kelompok 6 modul 4 blok 10
DESCRIPTION
jTRANSCRIPT
MODUL IV
DIABETES MELITUS
OLEH :
KELOMPOK VI
Auliaurrahmah
Sisca andriani
Rahmatul yasiro
Okki masitah SN
Erviani maulidya
Doddy setyanto S
Muhammad iqbal
Inbar surya seru
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
1
2008/2009
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat
dan hidayah-Nyalah laporan untuk modul 4 blok 10 dengan skenario ”kaya tapi
tersiksa” ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Laporan ini disusun dari
berbagai sumber ilmiah sebagai hasil dari diskusi kelompok kecil (DKK) kami.
Laporan ini secara garis besar berisikan tentang jenis-jenis penyakit yang
berhubungan dengan sistem endokrin, namun lebih membahas pada topik diabetes
termasuk penegakan diagnosa, diagnosa banding, komplikasi, dan tatalaksana
terhadap penyakit yang berhubungan dengan skenario.
Dalam proses penyusunan laporan ini, kami mengucapkan terima kasih
kepada: dr. Madurasmi, Sp. PA selaku tutor kelompok VI yang telah membimbing
kami dalam melaksanakan diskusi kelompok kecil kami. Dosen-dosen yang telah
mengajarkan materi perkuliahan kepada kami sehingga dapat membantu dalam
penyelesaian laporan hasil diskusi kelompok kecil ini. Teman-teman kelompok V
yang telah mencurahkan pikiran dan tenaganya sehingga diskusi kelompok kecil
(dkk) 1 dan 2 dapat berjalan dengan baik dan dapat menyelesaikan laporan hasil
diskusi kelompok kecil (dkk) ini. Teman-teman Program Study Kedokteran
Umum Universitas Mulawarman angkatan 2007 dan pihak-pihak lain yang tidak
dapat kami sebutkan satu persatu.
Dan tentunya kami sebagai penyusun mengharapkan agar laporan ini dapat
berguna baik bagi penyusun maupun bagi para pembaca di kemudian hari.
Akhirnya, tak ada gading yang tak retak, tentunya laporan ini sangat jauh
dari sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat
penyusun harapkan demi tercapainya kesempurnaan dari isi laporan hasil diskusi
kelompok kecil (dkk) ini.
Samarinda, 13 Maret 2009
2
Kelompok VI
DAFTAR ISI
Halaman judul 1
Kata pengantar 2
Daftar isi 3
Pendahuluan
Latar Belakang 4
Manfaat 4
Pembahasan
Step1 5
Step2 6
Step3 6
Step4 9
Step5 10
Step6 10
Step7 11
Penutup 4 0
Daftar pustaka 41
3
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Diabetes melitus merupakan penyakit metabolic kronik yang
ditandai dengan hiperglikemia akibat defek dalam sekresi dan kerja insulin
atau keduanya sehingga terjadi defisiensi insulin dimana tubuh
mengeluarkan terlalu sedikit insulin atau insulin yang dikeluarkan resisten
sehingga mengakibatkan kelainan metabolisme kronis berupa
hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan
hormonal yang menimbulkan komplikasi kronik pada sistem tubuh.
Prevalensi terjadinya diabetes mellitus di dunia pun sangat tinggi.
Untuk Indonesia sendiri, prevalensinya mencapai 2-5 % dari jmlah
penduduk secara keseluruhan.
Komplikasi yang di timbulkan oleh diabetes melituspun sangat
berbahaya sehingga penting bagi bagi mahasiswa untuk mengetahui seluk-
beluk tentang diabetes mellitus.
2. MANFAAT
Dengan mempelajari diabetes mellitus, mahasiswa dapat mengetahui :
Definisi, etiologi, factor resiko dan patogenesa dari diabetes
mellitus
Klasifikasi dan penatalaksanaan diabetes mellitus
4
Komplikasi yang di timbulkan oleh diabetes mellitus dan
penanganannya.
BAB II
SINTESIS
Step 1
Terminologi Asing
1. Poliuri : Sekresi urin yang berlebihan atau
peningkatan frekuensi miksi. (Dorland, 2006)
2. Polifagi : Makan secara berlebihan. (Dorland, 2006)
3. Polidipsi : Rasa haus yang berlebihan dan berlangsung
lama atau peningkatan intake air minum. (Dorland, 2006)
4. Kesemutan : Komplikasi mikrovaskular berupa terjadinya
penurunan sensasi saraf terhadap rangsangan.
5. Nyeri Sendi : Rasa nyeri yang simetris ataupun asimetris pada
sendi besar maupun kecil.
6. Penglihatan Kabur : Gangguan refraksi akibat perubahan-perubahan
pada lensa oleh hiperglikemia. (Internal Medicine FK UI, 1996)
7. Penurunan Kesadaran : Gangguan orientasi terhadap lingkungan sekitar.
8. Gula Darah Puasa : Pemeriksaan kadar gula darah seseorang setelah
orang tersebut berpuasa 10 sampai dengan 16 jam.
5
9. Gula Darah 2JPP : Pemeriksaan kadar gula darah setelah 2 jam
makan dan mendapat beban berupa 75 gram glukosa yang dilarutkan
dalam air 250 ml. (Internal Medicine FK UI, 1996)
10. HbA1c : Produk glikosidasi non enzimatik dari terminal N
valin rantai β HbA.
Step 2
Identifikasi Masalah
1. Apa diagnosa utama dan diagnose banding dari skenario tersebut ?
2. Mengapa Pak Amir mengalami poliuri, polifagi dan polidipsi ?
3. Mengapa dalam 1 tahun terakhir, berat badan Pak Amir menurun drastis ?
4. Mengapa dalam 1 bulan terakhir, kakinya Pak Amir mengalami
kesemutan, nyeri sendi dan penglihatannya kabur ?
5. Apakah hubungan diabetes dengan obesitas ?
6. Apa maksud dari ditanyakannya riwayat keluarga ?
7. Apa gunanya ditanyakan keterangan pingsan dan penurunan kesadaran ?
8. Apa maksud dari semua hasil pemeriksaan laboratorium pada scenario
tersebut ?
9. Berapakah kadar normal untuk pemeriksaan Gula Darah Puasa, Gula
Darah 2JPP, dan HbA1c ?
Step 3
Analisa Masalah
6
1. Diagnosa Utama : Diabetes Melitus
Diagnosa Banding : - Hipertiroid
- Malignansi / Keganasan
- Diabetes Insipidus
2. Poliuri : Gula darah.yang meningkat tekanan osmotik dari
pembuluh darah menjadi meningkat cairan tubuh masuk ke pembuluh
darah masuk ke ginjal terjadi poliuri.
Polifagi : Banyaknya glukosa dalam darah dan tidak bisa
dirubahnya glukosa tersebut menjadi energi karena
tidak adekuatnya ataupun tidak adanya hormon
insulin terjadinya polifagi.
Polidipsi : Respon homeostasis tubuh karena terjadi
pengeluaran urin yang berlebihan / polifagi yang
dapat menyebabkan terjadinya dehidrasi terjadi
polidipsi.
3. Terjadi penurunan berat badan karena kemungkinan terjadinya resistensi
insulin dan menyebabkan insulin menjadi menurun sehingga glukosa
dalam darah tidak bisa ditransformasi menjadi energi sehingga untuk
menghasilkan energi digunakan jalur glukoneogenesis sehingga cadangan
lemak tubuh menurun dan terjadi penurunan berat badan. Selain itu,
poliuri juga berpengaruh terhadap penurunan berat badan, jadi karena
adanya pengeluaran urin yang berlebihan bisa menyebabkan dehidrasi dan
terjadi penurunan berat badan.
