kelompok g_scenario clinic_week2_apa yang harus saya cari
TRANSCRIPT
LAPORAN HASIL DISKUSI
PROBLEM-BASED LEARNING
PBL Blok Klinik
SKENARIO “Apa yang Harus Saya Cari???”
Minggu ke-2
Tanggal 20 s.d 24 September 2013
Grup G
TYSKA AULIA A
MUCHAMMAD ILHAM GUMILAR
AGNES WIDYASARI
AFIFA NUR SALIMA
MUSTIKA ARUM H W P J
LAILY EKAWATI CANDRA
ANA DWI FIBRIYANTI
SAFHIRA ROVIDA
LUCKY ASTRIDA E.
KARINA MUTHIA SHANTI
ERIKA DAMAYANTI
DIAN NUR ARIANI
ADISTI DYAH PERMATANINGTYAS
JURUSAN GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................................................................... 1
DAFTAR ISI..................................................................................................................................................... 2
ISI................................................................................................................................................................... 3
A. KOMPETENSI YANG AKAN DICAPAI........................................................................................................ 3
B. SKENARIO............................................................................................................................................... 3
C. DAFTAR UNCLEAR TERM........................................................................................................................ 3
D. DAFTAR CUES......................................................................................................................................... 4
E. DAFTAR LEARNING OBJECTIVE............................................................................................................... 4
F. HASIL BRAINSTORMING......................................................................................................................... 4
G. HIPOTESIS.............................................................................................................................................. 7
H. PEMBAHASAN LEARNING OBJECTIVE..................................................................................................... 9
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI................................................................................................................ 43
REFERENSI / DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................... 45
TIM PENYUSUN.............................................................................................................................................. 46
2
ISI
A. KOMPETENSI YANG AKAN DICAPAI
CD 31. Supervise assessment of individual patients/clients with uncompleted instances of common medical
condition e.g hypertension, obesity, diabetes, and diverticular disease (Mahasiswawa mampu melakukan,
mengawasi, mengkoordinir, pengkajian status gizi pada tiap pasien yang menderita penyakit umum /
tanpa komplikasi)
CD 32. Assess nutritional status of individual patients/clients with complex medical conditions, e.g renal
disease, multisytem disease, organ failure, and trauma (Mahasiswa mampu melakukan pengkajian status
gizi pada tiap pasien yang menderita penyakit tanpa adanya komplikasi)
B. SKENARIO
“Apa yang harus saya cari???”
An. Vicky (4 th) MRS dengan keluhan diare meningkat mejadi 9-10 x sejak seminggu sebelum MRS, selain
itu juga dirasakan nyeri perut, terutama saat BAB. Diagnosa dokter menyatakan pasien menderita Gizi
Buruk Marasmus, Diare Kronik, Dehidrasi ringan-sedang, Anemia hipokrom Mikrositer. Kondidi pasien
saat ini sangat lemah. nPasien ini membutuhkan penatalaksanaan gizi yang tepat, oleh karena itu Ahli gizi
harus melakukan nutritional assessment terlebih dahulu dengan menggunakan data-data subyektif
maupun obyektif untuk menganalisa masalah pada pasien tersebut.
C. DAFTAR UNCLEAR TERM
1. Anemia Hipokrom Mikrositer
- Anemia Hipokorom : Penurunan hb sel darah merah yang tidak prosposional
- Mikrositer : pengecilan ukuran eritrosi.
2. Marasmus
Merupakan kondisi kurang gizi tingkat berat akibat kurangnya intake kalori protein dalam jangka
waktu yang lama.
3. Dehidrasi ringan sedang
dehidrasi ringan-sedang merupakan keadaan yang diakibatkan keluarnya cairan tubuh yg berlebihan
yang ditandai dengan penurunan berat badan 5-10%.
4. Data Subjektif
Data yang diambil melalui anamnesa mengenai pendapat dan apa yang diarasakan individu yang
dilakukan oleh petugas kesehatan setelah melakukan interaksi dengan pasien.
5. Data Objektif
3
Data yang didapat, diobservasi dan diukur serta dapat diperoleh dengan menggunakan panca indera
selama pemeriksaan fisik dan tidak dapat dipengaruhi oleh pendapat pribadi pasien dan disertai
dengan refensi yang ada sehigga langsung bisa digunakan.
6. Nutritional Assessment
Penilaian keadaan gizi seseorang yang dapat diambil secara langsung (Antropometri, Biokimia, Clinic,
Dietary) dan tidak langsung (Ekologi) yang bersifat komphrehensif.
7. Diare Kronis
Pengeluaran tinja berair berkali- kali dengan frekuensi lebih dari 3x dalam sehari dalam jangka waktu
yang lama.
D. DAFTAR CUES
AG mampu melaksanakan nutritional assessment dengan data obyektif dan subyektif pada pasien anak
gizi buruk dengan komplikasi usia 4 tahun untuk dapat melaksanakan intervensi.
E. DAFTAR LEARNING OBJECTIVE
1. Siapa saja yang berperan dalam melaksanakan nutritional assessment ?
2. Kapan nutritional assessment dilaksanakan dan berapa frekuensinya ?
3. Data S dan O apa saja yang dibutuhkan dalam melakukan nutritional assessment dan bagaimana
cara mengumpulkan data S dan O tersebut pada kasus pasien anak dengan gizi buruk ? serta apa
saja cut off yang diperlukan dan bagaimana cara mengintrepetasikan ?
4. Bagaimana cara melakukan nutritional assessment pada pasien anak dengan komplikasi dan
bagaimana tahapannya ?
5. Kesalahan apa saja yang dapat terjadi saat melakukan nutritional assessment , dan bagaimana
mengatasinya?
6. Apa saja yang diperlukan agar nutritional assessment valid ?
7. Faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi keadaan gizi buruk?
8. Apa gejala dan tanda ciri khusus dari gizi buruk marasmus ?
9. Apa etiologi atau penyebab dari gizi buruk marasmus ?
10. Bagaimana patofisiologi (perjalanan penyakit ) dari marasmus hingga terjadi komplikasi ?
11. Kemungkinan komplikasi apa saja karena marasmus ?
F. HASIL BRAINSTORMING
1. Siapa saja yang berperan dalam melaksanakan nutritional assessment ?
Karena sifatnya lebih komphrensif sehingga yang melaksanakan adalah tim-tim medis seperti
nutrition nursing, ahli gizi, dokter spesialis gizi.
2. Kapan nutritional assessment dilaksanakan dan berapa frekuensinya ?
4
Nutritional assessment dilaksanakan setelah ditemukan pasien dalam resiko malnutrisi atau sudah
malnutrisi dengan frekuensi sesuai tingkat keparahan penyakit dan apa yang diikur seperti BB
setiap hari karena perubahannya cepat.
3. Data S dan O apa saja yang dibutuhkan dalam melakukan nutritional assessment dan bagaimana
cara mengumpulkan data S dan O tersebut pada kasus pasien anak dengan gizi buruk ? serta apa
saja cut off yang diperlukan dan bagaimana cara mengintrepetasikan ?
a. Data subjektif : nafsu makan, keadaan lemas, nyeri perut atau dapat disebutkan keadaan klinis
pasien, dan Dietary
b. Data objektif : Antropometri (Pasien dalam keadaan lemas sehinga dalam pengukurannya
menggunakan bed weighing, selain itu dapat diukur melalui LILA dan data-data dari KMS),
Biokimia, dan Clinic
4. Bagaimana cara melakukan nutritional assessment pada pasien anak dengan komplikasi dan
bagaimana tahapannya ?
Belum menemukan jawaban
5. Kesalahan apa saja yang dapat terjadi saat melakukan nutritional assessment , dan bagaimana
mengatasinya?
a. Kesalahan dari pengukur sehingga dapat dilaksanakan training
b. Kesalahan pada alat (equipment eror) kekurangan alat (lack of equipment) sehingga dapat
ditanggulangi dengan cara kalibrasi dan melengkapi alat
c. Kesalahan pendokumentasian dapat ditanggulani dengan cara pengulangan kalimat dari
pengukur ke penulis serta menjaga kearsipan.
6. Apa saja yang diperlukan agar nutritional assessment valid ?
a. Mengurangi faktor bias
b. Dilaksanakan berulang kali (contoh BB dan TB dilakukan pengukuran sebanyak 2 kali, apabila
jaraknya jauh maka dapat dilakukan pengukuran ketiga)
c. Dapat dibandingkan dengan gold standard untuk memperoleh kevalidan data dengan
melaksanakan food weighing.
7. Faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi keadaan gizi buruk?
Multifactoral yang berasal dari segi budaya, pendidikan, sosial ekonomi, kodisi lingkungan,
behaviour
8. Apa gejala dan tanda ciri khusus dari gizi buruk marasmus ?
a. Gejala : Kurus, cengeng, rewel.
b. Tanda: Mempunyai penyakit infeksi, diare, kurus sampai tulang rusuk terlihat kulit keriput,
perut cekung tulang dibungkus kulit saja, rambut merah.
5
9. Apa etiologi atau penyebab dari gizi buruk marasmus ?
Akibat kekurangan intake energi dan protein yang terjadi dalam jangka waktu yang lama.
10. Bagaimana patofisiologi (perjalanan penyakit ) dari marasmus hingga terjadi komplikasi?
Belum menemukan jawaban.
11. Kemungkinan komplikasi apa saja karena marasmus ?
- Diare kronis
- Dehidrasi
- Penyakit infeksi
6
ANAK GIZI BURUK
MarasmusBB/TB <-3 SD
Edema (-)
KwashiorkorBB/TB <-2 SD
Edema (+)
Marasmus-KwashiorkorBB/TB <-2 SD
Edema (+)
Faktor Penyebab Tidak Langsung:
Krisis ekonomi, budaya (food belief),
pendidikan, dsb
Etiologi primer:Ketidakcukupan asupan
energi dan protein secara kualitatif dan
kuantitatif
Etiologi sekunderInfeksi, kegagalan
metabolik, kelainan kongenital, kanker
Komplikasi
Anemia hipokrom mikrositer Infeksi virus, bakteri atau lactose intolerance
HCT<<, Hb<<, RBP<<, eritrosit<<, serum
ferritin<<, transferin <<, MCV <<, MCH <<,
MCHC <<
Diare kronis
Dehidrasi
Na <<
ASSESSMENTAhli gizi, dokter, nutrition nurse specialist Meminimalisir error pada assessment
Meningkatkan kevalidan
G. HIPOTESA
BB, TB atau PB, LiLA, lingkar dada,
lingkar kepala
MCV, MCH, MCHC, Hb, Ht, eritrosit, transferin ferritin, laju endap darah, leukosit, total limfosit, albumin, creatinine height index, SGOT, SGPT,
Adanya edema, diare, tekanan darah, pucat, anoreksia, suhu tubuh, tanda dehidrasi
Mual, muntah,
diare, cengeng,
rewel
Riwayat makan,Suplemen, special dietriwayat alergi,kebutuhan zat gizi dasar, serat, dan cairan
Sos-eko, pendidikan, agama, penggunaan obat, riwayat penyakit, aktivitas fisik, lingkungan, fasilitas kesehatan
Interpretasi dengan melihat cut off
Diagnosis dan Intervensi
Assessment dalam Tatalaksana Gizi Buruk
Fase stabilisasi Fase transisi Fase rehabilitasi Fase tindak lanjut
Data objektif Data subektif
Antropometri Biokimia Klinis EkologiDietaryKlinis
H. PEMBAHASAN LEARNING OBJECTIVE
1. Siapa saja yang berperan dalam melaksanakan nutritional assessment ?
Ahli Gizi yang sudah teregister (RD) dan terlisensi atau teknisi gizi yg berkompeten dibawa
supervisi ahli gizi, dokter, nutrition nurse specialist. (NFHP, 2007)
2. Kapan nutritional assessment dilaksanakan dan berapa frekuensinya ?
Nutritional assessment dilaksanakan setelah proses skrining gizi jika ditemukan pasien dalam risiko
malnutrisi atau yang mengalami malnutrisi. Nutritional assessment merupakan proses dinamis yang
berkelanjutan tidak hanya mengumpulkan data awal saja, tetapi juga re-assessment terus menerus.
(Mahan, 2008)
Berikut ini adalah frekuensi dilakukannya nutritional assessment:
Suggested Schedule for Growth Assessment in Hospitalized and Healthy ChildrenAge Weight Height Head Circumference
HospitalizedPreterm Daily Weekly WeeklyFull term to 12
month3x/week Monthly Monthly
1 – 2 yr 3x/week Monthly Monthly2 – 20 yr 2x/week Monthly As indicated
Outpatient well-child visit
0 to 2 mo Monthly Monthly Monthly2 to 6 mo Every 2 mo Every 2 mo Every 2 mo6 to 24 mo Every 3 mo Every 3 mo Every 3 mo2 to 6 yr Annually Annually -6 – 10 yr Every 2 yr Every 2 yr -11 – 20 yr Annually Annually -
Adapted from the American Academy of PediatricTabel 1. Frekuensi Pelaksanaan Nutritional Assessment (Maqboo, Asim et.a,. 2008)
3. Data S dan O apa saja yang dibutuhkan dalam melakukan nutritional assessment dan bagaimana
cara mengumpulkan data S dan O tersebut pada kasus pasien anak dengan gizi buruk ? serta apa
saja cut off yang diperlukan dan bagaimana cara mengintrepetasikan ?
10
Jenis Data
Data Alat Untuk Pengambilan Data
Indikator Cut Off Dan Interpretasi
AntropometriObjektif BB Timbagan dacin
Timbangan Uni scale
BB/U >+2 SD gizi lebih >+1SD s.d <-1SD
gizi baik <-2 SD Gizi kurang
(underweight) <-3SD Gizi Buruk
(severe underweight)
BB/PB >+3 SD Sangat gemuk
>+2SDGemuk (overweight)
>+1Risiko gemuk
0 s.d <-1SDNormal
<-2 SDKurus
<-3 SDSangat kurus
TB / Panjang Badan
Microtois LengthBoard
TB/U atau PB/U >+2 SD Tinggi
>+1SD s.d <-1SD Normal
<-2 SDPendek (stunted)
<-3SDSangat pendek (severe Stunted)
BB/PB >+3 SD Sangat gemuk
>+2SDGemuk (overweight)
>+1Risiko gemuk
0 s.d <-1SDNormal
<-2 SDKurus
<-3 SDSangat kurus
LILA Pita LiLA atau Pita Sakir
LiLA / U >85%Gizi Baik 71 – 85%
Gizi Kurang < 70%
Gizi Buruk
Lingkar dada Meteran < 41.5 cm dan <42 cm
Gizi Buruk
Lingkar kepala pita pengukur yang tidak melar fiberglass reinforced yang
-
Tabel 4 Indikator, cut off dan Interpretasi Data klinis
Tabel 5 Indikator, cut off dan Interpretasi Data Dietary
11
Jenis Data Data Metode Cut off dan interpretasiDietary
Subjectif Riwayat makan Suplement special diet riwayat alergi, kebutuhan zat gizi dasar serat dan cairan dietary history
24 hours recall, FFQ, Semi FFQ
AKG anak usia 4 tahun (berdasarkan AKKG 2004)Energi : 1550 KkalProtein 39 gVit A: 450 REAsam folat: 200 ugBesi 9 : 9 mgSeng 9,7 mgVit C : 45 mgCairan: 1800 – 2000 ml
% Tingkat Asupan Gizi = Asupan Zat Gizi x 100%Kebutuhan Zat Gizi
Standar % asupan menurut Depkes RI (1996) dalam Anggraeni (2012):Di atas kebutuhan >120%Normal 90-119%Defisit ringan 80-89%Defisit sedang 70-79%Defisit berat <70%
Sumber: Anggraeni, Adisty C. 2012. Asuhan Gizi: Nutritional Care Process. Yogyakarta: Graha Ilmu.
12
Jenis Data
Data Metode Indikator Cut ff dan interpretasi
EkologiSubjektif 1. Sosial ekonomi*
2. tingkat pendidikan ibu
3. latar belakang agama, suku
4. penggunaan obat5. interaksi orang
tua dan anak6. riwayat penyakit7. aktivitas fisik8. olahraga9. fasilitas dalam
penyediaan makanan
10. lingkungan
Istirahat = 1,2 Ringan = 1,3 Sedang = 1,4 Berat = 1,5
*Berikut adalah indikator yang digunakan BKKBN dalam pentahapan keluarga sejahtera:1. Keluarga Pra Sejahtera (Sangat Miskin)
Belum dapat memenuhi salah satu atau lebih indikator yang meliputi:a) Indikator Ekonomi
Makan dua kali atau lebih sehari Memiliki pakaian yang berbeda untuk aktivitas (misalnya di rumah, bekerja/ sekolah dan
bepergian) Bagian terluas lantai rumah bukan dari tanah.
b) Indikator Non-Ekonomi Melaksanakan ibadah Bila anak sakit dibawa ke sarana kesehatan.
