kasus 03 delizia fried chicken

Upload: lamia

Post on 10-Jan-2016

222 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

IEM

TRANSCRIPT

Case 2

Case 3DELIZIA FRIED CHICKEN Lc

How to decide external financing of an expansion programDisusun oleh: Suad Husnan

September 2013Latar belakangDelizia Fried Chicken Lc (DFC) adalah suatu perusahaan yang menjual makanan cepat saji (fast food) lewat jaringan outlets-nya dalam bentuk, terutama, ayam goreng beserta variasinya. Pilihan produk tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa ayam goreng merupakan jenis makanan yang sangat digemari oleh penduduk Indonesia. Kalau di luar negeri ayam goreng biasanya dipadankan dengan kentang goreng atau jagung, maka di Indonesia dipadankan dengan nasi. Meskipun persaingan di bidang fast food, terutama fried chicken, sangat ketat (nama-nama internasional seperti Wendy, dan McDonald-pun menawarkan fried chicken), perusahaan DFC tumbuh dengan cukup baik di seluruh Indonesia. Salah satu kunci keberhasilan adalah rasa yang diterima oleh masyarakat Indonesia dan juga berbagai variasi produk yang ditawarkan. Tentu saja standar pelayanan, kualitas, yang merupakan persyaratan umum di bisnis fast food harus dipenuhi. Karena itu hampir di setiap kota dapat dijumpai outlet DFC.

Pada tahun 2012 penjualan mencapai Rp600 miliar, dengan biaya variabel sebesar 60 persen dari penjualan, dan biaya tetap, termasuk depresiasi, Rp170 miliar. Perusahaan mengandalkan hutang bank untuk mendukung pertumbuhannya. Pada akhir 2012 hutang bank telah mencapai Rp200 miliar, dengan bunga rata-rata 12% per tahun. Ringkasan Neraca tahun 2012 disajikan pada Tabel 1. Dengan bunga yang cukup tinggi tersebut, pada tahun 2012 perusahaan membayar bunga Rp24 miliar. Pajak penghasilan perusahaan sebesar 30 persen.Perusahaan berbentuk perseroan terbatas (PT, atau limited company, Lc) dengan para pemegang saham anggota-anggota keluarga Susanto dan keluarga Hartono. Masing-masing keluarga memiliki 50% saham. Direktur Utama dari Keluarga Susanto (dan beberapa dari kalangan profesional) dan Komisaris Utama dari keluarga Hartono. Mereka telah menyetorkan ekuitas sebesar Rp60 miliar, dan kalau pada akhir tahun 2012 nilai buku ekuitas adalah sebesar Rp160 miliar, maka yang Rp100 miliar berasal dari laba yang ditahan (retained earnings). Setiap tahun perusahaan biasanya membagikan dividen sekitar 25 persen dari laba bersih setelah pajak yang diperoleh.Rencana Initial Public OfferingPada rapat Direksi dan Komisaris, komisaris utama menanyakan kepada direktur keuangan (yang mempunyai latar belakang pendidikan bisnis) tentang kemungkinan perusahaan melakukan initial public offering (IPO) untuk mendukung ekspansi perusahaan. Berikut ini pembicaraan mereka, Direktur Utama (DU), Direktur Keuangan (DK), Direktur Pemasaran (DP), Direktur Operasi (DO), dan Komisaris Utama (KU).KU:Perusahaan kita telah mengalami pertumbuhan yang stabil selama beberapa tahun terakhir. Pertumbuhan tersebut cukup memuaskan yang ditunjukkan dengan pertumbuhan penjualan yang mencapai hampir rata-rata 10 persen per tahun. Angka tersebut cukup tinggi apabila dibandingkan dengnan inflasi yang hanya sekitar 5 6% per tahun. Saya berpendapat bahwa permintaan akan makanan cepat saji akan cukup tinggi untuk tahun-tahun mendatang. Bukan hanya karena makin banyak para pekerja yang memerlukan makanan yang cepat saji dan siap santap, makin banyak juga muncul daerah-daerah pemukiman sekaligus tempat usaha dan perkantoran, seperti Alam Sutera, dan Bumi Serpong Damai di Tangerang, ataupun di daerah-daerah lain. Para pekerja hanya mempunyai waktu pendek untuk istirahat dan karenanya memerlukan produk-produk seperti itu. Hal ini terutama nampak kalau saya berjalan di daerah bisnis dan perkantoran. Demikian banyak restoran yang menawarkan makanan cepat saji, dengan berbagai nama, seperti Wendys, McDonald, B & W, dan sebagainya. Yang menarik adalah bahwa diantara produk-produk tersebut ada yang memposisikan diri sebagai makanan cepat saji berkelas. Bahkan ada yang menonjolkan bahwa makanan cepat saji yang mereka tawarkan merupakan makanan yang sehat. Seperti roti dengan whole wheat, banyak sayuran, dagingnya lebih lean, dan sebagainya. Mereka menyebut produk tersebut merupakan produk premium, yang nampaknya sangat berhasil. Mengapa kita tidak mencoba masuk ke pasar ini? Pasar kelompok pekerja dengan income menengah ke atas.

