kajian feminisme dalam naskah drama monolog inggit
TRANSCRIPT
Kajian Feminisme dalam Naskah Drama Monolog “Inggit” Karya
Ahda Imran
Desi Sri Cahyani
NIM : 1203068
Bahasa dan Sastra Indonesia 2012
Analisis Aspek Tekstual/ Cerita
Sinopsis Drama Monolog “Inggit” Karya Ahda Imran
INGGITdiawalidiawali Kisah Ratu
KusumaningrumKisah Ratu
Kusumaningrum
Kehidupan Inggit yang sejak kecil disayang semua
orang
Kehidupan Inggit yang sejak kecil disayang semua
orang
Pernikahan Inggit dengan Nataatmadja
kemudian pernikahannya dengan Sanusi
Pernikahan Inggit dengan Nataatmadja
kemudian pernikahannya dengan Sanusi
Awal pertemuan Inggit dengan
Soekarno
Awal pertemuan Inggit dengan
Soekarno
Perceraian Inggit dengan Sanusi
Perceraian Inggit dengan Sanusi
Inggit menikah dengan SoekarnoInggit menikah
dengan SoekarnoPeran inggit sebagai
isteri SoekarnoPeran inggit sebagai
isteri Soekarno
Soekarno dipenjara di Banceuy kemudian pindah dipenjara di Sukamiskin
Soekarno dipenjara di Banceuy kemudian pindah dipenjara di Sukamiskin
Soekarno pada masa pembuangan
Soekarno pada masa pembuangan
Soekarno ingin memiliki keturunan dengan menikahi
Fatimah
Soekarno ingin memiliki keturunan dengan menikahi
FatimahInggit memutuskan
untuk berceraiInggit memutuskan
untuk bercerai
Bentuk Karya
Drama MonologKarena dalam drama “Inggit” hanya terdapat percakapan seorang pemain dengan dirinya sendiri. Apa yang diucapkan itu tidak ditujukan kepada orang lain. Isinya tokoh menceritakan kisah hidupnya.
Drama MonologKarena dalam drama “Inggit” hanya terdapat percakapan seorang pemain dengan dirinya sendiri. Apa yang diucapkan itu tidak ditujukan kepada orang lain. Isinya tokoh menceritakan kisah hidupnya.
Analisis Alur Menurut A.J GreimasSkema Aktan
Alur dan Pengaluran
Pengirim: Keputusan Inggit untuk bercerai dan kembali ke
Bandung.
Pengirim: Keputusan Inggit untuk bercerai dan kembali ke
Bandung.
Objek: Ingin memiliki keturunan dengan menikahi Fatimah
Objek: Ingin memiliki keturunan dengan menikahi Fatimah
Subjek : Soekarno
Subjek : Soekarno
Penentang/Penghambat:Keadaan masa
pergerakan menuju kemerdekaan
Penentang/Penghambat:Keadaan masa
pergerakan menuju kemerdekaan
Penolong/ pembantu:Inggit tidak bisa
memberikan keturunan kepada Soekarno
Penolong/ pembantu:Inggit tidak bisa
memberikan keturunan kepada Soekarno
Penerima: Inggit
Penerima: Inggit
Bentuk KaryaAnalisis Pengaluran Menurut A.J GreimasModel Fungsional
Situasi Awal
Transformasi
Situasi AkhirTahap Uji Kecakapan
Tahap UtamaTahap
Keberhasilan
Kisah kehidupan Inggit yang selalu disayangi semua orang, kemudian kisah perkawinan antara Inggit dengan Nata lalu dengan Sanusi akhirnya menikah dengan Soekarno
Inggit menjadi isteri yang tangguh di samping Soekarno, segala pengorbanan dilakukan Inggit demi membantu Soekarno melakukan perjuangan termasuk setia mendampingi Soekarno ketika di penjara maupun ketika masa pembuangan.
Keinginan Soekarno untuk memiliki keturunan dengan menikahi Fatimah yang sudah dianggap sebagai anak angkat mereka
Inggit dapat mempertahankan harga dirinya sebagai perempuan dengan mengatakan “Tidak” pada kemauan seorang lelaki bernama Kusno
Inggit meminta bercerai kepada Soekarno dan kembali pulang ke Bandung.
