kelompok 6 reaksi alergi

44
TUGAS IMUNITAS DAN HEMATOLOGI 1 KONSEP DASAR REAKSI ALERGI ,PEMERIKSAAN KIMIA KLINIK OLEH KELOMPOK 6, 5A : 1. ARIF HANDOYO (12321008) 2. AYU PUSPITA SARI (12321009) 3. GALUH FITRI (12321024) 4. KONIATUS SYAROFAH (123210 34) 5. MELINDA DWI LESTARI (123210 38) 6. SETYAWATI (12321051) PRODI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INSAN CENDEKIA MEDIKA JOMBANG 1

Upload: radna-detra

Post on 16-Dec-2015

252 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

imun

TRANSCRIPT

TUGAS IMUNITAS DAN HEMATOLOGI 1KONSEP DASAR REAKSI ALERGI,PEMERIKSAAN KIMIA KLINIK

OLEH KELOMPOK 6, 5A :1. ARIF HANDOYO(12321008)2. AYU PUSPITA SARI(12321009)3. GALUH FITRI(12321024)4. KONIATUS SYAROFAH(123210 34)5. MELINDA DWI LESTARI(123210 38)6. SETYAWATI(12321051)PRODI S1 KEPERAWATANSEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATANINSAN CENDEKIA MEDIKAJOMBANGTAHUN AJARAN 2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah kepada kita semua, sehingga berkat Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah tentang REAKSI ALERGI,PEMERIKSAAN KIMIA KLINIK untuk memenuhi tugas imunitas dan hematologi 1.Makalah ini disusun dengan harapan agar tiap mahasiswa mampu berfikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi masalah-masalah yang timbul di tengah masyarakat dan bisa berpartisipasi secara aktif. Dalam penyusunan makalah ini kami tidak luput dari berbagai pihak yang terkait. Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih kepada:1. Ketua STIKES ICME JOMBANG Drs. M. Zainul Arifin,M.Kes.1. Kaprodi S1 Keperawatan Muarrofah, S.Kep.,Ns.M.Kes1. Dosen pembimbing mata kuliah Sistem Imunitas dan Hematologi 1 Rifai, S.Kep.,Ns.M.Kes1. Teman teman sekelas kami yang telah membantu dan mendukung kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat waktu.Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, kami mengharapkan saran dan kritik dari pembaca yang bersifat membangun sehingga kami dapat menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kehidupan dan dalam proses belajar.

Jombang, 2 Oktober 2014

Penyusun

DAFTAR ISI

SAMPUL.........iKATA PENGANTARiiDAFTAR ISIiiiBAB I PENDAHULUAN0. Latar belakang 10. Rumusan Masalah10. Tujuan20. Manfaat2

BAB II KONSEP DASAR REAKSI ALERGI,PEMERIKSAAN KIMIA KLINIK

0. Definisi ........................................................................................30. Klasifikasi 3 0. Etiologi180. Gejala .190. Diagnosa200. Pemeriksaan Fisik 210. Pemeriksaan penunjang.220. Terapi220. Tiga hal utama dalam tindakan pencegahan.240. Prognosis..24BAB IV PENUTUP4.1 Kesimpulan 25DAFTAR PUSTAKA

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar Belakang.Imunitas spesifik merupakan mekanisme yang ampuh menyingkirkan patogen dan benda asing. Mekanisme faktor sistem imun, seperti komplemen, fagosit, sitokin dan lain-lain tidak spesifik untuk antigen asing. Karenaitu respon imun dan reaksi inflamasi yang menyertai respon imun kadang-kadang disertai kerusakan jaringan tubuh sendiri, baik lokal maupun sistemik. Pada umumnya efek samping demikian dapat dikendalikan dan membatasi diri (self limited) dan berhenti sendiri dengan hilangnya anti gen asing. Di samping itu , dalam keadaan normal ada tolereansi terhadap antigen self sehinggs tidak terjadi respon imun terhadap jaringan tubuh sendiri. Namun ada kalanya respon atau reaksi imun itu berlebih atau tidak terkontrol dan menimbulkan kerusakan jaringan. Reaksi demikian disebut reaksi hipersensitivitas. Pada keadaan ini, mekanisme kerusakan jaringan yang trrjadi sama dengan yang terjadi pada proses eliminasi patogen infeksius, yaitu melibatkan antibody, selT dan berbagai sel efektor. Masalahnya pada hipersensitivutas adalah bahwa respon imun dirangsang dan berlangsung secara tidak tepat atau abnormal.

1.2 Rumusan Masalah1.Definisi reaksi alergi dan pemeriksaan kimia klinik ? 2. Klasifikasi dari penyakit reaksi alergi ? 3.Etiologi Klinis dari reaksi alergi ? 4.Gejala dari penyakit reaksi alergi ? 5. Diagnosa dari penyakit reaksi alergi? 6. Pemeriksaan fisik dari reaksi alergi? 7. Pemeriksaan penunjang dari reaksi alergi ? 8. Terapi dari reaksi alergi? 9. pencegahan dari reaksi alergi? 10.prognosis dari reaksi alergi?

1.3 Tujuan1. Tujuan UmumAdapuntujuan umumdaripenulisanmakalahiniyaitu agar mahasiswadapatmengetahuitentangreaksi alergi

2. TujuanKhusus:a. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dasar mengenai reaksi alergi b.Mahasiswa mampu menjelaskantentang reaksi alergi

1.4Manfaat1. BagiPenulisSemoga denganmakalahinidiharapkan kami sebagaimahasiswadapat meningkatkanpengetahuandanwawasanmengenai konsep dasar mengenai reaksi alergi

2. BagiPembacaDiharapkan agar pembacadapatmengetahuitentangreaksi alergi lebihdalamsehinggadapatmencegahsertamengantisipasidiridarimacam penyakitimun .

