karakterisasi reservoar menggunakan analisa …
TRANSCRIPT
KARAKTERISASI RESERVOAR MENGGUNAKAN ANALISA PETROFISIKA
DAN HASIL PENGOLAHAN DATA SEISMIK UNTUK PERHITUNGAN ORIGINAL
OIL IN PLACE (OOIP) PADA LAPANGAN A CEKUNGAN BARITO KALIMANTAN
SELATAN
A.Armansyah1, Sabrianto Aswad2, Makhrani3 1Mahasiswa Program Studi Geofisika, Universitas hasanuddin
Email: [email protected] 2Staf Pengajar Program Studi Geofisika, Universitas Hasanuddin
Email: [email protected] 3Staf Pengajar Program Studi Geofisika, Universitas Hasanuddin
Email: [email protected]
ABSTRAK
Lapangan A terletak di cekungan Barito Kalimantan Selatan yang dikenal sebagai cekungan
terbesar di selatan Kalimantan Timur. Wilayah cekungan ini memiliki luas 40.660 km2 yang
penyebarannya memanjang dari Kalimantan Timur hingga ke Kalimantan Selatan di sekitar
wilayah Sungai Barito. Berdasarkan kerangka lithostratigrafi Cekungan Barito, formasi
Tanjung yang menjadi reservoar utama lapangan ini memiliki lithology berupa lapisan
batupasir dengan kandungan lempung sebagai pengotor. Selain itu, hasil test produksi yang
telah dilakukan juga menunjukkan bahwa formasi ini telah terbukti memiliki kandungan
hidrokarbon berupa minyak. Untuk mengetahui kualitas reservoar serta jumlah kandungan
minyak pada zona reservoar tersebut, dapat dilakukan berbagai analisa, diantaranya adalah
analisa petrofisika dan hasil pengolahan data seismik. Analisa petrofisika dilakukan pada 2
zona reservoar (X dan Y) di 10 sumur. Hasil analisa ini selanjutnya diikat dengan hasil
pengolahan data seismik untuk melihat penyebarannya secara lateral. Berdasarkan hasil kedua
analisa tersebut, dapat dilihat bahwa lithology pada zona reservoar lapangan A merupakan pasir
lempungan yang menghampar di setiap sumur. Sementara itu, diantara 10 sumur yang
dianalisa, terdapat 2 sumur yang memiliki cadangan hidrokarbon pada zona X, yaitu sebanyak
3597126.85 STB. Daerah tersebut memiliki porositas serta permeabilitas yang baik,
kandungan lempung 40 % serta tingkat saturasi air 53 %. Sedangkan pada zona Y terdapat 1
sumur yang memiliki cadangan hidrokarbon, yaitu sebanyak 4461795.67 STB. Daerah
tersebut memiliki porositas serta permeabilitas yang baik, kandungan lempung 20 % serta
tingkat saturasi air 55 %. Hasil ini menunjukkan bahwa Lapangan A memiliki potensi sebagai
lapangan minyak, terlebih lagi jika didukung dengan pengembangan teknologi untuk
mendapatkan gambaran yang lebih baik terkait kualitas reservoar di bawah permukaan.
Kata Kunci: Lapangan A, PetrofIsika, Seismik, Cadangan Hidrokarbon.
ABSTRACT
Field A is located in Barito basin, South Kalimantan that known as the largest basin in the south
of East Kalimantan. This basin has an area is about 40,660 km2 which spread extends from
East Kalimantan to South Kalimantan around the Barito River region. Based on the Barito
Basin lithostratigraphy framework, the Tanjung formation that known as the main reservoir of
this field has sandstone as the lithology with shale as the impurity content. In addition, the
results of the production tests that have been conducted also show that this formation has been
proven to have hydrocarbon content in the form of oil. To find out the reservoir quality and the
amount of oil content in the reservoir zone, various analyzes can be carried out, including
petrophysical analysis and the results of seismic data interpetation. Petrophysical analysis was
carried out in 2 reservoir zones (X and Y) in 10 wells. The results of this analysis are then tied
to the results of interpretation seismic data to see the spread laterally. Based on the results of
those analysis, it can be seen that lithology in the A zone of the reservoir zone is shalysand that
extends across each well. Meanwhile, among 10 wells analyzed, there are 2 wells that have
hydrocarbon reserves in zone X, that is 3597126.85 STB. The area has good porosity and
permeability, 40% clay content and 53% water saturation level. Whereas in the Y zone there is
1 well that has hydrocarbon reserves, that is 4461795.67 STB. The area has good porosity and
permeability, 20% clay content and 55% water saturation. These results indicate that Field A
has the potential as an oil field, especially if it is supported by technology development to get
a better study of subsurface reservoir quality.
