kata pengantarrepo.apmd.ac.id/789/1/na dan raperda umkm dprd jombang.pdfkata pengantar puji syukur...
TRANSCRIPT
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia sehingga Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Penguatan Usaha Mikro dan Ekonomi Kreatif Kabupaten Jombang dapat diselesaikan.
Keberadaan Usaha Mikro bukan hanya menunjang kegiatan ekonomi nasional, namun juga menjadi gantungan jutaan warga. Sehingga Usaha Mikro memiliki nilai strategis untuk mengatasi persoalan kemiskinan, pengangguran, dan kesenjangan antar sektor. Oleh karenanya penguatan terhadap ekonomi mikro menjadi prioritas menuju terciptanya fundamental ekonomi yang kokoh. Namun dalam praktiknya, Usaha Mikro masih menghadapi banyak permasalahan baik secara internal maupun ekternal. Keberpihakan pemerintah terhadap sektor ini dirasa masih belum memadai yang ditunjukkan dengan lemahnya dukungan kebijakan, anggaran dan program untuk penguatan Usaha Mikro dan ekonomi kreatif.
Penyusunan rancangan peraturan daerah ini merupakan komitmen berbagai pihak terhadap Penguatan Usaha Mikro dan Ekonomi Kreatif. Terutama DPRD Kabupaten Jombang yang menginisiasi peraturan daerah ini, rancangan ini juga tidak lepas dari kontribusi dari Pemerintah Kabupaten Jombang, Dunia Usaha, serta para pelaku ekonomi mikro dan ekonomi kreatif di Jombang. Untuk itu, kami Tim Penyusun mengucapkan apresiasi yang setinggi-tingginya dan terima kasih yang sebesar-besarnya pada para pihak yang telah banyak membantu penyelesaian rancangan peraturan daerah ini.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa rancangan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan adanya input dan diskusi lanjutan dari berbagai pihak di Jombang agar naskah ini sungguh membawa manfaaat bagi masyarakat Jombang. Akhirul kata, semoga kebijakan yang dimuat dalam rancangan ini dapat diimplementasikan dengan baik, konsekuen dan penuh rasa tanggungjawab.
Penyusun
Tim PSKPPM
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ........................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... .2
A. Latar Belakang ................................................................................... 2
B. Permasalahan dan Solusinya ............................................................. 3
C. Kegunaan Naskah Akademik ............................................................. 9
D. Metode Yuridis Empiris ...................................................................... 9
BAB II KAJIAN TEORITIS DAN EMPIRIS ....................................................... 41
A. Kajian Teoritis .................................................................................. 41
B. Prinsip-Prinsip Yang Terkait Dengan Penyusunan Norma ................. 56
C. Kajian Terhadap Praktik Penyelenggaraan, Kondisi Yang Ada, Serta
Permasalahan Yang Dihadapi Masyarakat ...................................... 59
D. Kajian Terhadap Implikasi Penerapan Sistem Baru Yang Akan Diatur
Dalam Undang-Undang Atau Peraturan Daerah Terhadap Aspek
Kehidupan Masyarakat Dan Dampaknya Terhadap Aspek Beban
Keuangan Negara ............................................................................. 61
BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT ....... 65
BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS ....................... 72
A. Landasan Filosofis ........................................................................... 72
B. Landasan Sosiologis ......................................................................... 77
C. Landasan Yuridis ............................................................................. 79
BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI
MUATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN/KOTA ..................... .80
A. Ketentuan Umum ............................................................................ 80
BAB VI PENUTUP ........................................................................................... 84
A. Simpulan ......................................................................................... 84
B. Saran-Saran ..................................................................................... 85
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 86
LAMPIRAN:
− RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGUATAN USAHA MIKRO DAN EKONOMI KREATIF DI KABUPATEN JOMBANG
NASKAH AKADEMIK
PERDA TENTANG PENGUATAN USAHA MIKRO DAN EKONOMI KREATIF
TIM
PUSAT STUDI KEBIJAKAN PUBLIK DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT STPMD “APMD” YOGYAKARTA
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN JOMBANG
2017
2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia, salah satunya
bertujuan untuk menanggulangi kemiskinan. Di lain pihak, kemiskinan
menjadi semacam input bagi perencanaan pembangunan, sekaligus output
bagi pembangunan kurang berhasil yang menjadi feedback bagi
perencanaan di masa mendatang. Untuk menanggulangi pengangguran
dan meratakan pembangunan beserta hasil-hasilnya merupakan upaya
untuk memadukan berbagai kebijaksanaan program pembangunan yang
tersebar di berbagai sektor dan wilayah Indonesia dengan berbagai
karakteristik ekonomi sosial dan budayanya, yang akan ikut menciptakan
lapangan kerja.
Keberadaan dan peran UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah)
dalam menunjang kegiatan ekonomi nasional, terutama untuk mengatasi
persoalan kemiskinan, pengangguran, dan kesenjangan antar sektor,
sangat penting dan strategis. Oleh karenanya penguatan terhadap
ekonomi skala kecil dan menengah menjadi prioritas menuju terciptanya
fundamental ekonomi yang kokoh. Namun dalam melaksanakan peran
dan merealisasikan potensi yang besar tersebut, UMKM masih
menghadapi banyak permasalahan baik secara internal maupun ekternal.
Untuk itu perlunya upaya pemerintah daerah untuk menguatkan UMKM,
sehingga bisa melindungi dan membantu pelakunya.
Di tengah upaya untuk semakin menajamkan program
penanggulangan pengangguran dan kemiskinan di Indonesia perlu
dicari metode evaluasi dan monitoring yang tepat agar kualitas
pelaksanaan program penanggulangan pengangguran dan kemiskinan
menjadi semakin baik di masa datang. Dengan indikator-indikator
yang obyektif dan terukur para pengambil keputusan menjadi lebih
mudah melakukan perbaikan-perbaikan dari berbagai segi agar
3
program penciptaan lapangan kerja menjadi lebih berkelanjutan
(sustainable) dan tidak bersifat charity. Dengan demikian kegagalan
suatu program di masa lalu bukan berarti telah gagal dalam segala
aspeknya sehingga harus diganti dengan program baru. Pengalaman
selama ini menunjukkan kecenderungan lapangan kerja yang bersifat
formal jumlahnya terbatas, sementara jumlah angkatan kerja terus
bertambah. Untuk itu pekerjaan sektor informal menjadi alternatif
dalam memenuhi kebutuhan lapangan pekerjaan, sektor tersebut
adalah UMKM dan ekonomi kreatif.
Adapun karakteristik UMKM antara lain : Jenis barang
usahanya tidak tetap,dapat berganti pada periode tertentu; Tempat
usahanya tidak selalu menetap, dapat berubah sewaktu-waktu; Belum
melaksanakan administrasi keuangan yang sederhana dan tidak
memisahkan antara keuangan keluarga dengan keuangan usaha;
Sumber daya manusia (pengusaha) belum memiliki jiwa enterpreuner
yang memadai; Tingkat pendidikan rata-rata relatif rendah; Pada
umumnya belum akses ke perbankan, namun sebagian dari mereka
sudah akses ke lembaga keuangan non bank; Umumnya tidak
mempunyai izin usaha atau prasyaratan legalitas lainnya termasuk
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Untuk menguatkan UMKM dan
ekonomi kreatif di Kabupaten, sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah, maka kabupaten hanya
bertanggungjawab pada pembinaan usaha ekonomi mikro saja.
B. Permasalahan dan Solusinya
1. Permasalahan Yang Dihadapi Berkaitan dengan pengaturan penguatan Usaha Mikro dan
ekonomi kreatif di daerah, maka masih dihadapkan pada banyak dan
kompleksnya permasalahan pengangguran dan kemiskinan di daerah
dan juga di desa. Terlebih lagi Pemerintah Daerah belum mempunyai
landasan yang kuat untuk menentukan langkah penguatan ekonomi
kerakyatan baik Usaha Mikro maupun ekonomi kreatif, karena
4
daerah belum cukup memadai dalam mengembangkan ekonomi
kerakyatan tersebut.
Banyaknya langkah terkait dengan pengembangan ekonomi
kerakyatan dan pedesaan, namun belum terkoordinasikan dengan baik
di tingkat kabupaten, menyebabkan kurang efektifnya pengentasan
kemiskinan dan pengangguran di daerah. Hal ini tercermin banyaknya
program dan kegiatan yang ditujukan untuk pengentasan kemiskinan
dan pengangguran yang diajukan oleh Organisasi Pemerintah Daerah
(OPD), di sisi lain minimnya koordinasi dan pelembagaan karena belum
ada payung hukum dan regulasi untuk menguatkan ekonomi kreatif
warga, menyebabkan belum optimalnya program pengentasan
pengangguran dan kemiskinan. Untuk itu diperlukan harmonisasi,
sinkronisasi dan sinergitas segenap OPD dalam mengajukan program
pengentasan pengangguran dan kemiskinan, dengan mengacu
peraturan daerah yang nantinya akan dibentuk yakni Raperda tentang
Penguatan Usaha Mikro dan Ekonomi Kreatif.
Permasalahan yang sering ditenukan bahwa pemerintah
daerah selalu terlambat dalam membuata kebijakan terkait dengan
peningkatan perekonomian rakyat, sehingga kebijakan mengalami bias
dari permasalahan yang riel. Adanya ketentuan yang tegas dan jelas
terkait dengan penguatan ekonomi kerakyata akan bisa menjadi
landasan upaya penguatan ekonomi Usaha Mikro dan ekonomi kreatif.
Identifikasi melalui penelitian (Supardal, 2013) yang pernah
dilakukan terhadap UMKM selama ini diperoleh beberapa data dan
infromasi kondisi UMKM. Permasalahan yang paling sering timbul
dalam usaha pengembangan ini berhubungan dengan karakteristik
yang dimiliki oleh UMKM yang sedikit menyulitkan. Beberapa
karakteristik yang paling melekat pada sebagian besar UMKM antara
lain: 1) Rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) yang
bekerja pada sektor UMKM; 2) Rendahnya produktifitas tenaga kerja
yang berimbas pada rendahnya gaji dan upah; 3) Kualitas barang
yang dihasilkan relatif rendah; 4) Mempekerjakan tenaga kerja wanita
5
lebih besar daripada pria; 5) Lemahnya struktur permodalan dan
kurangnya akses untuk menguatkan struktur modal tersebut; 6)
Kurangnya inovasi dan adopsi teknologi-teknologi baru, serta 7)
Kurangnya akses pemasaran ke pasar yang potensial. 8) Secara
kelembagaan belum ada wadah atau forum produk sejenis sehingga
saling mendukung proses dan permintaan pasar.
Untuk itu penguatan Usaha Mikro dan ekonomi kreatif harus
diarahkan untuk mengatasi berbagai tantangan tersebut. Karena
produk-produk UMKM memiliki potensi besar untuk memasuki pasar
global jika bisa dikembangkan. Keunikan dan kekhasan produk dari
tangan kreatif pengusaha kecil merupakan modal dasar
pembangunan ekonomi nasional yang bernilai tinggi dan perlu
dikembangkan. Artinya, upaya penguatan ekonomi kreatif termasuk
Usaha Mikro harus mempertimbangkan pula dinamika pasar global.
Karena perkembangan ke depan dalam bingkai pasar bebas, pasti
berhadapan dengan para pelaku pasar bebas, termasuk pelaku
ekonomi global. Untuk itu harus ada satu regulasi semacam
peraturan daerah sebagai dasar yang mampu membingkai berbagai
kepentingan para pelaku UMKM, khususnya produksi sejenis,
sehingga cukup kuat menghadapi pasar.
Hasil pengamatan sementara, bahwa pelaku Usaha Mikro di
Kabupaten Jombang memiliki potensi yang cukup besar. Produk-
produk yang mereka miliki sangat bervariasi dan pontensi untuk
dikembangkan, didukung dengan tingginya motivasi dan semangat
pelaku Usaha Mikro untuk berkembang. Namun mereka masih
menghadapi banyak permasalahan dalam pengembangan usaha.
Permasalahannya tidak sekedar permasalahan klasik seperti
keterbatasan modal, tehnologi, pemasaran, pengadaan bahan baku,
tetapi dampak dari berlakunya Asean China Free Trade Agreement
(ACFTA) dan pertambahan minimarket maupun supermarket yang
sudah banyak berdiri di sekitar usaha mereka. Pemberlakuan ACFTA
dengan membanjirnya produk-produk China yang akan menjadi
6
pesaing bagi usaha mereka. Untuk itu pelaku Usaha Mikro perlu
dilindungi keberadaannya dengan konteks peraturan daerah.
2. Pentingnya Naskah Akademik
Diantara nilai pentingnya Naskah Akademik dalam kaitannya
pembuatan Rancangan Peraturan Daerah tentang Penguatan Usaha
Mikro dan Ekonomi Kreatif sebagai berikut:
a. Menurut Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, bahwa dalam
mengajukan rancangan Undang-undang maupun Peraturan Daerah
harus didasarkan pada Naskah Akademik yang disusun oleh pihak
ketiga. Dengan demikian Naskah Akademik merupakan syarat mutlak
untuk menjadi landasan dalam penyusunan RUU maupun Raperda.
b. Secara legal formal naskah akademik menjadi landasan dan
acuan dalam pembentukan rancangan peraturan daerah. Untuk
itu naskah akademik akan memuat berbagai landasan seperti
landasan filosofis, sosiologis dan landasan yuridis terkait dengan
rancangan yang akan diatur dalam peraturan daerah. Dengan
demikian kedudukan dan posisi raperda yang kuat dilihat dari
demensi filosofis, sosiologis dan juga yuridisnya.
c. Naskah akademik juga memberikan landasan akademik bagi
rancangan peraturan daerah yang akan dibuat, untuk itu dalam
naskah akademik akan diberikan landasan teori yang cukup kuat
terkait dengan masalah yang diatur, sehingga muatan dalam
rancangan perda bisa dipahami secara logis rasional.
d. Disamping kepentingan persyaratan legal formal peraturan
perundang-undangan, namun naskah akademik juga menjadi
arena dan wadah bagi segenap stakeholders untuk bisa
menyampaikan aspirasi warga terkait dengan masalah yang akan
diatur, sehingga perda yang dilahirkan bersifat partisipatif. Hal ini
terjadi karena dalam penyusunan naskah akademik melalui
serangkaian proses pengumpulan data yang salah satunya melalui
7
Focus Group Discussion (FGD), sehingga semua aspirasi akan
direspon dalam penyusunan naskah akademik dan raperdanya.
e. Dengan naskah akademik akan menjamin bahwa raperda yang
akan dilahirkan mempunyai kualitas yang standar sebagai
aturan tertinggi di daerah, yang selanjutnya bisa ditindak-lanjuti
dengan peraturan bupati dan pengaturan operasional lainnya.
3. Landasan Pembentukan Peraturan Daerah
a. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1950 tentang Pembentukan
Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur;
b. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan; (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5234);
c. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;
d. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro,
Usaha Kecil Dan Usaha Menengah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4866);
e. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355);
f. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan
Mikro (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor
12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5394);
g. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4502) sebagaimana telah diubah dengan
PeraturanPemerintah Nomor 74 Tahun 2012 tentang Perubaha
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran Negara
8
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 171, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5340);
h. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembara
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
i. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2013 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang
Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2013 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5404);
j. Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan Dan
Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern;
k. Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2012 tentang Koordinasi
Penataan Pedagang Kaki Lima;
l. Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2013 tentang Pengembangan
Inkubator Wirausaha;
m. Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2014 tentang Perizinan
untuk Usaha Mikro Kecil;
n. Peraturan Pemerintah Nomor 63 tahun 2013 tentang Pelaksanaan
Upaya Penanganan Fakir Miskin Melalui Pendekatan Kewilayahan;
o. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;
p. Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan
Penanggulanan Kemiskinan;
q. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Produk Hukum Daerah;
r. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010
tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan;
9
C. Kegunaan Naskah Akademik Penulisan naskah akademik ini dimaksudkan untuk memberikan
landasan akademik atas penyusunan Rancangan Peraturan Daerah
tentang Penguatan Usaha Mikro dan Ekonomi Kreatif adalah:
a. Sebagai dasar penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang
Penguatan Usaha Mikro dan Ekonomi Kreatif.
b. Melakukan kajian terhadap arti penting Rancangan Peraturan
Daerah tentang Penguatan Usaha Mikro dan Ekonomi Kreatif.
c. Memberikan landasan bagi Daerah untuk melakukan upaya-upaya
penguatan Usaha Mikro dan ekonomi kreatif.
Peraturan Daerah yang disusun ini tentu tidak mungkin
melakukan pengaturan pada semua aspek yang terkait dengan
penguatan Usaha Mikro dan ekonomi kreatif dengan segala aspek
yang ada didalamnya, karena ada beberapa aspek yang belum bisa
diatur secara tegas, hal ini dikarenakan karena mempertimbangkan
beberapa faktor, seperti, keterbatasan anggaran daerah.
Adapun sasaran pengaturan yang hendak dijelaskan dalam
naskah akademik ini mencakup:
a. Memberikan kejelasan pengaturan terhadap upaya-upaya untuk
mengatur tentang penguatan Usaha Mikro dan ekonomi kreatif.
b. Memberikan kejelasan pengaturan terhadap pengelolaan Usaha
Mikro dan kelembagaannya.
c. Menghidupkan dan melestarikan kembali kearifan lokal dengan
tata nilai positif yang bisa mendorong penguatan Usaha Mikro dan
ekonomi kreatif.
D. Metode Yuridis Empiris 1. Tipe Penelitian
Karena naskah akademik dipergunakan sebagai landasan
pembentukan suatu Rancangan Peraturan termasuk Raperda, maka
dalam hal ini penelitian ini termasuk penelitian pembentukan hukum
10
(law making). Disamping itu penelitian sekaligus juga merupakan
penelitian penerapan hukum (law application), karena akan dilakukan
penelitian peraturan perundangan terkait dengan Raperda yang akan
dibentuk. Adapun yang dimaksud sebagai penelitian pembentukan
hukum karena bertujuan untuk merumuskan prinsip-prinsip /
norma hukum yang menjadi dasar / landasan hukum yang berlaku
bagi peristiwa konkrit sehari-hari. Sedangkan dimaksud sebagai
penelitian penerapan hukum karena dalam perumusan prinsip norma
tersebut tidak terlepas dari tindakan menerapkan norma yang ada
sebelumnya baik di tingkat pusat (nasional) maupun di tingkat
daerah. Sesuai dengan tujuannya yang hendak membentuk hukum
positif, maka penelitian ini menggunakan metode normatif (doktrinal)
artinya data-datanya bersifat mengikat dan tidak menimbulkan
sesuatu yang bersifat interpretatif. Data-data terutama didasarkan
pada kajian literatur (bahan hukum sekunder) dan studi lapangan
(OPD terkait) melalui FGD stakeholders Kabupaten Jombang.
Selanjutnya dari berbagai data itu identifikasikan dan direduksi, serta
dianalisis dengan analisis dan argumentasi kualitatif.
2. Jenis dan Alat Pengumpul Data
Data yang dikumpulkan adalah berupa keputusan hukum (das
sollen) yang mengatur mengenai kebijakan pengentasan kemiskinan
yang sudah ada di Kabupaten Jombang, serta fakta (das sein), yang
merupakan realisasi keputusan hukum atau yang mendasari
pembentukan ketentuan hukum terkait pengentasan kemiskinan.
Keputusan hukum berupa peraturan-peraturan hukum di tingkat
nasional maupun daerah yang mengatur pengentasan fakir miskin.
Data tersebut dikumpulkan melalui studi kepustakaan yang ditujukan
sebagai penggalian informasi kepustakaan di berbagai perpustakaan
maupun lewat internet.
Disamping itu, data diambil melalui Focus Group Discussion
(FGD) stakeholders daerah Kabupaten Jombang dan juga tokoh-
11
tokoh desa, serta pendapat para ahli yang berkompeten dalam hal
peraturan mengenai penguatan Usaha Mikro dan ekonomi kreatif
Untuk melengkapi data dan informasi yang dibutuhkan dalam
rangka penyusunan Raperda Penguatan Usaha Mikro dan Ekonomi
Kreatif, maka dilakukan FGD untuk mengumpulkan beberapa
informasi terkait dengan Usaha Mikro dan ekonomi kreatif yang
bisa dijadikan acuan dalam menyusun Raperda tentang Penguatan
Usaha Mikro dan Ekonomi Kreatif.
3. Analisis Data
Analisis data dimulai dengan inventarisasi dan sistematisasi
norma untuk melihat ketentuan yang berkaitan dengan penguatan
Usaha Mikro dan ekonomi kreatif dalam hukum nasional maupun
peraturan daerah. Tahap selanjutnya adalah analisis data dengan
melakukan eksplikasi yaitu penjelasan serta evaluasi atau penilaian
mengenai hukum positif baik dalam hukum nasional maupun peraturan
daerah yang sesuai dengan kondisi Kabupaten Jombang berkaitan
dengan Penguatan Usaha Mikro dan Ekonomi Kreatif. Kegiatan
penelitian yang terakhir adalah melakukan preskripsi terhadap
perumusan aturan Penguatan Usaha Mikro dan Ekonomi Kreatif di
Kabupaten Jombang, dengan menggunakan analisis kualitatif yang
dirumuskan selain dari studi pustaka juga dari hasil pengkajian
pendapat-pendapat para ahli dan pihak-pihak berkompeten dalam FGD
dengan didukung data sekunder dalam profil Kabupaten Jombang.
4. Pendekatan Penulisan
Dalam penulisan naskah akademik ini, metode dan
pendekatan yang digunakan adalah melalui pengamatan di lapangan
dan studi literatur, yang selanjutnya didiskusikan melalui FGD
(forum group discussion) kemudian dikomunikasikan dalam forum
musyawarah dengan instansi pemerintah (OPD) terkait dengan
penanganan Usaha Mikro dan ekonomi kreatif.
12
Adapun sistematika penulisan naskah akademik ini, adalah
sebagai berikut :
a) Bagian pertama
Sampul depan /cover
Kata Pengantar
Daftar Isi
b) Bagian Kedua
Bab 1 Pendahuluan : (1) Latar Belakang; (2) Permasalahan; (3) Tujuan
dan Sasaran Penulisan; (4) Metode dan Pendekatan Penulisan;
Bab 2 Kajian Teoritis dan Empiris Bab 3 Analisis dan Kajian Peraturan Perundang-undangan yang
terkait dengan materi yang akan diatur dalam Peraturan Daerah
tentang Penguatan Usaha Mikro dan Ekonomi Kreatif.
Bab 4 Ruang Lingkup Pengaturan Naskah Akademik Peraturan
Daerah : (1) Ketentuan umum; (2) Materi pokok yang akan diatur;
(3) Ketentuan Penutup
c) Bagian Ketiga
Bab 5 Penutup yang menguraikan Kesimpulan dan saran/rekomendasi
d) Bagian Keempat :
Daftar Pustaka
Disamping itu juga disajikan data sekunder dalam profil
Kabupaten Jombang, sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan
cakupan pengaturan raperda yang akan disusun, sebagai berikut:
Profil Kabupaten Jombang Sejarah
Jombang termasuk Kabupaten yang masih muda usia,
setelah memisahkan diri dari gabungannya dengan Kabupaten
Mojokerto yang berada di bawah pemerintahan Bupati Raden Adipati
Ario Kromodjojo, yang ditandai dengan tampilnya pejabat yang
13
pertama mulai tahun 1910 sampai dengan tahun 1930 yaitu : Raden Adipati Ario Soerjo Adiningrat.
Menurut sejarah lama, konon dalam cerita rakyat mengatakan
bahwa salah satu desa yaitu desa Tunggorono, merupakan gapura
keraton Majapahit bagian Barat, sedang letak gapura sebelah selatan
di desa Ngrimbi, dimana sampai sekarang masih berdiri candinya.
Cerita rakyat ini dikuatkan dengan banyaknya nama-nama desa
dengan awalan "Mojo" (Mojoagung, Mojotrisno, Mojolegi, Mojowangi,
Mojowarno, Mojojejer, Mojodanu dan masih banyak lagi).
