kementerian lingkungan hidup dan kehutanan …dishut.jabarprov.go.id/images/artikel/dim ruu...

228
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR INVENTARISASI MASALAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI [PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA] LAMPIRAN

Upload: lynhu

Post on 15-Mar-2019

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

REPUBLIK INDONESIA

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI

[PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA

ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA]

LAMPIRAN

2 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR......... TAHUN

TENTANG

KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN

ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR TAHUN

TENTANG

KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI

1. Menimbang: a. bahwa keanekaragaman hayati Indonesia merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang

dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar

kemakmuran rakyat yang perlu dikelola dan dimanfaatkan secara lestari, selaras, serasi dan

seimbang bagi kelestarian sumber daya alam hayati dan

kesejahteraan rakyat;

Bangsa Indonesia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya alam hayati yang

berlimpah dengan keanekaragaman yang tinggi, baik di darat, maupun di

perairan serta keanekaragaman pengetahuan tradisional, sehingga Indonesia dikenal sebagai salah satu

dari sedikit negara mega bio-kultural-diversitas di dunia.

Sumber daya alam hayati tersebut merupakan sumber daya strategis karena menyangkut ketahanan

nasional, dikuasai oleh negara yang diatur pengelolaannya secara optimal dan berkelanjutan, bagi terwujudnya

kesejahteraan masyarakat Indonesia

2. b. bahwa keanekaragaman hayati Indonesia adalah sumber daya

alam strategis yang menguasai hajat hidup orang banyak yang

pengelolaannya harus dapat secara optimal untuk mewujudkan

3 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

kesejahteraan rakyat Indonesia dan

umat manusia pada masa kini maupun masa depan;

generasi sekarang dan yang akan

datang.

Walaupun keanekaragaman hayati di Indonesia berlimpah, namun

sumber daya alam hayati tersebut tidak tak terbatas dan mempunyai sifat

yang tidak dapat kembali seperti asalnya (irreversible) apabila dimanfaatkan secara berlebihan.

Pemanfaatan secara berlebihan akan mengancam keberadaan sumber daya

alam itu sendiri, dan sampai pada tahap tertentu akan dapat memusnahkan keberadaannya.

Keanekaragaman hayati tersebut terdapat pada tiga tingkatan yaitu

ekosistem, spesies (jenis) dan genetik. Ketiganya secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama berfungsi

penting bagi terjaminnya keberlangsungan sistem penyangga kehidupan. Keanekaragaman Hayati

juga merupakan salah satu penyangga kehidupan manusia. Sumber daya

hayati merupakan penghasil jasa dan produk yang diperlukan bagi kehidupan manusia, serta berperan

pula sebagai pengatur sekaligus penunjang proses-proses alami agar

berjalan secara alamiah.

3. c. bahwa sumber daya genetik, spesies, dan ekosistem pada dasarnya saling tergantung satu

dengan lainnya sehingga kerusakan dan kepunahan salah

satu unsur akan berakibat terganggunya ekosistem;

4. d. bahwa untuk menjaga agar

pemanfaatan sumber daya alam hayati dapat berlangsung dengan

sebaik-baiknya, maka diperlukan langkah-langkah konservasi dengan mempertimbangkan

pengetahuan tradisional dan berdasarkan strategi konservasi

yang berlaku secara universal;

5. e. bahwa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya belum menampung

dan mengatur secara menyeluruh mengenai konservasi keanekaragaman hayati, serta tidak

sesuai lagi dengan perkembangan ekonomi, sosial, budaya, politik

nasional, dan kerja sama internasional;

4 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

6. f. bahwa berdasarkan pertimbangan

sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e perlu membentuk Undang-

Undang tentang Konservasi Keanekaragaman Hayati.

Keanekaragaman hayati juga sangat

berperan dalam kehidupan sosial dan budaya bangsa yakni sebagai sumber inspirasi. Begitu strategisnya fungsi

dan peran Keanekaragaman hayati bagi kehidupan mendorong perlu

dilaksanakan tindakan konservasi yang didasarkan pada strategi konservasi yang berlaku secara

universal dengan tetap mempertimbangkan pengetahuan

tradisional. Tindakan konservasi tersebut dilakukan dengan pengelolaan Keanekaragaman hayati secara

bijaksana dengan tetap menjaga keseimbangan antara perlindungan, pemeliharaan, dan pemanfaatan yang

berkelanjutan bagi kesejahteraan generasi sekarang maupun yang akan

datang.

Dewasa ini telah ada Undang-Undang yang mengatur tentang

konservasi yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati

dan Ekosistemnya (UU 5/1990). Undang-Undang ini telah berumur

hampir 25 tahun, dan selama masa tersebut telah berhasil menjadi dasar penyelenggaraan konservasi sumber

daya alam hayati dan ekosistem Indonesia. Namun sejalan dengan

berjalannya waktu, dalam tenggang

7.

8. Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 28H dan Pasal 33 ayat (3) dan (4) Undang-Undang dasar 1945;

2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Convention on Biological Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai

Keanekaragaman Hayati (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

1994 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3556);

3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun

2004 tentang Pengesahan Cartagena Protocol on Biosafety to the Convention on Biological Diversity (Protokol Cartagena tentang Keamanan Hayati atas

Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati), Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 8,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4414;

4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun

5 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

2013 tentang Pengesahan Nagoya Protocol on Access to Genetic Resources and the Fair and Equitable Sharing of Benefits Arising from Their Utilization to the Convention on Biological Diversity (Protokol Nagoya tentang Akses pada Sumber Daya Genetik yang Timbul dari Pemanfaatannya atas

Konvensi Keanekaragaman Hayati) (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2013 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5412).

waktu 25 tahun telah terjadi banyak

sekali perubahan lingkungan strategis nasional maupun internasional, yang tentu saja membawa perubahan

ancaman dan tantangan baru. Kondisi ini kemudian mempengaruhi arah

konservasi dunia dan arah pembangunan nasional. Perubahan ini tidak seluruhnya bisa dijawab oleh UU

5/1990, terlebih kalau kita coba proyeksikan dengan gambaran kondisi

sepuluh sampai dua puluh tahun kedepan.

Perubahan lingkungan strategis

internasional nampak dalam beberapa kesepakatan internasional baru, antara lain dalam:

a. kesepakatan kerangka kerjasama pembangunan Millenium Development Goals (MDGs) yang kemudian pada 2015 diubah dan

disempurnakan sesuai dengan perubahan zaman, menjadi SDGs, (Sustainable Development Goals);

b. kesepakatan-kesepakatan baru di bidang konservasi keragaman

hayati dunia seperti Convention on Biological Diversity (CBD), Convention on International Trade

in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES), the Convention on Wetlands of

6 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

International Importance (Ramsar

Convention); serta

c. perubahan terkait pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi (IPTEK) dari bidang transportasi sampai teknologi

rekayasa genetik. Tercatat sejak 1992 banyak sekali diadopsi kesepakatan baru terkait

pembangunan dan keanekaragaman hayati, seperti,

Rio Declaration on Environment and Development 1992, sampai Rio+( 2012), Kyoto Protocol (2000),

CBD, Cartagena Protocol (2000) dan Nagoya protocol (2010), dan lain sebagainya.

Secara nasional, perubahan lingkungan strategis yang paling

menonjol adalah berubahnya sistem pemerintahan RI dari sentralisasi ke desentralisasi. Dengan perubahan ini,

sebagian besar penyelenggaraan pembangunan termasuk pembangunan yang berkaitan dengan sumber daya

alam telah ditetapkan menjadi kewenangan Pemerintah Daerah.

Dalam penyelenggaraan pembangunan telah ditetapkan prinsip concurrency

dengan memperhatikan eksternalitas, dampak serta efisiensinya. Pengelolaan kawasan hutan konservasi

7 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

seperti taman nasional secara tegas

memang masih menjadi kewenangan Pemerintah (pusat).

Disamping berubahnya sistem

pemerintahan, perubahan yang juga menonjol di tingkat nasional adalah

reformasi yang berkaitan dengan perbaikan pelayanan publik, menguatnya kelembagaan desa,

masyarakat hukum adat, menguatnya peran DPR/DPRD dan DPD serta peran

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam mendorong arah pembangunan ke depan. Perubahan ini mendorong

perlunya peningkatan peran para pihak, pemerintah daerah, pemerintah desa, pelaku usaha, LSM dan

masyarakat;pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan; sosialisasi akan arti

penting keanekaragaman hayati dan peningkatan peran serta para pihak akan sangat mewarnai keberhasilan

konservasi keanekaragaman hayati kedepan. Beberapa kekuatan sosial ekonomi nasional telah tumbuh

semakin membaik, terkait dengan bonus demografis yang menghasilkan

pertambahan penduduk yang lebih berkualitas dari segi pendidikan dan kesehatan, peran geografis indonesia

yang semakin diakui oleh dunia internasional, perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi,

8 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

menguatnya peran budaya nasional

bagi kehidupan berbangsa, serta meningkatnya perhatian internasional terhadap peran keanekaragaman

hayati indonesia dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

Seluruh perubahan-perubahan tersebut diatas mendorong dibangunnya upaya bersama untuk

melaksanakan pembangunan dengan prinsip “pertumbuhan hijau” atau

dikenal juga dengan ekonomi hijau, dimana pembangunan diarahkan untuk menjamin kehidupan manusia

dan terselenggaranya keadilan sosial sekaligus meminimalkan dampak buruk ekologis, serta kelangkaan

sumber daya alam hayati dengan emisi rendah karbon dan pemanfaatan

efisien sesuai dengan daya dukung lingkungan, memasukan keanekaragam hayati dalam arus

utama penyelenggaraan pemerintahan dan kegiatan produktif; mereduksi tekanan dan mempromosikan

pemanfaatan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan, penguatan

penegakan hukum yang berkeadilan, meningkatkan status keanekaragam hayati dan melindungi ecosistem,

spesies dan genetik, serta lebih memperluas pemanfaatan jasa

lingkungan, memperkuat peran para

9 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

pihak, membangun kemitraan dan

kerjasama internasional, penguatan kapasitas sumber daya termasuk pemberdayaan masyarakat sekitar

kawasan, serta meningkatkan upaya pelestarian dan pengamanan sumber

daya genetik beserta pengetahuan tradisionalnya.

UU 5/1990, disusun berdasarkan

kondisi pada akhir tahun 80-an, terutama dengan mengacu pada

strategi konservasi dunia saat ini, World Concervation Strategy (WCS). WCS mengenalkan tiga strategi

konservasi yaitu pengelolaan proses ekologis dan sistem penyangga kehidupan, pengawetan

keanekaragaman hayati, dan pemanfaatan ekosistem dan spesies

yang berkelanjutan.

UU 5/1990, yang mengadopsi tiga strategi tersebut dalam ketentuannya

terkait perlindungan sistem penyangga kehidupan menyatakan bahwa konservasi dilaksanakan melalui

penetapan wilayah perlindungan penyangga kehidupan. Dalam

perjalannya, pengaturan sistem penyangga kehidupan telah banyak diatur oleh sektor terkait, seperti

undang-undang terkait Pertanian, Kesehatan, Perikanan, Kehutanan dan

10 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

UU lainnya. Sehingga praktis, yang

kemudian masih perlu diatur lebih detail saat ini dan kedepan adalah perlindungan terhadap

keanekaragaman hayati dalam posisinya sebagai salah satu penentu

sistem penyangga kehidupan.

Terlepas dari keberhasilan konservasi dibawah rezim UU5/1990,

UU ini ternyata belum cukup kuat mengatur jaringan ekosistem di luar

tanah Negara, migrasi dan kesejahteraan satwa, tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi,

penegakan hukum konservasi, peran serta masyarakat, kerjasama internasional dan pengaturan sumber

daya genetik.

Kondisi di atas menjadi dasar

perlunya perubahan legislasi nasional mengenai konservasi yang mampu menjawab kebutuhan zamannya,

sehingga dipandang perlu untuk mengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dengan undang-undang

yang mengatur seluruh tindakan konservasi secara komprehensif, dan dapat memberi jaminan yang lebih

kokoh dalam penyelenggaraan konservasi keanekaragaman hayati.

11 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

Undang-Undang ini disusun

sebagai jawaban terhadap kondisi di atas dengan selalu memperhatikan keselarasan hubungan antara makhluk

hidup, lingkungan dan Sang Pencipta alam, dimana manusia tidak menjadi

inti dari kehidupan tetapi manusia harus menjaga kelestarian keanekaragaman hayati demi

kelangsungan hidupnya atau pada setiap tindakan konservasi harus

mampu menjamin terjadinya harmoni antara kehidupan manusia dengan alam dan Tuhan sang penciptanya.

Guna mewujudkan hal tersebut

tindakan konservasi keanekaragaman

hayati kedepan dilakukan melalui tiga

strategi utama, yaitu perlindungan,

pelestarian dan pemanfaatan secara

berkelanjutan spesies, genetik dan

ecosistem, baik yang berada pada

wilayah tanah Negara, maupun tanah

milik.

Pengaturan konservasi

keanekaragaman hayati kedepan

diharapkan mampu:

a. mencegah kerusakan atau kepunahan serta menjamin kelestarian fungsi dan manfaat

keanekaragaman hayati bagi

12 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

keberlangsungan sistem penyangga

kehidupan;

b. meningkatnya luasan jaringan kawasan konservasi, serta

kesejahteraan satwa liar;

c. meningkatkan koordinasi lintas

sektor bagi keberhasilan konservasi, serta semakin efektifnya kegiataan koordinasi di bawah

sekretariat nasional konservasi bagi pembangunan;

d. mengatur kegiatan konservasi secara utuh termasuk posisinya sebagai penentu sistem penyangga

kehidupan;

e. meningkatkan peluang lapangan pekerjaan berbasis kelestarian bagi

masyarakat disekitar wilayah konservasi, meningkatnya legalitas

dan penghasilan pengelolaan jasa hutan, serta terkendalinya konflik kawasan / konflik satwa;

f. mewujudkan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dibidang konservasi kehati, dalam hal ini

mencakup peningkatan partisipasi para pihak dalam kegiatan

konservasi termasuk dalam hal ini yang berhubungan dengan keterbatasan dana pemerintah;

13 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

g. meningkatnya keadilan dalam

penegakan hukum, serta tumbuhnya efek jera bagi setiap tindakan merusak atau yang dapat

mengganggu kelestarian kehati;

h. mengisi kekosongan hukum, antara

lain dalam pengaturan konservasi genetik, kesejahteraan satwa, perlindungan wilayah konservasi

bukan kawasan konservasi (seperti zona penyangga, wilayah dengan

keanekaragaman hayati tinggi).

.

Pokok-pokok materi yang diatur dalam

Undang-Undang ini, antara lain:

a. perlindungan keanekaragaman hayati. Tindakan ini merupakan

titik awal konservasi. Perlindungan disini meliputi inventarisasi keragaman, potensi dan kondisi

pendukung lainnya, serta tindakan penetapan status perlindungan

ecosistem, genetik dan spesies sebagai unsur penyangga kehidupan manusia. Penetapan status

dilaksanakan dengan memperhatikan derajat pengaruh manusia, besarnya ancaman dan

kelimpahan sumber daya. Klasifikasi status perlindungan

ekosistem maupun spesies terutama

14 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

disamakan dengan klasifikasi yang

berlaku secara internasional.

Penggunaan kata KPA (Kawasan

Pelestarian Alam) dan KSA (

Kawasan Suaka Alam ) dalam UU ini

tidak lagi dipakai, walaupun dalam

beberapa peraturan perundangan

lainnya yang disusun mengacu pada

UU 5/1990 masih

menggunakannya. Dasar pemikiran

yang melandasi hal ini, pertama

karena istilah ini tidak dikenal

dalam pergaulan internasional, juga

karena pada kenyataannya tindakan

konservasi tidak didasarkan pada

kelompok (KPA dan KSA) tetapi

kepada tujuan penetapan serta

derajat intervensi manusia (Cagar

Alam/CA, Taman Nasional/TN,

Suaka Margasatwa/SM, Taman

Wisata Alam/TWA,Taman Hutan

Raya/TAHURA). Sebagai gambaran,

CA dan SM yang dikelompokan

dalam KSA, jelas memiliki derajat

konservasi yang berbeda jauh satu

sama lain, sehingga tindakan yang

akan dikenakan tidak bisa sama.

Sementara itu klasifikasi status

15 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

spesies dalam UU ini diperluas dari

dua yaitu dilindungi dan tidak

dilindungi menjadi tiga yaitu

dilindungi, dikendalikan dan

dipantau.

b. Pelestarian, memuat ketentuan

tentang perlindungan keanekaramgan hayati agar tetap lestari, agar peran keanekaragaman

hayati dalam menjaga proses alami tetap berjalan alamiah, serta

manfaatnya dapat dinikmati optimal dan berkelanjutan. Pelestarian meliputi pula tindakan pemulihan.

Dalam kegiatan pelestarian peran para pihak diatur lebih luas dari sebelumnya, seperti dalam kegiatan

penelitian dan pengembangan serta pemulihan. Dalam tindakan

pemulihan dimungkinkan untuk diterbitkan izin kepada swasta pada areal dalam satu kesatuan unit

kelola atau pada sebagian wilayahnya. Pengakuan terhadap

hak komunal, masyarakat lokal dan atau masyarakat hukum adat, termasuk masyarakat yang secara

tradisi masih berpindah pindah, dijamin. Hak masyarakat tersebut diwadahi dalam zona tradisional,

zona khusus, maupun pada areal konservasi yang dikelola

16 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

masyarakat.

c. Pemanfaatan keanekaragaman hayati meliputi pemanfaatan produk dan jasa genetik, spesies dan

ekosistem sesuai status perlindungannya dengan tidak

melebihi daya dukungnya. Pemanfatan ekosistem diperluas, termasuk pemanfaatan panas bumi.

Terhadap kelompok masyarakat tradisional yang telah ada sebelum

kawasan konservasi ditetapkan, diberi kesempatan untuk memanfaatkan ekosistem diluar

zona inti, dan satwa liar yang tidak dilindungi untuk melanjutkan kehidupan tradisionalnya,

melaksanakan hak-hak komunalnya, berkolaborasi dengan

unit yang bertanggungjawab di wilayah tersebut. Dalam pemanfaatan sumber daya genetik

peran masyarakat sebagai pemangku kepentingan dijamin.

UU ini memberi perhatian,

porsi yang lebih luas bagi pengaturan pelestarian,

pemanfaatan genetk, dan spesies tertentu. Pertimbangannya, antara lain, karena peran strategis sumber

daya genetik bagi planet bumi (pangan, kesehatan) akan semakin

17 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

penting, sementara ancaman

terhadap pencurian genetik dan pengetahuan tradisionalnya semakin menguat, perlindungan

pemangku sumber daya harus cukup kuat; kelestarian satwa liar

dari spesies yang tidak termasuk jenis yang dilindungi, semakin mengkawatirkan, walaupun

jumlahnya di alam saat ini relatif berlimpah.

d. Pemberdayaan dan partisipasi. Kegiatan ini belum banyak diatur dalam tindakan konservasi selama

ini, kondisi ini disinyalir menjadi penyebab belum berhasilnya konservasi di Indonesia.

Pertumbuhan jumlah penduduk, membaiknya pendidikan, serta

meningkatnya jumlah kelas menegah di Indonesia, serta tren konservasi dunia yang mendorong

peran para pihak, serta terbatasnya dana pemerintah, mendorong pengaturan yang kuat dalam aturan

partisipasi. Namun demikian karena sebagian masyrakat Indonesia yang

tinggal di sekitar hutan belum mempunyai pemahaman cukup baik tentang konservasi, maka langkah

langkah pemberdayaan menjadi sangat penting.

18 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

e. Pendanaan. Mencermati

kemampuan pemerintah selama ini, pendanaan konservasi tidak cukup hanya dibebankan pada Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan

dan Belanja Daerah (APBD). Peluang pendanaan dari hibah, serta sumber lain seperti dana konservasi

(sumbangan tidak mengikat dari hasil kegiatan konservasi, serta

dana amanah yang berasal dari Corporate Social Responsibility/CSR, Payment for

Ecosystem Services/PES dan lain lain perlu diatur).

f. penyelesaian sengketa dimaksudkan

untuk menyelesaikan sengketa di bidang konservasi serta memberikan

pilihan penyelesaian sengketa kepada pihak-pihak yang bersengketa.

g. pengamanan dilakukan untuk menjaga terjaminnya kelestarian sumber daya alam hayati dan hak-

hak negara, masyarakat dan perorangan terhadap sumber daya

alam dan dalam upaya-upaya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

h. kerja sama internasional ditujukan untuk penguatan penyelenggaraan

19 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

konservasi keanekaragaman hayati

pada tingkat internasional, regional dan nasional.

i. Ketentuan sanksi, bentuk sanksi

hukum dalam UU, tidak terbatas pada sanksi pidana, juga diatur

ketentuan tentang sanksi administrasi, ganti rugi, serta sanksi sosial terhadap setiap orang yang

melakukan perbuatan pidana konservasi. UU menggunakan rezim

hukuman minimal dan maksimal, agar dapat memberi keadilan dan memperkuat efek jera.

9.

DENGAN PERSETUJUAN BERSAMA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK

INDONESIA

DAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

10. Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG

KONSERVASI KEANEKARAGAMAN

HAYATI

20 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

11.

BAB I

KETENTUAN UMUM

12. Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang

dimaksud dengan :

Cukup Jelas

13. 1. Konservasi adalah tindakan

pelindungan, pelestarian, dan pemanfaatan sumber daya alam

yang dilakukan secara bijaksana dalam rangka memenuhi kebutuhan generasi saat ini dan

generasi masa mendatang.

14. 2. Keanekaragaman Hayati adalah

keanekaragaman diantara organisme hidup baik yang ada di daratan maupun di perairan

beserta proses ekologisnya, sehingga terbentuk

keanekaragaman genetik di dalam spesies, keanekaragaman di antara spesies dan keanekaragaman

ekosistem.

15. 3. Sumber Daya Alam Hayati adalah

komponen-komponen keanekaragaman hayati yang bernilai aktual maupun potensial

bagi kemanusiaan.

16. 4. Konservasi Keanekaragaman

Hayati adalah tindakan

21 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

pelindungan, pelestarian, dan

pemanfaatan sumber dayaalam hayati dan ekosistem yang dilakukan secara bijaksana untuk

menjamin kesinambungan keberadaan, manfaat, dan nilainya

dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman untuk memenuhi

kebutuhan generasi saat ini dan generasi masa mendatang.

17. 5. Pelindungan Penyangga Kehidupan di bidang keanekaragaman hayati

untuk selanjutnya disebut dengan pelindungan penyangga kehidupan adalah pelindungan atas sumber

daya genetik, spesies dan ekosistem.

18. 6. Genetik atau yang selanjutnya disebut Gen, adalah satu unit fisik dan fungsional dasar dari

pembawa sifat keturunan yang terdiri dari satu segmen (sekuens)

DNA (Deoxyribo Nucleic Acid).

19. 7. Materi Genetik adalah materi dari

tumbuhan, satwa, dan mikroorganisme yang mengandung unit fungsional pewarisan sifat

(hereditas).

20. 8. Sumber Daya Genetik adalah

materi genetik, informasi yang

22 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

terkandung di dalamnya, informasi

mengenai asal-usul, dan/atau bagian-bagian dan turunan dari tumbuhan, satwa, atau jasad renik

yang mengandung maupun tidak mengandung unit-unit fungsional

pewarisan sifat yang mempunyai nilai nyata atau potensial yang diperoleh dari kondisi insitu

dan/atau koleksi ex-situ dan yang telah didomestikasi di dalam

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia termasuk landas kontinen dan zona ekonomi

eksklusif.

21. 9. Pelestarian Sumber Daya Genetik

adalah rangkaian upaya mempertahankan keberadaan dan keanekaragaman sumber daya

genetik dalam kondisi dan potensi yang memungkinkan untuk

dimanfaatkan secara berkelanjutan.

22. 10. Pemanfaatan Sumber Daya Genetik adalah kegiatan penelitian, pengembangan, atau

pengusahaan secara berkelanjutan sumber daya genetik dan/atau derivatifnya,

termasuk melalui penerapan bioteknologi.

23 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

23. 11. Masyarakat Hukum Adat adalah

kelompok masyarakat yang secara turun temurun bermukim di wilayah geografis tertentu karena

adanya ikatan pada asal usul leluhur, adanya hubungan yang

kuat dengan lingkungan hidup, serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi,

politik, sosial dan hukum, yang memiliki sumber daya genetik

dan pengetahuan tradisional terkait sumber daya genetik.

24. 12. Masyarakat Lokal adalah

sekelompok orang yang telah tinggal dalam tenggang waktu

yang cukup lama di suatu tempat atau daerah sehingga dapat dipandang sebagai satu kesatuan

dengan lingkungannya.

25. 13. Kesepakatan Bersama adalah

perjanjian tertulis berisi persyaratan dan kondisi yang disepakati antara penyedia

sumber daya genetik dan pemohon akses.

26. 14. Pembagian Keuntungan adalah kegiatan pendistribusian

keuntungan secara finansial dan/atau non-finansial yang berasal dari penelitian,

pengembangan, komersialisasi,

24 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

pemberian lisensi, atau bentuk-

bentuk pemanfaatan lainnya sebagai hasil dari akses terhadap sumber daya genetik.

27. 15. Bioprospeksi adalah kegiatan eksplorasi, ekstraksi dan

penapisan sumber daya alam hayati untuk pemanfaatan secara

komersial sumber daya genetik dan biokimia yang bernilai tinggi.

28. 16. Kondisi Habitat Alami adalah

kondisi sumber daya genetik yang terdapat dalam ekosistem dan

habitat alami, dan dalam hal jenis-jenis terdomestikasi atau budidaya, di dalam lingkungan

tempat sifat-sifat khususnya berkembang.

29. 17. Kawasan Konservasi sistem adalah wilayah daratan dan atau perairan yang ditetapkan oleh

pemerintah dan dikelola untuk terwujudnya konservasi

keanekaragaman hayati dan ekosistem.

30. 18. Ekosistem adalah hubungan timbal balik yang dinamis antara komunitas tumbuhan, satwa dan

jasad renik dengan lingkungan non-hayati yang saling bergantung,pengaruh

25 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

mempengaruhi dan berinteraksi

sebagai suatu kesatuan yang secara bersama-sama membentuk fungsi yang khas.

31. 19. Lingkungan Non-Hayati adalah unsur-unsur klimatik (iklim) dan

unsur-unsur edafik (tanah dan batuan).

32. 20. Bentang Alam (lansekap) adalah mosaik geografis dari ekosistem-ekosistem atau sub-komponen

daripadanya yang saling berinteraksi dimana susunan

secara spasial serta modus interaksinya mencerminkan pengaruh dari kondisi geologi,

iklim, topografi, tanah, biota dan aktivitas manusia.

33. 21. Cagar Alam adalah kawasan konservasi yang memiliki keunikan keadaan alam atau

merupakan perwakilan ekosistem, kondisi geologis dan/atau jenis

tumbuhan tertentu.

34. 22. Suaka Margasatwa adalah

kawasan konservasi dengan ekosistem asli yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman

dan/atau keunikan jenis satwa liar.

26 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

35. 23. Taman Nasional adalah kawasan

konservasi yang mempunyai ekosistem asli yang karena karakteristiknya istimewa serta

secara nasional mempunyai nilai estetika dan ilmiah yang tinggi,

dikelola dengan sistem zonasi.

36. 24. Taman Buru adalah kawasan

konservasi dengan ekosistem asli yang secara historis telah merupakan wilayah perburuan

tradisional, dihuni oleh jenis satwa liar atau kawasan konservasi karena pertimbangan

tertentu ditetapkan dan dikelola untuk kegiatan olah raga

perburuan satwa secara terkendali.

37. 25. Taman Wisata Alam adalah kawasan konservasi dengan ekosistem asli yang ditetapkan

karena memiliki kekhasan fenomena alam atau gabungan fenomena alam dan budaya.

38. 26. Taman Hutan Raya adalah kawasan konservasi yang terdiri

dari hutan buatan dan hutan alam yang mewakili ekosistem

setempat serta memiliki nilai-nilai estetika alam, atau nilai-nilai estetika alam yang berasosiasi

27 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

dengan budaya trsadisional.

39. 27. Ekosistem Esensial adalah ekosistem di luar kawasan

konservasi yang secara ekologis penting bagi konservasi keanekaragaman hayati.

40. 28. Spesies adalah individu, populasi atau agregasi semua jenis

tumbuhan atau satwa, sub spesies tumbuhan atau satwa dan populasi yang secara geografis

terpisah.