2. Keluarga Sejahtera I (Miskin)Adalah keluarga yang karena alasan ekonomi tidak dapat memenuhi salah satu atau lebih indikator meliputi:a) Indikator Ekonomi
Paling kurang sekali seminggu keluarga makan daging atau ikan atau telor Setahun terakhir seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian
baru Luas lantai rumah paling kurang 8 m2 untuk tiap penghuni
b) Indikator Non-Ekonomi Ibadah teratur Sehat tiga bulan terakhir Punya penghasilan tetap Usia 10-60 tahun dapat baca tulis huruf latin Usia 6-15 tahun bersekolah Anak lebih dari 2 orang, ber-KB
3. Keluarga Sejahtera IIAdalah keluarga yang karena alasan ekonomi tidak dapat memenuhi salah satu atau lebih indikator meliputi:
Memiliki tabungan keluarga Makan bersama sambil berkomunikasi Mengikuti kegiatan masyarakat Rekreasi bersama (6 bulan sekali) Meningkatkan pengetahuan agama Memperoleh berita dari surat kabar, radio, TV, dan majalah Menggunakan sarana transportasi
4. Keluarga Sejahtera IIISudah dapat memenuhi beberapa indikator, meliputi:
Memiliki tabungan keluarga Makan bersama sambil berkomunikasi Mengikuti kegiatan masyarakat Rekreasi bersama (6 bulan sekali) Meningkatkan pengetahuan agama Memperoleh berita dari surat kabar, radio, TV, dan majalah Menggunakan sarana transportasi
Belum dapat memenuhi beberapa indikator, meliputi: Aktif memberikan sumbangan material secara teratur Aktif sebagai pengurus organisasi kemasyarakatan.
5. Keluarga Sejahtera III Plus
Tabel 6 Indikator, cut off dan Interpretasi Data Ekologi
Metode atau cara pengukuran
1. Berat Badan
Untuk menimbang berat badan bayi dapat digunakan beberapa alat diantaranya :
1.1. Dacin
Gambar 1. Timbangan Dacin
Prosedur kerja dacin :
Gatungkan dacin pada dahan pohon, palang rumah, atau Prosedur kerja dacin :
a) Gatungkan dacin pada dahan pohon, palang rumah, atau penyangga kaki tiga.
b) Periksalah apakah dacin sudah tergantung kuat.
c) Sebelum dipakai letakan bandul geser pada angka nol. Batang dacin dikaitkan dengan tali
pengaman
d) Pasanglah celana timbang, kotak timbang atau sarung timbang yang kosong pada dacin. Ingat
bandul geser pada angka nol
e) Seimbangkan dacin yang sudah di bebani celana timbang, sarung timbang, atau kotak
timbangan dengan cara memasukan pasir ke dalam kantong plastik ( jika posisi dacin sudah
seimbang maka batang dacin lurus)
f) Anak ditimbang (diusahakan anak menggunakan pakaian seminimal mungkin), dan
seimbangkan dacin (dacin seimbbang jika dacin sudah tidak bergerak-gerak dan posisi batang
dacin lurus).
g) Tentukan berat badan anak, dengan membaca angka di ujung bandul geser.
h) Catat hasil penimbangan diatas dengan secarik kertas.
i) Geserlah bandul ke angka 0 (nol), letakkan batang dacin dalam tali pengaman, setelah itu bayi
atau anak dapat diturunkan
(Riskesdas, 2007)
1.2 Timbangan injak
Penimbangan bayi dengan timbangan injak ini dilakukan jika bayi tidak amu ditimbang sendiri sehingga
harus melibatkan sang ibu. Berikut ini prosedur penimbangan bayi dengan timbangan injak:
13
titik nol
a. Timbang ibu dari anak yang akan ditimbang dengan meminta ibu naik ke alat timbang.
b. Perhatikan posisi kaki ibu tepat di tengah alat timbang, sikap tenang (jangan bergerak-gerak) dan
kepala tidak menunduk (pandangan lurus kedepan).
c. Angka di kaca jendela alat timbang akan muncul, dan tunggu sampai jarum tidak berubah (statis).
d. Catat angka yang terakhir
e. Minta Responden turun dari alat timbang dan tunggu sampai jarum timbang berda pada angka 0
(nol).
f. Timbang ibu dan anak (digendong) bersama-sama.
g. Catat angka yang terakhir.
h. Berat badan anak adalah selisih antara (berat badan ibu dan anak) dengan berat badan ibu.
Pembulatan berat badan anak dilakukan setelah pengurangan (berat badan ibu dan anak) dengan
berat badan ibu.
Berat badan anak = Berat badan Ibu dan anak – berat badan ibu
(Riskesdas, 2007)
14
Gambar 2. Timbangan Injak
2. Tinggi badan
Prosedur pengukuran tinggi/panjang badan.
2.1 Microtoise
Persiapan alat ( cara memasang microtoise )
1. Gantungkan bandul benang untuk membantu memasang microtoise di dinding agar tegak
lurus.
2. Letakan alat pengukur di lantai yang datar tidak jauh dari bandul tersebut dan menempel
pada dinding. Usahakan dinding tidak ada lekukan atau tonjolan (rata).
3. Tarik papan penggeser tegak lurus ke atas, sejajar dengan benang berbandul yang tergantung
dan tarik sampai angka pada jendela baca menunjukkan angka 0 (NOL). Kemudian dipaku atau
direkat dengan lakban pada bagian atas microtoise.
4. Untuk menghindari terjadi perubahan posisi pita, beri lagi perekat pada posisi sekitar 10 cm
dari bagian atas microtoise.
Gambar 3. Gandul Benang
Gambar 4. Microtoise
15
Pada lantai yang datardan rata gantungkangandul benang untuk
membantu agarposisi microtoise tegak
lurus.
Letakkan microtoisetidak jauh dari bandul
(skala 0)
Tarik papan penggeser tegak lurus keatas, sejajar dengan benang berbandul. Paku atau selotip pd
dua bagian dengan jarak 10 cm
Prosedur pengukuran Tinggi Badan
1. Minta responden melepaskan alas kaki (sandal/sepatu), topi (penutup kepala).
2. Pastikan alat geser berada diposisi atas.
3. Reponden diminta berdiri tegak, persis di bawah alat geser.
4. Posisi kepala dan bahu bagian belakang, lengan, pantat dan tumit menempel pada dinding
tempat microtoise di pasang.
5. Pandangan lurus ke depan, dan tangan dalam posisi tergantung bebas.
6. Gerakan alat geser sampai menyentuh bagian atas kepala responden. Pastikan alat geser
berada tepat di tengah kepala responden. Dalam keadaan ini bagian belakang alat geser
harus tetap menempel pada dinding.
7. Baca angka tinggi badan pada jendela baca ke arah angka yang lebih besar (ke bawah).
Pembacaan dilakukan tepat di depan angka (skala) pada garis merah, sejajar dengan mata
petugas.
8. Apabila pengukur lebih rendah dari yang diukur, pengukur harus berdiri di atas bangku agar
hasil pembacaannya benar.
9. Pencatatan dilakukan dengan ketelitian sampai satu angka dibelakang koma (0,1 cm). Contoh
157,3 cm; 160,0 cm; 163,9 cm (Riskesdas, 2007)
Gambar 5. Cara Pengukuran Tinggi Badan
16
2.2 Infantometer
1. Letakan pengukur panjang badan pada meja atau tempat yang rata .Bila tidak ada meja, alat dapat
diletakkan di atas tempat yang datar (misalnya, lantai).
2. Letakkan alat ukur dengan posisi panel kepala di sebelah kiri dan panel penggeser di sebelah kanan
pengukur. Panel kepala adalah bagian yang tidak bisa digeser.
3. Tarik geser bagian panel yang dapat digeser sampai diperkirakan cukup panjang untuk menaruh
bayi/anak.
4. Baringkan bayi/ anak dengan posisi terlentang, diantara kedua siku, dan kepala bayi/anak
menempel pada bagian panel yang tidak dapat digeser.
5. Rapatkan kedua kaki dan tekan lutut bayi/ anak sampai lurus dan menempel pada meja/tempat
menaruh alat ukur. Tekan telapak kaki bayi/anak sampai membentuk siku, kemudian geser bagian
panel yang dapat digeser sampai persis menempel pada telapak kaki bayi/ anak.
