kelayakan serial animasi sebagai tontonan anak

12
KELAYAKAN SERIAL ANIMASI SEBAGAI TONTONAN ANAK Feasibility of Animated Series as a Children's Spectacle Marlina Balai Bahasa Provinsi Riau, Riau, Indonesia Jalan Binawidya, Kampus UNRI, Panam, Pekanbaru. Telp.08127630790 Pos-el [email protected] Diajukan: 27 April 2017, direvisi: 15 Mei 2017 Abstract Animated series as a children’s favorite spectacle, not only contain positive values (entertainment, educational, moral and religious teaching), but also contain negative values (violence, pornography). As a matter of fact, the children's world is a world that always mimics what is seen and watched. Animated series containing negative values would negatively influence the growing children. Animated series used as research materials are some of the animated series that are broadcasted on television stations in Indonesia. This study applies structuralism approach which observes aspects that construct the animated series. This study aims to assess the feasibility of the animated series broadcasted on television stations as the spectacle of children. They are obtained by describing the characters, as well as by assessing the positive and negative values contained in the animated series. Descriptions are obtained by observing listening, understanding, and parsing them one by one. The result shows that there are some of the animated series broadcasted on television are worth watching for children and some other animated series are not worth watching for children. Keywords: worthiness, animation series, spectacle, children Abstrak Serial animasi sebagai tontonan kegemaran anak-anak, selain mengandung nilai-nilai positif (hiburan, pendidikan, pengajaran moral dan agama), ternyata juga mengandung nilai-nilai negatif (kekerasan, pornografi dan pornoaksi). Sementara dunia anak-anak adalah dunia yang selalu meniru apa yang dilihat dan ditontonnya. Serial animasi yang mengandung nilai-nilai negatif tentu akan memberikan dampak buruk bagi perkembangan anak. Serial animasi yang dijadikan sebagai bahan penelitian adalah beberapa serial animasi yang ditayangkan di stasiun televisi nusantara. Penelitian ini menggunakan pendekatan strukturalisme, yakni mengkaji aspek yang membangun serial animasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kelayakan serial animasi yang ditayangkan di stasiun televisi sebagai tontonan anak-anak. Hal ini diperoleh dengan mendeskripsikan karakter tokoh, serta mengkaji nilai-nilai positif dan nilai-nilai negatif yang terdapat di dalam serial animasi. Deskripsi diperoleh dengan mengamati menyimak, memahami, dan menguraikannya satu persatu. Hasilnya menunjukkan ada beberapa dari serial animasi yang tayang di televisi yang layak ditonton anak-anak dan ada beberapa serial animasi yang tidak layak ditonton anak-anak. Kata kunci: kelayakan, serial animasi, tontonan, anak

Upload: others

Post on 29-Oct-2021

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KELAYAKAN SERIAL ANIMASI SEBAGAI TONTONAN ANAK

KELAYAKAN SERIAL ANIMASI SEBAGAI TONTONAN ANAK

Feasibility of Animated Series as a Children's Spectacle

Marlina

Balai Bahasa Provinsi Riau, Riau, Indonesia Jalan Binawidya, Kampus UNRI, Panam, Pekanbaru. Telp.08127630790

Pos-el [email protected] Diajukan: 27 April 2017, direvisi: 15 Mei 2017

Abstract

Animated series as a children’s favorite spectacle, not only contain positive values (entertainment, educational, moral and religious teaching), but also contain negative values (violence, pornography). As a matter of fact, the children's world is a world that always mimics what is seen and watched. Animated series containing negative values would negatively influence the growing children. Animated series used as research materials are some of the animated series that are broadcasted on television stations in Indonesia. This study applies structuralism approach which observes aspects that construct the animated series. This study aims to assess the feasibility of the animated series broadcasted on television stations as the spectacle of children. They are obtained by describing the characters, as well as by assessing the positive and negative values contained in the animated series. Descriptions are obtained by observing listening, understanding, and parsing them one by one. The result shows that there are some of the animated series broadcasted on television are worth watching for children and some other animated series are not worth watching for children. Keywords: worthiness, animation series, spectacle, children

Abstrak

Serial animasi sebagai tontonan kegemaran anak-anak, selain mengandung nilai-nilai positif (hiburan, pendidikan, pengajaran moral dan agama), ternyata juga mengandung nilai-nilai negatif (kekerasan, pornografi dan pornoaksi). Sementara dunia anak-anak adalah dunia yang selalu meniru apa yang dilihat dan ditontonnya. Serial animasi yang mengandung nilai-nilai negatif tentu akan memberikan dampak buruk bagi perkembangan anak. Serial animasi yang dijadikan sebagai bahan penelitian adalah beberapa serial animasi yang ditayangkan di stasiun televisi nusantara. Penelitian ini menggunakan pendekatan strukturalisme, yakni mengkaji aspek yang membangun serial animasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kelayakan serial animasi yang ditayangkan di stasiun televisi sebagai tontonan anak-anak. Hal ini diperoleh dengan mendeskripsikan karakter tokoh, serta mengkaji nilai-nilai positif dan nilai-nilai negatif yang terdapat di dalam serial animasi. Deskripsi diperoleh dengan mengamati menyimak, memahami, dan menguraikannya satu persatu. Hasilnya menunjukkan ada beberapa dari serial animasi yang tayang di televisi yang layak ditonton anak-anak dan ada beberapa serial animasi yang tidak layak ditonton anak-anak.

