keterangan :icebuss.org/paper/269.docx · web viewadiwarman karim (2006) menyebutkan penyebab...
TRANSCRIPT
IMPLEMENTASI KINERJA PERBANKAN SYARIAH YANG EFESIEN DAN BEBAS TADLIS 1
Deden Rizal* dan Dadang Saeful H
Fakultas Ekonomi Universitas Sangga Buana, BandungEmail : [email protected]
ABSTRACT
The aim is this study is to finding managers manipulating real activities , measure the efficiency and analysis the factors that affect the level efficiency of Islamic Bank in Indonesia. The Result shows Earning Management by discretionary expenses and Reveneu Share more use. Overall the result show that the efficiency level of Islamic Bank , have not yet reach the optimum level of efficiency. Only 11% from 180 unit time report quarterly show effecientcy 100% and with tobit regression model showed that factor ROE and Asset is positive and significant to affecting the performance effeciency. In the future , researcher will continue and development this model by looking relationship Effecientcy with Earning Management.
Keyword : Manajemen Laba Riil, Effeciency, Data Envelopment Analysis ,Tobit Model
PENDAHULUAN
Kinerja Perbankan syariah di Indonesia Indonesia sampai tahun 2013 menunjukkan
perkembangan meningkat cukup signifikan dari sisi Jumlah kantor bank yang melakukan
kegiatan usaha syariah sebagaimana terlihat pada tabel berikut :
Tabel 1: Perkembangan jaringan kantor bank Syariah di Indonesia
Kelompok Bank 2008 2009 2010 2011 2012 2013*Bank Umum Syariah 5 6 11 11 11 11Unit Usaha Syariah 27 25 23 24 24 23Jumlah Kantor BUS dan UUS 953 998 1477 1737 22262 2526BPRS 131 138 150 155 156 160
Sumber : Statistik Perbankan Syariah ,Oktober 2013
Namun perkembangan tersebut belum mampu mencapai market share perbankan syariah
yang menggembirakan, hal ini tercermin dari market share perbankan syariah yang ditargetkan
mencapai 6,25 % pada 2014 (Asbisindo). Pencapaian tersebut dan perkembangan lebih lanjut
dari perbankan syariah tentunya tidak terlepas dari banyak faktor, diantaranya adalah tentunya
tidak terlepas dari tingkat kepercayaan terhadap perbankan syariah itu sendiri. Kepercayaan
terhadap perbankan syariah akan terbangun dan terpelihara tidak terlepas dari tingkat
1 Sumber dana : Hibah Bersaing , Ristekdikti 2016
1
kepercayaan terhadap pelaksanaan prinsip syariah, tingkat pelayanan dan kinerja perbankan
tersebut yang tercerminkan diantaranya pada laporan keuangannya. Informasi yang mendapat
perhatian terutama berkaitan pergerakan laba rugi perusahaan. Laba menjadi penting karena
digunakan sebagai tolak ukur untuk mengevaluasi kinerja perusahaan. Laporan laba rugi
merefleksikan kinerja perusahaan yang baik atau buruk. Apakah perusahaan telah beroperasi
dengan efesien atau tidak. Dalam pengungkapan laporan keuangan suatu perusahaan, manajer
memiliki kecenderungan untuk membuat informasi laba menjadi lebih baik atau biasa disebut
manajemen laba.
Manajemen laba merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi kredibilitas laporan
keuangan karena menambah bias dalam laporan keuangan dan dapat mengganggu pemakai
laporan keuangan yang mempercayai angka laba hasil rekayasa tersebut sebagai angka tanpa
rekayasa.. Timbulnya manajemen laba dapat dijelaskan teori agensi, terkait dengan kinerja yang
ingin ditampilkan yang diantaranya didorong oleh adanya kontrak efesien antara manajer (agent)
dengan pemilik (principal). Manajemen laba ini cenderung mengakibatkan adanya asymmetric
information yang berpotensi menyebabkan adanya tadlis yang dapat menjadikan sesuatu itu
menjadi haram karena selain zatnya ( A. Karim, 2006).
Laba atau rugi yang dialami perusahaan tentunya juga tidak terlepas dari “Managerial
Ability” untuk membawa perusahaan beroperasi secara efesien. Brent Cantrell mendefinisikan
“Managerial Ability” sebagai kemampuan manajerial untuk mengkoversi (convert) dari sumber
daya menjadi pendapatan (revenue).
penelitian ini, diharapkan mampu memberikan gambaran dan informasi kepada
masyarakat bagaimana implementasi dari kemampuan mengelola perbankan syariah apakah
masih terdapat asymetric informasion (tadlis) pada laporan keuangan yang diliris oleh
perusahaan dan terdapat kemampuan untuk mengelola perbankan secara efesien (managerial
ability).
KAJIAN PUSTAKA
Manajer mempunyai kewajiban menginformasikan kondisi perusahaan kepada pemilik melalui
pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan yang memberikan sinyal kondisi
perusahaan. Ketidakseimbangan penguasaan informasi akan memicu munculnya suatu kondisi
yang disebut asimetri informasi. Adanya asimetri informasi ini memberikan kesempatan kepada
manajer untuk melakukan manajemen laba yang dapat menyesatkan pemilik atau pihak
2
berkepentingan lainnya mengenai kinerja perusahaan. Adiwarman Karim (2006) menyebutkan
penyebab terlarangnya suatu transaksi adalah disebabkan faktor-faktor sebagai berikut : Haram
zatnya ( haram li-dzatihi), Haram selain zatnya (haram li ghairihi) dan Tidak sah (lengkap)
akadnya. Berkaitan dengan haram selain zatnya, pada setiap transaksi dalam Islam harus
didasarkan pada prinsip kerelaan antara kedua belah pihak (sama-sama ridha). Mereka harus
mempunyai informasi yang sama (complete information) sehingga tidak ada pihak yang merasa
dicurangi (ditipu) karena ada suatu yang unknown to one party (keadaan dimana salah satu
pihak tidak mengetahui informasi yang diketahui pihak lain, ini disebut juga assymetric
information). Unknown to one party dalam bahasa fiqihnya disebut tadlis dan dapat terjadi
dalam empat hal, yakni dalam : Kuantitas, Kualitas, Harga Waktu Penyerahan
Manajemen Laba
Adanya asymetric information yang menyebabkan adanya unsur tadlis dalam kaidah syariah,
pada kajian manajemen keuangan dan akuntansi ini dikenal dengan istilah manajemen laba.
