kasus 2 kodeki
DESCRIPTION
kasus kodekiTRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
Dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, seorang dokter dituntut untuk beretika yang
baik. Etika yang baik tidak hanya diterapkan pada hubungan dokter dengan pasien tetapi juga
dalam hubungan dokter dengan teman sejawat. Hal ini juga dibahas dalam sumpah dokter dan
kode etik kedokteran (KODEKI).
Namun dalam praktiknya, bisa kita jumpai berbagai permasalahan yang timbul karena etika
dokter yang tidak baik. Dokter yang tidak beretika akan sulit diterima oleh masyarakat dan
teman-teman sejawatnya. Selain itu, masyarakat yang kecewa atas sikap dokter tersebut akan
berperilaku tidak jujur tentang permasalahan kesehatan yang sedang dihadapinya dan tidak
percaya lagi pada dokter yang bersangkutan. Dan hal ini akan merugikan dokter tersebut. Oleh
karena itu, etika sangat penting bagi dokter untuk menarik simpati masyarakat dan teman-teman
sejawatnya.
Dokter yang beretika akan menghormati hak-hak pasien. Antara lain adalah hak pasien
dalam mendapatkan informasi tentang masalah kesehatannya. Sebelum melakukan tindakan
medik lebih lanjut, seorang dokter juga perlu memberikan informasi dan mendapatkan
persetujuan dari pasien untuk melakukan tindakan medik tersebut (informed consent). Dokter
yang tidak memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasiennya, dianggap melanggar
kode etik kedokteran, sumpah dokter dan hukum.
Tulisan ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan tentang pentingnya etika bagi seorang
dokter. Yang didalamnya juga mencakup informed consent.
1
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
Kasus:
Seorang pria mengalami kecelakaan lalu lintas dibawa ke poliklinik 24 jam. Diperiksa oleh dokter
terdapat hematom di paha kiri, kemudian diberi obat dan diperbolehkan pulang tanpa penjelasan
apapun. Sesampai di rumah, hematom makin hebat dan pasien mengalami penurunan kesadaran.
Oleh keluarga dibawa ke rumah sakit. Diperiksa oleh dokter. Dokter tersebut mengatakan, “pasien
seperti ini kok tidak segera dirujuk, padahal kan harus segera dioperasi!”. Mendengar pernyataan
dokter tersebut, keluarga marah dan berniat untuk menuntut dokter poliklinik. Setelah keluarga
menandatangani informed consent, dokter rumah sakit segera melakukan tindakan operasi.
Step 1
Poliklinik : Balai pengobatan berbagai macam penyakit tetapi tidak untuk pasien rawat inap.
Hematom : Penggumpalan darah yang terlokalisasi akibat pecahnya dinding pembuluh darah.
Pada kasus ini terjadi close fractured di paha kiri (femure), jika pendarahan di
tulang panjang akan terjadi pendarahan yang banyak sehingga mengakibatkan
pasien kehilangan kesadaran.
Informed consent: Persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga atas dasar penjelasan medis
yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut.
Operasi : suatu tindakan yang dilakukan berdasarkan ijin dari keluarga atau pasien untuk
dilakukannya tindakan upaya kesehatan.
Rumah sakit : balai pengobatan atau institusi profesional yang didalamnya terdapat dokter,
perawat, dll, serta pasien dapat menjalani rawat inap.
Kecelakaan : peristiwa benturan atau sentuhan yang menimbulkan cedera jasmani/ psikis (KBBI)
Step 2
1. Pertanggungjawaban dokter menurut kodeki dan agama Islam!
2
2. Mengapa dokter poliknik memperbolehkan pasien pulang tanpa penjelasan !
3. Apa yang membuat keluarga pasien marah sehingga ingin menuntut dan apa dampaknya?
4. Bagaimana etika dokter terhadap taman sejawat?
5. Fungsi informed consent?
Step 3
1) Pertanggungjawaban Dokter
a. Menurut Kode Etik Kedokteran Indonesia,
dokter poliklinik telah melanggar:
Pasal 7a “Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya,
memberikan pelayanan medis yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral
sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat
manusia”. Dokter telah mengabaikan hak pasien untuk mendapatkan pelayanan yang
kompeten dari dokter.
Pasal 7c “Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak
sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien”.
Pasal 10 “Dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan
keterampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ia tidak mampu melakukan
suatu pemeriksaan atau pengobatan, ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang
mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut”.
Dokter poliklinik tidak merujuk pasien yang tidak mampu ia tangani.
Pasal 13 “Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas
perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu
memberikannya”.
Sedangkan dokter rumah sakit telah melanggar:
Pasal 7b “Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan
sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki
kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau 3
penggelapan, dlam menangani pasien”. Dokter RS tidak berupaya mengingatkan
teman sejawatnya, ia bahkan menunjukan kekurangan dokter poliklinik pada keluarga
pasien.