Kata kunci: kelayakan, serial animasi, tontonan, anak

Page 2: KELAYAKAN SERIAL ANIMASI SEBAGAI TONTONAN ANAK

Kelasa, Vol. 12, No. 1, Juni 2017: 47—58

48

1. Pendahuluan

Dewasa ini, tidak dapat dipungkiri, anak-anak negeri ini sangat tergantung dengan televisi. Hampir sebagian dari waktu mereka, mereka habiskan di depan layar kaca tersebut. Visualisasi gambar yang hidup, membuat tontonan televisi menjadi objek yang paling menarik bagi anak. Ditambah lagi dengan jalan cerita, penciptaan tokoh yang unik, menyebabkan tontonan televisi menjadi kebutuhan utama bagi anak-anak.

Di antara beberapa program untuk anak yang tayang di televisi, serial kartun atau film animasi merupakan tontonan yang paling digemari oleh anak-anak. Hal ini disebabkan karena tampilan gambar yang menarik, alur cerita yang imajinatif dan ide cerita yang biasanya juga menarik bagi anak-anak. Serial kartun biasanya menjadi tontonan utama bagi anak-anak.

Film animasi sebenarnya bisa digunakan sebagai salah satu media pengajaran bagi anak, untuk menyampaikan pesan-pesan edukatif dan moral. Dampak positif film animasi di antaranya menambah pengetahuan dan wawasan anak, meningkatkan kemampuan berpikir dan ide anak, merangsang anak menjadi lebih kreatif, serta menimbulkan rasa empati pada anak. Sementara menurut sudut pandang psikologi, film animasi dapat menambah perbendaharaan kosa kata anak, mempelajari hal-hal baru, dan meningkatkan rasa ingin tahu pada anak.

Dari beberapa serial animasi yang ditayangkan stasiun-stasiun televisi kita, yang dikonsumsi oleh anak-anak Indonesia, beberapa di antaranya memiliki nilai positif yang

bisa berdampak baik bagi anak-anak. Akan tetapi cukup banyak juga yang mengandung nilai-nilai negatif yang juga akan berdampak tidak baik bagi anak-anak.

Media televisi memiliki kekuatan visualisasi luar biasa yang bisa mempengaruhi penonton untuk meniru apa yang ditayangkan. Apalagi jika penontonnya adalah kalangan anak-anak dan remaja. Penonton anak-anak belum mampu mengkritisi atau menfilter tayangan televisi yang masuk ke otaknya. Ditambah lagi daya pikir anak-anak masih labil. Sebagaimana karakter anak-anak, akan meniru apa yang telah dilihatnya di televisi.

Kriteria tayangan (serial animasi) yang layak dikonsumsi anak-anak, yang pertama tayangan tersebut harus memiliki nilai edukatif. Ada nilai-nilai pendidikan dan pesan-pesan moral yang dapat diambil anak-anak dengan menonton tayangan (serial animasi) tersebut. Kedua, tayangan untuk anak tidak boleh mengandung kekerasan, baik kekerasan secara fisik (seperti tayangan berkelahi, memukul, menendang, bahkan mungkin membunuh) maupun kekerasan secara verbal, seperti mengucapkan kata-kata yang kasar, kata-kata mengumpat, makian, marah-marah (Televisi, kekerasan, dan perempuan: https://books.google.co.id/book?id. 2009 - Television and children).

Tayangan untuk anak harus bebas dari unsur pornografi dan pornoaksi. Satu hal lagi tayangan untuk anak harus menghindarkan hal-hal yang gaib. Karena logika seorang anak belum mampu memahami hal-hal yang berbau gaib tersebut. Sehingga dikhawatirkan anak akan memaknai sendiri hal-hal gaib tersebut sesuai dengan pola pikirnya sendiri.

Page 3: KELAYAKAN SERIAL ANIMASI SEBAGAI TONTONAN ANAK

Kelayakan Serial Animasi... (Marlina)

49

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengkaji serial animasi yang layak ditonton anak-anak dan serial animasi yang tidak layak ditonton anak-anak. Kelayakan atau ketidaklayakan sebuah serial animasi sebagai tontonan anak-anak dapat dilihat dari karakter masing-masing tokoh dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan karekter tokoh serta mengkaji nilai-nilai positif dan negatif yang terdapat di dalam beberapa serial animasi yang tayang di televisi. 2. Metode

Penelitian ini menggunakan

pendekatan strukturalisme. Teori strukturalisme memberi penekanan analisis unsur-unsur instrinsik karya sastra. Unsur instrinsik adalah unsur pembentuk karya sastra dari dalam karya itu sendiri, yang bertentangan dengan struktur ekstrinsik, yakni unsur pembentuk karya sastra dari luar (Sehandi, 2014: 106). Bila hendak dikaji atau diteliti, yang harus dikaji dan diteliti adalah aspek yang membangun karya tersebut, seperti tema, alur, latar, penokohan, gaya penulisan, gaya bahasa, serta hubungan harmonis antaraspek yang mampu membuatnya menjadi sebuah karya sastra.

