidak
harus diperdebatkan, masyarakat mengamalkan saja nilai-nilai dari Ketuhanan
Yang Maha Esa.27
Wacana tentang Pancasila khususnya Ketuhanan Yang Maha Esa diduga
diindoktrinasi oleh tabliq-tabliq yang datang mengajar agama. Juru tabliq ini
dalam pencerahan yang dilakukan mengatakan bahwa Ketuhanan dalam Pancasila
telah menunjuk adanya banyak Tuhan dan banyak kepercayaan, sedangkan dalam
agama Islam Tuhan yang dipercayai hanyalah Allah, tidak ada yang Allah yang
26 TT, IS, ML, HM, Wawancara, 8 November 2011.27 ML, Wawancara, 8 November 2011.
30
lain. jadi, negara memiliki kepentingan pribadi untuk mempertahankan Pancasila
sebagai dasar negara.28
Namun, isu-isu yang berkembang bisa diantisipasi karena akan sangat
berbahaya jika para Tabliq-tabliq ini lebih lama mempengaruhi masyarakat untuk
memikirkan suatu hal yang tidak harus untuk dipermasalahkan. Sebagian besar
masyarakat Kampung Jawa Tomohon sejak awal tidak mempersoalkan tentang
rumusan sila pertama Pancasila : Ketuhanan Yang Maha Esa, karena kami yakin
apa yang telah dibuat oleh para pendiri bangsa menjelang kemerdekaan telah
dipikirkan dengan sangat baik.29
Ternyata Pancasila memiliki nilai-nilai luhur untuk suatu keutuhan dan
keamanan bangsa, tidak mungkin bangsa Indonesia merdeka tanpa ada Pancasila
dan tidak mungkin bagsa Indonesia tentram tanpa ada Pancasila. Yang sangat
berpengaruh dalam Pancasila adalah sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa,
apabila seseorang telah mengerti dengan jelas maksud dan maknanya, maka
seseorang akan sangat mudah untuk mengerti dan bahkan mempraktekan keempat
sila lainnya.30
Jika kita membahas konsep Ketuhanan Yang Maha Esa dalam
hubungannya dengan kebebasan Beragama dan Kerukukan Antar Umat
Beragama, maka itulah juga yang sementara dipertahankan oleh masyarakat
Kampung Jawa Tomohon. Dalam ajaran Islam, manusia yang bertaqwa terhadap
28 TT, Wawancara, 8 November 2011.29 HM, TT, Wawancara, 8 November.30 AT, AM, Wawancara, 30 November.
31
Tuhan Yang Maha Esa maka dia harus mampu berdampingan dengan orang lain
dengan tidak saling mencari masalah.31
Ketuhanan Yang Maha Esa telah menjadi dasar setiap masyarakat terhadap
Tuhan yang diyakininya. Memang beberapa tahun terakhir ini, banyak konflik-
konflik yang mengatasnamakan Islam. Misalnya, ada beberapa kelompok yang
ingin mendirikan Negara Islam Indonesia, usulan-usulan peraturan daerah yang
diskriminasi dengan memihak kepada Islam. Oleh karena itu, di Kampung Jawa
Tomohon terus diberi himbauan untuk tidak terpengaruh dengan isu-isu yang
sedang dibicarakan di beberapa media berita. Kenyataan yang terjadi, kerukunan
antar umat beragama baik Kristen dan Islam terus terjaga dan terpelihara dengan
baik.32
Konflik antar umat beragama tidak pernah terjadi dalam perjalanan
kehidupan masyarakat di Kampung Jawa Tomohon. Sejak terbentuknya kampung
Jawa Tomohon tidak didapati ada konflik antar agama. Memang pada tahun 4
November 2010 sempat terjadi kekacauan, itupun diakibatkan oleh ulah para
pemuda-pemuda yang sudah terpengaruh dengan minuman keras.33 Pemuda-
pemuda ini berasal dari Kampung Jawa Tomohon dan Kelurahan Lansot, oleh
karena keadaan yang tidak stabil, maka pemuda-pemuda dari Kampung Jawa
Tomohon berusaha melindungi diri.34
Namun pemuda-pemuda dari Lansot pulang dan menyebarkan isu-isu
“napa torang sementara da ba minum orang Islam dari Kampung Jawa so pukul”.
31 AT, ML, TT, Wawancara, 4 November.32 DS, AA, RA, Wawancara, 7 Januari 2012.33 AM, Wawancara, 30 November 2011. RA, ML, Wawancara, 13 Desember 2011.34 RA, Wawancara, 7 Januari. AA, Wawancara, 10 Januari 2012.
32
Sekitar pukul 15.00 waktu itu, beberapa pemuda-pemuda dan juga masyarakat,
mereka datang ke Kampung Jawa Tomohon dengan membawa benda-benda tajam
seperti parang dan sejenisnya, selayaknya untuk berperang.35
Masyarakat Kampung Jawa Tomohon merasa bahwa mereka hanyalah
kelompok minoritas maka mereka memilih untuk tetap berada di dalam rumah
sambil menunggu polisi untuk mengamankannya. Memang beberapa kali
peristiwa seperti ini terjadi, namun tidak sampai kepada konflik yang besar,
apalagi membawa nama Agama.36
Sikap untuk mengalah dan tidak terpancing dengan keadaan merupakan
keharusan dan ajaran yan selalu didapatkan oleh para orang tua dan pemimpin
agama umat Muslim Kampung Jawa Tomohon. Sikap-sikap seperti ini bisa
melahirkan sebuah kesadaran dan mencairkan suasana menjadi lebih baik dan
tidak akan merugikan orang lain termasuk diri sendiri.37
Setelah terjadi peristiwa tersebut, maka suasana kembali menjadi stabil,
ketenangan yang dilakukan adalah sebuah kesadaran bahwa sebagian besar
masyarakat telah memiliki budaya Jawa-Minahasa, artinya “torang kwa basudara,
Cuma tu torang pe anak-anak blum talalu tau”, itu jelas terlihat dengan beberapa
marga Minahasa, misalnya marga Togas, Kapoyos, Pangkerego, Kalimata, dsb.
dalam kehidupan masyarakat Kampung Jawa Tomohon, apabila ada beberapa
keluarga yang hendak berpindah agama, misalnya dari agama Kristen berpindah
35 RA, AA, Wawancara, 7 Januari 2012.36 ML, Wawancara ,13 November 2011. 37 JP, AA, Wawancara, 5 Januari 2012.
33
ke Islam dan agama Islam berpndah ke Kristen itu merupakan hal yang biasa-
biasa saja.38
Di hari-hari raya agama baik Kristen dan Islam saling bersilahturahmi
karena banyak memiliki ikatan darah (ikatan kekeluargaan). Tidak jarang
kampung jawa tomohon pada saat Hari Raya Idul Fitri, situasinya sangat ramai
dan padat di kunjungi oleh kerabat keluarga dan masyarakat dari kelurahan-
kelurahan tetangga maupun dari luar kota tomohon. Pengamalan Nilai-nilai
Ketuhanan Yang Maha Esa dilihat pada saat umat Kristiani melakukan
pengamanan dan penjagaan mesjid sebagai wujud kebersamaan dan menjaga
kerukunan. Begitupun sebaliknya, pada saat menjelang perayaan Natal, pemuda-
pemuda Kampung Jawa Tomohon yang beragama Islam berbondong-bondong
pergi ke Gedung Gereja.39
Mempraktekkan kebaikan dan kerukunan merupakan tuntutan agama,
itulah wujud ketaqwaan kepada Allah. Umat Muslim di Kampung Jawa tidak
pernah memaksakan masyarakat lain untuk memeluk agama yang mereka anut
yaitu Agama Islam. Apabila seperti itu yang terjadi, dengan demikian Agama
Islam sudah membatasi seseorang untuk beragama dan jika demikian, tidak ada
pengamalan terhadap Pancasila khususnya Ketuhanan Yang Maha Esa. Kita
adalah warga negara Indonesia yang berada di bawah payung Pancasila, maka
sudah menjadi kewajiban bagi setiap warga negara untuk memaknai Pancasila.
Jadi, masing-masing sila dalam Pancasila memiliki makna yang besar, setiap
38 TT, ML, Wawancara, 8 November 2011.39 TT, HM, IJ, Wawancara, 8 November. ML, DS, Wawancara, 13 Desember 2011. AA, RT, Wawancara, 7 Januari 2012. AA, Wawancara, 10 Januari 2012.
34
orang yang mengaku percaya dan bertaqwa kepada Allah, maka dia akan
mengaplikasikan nilai-nilai kemanusiaan dan berkeadaban.40
Dukungan terhadap rumusan Ketuhanan Yang Maha Esa tidak hanya
datang dari Umat muslim Kampung Jawa Tomohon. Pemerintah juga mewajibkan
masyarakat untuk mengamalkan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara demi terciptanya hidup rukun dan damai. Menurut mereka ketika telah
ada hubungan persaudaraan, maka tidak lagi melihat keyakinan tapi persamaan
yang lebih ditonjolkan.41
Dibeberapa kesempatan apabila ada acara suka maupun duka, dari
pimpinan Agama dan Pemerintah mengambil kesempatan untuk memberikan
pencerahan kepada Umat Muslim untuk mempertahankan hidup rukun dan damai,
yang paling ditekankan adalah persamaan bahwa semua adalah manusia yang
memiliki Tuhan dengan tuntutan saling membutuhkan dan melengkapi. Pokok-
pokok ini meyakinkan bahwa Agama Islam dalam ajarannya tidak
memperkenankan seseorang untuk membunuh atau saling mencederai, karena itu
bukanlah sifat-sifat dari kaum muslimin, semua manusia sama dihadapan Tuhan.
Oleh karena itu, pada waktu belajar tentang agama haruslah dipahami dan
dimaknai secara baik sehingga nilai-nilai dari ajaran agama tidak salah dalam
aktualisasinya.42
Pengetahuan tentang Pancasila Khususnya Ketuhanan Yang Maha Esa,
bukan saja didapatkan di dalam agama bisa juga didapatkan juga saat di bangku
sekolah. Ketika seorang Muslim sudah memahami dan memaknai dengan baik
40 TT, AT, Wawancara, 4 November 2011. IJ, Wawancara, 7 Januari 2012. 41 RT, ML, Wawancara, 13 Desember 2011.42 AT, Wawancara, 30 November 2011.
35
ajaran agamanya, dia tidak lagi memperdulikan urusan orang lain apalagi di
wilayah agama. Karena urusan kamu dengan Tuhan adalah urusan yang bersifat
pribadi. Intinya, jika kita mengamalkan nilai-nilai Ketuhanan maka rasa
kemanusiaan terhadap sesama sangat tinggi. Ditambahkan lagi, apabila hubungan
seseorang tidak sempurna dengan sesamanya maka tidak sempurna dengan
Tuhan.43
Di zaman sekarang ini, banyak Umat Muslim yang menganggap diri
mereka memiliki kualitas pendidikan yang baik, maka yang mereka lakukan
hanyalah mempersoalkan dan memperdebatkan hal-hal dalam agama yang tidak
terlalu penting untuk dijadikan masalah, misalnya; munculnya perdebatan
mengenai Sunnah, Sunnah hanyalah persoalan kelebihan/bonus ketika kita
melakukan perbuatan-perbuatan baik hal itu sebenarnya tidak pantas untuk
diperdebatkan secara lebar, malahan hal-hal utama seperti sholat 5 waktu tidak
dijalankan secara benar dan penting untuk dibicarakan.44
Kepercayaaan kepada Tuhan Yang Maha Esa bisa berdampak pada
pemeliharaan nilai-nilai kemanusiaan dengan tetap berpengang pada kitab suci Al-
Quran. Sebagai umat Muslmimin keteguhan iman untuk berpegang pada
keyakinan agama sangatlah penting, namun dalam kehidupan sehari-hari yang
disekitarnya terdapat manusia lain yang berbeda agama, maka agama Islam harus
mampu untuk menjalin interaksi sosial dengan orang lain.
Di Indonesia, bukan hanya agama Islam, kemajemukan baik agama dan
budaya adalah sebuah kenyataan yang tidak bisa kita hindari. Rasa cinta kepada
Tuhan harus disalurkan juga kepada sesama manusia dalam kesehariannya,
43 AT, AM, Wawancara, 30 Noember 2011. 44 US, Wawancara, 7 Januari 2011.
36
apalagi masyarakat yang ada di Kampung Jawa Tomohon telah mengalami
perkawinan campur dengan masyarakat yang ada disekitar Kampung Jawa dan
daerah-daerah lain. Perdamaian akan selalu terbina ketika ada rasa saling
membutuhkan dan tidak ada keegoisan dari setiap orang, itulah makna dari ibadah
Umat Muslim yang benar.45
C. ANALISIS DATA
Setelah mendapatkan data dalam proses wawancara dengan sebagian umat
Muslim di Kampung Jawa Tomohon, penulis juga turut mengamati realitas di
lapangan yang juga adalah homogen, karena dari data yang ada, masyarakat
Kampung Jawa Tomohon didominasi oleh umat yang beragama muslim,
walaupun ada 6 orang yang memeluk agama Kristen. Fenomena ini tidak menjadi
hambatan bagi komunitas Masyarakat Kampung Jawa Tomohon untuk
menerapkan perilaku hidup yang berdasarkan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis melihat proses kehidupan mereka, dengan tujuan melihat kesejajaran
antara fakta normatif (lewat pernyataan-pernyataan dari pada responden) dengan
fakta empiris (lewat fenomena secara langsung, aktivitas umat Muslim Kampung
Jawa Tomohon). Dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat, kita
diperhadapkan dengan fenomena yang tidak terbantahkan yaitu kemajemukan dan
pluralitas, baik agama dan budaya. Agama dan budaya merupakan dua komponen
besar yang pada satu sisi memberikan kekayaan kepada manusia dalam mengatur
moralitas manusia, disisi lain Agama dan Budaya telah membentuk komponen
masyarakat yang terkotak-kotakan dengan pemikiran yang eksklusivisme tanpa
ada rasa peghargaan terhadap orang lain yang berlainan agama dan budaya. Setiap
45 ML, Wawancara, 13 Desember 2011. TT, Wawancara, 8 November 2011. AT, Wawancara, 30 November 2011.
37
agama memiliki perbedaan yang mendasar, baik dari Kepercayaan terhadap
“Yang Suci” maupun ritual keagamaan.