Tokoh dan PenokohanDrama Monolog Inggit hanya
menampilkan satu tokoh riil yaitu tokoh Inggit dan 14 tokoh simbolik. Tokoh simbolik tersebut terdiri atas tokoh individual dan tokoh kolektif. Metode penyajian watak tokoh dengan metode dramatik, tokoh Inggit melalui monolognya, jalan pikiran, perasaan, sikap dan perbuatannya menceritakan setiap tokoh yang disebutkan dalam naskah.
Tokoh dan Penokohan1. Tokoh Inggit
Fisiologis : cantik (“Jika kecantikan memberi perempuan dua pilihan, antara anugerah dan kutukan, maka aku bukanlah kutukan itu. Kecantikan telah mengantarkanku menemukan diriku sebagai perempuan dengan kaki yang lebih kukuh. Kecantikan telah membuat para lelaki dan semua orang menjadi tawanand an taklukkanku”)
Psikologis : tidak mudah percaya (“Seperti kalian, aku pun bisa saja tak percaya.”), tidak percaya diri, selalu merendah (“Ah, tidak, mungkin aku berlebihan menilai diriku. Siapalah aku,...”), tidak setia (Seorang ibu kost yang kesepian yang tidur dengan seorang pemuda,...), (“Aku telah berbuat serong, bukan hanya perasaan dan hatiku, tapi juga aku telah berzinah.”), pekerja keras (“Dan demi hal itulah aku bekerja mencukupi kehidupan kami”), (“Dan jika berada dalam kesulitan seperti sekarang aku tak pernah menceritakan pada Kusno”), pemberani (“Aku sama sekali tak gentar karena tahu siapa yang kudampingi dan apa yang diperjuangkannya. ”) (“mengapa aku mesti tidak berani mengatakan hal yang sama ketika Kusno ingin menjadikan aku perempuan sebagai sebuah koloni lelaki.”), rela berkorban (“aku tak pernah memberi tahu pada suamiku tentang satu hal, yaitu, aku sering ke Sukamiskin hanya dengan berjalan kaki.”), penyayang (“Aku pun lalu menganggap Fatimah sebagai saudara Omi yang baru. Karena itulah aku tak membeda-bedakan mereka”), teguh pendirian (“Harga diriku tak bisa ditukar dengan sebutan apapun, bahkan dengan istana sekalipun.”)
Sosiologis : disayang (“Sejak kecil aku hidup dengan pertanyaan, mengapa semua orang menyayangiku?”...)Jenis Tokoh : individual, riil, berkembang, penamaannya simbolik
1. Tokoh InggitFisiologis : cantik (“Jika kecantikan memberi perempuan dua pilihan, antara anugerah dan kutukan, maka aku bukanlah kutukan itu. Kecantikan telah mengantarkanku menemukan diriku sebagai perempuan dengan kaki yang lebih kukuh. Kecantikan telah membuat para lelaki dan semua orang menjadi tawanand an taklukkanku”)
Psikologis : tidak mudah percaya (“Seperti kalian, aku pun bisa saja tak percaya.”), tidak percaya diri, selalu merendah (“Ah, tidak, mungkin aku berlebihan menilai diriku. Siapalah aku,...”), tidak setia (Seorang ibu kost yang kesepian yang tidur dengan seorang pemuda,...), (“Aku telah berbuat serong, bukan hanya perasaan dan hatiku, tapi juga aku telah berzinah.”), pekerja keras (“Dan demi hal itulah aku bekerja mencukupi kehidupan kami”), (“Dan jika berada dalam kesulitan seperti sekarang aku tak pernah menceritakan pada Kusno”), pemberani (“Aku sama sekali tak gentar karena tahu siapa yang kudampingi dan apa yang diperjuangkannya. ”) (“mengapa aku mesti tidak berani mengatakan hal yang sama ketika Kusno ingin menjadikan aku perempuan sebagai sebuah koloni lelaki.”), rela berkorban (“aku tak pernah memberi tahu pada suamiku tentang satu hal, yaitu, aku sering ke Sukamiskin hanya dengan berjalan kaki.”), penyayang (“Aku pun lalu menganggap Fatimah sebagai saudara Omi yang baru. Karena itulah aku tak membeda-bedakan mereka”), teguh pendirian (“Harga diriku tak bisa ditukar dengan sebutan apapun, bahkan dengan istana sekalipun.”)