Dalam menganalisis unsur intrinsik, yakni karakter tokoh dalam serial animasi yang tayang di beberapa stasiun televisi, Pujiharto (2012: 43) mengatakan bahwa istilah tokoh merujuk pada pelaku cerita. Sementara kata character yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi kata tokoh juga memiliki arti ‘watak, karakter, dan sifat.’ Begitu juga dengan Stanton (Pujiharto, 2012: 44) mengungkapkan bahwa kata karakter

memiliki arti sikap, ketertarikan, keinginan, emosi, dan prinsip moral yang dimiliki tokoh. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa karakterisasi meliputi aspek-aspek berikut: (a) Pelaku cerita / nama tokoh cerita, (b) Sifat tokoh cerita, (c) Sikap tokoh cerita, (d) Motivasi tokoh cerita, (e) Kebiasaan-kebiasaan tokoh cerita, (f) Emosi tokoh cerita, (g) Prinsip moral tokoh cerita, (h) Ciri fisik tokoh cerita. Penggunaan istilah “karakter” (character) dalam berbagai literature bahasa Inggris merujuk pada dua pengertian yang berbeda, (1) sebagai tokoh cerita yang ditampilkan, (2) sebagai keinginan, emosi, dan prinsip moral yang dimiliki tokoh-tokoh tersebut. Dalam hal ini karakteristik tokoh cerita meliputi nilai-nilai, sifat kepribadian dan sikap ketika berinteraksi dengan yang lain. Dengan demikian, character dapat berarti ‘pelaku cerita’ dan dapat pula berarti ‘perwatakan’. Tokoh cerita menurut Aminuddin (Siswanto, 2008:142) adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita rekaan sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita, sedangkan cara sastrawan menampilkan tokoh disebut penokohan. Tokoh dalam karya rekaan selalu mempunyai sifat, sikap, tingkah laku atau watak-watak tertentu.

Sementara menurut (Nurgiyantoro,1998: ), adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecendrungan tertentu, yang diekspresikan dengan ucapan ataupun tindakan. Melalui ucapan dan sikap seorang tokoh itulah pembaca atau penonton bisa memahami karakter tokoh tersebut.

Page 4: KELAYAKAN SERIAL ANIMASI SEBAGAI TONTONAN ANAK

Kelasa, Vol. 12, No. 1, Juni 2017: 47—58

50

Pendeskripsian karakter tokoh dalam serial animasi yang tayang di beberapa stasiun televisi akan menghadirkan nilai-nilai didaktis maupun nilai-nilai nondidaktis, yang bisa merefleksikan nilai-nilai positif dan negatif. Nilai didaktis pada sebuah karya sastra merupakan amanat atau pesan dari karya sastra tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh Siswanto, amanat adalah gagasan yang mendasari karya sastra; pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca atau pendengar

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2006, pemerintah telah menetapkan 20 nilai karakter yang akan diwujudkan pada periode 2010 – 2025. Nilai-nilai karakter tersebut adalah (1) Nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan YME yang berupa nilai relegius; (2) Nilai karakter yang berhubungan dengan diri sendiri, meliputi (a) jujur, (b) bertanggung jawab, (c) bergaya hidup sehat, (d) disiplin, (e) kerja keras, (f) percaya diri, (g) berjiwa usaha, (h) berpikir kritis, kreatif, inovatif, (i) mandiri, (j) ingin tahu, (k) cinta ilmu; (3) Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama manusia meliputi, (a) sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain, (b) patuh pada aturan-aturan sosial, (c) menghargai karya dan prestasi orang lain, (d) santun, (e) demokratis; (4) Nilai karakter dalam hubungannya dengan lingkungan, meliputi peduli sosial dan lingkungan; (5) Nilai kebangsaan meliputi (a) nasionalisme, (b) menghargai keberagaman.

Penelitian sejenis dengan judul “Pengaruh Tayangan Film Kartun Terhadap Pola Tingkah Laku Anak Usia Sekolah Dasar,” oleh Melvi Asita, dkk, 2014, mengatakan bahwa tayangan film kartun yang ditayangkan di

televise berpengaruh terhadap pola tingkah laku anak di kehidupan sehari-hari, karena tayangan film kartun telah menarik perhatian si anak untuk terus menyaksikan tayangan film kartun tersebut.

Penelitian yang menggunakan metode deskriptif analitis. Data dikumpulkan dengan teknik menonton, membaca, dan mencatat. Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif. Langkah-langkahnya adalah: a. Inventarisasi dan identifikasi yakni

menonton beberapa serial animasi yang tayang di televisI.

b. Mencermati dan memahami serial animasi untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang serial animasi tersebut dengan menonton serial animasinya.

c. Mencatat hal-hal penting menyangkut perilaku tokoh utama di dalam serial animasi tersbut dan menemukan nilai-nilai deduktif/nondeduktifnya.

d. Kesimpulan yang merupakan kristalisasi penelitian.

3. Hasil dan Pembahasan

Serial Animasi yang Mengandung Nilai-Nilai Positif

A. Upin dan Ipin

Contoh serial animasi yang mengandung nilai-nilai positif adalah adalah serial animasi Upin dan Ipin. Melalui film animasi ini, anak-anak diajarkan untuk memandang hidup secara sederhana dan senantiasa bersyukur. Selain itu juga mengajarkan ketegaran, kemandirian, kejujuran, saling menyanyangi, tenggang rasa, toleransi, serta tanggung jawab.

Page 5: KELAYAKAN SERIAL ANIMASI SEBAGAI TONTONAN ANAK

Kelayakan Serial Animasi... (Marlina)

51

Contohnya, di sebuah episode, Upin dan Ipin mencuci sepatunya sendiri tanpa bantuan kak Ros dan Opah. Ini menunjukkan Upin dan Ipin sudah bisa mandiri meskipun usianya masih usia TK. Upin dan Ipin juga sosok anak yang bertanggung jawab. Ketika Kak Ros menugaskan mereka membersihkan rumah, Upin dan Ipin melakukannya dengan senang hati.

Upin dan Ipin juga memiliki kepedulian yang tinggi terhadap teman-temannya. Ketika rumah Ijad, teman mereka terbakar, Upin dan Ipin berkeliling ke rumah-rumah penduduk di desanya meminta sumbangan untuk Ijad. Seharian mereka berdua mendatangi satu persatu rumah penduduk. Hingga hari menjadi petang, dan mereka kehujanan.