6. Bacalah panjang badan bayi/anak pada skala kearah angka yang lebih besar.
7. Setelah pengukuran selesai, kemudian bayi/anak diangkat
(Riskesdas, 2007)
Gambar 6. Cara pengukuran Panjang Badan Anak
3.Lingkar Lengan Atas (LiLA) / MUAC
Data yang diperlukan untuk indicator MUAC diukur dengan pita ukur MUAC mm yang paling
mendekati dan dapat dilaporkan baik dalam mm atau cm. MUAC diukur pada satu lengan dan
17
dikutip secara langsung, tanpa penggunaan setiap referensi. Pita (MUAC) sepanjang 33 cm dengan
ketelitian 0,1 cm.
Keterangan kode warna :
1. Zona hijau : status gizi baik
2. Zona kuning : resiko malnutrisi
3. Zona orange : moderate malnutrition
4. Zona merah : severe malnutrition
Gambar 7. Pita LILA
Meskipun nilai-nilai MUAC sedikit berbeda pada anak usia 6 dan 59 bulan, namun telah
membuktikan bahwa MUAC adalah prediksi yang baik untuk kematian pada anak-anak ini, tanpa
penyesuaian untuk usia. Nilai maksimum (Cut-off) dari 110 mm untuk masuk ke pusat terapi makan
telah ditentukan sesuai dengan hubungan antara nilai-nilai MUAC, dan risiko kematian yang
dilaporkan oleh beberapa studi.
Prosedur Pengukuran
a. Subjek berdiri tegak dan rileks.
b. Baju lengan kiri disisihkan sampai pangkal lengan
terlihat. Tentukan letak pangkal bahu, tepatnya di
bagian acromium tulang belikat.
c. Tentukan ujung siku, bagian oloecranon dari tulang
hasta, dengan cara siku di tekuk (90’) dengan arah
telapak tangan ke atas.
d. Ukur panjang dari pangkal bahu hingga ujung siku dan
tentukan titik tengahnya. Tandai dengan spidol
e. Pada titik tengah itulah yang disebut daerah tengah
lengan atas.
f. Tangan kembali ke posisi rileks, dan telapak tangan
tidak mengepal.
18
Gambar 8. Pengukuran LILA
g. Lingkarkan pita MUAC pada daerah yang telah di tandai, pita tidak boleh menekan kulit dan juga
tidak longgar.
h. Baca dan catat angka yang di tunjukan pada pits MUAC
i. Untuk hasil yang lebih akurat lakukan tiga kali pengukuran
Jika lengan kiri lumpuh maka yang diukur adalah lengan kanan, tetapi jika subjek kidal maka
pengukuran menggunakan lengan kanan (beri keterangan pada data lengan mana yang
digunakan)
(Riskesdas, 2007)
4.Lingkar Kepala
Ukuran lingkar kepala berkaitan dengan volume otak. Bila ukuran lingkar kepala sibayi tak
pernah dipantau asecara rutin, maka dokter dan orang tua tak akan pernah tahu apakah ukurannya
normal atau tidak. Ukuran lingkar kepala bayi dan anak memang berbeda-beda pada setiap individu.
Paramater yang sering dipakai oleh seorang klinisi untuk menentukan batas normal ukuran lingkar
kepala dengan memakai skala Nellhaus. Ukuran lingkar kepala normal sekitar 30 sampai 37 cm.
Pertumbuhan lingkar kepala akan bertambah 2 cm setiap bulan pada usia 0-3 bulan. Pada usia 4-6
bulan akan bertambah 1 cm per bulan, dan pada usia 6-12 bulan pertambahannya 0,5 cm per bulan.
Sampai usia 5 tahun biasanya sekitar 50 cm. Usia 5-12 tahun hanya naik sampai 52-53 cm setelah usia
12 tahun akan menetap tidak akan membesar lagi (Judarwanto, 2012).
a. Prosedur Pengukuran
Lingkar kepala diukur pada anak – anak sejak lahir sampai usia 36 bulan. Cara untuk mengukur
lingkar kepala adalah :
1. Posisi peserta : Anjurkan orang tua (atau wali) untuk berdiri menggendong anak di atas bahu kiri
orang tua, atau duduk dengan anak di pangkuan orang tua. Minta kepada orang tua untu kmeg
hilangkan hiasan rambut atau melepas ikatan rambut yang dapat mengganggu pengukuran.
2. Melakukan pengukuran : Tempatkan pita lingkar kepala di sekitar kepala anak sehingga pita
terletak : di tulang depan tulang tengkorak, sedikit di atasalis, tegak lurus dengan sumbu wajah,
terus di atas telinga, dan bagian paling menonjol di oksipital belakang kepala. Kencangkan pita
hingga cocok / pas sekitar kepala dan kompres rambut dan jaringan lunak yang mendasarinya.
3. Catat hasilnya. Lepaskan pita lingkarkepala
(Riskesdas, 2007)
19
Gambar 9. Letak Pita pada Pengukuran Kepala
5. Lingkar Dada
Pengukuran dengan menggunakan lingkar dada ini biasanya digunakan pada anak umur 2
sampai 3 tahun karena pertumbuhan lingkar dada pesat sampai anak berumur 3 tahun. Rasio lingkar
dada sendiri dapat digunakan sebagai indikator KEP pada balita. Pada anak berumur 6 bulan, lingkar
dada dan lingkar kepala sama. Setelah umur ini, lingkar kepala tumbuh lebih lambat dari pada lingkar
dada. Pada anak yang KEP terjadi pertumbuhan lingkar dada yang lambat (rasio lingkar dada dan
kepala< 1).
a. Prosedur Pengukuran
Cara mengukur lingkar dada :
Alat : pita pengukur yang ditandai dengan angka dalam satuan sentimeter (cm), dengan ketelitian 0.1
cm dan warna merah, kuning, atau hijau.
Cara mengukur :
1. Pastikan bahwa responden tidak menggunakan pakaian karena dapat mengakibatkan pengukuran
tidak akurat
2. Lalu lingkarkan pita pengukur pada dada responden
3. Yakinkan bahwa garis mendatar di sepanjang tengah pita jatuh di kedua puting susu
4. Maka hasil dari pengukuran pun didapat dengan melihat angka yang berada di atas angka nol
(Umi, 2007)
4. Apa kelebihan dan kekurangan dari anthropometry, biokimia, klinis, dietary dan ekologi?
Kelebihan kekurangan
Antropometri - Prosedurnya sederhana, aman, dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel yang besar
- Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli, cukup dilakukan oleh tenaga yang sudah dilatih
- Alatnya murah, mudah dibawa, dan tahan lama
- Metode ini tepat dan akurat karena dapat dibakukan
- Dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi di masa lampau
- Dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada periode tertentu
- Dapat digunakan untuk penapisan
- Tidak dapat membedakan zat gizi tertentu seperti Zink dan Fe
- Kesalahan yang terjadi saat pengukuran dapat mempengaruhi presisi, akurasi, dan validitas antropometri
- Tidak bisa membedakan antara gangguan pertumbuhan atau komposisi tubuh yang disebabkan defisiensi zat gizi oleh ketidakseimbangan intake energi
20
kelompok yang rawan malnutrisiBiokimia - Memberikan hasilyang lebih tepat dan
objektif dari pada menilai konsumsi pangan danpemeriksaan lain.
Pemeriksaan biokimia dapat
mendeteksi defisiensi zat gizilebih dini
- Pemeriksaan hanya biasa dilakukan setelah timbulnya gangguanmetabolisme
- Membutuhkan biaya yang cukup mahal- Memerlukan tenaga yang ahli- Kurang praktis dilakukan dilapangan- Membutuhkan peralatan dan bahan
yang lebih banyak dibandingkandengan pemeriksaan lain
- Belum ada keseragaman dalam memilih referensi (nilai normal)
Klinis - Dapat berdasarkan perubahan terjadi, dihubungkan ketidakcukupan zat gizi yang menyeluruh.
- Lebih menuju pada gejala dan tanda pada malnutrisi karena pada manifestasi klinik terjadi tidak secara spesifik.
- Tidak selalu membutuhkan tenaga khusus tapi dapat dilakukan oleh tenaga paramedis yang terlatih.