41. 29. Populasi adalah jumlah seluruh

individu yang dapat diukur dari suatu spesies atau jenis

tumbuhan atau satwa di tempat tertentu.

42. 30. Sub-Populasi adalah bagian dari

populasi yang merupakan kelompok yang secara geografis

terpisah (dipisahkan oleh batas-batas geografis) atau kelompok yang berbeda nyata yang satu

sama lain tidak ada atau sedikit interaksi.

43. 31. Tumbuhan Liar adalah tumbuhan yang hidup di alam bebas dan atau dipelihara yang masih

mempunyai kemurnian jenisnya.

44. 32. Satwa Liar adalah semua binatang

28 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

yang hidup di darat, dan/atau di

air dan/atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar baik hidup bebas maupun yang

dipelihara oleh manusia.

45. 33. Sifat Liar adalah sifat yang

melekat pada spesies yang secara fenotip dan genotip menunjukkan

keliaran (genetically wild).

46. 34. Habitat adalah lingkungan tempat

tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang secara alami.

47. 35. Spesimen Tumbuhan atau Satwa adalah fisik tumbuhan atau satwa

baik hidup maupun mati termasuk bagian-bagiannya atau turunannya yang masih dapat

dikenali secara visual maupun dengan teknologi.

48. 36. Pengetahuan Tradisional yang berasosiasi dengan sumber rdaya genetik adalah informasi atau

praktek baik secara individu maupun kolektif dari masyarakat

adat atau lokal, yang bernilai potensial atau riil terkait atau berasosiasi dengan sumber daya

genetik.

49. 37. Akses terhadap Sumber Daya

Genetik adalah kegiatan

29 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

memperoleh sampel atau contoh

dari komponen-komponen sumber daya genetik untuk tujuan riset ilmiah, pengembangan teknologi,

atau bioprospeksi, yang terkait untuk aplikasi industri atau

lainnya.

50. 38. Akses terhadap Pengetahuan

Tradisional yang berasosiasi dengan sumber daya genetik adalah kegiatan memperoleh

informasi dari pengetahuan atau praktek-praktek tradisional baik individual maupun kolektif dari

masyarakat adat atau lokal, untuk tujuan riset ilmiah,

pengembangan teknologi atau bioprospeksi, yang terkait untuk aplikasi industri atau lainnya.

51. 39. Perjanjian Transfer Materi (Material Transfer Agreement/MTA) adalah instrumen untuk mengakses yang

ditandatangani oleh lembaga penerima sebelum membawa atau mengangkut atau

mentransportasikan komponen-komponen sumber daya genetik,

yang apabila ada dengan menyebutkan adanya akses terhadap pengetahuan tradisional

yang terasosiasi dengannya.

30 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

52. 40. Bioteknologi adalah aplikasi

teknologi yang menggunakan sistem-sistem biologis, organisme hidup atau bagian-bagian atau

turunan-turunan daripadanya, untuk memodifikasi produk atau

proses untuk tujuan tertentu.

53. 41. Menteri adalah menteri yang

diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang konservasi keanekaragaman hayati.

54. Pasal 2

Konservasi keanekaragaman hayati

diselenggarakan berdasarkan asas:

55. a. kelestarian dan kemanfaatan berkelanjutan;

Yang dimaksud dengan “Asas kelestarian” adalah usaha pengendalian/pembatasan dalam

pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya sehingga pemanfaatan tersebut dapat dilakukan

secara terus menerus pada masa mendatang.

Yang dimaksud dengan “Asas

kemanfaatan yang berkelanjutan”

adalah bahwa penyelenggaraan

konservasi sumber daya alam hayati

dapat memberikan manfaat bagi

31 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

kemanusiaan, peningkatan

kesejahteraan rakyat, dan

pengembangan peri kehidupan yang

berkesinambungan bagi warga negara,

secara merata dan adil serta

peningkatan kelestarian sumber daya

alam hayati. Pemanfaatan sumber daya

alam hayati tidak melebihi kemampuan

regenerasi sumber daya hayati atau

laju inovasi substitusi sumber daya

non-hayati.

56. b. keadilan; Yang dimaksud dengan “asas keadilan”

adalah bahwa pelestarian dan

pemanfaatan keanekaragaman hayati

harus mencerminkan keadilan secara

proporsional bagi setiap warga negara,

baik lintas daerah, lintas generasi,

maupun lintas gender.

57. c. kehati-hatian; Yang dimaksud dengan “asas kehati-

hatian” adalah bahwa ketidakpastian

mengenai dampak suatu usaha

dan/atau kegiatan karena

keterbatasan penguasaan dan

teknologi bukan merupakan alasan

untuk menunda langkah-langkah

meminimalisasi atau menghindari

ancaman terhadap pencemaran

dan/atau kerusakan lingkungan

32 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

hidup.

58. d. partisipatif; dan Yang dimaksud dengan “asas

partisipatif” adalah bahwa setiap

anggota masyarakat didorong untuk

berperan aktif dalam proses

pengambilan keputusan dan

pelaksanaan konservasi

keanekaragaman hayati, baik secara

langsung maupun tidak langsung.

59. e. tata kelola pemerintahan yang baik.

Yang dimaksud dengan “asas tata

kelola pemerintahan yang baik” adalah

bahwa konservasi keanekaragaman

hayati dijiwai oleh prinsip partisipasi,

transparansi, akuntabilitas, efisiensi,

dan keadilan.

60. Pasal 3

Penyelenggaraan konservasi

keanekaragaman hayati bertujuan

untuk :

61. a. meletakkan dasar pengakuan

terhadap harkat sumber daya genetik dan spesies dalam suatu ekosistem sebagai sumber daya

alam hayati beserta pengetahuan tradisional yang terasosiasi dengan

sumber daya genetik;

Cukup jelas.

33 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

62. b. mengendalikan pemanfaatan

berkelanjutan keanekaragaman hayati untuk menjaga kelestarian fungsi keanekaragaman hayati

dalam rangka menjamin terpenuhinya keadilan generasi

masa kini dan masa depan;

Cukup jelas.

63. c. memastikan pembagian

keuntungan sosial dan ekonomi yang adil dan berimbang dalam rangka mendukung upaya

peningkatan kesejahteraan masyarakat; dan

Cukup jelas.

64. d. mengantisipasi isu lingkungan global.

Cukup jelas.

65. Pasal 4

Ruang lingkup undang-undang

konservasi keanekaragaman hayati

meliputi:

66. a. pelindungan penyangga kehidupan;

67. b. pelestarian keanekaragaman

hayati;

68. c. pemanfaatan keanekaragaman

hayati;

69. d. pengamanan; dan

70. e. penegakan hukum.

34 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

71. BAB II

PELINDUNGAN SISTEM PENYANGGA

KEHIDUPAN

72.

73. Bagian Kesatu

Umum

74. Pasal 5

(1) Pelindungan Sistem Penyangga Kehidupan merupakan

pemeliharaan proses ekologis esensial yang menyangga

kehidupan manusia.

Proses ekologis esensial merupakan

proses di alam yang diatur, didukung

atau diarahkan oleh ekosistem yang

esensial bagi produksi pangan,

kesehatan, lingkungan hidup, energi

dan aspek lain mengenai kelangsungan

hidup (survival) umat manusia dan

pembangunan berkelanjutan seperti

tersedianya air bersih dan oksigen.

Memelihara proses ekologis esensial

dan sistem penyangga kehidupan

tersebut adalah vital bagi

kelangsungan hidup manusia. Proses

ekologis esensial terjadi mulai dari

fenomena yang bersifat global seperti

siklus oksigen dan karbon sampai ke

sesuatu yang sangat lokal seperti

penyerbukan bunga oleh serangga atau

penyebaran biji oleh burung. Di antara

keduanya banyak proses esensial bagi

35 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

kelangsungan hidup dan kesejahteraan

umat manusia, seperti pembentukan

dan perlindungan tanah, siklus

nutrien, dan pemurnian udara dan air.

Seluruh proses itu didukung atau

secara kuat dipengaruhi oleh sistem-

sistem yang saling bergantung dari

tumbuhan, hewan dan jasad renik,

bersama dengan komponen tidak

hidup lingkungannya. Ekosistem-

ekosistem utama yang terlibat itulah

sistem penyangga kehidupan planet

ini. Ekosistem ini terkadang dapat saja

dirubah, bahkan kadang-kadang

cukup besar perubahannya, sepanjang

proses yang esensial yang didukung

tidak menjadi rusak dan dapat balik.

Memelihara proses tersebut terlepas

dari tingkat perkembangan sistem

tersebut, sangat vital untuk dilakukan

bagi seluruh umat manusia. Sistem

penyangga kehidupan yang paling

terancam saat ini adalah: sistem

Pertanian (agricultural systems), hutan

Daerah Aliran Sungai, laut, pesisir dan

perairan air tawar.

75. (2) Sistem Penyangga Kehidupan

sebagaimana dimaksud pada ayat

36 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

(1) terdiri dari:

76. a. Sistem pertanian;

77. b. Sistem pegunungan;

78. c. Sistem hutan pada daerah

aliran sungai;

79. d. Sistem pesisir dan laut;

80. e. Sistem perairan air tawar dan

lahan basah;

81. f. Sistem daerah kering dan semi-

kering.

82. (3) Keanekaragaman hayati merupakan unsur utama dan

bagian tidak terpisahkan dari sistem penyangga kehidupan

sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

83. (4) Keanekaragaman hayati sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdapat pada tiga tingkatan

yaitu:

84. a. Keanekaragaman sumber daya

genetik;

85. b. Keanekaragaman spesies; dan

86. c. Keanekaragaman Ekosistem.

37 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

87. Pasal 6

88. (1) Pemerintah wajib mengalokasikan

wilayah pelindungan sistem penyangga kehidupan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah.

Pengalokasian wilayah berdasarkan

keseimbangan didasarkan diantaranya

pada KLHS sebagaimana dimaksud

dalam ketentuan mengenai Undang-

undang yang mengatur Lingkungan

Hidup dan Penataan Ruang.

89. (2) Alokasi wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhitungkan

keseimbangan antara wilayah yang dilindungi dengan wilayah pemanfaatan atau budidaya.

90. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pelindungan Sistem Penyangga

Kehidupan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) diatur

dengan Undang-Undang tersendiri.

Undang-undang tersendiri yang

mengatur sistem pertanian termasuk

berbagai Undang-undang tentang

pertanian tanaman pangan, Undang-

undang tentang peternakan dan

kesehatan hewan. Undang-undang

yang mengatur tentang sistem sistem

hutan pada daerah aliran sungai,

sistem pesisir dan laut, diantaranya

adalah undang-undang tentang

perikanan dan tentang pesisir dan

pulau-pulau kecil.

91. Pasal 7

38 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

92. (1) Pelindungan Keanekaragaman

Hayati sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) meliputi pelindungan di tiga tingkat

keanekaragaman hayati yaitu:

93. a. Pelindungan Sumber Daya

Genetik;

94. b. Pelindungan Spesies;

95. c. Pelindungan Ekosistem.

96. (2) Pelindungan keanekaragaman hayati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhatikan

pelindungan sistem penyangga kehidupan.

Pelindungan sistem penyangga

kehidupan harus mewarnai

pelindungan di setiap tingkatan

keanekaragaman hayati, baik di tingkat

genetik, spesies maupun ekosistem.

Sistem penyangga kehidupan

mempunyai kedudukan yang tinggi di

dalam konservasi keanekaragaman

hayati.

97. Pasal 8

(1) Pemerintah dan Pemerintah daerah

sesuai kewenangannya menyelenggarakan pelindungan sistem penyangga kehidupan.

Cukup jelas.

98. (2) Pelindungan sistem penyangga kehidupan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) termasuk di dalamnya

39 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

perlindungan keanekaragaman

hayati.

99. (3) Pelindungan keanekaragaman

hayati meliputi pelindungan spesies, genetik dan ekosistem.

100. Pasal 9

Pemerintah dalam rangka menyelenggarakan pelindungan

keanekaragaman hayati:

101. a. inventarisasi; dan Inventarisasi dilaksanakan sebelum

penetapan status, maupun setelah

penetapan guna kepentingan evaluasi

dan pemulihan.

102. b. penetapan status perlindungan

spesies, genetik dan ekosistem.

Penetapan status diperlukan guna

ditindaklanjuti dengan tindakan

pelestarian dan/atau pemanfaatan.

103. Bagian Kedua

Inventarisasi

104.

105. Pasal 10

Inventarisasi keanekaragaman hayati

dilaksanakan untuk memperoleh data

dan informasi yang meliputi:

106. a. potensi keragaman dan

ketersediaan;

Cukup jelas.

107. b. Kondisi ekologis dan geografis; Cukup jelas.

40 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

108. c. bentuk penguasaan; Yang dimaksud dengan bentuk

penguasaan merupakan bentuk

penguasaan oleh mayarakat adat

dan/atau masyarakat lokal yang

senyata-nyatanya ada di lapangan

dengan itikad baik.

109. d. pengetahuan pengelolaan; Cukup jelas.

110. e. bentuk kerusakan; dan Cukup jelas.

111. f. konflik dan penyebab konflik yang timbul akibat pengelolaan.

Cukup jelas.

112. Bagian Ketiga

Penetapan Status Perlindungan

113. Paragraf 1

Spesies

114. Pasal 11

(1) Penetapan status perlindungan spesies dilakukan terhadap tumbuhan liar dan satwa liar

berdasarkan kriteria tingkat ancaman kepunahan.

Cukup jelas.

115. (2) Tingkat ancaman kepunahan spesies sebagaimana dimaksud

41 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

pada ayat (1) terdiri dari:

116. a. kategori spesies dilindungi; Cukup jelas.

117. b. kategori spesies dikendalikan; dan

Cukup jelas.

118. c. kategori spesies dipantau. Cukup jelas.

119. (3) Ketentuan kategorisasi sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) tidak berlaku bagi:

120. a. spesimen satwa liar pra-

perlindungan; dan

Yang dimaksud dengan spesimen

satwa liar pra-perlindungan adalah

spesimen satwa liar yang diperoleh

atau dimiliki sebelum spesies yang

bersangkutan dimasukkan ke dalam

salah satu kategori perlindungan

spesies sepanjang dapat dibuktikan

melalui dokumen-dokumen perizinan

yang sah.

121. b. spesimen tumbuhan liar. Spesimen tumbuhan liar antara lain,

biji, benang sari (serbuk sari), bunga

potong, anakan, atau hasil kultur

jaringan yang diperoleh secara in vitro,

dapat berupa spesimen di dalam media

cair maupun padat dan dibawa di

dalam kontainer steril dari hasil

perbanyakan tumbuhan.

122. (4) Status perlindungan spesies sebagaimana dimaksud pada ayat

Cukup jelas.

42 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

(1) ditetapkan dengan atau

berdasarkan Peraturan Pemerintah.

123. (5) Menteri dapat mengubah status

perlindungan spesies sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan rekomendasi dari

Komisi Konservasi Keanekaragaman Hayati.

Cukup jelas.

124. (6) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus berdasarkan pada kajian ilmiah

dan analisis kebijakan sosial budaya masyarakat.

Cukup jelas.

125. Pasal 12

Kriteria spesies dilindungi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal

11 ayat (2) huruf a meliputi:

126. a. populasi di alamnya berada dalam

bahaya kepunahan atau kritis dari bahaya kepunahan;

Kondisi barada dalam bahaya

kepunahan (critically endangered) bisa

terjadi antara lain akibat mendapatkan

tekanan pemanfaatan dan/atau

mendapatkan tekanan akibat

kerusakan habitat.

127. b. populasi di hábitat alamnya kecil atau langka;

Yang dimaksud dengan spesies yang

populasi di habitat alamnya kecil atau

langka dicirikan oleh paling tidak salah

satu dari hal-hal berikut:

43 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

a. diketahui atau diduga terjadi

penurunan secara tajam pada

jumlah individu di alam serta

penurunan luas dan kualitas

habitat;

b. jumlah sub populasi kecil;

c. mayoritas individu dalam satu atau

lebih fase sejarah hidupnya pernah

terkonsentrasi hanya pada satu

atau sedikit sub populasi saja;

d. dalam waktu yang pendek pernah

mengalami fluktuasi yang tajam

pada jumlah individu;

e. karena sifat biologis dan perilaku

spesies tersebut, seperti migrasi,

spesies tersebut rentan terhadap

bahaya kepunahan; dan/atau

f. analisis kuantitatif memperlihatkan

kemungkinan atau peluang

terjadinya kepunahan adalah 20

(dua puluh) persen sampai dengan

50 (lima puluh) persen dalam waktu

10 (sepuluh) sampai 20 (dua puluh)

tahun atau dalam 3 (tiga) sampai 5

(lima) generasi yang akan datang.

128. c. merupakan spesies endemik yang

penyebarannya terbatas;

Spesies endemik yang penyebarannya

terbatas dicirikan dengan paling sedikit

salah satu dari hal-hal berikut yaitu:

44 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

a. hanya terdapat di satu atau

beberapa lokasi atau pulau;

b. populasi terpisah-pisah atau

terfragmentasi;

c. terjadi fluktuasi yang besar pada

jumlah populasi atau luas areal

penyebarannya;

d. adanya dugaan penurunan yang

tajam pada areal penyebarannya,

jumlah sub populasi, jumlah

individu, luas dan kualitas habitat

atau potensi reproduksi.

129. d. spesies yang secara biologis lebih memenuhi kriteria spesies dikendalikan namun secara visual

mirip dan sulit dibedakan dengan spesies dilindungi; dan/atau

Cukup jelas.

130. e. spesies yang termasuk dalam Appendix I Convention on International Trade in Endangered Species (CITES).

Cukup jelas.

131. Pasal 13

(1) Spesimen satwa hasil pengembangbiakan atau spesimen

tumbuhan hasil perbanyakan di dalam kondisi terkontrol yang

termasuk dalam kategori spesies

Yang dimaksud dengan hasil

pengembangbiakan atau perbanyakan

di dalam lingkungan terkontrol adalah

generasi kedua (F2) dan seterusnya

dari perkembangbiakan atau

45 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

dilindungi dapat diperlakukan

sebagai kategori spesies dikendalikan.

perbanyakan spesimen dilindungi.

132. (2) Menteri mengusulkan spesies dilindungi yang dapat diperlakukan sebagai spesies dikendalikan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan rekomendasi dari

Komisi Konservasi Keanekaragaman Hayati.

Cukup jelas.

133. (3) Rekomendasi sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) didasarkan pada hasil kajian ilmiah melalui

pengawasan dan evaluasi atas populasi dari kegiatan pengembangbiakan satwa atau

perbanyakan tumbuhan.

Cukup jelas.

134. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai

tata cara penetapan, rekomendasi dan kajian ilmiah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)

diatur dengan Peraturan Menteri.

Cukup jelas.

135.

136. Pasal 14

Kriteria spesies dikendalikan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal

11 ayat (2) huruf b meliputi:

137. a. jumlah populasinya sedikit atau terbatas;

Cukup jelas.

46 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

138. b. merupakan spesies yang saat ini

belum berada dalam bahaya kepunahan, namun akan dapat berada dalam bahaya kepunahan

apabila pemanfaatannya tidak dikendalikan;

Yang dimaksud dengan pemanfaatan

yang tidak dikendalikan adalah

pemanfaatan yang melebihi

kemampuan populasi untuk

meregenerasi diri.

139. c. jumlah populasinya masih banyak namun secara visual mirip atau

sulit dibedakan dengan kategori spesies dikendalikan; dan/atau

Yang termasuk dalam spesies yang

secara visual mirip atau sulit

dibedakan yaitu spesies yang

populasinya di alam saat ini masih

melimpah sehingga sebenarnya masuk

kriteria spesies dipantau, namun

menjadi banyak dimanfaatkan karena

kemiripan fisiknya dengan spesies yang

dikendalikan sehingga mempengaruhi

efektivitas pelindungan spesies

dikendalikan yang mirip dengannya.

Perlakuan terhadap spesies dimaksud

sama dengan perlakuan terhadap

spesies dikendalikan.

140. d. spesies yang termasuk dalam Appendix II CITES.

Cukup jelas.

141. Pasal 15

Kriteria spesies dipantau sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2)

huruf c merupakan spesies dengan

populasi di habitat alamnya dalam

Pemantauan pemanfaatan dilakukan

untuk mengetahui kemampuan

populasi suatu spesies dalam

menerima tekanan pemanfaatan.

Pemantauan pemanfaatan dilakukan

47 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

keadaan melimpah namun mendapat

tekanan dari aktivitas pemanfaatan.

antara lain melalui sistem pencatatan

dan pendataan pemanfaatan yang

teratur sehingga diperoleh informasi

yang memadai untuk penetapan

kebijakan apabila perdagangannya

dianggap dapat mengancam keadaan

populasinya di habitat.

142. Pasal 16

Dalam hal terdapat perbedaan status

perlindungan spesies menurut

perjanjian internasional yang telah

diratifikasi dengan status

perlindungan spesies yang ditetapkan

dalam peraturan perundang-

undangan, maka status yang

digunakan adalah status perlindungan

spesies yang ditetapkan dalam

peraturan perundang-undangan.

Perjanjian internasional yang telah

diratifikasi adalah perjanjian

internasional mengenai satwa dan

tumbuhan liar yang telah diratifikasi,

diantaranya Convention on International

Trade in Endangered Species of Wild

Fauna and Flora (CITES).

Ketentuan pasal ini tidak berlaku bagi

spesies dilindungi menurut perjanjian

internasional atau status spesies yang

berlaku di negara asal ketika spesies

yang dimaksud masuk ke dalam

wilayah Indonesia.

143. Pasal 17

(1) Dalam hal terjadi perubahan status

dari pra-perlindungan menjadi perlindungan, ditetapkan suatu masa transisi.

Masa transisi hanya diberlakukan

untuk waktu paling lama 90 (sembilan

puluh) hari sejak tanggal ditetapkan.

48 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

144. (2) Dalam masa transisi sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), setiap orang yang memiliki spesimen pra-perlindungan harus melakukan

pendaftaran dan mendapatkan penandaan terhadap spesimen pra-

perlindungan yang dimilikinya.

Yang dimaksud dengan ketentuan

antara adalah tindakan Pemerintah

untuk melindungi dan/atau

menanggulangi ancaman bahaya

kepunahan pada spesies tertentu

dalam masa transisi. Ketentuan antara

misalnya pada saat suatu spesies

masuk ke dalam Appendix CITES,

Pemerintah memasukkan instrumen

reservasi dalam masa transisi.

145. (3) Apabila masa transisi sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) terlewati, spesimen pra-perlindungan yang

ditetapkan menjadi milik pemerintah .

Penetapan masa transisi dilakukan

untuk kepentingan konservasi yaitu

menyelamatkan populasi spesimen

pra-perlindungan agar terhindar dari

kepunahan atau bahaya kepunahan.

146. Pasal 18

(1) Dalam mendukung penyelenggaraan pelindungan

spesies, Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah dapat

menetapkan tumbuhan liar atau satwa liar sebagai tumbuhan atau satwa kharismatik.

“Satwa kharismatik” adalah satwa yang

mengundang empati atau emosi

manusia sehingga keberadaannya

dapat diidentikkan sebagai “duta”, ikon

atau simbol suatu tempat, daerah atau

negara. Satwa kharismatik biasanya

merupakan satwa besar yang kondisi

populasinya terancam bahaya

kepunahan antara lain Harimau,

Gajah, Badak, Orangutan dan Komodo.

147. (2) Masyarakat dapat memberikan Cukup jelas.

49 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

usulan dalam penetapan tumbuhan

atau satwa kharismatik sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

148. (3) Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah dapat

mengusulkan satwa kharismatik masuk ke dalam status

pelindungan spesies.

Cukup jelas.

149. Pasal 19

(1) Bagi spesimen dari spesies tumbuhan, pada saat penetapan status perlindungan wajib

menyertakan anotasi atas bagian-bagian spesimen tumbuhan.

Yang dimaksud dengan anotasi adalah

ketentuan yang memasukkan atau

mengecualikan bagian-bagian atau

turunan tertentu dari tumbuhan di

dalam pencatuman spesies tumbuhan

ke dalam katagorisasi pelindungan

spesies tumbuhan. Pengecualian dapat

dilakukan karena sifat tumbuhan yang

apabila bagian-bagian tertentu dari

tumbuhan dikecualikan dari

pengaturan maka tidak akan

mempengaruhi kelestarian spesies

yang bersangkutan.

150. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai

anotasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Cukup jelas.

50 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

151. Pasal 20

Ketentuan lebih lanjut mengenai

status perlindungan spesies

sebagaimana dimaksud pada Pasal 11,

Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15,

Pasal 16, dan Pasal 17, Pasal 18, dan

Pasal 19 diatur dalam Peraturan

Pemerintah.

Cukup jelas.

152. Paragraf 2

Sumber Daya Genetik

153. Pasal 21

(1) Penetapan status perlindungan sumber daya genetik dilakukan dengan membuat daftar spesies

target yang diprioritaskan bagi pelindungan sumber daya genetik.

Cukup jelas.

154. (2) Menteri menetapkan dan mengubah daftar spesies target sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dengan memperhatikan rekomendasi Komisi Konservasi

Keanekaragaman Hayati.

Cukup jelas.

155. (3) Daftar spesies target sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) termasuk informasi tentang sumber daya genetik yang terkandung di

Cukup jelas.

51 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

dalamnya menjadi bagian dari

materi sistem basis data dan informasi yang dikembangkan Dewan Pengelola Sumber Daya

Genetik.

156. Pasal 22

Penetapan spesies target sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 17 dilakukan

berdasarkan kriteria:

157. a. spesies yang dilindungi. Cukup jelas.

158. b. spesies yang secara langsung diperdagangkan atau bernilai komersial; atau

Cukup jelas.

159. c. spesies yang mendukung budidaya.

Cukup jelas.

160. Pasal 23

Ketentuan lebih lanjut mengenai

penetapan dan perubahan spesies

target sumber daya genetik diatur

dalam Peraturan Pemerintah.

Cukup jelas.

161. Paragraf 3

Ekosistem

52 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

162. Pasal 24

Penetapan status pelindungan

ekosistem dilakukan melalui

penetapan:

163. a. kawasan konservasi; dan Cukup jelas.

164. b. kawasan ekosistem esensial. Cukup jelas.

165. Pasal 25

(1) Penetapan kawasan konservasi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf a dilakukan melalui

pengukuhan:

166. a. Cagar Alam; Cagar alam dan Suaka margasatwa,

dalam beberapa perundangan lainnya

dikenal pula sebagai Kawasan Suaka

Alam (KSA).

167. b. Taman Nasional; Taman Nasional, Taman Wisata Alam,

dan Taman Hutan Raya, dalam

beberapa perundangan lainnya dikenal

pula sebagai Kawasan Pelestarian Alam

( KPA).

168. c. Taman Wisata Alam; Cukup jelas.

53 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

169. d. Suaka Margasatwa; Cukup jelas.

170. e. Taman Buru; dan/ atau Cukup jelas.

171. f. Taman Hutan Raya. Cukup jelas.

172. (2) Pengukuhan kawasan konservasi sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) dilakukan sesuai fungsi alamiah, tujuan, dan kriteria kawasan konservasi.

Cukup jelas.

173. (3) Pengukuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan

melalui proses:

174. a. penunjukan; Penunjukan kawasan konservasi

adalah kegiatan persiapan pengukuhan, antara lain berupa:

a. pembuatan peta penunjukan yang

bersifat arahan batas luar;

b. pemancangan batas sementara atau

koordinat geografis;

c. pengumunan tentang rencana batas

kawasan terutama di lokasi yang

berbatasan dengan tanah hak atau

lokasi yang rawan gangguan

keamanan;

d. konsultasi publik dimaksudkan

untuk mendapat pertimbangan dan

menampung aspirasi dari

masyarakat, lembaga swadaya

54 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

masyarakat,sektor swasta, atau

lembaga ilmiah, termasuk lembaga

perguruan tinggi.

175. b. penataan batas; Penataan batas dilakukan melalui:

a. pemasangan tanda batas dan

penetapan koordinat geografis ; atau

b. penetapan titik referensi berupa

koordinat geografis bagi kawasan

konservasi perairan.

c. Tanda batas dapat berupa patok

batas permanen atau jalur

tumbuhan/pepohonan sejenis.

176. c. pemetaan; dan Skala peta disesuaikan dengan peta

yang diterbitkan Badan Pemetaan

Nasional.

177. d. penetapan. Cukup jelas.