Sosiologis : disayang (“Sejak kecil aku hidup dengan pertanyaan, mengapa semua orang menyayangiku?”...)Jenis Tokoh : individual, riil, berkembang, penamaannya simbolik
Tokoh dan Penokohan2. Tokoh Soekarno
Fisiologis : sorot matanya tajam (“Sorot matanya tajam penuh semangat yang bergelora, tapi sangat menyejukkan. ”)
Psikologis : (“Anak muda yang pesolek.”), (“Kusno itu anak muda yang menyenangkan. Dengan logat Jawa-nya dia pandai benar bergaul dan tidak ingin dilayani berlebihan. Tambahan lagi, dia pemuda yang hangat dan periang. ”), (“Dan di tengah percakapan itu kulihat Kusno sangat menonjol dan disegani.”), berani dan bertanggung jawab (“Ia mencintaiku dan ingin mengawiniku. Ia akan memintaku pada Kang Uci.”), (“Anak muda yang selalu padaku minta disayang dan dimanja. Di dengar cerita dan keluhannya.”), (“Ia seorang lelaki yang lembut dan amat menghargaiku”), (...,Kusno tak hanya pandai berdebat, tapi juga radikal dan penuh keberanian.), (“Tapi, tidak! Seperti singa yang terluka dan mengamuk, semangat Kusno semakin menjadi-jadi.”), mudah putus asa(“...pertamakali pintu yang berat itu tertutup rapat di hadapanku, aku rasanya hendak mati”), (“...dia lelaki yang suka dengan kerapihan dan sangat pemilih. Menyukai pakaian yang bagus dan harus selalu tampak rapih. Ia tidak suka segala yang tampak kotor. ”)
Sosiologis :(“...dia menantu Pak Tjokro, tapi juga murid kesayangannya”), (“Singa podium yang menggetarkan semua orang”), student (“Ia hanya seorang student. Anak muda dengan cita-cita besar memimpin rakyat membebaskan tanah air dari penjajahan”)Jenis Tokoh : Individual, pembantu, riil
2. Tokoh SoekarnoFisiologis : sorot matanya tajam (“Sorot matanya tajam penuh semangat yang bergelora, tapi sangat menyejukkan. ”)
Psikologis : (“Anak muda yang pesolek.”), (“Kusno itu anak muda yang menyenangkan. Dengan logat Jawa-nya dia pandai benar bergaul dan tidak ingin dilayani berlebihan. Tambahan lagi, dia pemuda yang hangat dan periang. ”), (“Dan di tengah percakapan itu kulihat Kusno sangat menonjol dan disegani.”), berani dan bertanggung jawab (“Ia mencintaiku dan ingin mengawiniku. Ia akan memintaku pada Kang Uci.”), (“Anak muda yang selalu padaku minta disayang dan dimanja. Di dengar cerita dan keluhannya.”), (“Ia seorang lelaki yang lembut dan amat menghargaiku”), (...,Kusno tak hanya pandai berdebat, tapi juga radikal dan penuh keberanian.), (“Tapi, tidak! Seperti singa yang terluka dan mengamuk, semangat Kusno semakin menjadi-jadi.”), mudah putus asa(“...pertamakali pintu yang berat itu tertutup rapat di hadapanku, aku rasanya hendak mati”), (“...dia lelaki yang suka dengan kerapihan dan sangat pemilih. Menyukai pakaian yang bagus dan harus selalu tampak rapih. Ia tidak suka segala yang tampak kotor. ”)
