kajian pengembangan ekonomi lokal kota...
TRANSCRIPT
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page i
Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal
Kota Surakarta Tahun 2015
Badan Perencanaan Pembangunan DaerahKota Surakarta
Tahun 2015
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga Laporan Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL)
Partisipatif Kota Surakarta Tahun 2015 dapat diselesaikan dengan baik.
Laporan ini merupakan hasil partisipasi stakeholder di bidang ekonomi yang
menjadi salah satu strategi pembangunan ekonomi wilayah yang tercantum dalam
rencana pembangunan nasional dari Bappenas. Strategi ini sangat cocok untuk
mendukung ekonomi wilayah yang mandiri dan berkelanjutan melalui optimalisasi
pemanfaatan sumber daya lokal. Pendekatan PEL menjadi bagian dari kebijakan
ekonomi daerah Kota Surakarta dengan berbasis pada potensi lokal untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta mempercepat pertumbuhan ekonomi
wilayah.
Fokus laporan ini adalah pada proses penilaian/persepsi dari stakeholder
terkait kondisi PEL Kota Surakarta dan menghasilkan beberapa isu penting yang
dapat dijadikan acuan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) Kota Surakarta Tahun 2016-2020.
Kajian PEL dilaksanakan dengan melalui beberapa tahap, antara lain:
mengevaluasi dokumen-dokumen terkait PEL Kota Surakarta yang sudah ada,
pengumpulan pendapat stakeholder melalui kuesioner I dan II dari Bappenas,
pengolahan data melalui RALED, perbandingan status PEL Tahun 2007 dan 2015,
dan analisis program kegiatan PEL yang sudah dilakukan.
Selanjutnya, laporan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif
yang dapat menjelaskan berbagai permasalahan dan penerapan kebijakan PEL, dan
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan, khususnya untuk kepentingan
perencanaan dan evaluasi pembangunan daerah. Laporan ini masih jauh dari
sempurna dan masih banyak kekurangan, namun harapan kami. Selanjutnya dalam
kesempatan ini, kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu penyelesaian laporan ini.
Surakarta Tahun 2015.
Kepala Bappeda Kota Surakarta
Ir. AHYANI, M.A.
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page iii
Daftar Isi
Kata Pengantar …………………………………………………………………… ii
Daftar Isi .........…………………………………………………………………….iii
Daftar Gambar …………………………………………………………………….vi
Daftar Tabel ……………………………………………………………….............vii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1
I.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1
I.2 Maksud dan Tujuan ......................................................................................... 3
I.3 Manfaat ............................................................................................................ 4
I.4. Sasaran ……………………………………………………………………… .4
I.5 Alur Pikir ......................................................................................................... 4
I.6. Keluaran/Output ………………………………………………………………8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................9
II.1 Pengertjan Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) …..…………….............. 9
II.2 Dimensi Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL ........................................... 12
BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN .......................................................15
III.1 Metode Penelitian ........................................................................................ 15
III.2 Data Primer Dan Data Sekunder ...................................................................16
BAB IV ANALISIS FAKTOR PENGUNGKIT DAN STATUS
PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL (PEL) DI KOTA
SURAKARTA TAHUN 2015 ………………….……………………. 17
IV.1 Dimensi Kelompok Sasaran ....................................................................... 18
IV.2 Dimensi Faktor Lokasi ............................................................................... 20
IV.3 Dimensi Kesinergian dan Fokus Kebijakan ............................................... 23
IV.4 Dimensi Pembangunan Berkelanjutan ....................................................... 26
IV.5 Dimensi Tata Pemerintahan ....................................................................... 29
IV.6 Dimensi Proses Manajemen ....................................................................... 32
IV.7 Status Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta ............................. 34
BAB V ANALISIS PEBANDINGAN PEL 2007 DAN PEL 2015 ….…......... 36
V.1 Dimensi 1 – Kelompok Sasaran .................................................................. 36
V.1.1 Isu 1: Pusat layanan investasi. .................................................................. 36
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page iv
V.1.2 Isu 2 : Fasilitasi pelatihan kewirausahaan bagi usaha baru …................ 37
V.1.3 Isu 3 : Pendampingan dan monitoring bisnis pelaku usaha dan UKM ...39
V.1.4 Isu4: Kampanye peluang usaha .............................................................. 41
V.1.5 Isu 5 : Dukungan Pemerintah Kota Surakarta terhadap promosi produk
UKM ……………………………………………………….…………... 41
V.2 Dimensi 2 – Faktor Lokasi ....................................................................... 43
V.2.1 Isu 1 : Pelayanan Perijinan Satu Atap .................................................... 44
V.2.2 Isu 2 : Fasilitas Umum dan Sosial .......................................................... 44
V.2.3 Isu 3 : Kualitas Lingkungan ................................................................... 44
V.2.4 Isu 4 : Kualitas Fasilitas Pendidikan ...................................................... 45
V.2.5 Isu 5 : Kualitas Pelayanan Kesehatan .................................................... 45
V.3 Dimensi 3 - Sinergi dan Fokus Kebijakan ................................................ 48
V.3.1 Isu 1 : Kebijakan pembangunan kawasan industri ..................................49
V.3.2 Isu 2 : Kebijakan pengembangan pusat pertumbuhan di pedesaan
(agropolitan) dan perkotaan .. ................................................................ 49
V.4 Dimensi 4 – Pembangunan Berkelanjutan ................................................ 50
V.4.1 Isu 1 : Kontribusi PEL terhadap Peningkatan Kualitas Hidup dan
Kesejahteraan Masyarakat Lokal ..............................................................51
V.4.2 Isu 2 : Pengembangan Industri Pendukung untuk Keberlanjutan Sistem
Industri ………………………………………………………………… 52
V.4.3 Isu 3 : Kebijakan Pemecahan Permasalahan Lingkungan ...................... 52
V.4.4 Isu 4 : Pengelolaan dan Pendaur-ulangan Limbah ................................. 53
V.5 Dimensi 5 – Tata Pemerintahan ................................................................ 54
V.5.1 Isu 1 : Status Asosiasi industri/komoditi/ Forum Bisnis......................... 55
Isu 2 : Reformasi sistem insentif pengembangan SDM aparatur dan
insentif. ................................................................................................... 56
V.5.2 Isu 3 : Restrukturisasi organisasi pemerintah dengan mengadakan
business forum ……………………………………………………,….. 56
V.6 Dimensi 6 – Proses Manajemen ........................................................,....... 56
V.6.1 Isu 1 : Sinkronisasi lintas sektoral dan spasial dalam perencanaan PEL.57
V.6.2 Isu 2 : Penggunaan hasil diagnosis sebagai dasar perencanaan PEL ..... 57
V.6.3 Isu 3 : Frekuensi dilakukan evaluasi mandiri (self-evaluation) PEL ..... 58
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page v
BAB VI PENUTUP ........................................................................................... 59
VI.1 Kesimpulan .............................................................................................. 59
VI.2 Rekomendasi............................................................................................. 60
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page vi
Daftar Gambar
Gambar I.1: Alur Pikir Kajian PEL……………………………………………… 5
Gambar 2.1: Heksagonal PEL……………………………………………………12
Gambar 4.1 Indeks Dimensi Kelompok Sasaran di Kota Surakarta………….… 19
Gambar 4.2 Faktor Pengungkit Dimensi PEL Kelompok Sasaran di Kota
Surakarta ……………………………………………….……….….20
Gambar 4.3 Nilai Indeks Dimensi Faktor Lokasi di Kota Surakarta…….………21
Gambar 4.4. Faktor Pengungkit PEL dimensi Faktor Lokasi di kota Surakarta ..23
Gambar 4.5. Indeks Dimensi Kesinergian dan Fokus Kebijakan di Kota
Surakarta …………………………………………………….……24
Gambar 4.6. Faktor Pengungkit Kesinergian dan Fokus Kebijakan di Kota
Surakarta ……………………………………………………….…..26
Gambar 4.7 Nilai indeks dimensi Pembangunan Berkelanjutan di Kota
Surakarta ……………………………………………………….…..27
Gambar 4.8 Faktor Pengungkit Pembangunan Berkelanjutan di Kota Surakarta 29
Gambar 4.9. Nilai indeks dimensi Tata Pemerintahan di Kota Surakarta …….. 30
Gambar 4.10 Faktor Pengungkit dimensi Tata Pemerintahan di Kota Surakarta 31
Gambar 4. 11 Nilai indeks dimensi Proses Manajemen di Kota Surakarta...........32
Gambar 4.12 Faktor Pengungkit dimensi proses manajemen di Kota Surakarta. 33
Gambar 4.13 Status Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta…….…… 34
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page vii
Daftar Tabel
Tabel 4.1. Status PEL Kota Surakarta ………………………………………… 35
Tabel 5.1 Perbandingan faktor pengungkit kelompok sasaran PEL
2007 dan 2015 ………………………………………………………..36
Tabel 5.2 Perbandingan faktor pengungkit faktor lokasi PEL 2007 dan 2015… 43
Tabel 5.3 Perbandingan fokus dan sinergi kebijakan PEL 2007 dan 2015…….. 48
Tabel 5.4 Perbandingan pembangunan berkelanjutan PEL 2007 dan 2015…… .51
Tabel 5.5 Perbandingan tata pemerintahan PEL 2007 dan 2015………………...55
Tabel 5.6 Perbandingan proses manajemen PEL Tahun 2007 dan 2015…… …57
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Pencapaian keunggulan daya saing suatu daerah perlu diupayakan salah
satunya melalui kajian Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL). Dari kajian PEL ini
diharapkan daerah mampu mengidentifikasi produk-produk unggulan, kebijakan-
kebijakan yang menunjang untuk menciptakan iklim unggulan dan
teridentifikasinya potensi ekonomi melalui pemetaan wilayah kecamatan yang ada
di daerah. Informasi produk unggulan dan potensi ekonomi antar wilayah suatu
daerah dapat untuk menciptakan sentra-sentra unggulan masing-masing wilayah
atau suatu produk yang akhirnya menjadi produk unggulan. Produk unggulan hanya
dapat dihasilkan oleh perusahaan/industri unggulan yaitu perusahaan/industri yang
mampu mengatasi perubahan dan persaingan pasar, untuk memperbesar pangsa
pasar, skala usaha dan keuntungan. Perusahaan/industri unggulan ini hanya dapat
tercipta pada sentra unggulan yaitu kelompok usaha yang saling terkait yang
menghasilkan produktivitas yang tinggi. Sentra unggulan ini hanya dapat diciptakan
pada daerah unggulan yaitu suatu daerah yang mampu memberikan iklim usaha
yang paling kondusif bagi dunia usaha dan industri.
Pengembangan Ekonomi Lokal didefinisikan sebagai usaha mengoptimalkan
sumber daya lokal dengan melibatkan pemerintah, dunia usaha, masyarakat lokal
dan organisasi masyarakat madani untuk mengembangkan ekonomi pada suatu
wilayah. Tujuan dari pelaksanaan PEL adalah bahwa nantinya daerah memiliki
perencanaan strategi dan agenda program PEL yang terinternalisasi ke dalam
kebijakan dan strategi daerah dan RPJMD. Selain itu tujuan akhirnya adalah bahwa
daerah nantinya dapat mengimplementasikan berbagai program dan kegiatan dalam
rangka Pengembangan Ekonomi Lokal.
PEL merupakan pendekatan yang bersifat holistik dan komprehensif serta
menekankan pada keterkaitan dan sinergi pembangunan yang ada dalam suatu
wilayah tertentu. PEL menyediakan ruang dan membuka kesempatan kepada
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 2
seluruh komponen dalam suatu komunitas baik pemerintah, swasta, organisasi non
profit dan masyarakat sipil lokal untuk bekerja sama memperbaiki perekonomian
lokal. Jadi pendekatan Pengembangan Ekonomi Lokal merupakan pendekatan yang
terintegrasi/terpadu yang terdiri dari : 1). Perencanaan (strategi dan program)
Pengembangan Ekonomi Lokal yang terintegrasi ke dalam kebijakan dan strategi
pembangunan daerah yang lebih luas, 2). Keterpaduan dalam stakeholder-multi
stakeholder, 3). Keterpaduan dalam sektor-multi sektor.
PEL diharapkan tidak hanya mampu memecahkan permasalahan ekonomi,
tetapi juga aspek pembangunan lainnya yaitu peningkatan kualitas pembangunan
dan perbaikan pada komunitas lokal dalam bentuk pengurangan tingkat kemiskinan,
peningkatan kemandirian dan pemenuhan kebutuhan dasar manusia serta
peningkatan daya saing daerah Oleh karena itu sangat penting untuk menyusun
rancangan awal strategi dan program PEL sebagai dasar pelaksanaan kegiatan PEL
dalam jangka menengah. Hasil dari kajian PEL ini berupa teridentifikasinya produk-
produk unggulan, berbagai kebijakan yang telah disusun dan dijalankan serta
inventarisasi potensi ekonomi masing-masing wilayah kecamatan di Kota Surakarta.
Landasan hukum pelaksanaan kajian dan pemetaan Pengembangan Ekonomi
Lokal (PEL) adalah:
Sesuai Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 47 Tahun 2014 Tentang
Pedoman Umum Forum Economic Development and Employment Promotion pasal
1 ayat 7 menugaskan SKPD Provinsi Jawa Tengah yang memiliki tugas pokok dan
fungsi untuk mendukung pelaksanaan Program Pengembangan Ekonomi Lokal
melalui Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Pasal 8 menyebutkan Pengembangan
Ekonomi Lokal yang selanjutnya disingkat PEL adalah forum kemitraan terlembaga
bagi para pelaku ekonomi di daerah yang relevan yang bertujuan untuk mempercepat
pembangunan ekonomi melalui usaha-usaha/kegiatan bersama berbasis potensi lokal.
Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan keuangan
antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dan Undang-Undang no 9 Tahun
2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah dapat ditarik benang merah dari kedua undang-undang
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 3
tersebut bahwa urusan pemerintahan di bidang ekonomi (pertanian, perikanan,
perkebunan, kehutanan,pertambangan, industri, pariwisata, dll) “secara nyata ada dan
berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi,
kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.” Dalam hal ini
Pemerintah Daerah dituntut untuk membuat keputusan lokal dalam mendesain dan
menerapkan strategi (penetapan isu PEL dan rencana aksi) pembangunan ekonomi
lokal (PEL).
PEL merupakan pendekatan yang bersifat holistik dan komprehensif serta
menekankan pada keterkaitan dan sinergi pembangunan yang ada dalam suatu
wilayah tertentu. PEL menyediakan ruang dan membuka kesempatan kepada seluruh
komponen dalam suatu komunitas baik pemerintah, swasta, organisasi non profit dan
masyarakat sipil lokal untuk bekerja sama memperbaiki perekonomian lokal. Jadi
pendekatan Pengembangan Ekonomi Lokal merupakan pendekatan yang
terintegrasi/terpadu yang terdiri dari : 1). Perencanaan (strategi dan program)
Pengembangan Ekonomi Lokal yang terintegrasi ke dalam kebijakan dan strategi
pembangunan daerah yang lebih
luas, 2). Keterpaduan dalam stakeholder-multi stakeholder, 3). Keterpaduan dalam
sektor-multi sektor.
PEL diharapkan tidak hanya mampu memecahkan permasalahan ekonomi,
tetapi juga aspek pembangunan lainnya yaitu peningkatan kualitas pembangunan dan
perbaikan pada komunitas lokal dalam bentuk pengurangan tingkat kemiskinan,
peningkatan kemandirian dan pemenuhan kebutuhan dasar manusia serta
peningkatan daya saing daerah Oleh karena itu sangat penting untuk menyusun
rancangan awal strategi dan program PEL sebagai dasar pelaksanaan kegiatan PEL
dalam jangka menengah. Hasil dari kajian PEL ini berupa teridentifikasinya produk-
produk unggulan, berbagai kebijakan yang telah disusun dan dijalankan serta
inventarisasi potensi ekonomi masing-masing wilayah kecamatan di Kota Surakarta.
I.2. Maksud dan Tujuan
1. Maksud
Maksud dari kegiatan kajian Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL)
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 4
adalah : Untuk mencari faktor pengungkit baru dalam bidang ekonomi
dengan pemberdayaan ekonomi local.
2. Tujuan
Tujuan dari kegiatan Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal adalah :
a. Mengidentifikasi laporan, aktivitas dan kebijakan pemerintah daerah
yang telah dilaksanakan dan dirasakan oleh stakeholder.
b. Mengumpulkan hasil penilaian kinerja Pengembangan Ekonomi Lokal
(PEL) oleh stakeholder dan instansi terkait sebagai masukan penyusunan
kebijakan dan strategi daerah melalui Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD).
I.3. Manfaat
1. Sebagai bahan masukan/referensi bagi para pengambil kebijakan di Kota
Surakarta dalam upaya Pengembangan Ekonomi Lokal.
2. Sebagai upaya dalam memfokuskan arah kebijakan dan strategi
Pengembangan Ekonomi Lokal di Kota Surakarta.
3. Sebagai upaya dalam mensinergikan dan mengintegrasikan keseluruhan
program Pengembangan Ekonomi Lokal di Kota Surakarta.
I.4. Sasaran
1. Sebagai dokumen acuan Pemerintah Kota Surakarta dalam Pengembangan
Ekonomi Lokal di Kota Surakarta
2. Sebagai masukan penyusunan RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah) Kota Surakarta.
3. Mengidentifikasi potensi masalah, capaian dan tujuan PEL Kota Surakarta.
I.5. Alur Fikir
Adapun alur kerangka berfikir kajian Pengembangan Ekonomi Lokal
Kota Surakarta Tahun 2015 adalah sebagai berikut:
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 5
6
Pengembangandan Penguatan
Kemitraan
PengumpulanData
AnalisisData
PemetaanStatus PEL
PenetapanFaktor
PengungkitPEL
IdentifikasiStakeholder
PenyusunanRencana Tindakdan Pembiayaan
PenyusunanRencana Bisnis
PelaksanaanPEL
Monitoring danEvaluasi
TAHAPI
TAHAPII
TAHAPIII
TAHAPIV
TAHAPV
RPJMD
Adopsi dalamDokumen Rencana
Daerah
RKPD
APBD
Gambar I.1: Alur Pikir Kajian PEL
a. Tahap I. Pengembangan dan Penguatan Kemitraan Strategis PEL
Langkah 1 Identifikasi Stakeholder
1) Tujuan:Mengindentifikasi stakeholder kunci yang berperan dalam
mempengaruhi dan yang terkena dampak suatu kebijakan dalam
Pengembangan Ekonomi Lokal
2) Output:Diketahuinya stakeholder kunci dalam Pengembangan
Ekonomi Lokal
3) Caranya: melalui forum KPEL (bila ada) atau Bappeda dan
asosiasi/forum bisnis
Langkah 2 Pembentukan dan Pengembangan Forum Kemitraan PEL
1) Tujuan:Membangun kemitraan strategis antara pemerintah-dunia usaha
pada daerah yang belum membentuk forum kemitraan PEL, dan
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 6
memperluas keanggotaan forum kemitraan PEL pada daerah yang
sudah memiliki forum kemitraan PEL
2) Output:Dibentuk dan diperluasnya forum kemitraan PEL
3) Peran forum adalah;
– Membantu pemerintah dalam menyusun rencana dan anggaran yg
berkaitan dengan PEL
– Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan Pengembangan
Ekonomi Lokal
– Memberi masukan dan saran kepada pemerintah dalam menyusun
kebijakan PEL
b. Tahap II Kajian Cepat Status PEL
Langkah 3 Pengumpulan Data
1) Tujuan:Mengumpulkan data dasar PEL maupun data yang sesuai dengan
kuesioner
2) Output:Terkumpulnya data dan informasi tentang PEL
3) Caranya : melalui FGD mengisi instrumen tersedia.
Langkah 4 Analisis Data
1) Tujuan:Menganalisis data dengan menggunakan Rapid Assessment
Techniques for Local Economic Development (RALED)
2) Output:Hasil Analisis PEL
Langkah 5 Pemetaan Status PEL
1) Tujuan:Memetakan status PEL pada suatu wilayah ataupun status PEL
suatu komoditi pada suatu wilayah
2) Output:Status PEL suatu wilayah ataupun status PEL suatu komoditi pada
suatu wilayah
3) Hasilnya:
– Peta aspek PEL : < 50% buruk, 50-75% baik, > 75% sangat baik.
– Peta status PEL komoditas/wilayah
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 7
Langkah 6 Identifikasi Faktor Pengungkit PEL
1) Tujuan: Mengidentifikasi faktor pengungkit dari setiap aspek/komponen
dari Heksagonal PEL
2) Output: Faktor pengungkit dari setiap aspek/komponen Heksagonal PEL
c. Tahap III Penyusunan Rencana dan Anggaran
Langkah 7 Penyusunan Rencana Tindak dan Pembiayaan PEL
Tujuan: Menyusun rencana tindak PEL dan anggarannya berdasarkan
faktor pengungkit PEL yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan
melibatkan pemangku kepentingan lainnya secara partisipatif.
Output: Rencana tindak PEL dan anggaran partisipatif terutama faktor
pengungkit menjadi prioritas.
Rencana tindak dimaksud: di sektor pemerintah setiap SKPD menyusun
rencana tindak secara terpadu dengan SKPD lain dengan dikoordinasikan
oleh Bappeda Kota Surakarta.
Langkah 8 Penyusunan Rencana Bisnis
1) Tujuan: Menyusun rencana bisnis berdasarkan faktor pengungkit PEL
yang dilaksanakan oleh dunia usaha dan organisasi masyarakat madani
2) Output: Rencana bisnis PEL
Langkah 9 Integrasi ke dalam Dokumen Perencanaan Daerah
1) Tujuan: Memasukkan rencana tindak dan rencana bisnis ke dalam
dokumen perencanaan daerah baik dalam jangka pendek maupun jangka
menengah
2) Output: Dokumen perencanaan daerah yang telah memuat rencana tindak
dan rencana bisnis PEL.
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 8
Langkah 10 Pelaksanaan PEL
1) Tujuan: Melaksanakan rencana tindak dan rencana bisnis PEL yang telah
disusun oleh seluruh pemangku kepentingan kunci sesuai dengan tugas
pokok dan fungsi mereka
2) Output: Kebijakan yang mendukung PEL
d. Tahap V Monitoring dan Evaluasi PEL
Langkah 11 Monitoring dan Evaluasi PEL
1) Tujuan: Melaksanakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan PEL secara
partisipatif oleh seluruh pemangku kepentingan kunci
2) Output: Pembangunan ekonomi wilayah yang berkelanjutan
I.6. Keluaran/output
Tersusunnya Dokumen Kajian analisis hasil penilaian Pengembangan
Ekonomi Lokal (PEL) Kota Surakarta Tahun 2015.
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Pengertian Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL)
a. World Bank:
Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) sebagai proses yang dilakukan secara
bersama oleh pemerintah, usahawan, dan organisasi non pemerintah untuk
menciptakan kondisi yang lebih baik untuk pertumbuhan ekonomi dan
penciptaan lapangan kerja di tingkat lokal.
b. Blakely and Bradshaw:
Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) adalah proses dimana pemerintah lokal
dan organisasi masyarakat terlibat untuk mendorong, merangsang,
memelihara, aktivitas usaha untuk menciptakan lapangan pekerjaan
c. International Labour Organization (ILO):
Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) adalah proses partisipatif yang
mendorong kemitraan antara dunia usaha dan pemerintah dan masyarakat
pada wilayah tertentu, yang memungkinkan kerjasama dalam perancangan
dan pelaksanaan strategi pembangunan secara umum, dengan menggunakan
sumberdaya lokal dan keuntungan kompetitif dalam konteks global, dengan
tujuan akhir menciptakan lapangan pekerjaan yang layak dan merangsang
kegiatan ekonomi.
d. A. H. J. Helming:
Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) adalah suatu proses dimana kemitraan
yang mapan antara pemerintah daerah, kelompok berbasis masyarakat, dan
dunia usaha mengelola sumber daya yang ada untuk menciptakan lapangan
pekerjaan dan merangsang (pertumbuhan) ekonomi pada suatu wilayah
tertentu. Menekankan pada kontrol lokal, dan penggunaan potensi sumber
daya manusia, kelembagaan dan sumber daya fisik.
e. Pengembangan Ekonomi Lokal
Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) didefinisikan sebagai usaha
mengoptimalkan sumber daya lokal dengan melibatkan pemerintah, dunia
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 10
usaha, masyarakat lokal dan organisasi masyarakat madani untuk
mengembangkan ekonomi pada suatu wilayah. Tujuan dari pelaksanaan PEL
adalah bahwa nantinya daerah memiliki perencanaan strategi dan agenda
program PEL yang terinternalisasi ke dalam kebijakan dan strategi daerah
dan RPJMD. Selain itu tujuan akhirnya adalah bahwa daerah nantinya dapat
mengimplementasikan berbagai program dan kegiatan dalam rangka
Pengembangan Ekonomi Lokal.
PEL merupakan pendekatan yang bersifat holistik dan komprehensif
serta menekankan pada keterkaitan dan sinergi pembangunan yang ada dalam
suatu wilayah tertentu. PEL menyediakan ruang dan membuka kesempatan
kepada seluruh komponen dalam suatu komunitas baik pemerintah, swasta,
organisasi non profit dan masyarakat sipil lokal untuk bekerja sama
memperbaiki perekonomian lokal. Jadi pendekatan Pengembangan Ekonomi
Lokal merupakan pendekatan yang terintegrasi/terpadu yang terdiri dari : 1).
Perencanaan (strategi dan program) Pengembangan Ekonomi Lokal yang
terintegrasi ke dalam kebijakan dan strategi pembangunan daerah yang lebih
luas, 2). Keterpaduan dalam stakeholder-multi stakeholder, 3). Keterpaduan
dalam sektor-multi sektor.
Dari berbagai definisi di atas maka dapat didefinisikan PEL adalah
usaha mengoptimalkan sumber daya lokal yang melibatkan pemerintah, dunia
usaha, masyarakat lokal dan organisasi masyarakat madani untuk
mengembangkan ekonomi pada suatu wilayah.
Fokus PEL
Definisi PEL tersebut memfokuskan kepada:
1) Peningkatan kandungan lokal;
2) Pelibatan stakeholders secara substansial dalam suatu kemitraan strategis;
3) Peningkatan ketahanan dan kemandirian ekonomi;
4) Pembangunan berkelanjutan;
5) Pemanfaatan hasil pembangunan oleh sebagian besar masyarakat lokal;
6) Pengembangan usaha kecil dan menengah;
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 11
7) Pertumbuhan ekonomi yang dicapai secara inklusif;
8) Penguatan kapasitas dan peningkatan kualitas sumber daya manusia;
9) Pengurangan kesenjangan antar golongan masyarakat, antar sektor dan
antar daerah;
10) Pengurangan dampak negatif dari kegiatan ekonomi terhadap lingkungan.
