kebijakan amerika serikat dalam mendukung
TRANSCRIPT
KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM
MENDUKUNG KEMERDEKAAN SUDAN
SELATAN TAHUN 2011
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
oleh
Shofia Nida
1110113000049
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014
iv
ABSTRAK
Skripsi ini mencoba menganalisa kebijakan luar negeri Amerika Serikat dalam
memberikan dukungannya terhadap kemerdekaan Sudan Selatan pada tahun 2011.
Skripsi ini melihat latar belakang Amerika Serikat melalui faktor apa yang menjadi
dasar bagi Amerika Serikat untuk mendukung kemerdekaan baik itu faktor internal
maupun faktor eksternal. Sumber data penelitian ini diperoleh dari pengumpulan
studi pustaka dan wawancara. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kebijakan
yang dilakukan Amerika Serikat serta bagaimana Amerika Serikat akhirnya
mendukung kemerdekaan Sudan Selatan setelah memberikan banyak dukungan.
Skripsi ini menemukan bahwa kebijakan Amerika Serikat dalam mendukung
kemerdekaan Sudan Selatan didasari atas faktor yang datang dari kepentingan
Amerika Serikat seperti protes yang dilakukan oleh kelompok Kristen Evangelis yang
melakukan protes atas apa yang terjadi pada masyarakat Sudan Selatan hingga adanya
kepentingan minyak Amerika Serikat di Sudan. Untuk lebih memahami kebijakan
Amerika Serikat di Sudan, penelitian ini menggunakan teori kebijakan luar negeri
dengan menggunakan pandangan Rosenau, Alex Mintz, serta Holsti. Penelitian ini
juga menggunakan konsep kepentingan nasional yang dapat menjelaskan latar
belakang atas dukungan Amerika Serikat pada kemerdekaan Sudan Selatan.
Kata kunci: Sudan, Sudan Selatan, Amerika Serikat, CPA, dukungan,
Kelompok Kristen Evangelis, Minyak, SPLM.
v
KATA PENGANTAR
Assalamualikum Wr. Wb
Bismillahirahmanirrahim, segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat, taufik dan
hidayahNya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
judul “KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG
KEMERDEKAAN SUDAN SELATAN TAHUN 2011”.
Skripsi ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan untuk mendapatkan gelar
sarjana pada program studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya menyadari
bahwa skripsi ini tidak dapat selesai tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu Saya ingin menyampaikan beberapa ucapan terima kasih kepada
beberapa pihak yang setia memberikan semangat serta dukungan bagi penulis hingga
skripsi ini dapat selesai, diantaranya adalah:
1. Keluarga tercinta, terima kasih Ayahanda Abdul Karim, dan Ibunda
Kholilah yang selalu memanjatkan do’a agar Saya mendapatkan
kelancaran dalam menimba ilmu, serta dukungan materil kepada penulis
selama ini hingga dapat menyelesaikan kuliah hingga sarjana.
2. Kepada Kakak Edy Dailami dan Adik tersayang Muthmainnah Farhana
yang selalu mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini,
terima kasih ya.
3. Dosen pembimbing saya, Ibu Rahmi Fitriyanti. Terima kasih selalu
memberikan waktunya untuk penulis serta dukungan dan motivasinya
selama ini mengerjakan skrispsi ini.
4. Ketua Prodi Hubungan Internasional, Ibu Debbie Affianty Lubis, serta
seluruh dosen FISIP UIN atas segala ilmu yang diberikan selama masa
perkuliahan dan bantuannya dalam penyusunan skripsi ini.
vi
5. Kepada sahabat kuliah Saya, Aulia Fajardini, Airin Aisyah, Selly Anggita,
Fini Rubianti yang selalu berbagi dukungan. Terima kasih atas dukungan
dan kebersamaannya selama ini, semoga kita bisa sukses bersama.
6. Kepada sahabat Saya, terima kasih Riska, Uni Ira, Diedie, Sentika, Nina,
Ica, Alna, Wanda, Dinar, Fitriani, Syifa, dan Fauzi yang selalu
memberikan dukungan lewat sharing yang bermanfaat kepada penulis.
7. Kepada teman-teman terbaik di kelas HI B, Asri Kusumastuty, Rahmi
Kamilah, Fahmy Ramdhani, Uum Khumairah, terima kasih atas
pertemanan, kenangan serta dukungan selama masa perkuliahan dan
penyususnan skripsi ini.
8. Kepada teman-teman seperjuangan HI B angakatan 2010 yang selalu
solid, terima kasih atas segala kebersamaannya selama masa kuliah, serta
kenangan yang tidak akan terlupakan.
9. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu persatu
yang telah membantu penulisan skripsi ini. Semoga kebaikan kalian
dibalas oleh Allah SWT.
Saya menyadari bahwa skripsi ini terdapat banyak kekurangan dan tidaklah
sempurna, meskipun demikian mudah-mudahan skripsi ini dapat menambah
wawasan bagi pihak yang membacanya dan bermanfaat bagi yang
membutuhkan.
Jakarta, 28 November 2014
Shofia Nida
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK…………………………………………………….…………………. iv
KATA PENGANTAR………………………………………..…………….……. v
DAFTAR ISI…………………………………………………………….………. vii
DAFTAR TABEL …………………………………………………….…………. ix
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………..…….…. x
DAFTAR SINGKATAN………………………………………………………… xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah…………………………….……….. 1
B. Perumusan Masalah…………………………………………. 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………………………………. 5
D. Tinjauan Pustaka………………………………………..……. 6
E. Kerangka Pemikiran …………………………………………… 10
1. Teori Kebijakan Luar Negeri………………………… 10
2. Teori Kepentingan Nasional………………..………… 15
F. Hipotesa……………………………………………………… 17
G. Metode Penelitian……………………………………..…….. 17
H. Sistematika Penulisan ……………………………….…...….. 19
BAB II SEJARAH KONFLIK SUDAN DAN SUDAN SELATAN
A. Perang Sipil Pertama Tahun 1959-1980……………………… 23
B. Perang Sipil Kedua Tahun 1983-2005……………………….. 25
1. Perang Darfur Tahun 2003……………………………. 27
C. Sikap Amerika Serikat…………………………………...…… 31
viii
BAB III DUKUNGAN AMERIKA SERIKAT DALAM PROSES
KEMERDEKAAN SUDAN SELATAN
A. Hubungan Amerika Serikat dengan Wilayah Sudan Selatan….. 35
1. Dukungan Diplomatik ……………………………….. 36
2. Dukungan Ekonomi…………………………………… 47
3. Dukungan Militer ……………………………………… 49
BAB IV FAKTOR YANG MELATARBELAKANGI AMERIKA SERIKAT
MENDUKUNG KEMERDEKAAN SUDAN SELATAN
A. Kepentingan Amerika Serikat di Sudan Selatan…….………… 52
B. Faktor yang Mempengaruhi Amerika Serikat Mendukung
Kemerdekaan Sudan Sudan……………………………… 53
1. Faktor Interal………………………………..…………… 54
a. Opini Publik:
Dukungan Kelompok Kristen Evangelis …..………….… 54
b. Pembangunan Ekonomi:
Kebutuhan Energi Minyak Amerika Serikat …………… 57
2. Faktor Eksternal ………..……………………………… 59
a. Great power Structure:
Balance of Power Tiongkok di Sudan…………….……. 59
b. Terorisme:
Terosisme di Sudan…………………...………………… 64
3. Faktor Penghambat
a. Sikap Tiongkok ……………………………………… 66
b. Sikap Pemerintah:
1. Sudan………………………………………..…… 67
2. Sudan Selatan …………………………………… 68
ix
BAB V KESIMPULAN………………………………….………… 69
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Tabel IV. C.2.a. Peran Tiongkok dan Amerika Serikat di Sudan dan Sudan
Selatan…………………………………………………… 63
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.1 Peta Sudan dan Sudan Selatan…………………………………… 22
xii
LAMPIRAN
Lampiran 1 Wawancara Narasumber …………………………………….……xxi
Lamoiran 2 Statement Presiden Bush ………………………………….………xxv
Lampiran 3 Statement Presiden Hilary Clinton………………………………xxviii
Lampiran 4 Statement Presiden Obama………………………………….……..xxx
xiii
DAFTAR SINGKATAN
AU : Uni Afrika
CPA : Comperhensive Peace Agreement
DK PBB : Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa
DLF : Darfur Liberation Font
ICC : International Criminal Court
ICISS : International Commission on Intervention and State
Sovereignty
JEM : Justice and Equality Movement
IGAD : Intergovernmental Authority on Development
SPLA : South’s Sudan People’s Liberation Army
SPLM : Sudan People’s Liberation Movement
SLM/A : Sudan Liberation Movement/ Army
PBB : Perserikatan Bangsa-Bangsa
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sudan Selatan merupakan negara yang baru saja meraih kemerdekaannya
pada tahun 2011. Nama resmi Sudan Selatan adalah Republik Sudan Selatan, letak
geografisnya di Afrika timur berdekatan dengan Kenya, Uganda, dan Republik
Demokratik Kongo di sebelah selatan, Republik Afrika Tengah di sebelah barat, dan
Sudan di sebelah utara. Hampir seluruh Sudan Selatan dikelilingi daratan. Kota
terbesar Sudan Selatan adalah Juba, yang juga sebagai ibu kota negara.1
Sebelum merdeka, Sudan Selatan mengalami konflik yang disebabkan oleh
banyak faktor. Konflik tersebut dimulai tahun 1955 setelah Inggris memberikan
kemerdekaan kepada Sudan yang mempunyai latar belakang berbeda dengan wilayah
Selatan.2 Perbedaan latar belakang ini menyebabkan konflik di Sudan karena
perbedaan agama dan perbedaan suku ras diantara masyarakatnya. Bermula dari
pemerintah Sudan yang masyarakatnya didominasi oleh pemeluk agama Islam dan
Sudan Selatan yang mayoritas pemeluk agama Kristen, diduga termarginalkan oleh
1 South Sudan profile, tersedia di http://www.bbc.com/news/world-africa-14069082 diakses
pada 20 Mei 2014 2South Sudan Description, tersedia di
http://www.worldatlas.com/webimage/countrys/africa/ss.htm diakses pada 20 Mei 2014.
1
2
pemerintah. Kemudian, Sudan juga tidak mampu untuk mengelola sumber daya yang
dimilikinya, yang menimbulkan ketidakseimbangan bagi proses pembangunan serta
pertumbuhan perekonomian yang tidak merata.3
Sebelum melakukan Referendum pada 2011, Sudan mengalami konflik
Darfur pada tahun 2003 hingga 2005 yang disebabkan oleh pertikaian antara
pemberontak dan tentara pemerintah yang saling menyerang. Selain itu, konflik
semakin meningkat akibat perebutan perbatasan Darfur yang memiliki sumber
minyak yang banyak. Hal ini diperparah dengan perbedaan pandangan referensi tapal
batas yang dipercayai kedua negara ini. Sudan berpegang pada keputusan Arbitrase
Den Haag, kemudian wilayah Selatan mengacu pada tapal batas bekas kolonial
Inggris pada masa penjajahan dulu.4
Akibat dari konflik Darfur, sebanyak 300.000 jiwa warga Darfur tewas5 dan
PBB mengatakan bahwa lebih dari 100.000 orang mengungsi akibat kekerasan yang
dilakukan milisi pemerintah Sudan.6 Dengan keadaan seperti ini, Sudan Selatan
mendesak untuk memisahkan diri dari Sudan.
3 Jimmy Carter, “Observing the 2011 Referendum on the Self-Determination of Southern
Sudan”, The carter center: final report, 2011,1 4 Pascal S bin Saju, “Konflik Yang Tiada Akhir”, Kompas, 2012, tersedia di
http://internasional.kompas.com/read/2012/04/22/01574530/Konflik.yang.Tiada.Berakhir diakses pada
20 Maret 2013. 5 “Korban Tewas Konflik Darfur Bisa Mencapai 300.000 Orang”, tersedia di
http://www.dw.de/korban-tewas-konflik-darfur-bisa-mencapai-300000-orang/a-3287551 diakses pada
16 Mei 2013. 6 Rebecca Hamilton, “U.S. Played Key Role in Southern Sudan's Long Journey to
Independence”, The Atlantic, 9 Juli 2011 [artikel on-line] tersedia di
http://www.theatlantic.com/international/archive/2011/07/us-played-key-role-in-southern-sudans-long-
journey-to-independence/241660/ diakses pada 25 maret 2013.
3
Dari beberapa aktor yang ada dalam mendukung Sudan Selatan, Amerika
Serikat merupakan aktor yang paling terlibat dan menjadi aktor bilateral yang cukup
berpengaruh.7 Amerika Serikat mendukung penuh upaya Sudan Selatan untuk
mencapai kemerdekaannya. Amerika memberikan dukungan diplomatik dengan
mendukung Comprehensive Peace Agreement (CPA) untuk mengadakan referendum
bagi Sudan Selatan di kemudian hari.
Tujuan CPA adalah untuk mengakhiri Perang Sipil Kedua di Sudan,
mengembangkan tata pemerintahan yang demokratis di Sudan, dan membagi
pendapatan minyak secara adil serta melakukan kesepakatan untuk mencapai
kemerdekaan dengan melakukan referendum pada tahun 2011.8 Dalam upaya
mencapai perdamaian CPA, Amerika Serikat juga ikut berperan dengan memfasilitasi
melalui upaya regional oleh pembangunan otoritas pemerintahan luar negeri
(IGAD).9
Sebelum pada tahap final CPA, sejumlah persetujuan damai sudah dilewati, di
antaranya adalah Protokol Machos (Chapter I) pada 20 Juli 2002, yang isinya adalah
pemerintah dan kelompok pemberontak South’s Sudan People’s Liberation Army
(SPLA) mencapai kesepakatan tentang kekuasaan negara dan agama, dan hak
7 Paul Romita, “The Sudan Referenda: What Role for Internatioanal Actors?”, New York:
International peace institute 2 (November 2010), 6. 8 Rebecca Hamilton, “U.S. Played Key Role in Southern Sudan's Long Journey to
Independence”, The Atlantic, 9 Juli 2011 [artikel on-line] tersedia di
http://www.theatlantic.com/international/archive/2011/07/us-played-key-role-in-southern-sudans-long-
journey-to-independence/241660/ diakses pada 25 maret 2013. 9 “Sudans Comperhensive Peace Agreement” Voa, tersedia di
http://www.voanews.com/content/sudans-comprehensive-peace-agreement-cpa-
112719954/157128.html diakses pada 25 april 2014.
4
menentukan nasib sendiri bagi Sudan Selatan.10 Kemudian juga kesepakatan yang
telah dicapai sebelumnya, yaitu Power Sharing (Chapter II), Wealth Sharing(Chapter
III), the Resolution of the Conflict in Abyei Area (Chapter IV), the Resolution of the
Conflict in Southern Kordofan and Blue Nile States (Chapter V), Security
Arrangements (Chapter VI), The Permanent Ceasefire and Security Arrangements
Implementation Modalities and Appendices (or Annexure I), The Implementation
Modalities and Global Implementation Matrix and Appendices (or Annexure II).11
Selain Amerika Serikat, Tiongkok telah lama menjalin kerjasama dengan
Sudan, dan mempunyai perusahan minyak di Sudan. Tiongkok sebagai mitra bagi
Sudan, membantu sebagian mediasi dengan wilayah Selatan. Amerika Serikat hadir
untuk mendukung wilayah Selatan dengan melakukan negosiasi perjanjian damai
dengan Sudan serta mencabut sanksi embargo bagi Sudan sebagai imbalan jika
menyetujui perdamaian yang dilakukan.12 Perubahan sikap Amerika Serikat ini
menjadi tanda tanya dalam skripsi ini. Respon yang diberikan Amerika Serikat pada
tahun 2000-an berubah lebih kontras karena kebijakannya untuk mendukung
Referendum Sudan Selatan. Hal ini mengingat terdapat dukungan Tiongkok yang
terlebih dahulu karena mempunyai perusahaan minyak besar di Sudan.
10 Carter, “Observing the 2011 Referendum on the Self-Determination of Southern Sudan”,
The carter center: final report, 2011, 2. 11 “The Comprehensive Peace Agreement between The Government of The Republic of
Sudan and the Sudan People’s Liberation Movement/ Sudan Peoples’s Liberation Army”. 12 Daniel Large, “China's Sudan Engagement: Changing Northern and Southern Political
Trajectories in Peace and War”, The China Quarterly, 199:610-626, 2009, tersedia di
http://journals.cambridge.org/action/displayAbstract?fromPage=online&aid=6166272&fileId=S03057
41009990129 ; internet; diunduh pada 27 Maret 2014.
5
Fokus penulisan ini akan meneliti bagaimana dukungan yang dilakukan oleh
Amerika Serikat atas upaya Sudan Selatan dalam melakukan referendum dan
merdeka dari Sudan. Alasan mengapa mengambil penelitian ini karena Amerika
Serikat banyak mengeluarkan respon serta kebijakan sejak Sudan Utara dan Selatan
mengalami konflik hingga akhirnya Sudan Selatan melakukan referendum. Tahun
2011 dipilih karena menjadi tahun bagi Sudan Selatan melangsungkan referendum
dan menjadi negara merdeka. Jadi penelitian skripisi ini akan berjudul “KEBIJAKAN
AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG KEMERDEKAAN SUDAN
SELATAN TAHUN 2011”.
B. Pertanyaan penelitian
Mengapa Amerika Serikat mendukung upaya kemerdekaan Sudan Selatan?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Mengetahui latar belakang Amerika Serikat dalam berperan dalam proses
referendum Sudan Selatan
2. Dapat menerapkan teori yang telah dipelajari selama kuliah.
3. Mengetahui kepentingan Amerika Serikat atas perannya dalam perannya pada
proses referendum Sudan Selatan.
Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah:
6
1. Diharapkan menjadi sarana referensi dan informasi bagi studi Hubungan
Internasional, khususnya bagi yang ingin mengkaji lebih jauh peran Amerika
Serikat dalam proses referendum Sudan
2. Diharapkan menjadi media informasi, media ilmu dan pemahaman serta
wawasan bagi para pembaca untuk mengetahui peran Amerika Serikat dalam
proses referendum Sudan
3. Menjadi masukan bagi para pembuat kebijakan, dan referensi bagi para
peneliti.
D. Tinjauan Pustaka
Ketika membahas konflik di Sudan seperti tidak ada habisnya. Konflik yang
dimulai dari masalah konflik etnis ini berlangsung sudah sejak lama, yaitu sejak
tahun 1955, seperti Perang Sipil Pertama dan perang sipil kedua pada tahun 2004.
Banyak litetarur yang telah membahas konflik ini. Beberapa penulisan berikut
merupakan tema tulisannya sama dengan penulis.
Tulisan yang pertama yaitu, dalam jurnal online yang ditulis oleh Astrid
Ezhara Sinaga dalam eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 3,
2013:667-678 dari Universitas Mulawarman (http://fisip-
unmul.ac.id/main/index.php/id) dengan judul “Keberadaan China dalam Penyelesaian
Konflik Sudan-Sudan Selatan” yang membahas keterlibatan Tiongkok dalam
menyelesaikan konflik di Sudan dengan melihat faktor-faktor yang melatarbelakangi
7
Tiongkok berperan dalam penyelesaian konflik tersebut.13 Dalam analisanya, Astrid
menyatakan bahwa Tiongkok merupakan negara yang berperan cukup signifikan.
Sebelum kedua negara ini berpisah, Tiongkok sudah menjalin hubungan yang
baik dengan negara ini. Tiongkok juga menjalin hubungan yang baik dengan
pemimpin Sudan, yaitu Omar Al-Bashir yang ketika konflik Darfur terjadi dituduh
melakukan kejahatan genosida. Tetapi hal tersebut tidak mempengaruhi hubungan
Tiongkok dengan Sudan. Tiongkok juga menjalin hubungan yang baik dengan
pemimpin Sudan Selatan, Salva Kiir.
Menurut Astrid, upaya penyelesaian Tiongkok dalam konflik Sudan ini tidak
terlepas dari kepentingan Tiongkok di Sudan, yaitu Tiongkok merupakan mitra lama
bagi Sudan dan menempati posisi pertama sebagai negara pengimport minyak dari
Sudan hingga 66%. Tiongkok menjalin hubungan yang baik dengan Sudan karena
adanya perusahaan Tiongkok yang berinventasi di Sudan, yaitu China National
Petroleum Corporation (CNPC) yang merupakan investor asing terbesar di Sudan.