Esoknya mereka berdua sakit karena terkena hujan kemarin. Teman-teman mereka pun datang membezuk ke rumah. Teman-teman Upin dan Ipin melihat kotak bertulisan sumbangan untuk Ijad. Lalu Ikhsan, Memey, dan yang lainnya ikut berpartisipasi memberikan sumbangan.

Upin dan Ipin juga sosok anak yang tegar dan kuat. Mereka berdua sudah tidak lagi memiliki orang tua. Tetapi mereka tidak pernah bersedih. Mereka selalu riang gembira. Terkadang ada hal-hal yang tidak bisa mereka dapatkan seperti yang didapatkan oleh teman-teman mereka, dan mereka tidak berkecil hati. Upin dan Ipin bisa menerimanya dengan lapang hati.

Upin dan Ipin adalah sosok anak-anak yang menghormati dan menyayangi orang tua. Hal ini bisa terlihat dari sikap dan perlakuan Upin dan Ipin kepada Opah dan Tuk Dalang. Apapun yang dikatakan Opah, kedua kakak beradik ini akan mengikutinya dengan patuh. Mereka tidak pernah membantah Opah.

B. Dora The Explorer

Dora The Explorer memiliki karakteristik film yang cukup berbeda dibandingkan dengan film-film kartun lainnya. Keunikan serial animasi kartun yang satu ini diantaranya, mengajak penonton (anak-anak) untuk berinteraksi dengan Dora sebagai tokoh utama dengan cara bertanya kepada anak-anak, yang memancing respon anak-anak untuk menjawab. Hal ini membuat anak-anak menjadi aktif untuk berbicara. Anak-anak pun semakin kaya dengan kosa kata kata baru.

Serial animasi kartun Dora Explorer juga bernilai edukatif. Dilihat dari segi isi, film animasi petualangan Dora ini memiliki nilai-nilai pendidikan dan ilmu pengetahuan, seperti menyusun kata-kata, mempelajari kata benda dan kata sifat, mengenali benda, simbol-simbol pada penggunaan peta, mempelajari cara kerja suatu alat, penyelesaian teka-teki, dan sebagainya. Ketika mencari suatu tempat atau daerah, anak-anak akan akan dituntut untuk ikut berpikir, jalan mana yang akan dilalui. Daya ingat anak-anak juga dilatih ketika Dora melakukan petualangan. Anak-anak akan ditanya apalagi yang akan dilewati atau dilalui untuk mencapai suatu tempat.

Film ini juga bisa menambah pengetahuan anak-anak tentang nama-nama benda. Jika Dora memerlukan suatu benda, Dora akan mencarinya dari dalam tasnya. Lalu dari tas ransel Dora akan keluar beberapa macam benda yang bisa ditebak oleh anak-anak. Dora akan bertanya pada anak-anak, benda manakah yang dimaksud oleh Dora. Benda-benda yang ditanyakan oleh Dora biasanya adalah benda-benda yang ada di sekeliling

Page 6: KELAYAKAN SERIAL ANIMASI SEBAGAI TONTONAN ANAK

Kelasa, Vol. 12, No. 1, Juni 2017: 47—58

52

anak-anak, seperti payung, senter, topi, dan lain sebagainya.

Di film ini juga bisa ditemukan nilai-nilai sosial tentang persahabatan (yakni persahabatan antara Dora dengan Boot si monyet). Mereka berdua begitu setia, selalu bersama-sama dalam melakukan petualangan. Dora begitu sayang kepada Boot. Pernah Dora pulang ke rumah orang tuanya dan merayakan uang tahun Boot bersama-sama. Boot merasa sangat senang, mendapatkan kue ulang tahun dan hadiah-hadiah dari Dora dan orang tua Dora. Di film ini ditemukan nilai bekerja sama, tolong menolong, saling menghargai.

Dalam serial Dora The Explorer ini juga ada tokoh Swiper (serigala) yang suka mengambil barang-barang milik Dora. Dora akan mengajak pemirsa anak untuk mengatakan, Swipper jangan mencuri, Swiper jangan mencuri. Dan Swiper akan segera berlalu jika sudah ketahuan oleh Dora. Pelajaran yang dapat dipetik oleh anak-anak adalah, bahwa mengambil milik orang lain itu tidak baik.

C. Masha and the Bear

Serial animasi Masha and the Bear berasal dari negara Rusia. Masha, tokoh utama di dalam serial animasi ini memiliki sifat nakal dan jahil. Akan tetapi sifat nakal Masha masih dalam batas-batas yang wajar, sebagai seorang anak kecil pada usia di bawah enam tahun. Rasa keingintahuannya yang besar yang sering membuat Masha melakukan hal-hal yang menimbulkan kekacauan. Sifat-sifat yang dimiliki Masha pada dasarnya merupakan sifat-sifat yang memang dimiliki oleh anak seusia dia. Sementara beruang adalah sosok

hewan yang begitu sabar, penyayang dan baik hati.

Meskipun mereka berdua menggunakan bahasa yang sama-sama tidak mereka mengerti, tetapi komunikasi mereka tetap berjalan dengan baik. Masha dan beruang selalu saja memahami apa yang dimaksud oleh salah satu dari mereka. Sehingga hubungan mereka berdua begitu harmonis. Seperti ayah dan anak, atau terkadang seperti ibu dan anak.

Sebagai sebuah film animasi, Masha and the Bear adalah tontonan anak yang sangat menghibur. Sifat dan sikap Masha yang lugu dan polos begitu menggemaskan. Ada saja kelakuan Masha yang membuat Beruang kerepotan. Setiap hari Masya selalu datang ke rumah beruang untuk bermain. Meskipun tidak memiliki hubungan darah, tetapi beruang sangat menyayangi Masha. Beruang memasakkan makanan untuk Masha, beruang mencucikan pakaian Masha.