Menurut Healy dan Wahlen (1999), manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan
pertimbangan (judgment) dalam pelaporan keuangan dan penyusunan transaksi untuk merubah
laporan keuangan dengan tujuan untuk memanipulasi besaran (magnitude) laba kepada beberapa
stakeholders tentang kinerja perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil perjanjian yang
bergantung pada angka-angka akuntansi yang dilaporkan.
Gunny (2005) mengelompokkan manajemen laba dalam tiga kategori yaitu akuntansi yang
curang. manajemen laba akrual, dan manajemen laba riil (real earnings management). Akuntansi
yang curang meliputi pemilihan akuntansi yang melanggar prinsip-prinsip akuntansi yang
berlaku umum. Manajemen laba akrual meliputi pilihan akuntansi yang diperbolehkan dalam
prinsip akuntansi yang berlaku umum yang mencoba untuk menutupi atau mengaburkan kinerja
perusahaan yang sebenarnya (Dechow dan Skinner, 2000). Manajemen laba riil terjadi ketika
manajer melakukan tindakan yang menyimpang dari praktik operasi normal perusahaan untuk
meningkatkan laba yangdilaporkan.
Manajemen laba melalui aktivitas riil lebih sulit untuk dideteksi karena tidak dapat dibedakan
dari keputusan bisnis yang optimal. Manajemen laba akrual dibatasi oleh prinsip akuntansi yang
berlaku umum sehingga manajemen terdorong untuk melakukan pengelolaan laba melalui
aktivitas riil.
3
Penelitian terkait manajemen laba melalui aktivitas riil dilakukan oleh Rowchowdhury (2006)
yang berfokus pada tiga aktivitas yakni overproduction, pengurangan biaya diskresioner. Dan
pengelolaan penjualan. Overproduction dilakukan dengan cara meningkatkan produksi agar cost
of goods sold (COGS) yang dilaporkan lebih rendah. Level produksi yang tinggi menyebabkan
fixed cost overhead tersebar pada jumlah unit produksi yang besar sehingga menghasilkan biaya
tetap per unit lebih rendah dan operating margin yang lebih tinggi. Mengurangi biaya
diskresioner seperti R&D, iklan, dan pemeliharaan yang secara umum merupakan beban pada
periode terjadinya pengeluaran tersebut sehingga akan meningkatkan laba. Pengelolaan
penjualan, dilakukan manajemen untuk meningkatkan penjualan secara temporer dengan
menawarkan diskon harga dan memperlunak kredit yang diberikan. pada waktu tertentu akan
menyebabkan arus kas masuk menjadi besar, namun arus kas masuk per penjualan, diskon bersih
dari tambahan penjualan, lebih rendah dari arus kas per normal penjualan atau dengan kata lain
terjadi penurunan margin.
Untuk mengukur manager ability dalam penelitian ini dipergunakan MA-score yang
dikembangkan Demerjian at.al (2012). Ukuran ini menyediakan estimasi bagaimana manajer
secara efesien menggunakan sumber daya perusahaan (modal, tenaga kerja dan asset inovas)
untuk menghasilkan pendapatan. Demerjian et al (2012) mengukur MA-score ini dalam 2 tahap.
Dalam tahap 1, dipergunakan data envelopment analysis (DEA). DEA adalah sebuah metode
optimasi program matematika yang mengukur efisiensi teknik suatu unit kegiatan ekonomi
(UKE) dan membandingkan secara relatif terhadap UKE yang lain. Pada tahap 2 ini
dipergunakan Metode regresi Tobit untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
efisiensi teknis tersebut.
METODE PENELITIAN
Populasi penelitian ini adalah seluruh perbankan syariah di Indonesia selama periode 2010-2014.
Pemilihan sampel dilakukan secara purposive sampling yaitu dengan fokus hanya pada Bank
Umum Syariah yang secara asset lebih besar dari jenis bank syariah lainnya sehingga efesiensi
lebih mungkin terjadi. Data yang dipergunakan adalah laporan keuangan per kuartal yang
diterbitkan secara berturut-turut. Terdapat 12 Bank Umum Syariah saat ini, namun terkait dengan
data yang beririsan dan lengkap maka hanya dapat memanfaatkan data 11 Bank Umum Syariah
untuk periode 2010 kwartal 3 sampai dengan 2014 kwartal 4.
4
Variabel dan Pengukurannya
Manajemen Laba
Variabel pertama dalam penelitian ini adalah manajemen laba (earning management) yang
diukur melalui manajemen laba riil berdasarkan 3 pendekatan (proksi) Abnormal Cash Flow
Operation (CFO), abnormal Production Cost (PROD) dan Abnormal Discretionary Expenses
(DISCR). Adanya earning management melalui proksi ini mengindikasikan adanya Asymetric
Information yang dapat mengarah pada adanya tadlis.
