karagenan_fiorency santoso_13.70.0082_a2_unika soegijapranata
DESCRIPTION
ekstraksi karagenan dilakukan dengan bahan baku rumput laut Eucheuma cottoniiTRANSCRIPT
EKSTRAKSI KARAGENAN
LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI HASIL LAUT
Disusun oleh :Fiorency Santoso
13.70.0082Kelompok A2
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG
2015
1. MATERI METODE
1.1. Materi
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ekstraksi karagenan yaitu rumput laut
segar (Eucheuma cottonii), isopropil alkohol (IPA), akuades, HCl 0,1N, NaOH 0,1N,
NaCl 10%, blender, panci, kompor, termometer, pengaduk, oven, pH meter, timbangan
analitik, dan peralatan gelas.
1.2. Metode
1.2.1. Kelompok A1, A2, dan A3
1
Rumput laut dipotong kecil-kecil dan diblender dengan diberi air
sedikit hingga rumput laut tenggelam. Setelah itu dituang ke panci.
Ambil air sebanyak 800 ml
Rumput laut basah ditimbang sebanyak 40 gram
2
Hasil ekxtraksi disaring dengan menggunakan kain saring
bersih dan cairan filtrat ditampung dalam wadah.
pH diukur hingga netral yaitu pH 8 dengan ditambahkan
larutan HCL 0,1 N atau NaOH 0,1 N.
Rumput laut direbus dalam 800ml air selama 1 jam dengan
suhu 80-90oC
3
Endapan karagenan ditiriskan dan direndam dalam caira IPA
hingga jadi kaku
Filtrate dituang ke wadah berisi cairan IPA (2x volume
filtrat). Dan diaduk dan diendapkan selama 10-15 menit
Direbus hingga suhu mencapai 60oC
Ditambahkan NaCl 10% sebanyak 5% dari volume larutan.
Volume larutan diukur dengan menggunakan gelas ukur.
4
1.2.2. Kelompok A4 dan A5
Serat karagenan kering ditimbang. Setelah itu diblender
hingga jadi tepung karagenan
Dimasukan dalam oven dengan suhu 50-60oC
Serat karagenan dibentuk tipis-tipis dan diletakan dalam
wadah
Rumput laut basah ditimbang sebanyak 40 gram
5
Rumput laut direbus dalam 800ml air selama 1 jam dengan
suhu 80-90oC
pH diukur hingga netral yaitu pH 8 dengan ditambahkan
larutan HCL 0,1 N atau NaOH 0,1 N.
Volume larutan diukur dengan menggunakan gelas ukur.
6
Ditambahkan NaCl 10% sebanyak 5% dari volume larutan.
Direbus hingga suhu mencapai 60oC
Hasil ekxtraksi disaring dengan menggunakan kain saring
bersih dan cairan filtrat ditampung dalam wadah.
Filtrate dituang ke wadah berisi cairan IPA (2x volume
filtrat). Dan diaduk dan diendapkan selama 10-15 menit
Endapan karagenan ditiriskan dan direndam dalam caira IPA
hingga jadi kaku
Serat karagenan dibentuk tipis-tipis dan diletakan dalam
wadah
7
Dimasukan dalam oven dengan suhu 50-60oC
Serat karagenan kering ditimbang. Setelah itu diblender
hingga jadi tepung karagenan
2. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan ekstraksi karagenan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Ekstraksi Karagenan
Kelompok Berat basah (g) Berat kering (g) % RendemenA1 40 3,17 7,93A2 40 4,13 10,33A3 40 4,45 11,13A4 40 2,79 6,98A5 40 2,50 6,25
Dari Tabel 1. di atas dapat dilihat bahwa pada kelompok A1-A5 berat sampel rumput
laut basah yang digunakan adalah sama yaitu 40 gram, kemudian setelah dikeringkan
dengan oven berat karagenan setia kelompok berbeda-beda namun perbedaan ini tidak
terlalu signifikan. % Rendemen tertinggi ke terendah yaitu kelompok A3 dengan nilai
%rendemen 11,13%, kelompok A2 dengan nilai %rendemen 10,33 %, kelompok A1
dengan nilai %rendemen 7,93%, kelompok A4 dengan nilai %rendemen 6,98% dan
nilai %rendemen terendah pada kelompok A5 dengan nilai 6,25%.