Batasan PEL
Batasan batasan PEL adalah sebagai berikut:
1) Pengertian lokal yang terdapat dalam definisi PEL tidak merujuk pada
batasan wilayah administratif tetapi lebih pada peningkatan kandungan
komponen lokal maupun optimalisasi pemanfaatan sumberdaya lokal.
2) PEL sebagai inisiatif daerah yang dilakukan secara partisipatif.
3) PEL menekankan pada pendekatan pengembangan bisnis, bukan pada
pendekatan bantuan sosial yang bersifat karikatif.
4) PEL bukan merupakan upaya penanggulangan kemiskinan secara
langsung.
5) PEL diarahkan untuk mengisi dan mengoptimalkan kegiatan ekonomi
yang dilakukan berdasarkan pengembangan wilayah, pewilayahan
komoditas,tata ruang, atau regionalisasi ekonomi.
Tujuan dan sasaran PEL
Tujuan dan sasaran meliputi :
1) Terlaksananya upaya percepatan Pengembangan Ekonomi Lokal melalui
pelibatan pemerintah, dunia usaha, masyarakat lokal, dan organisasi
masyarakat madani dalam suatu proses yang partisipatif.
2) Terbangun dan berkembangnya kemitraan dan aliansi strategis dalam
upaya percepatan Pengembangan Ekonomi Lokal diantara stakeholder
secara sinergis.
3) Terbangunnya sarana dan prasarana ekonomi yang mendukung upaya
percepatan Pengembangan Ekonomi Lokal.
4) Terwujudnya pengembangan dan pertumbuhan UKM secara ekonomis dan
berkelanjutan.
5) Terwujudnya peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB).
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 12
6) Terwujudnya peningkatan pendapatan masyarakat, berkurangnya
pengangguran, menurunnya tingkat kemiskinan.
7) Terwujudnya peningkatan pemerataan antar kelompok masyarakat, antar
sektor dan antar wilayah.
8) Terciptanya ketahanan dan kemandirian ekonomi masyarakat lokal.
II.2. Dimensi Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL)
Terdapat enam dimensi dalam Pengembangan Ekonomi Lokal, keenam dimensi atau
aspek dalam Hexagonal PEL, yaitu (1) Dimensi Kelompok Sasaran, (2) Dimensi
Faktor Lokasi, (3) Dimensi Kesinergian dan Fokus Kebijakan, (4) Dimensi
Pembangunan Berkelanjutan, (5) Dimensi Tata Pemerintahan, dan (6) Dimensi
Proses Manajemen. Keenam dimensi ini digambarkan pada hegsagonal PEL sebagai
berikut:
14
Heksagonal PEL
FaktorLokasi
ProsesManajemen
TataKepemerintahan
PengembanganEkonomiWilayah
Berkelanjutan
Kesinergian danFokus Kebijakan
KelompokSasaran
PembangunanBerkelanjutan
Gambar 2.1: Heksagonal PEL
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 13
a. Kelompok Sasaran
Kelompok sasaran ini terdidi dari:
1) Investor luar: Peraturan ttg kemudahan investasi, informasi prospek bisnis,
kapasitas berusaha dan hukum, keamanan, kampanye, pusat pelayanan
investasi
2) Pelaku Usaha Lokal : Modal, promosi, peningkatan teknologi, manajemen
& kelembagaan
3) Pelaku Usaha Baru: Pelatihan kewirausahaan, pendampingan &
monitoring, insentif, kecepatan ijin
b. Faktor Lokasi
Faktor lokasi meliputi:
1) Faktor lokasi terukur: Akses ke dan dari lokasi, akses ke pelabuhan laut
dan udara, sarana transportasi, infrastruktur komunikasi, infrastruktur
energi, ketersediaan air bersih, tenaga kerja trampil, Jumlah Lembaga
Keuangan lokal,
2) Faktor lokasi tdk terukur untuk dunia usaha: Peluang kerjasama,
Lembaga Penelitian
3) Faktor lokasi tidak terukur individual: Kualitas: pemukiman,
lingkungan, fasilitas pendidikan dan pelatihan, pelayanan kesehatan,
fasilitas sosial & fasilitas umum, etos kerja SDM
c. Keterkaitan dan fokos kebijakan
1) Perluasan Ekonomi: Kebijakan: investasi, promosi, persaingan
usaha, peran Perusahaan Daerah, jaringan usaha, informasi
tenaga kerja, pengembangan keahlian
2) Pemberdayaan Masyarakat. & Pengembangan Komunitas
Kebijakan: Pemberdayaan Masyarakat berbasis kemitraan
swasta, pengurangan kemiskinan
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 14
3) Pembangunan Wilayah : Kebijakan: kawasan industri, pusat
pertumbuhan, pengembangan komunitas, kerjasama antar
daerah, tata ruang PEL, jaringan usaha antar sentra, sistem
industri berkelanjutan
d. Pembangunan Berkelanjutan
1) Ekonomi: Pengembangan Industri pendukung, perusahaan dengan Business
Plan, perusahaan dengan inovasi
2) Sosial :Kontribusi terhadap kesejahteraan, PEL & adat/kelembagaan lokal
3) Lingkungan : - Penerapan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL), daur ulang, kebijakan Konservasi Sumber Daya Alam
e. Tata Pemerintahan
1) Kemitraan Pemerintah & dunia usaha: Kemitraan: infrastrukturdan supra
struktur, promosi & perdagangan, pembiayaan
2) Reformasi Sektor Publik :Reformasi: sistem insentif, restrukturisasi
organisasi pemerintahan, prosedur pelayanan publik
3) Pengembangan Organisasi: asosiasi industri: status, peran, manfaat
f. Proses Manajemen
1) Diagnosa secara partisipatif : Analisis & Pemetaan: potensi ekonomi, daya
saing, kondisi politik lokal, serta identifikasi stakeholder
2) Perencanaan dan Implementasi secara partisipatif: Diagnosis vs
perencanaan, jumlah stakeholder, sinkronisasi (sektoral dan spasial),
implementasi vs perencanaan
3) Monev secara partisipatif : Keterlibatan stakeholder: indikator &
monitoring dan evaluasi (monev), frekuensi: monev & diskusi pemecahan
masalah, hasil monev vs perencanaan yg akan datang
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 15
BAB III
METODE PELAKSANAAN
III.1. Metode Penelitian
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan membagikan kuesioner tentang
Penentuan Nilai Indikator Pengembangan Ekonomi Lokal yang diterbitkan
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional kepada pemangku kepentingan
yang meliputi instansi terkait, kelompok pelaku usaha dan akademisi.
2. Analisis Data
Melakukan perhitungan NILAI Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) Kota
Surakarta dan mencari faktor pengungkit dengan metode Analisis Rapid
Assessment Techniques for Local Economic Development (RALED).
Dilakukan terhadap keenam dimensi atau aspek dalam Hexagonal PEL, yaitu
(1) Dimensi Kelompok Sasaran, (2) Dimensi Faktor Lokasi, (3) Dimensi
Kesinergian danFokus Kebijakan, (4) Dimensi Pembangunan Berkelanjutan,
(5) Dimensi Tata Pemerintahan, dan (6) Dimensi Proses Manajemen.
3. Melakukan FGD
Dengan data dan faktor pengungkit dilanjutkan dengan analisis Faktor
pengungkit PEL melalui Forum diskusi Kelompok (FGD) melibatkan
pemangku kepentingan terhadap 6 dimensi faktor PEL tersebut
III.2. Data Primer dan Data Sekunder
1. Data primer
Data primer diambil dari para pemangku kepentingan yang terdiri dari
pejabat dinas terkait, para pelaku usaha, akademisi dan kelompok sosial
lainnya dengan menggunakan kuesioner tentang Penentuan Nilai Indikator
Pengembangan Ekonomi Lokal yang diterbitkan Badan Perencanaan
Pembangunan Nsional.
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 16
2. Data sekunder
data-data laporan yang terkait PEL termasuk data hasil analisis PEL Tahun
2007
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 17
BAB IV
ANALISIS FAKTOR PENGUNGKIT DAN STATUS
PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL (PEL) DI KOTA
SURAKARTA TAHUN 2015
Dalam rancangan pembangunan Bappenas, Pengembangan Ekonomi Lokal
atau yang dikenal PEL merupakan salah satu strategi yang telah diterapkan
diseluruh kabupaten dan kota di Indonesia. PEL merupakan metode perencanaan
pembangunan dengan pendekatan partisipatif seluruh pemangku kepentingan
(stakeholder). Pendekatan ini melibatkan dan pemberdayaan aktor lokal sebagai
subyek sekaligus obyek, sehingga keberhasilan dan keberlanjutan PEL
diharapkan dapat tercapai.
Pada dasarnya upaya pengembangan ekonomi lokal partisipatif sudah
diterapkan di Kota Surakarta. Upaya-upaya telah dilakukan dalam rangka
mendukung PEL Kota Surakarta, antara lain dalam bentuk kajian status dan
faktor pengungkit PEL yang dilakukan dengan model RALED (Rapid Assessment
Techniques for Local Economic Development). Raled menggunakan enam
dimensi atau aspek dalam Hexagonal PEL untuk menganalisis faktor penggerak
dan menentukan status ekonomi suatu daerah atau kota. Dimensi tersebut adalah
(1) Dimensi Kelompok Sasaran, (2) Dimensi Faktor Lokasi, (3) Dimensi
Kesinergian dan Fokus Kebijakan, (4) Dimensi Pembangunan Berkelanjutan, (5)
Dimensi Tata Pemerintahan, dan (6) Dimensi Proses Manajemen
Pada Tahun 2007, Kota Surakarta pernah melakukan kajian status dan faktor
pengungkit PEL. Tetapi dinamika yang terjadi selama implementasi PEL sedikit
banyak telah mengubah status PEL dan permasalahan yang muncul ketika
pelaksanaan pembangunan ekonomi di wilayah Kota Surakarta. Karena itu
muncul kebutuhan kajian penentuan kondisi dan status PEL di Kata Surakarta
saat ini. Hasil kajian ini selanjutnya menjadi alternatif masukan dalam
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 18
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Surakarta
yang berakhir pada Tahun 2015.
Kajian ini adalah bagian awal yang berisi review hasil pendapat stakeholder
terhadap kondisi PEL Kota Surakarta dan hasil perhitungan Raled berupa status
PEL dan faktor pengungkit dari keenam dimensi PEL.
Selanjutnya hasil kajian berupa status dan faktor pengungkit PEL akan
publikasikan ke stakeholder. Lalu melalui kegiatan Workshop, Focus Group
Discussion (FGD) para Stakeholder secara partisipatif akan menyepakati
permasalahan dan usulan perbaikan berdasarkan informasi dan pengetahuan yang
dimiliki. Rekomendasi yang dihasilkan selanjutnya menjadi alternatif masukan
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota
Tahun 2015-2020.
Berikut ini akan diuraikan secara singkat status dan faktor pengungkit dari
masing-masing dimensi Pengembangan Ekonomi Lokal di Kota Surakarta
disajikan sebagai berikut :
IV.I. Dimensi Kelompok Sasaran
Ditinjau dari dimensi kelompok sasaran, nilai indeks Pengembangan
Ekonomi Lokal di Kota Surakarta menunjukkan nilai sebesar 72,59 Hasil ini
jauh lebih baik dari pada hasil kajian Tahun 2007 sebesar 69,64. Hal ini
berarti bahwa dimensi kelompok sasaran dalam program PEL di Kota
Surakarta berada dalam kondisi Cukup Baik dan terjadi peningkatan status
sebesar 2,95 point. Secara skematis nilai kelompok sasaran dapat dilihat pada
gambar berikut 1.1
Ditinjau dari dimensi kelompok sasaran, nilai indeks Pengembangan
Ekonomi Lokal di Kota Surakarta menunjukkan nilai sebesar 72,59 Hasil ini
jauh lebih baik dari pada hasil kajian Tahun 2007 sebesar 69,64. Hal ini
berarti bahwa dimensi kelompok sasaran dalam program PEL di Kota
Surakarta berada dalam kondisi Cukup Baik dan terjadi peningkatan status
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 19
sebesar 2,95 point. Secara skematis nilai kelompok sasaran dapat dilihat pada
gambar berikut 4.1
Gambar 4.1 Indeks Dimensi Kelompok Sasaran di Kota Surakarta
Faktor pengungkit (Leverage Factor) utama dari dimensi Kelompok
Sasaran di Kota Surakarta agar kondisinya lebih baik lagi, apabila dilakukan
beberapa program dan kegiatan. Menurut urutan prioritasnya adalah sebagai
berikut : (1) Pusat Layanan Investasi (2) Fasilitasi pelatihan kewirausahaan
bagi usaha baru, (3) Pendampingan dan monitoring bisnis pelaku usaha baru,
(4) Kampanye Peluang Berusaha dan (5) Promosi Produk UKM dari
Pemerintah Kota. Faktor Pengungkit ini selanjutnya dapat dijadikan dasar
untuk menyusun rencana tindak PEL di Kota Surakarta secara rinci dapat
dilihat pada gambar 4.2. berikut ini.