Keywords: Field A, Petrophysical Analysist, Seismic, Hydrocarbon Reserves.
PENDAHULUAN
Penelitian geologi dan geofisika
untuk mengetahui struktur suatu lapangan
saat ini terus mengalami pengembangan.
Melalui penelitian yang baik, akan
didapatkan gambaran potensi hidrokarbon
yang jelas. Di Indonesia, penelitian terus
dikembangkan untuk mencapai
keseimbangan antara komsumsi dan
produksi hidrokarbon dalam negeri.
Berbagai metode dapat dilakukan untuk
melakukan pemetaan potensi hidrokarbon,
salah satu diantaranya adalah metode
seismik. Melalui analisa seismik, diperoleh
gambaran struktur serta geometri bawah
permukaan yang merupakan data
pendukung untuk melakukan suatu
eksplorasi. Selain seismik, juga dilakukan
metode logging untuk mengetahui
gambaran bawah permukaan secara lebih
jelas.
Metode logging memegang peranan
penting dalam suatu eksplorasi
hidrokarbon. Hasil metode logging adalah
berupa kurva – kurva nilai parameter fisika
yang dapat mendeskripsikan kondisi bawah
permukaan. Kurva – kurva ini terekam
secara kontinyu sesuai dengan kedalaman
lapisan. Hasil perekaman berupa kurva-
kurva parameter fisika tersebut kemudian
dianalisa menggunakan analisa petrofisika.
Berbagai parameter hasil analisa
petrofisika serta ketebalan reservoar yang
berpotensi mengandung hidrokarbon
selanjutnya digunakan untuk menentukan
jumlah kandungan hidrokarbon mula-mula
yang terdapat pada reservoar tersebut.
GEOLOGI REGIONAL
Lapangan A terletak di cekungan
Barito Kalimantan Selatan (Gambar 1)
yang dikenal sebagai cekungan terbesar di
selatan Kalimantan Timur. Wilayah
cekungan ini memiliki luas 40.660 km2.
Penyebarannya memanjang dari
Kalimantan Timur hingga ke Kalimantan
Selatan di sekitar wilayah Sungai Barito.
Cekungan Barito merupakan cekungan
berumur Tersier. Cekungan ini dibatasi
Pegunungan Meratus pada bagian timur,
Cekungan Kutai pada bagian utara, Laut
Jawa pada bagian selatan, dan Paparan
Sunda pada bagian barat (Kusuma dan Nafi,
1986).
Gambar 1. Geologi Regional Pulau
Kalimantan (Kusuma dan Darin, 1989)
Secara umum sedimentasi di
Cekungan Barito merupakan suatu daur
lengkap sedimentasi yang terdiri dari seri
transgresi dan regresi seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Tektonostratigrafi regional
cekungan Barito (Sikumbang dan
Heryanto, 1994)
Fase transgresi terjadi pada kala
Eosen – Miosen Awal dan disertai dengan
pengendapan Formasi Tanjung dan Berai,
sedangkan fase regresi berlangsung pada
kala Miosen Tengah hingga Pliosen
bersamaan dengan diendapkannya Formasi
Warukin dan Dahor (Kusuma dan Nafi,
1986).
TINJAUAN PUSTAKA
I. Jenis – jenis Log
Well Logging merupakan suatu
metode untuk memperoleh gambaran sifat,
ciri, dan berbagai keterangan lain pada
batuan dibawah permukaan. Sifat, ciri, dan
berbagai keterangan lain tersebut diperoleh
melalui pengukuran besaran-besaran fisik
batuan dibawah permukaan. Sehingga
diagram yang dihasilkan merupakan
gambaran hubungan antara kedalaman
(depth) dengan karakter atau sifat batuan
yang ada pada formasi (Harsono, 1997).
Terkait fungsi utamanya, jenis-jenis log
dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu, log
litologi yang terdiri dari gamma ray log
dan spontaneous potential log, log
resistivitas yang terdiri dari lateral log dan
induction log, dan log porositas yang
terdiri dari density log, neutron log, dan
sonic log.