3. BagiPetugasKesehatan dan InstitusiPendidikanDapatmenambahbahan pembelajaran dan informasitentangreaksi alergi

BAB IIKONSEP DASAR REAKSI ALERGI,PEMERIKSAAN KIMIA KLINIK

2.1DEFINISI1.Reaksi AlergiReaksi Alergi (Reaksi Hipersensitivitas) adalah reaksi-reaksi dari sistem kekebalan yang terjadi ketika jaringan tubuh yang normal mengalami cedera/terluka. Mekanisme dimana sistem kekebalan melindungi tubuh dan mekanisme dimana reaksi hipersensitivitas bisa melukai tubuh adalah sama. Karena itu reaksi alergi juga melibatkan antibodi, limfosit dan sel-sel lainnya yang merupakan komponen pelindung yang normal pada sistem kekebalan.Alergi merupakan suatu reaksi menyimpang dari mekanisme pertahanan tubuh terhadapzat/bahan yang secara normal tidak berbahaya bagi tubuh, dan melibatkan sistem kekebalan tubuh terutama antibodi imunoglobulin E (IgE).2.Pemeriksaan Kimia KlinikPemeriksaan laboratorium yang berdasarkan pada reaksi kimia dapat digunakan darah, urin atau cairan tubuh lain. Terdapat banyak pemeriksaan kimia darah di dalam laboratorium klinik antara lain uji fungsi hati, otot jantung, ginjal, lemak darah, gula darah, fungsi pankreas, elektrolit dan dapat pula dipakai beberapa uji kimia yang digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis anemia

2.2 KLASIFIKASI Hipersensitivitas Immediate (tipe I)Hipersensitivitas ini adalah reaksi imunologis cepat yang terjadi hanya setelah satu menit kombinasi antigen dan antibodi terikat oleh sel mast. Reaksi ini biasa disebut dengan alergi, dan antigen yang memicunya disebut dengan alergen. Hipersensitivitas immediate dapat terjadi sebagai kelainan sistemik atau sebagai reaksi lokal. Biasanya, selama beberapa menit pasien akan shok yang dapat berakibat fatal. Reaksi lokal berbeda-beda dan bermacam-macam tergantung bagaimana masuknya alergen tersebut, contohnya bisa jadi localized cutaneous sweeling (alergi kulit), hay fever, asma, atau allergic gasteroentritis (alergi makanan). Banyak cepat yang terjadi mempunya ciri utama yaitu vasodilaatasi, vascular leakage, dan tergantung dari lokasinya. Perubahan yang terjadi biasanya akan menjadi jelas sekitar 5-30 menit setelah terekspos antigen, dan akan mereda setelah 60 menit, reaksi kedua fase lambat akan terjadi 2-24 jam setelahnya tanpa harus terekspos oleh antigen dan akan berakhir setelah beberapa hari. Reaksi fase lambat ini bercirikan adanya infiltrasi jaringan dari eosinofil, neutrofil, basofil, monosit, dan sel T CD4+ yang mengakiatkan kerusakan jaringan.Kebanyakan reaksi hipersensitivitas ini dimediasi oleh antibodi IgE, aktivasi dari sel mast, dan leukosit lainnya. Sel mast adalah derivat dari sumsum tulang blakang yang terdistribusikan secara luas di jaringan. Sel mast terkumpul banyak di dekat pembuluh darah, saraf, dan subephitelial tissue; yang memperjelas bahwa reaksi hipersensitivitas biasa terjadidi daerah-daerah ini. Sel mast memiliki granula sitoplasmic yang berisikan berbagai macam mediator aktif. Sel mast dapat teraktivasi oleh ikatan silang dari IgE Fc receptor yang mempunya afinitas tinggi; sel mast juga dapat teraktivasi oleh komplemen seperti C5a dan C3a (disebut sebagai anaphylatoxin karena dapat menimbulkan reaksi seperti anaphylaxis), reaksinya dengan mengikat pada reseptor di membran sel mast. Basofil hampir sama dengan sel mast dilihat dari reseptor dan granula sitoplasmiknya. Bedanya dengan sel mast adalah basofil tersebar di sirkulasi darah. Reaksi yang diperankan oleh basofil dari hipersensitivitas ini masih belum diketahui jelas yang pasti basofil akan tertarik ke daerah inflamasi akibat dari granulasi sel mast.Sel TH2 memiliki peran utama dalam menginisiasi reaksi hipersensitivitas immediate ini dengan menstimulasi produksi IgE dan mempromosikan inflmasi. Sel TH2 muncul karena adanya presentasi dari antigen dengan sel T helper CD4+, mungkin oleh sel dentritik yang menangkap antigen dari tempat awal masuknya. Respon yang ditimbulkan akibat dari antigen dan stimuli lain, termasuk sitokin (IL4), sel T akan berdiferensiasi menjadi sel TH2. Sel TH2 akan memproduksi sitokin dalam jumlah besar (IL4, IL5, dan IL13). IL4 akan bereaksi terhadap sel B untuk menstimulasi produksi dari IgE dan mempromosikan lebih banyak lagi sel TH2. IL5 akan terlibat dalam perkembangan dan pengaktivasian eosinofil, yang merupakan efektor penting dalam hipersensitivitas ini. Efek dari IL13 adalah meningkatkan produksi IgE dan menstimulasi produksi mukus pada sel epitel. Sel TH2 juga memproduksi kemokin yang dapat menarik sel TH2 lebih banyak dan leukosit lain kedalam situs reaksinya.Sel mast dan basofil memiliki reseptor dengan afinitas tinggi yang disebut FceRI, yang speseifik terhadap IgE dan secara aktif berikattan dengan antibodi IgE. Pertamakali, antigen (alergen) akan berikatan dengan antibodi IgE, lalu IgE akan melekat pada sel mast. Ikatan IgE dengan reseptor Fce akan mengaktivasi sinyal transduksi ke sitoplasma sel mast. Sinyal ini akan menyebabkan sel mast berdegranulasi yang akan mengakibatkan pelepasan mediator aktif yang ada di granula sel mast. Mediator-mediator inilah yang bertanggung jawab terhadap munculnya gejala-gejala hipersensitivitas immediate ini, dan menyebabkan akan terjadinya reaksi fase-lambat dari hipersensitivitas ini.Mediator yang terkandung dalam granula sel mast dapat dibagi menjadi 3 kategori yaitu: Vasoactive amines Contohnya histamine yang menyebabkan kontraksi otot polos, permeability vascular meningkat, dan sekresi mukus di hidung, bronkus, dan kelenjar lambung Enzymes Enzim-enzim hidrolase Preteoglycans Contohnya heparin yang mempunyai efek anti coagulant dan chondroitin sulfateAda juga mediator lipid yang teraktivasi, akibat dari reaksi membran sel mast akan mengaktivasi phospholipase A2, enzim yang bereaksi di membran sel mast dan akan menghasilkan asam arakidonat yang merupakan komponen utama dalam perubahan 5-lipoxygenes dan cyclooxygenase menjadi leukotrien dan prostaglandin.Sel mast juga mengeluarkan sitokin yang berperan penting juga dalam hipersensitivitas ini. Sitokin (TNF, IL1, dan kemokin) akan memicu pengrekrutan leukosit (ciri dari reaksi fase-lambat), IL4, dan beberapa lagi yang lain.Orang dengan atopik biasanya mempunya level IgE yang tinggi dan IL4 yg lebih banyak dibandingkan orang pada umumnya. Keluarga dengan tingkat alergi yang tinggi 50%nya adalah atopik. Meskipun belum ditemukan hubungan secara pasti, tetapi pasien dengan asma ditemukan mempunya perbedaan pada beberapa lokus di DNAnya. Gen itu adalah 5q31 dimana juga merupakan tempat pengkodean sitokin IL3, IL4, IL5, IL9, IL13Kesimpulannya adalah hipersensitivitas immediate (tipe I) kelainan yg kompleks yang terjadi akibat mediasi IgE yang memicu sel mast dan akumulasi sel radang pada situs tersebut. Akumulasi ini terjadi karena adanya induksi dari sel TH2 yang menstimulasi produksi IgE (mengaktifkan sel mast), menyebabkan akumulasi sel radang, dan memicu sekresi mukus. Reaksi Hipersensitivitas Tipe IIReaksi hipersensitivitas tipe II atau Sitotoksis terjadi karena dibentuknya antibodi jenis IgG atau IgM terhadap antigen yang merupakan bagian sel pejamu. Reaksi ini dimulai dengan antibodi yang bereaksi baik dengan komponen antigenik sel, elemen jaringan atau antigen atau hapten yang sudah ada atau tergabung dengan elemen jaringan tersebut. Kemudian kerusakan diakibatkan adanya aktivasi komplemen atau sel mononuklear. Mungkin terjadi sekresi atau stimulasi dari suatu alat misalnya thyroid. Contoh reaksi tipe II ini adalah distruksi sel darah merah akibat reaksi transfusi, penyakit anemia hemolitik, reaksi obat dan kerusakan jaringan pada penyakit autoimun. Mekanisme reaksinya adalah sebagai berikut :1.Fagositosis sel melalui proses apsonik adherence atau immune adherence2.Reaksi sitotoksis ekstraseluler oleh sel K (Killer cell) yang mempunyai reseptor untuk Fc3. Lisis sel karena bekerjanya seluruh sistem komplemen Reaksi TransfusiMenurut system ABO, sel darah manusia dibagi menjadi 4 golongan yaitu A, B, AB dan O. Selanjutnya diketahui bahwa golongan A mengandung antibodi (anti B berupa Ig M) yang mengaglutinasikan eritrosit golongan B, darah golongan B mengandung antibodi (anti A berupa Ig M) yang mengaglutinasikan eritrosit golongan A, golongan darh AB tidak mengandung antibodi terhadap antigen tersebut dan golongan darh O mengandung antibodi (Ig M dan Ig G) yang dapat mengaglutinasikan eritrosit golongan A dan B. Antibodi tersebut disebut isohemaglutinin. Aglutinin tersebut timbul secara alamiah tanpa sensitasi atau imunisasi. Bentuk yang paling sederhana dari reaksi sitotoksik terlihat pada ketidakcocokan transfusi darah golongan ABO. Ada 3 jenis reaksi transfusi yaitu reaksi hemolitik yang paling berat, reaksi panas, dan reaksi alergi seperti urtikaria, syok, dan asma. Kerusakan ginjal dapat pula terjadi akibat membrane sel yang menimbun dan efek toksik dan kompleks haem yang lepas. Reaksi Antigen RhesusAda sejenis reaksi transfusi yaitu reaksi inkompabilitas Rh yang terlihat pada bayi baru lahir dari orang tuanya denga Rh yang inkompatibel (ayah Rh+ dan ibu Rh-). Jika anak yang dikandung oleh ibu Rh- menpunyai darah Rh+ maka anak akan melepas sebagian eritrositnya ke dalam sirkulasi ibu waktu partus. Hanya ibu yang sudah disensitasi yang akan membentuk anti Rh (IgG) dan hal ini akan membahayakan anak yang dikandung kemudian. Hal ini karena IgG dapat melewati plasenta. IgG yang diikat antigen Rh pada permukaan eritrosit fetus biasanya belum menimbulkan aglutinasi atau lisis. Tetapi sel yang ditutupi Ig tersebut mudah dirusak akibat interaksi dengan reseptor Fc pada fagosit. Akhirnya terjadi kerusakan sel darah merah fetus dan bayi lahir kuning, Transfusi untuk mengganti darah sering diperlukan dalam usaha menyelamatkan bayi. Anemia Hemolitik autoimunAkibat suatu infeksi dan sebab yang belum diketahui, beberapa orang membentuk Ig terhadap sel darah merah sendiri. Melalui fagositosis via reseptor untuk Fc dan C3b, terjadi anemia yang progresif. Antibodi yang dibentuk berupa aglutinin panas atau dingin, tergantung dari suhu yang dibutuhkan untuk aglutinasi. Reaksi ObatObat dapat bertindak sebagai hapten dan diikat pada permukaan eritrosit yang menimbulkan pembentukan Ig dan kerusakan sitotoksik. Sedormid dapat mengikat trombosit dan Ig yang dibentuk terhadapnya akan menghancurkan trombosit dan menimbulkan purpura. Chloramfenicol dapat mengikat sel darah putih, phenacetin dan chloropromazin mengikat sel darah merah. Sindrom GoodpasturePada sindrom ini dalam serum ditemukan antibodi yang bereaksi dengan membran basal glomerulus dan paru. Antibodi tersebut mengendap di ginjal dan paru yang menunjukkan endapan linier yang terlihat pada imunoflouresen.Ciri sindrom ini glomerulonefritis proliferatif yang difus dan peredaran paru. Perjalanannya sering fatal. Dalam penanggulangannya telah dicoba dengan pemberian steroid, imunosupresan, plasmaferisis, nefektomi yang disusul dengan transplantasi. Jadi, sindrom ini merupakan penyakit auroimun yang membentuk antibodi terhadap membrane basal. Sindrom ini sering ditemukan setelah mengalami infeksi streptococ. Myasthenia gravisPenyakit dengan kelemahan otot yang disebabkan gangguan transmisi neuromuskuler, sebagian disebabkan oleh autoantibodi terhadap reseptor astilkoli. PempigusPenyakit autoimun yang disertai antibodi tehadap desmosom diantara keratinosit yang menimbulkan pelepasan epidermis dan gelembung-gelembung.