Kelompok Sasaran
72,58908844
DOWN
UP
BADGOOD
-60
-40
-20
0
20
40
60
0 20 40 60 80 100 120
Fisheries Sustainability
Oth
er D
istin
gish
ing
Feat
ures
Real FisheriesReferencesAnchors
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 20
Gambar 4.2 Faktor Pengungkit Dimensi PEL Kelompok Sasaran
di Kota Surakarta
Dari gambar di atas juga dapat diketahui bahwa kondisi yang dirasa
oleh stakeholder yang menjadi responden adalah sudah cukup baik dan harus
dipertahankan adalah Peraturan tentang Kemudahan Investasi, dan Insentif
Leverage of Kelompok Sasaran
1,305465695
1,97819518
2,032073925
2,417999317
2,634132394
3,762565668
1,996002195
2,61841584
2,455017138
3,31886285
2,849411077
1,425323496
1,753837601
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4
Peraturan tentang Kemudahan Investasi
Informasi Prospek Bisnis
Kepastian Berusaha dan Hukum
Keamanan
Kampanye Peluang Berusaha
Pusat Layanan Investasi
Upaya Fasilitasi Permodalan dari Pemda
Promosi Produk UKM dari Pemda
Upaya Pemda untuk Peningkatan Teknologi,Manajemen dan Kelembagaan Lokal
Fasilitasi Pelatihan Kewirausahaan bagiPelaku Usaha Baru
Pendampingan dan monitoring bisnis pelakuusaha baru
Insentif pemda dalam bentuk pemberian danastimulan, dan keringanan biaya perijinan
Kecepatan pengurusan ijin bagi investasi baruAt
trib
ute
Root Mean Square Change in Ordination when Selected AttributeRemoved (on Sustainability scale 0 to 100)
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 21
pemda dalam bentuk pemberian dana stimulan, dan keringanan biaya
perijinan.
IV.2. Dimensi Faktor Lokasi
Hasil analisis RALED terhadap dimensi Faktor Lokasi di Kota
Surakarta menunjukkan nilai sebesar 86,32. Hal ini berarti dimensi Faktor
Lokasi terjadi peningkatan status sebesar 27,20 poin jika dibandingkan
dengan Tahun 2007 sebesar 57,12 poin. Nilai ini menunjukkan
Pengembangan Ekonomi Lokal di Kota Surakarta dalam sangat baik. Secara
Skematis nilai indeks dimensi Faktor Lokasi diperlihatkan pada gambar 4.3
Gambar 4.3 Nilai Indeks Dimensi Faktor Lokasi di Kota Surakarta
Faktor Lokasi
86,31640625
DOWN
UP
BAD GOOD
-60
-40
-20
0
20
40
60
0 20 40 60 80 100 120
Fisheries Sustainability
Oth
er D
istin
gish
ing
Feat
ures
Real FisheriesReferencesAnchors
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 22
Faktor Pengungkit ( Laverage Factor) utama dari dimensi Faktor
Lokasi di Kota Surakarta yang diurutkan berdasarkan prioritasnya adalah
sebagai berikut: (1) Tenaga kerja trampil (2) Lembaga penelitian dan (3)
Kualitas pemukiman. Hasil analisis atribut pengungkit dimensi ini disajikan
pada gambar 4.4
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 23
Gambar 4.4 Faktor Pengungkit PEL dimensi Faktor Lokasi di
kota Surakarta
Dari gambar di atas, kondisi PEL yang dirasa oleh stakeholder yang
sudah cukup baik dan harus dipertahankan adalah Etos kerja SDM dan
Fasilitas umum dan fasilitas sosial.
Leverage Faktor Lokasi
0,569648748
0,776214585
0,951568615
1,078765845
1,148162861
1,156906148
1,108757008
4,091980064
0,997749329
0,94727327
4,086608948
3,821830713
0,847885136
0,850112906
0,698036195
0,472671509
0,20908356
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5
Akses dari dan ke lokasi
Akses ke Pelabuhan Laut
Akses ke Pelabuhan Udara
Sarana Transportasi
Infrastruktur Komunikasi
Infrastruktur Energi
ketersediaan air bersih
Tenaga kerja trampil
Jumlah Lembaga keuangan lokal
Peluang kerjasama dalam industri sejenismaupun industri hulu-hilir
Lembaga penelitian
Kualitas Pemukiman
Kualitas Lingkungan
Kualitas dari fasilitas pendidikan
Kualitas Pelayanan Kesehatan
Fasilitas umum dan fasilitas sosial
Etos kerja SDM
Attri
bute
Root Mean Square Change in Ordination when Selected AttributeRemoved (on Sustainability scale 0 to 100)
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 24
IV.3. Dimensi Kesinergian dan Fokus Kebijakan
Jika hasil analisis RALED terhadap dimensi Kesinergian dan Fakus
Kebijakan pata Tahun 2007 menunjukkan nilai sebesar 51,47 atau dalam
kondisi agak baik (nyaris buruk), maka hasil Tahun 2015 menujukkan
kemajuan yang sangat pesat dengan poin sebesar 72,34 atau terjadi
peningkatan sebesar 20,87 poin. Secara grafis nilai Kesinergian dan Fakus
Kebijakan diperlihatkan pada gambar 4.5
Gambar 4.5 Indeks Dimensi Kesinergian dan Fokus Kebijakan
di Kota Surakarta
Kesinergian dan Fokus Kebijakan
72,34127045
DOWN
UP
BAD GOOD
-60
-40
-20
0
20
40
60
0 20 40 60 80 100 120
Fisheries Sustainability
Oth
er D
istin
gish
ing
Feat
ures
Real FisheriesReferencesAnchors
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 25
Faktor pengungkit utama dari dimensi Kesinergian dan Fokus
Kebijakan yang diurutkan berdasarkan urutan prioritasnya adalah sebagai
berikut: (1) Kebijakan Pengembangan keahlian, (2) Kebijakan informasi
bursa tenaga kerja, (3) Kebijakan pembangunan kawasan industri dan (4)
Kebijakan pengembangan pusat pertumbuhan di perdesaan (agropolitan) dan
perkotaan. Hasil analisis atribut pengungkit dimensi ini disajikan pada
gambar 4.6.
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 26
Gambar 4.6 Faktor Pengunkit dimensi Kesinergian dan Fokus Kebijakan di
Kota Surakarta
Leverage Kesinergian dan Fokus Kebijakan
0,395256038
1,473808263
1,759933481
1,978790294
2,11215208
2,148521394
2,96569828
3,128601136
2,134147589
2,073814338
2,952758766
2,740608217
1,436820989
2,187919576
0,632759092
1,613105746
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5
Kebijakan peningkatan investasi
Kebijakan promosi daerah
Kebijakan persaingan usaha
Kebijakan pemberdayaan UKM
Kebijakan peningkatan peran PerusahaanDaerah
Kebijakan pengembangan jaringan usahaantar pelaku ekonomi
Kebijakan informasi bursa tenaga kerja
Kebijakan Pengembangan keahlian
Kebijakan pemberdayaan masyarakatberbasis kemitraan dengan dunia usaha
Kebijakan pengurangan kemiskinan secarapartisipatif
Kebijakan pembangunan kawasan industrihinterland/ industri
Kebijakan pengembangan pusat pertumbuhandi perdesaan (agropolitan) dan perkotaan
Kebijakan pengembangan komunitassep:perbaikan lingkungan, perbaikan kampung
Kebijakan kerjasama antar daerah/pemda
Kebijakan tata ruang PEL
Kebijakan pengembangan jaringan usahaantar sentra usaha
Attr
ibut
e
Root Mean Square Change in Ordination when Selected AttributeRemoved (on Sustainability scale 0 to 100)
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 27
Kebijakan PEL yang dirasa oleh stakeholder yang sudah cukup baik dan
harus dipertahankan adalah Kebijakan peningkatan investasi dan Kebijakan tata
ruang PEL.
IV.4. Dimensi Pembangunan Berkelanjutan
Hasil analisis dimensi Pembangunan Berkelanjutan dalam
pengembangunan ekonomi lokal di Kota Surakarta Tahun 2015 menunjukkan
nilai 65,16 dan ini berati tidak terjadi perubahan signifikan dari Tahun 2007
sebesar 65,15. Hal ini berarti bahwa dimensi Pembangunan Berkelanjutan di
kota Surakarta berada dalam masih dalam kondisi cukup baik . Secara grafis
nilai indeks dimensi Pembangunan Berkelanjutan dapat dilihat pada gambar
4.7
Gambar 4.7 Nilai indeks dimensi Pembangunan Berkelanjutandi Kota Surakarta
Pembangunan Berkelanjutan
65,1578064
DOWN
UP
BADGOOD
-60
-40
-20
0
20
40
60
0 20 40 60 80 100 120
Fisheries Sustainability
Oth
er D
istin
gish
ing
Feat
ures
Real FisheriesReferencesAnchors
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 28
Faktor Pengungkit utama dari dimesi Pembangunan Berkelanjutan
dalam Pengembangan Ekonomi Lokal di Kota Surakarta yang diurutkan
berdasarkan prioritasnya adalah sebagai berikut : (1) Kontribusi PEL terhadap
peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat lokal, (2)
Pengembangan industri pendukung untuk keberlanjutan sistem industri, (3)
Kebijakan pemecahan permasalahan lingkungan dan (4) Pengelolaan dan
pendaur ulangan limbah. Hasil analisis atribut pengungkit (lavegare atributes)
untuk dimensi Pembangunan berkelanjutan di Kota Surakarta secara rinci
disajikan pada gambar 4.8
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 29
Gambar 4.8 Faktor Pengungkit dimensi PembangunanBerkelanjutan di Kota Surakarta.
IV.5. Dimensi Tata Pemerintahan
Jika pada Tahun 2007, status dimensi tata pemerintahan dalam kajian
PEL di Kota Surakarta memiliki nilai indeks sebesar 56,10, maka pada Tahun
2015 meningkat sebesar 5,14 poin menjadi 61,24 poin. Hasil ini
menunjukkan nilai tata pemerintahan berada dalam kondisi Cukup baik.
Secara grafis nilai indeks Tata Pemerintahan disajikan pada gambar 4.9
Leverage Pembangunan Berkelanjutan
2,559192663
3,038673356
2,330535869
2,959442164
3,775642335
2,838909179
2,973526014
2,973526014
2,828201293
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4
Sistem industri yang berkelanjutan
Pengembangan industri pendukung untukkeberlanjutan sistem industri
Jumlah perusahaan yang telah memilikiBusiness plan
Jumlah perusahaan yang melakukan Inovasipengembangan produk dan pasar
Kontribusi PEL terhadap peningkatan kualitashidup dan kesejahteraan masyarakat lokal
PEL mempertimbangkan Keberadaan adat dankelembagaan lokal
Kebijakan pemecahan permasalahanlingkungan
Pengelolaan dan pendaur ulangan limbah
Kebijakan konservasi sumber daya alam dalamPEL
Attri
bute
Root Mean Square Change in Ordination when Selected AttributeRemoved (on Sustainability scale 0 to 100)
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 30
Gambar 4.9 Nilai indeks dimensi Tata Pemerintahan
di Kota Surakarta
Faktor Pengungkit (laverage factor) utama dari dimensi Tata
Pemerintahan dalam Pengembangan Ekonomi Lokal di Kota Surakarta yang
diurutkan berdasarkan prioritasnya adalah sebagai berikut : (1) Prosedur
pelayanan administrasi publik (2) Status Asosiasi industri/komoditi/ Forum
Bisnis, (3) Reformasi sistem insentif pengembangan SDM aparatur dan (4)
Restrukturisasi organisasi pemerintah. Surakarta secara rinci disajikan pada
gambar 4.10
Tata Pemerintahan
61,24059677
DOWN
UP
BAD GOOD
-60
-40
-20
0
20
40
60
0 20 40 60 80 100 120
Fisheries Sustainability
Oth
er D
istin
gish
ing
Feat
ures
Real FisheriesReferencesAnchors
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 31
Gambar 4.10 Faktor Pengungkit dimensi Tata Pemerintahan
di Kota Surakarta.
Leverage Tata Pemerintahan
1,212200171
2,239299762
2,478656738
3,081653567
2,989971087
3,854446415
3,557601908
1,033683795
0,275634766
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5
Kemitraan di bidang infrastruktur
Kemitraan di bidang promosi danperdagangan
Kemitraan di bidang pembiayaan usaha
Reformasi sistem insentif pengembanganSDM aparatur
Restrukturisasi organisasi pemerintah
Prosedur pelayanan administrasi publik
Status Asosiasi industri/komoditi/ Forum Bisnis
Peran Asosiasi industri/komoditi/ Forumbisnis terhadap perbaikan kebijakan
pemerintah di bidang PEL
Manfaat asosiasi/organisasi bagi anggotanya
Attr
ibut
e
Root Mean Square Change in Ordination when Selected AttributeRemoved (on Sustainability scale 0 to 100)
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 32
IV.6. Dimensi Proses Manajemen
Pada Tahun 2007, dimensi Proses Manajemen dalam Pengembangan
Ekonomi Lokal di Kota Surakarta berada pada kondisi buruk dengan skor nilai
indeks sebasar 45,53 atau berada dibawah angka 50. Maka pada Tahun 2015
hasil penilaian dari para stakehoder saat ini terjadi sedikit peningkatan sebesar
7,72 atau pada pososi nilai indeks sebesar 53,25. Hal ini berarti bahwa dimensi
Proses Manajemen terjadi peningkatan status kondisi cukup baik. Secara grafis
nilai indeks Proses Manajemen disajikan pada gambar 6.1
Gambar 4.11 Nilai indeks dimensi Proses Manajemen
di Kota Surakarta
Faktor Pengungkit (laverage factor) utama dari dimensi Proses
Manajemen dalam Pengembangan Ekonomi Lokal di Kota Surakarta yang
diurutkan berdasarkan prioritasnya adalah sebagai berikut : (1) Analisis dan
pemetaan potensi ekonomi, (2) Penggunaan hasil evaluasi dalam perbaikan
Proses Manajemen
53,2518425
DOWN
UP
BADGOOD
-60
-40
-20
0
20
40
60
0 20 40 60 80 100 120
Fisheries Sustainability
Oth
er D
istin
gish
ing
Feat
ures
Real FisheriesReferencesAnchors
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 33
perencanaan, (3) frekuensi dilakukannya diskusi bagi proses pemecahanan
masalah dan (4) Penilaian terhadap daya saing wilayah.