I.1. Log Litologi
Log litologi merupakan jenis-jenis log yang
memiliki fungsi utama membedakan
litologi dari setiap lapisan dibawah
permukaan. Dalam Analisa data log,
litologi merupakan sesuatu yang harus
diketahui terlebih dahulu (Nuryanto dan
Santosa, 2014). Oleh karena itu, diperlukan
beberapa jenis log yang dapat membedakan
litologi berdasarkan masing-masing
parameter yang diukurnya. Salah satu log
litologi yang sering digunakan adalah log
Gamma Ray. Log gamma ray merupakan
log yang mengukur radioaktivitas alami
yang terdapat pada suatu lapisan. Unsur-
unsur radioaktif alami banyak terdapat pada
serpih dan lempung sehingga semakin besar
pembacaan log gamma ray pada suatu
formasi maka akan semakin besar pula
kandungan lempung dan serpih pada
formasi tersebut. Pada kondisi linear,
indeks gamma ray yang terekam pada suatu
lapisan akan sama dengan tingkat
kandungan lempung pada lapisan tersebut.
𝐼𝐺𝑅 = 𝑉𝑐𝑙
Dimana:
𝐼𝐺𝑅 = Indeks gamma ray
𝑉𝑐𝑙 = Kandungan Lempung
Indeks gamma ray dapat dihitung
menggunakan rumus berikut (Asquith &
Krygowski, 2004):
𝐼𝐺𝑅 =𝐺𝑅𝑙𝑜𝑔−𝐺𝑅𝑚𝑖𝑛
𝐺𝑅𝑚𝑎𝑥−𝐺𝑅𝑚𝑖𝑛 (1)
Dimana:
𝐺𝑅𝑙𝑜𝑔 = Nilai gamma ray yang terbaca
dari suatu formasi (API)
𝐺𝑅𝑚𝑖𝑛 = Nilai gamma ray terkecil (API)
𝐺𝑅𝑚𝑎𝑥 = Nilai gamma ray terbesar (API)
I.2. Log Resistivitas
Log resistivitas adalah log yang
mengukur resistivitas suatu formasi.
Resistivitas formasi dapat diukur
menggunakan induction log maupun lateral
log. Kegunaan log resistivitas secara umum
adalah untuk membedakan zona
hidrokarbon dan air (hydrocarbon-water
bearing) seperti yang dapat dilihat pada
gambar 3.
(a) (b)
Gambar 3. (a) respon log resistivitas pada
water-bearing zone. (b) respon log
resistivitas pasa hydrocarbon-bearing zone
(Asquith dan Krygowski, 2004).
Penentuan nilai Resisitivitas Air (Rw)
penting sebagai salah satu parameter dalam
penentuan tingkat saturasi air suatu
formasi. Rw dapat ditentukan dengan 3
metode yaitu, crossplot resistivitas –
porositas, rumus Archie, serta dari
pengukuran di laboratorium. Rumus Archie
dituliskan dalam persamaan berikut
(Harsono, 1997):
𝑅𝑤 =𝑅𝑡
𝐹 (2)
𝐹 =𝑎
∅𝑚 (3)
Dimana:
𝑅𝑤 = Resistivitas air formasi (ohm.m)
𝑅𝑡 = Resistivitas Formasi (ohm.m)
𝐹 = Faktor formasi
∅ = Porositas
𝑚 = Faktor sementasi (gamping = 2;
batupasir = 2.15)
𝑎 = Faktor turtuositas (gamping = 1;
batupasir = 0.62)
Pada daerah terinvasi, Rw digantikan
oleh Resistivitas mud filtrate (Rmf) karena
air didesak keluar oleh fluida yang tersaring
dari lumpur pada saat pembotan, yang
disebut mud filtrate. Penentuan nilai Rmf
pada formasi di kedalaman tertentu
membutuhkan nilai temperature formasi.