Reaksi Hipersensitivitas Tipe IIIReaksi tipe III disebut juga reaksi kompleks imun adalah reaksi yang terjadi bila kompleks antigen-antibodi ditemukan dalam jaringan atau sirkulasi/ dinding pembuluh darah dan mengaktifkan komplemen. Antibodi yang bisa digunakan sejenis IgM atau IgG sedangkan komplemen yang diaktifkan kemudian melepas faktor kemotatik makrofag. Faktor kemotatik yang ini akan menyebabkan pemasukan leukosit-leukosit PMN yang mulai memfagositosis kompleks-kompleks imun. Reaksi ini juga mengakibatkan pelepasan zat-zat ekstraselular yang berasal dari granula-granula polimorf, yakni berupa enzim proteolitik, dan enzim-enzim pembentukan kinin.Antigen pada reaksi tipe III ini dapat berasal dari infeksi kuman patogen yang persisten (malaria), bahan yang terhirup (spora jamur yang menimbulkan alveolitis alergik ekstrinsik) atau dari jaringan sendiri (penyakit autoimun). Infeksi dapat disertai dengan antigen dalam jumlah berlebihan, tetapi tanpa adanya respons antibodi yang efektif.Penyebab reaksi hipersensitivitas tipe III yang sering terjadi, terdiri dari :1. Infeksi persistenPada infeksi ini terdapat antigen mikroba, dimana tempat kompleks mengendap adalah organ yang diinfektif dan ginjal.2. AutoimunitasPada reaksi ini terdapat antigen sendiri, dimana tempat kompleks mengendap adalah ginjal, sendi, dan pembuluh darah3. EkstrinsikPada reaksi ini, antigen yang berpengaruh adalah antigen lingkungan. Dimana tempat kompleks yang mengendap adalah paru.Reaksi hipersensitivitas tipe III sebagai bentuk penggabungan bentuk antigen dan antibodi dalam tubuh akan mengakibatkan reaksi peradangan akut. Jika komplemen diikat, anafilaktoksin akan dilepaskan sebagai hasil pemecahan C3 dan C5 dan ini akan menyebabkan pelepasan histamin serta perubahan permeabilitas pembuluh darah. Faktor-faktor kemotaktik juga dihasilkan, ini akan menyebabkan pemasukan leukosit-leukosit PMN yang mulai menfagositosis kompleks-kompleks imun. Deretan reaksi diatas juga mengakibatkan pelepasan zat-zat ekstraselular yang berasal dari granula-granula polimorf yakni berupa enzim-enzim proteolitik (termasuk kolagenase dan protein-protein netral), enzim-enzim pembentukan kinin protein-protein polikationik yang meningkatkan permeabilitas pembuluh darah melalui mekanisme mastolitik atau histamin bebas. Hal ini akan merusak jaringan setempat dan memperkuat reaksi peradangan yang ditimbulkan.Kerusakan lebih lanjut dapat disebabkan oleh reaksi lisis dimana C567 yang telah diaktifkan menyerang sel-sel disekitarnya dan mengikat C89. Dalam keadaan tertentu, trombosit akan menggumpal dengan dua konsekuensi, yaitu menjadi sumber yang menyediakan zat-zat amina vasoaktif dan juga membentuk mikrotrombi yang dapat mengakibatkan iskemia setempat.Kompleks antigen- antibodi dapat mengaktifkan beberapa sistem imun sebagai berikut :1. Aktivasi komplemena. Melepaskan anafilaktoksin (C3a,C5a) yang merangsang mastosit untuk melepas histamineb. Melepas faktor kemotaktik (C3a,C5a,C5-6-7) mengerahkan polimorf yang melepas enzim proteolitik dan enzim polikationik2. Menimbulkan agregasi trombosita. Menimbulkan mikrotrombib. Melepas amin vasoaktif3. Mengaktifkan makrofagMelepas IL-1 dan produk lainnyaPada reaksi hipersensitivitas tipe III terdaapt dua bentuk reaksi, yaitu :1. Reaksi ArthusMaurice Arthus menemukan bahwa penyuntikan larutan antigen secara intradermal pada kelinci yang telah dibuat hiperimun dengan antibodi konsentrasi tinggi akan menghasilkan reaksi eritema dan edema, yang mencapai puncak setelah 3-8 jam dan kemudian menghilang. Lesi bercirikan adanya peningkatan infiltrasi leukosit-leukosit PMN. Hal ini disebut fenomena Arthus yang merupakan bentuk reaksi kompleks imun. Reaksi Arthus di dinding bronkus atau alveoli diduga dapat menimbulkan reaksi asma lambat yang terjadi 7-8 jam setelah inhalasi antigen.Reaksi Arthus ini biasanya memerlukan antibodi dan antigen dalam jumlah besar. Antigen yang disuntikkan akan memebentuk kompleks yang tidak larut dalam sirkulasi atau mengendap pada dinding pembuluh darah. Bila agregat besar, komplemen mulai diaktifkan. C3a dan C5a yang terbentuk meningkatkan permeabilitas pembuluh darah menjadi edema. Komponen lain yang bereperan adalah fakor kemotaktik. Neutrofil dan trombosit mulai menimbun di tempat reaksi dan menimbulkan stasisi dan obstruksi total aliran darah. Neutrofil yang diaktifkan memakan kompleks imun dan bersama dengan trombosit yang digumpalkan melepas berbagai bahan seperti protease, kolagenase, dan bahan vasoaktif.2. Reaksi serum sicknessIstilah ini berasal dari pirquet dan Schick yang menemukannya sebagai konsekuensi imunisasi pasif pada pengobatan infeksi seperti difteri dan tetanus dengan antiserum asal kuda. Penyuntikan serum asing dalam jumlah besar digunakan untuk bermacam-macam tujuan pengobatan. Hal ini biasanya akan menimbulkan keadaan yang dikenal sebagai penyakit serum kira-kira 8 hari setelah penyuntikan. Pada keadaan ini dapat dijumpai kenaikan suhu, pembengkakan kelenjar-kelenjar limpa, ruam urtika yang tersebar luas, sendi-sendi yang bengkak dan sakit yang dihubungkan dengan konsentrasi komplemen serum rendah, dan mungkin juga ditemui albuminaria sementara.Pada berbagai infeksi, atas dasar yang belum jelas, dibentuk Ig yang kemudian memberikan reaksi silang dengan beberapa bahan jaringan normal. Hal ini kemudian yang menimbulkan reaksi disertai dengan komplek imun. Contoh dari reaksi ini adalah :1. Demam reumaInfeksi streptococ golongan A dapat menimbulkan inflamasi dan kerusakan jantung, sendi, dan ginjal. Berbagai antigen dalam membran streptococ bereaksi silang dengan antigen dari otot jantung, tulang rawan, dan membran glomerulus. Diduga antibodi terhadap streptococ mengikat antigen jaringan normal tersebut dan mengakibatkan inflamasi.2. Artritis rheumatoidKompleks yang dibentuk dari ikatan antara faktor rheumatoid (anti IgG yang berupa IgM) dengan Fc dari IgG akan menimbulkan inflamasi di sendi dan kerusakan yang khas.3. Infeksi lainPada beberapa penyakit infeksi lain seperti malaria dan lepra, antigen mengikat Ig dan membentuk kompleks imun yang ditimbun di beberapa tempat.4. Farmers lungPada orang yang rentan, pajanan terhadap jerami yang mengandung banyak spora actinomycete termofilik dapat menimbulkan gangguan pernafasan pneumonitis yang terjadi 6-8 jam setelah pajanan. Pada tubuh orang tersebut, diproduksi banyak IgG yang spesifik terhadap actynomycete termofilik dan membentuk kompleks antigen-antibodi yang mengendap di paru-paru.

