kelengkapan administratif resep dan polifarmasi yang berpotensi me pada resep penyakit gastritis
DESCRIPTION
Karya Tulis IlmiahTRANSCRIPT
ANALISIS KELENGKAPAN ADMINISTRATIF RESEP DAN POLIFARMASI YANG BERPOTENSI TIMBULNYA MEDICATION ERROR PADA RESEP PENYAKIT
GASTRITIS DI APOTEK KIMIA FARMA KOTA PALEMBANG PERIODE
JANUARI – MARET 2014
PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Kesehatan
OLEH:
ARIEF WIBISANA NIM: PO.71.39.0.11.008
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
JURUSAN FARMASI 2014
HALAMAN PERSETUJUAN PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH
ANALISIS KELENGKAPAN ADMINISTRATIF RESEP DAN
POLIFARMASI YANG BERPOTENSI TIMBULNYA MEDICATION ERROR PADA RESEP PENYAKIT
GASTRITIS DI APOTEK KIMIA FARMA KOTA PALEMBANG PERIODE
JANUARI – MARET 2014
ARIEF WIBISANA NIM: PO.71.39.0.11.008
Disetujui Oleh : Pembimbing
Dra. Sarmalina Simamora, Apt, M.kes NIP: 19631213 199493 2 003
Mengetahui:
Ketua Jurusan Farmasi
Dra. Ratnaningsih DA, Apt, M.kes NIP: 19661016 199203 2 001
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
JURUSAN FARMASI 2014
i
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahirobbil’alamin puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini, dengan judul “Analisis Kelengkapan Administratif Resep dan Polifarmasi Yang Berpotensi Timbulnya Medication Error Pada Resep Penyakit Gastritis di Apotek Kimia Farma Kota Palembang Periode Januari - Maret 2014” sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini tidak lepas dari perhatian, bimbingan, bantuan, dan dorongan dari berbagai pihak yang sungguh berarti bagi penulis. Dengan rasa tulus ikhlas dan dengan segala kerendahan hati pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Ibu Dra. Sarmalina Simamora, Apt, M.Kes selaku dosen pembimbing yang
senantiasa memberikan bimbingan, arahan,dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
2. Ibu Dra. Ratnaningsih DA, Apt, M.Kes selaku Ketua Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan Palembang.
3. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf Politeknik Kesehatan Palembang Jurusan Farmasi.
4. Orang tua dan keluarga yang selalu memberikan dukungan moril dan materil serta motivasi dan doanya.
5. Teman-teman satu angkatan yang telah memberikan dukungan dan semangat dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
6. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari akan keterbatasan, kemampuan, pengetahuan, dan pengalaman yang dimiliki. Sehingga penulis Proposal Karya Tulis Ilmiah ini masih banyak terdapat kekurangan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan dimasa yang akan datang.
Akhirnya penulis mengharapkan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Walaikumsalam Wr. Wb.
Palembang, Maret 2014
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL HALAMAN PERSETUJUAN KATA PENGANTAR ..................................................................................... i DAFTAR ISI .................................................................................................. ii BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................... 1 B. Rumusan Masalah .................................................................... 4 C. Tujuan Penelitian ...................................................................... 4 D. Manfaat Penelitian .................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Medication Error ....................................................................... 6 B. Resep Obat Yang Rasional ...................................................... 12 C. Kelengkapan Resep ................................................................. 13 D. Polifarmasi................................................................................ 14 E. Interaksi Obat ........................................................................... 15 F. Gastritis .................................................................................... 17 G. Kerangka Teori ......................................................................... 27
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ........................................................................ 28 B. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................... 28 C. Populasi dan Sampel ................................................................ 28 D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ...................................................... 29 E. Cara Pengambilan Data ........................................................... 29 F. Alat Pengumpulan Data ............................................................ 30 G. Variabel Penelitian .................................................................... 30 H. Definisi Operasional ................................................................. 31 I. Kerangka Operasional .............................................................. 33 J. Cara Pengolahan dan Analisis Data ........................................ 34 K. Rencana Kegiatan ................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 36 BIODATA ...................................................................................................... 40
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Medication Error (ME) adalah kejadian yang merugihkan pasien
akibat pemakaian obat, tindakan, dan perawatan selama dalam
penanganan tenaga kesehatan yang sebetulnya dapat dicegah
(MENKES, 2004). Data tentang kejadian medication error terutama di
indonesia tidak banyak diketahui. Hal tersebut kemungkinan karena tidak
teridentifikasi secara nyata, tidak dapat dibuktikan, atau tidak dilaporkan
(Siregar, dkk, 2006).
Salah satu faktor penyebab terjadinya medication error adalah
kegagalan komunikasi (salah interpretasi) antara prescriber (penulis
resep) dengan dispenser (pembaca resep) (Rahmawati dan Oetari,
2002). Menurut Cohen (1999) salah satu faktor yang meningkatkan resiko
kesalahan dalam pengobatan adalah resep. Kelengkapan resep
merupakan aspek yang sangat penting dalam peresepan karena dapat
membantu mengurangi terjadinya medication error.
Sebuah studi di yogyakarta (2010) terhadap sebuah rumah sakit
swasta menunjukkan bahwa dari 229 resep, ditemukan 226 resep yang
terdapat medication error. Dari 226 medication error, 99,12% merupakan
kesalahan peresepan, 3,02% merupakan kesalahan farmasetik dan
3,66% merupakan kesalahan penyerahan. Sebagian besar kesalahan
peresepan merupakan akibat dari resep yang tidak lengkap
(Perwitasari,dkk.2010).
2
Faktor lain yang berpotensi cukup tinggi untuk terjadinya
medication error dan sering dijumpai adalah penggunaan 2 macam obat
atau lebih. Pemberian obat secara polifarmasi sering menimbulkan
interaksi obat, baik yang bersifat meningkatkan maupun yang
meniadakan efek obat. Interaksi obat yang ditimbulkan dapat
menyebabkan efek samping obat atau efek obat yang tidak diinginkan.
Pada penelitian yang dilakukan (Terrie,2004) menyatakan bahwa efek
samping obat terjadi 6% pada pasien yang mendapat 2 macam obat,
meningkat 50% pada pasien yang mengonsumsi 5 macam obat, dan
100% ketika lebih dari 8 obat yang digunakan.