Selanjutnya, dalam artikel jurnal kedua yang ditulis oleh Daniel Large pada jurnal
The China Quarterly Volume 199 pada tahun 2009 dengan judul “China’s Sudan
Engagement: Changing Northern and Southern Political Trajectories in Peace and
War”.14 Daniel Large pada tulisannya melihat bahwa Tiongkok telah
mengembangkan perannya di Sudan selama perang kedua berlangsung, yaitu dua
13 Astrid Ezhara, “Keberadaan China dalam penyelesaian konflik Sudan- Sudan Selatan”,
Universitas Mulawarman 2013 tersedia di (http://fisip-unmul.ac.id/main/index.php/id) diakses pada
Desember 2013. 14 Large, “China's Sudan Engagement: Changing Northern and Southern Political Trajectories
in Peace and War”.
8
dekade. Tiongkok yang memainkan sejumlah peran dalam upaya menstabilkan Sudan
yang sedang mengalami konflik, telah mengantisipasi terjadinya konflik yang lebih
luas karena akan berdampak pada perusahaan minyak yang dimiliki Tiongkok di
Sudan. Selain Tiongkok merupakan mitra lama Sudan, Tiongkok juga mulai
mengembangkan hubungan baru dengan pemerintah semi-otonomi Sudan Selatan
untuk kepentingan politik masa depan. Daniel Large mengatakan bahwa pendekatan
hubungan baru dengan calon negara baru tersebut merupakan langkah yang strategis
untuk kepentingan Tiongkok untuk kepentingan ekonomi serta politik di masa yang
akan datang.
Tulisan ketiga yaitu dari Fierda Milasari Rahmawati dalam skripsinya yang
berjudul “Peacekeeping Operation PBB pada Konflik Darfur Tahun 2004-2008”
untuk mendapatkan gelar Sarjana Sosial di Universitas Indonesia.15 Fierda
mengatakan dalam tulisannya yaitu upaya yang dilakukan oleh PBB untuk meredakan
konflik di Darfur yang dilakukan antara tahun 2004 hingga tahun 2008. Dalam
analisisnya, bahwa PBB dalam operasi peacekeeping pada konflik Sudan, yaitu PBB
sebagai pihak ketiga yang mengintervensi konflik dengan melakukan peacekeeping
operation serta bekerjasama dengan Uni Afrika.
Fierda juga menyinggung sedikit tentang upaya Uni Afrika dalam konflik
Darfur, tetapi itu sebagai pelengkap tulisannya saja. Penelitian Fierda menyarankan
bahwa PBB sebaiknya menyusun mandat peacekeeping operation secara menyeluruh
15 Fierda Milasari Rahmawati, “Peacekeeping Operation PBB pada Konflik Darfur Tahun
2004-2008”, Universitas Indonesia, 2009
9
yang meliputi masa terjadinya konflik serta masa pasca-konflik dan melakukan
perubahan-perubahan mendasar pada badan organisasi PBB sendiri.
Kemudian tulisan yang terakhir adalah tulisan Ihsan dengan judul skripsinya
untuk mendapatkan gelar sarjana Sosial di Universitas Islam negeri Syarif
Hidayatullah dengan judul “Peran Uni Afrika dalam Resolusi Konflik Darfur Tahun
2004-2007”. Dalam temuan Ihsan, misi perdamaian Uni Afrika untuk Sudan, The
African Union Mission in Sudan (AMIS), tidak berhasil melakukan tugasnya dalam
usaha mendamaikan pihak-pihak yang terlibat dalam perseteruan di Darfur, Sudan.16
Keterlibatan Uni Afrika merupakan keterlibatan pihak luar pertama di wilayah ini.
Sebelumnya, Sudan selalu mencegah internasionalisasi konflik dalam negerinya.
Menurut analisa Ihsan, terdapat dua faktor yang melatarbelakangi Uni Afrika
berperan dalam penyelesaian konflik di Sudan. Faktor tersebut adalah faktor internal
dan eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari komitmen Uni
Afrika Sendiri untuk terlibat dalam penyelesaian konflik pada negara-negara
anggotanya melalui mekanisme penyelesaian konflik yang dimiliki oleh Uni Afrika.
Sedangkan faktor eksternal berasal dari beberapa organsasi internasional yang terus
mendorong Uni Afrika untuk mengatasi masalah yang dihadapi oleh bangsa Afrika
dan untuk mencapai tujuan-tujuannya.
Perbedaan antara penulisan ini dengan penulisan-penulisan di atas adalah,
penulisan ini memfokuskan tulisannya dengan membahas Amerika Serikat dalam
16 Ihsan, “Peran Uni Afrika dalam resolusi konflik Darfur tahun 2004-2007”, Universitas
Islam negeri Syarif Hidayatullah, 2014.
10
mendukung Sudan Selatan mencapai kemerdekaannya. Selain itu skripsi ini akan
membahas keterlibatan serta apa saja yang dilakukan oleh Amerika Serikat serta
faktor yang melatarbelakangi Amerika Serikat dalam mendukung Sudan Selatan
merdeka. Periodisasi dalam penulisan ini yaitu ketika Amerika Seriakat terlibat dalam
konflik yang terjadi antara Sudan dengan Sudan Selatan hingga pada akhirnya Sudan
Selatan mencapai kemerdekaannya pada tahun 2011.
E. Kerangka Pemikiran
Kerangka penelitian dalam penelitian ini menggunakan teori kebijakan luar
negeri, serta konsep kepentingan nasional dan konsep intervensi. Penelitian ini
diharapkan dapat memberikan pemahaman atas latar belakang Amerika Serikat
berperan dalam proses referendum Sudan Selatan.
1. Teori Kebijakan Luar Negeri
Kebijakan luar negeri merupakan tindakan atau gagasan, yang dirancang oleh
pembuat kebijakan untuk memecahkan masalah atau mempromosikan suatu
perubahan dalam lingkungan, yaitu dalam kebijakan, sikap, atau tindakan negara
lain.17 Dalam perannya, sejumlah pemerintah kontemporer memandang diri mereka
sendiri mampu atau bertanggung jawab, untuk memenuhi atau menjalankan tugas
mediasi khusus untuk mendamaikan negara lain atau kelompok negara.
Negara menunjukan suatu tugas atau kewajiban khusus untuk membantu
negara-negara yang sedang berkembang. Keputusan yang dibuat dalam proses
17 K. J. Holsti, Politik Internasional: Kerangka Untuk Analisis. Edisi Terjemahan (Jakarta:
Penerbit Erlangga 1983), 107
11
pembuatan kebijakan luar negeri didasari atas kepentingan nasional yang tidak lepas
dari alasan untuk mempertahankan dan melindungi kekuasaan dan keamanan.
Menurut Rosenau, dalam mengkaji kebijakan luar negeri suatu negara maka akan
meliputi kehidupan internal dan kebutuhan ekternal di dalamnya seperti aspirasi,
atribut nasional, kebudayaan, konflik, kapabilitas, institusi, dan aktivitas rutin yang
ditujukan untuk mencapai dan memelihara identitas sosial, hukum, geografi suatu
negara sebagai negara bangsa.18
Kebijakan luar negeri sebagai pilihan dari individu, kelompok, atau koalisi
yang akan memengaruhi tindakan negaranya dalam lingkup Internasional.19
Kebijakan luar negeri yang dijalankan oleh pemerintah suatu negara memang
bertujuan untuk mencapai kepentingan nasional suatu bangsa pada waktu itu
ditentukan oleh siapa yang berkuasa pada waktu itu. Untuk memenuhi kepentingan
nasionalnya itu, negara-negara maupun aktor dari negara tersebut melakukan
berbagai macam kerjasama, di antaranya adalah kerjasama bilateral, trilateral,
regional, dan multilateral.20
Rosenau mengatakan bahwa kebijakan luar negeri adalah upaya suatu negara
untuk mengatasi dan memperoleh keuntungan dari lingkungan eksternalnya.
Kebijakan ditunjukkan untuk memelihara dan mempertahankan kelangsungan hidup
18 J. N. Rosenau dan K.W. Thompson, World Politics; An Introduction, (New York: The Free
Press, 1976), 27. 19 Alex Mintz dan Karl DeRouen Jr., Understanding Foreign Policy Decision Making,
(Cambridge: Cambridge University Press, 2010), 3. 20 Mochtar Mas’oed. Imlu Hubungan Internasioanl: Disiplin dan Metodelogi, (Jakarta:
LP3ES, 1994), 184.
12
suatu negara.21 Menurut Holsti, lingkup kebijakan luar negeri meliputi semua
tindakan serta aktivitas negara terhadap lingkungan eksternalnya dalam upaya
memperoleh keuntungan dari lingkungan tersebut, serta hirau akan berbagai kondisi
internal yang menopang formulasi tindakan tersebut.22
Kebijakan luar negeri merupakan sebuah bentuk interaksi yang terjadi karena
di dalamnya terdapat sebuah tindakan dan juga respon dari tindakan sebuah negara.
Oleh karena itu, penting untuk memahami kebijakan luar negeri dari level negara.
Level negara ini mencakup faktor internal yang memengaruhi kebijakan yang akan
dibuat. Faktor-faktor internal dapat dilihat dari kerangka institusi, seperti melihat
interaksi antara badan legislatif dan eksekutif serta kondisi negara seperti dalam hal
ekonomi, sejarah, dan kebudayaan suatu negara.23
Selain dalam level negara, kebijakan luar negeri juga dapat dilihat dari level
internasional. Level ini memfokuskan interaksi yang terjadi antarnegara. Sebab,
sistem internasional merupakan sekumpulan negara yang saling berinteraksi yang
dipengaruhi oleh kapabilitas mereka, yakni kekuasaan dan kekayaan, dan hal tersebut
memungkinkan mereka untuk bertindak di lingkungan global. Kemampuan yang
dimiliki suatu negara dapat berubah, yakni apakah kemampuan ekonomi dan militer
mereka bertambah atau berkurang.24
22 K.J Holsti Politik Internasional: Sudatu Kerangka Analisis. Bandung: Bina Cipta, 1992),
21. 23 Marijke Breuning, Foreign policy analisys a comaparative introduction, Palgrave
Macmillan, 1957, 12-13. 24 Breuning, Foreign Policy Analysis, 13.
13
Dalam membahas kebijakan luar negeri dalam skripsi ini, akan dibahas faktor
determinan dari faktor internal dan faktor eksternal. Dalam menjelaskan kasus ini,
akan digunakan faktor internal yaitu:
a. Pembangunan Ekonomi
Dalam melakukan pembangunan ekonomi, pembuat kebijakan akan
melihat industri sebagai acuan untuk membuat suatu kebijakan. Menurut
pandangan Rosenau, suatu negara indusrti memiliki kebutuhan yang berbeda,
mereka perlu mengimpor berbagai jenis komoditas untuk mempertahankan
hubungan moneternya dengan mitra dagang mereka.25
b. Opini Publik
Opini publik merupakan salah satu faktor penentu dalam perumusan
kebijakan luar negeri menurut Rosenau. Faktor opini publik sebagai bentuk
tuntutan masyarakat, hanya dapat memengaruhi rencana pemerintah untuk
membuat kebijakan luar negeri di dalam sebuah negara dengan sistem politik
yang terbuka.26 Dalam sistem politik yang terbuka, biasanya rencana yang
dibentuk para pembuat kebijakan luar negeri didasari oleh tuntutan spesifik
dari masyarakatnya.27
25 Rosenau dan Thompson, World Politics, 20. 26 Rosenau dan Thompson. World Politics, 24-25. 27 Rosenau dan Thompson. World Politics, 25.
14
Kemudian dari faktor eksternal akan menggunakan:
a. Great power structure: Balance of power
Power suatu negara berbeda dengan negara lain, hal ini ditentukan
oleh bagaimana peran yang dimiliki oleh negara tersebut. Kapabilitas tersebut
dapat diperlihatkan oleh kekayaan alam yang dimiliki, besar wilayah, atau
pendapatan negara tersebut.28 Balance of power atau perimbangan kekuasaan
merupakan pola hubungan suatu negara dengan negara lain atas dasar
perimbangan kapabilitas, kekuatan serta distribusi kemampuan serta
bagaimana negara itu berperan dengan pola yang dihasilkan setara dengan
negara tersebut.29
b. Terorisme
Terorisme yaitu menciptakan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk
mengejar perubahan politik melalui perubahan yang dilakukan oleh kekerasan
tersebut.30 Kemudian Martha Crenshaw melihat teroris dari organisasi non-
negara bertindak atas dasar perhitungan manfaat atau nilai yang akan
diperoleh dari suatu tindakan.31 Terorisme banyak didefinisikan dalam empat
karakteristik: (1) ancaman atau penggunaan kekerasan; (2) tujuan politik;
keinginan untuk mengubah status quo; (3) niat untuk menyebarkan ketakutan
28 Breuning, Foreign Policy Analysis, 142. 29 Rosenau dan Thompson. World Politics, 22. 30 Bruce Hoffman, Inside Terrorism, Columbia University Press, 2006, 40. 31 Martha Crenshaw, Theories of Terrorism: Instrumental and Organization Approaches
dalam David C. Rapoport, Inside Terroris Organization, Colombia university Press: New York, 1988,
14.
15
dengan melakukan tindakan publik yang spektakuler; (4) sasaran sengaja
warga sipil.32
2. Konsep Kepentingan Nasional
Kepentingan nasional digunakan untuk menggambarkan dan mendukung
kebijakan-kebijakan tertentu. Segala sesuatu yang dibutuhkan oleh negara dirangkum
dalam sebuah kebijakan yang di dalamnya terdapat kepentingan nasional. Terkait
dengan eksistensi negara dan bagaimana negara dapat melangsungkan kehidupannya
agar mencakup general-welfare. Kepentingan nasional dibuat untuk kebaikan negara.
Suatu sikap atau kebijakan yang dianggap bisa menguntungkan suatu negara dalam
hubungan dengan negara lain bisa dikatakan sebagai national interest.33
Karena itu, kekuasaan dan kepentingan nasional dianggap sebagai sarana dan
sekaligus tujuan dari tindakan suatu negara untuk bertahan hidup (survival) dalam
politik internasional. Menurut Hans J. Morgentahau, kepentingan nasional adalah
kemampuan minimum negara untuk melindungi, dan mempertahankan identitas fisik,
politik, dan budaya dari gangguan negara lain. Dari tinjauan ini para pemimpin
negara menurunkan kebijakan spesifik terhadap negara lain yang sifatnya kerjasama
atau konflik.34
32 Amy Zalman, Types of Terrorism: A Guide to Different Types of Terrorism. New York
Times: About.com. tersedia di http://terrorism.about.com/od/whatisterroris1/tp/DefiningTerrorism.htm
diakses pada 10 november 2014. 33 John Baylis and Steve Smith, The Globalizationof World Politics: An Introduction to
International Relations. Amazon.co.uk: Books, 2001), 210. 34 Morgenthau, 1960 dalam Hyndman, National Interest and the New Look, International
Journal, Vol. 26, No. 1: pp. 5-18.1970/1971, 7.
16
Kepentingan nasional sebagai dasar untuk menjelaskan perilaku luar negeri
suatu negara. Konsep kepentingan nasional sering dipakai sebagai pengukur
keberhasilan suatu politik luar negeri. Kepentingan nasional (national interest)
merupakan pilar utama bagi teori tentang politik luar negeri dan politik internasional
yang realis.35 Kepentingan nasional sebagai dasar untuk menjelaskan perilaku luar
negeri suatu negara. Konsep kepentingan nasional sering dipakai sebagai pengukur
keberhasilan suatu politik luar negeri.36
Menurut Waltz kepentingan para penguasa, dan kemudian negara, membuat
suatu rangkaian tindakan; kebutuhan kebijakan muncul dari persaingan negara yang
diatur; kalkulasi yang berdasarkan pada kebutuhan-kebutuhan ini dapat menemukan
kebijakan-kebijakan yang kan menjalankan dengan baik kepentingan-kepentingan
negara; keberhasilan adalah ujian terakhir kebijakan itu, dan keberhasilan
didefinisikan sebagai memelihara dan memperkuat negara. Hambatan-hambatan
struktural menjelaskan mengapa metode-metode tersebut digunakan berulang kali
disamping perbedaan-perbedaan dalam diri manusia dan negara-negara yang
menggunakannya.37
Jadi, kepentingan nasional adalah sebuah rangkaian konsep aktor internasional
yang berkaitan dengan tujuan suatu negara. Kebijakan tersebut dibuat berdasarkan
35 Mas’oed. Ilmu Hubungan Internasional, 139. 36 Mas’oed, Ilmu Hubungan Internasional, 139. 37 Robert Jackson and George Sorensen, Pengantar Studi Hubungan Internasional,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 113.
17
faktor determinan dari lingkungan domestik maupun lingkungan eksternal suatu
negara.
F. Hipotesa
Dalam melihat dukungan Amerika Serikat dalam mendukung kemerdekaan
Sudan Selatan, skripsi ini memiliki asumsi sementara bahwa:
1. Amerika Serikat mempunyai kepentingan di Sudan Selatan dalam hal kebutuhan
energi khususnya minyak dan gas.
2. Amerika Serikat mencoba membendung pengaruh teroris yang akan meluas di
Sudan.
3. Keterlibatan dan dukungan Amerika Serikat di Sudan Selatan merupakan
kepentingan strategis untuk merubah rezim Islam di Sudan.
G. Metode Penelitian
Dalam mengkaji penelitian ini menggunakan tipe metode penelitian studi
pustaka (library research), yaitu dengan cara mengumpulkan data melalui studi
literatur. Metode ini bertujuan memperoleh pemahaman, mengembangkan teori, dan
menggambarkan realistas yang kompleks.38 Penelitian ini juga menggunakan jenis
penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif analitis, yaitu menjelaskan mengenai
kasus yang akan dibahas dalam penelitian dan bertujuan mendapatkan deskripsi
38 H. Abdurrahman dan Soejono, Metode penelitian; Suatu Pemikiran dan Penerapan (Rineka
Cipta, 2005), 28-29.
18
terhadap variable-variabel dalam pokomasalah melalui interprestasi yang tepat, yaitu
interpretasi berdasarkan konsep dan teori.39
Kemudian sumber kajian pustaka tersebut berupa buku-buku seperti South
Sudan; from Revolution to Independence (2012) dan Darfur’s Sorrow (2008), jurnal-
jurnal pada Issue Brief The Sudan Referenda: What Role For International Actors?,
dan U.S. Played Key Role in Southern Sudan's Long Journey to Independence. Surat
kabar harian Kompas, dan situs internet pada http://www.theatlantic.com/ ataupun
laporan-laporan yang berkaitan dengan permasalahan yang berhubungan dengan
permasalahan dan kemudian menganalisanya. Sumber dan literature ini diperoleh dari
beberapa perpustakaan, seperti, Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, Perpustakaan FISIP Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,
Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia, Perpustakaan Universitas Nasional,
Perpustakaan Freedom Institute Jakarta, dan Pusat Informasi Kompas Jakarta.
Jenis data dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh
dari berbagai literatur dan hasil olahan yang diperoleh dari berbagai sumber.
Kemudian, teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data kualitatif.
Permasalahan digambarkan berdasarkan fakta-fakta yang ada kemudian dihubungkan
antara fakta yang satu dengan fakta yang lainnya, kemudian ditarik kesimpulan.
Metode penulisan yang digunakan adalah metode deduktif, di mana terlebih dahulu
menggambarkan permasalahan secara umum, kemudian menarik kesimpulan yang
bersifat khusus.
39H. Abdurrahman dan Soejono. Metode penelitian, 21.
19
Selanjutnya, tahap penelitian ini dilakukan dengan mencermati atau
mengenali tingkat analisa yang digunakan dalam menggambarkan, menjelaskan, atau
memprediksikan suatu fenomena. Tingkat analisa adalah unit atau obyek yang akan
diteliti dalam kaitannya dengan variabel lain. Dalam disiplin Hubungan Internasional,
tingkat analisa diperlukan untuk menyederhanakan objek dan masalah penelitian.40
Setelah data terkumpul, data tersebut akan dianalisa dan dilihat dalam penelitian dan
hasilnya akan menjadi sebuah skripsi.
H. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Perumusan Masalah
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
D. Tinjauan Pustaka
E. Kerangka Teoritis
F. Hipotesa
G. Metode Penelitian
H. Sistematika Penulisan
BAB II SEJARAH KONFLIK SUDAN DAN SUDAN SELATAN
A. Perang Sipil Pertama tahun 1959-1980
B. Perang Sipil Kedua tahun 1983-2005
1. Perang Darfur Tahun 2003
C. Sikap Amerika Serikat
BAB III DUKUNGAN AMERIKA SERIKAT DALAM PROSES
KEMERDEKAAN SUDAN SELATAN
40 Mohtar Mas’oed, Ilmu Hubungan Internasional; Metodelogi dan Disiplin, (LP3ES,
1990),36.
20
A. Hubungan Amerika Serikat dengan Wilayah Sudan Selatan
1. Dukungan Diplomatik
2. Dukungan Militer
3. Dukungan Ekonomi
BAB IV FAKTOR YANG MELATARBELAKANGI AMERIKA
SERIKAT MENDUKUNG KEMERDEKAAN SUDAN
SELATAN
A. Kepentingan Amerika Serikat di Sudan Selatan
B. Faktor yang Mempengaruhi Amerika Serikat Mendukung
Kemerdekaan Sudan Sudan:
1. Faktor Interal
a. Opini Publik:
Dukungan kelompok Kristen Evangelis
b. Pembangunan Ekonomi:
Kebutuhan Energi Minyak Amerika Serikat
2. Faktor Eksternal
a. Great power Structure:
Balance of Power Tiongkok di Sudan
b. Terorisme:
Terosisme di Sudan
3. Faktor Penghambat
a. Sikap Tiongkok
b. Sikap Pemerintah:
1. Sudan
2. Sudan Selatan
BAB V KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
21
BAB II
SEJARAH KONFLIK SUDAN DAN SUDAN SELATAN
Sudan merupakan negara terbesar di kawasan Afrika41 dengan luas wilayah
2,505,813 km persegi dan populasi mencapai 39,154,490 jiwa. Negara ini merdeka
pada tahun 1956 dari kekuasaan Anglo Mesir. Ibu kota negara berada di Khartoum.
Namun, dalam perjalanan kemerdekaannya keutuhan negara ini tidak berlangsung
lama,42 pemerintahan Sudan terbelah menjadi dua kubu menjadi Sudan bagian Utara
dan Sudan bagian Selatan.
Sudan jatuh pada konflik yang panjang dan memakan banyak korban jiwa
akibat konflik tersebut. Dalam menjelaskan konflik yang terjadi di Sudan, diperlukan
penjelasan yang panjang untuk memahami akar masalahnya. Dalam memahami
konflik ini, diperlukan penjelasan komperhensif dengan pendekatan yang sistematis
hingga diperlukan penjelasan yang panjang mengenai sejarah mengingat konflik ini
terjadi disebabkan oleh multifaktor.
41Amanda Briney, Geography of Sudan, tersedia di
http://geography.about.com/od/sudanmaps/a/sudan-geography.htm diakses pada 29 Maret 2011. 42 Leben Nelson Moro, “Governance of Oil Resources and the Referendum in Southern
Sudan”, Policy Briefing, 29, Maret 2011.
23 21
22
Gambar II.1 Peta Sudan dan Sudan Selatan
Sumber: http://www.enoughproject.org/conflicts/sudans diakses pada 29
Maret 2014
Dalam bab ini akan dibahas awal penyebab konflik di Sudan hingga konflik
kedua yang terjadi di Darfur melalui sudut pandang sosial, politik, serta budaya. Bab
ini akan mencoba menjelaskan serta memahami latar belakang penyebab konflik di
Sudan 1955-2005.
23
A. Perang Sipil Pertama (1955 -1972)
Pada tahun 1947, Inggris yang ketika itu merupakan kolonial di Sudan
memutuskan bahwa Sudan bagian Utara harus bersatu menjadi suatu negara dengan
Sudan bagian Selatan. Keputusan Inggris saat itu merupakan suatu kesalahan, karena
kedua bagian Sudan ini sangatlah berbeda latar belakang terutama dalam hal agama
dan ras serta suku. Sudan bagian Utara yang dihuni oleh orang-orang ras Arab yang
mempraktikkan ajaran Islam, sedangkan bagian Selatan yang mempunyai beragam
etnis dan budaya Afrika merupakan penganut agama Kristen. 43
Sudan merupakan negara yang merdeka pada tahun 1956 atas kekuasaan
Anglo Mesir. Sejak kemerdekaannya, Sudan tidak lepas dari konflik kecil yang yang
selalu muncul. Hal ini disebabkan oleh pemerintah pusat di Khartoum (Utara) lebih
mendominasi pemerintahan karena dahulu sebagian besar kolonial menetap di Utara.
Dengan posisi pemerintahan yang berada di wilayah Utara membuat masyarakat
Selatan menjadi khawatir dengan ketidakadilan pemerintah karena dalam
pemerintahan yang berisi 800 kursi, hanya enam yang diisi oleh Sudan bagian
Selatan. Dengan posisi pemerintahan yang didominasi oleh Sudan mengakibatkan
kesenjangan pembangunan di kedua wilayah.44
Akibat pemerintahan yang didominasi oleh Utara, sebagian besar politik
Sudan juga sering mengeluarkan kebijakan yang memaksa wilayah Selatan agar
sesuai dengan pemerintah pusat yang berada di Khartoum, walaupun mereka berbeda
43 Nelson Moro, “Governance of Oil Resources and the Referendum in Southern Sudan”. 44 Lauren Ploch Blanchard, “Sudan and South Sudan: Current Issues for Congress and U.S
Policy,” Congressional Research Service, 5 Oktober 2012, 6.
24
pendapat. Perbedaan ini diperparah oleh perbedaan ras, budaya, dan agama di Sudan.
Pemerintah Khartoum yang didominasi ras Arab, mencoba mengIslamkan pedesaan
yang berbeda agama serta kelompok etnis yang merasa terpinggirkan oleh
pemerintah pusat.45 Sudan diperintah oleh Front Nasional Islam (NIF), sebuah rezim
Islam di bawah Presiden Omar Al-Bashir yang memiliki powerbase terutama di
wilayah Utara yang beretnis Arab dan beragama Islam. Wilayah Pusat dan Selatan
dihuni oleh kelompok yang berbeda, dengan campuran bahasa Afrika, yang berasal
dari kelompok beragama Kristen dan Animisme.46
Ketidakpuasan wilayah Selatan atas diskriminasi pemerintah Khartoum
memicu pemberontakan untuk melawan pemerintah Khartoum. Telah berulang kali
penduduk Selatan berusaha untuk mendapatkan otonomi yang signifikan atau
kemerdekaan dari Khartoum, namun mereka yang tidak mendapatkan haknya dan
terpaksa berjuang dengan menggunakan senjata untuk mencapainya.47 Kelompok
dari wilayah lain yang tidak hanya dari Selatan, juga memulai aksinya terhadap
pemerintah dengan mengikuti alasan yang sama dengan Selatan. Sebagian besar
kelompok-kelompok lain akhirnya bergabung dengan pemberontak Selatan.48
45 Lauren Ploch Blanchard, “Sudan and South Sudan,” 6. 46 Tim Youngs, “Sudan: conflict in Darfur”, research paper 04/51, House of Commons
Library, 23 Juni 2004, 7. 47 Tim Youngs, “Sudan: conflict in Darfur”, 7. 48 Lauren Ploch Blanchard, “Sudan and South Sudan,” 6.
25
Konflik ini menjadi perang Saudara pertama di Sudan yang terjadi atas
keinginan masyarakat Sudan Selatan yang ingin terbebas dari pemerintahan Utara.49
Dalam upaya mengakhiri perseteruan yang terjadi sejak 1955-1972, diadakan
perjanjian Adis Ababa pada tahun 1972. Perjanjian ini mengakhiri pemberontakan
Sudan bagian Utara dan Selatan dengan beberapa point penting yaitu, pembentukan
pemerintah otonom tunggal yang mengontrol seluruh Sudan Selatan, pendirian
Konsul Eksekutif Tinggi untuk mengurus masalah tata daerah Sudan Selatan, dan
penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa resmi di Sudan Selatan.50
Perdamaian atas perjanjian Adis Ababa tidak berlangsung lama. Pada tahun
1980, Presiden Jaafar Nimeiry, yaitu pemimpin militer sekaligus presiden terpilih
Sudan 1969-1985, membuat kebijakan baru yang membawa Sudan pada Perang Sipil
Kedua.
B. Perang Sipil Kedua (1983-2005)
Kebijakan yang dibuat Presiden Nimery membuat Sudan memulai kembali
konflik saudaranya pada 1983. Presiden Nimery melakukan banyak pendekatan
diktator kepada pemerintah seperti pembubaran DPRD Sudan Selatan dan parlemen
nasional hingga pemenjaraan bagi orang yang menentang pemerintahannya.51
Kebijakan lain Presiden Nimery adalah mengubah hukum pemerintahan Sudan
49 Greg Larson, “A brief history of modern Sudan South Sudan”, The Valentino Achak Deng
Foundation, and Water for South Sudan, Inc. tersedia di http://www.waterforsouthsudan.org/brief-
history-of-south-sudan/ diakses pada 10 Juni 2014. 50 Christopher R. Mitchell ,”Conflict Resolution and Civil War: Reflections on the Sudanese
Settlement of 1972”, Center for Conflict Analysis and Resolution 1989 , 9. 51 Robert O. Collins, Sudanese independence and civil war, tersedia di
http://www.britannica.com/EBchecked/topic/1779607/South-Sudan/300722/Sudanese-independence-
and-civil-war diakses pada 12 Juni 2014.
26
menjadi hukum Islam. Hal ini menimbulkan keresahan dan ketakutan bagi penduduk
Sudan karena tidak semua penduduk Sudan beragama Islam, terutama di wilayah
Selatan.52
Kebijakan yang ingin diterapkan oleh Presiden Nimeiry membuat Sudan
diberikan sanksi oleh PBB yang didukung oleh Amerika Serikat. Embargo ekonomi
ini mengakibatkan Sudan harus bersikap mandiri karena tidak ada bantuan
international. Dalam keadaan diembargo, Sudan terus berusaha bertahan dengan
kemandiriannya dalam sektor pertanian dan pengembangan teknologi negaranya.53
Keterpurukan Sudan dari embargo diperparah oleh musim kemarau panjang yang
melanda Sudan hingga masyarakat Sudan mengalami kekeringan serta kelaparan.
Akibat kebijakan Presiden Nimery tersebut membuat masyarakat Sudan
bagian Selatan geram hingga Sudan kembali terjatuh dalam penyebab konflik dengan
pola yang sama. Perang Kedua pecah pada tahun 1983 ketika pemerintah Sudan
mencabut otonomi Selatan dan berusaha untuk menerapkan Hukum Syariah Islam di
seluruh negeri.54 Tidak lama berlangsung, kekuasaan Presiden Nimeiry digulingkan
hingga wilayah Utara mengalami ketidakstabilan. Konflik semakin menjadi dengan
adanya kudeta tahun 1993 oleh pemerintahan sipil di bawah aliansi kekuasaan Omar
Al- Bashir sebagai pemimpin militer dan kelompok Islam ekstrimis.55
52 Marina ottaway and Mai El-Sadany, “Sudan: From Conflict To Conflict”, May 2012, 5. 53 Wawancara pada tanggal 7 September, terdapat pada lampiran 1. 54 “The United States and South Sudan: A Relationship Under Pressure”. 55 “The United States and South Sudan: A Relationship Under Pressure”.
27
Selain karena kebijakan baru mengenai hukum Islam yang ingin diterapkan
di seluruh Sudan, penyebab perang kali ini lebih kompleks. Hal itu dikarenakan
meningkatnya kompetisi untuk mengontrol sumber minyak di pusat negara yang
baru ditemukan serta adanya perubahan kerjasama pada perusahaan minyak milik
barat yang menolak kebijakan Sudan, sehingga Sudan beralih menjalin kerjasama
dengan pada Tiongkok, Malaysia, serta India.56
Perang sipil pertama di Sudan dapat mereda karena besarnya tekanan dari
pemerintah. Hal ini juga dikarenakan adanya perjanjian yang mengikat pihak Selatan
untuk tidak menyerang pemerintahan kembali di kemudian hari. Namun pada Perang
Sipil Kedua di Sudan, terdapat banyak faktor hingga konflik ini sulit untuk diatasi.
Kondisi ini terus berlangsung hingga ke wilayah Darfur, yaitu bagian barat Sudan.
Penjelasan perang di Darfur akan dibahas pada subbab berikut ini:
1. Perang Darfur Tahun 2003
Darfur merupakan daerah di Sudan tepatnya di sebelah barat dekat dengan
perbatasan Afrika Tengah dan Chad. Di Darfur, masyarakatnya sangat beragam
dengan lebih dari 30 kelompok etnis yang berkebangsaan Afrika dan Arab. Suku
asli di Darfur adalah Fur, Masalit, Daju, Zaghwa, dan Berti. Penduduk di Darfur
didominasi oleh populasi muslim dari berbagai macam etnis.57 Banyak penduduk
Darfur yang beragama Islam dan beretnis Arab mendiami wilayah Utara Darfur,
sedangkan Selatan dihuni oleh petani Afrika.
56 Ottaway and Sadany, Sudan, 6. 57 Tim Youngs, “Sudan: Conflict in Darfur”, 7.
28
Masyarakat Darfur banyak didiami orang Muslim Arab yang menikah
dengan pribumi Darfur berbangsa Afrika, akibatnya orang Darfur didominasi orang
berkulit hitam Arab-Afrika. Sejak bangsa Arab datang ke Darfur pada abad ke-18,
hubungan mereka dengan suku pribumi terjalin tanpa perselisihan. Jika terjadi
perselisihan pun akan langsung diselesaikan melalui mediasi dengan pemimpin
lokal. Di Darfur sejak dulu hidup banyak dinasti yang menjadikan Darfur semakin
makmur dengan tanah yang subur karena letaknya dekat dengan Gunung Jabal
Marra. Darfur memulai konflik internal ketika abad ke-19 karena tidak adanya
penegak hukum, sedangkan Darfur menjadi tempat perdagangan yang besar saat
itu.58
Salah satu konflik yang tidak dapat dihindari oleh Darfur adalah sejak Inggris
meyerahkan seluruh jajahannya kepada pemerintah yang berpusat di Utara dan hanya
mengembangkan tanah subur di Utara serta mengabaikan daerah selatan dan Darfur
yang berada di Barat. Akibat adanya ketimpangan oleh pemerintahan, mengharuskan
mereka harus berkonflik menuntut hak atas kejengahan yang mereka alami. Hal ini
diperparah ketika Sudan menemukan lahan minyak baru yang pengolahannya
dimonopoli serta adanya pemaksaan hukum Islam yang ingin diterapkan di Sudan.59
Hal lain diperparah dengan adanya pangkalan militer Libya di Darfur untuk
Perang Islam di Chad dalam perang Arab-Fur yang terjadi pada tahun 1987-1989.
Dari perang tersebut, membuat Darfur dibanjiri oleh senjata. Akibatnya, ribuan
58 Gerard Prunier, Darfur: the Ambiguous Genocide (London: C. Hurst&Co, 2005), 8. 59 Prunier, Darfur, 42-47.
29
orang tewas dan banyak rumah warga Darfur terbakar. Kesengsaraan Darfur
diperparah oleh kekeringan serta kelaparan yang melanda negara ini pada akhir
tahun 1980, dan tidak ada perhatian dari pemerintah pusat.60
Kebencian karena diksriminasi pemerintah Sudan serta kemampuan untuk
memegang senjata dengan adanya perang Arab-Fur, membuat suku Afrika Darfur
melakukan pemberontakan terhadap pemerintah. Dalam keadaan seperti ini,
pemerintah juga membentuk milisi yang dipersenjatai untuk melawan suku Afrika
Darfur. Milisi ini merupakan asal mula milisi Janjaweed, (yang artinya adalah
pasukan penunggang kuda). Omar Al Bashir juga membuat kebijakan dengan
memberikan sokongan yang mengatur milisi ini untuk meminggirkan etnis Afrika. 61
Pemerintah Sudan secara resmi memberikan kekebalan hukum bagi milisi
Janjaweed untuk menyerang kelompok-kelompok pemberontak Darfur.62 Selain itu,
pemerintahan Omar Al Bashir juga membantu Osama Bin Laden tahun 1996 dan
melakukan percobaan pembunuhan Hosni Mubarak pada tahun 1998. Amerika
Serikat berupaya memerangi terorisme di Sudan dengan sanksi dan pengecaman bagi
Sudan sebagai negara teroris. Sejak saat itu, Sudan semakin agresif untuk melakukan
aksinya.63
Untuk menandingi milisi Janjaweed, etnis Afrika Darfur membentuk milisi
bersenjata dari etnis non-arab hasil persatuan dari dua milisi besar yaitu South’s
60 Prunier, Darfur, 42-47. 61Michael Ray, Janjaweed, tersedia di
http://www.britannica.com/EBchecked/topic/1003597/Janjaweed diakses pada 23 Juli 2014. 62 Flint and De wall, Darfur: A New History of a Long War [ebook] (Africa Arguments,
2005), 129. 63 Prunier, Darfur, 52-53.
30
Sudan People’s Liberation Army (SPLA) dan Darfur Liberation Font (DLF). Dari
sinilah terbentuk milisi Sudan People’s Liberation Movement (SPLM) pada Maret
2003.64 Janjaweed mulai menjadi jauh lebih agresif pada tahun 2003, setelah dua
kelompok pemberontak non-Arab mengangkat senjata melawan pemerintah Sudan
dan menuduh penganiayaan yang dilakukan oleh rezim Arab di Khartoum.
Menanggapi aksi pemberontak Selatan, Milisi Janjaweed mulai menjarah kota-kota
dan desa-desa yang dihuni oleh suku-suku Afrika yang menjadi anggota tentara
pemberontak yang berasal dari suku Zaghawa, Masalit, dan Fur.65
Krisis di Darfur melibatkan pemerintahan Khartoum serta Omar Al-Bashir
sebagai Presiden yang membuat kebijakan untuk menyerang etnis afrika Darfur
melalui Milisi Janjaweed. Kelompok pemberontak Darfur, seperti Sudanese
Liberation Movement/Army (SLM/A), Formerly Darfur Liberation Front (DLF),
serta Justice and Equality Movement (JEM) banyak menjadi korban akibat serangan
yang dilakukan oleh pemerintah Khartotoum. Korban jiwa di Darfur mencapai
300.000 orang tewas dan dua juta orang mengungsi.66
Pada tahun 2005, setelah negosiasi panjang, kesepakatan damai
ditandatangani antara pemerintah di Khartoum dan para pemberontak di Selatan.
64 Robert O Collins, “Disaster in Darfur”, The Gregg Centre vol 26, No 2, [Jurnal on-line],
2006, tersedia di http://journals.hil.unb.ca/index.php/JCS/article/view/4511 diakses pada 24 Juli 2014,
h, 39 65 Brendan Koerner, “Who Are the Janjaweed? “, 19 Juli 2005, tersedia di
http://www.slate.com/articles/news_and_politics/explainer/2004/07/who_are_the_janjaweed.html
diakses pada 10 Agustus 2014. 66 “The United States and South Sudan: A Relationship Under Pressure”, Council of
American Ambassadors [artikel on-line] tersedia di
http://www.americanambassadors.org/publications/ambassadors-review/fall-2013/the-united-states-
and-south-sudan-a-relationship-under-pressure; Internet; diakses pada 15 Agustus 2014.
31
Hasilnya adalah pihak Sudan Selatan akan memiliki otonomi sendiri selama enam
bulan dan akan memisahkan diri dengan dilakukannya referendum untuk voting
apakah Sudan Selatan masih tetap bagian dari Sudan atau akan memisahkan diri.
Kekayaan alam berupa minyak di perbatasan akan dibagi dua (50:50) untuk kedua
Sudan setelah referendum.