Gambar 4.12 Faktor Pengungkit dimensi Proses Manajemen
di Kota Surakarta.
Leverage Proses Manajemen
0,580329892
0,31521988
0,097320557
0,028373718
0,073116302
0,097724914
0,140693668
0,202629089
0,075374603
0,075374603
0,096179961
0,357280724
0,457027435
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7
Analisis dan pemetaan potensi ekonomi
Penilaian terhadap daya saing wilayah
Pemetaan kondisi politik lokal
Identifikasi stakeholder PEL
Penggunaan hasil diagnosis sebagai dasarperencanaan PEL
Jumlah stakeholder yang terlibat dalam prosesperencanaan PEL
Sinkronisasi lintas sektoral dan spasial dalamperencanaan PEL
Kesesuaian implementasi denganperencanaan
Keterlibatan Stakholder dalam prosespenyusunan indikator evaluasi
Keterlibatan stakeholder dalam prosesmonitoring dan evaluasi
Frekuensi dilakukan evaluasi mandiri (selfevaluation)
Frekuensi dilakukan diskusi bagi prosespemecahan permasalahan
Penggunaan hasil evaluasi dalam perbaikanperencanaan
Attri
bute
Root Mean Square Change in Ordination when Selected AttributeRemoved (on Sustainability scale 0 to 100)
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 34
Proses manajemen yang dirasa oleh stakeholder yang sudah cukup
baik dan harus dipertahankan adalah Identifikasi stakeholder PEL,
Keterlibatan stakeholder dalam proses monitoring dan evaluasi dan
Keterlibatan Stakeholder dalam proses penyusunan indikator evaluasi
IV.7. Status Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta
Gambar 4.13 Status Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta
Dari hasil analisis RALED yang didukung dengan diagram layang-layang,
dapat disimpulkan bahwa lima dari enam dimensi Pengembangan Ekonomi Lokal
(PEL) di Kota Surakarta berada pada kondisi atau status cukup baik, ada satu
dimensi memiliki nilai diatas 80 dan lima dimensi memiliki nilai atara 50 hingga 80.
Berdasarkan data tersebut maka dalam rangka Pengembangan Ekonomi Lokal di
Kota Surakarta, dimensi Proses manajemen harus mendapatkan perhatian serius.
Status Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015
53,25
61,24
65,16
72,34
86,32
72,59
0
20
40
60
80
100Kelompok Sasaran
Faktor Lokasi
Kesinergian dan FokusKebijakan
Pembangunan Berkelanjutan
Tata Pemerintahan
Proses Manajemen
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 35
Sedangkan status PEL Kota Surakarta adalah Cukup baik dengan nilai total
(setelah dikalikan dengan bobot) sebesar 72,34. untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada tabel berikut ini
Tabel 4.1. Status PEL Kota Surakarta
No ASPEK PEL Indek Aspek PEL Bobot Gabungan Jumlah1 Kelompok Sasaran 72,59 0,372 27,042 Faktor Lokasi 86,32 0,262 22,603 Fokus dan Sinergi Kebijakan 72,34 0,046 3,324 Pembangunan Berkelanjutan 65,16 0,169 10,995 Tata Pemerintahan 61,24 0,055 3,346 Proses Manajemen 53,25 0,095 5,06
72,34
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 36
BAB V
ANALISIS PERBANDINGAN HASIL PEL 2007 DAN PEL 2015
Berikut ini dijelaskan perbandingan prioritas faktor pengungkit Tahun
2007 dan 2015.
V.1. Dimensi 1 – Kelompok Sasaran
Terdapat kesamaan faktor pengungkit yang ada di Tahun 2007 dan 2015
yakni Pusat layanan investasi, Fasilitasi pelatihan kewirausahaan bagi usaha
baru dan Kampanye peluang usaha. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga indikator
tersebut tetap menjadi prioritas pemerintah kota Surakarta untuk meningkatkan
ekonomi lokal.
Tabel 5.1 Perbandingan faktor pengungkit kelompok sasaran PEL
Tahun 2007 dan 2015
Program yang sudah dilakukan untuk menyelesaikan masalah indikator
ini adalah :
2007 20151 Pusat layanan investasi Pusat Layanan Investasi2 Keamanan Fasilitasi pelatihan kewirausahaan
bagi usaha baru3 Promosi produk UKM dari Pemda Pendampingan dan monitoring
bisnis pelaku usaha baru, ProdukUKM dari Pemda
4 Kampanye peluang usaha Kampanye Peluang Berusaha5 Fasilitas pelatihan kewirausahaan
bagi usaha baruPromosi Produk UKM dari Pemda
TahunNo
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 37
V.1.1 Isu 1: Pusat layanan investasi.
Pemerintah Kota Surakarta telah menyiapkan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(PTSP) atau one stop service agar pelayanan izin investasi lebih cepat,
sederhana, dan transparan. Hal ini dapat dilakukan dengan penyederhanaan
persayaratan, penyederhanaan prosedur dan sinergi informasi antara badan
maupun dinas di Kota Surakarta maupun dengan pihak Propinsi Jawa Tengah.
Keberaaan PTSP tidak selesai hanya berdirinya kantor layanan, tetapi juga
dibaringi dengan evaluasi apakah betul-betul pelayanan sudah baik, standarnya
yang digunakan terkait dengan biaya, ketepatan waktu itu harus terus
dievaluasi dan hasil evaluasi dijadikan masukan perbaikan pelayanan.
Menurut Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), BPTPM Kota
Surakarta merupakan salah satu pionir pelayanan publik dan diharapkan
BPMPT Kota Surakarta dapat menjadi PTSP percontohan bagi PTSP lain
dalam melakukan berbagai inovasi pelayanan untuk meningkatkan kualitas
pelayanan perizinan dan non perizinannya serta turut memajukan investasi di
Provinsi Jawa Tengah. BPMPT Kota Surakarta sebagai salah satu PTSP yang
merupakan PTSP Kota terbaik peringkat ketiga Tahun 2011 dan peringkat
kedua pada Tahun 2014.
Jika dilihat dari program sudah berjalan dan stakeholder masih menyatakan
isu pusat layanan masih menjadi masalah utama, maka kendala yang dirasakan
adalah masyarakat belum banyak yang menyadari keberdaan dan manfaat dari
pusat layanan investasi ini sehingga kedepan perlu adanya program
sosialisasi atau promosi yang lebih baik .
V.1.2 Isu 2 : Fasilitasi pelatihan kewirausahaan bagi usaha baru
Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Surakarta melalui APBD
Pemerintah Kota Surakarta menyelenggarakan beberapa pendidikan dan
pelatihan gratis dalam rangka program peningkatan kualitas dan produktivitas
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 38
tenaga kerja. Diantaranya pelatihan wira usaha boga bagi para pengusaha
mikro dari beberapa kelurahan.. Setelah pelatihan selesai para peserta juga
mendapatkan bantuan peralatan produksi dari Dinsosnakertrans Kota
Surakarta secara gratis, sebagai motivasi untuk para peserta. Selain itu juga
ada Pelatihan Teknisi komputer, pramuniaga, terapi refleksi dan menjahit
garmen bagi masyarakat yang membutuhkan.
Kegiatan lain yang juga dilakukan adalah meningkatkan pemberdayaan
ekonomi masyarakat melalui Badan Usaha Milik Masyarakat (BUMM).
Karena BUMM ini masih bersifat baru maka lembaga ini membutuhkan
bantuan untuk fasilitasi pendirian, pelatihan ketrampilan dan bantuan
pembiayaan/modal. Pemerintah Kota Surakarta melalui SKPD terkait, telah
menjalankan program peningkatkan ketrampilan masyarakat dalam
pengelolaan BUMM dan Peningkatan Kualitas Kelembagaan UMKM.
Kegiatan yang dilakukan berbentuk Pelatihan ketrampilan tata
kelola/manajemen BUMM, Bantuan permodalan bagi BUMM untuk RT dan
Bantuan permodalan bagi BUMM untuk kluster, sentra KUB dan UMKM. Di
samping pelatihan dan memberikan data awal, BUMM juga mendapat
pengawalan dalam berusaha dengan program Fasilitasi pendampingan
BUMM oleh fasilitator.
Pemerintah Kota Surakarta juga mendorong perkembangan usaha melalui
peningkatan peranan UKM yang kompetitif. Program Pengembangan
Kewirausahaan dan Keunggulan Kompetitif UKM yang dijalankan antara lain
Pelatihan manajemen pengelolaan koperasi/KUD dan Fasilitasi peningkatan
kemitraan usaha bagi UMKMK.
Semenjak Tahun 2010, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag)
Kota Surakarta telah bekerja sama dengan Pusat pelatihan inkubator bisnis dan
teknologi yang ada di Solo Techno Park (STP), untuk merekrut, memilih,
melatih dan mendampingi para calon kewirausahaan baru. Diklat pendidikan
dan pelatihan program inkubator ini dilakukan selama 6 bulan dengan
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 39
mengikuti fase-fase yang telah disusun oleh Tim Solo Techno Park. Fase-fase
ini dimulai dari pengenalan sampai dengan expo. Selanjutnya Tim Solo
Techno Park dan Disperindag Kota Surakarta akan bersama-sama melakukan
pendampingan dan evaluasi selama dua Tahun bagi para peserta.
V.1.3 Isu 3: Pendampingan dan Monitoring Bisnis Pelaku Usaha
Program pendampingan pelaku usaha UKM dan monitoring oleh pemda
bertujuan untuk mengembangkan kemampuan pelaku usaha dan peningkatan
produktivitas tenaga kerja. Berikut ini beberapa data informasi terkait kegiatan
para stakeholder dalam membina UKM:
a. PT Permodalan Nasional Madani (Persero) atau PNM di Surakarta telah
Membina 2.989 usaha mikro kecil menengah atau UMKM di wilayah eks
Karesidenan Surakarta dan Salatiga. Para pelaku UMKM itu tidak hanya
diberi pinjaman modal saja, tapi juga pelatihan dan pendampingan hingga
berhasil.
b. PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) mentargetkan menggarap pasar
bisnis sebanyak 500.000 pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM)
dalamprogram "Small Medium Enterprise (SME) Indonesia Bangkitkan
Inovasi dan Semangat Wirausaha (Bisa) pada 2014 secara nasional. Telkom
sudah mengalokasikan berbagai macam pelatihan untuk UKM di Surakarta
sesuai dengan kebutuhannya, setelahnya akan dimasukkan ke dalam
Directory Service www.smartbisnis.co.id. Telkom mentargetkan 100 persen
UKM yang ada di Surakarta dapat dimasukkan ke dalam directory service,
dengan harapan akan memudahkan para pelaku bisnis yang sudah go online
untuk menjalankan aktivitas bisnis dan siap untuk bersaing di pasar global.
c. PNM Cabang Surakarta, secara aktif dan konsisten melaksanakan kegiatan
pemberdayaan UMKM di seluruh jaringan Unit Layanan Modal Mikro
(ULaMM), dengan memberikan pembekalan ilmu pemasaran, keterampilan
berusaha, serta sikap optimis dalam membangun bisnis ke depan. Serta PNM
Surakarta selalu menerapkan nilai-nilai modal spiritual kepada debitur dalam
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 40
berbisnis agar tetap menjunjung tinggi etika bisnis dan nilai-nilai budi pekerti
yang luhur agar dapat memuaskan dalam pelayanan.
d. Terdapat pelatihan kejuruan/ketrampilan/vocational di bidang packaging dan
handicraft, serta pelatihan di bidang manajerial koperasi simpan pinjam
(KSP).Yang menjadi kendala dalam fasilitasi pelatihan tersebut adalah
banyaknya jumlah UMKM di Surakarta, sehingga pelatihan yang diadakan
belum dapat mencakup seluruh UMKM.
Selain pelatihan, pembinaan juga melalui program penguatan keuangan (akses
permodalan) UMKM melalui:
a. Salah satu upaya penanggulangan kemiskinan yang dilakukan di Kota
Surakarta dengan program secara terpadu lintas sektoral melalui
pemberdayaan dan pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(UMKM). Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB) Kota Surakarta
merupakan mediator/fasilitator UMKM yang akan mengakses permodalan ke
Perbankan atau lembaga keuangan lainnya. Pihak bank sentral juga akan
mendorong pendirian perusahaan penjamin kredit daerah (PPKD). Termasuk
bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) memacu ketahanan pangan
untuk komoditas penyumbang inflasi. Program secara terpadu lintas sektoral
melalui pemberdayaan dan pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(UMKM). Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB) Kota Surakarta
merupakan mediator/fasilitator UMKM yang akan mengakses permodalan ke
Perbankan atau lembaga keuangan lainnya.
b. Program peningkatan kualitas kelembagaan koperasi. Pemerintah terus
menggalakkan program peningkatan kualitas SDM Koperasi dan pelaku
usaha mikro, kecil dan menengah melalui pelatihan keterampilan teknis,
vokasional serta keterampilan teknis dan manajerial. Terdapat 330 SDM
koperasi dari Surakarta, Sragen dan Karanganyar yang mendapat peningkatan
kapasitas sesuai disiplin ilmu yang menjadi fokus masing-masing peserta.
