keperawatan kritis
DESCRIPTION
PoltekkesSBYTRANSCRIPT
BAB I
A. Pengertian
Tekanan intra karnial (TIK) didefinisikan sebagai tekanan dalam kubah
cranial yang berhubungan dengan tekanan atmosfer. Pemahaman tentang prisip
umum konsep TIK akan memberikan perawat keperawatan kritis suatu kerangka
kerja yang kemudian dapat ia terapkan untuk berbagai penyakit neurologis. Selain
itu, dengan mengetahui agens farmakologi yang digunakan pada kedaruratan
neurologis, seperti steroid, agend antihipertensif, diuretic, analgesic, sedative,
barbiturate dan antikonvulsan (unyuk pasien yang mengalami cedera otak) akan
lebih mempersiapkan perawat untuk menangani situasi tersebut.
B. Narasi Askep
Lebih dari separuh kematian karena trauma kepala disebabkan oleh
hipertensi intracranial. Kenaikan tekanan intra cranial dihubungkan dengan
penurunan tekanan perfusi dan aliran darah serebral atau CBF dibawah tingkat
kritis (60 mmHg) berakibat kerusakan otak iskemik.pengendalian TIK yang
berhasil mampu meningkatkan out come yang segnifikan, penekanan tekanan
dalam rongga tengkorak dapat menghambat aliran darah otak yang bisa berakibat
gangguan fungsi otak yang permanen. Tengkorak bayi yang belum kaku,
merupakan pengecualian dan penekanan tekanan intracranial dapat diamati
dengan penonjolan fontanel.
Konsep penatalaksanaan TIK dan strategi intervensinya berdasarkan prinsip
bahwa tengkorak adalah sebuah rongga kaku yang tidak dapat meluas dan tidak
dapat berkontraksi. Isinya dibagi menjadi tiga bagian intracranial darah yang
terdapat dalam pembuluh darah, cairan sebrospinal (CSS) dan parenkim otak.
Kemampuan otak untuk mengatur diri sendiri berdasarkan doktrin Monro-Kelle
tentang volume intracranial yang tetap. Doktrin ini menyebabkan bahwa volume
intracranial sama volume darah serebral (3% - 10%); ditambah volume jaringan
otak yang tersusun atas lebih dari 80% air. Selam volume intracranial total tetap
sama, TIK tetap konstan. Untuk mempertahankan keseimbangan ini, tidak boleh
ada peningkatan volume pada salah satu komponen dalam kubah cranial, tanpa
respon dari dua komponen yang lain, dapat menyebabkan perubahan TIK.
Pengukuran TIK normal berbeda-beda antara 0 dan 15 mmHg.Pada sebagian
besar standar, hasil pengukuran TIK lebih dari 15 mmHg dianggap hipertensi
intracranial atau peningkatan TIK.
C. Penyebab Peningkatan Tekanan Intrakranial
Sindrom chusing
Sindrom cushing adalah sindrom klasik pada peningkatan TIK dan meliputi
peningkatan tekanan nadi, dan penurunan pernapasan dengan perubahan pupil.
Sindrom ini biasanya terjadi hanya pada konsidi lesi fosa posterior dan jarang
pada kondisi lesi massa supratentorial yang lebih sering teramati, seperti
hematoma subdural. Saat tanda Kocher-Cushing klasik ini disertai lesi
supratentorial, hal ini dihubungkan dengan peningkatan tekanan tiba-tiba dan
biasanya menimbulkan keadaan dekompensasi. Kerusakan otak biasanya
ireversibel jika terjadi dalam waktu lama, dan kematian tidak dapat dicegah jika
tidak dilakukan intervensi.
Edema Serebral
Edema serebral yang menyebabkan peningkatan TIK adalah proses yang umum
terjadi pada penyakit neurologis multiple. Edema serebralmenyebabkan
komplikasi sekunder yang terkait dengan ekspansi jaringan otak dalam ruang
tertutup cranium. Tanpa disertai apa pun, edema serebral dapat menyebabkan
peningkatan TIK yang nyata dan harus diterapi dengan agresif. Umumnya, setelah
timbul, edema berkembang secara cepat dan sulit dikendalikan.