Salah Satu Peninggalan Sejarah di Kabupaten Jombang
Candi Ngrimbi, Pulosari Bareng Bahkan di dalam lambang daerah
Jombang sendiri dilukiskan sebuah gerbang, yang dimaksudkan
sebagai gerbang Mojopahit dimana Jombang termasuk wewenangnya
Suatu catatan yang pernah diungkapkan dalam majalah Intisari
bulan Mei 1975 halaman 72, dituliskan laporan Bupati Mojokerto
Raden Adipati Ario Kromodjojo kepada residen Jombang tanggal 25
Januari 1898 tentang keadaan Trowulan (salah satu onderdistrict
afdeeling Jombang) pada tahun 1880.
Sehingga kegiatan pemerintahan di Jombang sebenarnya
bukan dimulai sejak berdirinya (tersendiri) Kabupaten jombang kira-
kira 1910, melainkan sebelum tahun 1880 dimana Trowulan pada saat
itu sudah menjadi onderdistrict afdeeling Jombang, walaupun saat itu
masih terjalin menjadi satu Kabupaten dengan Mojokerto. Fakta yang
lebih menguatkan bahwa sistem pemerintahan Kabupaten Jombang
telah terkelola dengan baik adalah saat itu telah ditempatkan seorang
Asisten Resident dari Pemerintahan Belanda yang kemungkinan
wilayah Kabupaten Mojokerto dan Jombang Lebih-lebih bila ditinjau
dari berdirinya Gereja Kristen Mojowarno sekitar tahun 1893 yang
bersamaan dengan berdirinya Masjid Agung di Kota Jombang, juga
tempat peribadatan Tridharma bagi pemeluk Agama Kong hu Chu di
kecamatan Gudo sekitar tahun 1700.
14
Konon disebutkan dalam ceritera rakyat tentang hubungan
Bupati Jombang dengan Bupati Sedayu dalam soal ilmu yang
berkaitang dengan pembuatan Masjid Agung di Kota Jombang dan
berbagai hal lain, semuanya merupakan petunjuk yang mendasari
eksistensi awal-awal suatu tata pemerintahan di Kabupaten Jombang
Kondisi Geografis Kabupaten Jombang
Kabupaten Jombang merupakan salah satu dari 38
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur yang terletak pada koridor
bagian tengah wilayah Provinsi Jawa Timur. Secara geografis, Kabupaten
Jombang terletak antara 7° 20’ 48,60” – 7° 46’ 41,26” Lintang Selatan
serta antara 112° 03’ 46,57” – 112° 27’ 21,26” Bujur Timur.
Kabupaten Jombang memiliki letak yang sangat strategis,
karena berada pada perlintasan jalan arteri primer Surabaya – Solo –
Jakarta dan jalan kolektor primer Malang – Jombang – Babat. Selain
itu, Kabupaten Jombang juga dilintasi ruas jalan tol Surabaya –
Mojokerto – Kertosono yang kini sedang dalam tahap konstruksi,
sebagai bagian dari jalan tol Trans Jawa. Dalam skenario
pengembangan sistem perwilayahan Jawa Timur, Kabupaten Jombang
termasuk dalam kawasan Wilayah Pengembangan Germakertosusila
Plus, dan Perkotaan Jombang ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Lokal
(PKL), yakni kawasan perkotaan yang memiliki fungsi pelayanan dalam
lingkup lokal (skala kabupaten atau beberapa kecamatan)
Luas wilayah Kabupaten Jombang 1.159,50 km², atau
menempati sekitar 2,5% luas wilayah Provinsi Jawa Timur. Secara
administratif, Kabupaten Jombang terdiri dari 21 kecamatan, yang
meliputi 302 desa dan 4 kelurahan, serta 1.258 dusun/lingkungan.
Batas wilayah administrasi Kabupaten Jombang adalah:
Sebelah Utara, berbatasan dengan Kabupaten Lamongan dan
Kabupaten Bojonegoro.
Sebelah Timur, berbatasan dengan Kabupaten Mojokerto.
15
Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Kediri dan
Kabupaten Malang.
Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Nganjuk
Jombang adalah kabupaten yang terletak di bagian tengah
Provinsi Jawa Timur. Luas wilayahnya 1.159,50 km²[3], dan jumlah
penduduknya 1.201.557 jiwa (2010), terdiri dari 597.219 laki-laki
dan 604.338 perempuan. Pusat kota Jombang terletak di tengah-
tengah wilayah Kabupaten, memiliki ketinggian 44 meter di atas
permukaan laut, dan berjarak 79 km (1,5 jam perjalanan) dari barat
daya Kota Surabaya, ibu kota Provinsi Jawa Timur. Jombang
memiliki posisi yang sangat strategis, karena berada di
persimpangan jalur lintas selatan Pulau Jawa (Surabaya-Madiun-
Jogjakarta), jalur Surabaya-Tulungagung, serta jalur Malang-Tuban.
Jombang juga dikenal dengan sebutan Kota Santri, karena
banyaknya sekolah pendidikan Islam (pondok pesantren) di wilayahnya.
[5] Bahkan ada pameo yang mengatakan Jombang adalah pusat pondok
pesantren di tanah Jawa karena hampir seluruh pendiri pesantren di
Jawa pasti pernah berguru di Jombang. Di antara pondok pesantren yang
terkenal adalah Tebuireng, Denanyar, Tambak Beras, dan Darul Ulum
(Rejoso).
Banyak tokoh terkenal Indonesia yang dilahirkan di Jombang, di
antaranya adalah mantan Presiden Indonesia yaitu KH Abdurrahman
Wahid, pahlawan nasional KH Hasyim Asy'ari dan KH Wahid Hasyim,
tokoh intelektual Islam Nurcholis Madjid, serta budayawan Emha Ainun
Najib. Konon, kata Jombang merupakan akronim dari kata berbahasa
Jawa yaitu ijo (Indonesia: hijau) dan abang (Indonesia: merah). Ijo
mewakili kaum santri (agamis), dan abang mewakili kaum abangan
(nasionalis/kejawen). Kedua kelompok tersebut hidup berdampingan
dan harmonis di Jombang. Bahkan kedua elemen ini digambarkan
dalam warna dasar lambang daerah Kabupaten Jombang.
16
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan
Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Provinsi Jawa Timur
mengukuhkan Jombang sebagai salah satu kabupaten di jawa timur.
Kabupaten Jombang adalah termasuk yang mempunyai iklim tropis,
sedangkan berdasarkan hasil perhitungan menurut klasifikasi yang
diberikan oleh Smidt dan Ferguson termasuk tipe iklim D. Dimana tipe ini
biasanya musim penghujan jatuh pada bulan Oktober sampai April dan
musim kemarau jatuh pada bulan Mei sampai dengan bulan Oktober.
Tata guna lahan : Pola penggunaan tanah di Kabupaten
Jombang (2003) terbanyak digunakan untuk area persawahan (42%),
diikuti dengan permukiman (19%), hutan (18%), tegal (12%), dan
lainnya. Sebagian besar sawah (82%) merupakan irigasi teknis, dan
sebagian (10%) merupakan sawah tadah hujan.
Keadaan Demografis
Jumlah penduduk Kabupaten Jombang adalah 1.201.557 jiwa
(2010) terdiri dari 597.219 laki-laki dan 604.338 perempuan.
Sedikitnya 55% penduduk tinggal di wilayah perkotaan. Kepadatan
penduduk di Kabupaten Jombang sebesar 997 jiwa/km². Konsentrasi
sebaran penduduk terutama di Kecamatan Jombang (dengan tingkat
kepadatan penduduk tertinggi, yakni 3.198 jiwa/km²), Kecamatan
Tembelang (bagian selatan), Kecamatan Peterongan (bagian tengah dan
selatan), Kecamatan Jogoroto, Kecamatan Mojowarno (bagian utara dan
timur), sepanjang jalan raya Jombang-Peterongan-Mojoagung-
Mojokerto, serta sepanjang jalan raya Jombang-Diwek-Blimbing-Ngoro-
Kandangan. Kawasan padat penduduk lainnya adalah kawasan
perkotaan di kecamatan Ploso, Perak, dan Ngoro. Bagian barat laut
(yang merupakan perbukitan kapur) dan bagian tenggara (yang
merupakan daerah pegunungan) merupakan kawasan yang memiliki
kepadatan penduduk jarang. Pertumbuhan penduduk tahun 2007 s/d
2009 meningkat rata-rata 11,01 % pertahun.
17
Etnis dan bahasa :Penduduk Jombang pada umumnya
adalah etnis Jawa. Namun demikian, terdapat minoritas etnis
Tionghoa dan Arab yang cukup signifikan. Etnis Tionghoa umumnya
tinggal di perkotaan dan bergerak di sektor perdagangan dan jasa.
Bahasa Jawa merupakan bahasa daerah yang digunakan sebagai
bahasa sehari-hari. Bahasa Jawa yang dituturkan banyak memiliki
pengaruh Dialek Surabaya yang terkenal egaliter dan blak-blakan.
Kabupaten Jombang juga merupakan daerah perbatasan dua dialek
Bahasa Jawa, antara Dialek Surabaya dan Dialek Mataraman.
Beberapa kawasan yang berbatasan dengan Kabupaten Nganjuk dan
Kediri memilki pengaruh Dialek Mataraman yang banyak memiliki
kesamaan dengan Bahasa Jawa Tengahan. Salah satu ciri khas yang
membedakan Dialek Surabaya dengan Dialek Mataram adalah
penggunaan kata arek (sebagai pengganti kata bocah) dan kata cak
(sebagai pengganti kata mas).
Agama
Sebagian besar agama yang dianut penduduk Jombang
adalah Islam dianut oleh 98% penduduk Kabupaten Jombang,
diikuti dengan agama Kristen Protestan (1,2%), Katolik (0,3%),
Buddha (0,09%), Hindu (0,07%), dan lainnya (0,02%).[13] Meskipun
Jombang dikenal dengan sebutan "kota santri", karena banyaknya
sekolah pendidikan Islam (pondok pesantren) di wilayahnya, Namun
kehidupan beragama di Kabupaten Jombang sangat toleran. Di
Kecamatan Mojowarno, (atau sekitar 8 km dari Ponpes Tebuireng),
merupakan kawasan dengan pemeluk mayoritas beragama Kristen
Protestan, dan daerah tersebut pernah menjadi pusat penyebaran
salah satu aliran agama Kristen Protestan pada era Kolonial Belanda,
denga bangunan gereja tertua dan salah satu terbesar di Jawa Timur
yaitu Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Mojowarno dengan
dilengkapi rumah sakit Kristen dan Sekolah-sekolah Kristen. Agama
Hindu juga dianut sebagian penduduk Jombang, terutama di
18
kawasan selatan (Wonosalam, Bareng, dan Ngoro). Selain itu,
Kabupaten Jombang memiliki tiga kelenteng, yakni Hok Liong Kiong
di Kecamatan Jombang, Hong San Kiong di Kecamatan Gudo (yang
didirikan tahun 1700) dan Bo Hway Bio di Kecamatan Mojoagung.
Pendidikan
Sejumlah perguruan tinggi, di antaranya Universitas Darul
Ulum (UNDAR), STKIP PGRI Jombang, STIE PGRI Dewantara,
Universitas Bahrul Ulum, Intitut Keislaman Hasyim Asy'ari (Ikaha),
Universitas Pesantren Darul Ulum (UNIPDU), STIKES Pemkab
Jombang, STIKES ICME, serta sejumlah akademi. Universitas Darul
Ulum merupakan perguruan tinggi terkemuka di Jombang. Pada tahun
2005, Kabupaten Jombang terdapat 560 SD negeri dan 22 SD swasta;
46 [{Sekolah Menengah Pertama|SMP]] negeri dan 86 SMP swasta; 12
SMA negeri dan 37 SMA swasta; 7 SMK negeri dan 39 SMK swasta.
Sementara, untuk sekolah formal Islam, terdapat 5 MI negeri dan 257
MI swasta; 17 MTs negeri dan 102 MTs swasta; serta 10 MA negeri dan
65 MA swasta. Sekolah favorit di Kabupaten Jombang pada umunya
untuk tingkat SD adalah SDN Kepanjen 2, SDN Jombatan 3, dan SD
Islam Roushon Fikr, untuk tingkat SMP adalah SMPN 1 Jombang,
sedang untuk tingkat SMA adalah SMAN 2 Jombang dan SMA
Unggulan Darul Ulum. Sekolah kejuruan di Jombang juga menjadi
sekolah unggulan untuk remaja Jombang misalnya SMKN 1 Jombang
(SMEA) yang memiliki hotel sendiri dan SMKN 3 Jombang (STM).
Komunikasi dan Media Massa
Jombang memiliki satu kode area dengan Mojokerto, yakni
0321.[15] Operator telepon seluler yang beroperasi di Jombang
untuk GSM adalah Telkomsel, Indosat, 3, dan Excelcomindo; sedang
untuk CDMA adalah Indosat Starone, Telkom Flexi, dan Mobile 8. Di
Jombang terdapat beberapa stasiun radio FM (termasuk dua milik
pemerintah), serta sejumlah tabloid, majalah, dan surat kabar
19
regional. Leading newspaper di Jombang antara lain adalah Harian
Seputar Indonesia (SINDO), Jawa Pos (Radar Mojokerto), Kompas,
Duta Masyarakat, Surya, Bangsa, dan Memorandum, Surabaya Pagi,
Jatim Mandiri. Dan beberapa lagi, media mingguan yang cukup eksis
di kota santri ini, Radar Minggu, Rakyat Pos, tabloid SIDAK. Media
tersebut berbasis berita lokal dan telah beredar di hampir seluruh
wilayah di Jawa Timur. Di Jombang dapat dengan jelas menangkap
saluran TVRI, 10 TV swasta nasional serta beberapa stasiun televisi
lokal di Surabaya dan Kediri.
Perekonomian
Sektor pertanian menyumbang 38,16% total PDRB Kabupaten
Jombang. Meski nilai produksi pertanian mengalami peningkatan,
namun kontribusi sektor ini mengalami penurunan. Sektor pertanian
digeluti oleh sedikitnya 31% penduduk usia kerja. Tradisi,
kemudahan yang disediakan oleh alam, dan adanya terobosan baru
rupanya menjadikan alasan untuk bertahan. Kesuburan tanah di
sini konon dipengaruhi oleh material letusan Gunung Kelud yang
terbawa arus deras Sungai Brantas dan Kali Konto serta sungai-
sungai kecil lainnya. Sistem pengairan juga sangat ekstensif dan
memadai, dan 83% di antaranya merupakan irigasi teknis.
Sedikitnya 42% lahan di Jombang digunakan sebagai area
persawahan. Letaknya di bagian tengah kabupaten dengan
ketinggian 25-100 meter dpl. Lokasi ini ditanamai tanaman padi
serta palawija seperti jagung, kacang kedelai, kacang tanah, kacang
hijau, dan ubi kayu. Komoditas andalan tanaman pangan Kabupaten
Jombang di tingkat provinsi adalah padi, jagung, kacang kedelai dan
ubi kayu. Besarnya produksi padi telah menempatkan Jombang
sebagai daerah swasembada beras di provinsi Jawa Timur.
Di bagian utara merupakan sentra buah-buahan seperti
mangga, pisang, nangka, dan sirsak. Kecamatan Wonosalam juga
merupakan sentra buah-buahan terutama Durian Bido. Kecamatan
20
Perak merupakan penghasil utama jeruk nipis, yang diunggulkan
karena tipis kulitnya serta banyak airnya.
Perkebunan
Komoditas andalan perkebunan Kabupaten Jombang di
tingkat provinsi adalah tebu. Sedang di tingkat regional, komoditas
unggulan adalah serat karung, kelapa, kopi, kakao, jambu mete,
randu, tembakau, dan beberapa tanaman Toga (lengkuas, kencur,
kunyit, jahe, dan serai). Proyek percontohan Toga terlengkap di
Jombang adalah Taman Toziega PKK Kabupaten Jombang dan
Toziega Asri di Desa Dapurkejambon Jombang. Toziega (Taman Obat
Gizi dan Ekonomi Keluarga) merupakan pengembangan dari Toga
(Tanaman Obat Keluarga). Dimana dalam Toziega ditambahkan
pengadaan sumber gizi secara mandiri dan komersialisasi dari hasil
pengelolaan tanaman obat. Gagasan proyek percontohan Toziega
dicetuskan dan dibidani oleh Ir. Tyasono Sankadji yang kemudian
menjadi salah satu jargon kebanggaan pertanian dan perkebunan
Kabupaten Jombang. Tebu merupakan bahan mentah utama
industri gula di Jombang, (dimana Jombang memiliki dua pabrik
gula). Perkebunan tebu tersebar merata di dataran rendah dan
dataran tinggi Kabupaten Jombang. Daerah pegunungan di sebelah
tenggara (terutama Kecamatan Wonosalam) merupakan sentra
tanaman perkebunan kopi, kakao, dan cengkeh. Daerah pegunungan
di utara merupakan penghasil utama tembakau di Jombang.
Kehutanan
Hampir 20% wilayah Kabupaten Jombang merupakan
kawasan hutan. Kawasan hutan tersebut terdapat di bagian utara
(kecamatan Plandaan, Kabuh, Kudu, dan Ngusikan) serta bagian
tenggara Kabupaten Jombang (kecamatan Wonosalam, Bareng, dan
Mojowarno). Di wilayah hutan Kabupaten Jombang, 61% merupakan
hutan produksi, 23% hutan tebang pilih, 15% hutan wisata, dan
21
1,5% merupakan hutan lindung. Kayu jati adalah komoditas
unggulan subsektor kehutanan di Kabupaten Jombang.
Peternakan dan Perikanan
Komoditas peternakan Kabupaten Jombang meliputi ayam
pedaging, ayam petelur, ayam buras, sapi potong, sapi perah, kerbau,
kambing, domba, dan itik. Ayam pedaging merupakan komoditas
unggulan peternakan di tingkat provinsi. Beberapa perusahaan
menengah bergerak di bidang peternakan. Mengingat lokasi Kabupaten
Jombang yang bukan kawasan pantai, perikanan perairan umum dan
kolam merupakan komoditas unggulan di bidang perikanan.
Perdagangan
Sektor perdagangan menyumbang PDRB kabupaten terbesar
kedua setelah pertanian. Majunya pertanian di Jombang rupanya turut
menggairahkan sektor perdagangan. Kabupaten Jombang merupakan
salah satu penyuplai utama komoditas pertanian tanaman pangan dan
perkebunan di Jawa Timur. Kabupaten Jombang memiliki 17 pasar
umum yang dikelola oleh Pemerintah Kabupaten, serta 12 pasar
hewan. Kota Jombang sendiri memiliki Pasar Legi Citra Niaga, Pasar
Pon, Pasar Loak, dan Pasar Burung. Perdagangan retail dilayani oleh
berbagai pusat perbelanjaan serta supermarket besar maupun kecil. Di
samping Pasar Legi Citra Niaga, dua kawasan ruko yang terbesar
adalah Kompleks Simpang Tiga dan Kompleks Cempaka Mas. Selain
kota Jombang, kawasan pusat komersial regional di Kabupaten
Jombang terdapat di Mojoagung, Ploso, dan Ngoro.
Industri Manufaktur
Gedung Industri Perusahaan CJI di Jombang. Sektor industri
manufaktur menyumbang PDRB kabupaten terbesar ketiga setelah
pertanian dan perdagangan. Majunya industri di Jombang ditopang oleh
kemudahan transportasi, serta letak Kabupaten Jombang yang strategis,
22
yakni berada di jalur utama lintas selatan Pulau Jawa dan bersebelahan
dengan kawasan segitiga industri Surabaya-Mojokerto-Pasuruan.
Di Kabupaten Jombang industry yang merambah pasar luar
negeri di antaranya adalah PT Pei Hai Wiratama Indonesia (produk
sepatu, topi dan T-Shirt dengan brand "Diadora" dan "Fila") di Jogoloyo
(Jogoroto); PT Japfa Comfeed (produk makanan ternak) di Tunggorono
(Jombang); PT Usmany Indah (produk kayu olahan), MKS-Sampoerna
(produk rokok) di Ploso dan Ngoro, PT Cheil Jedang Indonesia (produk
industri kimia setengah jadi) di Jatigedong (Ploso);PT Cheil Jedang
Superfeed (produk pakan ternak) di Mojoagung, PT Mentari International
(produk mainan anak) di Tunggorono (Jombang), serta PT Seng Fong
Moulding Perkasa (produk ubin kayu). Kabupaten Jombang juga memiliki
dua pabrik gula: PG Djombang Baru di Kecamatan Jombang dan PG
Tjoekir di Kecamatan Diwek. Sebanyak 96% industri manufaktur di
Kabupaten Jombang merupakan industri kecil, dengan penyerapan
tenaga kerja sebesar 60%. Industri kecil yang merambah pasar luar negeri
adalah industri kerajinan manik-manik kaca (di Desa Plumbon-Gambang,
Kecamatan Gudo) dan industri kerajinan cor kuningan (di Desa
Mojotrisno, Mojoagung). Kedua kerajinan tersebut adalah khas Jombang.
Sementara itu, industri kecil lain yang dipasarkan di tingkat nasional
antara lain adalah mebelair (di Mojowarno), anyaman tas (di Mojowarno),
limun (di Bareng dan Ngoro), serta Kecap "Ikan Dorang", yang merupakan
salah satu trade mark Jombang.
Pertambangan dan Penggalian
Saat ini Kabupaten Jombang tidak terdapat aktivitas
pertambangan. Namun diduga bagian utara dan barat Kabupaten
Jombang terdapat deposit minyak bumi. Bahan galian di Kabupaten
Jombang antara lain yodium, diatomit, andesit, lempung, dan pasir batu.
23
Perbankan Di Kabupaten Jombang terdapat beberapa Bank besar yang
beroprasi seperti Bank Jatim, Bank Danamon, Bank Mandiri, Bank
Rakyat Indonesia, Bank Central Asia, BNI, BII, Bank Mega dan lain-
lain. Bank-bank tersebut juga menyediakan pelayanan ATM hampir
disetiap kecamatan.
Transportasi
Ringin Contong yaitu pertemuan antara Jl KH. Wahid Hasyim
(gb. atas), Jl A Yani (jalan satu arah), dan Jl KH. Abdurrahman Wahid.
Kabupaten Jombang memiliki posisi yang sangat strategis, karena
berada di jalur utama lintas selatan Pulau Jawa (Jogjakarta-Surabaya-
Bali). Selain itu, Kabupaten Jombang juga merupakan persimpangan
jalur menuju Kediri/Tulungagung, Malang, serta Babat/pantura. Pusat
kota Jombang dapat ditempuh 1½ jam dari ibu kota Provinsi Jawa
Timur Surabaya, atau dari Bandara Internasional Juanda di Sidoarjo.
Saat ini juga telah dikembangkan ruas jalan tol Mojokerto-Kertosono,
yang melintasi bagian utara Kabupaten Jombang.
Bus
Terminal Kepuhsari, yang terletakdi Kecamatan Peterongan, 5
km dari pusat kota Jombang, merupakan terminal utama kabupaten
yang menghubungkan Jombang dengan kota-kota lainnya. Jalur bus
jurusan Surabaya, Kediri/Tulungagung, dan Solo/Jogja merupakan
jalur yang beroperasi 24 jam nonstop. Bus yang ingin memberhentikan
para penumpang yang ingin ke Jombang Koa biasanya diturunkan di
“Simpang Tiga” kota Jombang yang biasanya disebut Terminal Lama.
Kereta api
Kereta Api yang akan tiba di Stasiun Jombang.
