kebudayaan islam
TRANSCRIPT
TUGAS MATA KULIAH AGAMA ISLAM
KEBUDAYAAN ISLAM
Disusun Oleh :
Agung Bagus Ksatria. M
Desti Kasandra
Tri Apriyanti
Yuliani
Kelas A
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN PRODI PSIKOLOGI
TAHUN 2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ajaran-ajaran islam yang diyakini oleh umat islam mengandung nilai-nilai
islam yang memiliki peran yang sangat penting didalam mengembangkan
kebudayaan islam. Disamping itu, ajaran-ajaran islam juga dapat membumikan
ajaran utama ( yang sebagai syariah) sesuai dengan kondisi dan kebutuhan hidup
umat manusia. Manusia sering dikatakan sebagai mahluk yang paling tinggi
dibandingkan dengan mahluk lainnya. Tingginya harkat dan martabat manusia
karena manusia mempunyai akal budi. Dengan adanya akal budilah, manusia
mampu menghasilkan kebudayaan yang cenderung membuat manusia menjadi
lebih baik dan lebih maju. Dengan kebudayaan tersebut manusia memperoleh
banyak kemudahan dan kesenangan hidup. Akal budi pun mampu menciptakan
dan melahirkan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan keseluruhan yang
dihasilkan akal budi tersebut dapat dikelola untuk menghasilkan produk-produk
yang dapat dimanfaatkan oleh manusia guna menuju peradaban yang modern.
Seiring dengan berkembangnya wawasan manusia akan lebih dapat
memilah-milah bagian-bagian yang positif dan negative untuk diri pribadi dan
orang lain. Dengan peradaban manusia yang semakin modern maka pola pikir
manusia akan lebih berkembang. Apabila dikaitkan dengan kebudayaan islam
maka manusia merupakan suatu fungsi yang di gunakan untuk meneruskan
kebudayaan islam dimasa lalu untuk menjalankan peradaban modern. Kebudayaan
islam digunakan sebagai pedoman agar manusia tidak terjerumus dalam hal-hal
yang negatif dan manusia dapat memahami betapa pentingnya mempelajari
tentang kebudayaan islam agar kita sebagai umat islam dapat tahu betul
bagaimana sebenarnya kebudayaan islam yang sesungguhnya. Dan pada makalah
ini kami akan membahas tentang kebudayaan islam.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah pada makalah ini yaitu:
1. Bagaimanakah kebudayaan islam?
2. Bagaimanakah sejarah intelektual islam?
3. Apakah pengaruh kebudayaan islam bagi umat manusia?
C. MANFAAT
Adapun manfaat dari makalah ini yaitu :
1. Kita akan dapat menjadi manusia yang dapat menyeesuaikan diri dengan
berpegang teguh pada ajaran-ajaran sejarah islam.
2. Umat manusia sebagai mahluk yang paling sempurna dapat
mengembangkan kemampuannya yang dilandasi dengan Al-Quran.
3. Manusia modern dapat mengambil hikmah dari kebudayaan islam dan
unsur-unsurnya serta pembelajara yang di bahas di makalah ini.
4. Kita dapat mengetahui kebudayaan-kebudayaan islam serta sejarah
intelektual islam yang dapat di jadikan bahan pembelajaran.
5. Kita dapat mengetahui bagaimana islam dalam kebudayaan Indonesia serta
etos kerja islam.
D. TUJUAN
1. Untuk mengetahui kebudayaan islam.
2. Untuk mengetahui sejarah intelektual islam.
3. Untuk mengetahui nilai-nilai kebudayaan dalam islam.
4. Untuk mengetahui bagaimana Mesjid sebagaipusat peradaban islam.
5. Untuk mengetahui islam dalam kebudayaan Indonesia, dan.
6. Untuk mengetahui etos-etos kerja dalam islam.
BAB II
KEBUDAYAAN ISLAM
1. Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan Menurut Edward B. Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan
yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan,
kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang
didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Sedangkan menurut Selo
Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa,
dan cipta masyarakat. Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian
mengenai kebudayaan yang mana akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan
meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga
dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan
perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia
sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat
nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial,
religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia
dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat
2. Unsur-unsur Kebudayaan
Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai unsur
kebudayaan, antara lain sebagai berikut:
1. Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok
yaitu:
alat-alat teknologi
sistem ekonomi
keluarga
kekuasaan politik.
2. Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi:
sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para
anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam
sekelilingnya
organisasi ekonomi
Alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk
pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama)
organisasi kekuatan (politik)
3. Sejarah Intelektual Islam
Perkembangan pemikiran islam mempunyai sejarah yang panjang dalam arti
seluas-luasnya. Tradisi pemikiran dikalangan umat islam berkembang seiring
dengan kemunculan islam itu sendiri. Dalam kontek masyarakat Arab sendiri, di
mana islam lahir dan pertama kali berkembang di sana, kedatangannya lengkap
dengan tradisi keilmuannya. Sebab masyarakat Arab pra islam belum mempunyai
sistem pengembangan pemikiran secara sistematis.
Pada masa awal perkembangan islam, sistem pendidikan dan pemikiran yang
sistematis belum terselenggara karena ajaran islam tidak diturunkan sekaligus.
Namun demikian isyarat Alqur’an sudah cukup jelas meletakkan fondasi yang
kokoh terhadap pengembangan ilmu dam pemikiran,sebagaimana terlihat pada
ayat yang pertama diturunkan yaitu suatu perintah untuk membaca dengan nama
Allah ( al-Alaq:1 ). Dalam kaitan itu dapat dipahami mengapa proses pendidikan
islam pertama kali berlangsung di rumah yaitu Darul Arqam. Ketika masyarakat
Islam telah terbentuk, maka pendidikan Islam dapat diselenggarakan di mesjid.
Proses pendididkan pada kedua tempat tersebut dilakukan dalam lingkaran besar
atau disebut Halaqah.
Dalam mengguanakan teori yang dikembangkan oleh Harun Nasution, dilihat
dari segi perkembangannya, sejarah intelektua Islam dapat dikelompokkan ke
dalam tiga masa yaitu masa klasik, yaitu tahun 650-1250 M. dan masa modern
yaitu sejak tahun 1800-sampai sekarang.
Pada masa klasik lahir para ulama madz hab seperti imamn Hambali, Hanafi,
Iman Syafii, dan Iman Malik. Selain itu, lahir pula para filosuf muslim seperti Al-
Kindi, tahun 801 M. seorang filosuf muslim pertama. Selain Al-Kindi, pada itu
lahir pula para filosuf besar seperti Al-Razi lahir tahun 865 M, Al-Farabi lahir
tahun 870 M. Dia dikenal sebagai pembangun aguing sistem filsafat. Pada abad
berikutnya lahir pula filosuf agung Ibnu Miskawaih pada tahun 930 M.
pemikirannya yang terkenal tentang pendidikan akhlak kemudian Ibnu Sina tahun
1037. Ibnu Bajjah, 1138 M. Ibnu Rasyid 1126 M. dll. Pada masa pertengahan
yaitu tahun 1250-1800 M. dalam catatan sejarah pemikiran Islam masa ini
merupakan fase kemunduran karena filsafat mulai dijauhkan dari umat Islam
sehingga ada kecenderungan akal dipertentangkan dengan wahyu,.iman dengan
Ilmu, dunia dengan akhirat. Pengaruhnya masih terasa sampai sekarang.
Pemikiran yang berkembang saat itu adalah pemikiran dikotomis antara
agama dengan lmu dan urusan dunia dengan urusan akhirat. Titik kulminasinya
adalah ketika para ulama sudah mendekat kepada para penguasa, sehingga fatwa-
fatwa mereka tidak lagi diikuti oleh umatnya dan kondisi umat menjadi carut
marut kehilangan figur pemimpin yang dicintai umatnya.
4. Nilai-Nilai Islam Dalam Budaya Indonesia
Di zaman modern, ada satu fenomena yang menarik untuk kita simak
bersama yaitu semangat dan pemahaman sebagian generasi muda umat Islam
khususnya Mahasiswa PTU dalam mempelajari dan mengamalkan ajaran Islam.
Mereka berpandangan bahwa Islam yang benar adalah segala sesuatu yang
ditampilkan oleh Nabi Muhammad Saw. Secara utuh termasuk nilai-nilai budaya
Arabnya. Kita sepakat bahwa Nabi Muhammad Saw. Itu adalah Rasul Allah. Kita
tahu Islam itu lebih dari beliau, dan yang menginkari kerasulannya adalah kafir.
Nabi Muhammad Saw. Adalah seorang Rasul Allah dan harus diingat bahwa
beliau adalah orang Arab. Dalam kajian budaya sudah barang tentu apa yang
ditampilkan dalam perilaku kehidupannya terdapat nilai-nilai budaya lokal.