Hipersensitivitas T cell-mediated (tipe IV)hipersensitivitas ini diinisiasi oleh antigen yang mengaktivasi limfosit T, termasuk sel T CD4+ dan CD8+. Sel T CD4+ yang memediasi hipersensitivitas ini dapat mengakibatkan inflamasi kronis. Banyak penyakit autoimun yang diketahui terjadi akibat inflamasi kronis yang dimediasi oleh sel T CD4+ ini. Dalam beberapa penyakit autoimun sel T CD8+ juga terlibat tetapi apabila terjadi juga infeksi virus maka yang lebih dominan adalah sel T CD8+.Reaksi inflamasi disebabkan oleh sel T CD4+ yang merupakan kategori hipersensitivitas reaksi lambat terhadap antigen eksogen. Reaksi imunologis yang sama juga terjadi akibat dari reaksi inflamasi kronis melawan jaringan sendiri. IL1 dan IL17 keduanya berkontribusi dalam terjadinya penyakit organ-spesifik yang dimana inflamasi merupakan aspek utama dalam patologisnya. Reaksi inflamasi yang berhubungan dengan sel TH1 akan didominasi oleh makrofag sedangkan yang berhubungan dengan sel TH17 akan didominasi oleh neutrofil.Reaksi yang terjadi di hipersensitivitas ini dapat dibagi menjadi beberapa 2 tahap:Proliferasi dan diferensiasi sel T CD4+sel T CD4+ mengenali susunan peptida yang ditunjukkan oleh sel dendritik dan mensekresikan IL2 yang berfungsi sebagai autocrine growth factor untuk menstimulasi proliferasi antigen-responsive sel T. Perbedaan antara antigen-stimulated sel T dengan TH1 atau Th17 adalah terrlihat pada produksi sitokin oleh APC saat aktivasi sel T. APC (sel dendritik dan makrofag) terkadang akan memproduksi IL12 yang menginduksi diferensiasi sel T menjadi TH1. IFN- akan diproduksi oleh sel TH1 dalam perkembangannya. Jika APC memproduksi sitokin seperti IL1, IL6, dan IL23; yang akan berkolaborasi dengan membentuk TGF- untuk menstimulasi diferensiasi sel T menjadi TH17. Beberapa dari diferensiasi sel ini akan masuk kedalam sirkulasi dan menetap di memory pool selama waktu yang lama.