Kabupaten Jombang juga dihubungkan dengan kota-kota lain di Pulau
Jawa dengan menggunakan jalur kereta api. Stasiun Jombang
merupakan stasiun utama, disamping 4 stasiun lainnya: Sembung,
24
Peterongan, Sumobito, dan Curahmalang. Jalur kereta api yang
melintasi stasiun KA Jombang adalahSurabaya-Jombang-Kertosono PP
(KRD) Surabaya-Kertosono-Blitar-Malang-Surabaya Gubeng PP (KA
Rapih Dhoho/Penataran) Surabaya Gubeng-Yogyakarta PP (KA
Sancaka) Surabaya-Madiun PP (KA Madiun Ekspress) Banyuwangi
Jember-Surabaya-Yogyakarta PP (KA Sri Tanjung) Jember-Surabaya
Yogyakarta-Purwokerto PP (KA Logawa) Surabaya-Yogyakarta Bandung
PP (KA Pasundan, Mutiara Selatan, Turangga, Argo Wilis) Surabaya-
Yogyakarta-Cirebon-Jakarta PP (Bima) Jombang-Solo Semarang-Tegal-
Cirebon-Jakarta PP (KA Bangunkarta)
Sementara jalur kereta api yang sudah tidak aktif lagi antara
lain jurusan : Jombang-Pare-Kediri Jombang-Ploso-Kabuh-Babat.
Jalur ini dulu melewati depan tugu Ringin Contong yang menjadi ciri
khas kota Jombang. Angkutan lokal : Untuk transportasi intra
wilayah kabupaten, terdapat Angkutan Pedesaan dengan 24 trayek,
yang menjangkau ke semua kecamatan. Ini masih ditambah lagi
dengan adanya trayek angkutan antarkota yang menghubungkan
kota Jombang dengan wilayah kabupaten di sekitarnya, yakni
jurusan Pare, Kandangan, Babat, Kertosono, serta Mojokerto.
Pariwisata Kabupaten Jombang memiliki berbagai keindahan alam dan
potensi pariwisata lain yang menarik. Sangat disayangkan, potensi
tersebut pada umumnya belum digali, dan tidak memiliki pendukung
sarana dan prasarana yang memadai untuk memajukan pariwisata di
Kabupaten Jombang, sehingga menunggu adanya investasi untuk
menggarapnya. Hal ini sangat penting dan menguntungkan, mengingat
posisi Kabupaten Jombang yang bersebelahan dengan daerah tujuan
wisata alam Malang di tenggara dan Pacet-Trawas-Tretes di timur; serta
wisata historis (situs Majapahit) Trowulan. Di Jombang memiliki
beberapa tempat pariwisata yang menarik, yaitu Pemandian
Sumberboto di Mojowarno, Candi Arimbi di Bareng, Sendang Made di
25
Kudu, Kedung Cinet di Plandaan, Kedung Sewu serta Desa Manduro
yang berpenduduk asli Madura di Kabuh,perkebunan teh, cengkeh
serta durian di Wonosalam serta air terjun Tretes di Wonosalam.Dan
juga arung jeram (Rafting)di desa panglungan ,WonosaLam. Selain itu
juga terdapat wisata religi yaitu makam Gus Dur (KH. Abdurrahman
Wahid), KH. Wahid Hasyim dan KH. Hasyim Asyari di Tebuireng,
Diwek, serta bangunan gereja tertua di Jawa Timur yaitu GKJW
Mojowarno. Selain itu terdapat wisata buatan, salah satunya yaitu Tirta
Wisata yang terletak di wilayah Peterongan.
Pelembagaan UMKM oleh Dinas Terkait
Berdasarkan Peraturan Bupati Jombang Nomor 25 Tahun
2009 tentang Tugas Pokok dan Fungsi Jabatan Struktural Dinas
Koperasi Dan Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Kabupaten Jombang,
dijelaskan bahwa Tugas Pokok Dinas Koperasi Dan Usaha Mikro, Kecil
Dan Menengah Kabupaten Jombang adalah membantu Bupati dalam menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan daerah Kabupaten Jombang di bidang Koperasi, Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah.
Fungsi Dinas Koperasi dan UMKM Dalam melaksanakan tugasnya, maka Dinas Koperasi Dan Usaha
Mikro, Kecil Dan Menengah Kabupaten Jombang mempunyai fungsi:
a. Penyusunan rumusan rencana program dan kegiatan dalam
rangka penetapan kebijakan teknis di bidang Koperasi, Usaha
Mikro, Kecil Dan Menengah;
b. Pelaksanaan kebijakan teknis dibidang Koperasi, Usaha Mikro,
Kecil Dan Menengah;
c. Pengkoordinasian perumusan dan penyusunan petunjuk teknis
operasional dan perundang-undangan di bidang Koperasi, Usaha
Mikro, Kecil Dan Menengah;
26
d. Penyusunan rencana dan program pembangunan bidang Koperasi,
Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah;
e. Pelaksanaan kegiatan program dengan menyiapkan perumusan,
pengolahan dan penelaahan kebijakan sesuai dengan bidang
Koperasi, Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah;
f. Pelaksanaan pembinaan, dengan mengatur kerjasama dengan
instansi terkait dan lembaga swadaya masyarakat dalam rangka
peningkatan pemberdayaan bidang Koperasi, Usaha Mikro, Kecil
Dan Menengah;
g. Pelaksanaan bimbingan teknis dan penyuluhan serta pengevaluasian
program sektoral dibidang Koperasi, Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah;
h. Pembinaan, pengembangan, pengendalian dan pengawasan
dibidang Koperasi, Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah;
i. Pembinaan dibidang administrasi dan penjabaran kebijaksanaan
operasional dan teknis yang meliputi bidang Koperasi, Usaha
Mikro, Kecil Dan Menengah;
j. Pengelolaan tugas kesekretariatan;
Visi Visi Dinas Koperasi Dan Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Kabupaten
Jombang diturunkan dari Visi Kabupaten Jombang. Visi Kabupaten
Jombang adalah JOMBANG SEJAHTERA UNTUK SEMUA dengan
demikian, maka Visi Dinas Koperasi Dan Usaha Mikro, Kecil Dan
Menengah Kabupaten Jombang adalah TERWUJUDNYA KOPERASI BERKUALITAS DAN UMKM YANG TANGGUH SERTA BERDAYA SAING. a. BERKUALITAS: artinya Koperasi yang memiliki partisipasi anggota
yang kuat dengan kinerja usaha yang semakin sehat dan
berorientasi kepada usaha anggota serta memiliki kepedulian sosial.
b. TANGGUH: artinya kondisi Koperasi Dan UMKM yang tangguh
dengan memiliki manajemen yang Sehat & Kuat sehingga mampu
menghadapi Tantangan dalam setiap perubahan ekonomi.
27
c. BERDAYA SAING: artinya kondisi Koperasi dan UMKM yang
mampu berkompetisi dengan pelaku Koperasi dan UMKM yang
lain secara sehat.
Misi Misi Dinas Koperasi Dan Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah
Kabupaten Jombang adalah sebagai berikut :
1. Mewujudkan tata kelola kepemerintahan yang baik dan bersih.
2. Memperluas lapangan kerja melalui penciptaaan produk unggulan
pada tiap desa.
3. Memperluas jaringan kerja dengan pihak ketiga dibidang
pengembangan UMKM.
4. Meningkatkan kualitas kelembagaan dan usaha Koperasi.
Tantangan dan Peluang Pengembangan UMKM
Dalam melakukan pengembangan pelayanan, Dinas Koperasi
dan UMKM Kabupaten Jombang memiliki beberapa tantangan dan
peluang, yang terbagi dari faktor internal dan faktor eksternal.
Berikut uraian yang telah teridentifikasi:
Faktor Internal: 1. Semakin berkurangnya SDM Koperasi dan UMKM yang ada di
Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Jombang karena purna
tugas dan mutasi;
2. Adanya mutasi pegawai di lingkungan Pemerintah Kabupaten
Jombang yang seringkali tidak memperhatikan kompetensi dan
latar belakang pendidikan maupun pengalamannya.
3. Kurangnya kuantitas dan kualitas pendidikan teknis maupun
fungsional bagi SDM Koperasi dan UMKM tentang Pendidikan dan
Pelatihan Perkoperasian dan UMKM, baik yang dilaksanakan oleh
SKPD peningkatan SDM PNS di Kabupaten, Provinsi Jawa Timur
maupun Kementerian Koperasi dan UKM RI;
28
4. Semakin meningkatnya tingkat pendidikan formal pegawai seiring
dengan kebutuhan dan tuntutan tugas dan fungsi dinas yang semakin
besar dan semakin baik dalam pelayanan kepada masyarakat.
5. Banyaknya peraturan dalam melakukan pelayanan kepada
masyarakat sehingga semakin tertib administrasinya.
Faktor Eksternal:
Dengan munculnya Koperasi Wanita di 306 Desa, KMDH,
Koppontren dan KSP selama 5 tahun pelaksanaan pemberdayaan
Koperasi dan UMKM, membawa dampak peningkatan konsentrasi
pembinaan kearah ketrampilan pembukuan, penyusunan laporan,
fungsi dan teknik pengawasan koperasi, manajemen pengelolaan
perkoperasian maupun pengembangan usaha bagi anggota, maupun
pembinaan kewirausahaan. Dengan semakin banyaknya jumlah
Koperasi dan UMKM tersebut, maka meningkat juga
permasalahan yang ditimbulkan antara lain :
1. Masih munculnya Lembaga Keuangan (Koperasi) illegal yang beroperasi
di desa-desa yang merugikan pelaku usaha mikro di pedesaan;
2. Tidak dilaporkannya hasil RAT maupun laporan keuangan
tahunan oleh Koperasi;
3. Adanya pergantian kepengurusan Koperasi;
4. Munculnya banyak wirausaha baru di pedesaan yang tidak
terindentifikasi sehingga menyulitkan dalam pembinaan;
5. Masih lemahnya publikasi (promosi) produk UMKM dalam arena
promosi maupun pemasaran;
6. Belum diterimanya produk UMKM skala mikro sektor industri
pengolahan dengan hasil makanan dan minuman di pasar modern;
7. Masih lemahnya pemahaman dan kemandirian UMKM terhadap
perijinan;
8. Semakin kritisnya masyarakat dalam pelayanan SKPD.
29
Isu-isu Srearegis Berdasarkan Tugas dan Fungsi Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan SKPD
Evaluasi hasil pemberdayaan dan pembinaan Koperasi dan
UMKM di Kabupaten Jombang dalam kurun waktu 5 (lima) tahun
yaitu tahun 2009 - 2013, masih ditemukannya permasalahan
Koperasi dan UMKM yang belum tuntas, antara lain:
1. Sumber Daya Manusia
Kualitas sumber daya manusia Koperasi dan UMKM masih banyak yang
belum mempunyai pandangan luas dan modern khususnya dalam hal
manajemen dan meningkatkan kualitas produk serta pengembangan
usahanya sehingga masih memerlukan dorongan dan fasilitasi dari
Pemerintah yang berupa diklat teknis maupun manajemen.
2. Permodalan
Kurangnya permodalan masih dirasakan oleh pelaku Koperasi dan
UMKM untuk mengembangkan usahanya, sehingga suntikan dana
baik melalui perbankkan maupun bantuan Pemerintah masih
sangat diharapkan.
3. Pemasaran
Permasalahan jaringan pemasaran produk Koperasi dan UMKM
masih terbatas dan sangat tergantung dengan kualitas produk
yang dihasilkan.
Faktor Yang Mempengaruhi Tercapainya Pelaksanaan Program Faktor Penghambat
1. Mayoritas UMKM bergerak dalam sektor informal tanpa dukungan
perijinan usaha sehingga UMKM sulit bersaing dalam mekanisme pasar. 2. Terbatasnya akses Koperasi dan UMKM terhadap sumberdaya
produktif, terutama permodalan, bahan baku, teknologi, sarana
prasarana dan informasi pasar.
3. Kurang tumbuhnya penciptaan wirausaha baru disebabkan pola pikir
dan peluang usaha terhadap jiwa kewirausahaan masih rendah.
4. Masih rendahnya kompetensi para pengelola Koperasi dan UMKM.
5. Kecintaan masyarakat terhadap produk daerah sendiri masih kurang.
30
Faktor Pendorong
1. Tersedianya dukungan pelatihan SDM Koperasi dan UMKM baik
dari APBD Kabupaten Jombang melalui Dinas Koperasi dan
UMKM maupun APBD Provinsi Jatim melalui Balai Diklat untuk
meningkatkan kompetensinya.
2. Adanya bantuan peralatan dan bahan bagi UMKM untuk memulai
usahanya dengan tujuan menjadi UMKM mandiri.
3. Fasilitasi pengenalan produk melalui pameran baik di dalam
maupun luar daerah dengan tujuan dapat dikenalnya produk
Koperasi dan UMKM oleh masyarakat luas.
4. Adanya fasilitasi klinik konsultasi bisnis bagi Koperasi dan UMKM
yang ingin berkonsultasi terhadap permasalahan yang dihadapi
seperti permodalan, jaringan pemasaran, produksi dan bahan.
Penentuan Isu-Isu Strategis
Beberapa isu-isu strategis urusan Koperasi dan UMKM antara lain:
Urusan Koperasi 1. Dengan terbatasnya SDM perkoperasian, yang disebabkan keluar, kurangnya
pembinaan kualitas SDM melalui Diklat Perkoperasian (Pengawasan,
Akuntansi Koperasi, Manajemen SP, Perkoperasian/kelembagaan), sulit
untuk monitoring keberadaan Lembaga Keuangan MIkro Illegal yang sangat
merugikan masyarakat.
2. Masih lemahnya fasilitasi pemerintah berupa akses permodalan
bagi Koperasi dengan bertambahnya kepercayaan masyarakat
dalam berkoperasi.
3. Masih banyaknya Koperasi yang tidak melaksanakan RAT maupun
Laporan progress kelembagaan dan usaha (Simpan pinjam).
4. Masih diperlukan evaluasi secara kompetitif dan terpadu untuk
memberikan motivasi kepada pengelola dalam meningkatan
akuntabilitas kinerja pengelolaan perkoperasian dan mendapatkan
progres kinerja yang dapat memacu perkembangan lembaga
koperasi yang lain.
31
5. Masih banyak anggota koperasi yang pinjam untuk kepentingan
konsumtif dan bukan produktif.
6. Masih lemahnya pemahaman anggota Koperasi dalam pengembangan
modal koperasi sebagai milik bersama.
7. Mayoritas UMKM bergerak dalam sektor informal tanpa dukungan
perijinan usaha sehingga UMKM sulit bersaing dalam mekanisme pasar.
8. Terbatasnya akses UMKM terhadap sumberdaya produktif,
terutama permodalan, bahan baku, teknologi, sarana prasarana
dan informasi pasar.
9. Perkembangan koperasi masih lemah disebabkan semberdaya produktif,
permodalan, teknologi, sarana prasarana dan informasi pasar.
10. Kurang tumbuhnya penciptaan wirausaha baru disebabkan pola pikir
dan peluang usaha terhadap jiwa kewirausahaan masih rendah.
11. Masih rendahnya kompetensi para pengelola Koperasi dan UMKM.
12. Kecintaan masyarakat terhadap produk daerah sendiri masih kurang.
Urusan UMKM
1. Masih lemahnya kesadaran pelaku usaha UMKM dengan hasil produk
makanan dan minuman yang masih belum mempunyai PIRT, HAKI
dan Ijin Usaha (SIUP/TDP) sehingga tidak dapat menerobos Pasar
Modern yang lebih banyak dikunjungi olah masyarakat.
2. Masih lemahnya fasilitasi pemerintah dalam pengenalan produk
UMKM baik di pasar regional maupun nasional yang bisa akses
seecara tradisional berupa promo, penyediaan space pada Pasar
Modern maupun teknoligi informasi (WEBSITE UMKM).
3. Masih rendahnya pengetahuan dan ketrampilan pelaku UMKM
dalam mengolah limbah UMKM menjadi produk bernilai ekonomis
melalui pemberdayaan masyarakat sekitar.
4. Masih lemahnya pelaku UMKM skala mikro dalam akses
permodalan dengan atau dengan Koperasi maupun CSR untuk
pengembangan sector ekonomi produktif.
32
5. Masih lemahnya fasilitasi pemerintah dalam mendorong
produktifitas usaha melalui bantuan alat produksi.
6. Masih lemahnya pemahaman pelaku UMKM dalam kemitraan baik
bersifat SDM, bahan, produksi, permodalan maupun pasar;
7. Masih rendahnya ketrampilan SDM sector Industri olahan dalam
hasil kerajinan maupun makanan dan minuman sehingga kalah
dalam persaingan global.
Tujuan dan Sasaran Jangka Menengah SKPD
1. Menciptakan tata kelola penyelenggaraan pemerintahan yang profesional
Sasaran :
a. Mewujudkan aparatur pemerintah yang profesional
2. Terciptanya perluasan lapangan kerja berbasis pada produk unggulan
Sasaran :
a. Munculnya wirausaha baru tiap desa
b. Munculnya produk unggulan pada tiap desa
3. Terciptanya jaringan kerja UMKM
Sasaran :
a. Terjalinnya kemitraan dengan pihak ketiga
4. Terwujudnya Koperasi yang berkualitas
Sasaran :
a. Terciptanya kelembagaan Koperasi yang berkualitas
b. Mewujudkan Koperasi berkualitas di kawasan agropolitan
c. Mewujudkan kemandirian perempuan dalam perekonomian
d. Terciptanya usaha Koperasi yang sehat
Strategi dan Kebijakan SKPD
Adapun strategi yang digunakan dalam mendorong pengembangan
kelembagaan dan usaha Koperasi dan UMKM dengan cara :
1. Pengembangan potensi sumber daya aparatur yang didukung
dengan sarana/prasarana yang memadai dalam melaksanakan
tupoksi sebagai institusi pembina Koperasi dan UMKM;
33
2. Menggunakan peningkatan pemahaman prinsip-prinsip UMKM
kepada stakeholders;
3. Meningkatkan kemampuan pengelolaan usaha dan penguasaan teknologi;
4. Meningkatkan kemampuan organisasi dan manajemen;
5. Meningkatkan kemampuan akses terhadap sumber permodalan
serta memperkuat struktur permodalan;
6. Peningkatan Sosialisasi peran dan fungsi kelembagaan koperasi wanita;
7. Peningkatan kapasitas dan volume usaha koperasi wanita.
Kebijakan adalah keputusan politik pemerintah untuk
mengarahkan stakeholders dalam kerangka pelaksanaan program
pemerintah. Kebijakan dalam pelaksanaan program Dinas Koperasi Dan
Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Kabupaten Jombang diarahkan pada:
1. Penyediaan kebutuhan sarana dan prasarana untuk mendukung
kinerja aparatur dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi;
2. Menciptakan iklim kelembagaan dan usaha UMKM yang kompetitif
dan kondusif;
3. Revitalisasi kelembagaan koperasi;
4. Penguatan kelembagaan dan pemberdayaan koperasi wanita.
Visi dan Misi Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten
Jombang, tujuan beserta sasaran, strategi dan kebijakan periode
tahun 2014 - 2018 dapat dilihat melalui pemaparan tabel berikut ini.
Icon Kuliner Di Kabupaten Jombang Jombang Kota Beriman, memiliki sebuah ikon kota yang
bernama “Ringin Contong”. Di dekat Ringin Contong inilah ada tempat
makan yang terkenal bagi orang asli Jombang baik yang masih tinggal di
sana maupun yang sudah merantau ke kota lain. Tempat makan
tersebut hanya menjual soto dhog. Tempat makan yang mengutamakan
kesederhanaan, membuat banyak orang yang memiliki kenangan akan
tempat ini merasa nyaman. Tempatnya tidak luas, karena dibuka di
teras di depan sebuah rumah. Tersedia dua meja yang di atasnya
34
terdapat beberapa piring yang berisi lauk pauk (perkedel, hati sapi, paru
sapi, dll), dan kita dibebaskan untuk memilih sendiri lauknya begitu
pula jumlahnya. Salah satu mejanya langsung berhadapan dengan
penjual, sedangkan meja yang lain di atasnya diletakkan berbagai
macam minuman, diantaranya sinom, minuman bersoda, dll.
Untuk tempat duduknya tidak disediakan tempat duduk
individu, namun 4 tempat duduk panjang yang masing-masing bisa
muat untuk 3 hingga 4 orang. Makanan yang ditawarkan menurutku
tidak cukup untuk memuaskan rasa laparku, namun bagi seorang
perempuan menu itu sudah cukup untuk mengisi perut yang sedang
keroncongan. Isinya standard menu soto dhog, nasi putih berkuah
soto yang berisi daging sapi, ditaburi sedikit tauge pendek, dan
terkahir diberi bumbu yang ditaruh di sebuah botol. Biasanya botol
tersebut akan digedhog di meja, namun di sini tidak dilakukan,
mungkin sang penjual yang telah berusia tak muda lagi sehingga
kemampuan menggedhog botol tak seperti dulu ketika masih muda.
Jam buka tempat makan ini dimulai pada pukul 17.00 WIB,
dan ditutup ketika dagangannya telah habis, biasanya habis pada
pukul 20.00 WIB namun ketika hujan turun maka baru habis pukul
21.00 WIB. Tidak ada tempat parkir resmi, namun mampu
menampung beberapa mobil dan sepeda motor. Banyak langganan
yang datang, bahkan ada keluarga dari Surabaya yang merasa tidak
lengkap jika tidak mampir ke sana ketika bepergian ke kota
Jombang. Karena selain makanannya yang enak juga harganya yang
dari dulu hingga sekarang yang tidak menguras isi dompet dari
pembeli.Memang Soto Dok Sotonya Kota Santri Jombang
Makanan terenak banget di Jombang yakni:
1. Ketan Merdeka
Makanan pagi yang ringan untuk menambah tenaga anda, kamu
harus mencicipi makanan tradisional Jawa Timur yang satu ini yaitu
ketan merdeka ini. Ketan ini sangat enak dan di masak dengan
menggunakan campuran santan. sehingga ketannya terasa gurih.
35
Lokasinya di jl. Merdeka No 29 Jombang. Buka tiap pagi pukul 5
hingga habis. Rata-rata habis pukul 7. Dalam hal pembeli harus antri
2. Ayam Panggang Urap
Ayam panggang urap ini adalah menu makanan jawa timur yang
popular dan juga enak di Kota Jombang. Ayam yang digunakan
adalah ayam kampung sehingga rasanya lebih mantap dan juga
lebih gurih. Ayam panggang urap ini proses pemanggangan
dilakukan dengan cara mengolesi bumbu secara bertahap
sehingga bumbu menyerap dengan rata dan juga di sajikan
dengan nasi putih hangat. Lokasinya di Depot Nikmat Jl. Cempaka
Ds Mojongapit (100m Pertokoan Simpang Tiga).
3. Sop Buntut Bakar
Makanan lain yang enak di jombang adalah sop buntut bakar RM
Henny. Sop buntut bakar ini terasa enak, kuahnya segar dan juga
buntutnya tidak bau anyir. Sop buntut ini diracik dengan bumbu
khusus sehingga rasanya nikmat dan juga berbeda dari sop
buntut lainnya. Lokasinya Jl. Jend. Gatot Subroto No. 45-46,
Jombang. Jam buka pagi pk 8.00-21.00.
4. Nasi Kikil Dusun Mojosongo, Desa Balongbesuk
Jika anda ingin makan menu yang lainnya yang ada di Jombang ini,
nasi kikil bisa jadi pilihan. nasi kikil ini di masak dengan bumbu
yang pas . Nasi kikil di sajikan dengan sayur lodeh yang gurih dan
maknyus. Tersedia beberapa penjual di lapak-lapak kaki lima di
sepanjang Jl. Raya Mojosongo Desa Balongbesuk atau sekitar 4 km
utara Ponpes Tebuireng/Makam Gusdur.
5. Tom Yam Panda Resto
Untuk kuliner yang satu ini meskipun berasal dari Thailand tapi di
indonesia sudah lumayan terkenal, nah bagi anda yang sedang
wisata kuliner, tidak ada salahnya anda mencoba kuliner tom yam
enak ini yang di cita rasanya telah disesuaikan dengan lidah orang
Indonesia. Lokasinya ada di Jl. Hayam Wuruk Kota Jombang.