8
3. PEMBAHASAN
Karagenan merupakan senyawa yang termasuk polisakarida hasil ekstraksi rumput laut.
Sebagian besar karagenan mengandung natrium, magnesium, dan kalsium yang dapat
terikat pada gugus ester sulfat dari galaktosa dan kopolimer 3,6-anhydro-galaktosa.
Karagenan banyak dimanfaatkan dalam produk pangan, farmasi, serta kosmetik sebagai
bahan pembentuk gel, pengental, dan penstabil. Polisakarida di dalam karagenan dapat
digunakan dalam produk pangan karena dapat digunakan untuk mengendalikan
kandungan air dalam bahan pangan, mengendalikan tekstur, dan mentabilkan makanan.
Polisakarida harus memiliki 20% sulfat berdasarkan berat kering rumput laut sehingga
dapat dikatakan sebagai karagenan. Senyawa polisakarida bersifat mudah terhidrolisis
dalam larutan yang asam, dan stabil terhadap larutan basa, serta berwarna putih
(Rosmawaty et al, 2013).
3.1. Seaweed Eucheuma cottonii
Eucheuma cottonii merupakan salah satu jenis rumput laut merah (Rhodophyceae) dan
berubah nama menjadi Kappaphycus alvarezii karena karagenan yang dihasilkan
termasuk fraksi kappa karagenan. Nama “cottonii” umumnya lebih dikenal dan biasa
dipakai dalam dunia perdagangan internasional. Kadar karagenan dalam satu spesies
berkisar 54% - 73% tergantung dari jenis dan lokasi tempat tumbuhnya. (Rosmawaty et
al, 2013). Kappaphycus alvarezii atau lebih dikenal dengan Eucheuma cottoni
merupakan salah satu penghasil karagenan kappa yang berbentuk silinder, panjang,
memiliki rantai yang sedikit dengan ujung yang tajam. Pertumbuhan dari Kappaphycus
alvarezii dipengaruhi oleh beberapa parameter seperti suhu dari air, laju air, fosfat
anorganik, salinitas dan juga nitrat. Pertumbuhan maksimum ketika suhu air tempat
hidupnya 28oC sampai 31oC dan salinitasnya sebesar 24% sampai dengan 30% .
Pertumbuhan maksimal terjadi selama bulan Juni – September (Maria, 2013).
3.2. Jenis-jenis Karagenan
Karagenan ada 5 jenis, yaitu lambda, kappa, tetha, iota, dan nu. Namun, yang paling
dominan adalah karagenan jenis kappa, lambda, dan iota (Mustapha, 2011). Glicksman,
(1979) menambahkan sifat-sifat karagenan adalah sebagai berikut :
9
10
1. Karagenan iota merupakan karagenan yang paling stabil pada larutan asam, larut
dalam larutan garam natrium, air bersuhu diatas 70oC, susu panas, dan tidak larut
dalam susu dingin.
2. Karagenan kappa memiliki kemampuan membentuk gel yang kuat pada larutan yang
mengandung garam kalium, namun tidak larut dalam susu dingin.
3. Karagenan lambda larut dalam semua garam, namun ketika dicampurkan dengan
susu dingin, jenis karagenan ini akan pecah.