4. Nyeri sendi kemungkinan besar karena terjadi arthritis. Sedangkan
kesemutan pada pergelangan kaki terjadi karena sudah mengalami
7
neuropati perifer. Sedangkan penglihatan kabur terjadi karena adanya
gangguan refraksi akibat perubahan pada lensa oleh karena hiperglikemia.
5. Hubungannya adalah biasanya penderita Diabetes Melitus merupakan
penderita obesitas juga. Oleh karena itu, penderita obesitas rentan untuk
menderita Diabetes Melitus karena gaya hidup yang kurang baik. Biasanya
penderita obesitas menyebabkan Glut terganggu sehingga menyebabkan
sel beta pancreas tidak bisa menghasilkan insulin sehingga bisa terjadi
Diabetes Melitus, selain itu juga obesitas menyebabkan penurunan leptin,
peningkatan asam lemak bebas, peningkatan TNF dan peningkatan
resistin.
6. Riwayat keluarga Diabetes Melitus sangat penting sekali untuk ditanyakan
karena mengingat Diabetes Melitus bisa diturunkan lewat genetik maka
riwayat tersebut ditanyakan dengan tujuan untuk kepentingan diagnosa
tipe Diabetes Melitus yang diderita oleh pasien tersebut.
7. Riwayat pingsan dan penurunan kesadaran juga ditanyakan untuk
menentukan tipe Diabetes Melitus yang diderita oleh pasien tersebut.
8. Maksud dari semua hasil pemeriksaan tersebut adalah untuk menegakkan
diagnosa bahwa pasien tersebut menderita Diabetes Melitus.
9. Kadar normal untuk Gula Darah Puasa :
Jika kadar glukosanya 100-126 mg/dl maka orang tersebut masih
normal.
Jika kadar glukosanya >126 mg/dl maka orang tersebut diindikasikan
menderita Diabetes Melitus.
Kadar normal untuk Gula Darah 2JPP :
Jika kadar glukosanya <140 mg/dl maka orang tersebut masih normal.
8
Jika kadar glukosanya 140-200 mg/dl maka orang tersebut hampir
menderita Diabetes Melitus.
Jika kadar glukosanya >200 mg/dl maka orang tersebut dapat
dipastikan menderita Diabetes Melitus.
Kadar normal untuk HbA1c :
Jika kadarnya 3,5-6 % maka dinyatakan baik.
Jika kadarnya 7-8% maka dinyatakan sedang.
Jika kadarnya >8% maka dinyatakan buruk.
Step 4
Strukturisasi
9
ASUPAN MAKANAN YANG BERLEBIHAN
OBESITAS
GANGGUAN SEKRESI INSULIN
DEFECT RESEPTOR DAN
POSTRESEPTOR DI OTOT
GLUKOSA DARAH TINGGI
DIABETES MELITUS
DIABETES INSIPIDUS HIPERTIROID
DIAGNOSIS UTAMA
DIABETES MELITUS
TATALAKSANA
KOMPLIKASI
Step 5
Learning Objective
1. Mengetahui dan memahami tentang Diabetes Melitus, yaitu :
Etiologi
Faktor Resiko
Klasifikasi
Patogenesis
Gejala klinis
Diagnosis
Diagnosis banding
Komplikasi
Penatalaksanaan
Pencegahan
Step 6
Belajar Mandiri
10
Setiap anggota kelompok mencari bahan dan materi yang sesuai dengan
Learning Objective yang sudah kami rumuskan dari berbagai literatur, untuk
dapat di diskusikan dalam diskusi kelompok yang ke-2.
Step 7
DEFINISI
Diabetes melitus merupakan penyakit metabolic kronik yang ditandai dengan
hiperglikemia akibat defek dalam sekresi dan kerja insulin atau keduanya
sehingga terjadi defisiensi insulin dimana tubuh mengeluarkan terlalu sedikit
insulin atau insulin yang dikeluarkan resisten sehingga mengakibatkan kelainan
metabolisme kronis berupa hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan
metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan komplikasi kronik pada
sistem tubuh. (sylvia. dkk, 2006 )
ETIOLOGI
1. Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai
kegagalan sel beta melepas insulin.
2. Faktor – faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara
lain agen yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan
karbohidrat dan gula yang diproses secara berlebihan, obesitas dan
kehamilan.
3. Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh
autoimunitas yang disertai pembentukan sel – sel antibodi
antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel - sel penyekresi
insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta oleh virus.
11
4. Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan
jaringan terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang
terdapat pada membran sel yang responsir terhadap insulin.
FAKTOR RESIKO
1. usia di atas 40 tahun
2. kegemukan ( obesitas )
3. hipertensi ( TD : >140/90 mmHg )
4. adanya riwayat keluarga dengan diabetes mellitus
5. riwayat keguguran yang berulang saat kehamilan
6. melahirkan banyi cacat atau melahirkan banyi di atas 4 kg
7. riwayat DM pada kehamilan
8. riwayat kadar gula abnormal
9. penderita dengan riwayan penyakit jantung koroner
KLASIFIKASI
1. Diabetes Melitus tipe 1
Penderita diabetes mellitus tipe I (diabetes yang tergantung kepada
insulin) menghasilkan sedikit insulin atau sama sekali tidak menghasilkan
insulin.
Sebagian besar diabetes mellitus tipe I terjadi sebelum usia 30 tahun.
Para ilmuwan percaya bahwa faktor lingkungan (mungkin berupa infeksi
virus atau faktor gizi pada masa kanak-kanak atau dewasa awal)
menyebabkan sistem kekebalan menghancurkan sel penghasil insulin di
pankreas. Untuk terjadinya hal ini diperlukan kecenderungan genetik. Pada
diabetes tipe I, 90% sel penghasil insulin (sel beta) mengalami kerusakan
permanen. Terjadi kekurangan insulin yang berat dan penderita harus
mendapatkan suntikan insulin secara teratur.
2. Diabetes Melitus tipe 2
12
Diabetes Melitus tipe 2 (DMT2) merupakan suatu kelompok penyakit
metabolik yang disifati oleh hiperglikemi akibat kelainan sekresi insulin
oleh sel beta pankreas, gangguan kerja insulin/resistensi insulin, atau
keduanya(1,2).
Sesuai klasifikasi WHO, disebut normal jika kadar glukosa plasma
puasa < 110 mg/dl, glukosa plasma terganggu jika kadar glukosa puasa
antara 110-125 mg/dl, sedangkan toleransi glukosa terganggu adalah
kadar glukosa darah sesudah pembebanan glukosa 75 g. antara 140-199
mg/dl. Disebut diabetes jika kadar gula darah puasa > 126 mg/dl, atau bila
kadar glukosa darah sesudah pembebanan glukosa 75 g > 200 mg/dl(2,10).
Resistensi insulin berarti ketidaksanggupan insulin memberi efek biologik
yang normal pada kadar gula darah tertentu. Dikatakan resisten insulin bila
dibutuhkan kadar insulin yang lebih banyak untuk mencapai kadar glukosa
darah yang normal(3,10).
Kasus diabetes terbanyak adalah DMT2 yang umumnya mempunyai
latar belakang resistensi insulin. Pada awalnya, resistensi insulin belum
menyebabkan diabetes klinis. Sel beta pankreas masih dapat
mengkompensasi, sehingga terjadi hiperinsulinemi, kadar glukosa darah
masih normal atau sedikit meningkat. Kemudian jika telah terjadi
kelelahan sel beta pankreas, baru timbul diabetes melitus klinis, yang
ditandai dengan kadar glukosa darah yang meningkat(1,3).