DU:Kalau kita masuk ke pasar fast food premium tersebut, ada dua alternatif yang bisa kita lakukan. Pertama, kita tambahkan produk-produk tersebut ke product lines kita saat ini. Kedua kita membuat jaringan outlets baru dengan nama baru yang berbeda dengan FFC. Saya belum tahu apa nama yang menarik, tetapi mungkin alternatif yang kedua lebih baik. Saya bayangkan tatanan interior outlet untuk pasar baru tersebut akan beda. Penampilan akan lebih mewah, meskipun tetap dengan konsep cepat saji. Kelompok middle income nampaknya memang menjadi paar yang menarik.

KU:Saya bahkan telah berbicara secara informal dengan DP dan mungkin ia telah mempunyai rough ideas tentang bisnis tersebut.

DP:Barangkali yang segera membedakan antara produk untuk pasar saat ini dan produk untuk kelompok middle income adalah pada struktur biayanya. Untuk produk-produk saat ini, biaya variabel hampir 70 persen dari total biaya, sedangkan biaya tetap sekitar 30 persen. Profit margin, yaitu rasio antara laba operasi dengan penjualan, hampir 12 persen.Saya memperkirakan kita dapat menjual dengan profit margin yang lebih tinggi, sekitar 18 persen untuk produk baru tersebut. Sedangkan komposisi biaya, setelah saya berbicara dengan Direktur Operasi, akan sekitar 60 persen untuk biaya variabel dan 40 persen untuk biaya tetap. Taksiran biaya tersebut didasarkan skenario bahwa produk baru tersebut akan dijual lewat outlet-outlet yang berbeda dengan outlet-outlet kita saat ini. Sama seperti pendapat bapak DU.

KU:Berapa size yang saudara gunakan untuk menaksir angka-angka tersebut dan cukup layak untuk memulai bisnis produk baru tersebut?

DP:Saya agak konservatif untuk memulainya, yaitu dengan taksiran penjualan untuk proyek ini sebesarRp150 miliar, yang berarti sekitar 25% dari bisnis kita saat ini. Dengan mempertimbangkan bahwa assets turnover (yaitu rasio antara penjualan dengan total aset) untuk bisnis kita saat ini sebesar 1,5x, tetapi untuk usaha baru saya menggunakan assets turnover 1,25x maka kita akan memerlukan investasi pada berbagai aset sebesar Rp120 miliar. Para pemasok bahan mungkin bisa memberikan kredit (suppliers credit) sebesar Rp20 miliar, sehingga operating capital yang kita perlukan adalah Rp100 miliar.Satu hal yang perlu kita perhatikan adalah pemilihan lokasi untuk outlet. Dalam bisnis ini pemilihan lokasi sangat penting. Saya selalu mengatakan yang menentukan keberhasilan adalah lokasi, lokasi, dan lokasi. Assets turnover kita lebih rendah dari perusahaan terbesar di bidang ini, perusahaan tersebut bisa sampai 2x, karena kita kalah memilih lokasi yang terbaik.

