kerajinan indonesia

Upload: resi-lystianto-putra

Post on 07-Jan-2016

61 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Kerajinan indonesia, batik, gucci

TRANSCRIPT

Kasongan, Desa Penghasil Gerabah Keramik

Kasongan adalah salah satu daerah desa tujuan wisata di Kabupaten Bantul, D.I Yogyakarta. Terkenal dengan hasil kerajinan gerabah keramiknya. Berada di Pedukuhan Kajen, Desa Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan Bantul, Yogyakarta. Berjarak kurang lebih 7 km dari pusat kota Jogja. Jika anda ingin menuju Kasongan sangatlah mudah. Lewati saja jalan Bantul (Jogja-Bantul) dan perhatikan gapura besar di kanan jalan yang bertuliskan Kasongan. Biasanya di tempuh selama 30-40 menit dari kota Yogyakarta

Desa Kasongan merupakan wilayah pemukiman para kundi, yang berarti buyung atau gundi, orang yang membuat sejenis buyung, gendi, kuali dan lainnya yang tergolong barang dapur, gerabah, juga barang hias keramik. Gerabah hasil kerajinan Kasongan berupa guci dengan berbagai motif (burung merak, naga, bunga mawar, gajah, bambu, dan banyak lainnya), pot berbagai ukuuran, hiasan keramik, patung-patung kecil, pigura, perabotan dari bambu, bahkan topeng-topeng. Hasil-hasil kerajinan desa wisata Kasongan tersebut berkualitas istimewa hingga banyak yang telah di ekspor ke manca negara seperi eropa dan amerika.

SejarahKasongan mulanya adalah tanah pesawahan milik penduduk desa di selatan Yogyakarta. Pada masa Penjajahan Belanda di Indonesia, di daerah pesawahan milik salah satu warga tersebut ditemukan seekor kuda yang mati. Kuda tersebut diperkirakan milik pejabat Belanda. Karena saat itu masa penjajahan Belanda, maka warga yang memiliki tanah tersebut takut dan segera melepaskan hak tanahnya supaya tidak dituntut oleh Belanda. Ketakutan serupa juga terjadi pada penduduk lain yang memiliki sawah di sekitarnya yang akhirnya juga melepaskan hak tanahnya. Banyaknya tanah yang bebas, membuat penduduk desa lain segera mengakui tanah tersebut. Penduduk yang melepaskan hak tanah tersebut kemudian beralih profesi menjadi seorang pengrajin keramik yang mulanya hanya mengempal-ngempal tanah yang tidak pecah bila disatukan. Sebenarnya tanah tersebut hanya digunakan untuk mainan anak-anak dan perabot dapur saja. Namun, karena ketekunan dan tradisi yang turun temurun, Kasongan akhirnya menjadi Desa Wisata yang cukup terkenal.

Sentuhan Desain ModernSejak tahun 1971-1972, Desa Wisata Kasongan mengalami kemajuan cukup pesat. Sapto Hudoyo (seorang seniman besar Yogyakarta) membantu mengembangkan Desa Wisata Kasongan dengan membina masyarakatnya yang sebagian besar pengrajin untuk memberikan berbagai sentuhan seni dan komersil bagi desain kerajinan gerabah sehingga gerabah yang dihasilkan tidak menimbulkan kesan yang membosankan dan monoton, namun dapat memberikan nilai seni dan nilai ekonomi yang tinggi. Keramik Kasongan dikomersilkan dalam skala besar oleh Sahid Keramik sekitar tahun 1980an.

Saat ini Kasongan mungkin lebih terkenal dibandingkan nama Desa-nya, yaitu Bangunjiwo. Disini kita dapat menemukan sentra kerajinan gerabah, yang menghasilkan ratusan bahkan ribuan keramik dengan berbagai jenis, bentuk dan ukuran. Dimotori oleh lebih dari 300 pengrajin,yang menyerap seribu lebih tenaga kerja membuat sentra kerajinan ini mampu menembus pasar gerabah internasional. Showroom yang berjajar rapi di kanan-kiri jalan, dipadukan dengan workshop para pengrajin, dimana kita dapat ikut langsung membuat keramik, dan festival seni Kasongan yang rutin diadakan setiap tahunnya, membuat Kasongan menjadi sebuah wisata kerajinan yang berkesan bagi siapapun yang mengunjunginya.