Berdasarkan laporan yang diterima Tim Kesehatan Pasien RS
(KP-RS) R.K. Charitas kejadian tidak diinginkan yang terjadi selama lima
tahun terakhir, yang berkaitan dengan obat (ME) sebanyak 76 kasus
(26%) dari seluruh kejadian yang tidak diinginkan yang terjadi. Meskipun
sebagian besar kasus tidak terjadi dampak yang fatal, beberapa
diantaranya termasuk kategori bermakna secara klinis
(Simamora,dkk.2011).
Tindakan nyata yang dapat dilakukan untuk mencegah medication
error oleh seorang farmasis adalah melakukan skrining resep yang
meliputi kelengkapan resep (identitas dokter, identitas pasien, nomer ijin
praktek dokter [SIP], tempat dan tanggal resep, tanda R/, nama obat dan
jumlahnya, aturan pakai, serta paraf dokter) dan tinjauan kerasionalan
diantaranya polifarmasi dan interaksi obat.
Gastritis merupakan salah satu masalah kesehatan saluran
pencernaan yang paling sering terjadi. Di dunia, insiden gastritis sekitar
3
1,8-2,1 juta dari jumlah penduduk setiap tahun. Sedangkan di Asia
Tenggara, insiden gastritis sekitar 583.635 dari jumlah penduduk setiap
tahun. Angka kejadian gastritis di Indonesia cukup tinggi, yaitu 274.396
kasus dari 238.452.952 jiwa penduduk. Menurut Maulidiyah dan Unun
pada tahun 2006, angka kejadian gastritis pada keluhan saluran cerna di
Surabaya mencapai 31,2%, Denpasar 46%, sedangkan di Medan
sebesar 91,6% (Yulida, dkk. 2013). Tidak diketahui dengan pasti datanya
di Palembang, namun diyakini kasus gastritis cukup tinggi terjadi disini.
Apotek Kimia Farma merupakan salah satu apotek terbesar di
kota Palembang dan memiliki pemasukan resep yang tinggi setiap
harinya. Hal ini memungkinkan terjadinya medication error di apotek
tersebut. Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti di apotek Kimia
Farma dengan judul “Analisis Kelengkapan Administratif Resep dan
Polifarmasi Yang Berpotensi Timbulnya Medication Error Pada Resep
Penyakit Gastritis di Apotek Kimia Farma Kota Palembang Periode
Januari - Maret 2014”.
4
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana karakteristik kelengkapan administrasi resep yang berpotensi
timbulnya ME pada resep penyakit gastritis?
2. Bagaimana karakteristik polifarmasi yang berpotensi timbulnya ME pada
resep penyakit gastritis?
3. Seberapa besar frekuensi kelengkapan administrasi resep dan
polifarmasi yang berpotensi timbulnya ME pada resep penyakit gastritis?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Menilai kelengkapan administrasi resep dan polifarmasi yang
berpotensi timbulnya medication error pada resep penyakit gastritis di
apotek kimia farma kota palembang.
2. Tujuan Khusus
a. Mengindentifikasi karakteristik kelengkapan administrasi resep yang
berpotensi timbulnya medication error pada resep penyakit gastritis.
b. Mengindentifikasi karakteristik polifarmasi yang berpotensi timbulnya
medication error pada resep penyakit gastritis.
c. Mengukur frekuensi kelengkapan administrasi resep dan polifarmasi
yang berpotensi timbulnya medication error pada resep penyakit
gastritis.
5
D. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan manfaat lain :
1. Bagi apotek, dapat dijadikan informasi dalam peningkatan pelayanan
kefarmasian dan keselamatan pasien.
2. Bagi peneliti lain, dapat dijadikan rujukan untuk penelitian selanjutnya.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Medication Error
1. Definisi
Medication Error (ME) adalah suatu kesalahan dalam proses
pengobatan yang masih berada dalam pengawasan dan tanggung jawab
profesi kesehatan, pasien atau konsumen, dan seharusnya dapat dicegah
(Cohen, 1991). Selain itu, kesalahan pengobatan (medication error) dapat
didefinisikan sebagai semua kejadian yang merugihkan pasien akibat
pemakaian obat, tindakan, dan perawatan selama dalam penanganan
tenaga kesehatan yang sebetulnya dapat dicegah (MENKES,2004).
Definisi yang terbaru dari kesalahan pengobatan adalah kejadian yang
dapat menyebabkan pengobatan tidak sesuai atau yang dapat
mencelakakan pasien dimana prosedur pengobatan tersebut masih
berada di bawah kontrol praktisi kesehatan (Fowler, 2009).
2. Kejadian Medication Error
Kejadian medication error dibagi dalam 4 fase, yaitu fase
prescribing, fase transcribing, fase dispensing, dan fase administrasion
oleh pasien (Cohen, 1991).
a. Prescribing Errors
Medication error pada fase prescribing adalah error yang terjadi
pada fase penulisan resep. Fase ini meliputi:
7
1) Kesalahan resep
2) Kesalahan karena yang tidak diotorisasi
3) Kesalahan karena dosis tidak benar
4) Kesalahan karena indikasi tidak diobati
5) Kesalahan karena penggunaan obat yang tidak diperlukan
b. Transcription Errors
Pada fase transcribing, kesalahan terjadi pada saat pembacaan
resep untuk proses dispensing, antara lain salah membaca resep
karena tulisan yang tidak jelas. Salah dalam menterjemahkan order
pembuatan resep dan signature juga dapat terjadi pada fase ini. Jenis
kesalahan obat yang termasuk transcription errors, yaitu:
1) Kesalahan karena pemantauan yang keliru
2) Kesalahan karena ROM (Reaksi Obat Merugikan)
3) Kesalahan karena interaksi obat
c. Administration Error
Kesalahan pada fase administration adalah kesalahan yang terjadi
pada proses penggunaan obat. Fase ini dapat melibatkan petugas
apotek dan pasien atau keluarganya. Jenis kesalahan obat yang
termasuk administration errors yaitu :
1) Kesalahan karena lalai memberikan obat
2) Kesalahan karena waktu pemberian yang keliru
3) Kesalahan karena teknik pemberian yang keliru
4) Kesalahan karena tidak patuh
5) Kesalahan karena rute pemberian tidak benar
6) Kesalahan karena gagal menerima obat
8
d. Dispensing Error
Kesalahan pada fase dispensing terjadi pada saat penyiapan
hingga penyerahan resep oleh petugas apotek. Salah satu
kemungkinan terjadinya error adalah salah dalam mengambil obat
dari rak penyimpanan karena kemasan atau nama obat yang mirip
atau dapat pula terjadi karena berdekatan letaknya. Selain itu, salah
dalam menghitung jumlah tablet yang akan diracik, ataupun salah
dalam pemberian informasi. Jenis kesalahan obat yang termasuk
Dispensing errors yaitu :
1) Kesalahan karena bentuk sediaan
2) Kesalahan karena pembuatan/penyiapan obat yang keliru
3) Kesalahan karena pemberian obat yang rusak
3. Faktor Penyebab
Menurut Cohen (1991) dari fase-fase medication error, dapat
dikemukakan bahwa faktor penyebabnya dapat berupa:
a. Komunikasi yang buruk, baik secara tertulis (dalam resep) maupun
secara lisan (antar pasien, dokter dan apoteker).
