karya sri paminto widi legowolib.unnes.ac.id/35393/1/2601415068_optimized.pdfyang berlatar cerita...
TRANSCRIPT
HITAM PUTIH TOKOH
KETOPRAK “DARPA KAYUN”
KARYA SRI PAMINTO WIDI LEGOWO
SKRIPSI
Untuk Memeroleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh:
Nama : Desi Noviasari
NIM : 2601415068
Prodi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa
Jurusan : Bahasa dan Sastra Jawa
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2019
ii
iii
iv
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Tuhan adalah apa yang kita sangkakan padaNya. Jika kita berprasangka baik,
maka Tuhanpun demikian. Pun juga sebaliknya.(H.R Bukhari)
PERSEMBAHAN
Dengan mengucapkan alhamdulillah dan rasa bahagia
atasnikmat yang diberi Allah SWT, kupersembahkan karya
sederhana ini untuk orang-orang yang paling berharga dalam
hidupku.Ibundaku tercinta, Sulatri dan kakakku tersayang,
Khamim yang selalu memberikan doa dalam setiap sujudnya dan
harapan di setiap tetes keringatnya demi tercapainya cita, citra
dan cintaku;
vi
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberi
kemudahan dan kelancaran dalam menyelesaikan penulisan tugas akhir atau
skripsi yang berjudul Hitam Putih Tokoh Ketoprak Darpa Kayun Karya Sri
Paminto Widi Legowo.
Penulisan skripsi ini tentu berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu.
1. Yusro Edy Nugroho, S.S. M.Hum., dosen pembimbing yang telah memberikan
arahan, bimbingan dan saran sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
2. Dr. Sucipto Hadi Purnomo, S.Pd., M.Pd dan Drs. Widodo, M.Pd., penelaah dan
penguji skripsi yang telah memberi saran.
3. Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa yang telah memberikan kemudahan
kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak dan Ibu dosen jurusan Bahasa dan Sastra Jawa Universitas Negeri
Semarang yang telah memberikan dorongan dan mengajarkan berbagai ilmu.
5. Kakak-kakakku (Khusnul, Roif, Umam dan Khamim) serta seluruh keluargaku
yang senantiasa memberikan semangat, dukungan dan doa.
6. Mas Paminto dan keluarga yang telah memberikan semangat dan dukungan juga
telah merelakan naskahnya untuk diteliti.
vii
7. Rekan-rekan seperjuangan angkatan Marajaya Jurusan bahasa dan sastra Jawa,
atas kebersamaan, semangat dan dukungannya selama ini.
8. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan motivasi dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Semoga rahmat senantiasa berlimpah kepada mereka atas semua doa,
dukungan, bimbingan dan saran dari pihak-pihak yang telah membantu
terselesainya penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan,
sehingga penulis mohon maaf atas sekecil apapun kesalahan. Penulis berharap
skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis pribadi, para pembaca, peneliti
bahasa, dan semua pihak.
Semarang, Juli 2019
Penulis
viii
ABSTRAK
Noviasari, Desi. 2019. Hitam Putih Tokoh Ketoprak “Darpa Kayun” Karya Sri
Paminto Widi Legowo. Skripsi. Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa, Fakultas
Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang. Dosen Pembimbing:Yusro
Edy Nugroho, S.S., M.Hum.
Kata Kunci: Darpa Kayun, Hitam Putih, Tokoh dan Penokohan.
Darpa Kayun merupakan naskah ketoprak karangan Sri Paminto Widi Legowo
yang dibuat pada tahun 2015. Pada penelitian ini dikaji pada aspek tokoh dan
penokohan cerita. Tokoh dan penokohan merupakan salah satu unsur penting cerita.
Sebuah cerita akan memberi kesan hidup dan menarik apabila terdapat unsur tokoh
dan penokohan. Selain itu, unsur tokoh dan penokohan merupakan salah satu unsur
yang membangun unsur yang lain.
Permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana karakter
hitam ketoprak Darpa Kayun karya Sri Paminto Widi Legowo; (2) bagaimana
karakter putih ketoprak Darpa Kayun karya Sri Paminto Widi Legowo. Tujuan dari
penelitian ini adalah mengetahui karakter hitam dan putih dalam naskah ketoprak
Darpa Kayun. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
kualitatif dengan pendekatan objektif. Sasaran penelitian adalah karakter hitam dan
putih tokoh dalam naskah ketoprak Darpa Kayun karya Sri Paminto Widi Legowo.
Penelitian ini menghasilkan dua simpulan. Pertama, karakter tokoh hitam
meliputi tokoh utama antagonis dan tokoh pembantu antagonis. Tokoh utama
antagonis adalah Demang Losari dan Pangeran Darpa dengan karakterlicik, kejam,
tidak adil, serakah, egois dan keras kepala. Tokoh pembantu antagonis adalah
Prajurit Singosari, Tumenggung Suryadipa, Patih Toyamerta dengan karakter patuh,
disiplin, pengecut, bertanggungjawab. Kedua, karakter tokoh putih meliputi tokoh
utama protagonis dan tokoh pembantu protagonis. Tokoh utama protagonis adalah
Pangeran Kayun, Trusti dengan karakter bijaksana, berani, peduli sesama, jujur,
tegas, tulus dan adil. Tokoh pembantu protagonis adalah Ratu Sepuh, Taruna, Nyi
Patih Toyamerta, Tumenggung Martanegara, dan Abdi Kepatihan dengan karakter
patuh, jujur, humoris, kritis, peduli, cerdas, adil dan tegas. Teknik penokohan yang
digunakan untuk menggambarkan karakter tokoh tersebut yaitu teknik penokohan
dramatik.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan panduan untuk memahami aspek
tokoh dan penokohan dalam drama ketoprak. Saran yang diberikan adalah agar
dilakukan penelitian lanjutan yang mengkaji naskah ketoprak. Penelitian-penelitian
selanjutnya dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan dan metode yang
berbeda.
ix
SARI
Noviasari, Desi. 2019. Hitam Putih Tokoh Ketoprak “Darpa Kayun” Karya Sri
Paminto Widi Legowo. Skripsi. Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa, Fakultas
Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang. Dosen Pambimbing: Yusro
Edy Nugroho, S.S., M.Hum.
Tembung Wigati: Darpa Kayun, Hitam Putih, Tokoh dan Penokohan.
Darpa Kayun menika naskah kethoprak kaanggit dening Sri Paminto
WidiLegowo ingkang dipunserat ing taun 2015. Ing panaliten menika, naskah
dipunrembag ing babagan paraga lan penokohan cariyos. Paraga lan panokohan
menika salah satunggaling unsur ingkang wigati ing cariyos.
Perkawisingkang dipunitliti ing panaliten menika nuninggih: (1) kados pundi
sipat cemeng kethoprak Darpa Kayun anggitan Sri Paminto Widi Legowo; (2) kados
pundi sipat pethak kethoprak Darpa Kayun anggitan Sri Paminto Widi Legowo.
Ancas saking panaliten menikanuninggih kangge mangertosi sipat cemeng saha
pethak ing salebetipun naskah kethoprak Darpa Kayun. Dene metodhe ingkang
dipunangge ing panaliten menikanuninggih metodhe deskriptip kualitatip mawi
pendekatan objektip. Sasaran panaliten menika nuninggih sipat utawi karakter
cemeng saha pethak paraga ing naskah kethoprak Darpa Kayun anggitan Sri Paminto
Widi Legowo.
Panaliten menika nggadhahi 2 dudutan. Kapisan, sipat paraga cemeng nuninggih
paraga utama antagonis lan paraga rewang antagonis. Paraga utama
antagonisipuninggih menika demang Losari lan Pangeran Darpa ingkang nggadhahi
sipat utawa karakter licik, kejam, ora adil, serakah, egois lan keras kepala. Dene
paraga rewang antagonis inggih menika Patih Toyamerta, Tumenggung Suryadipa,
Prajurit Singosari ingkang nggadhahi sipat utawa karakter pengecut, patuh, disiplin,
bertanggungjawab. Kaping kalih, sipat paraga pethaknuninggih paraga utama
protagonis lan paraga rewang protagonis. Paraga utama protagonis inggih menika
Trusti lan Pangeran Kayun. Dene sipat utawi karakteripuninggih menika wicaksana,
wani, preduli, jujur, tegas,tulus lan adil. Paraga rewang protagonis yaiku Ratu Sepuh,
Nyi Patih Toyamerta, Taruna, Tumenggung Martanegara, lan Abdi kepatihan. Dene
sipat utawi karakteripuninggih menika patuh, jujur, humoris, kritis, peduli, cerdas,
adil lan tegas. Teknik penokohan kangge jlentrehaken karakter utawi sipat paraga
ngginakaken teknik penokohan dramatik.