Keris adalah sejenis pedang pendek yang berasal dari pulau Jawa, Indonesia.

Keris purba telah digunakan antara abad ke-9 dan 14. Selain digunakan sebagai senjata,keris juga sering dianggap memiliki kekuatan supranatural. Keris terbagi menjadi tiga bagian yaitu mata, hulu, dan sarung. Beberapa jenis keris memiliki mata pedang yang berkelok-kelok. Senjata ini sering disebut-sebut dalam berbagai legenda tradisional, seperti keris Mpu Gandring dalam legenda Ken Arok dan Ken Dedes.

Keris sendiri sebenarnya adalah senjata khas yang digunakan oleh daerah-daerah yang memiliki rumpun Melayu atau bangsa Melayu.Pada saat ini, Keberadaan Keris sangat umum dikenal di daerah Indonesia terutama di daerah pulau Jawa dan Sumatra, Malaysia, Brunei, Thailand dan Filipina khususnya di daerah Filipina selatan (Pulau Mindanao). Namun, bila dibandingkan dengan Indonesia dan Malaysia, keberadaan keris dan pembuatnya di Filipina telah menjadi hal yang sangat langka dan bahkan hampir punah.

Tata cara penggunaan keris juga berbeda di masing-masing daerah. Di daerah Jawa dan Sunda misalnya, keris ditempatkan di pinggang bagian belakang. Sementara di Sumatra, Malaysia, Brunei dan Filipina, keris ditempatkan di depan. Sebenarnya keris sendiri memiliki berbagai macam bentuk, ada yang bermata berkelok kelok (7, 9 bahkan 13), ada pula yang bermata lurus seperti di daerah Sumatera. Selain itu masih ada lagi keris yang memliki kelok tunggal seperti halnya rencong di Aceh atau Badik di Sulawesi.

Bagian-bagian keris Sebagian ahli tosan aji mengelompokkan keris sebagai senjata tikam, sehingga bagian utama dari sebilah keris adalah wilah (bilah) atau bahasa awamnya adalah seperti mata pisau. Tetapi karena keris mempunyai kelengkapan lainnya, yaitu wrangka (sarung) dan bagian pegangan keris atau ukiran, maka kesatuan terhadap seluruh kelengkapannya disebut keris.

* Pegangan kerisPegangan keris ini bermacam-macam motifnya , untuk keris Bali ada yang bentuknya menyerupai patung dewa, patung pedande, patung raksaka, patung penari , pertapa, hutan ,dan ada yang diukir dengan kinatah emas dan batu mulia .Pegangan keris Sulawesi menggambarkan burung laut. Hal itu sebagai perlambang terhadap sebagian profesi masyarakat Sulawesi yang merupakan pelaut, sedangkan burung adalah lambang dunia atas keselamatan. Seperti juga motif kepala burung yang digunakan pada keris Riau Lingga, dan untuk daerah-daerah lainnya sebagai pusat pengembangan tosan aji seperti Aceh, Bangkinang (Riau) , Palembang, Sambas, Kutai, Bugis, Luwu, Jawa, Madura dan Sulu, keris mempunyai ukiran dan perlambang yang berbeda. Selain itu, materi yang dipergunakan pun berasal dari aneka bahan seperti gading, tulang, logam, dan yang paling banyak yaitu kayu. Untuk pegangan keris Jawa, secara garis besar terdiri dari sirah wingking ( kepala bagian belakang ) , jiling, cigir, cetek, bathuk (kepala bagian depan) ,weteng dan bungkul.