Prevalensi DMT2 dari tahun ke tahun makin meningkat, yang ternyata
didahului oleh berbagai faktor risiko penyakit kardiovaskuler seperti
kegemukan, hipertensi, dislipidemia yang pada dasarnya diawali oleh
adanya resistensi insulin. Resistensi insulin banyak menarik perhatian
akhir-akhir ini karena di samping mempunyai hubungan dengan DMT2,
juga dengan angka kejadian penyakit kardiovaskuler, sehingga tindakan
mencegah resistensi insulin melalui pencegahan kegemukan, hipertensi
dan dislipidemia diharapkan dapat mencegah penyakit kardiovaskuler dan
DMT2(4,16).
13
3. Diabetes gestasional
Faktor resiko terjadinya GDM adalah usia tua, multi paritas, etnik,
obesitas, riwayat keluarga dan riwayat diabetes gestasional terdahulu.
Karena terjadi peningkatan sekresi hormon yang mempunyai efek
metabolik terhadap toleransi glukosa, maka kehamilan adalah suatu
keadaan diabetogenik.
4. Diabetes tipe spesifik lain
a. Kelainan genetik pada fungsi sel β
b. Kelainan genetik pada kerja insulin
c. Penyakit eksokrin prankreas
d. Endokrinopathy
e. Pengaruh bahan kimia dan obat – obatan
f. Infeksi
g. Reaksi imun pada diabetes yang tidak umum
h. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan diabetes.
PATOFISIOLOGI
A. Diabetes melitus tipe 1
Terjadi karena penyakit autoimun yang ditentukan secara genetik
dengan gejala- gejala yang pada akhirnya menuju proses bertahap
perusakan imunologik sel-sel yang memproduksi insulin. Indvidu yang
peka secara genetik tampaknya memberikan respon terhadap kejadian-
kejadian pemicu yang diduga berupa infeksi virus, dengan memproduksi
autoantibodi terhadap sel-sel beta, yang akan mengakibatkan
berkurangnya sekresi insulin, yang dirangsang oleh glukosa.
Pada diabetes melitus yang lebih berat, sel-sel beta telah dirusak
semuanya, sehingga terjadi insulinopenia dan semua kelainan metabolik
yang berkaitan dengan defisiensi insulin. Bukti untuk determinan genetik
diabetes melitus tipe 1 adalah adanya kaitan dengan tipe-tipe
histokompatibilitas spesifik. Tipe dari gen histokompatibilitas yang
14
berkaitan dengan diabetes melitus tipe 1 (DW3 dan DW4 ) adalah yang
mengkode pada protein-protein yang berperan penting dalam interaksi
monosit-limfosit. Protein-protein ini mengatur respon sel T yang
merupakan bagian normal dari respon imun. Jika terjadi kelainan, fungsi
limfosit T yang terganggu akan berperan penting dalam patogenesis
perusakan sel-sel pulau langerhans. Juga terdapat bukti adanya
peningkatan antibodi-antibodi terhadap sel-sel pulau langerhans yang
ditujukan terhadap komponen antigenik tertentu dari sel beta. (sylvia. dkk,
2006 )
B. Diabetes melitus tipe 2
Diabetes tipe 2 ditandai dengan kelainan sekresi insulin, serta kerja
insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran
terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya pada reseptor-
reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselular yang
menyebabkan mobilisasi pembawa GLUT 4 glukosa dan meningkatkan
transpor glukosa menembus membran sel. Pada pasien-pasien dengan
diabetes tipe 2 terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor.
Kelainan ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor
pada membran sel yang selnya responsif terhadap insulin intrinsik.
Akibatnya, terjadi penggabungan abnormal antara kompleks reseptor
insulin dengan sistem transpor glukosa. Ketidaknormalan postreseptor
dapat mengganggu kerja insulin. Pada akhirnya timbul kegagalan sel beta
dengan menurunnya jumlah insulin yang beredar dan tidak lagi memadai
untuk mempertahankan euglikemia. (sylvia. dkk, 2006 )
Sekresi insulin pada orang non diabetes meliputi 2 fase yaitu fase dini
(fase 1) atau early peak yang terjadi dalam 3-10 menit pertama setelah
makan. Insulin yang disekresi pada fase ini adalah insulin yang disimpan
dalam sel beta (siap pakai); dan fase lanjut (fase 2) adalah sekresi insulin
dimulai 20 menit setelah stimulasi glukosa. Pada fase 1, pemberian
glukosa akan meningkatkan sekresi insulin untuk mencegah kenaikan
15
kadar glukosa darah, dan kenaikan glukosa darah selanjutnya akan
merangsang fase 2 untuk meningkatkan produksi insulin. Makin tinggi
kadar glukosa darah sesudah makan makin banyak pula insulin yang
dibutuhkan, akan tetapi kemampuan ini hanya terbatas pada kadar glukosa
darah dalam batas normal.
Pada DM tipe 2, sekresi insulin di fase 1 tidak dapat menurunkan
glukosa darah sehingga merangsang fase 2 untuk menghasilkan insulin
lebih banyak, tetapi sudah tidak mampu meningkatkan sekresi insulin
sebagaimana pada orang normal. Gangguan sekresi sel beta menyebabkan
sekresi insulin pada fase 1 tertekan, kadar insulin dalam darah turun
menyebabkan produksi glukosa oleh hati meningkat, sehingga kadar
glukosa darah puasa meningkat. Secara berangsur-angsur kemampuan fase
2 untuk menghasilkan insulin akan menurun. Dengan demikian perjalanan
DM tipe 2, dimulai dengan gangguan fase 1 yang menyebabkan
hiperglikemi dan selanjutnya gangguan fase 2 di mana tidak terjadi
hiperinsulinemi akan tetapi gangguan sel beta.
Penelitian menunjukkan adanya hubungan antara kadar glukosa darah
puasa dengan kadar insulin puasa. Pada kadar glukosa darah puasa 80-140
mg% kadar insulin puasa meningkat tajam, akan tetapi jika kadar glukosa
darah puasa melebihi 140 mg % maka kadar insulin tidak mampu
meningkat lebih tinggi lagi; pada tahap ini mulai terjadi kelelahan sel beta
menyebabkan fungsinya menurun. Pada saat kadar insulin puasa dalam
darah mulai menurun maka efek penekanan insulin terhadap produksi
glukosa hati khususnya glukoneogenesis mulai berkurang sehingga
produksi glukosa hati makin meningkat dan mengakibatkan hiperglikemi
pada puasa.
Faktor-faktor yang dapat menurunkan fungsi sel beta diduga
merupakan faktor yang didapat (acquired) antara lain menurunnya massa
sel beta, malnutrisi masa kandungan dan bayi, adanya deposit amilyn
dalam sel beta dan efek toksik glukosa (glucose toxicity).
16
MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik diabetes militus dikaitkan dengan konsekuensi insulin.
Pasien-psasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan
kadar glukosa plasma puasa yang normal, atau toleransi glukosa sesudah makan
karbohidrat. Jika hiperglikemianya parah dan melebihi ambang ginjal, maka
timbul glukosuria. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang
meningkatkan pengeluaan kemih ( poliuria ) dan timbul rasa haus (polidipsia).
Karena glukosa hilang bersama kemih, maka pasien mengalami keseimbangan
kalori negatif dan berat badan menurun. Rasa lapar semakin besar ( polifagia )
mungkin akan timbul sebagi akibat kehilangan kalori. Pasien mengeluh lelah dan
mengantuk.
Penderita DMTI sering memperlihatkan awitan gejala yang eksplosif
dengan polidipsia, poliuria, turunnya berat badan, polifagia, lemah, mengantuk
(somnolen) yang terjadi selama beberapa hari atau beberapa minggu. Penderita
dapat menjadi sakit berat dan timbul ketoasidosis, serta dapat meninggal kalau
tidak mendapat pengobatan dengan segera. Biasanya diperlukan terapi insulin
untuk mengontrol metabolisme dan umumnya penderita peka terhadap insulin.
