karakterisasi genotipe okra merah dan okra hijau … · hijau hasil induksi mutasi dengan irradiasi...
TRANSCRIPT
KARAKTERISASI GENOTIPE OKRA MERAH DAN OKRA
HIJAU HASIL INDUKSI MUTASI
PIPIT WERDHIWATI
A24120002
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakterisasi Genotipe
Okra Merah dan Okra Hijau Hasil Induksi Mutasi adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2016
Pipit Werdhiwati
NIM A24120002
*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.
4
ABSTRAK
PIPIT WERDHIWATI. Karakterisasi Genotipe Okra Merah dan Okra Hijau Hasil
Induksi Mutasi. Dibimbing oleh SURJONO HADI SUTJAHJO dan SITI
MARWIYAH.
Okra merupakan salah satu tanaman yang mempunyai fungsi sebagai obat
diabetes mellitus. Okra perlu dibudidayakan secara intensif dan perlu diperkenalkan
lebih lanjut kepada masyarakat. Perakitan varietas unggul dapat dilaksanakan jika
tersedia tetua yang juga memiliki sifat unggul. Sifat unggul yang diinginkan dari
tanaman dapat diketahui dengan cara melakukan karakterisasi pada beberapa
genotipe yang telah ada. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari keragaan dan
keragaman karakter kualitatif dan kuantitatif dari genotipe okra merah dan okra
hijau hasil induksi mutasi dengan irradiasi sinar gamma. Kegiatan penanaman di
Kebun Percobaan Leuwikopo, Departemen Agronomi dan Hortikultura, sedangkan
pengamatan dilakukan di Laboratorium Pemuliaan Tanaman, Departemen
Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor, pada bulan Februari sampai
Mei 2016. Genotipe yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari 2 genotipe okra
yaitu okra merah dan hijau. Karakterisasi dilakukan dengan membandingkan
karakter kualitatif dan kuantatif antara genotipe M1 dan M0. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa perlakuan sinar gamma menyebabkan adanya keragaman pada
keragaan genotipe, baik pada karakter kualitatif maupun kuantitatif. Terdapat satu
karakter kualitatif genotipe hijau generasi M1 yang memiliki keragaan bentuk daun
berbeda dibandingkan M0 nya, yaitu tanaman M1 memiliki bentuk daun medium
sedangkan tanaman M0 deep. Terdapat beberapa karakter kuantitatif generasi M1
yang memiliki umur berbunga, tinggi tanaman, diameter batang, jumlah buku,
panjang petiol, jumlah buah, dan bobot buah berbeda dengan generasi M0 nya.
Kata kunci: keragaman, kualtatif, kuantitatif, sinar gamma
ABSTRACT
PIPIT WERDHIWATI. Characterization of Red and Green Okra Genotypes
Induced by Mutation. Supervised by SURJONO HADI SUTJAHJO and SITI
MARWIYAH.
Okra is a kind of plant that has a function as anti diabetic mellitus. Okra
need to be cultured intensively and to be introduced to people. Superior varieties
can be implemented if available superior parents. Superior traits of the plant can
be determined by characterization. The aim of this research is to learn the
qualitative and quantitative morphology and variety character from the red and
green okra genotypes induced by mutation using gamma ray irradiation. The
planting was done in Leuwikopo Teaching Farm, Ministry of Agronomy and
Horticulture, while the observation was done in Laboratory of Plant Breeding
Ministry of Agronomy and Horticulture, Bogor Agricultural University from
February until May 2016. There are two genotype that are used in this research,
those are red and green okra. The characterization was done by comparing
qualitative and quantitative characters between M1 and M0 genotypes. The result
6
of this research showed that the treatment of gamma ray irradiation cause
appearance variation morphology of qualititave and quantitative characters. There
is one qualitative character of green genotype from M1 generation that has
different leaves morphology rather than M0, that M1 plants have medium leaf shape
while M0 have deep leaf shape. There are some quantitative character from M1
generation that have flowering age, high of plant, diameter of trunk, number of
node, length of petiol, number of fruit, and weight of fruit which are different from
M0.
Keywords: gamma ray, qualitative, quantitative, variation
8
KARAKTERISASI GENOTIPE OKRA MERAH DAN OKRA
HIJAU HASIL INDUKSI MUTASI
PIPIT WERDHIWATI
A24120002
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016
i
i
ii
iii
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala
karunia-Nya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan pada bulan Februari 2016 sampai Juni 2016 ini adalah
pemuliaan tanaman dengan judul Karakterisai Genotipe Okra Merah dan Okra
Hijau Hasil Induksi Mutasi. Skripsi ini menjadi salah satu syarat untuk
menuntaskan studi pada Program Sarjana, Departemen Agronomi dan Hortikultura,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Rasa bangga penulis sampaikan kepada Bapak Nurdin Sarkowi dan Ibu Binti
Rahma sebagai orangtua yang telah memberikan motivasi dan doa. Ucapan terima
kasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, M.S.
dan Ibu Siti Marwiyah, S.P., M.Si. sebagai dosen pembimbing skripsi serta Ibu Dr.
Desta Wirnas, S.P., M.Si. sebagai dosen penguji yang telah banyak memberikan
kritik, saran, dan masukan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Terima kasih
juga penulis sampaikan kepada saudara kembar Puput Werdhiwati, adik Mega Livia
Hendrawati, mas Aulia Bahadhori Mukti yang telah membantu dari awal sampai
akhir penelitian, dan seluruh rekan Departemen Agronomi dan Hortikultura yang
telah memberikan motivasi dalam penyusunan proposal ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis, pembaca, dan perkembangan ilmu
pengetahuan di Indonesia maupun dunia.
Bogor, Juli 2016
Pipit Werdhiwati
iv
v
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN viii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 2
Hipotesis 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Klasifikasi dan Agroekologi Tanaman Okra 2
Pemuliaan Tanaman Okra 3
METODE 4
Tempat dan Waktu Penelitian 4
Bahan dan Alat 4
Rancangan Percobaan 5
Prosedur Percobaan 5
Pengamatan Percobaan 6
Analisis Data 8
HASIL DAN PEMBAHASAN 9
Sifat Kualitatif 11
Sifat Kuantitatif 18
KESIMPULAN DAN SARAN 24
Kesimpulan 24
Saran 25
DAFTAR PUSTAKA 25
LAMPIRAN 29
RIWAYAT HIDUP 32
vi
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Warna batang, daun, tulang daun, dan petiol serta bentuk daun 12
Tabel 2. Keragaan karakter warna buah panen konsumsi, bentuk ujung buah,
bentuk pangkal buah, dan bentuk permukaan buah 15
Tabel 3. Umur berbunga tanaman okra hasil irradiasi dan tetua 19
Tabel 4. Rataan dan koefisien keragaman tinggi tanaman dan diameter batang 20
Tabel 5. Rataan dan koefisien keragaman jumlah buku dan jumlah daun 21
Tabel 6. Rataan dan koefisien keragaman panjang petiol dan diameter petiol 22
Tabel 7. Rataan dan koefisien keragaman karakter jumlah buah dan jumlah
lokul 23
Tabel 8. Rataan dan koefisien keragaman pada bobot, panjang, serta diameter
buah 23
Tabel 9. Bobot buah total per tanaman 24
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Bentuk lekukan daun okra 7
Gambar 2. Bentuk ujung buah okra 7
Gambar 3. Bentuk pangkal buah okra 7
Gambar 4. Bentuk permukaan buah okra 8
Gambar 5. Pertumbuhan tanaman okra di persemaian 10
Gambar 6. Kondisi tanaman okra pada 7 MST 10
Gambar 7. Hama pada tanaman okra 11
Gambar 8. Tanaman M1 genotipe merah dan hijau yang mengalami varigata 12
Gambar 9. Perbandingan keragaan bentuk daun tanaman okra hasil iradiasi
dan tetua 13
Gambar 10. Macam bentuk malformasi daun pada tanaman M1 okra merah
dan hijau 14
Gambar 11. Bunga tanaman okra 14
Gambar 12. Bentuk bunga dan serangga polinator pada tanaman okra 15
Gambar 13. Bentuk ujung buah okra generasi M0 dan M1 16
Gambar 14. Bentuk pangkal buah okra generasi M0 dan M1 16
Gambar 15. Bentuk buah tanaman okra generasi M1 dan tetua 17
Gambar 16. Bentuk permukaan dan jumlah lokul buah okra generasi M0
dan M1 pada kedua genotipe okra 18
Gambar 17. Tanaman generasi M1 genotipe okra merah yang tidak
menghasilkan bunga 19
Gambar 18. Tanaman M1 okra yang mengalami kekerdilan 20
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Peta lahan penelitian okra 31
Lampiran 2. Data iklim Dramaga 31
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu komoditas hortikultura yang saat ini menjadi primadona di
kalangan masyarakat adalah komoditas yang mempunyai manfaat lebih bagi
kesehatan. Masyarakat Indonesia banyak menggunakan terapi herbal sebagai
alternatif pencegahan atau bahkan penyembuhan penyakit. Penyakit yang telah
banyak dialami oleh masyarakat Indonesia bahkan dunia adalah diabetes mellitus
(DM). Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan
peningkatan angka insidensi dan prevalensi DM tipe 2 di berbagai penjuru dunia.
