kecelakaan kereta api di indonesia
TRANSCRIPT
BENCANA KECELAKAAN LALU LINTAS
KERETA API
I Transportasi
Transportasi adalah pemindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat
lainnya dengan menggunakan sebuah wahana yang digerakkan oleh manusia atau
mesin Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam melakukan
aktivitas sehari-hari Di negara maju mereka biasanya menggunakan kereta bawah
tanah (subway) dan taksi Penduduk disana jarang yang mempunyai kendaraan
pribadi karena mereka sebagian besar menggunakan angkutan umum sebagai
transportasi mereka Transportasi sendiri dibagi 3 yaitu transportasi darat laut dan
udara Transportasi udara merupakan transportasi yang membutuhkan banyak uang
untuk memakainya Selain karena memiliki teknologi yang lebih canggih
transportasi udara merupakan alat transportasi tercepat dibandingkan dengan alat
transportasi lainnya
A Transportasi Laut
Kapal adalah kendaraan pengangkut penumpang dan barang di laut (sungai dsb)
seperti halnya sampan atau perahu yang lebih kecil Kapal biasanya cukup besar
untuk membawa perahu kecil seperti sekoci Secara kebiasaannya kapal dapat
membawa perahu tetapi perahu tidak dapat membawa kapal Ukuran sebenarnya
dimana sebuah perahu disebut kapal selalu ditetapkan oleh undang-undang dan
peraturan atau kebiasaan setempat
Kapal sulit untuk diklasifikasikan terutama karena banyak sekali kriteria yang
menjadi dasar klasifikasi dalam sistem yang ada seperti
1 Berdasarkan tenaga penggerak
a Kapal bertenaga manusia (Pendayung)
b Kapal layar
c Kapal uap
d Kapal diesel atau Kapal motor
e Kapal nuklir
2 Berdasarkan jenis pelayarannya
a Kapal permukaan
b Kapal selam
c Kapal mengambang
d Kapal bantalan udara
3 Berdasarkan fungsinya
a Kapal Perang
b Kapal penumpang
c Kapal barang
d Kapal tanker
e Kapal feri
f Kapal pemecah es
g Kapal tunda
h Kapal pandu
i Tongkang
j Kapal tender
k Kapal Ro-Ro
l Kapal dingin beku
m Kapal keruk
n Kapal peti kemas Kapal kontainer
o Kapal pukat harimau
Pelabuhan adalah sebuah fasilitas di ujung samudera sungai atau danau untuk
menerima kapal dan memindahkan barang kargo maupun penumpang ke dalamnya
Pelabuhan biasanya memiliki alat-alat yang dirancang khusus untuk memuat dan
membongkar muatan kapal-kapal yang berlabuh Crane dan gudang berpendingin
juga disediakan oleh pihak pengelola maupun pihak swasta yang berkepentingan
Sering pula disekitarnya dibangun fasilitas penunjang seperti pengalengan dan
pemrosesan barang Peraturan Pemerintah RI No69 Tahun 2001 mengatur tentang
pelabuhan dan fungsi serta penyelengaraannya
B Transportasi Udara
Pesawat terbang atau pesawat udara atau kapal terbang atau cukup pesawat saja
adalah kendaraan yang mampu terbang di atmosfer atau udara
1 Kategori dan klasifikasi
a Lebih berat dari udara
Pesawat terbang yang lebih berat dari udara disebut aerodin yang masuk dalam
kategori ini adalah autogiro helikopter girokopter dan pesawat bersayap tetap
Pesawat bersayap tetap umumnya menggunakan mesin pembakaran dalam yang
berupa mesin piston (dengan baling-baling) atau mesin turbin (jet atau turboprop)
untuk menghasilkan dorongan yang menggerakkan pesawat lalu pergerakan udara di
sayap menghasilkan gaya dorong ke atas yang membuat pesawat ini bisa terbang
Sebagai pengecualian pesawat bersayap tetap juga ada yang tidak menggunakan
mesin misalnya glider yang hanya menggunakan gaya gravitasi dan arus udara
panas Helikopter dan autogiro menggunakan mesin dan sayap berputar untuk
menghasilkan gaya dorong ke atas dan helikopter juga menggunakan mesin untuk
menghasilkan dorongan ke depan
b Lebih ringan dari udara
Pesawat terbang yang lebih ringan dari udara disebut aerostat yang masuk dalam
kategori ini adalah balon dan kapal udara Aerostat menggunakan gaya apung untuk
terbang di udara seperti yang digunakan kapal laut untuk mengapung di atas air
Pesawat terbang ini umumnya menggunakan gas seperti helium hidrogen atau udara
panas untuk menghasilkan gaya apung tersebut Perbedaaan balon udara dengan
kapal udara adalah balon udara lebih mengikuti arus angin sedangkan kapal udara
memiliki sistem propulsi untuk dorongan ke depan dan sistem kendali
c Jenis pesawat berdasarkan desain
Balon udara
Kapal udara
Pesawat bersayap tetap
o Pesawat bersayap satu
+ Pesawat bersayap delta
+ Pesawat bersayap lipat
+ Sayap terbang
o Pesawat bersayap dua
o Pesawat bersayap tiga
Pesawat sayap berputar
o Helikopter
o Autogiro
b Berdasarkan propulsi
Pesawat terbang layang (Glider)
Pesawat bermesin piston
Pesawat bermesin turbo propeler
Pesawat bermesin turbojet
Pesawat bermesin turbofan
Pesawat bermesin ramjet
c Berdasarkan penggunaan
Pesawat eksperimental
Pesawat penumpang sipil
Pesawat angkut
Pesawat militer
Pelabuhan udara bandar udara atau bandara merupakan sebuah fasilitas tempat
pesawat terbang dapat lepas landas dan mendarat Bandara yang paling sederhana
minimal memiliki sebuah landas pacu namun bandara-bandara besar biasanya
dilengkapi berbagai fasilitas lain baik untuk operator layanan penerbangan maupun
bagi penggunanya
Menurut Annex 14 dari ICAO (International Civil Aviation Organization) Bandar
udara adalah area tertentu di daratan atau perairan (termasuk bangunan instalasi dan
peralatan) yang diperuntukkan baik secara keseluruhan atau sebagian untuk
kedatangan keberangkatan dan pergerakan pesawat
Sedangkan definisi bandar udara menurut PT (persero) Angkasa Pura adalah
lapangan udara termasuk segala bangunan dan peralatan yang merupakan
kelengkapan minimal untuk menjamin tersedianya fasilitas bagi angkutan udara
untuk masyarakat
Transportasi darat
Angkutan Jalan adalah kendaraan yang diperbolehkan untuk menggunakan jalan
menurut Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan
Pengemudi disebutkan
1 Sepeda Motor adalah kendaraan bermotor beroda 2 (dua) atau 3 (tiga) tanpa
rumah-rumah baik dengan atau tanpa kereta samping
2 Mobil Penumpang adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi
sebanyak-banyaknya 8 (delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk
pengemudi baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi
3 Mobil Bus adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi lebih dari 8
(delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi baik
dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi
4 Mobil Barang adalah setiap kendaraan bermotor selain dari yang termasuk
dalam sepeda motor mobil penumpang dan mobil bus
5 Kereta api adalah sarana transportasi berupa kendaraan dengan tenaga gerak
baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan kendaraan lainnya yang
akan ataupun sedang bergerak di rel
Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan termasuk
bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas yang
berada pada permukaan tanah di atas permukaan tanah di bawah permukaan tanah
danatau air serta di atas permukaan air kecuali jalan kereta api jalan lori dan jalan
kabel
1 Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum
2 Jalan khusus adalah jalan yang di bangun oleh instasi badan usaha
Perseorangan atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri
3 Jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan
dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol
Kereta api merupakan alat transportasi massal yang umumnya terdiri dari lokomotif
(kendaraan dengan tenaga gerak yang berjalan sendiri) dan rangkaian kereta atau
gerbong (dirangkaikan dengan kendaraan lainnya) Rangkaian kereta atau gerbong
tersebut berukuran relatif luas sehingga mampu memuat penumpang maupun barang
dalam skala besar Karena sifatnya sebagai angkutan massal efektif beberapa negara
berusaha memanfaatkannya secara maksimal sebagai alat transportasi utama
angkutan darat baik di dalam kota antarkota maupun antarnegara
Sejarah perkeretaapian sama seperti sejarah alat transportasi umumnya yang diawali
dengan penemuan roda Mulanya dikenal kereta kuda yang hanya terdiri dari satu
kereta (rangkaian) kemudian dibuatlah kereta kuda yang menarik lebih dari satu
rangkaian serta berjalan di jalur tertentu yang terbuat dari besi (rel) dan dinamakan
sepur Ini digunakan khususnya di daerah pertambangan tempat terdapat lori yang
dirangkaikan dan ditarik dengan tenaga kuda
Setelah James Watt menemukan mesin uap Nicolas Cugnot membuat kendaraan
beroda tiga berbahan bakar uap Orang-orang menyebut kendaraan itu sebagai kuda
besi Kemudian Richard Trevithick membuat mesin lokomotif yang dirangkaikan
dengan kereta dan memanfaatkannya pada pertunjukan di depan masyarakat umum
George Stephenson menyempurnakan lokomotif yang memenangi perlombaan balap
lokomotif dan digunakan di jalur Liverpool-Manchester Waktu itu lokomotif uap
yang digunakan berkonstruksi belalang Penyempurnaan demi penyempurnaan
dilakukan untuk mendapatkan lokomotif uap yang lebih efektif berdaya besar dan
mampu menarik kereta lebih banyak
Penemuan listrik oleh Michael Faraday membuat beberapa penemuan peralatan
listrik yang diikuti penemuan motor listrik Motor listrik kemudian digunakan untuk
membuat trem listrik yang merupakan cikal bakal kereta api listrik Kemudian
Rudolf Diesel memunculkan kereta api bermesin diesel yang lebih bertenaga dan
lebih efisien dibandingkan dengan lokomotif uap Seiring dengan berkembangnya
teknologi kelistrikan dan magnet yang lebih maju dibuatlah kereta api magnet yang
memiliki kecepatan di atas kecepatan kereta api biasa Jepang dalam waktu dekade
1960-an mengoperasikan KA Super Ekspress Shinkanzen dengan rute Tokyo-Osaka
yang akhirnya dikembangkan lagi sehingga menjangkau hampir seluruh Jepang
Kemudian Perancis mengoperasikan kereta api serupa dengan nama TGV
Jenis-jenis kereta api
a Dari segi propulsi (tenaga penggerak)
1 Kereta api uap
2 Kereta api diesel
3 Kereta rel listrik
b Dari segi rel
1 Kereta api rel konvensional Kereta api rel konvensional adalah kereta api
yang umum dijumpai Menggunakan rel yang terdiri dari dua batang besi
yang diletakan di bantalan Di daerah tertentu yang memliki tingkat
ketinggian curam digunakan rel bergerigi yang diletakkan di tengah tengah
rel tersebut serta menggunakan lokomotif khusus yang memiliki roda gigi
2 Kereta api monorel Kereta api monorel (kereta api rel tunggal) adalah kereta
api yang jalurnya tidak seperti jalur kereta yang biasa dijumpai Rel kereta ini
hanya terdiri dari satu batang besi Letak kereta api didesain menggantung
pada rel atau di atas rel Karena efisien biasanya digunakan sebagai alat
transportasi kota khususnya di kota-kota metropolitan dunia dan dirancang
mirip seperti jalan layang
c Dari segi di atasdi bawah permukaan tanah
1 Kereta api permukaan (surface) Kereta api permukaan berjalan di atas tanah
Umumnya kereta api yang sering dijumpai adalah kereta api jenis ini Biaya
pembangunannya untuk kereta permukaan adalah yang termurah
dibandingkan yang di bawah tanah atau yang laying
2 Kereta api layang (elevated) Kereta api layang berjalan di atas dengan
bantuan tiang-tiang hal ini untuk menghindari persilangan sebidang agar
tidak memerlukan pintu perlintasan kereta api Biaya yang dikeluarkan
sekitar 3 (tiga) kali dari kereta permukaan dengan jarak yang sama misalnya
untuk kereta api permukaan membutuhkan $ 10 juta maka untuk kereta api
layang membutuhkan dana $ 30 juta Kereta api bawah tanah (subway)
3 Kereta api bawah tanah adalah kereta api yang berjalan di bawah permukaan
tanah (subway) Kereta jenis ini dibangun dengan membangun terowongan-
terowongan di bawah tanah sebagai jalur kereta api Biaya yang dikeluarkan
sangat mahal sekali karena sering menembus 20m di bawah permukaan kali
- bangunan maupun jalan yaitu 7 (tujuh) kali lipat dari pada kereta
permukaan
Dari segi penggunaan
1 Kereta Api Penumpang
2 Kereta Api Barang
Rel
Rel digunakan pada jalur kereta api Rel mengarahkanmemandu kereta api tanpa
memerlukan pengendalian Rel merupakan dua batang rel kaku yang sama panjang
dipasang pada bantalan sebagai dasar landasan Rel-rel tersebut diikat pada bantalan
dengan menggunakan paku rel sekrup penambat atau penambat e (seperti penambat
Pandrol)
Jenis penambat yang digunakan bergantung kepada jenis bantalan yang digunakan
Paku ulir atau paku penambat digunakan pada bantalan kayu sedangkan penambat e
digunakan untuk bantalan beton atau semen
Rel biasanya dipasang di atas badan jalan yang dilapis dengan batu kericak atau
dikenal sebagai Balast Balast berfungsi pada rel kereta api untuk meredam getaran
dan lenturan rel akibat beratnya kereta api Untuk menyeberangi jembatan
digunakan bantalan kayu yang lebih elastis ketimbang bantalan beton
a Jenis rel berdasarkan berat
Rel yang digunakan di Indonesia menggunakan standar UIC dengan Standar
Rel 25 yang berarti 25 kgm
Rel 33
Rel 44
Rel 52
Rel 54
Rel 60
b Lebar traklebar relGauge
Ada beberapa lebar (gauge) yang digunakan semakin lebar semakin stabil sehingga
semakin tinggi kecepatan kereta apinya Lebar trak yang umum digunakan
diantaranya
Lebar 700 mm digunakan Kereta api Aceh dari Besitang menuju Banda Aceh
yang saat ini sudah tidak digunakan lagi
Lebar 1000 mm disebut juga meter gauge digunakan di Malaysia
Lebar 1067 mm atau 3 kaki 6 inci merupakan lebar rel yang digunakan secara
umum di Indonesia disebut juga sebagai Narrow gauge Narrow gauge cocok untuk
daerah yang bergunung-gunung karena trak yang lebar membutuhkan biaya besar
dan pembangunannya lebih sulit
Lebar 1435 mm atau 4 kaki 85 inci merupakan rel yang banyak digunakan
didunia sehingga disebut juga sebagai Standar gauge
c Penyambungan rel
Rel karena alasan transportasi menuju ke lokasi biasanya dari pabrik pembuat rel
dipotong menjadi rel dengan panjang 25 m Untuk meningkatkan kenyamanan
penggunaan kereta api yang berjalan diatasnya maka rel tersebut disambung
Penyambungan rel dilakukan dengan beberapa cara
1 Las termit
Salah satu cara yang umum digunakan adalah dengan las termit dilokasi sehingga
bisa menjadi rel yang menerus Pengelasan menggunakan las termit dengan
menggunakan bahan kimia senyawa besi yang ditempatkan diantara kedua rel
kemudian bahan tersebut direaksikan pada suhu sampai mencairkan bahan kimia
tersebut dan menyambung rel tersebut sisa hasil reaksi kimia tersebut kemudian
dipotong dan diratakan dengan rel
2 Sambungan baut
3 Fishplate diantara 2 rel yang disambung
Pada sambungan ini digunakan suatu penyangga yang disebut sebagai fish plate yang
dibaut pada kedua rel yang disambung
Stasiun kereta api adalah tempat di mana para penumpang dapat naik-turun dalam
memakai sarana transportasi kereta api Selain stasiun pada masa lalu dikenal juga
dengan halte kereta api yang memiliki fungsi nyaris sama dengan stasiun kereta api
Untuk daerahkota yang baru dibangun mungkin stasiun portabel dapat dipergunakan
sebagai halte kereta
Fasilitas stasiun kereta api umumnya terdiri atas
Pelataran parkir di muka stasiun
Tempat penjualan tiket dan loket informasi
Peron atau ruang tunggu
Ruang kepala stasiun dan
Ruang PPKA (Pengatur Perjalanan Kereta Api) beserta peralatannya seperti
sinyal wesel (alat pemindah jalur) telepon telegraf dan lain sebagainya
httpidwikipediaorgwikiTransportasi
httpwwwbnpbgoidwebsiteindexphp
option=com_contentamptask=viewampid=2101
Statistik Bencana Tahun 2008
Selasa 27012009 040225
Kejadian Bencana di Indonesia tahun 2008
Korban Meninggal dan Hilang Akibat Bencana Tahun 2008
KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA
I latar Belakang
Kereta api di Indonesia sudah ada sejak 138 tahun yang lalu Jaringan kereta api di
Indonesia sebagian besar merupakan peninggalan jaman Belanda meliputi lintasan
sepanjang 6482 km yang tersebar di Jawa dan Sumatera dimana 70 diantaranya
terletak di pulau Jawa Usia jaringan KA umumnya sudah sangat tua 25 sudah
berusia 70-137 tahun 44 berusia antara 10-70 tahun
Di Jawa terdapat tiga lintas pelayanan utama yaitu Jakarta-Bandung Jakarta-
Semarang-Surabaya (disebut lintas utara) dan Jakarta-Yogyakarta-Surabaya (disebut
lintas selatan) Sementara di Sumatera terdapat tiga sub-jaringan KA yang terpisah
satu sama lain yakni sub-jaringan Sumatera bagian Utara sub-jaringan Sumatera
bagian Barat dan sub-jaringan Sumatera bagian Selatan
Sebelum perang dunia kedua angkutan KA di Indonesia dikelola oleh perusahaan
swasta Belanda Selanjutnya pada tahun 1950 pengelolaan diserahkan kepada
Kementerian Komunikasi Republik Indonesia melalui DKA (Djawatan Kereta Api)
Kemudian secara berturut-turut pengelola KA mengalami beberapa kali perubahan
nama dan status yaitu PNKA (Perusahaan Negara Kereta Api ) pada tahun 1963
PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api ) pada tahun 1971 PERUMKA (Perusahaan
Umum Kereta Api) pada bulan Januari tahun 1991 dan terakhir pada bulan Juni
tahun 1999 berubah menjadi PT KAI - Kereta Api Indonesia (Persero)
Sampai saat ini kereta api masih dianggap sebagai tulang punggung sistem
transportasi darat di berbagai wilayah di belahan dunia baik untuk angkutan barang
ataupun penumpang Namun demikian di Indonesia peran kereta api masih sangat
marginal Dari sisi market share angkutan antar moda saat ini share kereta api untuk
angkutan penumpang hanya sebesar 73 dan angkutan barang lebih kurang 06
Dalam tahun 2005 KAI berhasil mengangkut penumpang sebanyak 1479 juta orang
dan mengangkut barang sebanyak 173 juta ton
Permasalahan yang cukup mengganggu perkeretaapian saat ini adalah tingginya
tingkat kecelakaan Trend kecelakaan KA dalam periode tahun 2000 ndash 2005 yang
diperlihatkan pada Gambar-1 dapat memberikan gambaran bahwa tingkat
keselamatan angkutan KA selama tahun 2000-2005 sangat buruk
Sumber Direktorat jenderal perkeretaapian Kementrian republik Indonesia
II Kondisi Prasarana amp Sarana
Sarana kereta api meliputi lokomotif kereta gerbong KRL dan KRD Jumlah
lokomotif yang dimiliki saat ini sebanyak 333 unit lebih dari 60 diantaranya
berusia lebih dari 20 tahun Karena keterbatasan jumlah lokomotif seringkali
dioperasikan hingga jarak 1400 kmhari jauh melampaui batas ideal 900 kmhari
Pada tahun 2005 terjadi lok mogok sebanyak 1519 kali yang mencerminkan kondisi
lokomotif sebagian sudah kurang baik Jumlah kereta 1243 unit lebih dari 45
diantaranya berusia diatas 30 tahun
Prasarana jalan rel yang ada saat ini pada umumnya masih jalur tunggal Jalur ganda
baru tersedia di jalur Jakarta-Cikampek Jakarta-Bogor Padalarang-Bandung dan
Surabaya kota-Wonokromo Jalur rel yang ada memiliki beban ganda antara 9 sd 18
ton yang mampu mendukung kecepatan kereta api antara 60-110 kmjam Panjang
rel di Jawa yang masih dioperasikan sepanjang 3216 km dan di Sumatera sepanjang
1348 km Sebagian dari jalur tersebut kondisinya sudah kurang layak operasi
sehingga sangat rawan terhadap kecelakaan
Prasarana persinyalan mencakup perangkat sinyal pintu perlintasan telepontelegraf
saluran fisik jaringan radio Sampai dengan tahun 2000 telah dilakukan modernisasi
(elektrifikasi) persinyalan di 183 stasiun Ada tiga sistem persinyalan yang
dioperasikan di Jawa maupun Sumatera yaitu electronic interlocking system all
relayNX-interlocking system dan electro mechanical interlocking system Jumlah
pintu perlintasan ada 8385 unit sebanyak 1145 unit dijaga dan sisanya sebanyak
7240 unit tidak dijaga Jumlah perlintasan tersebut belum termasuk sekitar 17000
perlintasan yang belum terdaftar
III Keselamatan KA
Permasalahan perkeretaapian Indonesia saat ini sangat rumit sulit dinamis dengan
tantangan yang terus berkembang Sejak dulu hingga kini kereta api selalu
berhadapan dengan tantangan kompetisi yang tinggi dari moda lain Jika dulu
berhadapan dengan perkembangan otomotif maka kini tantangan datang dari
perangkutan udara dengan tarif yang sangat kompetitif Namun yang saat ini
mengganggu perkererataapian Indonesia adalah tingginya tingkat kecelakaan Pada
Gambar-1 diperlihatkan trend kecelakaan kereta api periode 2000-2005 Frekuensi
kecelakaan sangat tinggi dan banyak menelan korban jiwa dengan korban mayoritas
dari kalangan rakyat kecil Padahal kereta api sangat diharapkan menjadi moda
transportasi yang paling aman murah andal dan cepat anti kemacetan lalu-lintas
Seperti yang disampaikan dalam gambar 41 dalam periode Januari 2004 sd Mei
2006 di Indonesia telah terjadi kecelakaan kereta api sebanyak 359 kali dengan
jumlah korban jiwa 139 orang dan luka berat 219 orang Kecelakaan kereta api ini
dalam lingkungan perkeretaapian disebut PLH (Peristiwa Luar biasa Hebat) yaitu
suatu kecelakaan yang mengakibatkan korban jiwa atau luka berat atau
mengakibatkan rintangan jalan yang mengganggu operasi KA Tabrakan KA vs KA
terjadi sebanyak 20 kali rata-rata 8 kali dalam satu tahun Tingginya frekuensi
kecelakaan katergori ini sangat mengkhawatirkan dan termasuk dalam kategori
terburuk di dunia Kecelakaan KA anjlok terjadi sebanyak 211 kali atau 59 dari
jumlah total kecelakaan Tabrakan KA dengan kendaraan umum sebanyak 46 kali
terjadi Kecelakaan akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali yang mayoritas
merupkan kecelakaan akibat pejalan kaki tertabrak kereta api
Kecelakaan KA akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali 20 dari jumlah total
kecelakaan dengan jumlah korban jiwa sebanyak 22 orang Mayoritas Korban
adalah pejalan kaki yang tertabrak KA akibat kelalaian waktu berada di sekitar
daerah jalur operasi KA
Jumlah korban jiwa (tidak termasuk luka berat) akibat kecelakaan kereta api dalam
periode Januari 2004 sd Mei 2005 adalah ebesar 139 orang degan perincian seperti
yang diperlihatkan pada Gambar 43 Korban jiwa terbesar adalah akibat tabrakan
KA dengan dengan kendaraan umum di perlintasan sebidang yaitu sebesar 91 orang
atau sebesar 66 total jumlah korban Kemudian disusul akibat tabrakan KA vs KA
yang yang menyebabkan korban jiwa sebanyak 24 orang atau 17 dari jumlah total
korban
Identifikasi Masalah
Tabrakan KA vs KA
Tabrakan antar KA merupakan kecelakaan dalam kategori malapetaka besar
(catastrophic) yang secara teoritis seharusnya dapat dan harus dicegah Kecelakaan
ini memiliki potensi korban jiwa yang sangat besar mengingat kapasitas angkut KA
ratusan orang dan juga berpotensi menimbulkan kerugian finansial yang sangat
besar akibat kerusakan saranaprasarana (harga satu unit lokomotif sekitar Rp15
Milyar)
Dalam periode delapan tahun terakhir di Indonesia telah terjadi 64 kali tabrakan KA
vs KA Tragedi Bintaro merupakan lembaran hitam dalam sejarah perkeretaapian
Indonesia yaitu kasus tabrakan antara dua KA Ekonomi di Bintaro Jakarta Selatan
pada tahun 1987 yang menelan korban jiwa 153 orang dan korban luka berat 300
orang Untuk mencegah terulangnya kembali tragedi tersebut berbagai upaya sudah
dilakukan baik oleh pemerintah maupun KAI Antara lain dengan melakukan
modernisasi persinyalan namun demikian hasilnya belum seperti yang diharapkan
Berdasarkan hasil investigasi dari 64 kecelakaan tabrakan antar KA dalam delapan
tahun terakhir sebanyak 51 kali atau 80 disebabkan oleh faktor manusia hanya
20 yang diakibatkan oleh faktor teknik
Dalam periode Januari 2004-Mei 2006 telah terjadi 20 kali tabrakan KA vs KA
dengan jumlah korban meninggal 24 orang (Gambar 42) Dari hasil investigasi
penyebab kecelakaan sebanyak 75 adalah akibat faktor manusia antara lain
pelanggaran sinyal atau PSAD (Passed Signal at Danger) masinis tertidur PPKA
salah memberi sinyal PPKA tertidur Sedangkan kontribusi sarana terhadap
kecelakaan hanya 5 (rem rusak) faktor manusia eksternal 5 (sabotase) dan yang
dalam pengusutan sebesar 15
Dalam bulan Maret-April tahun 2006 ini sudah terjadi 4 kali kecelakaan Salah satu
diantaranya yang terjadi di daerah operasi Semarang berakibat sangat fatal
menewaskan 13 orang dan 20 orang mengalami luka berat Dan lagi-lagi
berdasarkan hasil investigasi sumber penyebabnya adalah akibat masinis melanggar
sinyal (PSAD)
Tabrakan antar KA memiliki potensi korban jiwa dan korban finansial juga
memiliki dampak sosial dan secara teoritis dapat dihindari maka dalam manajemen
keselamatan harus sepenuhnya dapat dicegah dengan kategori zero tolerance
Tingginya frekuensi tabrakan antar kereta api di Indonesia telah mengubah persepsi
persepsi keandalan faktor keamanan yang sudah melekat dan menjadi citra moda
transportasi KA Tingginya frekuensi tabrakan antar KA akan mengasosiasikan
faktor keselamatan KA tidak berbeda dengan bus atau angkutan umum Namun yang
menjadi persoalan tabrakan antar KA seharusnya kejadian yang secara teoritis dapat
dihindari dan dapat dikendalikan asalkan dapat diketahui sumber penyebabnya
Tabrakan antar KA dalam satu kali dalam setahun adalah sudah terlalu banyak
Namun demikian kasus tabrakan antar KA di Indonesia rata-rata dalam setahun 8
kali Diduga kuat upaya-upaya pencegahan yang telah dilakukan belum memadai
atau belum komprehensif
Tabrakan KA vs Kendaraan Umum
Dalam periode Janrsquo04 sd Meirsquo06 tabrakan KA vs Kendaraan Umum terjadi
sebanyak 46 kali atau 13 dari total jumlah kecelakaan Jumlah korban meninggal
sebanyak 91 orang dan luka berat 93 orang Jumlah korban jiwa adalah 65 dari
total jumlah korban jiwa dalam periode tersebut Semua kecelakaan terjadi di lokasi
perlintasan KA sebidang baik yang dijaga maupun yang tidak dijaga dan sebagian
besar terjadi di Jawa Kecelakaan ini dalam beberapa kali kasus menimbulkan
jumlah korban yang sangat besar karena KA menabrak bus atau angkutan umum
yang sarat penumpang
Perlintasan KA sebidang di Jawa dan Sumatera yang terdaftar resmi di Dephub
mencapai 8385 buah (tidak termasuk ribuan perlintasan liar) dan yang dijaga hanya
1145 buah (14) Sisanya sebanyak 7240 buah (86) tidak dijaga dan pada
umumnya tidak dilengkapi dengan persinyalan yang memadai Di daerah Jawa
perlintasan yang tidak dijaga lebih dari 6602 buah Dengan semakin tingginya
frekuensi lalu-lintas kendaraan umum maka tidak mengherankan tabrakan KA vs
Kendaraan Umum akan cenderung semakin tinggi
Perlintasan sebidang tidak semua dijaga karena kendala keterbatasan dana
Pembuatan jalan layang (fly over) atau terowongan (underpass) sulit untuk
diwujudkan karena biaya pembangunannya sangat mahal Alasan lainnya pada saat
perlintasan KA dibangun kondisi lalu-lintas kendaraan umum belum sepadat
sekarang Dengan berkembangnya lingkungan sosial dan ekonomi memicu
tumbuhnya pemukiman disekitar jalur KA dan bertambah pesatnya jumlah
pengendara kendaraan bermotor Hal ini kemudian mendorong bertambahnya
jumlah perlintasan baru (liar) Perlintasan ini banyak yang dibiarkan terbuka tanpa
pintu ataupun penjaga sehingga titik-titik rawan kecelakaan semakin bertambah
banyak
httpperkeretaapiandephubgoidindexphp
option=com_contentampview=articleampid=108ampItemid=26ampa728c66ceac927a1a5624c
56ff8c277c=27eeb8eb8075a712111282208e8edd52
Masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh kecelakaan lalu lintas kereta api adalah
1 Trauma kepala trauma thorak trauma abdomen
2 Fraktur
3 Ruptur organ dalam
4 Luka bakar
5 Laserasi
6 Kematian
A KONSEP DASAR PENYAKIT
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN FRAKTUR
By Iwan Sain SKp MKes
A Konsep Medis
1 Anatomi dan Fisiologi
a Anatomi Tulang
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler Tulang berasal dari
embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses ldquoOsteogenesisrdquo menjadi
tulang Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut ldquoOsteoblastrdquo Proses
mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium
Ada 206 tulang dalam tubuh manusia Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima
kelompok berdasarkan bentuknya
1) Tulang panjang (Femur Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang
disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis Di sebelah proksimal dari
epifisis terdapat metafisis Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang
rawan yang tumbuh yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan
Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis Tulang
rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas dan tulang
memanjang Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat Epifisis dibentuk dari
spongi bone (cancellous atau trabecular) Pada akhir tahun-tahun remaja tulang
rawan habis lempeng epifisis berfusi dan tulang berhenti tumbuh Hormon
pertumbuhan estrogen dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang
Estrogen bersama dengan testosteron merangsang fusi lempeng epifisis Batang
suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis Kanalis
medularis berisi sumsum tulang
2) Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous
(spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat
3) Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan
lapisan luar adalah tulang concellous
4) Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek
5) Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang terletak di sekitar tulang yang
berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial
misalnya patella (kap lutut)
Tulang tersusun atas sel matriks protein dan deposit mineral Sel-selnya terdiri atas
tiga jenis dasar-osteoblas osteosit dan osteoklas Osteoblas berfungsi dalam
pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang Matriks tersusun atas
98 kolagen dan 2 subtansi dasar (glukosaminoglikan asam polisakarida) dan
proteoglikan) Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik
ditimbun Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang
dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ) Osteoklas adalah sel multinuclear
( berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran resorpsi dan remosdeling
tulang
Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa Ditengah osteon
terdapat kapiler Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang
dinamakan lamella Didalam lamella terdapat osteosit yang memperoleh nutrisi
melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang
menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 01 mm)
Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum
Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh selain sebagai
tempat perlekatan tendon dan ligamen Periosteum mengandung saraf pembuluh
darah dan limfatik Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung
osteoblast yang merupakan sel pembentuk tulang
Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang
panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus Osteoklast yang melarutkan
tulang untuk memelihara rongga sumsum terletak dekat endosteum dan dalam
lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang)
Gambar 1 Anatomi tulang panjang
Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 bahan organik (hidup) dan 70 endapan
garam Bahan organik disebut matriks dan terdiri dari lebih dari 90 serat kolagen
dan kurang dari 10 proteoglikan (protein plus sakarida) Deposit garam terutama
adalah kalsium dan fosfat dengan sedikit natrium kalium karbonat dan ion
magnesium Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen
melalui proteoglikan Adanya bahan organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan
tensif (resistensi terhadap tarikan yang meregangkan) Sedangkan garam-garam
menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan)
Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa
pemanjangan dan penebalan tulang Kecepatan pembentukan tulang berubah selama
hidup Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn hormon faktor makanan dan
jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang dan terjadi akibat aktivitas sel-sel
pembentuk tulang yaitu osteoblas
Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang Osteoblas berespon terhadap
berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang Sewaktu pertama kali
dibentuk matriks tulang disebut osteoid Dalam beberapa hari garam-garam kalsium
mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan
berikutnya Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid dan disebut
osteosit atau sel tulang sejati Seiring dengan terbentuknya tulang osteosit dimatriks
membentuk tonjolan-tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit
lainnya membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang
Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang sebagian ion
kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi Garam nonkristal ini dianggap
sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan yaitu dapat dipindahkan dengan cepat
antara tulang cairan interstisium dan darah
Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi terjadi secara bersamaan dengan
pembentukan tulang Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut
osteoklas Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel
mirip-monosit yang terdapat di tulang Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai
asam dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis Osteoklas
biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang dan memfagosit
tulang sedikit demi sedikit Setelah selesai di suatu daerah osteoklas menghilang dan
muncul osteoblas 0steoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan
tulang baru Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan
tulang baru yang lebih kuat
Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus
menerus diperbarui atau mengalami remodeling Pada anak dan remaja aktivitas
osteoblas melebihi aktivitas osteoklas sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan
menebal Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang
pulih dari fraktur Pada orang dewasa muda aktivitas osteoblas dan osteoklas
biasanya setara sehingga jumlah total massa tulang konstan Pada usia pertengahan
aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai
berkurang Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami
imobilisasi Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan dominansi aktivitas osteoklas
dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah Aktivitas osteoblas
dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon
Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan
stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang Fraktur
tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas tetapi mekanisme pastinya
belum jelas Estrogen testosteron dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat
bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang Pertumbuhan tulang dipercepat
semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut Estrogen dan
testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan
merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang) Sewaktu kadar
estrogen turun pada masa menopaus aktivitas osteoblas berkurang Defisiensi
hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang
Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan
bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan
kalsium di usus Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah yang mendorong
kalsifikasi tulang Namun vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar
kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang Dengan demikian vitamin
D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan
menyebabkan absorpsi tulang
Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh
hormon paratiroid Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang
terletak tepat di belakang kelenjar tiroid Pelepasan hormon paratiroid meningkat
sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum Hormon paratiroid
meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk
membebaskan kalsium ke dalam darah Peningkatan kalsium serum bekerja secara
umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut
Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas
Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan
menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi
ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah Pengaktifan vitamin
D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid Sedangkan kalsitonin adalah suatu
hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan
kadar kalsium serum Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan
pernbentukan osteoklas Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga
menurunkan kadar kalsium serum
b Fisiologi Tulang
Fungsi tulang adalah sebagai berikut
1) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh
2) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung otak dan paru-paru) dan jaringan
lunak
3) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan
pergerakan)
4) Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema
topoiesis)
5) Menyimpan garam mineral misalnya kalsium fosfor
2 Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan
oleh rudapaksa (Mansjoer et al 2000) Sedangkan menurut Linda Juall C dalam
buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah
rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap oleh tulang
Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman 2000) Pendapat lain menyatakan
bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih
utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson M A 1992)
3 Etiologi
1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan
Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring
2) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam
jalur hantaran vektor kekerasan
3) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadiKekuatan dapat berupa
pemuntiran penekukan penekukan dan penekanan kombinasi dari ketiganya dan
penarikan
4 Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya
atau terputusnya kontinuitas tulang Setelah terjadi fraktur periosteum dan pembuluh
darah serta saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus
tulang rusak Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian
tulang yang patah Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya
respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi eksudasi plasma dan leukosit
dan infiltrasi sel darah putih Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1) Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar
waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur
2) Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan elastisitas kelelahan dan
kepadatan atau kekerasan tulang
5 Klasifikasi Fraktur
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis dibagi
menjadi beberapa kelompok yaitu
a Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)
1) Faktur Tertutup (Closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi
2) Fraktur Terbuka (OpenCompound) bila terdapat hubungan antara hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit
b Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur
1) Fraktur Komplit bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto
2) Fraktru Inkomplit bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti
a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
b) Buckle atau Torus Fraktur bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya
c) Green Stick Fraktur mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya
yang terjadi pada tulang panjang
c Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme
trauma
1) Fraktur Transversal fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung
2) Fraktur Oblik fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga
3) Fraktur Spiral fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi
4) Fraktur Kompresi fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain
5) Fraktur Avulsi fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang
d Berdasarkan jumlah garis patah
1) Fraktur Komunitif fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan
2) Fraktur Segmental fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan
3) Fraktur Multiple fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama
e Berdasarkan pergeseran fragmen tulang
1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh
2) Fraktur Displaced (bergeser) terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen terbagi atas
a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan
overlapping)
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)
f Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian
1 13 proksimal
2 13 medial
3 13 distal
g Fraktur Kelelahan fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang
h Fraktur Patologis fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan
lunak sekitar trauma yaitu
a Tingkat 0 fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya
b Tingkat 1 fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan
c Tingkat 2 fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan
d Tingkat 3 cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan
ancaman sindroma kompartement
6 Manifestasi Klinik
a Deformitas
b Bengkakedema
c Echimosis (Memar)
d Spasme otot
e Nyeri
f Kuranghilang sensasi
g Krepitasi
h Pergerakan abnormal
i Rontgen abnormal
7 Test Diagnostik
a Pemeriksaan Rontgen menentukan lokasiluasnya frakturluasnyatrauma
skan tulang temogram scan CI memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
b Hitung darah lengkap HB mungkin meningkatmenurun
c Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma
d Kreatinin traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal
e Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi
multiple atau cederah hati
8 Penatalaksanaan Medik
a Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan
disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period) Kuman belum
terlalu jauh meresap dilakukan
1) Pembersihan luka
2) Exici
3) Hecting situasi
4) Antibiotik
b Seluruh Fraktur
1) RekognisisPengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya
2) ReduksiManipulasiReposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara
optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner
2001)
Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi
fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang
mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera
mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi
karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi
semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan
Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani
prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan
sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan
dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut
Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)
dengan manipulasi dan traksi manual
Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan
alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan
menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk
mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar
Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan
untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang
sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat
dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi
Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan
pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin
kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat
ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat
tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang
3) RetensiImmobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimun
Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi
atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi
eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau
fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan
sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur
4) Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus
dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran
darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera
bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan
ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan
perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik
dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan
peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk
memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada
aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna
memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas
fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang
diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan
9 Proses Penyembuhan Tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang
tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru
diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang
Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu
1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel
darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat
tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan
perdarahan berhenti sama sekali
2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang
berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma
Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih
dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam
beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang
yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai
tergantung frakturnya
3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila
diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga
kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai
berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal
dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman
tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4
minggu setelah fraktur menyatu
4) Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi
lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos
melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi
celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses
yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk
membawa beban yang normal
5) Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa
bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan
pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan
pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang
rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan
normalnya
10 Komplikasi
1) Komplikasi Awal
a Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT
menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas
yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang
sakit tindakan reduksi dan pembedahan
b Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh
darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu
kuat
c Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada
kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone
marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam
darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi
tachypnea demam
d Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain
dalam pembedahan seperti pin dan plat
e Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkmanrsquos Ischemia
f Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada
fraktur
2) Komplikasi Dalam Waktu Lama
b Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai
darah ke tulang
c Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang
d Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik
B Konsep Keperawatan
Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses
keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian
diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi
1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan
sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas
a Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status
perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal
MRS diagnosa medis
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut
bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan
(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri
(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk
(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi
(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya
(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa
kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan
yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui
mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
(Ignatavicius Donna D 1995)
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu
seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang
sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki
sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan
secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna
D 1995)
g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya
dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium
pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien
melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)
(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya
seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari
nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada
lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien
(3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun
begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola
eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya
warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola
Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan
tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)
(4) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal
lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena
ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan
yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)
(5) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien
harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)
(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan
akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
(Ignatavicius Donna D 1995)
(7) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur
sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya
tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
(8) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah
anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)
10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan
timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh
klien bisa tidak efektif
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien
2) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi
hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan
(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti
(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung
pada keadaan klien
(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut
(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk
(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
(a) Sistem Integumen
Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri
tekan
(b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada
nyeri kepala
(c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada
(d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk
Tak ada lesi simetris tak oedema
(e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan)
(f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan
(g) Hidung
Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung
(h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat
(i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris
(j) Paru
(1) Inspeksi
Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien
yang berhubungan dengan paru
(2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama
(3) Perkusi
Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya
(4) Auskultasi
Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor
dan ronchi
(k) Jantung
(1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung
(2) Palpasi
Nadi meningkat iktus tidak teraba
(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur
(l) Abdomen
(1) Inspeksi
Bentuk datar simetris tidak ada hernia
(2) Palpasi
Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba
(3) Perkusi
Suara thympani ada pantulan gelombang cairan
(4) Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kalimenit
(m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB
b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai
status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia
Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain
(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi)
(b) Cape au lait spot (birth mark)
(c) Fistulae
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi
(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal)
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi
netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien
Yang perlu dicatat adalah
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary
refill time Normal 3 ndash 5 ldquo
(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama
disekitar persendian
(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal
tengah atau distal)
Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler
Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya
konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan
ukurannya
(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan
ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan
lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari
titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah
ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan
aktif dan pasif
(Reksoprodjo Soelarto 1995)
3) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan
sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi
untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu
disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan
penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca
pada x-ray
(1) Bayangan jaringan lunak
(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi
(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction
(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti
(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang
kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya
(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma
(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa
(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak
b) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang
(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang
(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)
Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang
c) Pemeriksaan lain-lain
(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi
(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi
(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur
(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan
(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang
(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
3 Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah
sebagai berikut
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)
g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
(Doengoes 2000)
4 Intervensi Keperawatan
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan
tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan
tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai
indikasi untuk situasi individual
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat
dan atau traksi
2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena
3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif
4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan
posisi)
5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi
visual aktivitas dipersional)
6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan
7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-
tanda vital)
Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi
Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri
Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler
Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang
mungkin berlangsung lama
Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri
Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara
sentral maupun perifer
Menilai perkembangan masalah klien
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria
akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi
distal cedera
2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat
3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi
adanya sindroma kompartemen
4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan
5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit
distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal
Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi
Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan
bebatspalk
Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan
hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi
Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena
Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan
klien
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan
kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif
2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien
3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan
kortikosteroid sesuai indikasi
4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit
5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya
stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral
Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi
Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru
Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid
telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak
Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas
anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan
penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak
Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi
pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan
kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik
yang memampukan melakukan aktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran
kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien
2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun
yang sehat sesuai keadaan klien
3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi
4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien
5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien
6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari
7 Berikan diet TKTP
8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi
9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi
Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu
menurunkan isolasi sosial
Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot
mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi
kalsium karena imobilisasi
Mempertahankan posis fungsional ekstremitas
Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan
klien
Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis
penumonia)
Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi
Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis tubuh
Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara
individual
Menilai perkembangan masalah klien
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan
perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai
indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun
kencang bantalan bawah siku tumit)
2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips
3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal
4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi
pentraksi
Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas
Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap
tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi
Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal
Menilai perkembangan masalah klien
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang
Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase
purulen atau eritema dan demam
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol
2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen
3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi
4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur
dan sensitivitas lukaserumtulang)
5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka
Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka
Meminimalkan kontaminasi
Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis
mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus
Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED
dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab
infeksi
Mengevaluasi perkembangan masalah klien
h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien
mengerti dan memahami tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran
2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik
3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat
demam perubahan sensasi kulit distal cedera)
4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan
Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien
untuk mengikuti program pembelajaran
Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan
program terapi fisik
Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang
memerulukan intervensi lebih lanjut
Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi
klien
B Evaluasi
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat
o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
o Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami
httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-
terbukahtml
Peran Perawat saat terjadi kecelakaan
Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan
Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan
Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian
memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain
sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban
Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan
Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan
ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk
seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan
Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim
Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja
di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas
pada manajemen pra-rumah sakit
Triage
Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut
urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera
diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang
percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda
Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana
kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan
diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini
akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya
untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan
efisienrdquo
Kategori Triage
bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull
6
Ada sistim 4 level untuk kategori triage
1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa
yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal
tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal
vasa besar dan cedera jalan nafas
2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak
ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran
pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas
perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25
3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan
dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal
lacerasi minor memar dan lecet
4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan
meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat
derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital
Metode penilaian triage
Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage
berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh
tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap
diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik
cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini
dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment
Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda
Tdk
Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant
Jalan Nafas
Ya Ya
Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA
lt 30
Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan
lt 2 detik
Dapat diperintah --------------------------------------------
Ya
TUNDA
Gambar ALGORITME TRIAGE START
Pemulihan
Saran
Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa
yang akan datang maka di rekomendasikan
1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali
Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan
Komandan Medik
2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan
Ambulans berikut Tim Ambulans-nya
3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima
kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik
Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan
Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk
menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal
4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional
daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana
5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai
salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai
pihak
HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN
BENCANA
(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn
KIC Mkes KNA
2 Berdasarkan jenis pelayarannya
a Kapal permukaan
b Kapal selam
c Kapal mengambang
d Kapal bantalan udara
3 Berdasarkan fungsinya
a Kapal Perang
b Kapal penumpang
c Kapal barang
d Kapal tanker
e Kapal feri
f Kapal pemecah es
g Kapal tunda
h Kapal pandu
i Tongkang
j Kapal tender
k Kapal Ro-Ro
l Kapal dingin beku
m Kapal keruk
n Kapal peti kemas Kapal kontainer
o Kapal pukat harimau
Pelabuhan adalah sebuah fasilitas di ujung samudera sungai atau danau untuk
menerima kapal dan memindahkan barang kargo maupun penumpang ke dalamnya
Pelabuhan biasanya memiliki alat-alat yang dirancang khusus untuk memuat dan
membongkar muatan kapal-kapal yang berlabuh Crane dan gudang berpendingin
juga disediakan oleh pihak pengelola maupun pihak swasta yang berkepentingan
Sering pula disekitarnya dibangun fasilitas penunjang seperti pengalengan dan
pemrosesan barang Peraturan Pemerintah RI No69 Tahun 2001 mengatur tentang
pelabuhan dan fungsi serta penyelengaraannya
B Transportasi Udara
Pesawat terbang atau pesawat udara atau kapal terbang atau cukup pesawat saja
adalah kendaraan yang mampu terbang di atmosfer atau udara
1 Kategori dan klasifikasi
a Lebih berat dari udara
Pesawat terbang yang lebih berat dari udara disebut aerodin yang masuk dalam
kategori ini adalah autogiro helikopter girokopter dan pesawat bersayap tetap
Pesawat bersayap tetap umumnya menggunakan mesin pembakaran dalam yang
berupa mesin piston (dengan baling-baling) atau mesin turbin (jet atau turboprop)
untuk menghasilkan dorongan yang menggerakkan pesawat lalu pergerakan udara di
sayap menghasilkan gaya dorong ke atas yang membuat pesawat ini bisa terbang
Sebagai pengecualian pesawat bersayap tetap juga ada yang tidak menggunakan
mesin misalnya glider yang hanya menggunakan gaya gravitasi dan arus udara
panas Helikopter dan autogiro menggunakan mesin dan sayap berputar untuk
menghasilkan gaya dorong ke atas dan helikopter juga menggunakan mesin untuk
menghasilkan dorongan ke depan
b Lebih ringan dari udara
Pesawat terbang yang lebih ringan dari udara disebut aerostat yang masuk dalam
kategori ini adalah balon dan kapal udara Aerostat menggunakan gaya apung untuk
terbang di udara seperti yang digunakan kapal laut untuk mengapung di atas air
Pesawat terbang ini umumnya menggunakan gas seperti helium hidrogen atau udara
panas untuk menghasilkan gaya apung tersebut Perbedaaan balon udara dengan
kapal udara adalah balon udara lebih mengikuti arus angin sedangkan kapal udara
memiliki sistem propulsi untuk dorongan ke depan dan sistem kendali
c Jenis pesawat berdasarkan desain
Balon udara
Kapal udara
Pesawat bersayap tetap
o Pesawat bersayap satu
+ Pesawat bersayap delta
+ Pesawat bersayap lipat
+ Sayap terbang
o Pesawat bersayap dua
o Pesawat bersayap tiga
Pesawat sayap berputar
o Helikopter
o Autogiro
b Berdasarkan propulsi
Pesawat terbang layang (Glider)
Pesawat bermesin piston
Pesawat bermesin turbo propeler
Pesawat bermesin turbojet
Pesawat bermesin turbofan
Pesawat bermesin ramjet
c Berdasarkan penggunaan
Pesawat eksperimental
Pesawat penumpang sipil
Pesawat angkut
Pesawat militer
Pelabuhan udara bandar udara atau bandara merupakan sebuah fasilitas tempat
pesawat terbang dapat lepas landas dan mendarat Bandara yang paling sederhana
minimal memiliki sebuah landas pacu namun bandara-bandara besar biasanya
dilengkapi berbagai fasilitas lain baik untuk operator layanan penerbangan maupun
bagi penggunanya
Menurut Annex 14 dari ICAO (International Civil Aviation Organization) Bandar
udara adalah area tertentu di daratan atau perairan (termasuk bangunan instalasi dan
peralatan) yang diperuntukkan baik secara keseluruhan atau sebagian untuk
kedatangan keberangkatan dan pergerakan pesawat
Sedangkan definisi bandar udara menurut PT (persero) Angkasa Pura adalah
lapangan udara termasuk segala bangunan dan peralatan yang merupakan
kelengkapan minimal untuk menjamin tersedianya fasilitas bagi angkutan udara
untuk masyarakat
Transportasi darat
Angkutan Jalan adalah kendaraan yang diperbolehkan untuk menggunakan jalan
menurut Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan
Pengemudi disebutkan
1 Sepeda Motor adalah kendaraan bermotor beroda 2 (dua) atau 3 (tiga) tanpa
rumah-rumah baik dengan atau tanpa kereta samping
2 Mobil Penumpang adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi
sebanyak-banyaknya 8 (delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk
pengemudi baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi
3 Mobil Bus adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi lebih dari 8
(delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi baik
dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi
4 Mobil Barang adalah setiap kendaraan bermotor selain dari yang termasuk
dalam sepeda motor mobil penumpang dan mobil bus
5 Kereta api adalah sarana transportasi berupa kendaraan dengan tenaga gerak
baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan kendaraan lainnya yang
akan ataupun sedang bergerak di rel
Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan termasuk
bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas yang
berada pada permukaan tanah di atas permukaan tanah di bawah permukaan tanah
danatau air serta di atas permukaan air kecuali jalan kereta api jalan lori dan jalan
kabel
1 Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum
2 Jalan khusus adalah jalan yang di bangun oleh instasi badan usaha
Perseorangan atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri
3 Jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan
dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol
Kereta api merupakan alat transportasi massal yang umumnya terdiri dari lokomotif
(kendaraan dengan tenaga gerak yang berjalan sendiri) dan rangkaian kereta atau
gerbong (dirangkaikan dengan kendaraan lainnya) Rangkaian kereta atau gerbong
tersebut berukuran relatif luas sehingga mampu memuat penumpang maupun barang
dalam skala besar Karena sifatnya sebagai angkutan massal efektif beberapa negara
berusaha memanfaatkannya secara maksimal sebagai alat transportasi utama
angkutan darat baik di dalam kota antarkota maupun antarnegara
Sejarah perkeretaapian sama seperti sejarah alat transportasi umumnya yang diawali
dengan penemuan roda Mulanya dikenal kereta kuda yang hanya terdiri dari satu
kereta (rangkaian) kemudian dibuatlah kereta kuda yang menarik lebih dari satu
rangkaian serta berjalan di jalur tertentu yang terbuat dari besi (rel) dan dinamakan
sepur Ini digunakan khususnya di daerah pertambangan tempat terdapat lori yang
dirangkaikan dan ditarik dengan tenaga kuda
Setelah James Watt menemukan mesin uap Nicolas Cugnot membuat kendaraan
beroda tiga berbahan bakar uap Orang-orang menyebut kendaraan itu sebagai kuda
besi Kemudian Richard Trevithick membuat mesin lokomotif yang dirangkaikan
dengan kereta dan memanfaatkannya pada pertunjukan di depan masyarakat umum
George Stephenson menyempurnakan lokomotif yang memenangi perlombaan balap
lokomotif dan digunakan di jalur Liverpool-Manchester Waktu itu lokomotif uap
yang digunakan berkonstruksi belalang Penyempurnaan demi penyempurnaan
dilakukan untuk mendapatkan lokomotif uap yang lebih efektif berdaya besar dan
mampu menarik kereta lebih banyak
Penemuan listrik oleh Michael Faraday membuat beberapa penemuan peralatan
listrik yang diikuti penemuan motor listrik Motor listrik kemudian digunakan untuk
membuat trem listrik yang merupakan cikal bakal kereta api listrik Kemudian
Rudolf Diesel memunculkan kereta api bermesin diesel yang lebih bertenaga dan
lebih efisien dibandingkan dengan lokomotif uap Seiring dengan berkembangnya
teknologi kelistrikan dan magnet yang lebih maju dibuatlah kereta api magnet yang
memiliki kecepatan di atas kecepatan kereta api biasa Jepang dalam waktu dekade
1960-an mengoperasikan KA Super Ekspress Shinkanzen dengan rute Tokyo-Osaka
yang akhirnya dikembangkan lagi sehingga menjangkau hampir seluruh Jepang
Kemudian Perancis mengoperasikan kereta api serupa dengan nama TGV
Jenis-jenis kereta api
a Dari segi propulsi (tenaga penggerak)
1 Kereta api uap
2 Kereta api diesel
3 Kereta rel listrik
b Dari segi rel
1 Kereta api rel konvensional Kereta api rel konvensional adalah kereta api
yang umum dijumpai Menggunakan rel yang terdiri dari dua batang besi
yang diletakan di bantalan Di daerah tertentu yang memliki tingkat
ketinggian curam digunakan rel bergerigi yang diletakkan di tengah tengah
rel tersebut serta menggunakan lokomotif khusus yang memiliki roda gigi
2 Kereta api monorel Kereta api monorel (kereta api rel tunggal) adalah kereta
api yang jalurnya tidak seperti jalur kereta yang biasa dijumpai Rel kereta ini
hanya terdiri dari satu batang besi Letak kereta api didesain menggantung
pada rel atau di atas rel Karena efisien biasanya digunakan sebagai alat
transportasi kota khususnya di kota-kota metropolitan dunia dan dirancang
mirip seperti jalan layang
c Dari segi di atasdi bawah permukaan tanah
1 Kereta api permukaan (surface) Kereta api permukaan berjalan di atas tanah
Umumnya kereta api yang sering dijumpai adalah kereta api jenis ini Biaya
pembangunannya untuk kereta permukaan adalah yang termurah
dibandingkan yang di bawah tanah atau yang laying
2 Kereta api layang (elevated) Kereta api layang berjalan di atas dengan
bantuan tiang-tiang hal ini untuk menghindari persilangan sebidang agar
tidak memerlukan pintu perlintasan kereta api Biaya yang dikeluarkan
sekitar 3 (tiga) kali dari kereta permukaan dengan jarak yang sama misalnya
untuk kereta api permukaan membutuhkan $ 10 juta maka untuk kereta api
layang membutuhkan dana $ 30 juta Kereta api bawah tanah (subway)
3 Kereta api bawah tanah adalah kereta api yang berjalan di bawah permukaan
tanah (subway) Kereta jenis ini dibangun dengan membangun terowongan-
terowongan di bawah tanah sebagai jalur kereta api Biaya yang dikeluarkan
sangat mahal sekali karena sering menembus 20m di bawah permukaan kali
- bangunan maupun jalan yaitu 7 (tujuh) kali lipat dari pada kereta
permukaan
Dari segi penggunaan
1 Kereta Api Penumpang
2 Kereta Api Barang
Rel
Rel digunakan pada jalur kereta api Rel mengarahkanmemandu kereta api tanpa
memerlukan pengendalian Rel merupakan dua batang rel kaku yang sama panjang
dipasang pada bantalan sebagai dasar landasan Rel-rel tersebut diikat pada bantalan
dengan menggunakan paku rel sekrup penambat atau penambat e (seperti penambat
Pandrol)
Jenis penambat yang digunakan bergantung kepada jenis bantalan yang digunakan
Paku ulir atau paku penambat digunakan pada bantalan kayu sedangkan penambat e
digunakan untuk bantalan beton atau semen
Rel biasanya dipasang di atas badan jalan yang dilapis dengan batu kericak atau
dikenal sebagai Balast Balast berfungsi pada rel kereta api untuk meredam getaran
dan lenturan rel akibat beratnya kereta api Untuk menyeberangi jembatan
digunakan bantalan kayu yang lebih elastis ketimbang bantalan beton
a Jenis rel berdasarkan berat
Rel yang digunakan di Indonesia menggunakan standar UIC dengan Standar
Rel 25 yang berarti 25 kgm
Rel 33
Rel 44
Rel 52
Rel 54
Rel 60
b Lebar traklebar relGauge
Ada beberapa lebar (gauge) yang digunakan semakin lebar semakin stabil sehingga
semakin tinggi kecepatan kereta apinya Lebar trak yang umum digunakan
diantaranya
Lebar 700 mm digunakan Kereta api Aceh dari Besitang menuju Banda Aceh
yang saat ini sudah tidak digunakan lagi
Lebar 1000 mm disebut juga meter gauge digunakan di Malaysia
Lebar 1067 mm atau 3 kaki 6 inci merupakan lebar rel yang digunakan secara
umum di Indonesia disebut juga sebagai Narrow gauge Narrow gauge cocok untuk
daerah yang bergunung-gunung karena trak yang lebar membutuhkan biaya besar
dan pembangunannya lebih sulit
Lebar 1435 mm atau 4 kaki 85 inci merupakan rel yang banyak digunakan
didunia sehingga disebut juga sebagai Standar gauge
c Penyambungan rel
Rel karena alasan transportasi menuju ke lokasi biasanya dari pabrik pembuat rel
dipotong menjadi rel dengan panjang 25 m Untuk meningkatkan kenyamanan
penggunaan kereta api yang berjalan diatasnya maka rel tersebut disambung
Penyambungan rel dilakukan dengan beberapa cara
1 Las termit
Salah satu cara yang umum digunakan adalah dengan las termit dilokasi sehingga
bisa menjadi rel yang menerus Pengelasan menggunakan las termit dengan
menggunakan bahan kimia senyawa besi yang ditempatkan diantara kedua rel
kemudian bahan tersebut direaksikan pada suhu sampai mencairkan bahan kimia
tersebut dan menyambung rel tersebut sisa hasil reaksi kimia tersebut kemudian
dipotong dan diratakan dengan rel
2 Sambungan baut
3 Fishplate diantara 2 rel yang disambung
Pada sambungan ini digunakan suatu penyangga yang disebut sebagai fish plate yang
dibaut pada kedua rel yang disambung
Stasiun kereta api adalah tempat di mana para penumpang dapat naik-turun dalam
memakai sarana transportasi kereta api Selain stasiun pada masa lalu dikenal juga
dengan halte kereta api yang memiliki fungsi nyaris sama dengan stasiun kereta api
Untuk daerahkota yang baru dibangun mungkin stasiun portabel dapat dipergunakan
sebagai halte kereta
Fasilitas stasiun kereta api umumnya terdiri atas
Pelataran parkir di muka stasiun
Tempat penjualan tiket dan loket informasi
Peron atau ruang tunggu
Ruang kepala stasiun dan
Ruang PPKA (Pengatur Perjalanan Kereta Api) beserta peralatannya seperti
sinyal wesel (alat pemindah jalur) telepon telegraf dan lain sebagainya
httpidwikipediaorgwikiTransportasi
httpwwwbnpbgoidwebsiteindexphp
option=com_contentamptask=viewampid=2101
Statistik Bencana Tahun 2008
Selasa 27012009 040225
Kejadian Bencana di Indonesia tahun 2008
Korban Meninggal dan Hilang Akibat Bencana Tahun 2008
KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA
I latar Belakang
Kereta api di Indonesia sudah ada sejak 138 tahun yang lalu Jaringan kereta api di
Indonesia sebagian besar merupakan peninggalan jaman Belanda meliputi lintasan
sepanjang 6482 km yang tersebar di Jawa dan Sumatera dimana 70 diantaranya
terletak di pulau Jawa Usia jaringan KA umumnya sudah sangat tua 25 sudah
berusia 70-137 tahun 44 berusia antara 10-70 tahun
Di Jawa terdapat tiga lintas pelayanan utama yaitu Jakarta-Bandung Jakarta-
Semarang-Surabaya (disebut lintas utara) dan Jakarta-Yogyakarta-Surabaya (disebut
lintas selatan) Sementara di Sumatera terdapat tiga sub-jaringan KA yang terpisah
satu sama lain yakni sub-jaringan Sumatera bagian Utara sub-jaringan Sumatera
bagian Barat dan sub-jaringan Sumatera bagian Selatan
Sebelum perang dunia kedua angkutan KA di Indonesia dikelola oleh perusahaan
swasta Belanda Selanjutnya pada tahun 1950 pengelolaan diserahkan kepada
Kementerian Komunikasi Republik Indonesia melalui DKA (Djawatan Kereta Api)
Kemudian secara berturut-turut pengelola KA mengalami beberapa kali perubahan
nama dan status yaitu PNKA (Perusahaan Negara Kereta Api ) pada tahun 1963
PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api ) pada tahun 1971 PERUMKA (Perusahaan
Umum Kereta Api) pada bulan Januari tahun 1991 dan terakhir pada bulan Juni
tahun 1999 berubah menjadi PT KAI - Kereta Api Indonesia (Persero)
Sampai saat ini kereta api masih dianggap sebagai tulang punggung sistem
transportasi darat di berbagai wilayah di belahan dunia baik untuk angkutan barang
ataupun penumpang Namun demikian di Indonesia peran kereta api masih sangat
marginal Dari sisi market share angkutan antar moda saat ini share kereta api untuk
angkutan penumpang hanya sebesar 73 dan angkutan barang lebih kurang 06
Dalam tahun 2005 KAI berhasil mengangkut penumpang sebanyak 1479 juta orang
dan mengangkut barang sebanyak 173 juta ton
Permasalahan yang cukup mengganggu perkeretaapian saat ini adalah tingginya
tingkat kecelakaan Trend kecelakaan KA dalam periode tahun 2000 ndash 2005 yang
diperlihatkan pada Gambar-1 dapat memberikan gambaran bahwa tingkat
keselamatan angkutan KA selama tahun 2000-2005 sangat buruk
Sumber Direktorat jenderal perkeretaapian Kementrian republik Indonesia
II Kondisi Prasarana amp Sarana
Sarana kereta api meliputi lokomotif kereta gerbong KRL dan KRD Jumlah
lokomotif yang dimiliki saat ini sebanyak 333 unit lebih dari 60 diantaranya
berusia lebih dari 20 tahun Karena keterbatasan jumlah lokomotif seringkali
dioperasikan hingga jarak 1400 kmhari jauh melampaui batas ideal 900 kmhari
Pada tahun 2005 terjadi lok mogok sebanyak 1519 kali yang mencerminkan kondisi
lokomotif sebagian sudah kurang baik Jumlah kereta 1243 unit lebih dari 45
diantaranya berusia diatas 30 tahun
Prasarana jalan rel yang ada saat ini pada umumnya masih jalur tunggal Jalur ganda
baru tersedia di jalur Jakarta-Cikampek Jakarta-Bogor Padalarang-Bandung dan
Surabaya kota-Wonokromo Jalur rel yang ada memiliki beban ganda antara 9 sd 18
ton yang mampu mendukung kecepatan kereta api antara 60-110 kmjam Panjang
rel di Jawa yang masih dioperasikan sepanjang 3216 km dan di Sumatera sepanjang
1348 km Sebagian dari jalur tersebut kondisinya sudah kurang layak operasi
sehingga sangat rawan terhadap kecelakaan
Prasarana persinyalan mencakup perangkat sinyal pintu perlintasan telepontelegraf
saluran fisik jaringan radio Sampai dengan tahun 2000 telah dilakukan modernisasi
(elektrifikasi) persinyalan di 183 stasiun Ada tiga sistem persinyalan yang
dioperasikan di Jawa maupun Sumatera yaitu electronic interlocking system all
relayNX-interlocking system dan electro mechanical interlocking system Jumlah
pintu perlintasan ada 8385 unit sebanyak 1145 unit dijaga dan sisanya sebanyak
7240 unit tidak dijaga Jumlah perlintasan tersebut belum termasuk sekitar 17000
perlintasan yang belum terdaftar
III Keselamatan KA
Permasalahan perkeretaapian Indonesia saat ini sangat rumit sulit dinamis dengan
tantangan yang terus berkembang Sejak dulu hingga kini kereta api selalu
berhadapan dengan tantangan kompetisi yang tinggi dari moda lain Jika dulu
berhadapan dengan perkembangan otomotif maka kini tantangan datang dari
perangkutan udara dengan tarif yang sangat kompetitif Namun yang saat ini
mengganggu perkererataapian Indonesia adalah tingginya tingkat kecelakaan Pada
Gambar-1 diperlihatkan trend kecelakaan kereta api periode 2000-2005 Frekuensi
kecelakaan sangat tinggi dan banyak menelan korban jiwa dengan korban mayoritas
dari kalangan rakyat kecil Padahal kereta api sangat diharapkan menjadi moda
transportasi yang paling aman murah andal dan cepat anti kemacetan lalu-lintas
Seperti yang disampaikan dalam gambar 41 dalam periode Januari 2004 sd Mei
2006 di Indonesia telah terjadi kecelakaan kereta api sebanyak 359 kali dengan
jumlah korban jiwa 139 orang dan luka berat 219 orang Kecelakaan kereta api ini
dalam lingkungan perkeretaapian disebut PLH (Peristiwa Luar biasa Hebat) yaitu
suatu kecelakaan yang mengakibatkan korban jiwa atau luka berat atau
mengakibatkan rintangan jalan yang mengganggu operasi KA Tabrakan KA vs KA
terjadi sebanyak 20 kali rata-rata 8 kali dalam satu tahun Tingginya frekuensi
kecelakaan katergori ini sangat mengkhawatirkan dan termasuk dalam kategori
terburuk di dunia Kecelakaan KA anjlok terjadi sebanyak 211 kali atau 59 dari
jumlah total kecelakaan Tabrakan KA dengan kendaraan umum sebanyak 46 kali
terjadi Kecelakaan akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali yang mayoritas
merupkan kecelakaan akibat pejalan kaki tertabrak kereta api
Kecelakaan KA akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali 20 dari jumlah total
kecelakaan dengan jumlah korban jiwa sebanyak 22 orang Mayoritas Korban
adalah pejalan kaki yang tertabrak KA akibat kelalaian waktu berada di sekitar
daerah jalur operasi KA
Jumlah korban jiwa (tidak termasuk luka berat) akibat kecelakaan kereta api dalam
periode Januari 2004 sd Mei 2005 adalah ebesar 139 orang degan perincian seperti
yang diperlihatkan pada Gambar 43 Korban jiwa terbesar adalah akibat tabrakan
KA dengan dengan kendaraan umum di perlintasan sebidang yaitu sebesar 91 orang
atau sebesar 66 total jumlah korban Kemudian disusul akibat tabrakan KA vs KA
yang yang menyebabkan korban jiwa sebanyak 24 orang atau 17 dari jumlah total
korban
Identifikasi Masalah
Tabrakan KA vs KA
Tabrakan antar KA merupakan kecelakaan dalam kategori malapetaka besar
(catastrophic) yang secara teoritis seharusnya dapat dan harus dicegah Kecelakaan
ini memiliki potensi korban jiwa yang sangat besar mengingat kapasitas angkut KA
ratusan orang dan juga berpotensi menimbulkan kerugian finansial yang sangat
besar akibat kerusakan saranaprasarana (harga satu unit lokomotif sekitar Rp15
Milyar)
Dalam periode delapan tahun terakhir di Indonesia telah terjadi 64 kali tabrakan KA
vs KA Tragedi Bintaro merupakan lembaran hitam dalam sejarah perkeretaapian
Indonesia yaitu kasus tabrakan antara dua KA Ekonomi di Bintaro Jakarta Selatan
pada tahun 1987 yang menelan korban jiwa 153 orang dan korban luka berat 300
orang Untuk mencegah terulangnya kembali tragedi tersebut berbagai upaya sudah
dilakukan baik oleh pemerintah maupun KAI Antara lain dengan melakukan
modernisasi persinyalan namun demikian hasilnya belum seperti yang diharapkan
Berdasarkan hasil investigasi dari 64 kecelakaan tabrakan antar KA dalam delapan
tahun terakhir sebanyak 51 kali atau 80 disebabkan oleh faktor manusia hanya
20 yang diakibatkan oleh faktor teknik
Dalam periode Januari 2004-Mei 2006 telah terjadi 20 kali tabrakan KA vs KA
dengan jumlah korban meninggal 24 orang (Gambar 42) Dari hasil investigasi
penyebab kecelakaan sebanyak 75 adalah akibat faktor manusia antara lain
pelanggaran sinyal atau PSAD (Passed Signal at Danger) masinis tertidur PPKA
salah memberi sinyal PPKA tertidur Sedangkan kontribusi sarana terhadap
kecelakaan hanya 5 (rem rusak) faktor manusia eksternal 5 (sabotase) dan yang
dalam pengusutan sebesar 15
Dalam bulan Maret-April tahun 2006 ini sudah terjadi 4 kali kecelakaan Salah satu
diantaranya yang terjadi di daerah operasi Semarang berakibat sangat fatal
menewaskan 13 orang dan 20 orang mengalami luka berat Dan lagi-lagi
berdasarkan hasil investigasi sumber penyebabnya adalah akibat masinis melanggar
sinyal (PSAD)
Tabrakan antar KA memiliki potensi korban jiwa dan korban finansial juga
memiliki dampak sosial dan secara teoritis dapat dihindari maka dalam manajemen
keselamatan harus sepenuhnya dapat dicegah dengan kategori zero tolerance
Tingginya frekuensi tabrakan antar kereta api di Indonesia telah mengubah persepsi
persepsi keandalan faktor keamanan yang sudah melekat dan menjadi citra moda
transportasi KA Tingginya frekuensi tabrakan antar KA akan mengasosiasikan
faktor keselamatan KA tidak berbeda dengan bus atau angkutan umum Namun yang
menjadi persoalan tabrakan antar KA seharusnya kejadian yang secara teoritis dapat
dihindari dan dapat dikendalikan asalkan dapat diketahui sumber penyebabnya
Tabrakan antar KA dalam satu kali dalam setahun adalah sudah terlalu banyak
Namun demikian kasus tabrakan antar KA di Indonesia rata-rata dalam setahun 8
kali Diduga kuat upaya-upaya pencegahan yang telah dilakukan belum memadai
atau belum komprehensif
Tabrakan KA vs Kendaraan Umum
Dalam periode Janrsquo04 sd Meirsquo06 tabrakan KA vs Kendaraan Umum terjadi
sebanyak 46 kali atau 13 dari total jumlah kecelakaan Jumlah korban meninggal
sebanyak 91 orang dan luka berat 93 orang Jumlah korban jiwa adalah 65 dari
total jumlah korban jiwa dalam periode tersebut Semua kecelakaan terjadi di lokasi
perlintasan KA sebidang baik yang dijaga maupun yang tidak dijaga dan sebagian
besar terjadi di Jawa Kecelakaan ini dalam beberapa kali kasus menimbulkan
jumlah korban yang sangat besar karena KA menabrak bus atau angkutan umum
yang sarat penumpang
Perlintasan KA sebidang di Jawa dan Sumatera yang terdaftar resmi di Dephub
mencapai 8385 buah (tidak termasuk ribuan perlintasan liar) dan yang dijaga hanya
1145 buah (14) Sisanya sebanyak 7240 buah (86) tidak dijaga dan pada
umumnya tidak dilengkapi dengan persinyalan yang memadai Di daerah Jawa
perlintasan yang tidak dijaga lebih dari 6602 buah Dengan semakin tingginya
frekuensi lalu-lintas kendaraan umum maka tidak mengherankan tabrakan KA vs
Kendaraan Umum akan cenderung semakin tinggi
Perlintasan sebidang tidak semua dijaga karena kendala keterbatasan dana
Pembuatan jalan layang (fly over) atau terowongan (underpass) sulit untuk
diwujudkan karena biaya pembangunannya sangat mahal Alasan lainnya pada saat
perlintasan KA dibangun kondisi lalu-lintas kendaraan umum belum sepadat
sekarang Dengan berkembangnya lingkungan sosial dan ekonomi memicu
tumbuhnya pemukiman disekitar jalur KA dan bertambah pesatnya jumlah
pengendara kendaraan bermotor Hal ini kemudian mendorong bertambahnya
jumlah perlintasan baru (liar) Perlintasan ini banyak yang dibiarkan terbuka tanpa
pintu ataupun penjaga sehingga titik-titik rawan kecelakaan semakin bertambah
banyak
httpperkeretaapiandephubgoidindexphp
option=com_contentampview=articleampid=108ampItemid=26ampa728c66ceac927a1a5624c
56ff8c277c=27eeb8eb8075a712111282208e8edd52
Masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh kecelakaan lalu lintas kereta api adalah
1 Trauma kepala trauma thorak trauma abdomen
2 Fraktur
3 Ruptur organ dalam
4 Luka bakar
5 Laserasi
6 Kematian
A KONSEP DASAR PENYAKIT
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN FRAKTUR
By Iwan Sain SKp MKes
A Konsep Medis
1 Anatomi dan Fisiologi
a Anatomi Tulang
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler Tulang berasal dari
embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses ldquoOsteogenesisrdquo menjadi
tulang Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut ldquoOsteoblastrdquo Proses
mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium
Ada 206 tulang dalam tubuh manusia Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima
kelompok berdasarkan bentuknya
1) Tulang panjang (Femur Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang
disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis Di sebelah proksimal dari
epifisis terdapat metafisis Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang
rawan yang tumbuh yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan
Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis Tulang
rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas dan tulang
memanjang Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat Epifisis dibentuk dari
spongi bone (cancellous atau trabecular) Pada akhir tahun-tahun remaja tulang
rawan habis lempeng epifisis berfusi dan tulang berhenti tumbuh Hormon
pertumbuhan estrogen dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang
Estrogen bersama dengan testosteron merangsang fusi lempeng epifisis Batang
suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis Kanalis
medularis berisi sumsum tulang
2) Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous
(spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat
3) Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan
lapisan luar adalah tulang concellous
4) Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek
5) Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang terletak di sekitar tulang yang
berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial
misalnya patella (kap lutut)
Tulang tersusun atas sel matriks protein dan deposit mineral Sel-selnya terdiri atas
tiga jenis dasar-osteoblas osteosit dan osteoklas Osteoblas berfungsi dalam
pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang Matriks tersusun atas
98 kolagen dan 2 subtansi dasar (glukosaminoglikan asam polisakarida) dan
proteoglikan) Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik
ditimbun Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang
dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ) Osteoklas adalah sel multinuclear
( berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran resorpsi dan remosdeling
tulang
Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa Ditengah osteon
terdapat kapiler Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang
dinamakan lamella Didalam lamella terdapat osteosit yang memperoleh nutrisi
melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang
menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 01 mm)
Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum
Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh selain sebagai
tempat perlekatan tendon dan ligamen Periosteum mengandung saraf pembuluh
darah dan limfatik Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung
osteoblast yang merupakan sel pembentuk tulang
Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang
panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus Osteoklast yang melarutkan
tulang untuk memelihara rongga sumsum terletak dekat endosteum dan dalam
lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang)
Gambar 1 Anatomi tulang panjang
Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 bahan organik (hidup) dan 70 endapan
garam Bahan organik disebut matriks dan terdiri dari lebih dari 90 serat kolagen
dan kurang dari 10 proteoglikan (protein plus sakarida) Deposit garam terutama
adalah kalsium dan fosfat dengan sedikit natrium kalium karbonat dan ion
magnesium Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen
melalui proteoglikan Adanya bahan organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan
tensif (resistensi terhadap tarikan yang meregangkan) Sedangkan garam-garam
menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan)
Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa
pemanjangan dan penebalan tulang Kecepatan pembentukan tulang berubah selama
hidup Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn hormon faktor makanan dan
jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang dan terjadi akibat aktivitas sel-sel
pembentuk tulang yaitu osteoblas
Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang Osteoblas berespon terhadap
berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang Sewaktu pertama kali
dibentuk matriks tulang disebut osteoid Dalam beberapa hari garam-garam kalsium
mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan
berikutnya Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid dan disebut
osteosit atau sel tulang sejati Seiring dengan terbentuknya tulang osteosit dimatriks
membentuk tonjolan-tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit
lainnya membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang
Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang sebagian ion
kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi Garam nonkristal ini dianggap
sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan yaitu dapat dipindahkan dengan cepat
antara tulang cairan interstisium dan darah
Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi terjadi secara bersamaan dengan
pembentukan tulang Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut
osteoklas Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel
mirip-monosit yang terdapat di tulang Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai
asam dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis Osteoklas
biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang dan memfagosit
tulang sedikit demi sedikit Setelah selesai di suatu daerah osteoklas menghilang dan
muncul osteoblas 0steoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan
tulang baru Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan
tulang baru yang lebih kuat
Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus
menerus diperbarui atau mengalami remodeling Pada anak dan remaja aktivitas
osteoblas melebihi aktivitas osteoklas sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan
menebal Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang
pulih dari fraktur Pada orang dewasa muda aktivitas osteoblas dan osteoklas
biasanya setara sehingga jumlah total massa tulang konstan Pada usia pertengahan
aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai
berkurang Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami
imobilisasi Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan dominansi aktivitas osteoklas
dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah Aktivitas osteoblas
dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon
Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan
stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang Fraktur
tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas tetapi mekanisme pastinya
belum jelas Estrogen testosteron dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat
bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang Pertumbuhan tulang dipercepat
semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut Estrogen dan
testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan
merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang) Sewaktu kadar
estrogen turun pada masa menopaus aktivitas osteoblas berkurang Defisiensi
hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang
Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan
bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan
kalsium di usus Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah yang mendorong
kalsifikasi tulang Namun vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar
kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang Dengan demikian vitamin
D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan
menyebabkan absorpsi tulang
Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh
hormon paratiroid Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang
terletak tepat di belakang kelenjar tiroid Pelepasan hormon paratiroid meningkat
sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum Hormon paratiroid
meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk
membebaskan kalsium ke dalam darah Peningkatan kalsium serum bekerja secara
umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut
Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas
Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan
menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi
ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah Pengaktifan vitamin
D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid Sedangkan kalsitonin adalah suatu
hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan
kadar kalsium serum Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan
pernbentukan osteoklas Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga
menurunkan kadar kalsium serum
b Fisiologi Tulang
Fungsi tulang adalah sebagai berikut
1) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh
2) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung otak dan paru-paru) dan jaringan
lunak
3) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan
pergerakan)
4) Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema
topoiesis)
5) Menyimpan garam mineral misalnya kalsium fosfor
2 Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan
oleh rudapaksa (Mansjoer et al 2000) Sedangkan menurut Linda Juall C dalam
buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah
rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap oleh tulang
Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman 2000) Pendapat lain menyatakan
bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih
utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson M A 1992)
3 Etiologi
1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan
Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring
2) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam
jalur hantaran vektor kekerasan
3) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadiKekuatan dapat berupa
pemuntiran penekukan penekukan dan penekanan kombinasi dari ketiganya dan
penarikan
4 Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya
atau terputusnya kontinuitas tulang Setelah terjadi fraktur periosteum dan pembuluh
darah serta saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus
tulang rusak Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian
tulang yang patah Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya
respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi eksudasi plasma dan leukosit
dan infiltrasi sel darah putih Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1) Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar
waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur
2) Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan elastisitas kelelahan dan
kepadatan atau kekerasan tulang
5 Klasifikasi Fraktur
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis dibagi
menjadi beberapa kelompok yaitu
a Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)
1) Faktur Tertutup (Closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi
2) Fraktur Terbuka (OpenCompound) bila terdapat hubungan antara hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit
b Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur
1) Fraktur Komplit bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto
2) Fraktru Inkomplit bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti
a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
b) Buckle atau Torus Fraktur bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya
c) Green Stick Fraktur mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya
yang terjadi pada tulang panjang
c Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme
trauma
1) Fraktur Transversal fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung
2) Fraktur Oblik fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga
3) Fraktur Spiral fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi
4) Fraktur Kompresi fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain
5) Fraktur Avulsi fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang
d Berdasarkan jumlah garis patah
1) Fraktur Komunitif fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan
2) Fraktur Segmental fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan
3) Fraktur Multiple fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama
e Berdasarkan pergeseran fragmen tulang
1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh
2) Fraktur Displaced (bergeser) terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen terbagi atas
a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan
overlapping)
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)
f Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian
1 13 proksimal
2 13 medial
3 13 distal
g Fraktur Kelelahan fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang
h Fraktur Patologis fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan
lunak sekitar trauma yaitu
a Tingkat 0 fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya
b Tingkat 1 fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan
c Tingkat 2 fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan
d Tingkat 3 cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan
ancaman sindroma kompartement
6 Manifestasi Klinik
a Deformitas
b Bengkakedema
c Echimosis (Memar)
d Spasme otot
e Nyeri
f Kuranghilang sensasi
g Krepitasi
h Pergerakan abnormal
i Rontgen abnormal
7 Test Diagnostik
a Pemeriksaan Rontgen menentukan lokasiluasnya frakturluasnyatrauma
skan tulang temogram scan CI memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
b Hitung darah lengkap HB mungkin meningkatmenurun
c Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma
d Kreatinin traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal
e Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi
multiple atau cederah hati
8 Penatalaksanaan Medik
a Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan
disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period) Kuman belum
terlalu jauh meresap dilakukan
1) Pembersihan luka
2) Exici
3) Hecting situasi
4) Antibiotik
b Seluruh Fraktur
1) RekognisisPengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya
2) ReduksiManipulasiReposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara
optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner
2001)
Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi
fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang
mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera
mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi
karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi
semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan
Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani
prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan
sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan
dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut
Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)
dengan manipulasi dan traksi manual
Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan
alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan
menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk
mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar
Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan
untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang
sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat
dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi
Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan
pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin
kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat
ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat
tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang
3) RetensiImmobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimun
Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi
atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi
eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau
fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan
sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur
4) Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus
dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran
darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera
bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan
ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan
perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik
dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan
peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk
memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada
aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna
memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas
fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang
diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan
9 Proses Penyembuhan Tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang
tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru
diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang
Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu
1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel
darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat
tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan
perdarahan berhenti sama sekali
2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang
berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma
Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih
dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam
beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang
yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai
tergantung frakturnya
3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila
diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga
kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai
berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal
dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman
tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4
minggu setelah fraktur menyatu
4) Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi
lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos
melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi
celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses
yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk
membawa beban yang normal
5) Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa
bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan
pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan
pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang
rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan
normalnya
10 Komplikasi
1) Komplikasi Awal
a Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT
menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas
yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang
sakit tindakan reduksi dan pembedahan
b Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh
darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu
kuat
c Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada
kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone
marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam
darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi
tachypnea demam
d Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain
dalam pembedahan seperti pin dan plat
e Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkmanrsquos Ischemia
f Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada
fraktur
2) Komplikasi Dalam Waktu Lama
b Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai
darah ke tulang
c Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang
d Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik
B Konsep Keperawatan
Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses
keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian
diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi
1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan
sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas
a Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status
perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal
MRS diagnosa medis
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut
bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan
(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri
(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk
(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi
(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya
(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa
kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan
yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui
mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
(Ignatavicius Donna D 1995)
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu
seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang
sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki
sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan
secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna
D 1995)
g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya
dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium
pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien
melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)
(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya
seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari
nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada
lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien
(3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun
begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola
eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya
warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola
Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan
tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)
(4) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal
lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena
ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan
yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)
(5) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien
harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)
(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan
akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
(Ignatavicius Donna D 1995)
(7) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur
sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya
tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
(8) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah
anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)
10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan
timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh
klien bisa tidak efektif
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien
2) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi
hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan
(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti
(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung
pada keadaan klien
(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut
(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk
(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
(a) Sistem Integumen
Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri
tekan
(b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada
nyeri kepala
(c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada
(d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk
Tak ada lesi simetris tak oedema
(e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan)
(f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan
(g) Hidung
Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung
(h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat
(i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris
(j) Paru
(1) Inspeksi
Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien
yang berhubungan dengan paru
(2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama
(3) Perkusi
Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya
(4) Auskultasi
Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor
dan ronchi
(k) Jantung
(1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung
(2) Palpasi
Nadi meningkat iktus tidak teraba
(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur
(l) Abdomen
(1) Inspeksi
Bentuk datar simetris tidak ada hernia
(2) Palpasi
Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba
(3) Perkusi
Suara thympani ada pantulan gelombang cairan
(4) Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kalimenit
(m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB
b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai
status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia
Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain
(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi)
(b) Cape au lait spot (birth mark)
(c) Fistulae
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi
(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal)
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi
netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien
Yang perlu dicatat adalah
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary
refill time Normal 3 ndash 5 ldquo
(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama
disekitar persendian
(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal
tengah atau distal)
Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler
Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya
konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan
ukurannya
(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan
ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan
lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari
titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah
ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan
aktif dan pasif
(Reksoprodjo Soelarto 1995)
3) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan
sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi
untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu
disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan
penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca
pada x-ray
(1) Bayangan jaringan lunak
(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi
(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction
(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti
(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang
kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya
(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma
(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa
(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak
b) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang
(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang
(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)
Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang
c) Pemeriksaan lain-lain
(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi
(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi
(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur
(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan
(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang
(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
3 Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah
sebagai berikut
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)
g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
(Doengoes 2000)
4 Intervensi Keperawatan
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan
tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan
tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai
indikasi untuk situasi individual
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat
dan atau traksi
2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena
3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif
4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan
posisi)
5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi
visual aktivitas dipersional)
6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan
7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-
tanda vital)
Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi
Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri
Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler
Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang
mungkin berlangsung lama
Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri
Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara
sentral maupun perifer
Menilai perkembangan masalah klien
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria
akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi
distal cedera
2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat
3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi
adanya sindroma kompartemen
4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan
5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit
distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal
Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi
Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan
bebatspalk
Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan
hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi
Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena
Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan
klien
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan
kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif
2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien
3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan
kortikosteroid sesuai indikasi
4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit
5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya
stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral
Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi
Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru
Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid
telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak
Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas
anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan
penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak
Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi
pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan
kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik
yang memampukan melakukan aktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran
kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien
2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun
yang sehat sesuai keadaan klien
3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi
4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien
5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien
6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari
7 Berikan diet TKTP
8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi
9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi
Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu
menurunkan isolasi sosial
Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot
mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi
kalsium karena imobilisasi
Mempertahankan posis fungsional ekstremitas
Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan
klien
Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis
penumonia)
Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi
Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis tubuh
Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara
individual
Menilai perkembangan masalah klien
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan
perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai
indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun
kencang bantalan bawah siku tumit)
2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips
3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal
4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi
pentraksi
Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas
Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap
tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi
Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal
Menilai perkembangan masalah klien
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang
Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase
purulen atau eritema dan demam
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol
2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen
3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi
4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur
dan sensitivitas lukaserumtulang)
5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka
Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka
Meminimalkan kontaminasi
Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis
mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus
Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED
dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab
infeksi
Mengevaluasi perkembangan masalah klien
h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien
mengerti dan memahami tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran
2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik
3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat
demam perubahan sensasi kulit distal cedera)
4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan
Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien
untuk mengikuti program pembelajaran
Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan
program terapi fisik
Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang
memerulukan intervensi lebih lanjut
Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi
klien
B Evaluasi
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat
o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
o Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami
httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-
terbukahtml
Peran Perawat saat terjadi kecelakaan
Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan
Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan
Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian
memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain
sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban
Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan
Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan
ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk
seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan
Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim
Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja
di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas
pada manajemen pra-rumah sakit
Triage
Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut
urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera
diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang
percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda
Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana
kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan
diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini
akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya
untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan
efisienrdquo
Kategori Triage
bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull
6
Ada sistim 4 level untuk kategori triage
1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa
yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal
tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal
vasa besar dan cedera jalan nafas
2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak
ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran
pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas
perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25
3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan
dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal
lacerasi minor memar dan lecet
4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan
meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat
derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital
Metode penilaian triage
Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage
berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh
tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap
diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik
cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini
dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment
Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda
Tdk
Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant
Jalan Nafas
Ya Ya
Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA
lt 30
Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan
lt 2 detik
Dapat diperintah --------------------------------------------
Ya
TUNDA
Gambar ALGORITME TRIAGE START
Pemulihan
Saran
Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa
yang akan datang maka di rekomendasikan
1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali
Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan
Komandan Medik
2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan
Ambulans berikut Tim Ambulans-nya
3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima
kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik
Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan
Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk
menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal
4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional
daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana
5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai
salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai
pihak
HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN
BENCANA
(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn
KIC Mkes KNA
B Transportasi Udara
Pesawat terbang atau pesawat udara atau kapal terbang atau cukup pesawat saja
adalah kendaraan yang mampu terbang di atmosfer atau udara
1 Kategori dan klasifikasi
a Lebih berat dari udara
Pesawat terbang yang lebih berat dari udara disebut aerodin yang masuk dalam
kategori ini adalah autogiro helikopter girokopter dan pesawat bersayap tetap
Pesawat bersayap tetap umumnya menggunakan mesin pembakaran dalam yang
berupa mesin piston (dengan baling-baling) atau mesin turbin (jet atau turboprop)
untuk menghasilkan dorongan yang menggerakkan pesawat lalu pergerakan udara di
sayap menghasilkan gaya dorong ke atas yang membuat pesawat ini bisa terbang
Sebagai pengecualian pesawat bersayap tetap juga ada yang tidak menggunakan
mesin misalnya glider yang hanya menggunakan gaya gravitasi dan arus udara
panas Helikopter dan autogiro menggunakan mesin dan sayap berputar untuk
menghasilkan gaya dorong ke atas dan helikopter juga menggunakan mesin untuk
menghasilkan dorongan ke depan
b Lebih ringan dari udara
Pesawat terbang yang lebih ringan dari udara disebut aerostat yang masuk dalam
kategori ini adalah balon dan kapal udara Aerostat menggunakan gaya apung untuk
terbang di udara seperti yang digunakan kapal laut untuk mengapung di atas air
Pesawat terbang ini umumnya menggunakan gas seperti helium hidrogen atau udara
panas untuk menghasilkan gaya apung tersebut Perbedaaan balon udara dengan
kapal udara adalah balon udara lebih mengikuti arus angin sedangkan kapal udara
memiliki sistem propulsi untuk dorongan ke depan dan sistem kendali
c Jenis pesawat berdasarkan desain
Balon udara
Kapal udara
Pesawat bersayap tetap
o Pesawat bersayap satu
+ Pesawat bersayap delta
+ Pesawat bersayap lipat
+ Sayap terbang
o Pesawat bersayap dua
o Pesawat bersayap tiga
Pesawat sayap berputar
o Helikopter
o Autogiro
b Berdasarkan propulsi
Pesawat terbang layang (Glider)
Pesawat bermesin piston
Pesawat bermesin turbo propeler
Pesawat bermesin turbojet
Pesawat bermesin turbofan
Pesawat bermesin ramjet
c Berdasarkan penggunaan
Pesawat eksperimental
Pesawat penumpang sipil
Pesawat angkut
Pesawat militer
Pelabuhan udara bandar udara atau bandara merupakan sebuah fasilitas tempat
pesawat terbang dapat lepas landas dan mendarat Bandara yang paling sederhana
minimal memiliki sebuah landas pacu namun bandara-bandara besar biasanya
dilengkapi berbagai fasilitas lain baik untuk operator layanan penerbangan maupun
bagi penggunanya
Menurut Annex 14 dari ICAO (International Civil Aviation Organization) Bandar
udara adalah area tertentu di daratan atau perairan (termasuk bangunan instalasi dan
peralatan) yang diperuntukkan baik secara keseluruhan atau sebagian untuk
kedatangan keberangkatan dan pergerakan pesawat
Sedangkan definisi bandar udara menurut PT (persero) Angkasa Pura adalah
lapangan udara termasuk segala bangunan dan peralatan yang merupakan
kelengkapan minimal untuk menjamin tersedianya fasilitas bagi angkutan udara
untuk masyarakat
Transportasi darat
Angkutan Jalan adalah kendaraan yang diperbolehkan untuk menggunakan jalan
menurut Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan
Pengemudi disebutkan
1 Sepeda Motor adalah kendaraan bermotor beroda 2 (dua) atau 3 (tiga) tanpa
rumah-rumah baik dengan atau tanpa kereta samping
2 Mobil Penumpang adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi
sebanyak-banyaknya 8 (delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk
pengemudi baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi
3 Mobil Bus adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi lebih dari 8
(delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi baik
dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi
4 Mobil Barang adalah setiap kendaraan bermotor selain dari yang termasuk
dalam sepeda motor mobil penumpang dan mobil bus
5 Kereta api adalah sarana transportasi berupa kendaraan dengan tenaga gerak
baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan kendaraan lainnya yang
akan ataupun sedang bergerak di rel
Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan termasuk
bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas yang
berada pada permukaan tanah di atas permukaan tanah di bawah permukaan tanah
danatau air serta di atas permukaan air kecuali jalan kereta api jalan lori dan jalan
kabel
1 Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum
2 Jalan khusus adalah jalan yang di bangun oleh instasi badan usaha
Perseorangan atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri
3 Jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan
dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol
Kereta api merupakan alat transportasi massal yang umumnya terdiri dari lokomotif
(kendaraan dengan tenaga gerak yang berjalan sendiri) dan rangkaian kereta atau
gerbong (dirangkaikan dengan kendaraan lainnya) Rangkaian kereta atau gerbong
tersebut berukuran relatif luas sehingga mampu memuat penumpang maupun barang
dalam skala besar Karena sifatnya sebagai angkutan massal efektif beberapa negara
berusaha memanfaatkannya secara maksimal sebagai alat transportasi utama
angkutan darat baik di dalam kota antarkota maupun antarnegara
Sejarah perkeretaapian sama seperti sejarah alat transportasi umumnya yang diawali
dengan penemuan roda Mulanya dikenal kereta kuda yang hanya terdiri dari satu
kereta (rangkaian) kemudian dibuatlah kereta kuda yang menarik lebih dari satu
rangkaian serta berjalan di jalur tertentu yang terbuat dari besi (rel) dan dinamakan
sepur Ini digunakan khususnya di daerah pertambangan tempat terdapat lori yang
dirangkaikan dan ditarik dengan tenaga kuda
Setelah James Watt menemukan mesin uap Nicolas Cugnot membuat kendaraan
beroda tiga berbahan bakar uap Orang-orang menyebut kendaraan itu sebagai kuda
besi Kemudian Richard Trevithick membuat mesin lokomotif yang dirangkaikan
dengan kereta dan memanfaatkannya pada pertunjukan di depan masyarakat umum
George Stephenson menyempurnakan lokomotif yang memenangi perlombaan balap
lokomotif dan digunakan di jalur Liverpool-Manchester Waktu itu lokomotif uap
yang digunakan berkonstruksi belalang Penyempurnaan demi penyempurnaan
dilakukan untuk mendapatkan lokomotif uap yang lebih efektif berdaya besar dan
mampu menarik kereta lebih banyak
Penemuan listrik oleh Michael Faraday membuat beberapa penemuan peralatan
listrik yang diikuti penemuan motor listrik Motor listrik kemudian digunakan untuk
membuat trem listrik yang merupakan cikal bakal kereta api listrik Kemudian
Rudolf Diesel memunculkan kereta api bermesin diesel yang lebih bertenaga dan
lebih efisien dibandingkan dengan lokomotif uap Seiring dengan berkembangnya
teknologi kelistrikan dan magnet yang lebih maju dibuatlah kereta api magnet yang
memiliki kecepatan di atas kecepatan kereta api biasa Jepang dalam waktu dekade
1960-an mengoperasikan KA Super Ekspress Shinkanzen dengan rute Tokyo-Osaka
yang akhirnya dikembangkan lagi sehingga menjangkau hampir seluruh Jepang
Kemudian Perancis mengoperasikan kereta api serupa dengan nama TGV
Jenis-jenis kereta api
a Dari segi propulsi (tenaga penggerak)
1 Kereta api uap
2 Kereta api diesel
3 Kereta rel listrik
b Dari segi rel
1 Kereta api rel konvensional Kereta api rel konvensional adalah kereta api
yang umum dijumpai Menggunakan rel yang terdiri dari dua batang besi
yang diletakan di bantalan Di daerah tertentu yang memliki tingkat
ketinggian curam digunakan rel bergerigi yang diletakkan di tengah tengah
rel tersebut serta menggunakan lokomotif khusus yang memiliki roda gigi
2 Kereta api monorel Kereta api monorel (kereta api rel tunggal) adalah kereta
api yang jalurnya tidak seperti jalur kereta yang biasa dijumpai Rel kereta ini
hanya terdiri dari satu batang besi Letak kereta api didesain menggantung
pada rel atau di atas rel Karena efisien biasanya digunakan sebagai alat
transportasi kota khususnya di kota-kota metropolitan dunia dan dirancang
mirip seperti jalan layang
c Dari segi di atasdi bawah permukaan tanah
1 Kereta api permukaan (surface) Kereta api permukaan berjalan di atas tanah
Umumnya kereta api yang sering dijumpai adalah kereta api jenis ini Biaya
pembangunannya untuk kereta permukaan adalah yang termurah
dibandingkan yang di bawah tanah atau yang laying
2 Kereta api layang (elevated) Kereta api layang berjalan di atas dengan
bantuan tiang-tiang hal ini untuk menghindari persilangan sebidang agar
tidak memerlukan pintu perlintasan kereta api Biaya yang dikeluarkan
sekitar 3 (tiga) kali dari kereta permukaan dengan jarak yang sama misalnya
untuk kereta api permukaan membutuhkan $ 10 juta maka untuk kereta api
layang membutuhkan dana $ 30 juta Kereta api bawah tanah (subway)
3 Kereta api bawah tanah adalah kereta api yang berjalan di bawah permukaan
tanah (subway) Kereta jenis ini dibangun dengan membangun terowongan-
terowongan di bawah tanah sebagai jalur kereta api Biaya yang dikeluarkan
sangat mahal sekali karena sering menembus 20m di bawah permukaan kali
- bangunan maupun jalan yaitu 7 (tujuh) kali lipat dari pada kereta
permukaan
Dari segi penggunaan
1 Kereta Api Penumpang
2 Kereta Api Barang
Rel
Rel digunakan pada jalur kereta api Rel mengarahkanmemandu kereta api tanpa
memerlukan pengendalian Rel merupakan dua batang rel kaku yang sama panjang
dipasang pada bantalan sebagai dasar landasan Rel-rel tersebut diikat pada bantalan
dengan menggunakan paku rel sekrup penambat atau penambat e (seperti penambat
Pandrol)
Jenis penambat yang digunakan bergantung kepada jenis bantalan yang digunakan
Paku ulir atau paku penambat digunakan pada bantalan kayu sedangkan penambat e
digunakan untuk bantalan beton atau semen
Rel biasanya dipasang di atas badan jalan yang dilapis dengan batu kericak atau
dikenal sebagai Balast Balast berfungsi pada rel kereta api untuk meredam getaran
dan lenturan rel akibat beratnya kereta api Untuk menyeberangi jembatan
digunakan bantalan kayu yang lebih elastis ketimbang bantalan beton
a Jenis rel berdasarkan berat
Rel yang digunakan di Indonesia menggunakan standar UIC dengan Standar
Rel 25 yang berarti 25 kgm
Rel 33
Rel 44
Rel 52
Rel 54
Rel 60
b Lebar traklebar relGauge
Ada beberapa lebar (gauge) yang digunakan semakin lebar semakin stabil sehingga
semakin tinggi kecepatan kereta apinya Lebar trak yang umum digunakan
diantaranya
Lebar 700 mm digunakan Kereta api Aceh dari Besitang menuju Banda Aceh
yang saat ini sudah tidak digunakan lagi
Lebar 1000 mm disebut juga meter gauge digunakan di Malaysia
Lebar 1067 mm atau 3 kaki 6 inci merupakan lebar rel yang digunakan secara
umum di Indonesia disebut juga sebagai Narrow gauge Narrow gauge cocok untuk
daerah yang bergunung-gunung karena trak yang lebar membutuhkan biaya besar
dan pembangunannya lebih sulit
Lebar 1435 mm atau 4 kaki 85 inci merupakan rel yang banyak digunakan
didunia sehingga disebut juga sebagai Standar gauge
c Penyambungan rel
Rel karena alasan transportasi menuju ke lokasi biasanya dari pabrik pembuat rel
dipotong menjadi rel dengan panjang 25 m Untuk meningkatkan kenyamanan
penggunaan kereta api yang berjalan diatasnya maka rel tersebut disambung
Penyambungan rel dilakukan dengan beberapa cara
1 Las termit
Salah satu cara yang umum digunakan adalah dengan las termit dilokasi sehingga
bisa menjadi rel yang menerus Pengelasan menggunakan las termit dengan
menggunakan bahan kimia senyawa besi yang ditempatkan diantara kedua rel
kemudian bahan tersebut direaksikan pada suhu sampai mencairkan bahan kimia
tersebut dan menyambung rel tersebut sisa hasil reaksi kimia tersebut kemudian
dipotong dan diratakan dengan rel
2 Sambungan baut
3 Fishplate diantara 2 rel yang disambung
Pada sambungan ini digunakan suatu penyangga yang disebut sebagai fish plate yang
dibaut pada kedua rel yang disambung
Stasiun kereta api adalah tempat di mana para penumpang dapat naik-turun dalam
memakai sarana transportasi kereta api Selain stasiun pada masa lalu dikenal juga
dengan halte kereta api yang memiliki fungsi nyaris sama dengan stasiun kereta api
Untuk daerahkota yang baru dibangun mungkin stasiun portabel dapat dipergunakan
sebagai halte kereta
Fasilitas stasiun kereta api umumnya terdiri atas
Pelataran parkir di muka stasiun
Tempat penjualan tiket dan loket informasi
Peron atau ruang tunggu
Ruang kepala stasiun dan
Ruang PPKA (Pengatur Perjalanan Kereta Api) beserta peralatannya seperti
sinyal wesel (alat pemindah jalur) telepon telegraf dan lain sebagainya
httpidwikipediaorgwikiTransportasi
httpwwwbnpbgoidwebsiteindexphp
option=com_contentamptask=viewampid=2101
Statistik Bencana Tahun 2008
Selasa 27012009 040225
Kejadian Bencana di Indonesia tahun 2008
Korban Meninggal dan Hilang Akibat Bencana Tahun 2008
KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA
I latar Belakang
Kereta api di Indonesia sudah ada sejak 138 tahun yang lalu Jaringan kereta api di
Indonesia sebagian besar merupakan peninggalan jaman Belanda meliputi lintasan
sepanjang 6482 km yang tersebar di Jawa dan Sumatera dimana 70 diantaranya
terletak di pulau Jawa Usia jaringan KA umumnya sudah sangat tua 25 sudah
berusia 70-137 tahun 44 berusia antara 10-70 tahun
Di Jawa terdapat tiga lintas pelayanan utama yaitu Jakarta-Bandung Jakarta-
Semarang-Surabaya (disebut lintas utara) dan Jakarta-Yogyakarta-Surabaya (disebut
lintas selatan) Sementara di Sumatera terdapat tiga sub-jaringan KA yang terpisah
satu sama lain yakni sub-jaringan Sumatera bagian Utara sub-jaringan Sumatera
bagian Barat dan sub-jaringan Sumatera bagian Selatan
Sebelum perang dunia kedua angkutan KA di Indonesia dikelola oleh perusahaan
swasta Belanda Selanjutnya pada tahun 1950 pengelolaan diserahkan kepada
Kementerian Komunikasi Republik Indonesia melalui DKA (Djawatan Kereta Api)
Kemudian secara berturut-turut pengelola KA mengalami beberapa kali perubahan
nama dan status yaitu PNKA (Perusahaan Negara Kereta Api ) pada tahun 1963
PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api ) pada tahun 1971 PERUMKA (Perusahaan
Umum Kereta Api) pada bulan Januari tahun 1991 dan terakhir pada bulan Juni
tahun 1999 berubah menjadi PT KAI - Kereta Api Indonesia (Persero)
Sampai saat ini kereta api masih dianggap sebagai tulang punggung sistem
transportasi darat di berbagai wilayah di belahan dunia baik untuk angkutan barang
ataupun penumpang Namun demikian di Indonesia peran kereta api masih sangat
marginal Dari sisi market share angkutan antar moda saat ini share kereta api untuk
angkutan penumpang hanya sebesar 73 dan angkutan barang lebih kurang 06
Dalam tahun 2005 KAI berhasil mengangkut penumpang sebanyak 1479 juta orang
dan mengangkut barang sebanyak 173 juta ton
Permasalahan yang cukup mengganggu perkeretaapian saat ini adalah tingginya
tingkat kecelakaan Trend kecelakaan KA dalam periode tahun 2000 ndash 2005 yang
diperlihatkan pada Gambar-1 dapat memberikan gambaran bahwa tingkat
keselamatan angkutan KA selama tahun 2000-2005 sangat buruk
Sumber Direktorat jenderal perkeretaapian Kementrian republik Indonesia
II Kondisi Prasarana amp Sarana
Sarana kereta api meliputi lokomotif kereta gerbong KRL dan KRD Jumlah
lokomotif yang dimiliki saat ini sebanyak 333 unit lebih dari 60 diantaranya
berusia lebih dari 20 tahun Karena keterbatasan jumlah lokomotif seringkali
dioperasikan hingga jarak 1400 kmhari jauh melampaui batas ideal 900 kmhari
Pada tahun 2005 terjadi lok mogok sebanyak 1519 kali yang mencerminkan kondisi
lokomotif sebagian sudah kurang baik Jumlah kereta 1243 unit lebih dari 45
diantaranya berusia diatas 30 tahun
Prasarana jalan rel yang ada saat ini pada umumnya masih jalur tunggal Jalur ganda
baru tersedia di jalur Jakarta-Cikampek Jakarta-Bogor Padalarang-Bandung dan
Surabaya kota-Wonokromo Jalur rel yang ada memiliki beban ganda antara 9 sd 18
ton yang mampu mendukung kecepatan kereta api antara 60-110 kmjam Panjang
rel di Jawa yang masih dioperasikan sepanjang 3216 km dan di Sumatera sepanjang
1348 km Sebagian dari jalur tersebut kondisinya sudah kurang layak operasi
sehingga sangat rawan terhadap kecelakaan
Prasarana persinyalan mencakup perangkat sinyal pintu perlintasan telepontelegraf
saluran fisik jaringan radio Sampai dengan tahun 2000 telah dilakukan modernisasi
(elektrifikasi) persinyalan di 183 stasiun Ada tiga sistem persinyalan yang
dioperasikan di Jawa maupun Sumatera yaitu electronic interlocking system all
relayNX-interlocking system dan electro mechanical interlocking system Jumlah
pintu perlintasan ada 8385 unit sebanyak 1145 unit dijaga dan sisanya sebanyak
7240 unit tidak dijaga Jumlah perlintasan tersebut belum termasuk sekitar 17000
perlintasan yang belum terdaftar
III Keselamatan KA
Permasalahan perkeretaapian Indonesia saat ini sangat rumit sulit dinamis dengan
tantangan yang terus berkembang Sejak dulu hingga kini kereta api selalu
berhadapan dengan tantangan kompetisi yang tinggi dari moda lain Jika dulu
berhadapan dengan perkembangan otomotif maka kini tantangan datang dari
perangkutan udara dengan tarif yang sangat kompetitif Namun yang saat ini
mengganggu perkererataapian Indonesia adalah tingginya tingkat kecelakaan Pada
Gambar-1 diperlihatkan trend kecelakaan kereta api periode 2000-2005 Frekuensi
kecelakaan sangat tinggi dan banyak menelan korban jiwa dengan korban mayoritas
dari kalangan rakyat kecil Padahal kereta api sangat diharapkan menjadi moda
transportasi yang paling aman murah andal dan cepat anti kemacetan lalu-lintas
Seperti yang disampaikan dalam gambar 41 dalam periode Januari 2004 sd Mei
2006 di Indonesia telah terjadi kecelakaan kereta api sebanyak 359 kali dengan
jumlah korban jiwa 139 orang dan luka berat 219 orang Kecelakaan kereta api ini
dalam lingkungan perkeretaapian disebut PLH (Peristiwa Luar biasa Hebat) yaitu
suatu kecelakaan yang mengakibatkan korban jiwa atau luka berat atau
mengakibatkan rintangan jalan yang mengganggu operasi KA Tabrakan KA vs KA
terjadi sebanyak 20 kali rata-rata 8 kali dalam satu tahun Tingginya frekuensi
kecelakaan katergori ini sangat mengkhawatirkan dan termasuk dalam kategori
terburuk di dunia Kecelakaan KA anjlok terjadi sebanyak 211 kali atau 59 dari
jumlah total kecelakaan Tabrakan KA dengan kendaraan umum sebanyak 46 kali
terjadi Kecelakaan akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali yang mayoritas
merupkan kecelakaan akibat pejalan kaki tertabrak kereta api
Kecelakaan KA akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali 20 dari jumlah total
kecelakaan dengan jumlah korban jiwa sebanyak 22 orang Mayoritas Korban
adalah pejalan kaki yang tertabrak KA akibat kelalaian waktu berada di sekitar
daerah jalur operasi KA
Jumlah korban jiwa (tidak termasuk luka berat) akibat kecelakaan kereta api dalam
periode Januari 2004 sd Mei 2005 adalah ebesar 139 orang degan perincian seperti
yang diperlihatkan pada Gambar 43 Korban jiwa terbesar adalah akibat tabrakan
KA dengan dengan kendaraan umum di perlintasan sebidang yaitu sebesar 91 orang
atau sebesar 66 total jumlah korban Kemudian disusul akibat tabrakan KA vs KA
yang yang menyebabkan korban jiwa sebanyak 24 orang atau 17 dari jumlah total
korban
Identifikasi Masalah
Tabrakan KA vs KA
Tabrakan antar KA merupakan kecelakaan dalam kategori malapetaka besar
(catastrophic) yang secara teoritis seharusnya dapat dan harus dicegah Kecelakaan
ini memiliki potensi korban jiwa yang sangat besar mengingat kapasitas angkut KA
ratusan orang dan juga berpotensi menimbulkan kerugian finansial yang sangat
besar akibat kerusakan saranaprasarana (harga satu unit lokomotif sekitar Rp15
Milyar)
Dalam periode delapan tahun terakhir di Indonesia telah terjadi 64 kali tabrakan KA
vs KA Tragedi Bintaro merupakan lembaran hitam dalam sejarah perkeretaapian
Indonesia yaitu kasus tabrakan antara dua KA Ekonomi di Bintaro Jakarta Selatan
pada tahun 1987 yang menelan korban jiwa 153 orang dan korban luka berat 300
orang Untuk mencegah terulangnya kembali tragedi tersebut berbagai upaya sudah
dilakukan baik oleh pemerintah maupun KAI Antara lain dengan melakukan
modernisasi persinyalan namun demikian hasilnya belum seperti yang diharapkan
Berdasarkan hasil investigasi dari 64 kecelakaan tabrakan antar KA dalam delapan
tahun terakhir sebanyak 51 kali atau 80 disebabkan oleh faktor manusia hanya
20 yang diakibatkan oleh faktor teknik
Dalam periode Januari 2004-Mei 2006 telah terjadi 20 kali tabrakan KA vs KA
dengan jumlah korban meninggal 24 orang (Gambar 42) Dari hasil investigasi
penyebab kecelakaan sebanyak 75 adalah akibat faktor manusia antara lain
pelanggaran sinyal atau PSAD (Passed Signal at Danger) masinis tertidur PPKA
salah memberi sinyal PPKA tertidur Sedangkan kontribusi sarana terhadap
kecelakaan hanya 5 (rem rusak) faktor manusia eksternal 5 (sabotase) dan yang
dalam pengusutan sebesar 15
Dalam bulan Maret-April tahun 2006 ini sudah terjadi 4 kali kecelakaan Salah satu
diantaranya yang terjadi di daerah operasi Semarang berakibat sangat fatal
menewaskan 13 orang dan 20 orang mengalami luka berat Dan lagi-lagi
berdasarkan hasil investigasi sumber penyebabnya adalah akibat masinis melanggar
sinyal (PSAD)
Tabrakan antar KA memiliki potensi korban jiwa dan korban finansial juga
memiliki dampak sosial dan secara teoritis dapat dihindari maka dalam manajemen
keselamatan harus sepenuhnya dapat dicegah dengan kategori zero tolerance
Tingginya frekuensi tabrakan antar kereta api di Indonesia telah mengubah persepsi
persepsi keandalan faktor keamanan yang sudah melekat dan menjadi citra moda
transportasi KA Tingginya frekuensi tabrakan antar KA akan mengasosiasikan
faktor keselamatan KA tidak berbeda dengan bus atau angkutan umum Namun yang
menjadi persoalan tabrakan antar KA seharusnya kejadian yang secara teoritis dapat
dihindari dan dapat dikendalikan asalkan dapat diketahui sumber penyebabnya
Tabrakan antar KA dalam satu kali dalam setahun adalah sudah terlalu banyak
Namun demikian kasus tabrakan antar KA di Indonesia rata-rata dalam setahun 8
kali Diduga kuat upaya-upaya pencegahan yang telah dilakukan belum memadai
atau belum komprehensif
Tabrakan KA vs Kendaraan Umum
Dalam periode Janrsquo04 sd Meirsquo06 tabrakan KA vs Kendaraan Umum terjadi
sebanyak 46 kali atau 13 dari total jumlah kecelakaan Jumlah korban meninggal
sebanyak 91 orang dan luka berat 93 orang Jumlah korban jiwa adalah 65 dari
total jumlah korban jiwa dalam periode tersebut Semua kecelakaan terjadi di lokasi
perlintasan KA sebidang baik yang dijaga maupun yang tidak dijaga dan sebagian
besar terjadi di Jawa Kecelakaan ini dalam beberapa kali kasus menimbulkan
jumlah korban yang sangat besar karena KA menabrak bus atau angkutan umum
yang sarat penumpang
Perlintasan KA sebidang di Jawa dan Sumatera yang terdaftar resmi di Dephub
mencapai 8385 buah (tidak termasuk ribuan perlintasan liar) dan yang dijaga hanya
1145 buah (14) Sisanya sebanyak 7240 buah (86) tidak dijaga dan pada
umumnya tidak dilengkapi dengan persinyalan yang memadai Di daerah Jawa
perlintasan yang tidak dijaga lebih dari 6602 buah Dengan semakin tingginya
frekuensi lalu-lintas kendaraan umum maka tidak mengherankan tabrakan KA vs
Kendaraan Umum akan cenderung semakin tinggi
Perlintasan sebidang tidak semua dijaga karena kendala keterbatasan dana
Pembuatan jalan layang (fly over) atau terowongan (underpass) sulit untuk
diwujudkan karena biaya pembangunannya sangat mahal Alasan lainnya pada saat
perlintasan KA dibangun kondisi lalu-lintas kendaraan umum belum sepadat
sekarang Dengan berkembangnya lingkungan sosial dan ekonomi memicu
tumbuhnya pemukiman disekitar jalur KA dan bertambah pesatnya jumlah
pengendara kendaraan bermotor Hal ini kemudian mendorong bertambahnya
jumlah perlintasan baru (liar) Perlintasan ini banyak yang dibiarkan terbuka tanpa
pintu ataupun penjaga sehingga titik-titik rawan kecelakaan semakin bertambah
banyak
httpperkeretaapiandephubgoidindexphp
option=com_contentampview=articleampid=108ampItemid=26ampa728c66ceac927a1a5624c
56ff8c277c=27eeb8eb8075a712111282208e8edd52
Masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh kecelakaan lalu lintas kereta api adalah
1 Trauma kepala trauma thorak trauma abdomen
2 Fraktur
3 Ruptur organ dalam
4 Luka bakar
5 Laserasi
6 Kematian
A KONSEP DASAR PENYAKIT
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN FRAKTUR
By Iwan Sain SKp MKes
A Konsep Medis
1 Anatomi dan Fisiologi
a Anatomi Tulang
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler Tulang berasal dari
embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses ldquoOsteogenesisrdquo menjadi
tulang Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut ldquoOsteoblastrdquo Proses
mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium
Ada 206 tulang dalam tubuh manusia Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima
kelompok berdasarkan bentuknya
1) Tulang panjang (Femur Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang
disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis Di sebelah proksimal dari
epifisis terdapat metafisis Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang
rawan yang tumbuh yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan
Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis Tulang
rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas dan tulang
memanjang Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat Epifisis dibentuk dari
spongi bone (cancellous atau trabecular) Pada akhir tahun-tahun remaja tulang
rawan habis lempeng epifisis berfusi dan tulang berhenti tumbuh Hormon
pertumbuhan estrogen dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang
Estrogen bersama dengan testosteron merangsang fusi lempeng epifisis Batang
suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis Kanalis
medularis berisi sumsum tulang
2) Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous
(spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat
3) Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan
lapisan luar adalah tulang concellous
4) Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek
5) Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang terletak di sekitar tulang yang
berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial
misalnya patella (kap lutut)
Tulang tersusun atas sel matriks protein dan deposit mineral Sel-selnya terdiri atas
tiga jenis dasar-osteoblas osteosit dan osteoklas Osteoblas berfungsi dalam
pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang Matriks tersusun atas
98 kolagen dan 2 subtansi dasar (glukosaminoglikan asam polisakarida) dan
proteoglikan) Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik
ditimbun Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang
dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ) Osteoklas adalah sel multinuclear
( berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran resorpsi dan remosdeling
tulang
Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa Ditengah osteon
terdapat kapiler Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang
dinamakan lamella Didalam lamella terdapat osteosit yang memperoleh nutrisi
melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang
menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 01 mm)
Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum
Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh selain sebagai
tempat perlekatan tendon dan ligamen Periosteum mengandung saraf pembuluh
darah dan limfatik Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung
osteoblast yang merupakan sel pembentuk tulang
Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang
panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus Osteoklast yang melarutkan
tulang untuk memelihara rongga sumsum terletak dekat endosteum dan dalam
lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang)
Gambar 1 Anatomi tulang panjang
Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 bahan organik (hidup) dan 70 endapan
garam Bahan organik disebut matriks dan terdiri dari lebih dari 90 serat kolagen
dan kurang dari 10 proteoglikan (protein plus sakarida) Deposit garam terutama
adalah kalsium dan fosfat dengan sedikit natrium kalium karbonat dan ion
magnesium Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen
melalui proteoglikan Adanya bahan organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan
tensif (resistensi terhadap tarikan yang meregangkan) Sedangkan garam-garam
menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan)
Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa
pemanjangan dan penebalan tulang Kecepatan pembentukan tulang berubah selama
hidup Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn hormon faktor makanan dan
jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang dan terjadi akibat aktivitas sel-sel
pembentuk tulang yaitu osteoblas
Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang Osteoblas berespon terhadap
berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang Sewaktu pertama kali
dibentuk matriks tulang disebut osteoid Dalam beberapa hari garam-garam kalsium
mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan
berikutnya Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid dan disebut
osteosit atau sel tulang sejati Seiring dengan terbentuknya tulang osteosit dimatriks
membentuk tonjolan-tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit
lainnya membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang
Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang sebagian ion
kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi Garam nonkristal ini dianggap
sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan yaitu dapat dipindahkan dengan cepat
antara tulang cairan interstisium dan darah
Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi terjadi secara bersamaan dengan
pembentukan tulang Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut
osteoklas Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel
mirip-monosit yang terdapat di tulang Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai
asam dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis Osteoklas
biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang dan memfagosit
tulang sedikit demi sedikit Setelah selesai di suatu daerah osteoklas menghilang dan
muncul osteoblas 0steoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan
tulang baru Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan
tulang baru yang lebih kuat
Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus
menerus diperbarui atau mengalami remodeling Pada anak dan remaja aktivitas
osteoblas melebihi aktivitas osteoklas sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan
menebal Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang
pulih dari fraktur Pada orang dewasa muda aktivitas osteoblas dan osteoklas
biasanya setara sehingga jumlah total massa tulang konstan Pada usia pertengahan
aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai
berkurang Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami
imobilisasi Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan dominansi aktivitas osteoklas
dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah Aktivitas osteoblas
dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon
Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan
stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang Fraktur
tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas tetapi mekanisme pastinya
belum jelas Estrogen testosteron dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat
bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang Pertumbuhan tulang dipercepat
semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut Estrogen dan
testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan
merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang) Sewaktu kadar
estrogen turun pada masa menopaus aktivitas osteoblas berkurang Defisiensi
hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang
Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan
bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan
kalsium di usus Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah yang mendorong
kalsifikasi tulang Namun vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar
kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang Dengan demikian vitamin
D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan
menyebabkan absorpsi tulang
Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh
hormon paratiroid Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang
terletak tepat di belakang kelenjar tiroid Pelepasan hormon paratiroid meningkat
sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum Hormon paratiroid
meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk
membebaskan kalsium ke dalam darah Peningkatan kalsium serum bekerja secara
umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut
Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas
Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan
menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi
ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah Pengaktifan vitamin
D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid Sedangkan kalsitonin adalah suatu
hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan
kadar kalsium serum Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan
pernbentukan osteoklas Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga
menurunkan kadar kalsium serum
b Fisiologi Tulang
Fungsi tulang adalah sebagai berikut
1) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh
2) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung otak dan paru-paru) dan jaringan
lunak
3) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan
pergerakan)
4) Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema
topoiesis)
5) Menyimpan garam mineral misalnya kalsium fosfor
2 Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan
oleh rudapaksa (Mansjoer et al 2000) Sedangkan menurut Linda Juall C dalam
buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah
rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap oleh tulang
Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman 2000) Pendapat lain menyatakan
bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih
utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson M A 1992)
3 Etiologi
1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan
Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring
2) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam
jalur hantaran vektor kekerasan
3) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadiKekuatan dapat berupa
pemuntiran penekukan penekukan dan penekanan kombinasi dari ketiganya dan
penarikan
4 Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya
atau terputusnya kontinuitas tulang Setelah terjadi fraktur periosteum dan pembuluh
darah serta saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus
tulang rusak Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian
tulang yang patah Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya
respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi eksudasi plasma dan leukosit
dan infiltrasi sel darah putih Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1) Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar
waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur
2) Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan elastisitas kelelahan dan
kepadatan atau kekerasan tulang
5 Klasifikasi Fraktur
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis dibagi
menjadi beberapa kelompok yaitu
a Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)
1) Faktur Tertutup (Closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi
2) Fraktur Terbuka (OpenCompound) bila terdapat hubungan antara hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit
b Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur
1) Fraktur Komplit bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto
2) Fraktru Inkomplit bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti
a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
b) Buckle atau Torus Fraktur bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya
c) Green Stick Fraktur mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya
yang terjadi pada tulang panjang
c Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme
trauma
1) Fraktur Transversal fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung
2) Fraktur Oblik fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga
3) Fraktur Spiral fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi
4) Fraktur Kompresi fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain
5) Fraktur Avulsi fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang
d Berdasarkan jumlah garis patah
1) Fraktur Komunitif fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan
2) Fraktur Segmental fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan
3) Fraktur Multiple fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama
e Berdasarkan pergeseran fragmen tulang
1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh
2) Fraktur Displaced (bergeser) terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen terbagi atas
a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan
overlapping)
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)
f Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian
1 13 proksimal
2 13 medial
3 13 distal
g Fraktur Kelelahan fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang
h Fraktur Patologis fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan
lunak sekitar trauma yaitu
a Tingkat 0 fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya
b Tingkat 1 fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan
c Tingkat 2 fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan
d Tingkat 3 cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan
ancaman sindroma kompartement
6 Manifestasi Klinik
a Deformitas
b Bengkakedema
c Echimosis (Memar)
d Spasme otot
e Nyeri
f Kuranghilang sensasi
g Krepitasi
h Pergerakan abnormal
i Rontgen abnormal
7 Test Diagnostik
a Pemeriksaan Rontgen menentukan lokasiluasnya frakturluasnyatrauma
skan tulang temogram scan CI memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
b Hitung darah lengkap HB mungkin meningkatmenurun
c Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma
d Kreatinin traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal
e Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi
multiple atau cederah hati
8 Penatalaksanaan Medik
a Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan
disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period) Kuman belum
terlalu jauh meresap dilakukan
1) Pembersihan luka
2) Exici
3) Hecting situasi
4) Antibiotik
b Seluruh Fraktur
1) RekognisisPengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya
2) ReduksiManipulasiReposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara
optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner
2001)
Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi
fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang
mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera
mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi
karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi
semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan
Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani
prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan
sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan
dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut
Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)
dengan manipulasi dan traksi manual
Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan
alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan
menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk
mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar
Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan
untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang
sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat
dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi
Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan
pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin
kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat
ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat
tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang
3) RetensiImmobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimun
Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi
atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi
eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau
fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan
sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur
4) Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus
dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran
darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera
bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan
ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan
perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik
dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan
peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk
memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada
aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna
memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas
fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang
diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan
9 Proses Penyembuhan Tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang
tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru
diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang
Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu
1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel
darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat
tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan
perdarahan berhenti sama sekali
2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang
berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma
Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih
dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam
beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang
yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai
tergantung frakturnya
3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila
diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga
kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai
berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal
dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman
tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4
minggu setelah fraktur menyatu
4) Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi
lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos
melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi
celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses
yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk
membawa beban yang normal
5) Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa
bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan
pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan
pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang
rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan
normalnya
10 Komplikasi
1) Komplikasi Awal
a Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT
menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas
yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang
sakit tindakan reduksi dan pembedahan
b Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh
darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu
kuat
c Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada
kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone
marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam
darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi
tachypnea demam
d Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain
dalam pembedahan seperti pin dan plat
e Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkmanrsquos Ischemia
f Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada
fraktur
2) Komplikasi Dalam Waktu Lama
b Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai
darah ke tulang
c Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang
d Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik
B Konsep Keperawatan
Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses
keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian
diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi
1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan
sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas
a Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status
perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal
MRS diagnosa medis
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut
bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan
(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri
(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk
(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi
(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya
(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa
kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan
yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui
mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
(Ignatavicius Donna D 1995)
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu
seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang
sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki
sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan
secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna
D 1995)
g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya
dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium
pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien
melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)
(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya
seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari
nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada
lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien
(3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun
begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola
eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya
warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola
Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan
tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)
(4) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal
lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena
ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan
yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)
(5) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien
harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)
(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan
akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
(Ignatavicius Donna D 1995)
(7) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur
sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya
tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
(8) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah
anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)
10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan
timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh
klien bisa tidak efektif
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien
2) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi
hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan
(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti
(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung
pada keadaan klien
(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut
(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk
(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
(a) Sistem Integumen
Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri
tekan
(b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada
nyeri kepala
(c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada
(d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk
Tak ada lesi simetris tak oedema
(e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan)
(f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan
(g) Hidung
Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung
(h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat
(i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris
(j) Paru
(1) Inspeksi
Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien
yang berhubungan dengan paru
(2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama
(3) Perkusi
Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya
(4) Auskultasi
Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor
dan ronchi
(k) Jantung
(1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung
(2) Palpasi
Nadi meningkat iktus tidak teraba
(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur
(l) Abdomen
(1) Inspeksi
Bentuk datar simetris tidak ada hernia
(2) Palpasi
Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba
(3) Perkusi
Suara thympani ada pantulan gelombang cairan
(4) Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kalimenit
(m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB
b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai
status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia
Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain
(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi)
(b) Cape au lait spot (birth mark)
(c) Fistulae
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi
(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal)
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi
netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien
Yang perlu dicatat adalah
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary
refill time Normal 3 ndash 5 ldquo
(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama
disekitar persendian
(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal
tengah atau distal)
Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler
Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya
konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan
ukurannya
(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan
ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan
lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari
titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah
ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan
aktif dan pasif
(Reksoprodjo Soelarto 1995)
3) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan
sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi
untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu
disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan
penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca
pada x-ray
(1) Bayangan jaringan lunak
(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi
(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction
(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti
(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang
kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya
(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma
(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa
(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak
b) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang
(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang
(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)
Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang
c) Pemeriksaan lain-lain
(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi
(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi
(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur
(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan
(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang
(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
3 Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah
sebagai berikut
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)
g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
(Doengoes 2000)
4 Intervensi Keperawatan
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan
tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan
tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai
indikasi untuk situasi individual
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat
dan atau traksi
2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena
3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif
4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan
posisi)
5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi
visual aktivitas dipersional)
6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan
7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-
tanda vital)
Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi
Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri
Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler
Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang
mungkin berlangsung lama
Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri
Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara
sentral maupun perifer
Menilai perkembangan masalah klien
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria
akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi
distal cedera
2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat
3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi
adanya sindroma kompartemen
4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan
5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit
distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal
Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi
Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan
bebatspalk
Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan
hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi
Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena
Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan
klien
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan
kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif
2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien
3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan
kortikosteroid sesuai indikasi
4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit
5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya
stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral
Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi
Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru
Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid
telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak
Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas
anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan
penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak
Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi
pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan
kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik
yang memampukan melakukan aktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran
kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien
2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun
yang sehat sesuai keadaan klien
3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi
4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien
5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien
6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari
7 Berikan diet TKTP
8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi
9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi
Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu
menurunkan isolasi sosial
Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot
mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi
kalsium karena imobilisasi
Mempertahankan posis fungsional ekstremitas
Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan
klien
Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis
penumonia)
Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi
Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis tubuh
Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara
individual
Menilai perkembangan masalah klien
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan
perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai
indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun
kencang bantalan bawah siku tumit)
2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips
3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal
4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi
pentraksi
Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas
Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap
tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi
Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal
Menilai perkembangan masalah klien
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang
Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase
purulen atau eritema dan demam
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol
2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen
3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi
4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur
dan sensitivitas lukaserumtulang)
5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka
Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka
Meminimalkan kontaminasi
Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis
mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus
Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED
dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab
infeksi
Mengevaluasi perkembangan masalah klien
h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien
mengerti dan memahami tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran
2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik
3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat
demam perubahan sensasi kulit distal cedera)
4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan
Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien
untuk mengikuti program pembelajaran
Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan
program terapi fisik
Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang
memerulukan intervensi lebih lanjut
Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi
klien
B Evaluasi
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat
o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
o Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami
httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-
terbukahtml
Peran Perawat saat terjadi kecelakaan
Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan
Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan
Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian
memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain
sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban
Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan
Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan
ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk
seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan
Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim
Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja
di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas
pada manajemen pra-rumah sakit
Triage
Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut
urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera
diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang
percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda
Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana
kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan
diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini
akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya
untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan
efisienrdquo
Kategori Triage
bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull
6
Ada sistim 4 level untuk kategori triage
1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa
yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal
tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal
vasa besar dan cedera jalan nafas
2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak
ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran
pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas
perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25
3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan
dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal
lacerasi minor memar dan lecet
4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan
meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat
derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital
Metode penilaian triage
Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage
berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh
tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap
diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik
cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini
dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment
Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda
Tdk
Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant
Jalan Nafas
Ya Ya
Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA
lt 30
Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan
lt 2 detik
Dapat diperintah --------------------------------------------
Ya
TUNDA
Gambar ALGORITME TRIAGE START
Pemulihan
Saran
Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa
yang akan datang maka di rekomendasikan
1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali
Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan
Komandan Medik
2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan
Ambulans berikut Tim Ambulans-nya
3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima
kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik
Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan
Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk
menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal
4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional
daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana
5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai
salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai
pihak
HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN
BENCANA
(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn
KIC Mkes KNA
+ Sayap terbang
o Pesawat bersayap dua
o Pesawat bersayap tiga
Pesawat sayap berputar
o Helikopter
o Autogiro
b Berdasarkan propulsi
Pesawat terbang layang (Glider)
Pesawat bermesin piston
Pesawat bermesin turbo propeler
Pesawat bermesin turbojet
Pesawat bermesin turbofan
Pesawat bermesin ramjet
c Berdasarkan penggunaan
Pesawat eksperimental
Pesawat penumpang sipil
Pesawat angkut
Pesawat militer
Pelabuhan udara bandar udara atau bandara merupakan sebuah fasilitas tempat
pesawat terbang dapat lepas landas dan mendarat Bandara yang paling sederhana
minimal memiliki sebuah landas pacu namun bandara-bandara besar biasanya
dilengkapi berbagai fasilitas lain baik untuk operator layanan penerbangan maupun
bagi penggunanya
Menurut Annex 14 dari ICAO (International Civil Aviation Organization) Bandar
udara adalah area tertentu di daratan atau perairan (termasuk bangunan instalasi dan
peralatan) yang diperuntukkan baik secara keseluruhan atau sebagian untuk
kedatangan keberangkatan dan pergerakan pesawat
Sedangkan definisi bandar udara menurut PT (persero) Angkasa Pura adalah
lapangan udara termasuk segala bangunan dan peralatan yang merupakan
kelengkapan minimal untuk menjamin tersedianya fasilitas bagi angkutan udara
untuk masyarakat
Transportasi darat
Angkutan Jalan adalah kendaraan yang diperbolehkan untuk menggunakan jalan
menurut Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan
Pengemudi disebutkan
1 Sepeda Motor adalah kendaraan bermotor beroda 2 (dua) atau 3 (tiga) tanpa
rumah-rumah baik dengan atau tanpa kereta samping
2 Mobil Penumpang adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi
sebanyak-banyaknya 8 (delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk
pengemudi baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi
3 Mobil Bus adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi lebih dari 8
(delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi baik
dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi
4 Mobil Barang adalah setiap kendaraan bermotor selain dari yang termasuk
dalam sepeda motor mobil penumpang dan mobil bus
5 Kereta api adalah sarana transportasi berupa kendaraan dengan tenaga gerak
baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan kendaraan lainnya yang
akan ataupun sedang bergerak di rel
Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan termasuk
bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas yang
berada pada permukaan tanah di atas permukaan tanah di bawah permukaan tanah
danatau air serta di atas permukaan air kecuali jalan kereta api jalan lori dan jalan
kabel
1 Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum
2 Jalan khusus adalah jalan yang di bangun oleh instasi badan usaha
Perseorangan atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri
3 Jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan
dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol
Kereta api merupakan alat transportasi massal yang umumnya terdiri dari lokomotif
(kendaraan dengan tenaga gerak yang berjalan sendiri) dan rangkaian kereta atau
gerbong (dirangkaikan dengan kendaraan lainnya) Rangkaian kereta atau gerbong
tersebut berukuran relatif luas sehingga mampu memuat penumpang maupun barang
dalam skala besar Karena sifatnya sebagai angkutan massal efektif beberapa negara
berusaha memanfaatkannya secara maksimal sebagai alat transportasi utama
angkutan darat baik di dalam kota antarkota maupun antarnegara
Sejarah perkeretaapian sama seperti sejarah alat transportasi umumnya yang diawali
dengan penemuan roda Mulanya dikenal kereta kuda yang hanya terdiri dari satu
kereta (rangkaian) kemudian dibuatlah kereta kuda yang menarik lebih dari satu
rangkaian serta berjalan di jalur tertentu yang terbuat dari besi (rel) dan dinamakan
sepur Ini digunakan khususnya di daerah pertambangan tempat terdapat lori yang
dirangkaikan dan ditarik dengan tenaga kuda
Setelah James Watt menemukan mesin uap Nicolas Cugnot membuat kendaraan
beroda tiga berbahan bakar uap Orang-orang menyebut kendaraan itu sebagai kuda
besi Kemudian Richard Trevithick membuat mesin lokomotif yang dirangkaikan
dengan kereta dan memanfaatkannya pada pertunjukan di depan masyarakat umum
George Stephenson menyempurnakan lokomotif yang memenangi perlombaan balap
lokomotif dan digunakan di jalur Liverpool-Manchester Waktu itu lokomotif uap
yang digunakan berkonstruksi belalang Penyempurnaan demi penyempurnaan
dilakukan untuk mendapatkan lokomotif uap yang lebih efektif berdaya besar dan
mampu menarik kereta lebih banyak
Penemuan listrik oleh Michael Faraday membuat beberapa penemuan peralatan
listrik yang diikuti penemuan motor listrik Motor listrik kemudian digunakan untuk
membuat trem listrik yang merupakan cikal bakal kereta api listrik Kemudian
Rudolf Diesel memunculkan kereta api bermesin diesel yang lebih bertenaga dan
lebih efisien dibandingkan dengan lokomotif uap Seiring dengan berkembangnya
teknologi kelistrikan dan magnet yang lebih maju dibuatlah kereta api magnet yang
memiliki kecepatan di atas kecepatan kereta api biasa Jepang dalam waktu dekade
1960-an mengoperasikan KA Super Ekspress Shinkanzen dengan rute Tokyo-Osaka
yang akhirnya dikembangkan lagi sehingga menjangkau hampir seluruh Jepang
Kemudian Perancis mengoperasikan kereta api serupa dengan nama TGV
Jenis-jenis kereta api
a Dari segi propulsi (tenaga penggerak)
1 Kereta api uap
2 Kereta api diesel
3 Kereta rel listrik
b Dari segi rel
1 Kereta api rel konvensional Kereta api rel konvensional adalah kereta api
yang umum dijumpai Menggunakan rel yang terdiri dari dua batang besi
yang diletakan di bantalan Di daerah tertentu yang memliki tingkat
ketinggian curam digunakan rel bergerigi yang diletakkan di tengah tengah
rel tersebut serta menggunakan lokomotif khusus yang memiliki roda gigi
2 Kereta api monorel Kereta api monorel (kereta api rel tunggal) adalah kereta
api yang jalurnya tidak seperti jalur kereta yang biasa dijumpai Rel kereta ini
hanya terdiri dari satu batang besi Letak kereta api didesain menggantung
pada rel atau di atas rel Karena efisien biasanya digunakan sebagai alat
transportasi kota khususnya di kota-kota metropolitan dunia dan dirancang
mirip seperti jalan layang
c Dari segi di atasdi bawah permukaan tanah
1 Kereta api permukaan (surface) Kereta api permukaan berjalan di atas tanah
Umumnya kereta api yang sering dijumpai adalah kereta api jenis ini Biaya
pembangunannya untuk kereta permukaan adalah yang termurah
dibandingkan yang di bawah tanah atau yang laying
2 Kereta api layang (elevated) Kereta api layang berjalan di atas dengan
bantuan tiang-tiang hal ini untuk menghindari persilangan sebidang agar
tidak memerlukan pintu perlintasan kereta api Biaya yang dikeluarkan
sekitar 3 (tiga) kali dari kereta permukaan dengan jarak yang sama misalnya
untuk kereta api permukaan membutuhkan $ 10 juta maka untuk kereta api
layang membutuhkan dana $ 30 juta Kereta api bawah tanah (subway)
3 Kereta api bawah tanah adalah kereta api yang berjalan di bawah permukaan
tanah (subway) Kereta jenis ini dibangun dengan membangun terowongan-
terowongan di bawah tanah sebagai jalur kereta api Biaya yang dikeluarkan
sangat mahal sekali karena sering menembus 20m di bawah permukaan kali
- bangunan maupun jalan yaitu 7 (tujuh) kali lipat dari pada kereta
permukaan
Dari segi penggunaan
1 Kereta Api Penumpang
2 Kereta Api Barang
Rel
Rel digunakan pada jalur kereta api Rel mengarahkanmemandu kereta api tanpa
memerlukan pengendalian Rel merupakan dua batang rel kaku yang sama panjang
dipasang pada bantalan sebagai dasar landasan Rel-rel tersebut diikat pada bantalan
dengan menggunakan paku rel sekrup penambat atau penambat e (seperti penambat
Pandrol)
Jenis penambat yang digunakan bergantung kepada jenis bantalan yang digunakan
Paku ulir atau paku penambat digunakan pada bantalan kayu sedangkan penambat e
digunakan untuk bantalan beton atau semen
Rel biasanya dipasang di atas badan jalan yang dilapis dengan batu kericak atau
dikenal sebagai Balast Balast berfungsi pada rel kereta api untuk meredam getaran
dan lenturan rel akibat beratnya kereta api Untuk menyeberangi jembatan
digunakan bantalan kayu yang lebih elastis ketimbang bantalan beton
a Jenis rel berdasarkan berat
Rel yang digunakan di Indonesia menggunakan standar UIC dengan Standar
Rel 25 yang berarti 25 kgm
Rel 33
Rel 44
Rel 52
Rel 54
Rel 60
b Lebar traklebar relGauge
Ada beberapa lebar (gauge) yang digunakan semakin lebar semakin stabil sehingga
semakin tinggi kecepatan kereta apinya Lebar trak yang umum digunakan
diantaranya
Lebar 700 mm digunakan Kereta api Aceh dari Besitang menuju Banda Aceh
yang saat ini sudah tidak digunakan lagi
Lebar 1000 mm disebut juga meter gauge digunakan di Malaysia
Lebar 1067 mm atau 3 kaki 6 inci merupakan lebar rel yang digunakan secara
umum di Indonesia disebut juga sebagai Narrow gauge Narrow gauge cocok untuk
daerah yang bergunung-gunung karena trak yang lebar membutuhkan biaya besar
dan pembangunannya lebih sulit
Lebar 1435 mm atau 4 kaki 85 inci merupakan rel yang banyak digunakan
didunia sehingga disebut juga sebagai Standar gauge
c Penyambungan rel
Rel karena alasan transportasi menuju ke lokasi biasanya dari pabrik pembuat rel
dipotong menjadi rel dengan panjang 25 m Untuk meningkatkan kenyamanan
penggunaan kereta api yang berjalan diatasnya maka rel tersebut disambung
Penyambungan rel dilakukan dengan beberapa cara
1 Las termit
Salah satu cara yang umum digunakan adalah dengan las termit dilokasi sehingga
bisa menjadi rel yang menerus Pengelasan menggunakan las termit dengan
menggunakan bahan kimia senyawa besi yang ditempatkan diantara kedua rel
kemudian bahan tersebut direaksikan pada suhu sampai mencairkan bahan kimia
tersebut dan menyambung rel tersebut sisa hasil reaksi kimia tersebut kemudian
dipotong dan diratakan dengan rel
2 Sambungan baut
3 Fishplate diantara 2 rel yang disambung
Pada sambungan ini digunakan suatu penyangga yang disebut sebagai fish plate yang
dibaut pada kedua rel yang disambung
Stasiun kereta api adalah tempat di mana para penumpang dapat naik-turun dalam
memakai sarana transportasi kereta api Selain stasiun pada masa lalu dikenal juga
dengan halte kereta api yang memiliki fungsi nyaris sama dengan stasiun kereta api
Untuk daerahkota yang baru dibangun mungkin stasiun portabel dapat dipergunakan
sebagai halte kereta
Fasilitas stasiun kereta api umumnya terdiri atas
Pelataran parkir di muka stasiun
Tempat penjualan tiket dan loket informasi
Peron atau ruang tunggu
Ruang kepala stasiun dan
Ruang PPKA (Pengatur Perjalanan Kereta Api) beserta peralatannya seperti
sinyal wesel (alat pemindah jalur) telepon telegraf dan lain sebagainya
httpidwikipediaorgwikiTransportasi
httpwwwbnpbgoidwebsiteindexphp
option=com_contentamptask=viewampid=2101
Statistik Bencana Tahun 2008
Selasa 27012009 040225
Kejadian Bencana di Indonesia tahun 2008
Korban Meninggal dan Hilang Akibat Bencana Tahun 2008
KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA
I latar Belakang
Kereta api di Indonesia sudah ada sejak 138 tahun yang lalu Jaringan kereta api di
Indonesia sebagian besar merupakan peninggalan jaman Belanda meliputi lintasan
sepanjang 6482 km yang tersebar di Jawa dan Sumatera dimana 70 diantaranya
terletak di pulau Jawa Usia jaringan KA umumnya sudah sangat tua 25 sudah
berusia 70-137 tahun 44 berusia antara 10-70 tahun
Di Jawa terdapat tiga lintas pelayanan utama yaitu Jakarta-Bandung Jakarta-
Semarang-Surabaya (disebut lintas utara) dan Jakarta-Yogyakarta-Surabaya (disebut
lintas selatan) Sementara di Sumatera terdapat tiga sub-jaringan KA yang terpisah
satu sama lain yakni sub-jaringan Sumatera bagian Utara sub-jaringan Sumatera
bagian Barat dan sub-jaringan Sumatera bagian Selatan
Sebelum perang dunia kedua angkutan KA di Indonesia dikelola oleh perusahaan
swasta Belanda Selanjutnya pada tahun 1950 pengelolaan diserahkan kepada
Kementerian Komunikasi Republik Indonesia melalui DKA (Djawatan Kereta Api)
Kemudian secara berturut-turut pengelola KA mengalami beberapa kali perubahan
nama dan status yaitu PNKA (Perusahaan Negara Kereta Api ) pada tahun 1963
PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api ) pada tahun 1971 PERUMKA (Perusahaan
Umum Kereta Api) pada bulan Januari tahun 1991 dan terakhir pada bulan Juni
tahun 1999 berubah menjadi PT KAI - Kereta Api Indonesia (Persero)
Sampai saat ini kereta api masih dianggap sebagai tulang punggung sistem
transportasi darat di berbagai wilayah di belahan dunia baik untuk angkutan barang