Penanganan edema serebral mencakup pemakaian kortikosteroid serta diuretic
osmotic yang bertujuan untuk mengurangi TIK. Agens ini bekerja dengan
meningkatkan osmolaritas plasma, yang menarik cairan keluar dari jaringan otak
dan membawanya ke dalam aliran darah. Tujuan terapi adalah mempertahankan
osmolaritas plasma hingga 320 mOsm/l.
Edema Vasogenik
Tipe edema serebral yang paling sering terjadi adalah edema vasogenik, yang
ditandai dengan gangguan sawar otak-darah dan ketidakmampuan dinding sel
untuk mengendalikan perpindahan air kedalam dan ke luar sel. Permeabilitas
kapiler terganggu dan cairan dan protein dapat keluar dari plasma menuju ruang
ekstraseluler, yang menyebabkan peningkatan volume cairan ekstraselular
terutama di substansia alba. Proses yang biasanya menyebabkan edema vasogenik
adalah tumor otak, abses serebral dan stroke iskemik atau hemoregik.
Edema Sitotosik
Edema sitotosik ditandai dengan pembengkakan neuron dan sel endotel itu
sendiri, yang meningkatkan cairan dalam ruang intraselular dan mengurangi ruang
ekstraselular yang tersedia, yang mempengaruhi substansia grisea. Akhirnya
membrane sel tidak dapat mempertahankan keefektifan sawar sehingga air dan
natrium dapat masuk ke sel, yang menyebabkan pembengkakan dan hilangnya
fungsi. Edema sitotosik terjadi setelah cedera seperti anoksia aau cedera hipoksik.
Herniasi
Herniasi adalah pergeseran cairan melalui lubang yang kaku. Pergeseran jaringan
otak melalui lubang yang kaku di tengkorak menyebabkan pergeseran garis
tengah struktur otak dan menekan struktur yang luwes didalam system saraf pusat
(SSP), yang mengakibatkan sindrom herniasi klinis tradisional.
Kemungkinan Penyebab Peningkatan Tekanan Intrakranial
Fisiologis yang berperan
Komponen Intrakranial yang terlibat
Kemungkinan Penyebab
Kemungkinan Terapi
Produksi CSS berlebihan
Ruang CSS Papiloma pleksus koroid
Pengangkatan melalui pembedahan, diuretik
Reabsorpsi CSS tidak adekuat (hidrosefalus obstruksi)
Ruang CSS Perdarahan subaraknoid
Drainase CSS dari tempat intratekal lumbal, pemasangan pirau
Blokade sirkulasi CSS
Ruang CSS Tumor fosa posterior, cedera kepala, cacat lahir (spina bifida)
Drainase ventricular, pengangkatan obstruksi melalui pembedahan
Edema (vasogenik, sitotosik)
Jaringan otak Tumor, infeksi, infark, hipoksia, malformasi
Drainase CSS, pengangkatan lesi, oksigenasi kuat
arteriovenosaMassa ekpansi Jaringan otak Tumor, abses,
perdarahan intraserbral
Pengangkatan melalui bedah, steroid
Vasospasme Sirkulasi intrakranial
Perdarahan subaraknoid
Hipervolemia, terapi hipertensif, antagonis saluran kalsium
Vasodilatasi Sirkulasi intrakranial
Peningkatan PaCO², vasodilator sistemik (agens alfa adrenergic)
Hiperventilasi, penghentian agens yang mengancam
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Computed tomografi (CT)
Computed tomografi (CT) scanning biasanya normal pada fase akut
tapi seiring waktu dapat menunjukkan edema, kabur dari
persimpangan abu-abu putih, dan pada kasus yang berat pola herniasi.
2. Magnetic resonance imaging (MRI)
Magnetic resonance imaging (MRI) dengan pencitraan difusi-
tertimbang mungkin lebih mengungkapkan, menunjukkan
hyperintensity dari pita kortikal konsisten dengan nekrosis laminar
akut, Jika ada perbatasan-zona infark, terjadi dalam pengaturan dari
terutama hipertensi daripada acara hipoksia, CT scan atau MRI bisa
menunjukkan berkembang stroke iskemik.