36
6. Pecel Pincuk Bu Djiah
Nasi Pecel Pincuk Bu Djiah, untuk kuliner yang satu ini juga
sudah terkenal di seluruh Indonesia. Makanan tradisional jawa
timur namun tetap saja penyajian dan rasa disetiap daerah
kota/kabupaten mempunyai ciri khasnya. Pecel Pincuk Bu Djiah
berkarateristik bumbu halus dan rasanya manis. Tapi tidak pedas.
Untuk aneka sayurnya ada kangkung, timun, kecambah dan
kemangi saja. Akan tetapi ada bendhoyo, dan daun pepaya.
Berada di Jl. Wahid Hasyim 9A Jombang Telp: 0321-6205280.
Buka setiap Hari kecuali Jumat, Mulai pukul 07.00 – 23.00 WIB.
7. Nasi Bali Daging
Menu ini dimasak dengan menggunakan daging sapi bagian
sanding lamur dan diberi beberapa bumbu rempah dan cabai.
Proses masak yang lama menjadikan makanan ini sangat enak
dan memiliki aroma rempah yang kuat, namun tidak menyengat.
Rasanya joss. Lokasinya ada di alun-alun Kota Jombang.
8. Nasi Krawu Depot Giri Jaya
Kuliner Kota Pudak Gresik ini dihadirkan Depot Giri Jaya di
Jombang. Disajikan dengan kemasan pincuk dari daun pisang,
menjadikan klop suasana dan rasa. Depot Giri Jaya di Jl Gusdur
eks Jl Merdeka dan pemiliknya Muhammad Ubab.
9. Nasi/mie Pedas Pak Tofa Sambong
Spesialis untuk penyuka hidangan pedas. Nasi dan mie goreng.
Mau terima tantangan. tersedia level 1, 2, 5 dst hingga tak
terbatas. Buka layanan di Jl KH Mimbar Desa Sambong Dukuh
pada pukul 18.00-23.00 WIB.
10. Rawon Rosobo Taman Mojoagung
Rawn Rosobo di timur Taman RTH Mojoagung layak menyandang
atribut sebagai salah satu legenda kuliner Jombang. Kuahnya
bening. Tapi rasa kluweknya nendang.
Dipadukan dengan daging/empal yang empuk. Buka layanan
sejak pagi pukul 8.00 21.00 WIB.
37
11. Martabak CakMart Pasar Ngoro
Butuh martabak atau terang bulan saat berada di kawasan
Jombang Selatan, mampir saja di Lapak MARTABAK CAKMART
PASAR NGORO. Buka mulai selepas Maghrib pk 18 hingga sekitar
pukul 23.00. Dimakan di tempat atau dibungkus, sama enaknya.
Martabak atau terang bulan, juga sama legitnya di lidah. Mau
pesan? Monggo kontak Cak Mart Bobby
12. Sego Lodeh Mbok Semah Ds Dukuh Klopo
Sejauh apapun jaraknya, jika menu kulinernya maknyus, pasti
diburu konsumen. Apalalagi jika ditambah harganya yang
terjangkau. Ini juga berlaku pada usaha kuliner Lodeh Kapas Mbok
Semah di Desa Dukuh Klopo Kecamatan Peterongan. Buka saat
malam hari, antreannya selalu bikin kesel ramai.
13. Es Degan Leci Jalan Gusdur
Entah terbawa barokah Gusdur atau memang terbentuk alami,
kuliner Es Degan di Jl Gusdur eks Jalan Merdeka telah menjadi
icon kuliner Kota Santri. Murah meriah segar pelepas dahaga. Bisa
memilih lapak2 yang menjajakan menu dasar kelapa muda
disajikan di gelas yang dikolaborasikan dengan alpokat (musiman),
leci atau susu.
14. Rumah Makan Halal Tebuireng
Ini adalah satu-satunya, setidaknya menurut amatan penulis, sebuah
usaha makanan dan minuman yang menbranding konsep halalan
thayyiban di Kota Santri. Baru berdiri sejak awal tahun 2016. Namun,
pertumbuhan pelangganya cukup signifikan. Meski bukan dimiliki
oleh keluarga Ponpes Tebuireng, olahan berbasis makanan laut atau
seafood cukup diminatri. Apalagi lokasinya hanya berjarak sekitar
100 m di depan gerbang Ponpes Tebuireng. Juga tersedia model
prasmanan. Meski menunya masih sangat terbatas.
15. Warkop Pasar Ploso
Mengadopsi konsep angkringan menjadi ciri khas Warkop Ploso.
Berada di sekitar Pasar Ploso (di utara Jombang), tak hanya
38
menyajikan kopi dengan harga sangat terjangkau. Pilihan lainnya
adalah sego kucing dengan lauk tahu bundar, tempe/tahu bacem,
sate telor puyuh, wedang jahe dan jajanan tradisional seperti
gethuk, gathot dll. MUlanya jadi jujugan sopir dan kru truk yang
melintasi Ploso dari dan ke arah Lamongan-Tuban-Panturan.
Namun, kini jangkauan segmen peminatnya meluas.
16. Penyetan Bu Halimah Pasar Mojoagung
Suka sambel penyetan yang disajikan beserta cobeknya? Cobalah
pilihan yang satu ini. Bukanya malam hari. Tersedia menu
gurame, ayam, bebek, lele bakar/goreng. Disajikan dengan dua
pilihan, sambelan atau urap-urap. Sebelum seramai sekarang,
sekitar 2006 saat masih jualan di lapak Pasar Mojoagung lama di
Taman Mojoagung saat ini, ikan yang disajikan fresh langsung
digoreng. Namun, gegara antrean bejibun, ikannya diproses
siangnya. Sehingga rasanya terasa kurang nendang.
17. Rumah Makan Pojok II Desa Jatipelem-Perak
Kecepatan penyajian dan kemampuan menjaga kualitas rasa
menjadikan Rumah Makan Pojok II di Kec Perak masih bertahan
hingga usia 50 tahunan saat ini. Arek Jombang. mantan Kapolri
Jenderal Purn Timur Pradopo adalah salah satu pelangganya saat
yan gbersangkutan pulang kampung.
18. Mie Senggol Bang Fadhil
Berada di pujasera Jl Hayamwuruk, Mie Senggol Bang Fadhil
menyediakan menu chineese food dengan harga terjangkau. Harga
kaki lima, kualitas bintang lima. Begitu slogan layanannya.
Tertarik mencoba? Datangi lapaknya di Jl Hayamwuruk pada pk
18-23.00, 7 hari seminggu.
19. Limun Temulawak dan Coffe Beer Ngoro
Minuman berkarbonasi ini juga merupakan icon minuman
Jombang. Meski tergerus pasarnya oleh jejaring bisnis minuman
karbonasi asing, LIMUN NGORO masih tetap bertahan. Di segmen
39
yang menyempit. Kini, peredarannya menyebar di kecamatan
pinggiran Jombang.
20. Kecap Jombang
Oleh-oleh Jombang khas bagi ibu-ibu rumah tangga adalah Kecap
salah satunya, yang selalu diburu di pasar-pasar tradisional.
Makanan Khas Jombang Yang Terkenal
Ada 5 Makanan Khas Jombang Yang Terkenal - Pernahkah
anda berkunjung ke Jombang??, Jombang merupakan kabupaten
yang terletak di bagian tengah Provinsi Jawa Timur. Jombang ini
dikenal dengan sebutan Kota Santri, karena banyaknya sekolah
pendidikan Islam di wilayahnya. Ada yang mengatakan Jombang
merupakan pusat pondok pesantren di tanah Jawa karena hampir
seluruh pendiri pesantren di Jawa pasti pernah berguru di Jombang.
Namun untuk pembahasan kali ini bertopik makanan khas
indonesia, apa saja makanan khas di Jombang ini? pasti anda
penasaran, untuk itu simak saja 5 makanan khas di jombangyang
terkenal di bawah ini:
1. Kikil Khas Jombang
Kikil sendiri adalah kakinya sapi atau kerbau. kikil ini
merupakan baan dasar makanan khas kiki jombang ini, Kikil
dimasak dengan suhu tinggi dan dengan waktu yang lumayan lama,
ditambah dengan bumbu-bumbu khas, dikasih santan dan bahan-
bahan pendukung. Jadilah makanan khas kikil Jombang. Kikil ini
akan terasa lebih enak jika dimakan pakai nasi. Untuk tambahan
nasi kikil ditambah dengan kering tempe atau tahu, diberi sayur
bung/bambu yang masi muda dan empal daging atau jeroan sapi
yang dimasak bacem. Dalam penyajiannya menggunakan daun
pisang yang dibentuk pincuk.
2. Es Degan khas Jombang
Es degan khas jombang ini berbahan dasar Buah dari kelapa
muda yang diserut kemudian diberi gula dan es. Yang menjadikan
40
khasnya Es degan ini mendapat bahan tambahan yang berupa nata de
coco, alpukat, dan durian yang dilengkapi dengan susu cair. Tambahan-
tambahan khas tersebut yang membuat es ini terasa nikmat.
3. Pecel Rengkek
Pecel rengkek, pasti anda bertanya-tanya apa sih rengkek
itu? nama makanan khas pecel dini di ambil dari asal penjualnya
yang kesemuanya kaum ibu paruh baya membawa semacam box
yang terbuat dari kayu dan tripleks, yang orang-orang terkadang
juga menyebut box ini dengan ronjot, ditaruh di atas sepeda atau
sepeda motor. Tempatnya itu di namakan rengkek, Nasi pecel ini di
sajika dengan pincuk yang menjadikan uniknya makanan ini.
4. Sego Sadukan
Sego Sadukan ini ialah nasi bungkus yang isinya sekepal
nasi, ada mie, lauk tahu-tempe diiris kecil-kecil, dan kadang-
kadang ada tambahan ikan teri di dalamnya. Sadhukan artinya
tendangan, mungkin karena porsinya yang minimalis itulah
dinamakan Sego Sadhukan, sekali tendang langsung bisa mencelat
jauh atau sekali santap langsung habis.
5. Onde-onde Kacang Merah
Onde-onde Kacang Merah ini terbuat dari bahan dasar
tepung beras ketan yang ditaburi dengan wijen, untuk dalamnya
diisi dengan kacang merah. Makanan khas ini sangat cocok untuk
di jadikan oleh-oleh sewaktu anda berkunjung ke jombang.
41
BAB II KAJIAN TEORITIS DAN EMPIRIS
A. Kajian Teoritis Ekonomi Kerakyatan UMKM
Pengertian UMKM cukup beragam berdasarkan beberapa definisi
yang berbeda-beda. Pendefinisian ini antara lain dilakukan oleh Badan
Pusat Statistik, Kementrian Keuangan, Bank Indonesia dan Bank Dunia.
Demikian pula di berbagai Negara mendefinisikan secara berbeda tentang
UMKM atau SMS (Small Medium Enterprise). Acuan terbaru tentang UMKM
didasarkan pada definisi yang ada dalam Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2008 tentang UMKM, dimana mengelompokkannya berdasarkan
asset dan omsetnya. Word Bank mengelompokkan usaha berdasarkan
asset, omset dan jumlah tenaga kerja. Sementara beberapa Negara ada
yang menambahkan kriteria modal saham.
Namun sebagai acuan, pengertian UMKM yang dalam
penelitian ini hanya pada lingkup UKM (Usaha Kecil Mikro) yang
mengacu pada Undang-Undang No.20 Tahun 2008, yaitu:
1) Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan
dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha
Mikro. Kriiteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:
- Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,- (lima
puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha, atau
- Memiliki hasil usaha penjualan tahunan paling banyak Rp
300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah.)
2) Usaha Kecil adalah usaha ekonomi yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorang atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau bukan cabang langsung dari
Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha
Kecil. Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:
42
- memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,- (lima puluh
juta rupiah.) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,-
(lima ratus juta rupiah.) tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari
Rp 300.000.000,- (tigaratus juta rupiah) sampai dengan paling
banyak Rp 2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus juta rupiah).
Aktifitas manajemen pengembangan UMKM dapat dikelompokkan
menjadi dua yaitu (1) aktifitas saat akan mendirikan UMKM. Pada saat ini,
fungsi manajemen yang terpenting adalah fungsi perencanaan yang sering
disebut studi kelayakan (feasibility study) bisnis. (2) aktifitas saat UMKM
sudah berdiri. Pada saat ini semua fungsi manajemen berperan berimbang
pada empat bidang fungsional UMKM yaitu bidang produksi, bidang
pemasaran, bidang sumberdaya manusia, dan bidang keuangan.
Studi kelayakan bisnis adalah aktifitas untuk menganalisis
apakah sebuah rencana bisnis layak dijalankan atau tidak. Studi
kelayakan dapat dilakukan dengan sangat formal dengan data yang
sangat lengkap, namun dapat juga dilakukan dengan aktifitas yang
relatif sederhana. Kelengkapan data dan analisis dalam studi
kelayakan biasanya tergantung pada besar-kecilnya dana investasi.
Semakin besar dana investasinya maka semakin cermat dan lengkap
studi kelayakannya.
Sebelum studi kelayakan dilakukan, perlu ada dua aktifitas
yang perlu dilakukan yaitu studi kesempatan (opportunity study) dan
studi kelayakan awal (pre feasibility study). Studi kesempatan adalah
studi untuk menganalisis ada kesempatan bisnis apa saja pada lokasi
dan waktu tertentu. Sumberdaya alam yang ada, industri yang sekarang
ada, peluang adanya permintaan atas suatu produk/jasa adalah
sejumlah sumber informasi untuk menganalisis studi kesempatan.
Setelah ditemukan satu peluang maka dilanjutkan dengan melakukan
studi kelayakan awal. Studi ini hanya melakukan pengumpulan data
yang belum detail terkait dengan bisnis yang akan dijalankan.
43
Tujuannya adalah untuk meyakinkan penggagas apakah bisnis tersebut
memang perlu untuk dilakukan studi kelayakan yang lengkap.
Jika studi kelayakan awal menyimpulkan bahwa rencana bisnis
pantas untuk dilanjutkan dengan studi kelayakan, maka berikut ini
adalah aspek-aspek yang harus dianalisis dalam studi kelayakan:
1) Analisis Permintaan Pasar. Analisis ini ingin mengetahui berapa unit
produk yang akan mampu dijual perusahaan dengan harga tertentu.
Dengan demikian akan dapat diperkirakan besar penjualan UMKM
selama periode tertentu. Pengetahuan tentang perusahaan yang
menjual produk yang sama (pesaing) dan produk substitusi,
bagaimana struktur pasarnya, dan bagaimana kemudahan masuk-
keluarnya perusahaan (barrier to entry and to exit) sangat penting
untuk analisis permintaan pasar.
2) Analisis Operasional. Analisis ini meliputi segala aspek yang terkait
dengan pembuatan produk atau penyediaan jasa. Ini meliputi
pemilihan lokasi usaha; tataletak bangunan dan mesin; pemilihan
mesin; perencanaan produksi yang disesuaikan dengan hasil
analisis permintaan pasar; jenis dan biaya bahan baku; jenis dan
biaya tenaga kerja; dan perencanaan biaya operasional yang lain.
3) Analisis Sumberdaya Manusia. Analisis ini meliputi perencanaan
kebutuhan SDM yang terkait dengan jumlah kebutuhan, jumlah
dan jenis posisi pekerjaan, dan kualifikasi yang disyaratkan.
4) Analisis Keuangan. Analisis ini bertujuan untuk menghitung
apakah rencana bisnis akan menghasilkan laba sesuai yang
disyaratkan. Dengan mengambil data pendapatan dari analisis
permintaan pasar dan data biaya dari analisis opersaional akan
diperoleh prediksi laba perusahaan. Jika laba yang dihasilkan
dalam kurun waktu tertentu dapat menutup modal investasi awal
maka proyek bisnis disimpulkan layak. Kesimpulan layak ini
biasanya dilengkapi dengan beberapa alat/metode capital budgeting
seperti payback period, net present value, dan internal rate of return.
44
Jika hasil studi kelayakan disimpulkan layak maka UMKM
akan memasuki fase investasi. Di sini UMKM harus melakukan
aktifitas (1) negosiasi dan mengikat kontrak dengan sejumlah pihak
seperti investor, ahli teknik sipil, pemasok mesin, ahli teknologi, dan
pihak lain yang dibutuhkan untuk membangun usaha; (2)
membangun proyek bisnis meliputi pembangunan sipil dan instalasi
mesin; (3) melakukan uji coba operasionalisasi usaha, dan (4)
memulai usaha (soft opening) hanya untuk kalangan terbatas. (Zainal
Arifin dalam Supardal, 2010 : 6)
Setelah selesai fase investasi maka UMKM akan masuk ke
fase operasional. Pada saat itu, UMKM secara resmi sudah berdiri dan
aktifitasnya yang diawali dengan pembukaan usaha (grand opening)
yang merupakan interaksi pertama kali UMKM dengan khalayak
umum. Pada saat itu, UMKM akan menjalankan fungsi manajemen
secara berimbang antara perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,
dan pengembangan. Seperti disampaikan di atas, pada tahap ini
UMKM akan menjalankan empat bidang manajemen fungsional yaitu
manajemen pemasaran, manajemen produksi/operasi, manajemen
sumberdaya manusia, dan manajemen keuangan.
Manajemen pemasaran meliputi aktifitas manajemen dengan tujuan
agar produk/jasa yang dibuat perusahaan dapat diterima oleh konsumen.
Strategi bagaimana memilih produk yang akan dijual termasuk kemasannya,
bagaimana mengenalkan (mempromosikan) produk, bagaimana menetapkan
harga yang cocok, dan bagaimana mendistribusikan produk tersebut adalah
aktifitas utama di manajemen pemasaran.
Manajemen produksi/operasi adalah aktifitas manajemen dengan
tujuan membuat sebuah produk/jasa dengan kualitas/kualifikasi tertentu
dengan biaya yang efisien. Strategi bagaimana dapat membuat
produk/jasa yang kualitasnya sesuai standar, dengan waktu pengerjaan
yang sesuai standar, dan dengan biaya yang sesuai standar adalah
aktifitas utama dalam manajemen produksi/operasi.
45
Manajemen sumberdaya manusia adalah aktifitas manajemen
dengan tujuan menemukan dan membentuk sumberdaya manusia yang
trampil dan inovatif. Aktifitasnya meliputi perekrutan sumberdaya
manusia, penempatannya pada posisi yang tepat, membangun sistem
kompensasi yang dapat memotivasi pekerja untuk bekerja lebih baik,
dan menyusun model pengembangan sumberdaya manusia yang tepat.
Manajemen keuangan adalah aktifitas manajemen yang
bertujuan agar UMKM dapat memaksimumkan labanya melalui
keputusan investasi dan pendanaan yang tepat. Aktifitasnya meliputi
pemilihan investasi, pemilihan pendanaan, pengelolaan arus kas, dan
manajemen modal kerja. Ukuran seperti ratio likuiditas, ratio
solvabilitas, ratio aktifitas, dan ratio rentabilitas akan digunakan
untuk melihat keberhasilan UMKM dalam manajemen keuangannya.
Pemberdayaan dan Penguatan UMKM
Pemberdayaan adalah terjemahan dari empowerment, sedang
memberdayakan adalah terjemahan dari empower. Menurut Meriem
Webster dan Oxford English Dictionary, kata empower mengandung
dua pengertian, yaitu: (1) to give power dan authority to atau memberi
kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan otoritas ke
pihak lain; (2) to give ability atau anable atau usaha untuk memberi
kemampuan atau keperdayaan.
Menurut Karl Marx (dalam Kajian Potensi UMKM Kota
Yogyakarta, 2009), pemberdayaan masyarakat adalah proses perjuangan
kaum powerless untuk memperoleh surplus value dilakukan melalui
distribusi penguasaan faktor-faktor produksi. Perjuangan untuk
mendistribusikan penguasaan faktor produksi harus dilakukan melalui
perjuangan politik. Menurut Friedman, pemberdayaan harus dimulai
dari rumah tangga. Pemberdayaan rumah tangga adalah pemberdayaan
yang mencakup aspek sosial, politik dan psikologi. Yang dimaksud
pemberdayaan sosial adalah usaha bagaimana rumah tangga lemah
memperoleh akses informasi, akses pengetahuan dan ketrampilan,
46
akses untuk berpartisipasi dalam organisasi sosial dan akses kesumber-
sumber keuangan. Yang dimaksud pemberdayaan politik adalah usaha
bagaimana rumah tangga lemah memiliki akses dalam proses
pengambilan keputusan publik yang mempengaruhi masa depannya.
Sedang pemberdayaan psikologis adalah usaha bagaimana membangun
kepercayaan diri rumah tangga yang lemah.
Pandangan mengenai pemberdayaan pada prinsipnya adalah
penguatan masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam proses
pengambilan keputusan yang mempengaruhi masa depannya, penguatan
masyarakat untuk dapat memperoleh faktor-faktor produksi, dan
penguatan masyarakat untuk dapat menentukan pilihan masa depannya.
Dari pandangan mengenai konsep pemberdayaan tersebut, maka
pemberdayaan ekonomi masyarakat adalah penguatan pemilikan faktor-
faktor produksi, penguatan penguasaan distribusi dan pemasaran,
penguatan masyarakat untuk mendapatkan upah/gaji yang memadai
dan penguatan masyarakat untuk memperooleh informasi, pengetahuan
dan ketrampilan yang harus dilakukan secara multi aspek, baik dari
aspek masyarakat sendiri maupun dari aspek kebijakan pemerintah.
Karena persoalan strategis perekonomian masyarakat bersifat
lokal spesifik dan problem spesifik, maka operasional pemberdayaan
masyarakat tidak dapat diformulasikan dan secara generik. Perlu
pemahaman secara jernih terhadap karakteristik permasalahan
ketidak berdayaan masyarakat di bidang ekonomi. Dengan
pemahaman yang jernih, akan lebih produktif dalam menformulasikan
konsep atau pendekatan yang sesuai dengan karakteristik
permasalahan local. Namun, penanganan masalah lokal tidak
seluruhnya dapat dilakukan melalui pendekatan ekonomi semata,
karena banyak dimensi-dimensi politik, sosial, budaya yang harus
ditangani. Oleh sebab itu, pemberdayaan ekonomi masyarakat (pelaku
UMKM) tidak dapat dilakukan tanpa pemberdayaan politik dan
kebijakan politik. Dimensi yang harus ditangani dalam pemberdayaan
masyarakat dalam bidang ekonomi bersifat multi dimensi. Dari tulisan
47
Sumodiningrat (1999 : 34), konsep pemberdayaan ekonomi secara
ringkas dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Perekonomian rakyat adalah perekonomian yang diselenggarakan
oleh rakyat. Perekonomian yang disenggarakan oleh rakyat adalah
perekonomian nasional yang berakar pada potensi dan kekuatan
mesyarakat secara luas untuk menjalankan roda perekonomian
mereka sendiri. Pengertian rakyat adalah semua warga negara.
2. Pemberdayaan ekonomi rakyat adalah usaha untuk menjadikan
ekonomi yang kuat, besar, modern dan berdaya saing tinggi dalam
mekanisme pasar yang benar. Karena kendala pengembangan
ekonomi rakyat adalah kendala struktural, maka pemberdayaan
ekonomi rakyat harus dilakukan melalui perubahan struktural.
3. Perubahan struktural yang dimaksud adalah perubahan dari ekonomi
tradisional ke ekonomi modern, dari ekonomi lemah ke ekonomi kuat,
dari ekonomi subsisten ke ekonomi pasar, dari ketergantungan ke
kemandirian. Langkah-langkah proses perubahan struktur meliputi:
1) pengalokasian sumber pemberdayaan sumberdaya; 2) penguatan
kelembagaan; 3) penguasaan tehnologi; 4) pemberdayaan sumberdaya
manusia.
4. Pemberdayaan ekonomi rakyat, tidak cukup hanya dengan
peningkatan produktivitas, memberikan suntikan modal sebagai
stimulant, tetapi harus dijamin adanya kerjasama dan kemitraan
yang erat antara yang telah maju dengan yang masih lemah dan
belum berkembang.