ataupun penumpang Namun demikian di Indonesia peran kereta api masih sangat
marginal Dari sisi market share angkutan antar moda saat ini share kereta api untuk
angkutan penumpang hanya sebesar 73 dan angkutan barang lebih kurang 06
Dalam tahun 2005 KAI berhasil mengangkut penumpang sebanyak 1479 juta orang
dan mengangkut barang sebanyak 173 juta ton
Permasalahan yang cukup mengganggu perkeretaapian saat ini adalah tingginya
tingkat kecelakaan Trend kecelakaan KA dalam periode tahun 2000 ndash 2005 yang
diperlihatkan pada Gambar-1 dapat memberikan gambaran bahwa tingkat
keselamatan angkutan KA selama tahun 2000-2005 sangat buruk
Sumber Direktorat jenderal perkeretaapian Kementrian republik Indonesia
II Kondisi Prasarana amp Sarana
Sarana kereta api meliputi lokomotif kereta gerbong KRL dan KRD Jumlah
lokomotif yang dimiliki saat ini sebanyak 333 unit lebih dari 60 diantaranya
berusia lebih dari 20 tahun Karena keterbatasan jumlah lokomotif seringkali
dioperasikan hingga jarak 1400 kmhari jauh melampaui batas ideal 900 kmhari
Pada tahun 2005 terjadi lok mogok sebanyak 1519 kali yang mencerminkan kondisi
lokomotif sebagian sudah kurang baik Jumlah kereta 1243 unit lebih dari 45
diantaranya berusia diatas 30 tahun
Prasarana jalan rel yang ada saat ini pada umumnya masih jalur tunggal Jalur ganda
baru tersedia di jalur Jakarta-Cikampek Jakarta-Bogor Padalarang-Bandung dan
Surabaya kota-Wonokromo Jalur rel yang ada memiliki beban ganda antara 9 sd 18
ton yang mampu mendukung kecepatan kereta api antara 60-110 kmjam Panjang
rel di Jawa yang masih dioperasikan sepanjang 3216 km dan di Sumatera sepanjang
1348 km Sebagian dari jalur tersebut kondisinya sudah kurang layak operasi
sehingga sangat rawan terhadap kecelakaan
Prasarana persinyalan mencakup perangkat sinyal pintu perlintasan telepontelegraf
saluran fisik jaringan radio Sampai dengan tahun 2000 telah dilakukan modernisasi
(elektrifikasi) persinyalan di 183 stasiun Ada tiga sistem persinyalan yang
dioperasikan di Jawa maupun Sumatera yaitu electronic interlocking system all
relayNX-interlocking system dan electro mechanical interlocking system Jumlah
pintu perlintasan ada 8385 unit sebanyak 1145 unit dijaga dan sisanya sebanyak
7240 unit tidak dijaga Jumlah perlintasan tersebut belum termasuk sekitar 17000
perlintasan yang belum terdaftar
III Keselamatan KA
Permasalahan perkeretaapian Indonesia saat ini sangat rumit sulit dinamis dengan
tantangan yang terus berkembang Sejak dulu hingga kini kereta api selalu
berhadapan dengan tantangan kompetisi yang tinggi dari moda lain Jika dulu
berhadapan dengan perkembangan otomotif maka kini tantangan datang dari
perangkutan udara dengan tarif yang sangat kompetitif Namun yang saat ini
mengganggu perkererataapian Indonesia adalah tingginya tingkat kecelakaan Pada
Gambar-1 diperlihatkan trend kecelakaan kereta api periode 2000-2005 Frekuensi
kecelakaan sangat tinggi dan banyak menelan korban jiwa dengan korban mayoritas
dari kalangan rakyat kecil Padahal kereta api sangat diharapkan menjadi moda
transportasi yang paling aman murah andal dan cepat anti kemacetan lalu-lintas
Seperti yang disampaikan dalam gambar 41 dalam periode Januari 2004 sd Mei
2006 di Indonesia telah terjadi kecelakaan kereta api sebanyak 359 kali dengan
jumlah korban jiwa 139 orang dan luka berat 219 orang Kecelakaan kereta api ini
dalam lingkungan perkeretaapian disebut PLH (Peristiwa Luar biasa Hebat) yaitu
suatu kecelakaan yang mengakibatkan korban jiwa atau luka berat atau
mengakibatkan rintangan jalan yang mengganggu operasi KA Tabrakan KA vs KA
terjadi sebanyak 20 kali rata-rata 8 kali dalam satu tahun Tingginya frekuensi
kecelakaan katergori ini sangat mengkhawatirkan dan termasuk dalam kategori
terburuk di dunia Kecelakaan KA anjlok terjadi sebanyak 211 kali atau 59 dari
jumlah total kecelakaan Tabrakan KA dengan kendaraan umum sebanyak 46 kali
terjadi Kecelakaan akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali yang mayoritas
merupkan kecelakaan akibat pejalan kaki tertabrak kereta api
Kecelakaan KA akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali 20 dari jumlah total
kecelakaan dengan jumlah korban jiwa sebanyak 22 orang Mayoritas Korban
adalah pejalan kaki yang tertabrak KA akibat kelalaian waktu berada di sekitar
daerah jalur operasi KA
Jumlah korban jiwa (tidak termasuk luka berat) akibat kecelakaan kereta api dalam
periode Januari 2004 sd Mei 2005 adalah ebesar 139 orang degan perincian seperti
yang diperlihatkan pada Gambar 43 Korban jiwa terbesar adalah akibat tabrakan
KA dengan dengan kendaraan umum di perlintasan sebidang yaitu sebesar 91 orang
atau sebesar 66 total jumlah korban Kemudian disusul akibat tabrakan KA vs KA
yang yang menyebabkan korban jiwa sebanyak 24 orang atau 17 dari jumlah total
korban
Identifikasi Masalah
Tabrakan KA vs KA
Tabrakan antar KA merupakan kecelakaan dalam kategori malapetaka besar
(catastrophic) yang secara teoritis seharusnya dapat dan harus dicegah Kecelakaan
ini memiliki potensi korban jiwa yang sangat besar mengingat kapasitas angkut KA
ratusan orang dan juga berpotensi menimbulkan kerugian finansial yang sangat
besar akibat kerusakan saranaprasarana (harga satu unit lokomotif sekitar Rp15
Milyar)
Dalam periode delapan tahun terakhir di Indonesia telah terjadi 64 kali tabrakan KA
vs KA Tragedi Bintaro merupakan lembaran hitam dalam sejarah perkeretaapian
Indonesia yaitu kasus tabrakan antara dua KA Ekonomi di Bintaro Jakarta Selatan
pada tahun 1987 yang menelan korban jiwa 153 orang dan korban luka berat 300
orang Untuk mencegah terulangnya kembali tragedi tersebut berbagai upaya sudah
dilakukan baik oleh pemerintah maupun KAI Antara lain dengan melakukan
modernisasi persinyalan namun demikian hasilnya belum seperti yang diharapkan
Berdasarkan hasil investigasi dari 64 kecelakaan tabrakan antar KA dalam delapan
tahun terakhir sebanyak 51 kali atau 80 disebabkan oleh faktor manusia hanya
20 yang diakibatkan oleh faktor teknik
Dalam periode Januari 2004-Mei 2006 telah terjadi 20 kali tabrakan KA vs KA
dengan jumlah korban meninggal 24 orang (Gambar 42) Dari hasil investigasi
penyebab kecelakaan sebanyak 75 adalah akibat faktor manusia antara lain
pelanggaran sinyal atau PSAD (Passed Signal at Danger) masinis tertidur PPKA
salah memberi sinyal PPKA tertidur Sedangkan kontribusi sarana terhadap
kecelakaan hanya 5 (rem rusak) faktor manusia eksternal 5 (sabotase) dan yang
dalam pengusutan sebesar 15
Dalam bulan Maret-April tahun 2006 ini sudah terjadi 4 kali kecelakaan Salah satu
diantaranya yang terjadi di daerah operasi Semarang berakibat sangat fatal
menewaskan 13 orang dan 20 orang mengalami luka berat Dan lagi-lagi
berdasarkan hasil investigasi sumber penyebabnya adalah akibat masinis melanggar
sinyal (PSAD)
Tabrakan antar KA memiliki potensi korban jiwa dan korban finansial juga
memiliki dampak sosial dan secara teoritis dapat dihindari maka dalam manajemen
keselamatan harus sepenuhnya dapat dicegah dengan kategori zero tolerance
Tingginya frekuensi tabrakan antar kereta api di Indonesia telah mengubah persepsi
persepsi keandalan faktor keamanan yang sudah melekat dan menjadi citra moda
transportasi KA Tingginya frekuensi tabrakan antar KA akan mengasosiasikan
faktor keselamatan KA tidak berbeda dengan bus atau angkutan umum Namun yang
menjadi persoalan tabrakan antar KA seharusnya kejadian yang secara teoritis dapat
dihindari dan dapat dikendalikan asalkan dapat diketahui sumber penyebabnya
Tabrakan antar KA dalam satu kali dalam setahun adalah sudah terlalu banyak
Namun demikian kasus tabrakan antar KA di Indonesia rata-rata dalam setahun 8
kali Diduga kuat upaya-upaya pencegahan yang telah dilakukan belum memadai
atau belum komprehensif
Tabrakan KA vs Kendaraan Umum
Dalam periode Janrsquo04 sd Meirsquo06 tabrakan KA vs Kendaraan Umum terjadi
sebanyak 46 kali atau 13 dari total jumlah kecelakaan Jumlah korban meninggal
sebanyak 91 orang dan luka berat 93 orang Jumlah korban jiwa adalah 65 dari
total jumlah korban jiwa dalam periode tersebut Semua kecelakaan terjadi di lokasi
perlintasan KA sebidang baik yang dijaga maupun yang tidak dijaga dan sebagian
besar terjadi di Jawa Kecelakaan ini dalam beberapa kali kasus menimbulkan
jumlah korban yang sangat besar karena KA menabrak bus atau angkutan umum
yang sarat penumpang
Perlintasan KA sebidang di Jawa dan Sumatera yang terdaftar resmi di Dephub
mencapai 8385 buah (tidak termasuk ribuan perlintasan liar) dan yang dijaga hanya
1145 buah (14) Sisanya sebanyak 7240 buah (86) tidak dijaga dan pada
umumnya tidak dilengkapi dengan persinyalan yang memadai Di daerah Jawa
perlintasan yang tidak dijaga lebih dari 6602 buah Dengan semakin tingginya
frekuensi lalu-lintas kendaraan umum maka tidak mengherankan tabrakan KA vs
Kendaraan Umum akan cenderung semakin tinggi
Perlintasan sebidang tidak semua dijaga karena kendala keterbatasan dana
Pembuatan jalan layang (fly over) atau terowongan (underpass) sulit untuk
diwujudkan karena biaya pembangunannya sangat mahal Alasan lainnya pada saat
perlintasan KA dibangun kondisi lalu-lintas kendaraan umum belum sepadat
sekarang Dengan berkembangnya lingkungan sosial dan ekonomi memicu
tumbuhnya pemukiman disekitar jalur KA dan bertambah pesatnya jumlah
pengendara kendaraan bermotor Hal ini kemudian mendorong bertambahnya
jumlah perlintasan baru (liar) Perlintasan ini banyak yang dibiarkan terbuka tanpa
pintu ataupun penjaga sehingga titik-titik rawan kecelakaan semakin bertambah
banyak
httpperkeretaapiandephubgoidindexphp
option=com_contentampview=articleampid=108ampItemid=26ampa728c66ceac927a1a5624c
56ff8c277c=27eeb8eb8075a712111282208e8edd52
Masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh kecelakaan lalu lintas kereta api adalah
1 Trauma kepala trauma thorak trauma abdomen
2 Fraktur
3 Ruptur organ dalam
4 Luka bakar
5 Laserasi
6 Kematian
A KONSEP DASAR PENYAKIT
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN FRAKTUR
By Iwan Sain SKp MKes
A Konsep Medis
1 Anatomi dan Fisiologi
a Anatomi Tulang
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler Tulang berasal dari
embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses ldquoOsteogenesisrdquo menjadi
tulang Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut ldquoOsteoblastrdquo Proses
mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium
Ada 206 tulang dalam tubuh manusia Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima
kelompok berdasarkan bentuknya
1) Tulang panjang (Femur Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang
disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis Di sebelah proksimal dari
epifisis terdapat metafisis Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang
rawan yang tumbuh yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan
Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis Tulang
rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas dan tulang
memanjang Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat Epifisis dibentuk dari
spongi bone (cancellous atau trabecular) Pada akhir tahun-tahun remaja tulang
rawan habis lempeng epifisis berfusi dan tulang berhenti tumbuh Hormon
pertumbuhan estrogen dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang
Estrogen bersama dengan testosteron merangsang fusi lempeng epifisis Batang
suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis Kanalis
medularis berisi sumsum tulang
2) Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous
(spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat
3) Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan
lapisan luar adalah tulang concellous
4) Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek
5) Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang terletak di sekitar tulang yang
berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial
misalnya patella (kap lutut)
Tulang tersusun atas sel matriks protein dan deposit mineral Sel-selnya terdiri atas
tiga jenis dasar-osteoblas osteosit dan osteoklas Osteoblas berfungsi dalam
pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang Matriks tersusun atas
98 kolagen dan 2 subtansi dasar (glukosaminoglikan asam polisakarida) dan
proteoglikan) Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik
ditimbun Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang
dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ) Osteoklas adalah sel multinuclear
( berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran resorpsi dan remosdeling
tulang
Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa Ditengah osteon
terdapat kapiler Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang
dinamakan lamella Didalam lamella terdapat osteosit yang memperoleh nutrisi
melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang
menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 01 mm)
Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum
Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh selain sebagai
tempat perlekatan tendon dan ligamen Periosteum mengandung saraf pembuluh
darah dan limfatik Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung
osteoblast yang merupakan sel pembentuk tulang
Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang
panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus Osteoklast yang melarutkan
tulang untuk memelihara rongga sumsum terletak dekat endosteum dan dalam
lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang)
Gambar 1 Anatomi tulang panjang
Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 bahan organik (hidup) dan 70 endapan
garam Bahan organik disebut matriks dan terdiri dari lebih dari 90 serat kolagen
dan kurang dari 10 proteoglikan (protein plus sakarida) Deposit garam terutama
adalah kalsium dan fosfat dengan sedikit natrium kalium karbonat dan ion
magnesium Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen
melalui proteoglikan Adanya bahan organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan
tensif (resistensi terhadap tarikan yang meregangkan) Sedangkan garam-garam
menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan)
Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa
pemanjangan dan penebalan tulang Kecepatan pembentukan tulang berubah selama
hidup Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn hormon faktor makanan dan
jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang dan terjadi akibat aktivitas sel-sel
pembentuk tulang yaitu osteoblas
Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang Osteoblas berespon terhadap
berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang Sewaktu pertama kali
dibentuk matriks tulang disebut osteoid Dalam beberapa hari garam-garam kalsium
mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan
berikutnya Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid dan disebut
osteosit atau sel tulang sejati Seiring dengan terbentuknya tulang osteosit dimatriks
membentuk tonjolan-tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit
lainnya membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang
Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang sebagian ion
kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi Garam nonkristal ini dianggap
sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan yaitu dapat dipindahkan dengan cepat
antara tulang cairan interstisium dan darah
Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi terjadi secara bersamaan dengan
pembentukan tulang Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut
osteoklas Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel
mirip-monosit yang terdapat di tulang Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai
asam dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis Osteoklas
biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang dan memfagosit
tulang sedikit demi sedikit Setelah selesai di suatu daerah osteoklas menghilang dan
muncul osteoblas 0steoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan
tulang baru Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan
tulang baru yang lebih kuat
Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus
menerus diperbarui atau mengalami remodeling Pada anak dan remaja aktivitas
osteoblas melebihi aktivitas osteoklas sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan
menebal Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang
pulih dari fraktur Pada orang dewasa muda aktivitas osteoblas dan osteoklas
biasanya setara sehingga jumlah total massa tulang konstan Pada usia pertengahan
aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai
berkurang Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami
imobilisasi Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan dominansi aktivitas osteoklas
dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah Aktivitas osteoblas
dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon
Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan
stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang Fraktur
tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas tetapi mekanisme pastinya
belum jelas Estrogen testosteron dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat
bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang Pertumbuhan tulang dipercepat
semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut Estrogen dan
testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan
merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang) Sewaktu kadar
estrogen turun pada masa menopaus aktivitas osteoblas berkurang Defisiensi
hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang
Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan
bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan
kalsium di usus Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah yang mendorong
kalsifikasi tulang Namun vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar
kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang Dengan demikian vitamin
D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan
menyebabkan absorpsi tulang
Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh
hormon paratiroid Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang
terletak tepat di belakang kelenjar tiroid Pelepasan hormon paratiroid meningkat
sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum Hormon paratiroid
meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk
membebaskan kalsium ke dalam darah Peningkatan kalsium serum bekerja secara
umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut
Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas
Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan
menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi
ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah Pengaktifan vitamin
D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid Sedangkan kalsitonin adalah suatu
hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan
kadar kalsium serum Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan
pernbentukan osteoklas Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga
menurunkan kadar kalsium serum
b Fisiologi Tulang
Fungsi tulang adalah sebagai berikut
1) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh
2) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung otak dan paru-paru) dan jaringan
lunak
3) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan
pergerakan)
4) Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema
topoiesis)
5) Menyimpan garam mineral misalnya kalsium fosfor
2 Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan
oleh rudapaksa (Mansjoer et al 2000) Sedangkan menurut Linda Juall C dalam
buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah
rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap oleh tulang
Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman 2000) Pendapat lain menyatakan
bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih
utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson M A 1992)
3 Etiologi
1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan
Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring
2) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam
jalur hantaran vektor kekerasan
3) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadiKekuatan dapat berupa
pemuntiran penekukan penekukan dan penekanan kombinasi dari ketiganya dan
penarikan
4 Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya
atau terputusnya kontinuitas tulang Setelah terjadi fraktur periosteum dan pembuluh
darah serta saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus
tulang rusak Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian
tulang yang patah Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya
respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi eksudasi plasma dan leukosit
dan infiltrasi sel darah putih Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1) Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar
waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur
2) Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan elastisitas kelelahan dan
kepadatan atau kekerasan tulang
5 Klasifikasi Fraktur
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis dibagi
menjadi beberapa kelompok yaitu
a Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)
1) Faktur Tertutup (Closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi
2) Fraktur Terbuka (OpenCompound) bila terdapat hubungan antara hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit
b Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur
1) Fraktur Komplit bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto
2) Fraktru Inkomplit bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti
a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
b) Buckle atau Torus Fraktur bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya
c) Green Stick Fraktur mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya
yang terjadi pada tulang panjang
c Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme
trauma
1) Fraktur Transversal fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung
2) Fraktur Oblik fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga
3) Fraktur Spiral fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi
4) Fraktur Kompresi fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain
5) Fraktur Avulsi fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang
d Berdasarkan jumlah garis patah
1) Fraktur Komunitif fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan
2) Fraktur Segmental fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan
3) Fraktur Multiple fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama
e Berdasarkan pergeseran fragmen tulang
1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh
2) Fraktur Displaced (bergeser) terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen terbagi atas
a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan
overlapping)
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)
f Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian
1 13 proksimal
2 13 medial
3 13 distal
g Fraktur Kelelahan fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang
h Fraktur Patologis fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan
lunak sekitar trauma yaitu
a Tingkat 0 fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya
b Tingkat 1 fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan
c Tingkat 2 fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan
d Tingkat 3 cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan
ancaman sindroma kompartement
6 Manifestasi Klinik
a Deformitas
b Bengkakedema
c Echimosis (Memar)
d Spasme otot
e Nyeri
f Kuranghilang sensasi
g Krepitasi
h Pergerakan abnormal
i Rontgen abnormal
7 Test Diagnostik
a Pemeriksaan Rontgen menentukan lokasiluasnya frakturluasnyatrauma
skan tulang temogram scan CI memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
b Hitung darah lengkap HB mungkin meningkatmenurun
c Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma
d Kreatinin traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal
e Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi
multiple atau cederah hati
8 Penatalaksanaan Medik
a Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan
disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period) Kuman belum
terlalu jauh meresap dilakukan
1) Pembersihan luka
2) Exici
3) Hecting situasi
4) Antibiotik
b Seluruh Fraktur
1) RekognisisPengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya
2) ReduksiManipulasiReposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara
optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner
2001)
Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi
fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang
mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera
mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi
karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi
semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan
Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani
prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan
sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan
dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut
Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)
dengan manipulasi dan traksi manual
Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan
alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan
menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk
mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar
Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan
untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang
sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat
dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi
Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan
pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin
kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat
ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat
tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang
3) RetensiImmobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimun
Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi
atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi
eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau
fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan
sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur
4) Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus
dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran
darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera
bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan
ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan
perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik
dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan
peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk
memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada
aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna
memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas
fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang
diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan
9 Proses Penyembuhan Tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang
tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru
diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang
Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu
1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel
darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat
tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan
perdarahan berhenti sama sekali
2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang
berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma
Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih
dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam
beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang
yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai
tergantung frakturnya
3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila
diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga
kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai
berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal
dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman
tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4
minggu setelah fraktur menyatu
4) Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi
lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos
melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi
celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses
yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk
membawa beban yang normal
5) Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa
bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan
pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan
pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang
rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan
normalnya
10 Komplikasi
1) Komplikasi Awal
a Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT
menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas
yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang
sakit tindakan reduksi dan pembedahan
b Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh
darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu
kuat
c Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada
kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone
marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam
darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi
tachypnea demam
d Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain
dalam pembedahan seperti pin dan plat
e Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkmanrsquos Ischemia
f Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada
fraktur
2) Komplikasi Dalam Waktu Lama
b Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai
darah ke tulang
c Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang
d Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik
B Konsep Keperawatan
Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses
keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian
diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi
1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan
sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas
a Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status
perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal
MRS diagnosa medis
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut
bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan
(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri
(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk
(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi
(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya
(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa
kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan
yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui
mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
(Ignatavicius Donna D 1995)
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu
seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang
sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki
sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan
secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna
D 1995)
g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya
dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium
pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien
melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)
(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya
seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari
nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada
lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien
(3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun
begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola
eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya
warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola
Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan
tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)
(4) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal
lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena
ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan
yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)
(5) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien
harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)
(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan
akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
(Ignatavicius Donna D 1995)
(7) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur
sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya
tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
(8) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah
anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)
10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan
timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh
klien bisa tidak efektif
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien
2) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi
hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan
(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti
(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung
pada keadaan klien
(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut
(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk
(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
(a) Sistem Integumen
Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri
tekan
(b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada
nyeri kepala
(c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada
(d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk
Tak ada lesi simetris tak oedema
(e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan)
(f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan
(g) Hidung
Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung
(h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat
(i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris
(j) Paru
(1) Inspeksi
Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien
yang berhubungan dengan paru
(2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama
(3) Perkusi
Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya
(4) Auskultasi
Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor
dan ronchi
(k) Jantung
(1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung
(2) Palpasi
Nadi meningkat iktus tidak teraba
(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur
(l) Abdomen
(1) Inspeksi
Bentuk datar simetris tidak ada hernia
(2) Palpasi
Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba
(3) Perkusi
Suara thympani ada pantulan gelombang cairan
(4) Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kalimenit
(m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB
b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai
status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia
Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain
(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi)
(b) Cape au lait spot (birth mark)
(c) Fistulae
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi
(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal)
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi
netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien
Yang perlu dicatat adalah
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary
refill time Normal 3 ndash 5 ldquo
(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama
disekitar persendian
(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal
tengah atau distal)
Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler
Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya
konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan
ukurannya
(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan
ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan
lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari
titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah
ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan
aktif dan pasif
(Reksoprodjo Soelarto 1995)
3) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan
sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi
untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu
disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan
penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca
pada x-ray
(1) Bayangan jaringan lunak
(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi
(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction
(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti
(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang
kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya
(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma
(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa
(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak
b) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang
(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang
(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)
Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang
c) Pemeriksaan lain-lain
(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi
(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi
(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur
(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan
(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang
(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
3 Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah
sebagai berikut
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)
g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
(Doengoes 2000)
4 Intervensi Keperawatan
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan
tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan
tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai
indikasi untuk situasi individual
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat
dan atau traksi
2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena
3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif
4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan
posisi)
5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi
visual aktivitas dipersional)
6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan
7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-
tanda vital)
Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi
Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri
Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler
Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang
mungkin berlangsung lama
Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri
Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara
sentral maupun perifer
Menilai perkembangan masalah klien
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria
akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi
distal cedera
2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat
3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi
adanya sindroma kompartemen
4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan
5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit
distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal
Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi
Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan
bebatspalk
Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan
hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi
Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena
Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan
klien
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan
kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif
2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien
3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan
kortikosteroid sesuai indikasi
4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit
5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya
stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral
Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi
Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru
Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid
telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak
Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas
anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan
penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak
Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi
pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan
kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik
yang memampukan melakukan aktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran
kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien
2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun
yang sehat sesuai keadaan klien
3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi
4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien
5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien
6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari
7 Berikan diet TKTP
8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi
9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi
Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu
menurunkan isolasi sosial
Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot
mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi
kalsium karena imobilisasi
Mempertahankan posis fungsional ekstremitas
Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan
klien
Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis
penumonia)
Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi
Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis tubuh
Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara
individual
Menilai perkembangan masalah klien
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan
perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai
indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun
kencang bantalan bawah siku tumit)
2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips
3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal
4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi
pentraksi
Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas
Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap
tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi
Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal
Menilai perkembangan masalah klien
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang
Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase
purulen atau eritema dan demam
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol
2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen
3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi
4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur
dan sensitivitas lukaserumtulang)
5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka
Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka
Meminimalkan kontaminasi
Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis
mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus
Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED
dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab
infeksi
Mengevaluasi perkembangan masalah klien
h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien
mengerti dan memahami tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran
2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik
3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat
demam perubahan sensasi kulit distal cedera)
4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan
Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien
untuk mengikuti program pembelajaran
Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan
program terapi fisik
Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang
memerulukan intervensi lebih lanjut
Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi
klien
B Evaluasi
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat
o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
o Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami
httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-
terbukahtml
Peran Perawat saat terjadi kecelakaan
Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan
Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan
Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian
memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain
sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban
Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan
Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan
ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk
seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan
Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim
Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja
di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas
pada manajemen pra-rumah sakit
Triage
Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut
urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera
diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang
percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda
Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana
kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan
diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini
akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya
untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan
efisienrdquo
Kategori Triage
bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull
6
Ada sistim 4 level untuk kategori triage
1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa
yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal
tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal
vasa besar dan cedera jalan nafas
2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak
ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran
pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas
perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25
3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan
dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal
lacerasi minor memar dan lecet
4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan
meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat
derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital
Metode penilaian triage
Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage
berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh
tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap
diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik
cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini
dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment
Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda
Tdk
Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant
Jalan Nafas
Ya Ya
Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA
lt 30
Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan
lt 2 detik
Dapat diperintah --------------------------------------------
Ya
TUNDA
Gambar ALGORITME TRIAGE START
Pemulihan
Saran
Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa
yang akan datang maka di rekomendasikan
1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali
Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan
Komandan Medik
2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan
Ambulans berikut Tim Ambulans-nya
3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima
kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik
Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan
Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk
menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal
4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional
daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana
5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai
salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai
pihak
HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN
BENCANA
(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn
KIC Mkes KNA
kelengkapan minimal untuk menjamin tersedianya fasilitas bagi angkutan udara
untuk masyarakat
Transportasi darat
Angkutan Jalan adalah kendaraan yang diperbolehkan untuk menggunakan jalan
menurut Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan
Pengemudi disebutkan
1 Sepeda Motor adalah kendaraan bermotor beroda 2 (dua) atau 3 (tiga) tanpa
rumah-rumah baik dengan atau tanpa kereta samping
2 Mobil Penumpang adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi
sebanyak-banyaknya 8 (delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk
pengemudi baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi
3 Mobil Bus adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi lebih dari 8
(delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi baik
dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi
4 Mobil Barang adalah setiap kendaraan bermotor selain dari yang termasuk
dalam sepeda motor mobil penumpang dan mobil bus
5 Kereta api adalah sarana transportasi berupa kendaraan dengan tenaga gerak
baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan kendaraan lainnya yang
akan ataupun sedang bergerak di rel
Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan termasuk
bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas yang
berada pada permukaan tanah di atas permukaan tanah di bawah permukaan tanah
danatau air serta di atas permukaan air kecuali jalan kereta api jalan lori dan jalan
kabel
1 Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum
2 Jalan khusus adalah jalan yang di bangun oleh instasi badan usaha
Perseorangan atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri
3 Jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan
dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol
Kereta api merupakan alat transportasi massal yang umumnya terdiri dari lokomotif
(kendaraan dengan tenaga gerak yang berjalan sendiri) dan rangkaian kereta atau
gerbong (dirangkaikan dengan kendaraan lainnya) Rangkaian kereta atau gerbong
tersebut berukuran relatif luas sehingga mampu memuat penumpang maupun barang
dalam skala besar Karena sifatnya sebagai angkutan massal efektif beberapa negara
berusaha memanfaatkannya secara maksimal sebagai alat transportasi utama
angkutan darat baik di dalam kota antarkota maupun antarnegara
Sejarah perkeretaapian sama seperti sejarah alat transportasi umumnya yang diawali
dengan penemuan roda Mulanya dikenal kereta kuda yang hanya terdiri dari satu
kereta (rangkaian) kemudian dibuatlah kereta kuda yang menarik lebih dari satu
rangkaian serta berjalan di jalur tertentu yang terbuat dari besi (rel) dan dinamakan
sepur Ini digunakan khususnya di daerah pertambangan tempat terdapat lori yang
dirangkaikan dan ditarik dengan tenaga kuda
Setelah James Watt menemukan mesin uap Nicolas Cugnot membuat kendaraan
beroda tiga berbahan bakar uap Orang-orang menyebut kendaraan itu sebagai kuda
besi Kemudian Richard Trevithick membuat mesin lokomotif yang dirangkaikan
dengan kereta dan memanfaatkannya pada pertunjukan di depan masyarakat umum
George Stephenson menyempurnakan lokomotif yang memenangi perlombaan balap
lokomotif dan digunakan di jalur Liverpool-Manchester Waktu itu lokomotif uap
yang digunakan berkonstruksi belalang Penyempurnaan demi penyempurnaan
dilakukan untuk mendapatkan lokomotif uap yang lebih efektif berdaya besar dan
mampu menarik kereta lebih banyak
Penemuan listrik oleh Michael Faraday membuat beberapa penemuan peralatan
listrik yang diikuti penemuan motor listrik Motor listrik kemudian digunakan untuk
membuat trem listrik yang merupakan cikal bakal kereta api listrik Kemudian
Rudolf Diesel memunculkan kereta api bermesin diesel yang lebih bertenaga dan
lebih efisien dibandingkan dengan lokomotif uap Seiring dengan berkembangnya
teknologi kelistrikan dan magnet yang lebih maju dibuatlah kereta api magnet yang
memiliki kecepatan di atas kecepatan kereta api biasa Jepang dalam waktu dekade
1960-an mengoperasikan KA Super Ekspress Shinkanzen dengan rute Tokyo-Osaka
yang akhirnya dikembangkan lagi sehingga menjangkau hampir seluruh Jepang
Kemudian Perancis mengoperasikan kereta api serupa dengan nama TGV
Jenis-jenis kereta api
a Dari segi propulsi (tenaga penggerak)
1 Kereta api uap
2 Kereta api diesel
3 Kereta rel listrik
b Dari segi rel
1 Kereta api rel konvensional Kereta api rel konvensional adalah kereta api
yang umum dijumpai Menggunakan rel yang terdiri dari dua batang besi
yang diletakan di bantalan Di daerah tertentu yang memliki tingkat
ketinggian curam digunakan rel bergerigi yang diletakkan di tengah tengah
rel tersebut serta menggunakan lokomotif khusus yang memiliki roda gigi
2 Kereta api monorel Kereta api monorel (kereta api rel tunggal) adalah kereta
api yang jalurnya tidak seperti jalur kereta yang biasa dijumpai Rel kereta ini
hanya terdiri dari satu batang besi Letak kereta api didesain menggantung
pada rel atau di atas rel Karena efisien biasanya digunakan sebagai alat
transportasi kota khususnya di kota-kota metropolitan dunia dan dirancang
mirip seperti jalan layang
c Dari segi di atasdi bawah permukaan tanah
1 Kereta api permukaan (surface) Kereta api permukaan berjalan di atas tanah
Umumnya kereta api yang sering dijumpai adalah kereta api jenis ini Biaya
pembangunannya untuk kereta permukaan adalah yang termurah
dibandingkan yang di bawah tanah atau yang laying
2 Kereta api layang (elevated) Kereta api layang berjalan di atas dengan
bantuan tiang-tiang hal ini untuk menghindari persilangan sebidang agar
tidak memerlukan pintu perlintasan kereta api Biaya yang dikeluarkan
sekitar 3 (tiga) kali dari kereta permukaan dengan jarak yang sama misalnya
untuk kereta api permukaan membutuhkan $ 10 juta maka untuk kereta api
layang membutuhkan dana $ 30 juta Kereta api bawah tanah (subway)
3 Kereta api bawah tanah adalah kereta api yang berjalan di bawah permukaan
tanah (subway) Kereta jenis ini dibangun dengan membangun terowongan-
terowongan di bawah tanah sebagai jalur kereta api Biaya yang dikeluarkan
sangat mahal sekali karena sering menembus 20m di bawah permukaan kali
- bangunan maupun jalan yaitu 7 (tujuh) kali lipat dari pada kereta
permukaan
Dari segi penggunaan
1 Kereta Api Penumpang
2 Kereta Api Barang
Rel
Rel digunakan pada jalur kereta api Rel mengarahkanmemandu kereta api tanpa
memerlukan pengendalian Rel merupakan dua batang rel kaku yang sama panjang
dipasang pada bantalan sebagai dasar landasan Rel-rel tersebut diikat pada bantalan
dengan menggunakan paku rel sekrup penambat atau penambat e (seperti penambat
Pandrol)
Jenis penambat yang digunakan bergantung kepada jenis bantalan yang digunakan
Paku ulir atau paku penambat digunakan pada bantalan kayu sedangkan penambat e
digunakan untuk bantalan beton atau semen
Rel biasanya dipasang di atas badan jalan yang dilapis dengan batu kericak atau
dikenal sebagai Balast Balast berfungsi pada rel kereta api untuk meredam getaran
dan lenturan rel akibat beratnya kereta api Untuk menyeberangi jembatan
digunakan bantalan kayu yang lebih elastis ketimbang bantalan beton
a Jenis rel berdasarkan berat
Rel yang digunakan di Indonesia menggunakan standar UIC dengan Standar
Rel 25 yang berarti 25 kgm
Rel 33
Rel 44
Rel 52
Rel 54
Rel 60
b Lebar traklebar relGauge
Ada beberapa lebar (gauge) yang digunakan semakin lebar semakin stabil sehingga
semakin tinggi kecepatan kereta apinya Lebar trak yang umum digunakan
diantaranya
Lebar 700 mm digunakan Kereta api Aceh dari Besitang menuju Banda Aceh
yang saat ini sudah tidak digunakan lagi
Lebar 1000 mm disebut juga meter gauge digunakan di Malaysia
Lebar 1067 mm atau 3 kaki 6 inci merupakan lebar rel yang digunakan secara
umum di Indonesia disebut juga sebagai Narrow gauge Narrow gauge cocok untuk
daerah yang bergunung-gunung karena trak yang lebar membutuhkan biaya besar
dan pembangunannya lebih sulit
Lebar 1435 mm atau 4 kaki 85 inci merupakan rel yang banyak digunakan
didunia sehingga disebut juga sebagai Standar gauge
c Penyambungan rel
Rel karena alasan transportasi menuju ke lokasi biasanya dari pabrik pembuat rel
dipotong menjadi rel dengan panjang 25 m Untuk meningkatkan kenyamanan
penggunaan kereta api yang berjalan diatasnya maka rel tersebut disambung
Penyambungan rel dilakukan dengan beberapa cara
1 Las termit
Salah satu cara yang umum digunakan adalah dengan las termit dilokasi sehingga
bisa menjadi rel yang menerus Pengelasan menggunakan las termit dengan
menggunakan bahan kimia senyawa besi yang ditempatkan diantara kedua rel
kemudian bahan tersebut direaksikan pada suhu sampai mencairkan bahan kimia
tersebut dan menyambung rel tersebut sisa hasil reaksi kimia tersebut kemudian
dipotong dan diratakan dengan rel
2 Sambungan baut
3 Fishplate diantara 2 rel yang disambung
Pada sambungan ini digunakan suatu penyangga yang disebut sebagai fish plate yang
dibaut pada kedua rel yang disambung
Stasiun kereta api adalah tempat di mana para penumpang dapat naik-turun dalam
memakai sarana transportasi kereta api Selain stasiun pada masa lalu dikenal juga
dengan halte kereta api yang memiliki fungsi nyaris sama dengan stasiun kereta api
Untuk daerahkota yang baru dibangun mungkin stasiun portabel dapat dipergunakan
sebagai halte kereta
Fasilitas stasiun kereta api umumnya terdiri atas
Pelataran parkir di muka stasiun
Tempat penjualan tiket dan loket informasi
Peron atau ruang tunggu
Ruang kepala stasiun dan
Ruang PPKA (Pengatur Perjalanan Kereta Api) beserta peralatannya seperti
sinyal wesel (alat pemindah jalur) telepon telegraf dan lain sebagainya
httpidwikipediaorgwikiTransportasi
httpwwwbnpbgoidwebsiteindexphp
option=com_contentamptask=viewampid=2101
Statistik Bencana Tahun 2008
Selasa 27012009 040225
Kejadian Bencana di Indonesia tahun 2008
Korban Meninggal dan Hilang Akibat Bencana Tahun 2008
KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA
I latar Belakang
Kereta api di Indonesia sudah ada sejak 138 tahun yang lalu Jaringan kereta api di
Indonesia sebagian besar merupakan peninggalan jaman Belanda meliputi lintasan
sepanjang 6482 km yang tersebar di Jawa dan Sumatera dimana 70 diantaranya
terletak di pulau Jawa Usia jaringan KA umumnya sudah sangat tua 25 sudah
berusia 70-137 tahun 44 berusia antara 10-70 tahun
Di Jawa terdapat tiga lintas pelayanan utama yaitu Jakarta-Bandung Jakarta-
Semarang-Surabaya (disebut lintas utara) dan Jakarta-Yogyakarta-Surabaya (disebut
lintas selatan) Sementara di Sumatera terdapat tiga sub-jaringan KA yang terpisah
satu sama lain yakni sub-jaringan Sumatera bagian Utara sub-jaringan Sumatera
bagian Barat dan sub-jaringan Sumatera bagian Selatan
Sebelum perang dunia kedua angkutan KA di Indonesia dikelola oleh perusahaan
swasta Belanda Selanjutnya pada tahun 1950 pengelolaan diserahkan kepada
Kementerian Komunikasi Republik Indonesia melalui DKA (Djawatan Kereta Api)
Kemudian secara berturut-turut pengelola KA mengalami beberapa kali perubahan
nama dan status yaitu PNKA (Perusahaan Negara Kereta Api ) pada tahun 1963
PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api ) pada tahun 1971 PERUMKA (Perusahaan
Umum Kereta Api) pada bulan Januari tahun 1991 dan terakhir pada bulan Juni
tahun 1999 berubah menjadi PT KAI - Kereta Api Indonesia (Persero)
Sampai saat ini kereta api masih dianggap sebagai tulang punggung sistem
transportasi darat di berbagai wilayah di belahan dunia baik untuk angkutan barang
ataupun penumpang Namun demikian di Indonesia peran kereta api masih sangat
marginal Dari sisi market share angkutan antar moda saat ini share kereta api untuk
angkutan penumpang hanya sebesar 73 dan angkutan barang lebih kurang 06
Dalam tahun 2005 KAI berhasil mengangkut penumpang sebanyak 1479 juta orang
dan mengangkut barang sebanyak 173 juta ton
Permasalahan yang cukup mengganggu perkeretaapian saat ini adalah tingginya
tingkat kecelakaan Trend kecelakaan KA dalam periode tahun 2000 ndash 2005 yang
diperlihatkan pada Gambar-1 dapat memberikan gambaran bahwa tingkat
keselamatan angkutan KA selama tahun 2000-2005 sangat buruk
Sumber Direktorat jenderal perkeretaapian Kementrian republik Indonesia
II Kondisi Prasarana amp Sarana
Sarana kereta api meliputi lokomotif kereta gerbong KRL dan KRD Jumlah
lokomotif yang dimiliki saat ini sebanyak 333 unit lebih dari 60 diantaranya
berusia lebih dari 20 tahun Karena keterbatasan jumlah lokomotif seringkali
dioperasikan hingga jarak 1400 kmhari jauh melampaui batas ideal 900 kmhari
Pada tahun 2005 terjadi lok mogok sebanyak 1519 kali yang mencerminkan kondisi
lokomotif sebagian sudah kurang baik Jumlah kereta 1243 unit lebih dari 45
diantaranya berusia diatas 30 tahun
Prasarana jalan rel yang ada saat ini pada umumnya masih jalur tunggal Jalur ganda
baru tersedia di jalur Jakarta-Cikampek Jakarta-Bogor Padalarang-Bandung dan
Surabaya kota-Wonokromo Jalur rel yang ada memiliki beban ganda antara 9 sd 18
ton yang mampu mendukung kecepatan kereta api antara 60-110 kmjam Panjang
rel di Jawa yang masih dioperasikan sepanjang 3216 km dan di Sumatera sepanjang
1348 km Sebagian dari jalur tersebut kondisinya sudah kurang layak operasi
sehingga sangat rawan terhadap kecelakaan
Prasarana persinyalan mencakup perangkat sinyal pintu perlintasan telepontelegraf
saluran fisik jaringan radio Sampai dengan tahun 2000 telah dilakukan modernisasi
(elektrifikasi) persinyalan di 183 stasiun Ada tiga sistem persinyalan yang
dioperasikan di Jawa maupun Sumatera yaitu electronic interlocking system all
relayNX-interlocking system dan electro mechanical interlocking system Jumlah
pintu perlintasan ada 8385 unit sebanyak 1145 unit dijaga dan sisanya sebanyak
7240 unit tidak dijaga Jumlah perlintasan tersebut belum termasuk sekitar 17000
perlintasan yang belum terdaftar
III Keselamatan KA
Permasalahan perkeretaapian Indonesia saat ini sangat rumit sulit dinamis dengan
tantangan yang terus berkembang Sejak dulu hingga kini kereta api selalu
berhadapan dengan tantangan kompetisi yang tinggi dari moda lain Jika dulu
berhadapan dengan perkembangan otomotif maka kini tantangan datang dari
perangkutan udara dengan tarif yang sangat kompetitif Namun yang saat ini
mengganggu perkererataapian Indonesia adalah tingginya tingkat kecelakaan Pada
Gambar-1 diperlihatkan trend kecelakaan kereta api periode 2000-2005 Frekuensi
kecelakaan sangat tinggi dan banyak menelan korban jiwa dengan korban mayoritas
dari kalangan rakyat kecil Padahal kereta api sangat diharapkan menjadi moda
transportasi yang paling aman murah andal dan cepat anti kemacetan lalu-lintas
Seperti yang disampaikan dalam gambar 41 dalam periode Januari 2004 sd Mei
2006 di Indonesia telah terjadi kecelakaan kereta api sebanyak 359 kali dengan
jumlah korban jiwa 139 orang dan luka berat 219 orang Kecelakaan kereta api ini
dalam lingkungan perkeretaapian disebut PLH (Peristiwa Luar biasa Hebat) yaitu
suatu kecelakaan yang mengakibatkan korban jiwa atau luka berat atau
mengakibatkan rintangan jalan yang mengganggu operasi KA Tabrakan KA vs KA
terjadi sebanyak 20 kali rata-rata 8 kali dalam satu tahun Tingginya frekuensi
kecelakaan katergori ini sangat mengkhawatirkan dan termasuk dalam kategori
terburuk di dunia Kecelakaan KA anjlok terjadi sebanyak 211 kali atau 59 dari
jumlah total kecelakaan Tabrakan KA dengan kendaraan umum sebanyak 46 kali
terjadi Kecelakaan akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali yang mayoritas
merupkan kecelakaan akibat pejalan kaki tertabrak kereta api
Kecelakaan KA akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali 20 dari jumlah total
kecelakaan dengan jumlah korban jiwa sebanyak 22 orang Mayoritas Korban
adalah pejalan kaki yang tertabrak KA akibat kelalaian waktu berada di sekitar
daerah jalur operasi KA
Jumlah korban jiwa (tidak termasuk luka berat) akibat kecelakaan kereta api dalam
periode Januari 2004 sd Mei 2005 adalah ebesar 139 orang degan perincian seperti
yang diperlihatkan pada Gambar 43 Korban jiwa terbesar adalah akibat tabrakan
KA dengan dengan kendaraan umum di perlintasan sebidang yaitu sebesar 91 orang
atau sebesar 66 total jumlah korban Kemudian disusul akibat tabrakan KA vs KA
yang yang menyebabkan korban jiwa sebanyak 24 orang atau 17 dari jumlah total
korban
Identifikasi Masalah
Tabrakan KA vs KA
Tabrakan antar KA merupakan kecelakaan dalam kategori malapetaka besar
(catastrophic) yang secara teoritis seharusnya dapat dan harus dicegah Kecelakaan
ini memiliki potensi korban jiwa yang sangat besar mengingat kapasitas angkut KA
ratusan orang dan juga berpotensi menimbulkan kerugian finansial yang sangat
besar akibat kerusakan saranaprasarana (harga satu unit lokomotif sekitar Rp15
Milyar)
Dalam periode delapan tahun terakhir di Indonesia telah terjadi 64 kali tabrakan KA
vs KA Tragedi Bintaro merupakan lembaran hitam dalam sejarah perkeretaapian
Indonesia yaitu kasus tabrakan antara dua KA Ekonomi di Bintaro Jakarta Selatan
pada tahun 1987 yang menelan korban jiwa 153 orang dan korban luka berat 300
orang Untuk mencegah terulangnya kembali tragedi tersebut berbagai upaya sudah
dilakukan baik oleh pemerintah maupun KAI Antara lain dengan melakukan
modernisasi persinyalan namun demikian hasilnya belum seperti yang diharapkan
Berdasarkan hasil investigasi dari 64 kecelakaan tabrakan antar KA dalam delapan
tahun terakhir sebanyak 51 kali atau 80 disebabkan oleh faktor manusia hanya
20 yang diakibatkan oleh faktor teknik
Dalam periode Januari 2004-Mei 2006 telah terjadi 20 kali tabrakan KA vs KA
dengan jumlah korban meninggal 24 orang (Gambar 42) Dari hasil investigasi
penyebab kecelakaan sebanyak 75 adalah akibat faktor manusia antara lain
pelanggaran sinyal atau PSAD (Passed Signal at Danger) masinis tertidur PPKA
salah memberi sinyal PPKA tertidur Sedangkan kontribusi sarana terhadap
kecelakaan hanya 5 (rem rusak) faktor manusia eksternal 5 (sabotase) dan yang
dalam pengusutan sebesar 15
Dalam bulan Maret-April tahun 2006 ini sudah terjadi 4 kali kecelakaan Salah satu
diantaranya yang terjadi di daerah operasi Semarang berakibat sangat fatal
menewaskan 13 orang dan 20 orang mengalami luka berat Dan lagi-lagi
berdasarkan hasil investigasi sumber penyebabnya adalah akibat masinis melanggar
sinyal (PSAD)
Tabrakan antar KA memiliki potensi korban jiwa dan korban finansial juga
memiliki dampak sosial dan secara teoritis dapat dihindari maka dalam manajemen
keselamatan harus sepenuhnya dapat dicegah dengan kategori zero tolerance
Tingginya frekuensi tabrakan antar kereta api di Indonesia telah mengubah persepsi
persepsi keandalan faktor keamanan yang sudah melekat dan menjadi citra moda
transportasi KA Tingginya frekuensi tabrakan antar KA akan mengasosiasikan
faktor keselamatan KA tidak berbeda dengan bus atau angkutan umum Namun yang
menjadi persoalan tabrakan antar KA seharusnya kejadian yang secara teoritis dapat
dihindari dan dapat dikendalikan asalkan dapat diketahui sumber penyebabnya
Tabrakan antar KA dalam satu kali dalam setahun adalah sudah terlalu banyak
Namun demikian kasus tabrakan antar KA di Indonesia rata-rata dalam setahun 8
kali Diduga kuat upaya-upaya pencegahan yang telah dilakukan belum memadai
atau belum komprehensif
Tabrakan KA vs Kendaraan Umum
Dalam periode Janrsquo04 sd Meirsquo06 tabrakan KA vs Kendaraan Umum terjadi
sebanyak 46 kali atau 13 dari total jumlah kecelakaan Jumlah korban meninggal
sebanyak 91 orang dan luka berat 93 orang Jumlah korban jiwa adalah 65 dari
total jumlah korban jiwa dalam periode tersebut Semua kecelakaan terjadi di lokasi
perlintasan KA sebidang baik yang dijaga maupun yang tidak dijaga dan sebagian
besar terjadi di Jawa Kecelakaan ini dalam beberapa kali kasus menimbulkan
jumlah korban yang sangat besar karena KA menabrak bus atau angkutan umum
yang sarat penumpang
Perlintasan KA sebidang di Jawa dan Sumatera yang terdaftar resmi di Dephub
mencapai 8385 buah (tidak termasuk ribuan perlintasan liar) dan yang dijaga hanya
1145 buah (14) Sisanya sebanyak 7240 buah (86) tidak dijaga dan pada
umumnya tidak dilengkapi dengan persinyalan yang memadai Di daerah Jawa
perlintasan yang tidak dijaga lebih dari 6602 buah Dengan semakin tingginya
frekuensi lalu-lintas kendaraan umum maka tidak mengherankan tabrakan KA vs
Kendaraan Umum akan cenderung semakin tinggi
Perlintasan sebidang tidak semua dijaga karena kendala keterbatasan dana
Pembuatan jalan layang (fly over) atau terowongan (underpass) sulit untuk
diwujudkan karena biaya pembangunannya sangat mahal Alasan lainnya pada saat
perlintasan KA dibangun kondisi lalu-lintas kendaraan umum belum sepadat
sekarang Dengan berkembangnya lingkungan sosial dan ekonomi memicu
tumbuhnya pemukiman disekitar jalur KA dan bertambah pesatnya jumlah
pengendara kendaraan bermotor Hal ini kemudian mendorong bertambahnya
jumlah perlintasan baru (liar) Perlintasan ini banyak yang dibiarkan terbuka tanpa
pintu ataupun penjaga sehingga titik-titik rawan kecelakaan semakin bertambah
banyak
httpperkeretaapiandephubgoidindexphp
option=com_contentampview=articleampid=108ampItemid=26ampa728c66ceac927a1a5624c
56ff8c277c=27eeb8eb8075a712111282208e8edd52
Masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh kecelakaan lalu lintas kereta api adalah
1 Trauma kepala trauma thorak trauma abdomen
2 Fraktur
3 Ruptur organ dalam
4 Luka bakar
5 Laserasi
6 Kematian
A KONSEP DASAR PENYAKIT
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN FRAKTUR
By Iwan Sain SKp MKes
A Konsep Medis
1 Anatomi dan Fisiologi
a Anatomi Tulang
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler Tulang berasal dari
embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses ldquoOsteogenesisrdquo menjadi
tulang Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut ldquoOsteoblastrdquo Proses
mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium
Ada 206 tulang dalam tubuh manusia Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima
kelompok berdasarkan bentuknya
1) Tulang panjang (Femur Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang
disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis Di sebelah proksimal dari
epifisis terdapat metafisis Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang
rawan yang tumbuh yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan
Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis Tulang
rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas dan tulang
memanjang Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat Epifisis dibentuk dari
spongi bone (cancellous atau trabecular) Pada akhir tahun-tahun remaja tulang
rawan habis lempeng epifisis berfusi dan tulang berhenti tumbuh Hormon
pertumbuhan estrogen dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang
Estrogen bersama dengan testosteron merangsang fusi lempeng epifisis Batang
suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis Kanalis
medularis berisi sumsum tulang
2) Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous
(spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat
3) Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan
lapisan luar adalah tulang concellous
4) Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek
5) Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang terletak di sekitar tulang yang
berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial
misalnya patella (kap lutut)
Tulang tersusun atas sel matriks protein dan deposit mineral Sel-selnya terdiri atas
tiga jenis dasar-osteoblas osteosit dan osteoklas Osteoblas berfungsi dalam
pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang Matriks tersusun atas
98 kolagen dan 2 subtansi dasar (glukosaminoglikan asam polisakarida) dan
proteoglikan) Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik
ditimbun Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang
dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ) Osteoklas adalah sel multinuclear
( berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran resorpsi dan remosdeling
tulang
Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa Ditengah osteon
terdapat kapiler Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang
dinamakan lamella Didalam lamella terdapat osteosit yang memperoleh nutrisi
melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang
menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 01 mm)
Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum
Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh selain sebagai
tempat perlekatan tendon dan ligamen Periosteum mengandung saraf pembuluh
darah dan limfatik Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung
osteoblast yang merupakan sel pembentuk tulang
Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang
panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus Osteoklast yang melarutkan
tulang untuk memelihara rongga sumsum terletak dekat endosteum dan dalam
lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang)
Gambar 1 Anatomi tulang panjang
Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 bahan organik (hidup) dan 70 endapan
garam Bahan organik disebut matriks dan terdiri dari lebih dari 90 serat kolagen
dan kurang dari 10 proteoglikan (protein plus sakarida) Deposit garam terutama
adalah kalsium dan fosfat dengan sedikit natrium kalium karbonat dan ion
magnesium Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen
melalui proteoglikan Adanya bahan organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan
tensif (resistensi terhadap tarikan yang meregangkan) Sedangkan garam-garam
menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan)
Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa
pemanjangan dan penebalan tulang Kecepatan pembentukan tulang berubah selama
hidup Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn hormon faktor makanan dan
jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang dan terjadi akibat aktivitas sel-sel
pembentuk tulang yaitu osteoblas
Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang Osteoblas berespon terhadap
berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang Sewaktu pertama kali
dibentuk matriks tulang disebut osteoid Dalam beberapa hari garam-garam kalsium
mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan
berikutnya Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid dan disebut
osteosit atau sel tulang sejati Seiring dengan terbentuknya tulang osteosit dimatriks
membentuk tonjolan-tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit
lainnya membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang
Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang sebagian ion
kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi Garam nonkristal ini dianggap
sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan yaitu dapat dipindahkan dengan cepat
antara tulang cairan interstisium dan darah
Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi terjadi secara bersamaan dengan
pembentukan tulang Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut
osteoklas Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel
mirip-monosit yang terdapat di tulang Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai
asam dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis Osteoklas
biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang dan memfagosit
tulang sedikit demi sedikit Setelah selesai di suatu daerah osteoklas menghilang dan
muncul osteoblas 0steoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan
tulang baru Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan
tulang baru yang lebih kuat
Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus
menerus diperbarui atau mengalami remodeling Pada anak dan remaja aktivitas
osteoblas melebihi aktivitas osteoklas sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan
menebal Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang
pulih dari fraktur Pada orang dewasa muda aktivitas osteoblas dan osteoklas
biasanya setara sehingga jumlah total massa tulang konstan Pada usia pertengahan
aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai
berkurang Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami
imobilisasi Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan dominansi aktivitas osteoklas
dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah Aktivitas osteoblas
dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon
Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan
stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang Fraktur
tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas tetapi mekanisme pastinya
belum jelas Estrogen testosteron dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat
bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang Pertumbuhan tulang dipercepat
semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut Estrogen dan
testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan
merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang) Sewaktu kadar
estrogen turun pada masa menopaus aktivitas osteoblas berkurang Defisiensi
hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang
Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan
bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan
kalsium di usus Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah yang mendorong
kalsifikasi tulang Namun vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar
kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang Dengan demikian vitamin
D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan
menyebabkan absorpsi tulang
Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh
hormon paratiroid Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang
terletak tepat di belakang kelenjar tiroid Pelepasan hormon paratiroid meningkat
sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum Hormon paratiroid
meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk
membebaskan kalsium ke dalam darah Peningkatan kalsium serum bekerja secara
umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut
Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas
Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan
menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi
ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah Pengaktifan vitamin
D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid Sedangkan kalsitonin adalah suatu
hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan
kadar kalsium serum Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan
pernbentukan osteoklas Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga
menurunkan kadar kalsium serum
b Fisiologi Tulang
Fungsi tulang adalah sebagai berikut
1) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh
2) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung otak dan paru-paru) dan jaringan
lunak
3) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan
pergerakan)
4) Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema
topoiesis)
5) Menyimpan garam mineral misalnya kalsium fosfor
2 Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan
oleh rudapaksa (Mansjoer et al 2000) Sedangkan menurut Linda Juall C dalam
buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah
rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap oleh tulang
Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman 2000) Pendapat lain menyatakan
bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih
utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson M A 1992)
3 Etiologi
1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan
Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring
2) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam
jalur hantaran vektor kekerasan
3) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadiKekuatan dapat berupa
pemuntiran penekukan penekukan dan penekanan kombinasi dari ketiganya dan
penarikan
4 Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya
atau terputusnya kontinuitas tulang Setelah terjadi fraktur periosteum dan pembuluh
darah serta saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus
tulang rusak Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian
tulang yang patah Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya
respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi eksudasi plasma dan leukosit
dan infiltrasi sel darah putih Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1) Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar
waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur
2) Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan elastisitas kelelahan dan
kepadatan atau kekerasan tulang
5 Klasifikasi Fraktur
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis dibagi
menjadi beberapa kelompok yaitu
a Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)
1) Faktur Tertutup (Closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi
2) Fraktur Terbuka (OpenCompound) bila terdapat hubungan antara hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit
b Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur
1) Fraktur Komplit bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto
2) Fraktru Inkomplit bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti
a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
b) Buckle atau Torus Fraktur bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya
c) Green Stick Fraktur mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya
yang terjadi pada tulang panjang
c Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme
trauma
1) Fraktur Transversal fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung
2) Fraktur Oblik fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga
3) Fraktur Spiral fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi
4) Fraktur Kompresi fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain
5) Fraktur Avulsi fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang
d Berdasarkan jumlah garis patah
1) Fraktur Komunitif fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan
2) Fraktur Segmental fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan
3) Fraktur Multiple fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama
e Berdasarkan pergeseran fragmen tulang
1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh
2) Fraktur Displaced (bergeser) terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen terbagi atas
a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan
overlapping)
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)
f Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian
1 13 proksimal
2 13 medial
3 13 distal
g Fraktur Kelelahan fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang
h Fraktur Patologis fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan
lunak sekitar trauma yaitu
a Tingkat 0 fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya
b Tingkat 1 fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan
c Tingkat 2 fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan
d Tingkat 3 cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan
ancaman sindroma kompartement
6 Manifestasi Klinik
a Deformitas
b Bengkakedema
c Echimosis (Memar)
d Spasme otot
e Nyeri
f Kuranghilang sensasi
g Krepitasi
h Pergerakan abnormal
i Rontgen abnormal
7 Test Diagnostik
a Pemeriksaan Rontgen menentukan lokasiluasnya frakturluasnyatrauma
skan tulang temogram scan CI memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
b Hitung darah lengkap HB mungkin meningkatmenurun
c Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma
d Kreatinin traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal
e Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi
multiple atau cederah hati
8 Penatalaksanaan Medik
a Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan
disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period) Kuman belum
terlalu jauh meresap dilakukan
1) Pembersihan luka
2) Exici
3) Hecting situasi
4) Antibiotik
b Seluruh Fraktur
1) RekognisisPengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya
2) ReduksiManipulasiReposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara
optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner
2001)
Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi
fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang
mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera
mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi
karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi
semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan
Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani
prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan
sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan
dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut
Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)
dengan manipulasi dan traksi manual
Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan
alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan
menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk
mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar
Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan
untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang
sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat
dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi
Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan
pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin
kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat
ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat
tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang
3) RetensiImmobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimun
Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi
atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi
eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau
fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan
sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur
4) Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus
dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran
darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera
bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan
ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan
perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik
dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan
peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk
memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada
aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna
memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas
fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang
diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan
9 Proses Penyembuhan Tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang
tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru
diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang
Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu
1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel
darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat
tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan
perdarahan berhenti sama sekali
2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang
berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma
Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih
dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam
beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang
yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai
tergantung frakturnya
3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila
diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga
kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai
berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal
dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman
tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4
minggu setelah fraktur menyatu
4) Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi
lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos
melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi
celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses
yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk
membawa beban yang normal
5) Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa
bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan
pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan
pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang
rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan
normalnya
10 Komplikasi
1) Komplikasi Awal
a Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT
menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas
yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang
sakit tindakan reduksi dan pembedahan
b Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh
darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu
kuat
c Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada
kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone
marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam
darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi
tachypnea demam
d Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain
dalam pembedahan seperti pin dan plat
e Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkmanrsquos Ischemia
f Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada
fraktur
2) Komplikasi Dalam Waktu Lama
b Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai
darah ke tulang
c Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang
d Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik
B Konsep Keperawatan
Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses
keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian
diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi
1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan
sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas
a Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status
perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal
MRS diagnosa medis
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut
bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan
(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri
(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk
(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi
(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya
(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa
kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan
yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui
mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
(Ignatavicius Donna D 1995)
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu
seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang
sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki
sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan
secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna
D 1995)
g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya
dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium
pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien
melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)
(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya
seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari
nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada
lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien
(3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun
begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola
eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya
warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola
Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan
tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)
(4) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal
lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena
ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan
yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)
(5) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien
harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)
(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan
akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
(Ignatavicius Donna D 1995)
(7) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur
sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya
tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
(8) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah
anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)
10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan
timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh
klien bisa tidak efektif
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien
2) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi
hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan
(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti
(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung
pada keadaan klien
(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut
(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk
(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
(a) Sistem Integumen
Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri
tekan
(b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada
nyeri kepala
(c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada
(d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk
Tak ada lesi simetris tak oedema
(e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan)
(f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan
(g) Hidung
Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung
(h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat
(i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris
(j) Paru
(1) Inspeksi
Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien
yang berhubungan dengan paru
(2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama
(3) Perkusi
Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya
(4) Auskultasi
Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor
dan ronchi
(k) Jantung
(1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung
(2) Palpasi
Nadi meningkat iktus tidak teraba
(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur
(l) Abdomen
(1) Inspeksi
Bentuk datar simetris tidak ada hernia
(2) Palpasi
Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba
(3) Perkusi
Suara thympani ada pantulan gelombang cairan
(4) Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kalimenit
(m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB
b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai
status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia
Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain
(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi)
(b) Cape au lait spot (birth mark)
(c) Fistulae
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi
(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal)
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi
netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien
Yang perlu dicatat adalah
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary
refill time Normal 3 ndash 5 ldquo
(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama
disekitar persendian
(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal
tengah atau distal)
Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler
Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya
konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan
ukurannya
(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan
ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan
lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari
titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah
ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan
aktif dan pasif
(Reksoprodjo Soelarto 1995)
3) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan
sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi
untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu
disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan
penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca
pada x-ray
(1) Bayangan jaringan lunak
(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi
(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction
(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti
(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang
kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya
(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma
(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa
(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak
b) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang
(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang
(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)
Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang
c) Pemeriksaan lain-lain
(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi
(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi
(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur
(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan
(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang
(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
3 Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah
sebagai berikut
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)
g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
(Doengoes 2000)
4 Intervensi Keperawatan
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan
tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan
tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai
indikasi untuk situasi individual
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat
dan atau traksi
2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena
3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif
4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan
posisi)
5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi
visual aktivitas dipersional)
6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan
7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-
tanda vital)
Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi
Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri
Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler
Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang
mungkin berlangsung lama
Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri
Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara
sentral maupun perifer
Menilai perkembangan masalah klien
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria
akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi
distal cedera
2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat
3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi
adanya sindroma kompartemen
4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan
5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit
distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal
Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi
Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan
bebatspalk
Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan
hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi
Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena
Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan
klien
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan
kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif
2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien
3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan
kortikosteroid sesuai indikasi
4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit
5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya
stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral
Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi
Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru
Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid
telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak
Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas
anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan
penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak
Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi
pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan
kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik
yang memampukan melakukan aktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran
kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien
2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun
yang sehat sesuai keadaan klien
3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi
4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien
5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien
6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari
7 Berikan diet TKTP
8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi
9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi
Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu
menurunkan isolasi sosial
Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot
mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi
kalsium karena imobilisasi
Mempertahankan posis fungsional ekstremitas
Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan
klien
Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis
penumonia)
Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi
Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis tubuh
Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara
individual
Menilai perkembangan masalah klien
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan
perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai
indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun
kencang bantalan bawah siku tumit)
2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips
3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal
4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi
pentraksi
Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas
Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap
tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi
Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal
Menilai perkembangan masalah klien
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang
Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase
purulen atau eritema dan demam
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol
2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen
3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi
4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur
dan sensitivitas lukaserumtulang)
5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka
Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka
Meminimalkan kontaminasi
Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis
mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus
Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED
dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab
infeksi
Mengevaluasi perkembangan masalah klien
h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien
mengerti dan memahami tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran
2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik
3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat
demam perubahan sensasi kulit distal cedera)
4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan
Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien
untuk mengikuti program pembelajaran
Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan
program terapi fisik
Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang
memerulukan intervensi lebih lanjut
Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi
klien
B Evaluasi
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat
o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
o Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami
httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-
terbukahtml
Peran Perawat saat terjadi kecelakaan
Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan
Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan
Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian
memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain
sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban
Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan
Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan
ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk
seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan
Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim
Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja
di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas
pada manajemen pra-rumah sakit
Triage
Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut
urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera
diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang
percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda
Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana
kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan
diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini
akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya
untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan
efisienrdquo
Kategori Triage
bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull
6
Ada sistim 4 level untuk kategori triage
1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa
yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal
tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal
vasa besar dan cedera jalan nafas
2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak
ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran
pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas
perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25
3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan
dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal
lacerasi minor memar dan lecet
4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan
meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat
derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital
Metode penilaian triage
Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage
berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh
tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap
diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik
cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini
dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment
Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda
Tdk
Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant
Jalan Nafas
Ya Ya
Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA
lt 30
Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan
lt 2 detik
Dapat diperintah --------------------------------------------
Ya
TUNDA
Gambar ALGORITME TRIAGE START
Pemulihan
Saran
Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa
yang akan datang maka di rekomendasikan
1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali
Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan
Komandan Medik
2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan
Ambulans berikut Tim Ambulans-nya
3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima
kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik
Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan
Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk
menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal
4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional
daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana
5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai
salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai
pihak
HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN
BENCANA
(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn
KIC Mkes KNA
danatau air serta di atas permukaan air kecuali jalan kereta api jalan lori dan jalan
kabel
1 Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum
2 Jalan khusus adalah jalan yang di bangun oleh instasi badan usaha
Perseorangan atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri
3 Jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan
dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol
Kereta api merupakan alat transportasi massal yang umumnya terdiri dari lokomotif
(kendaraan dengan tenaga gerak yang berjalan sendiri) dan rangkaian kereta atau
gerbong (dirangkaikan dengan kendaraan lainnya) Rangkaian kereta atau gerbong
tersebut berukuran relatif luas sehingga mampu memuat penumpang maupun barang
dalam skala besar Karena sifatnya sebagai angkutan massal efektif beberapa negara
berusaha memanfaatkannya secara maksimal sebagai alat transportasi utama
angkutan darat baik di dalam kota antarkota maupun antarnegara
Sejarah perkeretaapian sama seperti sejarah alat transportasi umumnya yang diawali
dengan penemuan roda Mulanya dikenal kereta kuda yang hanya terdiri dari satu
kereta (rangkaian) kemudian dibuatlah kereta kuda yang menarik lebih dari satu
rangkaian serta berjalan di jalur tertentu yang terbuat dari besi (rel) dan dinamakan
sepur Ini digunakan khususnya di daerah pertambangan tempat terdapat lori yang
dirangkaikan dan ditarik dengan tenaga kuda
Setelah James Watt menemukan mesin uap Nicolas Cugnot membuat kendaraan
beroda tiga berbahan bakar uap Orang-orang menyebut kendaraan itu sebagai kuda
besi Kemudian Richard Trevithick membuat mesin lokomotif yang dirangkaikan
dengan kereta dan memanfaatkannya pada pertunjukan di depan masyarakat umum
George Stephenson menyempurnakan lokomotif yang memenangi perlombaan balap
lokomotif dan digunakan di jalur Liverpool-Manchester Waktu itu lokomotif uap
yang digunakan berkonstruksi belalang Penyempurnaan demi penyempurnaan
dilakukan untuk mendapatkan lokomotif uap yang lebih efektif berdaya besar dan
mampu menarik kereta lebih banyak
Penemuan listrik oleh Michael Faraday membuat beberapa penemuan peralatan
listrik yang diikuti penemuan motor listrik Motor listrik kemudian digunakan untuk
membuat trem listrik yang merupakan cikal bakal kereta api listrik Kemudian
Rudolf Diesel memunculkan kereta api bermesin diesel yang lebih bertenaga dan
lebih efisien dibandingkan dengan lokomotif uap Seiring dengan berkembangnya
teknologi kelistrikan dan magnet yang lebih maju dibuatlah kereta api magnet yang
memiliki kecepatan di atas kecepatan kereta api biasa Jepang dalam waktu dekade
1960-an mengoperasikan KA Super Ekspress Shinkanzen dengan rute Tokyo-Osaka
yang akhirnya dikembangkan lagi sehingga menjangkau hampir seluruh Jepang
Kemudian Perancis mengoperasikan kereta api serupa dengan nama TGV
Jenis-jenis kereta api
a Dari segi propulsi (tenaga penggerak)
1 Kereta api uap
2 Kereta api diesel
3 Kereta rel listrik
b Dari segi rel
1 Kereta api rel konvensional Kereta api rel konvensional adalah kereta api
yang umum dijumpai Menggunakan rel yang terdiri dari dua batang besi
yang diletakan di bantalan Di daerah tertentu yang memliki tingkat
ketinggian curam digunakan rel bergerigi yang diletakkan di tengah tengah
rel tersebut serta menggunakan lokomotif khusus yang memiliki roda gigi
2 Kereta api monorel Kereta api monorel (kereta api rel tunggal) adalah kereta
api yang jalurnya tidak seperti jalur kereta yang biasa dijumpai Rel kereta ini
hanya terdiri dari satu batang besi Letak kereta api didesain menggantung
pada rel atau di atas rel Karena efisien biasanya digunakan sebagai alat
transportasi kota khususnya di kota-kota metropolitan dunia dan dirancang
mirip seperti jalan layang
c Dari segi di atasdi bawah permukaan tanah
1 Kereta api permukaan (surface) Kereta api permukaan berjalan di atas tanah
Umumnya kereta api yang sering dijumpai adalah kereta api jenis ini Biaya
pembangunannya untuk kereta permukaan adalah yang termurah
dibandingkan yang di bawah tanah atau yang laying
2 Kereta api layang (elevated) Kereta api layang berjalan di atas dengan
bantuan tiang-tiang hal ini untuk menghindari persilangan sebidang agar
tidak memerlukan pintu perlintasan kereta api Biaya yang dikeluarkan
sekitar 3 (tiga) kali dari kereta permukaan dengan jarak yang sama misalnya
untuk kereta api permukaan membutuhkan $ 10 juta maka untuk kereta api
layang membutuhkan dana $ 30 juta Kereta api bawah tanah (subway)
3 Kereta api bawah tanah adalah kereta api yang berjalan di bawah permukaan
tanah (subway) Kereta jenis ini dibangun dengan membangun terowongan-
terowongan di bawah tanah sebagai jalur kereta api Biaya yang dikeluarkan
sangat mahal sekali karena sering menembus 20m di bawah permukaan kali
- bangunan maupun jalan yaitu 7 (tujuh) kali lipat dari pada kereta
permukaan
Dari segi penggunaan
1 Kereta Api Penumpang
2 Kereta Api Barang
Rel
Rel digunakan pada jalur kereta api Rel mengarahkanmemandu kereta api tanpa
memerlukan pengendalian Rel merupakan dua batang rel kaku yang sama panjang
dipasang pada bantalan sebagai dasar landasan Rel-rel tersebut diikat pada bantalan
dengan menggunakan paku rel sekrup penambat atau penambat e (seperti penambat
Pandrol)
Jenis penambat yang digunakan bergantung kepada jenis bantalan yang digunakan
Paku ulir atau paku penambat digunakan pada bantalan kayu sedangkan penambat e
digunakan untuk bantalan beton atau semen
Rel biasanya dipasang di atas badan jalan yang dilapis dengan batu kericak atau
dikenal sebagai Balast Balast berfungsi pada rel kereta api untuk meredam getaran
dan lenturan rel akibat beratnya kereta api Untuk menyeberangi jembatan
digunakan bantalan kayu yang lebih elastis ketimbang bantalan beton
a Jenis rel berdasarkan berat
Rel yang digunakan di Indonesia menggunakan standar UIC dengan Standar
Rel 25 yang berarti 25 kgm
Rel 33
Rel 44
Rel 52
Rel 54
Rel 60
b Lebar traklebar relGauge
Ada beberapa lebar (gauge) yang digunakan semakin lebar semakin stabil sehingga
semakin tinggi kecepatan kereta apinya Lebar trak yang umum digunakan
diantaranya
Lebar 700 mm digunakan Kereta api Aceh dari Besitang menuju Banda Aceh
yang saat ini sudah tidak digunakan lagi
Lebar 1000 mm disebut juga meter gauge digunakan di Malaysia
Lebar 1067 mm atau 3 kaki 6 inci merupakan lebar rel yang digunakan secara
umum di Indonesia disebut juga sebagai Narrow gauge Narrow gauge cocok untuk
daerah yang bergunung-gunung karena trak yang lebar membutuhkan biaya besar
dan pembangunannya lebih sulit
Lebar 1435 mm atau 4 kaki 85 inci merupakan rel yang banyak digunakan
didunia sehingga disebut juga sebagai Standar gauge
c Penyambungan rel
Rel karena alasan transportasi menuju ke lokasi biasanya dari pabrik pembuat rel
dipotong menjadi rel dengan panjang 25 m Untuk meningkatkan kenyamanan
penggunaan kereta api yang berjalan diatasnya maka rel tersebut disambung
Penyambungan rel dilakukan dengan beberapa cara
1 Las termit
Salah satu cara yang umum digunakan adalah dengan las termit dilokasi sehingga
bisa menjadi rel yang menerus Pengelasan menggunakan las termit dengan
menggunakan bahan kimia senyawa besi yang ditempatkan diantara kedua rel
kemudian bahan tersebut direaksikan pada suhu sampai mencairkan bahan kimia
tersebut dan menyambung rel tersebut sisa hasil reaksi kimia tersebut kemudian
dipotong dan diratakan dengan rel
2 Sambungan baut
3 Fishplate diantara 2 rel yang disambung
Pada sambungan ini digunakan suatu penyangga yang disebut sebagai fish plate yang
dibaut pada kedua rel yang disambung
Stasiun kereta api adalah tempat di mana para penumpang dapat naik-turun dalam
memakai sarana transportasi kereta api Selain stasiun pada masa lalu dikenal juga
dengan halte kereta api yang memiliki fungsi nyaris sama dengan stasiun kereta api
Untuk daerahkota yang baru dibangun mungkin stasiun portabel dapat dipergunakan
sebagai halte kereta
Fasilitas stasiun kereta api umumnya terdiri atas
Pelataran parkir di muka stasiun
Tempat penjualan tiket dan loket informasi
Peron atau ruang tunggu
Ruang kepala stasiun dan
Ruang PPKA (Pengatur Perjalanan Kereta Api) beserta peralatannya seperti
sinyal wesel (alat pemindah jalur) telepon telegraf dan lain sebagainya
httpidwikipediaorgwikiTransportasi
httpwwwbnpbgoidwebsiteindexphp
option=com_contentamptask=viewampid=2101
Statistik Bencana Tahun 2008
Selasa 27012009 040225
Kejadian Bencana di Indonesia tahun 2008
Korban Meninggal dan Hilang Akibat Bencana Tahun 2008
KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA
I latar Belakang
Kereta api di Indonesia sudah ada sejak 138 tahun yang lalu Jaringan kereta api di
Indonesia sebagian besar merupakan peninggalan jaman Belanda meliputi lintasan
sepanjang 6482 km yang tersebar di Jawa dan Sumatera dimana 70 diantaranya
terletak di pulau Jawa Usia jaringan KA umumnya sudah sangat tua 25 sudah
berusia 70-137 tahun 44 berusia antara 10-70 tahun
Di Jawa terdapat tiga lintas pelayanan utama yaitu Jakarta-Bandung Jakarta-
Semarang-Surabaya (disebut lintas utara) dan Jakarta-Yogyakarta-Surabaya (disebut
lintas selatan) Sementara di Sumatera terdapat tiga sub-jaringan KA yang terpisah
satu sama lain yakni sub-jaringan Sumatera bagian Utara sub-jaringan Sumatera
bagian Barat dan sub-jaringan Sumatera bagian Selatan
Sebelum perang dunia kedua angkutan KA di Indonesia dikelola oleh perusahaan
swasta Belanda Selanjutnya pada tahun 1950 pengelolaan diserahkan kepada
Kementerian Komunikasi Republik Indonesia melalui DKA (Djawatan Kereta Api)
Kemudian secara berturut-turut pengelola KA mengalami beberapa kali perubahan
nama dan status yaitu PNKA (Perusahaan Negara Kereta Api ) pada tahun 1963
PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api ) pada tahun 1971 PERUMKA (Perusahaan
Umum Kereta Api) pada bulan Januari tahun 1991 dan terakhir pada bulan Juni
tahun 1999 berubah menjadi PT KAI - Kereta Api Indonesia (Persero)
Sampai saat ini kereta api masih dianggap sebagai tulang punggung sistem
transportasi darat di berbagai wilayah di belahan dunia baik untuk angkutan barang
ataupun penumpang Namun demikian di Indonesia peran kereta api masih sangat
marginal Dari sisi market share angkutan antar moda saat ini share kereta api untuk
angkutan penumpang hanya sebesar 73 dan angkutan barang lebih kurang 06
Dalam tahun 2005 KAI berhasil mengangkut penumpang sebanyak 1479 juta orang
dan mengangkut barang sebanyak 173 juta ton
Permasalahan yang cukup mengganggu perkeretaapian saat ini adalah tingginya
tingkat kecelakaan Trend kecelakaan KA dalam periode tahun 2000 ndash 2005 yang
diperlihatkan pada Gambar-1 dapat memberikan gambaran bahwa tingkat
keselamatan angkutan KA selama tahun 2000-2005 sangat buruk
Sumber Direktorat jenderal perkeretaapian Kementrian republik Indonesia
II Kondisi Prasarana amp Sarana
Sarana kereta api meliputi lokomotif kereta gerbong KRL dan KRD Jumlah
lokomotif yang dimiliki saat ini sebanyak 333 unit lebih dari 60 diantaranya
berusia lebih dari 20 tahun Karena keterbatasan jumlah lokomotif seringkali
dioperasikan hingga jarak 1400 kmhari jauh melampaui batas ideal 900 kmhari
Pada tahun 2005 terjadi lok mogok sebanyak 1519 kali yang mencerminkan kondisi
lokomotif sebagian sudah kurang baik Jumlah kereta 1243 unit lebih dari 45
diantaranya berusia diatas 30 tahun
Prasarana jalan rel yang ada saat ini pada umumnya masih jalur tunggal Jalur ganda
baru tersedia di jalur Jakarta-Cikampek Jakarta-Bogor Padalarang-Bandung dan
Surabaya kota-Wonokromo Jalur rel yang ada memiliki beban ganda antara 9 sd 18
ton yang mampu mendukung kecepatan kereta api antara 60-110 kmjam Panjang
rel di Jawa yang masih dioperasikan sepanjang 3216 km dan di Sumatera sepanjang
1348 km Sebagian dari jalur tersebut kondisinya sudah kurang layak operasi
sehingga sangat rawan terhadap kecelakaan
Prasarana persinyalan mencakup perangkat sinyal pintu perlintasan telepontelegraf
saluran fisik jaringan radio Sampai dengan tahun 2000 telah dilakukan modernisasi
(elektrifikasi) persinyalan di 183 stasiun Ada tiga sistem persinyalan yang
dioperasikan di Jawa maupun Sumatera yaitu electronic interlocking system all
relayNX-interlocking system dan electro mechanical interlocking system Jumlah
pintu perlintasan ada 8385 unit sebanyak 1145 unit dijaga dan sisanya sebanyak
7240 unit tidak dijaga Jumlah perlintasan tersebut belum termasuk sekitar 17000
perlintasan yang belum terdaftar
III Keselamatan KA
Permasalahan perkeretaapian Indonesia saat ini sangat rumit sulit dinamis dengan
tantangan yang terus berkembang Sejak dulu hingga kini kereta api selalu
berhadapan dengan tantangan kompetisi yang tinggi dari moda lain Jika dulu
berhadapan dengan perkembangan otomotif maka kini tantangan datang dari
perangkutan udara dengan tarif yang sangat kompetitif Namun yang saat ini
mengganggu perkererataapian Indonesia adalah tingginya tingkat kecelakaan Pada
Gambar-1 diperlihatkan trend kecelakaan kereta api periode 2000-2005 Frekuensi
kecelakaan sangat tinggi dan banyak menelan korban jiwa dengan korban mayoritas
dari kalangan rakyat kecil Padahal kereta api sangat diharapkan menjadi moda
transportasi yang paling aman murah andal dan cepat anti kemacetan lalu-lintas
Seperti yang disampaikan dalam gambar 41 dalam periode Januari 2004 sd Mei
2006 di Indonesia telah terjadi kecelakaan kereta api sebanyak 359 kali dengan
jumlah korban jiwa 139 orang dan luka berat 219 orang Kecelakaan kereta api ini
dalam lingkungan perkeretaapian disebut PLH (Peristiwa Luar biasa Hebat) yaitu
suatu kecelakaan yang mengakibatkan korban jiwa atau luka berat atau
mengakibatkan rintangan jalan yang mengganggu operasi KA Tabrakan KA vs KA
terjadi sebanyak 20 kali rata-rata 8 kali dalam satu tahun Tingginya frekuensi
kecelakaan katergori ini sangat mengkhawatirkan dan termasuk dalam kategori
terburuk di dunia Kecelakaan KA anjlok terjadi sebanyak 211 kali atau 59 dari
jumlah total kecelakaan Tabrakan KA dengan kendaraan umum sebanyak 46 kali
terjadi Kecelakaan akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali yang mayoritas
merupkan kecelakaan akibat pejalan kaki tertabrak kereta api
Kecelakaan KA akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali 20 dari jumlah total
kecelakaan dengan jumlah korban jiwa sebanyak 22 orang Mayoritas Korban
adalah pejalan kaki yang tertabrak KA akibat kelalaian waktu berada di sekitar
daerah jalur operasi KA
Jumlah korban jiwa (tidak termasuk luka berat) akibat kecelakaan kereta api dalam
periode Januari 2004 sd Mei 2005 adalah ebesar 139 orang degan perincian seperti
yang diperlihatkan pada Gambar 43 Korban jiwa terbesar adalah akibat tabrakan
KA dengan dengan kendaraan umum di perlintasan sebidang yaitu sebesar 91 orang
atau sebesar 66 total jumlah korban Kemudian disusul akibat tabrakan KA vs KA
yang yang menyebabkan korban jiwa sebanyak 24 orang atau 17 dari jumlah total
korban
Identifikasi Masalah
Tabrakan KA vs KA
Tabrakan antar KA merupakan kecelakaan dalam kategori malapetaka besar
(catastrophic) yang secara teoritis seharusnya dapat dan harus dicegah Kecelakaan
ini memiliki potensi korban jiwa yang sangat besar mengingat kapasitas angkut KA
ratusan orang dan juga berpotensi menimbulkan kerugian finansial yang sangat
besar akibat kerusakan saranaprasarana (harga satu unit lokomotif sekitar Rp15
Milyar)
Dalam periode delapan tahun terakhir di Indonesia telah terjadi 64 kali tabrakan KA
vs KA Tragedi Bintaro merupakan lembaran hitam dalam sejarah perkeretaapian
Indonesia yaitu kasus tabrakan antara dua KA Ekonomi di Bintaro Jakarta Selatan
pada tahun 1987 yang menelan korban jiwa 153 orang dan korban luka berat 300
orang Untuk mencegah terulangnya kembali tragedi tersebut berbagai upaya sudah
dilakukan baik oleh pemerintah maupun KAI Antara lain dengan melakukan
modernisasi persinyalan namun demikian hasilnya belum seperti yang diharapkan
Berdasarkan hasil investigasi dari 64 kecelakaan tabrakan antar KA dalam delapan
tahun terakhir sebanyak 51 kali atau 80 disebabkan oleh faktor manusia hanya
20 yang diakibatkan oleh faktor teknik
Dalam periode Januari 2004-Mei 2006 telah terjadi 20 kali tabrakan KA vs KA
dengan jumlah korban meninggal 24 orang (Gambar 42) Dari hasil investigasi
penyebab kecelakaan sebanyak 75 adalah akibat faktor manusia antara lain
pelanggaran sinyal atau PSAD (Passed Signal at Danger) masinis tertidur PPKA
salah memberi sinyal PPKA tertidur Sedangkan kontribusi sarana terhadap
kecelakaan hanya 5 (rem rusak) faktor manusia eksternal 5 (sabotase) dan yang
dalam pengusutan sebesar 15
Dalam bulan Maret-April tahun 2006 ini sudah terjadi 4 kali kecelakaan Salah satu
diantaranya yang terjadi di daerah operasi Semarang berakibat sangat fatal
menewaskan 13 orang dan 20 orang mengalami luka berat Dan lagi-lagi
berdasarkan hasil investigasi sumber penyebabnya adalah akibat masinis melanggar
sinyal (PSAD)
Tabrakan antar KA memiliki potensi korban jiwa dan korban finansial juga
memiliki dampak sosial dan secara teoritis dapat dihindari maka dalam manajemen
keselamatan harus sepenuhnya dapat dicegah dengan kategori zero tolerance
Tingginya frekuensi tabrakan antar kereta api di Indonesia telah mengubah persepsi
persepsi keandalan faktor keamanan yang sudah melekat dan menjadi citra moda
transportasi KA Tingginya frekuensi tabrakan antar KA akan mengasosiasikan
faktor keselamatan KA tidak berbeda dengan bus atau angkutan umum Namun yang
menjadi persoalan tabrakan antar KA seharusnya kejadian yang secara teoritis dapat
dihindari dan dapat dikendalikan asalkan dapat diketahui sumber penyebabnya
Tabrakan antar KA dalam satu kali dalam setahun adalah sudah terlalu banyak
Namun demikian kasus tabrakan antar KA di Indonesia rata-rata dalam setahun 8
kali Diduga kuat upaya-upaya pencegahan yang telah dilakukan belum memadai
atau belum komprehensif
Tabrakan KA vs Kendaraan Umum
Dalam periode Janrsquo04 sd Meirsquo06 tabrakan KA vs Kendaraan Umum terjadi
sebanyak 46 kali atau 13 dari total jumlah kecelakaan Jumlah korban meninggal
sebanyak 91 orang dan luka berat 93 orang Jumlah korban jiwa adalah 65 dari
total jumlah korban jiwa dalam periode tersebut Semua kecelakaan terjadi di lokasi
perlintasan KA sebidang baik yang dijaga maupun yang tidak dijaga dan sebagian
besar terjadi di Jawa Kecelakaan ini dalam beberapa kali kasus menimbulkan
jumlah korban yang sangat besar karena KA menabrak bus atau angkutan umum
yang sarat penumpang
Perlintasan KA sebidang di Jawa dan Sumatera yang terdaftar resmi di Dephub
mencapai 8385 buah (tidak termasuk ribuan perlintasan liar) dan yang dijaga hanya
1145 buah (14) Sisanya sebanyak 7240 buah (86) tidak dijaga dan pada
umumnya tidak dilengkapi dengan persinyalan yang memadai Di daerah Jawa
perlintasan yang tidak dijaga lebih dari 6602 buah Dengan semakin tingginya
frekuensi lalu-lintas kendaraan umum maka tidak mengherankan tabrakan KA vs
Kendaraan Umum akan cenderung semakin tinggi
Perlintasan sebidang tidak semua dijaga karena kendala keterbatasan dana
Pembuatan jalan layang (fly over) atau terowongan (underpass) sulit untuk
diwujudkan karena biaya pembangunannya sangat mahal Alasan lainnya pada saat
perlintasan KA dibangun kondisi lalu-lintas kendaraan umum belum sepadat
sekarang Dengan berkembangnya lingkungan sosial dan ekonomi memicu
tumbuhnya pemukiman disekitar jalur KA dan bertambah pesatnya jumlah
pengendara kendaraan bermotor Hal ini kemudian mendorong bertambahnya
jumlah perlintasan baru (liar) Perlintasan ini banyak yang dibiarkan terbuka tanpa
pintu ataupun penjaga sehingga titik-titik rawan kecelakaan semakin bertambah
banyak
httpperkeretaapiandephubgoidindexphp
option=com_contentampview=articleampid=108ampItemid=26ampa728c66ceac927a1a5624c
56ff8c277c=27eeb8eb8075a712111282208e8edd52
Masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh kecelakaan lalu lintas kereta api adalah
1 Trauma kepala trauma thorak trauma abdomen
2 Fraktur
3 Ruptur organ dalam
4 Luka bakar
5 Laserasi
6 Kematian
A KONSEP DASAR PENYAKIT
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN FRAKTUR
By Iwan Sain SKp MKes
A Konsep Medis
1 Anatomi dan Fisiologi
a Anatomi Tulang
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler Tulang berasal dari
embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses ldquoOsteogenesisrdquo menjadi
tulang Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut ldquoOsteoblastrdquo Proses
mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium
Ada 206 tulang dalam tubuh manusia Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima
kelompok berdasarkan bentuknya
1) Tulang panjang (Femur Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang
disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis Di sebelah proksimal dari
epifisis terdapat metafisis Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang
rawan yang tumbuh yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan
Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis Tulang
rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas dan tulang
memanjang Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat Epifisis dibentuk dari
spongi bone (cancellous atau trabecular) Pada akhir tahun-tahun remaja tulang
rawan habis lempeng epifisis berfusi dan tulang berhenti tumbuh Hormon
pertumbuhan estrogen dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang
Estrogen bersama dengan testosteron merangsang fusi lempeng epifisis Batang
suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis Kanalis
medularis berisi sumsum tulang
2) Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous
(spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat
3) Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan
lapisan luar adalah tulang concellous
4) Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek
5) Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang terletak di sekitar tulang yang
berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial
misalnya patella (kap lutut)
Tulang tersusun atas sel matriks protein dan deposit mineral Sel-selnya terdiri atas
tiga jenis dasar-osteoblas osteosit dan osteoklas Osteoblas berfungsi dalam
pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang Matriks tersusun atas
98 kolagen dan 2 subtansi dasar (glukosaminoglikan asam polisakarida) dan
proteoglikan) Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik
ditimbun Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang
dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ) Osteoklas adalah sel multinuclear
( berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran resorpsi dan remosdeling
tulang
Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa Ditengah osteon
terdapat kapiler Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang
dinamakan lamella Didalam lamella terdapat osteosit yang memperoleh nutrisi
melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang
menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 01 mm)
Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum
Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh selain sebagai
tempat perlekatan tendon dan ligamen Periosteum mengandung saraf pembuluh
darah dan limfatik Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung
osteoblast yang merupakan sel pembentuk tulang
Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang
panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus Osteoklast yang melarutkan
tulang untuk memelihara rongga sumsum terletak dekat endosteum dan dalam
lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang)
Gambar 1 Anatomi tulang panjang
Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 bahan organik (hidup) dan 70 endapan
garam Bahan organik disebut matriks dan terdiri dari lebih dari 90 serat kolagen
dan kurang dari 10 proteoglikan (protein plus sakarida) Deposit garam terutama
adalah kalsium dan fosfat dengan sedikit natrium kalium karbonat dan ion
magnesium Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen
melalui proteoglikan Adanya bahan organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan
tensif (resistensi terhadap tarikan yang meregangkan) Sedangkan garam-garam
menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan)
Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa
pemanjangan dan penebalan tulang Kecepatan pembentukan tulang berubah selama
hidup Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn hormon faktor makanan dan
jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang dan terjadi akibat aktivitas sel-sel
pembentuk tulang yaitu osteoblas
Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang Osteoblas berespon terhadap
berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang Sewaktu pertama kali
dibentuk matriks tulang disebut osteoid Dalam beberapa hari garam-garam kalsium
mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan
berikutnya Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid dan disebut
osteosit atau sel tulang sejati Seiring dengan terbentuknya tulang osteosit dimatriks
membentuk tonjolan-tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit
lainnya membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang
Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang sebagian ion
kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi Garam nonkristal ini dianggap
sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan yaitu dapat dipindahkan dengan cepat
antara tulang cairan interstisium dan darah
Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi terjadi secara bersamaan dengan
pembentukan tulang Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut
osteoklas Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel
mirip-monosit yang terdapat di tulang Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai
asam dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis Osteoklas
biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang dan memfagosit
tulang sedikit demi sedikit Setelah selesai di suatu daerah osteoklas menghilang dan
muncul osteoblas 0steoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan
tulang baru Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan
tulang baru yang lebih kuat
Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus
menerus diperbarui atau mengalami remodeling Pada anak dan remaja aktivitas
osteoblas melebihi aktivitas osteoklas sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan
menebal Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang
pulih dari fraktur Pada orang dewasa muda aktivitas osteoblas dan osteoklas
biasanya setara sehingga jumlah total massa tulang konstan Pada usia pertengahan
aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai
berkurang Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami
imobilisasi Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan dominansi aktivitas osteoklas
dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah Aktivitas osteoblas
dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon
Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan
stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang Fraktur
tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas tetapi mekanisme pastinya
belum jelas Estrogen testosteron dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat
bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang Pertumbuhan tulang dipercepat
semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut Estrogen dan
testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan
merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang) Sewaktu kadar
estrogen turun pada masa menopaus aktivitas osteoblas berkurang Defisiensi
hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang
Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan
bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan
kalsium di usus Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah yang mendorong
kalsifikasi tulang Namun vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar
kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang Dengan demikian vitamin
D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan
menyebabkan absorpsi tulang
Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh
hormon paratiroid Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang
terletak tepat di belakang kelenjar tiroid Pelepasan hormon paratiroid meningkat
sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum Hormon paratiroid
meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk
membebaskan kalsium ke dalam darah Peningkatan kalsium serum bekerja secara
umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut
Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas
Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan
menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi
ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah Pengaktifan vitamin
D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid Sedangkan kalsitonin adalah suatu
hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan
kadar kalsium serum Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan
pernbentukan osteoklas Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga
menurunkan kadar kalsium serum
b Fisiologi Tulang
Fungsi tulang adalah sebagai berikut
1) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh
2) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung otak dan paru-paru) dan jaringan
lunak
3) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan
pergerakan)
4) Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema
topoiesis)
5) Menyimpan garam mineral misalnya kalsium fosfor
2 Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan
oleh rudapaksa (Mansjoer et al 2000) Sedangkan menurut Linda Juall C dalam
buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah
rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap oleh tulang
Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman 2000) Pendapat lain menyatakan
bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih
utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson M A 1992)
3 Etiologi
1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan
Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring
2) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam
jalur hantaran vektor kekerasan
3) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadiKekuatan dapat berupa
pemuntiran penekukan penekukan dan penekanan kombinasi dari ketiganya dan
penarikan
4 Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya
atau terputusnya kontinuitas tulang Setelah terjadi fraktur periosteum dan pembuluh
darah serta saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus
tulang rusak Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian
tulang yang patah Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya
respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi eksudasi plasma dan leukosit
dan infiltrasi sel darah putih Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1) Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar
waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur
2) Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan elastisitas kelelahan dan
kepadatan atau kekerasan tulang
5 Klasifikasi Fraktur
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis dibagi
menjadi beberapa kelompok yaitu
a Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)
1) Faktur Tertutup (Closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi
2) Fraktur Terbuka (OpenCompound) bila terdapat hubungan antara hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit
b Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur
1) Fraktur Komplit bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto
2) Fraktru Inkomplit bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti
a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
b) Buckle atau Torus Fraktur bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya
c) Green Stick Fraktur mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya
yang terjadi pada tulang panjang
c Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme
trauma
1) Fraktur Transversal fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung
2) Fraktur Oblik fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga
3) Fraktur Spiral fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi
4) Fraktur Kompresi fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain
5) Fraktur Avulsi fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang
d Berdasarkan jumlah garis patah
1) Fraktur Komunitif fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan
2) Fraktur Segmental fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan
3) Fraktur Multiple fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama
e Berdasarkan pergeseran fragmen tulang
1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh
2) Fraktur Displaced (bergeser) terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen terbagi atas
a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan
overlapping)
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)
f Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian
1 13 proksimal
2 13 medial
3 13 distal
g Fraktur Kelelahan fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang
h Fraktur Patologis fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan
lunak sekitar trauma yaitu
a Tingkat 0 fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya
b Tingkat 1 fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan
c Tingkat 2 fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan
d Tingkat 3 cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan
ancaman sindroma kompartement
6 Manifestasi Klinik
a Deformitas
b Bengkakedema
c Echimosis (Memar)
d Spasme otot
e Nyeri
f Kuranghilang sensasi
g Krepitasi
h Pergerakan abnormal
i Rontgen abnormal
7 Test Diagnostik
a Pemeriksaan Rontgen menentukan lokasiluasnya frakturluasnyatrauma
skan tulang temogram scan CI memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
b Hitung darah lengkap HB mungkin meningkatmenurun
c Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma
d Kreatinin traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal
e Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi
multiple atau cederah hati
8 Penatalaksanaan Medik
a Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan
disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period) Kuman belum
terlalu jauh meresap dilakukan
1) Pembersihan luka
2) Exici
3) Hecting situasi
4) Antibiotik
b Seluruh Fraktur
1) RekognisisPengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya
2) ReduksiManipulasiReposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara
optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner
2001)
Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi
fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang
mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera
mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi
karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi
semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan
Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani
prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan
sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan
dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut
Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)
dengan manipulasi dan traksi manual
Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan
alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan
menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk
mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar
Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan
untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang
sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat
dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi
Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan
pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin
kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat
ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat
tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang
3) RetensiImmobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimun
Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi
atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi
eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau
fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan
sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur
4) Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus
dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran
darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera
bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan
ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan
perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik
dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan
peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk
memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada
aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna
memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas
fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang
diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan
9 Proses Penyembuhan Tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang
tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru
diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang
Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu
1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel
darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat
tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan
perdarahan berhenti sama sekali
2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang
berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma
Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih
dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam
beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang
yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai
tergantung frakturnya
3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila
diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga
kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai
berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal
dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman
tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4
minggu setelah fraktur menyatu
4) Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi
lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos
melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi
celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses
yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk
membawa beban yang normal
5) Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa
bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan
pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan
pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang
rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan
normalnya
10 Komplikasi
1) Komplikasi Awal
a Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT
menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas
yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang
sakit tindakan reduksi dan pembedahan
b Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh
darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu
kuat
c Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada
kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone
marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam
darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi
tachypnea demam
d Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain
dalam pembedahan seperti pin dan plat
e Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkmanrsquos Ischemia
f Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada
fraktur
2) Komplikasi Dalam Waktu Lama
b Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai
darah ke tulang
c Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang
d Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik
B Konsep Keperawatan
Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses
keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian
diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi
1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan
sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas
a Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status
perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal
MRS diagnosa medis
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut
bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan
(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri
(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk
(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi
(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya
(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa
kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan
yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui
mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
(Ignatavicius Donna D 1995)
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu
seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang
sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki
sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan
secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna
D 1995)
g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya
dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium
pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien
melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)
(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya
seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari
nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada
lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien
(3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun
begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola
eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya
warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola
Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan
tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)
(4) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal
lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena
ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan
yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)
(5) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien
harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)
(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan
akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
(Ignatavicius Donna D 1995)
(7) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur
sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya
tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
(8) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah
anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)
10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan
timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh
klien bisa tidak efektif
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien
2) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi
hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan
(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti
(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung
pada keadaan klien
(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut
(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk
(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
(a) Sistem Integumen
Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri
tekan
(b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada
nyeri kepala
(c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada
(d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk
Tak ada lesi simetris tak oedema
(e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan)
(f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan
(g) Hidung
Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung
(h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat
(i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris
(j) Paru
(1) Inspeksi
Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien
yang berhubungan dengan paru
(2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama
(3) Perkusi
Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya
(4) Auskultasi
Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor
dan ronchi
(k) Jantung
(1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung
(2) Palpasi
Nadi meningkat iktus tidak teraba
(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur
(l) Abdomen
(1) Inspeksi
Bentuk datar simetris tidak ada hernia
(2) Palpasi
Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba
(3) Perkusi
Suara thympani ada pantulan gelombang cairan
(4) Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kalimenit
(m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB
b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai
status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia
Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain
(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi)
(b) Cape au lait spot (birth mark)
(c) Fistulae
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi
(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal)
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi
netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien
Yang perlu dicatat adalah
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary
refill time Normal 3 ndash 5 ldquo
(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama
disekitar persendian
(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal
tengah atau distal)
Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler
Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya
konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan
ukurannya
(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan
ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan
lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari
titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah
ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan
aktif dan pasif
(Reksoprodjo Soelarto 1995)
3) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan
sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi
untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu
disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan
penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca
pada x-ray
(1) Bayangan jaringan lunak
(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi
(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction
(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti
(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang
kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya
(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma
(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa
(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak
b) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang
(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang
(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)
Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang
c) Pemeriksaan lain-lain
(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi
(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi
(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur
(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan
(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang
(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
3 Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah
sebagai berikut
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)
g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
(Doengoes 2000)
4 Intervensi Keperawatan
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan
tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan
tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai
indikasi untuk situasi individual
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat
dan atau traksi
2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena
3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif
4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan
posisi)
5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi
visual aktivitas dipersional)
6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan
7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-
tanda vital)
Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi
Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri
Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler
Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang
mungkin berlangsung lama
Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri
Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara
sentral maupun perifer
Menilai perkembangan masalah klien
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria
akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi
distal cedera
2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat
3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi
adanya sindroma kompartemen
4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan
5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit
distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal
Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi
Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan
bebatspalk
Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan
hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi
Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena
Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan
klien
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan
kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif
2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien
3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan
kortikosteroid sesuai indikasi
4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit
5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya
stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral
Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi
Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru
Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid
telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak
Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas
anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan
penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak
Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi
pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan
kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik
yang memampukan melakukan aktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran
kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien
2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun
yang sehat sesuai keadaan klien
3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi
4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien
5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien
6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari
7 Berikan diet TKTP
8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi
9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi
Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu
menurunkan isolasi sosial
Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot
mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi
kalsium karena imobilisasi
Mempertahankan posis fungsional ekstremitas
Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan
klien
Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis
penumonia)
Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi
Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis tubuh
Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara
individual
Menilai perkembangan masalah klien
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan
perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai
indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun
kencang bantalan bawah siku tumit)
2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips
3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal
4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi
pentraksi
Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas
Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap
tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi
Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal
Menilai perkembangan masalah klien
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang
Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase
purulen atau eritema dan demam
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol
2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen
3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi
4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur
dan sensitivitas lukaserumtulang)
5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka
Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka
Meminimalkan kontaminasi
Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis
mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus
Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED
dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab
infeksi
Mengevaluasi perkembangan masalah klien
h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien
mengerti dan memahami tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran
2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik
3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat
demam perubahan sensasi kulit distal cedera)
4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan
Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien
untuk mengikuti program pembelajaran
Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan
program terapi fisik
Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang
memerulukan intervensi lebih lanjut
Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi
klien
B Evaluasi
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat
o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
o Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami
httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-
terbukahtml
Peran Perawat saat terjadi kecelakaan
Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan
Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan
Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian
memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain
sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban
Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan
Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan
ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk
seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan
Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim
Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja
di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas
pada manajemen pra-rumah sakit
Triage
Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut
urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera
diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang
percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda
Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana
kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan
diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini
akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya
untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan
efisienrdquo
Kategori Triage
bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull
6
Ada sistim 4 level untuk kategori triage
1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa
yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal
tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal
vasa besar dan cedera jalan nafas
2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak
ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran
pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas
perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25
3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan
dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal
lacerasi minor memar dan lecet
4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan
meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat
derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital
Metode penilaian triage
Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage
berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh
tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap
diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik
cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini
dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment
Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda
Tdk
Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant
Jalan Nafas
Ya Ya
Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA
lt 30
Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan
lt 2 detik
Dapat diperintah --------------------------------------------
Ya
TUNDA
Gambar ALGORITME TRIAGE START
Pemulihan
Saran
Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa
yang akan datang maka di rekomendasikan
1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali
Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan
Komandan Medik
2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan
Ambulans berikut Tim Ambulans-nya
3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima
kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik
Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan
Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk
menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal
4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional
daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana
5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai
salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai
pihak
HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN
BENCANA
(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn
KIC Mkes KNA
dilakukan untuk mendapatkan lokomotif uap yang lebih efektif berdaya besar dan
mampu menarik kereta lebih banyak
Penemuan listrik oleh Michael Faraday membuat beberapa penemuan peralatan
listrik yang diikuti penemuan motor listrik Motor listrik kemudian digunakan untuk
membuat trem listrik yang merupakan cikal bakal kereta api listrik Kemudian
Rudolf Diesel memunculkan kereta api bermesin diesel yang lebih bertenaga dan
lebih efisien dibandingkan dengan lokomotif uap Seiring dengan berkembangnya
teknologi kelistrikan dan magnet yang lebih maju dibuatlah kereta api magnet yang
memiliki kecepatan di atas kecepatan kereta api biasa Jepang dalam waktu dekade
1960-an mengoperasikan KA Super Ekspress Shinkanzen dengan rute Tokyo-Osaka
yang akhirnya dikembangkan lagi sehingga menjangkau hampir seluruh Jepang
Kemudian Perancis mengoperasikan kereta api serupa dengan nama TGV
Jenis-jenis kereta api
a Dari segi propulsi (tenaga penggerak)
1 Kereta api uap
2 Kereta api diesel
3 Kereta rel listrik
b Dari segi rel
1 Kereta api rel konvensional Kereta api rel konvensional adalah kereta api
yang umum dijumpai Menggunakan rel yang terdiri dari dua batang besi
yang diletakan di bantalan Di daerah tertentu yang memliki tingkat
ketinggian curam digunakan rel bergerigi yang diletakkan di tengah tengah
rel tersebut serta menggunakan lokomotif khusus yang memiliki roda gigi
2 Kereta api monorel Kereta api monorel (kereta api rel tunggal) adalah kereta
api yang jalurnya tidak seperti jalur kereta yang biasa dijumpai Rel kereta ini
hanya terdiri dari satu batang besi Letak kereta api didesain menggantung
pada rel atau di atas rel Karena efisien biasanya digunakan sebagai alat
transportasi kota khususnya di kota-kota metropolitan dunia dan dirancang
mirip seperti jalan layang
c Dari segi di atasdi bawah permukaan tanah
1 Kereta api permukaan (surface) Kereta api permukaan berjalan di atas tanah
Umumnya kereta api yang sering dijumpai adalah kereta api jenis ini Biaya
pembangunannya untuk kereta permukaan adalah yang termurah
dibandingkan yang di bawah tanah atau yang laying
2 Kereta api layang (elevated) Kereta api layang berjalan di atas dengan
bantuan tiang-tiang hal ini untuk menghindari persilangan sebidang agar
tidak memerlukan pintu perlintasan kereta api Biaya yang dikeluarkan
sekitar 3 (tiga) kali dari kereta permukaan dengan jarak yang sama misalnya
untuk kereta api permukaan membutuhkan $ 10 juta maka untuk kereta api
layang membutuhkan dana $ 30 juta Kereta api bawah tanah (subway)
3 Kereta api bawah tanah adalah kereta api yang berjalan di bawah permukaan
tanah (subway) Kereta jenis ini dibangun dengan membangun terowongan-
terowongan di bawah tanah sebagai jalur kereta api Biaya yang dikeluarkan
sangat mahal sekali karena sering menembus 20m di bawah permukaan kali
- bangunan maupun jalan yaitu 7 (tujuh) kali lipat dari pada kereta
permukaan
Dari segi penggunaan
1 Kereta Api Penumpang
2 Kereta Api Barang
Rel
Rel digunakan pada jalur kereta api Rel mengarahkanmemandu kereta api tanpa
memerlukan pengendalian Rel merupakan dua batang rel kaku yang sama panjang
dipasang pada bantalan sebagai dasar landasan Rel-rel tersebut diikat pada bantalan
dengan menggunakan paku rel sekrup penambat atau penambat e (seperti penambat
Pandrol)
Jenis penambat yang digunakan bergantung kepada jenis bantalan yang digunakan
Paku ulir atau paku penambat digunakan pada bantalan kayu sedangkan penambat e
digunakan untuk bantalan beton atau semen
Rel biasanya dipasang di atas badan jalan yang dilapis dengan batu kericak atau
dikenal sebagai Balast Balast berfungsi pada rel kereta api untuk meredam getaran
dan lenturan rel akibat beratnya kereta api Untuk menyeberangi jembatan
digunakan bantalan kayu yang lebih elastis ketimbang bantalan beton
a Jenis rel berdasarkan berat
Rel yang digunakan di Indonesia menggunakan standar UIC dengan Standar
Rel 25 yang berarti 25 kgm
Rel 33
Rel 44
Rel 52
Rel 54
Rel 60
b Lebar traklebar relGauge
Ada beberapa lebar (gauge) yang digunakan semakin lebar semakin stabil sehingga
semakin tinggi kecepatan kereta apinya Lebar trak yang umum digunakan
diantaranya
Lebar 700 mm digunakan Kereta api Aceh dari Besitang menuju Banda Aceh
yang saat ini sudah tidak digunakan lagi
Lebar 1000 mm disebut juga meter gauge digunakan di Malaysia
Lebar 1067 mm atau 3 kaki 6 inci merupakan lebar rel yang digunakan secara
umum di Indonesia disebut juga sebagai Narrow gauge Narrow gauge cocok untuk
daerah yang bergunung-gunung karena trak yang lebar membutuhkan biaya besar
dan pembangunannya lebih sulit
Lebar 1435 mm atau 4 kaki 85 inci merupakan rel yang banyak digunakan
didunia sehingga disebut juga sebagai Standar gauge
c Penyambungan rel
Rel karena alasan transportasi menuju ke lokasi biasanya dari pabrik pembuat rel
dipotong menjadi rel dengan panjang 25 m Untuk meningkatkan kenyamanan
penggunaan kereta api yang berjalan diatasnya maka rel tersebut disambung
Penyambungan rel dilakukan dengan beberapa cara
1 Las termit
Salah satu cara yang umum digunakan adalah dengan las termit dilokasi sehingga
bisa menjadi rel yang menerus Pengelasan menggunakan las termit dengan
menggunakan bahan kimia senyawa besi yang ditempatkan diantara kedua rel
kemudian bahan tersebut direaksikan pada suhu sampai mencairkan bahan kimia
tersebut dan menyambung rel tersebut sisa hasil reaksi kimia tersebut kemudian
dipotong dan diratakan dengan rel
2 Sambungan baut
3 Fishplate diantara 2 rel yang disambung
Pada sambungan ini digunakan suatu penyangga yang disebut sebagai fish plate yang
dibaut pada kedua rel yang disambung
Stasiun kereta api adalah tempat di mana para penumpang dapat naik-turun dalam
memakai sarana transportasi kereta api Selain stasiun pada masa lalu dikenal juga
dengan halte kereta api yang memiliki fungsi nyaris sama dengan stasiun kereta api
Untuk daerahkota yang baru dibangun mungkin stasiun portabel dapat dipergunakan
sebagai halte kereta
Fasilitas stasiun kereta api umumnya terdiri atas
Pelataran parkir di muka stasiun
Tempat penjualan tiket dan loket informasi
Peron atau ruang tunggu
Ruang kepala stasiun dan
Ruang PPKA (Pengatur Perjalanan Kereta Api) beserta peralatannya seperti
sinyal wesel (alat pemindah jalur) telepon telegraf dan lain sebagainya
httpidwikipediaorgwikiTransportasi
httpwwwbnpbgoidwebsiteindexphp
option=com_contentamptask=viewampid=2101
Statistik Bencana Tahun 2008
Selasa 27012009 040225
Kejadian Bencana di Indonesia tahun 2008
Korban Meninggal dan Hilang Akibat Bencana Tahun 2008
KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA
I latar Belakang
Kereta api di Indonesia sudah ada sejak 138 tahun yang lalu Jaringan kereta api di
Indonesia sebagian besar merupakan peninggalan jaman Belanda meliputi lintasan
sepanjang 6482 km yang tersebar di Jawa dan Sumatera dimana 70 diantaranya
terletak di pulau Jawa Usia jaringan KA umumnya sudah sangat tua 25 sudah
berusia 70-137 tahun 44 berusia antara 10-70 tahun
Di Jawa terdapat tiga lintas pelayanan utama yaitu Jakarta-Bandung Jakarta-
Semarang-Surabaya (disebut lintas utara) dan Jakarta-Yogyakarta-Surabaya (disebut
lintas selatan) Sementara di Sumatera terdapat tiga sub-jaringan KA yang terpisah
satu sama lain yakni sub-jaringan Sumatera bagian Utara sub-jaringan Sumatera
bagian Barat dan sub-jaringan Sumatera bagian Selatan
Sebelum perang dunia kedua angkutan KA di Indonesia dikelola oleh perusahaan
swasta Belanda Selanjutnya pada tahun 1950 pengelolaan diserahkan kepada
Kementerian Komunikasi Republik Indonesia melalui DKA (Djawatan Kereta Api)
Kemudian secara berturut-turut pengelola KA mengalami beberapa kali perubahan
nama dan status yaitu PNKA (Perusahaan Negara Kereta Api ) pada tahun 1963
PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api ) pada tahun 1971 PERUMKA (Perusahaan
Umum Kereta Api) pada bulan Januari tahun 1991 dan terakhir pada bulan Juni
tahun 1999 berubah menjadi PT KAI - Kereta Api Indonesia (Persero)
Sampai saat ini kereta api masih dianggap sebagai tulang punggung sistem
transportasi darat di berbagai wilayah di belahan dunia baik untuk angkutan barang
ataupun penumpang Namun demikian di Indonesia peran kereta api masih sangat
marginal Dari sisi market share angkutan antar moda saat ini share kereta api untuk
angkutan penumpang hanya sebesar 73 dan angkutan barang lebih kurang 06
Dalam tahun 2005 KAI berhasil mengangkut penumpang sebanyak 1479 juta orang
dan mengangkut barang sebanyak 173 juta ton
Permasalahan yang cukup mengganggu perkeretaapian saat ini adalah tingginya
tingkat kecelakaan Trend kecelakaan KA dalam periode tahun 2000 ndash 2005 yang
diperlihatkan pada Gambar-1 dapat memberikan gambaran bahwa tingkat
keselamatan angkutan KA selama tahun 2000-2005 sangat buruk
Sumber Direktorat jenderal perkeretaapian Kementrian republik Indonesia
II Kondisi Prasarana amp Sarana
Sarana kereta api meliputi lokomotif kereta gerbong KRL dan KRD Jumlah
lokomotif yang dimiliki saat ini sebanyak 333 unit lebih dari 60 diantaranya
berusia lebih dari 20 tahun Karena keterbatasan jumlah lokomotif seringkali
dioperasikan hingga jarak 1400 kmhari jauh melampaui batas ideal 900 kmhari
Pada tahun 2005 terjadi lok mogok sebanyak 1519 kali yang mencerminkan kondisi
lokomotif sebagian sudah kurang baik Jumlah kereta 1243 unit lebih dari 45
diantaranya berusia diatas 30 tahun
Prasarana jalan rel yang ada saat ini pada umumnya masih jalur tunggal Jalur ganda
baru tersedia di jalur Jakarta-Cikampek Jakarta-Bogor Padalarang-Bandung dan
Surabaya kota-Wonokromo Jalur rel yang ada memiliki beban ganda antara 9 sd 18
ton yang mampu mendukung kecepatan kereta api antara 60-110 kmjam Panjang
rel di Jawa yang masih dioperasikan sepanjang 3216 km dan di Sumatera sepanjang
1348 km Sebagian dari jalur tersebut kondisinya sudah kurang layak operasi
sehingga sangat rawan terhadap kecelakaan
Prasarana persinyalan mencakup perangkat sinyal pintu perlintasan telepontelegraf
saluran fisik jaringan radio Sampai dengan tahun 2000 telah dilakukan modernisasi
(elektrifikasi) persinyalan di 183 stasiun Ada tiga sistem persinyalan yang
dioperasikan di Jawa maupun Sumatera yaitu electronic interlocking system all
relayNX-interlocking system dan electro mechanical interlocking system Jumlah
pintu perlintasan ada 8385 unit sebanyak 1145 unit dijaga dan sisanya sebanyak
7240 unit tidak dijaga Jumlah perlintasan tersebut belum termasuk sekitar 17000
perlintasan yang belum terdaftar
III Keselamatan KA
Permasalahan perkeretaapian Indonesia saat ini sangat rumit sulit dinamis dengan
tantangan yang terus berkembang Sejak dulu hingga kini kereta api selalu
berhadapan dengan tantangan kompetisi yang tinggi dari moda lain Jika dulu
berhadapan dengan perkembangan otomotif maka kini tantangan datang dari
perangkutan udara dengan tarif yang sangat kompetitif Namun yang saat ini
mengganggu perkererataapian Indonesia adalah tingginya tingkat kecelakaan Pada
Gambar-1 diperlihatkan trend kecelakaan kereta api periode 2000-2005 Frekuensi
kecelakaan sangat tinggi dan banyak menelan korban jiwa dengan korban mayoritas
dari kalangan rakyat kecil Padahal kereta api sangat diharapkan menjadi moda
transportasi yang paling aman murah andal dan cepat anti kemacetan lalu-lintas
Seperti yang disampaikan dalam gambar 41 dalam periode Januari 2004 sd Mei
2006 di Indonesia telah terjadi kecelakaan kereta api sebanyak 359 kali dengan
jumlah korban jiwa 139 orang dan luka berat 219 orang Kecelakaan kereta api ini
dalam lingkungan perkeretaapian disebut PLH (Peristiwa Luar biasa Hebat) yaitu
suatu kecelakaan yang mengakibatkan korban jiwa atau luka berat atau
mengakibatkan rintangan jalan yang mengganggu operasi KA Tabrakan KA vs KA
terjadi sebanyak 20 kali rata-rata 8 kali dalam satu tahun Tingginya frekuensi
kecelakaan katergori ini sangat mengkhawatirkan dan termasuk dalam kategori
terburuk di dunia Kecelakaan KA anjlok terjadi sebanyak 211 kali atau 59 dari
jumlah total kecelakaan Tabrakan KA dengan kendaraan umum sebanyak 46 kali
terjadi Kecelakaan akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali yang mayoritas
merupkan kecelakaan akibat pejalan kaki tertabrak kereta api
Kecelakaan KA akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali 20 dari jumlah total
kecelakaan dengan jumlah korban jiwa sebanyak 22 orang Mayoritas Korban
adalah pejalan kaki yang tertabrak KA akibat kelalaian waktu berada di sekitar
daerah jalur operasi KA
Jumlah korban jiwa (tidak termasuk luka berat) akibat kecelakaan kereta api dalam
periode Januari 2004 sd Mei 2005 adalah ebesar 139 orang degan perincian seperti
yang diperlihatkan pada Gambar 43 Korban jiwa terbesar adalah akibat tabrakan
KA dengan dengan kendaraan umum di perlintasan sebidang yaitu sebesar 91 orang
atau sebesar 66 total jumlah korban Kemudian disusul akibat tabrakan KA vs KA
yang yang menyebabkan korban jiwa sebanyak 24 orang atau 17 dari jumlah total
korban
Identifikasi Masalah
Tabrakan KA vs KA
Tabrakan antar KA merupakan kecelakaan dalam kategori malapetaka besar
(catastrophic) yang secara teoritis seharusnya dapat dan harus dicegah Kecelakaan
ini memiliki potensi korban jiwa yang sangat besar mengingat kapasitas angkut KA
ratusan orang dan juga berpotensi menimbulkan kerugian finansial yang sangat
besar akibat kerusakan saranaprasarana (harga satu unit lokomotif sekitar Rp15
Milyar)
Dalam periode delapan tahun terakhir di Indonesia telah terjadi 64 kali tabrakan KA
vs KA Tragedi Bintaro merupakan lembaran hitam dalam sejarah perkeretaapian
Indonesia yaitu kasus tabrakan antara dua KA Ekonomi di Bintaro Jakarta Selatan
pada tahun 1987 yang menelan korban jiwa 153 orang dan korban luka berat 300
orang Untuk mencegah terulangnya kembali tragedi tersebut berbagai upaya sudah
dilakukan baik oleh pemerintah maupun KAI Antara lain dengan melakukan
modernisasi persinyalan namun demikian hasilnya belum seperti yang diharapkan
Berdasarkan hasil investigasi dari 64 kecelakaan tabrakan antar KA dalam delapan
tahun terakhir sebanyak 51 kali atau 80 disebabkan oleh faktor manusia hanya
20 yang diakibatkan oleh faktor teknik
Dalam periode Januari 2004-Mei 2006 telah terjadi 20 kali tabrakan KA vs KA
dengan jumlah korban meninggal 24 orang (Gambar 42) Dari hasil investigasi
penyebab kecelakaan sebanyak 75 adalah akibat faktor manusia antara lain
pelanggaran sinyal atau PSAD (Passed Signal at Danger) masinis tertidur PPKA
salah memberi sinyal PPKA tertidur Sedangkan kontribusi sarana terhadap
kecelakaan hanya 5 (rem rusak) faktor manusia eksternal 5 (sabotase) dan yang
dalam pengusutan sebesar 15
Dalam bulan Maret-April tahun 2006 ini sudah terjadi 4 kali kecelakaan Salah satu
diantaranya yang terjadi di daerah operasi Semarang berakibat sangat fatal
menewaskan 13 orang dan 20 orang mengalami luka berat Dan lagi-lagi
berdasarkan hasil investigasi sumber penyebabnya adalah akibat masinis melanggar
sinyal (PSAD)
Tabrakan antar KA memiliki potensi korban jiwa dan korban finansial juga
memiliki dampak sosial dan secara teoritis dapat dihindari maka dalam manajemen
keselamatan harus sepenuhnya dapat dicegah dengan kategori zero tolerance
Tingginya frekuensi tabrakan antar kereta api di Indonesia telah mengubah persepsi
persepsi keandalan faktor keamanan yang sudah melekat dan menjadi citra moda
transportasi KA Tingginya frekuensi tabrakan antar KA akan mengasosiasikan
faktor keselamatan KA tidak berbeda dengan bus atau angkutan umum Namun yang
menjadi persoalan tabrakan antar KA seharusnya kejadian yang secara teoritis dapat
dihindari dan dapat dikendalikan asalkan dapat diketahui sumber penyebabnya
Tabrakan antar KA dalam satu kali dalam setahun adalah sudah terlalu banyak
Namun demikian kasus tabrakan antar KA di Indonesia rata-rata dalam setahun 8
kali Diduga kuat upaya-upaya pencegahan yang telah dilakukan belum memadai
atau belum komprehensif
Tabrakan KA vs Kendaraan Umum
Dalam periode Janrsquo04 sd Meirsquo06 tabrakan KA vs Kendaraan Umum terjadi
sebanyak 46 kali atau 13 dari total jumlah kecelakaan Jumlah korban meninggal
sebanyak 91 orang dan luka berat 93 orang Jumlah korban jiwa adalah 65 dari
total jumlah korban jiwa dalam periode tersebut Semua kecelakaan terjadi di lokasi
perlintasan KA sebidang baik yang dijaga maupun yang tidak dijaga dan sebagian
besar terjadi di Jawa Kecelakaan ini dalam beberapa kali kasus menimbulkan
jumlah korban yang sangat besar karena KA menabrak bus atau angkutan umum
yang sarat penumpang
Perlintasan KA sebidang di Jawa dan Sumatera yang terdaftar resmi di Dephub
mencapai 8385 buah (tidak termasuk ribuan perlintasan liar) dan yang dijaga hanya
1145 buah (14) Sisanya sebanyak 7240 buah (86) tidak dijaga dan pada
umumnya tidak dilengkapi dengan persinyalan yang memadai Di daerah Jawa
perlintasan yang tidak dijaga lebih dari 6602 buah Dengan semakin tingginya
frekuensi lalu-lintas kendaraan umum maka tidak mengherankan tabrakan KA vs
Kendaraan Umum akan cenderung semakin tinggi
Perlintasan sebidang tidak semua dijaga karena kendala keterbatasan dana
Pembuatan jalan layang (fly over) atau terowongan (underpass) sulit untuk
diwujudkan karena biaya pembangunannya sangat mahal Alasan lainnya pada saat
perlintasan KA dibangun kondisi lalu-lintas kendaraan umum belum sepadat
sekarang Dengan berkembangnya lingkungan sosial dan ekonomi memicu
tumbuhnya pemukiman disekitar jalur KA dan bertambah pesatnya jumlah
pengendara kendaraan bermotor Hal ini kemudian mendorong bertambahnya
jumlah perlintasan baru (liar) Perlintasan ini banyak yang dibiarkan terbuka tanpa
pintu ataupun penjaga sehingga titik-titik rawan kecelakaan semakin bertambah
banyak
httpperkeretaapiandephubgoidindexphp
option=com_contentampview=articleampid=108ampItemid=26ampa728c66ceac927a1a5624c
56ff8c277c=27eeb8eb8075a712111282208e8edd52
Masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh kecelakaan lalu lintas kereta api adalah
1 Trauma kepala trauma thorak trauma abdomen
2 Fraktur
3 Ruptur organ dalam
4 Luka bakar
5 Laserasi
6 Kematian
A KONSEP DASAR PENYAKIT
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN FRAKTUR
By Iwan Sain SKp MKes
A Konsep Medis
1 Anatomi dan Fisiologi
a Anatomi Tulang
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler Tulang berasal dari
embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses ldquoOsteogenesisrdquo menjadi
tulang Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut ldquoOsteoblastrdquo Proses
mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium
Ada 206 tulang dalam tubuh manusia Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima
kelompok berdasarkan bentuknya
1) Tulang panjang (Femur Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang
disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis Di sebelah proksimal dari
epifisis terdapat metafisis Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang
rawan yang tumbuh yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan
Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis Tulang
rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas dan tulang
memanjang Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat Epifisis dibentuk dari
spongi bone (cancellous atau trabecular) Pada akhir tahun-tahun remaja tulang
rawan habis lempeng epifisis berfusi dan tulang berhenti tumbuh Hormon
pertumbuhan estrogen dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang
Estrogen bersama dengan testosteron merangsang fusi lempeng epifisis Batang
suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis Kanalis
medularis berisi sumsum tulang
2) Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous
(spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat
3) Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan
lapisan luar adalah tulang concellous
4) Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek
5) Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang terletak di sekitar tulang yang
berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial
misalnya patella (kap lutut)
Tulang tersusun atas sel matriks protein dan deposit mineral Sel-selnya terdiri atas
tiga jenis dasar-osteoblas osteosit dan osteoklas Osteoblas berfungsi dalam
pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang Matriks tersusun atas
98 kolagen dan 2 subtansi dasar (glukosaminoglikan asam polisakarida) dan
proteoglikan) Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik
ditimbun Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang
dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ) Osteoklas adalah sel multinuclear
( berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran resorpsi dan remosdeling
tulang
Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa Ditengah osteon
terdapat kapiler Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang
dinamakan lamella Didalam lamella terdapat osteosit yang memperoleh nutrisi
melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang
menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 01 mm)
Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum
Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh selain sebagai
tempat perlekatan tendon dan ligamen Periosteum mengandung saraf pembuluh
darah dan limfatik Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung
osteoblast yang merupakan sel pembentuk tulang
Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang
panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus Osteoklast yang melarutkan
tulang untuk memelihara rongga sumsum terletak dekat endosteum dan dalam
lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang)
Gambar 1 Anatomi tulang panjang
Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 bahan organik (hidup) dan 70 endapan
garam Bahan organik disebut matriks dan terdiri dari lebih dari 90 serat kolagen
dan kurang dari 10 proteoglikan (protein plus sakarida) Deposit garam terutama
adalah kalsium dan fosfat dengan sedikit natrium kalium karbonat dan ion
magnesium Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen
melalui proteoglikan Adanya bahan organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan
tensif (resistensi terhadap tarikan yang meregangkan) Sedangkan garam-garam
menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan)
Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa
pemanjangan dan penebalan tulang Kecepatan pembentukan tulang berubah selama
hidup Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn hormon faktor makanan dan
jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang dan terjadi akibat aktivitas sel-sel
pembentuk tulang yaitu osteoblas
Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang Osteoblas berespon terhadap
berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang Sewaktu pertama kali
dibentuk matriks tulang disebut osteoid Dalam beberapa hari garam-garam kalsium
mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan
berikutnya Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid dan disebut
osteosit atau sel tulang sejati Seiring dengan terbentuknya tulang osteosit dimatriks
membentuk tonjolan-tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit
lainnya membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang
Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang sebagian ion
kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi Garam nonkristal ini dianggap
sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan yaitu dapat dipindahkan dengan cepat
antara tulang cairan interstisium dan darah
Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi terjadi secara bersamaan dengan
pembentukan tulang Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut
osteoklas Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel
mirip-monosit yang terdapat di tulang Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai
asam dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis Osteoklas
biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang dan memfagosit
tulang sedikit demi sedikit Setelah selesai di suatu daerah osteoklas menghilang dan
muncul osteoblas 0steoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan
tulang baru Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan
tulang baru yang lebih kuat
Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus
menerus diperbarui atau mengalami remodeling Pada anak dan remaja aktivitas
osteoblas melebihi aktivitas osteoklas sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan
menebal Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang
pulih dari fraktur Pada orang dewasa muda aktivitas osteoblas dan osteoklas
biasanya setara sehingga jumlah total massa tulang konstan Pada usia pertengahan
aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai
berkurang Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami
imobilisasi Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan dominansi aktivitas osteoklas
dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah Aktivitas osteoblas
dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon
Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan
stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang Fraktur
tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas tetapi mekanisme pastinya
belum jelas Estrogen testosteron dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat
bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang Pertumbuhan tulang dipercepat
semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut Estrogen dan
testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan
merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang) Sewaktu kadar
estrogen turun pada masa menopaus aktivitas osteoblas berkurang Defisiensi
hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang
Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan
bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan
kalsium di usus Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah yang mendorong
kalsifikasi tulang Namun vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar
kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang Dengan demikian vitamin
D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan
menyebabkan absorpsi tulang
Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh
hormon paratiroid Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang
terletak tepat di belakang kelenjar tiroid Pelepasan hormon paratiroid meningkat
sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum Hormon paratiroid
meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk
membebaskan kalsium ke dalam darah Peningkatan kalsium serum bekerja secara
umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut
Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas
Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan
menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi
ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah Pengaktifan vitamin
D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid Sedangkan kalsitonin adalah suatu
hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan
kadar kalsium serum Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan
pernbentukan osteoklas Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga
menurunkan kadar kalsium serum
b Fisiologi Tulang
Fungsi tulang adalah sebagai berikut
1) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh
2) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung otak dan paru-paru) dan jaringan
lunak
3) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan
pergerakan)
4) Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema
topoiesis)
5) Menyimpan garam mineral misalnya kalsium fosfor
2 Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan
oleh rudapaksa (Mansjoer et al 2000) Sedangkan menurut Linda Juall C dalam
buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah
rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap oleh tulang
Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman 2000) Pendapat lain menyatakan
bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih
utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson M A 1992)
3 Etiologi
1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan
Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring
2) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam
jalur hantaran vektor kekerasan
3) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadiKekuatan dapat berupa
pemuntiran penekukan penekukan dan penekanan kombinasi dari ketiganya dan
penarikan
4 Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya
atau terputusnya kontinuitas tulang Setelah terjadi fraktur periosteum dan pembuluh
darah serta saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus
tulang rusak Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian
tulang yang patah Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya
respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi eksudasi plasma dan leukosit
dan infiltrasi sel darah putih Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1) Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar
waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur
2) Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan elastisitas kelelahan dan
kepadatan atau kekerasan tulang
5 Klasifikasi Fraktur
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis dibagi
menjadi beberapa kelompok yaitu
a Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)
1) Faktur Tertutup (Closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi
2) Fraktur Terbuka (OpenCompound) bila terdapat hubungan antara hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit
b Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur
1) Fraktur Komplit bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto
2) Fraktru Inkomplit bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti
a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
b) Buckle atau Torus Fraktur bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya
c) Green Stick Fraktur mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya
yang terjadi pada tulang panjang
c Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme
trauma
1) Fraktur Transversal fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung
2) Fraktur Oblik fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga
3) Fraktur Spiral fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi
4) Fraktur Kompresi fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain
5) Fraktur Avulsi fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang
d Berdasarkan jumlah garis patah
1) Fraktur Komunitif fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan
2) Fraktur Segmental fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan
3) Fraktur Multiple fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama
e Berdasarkan pergeseran fragmen tulang
1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh
2) Fraktur Displaced (bergeser) terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen terbagi atas
a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan
overlapping)
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)
f Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian
1 13 proksimal
2 13 medial
3 13 distal
g Fraktur Kelelahan fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang
h Fraktur Patologis fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan
lunak sekitar trauma yaitu
a Tingkat 0 fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya
b Tingkat 1 fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan
c Tingkat 2 fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan
d Tingkat 3 cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan
ancaman sindroma kompartement
6 Manifestasi Klinik
a Deformitas
b Bengkakedema
c Echimosis (Memar)
d Spasme otot
e Nyeri
f Kuranghilang sensasi
g Krepitasi
h Pergerakan abnormal
i Rontgen abnormal
7 Test Diagnostik
a Pemeriksaan Rontgen menentukan lokasiluasnya frakturluasnyatrauma
skan tulang temogram scan CI memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
b Hitung darah lengkap HB mungkin meningkatmenurun
c Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma
d Kreatinin traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal
e Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi
multiple atau cederah hati
8 Penatalaksanaan Medik
a Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan
disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period) Kuman belum
terlalu jauh meresap dilakukan
1) Pembersihan luka
2) Exici
3) Hecting situasi
4) Antibiotik
b Seluruh Fraktur
1) RekognisisPengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya
2) ReduksiManipulasiReposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara
optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner
2001)
Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi
fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang
mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera
mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi
karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi
semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan
Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani
prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan
sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan
dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut
Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)
dengan manipulasi dan traksi manual
Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan
alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan
menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk
mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar
Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan
untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang
sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat
dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi
Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan
pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin
kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat
ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat
tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang
3) RetensiImmobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimun
Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi
atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi
eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau
fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan
sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur
4) Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus
dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran
darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera
bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan
ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan
perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik
dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan
peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk
memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada
aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna
memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas
fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang
diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan
9 Proses Penyembuhan Tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang
tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru
diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang
Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu
1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel
darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat
tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan
perdarahan berhenti sama sekali
2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang
berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma
Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih
dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam
beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang
yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai
tergantung frakturnya
3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila
diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga
kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai
berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal
dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman
tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4
minggu setelah fraktur menyatu
4) Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi
lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos
melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi
celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses
yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk
membawa beban yang normal
5) Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa
bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan
pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan
pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang
rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan
normalnya
10 Komplikasi
1) Komplikasi Awal
a Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT
menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas
yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang
sakit tindakan reduksi dan pembedahan
b Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh
darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu
kuat
c Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada
kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone
marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam
darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi
tachypnea demam
d Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain
dalam pembedahan seperti pin dan plat
e Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkmanrsquos Ischemia
f Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada
fraktur
2) Komplikasi Dalam Waktu Lama
b Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai
darah ke tulang
c Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang
d Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik
B Konsep Keperawatan
Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses
keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian
diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi
1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan
sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas
a Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status
perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal
MRS diagnosa medis
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut
bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan
(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri
(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk
(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi
(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya
(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa
kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan
yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui
mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
(Ignatavicius Donna D 1995)
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu
seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang
sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki
sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan
secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna
D 1995)
g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya
dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium
pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien
melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)
(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya
seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari
nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada
lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien
(3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun
begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola
eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya
warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola
Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan
tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)
(4) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal
lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena
ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan
yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)
(5) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien
harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)
(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan
akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
(Ignatavicius Donna D 1995)
(7) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur
sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya
tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
(8) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah
anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)
10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan
timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh
klien bisa tidak efektif
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien
2) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi
hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan
(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti
(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung
pada keadaan klien
(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut
(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk
(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
(a) Sistem Integumen
Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri
tekan
(b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada
nyeri kepala
(c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada
(d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk
Tak ada lesi simetris tak oedema
(e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan)
(f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan
(g) Hidung
Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung
(h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat
(i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris
(j) Paru
(1) Inspeksi
Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien
yang berhubungan dengan paru
(2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama
(3) Perkusi
Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya
(4) Auskultasi
Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor
dan ronchi
(k) Jantung
(1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung
(2) Palpasi
Nadi meningkat iktus tidak teraba
(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur
(l) Abdomen
(1) Inspeksi
Bentuk datar simetris tidak ada hernia
(2) Palpasi
Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba
(3) Perkusi
Suara thympani ada pantulan gelombang cairan
(4) Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kalimenit
(m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB
b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai
status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia
Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain
(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi)
(b) Cape au lait spot (birth mark)
(c) Fistulae
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi
(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal)
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi
netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien
Yang perlu dicatat adalah
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary
refill time Normal 3 ndash 5 ldquo
(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama
disekitar persendian
(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal
tengah atau distal)
Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler
Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya
konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan
ukurannya
(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan
ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan
lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari
titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah
ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan
aktif dan pasif
(Reksoprodjo Soelarto 1995)
3) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan
sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi
untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu
disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan
penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca
pada x-ray
(1) Bayangan jaringan lunak
(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi
(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction
(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti
(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang
kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya
(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma
(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa
(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak
b) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang
(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang
(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)
Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang
c) Pemeriksaan lain-lain
(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi
(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi
(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur
(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan
(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang
(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
3 Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah
sebagai berikut
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)
g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
(Doengoes 2000)
4 Intervensi Keperawatan
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan
tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan
tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai
indikasi untuk situasi individual
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat
dan atau traksi
2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena
3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif
4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan
posisi)
5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi
visual aktivitas dipersional)
6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan
7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-
tanda vital)
Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi
Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri
Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler
Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang
mungkin berlangsung lama
Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri
Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara
sentral maupun perifer
Menilai perkembangan masalah klien
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria
akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi
distal cedera
2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat
3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi
adanya sindroma kompartemen
4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan
5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit
distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal
Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi
Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan
bebatspalk
Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan
hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi
Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena
Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan
klien
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan
kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif
2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien
3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan
kortikosteroid sesuai indikasi
4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit
5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya
stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral
Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi
Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru
Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid
telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak
Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas
anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan
penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak
Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi
pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan
kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik
yang memampukan melakukan aktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran
kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien
2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun
yang sehat sesuai keadaan klien
3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi
4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien
5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien
6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari
7 Berikan diet TKTP
8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi
9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi
Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu
menurunkan isolasi sosial
Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot
mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi
kalsium karena imobilisasi
Mempertahankan posis fungsional ekstremitas
Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan
klien
Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis
penumonia)
Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi
Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis tubuh
Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara
individual
Menilai perkembangan masalah klien
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan
perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai
indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun
kencang bantalan bawah siku tumit)
2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips
3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal
4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi
pentraksi
Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas
Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap
tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi
Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal
Menilai perkembangan masalah klien
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang
Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase
purulen atau eritema dan demam
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol
2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen
3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi
4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur
dan sensitivitas lukaserumtulang)
5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka
Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka
Meminimalkan kontaminasi
Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis
mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus
Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED
dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab
infeksi
Mengevaluasi perkembangan masalah klien
h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien
mengerti dan memahami tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran
2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik
3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat
demam perubahan sensasi kulit distal cedera)
4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan
Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien
untuk mengikuti program pembelajaran
Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan
program terapi fisik
Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang
memerulukan intervensi lebih lanjut
Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi
klien
B Evaluasi
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat
o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
o Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami
httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-
terbukahtml
Peran Perawat saat terjadi kecelakaan
Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan
Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan
Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian
memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain
sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban
Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan
Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan
ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk
seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan
Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim
Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja
di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas
pada manajemen pra-rumah sakit
Triage
Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut
urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera
diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang
percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda
Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana
kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan
diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini
akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya
untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan
efisienrdquo
Kategori Triage
bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull
6
Ada sistim 4 level untuk kategori triage
1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa
yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal
tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal
vasa besar dan cedera jalan nafas
2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak
ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran
pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas
perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25
3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan
dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal
lacerasi minor memar dan lecet
4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan
meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat
derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital
Metode penilaian triage
Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage
berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh
tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap
diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik
cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini
dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment
Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda
Tdk
Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant
Jalan Nafas
Ya Ya
Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA
lt 30
Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan
lt 2 detik
Dapat diperintah --------------------------------------------
Ya
TUNDA
Gambar ALGORITME TRIAGE START
Pemulihan
Saran
Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa
yang akan datang maka di rekomendasikan
1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali
Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan
Komandan Medik
2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan
Ambulans berikut Tim Ambulans-nya
3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima
kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik
Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan
Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk
menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal
4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional
daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana
5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai
salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai
pihak
HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN
BENCANA
(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn
KIC Mkes KNA
1 Kereta api permukaan (surface) Kereta api permukaan berjalan di atas tanah
Umumnya kereta api yang sering dijumpai adalah kereta api jenis ini Biaya
pembangunannya untuk kereta permukaan adalah yang termurah
dibandingkan yang di bawah tanah atau yang laying
2 Kereta api layang (elevated) Kereta api layang berjalan di atas dengan
bantuan tiang-tiang hal ini untuk menghindari persilangan sebidang agar
tidak memerlukan pintu perlintasan kereta api Biaya yang dikeluarkan
sekitar 3 (tiga) kali dari kereta permukaan dengan jarak yang sama misalnya
untuk kereta api permukaan membutuhkan $ 10 juta maka untuk kereta api
layang membutuhkan dana $ 30 juta Kereta api bawah tanah (subway)
3 Kereta api bawah tanah adalah kereta api yang berjalan di bawah permukaan
tanah (subway) Kereta jenis ini dibangun dengan membangun terowongan-
terowongan di bawah tanah sebagai jalur kereta api Biaya yang dikeluarkan
sangat mahal sekali karena sering menembus 20m di bawah permukaan kali
- bangunan maupun jalan yaitu 7 (tujuh) kali lipat dari pada kereta
permukaan
Dari segi penggunaan
1 Kereta Api Penumpang
2 Kereta Api Barang
Rel
Rel digunakan pada jalur kereta api Rel mengarahkanmemandu kereta api tanpa
memerlukan pengendalian Rel merupakan dua batang rel kaku yang sama panjang
dipasang pada bantalan sebagai dasar landasan Rel-rel tersebut diikat pada bantalan
dengan menggunakan paku rel sekrup penambat atau penambat e (seperti penambat
Pandrol)
Jenis penambat yang digunakan bergantung kepada jenis bantalan yang digunakan
Paku ulir atau paku penambat digunakan pada bantalan kayu sedangkan penambat e
digunakan untuk bantalan beton atau semen
Rel biasanya dipasang di atas badan jalan yang dilapis dengan batu kericak atau
dikenal sebagai Balast Balast berfungsi pada rel kereta api untuk meredam getaran
dan lenturan rel akibat beratnya kereta api Untuk menyeberangi jembatan
digunakan bantalan kayu yang lebih elastis ketimbang bantalan beton
a Jenis rel berdasarkan berat
Rel yang digunakan di Indonesia menggunakan standar UIC dengan Standar
Rel 25 yang berarti 25 kgm
Rel 33
Rel 44
Rel 52
Rel 54
Rel 60
b Lebar traklebar relGauge
Ada beberapa lebar (gauge) yang digunakan semakin lebar semakin stabil sehingga
semakin tinggi kecepatan kereta apinya Lebar trak yang umum digunakan
diantaranya
Lebar 700 mm digunakan Kereta api Aceh dari Besitang menuju Banda Aceh
yang saat ini sudah tidak digunakan lagi
Lebar 1000 mm disebut juga meter gauge digunakan di Malaysia
Lebar 1067 mm atau 3 kaki 6 inci merupakan lebar rel yang digunakan secara
umum di Indonesia disebut juga sebagai Narrow gauge Narrow gauge cocok untuk
daerah yang bergunung-gunung karena trak yang lebar membutuhkan biaya besar
dan pembangunannya lebih sulit
Lebar 1435 mm atau 4 kaki 85 inci merupakan rel yang banyak digunakan
didunia sehingga disebut juga sebagai Standar gauge
c Penyambungan rel
Rel karena alasan transportasi menuju ke lokasi biasanya dari pabrik pembuat rel
dipotong menjadi rel dengan panjang 25 m Untuk meningkatkan kenyamanan
penggunaan kereta api yang berjalan diatasnya maka rel tersebut disambung
Penyambungan rel dilakukan dengan beberapa cara
1 Las termit
Salah satu cara yang umum digunakan adalah dengan las termit dilokasi sehingga
bisa menjadi rel yang menerus Pengelasan menggunakan las termit dengan
menggunakan bahan kimia senyawa besi yang ditempatkan diantara kedua rel
kemudian bahan tersebut direaksikan pada suhu sampai mencairkan bahan kimia
tersebut dan menyambung rel tersebut sisa hasil reaksi kimia tersebut kemudian
dipotong dan diratakan dengan rel
2 Sambungan baut
3 Fishplate diantara 2 rel yang disambung
Pada sambungan ini digunakan suatu penyangga yang disebut sebagai fish plate yang
dibaut pada kedua rel yang disambung
Stasiun kereta api adalah tempat di mana para penumpang dapat naik-turun dalam
memakai sarana transportasi kereta api Selain stasiun pada masa lalu dikenal juga
dengan halte kereta api yang memiliki fungsi nyaris sama dengan stasiun kereta api
Untuk daerahkota yang baru dibangun mungkin stasiun portabel dapat dipergunakan
sebagai halte kereta
Fasilitas stasiun kereta api umumnya terdiri atas
Pelataran parkir di muka stasiun
Tempat penjualan tiket dan loket informasi
Peron atau ruang tunggu
Ruang kepala stasiun dan
Ruang PPKA (Pengatur Perjalanan Kereta Api) beserta peralatannya seperti
sinyal wesel (alat pemindah jalur) telepon telegraf dan lain sebagainya
httpidwikipediaorgwikiTransportasi
httpwwwbnpbgoidwebsiteindexphp
option=com_contentamptask=viewampid=2101
Statistik Bencana Tahun 2008
Selasa 27012009 040225
Kejadian Bencana di Indonesia tahun 2008
Korban Meninggal dan Hilang Akibat Bencana Tahun 2008
KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA
I latar Belakang
Kereta api di Indonesia sudah ada sejak 138 tahun yang lalu Jaringan kereta api di
Indonesia sebagian besar merupakan peninggalan jaman Belanda meliputi lintasan
sepanjang 6482 km yang tersebar di Jawa dan Sumatera dimana 70 diantaranya
terletak di pulau Jawa Usia jaringan KA umumnya sudah sangat tua 25 sudah
berusia 70-137 tahun 44 berusia antara 10-70 tahun
Di Jawa terdapat tiga lintas pelayanan utama yaitu Jakarta-Bandung Jakarta-
Semarang-Surabaya (disebut lintas utara) dan Jakarta-Yogyakarta-Surabaya (disebut
lintas selatan) Sementara di Sumatera terdapat tiga sub-jaringan KA yang terpisah
satu sama lain yakni sub-jaringan Sumatera bagian Utara sub-jaringan Sumatera
bagian Barat dan sub-jaringan Sumatera bagian Selatan
Sebelum perang dunia kedua angkutan KA di Indonesia dikelola oleh perusahaan
swasta Belanda Selanjutnya pada tahun 1950 pengelolaan diserahkan kepada
Kementerian Komunikasi Republik Indonesia melalui DKA (Djawatan Kereta Api)
Kemudian secara berturut-turut pengelola KA mengalami beberapa kali perubahan
nama dan status yaitu PNKA (Perusahaan Negara Kereta Api ) pada tahun 1963
PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api ) pada tahun 1971 PERUMKA (Perusahaan
Umum Kereta Api) pada bulan Januari tahun 1991 dan terakhir pada bulan Juni
tahun 1999 berubah menjadi PT KAI - Kereta Api Indonesia (Persero)
Sampai saat ini kereta api masih dianggap sebagai tulang punggung sistem
transportasi darat di berbagai wilayah di belahan dunia baik untuk angkutan barang
ataupun penumpang Namun demikian di Indonesia peran kereta api masih sangat
marginal Dari sisi market share angkutan antar moda saat ini share kereta api untuk
angkutan penumpang hanya sebesar 73 dan angkutan barang lebih kurang 06
Dalam tahun 2005 KAI berhasil mengangkut penumpang sebanyak 1479 juta orang
dan mengangkut barang sebanyak 173 juta ton
Permasalahan yang cukup mengganggu perkeretaapian saat ini adalah tingginya
tingkat kecelakaan Trend kecelakaan KA dalam periode tahun 2000 ndash 2005 yang
diperlihatkan pada Gambar-1 dapat memberikan gambaran bahwa tingkat
keselamatan angkutan KA selama tahun 2000-2005 sangat buruk
Sumber Direktorat jenderal perkeretaapian Kementrian republik Indonesia
II Kondisi Prasarana amp Sarana
Sarana kereta api meliputi lokomotif kereta gerbong KRL dan KRD Jumlah
lokomotif yang dimiliki saat ini sebanyak 333 unit lebih dari 60 diantaranya
berusia lebih dari 20 tahun Karena keterbatasan jumlah lokomotif seringkali
dioperasikan hingga jarak 1400 kmhari jauh melampaui batas ideal 900 kmhari
Pada tahun 2005 terjadi lok mogok sebanyak 1519 kali yang mencerminkan kondisi
lokomotif sebagian sudah kurang baik Jumlah kereta 1243 unit lebih dari 45
diantaranya berusia diatas 30 tahun
Prasarana jalan rel yang ada saat ini pada umumnya masih jalur tunggal Jalur ganda
baru tersedia di jalur Jakarta-Cikampek Jakarta-Bogor Padalarang-Bandung dan
Surabaya kota-Wonokromo Jalur rel yang ada memiliki beban ganda antara 9 sd 18
ton yang mampu mendukung kecepatan kereta api antara 60-110 kmjam Panjang
rel di Jawa yang masih dioperasikan sepanjang 3216 km dan di Sumatera sepanjang
1348 km Sebagian dari jalur tersebut kondisinya sudah kurang layak operasi
sehingga sangat rawan terhadap kecelakaan
Prasarana persinyalan mencakup perangkat sinyal pintu perlintasan telepontelegraf
saluran fisik jaringan radio Sampai dengan tahun 2000 telah dilakukan modernisasi
(elektrifikasi) persinyalan di 183 stasiun Ada tiga sistem persinyalan yang
dioperasikan di Jawa maupun Sumatera yaitu electronic interlocking system all
relayNX-interlocking system dan electro mechanical interlocking system Jumlah
pintu perlintasan ada 8385 unit sebanyak 1145 unit dijaga dan sisanya sebanyak
7240 unit tidak dijaga Jumlah perlintasan tersebut belum termasuk sekitar 17000
perlintasan yang belum terdaftar
III Keselamatan KA
Permasalahan perkeretaapian Indonesia saat ini sangat rumit sulit dinamis dengan
tantangan yang terus berkembang Sejak dulu hingga kini kereta api selalu
berhadapan dengan tantangan kompetisi yang tinggi dari moda lain Jika dulu
berhadapan dengan perkembangan otomotif maka kini tantangan datang dari
perangkutan udara dengan tarif yang sangat kompetitif Namun yang saat ini
mengganggu perkererataapian Indonesia adalah tingginya tingkat kecelakaan Pada
Gambar-1 diperlihatkan trend kecelakaan kereta api periode 2000-2005 Frekuensi
kecelakaan sangat tinggi dan banyak menelan korban jiwa dengan korban mayoritas
dari kalangan rakyat kecil Padahal kereta api sangat diharapkan menjadi moda
transportasi yang paling aman murah andal dan cepat anti kemacetan lalu-lintas
Seperti yang disampaikan dalam gambar 41 dalam periode Januari 2004 sd Mei
2006 di Indonesia telah terjadi kecelakaan kereta api sebanyak 359 kali dengan
jumlah korban jiwa 139 orang dan luka berat 219 orang Kecelakaan kereta api ini
dalam lingkungan perkeretaapian disebut PLH (Peristiwa Luar biasa Hebat) yaitu
suatu kecelakaan yang mengakibatkan korban jiwa atau luka berat atau
mengakibatkan rintangan jalan yang mengganggu operasi KA Tabrakan KA vs KA
terjadi sebanyak 20 kali rata-rata 8 kali dalam satu tahun Tingginya frekuensi
kecelakaan katergori ini sangat mengkhawatirkan dan termasuk dalam kategori
terburuk di dunia Kecelakaan KA anjlok terjadi sebanyak 211 kali atau 59 dari
jumlah total kecelakaan Tabrakan KA dengan kendaraan umum sebanyak 46 kali
terjadi Kecelakaan akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali yang mayoritas
merupkan kecelakaan akibat pejalan kaki tertabrak kereta api
Kecelakaan KA akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali 20 dari jumlah total
kecelakaan dengan jumlah korban jiwa sebanyak 22 orang Mayoritas Korban
adalah pejalan kaki yang tertabrak KA akibat kelalaian waktu berada di sekitar
daerah jalur operasi KA
Jumlah korban jiwa (tidak termasuk luka berat) akibat kecelakaan kereta api dalam
periode Januari 2004 sd Mei 2005 adalah ebesar 139 orang degan perincian seperti
yang diperlihatkan pada Gambar 43 Korban jiwa terbesar adalah akibat tabrakan
KA dengan dengan kendaraan umum di perlintasan sebidang yaitu sebesar 91 orang
atau sebesar 66 total jumlah korban Kemudian disusul akibat tabrakan KA vs KA
yang yang menyebabkan korban jiwa sebanyak 24 orang atau 17 dari jumlah total
korban
Identifikasi Masalah
Tabrakan KA vs KA
Tabrakan antar KA merupakan kecelakaan dalam kategori malapetaka besar
(catastrophic) yang secara teoritis seharusnya dapat dan harus dicegah Kecelakaan
ini memiliki potensi korban jiwa yang sangat besar mengingat kapasitas angkut KA
ratusan orang dan juga berpotensi menimbulkan kerugian finansial yang sangat
besar akibat kerusakan saranaprasarana (harga satu unit lokomotif sekitar Rp15
Milyar)
Dalam periode delapan tahun terakhir di Indonesia telah terjadi 64 kali tabrakan KA
vs KA Tragedi Bintaro merupakan lembaran hitam dalam sejarah perkeretaapian
Indonesia yaitu kasus tabrakan antara dua KA Ekonomi di Bintaro Jakarta Selatan
pada tahun 1987 yang menelan korban jiwa 153 orang dan korban luka berat 300
orang Untuk mencegah terulangnya kembali tragedi tersebut berbagai upaya sudah
dilakukan baik oleh pemerintah maupun KAI Antara lain dengan melakukan
modernisasi persinyalan namun demikian hasilnya belum seperti yang diharapkan
Berdasarkan hasil investigasi dari 64 kecelakaan tabrakan antar KA dalam delapan
tahun terakhir sebanyak 51 kali atau 80 disebabkan oleh faktor manusia hanya
20 yang diakibatkan oleh faktor teknik
Dalam periode Januari 2004-Mei 2006 telah terjadi 20 kali tabrakan KA vs KA
dengan jumlah korban meninggal 24 orang (Gambar 42) Dari hasil investigasi
penyebab kecelakaan sebanyak 75 adalah akibat faktor manusia antara lain
pelanggaran sinyal atau PSAD (Passed Signal at Danger) masinis tertidur PPKA
salah memberi sinyal PPKA tertidur Sedangkan kontribusi sarana terhadap
kecelakaan hanya 5 (rem rusak) faktor manusia eksternal 5 (sabotase) dan yang
dalam pengusutan sebesar 15
Dalam bulan Maret-April tahun 2006 ini sudah terjadi 4 kali kecelakaan Salah satu
diantaranya yang terjadi di daerah operasi Semarang berakibat sangat fatal
menewaskan 13 orang dan 20 orang mengalami luka berat Dan lagi-lagi
berdasarkan hasil investigasi sumber penyebabnya adalah akibat masinis melanggar
sinyal (PSAD)
Tabrakan antar KA memiliki potensi korban jiwa dan korban finansial juga
memiliki dampak sosial dan secara teoritis dapat dihindari maka dalam manajemen
keselamatan harus sepenuhnya dapat dicegah dengan kategori zero tolerance
Tingginya frekuensi tabrakan antar kereta api di Indonesia telah mengubah persepsi
persepsi keandalan faktor keamanan yang sudah melekat dan menjadi citra moda
transportasi KA Tingginya frekuensi tabrakan antar KA akan mengasosiasikan
faktor keselamatan KA tidak berbeda dengan bus atau angkutan umum Namun yang
menjadi persoalan tabrakan antar KA seharusnya kejadian yang secara teoritis dapat
dihindari dan dapat dikendalikan asalkan dapat diketahui sumber penyebabnya
Tabrakan antar KA dalam satu kali dalam setahun adalah sudah terlalu banyak
Namun demikian kasus tabrakan antar KA di Indonesia rata-rata dalam setahun 8
kali Diduga kuat upaya-upaya pencegahan yang telah dilakukan belum memadai
atau belum komprehensif
Tabrakan KA vs Kendaraan Umum
Dalam periode Janrsquo04 sd Meirsquo06 tabrakan KA vs Kendaraan Umum terjadi
sebanyak 46 kali atau 13 dari total jumlah kecelakaan Jumlah korban meninggal
sebanyak 91 orang dan luka berat 93 orang Jumlah korban jiwa adalah 65 dari
total jumlah korban jiwa dalam periode tersebut Semua kecelakaan terjadi di lokasi
perlintasan KA sebidang baik yang dijaga maupun yang tidak dijaga dan sebagian
besar terjadi di Jawa Kecelakaan ini dalam beberapa kali kasus menimbulkan
jumlah korban yang sangat besar karena KA menabrak bus atau angkutan umum
yang sarat penumpang
Perlintasan KA sebidang di Jawa dan Sumatera yang terdaftar resmi di Dephub
mencapai 8385 buah (tidak termasuk ribuan perlintasan liar) dan yang dijaga hanya
1145 buah (14) Sisanya sebanyak 7240 buah (86) tidak dijaga dan pada
umumnya tidak dilengkapi dengan persinyalan yang memadai Di daerah Jawa
perlintasan yang tidak dijaga lebih dari 6602 buah Dengan semakin tingginya
frekuensi lalu-lintas kendaraan umum maka tidak mengherankan tabrakan KA vs
Kendaraan Umum akan cenderung semakin tinggi
Perlintasan sebidang tidak semua dijaga karena kendala keterbatasan dana
Pembuatan jalan layang (fly over) atau terowongan (underpass) sulit untuk
diwujudkan karena biaya pembangunannya sangat mahal Alasan lainnya pada saat
perlintasan KA dibangun kondisi lalu-lintas kendaraan umum belum sepadat
sekarang Dengan berkembangnya lingkungan sosial dan ekonomi memicu
tumbuhnya pemukiman disekitar jalur KA dan bertambah pesatnya jumlah
pengendara kendaraan bermotor Hal ini kemudian mendorong bertambahnya
jumlah perlintasan baru (liar) Perlintasan ini banyak yang dibiarkan terbuka tanpa
pintu ataupun penjaga sehingga titik-titik rawan kecelakaan semakin bertambah
banyak
httpperkeretaapiandephubgoidindexphp
option=com_contentampview=articleampid=108ampItemid=26ampa728c66ceac927a1a5624c
56ff8c277c=27eeb8eb8075a712111282208e8edd52
Masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh kecelakaan lalu lintas kereta api adalah
1 Trauma kepala trauma thorak trauma abdomen
2 Fraktur
3 Ruptur organ dalam
4 Luka bakar
5 Laserasi
6 Kematian
A KONSEP DASAR PENYAKIT
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN FRAKTUR
By Iwan Sain SKp MKes
A Konsep Medis
1 Anatomi dan Fisiologi
a Anatomi Tulang
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler Tulang berasal dari
embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses ldquoOsteogenesisrdquo menjadi
tulang Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut ldquoOsteoblastrdquo Proses
mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium
Ada 206 tulang dalam tubuh manusia Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima
kelompok berdasarkan bentuknya
1) Tulang panjang (Femur Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang
disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis Di sebelah proksimal dari
epifisis terdapat metafisis Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang
rawan yang tumbuh yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan
Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis Tulang
rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas dan tulang
memanjang Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat Epifisis dibentuk dari
spongi bone (cancellous atau trabecular) Pada akhir tahun-tahun remaja tulang
rawan habis lempeng epifisis berfusi dan tulang berhenti tumbuh Hormon
pertumbuhan estrogen dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang
Estrogen bersama dengan testosteron merangsang fusi lempeng epifisis Batang
suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis Kanalis
medularis berisi sumsum tulang
2) Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous
(spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat
3) Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan
lapisan luar adalah tulang concellous
4) Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek
5) Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang terletak di sekitar tulang yang
berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial
misalnya patella (kap lutut)
Tulang tersusun atas sel matriks protein dan deposit mineral Sel-selnya terdiri atas
tiga jenis dasar-osteoblas osteosit dan osteoklas Osteoblas berfungsi dalam
pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang Matriks tersusun atas
98 kolagen dan 2 subtansi dasar (glukosaminoglikan asam polisakarida) dan
proteoglikan) Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik
ditimbun Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang
dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ) Osteoklas adalah sel multinuclear
( berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran resorpsi dan remosdeling
tulang
Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa Ditengah osteon
terdapat kapiler Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang
dinamakan lamella Didalam lamella terdapat osteosit yang memperoleh nutrisi
melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang
menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 01 mm)
Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum
Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh selain sebagai
tempat perlekatan tendon dan ligamen Periosteum mengandung saraf pembuluh
darah dan limfatik Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung
osteoblast yang merupakan sel pembentuk tulang
Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang
panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus Osteoklast yang melarutkan
tulang untuk memelihara rongga sumsum terletak dekat endosteum dan dalam
lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang)
Gambar 1 Anatomi tulang panjang
Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 bahan organik (hidup) dan 70 endapan
garam Bahan organik disebut matriks dan terdiri dari lebih dari 90 serat kolagen
dan kurang dari 10 proteoglikan (protein plus sakarida) Deposit garam terutama
adalah kalsium dan fosfat dengan sedikit natrium kalium karbonat dan ion
magnesium Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen
melalui proteoglikan Adanya bahan organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan
tensif (resistensi terhadap tarikan yang meregangkan) Sedangkan garam-garam
menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan)
Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa
pemanjangan dan penebalan tulang Kecepatan pembentukan tulang berubah selama
hidup Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn hormon faktor makanan dan
jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang dan terjadi akibat aktivitas sel-sel
pembentuk tulang yaitu osteoblas
Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang Osteoblas berespon terhadap
berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang Sewaktu pertama kali
dibentuk matriks tulang disebut osteoid Dalam beberapa hari garam-garam kalsium
mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan
berikutnya Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid dan disebut
osteosit atau sel tulang sejati Seiring dengan terbentuknya tulang osteosit dimatriks
membentuk tonjolan-tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit
lainnya membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang
Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang sebagian ion
kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi Garam nonkristal ini dianggap
sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan yaitu dapat dipindahkan dengan cepat
antara tulang cairan interstisium dan darah
Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi terjadi secara bersamaan dengan
pembentukan tulang Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut
osteoklas Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel
mirip-monosit yang terdapat di tulang Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai
asam dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis Osteoklas
biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang dan memfagosit
tulang sedikit demi sedikit Setelah selesai di suatu daerah osteoklas menghilang dan
muncul osteoblas 0steoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan
tulang baru Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan
tulang baru yang lebih kuat
Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus
menerus diperbarui atau mengalami remodeling Pada anak dan remaja aktivitas
osteoblas melebihi aktivitas osteoklas sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan
menebal Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang
pulih dari fraktur Pada orang dewasa muda aktivitas osteoblas dan osteoklas
biasanya setara sehingga jumlah total massa tulang konstan Pada usia pertengahan
aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai
berkurang Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami
imobilisasi Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan dominansi aktivitas osteoklas
dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah Aktivitas osteoblas
dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon
Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan
stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang Fraktur
tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas tetapi mekanisme pastinya
belum jelas Estrogen testosteron dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat
bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang Pertumbuhan tulang dipercepat
semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut Estrogen dan
testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan
merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang) Sewaktu kadar
estrogen turun pada masa menopaus aktivitas osteoblas berkurang Defisiensi
hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang
Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan
bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan
kalsium di usus Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah yang mendorong
kalsifikasi tulang Namun vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar
kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang Dengan demikian vitamin
D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan
menyebabkan absorpsi tulang
Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh
hormon paratiroid Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang
terletak tepat di belakang kelenjar tiroid Pelepasan hormon paratiroid meningkat
sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum Hormon paratiroid
meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk
membebaskan kalsium ke dalam darah Peningkatan kalsium serum bekerja secara
umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut
Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas
Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan
menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi
ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah Pengaktifan vitamin
D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid Sedangkan kalsitonin adalah suatu
hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan
kadar kalsium serum Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan
pernbentukan osteoklas Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga
menurunkan kadar kalsium serum
b Fisiologi Tulang
Fungsi tulang adalah sebagai berikut
1) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh
2) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung otak dan paru-paru) dan jaringan
lunak
3) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan
pergerakan)
4) Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema
topoiesis)
5) Menyimpan garam mineral misalnya kalsium fosfor
2 Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan
oleh rudapaksa (Mansjoer et al 2000) Sedangkan menurut Linda Juall C dalam
buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah
rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap oleh tulang
Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman 2000) Pendapat lain menyatakan
bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih
utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson M A 1992)
3 Etiologi
1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan
Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring
2) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam
jalur hantaran vektor kekerasan
3) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadiKekuatan dapat berupa
pemuntiran penekukan penekukan dan penekanan kombinasi dari ketiganya dan
penarikan
4 Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya
atau terputusnya kontinuitas tulang Setelah terjadi fraktur periosteum dan pembuluh
darah serta saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus
tulang rusak Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian
tulang yang patah Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya
respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi eksudasi plasma dan leukosit
dan infiltrasi sel darah putih Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1) Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar
waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur
2) Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan elastisitas kelelahan dan
kepadatan atau kekerasan tulang
5 Klasifikasi Fraktur
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis dibagi
menjadi beberapa kelompok yaitu
a Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)
1) Faktur Tertutup (Closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi
2) Fraktur Terbuka (OpenCompound) bila terdapat hubungan antara hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit
b Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur
1) Fraktur Komplit bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto
2) Fraktru Inkomplit bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti
a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
b) Buckle atau Torus Fraktur bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya
c) Green Stick Fraktur mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya
yang terjadi pada tulang panjang
c Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme
trauma
1) Fraktur Transversal fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung
2) Fraktur Oblik fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga
3) Fraktur Spiral fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi
4) Fraktur Kompresi fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain
5) Fraktur Avulsi fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang
d Berdasarkan jumlah garis patah
1) Fraktur Komunitif fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan
2) Fraktur Segmental fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan
3) Fraktur Multiple fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama
e Berdasarkan pergeseran fragmen tulang
1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh
2) Fraktur Displaced (bergeser) terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen terbagi atas
a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan
overlapping)
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)
f Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian
1 13 proksimal
2 13 medial
3 13 distal
g Fraktur Kelelahan fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang
h Fraktur Patologis fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan
lunak sekitar trauma yaitu
a Tingkat 0 fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya
b Tingkat 1 fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan
c Tingkat 2 fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan
d Tingkat 3 cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan
ancaman sindroma kompartement
6 Manifestasi Klinik
a Deformitas
b Bengkakedema
c Echimosis (Memar)
d Spasme otot
e Nyeri
f Kuranghilang sensasi
g Krepitasi
h Pergerakan abnormal
i Rontgen abnormal
7 Test Diagnostik
a Pemeriksaan Rontgen menentukan lokasiluasnya frakturluasnyatrauma
skan tulang temogram scan CI memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
b Hitung darah lengkap HB mungkin meningkatmenurun
c Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma
d Kreatinin traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal
e Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi
multiple atau cederah hati
8 Penatalaksanaan Medik
a Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan
disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period) Kuman belum
terlalu jauh meresap dilakukan
1) Pembersihan luka
2) Exici
3) Hecting situasi
4) Antibiotik
b Seluruh Fraktur
1) RekognisisPengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya
2) ReduksiManipulasiReposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara
optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner
2001)
Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi
fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang
mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera
mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi
karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi
semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan
Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani
prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan
sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan
dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut
Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)
dengan manipulasi dan traksi manual
Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan
alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan
menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk
mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar
Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan
untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang
sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat
dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi
Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan
pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin
kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat
ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat
tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang
3) RetensiImmobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimun
Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi
atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi
eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau
fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan
sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur
4) Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus
dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran
darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera
bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan
ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan
perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik
dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan
peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk
memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada
aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna
memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas
fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang
diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan
9 Proses Penyembuhan Tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang
tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru
diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang
Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu
1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel
darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat
tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan
perdarahan berhenti sama sekali
2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang
berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma
Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih
dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam
beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang
yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai
tergantung frakturnya
3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila
diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga
kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai
berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal
dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman
tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4
minggu setelah fraktur menyatu
4) Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi
lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos
melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi
celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses
yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk
membawa beban yang normal
5) Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa
bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan
pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan
pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang
rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan
normalnya
10 Komplikasi
1) Komplikasi Awal
a Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT
menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas
yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang
sakit tindakan reduksi dan pembedahan
b Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh
darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu
kuat
c Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada
kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone
marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam
darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi
tachypnea demam
d Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain
dalam pembedahan seperti pin dan plat
e Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkmanrsquos Ischemia
f Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada
fraktur
2) Komplikasi Dalam Waktu Lama
b Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai
darah ke tulang
c Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang
d Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik
B Konsep Keperawatan
Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses
keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian
diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi
1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan
sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas
a Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status
perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal
MRS diagnosa medis
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut
bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan
(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri
(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk
(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi
(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya
(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa
kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan
yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui
mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
(Ignatavicius Donna D 1995)
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu
seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang
sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki
sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan
secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna
D 1995)
g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya
dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium
pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien
melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)
(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya
seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari
nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada
lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien
(3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun
begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola
eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya
warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola
Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan
tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)
(4) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal
lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena
ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan
yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)
(5) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien
harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)
(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan
akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
(Ignatavicius Donna D 1995)
(7) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur
sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya
tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
(8) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah
anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)
10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan
timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh
klien bisa tidak efektif
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien
2) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi
hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan
(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti
(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung
pada keadaan klien
(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut
(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk
(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
(a) Sistem Integumen
Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri
tekan
(b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada
nyeri kepala
(c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada
(d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk
Tak ada lesi simetris tak oedema
(e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan)
(f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan
(g) Hidung
Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung
(h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat
(i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris
(j) Paru
(1) Inspeksi
Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien
yang berhubungan dengan paru
(2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama
(3) Perkusi
Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya
(4) Auskultasi
Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor
dan ronchi
(k) Jantung
(1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung
(2) Palpasi
Nadi meningkat iktus tidak teraba
(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur
(l) Abdomen
(1) Inspeksi
Bentuk datar simetris tidak ada hernia
(2) Palpasi
Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba
(3) Perkusi
Suara thympani ada pantulan gelombang cairan
(4) Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kalimenit
(m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB
b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai
status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia
Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain
(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi)
(b) Cape au lait spot (birth mark)
(c) Fistulae
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi
(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal)
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi
netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien
Yang perlu dicatat adalah
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary
refill time Normal 3 ndash 5 ldquo
(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama
disekitar persendian
(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal
tengah atau distal)
Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler
Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya
konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan
ukurannya
(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan
ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan
lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari
titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah
ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan
aktif dan pasif
(Reksoprodjo Soelarto 1995)
3) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan
sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi
untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu
disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan
penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca
pada x-ray
(1) Bayangan jaringan lunak
(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi
(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction
(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti
(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang
kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya
(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma
(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa
(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak
b) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang
(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang
(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)
Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang
c) Pemeriksaan lain-lain
(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi
(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi
(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur
(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan
(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang
(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
3 Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah
sebagai berikut
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)
g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
(Doengoes 2000)
4 Intervensi Keperawatan
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan
tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan
tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai
indikasi untuk situasi individual
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat
dan atau traksi
2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena
3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif
4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan
posisi)
5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi
visual aktivitas dipersional)
6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan
7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-
tanda vital)
Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi
Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri
Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler
Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang
mungkin berlangsung lama
Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri
Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara
sentral maupun perifer
Menilai perkembangan masalah klien
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria
akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi
distal cedera
2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat
3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi
adanya sindroma kompartemen
4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan
5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit
distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal
Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi
Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan
bebatspalk
Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan
hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi
Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena
Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan
klien
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan
kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif
2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien
3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan
kortikosteroid sesuai indikasi
4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit
5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya
stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral
Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi
Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru
Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid
telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak
Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas
anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan
penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak
Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi
pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan
kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik
yang memampukan melakukan aktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran
kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien
2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun
yang sehat sesuai keadaan klien
3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi
4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien
5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien
6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari
7 Berikan diet TKTP
8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi
9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi
Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu
menurunkan isolasi sosial
Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot
mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi
kalsium karena imobilisasi
Mempertahankan posis fungsional ekstremitas
Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan
klien
Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis
penumonia)
Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi
Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis tubuh
Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara
individual
Menilai perkembangan masalah klien
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan
perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai
indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun
kencang bantalan bawah siku tumit)
2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips
3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal
4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi
pentraksi
Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas
Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap
tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi
Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal
Menilai perkembangan masalah klien
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang
Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase
purulen atau eritema dan demam
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol
2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen
3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi
4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur
dan sensitivitas lukaserumtulang)
5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka
Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka
Meminimalkan kontaminasi
Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis
mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus
Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED
dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab
infeksi
Mengevaluasi perkembangan masalah klien
h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien
mengerti dan memahami tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran
2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik
3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat
demam perubahan sensasi kulit distal cedera)
4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan
Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien
untuk mengikuti program pembelajaran
Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan
program terapi fisik
Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang
memerulukan intervensi lebih lanjut
Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi
klien
B Evaluasi
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat
o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
o Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami
httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-
terbukahtml
Peran Perawat saat terjadi kecelakaan
Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan
Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan
Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian
memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain
sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban
Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan
Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan
ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk
seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan
Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim
Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja
di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas
pada manajemen pra-rumah sakit
Triage
Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut
urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera
diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang
percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda
Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana
kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan
diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini
akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya
untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan
efisienrdquo
Kategori Triage
bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull
6
Ada sistim 4 level untuk kategori triage
1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa
yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal
tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal
vasa besar dan cedera jalan nafas
2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak
ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran
pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas
perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25
3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan
dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal
lacerasi minor memar dan lecet
4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan
meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat
derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital
Metode penilaian triage
Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage
berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh
tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap
diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik
cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini
dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment
Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda
Tdk
Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant
Jalan Nafas
Ya Ya
Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA
lt 30
Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan
lt 2 detik
Dapat diperintah --------------------------------------------
Ya
TUNDA
Gambar ALGORITME TRIAGE START
Pemulihan
Saran
Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa
yang akan datang maka di rekomendasikan
1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali
Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan
Komandan Medik
2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan
Ambulans berikut Tim Ambulans-nya
3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima
kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik
Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan
Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk
menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal
4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional
daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana
5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai
salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai
pihak
HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN
BENCANA
(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn
KIC Mkes KNA
Rel biasanya dipasang di atas badan jalan yang dilapis dengan batu kericak atau
dikenal sebagai Balast Balast berfungsi pada rel kereta api untuk meredam getaran
dan lenturan rel akibat beratnya kereta api Untuk menyeberangi jembatan
digunakan bantalan kayu yang lebih elastis ketimbang bantalan beton
a Jenis rel berdasarkan berat
Rel yang digunakan di Indonesia menggunakan standar UIC dengan Standar
Rel 25 yang berarti 25 kgm
Rel 33
Rel 44
Rel 52
Rel 54
Rel 60
b Lebar traklebar relGauge
Ada beberapa lebar (gauge) yang digunakan semakin lebar semakin stabil sehingga
semakin tinggi kecepatan kereta apinya Lebar trak yang umum digunakan
diantaranya
Lebar 700 mm digunakan Kereta api Aceh dari Besitang menuju Banda Aceh
yang saat ini sudah tidak digunakan lagi
Lebar 1000 mm disebut juga meter gauge digunakan di Malaysia
Lebar 1067 mm atau 3 kaki 6 inci merupakan lebar rel yang digunakan secara
umum di Indonesia disebut juga sebagai Narrow gauge Narrow gauge cocok untuk
daerah yang bergunung-gunung karena trak yang lebar membutuhkan biaya besar
dan pembangunannya lebih sulit
Lebar 1435 mm atau 4 kaki 85 inci merupakan rel yang banyak digunakan
didunia sehingga disebut juga sebagai Standar gauge
c Penyambungan rel
Rel karena alasan transportasi menuju ke lokasi biasanya dari pabrik pembuat rel
dipotong menjadi rel dengan panjang 25 m Untuk meningkatkan kenyamanan
penggunaan kereta api yang berjalan diatasnya maka rel tersebut disambung
Penyambungan rel dilakukan dengan beberapa cara
1 Las termit
Salah satu cara yang umum digunakan adalah dengan las termit dilokasi sehingga
bisa menjadi rel yang menerus Pengelasan menggunakan las termit dengan
menggunakan bahan kimia senyawa besi yang ditempatkan diantara kedua rel
kemudian bahan tersebut direaksikan pada suhu sampai mencairkan bahan kimia
tersebut dan menyambung rel tersebut sisa hasil reaksi kimia tersebut kemudian
dipotong dan diratakan dengan rel
2 Sambungan baut
3 Fishplate diantara 2 rel yang disambung
Pada sambungan ini digunakan suatu penyangga yang disebut sebagai fish plate yang
dibaut pada kedua rel yang disambung
Stasiun kereta api adalah tempat di mana para penumpang dapat naik-turun dalam
memakai sarana transportasi kereta api Selain stasiun pada masa lalu dikenal juga
dengan halte kereta api yang memiliki fungsi nyaris sama dengan stasiun kereta api
Untuk daerahkota yang baru dibangun mungkin stasiun portabel dapat dipergunakan
sebagai halte kereta
Fasilitas stasiun kereta api umumnya terdiri atas
Pelataran parkir di muka stasiun
Tempat penjualan tiket dan loket informasi
Peron atau ruang tunggu
Ruang kepala stasiun dan
Ruang PPKA (Pengatur Perjalanan Kereta Api) beserta peralatannya seperti
sinyal wesel (alat pemindah jalur) telepon telegraf dan lain sebagainya
httpidwikipediaorgwikiTransportasi
httpwwwbnpbgoidwebsiteindexphp
option=com_contentamptask=viewampid=2101
Statistik Bencana Tahun 2008
Selasa 27012009 040225
Kejadian Bencana di Indonesia tahun 2008
Korban Meninggal dan Hilang Akibat Bencana Tahun 2008
KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA
I latar Belakang
Kereta api di Indonesia sudah ada sejak 138 tahun yang lalu Jaringan kereta api di
Indonesia sebagian besar merupakan peninggalan jaman Belanda meliputi lintasan
sepanjang 6482 km yang tersebar di Jawa dan Sumatera dimana 70 diantaranya
terletak di pulau Jawa Usia jaringan KA umumnya sudah sangat tua 25 sudah
berusia 70-137 tahun 44 berusia antara 10-70 tahun
Di Jawa terdapat tiga lintas pelayanan utama yaitu Jakarta-Bandung Jakarta-
Semarang-Surabaya (disebut lintas utara) dan Jakarta-Yogyakarta-Surabaya (disebut
lintas selatan) Sementara di Sumatera terdapat tiga sub-jaringan KA yang terpisah
satu sama lain yakni sub-jaringan Sumatera bagian Utara sub-jaringan Sumatera
bagian Barat dan sub-jaringan Sumatera bagian Selatan
Sebelum perang dunia kedua angkutan KA di Indonesia dikelola oleh perusahaan
swasta Belanda Selanjutnya pada tahun 1950 pengelolaan diserahkan kepada
Kementerian Komunikasi Republik Indonesia melalui DKA (Djawatan Kereta Api)
Kemudian secara berturut-turut pengelola KA mengalami beberapa kali perubahan
nama dan status yaitu PNKA (Perusahaan Negara Kereta Api ) pada tahun 1963
PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api ) pada tahun 1971 PERUMKA (Perusahaan
Umum Kereta Api) pada bulan Januari tahun 1991 dan terakhir pada bulan Juni
tahun 1999 berubah menjadi PT KAI - Kereta Api Indonesia (Persero)
Sampai saat ini kereta api masih dianggap sebagai tulang punggung sistem
transportasi darat di berbagai wilayah di belahan dunia baik untuk angkutan barang
ataupun penumpang Namun demikian di Indonesia peran kereta api masih sangat
marginal Dari sisi market share angkutan antar moda saat ini share kereta api untuk
angkutan penumpang hanya sebesar 73 dan angkutan barang lebih kurang 06
Dalam tahun 2005 KAI berhasil mengangkut penumpang sebanyak 1479 juta orang
dan mengangkut barang sebanyak 173 juta ton
Permasalahan yang cukup mengganggu perkeretaapian saat ini adalah tingginya
tingkat kecelakaan Trend kecelakaan KA dalam periode tahun 2000 ndash 2005 yang
diperlihatkan pada Gambar-1 dapat memberikan gambaran bahwa tingkat
keselamatan angkutan KA selama tahun 2000-2005 sangat buruk
Sumber Direktorat jenderal perkeretaapian Kementrian republik Indonesia
II Kondisi Prasarana amp Sarana
Sarana kereta api meliputi lokomotif kereta gerbong KRL dan KRD Jumlah
lokomotif yang dimiliki saat ini sebanyak 333 unit lebih dari 60 diantaranya
berusia lebih dari 20 tahun Karena keterbatasan jumlah lokomotif seringkali
dioperasikan hingga jarak 1400 kmhari jauh melampaui batas ideal 900 kmhari
Pada tahun 2005 terjadi lok mogok sebanyak 1519 kali yang mencerminkan kondisi
lokomotif sebagian sudah kurang baik Jumlah kereta 1243 unit lebih dari 45
diantaranya berusia diatas 30 tahun
Prasarana jalan rel yang ada saat ini pada umumnya masih jalur tunggal Jalur ganda
baru tersedia di jalur Jakarta-Cikampek Jakarta-Bogor Padalarang-Bandung dan
Surabaya kota-Wonokromo Jalur rel yang ada memiliki beban ganda antara 9 sd 18
ton yang mampu mendukung kecepatan kereta api antara 60-110 kmjam Panjang
rel di Jawa yang masih dioperasikan sepanjang 3216 km dan di Sumatera sepanjang
1348 km Sebagian dari jalur tersebut kondisinya sudah kurang layak operasi
sehingga sangat rawan terhadap kecelakaan
Prasarana persinyalan mencakup perangkat sinyal pintu perlintasan telepontelegraf
saluran fisik jaringan radio Sampai dengan tahun 2000 telah dilakukan modernisasi
(elektrifikasi) persinyalan di 183 stasiun Ada tiga sistem persinyalan yang
dioperasikan di Jawa maupun Sumatera yaitu electronic interlocking system all
relayNX-interlocking system dan electro mechanical interlocking system Jumlah
pintu perlintasan ada 8385 unit sebanyak 1145 unit dijaga dan sisanya sebanyak
7240 unit tidak dijaga Jumlah perlintasan tersebut belum termasuk sekitar 17000
perlintasan yang belum terdaftar
III Keselamatan KA
Permasalahan perkeretaapian Indonesia saat ini sangat rumit sulit dinamis dengan
tantangan yang terus berkembang Sejak dulu hingga kini kereta api selalu
berhadapan dengan tantangan kompetisi yang tinggi dari moda lain Jika dulu
berhadapan dengan perkembangan otomotif maka kini tantangan datang dari
perangkutan udara dengan tarif yang sangat kompetitif Namun yang saat ini
mengganggu perkererataapian Indonesia adalah tingginya tingkat kecelakaan Pada
Gambar-1 diperlihatkan trend kecelakaan kereta api periode 2000-2005 Frekuensi
kecelakaan sangat tinggi dan banyak menelan korban jiwa dengan korban mayoritas
dari kalangan rakyat kecil Padahal kereta api sangat diharapkan menjadi moda
transportasi yang paling aman murah andal dan cepat anti kemacetan lalu-lintas
Seperti yang disampaikan dalam gambar 41 dalam periode Januari 2004 sd Mei
2006 di Indonesia telah terjadi kecelakaan kereta api sebanyak 359 kali dengan
jumlah korban jiwa 139 orang dan luka berat 219 orang Kecelakaan kereta api ini
dalam lingkungan perkeretaapian disebut PLH (Peristiwa Luar biasa Hebat) yaitu
suatu kecelakaan yang mengakibatkan korban jiwa atau luka berat atau
mengakibatkan rintangan jalan yang mengganggu operasi KA Tabrakan KA vs KA
terjadi sebanyak 20 kali rata-rata 8 kali dalam satu tahun Tingginya frekuensi
kecelakaan katergori ini sangat mengkhawatirkan dan termasuk dalam kategori
terburuk di dunia Kecelakaan KA anjlok terjadi sebanyak 211 kali atau 59 dari
jumlah total kecelakaan Tabrakan KA dengan kendaraan umum sebanyak 46 kali
terjadi Kecelakaan akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali yang mayoritas
merupkan kecelakaan akibat pejalan kaki tertabrak kereta api
Kecelakaan KA akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali 20 dari jumlah total
kecelakaan dengan jumlah korban jiwa sebanyak 22 orang Mayoritas Korban
adalah pejalan kaki yang tertabrak KA akibat kelalaian waktu berada di sekitar
daerah jalur operasi KA
Jumlah korban jiwa (tidak termasuk luka berat) akibat kecelakaan kereta api dalam
periode Januari 2004 sd Mei 2005 adalah ebesar 139 orang degan perincian seperti
yang diperlihatkan pada Gambar 43 Korban jiwa terbesar adalah akibat tabrakan
KA dengan dengan kendaraan umum di perlintasan sebidang yaitu sebesar 91 orang
atau sebesar 66 total jumlah korban Kemudian disusul akibat tabrakan KA vs KA
yang yang menyebabkan korban jiwa sebanyak 24 orang atau 17 dari jumlah total
korban
Identifikasi Masalah
Tabrakan KA vs KA
Tabrakan antar KA merupakan kecelakaan dalam kategori malapetaka besar
(catastrophic) yang secara teoritis seharusnya dapat dan harus dicegah Kecelakaan
ini memiliki potensi korban jiwa yang sangat besar mengingat kapasitas angkut KA
ratusan orang dan juga berpotensi menimbulkan kerugian finansial yang sangat
besar akibat kerusakan saranaprasarana (harga satu unit lokomotif sekitar Rp15
Milyar)
Dalam periode delapan tahun terakhir di Indonesia telah terjadi 64 kali tabrakan KA
vs KA Tragedi Bintaro merupakan lembaran hitam dalam sejarah perkeretaapian
Indonesia yaitu kasus tabrakan antara dua KA Ekonomi di Bintaro Jakarta Selatan
pada tahun 1987 yang menelan korban jiwa 153 orang dan korban luka berat 300
orang Untuk mencegah terulangnya kembali tragedi tersebut berbagai upaya sudah
dilakukan baik oleh pemerintah maupun KAI Antara lain dengan melakukan
modernisasi persinyalan namun demikian hasilnya belum seperti yang diharapkan
Berdasarkan hasil investigasi dari 64 kecelakaan tabrakan antar KA dalam delapan
tahun terakhir sebanyak 51 kali atau 80 disebabkan oleh faktor manusia hanya
20 yang diakibatkan oleh faktor teknik
Dalam periode Januari 2004-Mei 2006 telah terjadi 20 kali tabrakan KA vs KA
dengan jumlah korban meninggal 24 orang (Gambar 42) Dari hasil investigasi
penyebab kecelakaan sebanyak 75 adalah akibat faktor manusia antara lain
pelanggaran sinyal atau PSAD (Passed Signal at Danger) masinis tertidur PPKA
salah memberi sinyal PPKA tertidur Sedangkan kontribusi sarana terhadap
kecelakaan hanya 5 (rem rusak) faktor manusia eksternal 5 (sabotase) dan yang
dalam pengusutan sebesar 15
Dalam bulan Maret-April tahun 2006 ini sudah terjadi 4 kali kecelakaan Salah satu
diantaranya yang terjadi di daerah operasi Semarang berakibat sangat fatal
menewaskan 13 orang dan 20 orang mengalami luka berat Dan lagi-lagi
berdasarkan hasil investigasi sumber penyebabnya adalah akibat masinis melanggar
sinyal (PSAD)
Tabrakan antar KA memiliki potensi korban jiwa dan korban finansial juga
memiliki dampak sosial dan secara teoritis dapat dihindari maka dalam manajemen
keselamatan harus sepenuhnya dapat dicegah dengan kategori zero tolerance
Tingginya frekuensi tabrakan antar kereta api di Indonesia telah mengubah persepsi
persepsi keandalan faktor keamanan yang sudah melekat dan menjadi citra moda
transportasi KA Tingginya frekuensi tabrakan antar KA akan mengasosiasikan
faktor keselamatan KA tidak berbeda dengan bus atau angkutan umum Namun yang
menjadi persoalan tabrakan antar KA seharusnya kejadian yang secara teoritis dapat
dihindari dan dapat dikendalikan asalkan dapat diketahui sumber penyebabnya
Tabrakan antar KA dalam satu kali dalam setahun adalah sudah terlalu banyak
Namun demikian kasus tabrakan antar KA di Indonesia rata-rata dalam setahun 8
kali Diduga kuat upaya-upaya pencegahan yang telah dilakukan belum memadai
atau belum komprehensif
Tabrakan KA vs Kendaraan Umum
Dalam periode Janrsquo04 sd Meirsquo06 tabrakan KA vs Kendaraan Umum terjadi
sebanyak 46 kali atau 13 dari total jumlah kecelakaan Jumlah korban meninggal
sebanyak 91 orang dan luka berat 93 orang Jumlah korban jiwa adalah 65 dari
total jumlah korban jiwa dalam periode tersebut Semua kecelakaan terjadi di lokasi
perlintasan KA sebidang baik yang dijaga maupun yang tidak dijaga dan sebagian
besar terjadi di Jawa Kecelakaan ini dalam beberapa kali kasus menimbulkan
jumlah korban yang sangat besar karena KA menabrak bus atau angkutan umum
yang sarat penumpang
Perlintasan KA sebidang di Jawa dan Sumatera yang terdaftar resmi di Dephub
mencapai 8385 buah (tidak termasuk ribuan perlintasan liar) dan yang dijaga hanya
1145 buah (14) Sisanya sebanyak 7240 buah (86) tidak dijaga dan pada
umumnya tidak dilengkapi dengan persinyalan yang memadai Di daerah Jawa
perlintasan yang tidak dijaga lebih dari 6602 buah Dengan semakin tingginya
frekuensi lalu-lintas kendaraan umum maka tidak mengherankan tabrakan KA vs
Kendaraan Umum akan cenderung semakin tinggi
Perlintasan sebidang tidak semua dijaga karena kendala keterbatasan dana
Pembuatan jalan layang (fly over) atau terowongan (underpass) sulit untuk
diwujudkan karena biaya pembangunannya sangat mahal Alasan lainnya pada saat
perlintasan KA dibangun kondisi lalu-lintas kendaraan umum belum sepadat
sekarang Dengan berkembangnya lingkungan sosial dan ekonomi memicu
tumbuhnya pemukiman disekitar jalur KA dan bertambah pesatnya jumlah
pengendara kendaraan bermotor Hal ini kemudian mendorong bertambahnya
jumlah perlintasan baru (liar) Perlintasan ini banyak yang dibiarkan terbuka tanpa
pintu ataupun penjaga sehingga titik-titik rawan kecelakaan semakin bertambah
banyak
httpperkeretaapiandephubgoidindexphp
option=com_contentampview=articleampid=108ampItemid=26ampa728c66ceac927a1a5624c
56ff8c277c=27eeb8eb8075a712111282208e8edd52
Masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh kecelakaan lalu lintas kereta api adalah
1 Trauma kepala trauma thorak trauma abdomen
2 Fraktur
3 Ruptur organ dalam
4 Luka bakar
5 Laserasi
6 Kematian
A KONSEP DASAR PENYAKIT
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN FRAKTUR
By Iwan Sain SKp MKes
A Konsep Medis
1 Anatomi dan Fisiologi
a Anatomi Tulang
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler Tulang berasal dari
embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses ldquoOsteogenesisrdquo menjadi
tulang Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut ldquoOsteoblastrdquo Proses
mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium
Ada 206 tulang dalam tubuh manusia Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima
kelompok berdasarkan bentuknya
1) Tulang panjang (Femur Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang
disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis Di sebelah proksimal dari
epifisis terdapat metafisis Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang
rawan yang tumbuh yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan
Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis Tulang
rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas dan tulang
memanjang Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat Epifisis dibentuk dari
spongi bone (cancellous atau trabecular) Pada akhir tahun-tahun remaja tulang
rawan habis lempeng epifisis berfusi dan tulang berhenti tumbuh Hormon
pertumbuhan estrogen dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang
Estrogen bersama dengan testosteron merangsang fusi lempeng epifisis Batang
suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis Kanalis
medularis berisi sumsum tulang
2) Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous
(spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat
3) Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan
lapisan luar adalah tulang concellous
4) Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek
5) Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang terletak di sekitar tulang yang
berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial
misalnya patella (kap lutut)
Tulang tersusun atas sel matriks protein dan deposit mineral Sel-selnya terdiri atas
tiga jenis dasar-osteoblas osteosit dan osteoklas Osteoblas berfungsi dalam
pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang Matriks tersusun atas
98 kolagen dan 2 subtansi dasar (glukosaminoglikan asam polisakarida) dan
proteoglikan) Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik
ditimbun Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang
dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ) Osteoklas adalah sel multinuclear
( berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran resorpsi dan remosdeling
tulang
Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa Ditengah osteon
terdapat kapiler Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang
dinamakan lamella Didalam lamella terdapat osteosit yang memperoleh nutrisi
melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang
menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 01 mm)
Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum
Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh selain sebagai
tempat perlekatan tendon dan ligamen Periosteum mengandung saraf pembuluh
darah dan limfatik Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung
osteoblast yang merupakan sel pembentuk tulang
Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang
panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus Osteoklast yang melarutkan
tulang untuk memelihara rongga sumsum terletak dekat endosteum dan dalam
lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang)
Gambar 1 Anatomi tulang panjang
Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 bahan organik (hidup) dan 70 endapan
garam Bahan organik disebut matriks dan terdiri dari lebih dari 90 serat kolagen
dan kurang dari 10 proteoglikan (protein plus sakarida) Deposit garam terutama
adalah kalsium dan fosfat dengan sedikit natrium kalium karbonat dan ion
magnesium Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen
melalui proteoglikan Adanya bahan organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan
tensif (resistensi terhadap tarikan yang meregangkan) Sedangkan garam-garam
menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan)
Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa
pemanjangan dan penebalan tulang Kecepatan pembentukan tulang berubah selama
hidup Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn hormon faktor makanan dan
jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang dan terjadi akibat aktivitas sel-sel
pembentuk tulang yaitu osteoblas
Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang Osteoblas berespon terhadap
berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang Sewaktu pertama kali
dibentuk matriks tulang disebut osteoid Dalam beberapa hari garam-garam kalsium
mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan
berikutnya Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid dan disebut
osteosit atau sel tulang sejati Seiring dengan terbentuknya tulang osteosit dimatriks
membentuk tonjolan-tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit
lainnya membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang
Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang sebagian ion
kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi Garam nonkristal ini dianggap
sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan yaitu dapat dipindahkan dengan cepat
antara tulang cairan interstisium dan darah
Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi terjadi secara bersamaan dengan
pembentukan tulang Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut
osteoklas Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel
mirip-monosit yang terdapat di tulang Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai
asam dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis Osteoklas
biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang dan memfagosit
tulang sedikit demi sedikit Setelah selesai di suatu daerah osteoklas menghilang dan
muncul osteoblas 0steoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan
tulang baru Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan
tulang baru yang lebih kuat
Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus
menerus diperbarui atau mengalami remodeling Pada anak dan remaja aktivitas
osteoblas melebihi aktivitas osteoklas sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan
menebal Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang
pulih dari fraktur Pada orang dewasa muda aktivitas osteoblas dan osteoklas
biasanya setara sehingga jumlah total massa tulang konstan Pada usia pertengahan
aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai
berkurang Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami
imobilisasi Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan dominansi aktivitas osteoklas
dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah Aktivitas osteoblas
dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon
Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan
stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang Fraktur
tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas tetapi mekanisme pastinya
belum jelas Estrogen testosteron dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat
bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang Pertumbuhan tulang dipercepat
semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut Estrogen dan
testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan
merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang) Sewaktu kadar
estrogen turun pada masa menopaus aktivitas osteoblas berkurang Defisiensi
hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang
Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan
bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan
kalsium di usus Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah yang mendorong
kalsifikasi tulang Namun vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar
kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang Dengan demikian vitamin
D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan
menyebabkan absorpsi tulang
Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh
hormon paratiroid Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang
terletak tepat di belakang kelenjar tiroid Pelepasan hormon paratiroid meningkat
sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum Hormon paratiroid
meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk
membebaskan kalsium ke dalam darah Peningkatan kalsium serum bekerja secara
umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut
Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas
Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan
menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi
ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah Pengaktifan vitamin
D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid Sedangkan kalsitonin adalah suatu
hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan
kadar kalsium serum Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan
pernbentukan osteoklas Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga
menurunkan kadar kalsium serum
b Fisiologi Tulang
Fungsi tulang adalah sebagai berikut
1) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh
2) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung otak dan paru-paru) dan jaringan
lunak
3) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan
pergerakan)
4) Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema
topoiesis)
5) Menyimpan garam mineral misalnya kalsium fosfor
2 Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan
oleh rudapaksa (Mansjoer et al 2000) Sedangkan menurut Linda Juall C dalam
buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah
rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap oleh tulang
Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman 2000) Pendapat lain menyatakan
bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih
utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson M A 1992)
3 Etiologi
1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan
Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring
2) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam
jalur hantaran vektor kekerasan
3) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadiKekuatan dapat berupa
pemuntiran penekukan penekukan dan penekanan kombinasi dari ketiganya dan
penarikan
4 Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya
atau terputusnya kontinuitas tulang Setelah terjadi fraktur periosteum dan pembuluh
darah serta saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus
tulang rusak Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian
tulang yang patah Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya
respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi eksudasi plasma dan leukosit
dan infiltrasi sel darah putih Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1) Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar
waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur
2) Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan elastisitas kelelahan dan
kepadatan atau kekerasan tulang
5 Klasifikasi Fraktur
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis dibagi
menjadi beberapa kelompok yaitu
a Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)
1) Faktur Tertutup (Closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi
2) Fraktur Terbuka (OpenCompound) bila terdapat hubungan antara hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit
b Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur
1) Fraktur Komplit bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto
2) Fraktru Inkomplit bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti
a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
b) Buckle atau Torus Fraktur bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya
c) Green Stick Fraktur mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya
yang terjadi pada tulang panjang
c Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme
trauma
1) Fraktur Transversal fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung
2) Fraktur Oblik fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga
3) Fraktur Spiral fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi
4) Fraktur Kompresi fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain
5) Fraktur Avulsi fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang
d Berdasarkan jumlah garis patah
1) Fraktur Komunitif fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan
2) Fraktur Segmental fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan
3) Fraktur Multiple fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama
e Berdasarkan pergeseran fragmen tulang
1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh
2) Fraktur Displaced (bergeser) terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen terbagi atas
a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan
overlapping)
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)
f Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian
1 13 proksimal
2 13 medial
3 13 distal
g Fraktur Kelelahan fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang
h Fraktur Patologis fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan
lunak sekitar trauma yaitu
a Tingkat 0 fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya
b Tingkat 1 fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan
c Tingkat 2 fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan
d Tingkat 3 cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan
ancaman sindroma kompartement
6 Manifestasi Klinik
a Deformitas
b Bengkakedema
c Echimosis (Memar)
d Spasme otot
e Nyeri
f Kuranghilang sensasi
g Krepitasi
h Pergerakan abnormal
i Rontgen abnormal
7 Test Diagnostik
a Pemeriksaan Rontgen menentukan lokasiluasnya frakturluasnyatrauma
skan tulang temogram scan CI memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
b Hitung darah lengkap HB mungkin meningkatmenurun
c Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma
d Kreatinin traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal
e Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi
multiple atau cederah hati
8 Penatalaksanaan Medik
a Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan
disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period) Kuman belum
terlalu jauh meresap dilakukan
1) Pembersihan luka
2) Exici
3) Hecting situasi
4) Antibiotik
b Seluruh Fraktur
1) RekognisisPengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya
2) ReduksiManipulasiReposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara
optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner
2001)
Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi
fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang
mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera
mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi
karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi
semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan
Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani
prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan
sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan
dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut
Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)
dengan manipulasi dan traksi manual
Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan
alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan
menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk
mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar
Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan
untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang
sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat
dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi
Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan
pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin
kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat
ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat
tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang
3) RetensiImmobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimun
Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi
atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi
eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau
fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan
sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur
4) Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus
dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran
darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera
bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan
ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan
perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik
dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan
peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk
memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada
aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna
memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas
fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang
diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan
9 Proses Penyembuhan Tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang
tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru
diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang
Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu
1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel
darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat
tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan
perdarahan berhenti sama sekali
2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang
berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma
Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih
dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam
beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang
yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai
tergantung frakturnya
3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila
diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga
kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai
berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal
dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman
tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4
minggu setelah fraktur menyatu
4) Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi
lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos
melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi
celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses
yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk
membawa beban yang normal
5) Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa
bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan
pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan
pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang
rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan
normalnya
10 Komplikasi
1) Komplikasi Awal
a Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT
menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas
yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang
sakit tindakan reduksi dan pembedahan
b Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh
darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu
kuat
c Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada
kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone
marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam
darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi
tachypnea demam
d Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain
dalam pembedahan seperti pin dan plat
e Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkmanrsquos Ischemia
f Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada
fraktur
2) Komplikasi Dalam Waktu Lama
b Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai
darah ke tulang
c Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang
d Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik
B Konsep Keperawatan
Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses
keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian
diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi
1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan
sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas
a Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status
perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal
MRS diagnosa medis
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut
bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan
(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri
(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk
(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi
(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya
(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa
kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan
yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui
mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
(Ignatavicius Donna D 1995)
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu
seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang
sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki
sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan
secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna
D 1995)
g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya
dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium
pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien
melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)
(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya
seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari
nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada
lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien
(3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun
begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola
eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya
warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola
Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan
tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)
(4) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal
lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena
ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan
yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)
(5) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien
harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)
(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan
akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
(Ignatavicius Donna D 1995)
(7) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur
sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya
tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
(8) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah
anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)
10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan
timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh
klien bisa tidak efektif
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien
2) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi
hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan
(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti
(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung
pada keadaan klien
(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut
(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk
(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
(a) Sistem Integumen
Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri
tekan
(b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada
nyeri kepala
(c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada
(d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk
Tak ada lesi simetris tak oedema
(e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan)
(f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan
(g) Hidung
Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung
(h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat
(i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris
(j) Paru
(1) Inspeksi
Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien
yang berhubungan dengan paru
(2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama
(3) Perkusi
Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya
(4) Auskultasi
Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor
dan ronchi
(k) Jantung
(1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung
(2) Palpasi
Nadi meningkat iktus tidak teraba
(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur
(l) Abdomen
(1) Inspeksi
Bentuk datar simetris tidak ada hernia
(2) Palpasi
Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba
(3) Perkusi
Suara thympani ada pantulan gelombang cairan
(4) Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kalimenit
(m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB
b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai
status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia
Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain
(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi)
(b) Cape au lait spot (birth mark)
(c) Fistulae
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi
(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal)
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi
netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien
Yang perlu dicatat adalah
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary
refill time Normal 3 ndash 5 ldquo
(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama
disekitar persendian
(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal
tengah atau distal)
Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler
Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya
konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan
ukurannya
(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan
ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan
lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari
titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah
ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan
aktif dan pasif
(Reksoprodjo Soelarto 1995)
3) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan
sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi
untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu
disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan
penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca
pada x-ray
(1) Bayangan jaringan lunak
(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi
(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction
(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti
(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang
kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya
(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma
(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa
(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak
b) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang
(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang
(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)
Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang
c) Pemeriksaan lain-lain
(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi
(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi
(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur
(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan
(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang
(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
3 Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah
sebagai berikut
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)
g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
(Doengoes 2000)
4 Intervensi Keperawatan
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan
tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan
tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai
indikasi untuk situasi individual
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat
dan atau traksi
2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena
3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif
4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan
posisi)
5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi
visual aktivitas dipersional)
6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan
7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-
tanda vital)
Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi
Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri
Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler
Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang
mungkin berlangsung lama
Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri
Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara
sentral maupun perifer
Menilai perkembangan masalah klien
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria
akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi
distal cedera
2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat
3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi
adanya sindroma kompartemen
4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan
5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit
distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal
Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi
Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan
bebatspalk
Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan
hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi
Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena
Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan
klien
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan
kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif
2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien
3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan
kortikosteroid sesuai indikasi
4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit
5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya
stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral
Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi
Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru
Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid
telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak
Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas
anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan
penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak
Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi
pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan
kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik
yang memampukan melakukan aktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran
kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien
2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun
yang sehat sesuai keadaan klien
3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi
4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien
5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien
6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari
7 Berikan diet TKTP
8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi
9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi
Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu
menurunkan isolasi sosial
Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot
mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi
kalsium karena imobilisasi
Mempertahankan posis fungsional ekstremitas
Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan
klien
Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis
penumonia)
Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi
Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis tubuh
Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara
individual
Menilai perkembangan masalah klien
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan
perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai
indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun
kencang bantalan bawah siku tumit)
2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips
3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal
4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi
pentraksi
Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas
Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap
tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi
Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal
Menilai perkembangan masalah klien
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang
Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase
purulen atau eritema dan demam
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol
2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen
3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi
4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur
dan sensitivitas lukaserumtulang)
5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka
Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka
Meminimalkan kontaminasi
Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis
mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus
Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED
dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab
infeksi
Mengevaluasi perkembangan masalah klien
h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien
mengerti dan memahami tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran
2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik
3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat
demam perubahan sensasi kulit distal cedera)
4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan
Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien
untuk mengikuti program pembelajaran
Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan
program terapi fisik
Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang
memerulukan intervensi lebih lanjut
Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi
klien
B Evaluasi
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat
o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
o Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami
httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-
terbukahtml
Peran Perawat saat terjadi kecelakaan
Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan
Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan
Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian
memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain
sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban
Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan
Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan
ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk
seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan
Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim
Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja
di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas
pada manajemen pra-rumah sakit
Triage
Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut
urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera
diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang
percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda
Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana
kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan
diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini
akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya
untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan
efisienrdquo
Kategori Triage
bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull
6
Ada sistim 4 level untuk kategori triage
1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa
yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal
tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal
vasa besar dan cedera jalan nafas
2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak
ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran
pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas
perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25
3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan
dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal
lacerasi minor memar dan lecet
4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan
meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat
derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital
Metode penilaian triage
Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage
berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh
tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap
diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik
cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini
dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment
Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda
Tdk
Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant
Jalan Nafas
Ya Ya
Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA
lt 30
Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan
lt 2 detik
Dapat diperintah --------------------------------------------
Ya
TUNDA
Gambar ALGORITME TRIAGE START
Pemulihan
Saran
Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa
yang akan datang maka di rekomendasikan
1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali
Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan
Komandan Medik
2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan
Ambulans berikut Tim Ambulans-nya
3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima
kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik
Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan
Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk
menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal
4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional
daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana
5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai
salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai
pihak
HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN
BENCANA
(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn
KIC Mkes KNA
Rel karena alasan transportasi menuju ke lokasi biasanya dari pabrik pembuat rel
dipotong menjadi rel dengan panjang 25 m Untuk meningkatkan kenyamanan
penggunaan kereta api yang berjalan diatasnya maka rel tersebut disambung
Penyambungan rel dilakukan dengan beberapa cara
1 Las termit
Salah satu cara yang umum digunakan adalah dengan las termit dilokasi sehingga
bisa menjadi rel yang menerus Pengelasan menggunakan las termit dengan
menggunakan bahan kimia senyawa besi yang ditempatkan diantara kedua rel
kemudian bahan tersebut direaksikan pada suhu sampai mencairkan bahan kimia
tersebut dan menyambung rel tersebut sisa hasil reaksi kimia tersebut kemudian
dipotong dan diratakan dengan rel
2 Sambungan baut
3 Fishplate diantara 2 rel yang disambung
Pada sambungan ini digunakan suatu penyangga yang disebut sebagai fish plate yang
dibaut pada kedua rel yang disambung
Stasiun kereta api adalah tempat di mana para penumpang dapat naik-turun dalam
memakai sarana transportasi kereta api Selain stasiun pada masa lalu dikenal juga
dengan halte kereta api yang memiliki fungsi nyaris sama dengan stasiun kereta api
Untuk daerahkota yang baru dibangun mungkin stasiun portabel dapat dipergunakan
sebagai halte kereta
Fasilitas stasiun kereta api umumnya terdiri atas
Pelataran parkir di muka stasiun
Tempat penjualan tiket dan loket informasi
Peron atau ruang tunggu
Ruang kepala stasiun dan
Ruang PPKA (Pengatur Perjalanan Kereta Api) beserta peralatannya seperti
sinyal wesel (alat pemindah jalur) telepon telegraf dan lain sebagainya
httpidwikipediaorgwikiTransportasi
httpwwwbnpbgoidwebsiteindexphp
option=com_contentamptask=viewampid=2101
Statistik Bencana Tahun 2008
Selasa 27012009 040225
Kejadian Bencana di Indonesia tahun 2008
Korban Meninggal dan Hilang Akibat Bencana Tahun 2008
KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA
I latar Belakang
Kereta api di Indonesia sudah ada sejak 138 tahun yang lalu Jaringan kereta api di
Indonesia sebagian besar merupakan peninggalan jaman Belanda meliputi lintasan
sepanjang 6482 km yang tersebar di Jawa dan Sumatera dimana 70 diantaranya
terletak di pulau Jawa Usia jaringan KA umumnya sudah sangat tua 25 sudah
berusia 70-137 tahun 44 berusia antara 10-70 tahun
Di Jawa terdapat tiga lintas pelayanan utama yaitu Jakarta-Bandung Jakarta-
Semarang-Surabaya (disebut lintas utara) dan Jakarta-Yogyakarta-Surabaya (disebut
lintas selatan) Sementara di Sumatera terdapat tiga sub-jaringan KA yang terpisah
satu sama lain yakni sub-jaringan Sumatera bagian Utara sub-jaringan Sumatera
bagian Barat dan sub-jaringan Sumatera bagian Selatan
Sebelum perang dunia kedua angkutan KA di Indonesia dikelola oleh perusahaan
swasta Belanda Selanjutnya pada tahun 1950 pengelolaan diserahkan kepada
Kementerian Komunikasi Republik Indonesia melalui DKA (Djawatan Kereta Api)
Kemudian secara berturut-turut pengelola KA mengalami beberapa kali perubahan
nama dan status yaitu PNKA (Perusahaan Negara Kereta Api ) pada tahun 1963
PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api ) pada tahun 1971 PERUMKA (Perusahaan
Umum Kereta Api) pada bulan Januari tahun 1991 dan terakhir pada bulan Juni
tahun 1999 berubah menjadi PT KAI - Kereta Api Indonesia (Persero)
Sampai saat ini kereta api masih dianggap sebagai tulang punggung sistem
transportasi darat di berbagai wilayah di belahan dunia baik untuk angkutan barang
ataupun penumpang Namun demikian di Indonesia peran kereta api masih sangat
marginal Dari sisi market share angkutan antar moda saat ini share kereta api untuk
angkutan penumpang hanya sebesar 73 dan angkutan barang lebih kurang 06
Dalam tahun 2005 KAI berhasil mengangkut penumpang sebanyak 1479 juta orang
dan mengangkut barang sebanyak 173 juta ton
Permasalahan yang cukup mengganggu perkeretaapian saat ini adalah tingginya
tingkat kecelakaan Trend kecelakaan KA dalam periode tahun 2000 ndash 2005 yang
diperlihatkan pada Gambar-1 dapat memberikan gambaran bahwa tingkat
keselamatan angkutan KA selama tahun 2000-2005 sangat buruk
Sumber Direktorat jenderal perkeretaapian Kementrian republik Indonesia
II Kondisi Prasarana amp Sarana
Sarana kereta api meliputi lokomotif kereta gerbong KRL dan KRD Jumlah
lokomotif yang dimiliki saat ini sebanyak 333 unit lebih dari 60 diantaranya
berusia lebih dari 20 tahun Karena keterbatasan jumlah lokomotif seringkali
dioperasikan hingga jarak 1400 kmhari jauh melampaui batas ideal 900 kmhari
Pada tahun 2005 terjadi lok mogok sebanyak 1519 kali yang mencerminkan kondisi
lokomotif sebagian sudah kurang baik Jumlah kereta 1243 unit lebih dari 45
diantaranya berusia diatas 30 tahun
Prasarana jalan rel yang ada saat ini pada umumnya masih jalur tunggal Jalur ganda
baru tersedia di jalur Jakarta-Cikampek Jakarta-Bogor Padalarang-Bandung dan
Surabaya kota-Wonokromo Jalur rel yang ada memiliki beban ganda antara 9 sd 18
ton yang mampu mendukung kecepatan kereta api antara 60-110 kmjam Panjang
rel di Jawa yang masih dioperasikan sepanjang 3216 km dan di Sumatera sepanjang
1348 km Sebagian dari jalur tersebut kondisinya sudah kurang layak operasi
sehingga sangat rawan terhadap kecelakaan
Prasarana persinyalan mencakup perangkat sinyal pintu perlintasan telepontelegraf
saluran fisik jaringan radio Sampai dengan tahun 2000 telah dilakukan modernisasi
(elektrifikasi) persinyalan di 183 stasiun Ada tiga sistem persinyalan yang
dioperasikan di Jawa maupun Sumatera yaitu electronic interlocking system all
relayNX-interlocking system dan electro mechanical interlocking system Jumlah
pintu perlintasan ada 8385 unit sebanyak 1145 unit dijaga dan sisanya sebanyak
7240 unit tidak dijaga Jumlah perlintasan tersebut belum termasuk sekitar 17000
perlintasan yang belum terdaftar
III Keselamatan KA
Permasalahan perkeretaapian Indonesia saat ini sangat rumit sulit dinamis dengan
tantangan yang terus berkembang Sejak dulu hingga kini kereta api selalu
berhadapan dengan tantangan kompetisi yang tinggi dari moda lain Jika dulu
berhadapan dengan perkembangan otomotif maka kini tantangan datang dari
perangkutan udara dengan tarif yang sangat kompetitif Namun yang saat ini
mengganggu perkererataapian Indonesia adalah tingginya tingkat kecelakaan Pada
Gambar-1 diperlihatkan trend kecelakaan kereta api periode 2000-2005 Frekuensi
kecelakaan sangat tinggi dan banyak menelan korban jiwa dengan korban mayoritas
dari kalangan rakyat kecil Padahal kereta api sangat diharapkan menjadi moda
transportasi yang paling aman murah andal dan cepat anti kemacetan lalu-lintas
Seperti yang disampaikan dalam gambar 41 dalam periode Januari 2004 sd Mei
2006 di Indonesia telah terjadi kecelakaan kereta api sebanyak 359 kali dengan
jumlah korban jiwa 139 orang dan luka berat 219 orang Kecelakaan kereta api ini
dalam lingkungan perkeretaapian disebut PLH (Peristiwa Luar biasa Hebat) yaitu
suatu kecelakaan yang mengakibatkan korban jiwa atau luka berat atau
mengakibatkan rintangan jalan yang mengganggu operasi KA Tabrakan KA vs KA
terjadi sebanyak 20 kali rata-rata 8 kali dalam satu tahun Tingginya frekuensi
kecelakaan katergori ini sangat mengkhawatirkan dan termasuk dalam kategori
terburuk di dunia Kecelakaan KA anjlok terjadi sebanyak 211 kali atau 59 dari
jumlah total kecelakaan Tabrakan KA dengan kendaraan umum sebanyak 46 kali
terjadi Kecelakaan akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali yang mayoritas
merupkan kecelakaan akibat pejalan kaki tertabrak kereta api
Kecelakaan KA akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali 20 dari jumlah total
kecelakaan dengan jumlah korban jiwa sebanyak 22 orang Mayoritas Korban
adalah pejalan kaki yang tertabrak KA akibat kelalaian waktu berada di sekitar
daerah jalur operasi KA
Jumlah korban jiwa (tidak termasuk luka berat) akibat kecelakaan kereta api dalam
periode Januari 2004 sd Mei 2005 adalah ebesar 139 orang degan perincian seperti
yang diperlihatkan pada Gambar 43 Korban jiwa terbesar adalah akibat tabrakan
KA dengan dengan kendaraan umum di perlintasan sebidang yaitu sebesar 91 orang
atau sebesar 66 total jumlah korban Kemudian disusul akibat tabrakan KA vs KA
yang yang menyebabkan korban jiwa sebanyak 24 orang atau 17 dari jumlah total
korban
Identifikasi Masalah
Tabrakan KA vs KA
Tabrakan antar KA merupakan kecelakaan dalam kategori malapetaka besar
(catastrophic) yang secara teoritis seharusnya dapat dan harus dicegah Kecelakaan
ini memiliki potensi korban jiwa yang sangat besar mengingat kapasitas angkut KA
ratusan orang dan juga berpotensi menimbulkan kerugian finansial yang sangat
besar akibat kerusakan saranaprasarana (harga satu unit lokomotif sekitar Rp15
Milyar)
Dalam periode delapan tahun terakhir di Indonesia telah terjadi 64 kali tabrakan KA
vs KA Tragedi Bintaro merupakan lembaran hitam dalam sejarah perkeretaapian
Indonesia yaitu kasus tabrakan antara dua KA Ekonomi di Bintaro Jakarta Selatan
pada tahun 1987 yang menelan korban jiwa 153 orang dan korban luka berat 300
orang Untuk mencegah terulangnya kembali tragedi tersebut berbagai upaya sudah
dilakukan baik oleh pemerintah maupun KAI Antara lain dengan melakukan
modernisasi persinyalan namun demikian hasilnya belum seperti yang diharapkan
Berdasarkan hasil investigasi dari 64 kecelakaan tabrakan antar KA dalam delapan
tahun terakhir sebanyak 51 kali atau 80 disebabkan oleh faktor manusia hanya
20 yang diakibatkan oleh faktor teknik
Dalam periode Januari 2004-Mei 2006 telah terjadi 20 kali tabrakan KA vs KA
dengan jumlah korban meninggal 24 orang (Gambar 42) Dari hasil investigasi
penyebab kecelakaan sebanyak 75 adalah akibat faktor manusia antara lain
pelanggaran sinyal atau PSAD (Passed Signal at Danger) masinis tertidur PPKA
salah memberi sinyal PPKA tertidur Sedangkan kontribusi sarana terhadap
kecelakaan hanya 5 (rem rusak) faktor manusia eksternal 5 (sabotase) dan yang
dalam pengusutan sebesar 15
Dalam bulan Maret-April tahun 2006 ini sudah terjadi 4 kali kecelakaan Salah satu
diantaranya yang terjadi di daerah operasi Semarang berakibat sangat fatal
menewaskan 13 orang dan 20 orang mengalami luka berat Dan lagi-lagi
berdasarkan hasil investigasi sumber penyebabnya adalah akibat masinis melanggar
sinyal (PSAD)
Tabrakan antar KA memiliki potensi korban jiwa dan korban finansial juga
memiliki dampak sosial dan secara teoritis dapat dihindari maka dalam manajemen
keselamatan harus sepenuhnya dapat dicegah dengan kategori zero tolerance
Tingginya frekuensi tabrakan antar kereta api di Indonesia telah mengubah persepsi
persepsi keandalan faktor keamanan yang sudah melekat dan menjadi citra moda
transportasi KA Tingginya frekuensi tabrakan antar KA akan mengasosiasikan
faktor keselamatan KA tidak berbeda dengan bus atau angkutan umum Namun yang
menjadi persoalan tabrakan antar KA seharusnya kejadian yang secara teoritis dapat
dihindari dan dapat dikendalikan asalkan dapat diketahui sumber penyebabnya
Tabrakan antar KA dalam satu kali dalam setahun adalah sudah terlalu banyak
Namun demikian kasus tabrakan antar KA di Indonesia rata-rata dalam setahun 8
kali Diduga kuat upaya-upaya pencegahan yang telah dilakukan belum memadai
atau belum komprehensif
Tabrakan KA vs Kendaraan Umum
Dalam periode Janrsquo04 sd Meirsquo06 tabrakan KA vs Kendaraan Umum terjadi
sebanyak 46 kali atau 13 dari total jumlah kecelakaan Jumlah korban meninggal
sebanyak 91 orang dan luka berat 93 orang Jumlah korban jiwa adalah 65 dari
total jumlah korban jiwa dalam periode tersebut Semua kecelakaan terjadi di lokasi
perlintasan KA sebidang baik yang dijaga maupun yang tidak dijaga dan sebagian
besar terjadi di Jawa Kecelakaan ini dalam beberapa kali kasus menimbulkan
jumlah korban yang sangat besar karena KA menabrak bus atau angkutan umum
yang sarat penumpang
Perlintasan KA sebidang di Jawa dan Sumatera yang terdaftar resmi di Dephub
mencapai 8385 buah (tidak termasuk ribuan perlintasan liar) dan yang dijaga hanya
1145 buah (14) Sisanya sebanyak 7240 buah (86) tidak dijaga dan pada
umumnya tidak dilengkapi dengan persinyalan yang memadai Di daerah Jawa
perlintasan yang tidak dijaga lebih dari 6602 buah Dengan semakin tingginya
frekuensi lalu-lintas kendaraan umum maka tidak mengherankan tabrakan KA vs
Kendaraan Umum akan cenderung semakin tinggi
Perlintasan sebidang tidak semua dijaga karena kendala keterbatasan dana
Pembuatan jalan layang (fly over) atau terowongan (underpass) sulit untuk
diwujudkan karena biaya pembangunannya sangat mahal Alasan lainnya pada saat
perlintasan KA dibangun kondisi lalu-lintas kendaraan umum belum sepadat
sekarang Dengan berkembangnya lingkungan sosial dan ekonomi memicu
tumbuhnya pemukiman disekitar jalur KA dan bertambah pesatnya jumlah
pengendara kendaraan bermotor Hal ini kemudian mendorong bertambahnya
jumlah perlintasan baru (liar) Perlintasan ini banyak yang dibiarkan terbuka tanpa
pintu ataupun penjaga sehingga titik-titik rawan kecelakaan semakin bertambah
banyak
httpperkeretaapiandephubgoidindexphp
option=com_contentampview=articleampid=108ampItemid=26ampa728c66ceac927a1a5624c
56ff8c277c=27eeb8eb8075a712111282208e8edd52
Masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh kecelakaan lalu lintas kereta api adalah
1 Trauma kepala trauma thorak trauma abdomen
2 Fraktur
3 Ruptur organ dalam
4 Luka bakar
5 Laserasi
6 Kematian
A KONSEP DASAR PENYAKIT
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN FRAKTUR
By Iwan Sain SKp MKes
A Konsep Medis
1 Anatomi dan Fisiologi
a Anatomi Tulang
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler Tulang berasal dari
embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses ldquoOsteogenesisrdquo menjadi
tulang Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut ldquoOsteoblastrdquo Proses
mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium
Ada 206 tulang dalam tubuh manusia Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima
kelompok berdasarkan bentuknya
1) Tulang panjang (Femur Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang
disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis Di sebelah proksimal dari
epifisis terdapat metafisis Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang
rawan yang tumbuh yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan
Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis Tulang
rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas dan tulang
memanjang Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat Epifisis dibentuk dari
spongi bone (cancellous atau trabecular) Pada akhir tahun-tahun remaja tulang
rawan habis lempeng epifisis berfusi dan tulang berhenti tumbuh Hormon
pertumbuhan estrogen dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang
Estrogen bersama dengan testosteron merangsang fusi lempeng epifisis Batang
suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis Kanalis
medularis berisi sumsum tulang
2) Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous
(spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat
3) Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan
lapisan luar adalah tulang concellous
4) Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek
5) Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang terletak di sekitar tulang yang
berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial
misalnya patella (kap lutut)
Tulang tersusun atas sel matriks protein dan deposit mineral Sel-selnya terdiri atas
tiga jenis dasar-osteoblas osteosit dan osteoklas Osteoblas berfungsi dalam
pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang Matriks tersusun atas
98 kolagen dan 2 subtansi dasar (glukosaminoglikan asam polisakarida) dan
proteoglikan) Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik
ditimbun Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang
dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ) Osteoklas adalah sel multinuclear
( berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran resorpsi dan remosdeling
tulang
Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa Ditengah osteon
terdapat kapiler Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang
dinamakan lamella Didalam lamella terdapat osteosit yang memperoleh nutrisi
melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang
menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 01 mm)
Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum
Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh selain sebagai
tempat perlekatan tendon dan ligamen Periosteum mengandung saraf pembuluh
darah dan limfatik Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung
osteoblast yang merupakan sel pembentuk tulang
Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang
panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus Osteoklast yang melarutkan
tulang untuk memelihara rongga sumsum terletak dekat endosteum dan dalam
lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang)
Gambar 1 Anatomi tulang panjang
Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 bahan organik (hidup) dan 70 endapan
garam Bahan organik disebut matriks dan terdiri dari lebih dari 90 serat kolagen
dan kurang dari 10 proteoglikan (protein plus sakarida) Deposit garam terutama
adalah kalsium dan fosfat dengan sedikit natrium kalium karbonat dan ion
magnesium Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen
melalui proteoglikan Adanya bahan organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan
tensif (resistensi terhadap tarikan yang meregangkan) Sedangkan garam-garam
menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan)
Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa
pemanjangan dan penebalan tulang Kecepatan pembentukan tulang berubah selama
hidup Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn hormon faktor makanan dan
jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang dan terjadi akibat aktivitas sel-sel
pembentuk tulang yaitu osteoblas
Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang Osteoblas berespon terhadap
berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang Sewaktu pertama kali
dibentuk matriks tulang disebut osteoid Dalam beberapa hari garam-garam kalsium
mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan
berikutnya Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid dan disebut
osteosit atau sel tulang sejati Seiring dengan terbentuknya tulang osteosit dimatriks
membentuk tonjolan-tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit
lainnya membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang
Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang sebagian ion
kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi Garam nonkristal ini dianggap
sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan yaitu dapat dipindahkan dengan cepat
antara tulang cairan interstisium dan darah
Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi terjadi secara bersamaan dengan
pembentukan tulang Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut
osteoklas Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel
mirip-monosit yang terdapat di tulang Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai
asam dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis Osteoklas
biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang dan memfagosit
tulang sedikit demi sedikit Setelah selesai di suatu daerah osteoklas menghilang dan
muncul osteoblas 0steoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan
tulang baru Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan
tulang baru yang lebih kuat
Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus
menerus diperbarui atau mengalami remodeling Pada anak dan remaja aktivitas
osteoblas melebihi aktivitas osteoklas sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan
menebal Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang
pulih dari fraktur Pada orang dewasa muda aktivitas osteoblas dan osteoklas
biasanya setara sehingga jumlah total massa tulang konstan Pada usia pertengahan
aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai
berkurang Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami
imobilisasi Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan dominansi aktivitas osteoklas
dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah Aktivitas osteoblas
dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon
Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan
stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang Fraktur
tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas tetapi mekanisme pastinya
belum jelas Estrogen testosteron dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat
bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang Pertumbuhan tulang dipercepat
semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut Estrogen dan
testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan
merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang) Sewaktu kadar
estrogen turun pada masa menopaus aktivitas osteoblas berkurang Defisiensi
hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang
Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan
bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan
kalsium di usus Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah yang mendorong
kalsifikasi tulang Namun vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar
kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang Dengan demikian vitamin
D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan
menyebabkan absorpsi tulang
Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh
hormon paratiroid Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang
terletak tepat di belakang kelenjar tiroid Pelepasan hormon paratiroid meningkat
sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum Hormon paratiroid
meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk
membebaskan kalsium ke dalam darah Peningkatan kalsium serum bekerja secara
umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut
Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas
Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan
menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi
ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah Pengaktifan vitamin
D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid Sedangkan kalsitonin adalah suatu
hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan
kadar kalsium serum Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan
pernbentukan osteoklas Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga
menurunkan kadar kalsium serum
b Fisiologi Tulang
Fungsi tulang adalah sebagai berikut
1) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh
2) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung otak dan paru-paru) dan jaringan
lunak
3) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan
pergerakan)
4) Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema
topoiesis)
5) Menyimpan garam mineral misalnya kalsium fosfor
2 Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan
oleh rudapaksa (Mansjoer et al 2000) Sedangkan menurut Linda Juall C dalam
buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah
rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap oleh tulang
Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman 2000) Pendapat lain menyatakan
bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih
utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson M A 1992)
3 Etiologi
1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan
Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring
2) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam
jalur hantaran vektor kekerasan
3) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadiKekuatan dapat berupa
pemuntiran penekukan penekukan dan penekanan kombinasi dari ketiganya dan
penarikan
4 Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya
atau terputusnya kontinuitas tulang Setelah terjadi fraktur periosteum dan pembuluh
darah serta saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus
tulang rusak Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian
tulang yang patah Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya
respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi eksudasi plasma dan leukosit
dan infiltrasi sel darah putih Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1) Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar
waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur
2) Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan elastisitas kelelahan dan
kepadatan atau kekerasan tulang
5 Klasifikasi Fraktur
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis dibagi
menjadi beberapa kelompok yaitu
a Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)
1) Faktur Tertutup (Closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi
2) Fraktur Terbuka (OpenCompound) bila terdapat hubungan antara hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit
b Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur
1) Fraktur Komplit bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto
2) Fraktru Inkomplit bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti
a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
b) Buckle atau Torus Fraktur bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya
c) Green Stick Fraktur mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya
yang terjadi pada tulang panjang
c Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme
trauma
1) Fraktur Transversal fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung
2) Fraktur Oblik fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga
3) Fraktur Spiral fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi
4) Fraktur Kompresi fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain
5) Fraktur Avulsi fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang
d Berdasarkan jumlah garis patah
1) Fraktur Komunitif fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan
2) Fraktur Segmental fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan
3) Fraktur Multiple fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama
e Berdasarkan pergeseran fragmen tulang
1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh
2) Fraktur Displaced (bergeser) terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen terbagi atas
a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan
overlapping)
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)
f Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian
1 13 proksimal
2 13 medial
3 13 distal
g Fraktur Kelelahan fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang
h Fraktur Patologis fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan
lunak sekitar trauma yaitu
a Tingkat 0 fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya
b Tingkat 1 fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan
c Tingkat 2 fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan
d Tingkat 3 cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan
ancaman sindroma kompartement
6 Manifestasi Klinik
a Deformitas
b Bengkakedema
c Echimosis (Memar)
d Spasme otot
e Nyeri
f Kuranghilang sensasi
g Krepitasi
h Pergerakan abnormal
i Rontgen abnormal
7 Test Diagnostik
a Pemeriksaan Rontgen menentukan lokasiluasnya frakturluasnyatrauma
skan tulang temogram scan CI memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
b Hitung darah lengkap HB mungkin meningkatmenurun
c Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma
d Kreatinin traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal
e Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi
multiple atau cederah hati
8 Penatalaksanaan Medik
a Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan
disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period) Kuman belum
terlalu jauh meresap dilakukan
1) Pembersihan luka
2) Exici
3) Hecting situasi
4) Antibiotik
b Seluruh Fraktur
1) RekognisisPengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya
2) ReduksiManipulasiReposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara
optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner
2001)
Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi
fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang
mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera
mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi
karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi
semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan
Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani
prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan
sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan
dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut
Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)
dengan manipulasi dan traksi manual
Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan
alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan
menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk
mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar
Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan
untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang
sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat
dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi
Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan
pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin
kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat
ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat
tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang
3) RetensiImmobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimun
Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi
atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi
eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau
fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan
sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur
4) Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus
dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran
darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera
bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan
ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan
perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik
dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan
peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk
memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada
aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna
memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas
fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang
diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan
9 Proses Penyembuhan Tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang
tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru
diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang
Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu
1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel
darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat
tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan
perdarahan berhenti sama sekali
2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang
berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma
Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih
dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam
beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang
yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai
tergantung frakturnya
3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila
diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga
kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai
berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal
dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman
tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4
minggu setelah fraktur menyatu
4) Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi
lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos
melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi
celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses
yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk
membawa beban yang normal
5) Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa
bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan
pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan
pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang
rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan
normalnya
10 Komplikasi
1) Komplikasi Awal
a Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT
menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas
yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang
sakit tindakan reduksi dan pembedahan
b Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh
darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu
kuat
c Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada
kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone
marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam
darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi
tachypnea demam
d Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain
dalam pembedahan seperti pin dan plat
e Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkmanrsquos Ischemia
f Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada
fraktur
2) Komplikasi Dalam Waktu Lama
b Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai
darah ke tulang
c Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang
d Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik
B Konsep Keperawatan
Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses
keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian
diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi
1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan
sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas
a Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status
perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal
MRS diagnosa medis
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut
bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan
(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri
(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk
(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi
(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya
(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa
kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan
yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui
mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
(Ignatavicius Donna D 1995)
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu
seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang
sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki
sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan
secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna
D 1995)
g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya
dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium
pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien
melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)
(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya
seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari
nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada
lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien
(3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun
begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola
eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya
warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola
Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan
tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)
(4) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal
lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena
ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan
yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)
(5) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien
harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)
(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan
akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
(Ignatavicius Donna D 1995)
(7) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur
sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya
tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
(8) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah
anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)
10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan
timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh
klien bisa tidak efektif
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien
2) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi
hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan
(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti
(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung
pada keadaan klien
(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut
(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk
(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
(a) Sistem Integumen
Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri
tekan
(b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada
nyeri kepala
(c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada
(d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk
Tak ada lesi simetris tak oedema
(e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan)
(f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan
(g) Hidung
Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung
(h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat
(i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris
(j) Paru
(1) Inspeksi
Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien
yang berhubungan dengan paru
(2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama
(3) Perkusi
Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya
(4) Auskultasi
Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor
dan ronchi
(k) Jantung
(1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung
(2) Palpasi
Nadi meningkat iktus tidak teraba
(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur
(l) Abdomen
(1) Inspeksi
Bentuk datar simetris tidak ada hernia
(2) Palpasi
Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba
(3) Perkusi
Suara thympani ada pantulan gelombang cairan
(4) Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kalimenit
(m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB
b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai
status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia
Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain
(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi)
(b) Cape au lait spot (birth mark)
(c) Fistulae
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi
(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal)
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi
netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien
Yang perlu dicatat adalah
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary
refill time Normal 3 ndash 5 ldquo
(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama
disekitar persendian
(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal
tengah atau distal)
Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler
Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya
konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan
ukurannya
(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan
ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan
lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari
titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah
ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan
aktif dan pasif
(Reksoprodjo Soelarto 1995)
3) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan
sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi
untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu
disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan
penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca
pada x-ray
(1) Bayangan jaringan lunak
(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi
(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction
(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti
(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang
kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya
(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma
(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa
(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak
b) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang
(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang
(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)
Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang
c) Pemeriksaan lain-lain
(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi
(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi
(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur
(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan
(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang
(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
3 Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah
sebagai berikut
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)
g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
(Doengoes 2000)
4 Intervensi Keperawatan
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan
tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan
tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai
indikasi untuk situasi individual
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat
dan atau traksi
2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena
3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif
4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan
posisi)
5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi
visual aktivitas dipersional)
6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan
7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-
tanda vital)
Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi
Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri
Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler
Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang
mungkin berlangsung lama
Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri
Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara
sentral maupun perifer
Menilai perkembangan masalah klien
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria
akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi
distal cedera
2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat
3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi
adanya sindroma kompartemen
4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan
5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit
distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal
Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi
Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan
bebatspalk
Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan
hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi
Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena
Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan
klien
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan
kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif
2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien
3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan
kortikosteroid sesuai indikasi
4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit
5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya
stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral
Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi
Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru
Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid
telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak
Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas
anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan
penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak
Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi
pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan
kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik
yang memampukan melakukan aktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran
kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien
2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun
yang sehat sesuai keadaan klien
3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi
4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien
5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien
6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari
7 Berikan diet TKTP
8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi
9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi
Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu
menurunkan isolasi sosial
Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot
mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi
kalsium karena imobilisasi
Mempertahankan posis fungsional ekstremitas
Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan
klien
Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis
penumonia)
Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi
Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis tubuh
Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara
individual
Menilai perkembangan masalah klien
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan
perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai
indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun
kencang bantalan bawah siku tumit)
2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips
3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal
4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi
pentraksi
Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas
Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap
tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi
Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal
Menilai perkembangan masalah klien
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang
Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase
purulen atau eritema dan demam
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol
2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen
3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi
4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur
dan sensitivitas lukaserumtulang)
5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka
Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka
Meminimalkan kontaminasi
Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis
mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus
Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED
dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab
infeksi
Mengevaluasi perkembangan masalah klien
h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien
mengerti dan memahami tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran
2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik
3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat
demam perubahan sensasi kulit distal cedera)
4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan
Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien
untuk mengikuti program pembelajaran
Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan
program terapi fisik
Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang
memerulukan intervensi lebih lanjut
Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi
klien
B Evaluasi
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat
o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
o Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami
httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-
terbukahtml
Peran Perawat saat terjadi kecelakaan
Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan
Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan
Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian
memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain
sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban
Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan
Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan
ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk
seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan
Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim
Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja
di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas
pada manajemen pra-rumah sakit
Triage
Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut
urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera
diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang
percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda
Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana
kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan
diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini
akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya
untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan
efisienrdquo
Kategori Triage
bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull
6
Ada sistim 4 level untuk kategori triage
1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa
yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal
tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal
vasa besar dan cedera jalan nafas
2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak
ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran
pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas
perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25
3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan
dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal
lacerasi minor memar dan lecet
4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan
meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat
derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital
Metode penilaian triage
Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage
berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh
tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap
diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik
cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini
dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment
Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda
Tdk
Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant
Jalan Nafas
Ya Ya
Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA
lt 30
Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan
lt 2 detik
Dapat diperintah --------------------------------------------
Ya
TUNDA
Gambar ALGORITME TRIAGE START
Pemulihan
Saran
Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa
yang akan datang maka di rekomendasikan
1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali
Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan
Komandan Medik
2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan
Ambulans berikut Tim Ambulans-nya
3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima
kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik
Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan
Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk
menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal
4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional
daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana
5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai
salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai
pihak
HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN
BENCANA
(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn
KIC Mkes KNA
httpwwwbnpbgoidwebsiteindexphp
option=com_contentamptask=viewampid=2101
Statistik Bencana Tahun 2008
Selasa 27012009 040225
Kejadian Bencana di Indonesia tahun 2008
Korban Meninggal dan Hilang Akibat Bencana Tahun 2008
KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA
I latar Belakang
Kereta api di Indonesia sudah ada sejak 138 tahun yang lalu Jaringan kereta api di
Indonesia sebagian besar merupakan peninggalan jaman Belanda meliputi lintasan
sepanjang 6482 km yang tersebar di Jawa dan Sumatera dimana 70 diantaranya
terletak di pulau Jawa Usia jaringan KA umumnya sudah sangat tua 25 sudah
berusia 70-137 tahun 44 berusia antara 10-70 tahun
Di Jawa terdapat tiga lintas pelayanan utama yaitu Jakarta-Bandung Jakarta-
Semarang-Surabaya (disebut lintas utara) dan Jakarta-Yogyakarta-Surabaya (disebut
lintas selatan) Sementara di Sumatera terdapat tiga sub-jaringan KA yang terpisah
satu sama lain yakni sub-jaringan Sumatera bagian Utara sub-jaringan Sumatera
bagian Barat dan sub-jaringan Sumatera bagian Selatan
Sebelum perang dunia kedua angkutan KA di Indonesia dikelola oleh perusahaan
swasta Belanda Selanjutnya pada tahun 1950 pengelolaan diserahkan kepada
Kementerian Komunikasi Republik Indonesia melalui DKA (Djawatan Kereta Api)
Kemudian secara berturut-turut pengelola KA mengalami beberapa kali perubahan
nama dan status yaitu PNKA (Perusahaan Negara Kereta Api ) pada tahun 1963
PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api ) pada tahun 1971 PERUMKA (Perusahaan
Umum Kereta Api) pada bulan Januari tahun 1991 dan terakhir pada bulan Juni
tahun 1999 berubah menjadi PT KAI - Kereta Api Indonesia (Persero)
Sampai saat ini kereta api masih dianggap sebagai tulang punggung sistem
transportasi darat di berbagai wilayah di belahan dunia baik untuk angkutan barang
ataupun penumpang Namun demikian di Indonesia peran kereta api masih sangat
marginal Dari sisi market share angkutan antar moda saat ini share kereta api untuk
angkutan penumpang hanya sebesar 73 dan angkutan barang lebih kurang 06
Dalam tahun 2005 KAI berhasil mengangkut penumpang sebanyak 1479 juta orang
dan mengangkut barang sebanyak 173 juta ton
Permasalahan yang cukup mengganggu perkeretaapian saat ini adalah tingginya
tingkat kecelakaan Trend kecelakaan KA dalam periode tahun 2000 ndash 2005 yang
diperlihatkan pada Gambar-1 dapat memberikan gambaran bahwa tingkat
keselamatan angkutan KA selama tahun 2000-2005 sangat buruk
Sumber Direktorat jenderal perkeretaapian Kementrian republik Indonesia
II Kondisi Prasarana amp Sarana
Sarana kereta api meliputi lokomotif kereta gerbong KRL dan KRD Jumlah
lokomotif yang dimiliki saat ini sebanyak 333 unit lebih dari 60 diantaranya
berusia lebih dari 20 tahun Karena keterbatasan jumlah lokomotif seringkali
dioperasikan hingga jarak 1400 kmhari jauh melampaui batas ideal 900 kmhari
Pada tahun 2005 terjadi lok mogok sebanyak 1519 kali yang mencerminkan kondisi
lokomotif sebagian sudah kurang baik Jumlah kereta 1243 unit lebih dari 45
diantaranya berusia diatas 30 tahun
Prasarana jalan rel yang ada saat ini pada umumnya masih jalur tunggal Jalur ganda
baru tersedia di jalur Jakarta-Cikampek Jakarta-Bogor Padalarang-Bandung dan
Surabaya kota-Wonokromo Jalur rel yang ada memiliki beban ganda antara 9 sd 18
ton yang mampu mendukung kecepatan kereta api antara 60-110 kmjam Panjang
rel di Jawa yang masih dioperasikan sepanjang 3216 km dan di Sumatera sepanjang
1348 km Sebagian dari jalur tersebut kondisinya sudah kurang layak operasi
sehingga sangat rawan terhadap kecelakaan
Prasarana persinyalan mencakup perangkat sinyal pintu perlintasan telepontelegraf
saluran fisik jaringan radio Sampai dengan tahun 2000 telah dilakukan modernisasi
(elektrifikasi) persinyalan di 183 stasiun Ada tiga sistem persinyalan yang
dioperasikan di Jawa maupun Sumatera yaitu electronic interlocking system all
relayNX-interlocking system dan electro mechanical interlocking system Jumlah
pintu perlintasan ada 8385 unit sebanyak 1145 unit dijaga dan sisanya sebanyak
7240 unit tidak dijaga Jumlah perlintasan tersebut belum termasuk sekitar 17000
perlintasan yang belum terdaftar
III Keselamatan KA
Permasalahan perkeretaapian Indonesia saat ini sangat rumit sulit dinamis dengan
tantangan yang terus berkembang Sejak dulu hingga kini kereta api selalu
berhadapan dengan tantangan kompetisi yang tinggi dari moda lain Jika dulu
berhadapan dengan perkembangan otomotif maka kini tantangan datang dari
perangkutan udara dengan tarif yang sangat kompetitif Namun yang saat ini
mengganggu perkererataapian Indonesia adalah tingginya tingkat kecelakaan Pada
Gambar-1 diperlihatkan trend kecelakaan kereta api periode 2000-2005 Frekuensi
kecelakaan sangat tinggi dan banyak menelan korban jiwa dengan korban mayoritas
dari kalangan rakyat kecil Padahal kereta api sangat diharapkan menjadi moda
transportasi yang paling aman murah andal dan cepat anti kemacetan lalu-lintas
Seperti yang disampaikan dalam gambar 41 dalam periode Januari 2004 sd Mei
2006 di Indonesia telah terjadi kecelakaan kereta api sebanyak 359 kali dengan
jumlah korban jiwa 139 orang dan luka berat 219 orang Kecelakaan kereta api ini
dalam lingkungan perkeretaapian disebut PLH (Peristiwa Luar biasa Hebat) yaitu
suatu kecelakaan yang mengakibatkan korban jiwa atau luka berat atau
mengakibatkan rintangan jalan yang mengganggu operasi KA Tabrakan KA vs KA
terjadi sebanyak 20 kali rata-rata 8 kali dalam satu tahun Tingginya frekuensi
kecelakaan katergori ini sangat mengkhawatirkan dan termasuk dalam kategori
terburuk di dunia Kecelakaan KA anjlok terjadi sebanyak 211 kali atau 59 dari
jumlah total kecelakaan Tabrakan KA dengan kendaraan umum sebanyak 46 kali
terjadi Kecelakaan akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali yang mayoritas
merupkan kecelakaan akibat pejalan kaki tertabrak kereta api
Kecelakaan KA akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali 20 dari jumlah total
kecelakaan dengan jumlah korban jiwa sebanyak 22 orang Mayoritas Korban
adalah pejalan kaki yang tertabrak KA akibat kelalaian waktu berada di sekitar
daerah jalur operasi KA
Jumlah korban jiwa (tidak termasuk luka berat) akibat kecelakaan kereta api dalam
periode Januari 2004 sd Mei 2005 adalah ebesar 139 orang degan perincian seperti
yang diperlihatkan pada Gambar 43 Korban jiwa terbesar adalah akibat tabrakan
KA dengan dengan kendaraan umum di perlintasan sebidang yaitu sebesar 91 orang
atau sebesar 66 total jumlah korban Kemudian disusul akibat tabrakan KA vs KA
yang yang menyebabkan korban jiwa sebanyak 24 orang atau 17 dari jumlah total
korban
Identifikasi Masalah
Tabrakan KA vs KA
Tabrakan antar KA merupakan kecelakaan dalam kategori malapetaka besar
(catastrophic) yang secara teoritis seharusnya dapat dan harus dicegah Kecelakaan
ini memiliki potensi korban jiwa yang sangat besar mengingat kapasitas angkut KA
ratusan orang dan juga berpotensi menimbulkan kerugian finansial yang sangat
besar akibat kerusakan saranaprasarana (harga satu unit lokomotif sekitar Rp15
Milyar)
Dalam periode delapan tahun terakhir di Indonesia telah terjadi 64 kali tabrakan KA
vs KA Tragedi Bintaro merupakan lembaran hitam dalam sejarah perkeretaapian
Indonesia yaitu kasus tabrakan antara dua KA Ekonomi di Bintaro Jakarta Selatan
pada tahun 1987 yang menelan korban jiwa 153 orang dan korban luka berat 300
orang Untuk mencegah terulangnya kembali tragedi tersebut berbagai upaya sudah
dilakukan baik oleh pemerintah maupun KAI Antara lain dengan melakukan
modernisasi persinyalan namun demikian hasilnya belum seperti yang diharapkan
Berdasarkan hasil investigasi dari 64 kecelakaan tabrakan antar KA dalam delapan
tahun terakhir sebanyak 51 kali atau 80 disebabkan oleh faktor manusia hanya
20 yang diakibatkan oleh faktor teknik
Dalam periode Januari 2004-Mei 2006 telah terjadi 20 kali tabrakan KA vs KA
dengan jumlah korban meninggal 24 orang (Gambar 42) Dari hasil investigasi
penyebab kecelakaan sebanyak 75 adalah akibat faktor manusia antara lain
pelanggaran sinyal atau PSAD (Passed Signal at Danger) masinis tertidur PPKA
salah memberi sinyal PPKA tertidur Sedangkan kontribusi sarana terhadap
kecelakaan hanya 5 (rem rusak) faktor manusia eksternal 5 (sabotase) dan yang
dalam pengusutan sebesar 15
Dalam bulan Maret-April tahun 2006 ini sudah terjadi 4 kali kecelakaan Salah satu
diantaranya yang terjadi di daerah operasi Semarang berakibat sangat fatal
menewaskan 13 orang dan 20 orang mengalami luka berat Dan lagi-lagi
berdasarkan hasil investigasi sumber penyebabnya adalah akibat masinis melanggar
sinyal (PSAD)
Tabrakan antar KA memiliki potensi korban jiwa dan korban finansial juga
memiliki dampak sosial dan secara teoritis dapat dihindari maka dalam manajemen
keselamatan harus sepenuhnya dapat dicegah dengan kategori zero tolerance
Tingginya frekuensi tabrakan antar kereta api di Indonesia telah mengubah persepsi
persepsi keandalan faktor keamanan yang sudah melekat dan menjadi citra moda
transportasi KA Tingginya frekuensi tabrakan antar KA akan mengasosiasikan
faktor keselamatan KA tidak berbeda dengan bus atau angkutan umum Namun yang
menjadi persoalan tabrakan antar KA seharusnya kejadian yang secara teoritis dapat
dihindari dan dapat dikendalikan asalkan dapat diketahui sumber penyebabnya
Tabrakan antar KA dalam satu kali dalam setahun adalah sudah terlalu banyak
Namun demikian kasus tabrakan antar KA di Indonesia rata-rata dalam setahun 8
kali Diduga kuat upaya-upaya pencegahan yang telah dilakukan belum memadai
atau belum komprehensif
Tabrakan KA vs Kendaraan Umum
Dalam periode Janrsquo04 sd Meirsquo06 tabrakan KA vs Kendaraan Umum terjadi
sebanyak 46 kali atau 13 dari total jumlah kecelakaan Jumlah korban meninggal
sebanyak 91 orang dan luka berat 93 orang Jumlah korban jiwa adalah 65 dari
total jumlah korban jiwa dalam periode tersebut Semua kecelakaan terjadi di lokasi
perlintasan KA sebidang baik yang dijaga maupun yang tidak dijaga dan sebagian
besar terjadi di Jawa Kecelakaan ini dalam beberapa kali kasus menimbulkan
jumlah korban yang sangat besar karena KA menabrak bus atau angkutan umum
yang sarat penumpang
Perlintasan KA sebidang di Jawa dan Sumatera yang terdaftar resmi di Dephub
mencapai 8385 buah (tidak termasuk ribuan perlintasan liar) dan yang dijaga hanya
1145 buah (14) Sisanya sebanyak 7240 buah (86) tidak dijaga dan pada
umumnya tidak dilengkapi dengan persinyalan yang memadai Di daerah Jawa
perlintasan yang tidak dijaga lebih dari 6602 buah Dengan semakin tingginya
frekuensi lalu-lintas kendaraan umum maka tidak mengherankan tabrakan KA vs
Kendaraan Umum akan cenderung semakin tinggi
Perlintasan sebidang tidak semua dijaga karena kendala keterbatasan dana
Pembuatan jalan layang (fly over) atau terowongan (underpass) sulit untuk
diwujudkan karena biaya pembangunannya sangat mahal Alasan lainnya pada saat
perlintasan KA dibangun kondisi lalu-lintas kendaraan umum belum sepadat
sekarang Dengan berkembangnya lingkungan sosial dan ekonomi memicu
tumbuhnya pemukiman disekitar jalur KA dan bertambah pesatnya jumlah
pengendara kendaraan bermotor Hal ini kemudian mendorong bertambahnya
jumlah perlintasan baru (liar) Perlintasan ini banyak yang dibiarkan terbuka tanpa
pintu ataupun penjaga sehingga titik-titik rawan kecelakaan semakin bertambah
banyak
httpperkeretaapiandephubgoidindexphp
option=com_contentampview=articleampid=108ampItemid=26ampa728c66ceac927a1a5624c
56ff8c277c=27eeb8eb8075a712111282208e8edd52
Masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh kecelakaan lalu lintas kereta api adalah
1 Trauma kepala trauma thorak trauma abdomen
2 Fraktur
3 Ruptur organ dalam
4 Luka bakar
5 Laserasi
6 Kematian
A KONSEP DASAR PENYAKIT
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN FRAKTUR
By Iwan Sain SKp MKes
A Konsep Medis
1 Anatomi dan Fisiologi
a Anatomi Tulang
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler Tulang berasal dari
embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses ldquoOsteogenesisrdquo menjadi
tulang Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut ldquoOsteoblastrdquo Proses
mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium
Ada 206 tulang dalam tubuh manusia Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima
kelompok berdasarkan bentuknya
1) Tulang panjang (Femur Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang
disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis Di sebelah proksimal dari
epifisis terdapat metafisis Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang
rawan yang tumbuh yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan
Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis Tulang
rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas dan tulang
memanjang Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat Epifisis dibentuk dari
spongi bone (cancellous atau trabecular) Pada akhir tahun-tahun remaja tulang
rawan habis lempeng epifisis berfusi dan tulang berhenti tumbuh Hormon
pertumbuhan estrogen dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang
Estrogen bersama dengan testosteron merangsang fusi lempeng epifisis Batang
suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis Kanalis
medularis berisi sumsum tulang
2) Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous
(spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat
3) Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan
lapisan luar adalah tulang concellous
4) Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek
5) Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang terletak di sekitar tulang yang
berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial
misalnya patella (kap lutut)
Tulang tersusun atas sel matriks protein dan deposit mineral Sel-selnya terdiri atas
tiga jenis dasar-osteoblas osteosit dan osteoklas Osteoblas berfungsi dalam
pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang Matriks tersusun atas
98 kolagen dan 2 subtansi dasar (glukosaminoglikan asam polisakarida) dan
proteoglikan) Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik
ditimbun Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang
dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ) Osteoklas adalah sel multinuclear
( berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran resorpsi dan remosdeling
tulang
Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa Ditengah osteon
terdapat kapiler Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang
dinamakan lamella Didalam lamella terdapat osteosit yang memperoleh nutrisi
melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang
menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 01 mm)
Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum
Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh selain sebagai
tempat perlekatan tendon dan ligamen Periosteum mengandung saraf pembuluh
darah dan limfatik Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung
osteoblast yang merupakan sel pembentuk tulang
Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang
panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus Osteoklast yang melarutkan
tulang untuk memelihara rongga sumsum terletak dekat endosteum dan dalam
lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang)
Gambar 1 Anatomi tulang panjang
Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 bahan organik (hidup) dan 70 endapan
garam Bahan organik disebut matriks dan terdiri dari lebih dari 90 serat kolagen
dan kurang dari 10 proteoglikan (protein plus sakarida) Deposit garam terutama
adalah kalsium dan fosfat dengan sedikit natrium kalium karbonat dan ion
magnesium Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen
melalui proteoglikan Adanya bahan organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan
tensif (resistensi terhadap tarikan yang meregangkan) Sedangkan garam-garam
menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan)
Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa
pemanjangan dan penebalan tulang Kecepatan pembentukan tulang berubah selama
hidup Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn hormon faktor makanan dan
jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang dan terjadi akibat aktivitas sel-sel
pembentuk tulang yaitu osteoblas
Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang Osteoblas berespon terhadap
berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang Sewaktu pertama kali
dibentuk matriks tulang disebut osteoid Dalam beberapa hari garam-garam kalsium
mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan
berikutnya Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid dan disebut
osteosit atau sel tulang sejati Seiring dengan terbentuknya tulang osteosit dimatriks
membentuk tonjolan-tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit
lainnya membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang
Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang sebagian ion
kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi Garam nonkristal ini dianggap
sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan yaitu dapat dipindahkan dengan cepat
antara tulang cairan interstisium dan darah
Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi terjadi secara bersamaan dengan
pembentukan tulang Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut
osteoklas Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel
mirip-monosit yang terdapat di tulang Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai
asam dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis Osteoklas
biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang dan memfagosit
tulang sedikit demi sedikit Setelah selesai di suatu daerah osteoklas menghilang dan
muncul osteoblas 0steoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan
tulang baru Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan
tulang baru yang lebih kuat
Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus
menerus diperbarui atau mengalami remodeling Pada anak dan remaja aktivitas
osteoblas melebihi aktivitas osteoklas sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan
menebal Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang
pulih dari fraktur Pada orang dewasa muda aktivitas osteoblas dan osteoklas
biasanya setara sehingga jumlah total massa tulang konstan Pada usia pertengahan
aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai
berkurang Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami
imobilisasi Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan dominansi aktivitas osteoklas
dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah Aktivitas osteoblas
dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon
Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan
stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang Fraktur
tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas tetapi mekanisme pastinya
belum jelas Estrogen testosteron dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat
bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang Pertumbuhan tulang dipercepat
semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut Estrogen dan
testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan
merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang) Sewaktu kadar
estrogen turun pada masa menopaus aktivitas osteoblas berkurang Defisiensi
hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang
Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan
bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan
kalsium di usus Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah yang mendorong
kalsifikasi tulang Namun vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar
kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang Dengan demikian vitamin
D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan
menyebabkan absorpsi tulang
Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh
hormon paratiroid Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang
terletak tepat di belakang kelenjar tiroid Pelepasan hormon paratiroid meningkat
sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum Hormon paratiroid
meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk
membebaskan kalsium ke dalam darah Peningkatan kalsium serum bekerja secara
umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut
Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas
Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan
menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi
ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah Pengaktifan vitamin
D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid Sedangkan kalsitonin adalah suatu
hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan
kadar kalsium serum Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan
pernbentukan osteoklas Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga
menurunkan kadar kalsium serum
b Fisiologi Tulang
Fungsi tulang adalah sebagai berikut
1) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh
2) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung otak dan paru-paru) dan jaringan
lunak
3) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan
pergerakan)
4) Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema
topoiesis)
5) Menyimpan garam mineral misalnya kalsium fosfor
2 Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan
oleh rudapaksa (Mansjoer et al 2000) Sedangkan menurut Linda Juall C dalam
buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah
rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap oleh tulang
Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman 2000) Pendapat lain menyatakan
bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih
utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson M A 1992)
3 Etiologi
1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan
Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring
2) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam
jalur hantaran vektor kekerasan
3) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadiKekuatan dapat berupa
pemuntiran penekukan penekukan dan penekanan kombinasi dari ketiganya dan
penarikan
4 Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya
atau terputusnya kontinuitas tulang Setelah terjadi fraktur periosteum dan pembuluh
darah serta saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus
tulang rusak Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian
tulang yang patah Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya
respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi eksudasi plasma dan leukosit
dan infiltrasi sel darah putih Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1) Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar
waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur
2) Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan elastisitas kelelahan dan
kepadatan atau kekerasan tulang
5 Klasifikasi Fraktur
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis dibagi
menjadi beberapa kelompok yaitu
a Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)
1) Faktur Tertutup (Closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi
2) Fraktur Terbuka (OpenCompound) bila terdapat hubungan antara hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit
b Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur
1) Fraktur Komplit bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto
2) Fraktru Inkomplit bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti
a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
b) Buckle atau Torus Fraktur bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya
c) Green Stick Fraktur mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya
yang terjadi pada tulang panjang
c Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme
trauma
1) Fraktur Transversal fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung
2) Fraktur Oblik fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga
3) Fraktur Spiral fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi
4) Fraktur Kompresi fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain
5) Fraktur Avulsi fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang
d Berdasarkan jumlah garis patah
1) Fraktur Komunitif fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan
2) Fraktur Segmental fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan
3) Fraktur Multiple fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama
e Berdasarkan pergeseran fragmen tulang
1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh
2) Fraktur Displaced (bergeser) terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen terbagi atas
a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan
overlapping)
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)
f Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian
1 13 proksimal
2 13 medial
3 13 distal
g Fraktur Kelelahan fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang
h Fraktur Patologis fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan
lunak sekitar trauma yaitu
a Tingkat 0 fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya
b Tingkat 1 fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan
c Tingkat 2 fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan
d Tingkat 3 cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan
ancaman sindroma kompartement
6 Manifestasi Klinik
a Deformitas
b Bengkakedema
c Echimosis (Memar)
d Spasme otot
e Nyeri
f Kuranghilang sensasi