Respon terhadap diferensiasi sel T efektorapabila terjadi pajanan antigen yang berulang akan mengaktivasi sel T akibat dari antigen yang dipresentasikan oleh APC. Sel TH1 akan mensekresikan sitokin (umumnya IFN-) yang bertanggung jawab dalam banyak manifestasi dari hipersensitivitas tipe ini. IFN- mengaktivasi makrofag yang akan memfagosit dan membunuh mikroorganisme yang telah ditandai sebelumnya. Mikroorganisme tersebut mengekspresikan molekul MHC II, yang memfasilitasi presentasi dari antigen tersebut. Makrofag juga mensekresikan TNF, IL1 dan kemokin yang akan menyebabkan inflamasi. Makrofag juga memproduksi IL12 yang akan memperkuat respon dari TH1. Semua mekanisme tersebut akan mengaktivasi makrofag untuk mengeliminasi antigen. Jika aktivasi tersebut berlangsung secara terus menerus maka inflamasi kan berlanjut dan jaringan yang luka akan menjadi semakin luas.TH17 diaktivasi oleh beberapa antigen mikrobial dan bisa juga oleh self-antigen dalam penyakit autoimun. Sel TH17 akan mensekresikan IL17, IL22, kemokin, dan beberapa sitokin lain. Kemokin ini akan merekrut neutrofil dan monosit yang akan berlanjut menjadi proses inflamasi. TH17 juga memproduksi IL12 yang akan memperkuat proses Th17 sendiri.Reaksi sel T CD8+sel T CD8+ akan membunuh sel yang membawa antigen. Kerusakan jaringan oleh CTLs merupakan komponen penting dari banyak penyakit yang dimediasi oleh sel T, sepert diabetes tipe I. CTLs langsung melawan histocompatibilitas dari antigen tersebut yang merupakan masalah utama dalam penolakan pencakokan. Mekanisme dari CTLs juga berperan penting untuk melawan infeksi virus. Pada infeksi virus, peptida virus akan memperlihatkan molekul MHC I dan kompleks yang akan diketahui oleh TCR dari sel T CD8+. Pembunuhan sel yang telah terinfeksi akan berakibat eliminasinya infeksi tersebut dan juga akan berakibat pada kerusakan sel.Prinsip mekanisme pembunuhan sel yang terinfeksi yang dimediasi oleh sel T melibatkan perforins dan granzymes yang merupakan granula seperti lisosom dari CTLs. CTLs yang mengenali sel target akan mensekresikan kompleks yang berisikan perforin , granzymes, dan protein yang disebut serglycin yang dimana akan masuk ke sel target dengan endositosis. Di dalam sitoplasma sel target perforin memfasilitasi pengeluaran granzymes dari kompleks. Granzymes adalah enzim protease yang memecah dan mengaktivasi caspase, yang akan menginduksi apoptosis dari sel target. Pengaktivasian CTLs juga mengekspresikan Fas Ligand, molekul yang homolog denga TNF, yang dapat berikatan dengan Fas expressed pada sel target dan memicu apoptosis.Sel T CD8+ juga memproduksi sitokin (IFN-) yang terlibat dalam reaksi inflamasi dalam DTH, khususnya terhadap infeksi virus dan terekspos oleh beberapa agen kontak.Ada 4 jenis reaksi hipersensitivitas tipe IV, yaitu:1. Hipersensitivitas Jones Mole (Reaksi JM)Reaksi JM ditandai oleh adanya infiltrasi basofil di bawah epidermis. Hal tersebut biasanya ditimbulkan oleh antigen yang larut dan disebabkan oleh limfosit yang peka terhadap siklofosfamid.Reaksi JM atau Cutaneous Basophil Hypersensitivity (CBH) merupakan bentuk CMI yang tidak biasa dan telah ditemukan pada manusia sesudah suntikan antigen intradermal yang berulang-ulang. Reaksi biasanya terjadi sesudah 24 jam tetapi hanya berupa eritem tanpa indurasi yang merupakan ciri dari CMI. Eritem itu terdiri atas infiltrasi sel basofil. Mekanisme sebenarnya masih belum diketahui.Kelinci yang digigit tungau menunjukkan reaksi CBH yang berat di tempat tungau menempel. Basofil kemudian melepas mediator yang farmakologik aktif dari granulanya yang dapat mematikan dan melepaskan tungau tersebut.Basofil telah ditemukan pula pada dermatitis kontak yang disebabkan allergen seperti poison ivy penolakan ginjal dan beberapa bentuk konjungtivitis. Hal-hal tersebut di atas menunjukkan bahwa basofil mempunyai peranan dalam penyakit hipersensitivitas.2. Hipersensitivitas Kontak dan dermatitis kontakDermatitis kontak dikenal dalam klinik sebagai dermatitis yang timbul pada titik tempat kontak dengan alergen. Reaksi maksimal terjadi setelah 48 jam dan merupakan reaksi epidermal. Sel Langerhans sebagai Antigen Presenting Cell (APC) memegang peranan pada reaksi ini.Innokulasi (penyuntikkan) melalui kulit, cenderung untuk merangsang perkembangan reaksi sel-T dan reaksi-reaksi tipe lambat yang sering kali disebabkan oleh benda-benda asing yang dapat mengadakan ikatan dengan unsur-unsur tubuh untuk membentuk antigen-antigen baru. Oleh karena itu, hipersensitivitas kontak dapat terjadi pada orang-orang yang menjadi peka karena pekerjaan yang berhubungan dengan bahan-bahan kimia seperti prikil klorida dan kromat.Kontak dengan antigen mengakibatkan ekspansi klon sel-T yang mampu mengenal antigen tersebut dan kontak ulang menimbulkan respon seperti yang terjadi pada CMI. Kelainan lain yang terjadi ialah pelepasan sel epitel (spongiosis) menimbulkan infiltrasi sel efektor. Hal ini menimbulkan dikeluarkannya cairan dan terbentuknya gelembung.3. Reaksi TuberkulinReaksi tuberculin adalah reaksi dermal yang berbeda dengan reaksi dermatitis kontak dan terjadi 20 jam setelah terpajan dengan antigen. Reaksi terdiri atas infiltrasi sel mononuklier (50% limfosit dan sisanya monosit). Setelah 48 jam timbul infiltrasi limfosit dalam jumlah besar di sekitar pembuluh darah yang merusak hubungan serat-serat kolagen kulit. Dalam beberapa hal antigen dimusnahkan dengan cepat sehinga menimbulkan kerusakan. Dilain hal terjadi hal-hal seperti yang terlihat sebagai konsekuensi CMI.Kelainan kulit yang khas pada penyakit cacar, campak, dan herpes ditimbulkan oleh karena CMI terhadap virus ditambah dengan kerusakan sel yang diinfektif virus oleh sel-Tc.4. Reaksi GranulomaMenyusul respon akut terjadi influks monosit, neutrofil dan limfosit ke jaringan. Bila keadaan menjadi terkontrol, neutrofil tidak dikerahkan lagi berdegenerasi. Selanjutnya dikerahkan sel mononuklier. Pada stadium ini, dikerahkan monosit, makrofak, limfosit dan sel plasma yang memberikan gambaran patologik dari inflamasi kronik.Dalam inflamasi kronik ini, monosit dan makrofak mempunyai 3 peranan penting sebagai berikut:1. Menelan dan mencerna mikroba, debris seluler dan neutrofil yang berdegenerasi.2. Modulasi respon imun dan fungsi sel-T melalui presentasi antigen dan sekresi sitokin.3. Memperbaiki kerusakan jaringan dan fungsi sel inflamasi melalui sekresi sitokin.Gambaran morfologis dari respon tersebut dapat berupa pembentukan granuloma (agregat fagosit mononuklier yang dikelilingi limfosit dan sel plasma). Fagosit terdiri atas monosit yang baru dikerahkan serta sedikit dari makrofag yang sudah ada dalam jaringan.Reaksi granulomata merupakan reaksi tipe IV yang paling penting karena menimbulkan banyak efek patologis. Hal tersebut terjadi karena adanya antigen yang persisten di dalam makrofag yang biasanya berupa mikroorganisme yang tidak dapat dihancurkan atau kompleks imun yang menetap, misalnya pada alveolitis alergik.Reaksi granuloma terjadi sebagai usaha badan untuk membatasi antigen yang persisten dalam tubuh, sedangkan reaksi tuberkolin merupakan respon imun seluler yang terbatas. Kedua reaksi tersebut dapat terjadi akibat sensitasi oleh antigen mikroorganisme yang sama, misalnya M. Tuberculosis dan M. Leprae. Granuloma juga terjadi pada hipersensitivitas terhadap zarkonium, sarkoidosis dan rangsangan bahan non-antigenik seperti bedak (talkum). Dalam hal-hal tersebut makrofag tidak dapat memusnahkan benda anorganik.Granuloma non-immunologic dapat dibedakan dari yang immunologic, karena yang pertama tidak mengandung limfosit. Dalam reaksi granuloma ditemukan sel epiteloid yang diduga berasal dari sel-sel makrofag dan sel datia Langhans (jangan dikaburkan dengan sel Langerhans yang telah dibicarakan).Granuloma immunologic ditandai dengan inti yang terdiri atas sel epiteloid dan makrofag. Disamping itu dapat ditemukan fibrosis atau timbunan serat kolagen yang terjadi akibat proliferasi fibroblast dan peningkatan sintesis kolagen.2.3ETIOLOGIIstilah reaksi alergi digunakan untuk menunjukkan adanya reaksi yang melibatkan antibodi IgE (immunoglobulin E). Ig E terikat pada sel khusus, termasuk basofil di dalam sirkulasi darah dan sel mast di dalam jaringan. Jika antibodi IgE yang terikat dengan sel-sel tersebut berhadapan dengan antigen (dalam hal ini disebut alergen), maka sel-sel tersebut didorong untuk melepaskan zat kimia yang melukai jaringan di sekitarnya. Alergen bisa berupa partikel debu, serbuk tanaman, obat atau makanan, yang bertindak sebagai antigen yang merangsang terajdinya respon kekebalan. Kadang istilah penyakit atopik digunakan untuk menggambarkan sekumpulan penyakit keturunan yang berhubungan dengan IgE, seperti rinitis alergika dan asma alergika. Penyakit atopik ditandai dengan kecenderungan untuk menghasilkan antibodi IgE terhadap inhalan (benda yang terhirup, seperti serbuk bunga, bulu binatang, partikel debu) yang tidak berbahaya. Eksim (dermatitis atopik) juga merupakan suatu penyakit atopik meskipun peran IgE dalam penyakit ini tidak begitu jelas. Meskipun demikian, seseorang yang menderita penyakit atopik tidak memiliki resiko membentuk antibodi IgE terhadap alergen yang disuntikkan (misalnya obat atau racun serangga). 2.4GEJALAReaksi alergi bisa bersifat ringan atau berat. Kebanyakan reaksi terdiri dari mata berair, mata terasa gatal dan kadang bersin. Pada reaksi yang esktrim bisa terjadi gangguan pernafasan, kelainan fungsi jantung dan tekanan darah yang sangat rendah, yang menyebabkan syok. Reaksi jenis ini disebut anafilaksis, yang bisa terjadi pada orang-orang yang sangat sensitif, misalnya segera setelah makan makanan atau obat tertentu atau setelah disengat lebah.Reaksi tipe I dapat terjadi sebagai suatu gangguan sistemik atau reaksi lokal. Pemberian antigen protein atau obat (misalnya, penisilin) secara sistemik (parental) menimbulkan anafilaksis sistemik. Dalam beberapa menit setelah pajanan, pada pejamu yang tersensitisasi akan muncul rasa gatal, urtikaria (bintik merah dan bengkak), dan eritems kulit,diikuti oleh kesulitan bernafas berat yang disebabkan oleh bronkokonstriksi paru dan diperkuat dengan hipersekresi mukus. Edema laring dapat memperberat persoalan dengan menyebabkan obstruksi saluran pernafasan bagian atas. Selain itu, otot semua saluran pencernaan dapat terserang, dan mengakibatkan vomitus, kaku perut, dan diare. Tanpa intervensi segera,dapatterjadi vasodilatasi sistemik (syok anafilaktik ), dan penderita dapat mengalami kegagalan sirkulasi dan kematian dalam beberapa menit. Reaksi lokal biasanya terjadi bila antigen hanya terbatas pada tempat tertentu sesuai jalur pemajanannya, seperti di kulit (kontak, menyebabkan urtikaria), traktus gastrointestinal (ingesti,menyebabkan diare), atau paru (inhalasi, menyebabkan bronkokonstriksi).Reaksi tipe II umumnya berupa kelainan darah, seperti anemia hemolitik, trombositopenia, eosinofilia dan granulositopenia.Manifestasi klinik hipersensivitas tipe III dapat berupa:1. Urtikaria, angioedema, eritema, makulopapula, eritema multiforme dan lain-lain. gejala sering disertai pruritis2. Demam3. Kelainan sendi, artralgia dan efusi sendi4. Limfadenopatia. kejang perut, mualb. neuritis opticc. glomerulonefritisd. sindrom lupus eritematosus sistemike. gejala vaskulitis lainManifestasi klinis hipersensitivitas tipe IV, dapat berupa reaksi paru akut seperti demam, sesak, batuk dan efusi pleura. Obat yang tersering menyebabkan reaksi ini yaitu nitrofuratonin, nefritis intestisial, ensafalomielitis. hepatitis juga dapat merupakan manifestasi reaksi obat.Adapun Gejala klinis umumnya :1. Pada saluran pernafasan : asma2. Pada saluran cerna: mual,muntah,diare,nyeri perut3. Pada kulit: urtikaria. angioderma,dermatitis,pruritus,gatal,demam,gatal4. Pada mulut: rasa gatal dan pembengkakan bibir

