ketidaksinkronan peraturan perundang …

6
39 KETIDAKSINKRONAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN MENGENAI KEWAJIBAN INGKAR NOTARIS Erlina Kusumaningdiah Email : [email protected] Mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Sebelas Maret Surakarta Mulyoto Dosen Fakultas Hukum Magister Kenotariatan Universitas Sebelas Maret Surakarta Abstack This study aims to find out a lot of the laws and regulations that deny each other with each other. Obligation to keep confidential the contents of the notarial deed and obligations as good citizens in law enforcement. The principle of equality before the law creating notary must submit and adhere to the provisions of the Act that are not synchronized with the Oath of Office to keep secret all the information and contents delivered to the Notary deed that is the will of the parties. This research is descriptive normative law. This research was carried out by comparison approach (Comparative Approach). The data used is secondary data. Data collection techniques used were inventoried secondary law in the form of legal materials. Technical analysis of the data used by technical analysis, looking for non singkronan applicable law. Many of the rules that are denied and abolished in default of obligations, thus making decision-makers to use regulation to doubt taken his decision if the issue involves a notary. Keywords: unsynchronicity, Obligation Default Notary. Abstak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui banyak peraturan perundang-undangan yang saling menafikan antara satu dengan yang lain. Kewajiban merahasiakan isi akta dan kewajiban Notaris sebagai warganegara yang baik dalam penegakan hukum. Prinsip equality before the law membuat Notaris harus tunduk dan patuh terhadap ketentuan Undang-Undang yang lain yang tidak singkron dengan Sumpah Jabatan Notaris untuk merahasiakan semua keterangan dan isi akta yang disampaikan kepada Notaris yang merupakan kehendak para Pihak. Penelitian ini merupakan penelitian hukum Normatif yang bersifat deskriptif. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan perbandingan (Comparative Approach). Jenis data yang digunakan yaitu data sekunder. Tehnik pengumpulan data yang digunakan yaitu inventarisasi bahan hukum sekunder yang berupa bahan-bahan hukum. Tehnik analisis data yang digunakan dengan tehnik analisis deskriptif, mencari ketidak singkronan Undang-Undang yang berlaku. Banyak peraturan yang saling manafikan dan meniadakan kewajiban ingkar Notaris, sehingga membuat pengambil keputusan menjadi ragu menggunakan peraturan untuk megambil keputusan jika terjadi persoalan yang melibatkan Notaris. Kata Kunci: Ketidaksinkronan, Kewajiban Ingkar Notaris. A. Pendahuluan Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 45), menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum. Untuk menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum dibutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat autentik mengenai perbuatan, perjanjian, penetapan dan peristiwa hukum dihadapan atau oleh pejabat yang berwenang. Notaris sebagai pejabat umum yang menjalankan profesi dalam memberikan jasa hukum kepada masyarakat perlu mendapatkan perlindungan dan jaminan demi tercapainya kepastian hukum. (Pertimbangan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2014 Tentang Perubahan Terhadap Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris). Kehadiran Notaris selaku pejabat umum, memegang peranan penting dalam bidang hukum, khususnya yang berkaitan dengan pembuatan akta autentik sebagai alat bukti tertulis. Hal ini bertujuan untuk menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum yang dibutuhkan

Upload: others

Post on 24-Nov-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KETIDAKSINKRONAN PERATURAN PERUNDANG …

39

KETIDAKSINKRONAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN MENGENAI KEWAJIBAN INGKAR NOTARIS

Erlina KusumaningdiahEmail : [email protected]

Mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Sebelas Maret Surakarta

MulyotoDosen Fakultas Hukum Magister Kenotariatan Universitas Sebelas Maret Surakarta

AbstackThis study aims to find out a lot of the laws and regulations that deny each other with each other. Obligation to keep confidential the contents of the notarial deed and obligations as good citizens in law enforcement. The principle of equality before the law creating notary must submit and adhere to the provisions of the Act that are not synchronized with the Oath of Office to keep secret all the information and contents delivered to the Notary deed that is the will of the parties. This research is descriptive normative law. This research was carried out by comparison approach (Comparative Approach). The data used is secondary data. Data collection techniques used were inventoried secondary law in the form of legal materials. Technical analysis of the data used by technical analysis, looking for non singkronan applicable law. Many of the rules that are denied and abolished in default of obligations, thus making decision-makers to use regulation to doubt taken his decision if the issue involves a notary.Keywords: unsynchronicity, Obligation Default Notary.

AbstakPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui banyak peraturan perundang-undangan yang saling menafikan antara satu dengan yang lain. Kewajiban merahasiakan isi akta dan kewajiban Notaris sebagai warganegara yang baik dalam penegakan hukum. Prinsip equality before the law membuat Notaris harus tunduk dan patuh terhadap ketentuan Undang-Undang yang lain yang tidak singkron dengan Sumpah Jabatan Notaris untuk merahasiakan semua keterangan dan isi akta yang disampaikan kepada Notaris yang merupakan kehendak para Pihak. Penelitian ini merupakan penelitian hukum Normatif yang bersifat deskriptif. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan perbandingan (Comparative Approach). Jenis data yang digunakan yaitu data sekunder. Tehnik pengumpulan data yang digunakan yaitu inventarisasi bahan hukum sekunder yang berupa bahan-bahan hukum. Tehnik analisis data yang digunakan dengan tehnik analisis deskriptif, mencari ketidak singkronan Undang-Undang yang berlaku. Banyak peraturan yang saling manafikan dan meniadakan kewajiban ingkar Notaris, sehingga membuat pengambil keputusan menjadi ragu menggunakan peraturan untuk megambil keputusan jika terjadi persoalan yang melibatkan Notaris. Kata Kunci: Ketidaksinkronan, Kewajiban Ingkar Notaris.

A. Pendahuluan

Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 45), menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum. Untuk menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum dibutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat autentik mengenai perbuatan, perjanjian, penetapan dan peristiwa hukum dihadapan atau oleh pejabat yang berwenang. Notaris sebagai pejabat umum yang menjalankan profesi dalam memberikan jasa hukum

kepada masyarakat perlu mendapatkan perlindungan dan jaminan demi tercapainya kepastian hukum. (Pertimbangan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2014 Tentang Perubahan Terhadap Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris). Kehadiran Notaris selaku pejabat umum, memegang peranan penting dalam bidang hukum, khususnya yang berkaitan dengan pembuatan akta autentik sebagai alat bukti tertulis. Hal ini bertujuan untuk menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum yang dibutuhkan

Page 2: KETIDAKSINKRONAN PERATURAN PERUNDANG …

Jurnal Repertorium Volume IV No. 2 Juli - Desember 2017

40

masyarakat terkait alat bukti tertulis yang memiliki sifat autentik mengenai keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 tentang perubahan terhadap Undang-Undang Nomor : 40 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, yaitu : “Akta Notaris yang selanjutnya disebut Akta

adalah akta autentik yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-undang ini.

Sebagai dasar kewenangan Notaris bertindak dan membuat akta autentik selaku pejabat umum yang diberi kewenangan terdapat pada Pasal 15 ayat 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dijelaskan bahwa: “Notaris berwenang membuat Akta autentik

mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan Undang-undang”.

Notaris membantu menciptakan kepastian dan memberikan perlindungan hukum kepada anggota masyarakat dengan kewenangannya membuat akta autentik, sesuai dengan hukum/Undang-Undang nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang telah diberlakukan sejak tanggal 6 Oktober 2004 (untuk selanjunya akan disebut UUJN) dan dirubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang berlaku sejak tanggal 15 Januari 2014 (untuk selanjutnya akan disebut UUJN-P). Dengan berpedoman dengan UUJN dan UUJN-P Notaris melakukan tugas jabatannya untuk memberikan bantuan kepada masyarakat dalam hal membuat Akta autentik untuk kepentingan masyarakat yang membutuhkan Akta sebagai alat bukti mengenai keadaan, peristiwa dan perbuatan hukum yang dilakukan para pihak.