g Krepitasi
h Pergerakan abnormal
i Rontgen abnormal
7 Test Diagnostik
a Pemeriksaan Rontgen menentukan lokasiluasnya frakturluasnyatrauma
skan tulang temogram scan CI memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
b Hitung darah lengkap HB mungkin meningkatmenurun
c Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma
d Kreatinin traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal
e Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi
multiple atau cederah hati
8 Penatalaksanaan Medik
a Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan
disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period) Kuman belum
terlalu jauh meresap dilakukan
1) Pembersihan luka
2) Exici
3) Hecting situasi
4) Antibiotik
b Seluruh Fraktur
1) RekognisisPengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya
2) ReduksiManipulasiReposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara
optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner
2001)
Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi
fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang
mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera
mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi
karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi
semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan
Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani
prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan
sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan
dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut
Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)
dengan manipulasi dan traksi manual
Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan
alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan
menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk
mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar
Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan
untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang
sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat
dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi
Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan
pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin
kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat
ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat
tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang
3) RetensiImmobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimun
Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi
atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi
eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau
fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan
sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur
4) Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus
dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran
darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera
bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan
ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan
perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik
dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan
peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk
memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada
aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna
memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas
fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang
diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan
9 Proses Penyembuhan Tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang
tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru
diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang
Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu
1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel
darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat
tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan
perdarahan berhenti sama sekali
2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang
berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma
Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih
dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam
beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang
yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai
tergantung frakturnya
3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila
diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga
kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai
berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal
dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman
tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4
minggu setelah fraktur menyatu
4) Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi
lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos
melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi
celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses
yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk
membawa beban yang normal
5) Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa
bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan
pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan
pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang
rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan
normalnya
10 Komplikasi
1) Komplikasi Awal
a Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT
menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas
yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang
sakit tindakan reduksi dan pembedahan
b Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh
darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu
kuat
c Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada
kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone
marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam
darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi
tachypnea demam
d Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain
dalam pembedahan seperti pin dan plat
e Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkmanrsquos Ischemia
f Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada
fraktur
2) Komplikasi Dalam Waktu Lama
b Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai
darah ke tulang
c Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang
d Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik
B Konsep Keperawatan
Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses
keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian
diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi
1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan
sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas
a Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status
perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal
MRS diagnosa medis
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut
bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan
(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri
(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk
(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi
(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya
(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa
kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan
yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui
mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
(Ignatavicius Donna D 1995)
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu
seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang
sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki
sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan
secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna
D 1995)
g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya
dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium
pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien
melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)
(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya
seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari
nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada
lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien
(3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun
begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola
eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya
warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola
Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan
tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)
(4) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal
lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena
ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan
yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)
(5) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien
harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)
(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan
akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
(Ignatavicius Donna D 1995)
(7) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur
sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya
tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
(8) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah
anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)
10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan
timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh
klien bisa tidak efektif
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien
2) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi
hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan
(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti
(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung
pada keadaan klien
(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut
(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk
(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
(a) Sistem Integumen
Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri
tekan
(b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada
nyeri kepala
(c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada
(d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk
Tak ada lesi simetris tak oedema
(e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan)
(f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan
(g) Hidung
Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung
(h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat
(i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris
(j) Paru
(1) Inspeksi
Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien
yang berhubungan dengan paru
(2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama
(3) Perkusi
Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya
(4) Auskultasi
Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor
dan ronchi
(k) Jantung
(1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung
(2) Palpasi
Nadi meningkat iktus tidak teraba
(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur
(l) Abdomen
(1) Inspeksi
Bentuk datar simetris tidak ada hernia
(2) Palpasi
Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba
(3) Perkusi
Suara thympani ada pantulan gelombang cairan
(4) Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kalimenit
(m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB
b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai
status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia
Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain
(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi)
(b) Cape au lait spot (birth mark)
(c) Fistulae
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi
(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal)
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi
netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien
Yang perlu dicatat adalah
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary
refill time Normal 3 ndash 5 ldquo
(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama
disekitar persendian
(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal
tengah atau distal)
Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler
Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya
konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan
ukurannya
(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan
ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan
lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari
titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah
ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan
aktif dan pasif
(Reksoprodjo Soelarto 1995)
3) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan
sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi
untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu
disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan
penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca
pada x-ray
(1) Bayangan jaringan lunak
(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi
(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction
(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti
(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang
kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya
(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma
(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa
(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak
b) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang
(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang
(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)
Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang
c) Pemeriksaan lain-lain
(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi
(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi
(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur
(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan
(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang
(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
3 Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah
sebagai berikut
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)
g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
(Doengoes 2000)
4 Intervensi Keperawatan
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan
tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan
tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai
indikasi untuk situasi individual
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat
dan atau traksi
2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena
3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif
4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan
posisi)
5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi
visual aktivitas dipersional)
6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan
7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-
tanda vital)
Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi
Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri
Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler
Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang
mungkin berlangsung lama
Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri
Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara
sentral maupun perifer
Menilai perkembangan masalah klien
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria
akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi
distal cedera
2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat
3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi
adanya sindroma kompartemen
4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan
5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit
distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal
Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi
Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan
bebatspalk
Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan
hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi
Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena
Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan
klien
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan
kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif
2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien
3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan
kortikosteroid sesuai indikasi
4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit
5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya
stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral
Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi
Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru
Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid
telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak
Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas
anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan
penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak
Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi
pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan
kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik
yang memampukan melakukan aktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran
kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien
2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun
yang sehat sesuai keadaan klien
3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi
4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien
5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien
6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari
7 Berikan diet TKTP
8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi
9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi
Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu
menurunkan isolasi sosial
Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot
mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi
kalsium karena imobilisasi
Mempertahankan posis fungsional ekstremitas
Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan
klien
Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis
penumonia)
Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi
Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis tubuh
Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara
individual
Menilai perkembangan masalah klien
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan
perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai
indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun
kencang bantalan bawah siku tumit)
2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips
3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal
4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi
pentraksi
Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas
Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap
tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi
Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal
Menilai perkembangan masalah klien
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang
Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase
purulen atau eritema dan demam
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol
2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen
3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi
4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur
dan sensitivitas lukaserumtulang)
5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka
Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka
Meminimalkan kontaminasi
Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis
mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus
Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED
dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab
infeksi
Mengevaluasi perkembangan masalah klien
h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien
mengerti dan memahami tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran
2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik
3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat
demam perubahan sensasi kulit distal cedera)
4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan
Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien
untuk mengikuti program pembelajaran
Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan
program terapi fisik
Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang
memerulukan intervensi lebih lanjut
Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi
klien
B Evaluasi
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat
o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
o Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami
httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-
terbukahtml
Peran Perawat saat terjadi kecelakaan
Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan
Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan
Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian
memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain
sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban
Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan
Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan
ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk
seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan
Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim
Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja
di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas
pada manajemen pra-rumah sakit
Triage
Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut
urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera
diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang
percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda
Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana
kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan
diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini
akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya
untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan
efisienrdquo
Kategori Triage
bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull
6
Ada sistim 4 level untuk kategori triage
1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa
yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal
tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal
vasa besar dan cedera jalan nafas
2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak
ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran
pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas
perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25
3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan
dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal
lacerasi minor memar dan lecet
4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan
meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat
derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital
Metode penilaian triage
Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage
berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh
tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap
diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik
cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini
dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment
Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda
Tdk
Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant
Jalan Nafas
Ya Ya
Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA
lt 30
Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan
lt 2 detik
Dapat diperintah --------------------------------------------
Ya
TUNDA
Gambar ALGORITME TRIAGE START
Pemulihan
Saran
Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa
yang akan datang maka di rekomendasikan
1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali
Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan
Komandan Medik
2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan
Ambulans berikut Tim Ambulans-nya
3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima
kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik
Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan
Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk
menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal
4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional
daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana
5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai
salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai
pihak
HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN
BENCANA
(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn
KIC Mkes KNA
Korban Meninggal dan Hilang Akibat Bencana Tahun 2008
KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA
I latar Belakang
Kereta api di Indonesia sudah ada sejak 138 tahun yang lalu Jaringan kereta api di
Indonesia sebagian besar merupakan peninggalan jaman Belanda meliputi lintasan
sepanjang 6482 km yang tersebar di Jawa dan Sumatera dimana 70 diantaranya
terletak di pulau Jawa Usia jaringan KA umumnya sudah sangat tua 25 sudah
berusia 70-137 tahun 44 berusia antara 10-70 tahun
Di Jawa terdapat tiga lintas pelayanan utama yaitu Jakarta-Bandung Jakarta-
Semarang-Surabaya (disebut lintas utara) dan Jakarta-Yogyakarta-Surabaya (disebut
lintas selatan) Sementara di Sumatera terdapat tiga sub-jaringan KA yang terpisah
satu sama lain yakni sub-jaringan Sumatera bagian Utara sub-jaringan Sumatera
bagian Barat dan sub-jaringan Sumatera bagian Selatan
Sebelum perang dunia kedua angkutan KA di Indonesia dikelola oleh perusahaan
swasta Belanda Selanjutnya pada tahun 1950 pengelolaan diserahkan kepada
Kementerian Komunikasi Republik Indonesia melalui DKA (Djawatan Kereta Api)
Kemudian secara berturut-turut pengelola KA mengalami beberapa kali perubahan
nama dan status yaitu PNKA (Perusahaan Negara Kereta Api ) pada tahun 1963
PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api ) pada tahun 1971 PERUMKA (Perusahaan
Umum Kereta Api) pada bulan Januari tahun 1991 dan terakhir pada bulan Juni
tahun 1999 berubah menjadi PT KAI - Kereta Api Indonesia (Persero)
Sampai saat ini kereta api masih dianggap sebagai tulang punggung sistem
transportasi darat di berbagai wilayah di belahan dunia baik untuk angkutan barang
ataupun penumpang Namun demikian di Indonesia peran kereta api masih sangat
marginal Dari sisi market share angkutan antar moda saat ini share kereta api untuk
angkutan penumpang hanya sebesar 73 dan angkutan barang lebih kurang 06
Dalam tahun 2005 KAI berhasil mengangkut penumpang sebanyak 1479 juta orang
dan mengangkut barang sebanyak 173 juta ton
Permasalahan yang cukup mengganggu perkeretaapian saat ini adalah tingginya
tingkat kecelakaan Trend kecelakaan KA dalam periode tahun 2000 ndash 2005 yang
diperlihatkan pada Gambar-1 dapat memberikan gambaran bahwa tingkat
keselamatan angkutan KA selama tahun 2000-2005 sangat buruk
Sumber Direktorat jenderal perkeretaapian Kementrian republik Indonesia
II Kondisi Prasarana amp Sarana
Sarana kereta api meliputi lokomotif kereta gerbong KRL dan KRD Jumlah
lokomotif yang dimiliki saat ini sebanyak 333 unit lebih dari 60 diantaranya
berusia lebih dari 20 tahun Karena keterbatasan jumlah lokomotif seringkali
dioperasikan hingga jarak 1400 kmhari jauh melampaui batas ideal 900 kmhari
Pada tahun 2005 terjadi lok mogok sebanyak 1519 kali yang mencerminkan kondisi
lokomotif sebagian sudah kurang baik Jumlah kereta 1243 unit lebih dari 45
diantaranya berusia diatas 30 tahun
Prasarana jalan rel yang ada saat ini pada umumnya masih jalur tunggal Jalur ganda
baru tersedia di jalur Jakarta-Cikampek Jakarta-Bogor Padalarang-Bandung dan
Surabaya kota-Wonokromo Jalur rel yang ada memiliki beban ganda antara 9 sd 18
ton yang mampu mendukung kecepatan kereta api antara 60-110 kmjam Panjang
rel di Jawa yang masih dioperasikan sepanjang 3216 km dan di Sumatera sepanjang
1348 km Sebagian dari jalur tersebut kondisinya sudah kurang layak operasi
sehingga sangat rawan terhadap kecelakaan
Prasarana persinyalan mencakup perangkat sinyal pintu perlintasan telepontelegraf
saluran fisik jaringan radio Sampai dengan tahun 2000 telah dilakukan modernisasi
(elektrifikasi) persinyalan di 183 stasiun Ada tiga sistem persinyalan yang
dioperasikan di Jawa maupun Sumatera yaitu electronic interlocking system all
relayNX-interlocking system dan electro mechanical interlocking system Jumlah
pintu perlintasan ada 8385 unit sebanyak 1145 unit dijaga dan sisanya sebanyak
7240 unit tidak dijaga Jumlah perlintasan tersebut belum termasuk sekitar 17000
perlintasan yang belum terdaftar
III Keselamatan KA
Permasalahan perkeretaapian Indonesia saat ini sangat rumit sulit dinamis dengan
tantangan yang terus berkembang Sejak dulu hingga kini kereta api selalu
berhadapan dengan tantangan kompetisi yang tinggi dari moda lain Jika dulu
berhadapan dengan perkembangan otomotif maka kini tantangan datang dari
perangkutan udara dengan tarif yang sangat kompetitif Namun yang saat ini
mengganggu perkererataapian Indonesia adalah tingginya tingkat kecelakaan Pada
Gambar-1 diperlihatkan trend kecelakaan kereta api periode 2000-2005 Frekuensi
kecelakaan sangat tinggi dan banyak menelan korban jiwa dengan korban mayoritas
dari kalangan rakyat kecil Padahal kereta api sangat diharapkan menjadi moda
transportasi yang paling aman murah andal dan cepat anti kemacetan lalu-lintas
Seperti yang disampaikan dalam gambar 41 dalam periode Januari 2004 sd Mei
2006 di Indonesia telah terjadi kecelakaan kereta api sebanyak 359 kali dengan
jumlah korban jiwa 139 orang dan luka berat 219 orang Kecelakaan kereta api ini
dalam lingkungan perkeretaapian disebut PLH (Peristiwa Luar biasa Hebat) yaitu
suatu kecelakaan yang mengakibatkan korban jiwa atau luka berat atau
mengakibatkan rintangan jalan yang mengganggu operasi KA Tabrakan KA vs KA
terjadi sebanyak 20 kali rata-rata 8 kali dalam satu tahun Tingginya frekuensi
kecelakaan katergori ini sangat mengkhawatirkan dan termasuk dalam kategori
terburuk di dunia Kecelakaan KA anjlok terjadi sebanyak 211 kali atau 59 dari
jumlah total kecelakaan Tabrakan KA dengan kendaraan umum sebanyak 46 kali
terjadi Kecelakaan akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali yang mayoritas
merupkan kecelakaan akibat pejalan kaki tertabrak kereta api
Kecelakaan KA akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali 20 dari jumlah total
kecelakaan dengan jumlah korban jiwa sebanyak 22 orang Mayoritas Korban
adalah pejalan kaki yang tertabrak KA akibat kelalaian waktu berada di sekitar
daerah jalur operasi KA
Jumlah korban jiwa (tidak termasuk luka berat) akibat kecelakaan kereta api dalam
periode Januari 2004 sd Mei 2005 adalah ebesar 139 orang degan perincian seperti
yang diperlihatkan pada Gambar 43 Korban jiwa terbesar adalah akibat tabrakan
KA dengan dengan kendaraan umum di perlintasan sebidang yaitu sebesar 91 orang
atau sebesar 66 total jumlah korban Kemudian disusul akibat tabrakan KA vs KA
yang yang menyebabkan korban jiwa sebanyak 24 orang atau 17 dari jumlah total
korban
Identifikasi Masalah
Tabrakan KA vs KA
Tabrakan antar KA merupakan kecelakaan dalam kategori malapetaka besar
(catastrophic) yang secara teoritis seharusnya dapat dan harus dicegah Kecelakaan
ini memiliki potensi korban jiwa yang sangat besar mengingat kapasitas angkut KA
ratusan orang dan juga berpotensi menimbulkan kerugian finansial yang sangat
besar akibat kerusakan saranaprasarana (harga satu unit lokomotif sekitar Rp15
Milyar)
Dalam periode delapan tahun terakhir di Indonesia telah terjadi 64 kali tabrakan KA
vs KA Tragedi Bintaro merupakan lembaran hitam dalam sejarah perkeretaapian
Indonesia yaitu kasus tabrakan antara dua KA Ekonomi di Bintaro Jakarta Selatan
pada tahun 1987 yang menelan korban jiwa 153 orang dan korban luka berat 300
orang Untuk mencegah terulangnya kembali tragedi tersebut berbagai upaya sudah
dilakukan baik oleh pemerintah maupun KAI Antara lain dengan melakukan
modernisasi persinyalan namun demikian hasilnya belum seperti yang diharapkan
Berdasarkan hasil investigasi dari 64 kecelakaan tabrakan antar KA dalam delapan
tahun terakhir sebanyak 51 kali atau 80 disebabkan oleh faktor manusia hanya
20 yang diakibatkan oleh faktor teknik
Dalam periode Januari 2004-Mei 2006 telah terjadi 20 kali tabrakan KA vs KA
dengan jumlah korban meninggal 24 orang (Gambar 42) Dari hasil investigasi
penyebab kecelakaan sebanyak 75 adalah akibat faktor manusia antara lain
pelanggaran sinyal atau PSAD (Passed Signal at Danger) masinis tertidur PPKA
salah memberi sinyal PPKA tertidur Sedangkan kontribusi sarana terhadap
kecelakaan hanya 5 (rem rusak) faktor manusia eksternal 5 (sabotase) dan yang
dalam pengusutan sebesar 15
Dalam bulan Maret-April tahun 2006 ini sudah terjadi 4 kali kecelakaan Salah satu
diantaranya yang terjadi di daerah operasi Semarang berakibat sangat fatal
menewaskan 13 orang dan 20 orang mengalami luka berat Dan lagi-lagi
berdasarkan hasil investigasi sumber penyebabnya adalah akibat masinis melanggar
sinyal (PSAD)
Tabrakan antar KA memiliki potensi korban jiwa dan korban finansial juga
memiliki dampak sosial dan secara teoritis dapat dihindari maka dalam manajemen
keselamatan harus sepenuhnya dapat dicegah dengan kategori zero tolerance
Tingginya frekuensi tabrakan antar kereta api di Indonesia telah mengubah persepsi
persepsi keandalan faktor keamanan yang sudah melekat dan menjadi citra moda
transportasi KA Tingginya frekuensi tabrakan antar KA akan mengasosiasikan
faktor keselamatan KA tidak berbeda dengan bus atau angkutan umum Namun yang
menjadi persoalan tabrakan antar KA seharusnya kejadian yang secara teoritis dapat
dihindari dan dapat dikendalikan asalkan dapat diketahui sumber penyebabnya
Tabrakan antar KA dalam satu kali dalam setahun adalah sudah terlalu banyak
Namun demikian kasus tabrakan antar KA di Indonesia rata-rata dalam setahun 8
kali Diduga kuat upaya-upaya pencegahan yang telah dilakukan belum memadai
atau belum komprehensif
Tabrakan KA vs Kendaraan Umum
Dalam periode Janrsquo04 sd Meirsquo06 tabrakan KA vs Kendaraan Umum terjadi
sebanyak 46 kali atau 13 dari total jumlah kecelakaan Jumlah korban meninggal
sebanyak 91 orang dan luka berat 93 orang Jumlah korban jiwa adalah 65 dari
total jumlah korban jiwa dalam periode tersebut Semua kecelakaan terjadi di lokasi
perlintasan KA sebidang baik yang dijaga maupun yang tidak dijaga dan sebagian
besar terjadi di Jawa Kecelakaan ini dalam beberapa kali kasus menimbulkan
jumlah korban yang sangat besar karena KA menabrak bus atau angkutan umum
yang sarat penumpang
Perlintasan KA sebidang di Jawa dan Sumatera yang terdaftar resmi di Dephub
mencapai 8385 buah (tidak termasuk ribuan perlintasan liar) dan yang dijaga hanya
1145 buah (14) Sisanya sebanyak 7240 buah (86) tidak dijaga dan pada
umumnya tidak dilengkapi dengan persinyalan yang memadai Di daerah Jawa
perlintasan yang tidak dijaga lebih dari 6602 buah Dengan semakin tingginya
frekuensi lalu-lintas kendaraan umum maka tidak mengherankan tabrakan KA vs
Kendaraan Umum akan cenderung semakin tinggi
Perlintasan sebidang tidak semua dijaga karena kendala keterbatasan dana
Pembuatan jalan layang (fly over) atau terowongan (underpass) sulit untuk
diwujudkan karena biaya pembangunannya sangat mahal Alasan lainnya pada saat
perlintasan KA dibangun kondisi lalu-lintas kendaraan umum belum sepadat
sekarang Dengan berkembangnya lingkungan sosial dan ekonomi memicu
tumbuhnya pemukiman disekitar jalur KA dan bertambah pesatnya jumlah
pengendara kendaraan bermotor Hal ini kemudian mendorong bertambahnya
jumlah perlintasan baru (liar) Perlintasan ini banyak yang dibiarkan terbuka tanpa
pintu ataupun penjaga sehingga titik-titik rawan kecelakaan semakin bertambah
banyak
httpperkeretaapiandephubgoidindexphp
option=com_contentampview=articleampid=108ampItemid=26ampa728c66ceac927a1a5624c
56ff8c277c=27eeb8eb8075a712111282208e8edd52
Masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh kecelakaan lalu lintas kereta api adalah
1 Trauma kepala trauma thorak trauma abdomen
2 Fraktur
3 Ruptur organ dalam
4 Luka bakar
5 Laserasi
6 Kematian
A KONSEP DASAR PENYAKIT
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN FRAKTUR
By Iwan Sain SKp MKes
A Konsep Medis
1 Anatomi dan Fisiologi
a Anatomi Tulang
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler Tulang berasal dari
embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses ldquoOsteogenesisrdquo menjadi
tulang Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut ldquoOsteoblastrdquo Proses
mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium
Ada 206 tulang dalam tubuh manusia Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima
kelompok berdasarkan bentuknya
1) Tulang panjang (Femur Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang
disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis Di sebelah proksimal dari
epifisis terdapat metafisis Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang
rawan yang tumbuh yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan
Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis Tulang
rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas dan tulang
memanjang Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat Epifisis dibentuk dari
spongi bone (cancellous atau trabecular) Pada akhir tahun-tahun remaja tulang
rawan habis lempeng epifisis berfusi dan tulang berhenti tumbuh Hormon
pertumbuhan estrogen dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang
Estrogen bersama dengan testosteron merangsang fusi lempeng epifisis Batang
suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis Kanalis
medularis berisi sumsum tulang
2) Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous
(spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat
3) Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan
lapisan luar adalah tulang concellous
4) Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek
5) Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang terletak di sekitar tulang yang
berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial
misalnya patella (kap lutut)
Tulang tersusun atas sel matriks protein dan deposit mineral Sel-selnya terdiri atas
tiga jenis dasar-osteoblas osteosit dan osteoklas Osteoblas berfungsi dalam
pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang Matriks tersusun atas
98 kolagen dan 2 subtansi dasar (glukosaminoglikan asam polisakarida) dan
proteoglikan) Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik
ditimbun Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang
dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ) Osteoklas adalah sel multinuclear
( berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran resorpsi dan remosdeling
tulang
Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa Ditengah osteon
terdapat kapiler Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang
dinamakan lamella Didalam lamella terdapat osteosit yang memperoleh nutrisi
melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang
menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 01 mm)
Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum
Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh selain sebagai
tempat perlekatan tendon dan ligamen Periosteum mengandung saraf pembuluh
darah dan limfatik Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung
osteoblast yang merupakan sel pembentuk tulang
Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang
panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus Osteoklast yang melarutkan
tulang untuk memelihara rongga sumsum terletak dekat endosteum dan dalam
lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang)
Gambar 1 Anatomi tulang panjang
Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 bahan organik (hidup) dan 70 endapan
garam Bahan organik disebut matriks dan terdiri dari lebih dari 90 serat kolagen
dan kurang dari 10 proteoglikan (protein plus sakarida) Deposit garam terutama
adalah kalsium dan fosfat dengan sedikit natrium kalium karbonat dan ion
magnesium Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen
melalui proteoglikan Adanya bahan organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan
tensif (resistensi terhadap tarikan yang meregangkan) Sedangkan garam-garam
menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan)
Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa
pemanjangan dan penebalan tulang Kecepatan pembentukan tulang berubah selama
hidup Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn hormon faktor makanan dan
jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang dan terjadi akibat aktivitas sel-sel
pembentuk tulang yaitu osteoblas
Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang Osteoblas berespon terhadap
berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang Sewaktu pertama kali
dibentuk matriks tulang disebut osteoid Dalam beberapa hari garam-garam kalsium
mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan
berikutnya Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid dan disebut
osteosit atau sel tulang sejati Seiring dengan terbentuknya tulang osteosit dimatriks
membentuk tonjolan-tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit
lainnya membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang
Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang sebagian ion
kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi Garam nonkristal ini dianggap
sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan yaitu dapat dipindahkan dengan cepat
antara tulang cairan interstisium dan darah
Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi terjadi secara bersamaan dengan
pembentukan tulang Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut
osteoklas Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel
mirip-monosit yang terdapat di tulang Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai
asam dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis Osteoklas
biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang dan memfagosit
tulang sedikit demi sedikit Setelah selesai di suatu daerah osteoklas menghilang dan
muncul osteoblas 0steoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan
tulang baru Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan
tulang baru yang lebih kuat
Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus
menerus diperbarui atau mengalami remodeling Pada anak dan remaja aktivitas
osteoblas melebihi aktivitas osteoklas sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan
menebal Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang
pulih dari fraktur Pada orang dewasa muda aktivitas osteoblas dan osteoklas
biasanya setara sehingga jumlah total massa tulang konstan Pada usia pertengahan
aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai
berkurang Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami
imobilisasi Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan dominansi aktivitas osteoklas
dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah Aktivitas osteoblas
dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon
Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan
stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang Fraktur
tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas tetapi mekanisme pastinya
belum jelas Estrogen testosteron dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat
bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang Pertumbuhan tulang dipercepat
semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut Estrogen dan
testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan
merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang) Sewaktu kadar
estrogen turun pada masa menopaus aktivitas osteoblas berkurang Defisiensi
hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang
Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan
bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan
kalsium di usus Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah yang mendorong
kalsifikasi tulang Namun vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar
kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang Dengan demikian vitamin
D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan
menyebabkan absorpsi tulang
Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh
hormon paratiroid Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang
terletak tepat di belakang kelenjar tiroid Pelepasan hormon paratiroid meningkat
sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum Hormon paratiroid
meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk
membebaskan kalsium ke dalam darah Peningkatan kalsium serum bekerja secara
umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut
Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas
Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan
menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi
ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah Pengaktifan vitamin
D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid Sedangkan kalsitonin adalah suatu
hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan
kadar kalsium serum Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan
pernbentukan osteoklas Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga
menurunkan kadar kalsium serum
b Fisiologi Tulang
Fungsi tulang adalah sebagai berikut
1) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh
2) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung otak dan paru-paru) dan jaringan
lunak
3) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan
pergerakan)
4) Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema
topoiesis)
5) Menyimpan garam mineral misalnya kalsium fosfor
2 Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan
oleh rudapaksa (Mansjoer et al 2000) Sedangkan menurut Linda Juall C dalam
buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah
rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap oleh tulang
Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman 2000) Pendapat lain menyatakan
bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih
utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson M A 1992)
3 Etiologi
1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan
Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring
2) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam
jalur hantaran vektor kekerasan
3) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadiKekuatan dapat berupa
pemuntiran penekukan penekukan dan penekanan kombinasi dari ketiganya dan
penarikan
4 Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya
atau terputusnya kontinuitas tulang Setelah terjadi fraktur periosteum dan pembuluh
darah serta saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus
tulang rusak Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian
tulang yang patah Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya
respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi eksudasi plasma dan leukosit
dan infiltrasi sel darah putih Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1) Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar
waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur
2) Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan elastisitas kelelahan dan
kepadatan atau kekerasan tulang
5 Klasifikasi Fraktur
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis dibagi
menjadi beberapa kelompok yaitu
a Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)
1) Faktur Tertutup (Closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi
2) Fraktur Terbuka (OpenCompound) bila terdapat hubungan antara hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit
b Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur
1) Fraktur Komplit bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto
2) Fraktru Inkomplit bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti
a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
b) Buckle atau Torus Fraktur bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya
c) Green Stick Fraktur mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya
yang terjadi pada tulang panjang
c Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme
trauma
1) Fraktur Transversal fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung
2) Fraktur Oblik fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga
3) Fraktur Spiral fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi
4) Fraktur Kompresi fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain
5) Fraktur Avulsi fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang
d Berdasarkan jumlah garis patah
1) Fraktur Komunitif fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan
2) Fraktur Segmental fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan
3) Fraktur Multiple fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama
e Berdasarkan pergeseran fragmen tulang
1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh
2) Fraktur Displaced (bergeser) terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen terbagi atas
a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan
overlapping)
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)
f Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian
1 13 proksimal
2 13 medial
3 13 distal
g Fraktur Kelelahan fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang
h Fraktur Patologis fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan
lunak sekitar trauma yaitu
a Tingkat 0 fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya
b Tingkat 1 fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan
c Tingkat 2 fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan
d Tingkat 3 cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan
ancaman sindroma kompartement
6 Manifestasi Klinik
a Deformitas
b Bengkakedema
c Echimosis (Memar)
d Spasme otot
e Nyeri
f Kuranghilang sensasi
g Krepitasi
h Pergerakan abnormal
i Rontgen abnormal
7 Test Diagnostik
a Pemeriksaan Rontgen menentukan lokasiluasnya frakturluasnyatrauma
skan tulang temogram scan CI memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
b Hitung darah lengkap HB mungkin meningkatmenurun
c Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma
d Kreatinin traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal
e Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi
multiple atau cederah hati
8 Penatalaksanaan Medik
a Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan
disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period) Kuman belum
terlalu jauh meresap dilakukan
1) Pembersihan luka
2) Exici
3) Hecting situasi
4) Antibiotik
b Seluruh Fraktur
1) RekognisisPengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya
2) ReduksiManipulasiReposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara
optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner
2001)
Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi
fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang
mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera
mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi
karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi
semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan
Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani
prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan
sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan
dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut
Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)
dengan manipulasi dan traksi manual
Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan
alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan
menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk
mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar
Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan
untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang
sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat
dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi
Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan
pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin
kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat
ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat
tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang
3) RetensiImmobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimun
Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi
atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi
eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau
fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan
sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur
4) Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus
dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran
darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera
bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan
ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan
perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik
dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan
peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk
memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada
aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna
memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas
fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang
diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan
9 Proses Penyembuhan Tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang
tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru
diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang
Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu
1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel
darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat
tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan
perdarahan berhenti sama sekali
2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang
berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma
Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih
dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam
beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang
yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai
tergantung frakturnya
3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila
diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga
kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai
berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal
dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman
tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4
minggu setelah fraktur menyatu
4) Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi
lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos
melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi
celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses
yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk
membawa beban yang normal
5) Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa
bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan
pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan
pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang
rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan
normalnya
10 Komplikasi
1) Komplikasi Awal
a Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT
menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas
yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang
sakit tindakan reduksi dan pembedahan
b Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh
darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu
kuat
c Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada
kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone
marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam
darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi
tachypnea demam
d Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain
dalam pembedahan seperti pin dan plat
e Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkmanrsquos Ischemia
f Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada
fraktur
2) Komplikasi Dalam Waktu Lama
b Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai
darah ke tulang
c Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang
d Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik
B Konsep Keperawatan
Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses
keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian
diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi
1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan
sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas
a Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status
perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal
MRS diagnosa medis
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut
bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan
(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri
(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk
(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi
(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya
(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa
kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan
yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui
mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
(Ignatavicius Donna D 1995)
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu
seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang
sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki
sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan
secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna
D 1995)
g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya
dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium
pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien
melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)
(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya
seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari
nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada
lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien
(3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun
begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola
eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya
warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola
Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan
tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)
(4) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal
lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena
ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan
yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)
(5) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien
harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)
(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan
akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
(Ignatavicius Donna D 1995)
(7) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur
sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya
tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
(8) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah
anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)
10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan
timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh
klien bisa tidak efektif
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien
2) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi
hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan
(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti
(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung
pada keadaan klien
(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut
(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk
(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
(a) Sistem Integumen
Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri
tekan
(b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada
nyeri kepala
(c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada
(d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk
Tak ada lesi simetris tak oedema
(e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan)
(f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan
(g) Hidung
Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung
(h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat
(i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris
(j) Paru
(1) Inspeksi
Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien
yang berhubungan dengan paru
(2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama
(3) Perkusi
Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya
(4) Auskultasi
Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor
dan ronchi
(k) Jantung
(1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung
(2) Palpasi
Nadi meningkat iktus tidak teraba
(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur
(l) Abdomen
(1) Inspeksi
Bentuk datar simetris tidak ada hernia
(2) Palpasi
Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba
(3) Perkusi
Suara thympani ada pantulan gelombang cairan
(4) Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kalimenit
(m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB
b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai
status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia
Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain
(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi)
(b) Cape au lait spot (birth mark)
(c) Fistulae
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi
(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal)
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi
netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien
Yang perlu dicatat adalah
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary
refill time Normal 3 ndash 5 ldquo
(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama
disekitar persendian
(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal
tengah atau distal)
Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler
Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya
konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan
ukurannya
(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan
ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan
lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari
titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah
ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan
aktif dan pasif
(Reksoprodjo Soelarto 1995)
3) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan
sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi
untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu
disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan
penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca
pada x-ray
(1) Bayangan jaringan lunak
(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi
(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction
(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti
(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang
kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya
(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma
(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa
(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak
b) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang
(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang
(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)
Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang
c) Pemeriksaan lain-lain
(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi
(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi
(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur
(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan
(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang
(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
3 Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah
sebagai berikut
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)
g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
(Doengoes 2000)
4 Intervensi Keperawatan
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan
tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan
tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai
indikasi untuk situasi individual
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat
dan atau traksi
2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena
3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif
4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan
posisi)
5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi
visual aktivitas dipersional)
6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan
7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-
tanda vital)
Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi
Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri
Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler
Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang
mungkin berlangsung lama
Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri
Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara
sentral maupun perifer
Menilai perkembangan masalah klien
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria
akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi
distal cedera
2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat
3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi
adanya sindroma kompartemen
4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan
5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit
distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal
Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi
Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan
bebatspalk
Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan
hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi
Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena
Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan
klien
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan
kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif
2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien
3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan
kortikosteroid sesuai indikasi
4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit
5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya
stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral
Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi
Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru
Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid
telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak
Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas
anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan
penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak
Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi
pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan
kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik
yang memampukan melakukan aktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran
kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien
2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun
yang sehat sesuai keadaan klien
3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi
4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien
5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien
6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari
7 Berikan diet TKTP
8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi
9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi
Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu
menurunkan isolasi sosial
Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot
mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi
kalsium karena imobilisasi
Mempertahankan posis fungsional ekstremitas
Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan
klien
Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis
penumonia)
Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi
Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis tubuh
Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara
individual
Menilai perkembangan masalah klien
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan
perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai
indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun
kencang bantalan bawah siku tumit)
2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips
3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal
4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi
pentraksi
Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas
Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap
tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi
Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal
Menilai perkembangan masalah klien
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang
Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase
purulen atau eritema dan demam
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol
2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen
3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi
4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur
dan sensitivitas lukaserumtulang)
5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka
Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka
Meminimalkan kontaminasi
Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis
mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus
Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED
dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab
infeksi
Mengevaluasi perkembangan masalah klien
h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien
mengerti dan memahami tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran
2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik
3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat
demam perubahan sensasi kulit distal cedera)
4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan
Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien
untuk mengikuti program pembelajaran
Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan
program terapi fisik
Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang
memerulukan intervensi lebih lanjut
Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi
klien
B Evaluasi
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat
o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
o Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami
httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-
terbukahtml
Peran Perawat saat terjadi kecelakaan
Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan
Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan
Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian
memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain
sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban
Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan
Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan
ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk
seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan
Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim
Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja
di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas
pada manajemen pra-rumah sakit
Triage
Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut
urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera
diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang
percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda
Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana
kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan
diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini
akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya
untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan
efisienrdquo
Kategori Triage
bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull
6
Ada sistim 4 level untuk kategori triage
1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa
yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal
tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal
vasa besar dan cedera jalan nafas
2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak
ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran
pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas
perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25
3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan
dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal
lacerasi minor memar dan lecet
4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan
meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat
derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital
Metode penilaian triage
Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage
berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh
tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap
diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik
cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini
dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment
Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda
Tdk
Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant
Jalan Nafas
Ya Ya
Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA
lt 30
Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan
lt 2 detik
Dapat diperintah --------------------------------------------
Ya
TUNDA
Gambar ALGORITME TRIAGE START
Pemulihan
Saran
Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa
yang akan datang maka di rekomendasikan
1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali
Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan
Komandan Medik
2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan
Ambulans berikut Tim Ambulans-nya
3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima
kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik
Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan
Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk
menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal
4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional
daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana
5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai
salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai
pihak
HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN
BENCANA
(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn
KIC Mkes KNA
KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA
I latar Belakang
Kereta api di Indonesia sudah ada sejak 138 tahun yang lalu Jaringan kereta api di
Indonesia sebagian besar merupakan peninggalan jaman Belanda meliputi lintasan
sepanjang 6482 km yang tersebar di Jawa dan Sumatera dimana 70 diantaranya
terletak di pulau Jawa Usia jaringan KA umumnya sudah sangat tua 25 sudah
berusia 70-137 tahun 44 berusia antara 10-70 tahun
Di Jawa terdapat tiga lintas pelayanan utama yaitu Jakarta-Bandung Jakarta-
Semarang-Surabaya (disebut lintas utara) dan Jakarta-Yogyakarta-Surabaya (disebut
lintas selatan) Sementara di Sumatera terdapat tiga sub-jaringan KA yang terpisah
satu sama lain yakni sub-jaringan Sumatera bagian Utara sub-jaringan Sumatera
bagian Barat dan sub-jaringan Sumatera bagian Selatan
Sebelum perang dunia kedua angkutan KA di Indonesia dikelola oleh perusahaan
swasta Belanda Selanjutnya pada tahun 1950 pengelolaan diserahkan kepada
Kementerian Komunikasi Republik Indonesia melalui DKA (Djawatan Kereta Api)
Kemudian secara berturut-turut pengelola KA mengalami beberapa kali perubahan
nama dan status yaitu PNKA (Perusahaan Negara Kereta Api ) pada tahun 1963
PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api ) pada tahun 1971 PERUMKA (Perusahaan
Umum Kereta Api) pada bulan Januari tahun 1991 dan terakhir pada bulan Juni
tahun 1999 berubah menjadi PT KAI - Kereta Api Indonesia (Persero)
Sampai saat ini kereta api masih dianggap sebagai tulang punggung sistem
transportasi darat di berbagai wilayah di belahan dunia baik untuk angkutan barang
ataupun penumpang Namun demikian di Indonesia peran kereta api masih sangat
marginal Dari sisi market share angkutan antar moda saat ini share kereta api untuk
angkutan penumpang hanya sebesar 73 dan angkutan barang lebih kurang 06
Dalam tahun 2005 KAI berhasil mengangkut penumpang sebanyak 1479 juta orang
dan mengangkut barang sebanyak 173 juta ton
Permasalahan yang cukup mengganggu perkeretaapian saat ini adalah tingginya
tingkat kecelakaan Trend kecelakaan KA dalam periode tahun 2000 ndash 2005 yang
diperlihatkan pada Gambar-1 dapat memberikan gambaran bahwa tingkat
keselamatan angkutan KA selama tahun 2000-2005 sangat buruk
Sumber Direktorat jenderal perkeretaapian Kementrian republik Indonesia
II Kondisi Prasarana amp Sarana
Sarana kereta api meliputi lokomotif kereta gerbong KRL dan KRD Jumlah
lokomotif yang dimiliki saat ini sebanyak 333 unit lebih dari 60 diantaranya
berusia lebih dari 20 tahun Karena keterbatasan jumlah lokomotif seringkali
dioperasikan hingga jarak 1400 kmhari jauh melampaui batas ideal 900 kmhari
Pada tahun 2005 terjadi lok mogok sebanyak 1519 kali yang mencerminkan kondisi
lokomotif sebagian sudah kurang baik Jumlah kereta 1243 unit lebih dari 45
diantaranya berusia diatas 30 tahun
Prasarana jalan rel yang ada saat ini pada umumnya masih jalur tunggal Jalur ganda
baru tersedia di jalur Jakarta-Cikampek Jakarta-Bogor Padalarang-Bandung dan
Surabaya kota-Wonokromo Jalur rel yang ada memiliki beban ganda antara 9 sd 18
ton yang mampu mendukung kecepatan kereta api antara 60-110 kmjam Panjang
rel di Jawa yang masih dioperasikan sepanjang 3216 km dan di Sumatera sepanjang
1348 km Sebagian dari jalur tersebut kondisinya sudah kurang layak operasi
sehingga sangat rawan terhadap kecelakaan
Prasarana persinyalan mencakup perangkat sinyal pintu perlintasan telepontelegraf
saluran fisik jaringan radio Sampai dengan tahun 2000 telah dilakukan modernisasi
(elektrifikasi) persinyalan di 183 stasiun Ada tiga sistem persinyalan yang
dioperasikan di Jawa maupun Sumatera yaitu electronic interlocking system all
relayNX-interlocking system dan electro mechanical interlocking system Jumlah
pintu perlintasan ada 8385 unit sebanyak 1145 unit dijaga dan sisanya sebanyak
7240 unit tidak dijaga Jumlah perlintasan tersebut belum termasuk sekitar 17000
perlintasan yang belum terdaftar
III Keselamatan KA
Permasalahan perkeretaapian Indonesia saat ini sangat rumit sulit dinamis dengan
tantangan yang terus berkembang Sejak dulu hingga kini kereta api selalu
berhadapan dengan tantangan kompetisi yang tinggi dari moda lain Jika dulu
berhadapan dengan perkembangan otomotif maka kini tantangan datang dari
perangkutan udara dengan tarif yang sangat kompetitif Namun yang saat ini
mengganggu perkererataapian Indonesia adalah tingginya tingkat kecelakaan Pada
Gambar-1 diperlihatkan trend kecelakaan kereta api periode 2000-2005 Frekuensi
kecelakaan sangat tinggi dan banyak menelan korban jiwa dengan korban mayoritas
dari kalangan rakyat kecil Padahal kereta api sangat diharapkan menjadi moda
transportasi yang paling aman murah andal dan cepat anti kemacetan lalu-lintas
Seperti yang disampaikan dalam gambar 41 dalam periode Januari 2004 sd Mei
2006 di Indonesia telah terjadi kecelakaan kereta api sebanyak 359 kali dengan
jumlah korban jiwa 139 orang dan luka berat 219 orang Kecelakaan kereta api ini
dalam lingkungan perkeretaapian disebut PLH (Peristiwa Luar biasa Hebat) yaitu
suatu kecelakaan yang mengakibatkan korban jiwa atau luka berat atau
mengakibatkan rintangan jalan yang mengganggu operasi KA Tabrakan KA vs KA
terjadi sebanyak 20 kali rata-rata 8 kali dalam satu tahun Tingginya frekuensi
kecelakaan katergori ini sangat mengkhawatirkan dan termasuk dalam kategori
terburuk di dunia Kecelakaan KA anjlok terjadi sebanyak 211 kali atau 59 dari
jumlah total kecelakaan Tabrakan KA dengan kendaraan umum sebanyak 46 kali
terjadi Kecelakaan akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali yang mayoritas
merupkan kecelakaan akibat pejalan kaki tertabrak kereta api
Kecelakaan KA akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali 20 dari jumlah total
kecelakaan dengan jumlah korban jiwa sebanyak 22 orang Mayoritas Korban
adalah pejalan kaki yang tertabrak KA akibat kelalaian waktu berada di sekitar
daerah jalur operasi KA
Jumlah korban jiwa (tidak termasuk luka berat) akibat kecelakaan kereta api dalam
periode Januari 2004 sd Mei 2005 adalah ebesar 139 orang degan perincian seperti
yang diperlihatkan pada Gambar 43 Korban jiwa terbesar adalah akibat tabrakan
KA dengan dengan kendaraan umum di perlintasan sebidang yaitu sebesar 91 orang
atau sebesar 66 total jumlah korban Kemudian disusul akibat tabrakan KA vs KA
yang yang menyebabkan korban jiwa sebanyak 24 orang atau 17 dari jumlah total
korban
Identifikasi Masalah
Tabrakan KA vs KA
Tabrakan antar KA merupakan kecelakaan dalam kategori malapetaka besar
(catastrophic) yang secara teoritis seharusnya dapat dan harus dicegah Kecelakaan
ini memiliki potensi korban jiwa yang sangat besar mengingat kapasitas angkut KA
ratusan orang dan juga berpotensi menimbulkan kerugian finansial yang sangat
besar akibat kerusakan saranaprasarana (harga satu unit lokomotif sekitar Rp15
Milyar)
Dalam periode delapan tahun terakhir di Indonesia telah terjadi 64 kali tabrakan KA
vs KA Tragedi Bintaro merupakan lembaran hitam dalam sejarah perkeretaapian
Indonesia yaitu kasus tabrakan antara dua KA Ekonomi di Bintaro Jakarta Selatan
pada tahun 1987 yang menelan korban jiwa 153 orang dan korban luka berat 300
orang Untuk mencegah terulangnya kembali tragedi tersebut berbagai upaya sudah
dilakukan baik oleh pemerintah maupun KAI Antara lain dengan melakukan
modernisasi persinyalan namun demikian hasilnya belum seperti yang diharapkan
Berdasarkan hasil investigasi dari 64 kecelakaan tabrakan antar KA dalam delapan
tahun terakhir sebanyak 51 kali atau 80 disebabkan oleh faktor manusia hanya
20 yang diakibatkan oleh faktor teknik
Dalam periode Januari 2004-Mei 2006 telah terjadi 20 kali tabrakan KA vs KA
dengan jumlah korban meninggal 24 orang (Gambar 42) Dari hasil investigasi
penyebab kecelakaan sebanyak 75 adalah akibat faktor manusia antara lain
pelanggaran sinyal atau PSAD (Passed Signal at Danger) masinis tertidur PPKA
salah memberi sinyal PPKA tertidur Sedangkan kontribusi sarana terhadap
kecelakaan hanya 5 (rem rusak) faktor manusia eksternal 5 (sabotase) dan yang
dalam pengusutan sebesar 15
Dalam bulan Maret-April tahun 2006 ini sudah terjadi 4 kali kecelakaan Salah satu
diantaranya yang terjadi di daerah operasi Semarang berakibat sangat fatal
menewaskan 13 orang dan 20 orang mengalami luka berat Dan lagi-lagi
berdasarkan hasil investigasi sumber penyebabnya adalah akibat masinis melanggar
sinyal (PSAD)
Tabrakan antar KA memiliki potensi korban jiwa dan korban finansial juga
memiliki dampak sosial dan secara teoritis dapat dihindari maka dalam manajemen
keselamatan harus sepenuhnya dapat dicegah dengan kategori zero tolerance
Tingginya frekuensi tabrakan antar kereta api di Indonesia telah mengubah persepsi
persepsi keandalan faktor keamanan yang sudah melekat dan menjadi citra moda
transportasi KA Tingginya frekuensi tabrakan antar KA akan mengasosiasikan
faktor keselamatan KA tidak berbeda dengan bus atau angkutan umum Namun yang
menjadi persoalan tabrakan antar KA seharusnya kejadian yang secara teoritis dapat
dihindari dan dapat dikendalikan asalkan dapat diketahui sumber penyebabnya
Tabrakan antar KA dalam satu kali dalam setahun adalah sudah terlalu banyak
Namun demikian kasus tabrakan antar KA di Indonesia rata-rata dalam setahun 8
kali Diduga kuat upaya-upaya pencegahan yang telah dilakukan belum memadai
atau belum komprehensif
Tabrakan KA vs Kendaraan Umum
Dalam periode Janrsquo04 sd Meirsquo06 tabrakan KA vs Kendaraan Umum terjadi
sebanyak 46 kali atau 13 dari total jumlah kecelakaan Jumlah korban meninggal
sebanyak 91 orang dan luka berat 93 orang Jumlah korban jiwa adalah 65 dari
total jumlah korban jiwa dalam periode tersebut Semua kecelakaan terjadi di lokasi
perlintasan KA sebidang baik yang dijaga maupun yang tidak dijaga dan sebagian
besar terjadi di Jawa Kecelakaan ini dalam beberapa kali kasus menimbulkan
jumlah korban yang sangat besar karena KA menabrak bus atau angkutan umum
yang sarat penumpang
Perlintasan KA sebidang di Jawa dan Sumatera yang terdaftar resmi di Dephub
mencapai 8385 buah (tidak termasuk ribuan perlintasan liar) dan yang dijaga hanya
1145 buah (14) Sisanya sebanyak 7240 buah (86) tidak dijaga dan pada
umumnya tidak dilengkapi dengan persinyalan yang memadai Di daerah Jawa
perlintasan yang tidak dijaga lebih dari 6602 buah Dengan semakin tingginya
frekuensi lalu-lintas kendaraan umum maka tidak mengherankan tabrakan KA vs
Kendaraan Umum akan cenderung semakin tinggi
Perlintasan sebidang tidak semua dijaga karena kendala keterbatasan dana
Pembuatan jalan layang (fly over) atau terowongan (underpass) sulit untuk
diwujudkan karena biaya pembangunannya sangat mahal Alasan lainnya pada saat
perlintasan KA dibangun kondisi lalu-lintas kendaraan umum belum sepadat
sekarang Dengan berkembangnya lingkungan sosial dan ekonomi memicu
tumbuhnya pemukiman disekitar jalur KA dan bertambah pesatnya jumlah
pengendara kendaraan bermotor Hal ini kemudian mendorong bertambahnya
jumlah perlintasan baru (liar) Perlintasan ini banyak yang dibiarkan terbuka tanpa
pintu ataupun penjaga sehingga titik-titik rawan kecelakaan semakin bertambah
banyak
httpperkeretaapiandephubgoidindexphp
option=com_contentampview=articleampid=108ampItemid=26ampa728c66ceac927a1a5624c
56ff8c277c=27eeb8eb8075a712111282208e8edd52
Masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh kecelakaan lalu lintas kereta api adalah
1 Trauma kepala trauma thorak trauma abdomen
2 Fraktur
3 Ruptur organ dalam
4 Luka bakar
5 Laserasi
6 Kematian
A KONSEP DASAR PENYAKIT
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN FRAKTUR
By Iwan Sain SKp MKes
A Konsep Medis
1 Anatomi dan Fisiologi
a Anatomi Tulang
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler Tulang berasal dari
embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses ldquoOsteogenesisrdquo menjadi
tulang Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut ldquoOsteoblastrdquo Proses
mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium
Ada 206 tulang dalam tubuh manusia Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima
kelompok berdasarkan bentuknya
1) Tulang panjang (Femur Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang
disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis Di sebelah proksimal dari
epifisis terdapat metafisis Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang
rawan yang tumbuh yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan
Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis Tulang
rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas dan tulang
memanjang Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat Epifisis dibentuk dari
spongi bone (cancellous atau trabecular) Pada akhir tahun-tahun remaja tulang
rawan habis lempeng epifisis berfusi dan tulang berhenti tumbuh Hormon
pertumbuhan estrogen dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang
Estrogen bersama dengan testosteron merangsang fusi lempeng epifisis Batang
suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis Kanalis
medularis berisi sumsum tulang
2) Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous
(spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat
3) Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan
lapisan luar adalah tulang concellous
4) Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek
5) Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang terletak di sekitar tulang yang
berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial
misalnya patella (kap lutut)
Tulang tersusun atas sel matriks protein dan deposit mineral Sel-selnya terdiri atas
tiga jenis dasar-osteoblas osteosit dan osteoklas Osteoblas berfungsi dalam
pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang Matriks tersusun atas
98 kolagen dan 2 subtansi dasar (glukosaminoglikan asam polisakarida) dan
proteoglikan) Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik
ditimbun Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang
dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ) Osteoklas adalah sel multinuclear
( berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran resorpsi dan remosdeling
tulang
Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa Ditengah osteon
terdapat kapiler Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang
dinamakan lamella Didalam lamella terdapat osteosit yang memperoleh nutrisi
melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang
menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 01 mm)
Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum
Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh selain sebagai
tempat perlekatan tendon dan ligamen Periosteum mengandung saraf pembuluh
darah dan limfatik Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung
osteoblast yang merupakan sel pembentuk tulang
Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang
panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus Osteoklast yang melarutkan
tulang untuk memelihara rongga sumsum terletak dekat endosteum dan dalam
lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang)
Gambar 1 Anatomi tulang panjang
Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 bahan organik (hidup) dan 70 endapan
garam Bahan organik disebut matriks dan terdiri dari lebih dari 90 serat kolagen
dan kurang dari 10 proteoglikan (protein plus sakarida) Deposit garam terutama
adalah kalsium dan fosfat dengan sedikit natrium kalium karbonat dan ion
magnesium Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen
melalui proteoglikan Adanya bahan organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan
tensif (resistensi terhadap tarikan yang meregangkan) Sedangkan garam-garam
menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan)
Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa
pemanjangan dan penebalan tulang Kecepatan pembentukan tulang berubah selama
hidup Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn hormon faktor makanan dan
jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang dan terjadi akibat aktivitas sel-sel
pembentuk tulang yaitu osteoblas
Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang Osteoblas berespon terhadap
berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang Sewaktu pertama kali
dibentuk matriks tulang disebut osteoid Dalam beberapa hari garam-garam kalsium
mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan
berikutnya Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid dan disebut
osteosit atau sel tulang sejati Seiring dengan terbentuknya tulang osteosit dimatriks
membentuk tonjolan-tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit
lainnya membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang
Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang sebagian ion
kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi Garam nonkristal ini dianggap
sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan yaitu dapat dipindahkan dengan cepat
antara tulang cairan interstisium dan darah
Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi terjadi secara bersamaan dengan
pembentukan tulang Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut
osteoklas Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel
mirip-monosit yang terdapat di tulang Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai
asam dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis Osteoklas
biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang dan memfagosit
tulang sedikit demi sedikit Setelah selesai di suatu daerah osteoklas menghilang dan
muncul osteoblas 0steoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan
tulang baru Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan
tulang baru yang lebih kuat
Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus
menerus diperbarui atau mengalami remodeling Pada anak dan remaja aktivitas
osteoblas melebihi aktivitas osteoklas sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan
menebal Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang
pulih dari fraktur Pada orang dewasa muda aktivitas osteoblas dan osteoklas
biasanya setara sehingga jumlah total massa tulang konstan Pada usia pertengahan
aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai
berkurang Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami
imobilisasi Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan dominansi aktivitas osteoklas
dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah Aktivitas osteoblas
dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon
Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan
stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang Fraktur
tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas tetapi mekanisme pastinya
belum jelas Estrogen testosteron dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat
bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang Pertumbuhan tulang dipercepat
semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut Estrogen dan
testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan
merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang) Sewaktu kadar
estrogen turun pada masa menopaus aktivitas osteoblas berkurang Defisiensi
hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang
Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan
bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan
kalsium di usus Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah yang mendorong
kalsifikasi tulang Namun vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar
kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang Dengan demikian vitamin
D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan
menyebabkan absorpsi tulang
Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh
hormon paratiroid Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang
terletak tepat di belakang kelenjar tiroid Pelepasan hormon paratiroid meningkat
sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum Hormon paratiroid
meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk
membebaskan kalsium ke dalam darah Peningkatan kalsium serum bekerja secara
umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut
Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas
Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan
menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi
ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah Pengaktifan vitamin
D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid Sedangkan kalsitonin adalah suatu
hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan
kadar kalsium serum Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan
pernbentukan osteoklas Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga
menurunkan kadar kalsium serum
b Fisiologi Tulang
Fungsi tulang adalah sebagai berikut
1) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh
2) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung otak dan paru-paru) dan jaringan
lunak
3) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan
pergerakan)
4) Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema
topoiesis)
5) Menyimpan garam mineral misalnya kalsium fosfor
2 Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan
oleh rudapaksa (Mansjoer et al 2000) Sedangkan menurut Linda Juall C dalam
buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah
rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap oleh tulang
Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman 2000) Pendapat lain menyatakan
bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih
utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson M A 1992)
3 Etiologi
1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan
Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring
2) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam
jalur hantaran vektor kekerasan
3) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadiKekuatan dapat berupa
pemuntiran penekukan penekukan dan penekanan kombinasi dari ketiganya dan
penarikan
4 Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya
atau terputusnya kontinuitas tulang Setelah terjadi fraktur periosteum dan pembuluh
darah serta saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus
tulang rusak Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian
tulang yang patah Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya
respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi eksudasi plasma dan leukosit
dan infiltrasi sel darah putih Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1) Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar
waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur
2) Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan elastisitas kelelahan dan
kepadatan atau kekerasan tulang
5 Klasifikasi Fraktur
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis dibagi
menjadi beberapa kelompok yaitu
a Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)
1) Faktur Tertutup (Closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi
2) Fraktur Terbuka (OpenCompound) bila terdapat hubungan antara hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit
b Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur
1) Fraktur Komplit bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto
2) Fraktru Inkomplit bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti
a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
b) Buckle atau Torus Fraktur bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya
c) Green Stick Fraktur mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya
yang terjadi pada tulang panjang
c Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme
trauma
1) Fraktur Transversal fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung
2) Fraktur Oblik fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga
3) Fraktur Spiral fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi
4) Fraktur Kompresi fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain
5) Fraktur Avulsi fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang
d Berdasarkan jumlah garis patah
1) Fraktur Komunitif fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan
2) Fraktur Segmental fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan
3) Fraktur Multiple fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama
e Berdasarkan pergeseran fragmen tulang
1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh
2) Fraktur Displaced (bergeser) terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen terbagi atas
a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan
overlapping)
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)
f Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian
1 13 proksimal
2 13 medial
3 13 distal
g Fraktur Kelelahan fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang
h Fraktur Patologis fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan
lunak sekitar trauma yaitu
a Tingkat 0 fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya
b Tingkat 1 fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan
c Tingkat 2 fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan
d Tingkat 3 cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan
ancaman sindroma kompartement
6 Manifestasi Klinik
a Deformitas
b Bengkakedema
c Echimosis (Memar)
d Spasme otot
e Nyeri
f Kuranghilang sensasi
g Krepitasi
h Pergerakan abnormal
i Rontgen abnormal
7 Test Diagnostik
a Pemeriksaan Rontgen menentukan lokasiluasnya frakturluasnyatrauma
skan tulang temogram scan CI memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
b Hitung darah lengkap HB mungkin meningkatmenurun
c Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma
d Kreatinin traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal
e Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi
multiple atau cederah hati
8 Penatalaksanaan Medik
a Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan
disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period) Kuman belum
terlalu jauh meresap dilakukan
1) Pembersihan luka
2) Exici
3) Hecting situasi
4) Antibiotik
b Seluruh Fraktur
1) RekognisisPengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya
2) ReduksiManipulasiReposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara
optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner
2001)
Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi
fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang
mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera
mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi
karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi
semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan
Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani
prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan
sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan
dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut
Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)
dengan manipulasi dan traksi manual
Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan
alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan
menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk
mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar
Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan
untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang
sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat
dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi
Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan
pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin
kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat
ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat
tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang
3) RetensiImmobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimun
Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi
atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi
eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau
fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan
sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur
4) Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus
dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran
darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera
bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan
ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan
perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik
dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan
peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk
memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada
aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna
memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas
fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang
diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan
9 Proses Penyembuhan Tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang
tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru
diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang
Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu
1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel
darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat
tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan
perdarahan berhenti sama sekali
2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang
berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma
Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih
dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam
beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang
yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai
tergantung frakturnya
3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila
diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga
kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai
berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal
dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman
tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4
minggu setelah fraktur menyatu
4) Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi
lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos
melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi
celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses
yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk
membawa beban yang normal
5) Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa
bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan
pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan
pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang
rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan
normalnya
10 Komplikasi
1) Komplikasi Awal
a Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT
menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas
yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang
sakit tindakan reduksi dan pembedahan
b Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh
darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu
kuat
c Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada
kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone
marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam
darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi
tachypnea demam
d Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain
dalam pembedahan seperti pin dan plat
e Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkmanrsquos Ischemia
f Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada
fraktur
2) Komplikasi Dalam Waktu Lama
b Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai
darah ke tulang
c Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang
d Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik
B Konsep Keperawatan
Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses
keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian
diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi
1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan
sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas
a Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status
perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal
MRS diagnosa medis
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut
bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan
(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri
(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk
(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi
(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya
(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa
kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan
yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui
mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
(Ignatavicius Donna D 1995)
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu
seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang
sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki
sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan
secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna
D 1995)
g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya
dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium
pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien
melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)
(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya
seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari
nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada
lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien
(3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun
begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola
eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya
warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola
Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan
tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)
(4) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal
lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena
ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan
yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)
(5) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien
harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)
(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan
akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
(Ignatavicius Donna D 1995)
(7) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur
sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya
tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
(8) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah
anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)
10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan
timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh
klien bisa tidak efektif
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien
2) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi
hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan
(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti
(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung
pada keadaan klien
(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut
(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk
(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
(a) Sistem Integumen
Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri
tekan
(b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada
nyeri kepala
(c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada
(d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk
Tak ada lesi simetris tak oedema
(e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan)
(f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan
(g) Hidung
Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung
(h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat
(i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris
(j) Paru
(1) Inspeksi
Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien
yang berhubungan dengan paru
(2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama
(3) Perkusi
Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya
(4) Auskultasi
Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor
dan ronchi
(k) Jantung
(1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung
(2) Palpasi
Nadi meningkat iktus tidak teraba
(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur
(l) Abdomen
(1) Inspeksi
Bentuk datar simetris tidak ada hernia
(2) Palpasi
Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba
(3) Perkusi
Suara thympani ada pantulan gelombang cairan
(4) Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kalimenit
(m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB
b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai
status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia
Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain
(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi)
(b) Cape au lait spot (birth mark)
(c) Fistulae
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi
(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal)
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi
netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien
Yang perlu dicatat adalah
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary
refill time Normal 3 ndash 5 ldquo
(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama
disekitar persendian
(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal
tengah atau distal)
Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler
Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya
konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan
ukurannya
(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan
ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan
lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari
titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah
ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan
aktif dan pasif
(Reksoprodjo Soelarto 1995)
3) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan
sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi
untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu
disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan
penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca
pada x-ray
(1) Bayangan jaringan lunak
(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi
(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction
(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti
(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang
kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya
(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma
(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa
(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak
b) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang
(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang
(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)
Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang
c) Pemeriksaan lain-lain
(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi
(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi
(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur
(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan
(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang
(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
3 Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah
sebagai berikut
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)
g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
(Doengoes 2000)
4 Intervensi Keperawatan
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan
tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan
tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai
indikasi untuk situasi individual
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat
dan atau traksi
2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena
3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif
4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan
posisi)
5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi
visual aktivitas dipersional)
6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan
7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-
tanda vital)
Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi
Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri
Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler
Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang
mungkin berlangsung lama
Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri
Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara
sentral maupun perifer
Menilai perkembangan masalah klien
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria
akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi
distal cedera
2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat
3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi
adanya sindroma kompartemen
4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan
5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit
distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal
Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi
Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan
bebatspalk
Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan
hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi
Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena
Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan
klien
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan
kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif
2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien
3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan
kortikosteroid sesuai indikasi
4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit
5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya
stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral
Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi
Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru
Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid
telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak
Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas
anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan
penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak
Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi
pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan
kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik
yang memampukan melakukan aktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran
kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien
2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun
yang sehat sesuai keadaan klien
3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi
4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien
5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien
6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari
7 Berikan diet TKTP
8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi
9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi
Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu
menurunkan isolasi sosial
Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot
mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi
kalsium karena imobilisasi
Mempertahankan posis fungsional ekstremitas
Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan
klien
Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis
penumonia)
Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi
Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis tubuh
Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara
individual
Menilai perkembangan masalah klien
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan
perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai
indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun
kencang bantalan bawah siku tumit)
2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips
3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal
4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi
pentraksi
Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas
Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap
tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi
Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal
Menilai perkembangan masalah klien
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang
Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase
purulen atau eritema dan demam
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol
2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen
3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi
4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur
dan sensitivitas lukaserumtulang)
5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka
Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka
Meminimalkan kontaminasi
Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis
mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus
Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED
dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab
infeksi
Mengevaluasi perkembangan masalah klien
h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien
mengerti dan memahami tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran
2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik
3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat
demam perubahan sensasi kulit distal cedera)
4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan
Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien
untuk mengikuti program pembelajaran
Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan
program terapi fisik
Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang
memerulukan intervensi lebih lanjut
Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi
klien
B Evaluasi
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat
o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
o Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami
httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-
terbukahtml
Peran Perawat saat terjadi kecelakaan
Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan
Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan
Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian
memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain
sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban
Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan
Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan
ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk
seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan
Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim
Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja
di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas
pada manajemen pra-rumah sakit
Triage
Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut
urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera
diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang
percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda
Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana
kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan
diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini
akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya
untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan
efisienrdquo
Kategori Triage
bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull
6
Ada sistim 4 level untuk kategori triage
1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa
yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal
tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal
vasa besar dan cedera jalan nafas
2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak
ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran
pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas
perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25
3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan
dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal
lacerasi minor memar dan lecet
4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan
meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat
derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital
Metode penilaian triage
Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage
berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh
tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap
diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik
cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini
dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment
Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda
Tdk
Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant
Jalan Nafas
Ya Ya
Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA
lt 30
Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan
lt 2 detik
Dapat diperintah --------------------------------------------
Ya
TUNDA
Gambar ALGORITME TRIAGE START
Pemulihan
Saran
Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa
yang akan datang maka di rekomendasikan
1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali
Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan
Komandan Medik
2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan
Ambulans berikut Tim Ambulans-nya
3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima
kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik
Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan
Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk
menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal
4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional
daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana
5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai
salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai
pihak
HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN
BENCANA
(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn
KIC Mkes KNA
Umum Kereta Api) pada bulan Januari tahun 1991 dan terakhir pada bulan Juni
tahun 1999 berubah menjadi PT KAI - Kereta Api Indonesia (Persero)
Sampai saat ini kereta api masih dianggap sebagai tulang punggung sistem
transportasi darat di berbagai wilayah di belahan dunia baik untuk angkutan barang
ataupun penumpang Namun demikian di Indonesia peran kereta api masih sangat
marginal Dari sisi market share angkutan antar moda saat ini share kereta api untuk
angkutan penumpang hanya sebesar 73 dan angkutan barang lebih kurang 06
Dalam tahun 2005 KAI berhasil mengangkut penumpang sebanyak 1479 juta orang
dan mengangkut barang sebanyak 173 juta ton
Permasalahan yang cukup mengganggu perkeretaapian saat ini adalah tingginya
tingkat kecelakaan Trend kecelakaan KA dalam periode tahun 2000 ndash 2005 yang
diperlihatkan pada Gambar-1 dapat memberikan gambaran bahwa tingkat
keselamatan angkutan KA selama tahun 2000-2005 sangat buruk
Sumber Direktorat jenderal perkeretaapian Kementrian republik Indonesia
II Kondisi Prasarana amp Sarana
Sarana kereta api meliputi lokomotif kereta gerbong KRL dan KRD Jumlah
lokomotif yang dimiliki saat ini sebanyak 333 unit lebih dari 60 diantaranya
berusia lebih dari 20 tahun Karena keterbatasan jumlah lokomotif seringkali
dioperasikan hingga jarak 1400 kmhari jauh melampaui batas ideal 900 kmhari
Pada tahun 2005 terjadi lok mogok sebanyak 1519 kali yang mencerminkan kondisi
lokomotif sebagian sudah kurang baik Jumlah kereta 1243 unit lebih dari 45
diantaranya berusia diatas 30 tahun
Prasarana jalan rel yang ada saat ini pada umumnya masih jalur tunggal Jalur ganda
baru tersedia di jalur Jakarta-Cikampek Jakarta-Bogor Padalarang-Bandung dan
Surabaya kota-Wonokromo Jalur rel yang ada memiliki beban ganda antara 9 sd 18
ton yang mampu mendukung kecepatan kereta api antara 60-110 kmjam Panjang
rel di Jawa yang masih dioperasikan sepanjang 3216 km dan di Sumatera sepanjang
1348 km Sebagian dari jalur tersebut kondisinya sudah kurang layak operasi
sehingga sangat rawan terhadap kecelakaan
Prasarana persinyalan mencakup perangkat sinyal pintu perlintasan telepontelegraf
saluran fisik jaringan radio Sampai dengan tahun 2000 telah dilakukan modernisasi
(elektrifikasi) persinyalan di 183 stasiun Ada tiga sistem persinyalan yang
dioperasikan di Jawa maupun Sumatera yaitu electronic interlocking system all
relayNX-interlocking system dan electro mechanical interlocking system Jumlah
pintu perlintasan ada 8385 unit sebanyak 1145 unit dijaga dan sisanya sebanyak
7240 unit tidak dijaga Jumlah perlintasan tersebut belum termasuk sekitar 17000
perlintasan yang belum terdaftar
III Keselamatan KA
Permasalahan perkeretaapian Indonesia saat ini sangat rumit sulit dinamis dengan
tantangan yang terus berkembang Sejak dulu hingga kini kereta api selalu
berhadapan dengan tantangan kompetisi yang tinggi dari moda lain Jika dulu
berhadapan dengan perkembangan otomotif maka kini tantangan datang dari
perangkutan udara dengan tarif yang sangat kompetitif Namun yang saat ini
mengganggu perkererataapian Indonesia adalah tingginya tingkat kecelakaan Pada
Gambar-1 diperlihatkan trend kecelakaan kereta api periode 2000-2005 Frekuensi
kecelakaan sangat tinggi dan banyak menelan korban jiwa dengan korban mayoritas
dari kalangan rakyat kecil Padahal kereta api sangat diharapkan menjadi moda
transportasi yang paling aman murah andal dan cepat anti kemacetan lalu-lintas
Seperti yang disampaikan dalam gambar 41 dalam periode Januari 2004 sd Mei
2006 di Indonesia telah terjadi kecelakaan kereta api sebanyak 359 kali dengan
jumlah korban jiwa 139 orang dan luka berat 219 orang Kecelakaan kereta api ini
dalam lingkungan perkeretaapian disebut PLH (Peristiwa Luar biasa Hebat) yaitu
suatu kecelakaan yang mengakibatkan korban jiwa atau luka berat atau
mengakibatkan rintangan jalan yang mengganggu operasi KA Tabrakan KA vs KA
terjadi sebanyak 20 kali rata-rata 8 kali dalam satu tahun Tingginya frekuensi
kecelakaan katergori ini sangat mengkhawatirkan dan termasuk dalam kategori
terburuk di dunia Kecelakaan KA anjlok terjadi sebanyak 211 kali atau 59 dari
jumlah total kecelakaan Tabrakan KA dengan kendaraan umum sebanyak 46 kali
terjadi Kecelakaan akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali yang mayoritas
merupkan kecelakaan akibat pejalan kaki tertabrak kereta api
Kecelakaan KA akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali 20 dari jumlah total
kecelakaan dengan jumlah korban jiwa sebanyak 22 orang Mayoritas Korban
adalah pejalan kaki yang tertabrak KA akibat kelalaian waktu berada di sekitar
daerah jalur operasi KA
Jumlah korban jiwa (tidak termasuk luka berat) akibat kecelakaan kereta api dalam
periode Januari 2004 sd Mei 2005 adalah ebesar 139 orang degan perincian seperti
yang diperlihatkan pada Gambar 43 Korban jiwa terbesar adalah akibat tabrakan
KA dengan dengan kendaraan umum di perlintasan sebidang yaitu sebesar 91 orang
atau sebesar 66 total jumlah korban Kemudian disusul akibat tabrakan KA vs KA
yang yang menyebabkan korban jiwa sebanyak 24 orang atau 17 dari jumlah total
korban
Identifikasi Masalah
Tabrakan KA vs KA
Tabrakan antar KA merupakan kecelakaan dalam kategori malapetaka besar
(catastrophic) yang secara teoritis seharusnya dapat dan harus dicegah Kecelakaan
ini memiliki potensi korban jiwa yang sangat besar mengingat kapasitas angkut KA
ratusan orang dan juga berpotensi menimbulkan kerugian finansial yang sangat
besar akibat kerusakan saranaprasarana (harga satu unit lokomotif sekitar Rp15
Milyar)
Dalam periode delapan tahun terakhir di Indonesia telah terjadi 64 kali tabrakan KA
vs KA Tragedi Bintaro merupakan lembaran hitam dalam sejarah perkeretaapian
Indonesia yaitu kasus tabrakan antara dua KA Ekonomi di Bintaro Jakarta Selatan
pada tahun 1987 yang menelan korban jiwa 153 orang dan korban luka berat 300
orang Untuk mencegah terulangnya kembali tragedi tersebut berbagai upaya sudah
dilakukan baik oleh pemerintah maupun KAI Antara lain dengan melakukan
modernisasi persinyalan namun demikian hasilnya belum seperti yang diharapkan
Berdasarkan hasil investigasi dari 64 kecelakaan tabrakan antar KA dalam delapan
tahun terakhir sebanyak 51 kali atau 80 disebabkan oleh faktor manusia hanya
20 yang diakibatkan oleh faktor teknik
Dalam periode Januari 2004-Mei 2006 telah terjadi 20 kali tabrakan KA vs KA
dengan jumlah korban meninggal 24 orang (Gambar 42) Dari hasil investigasi
penyebab kecelakaan sebanyak 75 adalah akibat faktor manusia antara lain
pelanggaran sinyal atau PSAD (Passed Signal at Danger) masinis tertidur PPKA
salah memberi sinyal PPKA tertidur Sedangkan kontribusi sarana terhadap
kecelakaan hanya 5 (rem rusak) faktor manusia eksternal 5 (sabotase) dan yang
dalam pengusutan sebesar 15
Dalam bulan Maret-April tahun 2006 ini sudah terjadi 4 kali kecelakaan Salah satu
diantaranya yang terjadi di daerah operasi Semarang berakibat sangat fatal
menewaskan 13 orang dan 20 orang mengalami luka berat Dan lagi-lagi
berdasarkan hasil investigasi sumber penyebabnya adalah akibat masinis melanggar
sinyal (PSAD)
Tabrakan antar KA memiliki potensi korban jiwa dan korban finansial juga
memiliki dampak sosial dan secara teoritis dapat dihindari maka dalam manajemen
keselamatan harus sepenuhnya dapat dicegah dengan kategori zero tolerance
Tingginya frekuensi tabrakan antar kereta api di Indonesia telah mengubah persepsi
persepsi keandalan faktor keamanan yang sudah melekat dan menjadi citra moda
transportasi KA Tingginya frekuensi tabrakan antar KA akan mengasosiasikan
faktor keselamatan KA tidak berbeda dengan bus atau angkutan umum Namun yang
menjadi persoalan tabrakan antar KA seharusnya kejadian yang secara teoritis dapat
dihindari dan dapat dikendalikan asalkan dapat diketahui sumber penyebabnya
Tabrakan antar KA dalam satu kali dalam setahun adalah sudah terlalu banyak
Namun demikian kasus tabrakan antar KA di Indonesia rata-rata dalam setahun 8
kali Diduga kuat upaya-upaya pencegahan yang telah dilakukan belum memadai
atau belum komprehensif
Tabrakan KA vs Kendaraan Umum
Dalam periode Janrsquo04 sd Meirsquo06 tabrakan KA vs Kendaraan Umum terjadi
sebanyak 46 kali atau 13 dari total jumlah kecelakaan Jumlah korban meninggal
sebanyak 91 orang dan luka berat 93 orang Jumlah korban jiwa adalah 65 dari
total jumlah korban jiwa dalam periode tersebut Semua kecelakaan terjadi di lokasi
perlintasan KA sebidang baik yang dijaga maupun yang tidak dijaga dan sebagian
besar terjadi di Jawa Kecelakaan ini dalam beberapa kali kasus menimbulkan
jumlah korban yang sangat besar karena KA menabrak bus atau angkutan umum
yang sarat penumpang
Perlintasan KA sebidang di Jawa dan Sumatera yang terdaftar resmi di Dephub
mencapai 8385 buah (tidak termasuk ribuan perlintasan liar) dan yang dijaga hanya
1145 buah (14) Sisanya sebanyak 7240 buah (86) tidak dijaga dan pada
umumnya tidak dilengkapi dengan persinyalan yang memadai Di daerah Jawa
perlintasan yang tidak dijaga lebih dari 6602 buah Dengan semakin tingginya
frekuensi lalu-lintas kendaraan umum maka tidak mengherankan tabrakan KA vs
Kendaraan Umum akan cenderung semakin tinggi
Perlintasan sebidang tidak semua dijaga karena kendala keterbatasan dana
Pembuatan jalan layang (fly over) atau terowongan (underpass) sulit untuk
diwujudkan karena biaya pembangunannya sangat mahal Alasan lainnya pada saat
perlintasan KA dibangun kondisi lalu-lintas kendaraan umum belum sepadat
sekarang Dengan berkembangnya lingkungan sosial dan ekonomi memicu
tumbuhnya pemukiman disekitar jalur KA dan bertambah pesatnya jumlah
pengendara kendaraan bermotor Hal ini kemudian mendorong bertambahnya
jumlah perlintasan baru (liar) Perlintasan ini banyak yang dibiarkan terbuka tanpa
pintu ataupun penjaga sehingga titik-titik rawan kecelakaan semakin bertambah
banyak
httpperkeretaapiandephubgoidindexphp
option=com_contentampview=articleampid=108ampItemid=26ampa728c66ceac927a1a5624c
56ff8c277c=27eeb8eb8075a712111282208e8edd52
Masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh kecelakaan lalu lintas kereta api adalah
1 Trauma kepala trauma thorak trauma abdomen
2 Fraktur
3 Ruptur organ dalam
4 Luka bakar
5 Laserasi
6 Kematian
A KONSEP DASAR PENYAKIT
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN FRAKTUR
By Iwan Sain SKp MKes
A Konsep Medis
1 Anatomi dan Fisiologi
a Anatomi Tulang
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler Tulang berasal dari
embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses ldquoOsteogenesisrdquo menjadi
tulang Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut ldquoOsteoblastrdquo Proses
mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium
Ada 206 tulang dalam tubuh manusia Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima
kelompok berdasarkan bentuknya
1) Tulang panjang (Femur Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang
disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis Di sebelah proksimal dari
epifisis terdapat metafisis Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang
rawan yang tumbuh yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan
Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis Tulang
rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas dan tulang
memanjang Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat Epifisis dibentuk dari
spongi bone (cancellous atau trabecular) Pada akhir tahun-tahun remaja tulang
rawan habis lempeng epifisis berfusi dan tulang berhenti tumbuh Hormon
pertumbuhan estrogen dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang
Estrogen bersama dengan testosteron merangsang fusi lempeng epifisis Batang
suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis Kanalis
medularis berisi sumsum tulang
2) Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous
(spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat
3) Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan
lapisan luar adalah tulang concellous
4) Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek
5) Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang terletak di sekitar tulang yang
berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial
misalnya patella (kap lutut)
Tulang tersusun atas sel matriks protein dan deposit mineral Sel-selnya terdiri atas
tiga jenis dasar-osteoblas osteosit dan osteoklas Osteoblas berfungsi dalam
pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang Matriks tersusun atas
98 kolagen dan 2 subtansi dasar (glukosaminoglikan asam polisakarida) dan
proteoglikan) Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik
ditimbun Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang
dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ) Osteoklas adalah sel multinuclear
( berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran resorpsi dan remosdeling
tulang
Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa Ditengah osteon
terdapat kapiler Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang
dinamakan lamella Didalam lamella terdapat osteosit yang memperoleh nutrisi
melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang
menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 01 mm)
Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum
Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh selain sebagai
tempat perlekatan tendon dan ligamen Periosteum mengandung saraf pembuluh
darah dan limfatik Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung
osteoblast yang merupakan sel pembentuk tulang
Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang
panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus Osteoklast yang melarutkan
tulang untuk memelihara rongga sumsum terletak dekat endosteum dan dalam
lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang)
Gambar 1 Anatomi tulang panjang
Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 bahan organik (hidup) dan 70 endapan
garam Bahan organik disebut matriks dan terdiri dari lebih dari 90 serat kolagen
dan kurang dari 10 proteoglikan (protein plus sakarida) Deposit garam terutama
adalah kalsium dan fosfat dengan sedikit natrium kalium karbonat dan ion
magnesium Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen
melalui proteoglikan Adanya bahan organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan
tensif (resistensi terhadap tarikan yang meregangkan) Sedangkan garam-garam
menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan)
Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa
pemanjangan dan penebalan tulang Kecepatan pembentukan tulang berubah selama
hidup Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn hormon faktor makanan dan
jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang dan terjadi akibat aktivitas sel-sel
pembentuk tulang yaitu osteoblas
Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang Osteoblas berespon terhadap
berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang Sewaktu pertama kali
dibentuk matriks tulang disebut osteoid Dalam beberapa hari garam-garam kalsium
mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan
berikutnya Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid dan disebut
osteosit atau sel tulang sejati Seiring dengan terbentuknya tulang osteosit dimatriks
membentuk tonjolan-tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit
lainnya membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang
Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang sebagian ion
kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi Garam nonkristal ini dianggap
sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan yaitu dapat dipindahkan dengan cepat
antara tulang cairan interstisium dan darah
Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi terjadi secara bersamaan dengan
pembentukan tulang Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut
osteoklas Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel
mirip-monosit yang terdapat di tulang Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai
asam dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis Osteoklas
biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang dan memfagosit
tulang sedikit demi sedikit Setelah selesai di suatu daerah osteoklas menghilang dan
muncul osteoblas 0steoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan
tulang baru Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan
tulang baru yang lebih kuat
Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus
menerus diperbarui atau mengalami remodeling Pada anak dan remaja aktivitas
osteoblas melebihi aktivitas osteoklas sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan
menebal Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang
pulih dari fraktur Pada orang dewasa muda aktivitas osteoblas dan osteoklas
biasanya setara sehingga jumlah total massa tulang konstan Pada usia pertengahan
aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai
berkurang Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami
imobilisasi Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan dominansi aktivitas osteoklas
dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah Aktivitas osteoblas
dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon
Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan
stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang Fraktur
tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas tetapi mekanisme pastinya
belum jelas Estrogen testosteron dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat
bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang Pertumbuhan tulang dipercepat
semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut Estrogen dan
testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan
merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang) Sewaktu kadar
estrogen turun pada masa menopaus aktivitas osteoblas berkurang Defisiensi
hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang
Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan
bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan
kalsium di usus Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah yang mendorong
kalsifikasi tulang Namun vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar
kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang Dengan demikian vitamin
D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan
menyebabkan absorpsi tulang
Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh
hormon paratiroid Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang
terletak tepat di belakang kelenjar tiroid Pelepasan hormon paratiroid meningkat
sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum Hormon paratiroid
meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk
membebaskan kalsium ke dalam darah Peningkatan kalsium serum bekerja secara
umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut
Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas
Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan
menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi
ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah Pengaktifan vitamin
D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid Sedangkan kalsitonin adalah suatu
hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan
kadar kalsium serum Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan
pernbentukan osteoklas Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga
menurunkan kadar kalsium serum
b Fisiologi Tulang
Fungsi tulang adalah sebagai berikut
1) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh
2) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung otak dan paru-paru) dan jaringan
lunak
3) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan
pergerakan)
4) Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema
topoiesis)
5) Menyimpan garam mineral misalnya kalsium fosfor
2 Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan
oleh rudapaksa (Mansjoer et al 2000) Sedangkan menurut Linda Juall C dalam
buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah
rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap oleh tulang
Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman 2000) Pendapat lain menyatakan
bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih
utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson M A 1992)
3 Etiologi
1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan
Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring
2) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam
jalur hantaran vektor kekerasan
3) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadiKekuatan dapat berupa
pemuntiran penekukan penekukan dan penekanan kombinasi dari ketiganya dan
penarikan
4 Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya
atau terputusnya kontinuitas tulang Setelah terjadi fraktur periosteum dan pembuluh
darah serta saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus
tulang rusak Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian
tulang yang patah Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya
respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi eksudasi plasma dan leukosit
dan infiltrasi sel darah putih Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1) Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar
waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur
2) Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan elastisitas kelelahan dan
kepadatan atau kekerasan tulang
5 Klasifikasi Fraktur
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis dibagi
menjadi beberapa kelompok yaitu
a Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)
1) Faktur Tertutup (Closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi
2) Fraktur Terbuka (OpenCompound) bila terdapat hubungan antara hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit
b Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur
1) Fraktur Komplit bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto
2) Fraktru Inkomplit bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti
a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
b) Buckle atau Torus Fraktur bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya
c) Green Stick Fraktur mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya
yang terjadi pada tulang panjang
c Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme
trauma
1) Fraktur Transversal fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung
2) Fraktur Oblik fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga
3) Fraktur Spiral fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi
4) Fraktur Kompresi fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain
5) Fraktur Avulsi fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang
d Berdasarkan jumlah garis patah
1) Fraktur Komunitif fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan
2) Fraktur Segmental fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan
3) Fraktur Multiple fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama
e Berdasarkan pergeseran fragmen tulang
1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh
2) Fraktur Displaced (bergeser) terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen terbagi atas
a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan
overlapping)
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)
f Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian
1 13 proksimal
2 13 medial
3 13 distal
g Fraktur Kelelahan fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang
h Fraktur Patologis fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan
lunak sekitar trauma yaitu
a Tingkat 0 fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya
b Tingkat 1 fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan
c Tingkat 2 fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan
d Tingkat 3 cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan
ancaman sindroma kompartement
6 Manifestasi Klinik
a Deformitas
b Bengkakedema
c Echimosis (Memar)
d Spasme otot
e Nyeri
f Kuranghilang sensasi
g Krepitasi
h Pergerakan abnormal
i Rontgen abnormal
7 Test Diagnostik
a Pemeriksaan Rontgen menentukan lokasiluasnya frakturluasnyatrauma
skan tulang temogram scan CI memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
b Hitung darah lengkap HB mungkin meningkatmenurun
c Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma
d Kreatinin traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal
e Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi
multiple atau cederah hati
8 Penatalaksanaan Medik
a Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan
disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period) Kuman belum
terlalu jauh meresap dilakukan
1) Pembersihan luka
2) Exici
3) Hecting situasi
4) Antibiotik
b Seluruh Fraktur
1) RekognisisPengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya
2) ReduksiManipulasiReposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara
optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner
2001)
Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi
fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang
mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera
mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi
karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi
semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan
Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani
prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan
sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan
dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut
Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)
dengan manipulasi dan traksi manual
Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan
alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan
menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk
mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar
Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan
untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang
sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat
dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi
Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan
pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin
kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat
ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat
tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang
3) RetensiImmobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimun
Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi
atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi
eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau
fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan
sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur
4) Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus
dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran
darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera
bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan
ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan
perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik
dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan
peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk
memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada
aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna
memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas
fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang
diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan
9 Proses Penyembuhan Tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang
tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru
diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang
Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu
1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel
darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat
tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan
perdarahan berhenti sama sekali
2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang
berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma
Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih
dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam
beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang
yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai
tergantung frakturnya
3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila
diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga
kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai
berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal
dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman
tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4
minggu setelah fraktur menyatu
4) Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi
lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos
melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi
celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses
yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk
membawa beban yang normal
5) Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa
bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan
pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan
pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang
rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan
normalnya
10 Komplikasi
1) Komplikasi Awal
a Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT
menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas
yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang
sakit tindakan reduksi dan pembedahan
b Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh
darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu
kuat
c Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada
kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone
marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam
darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi
tachypnea demam
d Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain
dalam pembedahan seperti pin dan plat
e Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkmanrsquos Ischemia
f Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada
fraktur
2) Komplikasi Dalam Waktu Lama
b Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai
darah ke tulang
c Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang
d Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik
B Konsep Keperawatan
Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses
keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian
diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi
1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan
sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas
a Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status
perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal
MRS diagnosa medis
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut
bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan
(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri
(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk
(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi
(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya
(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa
kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan
yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui
mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
(Ignatavicius Donna D 1995)
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu
seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang
sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki
sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan
secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna
D 1995)
g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya
dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium
pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien
melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)
(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya
seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari
nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada
lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien
(3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun
begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola
eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya
warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola
Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan
tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)
(4) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal
lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena
ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan
yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)
(5) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien
harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)
(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan
akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
(Ignatavicius Donna D 1995)
(7) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur
sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya
tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
(8) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah
anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)
10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan
timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh
klien bisa tidak efektif
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien
2) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi
hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan
(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti
(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung
pada keadaan klien
(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut
(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk
(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
(a) Sistem Integumen
Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri
tekan
(b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada
nyeri kepala
(c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada
(d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk
Tak ada lesi simetris tak oedema
(e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan)
(f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan
(g) Hidung
Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung
(h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat
(i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris
(j) Paru
(1) Inspeksi
Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien
yang berhubungan dengan paru
(2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama
(3) Perkusi
Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya
(4) Auskultasi
Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor
dan ronchi
(k) Jantung
(1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung
(2) Palpasi
Nadi meningkat iktus tidak teraba
(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur
(l) Abdomen
(1) Inspeksi
Bentuk datar simetris tidak ada hernia
(2) Palpasi
Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba
(3) Perkusi
Suara thympani ada pantulan gelombang cairan
(4) Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kalimenit
(m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB
b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai
status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia
Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain
(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi)
(b) Cape au lait spot (birth mark)
(c) Fistulae
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi
(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal)
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi
netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien
Yang perlu dicatat adalah
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary
refill time Normal 3 ndash 5 ldquo
(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama
disekitar persendian
(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal
tengah atau distal)
Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler
Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya
konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan
ukurannya
(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan
ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan
lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari
titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah
ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan
aktif dan pasif
(Reksoprodjo Soelarto 1995)
3) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan
sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi
untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu
disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan
penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca
pada x-ray
(1) Bayangan jaringan lunak
(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi
(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction
(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti
(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang
kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya
(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma
(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa
(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak
b) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang
(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang
(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)
Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang
c) Pemeriksaan lain-lain
(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi
(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi
(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur
(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan
(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang
(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
3 Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah
sebagai berikut
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)
g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
(Doengoes 2000)
4 Intervensi Keperawatan
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan
tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan
tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai
indikasi untuk situasi individual
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat
dan atau traksi
2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena
3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif
4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan
posisi)
5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi
visual aktivitas dipersional)
6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan
7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-
tanda vital)
Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi
Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri
Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler
Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang
mungkin berlangsung lama
Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri
Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara
sentral maupun perifer
Menilai perkembangan masalah klien
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria
akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi
distal cedera
2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat
3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi
adanya sindroma kompartemen
4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan
5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit
distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal
Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi
Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan
bebatspalk
Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan
hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi
Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena
Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan
klien
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan
kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif
2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien
3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan
kortikosteroid sesuai indikasi
4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit
5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya
stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral
Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi
Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru
Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid
telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak
Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas
anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan
penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak
Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi
pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan
kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik
yang memampukan melakukan aktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran
kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien
2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun
yang sehat sesuai keadaan klien
3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi
4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien
5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien
6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari
7 Berikan diet TKTP
8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi
9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi
Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu
menurunkan isolasi sosial
Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot
mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi
kalsium karena imobilisasi
Mempertahankan posis fungsional ekstremitas
Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan
klien
Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis
penumonia)
Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi
Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis tubuh
Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara
individual
Menilai perkembangan masalah klien
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan
perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai
indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun
kencang bantalan bawah siku tumit)
2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips
3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal
4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi
pentraksi
Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas
Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap
tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi
Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal
Menilai perkembangan masalah klien
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang
Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase
purulen atau eritema dan demam
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol
2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen
3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi
4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur
dan sensitivitas lukaserumtulang)
5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka
Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka
Meminimalkan kontaminasi
Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis
mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus
Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED
dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab
infeksi
Mengevaluasi perkembangan masalah klien
h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien
mengerti dan memahami tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran
2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik
3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat
demam perubahan sensasi kulit distal cedera)
4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan
Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien
untuk mengikuti program pembelajaran
Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan
program terapi fisik
Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang
memerulukan intervensi lebih lanjut
Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi
klien
B Evaluasi
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat
o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
o Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami
httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-
terbukahtml
Peran Perawat saat terjadi kecelakaan
Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan
Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan
Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian
memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain
sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban
Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan
Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan
ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk
seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan
Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim
Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja
di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas
pada manajemen pra-rumah sakit
Triage
Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut
urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera
diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang
percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda
Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana
kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan
diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini
akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya
untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan
efisienrdquo
Kategori Triage
bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull
6
Ada sistim 4 level untuk kategori triage
1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa
yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal
tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal
vasa besar dan cedera jalan nafas
2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak
ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran
pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas
perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25
3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan
dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal
lacerasi minor memar dan lecet
4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan
meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat
derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital
Metode penilaian triage
Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage
berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh
tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap
diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik
cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini
dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment
Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda
Tdk
Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant
Jalan Nafas
Ya Ya
Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA
lt 30
Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan
lt 2 detik
Dapat diperintah --------------------------------------------
Ya
TUNDA
Gambar ALGORITME TRIAGE START
Pemulihan
Saran
Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa
yang akan datang maka di rekomendasikan
1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali
Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan
Komandan Medik
2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan
Ambulans berikut Tim Ambulans-nya
3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima
kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik
Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan
Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk
menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal
4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional
daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana
5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai
salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai
pihak
HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN
BENCANA
(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn
KIC Mkes KNA
dioperasikan hingga jarak 1400 kmhari jauh melampaui batas ideal 900 kmhari
Pada tahun 2005 terjadi lok mogok sebanyak 1519 kali yang mencerminkan kondisi
lokomotif sebagian sudah kurang baik Jumlah kereta 1243 unit lebih dari 45
diantaranya berusia diatas 30 tahun
Prasarana jalan rel yang ada saat ini pada umumnya masih jalur tunggal Jalur ganda
baru tersedia di jalur Jakarta-Cikampek Jakarta-Bogor Padalarang-Bandung dan
Surabaya kota-Wonokromo Jalur rel yang ada memiliki beban ganda antara 9 sd 18
ton yang mampu mendukung kecepatan kereta api antara 60-110 kmjam Panjang
rel di Jawa yang masih dioperasikan sepanjang 3216 km dan di Sumatera sepanjang
1348 km Sebagian dari jalur tersebut kondisinya sudah kurang layak operasi
sehingga sangat rawan terhadap kecelakaan
Prasarana persinyalan mencakup perangkat sinyal pintu perlintasan telepontelegraf
saluran fisik jaringan radio Sampai dengan tahun 2000 telah dilakukan modernisasi
(elektrifikasi) persinyalan di 183 stasiun Ada tiga sistem persinyalan yang
dioperasikan di Jawa maupun Sumatera yaitu electronic interlocking system all
relayNX-interlocking system dan electro mechanical interlocking system Jumlah
pintu perlintasan ada 8385 unit sebanyak 1145 unit dijaga dan sisanya sebanyak
7240 unit tidak dijaga Jumlah perlintasan tersebut belum termasuk sekitar 17000
perlintasan yang belum terdaftar
III Keselamatan KA
Permasalahan perkeretaapian Indonesia saat ini sangat rumit sulit dinamis dengan
tantangan yang terus berkembang Sejak dulu hingga kini kereta api selalu
berhadapan dengan tantangan kompetisi yang tinggi dari moda lain Jika dulu
berhadapan dengan perkembangan otomotif maka kini tantangan datang dari
perangkutan udara dengan tarif yang sangat kompetitif Namun yang saat ini
mengganggu perkererataapian Indonesia adalah tingginya tingkat kecelakaan Pada
Gambar-1 diperlihatkan trend kecelakaan kereta api periode 2000-2005 Frekuensi
kecelakaan sangat tinggi dan banyak menelan korban jiwa dengan korban mayoritas
dari kalangan rakyat kecil Padahal kereta api sangat diharapkan menjadi moda
transportasi yang paling aman murah andal dan cepat anti kemacetan lalu-lintas
Seperti yang disampaikan dalam gambar 41 dalam periode Januari 2004 sd Mei
2006 di Indonesia telah terjadi kecelakaan kereta api sebanyak 359 kali dengan
jumlah korban jiwa 139 orang dan luka berat 219 orang Kecelakaan kereta api ini
dalam lingkungan perkeretaapian disebut PLH (Peristiwa Luar biasa Hebat) yaitu
suatu kecelakaan yang mengakibatkan korban jiwa atau luka berat atau
mengakibatkan rintangan jalan yang mengganggu operasi KA Tabrakan KA vs KA
terjadi sebanyak 20 kali rata-rata 8 kali dalam satu tahun Tingginya frekuensi
kecelakaan katergori ini sangat mengkhawatirkan dan termasuk dalam kategori
terburuk di dunia Kecelakaan KA anjlok terjadi sebanyak 211 kali atau 59 dari
jumlah total kecelakaan Tabrakan KA dengan kendaraan umum sebanyak 46 kali
terjadi Kecelakaan akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali yang mayoritas
merupkan kecelakaan akibat pejalan kaki tertabrak kereta api
Kecelakaan KA akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali 20 dari jumlah total
kecelakaan dengan jumlah korban jiwa sebanyak 22 orang Mayoritas Korban
adalah pejalan kaki yang tertabrak KA akibat kelalaian waktu berada di sekitar
daerah jalur operasi KA
Jumlah korban jiwa (tidak termasuk luka berat) akibat kecelakaan kereta api dalam
periode Januari 2004 sd Mei 2005 adalah ebesar 139 orang degan perincian seperti
yang diperlihatkan pada Gambar 43 Korban jiwa terbesar adalah akibat tabrakan
KA dengan dengan kendaraan umum di perlintasan sebidang yaitu sebesar 91 orang
atau sebesar 66 total jumlah korban Kemudian disusul akibat tabrakan KA vs KA
yang yang menyebabkan korban jiwa sebanyak 24 orang atau 17 dari jumlah total
korban
Identifikasi Masalah
Tabrakan KA vs KA
Tabrakan antar KA merupakan kecelakaan dalam kategori malapetaka besar
(catastrophic) yang secara teoritis seharusnya dapat dan harus dicegah Kecelakaan
ini memiliki potensi korban jiwa yang sangat besar mengingat kapasitas angkut KA
ratusan orang dan juga berpotensi menimbulkan kerugian finansial yang sangat
besar akibat kerusakan saranaprasarana (harga satu unit lokomotif sekitar Rp15
Milyar)
Dalam periode delapan tahun terakhir di Indonesia telah terjadi 64 kali tabrakan KA
vs KA Tragedi Bintaro merupakan lembaran hitam dalam sejarah perkeretaapian
Indonesia yaitu kasus tabrakan antara dua KA Ekonomi di Bintaro Jakarta Selatan
pada tahun 1987 yang menelan korban jiwa 153 orang dan korban luka berat 300
orang Untuk mencegah terulangnya kembali tragedi tersebut berbagai upaya sudah
dilakukan baik oleh pemerintah maupun KAI Antara lain dengan melakukan
modernisasi persinyalan namun demikian hasilnya belum seperti yang diharapkan
Berdasarkan hasil investigasi dari 64 kecelakaan tabrakan antar KA dalam delapan
tahun terakhir sebanyak 51 kali atau 80 disebabkan oleh faktor manusia hanya
20 yang diakibatkan oleh faktor teknik
Dalam periode Januari 2004-Mei 2006 telah terjadi 20 kali tabrakan KA vs KA
dengan jumlah korban meninggal 24 orang (Gambar 42) Dari hasil investigasi
penyebab kecelakaan sebanyak 75 adalah akibat faktor manusia antara lain
pelanggaran sinyal atau PSAD (Passed Signal at Danger) masinis tertidur PPKA
salah memberi sinyal PPKA tertidur Sedangkan kontribusi sarana terhadap
kecelakaan hanya 5 (rem rusak) faktor manusia eksternal 5 (sabotase) dan yang
dalam pengusutan sebesar 15
Dalam bulan Maret-April tahun 2006 ini sudah terjadi 4 kali kecelakaan Salah satu
diantaranya yang terjadi di daerah operasi Semarang berakibat sangat fatal
menewaskan 13 orang dan 20 orang mengalami luka berat Dan lagi-lagi
berdasarkan hasil investigasi sumber penyebabnya adalah akibat masinis melanggar
sinyal (PSAD)
Tabrakan antar KA memiliki potensi korban jiwa dan korban finansial juga
memiliki dampak sosial dan secara teoritis dapat dihindari maka dalam manajemen
keselamatan harus sepenuhnya dapat dicegah dengan kategori zero tolerance
Tingginya frekuensi tabrakan antar kereta api di Indonesia telah mengubah persepsi
persepsi keandalan faktor keamanan yang sudah melekat dan menjadi citra moda
transportasi KA Tingginya frekuensi tabrakan antar KA akan mengasosiasikan
faktor keselamatan KA tidak berbeda dengan bus atau angkutan umum Namun yang
menjadi persoalan tabrakan antar KA seharusnya kejadian yang secara teoritis dapat
dihindari dan dapat dikendalikan asalkan dapat diketahui sumber penyebabnya
Tabrakan antar KA dalam satu kali dalam setahun adalah sudah terlalu banyak
Namun demikian kasus tabrakan antar KA di Indonesia rata-rata dalam setahun 8
kali Diduga kuat upaya-upaya pencegahan yang telah dilakukan belum memadai
atau belum komprehensif
Tabrakan KA vs Kendaraan Umum
Dalam periode Janrsquo04 sd Meirsquo06 tabrakan KA vs Kendaraan Umum terjadi
sebanyak 46 kali atau 13 dari total jumlah kecelakaan Jumlah korban meninggal
sebanyak 91 orang dan luka berat 93 orang Jumlah korban jiwa adalah 65 dari
total jumlah korban jiwa dalam periode tersebut Semua kecelakaan terjadi di lokasi
perlintasan KA sebidang baik yang dijaga maupun yang tidak dijaga dan sebagian
besar terjadi di Jawa Kecelakaan ini dalam beberapa kali kasus menimbulkan
jumlah korban yang sangat besar karena KA menabrak bus atau angkutan umum
yang sarat penumpang
Perlintasan KA sebidang di Jawa dan Sumatera yang terdaftar resmi di Dephub
mencapai 8385 buah (tidak termasuk ribuan perlintasan liar) dan yang dijaga hanya
1145 buah (14) Sisanya sebanyak 7240 buah (86) tidak dijaga dan pada
umumnya tidak dilengkapi dengan persinyalan yang memadai Di daerah Jawa
perlintasan yang tidak dijaga lebih dari 6602 buah Dengan semakin tingginya
frekuensi lalu-lintas kendaraan umum maka tidak mengherankan tabrakan KA vs
Kendaraan Umum akan cenderung semakin tinggi
Perlintasan sebidang tidak semua dijaga karena kendala keterbatasan dana
Pembuatan jalan layang (fly over) atau terowongan (underpass) sulit untuk
diwujudkan karena biaya pembangunannya sangat mahal Alasan lainnya pada saat
perlintasan KA dibangun kondisi lalu-lintas kendaraan umum belum sepadat
sekarang Dengan berkembangnya lingkungan sosial dan ekonomi memicu
tumbuhnya pemukiman disekitar jalur KA dan bertambah pesatnya jumlah
pengendara kendaraan bermotor Hal ini kemudian mendorong bertambahnya
jumlah perlintasan baru (liar) Perlintasan ini banyak yang dibiarkan terbuka tanpa
pintu ataupun penjaga sehingga titik-titik rawan kecelakaan semakin bertambah
banyak
httpperkeretaapiandephubgoidindexphp
option=com_contentampview=articleampid=108ampItemid=26ampa728c66ceac927a1a5624c
56ff8c277c=27eeb8eb8075a712111282208e8edd52
Masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh kecelakaan lalu lintas kereta api adalah
1 Trauma kepala trauma thorak trauma abdomen
2 Fraktur
3 Ruptur organ dalam
4 Luka bakar
5 Laserasi
6 Kematian
A KONSEP DASAR PENYAKIT
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN FRAKTUR
By Iwan Sain SKp MKes
A Konsep Medis
1 Anatomi dan Fisiologi
a Anatomi Tulang
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler Tulang berasal dari
embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses ldquoOsteogenesisrdquo menjadi
tulang Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut ldquoOsteoblastrdquo Proses
mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium
Ada 206 tulang dalam tubuh manusia Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima
kelompok berdasarkan bentuknya
1) Tulang panjang (Femur Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang
disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis Di sebelah proksimal dari
epifisis terdapat metafisis Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang
rawan yang tumbuh yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan
Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis Tulang
rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas dan tulang
memanjang Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat Epifisis dibentuk dari
spongi bone (cancellous atau trabecular) Pada akhir tahun-tahun remaja tulang
rawan habis lempeng epifisis berfusi dan tulang berhenti tumbuh Hormon
pertumbuhan estrogen dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang
Estrogen bersama dengan testosteron merangsang fusi lempeng epifisis Batang
suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis Kanalis
medularis berisi sumsum tulang
2) Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous
(spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat
3) Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan
lapisan luar adalah tulang concellous
4) Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek
5) Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang terletak di sekitar tulang yang
berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial
misalnya patella (kap lutut)
Tulang tersusun atas sel matriks protein dan deposit mineral Sel-selnya terdiri atas
tiga jenis dasar-osteoblas osteosit dan osteoklas Osteoblas berfungsi dalam
pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang Matriks tersusun atas
98 kolagen dan 2 subtansi dasar (glukosaminoglikan asam polisakarida) dan
proteoglikan) Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik
ditimbun Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang
dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ) Osteoklas adalah sel multinuclear
( berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran resorpsi dan remosdeling
tulang
Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa Ditengah osteon
terdapat kapiler Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang
dinamakan lamella Didalam lamella terdapat osteosit yang memperoleh nutrisi
melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang
menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 01 mm)
Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum
Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh selain sebagai
tempat perlekatan tendon dan ligamen Periosteum mengandung saraf pembuluh
darah dan limfatik Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung
osteoblast yang merupakan sel pembentuk tulang
Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang
panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus Osteoklast yang melarutkan
tulang untuk memelihara rongga sumsum terletak dekat endosteum dan dalam
lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang)
Gambar 1 Anatomi tulang panjang
Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 bahan organik (hidup) dan 70 endapan
garam Bahan organik disebut matriks dan terdiri dari lebih dari 90 serat kolagen
dan kurang dari 10 proteoglikan (protein plus sakarida) Deposit garam terutama
adalah kalsium dan fosfat dengan sedikit natrium kalium karbonat dan ion
magnesium Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen
melalui proteoglikan Adanya bahan organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan
tensif (resistensi terhadap tarikan yang meregangkan) Sedangkan garam-garam
menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan)
Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa
pemanjangan dan penebalan tulang Kecepatan pembentukan tulang berubah selama
hidup Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn hormon faktor makanan dan
jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang dan terjadi akibat aktivitas sel-sel
pembentuk tulang yaitu osteoblas
Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang Osteoblas berespon terhadap
berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang Sewaktu pertama kali
dibentuk matriks tulang disebut osteoid Dalam beberapa hari garam-garam kalsium
mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan
berikutnya Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid dan disebut
osteosit atau sel tulang sejati Seiring dengan terbentuknya tulang osteosit dimatriks
membentuk tonjolan-tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit
lainnya membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang
Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang sebagian ion
kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi Garam nonkristal ini dianggap
sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan yaitu dapat dipindahkan dengan cepat
antara tulang cairan interstisium dan darah
Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi terjadi secara bersamaan dengan
pembentukan tulang Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut
osteoklas Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel
mirip-monosit yang terdapat di tulang Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai
asam dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis Osteoklas
biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang dan memfagosit
tulang sedikit demi sedikit Setelah selesai di suatu daerah osteoklas menghilang dan
muncul osteoblas 0steoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan
tulang baru Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan
tulang baru yang lebih kuat
Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus
menerus diperbarui atau mengalami remodeling Pada anak dan remaja aktivitas
osteoblas melebihi aktivitas osteoklas sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan
menebal Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang
pulih dari fraktur Pada orang dewasa muda aktivitas osteoblas dan osteoklas
biasanya setara sehingga jumlah total massa tulang konstan Pada usia pertengahan
aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai
berkurang Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami
imobilisasi Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan dominansi aktivitas osteoklas
dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah Aktivitas osteoblas
dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon
Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan
stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang Fraktur
tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas tetapi mekanisme pastinya
belum jelas Estrogen testosteron dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat
bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang Pertumbuhan tulang dipercepat
semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut Estrogen dan
testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan
merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang) Sewaktu kadar
estrogen turun pada masa menopaus aktivitas osteoblas berkurang Defisiensi
hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang
Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan
bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan
kalsium di usus Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah yang mendorong
kalsifikasi tulang Namun vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar
kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang Dengan demikian vitamin
D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan
menyebabkan absorpsi tulang
Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh
hormon paratiroid Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang
terletak tepat di belakang kelenjar tiroid Pelepasan hormon paratiroid meningkat
sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum Hormon paratiroid
meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk
membebaskan kalsium ke dalam darah Peningkatan kalsium serum bekerja secara
umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut
Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas
Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan
menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi
ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah Pengaktifan vitamin
D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid Sedangkan kalsitonin adalah suatu
hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan
kadar kalsium serum Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan
pernbentukan osteoklas Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga
menurunkan kadar kalsium serum
b Fisiologi Tulang
Fungsi tulang adalah sebagai berikut
1) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh
2) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung otak dan paru-paru) dan jaringan
lunak
3) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan
pergerakan)
4) Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema
topoiesis)
5) Menyimpan garam mineral misalnya kalsium fosfor
2 Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan
oleh rudapaksa (Mansjoer et al 2000) Sedangkan menurut Linda Juall C dalam
buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah
rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap oleh tulang
Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman 2000) Pendapat lain menyatakan
bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih
utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson M A 1992)
3 Etiologi
1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan
Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring
2) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam
jalur hantaran vektor kekerasan
3) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadiKekuatan dapat berupa
pemuntiran penekukan penekukan dan penekanan kombinasi dari ketiganya dan
penarikan
4 Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya
atau terputusnya kontinuitas tulang Setelah terjadi fraktur periosteum dan pembuluh
darah serta saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus
tulang rusak Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian
tulang yang patah Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya
respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi eksudasi plasma dan leukosit
dan infiltrasi sel darah putih Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1) Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar
waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur
2) Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan elastisitas kelelahan dan
kepadatan atau kekerasan tulang
5 Klasifikasi Fraktur
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis dibagi
menjadi beberapa kelompok yaitu
a Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)
1) Faktur Tertutup (Closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi
2) Fraktur Terbuka (OpenCompound) bila terdapat hubungan antara hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit
b Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur
1) Fraktur Komplit bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto
2) Fraktru Inkomplit bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti
a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
b) Buckle atau Torus Fraktur bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya
c) Green Stick Fraktur mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya
yang terjadi pada tulang panjang
c Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme
trauma
1) Fraktur Transversal fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung
2) Fraktur Oblik fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga
3) Fraktur Spiral fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi
4) Fraktur Kompresi fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain
5) Fraktur Avulsi fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang
d Berdasarkan jumlah garis patah
1) Fraktur Komunitif fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan
2) Fraktur Segmental fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan
3) Fraktur Multiple fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama
e Berdasarkan pergeseran fragmen tulang
1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh
2) Fraktur Displaced (bergeser) terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen terbagi atas
a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan
overlapping)
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)
f Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian
1 13 proksimal
2 13 medial
3 13 distal
g Fraktur Kelelahan fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang
h Fraktur Patologis fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan
lunak sekitar trauma yaitu
a Tingkat 0 fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya
b Tingkat 1 fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan
c Tingkat 2 fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan
d Tingkat 3 cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan
ancaman sindroma kompartement
6 Manifestasi Klinik
a Deformitas
b Bengkakedema
c Echimosis (Memar)
d Spasme otot
e Nyeri
f Kuranghilang sensasi
g Krepitasi
h Pergerakan abnormal
i Rontgen abnormal
7 Test Diagnostik
a Pemeriksaan Rontgen menentukan lokasiluasnya frakturluasnyatrauma
skan tulang temogram scan CI memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
b Hitung darah lengkap HB mungkin meningkatmenurun
c Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma
d Kreatinin traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal
e Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi
multiple atau cederah hati
8 Penatalaksanaan Medik
a Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan
disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period) Kuman belum
terlalu jauh meresap dilakukan
1) Pembersihan luka
2) Exici
3) Hecting situasi
4) Antibiotik
b Seluruh Fraktur
1) RekognisisPengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya
2) ReduksiManipulasiReposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara
optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner
2001)
Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi
fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang
mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera
mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi
karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi
semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan
Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani
prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan
sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan
dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut
Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)
dengan manipulasi dan traksi manual
Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan
alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan
menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk
mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar
Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan
untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang
sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat
dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi
Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan
pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin
kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat
ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat
tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang
3) RetensiImmobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimun
Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi
atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi
eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau
fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan
sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur
4) Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus
dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran
darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera
bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan
ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan
perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik
dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan
peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk
memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada
aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna
memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas
fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang
diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan
9 Proses Penyembuhan Tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang
tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru
diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang
Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu
1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel
darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat
tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan
perdarahan berhenti sama sekali
2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang
berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma
Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih
dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam
beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang
yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai
tergantung frakturnya
3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila
diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga
kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai
berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal
dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman
tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4
minggu setelah fraktur menyatu
4) Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi
lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos
melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi
celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses
yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk
membawa beban yang normal
5) Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa
bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan
pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan
pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang
rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan
normalnya
10 Komplikasi
1) Komplikasi Awal
a Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT
menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas
yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang
sakit tindakan reduksi dan pembedahan
b Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh
darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu
kuat
c Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada
kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone
marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam
darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi
tachypnea demam
d Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain
dalam pembedahan seperti pin dan plat
e Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkmanrsquos Ischemia
f Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada
fraktur
2) Komplikasi Dalam Waktu Lama
b Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai
darah ke tulang
c Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang
d Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik
B Konsep Keperawatan
Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses
keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian
diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi
1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan
sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas
a Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status
perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal
MRS diagnosa medis
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut
bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan
(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri
(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk
(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi
(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya
(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa
kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan
yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui
mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
(Ignatavicius Donna D 1995)
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu
seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang
sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki
sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan
secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna
D 1995)
g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya
dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium
pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien
melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)
(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya
seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari
nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada
lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien
(3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun
begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola
eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya
warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola
Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan
tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)
(4) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal
lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena
ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan
yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)
(5) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien
harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)
(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan
akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
(Ignatavicius Donna D 1995)
(7) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur
sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya
tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
(8) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah
anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)
10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan
timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh
klien bisa tidak efektif
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien
2) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi
hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan
(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti
(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung
pada keadaan klien
(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut
(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk
(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
(a) Sistem Integumen
Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri
tekan
(b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada
nyeri kepala
(c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada
(d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk
Tak ada lesi simetris tak oedema
(e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan)
(f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan
(g) Hidung
Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung
(h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat
(i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris
(j) Paru
(1) Inspeksi
Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien
yang berhubungan dengan paru
(2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama
(3) Perkusi
Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya
(4) Auskultasi
Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor
dan ronchi
(k) Jantung
(1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung
(2) Palpasi
Nadi meningkat iktus tidak teraba
(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur
(l) Abdomen
(1) Inspeksi
Bentuk datar simetris tidak ada hernia
(2) Palpasi
Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba
(3) Perkusi
Suara thympani ada pantulan gelombang cairan
(4) Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kalimenit
(m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB
b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai
status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia
Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain
(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi)
(b) Cape au lait spot (birth mark)
(c) Fistulae
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi
(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal)
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi
netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien
Yang perlu dicatat adalah
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary
refill time Normal 3 ndash 5 ldquo
(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama
disekitar persendian
(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal
tengah atau distal)
Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler
Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya
konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan
ukurannya
(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan
ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan
lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari
titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah
ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan
aktif dan pasif
(Reksoprodjo Soelarto 1995)
3) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan
sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi
untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu
disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan
penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca
pada x-ray
(1) Bayangan jaringan lunak
(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi
(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction
(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti
(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang
kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya
(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma
(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa
(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak
b) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang
(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang
(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)
Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang
c) Pemeriksaan lain-lain
(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi
(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi
(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur
(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan
(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang
(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
3 Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah
sebagai berikut
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)
g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
(Doengoes 2000)
4 Intervensi Keperawatan
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan
tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan
tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai
indikasi untuk situasi individual
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat
dan atau traksi
2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena
3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif
4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan
posisi)
5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi
visual aktivitas dipersional)
6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan
7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-
tanda vital)
Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi
Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri
Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler
Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang
mungkin berlangsung lama
Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri
Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara
sentral maupun perifer
Menilai perkembangan masalah klien
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria
akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi
distal cedera
2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat
3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi
adanya sindroma kompartemen
4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan
5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit
distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal
Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi
Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan
bebatspalk
Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan
hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi
Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena
Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan
klien
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan
kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif
2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien
3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan
kortikosteroid sesuai indikasi
4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit
5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya
stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral
Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi
Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru
Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid
telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak
Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas
anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan
penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak
Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi
pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan
kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik
yang memampukan melakukan aktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran
kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien
2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun
yang sehat sesuai keadaan klien
3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi
4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien
5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien
6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari
7 Berikan diet TKTP
8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi
9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi
Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu
menurunkan isolasi sosial
Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot
mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi
kalsium karena imobilisasi
Mempertahankan posis fungsional ekstremitas
Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan
klien
Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis
penumonia)
Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi
Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis tubuh
Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara
individual
Menilai perkembangan masalah klien
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan
perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai
indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun
kencang bantalan bawah siku tumit)
2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips
3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal
4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi
pentraksi
Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas
Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap
tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi
Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal
Menilai perkembangan masalah klien
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang
Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase
purulen atau eritema dan demam
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol
2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen
3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi
4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur
dan sensitivitas lukaserumtulang)
5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka
Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka
Meminimalkan kontaminasi
Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis
mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus
Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED
dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab
infeksi
Mengevaluasi perkembangan masalah klien
h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien
mengerti dan memahami tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran
2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik
3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat
demam perubahan sensasi kulit distal cedera)
4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan
Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien
untuk mengikuti program pembelajaran
Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan
program terapi fisik
Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang
memerulukan intervensi lebih lanjut
Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi
klien
B Evaluasi
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat
o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
o Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami
httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-
terbukahtml
Peran Perawat saat terjadi kecelakaan
Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan
Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan
Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian
memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain
sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban
Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan
Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan
ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk
seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan
Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim
Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja
di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas
pada manajemen pra-rumah sakit
Triage
Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut
urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera
diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang
percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda
Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana
kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan
diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini
akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya
untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan
efisienrdquo
Kategori Triage
bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull
6
Ada sistim 4 level untuk kategori triage
1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa
yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal
tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal
vasa besar dan cedera jalan nafas
2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak
ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran
pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas
perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25
3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan
dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal
lacerasi minor memar dan lecet
4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan
meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat
derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital
Metode penilaian triage
Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage
berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh
tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap
diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik
cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini
dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment
Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda
Tdk
Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant
Jalan Nafas
Ya Ya
Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA
lt 30
Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan
lt 2 detik
Dapat diperintah --------------------------------------------
Ya
TUNDA
Gambar ALGORITME TRIAGE START
Pemulihan
Saran
Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa
yang akan datang maka di rekomendasikan
1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali
Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan
Komandan Medik
2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan
Ambulans berikut Tim Ambulans-nya
3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima
kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik
Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan
Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk
menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal
4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional
daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana
5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai
salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai
pihak
HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN
BENCANA
(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn
KIC Mkes KNA
berhadapan dengan tantangan kompetisi yang tinggi dari moda lain Jika dulu
berhadapan dengan perkembangan otomotif maka kini tantangan datang dari
perangkutan udara dengan tarif yang sangat kompetitif Namun yang saat ini
mengganggu perkererataapian Indonesia adalah tingginya tingkat kecelakaan Pada
Gambar-1 diperlihatkan trend kecelakaan kereta api periode 2000-2005 Frekuensi
kecelakaan sangat tinggi dan banyak menelan korban jiwa dengan korban mayoritas
dari kalangan rakyat kecil Padahal kereta api sangat diharapkan menjadi moda
transportasi yang paling aman murah andal dan cepat anti kemacetan lalu-lintas
Seperti yang disampaikan dalam gambar 41 dalam periode Januari 2004 sd Mei
2006 di Indonesia telah terjadi kecelakaan kereta api sebanyak 359 kali dengan
jumlah korban jiwa 139 orang dan luka berat 219 orang Kecelakaan kereta api ini
dalam lingkungan perkeretaapian disebut PLH (Peristiwa Luar biasa Hebat) yaitu
suatu kecelakaan yang mengakibatkan korban jiwa atau luka berat atau
mengakibatkan rintangan jalan yang mengganggu operasi KA Tabrakan KA vs KA
terjadi sebanyak 20 kali rata-rata 8 kali dalam satu tahun Tingginya frekuensi
kecelakaan katergori ini sangat mengkhawatirkan dan termasuk dalam kategori
terburuk di dunia Kecelakaan KA anjlok terjadi sebanyak 211 kali atau 59 dari
jumlah total kecelakaan Tabrakan KA dengan kendaraan umum sebanyak 46 kali
terjadi Kecelakaan akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali yang mayoritas
merupkan kecelakaan akibat pejalan kaki tertabrak kereta api
Kecelakaan KA akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali 20 dari jumlah total
kecelakaan dengan jumlah korban jiwa sebanyak 22 orang Mayoritas Korban
adalah pejalan kaki yang tertabrak KA akibat kelalaian waktu berada di sekitar
daerah jalur operasi KA
Jumlah korban jiwa (tidak termasuk luka berat) akibat kecelakaan kereta api dalam
periode Januari 2004 sd Mei 2005 adalah ebesar 139 orang degan perincian seperti
yang diperlihatkan pada Gambar 43 Korban jiwa terbesar adalah akibat tabrakan
KA dengan dengan kendaraan umum di perlintasan sebidang yaitu sebesar 91 orang
atau sebesar 66 total jumlah korban Kemudian disusul akibat tabrakan KA vs KA
yang yang menyebabkan korban jiwa sebanyak 24 orang atau 17 dari jumlah total
korban
Identifikasi Masalah
Tabrakan KA vs KA
Tabrakan antar KA merupakan kecelakaan dalam kategori malapetaka besar
(catastrophic) yang secara teoritis seharusnya dapat dan harus dicegah Kecelakaan
ini memiliki potensi korban jiwa yang sangat besar mengingat kapasitas angkut KA
ratusan orang dan juga berpotensi menimbulkan kerugian finansial yang sangat
besar akibat kerusakan saranaprasarana (harga satu unit lokomotif sekitar Rp15
Milyar)
Dalam periode delapan tahun terakhir di Indonesia telah terjadi 64 kali tabrakan KA
vs KA Tragedi Bintaro merupakan lembaran hitam dalam sejarah perkeretaapian
Indonesia yaitu kasus tabrakan antara dua KA Ekonomi di Bintaro Jakarta Selatan
pada tahun 1987 yang menelan korban jiwa 153 orang dan korban luka berat 300
orang Untuk mencegah terulangnya kembali tragedi tersebut berbagai upaya sudah
dilakukan baik oleh pemerintah maupun KAI Antara lain dengan melakukan
modernisasi persinyalan namun demikian hasilnya belum seperti yang diharapkan
Berdasarkan hasil investigasi dari 64 kecelakaan tabrakan antar KA dalam delapan
tahun terakhir sebanyak 51 kali atau 80 disebabkan oleh faktor manusia hanya
20 yang diakibatkan oleh faktor teknik
Dalam periode Januari 2004-Mei 2006 telah terjadi 20 kali tabrakan KA vs KA
dengan jumlah korban meninggal 24 orang (Gambar 42) Dari hasil investigasi
penyebab kecelakaan sebanyak 75 adalah akibat faktor manusia antara lain
pelanggaran sinyal atau PSAD (Passed Signal at Danger) masinis tertidur PPKA
salah memberi sinyal PPKA tertidur Sedangkan kontribusi sarana terhadap
kecelakaan hanya 5 (rem rusak) faktor manusia eksternal 5 (sabotase) dan yang
dalam pengusutan sebesar 15
Dalam bulan Maret-April tahun 2006 ini sudah terjadi 4 kali kecelakaan Salah satu
diantaranya yang terjadi di daerah operasi Semarang berakibat sangat fatal
menewaskan 13 orang dan 20 orang mengalami luka berat Dan lagi-lagi
berdasarkan hasil investigasi sumber penyebabnya adalah akibat masinis melanggar
sinyal (PSAD)
Tabrakan antar KA memiliki potensi korban jiwa dan korban finansial juga
memiliki dampak sosial dan secara teoritis dapat dihindari maka dalam manajemen
keselamatan harus sepenuhnya dapat dicegah dengan kategori zero tolerance
Tingginya frekuensi tabrakan antar kereta api di Indonesia telah mengubah persepsi
persepsi keandalan faktor keamanan yang sudah melekat dan menjadi citra moda
transportasi KA Tingginya frekuensi tabrakan antar KA akan mengasosiasikan
faktor keselamatan KA tidak berbeda dengan bus atau angkutan umum Namun yang
menjadi persoalan tabrakan antar KA seharusnya kejadian yang secara teoritis dapat
dihindari dan dapat dikendalikan asalkan dapat diketahui sumber penyebabnya
Tabrakan antar KA dalam satu kali dalam setahun adalah sudah terlalu banyak
Namun demikian kasus tabrakan antar KA di Indonesia rata-rata dalam setahun 8
kali Diduga kuat upaya-upaya pencegahan yang telah dilakukan belum memadai
atau belum komprehensif
Tabrakan KA vs Kendaraan Umum
Dalam periode Janrsquo04 sd Meirsquo06 tabrakan KA vs Kendaraan Umum terjadi
sebanyak 46 kali atau 13 dari total jumlah kecelakaan Jumlah korban meninggal
sebanyak 91 orang dan luka berat 93 orang Jumlah korban jiwa adalah 65 dari
total jumlah korban jiwa dalam periode tersebut Semua kecelakaan terjadi di lokasi
perlintasan KA sebidang baik yang dijaga maupun yang tidak dijaga dan sebagian
besar terjadi di Jawa Kecelakaan ini dalam beberapa kali kasus menimbulkan
jumlah korban yang sangat besar karena KA menabrak bus atau angkutan umum
yang sarat penumpang
Perlintasan KA sebidang di Jawa dan Sumatera yang terdaftar resmi di Dephub
mencapai 8385 buah (tidak termasuk ribuan perlintasan liar) dan yang dijaga hanya
1145 buah (14) Sisanya sebanyak 7240 buah (86) tidak dijaga dan pada
umumnya tidak dilengkapi dengan persinyalan yang memadai Di daerah Jawa
perlintasan yang tidak dijaga lebih dari 6602 buah Dengan semakin tingginya
frekuensi lalu-lintas kendaraan umum maka tidak mengherankan tabrakan KA vs
Kendaraan Umum akan cenderung semakin tinggi
Perlintasan sebidang tidak semua dijaga karena kendala keterbatasan dana
Pembuatan jalan layang (fly over) atau terowongan (underpass) sulit untuk
diwujudkan karena biaya pembangunannya sangat mahal Alasan lainnya pada saat
perlintasan KA dibangun kondisi lalu-lintas kendaraan umum belum sepadat
sekarang Dengan berkembangnya lingkungan sosial dan ekonomi memicu
tumbuhnya pemukiman disekitar jalur KA dan bertambah pesatnya jumlah
pengendara kendaraan bermotor Hal ini kemudian mendorong bertambahnya
jumlah perlintasan baru (liar) Perlintasan ini banyak yang dibiarkan terbuka tanpa
pintu ataupun penjaga sehingga titik-titik rawan kecelakaan semakin bertambah
banyak
httpperkeretaapiandephubgoidindexphp
option=com_contentampview=articleampid=108ampItemid=26ampa728c66ceac927a1a5624c
56ff8c277c=27eeb8eb8075a712111282208e8edd52
Masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh kecelakaan lalu lintas kereta api adalah
1 Trauma kepala trauma thorak trauma abdomen
2 Fraktur
3 Ruptur organ dalam
4 Luka bakar
5 Laserasi
6 Kematian
A KONSEP DASAR PENYAKIT
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN FRAKTUR
By Iwan Sain SKp MKes
A Konsep Medis
1 Anatomi dan Fisiologi
a Anatomi Tulang
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler Tulang berasal dari
embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses ldquoOsteogenesisrdquo menjadi
tulang Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut ldquoOsteoblastrdquo Proses
mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium
Ada 206 tulang dalam tubuh manusia Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima
kelompok berdasarkan bentuknya
1) Tulang panjang (Femur Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang
disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis Di sebelah proksimal dari
epifisis terdapat metafisis Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang
rawan yang tumbuh yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan
Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis Tulang
rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas dan tulang
memanjang Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat Epifisis dibentuk dari
spongi bone (cancellous atau trabecular) Pada akhir tahun-tahun remaja tulang
rawan habis lempeng epifisis berfusi dan tulang berhenti tumbuh Hormon
pertumbuhan estrogen dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang
Estrogen bersama dengan testosteron merangsang fusi lempeng epifisis Batang
suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis Kanalis
medularis berisi sumsum tulang
2) Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous
(spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat
3) Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan
lapisan luar adalah tulang concellous
4) Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek
5) Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang terletak di sekitar tulang yang
berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial
misalnya patella (kap lutut)
Tulang tersusun atas sel matriks protein dan deposit mineral Sel-selnya terdiri atas
tiga jenis dasar-osteoblas osteosit dan osteoklas Osteoblas berfungsi dalam
pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang Matriks tersusun atas
98 kolagen dan 2 subtansi dasar (glukosaminoglikan asam polisakarida) dan
proteoglikan) Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik
ditimbun Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang
dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ) Osteoklas adalah sel multinuclear
( berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran resorpsi dan remosdeling
tulang
Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa Ditengah osteon
terdapat kapiler Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang
dinamakan lamella Didalam lamella terdapat osteosit yang memperoleh nutrisi
melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang
menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 01 mm)
Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum
Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh selain sebagai
tempat perlekatan tendon dan ligamen Periosteum mengandung saraf pembuluh
darah dan limfatik Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung
osteoblast yang merupakan sel pembentuk tulang
Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang
panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus Osteoklast yang melarutkan
tulang untuk memelihara rongga sumsum terletak dekat endosteum dan dalam
lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang)
Gambar 1 Anatomi tulang panjang
Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 bahan organik (hidup) dan 70 endapan
garam Bahan organik disebut matriks dan terdiri dari lebih dari 90 serat kolagen
dan kurang dari 10 proteoglikan (protein plus sakarida) Deposit garam terutama
adalah kalsium dan fosfat dengan sedikit natrium kalium karbonat dan ion
magnesium Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen
melalui proteoglikan Adanya bahan organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan
tensif (resistensi terhadap tarikan yang meregangkan) Sedangkan garam-garam
menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan)
Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa
pemanjangan dan penebalan tulang Kecepatan pembentukan tulang berubah selama
hidup Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn hormon faktor makanan dan
jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang dan terjadi akibat aktivitas sel-sel
pembentuk tulang yaitu osteoblas
Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang Osteoblas berespon terhadap
berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang Sewaktu pertama kali
dibentuk matriks tulang disebut osteoid Dalam beberapa hari garam-garam kalsium
mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan
berikutnya Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid dan disebut
osteosit atau sel tulang sejati Seiring dengan terbentuknya tulang osteosit dimatriks
membentuk tonjolan-tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit
lainnya membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang
Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang sebagian ion
kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi Garam nonkristal ini dianggap
sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan yaitu dapat dipindahkan dengan cepat
antara tulang cairan interstisium dan darah
Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi terjadi secara bersamaan dengan
pembentukan tulang Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut
osteoklas Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel
mirip-monosit yang terdapat di tulang Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai
asam dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis Osteoklas
biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang dan memfagosit
tulang sedikit demi sedikit Setelah selesai di suatu daerah osteoklas menghilang dan
muncul osteoblas 0steoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan
tulang baru Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan
tulang baru yang lebih kuat
Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus
menerus diperbarui atau mengalami remodeling Pada anak dan remaja aktivitas
osteoblas melebihi aktivitas osteoklas sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan
menebal Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang
pulih dari fraktur Pada orang dewasa muda aktivitas osteoblas dan osteoklas
biasanya setara sehingga jumlah total massa tulang konstan Pada usia pertengahan
aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai
berkurang Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami
imobilisasi Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan dominansi aktivitas osteoklas
dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah Aktivitas osteoblas
dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon
Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan
stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang Fraktur
tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas tetapi mekanisme pastinya
belum jelas Estrogen testosteron dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat
bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang Pertumbuhan tulang dipercepat
semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut Estrogen dan
testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan
merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang) Sewaktu kadar
estrogen turun pada masa menopaus aktivitas osteoblas berkurang Defisiensi
hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang
Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan
bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan
kalsium di usus Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah yang mendorong
kalsifikasi tulang Namun vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar
kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang Dengan demikian vitamin
D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan
menyebabkan absorpsi tulang
Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh
hormon paratiroid Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang
terletak tepat di belakang kelenjar tiroid Pelepasan hormon paratiroid meningkat
sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum Hormon paratiroid
meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk
membebaskan kalsium ke dalam darah Peningkatan kalsium serum bekerja secara
umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut
Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas
Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan
menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi
ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah Pengaktifan vitamin
D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid Sedangkan kalsitonin adalah suatu
hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan
kadar kalsium serum Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan
pernbentukan osteoklas Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga
menurunkan kadar kalsium serum
b Fisiologi Tulang
Fungsi tulang adalah sebagai berikut
1) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh
2) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung otak dan paru-paru) dan jaringan
lunak
3) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan
pergerakan)
4) Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema
topoiesis)
5) Menyimpan garam mineral misalnya kalsium fosfor
2 Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan
oleh rudapaksa (Mansjoer et al 2000) Sedangkan menurut Linda Juall C dalam
buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah
rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap oleh tulang
Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman 2000) Pendapat lain menyatakan
bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih
utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson M A 1992)
3 Etiologi
1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan
Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring
2) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam
jalur hantaran vektor kekerasan
3) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadiKekuatan dapat berupa
pemuntiran penekukan penekukan dan penekanan kombinasi dari ketiganya dan
penarikan
4 Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya
atau terputusnya kontinuitas tulang Setelah terjadi fraktur periosteum dan pembuluh
darah serta saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus
tulang rusak Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian
tulang yang patah Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya
respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi eksudasi plasma dan leukosit
dan infiltrasi sel darah putih Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1) Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar
waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur
2) Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan elastisitas kelelahan dan
kepadatan atau kekerasan tulang
5 Klasifikasi Fraktur
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis dibagi
menjadi beberapa kelompok yaitu
a Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)
1) Faktur Tertutup (Closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi
2) Fraktur Terbuka (OpenCompound) bila terdapat hubungan antara hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit
b Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur
1) Fraktur Komplit bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto
2) Fraktru Inkomplit bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti
a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
b) Buckle atau Torus Fraktur bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya
c) Green Stick Fraktur mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya
yang terjadi pada tulang panjang
c Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme
trauma
1) Fraktur Transversal fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung
2) Fraktur Oblik fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga
3) Fraktur Spiral fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi
4) Fraktur Kompresi fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain
5) Fraktur Avulsi fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang
d Berdasarkan jumlah garis patah
1) Fraktur Komunitif fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan
2) Fraktur Segmental fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan
3) Fraktur Multiple fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama
e Berdasarkan pergeseran fragmen tulang
1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh
2) Fraktur Displaced (bergeser) terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen terbagi atas
a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan
overlapping)
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)
f Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian
1 13 proksimal
2 13 medial
3 13 distal
g Fraktur Kelelahan fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang
h Fraktur Patologis fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan
lunak sekitar trauma yaitu
a Tingkat 0 fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya
b Tingkat 1 fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan
c Tingkat 2 fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan
d Tingkat 3 cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan
ancaman sindroma kompartement
6 Manifestasi Klinik
a Deformitas
b Bengkakedema
c Echimosis (Memar)
d Spasme otot
e Nyeri
f Kuranghilang sensasi
g Krepitasi
h Pergerakan abnormal
i Rontgen abnormal
7 Test Diagnostik
a Pemeriksaan Rontgen menentukan lokasiluasnya frakturluasnyatrauma
skan tulang temogram scan CI memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
b Hitung darah lengkap HB mungkin meningkatmenurun
c Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma
d Kreatinin traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal
e Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi
multiple atau cederah hati
8 Penatalaksanaan Medik
a Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan
disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period) Kuman belum
terlalu jauh meresap dilakukan
1) Pembersihan luka
2) Exici
3) Hecting situasi
4) Antibiotik
b Seluruh Fraktur
1) RekognisisPengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya
2) ReduksiManipulasiReposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara
optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner
2001)
Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi
fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang
mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera
mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi
karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi
semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan
Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani
prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan
sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan
dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut
Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)
dengan manipulasi dan traksi manual
Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan
alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan
menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk
mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar
Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan
untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang
sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat
dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi
Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan
pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin
kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat
ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat
tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang
3) RetensiImmobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimun
Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi
atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi
eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau
fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan
sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur
4) Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus
dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran
darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera
bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan
ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan
perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik
dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan
peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk
memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada
aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna
memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas
fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang
diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan
9 Proses Penyembuhan Tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang
tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru
diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang
Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu
1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel
darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat
tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan
perdarahan berhenti sama sekali
2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang
berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma
Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih
dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam
beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang
yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai
tergantung frakturnya
3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila
diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga
kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai
berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal
dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman
tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4
minggu setelah fraktur menyatu
4) Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi
lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos
melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi
celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses
yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk
membawa beban yang normal
5) Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa
bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan
pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan
pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang
rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan
normalnya
10 Komplikasi
1) Komplikasi Awal
a Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT
menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas
yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang
sakit tindakan reduksi dan pembedahan
b Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh
darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu
kuat
c Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada
kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone
marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam
darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi
tachypnea demam
d Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain
dalam pembedahan seperti pin dan plat
e Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkmanrsquos Ischemia
f Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada
fraktur
2) Komplikasi Dalam Waktu Lama
b Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai
darah ke tulang
c Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang
d Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik
B Konsep Keperawatan
Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses
keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian
diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi
1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan
sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas
a Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status
perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal
MRS diagnosa medis
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut
bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan
(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri
(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk
(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi
(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya
(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa
kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan
yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui
mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
(Ignatavicius Donna D 1995)
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu
seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang
sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki
sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan
secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna
D 1995)
g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya
dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium
pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien
melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)
(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya
seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari
nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada
lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien
(3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun
begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola
eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya
warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola
Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan
tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)
(4) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal
lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena
ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan
yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)
(5) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien
harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)
(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan
akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
(Ignatavicius Donna D 1995)
(7) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur
sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya
tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
(8) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah
anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)
10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan
timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh
klien bisa tidak efektif
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien
2) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi
hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan
(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti
(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung
pada keadaan klien
(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut
(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk
(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
(a) Sistem Integumen
Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri
tekan
(b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada
nyeri kepala
(c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada
(d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk
Tak ada lesi simetris tak oedema
(e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan)
(f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan
(g) Hidung
Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung
(h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat
(i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris
(j) Paru
(1) Inspeksi
Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien
yang berhubungan dengan paru
(2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama
(3) Perkusi
Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya
(4) Auskultasi
Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor
dan ronchi
(k) Jantung
(1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung
(2) Palpasi
Nadi meningkat iktus tidak teraba
(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur
(l) Abdomen
(1) Inspeksi
Bentuk datar simetris tidak ada hernia
(2) Palpasi
Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba
(3) Perkusi
Suara thympani ada pantulan gelombang cairan
(4) Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kalimenit
(m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB
b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai
status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia
Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain
(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi)
(b) Cape au lait spot (birth mark)
(c) Fistulae
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi
(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal)
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi
netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien
Yang perlu dicatat adalah
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary
refill time Normal 3 ndash 5 ldquo
(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama
disekitar persendian
(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal
tengah atau distal)
Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler
Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya
konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan
ukurannya
(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan
ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan
lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari
titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah
ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan
aktif dan pasif
(Reksoprodjo Soelarto 1995)
3) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan
sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi
untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu
disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan
penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca
pada x-ray
(1) Bayangan jaringan lunak
(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi
(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction
(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti
(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang
kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya
(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma
(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa
(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak
b) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang
(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang
(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)
Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang
c) Pemeriksaan lain-lain
(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi
(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi
(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur
(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan
(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang
(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
3 Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah
sebagai berikut
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)
g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
(Doengoes 2000)
4 Intervensi Keperawatan
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan
tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan
tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai
indikasi untuk situasi individual
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat
dan atau traksi
2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena
3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif
4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan
posisi)
5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi
visual aktivitas dipersional)
6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan
7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-
tanda vital)
Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi
Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri
Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler
Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang
mungkin berlangsung lama
Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri
Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara
sentral maupun perifer
Menilai perkembangan masalah klien
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria
akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi
distal cedera
2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat
3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi
adanya sindroma kompartemen
4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan
5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit
distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal
Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi
Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan
bebatspalk
Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan
hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi
Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena
Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan
klien
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan
kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif
2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien
3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan
kortikosteroid sesuai indikasi
4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit
5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya
stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral
Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi
Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru
Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid
telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak
Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas
anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan
penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak
Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi
pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan
kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik
yang memampukan melakukan aktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran
kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien
2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun
yang sehat sesuai keadaan klien
3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi
4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien
5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien
6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari
7 Berikan diet TKTP
8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi
9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi
Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu
menurunkan isolasi sosial
Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot
mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi
kalsium karena imobilisasi
Mempertahankan posis fungsional ekstremitas
Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan
klien
Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis
penumonia)
Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi
Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis tubuh
Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara
individual
Menilai perkembangan masalah klien
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan
perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai
indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun
kencang bantalan bawah siku tumit)
2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips
3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal
4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi
pentraksi
Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas
Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap
tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi
Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal
Menilai perkembangan masalah klien
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang
Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase
purulen atau eritema dan demam
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol
2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen
3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi
4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur
dan sensitivitas lukaserumtulang)
5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka
Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka
Meminimalkan kontaminasi
Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis
mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus
Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED
dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab
infeksi
Mengevaluasi perkembangan masalah klien
h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien
mengerti dan memahami tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran
2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik
3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat
demam perubahan sensasi kulit distal cedera)
4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan
Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien
untuk mengikuti program pembelajaran
Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan
program terapi fisik
Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang
memerulukan intervensi lebih lanjut
Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi
klien
B Evaluasi
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat
o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
o Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami
httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-
terbukahtml
Peran Perawat saat terjadi kecelakaan
Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan
Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan
Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian
memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain
sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban
Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan
Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan
ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk
seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan
Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim
Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja
di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas
pada manajemen pra-rumah sakit
Triage
Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut
urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera
diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang
percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda
Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana
kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan
diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini
akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya
untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan
efisienrdquo
Kategori Triage
bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull
6
Ada sistim 4 level untuk kategori triage
1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa
yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal
tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal
vasa besar dan cedera jalan nafas
2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak
ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran
pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas
perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25
3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan
dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal
lacerasi minor memar dan lecet
4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan
meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat
derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital
Metode penilaian triage
Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage
berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh
tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap
diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik
cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini
dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment
Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda
Tdk
Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant
Jalan Nafas
Ya Ya
Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA
lt 30
Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan
lt 2 detik
Dapat diperintah --------------------------------------------
Ya
TUNDA
Gambar ALGORITME TRIAGE START
Pemulihan
Saran
Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa
yang akan datang maka di rekomendasikan
1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali
Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan
Komandan Medik
2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan
Ambulans berikut Tim Ambulans-nya
3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima
kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik
Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan
Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk
menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal
4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional
daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana
5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai
salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai
pihak
HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN
BENCANA
(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn
KIC Mkes KNA
jumlah total kecelakaan Tabrakan KA dengan kendaraan umum sebanyak 46 kali
terjadi Kecelakaan akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali yang mayoritas
merupkan kecelakaan akibat pejalan kaki tertabrak kereta api
Kecelakaan KA akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali 20 dari jumlah total
kecelakaan dengan jumlah korban jiwa sebanyak 22 orang Mayoritas Korban
adalah pejalan kaki yang tertabrak KA akibat kelalaian waktu berada di sekitar
daerah jalur operasi KA
Jumlah korban jiwa (tidak termasuk luka berat) akibat kecelakaan kereta api dalam
periode Januari 2004 sd Mei 2005 adalah ebesar 139 orang degan perincian seperti
yang diperlihatkan pada Gambar 43 Korban jiwa terbesar adalah akibat tabrakan
KA dengan dengan kendaraan umum di perlintasan sebidang yaitu sebesar 91 orang
atau sebesar 66 total jumlah korban Kemudian disusul akibat tabrakan KA vs KA
yang yang menyebabkan korban jiwa sebanyak 24 orang atau 17 dari jumlah total
korban
Identifikasi Masalah
Tabrakan KA vs KA
Tabrakan antar KA merupakan kecelakaan dalam kategori malapetaka besar
(catastrophic) yang secara teoritis seharusnya dapat dan harus dicegah Kecelakaan
ini memiliki potensi korban jiwa yang sangat besar mengingat kapasitas angkut KA
ratusan orang dan juga berpotensi menimbulkan kerugian finansial yang sangat
besar akibat kerusakan saranaprasarana (harga satu unit lokomotif sekitar Rp15
Milyar)
Dalam periode delapan tahun terakhir di Indonesia telah terjadi 64 kali tabrakan KA
vs KA Tragedi Bintaro merupakan lembaran hitam dalam sejarah perkeretaapian
Indonesia yaitu kasus tabrakan antara dua KA Ekonomi di Bintaro Jakarta Selatan
pada tahun 1987 yang menelan korban jiwa 153 orang dan korban luka berat 300
orang Untuk mencegah terulangnya kembali tragedi tersebut berbagai upaya sudah
dilakukan baik oleh pemerintah maupun KAI Antara lain dengan melakukan
modernisasi persinyalan namun demikian hasilnya belum seperti yang diharapkan
Berdasarkan hasil investigasi dari 64 kecelakaan tabrakan antar KA dalam delapan
tahun terakhir sebanyak 51 kali atau 80 disebabkan oleh faktor manusia hanya
20 yang diakibatkan oleh faktor teknik
Dalam periode Januari 2004-Mei 2006 telah terjadi 20 kali tabrakan KA vs KA
dengan jumlah korban meninggal 24 orang (Gambar 42) Dari hasil investigasi
penyebab kecelakaan sebanyak 75 adalah akibat faktor manusia antara lain
pelanggaran sinyal atau PSAD (Passed Signal at Danger) masinis tertidur PPKA
salah memberi sinyal PPKA tertidur Sedangkan kontribusi sarana terhadap
kecelakaan hanya 5 (rem rusak) faktor manusia eksternal 5 (sabotase) dan yang
dalam pengusutan sebesar 15
Dalam bulan Maret-April tahun 2006 ini sudah terjadi 4 kali kecelakaan Salah satu
diantaranya yang terjadi di daerah operasi Semarang berakibat sangat fatal
menewaskan 13 orang dan 20 orang mengalami luka berat Dan lagi-lagi
berdasarkan hasil investigasi sumber penyebabnya adalah akibat masinis melanggar
sinyal (PSAD)
Tabrakan antar KA memiliki potensi korban jiwa dan korban finansial juga
memiliki dampak sosial dan secara teoritis dapat dihindari maka dalam manajemen
keselamatan harus sepenuhnya dapat dicegah dengan kategori zero tolerance
Tingginya frekuensi tabrakan antar kereta api di Indonesia telah mengubah persepsi
persepsi keandalan faktor keamanan yang sudah melekat dan menjadi citra moda
transportasi KA Tingginya frekuensi tabrakan antar KA akan mengasosiasikan
faktor keselamatan KA tidak berbeda dengan bus atau angkutan umum Namun yang
menjadi persoalan tabrakan antar KA seharusnya kejadian yang secara teoritis dapat
dihindari dan dapat dikendalikan asalkan dapat diketahui sumber penyebabnya
Tabrakan antar KA dalam satu kali dalam setahun adalah sudah terlalu banyak
Namun demikian kasus tabrakan antar KA di Indonesia rata-rata dalam setahun 8
kali Diduga kuat upaya-upaya pencegahan yang telah dilakukan belum memadai
atau belum komprehensif
Tabrakan KA vs Kendaraan Umum
Dalam periode Janrsquo04 sd Meirsquo06 tabrakan KA vs Kendaraan Umum terjadi
sebanyak 46 kali atau 13 dari total jumlah kecelakaan Jumlah korban meninggal
sebanyak 91 orang dan luka berat 93 orang Jumlah korban jiwa adalah 65 dari
total jumlah korban jiwa dalam periode tersebut Semua kecelakaan terjadi di lokasi
perlintasan KA sebidang baik yang dijaga maupun yang tidak dijaga dan sebagian
besar terjadi di Jawa Kecelakaan ini dalam beberapa kali kasus menimbulkan
jumlah korban yang sangat besar karena KA menabrak bus atau angkutan umum
yang sarat penumpang
Perlintasan KA sebidang di Jawa dan Sumatera yang terdaftar resmi di Dephub
mencapai 8385 buah (tidak termasuk ribuan perlintasan liar) dan yang dijaga hanya
1145 buah (14) Sisanya sebanyak 7240 buah (86) tidak dijaga dan pada
umumnya tidak dilengkapi dengan persinyalan yang memadai Di daerah Jawa
perlintasan yang tidak dijaga lebih dari 6602 buah Dengan semakin tingginya
frekuensi lalu-lintas kendaraan umum maka tidak mengherankan tabrakan KA vs
Kendaraan Umum akan cenderung semakin tinggi
Perlintasan sebidang tidak semua dijaga karena kendala keterbatasan dana
Pembuatan jalan layang (fly over) atau terowongan (underpass) sulit untuk
diwujudkan karena biaya pembangunannya sangat mahal Alasan lainnya pada saat
perlintasan KA dibangun kondisi lalu-lintas kendaraan umum belum sepadat
sekarang Dengan berkembangnya lingkungan sosial dan ekonomi memicu
tumbuhnya pemukiman disekitar jalur KA dan bertambah pesatnya jumlah
pengendara kendaraan bermotor Hal ini kemudian mendorong bertambahnya
jumlah perlintasan baru (liar) Perlintasan ini banyak yang dibiarkan terbuka tanpa
pintu ataupun penjaga sehingga titik-titik rawan kecelakaan semakin bertambah
banyak
httpperkeretaapiandephubgoidindexphp
option=com_contentampview=articleampid=108ampItemid=26ampa728c66ceac927a1a5624c
56ff8c277c=27eeb8eb8075a712111282208e8edd52
Masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh kecelakaan lalu lintas kereta api adalah
1 Trauma kepala trauma thorak trauma abdomen
2 Fraktur
3 Ruptur organ dalam
4 Luka bakar
5 Laserasi
6 Kematian
A KONSEP DASAR PENYAKIT
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN FRAKTUR
By Iwan Sain SKp MKes
A Konsep Medis
1 Anatomi dan Fisiologi
a Anatomi Tulang
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler Tulang berasal dari
embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses ldquoOsteogenesisrdquo menjadi
tulang Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut ldquoOsteoblastrdquo Proses
mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium
Ada 206 tulang dalam tubuh manusia Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima
kelompok berdasarkan bentuknya
1) Tulang panjang (Femur Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang
disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis Di sebelah proksimal dari
epifisis terdapat metafisis Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang
rawan yang tumbuh yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan
Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis Tulang
rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas dan tulang
memanjang Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat Epifisis dibentuk dari
spongi bone (cancellous atau trabecular) Pada akhir tahun-tahun remaja tulang
rawan habis lempeng epifisis berfusi dan tulang berhenti tumbuh Hormon
pertumbuhan estrogen dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang
Estrogen bersama dengan testosteron merangsang fusi lempeng epifisis Batang
suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis Kanalis
medularis berisi sumsum tulang
2) Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous
(spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat
3) Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan
lapisan luar adalah tulang concellous
4) Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek
5) Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang terletak di sekitar tulang yang
berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial
misalnya patella (kap lutut)
Tulang tersusun atas sel matriks protein dan deposit mineral Sel-selnya terdiri atas
tiga jenis dasar-osteoblas osteosit dan osteoklas Osteoblas berfungsi dalam
pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang Matriks tersusun atas
98 kolagen dan 2 subtansi dasar (glukosaminoglikan asam polisakarida) dan
proteoglikan) Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik
ditimbun Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang
dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ) Osteoklas adalah sel multinuclear
( berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran resorpsi dan remosdeling
tulang
Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa Ditengah osteon
terdapat kapiler Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang
dinamakan lamella Didalam lamella terdapat osteosit yang memperoleh nutrisi
melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang
menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 01 mm)
Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum
Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh selain sebagai
tempat perlekatan tendon dan ligamen Periosteum mengandung saraf pembuluh
darah dan limfatik Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung
osteoblast yang merupakan sel pembentuk tulang
Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang
panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus Osteoklast yang melarutkan
tulang untuk memelihara rongga sumsum terletak dekat endosteum dan dalam
lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang)
Gambar 1 Anatomi tulang panjang
Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 bahan organik (hidup) dan 70 endapan
garam Bahan organik disebut matriks dan terdiri dari lebih dari 90 serat kolagen
dan kurang dari 10 proteoglikan (protein plus sakarida) Deposit garam terutama
adalah kalsium dan fosfat dengan sedikit natrium kalium karbonat dan ion
magnesium Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen
melalui proteoglikan Adanya bahan organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan
tensif (resistensi terhadap tarikan yang meregangkan) Sedangkan garam-garam
menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan)
Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa
pemanjangan dan penebalan tulang Kecepatan pembentukan tulang berubah selama
hidup Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn hormon faktor makanan dan
jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang dan terjadi akibat aktivitas sel-sel
pembentuk tulang yaitu osteoblas
Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang Osteoblas berespon terhadap
berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang Sewaktu pertama kali
dibentuk matriks tulang disebut osteoid Dalam beberapa hari garam-garam kalsium
mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan
berikutnya Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid dan disebut
osteosit atau sel tulang sejati Seiring dengan terbentuknya tulang osteosit dimatriks
membentuk tonjolan-tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit
lainnya membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang
Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang sebagian ion
kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi Garam nonkristal ini dianggap
sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan yaitu dapat dipindahkan dengan cepat
antara tulang cairan interstisium dan darah
Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi terjadi secara bersamaan dengan
pembentukan tulang Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut
osteoklas Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel
mirip-monosit yang terdapat di tulang Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai
asam dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis Osteoklas
biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang dan memfagosit
tulang sedikit demi sedikit Setelah selesai di suatu daerah osteoklas menghilang dan
muncul osteoblas 0steoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan
tulang baru Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan
tulang baru yang lebih kuat
Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus
menerus diperbarui atau mengalami remodeling Pada anak dan remaja aktivitas
osteoblas melebihi aktivitas osteoklas sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan
menebal Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang
pulih dari fraktur Pada orang dewasa muda aktivitas osteoblas dan osteoklas
biasanya setara sehingga jumlah total massa tulang konstan Pada usia pertengahan
aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai
berkurang Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami
imobilisasi Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan dominansi aktivitas osteoklas
dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah Aktivitas osteoblas
dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon
Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan
stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang Fraktur
tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas tetapi mekanisme pastinya
belum jelas Estrogen testosteron dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat
bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang Pertumbuhan tulang dipercepat
semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut Estrogen dan
testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan
merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang) Sewaktu kadar
estrogen turun pada masa menopaus aktivitas osteoblas berkurang Defisiensi
hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang
Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan
bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan
kalsium di usus Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah yang mendorong
kalsifikasi tulang Namun vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar
kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang Dengan demikian vitamin
D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan
menyebabkan absorpsi tulang
Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh
hormon paratiroid Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang
terletak tepat di belakang kelenjar tiroid Pelepasan hormon paratiroid meningkat
sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum Hormon paratiroid
meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk
membebaskan kalsium ke dalam darah Peningkatan kalsium serum bekerja secara
umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut
Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas
Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan
menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi
ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah Pengaktifan vitamin
D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid Sedangkan kalsitonin adalah suatu
hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan
kadar kalsium serum Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan
pernbentukan osteoklas Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga
menurunkan kadar kalsium serum
b Fisiologi Tulang
Fungsi tulang adalah sebagai berikut
1) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh
2) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung otak dan paru-paru) dan jaringan
lunak
3) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan
pergerakan)
4) Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema
topoiesis)
5) Menyimpan garam mineral misalnya kalsium fosfor
2 Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan
oleh rudapaksa (Mansjoer et al 2000) Sedangkan menurut Linda Juall C dalam
buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah
rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap oleh tulang
Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman 2000) Pendapat lain menyatakan
bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih
utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson M A 1992)
3 Etiologi
1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan
Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring
2) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam
jalur hantaran vektor kekerasan
3) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadiKekuatan dapat berupa
pemuntiran penekukan penekukan dan penekanan kombinasi dari ketiganya dan
penarikan
4 Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya
atau terputusnya kontinuitas tulang Setelah terjadi fraktur periosteum dan pembuluh
darah serta saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus
tulang rusak Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian
tulang yang patah Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya
respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi eksudasi plasma dan leukosit
dan infiltrasi sel darah putih Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1) Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar
waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur
2) Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan elastisitas kelelahan dan
kepadatan atau kekerasan tulang
5 Klasifikasi Fraktur
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis dibagi
menjadi beberapa kelompok yaitu
a Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)
1) Faktur Tertutup (Closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi
2) Fraktur Terbuka (OpenCompound) bila terdapat hubungan antara hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit
b Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur
1) Fraktur Komplit bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto
2) Fraktru Inkomplit bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti
a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
b) Buckle atau Torus Fraktur bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya
c) Green Stick Fraktur mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya
yang terjadi pada tulang panjang
c Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme
trauma
1) Fraktur Transversal fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung
2) Fraktur Oblik fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga
3) Fraktur Spiral fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi
4) Fraktur Kompresi fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain
5) Fraktur Avulsi fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang
d Berdasarkan jumlah garis patah
1) Fraktur Komunitif fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan
2) Fraktur Segmental fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan
3) Fraktur Multiple fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama
e Berdasarkan pergeseran fragmen tulang
1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh
2) Fraktur Displaced (bergeser) terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen terbagi atas
a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan
overlapping)
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)
f Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian
1 13 proksimal
2 13 medial
3 13 distal
g Fraktur Kelelahan fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang
h Fraktur Patologis fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan
lunak sekitar trauma yaitu
a Tingkat 0 fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya
b Tingkat 1 fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan
c Tingkat 2 fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan
d Tingkat 3 cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan
ancaman sindroma kompartement
6 Manifestasi Klinik
a Deformitas
b Bengkakedema
c Echimosis (Memar)
d Spasme otot
e Nyeri
f Kuranghilang sensasi
g Krepitasi
h Pergerakan abnormal
i Rontgen abnormal
7 Test Diagnostik
a Pemeriksaan Rontgen menentukan lokasiluasnya frakturluasnyatrauma
skan tulang temogram scan CI memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
b Hitung darah lengkap HB mungkin meningkatmenurun
c Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma
d Kreatinin traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal
e Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi
multiple atau cederah hati
8 Penatalaksanaan Medik
a Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan
disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period) Kuman belum
terlalu jauh meresap dilakukan
1) Pembersihan luka
2) Exici
3) Hecting situasi
4) Antibiotik
b Seluruh Fraktur
1) RekognisisPengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya
2) ReduksiManipulasiReposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara
optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner
2001)
Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi
fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang
mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera
mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi
karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi
semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan
Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani
prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan
sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan
dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut
Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)
dengan manipulasi dan traksi manual
Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan
alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan
menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk
mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar
Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan
untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang
sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat
dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi
Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan
pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin
kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat
ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat
tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang
3) RetensiImmobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimun
Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi
atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi
eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau
fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan
sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur
4) Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus
dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran
darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera
bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan
ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan
perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik
dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan
peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk
memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada
aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna
memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas
fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang
diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan
9 Proses Penyembuhan Tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang
tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru
diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang
Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu
1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel
darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat
tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan
perdarahan berhenti sama sekali
2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang
berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma
Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih
dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam
beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang
yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai
tergantung frakturnya
3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila
diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga
kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai
berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal
dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman
tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4
minggu setelah fraktur menyatu
4) Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi
lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos
melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi
celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses
yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk
membawa beban yang normal
5) Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa
bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan
pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan
pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang
rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan
normalnya
10 Komplikasi
1) Komplikasi Awal
a Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT
menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas
yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang
sakit tindakan reduksi dan pembedahan
b Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh
darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu
kuat
c Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada
kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone
marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam
darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi
tachypnea demam
d Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain
dalam pembedahan seperti pin dan plat
e Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkmanrsquos Ischemia
f Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada
fraktur
2) Komplikasi Dalam Waktu Lama
b Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai
darah ke tulang
c Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang
d Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik
B Konsep Keperawatan
Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses
keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian
diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi
1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan
sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas
a Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status
perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal
MRS diagnosa medis
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut
bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan
(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri
(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk
(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi
(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya
(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa
kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan
yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui
mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
(Ignatavicius Donna D 1995)
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu
seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang
sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki
sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan
secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna
D 1995)
g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya
dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium
pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien
melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)
(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya
seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari
nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada
lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien
(3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun
begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola
eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya
warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola
Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan
tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)
(4) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal
lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena
ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan
yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)
(5) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien
harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)
(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan
akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
(Ignatavicius Donna D 1995)
(7) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur
sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya
tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
(8) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah
anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)
10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan
timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh
klien bisa tidak efektif
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien
2) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi
hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan
(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti
(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung
pada keadaan klien
(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut
(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk
(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
(a) Sistem Integumen
Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri
tekan
(b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada
nyeri kepala
(c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada
(d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk
Tak ada lesi simetris tak oedema
(e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan)
(f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan
(g) Hidung
Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung
(h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat
(i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris
(j) Paru
(1) Inspeksi
Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien
yang berhubungan dengan paru
(2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama
(3) Perkusi
Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya
(4) Auskultasi
Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor
dan ronchi
(k) Jantung
(1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung
(2) Palpasi
Nadi meningkat iktus tidak teraba
(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur
(l) Abdomen
(1) Inspeksi
Bentuk datar simetris tidak ada hernia
(2) Palpasi
Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba
(3) Perkusi
Suara thympani ada pantulan gelombang cairan
(4) Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kalimenit
(m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB
b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai
status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia
Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain
(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi)
(b) Cape au lait spot (birth mark)
(c) Fistulae
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi
(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal)
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi
netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien
Yang perlu dicatat adalah
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary
refill time Normal 3 ndash 5 ldquo
(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama
disekitar persendian
(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal
tengah atau distal)
Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler
Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya
konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan
ukurannya
(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan
ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan
lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari
titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah
ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan
aktif dan pasif
(Reksoprodjo Soelarto 1995)
3) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan
sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi
untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu
disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan
penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca
pada x-ray
(1) Bayangan jaringan lunak
(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi
(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction
(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti
(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang
kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya
(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma
(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa
(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak
b) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang
(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang
(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)
Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang
c) Pemeriksaan lain-lain
(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi
(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi
(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur
(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan
(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang
(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
3 Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah
sebagai berikut
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)
g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
(Doengoes 2000)
4 Intervensi Keperawatan
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan
tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan
tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai
indikasi untuk situasi individual
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat
dan atau traksi
2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena
3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif
4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan
posisi)
5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi
visual aktivitas dipersional)
6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan
7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-
tanda vital)
Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi
Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri
Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler
Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang
mungkin berlangsung lama
Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri
Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara
sentral maupun perifer
Menilai perkembangan masalah klien
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria
akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi
distal cedera
2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat
3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi
adanya sindroma kompartemen
4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan
5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit
distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal
Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi
Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan
bebatspalk
Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan
hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi
Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena
Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan
klien
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan
kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif
2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien
3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan
kortikosteroid sesuai indikasi
4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit
5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya
stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral
Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi
Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru
Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid
telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak
Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas
anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan
penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak
Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi
pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan
kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik
yang memampukan melakukan aktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran
kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien
2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun
yang sehat sesuai keadaan klien
3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi
4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien
5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien
6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari
7 Berikan diet TKTP
8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi
9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi
Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu
menurunkan isolasi sosial
Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot
mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi
kalsium karena imobilisasi
Mempertahankan posis fungsional ekstremitas
Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan
klien
Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis
penumonia)
Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi
Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis tubuh
Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara
individual
Menilai perkembangan masalah klien
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan
perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai
indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun
kencang bantalan bawah siku tumit)
2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips
3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal
4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi
pentraksi
Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas
Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap
tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi
Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal
Menilai perkembangan masalah klien
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang
Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase
purulen atau eritema dan demam
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol
2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen
3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi
4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur
dan sensitivitas lukaserumtulang)
5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka
Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka
Meminimalkan kontaminasi
Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis
mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus
Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED
dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab
infeksi
Mengevaluasi perkembangan masalah klien
h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien
mengerti dan memahami tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran
2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik
3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat
demam perubahan sensasi kulit distal cedera)
4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan
Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien
untuk mengikuti program pembelajaran
Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan
program terapi fisik
Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang
memerulukan intervensi lebih lanjut
Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi
klien
B Evaluasi
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat
o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
o Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami
httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-
terbukahtml
Peran Perawat saat terjadi kecelakaan
Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan
Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan
Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian
memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain
sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban
Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan
Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan
ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk
seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan
Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim
Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja
di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas
pada manajemen pra-rumah sakit
Triage
Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut
urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera
diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang
percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda
Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana
kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan
diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini
akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya
untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan
efisienrdquo
Kategori Triage
bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull
6
Ada sistim 4 level untuk kategori triage
1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa
yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal
tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal
vasa besar dan cedera jalan nafas
2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak
ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran
pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas
perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25
3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan
dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal
lacerasi minor memar dan lecet
4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan
meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat
derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital
Metode penilaian triage
Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage
berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh
tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap
diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik
cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini
dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment
Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda
Tdk
Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant
Jalan Nafas
Ya Ya
Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA
lt 30
Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan
lt 2 detik
Dapat diperintah --------------------------------------------
Ya
TUNDA
Gambar ALGORITME TRIAGE START
Pemulihan
Saran
Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa
yang akan datang maka di rekomendasikan
1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali
Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan
Komandan Medik
2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan
Ambulans berikut Tim Ambulans-nya
3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima
kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik
Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan
Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk
menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal
4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional
daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana
5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai
salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai
pihak
HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN
BENCANA
(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn
KIC Mkes KNA
yang yang menyebabkan korban jiwa sebanyak 24 orang atau 17 dari jumlah total
korban
Identifikasi Masalah
Tabrakan KA vs KA
Tabrakan antar KA merupakan kecelakaan dalam kategori malapetaka besar
(catastrophic) yang secara teoritis seharusnya dapat dan harus dicegah Kecelakaan
ini memiliki potensi korban jiwa yang sangat besar mengingat kapasitas angkut KA
ratusan orang dan juga berpotensi menimbulkan kerugian finansial yang sangat
besar akibat kerusakan saranaprasarana (harga satu unit lokomotif sekitar Rp15
Milyar)
Dalam periode delapan tahun terakhir di Indonesia telah terjadi 64 kali tabrakan KA
vs KA Tragedi Bintaro merupakan lembaran hitam dalam sejarah perkeretaapian
Indonesia yaitu kasus tabrakan antara dua KA Ekonomi di Bintaro Jakarta Selatan
pada tahun 1987 yang menelan korban jiwa 153 orang dan korban luka berat 300
orang Untuk mencegah terulangnya kembali tragedi tersebut berbagai upaya sudah
dilakukan baik oleh pemerintah maupun KAI Antara lain dengan melakukan
modernisasi persinyalan namun demikian hasilnya belum seperti yang diharapkan
Berdasarkan hasil investigasi dari 64 kecelakaan tabrakan antar KA dalam delapan
tahun terakhir sebanyak 51 kali atau 80 disebabkan oleh faktor manusia hanya
20 yang diakibatkan oleh faktor teknik
Dalam periode Januari 2004-Mei 2006 telah terjadi 20 kali tabrakan KA vs KA
dengan jumlah korban meninggal 24 orang (Gambar 42) Dari hasil investigasi
penyebab kecelakaan sebanyak 75 adalah akibat faktor manusia antara lain
pelanggaran sinyal atau PSAD (Passed Signal at Danger) masinis tertidur PPKA
salah memberi sinyal PPKA tertidur Sedangkan kontribusi sarana terhadap
kecelakaan hanya 5 (rem rusak) faktor manusia eksternal 5 (sabotase) dan yang
dalam pengusutan sebesar 15
Dalam bulan Maret-April tahun 2006 ini sudah terjadi 4 kali kecelakaan Salah satu
diantaranya yang terjadi di daerah operasi Semarang berakibat sangat fatal
menewaskan 13 orang dan 20 orang mengalami luka berat Dan lagi-lagi
berdasarkan hasil investigasi sumber penyebabnya adalah akibat masinis melanggar
sinyal (PSAD)
Tabrakan antar KA memiliki potensi korban jiwa dan korban finansial juga
memiliki dampak sosial dan secara teoritis dapat dihindari maka dalam manajemen
keselamatan harus sepenuhnya dapat dicegah dengan kategori zero tolerance
Tingginya frekuensi tabrakan antar kereta api di Indonesia telah mengubah persepsi
persepsi keandalan faktor keamanan yang sudah melekat dan menjadi citra moda
transportasi KA Tingginya frekuensi tabrakan antar KA akan mengasosiasikan
faktor keselamatan KA tidak berbeda dengan bus atau angkutan umum Namun yang
menjadi persoalan tabrakan antar KA seharusnya kejadian yang secara teoritis dapat
dihindari dan dapat dikendalikan asalkan dapat diketahui sumber penyebabnya
Tabrakan antar KA dalam satu kali dalam setahun adalah sudah terlalu banyak
Namun demikian kasus tabrakan antar KA di Indonesia rata-rata dalam setahun 8
kali Diduga kuat upaya-upaya pencegahan yang telah dilakukan belum memadai
atau belum komprehensif
Tabrakan KA vs Kendaraan Umum
Dalam periode Janrsquo04 sd Meirsquo06 tabrakan KA vs Kendaraan Umum terjadi
sebanyak 46 kali atau 13 dari total jumlah kecelakaan Jumlah korban meninggal
sebanyak 91 orang dan luka berat 93 orang Jumlah korban jiwa adalah 65 dari
total jumlah korban jiwa dalam periode tersebut Semua kecelakaan terjadi di lokasi
perlintasan KA sebidang baik yang dijaga maupun yang tidak dijaga dan sebagian
besar terjadi di Jawa Kecelakaan ini dalam beberapa kali kasus menimbulkan
jumlah korban yang sangat besar karena KA menabrak bus atau angkutan umum
yang sarat penumpang
Perlintasan KA sebidang di Jawa dan Sumatera yang terdaftar resmi di Dephub
mencapai 8385 buah (tidak termasuk ribuan perlintasan liar) dan yang dijaga hanya
1145 buah (14) Sisanya sebanyak 7240 buah (86) tidak dijaga dan pada
umumnya tidak dilengkapi dengan persinyalan yang memadai Di daerah Jawa
perlintasan yang tidak dijaga lebih dari 6602 buah Dengan semakin tingginya
frekuensi lalu-lintas kendaraan umum maka tidak mengherankan tabrakan KA vs
Kendaraan Umum akan cenderung semakin tinggi
Perlintasan sebidang tidak semua dijaga karena kendala keterbatasan dana
Pembuatan jalan layang (fly over) atau terowongan (underpass) sulit untuk
diwujudkan karena biaya pembangunannya sangat mahal Alasan lainnya pada saat
perlintasan KA dibangun kondisi lalu-lintas kendaraan umum belum sepadat
sekarang Dengan berkembangnya lingkungan sosial dan ekonomi memicu
tumbuhnya pemukiman disekitar jalur KA dan bertambah pesatnya jumlah
pengendara kendaraan bermotor Hal ini kemudian mendorong bertambahnya
jumlah perlintasan baru (liar) Perlintasan ini banyak yang dibiarkan terbuka tanpa
pintu ataupun penjaga sehingga titik-titik rawan kecelakaan semakin bertambah
banyak
httpperkeretaapiandephubgoidindexphp
option=com_contentampview=articleampid=108ampItemid=26ampa728c66ceac927a1a5624c
56ff8c277c=27eeb8eb8075a712111282208e8edd52
Masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh kecelakaan lalu lintas kereta api adalah
1 Trauma kepala trauma thorak trauma abdomen
2 Fraktur
3 Ruptur organ dalam
4 Luka bakar
5 Laserasi
6 Kematian
A KONSEP DASAR PENYAKIT
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN FRAKTUR
By Iwan Sain SKp MKes
A Konsep Medis
1 Anatomi dan Fisiologi
a Anatomi Tulang
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler Tulang berasal dari
embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses ldquoOsteogenesisrdquo menjadi
tulang Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut ldquoOsteoblastrdquo Proses
mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium
Ada 206 tulang dalam tubuh manusia Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima
kelompok berdasarkan bentuknya
1) Tulang panjang (Femur Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang
disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis Di sebelah proksimal dari
epifisis terdapat metafisis Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang
rawan yang tumbuh yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan
Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis Tulang
rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas dan tulang
memanjang Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat Epifisis dibentuk dari
spongi bone (cancellous atau trabecular) Pada akhir tahun-tahun remaja tulang
rawan habis lempeng epifisis berfusi dan tulang berhenti tumbuh Hormon
pertumbuhan estrogen dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang
Estrogen bersama dengan testosteron merangsang fusi lempeng epifisis Batang
suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis Kanalis
medularis berisi sumsum tulang
2) Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous
(spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat
3) Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan
lapisan luar adalah tulang concellous
4) Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek
5) Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang terletak di sekitar tulang yang
berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial
misalnya patella (kap lutut)
Tulang tersusun atas sel matriks protein dan deposit mineral Sel-selnya terdiri atas
tiga jenis dasar-osteoblas osteosit dan osteoklas Osteoblas berfungsi dalam
pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang Matriks tersusun atas
98 kolagen dan 2 subtansi dasar (glukosaminoglikan asam polisakarida) dan
proteoglikan) Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik
ditimbun Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang
dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ) Osteoklas adalah sel multinuclear
( berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran resorpsi dan remosdeling
tulang
Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa Ditengah osteon
terdapat kapiler Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang
dinamakan lamella Didalam lamella terdapat osteosit yang memperoleh nutrisi
melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang
menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 01 mm)
Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum
Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh selain sebagai
tempat perlekatan tendon dan ligamen Periosteum mengandung saraf pembuluh
darah dan limfatik Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung
osteoblast yang merupakan sel pembentuk tulang
Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang
panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus Osteoklast yang melarutkan
tulang untuk memelihara rongga sumsum terletak dekat endosteum dan dalam
lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang)
Gambar 1 Anatomi tulang panjang
Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 bahan organik (hidup) dan 70 endapan
garam Bahan organik disebut matriks dan terdiri dari lebih dari 90 serat kolagen
dan kurang dari 10 proteoglikan (protein plus sakarida) Deposit garam terutama
adalah kalsium dan fosfat dengan sedikit natrium kalium karbonat dan ion
magnesium Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen
melalui proteoglikan Adanya bahan organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan
tensif (resistensi terhadap tarikan yang meregangkan) Sedangkan garam-garam
menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan)
Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa
pemanjangan dan penebalan tulang Kecepatan pembentukan tulang berubah selama
hidup Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn hormon faktor makanan dan
jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang dan terjadi akibat aktivitas sel-sel
pembentuk tulang yaitu osteoblas
Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang Osteoblas berespon terhadap
berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang Sewaktu pertama kali
dibentuk matriks tulang disebut osteoid Dalam beberapa hari garam-garam kalsium
mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan
berikutnya Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid dan disebut
osteosit atau sel tulang sejati Seiring dengan terbentuknya tulang osteosit dimatriks
membentuk tonjolan-tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit
lainnya membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang
Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang sebagian ion
kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi Garam nonkristal ini dianggap
sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan yaitu dapat dipindahkan dengan cepat
antara tulang cairan interstisium dan darah
Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi terjadi secara bersamaan dengan
pembentukan tulang Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut
osteoklas Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel
mirip-monosit yang terdapat di tulang Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai
asam dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis Osteoklas
biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang dan memfagosit
tulang sedikit demi sedikit Setelah selesai di suatu daerah osteoklas menghilang dan
muncul osteoblas 0steoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan
tulang baru Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan
tulang baru yang lebih kuat
Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus
menerus diperbarui atau mengalami remodeling Pada anak dan remaja aktivitas
osteoblas melebihi aktivitas osteoklas sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan
menebal Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang
pulih dari fraktur Pada orang dewasa muda aktivitas osteoblas dan osteoklas
biasanya setara sehingga jumlah total massa tulang konstan Pada usia pertengahan
aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai
berkurang Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami
imobilisasi Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan dominansi aktivitas osteoklas
dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah Aktivitas osteoblas
dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon
Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan
stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang Fraktur
tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas tetapi mekanisme pastinya
belum jelas Estrogen testosteron dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat
bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang Pertumbuhan tulang dipercepat
semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut Estrogen dan
testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan
merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang) Sewaktu kadar
estrogen turun pada masa menopaus aktivitas osteoblas berkurang Defisiensi
hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang
Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan
bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan
kalsium di usus Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah yang mendorong
kalsifikasi tulang Namun vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar
kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang Dengan demikian vitamin
D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan
menyebabkan absorpsi tulang
Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh
hormon paratiroid Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang
terletak tepat di belakang kelenjar tiroid Pelepasan hormon paratiroid meningkat
sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum Hormon paratiroid
meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk
membebaskan kalsium ke dalam darah Peningkatan kalsium serum bekerja secara
umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut
Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas
Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan
menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi
ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah Pengaktifan vitamin
D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid Sedangkan kalsitonin adalah suatu
hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan
kadar kalsium serum Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan
pernbentukan osteoklas Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga
menurunkan kadar kalsium serum
b Fisiologi Tulang
Fungsi tulang adalah sebagai berikut
1) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh
2) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung otak dan paru-paru) dan jaringan
lunak
3) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan
pergerakan)
4) Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema
topoiesis)
5) Menyimpan garam mineral misalnya kalsium fosfor
2 Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan
oleh rudapaksa (Mansjoer et al 2000) Sedangkan menurut Linda Juall C dalam
buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah
rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap oleh tulang
Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman 2000) Pendapat lain menyatakan
bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih
utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson M A 1992)
3 Etiologi
1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan
Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring
2) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam
jalur hantaran vektor kekerasan
3) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadiKekuatan dapat berupa
pemuntiran penekukan penekukan dan penekanan kombinasi dari ketiganya dan
penarikan
4 Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya
atau terputusnya kontinuitas tulang Setelah terjadi fraktur periosteum dan pembuluh
darah serta saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus
tulang rusak Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian
tulang yang patah Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya
respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi eksudasi plasma dan leukosit
dan infiltrasi sel darah putih Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1) Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar
waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur
2) Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan elastisitas kelelahan dan
kepadatan atau kekerasan tulang
5 Klasifikasi Fraktur
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis dibagi
menjadi beberapa kelompok yaitu
a Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)
1) Faktur Tertutup (Closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi
2) Fraktur Terbuka (OpenCompound) bila terdapat hubungan antara hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit
b Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur
1) Fraktur Komplit bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto
2) Fraktru Inkomplit bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti
a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
b) Buckle atau Torus Fraktur bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya
c) Green Stick Fraktur mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya
yang terjadi pada tulang panjang
c Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme
trauma
1) Fraktur Transversal fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung
2) Fraktur Oblik fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga
3) Fraktur Spiral fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi
4) Fraktur Kompresi fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain
5) Fraktur Avulsi fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang
d Berdasarkan jumlah garis patah
1) Fraktur Komunitif fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan
2) Fraktur Segmental fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan
3) Fraktur Multiple fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama
e Berdasarkan pergeseran fragmen tulang
1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh
2) Fraktur Displaced (bergeser) terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen terbagi atas
a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan
overlapping)
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)
f Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian
1 13 proksimal
2 13 medial
3 13 distal
g Fraktur Kelelahan fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang
h Fraktur Patologis fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan
lunak sekitar trauma yaitu
a Tingkat 0 fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya
b Tingkat 1 fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan
c Tingkat 2 fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan
d Tingkat 3 cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan
ancaman sindroma kompartement
6 Manifestasi Klinik
a Deformitas
b Bengkakedema
c Echimosis (Memar)
d Spasme otot
e Nyeri
f Kuranghilang sensasi
g Krepitasi
h Pergerakan abnormal
i Rontgen abnormal
7 Test Diagnostik
a Pemeriksaan Rontgen menentukan lokasiluasnya frakturluasnyatrauma
skan tulang temogram scan CI memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
b Hitung darah lengkap HB mungkin meningkatmenurun
c Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma
d Kreatinin traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal
e Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi
multiple atau cederah hati
8 Penatalaksanaan Medik
a Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan
disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period) Kuman belum
terlalu jauh meresap dilakukan
1) Pembersihan luka
2) Exici
3) Hecting situasi
4) Antibiotik
b Seluruh Fraktur
1) RekognisisPengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya
2) ReduksiManipulasiReposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara
optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner
2001)
Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi
fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang
mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera
mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi
karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi
semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan
Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani
prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan
sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan
dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut
Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)
dengan manipulasi dan traksi manual
Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan
alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan
menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk
mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar
Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan
untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang
sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat
dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi
Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan
pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin
kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat
ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat
tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang
3) RetensiImmobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimun
Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi
atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi
eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau
fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan
sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur
4) Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus
dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran
darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera
bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan
ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan
perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik
dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan
peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk
memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada
aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna
memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas
fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang
diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan
9 Proses Penyembuhan Tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang
tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru
diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang
Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu
1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel
darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat
tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan
perdarahan berhenti sama sekali
2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang
berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma
Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih
dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam
beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang
yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai
tergantung frakturnya
3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila
diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga
kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai
berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal
dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman
tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4
minggu setelah fraktur menyatu
4) Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi
lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos
melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi
celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses
yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk
membawa beban yang normal
5) Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa
bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan
pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan
pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang
rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan
normalnya
10 Komplikasi
1) Komplikasi Awal
a Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT
menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas
yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang
sakit tindakan reduksi dan pembedahan
b Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh
darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu
kuat
c Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada
kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone
marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam
darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi
tachypnea demam
d Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain
dalam pembedahan seperti pin dan plat
e Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkmanrsquos Ischemia
f Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada
fraktur
2) Komplikasi Dalam Waktu Lama
b Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai
darah ke tulang
c Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang
d Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik
B Konsep Keperawatan
Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses
keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian
diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi
1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan
sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas
a Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status
perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal
MRS diagnosa medis
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut
bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan
(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri
(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk
(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi
(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya
(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa
kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan
yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui
mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
(Ignatavicius Donna D 1995)
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu
seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang
sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki
sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan
secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna
D 1995)
g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya
dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium
pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien
melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)
(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya
seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari
nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada
lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien
(3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun
begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola
eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya
warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola
Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan
tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)
(4) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal
lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena
ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan
yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)
(5) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien
harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)
(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan
akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
(Ignatavicius Donna D 1995)
(7) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur
sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya
tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
(8) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah
anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)
10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan
timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh
klien bisa tidak efektif
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien
2) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi
hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan
(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti
(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung
pada keadaan klien
(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut
(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk
(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
(a) Sistem Integumen
Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri
tekan
(b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada
nyeri kepala
(c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada
(d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk
Tak ada lesi simetris tak oedema
(e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan)
(f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan
(g) Hidung
Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung
(h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat
(i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris
(j) Paru
(1) Inspeksi
Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien
yang berhubungan dengan paru
(2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama
(3) Perkusi
Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya
(4) Auskultasi
Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor
dan ronchi
(k) Jantung
(1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung
(2) Palpasi
Nadi meningkat iktus tidak teraba
(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur
(l) Abdomen
(1) Inspeksi
Bentuk datar simetris tidak ada hernia
(2) Palpasi
Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba
(3) Perkusi
Suara thympani ada pantulan gelombang cairan
(4) Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kalimenit
(m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB
b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai
status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia
Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain
(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi)
(b) Cape au lait spot (birth mark)
(c) Fistulae
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi
(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal)
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi
netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien
Yang perlu dicatat adalah
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary
refill time Normal 3 ndash 5 ldquo
(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama
disekitar persendian
(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal
tengah atau distal)
Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler
Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya
konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan
ukurannya
(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan
ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan
lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari
titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah
ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan
aktif dan pasif
(Reksoprodjo Soelarto 1995)
3) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan
sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi
untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu
disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan
penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca
pada x-ray
(1) Bayangan jaringan lunak
(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi
(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction
(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti
(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang
kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya
(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma
(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa
(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak
b) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang
(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang
(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)
Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang
c) Pemeriksaan lain-lain
(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi
(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi
(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur
(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan
(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang
(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
3 Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah
sebagai berikut
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)
g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
(Doengoes 2000)
4 Intervensi Keperawatan
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan
tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan
tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai
indikasi untuk situasi individual
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat
dan atau traksi
2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena
3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif
4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan
posisi)
5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi
visual aktivitas dipersional)
6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan
7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-
tanda vital)
Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi
Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri
Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler
Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang
mungkin berlangsung lama
Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri
Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara
sentral maupun perifer
Menilai perkembangan masalah klien
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria
akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi
distal cedera
2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat
3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi
adanya sindroma kompartemen
4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan
5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit
distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal
Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi
Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan
bebatspalk
Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan
hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi
Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena
Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan
klien
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan
kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif
2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien
3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan
kortikosteroid sesuai indikasi
4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit
5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya
stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral
Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi
Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru
Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid
telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak
Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas
anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan
penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak
Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi
pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan
kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik
yang memampukan melakukan aktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran
kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien
2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun
yang sehat sesuai keadaan klien
3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi
4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien
5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien
6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari
7 Berikan diet TKTP
8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi
9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi
Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu
menurunkan isolasi sosial
Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot
mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi
kalsium karena imobilisasi
Mempertahankan posis fungsional ekstremitas
Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan
klien
Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis
penumonia)
Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi
Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis tubuh
Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara
individual
Menilai perkembangan masalah klien
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan
perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai
indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun
kencang bantalan bawah siku tumit)
2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips
3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal
4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi
pentraksi
Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas
Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap
tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi
Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal
Menilai perkembangan masalah klien
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang
Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase
purulen atau eritema dan demam
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol
2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen
3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi
4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur
dan sensitivitas lukaserumtulang)
5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka
Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka
Meminimalkan kontaminasi
Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis
mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus
Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED
dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab
infeksi
Mengevaluasi perkembangan masalah klien
h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien
mengerti dan memahami tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran
2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik
3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat
demam perubahan sensasi kulit distal cedera)
4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan
Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien
untuk mengikuti program pembelajaran
Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan
program terapi fisik
Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang
memerulukan intervensi lebih lanjut
Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi
klien
B Evaluasi
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat
o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
o Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami
httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-
terbukahtml
Peran Perawat saat terjadi kecelakaan
Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan
Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan
Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian
memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain
sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban
Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan
Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan
ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk
seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan
Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim
Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja
di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas
pada manajemen pra-rumah sakit
Triage
Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut
urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera
diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang
percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda
Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana
kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan
diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini
akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya
untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan
efisienrdquo
Kategori Triage
bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull
6
Ada sistim 4 level untuk kategori triage
1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa
yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal
tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal
vasa besar dan cedera jalan nafas
2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak
ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran
pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas
perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25
3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan
dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal
lacerasi minor memar dan lecet
4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan
meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat
derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital
Metode penilaian triage
Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage
berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh
tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap
diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik
cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini
dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment
Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda
Tdk
Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant
Jalan Nafas
Ya Ya
Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA
lt 30
Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan
lt 2 detik
Dapat diperintah --------------------------------------------
Ya
TUNDA
Gambar ALGORITME TRIAGE START
Pemulihan
Saran
Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa
yang akan datang maka di rekomendasikan
1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali
Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan
Komandan Medik
2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan
Ambulans berikut Tim Ambulans-nya
3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima
kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik
Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan
Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk
menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal
4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional
daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana
5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai
salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai
pihak
HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN
BENCANA
(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn
KIC Mkes KNA
Dalam bulan Maret-April tahun 2006 ini sudah terjadi 4 kali kecelakaan Salah satu
diantaranya yang terjadi di daerah operasi Semarang berakibat sangat fatal
menewaskan 13 orang dan 20 orang mengalami luka berat Dan lagi-lagi
berdasarkan hasil investigasi sumber penyebabnya adalah akibat masinis melanggar
sinyal (PSAD)
Tabrakan antar KA memiliki potensi korban jiwa dan korban finansial juga
memiliki dampak sosial dan secara teoritis dapat dihindari maka dalam manajemen
keselamatan harus sepenuhnya dapat dicegah dengan kategori zero tolerance
Tingginya frekuensi tabrakan antar kereta api di Indonesia telah mengubah persepsi
persepsi keandalan faktor keamanan yang sudah melekat dan menjadi citra moda
transportasi KA Tingginya frekuensi tabrakan antar KA akan mengasosiasikan
faktor keselamatan KA tidak berbeda dengan bus atau angkutan umum Namun yang
menjadi persoalan tabrakan antar KA seharusnya kejadian yang secara teoritis dapat
dihindari dan dapat dikendalikan asalkan dapat diketahui sumber penyebabnya
Tabrakan antar KA dalam satu kali dalam setahun adalah sudah terlalu banyak
Namun demikian kasus tabrakan antar KA di Indonesia rata-rata dalam setahun 8
kali Diduga kuat upaya-upaya pencegahan yang telah dilakukan belum memadai
atau belum komprehensif
Tabrakan KA vs Kendaraan Umum
Dalam periode Janrsquo04 sd Meirsquo06 tabrakan KA vs Kendaraan Umum terjadi
sebanyak 46 kali atau 13 dari total jumlah kecelakaan Jumlah korban meninggal
sebanyak 91 orang dan luka berat 93 orang Jumlah korban jiwa adalah 65 dari
total jumlah korban jiwa dalam periode tersebut Semua kecelakaan terjadi di lokasi
perlintasan KA sebidang baik yang dijaga maupun yang tidak dijaga dan sebagian
besar terjadi di Jawa Kecelakaan ini dalam beberapa kali kasus menimbulkan
jumlah korban yang sangat besar karena KA menabrak bus atau angkutan umum
yang sarat penumpang
Perlintasan KA sebidang di Jawa dan Sumatera yang terdaftar resmi di Dephub
mencapai 8385 buah (tidak termasuk ribuan perlintasan liar) dan yang dijaga hanya
1145 buah (14) Sisanya sebanyak 7240 buah (86) tidak dijaga dan pada
umumnya tidak dilengkapi dengan persinyalan yang memadai Di daerah Jawa
perlintasan yang tidak dijaga lebih dari 6602 buah Dengan semakin tingginya
frekuensi lalu-lintas kendaraan umum maka tidak mengherankan tabrakan KA vs
Kendaraan Umum akan cenderung semakin tinggi
Perlintasan sebidang tidak semua dijaga karena kendala keterbatasan dana
Pembuatan jalan layang (fly over) atau terowongan (underpass) sulit untuk
diwujudkan karena biaya pembangunannya sangat mahal Alasan lainnya pada saat
perlintasan KA dibangun kondisi lalu-lintas kendaraan umum belum sepadat
sekarang Dengan berkembangnya lingkungan sosial dan ekonomi memicu
tumbuhnya pemukiman disekitar jalur KA dan bertambah pesatnya jumlah
pengendara kendaraan bermotor Hal ini kemudian mendorong bertambahnya
jumlah perlintasan baru (liar) Perlintasan ini banyak yang dibiarkan terbuka tanpa
pintu ataupun penjaga sehingga titik-titik rawan kecelakaan semakin bertambah
banyak
httpperkeretaapiandephubgoidindexphp
option=com_contentampview=articleampid=108ampItemid=26ampa728c66ceac927a1a5624c
56ff8c277c=27eeb8eb8075a712111282208e8edd52
Masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh kecelakaan lalu lintas kereta api adalah
1 Trauma kepala trauma thorak trauma abdomen
2 Fraktur
3 Ruptur organ dalam
4 Luka bakar
5 Laserasi
6 Kematian
A KONSEP DASAR PENYAKIT
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN FRAKTUR
By Iwan Sain SKp MKes
A Konsep Medis
1 Anatomi dan Fisiologi
a Anatomi Tulang
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler Tulang berasal dari
embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses ldquoOsteogenesisrdquo menjadi
tulang Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut ldquoOsteoblastrdquo Proses
mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium
Ada 206 tulang dalam tubuh manusia Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima
kelompok berdasarkan bentuknya
1) Tulang panjang (Femur Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang
disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis Di sebelah proksimal dari
epifisis terdapat metafisis Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang
rawan yang tumbuh yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan
Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis Tulang
rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas dan tulang
memanjang Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat Epifisis dibentuk dari
spongi bone (cancellous atau trabecular) Pada akhir tahun-tahun remaja tulang
rawan habis lempeng epifisis berfusi dan tulang berhenti tumbuh Hormon
pertumbuhan estrogen dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang
Estrogen bersama dengan testosteron merangsang fusi lempeng epifisis Batang
suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis Kanalis
medularis berisi sumsum tulang
2) Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous
(spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat
3) Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan
lapisan luar adalah tulang concellous
4) Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek
5) Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang terletak di sekitar tulang yang
berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial
misalnya patella (kap lutut)
Tulang tersusun atas sel matriks protein dan deposit mineral Sel-selnya terdiri atas
tiga jenis dasar-osteoblas osteosit dan osteoklas Osteoblas berfungsi dalam
pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang Matriks tersusun atas
98 kolagen dan 2 subtansi dasar (glukosaminoglikan asam polisakarida) dan
proteoglikan) Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik
ditimbun Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang
dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ) Osteoklas adalah sel multinuclear
( berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran resorpsi dan remosdeling
tulang
Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa Ditengah osteon
terdapat kapiler Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang
dinamakan lamella Didalam lamella terdapat osteosit yang memperoleh nutrisi
melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang
menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 01 mm)
Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum
Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh selain sebagai
tempat perlekatan tendon dan ligamen Periosteum mengandung saraf pembuluh
darah dan limfatik Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung
osteoblast yang merupakan sel pembentuk tulang
Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang
panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus Osteoklast yang melarutkan
tulang untuk memelihara rongga sumsum terletak dekat endosteum dan dalam
lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang)
Gambar 1 Anatomi tulang panjang
Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 bahan organik (hidup) dan 70 endapan
garam Bahan organik disebut matriks dan terdiri dari lebih dari 90 serat kolagen
dan kurang dari 10 proteoglikan (protein plus sakarida) Deposit garam terutama
adalah kalsium dan fosfat dengan sedikit natrium kalium karbonat dan ion
magnesium Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen
melalui proteoglikan Adanya bahan organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan
tensif (resistensi terhadap tarikan yang meregangkan) Sedangkan garam-garam
menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan)
Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa
pemanjangan dan penebalan tulang Kecepatan pembentukan tulang berubah selama
hidup Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn hormon faktor makanan dan
jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang dan terjadi akibat aktivitas sel-sel
pembentuk tulang yaitu osteoblas
Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang Osteoblas berespon terhadap
berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang Sewaktu pertama kali
dibentuk matriks tulang disebut osteoid Dalam beberapa hari garam-garam kalsium
mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan
berikutnya Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid dan disebut
osteosit atau sel tulang sejati Seiring dengan terbentuknya tulang osteosit dimatriks
membentuk tonjolan-tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit
lainnya membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang
Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang sebagian ion
kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi Garam nonkristal ini dianggap
sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan yaitu dapat dipindahkan dengan cepat
antara tulang cairan interstisium dan darah
Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi terjadi secara bersamaan dengan
pembentukan tulang Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut
osteoklas Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel
mirip-monosit yang terdapat di tulang Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai
asam dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis Osteoklas
biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang dan memfagosit
tulang sedikit demi sedikit Setelah selesai di suatu daerah osteoklas menghilang dan
muncul osteoblas 0steoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan
tulang baru Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan
tulang baru yang lebih kuat
Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus
menerus diperbarui atau mengalami remodeling Pada anak dan remaja aktivitas
osteoblas melebihi aktivitas osteoklas sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan
menebal Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang
pulih dari fraktur Pada orang dewasa muda aktivitas osteoblas dan osteoklas
biasanya setara sehingga jumlah total massa tulang konstan Pada usia pertengahan
aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai
berkurang Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami
imobilisasi Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan dominansi aktivitas osteoklas
dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah Aktivitas osteoblas
dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon
Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan
stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang Fraktur
tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas tetapi mekanisme pastinya
belum jelas Estrogen testosteron dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat
bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang Pertumbuhan tulang dipercepat
semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut Estrogen dan
testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan
merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang) Sewaktu kadar
estrogen turun pada masa menopaus aktivitas osteoblas berkurang Defisiensi
hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang
Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan
bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan
kalsium di usus Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah yang mendorong
kalsifikasi tulang Namun vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar
kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang Dengan demikian vitamin
D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan
menyebabkan absorpsi tulang
Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh
hormon paratiroid Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang
terletak tepat di belakang kelenjar tiroid Pelepasan hormon paratiroid meningkat
sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum Hormon paratiroid
meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk
membebaskan kalsium ke dalam darah Peningkatan kalsium serum bekerja secara
umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut
Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas
Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan
menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi
ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah Pengaktifan vitamin
D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid Sedangkan kalsitonin adalah suatu
hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan
kadar kalsium serum Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan
pernbentukan osteoklas Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga
menurunkan kadar kalsium serum
b Fisiologi Tulang
Fungsi tulang adalah sebagai berikut
1) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh
2) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung otak dan paru-paru) dan jaringan
lunak
3) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan
pergerakan)
4) Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema
topoiesis)
5) Menyimpan garam mineral misalnya kalsium fosfor
2 Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan
oleh rudapaksa (Mansjoer et al 2000) Sedangkan menurut Linda Juall C dalam
buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah
rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap oleh tulang
Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman 2000) Pendapat lain menyatakan
bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih
utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson M A 1992)
3 Etiologi
1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan
Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring
2) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam
jalur hantaran vektor kekerasan
3) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadiKekuatan dapat berupa
pemuntiran penekukan penekukan dan penekanan kombinasi dari ketiganya dan
penarikan
4 Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya
atau terputusnya kontinuitas tulang Setelah terjadi fraktur periosteum dan pembuluh
darah serta saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus
tulang rusak Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian
tulang yang patah Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya
respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi eksudasi plasma dan leukosit
dan infiltrasi sel darah putih Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1) Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar
waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur
2) Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan elastisitas kelelahan dan
kepadatan atau kekerasan tulang
5 Klasifikasi Fraktur
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis dibagi
menjadi beberapa kelompok yaitu
a Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)
1) Faktur Tertutup (Closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi
2) Fraktur Terbuka (OpenCompound) bila terdapat hubungan antara hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit
b Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur
1) Fraktur Komplit bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto
2) Fraktru Inkomplit bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti
a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
b) Buckle atau Torus Fraktur bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya
c) Green Stick Fraktur mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya
yang terjadi pada tulang panjang
c Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme
trauma
1) Fraktur Transversal fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung
2) Fraktur Oblik fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga
3) Fraktur Spiral fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi
4) Fraktur Kompresi fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain
5) Fraktur Avulsi fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang
d Berdasarkan jumlah garis patah
1) Fraktur Komunitif fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan
2) Fraktur Segmental fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan
3) Fraktur Multiple fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama
e Berdasarkan pergeseran fragmen tulang
1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh
2) Fraktur Displaced (bergeser) terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen terbagi atas
a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan
overlapping)
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)
f Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian
1 13 proksimal
2 13 medial
3 13 distal
g Fraktur Kelelahan fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang
h Fraktur Patologis fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan
lunak sekitar trauma yaitu
a Tingkat 0 fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya
b Tingkat 1 fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan
c Tingkat 2 fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan
d Tingkat 3 cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan
ancaman sindroma kompartement
6 Manifestasi Klinik
a Deformitas
b Bengkakedema
c Echimosis (Memar)
d Spasme otot
e Nyeri
f Kuranghilang sensasi
g Krepitasi
h Pergerakan abnormal
i Rontgen abnormal
7 Test Diagnostik
a Pemeriksaan Rontgen menentukan lokasiluasnya frakturluasnyatrauma
skan tulang temogram scan CI memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
b Hitung darah lengkap HB mungkin meningkatmenurun
c Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma
d Kreatinin traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal
e Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi
multiple atau cederah hati
8 Penatalaksanaan Medik
a Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan
disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period) Kuman belum
terlalu jauh meresap dilakukan
1) Pembersihan luka
2) Exici
3) Hecting situasi
4) Antibiotik
b Seluruh Fraktur
1) RekognisisPengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya
2) ReduksiManipulasiReposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara
optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner
2001)
Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi
fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang
mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera
mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi
karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi
semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan
Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani
prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan
sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan
dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut
Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)
dengan manipulasi dan traksi manual
Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan
alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan
menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk
mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar
Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan
untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang
sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat
dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi
Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan
pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin
kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat
ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat
tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang
3) RetensiImmobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimun
Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi
atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi
eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau
fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan
sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur
4) Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus
dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran
darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera
bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan
ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan
perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik
dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan
peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk
memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada
aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna
memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas
fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang
diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan
9 Proses Penyembuhan Tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang
tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru
diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang
Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu
1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel
darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat
tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan
perdarahan berhenti sama sekali
2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang
berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma
Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih
dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam
beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang
yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai
tergantung frakturnya
3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila
diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga
kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai
berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal
dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman
tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4
minggu setelah fraktur menyatu
4) Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi
lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos
melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi
celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses
yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk
membawa beban yang normal
5) Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa
bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan
pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan
pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang
rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan
normalnya
10 Komplikasi
1) Komplikasi Awal
a Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT
menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas
yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang
sakit tindakan reduksi dan pembedahan
b Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh
darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu
kuat
c Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada
kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone
marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam
darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi
tachypnea demam
d Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain
dalam pembedahan seperti pin dan plat
e Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkmanrsquos Ischemia
f Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada
fraktur
2) Komplikasi Dalam Waktu Lama
b Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai
darah ke tulang
c Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang
d Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik
B Konsep Keperawatan
Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses
keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian
diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi
1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan
sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas
a Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status
perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal
MRS diagnosa medis
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut
bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan
(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri
(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk
(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi
(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya
(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa
kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan
yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui
mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
(Ignatavicius Donna D 1995)
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu
seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang
sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki
sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan
secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna
D 1995)
g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya
dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium
pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien
melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)
(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya
seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari
nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada
lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien
(3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun
begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola
eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya
warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola
Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan
tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)
(4) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal
lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena
ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan
yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)
(5) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien
harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)
(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan
akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
(Ignatavicius Donna D 1995)
(7) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur
sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya
tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
(8) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah
anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)
10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan
timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh
klien bisa tidak efektif
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien
2) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi
hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan
(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti
(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung
pada keadaan klien
(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut
(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk
(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
(a) Sistem Integumen
Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri
tekan
(b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada
nyeri kepala
(c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada
(d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk
Tak ada lesi simetris tak oedema
(e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan)
(f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan
(g) Hidung
Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung
(h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat
(i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris
(j) Paru
(1) Inspeksi
Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien
yang berhubungan dengan paru
(2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama
(3) Perkusi
Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya
(4) Auskultasi
Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor
dan ronchi
(k) Jantung
(1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung
(2) Palpasi
Nadi meningkat iktus tidak teraba
(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur
(l) Abdomen
(1) Inspeksi
Bentuk datar simetris tidak ada hernia
(2) Palpasi
Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba
(3) Perkusi
Suara thympani ada pantulan gelombang cairan
(4) Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kalimenit
(m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB
b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai
status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia
Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain
(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi)
(b) Cape au lait spot (birth mark)
(c) Fistulae
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi
(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal)
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi
netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien
Yang perlu dicatat adalah
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary
refill time Normal 3 ndash 5 ldquo
(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama
disekitar persendian
(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal
tengah atau distal)
Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler
Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya
konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan
ukurannya
(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan
ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan
lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari
titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah
ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan
aktif dan pasif
(Reksoprodjo Soelarto 1995)
3) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan
sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi
untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu
disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan
penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca
pada x-ray
(1) Bayangan jaringan lunak
(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi
(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction
(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti
(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang
kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya
(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma
(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa
(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak
b) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang
(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang
(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)
Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang
c) Pemeriksaan lain-lain
(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi
(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi
(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur
(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan
(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang
(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
3 Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah
sebagai berikut
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)
g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
(Doengoes 2000)
4 Intervensi Keperawatan
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan
tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan
tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai
indikasi untuk situasi individual
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat
dan atau traksi
2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena
3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif
4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan
posisi)
5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi
visual aktivitas dipersional)
6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan
7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-
tanda vital)
Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi
Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri
Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler
Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang
mungkin berlangsung lama
Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri
Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara
sentral maupun perifer
Menilai perkembangan masalah klien
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria
akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi
distal cedera
2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat
3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi
adanya sindroma kompartemen
4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan
5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit
distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal
Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi
Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan
bebatspalk
Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan
hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi
Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena
Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan
klien
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan
kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif
2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien
3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan
kortikosteroid sesuai indikasi
4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit
5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya
stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral
Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi
Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru
Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid
telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak
Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas
anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan
penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak
Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi
pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan
kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik
yang memampukan melakukan aktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran
kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien
2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun
yang sehat sesuai keadaan klien
3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi
4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien
5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien
6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari
7 Berikan diet TKTP
8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi
9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi
Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu
menurunkan isolasi sosial
Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot
mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi
kalsium karena imobilisasi
Mempertahankan posis fungsional ekstremitas
Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan
klien
Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis
penumonia)
Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi
Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis tubuh
Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara
individual
Menilai perkembangan masalah klien
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan
perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai
indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun
kencang bantalan bawah siku tumit)
2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips
3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal
4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi
pentraksi
Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas
Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap
tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi
Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal
Menilai perkembangan masalah klien
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang
Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase
purulen atau eritema dan demam
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol
2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen
3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi
4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur
dan sensitivitas lukaserumtulang)
5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka
Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka
Meminimalkan kontaminasi
Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis
mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus
Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED
dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab
infeksi
Mengevaluasi perkembangan masalah klien
h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien
mengerti dan memahami tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran
2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik
3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat
demam perubahan sensasi kulit distal cedera)
4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan
Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien
untuk mengikuti program pembelajaran
Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan
program terapi fisik
Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang
memerulukan intervensi lebih lanjut
Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi
klien
B Evaluasi
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat
o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
o Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami
httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-
terbukahtml
Peran Perawat saat terjadi kecelakaan
Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan
Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan
Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian
memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain
sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban
Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan
Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan
ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk
seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan
Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim
Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja
di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas
pada manajemen pra-rumah sakit
Triage
Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut
urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera
diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang
percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda
Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana
kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan
diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini
akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya
untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan
efisienrdquo
Kategori Triage
bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull
6
Ada sistim 4 level untuk kategori triage
1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa
yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal
tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal
vasa besar dan cedera jalan nafas
2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak
ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran
pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas
perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25
3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan
dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal
lacerasi minor memar dan lecet
4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan
meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat
derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital
Metode penilaian triage
Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage
berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh
tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap
diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik
cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini
dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment
Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda
Tdk
Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant
Jalan Nafas
Ya Ya
Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA
lt 30
Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan
lt 2 detik
Dapat diperintah --------------------------------------------
Ya
TUNDA
Gambar ALGORITME TRIAGE START
Pemulihan
Saran
Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa
yang akan datang maka di rekomendasikan
1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali
Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan
Komandan Medik
2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan
Ambulans berikut Tim Ambulans-nya
3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima
kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik
Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan
Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk
menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal
4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional
daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana
5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai
salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai
pihak
HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN
BENCANA
(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn
KIC Mkes KNA
Tabrakan KA vs Kendaraan Umum
Dalam periode Janrsquo04 sd Meirsquo06 tabrakan KA vs Kendaraan Umum terjadi
sebanyak 46 kali atau 13 dari total jumlah kecelakaan Jumlah korban meninggal
sebanyak 91 orang dan luka berat 93 orang Jumlah korban jiwa adalah 65 dari
total jumlah korban jiwa dalam periode tersebut Semua kecelakaan terjadi di lokasi
perlintasan KA sebidang baik yang dijaga maupun yang tidak dijaga dan sebagian
besar terjadi di Jawa Kecelakaan ini dalam beberapa kali kasus menimbulkan
jumlah korban yang sangat besar karena KA menabrak bus atau angkutan umum
yang sarat penumpang
Perlintasan KA sebidang di Jawa dan Sumatera yang terdaftar resmi di Dephub
mencapai 8385 buah (tidak termasuk ribuan perlintasan liar) dan yang dijaga hanya
1145 buah (14) Sisanya sebanyak 7240 buah (86) tidak dijaga dan pada
umumnya tidak dilengkapi dengan persinyalan yang memadai Di daerah Jawa
perlintasan yang tidak dijaga lebih dari 6602 buah Dengan semakin tingginya
frekuensi lalu-lintas kendaraan umum maka tidak mengherankan tabrakan KA vs
Kendaraan Umum akan cenderung semakin tinggi
Perlintasan sebidang tidak semua dijaga karena kendala keterbatasan dana
Pembuatan jalan layang (fly over) atau terowongan (underpass) sulit untuk
diwujudkan karena biaya pembangunannya sangat mahal Alasan lainnya pada saat
perlintasan KA dibangun kondisi lalu-lintas kendaraan umum belum sepadat
sekarang Dengan berkembangnya lingkungan sosial dan ekonomi memicu
tumbuhnya pemukiman disekitar jalur KA dan bertambah pesatnya jumlah
pengendara kendaraan bermotor Hal ini kemudian mendorong bertambahnya
jumlah perlintasan baru (liar) Perlintasan ini banyak yang dibiarkan terbuka tanpa
pintu ataupun penjaga sehingga titik-titik rawan kecelakaan semakin bertambah
banyak
httpperkeretaapiandephubgoidindexphp
option=com_contentampview=articleampid=108ampItemid=26ampa728c66ceac927a1a5624c
56ff8c277c=27eeb8eb8075a712111282208e8edd52
Masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh kecelakaan lalu lintas kereta api adalah
1 Trauma kepala trauma thorak trauma abdomen
2 Fraktur
3 Ruptur organ dalam
4 Luka bakar
5 Laserasi
6 Kematian
A KONSEP DASAR PENYAKIT
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN FRAKTUR
By Iwan Sain SKp MKes
A Konsep Medis
1 Anatomi dan Fisiologi
a Anatomi Tulang
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler Tulang berasal dari
embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses ldquoOsteogenesisrdquo menjadi
tulang Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut ldquoOsteoblastrdquo Proses
mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium
Ada 206 tulang dalam tubuh manusia Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima
kelompok berdasarkan bentuknya
1) Tulang panjang (Femur Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang
disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis Di sebelah proksimal dari
epifisis terdapat metafisis Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang
rawan yang tumbuh yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan
Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis Tulang
rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas dan tulang
memanjang Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat Epifisis dibentuk dari
spongi bone (cancellous atau trabecular) Pada akhir tahun-tahun remaja tulang
rawan habis lempeng epifisis berfusi dan tulang berhenti tumbuh Hormon
pertumbuhan estrogen dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang
Estrogen bersama dengan testosteron merangsang fusi lempeng epifisis Batang
suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis Kanalis
medularis berisi sumsum tulang
2) Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous
(spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat
3) Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan
lapisan luar adalah tulang concellous
4) Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek
5) Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang terletak di sekitar tulang yang
berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial
misalnya patella (kap lutut)
Tulang tersusun atas sel matriks protein dan deposit mineral Sel-selnya terdiri atas
tiga jenis dasar-osteoblas osteosit dan osteoklas Osteoblas berfungsi dalam
pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang Matriks tersusun atas
98 kolagen dan 2 subtansi dasar (glukosaminoglikan asam polisakarida) dan
proteoglikan) Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik
ditimbun Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang
dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ) Osteoklas adalah sel multinuclear
( berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran resorpsi dan remosdeling
tulang
Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa Ditengah osteon
terdapat kapiler Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang
dinamakan lamella Didalam lamella terdapat osteosit yang memperoleh nutrisi
melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang
menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 01 mm)
Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum
Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh selain sebagai
tempat perlekatan tendon dan ligamen Periosteum mengandung saraf pembuluh
darah dan limfatik Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung
osteoblast yang merupakan sel pembentuk tulang
Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang
panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus Osteoklast yang melarutkan
tulang untuk memelihara rongga sumsum terletak dekat endosteum dan dalam
lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang)
Gambar 1 Anatomi tulang panjang
Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 bahan organik (hidup) dan 70 endapan
garam Bahan organik disebut matriks dan terdiri dari lebih dari 90 serat kolagen
dan kurang dari 10 proteoglikan (protein plus sakarida) Deposit garam terutama
adalah kalsium dan fosfat dengan sedikit natrium kalium karbonat dan ion
magnesium Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen
melalui proteoglikan Adanya bahan organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan
tensif (resistensi terhadap tarikan yang meregangkan) Sedangkan garam-garam
menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan)
Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa
pemanjangan dan penebalan tulang Kecepatan pembentukan tulang berubah selama
hidup Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn hormon faktor makanan dan
jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang dan terjadi akibat aktivitas sel-sel
pembentuk tulang yaitu osteoblas
Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang Osteoblas berespon terhadap
berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang Sewaktu pertama kali
dibentuk matriks tulang disebut osteoid Dalam beberapa hari garam-garam kalsium
mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan
berikutnya Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid dan disebut
osteosit atau sel tulang sejati Seiring dengan terbentuknya tulang osteosit dimatriks
membentuk tonjolan-tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit
lainnya membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang
Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang sebagian ion
kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi Garam nonkristal ini dianggap
sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan yaitu dapat dipindahkan dengan cepat
antara tulang cairan interstisium dan darah
Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi terjadi secara bersamaan dengan
pembentukan tulang Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut
osteoklas Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel
mirip-monosit yang terdapat di tulang Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai
asam dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis Osteoklas
biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang dan memfagosit
tulang sedikit demi sedikit Setelah selesai di suatu daerah osteoklas menghilang dan
muncul osteoblas 0steoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan
tulang baru Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan
tulang baru yang lebih kuat
Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus
menerus diperbarui atau mengalami remodeling Pada anak dan remaja aktivitas
osteoblas melebihi aktivitas osteoklas sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan
menebal Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang
pulih dari fraktur Pada orang dewasa muda aktivitas osteoblas dan osteoklas
biasanya setara sehingga jumlah total massa tulang konstan Pada usia pertengahan
aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai
berkurang Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami
imobilisasi Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan dominansi aktivitas osteoklas
dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah Aktivitas osteoblas
dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon
Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan
stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang Fraktur
tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas tetapi mekanisme pastinya
belum jelas Estrogen testosteron dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat
bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang Pertumbuhan tulang dipercepat
semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut Estrogen dan
testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan
merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang) Sewaktu kadar
estrogen turun pada masa menopaus aktivitas osteoblas berkurang Defisiensi
hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang
Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan
bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan
kalsium di usus Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah yang mendorong
kalsifikasi tulang Namun vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar
kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang Dengan demikian vitamin
D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan
menyebabkan absorpsi tulang
Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh
hormon paratiroid Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang
terletak tepat di belakang kelenjar tiroid Pelepasan hormon paratiroid meningkat
sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum Hormon paratiroid
meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk
membebaskan kalsium ke dalam darah Peningkatan kalsium serum bekerja secara
umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut
Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas
Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan
menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi
ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah Pengaktifan vitamin
D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid Sedangkan kalsitonin adalah suatu
hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan
kadar kalsium serum Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan
pernbentukan osteoklas Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga
menurunkan kadar kalsium serum
b Fisiologi Tulang
Fungsi tulang adalah sebagai berikut
1) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh
2) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung otak dan paru-paru) dan jaringan
lunak
3) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan
pergerakan)
4) Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema
topoiesis)
5) Menyimpan garam mineral misalnya kalsium fosfor
2 Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan
oleh rudapaksa (Mansjoer et al 2000) Sedangkan menurut Linda Juall C dalam
buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah
rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap oleh tulang
Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman 2000) Pendapat lain menyatakan
bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih
utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson M A 1992)
3 Etiologi
1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan
Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring
2) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam
jalur hantaran vektor kekerasan
3) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadiKekuatan dapat berupa
pemuntiran penekukan penekukan dan penekanan kombinasi dari ketiganya dan
penarikan
4 Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya
atau terputusnya kontinuitas tulang Setelah terjadi fraktur periosteum dan pembuluh
darah serta saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus
tulang rusak Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian
tulang yang patah Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya
respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi eksudasi plasma dan leukosit
dan infiltrasi sel darah putih Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1) Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar
waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur
2) Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan elastisitas kelelahan dan
kepadatan atau kekerasan tulang
5 Klasifikasi Fraktur
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis dibagi
menjadi beberapa kelompok yaitu
a Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)
1) Faktur Tertutup (Closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi
2) Fraktur Terbuka (OpenCompound) bila terdapat hubungan antara hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit
b Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur
1) Fraktur Komplit bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto
2) Fraktru Inkomplit bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti
a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
b) Buckle atau Torus Fraktur bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya
c) Green Stick Fraktur mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya
yang terjadi pada tulang panjang
c Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme
trauma
1) Fraktur Transversal fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung
2) Fraktur Oblik fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga
3) Fraktur Spiral fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi
4) Fraktur Kompresi fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain
5) Fraktur Avulsi fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang
d Berdasarkan jumlah garis patah
1) Fraktur Komunitif fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan
2) Fraktur Segmental fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan
3) Fraktur Multiple fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama
e Berdasarkan pergeseran fragmen tulang
1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh
2) Fraktur Displaced (bergeser) terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen terbagi atas
a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan
overlapping)
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)
f Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian
1 13 proksimal
2 13 medial
3 13 distal
g Fraktur Kelelahan fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang
h Fraktur Patologis fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan
lunak sekitar trauma yaitu
a Tingkat 0 fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya
b Tingkat 1 fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan
c Tingkat 2 fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan
d Tingkat 3 cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan
ancaman sindroma kompartement
6 Manifestasi Klinik
a Deformitas
b Bengkakedema
c Echimosis (Memar)
d Spasme otot
e Nyeri
f Kuranghilang sensasi
g Krepitasi
h Pergerakan abnormal
i Rontgen abnormal
7 Test Diagnostik
a Pemeriksaan Rontgen menentukan lokasiluasnya frakturluasnyatrauma
skan tulang temogram scan CI memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
b Hitung darah lengkap HB mungkin meningkatmenurun
c Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma
d Kreatinin traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal
e Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi
multiple atau cederah hati
8 Penatalaksanaan Medik
a Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan
disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period) Kuman belum
terlalu jauh meresap dilakukan
1) Pembersihan luka
2) Exici
3) Hecting situasi
4) Antibiotik
b Seluruh Fraktur
1) RekognisisPengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya
2) ReduksiManipulasiReposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara
optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner
2001)
Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi
fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang
mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera
mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi
karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi
semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan
Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani
prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan
sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan
dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut
Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)
dengan manipulasi dan traksi manual
Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan
alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan
menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk
mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar
Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan
untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang
sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat
dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi
Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan
pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin
kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat
ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat
tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang
3) RetensiImmobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimun
Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi
atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi
eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau
fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan
sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur
4) Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus
dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran
darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera
bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan
ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan
perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik
dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan
peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk
memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada
aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna
memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas
fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang
diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan
9 Proses Penyembuhan Tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang
tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru
diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang
Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu
1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel
darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat
tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan
perdarahan berhenti sama sekali
2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang
berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma
Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih
dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam
beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang
yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai
tergantung frakturnya
3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila
diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga
kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai
berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal
dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman
tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4
minggu setelah fraktur menyatu
4) Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi
lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos
melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi
celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses
yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk
membawa beban yang normal
5) Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa
bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan
pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan
pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang
rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan
normalnya
10 Komplikasi
1) Komplikasi Awal
a Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT
menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas
yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang
sakit tindakan reduksi dan pembedahan
b Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh
darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu
kuat
c Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada
kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone
marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam
darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi
tachypnea demam
d Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain
dalam pembedahan seperti pin dan plat
e Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkmanrsquos Ischemia
f Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada
fraktur
2) Komplikasi Dalam Waktu Lama
b Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai
darah ke tulang
c Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang
d Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik
B Konsep Keperawatan
Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses
keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian
diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi
1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan
sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas
a Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status
perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal
MRS diagnosa medis
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut
bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan
(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri
(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk
(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi
(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya
(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa
kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan
yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui
mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
(Ignatavicius Donna D 1995)
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu
seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang
sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki
sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan
secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna
D 1995)
g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya
dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium
pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien
melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)
(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya
seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari
nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada
lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien
(3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun
begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola
eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya
warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola
Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan
tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)
(4) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal
lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena
ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan
yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)
(5) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien
harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)
(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan
akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
(Ignatavicius Donna D 1995)
(7) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur
sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya
tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
(8) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah
anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)
10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan
timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh
klien bisa tidak efektif
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien
2) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi
hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan
(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti
(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung
pada keadaan klien
(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut
(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk
(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
(a) Sistem Integumen
Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri
tekan
(b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada
nyeri kepala
(c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada
(d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk
Tak ada lesi simetris tak oedema
(e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan)
(f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan
(g) Hidung
Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung
(h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat
(i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris
(j) Paru
(1) Inspeksi
Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien
yang berhubungan dengan paru
(2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama
(3) Perkusi
Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya
(4) Auskultasi
Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor
dan ronchi
(k) Jantung
(1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung
(2) Palpasi
Nadi meningkat iktus tidak teraba
(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur
(l) Abdomen
(1) Inspeksi
Bentuk datar simetris tidak ada hernia
(2) Palpasi
Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba
(3) Perkusi
Suara thympani ada pantulan gelombang cairan
(4) Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kalimenit
(m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB
b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai
status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia
Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain
(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi)
(b) Cape au lait spot (birth mark)
(c) Fistulae
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi
(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal)
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi
netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien
Yang perlu dicatat adalah
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary
refill time Normal 3 ndash 5 ldquo
(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama
disekitar persendian
(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal
tengah atau distal)
Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler
Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya
konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan
ukurannya
(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan
ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan
lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari
titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah
ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan
aktif dan pasif
(Reksoprodjo Soelarto 1995)
3) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan
sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi
untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu
disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan
penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca
pada x-ray
(1) Bayangan jaringan lunak
(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi
(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction
(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti
(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang
kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya
(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma
(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa
(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak
b) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang
(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang
(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)
Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang
c) Pemeriksaan lain-lain
(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi
(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi
(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur
(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan
(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang
(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
3 Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah
sebagai berikut
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)
g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
(Doengoes 2000)
4 Intervensi Keperawatan
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan
tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan
tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai
indikasi untuk situasi individual
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat
dan atau traksi
2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena
3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif
4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan
posisi)
5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi
visual aktivitas dipersional)
6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan
7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-
tanda vital)
Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi
Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri
Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler
Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang
mungkin berlangsung lama
Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri
Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara
sentral maupun perifer
Menilai perkembangan masalah klien
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria
akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi
distal cedera
2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat
3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi
adanya sindroma kompartemen
4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan
5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit
distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal
Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi
Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan
bebatspalk
Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan
hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi
Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena
Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan
klien
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan
kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif
2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien
3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan
kortikosteroid sesuai indikasi
4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit
5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya
stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral
Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi
Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru
Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid
telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak
Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas
anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan
penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak
Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi
pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan
kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik
yang memampukan melakukan aktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran
kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien
2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun
yang sehat sesuai keadaan klien
3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi
4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien
5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien
6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari
7 Berikan diet TKTP
8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi
9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi
Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu
menurunkan isolasi sosial
Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot
mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi
kalsium karena imobilisasi
Mempertahankan posis fungsional ekstremitas
Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan
klien
Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis
penumonia)
Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi
Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis tubuh
Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara
individual
Menilai perkembangan masalah klien
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan
perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai
indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun
kencang bantalan bawah siku tumit)
2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips
3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal
4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi
pentraksi
Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas
Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap
tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi
Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal
Menilai perkembangan masalah klien
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang
Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase
purulen atau eritema dan demam
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol
2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen
3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi
4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur
dan sensitivitas lukaserumtulang)
5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka
Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka
Meminimalkan kontaminasi
Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis
mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus
Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED
dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab
infeksi
Mengevaluasi perkembangan masalah klien
h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien
mengerti dan memahami tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran
2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik
3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat
demam perubahan sensasi kulit distal cedera)
4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan
Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien
untuk mengikuti program pembelajaran
Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan
program terapi fisik
Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang
memerulukan intervensi lebih lanjut
Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi
klien
B Evaluasi
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat
o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
o Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami
httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-
terbukahtml
Peran Perawat saat terjadi kecelakaan
Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan
Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan
Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian
memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain
sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban
Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan
Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan
ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk
seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan
Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim
Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja
di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas
pada manajemen pra-rumah sakit
Triage
Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut
urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera
diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang
percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda
Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana
kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan
diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini
akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya
untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan
efisienrdquo
Kategori Triage
bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull
6
Ada sistim 4 level untuk kategori triage
1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa
yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal
tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal
vasa besar dan cedera jalan nafas
2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak
ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran
pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas
perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25
3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan
dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal
lacerasi minor memar dan lecet
4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan
meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat
derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital
Metode penilaian triage
Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage
berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh
tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap
diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik
cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini
dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment
Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda
Tdk
Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant
Jalan Nafas
Ya Ya
Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA
lt 30
Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan
lt 2 detik
Dapat diperintah --------------------------------------------
Ya
TUNDA
Gambar ALGORITME TRIAGE START
Pemulihan
Saran
Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa
yang akan datang maka di rekomendasikan
1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali
Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan
Komandan Medik
2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan
Ambulans berikut Tim Ambulans-nya
3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima
kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik
Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan
Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk
menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal
4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional
daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana
5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai
salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai
pihak
HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN
BENCANA
(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn
KIC Mkes KNA
2 Fraktur
3 Ruptur organ dalam
4 Luka bakar
5 Laserasi
6 Kematian
A KONSEP DASAR PENYAKIT
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN FRAKTUR
By Iwan Sain SKp MKes
A Konsep Medis
1 Anatomi dan Fisiologi
a Anatomi Tulang
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler Tulang berasal dari
embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses ldquoOsteogenesisrdquo menjadi
tulang Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut ldquoOsteoblastrdquo Proses
mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium
Ada 206 tulang dalam tubuh manusia Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima
kelompok berdasarkan bentuknya
1) Tulang panjang (Femur Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang
disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis Di sebelah proksimal dari
epifisis terdapat metafisis Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang
rawan yang tumbuh yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan
Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis Tulang
rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas dan tulang
memanjang Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat Epifisis dibentuk dari
spongi bone (cancellous atau trabecular) Pada akhir tahun-tahun remaja tulang
rawan habis lempeng epifisis berfusi dan tulang berhenti tumbuh Hormon
pertumbuhan estrogen dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang
Estrogen bersama dengan testosteron merangsang fusi lempeng epifisis Batang
suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis Kanalis
medularis berisi sumsum tulang
2) Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous
(spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat
3) Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan
lapisan luar adalah tulang concellous
4) Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek
5) Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang terletak di sekitar tulang yang
berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial
misalnya patella (kap lutut)
Tulang tersusun atas sel matriks protein dan deposit mineral Sel-selnya terdiri atas
tiga jenis dasar-osteoblas osteosit dan osteoklas Osteoblas berfungsi dalam
pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang Matriks tersusun atas
98 kolagen dan 2 subtansi dasar (glukosaminoglikan asam polisakarida) dan
proteoglikan) Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik
ditimbun Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang
dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ) Osteoklas adalah sel multinuclear
( berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran resorpsi dan remosdeling
tulang
Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa Ditengah osteon
terdapat kapiler Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang
dinamakan lamella Didalam lamella terdapat osteosit yang memperoleh nutrisi
melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang
menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 01 mm)
Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum
Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh selain sebagai
tempat perlekatan tendon dan ligamen Periosteum mengandung saraf pembuluh
darah dan limfatik Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung
osteoblast yang merupakan sel pembentuk tulang
Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang
panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus Osteoklast yang melarutkan
tulang untuk memelihara rongga sumsum terletak dekat endosteum dan dalam
lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang)
Gambar 1 Anatomi tulang panjang
Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 bahan organik (hidup) dan 70 endapan
garam Bahan organik disebut matriks dan terdiri dari lebih dari 90 serat kolagen
dan kurang dari 10 proteoglikan (protein plus sakarida) Deposit garam terutama
adalah kalsium dan fosfat dengan sedikit natrium kalium karbonat dan ion
magnesium Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen
melalui proteoglikan Adanya bahan organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan
tensif (resistensi terhadap tarikan yang meregangkan) Sedangkan garam-garam
menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan)
Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa
pemanjangan dan penebalan tulang Kecepatan pembentukan tulang berubah selama
hidup Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn hormon faktor makanan dan
jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang dan terjadi akibat aktivitas sel-sel
pembentuk tulang yaitu osteoblas
Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang Osteoblas berespon terhadap
berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang Sewaktu pertama kali
dibentuk matriks tulang disebut osteoid Dalam beberapa hari garam-garam kalsium
mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan
berikutnya Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid dan disebut
osteosit atau sel tulang sejati Seiring dengan terbentuknya tulang osteosit dimatriks
membentuk tonjolan-tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit
lainnya membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang
Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang sebagian ion
kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi Garam nonkristal ini dianggap
sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan yaitu dapat dipindahkan dengan cepat
antara tulang cairan interstisium dan darah
Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi terjadi secara bersamaan dengan
pembentukan tulang Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut
osteoklas Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel
mirip-monosit yang terdapat di tulang Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai
asam dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis Osteoklas
biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang dan memfagosit
tulang sedikit demi sedikit Setelah selesai di suatu daerah osteoklas menghilang dan
muncul osteoblas 0steoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan
tulang baru Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan
tulang baru yang lebih kuat
Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus
menerus diperbarui atau mengalami remodeling Pada anak dan remaja aktivitas
osteoblas melebihi aktivitas osteoklas sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan
menebal Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang
pulih dari fraktur Pada orang dewasa muda aktivitas osteoblas dan osteoklas
biasanya setara sehingga jumlah total massa tulang konstan Pada usia pertengahan
aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai
berkurang Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami
imobilisasi Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan dominansi aktivitas osteoklas
dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah Aktivitas osteoblas
dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon
Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan
stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang Fraktur
tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas tetapi mekanisme pastinya
belum jelas Estrogen testosteron dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat
bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang Pertumbuhan tulang dipercepat
semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut Estrogen dan
testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan
merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang) Sewaktu kadar
estrogen turun pada masa menopaus aktivitas osteoblas berkurang Defisiensi
hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang
Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan
bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan
kalsium di usus Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah yang mendorong
kalsifikasi tulang Namun vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar
kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang Dengan demikian vitamin
D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan
menyebabkan absorpsi tulang
Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh
hormon paratiroid Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang
terletak tepat di belakang kelenjar tiroid Pelepasan hormon paratiroid meningkat
sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum Hormon paratiroid
meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk
membebaskan kalsium ke dalam darah Peningkatan kalsium serum bekerja secara
umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut
Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas
Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan
menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi
ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah Pengaktifan vitamin
D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid Sedangkan kalsitonin adalah suatu
hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan
kadar kalsium serum Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan
pernbentukan osteoklas Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga
menurunkan kadar kalsium serum
b Fisiologi Tulang
Fungsi tulang adalah sebagai berikut
1) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh
2) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung otak dan paru-paru) dan jaringan
lunak
3) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan
pergerakan)
4) Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema
topoiesis)
5) Menyimpan garam mineral misalnya kalsium fosfor
2 Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan
oleh rudapaksa (Mansjoer et al 2000) Sedangkan menurut Linda Juall C dalam
buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah
rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap oleh tulang
Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman 2000) Pendapat lain menyatakan
bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih
utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson M A 1992)
3 Etiologi
1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan
Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring
2) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam
jalur hantaran vektor kekerasan
3) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadiKekuatan dapat berupa
pemuntiran penekukan penekukan dan penekanan kombinasi dari ketiganya dan
penarikan
4 Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya
atau terputusnya kontinuitas tulang Setelah terjadi fraktur periosteum dan pembuluh
darah serta saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus
tulang rusak Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian
tulang yang patah Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya
respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi eksudasi plasma dan leukosit
dan infiltrasi sel darah putih Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1) Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar
waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur
2) Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan elastisitas kelelahan dan
kepadatan atau kekerasan tulang
5 Klasifikasi Fraktur
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis dibagi
menjadi beberapa kelompok yaitu
a Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)
1) Faktur Tertutup (Closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi
2) Fraktur Terbuka (OpenCompound) bila terdapat hubungan antara hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit
b Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur
1) Fraktur Komplit bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto
2) Fraktru Inkomplit bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti
a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
b) Buckle atau Torus Fraktur bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya
c) Green Stick Fraktur mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya
yang terjadi pada tulang panjang
c Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme
trauma
1) Fraktur Transversal fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung
2) Fraktur Oblik fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga
3) Fraktur Spiral fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi
4) Fraktur Kompresi fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain
5) Fraktur Avulsi fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang
d Berdasarkan jumlah garis patah
1) Fraktur Komunitif fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan
2) Fraktur Segmental fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan
3) Fraktur Multiple fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama
e Berdasarkan pergeseran fragmen tulang
1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh
2) Fraktur Displaced (bergeser) terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen terbagi atas
a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan
overlapping)
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)
f Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian
1 13 proksimal
2 13 medial
3 13 distal
g Fraktur Kelelahan fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang
h Fraktur Patologis fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan
lunak sekitar trauma yaitu
a Tingkat 0 fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya
b Tingkat 1 fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan
c Tingkat 2 fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan
d Tingkat 3 cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan
ancaman sindroma kompartement
6 Manifestasi Klinik
a Deformitas
b Bengkakedema
c Echimosis (Memar)
d Spasme otot
e Nyeri
f Kuranghilang sensasi
g Krepitasi
h Pergerakan abnormal
i Rontgen abnormal
7 Test Diagnostik
a Pemeriksaan Rontgen menentukan lokasiluasnya frakturluasnyatrauma
skan tulang temogram scan CI memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
b Hitung darah lengkap HB mungkin meningkatmenurun
c Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma
d Kreatinin traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal
e Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi
multiple atau cederah hati
8 Penatalaksanaan Medik
a Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan
disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period) Kuman belum
terlalu jauh meresap dilakukan
1) Pembersihan luka
2) Exici
3) Hecting situasi
4) Antibiotik
b Seluruh Fraktur
1) RekognisisPengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya
2) ReduksiManipulasiReposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara
optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner
2001)
Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi
fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang
mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera
mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi
karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi
semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan
Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani
prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan
sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan
dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut
Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)
dengan manipulasi dan traksi manual
Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan
alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan
menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk
mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar
Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan
untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang
sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat
dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi
Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan
pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin
kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat
ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat
tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang
3) RetensiImmobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimun
Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi
atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi
eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau
fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan
sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur
4) Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus
dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran
darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera
bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan
ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan
perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik
dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan
peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk
memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada
aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna
memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas
fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang
diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan
9 Proses Penyembuhan Tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang
tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru
diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang
Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu
1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel
darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat
tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan
perdarahan berhenti sama sekali
2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang
berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma
Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih
dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam
beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang
yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai
tergantung frakturnya
3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila
diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga
kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai
berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal
dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman
tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4
minggu setelah fraktur menyatu
4) Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi
lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos
melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi
celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses
yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk
membawa beban yang normal
5) Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa
bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan
pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan
pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang
rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan
normalnya
10 Komplikasi
1) Komplikasi Awal
a Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT
menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas
yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang
sakit tindakan reduksi dan pembedahan
b Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh
darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu
kuat
c Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada
kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone
marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam
darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi
tachypnea demam
d Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain
dalam pembedahan seperti pin dan plat
e Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkmanrsquos Ischemia
f Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada
fraktur
2) Komplikasi Dalam Waktu Lama
b Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai
darah ke tulang
c Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang
d Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik
B Konsep Keperawatan
Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses
keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian
diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi
1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan
sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas
a Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status
perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal
MRS diagnosa medis
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut
bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan
(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri
(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk
(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi
(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya
(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa
kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan
yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui
mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
(Ignatavicius Donna D 1995)
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu
seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang
sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki
sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan
secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna
D 1995)
g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya
dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium
pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien
melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)
(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya
seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari
nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada
lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien
(3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun
begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola
eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya
warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola
Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan
tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)
(4) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal
lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena
ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan
yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)
(5) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien
harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)
(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan
akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
(Ignatavicius Donna D 1995)
(7) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur
sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya
tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
(8) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah
anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)
10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan
timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh
klien bisa tidak efektif
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien
2) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi
hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan
(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti
(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung
pada keadaan klien
(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut
(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk
(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
(a) Sistem Integumen
Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri
tekan
(b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada
nyeri kepala
(c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada
(d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk
Tak ada lesi simetris tak oedema
(e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan)
(f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan
(g) Hidung
Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung
(h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat
(i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris
(j) Paru
(1) Inspeksi
Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien
yang berhubungan dengan paru
(2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama
(3) Perkusi
Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya
(4) Auskultasi
Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor
dan ronchi
(k) Jantung
(1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung
(2) Palpasi
Nadi meningkat iktus tidak teraba
(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur
(l) Abdomen
(1) Inspeksi
Bentuk datar simetris tidak ada hernia
(2) Palpasi
Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba
(3) Perkusi
Suara thympani ada pantulan gelombang cairan
(4) Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kalimenit
(m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB
b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai
status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia
Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain
(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi)
(b) Cape au lait spot (birth mark)
(c) Fistulae
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi
(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal)
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi
netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien
Yang perlu dicatat adalah
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary
refill time Normal 3 ndash 5 ldquo
(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama
disekitar persendian
(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal
tengah atau distal)
Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler
Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya
konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan
ukurannya
(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan
ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan
lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari
titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah
ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan
aktif dan pasif
(Reksoprodjo Soelarto 1995)
3) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan
sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi
untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu
disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan
penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca
pada x-ray
(1) Bayangan jaringan lunak
(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi
(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction
(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti
(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang
kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya
(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma
(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa
(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak
b) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang
(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang
(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)
Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang
c) Pemeriksaan lain-lain
(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi
(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi
(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur
(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan
(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang
(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
3 Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah
sebagai berikut
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)
g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
(Doengoes 2000)
4 Intervensi Keperawatan
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan
tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan
tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai
indikasi untuk situasi individual
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat
dan atau traksi
2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena
3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif
4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan
posisi)
5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi
visual aktivitas dipersional)
6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan
7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-
tanda vital)
Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi
Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri
Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler
Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang
mungkin berlangsung lama
Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri
Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara
sentral maupun perifer
Menilai perkembangan masalah klien
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria
akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi
distal cedera
2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat
3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi
adanya sindroma kompartemen
4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan
5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit
distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal
Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi
Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan
bebatspalk
Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan
hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi
Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena
Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan
klien
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan
kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif
2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien
3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan
kortikosteroid sesuai indikasi
4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit
5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya
stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral
Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi
Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru
Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid
telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak
Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas
anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan
penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak
Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi
pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan
kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik
yang memampukan melakukan aktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran
kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien
2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun
yang sehat sesuai keadaan klien
3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi
4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien
5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien
6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari
7 Berikan diet TKTP
8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi
9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi
Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu
menurunkan isolasi sosial
Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot
mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi
kalsium karena imobilisasi
Mempertahankan posis fungsional ekstremitas
Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan
klien
Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis
penumonia)
Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi
Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis tubuh
Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara
individual
Menilai perkembangan masalah klien
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan
perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai
indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun
kencang bantalan bawah siku tumit)
2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips
3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal
4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi
pentraksi
Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas
Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap
tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi
Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal
Menilai perkembangan masalah klien
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang
Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase
purulen atau eritema dan demam
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol
2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen
3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi
4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur
dan sensitivitas lukaserumtulang)
5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka
Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka
Meminimalkan kontaminasi
Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis
mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus
Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED
dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab
infeksi
Mengevaluasi perkembangan masalah klien
h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien
mengerti dan memahami tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran
2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik
3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat
demam perubahan sensasi kulit distal cedera)
4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan
Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien
untuk mengikuti program pembelajaran
Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan
program terapi fisik
Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang
memerulukan intervensi lebih lanjut
Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi
klien
B Evaluasi
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat
o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
o Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami
httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-
terbukahtml
Peran Perawat saat terjadi kecelakaan
Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan
Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan
Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian
memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain
sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban
Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan
Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan
ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk
seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan
Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim
Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja
di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas
pada manajemen pra-rumah sakit
Triage
Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut
urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera
diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang
percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda
Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana
kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan
diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini
akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya
untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan
efisienrdquo
Kategori Triage
bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull
6
Ada sistim 4 level untuk kategori triage
1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa
yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal
tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal
vasa besar dan cedera jalan nafas
2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak
ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran
pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas
perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25
3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan
dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal
lacerasi minor memar dan lecet
4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan
meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat
derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital
Metode penilaian triage
Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage
berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh
tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap
diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik
cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini
dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment
Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda
Tdk
Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant
Jalan Nafas
Ya Ya
Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA
lt 30
Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan
lt 2 detik
Dapat diperintah --------------------------------------------
Ya
TUNDA
Gambar ALGORITME TRIAGE START
Pemulihan
Saran
Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa
yang akan datang maka di rekomendasikan
1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali
Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan
Komandan Medik
2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan
Ambulans berikut Tim Ambulans-nya
3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima
kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik
Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan
Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk
menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal
4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional
daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana
5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai
salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai
pihak
HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN
BENCANA
(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn
KIC Mkes KNA
2) Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous
(spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat
3) Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan
lapisan luar adalah tulang concellous
4) Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek
5) Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang terletak di sekitar tulang yang
berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial
misalnya patella (kap lutut)
Tulang tersusun atas sel matriks protein dan deposit mineral Sel-selnya terdiri atas
tiga jenis dasar-osteoblas osteosit dan osteoklas Osteoblas berfungsi dalam
pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang Matriks tersusun atas
98 kolagen dan 2 subtansi dasar (glukosaminoglikan asam polisakarida) dan
proteoglikan) Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik
ditimbun Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang
dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ) Osteoklas adalah sel multinuclear
( berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran resorpsi dan remosdeling
tulang
Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa Ditengah osteon
terdapat kapiler Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang
dinamakan lamella Didalam lamella terdapat osteosit yang memperoleh nutrisi
melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang
menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 01 mm)
Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum
Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh selain sebagai
tempat perlekatan tendon dan ligamen Periosteum mengandung saraf pembuluh
darah dan limfatik Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung
osteoblast yang merupakan sel pembentuk tulang
Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang
panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus Osteoklast yang melarutkan
tulang untuk memelihara rongga sumsum terletak dekat endosteum dan dalam
lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang)
Gambar 1 Anatomi tulang panjang
Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 bahan organik (hidup) dan 70 endapan
garam Bahan organik disebut matriks dan terdiri dari lebih dari 90 serat kolagen
dan kurang dari 10 proteoglikan (protein plus sakarida) Deposit garam terutama
adalah kalsium dan fosfat dengan sedikit natrium kalium karbonat dan ion
magnesium Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen
melalui proteoglikan Adanya bahan organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan
tensif (resistensi terhadap tarikan yang meregangkan) Sedangkan garam-garam
menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan)
Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa
pemanjangan dan penebalan tulang Kecepatan pembentukan tulang berubah selama
hidup Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn hormon faktor makanan dan
jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang dan terjadi akibat aktivitas sel-sel
pembentuk tulang yaitu osteoblas
Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang Osteoblas berespon terhadap
berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang Sewaktu pertama kali
dibentuk matriks tulang disebut osteoid Dalam beberapa hari garam-garam kalsium
mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan
berikutnya Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid dan disebut
osteosit atau sel tulang sejati Seiring dengan terbentuknya tulang osteosit dimatriks
membentuk tonjolan-tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit
lainnya membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang
Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang sebagian ion
kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi Garam nonkristal ini dianggap
sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan yaitu dapat dipindahkan dengan cepat
antara tulang cairan interstisium dan darah
Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi terjadi secara bersamaan dengan
pembentukan tulang Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut
osteoklas Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel
mirip-monosit yang terdapat di tulang Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai
asam dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis Osteoklas
biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang dan memfagosit
tulang sedikit demi sedikit Setelah selesai di suatu daerah osteoklas menghilang dan
muncul osteoblas 0steoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan
tulang baru Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan
tulang baru yang lebih kuat
Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus
menerus diperbarui atau mengalami remodeling Pada anak dan remaja aktivitas
osteoblas melebihi aktivitas osteoklas sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan
menebal Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang
pulih dari fraktur Pada orang dewasa muda aktivitas osteoblas dan osteoklas
biasanya setara sehingga jumlah total massa tulang konstan Pada usia pertengahan
aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai
berkurang Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami
imobilisasi Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan dominansi aktivitas osteoklas
dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah Aktivitas osteoblas
dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon
Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan
stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang Fraktur
tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas tetapi mekanisme pastinya
belum jelas Estrogen testosteron dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat
bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang Pertumbuhan tulang dipercepat
semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut Estrogen dan
testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan
merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang) Sewaktu kadar
estrogen turun pada masa menopaus aktivitas osteoblas berkurang Defisiensi
hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang
Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan
bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan
kalsium di usus Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah yang mendorong
kalsifikasi tulang Namun vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar
kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang Dengan demikian vitamin
D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan
menyebabkan absorpsi tulang
Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh
hormon paratiroid Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang
terletak tepat di belakang kelenjar tiroid Pelepasan hormon paratiroid meningkat
sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum Hormon paratiroid
meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk
membebaskan kalsium ke dalam darah Peningkatan kalsium serum bekerja secara
umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut
Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas
Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan
menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi
ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah Pengaktifan vitamin
D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid Sedangkan kalsitonin adalah suatu
hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan
kadar kalsium serum Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan
pernbentukan osteoklas Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga
menurunkan kadar kalsium serum
b Fisiologi Tulang
Fungsi tulang adalah sebagai berikut
1) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh
2) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung otak dan paru-paru) dan jaringan
lunak
3) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan
pergerakan)
4) Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema
topoiesis)
5) Menyimpan garam mineral misalnya kalsium fosfor
2 Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan
oleh rudapaksa (Mansjoer et al 2000) Sedangkan menurut Linda Juall C dalam
buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah
rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap oleh tulang
Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman 2000) Pendapat lain menyatakan
bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih
utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson M A 1992)
3 Etiologi
1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan
Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring
2) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam
jalur hantaran vektor kekerasan
3) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadiKekuatan dapat berupa
pemuntiran penekukan penekukan dan penekanan kombinasi dari ketiganya dan
penarikan
4 Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya
atau terputusnya kontinuitas tulang Setelah terjadi fraktur periosteum dan pembuluh
darah serta saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus
tulang rusak Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian
tulang yang patah Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya
respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi eksudasi plasma dan leukosit
dan infiltrasi sel darah putih Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1) Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar
waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur
2) Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan elastisitas kelelahan dan
kepadatan atau kekerasan tulang
5 Klasifikasi Fraktur
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis dibagi
menjadi beberapa kelompok yaitu
a Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)
1) Faktur Tertutup (Closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi
2) Fraktur Terbuka (OpenCompound) bila terdapat hubungan antara hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit
b Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur
1) Fraktur Komplit bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto
2) Fraktru Inkomplit bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti
a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
b) Buckle atau Torus Fraktur bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya
c) Green Stick Fraktur mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya
yang terjadi pada tulang panjang
c Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme
trauma
1) Fraktur Transversal fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung
2) Fraktur Oblik fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga
3) Fraktur Spiral fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi
4) Fraktur Kompresi fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain
5) Fraktur Avulsi fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang
d Berdasarkan jumlah garis patah
1) Fraktur Komunitif fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan
2) Fraktur Segmental fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan
3) Fraktur Multiple fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama
e Berdasarkan pergeseran fragmen tulang
1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh
2) Fraktur Displaced (bergeser) terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen terbagi atas
a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan
overlapping)
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)
f Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian
1 13 proksimal
2 13 medial
3 13 distal
g Fraktur Kelelahan fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang
h Fraktur Patologis fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan
lunak sekitar trauma yaitu
a Tingkat 0 fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya
b Tingkat 1 fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan
c Tingkat 2 fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan
d Tingkat 3 cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan
ancaman sindroma kompartement
6 Manifestasi Klinik
a Deformitas
b Bengkakedema
c Echimosis (Memar)
d Spasme otot
e Nyeri
f Kuranghilang sensasi
g Krepitasi
h Pergerakan abnormal
i Rontgen abnormal
7 Test Diagnostik
a Pemeriksaan Rontgen menentukan lokasiluasnya frakturluasnyatrauma
skan tulang temogram scan CI memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
b Hitung darah lengkap HB mungkin meningkatmenurun
c Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma
d Kreatinin traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal
e Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi
multiple atau cederah hati
8 Penatalaksanaan Medik
a Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan
disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period) Kuman belum
terlalu jauh meresap dilakukan
1) Pembersihan luka
2) Exici
3) Hecting situasi
4) Antibiotik
b Seluruh Fraktur
1) RekognisisPengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya
2) ReduksiManipulasiReposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara
optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner
2001)
Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi
fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang
mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera
mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi
karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi
semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan
Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani
prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan
sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan
dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut
Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)
dengan manipulasi dan traksi manual
Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan
alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan
menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk
mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar
Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan
untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang
sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat
dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi
Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan
pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin
kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat
ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat
tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang
3) RetensiImmobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimun
Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi
atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi
eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau
fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan
sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur
4) Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus
dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran
darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera
bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan
ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan
perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik
dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan
peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk
memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada
aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna
memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas
fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang
diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan
9 Proses Penyembuhan Tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang
tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru
diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang
Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu
1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel
darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat
tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan
perdarahan berhenti sama sekali
2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang
berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma
Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih
dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam
beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang
yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai
tergantung frakturnya
3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila
diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga
kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai
berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal
dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman
tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4
minggu setelah fraktur menyatu
4) Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi
lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos
melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi
celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses
yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk
membawa beban yang normal
5) Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa
bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan
pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan
pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang
rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan
normalnya
10 Komplikasi
1) Komplikasi Awal
a Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT
menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas
yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang
sakit tindakan reduksi dan pembedahan
b Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh
darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu
kuat
c Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada
kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone
marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam
darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi
tachypnea demam
d Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain
dalam pembedahan seperti pin dan plat
e Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkmanrsquos Ischemia
f Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada
fraktur
2) Komplikasi Dalam Waktu Lama
b Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai
darah ke tulang
c Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang
d Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik
B Konsep Keperawatan
Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses
keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian
diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi
1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan
sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas
a Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status
perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal
MRS diagnosa medis
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut
bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan
(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri
(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk
(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi
(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya
(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa
kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan
yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui
mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
(Ignatavicius Donna D 1995)
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu
seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang
sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki
sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan
secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna
D 1995)
g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya
dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium
pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien
melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)
(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya
seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari
nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada
lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien
(3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun
begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola
eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya
warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola
Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan
tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)
(4) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal
lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena
ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan
yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)
(5) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien
harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)
(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan
akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
(Ignatavicius Donna D 1995)
(7) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur
sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya
tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
(8) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah
anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)
10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan
timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh
klien bisa tidak efektif
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien
2) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi
hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan
(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti
(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung
pada keadaan klien
(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut
(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk
(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
(a) Sistem Integumen
Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri
tekan
(b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada
nyeri kepala
(c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada
(d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk
Tak ada lesi simetris tak oedema
(e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan)
(f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan
(g) Hidung
Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung
(h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat
(i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris
(j) Paru
(1) Inspeksi
Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien
yang berhubungan dengan paru
(2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama
(3) Perkusi
Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya
(4) Auskultasi
Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor
dan ronchi
(k) Jantung
(1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung
(2) Palpasi
Nadi meningkat iktus tidak teraba
(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur
(l) Abdomen
(1) Inspeksi
Bentuk datar simetris tidak ada hernia
(2) Palpasi
Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba
(3) Perkusi
Suara thympani ada pantulan gelombang cairan
(4) Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kalimenit
(m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB
b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai
status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia
Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain
(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi)
(b) Cape au lait spot (birth mark)
(c) Fistulae
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi
(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal)
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi
netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien
Yang perlu dicatat adalah
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary
refill time Normal 3 ndash 5 ldquo
(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama
disekitar persendian
(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal
tengah atau distal)
Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler
Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya
konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan
ukurannya
(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan
ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan
lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari
titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah
ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan
aktif dan pasif
(Reksoprodjo Soelarto 1995)
3) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan
sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi
untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu
disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan
penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca
pada x-ray
(1) Bayangan jaringan lunak
(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi
(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction
(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti
(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang
kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya
(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma
(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa
(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak
b) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang
(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang
(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)
Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang
c) Pemeriksaan lain-lain
(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi
(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi
(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur
(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan
(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang
(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
3 Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah
sebagai berikut
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)
g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
(Doengoes 2000)
4 Intervensi Keperawatan
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan
tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan
tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai
indikasi untuk situasi individual
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat
dan atau traksi
2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena
3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif
4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan
posisi)
5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi
visual aktivitas dipersional)
6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan
7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-
tanda vital)
Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi
Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri
Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler
Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang
mungkin berlangsung lama
Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri
Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara
sentral maupun perifer
Menilai perkembangan masalah klien
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria
akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi
distal cedera
2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat
3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi
adanya sindroma kompartemen
4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan
5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit
distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal
Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi
Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan
bebatspalk
Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan
hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi
Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena
Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan
klien
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan
kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif
2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien
3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan
kortikosteroid sesuai indikasi
4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit
5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya
stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral
Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi
Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru
Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid
telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak
Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas
anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan
penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak
Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi
pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan
kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik
yang memampukan melakukan aktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran
kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien
2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun
yang sehat sesuai keadaan klien
3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi
4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien
5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien
6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari
7 Berikan diet TKTP
8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi
9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi
Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu
menurunkan isolasi sosial
Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot
mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi
kalsium karena imobilisasi
Mempertahankan posis fungsional ekstremitas
Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan
klien
Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis
penumonia)
Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi
Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis tubuh
Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara
individual
Menilai perkembangan masalah klien
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan
perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai
indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun
kencang bantalan bawah siku tumit)
2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips
3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal
4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi
pentraksi
Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas
Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap
tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi
Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal
Menilai perkembangan masalah klien
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang
Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase
purulen atau eritema dan demam
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol
2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen
3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi
4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur
dan sensitivitas lukaserumtulang)
5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka
Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka
Meminimalkan kontaminasi
Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis
mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus
Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED
dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab
infeksi
Mengevaluasi perkembangan masalah klien
h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien
mengerti dan memahami tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran
2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik
3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat
demam perubahan sensasi kulit distal cedera)
4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan
Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien
untuk mengikuti program pembelajaran
Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan
program terapi fisik
Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang
memerulukan intervensi lebih lanjut
Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi
klien
B Evaluasi
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat
o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
o Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami
httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-
terbukahtml
Peran Perawat saat terjadi kecelakaan
Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan
Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan
Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian
memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain
sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban
Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan
Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan
ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk
seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan
Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim
Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja
di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas
pada manajemen pra-rumah sakit
Triage
Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut
urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera
diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang
percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda
Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana
kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan
diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini
akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya
untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan
efisienrdquo
Kategori Triage
bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull
6
Ada sistim 4 level untuk kategori triage
1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa
yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal
tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal
vasa besar dan cedera jalan nafas
2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak
ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran
pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas
perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25
3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan
dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal
lacerasi minor memar dan lecet
4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan
meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat
derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital
Metode penilaian triage
Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage
berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh
tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap
diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik
cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini
dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment
Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda
Tdk
Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant
Jalan Nafas
Ya Ya
Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA
lt 30
Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan
lt 2 detik
Dapat diperintah --------------------------------------------
Ya
TUNDA
Gambar ALGORITME TRIAGE START
Pemulihan
Saran
Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa
yang akan datang maka di rekomendasikan
1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali
Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan
Komandan Medik
2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan
Ambulans berikut Tim Ambulans-nya
3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima
kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik
Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan
Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk
menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal
4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional
daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana
5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai
salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai
pihak
HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN
BENCANA
(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn
KIC Mkes KNA
Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 bahan organik (hidup) dan 70 endapan
garam Bahan organik disebut matriks dan terdiri dari lebih dari 90 serat kolagen
dan kurang dari 10 proteoglikan (protein plus sakarida) Deposit garam terutama
adalah kalsium dan fosfat dengan sedikit natrium kalium karbonat dan ion
magnesium Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen
melalui proteoglikan Adanya bahan organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan
tensif (resistensi terhadap tarikan yang meregangkan) Sedangkan garam-garam
menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan)
Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa
pemanjangan dan penebalan tulang Kecepatan pembentukan tulang berubah selama
hidup Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn hormon faktor makanan dan
jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang dan terjadi akibat aktivitas sel-sel
pembentuk tulang yaitu osteoblas
Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang Osteoblas berespon terhadap
berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang Sewaktu pertama kali
dibentuk matriks tulang disebut osteoid Dalam beberapa hari garam-garam kalsium
mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan
berikutnya Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid dan disebut
osteosit atau sel tulang sejati Seiring dengan terbentuknya tulang osteosit dimatriks
membentuk tonjolan-tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit
lainnya membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang
Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang sebagian ion
kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi Garam nonkristal ini dianggap
sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan yaitu dapat dipindahkan dengan cepat
antara tulang cairan interstisium dan darah
Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi terjadi secara bersamaan dengan
pembentukan tulang Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut
osteoklas Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel
mirip-monosit yang terdapat di tulang Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai
asam dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis Osteoklas
biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang dan memfagosit
tulang sedikit demi sedikit Setelah selesai di suatu daerah osteoklas menghilang dan
muncul osteoblas 0steoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan
tulang baru Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan
tulang baru yang lebih kuat
Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus
menerus diperbarui atau mengalami remodeling Pada anak dan remaja aktivitas
osteoblas melebihi aktivitas osteoklas sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan
menebal Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang
pulih dari fraktur Pada orang dewasa muda aktivitas osteoblas dan osteoklas
biasanya setara sehingga jumlah total massa tulang konstan Pada usia pertengahan
aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai
berkurang Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami
imobilisasi Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan dominansi aktivitas osteoklas
dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah Aktivitas osteoblas
dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon
Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan
stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang Fraktur
tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas tetapi mekanisme pastinya
belum jelas Estrogen testosteron dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat
bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang Pertumbuhan tulang dipercepat
semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut Estrogen dan
testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan
merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang) Sewaktu kadar
estrogen turun pada masa menopaus aktivitas osteoblas berkurang Defisiensi
hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang
Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan
bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan
kalsium di usus Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah yang mendorong
kalsifikasi tulang Namun vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar
kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang Dengan demikian vitamin
D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan
menyebabkan absorpsi tulang
Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh
hormon paratiroid Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang
terletak tepat di belakang kelenjar tiroid Pelepasan hormon paratiroid meningkat
sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum Hormon paratiroid
meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk
membebaskan kalsium ke dalam darah Peningkatan kalsium serum bekerja secara
umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut
Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas
Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan
menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi
ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah Pengaktifan vitamin
D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid Sedangkan kalsitonin adalah suatu
hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan
kadar kalsium serum Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan
pernbentukan osteoklas Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga
menurunkan kadar kalsium serum
b Fisiologi Tulang
Fungsi tulang adalah sebagai berikut
1) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh
2) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung otak dan paru-paru) dan jaringan
lunak
3) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan
pergerakan)
4) Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema
topoiesis)
5) Menyimpan garam mineral misalnya kalsium fosfor
2 Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan
oleh rudapaksa (Mansjoer et al 2000) Sedangkan menurut Linda Juall C dalam
buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah
rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap oleh tulang
Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman 2000) Pendapat lain menyatakan
bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih
utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson M A 1992)
3 Etiologi
1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan
Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring
2) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam
jalur hantaran vektor kekerasan
3) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadiKekuatan dapat berupa
pemuntiran penekukan penekukan dan penekanan kombinasi dari ketiganya dan
penarikan
4 Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya
atau terputusnya kontinuitas tulang Setelah terjadi fraktur periosteum dan pembuluh
darah serta saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus
tulang rusak Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian
tulang yang patah Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya
respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi eksudasi plasma dan leukosit
dan infiltrasi sel darah putih Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1) Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar
waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur
2) Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan elastisitas kelelahan dan
kepadatan atau kekerasan tulang
5 Klasifikasi Fraktur
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis dibagi
menjadi beberapa kelompok yaitu
a Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)
1) Faktur Tertutup (Closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi
2) Fraktur Terbuka (OpenCompound) bila terdapat hubungan antara hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit
b Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur
1) Fraktur Komplit bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto
2) Fraktru Inkomplit bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti
a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
b) Buckle atau Torus Fraktur bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya
c) Green Stick Fraktur mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya
yang terjadi pada tulang panjang
c Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme
trauma
1) Fraktur Transversal fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung
2) Fraktur Oblik fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga
3) Fraktur Spiral fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi
4) Fraktur Kompresi fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain
5) Fraktur Avulsi fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang
d Berdasarkan jumlah garis patah
1) Fraktur Komunitif fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan
2) Fraktur Segmental fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan
3) Fraktur Multiple fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama
e Berdasarkan pergeseran fragmen tulang
1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh
2) Fraktur Displaced (bergeser) terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen terbagi atas
a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan
overlapping)
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)
f Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian
1 13 proksimal
2 13 medial
3 13 distal
g Fraktur Kelelahan fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang
h Fraktur Patologis fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan
lunak sekitar trauma yaitu
a Tingkat 0 fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya
b Tingkat 1 fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan
c Tingkat 2 fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan
d Tingkat 3 cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan
ancaman sindroma kompartement
6 Manifestasi Klinik
a Deformitas
b Bengkakedema
c Echimosis (Memar)
d Spasme otot
e Nyeri
f Kuranghilang sensasi
g Krepitasi
h Pergerakan abnormal
i Rontgen abnormal
7 Test Diagnostik
a Pemeriksaan Rontgen menentukan lokasiluasnya frakturluasnyatrauma
skan tulang temogram scan CI memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
b Hitung darah lengkap HB mungkin meningkatmenurun
c Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma
d Kreatinin traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal
e Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi
multiple atau cederah hati
8 Penatalaksanaan Medik
a Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan
disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period) Kuman belum
terlalu jauh meresap dilakukan
1) Pembersihan luka
2) Exici
3) Hecting situasi
4) Antibiotik
b Seluruh Fraktur
1) RekognisisPengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya
2) ReduksiManipulasiReposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara
optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner
2001)
Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi
fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang
mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera
mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi
karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi
semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan
Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani
prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan
sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan
dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut
Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)
dengan manipulasi dan traksi manual
Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan
alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan
menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk
mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar
Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan
untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang
sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat
dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi
Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan
pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin
kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat
ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat
tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang
3) RetensiImmobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimun
Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi
atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi
eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau
fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan
sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur
4) Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus
dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran
darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera
bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan
ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan
perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik
dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan
peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk
memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada
aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna
memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas
fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang
diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan
9 Proses Penyembuhan Tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang
tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru
diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang
Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu
1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel
darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat
tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan
perdarahan berhenti sama sekali
2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang
berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma
Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih
dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam
beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang
yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai
tergantung frakturnya
3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila
diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga
kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai
berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal
dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman
tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4
minggu setelah fraktur menyatu
4) Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi
lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos
melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi
celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses
yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk
membawa beban yang normal
5) Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa
bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan
pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan
pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang
rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan
normalnya
10 Komplikasi
1) Komplikasi Awal
a Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT
menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas
yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang
sakit tindakan reduksi dan pembedahan
b Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh
darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu
kuat
c Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada
kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone
marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam
darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi
tachypnea demam
d Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain
dalam pembedahan seperti pin dan plat
e Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkmanrsquos Ischemia
f Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada
fraktur
2) Komplikasi Dalam Waktu Lama
b Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai
darah ke tulang
c Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang
d Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik
B Konsep Keperawatan
Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses
keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian
diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi
1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan
sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas
a Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status
perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal
MRS diagnosa medis
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut
bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan
(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri
(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk
(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi
(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya
(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa
kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan
yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui
mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
(Ignatavicius Donna D 1995)
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu
seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang
sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki
sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan
secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna
D 1995)
g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya
dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium
pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien
melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)
(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya
seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari
nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada
lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien
(3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun
begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola
eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya
warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola
Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan
tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)
(4) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal
lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena
ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan
yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)
(5) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien
harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)
(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan
akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
(Ignatavicius Donna D 1995)
(7) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur
sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya
tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
(8) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah
anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)
10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan
timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh
klien bisa tidak efektif
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien
2) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi
hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan
(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti
(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung
pada keadaan klien
(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut
(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk
(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
(a) Sistem Integumen
Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri
tekan
(b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada
nyeri kepala
(c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada
(d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk
Tak ada lesi simetris tak oedema
(e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan)
(f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan
(g) Hidung
Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung
(h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat
(i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris
(j) Paru
(1) Inspeksi
Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien
yang berhubungan dengan paru
(2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama
(3) Perkusi
Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya
(4) Auskultasi
Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor
dan ronchi
(k) Jantung
(1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung
(2) Palpasi
Nadi meningkat iktus tidak teraba
(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur
(l) Abdomen
(1) Inspeksi
Bentuk datar simetris tidak ada hernia
(2) Palpasi
Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba
(3) Perkusi
Suara thympani ada pantulan gelombang cairan
(4) Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kalimenit
(m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB
b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai
status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia
Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain
(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi)
(b) Cape au lait spot (birth mark)
(c) Fistulae
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi
(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal)
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi
netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien
Yang perlu dicatat adalah
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary
refill time Normal 3 ndash 5 ldquo
(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama
disekitar persendian
(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal
tengah atau distal)
Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler
Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya
konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan
ukurannya
(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan
ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan
lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari
titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah
ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan
aktif dan pasif
(Reksoprodjo Soelarto 1995)
3) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan
sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi
untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu
disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan
penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca
pada x-ray
(1) Bayangan jaringan lunak
(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi
(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction
(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti
(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang
kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya
(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma
(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa
(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak
b) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang
(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang
(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)
Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang
c) Pemeriksaan lain-lain
(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi
(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi
(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur
(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan
(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang
(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
3 Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah
sebagai berikut
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)
g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
(Doengoes 2000)
4 Intervensi Keperawatan
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan
tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan
tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai
indikasi untuk situasi individual
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat
dan atau traksi
2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena
3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif
4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan
posisi)
5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi
visual aktivitas dipersional)
6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan
7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-
tanda vital)
Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi
Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri
Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler
Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang
mungkin berlangsung lama
Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri
Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara
sentral maupun perifer
Menilai perkembangan masalah klien
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria
akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi
distal cedera
2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat
3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi
adanya sindroma kompartemen
4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan
5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit
distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal
Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi
Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan
bebatspalk
Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan
hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi
Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena
Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan
klien
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan
kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif
2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien
3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan
kortikosteroid sesuai indikasi
4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit
5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya
stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral
Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi
Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru
Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid
telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak
Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas
anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan
penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak
Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi
pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan
kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik
yang memampukan melakukan aktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran
kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien
2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun
yang sehat sesuai keadaan klien
3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi
4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien
5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien
6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari
7 Berikan diet TKTP
8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi
9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi
Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu
menurunkan isolasi sosial
Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot
mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi
kalsium karena imobilisasi
Mempertahankan posis fungsional ekstremitas
Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan
klien
Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis
penumonia)
Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi
Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis tubuh
Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara
individual
Menilai perkembangan masalah klien
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan
perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai
indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun
kencang bantalan bawah siku tumit)
2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips
3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal
4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi
pentraksi
Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas
Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap
tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi
Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal
Menilai perkembangan masalah klien
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang
Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase
purulen atau eritema dan demam
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol
2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen
3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi
4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur
dan sensitivitas lukaserumtulang)
5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka
Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka
Meminimalkan kontaminasi
Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis
mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus
Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED
dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab
infeksi
Mengevaluasi perkembangan masalah klien
h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien
mengerti dan memahami tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran
2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik
3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat
demam perubahan sensasi kulit distal cedera)
4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan
Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien
untuk mengikuti program pembelajaran
Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan
program terapi fisik
Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang
memerulukan intervensi lebih lanjut
Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi
klien
B Evaluasi
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat
o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
o Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami
httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-
terbukahtml
Peran Perawat saat terjadi kecelakaan
Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan
Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan
Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian
memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain
sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban
Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan
Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan
ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk
seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan
Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim
Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja
di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas
pada manajemen pra-rumah sakit
Triage
Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut
urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera
diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang
percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda
Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana
kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan
diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini
akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya
untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan
efisienrdquo
Kategori Triage
bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull
6
Ada sistim 4 level untuk kategori triage
1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa
yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal
tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal
vasa besar dan cedera jalan nafas
2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak
ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran
pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas
perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25
3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan
dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal
lacerasi minor memar dan lecet
4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan
meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat
derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital
Metode penilaian triage
Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage
berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh
tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap
diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik
cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini
dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment
Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda
Tdk
Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant
Jalan Nafas
Ya Ya
Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA
lt 30
Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan
lt 2 detik
Dapat diperintah --------------------------------------------
Ya
TUNDA
Gambar ALGORITME TRIAGE START
Pemulihan
Saran
Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa
yang akan datang maka di rekomendasikan
1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali
Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan
Komandan Medik
2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan
Ambulans berikut Tim Ambulans-nya
3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima
kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik
Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan
Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk
menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal
4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional
daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana
5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai
salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai
pihak
HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN
BENCANA
(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn
KIC Mkes KNA
tulang baru Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan
tulang baru yang lebih kuat
Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus
menerus diperbarui atau mengalami remodeling Pada anak dan remaja aktivitas
osteoblas melebihi aktivitas osteoklas sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan
menebal Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang
pulih dari fraktur Pada orang dewasa muda aktivitas osteoblas dan osteoklas
biasanya setara sehingga jumlah total massa tulang konstan Pada usia pertengahan
aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai
berkurang Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami
imobilisasi Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan dominansi aktivitas osteoklas
dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah Aktivitas osteoblas
dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon
Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan
stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang Fraktur
tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas tetapi mekanisme pastinya
belum jelas Estrogen testosteron dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat
bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang Pertumbuhan tulang dipercepat
semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut Estrogen dan
testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan
merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang) Sewaktu kadar
estrogen turun pada masa menopaus aktivitas osteoblas berkurang Defisiensi
hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang
Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan
bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan
kalsium di usus Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah yang mendorong
kalsifikasi tulang Namun vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar
kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang Dengan demikian vitamin
D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan
menyebabkan absorpsi tulang
Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh
hormon paratiroid Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang
terletak tepat di belakang kelenjar tiroid Pelepasan hormon paratiroid meningkat
sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum Hormon paratiroid
meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk
membebaskan kalsium ke dalam darah Peningkatan kalsium serum bekerja secara
umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut
Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas
Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan
menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi
ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah Pengaktifan vitamin
D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid Sedangkan kalsitonin adalah suatu
hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan
kadar kalsium serum Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan
pernbentukan osteoklas Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga
menurunkan kadar kalsium serum
b Fisiologi Tulang
Fungsi tulang adalah sebagai berikut
1) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh
2) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung otak dan paru-paru) dan jaringan
lunak
3) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan
pergerakan)
4) Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema
topoiesis)
5) Menyimpan garam mineral misalnya kalsium fosfor
2 Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan
oleh rudapaksa (Mansjoer et al 2000) Sedangkan menurut Linda Juall C dalam
buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah
rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap oleh tulang
Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman 2000) Pendapat lain menyatakan
bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih
utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson M A 1992)
3 Etiologi
1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan
Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring
2) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam
jalur hantaran vektor kekerasan
3) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadiKekuatan dapat berupa
pemuntiran penekukan penekukan dan penekanan kombinasi dari ketiganya dan
penarikan
4 Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya
atau terputusnya kontinuitas tulang Setelah terjadi fraktur periosteum dan pembuluh
darah serta saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus
tulang rusak Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian
tulang yang patah Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya
respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi eksudasi plasma dan leukosit
dan infiltrasi sel darah putih Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1) Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar
waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur
2) Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan elastisitas kelelahan dan
kepadatan atau kekerasan tulang
5 Klasifikasi Fraktur
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis dibagi
menjadi beberapa kelompok yaitu
a Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)
1) Faktur Tertutup (Closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi
2) Fraktur Terbuka (OpenCompound) bila terdapat hubungan antara hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit
b Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur
1) Fraktur Komplit bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto
2) Fraktru Inkomplit bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti
a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
b) Buckle atau Torus Fraktur bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya
c) Green Stick Fraktur mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya
yang terjadi pada tulang panjang
c Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme
trauma
1) Fraktur Transversal fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung
2) Fraktur Oblik fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga
3) Fraktur Spiral fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi
4) Fraktur Kompresi fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain
5) Fraktur Avulsi fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang
d Berdasarkan jumlah garis patah
1) Fraktur Komunitif fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan
2) Fraktur Segmental fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan
3) Fraktur Multiple fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama
e Berdasarkan pergeseran fragmen tulang
1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh
2) Fraktur Displaced (bergeser) terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen terbagi atas
a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan
overlapping)
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)
f Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian
1 13 proksimal
2 13 medial
3 13 distal
g Fraktur Kelelahan fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang
h Fraktur Patologis fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan
lunak sekitar trauma yaitu
a Tingkat 0 fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya
b Tingkat 1 fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan
c Tingkat 2 fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan
d Tingkat 3 cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan
ancaman sindroma kompartement
6 Manifestasi Klinik
a Deformitas
b Bengkakedema
c Echimosis (Memar)
d Spasme otot
e Nyeri
f Kuranghilang sensasi
g Krepitasi
h Pergerakan abnormal
i Rontgen abnormal
7 Test Diagnostik
a Pemeriksaan Rontgen menentukan lokasiluasnya frakturluasnyatrauma
skan tulang temogram scan CI memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
b Hitung darah lengkap HB mungkin meningkatmenurun
c Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma
d Kreatinin traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal
e Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi
multiple atau cederah hati
8 Penatalaksanaan Medik
a Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan
disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period) Kuman belum
terlalu jauh meresap dilakukan
1) Pembersihan luka
2) Exici
3) Hecting situasi
4) Antibiotik
b Seluruh Fraktur
1) RekognisisPengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya
2) ReduksiManipulasiReposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara
optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner
2001)
Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi
fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang
mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera
mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi
karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi
semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan
Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani
prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan
sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan
dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut
Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)
dengan manipulasi dan traksi manual
Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan
alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan
menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk
mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar
Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan
untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang
sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat
dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi
Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan
pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin
kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat
ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat
tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang
3) RetensiImmobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimun
Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi
atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi
eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau
fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan
sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur
4) Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus
dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran
darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera
bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan
ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan
perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik
dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan
peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk
memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada
aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna
memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas
fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang
diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan
9 Proses Penyembuhan Tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang
tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru
diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang
Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu
1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel
darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat
tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan
perdarahan berhenti sama sekali
2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang
berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma
Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih
dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam
beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang
yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai
tergantung frakturnya
3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila
diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga
kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai
berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal
dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman
tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4
minggu setelah fraktur menyatu
4) Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi
lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos
melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi
celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses
yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk
membawa beban yang normal
5) Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa
bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan
pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan
pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang
rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan
normalnya
10 Komplikasi
1) Komplikasi Awal
a Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT
menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas
yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang
sakit tindakan reduksi dan pembedahan
b Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh
darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu
kuat
c Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada
kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone
marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam
darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi
tachypnea demam
d Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain
dalam pembedahan seperti pin dan plat
e Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkmanrsquos Ischemia
f Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada
fraktur
2) Komplikasi Dalam Waktu Lama
b Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai
darah ke tulang
c Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang
d Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik
B Konsep Keperawatan
Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses
keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian
diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi
1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan
sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas
a Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status
perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal
MRS diagnosa medis
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut
bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan
(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri
(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk
(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi
(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya
(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa
kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan
yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui
mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
(Ignatavicius Donna D 1995)
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu
seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang
sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki
sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan
secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna
D 1995)
g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya
dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium
pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien
melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)
(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya
seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari
nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada
lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien
(3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun
begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola
eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya
warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola
Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan
tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)
(4) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal
lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena
ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan
yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)
(5) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien
harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)
(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan
akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
(Ignatavicius Donna D 1995)
(7) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur
sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya
tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
(8) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah
anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)
10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan
timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh
klien bisa tidak efektif
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien
2) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi
hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan
(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti
(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung
pada keadaan klien
(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut
(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk
(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
(a) Sistem Integumen
Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri
tekan
(b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada
nyeri kepala
(c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada
(d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk
Tak ada lesi simetris tak oedema
(e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan)
(f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan
(g) Hidung
Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung
(h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat
(i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris
(j) Paru
(1) Inspeksi
Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien
yang berhubungan dengan paru
(2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama
(3) Perkusi
Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya
(4) Auskultasi
Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor
dan ronchi
(k) Jantung
(1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung
(2) Palpasi
Nadi meningkat iktus tidak teraba
(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur
(l) Abdomen
(1) Inspeksi
Bentuk datar simetris tidak ada hernia
(2) Palpasi
Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba
(3) Perkusi
Suara thympani ada pantulan gelombang cairan
(4) Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kalimenit
(m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB
b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai
status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia
Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain
(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi)
(b) Cape au lait spot (birth mark)
(c) Fistulae
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi
(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal)
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi
netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien
Yang perlu dicatat adalah
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary
refill time Normal 3 ndash 5 ldquo
(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama
disekitar persendian
(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal
tengah atau distal)
Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler
Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya
konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan
ukurannya
(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan
ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan
lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari
titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah
ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan
aktif dan pasif
(Reksoprodjo Soelarto 1995)
3) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan
sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi
untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu
disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan
penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca
pada x-ray
(1) Bayangan jaringan lunak
(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi
(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction
(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti
(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang
kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya
(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma
(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa
(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak
b) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang
(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang
(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)
Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang
c) Pemeriksaan lain-lain
(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi
(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi
(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur
(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan
(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang
(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
3 Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah
sebagai berikut
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)
g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
(Doengoes 2000)
4 Intervensi Keperawatan
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan
tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan
tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai
indikasi untuk situasi individual
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat
dan atau traksi
2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena
3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif
4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan
posisi)
5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi
visual aktivitas dipersional)
6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan
7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-
tanda vital)
Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi
Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri
Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler
Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang
mungkin berlangsung lama
Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri
Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara
sentral maupun perifer
Menilai perkembangan masalah klien
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria
akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi
distal cedera
2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat
3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi
adanya sindroma kompartemen
4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan
5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit
distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal
Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi
Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan
bebatspalk
Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan
hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi
Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena
Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan
klien
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan
kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif
2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien
3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan
kortikosteroid sesuai indikasi
4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit
5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya
stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral
Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi
Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru
Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid
telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak
Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas
anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan
penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak
Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi
pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan
kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik
yang memampukan melakukan aktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran
kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien
2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun
yang sehat sesuai keadaan klien
3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi
4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien
5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien
6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari
7 Berikan diet TKTP
8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi
9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi
Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu
menurunkan isolasi sosial
Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot
mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi
kalsium karena imobilisasi
Mempertahankan posis fungsional ekstremitas
Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan
klien
Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis
penumonia)
Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi
Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis tubuh
Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara
individual
Menilai perkembangan masalah klien
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan
perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai
indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun
kencang bantalan bawah siku tumit)
2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips
3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal
4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi
pentraksi
Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas
Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap
tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi
Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal
Menilai perkembangan masalah klien
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang
Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase
purulen atau eritema dan demam
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol
2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen
3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi
4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur
dan sensitivitas lukaserumtulang)
5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka
Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka
Meminimalkan kontaminasi
Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis
mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus
Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED
dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab
infeksi
Mengevaluasi perkembangan masalah klien
h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien
mengerti dan memahami tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran
2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik
3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat
demam perubahan sensasi kulit distal cedera)
4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan
Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien
untuk mengikuti program pembelajaran
Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan
program terapi fisik
Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang
memerulukan intervensi lebih lanjut
Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi
klien
B Evaluasi
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat
o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
o Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami
httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-
terbukahtml
Peran Perawat saat terjadi kecelakaan
Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan
Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan
Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian
memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain
sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban
Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan
Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan
ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk
seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan
Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim
Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja
di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas
pada manajemen pra-rumah sakit
Triage
Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut
urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera
diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang
percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda
Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana
kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan
diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini
akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya
untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan
efisienrdquo
Kategori Triage
bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull
6
Ada sistim 4 level untuk kategori triage
1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa
yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal
tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal
vasa besar dan cedera jalan nafas
2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak
ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran
pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas
perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25
3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan
dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal
lacerasi minor memar dan lecet
4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan
meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat
derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital
Metode penilaian triage
Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage
berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh
tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap
diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik
cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini
dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment
Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda
Tdk
Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant
Jalan Nafas
Ya Ya
Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA
lt 30
Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan
lt 2 detik
Dapat diperintah --------------------------------------------
Ya
TUNDA
Gambar ALGORITME TRIAGE START
Pemulihan
Saran
Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa
yang akan datang maka di rekomendasikan
1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali
Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan
Komandan Medik
2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan
Ambulans berikut Tim Ambulans-nya
3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima
kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik
Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan
Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk
menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal
4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional
daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana
5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai
salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai
pihak
HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN
BENCANA
(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn
KIC Mkes KNA
meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk
membebaskan kalsium ke dalam darah Peningkatan kalsium serum bekerja secara
umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut
Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas
Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan
menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi
ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah Pengaktifan vitamin
D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid Sedangkan kalsitonin adalah suatu
hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan
kadar kalsium serum Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan
pernbentukan osteoklas Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga
menurunkan kadar kalsium serum
b Fisiologi Tulang
Fungsi tulang adalah sebagai berikut
1) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh
2) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung otak dan paru-paru) dan jaringan
lunak
3) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan
pergerakan)
4) Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema
topoiesis)
5) Menyimpan garam mineral misalnya kalsium fosfor
2 Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan
oleh rudapaksa (Mansjoer et al 2000) Sedangkan menurut Linda Juall C dalam
buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah
rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap oleh tulang
Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman 2000) Pendapat lain menyatakan
bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih
utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson M A 1992)
3 Etiologi
1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan
Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring
2) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam
jalur hantaran vektor kekerasan
3) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadiKekuatan dapat berupa
pemuntiran penekukan penekukan dan penekanan kombinasi dari ketiganya dan
penarikan
4 Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya
atau terputusnya kontinuitas tulang Setelah terjadi fraktur periosteum dan pembuluh
darah serta saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus
tulang rusak Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian
tulang yang patah Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya
respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi eksudasi plasma dan leukosit
dan infiltrasi sel darah putih Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1) Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar
waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur
2) Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan elastisitas kelelahan dan
kepadatan atau kekerasan tulang
5 Klasifikasi Fraktur
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis dibagi
menjadi beberapa kelompok yaitu
a Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)
1) Faktur Tertutup (Closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi
2) Fraktur Terbuka (OpenCompound) bila terdapat hubungan antara hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit
b Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur
1) Fraktur Komplit bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto
2) Fraktru Inkomplit bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti
a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
b) Buckle atau Torus Fraktur bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya
c) Green Stick Fraktur mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya
yang terjadi pada tulang panjang
c Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme
trauma
1) Fraktur Transversal fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung
2) Fraktur Oblik fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga
3) Fraktur Spiral fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi
4) Fraktur Kompresi fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain
5) Fraktur Avulsi fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang
d Berdasarkan jumlah garis patah
1) Fraktur Komunitif fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan
2) Fraktur Segmental fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan
3) Fraktur Multiple fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama
e Berdasarkan pergeseran fragmen tulang
1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh
2) Fraktur Displaced (bergeser) terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen terbagi atas
a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan
overlapping)
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)
f Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian
1 13 proksimal
2 13 medial
3 13 distal
g Fraktur Kelelahan fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang
h Fraktur Patologis fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan
lunak sekitar trauma yaitu
a Tingkat 0 fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya
b Tingkat 1 fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan
c Tingkat 2 fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan
d Tingkat 3 cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan
ancaman sindroma kompartement
6 Manifestasi Klinik
a Deformitas
b Bengkakedema
c Echimosis (Memar)
d Spasme otot
e Nyeri
f Kuranghilang sensasi
g Krepitasi
h Pergerakan abnormal
i Rontgen abnormal
7 Test Diagnostik
a Pemeriksaan Rontgen menentukan lokasiluasnya frakturluasnyatrauma
skan tulang temogram scan CI memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
b Hitung darah lengkap HB mungkin meningkatmenurun
c Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma
d Kreatinin traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal
e Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi
multiple atau cederah hati
8 Penatalaksanaan Medik
a Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan
disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period) Kuman belum
terlalu jauh meresap dilakukan
1) Pembersihan luka
2) Exici
3) Hecting situasi
4) Antibiotik
b Seluruh Fraktur
1) RekognisisPengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya
2) ReduksiManipulasiReposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara
optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner
2001)
Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi
fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang
mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera
mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi
karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi
semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan
Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani
prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan
sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan
dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut
Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)
dengan manipulasi dan traksi manual
Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan
alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan
menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk
mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar
Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan
untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang
sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat
dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi
Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan
pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin
kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat
ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat
tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang
3) RetensiImmobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimun
Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi
atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi
eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau
fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan
sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur
4) Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus
dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran
darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera
bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan
ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan
perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik
dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan
peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk
memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada
aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna
memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas
fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang
diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan
9 Proses Penyembuhan Tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang
tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru
diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang
Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu
1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel
darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat
tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan
perdarahan berhenti sama sekali
2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang
berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma
Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih
dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam
beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang
yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai
tergantung frakturnya
3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila
diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga
kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai
berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal
dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman
tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4
minggu setelah fraktur menyatu
4) Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi
lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos
melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi
celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses
yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk
membawa beban yang normal
5) Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa
bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan
pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan
pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang
rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan
normalnya
10 Komplikasi
1) Komplikasi Awal
a Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT
menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas
yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang
sakit tindakan reduksi dan pembedahan
b Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh
darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu
kuat
c Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada
kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone
marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam
darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi
tachypnea demam
d Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain
dalam pembedahan seperti pin dan plat
e Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkmanrsquos Ischemia
f Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada
fraktur
2) Komplikasi Dalam Waktu Lama
b Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai
darah ke tulang
c Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang
d Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik
B Konsep Keperawatan
Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses
keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian
diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi
1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan
sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas
a Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status
perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal
MRS diagnosa medis
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut
bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan
(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri
(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk
(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi
(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya
(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa
kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan
yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui
mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
(Ignatavicius Donna D 1995)
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu
seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang
sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki
sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan
secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna
D 1995)
g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya
dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium
pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien
melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)
(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya
seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari
nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada
lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien
(3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun
begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola
eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya
warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola
Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan
tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)
(4) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal
lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena
ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan
yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)
(5) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien
harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)
(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan
akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
(Ignatavicius Donna D 1995)
(7) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur
sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya
tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
(8) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah
anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)
10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan
timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh
klien bisa tidak efektif
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien
2) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi
hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan
(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti
(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung
pada keadaan klien
(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut
(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk
(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
(a) Sistem Integumen
Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri
tekan
(b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada
nyeri kepala
(c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada
(d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk
Tak ada lesi simetris tak oedema
(e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan)
(f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan
(g) Hidung
Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung
(h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat
(i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris
(j) Paru
(1) Inspeksi
Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien
yang berhubungan dengan paru
(2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama
(3) Perkusi
Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya
(4) Auskultasi
Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor
dan ronchi
(k) Jantung
(1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung
(2) Palpasi
Nadi meningkat iktus tidak teraba
(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur
(l) Abdomen
(1) Inspeksi
Bentuk datar simetris tidak ada hernia
(2) Palpasi
Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba
(3) Perkusi
Suara thympani ada pantulan gelombang cairan
(4) Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kalimenit
(m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB
b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai
status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia
Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain
(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi)
(b) Cape au lait spot (birth mark)
(c) Fistulae
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi
(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal)
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi
netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien
Yang perlu dicatat adalah
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary
refill time Normal 3 ndash 5 ldquo
(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama
disekitar persendian
(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal
tengah atau distal)
Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler
Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya
konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan
ukurannya
(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan
ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan
lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari
titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah
ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan
aktif dan pasif
(Reksoprodjo Soelarto 1995)
3) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan
sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi
untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu
disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan
penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca
pada x-ray
(1) Bayangan jaringan lunak
(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi
(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction
(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti
(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang
kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya
(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma
(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa
(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak
b) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang
(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang
(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)
Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang
c) Pemeriksaan lain-lain
(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi
(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi
(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur
(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan
(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang
(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
3 Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah
sebagai berikut
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)
g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
(Doengoes 2000)
4 Intervensi Keperawatan
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan
tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan
tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai
indikasi untuk situasi individual
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat
dan atau traksi
2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena
3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif
4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan
posisi)
5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi
visual aktivitas dipersional)
6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan
7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-
tanda vital)
Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi
Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri
Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler
Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang
mungkin berlangsung lama
Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri
Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara
sentral maupun perifer
Menilai perkembangan masalah klien
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria
akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi
distal cedera
2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat
3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi
adanya sindroma kompartemen
4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan
5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit
distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal
Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi
Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan
bebatspalk
Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan
hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi
Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena
Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan
klien
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan
kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif
2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien
3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan
kortikosteroid sesuai indikasi
4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit
5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya
stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral
Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi
Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru
Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid
telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak
Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas
anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan
penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak
Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi
pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan
kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik
yang memampukan melakukan aktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran
kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien
2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun
yang sehat sesuai keadaan klien
3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi
4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien
5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien
6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari
7 Berikan diet TKTP
8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi
9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi
Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu
menurunkan isolasi sosial
Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot
mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi
kalsium karena imobilisasi
Mempertahankan posis fungsional ekstremitas
Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan
klien
Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis
penumonia)
Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi
Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis tubuh
Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara
individual
Menilai perkembangan masalah klien
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan
perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai
indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun
kencang bantalan bawah siku tumit)
2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips
3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal
4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi
pentraksi
Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas
Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap
tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi
Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal
Menilai perkembangan masalah klien
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang
Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase
purulen atau eritema dan demam
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol
2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen
3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi
4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur
dan sensitivitas lukaserumtulang)
5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka
Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka
Meminimalkan kontaminasi
Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis
mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus
Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED
dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab
infeksi
Mengevaluasi perkembangan masalah klien
h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien
mengerti dan memahami tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran
2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik
3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat
demam perubahan sensasi kulit distal cedera)
4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan
Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien
untuk mengikuti program pembelajaran
Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan
program terapi fisik
Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang
memerulukan intervensi lebih lanjut
Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi
klien
B Evaluasi
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat
o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
o Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami
httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-
terbukahtml
Peran Perawat saat terjadi kecelakaan
Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan
Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan
Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian
memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain
sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban
Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan
Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan
ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk
seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan
Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim
Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja
di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas
pada manajemen pra-rumah sakit
Triage
Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut
urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera
diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang
percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda
Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana
kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan
diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini
akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya
untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan
efisienrdquo
Kategori Triage
bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull
6
Ada sistim 4 level untuk kategori triage
1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa
yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal
tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal
vasa besar dan cedera jalan nafas
2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak
ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran
pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas
perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25
3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan
dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal
lacerasi minor memar dan lecet
4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan
meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat
derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital
Metode penilaian triage
Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage
berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh
tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap
diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik
cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini
dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment
Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda
Tdk
Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant
Jalan Nafas
Ya Ya
Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA
lt 30
Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan
lt 2 detik
Dapat diperintah --------------------------------------------
Ya
TUNDA
Gambar ALGORITME TRIAGE START
Pemulihan
Saran
Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa
yang akan datang maka di rekomendasikan
1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali
Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan
Komandan Medik
2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan
Ambulans berikut Tim Ambulans-nya
3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima
kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik
Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan
Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk
menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal
4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional
daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana
5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai
salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai
pihak
HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN
BENCANA
(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn
KIC Mkes KNA
3 Etiologi
1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan
Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring
2) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam
jalur hantaran vektor kekerasan
3) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadiKekuatan dapat berupa
pemuntiran penekukan penekukan dan penekanan kombinasi dari ketiganya dan
penarikan
4 Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya
atau terputusnya kontinuitas tulang Setelah terjadi fraktur periosteum dan pembuluh
darah serta saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus
tulang rusak Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian
tulang yang patah Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya
respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi eksudasi plasma dan leukosit
dan infiltrasi sel darah putih Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1) Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar
waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur
2) Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan elastisitas kelelahan dan
kepadatan atau kekerasan tulang
5 Klasifikasi Fraktur
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis dibagi
menjadi beberapa kelompok yaitu
a Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)
1) Faktur Tertutup (Closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi
2) Fraktur Terbuka (OpenCompound) bila terdapat hubungan antara hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit
b Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur
1) Fraktur Komplit bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto
2) Fraktru Inkomplit bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti
a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
b) Buckle atau Torus Fraktur bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya
c) Green Stick Fraktur mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya
yang terjadi pada tulang panjang
c Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme
trauma
1) Fraktur Transversal fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung
2) Fraktur Oblik fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga
3) Fraktur Spiral fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi
4) Fraktur Kompresi fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain
5) Fraktur Avulsi fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang
d Berdasarkan jumlah garis patah
1) Fraktur Komunitif fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan
2) Fraktur Segmental fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan
3) Fraktur Multiple fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama
e Berdasarkan pergeseran fragmen tulang
1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh
2) Fraktur Displaced (bergeser) terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen terbagi atas
a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan
overlapping)
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)
f Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian
1 13 proksimal
2 13 medial
3 13 distal
g Fraktur Kelelahan fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang
h Fraktur Patologis fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan
lunak sekitar trauma yaitu
a Tingkat 0 fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya
b Tingkat 1 fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan
c Tingkat 2 fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan
d Tingkat 3 cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan
ancaman sindroma kompartement
6 Manifestasi Klinik
a Deformitas
b Bengkakedema
c Echimosis (Memar)
d Spasme otot
e Nyeri
f Kuranghilang sensasi
g Krepitasi
h Pergerakan abnormal
i Rontgen abnormal
7 Test Diagnostik
a Pemeriksaan Rontgen menentukan lokasiluasnya frakturluasnyatrauma
skan tulang temogram scan CI memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
b Hitung darah lengkap HB mungkin meningkatmenurun
c Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma
d Kreatinin traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal
e Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi
multiple atau cederah hati
8 Penatalaksanaan Medik
a Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan
disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period) Kuman belum
terlalu jauh meresap dilakukan
1) Pembersihan luka
2) Exici
3) Hecting situasi
4) Antibiotik
b Seluruh Fraktur
1) RekognisisPengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya
2) ReduksiManipulasiReposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara
optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner
2001)
Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi
fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang
mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera
mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi
karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi
semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan
Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani
prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan
sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan
dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut
Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)
dengan manipulasi dan traksi manual
Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan
alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan
menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk
mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar
Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan
untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang
sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat
dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi
Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan
pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin
kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat
ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat
tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang
3) RetensiImmobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimun
Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi
atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi
eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau
fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan
sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur
4) Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus
dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran
darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera
bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan
ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan
perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik
dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan
peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk
memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada
aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna
memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas
fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang
diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan
9 Proses Penyembuhan Tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang
tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru
diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang
Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu
1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel
darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat
tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan
perdarahan berhenti sama sekali
2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang
berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma
Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih
dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam
beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang
yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai
tergantung frakturnya
3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila
diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga
kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai
berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal
dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman
tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4
minggu setelah fraktur menyatu
4) Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi
lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos
melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi
celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses
yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk
membawa beban yang normal
5) Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa
bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan
pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan
pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang
rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan
normalnya
10 Komplikasi
1) Komplikasi Awal
a Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT
menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas
yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang
sakit tindakan reduksi dan pembedahan
b Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh
darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu
kuat
c Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada
kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone
marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam
darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi
tachypnea demam
d Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain
dalam pembedahan seperti pin dan plat
e Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkmanrsquos Ischemia
f Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada
fraktur
2) Komplikasi Dalam Waktu Lama
b Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai
darah ke tulang
c Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang
d Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik
B Konsep Keperawatan
Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses
keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian
diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi
1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan
sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas
a Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status
perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal
MRS diagnosa medis
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut
bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan
(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri
(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk
(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi
(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya
(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa
kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan
yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui
mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
(Ignatavicius Donna D 1995)
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu
seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang
sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki
sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan
secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna
D 1995)
g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya
dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium
pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien
melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)
(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya
seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari
nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada
lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien
(3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun
begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola
eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya
warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola
Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan
tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)
(4) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal
lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena
ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan
yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)
(5) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien
harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)
(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan
akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
(Ignatavicius Donna D 1995)
(7) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur
sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya
tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
(8) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah
anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)
10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan
timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh
klien bisa tidak efektif
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien
2) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi
hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan
(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti
(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung
pada keadaan klien
(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut
(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk
(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
(a) Sistem Integumen
Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri
tekan
(b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada
nyeri kepala
(c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada
(d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk
Tak ada lesi simetris tak oedema
(e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan)
(f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan
(g) Hidung
Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung
(h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat
(i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris
(j) Paru
(1) Inspeksi
Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien
yang berhubungan dengan paru
(2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama
(3) Perkusi
Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya
(4) Auskultasi
Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor
dan ronchi
(k) Jantung
(1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung
(2) Palpasi
Nadi meningkat iktus tidak teraba
(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur
(l) Abdomen
(1) Inspeksi
Bentuk datar simetris tidak ada hernia
(2) Palpasi
Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba
(3) Perkusi
Suara thympani ada pantulan gelombang cairan
(4) Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kalimenit
(m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB
b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai
status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia
Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain
(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi)
(b) Cape au lait spot (birth mark)
(c) Fistulae
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi
(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal)
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi
netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien
Yang perlu dicatat adalah
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary
refill time Normal 3 ndash 5 ldquo
(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama
disekitar persendian
(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal
tengah atau distal)
Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler
Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya
konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan
ukurannya
(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan
ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan
lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari
titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah
ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan
aktif dan pasif
(Reksoprodjo Soelarto 1995)
3) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan
sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi
untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu
disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan
penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca
pada x-ray
(1) Bayangan jaringan lunak
(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi
(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction
(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti
(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang
kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya
(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma
(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa
(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak
b) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang
(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang
(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)
Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang
c) Pemeriksaan lain-lain
(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi
(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi
(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur
(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan
(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang
(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
3 Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah
sebagai berikut
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)
g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
(Doengoes 2000)
4 Intervensi Keperawatan
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan
tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan
tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai
indikasi untuk situasi individual
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat
dan atau traksi
2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena
3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif
4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan
posisi)
5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi
visual aktivitas dipersional)
6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan
7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-
tanda vital)
Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi
Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri
Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler
Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang
mungkin berlangsung lama
Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri
Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara
sentral maupun perifer
Menilai perkembangan masalah klien
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria
akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi
distal cedera
2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat
3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi
adanya sindroma kompartemen
4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan
5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit
distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal
Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi
Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan
bebatspalk
Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan
hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi
Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena
Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan
klien
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan
kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif
2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien
3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan
kortikosteroid sesuai indikasi
4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit
5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya
stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral
Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi
Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru
Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid
telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak
Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas
anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan
penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak
Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi
pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan
kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik
yang memampukan melakukan aktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran
kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien
2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun
yang sehat sesuai keadaan klien
3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi
4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien
5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien
6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari
7 Berikan diet TKTP
8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi
9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi
Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu
menurunkan isolasi sosial
Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot
mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi
kalsium karena imobilisasi
Mempertahankan posis fungsional ekstremitas
Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan
klien
Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis
penumonia)
Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi
Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis tubuh
Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara
individual
Menilai perkembangan masalah klien
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan
perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai
indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun
kencang bantalan bawah siku tumit)
2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips
3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal
4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi
pentraksi
Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas
Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap
tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi
Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal
Menilai perkembangan masalah klien
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang
Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase
purulen atau eritema dan demam
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol
2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen
3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi
4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur
dan sensitivitas lukaserumtulang)
5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka
Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka
Meminimalkan kontaminasi
Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis
mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus
Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED
dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab
infeksi
Mengevaluasi perkembangan masalah klien
h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien
mengerti dan memahami tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran
2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik
3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat
demam perubahan sensasi kulit distal cedera)
4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan
Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien
untuk mengikuti program pembelajaran
Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan
program terapi fisik
Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang
memerulukan intervensi lebih lanjut
Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi
klien
B Evaluasi
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat
o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
o Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami
httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-
terbukahtml
Peran Perawat saat terjadi kecelakaan
Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan
Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan
Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian
memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain
sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban
Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan
Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan
ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk
seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan
Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim
Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja
di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas
pada manajemen pra-rumah sakit
Triage
Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut
urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera
diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang
percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda
Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana
kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan
diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini
akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya
untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan
efisienrdquo
Kategori Triage
bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull
6
Ada sistim 4 level untuk kategori triage
1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa
yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal
tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal
vasa besar dan cedera jalan nafas
2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak
ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran
pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas
perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25
3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan
dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal
lacerasi minor memar dan lecet
4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan
meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat
derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital
Metode penilaian triage
Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage
berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh
tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap
diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik
cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini
dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment
Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda
Tdk
Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant
Jalan Nafas
Ya Ya
Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA
lt 30
Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan
lt 2 detik
Dapat diperintah --------------------------------------------
Ya
TUNDA
Gambar ALGORITME TRIAGE START
Pemulihan
Saran
Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa
yang akan datang maka di rekomendasikan
1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali
Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan
Komandan Medik
2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan
Ambulans berikut Tim Ambulans-nya
3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima
kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik
Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan
Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk
menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal
4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional
daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana
5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai
salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai
pihak
HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN
BENCANA
(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn
KIC Mkes KNA
5 Klasifikasi Fraktur
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis dibagi
menjadi beberapa kelompok yaitu
a Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)
1) Faktur Tertutup (Closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi
2) Fraktur Terbuka (OpenCompound) bila terdapat hubungan antara hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit
b Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur
1) Fraktur Komplit bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto
2) Fraktru Inkomplit bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti
a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
b) Buckle atau Torus Fraktur bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya
c) Green Stick Fraktur mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya
yang terjadi pada tulang panjang
c Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme
trauma
1) Fraktur Transversal fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung
2) Fraktur Oblik fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga
3) Fraktur Spiral fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi
4) Fraktur Kompresi fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain
5) Fraktur Avulsi fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang
d Berdasarkan jumlah garis patah
1) Fraktur Komunitif fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan
2) Fraktur Segmental fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan
3) Fraktur Multiple fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama
e Berdasarkan pergeseran fragmen tulang
1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh
2) Fraktur Displaced (bergeser) terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen terbagi atas
a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan
overlapping)
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)
f Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian
1 13 proksimal
2 13 medial
3 13 distal
g Fraktur Kelelahan fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang
h Fraktur Patologis fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan
lunak sekitar trauma yaitu
a Tingkat 0 fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya
b Tingkat 1 fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan
c Tingkat 2 fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan
d Tingkat 3 cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan
ancaman sindroma kompartement
6 Manifestasi Klinik
a Deformitas
b Bengkakedema
c Echimosis (Memar)
d Spasme otot
e Nyeri
f Kuranghilang sensasi
g Krepitasi
h Pergerakan abnormal
i Rontgen abnormal
7 Test Diagnostik
a Pemeriksaan Rontgen menentukan lokasiluasnya frakturluasnyatrauma
skan tulang temogram scan CI memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
b Hitung darah lengkap HB mungkin meningkatmenurun
c Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma
d Kreatinin traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal
e Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi
multiple atau cederah hati
8 Penatalaksanaan Medik
a Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan
disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period) Kuman belum
terlalu jauh meresap dilakukan
1) Pembersihan luka
2) Exici
3) Hecting situasi
4) Antibiotik
b Seluruh Fraktur
1) RekognisisPengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya
2) ReduksiManipulasiReposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara
optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner
2001)
Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi
fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang
mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera
mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi
karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi
semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan
Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani
prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan
sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan
dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut
Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)
dengan manipulasi dan traksi manual
Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan
alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan
menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk
mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar
Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan
untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang
sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat
dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi
Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan
pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin
kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat
ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat
tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang
3) RetensiImmobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimun
Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi
atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi
eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau
fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan
sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur
4) Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus
dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran
darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera
bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan
ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan
perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik
dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan
peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk
memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada
aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna
memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas
fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang
diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan
9 Proses Penyembuhan Tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang
tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru
diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang
Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu
1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel
darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat
tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan
perdarahan berhenti sama sekali
2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang
berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma
Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih
dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam
beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang
yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai
tergantung frakturnya
3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila
diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga
kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai
berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal
dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman
tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4
minggu setelah fraktur menyatu
4) Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi
lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos
melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi
celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses
yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk
membawa beban yang normal
5) Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa
bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan
pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan
pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang
rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan
normalnya
10 Komplikasi
1) Komplikasi Awal
a Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT
menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas
yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang
sakit tindakan reduksi dan pembedahan
b Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh
darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu
kuat
c Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada
kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone
marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam
darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi
tachypnea demam
d Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain
dalam pembedahan seperti pin dan plat
e Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkmanrsquos Ischemia
f Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada
fraktur
2) Komplikasi Dalam Waktu Lama
b Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai
darah ke tulang
c Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang
d Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik
B Konsep Keperawatan
Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses
keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian
diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi
1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan
sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas
a Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status
perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal
MRS diagnosa medis
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut
bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan
(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri
(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk
(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi
(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya
(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa
kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan
yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui
mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
(Ignatavicius Donna D 1995)
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu
seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang
sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki
sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan
secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna
D 1995)
g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya
dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium
pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien
melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)
(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya
seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari
nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada
lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien
(3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun
begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola
eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya
warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola
Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan
tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)
(4) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal
lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena
ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan
yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)
(5) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien
harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)
(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan
akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
(Ignatavicius Donna D 1995)
(7) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur
sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya
tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
(8) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah
anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)
10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan
timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh
klien bisa tidak efektif
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien
2) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi
hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan
(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti
(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung
pada keadaan klien
(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut
(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk
(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
(a) Sistem Integumen
Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri
tekan
(b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada
nyeri kepala
(c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada
(d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk
Tak ada lesi simetris tak oedema
(e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan)
(f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan
(g) Hidung
Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung
(h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat
(i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris
(j) Paru
(1) Inspeksi
Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien
yang berhubungan dengan paru
(2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama
(3) Perkusi
Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya
(4) Auskultasi
Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor
dan ronchi
(k) Jantung
(1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung
(2) Palpasi
Nadi meningkat iktus tidak teraba
(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur
(l) Abdomen
(1) Inspeksi
Bentuk datar simetris tidak ada hernia
(2) Palpasi
Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba
(3) Perkusi
Suara thympani ada pantulan gelombang cairan
(4) Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kalimenit
(m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB
b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai
status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia
Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain
(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi)
(b) Cape au lait spot (birth mark)
(c) Fistulae
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi
(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal)
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi
netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien
Yang perlu dicatat adalah
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary
refill time Normal 3 ndash 5 ldquo
(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama
disekitar persendian
(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal
tengah atau distal)
Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler
Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya
konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan
ukurannya
(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan
ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan
lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari
titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah
ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan
aktif dan pasif
(Reksoprodjo Soelarto 1995)
3) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan
sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi
untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu
disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan
penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca
pada x-ray
(1) Bayangan jaringan lunak
(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi
(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction
(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti
(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang
kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya
(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma
(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa
(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak
b) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang
(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang
(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)
Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang
c) Pemeriksaan lain-lain
(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi
(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi
(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur
(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan
(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang
(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
3 Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah
sebagai berikut
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)
g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
(Doengoes 2000)
4 Intervensi Keperawatan
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan
tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan
tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai
indikasi untuk situasi individual
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat
dan atau traksi
2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena
3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif
4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan
posisi)
5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi
visual aktivitas dipersional)
6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan
7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-
tanda vital)
Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi
Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri
Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler
Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang
mungkin berlangsung lama
Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri
Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara
sentral maupun perifer
Menilai perkembangan masalah klien
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria
akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi
distal cedera
2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat
3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi
adanya sindroma kompartemen
4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan
5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit
distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal
Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi
Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan
bebatspalk
Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan
hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi
Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena
Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan
klien
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan
kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif
2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien
3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan
kortikosteroid sesuai indikasi
4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit
5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya
stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral
Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi
Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru
Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid
telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak
Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas
anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan
penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak
Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi
pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan
kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik
yang memampukan melakukan aktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran
kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien
2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun
yang sehat sesuai keadaan klien
3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi
4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien
5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien
6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari
7 Berikan diet TKTP
8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi
9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi
Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu
menurunkan isolasi sosial
Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot
mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi
kalsium karena imobilisasi
Mempertahankan posis fungsional ekstremitas
Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan
klien
Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis
penumonia)
Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi
Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis tubuh
Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara
individual
Menilai perkembangan masalah klien
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan
perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai
indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun
kencang bantalan bawah siku tumit)
2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips
3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal
4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi
pentraksi
Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas
Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap
tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi
Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal
Menilai perkembangan masalah klien
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang
Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase
purulen atau eritema dan demam
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol
2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen
3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi
4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur
dan sensitivitas lukaserumtulang)
5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka
Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka
Meminimalkan kontaminasi
Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis
mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus
Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED
dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab
infeksi
Mengevaluasi perkembangan masalah klien
h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien
mengerti dan memahami tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran
2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik
3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat
demam perubahan sensasi kulit distal cedera)
4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan
Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien
untuk mengikuti program pembelajaran
Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan
program terapi fisik
Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang
memerulukan intervensi lebih lanjut
Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi
klien
B Evaluasi
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat
o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
o Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami
httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-
terbukahtml
Peran Perawat saat terjadi kecelakaan
Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan
Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan
Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian
memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain
sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban
Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan
Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan
ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk
seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan
Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim
Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja
di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas
pada manajemen pra-rumah sakit
Triage
Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut
urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera
diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang
percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda
Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana
kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan
diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini
akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya
untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan
efisienrdquo
Kategori Triage
bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull
6
Ada sistim 4 level untuk kategori triage
1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa
yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal
tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal
vasa besar dan cedera jalan nafas
2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak
ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran
pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas
perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25
3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan
dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal
lacerasi minor memar dan lecet
4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan
meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat
derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital
Metode penilaian triage
Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage
berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh
tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap
diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik
cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini
dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment
Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda
Tdk
Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant
Jalan Nafas
Ya Ya
Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA
lt 30
Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan
lt 2 detik
Dapat diperintah --------------------------------------------
Ya
TUNDA
Gambar ALGORITME TRIAGE START
Pemulihan
Saran
Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa
yang akan datang maka di rekomendasikan
1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali
Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan
Komandan Medik
2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan
Ambulans berikut Tim Ambulans-nya
3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima
kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik
Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan
Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk
menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal
4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional
daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana
5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai
salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai
pihak
HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN
BENCANA
(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn
KIC Mkes KNA
d Berdasarkan jumlah garis patah
1) Fraktur Komunitif fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan
2) Fraktur Segmental fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan
3) Fraktur Multiple fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama
e Berdasarkan pergeseran fragmen tulang
1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh
2) Fraktur Displaced (bergeser) terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen terbagi atas
a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan
overlapping)
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)
f Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian
1 13 proksimal
2 13 medial
3 13 distal
g Fraktur Kelelahan fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang
h Fraktur Patologis fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan
lunak sekitar trauma yaitu
a Tingkat 0 fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya
b Tingkat 1 fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan
c Tingkat 2 fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan
d Tingkat 3 cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan
ancaman sindroma kompartement
6 Manifestasi Klinik
a Deformitas
b Bengkakedema
c Echimosis (Memar)
d Spasme otot
e Nyeri
f Kuranghilang sensasi
g Krepitasi
h Pergerakan abnormal
i Rontgen abnormal
7 Test Diagnostik
a Pemeriksaan Rontgen menentukan lokasiluasnya frakturluasnyatrauma
skan tulang temogram scan CI memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
b Hitung darah lengkap HB mungkin meningkatmenurun
c Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma
d Kreatinin traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal
e Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi
multiple atau cederah hati
8 Penatalaksanaan Medik
a Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan
disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period) Kuman belum
terlalu jauh meresap dilakukan
1) Pembersihan luka
2) Exici
3) Hecting situasi
4) Antibiotik
b Seluruh Fraktur
1) RekognisisPengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya
2) ReduksiManipulasiReposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara
optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner
2001)
Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi
fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang
mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera
mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi
karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi
semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan
Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani
prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan
sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan
dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut
Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)
dengan manipulasi dan traksi manual
Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan
alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan
menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk
mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar
Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan
untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang
sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat
dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi
Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan
pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin
kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat
ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat
tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang
3) RetensiImmobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimun
Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi
atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi
eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau
fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan
sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur
4) Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus
dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran
darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera
bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan
ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan
perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik
dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan
peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk
memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada
aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna
memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas
fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang
diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan
9 Proses Penyembuhan Tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang
tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru
diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang
Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu
1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel
darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat
tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan
perdarahan berhenti sama sekali
2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang
berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma
Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih
dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam
beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang
yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai
tergantung frakturnya
3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila
diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga
kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai
berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal
dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman
tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4
minggu setelah fraktur menyatu
4) Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi
lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos
melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi
celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses
yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk
membawa beban yang normal
5) Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa
bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan
pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan
pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang
rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan
normalnya
10 Komplikasi
1) Komplikasi Awal
a Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT
menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas
yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang
sakit tindakan reduksi dan pembedahan
b Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh
darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu
kuat
c Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada
kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone
marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam
darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi
tachypnea demam
d Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain
dalam pembedahan seperti pin dan plat
e Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkmanrsquos Ischemia
f Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada
fraktur
2) Komplikasi Dalam Waktu Lama
b Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai
darah ke tulang
c Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang
d Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik
B Konsep Keperawatan
Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses
keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian
diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi
1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan
sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas
a Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status
perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal
MRS diagnosa medis
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut
bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan
(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri
(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk
(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi
(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya
(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa
kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan
yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui
mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
(Ignatavicius Donna D 1995)
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu
seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang
sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki
sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan
secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna
D 1995)
g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya
dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium
pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien
melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)
(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya
seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari
nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada
lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien
(3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun
begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola
eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya
warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola
Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan
tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)
(4) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal
lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena
ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan
yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)
(5) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien
harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)
(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan
akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
(Ignatavicius Donna D 1995)
(7) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur
sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya
tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
(8) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah
anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)
10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan
timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh
klien bisa tidak efektif
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien
2) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi
hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan
(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti
(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung
pada keadaan klien
(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut
(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk
(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
(a) Sistem Integumen
Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri
tekan
(b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada
nyeri kepala
(c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada
(d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk
Tak ada lesi simetris tak oedema
(e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan)
(f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan
(g) Hidung
Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung
(h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat
(i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris
(j) Paru
(1) Inspeksi
Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien
yang berhubungan dengan paru
(2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama
(3) Perkusi
Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya
(4) Auskultasi
Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor
dan ronchi
(k) Jantung
(1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung
(2) Palpasi
Nadi meningkat iktus tidak teraba
(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur
(l) Abdomen
(1) Inspeksi
Bentuk datar simetris tidak ada hernia
(2) Palpasi
Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba
(3) Perkusi
Suara thympani ada pantulan gelombang cairan
(4) Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kalimenit
(m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB
b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai
status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia
Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain
(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi)
(b) Cape au lait spot (birth mark)
(c) Fistulae
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi
(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal)
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi
netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien
Yang perlu dicatat adalah
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary
refill time Normal 3 ndash 5 ldquo
(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama
disekitar persendian
(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal
tengah atau distal)
Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler
Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya
konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan
ukurannya
(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan
ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan
lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari
titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah
ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan
aktif dan pasif
(Reksoprodjo Soelarto 1995)
3) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan
sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi
untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu
disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan
penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca
pada x-ray
(1) Bayangan jaringan lunak
(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi
(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction
(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti
(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang
kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya
(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma
(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa
(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak
b) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang
(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang
(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)
Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang
c) Pemeriksaan lain-lain
(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi
(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi
(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur
(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan
(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang
(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
3 Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah
sebagai berikut
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)
g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
(Doengoes 2000)
4 Intervensi Keperawatan
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan
tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan
tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai
indikasi untuk situasi individual
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat
dan atau traksi
2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena
3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif
4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan
posisi)
5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi
visual aktivitas dipersional)
6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan
7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-
tanda vital)
Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi
Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri
Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler
Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang
mungkin berlangsung lama
Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri
Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara
sentral maupun perifer
Menilai perkembangan masalah klien
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria
akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi
distal cedera
2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat
3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi
adanya sindroma kompartemen
4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan
5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit
distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal
Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi
Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan
bebatspalk
Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan
hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi
Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena
Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan
klien
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan
kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif
2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien
3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan
kortikosteroid sesuai indikasi
4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit
5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya
stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral
Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi
Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru
Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid
telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak
Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas
anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan
penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak
Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi
pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan
kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik
yang memampukan melakukan aktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran
kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien
2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun
yang sehat sesuai keadaan klien
3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi
4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien
5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien
6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari
7 Berikan diet TKTP
8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi
9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi
Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu
menurunkan isolasi sosial
Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot
mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi
kalsium karena imobilisasi
Mempertahankan posis fungsional ekstremitas
Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan
klien
Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis
penumonia)
Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi
Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis tubuh
Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara
individual
Menilai perkembangan masalah klien
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan
perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai
indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun
kencang bantalan bawah siku tumit)
2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips
3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal
4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi
pentraksi
Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas
Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap
tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi
Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal
Menilai perkembangan masalah klien
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang
Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase
purulen atau eritema dan demam
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol
2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen
3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi
4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur
dan sensitivitas lukaserumtulang)
5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka
Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka
Meminimalkan kontaminasi
Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis
mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus
Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED
dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab
infeksi
Mengevaluasi perkembangan masalah klien
h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien
mengerti dan memahami tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran
2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik
3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat
demam perubahan sensasi kulit distal cedera)
4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan
Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien
untuk mengikuti program pembelajaran
Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan
program terapi fisik
Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang
memerulukan intervensi lebih lanjut
Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi
klien
B Evaluasi
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat
o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
o Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami
httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-
terbukahtml
Peran Perawat saat terjadi kecelakaan
Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan
Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan
Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian
memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain
sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban
Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan
Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan
ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk
seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan
Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim
Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja
di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas
pada manajemen pra-rumah sakit
Triage
Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut
urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera
diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang
percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda
Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana
kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan
diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini
akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya
untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan
efisienrdquo
Kategori Triage
bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull
6
Ada sistim 4 level untuk kategori triage
1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa
yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal
tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal
vasa besar dan cedera jalan nafas
2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak
ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran
pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas
perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25
3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan
dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal
lacerasi minor memar dan lecet
4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan
meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat
derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital
Metode penilaian triage
Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage
berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh
tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap
diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik
cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini
dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment
Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda
Tdk
Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant
Jalan Nafas
Ya Ya
Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA
lt 30
Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan
lt 2 detik
Dapat diperintah --------------------------------------------
Ya
TUNDA
Gambar ALGORITME TRIAGE START
Pemulihan
Saran
Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa
yang akan datang maka di rekomendasikan
1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali
Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan
Komandan Medik
2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan
Ambulans berikut Tim Ambulans-nya
3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima
kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik
Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan
Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk
menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal
4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional
daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana
5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai
salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai
pihak
HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN
BENCANA
(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn
KIC Mkes KNA
6 Manifestasi Klinik
a Deformitas
b Bengkakedema
c Echimosis (Memar)
d Spasme otot
e Nyeri
f Kuranghilang sensasi
g Krepitasi
h Pergerakan abnormal
i Rontgen abnormal
7 Test Diagnostik
a Pemeriksaan Rontgen menentukan lokasiluasnya frakturluasnyatrauma
skan tulang temogram scan CI memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
b Hitung darah lengkap HB mungkin meningkatmenurun
c Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma
d Kreatinin traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal
e Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi
multiple atau cederah hati
8 Penatalaksanaan Medik
a Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan
disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period) Kuman belum
terlalu jauh meresap dilakukan
1) Pembersihan luka
2) Exici
3) Hecting situasi
4) Antibiotik
b Seluruh Fraktur
1) RekognisisPengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya
2) ReduksiManipulasiReposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara
optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner
2001)
Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi
fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang
mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera
mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi
karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi
semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan
Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani
prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan
sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan
dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut
Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)
dengan manipulasi dan traksi manual
Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan
alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan
menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk
mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar
Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan
untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang
sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat
dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi
Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan
pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin
kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat
ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat
tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang
3) RetensiImmobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimun
Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi
atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi
eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau
fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan
sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur
4) Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus
dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran
darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera
bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan
ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan
perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik
dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan
peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk
memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada
aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna
memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas
fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang
diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan
9 Proses Penyembuhan Tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang
tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru
diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang
Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu
1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel
darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat
tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan
perdarahan berhenti sama sekali
2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang
berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma
Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih
dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam
beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang
yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai
tergantung frakturnya
3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila
diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga
kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai
berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal
dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman
tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4
minggu setelah fraktur menyatu
4) Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi
lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos
melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi
celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses
yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk
membawa beban yang normal
5) Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa
bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan
pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan
pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang
rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan
normalnya
10 Komplikasi
1) Komplikasi Awal
a Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT
menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas
yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang
sakit tindakan reduksi dan pembedahan
b Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh
darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu
kuat
c Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada
kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone
marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam
darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi
tachypnea demam
d Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain
dalam pembedahan seperti pin dan plat
e Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkmanrsquos Ischemia
f Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada
fraktur
2) Komplikasi Dalam Waktu Lama
b Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai
darah ke tulang
c Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang
d Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik
B Konsep Keperawatan
Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses
keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian
diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi
1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan
sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas
a Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status
perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal
MRS diagnosa medis
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut
bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan
(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri
(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk
(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi
(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya
(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa
kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan
yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui
mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
(Ignatavicius Donna D 1995)
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu
seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang
sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki
sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan
secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna
D 1995)
g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya
dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium
pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien
melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)
(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya
seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari
nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada
lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien
(3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun
begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola
eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya
warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola
Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan
tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)
(4) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal
lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena
ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan
yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)
(5) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien
harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)
(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan
akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
(Ignatavicius Donna D 1995)
(7) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur
sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya
tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
(8) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah
anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)
10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan
timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh
klien bisa tidak efektif
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien
2) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi
hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan
(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti
(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung
pada keadaan klien
(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut
(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk
(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
(a) Sistem Integumen
Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri
tekan
(b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada
nyeri kepala
(c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada
(d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk
Tak ada lesi simetris tak oedema
(e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan)
(f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan
(g) Hidung
Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung
(h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat
(i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris
(j) Paru
(1) Inspeksi
Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien
yang berhubungan dengan paru
(2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama
(3) Perkusi
Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya
(4) Auskultasi
Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor
dan ronchi
(k) Jantung
(1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung
(2) Palpasi
Nadi meningkat iktus tidak teraba
(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur
(l) Abdomen
(1) Inspeksi
Bentuk datar simetris tidak ada hernia
(2) Palpasi
Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba
(3) Perkusi
Suara thympani ada pantulan gelombang cairan
(4) Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kalimenit
(m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB
b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai
status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia
Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain
(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi)
(b) Cape au lait spot (birth mark)
(c) Fistulae
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi
(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal)
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi
netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien
Yang perlu dicatat adalah
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary
refill time Normal 3 ndash 5 ldquo
(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama
disekitar persendian
(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal
tengah atau distal)
Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler
Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya
konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan
ukurannya
(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan
ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan
lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari
titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah
ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan
aktif dan pasif
(Reksoprodjo Soelarto 1995)
3) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan
sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi
untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu
disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan
penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca
pada x-ray
(1) Bayangan jaringan lunak
(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi
(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction
(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti
(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang
kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya
(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma
(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa
(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak
b) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang
(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang
(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)
Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang
c) Pemeriksaan lain-lain
(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi
(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi
(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur
(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan
(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang
(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
3 Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah
sebagai berikut
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)
g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
(Doengoes 2000)
4 Intervensi Keperawatan
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan
tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan
tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai
indikasi untuk situasi individual
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat
dan atau traksi
2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena
3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif
4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan
posisi)
5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi
visual aktivitas dipersional)
6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan
7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-
tanda vital)
Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi
Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri
Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler
Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang
mungkin berlangsung lama
Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri
Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara
sentral maupun perifer
Menilai perkembangan masalah klien
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria
akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi
distal cedera
2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat
3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi
adanya sindroma kompartemen
4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan
5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit
distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal
Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi
Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan
bebatspalk
Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan
hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi
Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena
Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan
klien
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan
kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif
2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien
3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan
kortikosteroid sesuai indikasi
4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit
5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya
stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral
Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi
Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru
Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid
telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak
Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas
anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan
penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak
Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi
pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan
kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik
yang memampukan melakukan aktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran
kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien
2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun
yang sehat sesuai keadaan klien
3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi
4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien
5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien
6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari
7 Berikan diet TKTP
8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi
9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi
Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu
menurunkan isolasi sosial
Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot
mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi
kalsium karena imobilisasi
Mempertahankan posis fungsional ekstremitas
Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan
klien
Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis
penumonia)
Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi
Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis tubuh
Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara
individual
Menilai perkembangan masalah klien
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan
perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai
indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun
kencang bantalan bawah siku tumit)
2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips
3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal
4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi
pentraksi
Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas
Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap
tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi
Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal
Menilai perkembangan masalah klien
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang
Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase
purulen atau eritema dan demam
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol
2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen
3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi
4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur
dan sensitivitas lukaserumtulang)
5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka
Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka
Meminimalkan kontaminasi
Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis
mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus
Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED
dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab
infeksi
Mengevaluasi perkembangan masalah klien
h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien
mengerti dan memahami tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran
2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik
3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat
demam perubahan sensasi kulit distal cedera)
4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan
Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien
untuk mengikuti program pembelajaran
Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan
program terapi fisik
Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang
memerulukan intervensi lebih lanjut
Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi
klien
B Evaluasi
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat
o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
o Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami
httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-
terbukahtml
Peran Perawat saat terjadi kecelakaan
Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan
Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan
Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian
memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain
sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban
Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan
Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan
ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk
seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan
Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim
Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja
di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas
pada manajemen pra-rumah sakit
Triage
Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut
urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera
diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang
percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda
Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana
kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan
diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini
akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya
untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan
efisienrdquo
Kategori Triage
bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull
6
Ada sistim 4 level untuk kategori triage
1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa
yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal
tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal
vasa besar dan cedera jalan nafas
2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak
ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran
pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas
perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25
3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan
dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal
lacerasi minor memar dan lecet
4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan
meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat
derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital
Metode penilaian triage
Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage
berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh
tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap
diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik
cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini
dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment
Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda
Tdk
Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant
Jalan Nafas
Ya Ya
Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA
lt 30
Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan
lt 2 detik
Dapat diperintah --------------------------------------------
Ya
TUNDA
Gambar ALGORITME TRIAGE START
Pemulihan
Saran
Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa
yang akan datang maka di rekomendasikan
1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali
Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan
Komandan Medik
2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan
Ambulans berikut Tim Ambulans-nya
3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima
kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik
Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan
Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk
menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal
4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional
daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana
5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai
salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai
pihak
HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN
BENCANA
(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn
KIC Mkes KNA
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara
optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner
2001)
Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi
fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang
mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera
mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi
karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi
semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan
Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani
prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan
sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan
dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut
Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)
dengan manipulasi dan traksi manual
Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan
alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan
menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk
mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar
Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan
untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang
sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat
dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi
Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan
pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin
kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat
ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat
tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang
3) RetensiImmobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimun
Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi
atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi
eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau
fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan
sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur
4) Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus
dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran
darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera
bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan
ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan
perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik
dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan
peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk
memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada
aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna
memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas
fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang
diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan
9 Proses Penyembuhan Tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang
tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru
diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang
Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu
1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel
darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat
tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan
perdarahan berhenti sama sekali
2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang
berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma
Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih
dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam
beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang
yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai
tergantung frakturnya
3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila
diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga
kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai
berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal
dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman
tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4
minggu setelah fraktur menyatu
4) Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi
lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos
melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi
celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses
yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk
membawa beban yang normal
5) Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa
bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan
pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan
pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang
rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan
normalnya
10 Komplikasi
1) Komplikasi Awal
a Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT
menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas
yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang
sakit tindakan reduksi dan pembedahan
b Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh
darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu
kuat
c Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada
kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone
marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam
darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi
tachypnea demam
d Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain
dalam pembedahan seperti pin dan plat
e Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkmanrsquos Ischemia
f Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada
fraktur
2) Komplikasi Dalam Waktu Lama
b Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai
darah ke tulang
c Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang
d Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik
B Konsep Keperawatan
Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses
keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian
diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi
1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan
sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas
a Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status
perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal
MRS diagnosa medis
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut
bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan
(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri
(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk
(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi
(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya
(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa
kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan
yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui
mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
(Ignatavicius Donna D 1995)
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu
seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang
sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki
sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan
secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna
D 1995)
g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya
dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium
pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien
melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)
(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya
seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari
nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada
lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien
(3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun
begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola
eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya
warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola
Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan
tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)
(4) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal
lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena
ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan
yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)
(5) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien
harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)
(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan
akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
(Ignatavicius Donna D 1995)
(7) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur
sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya
tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
(8) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah
anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)
10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan
timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh
klien bisa tidak efektif
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien
2) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi
hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan
(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti
(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung
pada keadaan klien
(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut
(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk
(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
(a) Sistem Integumen
Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri
tekan
(b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada
nyeri kepala
(c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada
(d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk
Tak ada lesi simetris tak oedema
(e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan)
(f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan
(g) Hidung
Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung
(h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat
(i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris
(j) Paru
(1) Inspeksi
Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien
yang berhubungan dengan paru
(2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama
(3) Perkusi
Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya
(4) Auskultasi
Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor
dan ronchi
(k) Jantung
(1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung
(2) Palpasi
Nadi meningkat iktus tidak teraba
(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur
(l) Abdomen
(1) Inspeksi
Bentuk datar simetris tidak ada hernia
(2) Palpasi
Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba
(3) Perkusi
Suara thympani ada pantulan gelombang cairan
(4) Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kalimenit
(m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB
b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai
status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia
Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain
(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi)
(b) Cape au lait spot (birth mark)
(c) Fistulae
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi
(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal)
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi
netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien
Yang perlu dicatat adalah
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary
refill time Normal 3 ndash 5 ldquo
(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama
disekitar persendian
(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal
tengah atau distal)
Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler
Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya
konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan
ukurannya
(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan
ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan
lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari
titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah
ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan
aktif dan pasif
(Reksoprodjo Soelarto 1995)
3) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan
sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi
untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu
disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan
penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca
pada x-ray
(1) Bayangan jaringan lunak
(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi
(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction
(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti
(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang
kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya
(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma
(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa
(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak
b) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang
(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang
(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)
Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang
c) Pemeriksaan lain-lain
(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi
(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi
(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur
(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan
(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang
(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
3 Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah
sebagai berikut
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)
g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
(Doengoes 2000)
4 Intervensi Keperawatan
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan
tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan
tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai
indikasi untuk situasi individual
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat
dan atau traksi
2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena
3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif
4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan
posisi)
5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi
visual aktivitas dipersional)
6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan
7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-
tanda vital)
Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi
Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri
Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler
Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang
mungkin berlangsung lama
Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri
Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara
sentral maupun perifer
Menilai perkembangan masalah klien
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria
akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi
distal cedera
2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat
3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi
adanya sindroma kompartemen
4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan
5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit
distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal
Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi
Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan
bebatspalk
Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan
hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi
Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena
Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan
klien
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan
kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif
2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien
3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan
kortikosteroid sesuai indikasi
4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit
5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya
stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral
Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi
Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru
Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid
telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak
Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas
anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan
penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak
Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi
pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan
kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik
yang memampukan melakukan aktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran
kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien
2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun
yang sehat sesuai keadaan klien
3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi
4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien
5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien
6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari
7 Berikan diet TKTP
8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi
9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi
Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu
menurunkan isolasi sosial
Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot
mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi
kalsium karena imobilisasi
Mempertahankan posis fungsional ekstremitas
Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan
klien
Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis
penumonia)
Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi
Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis tubuh
Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara
individual
Menilai perkembangan masalah klien
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan
perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai
indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun
kencang bantalan bawah siku tumit)
2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips
3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal
4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi
pentraksi
Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas
Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap
tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi
Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal
Menilai perkembangan masalah klien
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang
Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase
purulen atau eritema dan demam
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol
2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen
3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi
4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur
dan sensitivitas lukaserumtulang)
5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka
Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka
Meminimalkan kontaminasi
Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis
mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus
Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED
dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab
infeksi
Mengevaluasi perkembangan masalah klien
h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien
mengerti dan memahami tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran
2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik
3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat
demam perubahan sensasi kulit distal cedera)
4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan
Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien
untuk mengikuti program pembelajaran
Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan
program terapi fisik
Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang
memerulukan intervensi lebih lanjut
Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi
klien
B Evaluasi
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat
o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
o Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami
httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-
terbukahtml
Peran Perawat saat terjadi kecelakaan
Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan
Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan
Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian
memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain
sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban
Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan
Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan
ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk
seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan
Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim
Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja
di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas
pada manajemen pra-rumah sakit
Triage
Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut
urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera
diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang
percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda
Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana
kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan
diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini
akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya
untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan
efisienrdquo
Kategori Triage
bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull
6
Ada sistim 4 level untuk kategori triage
1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa
yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal
tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal
vasa besar dan cedera jalan nafas
2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak
ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran
pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas
perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25
3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan
dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal
lacerasi minor memar dan lecet
4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan
meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat
derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital
Metode penilaian triage
Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage
berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh
tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap
diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik
cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini
dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment
Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda
Tdk
Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant
Jalan Nafas
Ya Ya
Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA
lt 30
Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan
lt 2 detik
Dapat diperintah --------------------------------------------
Ya
TUNDA
Gambar ALGORITME TRIAGE START
Pemulihan
Saran
Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa
yang akan datang maka di rekomendasikan
1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali
Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan
Komandan Medik
2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan
Ambulans berikut Tim Ambulans-nya
3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima
kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik
Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan
Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk
menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal
4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional
daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana
5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai
salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai
pihak
HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN
BENCANA
(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn
KIC Mkes KNA
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimun
Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi
atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi
eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau
fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan
sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur
4) Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus
dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran
darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera
bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan
ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan
perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik
dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan
peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk
memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada
aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna
memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas
fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang
diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan
9 Proses Penyembuhan Tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang
tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru
diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang
Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu
1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel
darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat
tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan
perdarahan berhenti sama sekali
2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang
berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma
Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih
dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam
beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang
yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai
tergantung frakturnya
3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila
diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga
kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai
berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal
dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman
tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4
minggu setelah fraktur menyatu
4) Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi
lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos
melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi
celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses
yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk
membawa beban yang normal
5) Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa
bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan
pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan
pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang
rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan
normalnya
10 Komplikasi
1) Komplikasi Awal
a Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT
menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas
yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang
sakit tindakan reduksi dan pembedahan
b Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh
darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu
kuat
c Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada
kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone
marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam
darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi
tachypnea demam
d Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain
dalam pembedahan seperti pin dan plat
e Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkmanrsquos Ischemia
f Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada
fraktur
2) Komplikasi Dalam Waktu Lama
b Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai
darah ke tulang
c Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang
d Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik
B Konsep Keperawatan
Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses
keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian
diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi
1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan
sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas
a Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status
perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal
MRS diagnosa medis
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut
bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan
(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri
(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk
(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi
(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya
(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa
kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan
yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui
mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
(Ignatavicius Donna D 1995)
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu
seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang
sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki
sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan
secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna
D 1995)
g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya
dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium
pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien
melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)
(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya
seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari
nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada
lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien
(3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun
begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola
eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya
warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola
Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan
tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)
(4) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal
lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena
ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan
yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)
(5) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien
harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)
(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan
akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
(Ignatavicius Donna D 1995)
(7) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur
sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya
tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
(8) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah
anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)
10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan
timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh
klien bisa tidak efektif
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien
2) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi
hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan
(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti
(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung
pada keadaan klien
(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut
(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk
(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
(a) Sistem Integumen
Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri
tekan
(b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada
nyeri kepala
(c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada
(d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk
Tak ada lesi simetris tak oedema
(e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan)
(f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan
(g) Hidung
Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung
(h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat
(i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris
(j) Paru
(1) Inspeksi
Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien
yang berhubungan dengan paru
(2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama
(3) Perkusi
Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya
(4) Auskultasi
Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor
dan ronchi
(k) Jantung
(1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung
(2) Palpasi
Nadi meningkat iktus tidak teraba
(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur
(l) Abdomen
(1) Inspeksi
Bentuk datar simetris tidak ada hernia
(2) Palpasi
Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba
(3) Perkusi
Suara thympani ada pantulan gelombang cairan
(4) Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kalimenit
(m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB
b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai
status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia
Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain
(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi)
(b) Cape au lait spot (birth mark)
(c) Fistulae
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi
(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal)
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi
netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien
Yang perlu dicatat adalah
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary
refill time Normal 3 ndash 5 ldquo
(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama
disekitar persendian
(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal
tengah atau distal)
Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler
Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya
konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan
ukurannya
(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan
ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan
lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari
titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah
ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan
aktif dan pasif
(Reksoprodjo Soelarto 1995)
3) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan
sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi
untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu
disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan
penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca
pada x-ray
(1) Bayangan jaringan lunak
(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi
(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction
(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti
(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang
kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya
(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma
(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa
(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak
b) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang
(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang
(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)
Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang
c) Pemeriksaan lain-lain
(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi
(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi
(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur
(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan
(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang
(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
3 Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah
sebagai berikut
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)
g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
(Doengoes 2000)
4 Intervensi Keperawatan
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan
tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan
tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai
indikasi untuk situasi individual
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat
dan atau traksi
2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena
3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif
4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan
posisi)
5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi
visual aktivitas dipersional)
6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan
7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-
tanda vital)
Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi
Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri
Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler
Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang
mungkin berlangsung lama
Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri
Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara
sentral maupun perifer
Menilai perkembangan masalah klien
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria
akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi
distal cedera
2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat
3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi
adanya sindroma kompartemen
4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan
5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit
distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal
Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi
Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan
bebatspalk
Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan
hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi
Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena
Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan
klien
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan
kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif
2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien
3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan
kortikosteroid sesuai indikasi
4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit
5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya
stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral
Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi
Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru
Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid
telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak
Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas
anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan
penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak
Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi
pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan
kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik
yang memampukan melakukan aktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran
kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien
2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun
yang sehat sesuai keadaan klien
3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi
4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien
5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien
6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari
7 Berikan diet TKTP
8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi
9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi
Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu
menurunkan isolasi sosial
Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot
mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi
kalsium karena imobilisasi
Mempertahankan posis fungsional ekstremitas
Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan
klien
Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis
penumonia)
Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi
Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis tubuh
Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara
individual
Menilai perkembangan masalah klien
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan
perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai
indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun
kencang bantalan bawah siku tumit)
2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips
3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal
4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi
pentraksi
Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas
Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap
tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi
Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal
Menilai perkembangan masalah klien
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang
Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase
purulen atau eritema dan demam
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol
2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen
3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi
4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur
dan sensitivitas lukaserumtulang)
5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka
Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka
Meminimalkan kontaminasi
Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis
mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus
Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED
dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab
infeksi
Mengevaluasi perkembangan masalah klien
h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien
mengerti dan memahami tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran
2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik
3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat
demam perubahan sensasi kulit distal cedera)
4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan
Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien
untuk mengikuti program pembelajaran
Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan
program terapi fisik
Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang
memerulukan intervensi lebih lanjut
Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi
klien
B Evaluasi
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat
o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
o Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami
httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-
terbukahtml
Peran Perawat saat terjadi kecelakaan
Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan
Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan
Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian
memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain
sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban
Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan
Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan
ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk
seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan
Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim
Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja
di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas
pada manajemen pra-rumah sakit
Triage
Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut
urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera
diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang
percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda
Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana
kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan
diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini
akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya
untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan
efisienrdquo
Kategori Triage
bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull
6
Ada sistim 4 level untuk kategori triage
1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa
yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal
tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal
vasa besar dan cedera jalan nafas
2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak
ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran
pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas
perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25
3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan
dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal
lacerasi minor memar dan lecet
4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan
meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat
derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital
Metode penilaian triage
Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage
berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh
tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap
diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik
cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini
dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment
Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda
Tdk
Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant
Jalan Nafas
Ya Ya
Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA
lt 30
Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan
lt 2 detik
Dapat diperintah --------------------------------------------
Ya
TUNDA
Gambar ALGORITME TRIAGE START
Pemulihan
Saran
Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa
yang akan datang maka di rekomendasikan
1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali
Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan
Komandan Medik
2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan
Ambulans berikut Tim Ambulans-nya
3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima
kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik
Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan
Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk
menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal
4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional
daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana
5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai
salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai
pihak
HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN
BENCANA
(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn
KIC Mkes KNA
2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang
berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma
Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih
dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam
beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang
yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai
tergantung frakturnya
3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila
diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga
kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai
berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal
dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman
tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4
minggu setelah fraktur menyatu
4) Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi
lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos
melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi
celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses
yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk
membawa beban yang normal
5) Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa
bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan
pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan
pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang
rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan
normalnya
10 Komplikasi
1) Komplikasi Awal
a Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT
menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas
yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang
sakit tindakan reduksi dan pembedahan
b Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh
darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu
kuat
c Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada
kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone
marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam
darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi
tachypnea demam
d Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain
dalam pembedahan seperti pin dan plat
e Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkmanrsquos Ischemia
f Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada
fraktur
2) Komplikasi Dalam Waktu Lama
b Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai
darah ke tulang
c Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang
d Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik
B Konsep Keperawatan
Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses
keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian
diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi
1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan
sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas
a Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status
perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal
MRS diagnosa medis
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut
bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan
(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri
(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk
(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi
(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya
(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa
kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan
yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui
mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
(Ignatavicius Donna D 1995)
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu
seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang
sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki
sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan
secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna
D 1995)
g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya
dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium
pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien
melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)
(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya
seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari
nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada
lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien
(3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun
begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola
eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya
warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola
Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan
tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)
(4) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal
lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena
ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan
yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)
(5) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien
harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)
(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan
akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
(Ignatavicius Donna D 1995)
(7) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur
sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya
tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
(8) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah
anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)
10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan
timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh
klien bisa tidak efektif
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien
2) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi
hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan
(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti
(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung
pada keadaan klien
(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut
(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk
(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
(a) Sistem Integumen
Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri
tekan
(b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada
nyeri kepala
(c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada
(d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk
Tak ada lesi simetris tak oedema
(e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan)
(f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan
(g) Hidung
Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung
(h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat
(i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris
(j) Paru
(1) Inspeksi
Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien
yang berhubungan dengan paru
(2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama
(3) Perkusi
Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya
(4) Auskultasi
Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor
dan ronchi
(k) Jantung
(1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung
(2) Palpasi
Nadi meningkat iktus tidak teraba
(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur
(l) Abdomen
(1) Inspeksi
Bentuk datar simetris tidak ada hernia
(2) Palpasi
Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba
(3) Perkusi
Suara thympani ada pantulan gelombang cairan
(4) Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kalimenit
(m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB
b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai
status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia
Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain
(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi)
(b) Cape au lait spot (birth mark)
(c) Fistulae
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi
(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal)
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi
netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien
Yang perlu dicatat adalah
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary
refill time Normal 3 ndash 5 ldquo
(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama
disekitar persendian
(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal
tengah atau distal)
Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler
Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya
konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan
ukurannya
(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan
ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan
lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari
titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah
ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan
aktif dan pasif
(Reksoprodjo Soelarto 1995)
3) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan
sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi
untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu
disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan
penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca
pada x-ray
(1) Bayangan jaringan lunak
(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi
(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction
(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti
(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang
kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya
(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma
(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa
(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak
b) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang
(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang
(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)
Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang
c) Pemeriksaan lain-lain
(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi
(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi
(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur
(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan
(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang
(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
3 Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah
sebagai berikut
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)
g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
(Doengoes 2000)
4 Intervensi Keperawatan
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan
tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan
tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai
indikasi untuk situasi individual
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat
dan atau traksi
2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena
3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif
4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan
posisi)
5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi
visual aktivitas dipersional)
6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan
7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-
tanda vital)
Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi
Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri
Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler
Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang
mungkin berlangsung lama
Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri
Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara
sentral maupun perifer
Menilai perkembangan masalah klien
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria
akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi
distal cedera
2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat
3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi
adanya sindroma kompartemen
4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan
5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit
distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal
Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi
Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan
bebatspalk
Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan
hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi
Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena
Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan
klien
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan
kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif
2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien
3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan
kortikosteroid sesuai indikasi
4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit
5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya
stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral
Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi
Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru
Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid
telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak
Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas
anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan
penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak
Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi
pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan
kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik
yang memampukan melakukan aktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran
kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien
2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun
yang sehat sesuai keadaan klien
3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi
4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien
5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien
6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari
7 Berikan diet TKTP
8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi
9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi
Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu
menurunkan isolasi sosial
Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot
mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi
kalsium karena imobilisasi
Mempertahankan posis fungsional ekstremitas
Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan
klien
Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis
penumonia)
Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi
Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis tubuh
Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara
individual
Menilai perkembangan masalah klien
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan
perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai
indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun
kencang bantalan bawah siku tumit)
2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips
3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal
4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi
pentraksi
Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas
Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap
tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi
Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal
Menilai perkembangan masalah klien
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang
Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase
purulen atau eritema dan demam
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol
2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen
3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi
4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur
dan sensitivitas lukaserumtulang)
5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka
Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka
Meminimalkan kontaminasi
Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis
mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus
Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED
dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab
infeksi
Mengevaluasi perkembangan masalah klien
h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien
mengerti dan memahami tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran
2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik
3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat
demam perubahan sensasi kulit distal cedera)
4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan
Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien
untuk mengikuti program pembelajaran
Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan
program terapi fisik
Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang
memerulukan intervensi lebih lanjut
Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi
klien
B Evaluasi
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat
o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
o Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami
httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-
terbukahtml
Peran Perawat saat terjadi kecelakaan
Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan
Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan
Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian
memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain
sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban
Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan
Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan
ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk
seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan
Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim
Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja
di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas
pada manajemen pra-rumah sakit
Triage
Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut
urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera
diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang
percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda
Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana
kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan
diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini
akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya
untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan
efisienrdquo
Kategori Triage
bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull
6
Ada sistim 4 level untuk kategori triage
1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa
yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal
tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal
vasa besar dan cedera jalan nafas
2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak
ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran
pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas
perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25
3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan
dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal
lacerasi minor memar dan lecet
4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan
meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat
derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital
Metode penilaian triage
Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage
berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh
tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap
diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik
cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini
dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment
Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda
Tdk
Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant
Jalan Nafas
Ya Ya
Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA
lt 30
Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan
lt 2 detik
Dapat diperintah --------------------------------------------
Ya
TUNDA
Gambar ALGORITME TRIAGE START
Pemulihan
Saran
Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa
yang akan datang maka di rekomendasikan
1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali
Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan
Komandan Medik
2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan
Ambulans berikut Tim Ambulans-nya
3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima
kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik
Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan
Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk
menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal
4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional
daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana
5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai
salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai
pihak
HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN
BENCANA
(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn
KIC Mkes KNA
a Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT
menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas
yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang
sakit tindakan reduksi dan pembedahan
b Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh
darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu
kuat
c Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada
kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone
marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam
darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi
tachypnea demam
d Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain
dalam pembedahan seperti pin dan plat
e Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkmanrsquos Ischemia
f Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada
fraktur
2) Komplikasi Dalam Waktu Lama
b Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai
darah ke tulang
c Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang
d Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik
B Konsep Keperawatan
Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses
keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian
diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi
1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan
sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas
a Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status
perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal
MRS diagnosa medis
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut
bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan
(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri
(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk
(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi
(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya
(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa
kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan
yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui
mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
(Ignatavicius Donna D 1995)
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu
seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang
sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki
sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan
secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna
D 1995)
g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya
dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium
pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien
melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)
(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya
seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari
nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada
lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien
(3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun
begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola
eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya
warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola
Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan
tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)
(4) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal
lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena
ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan
yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)
(5) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien
harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)
(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan
akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
(Ignatavicius Donna D 1995)
(7) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur
sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya
tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
(8) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah
anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)
10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan
timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh
klien bisa tidak efektif
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien
2) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi
hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan
(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti
(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung
pada keadaan klien
(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut
(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk
(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
(a) Sistem Integumen
Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri
tekan
(b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada
nyeri kepala
(c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada
(d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk
Tak ada lesi simetris tak oedema
(e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan)
(f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan
(g) Hidung
Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung
(h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat
(i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris
(j) Paru
(1) Inspeksi
Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien
yang berhubungan dengan paru
(2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama
(3) Perkusi
Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya
(4) Auskultasi
Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor
dan ronchi
(k) Jantung
(1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung
(2) Palpasi
Nadi meningkat iktus tidak teraba
(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur
(l) Abdomen
(1) Inspeksi
Bentuk datar simetris tidak ada hernia
(2) Palpasi
Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba
(3) Perkusi
Suara thympani ada pantulan gelombang cairan
(4) Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kalimenit
(m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB
b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai
status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia
Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain
(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi)
(b) Cape au lait spot (birth mark)
(c) Fistulae
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi
(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal)
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi
netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien
Yang perlu dicatat adalah
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary
refill time Normal 3 ndash 5 ldquo
(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama
disekitar persendian
(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal
tengah atau distal)
Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler
Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya
konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan
ukurannya
(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan
ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan
lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari
titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah
ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan
aktif dan pasif
(Reksoprodjo Soelarto 1995)
3) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan
sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi
untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu
disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan
penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca
pada x-ray
(1) Bayangan jaringan lunak
(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi
(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction
(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti
(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang
kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya
(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma
(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa
(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak
b) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang
(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang
(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)
Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang
c) Pemeriksaan lain-lain
(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi
(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi
(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur
(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan
(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang
(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
3 Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah
sebagai berikut
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)
g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
(Doengoes 2000)
4 Intervensi Keperawatan
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan
tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan
tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai
indikasi untuk situasi individual
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat
dan atau traksi
2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena
3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif
4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan
posisi)
5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi
visual aktivitas dipersional)
6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan
7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-
tanda vital)
Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi
Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri
Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler
Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang
mungkin berlangsung lama
Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri
Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara
sentral maupun perifer
Menilai perkembangan masalah klien
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria
akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi
distal cedera
2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat
3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi
adanya sindroma kompartemen
4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan
5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit
distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal
Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi
Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan
bebatspalk
Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan
hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi
Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena
Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan
klien
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan
kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif
2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien
3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan
kortikosteroid sesuai indikasi
4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit
5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya
stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral
Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi
Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru
Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid
telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak
Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas
anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan
penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak
Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi
pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan
kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik
yang memampukan melakukan aktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran
kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien
2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun
yang sehat sesuai keadaan klien
3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi
4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien
5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien
6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari
7 Berikan diet TKTP
8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi
9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi
Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu
menurunkan isolasi sosial
Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot
mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi
kalsium karena imobilisasi
Mempertahankan posis fungsional ekstremitas
Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan
klien
Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis
penumonia)
Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi
Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis tubuh
Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara
individual
Menilai perkembangan masalah klien
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan
perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai
indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun
kencang bantalan bawah siku tumit)
2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips
3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal
4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi
pentraksi
Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas
Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap
tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi
Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal
Menilai perkembangan masalah klien
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang
Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase
purulen atau eritema dan demam
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol
2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen
3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi
4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur
dan sensitivitas lukaserumtulang)
5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka
Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka
Meminimalkan kontaminasi
Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis
mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus
Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED
dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab
infeksi
Mengevaluasi perkembangan masalah klien
h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien
mengerti dan memahami tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran
2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik
3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat
demam perubahan sensasi kulit distal cedera)
4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan
Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien
untuk mengikuti program pembelajaran
Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan
program terapi fisik
Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang
memerulukan intervensi lebih lanjut
Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi
klien
B Evaluasi
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat
o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
o Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami
httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-
terbukahtml
Peran Perawat saat terjadi kecelakaan
Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan
Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan
Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian
memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain
sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban
Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan
Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan
ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk
seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan
Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim
Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja
di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas
pada manajemen pra-rumah sakit
Triage
Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut
urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera
diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang
percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda
Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana
kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan
diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini
akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya
untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan
efisienrdquo
Kategori Triage
bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull
6
Ada sistim 4 level untuk kategori triage
1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa
yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal
tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal
vasa besar dan cedera jalan nafas
2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak
ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran
pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas
perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25
3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan
dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal
lacerasi minor memar dan lecet
4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan
meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat
derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital
Metode penilaian triage
Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage
berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh
tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap
diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik
cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini
dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment
Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda
Tdk
Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant
Jalan Nafas
Ya Ya
Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA
lt 30
Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan
lt 2 detik
Dapat diperintah --------------------------------------------
Ya
TUNDA
Gambar ALGORITME TRIAGE START
Pemulihan
Saran
Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa
yang akan datang maka di rekomendasikan
1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali
Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan
Komandan Medik
2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan
Ambulans berikut Tim Ambulans-nya
3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima
kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik
Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan
Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk
menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal
4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional
daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana
5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai
salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai
pihak
HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN
BENCANA
(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn
KIC Mkes KNA
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai
darah ke tulang
c Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang
d Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik
B Konsep Keperawatan
Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses
keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian
diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi
1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan
sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas
a Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status
perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal
MRS diagnosa medis
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut
bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan
(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri
(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk
(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi
(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya
(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa
kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan
yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui
mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
(Ignatavicius Donna D 1995)
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu
seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang
sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki
sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan
secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna
D 1995)
g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya
dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium
pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien
melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)
(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya
seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari
nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada
lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien
(3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun
begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola
eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya
warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola
Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan
tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)
(4) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal
lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena
ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan
yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)
(5) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien
harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)
(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan
akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
(Ignatavicius Donna D 1995)
(7) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur
sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya
tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
(8) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah
anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)
10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan
timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh
klien bisa tidak efektif
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien
2) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi
hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan
(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti
(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung
pada keadaan klien
(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut
(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk
(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
(a) Sistem Integumen
Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri
tekan
(b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada
nyeri kepala
(c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada
(d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk
Tak ada lesi simetris tak oedema
(e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan)
(f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan
(g) Hidung
Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung
(h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat
(i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris
(j) Paru
(1) Inspeksi
Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien
yang berhubungan dengan paru
(2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama
(3) Perkusi
Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya
(4) Auskultasi
Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor
dan ronchi
(k) Jantung
(1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung
(2) Palpasi
Nadi meningkat iktus tidak teraba
(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur
(l) Abdomen
(1) Inspeksi
Bentuk datar simetris tidak ada hernia
(2) Palpasi
Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba
(3) Perkusi
Suara thympani ada pantulan gelombang cairan
(4) Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kalimenit
(m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB
b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai
status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia
Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain
(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi)
(b) Cape au lait spot (birth mark)
(c) Fistulae
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi
(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal)
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi
netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien
Yang perlu dicatat adalah
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary
refill time Normal 3 ndash 5 ldquo
(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama
disekitar persendian
(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal
tengah atau distal)
Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler
Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya
konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan
ukurannya
(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan
ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan
lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari
titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah
ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan
aktif dan pasif
(Reksoprodjo Soelarto 1995)
3) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan
sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi
untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu
disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan
penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca
pada x-ray
(1) Bayangan jaringan lunak
(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi
(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction
(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti
(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang
kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya
(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma
(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa
(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak
b) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang
(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang
(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)
Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang
c) Pemeriksaan lain-lain
(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi
(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi
(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur
(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan
(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang
(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
3 Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah
sebagai berikut
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)
g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
(Doengoes 2000)
4 Intervensi Keperawatan
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan
tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan
tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai
indikasi untuk situasi individual
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat
dan atau traksi
2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena
3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif
4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan
posisi)
5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi
visual aktivitas dipersional)
6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan
7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-
tanda vital)
Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi
Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri
Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler
Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang
mungkin berlangsung lama
Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri
Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara
sentral maupun perifer
Menilai perkembangan masalah klien
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria
akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi
distal cedera
2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat
3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi
adanya sindroma kompartemen
4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan
5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit
distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal
Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi
Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan
bebatspalk
Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan
hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi
Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena
Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan
klien
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan
kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif
2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien
3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan
kortikosteroid sesuai indikasi
4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit
5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya
stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral
Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi
Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru
Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid
telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak
Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas
anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan
penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak
Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi
pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan
kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik
yang memampukan melakukan aktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran
kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien
2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun
yang sehat sesuai keadaan klien
3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi
4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien
5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien
6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari
7 Berikan diet TKTP
8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi
9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi
Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu
menurunkan isolasi sosial
Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot
mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi
kalsium karena imobilisasi
Mempertahankan posis fungsional ekstremitas
Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan
klien
Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis
penumonia)
Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi
Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis tubuh
Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara
individual
Menilai perkembangan masalah klien
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan
perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai
indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun
kencang bantalan bawah siku tumit)
2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips
3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal
4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi
pentraksi
Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas
Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap
tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi
Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal
Menilai perkembangan masalah klien
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang
Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase
purulen atau eritema dan demam
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol
2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen
3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi
4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur
dan sensitivitas lukaserumtulang)