178. Pasal 26

Penetapan kawasan sebagaimana dimaksud Pasal 24 hurup b

dilaksanakan oleh Menteri.

179. Pasal 27

(1) Penetapan kawasan ekosistem esensial sebagaimana dimaksud

55 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

dalam Pasal 24 huruf b meliputi

penetapan:

180. a. daerah penyangga kawasan

konservasi;

Yang dimaksud dengan daerah

penyangga kawasan konservasi adalah

daerah di sekitar kawasan konservasi

yang dapat berupa ekosistem alami

atau buatan, tanah negara atau tanah

yang telah dibebani hak, kawasan

produksi, desa atau areal lainnya yang

pengelolaanya ditujukan untuk

meningkatkan dampak positif dari

masyarakat dan menurunkan dampak

negatif pada kawasan konservasi.

181. b. koridor ekologis atau ekosistem

penghubung;

Yang dimaksud dengan koridor

ekologis atau ekosistem penghubung

adalah areal atau jalur bervegetasi

yang cukup lebar baik alami maupun

buatan yang menghubungkan dua atau

lebih habitat atau kawasan konservasi

atau ruang terbuka dan sumberdaya

lainnya, yang memungkinkan

terjadinya pergerakan atau pertukaran

individu antar populasi satwa atau

pergerakan faktor-faktor biotik

sehingga mencegah terjadinya dampak

buruk pada habitat yang

terfragmentasi pada populasi karena

in-breeding dan mencegah penurunan

56 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

keanekaragaman genetik akibat erosi

genetik (genetic drift) yang sering terjadi

pada populasi yang terisolasi.

182. c. areal dengan nilai konservasi tinggi (NKT);

Yang dimaksud areal dengan nilai konservasi tinggi adalah areal atau bentang alam, pada tanah negara yang

telah dibebani izin atau pada tanah yang telah dibebani hak, berupa ekosistem yang memiliki satu atau

lebih atribut berikut:

a. areal yang secara signifikan

mengandung konsentrasi nilai-nilai

keanekaragaman hayati (seperti

endemisme, spesies langka,

pengungsian, atau persinggahan

spesies migran); dan/atau bentang

alam yang cukup luas yang

terdapat di dalam unit pengelolaan

atau mencakup unit pengelolaan,

dimana populasi yang viabel dari

mayoritas spesies yang tinggal

secara alami berada pada pola yang

alami dari distribusi dan

kelimpahannya;

b. kawasan bentang alam yang

penting bagi terselenggaranya

dinamika ekologis secara alami,

dimana populasi dari mayoritas

spesies yang tinggal secara alami,

berada pada pola alami pada

57 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

distribusi dan kelimpahannya;

c. areal yang berisi ekosistem langka,

terancam atau dalam bahaya

kepunahan;

d. areal yang dapat menyediakan jasa

ekosistem dasar terutama pada

saat terjadi situasi kritis (seperti

perlindungan tata air daerah aliran

sungai dan pengendalian erosi,

ekosistem kars, ekosistem gambut);

e. areal yang menjadi ketergantungan

dari masyarakat lokal untuk

memenuhi kebutuhan dasar

(seperti subsisten, kesehatan)

dan/atau penting bagi identitas

budaya tradisional dari masyarakat

lokal (kawasan yang bersama

masyarakat diidentifikasi signifikan

secara budaya, ekologi, ekonomi

atau religi masyarakat lokal).

183. d. areal konservasi kelola masyarakat (AKKM);

Yang dimaksud dengan Areal

Konservasi Kelola Masyarakat (AKKM)

adalah ekosistem penting baik di dalam

maupun di luar kawasan hutan,

perairan dan wilayah pesisir dan

pulau-pulau kecil yang diakui sebagai

areal konservasi yang dikelola oleh

masyarakat berdasarkan prinsip-

58 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

prinsip konservasi.

Karakteristik yang mengindikasikan

AKKM adalah:

a. hubungan yang kuat antara satu

atau lebih masyarakat adat atau

lokal dengan kawasan (teritori,

ekosistem, habitat atau

sumberdaya) dimana hubungan

tersebut harus menyatu di dalam

identitas masyarakat dan/atau

ketergantungan untuk

kehidupan atau kesejahteraan;

b. masyarakat hukum adat atau

lokal merupakan pemain utama

dalam pengambilan keputusan

dan implementasi pengelolaan

kawasan. Pihak lain dapat

berkolaborasi sebagai mitra,

terutama dalam hal kawasan

tersebut merupakan kawasan

negara, namun keputusan tetap

pada masyarakat adat atau lokal;

c. keputusan pengelolaan dan

upaya dari masyarakat

mengarah pada konservasi

keanekaragaman hayati dan

nilai-nilai budaya yang terkait,

walaupun disadari bahwa tujuan

pengelolaan bukan hanya

59 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

konservasi.

Pengakuan sebagaimana dimaksud di

atas diberikan oleh pemerintah atau

pemerintah daerah sesuai

kewenangannya, setelah diadakan

sosialisasi dengan masyarakat

sekitarnya.

184. e. taman keanekaragaman hayati; Taman Kehati merupakan wilayah

konsevasi sebaran vegetasi/tumbuhan

yang telah ada secara alami maupun

hasil budidaya, merupakan koleksi

tumbuhan yang memiliki nilai

ekonomi tinggi, khas karena ciri

geografisnya, seperti wilayah sebaran

kopi gayo di Gayo, sebaran umbi

Cilembu di desa Cilembu.

185. f. Kawasan lainnya. Seperti Kawasan Ekosistem Leuser

yang merupakan kawasan ekosistem

leuser di provinsi Nangro Aceh, yang

selama ini telah dikelola sebagai

Kawasan Ekosistem Leuser (KEL), tidak

termasuk didalamnya kawasan

konservasi ( Taman Nasional Leuser).

186. (2) Penetapan kawasan ekosistem

esensial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk

mengisi kesenjangan keterwakilan ekologis di dalam kawasan

Melalui analisis kesenjangan

keterwakilan ekologis dapat diketahui

ekosistem esensial yang tidak

termasuk dalam sistem kawasan

60 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

konservasi. konservasi. Apabila ekosistem esensial

penting tersebut tidak atau belum

dapat ditetapkan menjadi kawasan

konservasi baru atau perluasan

kawasan konservasi yang sudah ada

maka perlu diidentifikasi untuk

dikelola dalam sistem yang terpadu

dengan kawasan konservasi bagi

keberlanjutan keanekaragaman hayati

yang ada.

187. (3) Ekosistem esensial sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) secara ekologis atau secara fisik

berhubungan dengan kawasan konservasi.

Cukup jelas.

188. (4) Menteri, Gubernur atau

Bupati/Walikota menetapkan kawasan ekosistem esensial sesuai

dengan kewenangan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Cukup jelas.

189. (5) Penetapan suatu kawasan ekosistem esensial dilakukan

berdasarkan hasil kajian ilmiah, sosial, dan budaya serta mempertimbangkan usulan dari

masyarakat dan persetujuan pemilik atau pengelola.

Persetujuan pemilik atau pengelola

diperlukan apabila kawasan tersebut

merupakan lahan non-kawasan hutan

yang telah dibebani hak.

190. (6) Kajian dimaksud ayat (5) dapat dilakukan oleh lembaga swadaya

Cukup jelas.

61 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

masyarakat, perguruan tinggi,

Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah.

191. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan kawasan ekosistem esensial diatur dalam Peraturan

Pemerintah.

Cukup jelas.

192. Pasal 28

Dalam hal penetapan daerah

penyangga kawasan konservasi,

koridor ekologis atau penghubung,

areal dengan nilai konservasi tinggi

(NKT), dan taman keanekaragaman

hayati, pemegang hak atas tanah

negara atas areal yang ditetapkan

wajib mengelola kawasan dimaksud

sesuai kaidah konservasi dan/atau

mengembalikan sebagian atau seluruh

hak atas tanah negara yang

dipegangnya.

Cukup jelas.

193. Pasal 29

(1) Dalam hal penetapan areal

konservasi ekosistem esensial

berada di tanah milik perorangan,

Pemerintah Pusat atau Pemerintah

Kompensasi yang diberikan kepada

pemegang hak milik dapat berupa

penggantian lahan dalam bentuk tukar

menukar.

62 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

Daerah dapat memberi kompensasi

kepada pemegang hak atas tanah

atas areal yang ditetapkan.

194. (2) Dalam hal penetapan areal

konservasi kelola masyarakat, Pemerintah Pusat atau Pemerintah

Daerah memberikan pengakuan dan dapat melakukan pembinaan dalam bentuk penguatan kapasitas

serta bantuan dana pelestarian.

195. BAB III

PELESTARIAN KEANEKARAGAMAN

HAYATI

196. Bagian Kesatu

Umum

197. Pasal 30

Pelestarian keanekaragaman hayati

diselenggarakan dalam rangka

mencegah kerusakan atau kepunahan

serta menjamin kelestarian fungsi dan

manfaat keanekaragaman hayati bagi

generasi saat ini maupun generasi

yang akan datang.

Cukup jelas.

63 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

198. Pasal 31

Pelestarian keanekaragaman hayati

sebagaimana dimaksud dalam Pasal

30 dilaksanakan pada tingkat:

199. a. spesies; Cukup jelas.

200. b. sumber daya genetik; dan Cukup jelas.

201. c. ekosistem. Cukup jelas.

202. Pasal 32

(1) Pelestarian keanekaragaman hayati

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dilaksanakan untuk mempertahankan viabilitas kondisi

keanekaragaman hayati sesuai kondisi awal dan mencakup upaya pemulihan.

Cukup jelas.

203. (2) Penentuan viabilitas kondisi keanekaragaman hayati sesuai

kondisi awal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan

berdasarkan:

ii. iii. iv.

204. a. hasil inventarisasi keanekaragaman hayati;

Cukup jelas.

64 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

dan/atau

205. b. data dan informasi dari lembaga ilmiah atau dari lembaga lain

yang ditunjuk Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah.

Cukup jelas.

206. Pasal 33

(1) Pelestarian keanekaragaman hayati dilakukan terhadap

keanekaragaman hayati yang telah ditetapkan status perlindungannya.

Cukup jelas.

207. (2) Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah melakukan

pelestarian keanekaragaman hayati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan tugas dan

kewenangannya.

Cukup jelas.

208. (3) Dalam melakukan pelindungan

keanekaragaman hayati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah Pusat dan/atau

Pemerintah Daerah dapat melakukan kerja sama dengan

pihak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Cukup jelas.

209. Pasal 34

(1) Pemulihan keanekaragaman hayati sebagaimana dimaksud Pasal 32

Cukup jelas.

65 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

ayat (1) dilaksanakan untuk

mengembalikan kondisi keanekaragaman hayati yang mengalami degradasi ke kondisi

awal atau ke tingkat yang diinginkan.

210. (2) Penentuan suatu kondisi keanekaragaman hayati yang

terdegradasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan:

211. a. hasil evaluasi kondisi keanekaragaman hayati oleh

pemerintah; dan/atau

Cukup jelas.

212. b. data dan informasi dari lembaga

ilmiah dan/atau lembaga lain yang ditunjuk oleh Pemerintah Pusat.

Cukup jelas.

213. (3) Dalam melakukan pemulihan keanekaragaman hayati di kawasan

konservasi pada lahan negara, Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah dapat

melakukan kerja sama dengan pihak lain.

Cukup jelas.

214. (4) Kegiatan pemulihan keanekaragaman hayati di kawasan konservasi yang dibebani hak

merupakan tanggung jawab pemegang hak dengan pembinaan

dari Pemerintah Pusat dan/ atau

Cukup jelas.

66 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

Pemeritah Daerah .

215. Pasal 35

Ketentuan lebih lanjut mengenai

pelestarian keanekaragaman hayati

sebagaimana dimaksud dalam Pasal

30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, dan

Pasal 34 diatur dalam Peraturan

Pemerintah.

Cukup jelas.

216. Bagian Kedua

Pelestarian Spesies

217. Paragraf 1

Umum

218. Pasal 36

Pelestarian spesies sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 31 huruf a

dilakukan dalam rangka mencegah

kerusakan atau kepunahan spesies

serta menjamin kelestarian fungsi dan

manfaat spesies bagi generasi saat ini

maupun generasi yang akan datang.

Cukup jelas.

67 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

219. Pasal 37

(1) Pelestarian spesies dilakukan terhadap spesies tumbuhan liar

dan satwa liar melalui:

220. a. pelindungan spesies; Cukup jelas.

221. b. pemulihan spesies. Cukup jelas.

222. (2) Pelestarian spesies dilakukan oleh

Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan masyarakat sebagaimana diatur di dalam

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Cukup jelas.

223. Paragraf 2

Pelindungan Spesies

224. Pasal 38

(1) Pelindungan spesies sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf a dilakukan dalam rangka

menjaga viabilitas populasi spesies tumbuhan liar dan satwa liar.

Cukup jelas.

225. (2) Pelindungan spesies sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan status perlindungan

Cukup jelas.

68 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

spesies yang ditetapkan.

226. (3) Pelindungan spesies sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan:

227. a. di dalam habitat alamnya (in-situ); dan

Cukup jelas.

228. b. di luar habitat alamnya (ex-situ). Cukup jelas.

229. Pasal 39

Pelindungan spesies dilindungi di

dalam habitat alamnya (in-situ)

sebagaimana dimaksud dalam Pasal

38 ayat (3) huruf a dilakukan melalui:

230. a. pembinaan populasi dan habitat

untuk menjamin keseimbangan populasi spesies; dan/atau

Cukup jelas.

231. b. penyelamatan populasi atau sub-populasi suatu spesies yang

terisolasi atau tidak berkelanjutan.

Cukup jelas.

232. Pasal 40

(1) Pembinaan populasi dan habitat spesies dilindungi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1)

huruf a dilakukan melalui:

69 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

233. a. pengamanan populasi

tumbuhan dan satwa liar dan defragmentasi habitat satwa liar;

Cukup jelas.

234. b. penyelamatan dan/atau pemindahan ke lokasi habitat lain;

Cukup jelas.

235. c. pengamanan sumber benih; Cukup jelas.

236. d. penanaman pengkayaan spesies

tumbuhan; dan/atau

Cukup jelas.

237. e. pengendalian spesies asing yang

invasif.

Cukup jelas.

238. (2) Pengendalian spesies asing yang

invasif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dilakukan melalui:

239. a. pencegahan atau pengurangan introduksi;

Cukup jelas.

240. b. pencegahan perkembangbiakan spesies asing yang invasif;

Cukup jelas.

241. c. deteksi dini dan tindakan segera;

Cukup jelas.

242. d. pengendalian dan mitigasi dampak;

Cukup jelas.

243. e. pemusahan; dan/atau Cukup jelas.

244. f. pemulihan habitat yang terkena

dampak.

Cukup jelas.

70 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

245. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai

pembinaan populasi dan habitat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur dalam Peraturan

Pemerintah.

Cukup jelas.

246. Pasal 41

(1) Pembinaan populasi dan habitat spesies dilindungi sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 40 dilakukan:

247. a. di dalam kawasan konservasi; dan

Cukup jelas.

248. b. di luar kawasan konservasi Pembinaan populasi dan habitat

spesies dilindungi di luar kawasan

konservasi dimaksudkan untuk

menjaga populasi atau sub populasi

dari ancaman terhadap kepunahan

lokal.

249. (2) Pembinaan populasi dan habitat spesies di dalam kawasan konservasi sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf a diselenggarakan oleh pengelola

kawasan konservasi.

Cukup jelas.

250. (3) Pembinaan populasi dan habitat

spesies di luar kawasan konservasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diselenggarakan oleh

Cukup jelas.

71 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

Pemerintah Pusat, Pemerintah

Daerah, dan/atau masyarakat.

251. Pasal 42

(1) Dalam rangka menyeimbangkan daya dukung habitat terhadap

peningkatan populasi spesies di dalam kawasan konservasi dapat dilakukan perburuan terkendali.

Kegiatan pembinaan habitat dan

populasi melalui perburuan terkendali

dilakukan terhadap satwa yang jumlah

populasinya melebihi daya dukung

ekosistemnya. Kegiatan perburuan

dilakukan dengan memperhatikan

keadaan populasi dan/atau sub-

populasi di seluruh wilayah

penyebarannya. Kegiatan perburuan

terkendali dapat berupa olah raga

berburu.

252. (2) Perburuan terkendali sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dilakukan di dalam kawasan Cagar

Alam atau zona inti Taman Nasional.

Cukup jelas.

253. (3) Kegiatan perburuan terkendali sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dapat dilakukan terhadap

spesies dilindungi dan di habitatnya di luar kawasan konservasi.

Cukup jelas.

254. (4) Ketentuan mengenai perburuan terkendali sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dalam Peraturan

Cukup jelas.

72 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

Pemerintah.

255. Pasal 43

(1) Penyelamatan populasi atau sub-

populasi spesies dilindungi yang terisolasi atau tidak berkelanjutan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf b dilakukan dengan cara memindahkan populasi atau

sub-populasi spesies ke habitat lain.

Populasi yang tidak berkelanjutan

dalam jangka panjang adalah populasi

yang tidak viabel yang disebabkan

diantaranya oleh jumlah individu di

dalam populasi kecil, rasio jantan-

betina yang tidak sesuai, struktur

umur yang tidak memadai, atau

kondisi habitat yang rusak dan sulit

diperbaiki.

256. (2) Untuk mengurangi dampak atau

ancaman bagi populasi satwa dilindungi yang terisolasi di luar kawasan konservasi dan berada di

tanah hak, pemegang hak atas tanah wajib:

257. a. menjaga habitat; dan Cukup jelas.

258. b. menyelamatkan populasi atau sub-populasi spesies satwa yang

terisolasi atau populasinya tidak dapat berkembang dalam jangka panjang.

Penyelamatan populasi atau sub

populasi spesies satwa yang terisolasi

atau populasinya tidak dapat

berkembang dalam jangka panjang

dilakukan melalui kerjasama dan

dikoordinasikan oleh unit kerja yang

menyelenggarakan urusan

pemerintahan dibidang konservasi

keanekaragaman hayati.

73 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

259.

Pasal 44

(1) Pelindungan spesies dilindungi secara ex-situ sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3) huruf b, dilakukan melalui :

260. a. pengembangbiakan satwa liar di dalam lingkungan yang

terkontrol untuk dilepasliarkan kembali ke habitat alamnya;

Pengembangbiakan satwa liar di dalam

lingkungan rehabilitasi yang terkontrol

(penangkaran)ditujukan untuk

dilepasliarkan kembali untuk

memulihkan kondisi populasi agar

terhindar dari kepunahan.

261. b. pengembangbiakan satwa liar di dalam lingkungan yang

terkontrol untuk tujuan komersial;

Dalam rangka mengurangi tekanan

terhadap populasi tertentu di habitat

alam maka pengembangan satwa liar

dapat dilakukan untuk tujuan

komersial.

Yang dimaksud dengan lingkungan

terkontrol merupakan lingkungan yang

dimanipulasi untuk tujuan

memproduksi specimen satwa liar

tertentu dengan membuat batas-batas

yang jelas untuk menjaga keluar

masuknya satwa liar, telur atau gamet,

serta dicirikan antara lain rumah

buatan.

74 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

262. c. rehabilitasi satwa liar; Rehabilitasi dimaksudkan untuk

mengkondisikan dan mengadaptasikan

tingkah laku satwa liar yang berada

diluar habitatnya dengan habitat

alaminya sebelum dilepasliarkan

kembali ke habitat alamnya dan

sebagian dapat dikembalikan lagi

untuk meningkatkan populasi.

263. d. perbanyakan tumbuhan secara

buatan untuk dikembalikan lagi ke habitat alam atau untuk

tujuan komersial; dan/atau

Yang dimaksud dengan perbanyakan

tumbuhan secara buatan (artificial

propagation) merupakan kegiatan

memperbanyak dan menumbuhkan

tumbuhan di dalam kondisi yang

terkontrol, dari material untuk

memperbanyak tumbuhan seperti

benih (biji), potongan bagian

tumbuhan, pencaran rumpun, spora

dan jaringan.

Kondisi terkontrol untuk perbanyakan

tumbuhan secara buatan adalah

kondisi di luar lingkungan alaminya

yang secara intensif dimanipulasi oleh

campur tangan manusia dengan

tujuan untuk menghasilkan tumbuhan

yang terpilih.

264. e. penyelamatan satwa ex-situ di

pusat penyelamatan satwa.

Pusat penyelamatan satwa ex-situ

merupakan tempat sementara untuk

menampung dan/atau mengkondisikan

75 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

satwa hasil sitaan atau hasil dari

upaya penegakan hukum lainnya

sebelum dikirim ke tujuan akhirnya/

dilepasliarkan kembali ke habitat alam,

atau dikirim ke taman satwa atau

kebun binatang, dijadikan induk

pengembangbiakan, atau

dimusnahkan.

265. (2) Pengembangbiakan satwa liar

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan oleh lembaga

yang ditunjuk oleh Pemerintah Pusat.

Cukup jelas.

266. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai

pelindungan spesies dilindungi dalam kondisi ex-situ sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Cukup jelas.

267. Pasal 45

(1) Pelindungan spesies dikendalikan dalam kondisi in-situ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3)

huruf a dilakukan dengan:

268. a. pengaturan dan pengendalian

pemanenan langsung dari habitat alamnya;

Pengaturan pemanenan dimulai dari

penetapan kuota pengambilan atau

penangkapan, pengenaan perizinan

76 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

dan pengawasan terhadap

pengambilan atau penangkapan,

penetapan lokasi-lokasi yang

dibolehkan untuk dilakukan

pengambilan atau penangkapan, serta

penetapan batasan-batasan seperti

kelas ukuran, umur dan spesies

kelamin yang boleh diambil atau

ditangkap dari habitat alam.

269. b. pembinaan habitat; dan/atau Cukup jelas.

270. c. pembinaan populasi. Cukup jelas.

271. (2) Untuk melaksanakan prinsip

sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Pusat menyusun rencana pengelolaan spesies

dikendalikan yang diperdagangkan.

Cukup jelas.

272. Pasal 46

Pembinaan habitat dan/atau

pembinaan populasi spesies

dikendalikan sebagaimana dimaksud

pada Pasal 45 ayat (1) huruf b dan

huruf c, dilakukan terhadap spesies

yang mengalami tekanan

pemanfaatan, termasuk perdagangan.

Pembinaan habitat dan pembinaan

populasi termasuk juga diantaranya

pembinaan habitat di pulau kosong

untuk menampung populasi satwa

yang dikelola.

77 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

273. (1) Pembinaan habitat dan/atau

pembinaan populasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan di luar kawasan

konservasi.

Cukup jelas.

274. Pasal 47

(1) Pelindungan spesies dikendalikan secara ex-situ sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3) huruf b dilakukan dengan:

275. a. pembesaran spesimen hidup spesies satwa liar tertentu dari habitat alam di dalam

lingkungan terkontrol;

Cukup jelas.

276. b. pengembangbiakan satwa liar di

dalam lingkungan yang terkontrol atau perbanyakan

tumbuhan secara buatan dalam kondisi yang terkontrol; dan/ atau

Pengembangbiakan satwa liar bagi

spesies dikendalikan dimaksudkan

sebagai penyedia stok untuk

kepentingan komersial.

277. c. penyelamatan satwa di pusat-pusat penyelamatan satwa ex-situ.

Cukup jelas.

278. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai

pelindungan spesies dikendalikan dalam kondisi ex-situ sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Cukup jelas.

78 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

279. Pasal 48

Pelindungan spesies dipantau dalam

kondisi in-situ sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 38 ayat (3) huruf a

dilakukan dengan pemantauan

pemanfaatan yang berkelanjutan.

Cukup jelas.

280. (1) Pelaksanaan pemantauan

pemanfaatan yang berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dilakukan melalui penerapan prinsip-prinsip ilmiah dan pemanenan yang tidak merusak

populasi spesies di habitat alam.

Pemantauan pemanfaatan terhadap

spesies tumbuhan dan satwa liar

spesies dipantau dilakukan melalui :

a. pengaturan terhadap cara-cara

mengambil atau menangkap agar

tidak terjadi kerusakan pada

populasi dan/atau habitat

b. penerapan prinsip ilmiah dan

pemanenan yang tidak merusak

populasi dihabitat alam;

c. pencatatan pemanenan dan

pemanfaatan, seperti perdagangan

baik dalam negeri maupun ekspor.

281. Pasal 49

Pelindungan spesies dipantau dalam

kondisi ex-situ sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 38 ayat (3) huruf b

Cukup jelas.

79 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

dilakukan sama dengan pelindungan

spesies dikendalikan dalam kondisi ex-

situ sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 47.

282. (1) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelindungan spesies dipantau

dalam kondisi ex-situ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur

dalam Peraturan Pemerintah.

Cukup jelas.

283. Pasal 50

(1) Setiap orang yang bertanggung jawab di dalam pengelolaan pelindungan spesies dalam kondisi

in-situ dan/atau ex-situ wajib melakukan medik konservasi untuk

mencegah dan mengendalikan wabah penyakit zoonosis dan/atau penyakit baru yang diduga

disebabkan oleh satwa liar di habitat alam.

Medis Konservasi merupakan

penerapan medik veteriner dalam

penyelenggaraan kesehatan hewan di

bidang konservasi spesies satwa liar.

Penyakit zoonosis adalah penyakit yang

infeksinya bersumber dari satwa dan

dapat ditularkan kepada manusia dan

sebaliknya yang nantinya akan

berkembang menjadi wabah. Penyakit

baru merupakan new emerging

diseases.

284. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai

medik konservasi diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Cukup jelas.

285. Pasal 51

(1) Setiap orang yang melaksanakan

Penerapan prinsip kesejahteraan satwa

dilaksanakan untuk mewujudkan

80 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

pengelolaan pelindungan satwa liar

dalam kondisi ex-situ wajib menerapkan prinsip kesejahteraan

satwa.

kebebasan satwa antara lain:

a. bebas dari rasa lapar dan haus;

b. bebas dari rasa sakit, cidera, dan

penyakit;

c. bebas dari ketidaknyamanan

(temperatur dan fisik),

penganiayaan, dan penyalahgunaan;

d. bebas dari rasa takut dan tertekan;

dan

e. bebas mengekspresikan perilaku

alaminya.

286. (2) Ketentuan mengenai kesejahteraan satwa sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Cukup jelas.

287.

288. Paragraf 3

Pemulihan Spesies

289. Pasal 52

(1) Pemulihan spesies sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) bertujuan untuk mengembalikan

viabilitas populasi spesies yang langka atau terancam punah atau kritis di habitat alamnya.

Spesies yang langka atau terancam

punah atau kritis umumnya

merupakan spesies dilindungi.

81 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

290. (2) Pemulihan spesies sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:

291. a. reintroduksi atau pengkayaan populasi spesies; dan

Cukup jelas.

292. b. pemulihan (restorasi) dan pembinaan habitat.

Cukup jelas.

293. (3) Reintroduksi atau pengkayaan

populasi spesies satwa dalam kondisi in-situ sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan melalui pelepasliaran spesies satwa ex-situ hasil

rehabilitasi, pengembangbiakan, atau pengamanan.

Cukup jelas.

294. (4) Pemulihan (restorasi) dan pembinaan habitat sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan untuk mengembalikan fungsi habitat alam sehingga

memadai untuk mendukung tambahan populasi spesies.

Cukup jelas.

295. (5) Reintroduksi atau pengkayaan populasi spesies dapat dilakukan

setelah kondisi habitat atau ekosistem yang direstorasi sebagaimana dimaksud pada ayat

(3) dinilai mampu mendukung populasi hasil reintroduksi beserta kemungkinan perkembangan

Cukup jelas.

82 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

populasinya.

296. (6) Dalam melakukan kegiatan reintroduksi dan/ atau pemulihan

(restorasi) sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5), Pemerintah Pusat dan

Pemerintah Daerah dapat melakukan kerja sama dengan

lembaga swadaya masyarakat atau swasta.

Cukup jelas.

297. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai

tata cara restorasi dan kerja sama pemulihan (restorasi) ekosistem

diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Cukup jelas.

298. Bagian Ketiga

Pelestarian Sumber Daya Genetik

299.

300. Paragraf 1

Umum

301. Pasal 53

(1) Pelestarian sumber daya genetik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf b bertujuan untuk

mempertahankan keberadaan dan

Pelestarian sumber daya genetik

dilakukan terhadap sumber daya

genetik dan jasad renik.

83 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

keanekaragaman genetik untuk

mendukung pelestarian spesies dan ekosistem.