* Wrangka atau RangkaWrangka, rangka atau sarung keris adalah bagian (kelengkapan) keris yang mempunyai fungsi tertentu, khususnya dalam kehidupan sosial masyarakat Jawa, karena bagian wrangka inilah yang secara langsung dilihat oleh umum . Wrangka yang mula-mula (sebagian besar) dibuat dari bahan kayu (jati , cendana, timoho , kemuning, dll) , kemudian sesuai dengan perkembangan zaman maka terjadi perubahan fungsi wrangka (sebagai pencerminan status sosial bagi penggunanya ). Kemudian bagian atasnya atau ladrang-gayaman sering diganti dengan gading. Secara garis besar terdapat dua macam wrangka, yaitu jenis wrangka ladrang yang terdiri dari bagian-bagian : angkup, lata, janggut, gandek, godong (berbentuk seperti daun), gandar, ri serta cangkring. Dan jenis lainnya adalah jenis wrangka gayaman (gandon) yang bagian-bagiannya hampir sama dengan wrangka ladrang tetapi tidak terdapat angkup, godong dan gandek. Aturan pemakaian bentuk wrangka ini sudah ditentukan, walaupun tidak mutlak. Wrangka ladrang dipakai untuk upacara resmi , misalkan menghadap raja, acara resmi keraton lainnya (penobatan, pengangkatan pejabat kerajaan, perkimpoian, dll) dengan maksud penghormatan. Tata cara penggunaannya adalah dengan menyelipkan gandar keris di lipatan sabuk (stagen) pada pinggang bagian belakang (termasuk sebagai pertimbangan untuk keselamatan raja ). Sedangkan wrangka gayaman dipakai untuk keperluan harian, dan keris ditempatkan pada bagian depan (dekat pinggang) ataupun di belakang (pinggang belakang). Dalam perang, yang digunakan adalah keris wrangka gayaman , pertimbangannya adalah dari sisi praktis dan ringkas, karena wrangka gayaman lebih memungkinkan cepat dan mudah bergerak, karena bentuknya lebih sederhana. Ladrang dan gayaman merupakan pola-bentuk wrangka, dan bagian utama menurut fungsi wrangka adalah bagian bawah yang berbentuk panjang ( sepanjang wilah keris ) yang disebut gandar atau antupan ,maka fungsi gandar adalah untuk membungkus wilah (bilah) dan biasanya terbuat dari kayu ( dipertimbangkan untuk tidak merusak wilah yang berbahan logam campuran ) Karena fungsi gandar untuk membungkus , sehingga fungsi keindahannya tidak diutamakan, maka untuk memperindahnya akan dilapisi seperti selongsong-silinder yang disebut pendok . Bagian pendok ( lapisan selongsong ) inilah yang biasanya diukir sangat indah , dibuat dari logam kuningan, suasa ( campuran tembaga emas ) , perak, emas . Untuk daerah diluar Jawa (kalangan raja-raja Bugis , Goa, Palembang, Riau, Bali ) pendoknya terbuat dari emas , disertai dengan tambahan hiasan seperti sulaman tali dari emas dan bunga yang bertaburkan intan berlian. Untuk keris Jawa , menurut bentuknya pendok ada tiga macam, yaitu (1) pendok bunton berbentuk selongsong pipih tanpa belahan pada sisinya , (2) pendok blewah (blengah) terbelah memanjang sampai pada salah satu ujungnya sehingga bagian gandar akan terlihat , serta (3) pendok topengan yang belahannya hanya terletak di tengah . Apabila dilihat dari hiasannya, pendok ada dua macam yaitu pendok berukir dan pendok polos (tanpa ukiran).