Sedangkan nilai-nilai Islam itu bersifat universal. Maka dari itu sangat
dimungkingkan apa yang dicontoh oleh Nabi dalam hal mu’amalah ada nuansa-
nuansa budaya yang dapat kita aktualisasikan dala kehidupn modern dan
disesuaikan dengan muatan budaya lokal masing-masing. Contohnya dalam cara
berpakaian dan cara makan. Dalam ajaran Islam sendiri meniru budaya satu kaum
boleh-boleh saja sepanjang tidak bertengtangan dengan nilai-nilai dasar Islam.
Apalagi yang ditirunya adalah panutan suci Nabi Muhammad Saw, namun yang
tidak boleh adalah menganggap bahwa nilai-nilai budaya Arabnya dipandang
sebagai ajaran Islam.
Dalam perkembangan dakwah Islam melalui bahasa budaya, sebagaimana
dilakukan oleh para Wali di tanah jawa. Karena kehebatan para wali Allah dalam
mengemas ajaran Islam dengan bahasa budaya setempat, sehingga masyarakat
tidak sadar bahwa nilai-nilai Islam telah masuk dan menjadi tradisi dalam
kehidupan sehari hari mereka.
5. Masjid Sebagai Pusat Peradaban Islam
Masjid biasanya dipahami oleh sebagian besar masyarakat merupakan rumah
ibadah, terutama untuk shalat, padahal sebenarnya masjid memiliki fungsi yang
demikian luas daripada sekedar untuk shalat. Masjid pada awal berdirinya belum
berpindah dari fungsi yang utama yaitu untuk melakukan shalat, namun perlu
diketahui bahwa masjid pada zaman Rasulullah saw dimanfaatkan sebagai pusat
peradaban dan kebudayaan Islam.
Nabi Muhammad saw menumbuhkembangkan agama Islam termasuk
didalamnya mengajarkan Al Quran, Al Hadits, bermusyawarah untuk mufakat
dalam usaha menyelesaikan berbagai macam persoalan umat Islam, membina
sikap dasar umat Islam kepada orang-orang nonmuslim, sehingga segala macam
ikhtiar untuk mengembangkan kesejahteraan umat Islam justru berasal dari masjid
(Diskusi Kelompok Lokakarya MPK UGM, 2003: 38). Masjid merupakan ajang
untuk mengumumkan hal-hal penting terutama berkaitan dengan hidup dan
kehidupan umat Islam. Persoalan suka dan duka, peristiwa-peristiwa yang terjadi
di sekitar masjid diberitahukan kepada masyarakat melalui masjid. Masjid juga
berfungsi dalam hal pendidikan dan penerangan untuk masyarakat serta
merupakan tempat belajar bagi semua orang yang akan belajar dan mendalami
agama.Pada waktu Nabi Muhammad saw masih hidup, semua pertanyaan yang
berkaitan dengan ilmu pengetahuan, agama maupun masalah hukum langsung
dilontarkan dan dicarikan jawabannya secara langsung oleh beliau, maka ketika
itu belum diperlukan kepustakaan Islam.
Asas Islam didalamnya mengandung kepustakaan, hal ini dapat dilihat pada
waktu turunnya wahyu yang pertama yaitu surat Al Alaq ayat 1-5, artinya:
Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha
Pemurah Yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam Dia mengajarkan
kepada manusia apa yang tidak diketahuinya (Departemen Agama, 1989: 1079).
Ayat tersebut mengandung makna bahwa tempat bersandar kepustakaan adalah
membaca dan menulis, tanpa menulis maupun membaca buku-buku tidak pernah
ada. Membaca dan menulis merupakan pertanda bagi lahirnya kepustakaan Islam
sesudah nabi wafat. Kitab yang pertama dan utama dalam Islam adalah kitab suci
Al Quran.
Kitab yang kedua adalah As Sunnah (Al Hadits). Kitab-kitab yang ditulis
setelah AlQuran dan As Sunnah memiliki sifat menjelaskan, membahas, memberi
penafsiran, mengolah, menumbuhkembangkan, dan meneruskan kedua kitab
tersebut. Kepustakaan Islam adalah pusat pendidikan, pengajaran, dandakwah
Islam. Pada waktu Nabi Muhammad saw masih hidup, perpustakaan belum
tersedia,tetapi secara keseluruhan berdasarkan pada wahyu ertama sebagaimana
ermaktub dalam Al Quran. Mereka yang berkeinginan mengembangkan ilm
pengetahuan dan memperdalam ilmu,maka masjid merupakan perpustakaan
sekaligus sebagai gudang ilmu (Gazalba, 1975: 119).