Masing-masing agama memiliki penjelasan terhadap apa dipercayainya
“Yang Suci” dan penjelasan atas proses ritual yang dilakukannya. Indoktrinasi
dari agama turut mempengaruhi sikap dan sifat seseorang dalam melihat segala
hal. Artinya, agama telah mempengaruhi proses seseorang dalam hubungannya
dengan orang lain. Agama tidak bisa lagi dipisahkan dengan manusia, karena
manusia memiliki kebutuhan dan keinginan untuk beragama. Doktrin Ketuhanan
merupakan titik berpijak dari setiap agama. Masing-masing memiliki interpretasi
dalam membangun perspektif tentang Tuhan dan membangun hubungan dengan
Tuhan. Setiap agama di dalamnya menanamkan nilai-nilai moral untuk bisa
membangun hubungan baik dengan sesama manusia. Jika tidak demikian, yang
terjadi adalah kekacauan. Bagaimana dengan sekelompok orang yang membawa
nama Agama lantas praktek konkritnya adalah saling menumbangkan satu
terhadap yang lain. Beberapa tahun terakhir ini, rentetan aksi tragis dan anarkis
kerap kali kita dengar berasal dari ormas-ormas dan kelompok-kelompok yang
mengatas namakan agama Islam. Hal ini menjadi pergumulan besar umat Muslim
yang ada di Indonesia dalam menghadapi stigmatisasi terhadap agama mereka.
1. Analisis Historis
Umat Muslim Kampung Jawa Tomohon merupakan tatanan masyarakat
yang yang minoritas beragama Islam. Dari latar belakang sejarah, terbentuknya
komunitas Kampung Jawa Tomohon harus melewati perjuangan dan pergumulan
yang panjang. Ternyata sejarah yang dimiliki Umat Muslim Kampung Jawa
38
Tomohon menyimpan makna yang mendalam, dalam artian sejarah yang dimiliki
oleh masyarakat Kampung jawa Tomohon memberikan pengaruh yang besar
terhadap kelahiran dan perkembangan kehidupan bersosialisasi dan bermasyarakat
di Kampung Jawa Tomohon sampai masa kini. Berawal dari buangan Belanda
yang dipandang sebagai pemberontak, diprediksi tidak bisa lagi melakukan
aktivitas, namun fakta yang terjadi mereka boleh membangun relasi sosial dengan
masyarakat di tempat yang menjadi lokasi pembuangan dari ke tujuh buangan dari
Banten.
Setelah mendengar pernyataan dari beberapa responden, ternyata Pancasila
bukan merupakan dasar awal bagi umat Muslim dalam pengenalan terhadap
Keesaan Tuhan. Pancasila lahir setelah agama Islam telah mengenal tentang
Ketuhanan. Para buangan-buangan dari banten telah menganut kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini dibuktikan dengan, bertahannya mereka
ditengah-tengah kemajemukan agama dan budaya ketika berada di Tomohon.
Ekspansi ajaran menjadi berkembang dalam artian mendapatkan respon yang baik
dari penduduk-penduduk asli Tomohon yang bersuku Minahasa. Setelah sampai
pada tahap memdedah konteks sejarah dibantu dengan tanggapan-tanggapan para
responden, penulis berpikir bahwa Pancasila hanyalah ideologi bersama dalam
persyaratan untuk membentuk suatu Negara Republik Indonesia. Sila pertama
dalam Pancasila “Ketuhanan Yang Maha Esa” hanyalah penegasan kepada
masyarakat dalam penerapan moral-moral kehidupan bermasyarakat. Apabila
Pancasila tidak ada, maka Indonesia tidak terbentuk menjadi Negara Indonesia.
Harus dipertegas kembali, Umat Muslim Kampung Jawa Tomohon
memahami konsep Ketuhanan Yang Maha Esa bukan dari Pancasila, karena
39
rumusan ini telah ada di Al-Quran dan hal ini jauh diketahui serta diamalkan oleh
umat Muslim pada umumnya. Pancasila hadir untuk mengakomodir beragamnya
agama dalam berbagai kepercayaannya, maka Pancasila harus menjadi salah satu
pegangan dan ideologi terbuka dalam konteks kenegaraan untuk membentuk
tatanan masyarakat yang saling menghargai agama-agama lain.
Proses sejarah yang telah berlangsung harus dipahami sebagai pintu masuk
untuk melihat latar belakang dibalik realitas dan proses hidup yang telah terjadi
saat ini. Sangat perlu untuk mengangkat fakta sejarah sebagai awal terbentuknya
komunitas Kampung Jawa Tomohon. Ketika ketujuh buangan dari Banten datang
di Tomohon, mereka telah menganut suatu aliran kepercayaan dalam Islam. Di
dalam agama Islam, bukan hanya satu golongan saja, melainkan ada beberapa
aliran-aliran yang lahir dan berkembang di tengah-tengah keberagaman agama
dalam konteks Indonesia. Walaupun mereka berstatus sebagai buangan-buangan
Belanda yang dianggap pemberontak, mereka bisa hidup dan bersosialisasi di
dalam wilayah yang didominasi oleh budaya Minahasa dengan tetap memegang
identitas sebagai umat yang menganut kepercayaan Islam.
2. Analisis Sosial dan Budaya
Terbentuknya relasi sosial yang baik merupakan hasil pemaknaan umat
Muslim terhadap pokok-pokok dalam ajaran Islam. Apalagi faktor kebudayaan
telah memberi pintu masuk bagi hubungan sosial antara umat muslim Kampung
Jawa Tomohon dengan masyarakat disekitarnya. Perjumpaan antara budaya Jawa
dan Minahasa telah dibagun dan dipadukan pada saat ketujuh Buangan dari
Banten. Mereka berinteraksi dengan sebagian masyarakat Minahasa dan akhirnya
40
memutuskan untuk kawin. Dengan demikian terjadilah proses keturunan yang
sampai saat ini sebagian besar umat Muslim Kampung Jawa Tomohon bersuku
Minahasa. Ikatan keluarga yang terbentuk menjadi semangat dan dorongan bagi
masyarakat untuk menjalin kerukunan dan relasi sosial yang baik. Keyakinan
tidak lagi dipandang sebagai tembok-tembok pembatas, melainkan suatu kekayaan
yang bisa saling mengisi dan membangun satu sama lain.
Sikap saling memberikan pengertian dan rasa toleransi berdasar juga pada
kesadaran akan adanya hubungan keluarga dengan sebagian masyarakat yang
beragama Kristen. Dengan demikian, ketika telah membangun hubungan
keluarga, maka keinginan untuk berdamai dan hidup saling mengasihi akan timbul
dengan sendirinya. Hal inilah yang ingin ditampilkan oleh Umat Muslim di
Kampung Jawa Tomohon, demi kerukunan antar umat beragama.
Satu hal yang menarik adalah pada saat anggota keluarga ingin berpindah
keyakinan “Agama”, maka tidak ada larangan untuk berpindah agama. Persoalan
berpindah keyakinan merupakan kebebasan dari setiap manusia. Dalam Al-Quran
pun kaum muslimin tidak diperkenankan untuk memaksakan seseorang untuk
memeluk Islam. Sebuah kebebasan orang untuk beragama merupakan pemberian
penghormatan hubungan Tuhan dengan manusia. Oleh karena itu, pemahaman
seputar Pancasila khususnya Ketuhanan Yang Maha Esa menurut Umat Muslim
Kampung Jawa Tomohon memiliki berbagai pernyataan yang menarik.
Di Kampung Jawa Tomohon pernah terjadi konflik, konflik ini merupakan
kekacauan yang datang dari pemuda-pemuda Kampung Jawa Tomohon dengan
pemuda-pemuda dari kelurahan Lansot. Akar penyebab konflik antar pemuda
41
datang dari pengaruh minuman keras yang terlalu berlebihan, oleh karena melepas
kekesalan dan untuk mencari dukungan kuantitas dari orang lain maka mereka
menggunakan nama Agama untuk memprovokasi demi terjadinya konflik.
Konflik itu tidak terjadi, karena masyarakat Kampung Jawa Tomohon tidak ada
yang keluar dari rumah mereka. Penulis melihat, rupanya ada kesadaran dari umat
Muslim untuk tidak terpancing dengan “undangan” untuk berkonflik dari pemuda-
pemuda dari Kelurahan tetangga.
Ungkapan “Napa torang orang Islam so pukul” merupakan kata-kata yang
bersifat provokatif, ternyata sebagian umat beragama sangat mudah menggunakan
nama-nama agama untuk memicu terjadinya konflik antar umat beragama.
Konflik ini tidak dilihat sebagai konflik antar agama, walaupun secara menonjol
para pemuda-pemuda menggunakan bahasa “orang Islam” secara umum. Benturan
yang terjadi, merupakan pengaruh dari pergaulan pemuda-pemuda yang telah
mengkomsumsi minuman keras secara berlebihan, akibatnya relasi sosial menjadi
kacau dan tidak terkendali.
Bahaya besar bisa terjadinya konflik baik internal dan eksternal di konteks
Umat Muslim Kampung Jawa Tomohon adalah sikap yang terlalu berlebihan,
menerima informasi yang tidak jelas kemudian melakukan perluasan isu-isu yang
tidak benar. Jika dikaji, penyebaran isu-isu yang tidak benar merupakan sikap
yang suka mencari-cari masalah. Namun, walaupun demikian yang terjadi, pada
umumnya masyarakat dan pemerintah setempat mampu untuk menyaring setiap
informasi yang berkembang dan dianalisa semaksimal mungkin untuk mencegah
pecahnya konflik, baik konflik sosial dan konflik agama.
42
3. Analisis Teologi
Secara umum dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia ideologi utama
yang mendasari hidup warga negara adalah Pancasila. Di dalam agama Islam,
ajaran utama adalah tentang Tauhid “Ketuhanan”. Pancasila terutama Ketuhanan
Yang Maha Esa merupakan cita-cita luhur dari bangsa Indonesia dalam konteks
kemajemukan dan keberagaman agama. Oleh karena terdapat beberapa agama di
Indonesia, maka masing-masing agama memberikan isi dan tafsiran terhadap
rumusan sila pertama.
Konsep Ketuhanan menurut Umat Islam Kampung Jawa Tomohon tidak
lain berasal dari Kitab Suci Al-Quran yang dianggap oleh umat muslim sebagai
wahyu dari Allah dengan perutusan Nabi Muhammad sebagai Rasul-Nya. Namun,
ada responden yang mengatakan bahwa, usaha-usaha memahami Ketuhanan Yang
Maha Esa dalam Pancasila sebenarnya sama dengan umat Kristen yang meyakini
Tuhan Yang Esa. Apalagi agama-agama Samawi dari fakta historikal memberikan
bukti jelas, tentang adanya hubungan baik antara Nabi-nabi terdahulu dalam
membangun sebuah wilayah masyarakat yang penuh kedamaian. Pada dasarnya
Umat Islam memiliki kajian tersendiri ketika hendak menjelaskan tentang konsep
Ketuhanan Yang Esa. Secara langsung ada yang memberikan tafsir tunggal yang
bisa berdampak eksklusivitas dan ada beberapa tanggapan yang memberikan
pernyataan bahwa “Ketuhanan” memiliki jangkauan yang universal.
Ketika Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi poros utama dalam mengisi
Pancasila sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia muncullah berbagai
tafsiran yang pada dasarnya masing-masing memberikan penilaian terhadapnya.
43
Debat terbuka terjadi kalangan tertentu dengan berbagai kepentingan dan suksesi
dengan menggunakan “Tema Agamis” yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.
Umat Muslim di Kampung Jawa Tomohon merasa gelisah ketika
Ketuhanan Yang Maha Esa diperdebatkan secara terus-menerus. Beberapa
responden berpendapat bahwa Pancasila terutama Ketuhanan Yang Maha Esa
tidak harus diperdebatkan, apalagi perdebatan yang terlalu jauh dengan dasar yang
sempit, apalagi ada kepentingan dari orang-orang tertentu saja, hanya akan
memicu terjadinya kecemburuan dan kesenjangan di tengah-tengah antar umat
beragama.
Dewasa ini, Pancasila masih berdiri kokoh sebagai dasar bagi masyarakat
Indonesia didalam keanekaragaman yang ada baik agama maupun kehidupan
bermasyarakat terutama umat Muslim Kampung Jawa Tomohon. Hal ini
dibuktikan dengan stabilitas relasi sosial antara masyarakat Kampung Jawa
Tomohon dengan masyarakat di sekitarnya.
Ketuhanan merupakan pokok ajaran dalam Islam yang juga dikenal
sebagai Tauhid, maka semua bentuk aktivitas umat Muslim haruslah berdasarkan
Ketuhanan yang menjadi inti kepercayaan. Jangkauan Ketuhanan ternyata tidak
terbatas pada umat Muslim saja. Ketuhanan bersifat universal, itulah yang
menjadi kebutuhan dan kepentingan setiap umat beraama dimasa kini. Segala
bentuk pengetahuan tentang Ketuhanan Yang Maha Esa sepenuhnya tertuang
dalam Al-Quran. Artinya, pemahaman Ketuhanan Yang Maha Esa tidak bisa
dilepaskan dengan Kitab Suci agama Islam. Walaupun keyakinan umat muslim
tentang Ketuhanan dalam Pancasila bersumber dalam Al-Quran, namun mereka
44
tidak bersikap eksklusif terhadap agama-agama lain yang ada disekitar mereka.