Hal ini sedikit berbeda dengan pandapat Rosmawaty et al (2013). Ia mengatakan bahwa
berdasarkan kandungan sulfatnya, karagenan terbagi menjadi 2 fraksi, yaitu kappa
karagenan yang mengandung sulfat kurang dari 28% dan iota karagenan yang
mengandung sulfat lebih dari 30%. Kappa karagenan dihasilkan dari rumput laut jenis
Eucheuma cottonii, sedangkan iota karagenan dihasilkan dari Eucheuma spinosum,,
lambda karagenan dari Chondrus crispus. sedangkan berdasarkan unit penyusunnya,
karagenan terbagi menjadi 3 yaitu, kappa, iota, dan lambda.
Menurut Jasaswini et al (2009) karagenan merupakan anionik poligalaktan sulfat yang
diesktraksi dari alga merah (Rhodophyceae) terutama spesies jenis Chondrus,
Eucheuma, Gigartina, dan Iridaea. Kelompok karagenan memiliki 3 jenis utama, yaitu
kappa, iota, dan lambda. Semua jenis karagenan banyak digunakan sebagai kosmetik,
produk pangan, dan bidang farmasi. Oligomer karagenan dikatakan memiliki senyawa
anti HIV. Beberapa penelitian juga mengatakan bahwa karagenan memiliki kemampuan
antioksidan. Sedangkan menurut jurnal yang ditulis Bernadette et al (2010) bahwa
mikroorganisme Pseudoalteromonas carrageenovora dapat diisolasi untuk
menghasilkan karagenan jenis kappa dan lambda. Sedangkan karagenan jenis iota
diisolasi dari Pseudoalteromonas fortis dan Zobellia galactanivorans
3.3. Cara Kerja
Dalam praktikum proses ekstraksi karagenan ini menggunakan rumput laut jenis
Eucheuma cottonii yang menghasilkan karagenan jenis kappa. Rumput laut yang
digunakan sebanyak 40 gram, kemudian rumput laut dipotong kecil-kecil dan di lakukan
penghancuran bahan dengan cara di blender. Penghancuran rumput laut ini bertujuan
11
untuk memperluas permukaan sehingga proses ekstraksi dapat berjalan lebih optimal
(Burrows et al, 2007). Rumput laut kemudian direbus dalam air 800 ml pada suhu 80-
90oC selama 1 jam. Tujuan dari perebusan ini adalah untuk mengekstrak polisakarida
yang ada pada rumput laut menjadi struktur polimer yang digunakan dalam
pembentukan gel. Selain itu, menurut Mappiratu (2009) karagenan mempunyai sifat
larut pada air hangat dengan suhu kurang lebih 70oC hingga 80oC, dibandingkan dengan
air dingin. Angka & Suhartono (2000) menambahkan bahwa karagenan dapat larut
dalam air panas dan dapat bercampur dengan larutan polar seperti propilen glikol,
alkohol, dan gliserin. Akan tetapi karagenan tidak larut dalam pelarut non-polar. Selama
perebusan, proses pengadukan harus dilakukan agar larutan tidak menjadi gosong.
Menurut Fachruddin (1997) pengadukan bertujuan untuk meratakan panas ke dalam
larutan karagenan, sehingga menghindari kegosongan dan menghindari terbentuknya
busa. Sebab jika terjadi kegosongan dan terbentuknya busa, akan mengurangi kekuatan
gel dari karagenan.
Setelah direbus, pH karagenan diubah menjadi 8 dengan penambahan larutan NaOH dan
HCl. Sebelum dilakukan pengujian dengan pH meter, suhu larutan harus diturunkan
terlebih dahulu. Pengukuran larutan dengan pH meter dalam keadaan terlalu panas atau
terlalu dingin dapat menyebabkan ketidakakuratan data yang didapat (Alfonso &
Edward,1992). pH karagenan harus dibuat netral karena larutan yang terlalu basa atau
asam dapat menganggu pembentukan struktur polimer menjadi gel. Karagenan memiliki
kestabilan pada pH 6 hingga 9. pH yang terlalu asam atau basa akan membuat
karagenan menjadi mudah terhidrolisis (Mappiratu, 2009).