* WilahWilah atau wilahan adalah bagian utama dari sebuah keris, dan juga terdiri dari bagianbagian tertentu yang tidak sama untuk setiap wilahan, yang biasanya disebut dapur, atau penamaan ragam bentuk pada wilah-bilah (ada puluhan bentuk dapur). Sebagai contoh, bisa disebutkan dapur jangkung mayang, jaka lola , pinarak, jamang murub, bungkul , kebo tedan, pudak sitegal, dll. Pada pangkal wilahan terdapat pesi , yang merupakan ujung bawah sebilah keris atau tangkai keris. Bagian inilah yang masuk ke pegangan keris ( ukiran) . Pesi ini panjangnya antara 5 cm sampai 7 cm, dengan penampang sekitar 5 mm sampai 10 mm, bentuknya bulat panjang seperti pensil. Di daerah Jawa Timur disebut paksi, di Riau disebut puting, sedangkan untuk daerah Serawak, Brunei dan Malaysia disebut punting.

Pada pangkal (dasar keris) atau bagian bawah dari sebilah keris disebut ganja (untuk daerah semenanjung Melayu menyebutnya aring). Di tengahnya terdapat lubang pesi (bulat) persis untuk memasukkan pesi, sehingga bagian wilah dan ganja tidak terpisahkan. Pengamat budaya tosan aji mengatakan bahwa kesatuan itu melambangkan kesatuan lingga dan yoni, dimana ganja mewakili lambang yoni sedangkan pesi melambangkan lingganya. Ganja ini sepintas berbentuk cecak, bagian depannya disebut sirah cecak, bagian lehernya disebut gulu meled , bagian perut disebut wetengan dan ekornya disebut sebit ron. Ragam bentuk ganja ada bermacammacam, wilut , dungkul , kelap lintah dan sebit rontal.

Luk, adalah bagian yang berkelok dari wilah-bilah keris, dan dilihat dari bentuknya keris dapat dibagi dua golongan besar, yaitu keris yang lurus dan keris yang bilahnya berkelok-kelok atau luk. Salah satu cara sederhana menghitung luk pada bilah , dimulai dari pangkal keris ke arah ujung keris, dihitung dari sisi cembung dan dilakukan pada kedua sisi seberang-menyeberang (kanan-kiri), maka bilangan terakhir adalah banyaknya luk pada wilah-bilah dan jumlahnya selalu gasal ( ganjil) dan tidak pernah genap, dan yang terkecil adalah luk tiga(3) dan terbanyak adalah luk tiga belas (13). Jika ada keris yang jumlah luk nya lebih dari tiga belas, biasanya disebut keris kalawija ,atau keris tidak lazim .

Sejarah Asal kerisSejarah Asal keris yang kita kenal saat ini masih belum terjelaskan betul. Relief candi di Jawa lebih banyak menunjukkan ksatria-ksatria dengan senjata yang lebih banyak unsur Indianya. Keris Budha dan pengaruh India-Tiongkok Kerajaan-kerajaan awal Indonesia sangat terpengaruh oleh budaya Budha dan Hindu. Candi di Jawa tengah adalah sumber utama mengenai budaya zaman tersebut. Yang mengejutkan adalah sedikitnya penggunaan keris atau sesuatu yang serupa dengannya. Relief di Borobudur tidak menunjukkan pisau belati yang mirip dengan keris. Dari penemuan arkeologis banyak ahli yang setuju bahwa proto-keris berbentuk pisau lurus dengan bilah tebal dan lebar. Salah satu keris tipe ini adalah keris milik keluarga Knaud, didapat dari Sultan Paku Alam V. Keris ini relief di permukaannya yang berisi epik Ramayana dan terdapat tahun Jawa 1264 (1342Masehi), meski ada yang meragukan penanggalannya. Pengaruh kebudayaan Tiongkok mungkin masuk melalui kebudayaan Dongson (Vietnam) yang merupakan penghubung antara kebudayaan Tiongkok dan dunia Melayu. Terdapat keris sajen yang memiliki bentuk gagang manusia sama dengan belati Dongson.