Berdasarkan bahasan Perkeni (2011) WHO memprediksi adanya peningkatan
jumlah penyandang diabetes yang cukup besar pada tahun-tahun mendatang. WHO
memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada
tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030.
Salah satu tanaman yang mempunyai fungsi sebagai obat DM adalah okra.
Berdasarkan pernyataan Dharsan (1975) okra merupakan tanaman asli Afrika,
termasuk Ethiopia, Eritrea, dan Sudan. Menurut Yudo (1991) Okra mulai masuk
dan ditanam di Indonesia pada tahun 1877 di Kalimantan Barat dan telah
dibudidayakan oleh petani Tionghoa sebagai sayuran. Menurut Indah (2011) dan
Uray et al. (2015) tanaman okra dapat menurunkan kadar gula darah dan bersifat
hipoglikemik. Berdasarkan pernyataan Nilesh et al. (2012) okra mengandung serat
khusus yang membantu menstabilkan gula darah dengan membatasi tingkat
penyerapan gula di saluran usus serta menurut Khatun et al. (2010) okra dapat
menstabilkan gula darah dengan mengurangi difusi glukosa.
Tanaman ini perlu dibudidayakan dan diperkenalkan agar masyarakat dapat
memperoleh manfaat dari tanaman ini. Tanaman okra sampai saat ini belum dikenal
dengan baik secara luas oleh masyarakat. Saat ini ketersediaan okra di Indonesia
masih terbatas dan perlu ditingkatkan produksinya.
Kegiatan budidaya tanaman okra dapat memberikan hasil yang lebih baik
jika mengetahui cara budidaya yang tepat dan menanam varietas dengan karakter
unggul. Perakitan varietas unggul dapat dilaksanakan jika tersedia tetua yang juga
memiliki sifat unggul, baik sifat kualitatif maupun kuantitatif. Sifat unggul yang
diinginkan dari tanaman dapat diketahui dengan cara melakukan karakterisasi pada
beberapa genotipe yang telah ada. Berhubung di Indonesia hanya tersedia dua
genotipe okra yaitu okra merah dan hijau maka perlu dilakukan upaya peningkatan
keragaman genetik. Menurut Sutjahjo et al. (2015) keragaman genetik merupakan
syarat mutlak dalam keberhasilan suatu program pemuliaan tanaman. Keragaman
genetik yang tinggi dapat dijadikan sebagai bahan dasar seleksi dalam kegiatan
pemuliaan tanaman. Salah satu teknik untuk mendapatkan keragaman genetik
adalah dengan teknik induksi mutasi yaitu iradiasi sinar gamma. Menurut Pardal
(2014) keuntungan menggunaan sinar gamma adalah dosis yang digunakan lebih
akurat dan penetrasi penyinaran ke dalam sel bersifat homogen. Oleh karena itu,
diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai induksi mutasi dengan iradiasi sinar
gamma pada tanaman okra. Iradiasi sinar gamma dapat dilakukan terhadap benih
tanaman okra, sehingga diharapkan akan menghasilkan keragaman genetik sebagai
2
bahan seleksi untuk mendapatkan okra dengan karakter yang lebih unggul dan
berproduksi tinggi.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari keragaan dan keragaman
karakter kualitatif dan kuantitatif dari dua genotipe okra hasil induksi mutasi
dengan irradiasi sinar gamma.
Hipotesis
1. Terdapat perbedaan keragaan antara genotipe tetua dan populasi M1 okra.
2. Terdapat keragaman antar individu dalam populasi M1 okra.
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi dan Agroekologi Tanaman Okra
Menurut Departement of Biotechnology Ministry of Science and
Technology Government of India (2011), klasifikasi tanaman okra adalah sebagai
berikut:
divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)
kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/ dikotil)
bangsa : Malvaves
anak kelas : Malvaceae (suku kapas-kapasan)
genus : Abelmoschus
spesies : Abelmoschus esculentus (L.) Moench
sinonim : okra, kacang bindi (India), Lady’s finger (Inggris)
Okra merupakan tanaman multiguna karena banyak bagian yang dapat
dimanfaatkan dari daun segar, tunas, bunga, polong, batang sampai biji. Buah okra
yang belum matang dikonsumsi sebagai sayuran, dapat digunakan untuk salad, sup
dan minuman, dimakan segar atau kering, digoreng atau direbus. Okra memiliki
lendir yang dapat diaplikasikan sebagai obat, yaitu digunakan sebagai penggantian
plasma atau volume darah expander. Biji okra merupakan sumber potensi minyak
dengan konsentrasi yang bervariasi dari 20% sampai 40%, yang terdiri dari asam
linoleat hingga 47,4% yaitu sebuah asam lemak esensial tak jenuh ganda untuk
nutrisi manusia (Habtamu et al., 2014).
Menurut Tyasningsiwi (2014) tanaman okra mempunyai tinggi tanaman 1-
4 m. Buah tanaman okra panjang, biasanya membentuk persegi lima dengan ujung
runcing. Batang tanaman okra mirip tanaman tembakau, tetapi ukuran daunnya
lebih kecil. Bagian yang dikonsumsi dari tanaman okra adalah buah muda, setiap
100 g buah muda terkandung 90 g air, 2 gprotein, 7 g karbohidrat, 1 g serat, 70-90
mg kalsium dengan total energi sebesar 145 kJ.
3
Okra tumbuh di daerah tropis dan sub-tropis. Okra tumbuh baik pada tanah
lempung berpasir dengan drainase yang baik. Tingkat kemasaman tanah (pH)
optimum yang mendukung pertumbuhan okra berkisar antara 5.5 sampai 6.5. Dosis
pupuk kandang yang baik adalah 10-15 ton ha-1 dan perbandingan kebutuhan pupuk
NPK adalah 5-10-5 (Dharsan, 1975). Menurut Rodiah dan Abu (1998) tanaman
okra dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 1-800 mdpl pada daerah dengan
suhu diatas 20oC. Suhu paling baik untuk penanaman okra berkisar antara 28-30oC.
Tanaman okra tahan terhadap kekeringan dan naungan, tetapi tidak tahan genangan
air. Okra sangat baik ditanam pada daerah dengan curah hujan antara 1.700–3.000
mm tahun-1.
Berdasarkan Departement of Biotechnology Ministry of Science and
Technology Government of India (2011) bunga okra mempunyai diameter 4-8 cm
dengan 5 mahkota berwarna kuning. Pangkal petal berwarna merah atau ungu dan
bunga hanya mempunyai self-life satu hari. Inisiasi pembungaan dipengaruhi oleh
genotipe dan faktor iklim seperti suhu dan kelembaban. Bunga muncul pada ketiak
daun. Kuncup bunga mulai muncul pada 22-26 HST dan bunga pertama membuka
sempurna pada 41-48 HST, kemudian bunga terus muncul selama 40-60 hari.
Bunga mekar sempurna antara pukul 6 s/d 10 pagi. Pollen viable satu jam sebelum
dan satu jam setelah antesis. Stigma paling reseptif saat antesis (90-100%). Okra
memiliki bunga sempurna dan menyerbuk silang. Bunga okra hanya membuka
sekali di pagi hari, setelah terjadi penyerbukan kelopak dan mahkota bunga gugur.
Tanaman okra terus berbunga dan berbuah untuk waktu yang tidak terbatas,
tergantung pada varietas, musim, kesuburan tanah, dan air.
Tanaman okra termasuk tanaman dengan tipe pertumbuhan indeterminate.
Tanaman okra memiliki akar tunggang yang dalam. Batang tanaman okra semi
berkayu dan berwarna hijau atau hijau kemerahan. Daun muncul secara berseling,
berbentuk hati, dan biasanya mempunyai lima lekukan daun. Buah okra berbentuk
kerucut kapsul panjang, terdiri atas 5 lokul (Departement of Biotechnology
Ministry of Science and Technology Government of India, 2011).
Pemuliaan Tanaman Okra
Menurut Langenheim dan Thimann (1992) karakterisasi adalah suatu
kegiatan untuk mengidentifikasi tanaman berdasarkan karakter-karakter yang
dimiliki tanaman. Tidak ada individu yang memiliki sifat-sifat yang sama secara
detail. Hal yang dilakukan setelah karakterisasi adalah pengkategorian atau
klasifikasi berdasarkan kesamaan sifat. Karakterisasi dilakukan untuk mengetahui
plasma nutfah yang berguna untuk dikembangkan oleh para pemulia tanaman.
Pemuliaan mutasi pada okra telah dilakukan oleh Norfadzrin et al.(2007),
Manju dan Gopimony (2009), Phadvibulya et al.(2009), Hegazi dan Hamideldin
(2010), serta Muralidharan dan Rajendran (2013), melalui mutasi dengan irradiasi
sinar gamma menggunakan dosis sinar gamma yang berbeda. Tujuan pemuliaan
mutasi pada okra adalah untuk memproduksi varietas berproduksi tinggi dan tahan
penyakit kuning.