Dasar uatama yang dipegang oleh umat muslim adalah sebuah kesadaran bahwa
mereka berada ditengah-tengah kemajemukan dan pluralitas agama-agama. Itulah
realitas sebenarnya yang sedang dihadapi masyarakat saat ini.
Persoalan Ketuhanan Yang Maha Esa memang telah menjadi isu yang
klasik, karena perdebatan-perdebatan mengenai sila pertama ini tidak kunjung
selesai. Namun, dimasa kini nilai-nilai Ketuhanan terkadang dipandang biasa-
biasa saja dan seakan-akan tidak memiliki makna yang penting. Padahal, ketika
kita mengkaji lebih dalam, akar terjadinya konflik sosial dan konflik agama salah
satu bersumber dari ketidaktahuan masyarakat tentang makna Ketuhanan di dalam
agama yang mereka anut. Sebab, di dalam agama yang diyakini seseorang pasti
mengajarkan Ketuhanan menurut cara dan metode yang berbeda.
Umat Islam Kampung Jawa Tomohon mengisi makna Ketuhanan Yang
Maha Esa berdasarkan ajaran Islam yang mereka dapatkan dari kegiatan-kegiatan
peribadatan berdasarkan keyakinan dan kepercayaan mereka. Seseorang yang
telah mempelajari baik ajaran-ajaran agama dengan baik pasti akan mengamalkan
nilai-nilai Ketuhanan dalam kehidupan setiap hari. Hal ini ditunjukkan oleh umat
Muslim Kampung Jawa Tomohon, dengan cara menjaga kerukunan antar umat
beragama.
Sangat menarik ketika kita mendapatkan beberapa pernyataan tentang
makna dari Ketuhanan Yang Maha Esa dari satu wilayah tertentu yang
mayoritasnya adalah agama Islam, sementara disatu sisi mereka berada di tengah-
tengah Minoritas masyarakat yang beragama Kristen di Kota Tomohon secara
45
keseluruhan. Umat Muslim Kampung Jawa Tomohon berdasarkan kepercayaan
kepada Allah dan Kitab Suci sebagai wahyu tunggal memiliki keyakinan bahwa
Allah itu Esa/tunggal “asyhadu an-laa ilaaha illallaah (Tiada Tuhan selain
Allah)”. Walaupun sebagian besar responden memberikan pernyataan secara
tegas bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa hanyalah bersumber dalam Al-Quran,
namun fakta yang terjadi adalah penjagaan stabilitas dalam bentuk toleransi
terhadap agama-agama lain.
Memang, konflik antar umat beragama dengan membawa nama agama
merupakan pergumulan besar yang sementara dihadapi oleh umat Muslim
Kampung Jawa Tomohon, mengapa tidak, ada beberapa kelompok-kelompok
yang melakukan teror di beberapa daerah dengan maksud ingin mendirikan
Negara Islam Indonesia, ada juga dengan alasan ingin mengembalikan kesucian
Islamisasi. Secara umum mereka mambawa nama Islam dalam aktivitasnya,
otomatis sebagian masyarakat yang non-Islam berpandangan buruk terhadap
agama Islam. Dengan berbagai pernyataan yang muncul Islam adalah Agama
pembunuh, agama pembantai, agama yang suka kekerasan dan peperangan.
Setelah dipelajari dan ditelusuri aksi-aksi anarkis dan upaya-upaya yang
mereka lakukan hanyalah berdasarkan pada ideologisasi kepentingan pribadi, oleh
karena kekeliruan dalam menafsirkan Kitab Suci yang terlalu harafiah dan ada
kepentingan-kepentingan politik dalam memenuhi apa yang menjadi tujuan
mereka. Perlu untuk diketahui bersama bahwa aksi terorisme yang membawa
nama Islam sangat tidak sesuai dengan ajaran agama Islam dan mereka bukanlah
mewakili keseluruhan umat Islam di Indonesia.
46
Kerukunan antar umat beragama merupakan harapan dan cita-cita dari
setiap warga negara, apalagi pemberian hak kepada seseorang untuk dapat
memeluk agamanya secara bebas. Pengamalan dan refleksi terhadap kepercayaan
kepada Tuhan dibuktikan dengan aplikasi nyata; setiap hari-hari raya besar agama,
umat Muslim dan Kristiani saling bergantian menjaga tempat ibadah, hal ini
bertujuan agar kerukunan antar umat beragama terjalin secara terus menerus. Di
hari-hari raya agama, hal menarik yang terlihat adalah proses silahturahmi antara
masyarakat Kampung Jawa Tomohon dan masyarakat tetangga, baik dihari Natal
dan Idul Fitri sangat ramai dengan masyarakat yang saling berkunjung. Proses
yang telah berlangsung, membuktikan bahwa masyarakat yang datang berkunjung
di Kampung Jawa Tomohon memiliki penilaian yang baik tentang pergaulan baik
beragama dan bermasyarakat.
Dengan demikian, pemahaman Ketuhanan Yang Maha Esa dari umat
Muslim Kampung Jawa Tomohon, merupakan interpretasi antara Kitab Suci Al-
Quran direlevansikan dengan konteks beragama dan bermasyarakat masa kini.
Sepanjang sejarah tidak pernah terjadi Konflik antar agama di Kampung Jawa
Tomohon. Hal-hal sederhana itu memberikan sangat menyadari bahwa telah
terjadi perjumpaan agama-agama dan budaya-budaya. “Untukmu agamamu, dan
untukkulah, agamaku” merupakan interpretasi sebagian besar umat Muslim
termasuk para tokoh-tokoh Islam dalam membentuk sikap hidup yang memiliki
rasa toleransi terhadap agama lain dan memberikan kesempatan kepada orang lain
untuk memeluk agamanya tanpa ada paksakan dari orang lain.
Secara umum, rumusan sila pertama di dalam Pancasila merupakan bagian
penting bagi masyarakat Kampung Jawa Tomohon dalam memahami realitas
47
Indonesia yang majemuk. Masyarakat memahami Ketuhanan sebagai ideologi
bersama dalam membentuk nilai hidup yang cinta akan perdamaian, terlepas dari
hal ini Negara seharusnya tidak membatasi diri pada kesepakatan dan kesimpulan
politik tentang paham Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai nafas setiap agama,
hanya bisa dimiliki oleh 6 agama. Undang-undang dasar 1945 merupakan
konstitusi yang mengatur dan membentuk konteks sosial yang bebas dari
kepentingan politik dan agama tertentu.
Hal penting yang perlu ditegaskan, Pancasila yang di dalamnya termaktub
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa bukan merupakan sumber utama dalam
memahami realitas kehidupan beragama dalam Agama Islam, tetapi Pancasila
merupakan ideologi yang hadir dalam konteks Umat Muslim di Kampung Jawa
Tomohon. Kehadiran Pancasila khususnya Sila Ketuhanan Yang Maha Esa harus
dipahami dan didekati dengan paham teologis masing-masing agama dalam
mendukung dan menerima Pancasila sebagai dasar negara. Hal ini dilakukan juga
oleh komunitas Umat Muslim di Kampung Jawa Tomohon, semua aktivitas hidup
yang berhubungan langsung dengan umat beragama lain harus memiliki dasar
yang bisa membentuk kestabilan dalam membentuk situasi sosial dan keagamaan
yang aman dan kondusif.
Kedudukan Pancasila telah menjadi instrument penting bagi komunitas ini,
karena semua aktivitas masyarakat haruslah memiliki keteraturan agar tidak
terkesan kacau balau. Umat Muslim di Kampung Jawa Tomohon sangat
menjunjung tinggi terhadap perbedaan agama, di dalamnya kebebasan agama
tidak lagi menjadi kompromi. Dengan demikian dampak dari sikap hidup ini
melahirkan kerukunan antar umat beragama. Di dalam Agama Islam, Agama dan
48
Negara merupakan dua komponen yang saling melengkapi, keduanya tidak saling
mematikan, artinya agama harus mendukung dan menjunjung tinggi aturan-aturan
yang telah disepakati bersama oleh pemerintah di dalam negara, begitupun
sebaliknya negara harus memberikan penghargaan terhadap agama dalam
melakukan aktivitas-aktivitas keagamaan. Pancasila telah memberikan peran yang
besar dalam kehidupan Umat Muslim di Kampung Jawa Tomohon dengan
hadirnya lima sila yang oleh umat muslim dipahami sejalan dengan paham ajaran
agama Islam. Dalam posisi ini Umat Muslim di Kampung Jawa Tomohon
memahami Pancasila berdasarkan pemahaman keagamaan mereka dalam
kaitannya dengan kebebasan beragama dan kerukunan antar umat beragama.
49
BAB II
KAJIAN TEORI
SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA MENURUT AGAMA ISLAM
A. Sejarah Lahirnya Pancasila
Pada tanggal 28 April 1945 pemerintahan Jepang membentuk sebuah
Badan Usaha Menyelidiki Usaha-usaha Persiapan Indonesia. Badan ini
beranggotakan 62 orang anggota, yang diketuai oleh dr. Radjiman
Wediodeningrat, seorang priyayi Jawa, dan bekas ketua Budi Utomo, didampingi
oleh dua orang wakil ketua, masing-masing berkebangsaan Jepang dan seorang
Indonesia. Tugas badan ini adalah untuk mempertimbangkan masalah-masalah
pokok dan kemudian merumuskan rencana-rencana pokok bagi Indonesia
merdeka. Hasilnya kemudian diserahkan, melalui pemerintah pendudukan Jepang.
Dalam dua sidang paripurnanya yang pertama dari tanggal 29 Mei sampai 1 Juni
dan yang kededua dari 10 Juli sampai 17 Juli, badan penyelidik itu membahas
prinsip-prinsip pokok yang akan menjadi dasar dari negara yang akan didirikan
itu. Pertanyaan pokok adalah yang dikemukakan oleh dr. Radjiman di dalam
pidato pembukaannya: Apakah dasar dari negara yang akan kita bentuk itu?`
Pada waktu itu ada 3 orang yang mengajukan pendapatnya tentang dasar
negara. Pada tanggal 29 Mei 1945, Mr. Muhammad Yamin dalam pidato
singkatnya mengemukakan lima asas yaitu: Peri kebangsaan, peri ke Tuhanan,
kesejahteraan rakyat, peri kemanusiaan, peri kerakyatan. Pada tanggal 31 Mei
1945, Prof. Dr. Mr. Soepomo mengusulkan lima asas yaitu: Persatuan, mufakat
50
dan demokrasi, keadilan sosial, kekeluargaan, musyawarah. Pada tanggal 1 Juni
1945 yang kemudian dikenal dengan hari lahirnya Pancasila, Ir. Soekarno
mengusulkan lima asas pula yang secara spontan Seokarno mengistilahkan
“Pancasila” yaitu: Kebangsaan Indonesia, internasionalisme dan peri
kemanusiaan, mufakat atau demokrasi, kesejahteraan sosial, Ketuhanan yang
Maha Esa. Sementara itu, perdebatan terus berlanjut di antara peserta sidang
BPUPKI mengenai penerapan aturan Islam dalam Indonesia yang baru.46 Sampai
akhir rapat pertama, masih belum ditemukan kesepakatan untuk perumusan dasar
negara, sehingga akhirnya dibentuklah panitia kecil untuk menggodok berbagai
masukan. Panitia kecil beranggotakan 9 orang dan dikenal pula sebagai Panitia
Sembilan dengan susunan sebagai berikut: Ir. Soekarno (ketua), Drs. Moh. Hatta
(wakil ketua), Mr. Achmad Soebardjo (anggota), Mr. Muhammad Yamin
(anggota), KH. Wachid Hasyim (anggota), Abdul Kahar Muzakir (anggota),
Abikoesno Tjokrosoejoso (anggota), H. Agus Salim (anggota) dan Mr. A.A.
Maramis (anggota).
Setelah melakukan kompromi antara 4 orang dari kaum kebangsaan
(nasionalis) dan 4 orang dari pihak Islam, tanggal 22 Juni 1945 Panitia Kecil
kembali bertemu dan menghasilkan rumusan dasar negara yang dikenal dengan
Piagam Jakarta (Jakarta Charter) yang berisikan: Pertama: “Ketuhanan dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Kedua:
Kemanusiaan yang adil dan beradab. Ketiga: Persatuan Indonesia. Keempat:
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan. Kelima: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
46 Musthafa Kamal Pasha, “Pancasila dalam tinjauan historis, yuridis dan filosofis”, (Citra Karsa Mandiri, 2002), hlm. 61.