Keris "Modern"Keris yang saat ini kita kenal adalah hasil proses evolusi yang panjang. Keris modern yang dikenal saat ini adalah belati penusuk yang unik. Keris memperoleh bentuknya pada masa Majapahit (abad ke-14) dan Kerajaan Mataram baru (abad ke-17-18). Pemerhati dan kolektor keris lebih senang menggolongkannya sebagai "keris kuno" dan "keris baru" yang istilahnya disebut nem-neman ( muda usia atau baru ). Prinsip pengamatannya adalah "keris kuno" yang dibuat sebelum abad 19 masih menggunakan bahan bijih logam mentah yang diambil dari sumber alam-tambang-meteor ( karena belum ada pabrik peleburan bijih besi, perak, nikel dll), sehingga logam yang dipakai masih mengandung banyak jenis logam campuran lainnya, seperti bijih besinya mengandung titanium, cobalt, perak, timah putih, nikel, tembaga dll. Sedangkan keris baru ( setelah abad 19 ) biasanya hanya menggunakan bahan besi, baja dan nikel dari hasil peleburan biji besi, atau besi bekas ( per sparepart kendaraan, besi jembatan, besi rel kereta api dll ) yang rata-rata adalah olahan pabrik, sehingga kemurniannya terjamin atau sedikit sekali kemungkinannya mengandung logam jenis lainnya. Misalkan penelitian Haryono Arumbinang, Sudyartomo dan Budi Santosa ( sarjana nuklir BATAN Yogjakarta ) pada era 1990, menunjukkan bahwa sebilah keris dengan tangguh Tuban, dapur Tilam Upih dan pamor Beras Wutah ternyata mengandung besi (fe) , arsenikum (warangan )dan Titanium (Ti), menurut peneliti tersebut bahwa keris tersebut adalah "keris kuno" , karena unsur logam titanium ,baru ditemukan sebagai unsur logam mandiri pada sekitar tahun 1940, dan logam yang kekerasannya melebihi baja namun jauh lebih ringan dari besi, banyak digunakan sebagai alat transportasi modern (pesawat terbang, pesawat luar angkasa) ataupun roket, jadi pada saat itu teknologi tersebut belum hadir di Indonesia. Titanium banyak diketemukan pada batu meteorit dan pasir besi biasanya berasal dari daerah Pantai Selatan dan juga Sulawesi. Dari 14 keris yang diteliti , rata-rata mengandung banyak logam campuran jenis lain seperti cromium,stanum, stibinium, perak, tembaga dan seng, sebanyak 13 keris tersebut mengandung titanium dan hanya satu keris yang mengandung nikel. Keris baru dapat langsung diketahui kandungan jenis logamnya karena para Mpu ( pengrajin keris) membeli bahan bakunya di toko besi, seperti besi, nikel, kuningan dll. Mereka tidak menggunakan bahan dari bijih besi mentah ( misalkan diambil dari pertambangan ) atau batu meteorit , sehingga tidak perlu dianalisis dengan isotop radioaktif. Sehingga kalau ada keris yang dicurigai sebagai hasil rekayasa , atau keris baru yang berpenampilan keris kuno maka penelitian akan mudah mengungkapkannya.

Keris Pusaka terkenalKeris Mpu Gandring

Keris Pusaka Setan Kober

Keris Kyai Sengkelat

Keris Pusaka Nagasastra Sabuk Inten

Keris Kyai Carubuk

Keris Kyai Condong Campur

Sumber: Sejarah dan Asal Usul Keris Dan Kegunaannya - Yafi Blog http://yafi20.blogspot.com/2011/12/sejarah-dan-asal-usul-keris-dan.html#ixzz3jhwTukP2ungsi museum diantaranya mengumpulkan, merawat dan memamerkan bukti-bukti peninggalan budaya dan alam agar lestari dan bermanfaat bagi peradaban manusia.

Keris sebagai hasil budaya bangsa Indonesia yang khas, turut tampil serta memperkaya museum sebagai benda koleksi.

Latar belakangKeris sering juga disebut duwung, curiga atau tosan aji. Fungsi keris mengalami perubahan, yang semula sebagai senjata kemudian berumah menjadi benda keramat, pusaka yang dipuja, lambang ikatan keluarga, tanda jasa, tanda pangkat atau jabatan, kemudian yang terakhir sebagai barang seni dan cindera mata.

