kebijakan perbenihan dan masalahnya

Upload: zeromaru00

Post on 08-Jan-2016

253 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Kebijakan Perbenihan dan Masalahnya

TRANSCRIPT

TUGAS INDUSTRI PERBENIHANKEBIJAKAN PERBENIHANTANAMAN MENYERBUK SEBIDIRI

Disusun Oleh Kelompok 4 : Muhammad Fawzul A. NE 281 13 002WibinE 281 13 0YayanE 281 13 0KarimE 281 13 0KetuaE 281 13 0

FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS TADULAKOPALU20151. Latar BelakangBenih merupakan suatu parameter keberhasilan produksi tanaman. Artinya, dalam suatu kegiatan budidaya tanaman dapat dilihat dari mutu benih yang digunakan. Apabila benih yang digunakan memiliki mutu yang baik maka hal ini dapat menjamin keberhasilan budidaya tanaman itu sendiri.Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1995 Tentang Perbenihan Tanaman telah disebutkan bahwa : Benih merupakan sarana produksi utama dalam budidaya tanaman, dalam arti penggunaan benih bermutu mempunyai peranan yang menentukan dalam usaha meningkatkan produksi dan mutu hasil. Untuk mendapatkan benih bermutu diperlukan penemuan varietas unggul yang dilakukan melalui usaha pemuliaan tanaman yang diselenggarakan antara lain melalui kegiatan pencarian, pengumpulan, danpemanfaatan plasma nutfah baik di dalam maupun di luar habitatnya dan atau melalui usaha introduksidari luar negeri. Benih dari varietas unggul, untuk dapat menjadi benih bina, terlebih dahulu varietasnyaharus dilepas. Produksi benih bina harus melalui proses sertifikasi dan apabila akan diedarkan harus diberi label. Di Indonesia sebenarnya telah banyak lembaga pemerintah yang bergerak dalam bidang perbenihan.Namun, peran serta dari lembaga pemerintah ini masih harus perlu dipertanyakan. Banyak permasalahan timbul dari lembaga-lembaga berplat merah, walaupun beberapa diantaranya telah berperan sesuai dengan fungsinya masing-masing. 2. Kebijakan PemerintahKebijakan pemerintah tentang perbenihan di Indonesia :1. Kebijakan peningkatan ketahanan pangan, pengembangan agribisnis yang berdaya saing, berkelanjutan, berkerakyatan dan lebih terdesentralisasi, kebijakan multilateral yang menuntut peningkatan produktivitas, efisiensi dan mutu produk.2. UU sistem budidaya tanaman (No 12/1992), Peraturan Pemerintah No 44/1995 tentang perbenihan, dan peraturan lain yang terkait fasilitas penerapan sertifikat benih.3. Perubahan paradigma penelitian dan pengembangan dari lembaga pemerintah (Badan Litbang Pertanian) dengan program pemuliaan tanamannya yang produktif mengarah pada inovasi, komersialisasi, dan komunikasi.4. Pembentukan Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan, Pusat Standarisasi & Akreditasi (Pertanian), Direktorat Perbenihan Hortikultura, Balai Pengawasan dan Sertifikat Benih (Lab. Benih, analisis benih, pengawas benih) yang tersebar diseluruh negeri.5. Penerapan sertifikat benih berdasarkan OECD Scheme dan ISTA Rules sebagai mekanisme pengendalian mutu dan daya saing produk.6. Akreditasi lab uji benih, pembentukan Lembaga Sertifikasi Sistem Mutu dalam produksi benih dan inisiasi sertifikasi sistem mutu dari perusahaan-perusahaan benih yang membuka alternatif pengawasan mutu melalui penerapan manajemen mutu.7. Perlindungan terhadap hak atas kekayaan intelektual (HaKI), perlindungan terhadap varietas tanaman (PVT), pembentukan Direkturat Patent (Ditjen HKI, Deperindag) dan KP-KIAT (Kantor Pengelolaan Kekayaan Intelektual dan Ahli Teknologi) di UPT-UPT yang memacu komersialisasi teknologi.8. Pelaksanaan program pembinaan lab dan perlindungan HaKI oleh Kantor Menteri negara Riset dan eknologi yang membantu pengembangan lab terakreditasi (ISO 17025) dan pengusulan patent untuk hasil-hasil penelitian.9. Peluang bisnis benih yang sangat feasible. Volume