Asil panaliten menika dipunajab saged dadosaken wewaton kangge mangertosi
babagan paraga lan panokohan ing ketoprak. Saran kangge pamaos supadosdamel
panaliten sanesingkang bentenkanthi nelithi naskah kethoprak. Panaliten-panaliten
salajengipun supados ngangge pendekatan lan metode ingkang benten.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................... ii
PENGESAHAN KELULUSAN ...................................................................... iii
PERNYATAAN .............................................................................................. iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................... v
PRAKATA ....................................................................................................... vi
ABSTRAK ....................................................................................................... ix
SARI ................................................................................................................ x
DAFTAR ISI .................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 7
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 8
1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI ............................. 10
2.1 Kajian Pustaka..................................................................................... 10
xi
2.2 Landasan Teori .................................................................................... 15
2.2.1 Ketoprak ................................................................................... 15
2.2.2 Teori Strukturalisme ................................................................. 16
2.2.3 Tokoh dan Penokohan .............................................................. 19
2.2.3.1. teknik penokohan .............................................................. 25
2.3 Kerangka Berpikir ............................................................................... 31
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 32
3.1 Metode Penelitian ................................................................................ 32
3.2 Data dan Sumber Data ......................................................................... 33
3.3 Sasaran Penelitian ................................................................................ 34
3.4 Teknik pengumpulan ........................................................................... 34
3.5 Teknik Analisis .................................................................................... 35
BAB IV HITAM DAN PUTIH TOKOH KETOPRAK DARPA KAYUN .... 36
4.1 Tokoh Hitam Ketoprak Darpa Kayun ....................................................... 37
4.1.1 Tokoh Utama Antagonis ............................................................... 38
4.1.2 Tokoh Pembantu Antagonis ......................................................... 59
4.2 Tokoh Putih Ketoprak Darpa Kayun ........................................................ 67
4.2.1 Tokoh Utama Protagonis .............................................................. 68
4.2.2 Tokoh Pembantu Protagonis ......................................................... 82
BAB V PENUTUP .......................................................................................... 95
5.1 Simpulan ................................................................................................... 95
xii
5.2 Saran ......................................................................................................... 97
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 98
LAMPIRAN-LAMPIRAN .............................................................................. 100
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebuah drama tidak lepas dari karakter tokoh hitam putih. Nurgiyantoro
(2015:273) berpendapat bahwa dalam penokohan yang bersifat statis/tetap
dikenal adanya tokoh putih (dikonotasikan sebagai tokoh baik) dan tokoh hitam
(dikonotasikan sebagai tokoh jahat). Artinya tokoh-tokoh tersebut sejak awal
kemunculannya hingga akhir cerita terus-menerus berkarakter hitam atau putih.
Tokoh hitam yang selalu tampak sikap, watak dan tingkah lakunya yang jahat
dan tidak pernah diungkapkan unsur-unsur kebaikannya walaupun sebenarnya
pasti ada kebaikannya. Sebaliknya, tokoh putih selalu tampak baik dan tidak
pernah berbuat sesuatu yang termasuk tidak baik, walaupun sesekali pernah
melakukan tindakan yang tidak baik.
Tokoh hitam putih biasanya menjadi strereotip karena sebenarnya mereka
merupakan pengejawantahan ajaran moral yang bersifat baik-buruk. Tokoh hitam
putih akan mudah dan cepat dikenal sebagai tokoh simbol tertentu. Karakter yang
demikian akan memberi kesan menarik karena konflik yang tercipta lebih
kompleks. Akan tetapi, ada pula dalam drama yang tidak menggunakan karakter
hitam putih, seperti Laskar Pelangi, 5cm, Ada Apa Dengan Cinta, dan Negeri 5
Menara. Dalam drama tersebut tidak diketahui adanya karakter hitam dan
karakter putih.
2
Kehitam-putihan tokoh merupakan ciri umum yang hampir selalu ada dalam
setiap pertunjukan drama ataupun karya sastra fiksi. Bahkan dalam drama yang
mengangkat tema kerajaan seringkali menjadikan tokoh jahat maupun baik
sebagai pembawa alur yang kompleks. Cerita kerajaan yang selalu menampilkan
seorang raja/prabu dan keluarga kerajaan, tidak selalu memiliki karakter baik.
Adapula pengarang yang menampilkan karakter pemimpin yang jahat, misalkan
pangeran. Walaupun seorang pangeran adalah keturunan dari seorang penguasa
monarki seperti raja, kaisar dan sultan yang baik dan bijaksana, namun pengarang
memiliki hak untuk menampilkan karakter yang berbanding terbalik.
Pangeran merupakan sebuah gelar yang merujuk pada penguasa monarki
yang tingkatannya berada di bawah raja dan sultan. Pangeran berasal dari bahasa
Jawa Kuno yaitu kata ngher bermakna melindungi. Hal ini berasal dari keyakinan
Dewanata bahwa para bangsawan adalah titisan Tuhan Yang Maha Melindungi
yang turun ke bumi. Seorang pangeran akan menjadi pewaris tahta kerajaan
setelah sang ayah lengser. Oleh karena itu, Pangeran menjadi idaman putri-putri
kerajaan lain untuk menyatukan suatu kerajaan.
Dewasa ini, karakter pangeran menjadi impian remaja perempuan dalam
memilih laki-laki untuk menjadi pendampingnya. Dalam sebuah pertunjukan
drama, sosok pangeran selalu digambarkan sosok yang tampan, bijaksana, dan
karismatik. Selain itu juga menampilkan figur kepahlawanan yang memiliki sifat
heroik. Karakter pangeran memiliki sifat nasionalisme tinggi dan penuh dengan
perjuangan. Oleh karena itu,Tokoh pangeran selalu dituntut pandai dalam seni
3
bela diri, olah kaprajan, dan ilmu-ilmu lainnya. Sehingga kesan kegagahan
dalam diri pangeran menjadi idaman remaja perempuan saat ini.
Pangeran selalu menjadi tauladan dalam pertunjukan drama. Karakternya
selalu ditampilkan sebagai pelaku protagonis. Namun tak banyak juga beberapa
karakter pangeran ditampilkan dalam tokoh antagonis. Sejalan dengan hal
tersebut, Endraswara (2011:9) mendeskripsikan bahwa drama merupakan karya
sastra yang sangat kompleks. Karya sastra ini memunyai sifat dramatik yang
dalam penyajiannya menggambarkan tindakan baik secara verbal maupun
nonverbal.
Salah satu pertunjukan drama yang sering menampilkan tokoh pangeran
adalah ketoprak. Ketoprak merupakan salah satu kesenian tradisional yang masih
hidup di Jawa Tengah dan Jogjakarta. Ketoprak biasanya mengangkat cerita-
cerita bertajuk istanasentris yaitu dalam ruang lingkup dinasti/ kerajaan. Biasanya
ketoprak mengambil lakon-lakon yang berkaitan dengan sejarah dan perjuangan
pata tokoh khususnya tokoh di tanah Jawa. Cerita yang berkembang dan sering
dipentaskan selalu berlatar pada jaman Majapahit, Kediri dan Singosari. Seperti
lakon Sang Gajah Mada yang berlatar cerita kerajaan Majapahit dan Ken Arok
yang berlatar cerita kerajaan Singosari. Akan tetapi ada pula tema kerakyatan
yang bercerita tentang asal-usul suatu wilayah berdasar pemimpin suatu daerah.
Cerita yang bertajuk kerakyatan ini, biasanya cerita ketoprak setelah agama islam
masuk ke Jawa yaitu pada jaman Mataram. Seperti lakon Ratu Kalinyamat yang
berasal dari daerah Jepara dan lakon Saridin yang berasal dari Pati.
4
Perbedaan istanasentris dan kerakyatan terletak pada sejarahnya. Istanasentris
biasanya suatu wilayah atau negara atau kerajaan dipimpin oleh seorang
raja/prabu yang dibantu patih kerajaan. Beberapa tokoh yang terlibat ada
permaisuri kerajaan, pangeran kemudian penasehat kerajaan. Sedangkan
kerakyatan sendiri, suatu wilayah biasanya dipimpin oleh bupati atau pemimpin
yang berlaku di wilayah tersebut. Tokoh yang terlibat biasanya tumenggung,
warok dan sunan.
Pada jaman yang serba canggih ini, kesenian ketoprak semakin tersisihkan.
Hal ini dikarenakan sudah bergantinya kesenian ketoprak dengan sinema yang
tayang di televisi dan bioskop. Efek visual yang terkesan menarik tersebut
menggeser minat masyarakat dalam berkesenian ketoprak. Selain itu, bahasa
yang digunakan lebih sulit dipahami masyarakat sekarang. Sehingga maksud dari
cerita ketoprak kurang bisa diterima oleh masyarakat.
Ketoprak merupakan seni pertunjukan yang mementaskan aksi peran, baik di
atas panggung atau dapat pula non panggung yaitu melalui media DVD dan
radio. Pada era modern ini, audio visual dimanfaatkan sebagai sarana
memperkenalkan kesenian ketoprak. Sehingga anak muda dapat mempelajari
ketoprak melalui alat bantu yang berkembang sekarang seperti gadget. Ketoprak
saat ini juga sudah ditampilkan melalui akun youtube. Akses untuk mempelajari
ketoprak semakin mudah dan dapat dipelajari di mana saja dan kapan saja.