UUJN merupakan peraturan yang dibuat untuk menggantikan Reglement of Het Notaris Ambt in Indonesia (S.1860 No.3) tentang Peraturan Jabatan Notaris (PJN), (Habib Adjie, Dr, SH, M.Hum,

2014:7), yang dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan akan alat bukti berupa akta autentik yang dibutuhkan masyarakat, UUJN diharapkan dapat memberikan perlindungan hukum, baik kepada masyarakat maupun terhadap Notaris itu sendiri dengan lebih baik. Dalam perkembangannya UUJN kemudian mengalami perubahan dibeberapa pasal, sehingga pada tahun 2014 disahkan peraturan tentang jabatan Notaris yang baru yaitu Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 tentang Perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Dalam UUJN dan UUJN-P tersebut diatur mengenai kewenangan, kewajiban dan larangan bagi Notaris dalam menjalankan tugas dan jabtannya selaku pejabat umum. Salah satu kewajiban Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya adalah kewajiban untuk merahasiakan akta yang dibuatnya. Dalam Pasal 1 angka 1 UUJN-P dinyatakan bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya. Notaris mempunyai kewenangan untuk membuat akta autentik, tujuannya adalah agar akta tersebut dapat digunakan sebagai bukti pada proses peradilan jika suatu saat terjadi perselisihan antara para pihak atau ada gugatan dari pihak lain.

Notaris sebagai jabatan kepercayaan wajib merahasiakan isi akta dan segala keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan tugas dan jabatannya. Keberadaan Notaris sebagai saksi, jika dikaitkan dengan tugas jabatannya sebagai pejabat umum, selain terkait pada suatu peraturan jabatan, juga terkait pada sumpah jabatan yang diucapkan pada saat diangkat sebagai Notaris dimana Notaris wajib merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperolehnya sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Ayat (2) UUJN yang menyatakan bahwa: “Saya bersumpah/berjanji: Bahwa saya akan patuh dan setia kepada Negara

Republik Indonesia, Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-undang tentang Jabatan Notaris serta peraturan perundang-undangan lainnya.

Bahwa saya akan menjalankan jabatan saya dengan amanah, jujur, seksama, mandiri dan tidak berpihak.

Bahwa saya akan menjaga sikap, tingkah laku saya, dan akan menjalankan kewajiban saya sesuai dengan kode etik profesi, kehormatan,

Page 3: KETIDAKSINKRONAN PERATURAN PERUNDANG …

41

martabat, dan tanggung jawab saya sebagai Notaris.

Bahwa saya akan merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan saya.

Bahwa saya untuk dapat diangkat dalam jabatan ini, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan nama atau dalih apapun, tidak pernah dan tidak akan akan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada siapapun”.

Pasal 16 ayat (1) huruf f UUJN-P, menyebutkan bahwa: Merahasiakan segala sesuatu mengenai akta

yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali Undang-Undang menentukan lain.

Pasal 54 UUJN, menyebutkan bahwa: N o t a r i s h a n y a d a p a t m e m b e r i k a n ,

memperlihatkan, atau memberitahukan isi akta, grosse akta, salinan akta atau kutipan akta kepada akta kepada orang yang berkepentingan langsung pada akta, ahli waris, atau orang yang memperoleh hak, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.

Kewajiban merahasikan akta dan semua keterangan yang diperoleh oleh Notaris merupakan perintah dari undang-undang. Bukan untuk melindungi Notaris, tetapi lebih untuk melindungi para pihak yang membuat akta autentik di hadapan Notaris. Melindungi kehendak para pihak dalam mebuat akta autentik, dan untuk menjaga kepentingan yang menyangkut isi dari akta yang dibuat oleh Notaris tersebut. Notaris bukan merupakan para pihak, Notaris hanya menuangkan dan mengkonstantir apa yang dikehendaki oleh para pihak dan menuliskannya dalam akta autentik sebagai alat bukti yang sempurna bagi para pihak yang bersangkutan. (Habib Adjie, 2013:80).