Temperature formasi dapat diketahui
dengan persamaan (Harsono, 1997):
𝑇𝑓 =𝐷𝐹 (𝐵𝐻𝑇−𝑆𝑇)
𝑇𝐷+ 𝑆𝑇 (4)
Dimana:
𝑇𝑓 = Temperature formasi (0C)
𝐷𝐹 = Kedalaman formasi (m)
𝑆𝑇 = Temperature permukaan (0C)
𝐵𝐻𝑇 = Temperature pada dasar sumur (0C)
𝑇𝐷 = Total kedalaman (m)
Penentuan nilai Rmf pada kedalaman
dengan temperature formasi tertentu dapat
menggunakan persamaan:
𝑅𝑚@𝑇𝑓 =𝑅𝑚𝑓 (𝑆𝑇+6.77)
𝑇𝑓+6.77 (5)
Selanjutnya, nilai Rw pada zona terinvasi
dapat ditentukan berdasarkan persamaan:
𝑅𝑚𝑓 = 𝑅𝑚@𝑇𝑓𝑅𝑡
𝑅𝑥𝑜 (6)
𝑅𝑥𝑜 = 𝐹 𝑥 𝑅𝑚𝑓 (7)
Sementara, pada zona bersih dapat
ditentukan berdasarkan persamaan:
𝑅𝑤 = 𝑅𝑚@𝑇𝑓𝑅𝑡
𝑅𝑜 (8)
𝑅𝑜 = 𝐹 𝑥 𝑅𝑤 (9)
Dimana:
𝑅𝑤 = Resistivitas air (ohm.m)
𝑅𝑥𝑜 = Resistivitas formasi zona
terinvasi (ohm.m)
𝑅𝑜 = Resistivitas formasi pada zona
jenuh 100% air (ohm.m)
𝑅𝑡 = Resistivitas Formasi (ohm.m)
𝑅𝑚𝑓 = Resistivitas mud filtrate
(ohm.m)
𝑅𝑚@𝑇𝑓= Resistivitas mud pada
temperature formasi (ohm.m)
I.3. Log Porositas
Log porositas merupakan kumpulan
log yang dapat digunakan untuk mengukur
porositas batuan dalam setiap formasi.
Penentuan porositas berdasarkan data log
dapat dilakukan menggunakan persamaan-
persamaan berikut:
∅𝐷 =𝜌𝑚𝑎−𝜌𝑏
𝜌𝑚𝑎−𝜌𝑓𝑙 (10)
∅𝑠 =∆𝑡𝑙𝑜𝑔−∆𝑡𝑚𝑎
∆𝑡𝑓𝑙−∆𝑡𝑚𝑎 (11)
Dimana:
∅𝐷 = Porositas berdasarkan log densitas
𝜌𝑚𝑎 = Densitas matriks (𝑔𝑐𝑚3⁄ )
𝜌𝑏 = Densitas Bulk (𝑔𝑐𝑚3⁄ )
𝜌𝑓𝑙 = Densitas fluida (𝑔𝑐𝑚3⁄ ) (1.1 untuk
salt mud, 1.0 untuk fresh mud, 0.7
untuk gas)
∅𝑠 = Porositas berdasarkan log sonik
∆𝑡𝑚𝑎= interval transit time matriks
(𝜇𝑠𝑒𝑐/𝑓𝑡)
∆𝑡𝑙𝑜𝑔= interval transit time formasi yang
terbaca pada log (𝜇𝑠𝑒𝑐/𝑓𝑡)
∆𝑡𝑓𝑙= interval transit time fluida (𝜇𝑠𝑒𝑐/
𝑓𝑡)
Pada formasi dengan kandungan
lempung yang besar (shaly), perhitungan
porositas perlu dikoreksi terhadap lempung
untuk mendapatkan porositas efektif dari
formasi tersebut. Koreksi tersebut dapat
dilakukan menggunakan persamaan:
∅𝐷𝑐𝑜𝑟𝑟 = ∅𝐷 − (∅𝐷𝑐𝑙𝑎𝑦𝑥𝑉𝑐𝑙) (12)
∅𝑁𝑐𝑜𝑟𝑟 = ∅𝑁 − (∅𝑁𝑐𝑙𝑎𝑦𝑥𝑉𝑐𝑙) (13)
∅𝑆𝑐𝑜𝑟𝑟 = ∅𝑆 − (∅𝑆𝑐𝑙𝑎𝑦𝑥𝑉𝑐𝑙) (14)
Dimana:
∅𝑁 = Porositas berdasarkan log
neutron
∅𝑁𝑐𝑜𝑟𝑟 = Porositas (neutron) setelah
dikoreksi terhadap lempung
∅𝑁𝑐𝑙𝑎𝑦 = Porositas lempung
berdasarkan log neutron
∅𝐷𝑐𝑜𝑟𝑟 = Porositas (densitas) setelah
dikoreksi terhadap lempung
∅𝐷𝑐𝑙𝑎𝑦 = Porositas lempung
berdasarkan log densitas
∅𝑆𝑐𝑜𝑟𝑟 = Porositas (sonik) setelah
dikoreksi terhadap lempung
∅𝑆𝑐𝑙𝑎𝑦 = Porositas lempung berdasarkan
log sonik
II. Penentuan Tingkat Saturasi Air
Saturasi air (Sw) adalah besarnya
volume pori batuan yang terisi oleh air
formasi yang dinyatakan dalam fraksi.
