kerangka proses konflik dan solusi konflik pada siswa sma di surabaya berdasar dinamika psikologis

14
1 KERANGKA PROSES KONFLIK DAN SOLUSI KONFLIK PADA SISWA SMA DI SURABAYA BERDASAR DINAMIKA PSIKOLOGIS Mochamad Nursalim 1 dan Budi Purwoko 2 Abstrak: Fokus peneltian ini adalah mengungkap faktor penyebab konflik pada siswa, bagaimana proses konflik, dan proses solusi konflik dalam kerangka dinamika psikologis individu. Desain yang digunakan adalah logika pengaitan antara data yang harus dikumpulkan dan kesimpulan-kesimpulan yang akan dihasilkan dengan pertanyaan awal penelitian. Penelitian ini menggunakan studi kasus tunggal dan multi kasus dan dua teknik analisa, pattern-matching, dan explanation-building. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: (1) konflik disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: perbedaan pendapat antar individu, kesalahpahaman, tindakan yang dianggap merugikan pihak lain, dan perasaan terlalu sensitif yang mengarah pada pemikiran negatif. Secara umum dibedakan atas dua penyebab perbedaan pandangan dan terhalangnya pencapaian tujuan; (2) persepsi individu terhadap konflik merupakan apa yang difikirkan sehingga membentuk cara pandang yang menuntunnya untuk memilih sikap tertentu dalam menghadapi konflik. Cara berfikir subyek pada kasus berhubungan dengan pengalaman, pengetahuan, dan nilai-nilai yang diinternalisasi sehingga membentuk prinsip diri. Dalam memersepsi konflik ada tiga hal yang menjadi fokus pandangan yaitu: (a) persepsi terhadap masalah konflik itu sendiri,(b) persepsi terhadap tujuan-tujuan, dan (c) persepsi terhadap subyek pelaku konflik; (3) penghayatan individu terhadap obyek amatan dibentuk oleh realitas obyek itu dan realitas individu itu sendiri. Realitas obyek dalam hal ini adalah siapa pihak konflik, bagaimana masalah serta konteks masalahnya, dan akibat yang ditimbulkan konflik. Realitas individu mencakup pemahaman, pengalaman, nilai-nilai individu yang memandu dirinya dalam mengesankan realitas obyek konflik; (4) dinamika psikologis internal individu dalam menghadapi konflik dapat dikategorikan dalam tiga bagian yang menyatu mencakup komponen-komponen atas segitiga ABC, yang menunjuk Attitudes + Behavior + Contradiction. Istilah komponen ABC merangkum Sikap + Perilaku + Pertentangan dalam segitiga SPP. Kata Kunci: konflik, dinamika psikologis individu dalam konflik Fenomena konflik dan kekerasan di Indonesia sudah memprihatinkan. Fakta-fakta konflik dan kekerasan hampir setiap hari kita lihat, kita dengar, dan kita baca dalam berbagai media. Masyarakat tampaknya mulai terbiasa dengan aksi-aksi demo dan kebrutalan untuk mendesakkan keinginannya. Demikian halnya kekerasanpun sudah merambah dalam seting pendidikan. Laporan CDC (2004) menyatakan, “In fact, one national survey found that 33 percent of high school students said they had been in a physical fight within the past year“ (http://www.safeyouth.org /scripts/teens/conflict.asp). State Of Our Nation’s Youth (2000) telah menemukan bahwa, 40% siswa cenderung melakukan tindak kekerasan dan 20% siswa 1 Staf Pengajar Prodi BK FIP Unesa 2 Staf Pengajar Prodi BK FIP Unesa

Upload: alim-sumarno

Post on 01-Jan-2016

620 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

Jurnal Online Universitas Negeri Surabaya, author : Mochamad Nursalim, http://ejournal.unesa.ac.id/

TRANSCRIPT

Page 1: KERANGKA PROSES KONFLIK DAN SOLUSI KONFLIK PADA SISWA SMA DI SURABAYA BERDASAR DINAMIKA PSIKOLOGIS

1

KERANGKA PROSES KONFLIK DAN SOLUSI KONFLIK PADA SISWA SMA DI

SURABAYA BERDASAR DINAMIKA PSIKOLOGIS

Mochamad Nursalim1 dan Budi Purwoko

2

Abstrak: Fokus peneltian ini adalah mengungkap faktor penyebab konflik pada siswa,

bagaimana proses konflik, dan proses solusi konflik dalam kerangka dinamika psikologis

individu. Desain yang digunakan adalah logika pengaitan antara data yang harus

dikumpulkan dan kesimpulan-kesimpulan yang akan dihasilkan dengan pertanyaan awal

penelitian. Penelitian ini menggunakan studi kasus tunggal dan multi kasus dan dua teknik

analisa, pattern-matching, dan explanation-building. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa:

(1) konflik disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: perbedaan pendapat antar individu,

kesalahpahaman, tindakan yang dianggap merugikan pihak lain, dan perasaan terlalu sensitif

yang mengarah pada pemikiran negatif. Secara umum dibedakan atas dua penyebab

perbedaan pandangan dan terhalangnya pencapaian tujuan; (2) persepsi individu terhadap

konflik merupakan apa yang difikirkan sehingga membentuk cara pandang yang

menuntunnya untuk memilih sikap tertentu dalam menghadapi konflik. Cara berfikir subyek

pada kasus berhubungan dengan pengalaman, pengetahuan, dan nilai-nilai yang

diinternalisasi sehingga membentuk prinsip diri. Dalam memersepsi konflik ada tiga hal

yang menjadi fokus pandangan yaitu: (a) persepsi terhadap masalah konflik itu sendiri,(b)