Sebagai seni drama, hakekat ketoprak adalah terjadinya suatu konflik antar
tokoh, ataupun konflik dalam persoalan maupun konflik dalam diri seorang
tokoh. Konflik-konlik tersebut akan mendorong dialog dan menggerakkan
5
action/reaksi tubuh. Semua peristiwa dan jalannya cerita serta konflik-konflik
cerita dipaparkan melalui dialog antar tokoh. Seperti yang dikatakan oleh Waluyo
(2002:2), drama adalah salah satu jenis karya sastra yang ditulis dalam bentuk
dialog yang didasarkan atas konflik batin dan memunyai kemungkinan untuk
dipentaskan.
Pertunjukan ketoprak sering menyampaikan pesan-pesan moral dan nilai-nilai
yang mendidik bagi penonton. Pesan dan nilai tersebut disampaikan melalui
dialog antar tokoh/paraga yang terlibat dalam pertunjukan ketoprak. Oleh karena
itu, menjadi seorang tokoh dalam lakon ketoprak dituntut jelas dalam hal
artikulasi dan intonasi guna menyampaikan pesan yang ingin disampaikan oleh
sutradara atau pengggarap naskah ketoprak.
Sebagai seni pertunjukan, setiap cerita/lakon ketoprak selalu menampilkan
berbagai karakter tokoh yang baik maupun buruk. Melalui dialog antar tokoh
akan memermudah penonton dalam menganalisis karakter masing-masing tokoh.
Selain itu, alur yang dipentaskan, perlahan akan menunjukan karakter jahat yang
tidak disukai dan selalu kalah oleh tokoh yang berkarakter baik dan berbudi
luhur.
Tokoh adalah manusia/orang yang menyampaikan dialog atau konflik yang
dibuat pengarang. Tokoh merupakan unsur terpenting dalam pementasan drama.
Sedangkan watak/karakter merujuk pada sifat dari pelaku yang mendukung
kualitas pelaku dalam pementasan. Berdasarkan sifatnya tokoh dibedakan
menjadi 3, yaitu tokoh antagonis, tokoh protagonis, dan tokoh tritagonis.
Nurgiyantoro (2015:180) berpendapat bahwa tokoh yang mencerminkan harapan
6
dan atau norma ideal masyarakat, memang dapat dianggap sebagai tokoh
protagonis.
Tokoh sentral yang menjadi panutan masyarakat dalam lakon ketoprak pada
umumnya disebut tokoh patron. Biasanya tokoh patron merupakan tokoh yang
berpotensial sejarah. Tokoh patron dalam lakon ketoprak biasanya menjadi tokoh
penguasa pada jamannya. Seperti dalam lakon Darpa Kayun, yang menjadi tokoh
patron adalah Pangeran Kayun. Pangeran Kayun adalah salah satu raja pada
jaman Singosari yang berkuasa di kerajaan Tumapel dalam lakon ketoprak Darpa
Kayun.
Pernyataan tersebut, peneliti tertarik untuk mengkaji hitam putih penokohan
dalam sebuah pementasan ketoprak. Lakon/cerita yang akan diteliti berjudul
Darpa Kayun karya Sri Paminto Widi Legowo. Lakon Darpa Kayun merupakan
cerita ketoprak yang ditulis dalam 6 babak. Lakon tersebut sudah dipentaskan
satu kali di Universitas Negeri Semarang pada tahun 2015. Pengkajian dilakukan
dengan menempatkan drama ketoprak dalam dimensi sastra, bukan sebagai seni
pertunjukan, sehingga permasalahan yang dikaji hanya seputar naskah dan
penokohan.
Lakon ketoprak Darpa Kayun ini merupakan cerita imajinatif yang berlatar
cerita di jaman kerajaan Singosari. Drama ketoprak ini menceritakan sejarah
konflik menyatunya kerajaan Singosari dan Tumapel. Perebutan tahta masih
menjadi dasar konflik dalam cerita Darpa Kayun. Seorang raja muda Singosari
yang merasa kurang puas dengan yang dimiliki, mencoba merebut hak milik
7
adiknya yang menjadi raja di Kerajaan Tumapel. Keinginan tersebut adalah
upaya hasutan dari penasehat kerajaan.
Tokoh utama dalam lakon Darpa Kayun yang bernama Pangeran Darpa
bukanlah tokoh yang terkenal. Namun tokoh-tokoh dalam lakon ketorak Darpa
Kayun memiliki gaya yang khas dan kuat di bagian dramatiknya. Tokoh
pendukung dalam cerita ini ada 6, yaitu: Pangeran Kayun, Demang Losari,
Ibunda Ratu, Trusti, Patih Toyamerta, Nyai Toyamerta, Pangeran Taruna, Patih
Suryadipa, Tumenggung Martanegara dan abdi kerajaan.
Lakon Darpa Kayun merupakan salah satu lakon ketoprak yang sangat
populer di kalangan masyarakat saat ini. Oleh karena itu, perlu adanya penelitian
lebih dalam mengenai penokohan lakon ketoprak tersebut. Penelitian ini
bertujuan agar lakon ketoprak Darpa Kayun lebih dikenal dan lebih mudah
dipahami. Hasil penelitian secara rinci tentang penokohan diharapkan dapat
dipahami pembaca agar memeroleh hasil aplikasi teori terhadap naskah yang
berbeda.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan berkaitan dengan Hitam
Putih dalam Ketoprak “Darpa Kayun” Karya Sri Paminto Widi Legowo, agar
pengkajian ini lebih baik dan terarah, penulis merumuskan masalah penelitian
sebagai berikut.
a. Bagaimana karakter hitam ketoprak Darpa Kayun karya Sri Paminto Widi
Legowo?
8
b. Bagaimana karakter putih ketoprak Darpa Kayun karya Sri Paminto Widi
Legowo?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, peneliti
merumuskan tujuan dari penelitian ini sebagai berikut.
a. Mengetahui karakter hitam ketoprak Darpa Kayun karya Sri Paminto Widi
Legowo.
b. Mengetahui karakter putih ketoprak Darpa Kayun karya Sri Paminto Widi
Legowo.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian yang berjudul Hitam Putih dalam Ketoprak Darpa Kayun Karya
Sri Paminto Widi Legowo memiliki manfaat secara teoretis dan praktis sebagai
berikut.
a. Secara teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan, referensi, dan sumber
informasi yang bermanfaat bagi pengembangan pengetahuan mengenai
hubungan sastra dengan perwatakan/penokohan. Penelitian ini akan
memberikan tambahan pengalaman yang berhubungan dengan
pengidentifikasian unsur tokoh dan penokohan yang menitikberatkan pada
karakter hitam putih ketoprak Darpa Kayun karya Sri Paminto Widi Legowo.
9
b. Secara praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan menambah
wawasan bagi pembaca dan penulis agar tetap menjaga serta melestarikan
kebudayaan. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif
media pembelajaran apresiasi drama tentang seni pertunjukan tradisional
Jawa. Selain itu juga dapat membantu para pembaca dan calon peulis naskah
untuk mengembangkan karakter hitam putih tokoh pada tokoh lain. Serta
menjadikan masyarakat yang kreatif, inovatif dan berbudaya, juga menjadi
referensi dan sumber informasi yang relevan tentang pengidenifikasian tokoh
dan penokohan pada karakter hitam putih ketoprak Darpa Kayun karya Sri
Paminto Widi Legowo.
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS
Bab ini terdiri atas kajian pustaka, landasan teoretis, dan kerangka berpikir.
Pustaka yang dikaji dalam penelitian ini diambil dari penelitian yang relevan
dengan topik penelitian ini. Dalam landasan teoretis dipaparkan teori-teori atau
konsep-konsep yang digunakan untuk landasan kerja penelitian, yakni konsep dan
teori tentang ketoprak, dan teori strukturalisme. Kerangka berpikir dalam
penelitian ini merupakan peta konsep yang menunjukkan hubungan antar bagian
dalam penelitian ini.
2.1 Kajian Pustaka
Penelitian naskah ketoprak Darpa Kayun karya Sri Paminto Widi Legowo,
menurut penulis belum ada yang meneliti, sehingga penulis menjadikan naskah
ketoprak Darpa Kayun sebagai objek penelitian. Kajian yang berhubungan
dengan naskah ketoprak pernah dilakukan oleh Rendu Mahardika Primastuti
(2009), Sri Lestari (2011), Febriany Wahyu prabandari (2011), Samahir
Miqdadiyyah (2013), Retno Ambarwati (2015), Siti Umamatul Qutsiyah (2015),
Isna Fitri Oktaviani (2015).