Berdasarkan model Dechow et ai (1998), Roychowdhury (2006) menggambarkan arus kas
kegiatan operasi normal sebagai fungsi linear dari penjualan dan perubahan penjualan dalam
suatu periode. Perusahaan Terindikasi melakukan manajemen laba ril melalui abnormal CFO
apabila nilai abnormal CFO lebih kecil dari normal CFO atau dengan kata lain abnormal CFO
bernilai negatif. Semakin negatif. Semakin besar manajemen laba ril yang dilakukan perusahaan
akibat pemberian diskon besar-besaran atau memberikan fasilitas kredit yang lebih lunak.
Produksi di atas level normal operasi perusahaan {overproduction) dengan tujuan untuk
melaporkan harga pokok penjualan (COGS) yang lebih rendah merupakan salah satu cara yang
dilakukan manajemen untuk memanipulasi laba melalui manipulasi aktivitas nyata. Biaya
produksi adalah jumlah dari harga pokok penjualan (COGS) dan perubahan dalam persediaan
(ΔINV) sepanjang tahun. Perusahaan terindikasi melakukan manajemen laba riil melalui
abnormal PROD apabila nilai abnormal PROD lebih besar dari PROD normal atau dengan kata
lain abnormal PROD bernilai positif. Semakin positif. semakin besar manaj emen laba riil y ang
dilakukan pemsahaan akibat melakukan produksi berlebih.
Biaya diskretioner ini meliputi beban penelitian dan pengembangan, beban iklan dan beban
penjualan, administrasi dan umum. Perusahaan terindikasi melakukan manajemen laba riil
melalui abnormal DISEXP apabila nilai abnormal DISEXP lebih kecil dari DISEXP normal atau
dengan kata lain abnormal DISEXP bernilai negatif. Semakin negatif. semakin besar manajemen
laba riil yang dilakukan perusahaan akibat pengurangan beban administrasi dan penjualan yang
besar.
Perhitungan abnormal CFO, PROD dan DISEXP diatas lebih merupakan rumusan untuk industry
manufaktur, maka memerlukan penyesuaian agar tepat dipergunakan untuk industry perbankan
khususnya perbankan syariah dengan mengutip Surifah (2014) yang telah mengembangkan
5
formula Roychowdhury (2006), agar sesuai dengan perbankan syariah, maka formula untuk
menentukan besaran manajemen laba riil menjadi sebagai berikut :
(1) CFOt
A t−1=α0+α 1( 1
A t−1 )+β1( ¿t
A t−1 )+β2( ∆ ¿t
A t−1)+εt ……(1)
(2)RSD t
A t−1=α 0+α1( 1
At−1 )+ β1( ¿t
At −1 )+β2( ∆ ¿ t
At−1)+β3( ∆¿t−1
At−1)+εt…..(2)
(3)DEt
A t−1=α 0+α 1( 1
A t−1 )+β1( ¿ t
A t−1 )+εt ………(3)
Dimana :
CFOt = arus kas kegiatan operasi pada tahun tAt-1 = total aktiva pada tahun t-1ORt = Pendapatan Operasi (Operating Reveneu) bank pada tahun tRSDt = Distribusi Reveneu Share untuk investor pada tahun t .DEt = Discretionary Expenses pada tahun t
Besaran dari abnormal CFO, RSD dan DE diperoleh dari selisih dari CFO, RSD dan DE aktual
yang diskalakan dengan total aktiva satu tahun sebelum pengujian dikurangi dengan biaya
CFO,RSD dan DE normal yang dihitung dengan menggunakan koefisien estimasi dari model
persamaan di atas.
Pengujian hipotesis adanya manajemen laba, mengikuti Roychowdury (2006) yaitu dengan
menggunakan regresi untuk membandingkan abnormal CFO, abnormal
discretionary expenses. dan abnormal production cost (sebagai proksi-proksi
manipulasi aktivitas riil) antara perusahaan suspect dengan rest of the sample
dengan persamaan sebagai berikut :
Y t=β0+β1 Suspec tML+ β2 ¿t+ β3 CLt+εt…..(8)
Keterangan : Yt = proksi-proksi manajemen laba aktivitas riil Suspect_MLt = variable indicator dengan nilai 1 untuk perusahaan suspect dan diberi
nilai 0 untuk yang lain (rest of sample) NI (Net Income) = laba sebelum extra ordinary items dibagi dengan total asset CL (Current Liabilities) =Kewajiban lancer dibagi total asset
Efesiensi
6
Kinerja perbankan di Indonesia dari sisi efesiensi terdiri dari dua langkah. Pertarna.
menggunakan DEA untuk mengukur kinerja efisiensi teknis bank selama periode 2010 – 2014.
Kernudian nilai/skor efisiensi diregresi dengan faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi
menggunakan model regresi Tobit.
First stage : Metode Data Envelopment analysis (DEA)
Metode DEA adalah sebuah metode frontier non parametric yang nienggunakan model program
linier untuk menghitung perbandingan rasio output dan input untuk semua unit yang
dibandingkan dalam sebuah populasi. Tujuan dari metode DEA adalah untuk mengukur tingkat
efisiensi dari decision-making unit (DMU ie.bank) relatif terhadap bank yang sejenis ketika
semua unit-unit ini berada pada atau dibawah "kurva" efisien
frontier-nya. Jadi metode ini digunakan untuk mengevaluasi efisiensi relative dari beberapa
objek (benchmarking kinerja). Metode DEA menghitung efisiensi teknis untuk seluruh unit. Skor
efisiensi untuk setiap unit adalah relatif. tergantung pada tingkat efisiensi dari unit-unit lainnya di
dalam sampel. Setiap unit dalam sampel dianggap memiliki tingkat efisiensi yang tidak negatif
dan nilainya antara 0 dan 1 dengan ketentuan satu menunjukkan efisiensi yang sempurna.