C. Sikap Amerika Serikat
Pada konflik dan pelanggaran yang dilakukan oleh pemerintah Sudan
khususnya di Darfur, sikap marah Amerika Serikat kepada pemerintah Sudan
semakin besar. Menteri Pertahanan Amerika Serikat serta Mahkamah Pidana
Internasional (ICC) mendakwa presiden Sudan, Omar Al Bashir, atas dugaan sebagai
penjahat perang karena telah bertanggung jawab atas dukungan dengan
mempersenjatai milisi Janjaweed untuk membakar desa-desa, memperkosa wanita,
dan membunuh orang-orang dari suku Afrika Darfur.67
Hal ini berbeda dengan yang dikatakan oleh Prof. Amani Lubis selaku
pengamat Kawasan Timur Tengah dan Afrika, Beliau mengatakan bahwa milisi
Janjaweed sudah menaati hukum perang dengan tidak menyerang anak dan wanita.
Banyak pemberitaan barat memberikan informasi yang mengandung unsur
propaganda untuk memojokkan Sudan. Hal ini dilakukan oleh Amerika Serikat
karena terdapat kepentingan yang besar pada konflik ini.68
67 “The United States and South Sudan”. 68 Wawancara, terdapat pada lampiran 1.
32
Krisis di Darfur membawa dampak yang sangat besar bagi hubungan
Amerika Serikat dan Sudan. Hubungan Sudan dan Amerika Serikat yang
merenggang ketika pemerintah Sudan secara tegas membantu memberikan tempat
bagi Osama bin Laden pada 1990 di Sudan serta membantu kelompok teroris untuk
membunuh Hosni Mubarak. Sanksi yang diberikan Amerika Serikat ketika itu adalah
pemutusan hubungan kerjasama karena Sudan dinyatakan sebagai negara sponsor
terorisme. Dengan hal itu, Sudan dapat menjalin kerjasama kembali dengan Amerika
Serikat meskipun kongres tetap melanjutkan pemberian sanksi terhadap pemerintah
Sudan. 69
Amerika Serikat tidak akan membiarkan Sudan akan jatuh kepada genosida
lebih dalam seperti yang terjadi di Rwanda. Genosida membawa Amerika Serikat
memberikan respon yang mendalam, khususnya pada masyarakat Amerika Serikat
mengingat kenangan atas holocaust dan kegagalan dalam bertindak di Rwanda.70
Amerika Serikat berupaya mendukung kebijakan yang membuat konflik Sudan
mereda agar Sudan Selatan dapat mencapai kemerdekaannya.
Dengan jumlah korban jiwa mencapai 300.000 jiwa, berbagai kecaman
datang dari berbagai negara. Amerika Serikat lewat pernyataan Presiden Bush dalam
pidatonya untuk mengecam sikap Sudan. Kemudian juga Amerika Serikat merespon
konflik ini dengan memberikan sejumlah bantuan kemanusiaan untuk masyarakat di
69 Lyman, “Negotiating Peace in Sudan”. 70 Lyman, “Negotiating Peace in Sudan”.
33
Sudan Selatan yang harus mengungsi karena rumah mereka terkena dampak
langsung dari konflik tersebut.71
Upaya perdamaian Amerika Serikat untuk melaksanakan perdamaian dengan
lancar dilakukan dengan menjanjikan kebijakan normalisasi hubungan Amerika
Serikat dengan Sudan serta mencabut Sudan sebagai negara sponsor terorisme. Hal
itu dimaksudkan untuk mengantisipasi keburukan yang akan terjadi dikemudian hari.
Dalam proses ini, kongres juga memberikan kebijakan yang akan menciptakan
perdamaian pada proses perdamaian yang akan dilakukan pada 2011.72
Urusan wilayah minyak menjadi salah satu penyebab konflik di Sudan.
Kilang minyak yang dikuasai oleh Sudan ketika pertama kali ditemukan dahulu,
dimonopoli oleh pemerintah Sudan sehingga menjadi sengketa ketika dua negara ini
berpisah. Sudan mulai mengekspor minyak mentah pada tahun 1990, aliran minyak
Sudan melewati wilayah Selatan, sehingga Selatan mengklaim keberadaan minyak
tersebut adalah miliknya.73
Tingkat produksi minyak Sudan mencapai 490.000 per barel setiap harinya.
Ini merupakan sumber terbesar pendapatan untuk Sudan. Ketergantungan Sudan
pada pendapatannya yang berasal dari minyak menjadikan persoalan sengketa
71 Kevin Peraino, “Is Massive U.S. Aid Helping South Sudan?”, September 2010, tersedia di
http://www.newsweek.com/massive-us-aid-helping-south-sudan-72101 diakses pada 13 Juli 2014. 72 “The United States and South Sudan”. 73 Lyman, “Negotiating Peace in Sudan”.
34
minyak ini menjadi hambatan yang serius.74 Dari hal ini, Amerika Serikat juga
memberikan usulan-usulan mengenai minyak pada kedua Sudan.
Sikap Amerika Serikat terhadap konflik di Sudan menjadi serangakaian
kebijakan yang mengarah pada kecaman atas apa yang terjadi di Sudan. Selain itu
Amerika Serikat juga berusaha menjadi mediator bagi sengketa minyak yang terjadi
di Sudan. Kebijakan Amerika Serikat diupayakan untuk mendukung bagaimana
masyarakat Sudan Selatan dapat segera berpisah dari Sudan.
Kebijakan Amerika Serikat di Sudan Selatan banyak dilakukan untuk
mendukung wilayah Selatan mendapatkan kemerdekaannya. Amerika Serikat banyak
mengeluarkan kebijakan luar negeri sebagai bantuan substansial bagi calon negara
baru tersebut. Untuk melihat apa saja dukungan Amerika Serikat di Sudan Selatan,
akan dijelaskan secara rinci pada bab III.
74 Ottaway and Sadany, Sudan, 8.
35
BAB III
DUKUNGAN AMERIKA SERIKAT DALAM PROSES
KEMERDEKAAN SUDAN SELATAN
A. Hubungan Amerika Serikat dengan Wilayah Sudan Selatan
Amerika Serikat merupakan negara adidaya yang selalu dapat hadir dalam
sebuah peristiwa internasional. Keterlibatan Amerika Serikat dalam konflik
merupakan sebuah intervensi yang dimaksudkan untuk menjadi fasilitator, mediator,
atau pencetus perdamaian. Pada peristiwa konflik Sudan yang telah terjadi selama
puluhan tahun,75 banyak aktor internasional mencoba memberikan upaya serta solusi
perdamaian antara kubu Utara dan Selatan.
Awal mula hubungan Amerika Serikat dengan Sudan Selatan dalam upaya
perdamaian konflik adalah ketika selama Perang Teluk. Amerika Serikat berseteru
dengan Sudan, hingga mendorong Amerika Serikat yang saat itu dipimpin oleh
Presiden Bill Clinton memberikan bantuannya pada pihak pemberontak di Selatan.76
Kemudian, hubungan ini berlanjut pada Presiden George W. Bush serta Presiden
Barack Obama. Koalisi bipartisan pada pemerintah Amerika Serikat yang dikenal
sebagai “Sudan Caucus” yang mendorong ketiga presiden ini untuk menjadikan
75 Matthew LeRiche and Matthew Arnold, South Sudan: From Revolution to Independence
(United Kingdom: Hurst&Co, 2012), 1. 76 Jonathan Jacobs, “South Sudan and the US National Interest”, Think Africa Press 2012,
tersedia di http://thinkafricapress.com/south-sudan/oil-us-south-sudan-secession diakses pada 10 Juli
2014.
35
36
Sudan sebagai agenda prioritas pada kebijakan luar negeri demi menghentikan
konflik yang telah lama berlangsung.77
Amerika Serikat menjadi penggerak atas perjanjian damai antara Sudan
dengan Sudan Selatan dari tahun 2001.78 Dalam perannya, Amerika Serikat
memainkan peran kunci dalam membantu membuat protokol yang mengantarkan
konflik dua Sudan ini pada Perjanjian Perdamaian Komprehensif (CPA). CPA
tersebut dilaksanakan pada tahun 2005 sebagai peletak dasar Referendum tentang
penentuan nasib sendiri pada tahun 2011. Hasilnya adalah orang-orang Sudan
Selatan sangat banyak memilih untuk memisahkan diri.79 Dalam menjelaskan
dukungan Amerika Serikat dalam kemerdekaan di Sudan Selatan, akan dibagi pada
tiga dukungan, di antaranya adalah;
1. Dukungan Diplomatik
Luasnya keterlibatan internasional tercermin dari jumlah ditandatanganinya
saksi Comperhensive Peace Agreement (CPA) yaitu Kenya, Amerika Serikat,
Inggris, Italia, Norwegia, Belanda, Uganda, Mesir, Intergovernmental Authority on
Development (IGAD), Liga Arab, PBB, Uni Eropa, dan Uni Afrika (AU). Terdapat
banyak asosiasi internasional formal maupun informal yang telah terlibat di Sudan,
77 Rebecca Hamilton, “U.S. Played Key Role in Southern Sudan's Long Journey to
Independence”. 78 Morgan L. Roach and Ray Walser, “The Role of the United States in Southern Sudan’s
Referendum”, Heritage Foundation, Maret 2011. 79 U.S. Relations With South Sudan (U.S Depertment of State, 2014) [database on-line];
tersedia di http://www.state.gov/r/pa/ei/bgn/171718.htm; diunduh pada 10 Juli 2014.
37
seperti Sudan Troika80 yang terdiri dari Amerika Serikat, Inggris, dan Norwegia,
serta lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB yang secara berkala menangani
masalah di Sudan.81
Dukungan diplomatik Amerika Serikat di Sudan Selatan mulai gencar
dilakukan pada masa pemerintahan Presiden George W. Bush tahun 2001. Kebijakan
yang dibuat Amerika Serikat pada masa itu merupakan kebijakan war on terrorism
yang dipelopori oleh Presiden George W. Bush ke seluruh dunia. Amerika Serikat
menuju ke Sudan karena Bill Clinton, pada tahun 1993, menambahkan Sudan pada
daftar “negara sponsor terorisme”.82
Mengantisipasi apa yang dahulu terjadi pada saat konflik Rwanda, Presiden
Bil Clinton saat itu juga mengatakan penyesalan mendalamnya sebagai seorang
presiden Amerika Serikat yang gagal mencegah pembantaian 800.000 orang dalam
konflik Rwanda. Hal ini membuat Presiden George W. Bush mendorong upaya
perdamaian di Sudan yang telah menelan hampir 300.000 korban jiwa.83 Hal ini juga
didukung oleh adanya ikatan kelomok Kristen Evangelis Amerika Serikat dan
80 Sudan Troika adalah anggota dari tiga dari donor yang menonjol, Amerika Serikat, Inggris
dan Norwegia, kelompok yang mendukung proses negosiasi CPA. Pemerintah Sudan Troika telah
kolektif memberikan bantuan 49,5% dari ODA antara tahun 2000 dan 2009.
Tersedia di http://www.state.gov/r/pa/prs/ps/2011/12/178314.htm diakses pada 23 Juli 2014. 81 Princeton N. Lyman, “Negotiating Peace in Sudan”. 82 Jonathan Jacobs, “Sudan Selatan dan US National Interest”, Think Africa Press, 13 Maret
2012, Africa [datebase on line]; tersedia di http://thinkafricapress.com/south-sudan/oil-us-south-
sudan-secession; diakses pada 11 Juli 2014. 83Andrew Quinn, “Sudan vote tests Obama's Africa diplomacy”, Reuters Africa, 5 Januari
2011, tersedia di http://af.reuters.com/article/topNews/idAFJOE70401C20110105?sp=true diakses
pada 25 Juli 2014.
38
pendiri otoritas Sudan Selatan yang mengkampanyekan pemisahan Sudan Selatan
pada Presiden George W. Bush. 84
Kampanye yang dilakukan kelompok Kristen Evangelis merupakan bentuk
protes atas apa yang terjadi pada konflik Sudan. Hal itu disebabkan karena kelompok
agama dan kelompok politis di Amerika Serikat turut memperhatikan konflik di
sana. Kelompok ini menjadi salah satu alasan Amerika Serikat mendukung proses
kemerdekaan Sudan Selatan yang telah memperjuangkan kemerdekaan Sudan
Selatan sejak abad ke-19.85
Pada awal pemerintahan Presiden George W. Bush kelompok Kristen
Evangelis di Amerika Serikat mendesak presiden untuk mengambil tindakan
menghentikan serangan yang dilakukan oleh Sudan di wilayah Selatan. Kelompok
Kristen Evangelis yang bergabung dengan Black Caucus merasa geram atas laporan
dari wilayah Sudan di Utara karena telah memperbudak orang Selatan dan
menyampaikan hal tersebut kepada Kongres.86
Kemarahan kelompok Kristen Evangelis di Amerika Serikat semakin menjadi
atas laporan penindasan yang dilakukan oleh orang Sudan di Utara terhadap orang
Kristen di Selatan. Kelompok Kristen Evangelis menekan Presiden George W. Bush
84 Jeffrey Gettleman, “After Years of Struggle, South Sudan Becomes a New Nation”, New
York Times, 9 juli 2011, New York Times Online [artikel on-line], tersedia di
http://www.nytimes.com/2011/07/10/world/africa/10sudan.html?_r=0; diakses 23 Juli 2014. 85 Jeffrey Gettleman, “After Years of Struggle”. 86 “The United States and South Sudan: A Relationship Under Pressure”.
39
agar mengambil alih perang yang terjadi di Sudan.87 Usaha mereka terbayar pada
tahun 2000 ketika Presiden George W. Bush terpilih sebagai presiden Amerika
Serikat. 88
Hal ini merupakan awal terlibatnya Presiden George W. Bush di Sudan, yaitu
pada tahun 2001 setelah dilatik menjadi presiden. Presiden George W. Bush
menunjuk Senator John Danforth sebagai utusan proses perdamaian di Sudan yang
bekerjasama dengan Intergovernmental Authority on Development (IGAD) yang
terbukti menjadi negosiator efektif bagi perdamaian di Sudan.89
Hal yang sama juga dilakukan oleh Sudan Selatan untuk mendapatkan
dukungan dari Amerika Serikat yaitu, usaha kepala pemerintah otonom Sudan
Selatan, yaitu Salva Kiir yang kini menjadi presiden Sudan Selatan. Selama
bertahun-tahun, terutama masa Presiden George W. Bush, Kiir bersama kelompok
Kristen bernaung di kalangan Ideologi Ekstrimis Washington untuk berusaha
membentuk kembali keseimbangan kekuasaan di Sudan.90 Rezim Kiir telah lama
menjadi rezim kesayangan Amerika Serikat sebagai negara donor Barat sehingga
Amerika Serikat mendukung Salva Kiir untuk mendapatkan kemerdekaan dari
Sudan.
87 Princeton N. Lyman, “Negotiating Peace in Sudan”, Journal of the School of Global
Affairs and Public Policy (GAPP) at American University in Cairo, Nov. 9, 2010 [jurnal on-line];
tersedia di http://www.aucegypt.edu/gapp/cairoreview/pages/articleDetails.aspx?aid=21; Internet;
diunduh pada 15 Juli 2014. 88 Jeffrey Gettleman, “After Years of Struggle”. 89 Princeton N. Lyman, “Negotiating Peace in Sudan”. 90 Kevin Peraino, “Is Massive U.S. Aid Helping South Sudan?”, News Week, 2010, [artikel
on-line] tersedia di http://www.newsweek.com/massive-us-aid-helping-south-sudan-72101 diakses
pada 13 Juli 2014.
40
Konflik yang terus berlangsung di Sudan, khususnya di Darfur terus
menimbulkan banyak korban jiwa. Mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat,
Colin Powell, setelah berkunjung ke Darfur menyatakan pada Senat Amerika Serikat
bahwa di Darfur sedang terjadi genosida. Pada tahun 2004, kongres Amerika Serikat
juga menyebut terjadinya genosida di Darfur dan menyerukan pada administrasi
Presiden George W. Bush untuk memelopori upaya internasional demi
menghentikan konflik tersebut.91
Selain itu, Presiden George W. Bush mengangkat Sudan pada bagian agenda
kebijakan luar negerinya. Dukungan diplomatik Amerika Serikat ditunjukan ketika
Uni Afrika dan PBB mengusahakan proses perdamaian Darfur (Protokol Abuja) di
Abuja, Nigeria pada tahun 2004.92 Pihak pemberontak tidak bersedia meneken
perjanjian damai Protokol Abuja. Untuk menyelamatkan proses perdamaian yang
dilakukan Uni Afrika, Amerika Serikat melakukan upaya dengan mengirimkan
Wakil Menlu Amerika Serikat, Robert Zoellick, untuk mendatangi Abuja.93
91 Abdul Hadi Adnan, “Penyelesaian Masalah Sudan Selatan dan Krisis di Darfur”, UNPAS
Journal: 7, 6 Mei 2006, [artikel jurnal on-line]; tersedia di
http://fisip.unpas.ac.id/index.php/home/downloadjournal/Crisis%20in%20DARFUR.pdf; Internet;
diunduh pada 21 Desember 2013. 92 Draft Framework Protocol for the Resolution of the Conflict in Darfur. “our commitment
to our previous agreements, namely the Humanitarian Ceasefire Agreement singed in N’djamena,
Chad, on 8 April 2004 (hereinafter the N’djamena Agreement), the Agreement on the Modalities for
the Establishment of the Ceasefire Commission and the Deployment of Observers signed in Addis
Ababa, Ethiopia, on 28 May 2004 (hereinafter the Addis Ababa Agreement), as well as the protocols
on the Improvement of the Humanitarian Situation in Darfur and on the Enhancement of the security
situation in Darfur, signed in Abuja, Nigeria, on 9 November 2004, (hereinafter the Abuja
Protocols)” 93 Hadi Adnan, “Penyelesaian Masalah Sudan Selatan”, 7.
41
Presiden George W. Bush menelpon Presiden Omar Al Bashir agar
mengirimkan kembali perwakilannya yang sebelumnya meninggalkan Abuja. Hal
tersebut dilakukan karena pihak pemberontak tidak bersedia meneken persetujuan
damai. Setelah Amerika Serikat mengupayakan hal tersebut, akhirnya SLM/A
(Sudan Liberation Movement/ Army) dan JEM (Justice and Equality Movement)
bersedia menandatangani perjanjian ini atas tekanan dari Amerika Serikat.94
Presiden George. W Bush secara konsisten melakukan upaya dari satu
protokol hingga ke protokol lainnya hingga Amerika Serikat ikut berperan dengan
memfasilitasi perdamaian.95 Dukungan tersebut dilakukan untuk mendorong
pemberontak Selatan dan pemerintah pusat dalam perang yang panjang agar
menandatangani Perjanjian Perdamaian Komprehensif (CPA).96 Dukungan Amerika
Serikat terhadap Sudan selatan mendapatkan momentum di bawah pimpinan George
W. Bush yang fokus terhadap perundingan perdamaian, yang akhirnya berbuah pada
CPA tahun 2005.97
Perundingan perdamaian komperhensif (CPA) yang telah lama diagendakan
tersebut diadakan di Naivasha, Kenya, yang dihadiri antara pemerintah Sudan dan
Gerakan Pembebasan Rakyat Sudan (SPLM).98 CPA merupakan dasar dari
94 Hadi Adnan, “Penyelesaian Masalah Sudan Selatan”, 7. 95 “Sudans Comperhensive Peace Agreement”, Voice of America, 9 Juli 2011 [database on-
line], tersedia di http://www.voanews.com/content/sudans-comprehensive-peace-agreement-cpa-
112719954/157128.html; diakses pada 25 April 2014. 96 Jeffrey Gettleman, “After Years of Struggle”. 97 Rebecca Hamilton, “U.S. Played Key Role in Southern Sudan's”. 98 “Sudans Comperhensive Peace Agreement”, Voice of America, 9 Juli 2011 [database on-
line], tersedia di http://www.voanews.com/content/sudans-comprehensive-peace-agreement-cpa-
112719954/157128.html; diakses pada 25 April 2014.