Primastuti (2009) melakukan penelitian dengan judul Struktur Drama dan
Nilai-Nilai Pendidikan Ketoprak Syeh Jangkung Andum Waris Versi Kaset
Ketoprak Sri Kencono Pati. Dalam penelitiannya, Rendu Mahardika
menggunakan teori analisis strukturalisme yang mengangkat permasalahan unsur
intrinsik lakon ketoprak berjudul “Syeh Jangkung Andum Waris”. Penelitian
11
inimendeskripsikan nilai-nilai pendidikan karakter dalam lakon “Syeh Jangkung
Andum Waris” melalui pendekatan objektif yang memberikan perhatian penuh
pada teks karya sastra sebagai struktur yang otonom. Melalui analisis struktur,
penelitian tersebut mendeskripsikan tokoh dan penokohan, alur cerita atau plot,
latar (setting), dan tema. Teori strukturalisme digunakan untuk mengetahui isi
cerita secara keseluruhan dan keterkaitan antar unsur pembangun cerita yang
berada dalam sebuah karya sastra. Setelah diketahui tokoh, alur, latar dan tema
dalam cerita, akan ditemukan nilai-nilai nilai pendidikan serta wujud nilai
pendidikan yang terkandung dalam ketoprak.
Penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2011) yang berjudul Tokoh dan
Penokohan dalam Naskah Ketoprak “Pangeran Timur” Karya Handung Kus
Sudyarsanamenggunakan teori tokoh dan penokohan yang mengacu pada
pendeskripsian unsur tokoh dan penokohan. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis struktural dengan pendekatan objektif. tujuan dari
penelitian tersebut adalah mendeskripsikan peran, teknik penokohan, dan
motivasi dalam naskah ketopra Pangeran Timur. Berdasarkan hasil penelitian
naskah ketoprak Pangeran Timur ini menunjukkan bahwa adanya peran tokoh
daam naskah ketoprak Pangeran Timur yang meliputi tokoh protagonis dan
tokoh antagonis. Selain itu, naskah ketoprak tersebut terdiri atas sepuluh
peristiwa inti yang memengaruhi perkembangan cerita mulai dari tahap
pengenalan sampai tahap penyelesaian.
Prabandari (2011) melakukan penelitian yang berjudulStruktur Dramatik
Teks Ketoprak dalam Lakon “Sri Huning Mustika Tuban. Dalam penelitiannya,
12
Prabandari menggunakan metode analisis struktural dengan pendekatan objektif.
Peneliti memfokuskan penelitian pada struktur dramatik ketoprak lakon Sri
Huning Mustiko Tuban yang meliputi alur, tokoh dan penokohan, latar, tema,
dan amanat. Data yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah berupa
penggalan teks dialog yang terdapat dalam naskah ketoprak lakon Sri Huning
Mustiko Tubanyang disutradarai oleh Ki Slamet Widodo. Berdasarkan hasil
penelitian lakon Sri Huning Mustika Tuban ini terbukti bahwa struktur dramatik
teks ketoprak lakon Sri Huning Mustika Tuban meliputi alur cerita, tokoh dan
penokohan, latar, tema, dan amanat. Alur yang digunakan adalah alur maju atau
progresif yang berlatar cerita pada jaman setelah masa pemerintahan
Ronggolawe. Penokohan meliputi tokoh antagonis, protagonis, tritagonis dan
tokoh pembantu. Tema dari lakon Sri Huning Mustika Tuban adalah percintaan
yang digambarkan dengan kesetiaan cinta antara Raden Wiratmaya dan Sri
Huning. Selain itu nilai-nilai dan moral yang terkandung dalam naskah Sri
Huning Mustika Tuban ini dapat memerkaya pengalaman batin para
pembacanya.
Penelitian yang dilakukan oleh Miqdadiyyah (2013) dengan judul Apresiasi
terhadap Ketoprak Sapta Mandala dalam Lakon “Sri Huning Mustiko Tuban”
Bagi Masyarakat Ngablak Patimenggunakan analisis struktural yang
menekankan aspek unsur intrinsik yaitu tema, lakon, adegan sisipan, penokohan,
iringan, rias dan busana, sarana dan prasarana . Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan induktif. Berdasarkan
hasil penelitian lakon Sri Huning Mustiko Tubanini menunjukkan bahwa
13
masyarakat desa Ngablak mulai dari anak-anak, remaja, dewasa dan lansia
memberikan tanggapan terhadap ketoprak Sapta Mandala. Penelitian ini terbukti
bahwa anak-anak senang dengan Ketoprak Sapta Mandala, kebanyakan dari
remaja kurang suka dengan ketoprak dan lebih senang menonton dangdut,
orangtua lebih menyukai ketoprak daripada dangdut, dan lansia kurang paham
dengan lakon Sri Huning Mustiko Tuban. Para lansia menonton ketoprak hanya
untuk hiburan semata.
Ambarwati (2015) melakukan penelitian yang berjudul Struktur Dramatik
Lakon “Jaka Kendhil” Ketoprak Bocah Ari Budoyo. Dalam penelitiannya,
Ambarwati menggunakan teori strukturalisme dengan permasalahan unsur-unsur
intrinsik yang terkandung dalam lakon ketoprak Jaka Kendhil. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan objektif. Sedangkan
teknik yang digunakan penulis yaitu teknik analisis struktural. Berdasarkan hasil
penelitian lakon ketoprak Jaka Kendhil ini terbukti bahwa lakon Jaka Kendhil
dibangun oleh beberapa konflik yang terbingkai dalam alur maju. Selain itu
terdapat unsur-unsur intrinsik yang terangkum dalam penokohan, tema dan latar.
Kekuatan unsur-unsur yang dimiliki layak menjadi objek apresiasi bagi siswa,
terutama di jenjang pendidikan dasar. Selain itu, hasil penelitian tersebut dapat
menjadi pijakan untuk melakukan penelitian ketoprak lain dengan pendekatan
yang berbeda.
Penelitian yang dilakukan oleh Qutsiyah (2015) dengan judul Karakter
Kesatria dalam Ketoprak ‘Sang Gajah Mada’menggunakan penelitian struktur
naratologi Greimas untuk mendeskripsikan relasi dengan tokoh lain dalam lakon
14
ketoprak Sang Gajah Mada. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan objektif. Teknik yang digunakan
dalam menganalisis data adalah teknik penceritaan langsung (telling) dan teknik
penceritaan tidak langsung (showing). Berdasarkan hasil penelitian lakon Sang
Gajah Mada terungkap bahwa adanya tokoh pro dan kontra yang masing-masing
mempunyai kedudukan yang berbeda dalam tiap peristiwa. Secara keseluruhan
cerita “Sang Gajah Mada” terbukti bahwa tokoh Gajah Mada adalah kesatria
sejati. Tidak hanya itu, Siti Ummatul Qutsiyah juga telah mengungkap bahwa
cerita Sang Gajah Mada dapat digunakan sebagai materi ajar Bahasa Jawa untuk
materi pembelajaran apresiasi drama tingkat SMA.
Oktaviani (2015) melakukan penelitian yang berjudulKarakter Andharante
dalam Ketoprak Serial ‘Syeh Jangkung’. Dalam penelitiannya, Oktaviani
menggunakan teori hermeneutik yaitu teori tentang kaidah-kaidah yang menata
sebuah eksegesi (proses menangkap inti pesan yang disampaikan oleh teks-teks
yang kita baca). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
simak dengan desain penelitian deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian
Ketoprak Serial Syeh Jangkung ini menunjukkan bahwa Andharante merupakan
tokoh statis yang ditempatkan sebagai tokoh antagonis dari awal hingga akhir
pertunjukkan. Akan tetapi, di balik peran antagonisnya, ia juga memiliki sifat
terpuji, yaitu menghormati orang yang menghormatinya, individu yang jujur dan
apa adanya, bukan pengecut, dan Andharante memiliki pendirian yang kuat.
Berdasarkan kajian pustaka tersebut, dapat diketahui bahwa analisis
terhadap stuktur dramatik telah dilakukan dengan objek penelitian ketoprak.
15
Beberapa penelitian di atas memiliki persamaan dengan penelitian ini, yaitu
sama-sama mengkaji aspek tokoh dan penokohan. Akan tetapi, secara
keseluruhan penelitian tentang hitam putih lakon Darpa Kayun karya Sri
Paminto Widi Legowo merupakan penelitian yang baru atau belum pernah
dikerjakan orang lain. Dengan demikian, semoga penelitian ini dapat melengkapi
pustaka-pustaka yang telah ada.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Ketoprak
Ketoprak merupakan salah satu jenis karya sastra yang dipentaskan dan
digemari oleh masyarakat. Ketoprak adalah seni drama tradisional yang berasal
dari daerah Surakarta sekitar akhir abad 19. Tetapi adapula yang mengatakan
bahwa ketoprak lahir dan berkembang di Yogayakarta. Ketoprak mulai
dikembangkan sebagai bentuk hiburan musikal di beberapa daerah di Jawa.