2.5DIAGNOSASetiap reaksi alergi dipicu oleh suatu alergen tertentu, karena itu tujuan utama dari diagnosis adalah mengenali alergen. Alergen bisa berupa tumbuhan musim tertentu (misalnya serbuk rumput atau rumput liar) atau bahan tertentu (misalnya bulu kucing, obat atau makanan). Jika bersentuhan dengan kulit atau masuk ke dalam mata, terhirup, termakan atau disuntikkan, alergen bisa menyebabkan reaksi alergi Pemeriksaan bisa membantu menentukan apakah gejalanya berhubungan dengan alergi dan menentukan alergen penyebabnya. Pemeriksaan darah bisa menunjukkan banyak eosinofil (sejenis sel darah putih yang seringkali meningkat selama terjadinya reaksi alergi). Tes RAS (radioallergosorbent) dilakukan untuk mengukur kadar antibodi IgE dalam darah yang spesifik untuk alergen individual. Hal ini bisa membantu mendiagnosis reaksi alerki kulit, rinitis alergika musiman atau asma alergika. Tes kulit sangat bermanfaat untuk menentukan alergen penyebab terjadinya reaksi alergi. Larutan encer yang terbuat dari saripati pohon, rumput, rumput liar, serbuk tanaman, debu, bulu binatang, racun serangga, makanan dan beberapa jenis obat secara terpisah disuntikkan pada kulit dalam jumlah yang sangat kecil. Jika terdapat alergi terhadap satu atau beberapa bahan tersebut, maka pada tempat penyuntikkan akan terbentuk bentol (pembengkakan seperti kaligata yang sekelilingnya merah) dalam waktu 15-20 menit. Jika tes kulit tidak dapat dilakukan atau keamanannya diragukan, maka bisa digunakan tes RAS. Kedua tes ini sangat spesifik dan akurat, tetapi tes kulit biasanya sedikit lebih akurat dan lebih murah serta hasilnya bisa diperoleh dengan segera.1. Gangguan saluran cerna dengan diare dan atau mual muntah, misalnya : stenosis pilorik, Hirschsprung, defisiensi enzim, galaktosemia, keganasan dengan obstruksi, cystic fibrosis, peptic disease dan sebagainya.2. Reaksi karena kontaminan dan bahan-bahan aditif, misalnya : bahan pewarna dan pengawet, sodium metabisulfite, monosodium glutamate, nitrit, tartrazine, toksin, fungi (aflatoxin), fish related (scombroid, ciguatera), bakteri (Salmonella, Escherichia coli, Shigella), virus (rotavirus, enterovirus), parasit (Giardia, Akis simplex), logam berat, pestisida, kafein, glycosidal alkaloid solanine, histamin (pada ikan), serotonin (pisang, tomat), triptamin (tomat), tiramin (keju) dan sebagainya.3. Reaksi psikologi2.6PEMERIKSAAN FISIK1. Inspeksi: apakah ada kemerahan, bentol-bentol dan terdapat gejala adanya urtikaria,angioderma,pruritus dan pembengkakan pada bibir2. Palpasi: ada nyeri tekan pada kemerahan3. Perkusi: mengetahui apakah diperut terdapat udara atau cairan4. Auskultasi: mendengarkan suara napas, bunyi jantung, bunyi usus( karena pada oarng yang menderita alergi bunyi usunya cencerung lebih meningkat)2.7PEMERIKSAAN PENUNJANG1. Uji kulit: sebagai pemerikasaan penyaring (misalnya dengan alergen hirup seperti tungau, kapuk, debu rumah, bulu kucing, tepung sari rumput, atau alergen makanan seperti susu, telur, kacang, ikan).2. Darah tepi: bila eosinofilia 5% atau 500/ml condong pada alergi. Hitung leukosit 5000/ml disertai neutropenia 3% sering ditemukan pada alergi makanan.3. IgE total dan spesifik: harga normal IgE total adalah 1000u/l sampai umur 20 tahun. Kadar IgE lebih dari 30u/ml pada umumnya menunjukkan bahwa penderita adalah atopi, atau mengalami infeksi parasit atau keadaan depresi imun seluler.4. Tes intradermal nilainya terbatas, berbahaya.5. Tes hemaglutinin dan antibodi presipitat tidak sensitif.6. Biopsi usus: sekunder dan sesudah dirangsang dengan makanan food chalenge didapatkan inflamasi / atrofi mukosa usus, peningkatan limfosit intraepitelial dan IgM. IgE ( dengan mikroskop imunofluoresen ).7. Pemeriksaan/ tes D Xylose, proktosigmoidoskopi dan biopsi usus.8. Diit coba buta ganda ( Double blind food chalenge ) untuk diagnosa pasti2.8TERAPIPenanganan gangguan alergi berlandaskan pada empat dasar:1. Menghindari allergen2. Terapi farmakologisa. AdrenergikYang termasuk obat-obat adrenergik adalah katelokamin ( epinefrin, isoetarin, isoproterenol, bitolterol ) dan nonkatelomin ( efedrin, albuterol, metaproterenol, salmeterol, terbutalin, pributerol, prokaterol dan fenoterol ). Inhalasi dosis tunggal salmeterol dapat menimbulkan bronkodilatasi sedikitnya selam 12 jam, menghambat reaksi fase cepat maupun lambat terhadap alergen inhalen, dan menghambat hiperesponsivitas bronkial akibat alergen selama 34 jam.b. AntihistaminObat dari berbagai struktur kimia yang bersaing dengan histamin pada reseptor di berbagai jaringan. Karena antihistamin berperan sebagai antagonis kompetitif mereka lebih efektif dalam mencegah daripada melawan kerja histamine.