5. Kebijakannya dalam pemberdayaan ekonomi rakyat adalah: 1)
pemberian peluang atau akses yang lebih besar kepada aset
produksi (khususnya modal); 2) memperkuat posisi tidak sekedar
price taker ; 3) pelayanan pendidikan dan kesehatan; 4) penguatan
industry kecil; 5) mendorong munculnya wirausaha baru; dan 6)
pemerataan spasial.
6. Kegiatan pemberdayaan masyarakat mencakup: 1) peningkatan
akses bantuan modal usaha; 2) peningkatan akses pengembangan
48
SDM; 3) peningkatan akses ke sarana dan prasarana yang
mendukung langsung social ekonomi masyarakat lokal.
Dalam konteks ini, pemberdayaan masyarakat harus
dilakukan melalui tiga aspek pokok, yakni:
a. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan berkembangnya
potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (enabling). Di sini titik
tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia, setiap masyarakat
memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Pemberdayaan adalah
upaya untuk membangun daya itu, dengan mendorong (encourage),
memotivasi dan membangkitkan kesadaran (awareness) akan potensi
yang dimilikinya, serta berupaya untuk mengembangkannya.
b. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat
(empowering) melalui pemberian input berupa bantuan dana,
pembangunan prasarana dan sarana, baik fisik (jalan, irigasi,
listrik) maupun sosial (sekolah, kesehatan), serta pengembangan
lembaga pendanaan, penelitian dan pemasaran di Daerah, dan
pembukaan akses kepada berbagai peluang (opportunities) yang
akan membuat masyarakat menjadi makin berdaya.
c. Memberdayakan mengandung pula arti melindungi masyarakat
melalui pemihakan kepada masyarakat yang lemah untuk
mencegah persaingan yang tidak seimbang oleh karena
kekurangberdayaan menghadapi yang kuat, dan bukan berarti
mengisolasi atau menutupi dari interaksi. Pemberdayaan
masyarakat tidak membuat masyarakat bergantung pada berbagai
program pemberian (charity), karena pada dasarnya setiap apa yang
dinikmati harus dihasilkan atas usaha sendiri, yang hasilnya dapat
dipertukarkan dengan pihak lain.
Pemberdayaan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan posisi
tawar masyarakat dengan meningkatkan kapasitasnya. Setidaknya ada
tiga kapasitas dasar yang dibutuhkan untuk itu, yakni:
49
Pertama, suara (voice), akses, dan kontrol warga masyarakat terhadap
pemerintahan dan pembangunan yang mempengaruhi kehidupannya sehari-
hari. Pertama, suara adalah hak dan tindakan warga masyarakat
menyampaikan aspirasi, gagasan, kebutuhan, kepentingan, dan tuntutan
terhadap komunitas terdekatnya maupun kebijakan pemerintah. Tujuannya
adalah mempengaruhi kebijakan pemerintah maupun menentukan agenda
bersama untuk mengelola kehidupan secara kolektif dan mandiri.
Dalam konteks perencanaan pembangunan partisipatif, maka suara
dapat disampaikan oleh masyarakat melalui musyawarah-musyawarah
perencanaan pembangunan. Di sini lah masyarakat dapat mengusulkan
ide pembangunan yang berangkat dari kebutuhan riil mereka,
menyusun prioritas, dan mengambil keputusan pembangunan. Namun
demikian sistem pembangunan dengan paradigma top down di masa lalu
telah mereduksi kapasitas tersebut, sehingga masyarakat merasa
sungkan atau tidak berani mengemukakan gagasannya dalam forum
resmi meskipun diberi kesempatan. Di sini diperlukan sebuah proses
pembelajaran melalui fasilitasi, motivasi, edukasi, dan advokasi secara
terus menurus untuk mengembalikan kepercayaan diri masyarakat dan
meningkatkan kemampuannya dalam menyampaikan aspirasi secara
jelas dan sistematis berbasis kebutuhan.
Kedua, akses berarti ruang dan kapasitas masyarakat untuk masuk
dalam arena governance, yakni mempengaruhi dan menentukan
kebijakan serta terlibat aktif mengelola sumberdaya publik termasuk
dalam pelayanan publik. Akses akan menjadi arena titik temu antara
warga dan pemerintah. Pemerintah wajib membuka ruang akses warga
dan memberikan layanan publik pada warga, terutama kelompok-
kelompok marginal. Sebaliknya warga secara bersama-sama proaktif
mengidentifikasi problem, kebutuhan dan potensinya maupun
merumuskan gagasan pemecahan masalah dan pengembangan potensi
secara sistematis. Pemerintah wajib merespons gagasan warga
50
sehingga bisa dirumuskan visi dan kebijakan bersama dengan berpijak
pada kemitraan dan kepercayaan.
Ketiga, kontrol warga masyarakat terhadap lingkungan komunitasnya
maupun proses politik yang terkait dengan pemerintah. Kita mengenal
kontrol internal (self-control) dan kontrol eksternal. Artinya, kontrol
bukan saja mencakup kapasitas masyarakat melakukan pengawasan
(pemantauan) terhadap kebijakan (implementasi dan risiko) dan tindakan
pemerintah, tetapi juga kemampuan warga melakukan penilaian secara
kritis dan reflektif terhadap risiko-risiko atas tindakan mereka. Self-
control ini sangat penting karena masyarakat sudah lama berada dalam
konteks penindasan berantai: yang atas menindas yang bawah,
sementara yang paling bawah saling menindas ke samping. Artinya
kontrol eksternal digunakan masyarakat untuk melawan eksploitasi dari
atas, sementara self-control dimaksudkan untuk menghindari mata
rantai penindasan sesama masyarakat, seraya hendak membangun
tanggungjawab sosial, komitmen dan kompetensi warga terhadap segala
sesuatu yang mempengaruhi kehidupannya sehari-hari.
Perkembangan UMKM dan Masalahnya
Permasalahan mendasar dalam bidang manajemen bagi
pengusaha kecil (UMKM) pada berbagai sektor usaha, umumnya
adalah kekurang-mampuan menentukan pola manajemen yang sesuai
dengan kebutuhan dan perkembangan usaha. Karena setiap periode
tahap perkembangan usaha akan menuntut tingkat pengelolaan
produksi yang berbeda. Pada awal perkembangan produksi dan skala
usaha produksi yang masih relatip kecil, gaya manajemen keluarga
yang sederhana masih mendominasi, sehingga mengarah kepemuasan
pengelolaan hanya pada seseorang (one man show) sebagai kepala
keluarga masih relevan.
Sejalan dengan perkembangan dan lingkungan usaha (baik
intern maupun ekstern), maka gaya manajemen konvensional tidak
dapat dipaksakan lagi, karena pemaksaan suatu hal dapat menjadi
51
pangkal munculnya berbagai masalah baru. Dengan demikian, pelaku
usaha kecil (UMKM) dituntut harus selalu dinamis dalam menerapkan
manajemen yang sesuai dengan perkembangan usaha. Maisaroh (dalam
Prasetyo, 2002), mengatakan tuntutan menggunakan manajemen
konvensional baru dapat dilakukan jika pengusaha kecil memiliki
kemampuan dan ketrampilan (manajeman skill) yang memadai.
Pada dasarnya UMKM mempunyai banyak fungsi; misalnya fungsi
sosial dapat mengurangi kemiskinan dan memperluas lapangan kerja,
kesempatan berusaha, serta meningkatkan pendapatan. Fungsi ekonomi,
mampu memanfaatkan sumberdaya alam dan meningkatkan pendapatan
daerah atau Negara serta menghemat devisa. Fungsi budaya, dapat
meningkatkan ketrampilan masyarakat serta mencerdaskan rakyat dalam
melestarikan budaya bangsa. Fungsi ketahanan nasional, dapat
meningkatkan keuletan dan ketangguhan, memupuk kepribadian dan
kemampuan serta menumbuhkan kepercayan diri sendiri dan kepribadian.
Pada kenyataannya, UMKM selain mempunyai banyak fungsi
dan manfaat, keberadaan UMKM juga masih mengandung berbagai
masalah mendasar yang perlu segera dikaji dan diatasi. Selain
masalah di bidang manajemen yang disebutkan di atas, pengusaha
kecil (pelaku UMKM) juga menghadapi masalah pemasaran, masalah
sumberdaya manusia, masalah permodalan, masalah kemitraan serta
masalah-masalah sosial, ekonomi, politik dan budaya (Arogana, 2002)
Masalah pemasaran oleh banyak pengusaha kecil dianggap
sebagai aspek yang palingpenting. Pemasaran adalah suatu system
keseluruhan dari kegiatan bisnis yang diajukan untuk merencanakan,
menentukan harga, mempromosikan, dan mendistribusikan barang dan
jasa yang memuaskan kebutuhan, baik kepada pembeli yang ada
maupun pembeli potensia. Dengan kata lain, adanya faktor pemasaran
yang baik permasalahan yang lain seperti modal usaha dan tenaga kerja
juga akan semakin baik. Dengan pemasaran yang baik, modal usaha
dapat bertambah dengan sendirinya, tanpa pinjam dari pihak lain. Oleh
52
karena itu, pemasaran hasil produksi sering dianggap sebagai masalah
yang paling utama diantara masalah-masalah lainnya.
Masalah sumberdaya manusia dalam usaha kecil mikro
(UMKM) sering terkait dengan struktur organisasi dari pembagian
kerja, masalah tenaga kerja upahan dan keluarga, kemampuan
manajerial pengusaha itu sendiri sering lemah. Karena pengusaha
kecil belum dapat memperhitungkan azas manfaat dan biaya dari
perubahan penerapan manajemen baru yang sesuai. Kenyataannya
yang sering terjadi adalah, pengusaha kecil (UMKM) sering tidak mau
melakukan pembagian tugas secara tegas, pengadmnistrasian yang
baik, tanpa memperhitungkan seberapa besar manfaat yang dapat
ditimbulkan dalam jangka panjang. Akibat kelemahan UMKM ini,
pihak bank atau lembaga keuangan menjadi enggan untuk
memberikan pinjaman modal kepada pelaku usaha kecil mikro.
Masalah permodalan, pada dasarnya merupakan masalah
utama tetapi untuk usaha kecil mikro (UMKM) sering dianggap bukan
yang paling utama, karena modal usaha kecil juga sedikit. Masalah
kekurangan modal pada dasarnya merupakan masalah derivative
sebagai akibat masih sempitnya jangkauan pemasaran serta masih
lemahnya sumberdaya manusia yang terampil dalam usahanya.
Sempitnya pemasaran berakibat pada perputaran modal juga menjadi
lambat, dan masih lemahnya SDM berakibat produk menjadi tidak
efissien. Selain itu, adanya sumberdaya manusia yang lemah dan tidak
mampu membuat administrasi yang baik berdampak pada penambahan
modal menjadi sulit dicari. Karena itu, kelemaahan SDM pada dasarnya
merupakan kelemahan manajerial pengusaha kecil (UMKM) itu sendiri.
Masalah kemitraan dalam usaha kecil dapat diartikan berbeda-
beda. Masalah kemitraan dapat diartikan bekerjasama antar pengusaha
kecil atau bekerjasama dengan pengusaha menengah atau besar.
Masalah kemitraan dalam usaha kecil baik dengan sesama pengusaha
kecil atau dengan pengusaha besar masih kurang dan terbatas. Menurut
Maisaroh (dalam Prasetyo, 1998) dalam penelitiannya menegaskan
53
tentang kemitraan atau aliansi strategis menunjukkan bahwa, masalah
kemitraan antar pengusaha kecil (pelaku UMKM) menjadi sangat penting
ketimbang kemitraan dengan pengusaha menengah atau besar.
Dimensi Kinerja Pasar UMKM
Berbagai dimensi kinerja pasar (market performent) adalah: laba
usaha, kesempatan kerja, pertumbuhan, penciptaan nilai tambah,
efisiensi, produktifitas dan pemerataan hasil serta pemerataan
pertumbuhan industri. Kinerja pasar yang baik terutama mencakup
harga yang rendah, efisiensi, inovasi dan keadilan.Tujuan kenerja dalam
kaitannya dengan ekonomi memiliki banyak aspek. Menurut para pakar
ekonomi biasanya memusatkan hanya pada tiga aspek pokok yaitu:
efisiensi, kemajuan tehnologi dan keseimbangan dalam distribusi.
1) Efisiensi dalam mengalokasikan sumberdaya
a. Efis ensi internal yaitu: perusahaan yang dikelola dengan baik,
mendiskripsikan usaha yang maksimum dari para pekerja dan
menghindari kejenuhan dalam pelaksanaan jalannya perusahaan
(UMKM)
b. Alokasi yang efisien yaitu: sumberdaya ekonomi dialokasikan
sedemikian rupa sehingga tidak ada lagi perbaikan dalam
produksi yang dapat menaikkan nilai dari output. Di semua
perusahaan, harga ditentukan sama dengan biaya marginal dan
biaya rata-rata jangka panjang ( P = LRMC = LRAC )
2) Kemajuan teknologi
Kemajuan tehnologi dan penggunaannya dalam praktek adalah
secepat mungkin.
3) Keseimbangan dalam distribusi atau keadilan (equity)
Keadilan yang dimaksud disini adalah keadilan distribusi. Keadilan
terhadap distribusi yang wajar (yang berkaitan dengan standart
masyarakat) terdapat tiga dimensi pokok yaitu: kesejahteraan,
pendapatan dan kesempatan.
54
4) Dimensi lainnya
Yang termasuk dalam pengertian dimensi lainnya disini antara lain
adalah: kebebasan individu dalam memilih, keamanan dari bahaya
yang mengancam, dukungan factor politik,sosial budaya dan
lingkungan setempat, dan keanekaragaman model, warna, corak
budaya masyarakat yang ada.
Sementara itu, Bygrave (1996) dikutip oleh Suwandi (1999),
mengungkapkan bahwa untuk mengukur kinerja usaha dari bisnis
kecil sebaiknya menyertakan peranan usaha kecil dalam menyerap
tenaga kerja. Dalam sistem ekonomi perekonomian Indonesia, peranan
usaha kecil dalam penyerapan tenaga kerja telah teruji demikian
pentingnya. Dari sensus BPS tahun 2006 (dalam KR, 4 Juni 2009),
menyebutkan secara nasional Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)
meliputi 99,98 persen dari total pelaku usaha menyumbangkan
tenaga kerja sekitar 97 persen dari total tenaga yang terjun dalam
dunia usaha di Indonesia. Melihat hal ini, posisi UMKM sangat
strategis dalam perekonomian rakyat.
Kajian dan penelitian yang telah dilakukan tentang pemberdayaan
UMKM dalam rangka mengurangi kemiskinan meliputi :
a. Mengidentifikasi dan mengevaluasi berbagai persoalan yang dihadapi
kelompok UMKM dalam menjalankan aktivitasnnya.
b. Mendeskripsikan peran Pemerintah Kota dalam memfasilitasi dan
memberdayakan UMKM dalam rangka mengurangi kemiskinan
masyarakat.
c. Menentukan strategi dan kebijakan yang tepat untuk mengembangkan
UMKM dalam rangka pengentasan kemiskinan.
Kerangka Penguatan UMKM
Meskipun perkembangan UMKM dan koperasi secara umum telah
menunjukkan hasil yang cukup baik, namun tantangan yang dihadapi
pada masa depan cukup berat. Secara umum, UMKM dan koperasi skala
55
usahanya masih sedikit dan tidak memiliki skala usaha minimum yang
efisien. Karen itu, para pelaku ekonomi rakyat dalam hal ini adalah UMKM
dituntut harus memiliki kenerja yang lebih efisien dan produktif, sehingga
memiliki daya saing yang tinggi. Pemerintah dan lembaga bantuan terkait
dituntut bersikap tegas yakni: tidak menggunakan system proteksi dalam
pengembangan usaha mikro kecil, tetapi lebih banyak berperan sebagai
penyedia fasilitas serta iklim usaha yang kondosif (enabling), pembuat dan
penegak peraturaan, dan pemberi bantuan bagi yang lemah (protecting).
Bentuk pemihakan (enabling) dan perlindungan (protecting) yang dimaksud
dalam pemberdayaan ekonomi rakyat dalam hal ini adalah kepada pelaku
Usaha Menengah Kecil Mikro (UMKM). Namun demikian, pendekatan
pemberdayaan ekonomi rakyat (UMKM) dalam penelitian ini menggunakan
pendekatan empowering yakni ikut menyiapkan dan memperkuat potensi
atau daya yang dimiliki masyarakat (pelaku UKM).
Dengan demikian, ada dua model pemberdayaan ekonomi
rakyat (pelaku UKM) kemitraan atau kolaborasi bisnis yang dimaksud
adalah bagi para pelaku UMKM yang memiliki produksi yang lebih
besar akan lebih efisien dan fisible secara ekonomi. Bagi para pelaku
UMKM, pengembangan usaha melalui kegiatan bersama atau
berkolaborasi atau kemitraan ini skala usaha (economies of scale)
dapat ditingkatkan, dan cakupan usahanya (economies of scope) juga
dapat diperluas, serta dapat pula dikembangkan usaha produksi yang
baru. Sejalan dengan itu, bargaining position pelaku UMKM dapat
ditingkatkan atau diperdayakan, baik terhadap supplier (dalam pasar
input) maupun terhadap mitra usahanya.
56
Pengembangan UMKM
Fragmented Program
Integrated Program
Network Program
Gambaran UMKM terdapat berbagai program UMKM yang berjalan sendiri-sendiri, belum terintegrasi dalam wadah asosiasi UMKM
UMKM mempunyai wadah tunggal asosiasi UMKM produk sejenis. Semua program pemasaran dikelola oleh asosiasi
UMKM mempunyai kemandirian. Produk sudah menejelajahi pasar, tidak sekedar pasar domestik juga ada jejaring dengan ekonomi global.
Peran pemerintah UKM
Congested state, dimana pemerintah melakukan intervensi dan kontrol terhadap UMKM
Maximalist state. Pemerintah menjadi regulator yang kuat bagi UMKM
Minimalist state. Pemerintah menjadi fasilitator saja, bahkan hanya menjadi penonton aktivitas ekonomi UMKM
Tujuan Penguatan aktor antar pelaku UMKM dari berbagai demensi sehingga bisa meningkatkan produksi
Penguatan kelembagaan UMKM dengan membangun jejaring scr internal
Membuat jaringan global sehingga mampu berkompetensi dengan pasar global.
Risiko/ konsekuensi
Terjadi fragmentasi rencana, tujuan, proses, wadah dan aktivitas UMKM. Sehingga UMKM tercerai berai dengan posisi tawar lemah
Semua program dan bantuan yang masuk ke UMKM harus tunduk pada rencana UMKM yang telah terlembaga.
Butuh proses, disain kelembagaan dan waktu yang panjang dan rumit untuk membuat jaringan global.
B. Prinsip-prinsip Yang Terkait Dengan Penyusunan Norma Dalam menyusun norma dan kaidah pengaturan dalam
rancangan Peraturan Daerah, maka akan dipaparkan beberapa
prinsip sebagai asas penyusunan peraturan sebagai berikut:
1. Asas Kejelasan Tujuan adalah bahwa setiap pembentukan
peraturan perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang
jelas yang hendak dicapai.
57
2. Asas Kelembagaan atau Pejabat Pembentuk yang Tepat adalah
bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus
dibuat oleh lembaga negara atau pejabat Pembentuk Peraturan
Perundang-undangan yang berwenang. Peraturan Perundang-
undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum apabila
dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang tidak berwenang.
3. Asas Kesesuaian antara Jenis, Hierarki, dan Materi Muatan adalah
bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus
harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat
sesuai dengan jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan.
4. Asas dapat dilaksanakan adalah bahwa setiap pembentukan
peraturan perundang-undangan harus memperhitungkan efektivitas
Peraturan Perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik
secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis.
5. Asas Kedayagunaan dan Kehasilgunaan adalah bahwa setiap
pembentukan peraturan perundang-undangan harus karena
memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
6. Asas Kejelasan Rumusan adalah bahwa setiap pembentukan
peraturan perundang-undangan harus memenuhi persyaratan
teknis penyusunan Peraturan Perundang-undangan, sistematika,
pilihan kata atau istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan
mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam
interpretasi dalam pelaksanaannya.
7. Asas keterbukaan adalah bahwa setiap pembentukan peraturan
perundang-undangan harus mulai dari perencanaan, penyusunan,
pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan bersifat
transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat
mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan
masukan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
58
8. Asas Pengayoman adalah bahwa setiap materi peraturan
perundang-undangan harus berfungsi memberikan pelindungan
untuk menciptakan ketentraman masyarakat.
9. Asas kemanusiaan bahwa setiap materi peraturan perundang-
undangan harus mencerminkan pelindungan dan penghormatan
hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara
dan penduduk Indonesia secara proporsional.
10. Asas Kebangsaan adalah bahwa setiap materi peraturan perundang-
undangan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia
yang majemuk dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
11. Asas Kekeluargaan adalah bahwa setiap bahwa setiap materi
peraturan perundang-undangan harus mencerminkan musyawarah
untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.
12. Asas Kenusantaraan bahwa setiap materi peraturan perundang-
undangan harus senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh
wilayah Indonesia dan Materi Muatan Peraturan Perundang-
undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem
hukum nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
13. Asas Bhinneka Tunggal Ika bahwa setiap materi peraturan
perundang-undangan harus memperhatikan keragaman penduduk,
agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah serta budaya
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
14. Asas keadilan adalah bahwa bahwa setiap materi peraturan
perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara
proporsional bagi setiap warga negara.
15. Asas Kesamaan Kedudukan dalam Hukum dan Pemerintahan bahwa
setiap materi peraturan perundang-undangan tidak boleh memuat
hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara
lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.
59
16. Asas Ketertiban dan Kepastian Hukum bahwa setiap materi
peraturan perundang-undangan harus dapat mewujudkan ketertiban
dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum.
17. Asas Keseimbangan, Keserasian, dan Keselarasan bahwa setiap
materi peraturan perundang-undangan harus mencerminkan
keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan
individu, masyarakat dan kepentingan bangsa dan negara.
18. Asas Legalitas yaitu adanya persamaan kedudukan, perlindungan,
dan keadilan di hadapan hukum.
19. Asas Keseimbangan yaitu proses hukum yang ada haruslah
menegakkan hak asasi manusia dan melindungi ketertiban umum.
C. Kajian Terhadap Praktik Penyelenggaraan, Kondisi Yang Ada, Serta Permasalahan Yang Dihadapi Masyarakat
Berkaitan dengan penanganan dan penanggulangan kemiskinan
diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang UMKM,
selanjutnya dibentuk Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2013 Tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM.
Selanjutnya berkaitan dengan pengaturan tentang Penguatan UMKM dan
Ekonomi Kreatif Kabupaten Jombang, maka disusun Rancangan Peraturan
Daerah tentang Penguatan UMKM dan Ekonomi Kreatif.
Dalam pelaksanaan menggunakan strategi Penguatan UMKM
dan Ekonomi Kreatif sebagai berikut:
Pertama, mempermudah UMKM untuk mengakses permodalan.
Kedua, memperluas jaringan pemasaran.
Ketiga, meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Keempat, tersedianya sarana dan prasarana usaha yang memadai.
Kelima, terciptanya iklim usaha yang kondusif, dan
Keenam, teknologi yang tepat guna.