42
perundingan perdamaian antara kedua Sudan yang berkonflik untuk selanjutnya
merencanakan pemisahan kedua wilayah Sudan melalui jalan referendum untuk
menjamin hak penduduk wilayah selatan.99
Selain membantu Sudan Selatan melakukan referendum, Amerika Serikat
juga memiliki tanggung jawab untuk menemukan solusi di Abyei sebagai wilayah
perbatasan yang banyak mengandung minyak dan menjadi perebutan bagi kedua
Sudan. Wilayah Abyei juga memiliki dukungan aktif dari pemberontak SPLM untuk
melawan tentara sipil. Nasib Abyei ditentukan setelah referendum dilakukan, untuk
membahas pembagian asset dan hasil minyak. Namun, negosiator Amerika Serikat
memainkan perang penting pada Proklamator Abyei dalam CPA yang hasilnya
adalah telah disepakati bahwa penduduk Abyei diizinkan untuk memilih pada
referendum 9 Januari 2011.100
Kebijakan yang dikeluarkan oleh Amerika Serikat dibuat oleh kongres,
kebijakan ini juga disesuaikan oleh bantuan berlanjut untuk Aliansi Nasional
Demokrat, yaitu sebuah koalisi pasukan oposisi bersenjata maupun pasukan yang
tidak bersenjata dari Sudan Selatan (termasuk SPLM), untuk memperkuat
kemampuannya melindungi warga sipil dari serangan. Pada saat yang sama, kongres
99 Jeffrey Gettleman, “After Years of Struggle”. 100 Princeton N. Lyman, “Negotiating Peace in Sudan”.
43
menyatakan mendukung upaya Presiden George W. Bush untuk mencari
penyelesaian yang dinegosiasikan pada perang saudara Sudan.101
Estafet kebijakan di Sudan Selatan berpindah kepada Presiden Obama pada
tahun 2009. Sebelumnya, Presiden Barack Obama kurang tertarik untuk melanjutkan
perdamaian yang sebelumnya telah dijalankan presiden George. W Bush. Tetapi
akhirnya pada tahun 2010 Presiden Barack Obama mendukung proses referendum
yang telah direncanakan pada masa pemerintahan Presiden George W. Bush dengan
mendesak PBB untuk melaksanakan referendum secepatnya. Pemerintahan Presiden
Barack Obama telah meningkatkan keterlibatannya pada Sudan Utara dan Sudan
Selatan dan berjanji untuk melakukan kerjasama di masa yang akan datang.102
Saat itu Senator Amerika Serikat, John Kerry menggelar pertemuan
membahas mengenai perdamaian di Sudan Selatan. Dalam pembicaraannya pada
pertemuan di Juba dengan pemimpin dari Sudan wilayah utara dan Selatan, John
Kerry menyatakan pembicaraan ini bertujuan mendorong terciptanya perdamaian
yang lancar serta damai pada proses referendum nanti.103
Adapun tujuan Amerika Serikat dalam memberikan bantuan kepada Sudan
Selatan telah disusun dalam kebijakan yang dikeluarkan Amerika Serikat. Hillary
101 Lauren Ploch Blanchard, “Sudan and South Sudan: Current Issues for Congress and U.S.
Policy”, Congressional Research Service:4, 5 Oktober 2012 [database]; tersedia di
http://fas.org/sgp/crs/row/R42774.pdf; Internet; diunduh pada 14 Juli 2014. 102 Morgan L. Roach and Ray Walser, “The Role of the United States in Southern Sudan’s
Referendum”, The Heritage Foundation No. 3191, 16 Maret 2011 [database]; tersedia di
http://www.heritage.org/research/reports/2011/03/the-role-of-the-united-states-in-southern-sudans-
referendum; diakses pada 10 Juli 2014. 103 “Referendum Sudan Selatan dimulai”, BBC, 9 Juli 2011, tersedia di
http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2011/01/110109_souhsudanpool.shtml diakses pada 15 Juli
2014.
44
Clinton selaku Menteri Luar Negeri Amerika Serikat berpidato terkait tujuan yang
akan dilakukan di Sudan. Dalam pidatonya Hillary Clinton mengatakan,
“First, an end to conflict, gross human rights abuses, war crimes,
and genocide in Darfur; second, implementation of the
Comprehensive Peace Agreement that results in a united and
peaceful Sudan after 2011, or an orderly path toward two
separate and viable states at peace with each other; and third, a
Sudan that does not Provide a safe haven for terrorists.” 104
Dalam pidatonya, menurut Menteri Luar Negeri Hillary Clinton, Ia memiliki
tiga tujuan utama pada konflik Sudan. Pertama adalah mengakhiri konflik,
menegakan pelanggaran hak asasi manusia, kejahatan perang, dan genosida di
Darfur. Kedua melaksanakan Perjanjian Perdamaian Komprehensif (CPA) yang
menghasilkan Sudan bersatu dan damai setelah 2011, atau penertiban dua Sudan
menjadi dua negara yang terpisah serta layak berdamai satu sama lain. Ketiga adalah
memastikan Sudan tidak menyediakan tempat yang aman bagi teroris.105
Akhirnya setelah perjuangan yang panjang, Sudan Selatan melakukan
referendum pada 9 Januari 2011, dengan hasilnya adalah 98,83% warga Sudan
bagian Selatan memisahkan diri dengan Sudan. Pada tanggal 9 Juli 2011 Sudan
Selatan resmi menjadi negara merdeka.106 Dukungan yang diberikan Amerika
Serikat telah banyak diberikan kepada Sudan Selatan. Kebijakan yang dibuat
104 “The Sudan Referenda: What Role For International Actors?”, International Peace
Institut, November 2010 tersedia di http://www.ipinst.org/publication/policy-papers/detail/303-the-
sudan-referenda-what-role-for-international-actors.html; Internet; diakses pada 20 April 2014 105 Kevin Peraino, “Is Massive U.S. Aid Helping South Sudan?”. 106 Matthew LeRiche and Matthew Arnold, South Sudan, 23.
45
Amerika Serikat dimaksudkan untuk menjadi proaktif mengubah perilaku
pemerintah Khartoum serta mempromosikan perdamaian di Sudan.107
Untuk mengawasi CPA akan berjalan dengan baik, Amerika Serikat juga
mengirimkan utusan khusus. Dalam kunjungannya ke Sudan, Amerika Serikat
mengecam Utara dan mendesak agar International Criminal Court (ICC) untuk
mengadili Omar Al Bashir atas tuduhan genosida yang dilakukan atas konflik yang
terjadi di Sudan.108 Dukungan diplomatik Amerika Serikat dapat dilihat dalam
pengiriman pasukan perdamaian PBB ke konflik Sudan. Amerika Serikat
memainkan peran kunci dalam dukungan pengiriman pasukan tentara serta
pelaksanaan perdamaian Darfur.109
Kebijakan yang ditunjukan Amerika Serikat di Sudan mengisyaratkan bahwa
kebijakan luar negeri mereka tidak hanya mengenai kemanusiaan, tetapi Amerika
Serikat juga melihat sumber daya minyak sebagai potensi kerjasama baru yang akan
datang. Meskipun dalam pidato Hillary Clinton tidak terdapat tujuan untuk
bekerjasama dalam hal minyak, tetapi sumber daya minyak di Sudan sudah menjadi
ketertarikan Amerika Serikat sejak lama.
Pada awalnya, Amerika Serikat memiliki kerjasama perusahaan minyak di
Sudan, yaitu Chevron. Chevron telah menemukan sejumlah titik sumber minyak di
dekat Abu Jabar di perbatasan Darfur dan Kordofan serta penemuan ladang minyak
besar di Heglig. Namun, perusahaan ini telah menjual usahanya pada tahun 1992
107 Kevin Peraino, “Is Massive U.S. Aid Helping South Sudan?”. 108 Human Right Watch, “Sudan (North)”, Januari 2012. 109 Human Right Watch, “Sudan (North)”, Januari 2012.
46
karena pada tahun 1984 tiga orang pekerja Chevron tewas akibat serangan pasukan
sekutu Anyanya II, serta berlanjut dengan adanya tekanan dari The National Islamic
Front untuk menghentikan operasi Chevron di Sudan.110
Pada saat itu pihak Utara (lewat gerakan The National Islamic Front)
menyerang perusahaan Chevron. Akibat penyerangan tersebut, gerakan The National
Islamic Front di Sudan dipandang sebagai gerakan yang bertentangan dengan
kepentingan Amerika Serikat. Pada saat Perang Teluk, Presiden Sudan menjauh dari
Amerika Serikat hingga akhirnya Amerika Serikat mendukung Sudan Selatan
(pemberontak) dengan mengirimkan bantuannya kepada Selatan.111
Dalam penelitian, Sudan memiliki 1,5 miliar barel cadangan minyak dan
Sudan Selatan memiliki cadangan minyak lebih banyak yaitu 3,5 miliar barel.
Mayoritas cadangan minyak terletak pada cekungan Muglad dan Melut yang meluas
ke kedua negara ini.112 Meskipun Sudan telah lama melakukan kerjasama minyak
dengan perusahaan Tiongkok, namun sebagai negara baru Sudan Selatan belum
menentukan kerjasama minyaknya pada masa yang akan datang.
Pada konferensi di Washington, Menteri Luar Negeri Hillary Clinton
memperingatkan presiden baru, Salva Kiir Mayardit, tentang perlunya menghindari
kemungkinan kekayaan Sudan Selatan akan tersedot oleh perusahaan dan kekuatan
asing. Pada saat yang sama, Amerika Serikat telah bergerak untuk mempercepat
110 Understanding Sudan, Fact Sheet Two: A History of Oil in the Sudan, A Teaching and
Learning Resource 2009, Tersedia di http://understandingsudan.org/ diakses pada 22 Agustus 2014. 111 Understanding Sudan, Fact Sheet TwoTersedia di http://understandingsudan.org/ diakses
pada 22 Agustus 2014. 112 Country Analysis Brief: Sudan and South Sudan, 2014, tersedia di
http://www.eia.gov/countries/cab.cfm?fips=su diakses pada 23 Agustus 2014.
47
eksploitasi sumber daya di wilayah tersebut, dan menyatakan minyak di Sudan
Selatan “terbuka untuk bisnis”. Amerika Serikat juga telah mengirimkan petugas
untuk mengelola perencanaan strategis negaranya.113
2. Dukungan Ekonomi
Dalam membantu Sudan Selatan mencapai kemerdekaannya, Amerika
Serikat memberikan bantuan ekonomi dalam jumlah yang besar. Dalam kebijakan
luar negeri Amerika Serikat, Sudan Selatan merupakan negara peringkat terbesar di
antara penerima bantuan Amerika Serikat di sub Sahara Afrika. Amerika Serikat
telah menginvestasikan bantuan ekonomi substansial dalam upaya untuk membuat
negara Sudan Selatan menjadi negara baru yang layak, mengingat diperlukannya
kebutuhan yang besar untuk bidang kemanusiaan di Sudan Selatan dan untuk proses
perkembangan selanjutnya sebagai negara baru.114
Bantuan ekonomi disalurkan Amerika Serikat dalam periodesasi yang
konsisten sejak pemerintahan Bush hingga Obama. Upaya mendukung kemerdekaan
Sudan Selatan lewat dukungan ekonomi dimulai dari bantuan yang diberikan
Amerika Serikat untuk kedua Sudan sebesar US$2 miliar per tahun. Sebagian besar
dana tersebut dialokasikan untuk bantuan kemanusiaan dan operasi penjagaan
perdamaian internasional. Dalam periode 2005 hingga 2010, total bantuan Amerika
113 Jonathan Jacobs, “Sudan Selatan dan US National Interest”. 114 Lauren Ploch Blanchard, “Sudan and South Sudan”, 5.
48
Serikat memberikan lebih dari US$10 miliar bantuan ke Sudan, termasuk untuk
Sudan Selatan dan Darfur. 115
Di antara 10 negara donor, Amerika Serikat menjadi negara donor terbesar
dalam periode 2000 hingga 2009 yang menyediakan 33,9% bantuan ke Sudan untuk
proses perdamaian melalui official development assistance (ODA). Sudan mendapat
US$4,5 miliar untuk periode awal 2005-2007, kemudian pada 2009 Sudan menerima
US$2,4 miliar dari (ODA).116 Pada tahun 2002 hingga 2009, bantuan Amerika
Serikat telah sepuluh kali lipat bertambah. Bantuan tersebut dialkokasikan untuk
infrastruktur sosial serta mitgasi konflik di Sudan.117
Pada masa pemerintahan Presiden George W. Bush, sebesar US$6 miliar
telah diberikan untuk Sudan dan Sudan Selatan. 118 Bantuan tersebut diberikan untuk
kebutuhan korban jiwa, seperti, membeli peralatan rumah sakit, persediaan rumah
sakit serta kebutuhan bagi para pengungsi. Pada masa pemerintahan Presiden Barack
Obama, Amerika Serikat telah memberikan bantuan lebih dari US$300 juta per tahun
ke Sudan Selatan. Bantuan ini diberikan dalam upaya membantu pemerintah Kiir
untuk mencapai referendum kemerdekaan Sudan Selatan pada 2011.119
115 Lauren Ploch Blanchard, “Sudan and South Sudan”, 5. 116 Lydia Poole, “Sudan Aid Factsheet 1995-2009”, Global Humanitarian Assistance, UK,
2011. 117 Poole, “Sudan Aid Factsheet 1995-2009”, 118 Paul Romita, “The Sudan Referenda: What Role for Internatioanal Actors?”. 119 Kevin Peraino, “Is Massive U.S. Aid Helping South Sudan?”.
49
3. Dukungan Militer
Untuk mendukung kemerdekaan Sudan Selatan, sejumlah dukungan militer
diberikan oleh Amerika Serikat salah satunya adalah bantuan militer. Kongres
Amerika Serikat mengeluarkan wewenang untuk menyalurkan bantuan bagi
pelaksanaan perjanjian. Di antaranya adalah bantuan militer yang mendukung
gerakan South’s Sudan People’s Liberation Army (SPLA) yang semula merupakan
gerakan gerilya menjadi tentara professional untuk Sudan Selatan.120
Kemudian, bantuan lain diberikan Presiden Bush yang memutuskan untuk
menambah pasukan perdamaian untuk PBB yang akan dikirimkan ke Sudan.
Penambahan pasukan yang sebelumnya berjumlah 7000 orang, dilipatgandakan
dengan ditambahkan lagi sebanyak 7.000 personel. Hal ini dilakukan Amerika
Serikat karena menurut Bush, upaya diplomatik yang selama ini diusahakan lewat
perjanjian damai kurang efisien untuk menghentikan pertikaian di Darfur.121
Kebijakan Amerika Serikat di Afrika dinilai mengalami kemajuan,
khususnya pada masa pemerintahan Presiden Barack Obama. Salah satu dukungan
yang diberikan Presiden Barack Obama adalah memberikan kontribusi terbesar
untuk tiga operasi penjaga perdamaian PBB dalam bentuk bantuan dana. 122 Sebesar
$270 juta dana dialokasikan untuk tentara Sudan Selatan. Bantuan tersebut
disalurkan untuk struktur militer di Sudan Selatan, seperti, membangun barak untuk
120 Lauren Ploch Blanchard, “Sudan and South Sudan”, 4. 121 Jim VandeHei and Colum Lynch, “Bush Calls For More Muscle In Darfur”, Washington
Post, 18 Februari 2006, tersedia di http://www.washingtonpost.com/wp-
dyn/content/article/2006/02/17/AR2006021701935.html diakses pada 20 Oktober 2014. 122 Lauren Ploch Blanchard, “Sudan and South Sudan”.
50
tentara, menyumbangkan perahu sungai, serta melatih tentara untuk perlindungan
sipil dan pelatihan respon cepat terhadap bidang medis. 123
Meskipun Amerika Serikat merupakan pendukung vokal kemerdekaan Sudan
Selatan, namun bantuan militer yang diberikan hanya untuk meningkatkan dan
mengintensifkan tekanan diplomatik di tengah konflik. Bantuan dana untuk
kemiliteran yang diberikan juga dialokasikan sebagai bantuan bagi pembangunan
infrastruktur dalam kegiatan militer. Namun, dalam hal militer, Amerika Serikat
tidak melakukan intervensi militer secara langsung di Sudan Selatan.124
Dukungan Amerika Serikat banyak dilakukan agar Sudan Selatan segera
mendapatkan kemerdekaannya. Dukungan tersebut diberikan melalui dukungan
diplomatik, dukungan ekonomi dan dukungan militer yang banyak membantu
masyarakat Sudan Selatan. Dari banyaknya dukungan tersebut, dukungan terbesar
datang dari penandatanganan CPA yang dilakukan pada masa pemerintahan
Peresiden Bush, yang diteruskan dengan referendum pada tahun 2011 pada masa
pemerintahan Presiden Obama. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi
Amerika Serikat mendukung kemerdekaan Sudan Selatan, skripsi ini menganalisa
hal tersebut lebih lanjut pada bab IV.
123 Alan Boswell, “In South Sudan's violence, U.S.-backed army part of the problem”, 13
Maret 2012, [artikel on-line], tersedia di http://www.mcclatchydc.com/2012/03/13/141703/in-south-
sudans-violence-us-backed.html#storylink=cpy; diakses pada 16 Juli 2014. 124 Agence France-Presse, “US ups pressure in South Sudan, but no military role likely”,
Hurriyet Daily News, 23 desember 2013, [berita on-line], tersedia di
http://www.hurriyetdailynews.com/us-ups-pressure-in-south-sudan-but-no-military-role-
likely.aspx?pageID=238&nID=59991&NewsCatID=358; diakses pada 16 Juli 2014.
51
BAB IV
FAKTOR YANG MELATARBELAKANGI AMERIKA SERIKAT
MENDUKUNG KEMERDEKAAN SUDAN SELATAN
Konflik yang telah lama melanda Sudan membuat sejumlah aktor
internasional melakukan upaya perdamaian untuk menghentikan konflik ini. Eskalasi
konflik Sudan yang turun naik menjadikan konflik ini sulit mendapatkan solusi yang
tepat karena terhambat oleh berbagai masalah. Hal ini menjadikan banyak negara
maupun organisasi internasional mencoba untuk melakukan upaya perdamaian.
Dari berbagai aktor yang ada, peran Tiongkok di Sudan banyak terlihat
mengupayakan mediasi atas konflik Sudan. Selain Tiongkok, Amerika Serikat
merupakan salah satu negara yang paling berperan dalam mendukung proses
kemerdekaan Sudan Selatan. Peran Amerika Serikat dinilai cukup signifikan dalam
membantu upaya Sudan Selatan mencapai kemerdekaannya. Dalam menganalisa
faktor yang melatarbelakangi Amerika Serikat mendukung kemerdekaan Sudan
Selatan, analisa ini akan dimulai dengan melihat kepentingan nasional Amerika
Serikat yang akan menjadi landasan atas kebijakan luar negeri yang dibuat oleh
Amerika Serikat.
51
52
A. Kepentingan Amerika Serikat di Sudan Selatan
Kepentingan nasional merupakan segala sesuatu yang dibutuhkan oleh negara
yang dirangkum dalam sebuah kebijakan yang di dalamnya terdapat kepentingan
bagi negaranya. Hal ini terkait dengan eksistensi negara dan bagaimana negara dapat
melangsungkan kehidupannya agar mencakup general-welfare.125 Selain itu,
kepentingan nasional dibuat untuk kebaikan suatu negara. Suatu sikap atau kebijakan
yang dianggap bisa menguntungkan suatu negara dalam hubungan dengan negara
lain bisa dikatakan sebagai national interest.126 Hal ini dapat dilihat yaitu pada
kepentingan Amerika Serikat di Sudan ketika ditemukannya sumber daya, yang
diyakini jumlahnya sangat besar mengandung minyak, gas alam serta uranium yang
tinggi. Hal ini membuat Sudan menjadi menarik bagi Amerika Serikat.127
Kepentingan nasional menurut Morgentahu, adalah kemampuan minimum
negara untuk melindungi, dan mempertahankan identitas fisik, politik, dan kultur
dari gangguan negara lain. Menurut Waltz kepentingan para penguasa, dan kemudian
negara, membuat suatu rangkaian tindakan; kebutuhan kebijakan muncul dari
persaingan negara yang diatur; kalkulasi yang berdasarkan pada kebutuhan-
kebutuhan ini dapat menemukan kebijakan-kebijakan yang kan menjalankan dengan
125 John Baylis and Steve Smith, The Globalizationof World Politics: An Introduction to
International Relations. Amazon.co.uk: Books, 2001), 210. 126 John Baylis and Steve Smith, The Globalizationof World Politics: An Introduction to
International Relations. Amazon.co.uk: Books, 2001), 210. 127 Sara Flounders, The U.S. Role in Darfur, Sudan Oil reserves rivaling those of Saudi
Arabia?, Global Research: 2006, tersedia di http://www.globalresearch.ca/the-u-s-role-in-darfur-
sudan/2592 diakses pada 29 Oktober 2014.
