kelainan darah, tekanan darah dan gangguan hormonal
DESCRIPTION
Pada Perawatan di bagian ProstodonsiaTRANSCRIPT
PAPER ILMIAH(Kelainan Darah, Tekanan Darah dan Gangguan Hormonal)
Oleh :
SULASMI ATLINDAWATI
060/G/13
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
2016
I. KELAINAN DARAH1.1 Anemia
1.1.1 Definisi
Anemia secara fungsional didefenisikan sebagai punurunan jumlah eritrosit
sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang
cukup ke jaringan perifer. Secara praktis anemia ditunjukkan oleh penurunan kadar
hemoglobin, hematokrit, atau hitung eritrosit. Tetapi yang paling lazim dipakai adalah
kadar hemoglobin, kemudian hematokrit. Pada keadaan tertentu ketiga parameter
tersebut tidak sejalan dengan massa eritrosit, seperti dehidrasi, perdarahan akut dan
kehamilan (Bakta, 2006).
1.1.2 Etiologi
Terdapat tiga kategori utama penyebab anemia adalah :
1. Gangguan pembentukan sel darah merah :
a) Penyakit defisiensi
b) Anemia hipoproliferatif (sumsum tulang yang secara fungsional berkurang)
c) Eritropoiesis yang tidak efektif
2. Kehilangan sel darah merah yang berlebihan :
a) Perdarahan
b) Hemolisis
3. Kelainan distribusi sel darah merah.
1.1.3 Klasfikasi
Klasifikasi Anemia dapat diklasifikasi menurut Hb dan faktor-faktor
morfologik sel darah merah dan indeks-indeksnya (Price, 2005). Berdasarkan
gambaran morfologi dengan melihat indeks eritrosit atau hapusan darah tepi dalam
klasifikasi ini anemia di bagi menjadi 3 golongan, yaitu :
1. Anemia hipokromik mikrositer, bila Mean Corpuscular Volume (MCV) <80fl
dan Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) <27pg,
2. Anemia normokromik normositer, bila MCV 80 – 95fl dan MCH 27- 34pg c,
3. Anemia makrositer bila MCV >95fl.
Tabel 1.1 Klasifikasi berdasarkan morfologi (Bakta, 2006)
Hipokromik Mikrositer Normokromik Normositer Makrositer
1. Anemia defisiensi besi
2. Thalasemia
3. Anemia sideroblastik
1. Anemia pasca perdarahan
akut
2. Anemia aplastik
3. Anemia hemolitik
4. Anemia pada gagal ginjal
kronik
5. Anemia penyakit kronis
1. Anemia defisiensi besi
2. Anemia defisiensi B12
3. Anemia pada penyakit
hati
4. Anemia pada
hipotirodisme
1.1.4 Gejala Klinis
Secara klinis didapati keluhan-keluhan seperti lemah, pucat, mudah pingsan,
mata berkunang-kunang, walaupun tekanan darah masih dalam batas normal (Ayu
Wuryanti, 2010).
1.1.5 Diagnosis
1. Anamnesis
a. Riwayat faktor predisposisi dan etiologi :
1) Kebutuhan meningkat secara fisiologis terutama pada masa pertumbuhan
yang cepat, menstruasi, dan infeksi kronis.
2) Kurangnya besi yang diserap karena asupan besi dari makanan tidak
adekuat (malabsorpsi besi).
3) Perdarahan terutama perdarahan saluran cerna (tukak lambung, penyakit
Crohn, colitis ulserativa).
b. Pucat, lemah, lesu, gejala pika (gangguan makan yang biasanya didefinisikan
sebagai konsumsi terus menerus zat non nutritive) (Bakta, 2006).
2. Pemeriksaan Fisik
Tujuan utamanya adalah menemukan tanda keterlibatan organ atau multi
sistem dan untuk menilai beratnya kondisi penderita. Pemeriksaan fisik perlu
memperhatikan:
a. Adanya takikardia, dispnea, hipotensi postural.
b. Pucat dapat di lihat pada telapak tangan, kuku, wajah, dan konjungtiva.
c. Ikterus menunjukkan kemungkinan adanya anemia hemolitik.
d. Penonjolan tulang frontoparietal, maksila (facies rodent/chipmunk) pada talasemia.
e. Atrofi papil pada anemia defisiensi Fe.
f. Limfadenopati, hepatosplenomegali, nyeri tulang (terutama di sternum); nyeri
tulang dapat disebabkan oleh adanya ekspansi karena penyakit infiltratif (seperti
pada leukemia mielositik kronik), lesi litik (pada myeloma multipel atau metastasis
kanker).
g. Petekhie, ekimosis, dan perdarahan lain.
h. Kuku rapuh, cekung (spoon nail) pada anemia defisiensi besi.
i. Ulkus rekuren di kaki (penyakit sickle cell, sferositosis herediter, anemia
sideroblastik familial).
j. Infeksi rekuren karena neutropenia atau defisiensi imun (Oehadian, 2006).
3. Laboratorium
a. Hemoglobin, hematokrit dan indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC).
b. Hapus darah tepi menunjukkan hipokromik mikrositik, normositik normokrom,
makrositik.
c. Kadar feritin menurun dan kadar Free Erythrocyte Porphyrin (FEP) meningkat.
d. Sumsum tulang : aktifitas eritropoitik meningkat.
