kebijakan program dbd

10
KEBIJAKSANAAN PROGRAM P2- DBD DAN SITUASI TERKINI DBD INDONESIA OLEH : DIREKTUR JENDERAL PPM PL DEPARTEMEN KESEHATAN R.I 2004

Upload: bam2s

Post on 28-Dec-2015

168 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Kebijakan Program Dbd

TRANSCRIPT

Page 1: Kebijakan Program Dbd

KEBIJAKSANAAN PROGRAM P2- DBD DAN SITUASI TERKINI

DBD INDONESIA

OLEH :

DIREKTUR JENDERAL PPM PL

DEPARTEMEN KESEHATAN R.I

2004

Page 2: Kebijakan Program Dbd

1

KEBIJAKSANAAN PROGRAM P2 DBD DAN SITUASI TERKINI DBD DI INDONESIA ===========================================

Oleh : Dirjen PPM-PL Depkes Disampaikan pada Rapat Teknis Penanggulangan DBD pada tgl 25 Febuari 2004

PENDAHULUAN

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit endemis di Indonesia, sejak pertama kali ditemukan pada tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta, jumlah kasus terus meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara sporadis selalu terjadi KLB setiap tahun, KLB yang terbesar terjadi pada tahun 1998 dilaporkan dari 16 propinsi dengan IR = 35,19 per 100.000 penduduk dengan CFR 2,0%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10.17. namun tahun-tahun berikutnya IR tampak cenderung meningkat yaitu:15.99; 21.66; 19.24 dan 23.87 ( tahun 2000.2001.2002 dan 2003).

Penyebab meningkatnya jumlah kasus dan semakin bertambahnya wilayah terjangkit

antara lain karena semakin baiknya transportasi penduduk dari suatu daerah ke daerah lain dalam waktu singkat, adanya permukiman-permukiman baru, penyimpanan-penyimpanan air tradisional masih dipertahankan, perilaku masyarakat terhadap pembersihan sarang nyamuk yang masih kurang, vector nyamuk terdapat di seluruh pelosok tanah air (kecuali di ketinggian > 1000 M dari pemukaan air laut) dan adanya 4 sero type virus yang bersirkulasi sepanjang tahun.

Depkes telah melewati pengalaman yang cukup panjang dalam penanggulangan penyakit DBD. Pada awalnya strategi utama pemberantasan DBD adalah memberantas nyamuk dewasa melalui pengasapan. Kemudian strategi diperluas dengan menggunakan larvasida yang ditaburkan ke TPA. Kedua metode ini sampai sekarang belum memperlihatkan hasil yang memuaskan di mana terbukti dengan peningkatan kasus dan bertambah jumlah wilayah yang terjangkit DBD. Mengingat obat dan vaksin untuk membunuh virus dengue belum ada, maka cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD ialah dengan PSN yang dilaksanakan oleh masyarakat/keluarga secara teratur setiap seminggu sekali. Oleh karena itu saat ini Departemen Kesehatan lebih memprioritaskan upaya Pemberantasan Sarang Nyamuk VISI Setiap warga mampu hidup sehat terbebas dari penyakit DBD. MISI 1. Mendorong kemandirian masyarakat untuk terbebas penyakit DBD. 2. Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu keluarga dan masyarakat dari

penyakit DBD. 3. Memelihara dan meningkatkan mitra lintas sektor/lintas program, masyarakat, LSM

Page 3: Kebijakan Program Dbd

2

dan dunia usaha, organisasi profesi dalam pemberantasan DBD. 4. Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan

terjangkau masyarakat dalam penanggulangan penyakit DBD. TUJUAN a. UMUM Meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap masyarakat

agar terhindar dari penyakit DBD melalui terciptanya masyarakat yang hidup dengan perilaku dan lingkungan yang sehat terbebas dari penyakit DBD, serta memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, dan merata.

b. KHUSUS :

1. Menurunnya angka insidens kasus DBD sebesar 20/100.000 penduduk di daearah endemis. 2. Dicapai penurunan insidens kasus DBD sebesar 5/100.000 penduduk pada tahun 2010. 3. Tercapai angka bebas jentik > 95 %. 4. Tercapai angka kematian DBD < 1 %. 5. Daerah KLB DBD < 5 %