4
Mishra et al. (2007) telah menemukan beberapa keuntungan dari mutan okra
hasil radiasi, seperti peningkatan jumlah buah per tanaman, panjang buah, dan hasil
buah per tanaman. Efek dosis irradiasi sinar gamma yang beragam pada okra
berguna untuk mengevaluasi kemungkinan perubahan keturunan baru tentang
peningkatan hasil komponen serta kualitas. Menurut Ullah et al. (2014) terdapat
pengaruh yang sangat signifikan terhadap jumlah polong per tanaman dan biji per
tanaman pada interaksi antara dosis sinar gamma dan jenis varietas. Nilai rata-rata
tertinggi untuk jumlah polong per tanaman tercapai pada dosis sinar gamma 15 krad
(150 gy) dan 20 krad (200 gy) untuk dua verietas yang berbeda. Menurut
Arulbalachandran et al. (2010) dari berbagai dosis sinar gamma, dosis 60 krad (600
gy) memberikan pengaruh positif terhadap jumlah polong per tanaman sedangkan
menurut Sophia et al. (2001) dari berbagai dosis sinar gamma, dosis 20 krad (200
gy) memberikan pengaruh positif terhadap jumlah buah per tanaman. Berdasarkan
hasil penelitian Pushparajan et al. (2014) paparan sinar gamma 400 gy ditemukan
dapat meningkatkan karakter superior tanaman okra termasuk resistensi terhadap
penyakit kuning dan nilai LD50 ditetapkan pada paparan 500gy.
METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Pelaksanaan iradiasi sinar gamma pada 2 genotipe okra dalam penelitian ini
dilaksanakan di Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR), Badan
Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Pasar Jumat, Jakarta Selatan. Kegiatan
penanaman dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo, Departemen Agronomi
dan Hortikultura, sedangkan pengamatan dilakukan di Laboratorium Pemuliaan
Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor.
Lokasi lahan penelitian terletak pada ketinggain 197 m dpl (Lampiran 1). Percobaan
dilaksanakan pada bulan Februari sampai Mei 2016.
Bahan dan Alat
Bahan tanam yang digunakan dalam penelitian ini adalah 2 genotipe okra
yaitu okra merah dan okra hijau koleksi Indonesia Center for Biodiversity and
Biotechnology (ICBB). Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang dengan dosis
15 ton ha-1, pupuk N 100 kg ha-1, P2O5 200 kg ha-1 dan K2O 100 kg ha-1. Pestisida
yang digunakan adalah carbofuran 3G dan Obamectin. Alat yang digunakan adalah
alat pertanian pada umumnya, penggaris, meteran, timbangan analitik, jangka
sorong dan munshell colour chart.
5
Rancangan Percobaan
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Kelompok
Lengkap Teracak (RKLT) satu faktor yaitu genotipe okra merah dan hijau generasi
M1 dan M0. Setiap perlakuan terdiri dari 3 ulangan sehingga terdapat 12 satuan
percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri atas 33 tanaman kecuali tanaman M0
terdiri atas 20 tanaman.
Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2006) model ranncangan yang
digunakan adalah:
𝑌𝑖𝑗 = µ + 𝜏𝑖 + 𝛽𝑗 + 𝜀𝑖𝑗
Keterangan:
𝑌𝑖𝑗 = Respon pengamatan tanaman genotipe ke-i dan ulangan ke-j
µ = Nilai tengah populasi
𝜏𝑖 = Pengaruh genotipe ke-i (i = 1,2,3,4)
𝛽𝑗 = Pengaruh ulangan ke-j (j = 1,2,3)
𝜀𝑖𝑗 = Pengaruh galat percobaan genotipe ke-i dan ulangan ke-j
Prosedur Percobaan
Iradiasi
Penelitian ini diawali dengan melakukan iradiasi sinar gamma terhadap
benih okra di BATAN. Benih okra dimasukkan ke dalam kantong plastik per
genotipe. Benih diiradiasi dengan sinar gamma dengan dosis 495 Gy. Semua benih
dibawa ke BATAN termasuk benih kontrol. Hal ini bertujuan agar tidak ada
pengaruh lain dari percobaan selain akibat iradiasi sinar gamma.
Penyemaian
Benih yang sudah diiradiasi segera disemai sampai terbentuk 2 daun
sempurna yaitu selama 2 minggu. Media semai yang digunakan adalah media yang
gembur dan diaplikasikan carbofuran 3G. Benih yang tumbuh kemudian dipindah
tanam untuk mengetahui keragaman morfologi tanaman okra.
Penanaman di Lapang
Lahan dibuat bedengan ukuran 5 m x 1 m dengan jarak antar bedeng 50 cm.
Jarak tanam yang digunakan adalah 100 cm x 50 cm. Penanaman dilakukan dengan
menanam satu bibit per lubang tanam. Bedengan tempat penanaman sebelumnya
telah dicampur dengan pupuk kandang. Pindah tanam bibit dilakukan pada pagi
hari.
Pemupukan
Tanaman dipupuk secara bertahap, yaitu setengah dosis diaplikasikan pada
3 minggu setelah tanam (MST) dan setengah dosis diaplikasikan pada 5 MST. Dosis
pupuk yang digunakan dalam penanaman adalah 220 kg urea ha-1, 275 kg SP36
ha-1, dan 165 kg KCl ha-1. Pupuk diaplikasikan dengan cara dibenamkan di samping
tanaman dengan jarak 15 cm dari tanaman.
6
Pemeliharaan
Pemeliharaan yang dilakukan meliputi kegiatan penyiraman, pengendalian
hama dan penyakit tanaman di lapangan serta kegiatan sanitasi. Pengendalian hama
dan penyakit tanaman dilakukan jika diperlukan dengan penyemprotan pestisida.
Penyiraman dilakukan sesuai kondisi lahan dan kegiatan sanitasi seperti penyiangan
dilakukan sesuai kondisi lapangan.
Pemanenan
Pemanenan dilakukan setiap hari dan biasanya telah dapat dilakukan setelah
tanaman berumur sekitar 40-45 hari setelah tanam (HST). Kriteria buah okra yang
dapat dipanen untuk konsumsi adalah buah okra yang masih muda, yaitu buah
dengan panjang antara 3-4 inchi atau 7,5-10 cm (Dharsan, 1975). Pemanenan
dilakukan mulai dari buku pertama, dan naik ke buku diatasnya pada pemanenan
selanjutnya. Pemanenan dilakukan sampai akhir masa produktif tanaman, yaitu
masa berbuah adalah 82 hari setelah panen pertama.
Pengamatan Percobaan
Peubah kuantitatif yang diamati meliputi:
1. Tinggi tanaman (cm), diukur mulai dari permukaan tanah sampai titik
tumbuh dan dilaksanakan pada saat akhir pengamatan.
2. Jumlah daun, dihitung jumlah daun yang terbentuk sampai akhir
pengamatan.
3. Panjang petiol (cm), diukur mulai dari pangkal petiol (dekat batang) sampai
pangkal daun dan dilakukan pada petiol terpanjang.
4. Diameter petiol (cm), rata-rata diameter petiol diukur pada bagian tengah
petiol dengan jangka sorong dan dilakukan pada petiol terpanjang.
5. Jumlah buku, dihitung mulai dari buku pertama dekat permukaan tanah
sampai buku paling atas dan dilaksanakan pada saat akhir pengamatan.
6. Diameter batang (cm), diukur pada bagian tengah batang dengan jangka
sorong dan dilaksanakan pada saat akhir pengamatan.
7. Umur awal berbunga (HST), pada populasi tetua dihitung setelah 50%
populasi berbunga sedangkan pada populasi M1 dilakukan pada tiap
individu saat bunga telah mekar sempurna.
8. Jumlah buah, dihitung sejak panen pertama hingga panen terakhir pada satu
tanaman.
9. Bobot buah (g), rata-rata bobot 5 buah pada satu tanaman.
10. Panjang buah (cm), rata-rata panjang 5 buah dihitung dari pangkal buah
sampai ujung buah pada satu tanaman.
11. Diameter buah pada panen kedua (cm), rata-rata diameter 5 buah diukur
pada bagian tengah buah.
12. Jumlah lekukan buah, dihitung dengan membelah buah secara horizontal
dan menghitung jumlah lekukan.
7
Peubah kualitatif yang diamati meliputi:
1. Warna hipokotil
2. Warna batang
3. Warna daun
4. Warna tulang daun
5. Warna petiol
6. Warna bunga
7. Warna buah siap konsumsi
Pengamatan warna pada karakter-karakter kualitatif akan diamati
menggunakan munsell color chart.
8. Bentuk lekukan daun, diukur dengan sistem skor shallow, medium, dan
deep.
3
shallow
5
medium
7
deep
Gambar 1. Bentuk lekukan daun okra
9. Bentuk ujung buah, dengan sistem skor narrow acute, acute, dan broad
acute.
1
narrow
acute
2
acute
3
broad acute
Gambar 2. Bentuk ujung buah okra
10. Bentuk pangkal buah, diukur dengan sistem skor absent, weakly expressed,
dan strongly expressed.
1
absent or
very weakly
expressed
2
weakly
expressed
3
strongly
expressed
Gambar 3. Bentuk pangkal buah okra
8
11. Bentuk permukaan buah, diukur dengan sistem skor concave, flat, dan
convex
3
concave
5
flat
7
convex
Gambar 4. Bentuk permukaan buah okra
Pengamatan karakter okra berpedoman pada panduan pengujian okra
international union for the protection of new varieties of plants (UPOV, 1999).