5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka
Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka
Meminimalkan kontaminasi
Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis
mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus
Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED
dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab
infeksi
Mengevaluasi perkembangan masalah klien
h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien
mengerti dan memahami tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran
2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik
3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat
demam perubahan sensasi kulit distal cedera)
4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan
Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien
untuk mengikuti program pembelajaran
Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan
program terapi fisik
Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang
memerulukan intervensi lebih lanjut
Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi
klien
B Evaluasi
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat
o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
o Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami
httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-
terbukahtml
Peran Perawat saat terjadi kecelakaan
Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan
Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan
Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian
memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain
sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban
Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan
Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan
ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk
seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan
Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim
Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja
di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas
pada manajemen pra-rumah sakit
Triage
Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut
urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera
diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang
percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda
Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana
kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan
diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini
akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya
untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan
efisienrdquo
Kategori Triage
bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull
6
Ada sistim 4 level untuk kategori triage
1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa
yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal
tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal
vasa besar dan cedera jalan nafas
2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak
ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran
pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas
perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25
3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan
dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal
lacerasi minor memar dan lecet
4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan
meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat
derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital
Metode penilaian triage
Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage
berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh
tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap
diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik
cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini
dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment
Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda
Tdk
Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant
Jalan Nafas
Ya Ya
Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA
lt 30
Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan
lt 2 detik
Dapat diperintah --------------------------------------------
Ya
TUNDA
Gambar ALGORITME TRIAGE START
Pemulihan
Saran
Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa
yang akan datang maka di rekomendasikan
1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali
Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan
Komandan Medik
2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan
Ambulans berikut Tim Ambulans-nya
3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima
kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik
Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan
Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk
menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal
4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional
daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana
5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai
salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai
pihak
HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN
BENCANA
(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn
KIC Mkes KNA
(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri
(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk
(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi
(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya
(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa
kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan
yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui
mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
(Ignatavicius Donna D 1995)
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu
seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang
sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki
sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan
secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna
D 1995)
g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya
dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium
pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien
melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)
(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya
seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari
nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada
lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien
(3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun
begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola
eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya
warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola
Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan
tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)
(4) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal
lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena
ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan
yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)
(5) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien
harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)
(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan
akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
(Ignatavicius Donna D 1995)
(7) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur
sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya
tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
(8) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah
anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)
10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan
timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh
klien bisa tidak efektif
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien
2) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi
hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan
(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti
(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung
pada keadaan klien
(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut
(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk
(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
(a) Sistem Integumen
Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri
tekan
(b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada
nyeri kepala
(c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada
(d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk
Tak ada lesi simetris tak oedema
(e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan)
(f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan
(g) Hidung
Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung
(h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat
(i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris
(j) Paru
(1) Inspeksi
Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien
yang berhubungan dengan paru
(2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama
(3) Perkusi
Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya
(4) Auskultasi
Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor
dan ronchi
(k) Jantung
(1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung
(2) Palpasi
Nadi meningkat iktus tidak teraba
(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur
(l) Abdomen
(1) Inspeksi
Bentuk datar simetris tidak ada hernia
(2) Palpasi
Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba
(3) Perkusi
Suara thympani ada pantulan gelombang cairan
(4) Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kalimenit
(m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB
b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai
status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia
Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain
(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi)
(b) Cape au lait spot (birth mark)
(c) Fistulae
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi
(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal)
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi
netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien
Yang perlu dicatat adalah
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary
refill time Normal 3 ndash 5 ldquo
(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama
disekitar persendian
(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal
tengah atau distal)
Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler
Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya
konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan
ukurannya
(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan
ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan
lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari
titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah
ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan
aktif dan pasif
(Reksoprodjo Soelarto 1995)
3) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan
sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi
untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu
disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan
penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca
pada x-ray
(1) Bayangan jaringan lunak
(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi
(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction
(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti
(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang
kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya
(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma
(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa
(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak
b) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang
(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang
(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)
Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang
c) Pemeriksaan lain-lain
(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi
(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi
(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur
(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan
(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang
(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
3 Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah
sebagai berikut
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)
g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
(Doengoes 2000)
4 Intervensi Keperawatan
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan
tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan
tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai
indikasi untuk situasi individual
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat
dan atau traksi
2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena
3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif
4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan
posisi)
5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi
visual aktivitas dipersional)
6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan
7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-
tanda vital)
Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi
Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri
Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler
Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang
mungkin berlangsung lama
Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri
Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara
sentral maupun perifer
Menilai perkembangan masalah klien
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria
akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi
distal cedera
2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat
3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi
adanya sindroma kompartemen
4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan
5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit
distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal
Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi
Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan
bebatspalk
Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan
hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi
Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena
Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan
klien
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan
kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif
2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien
3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan
kortikosteroid sesuai indikasi
4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit
5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya
stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral
Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi
Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru
Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid
telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak
Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas
anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan
penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak
Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi
pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan
kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik
yang memampukan melakukan aktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran
kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien
2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun
yang sehat sesuai keadaan klien
3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi
4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien
5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien
6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari
7 Berikan diet TKTP
8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi
9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi
Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu
menurunkan isolasi sosial
Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot
mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi
kalsium karena imobilisasi
Mempertahankan posis fungsional ekstremitas
Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan
klien
Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis
penumonia)
Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi
Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis tubuh
Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara
individual
Menilai perkembangan masalah klien
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan
perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai
indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun
kencang bantalan bawah siku tumit)
2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips
3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal
4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi
pentraksi
Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas
Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap
tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi
Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal
Menilai perkembangan masalah klien
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang
Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase
purulen atau eritema dan demam
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol
2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen
3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi
4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur
dan sensitivitas lukaserumtulang)
5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka
Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka
Meminimalkan kontaminasi
Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis
mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus
Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED
dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab
infeksi
Mengevaluasi perkembangan masalah klien
h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien
mengerti dan memahami tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran
2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik
3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat
demam perubahan sensasi kulit distal cedera)
4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan
Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien
untuk mengikuti program pembelajaran
Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan
program terapi fisik
Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang
memerulukan intervensi lebih lanjut
Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi
klien
B Evaluasi
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat
o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
o Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami
httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-
terbukahtml
Peran Perawat saat terjadi kecelakaan
Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan
Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan
Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian
memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain
sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban
Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan
Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan
ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk
seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan
Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim
Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja
di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas
pada manajemen pra-rumah sakit
Triage
Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut
urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera
diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang
percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda
Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana
kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan
diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini
akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya
untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan
efisienrdquo
Kategori Triage
bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull
6
Ada sistim 4 level untuk kategori triage
1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa
yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal
tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal
vasa besar dan cedera jalan nafas
2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak
ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran
pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas
perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25
3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan
dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal
lacerasi minor memar dan lecet
4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan
meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat
derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital
Metode penilaian triage
Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage
berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh
tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap
diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik
cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini
dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment
Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda
Tdk
Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant
Jalan Nafas
Ya Ya
Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA
lt 30
Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan
lt 2 detik
Dapat diperintah --------------------------------------------
Ya
TUNDA
Gambar ALGORITME TRIAGE START
Pemulihan
Saran
Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa
yang akan datang maka di rekomendasikan
1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali
Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan
Komandan Medik
2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan
Ambulans berikut Tim Ambulans-nya
3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima
kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik
Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan
Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk
menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal
4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional
daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana
5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai
salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai
pihak
HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN
BENCANA
(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn
KIC Mkes KNA
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna
D 1995)
g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya
dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium
pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien
melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)
(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya
seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari
nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada
lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien
(3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun
begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola
eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya
warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola
Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan
tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)
(4) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal
lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena
ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan
yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)
(5) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien
harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)
(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan
akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
(Ignatavicius Donna D 1995)
(7) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur
sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya
tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
(8) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah
anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)
10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan
timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh
klien bisa tidak efektif
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien
2) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi
hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan
(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti
(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung
pada keadaan klien
(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut
(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk
(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
(a) Sistem Integumen
Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri
tekan
(b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada
nyeri kepala
(c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada
(d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk
Tak ada lesi simetris tak oedema
(e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan)
(f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan
(g) Hidung
Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung
(h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat
(i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris
(j) Paru
(1) Inspeksi
Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien
yang berhubungan dengan paru
(2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama
(3) Perkusi
Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya
(4) Auskultasi
Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor
dan ronchi
(k) Jantung
(1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung
(2) Palpasi
Nadi meningkat iktus tidak teraba
(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur
(l) Abdomen
(1) Inspeksi
Bentuk datar simetris tidak ada hernia
(2) Palpasi
Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba
(3) Perkusi
Suara thympani ada pantulan gelombang cairan
(4) Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kalimenit
(m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB
b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai
status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia
Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain
(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi)
(b) Cape au lait spot (birth mark)
(c) Fistulae
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi
(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal)
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi
netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien
Yang perlu dicatat adalah
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary
refill time Normal 3 ndash 5 ldquo
(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama
disekitar persendian
(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal
tengah atau distal)
Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler
Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya
konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan
ukurannya
(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan
ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan
lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari
titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah
ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan
aktif dan pasif
(Reksoprodjo Soelarto 1995)
3) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan
sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi
untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu
disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan
penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca
pada x-ray
(1) Bayangan jaringan lunak
(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi
(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction
(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti
(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang
kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya
(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma
(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa
(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak
b) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang
(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang
(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)
Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang
c) Pemeriksaan lain-lain
(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi
(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi
(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur
(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan
(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang
(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
3 Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah
sebagai berikut
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)
g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
(Doengoes 2000)
4 Intervensi Keperawatan
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan
tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan
tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai
indikasi untuk situasi individual
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat
dan atau traksi
2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena
3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif
4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan
posisi)
5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi
visual aktivitas dipersional)
6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan
7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-
tanda vital)
Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi
Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri
Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler
Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang
mungkin berlangsung lama
Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri
Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara
sentral maupun perifer
Menilai perkembangan masalah klien
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria
akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi
distal cedera
2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat
3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi
adanya sindroma kompartemen
4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan
5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit
distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal
Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi
Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan
bebatspalk
Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan
hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi
Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena
Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan
klien
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan
kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif
2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien
3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan
kortikosteroid sesuai indikasi
4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit
5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya
stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral
Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi
Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru
Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid
telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak
Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas
anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan
penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak
Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi
pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan
kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik
yang memampukan melakukan aktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran
kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien
2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun
yang sehat sesuai keadaan klien
3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi
4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien
5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien
6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari
7 Berikan diet TKTP
8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi
9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi
Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu
menurunkan isolasi sosial
Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot
mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi
kalsium karena imobilisasi
Mempertahankan posis fungsional ekstremitas
Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan
klien
Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis
penumonia)
Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi
Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis tubuh
Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara
individual
Menilai perkembangan masalah klien
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan
perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai
indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun
kencang bantalan bawah siku tumit)
2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips
3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal
4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi
pentraksi
Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas
Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap
tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi
Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal
Menilai perkembangan masalah klien
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang
Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase
purulen atau eritema dan demam
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol
2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen
3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi
4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur
dan sensitivitas lukaserumtulang)
5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka
Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka
Meminimalkan kontaminasi
Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis
mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus
Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED
dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab
infeksi
Mengevaluasi perkembangan masalah klien
h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien
mengerti dan memahami tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran
2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik
3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat
demam perubahan sensasi kulit distal cedera)
4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan
Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien
untuk mengikuti program pembelajaran
Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan
program terapi fisik
Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang
memerulukan intervensi lebih lanjut
Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi
klien
B Evaluasi
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat
o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
o Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami
httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-
terbukahtml
Peran Perawat saat terjadi kecelakaan
Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan
Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan
Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian
memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain
sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban
Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan
Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan
ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk
seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan
Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim
Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja
di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas
pada manajemen pra-rumah sakit
Triage
Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut
urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera
diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang
percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda
Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana
kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan
diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini
akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya
untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan
efisienrdquo
Kategori Triage
bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull
6
Ada sistim 4 level untuk kategori triage
1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa
yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal
tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal
vasa besar dan cedera jalan nafas
2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak
ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran
pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas
perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25
3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan
dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal
lacerasi minor memar dan lecet
4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan
meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat
derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital
Metode penilaian triage
Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage
berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh
tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap
diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik
cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini
dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment
Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda
Tdk
Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant
Jalan Nafas
Ya Ya
Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA
lt 30
Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan
lt 2 detik
Dapat diperintah --------------------------------------------
Ya
TUNDA
Gambar ALGORITME TRIAGE START
Pemulihan
Saran
Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa
yang akan datang maka di rekomendasikan
1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali
Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan
Komandan Medik
2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan
Ambulans berikut Tim Ambulans-nya
3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima
kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik
Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan
Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk
menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal
4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional
daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana
5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai
salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai
pihak
HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN
BENCANA
(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn
KIC Mkes KNA
lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena
ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan
yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)
(5) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien
harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)
(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan
akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
(Ignatavicius Donna D 1995)
(7) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur
sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya
tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
(8) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah
anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)
10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan
timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh
klien bisa tidak efektif
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien
2) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi
hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan
(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti
(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung
pada keadaan klien
(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut
(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk
(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
(a) Sistem Integumen
Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri
tekan
(b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada
nyeri kepala
(c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada
(d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk
Tak ada lesi simetris tak oedema
(e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan)
(f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan
(g) Hidung
Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung
(h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat
(i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris
(j) Paru
(1) Inspeksi
Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien
yang berhubungan dengan paru
(2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama
(3) Perkusi
Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya
(4) Auskultasi
Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor
dan ronchi
(k) Jantung
(1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung
(2) Palpasi
Nadi meningkat iktus tidak teraba
(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur
(l) Abdomen
(1) Inspeksi
Bentuk datar simetris tidak ada hernia
(2) Palpasi
Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba
(3) Perkusi
Suara thympani ada pantulan gelombang cairan
(4) Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kalimenit
(m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB
b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai
status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia
Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain
(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi)
(b) Cape au lait spot (birth mark)
(c) Fistulae
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi
(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal)
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi
netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien
Yang perlu dicatat adalah
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary
refill time Normal 3 ndash 5 ldquo
(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama
disekitar persendian
(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal
tengah atau distal)
Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler
Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya
konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan
ukurannya
(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan
ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan
lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari
titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah
ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan
aktif dan pasif
(Reksoprodjo Soelarto 1995)
3) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan
sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi
untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu
disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan
penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca
pada x-ray
(1) Bayangan jaringan lunak
(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi
(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction
(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti
(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang
kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya
(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma
(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa
(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak
b) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang
(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang
(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)
Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang
c) Pemeriksaan lain-lain
(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi
(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi
(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur
(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan
(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang
(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
3 Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah
sebagai berikut
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)
g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
(Doengoes 2000)
4 Intervensi Keperawatan
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan
tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan
tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai
indikasi untuk situasi individual
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat
dan atau traksi
2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena
3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif
4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan
posisi)
5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi
visual aktivitas dipersional)
6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan
7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-
tanda vital)
Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi
Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri
Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler
Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang
mungkin berlangsung lama
Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri
Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara
sentral maupun perifer
Menilai perkembangan masalah klien
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria
akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi
distal cedera
2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat
3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi
adanya sindroma kompartemen
4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan
5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit
distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal
Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi
Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan
bebatspalk
Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan
hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi
Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena
Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan
klien
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan
kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif
2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien
3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan
kortikosteroid sesuai indikasi
4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit
5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya
stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral
Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi
Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru
Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid
telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak
Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas
anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan
penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak
Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi
pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan
kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik
yang memampukan melakukan aktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran
kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien
2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun
yang sehat sesuai keadaan klien
3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi
4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien
5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien
6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari
7 Berikan diet TKTP
8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi
9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi
Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu
menurunkan isolasi sosial
Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot
mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi
kalsium karena imobilisasi
Mempertahankan posis fungsional ekstremitas
Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan
klien
Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis
penumonia)
Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi
Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis tubuh
Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara
individual
Menilai perkembangan masalah klien
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan
perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai
indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun
kencang bantalan bawah siku tumit)
2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips
3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal
4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi
pentraksi
Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas
Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap
tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi
Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal
Menilai perkembangan masalah klien
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang
Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase
purulen atau eritema dan demam
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol
2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen
3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi
4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur
dan sensitivitas lukaserumtulang)
5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka
Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka
Meminimalkan kontaminasi
Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis
mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus
Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED
dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab
infeksi
Mengevaluasi perkembangan masalah klien
h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien
mengerti dan memahami tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran
2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik
3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat
demam perubahan sensasi kulit distal cedera)
4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan
Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien
untuk mengikuti program pembelajaran
Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan
program terapi fisik
Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang
memerulukan intervensi lebih lanjut
Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi
klien
B Evaluasi
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat
o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
o Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami
httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-
terbukahtml
Peran Perawat saat terjadi kecelakaan
Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan
Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan
Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian
memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain
sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban
Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan
Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan
ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk
seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan
Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim
Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja
di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas
pada manajemen pra-rumah sakit
Triage
Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut
urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera
diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang
percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda
Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana
kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan
diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini
akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya
untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan
efisienrdquo
Kategori Triage
bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull
6
Ada sistim 4 level untuk kategori triage
1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa
yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal
tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal
vasa besar dan cedera jalan nafas
2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak
ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran
pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas
perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25
3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan
dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal
lacerasi minor memar dan lecet
4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan
meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat
derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital
Metode penilaian triage
Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage
berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh
tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap
diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik
cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini
dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment
Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda
Tdk
Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant
Jalan Nafas
Ya Ya
Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA
lt 30
Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan
lt 2 detik
Dapat diperintah --------------------------------------------
Ya
TUNDA
Gambar ALGORITME TRIAGE START
Pemulihan
Saran
Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa
yang akan datang maka di rekomendasikan
1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali
Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan
Komandan Medik
2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan
Ambulans berikut Tim Ambulans-nya
3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima
kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik
Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan
Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk
menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal
4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional
daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana
5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai
salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai
pihak
HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN
BENCANA
(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn
KIC Mkes KNA
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi
hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan
(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti
(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung
pada keadaan klien
(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut
(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk
(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
(a) Sistem Integumen
Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri
tekan
(b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada
nyeri kepala
(c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada
(d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk
Tak ada lesi simetris tak oedema
(e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan)
(f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan
(g) Hidung
Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung
(h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat
(i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris
(j) Paru
(1) Inspeksi
Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien
yang berhubungan dengan paru
(2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama
(3) Perkusi
Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya
(4) Auskultasi
Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor
dan ronchi
(k) Jantung
(1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung
(2) Palpasi
Nadi meningkat iktus tidak teraba
(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur
(l) Abdomen
(1) Inspeksi
Bentuk datar simetris tidak ada hernia
(2) Palpasi
Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba
(3) Perkusi
Suara thympani ada pantulan gelombang cairan
(4) Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kalimenit
(m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB
b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai
status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia
Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain
(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi)
(b) Cape au lait spot (birth mark)
(c) Fistulae
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi
(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal)
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi
netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien
Yang perlu dicatat adalah
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary
refill time Normal 3 ndash 5 ldquo
(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama
disekitar persendian
(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal
tengah atau distal)
Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler
Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya
konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan
ukurannya
(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan
ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan
lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari
titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah
ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan
aktif dan pasif
(Reksoprodjo Soelarto 1995)
3) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan
sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi
untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu
disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan
penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca
pada x-ray
(1) Bayangan jaringan lunak
(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi
(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction
(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti
(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang
kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya
(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma
(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa
(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak
b) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang
(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang
(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)
Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang
c) Pemeriksaan lain-lain
(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi
(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi
(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur
(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan
(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang
(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
3 Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah
sebagai berikut
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)
g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
(Doengoes 2000)
4 Intervensi Keperawatan
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan
tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan
tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai
indikasi untuk situasi individual
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat
dan atau traksi
2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena
3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif
4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan
posisi)
5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi
visual aktivitas dipersional)
6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan
7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-
tanda vital)
Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi
Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri
Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler
Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang
mungkin berlangsung lama
Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri
Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara
sentral maupun perifer
Menilai perkembangan masalah klien
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria
akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi
distal cedera
2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat
3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi
adanya sindroma kompartemen
4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan
5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit
distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal
Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi
Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan
bebatspalk
Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan
hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi
Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena
Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan
klien
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan
kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif
2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien
3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan
kortikosteroid sesuai indikasi
4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit
5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya
stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral
Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi
Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru
Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid
telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak
Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas
anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan
penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak
Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi
pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan
kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik
yang memampukan melakukan aktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran
kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien
2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun
yang sehat sesuai keadaan klien
3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi
4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien
5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien
6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari
7 Berikan diet TKTP
8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi
9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi
Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu
menurunkan isolasi sosial
Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot
mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi
kalsium karena imobilisasi
Mempertahankan posis fungsional ekstremitas
Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan
klien
Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis
penumonia)
Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi
Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis tubuh
Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara
individual
Menilai perkembangan masalah klien
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan
perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai
indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun
kencang bantalan bawah siku tumit)
2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips
3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal
4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi
pentraksi
Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas
Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap
tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi
Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal
Menilai perkembangan masalah klien
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang
Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase
purulen atau eritema dan demam
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol
2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen
3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi
4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur
dan sensitivitas lukaserumtulang)
5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka
Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka
Meminimalkan kontaminasi
Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis
mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus
Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED
dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab
infeksi
Mengevaluasi perkembangan masalah klien
h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien
mengerti dan memahami tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran
2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik
3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat
demam perubahan sensasi kulit distal cedera)
4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan
Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien
untuk mengikuti program pembelajaran
Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan
program terapi fisik
Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang
memerulukan intervensi lebih lanjut
Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi
klien
B Evaluasi
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat
o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
o Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami
httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-
terbukahtml
Peran Perawat saat terjadi kecelakaan
Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan
Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan
Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian
memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain
sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban
Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan
Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan
ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk
seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan
Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim
Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja
di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas
pada manajemen pra-rumah sakit
Triage
Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut
urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera
diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang
percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda
Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana
kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan
diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini
akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya
untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan
efisienrdquo
Kategori Triage
bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull
6
Ada sistim 4 level untuk kategori triage
1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa
yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal
tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal
vasa besar dan cedera jalan nafas
2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak
ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran
pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas
perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25
3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan
dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal
lacerasi minor memar dan lecet
4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan
meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat
derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital
Metode penilaian triage
Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage
berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh
tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap
diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik
cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini
dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment
Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda
Tdk
Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant
Jalan Nafas
Ya Ya
Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA
lt 30
Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan
lt 2 detik
Dapat diperintah --------------------------------------------
Ya
TUNDA
Gambar ALGORITME TRIAGE START
Pemulihan
Saran
Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa
yang akan datang maka di rekomendasikan
1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali
Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan
Komandan Medik
2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan
Ambulans berikut Tim Ambulans-nya
3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima
kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik
Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan
Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk
menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal
4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional
daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana
5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai
salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai
pihak
HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN
BENCANA
(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn
KIC Mkes KNA
(j) Paru
(1) Inspeksi
Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien
yang berhubungan dengan paru
(2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama
(3) Perkusi
Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya
(4) Auskultasi
Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor
dan ronchi
(k) Jantung
(1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung
(2) Palpasi
Nadi meningkat iktus tidak teraba
(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur
(l) Abdomen
(1) Inspeksi
Bentuk datar simetris tidak ada hernia
(2) Palpasi
Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba
(3) Perkusi
Suara thympani ada pantulan gelombang cairan
(4) Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kalimenit
(m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB
b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai
status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia
Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain
(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi)
(b) Cape au lait spot (birth mark)
(c) Fistulae
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi
(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal)
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi
netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien
Yang perlu dicatat adalah
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary
refill time Normal 3 ndash 5 ldquo
(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama
disekitar persendian
(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal
tengah atau distal)
Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler
Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya
konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan
ukurannya
(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan
ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan
lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari
titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah
ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan
aktif dan pasif
(Reksoprodjo Soelarto 1995)
3) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan
sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi
untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu
disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan
penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca
pada x-ray
(1) Bayangan jaringan lunak
(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi
(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction
(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti
(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang
kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya
(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma
(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa
(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak
b) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang
(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang
(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)
Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang
c) Pemeriksaan lain-lain
(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi
(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi
(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur
(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan
(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang
(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
3 Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah
sebagai berikut
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)
g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
(Doengoes 2000)
4 Intervensi Keperawatan
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan
tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan
tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai
indikasi untuk situasi individual
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat
dan atau traksi
2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena
3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif
4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan
posisi)
5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi
visual aktivitas dipersional)
6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan
7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-
tanda vital)
Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi
Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri
Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler
Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang
mungkin berlangsung lama
Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri
Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara
sentral maupun perifer
Menilai perkembangan masalah klien
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria
akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi
distal cedera
2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat
3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi
adanya sindroma kompartemen
4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan
5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit
distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal
Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi
Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan
bebatspalk
Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan
hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi
Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena
Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan
klien
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan
kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif
2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien
3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan
kortikosteroid sesuai indikasi
4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit
5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya
stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral
Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi
Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru
Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid
telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak
Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas
anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan
penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak
Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi
pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan
kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik
yang memampukan melakukan aktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran
kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien
2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun
yang sehat sesuai keadaan klien
3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi
4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien
5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien
6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari
7 Berikan diet TKTP
8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi
9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi
Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu
menurunkan isolasi sosial
Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot
mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi
kalsium karena imobilisasi
Mempertahankan posis fungsional ekstremitas
Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan
klien
Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis
penumonia)
Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi
Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis tubuh
Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara
individual
Menilai perkembangan masalah klien
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan
perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai
indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun
kencang bantalan bawah siku tumit)
2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips
3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal
4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi
pentraksi
Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas
Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap
tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi
Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal
Menilai perkembangan masalah klien
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang
Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase
purulen atau eritema dan demam
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol
2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen
3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi
4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur
dan sensitivitas lukaserumtulang)
5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka
Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka
Meminimalkan kontaminasi
Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis
mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus
Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED
dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab
infeksi
Mengevaluasi perkembangan masalah klien
h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien
mengerti dan memahami tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran
2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik
3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat
demam perubahan sensasi kulit distal cedera)
4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan
Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien
untuk mengikuti program pembelajaran
Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan
program terapi fisik
Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang
memerulukan intervensi lebih lanjut
Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi
klien
B Evaluasi
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat
o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
o Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami
httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-
terbukahtml
Peran Perawat saat terjadi kecelakaan
Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan
Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan
Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian
memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain
sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban
Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan
Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan
ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk
seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan
Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim
Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja
di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas
pada manajemen pra-rumah sakit
Triage
Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut
urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera
diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang
percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda
Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana
kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan
diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini
akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya
untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan
efisienrdquo
Kategori Triage
bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull
6
Ada sistim 4 level untuk kategori triage
1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa
yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal
tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal
vasa besar dan cedera jalan nafas
2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak
ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran
pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas
perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25
3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan
dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal
lacerasi minor memar dan lecet
4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan
meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat
derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital
Metode penilaian triage
Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage
berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh
tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap
diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik
cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini
dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment
Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda
Tdk
Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant
Jalan Nafas
Ya Ya
Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA
lt 30
Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan
lt 2 detik
Dapat diperintah --------------------------------------------
Ya
TUNDA
Gambar ALGORITME TRIAGE START
Pemulihan
Saran
Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa
yang akan datang maka di rekomendasikan
1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali
Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan
Komandan Medik
2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan
Ambulans berikut Tim Ambulans-nya
3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima
kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik
Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan
Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk
menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal
4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional
daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana
5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai
salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai
pihak
HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN
BENCANA
(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn
KIC Mkes KNA
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain
(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi)
(b) Cape au lait spot (birth mark)
(c) Fistulae
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi
(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal)
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi
netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien
Yang perlu dicatat adalah
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary
refill time Normal 3 ndash 5 ldquo
(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama
disekitar persendian
(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal
tengah atau distal)
Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler
Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya
konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan
ukurannya
(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan
ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan
lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari
titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah
ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan
aktif dan pasif
(Reksoprodjo Soelarto 1995)
3) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan
sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi
untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu
disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan
penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca
pada x-ray
(1) Bayangan jaringan lunak
(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi
(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction
(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti
(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang
kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya
(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma
(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa
(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak
b) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang
(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang
(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)
Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang
c) Pemeriksaan lain-lain
(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi
(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi
(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur
(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan
(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang
(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
3 Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah
sebagai berikut
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)
g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
(Doengoes 2000)
4 Intervensi Keperawatan
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan
tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan
tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai
indikasi untuk situasi individual
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat
dan atau traksi
2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena
3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif
4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan
posisi)
5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi
visual aktivitas dipersional)
6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan
7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-
tanda vital)
Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi
Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri
Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler
Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang
mungkin berlangsung lama
Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri
Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara
sentral maupun perifer
Menilai perkembangan masalah klien
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria
akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi
distal cedera
2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat
3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi
adanya sindroma kompartemen
4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan
5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit
distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal
Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi
Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan
bebatspalk
Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan
hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi
Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena
Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan
klien
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan
kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif
2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien
3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan
kortikosteroid sesuai indikasi
4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit
5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya
stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral
Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi
Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru
Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid
telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak
Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas
anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan
penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak
Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi
pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan
kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik
yang memampukan melakukan aktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran
kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien
2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun
yang sehat sesuai keadaan klien
3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi
4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien
5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien
6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari
7 Berikan diet TKTP
8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi
9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi
Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu
menurunkan isolasi sosial
Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot
mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi
kalsium karena imobilisasi
Mempertahankan posis fungsional ekstremitas
Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan
klien
Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis
penumonia)
Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi
Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis tubuh
Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara
individual
Menilai perkembangan masalah klien
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan
perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai
indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun
kencang bantalan bawah siku tumit)
2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips
3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal
4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi
pentraksi
Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas
Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap
tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi
Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal
Menilai perkembangan masalah klien
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang
Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase
purulen atau eritema dan demam
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol
2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen
3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi
4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur
dan sensitivitas lukaserumtulang)
5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka
Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka
Meminimalkan kontaminasi
Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis
mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus
Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED
dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab
infeksi
Mengevaluasi perkembangan masalah klien
h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien
mengerti dan memahami tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran
2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik
3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat
demam perubahan sensasi kulit distal cedera)
4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan
Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien
untuk mengikuti program pembelajaran
Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan
program terapi fisik
Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang
memerulukan intervensi lebih lanjut
Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi
klien
B Evaluasi
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat
o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
o Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami
httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-
terbukahtml
Peran Perawat saat terjadi kecelakaan
Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan
Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan
Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian
memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain
sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban
Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan
Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan
ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk
seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan
Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim
Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja
di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas
pada manajemen pra-rumah sakit
Triage
Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut
urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera
diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang
percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda
Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana
kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan
diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini
akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya
untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan
efisienrdquo
Kategori Triage
bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull
6
Ada sistim 4 level untuk kategori triage
1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa
yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal
tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal
vasa besar dan cedera jalan nafas
2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak
ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran
pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas
perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25
3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan
dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal
lacerasi minor memar dan lecet
4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan
meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat
derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital
Metode penilaian triage
Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage
berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh
tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap
diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik
cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini
dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment
Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda
Tdk
Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant
Jalan Nafas
Ya Ya
Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA
lt 30
Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan
lt 2 detik
Dapat diperintah --------------------------------------------
Ya
TUNDA
Gambar ALGORITME TRIAGE START
Pemulihan
Saran
Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa
yang akan datang maka di rekomendasikan
1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali
Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan
Komandan Medik
2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan
Ambulans berikut Tim Ambulans-nya
3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima
kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik
Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan
Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk
menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal
4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional
daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana
5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai
salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai
pihak
HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN
BENCANA
(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn
KIC Mkes KNA
(Reksoprodjo Soelarto 1995)
3) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan
sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi
untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu
disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan
penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca
pada x-ray
(1) Bayangan jaringan lunak
(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi
(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction
(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti
(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang
kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya
(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma
(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa
(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak
b) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang
(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang
(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)
Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang
c) Pemeriksaan lain-lain
(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi
(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi
(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur
(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan
(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang
(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
3 Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah
sebagai berikut
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)
g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
(Doengoes 2000)
4 Intervensi Keperawatan
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan
tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan
tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai
indikasi untuk situasi individual
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat
dan atau traksi
2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena
3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif
4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan
posisi)
5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi
visual aktivitas dipersional)
6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan
7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-
tanda vital)
Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi
Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri
Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler
Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang
mungkin berlangsung lama
Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri
Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara
sentral maupun perifer
Menilai perkembangan masalah klien
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria
akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi
distal cedera
2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat
3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi
adanya sindroma kompartemen
4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan
5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit
distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal
Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi
Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan
bebatspalk
Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan
hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi
Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena
Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan
klien
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan
kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif
2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien
3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan
kortikosteroid sesuai indikasi
4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit
5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya
stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral
Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi
Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru
Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid
telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak
Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas
anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan
penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak
Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi
pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan
kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik
yang memampukan melakukan aktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran
kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien
2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun
yang sehat sesuai keadaan klien
3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi
4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien
5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien
6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari
7 Berikan diet TKTP
8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi
9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi
Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu
menurunkan isolasi sosial
Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot
mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi
kalsium karena imobilisasi
Mempertahankan posis fungsional ekstremitas
Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan
klien
Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis
penumonia)
Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi
Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis tubuh
Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara
individual
Menilai perkembangan masalah klien
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan
perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai
indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun
kencang bantalan bawah siku tumit)
2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips
3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal
4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi
pentraksi
Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas
Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap
tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi
Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal
Menilai perkembangan masalah klien
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang
Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase
purulen atau eritema dan demam
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol
2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen
3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi
4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur
dan sensitivitas lukaserumtulang)
5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka
Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka
Meminimalkan kontaminasi
Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis
mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus
Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED
dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab
infeksi
Mengevaluasi perkembangan masalah klien
h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien
mengerti dan memahami tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran
2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik
3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat
demam perubahan sensasi kulit distal cedera)
4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan
Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien
untuk mengikuti program pembelajaran
Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan
program terapi fisik
Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang
memerulukan intervensi lebih lanjut
Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi
klien
B Evaluasi
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat
o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
o Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami
httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-
terbukahtml
Peran Perawat saat terjadi kecelakaan
Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan
Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan
Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian
memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain
sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban
Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan
Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan
ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk
seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan
Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim
Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja
di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas
pada manajemen pra-rumah sakit
Triage
Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut
urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera
diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang
percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda
Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana
kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan
diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini
akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya
untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan
efisienrdquo
Kategori Triage
bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull
6
Ada sistim 4 level untuk kategori triage
1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa
yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal
tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal
vasa besar dan cedera jalan nafas
2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak
ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran
pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas
perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25
3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan
dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal
lacerasi minor memar dan lecet
4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan
meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat
derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital
Metode penilaian triage
Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage
berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh
tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap
diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik
cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini
dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment
Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda
Tdk
Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant
Jalan Nafas
Ya Ya
Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA
lt 30
Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan
lt 2 detik
Dapat diperintah --------------------------------------------
Ya
TUNDA
Gambar ALGORITME TRIAGE START
Pemulihan
Saran
Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa
yang akan datang maka di rekomendasikan
1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali
Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan
Komandan Medik
2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan
Ambulans berikut Tim Ambulans-nya
3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima
kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik
Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan
Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk
menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal
4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional
daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana
5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai
salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai
pihak
HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN
BENCANA
(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn
KIC Mkes KNA
(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)
Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang
c) Pemeriksaan lain-lain
(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi
(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi
(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur
(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan
(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang
(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur
(Ignatavicius Donna D 1995)
b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
3 Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah
sebagai berikut
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)
g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
(Doengoes 2000)
4 Intervensi Keperawatan
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan
tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan
tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai
indikasi untuk situasi individual
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat
dan atau traksi
2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena
3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif
4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan
posisi)
5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi
visual aktivitas dipersional)
6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan
7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-
tanda vital)
Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi
Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri
Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler
Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang
mungkin berlangsung lama
Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri
Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara
sentral maupun perifer
Menilai perkembangan masalah klien
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria
akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi
distal cedera
2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat
3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi
adanya sindroma kompartemen
4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan
5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit
distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal
Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi
Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan
bebatspalk
Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan
hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi
Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena
Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan
klien
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan
kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif
2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien
3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan
kortikosteroid sesuai indikasi
4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit
5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya
stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral
Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi
Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru
Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid
telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak
Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas
anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan
penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak
Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi
pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan
kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik
yang memampukan melakukan aktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran
kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien
2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun
yang sehat sesuai keadaan klien
3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi
4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien
5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien
6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari
7 Berikan diet TKTP
8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi
9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi
Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu
menurunkan isolasi sosial
Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot
mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi
kalsium karena imobilisasi
Mempertahankan posis fungsional ekstremitas
Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan
klien
Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis
penumonia)
Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi
Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis tubuh
Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara
individual
Menilai perkembangan masalah klien
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan
perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai
indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun
kencang bantalan bawah siku tumit)
2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips
3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal
4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi
pentraksi
Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas
Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap
tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi
Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal
Menilai perkembangan masalah klien
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang
Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase
purulen atau eritema dan demam
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol
2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen
3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi
4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur
dan sensitivitas lukaserumtulang)
5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka
Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka
Meminimalkan kontaminasi
Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis
mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus
Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED
dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab
infeksi
Mengevaluasi perkembangan masalah klien
h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien
mengerti dan memahami tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran
2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik
3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat
demam perubahan sensasi kulit distal cedera)
4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan
Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien
untuk mengikuti program pembelajaran
Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan
program terapi fisik
Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang
memerulukan intervensi lebih lanjut
Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi
klien
B Evaluasi
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat
o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
o Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami
httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-
terbukahtml
Peran Perawat saat terjadi kecelakaan
Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan
Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan
Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian
memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain
sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban
Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan
Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan
ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk
seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan
Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim
Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja
di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas
pada manajemen pra-rumah sakit
Triage
Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut
urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera
diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang
percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda
Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana
kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan
diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini
akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya
untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan
efisienrdquo
Kategori Triage
bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull
6
Ada sistim 4 level untuk kategori triage
1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa
yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal
tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal
vasa besar dan cedera jalan nafas
2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak
ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran
pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas
perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25
3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan
dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal
lacerasi minor memar dan lecet
4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan
meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat
derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital
Metode penilaian triage
Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage
berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh
tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap
diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik
cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini
dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment
Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda
Tdk
Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant
Jalan Nafas
Ya Ya
Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA
lt 30
Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan
lt 2 detik
Dapat diperintah --------------------------------------------
Ya
TUNDA
Gambar ALGORITME TRIAGE START
Pemulihan
Saran
Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa
yang akan datang maka di rekomendasikan
1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali
Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan
Komandan Medik
2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan
Ambulans berikut Tim Ambulans-nya
3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima
kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik
Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan
Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk
menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal
4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional
daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana
5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai
salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai
pihak
HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN
BENCANA
(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn
KIC Mkes KNA
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)
g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
(Doengoes 2000)
4 Intervensi Keperawatan
a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan
lunak pemasangan traksi stressansietas
Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan
tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan
tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai
indikasi untuk situasi individual
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat
dan atau traksi
2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena
3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif
4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan
posisi)
5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi
visual aktivitas dipersional)
6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan
7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-
tanda vital)
Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi
Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri
Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler
Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang
mungkin berlangsung lama
Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri
Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara
sentral maupun perifer
Menilai perkembangan masalah klien
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria
akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi
distal cedera
2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat
3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi
adanya sindroma kompartemen
4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan
5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit
distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal
Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi
Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan
bebatspalk
Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan
hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi
Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena
Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan
klien
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan
kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif
2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien
3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan
kortikosteroid sesuai indikasi
4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit
5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya
stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral
Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi
Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru
Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid
telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak
Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas
anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan
penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak
Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi
pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan
kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik
yang memampukan melakukan aktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran
kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien
2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun
yang sehat sesuai keadaan klien
3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi
4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien
5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien
6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari
7 Berikan diet TKTP
8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi
9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi
Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu
menurunkan isolasi sosial
Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot
mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi
kalsium karena imobilisasi
Mempertahankan posis fungsional ekstremitas
Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan
klien
Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis
penumonia)
Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi
Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis tubuh
Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara
individual
Menilai perkembangan masalah klien
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan
perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai
indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun
kencang bantalan bawah siku tumit)
2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips
3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal
4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi
pentraksi
Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas
Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap
tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi
Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal
Menilai perkembangan masalah klien
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang
Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase
purulen atau eritema dan demam
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol
2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen
3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi
4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur
dan sensitivitas lukaserumtulang)
5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka
Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka
Meminimalkan kontaminasi
Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis
mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus
Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED
dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab
infeksi
Mengevaluasi perkembangan masalah klien
h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien
mengerti dan memahami tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran
2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik
3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat
demam perubahan sensasi kulit distal cedera)
4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan
Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien
untuk mengikuti program pembelajaran
Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan
program terapi fisik
Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang
memerulukan intervensi lebih lanjut
Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi
klien
B Evaluasi
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat
o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
o Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami
httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-
terbukahtml
Peran Perawat saat terjadi kecelakaan
Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan
Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan
Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian
memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain
sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban
Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan
Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan
ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk
seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan
Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim
Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja
di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas
pada manajemen pra-rumah sakit
Triage
Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut
urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera
diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang
percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda
Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana
kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan
diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini
akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya
untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan
efisienrdquo
Kategori Triage
bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull
6
Ada sistim 4 level untuk kategori triage
1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa
yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal
tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal
vasa besar dan cedera jalan nafas
2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak
ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran
pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas
perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25
3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan
dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal
lacerasi minor memar dan lecet
4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan
meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat
derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital
Metode penilaian triage
Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage
berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh
tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap
diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik
cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini
dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment
Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda
Tdk
Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant
Jalan Nafas
Ya Ya
Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA
lt 30
Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan
lt 2 detik
Dapat diperintah --------------------------------------------
Ya
TUNDA
Gambar ALGORITME TRIAGE START
Pemulihan
Saran
Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa
yang akan datang maka di rekomendasikan
1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali
Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan
Komandan Medik
2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan
Ambulans berikut Tim Ambulans-nya
3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima
kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik
Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan
Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk
menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal
4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional
daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana
5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai
salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai
pihak
HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN
BENCANA
(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn
KIC Mkes KNA
5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi
visual aktivitas dipersional)
6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan
7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-
tanda vital)
Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi
Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri
Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler
Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang
mungkin berlangsung lama
Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri
Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara
sentral maupun perifer
Menilai perkembangan masalah klien
b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera
vaskuler edema pembentukan trombus)
Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria
akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi
distal cedera
2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat
3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi
adanya sindroma kompartemen
4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan
5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit
distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal
Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi
Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan
bebatspalk
Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan
hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi
Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena
Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan
klien
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan
kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif
2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien
3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan
kortikosteroid sesuai indikasi
4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit
5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya
stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral
Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi
Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru
Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid
telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak
Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas
anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan
penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak
Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi
pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan
kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik
yang memampukan melakukan aktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran
kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien
2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun
yang sehat sesuai keadaan klien
3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi
4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien
5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien
6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari
7 Berikan diet TKTP
8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi
9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi
Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu
menurunkan isolasi sosial
Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot
mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi
kalsium karena imobilisasi
Mempertahankan posis fungsional ekstremitas
Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan
klien
Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis
penumonia)
Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi
Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis tubuh
Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara
individual
Menilai perkembangan masalah klien
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan
perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai
indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun
kencang bantalan bawah siku tumit)
2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips
3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal
4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi
pentraksi
Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas
Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap
tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi
Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal
Menilai perkembangan masalah klien
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang
Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase
purulen atau eritema dan demam
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol
2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen
3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi
4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur
dan sensitivitas lukaserumtulang)
5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka
Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka
Meminimalkan kontaminasi
Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis
mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus
Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED
dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab
infeksi
Mengevaluasi perkembangan masalah klien
h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien
mengerti dan memahami tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran
2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik
3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat
demam perubahan sensasi kulit distal cedera)
4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan
Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien
untuk mengikuti program pembelajaran
Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan
program terapi fisik
Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang
memerulukan intervensi lebih lanjut
Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi
klien
B Evaluasi
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat
o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
o Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami
httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-
terbukahtml
Peran Perawat saat terjadi kecelakaan
Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan
Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan
Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian
memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain
sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban
Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan
Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan
ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk
seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan
Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim
Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja
di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas
pada manajemen pra-rumah sakit
Triage
Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut
urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera
diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang
percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda
Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana
kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan
diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini
akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya
untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan
efisienrdquo
Kategori Triage
bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull
6
Ada sistim 4 level untuk kategori triage
1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa
yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal
tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal
vasa besar dan cedera jalan nafas
2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak
ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran
pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas
perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25
3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan
dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal
lacerasi minor memar dan lecet
4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan
meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat
derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital
Metode penilaian triage
Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage
berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh
tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap
diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik
cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini
dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment
Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda
Tdk
Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant
Jalan Nafas
Ya Ya
Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA
lt 30
Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan
lt 2 detik
Dapat diperintah --------------------------------------------
Ya
TUNDA
Gambar ALGORITME TRIAGE START
Pemulihan
Saran
Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa
yang akan datang maka di rekomendasikan
1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali
Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan
Komandan Medik
2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan
Ambulans berikut Tim Ambulans-nya
3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima
kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik
Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan
Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk
menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal
4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional
daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana
5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai
salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai
pihak
HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN
BENCANA
(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn
KIC Mkes KNA
Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria
akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi
distal cedera
2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat
3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi
adanya sindroma kompartemen
4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan
5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit
distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal
Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi
Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan
bebatspalk
Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan
hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi
Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena
Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan
klien
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan
kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif
2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien
3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan
kortikosteroid sesuai indikasi
4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit
5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya
stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral
Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi
Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru
Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid
telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak
Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas
anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan
penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak
Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi
pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan
kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik
yang memampukan melakukan aktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran
kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien
2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun
yang sehat sesuai keadaan klien
3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi
4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien
5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien
6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari
7 Berikan diet TKTP
8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi
9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi
Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu
menurunkan isolasi sosial
Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot
mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi
kalsium karena imobilisasi
Mempertahankan posis fungsional ekstremitas
Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan
klien
Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis
penumonia)
Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi
Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis tubuh
Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara
individual
Menilai perkembangan masalah klien
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan
perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai
indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun
kencang bantalan bawah siku tumit)
2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips
3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal
4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi
pentraksi
Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas
Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap
tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi
Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal
Menilai perkembangan masalah klien
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang
Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase
purulen atau eritema dan demam
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol
2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen
3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi
4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur
dan sensitivitas lukaserumtulang)
5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka
Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka
Meminimalkan kontaminasi
Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis
mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus
Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED
dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab
infeksi
Mengevaluasi perkembangan masalah klien
h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien
mengerti dan memahami tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran
2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik
3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat
demam perubahan sensasi kulit distal cedera)
4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan
Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien
untuk mengikuti program pembelajaran
Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan
program terapi fisik
Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang
memerulukan intervensi lebih lanjut
Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi
klien
B Evaluasi
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat
o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
o Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami
httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-
terbukahtml
Peran Perawat saat terjadi kecelakaan
Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan
Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan
Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian
memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain
sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban
Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan
Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan
ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk
seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan
Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim
Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja
di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas
pada manajemen pra-rumah sakit
Triage
Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut
urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera
diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang
percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda
Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana
kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan
diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini
akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya
untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan
efisienrdquo
Kategori Triage
bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull
6
Ada sistim 4 level untuk kategori triage
1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa
yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal
tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal
vasa besar dan cedera jalan nafas
2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak
ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran
pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas
perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25
3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan
dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal
lacerasi minor memar dan lecet
4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan
meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat
derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital
Metode penilaian triage
Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage
berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh
tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap
diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik
cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini
dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment
Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda
Tdk
Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant
Jalan Nafas
Ya Ya
Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA
lt 30
Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan
lt 2 detik
Dapat diperintah --------------------------------------------
Ya
TUNDA
Gambar ALGORITME TRIAGE START
Pemulihan
Saran
Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa
yang akan datang maka di rekomendasikan
1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali
Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan
Komandan Medik
2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan
Ambulans berikut Tim Ambulans-nya
3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima
kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik
Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan
Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk
menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal
4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional
daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana
5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai
salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai
pihak
HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN
BENCANA
(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn
KIC Mkes KNA
c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan
membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)
Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan
kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif
2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien
3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan
kortikosteroid sesuai indikasi
4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit
5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya
stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral
Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi
Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru
Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid
telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak
Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas
anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan
penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak
Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi
pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan
kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik
yang memampukan melakukan aktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran
kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien
2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun
yang sehat sesuai keadaan klien
3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi
4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien
5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien
6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari
7 Berikan diet TKTP
8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi
9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi
Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu
menurunkan isolasi sosial
Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot
mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi
kalsium karena imobilisasi
Mempertahankan posis fungsional ekstremitas
Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan
klien
Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis
penumonia)
Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi
Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis tubuh
Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara
individual
Menilai perkembangan masalah klien
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan
perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai
indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun
kencang bantalan bawah siku tumit)
2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips
3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal
4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi
pentraksi
Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas
Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap
tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi
Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal
Menilai perkembangan masalah klien
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang
Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase
purulen atau eritema dan demam
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol
2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen
3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi
4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur
dan sensitivitas lukaserumtulang)
5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka
Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka
Meminimalkan kontaminasi
Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis
mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus
Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED
dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab
infeksi
Mengevaluasi perkembangan masalah klien
h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien
mengerti dan memahami tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran
2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik
3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat
demam perubahan sensasi kulit distal cedera)
4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan
Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien
untuk mengikuti program pembelajaran
Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan
program terapi fisik
Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang
memerulukan intervensi lebih lanjut
Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi
klien
B Evaluasi
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat
o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
o Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami
httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-
terbukahtml
Peran Perawat saat terjadi kecelakaan
Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan
Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan
Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian
memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain
sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban
Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan
Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan
ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk
seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan
Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim
Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja
di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas
pada manajemen pra-rumah sakit
Triage
Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut
urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera
diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang
percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda
Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana
kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan
diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini
akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya
untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan
efisienrdquo
Kategori Triage
bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull
6
Ada sistim 4 level untuk kategori triage
1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa
yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal
tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal
vasa besar dan cedera jalan nafas
2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak
ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran
pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas
perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25
3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan
dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal
lacerasi minor memar dan lecet
4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan
meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat
derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital
Metode penilaian triage
Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage
berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh
tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap
diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik
cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini
dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment
Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda
Tdk
Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant
Jalan Nafas
Ya Ya
Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA
lt 30
Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan
lt 2 detik
Dapat diperintah --------------------------------------------
Ya
TUNDA
Gambar ALGORITME TRIAGE START
Pemulihan
Saran
Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa
yang akan datang maka di rekomendasikan
1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali
Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan
Komandan Medik
2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan
Ambulans berikut Tim Ambulans-nya
3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima
kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik
Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan
Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk
menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal
4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional
daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana
5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai
salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai
pihak
HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN
BENCANA
(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn
KIC Mkes KNA
Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid
telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak
Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas
anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan
penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak
Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi
pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal
d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi
restriktif (imobilisasi)
Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan
kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik
yang memampukan melakukan aktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran
kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien
2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun
yang sehat sesuai keadaan klien
3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi
4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien
5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien
6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari
7 Berikan diet TKTP
8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi
9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi
Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu
menurunkan isolasi sosial
Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot
mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi
kalsium karena imobilisasi
Mempertahankan posis fungsional ekstremitas
Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan
klien
Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis
penumonia)
Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi
Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis tubuh
Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara
individual
Menilai perkembangan masalah klien
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan
perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai
indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun
kencang bantalan bawah siku tumit)
2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips
3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal
4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi
pentraksi
Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas
Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap
tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi
Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal
Menilai perkembangan masalah klien
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang
Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase
purulen atau eritema dan demam
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol
2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen
3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi
4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur
dan sensitivitas lukaserumtulang)
5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka
Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka
Meminimalkan kontaminasi
Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis
mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus
Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED
dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab
infeksi
Mengevaluasi perkembangan masalah klien
h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien
mengerti dan memahami tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran
2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik
3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat
demam perubahan sensasi kulit distal cedera)
4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan
Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien
untuk mengikuti program pembelajaran
Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan
program terapi fisik
Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang
memerulukan intervensi lebih lanjut
Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi
klien
B Evaluasi
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat
o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
o Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami
httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-
terbukahtml
Peran Perawat saat terjadi kecelakaan
Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan
Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan
Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian
memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain
sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban
Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan
Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan
ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk
seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan
Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim
Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja
di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas
pada manajemen pra-rumah sakit
Triage
Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut
urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera
diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang
percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda
Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana
kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan
diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini
akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya
untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan
efisienrdquo
Kategori Triage
bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull
6
Ada sistim 4 level untuk kategori triage
1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa
yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal
tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal
vasa besar dan cedera jalan nafas
2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak
ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran
pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas
perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25
3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan
dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal
lacerasi minor memar dan lecet
4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan
meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat
derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital
Metode penilaian triage
Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage
berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh
tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap
diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik
cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini
dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment
Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda
Tdk
Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant
Jalan Nafas
Ya Ya
Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA
lt 30
Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan
lt 2 detik
Dapat diperintah --------------------------------------------
Ya
TUNDA
Gambar ALGORITME TRIAGE START
Pemulihan
Saran
Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa
yang akan datang maka di rekomendasikan
1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali
Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan
Komandan Medik
2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan
Ambulans berikut Tim Ambulans-nya
3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima
kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik
Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan
Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk
menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal
4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional
daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana
5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai
salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai
pihak
HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN
BENCANA
(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn
KIC Mkes KNA
6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari
7 Berikan diet TKTP
8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi
9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi
Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu
menurunkan isolasi sosial
Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot
mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi
kalsium karena imobilisasi
Mempertahankan posis fungsional ekstremitas
Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan
klien
Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis
penumonia)
Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi
Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis tubuh
Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara
individual
Menilai perkembangan masalah klien
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan
perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai
indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun
kencang bantalan bawah siku tumit)
2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips
3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal
4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi
pentraksi
Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas
Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap
tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi
Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal
Menilai perkembangan masalah klien
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang
Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase
purulen atau eritema dan demam
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol
2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen
3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi
4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur
dan sensitivitas lukaserumtulang)
5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka
Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka
Meminimalkan kontaminasi
Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis
mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus
Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED
dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab
infeksi
Mengevaluasi perkembangan masalah klien
h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien
mengerti dan memahami tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran
2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik
3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat
demam perubahan sensasi kulit distal cedera)
4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan
Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien
untuk mengikuti program pembelajaran
Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan
program terapi fisik
Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang
memerulukan intervensi lebih lanjut
Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi
klien
B Evaluasi
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat
o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
o Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami
httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-
terbukahtml
Peran Perawat saat terjadi kecelakaan
Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan
Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan
Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian
memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain
sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban
Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan
Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan
ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk
seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan
Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim
Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja
di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas
pada manajemen pra-rumah sakit
Triage
Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut
urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera
diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang
percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda
Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana
kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan
diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini
akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya
untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan
efisienrdquo
Kategori Triage
bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull
6
Ada sistim 4 level untuk kategori triage
1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa
yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal
tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal
vasa besar dan cedera jalan nafas
2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak
ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran
pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas
perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25
3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan
dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal
lacerasi minor memar dan lecet
4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan
meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat
derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital
Metode penilaian triage
Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage
berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh
tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap
diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik
cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini
dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment
Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda
Tdk
Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant
Jalan Nafas
Ya Ya
Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA
lt 30
Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan
lt 2 detik
Dapat diperintah --------------------------------------------
Ya
TUNDA
Gambar ALGORITME TRIAGE START
Pemulihan
Saran
Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa
yang akan datang maka di rekomendasikan
1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali
Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan
Komandan Medik
2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan
Ambulans berikut Tim Ambulans-nya
3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima
kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik
Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan
Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk
menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal
4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional
daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana
5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai
salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai
pihak
HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN
BENCANA
(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn
KIC Mkes KNA
Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis tubuh
Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara
individual
Menilai perkembangan masalah klien
e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat
sekrup)
Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan
perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai
indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun
kencang bantalan bawah siku tumit)
2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips
3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal
4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi
pentraksi
Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas
Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap
tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi
Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal
Menilai perkembangan masalah klien
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang
Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase
purulen atau eritema dan demam
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol
2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen
3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi
4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur
dan sensitivitas lukaserumtulang)
5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka
Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka
Meminimalkan kontaminasi
Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis
mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus
Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED
dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab
infeksi
Mengevaluasi perkembangan masalah klien
h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien
mengerti dan memahami tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran
2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik
3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat
demam perubahan sensasi kulit distal cedera)
4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan
Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien
untuk mengikuti program pembelajaran
Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan
program terapi fisik
Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang
memerulukan intervensi lebih lanjut
Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi
klien
B Evaluasi
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat
o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
o Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami
httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-
terbukahtml
Peran Perawat saat terjadi kecelakaan
Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan
Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan
Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian
memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain
sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban
Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan
Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan
ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk
seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan
Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim
Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja
di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas
pada manajemen pra-rumah sakit
Triage
Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut
urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera
diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang
percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda
Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana
kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan
diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini
akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya
untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan
efisienrdquo
Kategori Triage
bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull
6
Ada sistim 4 level untuk kategori triage
1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa
yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal
tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal
vasa besar dan cedera jalan nafas
2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak
ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran
pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas
perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25
3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan
dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal
lacerasi minor memar dan lecet
4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan
meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat
derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital
Metode penilaian triage
Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage
berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh
tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap
diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik
cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini
dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment
Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda
Tdk
Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant
Jalan Nafas
Ya Ya
Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA
lt 30
Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan
lt 2 detik
Dapat diperintah --------------------------------------------
Ya
TUNDA
Gambar ALGORITME TRIAGE START
Pemulihan
Saran
Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa
yang akan datang maka di rekomendasikan
1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali
Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan
Komandan Medik
2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan
Ambulans berikut Tim Ambulans-nya
3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima
kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik
Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan
Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk
menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal
4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional
daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana
5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai
salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai
pihak
HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN
BENCANA
(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn
KIC Mkes KNA
Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap
tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi
Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal
Menilai perkembangan masalah klien
f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit
taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang
Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase
purulen atau eritema dan demam
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol
2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen
3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi
4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur
dan sensitivitas lukaserumtulang)
5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka
Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka
Meminimalkan kontaminasi
Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis
mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus
Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED
dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab
infeksi
Mengevaluasi perkembangan masalah klien
h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien
mengerti dan memahami tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran
2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik
3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat
demam perubahan sensasi kulit distal cedera)
4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan
Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien
untuk mengikuti program pembelajaran
Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan
program terapi fisik
Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang
memerulukan intervensi lebih lanjut
Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi
klien
B Evaluasi
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat
o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
o Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami
httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-
terbukahtml
Peran Perawat saat terjadi kecelakaan
Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan
Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan
Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian
memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain
sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban
Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan
Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan
ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk
seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan
Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim
Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja
di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas
pada manajemen pra-rumah sakit
Triage
Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut
urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera
diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang
percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda
Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana
kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan
diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini
akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya
untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan
efisienrdquo
Kategori Triage
bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull
6
Ada sistim 4 level untuk kategori triage
1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa
yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal
tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal
vasa besar dan cedera jalan nafas
2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak
ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran
pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas
perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25
3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan
dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal
lacerasi minor memar dan lecet
4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan
meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat
derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital
Metode penilaian triage
Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage
berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh
tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap
diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik
cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini
dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment
Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda
Tdk
Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant
Jalan Nafas
Ya Ya
Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA
lt 30
Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan
lt 2 detik
Dapat diperintah --------------------------------------------
Ya
TUNDA
Gambar ALGORITME TRIAGE START
Pemulihan
Saran
Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa
yang akan datang maka di rekomendasikan
1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali
Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan
Komandan Medik
2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan
Ambulans berikut Tim Ambulans-nya
3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima
kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik
Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan
Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk
menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal
4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional
daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana
5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai
salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai
pihak
HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN
BENCANA
(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn
KIC Mkes KNA
Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis
mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus
Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED
dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab
infeksi
Mengevaluasi perkembangan masalah klien
h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif
kurang akuratlengkapnya informasi yang ada
Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien
mengerti dan memahami tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran
2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik
3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat
demam perubahan sensasi kulit distal cedera)
4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan
Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien
untuk mengikuti program pembelajaran
Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan
program terapi fisik
Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang
memerulukan intervensi lebih lanjut
Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi
klien
B Evaluasi
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat
o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
o Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami
httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-
terbukahtml
Peran Perawat saat terjadi kecelakaan
Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan
Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan
Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian
memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain
sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban
Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan
Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan
ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk
seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan
Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim
Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja
di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas
pada manajemen pra-rumah sakit
Triage
Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut
urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera
diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang
percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda
Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana
kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan
diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini
akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya
untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan
efisienrdquo
Kategori Triage
bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull
6
Ada sistim 4 level untuk kategori triage
1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa
yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal
tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal
vasa besar dan cedera jalan nafas
2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak
ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran
pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas
perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25
3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan
dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal
lacerasi minor memar dan lecet
4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan
meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat
derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital
Metode penilaian triage
Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage
berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh
tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap
diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik
cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini
dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment
Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda
Tdk
Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant
Jalan Nafas
Ya Ya
Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA
lt 30
Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan
lt 2 detik
Dapat diperintah --------------------------------------------
Ya
TUNDA
Gambar ALGORITME TRIAGE START
Pemulihan
Saran
Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa
yang akan datang maka di rekomendasikan
1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali
Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan
Komandan Medik
2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan
Ambulans berikut Tim Ambulans-nya
3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima
kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik
Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan
Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk
menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal
4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional
daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana
5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai
salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai
pihak
HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN
BENCANA
(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn
KIC Mkes KNA
Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang
memerulukan intervensi lebih lanjut
Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi
klien
B Evaluasi
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat
o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
o Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami
httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-
terbukahtml
Peran Perawat saat terjadi kecelakaan
Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan
Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan
Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian
memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain
sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban
Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan
Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan
ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk
seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan
Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim
Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja
di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas
pada manajemen pra-rumah sakit
Triage
Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut
urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera
diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang
percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda
Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana
kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan
diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini
akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya
untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan
efisienrdquo
Kategori Triage
bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull
6
Ada sistim 4 level untuk kategori triage
1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa
yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal
tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal
vasa besar dan cedera jalan nafas
2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak
ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran
pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas
perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25
3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan
dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal
lacerasi minor memar dan lecet
4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan
meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat
derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital
Metode penilaian triage
Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage
berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh
tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap
diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik
cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini
dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment
Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda
Tdk
Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant
Jalan Nafas
Ya Ya
Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA
lt 30
Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan
lt 2 detik
Dapat diperintah --------------------------------------------
Ya
TUNDA
Gambar ALGORITME TRIAGE START
Pemulihan
Saran
Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa
yang akan datang maka di rekomendasikan
1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali
Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan
Komandan Medik
2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan
Ambulans berikut Tim Ambulans-nya
3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima
kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik
Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan
Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk
menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal
4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional
daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana
5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai
salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai
pihak
HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN
BENCANA
(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn
KIC Mkes KNA
Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim
Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja
di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas
pada manajemen pra-rumah sakit
Triage
Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut
urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera
diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang
percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda
Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana
kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan
diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini
akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya
untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan
efisienrdquo
Kategori Triage
bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull
6
Ada sistim 4 level untuk kategori triage
1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa
yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal
tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal
vasa besar dan cedera jalan nafas
2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak
ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran
pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas
perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25
3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan
dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal
lacerasi minor memar dan lecet
4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan
meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat
derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital
Metode penilaian triage
Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage
berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh
tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap
diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik
cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini
dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment
Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda
Tdk
Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant
Jalan Nafas
Ya Ya
Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA
lt 30
Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan
lt 2 detik
Dapat diperintah --------------------------------------------
Ya
TUNDA
Gambar ALGORITME TRIAGE START
Pemulihan
Saran
Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa
yang akan datang maka di rekomendasikan
1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali
Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan
Komandan Medik
2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan
Ambulans berikut Tim Ambulans-nya
3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima
kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik
Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan
Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk
menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal
4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional
daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana
5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai
salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai
pihak
HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN
BENCANA
(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn
KIC Mkes KNA
derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital
Metode penilaian triage
Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage
berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh
tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap
diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik
cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini
dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment
Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda
Tdk
Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant
Jalan Nafas
Ya Ya
Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA
lt 30
Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan
lt 2 detik
Dapat diperintah --------------------------------------------
Ya
TUNDA
Gambar ALGORITME TRIAGE START
Pemulihan
Saran
Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa
yang akan datang maka di rekomendasikan
1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali
Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan
Komandan Medik
2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan
Ambulans berikut Tim Ambulans-nya
3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima
kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik
Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan
Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk
menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal
4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional
daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana
5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai
salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai
pihak
HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN
BENCANA
(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn
KIC Mkes KNA
Saran
Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa
yang akan datang maka di rekomendasikan
1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali
Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan
Komandan Medik
2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan
Ambulans berikut Tim Ambulans-nya
3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima
kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik
Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan
Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk
menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal
4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional
daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana
5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai
salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai
pihak
HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN
BENCANA
(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn
KIC Mkes KNA
daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana
5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai
salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai
pihak
HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN
BENCANA
(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn
KIC Mkes KNA