3. Electroencephalography (EEG)
Electroencephalography (EEG) dalam pengaturan ini tidak sering
menambah pemeriksaan klinis. Ini mungkin menunjukkan
perlambatan, gelombang trifasik, penindasan meledak, atau disebut
alpha koma.
4. Pemeriksaan opthalmologi
5. Analisa gas darah, elektrolit, darah lengkap
E. Penatalaksanaan
Pada tahap antara awitan penngkatan TIK dan herniasi, banyak terapi yang
tersedia untuk menurukan TIK dan mempertahankan perfusi cerebral yang
adekuat. Tidak ada satupun penatalaksanaan rutin yang tepat untuk semua pasien.
Selain alur klinis dan protokol asuhan keperawatan, algoritma untuk penerapan
peningkatan dan penyapihaan penatalaksanaan TIK telah dikembangkan.
Sebagian besar teknik pentalaksanaan peningkata TIK bertujuan untuk
mengendalikan volume darah cerebral dan sirkulasi CSS, dua mekanisme mayor
yang bertugas mengatur TIK. Meskipun protokolmya berbeda-beda, tindakan
untuk mengurangi TI Kbiasanyaa dimulai saat TIK pasien meningkat hingga kira-
kira 15 mmHg.
Meskipun reimen terapi yang telah diterima secara umum, tujuan terapi
untuk pasien yang mengalami peningkatan TIK adalah sebagai berikut :
menurunkan TIK, mengoptimalkan CPP, dan menghindari pergeseran otak.
Terapi Tahap Pertama
1. Pemberian Manitol
Manitol, suatu larutan kristaloid hiperttonik yang mengurangi edema
serebral, jika digunakan sebagai terapi tahap pertama untuk menurunkan TIK
setelah cedera otak. Larutan ini biasanya diberikan sebagai infus intravena, bolus
intravena (IV) 10-30 menit dalam dosis yag berkisar dari 0,25-2gr/kg berat badan.
Efek segera dari ekspansi plasma yang dimiliki manitol, yang mengurangi
fiskositas darah, meningkatkan CBF dan metabolisme oksigen serebral,
memungkinkan penurunan diameter arteriol serebral. Keadaan ini mengurangi
volume darah serebral dan TIK, sambil mempertahankan CBF konstan.
2. Bantuan Pernafasan
Tekanan jalan nafas rerata (MAP) adalah faktor utama yang mempengaruhi TIK
pada pasien yang terpasang ventilasi. Tekanan jalan nafas positif dikirim keruang
intrakranial melalui mediastinum. Oleh karena itu, setiap kondisi yang
mengurangi kompliance paru atau penggunaan tekanan akhir-pernafasan positif
meningkatkan tekanan jalan napas rerata dan mungurangi MAP serta CPP.
Apabila peningkatan TIK tidak membahayakan, terapi hyperventilasi dalam waktu
lama dan kronis PaCO2 < 25 mmHg harus dihindari setelah cedera otak
traumatik. Penggunaan terapi profilaksis PaCO2 < 35 mmHg. Selama 24 jam
pertama setelah cedera otak traumatik harus dihindari karena dapat mengganggu
perfiusi serebral selama masa penurunan CBF yang kritis. CBF setelah trauma
adalah 30 ml/ 100 gram per menit selama 8 jam pertama setelah cedera.
Hyperventilasi mungkin dibutuhkan selama periode singkat saat terjadi gangguaan
neurologis akut atau jika peningkatan TIK tidak dapat dikendalikan dengan sedasi,
paralisis, drainase CSS dan diuretik osmotik. Oleh karena itu, literatur
menyarankan untuk menghindari hyperventilasi selama 5 hari pertama seteelah
cedera traumatik dan terutama selama 24 jam pertama setelah trauma.