Analisis Data
Data kuantitatif yang diperoleh akan dianalisis menggunakan program MS
Excel 2013 dan Minitab 16, meliputi:
1. Pendugaan nilai tengah
Pendugaan titik bagi nilai tengah populasi μ adalah statistik �̅�, jadi nilai tengah
contoh �̅�, akan digunakan sebagai nilai dugaan titik bagi nilai tengah populasi
μ (Walpole, 1988). Rumus nilai tengah populasi μ:
𝜇 = ∑ 𝑋𝑖
𝑛
i=1
𝑓(𝑥)
Keterangan:
µ = nilai tengah populasi
Xi = nilai pengamatan
𝑓(𝑥)= frekuensi data ke-x
2. Koefisien keragaman
Variasi genetik ditentukan berdasarkan pada koefisien keragaman (KK) (Singh
dan Caudhari, 1997). Rumus statistik KK:
KK = 𝜎
�̅� x 100
Keterangan:
σ = simpangan baku
�̅� = rata-rata nilai sifat
Pendugaan simpangan baku dihitung pada populasi tanaman pada setiap
genotipe, dengan menggunakan rumus statistik σ (Walpole, 1988). Rumus
simpangan baku:
9
σ = √∑ (𝑋𝑖−𝜇)2𝑁
𝑖=1
𝑁
Keterangan:
σ = simpangan baku
Xi = nilai tengah genotipe ke-i
μ = nilai tengah populasi
N = jumlah populasi
3. Uji t-student dengan taraf nyata 5% dilakukan untuk membandingkan tetua dan
populasi M1 setiap genotipe
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Berdasarkan data dari Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor (Lampiran 2)
diketahui bahwa curah hujan rata-rata pada bulan Februari 610,0 mm, Maret 644,0
mm, April 558,2 mm, dan Mei 131,8 mm. Pada bulan yang sama, suhu rata-rata di
lokasi penelitian adalah 25,7-26,7 oC. Menurut hasil survey lapangan (Lampiran 1),
Kebun Percobaan Leuwikopo berada pada ketinggian 197 mdpl. Informasi tersebut
menunjukkan ketinggian tempat dan suhu rata-rata memenuhi syarat yang
dibutuhkan tanaman okra, namun curah hujan mengalami angka yang berlebih
sehingga menyebabkan kelopak dan mahkota bunga tidak dapat lepas dengan
sempurna sehingga ujung buah melengkung. Menurut Rodiah dan Abu (1998)
tanaman okra dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 1-800 mdpl pada daerah
dengan suhu diatas 20oC. Suhu paling baik untuk penanaman okra berkisar antara
28-30oC. Okra sangat baik ditanam pada daerah dengan curah hujan antara 1.700–
3.000 mm tahun-1.
Persemaian tanaman okra tumbuh dengan baik tanpa adanya gangguan OPT
(Gambar 5). Daya berkecambah generasi M0 tidak menunjukkan angka yang tinggi,
hal ini diduga karena kondisi benih sudah lama disimpan. Generasi M1 memiliki
DB yang lebih rendah dibanding generasi M0. Genotipe mutasi memiliki daya
berkecambah (DB) yang lebih rendah dibandingkan dengan genotipe M0. Genotipe
okra merah M1 memiliki DB sebesar 72,43% sedangkan M0 memiliki DB sebesar
86,40%. Genotipe okra hijau juga mengalami hal demikian, generasi M1 memiliki
DB 54,48% sedangkan generasi M0 memiliki DB 64,81%. Selain pengaruh kondisi
benih hal ini diduga karena efek sinar gamma mengakibatkan gangguan pada
aktivasi RNA dan sintesis protein pada tahap awal pertumbuhan (Abdel-Hady et
al., 2008). Penyulaman tidak dapat dilakukan, karena jumlah bibit terbatas,
sehingga jumlah tanaman antar genotipe tidak sama.
Jumlah bibit M1 yang tumbuh dalam persemaian berbeda pada setiap
genotipe. Genotipe hijau memiliki jumlah bibit lebih sedikit dibanding genotipe
merah saat pindah tanam. Jumlah tanaman hidup setelah berumur 2 MST cukup
10
rendah. Okra merah generasi M0 memiliki persentase daya tumbuh tertinggi yaitu
91,67% dan okra hijau generasi M1 memiliki persentase daya tumbuhn terendah
yaitu 21,67%. Secara umum persentase daya tumbuh generasi M1 di lapang lebih
rendah dibandingkan dengan generasi M0.
(a) (b)
(a) Bibit okra pada umur 1 MST
(b) Bibit okra pada umur 2 MST Gambar 5. Pertumbuhan tanaman okra di persemaian
Secara umum tanaman okra tumbuh subur dan berproduksi dengan baik serta
tidak menunjukkan respon negatif akibat serangan hama (Gambar 6). Tanaman okra
banyak diserang beberapa jenis hama yang mengakibatkan kerusakan pada daun
dan buah (Gambar 7). Kerusakan pada daun disebabkan oleh belalang, sedangkan
kerusakan pada buah disebabkan oleh ulat jengkal. Beberapa buah okra yang
dipertahankan untuk produksi benih mengalami kerusakan bagian luar akibat
serangan ulat jengkal, namun serangan tidak terjadi secara luas.
Gambar 6. Kondisi tanaman okra pada 7 MST
11
(a) (b)
(c) (d)
(a) Belalang kayu (Valanga nigricornis)
(b) Belalang coklat (Sub-famili Catantopinae)
(c) Belalang hijau (Oxya sp.)
(d) Ulat jengkal (Chrysodeixis chalcites) Gambar 7. Hama pada tanaman okra
Sifat Kualitatif
Sifat Kualitatif pada Beberapa Karakter Pertumbuhan
Sifat kualitatif pertumbuhan yang diamati terdiri atas warna hipokotil,
warna batang, warna daun, warna tulang daun, warna petiol, warna bunga, dan
bentuk daun pada tanaman M0 dan M1. Hal ini dilakukan untuk mengetahui
perubahan karakter-karakter tersebut pada tanaman M1.
Seluruh genotipe okra M1 baik genotipe merah dan hijau memiliki warna
hipokotil yang sama dengan genotipe okra pada generasi M0. Seluruh populasi
tersebut memiliki hipokotil berwarna hijau muda.
Warna batang
Secara umum warna batang tanaman M1 tidak mengalami perbedaan warna
dibandingkan tanaman M0. Tanaman genotipe merah mempunyai warna batang
merah baik pada populasi M1 maupun M0. Tanaman genotipe hijau memiliki warna
batang hijau baik pada populasi M1 maupun M0 (Tabel 1).
12
Tabel 1. Warna batang, daun, tulang daun, dan petiol serta bentuk daun
Genotipe
Karakter
Warna
batang Warna daun
Warna
tulang daun
Warna
petiol
Bentuk
daun
Merah M0 merah Hijau merah merah medium
Hijau M0 hijau Hijau hijau hijau deep
Merah M1 merah Hijau, varigata merah merah medium
Hijau M1 hijau Hijau, varigata hijau hijau medium
Warna daun
Populasi tanaman M1 tidak mengalami perubahan warna daun
dibandingkan dengan populasi M0. Populasi M1 dan M0 kedua genotipe merah dan
hijau memiliki warna daun hijau. Perubahan warna yang terlihat adalah adanya sifat
varigata pada daun sebagian tanaman M1G1 dan M1G2. Menurut Mangoendidjojo
(2003) bercak yang terjadi merupakan chimera akibat defisiensi klorofil. Kimera
pada tanaman dapat terekspresi sebagai akibat terjadinya mutasi pada DNA
kloroplas (cpDNA) yang mengakibatkan plastida pada sebagian jaringan kurang
atau bahkan tidak bisa memproduksi klorofil, sedangkan bagian yang lain
memproduksi klorofil secara normal, sehingga sebagian daun berwarna hijau dan
bagian lainnya berwarna kuning atau putih. Fenomena ini merugikan karena bisa
menghambat proses fotosintesis akibat tanaman memiliki klorofil dalam jumlah
yang lebih sedikit dibanding tanaman normal sehingga menyebabkan pertumbuhan
dan perkembangan yang terhambat.
Gambar 8. Tanaman M1 genotipe merah dan hijau yang mengalami varigata
13
Warna tulang daun, warna petiol, dan warna batang
Warna tulang daun, warna petiol, dan warna batang seluruh tanaman M1
tidak mengalami perbedaan dibandingkan tanaman M0. Tanaman genotipe merah
mempunyai tulang daun, petiol, dan batang berwarna merah baik pada populasi M1
maupun M0, sedangkan tanaman genotipe hijau mempunyai warna tulang daun,
warna petiol, dan warna batang hijau. Tulang daun, petiol, dan batang okra selalu
memiliki warna yang sama. Hal ini diduga karena adanya keterpautan gen yang
mengendalikan warna tulang daun, warna petiol, dan warna batang.