Pada penderita diabetes tipe I, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa
berkembang dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan
ketoasidosis diabetikum. Kadar gula di dalam darah adalah tinggi tetapi karena
sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin, maka sel-sel ini
mengambil energi dari sumber yang lain. Sel lemak dipecah dan menghasilkan
keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah
menjadi asam (ketoasidosis). Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa
haus dan berkemih yang berlebihan, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama
pada anak-anak). Pernafasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha
untuk memperbaiki keasaman darah. Bau nafas penderita tercium seperti bau
aseton. Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi
koma, kadang dalam waktu hanya beberapa jam. Bahkan setelah mulai menjalani
17
terapi insulin, penderita diabetes tipe I bisa mengalami ketoasidosis jika mereka
melewatkan satu kali penyuntikan insulin atau mengalami stres akibat infeksi,
kecelakann atau penyakit yang serius
Sebaliknya, pasien DMTTI mungkin sama sekali tidak memperlihatkan
gejala apapun, dan diagnosis hanyadibuat berdasrkan pemeriksaan darahdi
laboratorium dan melakukan testoleransi glukosa. Pada hipergilkemia yang lebih
berat, pasien tersebut mungkin menderita polidipsia, poliuruia, lemah, dan
somnolen. Biasanya mereka tidak mengalami ketoasidosis. Kalau hiperglikemia
berat dan pasien tidan berespons terhadap terapi diet, mungkin diperlukan terapi
insulin untuk menormalkan kadar glukosanya. Pasien ini biasanya
memperlihatkan kehilangan sensitivitas perifer terhadap insulin. Kadar insulin
sendiri mungkin berkurang, normal, atau tinggi, tetapi tetap tidak memadai untuk
mempertahankan kadar glukosa darah normal. Penderita juga resisten terhadap
insulin eksogen. Karena banyak diantara pasien-pasien ini mengalami obesitas,
diduga bahwa asupan karbohidrat yang tinggi, banyaknya sel adiposa dan
gangguan metabolisme glukosa intrasel merupakan penyebab berkurangnya
kepekaan terhadap insulin.(sylvia. dkk, 2006 )
DIAGNOSA
Langkah-langkah diagnostik DM dan TGT
18
Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok tersebut dibawah ini
(Committee Report ADA-2006):
1. Kelompok usia dewasa tua (45 tahun)
2. Obesitas BB (kg) . 110 % BB ideal atau IMT .> 25 (kg/m2)
3. Tekanan darah tinggi (>140/90 mmHg)
4. Riwayat DM dalam garis keturunan.
5. Riwayat kehamilan dengan bayi lahir BB >4000 g atau abortus yang
berulang.
6. Riwayat dalam kehamilan
19
7. Dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan atau trigliserida > 250 mg/dl)
8. Pernah TGT (toleransi glukosa terganggu) atau glukosa darah puasa
terganggu (GDPT).
Pelaksanaan tes toleransi glukosa oral (TTGO) untuk diagnosis DM adalah
sebagai berikut :
a. Tiga hari sebelumnya makan karbohidratcukup
b. Kegiatan jasmani seprti yang biasa dilakukan
c. Puasa semalam, selama 10-12 jam
d. Periksa glukosa darah puasa
e. Diberikan glukosa 75 gram, dilarutkan dalam air 250 ml, dan diminum
dalam waktu 5 menit.
f. Selama pemeriksaan, pasien yang diperiksa tetap boleh diminum air putih,
namun harus istirahat dan tidak merokok.
g. Untuk tujuan penelitian atau diagnosis DMG (diabetes Mellitus
Gestasional), dilakukan pemeriksaan glukosa darah pada 0, 1, 2, & 3 jam
sebelum dan sesudah minum beban glukosa 75 gram tersebut.
Uji laboratorium
Darah
Orang normal : Glukosa darah puasa (GDP) < 100 mg / dl, 2jpp < 140 mg/dl.
GDP antara 100 126 mg/dl disebut : Glukosa Darah Puasa Tergangganggu
(GDPT) atau Impaired Fasting Glucose (IFG). Untuk penderita DM :
“disebut normal” atau regulasi baik bila glukosa darah sebelum makan : 90-
130 mg/dl dan puncak glukosa darah sesudah makan < 180 mg/dl. Macam-
macam metode pemeriksaan glukosa darah : Hagedorn-Jensen. Somogyi-
Nelson, autonalyzer, Enzimatis.
GDP : glukosa darah puasa. Lama puasa persiapan periksa laboratorium : 10-
12 jam.
20
Glukosa Darah Rerata (GDR) : GDP + 2j PP
2
2j PP : glukosa darah 2 jam post prandial (sesudah beban glukosa 75 gram
waktu diagnosis); beban makanan pagi dikrjakan sewaktu (followup/kontrol).
GDA : glukosa darah acak atau random-bila tidak mungkin cara enzimatik,
maka dapat digunakan metode 0-Toluidine, Somogyi-Nelson, Autonalyzer,
atau dengan fericyanide dan neocuproine.
Satuan kadar glukosa darah yang digunakan secar internasional adalah mg/dl.
Urine
Pada orang normal, reduksi urine : negatif. Pemantauan reduksi urine
biasanya 3x sehari dan dilakukan kurang lebibh 30 menit sebelum makan.
Atau 4x sehari, yaitu 1x sebelum makan pagi, dan yang 3x dilakukan setiap 2
jam sesudah makan. Pemeriksaan reduksi 3x sebelum makan lebih lazim dan
lebih hemat.
Cara pemeriksaan glukosa urine
Ada beberapa cara antara lain, yaitu metode Fehling, Benedict, dan
Enzimatis.
Metode Fehling
urine reduksi
metode Fehling
Kriteria Diagnostik DM (Konsesus PERKENI 2002)
Dinyatakan DM apabila terdapat :
1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) > 200 mg/dl, plus gejala
klasik: poliuria, polidipsia dan penurunan berat badan yang tidak jelas
sebabnya atau
2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) > 126 mg/dl, atau
3. Kadar glukosa plasma > 200 mg/dl pada 2 jam sesudah makan atau
beban glukosa 75 gram pada TTGO. Cara diagnosis dengan kriteria ini
tidak dipakai rutin di klinik. Untuk penelitian epidemiologis pada
penduduk dianjurkan memakai kriteria diagnosis kadar glukosa darah
21
½ bagian urine : 0,25 ml
1 bagian fehling A : 0,5 ml
1 bagian fehling : 0,5 ml
Interpretasi hasilNormal : BiruBila terdapat glukosa dalam urineHijau (+), Kuning (++), Merah (+++), Merah bata (++++)
puasa. Untuk DM gestasional juga dianjurkan kriteria dignosis yang
sama.
Ketiga kriteria diagnosis tersebut harus dikonfirmasi ulang pada hari lain atau
esok harinya, kecuali untuk keadaan khas hiperglikemia yang jelas tinggi
dengan dekompensasi metabolik akut, seperti ketoasidosis, berat badan yang
menurun cepat.