KEBIJAKSANAAN 1. Meningkatkan perilaku dalam hidup sehat dan kemandirian terhadap P2DBD 2. Meningkatkan perlindungan kesehatan masyarakat terhadap penyakit DBD 3. Meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi program DBD 4. Memantapkan kerjasama lintas sektor/lintas program STRATEGI Berdasarkan visi, misi, kebijaksanaan dan tujuan program pemberantasan penyakit

DBD, maka strategi yang dirumuskan sbb : 1. Pemberdayaan masyarakat. Meningkatnya peran aktif masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan

penyakit DBD merupakan salah satu kunci keberhasilan upaya pemberantasan penyakit DBD. Untuk mendorong meningkatnya peran aktif masyarakat, maka upaya-upaya KIE, social marketing, advocasy dan berbagai upaya penyuluhan kesehatan lainnya dilaksanakan secara intensif dan berkesinambungan melalui berbagai media massa dan sarana.

Page 4: Kebijakan Program Dbd

3

2. Peningkatan kemitraan berwawasan bebas dari penyakit DBD. Upaya pemberantasan penyakit DBD tidak dapat dilaksanakan oleh sektor

kesehatan saja, peran sektor terkait pemberantasan penyakit DBD sangat menentukan. Oleh sebab itu maka identifikasi stake-holders baik sebagai mitra maupun pelaku potensial merupakan langkah awal dalam menggalang, meingkatkan dan mewujudkan kemitraan. Jaringan kemitraan diselenggarakan melalui pertemuan berkala guna memadukan berbagai sumber daya yang tersedia dimasing-masing mitra. Pertemuan berkala sejak dari tahap perencanaan sampai tahap pelaksanaan, pemantauan dan penilaian.

3. Peningkatan profesionalisme pengelola program. SDM yang terampil dan menguasai iptek merupakan salah satu unsur penting dalam

pelaksanaan program P2DBD. Pengetahuan mengenai Bionomic vektor, virology,dan faktor-faktor perubahan iklim, tatalaksana kasus harus dikuasai karena hal-hal tersebut merupakan landasan dalam penyusunan kebijaksanaan program P2DBD.

4. Desentralisasi. Optimalisasi pendelegasian wewenang pengelola program kepada kabupaten/ kota.

Penyakit DBD hampir tersebar luas di seluruh Indonesia kecuali di daerah yang diatas 1000 m diatas permukaan laut. Angka kesakitan penyakit ini bervariasi antara satu wilayah dengan wilayah lain di karenakan perbedaan situasi dan kondisi wilayah. Oleh karena itu diperlukan model pencegahan Demam Berdarah berupa Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) melalui Peran Serta Masyarakat yang sesuai situasi budaya setempat.

5. Pembangunan berwawasan kesehatan lingkungan. Meningkatnya mutu lingkungan hidup dapat mengurangi angka kesakitan penyakit

DBD, karena di tempat-tempat penampungan air bersih dapat dibersihkan setiap minggu secara berkesinambungan, sehingga populasi vektor sebagai penular penyakit DBD dapat berkurang. Orientasi, advocacy, sosialisasi, dan berbagai kegiatan KIE kepada semua fihak terkait perlu dilaksanakan agar semuanya dapat memahami peran lingkungan dalam pemberantasan penyakit DBD.

SASARAN Berdasarkan strategi yang telah dirumuskan, maka sasarannya adalah sbb : 1. Individu, keluarga dan masyarakat secara keseluruhan di daerah terjangkit DBD

mampu mengatasi masalah termasuk melindungi diri penularan penyakit DBD di dalam wadah Pokjanal.

2. Program dan sektor terkait termasuk swasta/dunia usaha, LSM dan organisasi ke masyarakat mempunyai komitmen dalam penanggulangan penyakit DBD.