Selanjutnya. unit-unit yang memiliki nilai satu ini digunakan dalam membuat envelope untuk
frontier efisiensi, sedangkan unit lainnya yang ada di dalam envelope menunjukkan tingkat
inefisiensi. Terdapat 2 model dalam DEA untuk mengukur tingkat efesiensi yaitu Constan Return
to Scale (CRS) atau secara umum juga dikenal sebagai model CCR (Charmes-Cooper-Rhodes)
dan model Variable Return to Scale (VRS) atau dikenal juga dengan nama lain BCC (Bankers-
Charnes-Cooper). Pada riset ini model yang digunakan adalah CCR dengan alas an seperti
diungkap Suseno (2008) bahwa tidak terdapat relasi antara tingkat efesiensi perbankan syariah
dengan skala produksinya. Hal ini dikarenakan skala ekonomi di industry perbankan tidak terjadi
hanya karena skala perusahaan dikarenakan fungsi satu bank biasanya di integrasikan dengan
bank lainnya seperti fenomena pemakaian ATM bersama. Pada riset ini juga orientasi efesiensi
lebih pada maksimalisasi Output dengan mengoptimalisasi sumber daya yang dimiliki.
Second Stage : Metode Regresi Tobit
Metode regresi Tobit umum digunakain untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja efisiensi teknis perbankan. Faktor-faktor potensial yang diperkirakan mempengaruhi
kinerja efisiensi teknis perbankan di Indonesia adalah: Total Aset (ASET), Profitabilitas (ROA),
Kecukupau Modal (CAR). Net Operating Income (NOI), dan Kualitas Pembiayaan (NPF).
7
Alasan penggunaan metode Tobit dalam penelitian ini karena data yang digunakan dalam
penelitian ini merupakan data yang censured, yaitu nilai dari variabel tidak bebas, yaitu tingkat
efisiensi teknis (EFT), dibatasi dan nilanya boleh berkisar antar 0 sarnpai 100. Jika metode OLS
digunakan dengan data tersebut. rnaka hasil regresi akan menjadi bias dan tidak konsisten
(Endri , 2013)
Model Regresi Tobit yang dipergunakan dapat dirumuskan sebagai berikut :
MA−scorei=β1+β2 ASET +β3 ROA i+β4 ROEi+β5 NPF i+β5 CARi+εi….(5)
Dimana :
MA-score = Skor yang berasal dari residual ramalan Efesiensi perusahaan , ASET = Total AsetROA = Return On AssetROE = Return On Equity
NPF = Non-Performing FinancingCAR = Capital Adequancy Ratio
HASIL DAN ANALISIS
Pemilihan Model
Pada analisis regresi menggunakan data panel seperti pada penelitian ini, maka terdapat 3 pilihan
model regresi data panel yaitu Common Effect, Fixed Effect dan Random Effect.
Dari ketiga model yang telah di-estimasi akan dipilih model mana yang paling tepat /sesuai
dengan tujuan penelitian. Ada tiga uji (test) yang dapat dijadikan alat dalam memilih model
regresi data panel(CE, FE atau RE) berdasarkan karakteristik data yang dimiliki, yaitu: F Test
(Chow Test), Hausman Test dan Langrangge Multiplier (LM) Test.
Hasil analisis dengan ketiga test tersebut untuk manajemen laba riil melalui cash flow
memperoleh hasil model regresi yang lebih tepat berdasarkan Common Effect, demikian juga
untuk manajemen laba riil melalui Reveneu Share memperoleh hasil model regresi yang lebih
tepat berdasarkan Common Effect. Sedangkan pada analisis untuk mencari model regresi
manajemen laba riil melalui Discretionary Expenses memperoleh hasil model regresi yang lebih
tepat berdasarkan Common Effect.
Tabel 2 : Rekapitulasi hasil uji pemilihan model regresi data panel
Uji Chow(Prob. Cross
section F)
Haussman Test(Prob. Cross section
random)
LM Test(LMhit )
Model Terpilih
CashFlow 1 1 0,1131 Common EffectReveneu Share
1 1 5,294 Common Effect
8
Discretionary Expenses
1 1 5,294 Common Effect
Parameter-parameter untuk model regresi yang dihasilkan terlihat pada table 2. Berdasarkan hasil
perhitungan tersebut menunjukkan bahwa model estimasi pada ketiga aktivitas riil cukup bagus.
Model terbaik diperoleh dari model estimasi abnormal Reveneu Sahre dengan nilai adjusted R2
sebesar 83,67%
Tabel 3 : Hasil uji model estimasi abnormal Cash flow, Reveneu Share dan biaya diskretioner
CFO / At-1 RSD / At-1 DISEXP / At-1Constanta 0,005627
(5.6170)0,01134(8,4646)
-0,0507(-16,0339)
1 / At-1 -41.678,5(-4,3406)
-59.652(-4,2246)
917.378(24,4382)
S / At-1 0,06307(4,8006)
0,2110(10,5827)
0,00716(0,2032)
S / At-1 0,03857(4,1165)
0,05256(3,7663)
-
St-1 / At-1 - 0,01469(4,32626)
-
Adj R2 0,4904 0,83677 0,82525
Manajemen Laba Riil
Pada perbankan syariah untuk periode 2010 kwartal 3 sampai dengan 2014 kwartal 4
menunjukkan secara rata-rata besaran manajemen laba riil melalui aliran kas dengan trend
menurun. Seperti terlihat pada
gambar 1(a) Sedangkan rata-rata
besaran manajemen laba riil
melalui Revenue Share
menunjukkan variasi per kwartal
dengan trend meningkat pada
tahun terakhir (1b). Analisis
manajemen laba melalui
Discretionary Expenses
menunjukkan pola yang
berfluktuatif. Pada 2 tahun
pertama pengamatan memperlihatkan kecenderungan penurunan abnormal Discretionary
9
(b)(a)
(c)(d)
Expenses (gambar 1c) dari kwartal 1 ke kwartal ke 4, maka pada 2 tahun terakhir menunjukkan
kecenderungan sebaliknya. Perbandingan manajemen laba riil melalui 3 pendekatan
memperlihatkan kecenderungan perbankan syariah untuk lebih memilih pendekatan Reveneu
Share dan Discretionary Expenses dibandingkan Cash Flow, terutama pada 2 tahun terakhir
yang secara rata-rata meningkat dari kwartal 1 sampai dengan kwartal 4 (gambar 1d).