302. (2) Dalam rangka menyelenggarakan pelestarian sumber daya genetik, Pemerintah Pusat menetapkan

kebijakan nasional tentang pelestarian sumber daya genetik.

Cukup jelas.

303. Pasal 54

Pelestarian sumber daya genetik

dilakukan melalui:

304. a. pelindungan sumber daya genetik

spesies target;

Cukup jelas.

305. b. pemulihan keanekaragaman

sumber daya genetik spesies target.

Cukup jelas.

306. Pasal 55

(1) Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah wajib

melestarikan sumber daya genetik yang khas di daerahnya, langka, atau memiliki nilai secara nyata

maupun potensial.

Cukup jelas.

307. (2) Menteri menetapkan pedoman,

norma dan kriteria pelestarian sumber daya genetik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 dan

Cukup jelas.

84 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

Pasal 54.

308. Paragraf 2

Pelindungan Sumber Daya Genetik

bagi Spesies Target

309. Pasal 56

(1) Pelindungan sumber daya genetik bagi spesies target sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 huruf a

dilakukan melalui:

310. a. inventarisasi spesies target

untuk pengembangan basis data sumber daya genetik spesies

target;

Cukup jelas.

311. b. pelindungan sumber daya genetik spesies target dalam

kondisi in-situ; dan

Pelindungan sumber daya genetik

spesies target in-situ ditujukan untuk

melindungi keanekaragaman sumber

daya genetik dan keaslian spesies di

dalam habitat aslinya.

312. c. pelindungan sumber daya

genetik spesies target dalam kondisi ex-situ.

Pelindungan sumber daya genetik

spesies target ex-situ dilakukan untuk

melindungi keanekaragaman sumber

daya genetik namun di luar habitat

aslinya.

313. (2) Dalam rangka pelindungan sumber

daya genetik spesies target, Menteri

Cukup jelas.

85 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

menyusun dan melaksanakan

strategi konservasi genetik bagi spesies target berdasarkan hasil inventarisasi spesies target

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a.

314. (3) Ketentuan mengenai pelindungan sumber daya genetik bagi spesies

target sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Peraturan pemerintah mengenai

pelindungan sumber daya genetik bagi

spesies target setidaknya memuat:

a. penyelenggaraan inventarisasi

spesies target;

b. strategi konservasi genetik

c. pengembangan basis data hasil

inventarisasi dan riset serta

penanggung jawab basis data dan

riset.

315. Pasal 57

Pelindungan sumber daya genetik

spesies target dalam kondisi in-situ

sebagaimana dimaksud dalam Pasal

56 ayat (1) huruf b dilakukan

terhadap:

316. a. spesies dilindungi; dan Cukup jelas.

317. b. spesies yang diperdagangkan atau bernilai komersial serta spesies

Cukup jelas.

86 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

yang mendukung budidaya.

318. Pasal 58

Pelindungan sumber daya genetik

spesies target dalam kondisi in-situ

terhadap spesies dilindungi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal

57 huruf a dilakukan dengan:

319. a. menjaga populasi di dalam maupun di luar kawasan konservasi;

Menjaga populasi di dalam maupun di

luar kawasan konservasi termasuk

juga menyelamatkan spesimen

tumbuhan yang berfungsi sebagai

induk, termasuk pohon-pohon induk

untuk pengembangbiakan tumbuhan

baik secara alami maupun buatan

termasuk pengembangan kebun

benih/bibit di lokasi habitat di luar

kawasan konservasi yang diketahui

merupakan habitat asli spesies

tumbuhan target.

320. b. menyelamatkan populasi terisolasi dan memindahkan ke lokasi yang memungkinkan terjadinya transfer

materi genetik; dan/atau

Cukup jelas.

321. c. memelihara habitat,

mempertahankan dan mengupayakan ketersambungan antar-habitat untuk menjamin

Mengupayakan ketersambungan antar-

habitat dapat dilakukan diantaranya

melalui penetapan koridor habitat, baik

87 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

adanya transfer materi genetik

antar-wilayah habitat.

alami maupun buatan.

322. Pasal 59

Pelindungan sumber daya genetik

spesies target dalam kondisi in situ

terhadap spesies yang diperdagangkan

atau bernilai komersial serta spesies

yang mendukung budidaya

sebagaimana dimaksud dalam Pasal

57 huruf b dilakukan dengan:

323. a. menjaga dan mengendalikan populasi di dalam maupun di luar

kawasan konservasi di dalam wilayah penyebarannya;

Menjaga populasi di dalam maupun di

luar kawasan konservasi termasuk

juga menyelamatkan spesimen

tumbuhan yang berfungsi sebagai

induk, termasuk pohon-pohon induk

untuk pengembangbiakan tumbuhan

baik secara alami maupun buatan.

324. b. mengembangkan kebun benih atau bibit di lokasi habitat yang diketahui merupakan habitat asli

spesies tumbuhan target;

Cukup jelas.

325. c. memulihkan atau restorasi populasi yang terdegradasi dengan

spesimen asli setempat; dan/atau

Cukup jelas.

326. d. memelihara habitat,

mempertahankan dan

Cukup jelas.

88 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

mengupayakan ketersambungan

antar habitat untuk menjamin adanya transfer materi genetik antar wilayah habitat.

327. Pasal 60

Pelindungan sumber daya genetik

dalam kondisi ex-situ sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1)

huruf c dilakukan dengan:

328. a. memelihara dan mengembangbiakkan satwa atau

perbanyakan tumbuhan secara buatan di lembaga konservasi ex- situ atau di tempat lain di luar habitat aslinya bagi spesimen

hidup;

Pemeliharaan spesimen hidup satwa

terancam punah di dalam lembaga

konservasi ex-situ seperti kebun

binatang atau taman satwa lainnya

kebun botani, kebun raya, atau taman

lainnya.

329. b. mengembangbiakan satwa di dalam

lingkungan terkontrol di luar habitatnya atau perbanyakan tumbuhan secara buatan di dalam

kondisi terkontrol di luar habitatnya;

Mencegah terjadinya perkawinan

kerabat (in-breeding) dalam rangka

mempertahankan kebugaran genetik

populasi di luar habitatnya.

330. c. perbanyakan tumbuhan secara buatan di dalam kondisi terkontrol di luar habitatnya atau di habitat

alami lekat lahan; dan

Cukup jelas.

331. d. mengawetkan spesimen atau materi

genetik seperti semen beku, biji,

Cukup jelas.

89 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

atau materi genetik lainnya di

dalam alat penyimpan yang dirancang khusus untuk itu.

332. Paragraf 3

Pemulihan Keanekaragaman Sumber

Daya Genetik

333. Pasal 61

Pemulihan keanekaragaman sumber

daya genetik sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 54 huruf b ditujukan bagi

spesies target yang mengalami

penurunan keanekaragaman sumber

daya genetik.

Spesies-spesies target yang mengalami

penurunan keanekaragaman genetik

adalah spesies target yang mengalami

kepunahan lokal atau kepunahan

spesies di habitat alam yang

mengalami erosi keragaman

genetiknya.

334. (1) Pemulihan keanekaragaman sumber daya genetik sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:

335. a. relokasi atau translokasi spesies;

Cukup jelas.

336. b. penanaman dan/atau pengkayaan tumbuhan;

Cukup jelas.

337. c. pelepasliaran satwa hasil

pengembangbiakan, hasil penyelamatan dalam kondisi ex-

Cukup jelas.

90 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

situ, dan/atau hasil rehabilitasi;

338. d. pengendalian untuk mempertahankan kemurnian

spesies;

Cukup jelas.

339. e. pertukaran spesies antar

lembaga konservasi ex-situ zoologi atau botani; dan/atau

Lembaga konservasi ex-situ zoologi

atau botani, meliputi antara lain:

kebun binatang, taman satwa atau

kebun raya.

340. f. pemuliaan tumbuhan, uji

provenan, peningkatan kualitas genetik melalui penyerbukan

buatan.

Kegiatan pemuliaan tumbuhan

dimaksudkan untuk mengembalikan

kualitas genetik ke kondisi asli.

341. (2) Dalam rangka pemulihan sumber

daya genetik, Pemerintah Pusat dapat mengambil spesies tertentu untuk indukan dari pemilik koleksi

atau pengampu sumber daya genetik.

Yang dimaksud spesies tertentu adalah

spesies yang secara populasi di alam

hampir punah namun dimiliki oleh

orang atau badan usaha.

342. (3) Ketentuan mengenai pemulihan keanekaragaman sumber daya genetik bagi spesies target

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan

Pemerintah.

Cukup jelas.

343. Bagian Keempat

Pelestarian Ekosistem

344.

91 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

345. Paragraf 1

Umum

346. Pasal 62

Pelestarian ekosistem diselenggarakan

dalam rangka menjaga keutuhan dan

keterwakilan, serta memelihara

keseimbangan, ketersambungan, dan

kemantapan ekosistem di dalam suatu

jejaring ekologi.

Cukup jelas.

347. Pasal 63

(1) Pelestarian ekosistem sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62, meliputi:

348. a. Pelestarian kawasan konservasi dan/aatik ekosistem esesnsial ekosistem; dan

Cukup jelas.

349. b. pemulihan ekosistem. Cukup jelas.

350. (2) Pelestarian ekosistem pada

kawasan konservasi dilakukan oleh Pemerintah Pusat.

Cukup jelas.

351. (3) Pelestarian ekosistem pada kawasan ekosistem esensial dapat dilakukan oleh Pemerintah Pusat,

Pemerintah Daerah, dan/atau pemegang hak atau izin.

Cukup jelas.

92 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

352. (4) Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah sesuai kewenangannya membentuk unit pengelola pelestarian ekosistem sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3).

Yang dimaksud dengan unit pengelola

dapat berbentuk kesatuan pengelolaan

hutan atau unit pelaksana teknis pusat

atau daerah.

353. (5) Pengelolaan kawasan konservasi oleh unit pengelola dilakukan

dengan sistem zonasi sesuai dengan tujuan atau keperluannya.

Zonasi terdiri dari zona inti, zona

pemanfaatan, zona rimba/zona

pelindungan, zona tradisional, zona

religi, budaya, dan sejarah, zona

khusus.

Zona khusus adalah zona yang

ditetapkan untuk kepentingan aktivitas

kelompok masyarakat yang tinggal di

dalam dan/atau sekitar wilayah

tersebut sebelum ditunjuk atau

ditetapkan sebagai taman nasional dan

sarana penunjang kehidupannya, serta

kepentingan yang strategis yang tidak

dapat dielakkan.

354. Paragraf 2

Pelindungan Ekosistem

355. Pasal 64

Pelelestarian Cagar Alam dilakukan

93 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

dengan memperhatikan:

356. a. pelindungan ekosistem asli dan

integritas lingkungan dalam jangka panjang, spesies dan/atau fitur

keanekaragaman geologis yang unggul secara nasional;

Cukup jelas.

357. b. pengamanan contoh lingkungan alami; dan/atau

Cukup jelas.

358. c. pelindungan nilai-nilai kultural dan

spiritual terkait dengan alam.

Cukup jelas.

359. Pasal 65

Pelindungan Taman Nasional

dilakukan dengan memperhatikan:

360. a. pelindungan keanekaragaman hayati bersama dengan struktur

ekologis yang mendasari serta proses-proses lingkungan yang

mendukung serta pengembangan pendidikan dan rekreasi;

Cukup jelas.

361. b. pengabadian contoh keterwakilan wilayah fisiografis, komunitas biota, sumber daya genetik dan proses-

proses alam yang tak terganggu;

Cukup jelas.

362. c. penjagaan populasi dan kelompok

spesies asli yang viabel dan secara ekologis fungsional pada kerapatan yang mencukupi untuk melindungi

Cukup jelas.

94 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

integritas dan daya tahan

ekosistem dalam jangka panjang;

363. d. konservasi spesies yang

mempunyai pergerakan luas, proses ekologis regional dan rute migrasi;

Cukup jelas.

364. e. pengembangan pemanfaatan untuk kepentingan religi, pendidikan,

budaya, sejarah dan rekreasi sepanjang tidak merusak sumber daya alam secara biologis atau

ekologis;

Cukup jelas.

365. f. kebutuhan masyarakat hukum

adat atau lokal, termasuk pemanfaatan subsisten

sumberdaya alam sepanjang tidak berdampak buruk pada tujuan utama pengelolaan; dan/atau

Cukup jelas.

366. g. pemberian sumbangan pada ekonomi lokal melalui pemungutan

hasil hutan non kayu atau pemanfaatan jasa lingkungan.

Yang dimaksud hasil hutan non kayu

madu, getah, buah di zona khusus

atau zona pemanfaatan tradisional

367. Pasal 66

Pelindungan Taman Wisata alam

dilakukan dengan memperhatikan:

368. a. pelindungan situs alami yang khas

dengan nilai-nilai religi atau budaya dan yang mempunyai nilai

Cukup jelas.

95 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

konservasi keanekaragaman hayati;

369. b. pengabadian contoh keterwakilan wilayah fisiografis, komunitas biota,

sumber daya genetik dan proses alam yang tak terganggu;

Cukup jelas.

370. c. pelindungan fitur alam beserta keanekaragaman hayati dan habitat yang menyertainya untuk

tujuan ekowisata; dan/atau

Cukup jelas.

371. d. pelindungan nilai religi atau

budaya tradisional.

Cukup jelas.

372. Pasal 67

Pelestarian Suaka Margasatwa

dilakukan dengan memperhatikan:

373. a. pemeliharaan, pelindungan, dan pemulihan populasi spesies

tumbuhan liar dan satwa liar atau spesies kharismatik beserta habitatnya;

Cukup jelas.

374. b. pelindungan pola vegetasi atau fitur biologis lainnya melalui pendekatan

pengelolaan;

Cukup jelas.

375. c. pelindungan potongan (fragmen)

habitat yang merupakan komponen dari strategi konservasi suatu

bentang alam darat dan/atau perairan;

Cukup jelas.

96 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

376. d. pengembangan pendidikan dan

apresiasi publik mengenai kepedulian terhadap spesies dan habitat; dan/ atau

Cukup jelas.

377. e. keberadaan penduduk yang tinggal berdampingan atau bersentuhan

dengan kawasan yang ditetapkan.

Cukup jelas.

378. Pasal 68

Pelestarian Taman Buru dilakukan

dengan memperhatikan:

379. a. pemeliharaan, pelindungan, dan peningkatan populasi spesies dan

habitat;

Cukup jelas.

380. b. pelindungan pola-pola vegetasi atau

fitur biologis lainnya melalui pendekatan-pendekatan pengelolaan;

Cukup jelas.

381. c. pelindungan potongan (fragmen) habitat yang merupakan komponen

dari strategi konservasi suatu bentang alam di daratan dan

perairan; dan/ atau

Cukup jelas.

382. d. pengembangan pendidikan dan

apresiasi publik mengenai kepedulian spesies dan habitat.

Cukup jelas.

97 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

383. Pasal 69

Pelestarian Taman Hutan Raya

dilakukan dengan memperhatikan:

384. a. pelindungan dan penjagaan bentang alam hutan termasuk

pesisir yang dapat dipadukan dengan pelestarian nilai-nilai lain

yang tercipta dari interaksi dengan manusia melalui praktek-praktek pengelolaan tradisional bersama

dengan kegiatan konservasi keanekaragaman hayati;

Cukup jelas.

385. b. pemeliharaan keseimbangan interaksi antara alam dengan budaya melalui pelindungan

bentang alam darat/laut serta pendekatan tradisional pengelolaan

kawasan, masyarakat, budaya dan nilai-nilai spiritual yang menyertainya;

Cukup jelas.

386. c. penyelenggaraan konservasi dalam skala luas dengan cara menjaga

spesies yang berasosiasi dengan wilayah budaya dan/atau melalui penyediaan kesempatan konservasi

pada bentang alam yang secara intensif dimanfaatkan;

Cukup jelas.

387. d. ketersediaan kesempatan bagi kesenangan, kesejahteraan, dan

Cukup jelas.

98 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

kegiatan sosial ekonomi melalui

rekreasi dan turisme; dan/atau

388. e. ketersediaan kerangka kerja untuk

mendukung peran serta masyarakat dalam pengelolaan bentang alam dan kekayaan alam

serta budaya yang ada;

Cukup jelas.

389. Pasal 70

Pelestarian daerah penyangga

kawasan konservasi dilakukan dengan

memperhatikan keberadaan dan

peranan masyarakat di sekitar

kawasan konservasi untuk

berpartisipasi dalam pelestarian

keanekaragaman hayati.

Cukup jelas.

390. Pasal 71

Pelestarian koridor ekologis atau

ekosistem penghubung dilakukan

dengan memperhatikan terjaminnya

pergerakan atau pertukaran individu

antar populasi satwa atau pergerakan

faktor-faktor biotik untuk mencegah

terjadinya dampak buruk pada habitat

yang terfragmentasi pada populasi

Cukup jelas.

99 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

karena in-breeding dan penurunan

keanekaragaman genetik akibat erosi

genetik yang sering terjadi pada

populasi yang terisolasi.

391. Pasal 72

Pelestarian areal dengan nilai

konservasi tinggi dilakukan dengan

memperhatikan:

392. a. kelestarian nilai-nilai

keanekaragaman hayati;

Yang dimaksud memperhatikan

kelestarian nilai-nilai keanekaragaman

hayati adalah memperhatikan unsur

atau faktor seperti endemisme, spesies

langka, pengungsian, atau

persinggahan spesies migran.

393. b. keberadaan bentang alam yang

cukup luas yang didalamnya terdapat populasi yang viabel dari mayoritas spesies yang tinggal

secara alami pada pola alami dari distribusi dan kelimpahan spesies

tersebut;

Cukup jelas.

394. c. pelindungan spesies yang masuk

dalam status pelindungan spesies;

Cukup jelas.

395. d. pelestarian keberadaan areal yang menjadi ketergantungan dari

masyarakat lokal untuk memenuhi kebutuhan dasar dan/atau yang

Yang dimaksud kebutuhan dasar

seperti subsisten atau kesehatan.

Yang dimaksud areal yang penting bagi

100 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

penting bagi identitas budaya

tradisional masyarakat lokal.

identitas tradisional masyarakat lokal

adalah kawasan yang diidentifikasi

penting secara budaya, ekologi,

ekonomi atau religi masyarakat lokal.

396. Pasal 73

Pelestarian areal konservasi kelola

masyarakat dilakukan dengan

memperhatikan kelestarian

keanekaragaman hayati yang memiliki

hubungan saling ketergantungan dan

menyatu di dalam identitas

masyarakat untuk kehidupan atau

kesejahteraan.

Cukup jelas.

397. Pasal 74

Yang dimaksud hasil hutan non kayu

meliputi madu, getah, buah di zona khusus atau zona pemanfaatan

tradisional.

398. Pasal 75

Pelestarian taman keanekaragaman

hayati dilakukan dengan

memperhatikan penyelamatan

tumbuhan lokal, menjadi sumber

bibit, pemuliaan tanaman, dan sarana

Cukup jelas.

101 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

pengembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi, pendidikan dan

penyuluhan, serta menjadi lokasi

wisata alam dan sebagai ruang

terbuka hijau.

399. Paragraf 3

Pemulihan Ekosistem

400. Pasal 76

Pemulihan ekosistem sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1)

huruf b dilakukan dalam rangka

mengembalikan unsur-unsur dan

proses ekologis pada kawasan.

Pada Ekosistem yang telah

terdegradasi dapat dilaksanakan

kegiatan rehabilitasi dan pemulihan.

Rehabilitasi dilaksanakan sebatas

untuk menambah populasi pada

bagian ekosystem yang terganggu

dengan jenis asli atau yang tumbuh

secara alami di kawasan tersebut.

Pemulihan ekosistem dapat disebut

juga dengan restorasi ekosistem.

Pemulihan ekosistem merupakan

proses memperbaiki ekosistem yang

terdegradasi, rusak, hancur atau telah

ditransformasi dengan membantu

mengembalikan integritas ekologis ke

tingkat yang mendekati asalnya.

102 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

401. (1) Pemulihan ekosistem sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada ekosistem yang telah mengalami degradasi, rusak,

hancur, atau ditransformasi;

Yang dimaksud dengan:

a. ekosistem yang mengalami

degradasi adalah ekosistem yang

menurun integritas ekologisnya;

b. ekosistem rusak adalah hilangnya

sebagian besar kehidupan

makroskopik beserta

kesalingtergantungannya;

c. ekosistem hancur adalah hilangnya

seluruh kehidupan makroskopik

dan mikroskopik beserta

kesalingtergantungannya termasuk

telah terjadi deforestasi atau lahan

gundul;

d. ekosistem yang telah

ditransformasi adalah ekosistem

yang telah dikonversi menjadi

ekosistem buatan.

402. (2) Pemulihan ekosistem sebagaimana dimaksud pada (1) dan ayat (2) dapat dilakukan di seluruh kategori

kawasan, baik pada kawasan yang dibebani hak maupun pada tanah

negara.

Cukup jelas.

403. Pasal 77

(1) Kegiatan pemulihan ekosistem sebagaimana dimaksud dalam

Cukup jelas.

103 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

Pasal 76 dilakukan bersamaan atau

didahului dengan menghilangkan faktor penyebab kerusakan, degradasi atau transformasi.

404. (2) Pemulihan ekosistem sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

dengan cara:

405. a. sepenuhnya suksesi alam; Yang dimaksud dengan pemulihan

ekosistem dengan cara yang

sepenuhnya suksesi alam (fully natural

succession) adalah kegiatan pemulihan

ekosistem tanpa campur tangan

manusia dimana ekosistem

dikembalikan ke tingkat aslinya

dengan sepenuhnya diserahkan pada

mekanisme alam. Unsur pengelolaan

hanya membantu dengan pengamanan

kawasan dan menghilangkan faktor

penyebab kerusakan.

406. b. suksesi alam yang dibantu manusia;dan/atau

Yang dimaksud dengan pemulihan

ekosistem dengan cara suksesi alam

yang dibantu manusia (assisted natural

succession) adalah pemulihan dengan

suksesi alam dimana hanya sedikit

campur tangan manusia, seperti

melalui pengkayaan tumbuhan dan

satwa asli, bantuan penyerbukan,

bantuan irigasi dan bantuan minor

104 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

lainnya.

407. c. pengembalian unsur-unsur dan

proses ekologis suatu ekosistem sepenuhnya dengan bantuan

manusia.

Kegiatan pemulihan ekosistem dengan

pengembalian unsur-unsur dan proses

ekologis suatu ekosistem sepenuhnya

dengan bantuan manusia (fully

artificial succession). Namun tetap

dijaga keaslian ekosistem dan jenisnya.

408. Pasal 78

(1) Pemulihan ekosistem di dalam

kawasan konservasi dilakukan untuk seluruh kategori kawasan konservasi sesuai dengan derajat

kerusakannya.

Cukup jelas.

409. (2) Kawasan Cagar Alam atau zona inti

Taman Nasional hanya dapat dilakukan pemulihan dengan cara

sepenuhnya suksesi alami atau suksesi alami yang dibantu manusia sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 77 ayat (2) huruf a atau huruf b.

Sesuai dengan tujuan penetapan dan

tujuan pengelolaan kawasan

konservasi kategori Cagar Alam atau

zona inti taman nasional dikelola

dalam kondisi asli bagi kepentingan

riset dan ilmu pengetahuan. Oleh

sebab itu maka pemulihan ekosistem

cagar alam atau zona inti taman

nasional yang telah rusak, hancur atau

ditransformasi harus dilakukan dengan

suksesi secara alami sepenuhnya

maupun dibantu, dengan

menghilangkan faktor-faktor penyebab

105 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

kerusakan dan melindungi agar faktor-

faktor tersebut tidak kembali.

410. (3) Kawasan konservasi selain

kawasan Cagar Alam dan zona inti Taman Nasional dapat dipulihkan

dengan metoda sepenuhnya dengan bantuan manusia.

Cukup jelas.

411. (4) Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan pemegang hak atas tanah wajib melakukan evaluasi

terhadap kondisi kawasan sesuai dengan hak dan kewajiban sebagaimana diatur dalam

peraturan perundang-undangan.

Cukup jelas.

412. Pasal 79

(1) Dalam rangka pemulihan kawasan Cagar Alam atau zona inti Taman

Nasional yang telah rusak, hancur atau ditransformasi, Menteri dapat menetapkan penurunan status

zonasi kawasan cagar alam atau zona inti taman nasional dengan

jangka waktu tertentu.

Cagar alam atau zona inti taman

nasional yang telah rusak, hancur atau

ditransformasi sehingga tidak dapat

memenuhi tujuan penetapannya untuk

tetap dikelola dalam kondisi ekosistem

asli maka berdasarkan evaluasi dapat

diubah menjadi kawasan konservasi

kategori lainnya oleh Menteri atau

pejabat yang ditunjuk, atau dalam hal

zona inti taman nasional dapat diubah

menjadi zona lain yang sesuai.

413. (2) Penurunan kategori atau status zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan untuk

Cukup jelas.

106 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

kebutuhan pemulihan.

414. (3) Kawasan cagar alam atau zona inti taman nasional yang telah

mengalami penurunan status zonasi pada ayat (3) dapat dipulihkan dengan pengembalian

unsur-unsur dan proses ekologis suatu ekosistem sepenuhnya

dengan bantuan manusia sebagaimana dimaksud pada Pasal 77 ayat (2) huruf c.

Cukup jelas.

415. (4) Masa berlaku perubahan status/kategori atau status zonasi

dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan perencanaan

pemulihan.

Cukup jelas.

416. Pasal 80

(1) Untuk setiap kegiatan pemulihan ekosistem, setiap pengelola

kawasan yang hendak dilakukan pemulihan wajib membuat perencanaan pemulihan

berdasarkan standar capaian atas kondisi akhir.

Tujuan pemulihan di dalam rencana

pemulihan ekosistem berisi target yaitu

kondisi akhir yang diinginkan sampai

tahap mana ekosistem akan

dipulihkan. Kondisi akhir yang

diinginkan (Desired Future

Conditions/DFC) merupakan kondisi

ekosistem yang menggambarkan

tujuan akhir atau titik akhir dari

kegiatan pemulihan atau restorasi,

yang dapat berupa ekosistem yang

107 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

telah berfungsi dan berlaku seperti

pada masa asal sebelum terjadi

kerusakan, atau kondisi optimal yang

tidak memungkinkan pengembalian ke

tingkat aslinya karena

mempertimbangkan keberadaan

manusia dan dampaknya yang tak

dapat dikembalikan ke tingkat semula,

atau kondisi optimal karena beberapa

komponen ekosistem sudah tidak

dapat dikembalikan ke ekosistem

aslinya.

417. (2) Perencanaan pemulihan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi tata cara pemulihan ekosistem.

Cukup jelas.

418. (3) Standar capaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan

oleh Pemerintah Pusat berdasarkan atribut pulihnya ekosistem yang

direstorasi.

Cukup jelas.

419. (4) Standar capaian atas kondisi akhir

sebagaimana dimasud pada ayat (1) merupakan alat untuk mengukur keberhasilan kegiatan pemulihan

ekosistem sesuai dengan tujuan pemulihan.

Cukup jelas.

108 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

420. Pasal 81

(1) Untuk setiap kegiatan pemulihan ekosistem wajib ditetapkan ekosistem rujukan.

Ekosistem rujukan atau ekosistem

referensi adalah ekosistem contoh yang

dapat berupa areal yang tidak

terganggu atau relatif tidak terganggu

yang berada di dekat areal yang akan

direstorasi atau dapat berupa deskripsi

tertulis dari bentang alam asli areal

tersebut yang dipakai sebagai

pertimbangan dalam menetapkan

tujuan restorasi dan kondisi akhir yang

diinginkan.

421. (2) Ekosistem rujukan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) merupakan ekosistem pembanding yang masih utuh atau relatif utuh, dan atau

informasi mengenai sejarah ekosistem kawasan tersebut untuk

menilai ketercapaian pemulihan.

Ekosistem rujukan dapat juga dilihat

melalui potret udara, citra satelit atau

hasil studi, dan lain-lain pada saat

ekosistem yang akan dipulihkan belum

mengalami kerusakan yang merupakan

informasi mengenai sejarah ekosistem

kawasan. Informasi mengenai sejarah

ekositem di tempat tersebut dapat

digunakan sebagai contoh dengan

menggunakan hasil riset lama, foto

udara lama, citra satelit lama, dan lain-

lain informasi sebelum terjadinya

kerusakan daerah tersebut.

422. Pasal 82

Cukup jelas.