Masjid berfungsi sebagai tempat sosial, yang dipergunakan seperti hotel bagi
seseorang sedang mengadakan perjalanan (musafir),hal itu juga pernah dialami
oleh seorang budak wanita yang baru dibebaskan, karena tidak memiliki rumah
kemudian ia mendirikan kemah di halaman masjid (Gazalba, 1975: 121). Orang-
orang di dalam masjid mengumandangkan ayat-ayat AlQuran dengan suara
merdu, juga diperdengarkan lagu-lagu yang berciri khas Islami.
Masjid berasal dari istilah sajada, yasjudu yang mengandung arti bersujud
atau bersembahyang. Masjid merupakan rumah Allah (Baitullah), sehingga orang
yang masuk ke masjid diperintahkan shalat sunnah tahiyatul masjid (menghargai
masjid) sebanyak dua rakaat. Nabi Muhammad saw bersabda dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Abu Dawud ra,: Jika seseorang memasuki masjid jangan
dahulu duduk sebelum mengerjakan shalat dua rakaat (Tim Penulis Ensiklopedi
Islam, 1997: 169). Kata masjid (bentuk mufrad/tunggal) dan masajid (bentuk
jamak) banyak didapat di dalam Al Quran, misal: Hai anak Adam, pakailah
pakaianmu yang indah di setiap memasuki masjid… (Al Quran surat Al Araf ayat
31). Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalang-halangi
menyebut nama Allah di dalam masjid-masjidNya dan berusaha untuk
merobohkannya?…. (Al Quran surat Al Baqarah ayat 114). Hanyalah yang
memakmurkan masjid- masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada
Allah dan hari kemudian serta tetap mendirikan sholat, menunaikan zakat, dan
tidak takut (kepada siapapun)selain kepada Allah….. (Al Quran surat At Taubah
ayat 18). Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka
janganlah kamu menyembah seseorangpun didalamnya disamping (menyembah)
Allah(Al Quran surat Al Jin ayat 18). (Departemen Agama, 1989: 225,31, 280,
985). Masjid pertama kali didirikan oleh Nabi Muhammad saw di Madinah, yaitu
pada tahun 622 bulan Rabiulawal tahun I Hijriyah, bertepatan dengan awal mula
Nabi Muhammad saw bertempat tinggal di Madinah, masjid tersebut adalah
masjid Madinah (Masjid Nabawi), adalah masjid utama ketiga sesudah Masjidil
Haram dan Masjidil Aqsa.
Sejarah pertumbuhan bangunan masjid berkaitan erat dengan perkembangan
daerah Islam dan timbulnya kota-kota baru. Pada waktu awal tumbuh
kembangnya Islam ke berbagai negara, umat Islam bertempat tinggal di tempat
yang baru, dengan menggunakan sarana masjid sebagai ajang untuk kepentingan
sosial. Masjid adalah hasil budaya umat Islam dalam bidang teknologi konstruksi
yang sudah diawali semenjak awal mula dan merupakan corak khas negara atau
Kota Islam (Tim Penulis Ensiklopedi Islam, 1997: 169-171). Masjid juga salah
satu bentuk pengejawantahan tumbuhnya kebudayaan Islam yang demikian
penting.Bentuk bangunan masjid juga menggambarkan Allah (Sang Pencipta)
serta merupakan pertanda tingkat tumbuhkembangnya kebudayaan Islam.
Konstruksi masjid yang indah dan mempesonakan dapat ditemukan di
Spanyol, India, Suria,Kairo, Baghdad serta beberapa daerah di Afrika juga
merupakan pertanda sejarah monumen umat Islam yang pernah mengalami zaman
keemasan pada bidang teknologi konstruksi, seni dan ekonomi. Seni arsitektur
yang demikian indah kelihatan dalam berbagai masjid berada diseantero dunia
tidak timbul secara mendadak, namun melalui proses pertumbuhan secara tahap
demi tahap. Diawali dari konstruksi bangunan yang sederhana sampai pada bentuk
bangunan yang sempurna, terjadi dari satu generasi ke generasi berikutnya. Seni
arsitektur masjid tidak terlepas dari pengaruh seni arsitektur Arab, Persia,
Byzantium, India, Mesir, dan Gothik. Bangunan dan ciri khas arsitektur masjid,
semenjak zaman para khalifah sampai saat ini terdapat perbedaan antara satu
dengan yang lainnya, tetapi secara keseluruhan dilandasi adanya jiwa ketauhidan
dan perwujudan rasa cinta dan kasih sayang kepada Allah SWt.