1.1.6 Jenis- jenis Anemia
1. Anemia Pendarahan
Yaitu anemia yang disebabkan karena pendarahan, baik yang sedikit demi sedikit
seperti pada infeksi cacing tambang atau pendarahan yang tidak berhenti secara
spontan misalnya pada kecelakaan lalulintas maupun cidera oleh benda tajam.
2. Anemia Defesiensi
Adalah anemia karena kekurangan faktor-faktor pematang sel darah merah seperti :
a. Anemia Kekurangan Gizi
Biasanya karena kekurangan bahan pematang sel darah merah yang semuanya
berasal dari protein calory malnutrition seperti vitamin C,vitamin E, dan asam
folik.
b. Anemia Defesiensi Besi
Anemia karena kekurangan bahan mineral besi sebagai bahan pematangan
sitoplasma dan sebagai pembentuk Hb yang berguna mendistribusikan oksigen
keseluruh tubuh.
c. Anemia Megaloblastik
Disebabkan karena kekurangan vitamin B12 sebagai bahan pematangan inti
sel. Biasanya terjadi pada pasien dengan gizi kurang atau infeksi dengan diare.
3. Anemia Aplastik
Anemia jenis ini dikarenakan kerusakan sumsum tulang belakang mengalami
penurunan fungsi atau sama sekali tidak mampu memproduksi sel darah (eritrosit,
leukosit, dan trombosit). Kerusakan sumsum tulang belakang ini dapat disebabkan
oleh obat – obatan seperti chlorampenikol dan phenylbutazone atau bahan kimia
seperti benzene.
4. Anemia Hemolitik
Anemia ini disebabkan karena eritrosit dihancurkan secara berlebihan. Anemia
jenis ini biasanya bersifat bawaan turun menurun misalnya seperti penyakit
thalassemia.
1.2 Leukemia
1.2.1 Definisi
Leukemia adalah suatu keganasan sel darah yang berasal dari sumsum tulang
dengan ditandai adanya peningkatan sel darah putih (leukosit) abnormal. Karena
banyaknya sel darah putih yang diproduksi, kanker ini juga dikenal dengan sebutan
kanker sel darah putih. Leukemia merupakan salah satu kanker yang banyak menyerang
anak-anak.
Pada orang sehat sumsum tulang memproduksi sel darah putih, sel darah
merah dan trombosit dalam jumlah yang seimbang. Namun pada leukemia, sumsum
tulang memproduksi sel leukosit jauh lebih banyak hingga menekan produksi sel-sel
lainnya, sehingga produksi sel darah merah (eritrosit) dan keping darah (trombosit)
menjadi berkurang. Penyebab pasti leukemia belum diketahui, namun hasil studi
mengarah ke faktor genetik, lingkungan, radiasi paparan elektromagnetik, maupun
aktivasi oleh virus.
1.2.2 Tanda dan Gejala
1. Anemia
Anak biasanya mudah cepat lelah, pucat dan kadang disertai sesak. Penderita sesak
karena jumlah eritrosit dibawah normal sehingga kadar oksigen dalam tubuh
berkurang. Apabila sesak terjadi, maka penderita harus segera mendapat pertolongan
medis.
2. Pendarahan
Perdarahan yang sering terjadi disebabkan karena kadar trombosit dalam darah yang
rendah. Perdarahan seringkali terjadi pada gusi atau dibawah jaringan kulit kadang
kala disertai dengan mimisan. Akan sering ditemukan memar pada tubuh anak.
3. Infeksi
Pada leukemia walaupun jumlah leukosit meningkat tetapi leukosit tersebut tidak
bisa berfungsi melawan kuman sebagaimana mestinya. Jumlah leukosit yang dapat
melawan kuman sangat sedikit dibandingkan dengan yang leukosit yang abnormal.
Sehingga anak yang menderita leukemia akan lebih mudah mengalami infeksi
seperti demam yang sering kambuh dan tidak akan sembuh total meskipun telah
mendapatkan pengobatan demam.
4. Nyeri perut dan penurunan nafsu makan
Sel leukemia dari sumsum tulang yang keluar bersama aliran darah dapat bersarang
di ginjal, hati dan limpa yang mengakibatkan pembesaran organ sehingga timbul
rasa nyeri. Karena rasa nyaman di perut anak mungkin kehilangan nafsu makan dan
mengalami penurunan berat badan.
5. Pembengkakan kelenjar limfa
Sel leukemia juga dapat terkumpul di kelenjar limfa misalnya di bawah leher, dada,
ketiak dan pangkal paha yang menyebabkan kelenjar limfa menjadi membesar. Jika
menginvasi sampai kelenjar getah bening di dada mungkin anak akan kesulitan
bernafas, mengeluhkan rasa sakit di dada atau batuk.
6. Nyeri pada tulang dan sendi
Pertumbuhan berlebih dari sel darah putih di sumsum tulang dapat menyebabkan
nyeri. Hal tersebut mungkin mengakibatkan anak berjalan pincang atau mengeluh
kesakitan pada tulang dan sendinya.