Sosiologis :(“...dia menantu Pak Tjokro, tapi juga murid kesayangannya”), (“Singa podium yang menggetarkan semua orang”), student (“Ia hanya seorang student. Anak muda dengan cita-cita besar memimpin rakyat membebaskan tanah air dari penjajahan”)Jenis Tokoh : Individual, pembantu, riil
Tokoh dan Penokohan3. Tokoh Sanusi
Fisiologis : sudah tua (“Mungkin karena usianya yang sudah sepuh, Kang Uci lebih memilih kesibukannya sendiri. ”)
Psikologis : *penyayang (“Jika aku sedang mandi, dari arah mudik Kang Uci sering menghanyutkan tempurung buah maja yang diikat dengan benang. Tempurung itu hanyut dan terapung-apung ke tempat aku mandi. Di dalam tempurung itu aku menemukan pecahan uang logam...”)*tidak memiliki pendirian (“Tapi, tiba-tiba Kang Uci dijodohkan. Aku tidak tahu apakah Kang Uci menerima perjodohan itu karena memang terpaksa atau tidak, yang jelas aku ditinggalkan dan merasa sakit hati. ”)*pendiam (“Beda benar dengan Kang Uci yang pendiam. ”)*senang ke luar malam (“Ia lebih suka pergi sampai larut malam ke tempat bilyar.)*ikhlas, tulus, dan rela berkorban (“Kang Uci dengan ikhlas mengalah. Menceraikan dan menyerahkanku pada Kusno. Kang Uci melakukakannya sebagai sebuah pengorbanan demi masa depan Kusno yang kelak akan menjadi pemimpin tanah air.)
Sosiologis : kaya, aktif berorganisasi (“Dia orang yang cukup kaya di Bandung. Dia pengurus Sarekat Islam di Bandung. ”)
Jenis Tokoh : Individual, riil, pembantu
3. Tokoh SanusiFisiologis : sudah tua (“Mungkin karena usianya yang sudah sepuh, Kang Uci lebih memilih kesibukannya sendiri. ”)
Psikologis : *penyayang (“Jika aku sedang mandi, dari arah mudik Kang Uci sering menghanyutkan tempurung buah maja yang diikat dengan benang. Tempurung itu hanyut dan terapung-apung ke tempat aku mandi. Di dalam tempurung itu aku menemukan pecahan uang logam...”)*tidak memiliki pendirian (“Tapi, tiba-tiba Kang Uci dijodohkan. Aku tidak tahu apakah Kang Uci menerima perjodohan itu karena memang terpaksa atau tidak, yang jelas aku ditinggalkan dan merasa sakit hati. ”)*pendiam (“Beda benar dengan Kang Uci yang pendiam. ”)*senang ke luar malam (“Ia lebih suka pergi sampai larut malam ke tempat bilyar.)*ikhlas, tulus, dan rela berkorban (“Kang Uci dengan ikhlas mengalah. Menceraikan dan menyerahkanku pada Kusno. Kang Uci melakukakannya sebagai sebuah pengorbanan demi masa depan Kusno yang kelak akan menjadi pemimpin tanah air.)