b. Sistem distribusi obat yang kurang mendukung (sistem komputerisasi,
sistem penyimpanan obat, dan lain sebagainya).
c. Sumber daya manusia (kurang pengetahuan, pekerjaan yang
berlebihan).
d. Edukasi kepada pasien kurang.
e. Peran pasien dan keluarganya kurang.
9
4. Pencegahan Medication Error (Senjaya, dkk. 2011)
Kegiatan farmasi klinik sangat diperlukan terutama pada pasien
yang menerima pengobatan dengan risiko tinggi. Keterlibatan apoteker
dalam tim pelayanan kesehatan perlu didukung mengingat
keberadaannya melalui kegiatan farmasi klinik terbukti memiliki
konstribusi besar dalam menurunkan insiden/kesalahan.
Apoteker harus berperan di semua tahapan proses yang meliputi :
a. Pemilihan
Pada tahap pemilihan perbekalan farmasi, risiko insiden/error dapat
diturunkan dengan pengendalian jumlah item obat dan penggunaan
obat-obat sesuai formularium.
b. Pengadaan
Pengadaan harus menjamin ketersediaan obat yang aman, efektif,
dan sesuai peraturan yang berlaku (legalitas) dan diperoleh dari
distributor resmi.
c. Penyimpanan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan untuk
menurunkan kesalahan pengambilan obat dan menjamin mutu obat:
1) Simpan obat dengan nama, tampilan dan ucapan mirip (look-alike,
sound-alike medication names) secara terpisah.
2) Obat-obat dengan peringatan khusus (high alert drugs) yang
dapat menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan,
simpan di tempat khusus.
3) Simpan obat sesuai dengan persyaratan penyimpanan.
10
d. Skrining Resep
Apoteker dapat berperan nyata dalam pencegahan terjadinya
medication error melalui kolaborasi dengan dokter dan pasien.
1) Identifikasi pasien minimal dengan dua identitas, misalnya nama
dan nomor rekam medik/ nomor resep.
2) Apoteker tidak boleh membuat asumsi pada saat melakukan
interpretasi resep dokter. Untuk mengklarifikasi ketidaktepatan
atau ketidakjelasan resep, singkatan, hubungi dokter penulis
resep.
3) Dapatkan informasi mengenai pasien sebagai petunjuk penting
dalam pengambilan keputusan pemberian obat, seperti :
- Data demografi (umur, berat badan, jenis kelamin) dan data
klinis (alergi, diagnosis dan hamil/menyusui).
- Hasil pemeriksaan pasien (fungsi organ, hasil laboratorium,
tanda-tanda vital dan parameter lainnya).
4) Membuat riwayat/catatan pengobatan pasien.
5) Permintaan obat secara lisan hanya dapat dilayani dalam keadaan
emergensi dan itupun harus dilakukan konfirmasi ulang untuk
memastikan obat yang diminta benar, dengan mengeja nama obat
serta memastikan dosisnya.
e. Dispensing
1) Peracikan obat dilakukan dengan tepat sesuai dengan SOP.
2) Pemberian etiket yang tepat.
3) Dilakukan pemeriksaan ulang oleh orang berbeda.
11
4) Pemeriksaan meliputi kelengkapan permintaan, ketepatan etiket,
aturan pakai, pemeriksaan kesesuaian resep terhadap obat,
kesesuaian resep terhadap isi etiket.
f. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
Edukasi dan konseling kepada pasien harus diberikan mengenai hal-
hal yang penting tentang obat dan pengobatannya. Hal-hal yang
harus diinformasikan dan didiskusikan pada pasien adalah :
1) Pemahaman yang jelas mengenai indikasi penggunaan dan
bagaimana menggunakan obat dengan benar.
2) Peringatan yang berkaitan dengan proses pengobatan.
3) Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang potensial, interaksi obat
dengan obat lain dan makanan harus dijelaskan kepada pasien.
4) Reaksi obat yang tidak diinginkan (Adverse Drug Reaction – ADR)
yang mengakibatkan cedera pasien, pasien harus mendapat
edukasi mengenai bagaimana cara mengatasi kemungkinan
terjadinya ADR tersebut.
5) Penyimpanan dan penanganan obat di rumah termasuk
mengenali obat yang sudah rusak atau kadaluarsa.
g. Penggunaan Obat
Apoteker harus berperan dalam proses penggunaan obat oleh pasien
rawat inap di rumah sakit dan sarana pelayanaan kesehatan lainnya,
bekerja sama dengan petugas kesehatan lain. Hal yang perlu
diperhatikan adalah :
1) Tepat pasien
2) Tepat indikasi
12
3) Tepat waktu pemberian
4) Tepat obat
5) Tepat dosis
6) Tepat label obat (aturan pakai)
7) Tepat rute pemberian
h. Monitoring dan Evaluasi
Apoteker harus melakukan monitoring dan evaluasi untuk mengetahui
efek terapi, mewaspadai efek samping obat, memastikan kepatuhan
pasien. Hasil monitoring dan evaluasi didokumentasikan dan
ditindaklanjuti dengan melakukan perbaikan dan mencegah
pengulangan kesalahan.