Pada film ini Masha memang belum mengenal dunia pendidikan formal. Akan tetapi ada serial yang memperlihatkan Masha belajar membaca dan berhitung dengan beruang. Pada serial ini terlihat semangat belajar Masha dan kesabaran sang beruang menghadapi Masha yang sering jahil. Masha juga belajar musik dengan beruang, yakni bermain piano.

Di dalam serial animasi Masha and the Bear ini tidak terdapat tokoh yang jahat. Harimau dan serigala yang pada kenyataannya adalah binatang buas yang ditakuti, di serial ini digambarkan sebagai hewan yang baik dan tidak mengancam keselamatan hewan lainnya. Tidak juga berbahaya untuk manusia, seperti Masha. Nilai positif yang dapat diambil dari serial Masha and the Bear ini adalah, kesabaran, persaudaraan, saling

Page 7: KELAYAKAN SERIAL ANIMASI SEBAGAI TONTONAN ANAK

Kelayakan Serial Animasi... (Marlina)

53

menyayangi, perhatian, dan bertanggung jawab. Sementara nilai negatifnya jahil, nakal, dan cemburu.

Setting film animasi ini adalah pinggiran hutan yang sangat asri. Rumah kayu beruang terlihat cantik di bawah pepohonan yang tumbuh rindang. Pohon-pohon strowbery tumbuh di mana-mana. Beruang dan Masha sangat senang memetik buahnya. Jalanan dari rumah Masha ke rumah beruang terlihat bersih dan indah. Setiap pagi Masha melewati jalan tersebut ketika datang bermain ke rumah beruang. Suasana pinggiran hutan yang digambarkan di film ini tidak memperlihatkan suasana yang seram, tetapi sebaliknya, terlihat begitu indah dan bersahabat.

D. Adit Sopo Jarwo Sebuah serial animasi karya anak bangsa yang cukup digemari oleh anak-anak maupun orang dewasa, yaitu serial animasi Adit Sopo Jarwo. Serial animasi kartun yang satu ini asli karya anak bangsa Indonesia. Pada serial ini terdapat tokoh baik, Adit, Denis dan kawan-kawannya, serta Bang Haji. Denis adalah anak yang penakut dan selalu ragu dalam melakukan sesuatu. Akan tetapi Adit selalu datang memberikan dorongan dan motivasi, sehingga akhirnya Denis pun menjadi tidak takut dan mulai tenang dalam menghadapi sesuatu. Ada juga Adel, adik Adit yang lucu. Adel meski masih kecil dan bicaranya belum jelas, hanya bisa mengucapkan tatatata, akan tetapi Adel sudah terlihat sebagai anak yang pintar dan pemberani. Tokoh Adel yang lucu dan menggemaskan sangat menghibur penonton. Selain itu, ada juga tokoh yang sifatnya kurang terpuji. Sopo dan Jarwo. Mereka berdua sering membuat masalah yang

merepotkan Adit atau masyarakat lainnya. Adit adalah tokoh yang selalu memberikan contoh yang baik bagi anak-anak. Adit senang membantu pekerjaan ibunya, mengantarkan kue pesanan pelanggan, menjaga adeknya, Idel, yang masih kecil. Adit juga bersedia membantu siapa saja yang membutuhkan pertolongan. Seperti membantu Mang Ujang berjualan bakso. Ketika Mang Ujang sakit, Adit dan teman-temannya membantu Mang Ujang mengantarkan pesanan bakso para pelanggan Mang Ujang. Perseteruan Adit dengan Sopo Jarwo selalu ditengahi oleh Bang Haji yang merupakan pengurus RT di kelurahan mereka. Bang Haji selalu mampu menenangkan pihak-pihak yang bertikai, dan mencarikan jalan keluar yang bijaksana. Serial animasi kartun ini sarat dengan pesan-pesan moral, melalui nasihat-nasihat Bang Haji kepada Sopo Jarwo. Serial animasi kartun Adit Sopo Jarwo mengangkat budaya lokal yang menarik untuk ditonton. Amanat dari setiap serial animasi ini adalah seseorang harus siap bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya. Serial Animasi yang Memberikan Dampak Negatif pada Anak A. Crayon Sinchan

Crayon Sinchan, salah satu serial animasi dari negara Jepang, merupakan adaptasi karya Yohito Usui yang juga sempat tayang di Indonesia. Animasi ini memang memiliki nuansa yang merujuk pada hal-hal yang berbau pornografi yang melibatkan anak-anak di bawah umur. Beberapa adegannya cukup mengkhawatirkan. Salah satu contoh, ketika Sinchan yang masih TK memperhatikan wanita yang