Terdapat beberapa metode yang dapat
digunakan dalam perhitungan tingkat
saturasi air. Pada zona reservoar bersih atau
yang tidak memiliki kandungan lempung,
perhitungan yang umum digunakan adalah
persamaan Archie. Perhitungan ini
menghubungkan nilai resistivitas dan faktor
formasi.
𝑆𝑤𝑛 =
𝑎 . 𝑅𝑤
∅𝑒𝑚 . 𝑅𝑡
(15)
Keterangan,
𝑆𝑤 = Saturasi air
m = faktor sementasi (gamping = 2;
batupasir = 2.15)
a = faktor turtuositas (gamping = 1;
batupasir = 0.62)
n = eksponen saturasi (1.8 – 2.5 dengan
nilai umum 2.0)
∅𝑒 = porositas efektif
𝑅𝑤 = Resistivitas air (ohm.m)
𝑅𝑡 = Resistivitas sebenarnya dari
pembacaan log (ohm.m)
Sementara itu, pada zona reservoar
yang memiliki kandungan lempung sebagai
pengotor, nilai saturasi air dapat dihitung
menggunakan persamaan Simandoux.
Perhitungan saturasi air menggunakan
persamaan Simandoux adalah sebagai
berikut:
𝑆𝑤 =0.4 . 𝑅𝑤
∅𝑒2 [√
5 . ∅𝑒2
𝑅𝑤 . 𝑅𝑤+ (
𝑉𝑐𝑙
𝑅𝑐𝑙) −
𝑉𝑐𝑙
𝑅𝑐𝑙] (16)
Keterangan,
𝑉𝑐𝑙 = kandungan lempung
𝑅𝑐𝑙 = Resistivitas lempung (ohm.m)
III. Perhitungan Cadangan
Cadangan adalah kuantitas (jumlah
volume) minyak dan gas yang terdapat
dalam suatu reservoar (PK. Teknik
Produksi Migas, 2013). Cadangan terbukti
(proved reserves) dapat dihitung jika
didiukung dengan adanya data well log,
geologi, keteknikan, dan produksi aktual
atau uji alir produksi. Selain itu, juga harus
memenuhi ketentuan vertikal Berikut
(Masbukin dan Praditia, 2016):
1. HKW (Highest Known Water).
2. LKH (Lowest Known
Hydrocarbon)
3. HWC (Hydrocarbon Water
Contact)
Pada batuan reservoir yang
mengandung satu acre-feet pada kondisi
awal, maka volume minyak dapat dihitung
dengan persamaan berikut (PK. Teknik
Produksi Migas, 2013):
(17)
Keterangan:
Ni = initial oil in place, (STB)
Vb = bulk volume batuan reservoir,
(acre-ft)
∅ = porositas
Swi = saturasi air mula-mula
Boi = faktor volume formasi minyak
mula-mula.
7758= faktor konversi, (STB/acre-feet)
METODOLOGI PENELITIAN
I. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di bagian G
& G Exploitation PT. Pertamina EP Asset 5
Balikpapan dengan target daerah penelitian
yaitu “Lapangan A”, yang berada di
cekungan Barito, Provinsi Kalimantan
Selatan.
Gambar 4. Lokasi Penelitian Lapangan A
𝑁𝑖 = 7758 𝑥 𝑉𝑏 𝑥 ∅ 1−𝑆𝑤𝑖
𝐵𝑜𝑖
II. Perangkat dan Data penelitian
Perangkat yang digunakan pada
penelitian ini adalah Software Interactive
Petrophysics Version 3.6, Micrososoft
Excel 2016 dan Petrel 2015. Data yang
digunakan pada penelitian ini merupakan
data Lapangan yang dikelola oleh PT.
Pertamina EP Asset 5. Data tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Data Log Sumur
Data ini terdiri dari kumpulan log-log
pada 10 sumur yang berbeda.
2. Data Salinitas
Data salinitas pemboran merupakan
data pengukuran laboratorium
terhadap salinitas fluida yang diambil
ketika pemboran dilakukan.
3. Data Analisa Batuan Inti
Data analisa batuan inti adalah data
sampel batuan yang diambil dari
bawah permukaan dengan suatu
metode tertentu.
4. Peta Struktur Kedalaman
Peta ini terdiri dari peta top dan
bottom pada zona yang diidentifikasi
sebagai zona reservoir.