persepsi terhadap tujuan-tujuan, dan (c) persepsi terhadap subyek pelaku konflik; (3)

penghayatan individu terhadap obyek amatan dibentuk oleh realitas obyek itu dan realitas

individu itu sendiri. Realitas obyek dalam hal ini adalah siapa pihak konflik, bagaimana

masalah serta konteks masalahnya, dan akibat yang ditimbulkan konflik. Realitas individu

mencakup pemahaman, pengalaman, nilai-nilai individu yang memandu dirinya dalam

mengesankan realitas obyek konflik; (4) dinamika psikologis internal individu dalam

menghadapi konflik dapat dikategorikan dalam tiga bagian yang menyatu mencakup

komponen-komponen atas segitiga ABC, yang menunjuk Attitudes + Behavior +

Contradiction. Istilah komponen ABC merangkum Sikap + Perilaku + Pertentangan dalam

segitiga SPP.

Kata Kunci: konflik, dinamika psikologis individu dalam konflik

Fenomena konflik dan kekerasan di Indonesia sudah memprihatinkan. Fakta-fakta

konflik dan kekerasan hampir setiap hari kita lihat, kita dengar, dan kita baca dalam berbagai

media. Masyarakat tampaknya mulai terbiasa dengan aksi-aksi demo dan kebrutalan untuk

mendesakkan keinginannya. Demikian halnya kekerasanpun sudah merambah dalam seting

pendidikan. Laporan CDC (2004) menyatakan, “In fact, one national survey found that 33

percent of high school students said they had been in a physical fight within the past year“

(http://www.safeyouth.org /scripts/teens/conflict.asp). State Of Our Nation’s Youth (2000)

telah menemukan bahwa, 40% siswa cenderung melakukan tindak kekerasan dan 20% siswa

1 Staf Pengajar Prodi BK FIP Unesa

2 Staf Pengajar Prodi BK FIP Unesa

Page 2: KERANGKA PROSES KONFLIK DAN SOLUSI KONFLIK PADA SISWA SMA DI SURABAYA BERDASAR DINAMIKA PSIKOLOGIS

2

terlibat dalam kekerasan fisik (Sciarra, 2004). Demikian halnya National Center for

Education Statistics (NCES) menemukan kekerasan pada siswa SD dan SMP pada tahun

1996/1997 telah mengalami peningkatan sekitar 57% (Flaherty, 2001 dalam Esther dkk.

2005). Sedangkan Kodjo (2003) menemukan lebih dari sepertiga siswa masih terlibat

perkelahian paling tidak satu kali selama dua belas bulan terakhir dan 9,3% dari siswa itu

membawa senjata ke sekolah.

Senyatanya ada beberapa faktor yang menjadi pemicu tindak-tindak kekerasan

yang selama ini terjadi. Akan tetapi, seringkali kekerasan merupakan muara terjadinya

konflik yang tertangani secara keliru. Menurut Galtung (dalam Sutanto, 2005) konflik

merupakan penyebab niscaya bagi kekerasan, karena dibalik setiap bentuk kekerasan

terdapat konflik yang belum terselesaikan. Dia mengumpamakan kekerasan adalah asap dan

konflik adalah apinya. Selanjutnya dinyatakan bahwa bila konflik sudah terwujud dalam

patologi kepribadian dan patologi sosial melebur dalam psikosis kolektif, maka rasionalitas

tidak lagi banyak berperan. Jika sudah demikian, terciptalah polarisasi dan tidak lama

merekahlah kekerasan (Sutanto, 2005). Konflik telah mencapai titik kekerasan dapat

dipastikan karena konflik telah tertangani secara keliru atau konflik telah diabaikan. Budaya

kekerasan berfokus pada anggapan bahwa konflik sebagai perusak atau penghancur. Konflik

dipandang sebagai pergulatan yang baik dan jahat, hitam dan putih, kemenangan dan

kekalahan, keuntungan dan kerugian.

Penyelesaian konflik dimasyarakat cenderung menggunakan kekuatan dan

penghancuran lawan. Demikian halnya program-program solusi konflik dengan sponsor

lembaga pemerintah atau LSM cenderung memanipulasi aspek eksternal sumber konflik.

Sebagai gerakan kultural edukatif dengan sasaran peningkatan kecakapan individu relativ

belum ada. Cara-cara tradisional pemecahan masalah konflik di sekolah, umumnya

mendasarkan pada konsep “punishment based”. Menurut Johnson (dalam Erford, 2004)

banyak peneliti menyimpulkan bahwa, “punishment based” tidak dapat memecahkan

persoalan konflik interpersonal di antara para siswa dengan hasil yang positif yang

ditunjukkan oleh peningkatan perilaku positif. Cara-cara menyikapi konflik secara tidak

tepat tersebut seringkali berkaitan dengan cara pandang seseorang dalam melihat konflik.

Menurut Weitzman & Patricia (2000) jika individu memiliki persepsi negatif atas konflik

yang terjadi, maka sikap dan tingkah laku pemecahan konflik cenderung destruktif-

disfungsional. Sebaliknya cara pandang positif melahirkan persepsi, sikap, respon tingkah

laku solusi konflik konstruktif-fungsional. Dengan demikian mengkondisikan individu

Page 3: KERANGKA PROSES KONFLIK DAN SOLUSI KONFLIK PADA SISWA SMA DI SURABAYA BERDASAR DINAMIKA PSIKOLOGIS

3

hingga memiliki cara pandang dan persepsi positif terhadap peristiwa konflik, merupakan

kunci modifikasi tingkah laku individu hingga bersikap dan bertingkah laku konstruktif

dalam solusi konflik.