Namun dalam praktek pelaksanaan di lapangan masih terdapat
beberapa kelemahan berkaitan dengan konsistensi pelaksanaan strategi
60
penguatan UMKM dan ekonomi kreatif. Hal ini terkait dengan beberapa
OPD terkait dengan penguatan UMKM yang sedikit banyak bersifat
egosektoral, kurang koordinasi antar sektor menyebabkan upaya
penguatan UMKM belum optimal. Selanjutnya beberapa program dalam
penguatan UMKM sebagai berikut:
Program penguatan UMKM dan Ekonomi kreatif terdiri dari :
a. Penumbuhan kemandirian, kebersamaan, dan kewirausahaan UMKM
untuk berkarya dengan prakarsa sendiri.
b. Mewujudkan kebijakan publik yang transparan, akuntabel, dan
berkeadilan.
c. Pengembangan usaha berbasis potensi daerah dan berorientasi
pasar sesuai dengan kompetensi UMKM.
d. Peningkatan daya saing UMKM.
e. Penyelenggaraan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian secara
terpadu
Beberapa konsekuensi yang harus dipersiapkan oleh daerah
antara lain:
Pertama, kemampuan sumber daya manusia, khususnya Sumber
Daya Manusia Aparatur Daerah yang harus memiliki keterampilan
baik secara teknik maupun wawasan intelektual yang luasdan
diharapkan dapat mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiris
esuai dengan kreativitas dan daya inovasi yang tinggi.
Kedua, kemampuan sumber-sumber keuangan daerah untuk mengatur
dan mengurus rumah tangganya sendiri, karena selama ini sektor-sektor
pembiayaan pembangunan daerah pada umumnya masih sangat
bergantung pada pemerintah pusat. Namun dengan diberlakukannya
otonomi daerah, maka pembiayaan pembangunan danpenyelenggaraan
pemerintahan daerah harus diusahakan oleh pemerintah daerah otonom,
sedangkan subsidi dari pemerintah pusathanya bersifat sebagai
pelengkap, karenanya pemerintah daerah otonom harus mampu menggali
61
berbagai potensi sumber daya daerah sehingga dapat menopang
pembangunan dan penyelenggaraan pada daerah yang bersangkutan.
Ketiga, sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk memperlancar
pekerjaan, kegiatan pemerintahan dan pembangunan daerah,
Keempat organisasi dan manajemen faktor ini tidak kalah pentingnya
dengan ketiga faktor tersebut diatas karena penyelenggaraan
pemerintahan daerah sangat ditentukan oleh berjalannya fungsi-
fungsi manajemen dalam menjalankan kegiatan pemerintahan.
Sedangkan Gunawan Sumodiningrat (1999:34), mengemukakan
tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam proses pembangunan daerah
yaitu (1) bentuk kontribusi riil dari daerah yang diharapkan oleh pemerintah
pusat dalam proses pembangunan dasar, (2) aspirasi masyarakat daerah itu
sendiri terutama yang terefleksi pada prioritas pembangunan daerah, (3)
keterkaitan antara daerah dalam tata perekonomian makro dan politik.
Pemberdayaan UMKM di tengah arus globalisasi dan
tingginya persaingan membuat UMKM harus mampu mengadapai
tantangan global, seperti meningkatkan inovasi produk dan jasa,
pengembangan sumber daya manusia dan teknologi, serta perluasan
area pemasaran. Hal ini perlu dilakukan untuk menambah nilai jual
UMKM itu sendiri, utamanya agar dapat bersaing dengan produk-
produk asing yang kian membanjiri sentra industri dan manufaktur di
Indonesia, mengingat UMKM adalah sektor ekonomi yang mampu
menyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia (Sudaryanto, 2011).
D. Kajian Terhadap Implikasi Penerapan Sistem Baru Yang Akan Diatur
Dalam Undang-Undang Atau Peraturan Daerah Terhadap Aspek Kehidupan Masyarakat Dan Dampaknya Terhadap Aspek Beban Keuangan Negara
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha
Mikro, Usaha Kecil Dan Usaha, menempatkan daerah sebagai institusi
yang mempunyai wewenang dan kewajiban untuk ikut serta dalam
penguatan UMKM dan ekonomi kreatif di daerahnya. Untuk itu mengatur
62
dan mengurus terkait dengan penguatan UMKM dan ekonimi kreatif itu
Daerah diwajibkan untuk menyusun kebijakan daerah khususnya perda
yang mengatur setrategi dan kebijakan penguatan UMKM dan ekonomi
kreatif sesuai peraturan perundang-undangan, khususnya yang
menyangkut peraturan perundang-undangan penguatan UMKM dan
ekonomi kreatif. Secara politik konsep kewajiban untuk ikut penguatan
UMKM dan ekonomi kreatif, maka daerah mempunyai hak untuk
mengatur dan mengurus kewenangan untuk penanggulangan
pengangguran dan kemiskinan daerah. Daerah harus mempupunyai
prakarsa untuk mengatur (membuat aturan) dalam tatakelola penguatan
UMKM dan ekonomi kreatif
Berdasarkan konsep kewajiban daerah untuk ikut dalam
penguatan UMKM dan ekonomi kreatif di daerahnya, maka akan lebih
terbuka kesempatan daerah dan bagi masyarakat daerah untuk
berpartisipasi dalam menyelenggarakan penanggulangan pengangguran
kemiskinan berbasis masyarakat, dan penyelenggaraan pembangunan yang
bisa meningkatkan jumlah lapangan kerja bagi warga miskin utnuk
meningkatkan taraf hidupnya, karena masyarakat bisa langsung mengambil
peran dalam mengakses lapangan kerja tersebut. Sebagai penyelenggara
penguatan UMKM dan ekonomi kreatif daerah dan pemerintah daerah wajib
menampung semua aspirasi masyarakat untuk dijadikan rekomendasi
dalam mengambil kebijakan dalam penanggulangan pengangguran dan
kemiskinan di daerah.
Dalam setiap program pemerintahan daerah yang telah
direncanakan oleh pemerintah wajib disosialisasikan kepada
masyarakat atau dalam setiap penyusunan program baik dari tingkat
pusat sampai pada tingkat daerah seharusnya masyarakat juga
mempunyai andil. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan pada
dasarnya merupakan suatu bentuk keterlibatan dan keikutsertaan
masyarakat secara aktif dan sukarela dari dalam dirinya maupun dari
luar dirinya dalam keseluruhan proses kegiatan yang bersangkutan.
Partisipasi masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan bisa kerja
63
sama dengan pihak ketiga disamping antara masyarakat dengan
pemerintah desa dalam meningkatkan kesejahteraan warga miskin,
melalui penguatan UMKM dan ekonomi kreatif.
Dengan adanya peraturan daerah terkait penguatan UMKM
dan ekonomi kreatif di Kabupaten Jombang pada dasarnya akan lebih
melengkapi dan memberikan kepastian hukum, sekaligus pedoman
untuk pembentukan organisasi dan tata kerja pemerintah daerah
dalam upaya menguatkan para pelaku UMKM dengan melibatkan
seluruh pemangku kepentingan pemerintahan daerah di lingkungan
Kabupaten Jombang. Selain itu juga diperlukan untuk memberi ruang
partisipasi masyarakat dalam kaitannya dengan berpartisipasi dalam
ikut serta penguatan UMKM dan ekonomi kreatif yang akan diatur
rancangan peraturan daerah.
Kepentingan dan aspirasi masyarakat yang terwadai dalam
berbagai lembaga kemasyarakatan merupakan salah satu sumber
utama dalam partisipasi penyelenggaraan masyarakat local dalam
pengutan UMKM dan ekonomi kreatif. Tanpa lembaga-lembaga tersebut,
pemerintah daerah tentu akan mampu menjangkau dan mengalami
kesulitan dalam menggerakkan partisipasi masyarakat dalam berbagai
bentuk partisipasi penguatan UMKM. Selain itu lembaga-lembaga
kemasyarakatan juga memiliki tanggung jawab sosial dan moral
terhadap penyelenggaraan kegiatan penguatan UMKM di daerahnya.
Akan tetapi kebutuhan Pemerintah Daerah akan adanya
dukungan partisipasi dari lembaga-lembaga kemasyarakatan dan
tanggungjawab lembaga-lembaga kemasyarakatan dan penyelenggaraan
ekonomi kreatif di daerah, seolah mengalami hambatan formal karena
belum adanya pedoman aturan-aturan yang kuat semacam perda,
selama ini telah ada dan diberlakukan kebijakan bupati baik itu
peraturan bupati maupun keputusan bupati. Maka dari itu diperlukan
perda yang menjadi pedoman bagi pembentukan organisasi dan tata
kerja pemerintahan daerah dalam penanganan penguatan UMKM dan
ekonomi kreatif.
64
Banyak manfaat yang akan pemerintah daerah dengan
adanya perda penguatan ekonomi kreatif yang antara lain akan
memperoleh kepastian hukum dan pedoman bagi Pemerintah daerah
dalam membentuk dalam melindungi dan penguatan UMKM dan
ekonomi kreatif berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008
tentang UMKM, membawa konsekuensi ditetapkannya perda memang
membawa dampak dalam upaya penguatan UMKM, sekaligus
berdampak pengelolaan anggaran daerah. Namun dari ketentuan
perda sudah ditentukan pengelolaan penggunaan angaran terkait
dengan program dan kegiatan penguatan UMKM dan ekonomi kreatif.
Untuk itu dampak dikeluarkan perda ini tidak akan membebani
anggaran Negara, karena telah dianggarkan sebelumnya,
65
BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT
Hukum sebagai perangkat norma-norma kehidupan dalam
bermasyarakat merupakan salah satu instrumen terciptanya aktivitas segnap
stakeholders daerah yang terlibat secara aktif dalam penguatan Usaha Mikro
dan ekonomi kreatif. Pada kenyataannya peraturan perundangan yang
mengatur tentang UMKM yakni Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008
Tentang UMKM, belum secara khusus mengatur pemberdayaan UMKM,
demikian pula dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2013 tentang
Pelaksanaan UU Nomor 20 / 2013 tentang UMKM.
Untuk itulah perlunya daerah menindak-lanjuti dengan membuat
perda terkait dengan Penguatan Usaha Mikro dan Ekonomi Kreatif, sehingga
akan tercipta landasan yang kuat bagi pemerintah kabupaten untuk
menangani para pelaku UMKM. Karena selama ini pemerintah daerah dan
kelembagaan daerah dan masyarakat daerah yang tidak bias bersinergi
untuk mengambil peran masing-masing, karena belum adanya pengaturan
yang satu berupa perda Penguatan Usaha Mikro dan ekonomi kreatif.
Kelembagaan lokal merupakan institusi local yang sudah cukup berperan
dalam mengorganisir masyarakat, maka harus didorong dengan peraturan
daerah sebagai acuan dan landasan gerak penguatan pelaku Usaha Mikro.
Adapun upaya penguatan Usaha Mikro sesuai Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM sebagai berikut:
Dalam pasal Pasal 4 dijelaskan sebagai berikut :
Prinsip pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah:
a. penumbuhan kemandirian, kebersamaan, dan kewirausahaan Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah untuk berkarya dengan prakarsa sendiri;
b. perwujudan kebijakan publik yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan;
c. pengembangan usaha berbasis potensi daerah dan berorientasi pasar
sesuai dengan kompetensi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;
66
d. peningkatan daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; dan
e. penyelenggaraan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian secara
terpadu.
Bagian Kedua
Tujuan Pemberdayaan
Adapun tujuan pemberdayaan UMKM dijelaskan dalam Pasal 5:
Tujuan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah:
a. mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang, berkembang,
dan berkeadilan;
b. menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah menjadi usaha yang tangguh dan mandiri; dan
c. meningkatkan peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam pembangunan
daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan
ekonomi, dan pengentasan rakyat dari kemiskinan.
Dalam Pasal 7 bahwa pemerintah daerah mempunyai kewajiban menumbuhkan
UMKM sebagai berikut:
1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah menumbuhkan Iklim Usaha dengan
menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang
meliputi aspek:
a. pendanaan;
b. sarana dan prasarana;
c. informasi usaha;
d. kemitraan;
e. perizinan usaha;
f. kesempatan berusaha;
g. promosi dagang; dan
h. dukungan kelembagaan.
2) Dunia Usaha dan masyarakat berperan serta secara aktif membantu
menumbuhkan Iklim Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
67
Sedangkan terkait pendanaan diatur dalam Pasal 8 sebagai berikut:
Aspek pendanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a
ditujukan untuk:
a. memperluas sumber pendanaan dan memfasilitasi Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah untuk dapat mengakses kredit perbankan dan lembaga
keuangan bukan bank;
b. memperbanyak lembaga pembiayaan dan memperluas jaringannya
sehingga dapat diakses oleh Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;
c. memberikan kemudahan dalam memperoleh pendanaan secara cepat,
tepat, murah, dan tidak diskriminatif dalam pelayanan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
d. membantu para pelaku Usaha Mikro dan Usaha Kecil untuk
mendapatkan pembiayaan dan jasa/produk keuangan lainnya yang
disediakan oleh perbankan dan lembaga keuangan bukan bank, baik
yang menggunakan sistem konvensional maupun sistem syariah
dengan jaminan yang disediakan oleh Pemerintah.
Pemerintah daerah juga mempunyai kewajiban dalam pengembangan
usaha UMKM seperti diatur dalam Pasal 16 sebagai berikut:
1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah memfasilitasi pengembangan
usaha dalam bidang:
a. produksi dan pengolahan;
b. pemasaran;
c. sumber daya manusia; dan
d. desain dan teknologi.
2) Dunia usaha, dan masyarakat berperan serta secara aktif melakukan
pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengembangan, prioritas,
intensitas, dan jangka waktu pengembangan diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
68
Pasal 17
Pengembangan dalam bidang produksi dan pengolahan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a dilakukan dengan cara:
a. meningkatkan teknik produksi dan pengolahan serta kemampuan
manajemen bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;
b. memberikan kemudahan dalam pengadaan sarana dan prasarana,
produksi dan pengolahan, bahan baku, bahan penolong, dan kemasan
bagi produk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;
c. mendorong penerapan standarisasi dalam proses produksi dan
pengolahan; dan
d. meningkatkan kemampuan rancang bangun dan perekayasaan bagi
Usaha Menengah.
Pasal 18
Pengembangan dalam bidang pemasaran, sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 16 ayat (1) huruf b dilakukan dengan cara:
a. melaksanakan penelitian dan pengkajian pemasaran;
b. menyebarluaskan informasi pasar;
c. meningkatkan kemampuan manajemen dan teknik pemasaran;
d. menyediakan sarana pemasaran yang meliputi penyelenggaraan uji coba
pasar, lembaga pemasaran, penyediaan rumah dagang, dan promosi
Usaha Mikro dan Kecil;
e. memberikan dukungan promosi produk, jaringan pemasaran, dan
distribusi; dan
f. menyediakan tenaga konsultan profesional dalam bidang pemasaran.
Pasal 19
Pengembangan dalam bidang sumber daya manusia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf c dilakukan dengan cara:
a. memasyarakatkan dan membudayakan kewirausahaan;
b. meningkatkan keterampilan teknis dan manajerial; dan
69
c. membentuk dan mengembangkan lembaga pendidikan dan pelatihan
untuk , melakukan pendidikan, pelatihan, penyuluhan, motivasi dan
kreativitas bisnis, dan penciptaan wirausaha baru.
Pasal 20
Pengembangan dalam bidang desain dan teknologi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16 ayat (1) huruf d dilakukan dengan:
a. meningkatkan kemampuan di bidang desain dan teknologi serta
pengendalian mutu;
b. meningkatkan kerjasama dan alih teknologi;
c. meningkatkan kemampuan Usaha Kecil dan Menengah di bidang
penelitian untuk mengembangkan desain dan teknologi baru;
d. memberikan insentif kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang
mengembangkan teknologi dan melestarikan lingkungan hidup; dan
e. mendorong Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah untuk memperoleh
sertifikat hak atas kekayaan intelektual.
Pengaturan Pemerintah Indonesia mengenai pelaksanaan penguatan
UMKM, secara umum diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun
2013 tentang Pelaksanaan Penguatan UMKM Melalui Pendekatan Wilayah
Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2013 tersebut,
diatur sebagai berikut:
Pasal 2
1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya
menyelenggarakan pemberdayaan Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan
Usaha Menengah.
2) Pemberdayaan Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
a. pengembangan usaha;
b. Kemitraan;
c. perizinan; dan
70
Selanjutnya terkait dengan fasilitasi pengembangan UMKM oleh Pemerintah
Daerah:
Pasal 3
1) Pengembangan usaha dilakukan terhadap Usaha Mikro, Usaha Kecil,
dan Usaha Menengah.
2) Pengembangan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. fasilitasi pengembangan usaha; dan
b. pelaksanaan pengembangan usaha.
Pasal 4
1) Fasilitasi pengembangan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (2) huruf a dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
2) Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam
bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, sumber daya manusia,
serta desain dan teknologi.
a. pengembangan usaha;
b. Kemitraan;
c. perizinan; dan
d. koordinasi dan pengendalian.
Adapun kegiatan pengembangan UMKM sebagai berikut:
Pasal 5
1) Pengembangan Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilakukan melalui:
a. pendataan, identifikasi potensi, dan masalah yang dihadapi;
b. penyusunan program pembinaan dan pengembangan sesuai potensi
dan masalah yang dihadapi;
c. pelaksanaan program pembinaan dan pengembangan; dan
d. pemantauan dan pengendalian pelaksanaan program.
2) Pengembangan Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui pendekatan:
71
a. koperasi;
b. sentra;
c. klaster; dan
d. kelompok.
72
BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS
A. Landasan Filosofis
Landasan filosofis adalah dasar dan kaidah utama dalam
penyelenggaraan nilai-nilai utama dan universal, misalnya nilai keadilan
dan kepastian dan sebagainya. Dalam konsep negara hukum yang
demokratis keberadaan peraturan perundang-undangan, termasuk
Peraturan Daerah dalam pembentukannya harus didasarkan pada
beberapa asas. Menurut Van der Vlies sebagaimana dikutip oleh A.
Hamid S. Attamimi membedakan 2 (dua) kategori asas-asas
pembentukan peraturan perundang-undangan yang patut (beginselen
van behoorlijk rcgelgeving), yaitu asas formal dan asas material.
Asas-asas formal meliputi: ( Rudi: 2008)
1. Asas tujuan jelas (Het beginsel van duideijke doelstellin)
2. Asas lembaga yang tepat (Het beginsel van het juiste orgaan)
3. Asas perlunya pengaturan (Het noodzakelijkheid beginsel)
4. Asas dapat dilaksanakan (Het beginsel van uitvoorbaarheid)
5. Asas Konsensus (het beginsel van de consensus)
Asas-asas material meliputi:
1. Asas kejelasan terminologi dan sistematika (het beginsel van de
duiddelijke terminologie en duidelijke systematiek). Artinya rancangan
perda yang dibentuk harus mempunyai kejelasan tujuan dan
sistematika yang baik.
2. Asas bahwa peraturan perundang-undangan mudah dikenali (Het
beginsel van den kenbaarheid); bahwa raperda dengan mudah
dipahami bagi pembacanya.
3. Asas persamaan (Het rechts gelijkheids beginsel); artinya perda yang
dibentuk mempunyai prinsip kesamaan bagi seluruh warga.
73
4. Asas kepastian hukum (Het rechtszekerheids begin sel); artinya
rancangan perda harus mempunya kejelasan dan kepastian hukum.
5. Asas pelaksanaan hukum sesuai dengan keadaan individual (Het
beginsel van de individuelerechtsbedeling); artinya raperda yang
disusun mempunyai kesesuaian dengan kondisi warga masyarakat.
Asas-asas ini lebih bersifat normatif, meskipun bukan norma
hukum, karena pertimbangan etik yang masuk ke dalam ranah
hukum. Asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan ini
penting untuk diterapkan karena dalam era otonomi luas dapat terjadi
pembentuk Peraturan Daerah membuat suatu peraturan atas dasar
intuisi sesaat bukan karena kebutuhan masyarakat. Pada prinsipnya
asas pembentukan peraturan perundang-undangan sangat relevan
dengan asas umum administrasi publik yang baik (general principles of
good administration).
Dalam Peraturan Daerah yang dibentuk berdasarkan pada
asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang meliputi:
1. Kejelasan tujuan: yaitu bahwa setiap Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang
hendak dicapai.
2. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat; yaitu adalah
bahwa setiap jenis Peraturan Perundang-undangan harus dibuat
oleh lembaga/pejabat Pembentuk Peraturan Perundang-undangan
yang berwenang. Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat
dibatalkan atau batal demi hukum, apabila dibuat oleh
lembaga/pejabat yang tidak berwenang.
3. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan; bahwa dalam
Pembentakan Peraturan Perundang-undangan harus benar-benar
memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis Peraturan.
Perundang-undangannya.
4. Dapat dilaksanakan, yaitu bahwa setiap Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan harus memperhitungkan efektifitas Peraturan
74
Perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara
filosofis, yuridis maupun sosiologis.
5. Kedayagunaan dan kehasil-gunaan; yaitu bahwa setiap Peraturan
Perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan
dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara.
6. Kejelasan rumusan; yaitu bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan
harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan Perundang-
undangan, sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa
hukumnya jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan
berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
7. Keterbukaan: yaitu bahwa dalam proses Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan,
dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian
seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-
luasnya untuk memberikan masukan dalam proses pembuatan
Peraturan Perundang-undangan.
Selain asas tersebut di atas, dalam pembetukan peraturan
perundang yang sifatnya mengatur, termasuk peraturan daerah, juga
harus memenuhi asas materi muatan sebagaimana diatur meliputi:
1. Asas pengayoman yaitu bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan harus berfungsi memberikan perlindungan
dalam rangka menciptakan ketentraman masyarakat.
2. Asas kemanusiaan yaitu bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan harus mencerminkan perlindungan dan
penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat dan martabat
setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.
3. Asas kebangsaan yaitu bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa
Indonesia yang pluralistik (kebhinnekaan) dengan tetap menjaga
prinsip negara kesatuan Republik Indonesia.
75
4. Asas kekeluargaan yaitu bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan harus mencerminkan musyawarah untuk
mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.
5. Asas kenusantaraan yaitu bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan senantiasa memperhatikan kepentingan
seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan Peraturan Perundang-
undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem
hukum nasional yang berdasarkan Pancasila.
6. Asas bhinneka tunggal ika yaitu bahwa Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan harus memperhatikan keragaman penduduk,
agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah, dan budaya
khususnya yang menyangkut masalah-masalah sensitif dalam
kehidupan. bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
7. Asas keadilan yaitu bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara
proporsional bagi setiap warga negara tanpa kecuali.
8. Asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan yaitu
bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh
berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang,
antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.
9. Asas ketertiban dan kepastian hukum yaitu bahwa setiap Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan harus dapat menimbulkan ketertiban
dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum.
10. Asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan yaitu bahwa setiap
materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan
keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan
individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara.
Berkaitan dengan asas-asas materi muatan tersebut, ada sisi lain
yang harus dipahami oleh pengemban kewenangan dalam membentuk
Peraturan Daerah. Pengemban kewenangan harus memahami segala
macam seluk beluk dan latar belakang permasalahan dan muatan yang
76
akan diatur oleh Peraturan Daerah tersebut. Hal ini akan berkait erat
dengan implementasi asas-asas tersebut di atas.
Dalam proses pembentukannya, Peraturan Daerah membutuhkan
partisipasi masyarakat agar hasil akhir dari Peraturan Daerah dapat
memenuhi aspek keberlakuan hukum dan dapat dilaksanakan sesuai
tujuan pembentukannya. Partisipasi masyarakat dalam hal ini dapat
berupa masukan dan sumbang pikiran dalam perumusan substansi
pengaturan Peraturan Daerah. Hal ini sangat sesuai dengan butir-butir
konsep sebagaimana dikemukakan oleh Prof. Sudikno Mertokusumo bahwa
hukum atau perundang-undangan akan dapat berlaku secara efektif
apabila memenuhi tiga daya laku sekaligus yaitu filosofis, yuridis, dan
sosiologis. Disamping itu juga harus memperhatikan efektifitas/daya
lakunya secara ekonomis dan politis.