Page 8: KELAYAKAN SERIAL ANIMASI SEBAGAI TONTONAN ANAK

Kelasa, Vol. 12, No. 1, Juni 2017: 47—58

54

mengenakan pakaian seksi dengan belahan dada terbuka. Sinchan sering menjadi genit ketika bertemu wanita cantik. Ia dengan santai menggoda wanita cantik yang dilihatnya. Hal ini tentu tidak pantas untuk ditonton anak-anak. Tokoh Sinchan memiliki karakter bandel dan nakal. Hal ini membuat orang-orang di sekitarnya menjadi kesal. Ibunya pun sering marah-marah dan terkadang mengeluarkan kata-kata kasar karena perilaku Sinchan. Sinchan juga sangat suka menirukan perilaku orang dewasa, salah satunya dia pernah merayu wanita dewasa. Shin-Chan juga pernah mengintip orang yang sedang bermesraan. Begitu juga cara bicara Sinchan yang sering tidak sopan. Ucapan Sinchan tidak cocok diucapkan oleh anak-anak seusia TK. Misalnya, Sinchan kerap mengeluarkan pertanyaan kepada orang yang lebih tua, “Kapan kamu akan mati.” Sering juga terlihat adegan Shin-Chan menurunkan celananya. Begitu juga perilaku Shin-Chan di sekolah, ia sering bersikap tidak sopan terhadap gurunya. Jika gurunya sedang duduk, Shin-Chan pura-pura jongkok, karena ia berniat mengintip pakaian dalam gurunya. Mengetahui hal tersebut, ibu guru akan marah kepada Shin-Chan. Wajah Shin-Chan selalu saja wajah tidak berdosa jika dimarahi oleh ibu guru atau ibunya sendiri. Ini disebabkan karena Shin-Chan mmemang sudah terbiasa dimarahi oleh ibunya atau orang-orang di sekitarnya. B. Tom and Jerry

Serial animasi kartun yang cukup fenomenal barangkali adalah Tom & Jerry. Serial animasi kartun

yang satu ini sangat popular dan digemari oleh anak-anak. Selama ini para orang tua menganggap serial animasi karya duo animator Willian Hanna dan Joseph Barbera ini, aman-aman saja untuk ditonton anak-anak. Padahal serial animasi kartun ini sarat dengan adegan tidak terpuji.

Tom adalah seekor kucing rumah berwarna abu-abu kebiruan, sementara Jerry adalah seekor tikus kecil berwarna coklat yang selalu tinggal di dekat Tom. Mereka kadang-kadang terlihat hidup damai di menit-menit pertama, tetapi beberapa waktu kemudian terlihat tom begitu bernafsu mengejar Tom. Hampir di setiap penayangannya berisi kekerasan dan keisengan yang cendrung ekstrem. Perseteruan abadi tokoh kucing & tikus ini selalu diwarnai dengan upaya saling mengalahkan dengan melakukan pemukulan, penyiksaan terhadap masing-masing tokoh maupun perusakan materi seperti melempar piring, membanting gelas, menghancurkan isi ruangan dapur, ruang tamu, bahkan juga membakar dan menghanguskan isi rumah. Di setiap episode, selalu ada saja hal-hal yang membuat Tom dan Jerry bertengkar. Bisa karena memperebutkan makanan, memeperebutkan wilayah kedudukan, atau karena ingin terlihat baik di hadapan sang tuan rumah tempat mereka tinggal. Perebutan makanan dan wilayah tersebut selalu membuat kacau seluruh isi rumah. Meja makan yang telah tertata rapi dengan berbagai makan, piring, mangkuk dan gelasnya berhamburan ke mana-mana. Makanannya pun berserakan ke seluruh meja sampai ke lantai. Tidak jarang ulah mereka bisa membuat televisi hangus terbakar, meja dan

Page 9: KELAYAKAN SERIAL ANIMASI SEBAGAI TONTONAN ANAK

Kelayakan Serial Animasi... (Marlina)

55

kursi porak poranda, karpet tertarik bahkan terbakar. Pada episode “Tennis Chump” selain menampilkan adegan-adegan kekerasan secara fisik (memukul kepala, menginjak tubuh, mencekik leher), juga terdapat adegan merokok. Masing-masing dari mereka, jika terkena pukulan oleh salah satunya, kondisinya benar-benar parah dan memprihatinkan. Jika tidak setengah pingsan, bisa juga hangus terbakar.

Meski semua itu dikemas dalam balutan humor sehingga tampak jenaka, namun bagi anak-anak yang belum bisa berpikir panjang, bisa jadi apa yang diperagakan oleh tokoh Tom & Jerry dianggap sebagai legalitas bagi mereka untuk melakukan hal serupa dalam pergaulan sehari-hari.

C. Sponge Bob Square Pant

SpongeBob Square sendiri telah mendapat kartu kuning dari KPI karena tayangannya yang menyelipkan dialog tidak sopan serta beberapa tindakan yang tidak mendidik. Beberapa penelitian mengenai serial animasi dengan setting kehidupan bawah laut, Bikini Botton ini, menunjukkan bahwa serial animasi ini kurang bagus untuk anak-anak. Hal ini disebabkan oleh karakter masing-masing tokoh yang tidak baik. SpongeBob adalah tokoh yang naif, kekanakan, dan hiperaktif. Akan tetapi ia juga sosok yang polos, dan baik hati. Sementara tokoh-tokoh lainnya memiliki karakter yang umumnya negatif. Seperti Patrick, sepanjang waktunya dihabiskannya di bawah batu, dengan tidak melakukan apa-apa.

Jenis kelamin SpongeBob juga tidak jelas. Di dalam serial memelihara bayi kerang, Spongebob berperan sebagai ibunya dan Patrick berperan sebagai ayahnya. Untuk itu,

SpongeBob pun berdandan layaknya perempuan, dan Patrick berdandan layaknya bapak-bapak. Mereka berdua pun berperan seperti pasangan suami istri. Patrick bertugas mencari nafkah dengan bekerja, sementara SpongeBob bertugas menjaga bayi kerang tersebut dan mengurus rumah.