Bila seorang anak memiliki semua gejala tersebut atau paling tidak ada dua
diantaranya, maka anak tersebut dapat dicurigai terkena leukemia. Untuk itu perlu
dilakukan pemeriksaan lanjutan agar diagnosa dapat segera ditegakkan dan penangan
lebih cepat dilakukan.
Gambar 1.2 Gejala Kanker Darah
1.2.3 Jenis – Jenis Leukemia
Secara sederhana leukemia dapat dikelompokkan berdasarkan asal sel dan maturasi sel.
1. Leukemia Limfositik Akut (LLA)
Jenis leukemia ini berasal dari sistem limfopoetik. Biasanya leukemia jenis ini lebih
banyak menyerang anak-anak (82%) daripada orang dewasa (18%). LLA seringkali
mengakibatkan organomegali (pembesaran organ dalam) dan kegagalan organ.
Gejala yang diperlihatkan menggambarkan kegagalan sumsum tulang misalnya
anemia (mudah lelah, sesak, dan pusing), infeksi dan perdarahan. Ditemukan pula
nyeri pada tulang dan sendi terutama pada tulang dada, tulang kering dan tulang
paha.
2. Leukemia Mielositik Akut (LMA)
Leukemia jenis ini berasal dari sel stem hematopoetik yang akan menjadi sel
mieloid. Leukemia ini lebih sering ditemukan pada orang dewasa (85%) dibanding
anak-anak (15%). Perjalanan penyakit sangat cepat sekitar 3 sampai 6 bulan dan jika
tidak diobati dapat menyebabkan kematian. Gejala klinis yang diperlihatkan
biasanya berupa perdarahan baik berupa bintik (petechie) atau bercak (purpura)
dengan kadar leukosit yang sangat tinggi (lebih dari 100 ribu/mm3). Penderita
biasanya mengalami gangguan kesadaran, sesak nafas, nyeri dada, priapismus dan
gangguan metabolisme yaitu hiperuresemia dan hipoglikemia.
3. Leukemia Limfositik Kronik (LLK)
Leukemia Limfositik Kronik berasal dari sel limfosit B dengan gejala yang
ditimbulkan cenderung lebih ringan dari LLA dan LMA. Perjalanan penyakit ini
biasanya perlahan dan biasanya menyerang individu yang berusia 50–70 tahun.
Sering kali penderita LLK mengalami pembesaran kelenjar getah bening
menyeluruh, penurunan berat badan dan kelelahan yang kadang disertai dengan
demam dan berkeringat di malam hari.
4. Leukemia Mielositik Kronik (LMK)
Leukemia ini ditandai dengan produksi sel mieloid dewasa yang berlebihan dan
paling banyak menyerang usia pertengahan (40-50 tahun). LMK memiliki 3 fase
yaitu fase kronik, fase akselerasi dan fase blast. Pada fase kronik biasanya
ditemukan hipermetabolisme, merasa cepat kenyang akibat desakan limpa dan
lambung disertai dengan penurunan berat badan. Pada fase akselerasi keluhan
anemia akan bertambah berat, dijumpai pula pendarahan bawah kulit (petechie dan
echimosis) serta demam yang disertai dengan infeksi. Penderita LMK akan sulit
diobati jika sudah memasuki fase akhir yang dikenal dengan nama fase krisis blastik
(produksi berlebihan sel muda leukosit, biasanya berupa mieloblast yang disertai
dengan penurunan produksi neutrofil, trombosit dan sel darah merah).
Gambar 1.2.3 Leukemia Mieloid Akut
1.2.4 Diagnosa Dini
1. Pemeriksaan Fisik
Pembesaran limpa ditemukan di hampir semua jenis leukemia. Anemia, gejala-
gejala hipermetabolisme (penurunan berat badan, berkeringat) menunjukkan tahap
lanjut dari penyakit ini. Pada LMA ditemukan hipertrofi gusi yang mudah berdarah
kadang-kadang disertai gangguan penglihatan yang disebabkan karena pendarahan
fundus okuli.
2. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan darah tepi
Pada LLA ditemukan leukositosis (60%) dan kadang-kadang leukopenia (25%).
Pada LMA ditemukan penurunan eritrosit dan trombosit. Pada penderita LLK
ditemukan limfositosis lebih dari 50.000/mm3/ sedangkan pada LGK/LMK
ditemukan leukositosis lebih dari 50000/mm3.
b) Pemeriksaan sumsum tulang
Pemeriksaan sumsum tulang atau disebut juga dengan bone marrow puncture
adalah suatu tindakan untuk mengambil sampel massa dari sumsum tulang
belakang dengan cara mengebor pada ruas tulang tertentu di vertebrae. Hasil
pemeriksaan sumsum tulang pada penderita leukemia akut ditemukan keadaan
hiperselular dengan gambaran hampir semua sel sumsum tulang diganti sel
leukemia (blast). Jumlah sel blast minimal 30% dari sel berinti dalam sumsum
tulang.
1.2.5 Penanganan Leukemia
1. Kemoterapi
Kemoterapi merupakan jenis pengobatan kanker dengan menggunakan obat-obatan
anti kanker. Saat ini dapat dijumpai lima kelompok besar obat-obatan anti kanker
tersebut, yaitu kelompok alkaloid vinca, antimetabolit, antibiotik, enzim, dan
miscellaneous agent. Obat-obat ini dapat diberikan dengan cara ditelan maupun
disuntikkan langsung ke dalam pembuluh darah, otot, di bawah kulit, di ruang antara
dua ruas tulang belakang, maupun langsung ke organ tubuh yang terkena kanker.