Sosiologis : kaya, aktif berorganisasi (“Dia orang yang cukup kaya di Bandung. Dia pengurus Sarekat Islam di Bandung. ”)
Jenis Tokoh : Individual, riil, pembantu
Tokoh dan Penokohan4. Tokoh NataatmadjaFisiologis : -Psikologis : -Sosiologis : seorang Kopral Residen (“Bahkan aku masih terus menerima pemberian mereka meski aku sudah menjadi istri seorang Kopral Residen, Kang Nataatmadja..”) Jenis Tokoh : individual, riil, pembantu
4. Tokoh NataatmadjaFisiologis : -Psikologis : -Sosiologis : seorang Kopral Residen (“Bahkan aku masih terus menerima pemberian mereka meski aku sudah menjadi istri seorang Kopral Residen, Kang Nataatmadja..”) Jenis Tokoh : individual, riil, pembantu
5. Tokoh TjokroaminotoFisiologis : -Psikologis : perhatian (“Dalam surat itu Pak Tjokro minta tolong agar suamiku mencarikan pemondokan untuk menantunya yang akan bersekolah di Bandung, di THS.”)Sosiologis : mertua Soekarno, ayahnya Utari isteri pertama Soekarno. Guru yang dihormati (“Guru yang sudah menjadi orang tuanya sendiri.”)Jenis Tokoh : individual, riil, pembantu
5. Tokoh TjokroaminotoFisiologis : -Psikologis : perhatian (“Dalam surat itu Pak Tjokro minta tolong agar suamiku mencarikan pemondokan untuk menantunya yang akan bersekolah di Bandung, di THS.”)Sosiologis : mertua Soekarno, ayahnya Utari isteri pertama Soekarno. Guru yang dihormati (“Guru yang sudah menjadi orang tuanya sendiri.”)Jenis Tokoh : individual, riil, pembantu
Tokoh dan Penokohan6. Tokoh UtariFisiologis : berusia 16 tahun (“Usia Utari masih 16 tahun dan mereka kelihatan seperti dua kakak beradik ketimbang sebagai suami istri.”)Psikologis :-Sosiologis : isteri Soekarno (“Suatu hari Kusno kembali ke Surabaya menjemput Utari istrinya dan membawanya ke Bandung, tinggal bersama kami”) Jenis Tokoh : individual, riil, pembantu
6. Tokoh UtariFisiologis : berusia 16 tahun (“Usia Utari masih 16 tahun dan mereka kelihatan seperti dua kakak beradik ketimbang sebagai suami istri.”)Psikologis :-Sosiologis : isteri Soekarno (“Suatu hari Kusno kembali ke Surabaya menjemput Utari istrinya dan membawanya ke Bandung, tinggal bersama kami”) Jenis Tokoh : individual, riil, pembantu
7. Tokoh Dr.Tjipto, Douwes Dekker, SastrokartonoFisiologis :-Psikologis :-Sosiologis : teman-teman pergerakan Soekarno (“... untuk uang saku suamiku jika ia berpergian menemui teman-teman pergerakan. Ke rumah Dr. Tjipto, Douwes Dekker, atau ke rumah Sosrokartono”)Jenis Tokoh : kolektif, riil, pembantu
7. Tokoh Dr.Tjipto, Douwes Dekker, SastrokartonoFisiologis :-Psikologis :-Sosiologis : teman-teman pergerakan Soekarno (“... untuk uang saku suamiku jika ia berpergian menemui teman-teman pergerakan. Ke rumah Dr. Tjipto, Douwes Dekker, atau ke rumah Sosrokartono”)Jenis Tokoh : kolektif, riil, pembantu
Tokoh dan Penokohan8. Tokoh Suwarsih Djojopuspito dan SuwarniFisiologis : masih mudaPsikologis : -Sosiologis : pelajar , orang pergerakan (“Aku memang bukan perempuan student dan orang pergerakkan seperti Suwarsih Djojopuspito atau Suwarni, perempuan yang pernah berdebat dengan Kusno dalam sebuah rapat pemuda. ”)Jenis Tokoh : kolektif, riil, pembantu
8. Tokoh Suwarsih Djojopuspito dan SuwarniFisiologis : masih mudaPsikologis : -Sosiologis : pelajar , orang pergerakan (“Aku memang bukan perempuan student dan orang pergerakkan seperti Suwarsih Djojopuspito atau Suwarni, perempuan yang pernah berdebat dengan Kusno dalam sebuah rapat pemuda. ”)Jenis Tokoh : kolektif, riil, pembantu