Masing-masing unsur atau landasan daya laku tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut: (1) landasan filosofis, maksudnya agar produk
hukum yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah jangan sampai
bertentangan dengan nilai-nilai hakiki ditengah-tengah masyarakat,
misalnya agama dan adat istiadat; (2) daya laku yuridis berarti bahwa
perundang-undangan tersebut harus sesuai dengan asas-asas hukum
yang berlaku dan dalam proses penyusunannya sesuai dengan aturan
main yang ada. Asas-asas hukum umum yang dimaksud disini contohnya
adalah asas “retroaktif”, “lex specialis derogat lex generalis”; lex superior
derogat lex inferior; dan “lex posteriori derogat lex priori”; (3) produk-produk
hukum yang dibuat harus memperhatikan unsur sosiologis, sehingga
setiap produk hukum yang mempunyai akibat atau dampak kepada
masyarakat dapat diterima oleh masyarakat secara wajar bahkan spontan;
(4) landasan ekonomis, yang maksudnya agar produk hukum yang
diterbitkan oleh Pemerintah daerah dapat berlaku sesuai dengan tuntutan
ekonomis masyarakat dan mencakup berbagai hal yang menyangkut
kehidupan masyarakat, misalkan kehutanan dan pelestarian sumberdaya
alam; (5) landasan politis, maksudnya agar produk hukum yang
77
diterbitkan oleh pemerintah daerah dapat berjalan sesuai dengan tujuan
tanpa menimbulkan gejolak ditengah-tengah masyarakat.
Tidak dipenuhinya kelima unsur daya laku tersebut diatas akan
berakibat tidak dapat berlakunya hukum dan perundang-undangan secara
efektif. Kebanyakan produk hukum yang ada saat ini hanyalah berlaku
secara yuridis tetapi tidak berlaku secara filosofis dan sosiologis.
Ketidaktaatan asas dan keterbatasan kapasitas daerah dalam penyusunan
produk hukum yang demikian ini yang dalam banyak hal menghambat
pencapaian tujuan otonomi daerah. Dalam hal ini, keterlibatan masyarakat
akan sangat menentukan aspek keberlakuan hukum secara efektif.
Dari pandangan Pound ini dapat disimpulkan bahwa unsur
normatif dan empirik dalam suatu peraturan hukum harus ada; keduanya
adalah sama-sama perlunya. Artinya, hukum yang pada dasarnya adalah
gejala-gejala dan nilai-nilai yang dalam masyarakat sebagai suatu
pengalaman dikonkretisasi dalam suatu norma-norma hukum melalui
tangan para ahli-ahli hukum sebagai hasil rasio yang kemudian dilegalisasi
atau diberlakukan sebagai hukum oleh negara. Yang utama adalah nilai-
nilai keadilan masyarakat harus senantiasa selaras dengan cita-cita
keadilan negara yang dimanifestasikan dalam suatu produk hukum.
B. Landasan Sosiologis
Landasan sosiologis adalah suatu dasar dari demensi
kemasyarakatan, artinya sebuah peraturan tidak boleh menimbulkan
kegelisahan di masyarakat, sekaligus bertentangan dengan norma-
norma yang ada di masyarakat. Sebaliknya bahwa suatu peraturan
daerah harus bisa diterima segenap komunitas masyarakat, sehingga
masyarakat bisa mendukung pelaksanaan peraturan tersebut. Adapun
demensi landasan sosiologis dapat diuraikan sebagai berikut:
Pertama, secara sosiologis, jelas bahwa untuk menciptakan
masyarakat adil dan makmur seperti yang diamanatkan dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945, bangsa Indonesia harus memulai paradigma
pembangunan dari bawah (Desa), karena sebagian besar penduduk
78
Indonesia beserta segala permasalahannya dengan kemiskinan, maka
Negara atau pemerintah harus berusaha untuk bisa mengentaskan
kemiskinan. Tetapi selama ini, pembangunan cenderung berorientasi pada
pertumbuhan dan bias pada kesenjangan antara si kaya dan si miskin yang
cukup tajam. Sumberdaya ekonomi yang tumbuh di kawasan daerah dan
desa diambil oleh kekuatan yang lebih besar, sehingga daerah dan desa
kehabisan sumberdaya dan menimbulkan kemiskinan bagi sejumlah
penduduk. Kondisi ini yang menciptakan ketidakadilan, kemiskinan
maupun keterbelakangan senantiasa melekat pada masyarakat miskin,
maka upaya untuk mengatur langkah pengentasan kemiskinan melalui
UMKM adalah suatu hal yang ditunggu warga masyarakat.
Kedua, ide dan pengaturan penguatan UMKM ke depan
dimaksudkan untuk memperbaiki berbagai langkah dan strategi
penguatan UMKM yang cukup memadai dan komprehensif. Dengan
demikian pengaturan secara sosiologis hendak memperkuat daerah
dan desa sebagai entitas masyarakat yang kuat dan mandiri,
mengingat selama ini langkah SKPD belum tersinkronisasi dan
terkoordinasi dalam upaya penguatan UMKM.
Ketiga, pengaturan tentang penguatan Usaha Mikro dan ekonomi
kreatif dimaksudkan untuk merespon proses globalisasi, yang ditandai
oleh proses liberalisasi (informasi, ekonomi, teknologi, budaya, dan lain-lain)
dan munculnya pemain-pemain ekonomi dalam skala global. Dampak
globalisasi dan ekploitasi oleh kapitalis global tidak mungkin dihadapi oleh
lokalitas adalah persaingan yang tidak seimbang sehingga menimbulkan
bertambahnya jumlah warga miskin. Oleh karena diperlukan kesiapan
daerah untuk menguatkan UMKM dan ekonomi kreatif.
Berikutnya, ketiganya memiliki misi yang sama yaitu
mewujudkan kesejahteraan masyarakat, bahkan yang lebih mendasar
adalah survival ability bangsa. Perlu diingat bahwa negara tidaklah
sekedar agregasi daerah-daerah atau Desa-Desa yang otonom. (Hastu,
2007). Spirit Desa bertenaga sosial, berdaulat secara politik, berdaya
secara ekonomi dan bermartabat secara budaya sebenarnya menjadi
79
cita-cita dan fondasi lokal-bawah yang memperkauat negara-bangsa
mendorong pengentasan kemiskinan. Maka dari itu mengatur
penguatan pelaku Usaha Mikro menjadi penting untuk membuktikan
komitmen pemerintah daerah Kabupaten Jombang dalam mewujudkan
kesejahteraan masyarakat.
C. Landasan Yuridis
Landasan yuridis adalah kerangkan hukum formal yang
dijadikan acuan dan pedoman dalam menyusun peraturan
perundangan yang baru, sehingga tidak menimbulkan konflik
kepentingan dan overlapping pengaturan. Berkaitan dengan landasan
yuridis yang dijadikan dasar acuan penyusunan Raperda Penguatan
UMKM dan Ekonomi Kreatif, maka dapat dipaparkan beberapa acuan
hukum sebagai berikut:
1. Pengaturan Penguatan UMKM : Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2008 tentang UMKM.
2. Pemeraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan
UU Nomor 20 /Tahun 2008 tentang UMKM.
3. Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2014 tentang Perizinan Untuk
Usaha Mikro Kecil.
80
BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP
MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN/KOTA
Bab ini akan memaparkan lebih lanjut mengenai jangkauan dan
arah pengaturan darai rancangan Peraturan Daerah tentang Penguatan
Usaha Mikro dan Ekonomi Kreatif.
Adapun ruang lingkup pengaturan dalam Rancangan Peraturan
Daerah tentang Penguatan Usaha Mikro dan Ekonomi Kreatif antara lain
sebagai berikut:
A. Ketentuan Umum 1. Daerah adalah Kabupaten Jombang.
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai
unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
3. Bupati adalah Bupati Jombang.
4. Kecamatan adalah wilayah kerja Camat sebagai Perangkat Daerah.
5. Camat adalah pimpinan Kecamatan sebagai unsur perangkat Daerah.
6. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas
wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal- usul dan / atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
7. Usaha Mikro, Usaha Kecil, Usaha Menengah, dan Usaha Besar
adalah Usaha Mikro, Usaha Kecil, Usaha Menengah, dan Usaha
Besar sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
8. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan
dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha
81
Mikro dengan kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000, dan
hasil usaha penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000,-
9. Izin Usaha adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Pejabat yang
berwenang berdasarkan ketentuan 1 / 36 peraturan perundang-
undangan sebagai bukti legalitas yang menyatakan sah bahwa Usaha
Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah telah memenuhi persyaratan
dan diperbolehkan untuk menjalankan suatu kegiatan usaha tertentu.
10. Jangka Waktu adalah kondisi tingkatan lamanya pengembangan usaha
yang diberikan kepada Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah.
11. Kemitraan adalah kerja sama dalam keterkaitan usaha, baik langsung
maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan,
mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang melibatkan
pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha Besar.
12. Iklim Usaha adalah kondisi yang diupayakan Pemerintah dan
Pemerintah Daerah untuk memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah secara sinergis melalui penetapan berbagai peraturan
perundangundangan dan kebijakan di berbagai aspek kehidupan
ekonomi, agar Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah memperoleh
pemihakan, kepastian, kesempatan, perlindungan, dan dukungan
berusaha yang seluasluasnya.
13. Dunia Usaha adalah Usaha Mikro, Usaha Kecil, Usaha Menengah,
dan Usaha Besar yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia
dan berdomisili di Indonesia.
14. Pembiayaan adalah penyediaan dana oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat melalui bank, koperasi, dan
lembaga keuangan bukan bank, untuk mengembangkan dan
memperkuat permodalan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
15. Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang selanjutnya disingkat
KPPU adalah komisi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat.
82
16. Undang-Undang adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008
tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
17. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah
Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan
Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
18. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggungjawabnya di
bidang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
19. Menteri Teknis/Kepala Lembaga Pemerintah Nonkementerian adalah
menteri/pimpinan lembaga pemerintah Nonkementerian yang secara
teknis bertanggungjawab untuk mengembangkan Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah dalam sektor kegiatannya.
20. Pejabat adalah pejabat yang berwenang untuk memberikan Izin
Usaha sesuai dengan tugas dan fungsinya berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
21. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati/walikota, dan perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
Ruang Lingkup dan Isi Pengaturan sebagai berikut:
BAB II PENGEMBANGAN USAHA
Dalam bab ini diatur tentang : Fasilitasi Pengembangan, Kegiatan
Pengembangan, Prioritas, Intensitas, dan Jangka Waktu, Pelaksanaan
Pengembangan
BAB III KEMITRAAN
Dalam bab ini diatur tentang pola-pola kemitraan. Inti plasma, sub
kontrak, waralaba, perdagangan umum, distribusi dan keagenan, bagi
hasi, kerjasama operasional, usaha patungan. Penyumber-luaran, serta
kemitraan lain, perjanjian. Disamping itu diatur pula peran pemerintah
dan pemerintah daerah dalam kemitraan, pengawasan kemitraan, Tata
Cara Pengenaan Sanksi Administratif.
83
BAN IV PERIZINAN
Dalam bab ini diatur tentang bentuk perizinan, Penyederhanaan Tata
Cara Perizinan, Tata Cara Permohonan Izin Usaha, Biaya Perizinan,
Informasi Izin Usaha, Pembinaan dan Pengawasan.
BAB V KOORDINASI DAN PENGENDALIAN PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO
Dalam bab ini diatur tentang : Lingkup Koordinasi, Penyelenggaraan
Koordinasi dan Pengendalian Pemberdayaan Usaha Mikro, serta Mekanisme
Koordinasi dan Pengendalian.
BAB KETENTUAN PERALIHAN
Pada bab ini akan diatur tentang Usaha Mikro, yang telah melakukan
aktifitas usaha dan belum memiliki perizinan usaha, dalam jangka
waktu paling lama 3 (tiga) tahun.
BAB VII PENUTUP
Dalam bab ini diatur tentang berlakunya Peraturan Daerah ini dan
perintah diundangkan dalam lembaran daerah.
84
BAB VI PENUTUP
Pada bab ini, akan disampaikan simpulan dan saran terkait
penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Penguatan Usaha
Mikro dan Ekonomi Produktif, yang antara lain sebagai berikut:
A. Simpulan
1. Berkaitan dengan praktik penguatan pelaku Usaha Mikro secara
umum belum optimal dalam arti langkah pemerintah daerah yang
ada belum diikuti secara konsisten, terkoordinasi dan bersinergi
dalam rangka meningkatkan ekonomi kecil, terutama menyangkut
pelaksana di lapangan yakni OPD terkait. Hal ini terjadi salah satu
belum adanya suatu peraturan Daerah yang mengikat dan
membingkai berbagai kebijakan pemerintah daerah, sekaligus
pengawasan dan monitoring oleh Dewan Perwakilan rakyat Daerah
terkait penguatan Usaha Mikro dan ekonomi kreatif.
2. Pokok elaborasi teori dapat dipaparkan teori dan konsep yang
mendukung tentang macam-macam jenis penguatan Usaha Mikro,
teori tentang model-model ekonomi kreatif, teori tentang
pemberdayaan masyarakat , serta teori tentang jaminan dan
perlindungan ekonomi kecil mikro, serta peran pemerintah dalam
berbagai level pemerintahan dalam penanggulangan pengangguran.
Dengan landasan teori tersebut raperda yang akan disusun
mempunyai landasan, setidaknya landasan yang ilmiah, sehingga
bisa diuji kebenaran dari struktur yang diambil untuk diputuskan
dalam pengambilan kebijakan.
3. Dalam kajian atas nomenklatur penguatan Usaha Mikro dan
ekonomi kreatif semua mempunyai roh dan semangat untuk
mengurangi pengangguran dan kemiskinan, demikian juga jika
raperda ini berjudul Penguatan Usaha Mikro dan Ekonomi Kreatif
85
juga mempunyai kaitan dengan semangat menangani ekonomi kecil
mikro. dengan asas yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya
adalah prinsip-prinsip umum dalam penyusunan peraturan daerah
yang termaktub dalam ketentuan umum, yang mengarahkan
kemana perda ini akan menjangkau, sekaligus ketentuan ini akan
membatasi lingkup pengaturan. Selanjutnya diuraikan ketentuan
pokok ruang lingkup pengaturan yang berisi tentang pokok-pokok
kaidah yang akan diatur dalam raperda yang disusun.
B. Saran- Saran 1. Dalam penyusunan Rancangan Peraturan Daerah hendaknya dapat
memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat lokal yang
berkaitan dengan kondisi ekonomi warga yang nantinya akan menjadi
objek dari peraturan daerah, terutama peraturan tentang penguatan
ekonomi kecil mikro dan menengah di Kabupaten Jombang.
2. Dalam penyusunan Rancangan Peraturan Daerah hendaknya
menentukan skala prioritas pengaturan, untuk itu perlunya ada
pelibatan dan partisipasi masyarakat terutama tokoh masyarakat
yang dilakukan secara langsung, melalui public hearing maupun
konsultasi publik atas draft Raperda tentang Penguatan Usaha
Mikro dan Ekonomi Kreatif. Disamping ada semangat wakil rakyat
untuk memberdayakan masyarakat ekonomi lemah, terutama
pengurangan pengangguran dan angka kemiskinan akan diatur
dalam Rancangan Peraturan Daerah ini.
3. Dalam Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Penguatan
Usaha Mikro dan Ekonomi Kreatif hendaknya disiapkan dan diikuti
dengan Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang Petunjuk Teknis
Pelaksanaan Peraturan Daerah yang nantinya akan ditetapkan.
4. Berkaitan dengan penamaan judul Raperda tentang Penguatan Usaha
Mikro dan Ekonomi Kreatif, sebetulnya sudah mencerminkan upaya
yang konkrit bahwa fakta di masyarakat menunjukkan ada sebagian
warga yang bergerak pada ekonomi mikro kecil yang perlu dikuatkan.
86
DAFTAR PUSTAKA Ade Komarudin, 2014, Politik Hukum Integratif UMKM, Penerbit RM
Books, Jakarta.
Anoraga, Pandji, 2001, Perilaku Keorganisasian, Jakarta : Dunia Pustaka
Jaya.
Anonim, 2001, Budaya Paternalisme Dalam Birokrasi Pelayanan Publik,
Yogyakarta : Policy Brief CPPS-UGM,
Dwi Harsono, 1998, Efektivitas Otonomi Daerah, Purwokerto : Penelitian-
UNSOED,
Jos Luhukay, Makin Flat Organisasinya, Makin Tinggi TI-nya, Ebizzasia,
Volume III No 24 – Februari-Maret 2005
Les Pang, 2001, A Lesson in the “Leadership for the 21st Century” Course
//member.aol.com/lpang10473/ldc.flat.htm
Linda, 2012. Analisis Dampak Kredit Mikro Terhadap Perkembangan
Usaha Mikro Di Kota Semarang, Universitas Diponegoro.
B. Hestu Cipto Handoyo. 2008. Prinsip-Prinsip Legal Drafting dan Desain
Naskah Akademik. Yogyakarta : Penerbit Universitas Atma Jaya
Yogyakarta.
Dharma, Surya, 2005, Manajemen Kinerja, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Maria Farida Indrati S. 2007. Ilmu Perundang-undangan : Jenis, Fungsi,
dan Materi Muatan. Yogyakarta : Kanisius
Maskun, Sumitro, 1997, Pembangunan Masyarakat Desa, Asas,
Kebijaksanaan, dan Manajemen, Media Widya Mandala, Yogyakarta,
Nasikun, 1995, Kemiskinan di Indonesia Menurun, dalam Perangkap
Kemiskinan, Problem, dan Strategi Pengentasannya, (Bagong Suyanto,
ed), Airlangga Univercity Press
Sukirno, S. 1985. Ekonomi Pembangunan : Proses, Masalah dan dasar
Kebijaksanaan. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, Jakarta.
87
Swasono dan Sulistyaningsih. 1993. Pengembangan Sumberdaya
Manusia : Konsepsi Makro untuk Pelaksanaan di Indonesia. Izufa
Gempita, Jakarta.
Mukhyi, Abdul. M & Saputro, Imam, Hadi, 1995. Pengantar Manajemen
Umum.
Jakarta : Gunadarma University
Herbert J. Rubin :Journal of Public Administration Review; “Understanding
The Ethos of Community Based Development : Ethno Graphic
Description for Public Administrators”, Sep/Oct 1993; Vol. 53, No. 5;
ABI/INFORM Researchpg. 431. Northen Illinois University).
I.C. van der Vlies, Het wetsbegrip en beginselen van behoorlijke
regelgeving, ’s-Gravenhage : Vuga 1984 hal 186 seperti dikutip oleh
A. Hamid S. Attamimi, Peranan Keputusan Presiden Republik
Indonesia dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara, hal. 330,
dalam Maria Farida Indrati, S., Ilmu Perundang-undangan, Jenis,
Fungsi, dan Materi Muatan, Jakarta : Kanisius, hlm. 253-254.
Simatupang, Pantjar, M.H. Togatorop, Rudy P. Sitompul, Tulus
Tambunan (eds.) (1994), Prosiding Seminar Nasional Peranan
Strategis Industri Kecil dalam Pembangunan Jangka Panjang Tahap
II, UKI-Press, Jakarta.
Soetrisno, Loekman (1995), “Membangun Ekonomi Rakyat Melalui
Kemitraan : Suatu Tinjauan Sosiologis”, makalah dalam Diskusi
Ekonomi Kerakyatan, Hotel Radisson, Yogyakarta, 5 agustus.
Sumodiningrat, Gunawan (1994), “Tantangan dan Peluang Pengembangan
Usaha Kecil”, Jurnal Tahunan CIDES, no.1, h.157-164.
Syamsi, Ibnu, 1999, Pokok-pokok Organisasi dan Manajemen, Yogyakarta
: Bina Aksara.
__________, 1996, Pokok-pokok Organisasi dan Manajemen, Yogyakarta,
Renika Cipta.
Supardal, 2013, Pengembangan UMKM berbasis Usaha Sejenis untuk
Memperkuat usaha, Journa Siasat Bisnis (Terakreditasi Nasional)
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM
88
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan UU N0
20/2008.
Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2014 tentang Perizinan Untuk
Usaha Mikro Kecil
Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan,
Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan;
1
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR ……………… TAHUN 2017
TENTANG
PENGUATAN USAHA MIKRO DAN EKONOMI KREATIF
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG,
Menimbang : a. bahwa Usaha Mikro memiliki peran dan kedudukan
yang strategis dalam membangun ketahanan ekonomi masyarakat melalui penciptaan lapangan kerja dan penanggulangan kemiskinan;
b. bahwa Usaha Mikro sebagai salah satu pelaku
pembangunan ekonomi di daerah perlu diberdayakan melalui fasilitasi dan penciptaan iklim usaha yang sehat sekaligus memberikan manfaat dan kesejahteraan masyarakat Jombang;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan b perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Penguatan Usaha Mikro dan Ekonomi Kreatif.
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang
Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 41);
3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4866);
4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan; (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 5234);
2
5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116);
6. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5394);
7. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 45; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5512);
8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587 sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 40; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5404);
10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 114; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5887);
11. Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern;
12. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2008 Tentang Kebijakan Industri Nasional;
13. Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2012 tentang Koordinasi Penataan Pedagang Kaki Lima;
14. Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2013 tentang Pengembangan Inkubator Wirausaha;
15. Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2014 tentang Perizinan untuk Usaha Mikro Kecil;
16. Peratuan Menteri Dalam Negeri Nomor 83 Tahun 2014 tentang Pedoman Pemberian Izin Usaha Mikro dan Kecil (Berita Negara Republik Indonesia tahun 2014 Nomor 1814); dan
17. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 Tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 2036).
3
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN JOMBANG
dan BUPATI JOMBANG
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGUATAN USAHA MIKRO DAN EKONOMI KREATIF
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Jombang. 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Jombang. 3. Bupati adalah Bupati Jombang. 4. Perangkat Daerah adalah Dinas dan/atau Badan yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan daerah. 5. Penguatan Usaha Mikro adalah upaya yang dilakukan Pemerintah
Daerah, Dunia Usaha, dan Masyarakat secara sinergis dalam bentuk pengembangan dan penumbuhan iklim usaha terhadap Usaha Mikro sehingga mampu tumbuh dan berkembang menjadi usaha yang tangguh, mandiri dan berdaya saing.
6. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.
7. Dunia Usaha adalah Usaha Mikro, Usaha Kecil, Usaha Menengah, dan Usaha Besar yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia dan berdomisili di Indonesia.
8. Iklim Usaha adalah kondisi yang diupayakan Pemerintah Daerah, untuk memperkuat Usaha Mikro secara sinergis melalui penetapan berbagai peraturan perundang-undangan dan kebijakan di berbagai aspek kehidupan ekonomi agar Usaha Mikro memperoleh pemihakan, kepastian, kesempatan, perlindungan, dan dukungan berusaha yang seluas-luasnya.
9. Izin Usaha adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Pejabat yang berwenang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai bukti legalitas yang menyatakan sah bahwa Usaha Mikro telah memenuhi persyaratan dan diperbolehkan untuk menjalankan suatu kegiatan usaha tertentu.
10. Pengembangan adalah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat untuk memberdayakan Usaha Mikro.
4
11. Fasilitasi adalah upaya yang dilakukan Pemerintah Daerah untuk memberdayakan Usaha Mikro dengan serangkaian kegiatan yang memberikan kemudahan berupa bantuan, pendampingan, bimbingan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan dan daya saing Usaha Mikro.
12. Pembiayaan adalah penyediaan dana oleh Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat melalui bank, koperasi, dan lembaga keuangan bukan bank, untuk mengembangkan dan memperkuat permodalan Usaha Mikro.
13. Penjaminan adalah pemberian jaminan pinjaman Usaha Mikro oleh Lembaga Penjamin Kredit sebagai dukungan untuk memperbesar kesempatan memperoleh pinjaman dalam rangka memperkuat permodalannya.
14. Kemitraan adalah kerjasama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang melibatkan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha Besar.
15. Perlindungan Usaha adalah upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada usaha untuk menghindari praktik monopoli dan pemusatan kekuatan ekonomi oleh Pelaku Usaha.