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 41
V.1.4 Isu 4 : Kampanye peluang usaha
Beberapa kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surakarta adalah :
a. Business meeting yang dilaksanakan 14 Mei 2014, Pemerintah Kota
Surakarta menawarkan peluang investasi pada pelaku usaha, dituangkan
dalam MoU dengan Pemerintah Kota Batam. Dalam kesempatan itu
Pemerintah Kota Surakarta menyampaikan berbagai potensi sektor jasa dan
perdagangan, termasuk infrastruktur pendukung.
b. Memfasilitasi beberapa peserta untuk mengikuti pameran Inacraft, dalam
rangka memperluas akses pasar pelaku usaha kecil dan menengah dari
dalam dan luar negeri.
c. Program pelatihan dan pendampingan dari pemerintah daerah belum optimal
menghasilkan wirausahawan dengan kompetensi yang baik, untuk itu perlu
pengembangan program lebih lanjut dimasa mendatang.
V.1.5 Isu 5 : Dukungan Pemerintah Kota terhadap promosi produk UKM
Beberapa kegiatan yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kota
Surakarta diantaranya:
a. Memfasilitasi beberapa peserta untuk mengikuti pameran Inacraft,
produk yang dipamerkan antara lain: batik, kerajinan tangan, berbagai
produk olahan rempah, kerajinan berbahan baku lilin, furniture/meubel.
b. Menyelenggarakan Pameran Nasional Perdagangan (Trade), Pariwisata
(Tourism) dan Investasi (Investment) The 9th Java Expo 2014 dengan
mengangkat tema “Pakai Produk Dalam Negeri Wujud Kemandirian
Negeri Yang Berdikari”. Pameran ini selain sebagai wahana promosi,
diharapkan juga mampu menumbuhkembangkan sekaligus menggerakkan
sektor industri kreatif, kampanye produk dalam negeri telah
mensukseskan Tahun Kunjungan Wisata Indonesia 2014.The 9th Java
Expo 2014 yang dikonsep dengan menyajikan pameran yang berbasiskan
potensi-potensi produk unggulan daerah dan UKM (Trade, Tourism,
Investment) secara bertahap dan berkelanjutan dikemas menjadi ajang
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 42
promosi, kreasi, apresiasi, edukasi dan konservasi yang bisa memberi
nilai lebih secara ekonomi yang mampu bersaing di tingkat regional,
nasional dan internasional.
c. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi bekerjasama dengan
Pemerintah Kota Surakarta menggelar ‘Expo Disabilitas’ di Graha Wisata
Surakarta. Expo ini menggelar pameran produk pengusaha dengan
disabilitas dan juga talkshow bertema “Pemberdayaan Disabilitas Sektor
Ekonomi melalui Sinergitas Pelaku Bisnis dan Dunia Usaha, Pemerintah
dan Masyarakat". Kota Surakarta merupakan kota yang telah
dideklarasikan sebagai kota ramah disabilitas sehingga dianggap sangat
tepat sebagai lokasi untuk penyelenggaraan kegiatan semacam ini.
d. Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Surakarta
mendelegasikan empat pelaku usaha kecil menengah (UKM) ke dalam
ajang pameran multi produk Trade Expo Indonesia 2014, yang
dilangsungkan pada 8 hingga 12 Oktober 2014. Dari sejumlah produk
yang diusung, produk batik masih menjadi primadona para pengunjung
pameran.
Di Tahun 2007 terdapat satu indikator yang tidak muncul lagi di
Tahun 2015 yakni keamanan. Hal ini menunjukkan bahwa indikator tersebut
sudah tidak lagi menjadi masalah atau menjadi prioritas untuk dilakukan
perbaikan. Adapun program yang sudah dilaksanakan untuk memperbaiki
indikator prioritas tersebut adalah Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP)
Surakarta menambah dua titik pos pengamanan di wilayah Kota Bengawan.
Kedua titik pos tersebut berada di simpang empat Pasar Kembang dan Jl.
Pakubuwono Gladak. Tambahan dua titik pos pengamanan melengkapi 14
titik pos pengamanan reguler di Surakarta yang telah ditentukan Pemerintah
Kota sejak Mei 2014. Polisi dan TNI Surakarta juga menggiatkan patroli kota
dan memperketat pengamanan wilayah untuk mengantisipasi aksi terorisme
dan radikalisme.
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 43
Di Tahun 2015, terdapat indikator baru yang menjadi prioritas, yakni
pendampingan dan monitoring bisnis pelaku usaha baru. Salah satu upaya
yang dilakukan di Kota Surakarta dengan program secara terpadu lintas
sektoral melalui pemberdayaan dan pengembangan Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM). Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB) Kota
Surakarta merupakan mediator/fasilitator UMKM yang akan mengakses
permodalan ke Perbankan atau lembaga keuangan lainnya.
V.2. Dimensi 2- Faktor Lokasi
Di Tahun 2007 terdapat beberapa indikator yang tidak muncul lagi di Tahun
2015 yakni pelayanan perijinan satu atap, fasilitas umum dan sosial, kualitas
lingkungan, kualitas fasilitas pendidikan dan kualitas pelayanan kesehatan. Hal
ini menunjukkan bahwa indikator tersebut sudah tidak lagi menjadi masalah
atau menjadi prioritas untuk dilakukan perbaikan. Perbandingan ini dapat dilihat
pada tabel berikut ini:
Tabel 5.2 Perbandingan faktor pengungkit faktor lokasi PEL
Tahun 2007 dan 2015
Adapun program yang sudah dilaksanakan untuk memperbaiki indikator
prioritas tersebut adalah :
2007 20151 Kualitas pemukiman Tenaga kerja trampil2 Pelayanan perijinan satu atap Lembaga penelitian3 Fasilitas umum dan sosial Kualitas pemukiman4 Kualitas lingkungan5 Kualitas fasilitas pendidikan6 Kualitas pelayanan kesehatan
NoTahun
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 44
V.2. 1 Isu 1 : Pelayanan Perijinan Satu Atap
Pelayanan perijinan satu pintu merupakan kebijakan yang dikeluarkan
untuk memperbaiki sistem pelayanan perizinan di Surakarta dengan
mengubah sistem pelayanan perizinan yang awalnya berbentuk satu atap
menjadi satu pintu (One Stop Service) dan memberikan pelimpahan
wewenang secara bertahap kepada Unit Pelaksana Teknis (UPT) (sekarang
menjadi Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT)
V.2.2 Isu 2 : Fasilitas Umum dan Sosial
Untuk memberikan pelahyanan umum dan sosial, Pemerintah Kota
Surakarta telah melaksanakan bebearpa ketigatan antara lain:
a. Perbaikan Pasar Klewer yang mengalami kerusakan akibat peristiwa
kebakaran
b. Pembuatan Strategi Pembangunan Permukiman dan Infrastruktur
Perkotaan (SPPIP) dan Rencana Pembangunan Kawasan Permukiman
Prioritas (RPKPP)
V.2.3 Isu 3 : Kualitas Lingkungan
Kualitas lingkungan ditingkatkan melalui kegiatan antara lain Pengembangan
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Semanggi dan Mojosongo. IPAL
Semanggi merupakan bagian dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota
Surakarta “Tirta Dharma”. Perbedaan dari dua tempat pengolahan ini adalah di
Semanggi pengolahan dengan ruang tertutup sedangkan di Mojosongo
pengolahan dengan ruang terbuka. IPAL Semanggi ini bekerja sama dengan
Selfila dari Spanyol dan Bank Dunia yang dimana selalu diadakan peninjauan
selfila dan Bank dunia untuk perbaikan kinerja IPAL yang ada di Semanggi ini.
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 45
V.2.4 Isu 4 : Kualitas Fasilitas Pendidikan
Peningkatan fasilitas dan pelayanan pendidikan, Pemerintah Kota Surakarta
telah melaksanakan beberapa kegiatan antara lain:
a. Kota Surakarta telah memiliki fasilitas sekolah-sekolah dengan kualitas yang
merata. Hasil dari program tersebut adalah tingkat melek huruf hingga
96,87% pada Tahun 2013. Nilai Indeks Pembangunan Masyarakat (IPM)
pada Tahun yang sama juga mengalami peningkatan dan berada di atas rata-
rata Provinsi Jawa Tengah dengan nilai 79,10 (sumber: Badan Pusat Statistik
Nasional, 2013).
b. Misi Pemerintah Kota Surakarta untuk menyediakan fasilitas pengembangan
iptek yang memadai dan representatif bagi masyarakat khususnya generasi
muda. Karena itu Pemerintah Kota Surakarta mendorong peningkatan
peranan Solo Techno Park untuk merintis dan memulai wahana peragaan
yang dapat dijadikan embrio bagi pembangunan dan operasional Solo Science
Center. Rintisan tersebut membuka jalan bagi upaya kerjasama dengan pihak
terkait dan pengakuan terhadap pengelolaan hingga dapat menjadi potensi
pengembangan strategis bagi pembangunan Solo Science Center.
V.2.5 Isu 5 : Kualitas Pelayanan Kesehatan
Peningkatan mutu pelayanan kesehatan masyarakat terus dilakukan melalui
beberapa program sebagai berikut:
a. Program standarisasi pelayanan kesehatan untuk meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan, dilakukan melalui sertifikasi ISO Puskesmas, On line
Simkesda, pelayanan dokter spesialis anak, dan pelayanan dokter spesialis
kandungan dan kebidanan. Jumlah Puskesmas di Kota Surakarta sebanyak 27
puskesmas (Puskesmas Rawat Inap dan Puskesmas Pembantu), yang
bersertifikasi ISO 9001:2008 dari 7 (tujuh) menjadi 9 (sembilan) Puskesmas,
yaitu Puskesmas Pajang, Puskesmas Penumping, Puskesmas Jayengan,
Puskesmas Sangkrah, Puskesmas Ngoresan, Puskesmas Sibela, Puskesmas
Nusukan, Puskesmas Manahan, dan Puskesmas Banyuanyar. Sistem
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 46
Informasi Kesehatan secara on line merupakan sistem peringatan dini bagi
pengamatan penyakit, sehingga apabila terjadi kejadian luar biasa dapat
segera diatasi.
b. Dalam rangka meningkatkan program pemberdayaan masyarakat di bidang
kesehatan, telah dilakukan pemberian dana stimulan operasional Posyandu
kepada 594 Posyandu Balita dan 324 Posyandu Lansia. Posyandu merupakan
upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat sebagai ujung tombak pelayanan
kesehatan masyarakat di tingkat paling dasar.
c. Upaya untuk meningkatkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di
tatanan rumah tangga, dan tatanan sekolah terutama terkait dengan perilaku
merokok, telah dilakukan kampanye anti rokok bagi anak sekolah, PKK,
LPMK, pembentukan 92 Kader Anti Asap Rokok (KAAR) dari unsur Karang
Taruna, pendirian Klinik Berhenti Merokok (KBM) di 4 (empat) Puskesmas
yaitu Puskesmas Penumping, Puskesmas Kratonan, Puskesmas
Purwodiningratan, dan Puskesmas Nusukan.
d. Selain itu dalam rangka meningkatkan perilaku pemberian ASI eksklusif
telah dikembangkan Kelompok Pendukung Ibu (KP-Ibu) sebanyak 37
kelompok, yaitu model pembelajaran sebaya dari kelompok ibu hamil, ibu
nifas dan ibu menyusui.
Terdapat kesamaan faktor pengungkit yang ada di Tahun 2007 dan 2015 yakni
Kualitas pemukiman. Hal ini menunjukkan bahwa indikator tersebut tetap menjadi
prioritas Pemerintah Kota Surakarta untuk meningkatkan ekonomi lokal. Program
yang sudah dilakukan untuk menyelesaikan masalah indikator ini adalah relokasi
sebagai upaya untuk menata ruang publik. Lahan yang ada dikembalikan sesuai
fungsinya serta memindahkan hunian dan bangunan liar ke lokasi yang sesuai dengan
peruntukannya. Pemerintah Kota Surakarta melibatkan Badan Pertanahan Nasional
(BPN) untuk proses sertifikasi tanahnya. Proses relokasi dilaksanakan dengan
memberdayakan masyarakat sesuai budaya gotong royong. Lokasi yang sudah
berhasil ditangani dengan baik antara lain bantaran Bengawan Solo dan Kali Pepe,
termasuk PKL Kalianyar di Terminal Tirtonadi.
Pemberdayaan masyarakat dalam relokasi dilaksanakan dengan membentuk
kelompok kerja (Pokja) di tingkat masyarakat. Pokja ini menjadi forum diskusi untuk
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 47
menjaring aspirasi masyarakat. Pemerintah Kota Surakarta juga melibatkan civil
society organization (CSO) untuk ikut berperan dalam mensosialisasikan
programprogram pembangunan yang dilaksanakan. Hal ini membuat Kota Solo
mendapat penghargaan sebagai kota terbaik dalam menangani pemukiman untuk
Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di Indonesia. Penghargaan ini membuat
kota Solo masuk dalam National Report Indonesia untuk Habitat III, atas prestasinya
melakukan relokasi yang terkait dengan aspek pertanahan dan perencanaan kota.