53
baik kepentingan-kepentingan negara; keberhasilan adalah ujian terakhir kebijakan
itu, dan keberhasilan didefinisikan sebagai memelihara dan memperkuat negara.128
Untuk memenuhi kebutuhan energi yang besar, Amerika Serikat terus
berupaya mencari relasi dengan negara kaya minyak. Namun, akibat pemberian
sanksi penutupan ekspor oleh Amerika Serikat, membuat Sudan banyak melakukan
kerjasama minyak dengan Tiongkok.129 Disini dapat dilihat pendekatan Amerika
Serikat untuk kepentingan ekonomi negaranya yang dilakukan melalui dukungan
pada gerakan separtisme Sudan Selatan dan dilanjutkan dengan dukungan bagi
perjanjian damai serta kemerdekaan Sudan Selatan. Kehadiran Amerika Serikat pada
konflik di Sudan mendakan adanya kepentingan yang dibawa oleh Amerika Serikat
di Sudan Selatan.130
B. Faktor yang Mempengaruhi Amerika Serikat Mendukung
Kemerdekaan Sudan Sudan
Kebijakan luar negeri merupakan instrumen dari kepentingan nasional suatu
negara. Banyak kepentingan nasional Amerika Serikat di Sudan diupayakan untuk
memenuhi kepentingan negaranya. Untuk mengetahui faktor yang mendorong
Amerika Serikat mendukung upaya kemerdekaan di Sudan Selatan, bagian ini akan
membahas faktor yang melatarbelakangi dari faktor internal dan eksternal. Faktor
internal dan faktor eksternal tersebut akan dibahas secara rinci pada bagian berikut:
128 Jackson and Sorensen, Pengantar Studi Hubungan Internasional, 133. 129 Sara Flounders, The U.S. Role in Darfur, Sudan Oil reserves rivaling those of Saudi
Arabia?, Global Research: 2006, tersedia di http://www.globalresearch.ca/the-u-s-role-in-darfur-
sudan/2592 diakses pada 29 Oktober 2014. 130Wawancara pada tanggal 7 September, terdapat pada lampiran 1.
54
1. Faktor Interal
a. Opini Publik: Protes Kelompok Kristen Evangelis Amerika Serikat
Opini publik merupakan salah satu faktor penentu dalam perumusan
kebijakan luar negeri menurut Rosenau. Faktor opini publik sebagai bentuk tuntutan
masyarakat, hanya dapat mempengaruhi rencana pemerintah untuk membuat
kebijakan luar negeri di dalam sebuah negara dengan sistem politik yang terbuka.131
Dalam sistem politik yang terbuka, biasanya rencana yang dibentuk para pembuat
kebijakan luar negeri didasari oleh tuntutan spesifik dari masyarakatnya.132
Faktor opini publik juga turut mendorong dalam proses pengambilan
kebijakan Amerika Serikat dalam konflik Sudan. Hal yang perlu digarisbawahi
adalah faktor ini merupakan salah satu pendukung, dimana Amerika Serikat selaku
state actor membutuhkan banyak masukan dan aspirasi dalam proses kebijakan luar
negerinya. Adapun faktor opini publik yang digunakan dalam skripsi ini adalah
terdapat desakan dari kelompok Kristen Evangelis kepada Presiden Bush untuk turut
berkontribusi dalam konflik di Sudan.
Dalam hal ini, Presiden Bush selaku pembuat keputusan menyertakan suara
dari kelompok masyarakat, pemuka agama, serta media sebagai bagian pertimbangan
untuk membuat suatu keputusan. Franklin Graham dan ayahnya Billy Graham
merupakan pendiri kelompok Kristen Evengelis. Mereka memiliki akses untuk
mendesak Presiden Bush untuk terlibat dalam perdamaian konflik Sudan tahun 2005.
131 Rosenau dan. Thompson, World Politics, 24-25. 132 Rosenau dan Thompson. World Politics, 25.
55
Hal ini dikarenakan suatu kelompok keagamaan mempunyai bagian suara pada
politik dalam suatu negera.
Terkait dengan teori tersebut, protes kelompok Kristen Evangelis kepada
pemerintah Amerika Serikat mengenai konflik yang terjadi di Sudan merupakan
bagian dari perumusan kebijakan yang akan mempengaruhi pembuat kebijakan.
Sebagai negara yang menganut sistem demokrasi, Amerika Serikat akan
mendengarkan aspirasi masyarakatnya untuk dijadikan masukan sebagai suatu
rumusan kebijakan. Dukungan Amerika Serikat terhadap kemerdekaan Sudan
Selatan, tidak terlepas dari pandangan kaum Kristen Evangelis di Amerika Serikat
yang selalu menuntut pemerintah untuk mengambil tidakan membantu warga Sudan
Selatan.133
Kelompok Kristen Evangelis melakukan protes terhadap pemerintah yang
kemudian hal ini menjadi pertimbangan bagi pemerintah khususnya pada masa
pemerintahan Presiden G. Bush untuk membuat keputusan mendukung perdamaian
Sudan Selatan.134 Protes yang dilakukan kelompok Kristen Evangelis menjadikan
dasar Bush memulai kebijakannya di Sudan Selatan dengan mendukung perdamaian
di sana. Hal ini merupakan bentuk representative dari Presiden Bush sebagai
pembuat kebijakan.
Selain protes yang datang kelompok Evangelis, dalam sebuah survey yang
dilakukan pada masyarakat Amerika Serikat menunjukkan, bahwa kebanyakan dari
133 “The United States and South Sudan: A Relationship Under Pressure”. 134 Jeffrey Gettleman, “After Years of Struggle”.
56
masyarakat mendukung peran Amerika Serikat dalam membantu pasukan PBB
untuk mencegah pelanggaran hak asasi manusia terkait kasus dugaan genosida yang
terjadi di Darfur. 135 Hasil survey yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. 83% orang Amerika Serikat mengatakan bahwa Dewan
Keamanan PBB harus memiliki hak untuk mengizinkan
penggunaan kekuatan untuk mencegah pelanggaran hak asasi
manusia.
2. 74% mengatakan bahwa Dewan Keamanan memiliki
"tanggung jawab untuk mengizinkan penggunaan kekuatan"
dalam kasus tersebut.
3. Amerika Serikat menunjukkan dukungan yang kuat untuk
tindakan PBB di Darfur: 83% mengatakan Dewan Keamanan
memiliki tanggung jawab untuk bertindak (48%) atau hak
untuk melakukannya (35%).
4. Amerika Serikat mendukung pengiriman pasukan AS untuk
bergabung "pasukan perdamaian internasional untuk
menghentikan pembunuhan di Darfur" 65%.
Dari hasil Survey tersebut, banyak dari warga Amerika Serikat menyetujui
intervensi yang dilakukan oleh Amerika Serikat untuk membantu penyelesaian
konflik di Darfur. Warga Amerika Serikat juga menyetujui dukungan pengiriman
tentara Amerika Serikat untuk bergabung dengan tentara PBB dalam menghentikan
konflik di Darfur. Dari paparan tersebut, dapat dilihat bahwa opini publik sangat
berpengaruh untuk menentukan kebijakan yang dibuat oleh suatu negara. Salah satu
135 World Public Opinion, Genocide and Darfur. 2007. “The Chicago council on global
affairs”, 51.
57
alasan Amerika Serikat melakukan intervensi adalah karena faktor dari masyarakat
yang dominan setuju dengan kebijakan tersebut.
b. Pembangunan Ekonomi: Kebutuhan Energi Minyak Amerika Serikat
Dalam melakukan pembangunan ekonomi, pembuat kebijakan akan melihat
industri sebagai acuan untuk membuat suatu kebijakan. Menurut pandangan
Rosenau, suatu negara indusrti memiliki kebutuhan yang berbeda, mereka perlu
mengimpor berbagai jenis komoditas untuk mempertahankan hubungan moneternya
dengan mitra dagang mereka.136
Dalam hal ini, Amerika Serikat sebagai negara dengan industri maju
memiliki prinsip ekonomi bebas dengan melakukan kegiatan impor dan ekspor untuk
selalu mempertahankan hubungan baik dengan partner berdagangnya. Hal ini dapat
dilihat bahwa Amerika Serikat tetap mempertahankan hubungan baiknya dengan
Sudan, walaupun Sudan telah diembargo oleh Amerika Serikat karena kasus
terorisme dan berlanjut dengan sanksi ekonomi pada tahun 2005 atas bencana
kemanusiaan yang terjadi di Darfur.137
Dalam bidang energi, Amerika Serikat sebagai negara industri yang banyak
membutuhkan energi minyak, juga berupaya untuk menjamin keamanan energi di
luar Timur Tengah, salah satunya di Sudan yang letaknya di Afrika bagian Utara.
136 Rosenau dan Thompson. World Politics, 20. 137 Resolusi 1593 (April 2005) yang memberikan sanksi tambahan untuk Sudan, antara lain
embargo senjata bagi Pemerintah Sudan dan larangan pesawat Pemerintah Sudan melakukan operasi
militer dan mengharuskan Pemerintah Sudan untuk melapor pada DK-PBB jika ingin mengirimkan
peralatan militer ke wilayah Darfur. Resolusi juga menyangkut pengajuan tersangka pelanggar HAM
ke Mahkamah Internasional. Dalam Abdul Hadi Adnan, Penyelesaian Masalah Sudan Selatan dan
Krisis di Darfur, UNPAS 6 Mei 2006, 6-7.
58
Usaha yang dilakukan Amerika Serikat diupayakan melalui Sudan Caucus dengan
mengkampanyekan “Save Darfur” sebagai platform kemanusiaan untuk intervensi
pada konflik Sudan.138
Kehadiran Amerika Serikat pada kepentingan Minyak sudah dilakukan sejak
1980-an ketika perusahaan Chevron masih berdiri di Sudan. Kini ketika perusahaan
Amerika Serikat di Sudan digantikan dengan perusahaan minyak Tiongkok,
Malaysia, dan India, maka Amerika Serikat kembali melakukan pendekatan dengan
mendukung pemberontak di Sudan Selatan.139
Dikatakan juga oleh Rosenau, bahwa tingkat pembangunan ekonomi dapat
beroperasi sebagai variable untuk melaksanakan rencana kebijakan luar negeri.
Semakin suatu negara berkembang, semakin besar pula GNP yang mungkin akan
ditujukan untuk keperluan eksternal, seperti, untuk usaha militer, bantuan ekonomi,
atau komitmen diplomatik yang luas. Semakin besar tingkat perkembangan
ekonomi, semakin besar tingkat masyarakat dan sumber daya manusia suatu
masyarakat untuk menjadi penentu penting dalam keberhasilan usaha yang akan
dicapai.140
Dalam kaitannya dengan kasus ini, kita dapat melihat bahwa Amerika
Serikat sebagai negara maju yang mempunyai ekonomi yang kuat berusaha
membuat kebijakan luar negeri dengan memberikan bantuan ekonomi untuk krisis
138David William Pear, “Africa: South Sudan, Oil and War”, Januari 2014, tersedia di
http://therealnews.com/t2/component/content/article/170-more-blog-posts-from-david-william-
pear/1911-africa-south-sudan-oil-and-war diakses pada 5 September 2014. 139Jonathan Jacobs, “Sudan Selatan dan US National Interest”, tersedia di
http://thinkafricapress.com/south-sudan/oil-us-south-sudan-secession diakses pada 27 Agustus 2014. 140 Rosenau dan Thompson. World Politics: an Introduction, 21.
59
kemanusiaan di Sudan Selatan. Kepentingan akan minyak juga disampaikan oleh
Hillary Clinton. Dalam pidatonya, Hillary mengatakan langsung bahwa keterbukaan
bisnis minyak di Sudan Selatan terbuka untuk siapapun.141 Hal ini menunjukkan
bahwa terdapat kepentingan terhadap ketertarikan akan minyak di balik dukungan
Amerika Serikat terhadap Sudan Selatan.
Selain mendukung Sudan Selatan mendapatkan kemerdekaannya, Amerika
Serikat mempunyai kepentingan strategis di Sudan Selatan. Amerika Serikat banyak
mempunyai pengaruh dengan mengusulkan pipa minyak alternatif yang berada di
Sudan Selatan untuk melewati Kenya menuju Samudera Hindia karena pipa
alternatif tidak akan bisa melewati Laut Merah yang berada di Sudan.142
2. Faktor Eksternal
a. Great power Structure: Balance of Power Tiongkok di Sudan
Dalam great power structure, Rosenau membagi atas tiga tingkatan yaitu
Balance of power, Tight Bipolar, dan A loose bipolar. Dalam kasus ini, sikap
Amerika Serikat dapat dikaitkan dengan Balance of Power atas adanya Tiongkok
yang telah lama menjalin kerjasama dengan Sudan.
Balance of power setelah Perang Dingin mengalami perubahan, kini beberapa
negara memiliki pengaruh dalam sistem internasional, di antaranya adalah Tiongkok,
Jerman, Jepang, Rusia, dan India. Hubungan tersebut juga ditandai bahwa hubungan
141 Jonathan Jacobs, “Sudan Selatan dan US National Interest”. 142Pear, “Africa: South Sudan, Oil and War”,
http://therealnews.com/t2/component/content/article/170-more-blog-posts-from-david-william-
pear/1911-africa-south-sudan-oil-and-war.
60
yang terjadi semakin rumit karena adanya berbagai macam aliansi keamanan yang
tumpang tindih dengan kepentingan ekonomi. Kekuatan non-barat semakin
mengemuka baik melalui kebangkitan ekonomi maupun solidaritas ideologi.143
Power suatu negara berbeda dengan negara lain, karena ditentukan oleh
bagaimana peran yang dimiliki oleh negara tersebut. Kapabilitas tersebut dapat
diperlihatkan oleh kekayaan alam yang dimiliki, besar wilayah, atau pendapatan
negara tersebut. Tiongkok merupakan negara terbesar keempat di dunia. Pendapatan
ekonomi yang berkembang pesat membuat Tiongkok menjadi negara emerging
power yang mempunyai kekuatan yang dapat menyaingi Amerika Serikat.144
Tiongkok kini memiliki kekuatan yang hampir setara dengan Jepang dan
Amerika Serikat. Hal tersebut dikarenakan Tiongkok memiliki pertumbuhan
ekonomi yang pesat hingga industri mereka mengalami kemajuan. Untuk
mempertahankan pertumbuhan tersebut, Tiongkok memerlukan banyak sumber
daya minyak untuk negaranya. Hal tersebut membuat Tiongkok banyak menimpor
dari kawasan Arab dan Afrika. Salah satunya adalah Sudan yang menjadi mitra
utama bagi Tiongkok.145
Tiongkok memiliki investasi besar di Sudan dalam bidang minyak, sebesar
US$6 miliar telah diberikan kepada Sudan. Dari hasil 500.000 barel minyak,
143 Iva Rachmawati, Memahami perkembangan Studi Hubungan Internasional, (Aswaja
Presindo, Yogyakarta: 2012), 47. 144 Marijke Breuning, Foreign policy analisys a comaparative introduction, Palgrave
Macmillan, 1957, 142. 145 Maria Josephina Ruth Kezia Saudale, “Geopolitics China di Afrika: Perpanjangan
Pengaruh China di Afrika Melalui Minyak”, Universitas Airlangga, tersedia di http://maria-j-r-
fisip10.web.unair.ac.id/artikel_detail-83030-Umum-China%20dan%20Afrika.html diakses pada 27
November 2014.
61
Tiongkok mengimpor dua sepertiga untuk negaranya. Kebutuhan Tiongkok akan
minyak di Sudan sangat tinggi hingga Tiongkok sangat loyal kepada Sudan dalam
menyalurkan bantuannya. Selain itu, Tiongkok menjadi penyalur utama senjata
kepada Sudan dari tahun 1996, hal melanggar peraturan karena saat itu Sudan
sedang diembargo oleh PBB.146
Balance of power atau perimbangan kekuasaan merupakan pola hubungan
suatu negara dengan negara lain atas dasar perimbangan kapabilitas, kekuatan,
distribusi kemampuan, serta bagaimana negara itu berperan dengan pola yang
dihasilkan setara dengan negara tersebut.147 Amerika Serikat hadir di Sudan untuk
menyeimbangkan kekuatan Tiongkok yang telah lama memiliki posisi strategis di
Sudan sebagai mitra dagang atas sumber daya minyak.
Dalam kaitannya dengan konflik Sudan, Tiongkok menjadi tantangan besar
untuk Amerika Serikat karena telah lama mempunyai pengaruh yang besar di
Sudan. Setelah Amerika Serikat tidak lagi memiliki perusahaan minyak di Sudan,
Tiongkok kini menjadi mitra terdekat bagi Sudan.148 Selain 60% minyak Sudan
telah diekspor tiap tahunnya, Tiongkok juga menjadi pengirim nomer satu senjata
ke Sudan. Hal ini bukan hanya menjadi kekhawatiran ekonomi saja bagi Amerika
Serikat, namun kekhawatiran tersebut meluas karena kepentingan strategis Amerika
146 Eric Reeves, “Partners in Genocide: A comprehensive guide to China’s role in Darfur”,
2007, [artikel online] tersedia di http://sudanreeves.org/2007/12/19/partners-in-genocide-a-
comprehensive-guide-to-chinas-role-in-darfur/ diakses pada 27 November 2014. 147 Rosenau dan Thompson. World Politics: an Introduction, 22. 148 Jonathan Jacobs, “Sudan Selatan dan US National Interest”.
62
Serikat di Sudan dapat terganggu dengan kehadiran Tiongkok yang dapat
mempengaruhi nilai-nilai yang dianut oleh Sudan.
Dalam keadaan seperti ini, Amerika Serikat tidak membiarkan Tiongkok
akan mendominasi upaya mediasi antara Sudan dengan Sudan Selatan. Amerika
Serikat hadir untuk mengimbangi kekuatan Tiongkok pada konflik ini. Amerika
Serikat telah lama memiliki kepentingan di Sudan Selatan dengan mendukung para
pemberontak Selatan dalam perjuangan mereka untuk mencapai kemerdekaan.149
Hal ini bertolak belakang dengan dukungan Tiongkok di Sudan.
Menurut Prof. Amani Lubis, Sudan menjadi perdebatan baru bagi Amerika
Serikat dan sekutunya serta Tiongkok. Ada perebutan negara adikuasa pada wilayah
wilayah di Sudan, sehingga di sana meskipun embargo telah selesai, namun
dampaknya menjadi meluas. Amerika Serikat tidak rela dengan kebijakan yang
dibuat Sudan membangun dengan bantuan Tiongkok, Rusia, atau Jerman. Maka
bagian tertentu di Sudan yang sudah mengalami gejolak pemberontakan cikal bakal
separatisme, akan didukung oleh Amerika Serikat.150
149“AS tingkatkan tekanan Terhadap Sudan” tersedia di
http://berita.plasa.msn.com/internasional/antara/as-tingkatkan-tekanan-terhadap-sudan-selatan diakses
pada 3 November 2014. 150 Wawancara pada tanggal 7 September, terdapat pada lampiran 1.
63
Tabel C.2.a. Peran Amerika Serikat dan Tiongkok di Sudan dan Sudan
Selatan151
Sudan Sudan Selatan
1.Amerika
Serikat Mengupayakan
Sudan terlepas dari
pengaruh terorisme
Memberikan bantuan
ekonomi
Memberikan pelatihan
militer pada SPLA
Memberikan bantuan
ekonomi
Penyuplai senjata ke
Sudan Selatan
2. Tiongkok Mitra strategis bagi
Sudan
Menolak sanksi yang
ICC berikan
mengenai genosida di
Sudan
Penyalur senjata bagi
tentara Sudan
Veto kebijakan DK
PBB
Memulai pendekatan
setelah CPA berlangsung.
Kemudian, sumber energi yang besar di negara Sudan dan Sudan Selatan
yang dibutuhkan oleh Amerika Serikat untuk membuat kepentingan industri di
negaranya tetap berjalan lancar. Hal ini sama dengan posisi Tiongkok yang telah
menjadi rekan bisnis energi bagi Sudan. Minyak serta gas alam dan uranium yang
cukup potensial diperlukan oleh Amerika Serikat. Tiongkok merupakan tantangan
terbesar bagi Amerika Serikat dalam hal ekonomi dan politik.152 Ketika Tiongkok
151 Diolah dari berbagai sumber. 152 Astrid Ezhara Sinaga.Keberadaan China dalam penyelesaian konflik Sudan – Sudan
Selatan, 2013, eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 3, 2013:667-678.675.