109 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

(1) Ekosistem yang dipulihkan

dianggap telah pulih apabila memperlihatkan kombinasi beberapa karakteristik kriteria atau

atribut pulihnya ekosistem.

423. (2) Ketentuan mengenai kriteria dan

standar keberhasilan pemulihan ekosistem atau atribut pulihnya

ekosistem yang dipulihkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta pemulihan atau restorasi

ekosistem diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Cukup jelas.

424.

Pasal 83

(1) Kegiatan pemulihan ekosistem

kawasan konservasi di atas tanah negara dapat dilakukan melalui

mekanisme kerja sama pemulihan ekosistem antara Pemerintah Pusat dan/ atau Pemerintah

Daerah, dengan:

425. (2) Pemerintah dapat menerbitkan izin

pemulihan kepada:

Dengan pertimbangan tertentu, seperti

tingkat kerusakan ekosistem, kondisi

geografis, ketertarikan para pihak

untuk melakukan kerjasama

pemulihan, pada areal tertentu

pemerintah dapat menetapkan pihak

lain, melalui mekanisme izin untuk

110 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

melakukan pemulihan ekosistem

Izin dimaksud dapat dikaitkan dengan

pemanfaatan jasa lingkungan seperti

jasa penyimpanan dan penyerapan

karbon.

426. a. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)/ Badan Usaha Milik

Swasta (BUMS);

Cukup jelas.

427. b. lembaga swadaya masyarakat; Cukup jelas.

428. c. yayasan; Cukup jelas.

429. d. lembaga pendidikan; dan/atau Cukup jelas.

430. e. masyarakat lokal. Cukup jelas.

431. (2) Kerja sama pemulihan ekosistem

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan dalam rangka

tujuan non-komersial.

Cukup jelas.

432. (3) Mekanisme kerja sama pemulihan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) diatur dalam Peraturan Menteri.

Cukup jelas.

433. Pasal 84

Ketentuan lebih lanjut mengenai

mekanisme pemulihan ekosistem dan

Cukup jelas.

111 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

kerja sama pemulihan ekosistem

diatur dalam Peraturan Pemerintah.

434. BAB IV

PEMANFAATAN KEANEKARAGAMAN

HAYATI

435. Bagian Kesatu

Umum

436. Pasal 85

Pemanfaatan secara lestari

keanekaragaman hayati

diselenggarakan dalam rangka:

437. a. mendukung pelindungan keanekaragaman hayati sebagaimana dimaksud pada

Undang-undang ini; dan

Pemanfaatan lestari merupakan

pemanfaatan komponen-komponen

keanekaragaman hayati dengan cara

dan pada laju yang tidak menyebabkan

penurunan dalam jangka panjang,

dengan demikian potensinya dapat

dipertahankan untuk memenuhi

kebutuhan dan aspirasi generasi masa

kini dan generasi mendatang.

438. b. menunjang kesejahteraan masyarakat secara berkeadilan dan

Cukup jelas.

112 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

berkesinambungan.

439.

Pasal 86

Pemanfaatan keanekaragaman hayati

wajib tidak bertentangan dengan:

440. a. peraturan perundang-undangan yang berlaku;

Cukup jelas.

441. b. norma agama; Cukup jelas.

442. c. norma adat istiadat; dan Cukup jelas.

443. d. ketertiban umum. Cukup jelas.

444.

Pasal 87

Pemanfaatan lestari keanekaragaman

hayati sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 85 meliputi :

445. a. pemanfaatan spesies; Cukup jelas.

446. b. pemanfaatan sumber daya genetik;

Cukup jelas.

447. c. pemanfaatan ekosistem. Cukup jelas.

448. (1) Pemanfaatan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan melalui pengaturan

Cukup jelas.

113 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

dan pengendalian pemanfaatan

oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah.

449. Pasal 88

(1) Pemanfaatan lestari sebagaimana dimaksud Pasal 85 dilaksanakan untuk tujuan non-komersial dan

komersial.

Cukup jelas.

450. (2) Pemanfaatan non-komersial

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan memberikan manfaat yang secara nyata tidak

mengandung kegiatan untuk mendapatkan keuntungan

ekonomi.

Pemanfaatan non-komersial

mengandung arti bahwa dengan

memanfaatkan unsur keanekaragaman

hayati tersebut, pelaku tidak

mendapatkan kompensasi finansial

atau ekonomi apapun bagi produk

maupun jasa yang diberikannya.

Pemanfaat tidak dapat menggunakan

‘jasa’ keanekaragaman hayati untuk

membantu pemanfaat mengembangkan

produk atau jasa dimana ada

kompensasi ekonomi di dalamnya.

451. (3) Pemanfaatan komersial

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan mendapatkan keuntungan ekonomi berupa

kompensasi finansial.

Suatu kegiatan dapat dikategorikan

sebagai komersial apabila tujuannya

adalah untuk memperoleh keuntungan

ekonomi, baik tunai ataupun tidak,

dan diarahkan untuk dijual kembali,

114 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

dipertukarkan, penyediaan jasa atau

bentuk-bentuk lain pemanfaatan atau

keuntungan ekonomi. Istilah untuk

utamanya tujuan komersial harus

dilihat dari sisi tujuan akhir

pemanfaatan baik di dalam negeri

maupun negara lain sebagai tujuan

diedarkannya spesimen tumbuhan

atau satwa liar maupun materi atau

sampel genetik, serta harus dibatasi

seluas mungkin sehingga suatu

transaksi yang tidak seluruhnya non-

komersial harus dianggap sebagai

komersial. Oleh sebab itu seluruh

pemanfaatan dimana aspek non-

komersialnya tidak nyata-nyata

merupakan tujuan utama harus

dianggap sebagai pemanfaatan

komersial, sehingga larangan-larangan

seperti akses pada sumberdaya genetik

terkait, pemanfaatan spesies dilindungi

dan pemanfaatan tertentu pada

kawasan konservasi berlaku padanya.

452. Pasal 89

Pemanfaatan lestari untuk tujuan

komersial dan non-komersial

sebagaimana dimaksud dalam Pasal

Cukup jelas.

115 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

88 dilakukan berdasarkan izin

pemanfaatan dari Menteri.

453. Bagian Kedua

Pemanfaatan Spesies

454. Paragraf 1

Umum

455. Pasal 90

Pemanfaatan spesies secara lestari

sebagaimana dimaksud dalam Pasal

87 ayat (1) huruf a diselenggarakan

berdasarkan ketentuan mengenai:

456. a. sumber spesimen dan sistem

produksi;

Cukup jelas.

457. b. pemanfaatan non-komersial dan

komersial.

Cukup jelas.

458. Pasal 91

Dalam rangka pemanfaatan spesies

tumbuhan dan satwa liar Pemerintah

Pusat menunjuk:

116 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

459. a. satu atau lebih lembaga

pemerintah atau kementerian yang bertanggung jawab dalam konservasi spesies sebagai Otorita

Pengelola; dan/atau

Cukup jelas.

460. b. satu atau lebih lembaga pemerintah

yang bertangggung jawab di bidang penelitian atau riset ilmiah sebagai

Otorita Ilmiah.

Cukup jelas.

461. Paragraf 2

Sumber Spesimen dan Sistem

Produksi

462.

Pasal 92

(1) Pemanfaatan spesimen tumbuhan

liar dan satwa liar bersumber pada 3 (tiga) sistem produksi, yaitu:

Termasuk dalam spesimen adalah

spesimen mati, yaitu barang atau

produk yang diperjual-belikan yang

dinyatakan dalam kemasan dan atau

diiklankan di dalam media massa yang

dinyatakan mengandung bagian-bagian

atau turunan-turunan dari jenis yang

dilindungi mutlak atau terbatas, tanpa

harus dibuktikan terlebih dahulu

kebenaran dari pernyataan tersebut.

463. a. sistem produksi spesimen tumbuhan atau satwa yang bersumber dari populasi di

dalam habitat alamnya atau dari

Produksi spesimen dari habitat alam

yang berasal dari spesies dilindungi

tidak dapat digunakan untuk tujuan

117 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

kondisi in-situ bagi spesies

dikendalikan dan dipantau;

komersial, namun spesies satwa

dilindungi hasil pembinaan populasi di

dalam kawasan konservasi dalam hal

populasi dan habitatnya

memungkinkan dapat dijadikan satwa

buru pada perburuan terkendali.

464. b. sistem produksi spesimen

tumbuhan atau satwa di dalam kondisi atau lingkungan yang

terkontrol di luar habitat alamnya atau penangkaran.

Cukup jelas.

465. c. sistem produksi spesimen

tumbuhan atau satwa dari sumber impor atau pemasukan

dari luar negeri.

Cukup jelas.

466. Sumber spesimen hasil produksi

spesimen dari spesies tumbuhan atau

satwa di dalam habitat alamnya

sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf a dilakukan terhadap spesies

dikendalikan dan/atau spesies

dipantau sesuai dengan ketentuan

mengenai pelindungan spesimen dari

kategori spesies dikendalikan dan

dipantau sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 45, Pasal 46, dan Pasal

48..

Cukup jelas.

467. (2) Sumber spesimen hasil produksi

118 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

spesimen dari spesies tumbuhan

atau satwa di dalam kondisi ex-situ sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) huruf b bagi spesies dilindungi dilakukan melalui:

468. a. pengembangbiakan satwa liar di

dalam lingkungan yang terkontrol untuk tujuan

komersial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) huruf b; dan/atau

Cukup jelas.

469. b. perbanyakan tumbuhan secara buatan untuk dikembalikan lagi

ke habitat alam atau untuk tujuan komersial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat

(1) huruf d.

Cukup jelas.

470. (3) Sumber spesimen hasil produksi

spesimen dari spesies tumbuhan atau satwa di dalam kondisi ex-situ

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b bagi spesies dikendalikan dan dipantau

dilakukan melalui:

471. pembesaran spesimen hidup spesies

satwa liar tertentu dari habitat alam di

dalam lingkungan terkontrol

sebagaimana dimaksud dalam Pasal

47 ayat (1); dan/atau

Cukup jelas.

119 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

472. pengembangbiakan satwa liar di dalam

lingkungan yang terkontrol atau

perbanyakan tumbuhan secara buatan

dalam kondisi terkontrol sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1).

Cukup jelas.

473. (4) Sumber spesimen dari hasil impor sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) huruf c merupakan spesimen hasil pemasukan dari luar negeri dari spesies dilindungi, spesies

dikendalikan, dan/atau spesies dipantau.

Cukup jelas.

474. Pasal 93

(1) Seluruh kegiatan pemanfaatan

spesimen dari spesies tumbuhan liar dan/atau satwa liar hanya dapat dilakukan dari sumber

spesimen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 melalui pengendalian dan/atau

pembatasan.

Cukup jelas.

475. (2) Pengendalian dan/atau

pembatasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi

spesimen yang bersumber dari kondisi in situ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1)

huruf a dilakukan melalui:

120 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

476. a. penetapan kuota penangkapan

atau pengambilan;

Cukup jelas.

477. b. pembatasan kelas-kelas ukuran

atau kelompok umur;

Cukup jelas.

478. c. perlakuan buka-tutup musiman

daerah penangkapan atau pengambilan; dan/atau

Cukup jelas.

479. d. pembatasan alat tangkap atau

penggiliran penangkapan.

Cukup jelas.

480. (3) Pengendalian sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) bagi spesimen yang bersumber dari

kondisi ex-situ dilakukan melalui:

481. a. pemantauan produksi spesimen

tumbuhan atau satwa liar dari kondisi ex-situ; dan

Cukup jelas.

482. b. pengembangan basis data produksi spesimen tumbuhan atau satwa liar dari kondisi ex-situ.

Cukup jelas.

483. (4) Otorita Pengelola melakukan pengendalian sebagaimana dimaksud ayat (2) setelah

mendapatkan rekomendasi dari Komisi Konservasi Keanekaragaman Hayati.

Cukup jelas.

484. Paragraf 3

121 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

Pemanfaatan non-Komersial dan

Komersial

485. Pasal 94

(1) Pemanfaatan spesies secara lestari sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 90 dapat dilakukan untuk kepentingan non-komersial dan

komersial.

Pemanfaatan spesies secara lestari

dapat berupa kegiatan memanfaatkan

spesimen tumbuhan atau satwa secara

langsung baik spesimen hidup, mati,

bagian-bagiannya atau turunan dari

padanya.

Yang dimaksud dengan

pemanfaatan jenis secara lestari

adalah bahwa kegiatan pemanfaatan :

a. didasarkan pada informasi ilmiah

dan prinsip kehati-hatian agar

pemanfaatannya tidak merusak

populasi di habitat alamnya;

b. memperhatikan praktik budaya

tradisional;

c. merupakan upaya mendukung

pemulihan populasi spesies yang

terancam punah.

486. (2) Pemanfaatan spesies secara lestari sebagaimana dimaksud pada ayat

(1), meliputi:

487. a. penelitian atau pengembangan; Cukup jelas.

488. b. perdagangan; Cukup jelas.

122 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

489. c. peragaan; Cukup jelas.

490. d. tukar menukar; Cukup jelas.

491. e. medis; Cukup jelas.

492. f. pemeliharaan untuk kesenangan;

Cukup jelas.

493. g. kepentingan religi atau budaya; Cukup jelas.

494. h. budidaya; dan/atau Cukup jelas.

495. i. komersialisasi informasi yang didapat dari kegiatan pemanfaatan spesies.

Cukup jelas.

496. Pasal 95

(1) Spesimen dari spesies dilindungi yang berasal dari habitat alam hanya dapat dimanfaatkan untuk

tujuan non-komersial.

Spesimen yang berasal dari habitat

alam merupakan spesimen dari spesies

satwa maupun tumbuhan yang

ditanggkap pertama kali dalam kondisi

in situ atau dari habitat alamnya (wild

caught). Spesimen tersebut tetap

merupakan spesimen yang berasal dari

alam walaupun telah berada di dalam

kondisi eks-situ selama hidupnya.

Spesies Dilindungi hanya dapat

dimanfaatkan untuk kepentingan ilmu

pengetahuan melalui riset ilmiah

dan/atau penyelamatan spesies yang

bersangkutan. Spesies dilindungi

123 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

harus dilindungi secara ketat.

497. (2) Spesimen dari spesies dikendalikan

dan spesies dipantau yang berasal dari kondisi in-situ maupun ex-situ dapat dimanfaatkan untuk keperluan non-komersial dan komersial.

Dalam rangka mengurangi tekanan

terhadap populasi tertentu di habitat

alam maka pengembangbiakan satwa

liar dapat dilakukan untuk tujuan

komersial.

498. Pasal 96

(1) Pemanfaatan spesimen satwa liar dan/atau tumbuhan liar untuk tujuan penelitian dan

pengembangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (2) huruf a dapat dilakukan untuk

tujuan non-komersial dan komersial.

Cukup jelas.

499. (2) Penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) yang menggunakan spesies dilindungi dan dikendalikan hanya dapat dilakukan dengan izin

Menteri.

Cukup jelas.

500. (3) Penelitian atau pengembangan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan untuk mendukung :

501. a. konservasi spesies; Cukup jelas.

124 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

502. b. budidaya tanaman atau hewan; Budidaya tanaman atau hewan

termasuk diantaranya pengembangan

hortikultura, pengembangan tanaman

pangan, pengembangan tanaman

hutan industri, pengembangan hewan

peliharaan atau pengembangan hewan

ternak dengan menggunakan

tumbuhan atau satwa liar sebagai

induk, benih atau bibit.

503. c. kesehatan, termasuk biomedis;

atau

Yang dimaksud kesehatan adalah

kegiatan pemanfaatan untuk

kepentingan kesehatan satwa,

lingkungan dan manusia, termasuk

pengembangan farmasi.

504. d. pengembangan ilmu

pengetahuan.

Penelitian dan pengembangan untuk

pengembangan ilmu pengetahuan

berupa penelitian dasar dan tidak

secara langsung merupakan penelitian

terapan.

505. (4) Penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), terhadap satwa wajib dilakukan

dengan menjunjung tinggi etika penelitian penggunaan hewan

sebagai obyek penelitian.

Cukup jelas.

506. (5) Penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat

(3) tunduk pada ketentuan-

Cukup jelas.

125 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

ketentuan mengenai pemanfaatan

sumber daya genetik dalam hal adanya unsur-unsur mengenai akses terhadap sumber daya

genetik dan bioprospeksi.

507. Pasal 97

(1) Pengambilan contoh spesimen dapat dilakukan untuk kegiatan

penelitian dan pengembangan.

Pengambilan contoh spesimen dalam

rangka penelitian atau pengembangan

dilakukan dengan tidak mematikan

atau tidak mengakibatkan kematian

pada satwa atau tumbuhan.

508. (2) Setiap orang dilarang mengambil contoh spesimen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dari spesies

dilindungi dengan cara membunuh satwa atau mematikan tumbuhan

atau yang dapat mengakibatkan terbunuhnya satwa atau matinya tumbuhan.

Cukup jelas.

509. (3) Pengangkutan dan pemindahan ke luar negeri/ekspor serta

pengambilan contoh spesimen satwa dan/atau atau tumbuhan dari spesies dilindungi hanya dapat

dilakukan dengan izin Menteri.

Cukup jelas.

510. Pasal 98

(1) Perdagangan spesimen dari spesies tumbuhan liar dan satwa liar

Cukup jelas.

126 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 94 ayat (2) huruf b, hanya dapat dilakukan bagi spesies dikendalikan dan spesies dipantau.

511. (2) Perdagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

untuk perdagangan di dalam negeri dan perdagangan luar negeri.

Cukup jelas.

512. (3) Perdagangan di dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh pengumpul dan

pengedar dalam negeri terdaftar.

Pengumpul dan pengedar dalam negeri

terdaftar termasuk juga pengumpul

dan pedagang perantara untuk tujuan

ekspor serta pedagang yang menjual

spesimen di dalam negeri termasuk di

pasar-pasar satwa.

513. (4) Perdagangan luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) dilakukan oleh eksportir dan atau importir terdaftar dengan spesimen yang berasal dari

pengumpulan dan peredaran dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau dari spesimen impor.

Cukup jelas.

514. (5) Perdagangan luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat

(4) berupa ekspor, impor, dan re-ekspor.

Cukup jelas.

515. (6) Spesimen perdagangan dalam negeri maupun luar negeri hanya dapat dilakukan dari sumber resmi

sebagaimana dimaksud pada ayat

Cukup jelas.

127 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

(1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan

ayat (5).

516. Pasal 99

(1) Lembaga terdaftar yang bergerak di

bidang konservasi ex-situ dapat melakukan peragaan tumbuhan dan/atau satwa sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 94 ayat (2) huruf c untuk pengembangan

pendidikan dan pariwisata alam.

Cukup jelas.

517. (2) Peragaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk

peragaan menetap atau peragaan keliling.

Cukup jelas.

518. (3) Peragaan menetap sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya

dapat dilakukan oleh lembaga konservasi ex-situ.

Cukup jelas.

519. (4) Peragaan keliling sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya merupakan bagian dari peragaan

menetap.

Cukup jelas.

520. (5) Peragaan keliling spesies satwa

dilindungi hanya dapat dilakukan dari spesimen anakan generasi kedua dan generasi berikutnya.

Cukup jelas.

128 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

521. (6) Peragaan menetap maupun keliling

spesimen satwa hidup wajib memenuhi ketentuan tentang kesejahteraan hewan.

Cukup jelas.

522.

Pasal 100

(1) Tukar menukar satwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (2)

huruf d dapat dilakukan dalam rangka meningkatkan keanekaragaman genetik satwa dari

kategori spesies dilindungi di Taman Satwa atau Kebun Binatang atau lembaga pengembangbiakan

satwa.

Tukar menukar satwa dari spesies

dilindungi dilakukan untuk

mendapatkan pasangan induk

pengembangbiakan yang secara

genetik bermutu baik.

523. (2) Tukar menukar satwa sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan untuk spesies

yang sama di dalam negeri oleh dan antar-pemerintah, Taman Satwa, atau lembaga pengembangbiakan

satwa komersial yang diakui Pemerintah Pusat.

Tukar menukar satwa dari spesies

dilindungi dilakukan untuk utamanya

tujuan konservasi sehingga hanya

dapat dilakukan oleh Pemerintah,

lembaga konservasi eks-situ atau

lembaga pengembangbiakan satwa

komersial.

524. (3) Peningkatan keanekaragaman

genetik dari kategori spesies dilindungi sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) yang berada di luar negeri hanya dapat dilakukan melalui peminjaman.

Cukup jelas.

129 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

525. (4) Tukar menukar spesimen dari

kategori spesies dilindungi yang ditujukan selain dari yang dimaksud oleh ayat (1) baik di

dalam maupun dengan pihak luar negeri hanya dapat dilakukan

terhadap spesimen satwa generasi kedua atau generasi berikutnya hasil pengembangbiakan satwa di

dalam lingkungan terkontrol.

Yang dimaksud tukar menukar satwa

dari spesies dilindungi untuk tujuan

selain pengembangbiakan antara lain

adalah tukar menukar untuk tujuan

koleksi satwa pada kebun binatang

dimana dapat dilakukan untuk spesies

yang berbeda atau hadiah negara

kepada negara sahabat.

Yang dimaksud dengan generasi

pertama hasil pengembangbiakan

satwa adalah anakan-anakan hasil

pengembangbiakan dari induk-induk

yang salah satu atau kedua-duanya

merupakan spesimen yang berasal dari

alam.

526. Pasal 101

Pemanfaatan spesimen untuk tujuan

pemeliharaan atau koleksi untuk

kesenangan dari spesies tumbuhan

maupun satwa,sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 94 ayat (2) huruf f, untuk

dikendalikan dan dipantau hanya

dapat dilakukan dari spesimen

perdagangan dalam negeri atau impor.

Cukup jelas.

527.

Pasal 102

Masyarakat hukum adat atau

Cukup jelas.

130 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

masyarakat lokal dapat memanfaatkan

spesimen tumbuhan atau satwa

dikendalikan dan/atau dipantau dari

habitat alam untuk tujuan adat, religi,

atau pemenuhan kebutuhan sehari-

hari sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 89 ayat (2) huruf g tanpa harus

mengikuti ketentuan mengenai

sumber spesimen dan ketentuan

perizinan.

528. Pasal 103

Ketentuan mengenai satwa dilindungi

tetap berlaku bagi masyarakat hukum

adat atau masyarakat lokal, kecuali

bila dinyatakan lain oleh Menteri.

Cukup jelas.

529. Pasal 104

(1) Pemanfaatan untuk penyediaan bibit atau benih tumbuhan atau satwa dengan mengambil spesimen

dari alam untuk tujuan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (2) huruf h, bagi

spesies dilindungi dapat dilakukan dengan izin Menteri dalam hal:

530. a. hasil perkembangbiakan satwa Cukup jelas.

131 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

atau perbanyakan buatan

tumbuhan yang ada pada kondisi ex-situ tidak memadai;

atau

531. b. diperuntukkan bagi masyarakat lokal atau sekitar habitat.

Cukup jelas.

532. (2) Pemanfaatan untuk penyediaan bibit atau benih tumbuhan atau

satwa dengan mengambil spesimen dari alam untuk tujuan budidaya

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bagi spesies dikendalikan dan spesies dipantau disesuaikan

dengan ketentuan mengenai sumber spesimen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87.

Cukup jelas.

533. (3) Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

dalam hal terkait dengan pemanfaatan sumber daya genetik

wajib mematuhi ketentuan tentang akses terhadap sumber daya genetik sebagaimana diatur dalam

Undang-Undang ini.

Cukup jelas.

534. Pasal 105

Ketentuan lebih lanjut mengenai

pemanfaatan spesies sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 94, Pasal 95,

Cukup jelas.

132 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

Pasal 96, Pasal 97, Pasal 98, Pasal 99,

Pasal 100, Pasal 101, Pasal 102, Pasal

103, dan Pasal 104 diatur dalam

Peraturan Pemerintah.

535. Bagian Ketiga

Pemanfaatan Sumber Daya Genetik

536. Paragraf 1

Umum

537. Pasal 106

Pengaturan pemanfaatan sumber daya

genetik dan/atau pengetahuan

tradisional yang terkait dengannya

sebagaimana dimaksud dalam Pasal

87 ayat (1) huruf b sedikitnya meliputi:

538. a. kepemilikan; Cukup jelas.

539. b. akses; Cukup jelas.

540. c. pembagian keuntungan; Cukup jelas.

541. d. hak kekayaan intelektual; dan Cukup jelas.

133 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

542. e. keamanan hayati. Cukup jelas.

543. Pasal 107

Pengaturan pemanfaatan sumber daya

genetik sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 106 dilakukan dengan

memperhatikan:

544. a. asal usul kepemilikan sumber daya

genetik;

Cukup jelas.

545. b. hak kekayaan intelektual bagi

individu atau komunal;

Cukup jelas.

546. c. hak masyarakat atas pengetahuan

tradisional yang dimilikinya;

Cukup jelas.

547. d. keamanan hayati atas hasil

rekayasa genetik; dan

Cukup jelas.

548. e. kaidah-kaidah etika dan norma

agama dalam rekayasa genetik.

Cukup jelas.

549. Paragraf 2

Kepemilikan Sumber Daya Genetik

550. Pasal 108

(1) Sumber daya genetik di wilayah Republik Indonesia dikuasai oleh

Negara untuk sebesar-besar

Cukup jelas.

134 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

kemakmuran rakyat.

551. (2) Masyarakat hukum adat, masyarakat lokal dan/atau

Pemerintah menjadi penyedia atau pengampu sumber daya genetik dan/atau pengetahuan yang

terasosiasi dengannya.

Cukup jelas.

552. (3) Masyarakat hukum adat dan/ atau

masyarakat lokal menjadi penyedia atau pengampu sumber daya genetik dan pengetahuan

tradisional yang dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari.

Cukup jelas.

553. (4) Pemerintah menjadi penyedia atau pengampu sumber daya genetik

selain yang dimaksud pada ayat (3).

Cukup jelas.

554. (5) Pemerintah Pusat menetapkan pengampu pengetahuan tradisional

yang terasosiasi dengan sumber daya genetik sebagaimana

dimaksud pada ayat (4) sesuai dengan ketentuan perundang-undangan bidang perlindungan hak

kekayaan intelektual.

Cukup jelas.

555. Paragraf 3

Akses terhadap Sumber Daya Genetik

135 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

556. Pasal 109

(1) Akses terhadap sumber daya genetik sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 106 huruf b

dilakukan untuk kegiatan yang bertujuan komersial dan non-

komersial

Yang dimaksud dengan kegiatan yang

bertujuan komersial apabila kegiatan

tersebut ditujukan untuk memperoleh

keuntungan ekonomi, baik tunai

ataupun tidak, atau untuk

menghasilkan teknologi yang bernilai

niaga tinggi, dan diarahkan untuk

dijual kembali, dipertukarkan,

penyediaan jasa atau bentuk-bentuk

lain pemanfaatan atau keuntungan

ekonomi

Sedangkan yang dimaksud dengan

kegiatan yang bertujuan non-komersial

apabila penelitian tersebut ditujukan

untuk memanfaatkan unsur

keanekaragaman hayati, dimana

pengakses tidak mendapatkan

kompensasi finansial atau ekonomi

apapun bagi produk maupun jasa yang

diberikannya.

557. (2) Kegiatan komersial yang dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk

kegiatan bioprospeksi dan bioteknologi.

Cukup jelas.

558. (3) Kegiatan non-komersial yang dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan untuk:

559. a. penelitian eksplorasi; Cukup jelas.

136 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

560. b. penelitian forensik; Cukup jelas.

561. c. penelitian pertahanan; Cukup jelas.

562. d. koleksi herbarium atau museum; Cukup jelas.

563. e. kegiatan konservasi spesies; dan/atau

Cukup jelas.

564. f. kegiatan non-komersial lainnya. Cukup jelas.

565. Pasal 110

Setiap orang yang mengakses sumber

daya genetik dan/atau pengetahuan

tradisional yang terasosiasi dengan

sumber daya genetik untuk tujuan

non-komersial wajib:

566. a. memberitahu Dewan sebelum kegiatan akses dilakukan;

Cukup jelas.

567. b. mendapatkan PADIA untuk akses; dan

Persetujuan yang Diberitahukan Atas

Informasi Awal (PADIA) atau prior

informed consent (PIC) adalah

persetujuan dari pemilik atau

penguasa sumberdaya sumberdaya

genetik yang diberikan atas dasar

informasi-informasi mengenai tujuan

serta konteks mengakses sumberdaya

sumberdaya genetik dari pemohon

137 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

akses.