Notaris wajib merahasikan akta, tidak hanya yang dicantumkan dalam akta-aktanya, akan tetapi juga semua yang diberitahukan atau disampaikan kepada Notaris pada saat akan dibuat akta tentang kehendak para pihak, dalam kedudukannya sebagai Notaris, sekalipun itu tidak dicantumkan dalam akta-aktanya. Sebagai jabatan kepercayaan, disatu sisi Notaris diberikan kewajiban menyimpan rahasia akta yang dibuat oleh/atau dihadapannya, disisi lain Notaris harus berdiri pada kepentingan negara yang mengacu pada kepentingan publik

guna penyelesaian proses hukum dalam pengadilan, sehingga menghasilkan putusan yang adil dan menjamin kepastian hukum. Dengan adanya suatu amanah yang diberikan kepada seorang Notaris, tanggung jawab Notaris terhadap suatu akta tidak hanya menyangkut kepentingan pribadi, tetapi juga menyangkut kepentingan umum. Terdapat klausul dalam Pasal 16 ayat (1) huruf f UUJN-P berbunyi “ kecuali Undang-undang menetukan lain “, dan kalimat dalam Pasal 54 UUJN “kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan”. Dalam kedua Pasal tersebut, terkesan seorang Notaris bisa memberitahukan akta kepada pihak yang tidak berkepentingan langsung kepada akta yang dibuatnya, asalkan didukung oleh peraturan perundang-undangan.(Dr Habib Adjie, S.H. M.Hum, 2013: 98)

Hukum di Indonesia salah satunya menganut asas equality berfor the law, yaitu persamaan di bidang hukum, baik itu pejabat maupun rakyat biasa sama kedudukannya di hadapan hukum. Sehingga meskipun Notaris memiliki kewajiban ingkar sebagaimana di amanatkan dalam UUJN dan UUJN-P bukan berarti Notaris tersebut kebal hukum. Jika memang Notaris terbukti melakukan kesalahan dan memberikan keterangan palsu, membatu salah satu pihak dalam mebuat akta autentik, Notaris tersebut harus mempertanggung jawabkannya baik secara hukum pidana maupun perdata.

Notaris sebagai pejabat publik yang memiliki kewenangan membuat akta autentik erat kaitannya dengan kearsipan negara. Akta Notaris merupakan salah satu arsip negara yang harus dilindungi kerahasiaan dan isinya. Tidak boleh di buka dan di serahkan kepada pihak yang tidak mempunyai kepentingan terhadap akta tersebut. Ini akan menjadi dilema bagi para Notaris bakwa akta autentik yang merupakan arsip Negara harus dijaga kerahasiaannya. Tetapi Notaris juga harus memberikan keterangan dan barang bukti fotocopy salinan akta autentik untuk menjadi bukti pada saat pemeriksaan dan di hadapan persidangan jika terjadi permasalahan terhadap akta autenik yang telah dibuat.

Undang-undang Jabatan Notaris merupakan lex specialis dari peraturan perundang-undang yang lain dalam melakukan pemeriksaan terhadadap Notaris, terhadap Notaris yang diperiksa jika permasalahan menyangkut akta yang dibuat tidak bisa diperiksa dengan Kitab Undang-undang Acara Pidana yang merupakan lex genelis, karena Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta autentik dan

Erlina Kusumaningdiah. Ketidaksinkronan Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Kewajiban Ingkar ...

Page 4: KETIDAKSINKRONAN PERATURAN PERUNDANG …

Jurnal Repertorium Volume IV No. 2 Juli - Desember 2017

42

bukan merupakan para pihak yang membuat akta tersebut. Tugas Notaris hanya mencatat apa yang dikehendaki oleh para pihak dalam akta tersebut.

Notaris sebelum menjalankan jabatannya itu terlebih dahulu harus mengangkat sumpah (diambil sumpahnya) menurut agamanya dihadapan Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Sumpah jabatan Notaris itu terdiri dari dua bagian, yaitu bagian pertama dinamakan “sumpah janji” (belovende eed) atau juga dinamakan “politiekseed” dan bagian kedua dinamakan “zuiveringsees” atau juga dinamakan “beroepseed” (sumpah jabatan).( G.H.S.L. Tobing, 1992:96) Selain itu, Notaris juga harus sudah lulus ujian kode etik Notaris yang diujikan oleh Ikatan Notaris Indonesia (INI) sebagai satu-satunya organisasi profesi Notaris yang berbadan hukum dan diakui oleh pemerintah. (Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia, 2008:227) Oleh karena itu, Notaris yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris antara lain wajib : memiliki moral, akhlak dan kepribadian yang baik, bertindak jujur, mandiri, tidak berpihak, penuh rasa tanggungjawab berdasarkan peraturan perundang-undangan dan isi sumpah jabatan Notaris.(Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia, 2008:203).