Tahapan berikutnya, pada kelompok A1, A2, dan A3 hasil ekstraksi disaring,
ditambahkan dengan larutan NaCl 10% sebanyak 5% dari volume filtrat, lalu dipanaskan
kembali pada suhu 60oC. Sedangkan pada kelompok A4 dan A5, hasil ekstraksi
ditambahkan terlebih dahulu dengan larutan NaCl 10% sebanyak 5% dari volume filtrat,
dipanaskan pada suhu 60oC, lalu disaring. Larutan NaCl 10% akan mengakibatkan
visikositas dari karegenan menjadi menurun, dan membantu dalam ektraksi karagenan.
Pemanasan hingga suhu 60oC bertujuan untuk membantu pengekstrakan karagenan
menjadi lebih cepat. Pemanasan juga membantu mempercepat reaksi antara NaCl dengan
12
filtrat karagenan (Fellow, 1992). Sedangkan penyaringan bertujuan untuk
menghilangkan bahan-bahan pengotor, karena adanya partikel kecil seperti pengotor
dapat menganggu pembentukan gel sehingga pembentukan gel menjadi tidak sempurna
(Fellows, 1992). Perbedaan perlakuaan antara kelompok bertujuan untuk melihat tahapan
penyaringan mana yang lebih efisien. Penyaringan yang tidak optimal akan membuat
banyak bahan pengotor yang tertinggal, dimana ini akan berpengaruh terhadap
pembentukan gel akhir.
Selanjutnya, filtrat dituang ke dalam wadah yang berisi cairan IPA sebanyak 2 kali
volume filtrate, lalu diaduk selama 10-15 menit hingga terbentuk endapan. Larutan IPA
digunakan untuk mengendapkan serat-serat karagenan. Menurut Fellow (1992) alkohol
merupakan pelarut yang bertujuan untuk mengendapkan karagenan. Distantina et al
(2006) menambahkan bahwa larutan IPA dapat membantu memperkuat dan memperkaku
karaganenan karena IPA membantu menaikan pembentukan titik gel polimer pada
karagenan. Sedangkan pengadukan bertujuan untuk memperoleh endapan karagenan dan
mempercepat proses pengendapan. Setelah karagenan menjadi kaku, karagenan dibentuk
tipis-tipis dan diletakkan dalam loyang dan dikeringkan selama 12 jam pada suhu 50-
60oC. Menurut Fellow (1992) proses pengovenan atau pengeringan adalah untuk
menghilangkan air dan kandungan alkohol dari karagenan sehingga dapat dihasilkan
karagenan yang kering.
3.4. Hasil Pengamatan
Berat rumput laut segar (berat basah) yang digunakan semua kelompok adalah sama
yaitu 40 gram, namun setelah dikeringkan berat kering semua kelompok tidak
menunjukan hasil yang sama. Namun, perbedaan hasil yang ada tidak menunjukan
perbedaan yang signifikan. Persentase rendemen didapatkan dengan cara membagi berat
kering dan berat basah lalu dikali seratus persen. Persentase rendemen ini berbanding
lurus dengan berat kering karagenan. Menurut Distantina et al (2006), rendemen
merupakan rasio berat karagenan kering berdasarkan berat rumput laut. Perbedaan berat
kering setiap kelompok ini disebabkan karena pemanasan yang dilakukan tidak
seragam, suhu pemanasan yang kurang tepat dapat menyebabkan larutan karagenan
banyak hilang atau teruapkan sehingga pengukuran volume filtrat yang didapatkan
13
setiap kelompok juga berbeda-beda. Volume filtrat yang tidak sesuai dapat berpengaruh
terhadap penambahan larutan NaCl dan IPA. Berdasarkan teori Pelegrin et al (2006)
dikatakan bahwa penggunaan konsentrasi dan volume NaOH dan IPA dapat
mempengaruhi mutu dan jumlah yield karagenan. Jika terlalu tinggi dapat mengurangi
% rendemen (yield) yang didapatkan (Pelegrin, et al.,2006).