568. c. memiliki izin akses. Cukup jelas.

569. Pasal 111

Izin akses sebagaimana yang

dimaksud dalam Pasal 110 huruf c

diterbitkan berdasarkan PADIA akses.

Cukup jelas.

570. Pasal 112

(1) Izin akses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 huruf c

dikecualikan bagi perguruan tinggi atau lembaga pemerintah yang berwenang di bidang penelitian dan

pengembangan sumber daya genetik.

Cukup jelas.

571. (2) Ketentuan pada ayat (1) tidak berlaku bagi:

572. a. perguruan tinggi/ lembaga pemerintah yang bekerja sama dan didanai oleh perorangan

dan/atau lembaga asing; dan

Cukup jelas.

573. b. badan usaha Indonesia yang

bekerja sama dengan orang asing atau badan usaha Indonesia yang mayoritas

kepemilikan sahamnya dimiliki

Cukup jelas.

138 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

oleh asing atau perusahaan

induk dari badan usaha itu merupakan orang atau badan usaha asing.

574. Pasal 113

Setiap orang atau badan usaha yang

mengakses dan mengembangkan

sumber daya genetik untuk tujuan

komersial wajib:

575. a. memberitahu Dewan sebelum kegiatan akses dilakukan;

Cukup jelas.

576. b. mendapatkan PADIA untuk akses; Cukup jelas.

577. c. memiliki izin akses; Cukup jelas.

578. d. mendapatkan PADIA untuk pengembangan sebelum kegiatan akses dilakukan;

Cukup jelas.

579. e. melakukan kesepakatan bersama; dan

Cukup jelas.

580. f. memiliki izin pengembangan. Cukup jelas.

581. Pasal 114

(1) Izin akses dan/atau izin pengembangan diterbitkan oleh

menteri atau kepala lembaga

Cukup jelas.

139 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

pemerintah terkait sesuai

kewenangannya.

582. (2) Menteri atau kepala lembaga terkait

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mendelegasikan kewenangan menerbitkan izin

akses kepada pejabat di lingkungan kementerian atau lembaga yang

dipimpinnya.

Cukup jelas.

583. Pasal 115

(1) Setiap orang yang mengakses sumber daya genetik untuk tujuan non-komersial sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 109 ayat (1) dapat mengubah tujuan aksesnya

menjadi tujuan komersial.

Cukup jelas.

584. (2) Setiap orang yang hendak melakukan perubahan tujuan

akses dari non-komersial menjadi komersial atau mengakses hasil

akses non-komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib:

585. a. mendapatkan PADIA baru untuk tujuan pengembangan;

Cukup jelas.

586. b. melakukan kesepakatan

bersama; dan

Cukup jelas.

587. c. mendapatkan izin

pengembangan.

Cukup jelas.

140 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

588. Pasal 116

(1) PADIA sekurang-kurangnya memuat informasi:

589. a. badan yang menerbitkan izin; Cukup jelas.

590. b. tanggal penerbitan izin; Cukup jelas.

591. c. penyedia sumber daya genetik; Cukup jelas.

592. d. tanda pengenal otentik atas izin

yang diakses;

Cukup jelas.

593. e. orang atau badan penerima

sumber daya genetik;

Cukup jelas.

594. f. sumber daya genetik yang dimintakan izin;

Cukup jelas.

595. g. konfirmasi bahwa telah dibentuk kesepakatan bersama;

Cukup jelas.

596. h. konfirmasi bahwa PADIA telah diterima; dan

Cukup jelas.

597. i. keterangan pemanfaatan untuk komersial dan/atau non

komersial.

Cukup jelas.

598. (2) Perolehan PADIA sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan sesuai dengan tata cara dan kebiasaan yang berlaku

di dalam masyarakat penyedia atau pengampu sepanjang masih diakui

Cukup jelas.

141 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

keberadaannya dan tidak

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

599. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai PADIA diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Cukup jelas.

600. Pasal 117

(1) Setiap warga negara asing, badan

usaha asing, dan/atau pemerintah asing yang melakukan akses dan

pengembangan terhadap sumber daya genetik wajib bermitra dengan lembaga nasional di bidang

penelitian dan pengembangan di bidang sumber daya genetik yang

telah terakreditasi.

Cukup jelas.

601. (2) Setiap warga negara asing, badan usaha asing, dan/atau pemerintah

asing yang melakukan akses dan pengembangan terhadap sumber

daya genetik memiliki kewajiban bagi peneliti dalam negeri untuk:

602. a. memberikan akses pada teknologi dan transfer teknologi;

Cukup jelas.

603. b. meningkatkan kapasitas; dan Cukup jelas.

604. c. kewajiban lainnya sesuai peraturan perundang-

Cukup jelas.

142 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

undangan.

605. (3) Dalam hal lembaga di bidang penelitian dan pengembangan yang

telah terakreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum ada, maka perorangan warga negara

asing, badan usaha asing, dan/atau pemerintah asing yang

akan melakukan akses terhadap sumber daya genetik wajib bekerja sama dengan lembaga pemerintah

di bidang penelitian dan pengembangan yang ditunjuk oleh Menteri yang berwenang.

Cukup jelas.

606. Pasal 118

Pemegang izin akses wajib:

607. a. melaporkan secara berkala hasil penelitian atas sumber daya genetik dan/atau pengetahuan

yang terasosiasi dengan sumber daya genetik yang diakses

kepada pemberi izin.

Cukup jelas.

608. b. melaporkan hasil kegiatan akses

sumber daya genetik dan/atau pengetahuan yang terasosiasi dengan sumber daya genetik

pada masa berakhirnya akses.

Cukup jelas.

609. c. melakukan kegiatan sesuai Cukup jelas.

143 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

dengan izin akses.

610. Pasal 119

Pemegang izin pengembangan wajib:

611. a. melakukan pembagian keuntungan kepada penyedia atau pengampu sumber daya

genetik;

Cukup jelas.

612. b. melaporkan secara berkala hasil

pemanfaatan atau pengembangan sumber daya genetik dan/atau pengetahuan

yang terasosiasi dengannya kepada pemberi izin; dan

Cukup jelas.

613. c. melakukan kegiatan sesuai dengan izin pengembangan.

Cukup jelas.

614. Pasal 120

Setiap orang atau badan usaha yang

akan membawa atau memindahkan

hasil akses sumber daya genetik ke

luar negeri wajib mendapat

Persetujuan Pemindahan Material dari

penyedia atau pengampu dengan

persetujuan Menteri/Kepala Lembaga

Pemerintah non - Kementerian yang

Cukup jelas.

144 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

berwenang.

615. Pasal 121

Setiap penyedia atau pengampu

sumber daya genetik dan pengetahuan

yang terasosiasi dengannya wajib

memberikan keterangan sebenar-

benarnya kepada pengakses sumber

daya genetik tentang kepemilikan

sumber daya genetik dan pengetahuan

yang terasosiasi dengan sumber daya

genetik.

Cukup jelas.

616. Paragraf 4

Pembagian Keuntungan

617. Pasal 122

(1) Keuntungan yang timbul dari adanya penelitian dan/atau

pengembangan dari produk atau proses yang dikembangkan dari sampel komponen atau materi

sumber daya genetik atau pengetahuan tradisional yang

terasosiasi dengan sumber daya genetik wajib dibagi secara adil dan berimbang kepada penyedia

Cukup jelas.

145 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

dan/atau pengampu sebagaimana

dimaksud dalam Pasal

618. (2) Keuntungan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dapat berupa keuntungan moneter dan/atau non-moneter.

Yang dimaksud dengan keuntungan

moneter dapat berupa pembayaran di

muka, pembayaran royalti, biaya

perizinan dalam kegiatan

komersialisasi, biaya khusus yang

harus dibayar untuk dana amanah

untuk mendukung konservasi dan

pemanfaatan secara berkelanjutan

keanekaragaman hayati, dan/atau

pendanaan penelitian usaha patungan

kepemilikan bersama atas hak

kekayaan intelektual yang relevan.

Yang dimaksud dengan keuntungan

non-moneter dapat berupa:

a. berbagi berupa penelitian dan

pengembangan;

b. kolaborasi, kerja sama, dan

kontribusi dalam program-program

penelitian ilmiah dan

pengembangan, khususnya

kegiatan penelitian bioteknologi;

c. partisipasi dalam pengembangan

produk;

d. kolaborasi, kerja sama, dan

kontribusi dalam pendidikan dan

pelatihan;

146 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

e. izin masuk untuk fasilitas eks-situ

sumber daya genetik dan untuk

basis data;

f. transfer pengetahuan dan teknologi

ke penyedia sumber daya genetik

dengan persyaratan yang adil dan

saling menguntungkan. Transfer

pengetahuan dan teknologi

dilakukan dengan cara yang

mudah, sederhana, dan cepat yang

diutamakan pada kegiatan ilmu

pengetahuan dan teknologi dalam

pengembangan sumber daya

genetik atau yang relevan dengan

konservasi dan pemanfaatan

berkelanjutan keanekaragaman

hayati;

g. memperkuat kapasitas untuk alih

teknologi;

h. pengembangan kapasitas

kelembagaan;

i. sumber daya manusia dan sumber

daya internal material untuk

memperkuat kapasitas administrasi

dan penegakan pengaturan akses;

j. pelatihan yang berkaitan dengan

sumber daya genetik ;

k. akses terhadap informasi ilmiah

147 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

yang relevan dengan konservasi

dan pemanfaatan secara

berkelanjutan keanekaragaman

hayati, termasuk persediaan hayati

dan studi taksonomi;

l. kontribusi terhadap ekonomi lokal;

m. penelitian diarahkan kepada

prioritas kebutuhan dengan

memperhatikan penggunaan

sumber daya genetik;

n. hubungan kelembagaan dan

professional yang dapat timbul dari

perjanjian akses dan pembagian

keuntungan dan kegiatan kerja

sama selanjutnya;

o. manfaat pangan dan keamanan

mata pencarian;

p. pengakuan sosial; dan/atau

q. kepemilikan bersama hak kekayaan

intelektual yang relevan.

619. Pasal 123

Pembagian keuntungan ditentukan

berdasarkan kesepakatan bersama

sebagaimana diatur dalam Undang-

Undang ini.

Cukup jelas.

148 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

620. Paragraf 5

Hak Kekayaan Intelektual terkait

Sumber Daya Genetik

621. Pasal 124

Teknologi, inovasi atau invensi yang

dikembangkan dari sampel materi

atau komponen sumber daya genetik

atau pengetahuan tradisional yang

diperoleh sesuai dengan ketentuan

dalam Undang-undang ini dapat

diajukan untuk mendapatkan

pelindungan Hak Kekayaan

Intelektual.

Cukup jelas.

622. Pasal 125

(1) Pelindungan hak kekayaan intelektual tidak menghilangkan

atau mengurangi hak masyarakat hukum adat atau masyarakat lokal dalam pertukaran dan

penyebarluasan komponen-komponen sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional yang

dipraktekkan di dalam masyarakat hukum adat atau masyarakat lokal

Cukup jelas.

149 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

untuk kepentingan mereka sendiri

dan berdasarkan praktek-praktek adat atau tradisional.

623. (2) Pelindungan hak kekayaan intelektual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menghilangkan

kewajiban pengguna sumber daya genetik dalam pembagian

keuntungan yang adil dan berimbang, serta akses pada teknologi dan transfer teknologi.

Cukup jelas.

624. Pasal 126

(1) Dalam mengajukan pelindungan

hak kekayaan intelektual sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 125, baik di dalam maupun di luar negeri, pengusul wajib mencantumkan informasi mengenai

asal-usul sumber daya genetik.

Cukup jelas.

625. (2) Pernyataan asal-usul sumber daya

genetik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup pengakuan dan penilaian atas inovasi, praktek,

dan pengetahuan tradisional yang berasosiasi dengan sumber daya

genetik.

Cukup jelas.

626. (3) Ketentuan mengenai kewajiban pencantuman informasi mengenai

asal usul sumber daya genetik

Cukup jelas.

150 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) harus dicantumkan di dalam Kesepakatan Bersama dan Perjanjian Pengalihan Material.

627. (4) Ketentuan mengenai pelindungan hak kekayaan intelektual

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tunduk pada peraturan

perundang-undangan mengenai hak kekayaan intelektual.

Cukup jelas.

628. Paragraf 6

Pengendalian Pemanfaatan

Pengetahuan Tradisional

629. Pasal 127

(1) Pengendalian pemanfaatan

pengetahuan tradisional yang terasosiasi dengan sumber daya genetik dilakukan melalui:

630. a. pengaturan pengakuan hak pengampu pengetahuan

tradisional untuk menentukan penggunaan/pemanfaatan

pengetahuan tradisional yang terasosiasi dengan sumber daya genetik; dan

Cukup jelas.

151 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

631. b. pendaftaran pengetahuan

tradisional yang terasosiasi dengan sumber daya genetik oleh Pemerintah Pusat.

Cukup jelas.

632. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengendalian pemanfaatan

pengetahuan tradisional yang terasosiasi dengan sumber daya

genetik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Cukup jelas.

633. Paragraf 7

Keamanan Hayati

634. Pasal 128

(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib mengendalikan

pemanfaatan bioteknologi modern yang menghasilkan produk

rekayasa genetik.

Yang dimaksud dengan produk

rekayasa genetik dalam undang-

undang ini hanya terbatas kepada

produk hasil pemanfaatan

keanekaragaman hayati.

635. (2) Pemanfaatan bioteknologi modern

sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk menjamin keamanan hayati dan dampaknya

terhadap keberlanjutan fungsi lingkungan hidup, kesehatan, keamanan pangan dan/atau

Cukup jelas.

152 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

keamanan pakan, serta pertahanan

nasional

636. Pasal 129

Setiap orang yang melakukan

penelitian dan/atau pengembangan

produk rekayasa genetik wajib

mencegah dan menanggulangi dampak

negatif kegiatannya terhadap kondisi

keaneakaragaman hayati dan

kesehatan manusia.

Cukup jelas.

637. Pasal 130

Setiap orang yang mengedarkan

produk rekayasa genetik dari hasil

bioteknologi modern wajib

mendapatkan persetujuan dari

lembaga yang berwenang di bidang

keamanan hayati beradasarkan hasil

audit mandiri atas potensi dampak.

Yang dimaksud dengan potensi

dampak dilakukan terhadap dampak

lingkungan, keanekaragaman hayati,

kesehatan, pangan, pakan, dan bidang

lainnya yang terkait.

638. Pasal 131

Setiap orang yang melakukan ekspor

produk rekayasa genetik dari hasil

bioteknologi modern wajib:

153 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

639. a. memberikan informasi yang akurat

tentang produk rekayasi genetik tersebut; dan

Cukup jelas.

640. b. menyampaikannya terlebih dahulu kepada lembaga yang berwenang di bidang keamanan hayati untuk

pengujian keamanan.

Cukup jelas.

641. Pasal 132

Setiap orang yang melakukan impor

produk rekayasa genetik dari hasil

bioteknologi modern wajib

mendapatkan rekomendasi aman dari

lembaga yang berwenang di bidang

keamanan hayati.

Cukup jelas.

642. Pasal 133

Setiap orang yang memasukan

produk rekayasa genetik hasil

pemanfaatan bioteknologi modern ke

Indonesia wajib mendapatkan

persetujuan dari lembaga yang

berwenang di bidang keamanan

hayati.

Persetujuan diberikan setelah melalui

analisis resiko dampak lingkungan,

keanekaragaman hayati, kesehatan,

pangan, pakan, dan dampak lainnya

yang terkait.

643. Pasal 134 Yang dimaksud dengan pemanfaatan

154 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

(1) Pemerintah Pusat dan/atau

Pemerintah Daerah wajib melakukan tindakan segera untuk mengatasi kerusakan akibat lepas

atau dilepaskannya produk rekayasa genetik, spesies invasif

asing atau mikroorganisme invasif ke media lingkungan.

produk rekayasa genetik dalam

undang-undang ini hanya terbatas

kepada produk hasil pemanfaatan

keanekaragaman hayati.

644. (2) Tindakan segera sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:

645. a. karantina; Cukup jelas.

646. b. tindakan pemulihan; Cukup jelas.

647. c. investigasi terhadap asal usul lepasnya produk rekayasa

genetik atau spesies invasif asing; dan/atau

Cukup jelas.

648. d. tindakan lainnya. Yang dimaksud dengan tindakan

lainnya merupakan tindakan

pencegahan dan penanggulangan

pencemaran dan/atau kerusakan serta

pemulihan kondisi keanekaragaman

hayati guna menjamin tidak akan

terjadi atau terulangnya dampak

negatif terhadap keanekaragaman

hayati.

649. (3) Setiap orang yang melepaskan produk rekayasa genetik, spesies

Cukup jelas.

155 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

invasif asing atau mikroorganisme

invasif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas segala kerugian yang timbul.

650. Pasal 135

Ketentuan lebih lanjut mengenai

keamanan hayati sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 128, Pasal 129,

Pasal 130, Pasal 131, Pasal 132, Pasal

133 dan Pasal 134 diatur dalam

Peraturan Pemerintah.

Cukup jelas.

651. Bagian Keempat

Pemanfaatan Ekosistem

652. Pasal 136

(1) Pemanfaatan ekosistem ekosistem

pada kawasan konservasi sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 87 ayat (1) huruf c berupa :

653. a. pemanfaatan untuk kepentingan

penelitian dan/atau pendidikan;

Cukup jelas.

654. b. pemanfaatan jasa ekosistem; Yang dimaksud dengan pemanfaatan

jasa ekosistem adalah pemanfaatan

jasa lingkungan dalam kawasan

156 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

konservasi antara lain berupa wisata

alam, penyimpanan dan/atau

penyerapan karbon, air, energi air,

energi angin, energi panas matahari,

dan panas bumi.

655. c. pemanfaatan kawasan untuk

kepentingan strategis;dan/atau

Kepentingan pembangunan yang

bersifat strategis antara lain berupa:

a. jalan umum untuk membuka isolasi

wilayah;

b. menara komunikasi;

c. jaringan listrik atau air;

d. pembangun sarana pertahanan

Negara, sarana pendidikan umum

sampai dengan tingkat sekolah

dasar; atau

e. sarana pengamatan dan/atau

pengendalian bencana alam.

656. d. pemanfaatan ekosistem restorasi.

Cukup jelas.

657. e. Pemanfaatan tradisional. Pemanfaatan ekosistem tradisional,

dimaksudkan untuk kegiatan budidaya

tradisional oleh masyarakat

local/masyarakat hukum adat yang

telah ada dan tinggal didalam areal

sebelum penetapan kawasan

konservasi, dilaksnakan pada zone

157 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

tradisional atau zona khusus

658. (2) Pemanfaatan ekosistem sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dilakukan berdasarkan izin pemanfaatan dengan tetap memperhatikan hak-hak tradisional

masyarakat lokal atau masyarakat hukum adar

Cukup jelas.

659. (3) Pemanfaatan ekosistem dilakukan dengan penggunaan standar teknik dan teknologi yang terbaik.

Cukup jelas.

660. (4) Standar teknik dan teknologi yang terbaik sebagaimana dimaksud

dalam ayat (2) menjadi salah satu persyaratan penerbitan izin pemanfaatan.

Cukup jelas.

661. (5) Persyaratan penerbitan izin sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) dan ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Cukup jelas.

662. Pasal 137

(1) Pemanfaatan ekosistem

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 ayat (1), dapat dilakukan pada semua kawasan kecuali Cagar

Alam dan zona inti Taman Nasional.

Pemanfaatan ekosistem disesuaikan

dengan status kawasan, kategori

kawasan konservasi beserta tujuan

pengelolaan dan zonasinya.

Kegiatan pemanfaatan ekosistem

diselenggarakan berdasarkan rencana

pengelolaan.

158 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

663. (2) Cagar Alam dan zona inti Taman

Nasional hanya dapat dimanfaatkan untuk kegiatan penelitian, pendidikan, dan jasa

wisata alam terbatas.

Yang dimaksud wisata alam terbatas

meliputi wisata kunjungan terbatas

tanpa diikuti kegiatan pembangunan

sarana/prasarana.

664. Pasal 138

(1) Pemanfaatan ekosistem untuk kepentingan strategis sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 136 ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d dilakukan berdasarkan hasil kajian

ilmiah oleh lembaga ilmiah yang ditunjuk Menteri.

Lembaga ilmiah dimaksud adalah

badan penelitian dan pengembangan

kementerian yang diserahi tugas dan

tanggung-jawab bidang konservasi

keanekaragaman hayati atau

perguruan tinggi yang memiliki tenaga

profesional konservasi

keanekaragaman hayati.

665. (2) Kajian ilmiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian dari persyaratan izin

Menteri .

Cukup jelas.

666. (3) Kajian ilmiah sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) setidaknya meliputi:

Cukup jelas.

667. a. kajian resiko terhadap ekosistem;

Cukup jelas.

668. b. kajian alternatif kebijakan; Cukup jelas.

669. c. kajian upaya dan rencana mitigasi resiko;

Cukup jelas.

670. d. kajian penggunaan standar Cukup jelas.

159 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

teknis dan teknologi yang

terbaik untuk kepentingan perlindungan ekosistem;

671. e. deskripsi rencana usaha dan/atu kegiatan yang akan dikaji;dan

Cukup jelas.

672. f. hasil pelibatan masyarakat. Cukup jelas.

673. Pasal 139

(1) Pemerintah dapat memberikan insentif kepada penyelenggara pemulihan atau restorasi, dalam

bentuk:

674. a. Pemanfaatan komersial terbatas

ekosistem yang telah direstorasi;

675. b. Penundaan pembayaran

kewajiban penyetoran iutan/pajak.

676. Pasal 140

(1) Dalam rangka pemberian insentif kepada pihak yang bekerja sama

dalam pemulihan, ekosistem yang telah direstorasi dapat

dimanfaatkan untuk tujuan komersial terbatas.

Tujuan komersial dari kegiatan

pemulihan ekosistem terbatas pada

kegiatan pemanfaatan ekosistem

berupa pariwisata alam, perdagangan

karbon, pembayaran jasa air,

pemanfaatan hasil hutan kayu atau

non kayu.

677. Pasal 141

160 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

678. Tujuan komersial terbatas

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan status kawasan yang dipulihkan.

Status kawasan adalah fungsi kawasan

seperti kawasan konservasi, kawasan

hutan produksi, kawasan hutan

lindung, dsb. Di dalam kawasan

konservasi, maka tidak boleh ada

pemanfaatan yang bersifat ekstraktif

seperti pemanenan hasil hutan kayu.

679. (2) Pemegang izin pemanfaatan

ekosistem restorasi wajib membayar iuran usaha.

Izin pemanfaatan ekosistem restorasi

tidak dapat diterbitkan atau dapat

dicabut kembali apabila ada indikasi

bahwa pemanfaatan komersial tersebut

dapat menghambat pemulihan

ekosistem.

680. (3) Pemegang izin pemanfaatan

ekosistem restorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib:

681. a. menyusun rencana pemanfaatan;

Cukup jelas.

682. b. melakukan pengamanan pada areal yang akan direstorasi;dan

Cukup jelas.

683. c. melibatkan dan memberdayakan masyarakat setempat.

Cukup jelas.

684. Pasal 142

Ketentuan lebih lanjut mengenai

pemanfaatan ekosistem sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 136, Pasal 137,

Cukup jelas.

161 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

Pasal 138, Pasal 139, Pasal 140 dan

Pasal 141 diatur dalam Peraturan

Pemerintah.

685. Pasal 143

Pemanfaatan ekosistem pada Kawasan

Ekosistem Esensial dapat berupa:

686. (1) Pemanfaatan ekosistem

dilaksanakan sesuai dengan tujuan

penetapan kawasan.

687. (2) Pemerintah Pusat, Pemerintah

Daerah atau pemegang hak pada

kawasan ekosistem esesnsial

menyusun rencana pengelolaan

kawasan, guna optimalisasi

pemanfaatan yang berkelanjutan.

688. (3) Ketentuan lebih lanjut tentang

pemanfaatan ekosistem pada

kawasan ekosistem esensial diatur

denan peraturan menteri.

689. BAB V

PENGAMANAN

690. Bagian Kesatu

162 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

Kepolisian Khusus

691. Pasal 144

Dalam rangka pengamanan

penyelenggaraan konservasi

keanekaragaman hayati, pejabat yang

bertanggung jawab di bidang

konservasi keanekaragaman hayati

sesuai dengan sifat dan pekerjaannya

diberikan wewenang kepolisian

khusus.

Yang dimaksud dengan pejabat yang

bertanggung jawab di bidang

konservasi keanekaragaman hayati

yang diberikan wewenang kepolisian

khusus pada Pasal 142 ayat (1) adalah

Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang

diangkat sebagai pejabat fungsional

Polisi Khusus Lingkungan Hidup dan

Kehutanan.

692. Pasal 145

Pejabat yang diberi wewenang

kepolisian khusus sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 144,

berwenang untuk:

693. a. mengadakan penjagaan, patroli/perondaan di dalam dan

di luar kawasan kawasan konservasi atau di wilayah hukumnya;

Cukup jelas.

694. b. memeriksa surat-surat atau dokumen yang berkaitan dengan

pengangkutan hasil kawasan konservasi di wilayah hukumnya;

Cukup jelas.

163 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

695. c. memeriksa setiap orang yang

keluar atau masuk kawasan konservasi serta setiap orang yang berada di kawasan

konservasi.

Cukup jelas.

696. d. menerima laporan tentang

terjadinya tindak pidana yang menyangkut konservasi

keanekaragaman hayati;

Cukup jelas.

697. e. mencari dan meminta keterangan terkait tindak pidana

yang menyangkut konservasi keanekaragaman hayati.

Cukup jelas.

698. f. mencari dan mengamankan barang bukti tindak pidana yang

menyangkut konservasi keanekaragaman hayati;

Cukup jelas.

699. g. dalam hal tertangkap tangan,

menangkap tersangka dan mengamankan barang bukti

untuk diserahkan kepada penyidik;

Cukup jelas.

700. h. melakukan tindakan penangkapan, larangan meninggalkan tempat,

penggeledahan dan/atau penahanan atas perintah penyidik;

Cukup jelas.

701. i. membuat dan menandatangani laporan dan berita acara;

Cukup jelas.

164 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

702. j. membawa dan menghadapkan

orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan atas perintah penyidik.

Cukup jelas.

703. Pasal 146

Ketentuan lebih lanjut mengenai

Kepolisian Khusus diatur dengan

Peraturan Pemerintah.

Cukup jelas.

704. Bagian Kedua

Penyuluhan

705. Pasal 147

(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib memberikan penyuluhan dalam rangka

pencegahan dan pemberantasan tindak pidana di bidang konservasi keanekaragaman hayati.

Cukup jelas.

706. (2) Penyuluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

secara terintegrasi dengan subsistem kawasan konservasi dan

program pada tiap tingkatan administrasi pemerintahan.

Cukup jelas.

165 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

707. (3) Pelaksanaan penyuluhan dilakukan

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Cukup jelas.

708. BAB VI

PENYIDIKAN, ALAT BUKTI, DAN

BARANG RAMPASAN

709. Bagian Kesatu

Penyidikan

710. Pasal 148

Penyidikan tindak pidana di bidang

keanekaragaman hayati dilakukan

berdasarkan hukum acara yang

berlaku, kecuali ditentukan lain dalam

Undang-Undang ini.

Cukup jelas.

711. Pasal 149

(1) Selain Pejabat Penyidik Kepolisian

Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) tertentu

di lingkungan instansi Pemerintah yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang konservasi

Pejabat Pegawai Negeri Sipil terdiri dari

PPNS Lingkungan dan/atau PPNS

Kehutanan.

166 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

keanekaragaman hayati diberi

wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana.

712. (2) Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS)

tertentu di lingkungan instansi Pemerintah yang tugas dan

tanggung jawabnya di bidang konservasi keanekaragaman hayati dan ekosistem wewenang khusus

sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Cukup jelas.

713. (3) Dalam melakukan penyidikan tindak pidana konservasi

keanekaragaman hayati, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berwenang:

714. a. menerima laporan atau

pengaduan tentang adanya tindak pidana dan melakukan

pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan;

Cukup jelas.

715. b. memanggil seseorang untuk diperiksa dan dimintai keterangan sebagai saksi atau

tersangka;

Cukup jelas.

716. c. melakukan pemeriksaan di

tempat tertentu yang diduga

Cukup jelas.

167 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

terdapat barang bukti,

pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain yang dapat dijadikan bukti;

717. d. melakukan penyadapan untuk kepentingan penyelidikan dan

penyidikan;

718. e. melakukan penangkapan

dan/atau penahanan tersangka sementara;

Cukup jelas.