DU:Bagaimana taksiran laba rugi proyek bisnis baru tersebut?

DP:Saya telah menyiapkannya (lihat Tabel 2) dan juga kebutuhan Net Operating Capitalnya (lihat Tabel 3). Koreksi saya kalau perhitungan tersebut salah (sambil melihat pada DK).Saya menggunakan asumsi bahwa proyek bisnis baru tersebut dibiayai dengan ekuitas, karena itu tidak ada beban biaya bunga dalam perhitungan laba setelah pajak (Tabel 2)

DK:Apakah diproyeksikan juga laba rugi untuk tahun-tahun berikutnya?

DP:Tidak secara rinci. Saya hanya mengasumsikan bahwa laba operasi akan tumbuh sebesar 8 persen per tahun. Karena tidak ada beban bunga, maka laba setelah pajak juga tumbuh sebesar 8 persen per tahun. Hal ini bisa dilihat pada Tabel 4.Hanya untuk kebutuhan operating capital saya dan DO memproyeksikan selama 5 tahun. Net Operating Working Capital (NOWC) saya skenariokan meningkat sebesar 8 persen per tahun, sama seperti pertumbuhan laba operasi. Fixed assets kami perkirakan tumbuh sebesar Rp5,4 miliar per tahun, tetapi karena ada beban penyusutan sebesar Rp4 miliar per tahun, maka pertumbuhan net Fixed Assets per tahun sebesar Rp1,2 miliar (lihat Tabel 5).

DK:Hmm . . Cukup masuk akal dan menarik. Kita bisa menghitung dividen yang dapat dibayarkan oleh proyek tersebut untuk tahun 1 sd 5. Mengapa diasumsikan dibiayai dengan ekuitas?

DP:Sebenarnya hanya untuk memudahkan perhitungan. Tetapi kami juga berpendapat bahwa hutang kita sudah lumayan tinggi. Pada tahun 2012 sudah mencapai Rp200 miliar, lebih besar dari ekuitas. Apabila proyek bisnis baru tersebut dibiayai dengan hutang Rp100 miliar, maka hutang kita akan melonjak menjadi Rp300 milyar. Hampir 2x ekuitas kita yang sebesar Rp160 miliar.

KU:Ya. Salah satu tujuan rapat ini adalah untuk menjajaki bagaimana kalau kita melakukan initial public offering (IPO), menawarkan saham baru ke publik untuk membiayai investasi tersebut. Bagaimana pendapat dan penjelasan saudara DK?

DK:Menghimpun ekuitas baru untuk melakukan investasi atau ekspansi merupakan salah satu alasan yang masuk akal mengapa perusahaan melakukan IPO. Biasanya hal tersebut dilakukan karena penambahan hutang untuk membiayai ekspansi tersebut dinilai tidak tepat karena hutang dinilai sudah terlalu banyak. Penggunaan hutang yang terlalu banyak akan meningkatkan risiko finansial yang pada akhirnya harus ditanggung oleh para pemilik perusahaan (para pemegang saham).Salah satu daya tarik dari perusahaan yang telah menjual sahamnya ke publik dan diperdagangkan di bursa adalah bahwa pemegang saham tahu berapa nilai saham yang mereka miliki. Kalau mereka memerlukan uang, uang bisa menjual saham yang mereka miliki di bursa.

Kalau misalkan kita akan menghimpun ekuitas baru sebesar Rp100 miliar untuk ekspansi pada bisnis fast food premium maka pertanyaan pertama yang harus kita jawab adalah berapa porsi kepemilikan yang akan kita berikan pada pemodal baru (publik) tersebut?