51
Meletakkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa mempunyai implikasi yang
menentukan bagi keseluruhan makna Pancasila. Panitia lima berpendapat bahwa
dasar Ketuhanan Yang Maha Esa memimpin cita-cita kenegaraan kita, yang
memberikan jiwa kepada usaha menyelenggarakan segala yang benar, adil dan
baik, sedangkan dasar kemanusiaan yang adil dan beradab adalah kelanjutan
dalam perbuatan dan praktik hidup dari dasar yang memimpin tadi. Dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab harus menyusul, berangkaian dengan dasar
yang pertama. Letaknya tak dapat terpisah dari itu, sebab ia harus dipandang
sebagai kelanjutan dalam praktek dari cita-cita dan amal Ketuhanan Yang Maha
Esa. Dengan dasar-dasar ini pemerintah tidak boleh menyimpang dari jalan yang
lurus untuk mencapai keselamatan negara dan masyarakat, ketertiban dunia dan
persaudaraan bangsa-bangsa.47 Ketuhanan Yang Maha Esa tidak lagi hanya
sekedar hormat menghormati agama masing-masing, melainkan menjadi dasar
yang memimpin ke jalan kebenaran, keadilan, kebaikan, kejujuran, persaudaraan
dan lainnya, dengan demikian Negara itu memperkokoh fundamennya.48
B. Pemahaman di sekitar Sila “Ketuhanan Yang Maha Esa”
Pada perkembangannya telah terjadi perdebatan mengenai penggunaan
kata Allah dan Ketuhanan. Sejak awal telah digunakan kata Allah, dalam kalimat
“Atas berkat rahmat Allah yang maha kuasa…” dalam rumusan undang-undang
dasar Allah di sini menunjuk pada sebuah pribadi Allah, yang adalah Allah orang-
orang Islam (dan Allah orang-orang Kristen juga, tetapi khususnya bagi orang-
orang Islam). Persoalan sekitar penggunaan kata “Allah”, haruslah ditinjau dari
47 Eka Darmaputera, Pancasila: Identitas dan Modernitas (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1987), hlm. 107-108.
48 Panitia Lima, Uraian Pancasila (Jakarta: Mutiara, 1977), hlm. 31.
52
bawah terang perumusan sila pertama. Pertama-tama, amatlah jelas bahwa
Pancasila diusulkan dan kemudian diterima sebagai semacam kompromi di antara
dua pendapat, di antara pendapat yang menghendaki suatu negara agama dan
pendapat lain yang menghendaki suatu negara sekuler. Dalam hubungan ini, maka
rumusan sila pertama itu sangat menentukan dan berpengaruh. Itulah sebabnya,
sila pertama dirumuskan dalam bentuk yang senetral mungkin. Ia tidak
dirumuskan “Allah” atau bahkan “Tuhan” “Yang Maha Esa”, tetapi “Ketuhanan
Yang Maha Esa”. Ia tidak menunjuk kepada “Allah” atau “Tuhan” yang tertentu,
melainkan kepada suatu “konsep” atau satu “prinsip” yang umum dan abstrak.49
Pada sidang yang kedua dari BPUPKI pada tanggal 10-17 Juli 1945,
dibentuk suatu panitia perumus UUD, yang terdiri dari 19 orang yang diketuai
oleh Soekarno. Diantara 19 orang ini, ada 7 orang ditunjuk sebagai panitia kerja
yang diketuai oleh Soepomo, seorang anggota pengurus Budi Utomo. Soepomo
dan anggota lainnya menyelesaikan rumusan undang-undang pada tanggal 13 Juli
1945 dengan hasil rumusan UUD yang diajukan adalah sebuah pasal tentang
agama, pasal ini adalah pasal 29 yang terdiri dari dua ayat. Ayat pertama
berbunyi; Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa, dengan
kewajiban untuk melaksanakan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, artinya
terjadi pengulangan persis seperti Piagam Jakarta berkaitan dengan kalimat ini
dalam UUD pasal 29. Ayat kedua berbunyi; Negara menjamin kemerdekaan tiap-
tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat
menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Penambahan kata “dan
49 Darmaputera, Op.Cit., hlm. 108-109.
53
kepercayaannya” adalah usul Wongonegoro, seorang pemimpin kebatinan yang
terkemuka.
Pada perkembangannya, muncul perdebatan dan keberatan dari panitia
yang tidak beragama Islam. Dalam rangka menjaga persatuan dan keutuhan
seluruh wilayah Indonesia, harus dikeluarkan bagian kalimat “dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dari pembukaan Undang-
undang dasar, karena kesatuan territorial ditekankan, oleh karena walaupun Islam
dianut oleh mayoritas, namun ada beberapa bagian Indonesia yang penduduknya
sebagian besar tidak memeluk agama Islam.50 Mr. Latuharhary yang didukung
oleh Wongsonegoro dan Husein Djajadiningrat menyatakan keprihatinan apabila
Piagam Jakarta diterima akan mendorong fanatisme sebagian masyarakat Islam.51
Pada tanggal 18 Agustus 1945 usul penghilangan rumusan “dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dikemukakan
dalam rapat pleno PPKI. Selain itu dalam rapat pleno terdapat usulan untuk
menghilangkan frasa “menurut dasar” dari Ki Bagus Hadikusumo. Rumusan dasar
negara yang terdapat dalam paragraf keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar
ini merupakan rumusan resmi kedua dan nantinya akan dipakai oleh bangsa
Indonesia hingga kini. UUD inilah yang nantinya dikenal dengan UUD 1945.
Rumusan itu berbunyi:
“… dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
50 Panitia Lima, Op.Cit., hlm. 32.51 DR. A. A. Yewangoe, Agama dan Kerukunan (Jakarta : Gunung Mulia, 2009), hlm. 7
54
Menurut tata atau dasar negara, setiap penyelenggara negara dan institusi
pemerintahan terikat pada Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama dalam
Pancasila. Namun, dengan istilah “ketuhanan”, setiap tipu muslihat dan
pemutarbalikan makina, baik nats maupun semangat, konstitusi dalam bidang
keagamaan dimulai. Ketuhanan adalah istilah abstrak. Ia cocok dalam bidang
kenegaraan, karena negara bukan merupakan lembaga keagamaan. Dengan istilah
“ketuhanan” ini, diakuilah oleh negara bahwa dalam masyarakat yang
membentuknya terdapat berbagai pemahaman mengenai suatu Kuasa Yang
Mahatinggi dan Maha Esa. Oleh karena itu, istilah yang patut untuk negara ialah
istilah yang tidak konkret melainkan abstrak, karena sebagai contoh, bukan negara
yang menyembah Tuhan Yang Maha Esa melainkan umat beragama.52 Sila
pertama tentang ketuhanan mengingatkan negara bahwa masyarakatnya terdiri
dari kelompok-kelompok yang dengan caranya masing-masing menyembah
Tuhan dan memercayainya. Dalam hal ini, tugas negara tidak lain adalah
melindungi masyarakat agar ia dapat menjalankan kepercayaannya dan kewajiban
sosialnya yang berakar dalam pemahaman agama secara aman dan saksama.53
C. Perbedaan Tafsir di Sekitar Pancasila Sila “Ketuhanan Yang Maha Esa”
1. Abdurahman Wahid
Pancasila adalah kesepakatan luhur antara semua golongan yang hidup di
tanah air kita. Namun, sebuah kesepakatan, seluhur apapun, tidak akan banyak
berfungsi jika tidak didudukkan dalam status yang jelas. Karenanya, kesepakatan
luhur bangsa kita itu akhirnya dirumuskan sebagai ideology bangsa dan falsafah
52 Olaf Schumann, Agama-agama:Kekerasan dan Perdamaian, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), hlm. 544-545.
53 Ibid., hlm. 553.
55
negara. Ideology bangsa artinya setiap warga negara RI terikat oleh ketentuan-
ketentuannya yang sangat mendasar, yang tertuang dalam kelima sila. Pandangan
hidup dan sikap warga negara secara keseluruhan harus bertumpu pada pancasila
sebagai keutuhan, bukan hanya sekedar masing-masing sila. Sebagai falsafah
negara, Pancasila berstatus sebagai kerangka berpikir yang harus diikuti dalam
menyusun undang-undang dan produk-produk hukum yang lain, dalam
merumuskan kebijakan pemerintah dan dalam mengatur hubungan formal antara
lembaga-lembaga dan perorangan yang hidup dalam kawasan negara ini. Justru
dalam stataus sebagai ideologi bangsa dan falsafah negara inilah dirasa adanya
tumpang-tindih antara Pancasila dengan sebagian sisi kehidupan beragama dan
berkepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Agama dan kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa memiliki lingkup masing-masing yang
berjangkauan universal, berlaku seluruh umat manusia, sehingga terasa sulit untuk
dibatasi pada sisi ke-Indonesia-an belaka. Hal ini langsung tampak dalam upaya
Pancasila dalam menekankan isis kelapangan dada dan toleransi dalam kehidupan
antara umat beragama dan berkepercayaan terhadap TuhanYang Maha Esa. Jelas
setiap agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa memiliki visi
eksklusivistiknya sendiri, di samping visi universal yang mempersamakan semua
agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Dengan kata lain,
wawasan Pancasila tentang kebersamaan antara agama-agama dan kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa tidak sepenuhnya sama dengan wawasan sekian
agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang satu sama lain
saling berbeda itu.54
54 Oetojo Oesman Alfian Pancasila sebagai Ideologi “Menurut Abdurrahman Wahid” (Jakarta: Perum percetakan negara RI, 1991), hlm. 163-166.
56
2. Mohamad Natsir
Menurut Mohamad Natsir, “Pancasila di anut sebagai dasar rohani, akhlak,
dan susila oleh bangsa Indonesia”. Persoalannya terletak pada pola tafsiran
tentang Pancasila. Tidak seorang pun, termasuk perumus Pancasila sendiri, yang
berhak memonopoli tentang tafsirannya. Pancasila adalah peryataan dari niat dan
cita-cita kebajikan yang harus kita laksanakan di dalam negara dan bangsa kita.
Maka, apabila di tinjau dari sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa itu maka
akan mendapat penegasan kepada semua warga negara dan penduduk dari negara
luar, bahwa sesunguhnya seorang manusia tidak akan dapat memulai
kehidupannya menuju kebajikan dan keutamaan hidup kalau ia belum dapat
meyadarkan dan mempersembahkan dirinya kepada Ketuhanan Yang Maha Esa.
Maka, bagaimana Al-Quran akan bertentangan dengan sila pertama itu sementara
dalam pengakuan di AL-Quran,Pancasila itu tetap hidup subur. Sebaiknya seorang
Muslim tidak mempertentangkan Pancasila khususnya sila Ketuhanan Yang Maha
Esa dengan Islam, karena di mata seorang muslim, rumusan Pancasila bukan
kelihatan sebagai barang asing yang berlawanan dengan ajaran Al-Quran.55
D. Negara Indonesia Berdasarkan Kepada Ketuhanan Yang Maha Esa
Kita sementara hidup dalam suatu masyarakat yang berupaya untuk
berkemas menyongsong masa depannya. Di satu pihak kita mengakui fakta
sejarah bahwa Pancasila sebagai dasar Negara dan ideologi bangsa dengan segala
keterbatasannya dalam menghadapi realitas negara yang tidak homogen. Proses
kerukunan antar umat beragama dan kebebasan beragama berakar dari
55 Artikel (http://mohamadnatsir.wordpress.com/2011/01/13/natsir-dan-pancasila/).
57
pengetahuan yang jelas tentang kehidupan keagamaan dan kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa.
Ajaran Ketuhanan menurut agama Islam, sering disebut juga sebagai ilmu
Tauhid. Tauhid menurut bahasa, artinya mengetahui dengan sebenarnya bahwa
Allah itu ada dan Esa. Menurut istilah Tauhid merupakan suatu ilmu yang
membentangkan kepada kita tentang adanya Allah, dengan sifat-sifatnya yang
wajib berdasarkan Al-Quran dan Al-Hadits untuk mempercayai dengan yakin.56
Dalam agama Islam, Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi titik berangkat dalam
memahami posisi manusia yang mengaku percaya dan bertaqwa kepada Tuhan.
Tauhid merupakan pokok ajaran yang berkonsepkan “Keesaan Tuhan”. Banyak
pandangan dalam member tafsir tentang Ketuhanan Yang Maha Esa, apalagi
dikalangan umat Muslim yang mempertegas bahwa Tauhid berdasarkan pada
Kitab Suci Al-Quran.
Pengertian Tauhid yang digariskan oleh Al-Quran dengan pemikiran
ilmiah yang bersumber pada sejarah hidup Nabi, telah memberikan fakta-fakta
yang khas bagi pelaksanaan seluruh sila-sila dari Pancasila filsafat Negara
Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat, hingga dapat dikatakan, bahwa
Tauhid ajaran Quran dan Hadits sajalah yang dapat mengisi Pancasila sebagai
wadah dalam wujudnya didalam masyarakat dan negara. Oleh sebab itu dalam
usaha indoktrinasi Pancasila dalam masyarakat, harus diutamakan pelajaran,
pendidikan dan penerangan “Iman dan Ibadat kepada Allah” menuju taqwa karena
taqwa inilah yang dapat membina kekuasaan roh manusia menguasai nafsu-nafsu
56 AP. Budiyono HD, Membina Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama, (Yogyakarta: Yayasan Kanisius, 1983), hlm. 151.
58
naluriah dan benda dalam hidup dan kehidupan menurut kehidupan Tuhan, hingga
seseorang yang mutakin adalah orang-orang yang alim yang dapat menguasai
dirinya dari berbuat segala bentuk kejahatan.57
Drs. Imam Pratigno menafsirkan pengertian bahwa Ketuhanan Yang Maha
Esa memberikan dasar moral yang dikehendaki ialah Ketuhanan yang berbudaya,
yang penuh toleransi. Masing-masing manusia di Indonesia supaya ber-Tuhan
menurut agamanya masing-masing dan menjalankan ibadatnya sesuai dengan
ajaran agamanya. Ketuhanan Yang Maha Esa tidak dapat ditafsirkan dalam
pengertian agama ataupun adanya agama resmi menjadi agama negara atau
adanya penguasaan dari agama yang satu terhadap yang lain.58
Sebuah paham tentang ketuhanan menjawab bahwa masyarakat adalah
wadah kebudayaan, kebudayaan terbentuk dari hubungan antara manusia. Dalam
hubungan itu lahirlah cita-cita, perbuatan dan ciptaan, yang menjalin kebudayaan.