Dari uraian-uraian tersubut dimuka, maka sudah sepatutnya kepada Notaris sebagai Pejabat Umum yang mewakili Negara dan selaku salah satu unsur penegak hukum, diberikan rasa aman dan tenang untuk menjalankan jabatannya. Perlindungan Hukum yang layak, baik dan benar sesuai UUJN dan UUJN-P juga seperangkat peraturan lainnya harus ditegakan, sehingga Notaris dapat lebih tenang dan mantap melakukan pengabdian pada negara serta pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat. Hal ini cukup menarik dan aktual, oleh karenanya penulis berniat untuk melakukan penelitian ini dengan judul “KETIDAKSINKRONAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN MENGENAI KEWAJIBAN INGKAR NOTARIS”.

B. Metode Penelitian

Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah menenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin (ajaran). (Mukti Fajar ND, Yulianto

Achmad, MH, 2010:34). Penelitian hukum normatif atau memiliki persamaan dengan penelitian doktrinal (doctrinal research). Penelitian hukum seperti itu tidak mengenal penelitian lapangan (field research).( Johnny Ibrahim, 2006:46). Penelitian hukum normatif (normative law research) menggunakan studi kasus normatif berupa perilaku hukum, misalnya mengkaji undang-undang. Pokok kajiannya adalah hukum yang dikonsepkan sebagai norma atau kaidah berlaku dalam masyarakat dan menjadi acuan perilaku setiap orang. Sehingga penelitian hukum normatif berfokus pada inventarisasi hukum positif, asasa-asas dan doktrin hukum, penemuan hukum dalam perkara in concerto, sistimatik hukum, taraf sinkronisasi, perbandingan hukum dan sejarah hukum.(Abdulkadir Muhammad, 2004:52). Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum doktrinal, pada penelitian hukum jenis ini, acap kali dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas.(Amiruddin, S.H., M.Hum, dan H Zainal Asikin, S.H. S.U, 2004:118).

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Statue Approach (pendekaan undang-undang). Pendekatan undang-undang digunakan peneliti dengan tujuan sebagai dasar untuk melakukan analisis dan meneliti berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang instrumenmengenai kewajiban ingkar Notaris yang melekat pada tugas dan jabatan Notaris. Sumber hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan non hukum.

C. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Pasal 27 Undang-Undang Dasar 1945 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap warga negara sama kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan tanpa ada kecualinya. Ketentuan dalam pasal ini menyamakan semua kedudukan setiap warga negara Indonesia adalah sama di hadapan hukum, sesuai asas equality befor the law, yaitu persamaan di hadapan hukum, tidak membedakan status maupun kedudukan seseorang dihadapan hukum. Menjadi dasar bagi penyidik untuk melakukan penegakan kepada setiap warga negara secara sama rata.

Notaris memiliki hak dan kewajiban ingkar, hak ingkar merupakan das sollen atau kondisi ideal (seharusnya), sedangkan das sein-nya adalah

Page 5: KETIDAKSINKRONAN PERATURAN PERUNDANG …

43

kondisi realitas dimana masing-masing pihak punya suatu cara pandang dari sudut kacamatanya sendiri, misalnya polisi yang sama-sama ingin mencari kebenaran materiil. Notaris memiliki hak dan kewajiban ingkar bukan berarti Notaris adalah profesi yang kebal terhadap hukum. Akta Notaris merupakan representasi dari tugas jabatan yang di emban sebagai pejabat Negara yang melayani di bidang pembuatan akta autentik. Sebagai pejabat umum yang menjalankan pelayanan publik di bidang pelayanan jasa hukum, maka terhadap kesalahan Notaris perlu dibedakan antara kesalahan yang bersifat pribadi (foute personelle fault) dan kesalahan di dalam menjalankan tugas (faute de serive atau in service fault).(Paulus Effendi Lotulung, 2002:3).