Pengujian Hipotesis Manajemen Laba Riil
Graham, et al. (2005) menemukan bahwa para manajer menyukai manipulasi aktivitas riil,
seperti mengurangi pengeluaran diskresioner atau investasi barang modal. Berkaitan dengan
Roychuwdhury (2006), dimana perusahaan terindikasi melakukan manajemen laba aktivitas riil
pada perusahaan (suspect_firm) dibandingkan dengan yang tidak terindikasi berdasarkan
persamaan regresi 8,memberikan hasil sebagaimana terlihat pada table 4.5 dengan kriteria
memperlihatkan bahwa pada perusahaan suspect menunjukkan secara signifikan melakukan
manajemen laba melalui revenue share atau peningkatan penjualan dan pengurangan biaya-biaya
discretionary ketimbang melalui peningkatan peningkatan aliran kas (cash flow). Hal ini terlihat
pada hasil t-test sebesar -3,9619 untuk abnormal revenue share dan t-test sebesar -3,9619 untuk
abnormal discretionary expenses. Hal ini berarti hipotesis pertama terbukti yaitu adanya
manajemen laba aktivitas riil pada perbankan syariah. Hal ini sejalan dengan apa yang
ditampilan pada grafik 4.1 s.d 4.3 diatas yang menunjukkan kecenderungan naiknya abnormal
revenue share dan discretionary expenses terutama pada paruh 2 tahun terakhir. Sedangkan
sebaliknya adanya kecenderungan turunnya abnormal return cash flow Tabel 4. : Uji Signifikansi manajemen laba aktivitas riil
Constanta Suspect_NI Current Liabilities / Asset
NI/Asset
Abnormal CashflowAbn-CFO / At-1
0,007614(1,2529)
-0,000391(-0,07991)
0,04394(1,3169)
0,202317(0,5852)
Abnormal Reveneu ShareAbn-RSD / At-1
0,074389(12,733)
- 0,009174(-3,9619)
-1,6584(-3,3242)
- 0,12754(-3,6947)
Abnormal Discretionary ExpensesAbn-DISEXP / At-1
0,035567(2,0942)
0,035543(5,2799)
-0,38254(-3,8121)
8,0483(5,549)
Secara tampilan seperti pada table 4.6 dimana rata-rata abnormal Cash Flow menunjukkan
adanya perbedaan besaran untuk kwartal 4 dibandingkan kwartal lainnya. Abnormal cash flow
10
kwartal 4 lebih kecil dibandingkan kwartal 1, 2 dan 3. Namun uji hipotesis perbedaan antara
kwartal 4 dibandingkan kwartal lainnya menunjukkan hasil tidak adanya perbedaan yang
signifikan dibandingkan dengan nilai kwartal lainnya.
Demikian juga meski rata-rata abnormal Reveneu Share kwartal 4 berbeda yaitu nilainya lebih
besar dibandingkan kwartal lainnya, namun tidak cukup bukti perbedaan tersebut signifikan.
Sedangkan pada proksi ketiga yaitu abnormal biaya diskresioner menunjukkan pada kwartal 4
berbeda dibandingkan dengan kwartal 1,2 dan 3 yaitu lebih kecil dibandingkan kwartal lainnya
kecuali dengan kwartal 3 lebih besar sedikit dan berdasar pengujian merupakan Perbedaan yang
signifikan. Hal ini berarti hipotesis kedua yaitu adanya perbedaan signifikan manajemen laba
pada kwartal 4 dengan kwartal lainnya, hanya terbukti pada manajemen laba dengan proksi
Biaya Diskretioner. Hal ini sejalan dengan grafik 1c diatas yang menjukkan tren meningkat pada
kwartal 4. Meski agak berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan Nining Ika (2013) dan
Coultan et al. (2008) menunjukkan manajemen laba (pendekatan aktivitas riil) terjadi di setiap
kuartal menunjukkan perbedaan signifikan antara kwartal 4 dan lainnya yaitu pada proksi over
production dimana biasanya manager menanti sampai triwulan terakhir untuk melalukan
overproduksi persediaan untuk memenuhi tingkat persediaan yang diinginkan sesuai dengan
dampaknya terhadap laba atau untuk menghindari pelaporan kerugian.
Perbankan syariah secara umum tidaklah seagresif perbankan syariah dalam usaha menambah
nasabah melalui promosi gencar diakhir tahun misalnya sehingga memungkinkan adanya
manajemen laba melalui manipulasi penjualan atau cash flow. Sehingga kecenderungan seperti
terlihat pada data, dalam upaya meningkatkan laba , perbankan syariah lebih menggunakan
pengurangan biaya-biaya diskretioner.