Lain lagi dengan tokoh Squidward. Tokoh satu ini membenci hidupnya dan juga membenci SpongeBob. Sebagian besar waktunya dihabiskannya dengan marah-marah. Semua itu diungkapkan dengan kata-kata yang kasar, yang tidak patut didengar anak-anak. Kata-kata yang sering diungkapkannya adalah kata ‘bodoh’. Squidward sangat membenci tetangganya SpongeBob dan Patrick. Sementara tokoh Mr. Krabs digambarkan sebagai kepiting laut pemilik restoran The Krusty Krabs dan sekaligus adalah bos dari SpongeBob dan Squidwards. Mr Krab digambarkan sebagai bos yang sangat pelit dan serakah. Dia selalu berpikir bahwa uang adalah segala-galanya. Semua hal diukurnya dengan uang.

Mr Krab membayar kedua karyawannya, SpongeBob dan Squidward dengan sangat murah. Namun, meskipun membayar dengan upah yang sangat murah, Mr Krabs selalu memerintahkan karyawannya untuk bekerja lembur sampai malam. Lembur mereka itu tidak pernah dibayar dengan tambahan gaji oleh Mr Krabs.

Ada juga sebuah episode yang tidak pantas untuk dikonsumsi anak-anak. Yakni ketika Mr. Krabs jatuh cinta kepada Ny Puff. Mr. Krabs pun sibuk dengan janji kencannya bersama Ny Puff.

Page 10: KELAYAKAN SERIAL ANIMASI SEBAGAI TONTONAN ANAK

Kelasa, Vol. 12, No. 1, Juni 2017: 47—58

56

D. Naruto

Serial animasi Naruto termasuk serial animasi anak yang bisa berdampak negatif pada anak. Meski serial ini sangat menarik untuk anak laki-laki yang ingin memiliki tokoh pahlawan. Bercerita tentang petualangan seorang bocah dari perkampungan ninja bernama Konoha. Serial animasi kartun ini menampilkan hal yang berbeda dari sosok ninja pada umumnya. Tokoh-tokoh ninja dalam serial Naruto tampil lebih terbuka, fasionable, lepas dari mainstream figur ninja klasik yang cenderung berpenutup wajah dan misterius. Begitu juga dengan persenjataan. Kalau ninja klasik banyak mengandalkan kepiawaian dalam memainkan jurus samurai, tombak, dan senjata rahasia, maka Naruto dan kawan-kawan digambarkan lebih hebat dari itu.

Dalam Naruto banyak muncul adegan perkelahian dengan tangan kosong ataupun dengan senjata. Adegan memukul atau menendang bertubi-tubi, mencengkram kerah baju, mengangkat tubuh dan mendorong ke tembok adalah bentuk kekerasan yang cukup banyak tampil. Adegan yang sangat sadis adalah adegan menodongkan pisau atau pedang ke leher musuh untuk menggertak, mencabik-cabik tubuh musuh dengan senjata dan bahkan pembantaian berdarah serta siluet tubuh yang terpotong.

Jika dalam sebuah adegan sudah mulai panas, para tokoh di serial Naruto ini tidak jarang mengatakan Damn! (sialan, brengsek) dan bastard (bajingan). Kedua kata ini memiliki makna yang sangat kasar, terutama jika didengar oleh anak-anak. Terdapat juga adegan Naruto sedang minum-minuman keras, dikelilingi lima

perempuan dengan pakaian yang sangat seksi. Lalu, Naruto yang sedang setengah mabuk berkata; “Kayak di surga.” Dengan menggunakan teknik animasi modern, ilmu yang ditampilkan menjadi tampak hebat, dramatik dan heroik. Wajar apabila banyak disukai oleh anak-anak. Tapi di sisi lain harus diakui serial ini selalu tidak lepas dari adegan kekerasan. Pertempuran yang tidak jarang berujung pada pembunuhan, selalu menjadi pilihan dalam menyelesaikan setiap masalah. Gaya pertempuran Naruto dan kawan-kawanya ini ketika melawan musuh-musuhnya, banyak ditiru dan dicontoh anak-anak. E. Little Krisna

Beberapa tahun belakangan stasiun televisi diramaikan juga dengan serial animasi dari India. Salah satunya adalah Little Krishna. Little Krishna bercerita tentang perjuangan seorang anak kecil (Krishna, yang merupakan penjelmaan dewa) dalam menghadapi Kamsa yang ingin menyingkirkan Krishna karena dianggap sebagai dewa kematiannya.

Pada salah satu episodenya, Krishna mencuri makanan dengan teman-temannya. Penduduk desa Vrindavan menangkap Krishna dan kawan-kawannya. Akan tetapi Ibu Krishna (Yasodha) tetap membela Krishna dan menganggap anaknya tidak salah. Hal ini merupakan contoh yang tidak baik bagi anak-anak.

Pada sebuah episode, Krishna mengangkat sebuah gunung besar. Krishna menghadapi dewa Indra yang murka karena menganggap Krishna sebagai penyihir. Untuk melindungi warga Desa Vrindavan, Krishna mengangkat gunung tersebut dengan

Page 11: KELAYAKAN SERIAL ANIMASI SEBAGAI TONTONAN ANAK

Kelayakan Serial Animasi... (Marlina)

57

satu jari. Hal ini merupakan suatu hal yang mustahil.

Hal kurang baik yang ditemukan dalam serial ini adalah episode menanam mutiara. Krishna meminjam mutiara milik ibunya. Karena tidak tega menolak permintaan sang anak, akhirnya si Ibu memberikan mutiara tersebut. Padahal mutiara merupakan perhiasan yang berharga. Krishna dan teman-temannya lalu menanam mutiara itu dan memeliharanya baik-baik, menyiramnya dengan susu. Mutiara itu tumbuh dan berbuah mutiara baru. Hal ini membuat iri beberapa sahabat wanitanya dan ikut-ikutan merengek meminta mutiara kepada ibu mereka, untuk ditanam dan menghasilkan mutiara baru seperti Krishna.