64
hadir dalam konflik di Sudan, maka di situ pula Amerika Serikat hadir untuk
menyeimbangkan posisinya pada Sudan.
b. Terorisme di Sudan
Terorisme merupakan penggunaan kekuatan dengan kekerasan atau ancaman
kepada suatu pihak untuk mencapai tujuan yang dapat diidentifikasi. Terorisme
menciptakan rasa takut melalui kekerasan atau ancaman kekerasan untuk mengejar
perubahan politik melalui perubahan yang dilakukan atas kekerasan tersebut.153
Martha Crenshaw melihat teroris dari organisasi non-negara bertindak atas dasar
perhitungan manfaat atau nilai yang akan diperoleh dari suatu tindakan.154
Meskipun di Sudan tidak ada gerakan yang melakukan tindakan terorisme, namun
Sudan diindikasikan menjadi tempat berlindung bagi terorisme dari luar negaranya.
Terorisme disponsori oleh negara dimana negara menggunakan agen untuk
menciptakan instabilitas politik untuk negara lain. Negara-negara mensponsori
terorisme untuk mengubah keadaan politik tertentu misalnya dengan memberikan
dukungan seperti dukungan logistik, uang, senjata, serta memberikan perjalanan
atau tempat yang aman bagi teroris. Hal ini berkaitan dengan yang terjadi di Sudan,
dimana pemerintah Sudan dinyatakan sebagai negara sponsor terorisme oleh
Amerika Serikat.
153 Bruce Hoffman, Inside Terrorism, Columbia University Press, 2006, 40. 154 Martha Crenshaw, Theories of Terrorism: Instrumental and Organization Approaches
dalam David C. Rapoport, Inside Terroris Organization, Colombia university Press: new york, 1988,
14.
65
Ketika pada awal tahun 1990 Sudan menjadi tempat bagi Osama bin Laden
melarikan diri karena perselisihan dengan pemimpin arab yang mendukung perang
teluk melawan Irak. Kemudian Imad Mughniyah, orang yang diyakini bertanggung
jawab atas bom bunuh diri pada 1983 di Beirut yang menewaskan 241 marinir
Amerika Serikat juga menjadikan Sudan tempat yang aman untuk bersembunyi. The
State Department’s 2002 Patterns of Global Terrorism dalam laporannya
menyebutkan bahwa Al Qaeda, kelompok Jihad Islam Mesir dan al-Islamiyyah al
Gama, juga menggunakan Sudan sebagai tempat yang aman bagi mereka.155
Hal ini menjadi dasar bagi pemerintah Presiden Bush yang ketika itu
memutuskan untuk melakukan kebijakan memerangi terorisme setelah adanya
peristiwa serangan 9/11 membuat Amerika Serikat melakukan perang melawan
terorisme ke seluruh dunia. Hingga saat pemerintah Obama, Amerika Serikat
konsisten melakukan kebijakan yang mendukung Sudan agar tidak menjadi tempat
yang nyaman bagi para terorisme.
Seperti statement Hillary Clinton yang mengatakan bahwa tujuan Amerika
Serikat memberikan bantuan serta mendukung perdamaian di Sudan salah satunya
dengan memastikan bahwa Sudan tidak akan menyediakan tempat yang aman bagi
para teroris.156 Kebijakan yang dibuat Amerika Serikat diupayakan dengan
155 Asteris Huliaras, “Evangelists, Oil Companies, and Terrorists: The Bush Administration’s
Policy towards Sudan”, Orbis 50:4 (Autumn 2006),717.
156 “The Sudan Referenda: What Role For International Actors?”, International Peace
Institut, November 2010 tersedia di http://www.ipinst.org/publication/policy-papers/detail/303-the-
sudan-referenda-what-role-for-international-actors.html; Internet; diakses pada 20 April 2014
66
negosiasi dengan pemerintah Khartoum agar bersikap kooperatif dalam mencegah
teorisme masuk ke Sudan.157
Dengan bersikap kooperatif, dan kesediaan pemerintah Sudan menerima
dengan baik penandatanganan perdamaian CPA dengan Selatan, maka Sudan akan
menerima imbalan berupa pencabutan predikat sebagai negara sponsor terorisme
dari Amerika Serikat. Dengan begitu, Upaya Amerika Serikat dalam mendukung
Sudan Selatan merdeka dapat sekaligus menumpas kasus terorisme yang ada di
Sudan.
3. Faktor Penghambat
a. Sikap Tiongkok
Salah satu faktor penghambat dukungan Amerika Serikat dalam
memberikan dukungannya adalah sikap Tiongkok terhadap Sudan. Sikap Tiongkok
antara lain adalah menolak sejumlah upaya ICC seperti pemberian sanksi atas
dugaan tindakan genosida yang dilakukan pemerintahan Sudan. Selain itu,
Tiongkok juga banyak berperan dalam mendukung Sudan dalam sejumlah rapat
Dewan Keamanan PBB dengan ancaman veto Resolusi DK PBB 1953 apabila DK
PBB tetap ingin menetapkan pemimpin Sudan, Omar Al-Bashir, sebagai penjahat
atas genosida yang terjadi di Darfur.158
157 Huliaras, “Evangelists, Oil Companies, and Terrorists, 26. 158 Eric Reeves, “Partners in Genocide: A comprehensive guide to China’s role in Darfur”,
desember 2007, http://sudanreeves.org/2007/12/19/partners-in-genocide-a-comprehensive-guide-to-
chinas-role-in-darfur/ diakses pada 9 November 2014.
67
Sebagai mitra utama bagi Sudan, Tiongkok cenderung mendukung sejumlah
kebijakan Sudan. Tongkok juga memiliki peran penting dalam memainkan
persaingannya dengan Amerika Serikat sebagai negara yang sedang mendorong
kemerdekaan Sudan Selatan.159 Tiongkok dan Amerika Serikat pada sektor
eksploitasi mempunyai kepentingan yang serupa di Sudan, yaitu kepentingan
ekonomi minyak bumi dan kepentingan militer. Karena kebijakan Sudan banyak
didukung oleh Tiongkok dengan diketahui bahwa Tiongkok memiliki kepentingan
untuk keamanan nasional atas cadangan minyak dengan memiliki akses ekspor
minyak tanpa hambatan ke negaranya.160
b. Sikap Pemerintah:
Faktor penghambat bagi dukungan Amerika Serikat untuk mencapai kemerdekaan
Sudan Selatan tidak hanya datang dari Tiongkok. Namun, hambatan itu justru
datang dari pemerintah Sudan dan Sudan Selatan.
1. Sudan
Sikap Sudan menjadi salah satu penghambat bagi upaya Amerika
Serikat membantu Sudan Selatan merdeka. Dalam perjanjian damai di Abuja,
sikap itu ditunjukan oleh para petinggi Sudan yang meninggalkan tempat
penandatanganan Protokol Abuja karena pihak pemberontak dari Selatan
yang tidak bersedia menandatangani perjanjian tersebut hingga Presiden
159 “US, China Interests Compete In Sudan”, Oktober 2010, tersedia di
http://www.voanews.com/content/us-china-interests-compete-in-sudan-104295273/155963.html
diakses pada 3 November 2014. 160 US, China Interests Compete In Sudan, oktober 2010, tersedia di
http://www.voanews.com/content/us-china-interests-compete-in-sudan-104295273/155963.html
diakses pada 3 November 2014.
68
Geogre W. Bush harus menelpon Presiden Omar Al Bashir agar
mengirimkan kembali perwakilannya ke Abuja.161
2. Sudan Selatan
Sikap yang mengambat dari Sudan Selatan ditunjukan dari sikap para
pemberontak yang tidak kooperatif ketika Protokol Abuja berlangsung karena
tidak bersedia menandatangani Protokol tersebut. Kemudian juga hambatan
bagi pemerintah Amerika Serikat pada solusi Abyei yang merupakan wilayah
perbatasan antara Sudan dengan Sudan Selatan. Hal ini disebabkan karena
Abyei banyak mengandung minyak sehingga menjadi sumber masalah.
Ketika CPA ditandatangani kedua Sudan, Abyei masih mengalami konflik
yang intens.162
Hal ini menjadi kendala bagi Amerika Serikat karena Amerika Serikat
memiliki tanguung jawab untuk menemukan solusi untuk wilayah Abyei.
Selain itu sikap antara tentara pemerintah dan para pemberontak yang saling
melakukan serangan mendadak juga menjadi faktor penghambat karena
proses perdamaian yang mengalami kondisi tidak stabil, sulit menemukan
jalan keluar.
161 Abdul Hadi Adnan, “Penyelesaian Masalah Sudan Selatan”, 7. 162 Princeton N. Lyman, “Negotiating Peace in Sudan”.
69
BAB V
KESIMPULAN
Perang di Sudan yang terjadi sejak 1956 hingga 2005 menjadi perang saudara
terpanjang di dunia hingga mengalami dua periode. Perang sipil kedua di Sudan
yang terjadi di Sudan selama 20 tahun terakhir sejak 1983 menyebabkan banyak
korban jiwa yang menyudutkan pemerintahan Sudan karena diduga telah melakukan
genosida atas tewasnya hampir 2 juta jiwa. Dalam keadaan tersebut, konflik di
Sudan banyak menimbulkan respon pada dunia internasional, baik negara-negara
maupun dari organisasi internasional.
Dari beberapa respon yang ada, respon besar datang dari Amerika Serikat
untuk memberikan kepeduliannya terhadap korban perang dengan memberikan
dukungan. Meskipun sebagian besar respon Amerika Serikat dilakukan pada akhir
perang periode kedua di Sudan, tetapi banyak usaha serta dukungan yang diberikan
sejak pemerintahan Presiden G. Walker Bush hingga pemerintahan Presiden Obama
untuk membantu Sudan Selatan mencapai kemerdekaannya.
Protes keras yang dilakukan kelompok Kristen Evangelis terhadap
pemerintah Amerika Serikat atas apa yang terjadi pada masyarakat di Sudan Selatan
dengan adanya kabar pembunuhan, pemerkosaan serta perbudakan merupakan awal
dari faktor Amerika Serikat memberikan dukungannya di Sudan Selatan. Dukungan
69
70
yang diberikan oleh Amerika Serikat didasari atas adanya tekanan publik dari
masyarakat serta kelompok Kristen Evengelis yang terus menyerukan pemerintah
agar dapat turun tangan membantu warga Sudan Selatan yang mayoritas beragama
sama dengan mereka.
Kemudian tidak hanya bantuan diplomatik yang diberikan oleh Amerika
Serikat, namun juga bantuan ekonomi serta bantuan militer. Amerika Serikat
mengalirkan dana untuk membantu Sudan, Sudan serta Darfur ketika konflik
berlangsung hampir US$10 miliar. Hal ini juga dilanjutkan dengan bantuan militer
seperti bantuan untuk mendirikan camp militer bagi Sudan Selatan serta melatih
tentara Sudan Selatan. Faktor kedua datang dari kepentingan Amerika Serikat
membantu Sudan Selatan, yaitu kepentingan atas sumber daya minyak. Sudan
dikenal sebagai negara yang banyak menghasilkan minyak, perseteruan Sudan
dengan Sudan Selatan menjadi suatu kesempatan bagi Amerika Serikat untuk
memiliki partner bagi kerjasama minyak kelak ketika merdeka.
Faktor ketiga yang mendorong Amerika Serikat mendukung kemerdekaan
Sudan Selatan adalah posisi Tiongkok yang merupakan mitra strategis Sudan selama
ini. Ketika perusahaan minyak yang dimiliki Amerika Serikat di Sudan melakukan
penutupan karena tidak stabilnya keadaan Sudan ketika itu membuat sebagian besar
kerjasama minyak digantikan oleh Tiongkok. Posisi Tiongkok yang kuat di Sudan
juga mengupayakan berbagai kebijakan yang mendukung Sudan. Beberapa
kebijakannya menjadi penghambat bagi upaya yang dilakukan Amerika Serikat di
71
Sudan. Oleh karena itu Amerika Serikat hadir untuk menyeimbangkan kekuatan
Tiongkok di Sudan.
Faktor keempat yaitu kasus terorisme yang melibatkan Sudan karena
diindikasikan menyediakan tempat yang aman bagi teroris. Setelah Osama bin
Laden, Imam Mughniyah, dan teroris lainnya pernah bersembunyi di Sudan,
Amerika Serikat memberikan predikat “negara sponsor terorisme” pada Sudan. Hal
ini menjadi salah satu alasan Amerika Serikat untuk melakukan upaya untuk
mendukung perdamaian di Sudan dan sekaligus mengupayakan Sudan terbebas dari
terorisme.
Dukungan yang diberikan Amerika Serikat pada masa Presiden Bush
mencapai puncaknya ketika ditandatanganinya CPA (Comprehensive Peace
Agreement) oleh kedua Sudan untuk membuat solusi dari perseteruan kedua Sudan
selama ini lewat jalan referendum. Kebijakan-kebijakan yang dibuat Amerika Serikat
untuk mendukung kemerdekaan di Sudan Selatan akhirnya membuahkan hasil
dengan dilakukannya referendum pada Januari 2011 serta disusul dengan
kemerdekaan yang dilakukan pada Juli 2011.
Hingga skripsi ini dibuat, Amerika Serikat masih menjadi pemberi bantuan
yang loyal kepada Sudan Selatan. Sudan Selatan dan Sudan masih terlibat konflik
mengenai wilayah perbatasan yang belum jelas keputusannya. Politik dalam negeri
Sudan Selatan juga mengalami gejolak hingga terdapat perselisishan diantara
72
petinggi negaranya. Meskipun begitu, pengaruh Tiongkok di Sudan semakin meluas
hingga kerjasama yang dilakukan ke Sudan Selatan. Kini Sudan Selatan menjadi
mitra dagang dalam sektor minyak dengan Tiongkok.
xiv
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Baylis, John and Steve Smith.The Globalizationof World Politics: An Introduction to
International Relations. Amazon.co.uk: Books. 2001.
Baldwin, David A. Neorealism and Neoliberalism. Colombia:Columbia University
Press. 1993.
Breuning, Marijke. Foreign Policy Analysis: A Comparative Introduction. New York:
Palgrave Macmillan, 2007.
Burchill Scott, and Linklater. Teori-teori Hubungan Internasional. Bandung;
Nusamedia. 1996.
Daly, M. W. Darfur’s Sorrow, UK: Cambridge University Press, 2007.
Flint and wall, De. Darfur: A New History of a Long War [ebook]. Africa Arguments,
2005.
Matthew LeRiche and Matthew Arnold, South Sudan: From Revolution to
Independence. United Kingdom: Hurst&Co, 2012.
Holsti , KJ. Politik Internasional; Kerangka Untuk Analisis, Jilid 1. Erlangga;
Jakarta. 1983.
Jackson,Robert dan George, Soerensen.Pengantar Studi Hubungan
Internasional.Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2005.
J.G Starke, Pengantar Hukum Internasional. Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 1988.
Mintz, Alex dan Karl DeRouen Jr. Understanding Foreign Policy Decision Making.
Cambridge: Cambridge University Press, 2010.
xv
Mohtar Mas’oed. Ilmu Hubungan Internasional; Disiplin dan Metodelogi. Jakarta:
LP3ES. 1990.
Morgenthau, Hans J. Politik Antar Bangsa. edisi revisi (Kenneth W. Thompson).
Jakarta: Yayasan Pusaka Obor. 2010.
Nye, Joshep S. Understanding International Conflict: An Introduction to Theory and
History. New York: Longman, 1991.
Prunier,Gerard. Darfur: the Ambiguous Genocide. London: C. Hurst&Co, 2005.
Rachmawati, Iva. Memahami perkembangan Studi Hubungan Internasional, Aswaja
Presindo, Yogyakarta: 2012.
Rosenau, James N. The Scientific Study of Foreign Policy. London: Frances Printer,
1980.
Rosenau, James N. World Politics: An Introduction. London: Collier Mc Millan,
1976.
Sastroamidjojo, Ali. Pengantar Hukum Internasional. Penerbit Batara, Jakarta 1971.
Saeed, Abdalbasit. Challenges Facing Sudan after Referendum Day 2011 Persistent
and Emerging Conflict in the North-South Borderline States. CHI: 2010
Soejono dan H. Abdurrahman. Metode penelitian; Suatu Pemikiran dan Penerapan.
Rineka Cipta. 2005.
Toma, Peter A. dan Robert F. Gorman. International Relations: Understanding
Global Issues. California: Brooks/Cole Publishing Company, 1991.
JURNAL
Adnan, Abdul Hadi. “Penyelesaian Masalah Sudan Selatan dan Krisis di Darfur”,
UNPAS Journal: 7, 6 (Mei 2006) tersedia di
http://fisip.unpas.ac.id/index.php/home/downloadjournal/Crisis%20in%20DA
RFUR.pdf.
An Overview of the Darfur Crisis in Sudan, Sudan’s Modern History As a State.
xvi
Blanchard, Lauren Ploch. “Sudan and South Sudan: Current Issues for Congress and
U.S Policy,” Congressional Research Service, 5 (Oktober 2012).
Carter, Jimmy. “Observing the 2011 Referendum on the Self-Determination of
Southern Sudan” The Carter Center: Final Report (2011).
Collins, Robert O. “Disaster in Darfur”, The Gregg Centre vol 26, No 2,(2006),
tersedia di http://journals.hil.unb.ca/index.php/JCS/article/view/4511
“Country Analysis Brief: Sudan and South Sudan”, (2014), tersedia di
http://www.eia.gov/countries/cab.cfm?fips=su diakses pada 23 Agustus 2014.
Ezhara, Astrid, “Keberadaan China dalam penyelesaian konflik Sudan- Sudan
Selatan”, Universitas Mulawarman (2013) tersedia di (http://fisip-
unmul.ac.id/main/index.php/id) diakses pada Desember 2013.
Finnemore, Martha. (1996) dalam Saban Kardas. “Humanitarian Intervention: The
Evolution of The Idea and Practice”, Journal of International Affairs, 6: 2.
(2001).
Gettleman, Jeffrey. “After Years of Struggle, South Sudan Becomes a New Nation”,
New York Times, 9 juli 2011, New York Times Online, tersedia di
http://www.nytimes.com/2011/07/10/world/africa/10sudan.html?_r=0;
diakses 23 Juli 2014.
Harold Brow, Michael W. Doyle. “Sovereignty and Humanitarian Military
Intervention1”, Professor of International Affairs, Law and Political Science
Columbia University (March, 2006).
Jonathan Jacobs, “Sudan Selatan dan US National Interest”, Think Africa Press, 13
(Maret 2012), Africa tersedia di http://thinkafricapress.com/south-
sudan/oil- us-south-sudan-secession; diakses pada 11 Juli 2014.
Large, Daniel. “China's Sudan Engagement: Changing Northern and Southern
Political Trajectories in Peace and War”, The China Quarterly, 199:610-
626, 2009, tersedia di
http://journals.cambridge.org/action/displayAbstract?fromPage=online&aid=6
166272&fi leId=S0305741009990129 ; internet; diunduh pada 27 Maret
2014.
Larson, Greg. “A brief history of modern Sudan South Sudan”, The Valentino Achak
Deng Foundation, and Water for South Sudan, Inc. tersedia di
xvii
http://www.waterforsouthsudan.org/brief-history-of-south-sudan/ diakses
pada 10 Juni 2014.
Lydia Poole, “Sudan Aid Factsheet 1995-2009”, Global Humanitarian Assistance,
UK, (2011).
Lyman, Princeton N. “Negotiating Peace in Sudan”, Journal of the School of Global
Affairs and Public Policy (GAPP) at American University in Cairo,. 9, (Novemer
2010) tersedia di
http://www.aucegypt.edu/gapp/cairoreview/pages/articleDetails.aspx?aid=21;
Internet; diunduh pada 15 Juli 2014.
Maglad, Nour Eldin A. Scoping Study on Chinese Relations with Sudan. (2008).
Morgan L. Roach and Ray Walser, “The Role of the United States in Southern
Sudan’s Referendum”, Heritage Foundation, (Maret 2011).
Moro, Leben Nelson. “Governance of Oil Resources and the Referendum in Southern
Sudan”, Policy Briefing, 29, (Maret 2011).