Tabel 5 : Uji beda beberapa pendekatan manajemen laba kwartal 4 dan kwartal lainnya
Manipulasi penjualan Means Levene’s testFhitung Prob
Abn-CFO4 dan Abn-CFO1 0,00999 0,01655 0,193 0,661Abn-CFO4 dan Abn-CFO2 0,00999 0,01317 0,112 0,738Abn-CFO4 dan Abn-CFO3 0,00999 0,01123 0,004 0,951Manipulasi Reveneu Share Means Levene’s test
Fhitung ProbAbn-RSD4 dan Abn- RSD 1 0,0273448 0,023600 0,112 0,7390Abn- RSD 4 dan Abn- RSD 2 0,0273448 0,024944 0,205 0,652Abn- RSD 4 dan Abn- RSD 3 0,0273448 0,024286 0,015 0,903Manipulasi Biaya Diskresioner Means Levene’s test
11
Fhitung ProbAbn-DISEXP4 dan Abn-DISEXP1 0,04883 0,04970 108,461 000Abn-DISEXP4 dan Abn-DISEXP2 0,04883 0,04907 37,848 000
Abn-DISEXP4 dan Abn-DISEXP3 0,04883 0,04826 8,624 0,004Tingkat Efesiensi Perbankan Syariah
Secara rata-rata kecenderungan efesiensi perbankan syariah menunjukkan trend meningkat pada
periode 2010.3 s.d 2014.4 seperti terlihat pada gambar 2a. Namun dari 180 data pengamatan
(kwartal) diperoleh hasil 20 waktu (kwartal) atau 11% yang mempunyai tingkat efesiensi 100%,
pada 37 waktu (20,56%) dimana capaian efesiensi 80-90% dan 123 waktu (68,33%) dimana
capaian efesiensi < 80%. Besaran tingkat Efesien perbankan syariah periode 2010.3 s.d 2014.4
cenderung berfluktuasi setiap kwartal dengan Efesiensi terendah sebesar 32,77% dan rata-rata
tinkat efesiensi sebesar 75,55%.
Beberapa yang menunjukkan kecenderungan naik seperti Panin,Bukopin dan Mandiri dan
beberapa perbankan syariah menjukkan kecenderungan turun seperti BNI,BJB , dimana bank
syariah swasta (gambar 2c) mempunyai rata-rata tingkat efesiensi lebih tinggi dari perbankan
syariah plat merah (gambar 2b).
Analisis memanfaatkan DEA juga memungkinkan
adanya rekomendasi untuk perbaikan efesiensi
kedepan. Berdasarkan hasil analisis DEA potential
Improvement untuk peningkatan efesiensi terutama
perlu memperhatikan peningkatan simpanan yang
secara rata-rata per kwartal sebesar 34,7%
dibandingkan rata-rata simpanan yang ada. Hal
12
Gambar 2 : Trend tingkat efesiensi perbankan syariah
(a)(b) (c)
lainnya yang perlu mendapat perhatian adalah kebutuhan untuk peningkatan pendapatan
operasional rata-rata per kwartal sebesar 29,2 % dibandingkan rata-rata per kwartal sebelumnya.
Selain itu pula untuk menunjang peningkatan efesiensi perlu pengurangan dari total aktiva
sebesar 28,69% dibandingkan sebelumnya
Uji Hipotesis Tingkat Efesiensi Perbankan Syariah
Uji hipotesis factor yang mempengaruhi tingkat efesiensi perbankan syariah mempergunakan
persamaan regresi Tobit menunjukkan variasi pengaruh factor terkait kepada tingkat efesiensi.
Variable asset mempunyai pengaruh negative dan signifikan. Hal ini boleh jadi mencerminkan
penggunaan asset yang
belum efektif, sehingga
lebih menjadi cost
ketimbang mampu
mendorong peningkatan
laba, sehingga pula tidak
berkontribusi terhadap
peningkatan efesiensi.
Variabel ROE dan ROA
dimana terkait ROE
mempunyai pengaruh positif dan signifikan , namun terhadap ROA meski berpengaruh positif ,
tapi tidak signifikan. Hal ini pula menggambarkan total asset yang tercermin dalam ROA belum
termanfaatkan secara efektif sehingga tidak berpengaruh terhadap efesiensi, berbeda dengan
equity dengan nilai yang lebih rendah mempunyai pengaruh terhadap tingkat efesiensi.
Variabel CAR yang mempresentasikan kapabilitas dari modal perbankan untuk melindungi
resiko terlihat mempunyai pengaruh positif, namun tidak signifikan. Perbankan syariah yang
cenderung lebih prudent dalam pengelolaan dana dimana rata-rata CAR selama periode analisis
cukup tinggi yaitu sebesar 16,45%. Serapan dana yang besar pada CAR untuk menjaga resiko
rendah ini tentunya mempunyai konsekuensi bank menjadi terhambat produktivitasnya. Namun
cukup aman atau rendahnya resiko diperbankan syariah ini ternyata belum mendorong
masyarakat lebih cenderung menyimpan dananya disana. Karena boleh jadi masyarakat
13
Method: ML - Censored Normal (TOBIT) (Quadratic hill climbing)Sample: 2010Q3 2014Q4Included observations: 180Left censoring (value) at zero
Variable Coefficient Std. Error z-Statistic Prob.
C 0.758541 0.022123 34.28682 0.0000CAR -0.002128 0.001381 -1.540735 0.1234ROA 0.000742 0.001047 0.708938 0.4784ROE 0.003265 0.000689 4.740193 0.0000NPF 0.005489 0.007122 0.770673 0.4409
ASSET -2.47E-09 8.82E-10 -2.801653 0.0051
cenderung memilih dari bank yang beresiko rendah ke bank dengan resiko lebih tinggi namun
lebih productive.
Kesimpulan
Penelitian ini telah menemukan beberapa hasil, pertama secara umum terjadi kecenderungan
penurunan manajemen laba aktivitas riil terutama melalui manipulasi cash flow dan revenue
share, namun masih terjadi manajemen laba melalui penurunan biaya diskretioner. Hal ini berarti
kemungkinan adanya tadlis menjadi relative lebih rendah resikonya yaitu berupa adanya
asymmetric information yang tercermin pada laporan keuangan perusahaan.