Kemudian jika dibandingkan dengan perlakuan yang berbeda. Persentase rendemen
yang didapatkan kelompok A1-A3 lebih besar daripada persen rendemen kelompok A4
dan A5. Metode yang dilakukan kelompok A1-A3 adalah penyaringan terlebih dahulu
baru dilakukan penambahan NaCl dan pemanasan, sedangkan pada kelompok A4 dan
A5 penyaringan dilakukan setelah NaCl ditambahkan dan dipanaskan. Proses
pemanasan dilakukan secara terbuka, dimana komponen pengotor lain masih dapat
masuk ke dalam larutan karagenan. Menurut Fellows (1992) adanya partikel kecil
seperti pengotor dapat menganggu pembentukan gel sehingga pembentukan gel menjadi
tidak sempurna.
3.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekstrasi Karagenan
Menurut Distantina, et al., (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi hasil ekstraksi
adalah :
Jenis karagenan. Bila karagenan yang digunakan adalah kappa maka jika diinginkan
suatu produk yang kental dengan kekuatan gel rendah maka digunakan garam
natrium, untuk gel yang elastis digunakan garam kalsium sedangkan garam kalium
menghasilkan gel yang keras.
pH pembuatan harus netral berkisar antara 6-8. pH yang terlalu asam atau basa akan
mempengaruhi pembentukan gel dan %rendemen karagenan.
Lama ekstraksi. Waktu ekstraksi maksimal adalah 2 jam, dimana selama 2 jam akan
dihasilkan produk karagenan dengan % rendemen tertinggi, sedangkan waktu
ekstraksi 1 jam akan menghasilkan % rendemen terendah.
Suhu pemanasan. Suhu pemanasan yang terlalu tinggi akan menyebabkan banyak
larutan karagenan yang teruapkan yang akan berdampak pada berat karagenan yang
akan dioven.
14
Pengadukan. Pengadukan merupakan hal yang penting dalam proses ekstraksi. Bila
pada saat pemanasan, pengadukan tidak dilakukan akan menyebabkan panas tidak
merata dan terjadi kegosongan atau terbentuk busa sehingga mengurangi kekuatan
gel dari karagenan.
3.6. Aplikasi Karagenan
Irianto et al. (2005) menyatakan bahwa karaginan dalam industri pangandan nonpangan
berfungsi sebagai bahan penstabil (stabilisator ), pengental(thickener ), pembentuk gel
dan pengemulsi. Campo et al.(2009) menambahkan bahwa karaginan pada industri
pangan juga digunakan untuk :
Memperbaiki tekstur dari keju cottage.
Mengontrol viskositas dan tekstur puddig serta makanan pencuci mulut berbasis
susu, seperti yoghurt, es krim. Karagenan dapat mencegah terjadinya pembentukan
kristal es pada es krim, sebagai pelembut, meningkatkan konsistensi, memperbaiki
rasa, serta berperan sebagai penstabil emulsi susu dan air.
Bahan pengikat dan penstabil pada produk daging. Karagenan mampu memperbaiki
tekstur dan kekenyalan gel produk, dapat meningkatkan daya mengikat air, penstabil
air dan minyak, meningkatkan juiceness, serta melindungi produk dari efek
pembekuan. Hal ini menyebabkan karagenan banyak ditambahkan ke dalam produk
olahan surimi.
Edible film. Sifat karagenan yang elastis, dapat dimakan, dan dapat diperbarui
membuat karagenan dapat dimanfaatkan sebagai edible film.