- Biasayanya digunakan survey klinis yang cepat
- Mengetahui tingkat status gizi sesorang pada sign dan syptom
- Pemeriksaan yang tidak konsisten jadi sumber error
- Ada beberapa gejala klinis yang sulit diseteksi
- Adanya variasi dari gejala klinis yang timbul
- Memerlukan banyak tenaga ahli- Membutuhkan tenaga profesional
Dietary 24 hours recall- Mudah, murah, cepat, sederhaa- Dapat digunakan untuk responden yang
buta huruf- Memberikan gambaran intake dalam
sehari
Estimated food record- Mudah, cepat, relatif lebih akurat
FFQ- Dapat mengetahui kebiasaan makanan
yang dikonsumsi
Dietary History- Mendeteksi perubahan musiman Berhubungan dengan pengukuran
biokimia
- Membutuhkan tenaga terampil dan terlatih
- Dapat terjadi kesalahan dalam menginterpretasikan ukuran makanan
- Tidak dapat menggambarkan konsumsi makanan sehari-hari
- Bergantung pada daya ingat responden
Bergantung pada kejujuran responden
- Bergantung pada ingatan dan kejujuran responden
- Butuh pengetahuan mengenai portion size
- Tidak dapat menghitung intake secara kuantitatif
- Lama, sulit, dan mahal
- Butuh pewawancara yang ahli
Ekologi Beberapa varabel non gizi bisa berhubungan dengan erat pada malnutrisi dan bisa
Tergantung pada skill interviewer
21
digunakan melihat risiko individu
(Supariasa, 2002)
5. Bagaimana cara melakukan nutritional assessment pada pasien anak dengan komplikasi dan
bagaimana tahapannya ?
1) Antropometri
Lebih ditujukan untuk menemukan malnutrisi ringan dan sedang. Pada pemeriksaan
antropometrik, dilakukan pengukuran fisik anak (berat badan, tinggi badan, lingkar
lengan, lingkar kepala) dan dibandingkan dengan angka standard (anak normal)
Untuk anak, terdapat 3 parameter yang biasa digunakan, yaitu:
o Berat dibandingkan dengan umur anak
o Tinggi dibandingkan dengan umur anak
o Berat dibandingkan dengan tinggi/panjang anak
Parameter tersebut lalu dibandingkan dengan tabel standard yang ada. Untuk
membandingkan berat dengan umur anak, dapat pula digunakan grafik pertumbuhan
yang terdapat pada KMS.
a. Mengukur berat badan anak
Berat anak merupakan indikator yang cukup baik untuk menentukan status gizi anak.
Pada saat mengukur berat, sebaiknya anak diukur dalam keadaan telanjang atau hanya
terbungkus kain yang tipis.
Untuk anak yang dapat berdiri berdiri sendiri, maka anak dapat diarahkan untuk berdiri
diatas timbangan injak.
Apabila kondisi anak tidak memungkinkan untuk dilakukannya penimbangan, maka
pengukuran berat anak dapat pula dilakukan dengan menimbang anak tersebut bersama
ibunya.
Berat badan anak adalah selisih antara (berat badan ibu dan anak) dengan berat badan
ibu.
b. Mengukur tinggi/panjang Anak
Tinggi badan diukur umumnya pada anak yang berumur 2 tahun atau lebih (anak yang
sudah dapat berdiri).
Untuk anak yang berumur kurang dari 2 tahun dilakukan pengukuran panjang badan (anak
dalam posisi terlentang) menggunakan infantometer.
Untuk mengukur tinggi anak, anak diarakan untuk berdiri tegak tanpa alas kaki. Tumit
bagian belakang lutut dan punggung dirapatkan pada dinding atau tembok berskala
Untuk mengukur panjang anak, digunakan papan pengukur yang khusus atau microtoise.
22
Apabila kondisi anak tidak memungkinkan untuk bisa berdiri maka cara penukuran tinggi
badan bisa dilakukan menggunakan infantometer dengan menambah faktor koreksi yaitu
0,7 cm.
(Pardosi, 2009)
c. Mengukur LILA
Apabila kondisi anak tidak memungkinkan untuk dilakukannya pengukuran tinggi badan
maka untuk mngetahui status gizinya dapat menggunakan pengukuran LILA.
(Briend, 2012)
2) Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada anak gizi buruk meliputi:
Anemia: MCV, MCH, MCHC, Hb, hematokrit, eritrosit, retikulosit.
Penyakit infeksi: leukosit dan netrofil, eosinofil, basofil, monosit, limfosit, trombosit, laju
endapan darah
KEP pada anak Gizi buruk: serum albumin, total,limfosit, serum transferin, Serum Feritin,
Kreatinin High Indeks
Hepatomegal: Bilirubin serum terkonjugasi, Billirubin tidak terkonjugasi, bilirubin serum
total, billirubin urin, Enzim SGOT, enzim SGPT, enzim LDH, fosfatase alkali
Dengan pemeriksaan laboratorium yang lebih rinci, dapat pula lebih jelas diketahui penyebab
malnutrisi dan komplikasi-komplikasi yang terjadi pada anak tersebut. (Pardosi, 2009)
Berikut ini adalah tools yang digunakan dalam nutritional assessment
23
6. Kesalahan apa saja yang dapat terjadi saat melakukan nutritional assessment , dan bagaimana
mengatasinya?
Pada metode nutritional assessment, seringkali ditemukan faktor-faktor penyebab bias yang
menjadikan data assessment menjadi tidak valid, akurat dan presisi, yang meliputi :
1. Random errors
Random errors mengurangi presisi, tetapi hal ini tidak mengurangi akurasi. Sampling
error, measurement error, and individual biological variation merupakan tiga sumber
utama penyebab random errors.
Cara meminimalisir dari random error dapat dilaksanakan dengan :
- Menggunakan teknik pengukuran dan personil yang terlatih dalam melaksanakan
pengukuran
- Melakukan pengukuran beberapa kali (melakukan pengulangan, baik oleh
pengukur yang sama atau pengukur yang beda)
- Mengkalibrasi alat
2. Systematic errors
Sytematic errors mengurangi keakuratan hasil dengan mengubah nilai mean atau
median.
Cara meminimalisir dari systematic errors dapat dilaksanakan dengan :
- Melakukan assessment dengan alat dan metode yang tepat, sesuai sasaran dan
tujuan
- Menggunakan food model saat melakukan 24 hours recall
(Gibson, 2005)
Selain dua hal diatas, pada pengumpulan data assessment secara spesifik error dapat
ditemukan pada pengambilan data untuk anthropometri dan dietary, yang meliputi :
a. Errors in Anthropometric.
Berikut merupakan tabel yang menyajikan kesalahan yang secara umum sering ditemukan :
Measurments and Common Error Purposed Solution
All Measurements
1. Inadequate instruments
2. Restless Child
3. Reading
4. Recording
1. Select method appropiate to resources
2. Postpone meauremnts or involve parent
in procedure or use culturally approciate
procedures
3. Training and refresher exercise stressing
accuracy and intermittens revision by
supervisor
25
4. Record result immediately after
measurments and have result checked by
second person
Length
1. Incorrect method for age
2. Footware/headware not removed
3. Head not incorrect plane
4. Child not straight along board
and/or feet not parallel with
movable board
5. Board not firmly against heel
1. Use only when subject is < 2y
2. Remove as local culture permits (or make
allowances)
3. Correct position of child before
measuring
4. Have assistant and child’s parent present;
don’t take the measurement while the
child is streggling
5. Correct pressure should be practiced
Height
1. Incorrect method for age
2. Footware/headware not removed
3. Head not incorrect plane, subject
not straight, knees bent, or feet not
flat on floor
4. Board not firmly against heel
1. Use only when subject is ≥ 2y
2. Remove as local culture permits (or
make allowances)
3. Correct technique with pratice and
retraining, provide adequate
assitance;calm noncooprative children
4. Move head board to compress hair
Weight
1. Room cold, no privacy
2. Scale not calibrate to zero
3. Subject wearing heavy clothing
4. Subject moving or anxious as a
result of prior incident
1. Use appropiate clinic facilities
2. Re-calibrate after every subject
3. Remove or make allowances for
clothing
4. Wait until subject is calm or remove the
cause of anxiety
Arm Circumferences
1. Subject not standing in correct
position
2. Tape too thick, streched or creases
3. Wrong arm
4. Mid-arm point incorrectly marked
5. Arm not hanging loosely by side
1. Position subject correctly
2. Use correct instruments
3. Use left arm
4. Measure midpoint carefully
5. Correct techniques with training,
supervision, and regular refresher
26
during measurement, examiner not
comfortable or level with subject,
tape around arm not at midpoint
courses
Head Circumferences
1. Occipital protuberance/supraorbital
landmarks poorly defined
2. Hair crushed inadequately;ears
under tape, or sension position
poorly maintened at time reading
3. Headware not removed
1. Position tape correctly
2. Correct techniques with training,
supervision, and regular refresher
courses
3. Remove as local culture permit
Triceps Fatfold
1. Wrong arm
2. Mid-arm point or posterior plane
incorrectly measured or marked
3. Arm not loose by side during
measurement
4. Finger-thumb pinch or caliper
placement too deep or too
superficial
5. Caliper jaws not at marked site;
reading done too early, pinch not
maintened, caliper bandle not
released
6. Examiner not comfortable or level
with subject
1. Use left arm
2. Measure midpoint carefully
3,4,5. Correct techniques with training,
supervision, and regular refresher courses
6. Ensure examiner is correctly positioned
Tabel 7. Measurement errors in anthropometry assessment (Gibson, 2005)
b. Measurements errors in dietary assessments
Banyak sumber kesalahan yang bersumber dari penghitungan konsumsi rumah tangga.