Kriteria Diagnosis Kadar glukosa Darah Puasa
Kondisi Bukan DM Belum Pasti DM DM
Kadar glukosa
darah sewaktu
Plasma Vena
Darah Kapiler
< 100
<90
100-199
90-199
>200
>200
Kadar glukosa
darah Puasa
Plasma Vena
Darah Kapiler
<100
<90
100-125
90-109
>126
>110
Kriteria Diagnosis Diabetes Mellitus Terkait Malnutrisi
(DMTM=MRDM)
Diagnosis dugaan DMTM (Kriteria Surabaya-Kobe 1989)
Diagnosis dugaan ditegakkan apabila 1,2,3,4 atau lebih dari keadaan dibawah
ini :
1. DM pada usia sekitar 15-40 tahun.
2. Ada anamnesis dan atau tanda-tanda malnutrisi-undernutrisi, antara
lain :
BBR = Berat Badan Relatif < 80%, atau
IMT = Indeks Masa Tubuh <19
3. Memerlukan suntikan insulin untuk regulasi DM dan untuk
menaikkan berat badan, dan ada resistensi insulin (Kebutuhan Insulin
lebih dari 1,Memerlukan suntikan insulin untuk regulasi DM dan
22
untuk menaikkan berat badan, dan ada resistensi insulin (Kebutuhan
Insulin lebih dari 1,5 - 2 µ/kg BB/hari)
4. Resistensi atas terjadinya ketoasidosis (tidak timbul ketoasidosis
seperti pada DMTI meskipun tidak injeksi insulin lebih dari 10 hari)
5. Nyeri perut berulang
6. Tanda-tanda malabsorbsi
7. Klasifikasi pankreas.
Keterangan :
IMT = BB BBR= BB
(TB)2 TB-100
BB: berat badan (kg), TB: tinggi badan (cm), IMT : Indeks Masa Tubuh,
BBR : Berat Badan Relatif.
Diagnosis Klinis Defenitif DMTM (Kriteria Surabaya –Kobe 1989)
1. Kriteria diagnosis pasti fibrocalculus pancreatic DM=FCPD atau z-type =
tropical pancreatic DM (TPD) = DMTM tipe kalsifikasi z-type = zuidema
type.
a. DM umur sekitar 15-40 tahun tanda-tanda malnutrisi (BBR < 80 %
dan lain-lain) memerlukan insulin, resistensi insulin, resistensi
ketoasidosis, dengan kalsifikasi pankreas, dengan disertai atau tidak
tanda-tanda malabsorbsi.
b. Tes fungsi pankreas faal eksokrin menurun :
- Tes pt-paba pada urine <60%
- Tes Isozyme amylase positif.
2. Kriteria diagnosis pasti protein deficient pancreatic DM = PDPD atau J-
type = M-type =DMTM tipe non kalsifikasi.
a. DM umur sekitar 15-40 tahun, tanda-tanda malnutrisi, memerlukan
insulin, resistensi insulin, resistensi ketoasidosis, tanpa aklsifikasi
pancreas.
b. Tes funsi pancreas menurun (test pt-paba pada urine <60% dan atau
tes isozyme amylase positif).
23
DIAGNOSIS BANDING
1) Hipertiroid
Hipertiroid adalah suatu kondisi dimana suatu kelenjar tiroid
yang terlalu aktif menghasilkan suatu jumlah yang berlebihan dari
hormon-hormon tiroid yang beredar dalam darah. Thyrotoxicosis
adalah suatu kondisi keracunan yang disebabkan oleh suatu kelebihan
hormon-hormon tiroid dari penyebab mana saja. Thyrotoxicosis dapat
disebabkan oleh suatu pemasukan yang berlebihan dari hormon-
hormon tiroid atau oleh produksi hormon-hormon tiroid yang
berlebihan oleh kelenjar tiroid.
Gejala yang dirasakan adalah rasa gemetar pada jari tangan,
lemas, jantung berdebar cepat, berkeringat bannyak walau berda dalam
suhu yang dingin, badan semakin kurus walaupun makan masih dalam
jumlah yang banyak, pada keadaan yang lebih lanjut lagi disetai
dengan diare yang banyak sehingga menyebabkan dehidrasi.
Pada penampakan di daerah leher terkadang disertai dengan
pembesaran kelenjar gondok.
Hipertiroid ini umumnya timbul pada saat usia antara 10-15
tahun. Penyebab penyakit ini berbagai macam, dan umumnya
penyebab timbulnya hipertiroid berbeda menurut usia (misal, penyakit
Graves, toksik adenoma, gondok, infeksi, tumor,dsb).
2) Diabetes insipidus
Gejala Klinis
Keluhan dan gejala utama diabetes insipidus adalah poliuria dan
polidipsia. Jumlah cairan yang diminum maupun produksi urin per 24
jam sangat banyak, dapat mencapai 5-10 liter sehari. Berat jenis urin
biasanya sangat rendah, berkisar antara 1001-1005 atau 50-200
mOsmol/kg berat badan. Selain poliuria dan polidipsia, biasanya tidak
terdapat gejala-gejala lain kecuali jika ada penyakit lain yang
24
menyebabkan timbulnya gangguan pada mekanisme neurohy-
pophyseal-renal reflex tersebut. Selama pusat rasa haus pasien tetap
utuh, konsentrasi zat-zat yang terlarut dalam cairan tubuh akan
mendekati nilai norma. Bahaya baru timbul jika intake air tidak dapat
mengimbangi pengeluaran urin yang ada dengan akibat pasien akan
mengalami dehidrasi dan peningkatan konsentrasi zat-zat yang terlarut.
Pemeriksaan Khusus Untuk Menegakkan Diagnosis Diabetes
Insipidus.
Setelah dapat ditegakkan bahwa poliuria yang terjadi adalah diuresis
air murni, maka langkah selanjutnya adalah untuk menentukan jenis
penyakit yang menyebabkan. Untuk itu tersedia uji-uji coba berikut:
Hickey-Hare atau Carter-Robbins test
Pemberian infuse larutan garam hipertonis secara cepat pada orang
normal akan menurunkan jumlah urin, sedangkan pada diabetes
insipidus urin akan menetap atau bertambah. Pemberian pitresin akan
menyebabkan turunnya jumlah urin pada pasien DIS dan menetapnya
jumlah urin pada pasien DIN.
Kekurangan pada pengujian ini adalah:
- Pada sebagian orang normal, pembebanan larutan garam akan
menyebabkan terjadinya diuresis solute yang akan mengaburkan efek
ADH.
- Interpretasi uji coba ini adalah all or none sehingga tidak dapat
membedakan defect partial atau komplit.
Fluid deprivation menurut Martin Goldberg
- Sebelum pengujian dimulai, pasien diminta untuk mengosongkan
kandung kemihnya kemudian ditimbang berat badannya, diperiksa
volum dan berat jenis atau osmolalitas urin pertama. Pada saat ini
diambil sample plasma untuk diukur osmolalitasnya.
25
- Pasien diminta buang air kecil sesering mungkin paling sedikit setiap
jam.
- Pasien ditimbang setiap jam bila diuresis lebih dari 300 ml/jam atau
setiap 3 jam bila diuresis kurang dari 300 ml/jam
- Setiapn sample urin sebaiknya diperiksa osmolalitasnya dalam
keadaan segar atau kalau hal ini tidak mungkin dilakukan semua
sample harus disimpan dalam botol tertutup rapat serta disimpan dalam
lemari es.
- Pengujian dihentikan setelah 16 jam atau berat badan menurun 3-4%
tergantung mana yang terjadi lebih dahulu.
KOMPLIKASI
1) Komplikasi Akut
Reaksi Hipoglikemia
Reaksi hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh
kekurangan glukosa, dengan tanda-tanda: rasa lapar, gemetar, keringat
dingin, pusing. Jika keadaan ini tidak segera diobati, penderita dapat
menjadi koma. Karena koma pada penderita disebabkan oleh
kekurangan glukosa di dalam darah,maka koma disebut “Koma
Hipoglikemik”.