Akta Notaris sebagai produk dari Pejabat Publik, maka penilaian terhadap akta Notaris harus dilakukan dengan Asas Praduga Sah (vermoeden van rechmatigheid) atau presumtio iustae causa. Asas ini dapat dipergunakan untuk menilai akta Notaris, yaitu akta Notaris harus dianggap sah sampai ada pihak yang menyatakan akta tersebut tidak sah.(Paulus Effendi Lotulung, 2002:3). Akta Notaris merupakan alat bukti yang sempurna dihadapan pengadilan. Akta Notaris berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya.

Mahkamah Konstitusi yang menyatakan “…bahwa Mahkamah pada sisi lain juga memahami pentingnya menjaga wibawa seorang notaris selaku pejabat umum yang harus dijaga kehormatannya sehingga diperlukan perlakuan khusus dalam rangka menjaga harkat dan martabat notaris yang bersangkutan dalam proses peradilan, termasuk terhadap notaris, diperlukan sikap kehati-hatian dari penegak hukum dalam melakukan tindakan hukum, namun perlakuan demikian tidak boleh bertentangan den’an prinsip-prinsip negara hukum yang antara lain adalah persamaan kedudukan di hadapan hukum dan prinsip independensi peradilan.

Peraturan yang saling menafikkan antara kewajiban ingkar Notaris dalam UUJN dan UUJN-P dan peraturan perundang-undangan yang lain yang setingkat sering membuat para pengambil keputusan menjadi bingung dalam memutuskan jika terjadi permasalahan yang menyangkut akta autentik. Banyak peraturan perundang-undangan yang meniadakan kewajiban ingkar Notaris jika terjadi persoalan menyangkut akta yang dibuat oleh dan atau dihadapan Notaris. Sehingga pengambil keputusan dalam hal ini hakim harus cermat jika menghadapi

kasus yang melibatkan akta Notaris sebagai alat bukti dalam suatu perkara di pengadilan.

Bagian dari sumpah/janji Notaris yaitu bahwa Notaris akan merahasiakan isi akta danketerangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan Notaris. Pasal 16 ayat (1) huruf f UUJN-P menjelaskan, bahwa Notaris berkewajiban untuk merahasiakan segala sesuatu yang mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali Undang-undang menentukan lain. Ketentuan Pasal ayat (1) huruf f UUJN-P ini ditempatkan sebagai kewajiban ingkar Notaris.

Notaris wajib merahasikan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pembuatan akta Notaris, kecuali diperintahkan oleh Undang-undang bahwa Notaris tidak wajib merahasiakan dan memberikan keterangan yang diperlukan berkaitan dengan akta tersebut, dengan demikian batasannya hanya Undang-undang saja yang dapat memerintahkan Notaris untuk membuka rahasia isi akta dan keterangan/pernyataan yang diketahui Nitaris yang berkaitan dengan pembuatan akta yang dimaksud. (Habib Adjie, 200 : 89).

Pera turan perundang-undangan yang menggugurkan atau memberikan batasan mengenai kewajiban dalam merahasiakan atau menggunakan kewajiban ingkarnya, yaitu :1. Pasal 25 ayat (1) Undang-undang Nomor 20

Tahun 2000 tentang BPHTB, menjelaskan bahwa :

“Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan kepala kantor lelang negara melaporkan pembuatan akta atau risalah lelang perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada direktorat jendral pajak selambat-lambatnya pada tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya.”

2. Pasal 36 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pidana Korupsi :

“Kewajiban memberikan kesaksian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 berlaku juga terhadap mereka yang menurut pekerjaan, harkat dan martabat atau jabatnnya diwajibkan menyimpan rahasia, kecuali petugas agama yang menurut keyakinannya harus menyimpan rahasia.”

3. Pasal 35 ayat (2) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan

Erlina Kusumaningdiah. Ketidaksinkronan Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Kewajiban Ingkar ...