Prilaku atau perbuatan dan ciptaan diistilahkan amal saleh dalam Islamologi,
taqwah yang bersifat pasif menjadi aktiv dalam wujud amal yang saleh.
Kebudayaan dilahirkan dalam kesatuan sosial. Kesatuan sosial terbentuk dari
pergaulan hidup. Pergaulan hidup adalah hubungan antar manusia dan manusia.
Hubungan antar manusia adalah lanjutan antara manusia dengan dirinya sendiri
dan alam. Kehidupan yang luas, beragam dan amat berliku-liku ini dapat
berdampak pada hubungan manusia dengan Tuhan dan hubungan manusia dengan
manusia lain. Betapa pentingnya hubungan-hubungan itu, karena sangat relevan
oleh Al-Quran “ditimpahkan kepada mereka kehinaan (hilang kekuasaan) di mana
57 Usman EL. Muhammady, Ilmu Ketuhanan Yang Maha Esa, (Jakarta : Pustaka Agusalim, 1963), hlm. 194.
58 Drs. Imam Pratigno, Filsafat Negara: Pantja Sila (Jakarta : Usdek, 1963), hlm. 54-56.
59
saja mereka berada, kecuali mereka yang menjaga hubungan dengan Allah dan
hubungan dengan manusia (Q.S. Ali Imran ajat 112)”. Persoalan tauhid bukan lagi
menjadi persoalan bagi tiap-tiap orang muslim tetapi ia menjadi soal amal dan
tingkah laku dalam mewujudkan demokrasi kebangsaan dan pri-kemanusiaan.59
Berdasarkan istilahnya, “Kemahakuasaan Tuhan” adalah sebagai ganti
ungkapan “Kemahaesaan Tuhan” yang sejalan dengan ungkapan resmi pancasila,
Ketuhanan Yang Maha Esa. Tidak berarti bahwa kaum muslim menolak paham
Tuhan Yang Maha Kuasa. Pendapat “Ketuhanan Yang Maha Esa” atau
“Kemahakuasaan Tuhan” adalah netral, dalam arti berlaku untuk semua agama.60
Memang ada sedikit kekaburan di kalangan kaum Muslim Indonesia
mengenai masalah ini. Misalnya, banyak orang Indonesia yang mengira bahwa
hanya orang Islam yang percaya kepada Allah, atau bahwa kepercayaan kepada
Allah adalah khusus Islam, atau bahwa perkataan “Allah” itu sendiri adalah
khusus Islam, mereka lupa bahwa dalam (Q., 29:49) “Janganlah kamu berbantah
dengan ahli Al-Kitab, melainkan dengan sesuatu yang lebih baik, kecuali terhadap
yang zalim dari kalangan mereka. dan katakanlah kepada mereka, “Kami beriman
kepada Kitab Suci yang diturunkan oleh Tuhan kepada kami dan kepada Kitab
Suci yang diturunkan kepada kamu. Tuhan kami dan Tuhan kamu adalah satu, dan
kita semua pasrah kepada-Nya”. 61
59 Ibid., hlm. 235-236.60 Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban : Sebuah Telaah Kritis Tentang
Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan Kemoderenan (Jakarta : Yayasan Wakaf Paramadina, 1992), hlm. xcii.
61 Ibid., hlm. xciv.
60
Oleh karena itu (Wahai Nabi) ajaklah dan tegaklah engkau sebagaimana
diperintahkan, serta janganlah engkau mengikuti keinginan nafsu mereka. dan
katakana kepada mereka. “Aku beriman kepada kitab manapun yang diturunkan
Allah, dan aku diperintahkan untuk bersikap adil di antara kamu. Allah (Tuhan
Yang Maha Esa) adalah Tuhan kami dan Tuhan kamu sekalian. Bagi kami alam
perbuatan kami, dan bagi kamu amal perbuatanmu. Tidak perlu perbantahan
antara kami dan kamu. Allah akan mengumpulkan antara kita semua, dan kepada-
Nya semua akan kembali”. Memang Kitab Suci Islam mengajarkan sikap tidak
satu garis terhadap agama-agama lain, khususnya Yahudi dan Kristen.
Di suatu tempat dalam Kitab Suci disebutkan bahwa Allah menanamkan
dalam hati para pengikut Isa Al-Masih, rasa kasih dan sayang. Oleh karena itu
senantiasa tetap terbuka luas bagi agama-agama, di Indonesia khususnya dan di
dunia umumnya, untuk bertemu dan berpangkal tolak ajaran kesamaan, yaitu
Ketuhanan Yang Maha Esa, seperti dikehendaki oleh Al-Quran melalu Nabi
S.A.W dan kaum Muslim. Lebih-lebih lagi di Indonesia, dukungan kepada
optimisme itu lebih besar dan kuat, karena yang pertama, bagian terbesar
penduduk beragama Islam; dan kedua, seluruh bangsa sepakat untuk bersatu
dalam titik pertemuan besar, yaitu nilai-nilai dasar yang kita sebut Pancasila.
Pancasila merupakan pendukung besar, karena memang dari semua ia
mencerminkan tekad untuk bertemu dalam titik kesamaan antara berbagai
golongan di negeri kita. Sikap mencari titik kesamaan ini sendiri mempunyai nilai
keislaman.62 Pertama-tama, kita beriman kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa.
62 Ibid., hlm. xcvii-xcviii.
61
Iman itu melahirkan tata nilai berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa
(rabbaniyyah).63 Salah satu kesadaran yang sangat berakar dalam pandangan
seorang Muslim bahwa agama Islam adalah sebuah agama universal, untuk
sekalian umat manusia. Pokok pangkal kebenaran universal yang tunggal itu ialah
paham Ketuhanan Yang Maha Esa atau Tauhid yang secara harafiah
“memahaesakan”, yakni memahaesakan Tuhan dengan percikan nilai-nilai
Ketuhanan berdampak pada kebebasan beragama dan berdamai dengan sesama
manusia.64 Dalam konteks Indonesia, paham yang diberikan oleh dokumen negara
adalah bahwa agama adalah “kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa”;
namun, ketika paham yang sama akan dikenakan kepada “aliran kepercayaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa” maka seluruh paham di atas sirna bukan karena
salah tetapi tidak boleh dikenakkan kepada “aliran kepercayaan” meskipun “aliran
kepercayaan” itu tetap dibenarkan untuk menyatakan bahwa mereka “percaya
kepada Tuhan Yang Maha Esa”. Jika Ketuhanan Yang Maha Esa dinyatakan
bukan agama lantas apa yang dipercaya oleh agama-agama di Indonesia? Kalau
pertanyaan ini dikemukakan maka agama yang dipersoalkan di sini bukan lagi
suatu keyakinan akan tetapi adalah sebuah perdebatan agama. Semuanya ini
berakibat bahwa mereka yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa itu harus
dibina agar tidak mengarah pada pembentukan agama baru.65 Jika dicermati
regulasi pemerintah di atas, negara telah menggalang pengakuan dengan jalan lain
63 Dalam Kitab Suci terdapat kata-kata rabbaniyyin, orang-orang yang berketuhanan. Dari situ diambil kata-kata rabbayyah “semangat ketuhanan”, yaitu inti semua ajaran para nabi dan rasul Tuhan: “Tidaklah sepatutnya seorang manusia yang kepadanya Tuhan menurunkan kitab suci, keputusan yang adil (al-hukum) dan martabat kenabian akan berkata kepada umat manusia, Jadilah kamu sekalian orang-orang yang berketuhanan dengan menyebarkan ajaran Kitab Suci dan dengan kajian pendalamannya oleh diri kamu sendiri” (Q., s. Alu Imran 3:79).
64 Madjid., Op.Cit., hlm. 177-180.65 “TAP MPR No.IV/MPR/1978 tentang garis-garis Besar Haluan Negara, Agama dan
Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Sosial Budaya”, dalam Surat Kabar Kompas, 3 April 1978.
62
adalah dengan politik pengabaian. Dalam hal ini bisa terjadi bahwa hal itu adalah
suatu aksi sendiri-sendiri atau bersama dengan tujuan mengeluarkan agama atau
“kepercayaan” lain sehingga tercipta suatu tanda “entry barrier” ke dalam wilayah
pengakuan. Dengan berbuat seperti itu agama-agama akan membuka suatu soal
yang begitu mendasar seperti; dengan melarang aliran kepercayaan hanya karena
mereka percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa maka pertanyaannya kalau
sekiranya “kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa” itu bukan agama maka
apa yang diyakini agama-agama itu? Siapa Tuhan Yang Maha Esa yang
dipercayai oleh kaum aliran itu? Apakah itu Tuhan yang berbeda dari yang
dipercaya oleh agama-agama yang diakui negara? Kalau berbeda ada berapa
Tuhan, dan kalau sama mengapa mereka dilarang? Siapa sebenarnya yang
berkuasa menentukan kesamaan dan kebedaan itu?66
E. “Ketuhanan Yang Maha Esa” Sebagai Implikasi Kebebasan Beragama
dan Kerukunan Antar Umat Beragama di Indonesia
Ketuhanan Yang Maha Esa eksistensinya berpangkal dari Pancasila
sebagai sila pertama yang sangat berpengaruh sebagai ideologi terbuka dan
bersama. Pancasila merupakan kompromi untuk menghadapi persoalan-persoalan
yang konkrit. Efektifitas Pancasila haruslah diukur dari sampai sejauh mana ia
mampu untuk mempertahankan baik ke “bhinneka” an maupun ke “tunggal” an
Indonesia di dalam suatu keseimbangan yang dinamis dan kreatif. Efektifitas
Pancasila terbukti melalui kemampuannya untuk bertahan di tengah-tengah
perubahan-perubahan konstitusional, untuk mengatasi tantangan-tantangan yang
66 Daniel Dhakidae, Cendekiawan dan Kekuasaan dalam Negara Orde Baru (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003), hlm. 559.
63
mengancam kesatuan dan kemajemukan Indonesia, dan di dalam keberadaannya
sebagai satu-satunya alternatif yang mungkin bagi Indonesia, paling tidak dalam
tahap sejarah Indonesia sekarang ini dan masa depan yang dekat.67
Yang membuat Pancasila unik dank has adalah sila Ketuhanan Yang Maha
Esa. Di sinilah terletak jiwa Pancasila. memang benar bahwa sila ini adalah
bersangkut-paut dengan kemajemukan agama di Indonesia dank arena itu
mengenai kebebasan serta toleransi beragama. Pancasila secara umum dan
khususnya sila pertamanya, paling baik dipahami di dalam konteks permasalahan
konkrit yang dihadapi. Pada waktu itu, persoalannya adalah pilihan antara negara
sekuler atau negara Islam. perumusan sola yang pertama harus dilihat sebagai
perumusan yang dapat diterima oleh semua pihak. Ia diterima oleh Islam dan
Kristen yang monoteistis. Ia juga diterima oleh kelompok Hindu dan Buddha oleh
karena sila pertama tidak menyebut “Allah” atau “Tuhan” tetapi “Ketuhanan”.
Pentingnya sila pertama tidak terbatas pada kemampuannya menghadapi masalah
kemajemukan agama. Tetapi bahwa ia mencerminkan satu cara pemecahan yang
khas Indonesia di dalam menghadapi kenyataan kemajemukan pada umumnya.68
Kerukunan antar umat beragama sangat penting dan sangat dibutuhkan
oleh bangsa yang majemuk dalam hal agama. Jika toleransi beragama tidak
ditegakkan, bangsa atau negara tersebut akan menghadapi berbagai konflik antar
pemeluk masing-masing agama dan dapat menyebabkan disintegrasi nasional.
Untuk memberi perhatian khusus kepada masalah kerukunan antar umat
beragama, harus diupayakan pemahaman yang benar dan ditemukan cara untuk
67 Darmaputera, Op.Cit., hlm. 129.68 Ibid., hlm. 141-142.
64
menciptakan kerukunan tersebut. Kerukunan antarumat beragama dalam
pandangan Islam (seharusnya) merupakan suatu nilai yang terlembagakan dalam
masyarakat.
Kemajemukan agama adalah sebuah fenomena yang tidak mungkin kita
hindari. Kita hidup di dalam kemajemukan aktif maupun pasif. Kita menghadapi
kenyataan adanya berbagai agama dengan umatnya masing-masing. Bahkan tidak
hanya itu, kita pun menghadapi orang yang mengaku tidak beragama dan
bertuhan. Islam dengan tegas memberikan kebebasan sepenuhnya kepada manusia
dalam masalah agama dan keberagaman. “Tak ada paksaan dalam agama”. Secara
eksplisit Al-Quran menegaskan bahwa orang-orang beriman (muslim), orang-
orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja yang
beriman kepada Allah dan Hari Kemudian serta melakukan amal kebaikan,
mereka akan memperoleh ganjaran dari Tuhan, bebas dari rasa takut dan
kesedihan (Al-Baqarah, 62).69
Kebebasan beragama dan respek terhadap agama dan kepecayaan orang
lain, apapun wujudnya, bukan saja penting bagi sebuah masyrakat majemuk akan
tetapi bagi seorang muslim, merupakan ajaran agama. Karena itu membela
kebebasan beragama bagi siapa saja dan menghormati agama dan kepercayaan
orang lain merupakan bagian dari kemusliman. Keharusan untuk membela
kebebasan beragama memang diisyarakatkan oleh Al-Quran sendiri yang
disimbolkan dalam sikap mempertahankan rumah-rumah peribadatan seperti
biara-biara dan gereja-gereja, sinagog-sinagog dan masjid-masjid (Al-Hajj, 40).
69 Abdurrahman Wahid, dkk., Elga Sarapung, dkk. (ed.), Dialog : Kritik dan Identitas Agama (Yogyakarta : Interfidei, 2004), hlm. 61-62.