Koma diabetik
Koma diabetik timbul karena kadar glukosa di dalam darah
terlalu tinggi, dan biasanya lebih dari 600 mg/dL. Gejala yang sering
timbul adalah: nafsu makan menurun, haus, minum banyak, kencing
banyak, disusul rasa mual, muntah, nafas penderita menjadi cepat dan
dalam serta berbau aseton, dan sering disertai panas badan karena
biasanya terdapat infeksi (Tjokroprawiro, 1998).
2) Komplikasi Kronis
Menurut Pranadji (2000), komplikasi kronis meliputi:
Komplikasi mikrovaskuler
26
Komplikasi mikrovaskuler adalah komplikasi pada pembuluh darah kecil,
diantaranya:
Retinopati diabetika, yaitu kerusakan mata seperti katarak dan
glukoma atau meningkatnya tekanan pada bola mata. Bentuk
kerusakan yang paling sering terjadi adalah bentuk retinopati
yang dapat menyebabkan kebutaan. Biasanya ditandai dengan
mioaneurisme, neovaskularisasi, pelebaran vena dan kapiler,
aksudat keras dan lunak, bercak luka berbentuk titik dan garis.
Nefropati diabetika, yaitu gangguan ginjal yang diakibatkan
karena penderita menderita diabetes dalam waktu yang cukup
lama. Bisa karena glomerulusklerotik atau lesi eksudatif yang
menyebabkan proteinuria progresif dan gagl ginjal kronik, bisa
juga karena aterosklerosis, hipertensi, dan infeksi.
Neuropati diabetika yaitu gangguan sistem syaraf pada
penderita DM. Indera perasa pada kaki dan tangan berkurang
disertai dengan kesemutan, perasaan baal atau tebal serta
perasaan seperti terbakar. Misebabkan oleh gangguan jalur
poliol, yakni terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa pada sel
saraf sehingga terjadi gangguan konduksi sinyal dan
mengakibaltan gangguan metabolik pada sel schwan dan
hilangnya akson.
Komplikasi makrovaskuler
Komplikasi makrovaskuler adalah komplikasi yang mengenai pembuluh darah
arteri yang lebih besar, sehingga menyebabkan atherosklerosis. Akibat
atherosklerosis antara lain timbul penyakit jantung koroner, hipertensi, stroke,
dan gangren pada kaki.
3) Kaki diabetik
Patofisiologi
b. Angiopati diabetes
27
Hiperglikemia penebalan tunika intima “hiperplasia membran
basalis arteria”, oklusi (penyumbatan) arteria, dan
hiperkeragulabilitas atau abnormalitas tromborsit, pelekatan
(adhesi) dan pembekuan (agregasi)gaangguan peredaran pembuluh
darah besar dan kecil sirkulasi darah yang kurang baik,
pemberian makanan dan oksigenasi kurang dan mudah terjadi
penyumbatan aliran darah terutama daerah kaki.
Hiperglikemia lekosit DM tidak normal fungsi khemotoksis
di lokasi radang terganggu, fungsi fagositosis dan bakterisid
intrasel menurun bakteri sukar untuk dimusnahkan oleh sistem
plagositosis-bakterisid intraseluler
Tanda dan gejala :
Jarak tampak menjadi lebih pendek (klaudilasio intermil).
nyeri pada telapak / kaki depan pada saat istirahat /malam hari
tidak ada denyut popliteal atau denyut tibial superior
kulit menipis atau berkilat
atrofi jaringan lemak subkutan
tidak ada rambut pada tungkai dan kaki bawah
penebalan kuku
kemerahan pada area yang terkena ketika tungkai diam, atau
berjuntai, dan pucat ketika kaki diangkat
2. neuropati diabetic
kerusakan pada :
o sensoris : sensoris nyeri, panas dan raba berkurang sehingga
mudah terkena trauma akibat keadaan kaki yang tidak sensitif ini.
o Motorik : kelemahan otot, otot mengecil, kram otot, mudah lelah
sehingga perubahan keseimbangan di sendi kaki, perubahan cara
berjalan menyebabkan munculnya titik tekan baru pada telapak
kaki dan pembentukan kalus.
28
o Autonom : kerusakan serabut saraf simpatis , menyebabkan :
o peningkatan aliran darah,
o produksi keringat berkurang / tidak ada kulit kering,
pecah-pecah memudahkan infeksi timbu selullitis
ulkus /gangren
o tonus vaskuler hilang distensi vena-vena kaki dan
peningkatan tekanan parsial oksigen di vena.
Klasifikasi Kaki Diabetik
Menurut Wagner kaki diabetik dibagi menjadi :
Derajat 0 : tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh disertai dengan
pembentukan kalus ”claw”
Derajat I : ulkus superfisial terbatas pada kulit
Derajat II : ulkus dalam dan menembus tendon dan tulang
Derajat III : abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis
Derajat IV : gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau
tanpa selullitis
Derajat V : gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai bawah
Berdasarkan pembagian diatas, maka tindakan pengobatan atau pembedahan
dapat ditentukan sebagai berikut :
Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada
Derajat I-IV : pengelolaan medik dan tindakan bedah minor
Derajat V : tindakan bedah minor, bila gagal dilanjutkandengan
tindakan bedah mayor seperti amputasi diatas lutut atau amputasi
bawah lutut
Beberapa tindakan bedah khusus diperlukan dalam pengelolaan kaki diabetik
ini, sesuai indikasi dan derajat lesi yang dijumpai seperti :
Insisi : abses atau selullitis yang luas
Eksisi : pada kaki diabetik derajat I dan II
29
Debridement/nekrotomi : pada kaki diabetik derajat II, III, IV dan
V
Mutilasi : pada kaki diabetik derajat IV dan V
Amputasi : pada kaki diabetik derajat V
TATALAKSANA
Tujuan penatalasanaan :
Jangka pendek : hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan
rasanyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah
Jangka panjang: tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit
mikroangiopati, makroangiopati danneuropati. Tujuan akhir
pengelolaanadalah turunnya morbilitas dan mortilitas dini DM
4 Pilar penatalaksanaan DM
Edukasi
Diabetes umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah
terbentuk dengan mapan. Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri
membutuhkan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim
kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk
mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang
komprehensif dan upayapeningkatan motivasi. Edukasi yang dierikan
kepada pasien meliputi pemahaman tentang:
o Perjalanan penyakit DM
o Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM
o Penyulit DM dan resikonya
o Intervensi farmakologis dan non-farmakologis serta target
perawatan
o Interaksi antara asupan makanan, aktifitas fisik dan obat
hipoglikemik oral atau insulin serta obat-obatan lain
30
o Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa
darah atau urin mandiri
o Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit atau
hipoglikemia
o Pentingnya latihan jasmani yang teratur
o Masalah khusus yang dihadapi
o Cara mengunakan fasilitas perawatan kesehatan
Terapi Gizi Medis
a. Tujuan diet
Menurut Pranadji (2000), tujuan diet DM adalah membantu diabetesi
atau penderita diabetes memperbaiki kebiasaan gizi dan olah raga
untuk mendapatkan kontrol metabolik yang lebih baik, serta beberapa
tujuan khusus yaitu:
1. Memperbaiki kesehatan umum penderita,
2. Memberikan jumlah energi yang cukup untuk memelihara
berat badan ideal atau normal.
3. Memberikan sejumlah zat gizi yang cukup untuk
memelihara tingkat kesehatan yang optimal dan aktivitas
normal.
4. Menormalkan pertumbuhan anak yang menderita DM.
5. Mempertahankan kadar gula darah sekitar normal.
6. Menekan atau menunda timbulnya penyakit angiopati
diabetik
7. Memberikan modifikasi diet sesuai dengan keadaan
penderita, misalnya sedang hamil, mempunyai penyakit
hati, atau tuber kolosis paru.