DU:Ekuitas kita saat ini di neraca menunjukkan angka Rp160 miliar. Apabila kita himpun ekuitas baru sebesar Rp100 miliar, apakah kepemilikan pemodal publik nanti akan sebesar Rp100 (Rp100 + Rp160) = 38,5%?

DK:Itu kalau dipergunakan nilai buku sebagai dasar perhitungan. Untuk perhitungan seharusnya kita menggunakan nilai pasar ekuitas.

DU:Nilai pasar ekuitas? Apa maksudnya dan bagaimana menghitungnya?

DK:Nilai pasar ekuitas adalah harga yang bersedia dibayar oleh para pemodal untuk saham suatu perusahaan. Ambil misal perusahaan fast food di Bursa Efek Indonesia dengan kode FAST. Perusahaan tersebut mempunyau Price to Book Value (PBV) sekitar 4 - 5x. Artinya, kalau nilai buku ekuitas perusahaan tersebut Rp100, maka para pemodal di pasar modal bersedia membayar ekuitas (saham) mereka sekitar Rp400 Rp500. PBV merupakan perbandingan antara nilai pasar ekuitas dengan nilai buku ekuitas. Karena itu ada yang menyebutnya market to book ratio. Tentu saja tidak semua perusahaan yang beroperasi di bisnis makanan cepat saji tersebut dihargai seperti itu. Mungkin banyak yang lebih rendah karena dinilai oleh para pemodal tidak sebagus perusahaan dengan kode FAST tersebut. Mungkin ada yang PBVnya hanya 2x atau bahkan kurang. Bagi perusahaan yang baik PBV akan di atas 1. Makin bagus perusahaan makin tinggi PBVnya.

DU:Bagaimana menaksirnya?

DK:Kita perlu menaksir dividen-dividen di masa yang akan datang, dan kemudian kita present value-kan dividen-dividen tersebut. Nanti akan saya ilustrasikan taksiran perhitungannya. Tapi marilah kita anggap bahwa PBV perusahaan kita adalah 2,5x. Berarti taksiran nilai pasar ekuitas adalah 2,5 Rp160 miliar = Rp400 miliar.

DO:Kalau begitu berarti pemodal publik kita beri kepemilikan sebesar Rp100 (Rp100 + Rp400) = 20% saja.

DK:Tidak, akan sedikit lebih besar dari 20%. Karena proyek untuk fast food premium tentunya diharapkan akan menghasilkan net present value (NPV) yang positif.

DO:Saya tidak mengerti . . .

DK:Misalkan NPV proyek fast food premium adalah +Rp25 miliar. Maka kalau pemodal publik kita beri bagian Rp10 miliar . . .

DO:Mengapa harus diberi?

DK:Agar mereka ikut menikmati capital gains nanti. Dengan mereka menyetor Rp100 miliar kita dapat melaksanakan bisnis tersebut dan kita harapkan bisa menghasilkan NPV Rp25 miliar. Kalau mereka tidak menyetor kan bisnis tersebut tidak dapat kita ambil. Jadi masalahnya adalah berapa NPV yang akan kita berikan pada mereka. Sebab tanpa modal yang mereka setorkan kita juga tidak akan memperoleh apa-apa.

DO:OK. I got the point.

DK:Jadi kalau pemodal publik kita beri NPV Rp10 miliar, yang berarti kita menikmati Rp15 miliar, maka proporsi kepemilikan pemodal publik = Rp110 (Nilai pasar ekuitas lama + Dana yang akan dihimpun + NPV). Kalau kita gunakan angka-angka, maka proporsi kepemilikan pemodal publik = Rp110 (Rp400 + Rp100 + Rp25) 21%.