3. Analgesik dan sedasi
Pasien yang mengalami gangguan fungsi neurologis mungkin
membutuhkan analgesik dan sedasi untuk mengurangi kecemasan daan
menurunkan kesadaran terhadap rangsang yang membahayakan.pada pasien yang
megalami cedera kepala berat (nilai GCS <8), obat-obatan nyeri dan sedatif
digunakan untuk :
Mengurangi agitasi, ketidaknyamanan dan nyeri
Memfasilitasi venttilsi mekanis dengan menekan batuk
Membatasi respon terhadap stimulus, seperti pengisapan, yang dapat
meningkatkan TIK.
Pasien mengalami kedaruratan neurologis harus mendapatkan penanganan
nyeri dan diberikan sedasi. Pasien yang mengalami cedera otak membutuhkan
pengkajian neurologi secara sering. Yang dapat dipengaruhi oleh obat-obatan
nyeri, akan tetapi pasien mempunyai hak untuk mendapatkan pereda nyeri yang
adekuat. Ahli neurologis harus dimintai konsultasi lebih awal pada masa
perawatan pasien di rumah sakit untuk membantu penetapan dosis obat yang
semestinya, sehingga pengkajian neurologis yang sering dapat dilakukan.
4. Analgesik
Narkotik opiak, khususnya memengaruhi SSP. Ventanil dan morfin adalah
2 narkotik opiak yang sering digunakan yang :
Membatasi nyeri akibat cedera dan intervensi keperawatan.
Membantu ventilasi mekanis
Menguatkan efek sedatif.
Efek merugikan dari narkotik yang kemungkinan mengancam jiwa mencakup
depresi pernafasan, penekanan reflek batuk, perubahan mood, mual, dan muntah.
5. Sedatif
Sedatif yang paling sering digunakan di ICU adalah benzodiazepin yang
menguatkan agen analgesik, midazolam, diazepam, dan clorazepam digunakan
secara sering untuk sedasi sebelum prosedur ICU dan sesuai kebutuhan untuk
mengatasi kecemasan. Clorazepam sering kali digunakan untuk kondisi putus
alkohol atau untuk terapi anti kejang. Midazolam sering kali digunakan untuk
sedasi sebelum prosedur guna menimbulkan amnesia terhadap kejadian yang akan
terjadi. Benzodiazepin menyebabkan sedikit perubahan pada CBF, TIK, dan laju
metabolik serebral. Efek samping sedatif mencakup depresi pernafasan, hipotensi,
dan somnolen. Benzodiazepin harus diberikan pada dosis yang serendah mungkin
yang menimbulkan sedasi efektif, tanpa menyebabkan somnolen. Seperti agen
analgesik lain, tanda-tanda vital harus diukur dengan sering pada pemberian
sedatif. Dokumentasi minimal tanda-tanda vital harus dilakukan setiap jam selama
4 jam, dan setiap 15 menit setiap perubahan dosis.
6. Anastetik
Propofol (diprifan) adalah anastetik larut lemak yang diberikan sebagai
infus kontinu untuk mengurangi agitasi pada pasien yang sakit kritis. Studi
menunjukkan bahwa propofol dapat mengurangi CBF , TIK, CPP, dan fungsi
metabolik serebral. Propofol mudah ditirasikan berdasarkan pada respon pasien.
Selain itu, obat ini mempunyai waktu paruh yang singkat dan dapat dihentikan
untuk pengkajian neurologis yang sering. Propofoll dapat menyebabkan
penurunan tingkat kesadaran dalam 2 menit. Efek samping yang umum terjadi
mencakup hipotensi, karenanya pemantauan tekanan darah yang sering harus
dilakukan, khususnya jika pasien mengalami peningkatan TIK. Perlindungan jalan
nafas yang seksama juga harus diberikan pada pasien yang mendapatkan propofol.
Klien harus diintubasi dan secara mekanis harus diventilasi. Saat propofol
diberikan untuk mencegah depresi pernafasan. Oleh karena itu pasien yang
mendapatkan infus propofol kontinu harus dirawat di ICU, dengan pengawasan
perawat perawatan kritis yang konstan.