Selama ini konsep konflik beserta solusinya cenderung berorientasi pada sebab-

sebab konflik yang bersumber dari faktor-faktor eksternal dengan fokus kajian pada aspek

subsistem-subsistem sosial. Konsep ini dikelompokkan sebagai teori konflik makro.

Demikian halnya solusi konflik di Indonesia cenderung menggunakan teori makro, dengan

fokus intervensi manipulasi aspek-aspek eksternal berupa aspek ekonomi, sosial, politik,

militer (keamanan), religi dan lainnya. Gerakan resolusi konflik terkini memusatkan pada

usaha pencegahan konflik destruktif dalam tataran edukatif, kultural, paedagogis. Program

ini berorientasi pada teori konflik mikro dengan fokus kajian bagaimana dinamika psikologis

individu dalam menghadapi konflik. Intervensi berupa manipulasi aspek

pemahaman/persepsi, sikap, dan kepemilikan keterampilan resolusi konflik konstruktif.

Program ini dapat berupa program pendidikan, pelatihan, pembelajaran peningkatan

kecakapan individu dalam resolusi konflik konstrukrif.

Penelitian ini mengungkap penyebab konflik, proses konflik, dan kecenderungan

solusi konflik dengan orientasi dinamika psikologis individu. Konflik bermula dari kondisi

eksternal individu. Akan tetapi sesungguhnya sebab eksternal itu bersifat netral. Pembangkit

utama konflik justru terletak pada dinamika psikologis individu sebagai wujud reaksi atas

kondisi eksternal yang senyatanya bersifat netral. Persepsi, perasaan, tanggapan, kebutuhan,

motivasi dan sikap individu secara internal, berakumulasi sebagai penentu rangsang

eksternal hingga menjadi tingkah laku konflik. Faktor-faktor internal itu menjadi dasar

orientasi solusi konflik. Terdapat dua pengelompokan kecenderungan “persepsi” yang

membentuk “sikap” dan mengarahkan “tingkah laku” respon konflik yaitu persepsi

kompetitif dan persepsi kooperatif. Persepsi kompetitif melahirkan sikap menentang dengan

respon konflik mengalahkan yang lain (paradigma menang-kalah). Persepsi kooperatif

melahirkan sikap kerjasama dengan respon konflik kompromi maupun kolaborasi

(paradigma menang-menang).

Persepsi individu menentukan sikap dan respon tingkah laku konflik. Persepsi

merupakan cara pandang seseorang terhadap sumber konflik. Akar konflik bersumber dari

bagaimana dinamika psikologis membentuk persepsi kompetitif atau persepsi kooperatif.

Unsur sikap mencerminkan pilihan individu dalam memposisikan diri dalam menghadapi

konflik apakah bersikap menentang dan mengalahkan atau sebaliknya bersikap kerjasama

dan saling menghargai. Kecenderungan sikap positif atau negatif menghadapi konflik

Page 4: KERANGKA PROSES KONFLIK DAN SOLUSI KONFLIK PADA SISWA SMA DI SURABAYA BERDASAR DINAMIKA PSIKOLOGIS

4

ditentukan persepsi individu, apakah persepsi kolaboratif atau kompetitif. Selanjutnya sikap

menampak dalam tingkah laku individu. Sikap positif menghadapi konflik berwujud dalam

tingkah laku penyelesain konflik menang-menang. Pihak konflik berusaha memecahkan

masalah dengan orientasi pemenuhan kepentingan bersama, membina kerjasama, bertindak

konstruktif dan kreatif. Respon konflik seperti ini diistilahkan dengan respon konflik

konstruktif dan fungsional. Sebaliknya sikap negatif dalam konflik berwujud tingkah laku

memenangkan diri dan mengalahkan lawan, mencapai keuntungan sepihak,

perusakan/penghalangan kepentingan lawan, pertikaian, dan perkelahian. Respon konflik

seperti ini diistilahkan dengan respon destruktif dan disfungsional.

Konflik dan solusi konflik destruktif dapat dicegah sejak dini jika faktor-faktor

dinamika psikologis internal individu dikenali. Bagaimana proses persepsi, bagaimana

proses sikap, bagaiman respon tingkah laku konflik dan interaksi antar ketiga faktor tersebut

menjadi fokus kajian penelitian ini. Kajian dipusatkan pada siswa SMA yang secara

psikologis memiliki kekhasan terkait usia keremajaannya. Hasil penelitian merupakan pola

kerangka proses persepsi, proses sikap, proses tingkah laku respon konflik dan interaksi

ketiga faktor sehingga terjadi konflik destruktif-disfungsional maupun konstruktif-

fungsional. Konsep ini merupakan pijakan dalam memformulasikan rancangan perlakuan

pembinaan siswa secara prefentif, kuratif, dan developmental agar para siswa memiliki pola

persepsi, sikap, dan respon tingkah laku konflik secara konstruktif-fungsional.

Rumusan Masalah

1. Bagaimana dinamika psikologis proses konflik terjadi pada individu, dengan rincian

masalah penelitian:

a. Faktor-faktor apakah yang merupakan pemicu konflik ?

b. Bagaimana persepsi siswa terhadap konflik ?

c. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi persepsi konflik para siswa ?

d. Bagaimana hubungan persepsi, sikap, motivasi, dan kecenderungan arah solusi

konflik?

e. Bagaiman kerangka alur proses konflik berdasar tinjauan dinamika psikologis

siswa ?

Metode

Page 5: KERANGKA PROSES KONFLIK DAN SOLUSI KONFLIK PADA SISWA SMA DI SURABAYA BERDASAR DINAMIKA PSIKOLOGIS

5

Fokus peneltiian ini adalah mengungkap faktor penyebab konflik pada siswa,

bagaimana proses konflik, dan proses solusi konflik dalam kerangka dinamika psikologis-

sosial individu. Pendekatan yang tepat untuk mengungkaap suatu gejala proses ialah

pendekatan kualitatif (Creswell, 1994; Denzin & Lincoln, 1994; Marshal & Rosman,

1995; Bogdan & Biklen, 1998; Neuman, 2000). Di bidang pendidikan penelitian dengan

pendekatan kualitatif disebut penelitian naturalistik (Lincoln & Guba, 1985). Obyek

kajian dalam penelitian naturalistik diamati dalam keutuhannya dan sebagaimana

terjadinya secara alamiah di dalam latar yang sebenarnya. Menurut Yin (1996) suatu

penelitian yang menjawab pertanyaan “bagaimana” dan “mengapa” perlu didekati

dengan strategi studi kasus. Kelebihan rancangan studi kasus ialah peneliti dapat

mengetahui karakteristik holistik dan kebermaknaan dari peristiwa kehidupan nyata yang

diamati (Yin, 1996). Dalam penelitian ini peristiwa tersebut terwujud dalam konflik dan

solusi konflik pada siswa. Menurut Bogdan dan Biklen (1998) serta Strauss dan Corbin

(1990) agar dapat memahami makna peristiwa dan interaksi orang dapat digunakan

orientasi teoritik dengan pendekatan fenomenologi yaitu suatu pendekatan yang berupaya

memahami subyek dari sudut pandang subyek itu sendiri dengan membuat tafsiran berupa

skema konseptual. Penerapan pendekatan fenomenologi dalam penelitian ini tampak pada

pengamatan terhadap fenomena-fenomena dunia konseptual subyek yang diamati melalui

tindakan dan pemikirannya guna memahami makna yang disusun oleh subyek di sekitar

kejadian sehari-hari (Denzin & Lincoln, 1994; Knowles & McLean, 1992). Menurut

Dilthey & Spranger (Moleong, 1989) peneliti dapat memahami dan menangkap makna

suatu kejadian dari sudut pandang pelaku yang menghayati kejadian tersebut dengan

menggunakan pendekatan fenomenologi atau verstehen (pemahaman) melalui

pengamatan partisipatif.

Pembahasan

1. Konflik dan faktor-faktor penyebabnya.

Berdasarkan kasus penelitian ini dapat dimaknai bahwa konflik

merupakan benturan, ketidaksesuaian, pertentangan, perkelahian, oposisi-oposisi, dan

interaksi yang bersifat antagonis. Pertentangan ini dalam bahasa Inggris disebut

Conflict yang berarti percekcokan, perselisihan, dan pertentangan (Echolas&Sahidly

dalam Soetopo dan Supriayanto, 1999). Jika dirujukkan pada pendapat ahli salah

satunya menurut Cassel Concise (dalam Lacey, 2003: 17-18) konflik diartikan sebagai

“A fight; a collision; a struggle; a contest; oposition of interest, opinion or porposes;

Page 6: KERANGKA PROSES KONFLIK DAN SOLUSI KONFLIK PADA SISWA SMA DI SURABAYA BERDASAR DINAMIKA PSIKOLOGIS

6

mental strife; agony”. Konflik juga diartikan sebagai pertarungan yang terjadi antara

apa yang diharapkan oleh seseorang terhadap dirinya, orang lain, seseorang dengan

kenyataan apa yang diharapkan (Mangkunegara, 2001: 155)

Melihat aspek tujuan, dari seluruh kasus di atas konflik mengarah pada

perbedaan tujuan, pertentangan kepentingan, dan penghalangan pemenuhan kebutuhan.

Konflik merupakan relasi-relasi psikologis yang antagonis sehubungan dengan tujuan-

tujuan yang tak bisa dipertemukan, sikap-sikap emosional yang bermusuhan, dan

struktur nilai yang berbeda-beda. Analisa ini sesuai pendapat Deutsch (dalam Johnson

& Johnson, 1991) yang menyatakan jika tindakan seseorang dalam memenuhi dan

memaksimalkan kebutuhan maupun tujuannya menghalangi atau membuat tindakan

orang lain menjadi tidak efektif maka terjadilah konflik.

Melihat pada gejala umum, setidaknya terdapat dua gejala esensial

pemicu konflik yakni: (1) adanya pandangan yang berbeda-beda (divergent), dan (2)

ketidaksesuaian pandangan tersebut. Kombinasi gejala tersebut merupakan pendorong

munculnya konflik. Perwujudan konflik dapat terjadi dalam bentuk konflik terbuka atau

konflik tersembunyi. Jika ditinaju lebih rinci, konflik disebabkan oleh beberapa faktor

yaitu: (1) perbedaan pendapat antar pihak yang masing-masing menganggap dirinya

paling benar, (2) kesalahpahaman yang menempatkan seseorang dalam cara pandang

yang tidak sesuai dengan kondisi sesungguhnya, (3) tindakan yang dianggap merugikan

pihak lain, dan (4) perasaan terlalu sensitif yang mengarah pada pemikiran negatif.

Beberapa konflik secara umum juga terkait dengan lemahnya komunikasi.

Komunikasi yang tidak jelas memberikan kontribusi terjadinya konflik.

Kesalahpahaman maksud yang dipengaruhi persepsi awal, serta komunikasi tidak

efektif melahirkan pertentangan. Dalam menyampaikan gagasan secara efektif

diperlukan kemampuan membangun komunikasi interpersonal. Individu perlu

menguasai bagaimana berempati, mendengarkan orang lain, membuka diri, menyatakan

ide dan perasaan, mengonfrontasi secara baik, dan menjadi diri sendiri secara efektif

dalam membangun hubungan dengan orang lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Baron

(1991: 234) yang menyatakan bahwa, “Faulty communicattion was the largest source

of conflict …”.

Unsur sikap individu sebagai cermin sudut pandangnya dalam

menghadapi orang lain juga menentukan munculnya konflik. Pemaksaan kehendak pada

orang lain, menolak perspektif yang berbeda, menutup diri, dan keteguhan terhadap

cara pandang sendiri secara membabi buta melahirkan konflik. Masih banyak diantara

Page 7: KERANGKA PROSES KONFLIK DAN SOLUSI KONFLIK PADA SISWA SMA DI SURABAYA BERDASAR DINAMIKA PSIKOLOGIS

7

individu yang berparadigma kompetisi menang-kalah (win-lose) dalam mengatasi

perbedaan maupun pertentangan. Masih banyak kecenderungan individu merasa puas

jika dia menang, dan telah mengalahkan orang lain dalam perbedaan pendapat (If I win

This, Iam strong) (Mac farland, 1992).

Konflik dan penyebabnya dapat digolongkan dalam bentuk : (1)

kontroversi, yaitu ketika ide, informasi, kesimpulan, pendapat-pendapat seseorang tidak

sesuai/bertentangan/tidak cocok dengan orang lain; (2) konflik konseptual, yaitu ketika

ide-ide bertentangan antara individu dengan yang lainnya. Informasi yang diterima

dirasakan berlawanan dengan apa yang telah diketahui sebelumnya; (3) konflik minat

dan kepentingan, ketika tindakan seseorang dalam mencapai tujuan, ternyata

menghalangi atau mengganggu upaya pihak lain dalam mencapai tujuannya; (4) konflik

perkembangan, ketika tindakan orang dewasa dan anak-anak bertentangan dikarenakan

ketidaksesuaian pemikiran, sikap, dan tingkahaku. Selain di sekolah persoalan ini sering

terjadi pada kehidupan perkembangan remaja di keluarga maupun di masyarakat.

Konflik dapat melibatkan berbagai individu dengan berbagai latar yang

dapat saja menembus batas-batas formal seperti dengan guru, menembus batas-batas

kohesivness seperti dengan orang tua, menembus batas-batas kekerabatan seperti

dengan sanak saudara, menembus batas-batas keterdekatan seperti dengan pacar, teman

sekelas dan sepermainan, bahkan menembus batas-batas keterasingan seperti dalam

konflik yang diwariskan yang melibatkan identitas kelompok.

2. Persepsi individu/siswa terhadap konflik

Persepsi individu terhadap konflik merupakan apa yang difikirkan

sehingga membentuk cara pandang yang menuntunnya untuk memilih sikap tertentu

dalam menghadapi konflik. Cara berfikir subyek pada kasus penelitian ini berhubungan

dengan pengalaman, pengetahuan, dan nilai-nilai yang diinternalisasi sehingga

membentuk prinsip diri. Dalam memersepsi konflik ada tiga hal yang menjadi fokus

persepsi yaitu: (1) persepsi terhadap masalah konflik itu sendiri; (2) persepsi terhadap

tujuan-tujuan; (3) persepsi terhadap subyek pelaku konflik. Persepsi terhadap konflik

adalah bagaimana wujud konflik yang menampak dan tertangkap indrawi dan difikirkan

oleh individu. Wujud konflik pada kasus penelitian ini mengejawantah dalam tingkah

laku verbal maupun non verbal yang mengarah pada tindakan yang merugikan,

merendahkan, dan menghambat tujuan seseorang. Perlakuan yang menampak seperti

percekcokan, mengumpat/memaki, mengolok, acuh-tak acuh, menggunjing, memukul,

Page 8: KERANGKA PROSES KONFLIK DAN SOLUSI KONFLIK PADA SISWA SMA DI SURABAYA BERDASAR DINAMIKA PSIKOLOGIS

8

merusak, menarik diri, dll. Seringkali para pelaku konflik lebih memfokuskan perhatian

pada wujud konflik yang mengemuka, dan jarang yang mencoba fokus pada mengapa

perilaku (wujud konflik) itu muncul. Karena itu, seringkali ketika fokus pandangan

pada wujud-wujud konflik, justru konflik semakin meluas baik pelaku, wilayah,

maupun akar masalahnya.

Persepsi terhadap tujuan, adalah bagaimana individu melihat tujuan-

tujuan, keinginan, dan harapan dari pihak-pihak yang terlibat dalam konflik. Seringkali

pengamatan terhadap tujuan diabaikan, dan lebih fokus pada perilaku yang menampak

berupa respon verbal dan non verbal masing-masing pihak yang terlibat konflik. Kasus-

kasus dalam penelitian ini, individu cenderung memersepsikan tujuan-tujuan sendiri,

sementara tujuan pihak lain jarang dilihat. Cara pandang egosentrisme ini, melahirkan

sikap subyektif dan pembenaran diri sementara yang lain dinilai salah. Ketika cara

pandang didominasi pihak diri dan menganggap diri paling benar cenderung melahirkan

sikap memaksakan dan mengutamakan mengalahkan yang lain. Hampir seluruh kasus

di atas individu bercara pandang egosentrisme, pembenaran diri, dan orientasi tujuan

sendiri.

Persepsi terhadap pelaku konflik, adalah bagaimana individu

menggambarkan sosok dirinya dalam hubungannya dengan sosok lawannya. Ada dua

kecenderungan dalam melihat pihak lain sebagai sosok “lawan” atau sosok “kawan”.

Sosok “lawan” dipahami sebagai pihak yang harus dikalahkan, sementara sosok

“kawan” pihak yang masih perlu dijaga hubungan relasinya. Sosok “kawan” pada kasus

dalam penelitian ini terwakili oleh sang pacar, saudara dalam keluarga, orang yang telah

berbuat baik. Namun ada kasus yang ekstrim dan unik yaitu seorang guru, seorang

ayah, dan sahabat yang yang dipandang sebagai sosok “lawan”. Fakta ini

mencerminkan dalam memersepsi pihak lain individu menghubungkannya dengan

penghayatan masalah dan tujuan dirinya dalam konflik yang terjadi.

Ketiga ranah fokus persepsi individu itu saling berhubungan dan mengait,

hingga mengristal dalam suatu titik sikap individu dalam mengambil langkah solusi

konflik. Secara umum titik sikap individu itu mendarat dalam tiga paradigma

penyelesaian konflik yaitu: (1) paradigma kalah-kalah; (2) paradigma kalah-menang/

menang-kalah; dan (3) paradigm menang-menang. Alur pilihan solusi konflik ini

bermula dari bagaimana individu menyimpulkan persepsinya terhadap masalah konflik,

tujuan-tujuan, dan pihak-pihak yang terlibat konflik.

Page 9: KERANGKA PROSES KONFLIK DAN SOLUSI KONFLIK PADA SISWA SMA DI SURABAYA BERDASAR DINAMIKA PSIKOLOGIS

9

3. Faktor-faktor yang memengaruhi persepsi individu dalam konflik

Persepsi individu merupakan hasil berfikir individu terhadap obyek persepsi.

Penghayatan individu terhadap obyek amatan dibentuk oleh realitas obyek itu dan realitas

individu itu sendiri. Realitas obyek dalam hal ini adalah siapa pihak konflik, bagaimana

masalah serta konteks masalahnya, dan akibat yang ditimbulkan konflik. Realitas individu

mencakup pemahaman, pengalaman, dan nilai-nilai individu yang memandu dirinya

dalam mengesankan realitas obyek. Dengan demikian bagaimana individu memikirkan

realitas obyek konflik bersifat unik dan subyektif sesuai realitas dirinya.

Siapa pihak yang terlibat konflik mencerminkan sosok pihak konflik dalam

kesan psikologis individu. Apakah dikesankan sebagi orang yang harus dihormati,

dicintai, disukai, dan perlu dipelihara relasinya atau sebaliknya orang yang tidak perlu

dipelihara hubungan relasinya. Konteks konflik adalah ruang lingkup konflik itu sendiri

dan lingkungan medan magnet konflik yang memengaruhi kesan individu. Lingkup

konflik mencerminkan apa yang dipertentangkan dan seberapa penting obyek

pertentangan itu bagi individu. Medan magnet konflik adalah siapa orang-orang lain

disekitar konflik dan masalah-masalah lain di sekitar konflik. Akibat konflik merupakan

resiko yang ditimbulkan konflik pada para pelakunya (individu dan pihak konflik) dan

lingkungan pelakunya. Seringkali akibat konflik dihayati sepihak dan beorientasi diri

daripada orientasi diri dan pihak lain secara berimbang.

Realitas individu mengusung pemahaman, pengalaman, dan nilai-nilai dirinya.

Pemahaman adalah pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki, sedang pengalaman adalah

konseptualisai kejadian-kejadian masa lalu baik tentang diri maupun orang lain. Nilai-

nilai diri adalah kata hati yang mencerminkan moralitas serta nilai-nilai sosial dalam

memandu pilihan sebaiknya atau tidak sebaiknya dilakukan.

4. Persepsi, sikap, motivasi, dan arah penyelesaian konflik dalam konteks dinamika

psikologis individu

Dinamika psikologis internal individu dalam menghadapi konflik dapat

dikategorikan dalam tiga bagian yang menyatu mencakup komponen-komponen atas

segitiga ABC, yang menunjuk Attitudes + Behavior + Contradiction. Istilah komponen

ABC merangkum Sikap + Perilaku + Pertentangan dalam segitiga SPP. Pertentangan (P)

merupakan manifes konflik yang berwujud kontradiksi antara individu satu dengan yang

lain. Akar konflik adalah pertentangan tujuan-tujuan dan maksud-maksud yang tidak

sesuai satu sama lain. Berdasar kasus-kasus dalam penelitian ini akar konflik mencakup

Page 10: KERANGKA PROSES KONFLIK DAN SOLUSI KONFLIK PADA SISWA SMA DI SURABAYA BERDASAR DINAMIKA PSIKOLOGIS

10

perbedaan pandangan, prinsip-prinsip, nilai-nilai, serta tujuan yang dihalangi pihak lain.

Pihak-pihak penghalang bisa orang tua, guru, anggota keluarga, teman, pacar, teman

sebaya lain. Persoalan bisa bersumber pada masalah pribadi, sosial, akademik, dan dalam

berkonflik kadar tertentu merupakan gabungan kesluruhannya.

Komponen “sikap” (S) mewakili cara pihak-pihak yang berkonflik merasakan

dan berpikir. Sikap ditentukan oleh bagaiman individu mempersepsi yang meliputi:

memersepsi atas dirinya dan pihak lain, memersepsi masalah, serta memersepsi tujuan.

Persepsi diri berupa cara memandang dirinya sebagai orang yang bermakna dengan pihak

lain atau lepas tak bermakna dengan pihak lain. Cara mempersepsi “pihak lain” apakah

dengan rasa hormat dan cinta, atau dengan perendahan, dan kebencian. Cara memersepsi

masalah merujuk pada masalah itu sendiri dan medan magnet masalah. Cara mereka

mempersepsi tujuan-tujuan mencakup harapan-harapan dan keinginan mereka sendiri

maupun pihak lain. Dari kasus-kasus yang dianalisa cara memersepsi diri yang terkait

dengan pelecehan, perendahan harga diri, nilai-nilai, dan prinsib cenderung memicu sikap

antagonis yang tinggi. Cara memersepsi yang lain ketika dipandang sebagai sosok yang

harus dihormati, dicintai juga memengaruhi sikap arah solusi. Sebaliknya antagonisme

meningkat manakala yang lain dipandang sebagai pihak bersalah yang harus dikalahkan.

Cara berfikir individu, membentuk sikap, merangsang motiv bertindak, dan

mengarahkan perilakunya dalam solusi konflik tertentu . Pola ini berjalan linier saling

merangkai sebagai sebab-akibat. Komponen “perilaku” mewakili cara bertindak ditengah

konflik apakah berupaya menemukan kepentingan-kepentingan bersama, bertindak

konstruktif dan kreatif, atau justru bertindak merugikan dan menyakiti yang lain. Perilaku

ditentukan oleh cara bersikap yang dituntun oleh persepsi dan cara berfikir. Dari kasus-

kasus dalam penelitian ini, sikap membenci dan menghancurkan yang lain mendorong

tingkah laku konfrontatif mengalahkan yang lain atau solusi kalah-menang. Beberapa

diantaranya membangun solusi kompromi ketika individu tidak memersepsi dirinya

sebagai orang yang dilecehkan harga dirinya.

Selanjutnya, ketiga sudut segitiga SPP saling merangsang satu sama lain

sehingga pada tataran tertentu mengristal disekitar kutub “Kawan/Diri” dan bisa jadi di

kutub “Lawan/Yang Lain”. Kutub “Kawan/Diri” merupakan manifes sikap dan tingkah

laku positif, sedangkan “Lawan/Yang Lain” dimanifestasikan sebagai unsur negatif.

Gambaran dinamika psikologis individu dalam solusi konflik dipolakan berikut

ini:

Page 11: KERANGKA PROSES KONFLIK DAN SOLUSI KONFLIK PADA SISWA SMA DI SURABAYA BERDASAR DINAMIKA PSIKOLOGIS

11

Sebab konflikPersepsi/Sikap Individu

Solusi konflik

FaktaKonflik

Sikap

TindakSolusi

Lose & lose

Win & lose

Win & win

Persepsi/cara

berfikir

Pertentangantujuan/pand

angan

Gambar Model Dinamika Psikologis Individudalam Mensolusi Konflik

Selanjutnya proses konflik dalam dinamika psikologis individu dapat

disimpulkan dalam gambar berikut:

PeristiwaKonflik

SebabKonflik:Perbedaancarapandangdanpernghalangankepentingan /tujuan

Persepsi:1. Peristiwa

konflik2. Pelaku

konflik3. Tujuan-

tujuan diriX pihaklain

SikapdalamMenghadapi Konflik

Kecenderungantindak dl solusikonflik

Lose-lose paradigm

Lose-Win paradigm

Win-Win paradigm

Realitas Individu:PengetahuanPengalaman

Nilai-nilai

Realitas Konflik

Gambar proses konflik dalam dinamika psikologis individu.

Kesimpulan

1. Konflik disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: (1) perbedaan pendapat antar antar

individu; (2) kesalahpahaman yang menempatkan seseorang dalam cara pandang yang

Page 12: KERANGKA PROSES KONFLIK DAN SOLUSI KONFLIK PADA SISWA SMA DI SURABAYA BERDASAR DINAMIKA PSIKOLOGIS

12

tidak sesuai dengan kondisi sesungguhnya; (3) tindakan yang dianggap merugikan pihak

lain, dan (4) perasaan terlalu sensitif yang mengarah pada pemikiran negatif. Secara

umum faktor penyebab konflik adalah perbedaan pandangan serta terhalangnya

pencapaian tujuan.

2. Persepsi individu terhadap konflik merupakan apa yang difikirkan sehingga membentuk

cara pandang yang menuntunnya untuk memilih sikap tertentu dalam menghadapi

konflik. Cara berfikir ini berhubungan dengan pengalaman, pengetahuan, dan nilai-nilai

yang diinternalisasi sehingga membentuk prinsip diri. Dalam memersepsi konflik ada tiga

hal yang menjadi fokus yaitu: (1) persepsi terhadap masalah konflik itu sendiri; (2)

persepsi terhadap tujuan-tujuan; (3) persepsi terhadap subyek pelaku konflik.

3. Penghayatan individu terhadap obyek konflik dibentuk oleh realitas obyek itu dan

realitas individu sendiri. Realitas obyek dalam hal ini adalah siapa pihak konflik,

bagaimana masalah serta konteks masalahnya, dan akibat yang ditimbulkan konflik.

Realitas individu mencakup pemahaman, pengalaman, nilai-nilai individu yang memandu

dirinya dalam mengesankan realitas obyek.

4. Dinamika psikologis internal individu dalam menghadapi konflik dapat dikategorikan

dalam tiga bagian yang menyatu mencakup komponen-komponen atas segitiga ABC,

yang menunjuk Attitudes + Behavior + Contradiction. Istilah komponen ABC

merangkum Sikap + Perilaku + Pertentangan dalam segitiga SPP.

Saran-Saran

1. Perspektif teoritis bersifat dinamika psikologis individu dalam konflik ini, potensi

melengkapi teori-teori tentang konflik dan solusinya yang cenderung menekankan pada

aspek eksternal (subsistem sosial) pelakunya,

2. Model teoritis tentang proses konflik dalam dinamika psikologis individu mendorong

ditemukannya cikal bakal intervensi dalam konteks sekolah.

3. Konsep hasil penelitian setidaknya menguatkan konstruks teori yang membingkai

penelitian ini, namun diperlukan penelitian-penelitian baru tentang konflik dan solusinya,

serta ditemukannya teori-teori intervensi konflik destruktif prefentif maupun kuratif dalam

konteks sekolah..

3. Variasi metode penelitian, kancah penelitian, subyek penelitian yang berbeda dengan

penelitian sangat diperlukan guna membangun perspektif komprehensif khazanah teori

konflik.

Page 13: KERANGKA PROSES KONFLIK DAN SOLUSI KONFLIK PADA SISWA SMA DI SURABAYA BERDASAR DINAMIKA PSIKOLOGIS

13

4). Temuan penelitian ini memperkuat dorongan menggunakan teori konflik sebagai gerakan

budaya resolusi konflik konstruktif antara lain dapat berwujud : (a) sumber informasi bagi

konselor dalam memberikan layanan bantuan bimbingan konseling bagi siswa yang

mengalami konflik (b) sumber informasi bagi guru sebagai staf sekolah terdekat dengan

siswa, dalam memberikan intervensi solusi konflik siswa sesuai bidangnya (c) Inspirasi

bagi pihak yang bergerak dalam bidang kepelatihan untuk menyusun paket kepelatihan

kecakapan resolusi konflik konstruktif (d) Temuan penelitian ini dapat digunakan oleh

berbagai pihak yang berhubungan dengan helping behavior seperti guru, konselor sekolah

dan orang tua.

5) Penelitian ini perlu dipertajam dengan menindaklanjuti mekanisme proses solusi konflik

kontruktif dan distruktif, guna memperjelas kerangka konsep secara utuh. Untuk itu tahun

ke dua penelitian ini diharapkan mendapat dana tindak lanjut.

Daftar Pustaka

Berkowitz, L. 1993. Emotional Behavior. Mc. Graw-Hill Inc.

Bogdan, R.C. & Biklen, S.K. 1998. Qualitative Researh for Education: An Introduction to

Theory and Methods. Boston: Allyn & Bacon, Inc.

Bogdan, R.C. & Taylor, S.T. 1975. Introduction to Qualitative Research Methods: A

Phenomenological Approach to The Social Sciences. New York: John

Wiley & Sons.

Covey, S. 1998. The 7 Habits of Highly Effective Teens. New York: A Fireseide Book.

Creswell, J.W. 1994. Research Design: Qualitative & Quantitative Approaches. London:

Sage Publications Ltd.

Denzin, N.R. & Lincoln, Y.S. 1994. Handbook of Qualitative Research. Thousand Ducks,

California: Sage Publications, Inc.

Dollard, J. & Miller, N.E. 1950. Personality and Psychotherapy. New York: Mc.Graw-Hill

Flaherty, D.J. 2001. School Violence: Risk, Preventive Intervention and policy (Urban

Diversity, series 109). Cleveland, OH: Case Western University.

Freud, S. 1953. Collected Papers. Vol. 1-5. Ed. E.Jones. London: Hogarth Press.

Gilligan, J. 1996. Violence as Tragedy. New York: Vintage Books.

Jawa Pos, 17 Oktober 1997, 25 April 2002, 27 April 2002.

Jessor, R.J., Van Den Bos, J., Vanderryn, J., Costa, F.M., & Turbin, M.S. 1995. Protective

Factors In Adolescent Problem Behavior: Moderator Effects And

Developmental Change. Developmental Psycology, 31. 923-933

Page 14: KERANGKA PROSES KONFLIK DAN SOLUSI KONFLIK PADA SISWA SMA DI SURABAYA BERDASAR DINAMIKA PSIKOLOGIS

14

Johnson, David. 1998. “The Determinants of Deadly Force: A Structural Analysis of Police

Violence”. American Journal of Sociology. Volume 103, Number 4: 211-

217.

Joni, R.T. 1983. Cara Belajar Siswa Aktif, Wawasan Kependidikan dan Pembaharuan

Pendidikan Guru. Pidato pengukuhan pada peresmian penerimaan jabatan

guru besar FIP IKIP Malang.

Joni, R.T. 2000. Memicu Perbaikan Pendidikan Melalui Kurikulum. Basis. No. 07-08 tahun

ke-49, Juli-Agustus 2000. Yogyakarta: Kanisius Halaman 41-48.

Kedaulatan Rakyat, 13 Oktober 1997.

Knowles, R.T., & McLean, G.F. 1992. Psychological Foundations of Moral Education And

Character Development: An Integrated Theory of Moral Development.

Second Edition. Washington: The Council For Research In Values And

Philosophy.

Lincoln. Y.S. & Guba, E.G.L. 1985. Naturalistic Inquiry. Berverly Hill, CA: Sage

Publications, Inc.

Lorenz, K. 1971. Studies in Animal and Human Behavior. Cambridge, Mass: Harvard

University Press.

_______. 1963. On Agression. New York: Harcourt.

Marshall, C. & Rosman, G.B. 1989. Designing Qualitative Research. Newbury Park.

California: Sage Publications.

Media Indonesia, 28 Nopember 2006.

Moleong. L.J. 1989. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Karya.

Newman, W.L. 2000. Social Research Methods: Qualitative & Quantitative Approaches.

Fourth Edition. Boston: Allyn and Bacon

Smith. J.M. & Lusterman, D.D. 1979. The Teacher As Learning Fasilitator: Psychology

and The Educational Process. California: Wadsworth Publishing

Company, Inc.

Strauss A., & Corbin, J. 1990. Basics Of Qualitative Research: Grounded Theory Procedurs

and Techniques. London: Sage Publications Ltd.

Yin, R. 1996. Case Study Research: Design And Methods. London: Sage Publications Ltd.