kejang demam kompleks

37
BAB I PENDAHULUAN Kejang merupakan gangguan neurologis yang lazim pada kelompok umur pediatri dan terjadi dengan frekuensi 4-6 kasus/1000 anak. Kejang merupakan suatu serangan mendadak yang dapat nampak sebagai gangguan atau kehilangan kesadaran, aktifitas motorik abnormal, kelainan perilaku, gangguan sensoris, atau disfungsi outonom. Beberapa kejang ditandai oleh gerakan abnormal tanpa kehilangan atau gangguan kesadaran. Kebanyakan kejang pada anak-anak disebabkan oleh gangguan somatik yang berasal dari luar otak seperti demam tinggi, infeksi, pingsan, trauma kepala, hipoksia, toksin, atau aritmia jantung. Keadaan lain seperti gangguan pernafasan dan refluks gastroesofageal juga dapat menyebabkan kondisi yang menstimulasi terjadinya kejang. Sedangkan kejang demam merupakan gangguan kejang yang paling lazim pada masa, pada sekitar 2% sampai 5% dari jumlah anak-anak. Kejang demam biasanya terjadi pada umur antara 3 bulan sampai 5 tahun dimana kejang berhubungan dengan adanya demam tetapi tanpa adanya infeksi atau gangguan intrakranial. Kejang demam pada anak-anak yang sebelumnya pernah menderita kejang tanpa demam tidak dimasukkan pada kejang demam. Kejang dan demam juga bisa terjadi bersamaan pada meningitis, ketidakseimbangan elektrolit, ensefalopati, dan kondisi lain yang diakibatkan 1

Upload: breload

Post on 30-Jul-2015

290 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

kejang demam kompleks

TRANSCRIPT

Page 1: Kejang Demam Kompleks

BAB I

PENDAHULUAN

Kejang merupakan gangguan neurologis yang lazim pada kelompok umur

pediatri dan terjadi dengan frekuensi 4-6 kasus/1000 anak. Kejang merupakan suatu

serangan mendadak yang dapat nampak sebagai gangguan atau kehilangan kesadaran,

aktifitas motorik abnormal, kelainan perilaku, gangguan sensoris, atau disfungsi

outonom. Beberapa kejang ditandai oleh gerakan abnormal tanpa kehilangan atau

gangguan kesadaran. Kebanyakan kejang pada anak-anak disebabkan oleh gangguan

somatik yang berasal dari luar otak seperti demam tinggi, infeksi, pingsan, trauma

kepala, hipoksia, toksin, atau aritmia jantung. Keadaan lain seperti gangguan pernafasan

dan refluks gastroesofageal juga dapat menyebabkan kondisi yang menstimulasi

terjadinya kejang.

Sedangkan kejang demam merupakan gangguan kejang yang paling lazim pada

masa, pada sekitar 2% sampai 5% dari jumlah anak-anak. Kejang demam biasanya

terjadi pada umur antara 3 bulan sampai 5 tahun dimana kejang berhubungan dengan

adanya demam tetapi tanpa adanya infeksi atau gangguan intrakranial. Kejang demam

pada anak-anak yang sebelumnya pernah menderita kejang tanpa demam tidak

dimasukkan pada kejang demam. Kejang dan demam juga bisa terjadi bersamaan pada

meningitis, ketidakseimbangan elektrolit, ensefalopati, dan kondisi lain yang

diakibatkan oleh gangguan sistem saraf pusat, dalam hal ini tidak disebut kejang

demam.

Kejang demam yang berlangsung singkat umunya tidak berbahaya dan tidak

menimbulkan gejala sisa tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15

menit) biasanya disertai dengan apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi

untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis

laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung

yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas

otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme meningkat. Rangkaian kejadian di atas

adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama

berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang

mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema

1

Page 2: Kejang Demam Kompleks

otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial

lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat

menjadi matang di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi spontan. Jadi

kejang yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga

terjadi epilepsi5.

2

Page 3: Kejang Demam Kompleks

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh

( suhu rektal di atas 38 o C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranial. Pada tahun

1980 sebuah konferensi konsensus (The Consensus Development Panel on Febrile

Convulsions) yang diadakan oleh National Institutes of Health mendefinisikan kejang

demam sebagai kejadian kejang yang terjadi pada masa anak-anak yang biasanya terjadi

antara umur tiga bulan dan lima tahun yang dikaitkan dengan kenaikan suhu tubuh

tanpa adanya bukti infeksi SSP.1,2,3,4,5,7,8,10,13. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau

lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam perlu dipikirkan kemungkinan

lain misalnya infeksi SSP, epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. Bila demam

disebabkan proses intrakranial, bukan disebut sebagai kejang demam. Kejang disertai

demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam.

Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali

tidak termasuk dalam kejang demam. Bila kejang demam didahului diare hebat, perlu

dipikirkan kemungkinan bahwa kejang bukan disebabkan demam melainkan karena

gangguan metabolic misalnya hiponatremia, hipernatremia, hipokalsemia, dan

hipoglikemia.

Wegman (1939) dan Millichap (1959) dari percobaan binatang berkesimpulan

bahwa suhu yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya bangkitan kejang. Terjadinya

bangkitan kejang demam bergantung pada umur, tinggi serta cepatnya suhu meningkat

(Wegman, 1939 ; Prichard dan McGreat, 1958). Faktor hereditas juga mempunyai

peranan. Lennox-Buchthal (1971) berpendapat bahwa kepekaan terhadap bangkitan

kejang demam diturunkan oleh sebuah gen dominan dengan penetrasi yang tidak

sempurna. Lennox (1949) berpendapat bahwa 41,2 % anggota keluarga penderita

mempunyai riwayat kejang sedangkan pada anak normal hanya 3 %.

2.2. Epidemiologi

Kejang demam terjadi pada 2-4% dari populasi anak berumur 6 bulan sampai 5

tahun (kebanyakan antara umur 6 dan 18 bulan) 1,3,4,7,10,11,13. Di Amerika antara 2-5%

3

Page 4: Kejang Demam Kompleks

anak-anak mengalami kejang demam pada usia 6 bulan sampai 5 tahun. Sekitar 70-75%

merupakan kejang demam sederhana. 20-25% merupakan kejang demam kompleks.

Dan sekitar sepertiga dari pasien ini mengalami sedikitnya satu kali kekambuhan. Di

internasional angka yang serupa juga ditemukan pada negara berkembang, walaupun

mungkin di negara Asia frekuensinya lebih besar. Lebih dari 90 % dari kejang demam

adalah kejang umum, kurang dari 5 menit dan terjadi awal pada penyakit yang

menyebabkan demam. Penyakit pernafasan akut merupakan hal terbesar yang dikaitkan

dengan kejang demam. Gastroenteritis khususnya yang disebabkan oleh Shigella atau

Campylobacter dan infeksi traktus urinarius merupakan penyebab yang lebih

sedikit1,3,8,9,12,13.

Kejang demam jarang (sekitar 1-2,4%) menjadi epilepsi atau kejang non febril

pada umur dewasa. Kemungkinan untuk menjadi epilepsi lebih besar jika kejang

demam mempunyai manifestasi yang kompleks antara lain durasi lebih dari 15 menit,

lebih dari satu kali kejang dalam sehari. Faktor lain yang memperburuk yaitu onset awal

dari kejang (sebelum umur 1 tahun), riwayat keluarga epilepsi. Dan walaupun dengan

adanya faktor tersebut, risiko mengalami epilepsi setelah kejang demam itu masih

sangat rendah yaitu sekitar 15-20%1.

2.3. Etiologi dan Patofisiologi

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu

energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang

terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan

dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem

kardiovaskuler5.

Kejang demam terjadi pada anak pada saat perkembangan ketika ambang

kejangnya rendah. Untuk bisa mengerti bagaimana panas atau demam bisa memicu

kejang, dan bagaimana anak mengalami kondisi ini, dan bagaimana 70% dari semua

kasus epilepsi dimulai pada masa anak-anak, seseorang harus mengerti bahwa setiap

otak mempunyai keunikan ambang batas. Sebagai contoh, setiap orang akan mengalami

kejang jika demamnya cukup tinggi. Sekali ambang ini dicapai gangguan elektrikal

dalam otak akan mempengaruhi fungsi motorik dan mental10.

4

Page 5: Kejang Demam Kompleks

Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah

lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron

dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion

Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi

K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron

terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan

di luar sel neuron, maka terdapat perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di

luar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran sel neuron.

Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan

enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel5.

Keseimbangan potensial membran ini dapat berubah oleh:

1. perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler

2. rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau

aliran listrik dari sekitarnya

3. perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau

keturunan5.

Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh

tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Pada keadaan demam

kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan

kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Bila terjadi kenaikan suhu akan terjadi

perubahan keseimbangan membran sel, akan terjadi difusi dari ion Kalium dan Natrium

sehingga terjadi lepas muatan listrik. Lepas muatan sedemikian besarnya sehingga dapat

meluas ke seluruh sel maupun membran sel tetangganya dengan bantuan

neurotransmiter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang

berbeda dan kejang terjadi dari tinggi rendahnya ambang kejang tersebut. Pada anak

dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38oC sedangkan

pada anak yang memiliki ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu

40Oc atau lebih.

5

Page 6: Kejang Demam Kompleks

2.4. Manifestasi Klinis

Menurut J. Gordon Millichap dan Jerry A. Collifer, kejang demam dibagi menjadi

dua yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks6,8.

Kejang demam sederhana biasanya dikaitkan dengan :

- temperatur tubuh yang meningkat secara cepat diatas 38C.

- kejang biasanya bersifat umum, tonik klonik dan berlangsung kurang dari 15

menit.

- Tidak ada kelainan yang permanen atau sebelumnya tidak menunjukkan kejang

tanpa panas

- Kejang ini biasanya terjadi pada umur penderita 6 bulan sampai 5 tahun.

- Demam dan atau kejang tidak disebabkan oleh meningitis, ensefalitis atau

penyakit yang mempengaruhi otak2,4,6,7,8,9,12.

Pada kejang demam kompleks biasanya:

- Kejang bersifat lokal,

- Lama kejang lebih dari 15 menit.

- Kejang pertama kali umur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun.

- Adanya gejala dari kelainan neurologis yang permanen.

- Dalam 24 jam serangan kejang lebih dari 1 kali.

- Dan ada riwayat epilepsi di keluarga termasuk ayah, ibu dan saudara

kandung2,4,6,7,8,10,12.

Sekitar 30-50% anak mengalami kekambuhan kejang dengan episode kejang

dengan demam. Kejang demam sederhana dikatakan memiliki faktor risiko yang kecil

untuk menjadi epilepsi di kemudian hari. Faktor-faktor yang meningkatkan risiko untuk

menjadi epilepsi antara lain kejang yang atipikal, riwayat keluarga epilepsi awal kejang

demam kurang dari umur 9 bulan, perkembangan milestone yang terhambat dan adanya

kelainan neurologis. Insiden untuk menjadi epilepsi ini sekitar 9% ketika terdapat

beberapa faktor risiko dan hanya 1% pada anak tanpa faktor risiko2.

2.5. Faktor Risiko

Faktor risiko  kejang demam  yang penting adalah demam. Selain itu terdapat

faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan

terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar

natrium rendah. Demam sering disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, radang

6

Page 7: Kejang Demam Kompleks

telinga tengah, infeksi saluran cerna dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu

timbul pada suhu yang tinggi.

2.6 Pemeriksaan Fisik

- Penyebab dasar dari demam harus dilihat

- Pemeriksaan fisik yang teliti sering mengungkapkan otitis media, faringitis atau

virus sebagai penyebab demam

- Evaluasi serial dari status neurologis pasien adalah sangat penting

- Memeriksa tanda meningeal sebagaimana tanda trauma atau ingesti zat toksik

2.7 Riwayat

Yang harus dicari adalah tipe dari kejang (umum atau lokal) durasinya harus

digambarkan untuk membedakan antara kejang demam sederhana dengan kompleks dan

paparan yang potensial untuk sakit.

Riwayat penyebab dari demam, apakah karena virus, gastroenteritis harus bisa

diterangkan. Antibiotik yang pernah digunakan merupakan bagian yang penting sebab

sebagian mengobati meningitis sehingga harus diteliti. Pencarian terhadap riwayat

kelainan neurologis, perkembangan yang terhambat dan penyebab lain yang potensial

dari kejang8.

2.7 Komplikasi Kejang Demam

1. Mesial temporal sklerosis.

Hipoksia dan iskemia terjadi pada kejang demam yang lama pada anak dikatakan

menjadi faktor yang bertanggungjawab pada terjadinya mesial temporal sklerosis,

yang menimbulkan gejala kejang parsial dengan gejala yang kompleks (epilepsi

psikomotor). Hubungan ini belum dapat dibuktikan.

Meldrum : kejang 30 menit → mesial temporal

Sclerosis → 90% temporal lobe epilepsi

2. Kejang demam berulang

Dari penelitian yang ada, frekuensi terulangnya kejang demam berkisar antara 25

%-50%. Faktor terpenting untuk memperkirakan berulangnya kejang demam

adalah umur anak pada saat kejang terjadi pertama kali. Anak yang mendapatkan

kejang pertama kali pada umur 1 tahun atau kurang mempunyai kemungkinan

7

Page 8: Kejang Demam Kompleks

sebesar 65% mendapatkan kejang demam kembali. Hal ini berbeda dengan apabila

onset kejang antara umur 1 sampai 2 ½ tahun kemungkinan berulangnya kejang

sebesar 35% dan menjadi 20% apabila onset kejangnya setelah 2 ½ tahun. Angka

berulangnya kejang demam juga meningkat pada anak yang memiliki

perkembangan yang abnormal sebelum kejang pertama dan pada anak yang

memiliki riwayat keluarga yang pernah mengalami kejang tanpa demam.

MARVIN Apabila melihat kepada umur, jenis kelamin dan riwayat keluarga,

Lennox-Buchthal (1973) mendapatkan :

- Pada anak berumur kurang dari 13 tahun, terulangnya kejang pada wanita 50

% dan pada pria 33 %.

- Pada anak berumur antara 14 bulan dan 3 tahun dengan riwayat keluarga

adanya kejang, terulangnya kejang adalah 50 %, sedang pada tanpa riwayat

kejang 25 %.

Faktor risiko terjadinya kejang demam berulang

a.Riwayat kejang demam dalam keluarga.

b. Usia kurang dari 18 bulan.

c.Tingginya suhu badan sebelum kejang. Makin tinggi suhu sebelum kejang

demam makin kecil resiko berulangnya kejang demam.

d. Lamanya demam sebelum kejang. Makin pendek jarak antara mulainya

demam dengan terjadinya bangkitan kejang demam, makin besar risiko

berulangnya kejang demam.

Bila ada 3 faktor, kemungkinan kejang demam berulang kembali adalah 80%. Bila

sama sekali tidak terdapat faktor tersebut, risiko kejang demam kembali adalah 10-15%.

Kemungkinan kejang demam kembali paling besar pada tahun pertama.

3. Epilepsi

Anak yang mendapatkan kejang demam risikonya meningkat untuk menjadi

epilepsi dibandingkan dengan anak tanpa riwayat kejang demam. Anak yang

mendapatkan kejang fokal, kejang lama dan episode berulang dari kejang demam

memiliki kemungkinan sebesar 25% menjadi epilepsi sampai umur 25 tahun.

MARVINAngka kejadian epilepsi berbeda-beda, tergantung dari cara penelitian,

misalnya Lumbantobing (1975) pada penelitiannya mendapatkan 6 %, sedangkan

Livingstone (1954) mendapatkan dari golongan kejang demam sederhana hanya 2,9 %

8

Page 9: Kejang Demam Kompleks

yang menjadi epilepsi dan dari golongan epilepsi yang diprovokasi oleh demam ternyata

97 % yang menjadi epilepsi.

Faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari adalah :

a.Perkembangan saraf terganggu

b. Kejang demam kompleks

c.Riwayat epilepsi dalam keluarga

Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai

4-6%. Adanya ketiga faktor-faktor risiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi

menjadi 10-15%. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian

obat rumat pada kejang demam. UKK

4. Todd’ paresis

Merupakan kelemahan yang terjadi setelah kejang dan timbul setelah kejang

demam 1 kali atau 2 kali. Kelemahan ini biasanya sembuh setelah 24 - 48 jam atau

setelah 1 minggu.

5. Gangguan intelegensia

Yang mengalami kelainan ini adalah anak-anak yang sebelumnya sudah menderita

gangguan neurologis dan gangguan perkembangan. Gangguan belajar dan

kebiasaan, retardasi mental, dan defisit motorik serta koordinasi dilaporkan pada

anak dengan skuele kejang demam. Angka insiden dari komplikasi ini sangat

rendah pada anak normal yang mendapatkan kejang demam sederhana. Tidak ada

peningkatan insiden dari retardasi mental pada anak yang hanya mendapatkan

kejang demam dan pada anak yang normal sebelum timbul kejang pertama. Dari

suatu penelitian terhadap 431 penderita dengan kejang demam sederhana, tidak

terdapat kelainan pada IQ, tetapi pada penderita kejang demam yang sebelumnya

telah terdapat gangguan perkembangan atau kelainan neurologi akan didapat IQ

yang lebih rendah disbanding dengan saudaranya (Milichap, 1968). Apabila

kejang demam diikuti dengan terulangnya kejang tanpa demam, retardasi mental

akan terjadi 5 kali lebih besar ( Nelson dan Ellenberg). Kejang lama atau fokal

dapat membentuk skuele di otak.

6. Hemiparesis

9

Page 10: Kejang Demam Kompleks

Hemiparesis biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama

( berlangsung lebih dari setengah jam) baik bersifat umum atau fokal.

Kelumpuhannya sesuai dengan kejang fokal yang terjadi. Mula-mula kelumpuhan

bersifat flasid, tetapi setelah 2 minggu timbul spastisitas. Millichap (1968)

melaporkan dari 1190 anak yang menderita kejang demam, hanya 0,2 % saja yang

mengalami hemiparesis sesudah kejang lama.

2.8 Diagnosis Banding

- Epidural hematom

- Infeksi epidural dan subdural

- Meningitis

- Bakteremia dan sepsis

- Status epilepticus

2.9 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah tepi lengkap, elektrolit

dan glukosa darah dapat dilakukan, walaupun kadang tidak menunjukkan kelainan yang

berarti. Hitung leukosit diatas 20.000 L atau pergeseran kekiri yang ekstrim mungkin

berhubungan dengan bakteremia. Hitung sel lengkap dan kultur darah mungkin

merupakan pemeriksaan yang cocok. Meningitis harus disingkirkan. Pasien dengan

bakterial meningitis bisa menampakkan demam dan kejang. Tanda dari meningitis

(seperti fontanella yang menonjol, kaku kuduk, stupor) mungkin tidak ada terutama

pada anak dibawah 18 bulan1.

- Pemeriksaan lab rutin biasanya tidak diindikasikan kecuali diperlukan

untuk mencari penyebab demam

- Penilaian elektrolit jarang membantu dalam evaluasi kejang demam

- Pasien dengan kejang demam mempunyai insiden bakteremia mirip

dengan hanya dengan demam5.

2. Lumbal Punksi

Setelah mengontrol demam dan menghentikan kejang, seorang dokter harus

memutuskan apakah akan melakukan lumbal punksi. Indikasi pungsi lumbal pada

kejang demam adalah untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis.

Fakta bahwa seseorang mempunyai riwayat kejang demam sebelumnya tidak

menyingkirkan meningitis sebagai penyebab kejang yang terjadi. Semakin muda usia

10

Page 11: Kejang Demam Kompleks

anak semakin penting dilakukan, karena pemeriksaan fisik kurang reliabel dalam

mendiagnosis meningitis. Lumbal punksi seharusnya dilakukan jika usia anak dibawah

2 tahun, penyembuhan lambat, atau jika hal lain sebagai penyebab demam tidak

ditemukan1. Pelaksanaan lumbal punksi kontroversi pada pasien dengan kejang demam

sederhana. Dan perlu dilakukan pada jika dicurigai terjadi meningitis walaupun kejang

bukan satu-satunya tanda meningitis. Beberapa literatur melaporkan kurang dari 5%

insiden meningitis pada anak-anak menimbulkan kejang dan demam5,11. Bila pasti

bahwa kejang tersebut bukan disebabkan meningitis, pungsi lumbal tidak perlu

dilakukan.

Kemampuan menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis bervariasi

tergantung pengalaman dokter. Rekomendasi yang dapat digunakan adalah :

- Bayi kurang dari 12 bulan harus dilakukan pungsi lumbal karena gejala

meningitis sering tidak jelas.

- Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan untuk melakukan pungsi lumbal kecuali

pasti bukan meningitis.

- Bayi lebih dari 18 bulan umumnya gejala meningitis sudah terlihat dengan

jelas. Bila pasti bukan meningitis pungsi lumbal tidak dianjurkan.

3. Pemeriksaan foto kepala, CT Scan dan / MRI tidak dianjurkan pada anak

tanpa kelainan neurologis karena hampir semuanya menunjukkan gambaran

normal. CT Scan atau MRI boleh dilakukan pada kasus dengan kelainan

neurologis atau kasus dengan kejang fokal untuk mencari lesi organic di otak. CT

scan biasanya tidak perlu dalam evaluasi pada anak dengan kejang demam

sederhana yang pertama kali. CT scan dilakukan pada pasien dengan kejang

demam kompleks.

3.Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) juga tidak perlu pada evaluasi rutin

pada anak dengan kejang demam sederhana pertama kali. EEG tidak dapat

memprediksi kemungkinan berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan

terjadinya epilepsi di kemudian hari. Oleh sebab itu, pemeriksaan EEG pada

kejang demam tidk direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan

pada keadaan kejang demam yang tidak khas atau dengan faktor risiko menjadi

epilepsi2,5.

11

Page 12: Kejang Demam Kompleks

2.10 Pengobatan

A. Pengobatan Pada Saat Kejang

Pemberian diazepam rektal pada saat kejang sangat efektif dalam menghentikan kejang.

Diazepam rektal dapat diberikan di rumah. Dosis diazepam rektal adalah :

- Dosis 5 mg untuk anak di bawah 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di

atas usia 3 tahun, atau

- Dosis 5 mg untuk berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat

badan lebih dari 10 kg, atau

- 0,5 - 0,75 mg/kg BB/kali

Di rumah, maksimum diberikan 2 kali berturutan dengan jarak 5 menit. Hati-hati

dengan depresi pernafasan. Diazepam juga dapat diberikan dengan suntikan intravena

sebanyak 0,2 - 0,5 mg/kg BB. Berikan perlahan-lahan, dengan kecepatan 0,5 - 1 mg per

menit. Bila kejang berhenti sebelum dosis habis, hentikan penyuntikan. Diazepam dapat

diberikan 2 kali dengan jarak 5 menit bila anak masih kejang. Diazepam jangan

diberikan secara intramuskular karena tidak diabsorbsi dengan baik. Bila tetap masih

kejang, berikan fenitoin intravena sebanyak 15 mg/kg BB perlahan-lahan. Bila masih

tetap kejang, rawat di ruang rawat intensif, berikan pentobarbital dan pasang ventilator

bila perlu. Bila kejang sudah berhenti, tentukan apakah anak termasuk dalam kejang

demam yang memerlukan pengobatan rumat atau cukup pengobatan intermiten.

B. Pengobatan Rumat

Pengobatan rumat adalah pengobatan yang diberikan secara terus-menerus untuk waktu

yang cukup lama.

- Obat rumat yang dapat menurunkan risiko berulangnya kejang demam hanya

fenobarbital atau asam valproat. Semua obat antikonvulsan lain tidak bermanfaat

untuk mencegah berulangnya kejang demam.

- Dosis valproate adalah 15 - 40 mg/kg BB/hari dibagi 2 - 3 dosis sedangkan

fenobarbital 3 - 5 mg/kg BB/hari dibagi 2 dosis.

- Pengobatan rumat cukup diberikan selama 1 tahun, kecuali pada kasus yang

sangat selektif.

- Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan

kesulitan belajar. Sedangkan pemakaian asam valproat pada usia kurang dari 2

12

Page 13: Kejang Demam Kompleks

tahun dapat menyebabkan gangguan hati. Bila memberikan valproate periksa

SGOT dan SGPT setelah 2 minggu, 1 bulan, kemudian 3 bulan.

- Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai

berikut :

1. Kejang lama > 15 menit

2. Anak mengalami kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah

kejang, misalnya hemiparesis, todd’s paresis, cerebral palsy, retardasi

mental, hidrosefalus

3. Kejang fokal

4. Bila ada keluarga sekandung atau orang tua yang mengalami epilepsi.

- Pengobatan rumat tidak harus diberikan tetapi dapat dipertimbangkan dalam

keadaan :

1. Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam

2. Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan.

C. Pengobatan Intermiten

Yang dimaksud dengan pengobatan intermiten adalah pengobatan yang diberikan pada

saat anak mengalami demam, untuk mencegah terjadinya kejang demam. Terdiri dari

pemberian antipiretik dan antikonvulsan.

Antipiretik

Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya

kejang demam. Namun kesepakatan saraf anak menyatakan bahwa pengalaman

menunjukkan bahwa antipiretik tetap bermanfaat.

Antipiretik yang dapat digunakan adalah :

- Paracetamol atau asetaminofen 10 - 15 mg/kg BB/kali diberikan 4 kali.

- Ibuprofen 10 mg/kg BB/kali, diberikan 3 kali.

Antikonvulsan pada saat kejang

- Pemakaian Diazepam oral dosis 0,3 - 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam

menurunkan risiko berulangnya kejang.

- Dapat juga diberikan diazepam rektal dengan dosis 0,5 mg/kg BB/kali diberikan

sebanyak 4 kali per hari.

13

Page 14: Kejang Demam Kompleks

PROGNOSIS

Prognosis anak dengan kejang demam adalah bagus. Pencapaian intelektual

normal. Kebanyakan anak akan mengalami kejang demam di kemudian hari, tetapi

perkembangan ke epilepsi dan kejang tanpa demam adalah jarang. Kejang demam akan

kambuh pada 50% anak yang mengalami kejang demam kurang dari 1 tahun dan 27%

pada onset setelah umur satu tahun4,7,8.

Jika tidak ditangani, 33% pasien mengalami stidaknya satu kali kekambuhan.

Menurut United States National Collaborative Perinatal Project yang meneliti 1.706

anak dari baru lahir sampai umur 7 tahun yang mengalami satu atau lebih kejang

demam, faktor risiko untuk berkembang menjadi epilepsi adalah

1. riwayat kejang tanpa demam

2. adanya abnormalitas neurologis

3. kejang demam kopleks.

Dari pasien yang mempunyai satu faktor risiko, 2 % berkembang menjadi

epilepsi dan pada pasien yang memiliki 2 atau lebih faktor risiko, 10% berkembang

menjadi epilepsi3,4,8.

14

Page 15: Kejang Demam Kompleks

DAFTAR PUSTAKA

1. Moe P.G., Seay A.R. Neurologic & Muscular Disorder. In: Current Pediatric

Diagnosis & Treatment. Editor: Hay W.W et al. eds 16 th. 2003. USA. Lange

Medical Books/McGrow-Hill. p 717-45.

2. Johnston M.V. Seizures in Childhood. In: Nelson Textbook of Pediatrics. Editor:

Behrman, Kliegman, Jenson. Eds 17th. 2004. Pensylvania. Saunder. p 1993-

2011.

3. Gascon G.G., Mikati M.A. Seizures and Epilepsy. In: Textbook of Clinical

Pediatrics. Editor: Elzouki AV, Hanfi HA, Nazer H. 2001. Philadephia. William

& Wilkins. p 1414-24.

4. Behrman R.E., Kliegman R.M. Nelson Essentials of Pediatrics. eds 4 th. 2002.

Pennsylvania. WB Saunders Company. p 793-800.

5. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid

2. 2002. Jakarta. Percetakan Infomedika. hal 847-55.

6. Kari I.K. Kejang Demam. Dalam: Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu

Kesehatan Anak RSUP Sanglah, Denpasar. Editor: Sudaryat, Soetjiningsih.

Cetakan II. 2000. Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNUD/RSUP Sanglah.

Hal 198-204.

7. Anonim. Febril Convulsions. www.patient.co.uk/showdoc/40000513/. Access:

27 April 2005.

8. Zempsky W.T. Pediatrics, Febril Zeisures.

www.emedicine.com/emerg/topic376.htm. Last updated: October 14, 2004.

Access: April 27, 2005.

15

Page 16: Kejang Demam Kompleks

9. Seamens C.M., Slovis C.M. Seizurez: Classification and Diagnosis.

www.allergy-consult.com/secure/textbookarticles/textbook/43_seizures.htm.

Access: April 27, 2005.

10. Dannenberg B.W. Seizures Disorders.

www.thrombosis-consult.com/secure/textbookarticles/textbook/11_seizures.htm.

Access: April 27, 2005.

11. Anonim. Management & Tratment of Febrile Seizures.

http://home.coqui.net/myrna/febsrz.htm. Access: April 27, 2005.

12. Baumann R. Febrile Sizures. www.emedicine.com/neuro/topic134.htm Last

updated: February 14, 2005. Access: April 27, 2005.

13. Camfield C.S., Camfield P.R. Febrile Seizures.

www.ilae-epilepsy.org/ctf/febrile_convulsions.html Last updated: December 1,

2002. Access: April 27, 2005.

16

Page 17: Kejang Demam Kompleks

LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien

Nama : Putu Anggi

Umur : 1 tahun 6 bulan

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Perum Padmayani Blok C Denpasar

MRS : 27 Juni 2005 (jam )

II. Heteroanamnesis

Keluhan utama : kejang

Pasien merupakan kiriman dari Sp.A dengan diagnosis Kejang Demam Kompleks.

Pasien dikeluhkan kejang sebanyak 3 kali yaitu :

Kejang 1 : kejang terjadi pada pukul 15.00 ( …jam SMRS) berlangsung

kurang lebih 5 menit, kaki dan tangan mengalami kejang tonik

klonik, Mata mendelik ke atas, simetris, mulut tdak mengeluarkan

buih, berhenti spontan panas (+), setelah kejang pasien sadar baik,

kebiruan pada sirkum oral (-)

Kejang 2 : kejang terjadi pada pukul 15.15, selama 1 menit, gejala sama

seperti kejang pertama.

Kejang 3 : kejang terjadi pada pukul 18.00, selama kurang lebih 1 menit, gejala

sama seperti kejang pertama.

Sebelumnya pasien dikeluhkan panas tinggi mendadak yaitu pada pukul 08.00.

Panas tidak turun dengan penurun panas. Menggigil (-), berkeringat (-).

Pasien juga dikeluhkan mencret sejak pukul 15.00, frekuensi kurang lebih 6 kali,

dengan volume ¼ gelas/kali, darah (-), lendir (-) ampas (-). Bau asam (-)

Muntah (-), batuk dan pilek (-). Makan/minum menurun setelah sakit. BAK (+)

normal, BAK terakhir kurang lebih ½ jam SMRS.

Riwayat pengobatan : pada pukul 17.20 ke Sp.A, diberi Diazepam (Stesolid) dan

paracetamol (Dumin),kemudian dirujuk ke RS. Sanglah

Riwayat penyakit sebelumnya : pasien memiliki riwayat kejang dengan panas pada

umur kurang lebih 5 bulan, kejang berlangsung kurang lebih 3 menit, tangan dan kaki

menghentak, setelah kejang pasien sadar baik.

17

Page 18: Kejang Demam Kompleks

Riwayat penyakit dalam keluarga : ayah pasien pernah menderita kejang dengan

panas sewaktu kecil

Riwayat persalinan : lahir spontan ditolong bidan, BBL 3800 gram, langsung

menangis, kelainan (-).

Riwayat imunisasi : lengkap sesuai umur.

Riwayat nutrisi : ASI : 0 – 3 bulan

PASI : 3 bulan – sekarang

Nasi tim : 4 bulan – 9 bulan

Makanan dewasa : 10 bulan - sekarang

III. Pemeriksaan Fisik

Status Present

Keadaan Umum : tampak lemah

Kesadaran : E1V1M3 (dalam pengaruh diazepam)

Nadi : 140 x/menit, regular, isi cukup

Respirasi : 40 x/menit, regular.

T ax : 40,3ºC

BB : 12 Kg

TB : 85 Cm Z score : 0,1 SD (normal)

Status Generalis

Kepala : N-Cephali, UUB datar

Mata : anemis(-), ikterus(-) Reflek pupil +/+ isokor cowong (-)

strabismus (-), nistagmus (-) deviation conjugee (-) air mata (+).

THT : NCH (-), sianosis (-), tonsil T1/T1 hiperemis (+),

Pharing hiperemis (+)

Leher : Pembesaran kelenjar (-), kaku kuduk (-)

Thorak : retraksi (-)

Cor : S1S2 N, regular, murmur(-)

Po : Bronkovesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheesing -/-

Abdomen : Distensi (-), BU (+) N, H/L tidak teraba, turgor N

Extremitas : Akral hangat (+), sianosis (-), Oedem (-)

18

+ +

+ +

Page 19: Kejang Demam Kompleks

Refleks Fisiologis

Reflek patologis

Kernig sign (-), Brudzinsky I/II : -/-

Tenaga Tonus

IV. Pemeriksaan Penunjang

Lab DL (27 Juni 2005)

WBC : 6,7 BS : 113

HGB : 12 Na : 136,6

HCT : 35,7 K : 3,68

PLT : 297 Cl : 108,6

LCS (28 Juni 2005)

- Warna : bening

- Kejernihan : jernih

- Protein None Apelt : (-)

- Protein Pandy : (-)

- Jml sel Lekosit : 1

- Poli : 0

- Mono : 1

- Jml sel Eritrosit : (0-1)/LPB

- Keadaan : utuh

- Total protein : 9

- Glukosa : 68

- VDRL : (-)

19

- -

- -

555 555

555 555

N N

N N

Page 20: Kejang Demam Kompleks

FL (28 Juni 2005)

MAKROSKOPIS

20

Page 21: Kejang Demam Kompleks

o Warna : kuning

o Bau : -

o Konsistensi : lembek

o Lendir : -

o Darah : -

MIKROSKOPIS

o Leukosit : 3-4

o Eritrosit : 1-2

o Amoeba : veg &kista (-)

o Telor cacing : neg

o Lain-lain : gist cell (+)

Fat(+)

21

Page 22: Kejang Demam Kompleks

AGD (28 Juni 2005)

pH : 7,493

pCO2 : 21,0

pO2 : 163,9

Na + : 128

K+ : 3,5

Ca ++ : 0,63

Hct : 43%

V. Asessment

Kejang Demam Kompleks e.c. Tonsilofaringitis akut + diare akut tanpa dehidrasi

VI. Therapi

- MRS

- IVFD Dextrose 10 % 1100 cc/hari 12 tts/mnt

- Dumin rectal 125 mg/Paracetamol sirup 4 x Cth I (K/P)

- Kalpicillin injeksi 3 x 400 mg

- Luminal oral 2 x 30 mg

- Parasetamol 4 x ¾ cth

- Diazepam 6 mg diencerkan diberi pelan-pelan bila kejang

Pdx/ LP

Mx/ VS, Kejang

VII. Prognosis

Dubius et bonam.

Follow up

Tanggal S O A P

27/6/2005 Kejang (+) Status present - KDK e.c

TPA

Th/

Page 23: Kejang Demam Kompleks

Panas (+)

Mencret (+)

KU : tampak lemah

Kes : E1V1M3

Nadi : 140x/menit

RR : 40x/menit

T ax : 40,30C

Status general

Kepala : N- cephali

Mata : An (-), ict (-), Rp +/+

isokor, strab (-), nist

(-), dev.conjugee (-),

cowong (-)

THT : NCH (-), cyan (-)

Tonsil T1/ T1 hip (+)

Pharing hip (+)

Leher : KK (-), PK (-)

Thoraks:

Cor : S1S2 N, reg, m (-)

Po : Ves +/+, wh -/-, rh -/-

Abd: distensi (-), BU (+)N,

turgor normal

Ekst : hangat (+), cyan (-)

- Diare akut

tanpa

dehidrasi

- DD/

Susp.Ensefalit

is

Ensefalopati +

alkalosis

respiratorik

-IVFD D5%

12 tts/mt

-Dumin rectal

125 mg/

Paracetamol

syr 4 × cth I

+ kompres

hangat

- Luminal 2 ×

30 mg

- Amoxicillin

(Kalpicilin)

inj. IV 3 x

400 mg

-Diazepam

IV 6 mg

(K/P)

(diencerkan)

Mx/-vital

sign

- kejang

28/6/2005 Kejang (-)

Panas (+)

Mencret (-)

Status present

KU : sedang

Kes : E3V3M4

Nadi : 130x/menit

RR : 40x/menit

T ax : 37,50C

Status general

THT : Tonsil T1/ T1 hip (+)

Pharing hip (+)

Idem Th/

-IVFD RL

12 tts/mt

-Dumin rectal

125 mg/

Paracetamol

syr 4 × cth I

- Luminal 2 ×

30 mg

- Diazepam

Page 24: Kejang Demam Kompleks

IV 6 mg

(K/P)

(diencerkan)

Mx/-vital

sign

- kejang

29/6/2005 Kejang (-)

Panas (+)

BAB 4x,

kental,

lendir (+)

Status present

KU : sedang

Kes : E4V5M5

Nadi : 130x/menit

RR : 44x/menit

T ax : 39,10C

Status general

THT : Tonsil T1/ T1 hip (+)

Pharing hip (+)

idem idem

30/6/2005 Kejang (-)

Panas (+)

BAB 4x,

kental,

lendir (+)

Status present

KU : sedang

Kes : E4V5M5

Nadi : 120x/menit

RR : 40x/menit

T ax : 36,80C

Status general

Idem

idem idem

01/7/2005 Kejang (-)

Panas (+)

Mencret 5x,

encer,

ampas (+),

darah (-),

lendir (-)

Status present

KU : sedang

Kes : iritabel

Nadi : 110x/menit

RR : 40x/menit

T ax : 37,20C

Status general

idem - IVFD

Asering 12

tts/menit

- Pedialit

50-100

cc/tiap

BAB

- Kalpicillin

Page 25: Kejang Demam Kompleks

Mata : cowong (-)

THT : Tonsil T1/ T1 hip (+)

Pharing hip (+)

Abd : turgor normal

3 x 400 mg

- Luminal 2

x 30 mg

- Neokalina

3 x Cth I

- Lacto-B 3

x I sachet

02/7/2005 Mencret 3x

Kejang (-)

Status Present

KU : sedang

Kes : iritabel

Nadi : 120x/menit

RR : 30x/menit

T ax : 37,30C

Status general

idem

idem - IVFD

Asering 12

tts/menit

- Pedialit

50-100

cc/tiap

BAB

- Neokalina 3

x Cth I

- Lacto-B 3 x

I sachet

03/7/2005 Mencret 3x

Kejang (-)

Status Present

KU : sedang

Kes : composmentis

Nadi : 110x/menit

RR : 30x/menit

T ax : 36,80C

Status general

idem

idem - IVFD

Asering 12

tts/menit

- Pedialit

50-100

cc/tiap

BAB

- Kalpicillin

3 x 400 mg

- Luminal 2

x 30 mg

- Neokalina

3 x Cth I

- Lacto-B 3

Page 26: Kejang Demam Kompleks

x I sachet

04/7/2005 Mencret (-)

Kejang (-)

Panas (-)

Status Present

KU : sedang

Kes : composmentis

Nadi : 110x/menit

RR : 30x/menit

T ax : 360C

Status general

idem

idem - Neokalina

3 x Cth I

05/7/2005 Mencret (-) Status Present

KU : sedang

Kes : composmentis

Nadi : 120x/menit

RR : 30x/menit

T ax : 360C

Status general

THT : Tonsil hip (-)

Pharing hip (-)