9. Tokoh Syahrir, Dr.Tjipto, Sartono, Anwari, Sunario, Maskun dan Gatot MangkudiprajaFisiologis : masih mudaPsikologis : pintar (“Syahrir, anak muda yang pintar dan sering datang ke rumah kami,...”), bijak dan pandai (“...Dr. Tjipto yang bijak dan pandai,...”)Sosiologis : teman seperjuangan Soekarno (“Bersama Sartono, Sunario, Anwari, suamiku tetap dengan keinginannya.”), (“Bersama Kusno, ditangkap juga Maskun dan Gatot Mangkudipraja. “)Jenis Tokoh : kolektif, riil, pembantu
9. Tokoh Syahrir, Dr.Tjipto, Sartono, Anwari, Sunario, Maskun dan Gatot MangkudiprajaFisiologis : masih mudaPsikologis : pintar (“Syahrir, anak muda yang pintar dan sering datang ke rumah kami,...”), bijak dan pandai (“...Dr. Tjipto yang bijak dan pandai,...”)Sosiologis : teman seperjuangan Soekarno (“Bersama Sartono, Sunario, Anwari, suamiku tetap dengan keinginannya.”), (“Bersama Kusno, ditangkap juga Maskun dan Gatot Mangkudipraja. “)Jenis Tokoh : kolektif, riil, pembantu
Tokoh dan Penokohan10. Tokoh Husni Thamrin, Muh.Yamin, Amir Syarifudin, Ali Sastroamidjojo, dan orang-orang pergerakanFisiologis :-Psikologis : *kritis, penuh semangat (“Husni Thamrin dan orang-orang pergerakkan memprotes penangkapan Kusno yang melanggar hak orang berserikat. Husni Thamrin dan teman-temannya bahkan mengajukan mosi, mereka protes pada perlakuan pemerintah.”), *setia kawan (“Husni Thamrin. Mr Sartono, Muh. Yamin, Amir Syarifudin, Ali Sastroamidjojo dan teman-teman seperjuangannya, bahkan berbagai organisasi perjuangan sampai tukang bendi, menyambut kepulangannya.”)Sosiologis : teman seperjuangan SoekarnoJenis Tokoh : kolektif, riil, pembantu
10. Tokoh Husni Thamrin, Muh.Yamin, Amir Syarifudin, Ali Sastroamidjojo, dan orang-orang pergerakanFisiologis :-Psikologis : *kritis, penuh semangat (“Husni Thamrin dan orang-orang pergerakkan memprotes penangkapan Kusno yang melanggar hak orang berserikat. Husni Thamrin dan teman-temannya bahkan mengajukan mosi, mereka protes pada perlakuan pemerintah.”), *setia kawan (“Husni Thamrin. Mr Sartono, Muh. Yamin, Amir Syarifudin, Ali Sastroamidjojo dan teman-teman seperjuangannya, bahkan berbagai organisasi perjuangan sampai tukang bendi, menyambut kepulangannya.”)Sosiologis : teman seperjuangan SoekarnoJenis Tokoh : kolektif, riil, pembantu
Tokoh dan Penokohan11. A.HassanFisiologis :-Psikologis : senang berdiskusi perihal agama , baik hati (“Berdiskusi perihal agama.”...”A. Hassan mengirimkan buku-buku agama untuk suamiku.”, ”...mengirim surat pada A.Hassan dan mendiskusikannya..”)Sosiologis : teman Soekarno Jenis Tokoh : individual, riil, pembantu
11. A.HassanFisiologis :-Psikologis : senang berdiskusi perihal agama , baik hati (“Berdiskusi perihal agama.”...”A. Hassan mengirimkan buku-buku agama untuk suamiku.”, ”...mengirim surat pada A.Hassan dan mendiskusikannya..”)Sosiologis : teman Soekarno Jenis Tokoh : individual, riil, pembantu
12. Tokoh Hasan DinFisiologis :-Psikologis : baik hati (“Bahkan suatu hari atas tawaran Hassan Din, suamiku mengajar di sekolah Muhammadiyah.”)Sosiologis : ayah Fatimah (“Tadi sore Hasan Din kepala sekolah Muhammadiyah itu bertandang. Membawa istri dan anak gadisnya Fatimah. ”)Jenis Tokoh : Individual, riil, pembantu