Jadi nanti setelah IPO, perusahaan DFC menjadi DFC Plc (publicly limited company, atau PT Tbk), publik memiliki 21% saham, pemegang saham lama (yaitu keluarga Santosa dan keluarga Hartono) memiliki 79%. Karena masing-masing memiliki persentase kepemilikan yang sama, maka setelah IPO proporsi kepemilikan akan menjadi;Publik 21,0%

Keluarga Santosa 39,5%

Keluarga Hartono 39,5%

DU:Saham yang dimiliki pemegang saham saat ini, yaitu keluarga Santosa dan Hartono, mempunyai nilai nominal Rp1.000.000 per lembar dengan jumlah yang diterbitkan sebanyak 60.000 lembar. Karena itulah di akun ekuitas dicatat modal yang disetor Rp60 miliar. Kalau total ekuitas kita nilai bukunya adalah Rp160 miliar, maka yang Rp100 miliar merupakan akun laba yang ditahan. Tentunya kita tidak mungkin menerbitkan saham baru dengan nominal @ Rp1.000.000 bukan?Bagaimana mengatasi hal ini?

DK:Bapak betul. Umumnya saham yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia mempunyai nilai nominal Rp1.000, atau kurang. Untuk itu kita bisa melakukan kegiatan sebagai berikut. Misalkan kita akan terbitkan 80 juta lembar saham dengan harga @Rp1.250, karena itu akan terkumpul Rp100 miliar. Untuk sementara kita abaikan biaya emisi yang biasanya sekitar 4 persen. Karena 80 juta lembar tersebut merupakan 21 persen kepemilikan maka berarti jumlah lembar saham yang diterbitkan dan beredar, termasuk saham-saham dati pemilik yang sekarang, adalah 80 juta 0,21 = 381 juta lembar. Dengan kata lain, pemegang saham yang lama (yaitu keluarga Santosa dan Hartono) memiliki 301 juta lembar saham.Keluarga Santosa dan Hartono kemudian melakukan rapat umum pemegang saham sebelum IPO yang memutuskan untuk merubah jumlah saham yang diterbitkan dan modal yang disetor sebagai berikut:Modal disetor 301 juta lembar saham @Rp500 = Rp150,5 miliar

Laba yang ditahan = 9,5 miliarTotal ekuitas = Rp160,0 miliar

Dengan demikian masing-masing keluarga memiliki 150,5 juta lembar saham. Saham tersebut sekarang mempunyai nilai nominal @Rp500.

DU:Apa yang terjadi setelah saham tersebut diperdagangkan di bursa?

DK:Kita harapkan seluruh saham tersebut, yaitu 381 juta lembar saham, akan bernilai (Rp400 + Rp100 + Rp25) = Rp525 miliar. Karena itu harga saham segera setelah saham diperdagangkan di bursa diharapkan akan menjadi Rp525 miliar 381 juta = Rp1.378. pemegang saham public akan menikmati kenaikan harga Rp128, atau capital gains sedikit di atas 10%.

Setelah itu harga saham bisa naik, bisa turun tergantung persepsi para pemodal atas perusahaan kita dan kondisi lingkungan (ekonomi, politik, dan sebagainya) pada umumnya. Hatga saham akan naik kalau para pemodal mengharapkan bahwa pertumbuhan laba kita akan lebih tinggi daripada harapan semula, dan sebagainya.

Pertanyaan:

1. Hitunglah laba setelah pajak (EAT) DFC pada tahun 2012 dan return on equity (ROE) pada tahun tersebut.2. Misalkan ditaksir pada tahun 2013 penjualan akan naik 10%. Total aset dan kewajiban juga akan naik 10%, tetapi hutang bank dipertahankan sebesar Rp200 miliar dengan bunga 12% per tahun. Biaya variabel tetap sebesar 60 persen dari penjualan dengan biaya tetap sebesar Rp170 miliar setahun. a. Hitunglah taksiran laba setelah pajak dan dividen untuk tahun 2013.b. Misalkan dividen tersebut diharapkan akan tumbuh konstan setiap tahun sebesar 13 persen selamanya dan para pemegang saham menginginkan tingkat keuntungan sebesar 16 persen, berapakah taksiran nilai (pasar) ekuitas pada awal tahun 2013?c. Apakah taksiran pertumbuhan dividen sebesar 13 persen per tahun tersebut wajar apabila perusahaan diasumsikan sudah berada pada constant growth stage?3. Dengan menggunakan data dari Tabel 4 dan 5, hitunglah

a. Taksiran dividen dan free cash flow tahun 1 sd 5.