Kerugian kemoterapi adalah obat-obatan tersebut tidak bisa membedakan antara sel
kanker dan sel yang masih sehat.
2. Radiasi
Radiasi digunakan untuk membunuh sel leukemia yang berakumulasi di berbagai
bagian tubuh, seperti otak dan saraf (leukemia akut) dan saluran limfa (leukemia
kronik). Radiasi menggunakan sinar gamma dengan dosis tinggi yang
dilokalisasikan pada tempat berkumpulnya sel leukemia.
3. Transplantasi stem cell
Pada pasien yang masih muda bila kemoterapi tidak berhasil atau menimbulkan
kekambuhan, maka dapat dilakukan transplantasi sel dengan donor sumsum dari
saudara kandung atau keluarga dekat.
1.3 Hemofilia
1.3.1 Definisi
Hemofilia berasal dari bahasa Yunani Kuno, yang terdiri dari dua kata yaitu
haima yang berarti darah dan philia yang berarti cinta atau kasih sayang. Hemofilia
adalah suatu penyakit yang diturunkan, yang artinya diturunkan dari ibu kepada
anaknya pada saat anak tersebut dilahirkan.
Hemofilia merupakan penyakit genetik yang diturunkan secara x-linked resesif
berdasarkan hukum Mendel dari orang tua kepada anak-anaknya. Penyakit ini terjadi
akibat kelainan sintesis salah satu faktor pembekuan, dimana pada hemofilia A terjadi
kekurangan F VIII (Antihemophilic factor), sedangkan pada hemofilia B terjadi
kekurangan F IX (Christmas factor). Hemofilia A mencakup 80-85% dari keseluruhan
penderita hemofilia.
Secara klinis hemofilia dapat dibagi menjadi hemofilia ringan, hemofilia
sedang dan hemofilia berat berdasarkan derajat kekurangan faktor pembekuan yang
bersangkutan.
1.3.2 Patofisiologi
Dasar abnormalitas pada hemofilia A adalah defisiensi/abnormalitas protein
plasma yaitu faktor anti hemofili (AHF = anti hemophilic factor/VIII). Dalam keadaan
normal, dalam plasma F.VIII bersirkulasi dalam bentuk ikatan dengan faktor von
Willebrand (vWF). Faktor vWF disebut juga F.VIII Antigen (F.VIIIAg) berfungsi
sebagai pembawa F.VIII. Fungsi F.VIII dalam proses koagulasi dinamakan F.VIII C.
Produksi vWF dikode oleh gen otosomal. Pada hemofilia A, vWF diproduksi dalam
kualitas normal dengan jumlah normal atau meningkat.
Pada hemofilia A didapatkan gangguan pada proses stabilisasi sumbat
trombosit oleh fibrin. Mutasi genetik yang ditemukan pada hemofilia A :
Transposisi basa tunggal : codon arginin menjadi stop codon yang menghentikan
sintesis F.VIII yang menyebabkan hemofilia berat.
Substitusi sam amino tunggal : menyebabkan hemofilia ringan.
Delesi beberapa ribu nukleotida : menyebabkan hemofilia berat Demikian
banyaknya mutasi terjadi pada gen F.VIII kira-kira 30% penderita baru hemofilia
tidak ada riwayat keluarga karena telah terjadi mutasi spontan.
1.3.3 Gejala Klinis dan Diagnosis
1. Riwayat Penyakit
Hemofilia dapat timbul saat lahir dimana terjadi : pemanjangan waktu
perdarahan dari tali pusat atau perdarahan intra kranial, sefalhematom, perdarahan
saat sirkumsisi. Pada anak yang lebih besar biasanya didapat riwayat adanya salah
seorang laki-laki anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama/gangguan
perdarahan. Namun perlu diingat bahwa 30% kasus tidak menunjukkan ada riwayat
perdarahan yang sama. Beratnya perdarahan bervariasi namun biasanya berat
ringannya perdarahan adalah sama pada satu keluarga. Acapkali seorang penderita
hemofilia ringan diagnosis baru dapat ditegakkan bila penderita mengalami suatu
tindakan pembedahan atau tindakan lain yang menyebabkan perdarahan.
Karena kelainan perdarahan dimulai sejak kecil/lahir sehingga perdarahan
sendi (hemarthrosis) sebagai akibat jatuh saat mulai belajar berjalan merupakan
gejala yang paling sering dijumpai. Demikian juga laserasi lidah, bibir sering
dijumpai pada usia 11-12 bulan. Dalam anamnesis mungkin diperoleh keterangan
tentang pernah/seringnya transfusi darah dalam mengatasi perdarahan. Riwayat
keluarga sangat penting untuk kelainan yang diwariskan secara sex linked ini.
Selalu harus mencurigai kemungkinan adanya hemofilia A pada anak laki- laki
yang disertai perdarahan abnormal disamping kemungkinan hemofilia B karena
defisiensi faktor IX memang lebih jarang ditemukan.