719. f. melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti tindak pidana;

Cukup jelas.

720. g. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan

dokumen lain;

Cukup jelas.

721. h. memotret dan/atau merekam

melalui media audio visual terhadap tersangka, dan/atau barang bukti;

Cukup jelas.

722. i. meminta bantuan dan/atau keterangan ahli;

Cukup jelas.

723. j. memberikan tanda pengaman dan mengamankan tempat

dan/atau barang yang dapat dijadikan sebagai alat bukti terjadinya tindak pidana di

bidang konservasi;

Cukup jelas.

168 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

724. k. membuat dan menandatangani

berita acara pemeriksaan dan/atau surat-surat lain yang diperlukan untuk kepeningan

penyidikan tindak pidana konservasi keanekaragaman

hayati; dan

Cukup jelas.

725. l. melakukan penghentian

penyidikan; dan

Cukup jelas.

726. m. melakukan tindakan lain yang diperlukan untuk mendukung

penyidikan tindak pidana konservasi.

727. (4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang untuk

memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut

umum.

Cukup jelas.

728. Pasal 150

Untuk memperoleh bukti permulaan

yang cukup, penyidik sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 141 ayat (1)

dapat menggunakan laporan yang

berasal dari masyarakat dan/atau

instansi terkait.

Cukup jelas.

169 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

729. Pasal 151

(1) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 149 ayat (1) berhak meminta kepada lembaga jasa

pengiriman, penyelenggara komunikasi, bank dan

penyelenggara jasa keuangan lainnya untuk:

730. a. membuka, memeriksa, dan menyita surat atau kiriman melalui pos, serta jasa

pengiriman lainnya yang mempunyai hubungan dengan tindak pidana konservasi

keanekaragaman hayati yang sedang diperiksa; dan/atau

Cukup jelas.

731. b. meminta informasi pembicaraan melalui telepon atau alat

komunikasi lain yang diduga digunakan untuk mempersiapkan, merencanakan,

dan/atau melakukan tindak pidana konservasi keanekaragaman hayati.

Cukup jelas.

732. c. meminta keterangan kepada bank atau jasa keuangan

lainnya atau berkaitan dengan transaksi keuangan tersangka.

Cukup jelas.

733. (2) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, hanya dapat dilakukan atas izin Ketua

Cukup jelas.

170 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

Pengadilan Negeri setempat atas

permintaan penyidik untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.

734. (3) Ketua Pengadilan Negeri setempat wajib memberikan izin untuk meminta informasi sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari

kerja setelah diterimanya permintaan dari penyidik.

Cukup jelas.

735. (4) Tindakan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dan ayat (2) dilaporkan serta

dipertanggungjawabkan kepada pejabat berwenang.

Cukup jelas.

736. Pasal 152

(1) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 149 ayat (1)

melakukan penangkapan terhadap orang yang berdasarkan bukti

permulaan yang cukup melakukan tindak pidana konservasi keanekaragaman hayati dan

ekosistemnya untuk paling lama 2 x 24 (dua kali dua puluh empat)

jam.

Cukup jelas.

737. (2) Dalam hal waktu untuk pemeriksaan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) belum

Cukup jelas.

171 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

mencukupi, maka atasan langsung

penyidik dapat memberi izin untuk memperpanjang penangkapan tersebut untuk paling lama 3 x 24

(tiga kali dua puluh empat) jam.

738. Bagian Kedua

Alat Bukti

739. Pasal 153

Alat bukti tindak pidana konservasi

keanekaragaman hayati, meliputi:

740. a. alat bukti sebagaimana

dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana;

Cukup jelas.

741. b. alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara

elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu;

dan/atau

Cukup jelas.

742. c. data, rekaman, atau informasi

yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa

bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, atau

Cukup jelas.

172 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

yang terekam secara elektronik,

berupa:

743. d. tulisan, suara atau gambar; Cukup jelas.

744. e. peta, rancangan, foto, atau sejenisnya; dan/atau

Cukup jelas.

745. f. huruf, tanda, angka, simbol, atau perforasi yang memiliki makna atau dapat dipahami oleh

orang yang mampu membaca atau memahaminya.

Cukup jelas.

746. Bagian Ketiga

Barang Rampasan

747. Pasal 154

(1) Benda dan/atau alat yang digunakan dalam dan/atau yang dihasilkan dari tindak pidana

konservasi keanekaragaman hayati dirampas untuk negara berdasarkan putusan pengadilan.

Yang dimaksud dengan dirampas

untuk negara adalah bahwa disamping

dirampas sesuai dengan ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Undang-

Undang No. 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana, juga

memberikan kewenangan kepada

pejabat yang ditetapkan oleh

Pemerintah untuk menguasai,

memelihara, dan/atau menyelamatkan

tumbuhan dan satwa sebelum proses

pengadilan dilaksanakan.

173 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

748. (2) Benda dan/atau alat yang

digunakan dalam dan/atau yang dihasilkan dari tindak pidana konservasi keanekaragaman hayati

dapat dilelang untuk negara sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Cukup jelas.

749. (3) Uang hasil pelelangan tindak pidana konservasi keanekaragaman

hayati disetor ke kas negara sebagai penerimaan negara bukan pajak, dipergunakan untuk

membiayai pemeliharaan barang rampasan tindak pidana konservasi keanekaragaman hayati, dan

sebagai insentif bagi petugas dan pihak-pihak yang berjasa.

Tanpa mengurangi arti dari ketentuan

perundang-undangan mengenai

pendapatan negara baik pajak maupun

bukan pajak, maka hasil lelang dari

spesimen tumbuhan dan satwa liar

hasil rampasan dapat secara langsung

dipergunakan untuk membiayai

kegiatan penegakan hukum.

Sesuai dengan ketentuan konvensi

internasional mengenai kontrol

perdagangan jenis-jenis flora dan fauna

sebagian hasil lelang juga dapat

digunakan sebagai insentif bagi

penegak hukum.

750. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan keputusan penanganan

spesimen rampasan, lelang, pembiayaan penegakan hukum dan

insentif bagi penegakan hukum diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Dalam Peraturan Pemerintah tersebut

antara lain diatur alternatif-alternatif

penanganan spesimen hasil rampasan

baik hidup maupun mati, termasuk

kriteria-kriteria dan syarat-syarat bagi

spesimen hasil rampasan yang akan

dikembalikan ke habitat alamnya.

Selain itu diatur tentang lelang

174 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

spesimen hasil temuan atau hasil

rampasan, termasuk pemanfaatan

uang hasil lelang bagi pembiayaan

penegakan hukum dan insentif bagi

penegak hukum yang berjasa.

751. Pasal 155

(1) Spesimen hidup tumbuhan dan/atau satwa dari kategori

spesies dilindungi yang dirampas untuk negara dititipkan kepada lembaga-lembaga yang bergerak di

bidang konservasi ex-situ.

Lembaga yang dimaksud pada ayat ini

dapat berupa lembaga pemerintah

maupun lembaga swadaya masyarakat,

seperti taman satwa, kebun botani,

museum zoologi, herbarium, pusat

penyelamatan satwa dan sebagainya

yang ditunjuk dan ditetapkan oleh

pemerintah.

Tumbuhan dan satwa liar yang

dilindungi sedapat mungkin harus

dikembalikan ke habitat aslinya.

Namun spesimen hasil kejahatan yang

dirampas sering tidak diketahui daerah

atau habitat asal spesimen tersebut

atau karena telah cukup lama berada

di lingkungan manusia maka spesimen

tumbuhan atau satwa liar tersebut

dinilai tidak dapat beradaptasi dengan

atau bertahan hidup di habitatnya.

Oleh karena itu maka tumbuhan dan

satwa liar tersebut dititipkan kepada

lembaga yang bergerak di bidang

175 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

konservasi eks-situ tumbuhan dan

satwa liar untuk dikembangbiakkan

bagi kepentingan pelestarian jenis

tersebut. Selain itu penitipan juga

diperlukan apabila spesimen yang

dirampas tersebut diperlukan untuk

dijadikan barang bukti di pengadilan.

Spesimen titipan tersebut masih tetap

milik negara, dan apabila ada

keuntungan dari komersialisasi

spesimen tersebut, maka harus ada

pembagian keuntungan untuk negara.

752. (2) Spesimen hidup tumbuhan

dan/atau satwa dari kategori spesies dilindungi yang dirampas untuk negara sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dapat dikembalikan ke habiat alam (in-situ) atau dimanfaatkan sebagai induk perbanyakan tumbuhan atau

pengembangbiakan satwa liar.

Cukup jelas.

753. (3) Spesimen mati tumbuhan dan/atau satwa liar yang

dilindungi yang dirampas untuk negara diserahkan kepada museum zoologi atau herbarium atau

lembaga penelitian.

Cukup jelas.

176 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

754. Pasal 156

(1) Spesimen hidup tumbuhan dan satwa dari kategori spesies dikendalikan atau spesies dipantau

yang dirampas untuk negara dapat dikembalikan ke habitat alami (in-situ) atau dilelang.

Pengembalian ke habitat alamnya

harus dilaksanakan dengan hati-hati

dan dengan memperhatikan habitat

asal-usul spesimen, keadaan dan

status populasi, kemungkinan hidup

dan berkembang biaknya secara alami

spesimen yang dikembalikan ke

habitatnya, masalah penegakan

hukum serta kondisi fisik dan

kesehatan spesimen dimaksud.

755. (2) Spesimen mati tumbuhan dan

satwa dari kategori spesies dikendalikan yang dirampas untuk

negara dapat dilelang.

Cukup jelas.

756. Pasal 157

Dalam hal spesimen mati tumbuhan

dan/atau satwa sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 155 dan Pasal

156 dapat menimbulkan persoalan

dalam penegakan hukum dan/atau

membahayakan harus dimusnahkan.

Yang dimaksud dapat menimbulkan

persoalan hukum seperti:

1. apabila dilepas kembali ke

habitat alamnya adalah antara

lain spesimen yang telah

dilepaskan kembali ke habitat

alam akan mudah diambil atau

ditangkap kembali secara tidak

sah dan beredar kembali untuk

dikomersialkan, sehingga

pelepasan kembali ke habitat

alam sama sekali tidak

membantu konservasi jenis yang

177 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

bersangkutan.

2. secara ilmiah sudah tidak

mempunyai nilai misalnya telah

dijadikan barang-barang hiasan,

atau pakaian, termasuk tas,

sepatu, dompet dan ikat

pinggang, atau sudah tidak utuh

lagi, dan telah banyak

mengalami modifikasi maka lebih

baik dimusnahkan.

Yang dimaksud membahayakan,

termasuk dapat membahayakan adalah

1. Spesimen mati tumbuhan dan

satwa liar yang dilindungi mutlak

apabila keadaannya sudah

rusak; atau

2. tidak memungkinkan untuk

mempertahankan spesimen hasil

rampasan dalam keadaan hidup

karena rusak, cacat, mengidap

penyakit berbahaya dan secara

medis veteriner dinyatakan tidak

dapat disembuhkan atau tidak

memungkinkan hidup, maka

lebih baik dimusnahkan.

178 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

757. Pasal 158

(1) Dalam hal pelaku tindak pidana konservasi keanekaragaman hayati tertangkap di luar negeri,

Pemerintah dapat meminta pengembalian spesimen atau

sumber daya genetik yang berasal dari Indonesia yang dirampas di negara lain.

Tumbuhan dan satwa liar, yang karena

terkait dengan pelanggaran ketentuan

internasional mengenai peredaran

tumbuhan dan satwa liar, pelakunya

tertangkap dan/atau spesimennya

dirampas di luar negeri, maka

spesimen tersebut perlu dikembalikan

ke Indonesia untuk kepentingan

penyidikan, dan bagi spesimen hidup

dari spesies dilindungi, apabila masih

memungkinkan, dilepas-liarkan

kembali ke habitat alam.

758. (2) Biaya pengembalian spesimen atau

sumber daya genetik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditanggung oleh pelaku.

Yang dimaksud dengan pelaku adalah

penerima (importir) dan/atau pengirim

(eksportir) spesimen spesies hasil

tindak pidana konservasi

keanekaragaman hayati.

Pelaku wajib menanggung semua biaya

pengembalian spesimen tersebut ke

Indonesia tanpa harus menunggu

proses peradilan. Namun demikian

apabila karena suatu sebab pengirim

spesimen tidak dapat diketahui

keberadaannya, atau melarikan diri,

maka biaya pengiriman kembali

spesimen hasil rampasan dapat

dimintakan untuk ditanggung oleh

penerima (importir) dalam hal

179 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

peraturan perundang-undangan di

negara tersebut memungkinkan.

759. (3) Dalam hal pembiayaan

pengembalian spesimen atau sumber daya genetik sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) tidak dapat ditanggung oleh pelaku, pembiayaan pengembalian

spesimen atau sumber daya genetik dibebankan kepada Pemerintah

Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Cukup jelas.

760. (4) Dalam hal pengembalian spesimen

rampasan di luar negeri tidak dapat dilakukan, maka spesimen hidup

tumbuhan atau satwa liar dapat diminta untuk dititipkan kepada lembaga yang bergerak dalam

bidang konservasi ex-situ dan dimusnahkan bagi spesimen mati.

Cukup jelas.

761. (5) Spesimen tumbuhan dan/atau satwa yang berasal dari luar

wilayah Republik Indonesia yang dirampas untuk negara dapat dikembalikan ke negara asalnya

atas permintaan dari negara asal.

Cukup jelas.

762. (6) Biaya pengembalian spesimen

tumbuhan dan/atau satwa dibebankan kepada negara asal spesimen tumbuhan dan/atau

satwa.

Cukup jelas.

180 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

763. BAB VII

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN

PERAN PARA PIHAK

764. Bagian Kesatu

Umum

765. Pasal 159

(1) Pelibatan para pihak dan

pemberdayaan masyarakat dilakukankan untuk mendukung terwujudnya tujuan konservasi

keanekaragaman hayati.

Membuka akses informasi adalah

kewajiban minimal dalam mewujudkan

peran masyarakat.

766. (2) Pelibatan para pihak dalam

konservasi keanekaragaman hayati dilakukan pada proses

perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan pengawasan dan pemantauan.

Pelibatan masyarakat tidak sekedar

membuka akses, namun lebih kepada

proses perencanaan, pelaksanaan,

sampai dengan pengawasan dan

pemantauan.

767. (3) Pemberdayaan masyarakat selain ditujukan untuk peningkatan

kesejahteraan juga untuk mendukung peran para pihak dalam konservasi keanekaragaman

hayati.

768. Bagian Kedua

181 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

Pemberdayaan Masyarakat

769. Pasal 160

(1) Pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 159 ayat (2) dilaksanakan melalui:

770. a. fasilitasi dan pendampingan; Cukup jelas.

771. b. peningkatan kapasitas dan

penguatan kelembagaan;

Cukup jelas.

772. c. pemberian akses. Pemberian akses sebagaimana

dimaksud ayat 1 huruf c dapat berupa

:

a. pemanfaatan kawasan untuk

kegiatan budidaya pada zona

tradisional dan zona khusus

b. pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar

untuk kegiatan penangkaran

c. pengarusutamaan keanekaragaman hayati

di sekitar kawasan konservasi

773. (2) Pelaksanaan pemberdayaan

masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam

setiap kegiatan pelestarian dan pemanfaatan spesies, genetik, dan

Cukup jelas.

182 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

ekosistem.

774. (3) Sasaran pemberdayaan adalah masyarakat yang tinggal di dalam

dan sekitar kawasan konservasi dan/atau kawasan ekosistem esensial, termasuk masyarakat

hukum adat.

775. Bagian Ketiga

Peran Para Pihak

776. Pasal 161

(1) Peran dan iniasi para pihak harus

diidentifikasi dan didukung untuk membantu pencapaian tujuan konservasi keanekaragaman hayati.

Cukup jelas.

777. (2) Dalam mendukung pencapaian tujuan konservasi keanekaragaman

hayati tersebut, para pihak dapat berperan:

778. a. memberikan data dan informasi untuk kepentingan pelestarian dan pemanfaatan spesies,

genetik, dan ekosistem;

Cukup jelas.

779. b. memberikan usulan, saran dan

pertimbangan untuk perlindungan spesies, genetik, dan ekosistem;

Cukup jelas.

183 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

780. c. melakukan kerja sama dalam

pembinaan serta pemulihan populasi dan habitat/ekosistem;

Cukup jelas.

781. d. melakukan pengelolaan sebagian kawasan konservasi;

Cukup jelas.

782. e. melakukan pengelolaan kawasan ekosistem esensial; dan/atau

Cukup jelas.

783. f. sebagai pengampu sumber daya

genetik dan pengetahuan tradisional yang terasosiasi

dengan sumber daya genetik.

Cukup jelas.

784. (3) Untuk mewadahi peran para pihak

tersebut dapat dilakukan dalam kelembagaan yang akan dibentuk oleh Pemerintah Pusat di bidang

keanekaragaman hayati.

Cukup jelas.

785. Pasal 162

Dalam melaksanakan peran

sebagaimana dimaksud dalam Pasal

161 para pihak berhak:

786. a. mendapatkan akses informasi, akses partisipasi dan akses

keadilan;

Cukup jelas.

787. b. menyampaikan usulan dan/atau

keberatan;

Cukup jelas.

788. c. terlibat dalam pengelolaan

konservasi keanekaragaman hayati;

Cukup jelas.

184 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

789. d. ikut melaksanakan pengawasan

pengelolaan dan/atau pelindungan dan pengamanan kawasan dan spesies di sekitar

ruang kelola kehidupan;

Cukup jelas.

790. e. mendapatkan perlindungan atas

hak-hak tradisional;

Cukup jelas.

791. f. mendapatkan kompensasi atas

hilangnya hak atas tanah dan akses terhadap sumber daya sebagai akibat dari penetapan

kawasan konservasi dan kawasan ekosistem esensial

sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku;

Cukup jelas.

792. g. mendapatkan insentif atas pembatasan hak di atas tanah yang ditetapkan sebagai

kawasan ekosistem esensial sesuai dengan peraturan perundangan yang ada;

Cukup jelas.

793. h. mendapatkan pembagian keuntungan yang adil dan

berimbang atas hak kekayaan intelektual serta pengetahuan

tradisional dalam pemanfaatan sumber daya genetik;

Cukup jelas.

794. i. mendapatkan pendampingan

dan pemberdayaan.

Cukup jelas.

185 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

795. Pasal 163

Dalam melaksanakan peran

sebagaimana dimaksud dalam Pasal

161 ayat (2) para pihak berkewajiban:

796. a. memberikan informasi secara benar, akurat, dan terbuka;

Cukup jelas.

797. b. melestarikan keanekaragaman hayati yang berada di tanah atau

di wilayah yang dikuasakan kepadanya;

Cukup jelas.

798. c. melakukan pemulihan atas areal

terdegradasi yang berada di tanah atau di wilayah yang

dikuasakan kepadanya

Cukup jelas.

799. d. memanfaatkan keanekaragaman

hayati dengan bertanggung jawab dan berkelanjutan; dan

Cukup jelas.

800. e. mentaati ketentuan peraturan

perundangan-undangan yang berlaku.

Cukup jelas.

801. Pasal 164

Ketentuan lebih lanjut mengenai

pemberdayaan masyarakat dan peran

para pihak sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 159, Pasal 160, Pasal

161, Pasal 162, dan Pasal 163 diatur

Cukup jelas.

186 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

dalam Peraturan Pemerintah.

802. BAB VIII

PENDANAAN KONSERVASI

803.

Pasal 165

(1) Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah wajib

menyediakan pendanaan yang berkelanjutan untuk kegiatan konservasi.

Cukup jelas.

804. (2) Pendanaan berkelanjutan untuk kegiatan konservasi dapat berasal

dari:

Cukup jelas.

805. a. anggaran pemerintah; Cukup jelas.

806. b. bantuan/hibah Negara lain; Cukup jelas.

807. c. hibah dari lembaga nasional

dan internasional;

Cukup jelas.

808. d. komitmen internasional yang

berasal dari penghapusan hutang luar negeri;

Cukup jelas.

809. e. hasil kerja sama pengelolaan keanekaragaman hayati dengan pihak ketiga; dan

Cukup jelas.

187 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

810. f. anggaran para pihak yang

ditunjuk sebagai pengelola kawasan konservasi tertentu.

Cukup jelas.

811. (3) Pemerintah Pusat dapat membentuk Lembaga Pendanaan sesuai peraturan perundang-

undangan.

Lembaga pendanaan yg dimaksud pada

ayat 3 dapat berupa Dana Amanah

(Trust Fund).

Dana Amanah merupakan dana yg

berasal dari berbagai sumber dana

yang sah, tidak mengikat, dan

diperuntukan langsung bagi kegiatan

konservasi keanekaragaman hayati.

Sumber dana yang dimaksud dapat

berasal dari Pembayaran jasa

lingkungan (PES/Payment for

Ecosystem Services), Tanggung jawab

sosial perusahaan (CSR/Corporate

Social Responsibility), hibah, pajak

atau fee terhadap usaha-usaha yang

dapat berdampak negatif terhadap

kenanekaragaman hayati,

carbon/biodiversity offsets.

812. (4) Ketentuan lebih lanjut tentang pendanaan berkelanjutan untuk

konservasi diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Cukup jelas.

188 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

813. BAB IX

PENYELESAIAN SENGKETA

814. Bagian Kesatu

Umum

815. Pasal 166

(1) Penyelesaian sengketa merupakan

proses, cara, dan/atau upaya untuk menyelesaikan sengketa atau beda pendapat perdata terkait

dengan pelaksanaan Undang-Undang ini.

Cukup jelas.

816. (2) Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak

menghapuskan pertanggungjawaban pidana.

Cukup jelas.

817.

Pasal 167

(1) Penyelesaian sengketa konservasi

keanekaragaman hayati dapat ditempuh:

818. a. di luar pengadilan; atau Cukup jelas.

819. b. di pengadilan Cukup jelas.

189 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

820. (2) Pilihan penyelesaian sengketa di

luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan secara suka rela oleh

para pihak yang bersengketa.

Cukup jelas.

821. (3) Gugatan melalui pengadilan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, hanya dapat ditempuh

apabila upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang dipilih dinyatakan tidak berhasil

oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa.

Cukup jelas.

822. Bagian Kedua

Penyelesaian Sengketa di Luar

Pengadilan

823. Pasal 168

Penyelesaian sengketa konservasi

keanekargaman hayati diupayakan

untuk diselesaikan dengan prinsip

musyawarah untuk mufakat.

Cukup jelas.

824. Pasal 169 Yang dimaksud dengan tindakan tertentu adalah suatu tindakan yang

190 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

(1) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang dimaksud dalam Undang-Undang ini dilakukan

untuk mencapai kesepakatan mengenai tindakan tertentu

dan/atau ganti rugi.

terdiri dari namun tidak terbatas pada:

a. penghentian tindakan yang

merugikan dan/atau berpotensi

merugikan konservasi

keanekaragaman hayati dan/

atau masyarakat;

b. mencegah timbulnya dampak

negatif terhadap konservasi

keanekaragaman hayati dan/

atau masyarakat;

c. menjamin tidak akan

terulangnya tindakan yang

merugikan dan/atau berpotensi

merugikan keanekaragaman

hayati dan/ atau masyarakat;

d. pemulihan, penanggulangan

dan/atau mitigasi dampak

kerugian terhadap

keanekaragaman hayati dan/

atau masyarakat;

e. mendapatkan akses

pemanfaatan jasa lingkungan

dan/ atau hasil hutan bukan

kayu;

f. kemitraan dalam pengelolaan

kawasan konservasi;

g. pengamanan dampak dari

spesies invasif dan/ atau produk

191 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

rekayasa genetik terhadap

keanekaragaman hayati

dan/atau masyarakat;

h. mencegah, menanggulangi,

dan/atau memulihkan

pencemaran dan/atau

perusakan lingkungan hidup

yang terkait dengan

keanekaragaman hayati.

825. (2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan dilakukan dengan mediasi, negosiasi, arbitrase, atau

pilihan lain dari para pihak yang bersengketa sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

Cukup jelas.

826. (3) Hasil penyelesaian sengketa di luar

pengadilan harus dinyatakan secara tertulis dan bersifat

mengikat para pihak sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Cukup jelas.

827. Bagian Ketiga

Penyelesaian Sengketa di Pengadilan

828. Paragraf 1

192 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

Ganti Rugi dan Tindakan Tertentu

829. Pasal 170

Setiap penanggung jawab usaha

dan/atau kegiatan yang melakukan

perbuatan melanggar hukum yang

menimbulkan kerugian pada orang

lain dan/atau keanekaragaman hayati

wajib membayar ganti rugi dan

melakukan tindakan tertentu

berdasarkan putusan pengadilan.

Cukup jelas.

830. Pasal 171

Setiap orang yang melakukan

pemindahtanganan, pengubahan sifat

dan bentuk usaha, dan/atau kegiatan

dari suatu badan usaha yang

melanggar hukum tidak melepaskan

tanggung jawab hukum dan kewajiban

badan usaha sebagaimana diatur

dalam Undang-Undang ini.

Cukup jelas.

831.

832. Pasal 172

Pengadilan dapat menetapkan

Cukup jelas.

193 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

pembayaran uang paksa terhadap

setiap hari keterlambatan atas

pelaksanaan putusan pengadilan.

833. Paragraf 2

Tanggung Jawab Mutlak

834. Pasal 173

Setiap orang yang tindakannya,

usahanya, dan/atau kegiatannya

melepaskan varietas atau organisme

hasil rekayasa sumber daya genetik,

atau organisme yang secara sumber

daya genetik telah dimodifikasi ke

habitat alam atau kegiatan lainnya

yang berdampak serius terhadap

keanekaragaman hayati yang

menimbulkan kerugian terhadap

keanekaragaman hayati bertanggung

jawab mutlak atas kerugian yang

terjadi tanpa perlu adanya

pembuktian unsur kesalahan.

Cukup jelas.

835. Paragraf 3

194 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

Gugatan Perwakilan

836.

Pasal 174

(1) Masyarakat berhak mengajukan

gugatan perwakilan kelompok untuk kepentingan dirinya sendiri dan/atau untuk kepentingan

masyarakat apabila mengalami kerugian.

Cukup jelas.

837. (2) Gugatan dapat diajukan apabila terdapat kesamaan fakta atau peristiwa, dasar hukum, serta jenis

tuntutan di antara wakil kelompok dan anggota kelompoknya.

Cukup jelas.

838. (3) Ketentuan mengenai hak gugat masyarakat dilaksanakan sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Cukup jelas.

839. Paragraf 4

Hak Gugat Organisasi

840.

Pasal 175

(1) Dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab pelindungan keanekaragaman hayati, organisasi

Cukup jelas.

195 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

berhak mengajukan gugatan untuk

kepentingan keanekaragaman hayati.

841. (2) Hak mengajukan gugatan terbatas pada tuntutan untuk melakukan tindakan tertentu tanpa adanya

tuntutan ganti rugi, kecuali biaya atau pengeluaran riil.

Cukup jelas.

842. (3) Organisasi dapat mengajukan gugatan apabila memenuhi persyaratan:

843. a. berbentuk badan hukum; Cukup jelas.

844. b. menegaskan di dalam anggaran dasarnya bahwa organisasi tersebut didirikan untuk

kepentingan pelindungan keanekaragaman hayati; dan

Cukup jelas.

845. c. telah melaksanakan kegiatan nyata sesuai dengan anggaran dasarnya paling singkat 2 (dua)

tahun.

Cukup jelas.

846. Paragraf 5

Hak Gugat Pemerintah

847.

Pasal 176 Cukup jelas.

196 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

(1) Pemerintah Pusat dan/atau

Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab di bidang pelindungan keanekaragaman

hayati berwenang mengajukan gugatan ganti rugi dan/atau

tindakan tertentu terhadap usaha dan/atau kegiatan yang mengakibatkan kerugian bagi

keanekaragaman hayati.

848. (2) Gugatan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) terbatas pada tuntutan kerugian bagi keanekaragaman hayati, kerugian

pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi dan tanggung

jawabnya di bidang pelindungan keanekaragaman hayati, dan/atau tindakan tertentu guna mencegah,

menanggulangi, dan memulihkan keanekaragaman hayati.

Cukup jelas.

849. BAB X

KERJA SAMA INTERNASIONAL

850.