b. Apabila dividen dan free cash flow tersebut diharapkan akan tumbuh sebesar 8 persen per tahun selamanya setelah tahun ke 5, dan discount rate yang relevan adalah juga 16 persen, berapakah NPV proyek bisnis fast food premium tersebut?

c. Berapa nilai ekuitas bisnis fast food premium tersebut?4. Misalkan apabila perusahaan melakukan IPO untuk menghimpun Rp100 miliar tersebut harus menanggung biaya emisi Rp4 miliar, dan pemodal public diberi 40% dari NPV bisnis fast food premium tersebut (pertanyaan 3 b di atas), berapakah proporsi kepemilikan pemegang saham public, apabila digunakan nilai ekuitas perusahaan DFC sesuai pertanyaan 2 b?

5. Misalkan akan ditawarkan saham baru dengn harga @Rp1.250. berapa jumlah saham baru yang akan ditawarkan agar dapat melakukan investasi untuk bisnis fast food premium plus biaya emisi Rp4 miliar?6. Bagaimana akun ekuitas DCF setelah melakukan IPO? (Catatan: Biaya emisi dikurangkan dari tambahan modal disetor hasil IPO).7. Apakah saham baru yang ditawarkan dengan harga Rp1.250 bisa diberi nominal Rp1.000? Mengapa? Masalah apa yang mungkin timbul dari keadaan tersebut? Jelaskan.

---sh---

Yogyakarta, September 2013Lampiran-lampiranTabel 1. Ringkasan Neraca DFC tahun 2012 (dalam miliar Rp)2012

Aset Lancar300

Aset Tetap100

Total Aset400

Kewajiban40

Bank loan200

Ekuitas160

Total Kewajiban+Ekuitas400

Tabel 2Taksiran Laba Rugi bisnis fast food premium pada tahun 1 (dalam miliar Rp)

Sales150,00

Biaya Variabel73,50

Biaya tetap45,50

Depresiasi4,00

Laba operasi27,00

Biaya bunga0,00

Laba sebelum pajak27,00

Pajak penghasilan8,10

Laba setelah pajak18,90

Tabel 3

Taksiran operating capital proyek bisnis fast food premium pada tahun 0 (dalam miliar rupiah)

NOWC60,00

Net FA40,00

Total Net Operating Capital100,00

Equity100,00

Total 100,00

Tabel 4

Proyeksi Laba Operasi dan Laba Setelah Pajak proyek fast food premium selama 5 tahun (dalam miliar Rp)

Tahun 12345

Laba operasi27,0029,1631,4934,0136,73

Biaya bunga0,000,000,000,000,00

Laba sebelum pajak27,0029,1631,4934,0136,73

Pajak penghasilan8,108,759,4510,2011,02

Laba setelah pajak18,9020,4122,0423,8125,71

Tabel 5

Proyeksi operating capital proyek fast food premium selama 5 tahun (dalam miliar rupiah)

Tahun 12345

NOWC64,8069,9875,5881,6388,16

Net FA41,2042,4043,6044,8046,00

Total Net Op. Capital106,00112,38119,18126,43134,16

Kasus disiapkan oleh Suad Husnan untuk mengilustrasikan praktek-praktek keuangan perusahaan bukan untuk menunjukkan praktek yang benar atau salah. Nama disamarkan dan angka dimodifikasi untuk melindungi informasi tanpa mengurangi permasalahan yang dianalisis.

PAGE 5Case 3