65
Islam mengakui adanya titik temu yang sifat-sifatnya esensian dari berbagai
agama khususnya agama-agama samawi, yakni kepercayaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa sebagai landasan untuk hidup bersama. (Ali Imran, 63).70 Perspektif
teologi Islam tentang kerukunan hidup antar agama dan konsekuensinya terhadap
anatarumat beragama sangat berkaitan erat dengan doktrin Islam tentang
hubungan antara sesama manusia dan hubungan antara Islam dengan agama-
agama lain. Islam pada esensinya memandang manusia dan kemanusiaan secara
positif dan optimis. Menurut Islam, manusia berasal dari satu asal yang sama:
keturunan Adam dan Hawa. Perbedaan di antara umat manusia, dalam pandangan
Islam, bukanlah karena warna kulit dan bangsa, tetapi hanyalah tergantung pada
tingkat ketakwaan masing-masing (Al-Quran 49:13). Dengan demikian,
pluralisme keagamaan di antara umat manusia tidak terelakkan lagi, bahkan
pluralism ini merupakan hukum Tuhan (sunnatullah). Karena itu, agama Islam
tidak boleh dipaksakan oleh siapa pun kepada siapa pun. Sebab jika Tuhan
menghendaki, maka semua manusia akan beriman (Al-Quran 2:256; 10:99). Jika
Islam menolak “pemaksaan agama”, bagaimana halnya dengan dakwah. Islam
seperti agama-agama lain, tidak dapat menggelekkan diri dari penyebaran misinya
yang dipercayai mempunyai kebenaran eksklusif. Dengan demikian jelas, Islam
mengakui hak hidup agama-agama lain dan membenarkan para pemeluk agama-
agama lain terebut untuk menjalankan ajaran-ajaran agama masing-masing.71
Menurut Abdul Kalam Azad;
70 Ibid., hlm. 63.71 Weinata Sairin, Kerukunan umat beragama pilar utama kerukunan berbangsa: butir-
butir pemikiran (Jakarta : Gunung Mulia, 2006), hlm. 92-94.
66
“semua agama mempunyai akar yang sama dan satu, yaitu Allah. Menurutnya, inti dari semua agama adalah mengusahakan kebaikan, menjauhi kejahatan dan percaya kepada keesaan Allah. Yang membedakan agama yang satu dengan agama lain adalah hukum-hukum masing-masing agama itu. Hal ini tidak dapat dihindarkan. Sebab walaupun agama-agama mempunyai sumber yang sama dan satu, mereka (agama-agama itu) bertumbuh dan berkembang dalam ruang dan waktu yang berbeda-beda”.72
Kebebasan beragama telah menjadi hak dari setiap orang, Jean- Rousseau
seorang tokoh Revolusi Perancis pernah melontarkan perkataan yang melawan
arus pada zamannya, "kemajuan pendidikan dan kebudayaan tidak mengakibatkan
perbaikan moral di dalam masyarakat modern." Diakhir tulisan dalam bukunya
"Social Contract", Rousseau menulis, "Siapapun tidak berhak untuk mengekang
manusia yang lain”, kalimat ini sangat memiliki kaitan dengan kebebasan
beragama. Siapapun tidak berhak untuk menguasai hak manusia yang lain, kecuali
disetujui oleh orang itu. Pada waktu itulah pertama kali dalam sejarah, orang
mulai melihat mengapa begitu banyak orang dirampas kebebasannya. Pemikiran
Rousseau itu kemudian menjadi api yang mencetuskan Revolusi Perancis pada
tahun 1789. Dan pada waktu revolusi Perancis, ada kalimat yang amat
menggetarkan umat beragama "Begitu banyak dosa dilakukan di belakang jubah
kependetaan." Agama ternyata bukan hanya menghadirkan kontribusi positif saja,
tetapi juga wajah kekerasan. Agama, dalam bahasa latin "religere" artinya
"hubungan." Berarti, hubungan antara manusia dengan Yang Tidak Kelihatan atau
Sang Pencipta. Hubungan manusia antara manusia dengan manusia yang lain.73
Manusia harus kembali kepada Tuhan dengan penuh perasaan takut
kepada Allah, jujur kepada kebenaran, dan cinta kepada sesama. Ini adalah dasar
bahagia daripada satu negara, satu masyarakat. Dan dari sinilah berdiri satu
72 Dr. A.A.Yewangoe, Op.Cit., hlm. 121-122.73 http://www.nusahati.com/2011/10/hak-sipil-kebebasan-beragama/
67
kekuatan di dalam diri manusia untuk tidak bersikap semaunya terhadap orang
lain. Karena kebebasan yang melebihi batas yang seharusnya bukanlah kebebasan,
melainkan kebuasan. Jadi, kebebasan beragama bukan karunia pemerintah, tetapi
bcrsumber dari Tuhan. Dan, mereka yang beragama atau berkebudayaan
sepatutnya mempunyai moralitas sebagai manusia yang dicipta menurut peta dan
teladan Allah.
Jikalau agama betul- betul meningkatkan moral, kesucian, kejujuran,
kesungguhan, kasih, kebajikan, dan keadilan, agama akan menjadi hal yang paling
indah dalam kebudayaan manusia. Sebaliknya. Jikalau agama menjadi alat untuk
mendukung egoisme, kejahatan, keserakahan, dan menjadi alat untuk menenuhi
ambisi pribadi, maka agama akan menjadi alat yang paling jahat di dunia. Kita
harus menghargai adanya hak kebebasan beragama karena ini adalah pemberian
Tuhan. Sebagai peta dan teladan Tuhan, manusia diberikan kebebasan. Kita tidak
mungkin menyetujui semua agama. Orang Islam tidak setuju agama lain, orang
Kristen tidak setuju agama lain, itu adalah keyakinan masing-masing. Tetapi kita
harus setuju bahwa manusia mempunyai kebebasan beragama menurut keyakinan
mereka. Meskipun setiap pemimpin agama tidak suka akan hal tersebut, tetapi
biarlah setiap manusia bertanggung jawab terhadap apa yang dia tahu tentang
agamanya. Dan kita harus saling menghormati. Meskipun semua umat beragama
berhak mempropagandakan agama masing-masing sesuai konstitusi Indonesia,
tetapi, itu tidak boleh mengganggu kebebasan umat beragama lain. Hak memilih
agama sesuai keyakinan setiap orang, harus dilindungi. Hak kebebasan beragama
adalah hak yang sangat hakiki yang tidak boleh dirampas oleh siapapun, dan
sepatutnya menjadi hak sipil setiap warga negara.
68
BAB III
REFLEKSI TEOLOGIS DIALOGIS
Pancasila merupakan ideologi terbuka bagi masyarakat Indonesia di
tengah-tengah perjumpaan agama-agama dan budaya-budaya. Berdasarkan latar
belakang pemikiran dan perkembangan tercetusnya rumusan Pancasila,
merupakan suatu kajian terhadap realitas sosial dan keagamaan. Sila-sila dalam
Pancasila telah di jabarakan ke dalam konstitusi Undang-undang Dasar Negara
Indonesia dengan penilaian secara umum sangatlah ideal. Masing-masing sila
menyimpang makna dan nilai luhur dalam mengakomodir semua kelompok
masyarakat dalam beraktivitas berdasarkan aturan dan norma-norma yang berlaku
di Indonesia. Kemajemukan merupakan ciri khas dari bangsa Indonesia, semua
masyarakat dengan latar belakang kepercayaan berbeda terintegrasi dalam satu
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Fenomena ini tidak terbantahkan
dan tidak bisa kita hindari. Perjumpaan yang sementara terjalin dan terbangun
haruslah dilihat sebagai sebuah kekayaan yang bisa memperdamaikan dalam
membangun kehidupan yang humanis.
Di dalam Pancasila tidak ada prinsip yang bertentangan dengan ajaran
agama. Prinsip-prinsip Pancasila justru merefleksikan pesan-pesan utama semua
agama, yang dalam ajaran Islam dikenal sebagai kemaslahatan umum. Dengan
demikian Pancasila dengan sila-silanya memposisikan diri sebagai ideologi yang
mengakui keragaman, mengayomi semua kepentingan, dan melindungi segenap
keyakinan dan budaya bangsa. Setiap agama termasuk agama Islam dalam
indoktrinasinya memiliki konsep-konsep teologis yang membina dan membangun
69
pemikiran umat tentang relasi antara manusia dengan Tuhan “Yang Suci” dan
manusia dengan sesamanya. Konsep “Ketuhanan” merupakan pokok utama dari
ajaran setiap agama dalam membangun mental spiritualitas yang salah satunya
menghargai keberagaman.
Dalam Q., 42:15 berkata “Oleh karena itu (Wahai Nabi) ajaklah dan
tegaklah engkau sebagaimana diperintahkan, serta janganlah engka mengikuti
keinginan nafsu mereka. dan katakan kepada mereka, Aku beriman kepada kitab
manapun yang diturunkan Allah, dan aku diperintahkan untuk bersikap adil di
antara kamu. Allah (Tuhan Yang Maha Esa) adalah Tuhan kami dan Tuhan kamu
sekalian. Bagi kami amal perbuatan kami, dan bagi kamu amal perbuatanmu.
Tidak perlu perbantahan antara kamu dan kamu. Allah akan mengumpulkan
antara kita semua, dan kepada-Nya semua akan kembali”. Dengan demikian umat
Islam harus menginterpretasikan secara jelas dalam mengembangkan pluralisme
agama dengan tidak memperluas masalah kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha
Esa yang hanya dimiliki oleh agama tertentu.
Dalam QS. Al-Ikhlas ayat 1-4 dituliskan: “Keesaan Tuhan memiliki
prioritas yang tak terbantahkan lagi, “Katakanlah, Dia-lah: Allah Yang Maha
Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung pada-Nya segala sesuatu. Dia tidak
beranak dan tiada pula diperanakkan dan tidak ada seorangpun yang setara
dengan Dia”. Secara konprehensif agama Islam dalam sisi dogmatisnya sangat
menekankan makna keesaan Tuhan/Allah. Persoalannya terletak pada cara setiap
Muslimin untuk memahami dengan baik dan benar dasar Al-Quran ini.
Sensitivitas merupakan sifat utama dalam membicarakan kepercayaan terhadap
70
Allah, bisa mengakatkan benturan pada saat interpretasi Kitab Suci ini berdimensi
tunggal. Ketergantungan segala sesuatu termasuk manusia terhadap Allah member
ruang gerak kepada setiap Muslim untuk menerjemahkannya dalam konteks
keIndonesiaan yang beragam agamanya dan kepercayaannya. Tidak
diperkenankan umat Islam melakukan tindakan kekerasan dengan alasan agama,
berdasarkan hasil tafsiran, itulah bahaya dalam memahami teks al-Quran dalam
alur berpikir terbatas dan eksklusif. Tuhan dalam keesaanNya harus dipahami
secara terbuka, dengan demikian maksud keilahian Tuhan adalah juga bagian dari
rasa penghargaan terhadap agama-agama lain.
Dalam agama Islam Tauhid adalah istilah yang digunakan pada saat
berbicara tentang “Ketuhanan”. Secara umum, umat Muslim memiliki keyakinan
bahwa Tuhan itu Esa, dalam ke-Esaan-Nya, Tuhan memiliki otoritas yang tinggi
terhadap manusia. Nilai dari “Ketuhanan” dalam agama Islam sebenarnya tidak
bersifat eksklusif, sifatnya universal yang bisa menjangkau seluruh umat manusia
pada umumnya. Semua bersumber pada perspektif seseorang ketika membaca
Kitab Suci. Tafsiran yang harafiah bisa berakibat eksklusivisme dan stigmatisasi
terhadap agama lain. Biasanya, kedangkalan tafsiran Kitab Suci dilakukan oleh
kelompok fundamentalisme yang telah mengidiologisasikan suatu teks menjadi
pendukung dalam melakukan ekspansi pemikiran yang sangat keliru dan tidak
benar.
Ketuhanan Yang Maha Esa dalam sisi dogmatisnya memiliki gagasan
ideal untuk membangun kehidupan umat yang harmonis, agamis dan humanis.
Konsep Ketuhanan menjadi wilayah yang sensitif bagi setiap agama. Penjelasan
71
dan ide-ide tentang Ketuhanan tidak bisa dijabarkan secara harafiah, apalagi telah
ada ideologi politik. Kemajemukan agama telah mencirikan identitas Ketuhanan,
karena masing-masing agama memberikan uraian dan konsep tentang Ketuhanan
itu. Paman Ketuhanan Yang Maha Esa menurut Islam tidak lain adalah mengaku
dan percaya bahwa Tuhan yang mereka sebut Allah adalah Esa/satu, tidak bisa
disandingkan dengan bentuk-bentuk allah lain. Namun, pemahaman ini tidak
menjadi alasan bagi agama Islam untuk tidak menghargai, menerima dan
mengakui keyakinan serta kepercayaan agama-agama lain. Apabila hal itu yang
terjadi, maka hanya agama Islam yang paling benar, sedangkan agama-agama lain
tidak. Pernyataan-pernyataan seperti itu sangat tidak relevan di tempatkan pada
konteks Indonesia yang beragam agama.
Umat muslim kampung Jawa Tomohon mengaplikasikan dengan baik
makna dari kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Nilai-nilai kemanusian
hasil dari pemahaman ini menjadi prioritas utama dalam menjaga stabilitas
kerukunan antar umat beragama dengan tidak memaksakan orang yang bukan
agama Islam untuk memeluk agama Islam. Memang tidak mudah bagi masyarakat
kampung Jawa Tomohon untuk merealisasikan makna dari Ketuhanan Yang
Maha Esa, harus ada kesadaran dan pengetahuan yang luas mengenai rumusan ini,
jika tidak, kesenjangan sosial yang akan terjadi. Relasi sosial yang baik antara
umat muslim Kampung Jawa Tomohon dengan masyarakat disekitarnya
merupakan substansi dari makna Ketuhanan Yang Maha Esa.