Pasal 177

Dalam rangka kerja sama

internasional di bidang pengelolaan

197 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

ekosistem dan jenis, Pemerintah Pusat

mengatur pelaksanaan bagi beberapa

perjanjian internasional terkait

keanekaragaman hayati diantaranya:

851. a. Konvensi Warisan Alam Dunia; Cukup jelas.

852. b. Konvensi Ramsar; Cukup jelas.

853. c. Cagar Biosfer; Cukup jelas.

854. d. Convention on International Trade in Endangered Species (CITES);

Cukup jelas.

855. e. Konvensi Keanekaragaman Hayati (Convention on Biological

Diversity/ CBD).

Cukup jelas.

856.

Pasal 178

(1) Pemerintah Pusat dapat

mengajukan kawasan konservasi menjadi Situs Warisan Dunia atau Situs Ramsar kepada Organisasi

Internasional yang berwenang.

Cukup jelas.

857. (2) Pemerintah Pusat dapat

mengajukan kawasan konservasi menjadi zona inti Situs Cagar Biosfer kepada Organisasi

Internasional yang mengurusinya, serta mengelolanya bersama

Cukup jelas.

198 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

kawasan di sekitarnya di dalam

kerangka pengelolaan Cagar Biosfer.

858. (3) Pengajuan usulan kawasan konservasi untuk menjadi situs-situs internasional sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) didasarkan pada

rekomendasi dari:

859. a. Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota;

Cukup jelas.

860. b. pemangku kepentingan yang berkaitan; dan

Cukup jelas.

861. c. Komisi Konservasi Keanekaragaman Hayati.

Cukup jelas.

862. (4) Situs-situs internasional sebagaimana dimaksud pada ayat

(1), ayat (2) dan ayat (3) wajib dikelola sesuai dengan pedoman yang dikeluarkan oleh Organisasi

Internasional yang mengurusinya.

Cukup jelas.

863. Pasal 179

(1) Pengelolaan Situs Cagar Biosfer sebagaimana dimaksud pada Pasal

177 huruf c dikoordinasikan oleh Pemerintah Provinsi setempat.

Cukup jelas.

864. (2) Dalam hal pengelolaan Situs Cagar Biosfer, Pemerintah Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat

Cukup jelas.

199 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

(1) dapat membentuk Badan

Pengelola Cagar Biosfer.

865.

866. BAB XI

KELEMBAGAAN

867. Bagian Kesatu

Komisi Konservasi Keanekaragaman

Hayati

868. Pasal 180

(1) Dalam hal mendukung

penyelenggaraan konservasi keanekaragaman hayati, Presiden

membentuk Komisi Konservasi Keanekaragaman Hayati berdasarkan usul Menteri.

Cukup jelas.

869. (2) Komisi Konservasi Keanekaragaman Hayati

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diketuai oleh perwakilan Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia yang beranggotakan para pihak.

Yang dimaksud dengan beranggotakan

para pihak antara lain perwakilan dari

:

a. kementerian terkait dengan urusan

kehutanan atau konservasi

keanekaragaman hayati;

b. kementerian terkait dengan urusan

Lingkungan Hidup;

200 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

c. lembaga penelitian dan

pengembangan di bidang

konservasi keanekaragaman hayati

d. lembaga swadaya masyarakat yang

bergerak dalam bidang konservasi

nasional; dan

e. perguruan tinggi yang berada di

Indonesia.

870. Pasal 181

Komisi Konservasi Keanekaragaman

Hayati bertugas:

871. a. melakukan pengkajian dan penelitian dalam rangka pemberian rekomendasi kepada

Menteri mengenai penetapan dan/atau perubahan status sumber daya genetik spesies

target, kategorisasi pelindungan spesies dan kategori kawasan

konservasi;

Cukup jelas.

872. b. menyusun prosedur tetap untuk

implementasi pelaksanaan tugas Komisi, dalam rangka pemberian rekomendasi kepada Menteri

sebagaimana dimaksud pada ayat (2); dan

Cukup jelas.

201 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

873. c. menampung dan

menindaklanjuti usulan masyarakat mengenai konservasi keanekaragaman hayati.

Cukup jelas.

874. Pasal 182

Komisi Konservasi Keanekaragaman

Hayati berwenang memberikan

rekomendasi terhadap:

875. a. penetapan dan perubahan spesies target bagi pelindungan sumber daya genetik;

Cukup jelas.

876. b. penetapan spesies-spesies satwa kharismatik;

Cukup jelas.

877. c. penetapan dan perubahan kategori spesies dilindungi;

Cukup jelas.

878. d. perburuan terkendali di dalam kawasan konservasi dalam

rangka mengoptimalkan daya dukung terhadap spesies;

Cukup jelas.

879. e. pengajuan usulan kawasan konservasi untuk menjadi situs-situs internasional;

Cukup jelas.

880. f. perubahan dari satu kategori kawasan konservasi ke kategori

lainnya; dan

Cukup jelas.

881. g. pencadangan areal. Areal pencadangan yang dimaksud

adalah Areal yang dicadangkan

202 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

diprioritaskan pada situs yang

mengalami degradasi sedang atau

berat.

882. Pasal 183

Apabila Komisi Keanekaragaman

Hayati belum terbentuk, semua

keputusan Menteri mengenai

penetapan dan perubahan status

sumber daya genetik spesies target,

kategorisasi pelindungan spesies dan

kategorisasi kawasan konservasi

didasarkan pada rekomendasi dari

Otorita Ilmiah.

Cukup jelas.

883. Bagian Kedua

Dewan Pengelola Sumber Daya

Genetik

884.

Pasal 184

(1) Dalam rangka pengaturan pemanfaatan sumber daya genetik

dan pengetahuan yang terasosiasi dengan sumber daya genetik,

Cukup jelas.

203 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

Presiden membentuk Dewan

Pengelola Sumber Daya Genetik.

885. (2) Dewan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) beranggotakan unsur Kementerian dan Lembaga serta unsur masyarakat yang terkait

dengan sumber daya genetik.

Kementerian dan Lembaga yang

dimaksud diantaranya Kementerian

atau Lembaga pemerintah yang

mempunyai kewenangan bidang

pertanian, kesehatan, pengetahuan

dan teknologi, kehutanan, lingkungan

hidup, kelautan dan perikanan, hak

kekayaan intelektual.

886. (3) Dewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh Menteri sebagai Ketua Dewan.

Cukup jelas.

887. (4) Kepala Sekretariat melaksanakan tugas sehari-hari Dewan.

Cukup jelas.

888. (5) Menteri menetapkan Kepala Sekretariat dan anggota

Sekretariat.

Cukup jelas.

889. Pasal 185

Dewan bertugas :

890. a. mengkoordinasikan Kementerian dan Lembaga yang berwenang

atas izin akses dan izin pengembangan;

Fungsi koordinasi dari mulai

penerbitan sampai pengawasan.

Kementerian dan Lembaga yang

dimaksud adalah yang mempunyai

kewenangan bidang pertanian,

kesehatan, pengetahuan dan teknologi,

204 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

kehutanan, lingkungan hidup,

kelautan dan perikanan.

Kementerian dan Lembaga dimaksud di

atas adalah Otoritas Nasional yang

Kompeten (National Competent

Authorities/NCA).

891. b. menyusun pedoman akses dan pembagian keuntungan bagi

Pemerintah dan masyarakat;

Yang dimaksud dengan pedoman

untuk masyarakat termasuk pedoman

bagi pengakses, masyarakat adat dan

petani pemulia.

892. c. mengembangkan sistem basis data dan informasi serta

menyediakan informasi tentang akses terhadap sdg dan

pengetahuan tradisional yang terasosiasi dengannya;

Cukup jelas.

893. d. mewakili negara sebagai Pumpunan Kegiatan Nasional (national focal point);

Termasuk bertindak sebagai check

points menurut Protokol Nagoya.

894. e. memberikan rekomendasi penerbitan izin akses kepada

Otoritas Nasional yang Kompeten (national competent authority);

Cukup jelas.

895. f. menunjuk satu atau beberapa lembaga yang berwenang sebagai

Otoritas Nasional yang Kompeten ( national competent authority);

Cukup jelas.

896. g. melakukan monitoring dan Areal pencadangan yang dimaksud

205 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

evaluasi kegiatan Otoritas

Nasional yang Kompeten (national competent authority);dan

adalah Areal yang dicadangkan

diprioritaskan pada situs yang

mengalami degradasi sedang atau

berat.

897. h. mewakili negara dalam sengketa

hak kekayaan intelektual terkait sumber daya genetik dan

pengetahuan yang terasosiasi dengannya.

Dewan mewakili negara dan/atau

memfasilitasi serta mendampingi

masyarakat adat atau petani

tradisional dalam sengketa hak

kekayaan intelektual pada sengketa

nasional maupun sengketa

internasional.

898. Bagian Ketiga

Otoritas Nasional yang Kompeten

899. Pasal 186

Otoritas Nasional yang Kompeten

sebagaimana dimaksud pada Pasal

176 huruf e, f, dan g bertugas:

900. a. memberikan izin akses; Fungsi koordinasi dari mulai

penerbitan sampai pengawasan.

Kementerian dan Lembaga yang

dimaksud adalah yang mempunyai

kewenangan bidang pertanian,

kesehatan, pengetahuan dan teknologi,

kehutanan, lingkungan hidup,

206 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

kelautan dan perikanan.

Kementerian dan Lembaga dimaksud di

atas adalah Otoritas Nasional yang

Kompeten (National Competent

Authorities/NCA).

901. b. mengeluarkan bukti tertulis

bahwa semua persyaratan akses telah ditempuh;

Yang dimaksud dengan pedoman

untuk masyarakat termasuk pedoman

bagi pengakses, masyarakat adat dan

petani pemulia.

902. c. memberikan informasi terkait

dengan prosedur dan persyaratan untuk memperoleh

PADIA dan Kesepakatan Bersama; dan

Cukup jelas.

903. d. menyampaikan laporan dan informasi PADIA, Kesepakatan Bersama (MAT), Izin, kepada

Dewan.

Cukup jelas.

904. BAB XII

PENGAWASAN DAN SANKSI

ADMINISTRATIF

905.

Pasal 187 Menteri, Gubernur, atau

Bupati/Walikota sesuai dengan

cCukup jelas.

207 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

kewenangannya wajib melakukan

pengawasan terhadap ketaatan

penanggung jawab usaha dan/atau

kegiatan atas ketentuan yang

ditetapkan dalam peraturan

perundang-undangan di bidang

konservasi keanekaragaman hayati.

906.

Pasal 188

(1) Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya menegakan sanksi

administratif.

Cukup jelas.

907. (2) Sanksi administratif sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

908. a. teguran tertulis; Cukup jelas.

909. b. paksaan pemerintah; Cukup jelas.

910. c. pembekuan izin; dan/atau Cukup jelas.

911. d. pencabutan izin. Cukup jelas.

912. Pasal 189 Paksaan pemerintah sebagaimana

dimaksud pada Pasal 187 huruf b

meliputi:

913. a. penghentian sementara kegiatan; Cukup jelas.

208 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

914. b. pemindahan sarana kegiatan; Cukup jelas.

915. c. pembongkaran; Cukup jelas.

916. d. penyitaan barang atau alat yang

berpotensi menimbulkan pelanggaran; dan/atau

Cukup jelas.

917. e. tindakan lain yang bertujuan menghentikan pelanggaran.

Cukup jelas.

918. Pasal 190 Setiap orang yang melakukan kegiatan

pengembangan sumber daya genetik

dengan PADIA akses, PADIA

pengembangan dan/atau kesepakatan

bersama yang tidak sesuai dengan

syarat yang ditetapkan oleh Menteri

dikenai pencabutan izin

pengembangan.

Cukup jelas.

919. Pasal 191 Setiap pemegang izin pengembangan

yang tidak melaporkan hasil kegiatan

akses sumber daya genetik dan

pengetahuan tradisional yang

terasosisasi dengan sumber daya

genetik dikenai sanksi pembekuan izin

pengembangan.

Cukup jelas.

209 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

920. Pasal 192 Lembaga konservasi yang

memperlakukan satwa yang dilindungi

tidak sesuai prinsip-prinsip

kesejahteraan satwa dikenai

pencabutan izin lembaga konservasi.

Cukup jelas.

921. Pasal 193 Setiap pemegang izin pemanfaatan

ekosistem restorasi yang tidak

membayar iuran atau pungutan yang

dipertimbangkan dengan biaya

operasional restorasi ekosistem

dikenai teguran tertulis.

Cukup jelas.

922. Pasal 194 Dalam hal teguran tertulis

sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

tidak ditaati, pemegang izin

pemanfaatan ekosistem restorasi

dikenai paksaan pemerintah.

Cukup jelas.

923. Pasal 195

(1) Setiap pemegang izin pemanfaatan ekosistem restorasi yang tidak melakukan pengamanan pada areal

yang akan direstorasi dikenai teguran tertulis.

Cukup jelas.

210 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

924. (2) Dalam hal teguran tertulis

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ditaati, pemegang izin pemanfaatan ekosistem restorasi

dikenai paksaan pemerintah dan/atau pencabutan izin

pemanfaatan ekosistem restorasi.

Cukup jelas.

925. Pasal 196

(1) Setiap pemegang izin pemanfaatan jasa lingkungan dan/atau jasa ekosistem yang tidak

melaksanakan standar dan teknologi untuk kepentingan

pelestarian keanekaragaman hayati dikenai sanksi pembekuan izin pemanfaatan jasa lingkungan

dan/atau jasa ekosistem.

Cukup jelas.

926. (2) Dalam hal pembekuan izin

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ditaati, pemegang izin pemanfaatan ekosistem restorasi

dikenai pencabutan izin pemanfaatan ekosistem restorasi.

Cukup jelas.

927. BAB XIII

INSENTIF DAN DISINSENTIF

928. Pasal 197

(1) Insentif dan/atau disinsentif dalam Undang-Undang ini dikhususkan

Cukup jelas.

211 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

kepada kegiatan dalam bidang

konservasi keanekaragaman hayati.

929. (2) Menteri, Gubernur, dan/atau

Bupati/Walikota dapat bekerja sama dengan instansi dan/atau pihak terkait dalam memberikan

insentif dan/atau disinsentif.

Cukup jelas.

930.

931. Pasal 198 Insentif sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 197 ayat (1) diberikan oleh

Menteri, Gubernur, dan/atau

Bupati/Walikota dalam bentuk

moneter dan/atau non-moneter

kepada setiap orang yang memenuhi

kriteria tertentu .

Cukup jelas.

932. Pasal 199 Setiap orang dan penegak hukum yang

berjasa dalam upaya pencegahan,

pemberantasan, atau pengungkapan

tindak pidana konservasi sumberdaya

alam hayati dan ekosistemnya berhak

mendapatkan insentif dari Pemerintah.

Cukup jelas.

933. Pasal 200 Pemerintah harus memberikan insentif

atas pengembalian sebagian atau

seluruh hak atas tanah negara yang

Cukup jelas.

212 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

ditetapkan sebagai kawasan ekosistem

esensial sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 28.

934. Pasal 201 Disinsentif sebagaimana yang

dimaksud dalam Pasal 197 ayat (1)

setidaknya meliputi:

935. a. penundaan penjualan produk; Cukup jelas.

936. b. embargo kegiatan-kegiatan yang berafiliasi dengan pelanggar;

Cukup jelas.

937. c. penundaan registrasi paten atau lisensi;

Cukup jelas.

938. d. pemberian tanda daftar hitam; Cukup jelas.

939. e. pengenaan pajak yang tinggi; dan/atau

Cukup jelas.

940. f. pelaporan tindakan pelanggaran kepada Sekretariat Protokol

Nagoya.

Cukup jelas.

941. BAB XIV

KETENTUAN PIDANA

942. Pasal 202 (1) Setiap orang yang secara melawan

hukum mengedarkan, membeli,

atau memperdagangkan spesies

Cukup jelas.

213 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

tumbuhan dilindungi dalam

keadaan hidup atau bagian-

bagiannya diancam pidana penjara

paling lama 5 (lima) tahun dan

denda paling banyak Rp

5.000.000.000,00 (lima miliar

rupiah).

943. (2) Dalam hal perbuatan

mengedarkan, membeli, atau memperdagangkan spesies

tumbuhan dilindungi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap tumbuhan dari spesies

dilindungi dalam keadaan mati, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan

denda paling banyak Rp 7.000.000.000,00 (tujuh miliar

rupiah).

944. Pasal 203 Setiap orang yang melakukan

perbuatan yang mengakibatkan

spesies tumbuhan dilindungi rusak

atau mandul dipidana dengan pidana

penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan

denda paling banyak Rp

5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Cukup jelas.

214 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

945. Pasal 204 Setiap orang yang membunuh atau

mengakibatkan spesies tumbuhan

dilindungi mati atau musnah, atau

memusnahkan spesimen tumbuhan

dilindungi dipidana dengan pidana

penjara paling lama 5 (lima) tahun dan

denda paling banyak Rp

7.000.000.000,00 (tujuh miliar

rupiah).

Cukup jelas.

946. Pasal 205 (1) Setiap orang yang secara melawan

hukum mengedarkan, membeli,

atau memperdagangkan spesies

satwa dilindungi dalam keadaan

hidup atau bagian-bagiannya

diancam pidana penjara minimal 1

tahun dan pidana penjara paling

lama 6 (enam) tahun dan denda

paling banyak Rp 6.000.000.000,00

(enam miliar rupiah).

Cukup jelas.

947. (2) Dalam hal perbuatan mengedarkan,

membeli, atau memperdagangkan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dilakukan terhadap satwa dari spesies dilindungi dalam keadaan mati, dipidana dengan pidana

penjara paling sedikit 2 (dua) tahun

215 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

dan pidana penjara paling lama 6

(enam) tahun, dan denda paling banyak Rp 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

948. Pasal 206 Setiap orang yang melakukan

perbuatan yang mengakibatkan

spesies satwa dilindungi cacat atau

sakit, dipidana dengan pidana penjara

paling lama 4 (empat) tahun dan

denda paling banyak Rp

5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Cukup jelas.

949. Pasal 207 Setiap orang yang membunuh atau

mengakibatkan kematian spesies

satwa dilindungi atau musnahnya

spesimen satwa dilindungi, dipidana

dengan pidana penjara paling lama 5

(lima) tahun dan denda paling banyak

Rp 8.000.000.000,00 (delapan miliar

rupiah).

Cukup jelas.

950. Pasal 208 Setiap orang yang memberikan

pernyataan di media elektronik, cetak,

Cukup jelas.

216 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

atau sejenisnya tentang penguasaan,

pemilikan, perburuan, pembunuhan

spesies yang dilindungi tanpa izin,

dipidana dengan pidana paling lama 2

(dua) tahun atau denda paling banyak

Rp. 1.000.000.000.000,- (satu miliar

rupiah).

951. Pasal 209 Setiap orang yang menghadiahkan,

menerima, menukar, menerima

tukaran, dan/atau menerima titipan

atau hadiah spesies tumbuhan

dan/atau satwa dilindungi dipidana

dengan pidana penjara paling lama 3

(tiga) tahun dan denda paling banyak

Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar

rupiah).

Cukup jelas.

952. Pasal 210

Setiap orang yang secara melawan

hukum mengangkut dan/atau

membawa spesies tumbuhan

dan/atau satwa dilindungi, bagian-

bagiannya atau turunannya dipidana

dengan pidana penjara paling lama 3

(tiga) tahun dan denda paling banyak

Cukup jelas.

217 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

Rp. 3.000.000.000,- (tiga miliar

rupiah).

953. Pasal 211 Setiap orang yang mengambil,

mengedarkan, atau memperdagangkan

tumbuhan dan/atau satwa dari

spesies dikendalikan dipidana dengan

pidana denda paling banyak Rp

500.000.000 (lima ratus juta rupiah).

Cukup jelas.

954. Pasal 212

Setiap orang yang: a. mengambil sumber daya genetik

tanpa izin akses;

b. melakukan akses terhadap sumber daya genetik dengan

tidak memenuhi syarat-syarat Persetujuan yang Diberitahukan Atas Informasi Awal (PADIA)

dan/atau Kesepakatan Bersama; c. membawa atau mengangkut

sampel atau contoh materi

genetik untuk tujuan pemanfaatan ke tempat yang

tidak sesuai sebagaimana tercantum dalam izin;atau

d. membawa atau mengirim

sumber daya genetik ke luar negeri tanpa izin pengeluaran

Cukup jelas.

218 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

dan/atau dokumen persetujuan

pemindahan material; dipidana dengan pidana penjara paling

lama 5 (lima) tahun dan denda paling

banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima

miliar rupiah).

955. Pasal 213

Setiap orang yang melakukan kegiatan

pengembangan sumber daya genetik

tanpa izin pengembangan dipidana

dengan pidana penjara paling lama 6

(enam) tahun dan denda paling

banyak Rp. 10.000.000.000,00

(sepuluh miliar rupiah).

Cukup jelas.

956. Pasal 214 Setiap orang yang:

a. melakukan penelitian dan/atau pengembangan produk

rekayasa genetik tanpa izin, dan/atau

b. melepaskan, mengedarkan, atau

menyebabkan lepasnya produk rekayasa genetik ke media lingkungan hidup yang

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;

dipidana dengan pidana penjara

Cukup jelas.

219 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

paling lama 6 (enam) tahun dan denda

paling banyak Rp. 15.000.000.000,00

(lima belas miliar rupiah).

957. Pasal 215 (1) Setiap orang yang melakukan

perubahan terhadap keutuhan atau

yang mengakibatkan perubahan

kawasan konservasi diancam

dengan pidana penjara paling lama

5 (lima) tahun dan pidana denda

maksimal Rp. 5.000.000.000,00

(lima miliar rupiah).

Yang dimaksud perubahan terhadap keutuhan kawasan konservasi, meliputi:

a. mengganggu, mengurangi dan/atau menghilangkan fungsi

dan/atau luas kawasan konservasi atau kawasan ekosistem esensial,

b. mengubah kontur, bentang atau bentuk lahan atau kontur lahan.

c. introduksi spesies tumbuhan

dan satwa lain di tempat yang bukan habitat alaminya.

958. (2) Setiap orang yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) di kawasan Cagar Alam dan zona inti Taman Nasional diancam dengan pidana penjara

paling sedikit 1 (satu) tahun dan denda sedikitnya Rp 8.000.000.000,00 (delapan miliar

rupiah).

959. Pasal 216 (1) Setiap orang yang merusak atau

melakukan kegiatan yang

Cukup jelas.

220 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

mengakibatkan kerusakan

terhadap kawasan konservasi

dipidana dengan pidana penjara

paling lama 6 (enam) tahun dan

denda paling sedikit Rp

500.000.000,00 (lima ratus juta

rupiah).

960. (2) Dalam hal perbuatan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerusakan di Cagar

Alam dan zona inti Taman Nasional, diancam dengan pidana penjara minimal 1 (satu) tahun penjara dan

denda sedikitnya Rp 2.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Cukup jelas.

961. Pasal 217

(1) Setiap orang yang secara melawan hukum: a. mengambil dan/atau

memindahkan tumbuhan dan/atau satwa di dalam kawasan konservasi;

b. benda mati yang secara alami berada di dalam kawasan

konservasi;dan/atau c. sarang satwa liar keluar dari

kawasan konservasi; dipidana dengan pidana penjara

Cukup jelas.

221 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

minimal 2 (dua) tahun dan paling

banyak 5 (lima) tahun dan denda

paling sedikit Rp

500.000.000.000,00 (lima ratus

juta rupiah).

962. (2) Dalam hal kegiatan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilakukan di kawasan Cagar Alam dan/atau

Zona Inti Taman Nasional, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling

lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Cukup jelas.

963. Pasal 218 Setiap orang yang melakukan

perbuatan yang mengakibatkan

dilampauinya baku mutu udara

ambien, baku mutu air, baku mutu

air laut, atau kriteria baku

kerusakan lingkungan hidup di dalam

kawasan Taman Nasional selain zona

intinya atau Taman Wisata Alam

dipidana dengan pidana penjara paling

lama 5 (lima) tahun dan denda paling

banyak Rp 10.000.000.000,00

(sepuluh miliar rupiah).

Cukup jelas.

222 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

964. Pasal 219 Setiap orang yang melakukan

kegiatan yang melakukan perbuatan

yang mengakibatkan dilampauinya

baku mutu udara ambien, baku

mutu air, baku mutu air laut, atau

kriteria baku kerusakan lingkungan

hidup di dalam kawasan Cagar Alam

dan/atau Zona Inti Taman Nasional

dipidana dengan pidana penjara paling

lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling

banyak Rp 15.000.000.000,00 (lima

belas miliar rupiah).

Cukup jelas.

965. Pasal 220

Tindak pidana korporasi di bidang

keanekaragaman hayati dilakukan jika

dilakukan oleh orang yang bertindak

untuk dan atas nama korporasi atau

demi kepentingan korporasi,

berdasarkan hubungan kerja atau

hubungan lain, dalam lingkup usaha

korporasi tersebut, baik sendiri-sendiri

atau bersama-sama.

Cukup jelas.

223 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

966. Pasal 221

Pertanggungjawaban pidana korporasi

dikenakan terhadap korporasi

dan/atau personil pengendali

korporasi.

Cukup jelas.

967.

Pasal 222

(1) Dalam hal tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi

menyangkut kawasan konservasi atau kawasan ekosistem esensial, pidana pokok sebagaimana

dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku ditambah dengan

pidana untuk melakukan rehabilitasi kawasan dan kerja

sosial di bidang konservasi keanekaragaman hayati sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun.

Cukup jelas.

968. (2) Selain pidana pokok, korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan

berupa:

969. a. penutupan seluruh atau

sebagian perusahaan;

Cukup jelas.

970. b. pengumuman putusan hakim; Cukup jelas.

224 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

971. c. pembekuan sebagian atau

seluruh kegiatan usaha korporasi;

Cukup jelas.

972. d. perampasan aset korporasi untuk negara; dan/atau

Cukup jelas.

973. e. pengambilalihan korporasi oleh negara.

Cukup jelas.

974. BAB XV

KETENTUAN PERALIHAN

975. Pasal 223

(1) Paling lambat dua tahun sejak

Undang-Undang ini berlaku, Pemerintah Pusat berkewajiban untuk membentuk badan khusus

yang bertugas untuk menyelesaikan konflik-konflik

konservasi masa lalu.

Cukup jelas.

976. (2) Penyelesaian konflik masa lalu

dilakukan melalui pengakuan hak masyarakat dalam konservasi diantaranya :

977. a. pelindungan hak hidup dan hak berbudaya dan pelindungan

wilayah hidup di dalam kawasan;

Cukup jelas.

978. b. pelindungan hak perdata, hak

tradisional, dan hak asal-usul

Cukup jelas.

225 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

dalam kawasan;

979. c. kompensasi dan/atau ganti rugi atas hilangnya hak;

Cukup jelas.

980. d. relokasi dengan pemenuhan hak asasi manusia;

Cukup jelas.

981. e. melibatkan masyarakat dalam setiap perencanaan dan pengelolaan kawasan konservasi;

Cukup jelas.

982. f. melakukan pemberdayaan dalam rangka menyesuaikan pola

ekonomi yang sesuai dengan tujuan konservasi.

Cukup jelas.

983. BAB XVI

KETENTUAN PENUTUP

984. Pasal 224

Pada saat Undang-Undang ini berlaku: a. Undang-undang Nomor 5 Tahun

1990 tentang Konservasi

Sumberdaya Alam Hayati dan Ekositemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990

Nomor 49, Tambahan Lembara Negara Republik Indonesia Nomor

3419) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; dan

b. Semua peraturan perundang-

undangan yang merupakan

Cukup jelas.

226 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

peraturan pelaksana dari Undang-

Undang No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49,

Tambahan Lembara Negara Republik Indonesia Nomor 3419) dinyatakan masih tetap berlaku

sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan peraturan

yang baru berdasarkan Undang-Undang ini.

985. Pasal 225

Peraturan pelaksana dari Undang-Undang ini ditetapkan paling lama 2

(dua) tahun Undang-Undang ini diundangkan.

Cukup jelas.

986. Pasal 226

Undang-undang ini mulai berlaku

pada tanggal diundangkan.

Cukup jelas.

227 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

987. Agar setiap orang mengetahuinya,

memerintahkan pengundangan

Undang-undang tentang

Keanekaragaman Hayati ini dengan

penempatannya dalam Berita Negara

Republik Indonesia.

988. Disahkan di Jakarta

Pada tanggal

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd.

JOKO WIDODO

989. Diundangkan di Jakarta

Pada tanggal

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI

MANUSIA

ttd.

YASONNA H. LAOLY

228 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016