Bentuk daun
Bentuk daun diukur dengan mengamati bentuk lekukan daun berdasarkan
skor shallow, medium dan deep. Secara umum bentuk daun pada tanaman M1 tidak
berbeda dengan tanaman M0. Semua tanaman genotipe merah baik populasi M0
maupun M1 memiliki bentuk daun dengan lekukan medium. Tanaman M1 genotipe
hijau memiliki bentuk daun yang berbeda dengan tanaman M0. Tanaman M1
memiliki bentuk daun medium sedangkan tanaman M0 memiliki bentuk daun deep
(Gambar 9). Bahkan beberapa tanaman M1 merah dan hijau mengalami malformasi
daun (Gambar 10). Malformasi daun ini diduga merupakan efek dari radiasi sinar
gamma. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Purnamaningsih et al. (2010) bahwa
perlakuan iradiasi dengan sinar gamma menyebabkan perubahan morfologi
tanaman, antara lain bentuk daun. Menurut Hartini (2008) sinar gamma merupakan
salah satu mutagen yang mempunyai energi yang sangat besar sehingga dapat
menimbulkan perubahan karakter pada tanaman yang diradiasi. Perubahan karakter
yang bermacam-macam terjadi karena bagian gen yang terkena radiasi tidak sama.
(a) (b)
(c) (d)
(a) Bentuk daun medium genotipe merah generasi M0
(b) Bentuk daun medium genotipe merah generasi M1
(c) Bentuk daun deep genotipe hijau generasi M0
(d) Bentuk daun medium genotipe hijau generasi M1
Gambar 9. Perbandingan keragaan bentuk daun tanaman okra hasil iradiasi dan
tetua
M0G1
M1G2
M0G2
M0G2
14
Gambar 10. Macam bentuk malformasi daun pada tanaman M1 okra merah dan
hijau
Warna bunga Warna bunga populasi M1 seluruhnya sama dengan warna bunga populasi
M0. Tanaman okra genotipe merah memiliki warna bunga kuning semburat ungu
di pangkalnya, sedangkan tanaman okra genotipe hijau memiliki warna bunga
kuning lemon tanpa ada perbedaan warna pada pangkalnya (Gambar 11).
(a) (b)
(a) Bunga tanaman okra genotipe merah
(b) Bunga tanaman okra genotipe hijau Gambar 11. Bunga tanaman okra
Warna bunga yang cerah merupakan daya tarik bagi serangga sehingga
bunga okra banyak dikunjungi oleh serangga yang juga diduga berperan sebagai
polinator. Serangga yang banyak ditemui di lapang adalah lebah dan semut hitam.
Populasi serangga polinator yang tinggi (khususnya lebah) diduga menyebabkan
frekuensi penyerbukan silang yang tinggi, hal ini dapat dilihat pada kepala putik
yang penuh dengan pollen setelah serangga menghampiri bunga yang telah mekar
sempurna (Gambar 12). Hal ini juga disampaikan oleh Departement of
Biotechnology Ministry of Science and Technology Government of India (2011),
bahwa okra memiliki bunga sempurna dan menyerbuk silang. Bunga okra sangat
menarik perhatian lebah dan penyerbukan silang mencapai 42,2%.
15
(a) (b) (c)
(a) Keragaan bunga okra sebelum terjadi penyerbukan
(b) Keragaan bunga okra setelah terjadi penyerbukan
(c) Lebah polinator tanaman okra Gambar 12. Bentuk bunga dan serangga polinator pada tanaman okra
Sifat Kualitatif pada beberapa Karakter Hasil
Sifat kualitatif pascapanen yang diamati meliputi warna buah panen
konsumsi, bentuk ujung buah, bentuk pangkal buah, dan bentuk permukaan buah.
Seluruh generasi M1 memiliki karakter kualitatif yang sama dengan generasi M0
(Tabel 2).
Warna buah
Seluruh generasi M1 memiliki karakter warna buah yang sama
dibandingkan dengan tanaman pada M0. Kedua generasi memiliki warna buah
panen konsumsi merah pada genotipe merah, dan warna hijau pada genotipe hijau
(Tabel 2).
Tabel 2. Keragaan karakter warna buah panen konsumsi, bentuk ujung buah, bentuk
pangkal buah, dan bentuk permukaan buah
Genotipe
Karakter
Warna buah
panen
konsumsi
Bentuk ujung
buah
Bentuk pangkal
buah
Bentuk
permukaan
buah
Merah M0 merah acute weakly expressed flat
Hijau M0 hijau acute weakly expressed flat
Merah M1 merah acute weakly expressed flat
Hijau M1 hijau acute weakly expressed flat
Bentuk ujung buah, pangkal buah, dan permukaan buah
Bentuk ujung buah, pangkal buah, dan permukaan buah pada tanaman
generasi M1 seluruhnya sama dengan generasi M0. Semua generasi M1 dan M0
genotipe merah dan hijau memiliki bentuk ujung buah acute, hanya saja pada
generasi M1G1 terdapat beberapa tanaman yang memiliki ujung buah agak
melengkung (Gambar 13).
Semua tanaman baik generasi M0 atau M1 memiliki bentuk pangkal buah
weakly expressed dan bentuk permukaan buah flat (Gambar 14). Selain memiliki
bentuk ujung buah, pangkal buah, dan permukaan buah yang sama, semua tanaman
pada generasi M1 dan M0 juga memiliki jumlah lokul yang sama, yaitu 5 lekukan
(Gambar 16).
16
(a) (b)
(c) (d)
(a) Bentuk ujung buah tanaman M0G1
(b) Bentuk ujung buah tanaman M0G2
(c) Bentuk ujung buah tanaman M1G1
(d) Bentuk ujung buah tanaman M1G2 Gambar 13. Bentuk ujung buah okra generasi M0 dan M1
(a) (b)
(c) (d)
(a) Bentuk pangkal buah tanaman M0G1
(b) Bentuk pangkal buah tanaman M0G2
(c) Bentuk pangkal buah tanaman M1G1
(d) Bentuk pangkal buah tanaman M1G2 Gambar 14. Bentuk pangkal buah okra generasi M0 dan M1
17
(a)
(b)
(c)
(a) Perbandingan buah normal pada genotipe merah M0 dan M1
(b) Perbandingan buah normal pada genotipe hijau M0 dan M1
(c) Malformasi buah pada M1G1 Gambar 15. Bentuk buah tanaman okra generasi M1 dan tetua
18
Bentuk buah okra tanaman M1 umumnya memiliki bentuk yang sama
dengan tanaman M0, hanya saja pada tanaman M1 terdapat beberapa tanaman yang
menghasilkan buah dengan bentuk yang beragam. Buah yang mempunyai ujung
melengkung diduga terjadi akibat tingginya curah hujan, sedangkan buah yang
berbentuk seperti ceker ayam diduga akibat dari iradiasi sinar gamma (Gambar 15).
(a) (b)
(c) (d)
(a) Bentuk permukaan dan jumlah lekukan buah tanaman M0G1
(b) Bentuk permukaan dan jumlah lekukan buah tanaman M0G2
(c) Bentuk permukaan dan jumlah lekukan buah tanaman M1G1
(d) Bentuk permukaan dan jumlah lekukan buah tanaman M1G2 Gambar 16. Bentuk permukaan dan jumlah lokul buah okra generasi M0 dan M1
pada kedua genotipe okra
Sifat Kuantitatif
Umur Berbunga
Secara umum tanaman M1 memiliki umur berbunga yang lebih lambat
dibandingkan dengan tanaman M0. Berdasarkan data pengamatan umur berbunga
(Tabel 3), tanaman M0G1 berkisar pada 37-42 HST, sedangkan M1G1 44-56 HST.
Umur berbunga tanaman M0G2 berkisar pada 33-36 HST, sedangkan M1G2 53-60
HST. Tanaman M0G2 memiliki umur berbunga paling cepat, sedang generasi
mutasinya memiliki umur berbunga paling lambat. Hal ini didukung oleh Hartati
dan Mursito (2000) yang melaporkan bahwa umur berbunga tanaman hasil radiasi
lebih lambat dibandingkan tanaman kontrolnya. Dosis radiasi mempengaruhi
proses fisiologis tanaman yang berakibat terganggunya proses fotosintesis sehingga
unsur-unsur yang diperlukan tanaman terhambat. Fotosintesis terganggu dan unsur-
unsur yang diperlukan terhambat maka pembungaan akan terhambat. Hal ini juga
19
menjadi alasan beberapa tanaman generasi M1 ada yang tidak mampu
menghasilkan bunga, yaitu sebesar 8% pada generasi M1G1 dan 50% pada generasi
M1G2. Tanaman generasi M1G1 yang tidak mampu menghasilkan bunga tersebut
memiliki daun varigata. Sejumlah tanaman tersebut sebagian mampu menghasilkan
kuncup bunga, tetapi tidak pernah mengalami antesis dan sebagian memang tidak
mampu menghasilkan kuncup bunga sama sekali. Kuncup bunga yang terbentuk
selalu mengering dan gugur, sehingga tidak mampu memproduksi buah.
Tabel 3. Umur berbunga tanaman okra hasil irradiasi dan tetua
Genotipe Umur berbunga (HST)
Merah M0 37-42
Merah M1 44-56
Hijau M0 33-36
Hijau M1 53-60
Gambar 17. Tanaman generasi M1 genotipe okra merah yang tidak menghasilkan
bunga
Tinggi Tanaman
Pengamatan tinggi tanaman dilakukan setelah masa panen selesai yaitu
ketika sudah tidak terbentuk daun dan kuncup bunga lagi, dan karakter tersebut
telah mencapai ukuran maksimum. Perbedaan karakter kuantitatif dilihat pada nilai
rataan �̅�, dan koefisien keragaman (KK) yang dihitung pada tanaman M1 dan M0.