Di tempat lain, Pancasila khususnya Ketuhanan Yang Maha Esa oleh
beberapa orang, memberikan pandangan bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa
merupakan pernyataan politis yang pada konteks itu adalah asas untuk
72
menyatukan keberagaman agama demi tercapainya kemerdekaan Indonesia.
Walaupun Ketuhanan Yang Maha Esa lahir dari konsensus politis, rumusan itu
telah menjadi wawasan terbuka yang mampu diterima oleh seluruh masyarakat
Indonesia untuk menjadi bagian dari bangsa yang berKetuhanan Yang Maha Esa.
Agama Islam dan Kristen memiliki argumentasi dalam mengasumsikan
prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa. Agama Kristen, nilai Ketuhanan Yang Maha
Esa salah satu diuraikan dalam Ulangan 6:4-6 “…Dengarlah, hai orang Israel:
TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa! Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan
segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.
Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan…”.
Dalam kalangan agama Yahudi kepercayaan kepada Tuhan Yang Esa, tidak hanya
berimplikasi di bidang agama (satu Allah dan satu Nama), tetapi juga
implikasinya dibidang kesusilaan (satu bangsa dan satu taurat). Ayat ini ingin
mempertegas dan meminta pengakuan kepada bangsa Israel bahwa Allah itu
adalah esa.
Ayat ini sering juga disebut Syema yang merupakan perintah penting yang
harus sungguh-sungguh diperhatikan. Kata syema berarti “mendengar dengan
sungguh-sungguh dan menaatinya”. Tuhan Yesus sendiri menyebut syema sebagai
hukum yang terutama dan pertama dalam hukum Taurat (Markus 12:28-30;
Matius 22:36-38).
Ayat dalam Ul. 6:4-6 diucapkan oleh Musa kepada bangsa Israel, ketika
Musa akan meninggalkan Israel karena mati. Ucapan ini sebenarnya mewujudkan
suatu pengakuan iman yang ditekankan kepada Israel pada waktu itu, agar supaya
73
Israel jangan melupakannya. Pengakuan iman ini bukanlah rumusan Musa sebagai
hasil pemikiran akalnya, yang diperolehnya dengan memandang kepada gejala-
gejala alam semesta, atau disimpulkan dari hukum akal, melainkan didasarkan
atas pengalaman-pengalaman Musa dan pengalaman-pengalaman umat Israel
sendiri, sejak Tuhan Allah memperkenalkan diri-Nya kepada Israel dengan
melepaskan Israel dari tanah perhambaan di Mesir.
Di sini diakui, bahwa Allah Israel adalah Tuhan. Arti nama ini yaitu
bahwa dengan nama ini Tuhan Allah memperkenalkan diri-Nya sebagai sekutu
Israel. Sebagai sekutu Israel Tuhan Allah adalah Allah yang setia, yang memenuhi
segala janji-Nya. Dengan mengingatkan kepada nama itu Musa bermaksud
menekankan, bahwa Tuhan adalah setia, yang benar-benar telah memegang teguh
kepada apa yang telah difirmankan dan diperbuat. Bahwa TUHAN adalah Allah
yang setia, bukanlah suatu teori bagi Musa dan bagi bangsa Israel di dalam
Firman dan karya Tuhan Allah di sepanjang sejarah Israel hingga kini dan akan
diteruskan di dalam kelanjutan sejarah itu.
Keesaan Tuhan harus dipahami juga sebagau norma kesusilaan,
implikasinya telah nyata dalam Perjanjian Baru sendiri, di mana tidak hanya
diuraikan bahwa dari satu orang saja Allah telah menjadikan umat manusia untuk
mendiami seluruh muka bumi (Kis. 17:26). Dalam kalangan agama Kristen
kepercayaan kepada Tuhan Yang Esa tidak hanya mempunyai implikasi dibidang
agama melainkan di bidang moral yang tetap mererapkan perbuatan-perbuatan
yang benar dan bermoral. Kepercayaan ini menjadi pendorong umat untuk berlaku
terbuka dan menjalin hubungan baik dengan orang lain. Hal ini, dilihat atas
74
interpretasi untuk dapat mengasihi Tuhan Allah dengan segenap hati, jiwa dan
kekuatan. Maka, dalam proses mengasisi Tuhan Allah dengan penuh pemaknaan
dan penjiwaan, manusia harus mengasihi sesamanya sebagai bentuk
keseimbangan dan aktualisasi konkrit atas pemaknaan terhadap sifat-sifat dan nilai
Ketuhanan yang menekankan perdamaian dengan semua orang.
Sejarah telah membuktikan bahwa perumusan Ketuhanan Yang Maha Esa
di letakkan sebagai sila pertama dalam Pancasila tidak lain adalah untuk
memberikan gambaran yang jelas bahwa bangsa Indonesia memiliki tolok ukur
untuk menjalankan dan mengamalkan sila-sila yang lain. Beberapa tahun terakhir,
kita perhadapkan dengan peristiwa-peristiwa, terorisme, ketidakadilan, fanatisme,
politik yang berpihak, tidak bebasnya masyarakat beragama, dsb, itulah realitas
dan kesenjangan sosial yang hadir di konteks bangsa Indonesia. Hadirnya
kelompok-kelompok garis keras dengan paham egaliter dan fundamentalisme
telah menjadi ancaman besar bagi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ironisnya, apabila kelompok-kelompok garis keras telah membawa simbol dan
tema agama tertentu. Dengan demikian masyarakat non-Muslim akan memberikan
stigmatisasi serta mengidentikan agama Islam sebagai agama yang suka tindakan
kekerasan dan pemaksaan.
Agama Islam dalam menjawab konsep “Ketuhanan Yang Maha Esa” harus
berdasarkan Kitab Suci Al-Quran, karena disitulah tersirat makna-makna teologis
yang dialogis. Umat Muslim Kampung Jawa Tomohon memiliki kesadaran,
bahwa mereka berada dalam konteks bangsa yang beragam. Hal utama yang harus
mereka lakukan adalah membuka ruang untuk saling menerima dan berdialog
dengan agama-agama lain, inilah esensi dari refleksi kepercayaan dan ketakwaan
75
terhadap Ketuhanan Yang Maha Esa. Di dalam doktrin Islam, tidak ada ayat suci
Al-Quran yang mendorong seseorang untuk bertindak kejam dan tidak
berprikemanusiaan.
Dewasa ini, stigmatisasi terhadap suatu agama sering terjadi, hal ini
diakibatkan oleh ketidaktahuan masyarakat tentang nilai-nilai luhir yang
tersimpan oleh setiap agama. Pada dasarnya semua agama memberikan pengaruh
dan dorongan kepada umatnya untuk menerapkan nilai-nilai kemanusiaa. Dengan
demikian tidak menjadi alasan untuk melakukan penguasaan terhadap agama lain
dan hegemoni terhadap suatu kepercayaan. Kini umat Muslim sedang mengalami
krisis identitas yang diakibatkan oleh kelompok-kelompok garis keras yang
membawa dakwah eksklusivnya, mereka hadir dengan alasan ingin
mengembalikan kesucian Islam dalam identitas yang sesunggunya.
Segala bentuk kemaksiatan yang membawa nama agama Islam bukalah
representatif umat Muslim yang ada di Indonesia, jadi tidak menjadi alasan bagi
agama-agama lain untuk memberikan kesimpulan-kesimpulan negatif terhadap
suatu agama. Jika kita melihat peta kehidupan antar umat beragama di Indonesia,
disatu sisi akan ditemukan beberapa masyarakat yang bersikap inklusif terhadap
agama-agama lain dan disisi lain telah ada saling curiga, ketertutupan, perasaan
dendam dsb.
Umat Muslim Kapung Jawa Tomohon, merupakan komunitas masyarakat
yang mayoritas beragama Islam, yang menjadikan Al-Quran sebagai Kitab Suci
dan sumber dogmatis. Dengan tegas umat Muslim menolak segala bentuk
tindakan kekerasan yang mengatasnamakan agama Islam, karena di dalam Islam
76
tidak pernah tertuang ayat-ayat Al-Quran yang menyerukan kepada setiap
umatnya untuk saling menumbangkan satu sama lain. Model utama sebagai wujud
pengetahuan yang luas tentang Ketuhanan Yang Maha Esa dibuktikan dengan
realitas hidup yang penuh dengan kerukunan dan kedamaian.
Kebebasan beragama dan kerukunan antar umat beragama merupakan
potensi utama dalam mewujudkan keharmonisan bangsa Indonesia. Wilayah
agama merupakan imanensi antara manusia dengan Tuhan. Negara pun dalam
konstitusi UUD 1945 pasal 29 menjamin kebebasan seseorang untuk memeluk
suatu agama Kepentingan masa kini, melihat situasi masyarakat Indonesia adalah
kebutuhan menjalin kerukunan antar umat beragama. Hal ini bisa diwujudkan
dengan berbagai langkah dan metode strategis, salah satunya adalah dialog antar
umat beragama. Dialog yang dimaksud bukan pertemuan yang akan melakukan
misi-misi agamis tertentu atau ideologisasi agama tertentu. Apabila yang
demikian terjadi, maka kepentingan dialog tidak lain adalah penyeragaman.
Keterbukaan dan melepaskan rasa curiga menjadi modal utama untuk memupuk
kredibilitas dalam membangun dialog antar umat beragama. Langkah ini,
memberikan ruang kepada masing-masing agama saling memberi masukan demi
kepentingan bersama. Pokok-pokok iman dipandang, bisa menjadi fokus
pertemuan dalam rangka dialog. Paham Ketuhanan Yang Maha Esa bisa dibedah
dan dibicarakan secara bersama dalam dialog, misalnya Islam dan Kristen
memiliki pemahaman yang sedikit berbeda tentang Ketuhanan Yang Maha Esa.
Hasil dari dialog antar umat beragama bisa memunculkan nilai-nilai positif dalam
melihat kesenjangan sosial di Indonesia.
77
Model-model pendekatan seperti dialog sementara dilakukan oleh umat
Muslim Kampung Jawa Tomohon, karena sebuah hubungan yang baik dengan
sesama manusia yang berbeda agama, dipandang sebagai sebuah kebutuhan dalam
kehidupan beragama dan bermasyarakat. Pemerintah sebagai bagian yang
mendukung Pancasila sebagai sebagai dasar negara, harus bersikap netral tanpa
ada kepentingan untuk berpihak. Penggagalam konstitusi yang telah disepakati
bersama demi kepentingan publik sering kali dicegal oleh institusi pemerintah
yang membawa kepentingan politik yang berakibat pada praktek ketidakadilan,
diskriminasi dan pelanggaran Hak Asasi Manusia.
Oleh kerena itu, pemahaman Ketuhanan Yang Maha Esa dalam bingkai
Pancasila bersifat universal dan dalam interpretasi terhadap-Nya, berimplikasi
pada kebebasan beragama dan kerukunan antar umat beragama. Inilah fakta
normatif berdasarkan kajian-kajian teoritis dan empiris dari suatu komunits yang
memeluk agama Islam. Sedangkan, fakta empiris tidak lain adalah kelaborasi
konseptual dan realitas sosial.
Hal penting yang harus kita perhatikan, kemajemukan bukan dilihat
sebagai ketidaknyamanan. Kemajemukan terjadi secara alamiah, dengan demikian
kemajemukan harus dipandang sebagai kekayaan dalam membangun pemikiran-
pemikiran cerdas untuk keutuhan bangsa Indonesia. Baik ajaran Islam dan
Kristen, banyak memiliki sisi positif yang menekankan keutuhan dan harmonisasi
terhadap ciptaan Tuhan Yang Esa. Kepercayaan dan keyakinan kepada Tuhan
Allah yang kita yakini dalam pengakuan iman kita harus menjadi prioritas utama
namun dibalik otoritas Tuhan yang adalah Maha Kuasa, Dia menghendaki pola
hidup yang bisa mencerminkan karakter yang mulia.
78
Sejauh ini, agama Kristen dan Islam menjadi sorotan dari peristiwa konflik
antar agama. Padahal, dari perspektif sejarah banyak mengatakan banyak
kesamaan dan keterhubungan satu sama lain. Pada dasarnya masing-masing
agama memiliki perbedaan-perbedaan yang mendasar, dibalik perbedaan itu ada
nilai-nilai luhur dan mulia untuk membangun pandangan yang sama dalam
meretas jalan-jalan Tuhan Yang Maha Esa menuju konteks masyarakat yang
rukun dan damai.
Dalam Sidang Raya X DGI di Ambon 1984 Dr. T.B. Simatupang
memberikan penegasan dan ajakan untuk berpartisipasi dalam pengamalan
Pancasila dalam pembangunan nasional bukan berarti kita mengkristenkan
Pancasila atai mempancasilakan gereja. Gereja tidak mempunyai dasar yang lain
kecuali dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus. Semua warganegara
yang menganut agama-agama dan kepercayaan-kepercayaan yang berlainan
bersama-sama mengamalkan Pancasila untuk membangun masa depan bersama,
dalam suasana kerukunan dan kebebasan yang bertanggung jawab.
Pengamalan sila Ketuhanan Yang Maha Esa berarti ajakan kepada agama-
agama dan kepercayaan-kepercayaan untuk bersama-sama mengembangkan
dasar-dasar moral yang positif, kreatif dan kritis bagi pembangunan kita. Sila ini
tidak merupakan dalil teologi. Negara tidak berteologi. Yang berteologi adalah
agama-agama. Dengan adanya sila pertama ini dijamin tempat yang wajar bagi
dimensi religius dalam kegidupan negara dan bangsa.