3. Penanggung jawab program tingkat pusat, propinsi, kabupaten/kota dan Pemerintah Daerah mampu membuat dan menetapkan kebijakan operasional dan menetapkan

Page 5: Kebijakan Program Dbd

4

kebijakan operasional dan menyusun prioritas dalam pemberantasan penyakit DBD. 4. SDM bidang kesehatan di tingkat pusat, propinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan

desa/kelurahan mampu menyusun prioritas sasaran pemberantasan dan menetapkan kebijaksanaan operasional, bagi tenaga kseshatan di RS dan Puskesmas mampu menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dalam rangka penurunan angka kematian penyakit DBD.

5. Kepala wilayah/pemerintah daerah, pimpinan sektor terkait termasuk dunia usaha. LSM/donor agency dan masyarakat di wilayah penanggulangan peduli dan menerapkan pembangunan yang berwawasab bebas penularan penyakit.

KEGIATAN POKOK PROGRAM 1. Kewaspadaan dini penyakit demam berdarah dengue a. Penemuan dan pelaporan penderita ---> KDRS b. Penanggulangan fokus - penyelidikan epidemiologi (PE) - penyuluhan, 3M, abatisasi, pengasapan fokus c. Pemberantasan vektor intensif (di desa endemis) - penyuluhan, 3M, abatisasi - pengasapan massal d. Bulan kewaspadaan “ gerakan 3M “ . pada saat sebelum musim penularan. - penyuluhan intensif - kerjabakti 3M - kunjungan rumah e. Pemantauan jentik berkala di desa endemis setiap tiga bulan sekali.

f. Promosi kesehatan kesehatan penyakit DBD berupa komunikasi perubahan Perilaku dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk melalui pesan pokok “3M”

Saat ini kegiatan diintensifkan menjadi sub program PSN. Diharapkan setiap wilayah memilih daerah uji coba untuk meningkatkan Peran serta masyarakat dalam PSN DBD. Salah satu kota berhasil dalam penggerakkan peran serta masyarakat bekerja

sama dengan PKK dan LSM Rotary adalah Purwokerto. 2. Pemberantasan vektor nyamuk penular a. Nyamuk dewasa dengan pengasapan b. Jentik dengan PSN : - fisik : 3 M ( Menguras, Menutup, Mengubur ) - larvasida : Bubuk Temephos (“abatisasi / altosid” ) - ikanisasi : ikan adu/cupang . tempalo di Palembang 3. Penanggulangan kejadian luar biasa (KLB) a. Penyuluhan b. PSN (3M) c. Abatisasi selektif

Page 6: Kebijakan Program Dbd

5

c. Fogging massal 4. Peningkatan SDM dan meningkatkan jenjang kemitraan

a. Pelatihan : Tata laksana kasus , penanggung jawab program, petugas penyem Prot, metode PSN, pendekatan MTBS.

b. Seminar c. Diskusi d. Penelitian : Epidemiologi, Vector, Sosio-budaya, manajemen program. e. Kerjasama dengan LSM / swasta ANALISA SITUASI Tabel -1 : Jumlah kasus, Kematian DBD, Dati II terjangkit dan insiden rate per tahun pada tahun 1998-2003

Tahun Kasus Kematian CFR Propinsi terjangkit

Kab/kota terjangkit

IR per 100.000 pddk

1998 72.133 1414 2,0 27 288 35,190 1999 21.134 422 2,0 26 223 10,17 2000 33.443 472 1,4 26 231 15,99 2001 45.904 497 1.1 30 265 21.66 2002 40.377 533 1.3 29 264 19.24 2003 39.678 565 1.4 29 239 18.44

A. Cases Fatality Rate (CFR) Pada tahun 2001 angka kematian penyakit DBD (CFR) 1,1 % di Indonesia tampak

dapat turunkan dibandingkan pada tahun 1998 dan 1999. Angka ini hampir mencapai tujuan nasional yaitu menurunkan CFR dibawah 1 %. Namun ternyata tahun berikutnya meningkat yaitu 1.3% pada tahun 2002 dan 1.4% tahun 2003.

B. Insiden Rate (IR) IR tahun 1998 sebesar 35,15 per 100.000 penduduk pada menjadi 10.17 tahun 1999.

meningkat pada tahun 2000 menjadi 15,99 dan 21.66 pada tahun 2001 selanjutnya menurun pada tahun 2002 menjadi 19.24 namun pada tahun 2003 terjadi peningkatan dengan IR 23.87. Terjadinya fluktuasi terhadap kasus DBD ini mungkin berkaitan dengan adanya perubahan musim yang terjadi di tanah air dan dibelahan dunia.