Rataan tinggi tanaman tertinggi terdapat pada tanaman M0G2 (115,25 ±
10,87 cm) sedangkan terendah pada generasi mutasinya yaitu pada M1G2 (58,25 ±
18,39 cm). Nilai tengah tanaman M1G1 (82,27 ± 18,69 cm) lebih tinggi
dibandingkan dengan tanaman M1G2 (58,25 ± 18,39 cm) (Tabel 4). Tanaman
M1G2 memiliki nilai tengah rendah karena pada populasi ini semua tanaman
mengalami kekerdilan (Gambar 18). Kekerdilan pada tanaman ini merugikan
karena menyebabkan jumlah buku dan bunga menjadi lebih sedikit bahkan ada yang
tidak menghasilkan bunga. Hal ini didukung oleh pernyataan Lelang et al. (2015)
bahwa penurunan tinggi tanaman atau tanaman menjadi kerdil karena pengaruh
radiasi sinar gamma diakibatkan karena adanya gangguan fisiologis yang
diakibatkan oleh mutagen yang diberikan.
20
Tabel 4. Rataan dan koefisien keragaman tinggi tanaman dan diameter batang
Genotipe Tinggi tanaman Diameter batang
�̅� (cm) KK (%) �̅� (mm) KK (%)
Merah M0 101,2* 17,25 23,36* 16,84
Merah M1 87,1* 22,71 19,39* 25,90
Hijau M0 115,2* 9,44 23,82* 17,35
Hijau M1 58,3* 31,57 14,52* 29,03 Keterangan: * berbeda nyata berdasarkan uji t pada taraf 5%.
(a) (b) (c)
(a) dan (b) Tanaman M1 genotipe hijau
(c) Tanaman M1 genotipe merah Gambar 18. Tanaman M1 okra yang mengalami kekerdilan
Penurunan tinggi tanaman pada tanaman genotipe merah M1 dan hijau M1
di dukung oleh Norfadzrin et al. (2007) yang melaporkan bahwa perlakuan radiasi
sinar gamma dapat menurunkan nilai tinggi tanaman. Penurunan tinggi tanaman
yang terjadi pada generasi M1 genotipe merah diikuti dengan penambahan jumlah
buku (Tabel 5). Artinya ada perubahan ukuran ruas menjadi lebih pendek pada
generasi M1 genotipe merah.
Keragaman pada tanaman M1 genotipe hijau (31,57%) lebih tinggi
dibandingkan dengan genotipe merah (22,71%). Nilai koefisien keragaman pada
tanaman M1 memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan tanaman kontrol. Nilai
KK yang tinggi ini menggambarkan data yang diperoleh dari pengamatan lapang
beragam.
Diameter Batang
Rataan diameter batang genotipe merah M1 lebih rendah dibandingkan
merah M0, yaitu 19,39 mm pada genotipe merah M1 dan 23,36 mm pada merah
M0. Hal ini juga terjadi pada genotipe hijau M1 dan hijau M0, dimana hijau M1
(14,52 mm) memliki diameter batang lebih rendah dibanding hijau M0 (23,82 mm).
Rataan diameter batang tertinggi terdapat pada genotipe hijau M0 (23,82 mm),
sedangkan terendah pada hijau M1 (14,52 cm). Keragaman tertinggi terdapat pada
genotipe hijau M1 (29,03%), dan terendah merah M0 (16,84%). Genotipe hijau M1
memiliki jumlah tanaman yang sedikit mengakibatkan nilai koefisien
keragamannya terlalu tinggi (Tabel 4).
21
Jumlah Buku
Jumlah buku merupakan karakter penting pada tanaman okra. Pada tanaman
okra, daun dan bunga muncul pada setiap buku. Jumlah bunga ditentukan dari
banyaknya buku yang ada pada tanaman, sehingga diharapkan semakin banyak
buku, semakin banyak bunga dan buah yang terbentuk.
Rataan jumlah buku tertinggi terdapat pada genotipe merah M1 (53,93 ±
16,39) dan terendah pada hijau M1 (34,25 ± 14,36). Genotipe merah M1 memiliki
jumlah buku yang lebih tinggi dibanding genotipe merah M0 (43,76 ± 10,40),
sedangkan genotipe hijau M1 (34,25 ± 14,36) memiliki jumlah buku yang lebih
rendah namun tidak berbeda nyata dibanding generasi hijau M0 (45,94 ± 9,57)
(Tabel 4).
Keragaman tertinggi jumlah terdapat pada genotipe hijau M1 (41,93%), dan
terendah genotipe hijau M0 (20,83%). Genotipe merah M1 memiliki selisih jumlah
buku yang tinggi sedangkan genotipe hijau M1 memiliki jumlah tanaman yang
sedikit yaitu 4 tanaman sedangkan genotipe merah M1 sebanyak 88 tanaman,
sehingga mengakibatkan nilai koefisien keragamannya terlalu tinggi (Tabel 5).
Tabel 5. Rataan dan koefisien keragaman jumlah buku dan jumlah daun
Genotipe Jumlah buku Jumlah daun
�̅� KK (%) �̅� KK (%)
Merah M0 43,8* 23,76 28,85* 27,47
Merah M1 53,9* 30,40 38,34* 27,35
Hijau M0 45,9tn 20,83 23,28tn 25,94
Hijau M1 34,3tn 41,93 22,25tn 43,94 Keterangan: * berbeda nyata berdasarkan uji t pada taraf 5%, tn tidak berbeda nyata
berdasarkan uji t pada taraf 5%.
Jumlah Daun
Pengamatan jumlah daun dilakukan ketika tanaman telah berhenti
memproduksi daun, yaitu ketika tanaman berumur sekitar 2 bulan setelah tanam
(BST). Rataan jumlah daun tertinggi terdapat pada genotipe merah M1 (38,34), dan
terendah pada genotipe hijau M1 (22,25). Keragaman tertinggi terdapat pada
genotipe hijau M1 43,94% (Tabel 5).
Jumlah daun genotipe merah M1 (38,34) lebih tinggi dibandingkan genotipe
merah M0 (28,85), sedangkan jumlah daun genotipe hijau M1 (22,25) menunjukkan
jumlah daun yang tidak berbeda nyata dibandingkan genotipe hijau M0 (23,28). Hal
ini didukung oleh Ullah et al. (2014) radiasi sinar gamma dapat meningkatkan
jumlah daun tetapi tidak menujukkan perbedaan yang signifikan.
Panjang Petiol
Panjang petiol merupakan karakter penting yang harus diamati karena dapat
dijadikan rujukan untuk menentukan jarak tanam yang tepat dalam budidaya
tanaman okra agar tidak terjadi kompetisi antar tanaman. Panjang petiol diamati
pada petiol terpanjang pada semua tanaman setiap genotipe. Rataan panjang petiol
genotipe merah M1 (26,55 cm) lebih rendah dibanding genotipe merah M0 (34,59
cm), sama halnya genotipe hijau M1 (21,63 cm) juga memiliki nilai rataan penjang
petiol lebih rendah dibanding genotipe hijau M0 (42,44). Rataan panjang petiol
tertinggi dimiliki oleh genotipe hijau M0 dengan nilai 42,44 cm, dan terendah pada
22
genotipe hijau M1 21,63 cm (Tabel 6). Koefisien keragaman genotipe hijau M1
(35,29%) lebih tinggi dibandingkan genotipe merah M1 (21,33%). Secara umum
generasi M1 memiliki keragaman yang lebih tinggi dibanding tetuanya.
Tabel 6. Rataan dan koefisien keragaman panjang petiol dan diameter petiol
Genotipe Panjang petiol Diameter petiol
�̅� (cm) KK (%) �̅� (mm) KK (%)
Merah M0 34,59* 10,69 6,96* 13,06
Merah M1 26,55* 21,33 5,84* 18,83
Hijau M0 42,44* 13,10 7,00tn 10,48
Hijau M1 21,63* 35,29 4,84tn 32,34 Keterangan: * berbeda nyata berdasarkan uji t pada taraf 5%, tn tidak berbeda nyata
berdasarkan uji t pada taraf 5%.
Diameter Petiol
Diameter petiol diukur pada petiol terpanjang setia tanaman. Rataan
diameter petiol tertinggi terdapat pada genotipe hijau M0 (7,00 mm), dan terendah
pada populasi M1 nya yaitu 4,48 mm (Tabel 6). Populasi M1 genotipe hijau
menunjukkan penurunan diameter petiol yang cukup besar, diduga penurunan
petiol ini akan berpengaruh pada aliran fotosintat ke organ generatif, sehingga
menghasilkan buah yang kecil.
Keragaman tertinggi terdapat pada genotipe genotipe hijau M1 (32,34%),
dan terendah pada genotipe hijau M0 (10,48%). Genotipe hijau M1 memiliki
jumlah tanaman contoh yang sedikit, dan memiliki selisih diameter batang yang
tinggi sehingga mengakibatkan nilai koefisien keragamannya lebih tinggi.
Jumlah Buah
Pengamatan jumlah buah dilakukan dengan menjumlahkan buah yang dapat
di panen hingga 2 bulan setelah panen pertama. Data yang diperoleh disajikan pada
(Tabel 7). Jumlah buah tertinggi terdapat pada genotipe merah M0 (27,96) dan
genotipe hijau M0 (27,89), sedangkan terendah pada genotipe hijau M1 (14,00).