2. Pemeriksaan Fisik
Derajat berat hemofilia secara klinis ditentukan oleh derajat berat defisiensi
faktor pembekuannya, bila kurang dari 1% disebut hemofilia berat, kadar Faktor
VIII (FVIII) 1-5% disebut hemofilia sedang dan bila kadar FVIII 5-25% disebut
hemofilia ringan. Tanda klinis dari hemofilia berat yang khas adalah terjadinya
perdarahan spontan pada sendi dan otot yang berulang disertai nyeri dan gejala ini
mulai nampak ketika anak mulai belajar merangkak. Kadang penderita
menunjukkan perdarahan gastrointestinal, hematuria dan perdarahan otak.
Perdarahan sendi yang berulang menyebabkan menimbulkan atropati
hemofilia dengan penyempitan ruang sendi, kista tulang dan gerakan sendi yang
terbatas. Pseudokista hemofilik bisa terjadi pada tulang sebagai akibat dari
perdarahan berulang pada subperiosteal dengan destruksi tulang dan terbentuk
tulang baru.
3. Diagnosis
Laki-laki dengan riwayat perdarahan spontan atau setelah trauma, ada
riwayat keluarga. Pada pemriksaan faal hemostasis APTT memanjang, kadar
Faktor VIII menurun. Dapat juga dipastikan dengan pemerksaan TGT
(thromboplastin generation time).
1.3.4 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan hemofilia klasik, antara lain :
1. Pengobatan dasar
- Tindakan saat terjadi perdarahan
- Tindakan saat perdarahan artifisial
- Pengobatan pencegahan
- Pengobatan di rumah
2. Perawatan komprehensif
3. Inhibitor terhadap faktor VIII
4. Deteksi karier dan diagnosis prenatal
II. TEKANAN DARAH2.1 Definisi
Tekanan darah adalah tekanan yang diberikan oleh darah terhadap dinding
pembuluh darah arteri. Tekanan itu diukur dalam satuan milimeter mercury (mmHg)
and direkam dalam dua angka-tekanan sistolik (ketika jantung berdetak) terhadap
tekanan diastolik (ketika jantung relaksasi). Kedua angka ini penting.
Dengan setiap denyut jantung, darah dipompa keluar dari jantung ke dalam
pembuluh darah, yang membawa darah ke seluruh tubuh. Tekanan darah merupakan
ukuran tekanan atau gaya di dalam arteri dengan setiap denyut jantung.
2.2 Pengukuran Tekanan Darah
Seorang dokter atau perawat dapat mendengar tekanan darah seseorang dengan
menempatkan stetoskop di arteri dan memompa sabuk yang dilingkarkan di lengan.
Tekanan darah dibaca pada meter khusus. Tercatat sebagai dua angka : 120
(Sistolik) 80 (Diastolik). Tekanan darah sistolik – angka pertama; jumlah tekanan
terhadap dinding arteri setiap waktu jantung berkontraksi atau menekan darah keluar
dari jantung. Tekanan darah diastolik – angka kedua; jumlah tekanan di dalam arteri
sewaktu jantung beristirahat, dan di antara denyut jantung.
Tekanan darah umumnya diukur dengan alat yang disebut
sphygmomanometer. Sphygmomanometer terdiri dari sebuah pompa, sebuah pengukur
tekanan, dan sebuah manset dari karet. Alat ini mengukur tekanan darah dalam unit
yang disebut milimeter air raksa (mm Hg).
Manset ditaruh mengelilingi lengan atas dan dipompa dengan sebuah pompa
udara sampai dengan suatu tekanan yang menghalangi aliran darah di arteri utama
(brachial artery) yang berjalan melalui lengan. Lengan kemudian di taruh disamping
badan pada ketinggian dari jantung, dan tekanan dari manset pada lengan dilepaskan
secara berangsur-angsur. Ketika tekanan didalam manset berkurang, seorang dokter
mendengar dengan stetoskop melalui arteri pada bagian depan dari sikut. Tekanan pada
mana dokter pertama kali mendengar denyutan dari arteri adalah tekanan sistolik
(angka yang diatas). Ketika tekanan manset berkurang lebih jauh, tekanan pada mana
denyutan akhirnya berhenti adalah tekanan diastolik (angka yang dibawah).
2.3 Jenis- jenis Tekanan Darah
1. Tekanan Darah Rendah (Hipotensi)
Hipotensi (tekanan darah rendah) adalah suatu keadaan dimana tekanan
darah lebih rendah dari 90/60 mmHg atau tekanan darah cukup rendah sehingga
menyebabkan gejala-gejala seperti pusing dan pingsan. Sebenarnya tubuh
mempunyai mekanisme untuk menstabilkan tekanan darah, kestabilan tekanan
darah ini penting sebab tekanan harus cukup tinggi untuk mengantarkan oksigen
dan zat makanan ke seluruh sel di tubuh dan membuang limbah yang dihasilkan jika
tekanan terlalu tinggi, bisa merobek pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan
di dalam otak (stroke hemoragik) atau komplikasi lainnya jika tekanan terlalu
rendah, darah tidak dapat memberikan oksigen dan zat makanan yang cukup untuk
sel dan tidak dapat membuang limbah yang dihasilkan sebagaimana mestinya dari
sekian banyak penyebab hipotensi maka hipotensi karena perubahan posisi tubuh
atau hipotensi ortostatik lah yang paling sering terjadi kapan pasien dikatakan
menderita hipotensi jenis ini.