permintaan (market size) benih sangat menarik.3. Kebijakan Pemerintah Yang Belum TerealisasikanKebijakan pemerintah tentang perbenihan yang belum terealisasikan di Indonesia :1. Terdapat kerancuan persepsi mengenai sertifikat benih, OECD Scheme, ISTA Rules yang menghambat perkembangan industri benih. Beberapa prinsip sertifikat benih tidak diterapkan, reproducibility hasil uji laboratorium belum mendapatkan perhatian yang memadai. Tidak terdapat pemilihan antara mekanisme produksi benih komersial dengan produksi benih untuk rescue programs (misal antisipasi kekeringan, penanggulangan eksplosi hama). Akibatnya, penerapan sertifikat benih belum mampu memberikan jaminan mutu sebagaimana mestinya.2. Belum terdapat kebijakan yang jelas mengenai pemilihan peranan antara sector swasta dengan pemerintah dengan perbenihan. Pemerintah bersaing dengan swasta dalam produksi dan distribusi benih komersial padahal partisipasi swasta juga ingin ditingkatkan.3. Perlindungan HaKI (hak atas kekayaan intelektual), masih lemah, perlindungan varietas tanaman belum efektif menyebabkan partisipasi swasta dalam penelitian (pemuliaan) dan dalam industri benih sangat terbatas.4. Beberapa peraturan perundangan terlalu ketat dan tidak practicable (bisa dilaksanakan) dan kontradiktif. Sehingga menyebabkan UU yang dikeluarkan bertentangan dengan kebijakan lainnya.5. Perlindungan dan pengelolaan plasma nutfah masih lemah.6. Pengembangan varietas oleh lembaga penelitian pemerintah belum banyak berorientasi pasar, sehingga volume permintaan benih dari banyak varietas tidak feasible secara komersial karena varietasnya kurang sesuai dengan preferensi pasar.7. Penyusunan dan revisi berkala terhadap daftar varietas komersial atau varietas yang layak untuk sertifikasi belum dilaksanakan secara efektif.8. Mekanisme pengendalian mutu dalam produksi dan distribusi BS (Benih Sebar) belum mengikuti jalur formal sehingga belum mampu menunjukkan jaminan mutu.9. Efisiensi produksi benih bersertifikat masih rendah.10. Beberapa prinsip dari sertifikasi berdasarkan OECD Scheme seperti evaluasi kelayakan varietas untuk sertifikasi, penentuan kelas benih, verifikasi varietas, belum diterapkan secara lugas.11. Beberapa prinsip dalam pengujian mutu benih berdasarkan ISTA Rules belum mendapatkan perhatian yang memadai.12. Penerapan sistem standardisasi nasional dalam produksi benih belum dilakukan secara lugas.4. SolusiBerikut adalah solusi yang dapat pemerintah lakukan untuk mengatasi kebijakan yang belum terealisasikan :1. Penyeragaman persepsi tentang industri benih, komersialisasi, sertifikasi benih (limited generation, pengujian mutu, verifikasi varietas), OECD Scheme/ISTA Rules, Standardisasi Nasional Indonesia (SNI), Sistem Standardisasi Nasional, Sitem Mutu (ISO seri 9000 d.l.l), dan truth-in-labelling agar kebijakan dan peraturan yang dirumuskan selaras dengan kaidah kaidah baku.2. Penyeragaman persepsi berdasarkan referensi baku dapat dilakukan melalui antara lain : Loka karya, pelatihan, sosialisasi. Kegiatan ini sangat crucial untuk menjamin pemahaman dan penerapan peraturan sertifikasi benih atau sistem standarisasi nasional berdasarkan prinsip-prinsip ilmiah dengan benar dan selaras dengan tuntutan komersialisasi.3. Merumuskan kebijakan nasional yang dengan jelas mengatur peranan pemerintah dan swasta, membangun iklim kompetisi bisnis yang sehat, dan memperhatikan insentif bagi swasta dalam penelitian dan industri benih.4. Harmonisasi kebijakan dan peraturan perundangan dalam pembangunan pertanian, penelitian, dan perbenihan dengan prinsip-prinsip agribisnis/agroindustri, komersialisasi dan perlindungan HaKI, tanpa mengabaikan kepentingan-kepentingan strategis (crash program) untuk mendukung pembangunan pertanian.