III. Bagan Alir Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
I. Penentuan Zona Reservoar
Gambar 5. Zonasi Reservoar sumur A-10
Pada penelitian ini, zonasi dilakukan
pada 10 sumur yang diberikan. Penentuan
zona reservoar dilakukan berdasarkan hasil
perekaman log gamma ray yang terdapat
pada setiap sumur.
Berdasarkan hasil interpretasi, dapat
dilihat bahwa zona reservoar pada sumur
A10 berada pada zona X dan Y. Zona X
memiliki nilai gamma ray ±76 API, dan
terletak pada kedalaman 921 – 933 m.
Sementara zona Y, memiliki nilai gamma
ray ±56 API, dan terletak pada kedalaman
1107 – 1126 m.
Berdasarkan pembacaan pada track
resistivitas, dapat dilihat bahwa pembacaan
resistivitas pada flushed zone dan uninvided
zone sama-sama rendah sehingga dapat
diidentifikasi bahwa fluida yang mengisi
reservoar merupakan air. Sebagaimana
telah umum diketahui, air memiliki
resistivitas yang lebih rendah dibanding
minyak maupun gas.
Sementara pada track porositas,
separasi antara log densitas dan log neutron
berkisar 0 – 0.4 porosity unit, jika
menggunakan skala batupasir. Sehingga
reservoir tersebut secara kualitatif dapat
diinterpretasi sebagai batupasir. Batupasir
merupakan jenis batuan sedimen klastik
yang umumnya memiliki porositas serta
permeabilitas yang baik, sehingga dapat
bertindak sebagai reservoir
II. Perhitungan Tingkat Kandungan
Lempung
Tahap ini terlebih dahulu diawali
dengan penentuan letak garis dasar
batupasir (sand base line) dan garis dasar
lempung (shale base line). Sand base line,
ditempatkan pada titik yang diperkirakan
merupakan titik 100 % sand, yang ditandai
dengan nilai gamma ray yang rendah.
Sedangkan shale base line, ditempatkan
pada titik 100 % shale yang ditandai dengan
nilai gamma ray yang tinggi. Berdasarkan
perhitungan menggunakan persamaan
Linear pada 2 zona yang diidentifikasi
sebagai reservoar di sumur A-10,
didapatkan kandungan lempung rata-rata
yaitu pada zona X (kedalaman 923 – 930 m)
sebesar 47% dengan litologi pasir
lempungan dan pada zona Y (kedalaman
1107 – 1137 m) sebesar 37% dengan
litologi pasir lempungan.
Gambar 6. Perhitungan tingkat kandungan
Lempung
III. Porositas
Perhitungan porositas pada penelitian
ini menggunakan log neutron, log densitas,
serta tingkat kandungan lempung hasil
perhitungan untuk mendapatkan nilai
porositas total dan porositas efektif.
Gambar 7. Perbandingan data core dan
hasil perhitungan porositas
Gambar 8. Crossplot NPHI / RHOB untuk
menentukan densitas dan neutron
Lempung
Berdasarkan hasil yang pengolahan
data yang telah dilakukan dapat diketahui
bahwa terdapat perbedaan antara nilai
porositas total (PHIT) dan porositas efektif
(PHIE) pada setiap zona reservoar, yaitu
nilai PHIT lebih besar dibanding PHIE. Hal
tersebut mengindikasikan bahwa tidak
semua porositas yang ada pada reservoar
terkoneksi atau terhubung membentuk
porositas efektif. Hal ini berhubungan
dengan volume lempung yang terdapat
pada reservoar. Semakin tinggi kandungan
lempung, maka semakin rendah porositas
efektif pada reservoar tersebut, sehingga
dapat dikatakan bahwa kualitas reservoar
dikontrol oleh jumlah volume lempung
sebagai pengotor pada reservoar.
Jika nilai-nilai porositas efektif
tersebut dihubungkan dengan klasifikasi
kualitas porositas menurut Koesomadinata
seperti yang terdapat pada dasar teori, maka
didapatkan hasil bahwa kebanyakan
reservoar memiliki kualitas baik. Selain itu,
terdapat pula beberapa reservoar yang
memiliki kualitas cukup, buruk, dan sangat
baik.
IV. Resistivitas air (Rw) dan Saturasi
Air (Sw)
Penentuan resistivitas air pada
penelitian ini menggunakan metode
crossplot antara log yang mengukur
resistivitas formasi (sumbu X) dan
porositas efektif (sumbu y).