Bila dijumpai penurunan tekanan darah sistolik yang menetap di bawah 80
mmHg atau penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 30 mmHg yang diikuti oleh
gejala klinis saat perubahan posisi tubuh dari tidur ke berdiri secara tiba tiba gejala
klinis yang terjadi cukup bervariasi acapkali keluhan yang disodorkan penderita
lebih merupakan keluhan neuropati autonom seperti mudah lelah, pusing, pingsan,
sering menguap, tutur kata yang kabur, penglihatan kabur, wajah pucat, keringat
dingin, mual, perasaan tak nyaman di perut, sensasi terceki keluhan yang muncul ini
kadang tidak berhubungan erat dengan kualitas penyakit ada kecenderungan
peningkatan kualitas gejala saat pagi hari ketika bangun tidur, makin reda bila hari
telah siang atau penderita kembali berbaring lalu, apa yang sebenarnya menjadi
penyebab dari hipotensi.
Penyebab dapat dikelompokan menjadi tiga yaitu :
a) Curah jantung berkurang, penyebabnya irama jantung abnormal, kerusakan atau
kelainan fungsi otot jantung, penyakit katup jantung, emboli pulmoner.
b) Volume darah berkurang, penyebabnya perdarahan hebat, diare, keringat
berlebihan, berkemih berlebihan.
c) Meningkatnya kapasitas pembuluh darah, penyebabnya syok septik, pemaparan
oleh panas, diare, obat-obat vasodilator (nitrat, penghambat kalsium,
penghambat ACE).
Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi gejala hipotensi antara
lain :
a) Aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur seperti berjalan cukup mampu
mengurangi timbulnya gejala.
b) Tidur dengan posisi kepala terangkat ± 30 cm dan alas tidur dapat memperbaiki
hipotensi ortostatik melalui mekanisme berkurangnya tekanan arteri ginjal yang
selanjutnya akan merangsang pelepasan renin dan meningkatkan volume darah.
c) Menggunakan obat obatan yang dapat menaikan tekanan darah.
2. Tekanan Darah Normal
Tekanan darah normal adalah tekanan darah yang berkisar kurang dari 120
mmHg untuk systolic dan kurang dari 80 mmHg untuk diastolic (bagi dewasa, usia
18 tahun dan lebih, serta tidak sedang dalam pengobatan tekanan darah tinggi dan
tidak menderita penyakit serius dalam waktu dekat).
Sistolik adalah tekanan darah pada saat jantung memompa darah ke dalam
pembuluh nadi (saat jantung mengkerut). Diastolik adalah tekanan darah pada saat
jantung mengembang dan menyedot darah kembali (pembuluh nadi mengempis
kosong). Sebetulnya batas antara tekanan darah normal dan tekanan darah tinggi
tidaklah jelas, sehingga klasifikasi hipertensi dibuat berdasarkan tingkat tingginya
tekanan darah yang mengakibatkan peningkatan resiko penyakit jantung dan
pembuluh darah.
Menurut WHO, di dalam guidelines terakhir tahun 1999, batas tekanan
darah yang masih dianggap normal adalah kurang dari 130/85 mmHg, sedangkan
bila lebih dari 140/90 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi; dan di antara nilai
tersebut disebut sebagai normal-tinggi (batasan tersebut diperuntukkan bagi
individu dewasa diatas 18 tahun).
3. Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi)
Tekanan darah naik turun sepanjang hari. Tetapi, ketika tekanan darah terus
naik dalam masa tertentu, inilah yang disebut dengan tekanan darah tinggi
(hipertensi). Tekanan darah tinggi berbahaya karena membuat jantung bekerja
terlalu keras, dan tekanan yang kuat dari aliran darah dapat melukai pembuluh
darah arteri dan organ-organ seperti jantung, ginjal, otak, dan mata. Tekanan darah
tinggi seringkali tidak menunjukkan tanda atau gejala. Ketika tekanan darah tinggi
terjadi, biasanya akan berlangsung seumur hidup. Jika tidak dikontrol, dapat
menyebabkan penyakit jantung dan ginjal, stroke, dan kebutaan.
Tekanan darah naik turun sepanjang hari. Tetapi, ketika tekanan darah terus
naik dalam masa tertentu, inilah yang disebut dengan tekanan darah tinggi
(hipertensi). Tekanan darah tinggi berbahaya karena membuat jantung bekerja
terlalu keras, dan tekanan yang kuat dari aliran darah dapat melukai pembuluh
darah arteri dan organ-organ seperti jantung, ginjal, otak, dan mata. Tekanan darah
tinggi seringkali tidak menunjukkan tanda atau gejala. Ketika tekanan darah tinggi
terjadi, biasanya akan berlangsung seumur hidup. Jika tidak dikontrol, dapat
menyebabkan penyakit jantung dan ginjal, stroke, dan kebutaan.