Diantaranya meliputi :
Sources of Measurement Errors in Dietary
Assesment
Purposed Solution
1. Nonresponse bias (random sample of subjects
not being representative)
2. Respondent bias ( underreportting of food
consumed)
Training and retraining sessions
for the interviewers and coders,
standardization of interviewing
techniques and questionnaires, 27
Penyebab tdk langsung
Penyebab langsung
Kurang gizi
Makan tidak seimbang
Pola asuh tidak memadai
Penyakit infeksi(Diare, ISPA)
Tidak cukup persediaan panganSanitasi, air bersih, pelayanan kesehatan tidak memadai
dampak
3. Interviewer bias (failed in records subjects
correctly)
4. Respondent memory lapses
5. Incorrect estimation of portion size (failed in
quantify accurately the amount of food)
6. Suplement usage (make mistake in calculating)
7. Coding errors (mistake in converting amount)
8. Mistakes in handling of mixed dishes (incorrect
estimates of the nutrient content)
pretesting of questioners, and
administration of a pilot study
prior to the survey
Tabel 8. Measurement errors in dietary assessment (Gibson, 2005)
7. Apa saja yang diperlukan agar nutritional assessment valid ?
a) Menggunakan alat dan metode yg tepat dalam pelaksanaan NA, alat yg digunakan sudah
terkalibrasi (Fahmidah, 2007)
b) Memininmalisir sistematic rendom error (Fahmidah, 2007)
c) Menggunkan alat atau metode spesifisitas dan sensitifitas yg tinggi. (Fahmidah, 2007)
d) Pengukuran jumlah sample harus presisi, valid dan akurat. (Fahmidah, 2007)
e) Mengurangi faktor-faktor bias yg bisanya terjadi baik pd saat antropometri sampai pendataan
ekologi. (Gibson, 2005)
f) Memberikan training pd staf yg melakukan NA u/ menggunakan teknik yg standar dan presisi
dan menggunkanan standar tekniknya secara konsisten. (Handbook Nutritional Assessment,
2007)
g) Kesesuaian jumlah personel dlam setiap tahapan assessment. (Washington State Departement
of Health, 2010)
8. Faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi keadaan gizi buruk?
28
Bagan 1. Faktor penyebab gizi buruk ( UNICEF, 1990 in Laporan penanggulangan Gizi buruk di Indonesia,2005)
9. Apa gejala dan tanda ciri khusus dari gizi buruk marasmus ?
Marasmus Kwashiorkor Marasmus-Kwashiorkor
Tanda Penampilan wajah seperti
orang tua, kulit kering dingin
dan kendur, rambut kering,
tipis dan mudah rontok,
ototnya atropi sehingga tulang
terlihat jelas, terjadi
perubahan mental, sering
diare dan konstipasi, Iga
gambang dan perut cekung,
stunting
Edema (-)
Moon face, warna rambut
kemerahan, anoreksia,
edema, lesi di bagian tubuh,
rambut mudah rontok,
hepatomegali,
depigmentation, kehilangan
lemak subkutan, muscle
wasting,
Edema (+)
warna rambut merah,
mudah dicabut tanpa
rasa sakit, lesi kulit
berwarna merah berubah
menjadi warna hitam,
edema namun tidak
mencolok, penyakit
infeksi, diare kronis, kulit
keriput
Edema (+)
Gejala sering diare dan konstipasi,
perubahan mental, terdapat
bradikardi, tekanan darah
lebih rendah daripada anak
yang sebaya, kadang frekuensi
pernapasan menurun,
perubahan nafsu makan,
Apathetic, perasaan mudah
marah, nausea, lemas, diare
Rewel. Cengeng, apatis,
kesadaran menurun,
nafsu makan menurun
29
malaise, apatis, perasaan
mudah marah, lemah, mual,
suhu tubuh rendah
BB/TB <-3 SD <-2 SD <-2SD
Tabel 9. Perbedaan Tanda Dan Gejala Pada Gizi Buruk Marasmus, Kwashiorkor , Dan Marasmus-
Kwashiorkor (Fahmidah, 2007)
10. Apa etiologi atau penyebab dari gizi buruk marasmus ?
Penyebab utama yaitu ketidakcukupan diet energi dan protein baik secara kualitatif dan kuantitatif.
Penyebab yang kedua, yaitu:
a. Umur, marasmus terjadi terutama pada infants dari pada older children, biasanya terjadi pada
bayi prematur.
b. Muntah konis karena beberapa penyebab yang mnyebabkan wasting.
c. Diare kronis yang berulang
d. Infeksi kronis, misal TBC, congenital syphilis, chronic empyema thoracis.
e. Penyakit kongenital (bawaan)membatasi intake dan penyerapan makanan.
f. Gangguan organ yang serius pada jantung, otak dan ginjal yang menyebabkan gagal tumbuh.
g. Kegagalan metabolik tertentu yang menyebabkan gagal tumbuh.
(Viswanathan, 2005)
11. Bagaimana patofisiologi (perjalanan penyakit ) dari marasmus hingga terjadi komplikasi?
Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup
dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan
karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan
kehidupan. Karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar,
sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam
sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan
menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan ginjal. Selama puasa
jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan
asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan
menahun. Tubuh akan mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi setelah kira- kira
kehilangan separuh dari tubuh (Muchsan Lubis, 2002).
Ketika intake makanan tidak adekuat, terjadi defisiensi protein makanan, dan adanya
inflamasi dapat menyebabkan kwashiorkor (indikator antropometri BB/TB <-2SD) melalui mekanisme
tertentu. Makanan yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai cadangan makanan
30
untuk menghasilkan kalori, dimulai dengan pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan
lemak serta protein dengan melalui proses katabolik. Jika terjadi stres katabolik (infeksi) maka
kebutuhan akan protein akan meningkat,sehingga dapat menyebabkan defisiensi protein yang relatif,
jika kondisi ini terjadi pada saat status gizi masih diatas -3 SD (-2SD-(-3SD)), maka terjadilah
kwashiorkor (malnutrisi akut/decompensated malnutrition) (Israr, 2009).
Pada saat stres katabolik karena infeksi, mediator-mediator inflamasi mengalami
peningkatan kadarnya (makrofag, TNF-alfa, IL-1) sehingga menurunkan sintesis protein viseral. Ketika
protein juga tidak tercukupi melalui asupan, serum albumin akan menurun sehingga terjadi
hipoalbuminemia yang menyebabkan edema. Pembesaran dan perlemakan hati disebabkan oleh
ketidakmampuan anak untuk mensintesis apo-B-lipoprotein yang dibutuhkan untuk membentuk
lipoprotein yang mengangkut lemak keluar dari hati. Meningkatnya sintesis lemak, kegagalan
lipolisis, dan menurunnya lipoprotein menyebabkan perlemakan hati sehingga terjadi hepatomegaly.
Tanda-tanda tersebut yaitu hipoalbumin, edema, dan perlemakan hati merupakan tanda dari
kwashiorkor (De Lange, 2010).
Defisiensi asupan zat gizi dalam waktu yang lama, menyebabkan adaptasi di dalam tubuh
sehingga kadar kolesterol meningkat dan kadar insulin menurun. Pengaruh sistem hormonal yang
terjadi adalah gangguan hormon kortisol, insulin, growth hormon (hormon pertumbuhan), dan
Thyroid Stimulating Hormon(TSH) meninggi tetapi fungsi tiroid menurun. Hormon-hormon tersebut
berperanan dalam metabolisme karbohidrat, lemak sehingga terjadi gangguan metabolik. Bila stres
katabolik ini terjadi pada saat status gizi di bawah -3 SD, maka akan terjadi marasmik-kwashiorkor
dengan edema. Jika kondisi kekurangan ini terus dapat teradaptasi sampai dibawah -3 SD maka akan
terjadi marasmus (malnutrisi kronik/compensated malnutrition)dengan tanda yang membedakan
yaitu tidak adanya edema(Israr, 2009).