Terapi Tahap Kedua
1. Hipotermia
Hipotermia terapeutik yang diinduksi adalah penurunan suhu tubuh pasien
dengan sengaja, biasanya dengan pertukaran panas melalui mesin jantung-paru
atau melalui pendinginan permukaan. Hipotermia terus digunakan untuk
penatalaksanaan pasien yang mengalami cedera otak traumatik yang berat,
meskipun bukti pasti yang mendukung pemakaiannya sedikit. Ini adalah metode
yang menjelaskan dengan baik tentang pencegahan kerusakan otak pasca-iskemik
setelah henti sirkulasi total untuk pembedahan kardiotoraksik.
2. Koma barbiturat
Koma barbiturat yang diinduksi telah digunakan pada kasus peningkatan
TIK berat yang sulit diatasi. Kriteria pemakaian barbiturat pada pasien yang
cedera kepala mencakup nilai GCS kurangg dari 7; TIK lebih dari 25 mmHg
selama 10 menit saat pasien beristirahat; dan pemakaian maksimum drainase CSS,
manitol, analgesia, dan sedasi. Biasanya baik pentobarbital atau tiopental
digunakan untuk menginduksi koma barbiturat ; lama koma biasanya adalah 72
jam.
Barbiturat menekan aktifitas kejang dan mengurangi aktifitas metabolik
serebral serta kebutuhan oksigen serebral. Barbiturat mempengaruhi CBF,
kebutuhan metabolik, aktifitas elektroencepalograf (EEG), dan haemodinamik
sistemik, CBF dapat berkurng 50%. Barbiturat tampak mempuyai efek restriktif
langsung pada sistem pembuluh darah serebral dengan mengalihkan sejumlah
kecil darah dari area dengan perfusi baik ke area yang iskemik, sehingga
meningkatkan tekanan serebral. Spasme vaskular berkurang dengan peningkatan-
peningkatan CBF. Pemberian barbiturat mengurangi tekana darah sistemik, yang
dapat mecegah gangguan sawar darah-otak. Efek dari rangsang yang
membahayakan seperti bunyi ICU, pengaturan posisi, dan pengisapan menjadi
berkurang. Relaksasi otot total dan imobilisasi mengurangi tekanan vena serebral.
Baik tekanan darah maupun TIK menjadi sedikit labil.
3. Terapi Anti Hipertensi
Pengaturan tekanan darah adalah aspek penting dari penatalaksanaan
pasien yang mengalami peningkatan TIK. Penatalaksanaan farmakologis pada
peningkatan TIK mencakup pemberian anti hipertensi yag agresif untuk
memanipulasi tekanan darah sistolik dan arteri rerata guna mempertahankan CPP
yang adekuat.
Tekanan darah secara langsung berhubungn dengan volume darah serebral,
tekanan perfusi, iskemia, dan komplians. Otak menentukan aliran darah
berdasarkan kebutuhan metaboliknya pada saat istirahat dan pada keadaan stres.
Dalam keadaan stres, kebutuhan kalori otak yang cedera dapat meningkat hingga
100% dan CBF harus meningkat agar sesuai dengan kebutuhan metaboliknya,
atau terjadi kematian jaringan serebral. Karena autoregulasi seringkali mengalami
gangguan pada otak yang cedera, pasien yang iskemik, atau mengalami cedera
traumatik dapat membutuhkan terapi antihipertensi guna menangani yang
mengancam nyawa dan melindungi otak dari cedera sekunder.
4. Kraniektomi Dekompresif
Strategi lain yang tengah diteliti untuk penatalaksanaan hipertensi
intrakranial yang sulit diatasi adalah kraniotomi dekompresif. Terapi ini
berdasarkan pada konsep bahwa TIK dapat dikurangi melalui pembukaan
tengkorak yang kaku dengan pembedahan. Meskipun menjanjikan, studi pada
pasien dewasa dan anak masih memiliki hasil akhir yang meragukan. Studi lebih
lanjut tengah dilakukan untuk mengevaluasi risiko dan manfaat kraniektomi pada
pasien cedera kepala dan infark kortikal teritorial luas. Evaluasi angka morbiditas
dan mortalitas jangka panjang serta waktu terbaik untuk prosedur ini terus
berlanjut.