Page 6: KETIDAKSINKRONAN PERATURAN PERUNDANG …

Jurnal Repertorium Volume IV No. 2 Juli - Desember 2017

44

Umum dan Tata Cara Perpajakan, menyebutkan: “dalam hal pihak sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) terkait oleh kewajiban merahasiakan, untuk keperluan pemeriksaan, penagihan pajak, kewajiban merahasiakan tersebut ditiadakan, kecuali untuk bank, kewajiban merahasiakan ditiadakan atas permintaan tertulis dari menteri keuangan.”

Notaris adalah jabatan kepercayaan (vertrouwens ambt) dan oleh karenanya seseorang bersedia mempercayakan kepadanya sebagai seorang kepercayaan (vertrouwens persoon). Notaris wajib merahasiakan apa yang diberitahukan kepadanya selaku Notaris sdekalipun ada sebagian yang tidak dicantumkan dalam akta. (Sjaifurrahman dan Habib Adjie, 2011 : 252-253)

D. Simpulan

Kewajiban ingkar (verschoningsplitcht) Notaris harus dipahami dan dilaksanakan karena ini berkaitan erat dengan sumpah jabatan Notaris. Jangan sampai karena keterangan yang disampaikan Notaris kepada pihak penyidik menjadi bumerang bagi Notaris itu sendiri. Banyaknya kasus yang menyeret Notaris ke perkara hukum baik pidana maupun perdata membuat turunnya kewibawaan dan kepercayaan masyarakat terhadap Notaris. Sebagai jabatan kepercayaan Notaris harus sangat hati-hati dalam menjalankan tugas jabatannya. Hak dan kewajiban ingkar yang dimiliki Notaris bisa digunakan Notaris jika diperiksa di hadapan pihak penyidik. Hak dan kewajiban ingkar ini adalah sebatas pada akta yang dibuatnya. Notaris bisa memberikan keterangan kepada pihak penyidik dan sebagai warga negara yang baik Notaris harus membantu proses tegaknya hukum. Keterangan yang harus dijaga adalah jika pertanyaan yang disampaikan oleh penyidik menyangkut akta yang dibuatnya maka Notaris harus menggunakan hak dan kewajiban ingkar yang terdapat di dalam Undang-Undang Jabatan Notaris.

E. Saran

Perlu adanya peraturan yang tegas yang mengatur mengenai kewajiban ingkar Notaris, karena dalam Undang-Undang Jabatan Notaris tidak ada pasal yang mengatur mengenai ketentuan kewajiban ingkar Notaris. Perlu adanya peraturan yang mengatur mengenai pemeriksaan dan pemanggilan Notaris selaku pejabat umum. Sehingga kewibawaan Notaris sebagai profesi terjaga. Dalam Undang-

Undang Jabatan Notaris perlu di cantumkan sanksi pidana atas pelanggaran yang dilakukan Notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya.

F. Daftar Pustaka

Buku:

Abdulkadir Muhammad. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Cet. I. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.

Ammiruddin dan H Zainal Asikin. 2004. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada.

Mukti Fajar ND Yulianto Achmad. 2010. Cetakan I. Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

G.H.S.L. Tobing. 1996. Peraturan Jabatan Notaris. Jakarta : Erlangga.

Habib Adjie. 2008. Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris sebagai Pejabat Publik. Bandung : PT Refika Aditama.

______. 2013. Menjalin Pemikiran-Pendapat Tentang Kenotariatan (Kumpulan Tulisan). Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

______. 2008. Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris). Bandung : PT Refika Aditama.

Johnny Ibrahim. 2006. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Malang: Banyumedia Publishing.

Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia. 2008. Jati Diri Notaris Indonesia, Dulu, Sekarang, dan di Masa Datang. Jakarta : PT Gramedia Pustaka.

Peter Mahmud Marzuki. 2010. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana.

Sjaifurrachman dan Habib Adjie. 2011. Aspek Pertanggungjawaban Notaris Dalam Pembuatan Akta. Bandung : Mandar Maju.

Satjipto Rahardjo. 1978. Permasalahan Hukum di Indonesia. Bandung : Alumni.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. 1983. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.