Asal muasal ketoprak terletak pada iringannya yaitu suara lesung dan alu yang
biasa digunakan sebagai alat penumbuk padi. Pertunjukan tersebut dilakukan
pada malam hari. Bebarapa orang memukul lesung dan beberapa orang yang lain
ada yang menari dan menyanyi (nembang). Kemudian seiring berjalannya
waktu, pertunjukan tersebut dibumbui sedikit cerita sederhana. Alat musik mulai
diperbanyak dengan menambahkan kendang, seruling dan tamburin.
Istilah ketoprak berasal dari salah satu alat musik yang dipukul (keprak). Alat
musik tersebut akan menimbulkan suara: prak, prak, prak yang kemudian sering
disebut dengan ‘ketoprak’. Menurut Jakob Soemardjo (dalam Ulya 2011:26),
ketoprak lahir sebagai sebuah kebiasaan masyarakat memainkan alat musik,
16
menyanyi, dan menari. Kebiasaan tersebut kemudian dikembangkan menjadi
sebuah pertunjukan yang dinamakan ketoprak.
Dari sumber lain mengatakan bahwa ketoprak merupakan seni tradisional
yang berupa pementasan drama yang mengangkat cerita-cerita tertentu, biasanya
kisah legenda, asal-usul dan sejarah. Cerita ketoprak yang dipentaskan adalah
cerita kerajaan pada masa lampau dalam bentuk tradisi lisan yang berkembang di
kalangan masyarakat rendah dengan menyampaikan tema-tema cerita yang
sesuai dengan kehidupan sehari-hari. Pementasan ketoprak biasanya dikemas
secara lucu atau mengandung unsur komedi.
Ciri khas dari seni drama ketoprak ialah pelaku atau pemain menggunakan
dialog berbahasa Jawa. Menurut Eko Santoso, dkk. (dalam Ulya 2011:27), salah
satu ciri khas yang paling menonjol dalam pertunjukan ketoprak adalah
penggunaan unggah-ungguh bahasa Jawa dalam dialognya. Ada tiga
tingkatan/ragam bahasa Jawa yang digunakan oleh pemain ketoprak, yaitu:
ngoko, krama dan krama inggil. Dalam pementasan ketoprak, penyampaian
dialog oleh pemain dapat dilakukan secara improvisasi, sederhana, spontan dan
menyatu dengan kehidupan masyarakat.
2.2.2 Teori Strukturalisme
Strukturalisme merupakan salah satu pendekatan kesastraan yang banyak
dipakai dalam menganalisis karya sastra. Teeuw (1988:135) berpendapat bahwa
analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat,
seteliti, mendetail, dan mendalam mungkin, berkaitan dengan terjalinnya semua
17
bagian dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna secara
menyeluruh.
Analisis struktural adalah bagian yang terpenting dalam mengidentifikasi
makna di dalam karya sastra itu sendiri. Penelitian struktural dipandang lebih
objektif karena hanya berdasarkan sastra itu sendiri. Peneliti strukturalis
biasanya mengandalkan pendekatan egosentrik yaitu pendekatan penelitian
berpusat pada teks sastra itu sendiri. Penekanan strukturalis memandang karya
sastra sebagai teks mandiri. Penelitian dilakukan secara objektif yaitu
menekankan unsur intrinsik karya sastra.
Sejalan dengan hal itu, Nurgiyantoro (2015:60) juga berpendapat bahwa
analisis struktural bertujuan memaparkan secermat mungkin fungsi dan
keterkaitan antar unsur karya sastra yang secara bersama menghasilkan sebuah
makna secara menyeluruh. Analisis struktural tidak hanya dilakukan sekadar
mencari unsur-unsur tertentu seperti tema, alur, penokohan dan lainnya. Akan
tetapi juga menunjukkan bagaimana keterkaitan atau hubungan antar unsur
pembangun tersebut. Sehingga tercapai tujuan keindahan dan makna
keseluruhan atas karya sastra tersebut.
Isrofi, (2015:52) Struktural merupakan pendekatan yang
memandang dan memahami karya sastra dari segi struktur karya itu
sendiri. Dalam analisisnya difokuskan pada unsur-unsur intrinsik yang
terdapat dalam karya sastra serta hubungannya dengan unsur-unsur
lainnya. Analisis struktural merupakan prioritas pertama sebelum
melakukan analisis yang lain. Tanpa analisis struktural, kebulatan
makna intrinsik suatu karya sastra tidak dapat ditangkap.
Hal tersebut sejalan dengan Nurgiyantoro (2015:60) bahwa analisis struktural
tidak cukup jika hanya sekadar mendata unsur tertentu sebuah karya fiksi.
Namun yang lebih penting adalah menunjukkan bagaimana hubungan antarunsur
18
itu. Analisis struktural merupakan salah satu kajian kesusastraan yang
menitikberatkan pada hubungan antarunsur pembangun karya sastra. Adapun
unsur pembangun karya sastra yang dimaksud dan akan diteliti meliputi: tema,
penokohan, latar, dan alur.
Emzir dan Rohman (2017:46-47) menyebutkan bahwa ada beberapa varian
strukturalisme, di antaranya adalah Strukturalisme Dinamik, Antropologi
Struktural, Strukturalisme Genetik, dan Naratologi.
a. Strukturalisme Dinamik, yaitu sebuah paham yang mendasarkan diri pada
pentingnya hubungan antara “struktur dalaman” karya sastra dengan
“struktur luaran” karya sastra. Dalam hal ini, strukturalisme dipengaruhi
oleh paham semiotik yang menggunakan konsepsi penanda dan petanda.
b. Antropologi Struktural, sebuah pandangan yang menitikberatkan pada
pemahaman tentang pentingnya struktur di dalam sistem kekerabatan
manusia. Dengan kata lain, bentuk-bentuk kemanusiaan dipahami sebagai
sebuah struktur sebab melalui struktur tersebut sebuah identitas komunitas
atau kelompok bisa dimaknai.
c. Strukturalisme Genetik, sebuah pandangan yang menitikberatkan pada
pentingnya pandangan-pandangan pengarang di dalam karya sastra. Proses
pembacaan melalui strukturalisme genetik dimulai dari pencarian struktur
internal karya sastra kemudian dihubungkan dengan struktur eksternal karya
sastra.
d. Naratologi, yaitu ilmu tentang cerita. Di dalam cerita diperoleh unsur-unsur
ilmiah yang disebut dengan peristiwa. Peristiwa yang sambung
19
menyambung disebut alur. Dalam sebuah peristiwa terdapat tokoh-tokoh
dan tempat tertentu. Karena terdiri atas rentetan suatu peristiwa, maka
sebuah cerita diasumsikan memiliki hubungan antara pencerita dan
pendengar.
2.2.3 Tokoh/ Penokohan
Tokoh dan penokohan, watak dan perwatakan, karakter dan karakterisasi
sebenarnya merupakan istilah yang sering digunakan dalam unsur cerita. Istilah
tersebut sebenarnya mempunyai pengertian yang hampir sama. Istilah tokoh
menunjuk pada orangnya, pelaku cerita. Sedangkan watak, perwatakan, dan
karakter menunjuk pada sifat dan sikap tokoh. Nurgiyantoro (2015:247)
berpendapat bahwa penokohan dan karakterisasi merupakan pelukisan atau
gambaran yang jelas mengenai seseorang yang ditampilkan dalam cerita.
Tokoh merupakan hal yang sangat penting dalam sebuah pementasan lakon
ketoprak. Menurut Sudjiman (1988:16) tokoh adalah individu rekaan yang
mengalami peristiwa atau berkelakuan di dalam berbagai peristiwa cerita. Pada
umumnya, tokoh biasanya berwujud manusia. Namun adapula yang berwujud
binatang atau berwujud benda yang diinsankan.
Tokoh dalam sebuah pementasan ketoprak adalah sebuah jiwa yang memberi
kehidupan dalam jalannya cerita. Sumardjo (1998:144) berpendapat bahwa
tokoh dalam cerita adalah orang yang mengambil bagian dan mengalami
peristiwa-peristiwa yang digambarkan dalam plot. Pelaku atau tokoh dalam
cerita ketoprak memegang peran yang sangat penting dalam memelihara
keutuhan cerita. Tokoh berhubungan erat dengan penokohan/perwatakan.
20
Karakter mereka akan menghidupkan konflik dan mendukung plot agar berjalan
lancar.