Jadi di dalam Little Krishna ini banyak hal-hal yang menipu dan tidak masuk akal. Akan tetapi untuk anak-anak, bisa saja hal ini mereka percayai sebagai sebuah kebenaran. 4. Simpulan Uraian tersebut menunjukkan bahwa ada beberapa serial animasi anak yang layak ditonton oleh anak dan ada juga beberapa serial animasi anak yang tidak layak dikonsumsi oleh anak-anak. Meski formatnya animasi atau kartun, tidak semua serial animasi atau kartun bisa dikonsumsi oleh anak-anak. Hal ini karena kandungan isi cerita, adegan-adegan yang dipertontonkan, serta bahasa yang digunakan. Umumnya ketidaklayakan serial animasi tersebut sebagai tontonan anak-anak adalah karena mengandung unsur pornografi, adegan kekerasan, bahasa yang kasar dan tidak sopan. Kekerasan bukanlah materi yang sehat bagi anak-anak, karena anak-anak yang rentan terpengaruh

media akan meniru aksi kekerasan yang dilihatnya di media. Pada tahun 2001, The Communittee on Public Education of the American Academy of Pediatrics (AAP) telah mengeluarkan pernyataan bahwa kekerasan di media berdampak pada perilaku kekerasan pada anak setelah menelaah lebih dari 3.500 penelitian (Majalah Wanita UMMI edisi no. 04/xx 2008). Untuk itu, dalam rangka meminimalisir dampak negatif serial animasi yang tayang di stasiun-stasiun swasta negeri ini, perlu dilakukan langkah-langkah antisipasi oleh pihak-pihak yang terkait dengan penyiaran, di antaranya adalah; Pertama, ada pelabelan atau pengkategorian yang jelas dan tegas dari KPI atau lembaga terkait terhadap serial animasi kartun yang tayang di televisi (apakah tayangan tersebut untuk anak-anak, remaja, dewasa, atau segala usia). Kedua, pihak LSF (Lembaga Sensor Film) lebih ketat lagi dalam melakukan sensor. Misalnya jika memang serial animasi kartun itu diperuntukkan untuk anak-anak, maka LSF harus melakukan sensor terhadap adegan-adegan yang tidak layak untuk ditonton anak-anak. Apakah dari segi kekerasan fisik maupun dari segi kekerasan secara verbal. Selain itu yang tidak kalah penting adalah peran orang tua dalam mendampingi anak-anaknya ketika mereka sedang menonton televisi. Orang tua harus siap memberikan penjelasan apabila ada adegan yang dinilai tidak pantas untuk anak. Jadi kita orang tua jangan lengah, menganggap serial animasi kartun sebagai tontonan yang lucu, penuh humor, sehingga cocok sebagai hiburan bagi anak-anak, dan mengabaikan hal-hal negatif yang terdapat di dalam serial animasi kartun tersebut.

Page 12: KELAYAKAN SERIAL ANIMASI SEBAGAI TONTONAN ANAK

Kelasa, Vol. 12, No. 1, Juni 2017: 47—58

58

Keempat, komitmen pihak televisi untuk memperoduksi serial animasi kartun yang bernuansa budaya lokal. Hal ini sekaligus sebagaiupaya memberdayakan dan mengakomodasi potensi animator-animator dalam negeri sendiri. Sehingga kita tidak ‘dijajah’ produk impor, dan tanpa kita sadari kita (anak-anak kita terutama) dipaksa untuk permitif terhadap budaya asing melalui setting, adat istiadat dan perilaku para tokohnya yang belum tentu sesuai dengan budaya masyarakat Indonesia. Daftar Acuan Ali, M. Natsir. 1984. Dasar-Dasar Mendidik.

Jakarta: Mutiara Sinar Baru. Catatanikhwana.blogspot.com/2013/01/peri

ode-masa-kanak-kanak-awal-2-6-tahun_21.html, diunduh 4 September 2015.

http://www.scribd.com/doc/52056029/Keke

rasan-Dalam-Tayangan-Anak-Dan-Dampak-Yang-Ditimbulkan. Indonesia.rbth.com/discover-rusia/2015/0310 empat-film-animasi-rusia-tersukses, diunduh 29 September 2015.

Jikunikalu.wordpress.com//2012/06/14/kara

kterstik-pembelajaran-di-tk-anak-usia-dini, diunduh 23 September 2015.

Kesehatan.kompasiana.com/kejiwaan/2011/03/04/kekerasan-dalam-tayangan-

anak-anak-di-televisi, diunduh 6 Juli 2015.

Mahayana, Maman. S. 2005. Jawaban Sastra

Indonesia: Sebuah Orientasi Kritik. Jakarta: Bening Publising.

Medanbisnisdaily.com/news/read/2012/12/

19/2771/tayangan-kartun-pengaruhi-perkembangan-anak. diunduh 20 Juni 2015.

Nurgiyantoro, Burhan. 1998. Teori

Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Pujiharto. 2012. Pengantar Teori Fiksi.

Yogyakarta: Penerbit Ombak. Rezkirasyak.blogspot.co.id/2012/10/dampak

-positif-negatif-menonton.html. diunduh 6 September 2015.

Semi, Atar. 2012. Metode Penelitan Sastra.

Bandung: Angkasa. Sehandi, Yohanes. 2016. Mengenal 25 Teori

Sastra. Yogyakarta: Penerbit Ombak. Sudjiman, Panuti.1991. Memahami Cerita

Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya. Televisi, kekerasan, dan perempuan.

https://books.google.co.id/book?id.2009 – Television and children, diakses 20 Oktober 2016.

Waluyo, Herman J.1994. Pengkajian Cerita

Fiksi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Press.