III. GANGGUAN HORMONAL3.1 Definisi Hormon
Hormon adalah zat kimiawi yang dihasilkan tubuh secara alami dan dilepaskan ke
dalam aliran darah dari suatu kelenjar atau organ, yang mempengaruhi kegiatan di
dalam sel-sel, begitu dikeluarkan hormone akan dialirkan oleh darah menuju
berbagai jaringan sel. Sebagian besar hormon merupakan protein yang terdiri dari
rantai asam amino dengan panjang yang berbeda-beda. Sisanya merupakan steroid,
yaitu zat lemak yang merupakan derivat dari kolesterol.
1. Hormon Wanita
Hormon wanita terutama dibentuk di ovarium. Baik pria maupun wanita, pada
dasarnya memiliki jenis hormon yang relatif sama. Hanya kadarnya yang
berbeda. Hormon seksual wanita antara lain progesteron dan estrogen.
Hormon-hormon pada tubuh wanita berperan penting dalam perjalanan
hidupnya termasuk pada keindahan kulit.
Berikut ini adalah peran ketiga hormon utama wanita :
a) Hormon Estrogen
Estrogen juga mempengaruhi sirkulasi darah pada kulit, mempertahankan
struktur normal kulit agar tetap lentur,menjaga kolagen kulit agar
terpelihara dan kencang serta mampu menahan air.
Hormon ini berfungsi untuk:
- Mempertahankan fungsi otak.
- Mencegah gejala menopause (seperti hot flushes) dan gangguan mood.
- Meningkatkan pertumbuhan dan elastisitas serta sebagai pelumas sel
jaringan (kulit, saluran kemih, vagina, dan pembuluh darah).
- Pola distribusi lemah di bawah kulit sehingga membentuk tubuh wanita
yang feminin.
- Produksi sel pigmen kulit.
b) Hormon Progesteron:
Sebenarnya hormon ini tidak terlalu berhubungan langsung dengan keadan
kulit tetapi sedikit banyak ada pengaruhnya karena merupakan
pengembangan estrogen dan kompetitor androgen.
Fungsi utama hormon progesteron lebih pada sistem reproduksi wanita,
yaitu:
- Mengatur siklus haid.
- Mengembangkan jaringan payudara.
- Menyiapkan rahim pada waktu kehamilan.
- Melindungi wanita pasca menopause terhadap kanker endometrium.
c) Hormon Androgen
Hormon ini berfungsi untuk:
- Merangsang dorongan seksual.
- Merangsang pembentukan otot, tulang, kulit, organ seksual dan sel
darah merah.
2. Hormon Pria
Saat hormon LH mencapai zakar melalui aliran darah, sel-sel yang ada di sana
mulai menghasilkan suatu hormon bernama testosteron. Sel-sel yang
menghasilkan testosteron mengetahui bahwa waktunya telah tiba bagi tubuh
yang ditempatinya untuk meninggalkan masa kanak-kanak menjadi laki-laki
dewasa. Rumus kimia testosteron yang dihasilkannya akan mengubah seorang
anak di dalam masa perkembangan menjadi laki-laki.
Molekul testosteron menyebar ke seluruh bagian tubuh dan molekul testosteron
menyebabkan perkembangbiakan sel-sel otot. Karena itu, tuuh laki-laki lebih
berotot dan kuat daripada tubuh perempuan. Peningkatan jumlah otot
menghasilkan penampakan tubuh khas laki-laki. Pada saat yang sama, molekul-
molekul testosteron mempengaruhi sel-sel pada akar rambut, menyebabkan
munculnya Janggut dan kumis. Testosteron mempengaruhi pita suara,
menyebabkan suara laki-laki lebih rendah daripada perempuan. Selain itu,
molekul testosteron memberikan pada tubuh laki-laki kemampuan membuahi
telur perempuan
Fungsi hormon utama :
Hormon membantu dan memastikan tumbesaran manusia yang lebih sempurna
dengan mengawal dan memastikan fundsi dan koordinasi setiap organ.Hormon
mengawal proses metabolisme dan membolehkan pencapaian kesehatan yang
lebih baik. Setelah manusia mencapai umur 25 tahun, produksi hormon mulai
menurun.
Hormon-hormon utama dalam sistem endoktrin :
- Human Growth Hormone (HGH)
- Melatonin
- Thyroid gland hormone
- Insulin
- DHEA
- Oestrogen
- Corpus luteum hormone
- Testis hormone
3.2 Kelainan Pada Sistem Hormon
1. Penyakit Addison
Terjadi karena sekresi yang berkurang dari glukokortikoid. Hal ini dapat
terjadi misalnya karena kelenjar adrenal terkena infeksi atau oleh sebab
autoimun.
Gejala – gejalanya berupa :
a) Berkurangnya volume dan tekanan darah karena turunnya kadar Na+ dan
volume air dari cairan tubuh.
b) Hipoglikemia dan turunnya daya tahan tubuh terhadap stress, sehingga
penderita mudah menjadi shock dan terjadi kematian hanya karena stress
kecil saja misalnya flu atau kelaparan.
c) Lesu mental dan fisik.
2. Sindrom Cushing
Kumpulan gejala – gejala penyakit yang disebabkan oleh sekresi berlebihan
dari glukokortikoid seperti tumor adrenal dan hipofisis. Juga dapat disebabkan
oleh pemerian obat – obatan kortikosteroid yang berlebihan.
Gejalanya berupa :
a) Otot – otot mengecil dan menjadi lemah karena katabolisme protein.
b) Osteoporosis.
c) Luka yang sulit sembuh.
d) Gangguan mental misalnya euphoria (terasa segan).