B. Resep Obat Yang Rasional
Resep adalah sebuah pesanan dalam bentuk tulisan yang
diberikan oleh dokter kepada apoteker. Disamping nama penderitanya,
pesanan obat juga termasuk perintah kepada apoteker dan petunjuk
untuk penderita. Resep juga didefinisikan sebagai
pesanan/permintaantertulis dari seorang dokter kepada apoteker untuk
membuat atau menyerahkan obat kepada pasien. Orang atau petugas
yang berhak menulis resep ialah dokter; dokter gigi, terbatas pada
pengobatan gigi dan mulut; serta dokter hewan, terbatas pengobatan
untuk hewan. Resep harus terbaca jelas dan lengkap. Jika resep tidak
dapat dibaca dengan jelas atau tidak lengkap, apoteker harus
menanyakan kepada dokter penulis resep.
13
Supaya proses pengobatan berhasil maka resepnya harus baik
dan benar (rasional). Resep yang rasional harus memuat (Anief, 2008) :
1. Nama, alamat, dan nomor izin praktek dokter, dokter gigi, dan dokter
hewan.
2. Tanggal penulisan resep (inscriptio).
3. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep.
4. Nama setiap obat atau komponen obat (invocatio).
5. Aturan pemakaian obat yang tertulis (signatura).
6. Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep, sesuai dengan
perundang-undangan yang berlaku (subscriptio).
7. Nama serta alamat pasien.
8. Tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat
yang jumlahnya melebihi dosis maksimal.
Menurut (WHO, 1995) Peresepan rasional merupakan peresepan
dimana pasien menerima obat yang tepat berdasarkan keperluan klinis
dengan dosis, cara pemberian dan lamanya yang tepat, dan dengan cara
yang mendorongketaatan pasien (patient compliance), dan dengan harga
yang paling murah terhadap pasien dan komunitas.
C. Kelengkapan Resep
Resep dapat dikenali dengan mengidentifikasi bagian-bagiannya.
Menurut teori, resep terdiri atas lima bagian penting yaitu Invecato,
Inscriptio, Praescriptio, Signatura dan Subcriptio. Penjelasan kelima
bagian penting tersebut sebagai berikut:
1. Invecato yaitu tanda buka penulisan resep dengan R/
14
2. Inscriptio, yaitu tanggal dan tempat ditulisnya resep
3. Praescriptio atau ordinatio adalah nama obat, jumlah dan cara
membuatnya
4. Signatura, merupakan aturan pakai dari obat yang tertulis
5. Subcriptio adalah Paraf/tanda tangan dokter yang menulis resep
Secara sistematis, Apoteker dapat menilai keabsahan suatu resep
secara administrasi dengan menilai kelengkapan bagian resep tersebut.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 280 tahun 1981 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pengelolaan Apotek, resep yang lengkap harus
memuat:
a. Nama, alamat dan nomor izin praktek dokter, dokter gigi atau dokter
hewan;
b. Tanggal penulisan resep, nama setiap obat atau komposisi obat,
jumlah obat, dan cara pemakaian;
c. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep;
d. Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep;
e. Jenis hewan dan serta nama alamat pemiliknya untuk resep dokter
hewan;
f. Tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat
yang jumlahnya melebihi dosis maksimal.
D. Polifarmasi (Terrie, 2004)
Polifarmasi didefinisikan sebagai penggunaan bersamaan 5
macam atau lebih obat-obatan oleh pasien yang sama. Namun,
15
polifarmasi tidak hanya berkaitan dengan jumlah obat yang dikonsumsi.
Secara klinis, kriteria untuk mengidentifikasi polifarmasi meliputi :
1. Menggunakan obat-obatan tanpa indikasi yang jelas.
2. Menggunakan terapi yang sama untuk penyakit yang sama.
3. Penggunaan bersamaan obat-obatan yang berinteraksi.
4. Penggunaan obat dengan dosis yang tidak tepat.
5. Penggunaan obat-obatan lain untuk mengatasi efek samping obat.
Polifarmasi meningkatkan risiko interaksi antara obat dengan obat
atau obat dengan penyakit. Populasi lanjut usia memiliki risiko terbesar
karena adanya perubahan fisiologis yang terjadi dengan proses penuaan.
Perubahan fisiologis ini, terutama menurunnya fungsi ginjal dan hepar,
dapat menyebabkan perubahan proses farmakodinamik dan
farmakokinetik obat tersebut.
E. Interaksi Obat
1. Definisi
Interaksi obat merupakan satu dari delapan kategori masalah
terkait obat (drug-related problem) yang diidentifikasi sebagai kejadian
atau keadaan terapi obat yang dapat mempengaruhi outcome klinis
pasien. Sebuah interaksi obat terjadi ketika farmakokinetika atau
farmakodinamika obat dalam tubuh diubah oleh kehadiran satu atau lebih
zat yang berinteraksi (Piscitelli, 2005).
Dua atau lebih obat yang diberikan pada waktu yang sama dapat
berubah efeknya secara tidak langsung atau dapat berinteraksi. Interaksi
16
bisa bersifat potensiasi atau antagonis efek satu obat oleh obat lainnya,
atau adakalanya beberapa efek lainnya (Martin, 2009).
Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat
meningkatkan toksisitas dan atau mengurangi efektivitas obat yang
berinteraksi terutama bila menyangkut obat dengan batas keamanan
yang sempit (indeks terapi yang rendah) (Setiawati, 2007).
2. Mekanisme Interaksi Obat (Hashem, 2005)
Pemberian suatu obat (A) dapat mempengaruhi aksi obat lainnya
(B) dengan satu dari dua mekanisme berikut:
a. Modifikasi efek farmakologi obat B tanpa mempengaruhi
konsentrasinya di cairan jaringan (interaksi farmakodinamik).
b. Mempengaruhi konsentrasi obat B yang mencapai situs aksinya
(interaksi farmakokinetik).
1) Interaksi ini penting secara klinis mungkin karena indeks terapi
obat B sempit (misalnya, pengurangan sedikit saja efek akan
menyebabkan kehilangan efikasi dan atau peningkatan sedikit saja
efek akan menyebabkan toksisitas).
2) Interaksi ini penting secara klinis mungkin karena kurva dosis-
respon curam (sehingga perubahan sedikit saja konsentrasi
plasma akan menyebabkan perubahan efek secara substansial).
3) Untuk kebanyakan obat, kondisi ini tidak ditemui, peningkatan
yang sedikit besar konsentrasi plasma obat-obat yang relatif tidak
toksik seperti penisilin hampir tidak menyebabkan peningkatan
masalah klinis karena batas keamanannya lebar.
17
4) Sejumlah obat memiliki hubungan dosis-respon yang curam dan
batas terapi yang sempit, interaksi obat dapat menyebabkan
masalah utama, sebagai contohnya obat antitrombotik,
antidisritmik, antiepilepsi, litium, sejumlah antineoplastik dan obat-
obat imunosupresan.
F. Gastritis
1. Definisi
Gastritis adalah inflamasi dari mukosa lambung. Gastritis
merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa
lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difus atau lokal (Prince dan
Wilson, 2006). Gastritis dibagi menjadi 2 yaitu gastritis akut dan gastritis
kronik. Gastritis akut adalah kelainan klinik akut yang jelas penyebabnya
dengan tanda dan gejala yang khas, biasanya ditemukan sel inflamasi
akut dan neutrofil. Sedangkan gastritis kronik merupakan suatu
peradangan bagian permukaan mukosa lambung yang menahun, yang
disebabkan oleh ulkus dan berhubungan dengan Helicobacter pylori
(Mansjoer, 2001).
2. Penyebab
Terjadinya gastritis disebabkan karena produksi asam lambung
yang berlebih, asam lambung yang semula membantu lambung malah
merugikan lambung. Dalam keadaaan normal lambung akan
memproduksi asam sesuai dengan jumlah makanan yang masuk. Tetapi
bila pola makan kita tidak teratur, lambung sulit beradaptasi dan lama
18
kelamaan mengakibatkan produksi asam lambung yang berlebih
(Uripi,2002).
3. Faktor Pemicu Kekambuhan Gastritis
a. Faktor makan (pola makan)
Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran
mengenai jumlah, frekuensi dan jenis bahan makanan yang
dikonsumsi tiap hari (Almatsier, 2004). Pola makan yang baik dan
teratur merupakan salah satu dari penatalaksanaan gastritis dan juga
merupakan tindakan preventif dalam mencegah kekambuhan gastritis.
Penyembuhan gastritis membutuhkan pengaturan makanan sebagai
upaya untuk memperbaiki kondisi pencernaan (Uripi, 2002).
b. Faktor obat-obatan
Obat-obatan yang mengandung salisilat (sering digunakan sebagai
obat pereda nyeri) dalam tingkat konsumsi yang berlebihan dapat
menimbulkan gastritis (Uripi, 2002). Efek salisilat terhadap saluran
cerna adalah perdarahan lambung yang berat dapat terjadi pada
pemakaian dalam dosis besar. Salisilat merupakan agen-agen yang
sering dikonsumsi oleh masyarakat yang kurang mengerti tentang
penggunaan obat (Prince dan Wilson, 2006).
c. Faktor Psikologis
Stres baik primer maupun sekunder dapat menyebabkan peningkatan
produksi asam lambung dan gerakan peristaltik lambung. Stres juga
akan mendorong gesekan antar makanan dan dinding lambung
menjadi bertambah kuat (Coleman, 1992). Hal ini dapat menyebabkan
terjadinya luka dalam lambung. Penyakit maag (gastritis) dapat
19
ditimbulkan oleh berbagai keadaan yang pelik sehingga mengaktifkan
rangsangan/iritasi mukosa lambung semakin meningkat
pengeluarannya, terutama pada saat keadaan emosi, ketegangan
pikiran dan tidak teraturnya jam makan.
4. Obat Gastritis (Schmitz, dkk. 2009)
Obat anti Tukak Lambung (Gastritis) dapat digolongkan menjadi
antasida, antagonis histamin H2, penghambat pompa proton, pelindung
mukosa, analog prostaglandin E1, dan peningkat faktor pertahanan
lambung.
a. Golongan Antasida
Obat golongan antasida terdiri atas atas aluminium, magnesium,
kalsium karbonat, dan Natrium bikarbonat. Mekanisme kerja antasida
yaitu menetralisis atau mendapar sejumlah asam tetapi tidak melalui
efek langsung, atau menurunkan tekanan esophageal bawah (LES).
Kegunaan antasida sangat dipengaruhi oleh rata-rata disolusi; efek
fisiologi kation; kelarutan air; dan ada atau tidak adanya makanan.
b. Golongan Antagonis Reseptor Histamin H2
Obat golongan antagonis reseptor H2 terdiri atas Simetidin,
Ranitidine,Famotidin, Nisatidin. Mekanisme kerja antagonis reseptor
histamin H2 adalah menghambat sekresi asam lambung dengan
melakukan inhibisi kompetitif terhadap reseptor histamin H2 yang
terdapat pada sel parietal dan menghambat sekresi asam lambung
yang distimulasi oleh makanan, ketazol, pentagrastin, kafein, insulin,
dan refleks fisiologi vagal. Struktur kimia untuk ranitidine, famotidin,
dan simetidin berbeda, simetidin mengandung cincin imidazol,
20
famotidin mengandung cincin tiazol, dan ranitidine mengandung cincin
furan.
c. Golongan Penghambat Pompa Proton
Obat golongan penghambat pompa proton terdiri atas omeprazol,
lansoprazol,rabeprazol. Pada pH netral, penghambat pompa proton
secara kimia stabil, larut lemak, dan merupakan basa lemah.
Penghambat pompa proton mengandung gugus sulfinil pada
jembatan antara benzimidazol tersubstitusi dan cincin piridin.
Mekanisme kerja penghambat pompa proton adalah basa lemah
netral mencapai sel parietal dari darah dan berdifusi ke dalam
sekretori kanalikuli, tempat obat terprotonasi dan terperangkap. Zat
yang terprotonasi membentuk asam sulfenik dan sulfanilamide.
Sulfanilamide berinteraksi secara kovalen dengan gugus sulfhidril
pada sisi kritis luminal tempat H+,K+-ATPase, kemudian terjadi
inhibisi penuh dengan dua molekul dari inhibitor mengikat tiap molekul
enzim.
d. Golongan Pelindung Mukosa
Obat golongan pelindung mukosa yaitu; sukralfat. Mekanisme kerja
sukralfat adalah membentuk kompleks ulser adheren dengan eksudat
protein seperti albumin dan fibrinogen pada sisi ulser dan
melindunginya dari serangan asam, membentuk barier viskos pada
permukaan mukosa di lambung dan duodenum, serta menghambat
aktivitas pepsin dan membentuk ikatan garam dengan empedu.