Kedua, tingkat efesiensi rata-rata perbankan syariah setiap kwartalnya belumlah
menggembirakan baru mencapai rata-rata 75,55%. Hal ini diantaranya karena belum efektifnya
pemanfaatan asset yang ada. Jadi meskipun perbankan syariah mempunyai resiko lebih rendah,
namun masyarakat juga menginginkan hasil atau bagi hasil yang lebih tinggi. Sehingga
diperlukan kreativitas pengelolaan perbankan syariah dapat lebih memproduktifkan asset yang
dimilikinya.
14
Referensi :
Adiwarman A Karim, 2006, “ Bank Islam – Analisis Fiqih dan Keuangan”, edisi ketiga, Penerbit Rajawali Pers, Jakarta
Arfani NK dan Noer Sasongko, 2005, Analisis Perbedaan Pengaturan Laba (earning management) pada Kondisi Laba dan Rugi pada Perusahaan Manufaktur di Indonesia, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, vol. 4, No. 1, April 2005, Hal. 1 - 20.
A R Abdul Rahim dan Romzie Rosman, 2013 , Effeciency of Islamic Banks : A Comparative Analysis of MENA and Asian Countries, Journal of Economic Cooperation and Development , page 63 - 92
Bank Indonesia, Statistik Perbankan Syariah, Juli 2012
Batsyeba MK dan Badric Siregar , 2008, Pengaruh Manajemen Laba Nyata terhadap Kinerja, Jurnal akuntansi dan Manajemen – STIE YKPN, Vol 19, halaman 185-196
Dechow, Patricia M., dan Skinner, Douglas J. 2000. Earnings Management: Reconciling the Views of Accounting Academics, Practitioners- and Regulators. Accounting Horizons. 14, p: 235-250.
Demerjian, Peter,at.al , 2012, “ Managerial Ability and Earning Management “, ........
Endri (2013), Evaluasi Efesiensi Teknis Perbankan Syariah di Indonesia : Aplikasi Two-Stage Data Envelopment Analysis” …………………….
Ewert, R. dan Alfred W. (2004). "Economic Effects of Tightening Accounting Standards
to Restrict Earnings Management." The Accounting Review, Forthcoming.
Graham. J. R., C. R. Haivey, dan S. Rajgopal 2005. The Economic Implications of Corporate Financial Reporting. Journal of Accounting and Economics 40: pp.3-73.
Gunny, K. 2005. What are the Consequences of Real Earnings Management?". Working Paper. University of Colorado.
Healy. Paul M. and J.M. Wahlen. (1999). A Review Of The Earnings Management Literature And Its Implications For Standard Setting. Accounting Horizons 13, p. 365-383.
Insukindro (1995), "Ekonomi Uang Dan Bank Teori Dan Pengalaman Di Indonesia Ed. Pertama, Cetakan ke Tiga BPFE, Yogyakarta.
Jensen, Michael C., dan Meckling, W.H. 1976. Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Cost and Ownership Structure. Journal of Financial Economics, 3,
15
p: 305-360.
Mayasari Indah, 2006. Persepsi Manajer dan Internal Auditor terhadap Pertimbangan Etika dalam PraktikManajetnen Laba,Skripsi pada Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto
Majdi Anwar Q,ddk. 2011, “Do Islamic Bank Employ Less Earning Managemen” , Makalah pada Economic Research Forum (ERF) ke 17 , Turki , 2011
Muh. Arief U dan Bambang A P, 2007 , Mekanisme Corporate Governance, Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan , Prosiding Simposium Nasional Akuntansi X, Unhas Makassar 26-28 Juli 2007, hal 1- 25.
Muliaman Hadad. Wiiuboh Santoso. Dhaniel Ilyas and Eugenia Mardanugraha.2003. Analisis Efisiensi Industri Perbankan Indonesia : Penggunaan Metode Nonparametrik Data Envelopment Analysis (DEA). Jakarta :Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan. Bank Indonesia.
Mu’izzudin dan Isnurhadi, 2012. “Efesiensi Perbankan Syariah di Indonesia ; Two Stage Data Envelopment Analysis Approach” , ……………
Nining Ika W,2013. “Deteksi Pewaktuan Manajemen Laba melalui Aktivitas Riel dan kaitannya dengan Persistensi Laba” Workshop Penelitian di Bidang Sistem Informasi , Universitas Jember , 14 Desember 2013
Oklorina. Megawati, dan Yanthi H. (2008). "Analisis Arus Kas Kegiatan Operasi dalam Mendeteksi Manipulasi Aktivitas Riil dan Dampaknya Terhadap Kinerja Pasar." Simposium Nasional Akuntansi (SNA) XI, Pontianak.
Rahayu AR, et.al , ___, “Religion and Earning Management – some evidence from Malasyia, Auckland Area Accounting Conference.
Sigit Pramono, 2006, “Permasalahan Agency Teory dan GCG pada Perbankan Syariah”, Media Akuntansi, Edisi 52 Januari 2006.
S. Mohamad. T. Hassan and M. Khaled I. B. 2003. "Efficiency of Conventional versus Islamic Banks: International Evidence using The Stochastic Frontier Approuch SFA." Journal of Islamic Economics, Banking and Finance. Vol. 1. No.l.
Shahooth, Khalid ,2006 , “Using DEA to measure cost efficiency with an application on Islamic Bank” , Scientific journal of administrative development, vol 4 ,page 134 –
16
156.