8. Menarik dan mudah diterima penderita.
b. Prinsip Diet
31
Prinsip pemberian makanan bagi penderita DM adalah mengurangi dan
mengatur konsumsi karbohidrat sehingga tidak menjadi beban bagi
mekanisme pengaturan gula darah. (Pranadji, 2000).
c. Syarat Diet
Menurut Pranadji (2000), syarat diet DM antara lain:
i. Jumlah energi ditentukan menurut umur, jenis kelamin,
berat badan dan tinggi badan, aktivitas, suhu tubuh dan
kelainan metabolik.
ii. Hidrat arang diberikan 60-70% dari total energi,
disesuaikan dengan kesanggupan tubuh untuk
menggunakannya.
iii. Makanan cukup protein dianjurkan 12% dari total energi.
iv. Cukup vitamin dan mineral.
v. Pemberian makanan disesuaikan dengan macam obat yang
diberikan (Persagi, 1999).
vi. Lemak dianjurkan 20–25% dari total energi.
vii. Asupan kolesterol hendaknya dibatasi, tidak lebih dari
300/mg perhari.
viii. Mengkonsumsi makanan yang berserat,anjuranya adalah
kira-kira 25g/hari dengan mengutamakan serat larut.
d. Makanan yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan
Semua bahan makanan boleh diberikan dalam jumlah yang telah
ditentukan kecuali gula murni seperti terdapat pada: gula pasir, gula
jawa, gula batu, sirop, jam, jelly, buah-buahan yang diawet dengan
gula, susu kental manis, minuman botol ringan, es krim, kue-kue
manis, dodol, cake, tarcis, abon, dendeng, sarden dan semua produk
makanan yang diolah dengan gula murni.
e. Macam diet
Menurut Persagi (1999), pedoman diet bagi penderita DM dapat dilihat
seperti dalam Tabel 1.
32
Tabel 1.
MACAM DIET UNTUK PENDERITA DM
Macam Diet I II III IV V VI VII VIII
Energi (kal) 1100 1300 1500 1700 1900 2100 2300 2500
Protein (gr) 50 55 60 65 70 8 0 85 90
Lemak (gr) 30 35 40 45 50 55 65 65
Hidrataran (gr) 160 195 225 260 300 325 350 390
Sumber : Persagi, 1999
Diet I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk
Diet IV s/d V : diberikan kepada penderita yang mempunyai berat
badan normal
Diet VI s/d VIII : diberikan kepada penderita yang kurus, diabetes
remaja atau juvenille diabetes serta diabetes dengan komplikasi.
f. Standar diet
Untuk perencanaan pola makan sehari, pasien diberi petunjuk berupa
kebutuhan bahan makanan setiap kali makan dalam sehari dalam
bentuk penukar. Makanan sehari-hari pasien dapat disusun berdasarkan
pola makan pasien dan daftar bahan makanan penukar (Sukardji,
2002).
g. Daftar Bahan Makanan Penukar
DBMP adalah suatu daftar yang memuat nama bahan makanan dengan
ukuran tertentu dan dikelompokan berdasarkan kandungan energi,
protein, lemak dan hidrat arang. Setiap kelompok bahan makanan
dianggap mempunyai nilai gizi yang kurang lebih sama (Sukardji,
2002).
h. Pedoman diet
Dalam melaksanakan diet diabetes sehari-hari, hendaknya pasien
mengikuti pedoman “3J” yaitu tepat jumlah, jadwal dan jenis, artinya
J1: energi yang diberikan harus habis, J2: Jadwal diet harus diikuti
33
sesuai dengan interval yaitu 3jam, J3: Jenis makanan yang manis harus
dihindari, termasuk pantang buah golongan A(Tjokroprawiro, 1998).
Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4
kali seminggu selama kurang lebih 30 menit) yang sifatnya CRIPE
(Continuous, rhytmical, interval, progresife, endurance training) (Perkeni,
1998). Menurut Haznam (1991) olahraga dianjurkan karena bertambahnya
kegiatan fisik menambah reseptor insulin dalam sel target. Dengan
demikian insulin dalam tubuh bekerja lebih efektif, sehingga lebih sedikit
obat anti diabetik (OAD) diperlukan, baik yang berupa insulin maupun
OHO (Obat Hipoglikemik Oral), merupakan salah satu pilar dalam
pengelolaan DM. Kegiatan sehari-hari seperti barjalan kaki ke pasar,
menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan. Latihan jasmani
juga dapat menurunkan BB dan memperbaiki sensitifitas insulin, sehingga
akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang
dianjurkan bersifat aerobik seperti: jalan kaki, bersepeda santai, jogging
dan berenang
Farmakologis
Mengunakan Obat Hipoglikemik Oral (OHO), berdasarkan cara kerjanya,
OHO dibagi menjadi 4 golongan:
o Pemicu sekresi insulin: sulfonilurea dan glinid
o Penambah sensitivitas terhadap insulin: metformin, tiazolidindion
o Penghambat glukoneogenesis (metformin)
o Penhambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa
Insulin diperlukan pada keadaan:
o Penurunan BB yang cepat
o Hiperglikemia yang berat disertai ketosis
34
o Ketoasidosis diabetik
o Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
o Hiperglikemia dengan asidosis laktat
o Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir max
o Sress berat
o Kehamilan dengan DM/DMG yang tidak terkendali dengan TGM
o Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
o Kontraindikasi dan atau ealergi terhadap OHO
Efek samping terapi insulin
o Terjadi hipoglikemi
o Respon imun terhadap insulin yang dapat menimbulkan alergi
insulin atau resistensi insulin
Pemeriksaan HbA1c
Pengukuran protein terglikasi digunakan secara luas untuk pemantauan
rutin status glikemik jangka panjang pada penderita DM. Protein terglikasi
digunakan baik untuk mengukur indeks rata-rata glikemik, serta digunakan pula
untuk mengukur resiko perkembangan komplikasi diabetes. HbA1c merupakan
indikator yang lebih baik untuk pengendalian DM dan merupakan gold standard
pada penilaian terapi penderita DM. Pemeriksaan HbA1c merupakan pemeriksaan
tunggal yang sangat akurat untuk menilai status glikemik jangka panjang dan
berguna bagi penderita DM tipe 1 dan tipe 2.
Secara garis besar, manfaat pemeriksaan HbA1c antara lain adalah sebagai
berikut.
Mengukur kadar glukosa darah rata-rata selama 120 hari yang lalu (sesuai
dengan usia eritrosit).
Menilai efek perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya, sehingga
pemeriksaan HbA1c sebaiknya tidak digunakan untuk menilai hasil pengobatan
diabetes jangka pendek.
35
Menilai pengendalian penyakit DM dengan tujuan mencegah terjadinya
komplikasi diabetes.
Suatu glikohemoglobin (GHb) yang mendekati angka normal (5-8%) akan
mencerminkan kontrol yang baik selama 2-3 bulan sebelumnya, sementara nilai
GHb di antara 12-15% mencerminkan kontrol yang buruk selama periode
tersebut. HbA1c akan meningkat secara signifikan bila glukosa darah meningkat.
Nilai HbA1c pada target 6,5% (nilai normal 4-6%), adalah suatu nilai yang
ideal, karena apabila nilai HbA1c sebesar 7% ke atas akan menyebabkan
komplikasi baik mikrovaskular ataupun makrovaskular, sedangkan penurunan
nilai HbA1c akan menunjukkan penurunan kemungkinan terjadinya komplikasi
mikrovaskular. Nilai HbA1c di atas 8% adalah nilai HbA1c yang tidak bisa
mencapai pengobatan yang baik. Pemeriksaan ini penting untuk melihat apakah
penatalaksanaan sudah adekuat atau belum. Sebaiknya, penentuan HbA1c ini
dilakukan secara rutin tiap 3 bulan sekali. Kenormalan HbA1c dapat diupayakan
dengan mempertahankan kadar glukosa darah tetap normal sepanjang waktu, tidak
hanya pada saat diperiksa kadar gulanya saja. Selain itu, melakukan olahraga
teratur, diet dan taat obat adalah kuncinya.