Gambar 9. Crossplot LLD / PHIE untuk
menentukan resistivitas air pada formasi
Berdasarkan perhitungan yang telah
dilakukan, dapat diketahui bahwa rata-rata
tingkat saturasi air pada setiap zona
reservoar berbeda satu sama lain. Rata-rata
nilai saturasi air terendah adalah 87 %.
Sementara itu, pada beberapa reservoar,
tingkat saturasi air mencapai 100 %.
V. Cut-off
Cut-off atau nilai penggal merupakan
suatu nilai yang digunakan dalam
menentukan batasan suatu zona reservoar
yang ekonomis. Hasil dari cut-off adalah
ketebalan bersih dari zona yang
diidentifikasi sebagai reservoar (reservoar
pay) dan juga ketebalan bersih reservoar
yang mengandung hydrocarbon (net pay).
Tabel 1. Parameter cut-off pada setiap zona
Zona Parameter Cut-off
∅ 𝑉𝑐𝑙 𝑆𝑤
X 0.1 0.37 0.72
Y 0.17 0.45 0.68
Gambar 10. penerapan nilai cut-off pada
zona reservoar sumur A-10
Setelah penerapan nilai cut-off, dapat
dilihat bahwa tidak semua zona reservoar
yang ada merupakan zona reservoar yang
ekonomis. Reservoar yang ekonomis pada
zona X hanya terdapat pada sumur A-8 dan
A 6, zona Y pada sumur A-6. Hasil ini telah
sesuai dengan data produksi yang diberikan
oleh pihak Pertamina EP Asset 5.
VI. Korelasi Sumur
Korelasi yang dilakukan pada
penelitian ini menggunakan log gamma ray
sebagai pendekatan menentukan marker
lapisan. Hal ini berdasarkan kemampuan
log gamma ray yang dapat memberikan
gambaran lithostratigrafi berupa batas
lapisan dengan jelas.
Gambar 11. Korelasi Sumur Bagian Atas
Gambar 12. Korelasi Sumur Bagian
Bawah
Pada gambar dapat dilihat bahwa
kedalaman zona reservoar pada setiap
sumur berbeda satu sama lain. Analisis ini
merupakan cerminan penyebaran lateral
reservoar zona X dan Y pada setiap sumur.
Berdasarkan hasil analisis korelasi lapisan
reservoir tersebut terdapat perkembangan
lapisan-lapisan batupasir yang relatif
menerus dan dijumpai di semua sumur.
VII. Analisa Peta Struktur
Berdasarkan interpetasi data seismik
maka didapatkan peta struktur kedalaman
horizon X seperti terlihat pada gambar 4.14.
Dari kenampakan pada peta, terlihat adanya
struktur sesar normal yang berkembang
pada horizon X dan Y. Sesar-sesar tersebut
berarah Selatan-Utara dan Timurlaut-
Baratdaya. Selain itu, nampak pula bahwa
pada bagian utara yang terdapat sumur A-
01, A-02, A-03, A-04, A-05, dan A-09
merupakan daerah tinggian jika
dibandingkan bagian selatan yang terdapat
sumur A-06, A-07, A-08, dan A-10. Daerah
rendahan semakin nampak pada bagian
barat lapangan ini.
Gambar 13. Peta Struktur Kedalaman
Reservoar Zona X
VIII. Penentuan OOIP
Penentuan original oil in place pada
penelitian ini terlebih dahulu dilakukan
dengan penentuan volume bulk. Volume
bulk yang terhitung merupakan volume
bulk pada daerah dalam Oil Water Contact.
Gambar 4.18 menggambarkan daerah Oil
Water Contact pada zona X.
(a) (b)
Gambar 14. (a). Peta Oil Water Contact
zona X (b) Perbesaran zona Oil Water
Contact zona X
Setelah perhitungan Vb, maka
dilakukan perhitungan OOIP dengan
menggunakan parameter dari analisa
petrofisika yang telah dilakukan, berikut
merupakan perhitungan OOIP pada zona X
dan zona Y.