c. Kromolin SodiumKromolin sodium adalah garam disodium 1,3-bis-2-hidroksipropan. Zat ini merupakan analog kimia obat khellin yang mempunyai sifat merelaksasikan otot polos. Obat ini tidak mempunyai sifat bronkodilator karenanya obat ini tidak efektif unutk pengobatan asma akut. Kromolin paling bermanfaat pada asma alergika atau ekstrinsik.d. KortikosteroidKortikosteroid adalah obat paling kuat yang tersedia untuk pengobatan alergi. Beberapa pengaruh prednison nyata dalam 2 jam sesudah pemberian peroral atau intravena yaitu penurunan eosinofil serta limfosit prrimer. Steroid topikal mempunyai pengaruh lokal langsung yang meliputi pengurangan radang, edema, produksi mukus, permeabilitas vaskuler, dan kadar Ig E mukosa.3. ImunoterapiImunoterapi diindikasikan pada penderita rhinitis alergika, asma yang diperantarai Ig E atau alergi terhadap serangga. Imunoterapi dapat menghambat pelepasan histamin dari basofil pada tantangan dengan antigen E ragweed in vitro. Leukosit individu yang diobati memerlukan pemaparan terhadap jumlah antigen E yang lebih banyak dalam upaya melepaskan histamin dalam jumlah yang sama seperti yang mereka lepaskan sebelum terapi. Preparat leukosit dari beberapa penderita yang diobati bereaksi seolah-olah mereka telah terdesensitisasisecara sempurna dan tidak melepaskan histamin pada tantangan dengan antigen E ragweed pada kadar berapapun4. ProfilaksisProfilaksis dengan steroid anabolik atau plasmin inhibitor seperti traneksamat, sering kali sangat efektif untuk urtikaria atau angioedema.