Selain itu di dalam jurnal yang ditulis Poreda et al (2015) karagenan digunakan sebagai
penjernih bir. Sebelum karagenan diaplikasikan, tanah diatomik digunakan sebagai
penjernih bir namun tanah diatomik ini dapat menyebabkan kanker paru-paru dan
gangguan pernapasan dalam konsentrasi yang tinggi, serta menyebabkan kerusakan
ekosistem karena proses pengolahan limbah yang sulit dan membutuhkan biaya yang
mahal. Penambahan karagenan pada tahapan filtrasi bir tidak memberikan dampak yang
signifikan terhadap kualitas bir terutama kejernihan bir. Karagenan hanya mampu
membuat bir menjadi sedikit jernih. Warna,pH, dan konsentrasi etanol bir yang
ditambahkan karagenan hampir sama dengan karakteristik bir tanpa penambahan
15
karagenan. Namun penambahan karagenan dapat mereduksi penggunaan tanah
diatomik secara besar-besaran sehingga dapat menghemat biaya.
Selain pemanfaatan dalam bidang pangan, karagenan juga dapat dimanfaatkan dalam
dunia industri. Menurut jurnal yang ditulis Stefan et al (2011), untuk mengatasi
peningkatan kebutuhan energi masyarakat dalam menghadapi berkurangnya cadangan
minyak bumi sangat penting untuk meningkatkan bahan Enhanced Oil Recovery (EOR).
Karagenan sebenarnya belum pernah diaplikasikan sebagai bahan EOR. Namun,
karagenan jenis kappa dan iota memiliki sifat gel yang cocok digunakan sebagai bahan
EOR. Kedua karagenan ini dapat membentuk gel yang bersifat reversible (dapat
kembali lagi ke bentuk awal). Kedua karagenan ini dapat diaplikasikan ke dalam
penggunaan EOR di bawah kondisi lingkungan garam yang tinggi. Penggunaan
karagenan yang baik adalah pada konsentrasi garam yang tinggi dengan suhu
pemanasan standar. Viskositas karagenan mencapai titik maksimal ketika penambahan
kation Na+, sedangkan kation Ca2+ tidak dapat meningkatkan viskositas karagenan
secara optimal. Dalam jurnal yang lain (Bernadette et al, 2010) dikatakan bahwa
karagenan kappa, iota, dan lamda memiliki kemampuan sebagai bahan antibakterial.
Karagenan memiliki enzim hydrolase yang berfungsi untuk menghambat aktivitas
mikroorganisme.
4. KESIMPULAN
Karagenan merupakan polisakarida yang didapat dengan cara ekstrasi dari beberapa
spesies rumput laut atau alga merah.
Eucheuma cottonii merupakan salah satu jenis rumput yang memiliki kandungan
kappa karagenan paling banyak.
Karagenan paling dominan adalah jenis kappa, lambda, dan iota.
Larutan NaCl 10% mengakibatkan visikositas dari karegenan menjadi menurun, dan
membantu dalam ektraksi karagenan.
Pemanasan hingga suhu 60oC bertujuan untuk membantu pengekstrakan karagenan
menjadi lebih cepat.
pH yang terlalu asam atau basa akan membuat karagenan menjadi mudah
terhidrolisis.
Karagenan memiliki kestabilan dengan rentang pH 6 hingga 9
Partikel kecil seperti pengotor dapat membuat pembentukan gel menjadi kurang
sempurna.
Larutan IPA berfungsi untuk memperkuat dan memperkaku karagenan.
Konsentrasi dan volume NaOH dan IPA yang terlalu tinggi dapat mengurangi %
rendemen (yield) yang didapatkan.
Berat kering berbanding lurus dengan % rendemen karagenan
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil akhir karagenan adalah jenis karagenan,
jenis pelarut, pH, suhu pemanasan, waktu ekstraksi, dan pengadukan.
Karagenan dapat dimanfaatkan dalam bidang pangan, industri, dan dunia farmasi
karena bersifat antibakterial dan memiliki senyawa antioksidan.