16. Pelaku Usaha adalah setiap orang per orang atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan di daerah atau melakukan kegiatan dalam daerah, baik sendiri maupun bersama-sama melalui kesepakatan menyelenggarakan kegiatan dalam berbagai bidang ekonomi.
17. Jejaring Usaha adalah kumpulan pelaku usaha yang berada dalam rantai produksi barang/jasa yang sama atau berbeda dan memiliki keterkaitan satu sama lain serta kepentingan yang sama.
18. Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok orang, dan/atau pemangku kepentingan non pemerintah lain yang bergerak dibidang pemberdayaan Usaha Mikro.
19. Kompetensi adalah kemampuan pelaku usaha dalam mengelola dalam bidang usaha yang ditekuni.
BAB II ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Pengembangan Usaha Mikro dilaksanakan berdasar asas : a. kepastian hukum; b. demokrasi ekonomi; c. kepentingan daerah dan masyarakat; d. persaingan usaha yang sehat; e. keterpaduan pembangunan daerah; f. kemandirian; g. keberlanjutan; h. keterbukaan; dan i. berwawasan lingkungan.
5
Pasal 3
Pengembangan Usaha Mikro diselenggarakan dengan tujuan : a. meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah; b. menciptakan dan memperluas lapangan kerja; c. meningkatkan pembangunan ekonomi daerah yang berkualitas dan
berkelanjutan; d. mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan berbasis potensi
unggulan daerah; e. meningkatkan daya saing usaha lokal; f. meningkatkan partisipasi masyarakat dan dunia usaha untuk
menumbuhkan Usaha Mikro; g. menumbuhkembangan kewirausahaan dan budaya kreatif pelaku
Usaha Mikro; h. meningkatkan kapasitas sumber daya manusia Usaha Mikro; i. meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat yang
berkeadilan; j. memberikan perlindungan ekonomi masyarakat; k. menumbuhkan iklim usaha daerah yang kondusif; l. mewujudkan kepastian berusaha dan berinvestasi, persaingan yang
sehat, serta mencegah pemusatan atau penguasaan sektor ekonomi oleh satu kelompok atau perseorangan.
BAB III PENGUATAN USAHA MIKRO
Pasal 4
(1) Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan Masyarakat menyelenggarakan
penguatan Usaha Mikro;
(2) Penguatan Usaha Mikro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan : a. fasilitasi pengembangan usaha; dan b. penumbuhan iklim usaha.
BAB IV FASILITASI PENGEMBANGAN USAHA.
Pasal 5
(1) Fasilitasi pengembangan usaha sebagaimana dimaksud pada Pasal
4 ayat (2) huruf a dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan melibatkan Dunia Usaha dan Masyarakat.
(2) Fasilitasi pengembangan usaha oleh pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan Perangkat Daerah terkait.
6
Pasal 6
Ruang lingkup fasilitasi pengembangan usaha meliputi : a. pembangunan sumber daya manusia; b. pembiayaan dan penjaminan; c. produksi dan produktifitas; d. pemasaran; e. perijinan dan standarisasi; f. pengembangan ekonomi kreatif.
BAB V PEMBANGUNAN SUMBER DAYA MANUSIA
Pasal 7
(1) Pembangunan sumber daya manusia dalam Usaha Mikrountuk
meningkatkan kemampuan sesuai dengan bidang usahanya dan/atau memiliki kompetensi dalam bidang usaha tertentu.
(2) Pemerintah Daerah berperan dan bertanggung jawab dalam pembangunan sumber daya manusia dalam Usaha Mikro.
Pasal 8
Dalam rangka pembangunan sumber daya manusia Usaha Mikro Pemerintah Daerah melakukan upaya fasilitasi meliputi : a. membangun budaya kewirausahaan; b. menumbuhkan motivasi dan kreatifitas usaha; dan c. meningkatkan keterampilan teknis dan manajemen wirausaha.
Pasal 9
(1) Upaya pembangunan sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 8 dilakukan melalui fasilitasi pendidikan dan pelatihan yang diselengarakan Pemerintah Daerah, Dunia Usaha dan masyarakat.
(2) Penyelenggaraan bidang-bidang pendidikan dan pelatihan sesuai kebutuhan Usaha Mikro.
(3) Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilaksanakan oleh : a. perorangan sebagai tenaga ahli dan atau tenaga konsultan dan
atau tenaga pendamping Usaha Mikro; b. lembaga pendidikan dan pelatihan formal maupun non formal
meliputi yayasan, badan hukum swasta, perguruan tinggi dan organisasi kemasyarakatan.
7
(4) Lembaga pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b harus memiliki kompetensi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Untuk meningkatkan kompetensi dalam bidang usaha tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 ayat (1) lembaga pendidikan dan pelatihan menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi.
BAB VI PEMBIAYAAN DAN PENJAMINAN
Bagian Kesatu Pembiayaan
Pasal 10
(1) Pemerintah Daerah wajib mengalokasikan pembiayaan dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah untuk pemberdayaan Usaha Mikro.
(2) Pemerintah Daerah memfasilitasi kerjasama penguatan permodalan Usaha Mikro melalui skema Tanggung Jawab Sosial Perusahaan kepada Usaha Mikro sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Dunia Usaha dan Masyarakat dapat memberikan pembiayaan kepada Usaha Mikro melalui bantuan dan/atau sumber pembiayaan lain yang sah serta tidak mengikat.
(4) Pemerintah Daerah mengkoordinasikan pelaksanaan pembiayaan Usaha Mikro sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3).
Pasal 11
(1) Pengalokasian dan pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) digunakan untuk kegiatan perkuatan permodalan UMKM melalui Lembaga Keuangan Mikro Daerah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Lembaga Keuangan Mikro Daerah diatur dengan Peraturan Daerah tersendiri.
Pasal 12
Dalam rangka meningkatkan sumber pembiayaan Usaha Mikro, Pemerintah Daerah melalui perangkat daerah terkait berupaya melakukan : a. pengembangan sumber pembiayaan dari kredit perbankan dan
lembaga keuangan bukan bank; b. peningkatan kerjasama antara Usaha Mikro melalui koperasi simpan
pinjam konvensional dan syariah;
8
c. penyediaan dan penyaluran kredit mikro melalui Lembaga Keuangan Mikro Daerah;
d. pengembangan sumber pembiayaan lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 13
Pelaksanaan pengkoordinasian pembiayaan Usaha Mikro sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan upaya peningkatan sumber pembiayaan Usaha Mikro sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 oleh Perangkat Daerah terkait.
Pasal 14
(1) Pemerintah Daerah memfasilitasi kemudahan bagi Usaha Mikro
dalam memperoleh pembiayaan secara cepat, tepat, murah, dan tidak diskriminatif.
(2) Pemerintah Daerah meningkatkan akses Usaha Mikro terhadap sumber pembiayaan dengan : a. Meningkatkan kerjasama dengan lembaga keuangan bank dan
bukan bank untuk menumbuhkembangkan dan memperluas jaringan pelayanan terhadap Usaha Mikro;
b. meningkatkan kerjasama dengan lembaga penjamin kredit untuk menumbuhkembangkan dan memperluas jangkauan pelayanan terhadap Usaha Mikro;
c. memberikan pendampingan dan fasilitasi bagi Usaha Mikro dalam memenuhi persyaratan untuk memperoleh pembiayaan; dan
d. meningkatkan fungsi dan peran Konsultan Keuangan Mitra Bank dalam pendampingan dan advokasi bagi Usaha Mikro.
(3) Dunia Usaha dan masyarakat berperan serta secara aktif meningkatkan akses UMKM terhadap pinjaman atau kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara : a. meningkatkan kemampuan menyusun studi kelayakan usaha; b. meningkatkan pengetahuan mengenai prosedur pengajuan kredit
atau pinjaman; dan c. meningkatkan pemahaman dan keterampilan teknis serta manajemen
usaha.
Bagian Kedua Penjaminan
Pasal 15
(1) Pemerintah Daerah memfasilitasi Usaha Mikro dalam upaya memperoleh
pembiayaan melalui Lembaga Penjaminan Kredit.
(2) Penjaminan Kredit hanya ditujukan pada kegiatan yang dilakukan oleh Usaha Mikro yang bersifat produktif.
9
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Lembaga Penjaminan Kredit diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB VII PRODUKSI DAN PRODUKTIFITAS
Bagian Kesatu
Pengembangan Produksi
Pasal 16
(1) Pemerintah Daerah memberikan kemudahan akses bagi Usaha Mikro dalam pemanfaatan bahan baku dengan melakukan upaya : a. memberikan kemudahan dalam pengadaan bahan baku, sarana
dan prasarana produksi dan bahan penolong bagi pengolahan produk Usaha Mikro;
b. mengoptimalkan pemanfaatan potensi sumber daya daerah untuk dapat dijadikan bahan baku bagi pengolahan produk Usaha Mikro;
c. mengembangkan kerjasama antar daerah melalui penyatuan sumberdaya yang dimiliki beberapa daerah dan memanfaatkannya secara optimal sebagai bahan baku bagi pengolahan produk Usaha Mikro; dan
d. mendorong pemanfaatan sumber bahan baku terbarukan agar lebih menjamin kehidupan generasi yang akan datang secara mandiri.
(2) Untuk mengembangkan produksi Usaha Mikro Pemerintah Daerah mendorong dan atau mempromosikan pemanfaatan bahan baku yang berasal dari sumber daya daerah.
(3) Pemerintah Daerah memberikan insentif terhadap Usaha Mikro yang sebagian besar bahan baku produksinya memanfaatkan sumber daya daerah berupa kemudahan promosi dan pemasaran.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati.
Pasal 17
(1) Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan Masyarakat memberikan
fasilitasi, dukungan dan kemudahan bagi Usaha Mikro untuk mendapatkan penguasaan teknologi tepat guna.
(2) Fasilitasi teknologi tepat guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam rangka peningkatan kualitas produk Usaha Mikro.
(3) Fasilitasi teknologi tepat guna diberikan melalui pelatihan, pendampingan dan pemberian peralatan produksi.
10
Pasal 18
Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan Masyarakat melakukan pendampingan bagi Usaha Mikro untuk meningkatkan pengembangan produksi.
Bagian Kedua Peningkatan Produktifitas
Pasal 19
(1) Untuk meningkatkan produktifitas pelaku Usaha Mikro Pemerintah
Daerah, Dunia Usaha dan Masyarakat melakukan fasilitasi : a. pengembangan teknologi tepat guna; b. alih teknologi tepat guna.
(2) Pengembangan teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dilakukan melalui fasilitasi kerja sama penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan lembaga pendidikan dan/atau lembaga penelitian dan pengembangan dalam negeri.
(3) Alih teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan melalui fasilitasi pelatihan dan pendampingan alih teknologi oleh lembaga pendidikandan/atau lembaga penelitian dan pengembangan dalam negeri kepada Usaha Mikro.
Pasal 20
Dalam rangka meningkatkan kapasitas dan produktivitas Usaha Mikro Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, Masyarakat melakukan upaya pembinaan usaha berupa : a. teknis produksi; dan b. manajemen produksi.
BAB VIII PEMASARAN
Pasal 21
(1) Pemerintah Daerah, Dunia Usaha dan Masyarakat memberikan
fasilitasi Usaha Mikro dalam bidang pemasaran di dalam negeri maupun luar negeri.
(2) Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa : a. melaksanakan penelitian dan pengkajian pemasaran; b. menyebarluaskan informasi pasar; c. meningkatkan kemampuan manajemen dan teknik pemasaran
bagi Usaha Mikro;
11
d. menyediakan sarana pemasaran yang meliputi penyelenggaraan uji coba pasar, lembaga pemasaran, penyediaan rumah dagang, dan promosi Usaha Mikro;
e. memberikan dukungan promosi produk, jaringan pemasaran, kontak dagang, dan distribusi; dan
f. menyediakan tenaga konsultan profesional dalam bidang pemasaran.
Pasal 22
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara fasilitasi pemasaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 diatur dengan Peraturan Bupati.
Pasal 23
(1) Pemerintah Daerah wajib memberikan perlindungan pasar kepada
Usaha Mikro.
(2) Bentuk perlindungan pasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. pencegahan terjadinya penguasaan pasar dan pemusatan usaha
oleh orang perorangan atau kelompok tertentu yang merugikan Usaha Mikro;
b. perlindungan atas usaha tertentu yang strategis untuk Usaha Mikro dari upaya monopoli dan persaingan tidak sehat lainnya;
c. perlindungan dari tindakan diskriminasi dalam pemberian layanan pemberdayaan untuk Usaha Mikro;
d. pemberian bantuan konsultasi hukum dan pembelaan bagi pelaku Usaha Mikro; dan
e. perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual.
Pasal 24
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perlindungan pasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB IX FASILITASI PERIZINAN DAN STANDARISASI
Bagian Kesatu
Fasilitasi Perizinan
Pasal 25
(1) Usaha Mikro dalam melakukan usahanya harus memiliki bukti legalitas usaha sesuai ketentuan peraturan perundang–undangan.
(2) Bukti legalitas usaha untuk Usaha Mikro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk Ijin Usaha Mikro Kecil.
12
Pasal 26
(1) Tata cara perizinan Usaha Mikro dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pelaksanaan pelayanan perijinan wajib menerapkan tata cara perijinan yang meliputi : a. percepatan waktu proses penyelesaian pelayanan tidak melebihi
standar waktu yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;
b. kejelasan dan kemudahan prosedur pelayanan yang dapat ditelusuri pada setiap tahapan proses perizinan;
c. keterbukaan informasi kepada masyarakat yang berkaitan dengan penyelenggaraan pelayanan perijinan; dan
d. kepastian hukum dalam penyelenggaraan pelayanan perijinan.
Pasal 27
(1) Dalam hal informasi ijin usaha Pejabat yang berwenang wajib menyampaikan informasi kepada Usaha Mikro sebagai pemohon izin mengenai : a. persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon; b. tata cara mengajukan permohonan izin usaha; dan c. batas waktu pelayanan perizinan.
(2) Pejabat yang berwenang wajib memberikan informasi mengenai tahapan
dan perkembangan proses layanan perizinan.
Pasal 28 Pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) wajib menyelenggarakan layanan pengaduan atas ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan dan menindaklanjuti sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 29
Pemegang izin usaha berhak : a. memperoleh kepastian dalam menjalankan usahanya; dan b. mendapatkan pelayanan, pemberdayaan dan perlindungan dari
Pemerintah Daerah.
Pasal 30
Pemegang izin usaha wajib : a. menjalankan usahanya sesuai dengan izin usaha; dan b. mematuhi ketentuan yang tercantum dalam izin usaha.
13
Bagian Kedua Standarisasi
Pasal 31
(1) Pemerintah Daerah wajib memfasilitasi Usaha Mikro untuk menghasilkan
barang/jasa yang memenuhi standarisasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Fasilitasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Perangkat Daerah terkait sesuai dengan jenis Usaha Mikro dalam bentuk pembinaan tentang standar barang/jasa.
(3) Pelaksanaan fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB X PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF
Pasal 32
(1) Pemerintah Daerah, Dunia Usaha dan Masyarakat memfasilitasi
pengembangan ekonomi kreatif.
(2) Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan : a. pengembangan dan pemanfaatan sumber daya kreatif dan
inovasi masyarakat; dan b. menumbuhkan budaya kreatif dan kearifan lokal setempat.
(3) Pemerintah Daerah dapat melakukan fasilitasi sebagaimana dalam
ayat (1) di atas melalui : a. penyediaan ruang dan wilayah untuk masyarakat dalam
berkreatifitas dan berinovasi; b. pengembangan sentra usaha kreatif; c. pelatihan teknologi dan desain; d. konsultasi, bimbingan, advokasi, dan fasilitasi perlindungan Hak
Kekayaan Intelektual untuk Usaha Mikro; dan e. fasilitasi promosi dan pemasaran produk usahaekonomi kreatif di
dalam dan luar negeri.
14
BAB XI PENUMBUHAN IKLIM USAHA
BAGI USAHA MIKRO
Pasal 33
Penumbuhan iklim usaha yang sehat sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (2) huruf b dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan melibatkan Dunia Usaha dan Masyarakat.
Pasal 34
Ruang lingkup penumbuhan iklim usaha yang sehat bagi Usaha Mikro meliputi : a. kemitraan dan jejaring usaha; b. perlindungan produk lokal dan produk unggulan daerah; c. penyelenggaraan sistem informasi; dan d. pembinaan dan Pengawasan.
BAB XII Bagian Kesatu
Kemitraan
Pasal 35
(1) Pemerintah daerah memfasilitasi kerjasama Usaha Mikro dengan pihak lain berdasarkan prinsip kemitraan dan menjunjung etika bisnis yang sehat.
(2) Prinsip kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi prinsip :
a. saling membutuhkan; b. saling mempercayai; c. saling memperkuat; dan d. saling menguntungkan.
(3) Fasiltasi kemitraan Usaha Mikro bertujuan untuk :
a. mengembangkan skala Usaha Mikro; b. mengembangkan kerjasama untuk meningkatkan posisi tawar
Usaha Mikro; c. mencegah terjadinya hal-hal yang merugikan Usaha Mikro
dalam pelaksanaan transaksi usaha; d. mencegah pembentukan struktur pasar yang mengarah pada
terjadinya persaingan tidak sehat dalam bentuk monopoli, oligopoli, dan monopsoni; dan
e. mencegah terjadinya penguasaan pasar dan pemusatan usaha oleh orang perseorangan atau kelompok tertentu yang merugikan Usaha Mikro.
15
Pasal 36
Pemerintah Daerah memfasilitasi Usaha Mikro untuk melakukan hubungankemitraan dalam berbagai bentuk bidang usaha meliputi : a. bidang produksi dan pengolahan; b. pemasaran; c. permodalan; d. sumber daya manusia; dan e. ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pasal 37 (1) Dalam mewujudkan kemitraan sebagaimana dimaksud pada Pasal 37
ayat (1), Pemerintah Daerah berperan sebagai fasilitator dalam bentuk : a. membuka akses dan kontak kerjasama untuk Usaha Mikro; b. memberikan pelayanan konsultasi kerjasama bagi Usaha Mikro; dan c. memberikan pendampingan hukum bagi Usaha Mikro dalam
melakukan kontrak kerjasama.
(2) Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Bagian Kedua Jejaring Usaha
Pasal 38
(1) Pelaku Usaha Mikro dapat membentuk jejaring usaha dalam rangka
memperkuat kepentingan Usaha Mikro terhadap pihak lain.
(2) Jejaring usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi bidang usaha yang mencakup bidang-bidang yang disepakati oleh para pihak dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum dan kesusilaan.
(3) Pembentukan jejaring usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan kepada Pemerintah Daerah.
16
BAB XIII PRODUK LOKAL DAN PRODUK UNGGULAN DAERAH
Bagian Kesatu Produk Lokal
Pasal 39
Pemerintah Daerah wajib meningkatkan penggunaan produk daerah hasil dari Usaha Mikro yang ada di wilayah Kabupaten, termasuk dalam pengadaan barang dan/atau jasa.
Bagian Kedua
Produk Unggulan Daerah
Pasal 40
(1) Pemerintah Daerah menetapkan kriteria produk unggulan daerah dan prosedur pengajuan sebagai produk unggulan daerah.
(2) Pemerintah daerah melalui Dinas Koperasi dan Usaha Mikro wajib melakukan pembinaan, advokasi, perlindungan, dan pendampingan dalam pengurusan produk unggulan daerah yang memiliki persyaratan mendapatkan Hak Kekayaan Intelektual dan melindungi dari persaingan usaha yang dapat mengancam keberadaan produk unggulan daerah di pasaran.
Pasal 41
(1) Pemerintah daerah mendorong terselenggaranya program pemberdayaan
dan promosi daerah dalam menggunakan dan mencintai produk unggulan daerah kepada masyarakat.
(2) Penguatan atas program pemberdayaan dan promosi Usaha Mikro dituangkan dalam kebijakan prioritas Pemerintah Daerah yang disusun dengan memperhatikan potensi sumber daya lokal dan perkembangan perekonomian daerah dan regional.
BAB XIV PENYELENGGARAAN SISTEM INFORMASI
Pasal 42
(1) Pemerintah Daerah melalui Dinas Koperasi dan Usaha Mikro
mengembangkan dan mengelola sistem informasi usaha mikro.
17
(2) Setiap pelaku Usaha Mikro wajib menyampaikan data secara akurat, lengkap, dan tepat waktu kepada Dinas Koperasi dan Usaha Mikro setiap 1 (satu) tahun.
(3) Pemerintah Daerah melalui Dinas Koperasi dan Usaha Mikro dapat memberikan kemudahan akses data Usaha Mikro melalui sistem informasi bagi Dunia Usaha dan Masyarakat yang berkepentingan.
Pasal 43
Pengembangan usaha sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat (1) sebagai bentuk peran serta oleh Dunia Usaha dan Masyarakat.
Pasal 44
(1) Dunia Usaha dan Masyarakat dapat berperan serta dalam
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan Usaha Mikro di daerah.
(2) Peran serta Dunia Usaha dan masyarakat dalam pembangunan Usaha Mikro dapat berbentuk saran, pendapat, usul, penyampaian informasi, dan laporan.
(3) Pemerintah Daerah mendorong peran serta Dunia Usaha dan Masyarakat dalam kaitannya dengan perencanaan dan pelaksanaan pengembangan Usaha Mikro.
BAB XV PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN SANKSI
Bagian Kesatu
Pembinaan dan Pengawasan
Pasal 45
(1) Pembinaan dan pengawasan pemberdayaan Usaha Mikro dan ekonomi kreatif dilakukan oleh Pemerintah Daerah.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. menyusun, menyiapkan, menetapkan dan/atau melaksanakan
kebijakan umum di daerah tentang penumbuhan iklim usaha, pengembangan usaha, pembiayaan dan penjaminan, dan kemitraan;
b. memaduserasikan perencanaan daerah, sebagai dasar penyusunan kebijakan dan strategi pemberdayaan yang dijabarkan dalam program daerah;
c. menyelesaikan masalah yang timbul dalam penyelenggaraan pemberdayaan di daerah;
18
d. menyelenggarakan kebijakan dan program pengembangan usaha, pembiayaan dan penjaminan, dan kemitraan pada daerah
e. mengkoordinasikan pengembangan kelembagaan dan sumber daya manusia Usaha Mikro di daerah;
f. menjamin persaingan usaha yang sehat bagi Usaha Mikro; g. melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan penguatan
Usaha Mikro.
(3) Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh Perangkat Daerah terkait sesuai dengan kewenangannya.
Bagian Kedua
Sanksi
Pasal 46
(1) Bupati sesuai dengan kewenangannya mengenakan sanksi administratif berupa : a. peringatan tertulis; b. denda administratif; c. penutupan sementara; d. pembekuan Ijin usaha; dan/atau e. pencabutan Ijin usaha.
(2) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diberikan berdasarkan hasil pemeriksaan atas laporan yang berasal dari : a. pengaduan; dan/atau b. tindak lanjut hasil pengawasan.
(3) Pemberian sanksi administratif oleh Bupati wajib mengacu pada
norma, standar, prosedur, dan kriteria pemberian sanksi administratif sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Pasal 47
(1) Dunia Usaha dan Masyarakat dapat berperan serta dalam
pembinaan dan pengawasan pembangunan Usaha Mikro di daerah.
(2) Peran serta Dunia Usaha dan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk saran, pendapat, usul, penyampaian informasi, dan laporan.
(3) Pemerintah Daerah mendorong peran serta dengan membuka komunikasi dengan Dunia Usaha dan Masyarakat dalam kaitannya dengan pembinaan dan pengawasan Usaha Mikro.
19
BAB XII KETENTUAN PENUTUP
Pasal 48
Peraturan pelaksana dari Peraturan Daerah ini ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Daerah ini diundangkan.
Pasal 49
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Jombang.
Ditetapkan di Jombang pada tanggal BUPATI JOMBANG,
ttd Diundangkan di Jombang pada tanggal SEKRETARIS DAERAH JOMBANG ttd