Sukralfat sebaiknya dikonsumsi pada saat perut kososng untuk
mencegah ikatan dengan protein dan fosfat.
21
e. Golongan Analog Prostaglandin E1 ( Misoprostol.)
Mekanisme kerja misoprostol adalah meningkatkan produksi mucus
lambung dan sekresi mukosa, menghambat sekresi asam lambung
dengan kerja langsung ke sel parietal, dan menghambat sekresi asam
lambung yang distimulasi makanan, histamin dan pentagastrin.
f. Golongan Peningkatan Faktor Pertahanan Lambung ( Teprenon )
Mekanisme kerja teprenon adalah meningkatkan mukosa lambung
dan usus besar dari efek merusak yang ditimbulkan NSAIDs baik
secara langsung maupun secara tidak langsung. Teprenon dapat
bekerja secara langsung karena teprenon merupakan sediaan
prostaglandin yang melindungi mukosa lambung dan usus besar dari
luka, dan secara tidak langsung melalui kemampuan sitoprotektifnya
yang mudah menyesuaikan atau percepatan sintesis prostaglandin
endogen dengan efek iritasi yang rendah.
5. Interaksi Obat Tukak Lambung (Gastritis) (Harkness, 1989)
a. Antasida
1) Antasida – Amfetamin
Efek amfetamin dapat meningkat. Akibatnya : dapat terjadi efek
samping merugihkan karena kebanyakan amfetamin seperti
gelisah, mudah terangsang, jantung berdebar, penglihatan kabur,
dan mulut kering.
2) Antasida – Simetidin (tagamet)
Efek simetidin dapat berkurang. Akibatnya : tukak mungkin tidak
dapat diobati dengan baik.
22
3) Antasida (yang mengandung magnesium) – Kortikosteroida
Kombinasi ini dapat menyebabkan tubuh kehilangan terlalu
banyak kalium dan menahan terlalu banyak natrium.
4) Antasida – Prokainamid
Efek prokainamid dapat meningkat. Akibatnya : dapat terjadi efek
samping merugihkan yang tidak dikehendaki karena terlalu
banyak prokainamid, disertai gejala pingsan (akibat penurunan
tekanan darah) dan aritmia ventrikuler.
5) Antasida – Pseudoefedrin
Efek pseudoefedrin dapat meningkat. Akibatnya : dapat terjadi
efek samping merugihkan karena terlalu banyak pseudoefedrin.
Gejala yang dilaporkan : jantung berdebar, gelisah dan mudah
terangsang, pusing, halusinasi, dan sifat yang menyimpang dari
biasanya.
6) Antasida – Kinidin
Efek kinidin dapat meningkat. Akibatnya : dapat terjadi efek
samping merugihkan karena terlalu banyak kinidin, disertai gejala
aritmia ventrikular, jantung berdebar, sakit kepala, pusing,
gangguan penglihatan, dan telinga berdenging.
7) Antasida – Kinin
Efek kini dapat meningkat. Akibatnya : dapat terjadi efek samping
merugihkan karena terlalu banyak kinin. Gejala yang dilaporkan :
sakit kepala, pusing, gangguan penglihatan dan telinga
berdenging.
23
b. Antikolinergika
1) Antikolinergika – Amantadin
Kombinasi ini dapat menimbulkan efek samping secara
berlebihan. Akibatnya : mulut kering, penglihatan kabur, pusing,
sembelit, kesulitan kencing, iritasi lambung, nanar, jantung
bedebar, mungkin psikosis toksik.
2) Antikolinergika – Antasida
Efek antikolinergik dapat berkurang. Akibatnya : antikolinergika
mungkin tidak bekerja sebagaimana diharapkan.
3) Antikolinergika – Antidepresan
Kombinasi ini dapat menimbulkan efek samping antikolinergik
secara berlebihan. Akibatnya : mulut kering, penglihatan kabur,
pusing, sembelit, kesulitan kencing, iritasi lambung, bicara tidak
jelas, nanar, jantung, berdebar, mungkin psikosis toksik.
4) Antikolinergika – Antidiskinetika
Kombinasi ini dapat menimbulkan efek samping antikolinergik
secara berlebihan. Akibatnya : mulut kering, penglihatan kabur,
pusing, sembelit, kesulitan kencing, iritasi lambung, bicara tidak
jelas, nanar, jantung, berdebar, mungkin psikosis toksik.
5) Antikolinergika – Antihistamin
Kombinasi ini dapat menimbulkan efek samping antikolinergik
secara berlebihan. Akibatnya : mulut kering, penglihatan kabur,
pusing, sembelit, kesulitan kencing, iritasi lambung, bicara tidak
jelas, nanar, jantung, berdebar, mungkin psikosis toksik.
24
6) Antikolinergika – Antipsikotika
Kombinasi ini dapat menimbulkan efek samping antikolinergik
secara berlebihan. Akibatnya : mulut kering, penglihatan kabur,
pusing, sembelit, kesulitan kencing, iritasi lambung, bicara tidak
jelas, nanar, jantung, berdebar, mungkin psikosis toksik.
7) Antikolinergika – Digoksin
Efek digoksin dapat meningkat. Akibatnya : mungkin terjadi efek
samping karena terlalu banyak digoksin, disertai gejala mual,
gangguan penglihatan, bingung, kehilang selera makan, tak
bertenaga, sakit kepala, dan denyut jantung tidak teratur.
8) Antikolinergika – Disopiramid
Kombinasi ini dapat menimbulkan efek samping antikolinergik
secara berlebihan. Akibatnya : mulut kering, penglihatan kabur,
pusing, sembelit, kesulitan kencing, iritasi lambung, bicara tidak
jelas, nanar, jantung, berdebar, mungkin psikosis toksik.
9) Antikolinergika – Levodopa
Kombinasi ini dapat menimbulkan efek samping antikolinergik
secara berlebihan. Akibatnya : mulut kering, penglihatan kabur,
pusing, sembelit, kesulitan kencing, iritasi lambung, bicara tidak
jelas, nanar, jantung, berdebar, mungkin psikosis toksik.
10) Antikolinergika – Kinidin
Kombinasi ini dapat menimbulkan efek samping antikolinergik
secara berlebihan. Akibatnya : mulut kering, penglihatan kabur,
pusing, sembelit, kesulitan kencing, iritasi lambung, bicara tidak
jelas, nanar, jantung, berdebar, mungkin psikosis toksik.