Dalam dunia industri pangan, karagenan digunakan sebagai perbaikan tekstur,
pengontrol viskositas, penstabil, memperbaiki kekenyalan, diaplikasikan dalam
pembuatan edible film.
16
17
Semarang, 25 September 2015Praktikan, Asisten Praktikum
- Ignatius Dicky A.W
Fiorency Santoso13.70.0082
5. DAFTAR PUSTAKA
Aleksander POREDA, Marek ZDANIEWICZ, Monika STERCZYŃSKA, Marek JAKUBOWSKI & Czesław PUCHALSKI. (2015). Effects of Wort Clarifying by using Carrageenan on Diatomaceous Earth Dosage for Beer Filtration. Czech Jounal of Food Science. Vol 33 (4): page 392-397. Polandia.
Alfonso, M. & Edward J. F. (1992). Dasar-dasar Fisika Universitas Edisi 2. Erlangga. Jakarta.
Angka, S. L. & M. T. Suhartono. (2000). Bioteknologi Hasil Laut. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Bernadette M. Henares, Erwin P. Enriquez, Fabian M. Dayrit, and Nina Rosario L. Rojas (2010). Iota-carrageenan hydrolysis by Pseudoalteromonas carrageenovora IFO12985. Philippine Journal of Science. Vol 139 (2): page 131 -138. Filipina.
Distantina, S. ; Wiratni; Moh. Fahrurrozi; and Rochmadi. (2011). Carrageenan Properties Extracted From Eucheuma cottonii, Indonesia. World Academy of Science, Engineering and Technology 54 : 738-742.
Fachruddin, L. (1997). Membuat Aneka Selai. Kanisius. Yogyakarta.
Fellow. B.A. (1992). Physochemisal Characterisic of Seaweed. London Published.
Jasaswini Tripathy, Dinesh Kumar M., Mithilesh Yadav, Arpit Sand & Kunj Behari. (2009). Modification of j-Carrageenan by Graft Copolymerization of Methacrylic Acid: Synthesis and Applications. Journal ofAppliedPolymer ScienceVol 114: page 3896 - 3905. India.
Mappiratu. (2009). Kajian Teknologi Pengolahan Karaginan Dari Rumput Laut Eucheuma cottonii Skala Rumah Tangga. Media Litbang 2 (1) : 01-06. Kendari.
Maria L.S.Orbita. (2013). Growth rate and carrageenan yield ofKappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) cultivated in Kolambugan, Lanao del Norte, Mindanao, Philippines. Advances in Agriculture & Botanics International Journal of the Bioflux SocietyVol 5 (3): page 128-139. Filipina.
Pelegrin, Y. F; Daniel, R. & Azamar, J. A. (2006). Carrageenan of Eucheuma isiforme (Solieriaceae, Rhodophyta) from Yucata´n, Mexico. Effect of extraction conditions. Botanica Marina Vol 49: page 65–71. Mexico.
18
19
Stefan Iglauer, Yongfu Wu, Patrick Shuler, Yongchun Tang, & William A. G. (2011). Dilute iota- and kappa-Carrageenan solutions with high viscosities in high salinity brines. Journal of Petroleum Science and Engineering. Vol 75: page 304-311. United States.
6. LAMPIRAN
6.1. Perhitungan
Rumus :
%Rendemen= Berat keringBerat basah
×100%
Kelompok A1
%Rendemen=3,17 gram40 gram
×100 %=7,93 %
Kelompok A2
%Rendemen= 4,13 gram40 gram
× 100 %=10,33 %
Kelompok A3
%Rendemen= 4,45 gram40 gram
× 100 %=11,13%
Kelompok A4
%Rendemen=2,79 gram40 gram
×100 %=6,98%
Kelompok A5
%Rendemen=2,50 gram40 gram
×100 %=6,25 %
6.2. Laporan Sementara
6.3. Diagram Alir
6.4. Abstrak Jurnal
20