6. Islam Dalam Budaya Indonesia
Dakwah Islam ke Indonesia lengkap dengan seni dan kebudayaannya, maka
Islam tidak lepas dari budaya Arab. Permulaan berkembangnya Indonesia,
dirasakan demikian sulit untuk mengantisipasi adanya perbedaan antara ajaran
Islam dengan kebudayaan Arab. Tumbuh kembangnya Islam di Indonesia
diolah sedemikian rupa oleh para juru dakwah dengan melalui berbagai macam
cara, baik melalui bahasa maupun budaya seperti halnya dilakukan oleh para wali
Allah di Pulau Jawa. Para wali Allah tersebut dengan segala kehebatannya dapat
menerapkan ajaran dengan melalui bahasa dan budaya daerah setempat, sehingga
masyarakat secara tidak sengaja dapat memperoleh nilai-nilai Islam yang pada
akhirnya dapat mengemas dan berubah menjadi adat istiadat di dalam hidup dan
kehidupan sehari-hari dan secara langsung merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari kebudayaan bangsa Indonesia, misalnya: setiap diadakan
upacara-upacara adat banyak menggunakan bahasa Arab (Al Quran), yang sudah
secara langsung masuk ke dalam bahasa daerah dan Indonesia, hal tersebut tidak
disadari bahwa sebenarnya yang dilaksanakan tidak lain adalah ajaran-ajaran
Islam (Diskusi Kelompok Lokakarya MPK UGM, 2003: 39). Ajaran-ajaran Islam
yang bersifat komprehensif dan menyeluruh juga dapat disaksikan dalam hal
melaksanakan hari raya Idul Fitri 1 Syawal yang pada awalnya sebenarnya
dirayakan secara bersama dan serentak oleh seluruh umat Islam dimanapun
mereka berada, namun yang kemudian berkembang di Indonesia bahwa segenap
lapisan masyarakat tanpa pandang bulu dengan tidak memandang agama dan
keyakinannya secara bersama-sama mengadakan syawalan (halal bil halal) selama
satu bulan penuh dalam bulan syawal, hal inilah yang pada hakikatnya berasal dari
nilai-nilai ajaran Islam, yaitu mewujudkan ikatan tali persaudaraan di antara
sesama handai tolan dengan cara saling bersilaturahmi satu sama lain, sehingga
dapat terjalin suasana akrab dalam keluarga.
Berkaitan dengan nilai-nilai Islam dalam kebudayaan Indonesia yang lain,
juga dapat dikemukakan yaitu sesuai dengan perkembangan zaman terutama ciri
dan corak bangunan masjid di Indonesia yang juga mengalami tumbuh kembang,
baik terdiri dari masjid-masjid tua maupun yang baru dibangun, misal: masjid-
masjid yang dibangun oleh Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila, pada
umumnya hampir mirip dengan bentuk joglo yang berseni budaya Jawa.