31
Gambar 11. Patofisiologi Gizi Buruk
Pada anak gizi buruk, terjadi kerusakan sel, jaringan, organ hingga sistem organ. Anak gizi
buruk bisa disebabkan oleh kekurangan intake makanan, sehingga imunitas menurun karena leukosit
tidak dapat diproduksi sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, anak gizi buruk mudah sekali terkena
infeksi yang bermanifestasi memperburuk status gizinya. Selain itu, gizi buruk juga dapat terjadi
karena sebelumnya anak sudah menderita penyakit infeksi yang kronis. Pada akhirnya, infeksi akan
selalu terjadi pada anak gizi buruk ini sebagai komplikasi jika gizi buruk tidak diatasi. Anak yang
terkena infeksi mengalami demam, sehingga konsentrasi Fe dan Zn dalam plasma menurun
menyebabkan hypoferrameiae. Hal ini menyebabkan perubahan total iron binding protein di dalam
plasma sehingga menyebabkan defisiensi Hb dalam eritrosit, yang merupakan sebab langsung dari
anemia (De Lange, 2010).
Perubahan fungsi organ termasuk GI pada pasien malnutrisi dapat menyebabkan malabsorpsi
zat gizi, juga kemungkinan besar untuk terinfeksi gut bacteria. Bakteri tersebut dapat menyebabkan
32
diare, selain juga dapat disebabkan oleh virus, protozoa, dan parasit. Selain itu, juga dapat
disebabkan oleh alergi makanan atau lactose intolerance akibat ketidakmampuan tubuh untuk
memproduksi enzim-enzim pencernaan. Diare tersebut akan menyebabkan kehilangan cairan dan
elektrolit secara cepat terutama Na dan K, sehingga terjadi asidosis metabolit. Kehilangan natrium
dapat menyebabkan dehidrasi. Kejang, syok, dan letargi disebabkan oleh kekurangan natrium berat
(<120 mEq/L) (Permatasari, 2012).
12. Kemungkinan komplikasi apa saja karena marasmus ?
a. Sistem pernapasan: karena massa otot berkurang saat gizi buruk mengakibatkan gangguan
sistem pernapasan, misalnya pneumonia berat.
b. Pada system endocrin: pankreas mengalami athopy, kelenjar thyroid mengalami kemunduran.
c. Sistem Imun: daya tahan tubuh rendah sehingga mudah terserang infeksi terutama organisme
gram negatif yang bisa menybabkan sepsis.
d. Sistem pencernaan: pada penderita malnutrisi diare berlangsung lama sehingga menyebabkan
dehidrasi.
e. Hematology: Terjadi anemia karena defisiensi zat besi, berkurangnya sel darah merah karena
adapatasi lean body mass rendah.
f. Liver: Meningkatnya sintesis lemak, kegagalan lipolisis, dan menurunnya lipoprotein
menyebabkan perlemakan hati sehingga terjadi hepatomegaly.
(Duggan, 2008)
g. Otak: Dalam jangka panjang (kronis) akan terjadi penghambatan pertumbuhan otak dan
penurunan IQ sebanyak 15 point (balachew, 2001)
13. Apa fase-fase penatalaksanaan pada pasien gizi buruk?
Penatalaksanaan Anak Gizi Buruk :
1. Fase Stabilisasi
Diberikan makanan formula 75 (F-75) dengan asupan gizi 80-100 KKal/kgBB/hari dan protein 1-1,5
g/KgBB/hari. ASI tetap diberikan pada anak yang masih mendapatkan ASI.
2. Fase Transisi
Pada fase transisi ada perubahan pemberian makanan dari F-75 menjadi F-100. Diberikan
makanan formula 100 (F-100) dengan asupan gizi 100-150 KKal/kgBB/
hari dan protein 2-3 g/kgBB/hari.
3. Fase Rehabilitasi
Diberikan makanan seperti pada fase transisi yaitu F-100, dengan penambahan makanan untuk
anak dengan BB < 7 kg diberikan makanan bayi dan untuk anak dengan BB > 7 kg diberikan
makanan anak. Asupan gizi 150-220 KKal/kgBB/hari dan protein 4-6 g/kgBB/hari.
33
4. Fase Tindak Lanjut (dilakukan di rumah)
Setelah anak pulang dari PPG, anak tetap dikontrol oleh Puskesmas pengirim secara berkala
melalui kegiatan Posyandu atau kunjungan ke Puskesmas. Lengkapi imunisasi yang belum
diterima, berikan imunisasi campak sebelum pulang. Anak tetap melakukan kontrol (rawat jalan)
pada bulan I satu kali/ minggu, bulan II satu kali/ 2 minggu, selanjutnya sebulan sekali sampai
dengan bulan ke-6.Tumbuh kembang anak dipantau oleh tenaga kesehatan Puskesmas pengirim
sampai anak berusia 5 tahun.
(Budihardja, 2011)
Kriteria sembuh:
Bila BB/TB atau BB/PB > -2 SD dan tidak ada gejala klinis dan memenuhi kriteria pulang sebagai
berikut:
a. Edema sudah berkurang atau hilang, anak sadar dan aktif
b. BB/PB atau BB/TB > -3
c. Komplikasi sudah teratasi
d. Ibu telah mendapat konseling gizi
e. Ada kenaikan BB sekitar 50 g/kgBB/minggu selama 2 minggu berturut-turut
f. Selera makan sudah baik, makanan yang diberikan dapat dihabiskan.
(Budihardja, 2011)
Tanda Pada Fase-fase Malnutrisi :Kondisi I Kondisi II Kondisi III Kondisi IV Kondisi V
Renjatan / Syok + - - - -Letargis (tidak Sadar) + + - + -Muntah/diare/dehidrasi
+ + + - -
Tabel 10. Fase-fase malnutrisi (Israr, 2009)
Assessment yang perlu dilakukan atau dikumpulkan pada setiap fase, yaitu:
1. Fase stabilisasi B
PEMERIKSAAN
Berat badan + + + + +
Suhu tubuh (aksila) + + + + +
Tabel 11. Fase stabilisasi B (Israr, 2009)
Anamnesis Lanjutan Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan
LaboratoriumUmum Khusus
Konfirmasi kejadian
campak dan TB paru
- Panjang
badan
- Thoraks
- Pemeriksaan mata
- Pemeriksaan kulit
- Pemeriksaan
Kadar gula darah,
hemoglobin
34
- Abdomen
- Otot
- Jaringan
lemak
telinga, hidung,
tenggorokan
Tabel 12. Anamnesa Lanjutan (Israr, 2009)
Menurut Uganda Ministry of Health (2010), yang perlu dimonitoring pada fase stabilisasi yaitu:
Suhu tubuh diukur dua kali sehari
Standar pemeriksaan klinis seperti konsistensi feses, muntah, dehidrasi, batuk, respirasi, ukuran
liver, kulit
Berat badan diukur sebelum dan sesudah makan setiap hari
Derajat oedema (0, grade 1, grade 2, atau grade 3)
Cara pemberian makanan lewat NGT atau IV infusi/transfusi
2. Fase transisi
Berat badan
Derajat edema (0/tidak ada edema hingga grade 3)
Suhu tubuh
Standar pemeriksaan klinis seperti konsistensi feses, muntah, dehidrasi, batuk, respirasi, ukuran
liver
Pemeriksaan lain seperti penolakan terhadap makanan
Mood
(Uganda Ministry of Health, 2010)
3. Fase rehabilitasi
Suhu tubuh, denyut nadi, dan frekuensi pernafasan dua kali sehari
Berat badan
Derajat edema (0/tidak ada edema hingga grade 3)
Standar pemeriksaan klinis seperti konsistensi feses, muntah, dehidrasi, batuk, respirasi, ukuran
liver
Tinggi badan atau panjang badan setelah 21 hari
Pemeriksaan lain seperti penolakan terhadap makanan dan asupan makanan
(Uganda Ministry of Health, 2010)
35
Gambar12. Tatalaksana Gizi Buruk (Budihardja, 2011)
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. KESIMPULAN
a. Nutritional Assessment adalah langkah awal yang komperehensif dan digunakan untuk
menggambarakan / menentukan status gizi dengan cara menginterpretasikan informasi dari data
36
antropomertri, biokimia, clinical, dan dietary kemudian dilanjutkan pada nutrition diagnosis.