Pemerintah Kota Surakarta, Jawa Tengah juga memiliki cara mengatasi
hunian atau pemukiman kumuh di pinggir kali. Salah satunya adalah merelokasi
hunian di pinggir kali kemudian membangun rumah renteng atau rumah bisnis di
sekitar lokasi. Dengan konsep rumah bisnis alias rumah renteng ini, kesejahteraan
warga justru meningkat. Akhirnya aktivitas yang memicu pemukiman kumuh bisa
dicegah karena masyarakat sudah memiliki penghasilan yang lebih baik. Selainn
membangun rumah bisnis, Pemerintah Kota Surakarta memfasilitasi pendirian toilet
umum dan septic tank raksasa yang bersifat untuk bersama. Konsep hunian
mengentaskan kemiskinan dan mengurai kekumuhan ini sudah diterapkan pada
Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo sejak Tahun 2008. Tahap awal sudah berjalan
di Kelurahan Stabelan. Untuk program Tahun 2014 ini, Pemerintah Kota Surakarta
membangun rumah bisnis di kawasan Keprabon, bantaran Kali Pepe.
Yang menjadi kendala dalam masalah pemukiman tersebut adalah :
a. Meningkatnya jumlah penduduk dan semakin mahalnya pengembangan kawasan
perumahan dan pemukiman yang layak sehingga sulit menahan laju perluasan
pemukiman dan kawasan kumuh
b. Perencanaan pembangunan dan pemukiman yang belum terselenggara dengan baik
Di Tahun 2015, terdapat indikator baru yang menjadi prioritas, yakni Tenaga
kerja terampil dan lembaga penelitian. Keberadaan Sumber Daya Manusia atau
tenaga kerja industri terampil dan kompeten ikut berperan penting terhadap maju dan
berkembangnya suatu industri. Maksudnya, industri akan bisa tumbuh dan
berkembang serta berdaya saing, apabila didukung ketersediaan tenaga kerja industri
yang terampil dan memiliki kompetensi sesuai kebutuhan industri itu sendiri. Melalui
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 48
Solo Techno Park (STP), lembaga pelatihan tenaga kerja terampil di Solo ditargetkan
mampu mencetak sebanyak 3.000 sampai 4.000 orang tenaga kerja siap pakai yang
terampil dan juga terdidik ditiap Tahunnya, ditambah lulusan SMK yang juga siap
kerja. Namun, Industri mebel dan kerajinan di wilayah Eks Karisidenan Surakarta
masih dihadapkan pada sejumlah kendala untuk berkembang, yakni di sisi minimnya
ketersediaan tenaga kerja terampil. Padahal setiap Tahunnya, industri mebel dan
kerajinan selalu mengalami pertumbuhan permintaan, baik di dalam maupun luar
negeri.
V.3. Dimensi 3 - Sinergi dan Fokus Kebijakan
Terdapat kesamaan faktor pengungkit yang di Tahun 2007 dan 2015 yakni
indikator kebijakan pembangunan kawasan industri dan Kebijakan pengembangan
pusat pertumbuhan di perkotaan. Hal ini menunjukkan bahwa kedua indikator
tersebut tetap menjadi prioritas Pemerintah Kota Surakarta untuk meningkatkan
ekonomi lokal. Perbandingan ini dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 5.3 Perbandingan faktor pengungkit fokus dan sinergi kebijakan PEL
Tahun 2007 dan 2015
Program yang sudah dilakukan untuk menyelesaikan masalah indikator ini
adalah :
2007 20151 Kebijakan pembangunan kawasan
industri hinterland/ industriKebijakan Pengembangan keahlian
2 Kebijakan pengembangan pusatpertumbuhan di perdesaan(agropolitan) dan perkotaan
Kebijakan informasi bursa tenagakerja,
3 Kebijakan pengembangankomunitas sep:perbaikanlingkungan, perbaikan kampung
Kebijakan pembangunan kawasanindustri hinterland/ industri
4 Kebijakan persaingan usaha Kebijakan pengembangan pusatpertumbuhan di perdesaan(agropolitan) dan perkotaan
NoTahun
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 49
V.3.1 Isu 1 : Kebijakan pembangunan kawasan industri
Hingga saat ini Kota Surakarta belum memiliki kawasan industri dengan standar
fasilitas industri. Industri yang ada umumnya berbentuk industri kecil dan rumah
tangga yang tersebar di pemukiman penduduk dan kawasan klaster industri.
V.3.2 Isu 2 : Kebijakan pengembangan pusat pertumbuhan di perdesaan
(agropolitan) dan perkotaan
Konsep Pusat Pertumbuhan (Growth Point Concept) terutama yang berasal dari
teori kutub pertumbuhan pertama kali diperkenalkan oleh ekonom Perancis yang
bernama Perroux (1950) dengan teorinya Pole Croisanse atau Pole de
Development. Pemikiran dasar dari teori ini adalah kegiatan ekonomi di dalam
suatu daerah cenderung terpusat pada satu titik lokal (pusat). Kegiatan ekonomi
tersebut akan semakin berkurang pengaruhnya jika semakin menjauh dari pusat
pertumbuhan tersebut. maka dapat dikatakan pusat tersebut sebagai titik
pertumbuhan sedangkan daerah sekitarnya yang masih terpengaruh adalah daerah
pengaruhnya.
Untuk Kota Surakarta, pusat pertumbuhan ekonomi dapat dibagi menjadi
beberapa pusat pertumbuhan:
a. Keberadaan Pasar Klewer dan PGS menjadi pusat penjualan tekstil dan
pakaian jadi yang dapat menarik pelanggan dan distributor dari daerah
laih bahkan tingkat nasional.
b. Pasar tradisional sebagai pelopor akses ekonomi rakyat. Pemerintah Kota
Surakarta telah memperbaiki fasilitas fisik pasar tradisional dan mulai
menata manajemen pengelolaan pasar tradisional. Dengan harapan pasar
ini dapat menjadi pusat-pusat ekonomi dalam skala lokal.
c. Pembangunan klaster industri di beberapa desa mendapat bantuan dari
PNPM Mandiri dan mendapatkan suntikan dana untuk mengembangkan
industrinya.
d. Mulai merintis pembentukan desa wisata.
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 50
Yang menjadi kendala dalam kebijakan pembangunan pusat pertumbuhan
tersebut adalah :
a. Terjadinya kebakaran pada Pasar Klewer. Kementerian Perdagangan akan
mengucurkan dana sebesar Rp. 97,2 miliar melalui APBN 2016 untuk
menyelesaikan pembangunan Pasar Klewer Surakarta, Jateng, yang terbakar
tanggal 27 Desember 2014.
b. Rendahnya wisatawan lokal yang datang ke desa wisata
Di Tahun 2007 terdapat beberapa indikator yang tidak muncul lagi di Tahun
2015 yakni kebijakan pengembangan komunitas seperti : perbaikan
lingkungan, perbaikan kampung dan kebijakan persaingan usaha. Hal ini
menunjukkan bahwa indikator tersebut sudah tidak lagi menjadi masalah atau
menjadi prioritas untuk dilakukan perbaikan. Adapun program yang sudah
dilaksanakan untuk memperbaiki indikator prioritas tersebut adalah Di Tahun
2015, terdapat indikator baru yang menjadi prioritas, yakni kebijakan
pengembangan keahlian dan kebijakan informasi bursa tenaga kerja.
V.4. Dimensi 4 – Pembangunan Berkelanjutan
Khusus untuk dimensi pembangunan berkelanjutan faktor pengungkit
pada Tahun 2007 dan 2015 hampir tidak ada perubahan sama sekali baik isu yang
dimunculkan maupun urutan prioritas. Hal ini menandakan program yang
berjalan masih belum efektif untuk menyelesaikan isu-isu yang terkait dengan
pembangunan berkelanjutan. Sehingga kedepanya perlu dilakukan analisis faktor
penghambat, faktor pendukung,dan analisis strategi atau program yang lebih
kreatif sehingga dapat mencapai sasaran. Perbandingan ini dapat dilihat pada
tabel berikut ini:
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 51
Tabel 5.4 Perbandingan faktor pengungkit pembangunan berkelanjutan PEL
Tahun 2007 dan 2015
Program yang sudah dilakukan untuk menyelesaikan masalah indikator
ini adalah :
V.4.1 Isu 1 : Kontribusi PEL terhadap Peningkatan Kualitas Hidup dan
Kesejahteraan Masyarakat Lokal
Kualitas hidup individu dapat dinilai dari kondisi fisik (kesehatan),
psikologis (mental), hubungan sosial dan lingkungan. United Nations for
Development Program (UNDP) mengembangkan indeks untuk mengukur
kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat yang dikenal dengan istilah
IPM. (Indeks Pembangunan Masyarakat). IPM adalah indeks komposit dari
variabel angka harapan hidup; angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah
serta kemampuan daya beli.
Laporan Pertanggungjawaban Walikota Surakarta Tahun 2013,
mencatat peningkatan IPM Kota Surakarta. Angka harapan hidup Kota
Surakarta mencapai usia 72,35 Tahun, meningkat dari Tahun 2012 sebesar
72,25 Tahun. Angka melek huruf mencapai 96,73% meningkat dari Tahun
sebelumnya sebesar 96,71%. Angka rata-rata lama sekolah mencapai 10,49
Tahun meningkat dari Tahun sebelumnya yang besarnya 10,35 Tahun.
Sedangkan kemampuan daya beli yang digambarkan dengan besarnya
2007 20151 Kontribusi PEL terhadap
peningkatan kualitas hidup dankesejahteraan masyarakat lokal
Kontribusi PEL terhadap peningkatankualitas hidup dan kesejahteraanmasyarakat lokal
2Pengembangan industri pendukunguntuk keberlanjutan sistem industri
Pengembangan industri pendukunguntuk keberlanjutan sistem industri
3 Kebijakan pemecahanpermasalahan lingkungan
Kebijakan pemecahanpermasalahan lingkungan
4 Pengelolaan dan pendaur ulanganlimbah
Pengelolaan dan pendaur ulanganlimbah
NoTahun
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 52
pengeluaran perkapita sudah mencapai Rp. 658.920,00, lebih tinggi dari
angka Provinsi Jawa Tengah sebesar Rp. 643.530,00.
Agregat pembangunan manusia tersebut membentuk angka komposit
IPM. Dan kondisi terakhir angka IPM Kota Surakarta Tahun 2013 mencapai
78,60, meningkat dari sebelumnya (2012) sebesar 78,18. IPM Kota Surakarta
selama lima Tahun terakhir menduduki peringkat pertama di Jawa Tengah.
Angka tersebut masuk dalam kategori menengah atas (upper medium).
V.4.2 Isu 2 : Pengembangan Industri Pendukung untuk Keberlanjutan Sistem
Industri
Industri utama Kota Surakarta adalah industri batik dan pakaian jadi.
Pada sektor ini industri pendukung yang perlu diperhatikan adalah industri
tekstil dan industri mesin produksi. Untuk industri tekstil, Kota Surakarta
didukung oleh beberapa industri tekstil besar yang berada di kabupaten lain di
sekitar Kota Surakarta. Permasalahan utama adalah bahan baku kapas yang
hampir 90% lebih adalah impor dari negara lain, sehingga harga tekstil akan
mengalami kenaikan seiring dengan melemahnya mata uang rupiah terhadap
mata uang asing.
V.4.3 Isu 3 : Kebijakan Pemecahan Permasalahan Lingkungan
Ruang terbuka Kota Surakarta semakin terbatas karena banyak
digunakan untuk infrastruktur, bangunan dan fasilitas ekonomi lainnya.
Kondisi ini mengakibatkan air hujan mengalami kesulitan masuk ke tanah
sehingga berdampak pada banjir ketika musim hujan. Dampak lain yang
terjadi adalah terbuangnya air ke sungai yang ada di sekitar Surakarta seBAB
tidak mampu terserap oleh tanah, sehingga debit air yang ada di Surakarta
menurun pada musim kemarau dan banjir di musim hujan. Apabila air hujan
dapat terserap masuk ke dalam tanah maka debit air tanah yang ada di
Surakarta akan meningkat sehingga pada saat musim kemarau tiba Surakarta
tidak akan kekurangan air.
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 53
Air dan udara adalah kebutuhan pokok manusia dan saat ini menjadi
masalah di Kota Surakarta. Pencemaran udara dan rendahnya debit air dapat
menjadi ancaman penduduk Kota Surakarta. Menurut Undang Undang
Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang disyaratkan luas Ruang
Terbuka Hijau Kota Surakarta (RTH) minimal sebesar 30 % dari luas wilayah
kawasan perkotaan yang dibagi menjadi RTH publik minimal 20 % dan RTH
privat minimal 10 %. Pada Tahun 2012 Kota Surakarta baru memiliki Ruang
Terbuka Hijau (RTH) publik mencapai 11,9 %. Perlunya partisipasi dan
kesadaran setiap individu masyarakat serta adanya political will dari
Pemerintah Kota Surakarta sangat diperlukan guna mengatasi mencapai
target RTH.
Program lain yang dapat ditempuh untuk memperbaiki lingkungan:
pembatasan pengerasan jalan, pembatasan penggunaan kendaraan bermotor,
pembuatan biopori dan area resapan air.