Pasal 14 “Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri
ingin diperlakukan”. Dokter RS memperlakukan teman sejawatnya dengan tidak
layak yakni menyampaikan kekurangan dokter poliklinik pada keluarga pasien.
b. Menurut Agama Islam
Dokter poliklinik telah mengabaikan perintah Allah dalam:
QS Az Zalzalah ayat 7-8, perintah untuk berbuat detail dan cermat
Artinya: “Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan
melihat (balasan) nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah pun,
niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula”.
Al lu’lu wa al marjan hadist no 1675 tentang perintah berkata jujur dan bahaya
dusta.
Dokter rumah sakit telah mengabaikan perintah Allah dalam:
QS Al Hujurat ayat 10 tentang persaudaraan
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu
damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu
mendapat rahmat”.4
QS Ali Imran ayat 159 tentang anjuran berbuat lemah lembut, memaafkan dan
bermusyawarah dalam bergaul
Artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi
mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila
kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya”.
2) Pada kasus ini, dokter memperbolehkan pasien pulang tanpa memberi keterangan apapun.
Hal ini menunjukkan bahwa:
Dokter poliknik kurang komunikasi efektif baik tehadap pasien maupun teman
sejawatnya.
Dokter poliklinik melakukan kesalahan diagnosis, kurang pengetahuan, serta tidak
melakukan rujukan.
3) Hal-hal yang membuat keluarga pasien marah dan ingin menuntut diantaranya yakni:
Keluarga pasien kecewa karena pasien menjadi semakin parah.
Pasien tidak mendapat standar pelayanan tertinggi dari dokter poliklinik.
Dokter poliklinik tidak merujuk pasien dan dokter rumah sakit menyalahkan
dokter poliklinik.
4) Dalam etika antar teman sejawat hendaknya setiap permasalahan yang ada diselesaikan
secara musyawarah atau melalui IDI.
5) Fungsi Informed Consent yaitu:
5
Bagi dokter :
Sarana mengesahkan tindakan medik
Sebagai bukti jika nanti ada tuntutan hukkum dari pasien/ sebagai bukti hukum
tertulis.
Bagi pasien:
Sebagai media menentukan arah tindakan medis dan sumber informasi tindakan
medis.
Secara umum: sebagai bukti persetujuan dua pihak atas tindakan medis. Informed consent
menimbulkan hak dan kewajiban.
Syarat Informed Consent antara lain
Harus ditanda tangani oleh:
Orang dewasa (>21 tahun/ sudah menikah).
Jika pasiennya anak-anak maka diwakili oleh orang tua, wali atau
pengampunya.
Dilakukan secara lisan atau non lisan.
Hukum yang berkaitan dengan informed consent:
UU praktik kedoketran no.29 tahun 2004 pasal 45 ayat 1-6.
Permenkes 585/menkes/per/X/1989. dalam keadaan emergensi tidak diperlukan
adanya informed consent.
UU kesehatan tahun 1992 pasal 53 : Hak health care receiver yakni pasien berhak
mendapatkan informasi dan berhak memberikan persetujuan tindakan medis.
Step 4 : Skema (terlampir)
Step 5: Sasaran Belajar
1. Menerapkan komunikasi efektif antar teman sejawat dan dokter-pasien dalam kasus ini.
2. Penerapan KODEKI dan hukum kesehatan antar teman sejawat dan dokter-pasien.6
3. Penerapan ayat Al Quran dalam tindakan antar teman sejawat dan dokter-pasien.
4. Memahami dan menjelaskan informed consent termasuk hukum yang berkaitan.
5. Aspek sosiologis dalam kasus ini.
Step 7
1. Komunikasi efektif
Dalam komunikasi dokter-pasien, dokter harus mampu:
- Dokter harus menerangkan secara jelas dan rinci
tetang apa saja yang diketahui oleh dokter mengenai keluhan yang diderita
pasien, kecuali jika ada permintaan dari pasien untuk tidak memberitahukn
keluhan/penyakit yg diderita. Dengan komunikasi efektif dapat meningkatkan
keberhasilan diagnosa.
- Terbuka
- Berempati
- Memberi dukungan pada pasien
- Memberi feedback
UU no 29 tahun 2004 menerangkan tentang hak pasien mendapatkan informasi dan
dilakukannya referal oleh dokter.
Komunikasi antara teman sejawat
Penerapannya:
- Tidak menyalahkan teman sejawat.
- Dokter umum dapat memberikan rujukan kepada
dokter spesialis (bentuk surat) (isi rujukan: alasan merujuk, riwayat
pasien,riwayat konsumsi obat,keadaan sosial,keluhan pasien,harapan pasien)
(www.idijakbar.com)
- Saling menjaga kepercayaan (dokter tidak boleh
merusak kepercayaan pasien akan penanganan/penatalaksanaan yang diterima 7
atau dengan menyalahkan dokter lain yang memberikan terapi karena rasa dengki
atau dengan memberikan kritik yang tidak mendasar.)