12. Tokoh Hasan DinFisiologis :-Psikologis : baik hati (“Bahkan suatu hari atas tawaran Hassan Din, suamiku mengajar di sekolah Muhammadiyah.”)Sosiologis : ayah Fatimah (“Tadi sore Hasan Din kepala sekolah Muhammadiyah itu bertandang. Membawa istri dan anak gadisnya Fatimah. ”)Jenis Tokoh : Individual, riil, pembantu
Tokoh dan Penokohan13. Tokoh FatimahFisiologis : gadis Psikologis : -Sosiologis : anak gadis Hasan Din yang ingin meneruskan sekolahnya (“Fatimah sudah tidak sekolah lagi, hanya giat di Nasyatul Aisyah di dekat perbatasan Lubung Linggau dan Bengkulu. Hassan Din ingin menyekolahkan putrinya di Bengkulu.”)Jenis Tokoh : individual, riil, pembantu
13. Tokoh FatimahFisiologis : gadis Psikologis : -Sosiologis : anak gadis Hasan Din yang ingin meneruskan sekolahnya (“Fatimah sudah tidak sekolah lagi, hanya giat di Nasyatul Aisyah di dekat perbatasan Lubung Linggau dan Bengkulu. Hassan Din ingin menyekolahkan putrinya di Bengkulu.”)Jenis Tokoh : individual, riil, pembantu
14. Tokoh Omi, Amsi, Muhasan. Dan KarminiFisiologis :-Psikologis : setia (“Pagi hari kami diberangkatkan dari Bandung ke Surabaya dengan kereta api. Aku, Omi anak angkat kami, ibuku Amsi, dan dua orang pembantu kami yang setia, Muhasan dan Karmini. Kusno berada di gerbong yang lain. ”)Sosiologis :anak angkat, orangtua, pembantuJenis Tokoh : kolektif, riil, pembantu
14. Tokoh Omi, Amsi, Muhasan. Dan KarminiFisiologis :-Psikologis : setia (“Pagi hari kami diberangkatkan dari Bandung ke Surabaya dengan kereta api. Aku, Omi anak angkat kami, ibuku Amsi, dan dua orang pembantu kami yang setia, Muhasan dan Karmini. Kusno berada di gerbong yang lain. ”)Sosiologis :anak angkat, orangtua, pembantuJenis Tokoh : kolektif, riil, pembantu
Latar a. Latar Ruang1. Kamar (“Inggit berada dalam kamar yang tampak berantakan”)2. Banjaran, Desa Kamasan(“Aku lahir di Banjaran, di Desa Kamasan.”)3. Pasar, alun-alun(“Di pasar dan di alun-alun, aku selalu menemukan orang-orang yang memberiku persembahan.”)4. Bandung(“Dia orang yang cukup kaya di Bandung. Dia pengurus Sarekat Islam di Bandung.”)5. Sungai Cikapundung(“Sungai Cikapundung adalah kenangan manisku dengan Kang Uci”)6. Surabaya (“Ada surat dari Surabaya, dari Pak Tjokroaminoto untuk suamiku Kang Uci.”)7. Pemondokan(“Ada juga pemondokan yang kosong, tapi sudah reyot dan tidak pantas rasanya untuk seorang
student”)8. Kamar depan (“Tiba-tiba saja Kang Uci mengatakan tak ada salahnya jika menantu Pak Tjokro itu kami
tempatkan di kamar depan rumah kami saja.”)9. Rumah(“Kedatangan para student ke rumah kami tentu saja membuat aku selalu sibuk melayani
mereka.”)
a. Latar Ruang1. Kamar (“Inggit berada dalam kamar yang tampak berantakan”)2. Banjaran, Desa Kamasan(“Aku lahir di Banjaran, di Desa Kamasan.”)3. Pasar, alun-alun(“Di pasar dan di alun-alun, aku selalu menemukan orang-orang yang memberiku persembahan.”)4. Bandung(“Dia orang yang cukup kaya di Bandung. Dia pengurus Sarekat Islam di Bandung.”)5. Sungai Cikapundung(“Sungai Cikapundung adalah kenangan manisku dengan Kang Uci”)6. Surabaya (“Ada surat dari Surabaya, dari Pak Tjokroaminoto untuk suamiku Kang Uci.”)7. Pemondokan(“Ada juga pemondokan yang kosong, tapi sudah reyot dan tidak pantas rasanya untuk seorang
student”)8. Kamar depan (“Tiba-tiba saja Kang Uci mengatakan tak ada salahnya jika menantu Pak Tjokro itu kami
tempatkan di kamar depan rumah kami saja.”)9. Rumah(“Kedatangan para student ke rumah kami tentu saja membuat aku selalu sibuk melayani
mereka.”)