Masing-masing daerah mempunyai keris yang bercorak khas. Misalnya keris Jawa dengan ukuran sedang dan pendek bulat; Keris Bali dengan hiasan meriah dari permata dan pegangan berbentuk manusia; Keris Madura dengan pendok berhiaskan topeng; keris Sumatera dengan pegangan berbentuk burung; Keris Sulawesi dengan pegangan berbentuk burung laut dan pada ujung gandarnya terdapat sangkutan.

SejarahDaerah penyebaran keris bertautan dengan keberadaan kerajaan-kerajaan di masa lampau, terutama kerajaan-kerajaan di Pulau Jawa. Hal tersebut dapat dititi dari babad, primbon, kitab silsilah dan sebagai berikut. Empu sebagai pakar perekayasa keris, mempunyai sejarah lampau. Kehidupan empu pun kebanyakan berada di lingkungan istana dan di bawah pengawasan istana, sehingga pembuatan keris dikatakan sebagai kebudayaan istana.

Keris dapat digolong-golongkan sesuai dengan masa pembuatannya, seperti berikut:1. Masa purwacaritaPada masa ini selain Empu Gandring yang termashur dalam sejarah Singasari, juga muncul Empu Ramayadi yang membuat keris Pasepati.

2. Masa PajajaranMenurut babad, masa ini merupakan permulaan masa terang. Pada masa ini ada empu yang terkenal yaitu Empu Keleng yang membuat keris Kyai Kopek.

3. Masa MajapahitDalam babad disebut sebagai Majalengka, yang menghasilkan keris dapur lurus dan bagian pegangan menjadi satu dengan wilahan. Empu yang terkenal pada masa ini ialah Empu Ki Supa Mandrangi (Pangeran Sedayu).

4. Masa DemakMasa ini merupakan masa perkembangan agama Islam di Jawa, sehingga banyak keris yang dipesan oleh para wali. Empu yang ada pada masa ini merupakan keturunan dari masa Majapahit. Misalnya Empu Ki Jaka Growah putera Pangeran Sedayu, yang kemudian menjadi leluhur empu-empu pada masa kerajaan Islam berikutnya. Saudara sekandungnya, yaitu Ki Jaka Supa diangkat menjadi empu istana Demak oleh Sunan Kalijaga, untuk membuat senjata bertuah sebagai kekuatan negara, yang kemudian diberi nama keris Sabuk Inten.

5. Masa PajangMasa akhir periode Demak ini sudah tidak memperlihatkan pengaruh masa Majapahit. Empu yang terkenal pada masa ini, yaitu Empu Ki Umyang yang membuat keris Kanjeng Kyai Pandetan.

6. Masa MataramYang dimaksud masa ini adalah masa sebelum diadakan Perjanjian Giyanti (1755). Karena kerajaan Mataram yang agraris yakni yang tidak begitu terbuka terhadap pengaruh luar, maka kepercayaan terhadap keris sangat besar dan sejarah keris pun lebih berkembang. Empu yang terkenal pada masa ini yaitu Kyai Anom yang membuat keris Pulanggeni dan Nagasasra.

7. Masa Yogyakarta dan SurakartaWalaupun kesenian dan tatacara kedua kerajaan ini berbeda, akan tetapi mempunyai corak serta kepentingan terhadap keindahan keris nyaris sama. Ada empu yang terkenal dari Keraton Surakarta yaitu Ki Jaka Sukatga yang membuat keris Kanjeng Kyai Gajah Satrubanda.

8. Masa Pergerakan Nasional dan KemerdekaanMasa ini pembuatan keris mulai menurun pamornya. Walaupun ada tetapi tidak ditekankan pada tuahnya, hanya sekedar pelengkap busana semata atau hanya sebagai barang suvenir.