Tujuan dari nutritional assessment adalah untuk menilai status gizi pasien sehingga dapat
menentukan intervensi yang cepat.
b. Yang berperan dalam nutritional assesment adalah Ahli Gizi yang sudah teregister (RD) dan
terlisensi atau teknisi gizi yg berkompeten dibawa supervisi ahli gizi, dokter, nutrition nurse
specialist.
c. Data objektif adalah Data yang didapat, diobservasi dan diukur serta dapat diperoleh dengan
menggunakan panca indera selama pemeriksaan fisik dan tidak dapat dipengaruhi oleh pendapat
pribadi pasien dan disertai dengan refensi yang ada sehigga langsung bisa digunakan.
d. Data Subjectif adalah Data yang diambil melalui anamnesa mengenai pendapat dan apa yang
diarasakan individu yang dilakukan oleh petugas kesehatan setelah melakukan interaksi dengan
pasien.
e. Gizi Buruk adalah kurang gizi tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan
protein dari makanan sehari-hari dan terjadi dalam waktu yang cukup lama.
f. Gizi buruk marasmus adalah kurang gizi tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi
energi dan protein dari makanan sehari-hari dan terjadi dalam jangka waktu yang cukup lama
dengan
- Tanda: Penampilan wajah seperti orang tua, kulit kering dingin dan kendur, rambut kering,
tipis dan mudah rontok, ototnya atropi sehingga tulang terlihat jelas, terjadi perubahan
mental, sering diare dan konstipasi, Iga gambang dan perut cekung, stunting
- Gejala: sering diare dan konstipasi, perubahan mental, terdapat bradikardi, tekanan darah
lebih rendah daripada anak yang sebaya, kadang frekuensi pernapasan menurun, perubahan
nafsu makan, malaise, apatis, perasaan mudah marah, lemah, mual, suhu tubuh rendah.
g. Parameter nutritional assessment yang tepat pada pasien anak dengan gizi buruk marasmus
1. Anthropometri
2. Biokimia
3. Fisik/klinis
4. Dietary
5. Ekologi
h. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi pasien
Anak tidak cukup mendapatkan makanan bergizi seimbang, nfeksi pada balita, ketahan pangan di
keluarga, pola pengasuhan anak, pelayanan kesehatan, kesehatan lingkungan, kemiskinan,
pendidikan, dan pengetahuan.
B. REKOMENDASI
37
Skenario dalam PBL minggu dua ini dapat menambah dan memperdalam pengetahuan sehingga
mahasiswa tidak terlalu kesulitan dalam pembahasannya. Selain itu mampu melatih mahasiswa untuk
berpikir kritis. Tahap dari Nutrition care Process (NCP) yaitu Assessment, Diagnosis, Intervention,
Monitoring, dan Evaluation. Oleh karena itu, akan lebih baik jika setelah nutrition assessment ini bisa
membahas mengenai nutrition diagnosa, intervention, dan monitoring karena proses NCP merupakan
satu materi yang berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita et.al. 2000. Gizi Seimbang Dalam Daur Kehidupan. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.Anggraeni, Adisty C. 2012. Asuhan Gizi: Nutritional Care Process. Yogyakarta: Graha Ilmu.Anonim. 2011. Laporan Pendahuluan Heapatomegali. http://kepacitan.wordpress.com/2011
/02/11/lphepatomegali/. Diakses Tanggal 24 September 2013 Jam 14:30 WIB.
38
Balachew, Tefera et all. 2001. Protein Energy Malnutrition. Jimma University : 60)Barker, Lisa. 2011. Hospital Malnutrition : Prevalence, Identification and Impact on Patient and the Healthcare
SystemBriend, Andre. 2012. Use of MUAC for Severe Acute Malnutrition. University of Tampere: FinlandBudihardja. 2011. Pedoman Pelayanan Anak Gizi Buruk. Kementrian Kesehatan Republik IndonesiaDe Langa, Jhohanna Christina. 2010. Factor Contributing to Malnutrition in Children 0 – 60 Months Admitted to
Hospital in the Northern Shout Cas. South Asia : University of the Free State.De Lange, Jhohanna Christina. 2010. Factors Contributing to Malnutrition in Children 0-60 Months Admitted to
Hospitals in the Northern Cape. South Africa: Department of Nutrition and Dietetics, University of the Free State.
Drupadi HS. Dillon dan Umi Fahmida. 2007. Handbook Nutritional Assessment : Page 88. SEAMEO-TROPMED. Regional Center for Community Nutrition, University of Indonesia
Duggan, et al. 2008. Nutrition in Pediatrics 4. International Prin-O-Pac Ltd: DelhiFahmida, umi dan Drupadi HS Dillon. 2007. Handbook Nutritional Assessment. SEAMEO-TROPED RCCN.
University of IndonesiaGibson, Rosalind S. 2005. Principles of Nutritional Assessment 2nd Edition. New York: Oxford University Press.Gibson, S. Rosalind. 2005. Principles of Nutritional Assessment 2nd Edition : Google Book.Himayatnagar, A. 2009. Achar’s Textbook of Pediatric : Normal Nutrition and Malnutrition : 49 – 51Israr, Yayan Akhyar. 2009. Gizi Buruk (Severe Malnutrition). Fakultas kesehatan Universitas RiauKementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman Interpretasi Data Klinik. Maqboo, Asim et.al. 2008. Clinical Asessment of Nutritional Status.National Food and Health Plan. 2007. Malnutrition Screening and Nutritional AssessmentPardosi, Rufina.2009.Malnutrisi.UNICEF Meulaboh (online) http:// yayanakhyar.files.wordpress.com
/2009/02/ unicef -malnutrisi.pdf diakses tanggal 21 September 2013 pukul 20.00Permatasari, Devina Putri. 2012. Perbedaan Durasi Penyembuhan Diare Dehidrasi Ringan-Sedang Balita yang
Diberikan ASI dan Seng (Studi Kasus di RSUP dr.Kariadi). Semarang: Program Pendidikan Sarjana Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Queensland Health Dietitian.2009. Validated Nutrition Assessment Tools: Comparison Guide (online) http://www.health.qld.gov.au/nutrition/resources/Fhphe_asst_tools.pdf diakses pada tanggal 21 September 2013 pukul 20.30
SAMUEL. 2006. SENSITIFITAS DAN SPESIFISITAS LINGKAR DADA DAN LINGKAR LENGAN ATAS DALAM SKRINING PENENTUAN STATUS GIZI BURUK PADA ANAK BALITA. Undergraduate thesis, Diponegoro University.
Uganda Ministry of Health. 2010. Integrated Managementof Acute MalnutritionGuidelines.
Viswanathan, J dan A.B Desai. 2005. Achar’s Textbook of Pediatrics. Shiva printers:IndiaWashington State Departement of Health. 2010. Nutrition Interventions for Children with Special Health Care
Needs 3rd Edition. USA
39
TIM PENYUSUN
A. KETUA
1. TYSKA AULIA A 115070300111019
B. SEKRETARIS
1. DIAN NUR ARIANI 115070300111025
2. ADISTI DYAH PERMATANINGTYAS 115070301111012
C. ANGGOTA
1. MUCHAMMAD ILHAM GUMILAR 115070307111006
2. LAILY EKAWATI CANDRA 115070301111024
3. LUCKY ASTRIDA 115070313111005
4. AGNES WIDYASARI 115070307111015
5. AFIFA NUR SALIMA 115070301111013
6. MUSTIKA ARUM H W P J 115070300111038
7. ANA DWI FIBRIYANTI 115070301111008
8. SAFHIRA ROVIDA 115070300111043
9. KARINA MUTHIA SHANTI 115070301111007
10. ERIKA DAMAYANTI 115070300111039
D. FASILITATOR
BU ANGGUN
E. PROSES DISKUSI
1. KEMAMPUAN FASILITATOR DALAM MEMFASILITASI
- Mengarahkan mahasiswa dengan baik dan tepat pada waktunya apabila topik yang
dibicarakan melenceng dari pembahasan yang sebenarnya
- Mampu memberikan arahan yang tepat pada waktunya
- Mampu membimbing dengan baik sehingga mahasiwa menjadi terlatih dan bersungguh-
sungguh dalam mengikuto pembelajaran.
2. KOMPETENSI / HASIL BELAJAR YANG DICAPAI OLEH ANGGOTA DISKUSI
- Mahasiswa memahami jenis-jenis data, cara pengumpulan, fungsinya serta kelebihan dan
kelemahan dari masing-masing jenis data tersebut
- Mahasiswa mampu memahami patofisiologi, etiologi, serta sign dan symptom dari penyakit
gizi buruk.
40
- Mahasiswa mampu melakukan nutritional assessment yang tepat pada pasien anak umur 4
tahun yang mengalami gizi buruk marasmus.
- Mahasiswa mampu menganalisa dan menginterpretasikan data-data yang dimiliki oleh pasien
dengan munggunakan cutt off point yang sudah dibakukan.
- Mahasiswa mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi pada pasien anak dengan
gizi buruk marasmus
41