Perkembangan budaya Islam yang terdapat pada masjid, secara nyata dapat
ditunjukkan yaitu adanya masjid-masjid tua yang kemudian diperbaiki dengan
ditambah konstruksi baru atau mengganti tiang-tiang kayu dengan tiang batu atau
beton, lantai batu dengan ubin dan dinding sekat dengan tembok kayu. Hal
tersebut dapat dicontohkan beberapa masjid yang menambah bangunan, yaitu
Masjid Agung Banten (bangunan menara dan madrasah), Masjid Menara Kudus
(bangunan bagian depan berujud pintu gerbang dan kubah dengan gaya arsitektur
kayu Indonesia), Masjid Agung Surakarta (bangunan pintu gerbang dan tembok
keliling yang berlubang tiga pintu dengan lengkung runcing dan menara tempel
yang memiliki mahkota kubah,merupakan hasil modifikasi pintu gerbang masjid-
masjid di India. Masjid Sumenep Madura (bangunan pintu gerbang bergaya
arsitektur Eropa), Masjid Jami Padang Panjang, Tanah Datar, Masjid Sarik
(Bukittinggi), Masjid Sumatera Barat (pembangunan puncak tumbang dengan
mahkota kubah). Jurnal Filsafat, Agustus 2004, Jilid 37, Nomor 2
Beberapa masjid di Indonesia yang mengedepankan corak yang demikian
baru (modern), misal: Masjid Raya Medan, Masjid Baiturrahman Banda Aceh
yang mencontoh gaya arsitektur masjid di India (Tim Penulis Ensiklopedi Islam,
1997: 172-173). Bangsa Indonesia setelah meraih kemerdekaan juga banyak
berdiri masjid-masjid model baru,yaitu : Masjid Raya Makassar (Ujung Pandang),
Masjid Syuhada (Yogyakarta), Masjid Agung Al Azhar (Jakarta), Masjid Istiqlal
(Jakarta), Masjid Salman ITB (Bandung). Masjid mempunyai sejumlah komponen
yaitu kubah, menara, mihrab, dan mimbar; komponen masjid yang berciri khas
Indonesia adalah beduk. Beduk terbesar di Indonesia terdapat di dalam masjid
Jami Purworejo, dibuat oleh orang Indonesia dengan dirancang sesuai dengan
njlai-nilai yang berciri khas Islami dan berbudaya Indonesia.
Islam sebagai agama rahmatan lil alamin dapat dilihat dalam segala aspek
kehidupan masyarakat di Indonesia, baik dalam aspek sosial, politik, ekonomi,
dan agama sehingga nilai-nilai Islam, terutama yang terdapat dalam kebudayaan
Indonesia secara keseluruhan tidak dapat dihindari, hal ini sebagaimana telah
dikemukakan pada pembahasan tentang kebudayaan Islam yang ada di Indonesia.
7. Islam dan Etos Kerja
Islam adalah agama dualisme, yang mengga bungkan antara kehidupan dunia
dan akhirat. Dalam artian, Islam memandang bahwa manusia tidak bisa hanya
menomorsatukan akhirat dan cuek terhadap materi. Karena manusia
membutuhkan makan, minum, tempat tinggal dan pakaian. Maka, untuk dapat
mencapai dan memperoleh itu semua, Islam menganjurkan para pemeluknya
untuk bekerja dan berusaha.
Islam sangat membenci umatnya yang lemah dan malas; tidak memiliki
kekuatan mental dalam mencari rezki, sebagai haknya yang telah diberikan Allah.
Dan malas, tidak memiliki gairah dan greget untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Perintah untuk bekerja dan berusaha ini dijelaskan secara gamblang
oleh Allah swt. di dalam Alquran; Dan katakanlah, bekerjalah kamu karena
sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya dan orang-orang mumin akan menjadi saksi
dari hasil kerja kamu… (QS. At-Taubah (9): 105). Para sahabat Nabi saw.
merupakan tokoh-tokoh ahli kerja (ashb al-aml). Tidak ada satupun dari mereka
yang tidak memiliki ladang pekarjaan.
Dr. Muhammad Hasanain al-Bath di dalam bukunya Al-Nizhm Al-Iqtishdiy f
Al-Islm menampilkan sosok Umar, khalifah kedua umat Islam dalam hal etos
kerja. Umar, kalau melihat seorang anak yang membuatnya takjub atau kagum,
maka ia bertanya kepada orang lain, apakah dia memiliki pekerjaan atau tidak?
Jika tidak, maka beliau berkata; Saqatha min ainiy, dia tidak membuatku kagum,
atau hilanglah kekagumanku padanya. Beliau sangat terkenal dengan
adagiumnya; Y masyara al-fuqar, irfa rusakum faqad wadha al-tharq. Fastabiq al-
khairt,wa l takn latan al al-ns (Wahai para fakir, angkatlah kepala kalian, jalan
sudah terang. Berlomba-lombalah dalam berbuat kebaikan, dan jangan jadi
sampah umat Islam). Dari sini tampak bahwa Islam benar-benar menamkan etos
kerja yang tinggi kepada umatnya. Sebuah semangat kerja yang menjadi ciri khas
dan keyakinan kita, umat Islam. Sehingga, menurut Dr. Muhammad Hasanain al-
Bath di dalam bukunya tersebut disebutkan bahwa Alquran menyebutkan kata
kerja dengan segala bentuk derivasi dan dimensinya, baik secara parsial dan
komprehensif (general), materialistik dan moral, dunia dan akhirat lebih dari 350
tempat. Sehingga, tidak heran kalau Islam menyeru orang-orang yang selesai
menunaikan shalat di dalam surat al-Jumuah ayat 10 untuk bertebaran di muka
bumi, yaitu bekerja untuk mencari rezeki Allah. Selain itu, Islam tidak melarang
para jamaah Haji untuk melakukan perdagangan (al-tijrah).