Zona X
Diketahui :
𝑉𝑏 : 6282.61
∅ : 0.19
𝑆𝑤𝑖 : 0.53
𝛽𝑜𝑖 : 1.21
Zona Y
Diketahui :
𝑉𝑏 : 8871.16
∅ : 0.17
𝑆𝑤𝑖 : 0.55
𝛽𝑜𝑖 : 1.18
𝑁𝑖 = 7758 𝑥 6282.61𝑥 0.19 1−0.53
1.21
= 3597126.85 STB
𝑁𝑖 = 7758 𝑥 8871.16 𝑥 0.17 1−0.55
1.21
= 4461795.67 STB
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian Tugas
Akhir yang dilakukan pada lapangan A,
cekungan Barito Kalimantan Selatan,
kesimpulan yang dapat diambil ialah
sebagai berikut:
1. Zona reservoar lapangan A berupa
reservoar dengan litologi pasir
lempungan dengan kedalaman yang
berbeda pada satu daerah dengan
daerah lain sesuai dengan letak posisi
setiap sumur. Hal ini terlihat secara
jelas pada data sumur serta peta
struktur kedalaman. Dimana sumur A-
01, A-02, A-03, A-04, A-05, dan A-09
berada pada daerah tinggian sedangkan
sumur A-06, A-07, A-08, dan A-10
berada pada daerah rendahan.
2. Berdasarkan analisa petrofisika yang
dilakukan pada reservoar zona X, dan
Y, didapatkan hasil bahwa zona yang
memiliki prospek hidrokarbon adalah
zona X pada sumur A-06 dan A-08,
dengan kualitas porositas baik,
permeabilitas baik, kandungan
lempung 40 % serta tingkat saturasi air
53 %. Sementara itu, pada zona Y
daerah prospek hidrokarbon terdapat
pada sumur A-06 dengan kualitas
porositas baik, permeabilitas baik,
kandungan lempung 20 % serta tingkat
saturasi air 55 %.
3. Berdasarkan perhitungan original oil
in place (OOIP), pada reservoar zona X
terdapat cadangan sebesar 3597126.85
STB, sedangkan pada reservoar zona Y
terdapat cadangan sebesar 4461795.67
STB
SARAN
Analisa petrofisika sebaiknya
didukung dengan kelengkapan data lain
sebagai acuan dalam validasi hasil yang
diperoleh. Contohnya data mudlog dan
petrografi untuk validasi litologi, data
analisis batuan inti, serta data hasil uji
laboratorium lainnya untuk validasi
parameter petrofisika.
DAFTAR PUSTAKA
Asquith, G. dan Krygowski, D. 2004. Basic
Well Log Analysis: Second Edition. The
American Association of Petroleum
Geologists (AAPG): Oklahoma.
geomagz.geologi.esdm.go.id
Harsono, A. 1997. Evaluasi Formasi dan
Aplikasi Log: Edisi Revisi-8.
Schlumberger Oil Services: Indonesia
Koesoemadinata, R.P. 1978. Geologi
Minyak dan Gas Bumi. Jilid I Edisi
kedua. Bandung: Institut Teknologi
Bandung.
Kusuma, M.I., dan Nafi, A.N., 1986,
Prospek hidrokarbon Formasi Warukin
di Cekungan Barito Kalimantan,
Kumpulan Makalah Pertemuan Ilmiah
Tahunan XIV IAGI, Jakarta, hal 105-
124.
Kusuma dan Darin. 1989. The Hydrocarbon
Potential of The Lower Tanjung
Formation, Barito Basin, S.E.
Kalimantan, Proceedings IPA
Eighteenth Annual Convention.
Masbukin dan Praditia. 2016. Petroleum
Resources Management System
(PRMS). Jakarta: IATMI Young
Proffesional
Pertamina. 2016. Geology Finding and
Review Cekungan Barito. Jakarta
Selatan.
PK. Teknik Produksi Migas. 2013. Teknik
Reservoir dan Cadangan Migas. Jakarta:
Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan
Rider, M. 1996. The Geological
Interpretation of Well Log: Second
Edition. Interprint Ltd.: Malta
Rotinsulu, dkk. 1993. The Hydrocarbon
Generation and Traping Mechanism
Within the Northern Part of Barito
Basin, South Kalimantan. Proceeding of
IPA Annu. and Conv. 22nd.
Satyana dan Silitonga. 1994, Tectonic
Reversal in East Barito Basin, South
Kalimantan: Consideration of The Types
of Inversion Structure and Petroleum
System Significance, Proceedings IPA
Twenty Third Annual Convention.
Schlumberger. 1989. Log Interpretation
Principles / Applications. Schlumberger
Wireline & Testing: Texas.
Sikumbang, N., dan Heryanto, R. 1994, Peta
Geologi Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi, Endapan
batubara Kalimantan Timur dan Selatan,
Sub direktorat Explorasi Direktorat
Geologi, Lap No. 2130.
wiki.aapg.org