C. Kejadian Luar Biasa (KLB) Peningkatan kasus terjadi sejak bulan November 2003 dibeberapa Provinsi yaitu

Banten. DKI. Jabar. Jateng. DIY. Jatim. Kalsel. NTT. yang terus berlanjut hingga Januari – Febuari 2004 pada provinsi NAD. Jambi. Bali dan NTB yang mencapai 12.525 kasus dengan 232 kematian. Peningkatan kasus yang terjadi menyebabkan beberapa RS dipenuhi oleh penderita DBD.

Page 7: Kebijakan Program Dbd

6

D. Pengamatan Virus Dengue. Sejak tahun 1975 sampai tahun 1998 telah dilakukan pengamatan virus dengue di

beberapa kota, semua diambil specimen dari penderita DBD anak-anak. Hasil pengamatan virus ini dapat dilihat pada tabel -2 dimana Dengue-3 merupakan

serotype yang selalu dominan dan kemudian baru disusul oleh Dengue-2, kemudian Dengue-1 dan terakhir Dengue-4.

Tabel -2 : Hasil isolasi virus Dengue dari penderita DBD dari pelbagai tempat di Indonesia tahun 1975-1998

Tahun Dengue-1 Dengue-2 Dengue-3 Dengue-4 Total 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1998

8 18 10 7 5 6 9 7 5 4 3 17 11 9 32

3 21 20 21 18 15 14 20 17 12 10 33 17 12 14

2 54 56 18 14 22 29 21 16 18 13 39 53 32 55

- 15 9 - 2 1 2 - 3 1 - 4 6 3 7

9 108 95 46 39 44 54 48 41 35 26 93 87 56 108

Total 147 247 392 53 889 Keterangan : Tahun 1995/1996 kasus dewasa mulai meningkat dan spesimen

untuk pengamatan virus banyak datang dari Bag. Penyakit Dalam yang merawat penderita DBD dewasa/remaja.

Distribusi serotype virus dengue dari pelbagai tempat dapat dilihat pada Tabel -3.

Terlihat bahwa D3 merupakan serotype yang paling luas distribusinya disusul oleh D-2 dan D1 dan terakhir D-4.

Tabel -4 : Distribusi virus dengue di pelbagai tempat di Indonesia Tahun 1975-1998

Lokasi Dengue-1 Dengue-2 Dengue-3 Dengue-4 Wabah Jakarta Yogyakarta Bantul

X X X

X X -

X X X

X X X

Ya

Page 8: Kebijakan Program Dbd

7

Sleman Madiun Pontianak Morotai Medan Uj. Pandang Manado Surabaya Palembang

- X X X - - X X X

- - X - X X X - X

X X X - X X X X X

- - - - - - - X X

Ya Ya

Ya

E. Kasus menurut Golongan Umur Tahun 1994-1995 sebagian besar penderita DBD pada usia 5-14 th. (hampir 60%)

akan tetapi mulai tahun 1996-2001 meningkat/bergeser pada usia ≥15 tahun Tabel -4 : Proporsi kasus DBD per golongan umur di Indonesia Th 1994-2001

Tahun Prosentase (%) Golongan Umur <1 Tahun 1-4 tahun 5-14 tahun ≥ 15 tahun

1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001

1,7 0,4 3,2 2,8 2,8 2.8 2.0 2.6

13,9 12,3 18,3 15,6 14,4 16.3 12.7 11.3

58,1 57,0 44,4 46,1 46,2 27,9 30.8 33.1

26,3 30,2 34,1 35,5 36,5 53.1 54.6 53.2

F. Musim Penularan Secara umum puncak dari pada kasus DBD diketahui pada musim hujan yaitu dari

bulan Desember s/d Maret. Untuk tahun ini diperkirakan musim hujan hingga April – Mei mendatang. Seperti yang saat ini sedang terjadi, dibeberapa wilayah tampak kasus meningkat sejak November 2003 hingga Januari-Febuari 2004. (terlampir)