Watak para tokoh digambarkan dalam tiga dimensi (watak
dimensional). Penggambaran itu berdasarkan (1) keadaan fisik
(meliputi umur, jenis kelamin, ciri-ciri tubuh, cacat jasmaniah, ciri
khas yang menonjol, suku bangsa, raut muka, kesukaan,
tinggi/pendek, kurus/gemuk, suka senyum/cemberut, dan
sebagainya); (2) keadaan psikis (meliputi watak, kegemaran,
mentalitas, standar moral, temperamen, ambisi, kompleks psikologis
yang dialami, keadaan emosinya, dan sebagainya); dan (3) keadaan
sosiologis (meliputi jabatan, pekerjaan, kelas sosial, ras,
agama,ideologi dan sebagainya. (Waluyo, 2002:17-18)
Keadaan fisik tokoh (fisiologi) dapat pula memberikan tuntutan bagi
pemahaman sebuah lakon ketoprak. Persoalannya, keadaan fisik biasanya
berkaitan dengan peran tokoh, seseorang yang berperan sebagai Prabu atau Raja
tidak mungkin berfisik kerempeng dan kurus melainkan digambarkan sosok
yang besar dan gagah. Begitu pula menjadi seorang putri yang diperebutkan,
biasanya berparas cantik dan menarik, tidak mungkin jika seorang putri
berwajah jelek dan mempunyai cacat fisik. Pencatatan data fisik tokoh dapat
membantu interpretasi pembaca dalam merumuskan pemahaman terhadap
naskah ketoprak.
Paraga/tokoh dalam lakon ketoprak lebih menekankan pada karakter atau
watak, yaitu sifat-sifat yang dimiliki oleh pelaku. Sedangkan pelaku lebih
menekankan pada tindakan atau dialog yang masih dalam hubungan dengan alur
cerita. Brahim (dalam Emzir dan Rohman, 2017:264) mengatakan bahwa unsur
perwatakan dan alur tidak bisa dipisahkan.
Tokoh adalah pelaku/manusia yang akan membawa konflik-konflik yang
diciptakan pengarang dalam sebuah cerita ketoprak. Dalam diri seorang
21
tokoh/pelaku mengalir watak untuk menghidupkan konflik dalam sebuah cerita.
Watak-watak tersebut tercipta melalui gerak-gerik, dialog antar tokoh, dan
mimik wajah. Oleh karena itu, seorang tokoh wajib memerankan sesuai karakter
atau watak yang dimiliki untuk menjiwai sebuah pementasan lakon ketoprak.
Cara mengetahui watak seorang tokoh dalam lakon ketoprak biasanya melalui
dialog dan tindakan antar tokoh. Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat
Brahim (dalam Wiyatmi, 2006:50) bahwa dalam sebuah drama, watak pelaku
dapat diketahui dari sikap tokoh menghadapi suatu situasi/peristiwa atau watak
tokoh lain, dari reaksi mereka terhadap suatu situasi tertentu terutama situasi-
situasi yang kritis, dan dari perbuatan dan tindakan yang mereka lakukan.
Menurut Emzir dan Rohman (2017:264), watak/karakter tokoh juga dapat
terlihat dari kata atau kalimat yang diucapkan. Dalam hal ini ada dua cara untuk
mengungkapkan watak melalui dialog. Pertama, dari kata/kalimat yang
diucapkan sendiri oleh pelaku dalam percakapan dengan pelaku lain. Kedua,
melalui kata/kalimat yang diucapkan pelaku lain mengenai diri pelaku tertentu.
Berdasarkan sifatnya, tokoh dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu, tokoh
protagonis, tokoh antagonis, tokoh tritagonis. Menurut Nurgiyantoro (2015:261)
tokoh protagonis merupakan salah satu karakter tokoh yang dikagumi yang
secara populer disebut hero. Sedangkan tokoh penyebab konflik disebut tokoh
antagonis. Tokoh antagonis merupakan penentang cerita dan tokoh tritagonis
adalah tokoh pembantu, baik untuk tokoh protagonis maupun tokoh antagonis.
Menurut Kosasih (2008:85), tokoh-tokoh dalam drama diklasifikasikan
sebagai berikut:
22
a. tokoh gagal (the foil), tokoh ini mempunyai pendirian yang bertentangan
dengan tokoh lain. Kehadiran tokoh ini berfungsi untuk menegaskan tokoh
lain itu,
b. tokoh idaman (the type character), tokoh ini berperan sebagai pahlawan
dengan karakternya yang gagah, berkeadilan, atau terpuji,
c. tokoh statis (the static character), tokoh ini memiliki peran yang tetap sama,
tanpa perubahan, mulai dari awal hingga akhir cerita, dan,
d. tokoh yang berkembang. Tokoh ini mengalami perkembangan selama cerita
itu berlangsung. Misalnya, tokoh Pangeran Timur yang pada awal cerita
sangat setia, secara cepat dia berubah dan berkembang menjadi orang yang
berkhianat pada akhir cerita.
Menurut Nurgiyantoro (2015:258), seorang tokoh bisa dikategorikan ke
dalam beberapa jenis tokoh sekaligus, misalnya sebagai tokoh utama-protagonis-
berkembang-tipikal. Tokoh cerita dapat dibedakan ke dalam jenis penamaan
berdasarkan sudut pandang yang dilakukan, di antaranya sebagai berikut.
a. Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan
Tokoh utama merupakan tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam cerita
yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan.
Sedangkan tokoh tambahan merupakan tokoh kedua yang biasanya diabaikan,
atau paling tidak kurang mendapat perhatian.
b. Tokoh Antagonis dan Tokoh Protagonis
Tokoh protagonis adalah tokoh yang dikagumi yang salah satu jenisnya
secara populer disebut hero. Tokoh protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai
23
dengan pandangan kita, harapan kita, harapan-harapan pembaca. Sedangkan
tokoh yang menjadi penyebab terjadinya konflik disebut tokoh antagonis. Tokoh
antagonis adalah tokoh yang beroposisi dengan tokoh protagonis, secara langsung
maupun tidak langsung, bersifat fisik ataupun batin.
c. Tokoh Sederhana dan Tokoh Bulat
Pembedaan tokoh sederhana dan tokoh bulat dilakukan berdasarkan
perwatakannya. Tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya memiliki satu
kualitas pribadi tertentu, satu sifat watak terttentu saja. Tokoh sederhana dapat
saja melakukan berbagai tindakan, namun semua tindakannya itu akan dapat
dikembalikan pada perwatakan yang dimiliki dan yang telah diformulasikan.
Sedangkan tokoh bulat merupakan tokoh yang memiliki dan diungkap berbagai
kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jatidirinya. Tokoh bulat
biasa disebut tokoh kompleks. Ia dapat saja memiliki watak tertentu yang dapat
diformulasikan, namun ia pun dapat pula menampilkan watak dan tingkah laku
bermacam-macam, bahkan mungkin tampak bertentangan dan sulit diduga.
d. Tokoh Statis dan Tokoh Berkembang
Altenbernd dan Lewis (dalam Nurgiyantoro, 2015:272) berpendapat bahwa
tokoh statis merupakan tokoh cerita yang secara esensial tidak mengalami
perubahan dan atau perkembangan perwatakan sebagai akibat adanya peristiwa-
peristiwa yang terjadi. Tokoh statis tampak seperti kurang terlibat dan tidak
terpengaruh oleh adanya perubahan-perubahan lingkungan yang terjadi karena
adanya hubungan antar manusia. Sedangkan tokoh berkembang adalah tokoh
cerita yang mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan sejalan dengan
24
perkembangan peristiwa dan plot dikisahkan. Tokoh berkembang secara aktif
berinteraksi dengan lingkungannya, baik lingkungan sosial, alam, maupun yang
lain yang semuanya itu akan memengaruhi sikap wataknya.
e. Tokoh tipikal dan tokoh netral
Altenbernd dan Lewis (dalam Nurgiyantoro, 2015:275) berpendapat
bahwa tokoh tipikal merupakan tokoh yang jarang ditampilkan keadaan
individualitasnya dan lebih banyak ditonjolkan kualitas pekerjaan atau
kebangsaannya. Tokoh tipikal merupakan penggambaran, pencerminan, atau
penunjukan terhadap orang, atau sekelompok orang yang terikat dalam
sebuah lembaga, atau individu sebagai bagian sebuah lembaga, yang ada di
dunia nyata. Sedangkan tokoh netral adalah tokoh cerita yang bereksistensi
demi cerita itu sendiri. Kehadiran tokoh netral tidak berpretensi untuk
mewakili atau menggambarkan sesuatu yang di luar dirinya, seseorang yang
berasal dari dunia nyata.
2.2.3.1 Teknik Penokohan
Teknik penokohan atau pelukisan tokoh dalam suatu karya sastrameliputi:
pelukisan sifat, sikap, watak, tingkah laku,dan berbagai hal lain yang
berhubungan dengan jatidiri tokoh. Menurut Nurgiyantoro (2015:279), teknik
pelukisan tokoh dalam suatu karya sastra dibedakan ke dalam dua cara, antara
lain sebagai berikut.
1. Teknik Ekspositori
Teknik ekspositori sering juga disebut teknik analitis, pelukisan
tokoh cerita dilakukan dengan memberikan deskripsi, uraian, atau
25
penjelasan secara langsung. Tokoh cerita hadir dan dihadirkan oleh
pengarang ke hadapan pembaca dengan cara tidak berbelit-belit,
melainkan begitu saja dan langsung disertai deskripsi kediriannya yang
berupa sikap, sifat, watak, tingkah laku, atau bahkan juga ciri fisiknya.