Quinn, Andrew. “Sudan vote tests Obama's Africa diplomacy”, Reuters Africa, 5
Januari 2011, tersedia di
http://af.reuters.com/article/topNews/idAFJOE70401C20110105?sp=true
diakses pada 25 Juli 2014.
Romita, Paul. Issue Brief The Sudan Referenda: What Role For International Actors?
International Peace Institute Policy Analyst.
(http://ipinst.org/publication/policy-papers/detail/303-the-sudan-referenda-
what-role-for-international-actors.html)
“The United States and South Sudan: A Relationship Under Pressure”.
Tim Youngs, “Sudan: conflict in Darfur”, research paper 04/51, House of Commons
Library, 23 (Juni 2004).
World Public Opinion, Genocide and Darfur.. “The Chicago council on global
affairs” (2007).
WEBSITE
Agence France-Presse, “US ups pressure in South Sudan, but no military role
likely”, Hurriyet Daily News, 23 desember 2013, [berita on-line], tersedia di
xviii
http://www.hurriyetdailynews.com/us-ups-pressure-in-south-sudan-but-no-military-
role-likely.aspx?pageID=238&nID=59991&NewsCatID=358; diakses pada 16 Juli
2014.
Aliyen, Huseyn. “Neo-Realism and Humanitarian Action: From Cold War to
Our Days”, mei 2011, tersedia di http://sites.tufts.edu/jha/archives/1173
“AS tingkatkan tekanan Terhadap Sudan” tersedia di
http://berita.plasa.msn.com/internasional/antara/as-tingkatkan-tekanan-terhadap-
sudan-selatan diakses pada 3 November 2014.
Briney, Amanda. Geography of Sudan, tersedia di
http://geography.about.com/od/sudanmaps/a/sudan-geography.htm diakses pada 29
Maret 2011.
Boswell, Alan. “In South Sudan's violence, U.S.-backed army part of the
problem”, 13 Maret 2012, [artikel on-line], tersedia di
http://www.mcclatchydc.com/2012/03/13/141703/in-south-sudans-violence-us-
backed.html#storylink=cpy; diakses pada 16 Juli 2014.
Collins,Robert O. “Sudanese independence and civil war”, tersedia di
http://www.britannica.com/EBchecked/topic/1779607/South-
Sudan/300722/Sudanese-independence-and-civil-war diakses pada 12 Juni 2014.
“Korban Tewas Konflik Darfur Bisa Mencapai 300.000 Orang”, tersedia di
http://www.dw.de/korban-tewas-konflik-darfur-bisa-mencapai-300000-orang/a-
3287551 diakses pada 16 mei 2013.
Koerner, Brendan. “Who Are the Janjaweed? “, 19 Juli 2005, tersedia di
http://www.slate.com/articles/news_and_politics/explainer/2004/07/who_are_the_jan
jaweed.html diakses pada 10 Agustus 2014.
Morgan L. Roach and Ray Walser, “The Role of the United States in Southern
Sudan’s Referendum”, The Heritage Foundation No. 3191, 16 Maret 2011
[database]; tersedia di http://www.heritage.org/research/reports/2011/03/the-role-of-
the-united-states-in-southern-sudans-referendum; diakses pada 10 Juli 2014.
Pascal S bin Saju, “Konflik Yang Tiada Akhir”, Kompas, 2012, tersedia di
http://internasional.kompas.com/read/2012/04/22/01574530/Konflik.yang.Tiada.Bera
khir diakses pada 20 Maret 2013.
Pear, David William. “Africa: South Sudan, Oil and War”, Januari 2014,
tersedia di
xix
http://therealnews.com/t2/component/content/article/170-more-blog-posts-from-
david-william-pear/1911-africa-south-sudan-oil-and-war diakses pada 5 September
2014.
Peraino, Kevin. “Is Massive U.S. Aid Helping South Sudan?”, September
2010, tersedia di http://www.newsweek.com/massive-us-aid-helping-south-sudan-
72101 diakses pada 20 Agustus 2014.
Ray, Michael. Janjaweed, tersedia di
http://www.britannica.com/EBchecked/topic/1003597/Janjaweed diakses pada 23 Juli
2014.
Rebecca Hamilton, U.S. Played Key Role in Southern Sudan's Long Journey
to Independence. (http://www.theatlantic.com/international/archive/2011/07/us-
played-key-role-in-southern-sudans-long-journey-to-independence/241660/)
Reeves, Eric. “Partners in Genocide: A comprehensive guide to China’s role
in Darfur”, desember 2007, http://sudanreeves.org/2007/12/19/partners-in-genocide-
a-comprehensive-guide-to-chinas-role-in-darfur/ diakses pada 9 November 2014.
“Referendum Sudan Selatan dimulai”, BBC, 9 Juli 2011, tersedia di
http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2011/01/110109_souhsudanpool.shtml diakses
pada 15 Juli 2014.
Straus, Scott. “Darfur and the Genocide Debate”, foreign affairs, februari
2005, tersedia di http://www.foreignaffairs.com/articles/60434/scott-straus/darfur-
and-the-genocide-debate diakses pada 5 November 2014.
South Sudan profile, tersedia di http://www.bbc.com/news/world-africa-
14069082 diakses pada 20 Mei 2014
South Sudan Description, diakses melalui
http://www.worldatlas.com/webimage/countrys/africa/ss.htm diakses pada 20 Mei
2014
“Sudans Comperhensive Peace Agreement”, Voice of America, 9 Juli 2011
[database on-line], tersedia di http://www.voanews.com/content/sudans-
comprehensive-peace-agreement-cpa-112719954/157128.html; diakses pada 25 April
2014.
“The Responsibility to Protect in Southeast Asia‟, tersedia di
www.r2pasiapacific.org/docs/.../R2P_basic_info_Bahasa.pdf. diakses pada 25
Oktober 2014.
“The Sudan Referenda: What Role For International Actors?”, International
Peace Institut, November 2010 tersedia di http://www.ipinst.org/publication/policy-
xx
papers/detail/303-the-sudan-referenda-what-role-for-international-actors.html;
Internet; diakses pada 20 April 2014
“The United States and South Sudan: A Relationship Under Pressure”,
Council of American Ambassadors [artikel on-line] tersedia di
http://www.americanambassadors.org/publications/ambassadors-review/fall-
2013/the-united-states-and-south-sudan-a-relationship-under-pressure; Internet;
diakses pada 15 Agustus 2014.
Understanding Sudan, Fact Sheet Two: A History of Oil in the Sudan, A
Teaching and Learning Resource 2009, Tersedia di http://understandingsudan.org/
diakses pada 22 Agustus 2014.
“US China Interests Compete In Sudan”, Oktober 2010, tersedia di
http://www.voanews.com/content/us-china-interests-compete-in-sudan-
104295273/155963.html diakses pada 3 November 2014
U.S. Relations With South Sudan (U.S Depertment of State, 2014) [database
on-line]; tersedia di http://www.state.gov/r/pa/ei/bgn/171718.htm; diunduh pada 10
juli 2014.
VandeHei, Jim. "In Break With U.N., Bush Calls Sudan Killings Genocide”,
tersedia di http://www.washingtonpost.com/wp-
dyn/content/article/2005/06/01/AR2005060101725.html diakses pada 9 November
2014.
VandeHei, Jim and Lynch, Colum. “Bush Calls For More Muscle In Darfur”,
Washington Post, 18 Februari 2006, tersedia di http://www.washingtonpost.com/wp-
dyn/content/article/2006/02/17/AR2006021701935.html diakses pada 20 Oktober
2014.
Zalman, Amy. Types of Terrorism: A Guide to Different Types of Terrorism.
New York Times: About.com. tersedia di
http://terrorism.about.com/od/whatisterroris1/tp/DefiningTerrorism.htm diakses pada
10 november 2014.
THESIS/SKRIPSI
Ihsan, “Peran Uni Afrika dalam resolusi konflik Darfur tahun 2004-2007”,
Universitas Islam negeri Syarif Hidayatullah, 2014
Rahmawati, Fierda Milasari. “Peacekeeping Operation PBB pada Konflik
Darfur Tahun 2004-2008”, Universitas Indonesia, 2009.
xxi
LAMPIRAN
Lampiran 1
Narasumber : Prof. DR. Amani Lubis
Jabatan : Pengamat Ahli Kawasan Timur Tengah & Afrika
Waktu wawancara : Minggu, 7 September 2014
Keterangan : Wawancara dilakukan dengan tatap muka langsung di
kediaman Ibu Amani Lubis, di Jalan Kertamukti, Ciputat-
Tangerang Selatan.
HASIL WAWANCARA
P : Bagaimana Ibu melihat konflik yang terjadi di Sudan?
J : Konflik Sudan dapat dilihat dari 20 tahun lalu, dan sekitar sepuluh tahun
lalu PBB memberikan embargo karena presiden Jaafar Nimeri ingin
menegakan syariat Islam di Sudan. Embargo ini mengucilkan Sudan secara
politik dan sosial dari dunia luar, sehingga Sudan dapat menjadi negara yang
mandiri walaupun negara mereka sedang di embargo dengan dapat
mengembangkan teknologi dan pertanian sendiri. Sehingga dalam keadaan
diembargo oleh PBB dengan dukungan Amerika Serikat, Sudan mencari relasi
lain yaitu dengan Cina (Tiongkok).
xxii
P : Apa yang menyebabkan konflik di Sudan terjadi dalam waktu yang lama?
J : Kesenjangan sosial di Sudan sangat tinggi, meskipun dinyatakan berhasil
dalam mengembangkan dalam negeri selama embargo. Sudan sangat subur
karena dekat dengan sungai nil, tetapi di Sudan mulai banyak pengeboran dan
kilang kilang minyak, mulai ada industri dan pertenakan. Sehingga menjadi
kekayaan alam yang kuat bagi Sudan. Suku Arab yang di Utara lebih maju
dalam bidang pendidikan sehingga lebih mahir berpolitik, sedangkan di
Selatan kondisinya yang miskin dengan lingkungan yang kering sehingga
menjadi lebih terbelakang. Dengan kondisi itu, mereka yang tinggal di selatan
meminta dukungan luar negeri dan kebetulan di Sudan bagian Selatan
kebanyakan beragama nasrani.
P: Bagaimana Ibu melihat opini internasional mengenai konflik yang terjadi
di Sudan?
J: Sudan menjadi perdebatan baru bagi Amerika Serikat dan sekutunya serta
Cina. Ada perebutan negara adikuasa pada wilayah wilayah di Sudan,
sehingga disana meskipun embargo telah selesai dampaknya menjadi meluas.
Amerika Serikat tidak rela dengan kebijakan yang dibuat Sudan, membangun
dengan bantuan Cina, Rusia, atau Jerman. Maka bagian tertentu di Sudan
yang sudah mengalami gejolak untuk intergensi atau pemberontakan cikal
bakal separatisme, itu akan didukung oleh Amerika Serikat.
xxiii
P : Menurut Ibu, dukungan Amerika Serikat dalam perjanjian Comperhensif
Peace Agreement (CPA) merupakan langkah yang benar?
J : Iya ini merupakan langkah yang benar bila disepakati kedua belah pihak,
perjanjian damai pasti ada baiknya. Kecuali bila di satu pihak ada yang
melanggar, sehingga tidak membawa hasil.
P : Banyak yang mengatakan, keterlibatan Amerika Serikat dalam
dukungannya di konflik Sudan merupakan pendekatan untuk sumber minyak
di Sudan Selatan? Bagaimana pendapat Ibu?
J : Iya bisa dilihat jelas pendekatan Amerika Serikat untuk kepentingan
ekonominya, seperti kebijakan Amerika Serikat di Afganistan dengan
memilih presidennya. Di Iraq, dapat dilihat bukti ketamakan Amerika Serikat,
termasuk di Sudan. Kita yang berada di Asia jarang mendengar sepak terjang
Amerika Serikat, selalu ada kepentingan Amerika Serikat entah itu sumber
minyak atau gas. Kebijakan Amerika Serikat yang berkaitan dengan minyak,
dapat kita lihat di wilayah lain seperti di negara latin seperti Venezuela dan
Quba yang tidak terdapat maslahat Amerika Serikat disana karena mereka
melawan kebijakan Amerika Serikat. Tetapi bila di negara lain seperti di
Filipina terdapat campur tangan Amerika Serikat, seperti hadirnya camp
militer Amerika Serikat, dan market di singapura, maka disana terdapat
kepentingan Amerika Serikat.
xxiv
P : Analisa Ibu kedepan untuk hubungan Sudan Selatan dan Amerika Serikat?
J : Sudah jelas dukungan Amerika Serikat terhadap Sudan selatan melalui
PBB, kemudian melalui standar ganda yang dipakai Amerika Serikat padahal
dua Sudan adalah negara yang butuh bantuan, tetapi yang satu dibela dan yang
satu tidak atas latar belakang yang satu muslim dan yang satu tidak. Jika pada
wilayah muslim, Amerika Serikat sudah tidak adil karena terdapat sentiment
agama. Presiden Sudan dituduh dengan kasus HAM, padahal kasus itu tidak
terbukti. Double standard Amerika Serikat hadir, yang diajukan oleh orang
orang barat yang bukan muslim. Rakyat sudan membela Omar al Bashir.
Milisi Janjaweed mengikuti hukum berperang, kecuali mereka membunuh
habis dan tidak mengikuti hukum perang. Tidak ada perintah bahwa Al-Bashir
memerintah untuk membubuh rakyatnya sendiri satu wilayah, skenario itu
dibuat media.
Keterangan: P: Pertanyaan. J: Jawaban
xxv
LAMPIRAN 2
Statement Presiden G. Walker Bush di Darfur
May 29, 200710:46 AM ET
Following is a statement given by president Bush at 8:01 a.m. ET on
May 29, 2007:
Good morning. For too long, the people of Darfur have suffered at the
hands of a government that is complicit in the bombing, murder, and
rape of innocent civilians. My administration has called these actions by
their rightful name: genocide. The world has a responsibility to help put
an end to it.
Last month I announced that the United States was prepared to take new
steps if the government of Sudan did not allow the full deployment of a
U.N. peacekeeping force; if the government did not begin living up to its
many commitments,that the United States would act. I made clear that
the time for promises was over, and that President Bashir had to do
something to end the suffering.
I held off implementing these steps because the United Nations believed
that President Bashir could meet his obligations to stop the killing, and
would meet his obligations to stop the killing. Unfortunately, he hasn't
met those obligations. President Bashir's actions over the past few weeks
follow a long pattern of promising cooperation while finding new
methods for obstruction.
One day after I spoke, the military bombed a meeting of rebel
commanders designed to discuss a possible peace deal with the
government. In following weeks, he used his army and government-
sponsored militias to attack rebels and civilians in South Darfur. He's
taken no steps to disarm these militias in the year since the Darfur peace
agreement was signed. Senior officials continue to oppose the
deployment of the U.N. peacekeeping force.
The result is that the dire security situation on the ground in Darfur has
not changed. And so today, at my instruction, the United States has taken
the steps I announced in April. First, the Department of Treasury is
xxvi
tightening U.S. economic sanctions on Sudan. With this new effort, the
United States will more aggressively enforce existing sanctions against
Sudan's government.
As part of this effort, the Treasury Department will add 30 companies
owned or controlled by the government of Sudan to its list of Specially
Designated Nationals. We're also adding an additional company to the
list, a company that has been transporting weapons to the Sudanese
government and militia forces in Darfur. All these companies are now
barred from the U.S. financial system. It is a crime for American
companies and individuals to knowingly do business with them.
Second, we're targeting sanctions against individuals responsible for
violence. These sanctions will isolate these persons by cutting them off
from the U.S. financial system, barring them from doing business with
any American citizen or company, and calling the world's attention to
their crimes.
Third, I'm directing the Secretary of State to consult with the United
Kingdom and other allies on a new United Nations Security Council
resolution. This resolution will apply new sanctions against the
government of Sudan, against individuals found to be violating human
rights or obstructing the peace process. It will impose an expanded
embargo on arms sales to the government of Sudan. It will prohibit the
Sudanese government from conducting any offensive military flights
over Darfur. It will strengthen our ability to monitor and report any
violations.
At the same time, we will continue to push for U.N. support, including
funding for the African Union peacekeepers who remain the only force
in Darfur that is protecting the people. We will continue to work for the
deployment of a larger hybrid force of AU and U.N. peacekeeping
troops. We will continue to support the diplomacy of U.N. Secretary
General Ban Ki-Moon. We will continue to insist on the full
implementation of the Darfur peace agreement. We will continue to
promote a broadly supported and inclusive political settlement that is the
only long-term solution to the crisis in Darfur.
America's commitment is clear. Since this conflict began we have
provided more than $1.7 billion in humanitarian and peacekeeping
assistance for Darfur. We are the world's largest single donor to the
people of Darfur. We're working for the day when the families of this
xxvii
troubled region are allowed to return safely to their homes and rebuild
their lives in peace.
The people of Darfur are crying out for help, and they deserve it. I urge
the United Nations Security Council, the African Union, and all
members of the international community to reject any efforts to obstruct
implementation of the agreements that would bring peace to Darfur and
Sudan.
I call on President Bashir to stop his obstruction, and to allow the
peacekeepers in, and to end the campaign of violence that continues to
target innocent men, women and children. And I promise this to the
people of Darfur: The United States will not avert our eyes from a crisis
that challenges the conscience of the world.
Thank you very much.
Sumber: Statement by the President on Darfur tersedia di
http://www.npr.org/templates/story/story.php?storyId=10510285
xxviii
LAMPIRAN 3
STATEMENT BY SECRETARY CLINTON
Congratulating Sudan on the Results of the Southern Sudan Referendum
The United States congratulates the Government of Sudan on the announcement of
the Southern Sudan referendum results. We congratulate northern and southern
leaders for facilitating a peaceful and orderly vote, and now that the people of
Southern Sudan have made this compelling statement, we commend the Government
of Sudan for accepting its outcome.
We look forward to working with southern leaders as they undertake the tremendous
amount of work to prepare for independence in July and ensure the creation of two
viable states living alongside each other in peace. The Government of Southern
Sudan must launch a process of inclusive governance and take steps to improve good
governance and service delivery, as well as to adopt long-term security and economic
arrangements with the North.
In line with the bilateral discussions held between the United States and the
Government of Sudan, and in recognition of the success of the Southern Sudan
referendum as a critical milestone of the implementation of the Comprehensive Peace
Agreement, the United States is initiating the process of withdrawing Sudan’s State
Sponsor of Terrorism designation, the first step of which is initiating a review of that
designation. Removal of the State Sponsor of Terrorism designation will take place if
and when Sudan meets all criteria spelled out in U.S. law, including not supporting
international terrorism for the preceding six months and providing assurance it will
not support such acts in the future, and fully implements the 2005 Comprehensive
Peace Agreement, including reaching a political solution on Abyei and key post-
referendum arrangements.
xxix
We urge both northern and southern leaders to continue to work together toward full
implementation of the CPA, and urge them to work expediently to reach agreement
on the post referendum arrangements that will define their future and lead to a
mutually beneficial relationship.
February 7, 2011
2011/170
xxx
LAMPIRAN 4
Statement by the President on the Intent to Recognize Southern Sudan
On behalf of the people of the United States, I congratulate the people of Southern
Sudan for a successful and inspiring referendum in which an overwhelmingly
majority of voters chose independence. I am therefore pleased to announce the
intention of the United States to formally recognize Southern Sudan as a sovereign,
independent state in July 2011.
After decades of conflict, the images of millions of southern Sudanese voters
deciding their own future was an inspiration to the world and another step forward in
Africa’s long journey toward justice and democracy. Now, all parties have a
responsibility to ensure that this historic moment of promise becomes a moment of
lasting progress. The Comprehensive Peace Agreement must be fully implemented
and outstanding disputes must be resolved peacefully. At the same time, there must
be an end to attacks on civilians in Darfur and a definitive end to that conflict.
As I pledged in September when addressing Sudanese leaders, the United States will
continue to support the aspirations of all Sudanese—north and south, east and west.
We will work with the governments of Sudan and Southern Sudan to ensure a smooth
and peaceful transition to independence. For those who meet all of their obligations,
there is a path to greater prosperity and normal relations with the United States,
including examining Sudan’s designation as a State Sponsor of Terrorism. And while
the road ahead will be difficult, those who seek a future of dignity and peace can be
assured that they will have a steady partner and friend in the United States.
February 7, 2011