25
11) Antikolinergika – Kinin
Kombinasi ini dapat menimbulkan efek samping antikolinergik
secara berlebihan. Akibatnya : mulut kering, penglihatan kabur,
pusing, sembelit, kesulitan kencing, iritasi lambung, bicara tidak
jelas, nanar, jantung, berdebar, mungkin psikosis toksik.
c. Simetidin
1) Simetidin – Antasida
Efek simetidin dapat berkurang. Akibatnya : tukak mungkin tidak
terobati dengan baik.
2) Simetidin – Antikoagulan
Efek simetidin dapat berkurang. Akibatnya : resiko perdarahan
meningkat.
3) Simetidin – Kofein
Efek kofein dapat meningkat. Akibatnya : mungkin terjadi
kofeinisme disertai gejala gelisah dan mudah terangsang, sakit
kepala, tremor, pernapasan cepat, dan insomnia.
4) Simetidin – Fenitoin
Efek fenitoin dapat meningkat. Akibatnya : mungkin terjadi efek
samping merugihkan karena terlalu banyak fenitoin disertai gejala
gangguan penglihatan dan hilangnya koordinasi.
5) Simetidin – Sukralfat
Efek sukralfat dapat berkurang. Akibatnya : tukak mungkin tidak
terobati dengan baik.
26
6) Simetidin – trankuilansia
Efek trankuilansia dapat meningkat. Akibatnya : efek samping
merugihkan karena terlalu banyak trankuilansia disertai gejala
sedasi berlebihan, mengantuk, hilang koordinasi dan
kewaspadaan mental.
d. Sukralfat
1) Kerja sukralfat dapat berkurang. Akibatnya : tukak mungkin tidak
terobati sebagaimana mestinya.
27
G. Kerangka Teori
Sumber : Modifikasi (Notoatmodjo, 2010)
Medication Error Faktor Predisposisi
- Prescribing Error
- Transcription Error
Faktor Pendukung
- Administration Error
- Dispensing Error
Faktor Penguat
- System
- Komunikasi antar
Profesi
- Regulasi
Peresepan Obat
- Rasional
- Tidak Rasional
28
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian non-
eksperimental dengan pendekatan deskriptif, yaitu suatu metode yang
memberikan gambaran atau keadaan objek yang diteliti berdasarkan data
yang dikumpulkan kemudian di analisis oleh penulis sehingga dapat di
ambil keputusan dan kesimpulan yang tepat.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan April - Mei 2014. Lokasi
penelitian di seluruh Apotek Kimia Farma Palembang.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi penelitian adalah semua Resep Gastritis yang dilayani di Apotek
Kimia Farma pada bulan Januari – Maret 2014 yang berjumlah ± 1000
resep.
2. Sampel
Sampel penelitian yaitu Resep Gastritis pada bulan Januari – Maret 2014
yang diambil menggunakan rumus Random Sampling. Teknik
pengambilan sampel dilakukan secara sampel acak (Random Sample)
29
yaitu setiap anggota populasi itu mempunyai kesempatan yang sama
untuk diambil sebagai sample.
Rumus Notoatmodjo :
푛 = N
1 + N(푑)
푛 = 1000
1 + 1000 (0,05)
푛 = 285,7 ≈ 286
Keterangan : n : Besar Sampel
N : Besar Populasi
d : Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (0,05)
D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
1. Kriteria Inklusi
a. Resep gastritis yang masuk di apotek Kimia Farma periode Januari –
Maret 2014.
2. Kriteria Eksklusi
a. Salinan resep yang sudah ada resep aslinya, dan resep yang rusak.
E. Cara Pengambilan Data
Peneliti mendatangi seluruh Apotek Kimia Farma di Kota
Palembang. Kemudian peneliti mengumpulkan resep yang akan dijadikan
sampel secara acak (Random Sample). Sampel dianalisa satu persatu
dan dicatat kesalahannya. Selanjutnya, hasil yang diperoleh di buat
kedalam bentuk tabel dengan format yang telah disediakan.
30
Keterangan :
A = Nama dokter H = Aturan pakai
B = Alamat dokter I = Tanda tangan/paraf dokter
C = SIP J = Tanda seru u/ obat yang
D = Tanggal resep melebihi dosis maksimal
E = Tanda R/ K = Nama pasien
F = Nama obat L = Alamat pasien
G = Dosis M = Umur pasien
F. Alat Pengumpulan Data
Alat yang akan digunakan pada penelitian ini berupa alat tulis,
kertas, kalkulator dan kamera.
G. Variabel Penelitian
1. Variabel Independent : Kelengkapan Administratif Resep, Polifarmasi dan
Interaksi obat.
2. Variabel dependent : Potensi Medication Error.
NO
Identitas
Dokter Penulisan
Identitas
Pasien Polifarmasi Interaksi
Obat Ket
A B C D E F G H I J K L M
31
H. Definisi Operasional
1. Kelengkapan Administratif Resep
Definisi : Persyaratan administratif yang meliputi ;
a. Nama, alamat, SIP dokter
b. Tanggal penulisan resep, tanda R/, nama obat, dosis
c. Aturan pemakaian, tanda tangan / paraf dokter
d. Nama, alamat, dan umur pasien
e. Tanda seru untuk obat yang jumlahnya melebihi
dosis maksimal.
Cara ukur : Observasi
Alat ukur : Surat Keputusan MenKes No.280 tahun 1981
Skala ukur : Nominal
Hasil ukur : Persentase
2. Polifarmasi
Definisi : Penulisan resep obat yang berlebihan dengan kriteria
terapi yang sama.
Cara ukur : Observasi
Alat ukur : Literatur
Skala ukur : Nominal
Hasil ukur : Persentase
3. Interaksi Obat
Definisi : Dua atau lebih obat yang diberikan pada waktu yang
sama, menyebabkan berubahnya efek obat secara tidak
langsung, bisa bersifat potensiasi atau antagonis.