Deskripsi kedirian tokoh dilakukan secara langsung oleh pengarang dan
dideskripsikan secara jelas.
Kelemahan teknik ekspositori adalah pembaca seolah-olah kurang
didorong dan diberi kesempatan, kurang dituntut secara aktif kreatif
untuk memberikan tanggapan secara imajinatif terhadap tokoh cerita
sesuai dengan pemahamannya terhadap cerita dan persepsinya terhadap
sifat-sifat kemanusiaan sebagaimana yang dijumpai di dunia nyata.
2. Teknik Dramatik
Penampilan tokoh cerita dalam teknik dramatik yakni pengarang
tidak mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan sikap serta tingkah laku
para tokoh. Pengarang membiarkan para tokoh cerita untuk menunjukkan
kediriannya sendiri melalui berbagai aktivitas yang dilakukan, baik
secara verbal lewat kata maupun nonverbal lewat tindakan atau tingkah
laku, dan juga melalui peristiwa yang terjadi.
Wujud penggambaran teknik dramatik di antaranya:
a. teknik cakapan: menunjukkan bentuk percakapan yang dilakukan
oleh tokoh cerita untuk menggambarkan sifat-sifat tokoh yang
bersangkutan.
26
b. teknik tingkah laku: menunjukkan tingkah laku verbal yang
berwujud kata-kata dan atau dialog para tokoh. Teknik tingkah laku
menunjuk pada tindakan nonverbal, fisik.
c. teknik pikiran dan perasaan: dapat ditemukan dalam teknik cakapan
dan tingkah laku. Artinya, penuturan itu sekaligus untuk
menggambarkan pikiran dan perasaan tokoh. Dapat berupa sesuatu
yang belum tentu dilakukan dengan konkret dalam bentuk tindakan
dan kata-kata.
d. teknik arus kesadaran: sebuah teknik narasi yang berusaha
menangkap pandangan dan aliran proses mental tokoh, tanggapan
indera bercampur dengan kesadaran dan ketaksadaran pikiran,
perasaan, ingatan, harapan, dan asosiasi-asosiasi acak.
e. teknik reaksi tokoh: reaksi tokoh terhadap suatu kejadian, masalah,
keadaan, kata dan sikap-tingkah-laku orang lain dan sebagainya yang
berupa rangsang dari luar diri tokoh yang bersangkutan.
f. teknik reaksi tokoh lain: reaksi (penilaian) yang diberikan oleh tokoh
lain terhadap tokoh utama atau tokoh yang dipelajari kediriannya,
yang berupa pandangan, pendapat, sikap, komentar, dan lain-lain.
g. teknik pelukisan latar: dapat lebih mengintensifkan sifat kedirian
tokoh seperti yang telah diungkapkan dengan berbagai teknik yang
lain. Pelukisan keadaan latar sekitar tokoh secara tepat akan mampu
mendukung teknik penokohan secara kuat walau latar itu sendiri
sebenarnya merupakan sesuatu yang berada di luar kedirian tokoh.
27
h. teknik pelukisan fisik: keadaan fisik seseorang sering berkaitan
dengan keadaan kejiwaannya, atau pengarang sengaja mencari dan
menghubungkan adanya keterkaitan tersebut.
i. catatan tentang identifikasi tokoh: proses pengidentifikasian untuk
mengenali kedirian tokoh dengan baik melalui beberapa prinsip
sebagai berikut:
1. prinsip pengulangan: sifat kedirian tokoh yang diulang-ulang
biasanya untuk menekankan dan atau mengintensifkan sifat
tertentu yang menonjol sehingga pembaca dapat memahami
dengan jelas.
2. prinsip pengumpulan: usaha mengumpulkan informasi kedirian
tokoh yang menyebar di seluruh rangkaian cerita hingga
memeroleh data yang lengkap.
3. prinsip kemiripan dan pertentangan: dilakukan dengan
memperbandingkan antara seorang tokoh dengan tokoh yang lain
dari cerita yang bersangkutan.
Marquaß (dalam Muhammad, 2015:14) berpendapat bahwa ada tiga cara
untuk menganalisis tokoh, yaitu hubungan antartokoh (konstelasi), ciri-ciri
yang ditujukan tokoh (karakterisasi tokoh), dan cara pengarang merancang
tokoh-tokoh (konsepsi).
1. Karakterisasi Tokoh
Albertine Minderop (2005:2), mengatakan bahwa metode
karakterisasi dalam telaah karya sastra merupakan metode
28
menggambarkan watak para tokoh yang terdapat dalam suatu karya
fiksi. Terdapat dua cara untuk mengetahui karakter tokoh dalam suatu
karya fiksi, yaitu metode langsung (telling) dan metode tidak langsung
(showing). Metode langsung (telling) mencakup karakterisasi melalui
penggunaan nama tokoh, karakterisasi melalui penampilan tokoh, dan
karakterisasi melalui tuturan pengarang. Sedangkan metode tidak
langsung (showing) mencakup karakterisasi melalui dialog dan
karakterisasi melalui tingkah laku.
2. Konstelasi (Hubungan Antar Tokoh)
Menurut Marquaß (dalam Muhammad, 2015:14), tokoh dalam drama
memiliki hubungan dengan tokoh lain. Tokoh-tokoh tersebut memiliki
ketertarikan dalam hal kebaikan, memiliki kedudukan yang sama,
saling bermusuhan, saling bergantung, atau saling membutuhkan.
Konstelasi tersebut bisa berubah seiring berjalannya alur cerita. Ada
beberapa konstelasi yang sering uncul dalam drama, yaitu permusuhan
(tokoh utama dan tokoh penantang, penghasut/pengritik dan korban,
penggemar dan saingan), dan persekutuan (majikan dan pembantu,
orang yang mencintai dan dicintai).
3. Konsepsi
Tokoh diciptakan oleh pengarang menurut pola dasar tertentu.
Marquaß (dalam Muhammad, 2015:14) memaparkan konsepsi tokoh
menjadi tiga bagian berikut:
29
a. statis atau dinamis, dalam bagian ini dijelaskan tentang apakah
watak tokoh berubah-ubah (dinamis) atau tetap sama (statis).
b. tipikal atau kompleks, dijelaskan apakah gambaran para tokoh dalam
cerita hanya memiliki beberapa watak khas (tipikal) atau terlihat
memiliki banyak sifat (kompleks).
c. tertutup atau terbuka, dalam bagian ini dijelaskan apakah watak
tokoh dalam cerita bisa dipahami dengan jelas dan tegas (terbuka)
atau malah sebaliknya (tertutup).
30
2.3 Kerangka Berpikir
Seiring perkembangan jaman, kesenian tradisional Jawa semakin
dikesampingkan. Selain banyaknya teknologi-teknologi canggih yang
mengembangkan drama modern, sulitnya memahami tokoh penohokan dalam
lakon ketoprak mengakibatkan kesenian ini sepi penonton. Padahal melalui
kesenian ketoprak, terdapat banyak pembelajaran yang bisa dipelajari.
Sejalan dengan itu, penulis melakukan penelitian dengan maksud sebagai
langkah awal mengetahui unsur karya sastra Jawa dari unsur intrinsik. Penulis
meneliti penokohan yang terdapat terdapat dalam lakon ketoprak Darpa
Kayun. Peneliti menganalisis penokohan melalui unsur intrinsik yang lain,
seperti tema, alur dan latar.
Dalam naskah ketoprak DarpaKayun, peneliti melihat dari keterkaitan
antar unsur naskah ketoprak tersebut melalui pendekatan strukturalisme.
Penelitian ini mengambil sumber data yaitu Naskah Ketoprak Darpa Kayun
karya Sri Paminto Widi Legowo. Adapun rumusan masalah dalam penelitian
ini yaitu untuk mengetahui karakter hitam dan putih tokoh yang ada dalam
naskah ketoprak Darpa Kayun karya Sri Paminto Widi Legowo. Setelah
dianalisis, penelitian pada naskah ketoprak tersebut akan ada hasil penelitian
beserta pembahasannya. Hasil pembahasan tersebut kemudian dapat ditarik
simpulan penelitian tentang karakter hitam putih pada tokoh ketoprak Darpa
Kayun.
31
Berikut adalah skema kerangka berpikir dalam penelitian ini:
Ketoprak
Hampir Punah dan
kuna
Tradisional
Konflik yang
Kompleks
Naskah Ketoprak Darpa Kayun
Analisis Struktural
(Tokoh dan Penokohan)
Klasifikasi Karakter Hitam dan Putih
95
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Dari hasil analisis dan pembahasan dari naskah ketoprak Darpa Kayun karya Sri
Paminto Widi Legowo, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.