Drs. H. Toto Tasmara, yang dikenal akrab dengan panggilan Mas Toto, di
dalam bukunya Etos Kerja Pribadi Muslim menyebutkan bahwa cemerlang dan
luhurnya iman bukanlah tersimpan pasif di dalam dada, tersembunyi sebagai
misteri. Setiap Muslim meyakini, bahwa iman akan terasa lezatnya apabila secara
aktual dimanifestasikan dalam bentuk atau wujud amal shalih, dalam aktivitas
kerja kreatif, dengan genderang dan gemuruh motivasi prestatif dalam rangka
mewujudkan cita-citanya yang luhur sebagai umat yang terbaik (kuntum khaira
ummatin ukhrijat linnsi). Itulah sebabnya, penghargaan Islam terhadapbudaya
kerja bukan hanya sekedar pajangan alegoris dan penghias retorika. Lebih jauh,
Mas Toto menjabarkan bahwa etos kerja dalam Islam adalah terletak dalam jihad.
Beliau mengatakan bahwa jihad atau mujahadah berasal dari kata jhada, yujhidu,
yang berarti bersungguh-sungguh mengerahkan seluruh potensi dirinya untuk
mencapai sesuatu. Lantas, kenapa ada umat Islam yang ragu mengatakan bahwa
Islam mempunyai ciri khas dalam etos kerja, yaitu jihad? Orang Jepang punya
semangat kerja karena dibayangi budaya ajaran Shinto dan Zen Budha yang
melahirkan semangat Bushido serta Makoto (artinya:sincerity= kesungguhan).
Orang Protestan menempatkan kerja sebagai panggilan Ilahiyah (calling from
with in). Yang membedakannya dengan semangat kerja dalam Islam, ialah
kaitannya dengan niat ibadah semata-mata, bahwa bekerja merupakan kewajiban
agama dalam rangka menggapai ridha Allah (yabtaghna fadhlan minallhi wa
ridhwnan, QS. Al-Fath (48): 29). Sebab itulah disebut sebagai jihad fisabilillah.
Kesungguhan untuk meraih prestasi amal shalih, itu adalah jihad, demikian jelas
beliau.
Hal ini dijelaskan oleh Rasulullah saw. secara panjang lebar di dalam sebuah
Haditsnya, yang diriwayatkan dari Kaab bin Ajrah. Ia berkata; Seorang laki-laki
melewati Nabi saw. Para sahabat melihat kesungguhan dan kesemangatannya.
Mereka bertanya kepada beliau; Wahai Rasulullah, apa dia termasuk dalamjihd f
sablillh? Rasulullah saw. menjawab; Jika dia keluar untuk menafkahi anaknya
yang masih kecil- kecil, maka dia f sablillh. Dan jika keluar untuk menafkahi
dirinya dengan tujuan menjaga kehormatannya agar tidak meminta-minta, maka
di f sablillh. Namun jika dia keluar (bekerja) hanya untuk riy dan berbangga-
bangga, maka dia di jalan setan.
Oleh karena itu, Islam sangat membenci pengangguran (al-bithlah). Hal ini
telah dimotivasi oleh agama (Islam) bahwa pekerjaan yang baik merupakan
bagian yang intgral dari keimanan seorang Muslim. Hal ini dijelaskan oleh Nabi
saw; Tidak seorang pun yang memakan makanan yang lebih baik dari makanan
yang dihasilkan oleh tangannya sendiri. Sesungguhnya Nabi Allah Daud as.
itupun, makan dari hasil tangannya sendiri (HR. Bukhari dan yang lainnya). Nabi
saw. telah memberikan contoh yang konkret bagi umatnya. Dimana beliau pernah
menjadi penggembala kambing orang-orang Mekkah sebelum masa kenabian.
Beliau juga pernah menjadi pedagang. Beliau saat itu menjajakan barang-barang
milik Khadijah, sebelum menjadi istrinya tercinta.