Cara ukur : Self Assessment
32
Alat ukur : Literatur
Skala ukur : Nominal
Hasil ukur : Persentase
4. Potensi Medication Error
Definisi : Kejadian yang potensial mengakibatkan kesalahan terapi
Cara ukur : Self Assessment
Alat ukur : SK MenKes No.280 tahun 1981 dan Literatur
Skala ukur : Ordinal
Hasil ukur : Berpotensi ME dan Tidak berpotensi ME ( dalam
persentase)
a. Berpotensi ME
1) Potensi tinggi :
- Nama obat
- Dosis
- Aturan pakai
- Umur pasien
- seru u/ obat yang melebihi dosis maksimal
- Terapi yang sama
- Interaksi antar obat
2) Potensi sedang :
- Tanggal resep
- Tanda R/
- Tanda tangan/paraf dokter
3) Potensi rendah :
- Nama dokter
33
- Alamat dokter
- SIP
- Nama pasien
- Alamat pasien
b. Tidak berpotensi ME
1) Resep yang Kelengkapan Administratifnya lengkap
2) Resep yang tidak ada polifarmasinya
3) Resep yang tidak berinteraksi yang merugihkan.
I. Kerangka Operasional
Resep
Pencatatan
Pencatatan Kelengkapan Administratif
Resep
Pencatatan Polifarmasi
Analisa
Tidak Berpotensi ME
Berpotensi ME
Apotek
Pencatatan Interaksi Obat
34
J. Cara Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh akan diolah dengan menggunakan program
SPSS 16,0 dan dianalisis menggunakan Descriptive Statistics. Kemudian,
hasil Descriptive Statistics yang berupa persentase kelengkapan
administratif resep, persentase polifarmasi, dan persentase interaksi obat
di olah lagi menggunakan Multiple Regression untuk menentukan
seberapa besar potensi medication error yang dapat ditimbulkan. Setelah
selesai, penulis akan mengecek kembali data yang sudah diproses dan
hasilnya disajikan dalam bentuk tabel.
K. Rencana Kegiatan
Bulan
Kegiatan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Pembuatan
proposal
Penyerahan
proposal
Seminar
proposal
Persiapan
Penelitian
Penelitian
35
Pengolahan
Data
Penyusunan
KTI
Penyerahan
KTI
UAP
Perbaikan
KTI
36
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S, 2004. Penuntun Diet. Jakarta : Gramedia Pustaka Umum.
Anief, M, 2008. Ilmu Meracik Obat Teori Dan Praktek. Cetakan ke- 14.
Yogyakarta: Gajah Mada University- Press. Halaman 10 – 11.
Cohen, M.R, 1991. Causes of Medication Error. American Pharmaceutical
Association. Washington DC.
Cohen, M.R, 1999. Medical Errors. American Pharmaceutical Association.
Washington DC.
Coleman, V, 1992. Stres dan Lambung Anda. Jakarta : Arca.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1981. Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 280/MenKes/SK/V/1981. Tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pengelolaan Apotek. Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004. Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027 MenKes/SK/IX/2004.
Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta.
37
Fowler, S.B., Sohler, Patricia, Zarillo, D.F, 2009. Bar Code Technology for
Medication Administration: Medication Errors and Nurse Satisfaction.
Volume 18.
Harkness, R, 1989. Interaksi Obat. Penerbit: ITB Bandung.
Hashem, 2005. Drug-Drug Herb-Drug & Food-Drug Interaction. Kairo: Faculty of
Medicine Cairo University.
Mansjoer, A, 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I Edisi ke Tiga. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: Media Aescu lapius.
Martin, J, 2009. British National Formulary 58. September 2009. London: BMJ
Group and RPS Publishing. Halaman 720.
Notoatmodjo, S, 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: P.T Rineka
Cipta.
Perwitasari, D.A., Abror, J., Wahyuningsih, I, 2010. Medication error in outpatient
of a government hospital in Yogyakarta Indonesia. International Journal
of Pharmaceutical Sciences Review and Research. Volume 1; 8-10.
38
Piscitelli, Stephen, C., Keith, A., Rodvold, Masur, H, 2005. Drug Interactions in
Infectious Disease. Second Ed i t ion . New Jersey: Humana Press
Inc.
Prince, S.A., Wilson, L.M, 2006. Pathofisiologi: Konsep Klinis proses-proses
penyakit. Edisi 6. volume II. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Rahmawati, F., dan Oetari, R.A, 2002. Kajian penulisan resep: tinjauan aspek
legalitas dan kelengkapan resep di apotek-apotek Kotamadya
Yogyakarta. Majalah Farmasi Indonesia 13:86-94.
Schmitz, G., Lepper, H., Heidrich, M, 2009. Farmakologi dan Toksikologi. Ed III.
Penerbit: buku kedokteran EGC.
Senjaya, A., Ridwan, A.j., Lestari, A., dkk, 2011. Medication Error. Makalah
Pelayanan Kefarmasian. Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. Depok.
Setiawati, A, 2007. Interaksi obat, dalam Farmakologi dan Terapi. Edisi V.
Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta: Gaya Baru.
39
Simamora, S., Paryanti, Mangunsong, S, 2011. Peran Tenaga Teknis
Kefarmasian Dalam Menurunkan Angka Kejadian Medication Error.
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan. Volume 14.
Siregar, Charles, J.P., dan Kumolosasi, E, 2006. Farmasi Klinik Teori dan
Penerapan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Terrie, Y.C, 2004. Understanding and managing polypharmacy in the elderly.
Pharmacy times.
Uripi, 2002. Menu Untuk Penderita Hepatitis dan saluran Pencernaan. Jakarta:
Puspa Swara.
[WHO] World Health Organization, 1995. Physical Status: The Use and
Interpretation of Antropometry. World Health Organization. Geneva.
Yulida, E., Oktaviyanti, I.K., Rosida, L, 2013. Gambaran Derajat Infiltrasi Sel
Radang dan Infeksi Helicobacter pylori Pada Biopsi Lambung Pasien
Gastritis. Berkala Kedokteran Volume 9.
40
BIODATA
Nama : Arief Wibisana
Nama Panggilan : Arief
Tempat Tanggal Lahir : Curup, 04 Oktober 1993
Alamat : Jl.Purwodadi, RT: 017. RW: 005. Desa Tempel
Rejo, Curup Selatan, Bengkulu
Agama : Islam
Nama Orang Tua
Ayah : Aswawarman
Ibu : Eri Suzana
Jumlah Saudara : 4
Anak Ke : 2
Riwayat Pendidikan : 1. SD Negeri 41 Curup
2. SMP Negeri 1 Curup
3. SMA Negeri 1 Curup