3. Sindrom Adrenogenital
Kelainan dimana terjadi kekurangan produksi glukokortikoid yang biasanya
akibat kekurangan enzim pembentuk glukokotikoid pada kelenjar adrenal.
Akibatnya kadar ACTH meningkat dan zona retikularis dirangsang untuk
mensekresi androgen yang menyebabkan timbulnya tanda – tanda kelainan
sekunder pria pada seorang wanita yang disebut virilisme yang timbulnya
janggut dan distribusi rambut seperti pria, otot – otot tubuh seperti pria,
perubahan suara, payudara mengecil, klitoris membesar seperti penis dan
kadang – kadang kebotakan.
Pada pria di bawah umur timbul pubertas perkoks, yaitu timbulnya tanda –
tanda kelamin sekunder di bawah umur. Pada pria dewasa gejala – gejala diatas
tertutup oleh tanda – tanda kelamin sekunder normal yang disebabkan oleh
testosterone. Tetapi bila timbul sekresi berlebihan dari estrogen dan
progesterone timbul tanda – tanda kelamin sekunder wanita antara lain yaitu
ginaekomastia (payudara membesar seperti pada wanita).
4. Peokromositoma
Tumor adrenal medulla yang menyebabkan hipersekresi adrenalin dan
noradrenalin dengan akibat sebagai berikut :
a) Basa metabolisme meningkat
b) Glukosa darah meningkat
c) Jantung berdebar
d) Tekanan darah meninggi
e) Berkurangnya fungsi saluran pencernaan
f) Keringat pada telapak tangan
Kesemuanya menyebabkan berat badan menurun dan tubuh lemah.
Pengobatanya melalu operasi.
5. Pembengkakan dari kelenjar tiroid yang menimbulkan pembenjolan pada leher
bagian depan. Penyebab struma antara lain peradangan, tumor ataupun
defisiensi yodium. Pada defisiensi yodium, struma terjadi karena kadar T4 dan
T3 menurun, kadar TASH meningkat, hal ini menrangsang sel – sela folikel
untuk hipertropi dan hyperplas.
6. Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit yang disebabkan oleh kalainan
hormon yang mengakibatkan sel – sel dalam tubuh tidak dapat menyerap
glukosa dari darah. Penyakit ini timbul ketika dalam darah tidak terdapat cukup
insulin. Pada kedua hal tersebut, sel – sel tubuh tidak mendapat cukup glukosa
dari darah sehingga kekurangan energi dan akhirnya terjadi pembakaran
cadangan lemak dan protein tubuh. Sementara itu, system pencernaan tetap
dapat meyerap glukosa dari makanan sehingga kadar glukosa dalam darah
menjadi sangat tinggi dan akhirnya diekskresi bersama urin. Penderita DM
dapat meninggal karena penyakit yang dideritanya atau karena komplikasi yang
ditimbulkan oleh penyakit ini, misalnya penyakit ginjal, gangguan jantung dan
gangguan saraf.
Pada penderita DM, sering disertai kelainan-kelainan dalam rongga mulut,
seperti peradangan pada jaringan mukosa dan penyakit peridontal serta mudah
terjadi abses periapikal. Pada penderita DM perlu ditekankan mengenai
pentingnya pemeliharaan kesehatan mulut. Bila keadaan mulut penderita sehat
(kedaan gula darah penderita terkontrol), maka pembuatan gigi tiruan sudah
dapat dilakukan, prognosa gigi tiuan pada penderita DM adalah gigi tiruannya
longgar.
7. Hipotiroidea
Keadaan dimana terjadi kekurangan hormone tiroid. Bila terjadi pada masa
bayi dan anak, hipotiroidea menimbulkan kretinisme yaitu tubuh menjadi
pendek karena pertumbuhan tulang dan otot tersumbat, disertai kemunduran
mental karena sel – sel otak kurang berkembang.
8. Hipertiroidea
Keadaan dimana hormone tiroid disekresikan melebihi kadar normal.
Gejala – gejalanya berupa berat badan menurun, gemetaran, berkeringat, nafsu
makan besar, jantung berdebar dan BMR maneingkatmelebihi 20 sampai 100.
DAFTAR PUSTAKA
Danis, Difa. Kamus Istilah Kedokteran: Gitamedia Press.
Anonim. 2014. Leukemia. Diakses melalui https://www.lippoinsurance.com/leukemia/.html
pada tanggal 10 Maret 2016.
UPT – Balai Informasi Teknologi LIPI. 2009. Tekanan Darah.
Kopriyanti, Nopa. 2010. Makalah Kelaianan Pada Sistem Hormon. Indramayu: Tugas dan
syarat mengikuti UTS Universitas Wiralodra.
Permono, Bambang dan I Dewa Gede Ugrasena. Tatalaksana Terkini Hemofilia Klasik
(Recent Advance On Hemophilia A Treatment). Surabaya: Divisi Hematologi –
Onkologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak.
Nurlitasari, Dewi Farida, dkk. 2014. Buku Pedoman Kepaniteraan Klinik Kurikulum
Berbasis Kompetensi Perawatan Rehabilitasi (Prostodonsia). Denpasar: Program
Profesi Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar.