kecerdasan emosional menurut perspektif al-quran
TRANSCRIPT
KECERDASAN EMOSIONAL MENURUT
PERSPEKTIF AL-QURAN
Dewi Murni
Dosen Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indragiri
E-Mail: [email protected]
Abstrak
Kecerdasan emosional dapat diartikan kemampuan,
merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan
daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi,
informasi, koneksi dan pengaruh manusia. Apabila berpikir
itu bersifat objektif, maka emosional itu bersifat subjektif
karena lebih banyak dipengaruhi oleh keadaan diri. Apa
yang indah, baik, dan menarik bagi seseorang belum tentu
indah, baik, dan menarik bagi orang lain. Implementasi
kecerdasaan emosional dapat terlihat dalam sikap
seseorang; pertama adalah istiqamah yaitu dengan cara
teguh pendirian terhadap jalan-jalan yang telah ditetapkan
Allah Swt, serta tidak mengurangi atau mengabaikan, dan
melampaui batas terhadap ajaran-ajaran tersebut. Kedua
yaitu rendah hati yaitu mereka berjalan dengan tenang,
penuh dengan ketawadhu’an, tidak congkak dan sombong.
Ketiga adalah tawakal, yakni timbulnya ketulusan di dalam
hati kepada Allah dalam menggapai keridhaan-Nya.
Terakhir adalah ikhlas, yakni suatu upaya memurnikan dan
menyucikan hati sehingga benar-benar hanya terarah
kepada Allah semata.
Kata kunci: Kecerdasan, Emosional dan Al-Quran
96 | Jurnal Syahadah
Vol. V, No. 1, April 2016
A. Pendahuluan
Al-Quran adalah kitab suci yang diturunkan oleh Allah SWT
kepada Nabi Muhammad secara mutawatir,1 sebagai pedoman bagi
makhluk-Nya. Oleh karena itu, Al-Quran memiliki keistimewaan yang
tidak dapat diukur dengan perhitungan manusia. Di antara
keistimewaannya adalah keterpeliharaan Al-Quran dari perubahan
akibat tangan-tangan kotor manusia. Allah SWT telah menjamin
keterpeliharaan Al-Quran sepanjang zaman. Sebagaimana dalam
firman Allah:
حا ل حز ن ن ا نح كرح إن ٱلذ ا لح نح ۥوإن فظو ٩لحححArtinya: Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Quran,
dan Sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya. (Q.S al-
Hijr: 9)
Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw adalah
mukjizat terbesar yang memiliki sifat universal dan berlaku untuk
seluruh umat manusia serta mengandung informasi yang ditetapkan
sebagai pedoman manusia sepanjang hidupnya, di mana dan kapan saja.
Al-Quran sebagai mukjizat tidak hanya menjadi bahan bacaan
meskipun membacanya mendapat pahala, melainkan juga untuk
dipahami, dipedomani, diamalkan dan diselidiki rahasia kebanarannya.
Hal ini dimaksudkan untuk memperluas cakrawala ilmu pengetahuan
tentang bukti-bukti kebesaran dan keagungan Allah, di samping untuk
1Mutawatir secara bahasa berarti beriringan atau berurut, menurut istilah yaitu
hadis yang diriwayatkan sejumlah orang yang secara tradisi tidak mungkin mereka
berdusta, mulai dari awal hingga akhir sanad, lebih lanjut lihat M. Ajaj al-Khatib,
Ushul al-Hadis,(Beirut: Dar al-Fikri, 1975), h. 301-302.
Kecerdesan Emosional Menurut Persepektif al-Qur’an | 97
Dewi Murni
memenuhi kebutuhan hidup manusia, agar dapat mencapai kebahagiaan
di dunia dan kesejahteraan hidup di akhirat.2
Di dalam Al-Quran, terdapat isyarat tentang adanya dimensi-
dimensi yang membedakan antara manusia dan seluruh makhluk hidup
lain, yaitu potensi, kemampuan belajar dan menuntut ilmu yang tidak
terbatas. Namun kemampuan ini berada dalam dua arah positif dan
negatif.3 Firman Allah Swt:
لحقنحا د خح نح لحقح نسح قويم ٱل ن تح حسحح
فلينح ثم ٤ف أ لح سح سفحح
ه أ دنح دح ٥رحArtinya: Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam
bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke
tempat yang serendah-rendahnya (neraka). (Q.S. at-Tin:4-5)
Manusia mempunyai potensi dan kemampuan mencapai
kedudukan tertinggi di alam eksistensi (yaitu kedudukan malakuti dan
Ilahi), akan tetapi dia juga memiliki potensi untuk jatuh terjerumus pada
posisi terendah yang bahkan lebih rendah dari kedudukan yang dimiliki
oleh binatang dan setan, yang kelak akan menjadi bagian manusia dari
dua titik ini hanya bergantung dari proses pembelajaran yang dilaluinya
di dunia ini, di mana proses tersebut yang akan melahirkan kecerdasan
terhadap diri seseorang.4
Kecerdasan ialah istilah umum yang digunakan untuk
menjelaskan sifat pikiran yang mencakup sejumlah kemampuan, seperti
kemampuan menalar, merencanakan, memecahkan masalah, berpikir
2 M. Chadziq Charisma, Tiga Aspek Kemukjizatan Al-Quran, (Surabaya: Bina
Ilmu, 1991), h. 14 3Ibid 4Ibid, h. 15.
98 | Jurnal Syahadah
Vol. V, No. 1, April 2016
abstrak, memahami gagasan, menggunakan bahasa, dan belajar. Cerdas
dapat diartikan sebagai sikap manusia yang mampu mengambil
pelajaran dan hikmah dari setiap persoalan sekaligus upaya mereka
untuk menjadi lebih baik lagi di masa depan.5
Menurut Howard Gardner kecerdasan adalah kemampuan untuk
memecahkan masalah atau menciptakan suatu produk yang bernilai
dalam satu latar belakang budaya atau lebih. Dengan kata lain,
kecerdasan dapat bervariasi menurut konteksnya.6
Melalui keterangan di atas dapat dipahami bahwa, pengertian
kecerdasan ialah kemampuan mengarahkan pikiran atau tindakan ke
arah yang lebih baik dan bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang
lain. Hal ini dijelaskan di dalam Al-Quran:
مرونح حأ ت
حاسح ۞أ ٱل ب نح ٱلبذ تلو نتم تح
حأ كم وح نفسح
حنح أ و حنسح ت بح وح ٱلكتح
عقلونح فحلح تحح
٤٤أArtinya: Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan)
kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri,
Padahal kamu membaca Al kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu
berpikir?.(Q.S.al-Baqarah: 44)
Dalam tafsir Ma’alim al-Tanzȋl dijelaskan bahwa penggunaan
akal pada ayat tersebut adalah seseorang yang terhindar dari kebodohan
sehingga dirinya dapat melakukan kebaikan.7 Jadi, seseorang yang
5Tim Penyusun Kamus,Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Terbaru, (Jakarta:
Balai Pustaka, 2003), h. 108. 6Julia Jasmine, Panduan Praktis Mengajar Berbasis Multiple Intlligences,
(Bandung: Nuansa, 2007), h. 11-12 7Abu Muhammad al-Husin bin Mas’ud al-Baghawi, Ma’alim al-Tanzȋl, Juz 1,
h. 88
Kecerdesan Emosional Menurut Persepektif al-Qur’an | 99
Dewi Murni
memiliki kecerdasan dapat diketahui salah satunya dengan cara
bagaimana ia menggunakan akalnya sebaik-baik mungkin.
Menurut keterangan para pakar ilmu psikologi,8 ada 14 lebih jenis
kecerdasan.9 Dari jenis-jenis tersebut, yang akan penulis bahas
hanyalah kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional dapat diartikan
kemampuan, merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan
daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi
dan pengaruh manusia.10 Apabila berpikir itu bersifat objektif, maka
emosional itu bersifat subjektif karena lebih banyak dipengaruhi oleh
keadaan diri. Apa yang indah, baik, dan menarik bagi seseorang belum
tentu indah, baik, dan menarik bagi orang lain.11
Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa,
kecerdasan emosional dapat dipahami sebagai kemampuan mengenali
perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, kamampuan memotivasi
diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri
sendiri dan dalam hubungannya dengan orang lain. Dalam surat al-
Baqarah Allah SWT menegaskan sebagai berikut:
8Di antara para ahli tersebut adalah David Wechsler (Psikolog AS), William
Stren (Psikolog Jerman), Alfred Binet (psikolog Prancis), Lewis Madison Terman
(Psikolog AS) dan lain sebagainya.http/blogspot.Com/2012/10/20/defenisi-
kecerdasan menurut para ahli. Html. (diakses pada hari sabtu tanggal 5 Oktober
2016). 9Meliputi; kecerdasan Intelektual, Majemuk, Praktis, Emosional,
Berwiraswasta, Advesitas, Aspirasi, Kekuatan, Imajinasi, Intuitif, Moral, Spiritual,
Kesuksesan. Lih. Agus Efendi, Revolusi Kecerdasan Abad 21, (Bandung, Alfabeta,
2005), Cet. I, h. 58. 10Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan
Spiritual- ESQ, (Jakarta: Penerbit Arga, 2001), h. 199 11Hamdani Bakran Adz-Dzakiey, Prophetic Intelligence – Kecerdasan
Kenabian, (Yogyakarta : Islamika, 2004), h. 631
100 | Jurnal Syahadah
Vol. V, No. 1, April 2016
اخذكم ل يؤح ٱلل ب غو ا ٱلل اخذكم بمح يؤح كن لح نكم وح يمحح
ف أت قلوبكم وح بح سح كح ليم ٱلل فور حح ٢٢٥غح
Artinya: Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Allah menghukum
kamu disebabkan (sumpahmu) yang disengaja (untuk
bersumpah) oleh hatimu.dan Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyantun. (Q.S. al-Baqarah: 225)
Pada ayat tersebut dijelaskan bahwa Allah tidak akan menyiksa
manusia yang melakukan kelalaian karena tidak tidak disengaja
sekalipun dalam bersumpah, ia hanya akan menimpakan siksa bila
kelalaian itu disengaja atas kehendak hati. Hal ini menunjukkan bahwa
hati tersebut telah terinfeksi dengan akhlak buruk dan keinginan hawa
nafsu yang menerobos batas-batas kebaikan.12
Semua implementasian dari kecerdasan emosional itu dinamakan
akhlak al-karȋmah,yang sebenarnya telah ada di dalam Al-Quran dan
telah diajarkan oleh Rasulullah Saw seribu empat ratus tahun yang lalu,
jauh sebelum konsep EQ diperkenalkan saat ini sebagai sesuatu yang
lebih penting dari IQ. Dalam kecerdasan emosional, hal itulah yang
menjadi tolok ukur kecerdasan emisonal (EQ).
Kecerdasan emosional ini sangat penting terhadap pengendalian
diri seseorang maupun terhadap orang lain, agar hidup mendapat
kebahagian di manapun kita berada. Demikian juga menyikapi teori
kecerdasan yang telah dirumuskan para pakar ilmuwan tentang jenis
kecerdasan tersebut, bahwa dalam pantauan penulis kecerdasan
linguistik, musical dan lain sebagainya semuanya itu didasari oleh hasil
12Quraish Shihab, Mukjizat Al-Quran, (Bandung: Mizan, 2010, h.139
Kecerdesan Emosional Menurut Persepektif al-Qur’an | 101
Dewi Murni
pengamatan, penghayatan dan pemahaman dari diri seseorang. Hal itu
dipandang hanya sebatas kecerdasan praktis saja.
Dalam penafsiran kecerdasan emosional yang menjadi pokok
masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana menafsirkan ayat-ayat
yang berbicara tentang mengimplementasikan kecerdasan emosional.
Seperti implemenatsi sikap konsisten, rendah diri, berusaha dan
berserah diri serta bersifat tulus (ikhlas).
B. Pembahasan
1. Implementasi Sikap Konsisten (Istiqomâh)
Istiqâmah berarti berdiri tegak di suatu tempat tanpa pernah
bergeser, karena akar kata Istiqâmah dari kata “qāma” yang berarti
berdiri. Dengan kata lain, istiqâmah juga berarti tegak lurus serta
sikap teguh pendirian dan selalu konsekuen.13
Jadi, muslim yang beristiqâmah adalah muslim yang selalu
mempertahankan keimanan dan akidahnya dalam situasi dan
kondisi apapun. Ia bak batu karang yang tegar menghadapi
gempuran ombak-ombak yang datang silih berganti. Ia tidak mudah
loyo dalam menjalankan perintah agama. Ia senantiasa sabar dalam
menghadapi seluruh godaan. Itulah manusia muslim yang
sesungguhnya, selalu Istiqâmah dalam sepanjang jalan.
قم ه فحٱستح وا إن طغح لح تح كح وح عح مح حابح ت ن مح مرتح وح
ا أ مح لونح ۥكح عمح ا تح بمححصير ١١٢ب
13Azyumardi Azra, Ensiklopedi Tasawuf, (Bandung: Angkasa Group, 2008),
h. 1202
102 | Jurnal Syahadah
Vol. V, No. 1, April 2016
Artinya: Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar,
sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang
yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu
melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha melihat apa
yang kamu kerjakan.(Q.S. Huud:112)
Ayat di atas menjelaskan bahwa Nabi Muhammad Saw
diperintahkan Allah SWT untuk bersikap konsisten, yakni
bersungguh-sungguh memelihara, mempercayai, mengamalkan
serta mengajarkan tuntunan-tuntunan-Nya, baik yang menyangkut
prinsip ajaran dan rinciannya, menyangkut dirimu secara pribadi
maupun penyampaiannya kepada masyarakat tanpa menghiraukan
gangguan dan kecaman orang lain.14
Setelah memerintahkan berbuat segala macam kebaikan
yang sesuai tuntutan wahyu, kini dilarangnya melakukan segala
macam keburukan dengan menyatakan janganlah kamu melampaui
batas yang ditetapkan Allah dan yang digariskan oleh fitrah
kesucian kamu, antara lain dengan mempersekutukan dan
mendurhakai Allah, melakukan perusakan di bumi atau membebani
diri melebihi kemampuan.
Kata fastaqim terambil dari kata قام yang berarti mantap,
terlaksana, berkonsentrasi serta konsisten. Sementara ulama
memahaminya terambil dari kata berdiri karena manusia akan
mampu melakukan sekian banyak hal yang tidak dapat
dilaksanakannya dalam keadaan selain berdiri, misalnya duduk atau
berbaring. Kata tersebut digunakan untuk menggambarkan keadaan
14M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol. 6,
h. 359
Kecerdesan Emosional Menurut Persepektif al-Qur’an | 103
Dewi Murni
yang terbaik dan sempurna bagi segala sesuatu sesuai dengan sifat
dan cirinya.15
Dengan demikian, kata istaqim adalah perintah untuk
menegakkan sesuatu sehingga ia menjadi sempurna, dan seluruh
yang diharapkan darinya wujud dalam bentuk sesempurna
mungkin, tidak disentuh oleh kekurangan atau keburukan dan
kesalahan.
Redaksi ayat di atas memisahkan Nabi dengan orang-orang
yang telah bertaubat. Hal ini bukan saja untuk menunjukkan betapa
tinggi kedudukan Nabi Saw tetapi juga untuk mengisyaratkan
bahwa tugas dan beban yang diletakkan di pundak Nabi Muhammad
Saw dalam soal perintah ini lebih berat daripada selain beliau.
Beliaulah yang berkewajiban tampil lebih dahulu, setelah itu kaum
mukminin mencontoh perbuatan Nabi Saw tersebut. Dalam konteks
ini, al-Qur’an menjelaskan sebagai berikut:
ينح إن ا ٱل نح ب قحالوا رح موا ثم ٱلل قح لح هم ٱستح لحيهم وح وف عح فحلح خحنونح زح ئكح ١٣يح لح و
ب أ صحح
حة أ ن نوا ٱلح ا كح بمح اءح زح ا جح ينح فيهح ل خح
لونح عمح ١٤يحArtinya: Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan:
"Tuhan Kami ialah Allah", kemudian mereka tetap
istiqamah, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka
dan mereka tiada (pula) berduka cita. Mereka itulah
penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya;
sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.(Q.S.
al-Ahqaaf: 13-14)
15Ibid
104 | Jurnal Syahadah
Vol. V, No. 1, April 2016
Al-Biqâi, al-Lusi dan Sayyid Quthub menggarisbawahi
bahwa perintah istaqim ini mengandung makna perintah untuk terus
menerus memelihara moderasi dan berada pada jalan pertengahan
di antara dua titik ekstrim, yakni tidak melebihkan (melampaui
batas) dan tidak juga mengurangi. Kendati demikian, Thabâthabâ’i
menolak memahami perintah istaqȋm dalam arti moderasi.“Makna
tersebut tidak didukung oleh lanjutan ayat yang hanya melarang
melampaui batas. Seandainya yang dimaksud adalah moderasi,
tentu lanjutan ayat akan melarang melampaui batas dan melarang
juga pengurangan hak dan kewajiban, bukan sekedar melarang
pelampauan batas.”16
Sayyid Quthub menggugurkan keberatan Thabâthabâ’i yang
menolak memahami kata istaqȋm mengandung makna moderasi,
menurut Sayyid Quthub istiqamah adalah moderasi serta
menelusuri jalan yang ditetapkan tanpa penyimpangan. Ini
menuntut kewaspadaan terus-menerus, perhatian bersinambung,
upaya pengamatan terhadap batas-batas jalan, pengendalian emosi
yang dapat memalingkan sedikit atau banyak, karena perintah ini
merupakan tugas abadi dalam setiap gerak dari gerak-gerak hidup
ini.”17
Larangan yang datang sesudah perintah istiqâmah itu
bukannya larangan pengabaian atau pengurangan, tetapi larangan
pelampauan batas. Ini karena perintah istaqȋm serta apa yang
16ath-Thabathaba’i,al-Mizan Fi Tafsir Al-Quran,(Beirut: Muassasat al-
‘Alamiy li al-Mathbu’at, 1991), , h. 54 17Sayyid Quthub, Fi Zhilal Al-Quran,(tt,: Dar Syuruq, t.th), h. 275
Kecerdesan Emosional Menurut Persepektif al-Qur’an | 105
Dewi Murni
diakibatkannya dalam jiwa manusia boleh jadi mengantar seseorang
melampaui batas dan berlebihan sehingga mengalihkan ajaran
agama ini dari kemudahan menjadi kesukaran. Padahal Allah Swt
menghendaki agar agama-Nya dilaksanakan sebagaimana Ia
diturunkan. Allah Swt menghendaki agar istiqâmah ini sesuai
dengan yang diperintahkan-Nya, tidak berkurang dan tidak
berlebih. Kelebihan dan pelampauan batas serupa dengan
pengabaian dan pengurangan, keduanya mengantar agama ini
menyimpang dari cirinya yang dikehendaki Allah Swt. Ini adalah
pesan yang sangat berharga untuk memantapkan jiwa dalam jalan
lurus dan lebar, tanpa penyimpangan menuju pelampauan batas atau
pengabaian.18
Dapat disimpulkan bahwa, ayat-ayat tentang istiqâmah ini
memerintahkan untuk bersikap teguh pendirian terhadap jalan-jalan
yang telah ditetapkan Allah Swt, serta tidak mengurangi atau
mengabaikan, dan melampaui batas terhadap ajaran-ajaran tersebut.
Hal tersebut mengakibatkan tidak lagi sesuai dengan perintah-Nya.
Dengan kata lain, makna subtantif dari istiqâmah itu adalah sesuatu
yang tidak menyimpang atau berlainan dari prinsip-prinsip yang
ditetapkan Allah Swt, pelampauan batas hanya sebagai salah satu
simbol dari bentuk penyimpangan.
Sikap istiqâmahini lahir dari kekuatan jiwa, sebab tanpa
keteguhan hati tidakkan dapat melahirkan sikap istiqâmah tersebut.
Menurut Thabâthabâ’i keteguhan hati (rabth ‘ala qulūb) merupakan
18Ibid
106 | Jurnal Syahadah
Vol. V, No. 1, April 2016
kinayah bagi pemutusan rasa cemas dan kegoncangan jiwa dari
dalam hati, juga kinayah bagi tasyji’ (pemberian rasa berani) dan
tsabâtul qulūb atau pengokohan hati.19 Firman Allah SWT dalam
surat al-Anfal sebagai berikut:
يكم إذ شذ اسح يغح لعح نح ٱ مذ لحيكم ل عح ذ ينح نه وح مذ ة نح محح
اء أ مح اء ٱلس مح كم به رح هذ طح نكم رجزح ۦلذ يذهبح عح ن وح طح ي ٱلش ح بطح علح ليرح وح
تح به يثحبذ امح قلوبكم وح قدحح ١١ ٱل
Artinya: (Ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu
mengantuk sebagai suatu penenteraman daripada-Nya, dan
Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk
mensucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari
kamu gangguan-gangguan syaitan dan untuk menguatkan
hatimu dan memperteguh dengannya telapak kaki(mu). (Q.S.
al-Anfal: 11)
Keteguhan hati pada ayat di atas dapat tercermin dalam kisah
Nabi Ibrahim ketika diuji oleh Allah Swt ketika untuk menyembelih
anaknya Ismail as. Karena kecintaan kepada Allah sudah berkurang
dengan lahirnya Ismail as, maka Alah mencoba kesetiaan Ibrahim
as. terhadap Allah swt. Ujian itupun juga berhasil dilaluinya. Jadilah
Ibrahim as. itu seorang yang hanif, seorang yang lurus dalam
mencintai Allah swt. Hingga hari kiamat, nama Nabi Ibrahim as
selalu disebut di dalam shalat. Jadilah Ibrahim as itu mendapat
julukan Khalilullăh, teman Allah.20
19ath-Thabathaba’i,op cit., h. 56 20Ibid
Kecerdesan Emosional Menurut Persepektif al-Qur’an | 107
Dewi Murni
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa keistiqamahan
Nabi Ibrahim mencintai Allah tidaklah berkurang sama sekali,
meskipun ia harus mengorbankan putra kesayangannya, yang
dahulu sangat ia nanti-nanti kelahiran. Namun untuk mewujudkan
bukti keistiqamahannya kepada Allah ia ikhlas menjalankannya.
2. Implementasi Sikap Kerendahan Hati (Tawadhu’)
Tawadhu’ adalah sikap rendah hati yang dimiliki orang yang
dapat mengendalikan nafsunya tatkala mendapat nikmat yang lebih
dari orang lain. Sikap ini akan membuahkan prilaku baik, baik
kepada Allah maupun kepada sesama makhluk-Nya. Tawadhu’
adalah sikap tenang, sederhana, sungguh-sungguh dan menjauhi
sikap takabbur, beringas, maupun membangkang.21
Fudail bin ‘Iyad pernah ditanya maksud dari tawadhu’. Ia
menjawab, tunduk dan taat melaksanakan yang hak (benar), serta
mau menerima kebenaran itu dari siapa pun yang mengatakannya.22
Pendapat lain mengatakan, “Tawadhu’ adalah merendahkan sayap
dan melembutkan sisinya.23
Lawan dari sikap tawadhu’ adalah takabbur (sombong), sifat
yang sangat dibenci Allah dan Rasul-Nya. Rasulullah Saw
mendefenisikan sombong dengan sabdanya,
بطر الكبرقا ل عن عبدالله بن مسعود عن النبي صلى الله عليه و سلم .الحق وغمط الناس
21Azyumardi Azra,op cit., h. 1301 22Muhammad Musa asy-Syarif, Ibadah Qalbu, Pengaruhnya dalam
Kehidupan Kaum Mukmin, (Jakarta: Media Eka Sarana, 2005), h. 184 23Ibid
108 | Jurnal Syahadah
Vol. V, No. 1, April 2016
Artinya: Kesombongan adalah menolak kebenaran dan
melecehkan orang”. (HR. Muslim)24
Jadi, tawadhu’ merupakan salah satu bagian dari akhlak
mulia, sudah selayaknya sebagai umat muslim untuk bersikap
tawadhu’, karena tawadhu’ merupakan salah satu akhlak terpuji
yang wajib dimiliki oleh setiap umat Islam. Sabda Nabi Saw berikut
ini:
ما » قال -صلى الله عليه وسلم-عن رسول الله عن أبى هري رة ن قصت صدقة من مال وما زاد الله عبدا بعفو إلا عزا وما ت واضع أحد
«لله إلا رف عه الله Artinya: Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw
bersabda, “Sedekah tidak mengurangi harta. Alalh tidak
akan menambah sesuatu karena sikap pemaaf hamba kecuali
kemulian, dan tidaklah sesorang bersikap tawadhu’
melainkan Allah akan mengangkat derajatnya. (HR.
Muslim)25
لحديث بمثل عن عياض بن حمار قال: إن الله أمرني وساق في احديث هشام عن قتادة وزاد فيه وإن الله أوحى إلى أن تواضعوا حتى
لا يفخر أحد على أحد ولا يبغي أحد على أحدArtinya: Hadis dari Iyadh bin Himar bahwa Rasul bersabda,
“Sesungguhnya Allah Swt mewahyukan kepadaku agar
kalian bersikap tawadhu’, mewahyukan kepadaku agar
kalian bersikap tawadhu’ sehingga seseorang tidak
24Muslim bin Hujjaj Abu Husin al-Qusyairi al-Naisaburi, Shahih Muslim,
(Beirut: Daar Ihya at-Turats al-‘Arabi, t.th), h. 93 25Abu Husin Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim al-Qusyairi an-Naisaburi,
Shahih Muslim, Kitab al-Jannah wa na’imiha wa ahliha,Bab Sifah ahlil Jannah wa
annar fi ad-dunya, (Beirut: Daar al-jail, t.th), h. 21
Kecerdesan Emosional Menurut Persepektif al-Qur’an | 109
Dewi Murni
menyombongkan diri kepada yang lain dan seseorang tidak
menzalimi yang lain. (HR. Muslim)26
Demikianlah Rasulullah Saw mengingatkan untuk bersikap
tawadhu’, sebab tersebarnya persatuan dan persamaan derajat,
keadilan dan kebaikan di tengah-tengah manusia sebagaimana sifat
sombong akan melahirkan keangkuhan yang mengakibatkan
memperlakukan orang lain dengan kesombongan.
Tanda orang yang tawadhu’ adalah disaat seseorang semakin
bertambah ilmunya maka semakin bertambah pula sikap tawadhu’
dan kasih sayangnya.Dan semakin bertambah amalnya maka
semakin meningkat pula rasa takut dan waspadanya.Setiap kali
bertambah usianya maka semakin berkuranglah ketamakan
nafsunya.Bertambah hartanya maka bertambahlah kedermawanan
dan kemauannya untuk membantu sesama, Bertambah tinggi
kedudukan dan posisinya maka semakin dekat pula dia dengan
manusia dan berusaha untuk menunaikan berbagai kebutuhan
mereka serta bersikap rendah hati kepada mereka.27
Seorang mukmin hendaknya menjauhi sikap sombong dan
sebab-sebab yang dapat mendorong prilaku tersebut, antara lain;
ilmu, amal ketaatan, keturunan, keindahan, kekuatan, harta dan
pendukung yang banyak.28Sebenarnya substansi sifat tersebut
terpuji, tetapi bisa saja menyebabkan sikap sombong. Orang saleh
26Ibid. 27Sa’id Hawa, Mensucikan Jiwa, (Jakarta: Robbani Press, 1998), h. 228 28Ibid, h. 233
110 | Jurnal Syahadah
Vol. V, No. 1, April 2016
hendaknya tidak termakan oleh sifat takabbur yang dapat timbul
dari ketujuh perkara di atas.
3. Implementasi Sikap Berusaha dan Berserah Diri
(Tawakkal)
Secara etimologi bahasa, tawakkal berarti menyerahkan
suatu urusan. Misalnya, menyerahkan suatu urusan kepada Fulan,
artinya ia mengandalkan urusannya kepada Fulan. Atau si Fulan
menyerahkan urusannya kepada yang lain, jika ia percaya akan
kemampuan orang itu, atau karena ia tidak mampu melakukannya
sendiri.29
Menurut pengertian syariat, orang yang bertawakal kepada
Allah berarti ia telah mengerti benar bahwa Allahlah yang
menjamin rezeki dan urusannya, sehingga dia hanya bergantung
kepada-Nya semata, tanpa melibatkan pihak lain.
Oleh karenanya, hakikat tawakal adalah ketulusan dalam
menggantungkan hatinya kepada Allah dalam menggapai
kepentingannya dan menghalau marabahaya, baik dalam urusan
dunia maupun akhirat. Segala sesuatunya diserahkan kepada-Nya,
sebagai realisasi keimanan bahwa hanya Dia semata sang pemberi
dan hanya Dia yang menolak, menghindarkan marabahaya dan
yang mendatangkan manfaat, bukan yang lain.
Di antara ayat-ayat Al-Quran yang menyerukan manusia agar
bersikap tawakal dengan baik dan sempurna antara lain,
29Muhammad Musa asy-Syarif, Ibadah Qalbu- Pengaruhnya dalam
Kehidupan Kaum Mukmin, (Jakarta: Media Eka Sarana, 2005), h. 131
Kecerdesan Emosional Menurut Persepektif al-Qur’an | 111
Dewi Murni
كح لح حبنحا وإ نح
كح أ نحا وإلح ك حوح ت لحيكح ا عح نح ب صير ر ٤ ٱلمحArtinya: Ya Tuhan Kami hanya kepada Engkaulah Kami
bertawakkal dan hanya kepada Engkaulah Kami bertaubat
dan hanya kepada Engkaulah kami kembali. ( Q.S. Al-
Mumtahanah: 4)
Sikap tawakal ini dicontohkan oleh Nabi Ibrahim as. yaitu
ketika dilempar ke dalam kobaran api, beliau mengucapkan
“Hasbunallăh wanikmal wakȋl” Allah menjadikan api yang panas
menjadi dingin sehingga Nabi Ibrahim selamat dari kobaran api
yang membara. Demikian juga ketika Nabi Muhammad Saw dan
para sahabatnya mendapatkan ancaman juga mengucapkan
“Hasbunallăh wanikmal wakȋl” yang membuatnya selamat dari
marabahaya.
Ketika Ibrahim as diuji, seberapa besar cintanya kepada
Allah Swt ataukah lebih rela dibakar hidup-hidup oleh Raja
Namrud. Seperti diketahui bahwa Raja Namrud setelah kalah
berdebat dengan Ibrahim, malunya demikian besar. Dalam debat
itu, Ibrahim mengatakan Tuhanku adalah Yang menghidupkan dan
Yang Mematikan. Aku juga bisa menghidupkan dan mematikan,
kata Namrud dengan sombong. Maka Ibrahim menjawab lagi,
Tuhanku dapat menerbitkan matahari dari Timur, kalau memang
kamu tuhan, silahkan terbitkan matahari dari barat? Namrud tak
dapat menjawab. Sehingga kebenciannya terhadap Ibrahim as.
bertambah besar.
Rasulullah saw menjelaskan balasan terhadap orang yang
tawakal pada Allah SWT dalam salah satu sabdanya
112 | Jurnal Syahadah
Vol. V, No. 1, April 2016
» -صلى الله عليه وسلم-عن عمر بن الخطاب قال قال رسول الله له ل لون على الله حق ت وك ر ت غدو لو أنكم كنتم ت وك تم كما ت رزق الطي رزق
قال أبو عيسى هذا حديث حسن صحيح «. خماصا وت روح بطانا
Artinya: Seandainya kalian bertawakal pada Allah dengan
tawakal yang sebenarnya, maka sungguh Dia akan
melimpahkan rezki kepada kalian, sebagaimana Dia
melimpahkan rezki kepada burung yang pergi (mencari
makan) di pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore
harinya dalam keadaan kenyang”. (HR. Tirmidzi)30
Tawakal yang sebenarnya kepada Allah SWT akan
menumbuhkan dalam hati seorang mukmin perasaan ridha kepada
segala ketentuan dan takdir Allah, yang ini merupakan ciri utama
orang yang telah merasakan kemanisan dan kesempurnaan iman.
4. Implementasi Sikap Ketulusan ( ikhlas)
Ikhlas adalah bentuk ibadah qalbu yang paling agung dan
sensitif. Banyak sekali ayat-ayat Al-Quran maupun hadis yang
menguraikan keutamaannya dan memperingatkan akan sikap
melalaikannya.
Pengertian ikhlas secara kebahasaan berasal dari kata
khalasha - yakhlushu-khulushan, mengacu pada pengertian terikat
dan terbelenggu, lalu terbebas dan selamat darinya. al-mukhlish
adalah orang yang hanya mengesakan Allah dengan setulus-
tulusnya. Kata al-mukhlash, mengandung pengertian orang yang
tulus kepada Allah, yaitu orang pilihan yang terbebas dari kotoran.
30Muhammad bin ‘Isa bin Saurah bin Musa bin adh-Dhahak at-Tirmidzi,
Sunan at-Tirmidzi,Kitab az-Zuhud, Bab Fiat Tawakul ‘ala Allah, (Mishriyah: al-
Jami’ah al-Maknaz al-Islamiy, t.th), h. 149
Kecerdesan Emosional Menurut Persepektif al-Qur’an | 113
Dewi Murni
Ikhlas terdiri dari tingkatan dan derajat yang berbeda satu
dengan lainnya. Antara lain, batin seseorang lebih besar dan agung
dari yang tampak secara lahir. Sifat ikhlas akan tercapai jika
keseimbangan antara lahir dan batin, namun demikian, derajat
tertinggi dari sifat ikhlas adalah jika yang tampak lebih baik dan
agung dari yang tampak.
Di dalam Al-Quran banyak disebutkan ayat-ayat tentang
ikhlas, antara lain:
ا مح لحعبدوا وح مروا إل
ح أ ٱلل لصينح لح ينح م يقيموا ٱلذ اءح وح حنحفحةح لحو توا ٱلص يؤ ةح وح و كح ين ٱلز لكح د ذح ة وح مح يذ ٥ ٱلقح
Artinya: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya
menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya
dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka
mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang
demikian Itulah agama yang lurus.” (Q.S. al-Bayyinah: 5)
Ayat di atas menjelaskan tentang sikap Ahl al-Kitab dan
kaum musyrikin yang enggan percaya serta berselisih satu sama
lain, yakni beribadah dan tunduk kepada Allah Swt dengan
memurnikan secara bulat untuk-Nya semata-mata, serta ketaatan
sehingga tidak mempersekutukan-Nya dengan suatu apapun, dan
juga mereka diperintahkan supaya melaksanakan shalat dan
menunaikan zakat secara sempurna sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan, bukan seperti yang selama ini mereka lakukan.31
Kata mukhlishin terambil dari kata خلص yang berarti murni
setelah sebelumnya diliputi atau disentuh kekeruhan. Dari sini
31Qurasih Shihab, op cit., vol.15, h. 445
114 | Jurnal Syahadah
Vol. V, No. 1, April 2016
ikhlas adalah upaya memurnikan dan menyucikan hati sehingga
benar-benar hanya terarah kepada Allah semata, sedang sebelum
keberhasilan usaha itu, hati masih diliputi atau dihinggapi oleh
sesuatu selain Allah SWT, misalnya pamrih dan semacamnya.32
Dengan demikian, sikap ikhlas ini dapat dipahami dengan
sifat ikhlas yang dimilki oleh Nabi Yusuf as yang tidak
menghendaki dari amalnya tersebut, kecuali wajah Allah dan
keridhaan-Nya. Tidak terpengaruh dengan apa-apa yang berada
dibalik keridhaan dan pujian manusia, selalu berbuat kebajikan,
menolong orang lain dan memberi makan karena mengharap wajah
Allah serta hanya mencari keridhaan Allah SWT.
C. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap kecerdasan
emosional menurut Al-Quran dapat disimpulkan bahwaAl-Quran
menjelaskan kecerdasan yang diberikan oleh Allah SWT kepada
manusia dengan sangat rinci, di antaranya kecerdasan emosional.
Penafsiran Al-Quran tentang kecerdasan emosional yaitu hati yang
teguh dan kuat, hati yang tawadhu’, hati yang bertawakal, dan hati yang
tulus.
Mengemplementasian sikap istiqamah yaitu dengan cara teguh
pendirian terhadap jalan-jalan yang telah ditetapkan Allah SWT, serta
tidak mengurangi atau mengabaikan, dan melampaui batas terhadap
ajaran-ajaran tersebut. Bersikap tawadhu’ dapat dilakukan dengan
32Ibid, h. 446
Kecerdesan Emosional Menurut Persepektif al-Qur’an | 115
Dewi Murni
tunduk dan taat melaksanakan yang hak (benar), serta mau menerima
kebenaran itu dari siapa pun yang mengatakannya hingga terhindar dari
sikap menyombongkan diri. Bersikap tawakal yaitu timbulnya
ketulusan di dalam hati kepada Allah untuk menggapai kepentingannya
dan menghalau marabahaya, baik dalam urusan dunia maupun akhirat.
Segala sesuatunya diserahkan kepada-Nya, setelah ia berusaha dengan
sebaik-baiknya.
Bersikap ikhlas yaitu tidak menghendaki dari amalnya tersebut,
kecuali wajah Allah dan keridhaan-Nya serta tidak terpengaruh dengan
apa-apa yang berada dibalik keridhaan dan pujian manusia, selalu
berbuat kebajikan dan menolong orang lain hanya mencari keridhaan
Allah SWT semata. Juga berupaya memurnikan dan menyucikan hati
sehingga benar-benar hanya terarah kepada Allah semata.
116 | Jurnal Syahadah
Vol. V, No. 1, April 2016
DAFTAR PUSTAKA
Abu Fadl, Mahmud al-Lusi,Ruhul Ma’ani Fi Tafsir Quran wa as-Sab’i
al-l Matsani, Beirut: Dar Ihya at-Turats al-‘Arabiy, t.th.
Adz-Dzakiey, Hamdani Bakran,Prophetic Intelligence – Kecerdasan
Kenabian, Yogyakarta : Islamika, 2004.
Agustian,Ary Ginanjar,Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi
dan Spiritual- ESQ, Jakarta: Penerbit Arga, 2001.
Baghawi, Abu Muhammad al-Husin bin Mas’ud al-.,Ma’alim al-Tanzȋl,
Juz 1, t.th.
Khatib,.M. Ajaj,Ushul al-Hadis,Beirut: Dar al-Fikri, 1975.
Naisaburi, Muslim bin Hujjaj Abu Husin al-Qusyairi al-, Shahih
Muslim, (Beirut: Daar Ihya at-Turats al-‘Arabi, t.th.
Syarif, Muhammad Musa asy-,Ibadah Qalbu, Pengaruhnya dalam
Kehidupan Kaum Mukmin, Jakarta: Media Eka Sarana, 2005.
Thabathaba’i, Husein ath-,al-Mizan Fi Tafsir Al-Quran,(Beirut:
Muassasat al-‘Alamiy li al-Mathbu’at, 1991.
Tirmidzi, Muhammad bin ‘Isa at,. Sunan at-Tirmidzi,Kitab az-Zuhud,
Bab Fit Tawakul ‘ala Allah, (Mishriyah: al-Jami’ah al-Maknaz
al-Islamiy, t.th.
Azra, Azyumardi, Ensiklopedi Tasawuf, Bandung: Angkasa Group,
2008.
Charisma,M. Chadziq,Tiga Aspek Kemukjizatan Al-Quran, Surabaya:
Bina Ilmu, 1991.
Dahlan, Ahmad,Asbābun Nuzūl: Latar Belakang Historis Turunnya
Ayat-ayat Al-Quran, Bandung: Diponegoro, 2000.
Efendi, Agus, Revolusi Kecerdasan Abad 21, Bandung, Alfabeta, 2005.
Kecerdesan Emosional Menurut Persepektif al-Qur’an | 117
Dewi Murni
Shihab, Quraish, Mukjizat Al-Quran, Bandung: Mizan, 2010.
---------.Tafsir al-Misbah, Jakarta: Lentera Hati, 2002.
Tim Penyusun Kamus,Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Terbaru,
(Jakarta: Balai PusJulia Jasmine, Panduan Praktis Mengajar
Berbasis Multiple Intlligences, Bandung: Nuansa, 2007.
Quthub, Sayyid, Fi Zhilal Al-Quran,tt,: Dar Syuruq, t.th.
118 | Jurnal Syahadah
Vol. V, No. 1, April 2016