Cara PembuatanKeris dibuat dari bahan logam besi sebagai bahan utama dan nekel sebagai bahan pelapis bagian pamor. Berbagai nama besi yang digunakan yaitu besi purasani, besi werani, besi malela, besi belitung dan sebagainya. Nama nekel yang terkenal sebagai bahan pelapis yaitu nekel madagaskar, nekel luwu dan nekel prambanan.

Para empu dalam memilih logam dengan cara meninting, meraba, mencium atau melamat. Dari cara memilih logam, cara membandingkan mutunya, cara mencampur dan meleburnya, dapatlah kita katakan bahwa para empu pada waktu itu sudah mencapat tataran rekayasa yang tinggi dengan dasar-dasar metalurgi yang kuat.

Pada umumnya pembuatan keris dilakukan dengan memanaskan pada bara api, kemudian ditempat dan dibentuk sesuai kemampuan empu. Ada ceritera bahwa keris dapat dibuat dengan pijitan tangan empu, yang sebelumnya telah melakukan sesuci, samadi atau bertapa. Menurut Babad Tanah Jawa, Mrapen Jawa Tengah adalah bekas tempat pembuatan keris. Pada tempat tersebut terdapat api alam dan kolam yang airnya mendidih. Menurut ceritera di tempat inilah Empu Jaka Supa membuat keris Sabuk Inten pesanan Sunan Kalijaga. Api alam digunakan ntuk memanaskan keris yang dibuat, sedang kolam air panas tersebut digunakan untuk mencelupnya.

Ada dua cara dalam pembuatan keris, yaitu: pertama, dengan membuat wilayah keris terlebih dahulu, baru kemudian ditambahi pamor pada permukaannya; kedua, dengan mencampurkan logam wilahan dan logam pamornya sekaligus, yang kemudian pamor akan timbul sendiri. Kadangkala pamor keris yang asli ditutupi pamor palsu dengan maksud merahasiakan daya gaib yang sebenarnya.

Bagian-bagian kerisKeris terdiri dari tiga bagian, yaitu:1. Wulahan (bila)Wilahan merupakan bagian keris yang pokok atau yang dimaksud keris sebenarnya. Wilahan mempunyai bagian-bagian yang tidak sama bentuknya, sehingga setiap wilahan mempunyai dapur (tipe) yang berbeda. pada pokoknya keris mempunyai dua macam dapur, yaitu dapur leres (lurus) dan dapur luk (berkelok). Pada wilayah terdapat gambar atau lukisan, yang merupakan lambang kesaktian atau kekeramatan keris, yang merupakan sumber daya sugesti dan yang disebut pamor.

2. Ukiran (pegangan)Ukiran dibuat dari bahan kayu, gading, tanduk, besi atau emas. Ukuran keris yang dibuat pada masa Majapahit sampai Mataram mempunyai bentuk seperti sikap begawan, melambangkan kesaktian dan kesucian. Ukiran keris Sulawesi mempunyai bentuk mirip burung laut, melambangkan keselamatan.

3. Wrangka (rangka)Wrangka berfungsi sebagai sarung keris, yang terbuat dari kayu cendana atau timahan dan biasanyadibungkus lempengen logam kuningan, tembaga, perak atau emas. Gayungan (bagian pangkal) mempunyai dua bentuk, yaitu ladrangan yang ujungnya lancip dan gandon yang ujungnya tumpul. Keris yang mempunyai gayungan bentuk ladrangan biasanya dipakai dalam upacara-upacara resmi, misalnya menghadap raja, pesta perkawinan dan lain-lain. Sedangkan keris yang mempunyai gayungan bentuk gandong biasanya di pakai untuk acara harian, inspeksi raja, perang dan acara lain yang membutuhkan kemudahan bergerak.

Penyimpanan keris dapat dilakukan dengan membungkusnya dalam kain bersih (bebes asam) dan diletakkan di papan beralas atau terpisah dalam kotak penyimpanan yang sudah divernis.

Dengan melakukan perawatan dan penyimpanan yang baik terhadap koleksi keris, berarti ikut serta melestarikan hasil budaya bangsa Indonesia.