F. Penatalaksanaan Keperawatan
Aktivitas asuhan keperawatan dapat meningkatkan gangguan intrakranial
primer dan sekunder yang menyebabkan perburukan cepat pada pasien tidak stabil
yang telah kehilangan komplien intrakranial, autoregulasi, dan tonus vasomotor.
Posisi pasien, keadaan emosi, status nyeri, status haemodinamik, dan status
pernafasan dan aktivitas kejang dapat memengaruhi TIK pasien. Berikut beberapa
strategi tentang penatalaksanaan pasien untuk menurunkan TIK :
1. Pengaturan posisi
Pengaturan posis primer untuk pasien dengan ancaman atau peningkatan
TIK mencakup pengaturan kepala dan leher pada posisi netral. Fleksi, ekstensi,
atau rotasi leher ekstrim menghambat aliran vena dari kepala menuju sistem vena
jugularis internal dan fleksus vena vertebral yang meningkatkan isi intrakranial
total.
Peninggian kepala tempat tidur terbukti meningkatkan aliran vena dan
menurunkan TIK. Kepala ditinggikan 15-30º kecuali dikontraindikasikan karena
adanya fraktur tulang belakaang dan ekstremitas.
2. Pertimbangan Lingkungan
Stimulus lingkungan yang menyebabkan nyeri, stres, atau kecemasan
dapat meningkatkan laju metabolik dan aliran darah serebral yang mengacaukan
penatalaksanaan peningkatan TIK.
3. Penyekat neuromuskular
Agen penyekat neuromuskular (neuromuskular blokading, NMB)
digunakan untuk menimbulkan kelumpuhan otot guna menangani cedera paru
akut yang berat pada pasien cedera kepala. Agen NMB menyekat pengiriman
acetil kolin di motor end plate, yang menyebabkan kelumpukan otot rangka.
G. Analisa Data
1. Penurunan kesadaran
2. Nilai GCS kurang dari 15
3. Perubahan pupil
4. Perubahan tanda-tanda vital
5. Nyeri kepala
6. Defisit neurologi
7. Perubahan pola pernafasan
8. Bradikardia, muntah, kejang
9. Analisa gas darah
10. Hasil CT Scan, MRI adanya edema, infark, perdarahan serebri.
H. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan
tekanan intrakranial
2. Resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
terapi diuretik
3.
I. Intervensi
1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan
tekanan intrakranial
Kriteria hasil :
1. Tekanan perfusi cerebral > 60 mmHg. Tekanan intrakrania < mmHg.
Tekanan arteri rata-rata 80-100 mmHg.
2. Menunjukkan tingkat kesadaran normal.
3. Pola napas normal 14-20 kali/ menit.
4. Keadaan pupil sesuai dengan ukuran normal, stimulus terhadap cahaya
baik.
Intervensi Rasional
Monitor secara berkala tanda
dan gejala peningkatan TIK :
1. Kaji perubahan tingkat
kesadaran, orientasi, memori,
periksa nilai GCS.
2. Kaji tanda vital dan
bandingkan dengan keadaan
sebelumnya.
3. Kaji fungsi sensori
1. Mengetahui fungsi
retikular aktivating sistem dalam
batang otak, tingkat kesadaran
memberikan gambaran adanya
perubahan volume dan tekanan
intrakranial.
2. Lebih lanjut untuk
mengetahui keadaan umum
pasien, karena pada stadium awal
tanda vital tidak berkolerasi
langsung dengan kemunduran
status neurologi.
3. Mengevaluasi kemampuan
sensori dan fungsi dari pusat
4. Kaji fungsi motorik :
kekuatan otot, tonus otot, refleks
tendon.
5. Kaji fungsi autonom :
jumlah dan pola pernafasan,
ukuran dan refleks pupil,
pergerakan otot.
6. Kaji status saraf kranial
7. Kaji adanya nyeri kepala,
mual, muntah, papila edema,
diplopia, kejang.