2.9PENCEGAHAN

Penghindaran Cara hidup yang baik Pemakaian obat-obatan Pemeriksaan alergi secara dini sangat diperlukan sebagai kunci pencegahan atau punpengobatan agar alergi tidak berkembang.

2.10PROGNOSISAlergi makanan biasanya akan membaik pada usia tertentu. Setelah usia 2 tahun biasanya imaturitas saluran cerna akan membaik. Sehingga setelah usia tersebut gangguan saluran cerna karena alergi makanan juga akan ikut berkurang. Bila gangguan saluran cerna akan membaik maka biasanya gangguan perilaku yang terjadipun akan berkurang. Selanjutnya pada usia di atas 5 atau 7 tahun alergi makananpun akan berkurang secara bertahap. Perbaikan gejala alergi makanan dengan bertambahnya usia inilah yang menggambarkan bahwa gejala Autismepun biasanya akan tampak mulai membaik sejak periode usia tersebut. Meskipun alergi makanan tertentu biasanya akan menetap sampai dewasa, seperti udang, kepiting atau kacang tanah.

BAB IIIPENUTUP

3.1 KESIMPULANReaksi Alergi (Reaksi Hipersensitivitas) adalah reaksi-reaksi dari sistem kekebalan yang terjadi ketika jaringan tubuh yang normal mengalami cedera/terluka. Mekanisme dimana sistem kekebalan melindungi tubuh dan mekanisme dimana reaksi hipersensitivitas bisa melukai tubuh adalah sama. Karena itu reaksi alergi juga melibatkan antibodi, limfosit dan sel-sel lainnya yang merupakan komponen pelindung yang normal pada sistem kekebalan.Pemeriksaan laboratorium yang berdasarkan pada reaksi kimia dapat digunakan darah, urin atau cairan tubuh lain. Terdapat banyak pemeriksaan kimia darah di dalam laboratorium klinik antara lain uji fungsi hati, otot jantung, ginjal, lemak darah, gula darah, fungsi pankreas, elektrolit dan dapat pula dipakai beberapa uji kimia yang digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis anemia

DAFTAR PUSTAKA

Cecily. L Betz, 2002, Buku Saku Keperawatan Pediatri, Alih bahasa Jan Tambayong,Jakarta:EGCPrice, Sylvia A. 2005. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses Proses Penyakit Ed. 6 Vol. 2. Jakarta : EGC.Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985, Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 1, Jakarta: Infomedika,Sumber:http://www.riyawan.com/2013/05/asuhan-keperawatan-pada-bayi-dengan.html#.VC0UGWeSy4khttp://www.riyawan.com/2013/05/asuhan-keperawatan-pada-bayi-dengan.html

20