Jumlah buah pada genotipe merah M1 (26,07) mengalami sedikit penurunan namun
tidak berbeda nyata dibanding generasi tetuanya (27,96). Hal ini didukung oleh
Pushparajan et al. (2014) yang melaporkan bahwa perlakuan sinar gamma dapat
menurunkan jumlah buah per tanaman, namun laporan tersebut bertentangan
dengan Ullah et al. (2014) yang melaporkan bahwa pelakuan sinar gamma dapat
meningkatkan jumlah buah per tanaman. Diduga, perbedaan hasil yang dilaporkan
ini karena adanya perbedaan umur berbunga, dimana tanaman mutasi berbunga
lebih lambat dibandingkan tanaman kontrol sedangkan massa panen dihentikan
pada waktu yang bersamaan.
Keragaman tertinggi terdapat pada genotipe hijau M1 sebesar 50,51% dan
terendah terdapat pada generasi tetuanya yaitu genotipe hijau M0 27,63%. Masing-
masing generasi M1 memiliki keragaman yang lebih tinggi dibanding tetuanya.
Data yang disajikan pada (Tabel 7), koefisien keragaman jumlah buah pada
generasi M0 masih menunjukkan angka yang tinggi, artinya setiap tanaman pada
masing-masing generasi belum memiliki keseragaman jumlah buah. Hal ini diduga
merupakan pengaruh lingkungan yang tidak homogen.
23
Tabel 7. Rataan dan koefisien keragaman karakter jumlah buah dan jumlah lokul
Genotipe Jumlah buah Jumlah lokul
�̅� KK (%) �̅� KK (%)
Merah M0 27,96tn 31,85 5tn 0
Merah M1 26,07tn 38,45 5tn 0
Hijau M0 27,89tn 27,63 5tn 0
Hijau M1 14,00tn 50,51 5tn 0 Keterangan: tn tidak berbeda nyata berdasarkan uji t pada taraf 5%.
Bobot Buah
Bobot buah tertinggi terdapat pada genotipe hijau M0 dengan nilai rata-rata
13,99 g, dan terendah pada genotipe hijau M1 7,32 g. Bobot buah genotipe merah
M1 (10,51 g) lebih rendah dibanding genotipe merah M0 (13,68 g), begitu juga
dengan genotipe hijau M1 (7,32 g) lebih rendah dibanding genotipe hijau M0 (13,99
g). Penurunan bobot buah pada tanaman mutasi ini juga mengalami persamaan
terhadap hasil laporan Pushparajan et al. (2014) bahwa induksi mutasi dapat
menurunkan bobot buah. Keragaman tertinggi terdapat pada genotipe hijau M1
(66,80%) (Tabel 8).
Tabel 8. Rataan dan koefisien keragaman pada bobot, panjang, serta diameter
buah
Genotipe Bobot buah Panjang buah Diameter buah
�̅� (g) KK (%) �̅� (cm) KK (%) �̅� (mm) KK (%)
Merah M0 13,68* 23,54 8,86* 12,46 17,92tn 9,28
Merah M1 10,51* 25,04 7,78* 13,29 17,79tn 12,17
Hijau M0 13,99* 19,08 10,06* 8,81 16,75tn 6,91
Hijau M1 7,32* 66,80 7,64* 11,66 15,21tn 23,21 Keterangan: * berbeda nyata berdasarkan uji t pada taraf 5%, tn tidak berbeda nyata
berdasarkan uji t pada taraf 5%.
Panjang, Diameter, dan Jumlah Lokul Buah
Karakter panjang buah dengan nilai rataan tertinggi pada genotipe hijau M0
yaitu dengan nilai 10,06 cm, dan terendah pada genotipe hijau M1 7,64 cm.
Genotipe merah M1 (7,78 cm) memiliki nilai rataan panjang buah yang lebih rendah
dibandingkan dengan genotipe merah M0 (8,86). Hal yang sama juga terjadi pada
genotipe hijau, generasi M1 (7,64 cm) memiliki nilai rataan panjnag buah yang
lebih rendah dibanding generasi M0 (10,06 cm). Genotipe merah M1 memiliki
keragaman tertinggi (13,29%), sedangkan genotipe hijau M0 memiliki keragaman
terendah (8,81%) (Tabel 8). Koefisien keragaman M1 lebih tinggi dibandingkan
tanaman kontrol pada semua genotipe. Hal ini menunjukkan karakter yang diamati
pada tanaman kontrol memiliki keragaman yang sempit dan penampilan seragam.
Genotipe merah M0 memiliki diameter buah tertinggi yaitu 17,92 mm,
sedangkan genotipe hijau M1 memiliki diameter terendah yaitu 15,21 mm.
Genotipe merah M1 (17,79 mm) memiliki nilai rataan diameter buah yang lebih
rendah namun tidak berbeda nyata dibandingkan dengan genotipe merah M0 (17,92
mm). Hal yang sama juga terjadi pada genotipe hijau, generasi M1 (15,21 mm)
24
memiliki nilai rataan diameter buah yang lebih rendah dibanding generasi M0
(16,75 mm). Nilai koefisien keragaman tertinggi terdapat pada genotipe hijau M1
(23,21%) sedangkan terendah pada genotipe hijau M0 (6,91%) (Tabel 8). Seluruh
tanaman M1 tidak mengalami perbedaan jumlah lokul dibandingkan tanaman M0.
Semua tanaman M0 dan M1 baik pada genotipe merah atau pun hijau memiliki
jumlah lekukan buah yang sama yaitu 5 lokul (Tabel 7).
Bobot Buah Total Per Tanaman
Bobot buah total per tanaman diperoleh dengan mengalikan jumlah buah
per tanaman dengan rataan bobot buah. Genotipe hijau generasi M0 (390,18 g)
memilki bobot buah total per tanaman tertinggi, sedangkan terendah pada genotipe
hijau generasi M1 (102,48 g) (Tabel 9). Genotipe merah M1 dan hijau M1 memiliki
bobot buah per tanaman lebih rendah dibandingkan tetuanya. Rata-rata produksi
okra menurut penelitian Reddy et al. (2014) sebesar 14,94 ton ha-1. Angka tersebut
jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata produktivitas okra hasil irradiasi bahkan
tetuanya. Produktivitas buah okra tertinggi terdapat pada populasi okra hijau M0
yaitu sebesar 7,80 ton ha-1.
Tabel 9. Bobot buah total per tanaman
Genotipe Bobot buah total per tanaman
(g)
Produktivitas buah
okra (ton ha-1)
Merah M0 382,49 7,65
Merah M1 273,99 5,48
Hijau M0 390,18 7,80
Hijau M1 102,48 2,05
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Perlakuan iradiasi pada benih okra dengan iradiasi sinar gamma 495 Gy
berpengaruh pada keragaan tanaman M1, baik pada karakter kualitatif maupun
kuantitatif. Terdapat satu karakter kualitatif genotipe hijau generasi M1 yang
memiliki keragaan bentuk daun berbeda dibandingkan M0 nya. Terdapat beberapa
karakter kuantitatif generasi M1 yang memiliki umur berbunga, tinggi tanaman,
diameter batang, jumlah buku, jumlah daun, panjang petiol, diameter petiol, bobot
buah, dan panjang buah berbeda dengan generasi M0 nya. Terdapat perbedaan
warna daun antar individu pada populasi M1 genotipe merah dan hijau, yaitu
adanya sifat varigata pada beberapa individu.
25
Saran
Penelitian tentang tanaman okra hasil iradiasi perlu dilanjutkan dan
dilakukan seleksi terhadap genotipe-genotipe yang berpotensi memiliki karakter
lebih unggul dibandingkan dengan tanaman kontrol. Jumlah tanaman contoh yang
akan diamati pada generasi kedua (M2) sebaiknya diperbanyak, untuk
meningkatkan peluang munculnya karakter yang unggul. Perlu penambahan
karakter panjang ruas yang harus diamati, untuk mengetahui seberapa besar
perubahan ukuran panjang ruas yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Abdel-Hady M.S., Okasha E.M., Soliman S.S.A. and Talaat M. 2008. Effect of
gamma adiation and gibberellic acid on germination and alkaloid production
in Atropa belladonna L. Aust. J. Basic & Appl. Sci. 2(3): 401-405.
Abdul M. and Muhammad Z. 2010. Gamma irradiation effects on some growth
parameters of Lepidium sativum L. World journal of Fungal and plant
Biology 1(1): 08–11.
Arulbalachandran D., Mullainathan L., Velu S. and Thilagavathi C. 2010. Genetik
variability, heritability and genetik advance of quantities traits in black gram
by effects of mutation in field trial. Afr. J. Botechnol 9(19): 2731–2735.
Departement of Biotechnology Ministry of Science and Technology Government
of India. 2011. Biology of Abelmoschus esculentus L. (Okra). Departement
of Biotechnology Ministry of Science and Technology Government of
India, India.
Dharsan S. 1975. Okra a Beloved Virgin. Agricultural Experiment Station,
Kingshill.
Habtamu, F.G., Ratta N, Haki G.D. and Ashagrie Z. 2014. Nutritional quality and
health benefits of okra (Abelmoschus esculentus): A review. Global Journal
Inc. 14(5): 28-37.
Hartati S. dan Mursito D. 2000. Penampilan genotip tanaman tomat (Lycopersicum
esculentum Mill.) hasil mutasi buatan pada kondisi stress air dan kondisi
optimal. J. Agrosains 2(2).
Hartini S. 2008. Induksi mutasi dengan irradiasi sinar gamma pada kedelai (glycine
max (L.) Merrill) kultivar slamet dan lumut. Tesis. Institut Pertanian Bogor.
Hegazi A.Z. and Hamideldin N. 2010. The effect of gamma irradiation on
enhancement of growth and seed yield of okra (Abelmoschus esculentus (L.)
Monech) and associated molecular changes. J. Hortic. For. 2(3): 038-051.
Indah M.A. 2011. Nutritional Properties of Abelmoschus Esculentus as Remedy to
Manage Diabetes Mellitus: A Literature Review. IACSIT Press, Singapore.
Khatun H., Rahman M.A. and Biswas M. 2010. In-vitro study of the effects of
viscous soluble dietary fibers of Abelmoschus esculentus L in lowering
26
intestinal glucose absorption. Bangladesh Pharmaceutical Journal 13(2):
35-40.
Lelang M.A., Setiadi A. dan Fitria. 2015. Pengaruh iradiasi sinar gamma pada benih
terhadap keragaan tanaman jengger ayam (Celosia cristata L.). Savana
Cendana 1(1): 47-50.
Mangoendidjojo W. 2003. Dasar-dasar Pemuliaan Tanaman. Kanisius, Yogyakarta.
Manju P. and Gopimony R. 2009. Anjitha: A New Okra Variety Through Induced
Mutation In Interspecific Hybrids Of Abelmoschus Spp. Induced Plant
Mutations In The Genomics Era. Food and agriculture organization of the
United Nations, Rome.
Mattjik A.A. dan Sumertajaya I.M. 2006. Perancangan Percobaan. Jilid I Edisi ke-
2. IPB Press, Bogor.
Mishra M.N., Qadri H. and Mishra S. 2007. Macro and micro mutations, in gamma-
rays induced M2 populations of Okra (Abelmoschus esculents. L. Moench).
Internat. J. Plant Sci. 2(1): 44-47.
Muralidharan G. and Rajendran R. 2013. Effect of Gamma rays on germination,
seedling vigour, survival and pollen viability in M1 and M2 generation of
bhendi (Abelmoschus esculentus (L).). J. Environ Curr & Life Sci. 1: 41-45.
Nilesh J., Jain R., Jain V. and Jain S. 2012. A Review on: Abelmoschus esculentus.
Pharmacia 1(3): 84-89.
Norfadzrin O.H., Ahmed S., Shaharudin A. and Rahman. 2007. A preliminary study
on gamma radiosensitivity of tomato (Lycopersicon esculentum) and okra
(Abelmoschus esculentus). Int. J.Agric. Res. 2: 620-625.
Pardal S.J. 2014. Teknik mutasi untuk pemuliaan tanaman.
http://biogen.litbang.pertanian.go.id/index.php/2014/05/teknik-mutasi-
untuk-pemuliaan-tanaman/. [30 Maret 2016].
[Perkeni] Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2011. Konsesus Pengelolaan dan
Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia. Perkumpulan
Endokrinologi Indonesia, Jakarta.
Phadvibulya V., Boonsirichai K., Adthalungrong A. dan Srithongchai W. 2009.
Selection for Resistance to Yellow Vein Mosaic Virus Disease of Okra by
Induced Mutation. Induced plant mutations in the genomics era. Food and
agriculture organization of the United Nations, Rome.
Purnamaningsih R., Lestari E.G., Syukur M. dan Yunita R. 2010. Evaluasi
keragaman galur mutan artemisia hasil iradiasi gamma. A Scientific Journal
for The Applications of Isotopes and Radiation 6(2): 139-146.
Pushparajan G., Surendran S. and Harinarayanan M.K. 2014. Effect of gamma rays
on yield attributing characters of Okra (Abelmoschus esculentus (L.)
Moench). IJAR 2(5): 535-540.
Reddy A.M., Sridevi O. and Reddy B.R.S. 2014. Screening of advanced breeding
lines for resistance to yellow vein mosaic virus under field conditions in
okra. Adv. Biores 5(1): 83-86.
Rodiah dan Abu. 1998. Mengenal Tanaman Sayur Okra. Makalah BPTP
Karangploso No: 98-07. BPTP Karangploso, Malang.
Singh R.K. and Chaundhary B.D. 1977. Biometrical Methods in Quantitative
Genetics Analysis. Kalyani Publishers, New Delhi.
27
Sophia J., Manju P. and Rajamony L. 2001. Genetik analysis in F2 generation of
irradiated interspecific hybribs in Okra (Abelmoschus sp). Int. J. Trop.
Agric. 2(39): 167–169.
Sutjahjo S.H., Herison C., Sulastrini I. dan Marwiyah S. 2015. Pendugaan
keragaman genetik beberapa karakter pertumbuhan dan hasil pada 30
genotipe tomat lokal. J. Hort. Indonesia 25(4): 304-310.
Tyasningsiwi, R.W. 2014. Okra si lady’s finger hortikultura.
http://ditlin.hortikultura.pertanian.go.id/index.php?option=com_content&v
iew=article&id=38:okra-si-ladys-finger&catid=19:berita-terbaru.[30 Maret
2016].
Ullah H., Khan R.U., Khan S.U., Mehmood S., Sherwani S.K., Muhammad A.,
Gilani S.A., Ullah H. and Muhammad Y. 2014. Estimation of induced
variability of yield contributing traits in m1 gamma irradiated germplasm of
okra (Abelmoschus esculentus L.). S. Asian j. life sci. 2(1): 4–7.
[UPOV] International Union for the Protection of New Varieties of Plants. 1999.
Guidelinesfor the conduct of tests for distinctness, uniformity and stability:
Okra (Abelmoschus esculentus (L.) Moench.). International Union for the
Protection of New Varieties of Plants, Geneva.
Uray M.D., Yuniarni U. and ChoesrinaR. 2015. Uji Aktivitas Hipoglikemik Ekstrak
Etanol Daun Okra [Abelmoschus esculentus (L.) Moench] pada Mencit
Jantan Galur Swiss Webster dengan Metode Toleransi Glukosa Oral. Peran
Unisba dalam Pemanfaatan Hasil Penelitian untuk Pengembangan dan
Penyebarluasan Iptek dan Imtaq yang Berkelanjutan di Jawa Barat. Seminar
Penelitian Sivitas Akademika Unisba Gelombang I; Bandung, 18-20
Agustus 2015.
Walpole, R. 1998. Pengantar Statistika. Bambang S, penerjemah. Jakarta,
Indonesia. Introduction to Statistics. Ed ke-3.
Yudo K. 1991. Bertanam Okra. Kasinius, Yogyakarta.
28
29
LAMPIRAN
30
31
Lampiran 1. Peta lahan penelitian okra
Lampiran 2. Data iklim Dramaga
Lokasi : Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor
Lintang : 06.33' LS
Bujur : 106. 45' BT
Elevasi : 207 M
Bulan Temperatur
(°C)
Lembab nisbi
(%)
Intensitas
(cal/m²)
Curah
Hujan (mm)
Januari 26,4 86 316 415,0
Februari 25,7 89 250 610,0
Maret 26,5 86 325 644,0
April 26,7 85 337 558,2
Mei 26,3 82 338 131,8
(BMKG Dramaga Bogor 2016)
32
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Magetan, 16 Agustus 1994.
Tahun 2012 penulis menamatkan pendidikan menegah
atas di SMA Negeri 2 Magetan dan pada tahun yang
sama diterima di Departemen Agronomi dan
Hortikultura Institut Pertanian Bogor melalui jalur
SNMPTN undangan.
Selama mengikuti pekuliahan, penulis menjadi
asisten pengajar mata kuliah olahraga dan seni tingkat
persiapan bersama (TPB) mulai tahun ajaran 2013/2014
sampai dengan 2015/2016. Penulis aktif mengikuti
organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa
Agronomi IPB tahun 2013/2014 menjabat sebagai staff
Departemen Minat Bakat Olahraga dan Seni, serta pada
tahun 2014/2015 diangkat sebagai bendahara Departemen Minat Bakat Olahraga
dan Seni. Penulis juga mengikuti program sinergi S1-S2 program studi Pemuliaan
dan Bioteknologi Tanaman, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Penulis aktif mengikuti berbagai lomba di bidang olahraga. Beberapa
prestasi yang telah diraih adalah lolos mewakili perguruan tinggi Jawa Barat cabang
olahraga pencak silat pada Pekan Olahraga Mahasiswa Nasional (POMNAS) XIII
tahun 2013 di Yogyakarta, Juara 3 Lomba Tradisional Hadang antar Perguruan
Tinggi DKI dan Jawa Barat tahun 2015, Juara 3 Kejuaraan Bola Tangan antar
Perguruan Tinggi Jawa Barat tahun 2015, Juara 3 Estafet Kejuaraan Atletik antar
Perguruan Tinggi Jawa Barat tahun 2015, Juara 1 Futsal Putri Olimpiade
Mahasiswa IPB tahun 2015 dan 2016, serta Juara 1 berbagai nomor lomba cabang
olahraga atletik di tingkat departemen maupun Fakultas.