Sri Padmantyo, 2010 , “Analisis Manajemen Laba pada Laporan Keuangan Perbankan Syariah”, BENEFIT Jurnal Manajemen dan Bsinis, volume 14, nomor 2,Desember 2010, hal 53-65
Surifah ,2015, “Expropriation Risk Through Real Earnings Management on Islamic Banking” , Jurnal Indonesian Capital Market Review, Vol. VII , nomor 2 , hal 74-91
Tri Gunarsih, 2004, “Masalah Keagenan dan Strategi Diversifikasi”, KOMPAK, No.10, Januari -April 2004, Hal. 52 - 69.
Walls, R dan Zimmerman, J.L. 1986. Positive Accounting Theory. New York. Prentice Hall.
Zahara dan Sylvia Veronica , 2009, Pengaruh Rasio Camel terhadap praktek Manajemen Laba di Bank Syariah, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 12, No,2, hal 87 – 102
17
Lampiran 1 : Pemilihan Model Regresi Manajemen Laba Aktivitas Riil melalui Cash
Flow
F Test (Chow Test)
Dilakukan untuk membandingkan/memilih model mana yang terbaik antara CE dan FE.Berdasarkan model FE seperti terlihat pada gambar 4.1 dilakukan Chow Test dengan menggunakan Eviews dengan hasil seperti pada gambar 4.2
Pada tabel yang paling atas terlihat bahwa nilai Prob. Cross-section F sebesar 0,0594 yang nilainya > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa model CE lebih tepat dibandingkan dengan model FE untuk kasus ini.
Haussman Test
Perhatikan nilaiprobabilitas (Prob.) Cross-section random. Jika nilainya > 0,05 maka model yang terpilih adalah RE, tetapi jika < 0,05 maka model yang terpilih adalah FE.Pada tabel yang paling atas terlihat bahwa nilai Prob. Cross-section random sebesar 1,00 yang nilainya > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa model RE lebih tepat dibandingkan dengan model FE untuk kasus ini.Langkah berikutnya adalah untuk membandingkan/memilih model mana yang terbaik antara CE dan RE dengan melakukan Langrangge Multiplier (LM) Test.Langrangge Multiplier (LM) Test
Dilakukan uji LM dengan rumus sebagai berikut :
18
Dimana :
n = jumlah perusahaanT = jumlah periode∑ e2 = jumlah rata-rata kuadrat residual
∑ e2 = jumlah residual kuadrat
LM hitung=10(18)
2(18−1) [ 182(1.33745 E−35)3.78 E−03
−1]2
=5.294117
Nilai LM hitung akan dibandingkan dengan nilai Chi Squared tabel dengan derajat kebebasan (degree of freedom) sebanyak jumlah variabel independent (bebas) dan alpha atau tingkat signifikansi sebesar 5% (ditentukan di awal). Apabila nilai LM hitung > Chi Squared tabel maka model yang dipilih adalah RE, dan sebaliknya apabila nilai LM hitung < Chi Squared tabel maka model yang dipilih adalah CE.Nilai Chi Squared tabel pada derajat kebebasan 4 dan alpha 5% nilainya 9,49 dan nilai LM hitung sebesar 0,11315 berarti lebih kecil LM dibandingkan Chi Squared tabel maka yang dipilih adalah CE. Konsisten dengan hasil sebelumnya antara CE dan FE, maka model yang dipilih adalah CE.Sehingga model regresi untuk menghitung abnormal Cash flow adalah
19
Lampiran 2 : Pemilihan Model Regresi Manajemen Laba Aktivitas Riil melalui Reveneu Share
F Chow Test
Pada tabel yang paling atas terlihat bahwa nilai Prob. Cross-section F sebesar 1,0000 yang nilainya > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa model CE lebih tepat dibandingkan dengan model FE untuk kasus ini.
Haussman Test
Pada tabel yang paling atas terlihat bahwa nilai Prob. Cross-section random sebesar 1,00yang nilainya > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa model RE lebih tepat dibandingkan dengan model FE untuk kasus ini.
Langrangge Multiplier (LM) Test
LM hitung=10(18)
2(18−1) [ 182(1.12383 E−33)0.005004984
−1]2
=¿5.294117
Nilai Chi Squared tabel pada derajat kebebasan 3 dan alpha 5% nilainya 9,49 (lihat tabelChi Squared) dan nilai LM hitung sebesar 5.294 sehingga lebih kecil LM hitung dibandingkan Chi Squared tabel, maka model yang dipilih adalah CE. Konsisten dengan hasil sebelumnya antara CE dan FE, maka model yang dipilih adalah CE.Sehingga model regresi untuk menghitung abnormal Reveneu Share adalah
20
Lampiran 3 : Pemilihan Model Regresi Manajemen Laba Aktivitas Riil melalui Discretionary
Expenses
F Chow Test
Pada tabel yang paling atas terlihat bahwa nilai Prob. Cross-section F sebesar 1,0000 yangnilainya > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa model CE lebih tepat dibandingkandengan model FE untuk kasus ini
Haussman Test
Pada tabel yang paling atas terlihat bahwa nilai Prob. Cross-section random sebesar 1,00 yang nilainya > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa model RE lebih tepat dibandingkan dengan model FE untuk kasus ini
Langrangge Multiplier (LM) Test
LM Hitung dengan rumus sbb :
LM hitung=10(18)
2(18−1) [ 182(3.35292 E−33)0.065865373
−1]2
=¿5.294117
22
Nilai Chi Squared tabel pada derajat kebebasan 3 dan alpha 5% nilainya 9,49 (lihat tabelChi Squared) dan nilai LM hitung sebesar 5.294 sehingga lebih kecil LM hitung
dibandingkan Chi Squared tabel, maka model yang dipilih adalah CE. Konsisten dengan hasil sebelumnya antara CE dan FE, maka model yang dipilih adalah CE.Sehingga model regresi untuk menghitung abnormal Discretionary Expenses adalah
23