79
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis memberikan uraian berdasarkan data wawancara dan studi
teoritis, maka dapat disimpukan dengan beberapa pandangan-pandangan umum
berikut ini:
1. Umat Muslim Kampung Jawa Tomohon memiliki pemahaman yang
universal tentang Ketuhanan Yang Maha Esa. Secara dogmatis, penjelasan
tentang Ketuhanan Yang Maha Esa dikaji berdasarkan Al-Quran sebagai
sumber utama.
2. Pancasila diterima dengan baik oleh Umat Muslim di Kampung Jawa
Tomohon sebagai ideologi dan dasar dalam menjujung kebebasan
beragama demi terwujudnya kerukunan antar umat beragama.
3. Pancasila khususnya sila Ketuhanan Yang Maha Esa mendapat tanggapan
positif dari umat Muslim Kampung Jawa Tomohon sebagai rumusan
terpenting untuk memperjelas identitas bangsa Indonesia yang berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa.
4. Interpretasi pemahaman Ketuhanan Yang Maha Esa dari Umat Muslim
Kampung Jawa Tomohon berdampak pada pengakuan terhadap keyakinan
dan kepercayaan agama-agama lain, demi membangun stabilitas
kerukunan antar umat beragama dengan memberikan ruang kepada umat
yang beragama lain untuk memiliki kebebasan beragama.
5. Kelompok-kelompok Fundamentalisme yang memakai Agama Islam tidak
mendapat pengakuan dari umat Muslim Kampung Jawa Tomohon.
80
Dengan demikian, tindakan-tindakan kekerasan yang gencarkan oleh
aliran fundamentalisme ini, tidak representatif agama Islam di Indonesia
termasuk umat Muslim di Kampung Jawa Tomohon.
6. Umat Muslim sementara menghadapi pergumulan, oleh karena telah
terjadi stigmatisasi dari umat non-Muslim terhadap umat Muslim yang
diakitabkan dengan hadirnya kelompok-kelompok fundamentalisme yang
membawa nama Islam dengan aksi teroris dan subversif terhadap agama
lain.
7. Pancasila merupakan penegasan yang jelas dalam mengakomodir setiap
agama-agama yang ada di Indonesia. Kebebasan beragama dan kerukunan
antar umat beragama menjadi substansi dalam konteks negara yang
memiliki keberagaman agama, maka Pancasila hadir sebagai ideologi
terbuka dalam jaminan dan dukungan status hukum untuk beraktivitasnya
setiap agama secara bebas tanpa ada intervensi dari berbagai pihak.
8. Telah ada stigmatisasi, bahwa Pancasila hanyalah rumusan politis oleh
para Pendiri Bangsa. Oleh karena itu Pancasila sangat tidak bernilai dalam
hal keagamaan. Namun, pernyataan-pernyataan itu terbantahkan, oleh
karena Pancasila terumus dan lahir atas konsensus bersama yang
merupakan cita-cita bersama yang telah lahir dan berkembang.
9. Kitab Suci Al-Quran tidak pernah memberi rujukan kepada setiap pemeluk
agama Islam untuk melakukan tindakan kekerasan dan pemaksaan
seseorang untuk memeluk agama Islam, tetapi kebebasan orang untuk
beragama menjadi bagian dari pengamalan iman terhadap Ketuhanan
Yang Maha Esa.
81
10. Pemerintah harus lebih aktif dalam mengamalkan Pancasila yang adalah
dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia dan UUD 1944 dalam rangka
menjawab kecemasan dan ketakutan masyarakat terhadap praktek-praktek
ketidakadilan kepada suatu agama.
11. Keberagaman agama terjadi secara alamiah tanpa ada intimidasi dari pihak
manapun, dipahami juga keberagamaan adalah realitas sosial yang harus
dijaga dan dikembangkan dalam rangka membentuk tatanan hidup yang
saling menghargai satu sama lain.
12. Dialog antar umat beragama merupakan kebutuhan dari masing-masing
agama sebagai antisipasi terjadinya salah pengertian baik dari sisi
dogmatis, interpetasinya dan aktualisasinya dalam realitas sosial dan
keagamaan.
B. Saran
Berdasarkan data hasil penelitian, analisis, serta pendalaman teoritis, maka
telah ada pokok-pokok pikiran yang akan dijadikan saran atau berupa sumbangan
pemikiran sebagai pengembangan studi agama-agama khususnya bagi Umat
Muslim di Kampung Jawa Tomohon.
1. Pengajaran tentang Ketuhanan Yang Maha Esa harus lebih diintensifkan
lagi oleh tokoh-tokoh agama dalam rangka membangun dan mendidik pola
pikir umat agar tidak terjebak pada eksklusivisme.
2. Dialog antar umat beragama harus berjalan secara efektif untuk menjaga
hubungan baik dengan agama-agama lain dalam rangka kerukunan antar
umat beragama.
82
3. Hubungan keluarga umat Muslim Kampung Jawa Tomohon dengan
keluarga yang berada di kelurahan-kelurahan tetangga, harus tetap dijaga
dengan baik demi terciptanya rasa saling pengertian satu sama lain.
4. Pendekatan budaya menjadi salah satu langkah efektif dalam membangun
hubungan sosial dengan orang lain, apalagi sebagian besar umat Muslim
Kampung Jawa Tomohon telah mengalami perpaduan budaya Jawa-
Minahasa.
5. Pemerintah bisa menjadi mediator dalam rangka pertemuan antar agama.
Di dalamnya membicarakan langkah-langkah strategis untuk melihat
realitas-realitas sosial. Dalam pertemuan ini, konsentrasi lebih dipusatkan
untuk mengatasi kesenjangan-kesenjangan sosial yang tidak relevan
dengan nilai-nilai keagamaan.
6. Pemerintah harus lebih mengintensifkan dan memaksimalkan proses
pengamalan Pancasila berdasarkan butir-butir yang dipandang sangat ideal
dan relevan di tengah-tengah situasi Indonesia yang penuh dengan
kesenjangan dan ketimpangan sosial. Jika tidak demikian maka Pancasila
akan tidak bermakna apa-apa sebagai ideologi negara. Pemikiran ini,
berkaca dengan realitas sosial yang sedang dialami oleh negara. Harus ada
keseimbangan antara Pancasila yang menjadi dasar negara dengan praktek
dalam pemerintahan dan sosial kemasyarakatan.
83
DAFTAR PUSTAKA
REFERENSI:
LAI, Lembaga Alkitab Indonesia, 2008
Al-Quran, terjemahan Indonesia, Departemen Agama Republik Indonesia, 2002
LITERATUR:
Abdullah, Amin M., Studi Agama, Jakarta: Pustaka Pelajar, 1996
Arikunto, Suharmisi, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineke Cipta, 1998
Bahar, Saafroedin, et.al. (Peny.), Risalah Sidang Badang Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995
Banawiratma, J. B., Aspek-aspek Telogi Sosial, Yongyakarta:Kanisius 1989
Budiyono AP., Membina Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama, Yogyakarta: Yayasan Kanisius, 1983
Connolly, Peter (ed.)., Aneka Pendekatan Studi Agama, Yogyakarta : LKIS
Dhakidae, Daniel, Cendekiawan dan Kekuasaan dalam Negara Orde Baru, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003
Darmaputera, Eka, Pancasila: Identitas dan Modernitas, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1987
Madjid, Nurcholish, Islam Doktrin dan Peradaban : Sebuah Telaah Kritis Tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan Kemoderenan, Jakarta : Yayasan Wakaf Paramadina, 1992
Moleong, Lexy, J., Metode Penelitian Kualitatif: Edisi Refisi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009
Muhammady, Usman, EL., Ilmu Ketuhanan Yang Maha Esa, Jakarta : Pustaka Agusalim, 1963
Oesman O.A., Pancasila sebagai Ideologi “Menurut Abdurrahman Wahid “, Jakarta: Perum percetakan negara RI, 1991
84
Panitia Lima, Uraian Pancasila, Jakarta: Mutiara, 1977
Pasha, Musthafa K., “Pancasila dalam tinjauan historis, yuridis dan filosofis”, Citra Karsa Mandiri, 2002
Pratigno, Imam, Filsafat Negara: Pantja Sila, Jakarta : Usdek, 1963
Sairin, Weinata, Kerukunan umat beragama pilar utama kerukunan berbangsa: butir-butir pemikiran, Jakarta : Gunung Mulia, 2006
Soekarno, Ir., Di Bawah Bendera Revolusi, Jilid II Jakarta: Di bawah Bendera Revolusi, 1965
Schumann, Olaf, Agama-agama:Kekerasan dan Perdamaian, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011
Surachmad, W., Dasar dan Teknik Research, Bandung: Remadja Karya, 1989
Wahid, Abvdurrahman, dkk., Elga Sarapung, dkk. (ed.), Dialog : Kritik dan Identitas Agama, Yogyakarta : Interfidei, 2004
Yewangoe, Andreas, A., Agama dan Kerukunan, Jakarta: Gunung Mulia, 2009
WEBSITE:
http://www.nusahati.com/2011/10/hak-sipil-kebebasan-beragama
http://mohamadnatsir.wordpress.com/2011/01/13/natsir-dan-pancasila
85
LAMPIRAN 1 (Daftar Pertanyaan Wawancara)
1. Menurut agama yang anda anut, apa yang anda pahami tentang Ketuhanan
Yang Maha Esa?
2. Apa yang anda pahami tentang Pancasila kaitannya dengan Ketuhanan Yang
Maha Esa?
3. Apa hubungan Ketuhanan Yang Maha Esa dengan Agama?
4. Dimana anda mengetahui pemahaman tentang Ketuhanan Yang Maha Esa?
5. Apa dampak yang terjadi setelah anda mengetahui pemahaman Ketuhanan
Yang Maha Esa?
6. Menurut anda, apakah tepat Ketuhanan Yang Maha Esa dijadikan salah satu
dasar sebagai ideologi dalam konteks keberagamaan agama?
7. Bagaimana hubungan Ketuhanan Yang Maha Esa dengan Kebebasan
Beragama dan Kerukunan Antar Umat Beragama?
8. Apakah umat Muslim Kampung Jawa Tomohon telah mengamalkan
Pancasila khususnya sila Ketuhanan Yang Maha Esa?
9. Dalam bentuk apa umat Muslim membuktikan bahwa Ketuhanan Yang Maha
Esa telah dipahami dan diamalkan?
10. Apa tanggapan anda tentang konflik-konflik yang mengatas namakan agama
dan ajaran Islam?
11. Bagaimana situasi Kebebasan agama dan Kerukunan antar umat beragama di
Kampung Jawa Tomohon?
12. Apa yang telah institusi pemerintah dan institusi agama lakukan untuk
mempererat kerukunan antar umat beragama?
86
LAMPIRAN 2 (Data Informan)
MEWAKILI PEMERINTAH
1. Nama : Munir Lihawa
Umur : 57 Tahun
Pendidikan Terakhir : S1
Pekerjaan : Lurah Kampung Jawa Tomohon
2. Nama : Hidayat Maskun, S.Pd
Umur : 45 Tahun
Pendidikan Terakhir : S1
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil
3. Nama : Ratna Togas
Umur : 42 Tahun
Pendidikan Terakhir : S1
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil
MEWAKILI TOKOH-TOKOH AGAMA
4. Nama : Hj. Tommy Tubagus
Umur : 69 Tahun
Pendidikan Terakhir : PG. SLP
Pekerjaan : Ketua Majelis Ulama Indonesia di Tomohon
5. Nama : Mohamad Solihi, S.Pd
Umur : 37 Tahun
Pendidikan Terakhir : S1
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil
6. Nama : Imam Johari Likit
87
Umur : 43 Tahun
Pendidikan Terakhir : SMA
Pekerjaan : Tokoh Agama
MEWAKILI TUA-TUA KAMPUNG JAWA
7. Nama : Awad Tubagus
Umur : 71 Tahun
Pendidikan Terakhir : SMA
Pekerjaan :
8. Nama : Ahmad Masjebeng
Umur : 73 Tahun
Pendidikan Terakhir : SR
Pekerjaan : -
9. Nama : Darmawan S.
Umur : 69 Tahun
Pendidikan Terakhir : SR
Pekerjaan : Pensiunan Pegawai Negeri Sipil
10. Nama : Ahmad Abusalam
Umur : 70 Tahun
Pendidikan Terakhir : SR
Pekerjaan : -
MEWAKILI PEMUDA PEMUDA
11. Nama : Abdullah Abusalam
Umur : 29 Tahun
Pendidikan Terakhir : SMA
88
Pekerjaan : Pegrajin
12. Nama : Jein Pangkerego
Umur : 29 Tahun
Pendidikan Terakhir : S1
Pekerjaan : Pegawai Swasta
13. Nama : Abdurahman
Umur : 34 Tahun
Pendidikan Terakhir : SMP
Pekerjaan : Pedagang
14. Nama : Retno Abusalam
Umur : 38 Tahun
Pendidikan Terakhir : S1
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil
Keterangan:
Responden-responden yang telah diuraikan di atas merupakan orang-orang
yang telah dipilih berdasarkan konsultasi dengan Bpk. Munir Lihawa sebagai
Lurah Kampung Jawa Tomohon, mereka memiliki kompetensi dalam menjawab
tujuan dari penulis. Sebagian besar perpendidikan stratum satu, dan ada sebagian
yang berpendidikan terakhir SMA namun dalam pemahamannya responden-
responden ini memberikan pernyataan yang jelas dan berdasarkan fakta.
89