V.3.4 Isu 4 : Pengelolaan dan Pendaurulangan Limbah
Kota Surakarta telah dibangun tiga IPAL antara lain: di Surakarta
Utara yang berada di wilayah Mojosongo, IPAL Semanggi untuk wilayah
Surakarta Selatan dan IPAL Pucangsawit untuk wilayah Surakarta Tengah.
Sayangnya, pemanfaatan ketiga IPAL tersebut masih sangat rendah.
Masyarakat masih enggan menyalurkan limbah rumah tangganya melalui
pipa ke IPAL.
Minimnya pemanfaatan IPAL karena masih kurangnya sambungan
pipa dari rumah warga ke IPAL. Pada Tahun 2013 baru terdapat 4.800
sambungan pipa rumah tangga. IPAL di Mojosongo yang memiliki kapasitas
50 liter/detik dan mampu menampung 10.000 sambungan. Begitu pula IPAL
di Semanggi yang mampu menampung 13.000 sambungan dan saat ini baru
terdapat 8.000 sambungan pipa rumah tangga.
Untuk IPAL Pucangsawit yang baru saja selesai dibangun, sampai
saat ini belum ada sambungan, padahal IPAL tersebut dirancang mampu
menampung 6.000 sambungan. Untuk lebih memaksimalkan pemanfaatan
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 54
IPAL, Pemerintah Kota Surakarta saat ini tengah bekerjasama dengan
Indonesian Urban Water, Sanitation and Hygiene (IUWASH). Kerjasama itu
antara lain dengan melakukan kajian sanitasi dan pengelolaan air bersih.
Yang menjadi kendala dalam kebijakan pembangunan berkelanjutan
tersebut adalah :
a. Mahalnya biaya penyambungan saluran instalasi pengolahan air limbah
(IPAL) komunal yang dikelola Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
Surakarta, ditengarai menyeBABkan tingkat pemanfaatan fasilitas tersebut
belum maksimal. .
b. Kesadaran dan Partisipasi yang masih rendah dari masyarakat untuk
melaksanakan penghijauan di lingkungan rumah, pembatasan penggunaan
kendaraan bermotor, dan pembuatan biopori.
V.5. Dimensi 5 – Tata Pemerintahan
Terdapat tiga faktor pengungkit yang sama jika dibandingkan hasil kajian
PEL di Tahun 2007 dan 2015. Ketiga indikator asosiasi tersebut adalah Status
Asosiasi industri/komoditi/ Forum Bisnis, Reformasi sistem insentif
pengembangan SDM aparatur dan Restrukturisasi organisasi pemerintah. Hal ini
menunjukkan bahwa ketiga indikator tersebut tetap menjadi prioritas pemerintah
kota Surakarta untuk meningkatkan ekonomi lokal. Perbandingan ini dapat
dilihat pada tabel berikut ini:
\
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 55
Tabel 5.5 Perbandingan faktor pengungkit tata pemerintahan PEL
Tahun 2007 dan 2015
Program yang sudah dilakukan untuk menyelesaikan masalah
indikator ini adalah :
V.5.1 Isu 1 : Status Asosiasi industri/komoditi/ Forum Bisnis
a. Pembentukan Forum Bisnis Surakarta (FBS) yang didalamnya terdapat
unsur-unsur dari Asspro, Kadin, HIPMI serta Junior Chamber Indonesia
(JCI).
b. Lokakarya Ekonomi Kreatif Kota Surakarta; kelembagaan dan iklim usaha
yang mendukung perkembangan ekonomi kreatif; dan temu klaster/sentra
Kota Surakarta.
c. Workshop dan Studi Implementasi Penguatan Regional Management dalam
Pengembangan Ekonomi Lokal Daerah Tertinggal dalam rangka Sinergitas
Program Kerjasama Bilateral KPTD, Bappenas dan GIZ-RED yang
dilaksanakan oleh Badan Kerjasama Antar Daerah (BKAD) Kota Surakarta,
Kab. Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Wonogir, Sragen dan Klaten.
d. Pembentukan BUMM di sentra limbah koran Kadipiro; workshop
penguatan kelembagaan bidang perdagangan industri, pengembangan
2007 20151 Status Asosiasi industri/komoditi/
Forum BisnisProsedur pelayananadministrasi publik
2 Kemitraan di bidang promosi danperdagangan
Status Asosiasi industri/komoditi/Forum Bisnis,
3 Reformasi sistem insentifpengembangan SDM aparatur
Reformasi sistem insentifpengembangan SDM aparatur
4 Restrukturisasi organisasipemerintah
Restrukturisasi organisasipemerintah
NoTahun
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 56
teknologi, dan bidang koperasi UMKM; workshop revitalisasi
Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) Kota Surakarta
V.5.2 Isu 2 : Reformasi sistem insentif pengembangan SDM aparatur dan
insentif
Reformasi sistem insentif telah didorong oleh pemerintah pusat melalui
kementerian dan pemerintah daerah. Tujuan reformasi ini adalah
meningkatkan produktivitas pegawai dan mendorong untuk meningkatkan
kemampuan profesional dalam bekerja. Besaran insentif ini diserahkan
kepada kemampuan masing-masing pemerintah daerah maupun badan
pelayanan publik. Reformasi ini merupakan bentuk pemberian tambahan
penghasilan (tamsil) hari khusus yang diberikan secara terbatas dan dihitung
berdasarkan beban kerja pegawai
V.5.3 Isu 3 : Restrukturisasi organisasi pemerintah dengan mengadakan
bussiness forum
Di Tahun 2007 terdapat satu indikator yang tidak muncul lagi di Tahun 2015
yakni Kemitraan di bidang promosi dan perdagangan. Hal ini menunjukkan
bahwa indikator tersebut sudah tidak lagi menjadi masalah atau menjadi
prioritas untuk dilakukan perbaikan.
Di Tahun 2015, terdapat indikator baru yang menjadi prioritas, yakni
Prosedur pelayanan administrasi publik.
V.6. Dimensi 6 – Proses Manajemen
Di Tahun 2007 terdapat beberapa indikator yang tidak muncul lagi di
Tahun 2015 yakni sinkronisasi lintas sektoral dan spasial dalam perencanaan
PEL, penggunaan hasil diagnosis sebagai dasar perencanaan PEL, dan
frekuensi dilakukan evaluasi mandiri (self evaluation). Hal ini menunjukkan
bahwa ketiga indikator tersebut sudah tidak lagi menjadi masalah atau
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 57
menjadi prioritas untuk dilakukan perbaikan. Perbandingan ini dapat dilihat
pada tabel berikut ini:
Tabel 5.6 Perbandingan faktor pengungkit proses manajemen PEL
Tahun 2007 dan 2015
. Adapun program yang sudah dilaksanakan untuk memperbaiki indikator
prioritas tersebut adalah :
V.6.1 Isu 1 : Sinkronisasi lintas sektoral dan spasial dalam perencanaan PEL
a. Menyusun "Blue Print Pengembangan Ekonomi Kreatif Kota
Surakarta".
b. Penguatan kelembagaan FEDEP Kota Surakarta; penguatan
kelembagaan klaster/sentra Kota Surakarta;
c. Pertemuan rutin FEDEP se-Subosukawonosraten, untuk membahas
dan bertukar pengalaman terkait masalah bersama seperti:
pengembangan klaster industri dan pengembangan ekonomi kreatif.
V.6.2 Isu 2 : Penggunaan hasil diagnosis sebagai dasar perencanaan PEL
Pemerintah kota Surakarta selalu menggunakan hasil diagnosis RALED PEL
yang berupa isu strategis atau faktor pengungkit dari ekonomi lokal sebagai
dasar perencanaan kegiatannya. Salah satunya adalah penggunaan hasil PEL
dalam rencana aksi FEDEP yang akan diselenggarakan pada bulan Agustus-
September Tahun 2015.
2007 20151 Sinkronisasi lintas sektoral dan
spasial dalam perencanaan PELAnalisis dan pemetaan potensiekonomi
2 Penggunaan hasil diagnosissebagai dasar perencanaan PEL
Penggunaan hasil evaluasi dalamperbaikan perencanaan
3 Frekuensi dilakukan evaluasimandiri (self evaluation)
frekuensi dilakukannya diskusi bagiproses pemecahanan masalah
4 Penilaian terhadap daya saingwilayah.
NoTahun
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 58
V.6.3 Isu 3 : Frekuensi dilakukan evaluasi mandiri (self evaluation)
Ada beberapa cara untuk melakukan evaluasi mandiri. Pertama melalui
tim assessor yang mengumpulkan data/informasi dan bukti (evidence), serta
survei. Bukti dapat berupa dokumen tertulis yang dihasilkan instansi, hasil
wawancara atau diskusi dengan para pelaku usaha dan laporan instansi. Cara
kedua adalah dengan melakukan survei untuk mengumpulkan pendapat
stakeholder dalam rangka memperoleh data berdasarkan opini responden atas
pertanyaan dalam angket/kuesioner yang disampaikan tim PEL.
Pemerintah Kota Surakarta telah dua kali melakukan evaluasi mandiri
PEL dengan metode kuesioner menjaring opini stakeholder. Evaluasi pertama
Tahun 2007 dan kedua pada bulan Mei 2015. Kajian ini merupakan bagian
dari kelanjutan hasil evaluasi mandiri PEL
Di Tahun 2015, terdapat indikator baru yang menjadi prioritas, yakni
analisis dan pemetaan potensi ekonomi, penggunaan hasil evaluasi dalam
perbaikan perencanaan, frekuensi dilakukannya diskusi bagi proses
pemecahanan masalah dan penilaian terhadap daya saing wilayah.
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 59
BAB VI
PENUTUP
VI.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) Partisipatif
Kota Surakarta dapat dirumuskan beberapa isu penting yang harus menjadi perhatian
dalam pembangunan ekonomi Kota Surakarta ke depan, yaitu:
a. Dari hasil analisis RALED dapat disimpulkan bahwa lima dari enam dimensi
Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) di Kota Surakarta berada pada kondisi atau
status cukup baik, dengan nilai total sebesar 72,34.
b. Hasil ini menunjukkan terjadi peningkatan nilai total indeks Pengembangan
Ekonomi Lokal (PEL) dari nilai 59,62 pada Tahun 2007 menjadi 72,34 atau
terjadi peningkatan sebesar 12,72 poin.
c. Faktor pengungkit utama dari dimensi Kelompok Sasaran yang menjadi prioritas
dengan urutan sebagai berikut :
(1) Pusat Layanan Investasi
(2) Fasilitasi pelatihan kewirausahaan bagi wira usaha baru,
(3) Pendampingan dan monitoring bisnis pelaku usaha baru,
(4) Kampanye Peluang Berusaha dan
(5) Promosi Produk UKM dari Pemerintah Kota Surakarta.
d. Faktor Pengungkit utama dari dimensi Faktor Lokasi dengan urutan berdasarkan
prioritasnya:
(1) Tenaga kerja terampil
(2) Lembaga penelitian dan
(3) Kualitas pemukiman.
e. Faktor pengungkit utama dari dimensi Kesinergian dan Fokus Kebijakan yang
menjadi prioritas dengan urutan sebagai berikut:
(1) Kebijakan Pengembangan keahlian,
(2) Kebijakan informasi bursa tenaga kerja,
(3) Kebijakan pembangunan kawasan industri dan
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 60
(4) Kebijakan pengembangan pusat pertumbuhan di kelurahan (agropolitan)
f. Faktor Pengungkit utama dari dimensi Pembangunan Berkelanjutan dalam
Pengembangan Ekonomi Lokal yang diurutkan berdasarkan prioritasnya adalah
sebagai berikut :
(1) Kontribusi Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) terhadap peningkatan
kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat lokal,
(2) Pengembangan industri pendukung untuk keberlanjutan sistem industri,
(3) Kebijakan pemecahan permasalahan lingkungan dan
(4) Pengelolaan dan pendaur ulangan limbah.
g. Faktor Pengungkit (leverage factor) utama dari dimensi Tata Pemerintahan yang
menjadi prioritas dengan urutan sebagai berikut :
(1) Prosedur pelayanan administrasi publik
(2) Status Asosiasi industri/komoditi/ Forum Bisnis,
(3) Reformasi sistem insentif pengembangan SDM aparatur dan
(4) Restrukturisasi organisasi pemerintah
h. Faktor Pengungkit utama dari dimensi Proses Manajemen yang menjadi prioritas
dengan urutan sebagai berikut:
(1) Analisis dan pemetaan potensi ekonomi,
(2) Penggunaan hasil evaluasi dalam perbaikan perencanaan,
(3) frekuensi dilakukannya diskusi bagi proses pemecahan masalah dan
(4) Penilaian terhadap daya saing wilayah.
VI.2 Rekomendasi
Untuk mendorong pelaksanaan Pengembangan Ekonomi Lokal maka hasil
kajian status Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) Kota Surakarta dan beberapa
faktor pengungkit diharapkan dapat dijadikan rekomendasi untuk RPJM 2016-2020:
a. Potensi dalam Pengembangan Ekonomi Lokal di Kota Surakarta untuk
mempertahankan keberlanjutan kelompok sasaran dalam prioritas
pembangunan
b. Peningkatan intervensi program untuk peningkatan kualitas PEL yang mengacu
pada lokasi dan aksesibilitas.
Laporan Akhir Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 Page 61
c. Strategi dan arah kebijakan dalam Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL)
mengutamakan sinergitas dan fokus kebijakan.
d. Peningkatan kapasitas dan keberlanjutan tatakelola pemerintahan dalam PEL.
e. Pengelolaan Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) didasarkan pada analisis
pemetaan, evaluasi dan mendukung daya saing Kota Surakarta.