- Memastikan mekanisme penanganan terlaksana
dengan baik
- Pasal 11 KODEKI : memelihara hubungan baik,
tidak boleh menggunjing, tidak memperlihatkan bahwa ia tidak sependapat.
- Mengunjungi teman sejawat yang telah tinggal
lebih lama di tempat kita bekerja.
- Melakukan pertukaran pendapat sebelum
melakukan tindakan medis.
- Melaksanakan sumpah dokter.
- Memantau pasien yang telah ia rujuk melalui
teman sejawatnya.
- Mereferal pada rumah sakit.
2. KODEKI dan Hukum Kesehatan
Hubungan dokter-pasien:
KODEKI Pasal 2 : “Seorang dokter harus
senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang
tertinggi”. Yang dimaksud dengan ukuran tertinggi dalam melakukan protesi
kedokteran mutakhir, yaitu yang sesuai dengan perkembangan IPTEK Kedokteran,
etika umum, etika kedokteran, hukum dan agama, sesuai tingkat/jenjang pelayanan
kesehatan, serta kondisi dan situasi setempat.
KODEKI Pasal 7b.
KODEKI Pasal 7c.
KODEKI pasal 10.
UU no 29 tahun 2004 pasal 44 ayat 1, 2, 3.
8
UU no 29 tahun 2004 pasal 52a, pasien
berhak mendapatkan informasi dan penjelasan.
UU no 29 tahun 2004 pasal 52c, tentang
pelayanan medis yang sesuai.
Hubungan antar teman sejawat:
KODEKI pasal 7b, mengingatkan teman sejawat.
KODEKI pasal 7c, menghormati hak teman sejawat.
KODEKI pasal 14.
KODEKI pasal 15 “Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat, kecuali
dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis” Secara etik seharusnya bila seorang dokter
didatangi oleh seorang pasien yang diketahui telah ditangani oleh dokter lain, maka ia segera
memberitahu dokter yang telah terlebih dahulu melayani pasien tersebut.
3. Ayat Al Quran dan Hadist:
QS Az Zalzalah ayat 7-8.
QS Al Hujurat ayat 10.
QS Ali Imran ayat 159.
QS Al Hujuraat ayat 11
Artinya: Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum
yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang 9
mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain
(karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang
mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu
panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah
(panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertobat, maka
mereka itulah orang-orang yang dzalim.
QS Al Maidah ayat 10 anjuran bersabar.
QS Al Anfaal ayat 72
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan
harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman
dan pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-
melindungi. Dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka
tidak ada kewajiban sedikit pun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah.
(Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan)
agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah
ada perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu
kerjakan.
QS Lukman ayat 6
10
Artinya: Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak
berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan
menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh adzab yang
menghinakan.
HR Muslim tentang larangan menyombongkan diri.
HR Bukhari tentang anjuran berbuat detail dan cermat.
Al lu’lu wa al marjan hadist no 1675.
4. Informed Consent
Menurut PerMenKes no 290/MenKes/Per/III/2008 dan UU no 29 tahun 2004 Pasal 45
serta Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran KKI tahun 2008. maka Informed Consent
adalah persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga
terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran
yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. Menurut Lampiran SKB IDI No.
319/P/BA./88 dan Permenkes no 585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan
Medis Pasal 4 ayat 2 menyebutkan dalam memberikan informasi kepada pasien /
keluarganya, kehadiran seorang perawat / paramedik lainnya sebagai saksi adalah penting.
Persetujuan yang ditanda tangani oleh pasien atau keluarga terdekatnya tersebut, tidak
membebaskan dokter dari tuntutan jika dokter melakukan kelalaian. Tindakan medis yang
dilakukan tanpa persetujuan pasien atau keluarga terdekatnya, dapat digolongkan sebagai
tindakan melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351.
Informasi/keterangan yang wajib diberikan sebelum suatu tindakan kedokteran
dilaksanakan adalah:
1. Diagnosa yang telah ditegakkan.
2. Sifat dan luasnya tindakan yang akan dilakukan.
3. Manfaat dan urgensinya dilakukan tindakan tersebut.
4. Risiko - risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi daripada tindakan kedokteran
tersebut.
5. Konsekuensinya bila tidak dilakukan tindakan tersebut dan adakah alternatif cara
pengobatan yang lain.
11
6. Kadangkala biaya yang menyangkut tindakan kedokteran tersebut.
Risiko - risiko yang harus diinformasikan kepada pasien yang dimintakan
persetujuan tindakan kedokteran :
a. Risiko yang melekat pada tindakan kedokteran tersebut.
b. Risiko yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya.