Tokoh hitam lebih dikenal sebagai tokoh antagonis cerita. Tokoh hitam meliputi
tokoh utama antagonis dan tokoh pembantu antagonis. Seorang tokoh dengan
karakter hitam dapat diperankan oleh seseorang yang memiliki ciri fisik badan yang
gagah, tegap, tinggi, kulit hitam, rambut panjang acak-acakan, berkumis tebal dan
memiliki mata yang lebar serta tatapan yang tajam. Dari hasil analisis penokohan
naskah Darpa Kayun Karya Sri Paminto Widi Legowo, tokoh hitam dalam naskah
Darpa Kayun masih terdapat karakter putih. Tokoh hitam ditentukan dari banyaknya
karakter antagonis tokoh. Artinya, di dalam karakter hitam masih terdapat karakter
putih.
Pada naskah Darpa Kayunyang termasuk dalam tokoh utama antagonis adalah
Demang Losari dan Pangeran Darpa. Tokoh Pangeran Darpa dapat diperankan oleh
laki-laki yang memiliki ciri fisik wajah tampan dan tegas, tatapan mata yang
tajam,tubuh gagah dan tegap, tinggi, dan berkulit sawo matang. Karakter yang
dimiliki Pangeran Darpa sebagai tokoh hitam dalam analisis tersebut meliputi
serakah, keras kepala, egois, kejam, dan tidak adil. Sementara itu, karakter yang
96
dimiliki oleh Demang Losari di antaranya adalah licik, patuh, cerdas dan dapat
diperankan oleh seorang laki-laki tua bertubuh yang kurus, badannya membungkuk
dan rambutnya beruban. Tokoh pembantu antagonis dalam naskah Darpa Kayun
karya Sri Paminto Widi Legowo ialah Patih Toyamerta, Tumenggung Suryadipa dan
Prajurit singosari. Patih Toyamerta digambarkan sebagai tokoh yang pengecut dan
tidak tegas. Selain itu dia juga patuh. Akan tetapi kepatuhannya tergambar ketika
diutus untuk membunuh anak tirinya, Taruna. Tumenggung Suryadipa digambarkan
sebagai tokoh hitam karena memiliki karakter bertanggungjawab dan patuh.
Walaupun terkesan baik, namun kepatuhan Tumenggung Suryadipa bisa dikatakan
tidak baik. Karena, sudah tahu hal yang bersifat tidak baik, namun masih diikuti.
Prajurit Singosari memiliki karakter patuh dan jujur. Mereka diciptakan sebagai
tokoh yang membantu keantagonisan tokoh utama yaitu Demang Losari dan
Pangeran Darpa.
Tokoh putih lebih dikenal tokoh protagonis. Tokoh putih meliputi tokoh utama
protagonis dan tokoh pembantu protagonis. Seorang tokoh laki-laki dengan karakter
putih dapat diperankan oleh seseorang yang memiliki ciri fisik berwajah tampan,
badan yang gagah, tegap, tinggi, dan berkulit putih.Sementara itu, seorang tokoh
perempuan dapat diperankan oleh seseorang yang berparas cantik, berkulit putih,
kecil dan ramping. Hasil analisis naskah ketoprak Darpa Kayun karya Sri Paminto
Widi Legowo, yang termasuk dalam tokoh utama protagonis yaitu Pangeran Kayun
dan Trusti. Pangeran Kayun memiliki karakter yang bijaksana, tegas, peduli, dan
tulus. Trusti memiliki karakter tokoh yang cerdas, berani, peduli, jujur dan
pendendam. Karakter pendendam Trusti sebenarnya hanya sebagai pembela diri dari
97
tokoh hitam. Sementara itu, tokoh pembantu protagonis adalah Ratu Sepuh, Nyi
Patih Toyamerta, Tumenggung Martanegara, Taruna, dan Abdi dalem kepatihan.
Karakter yang dimiliki oleh Ratu Sepuh adalah adil, bijaksana dan tegas. Nyi Patih
Toyamerta memiliki karakter cerdas dan peduli. Tumenggung Martanegara
mempunyai karakter peduli terhadap sesama. Karakter yang dimiliki Taruna ialah
rendah diri, peduli sesama dan rela berkorban. Karakter yang dimiliki abdi dalem
kerajaan adalah humoris dan kritis.
5.2 Saran
Hasil analisis Hitam Putih Tokoh Ketoprak Darpa Kayun Karya Sri Paminto
Widi Legowo diharapkan dapat dijadikan panduan untuk memahami aspek tokoh dan
penokohan dalam drama ketoprak. Disarankan adanya penelitian lanjutan terhadap
naskah ketoprak Darpa Kayun karya Sri Paminto Widi Legowo untuk membahas
keseluruhan aspek struktural secara terperinci dengan menggunakan pendekatan
yang relevan. Naskah Darpa Kayundapat juga dilakukan penelitian dengan
perspektif yang berbeda, seperti penelitian pragmatik, psikologi sastra, sosiologi
sastra, dan penelitian lain yang relevan. Naskah ketoprak Darpa Kayun masih
menyimpan berbagai kemungkinan yang menarik untuk diteliti.
98
DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati, Retno. 2015. Struktur Dramatik Lakon Jaka Kendhil Ketoprak Bocah
Ari Budaya. Skripsi, Semarang. Program S1 Pendidikan Bahasa dan Sastra
Jawa.
Aziez, Furqonul dan Hasim,Abdul. 2015. Menganalisis fiksi: Sebuah Pengantar.
Bogor: Ghalia Indonesia.
Emzir dan Rohman, Saifur. 2017. Teori dan Pengajaran Sastra. Depok: Rajawali
Pers.
Endaswara, Suwardi. 2011. Metode pembelajaran drama.(apresiasi, ekspresi, dan
pengkajian). Yogyakarta: ISBN
Isrofi, Nur. 2015. Analisis Struktural Novel Rangsangan Tuban Karya
Padmasusastra dan Pembelajarannya di SMA. Jurnal Program Studi Bahasa
dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo Vol. 06 No. 05
Kosasih, E. 2008. Apresiasi Sastra Indonesia. Jakarta: nobel Edumedia.
Lestari, Sri. 2011. Tokoh dan Penokohan dalam Naskah ketoprak Pangeran Timur
Karya Handung Kus Sudyarsana. Skripsi, Semarang. Program S1 Pendidikan
Bahasa dan Sastra Jawa Universitas Negeri Semarang.
Margono, S. 2010. Metode Penelitian pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Minderop, Albertine. 2005. Metode Karakteristik Telaah Fiksi. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia.
Miqdadiyyah, Samahir. 2013. Apresiasi Terhadap Ketoprak Sapta Mandala dalam
Lakon Sri Huning Mustiko Tuban Bagi Masyarakat Ngablak Pati. Artikel,
Semarang.
Moleong, Lexy J. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Nurgiyantoro, Burhan. 2015. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Oktaviani, Isna fitri. 2015. Karakter Andharante dalam Ketoprak Serial Syeh
Jangkung. Skripsi, Semarang. Program S1 Pendidikan Bahasa dan Sastra
Jawa Universitas Negeri Semarang.
99
Perimastuti, Rendu Mahardika. 2009. Nilai-Nilai pendidikan dalam Lakon Syeh
Jangkung Andum Waris Versi Ketoprak Sri Kencono Pati. Skripsi, Semarang.
Program S1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Unnes.
Prabandari, Febriany Wahyu. 2011. Struktruk Dramatik Teks Ketoprak dalam Lakon
Sri Huning Mustika Tuban. Skripsi, Semarang. Program S1 Pendidikan
Bahasa dan Sastra Jawa Universitas Negeri Semarang.
Qardhawi, Muhamad Yusuf. 2016. Analisis Perwatakan Tokoh Utama dan Latar
dalam Naskah Drama Mutter Courage Und Ihre Kinder Karya Bertolt
Brecht. Skripsi, Yogyakarta. Program S1 Pendidikan Bahasa Jerman
Universitas Negeri Yogyakarta.
Qutsiyah, Siti Umamatul. 2015. Karakter Kesatria dalam Ketoprak Sang Gajah
Mada. Skripsi, Semarang. Program S1 Pedidikan Bahasa dan Sastra Jawa
Unnes.
Ratna, Nyoman Kutha. 2011. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Rokhmansyah, Alfian. 2014. Studi dan Pengkajian Sastra: Perkenalan Awal
Terhadap Ilmu Sastra. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Satoto, Soediro. 1985. Wayang Kulit Purwa Makna dan Struktur Dramatiknya.
Yogyakarta: Depdikbud.
Sudjiman, Panuti. 1998. Memahami Cerita Rekaan. Yogyakarta: Nurcahaya.
Sumardjo, Yacob. 1988. Memahami Kasusastraan. Bandung: Alumni.
Teeuw, A. 1988. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta: PT. Giri
Mukti Pasaka.
Ulya, Chafit. 2011. Kajian Historis dan Pembinaan teater tradisional ketoprak (studi
kasus di kota surakarta). Tesis, Surakarta. Program S2 Pendidikan Bahasa
Indonesia Universitas Sebelas Maret.
Waluyo, Herman J. 2002. Drama, Teori dan Pengajarannya. Yogyakarta: Hanindita
Graha Widya.
Wiyatmi. 2006.Pengantar Kajian Sastra. Yogyakarta: Pustaka.