G. Angka Bebas Jentik (ABJ) ABJ di Indonesia masih sekitar 80%. lebih rendah dari angka yang diharapkan, yaitu

95% itu sebabnya mengapa DBD masih tinggi di Indonesia. H. Pokjanal dan LSM

Penggerakan masyarakat dalam PSN-DBD (Gerakan 3M) dilakukan dengan kerjasama LS yang dikoordinasikan oleh kepala wilayah/daerah setempat melalui wadah Pokjanal/Pokja DBD. Sampai dengan akhir tahun 2001 telah terbentuk di Propinsi (100%) Pokjanal DBD Tingkat Propinsi dan 239 Kab/kota (75.39%), 1.994 kecamatan (49.25%) dan 17.486 (Pokja Desa = 26.87%). Dalam penggerakan ini juga melibatkan swasta atau LSM. Contoh sukses dari beberapa kota seperti di Purwokerto bekerjasama dengan Rotary Purwokerto, PKK dan Pemda. Kegiatan

Page 9: Kebijakan Program Dbd

8

PSN yang dilakukan secara terus menerus dapat menekan angka penderita DBD. Kalau pada tahun 1996 tiap tahun rata-rata 200 penderita,, maka sejak adanya kegiatan PSN yang dilakukan oleh ibu-ibu PKK setiap tahun hanya berkisar 30–60 kasus atau berkurang 60-85%. Bahkan pernah selama 4 bulan berturut-turut tidak ada kasus sama sekali. Tahun 2004 sampai bulan Febuari hanya ada 6 kasus tanpa kematian. Pada tahun 1996 di Balikpapan, dilakukan dengan melakukan pembubuhan abate kedalam bak-bak mandi (program “Dana Bergulir”)

Kesimpulan : Penyakit Demam berdarah telah ada di Indonesia sejak 34 tahun yang lalu. Saat ini KLB telah terjadi di 12 Provinsi pada 39 Kab/Kota. Arah kebijaksanaan program P2-DBD lebih kearah peran serta masyarakat dalam PSN DBD. Dalam hal ini Depkes terus berusaha menyadarkan dan memberdayakan masyarakat agar mampu melindungi diri dan keluarganya dengan tak henti-hentinya menyebarluaskan informasi DBD kepada seluruh masyarakat. Dengan meningkatnya kasus DBD saat ini maka diserukan kepada seluruh komponen masyarakat untuk melakukan GERAKAN SERENTAK PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK (GERTAK PSN) dengan melakukan pemeriksaan terhadap jentik nyamuk pada tempat-tempat penampungan air didalam dan diluar rumah seperti bak mandi. vas bunga. ember. drum. kaleng bekas. ban bekas dll dengan dimonitor oleh tenaga lapangan pemeriksa jentik. Demikian saya sampaikan. sekali lagi saya ucapkan terima kasih. Wassalam mualaikum warahmatullah wabarakatuh. Jakarta, 25 Febuari 2004. Dirjen PPM-PL

Page 10: Kebijakan Program Dbd

9

Daftar Pustaka : 1. Departemen Kesehatan R.I : KepMenkes No. 581/1992 tentang Pemberantasan Penyakit

Demam Berdarah Dengue . ------ Keputusan Direjn PPM & PLP No. 914-I/PD.03.04.PB/1992 tentang Petunjuk

teknis Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah. ------- Petunjuk Teknis Penemuan. Pertolongan dan Pelaporan Penderita Penyakit Demam

Berdarah Dengue. Jakarta, 1998 ------- Petunjuk Teknis Pengamatan Penyakti DBD. Jakarta 1998. ------- Petunjuk teknis Pemberantasan Nyamuk Penular Penyakit DBD . Jakarta 1998. ------- Petunjuk teknis Penyelidikan Epidemiologi, Penanggulangan seperlunya dan

Penyemprotan massal dalam Pemberantasan Penyakit DBD. Jakarta,1998. 2. Thomas Suroso, Kebijaksanaan Penanggulangan DBD di Indonesia, makalah

dipresentasikan pda pertemuan Teknis Dit. PPBB, Jakarta 1998. 3. WHO, Pedoman Terpadu Penanggulangan DBD, terjemahan WHO Guidelines,2000