Kerja merupakan bagian yang sangat urgen dalam kehidupan umat Islam.
Islam dan kerja merupakan dua sisi mata uang yang saling membutuhkan dan
tidak bisa dipisahkan. Dengan demikian, kita dapat menyatakan bahwa etos kerja
merupakan ruh Islam. Kerja merupakan substansi ajaran Islam di dalam
menyikapi cosmos. Alam yang demikian luas dan kaya, merupakan tanggung
jawab manusia (termasuk di dalamnya umat Islam) dalam mengeksplorasi dan
mengeksploitasi kekayaannya. Namun, dalam hal ini tidak bisa hanya lewat ide
dan pemikiran yang kosong dari aksi nyata (real action). Ia harus diwujudkan
lewat budaya kerja, etos kerja.
Dari penjelasan di atas dapat ditarik konklusi bahwa Islam bukan hanya
membeberkan dan mendoktrin masalah simbol dan syiar. Namun, pada saat yang
bersamaan, Islam itu adalah ibadah dan kerja. Sehingga, untuk menumbuhkan
etos kerja, Islam menyatakan bahwa kerja merupakan bagian dari
ibadah.Barangsiapa berusaha untuk mencukupi kebutuhan para janda, orang-
orang miskin, ia laksana seorang pejuang (mujahid) di jalan Allah, atau seperti
orang yang mengerjakan shalat malam atau orang yang berpuasa satu
harian, demikian ungkap Nabi saw. sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhari di dalam kitab Shahih-nya.
Oleh karenanya, Islam sangat tidak suka melihat umatnya yang hobi
dengan ongkang-ongkang kaki, menghitung bintang di langit, dan mengamalkan
dzikir andalan jikalau. Islam mengajarkan umatnya agar senantiasa mau
menyingsingkan lengan baju, kapan dan di mana saja. Orang yang malas, adalah
orang yahng tidak mau tahu dengan manfaat alam serta isinya. Orang yang ogah
kerja adalah contoh manusia yang membunuh manfaat hidup. Hidup ini adalah
kerja, perjuangan, jihad. Al-haytu jihdun. Wallahu alamu bi al-shawab.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pengertian kebudayaan adalah sesuatu yang mana akan mempengaruhi
tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam
pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu
bersifat abstrak. Sedangkan kebudayaan Islam adalah hasil cipta, rasa dan karsa
manusia (segala tindakan dan sikap seseorang) untuk merealisasikan pokok ajaran
Islam dalam kehidupan, yang diperoleh dan dikerjakan dengan menggunakan
hasil pendapat budi pekerti yang didasari oleh Alquran dan hadits dengan tujuan
untuk mencapai kesempurnaan. Jadi dalam kebudayaan islam banyak
mengandung nilia-nilai agama yang bersifat Universal dan dapat kita jadikan
percontohan dalam kehidupan kita sehari-hari. Masjid bukan hanya berfungsi
sebagai tempat ibadah tetapi ia juga memiliki fungsi sebagai pusat peradaban
islam. Dakwah Islam ke Indonesia lengkap dengan seni dan kebudayaannya, maka
Islam tidak lepas dari budaya Arab. Permulaan berkembangnya Indonesia,
dirasakan demikian sulit untuk mengantisipasi adanya perbedaan antara ajaran
Islam dengan kebudayaan Arab.
DAFTAR PUSTAKA
1. Tim Dosen pendidikan Agama Islam UNM, 2009.Pendidikan Agama Islam,
Makassar.
2. Mansoer, H. Hamdan dkk. 2004. Materi Instruksional Pendidikan Agama
Islam Di Perguruan Tinggi Umum. Jakarta : Direktorat Perguruan Tinggi
Agama Islam
3. Departemen Agama RI. Samantho, Ahmad Y. 2007. Iptek Dari Sudut
Pandangan Dunia Islam. Bayt al-Hikmah Institute.
4. Soleh, A Khudori. 2007. Dinamika Perkembangan Islam: Sebuah Pengantar.
Malang : Lembaga Kajian al-Quran dan Sains (LKQS) Universitas Islam
Negeri (UIN) Malang.
5. Yahya, Harun. MENGAPA DARWINISME BERTENTANGAN DENGAN
AL QURAN. www.harunyahya.com
6. Jurnal : http://qosim.multiply.com/journal/item/62/Islam_dan_Etos_Kerja.
(Diakses tanggal 27 November 2013)