Dalam hal terdapat indikasi kemungkinan perluasan tindakan kedokteran, dokter yang
akan melakukan tindakan juga harus memberikan penjelasan (Pasal 11 Ayat 1 Permenkes
No 290 / Menkes / PER / III / 2008). Penjelasan kemungkinan perluasan tindakan
kedokteran sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1 merupakan dasar daripada persetujuan
(Ayat 2).
Pengecualian terhadap keharusan pemberian informasi sebelum dimintakan
persetujuan tindakan kedokteran adalah:
1. Dalam keadaan gawat darurat (emergensi), dimana dokter harus segera bertindak
untuk menyelamatkan jiwa.
2. Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak bisa menghadapi situasi
dirinya.
Ini tercantum dalam PerMenKes no 290/Menkes/Per/III/2008.
Tujuan Informed Consent:
a. Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap tindakan dokter yang
sebenarnya tidak diperlukan dan secara medik tidak ada dasar pembenarannya yang
dilakukan tanpa sepengetahuan pasiennya.
b. Memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan
bersifat negatif, karena prosedur medik modern bukan tanpa resiko, dan pada setiap
tindakan medik ada melekat suatu resiko ( Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008
Pasal 3 )
Syarat Informed Consent : (permenkes 585 th. 1989)12
1. Pasien yang sudah dewasa (diatas 21 tahun atau sudah menikah)
2. Dalam keadaan siap mental
3. Untuk pasien dibawah umur 21 tahun, dan pasien penderita gangguan jiwa yang
menandatangan adalah orang tua/ wali/ keluarga terdekat atau induk semang.
Menurut pasal 11 bab IV PERMENKES no 585 untuk pasien dalam keadaan tidak sadar,
atau pingsan serta tidak didampingi oleh keluarga terdekat dan secara medik berada dalam
keadaan gawat darurat yang memerlukan tindakan medik segera, maka tidak diperlukan
persetujuan dari siapapun.
Aspek Hukum :
1. Tindakan medis yang dilakukan tanpa izin pasien, dapat digolongkan sebagai
tindakan melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351 ( trespass, battery,
bodily assault ).
2. Menurut Pasal 5 Permenkes No 290 / Menkes / PER / III / 2008, persetujuan
tindakan kedokteran dapat dibatalkan atau ditarik kembali oleh yang memberi
persetujuan, sebelum dimulainya tindakan ( Ayat 1 ). Pembatalan persetujuan tindakan
kedokteran harus dilakukan secara tertulis oleh yang memberi persetujuan ( Ayat 2 ).
3. UU no.23 th 1992 pasal 53
4. KUHP 1321 penandatanganan inform consent tidak memaksa.
Sumber: Buku Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik di Indonesia
5. ASPEK SOSIOLOGIS
Antara dokter-pasien:
1. Hilangnya hilangnya kepercayaan masyarakat.
2. Timbulnya kekecewaan.
3. Dokter poliklinik dianggap kurang berilmu.
4. Pasien mencari alternatif pengobatan lain.
13
5. Pasien tidak patuh, menghambat penyembuhan
Antar teman sejawat:
1. Kesan menjatuhkan antara dokter rumah sakit dengan dokter klinik.
2. Dokter rumah sakit seharusnya tidak menyatakan langsung pada pasien
tentang kelalaian dokter poliklinik.
BAB 3
PENUTUP
Seorang dokter dalam menjalankan tugas dan kewajibannya harus memiliki etika yang baik.
Selain itu, dokter juga harus menghargai hak-hak pasien yang salah satunya dalam hal penyampaian
informasi. Seorang dokter seharusnya memberikan informasi yang lengkap tentang masalah
kesehatan pasien. Jika dokter ingin melakukan tindakan medis lebih lanjut, dokter memerlukan
persetujuan dari pasien atau keluarganya, dengan sebelumnya memberikan penjelasan tentang
tindakan medis tersebut.
14
Skema :
kecelakaan
hematom
penurunan kesadaran
informed -
diperiksa consent
15
Dokter poliklinik poliklinik
pasien
-Etika kedokteran
-Komunikasi efektif
Rumah sakit Dokter rumah sakit
operasi
-etika kedokteran
-komunikasi efefektif
DAFTAR PUSTAKA
Tim Redaksi KBBI. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Guwandi, J. 2006. Informed Consent & Informed Refusal 4th edition. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
KKI. 2006. Manual Komunikasi Efektif Dokter – Pasien. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia.
Hanafiah, M. Jusuf.1999. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan edisi 3. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Isfandyarie, Anny. 2006. Tanggungjawab Hukum & Sanksi Bagi Dokter buku 1. Jakarta: Prestasi
Pustaka Publisher.
Al-Qur’an dan terjemah
16