Ukur, cegah dan turunkan TIK
:
1. Pertahankan posisi
dengan meninggikan bagian
kepala 15-30º, hindari posisi
telungkup atau fleksi tungkai
secara berlebihan.
sensori (postsentral girus, lobus
parietal).
4. Respon motorik
menggambarkan keutuhan fungsi
motorik.
5. Respon pupil dapat
melihat keutuhan fungsi batang
otak dan pons.
6. Meningkatnya TIK dapat
menekan batang otak dan
mengganggu saraf kranial.
7. Merupakan tanda
peningkatan TIK.
1. Peninggian bagian kepala
dari tempat tidur akan
mempercepat aliran darah balik
dari otak. Posisi fleksi tungkai
akan meninggikan tekanan
intraabdomen atau intrathorakal
yang akan mempengaruhi aliran
darah balik dari otak.
2. Memudahkan aliran balik
vena.
2. Pertahankan posisi kepala
dalam keadaan neural, hindari
fleksi.
3. Monitor analisa gas darah,
pertahankan PaCO2 35-45
mmHg, PaO2 > 80 mmHg.
4. Kolaborasi dalam
pemberian oksigen .
5. Bersihkan jalan nafas,
lakukan suction jika ada indikasi.
6. Kurang metabolisme sel,
hindari kejang, nyeri dan cemas.
Hindari faktor-faktor yang
dapat meningkatkan TIK :
1. Identifikasi aktivitas yang
dapat meningkatkan TIK,
seperti : batuk, mengejan, bersin,
suction.
2. Istirahatkan pasien,
hindari tindakan keperawatan
yang dapat mengganggu tidur
pasien
3. Berikan sedativ atau
analgetik dengan kolaboratif
4. Kaji distensi bladder,
illeus paralisis, konstipasi.
3. Menurunnya CO2
menyebabkan vasokontriksi
pembuluh darah.
4. Memenuhi kebutuhan
oksigen.
5. Jalan napas yang adekuat
mempermudah arus ventilasi
6. Meningkatnya
metabolisme sel akan
meningkatkan kebutuhan oksigen
dan meningkatkan produksi
karbondioksida.
1. Memberikan petunjuk
rencana perawatan selanjutnya.
2. Keadaan istirahat
mengurangi kebutuhan oksigen.
3. Mengurangi peningkatan
TIK
4. Keadaan tersebut dapat
meningkatkan tekanan
intraabdomen dan menekan
diafragma
1. Resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
terapi diuretik
Data pendukung :
1. Pasien mengeluh haus
2. Mukosa mulut kering
3. Kulit kering
4. Berat badan turun
5. Turgor kulit kurang
6. Meningkat atau menurunnya output urine
7. Keadaan urine pekat, keruh
8. Pasien nampak lesu dan lemah
9. Intake cairan yang kurang
10. Hipotensi, nadi cepat dan dangkal
11. Hasil laboratorium Ht meningkat, ketidakseimbangan elektrolit
12. Penggunaan terapi diuretik
13. BJ urine meningkat
Kriteria hasil :
1. Berat badan stabil
2. Intake dan output seimbang
3. Elektrolit, BUN, kreatinin dalam batas normal
4. BJ urine 0,010- 0,025
Intervensi Rasional
Kurangi edema serebri
1. Berikan diuretik dan
larutan hiperosmolar (manitol,
urea) sesuai program
1. Pembatasan cairan dengan
obat-obatan membantu menurunkan
volume cairan ekstra sel sehingga
mengurangi edema serebri.
2. Berikan terapi
kortikosteroid (dexametasone)
3. Batasi cairan 1200-1500
ml/ hari
4. Catat intake dan output
cairan
5. Monitor keadaan kepekatan
urine
2. Kortikosteroid mempunyai
efek menurunkan edema dengan cara
menyerap cairan
3. Membatasi bertambahnya
volume cairan sel
4. Mengetahui keseimbangan
cairan.
5. Kepekatan urine
menunjukkan ketidakseimbangan
cairan.
TINJAUAN PUSTAKA
Morton. Patricia gonce, Keperawatan kritis vol.2