Untuk setiap kenaikan 1% dari HbA1c, maka diperkirakan dapat
menyebabkan:
18% kenaikan resiko untuk menderita penyakit jantung
Resiko untuk menderita penyakit pembuluh darah ringan (misal, penyempitan
pembuluh darah kaki, dll.) meningkat 28%.
Kematian yang berhubungan dengan diabetes meningkat 21%.
Ada beberapa keadaan yang dapat mengganggu hasil pemeriksaan HbA1c.
Keadaan tersebut antara lain adalah.
Keadaan yang mengakibatkan peningkatan turnover eritrosit, seperti
perdarahan, kehamilan, splenectomy atau hemolisis sehingga akan
36
menghasilkan penurunan palsu kadar A1c. Hal ini akan terjadi pada semua
metode pemeriksaan HbA1c.
Hemoglobinopati, seperti sickle cell trait, hemoglobin C atau D akan
menghasilkan penurunan palsu kadar HbA1c. Hal ini dapat terjadi bila
menggunakan metode pemeriksaan nonspesifik yang berdasarkan muatan,
kelarutan dan ukuran.
Kondisi lain seperti gangguan carbamylated hemoglobin dapat menjadi
uremia, peningkatan konsentrasi fetal hemoglobin (HbF), peningkatan dosis
aspirin (umumnya lebih dari 10 g/hari) atau peningkatan konsentrasi ethanol
akan menghasilkan penurunan palsu kadar HbA1c.
PENCEGAHAN
Pencegahan Primer
Adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang memiliki faktor resiko,
yakni mereka yang belum terkena, tetapi berpotensi untuk menjadi DM
dan kelompok prediabetes.
Faktor resiko diabetes sama dengan faktor untuk prediabetes:
o Faktor resiko yang tidak bisa dimodifikasi:
Riwayat keluarga dengan diabetes
Umur
Riwayat pernah menderita DMG
Riwayat dengan BBL rendah, < 2,5 kg
o Faktor resiko yang mudah dimodifikasi:
BB lebih
Kurang aktivitas fisik
Hipertensi
Dislipidemia
Diet tak sehat
o Faktor lain yang terkait dengan resiko diabetes:
37
Penderita polycystic ovary syndrome (PCOS)
Penderita sindroma metabolik
o Prediabetes
Merupakan suatu keadaan yang mendahului
timbulnyadiabetes. Angka kejadian prediabetes dilaporkan
terus mengalami peningkatan
Prediabetes mempunyai resiko timbulnya gangguan
kardiovaskuler sebesar 1 setengah kali libih tinggi
dibandingkan dengan orang normal
Diagnosis prediabetes ditegakkan dengan pemeriksaan
TTGO setelah puasa 8 jam. Diagnosis prediabetes
ditegakan apabila hasil tes glukosa darah menunjukan salah
satu dari angka dibawah ini:
Glukosa darah puasa antara 100-125 mg/dL
Glukosa darah 2 jam setelah muatan glukosa antara
140-199 mg/dL
o Materi pencegahan primer:
Penyuluhan:
Program penurunan BB
Diet sehat
Latihan jasmani
Menghentikn merokok
Pengololaan:
Pengolongan pradiabetes
o Sebagian besar penderita prediabetes dapat
diperbaiki dengan perubahan gaya hidup,
menurunkan BB, mengkonsumsi diet sehat
serta melakukan latihan jasmani yang cukup
dan teratur
38
Pengolongan berbagai faktor resiko:
o Obesitas
o Hipertensi
o Dislipidemia
Pencegahan Sekunder
Adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit pada
diabetes yang telah menderita DM
o Dislipidemia pada diabetes
Dislipidemia pada diabetes lebih meningkatkan resiko
timbulnya penyakit kardiovaskular
Gambaran dislipidemia yang sering didapatkan pada
diabetisi adalah peningkatan trigliserida, dan penurunan
kadar kolestrol HDL, sedangkan kadar kolesterol LDL
normal atau sedikit meningkat
Dipertimbangkan untuk memberikan terapi farmakologis
sedini mungkin bagi diabetes yang disertai dislipidemia
o Hipertensi pada diabetes
Indikasi pengobatan:
o Bila TD sistolik ≥ 130 mmHg dan/atau TD
diastolik ≥ 80 mmHg
Sasaran (target penurunan) TD:
o TD < 130/80 mmHg
o Bila disertai proteinuria ≥ 1 gr/24 jam: <
125/75 mmHg
o Obesitas pada diabetes
Obesitas, terutama obesitas sentral secara bermakna
berhubungan dengan sindrom dismetabolik(dislipidemia,
39
hiperglikemia, hipertensi), yang didasari oleh resistensi
insulin.
Obesitas dan diabetes meningkatkan resiko kematian akibat
PJK
Pencegahan tersier
o Ditujukan pada kelompok diabetisi yang telah memiliki komplikasi
dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut.
o Upaya rehabilitasi pada diabetisi dilakukan sedini mungkin,
sebelum kecacatan menetap.
Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan pada diabetisi
dan keluarga. Materi penyuluhan termasuk upaya rehabilitasi yang dapat
dilakukan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal.
BAB IIIPENUTUP
A. KesimpulanDiabetes melitus merupakan penyakit metabolic kronik yang ditandai
dengan hiperglikemia akibat defek dalam sekresi dan kerja insulin atau
keduanya sehingga terjadi defisiensi insulin dimana tubuh mengeluarkan
terlalu sedikit insulin atau insulin yang dikeluarkan resisten sehingga
mengakibatkan kelainan metabolisme kronis berupa hiperglikemia kronik
disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang
menimbulkan komplikasi kronik pada sistem tubuh.
Diabetes melitus terbagi menjadi beerapa, seperti diabetes melitus
tipe1, diabetes melitus tipe 2, diabetes gestasional, dan diabetes spesifik lain
yang memiliki etiologi tersendiri.
Komplikasi yang di timbulkan terbagi menjadi dua, yakni akut dan
kronik. Komplikasi akut terbagi menjadi hiperglikemia dan hipoglikemia,
sedangkan kronik terbagi menjadi makro dan mikroangiopati.
40
Penatalaksanaan diabetes melitus berdasarkan 4 pilar, yakni edukasi
atau penyuluhan, aktifitas jasmani, perencanaan diet,dan medikamentosa.
B. SaranMahasiswa lebih banyak mencari lagi seluk-beluk dari diabetes melitus pada
berbagai literatur sehingga pengetahuan yang diperoleh lebih bayak lagi dan
dapat diaplikasikan dengan baik dan benar saat telah menjadi dokter.
DAFTAR PUSTAKA
Sudoyo AW, setiyohadi B. 2006 . buku ajar ilmu penyakit dalam . jakarta :
Depertemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Soegoendo S, Rudianto A, Manaf A, dkk. 2006. konsensus pengelolaan dan
pecegahan diabetes melitus tipe 2di indonesia tahun 2006I. Jakarta :
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia
Tjokroprawiro A, Hendromartono. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Surabaya : FK Unair dan RS. Pendidikan DR. Soetomo
Price, sylvia A dan M. Wilson. 2006. Patofisiologi konsep klinis proses-proses
penyakit. Jakarta : EGC
41