Latar 10. Tempat bilyar(“Ia lebih suka pergi sampai larut malam ke tempat bilyar.”)11. Jurang(“Tiba-tiba sebuah jurang seperti mulai menganga di antara kami...”)12. Ruang tamu(“Inggit membenahi piring dan cangkir-cangkir kopi di atas meja bekas, sisa dari sebuah
pertemuan. Lalu duduk kembali sambil membersihkan peci atau membuat kopi tubruk.”)13. Sekolah(“kesukaannya setiap pagi sebelum ia pergi ke sekolah”)14. Tengah rumah(“Banyak malam kami habiskan bercakap-cakap berdua di tengah rumah”)15. (“Kota Bandung di kelilinginya, juga Ujungberung, Lembang, Cimahi, Padalarang, Yogja,
Garut, Semarang, Surabaya, Jakarta, dan banyak tempat di berbagai daerah yang kami datangi”)
16. Belanda(“Kongres anti kolonialisme di Brussel yang dihadiri oleh perwakilan Indonesia, penangkapan
Mohammad Hatta dan para mahasiswa Indonesia di Belanda, atau peristiwa Sumpah Pemuda”)
17. (“Dalam sebuah pertemuan di rumah Dr. Tjipto, Kusno menyatakan keinginannya untuk mendirikan sebuah perkumpulan, sebuah partai yang radikal”)
18. (“Ia dituduh terlibat dalam pemberontakan itu. Ia dibuang ke Pulau Banda. Tempat praktiknya di Tegallega ditutup.”)
19. Jalan(“Akhirnya aku pulang ke Bandung seorang diri, berdoa sepanjang jalan untuk keselamatan
suamiku.”)
10. Tempat bilyar(“Ia lebih suka pergi sampai larut malam ke tempat bilyar.”)11. Jurang(“Tiba-tiba sebuah jurang seperti mulai menganga di antara kami...”)12. Ruang tamu(“Inggit membenahi piring dan cangkir-cangkir kopi di atas meja bekas, sisa dari sebuah
pertemuan. Lalu duduk kembali sambil membersihkan peci atau membuat kopi tubruk.”)13. Sekolah(“kesukaannya setiap pagi sebelum ia pergi ke sekolah”)14. Tengah rumah(“Banyak malam kami habiskan bercakap-cakap berdua di tengah rumah”)15. (“Kota Bandung di kelilinginya, juga Ujungberung, Lembang, Cimahi, Padalarang, Yogja,
Garut, Semarang, Surabaya, Jakarta, dan banyak tempat di berbagai daerah yang kami datangi”)
16. Belanda(“Kongres anti kolonialisme di Brussel yang dihadiri oleh perwakilan Indonesia, penangkapan
Mohammad Hatta dan para mahasiswa Indonesia di Belanda, atau peristiwa Sumpah Pemuda”)
17. (“Dalam sebuah pertemuan di rumah Dr. Tjipto, Kusno menyatakan keinginannya untuk mendirikan sebuah perkumpulan, sebuah partai yang radikal”)
18. (“Ia dituduh terlibat dalam pemberontakan itu. Ia dibuang ke Pulau Banda. Tempat praktiknya di Tegallega ditutup.”)
19. Jalan(“Akhirnya aku pulang ke Bandung seorang diri, berdoa sepanjang jalan untuk keselamatan
suamiku.”)
Latar 20. penjara, gerbang penjara(“Dia sudah dibawa ke Bandung dan dijebloskan ke penjara Banceuy...”), (“...berdiri di gerbang penjara,...”)21. (“Di Volksraad, Husni Thamrin dan orang-orang pergerakkan memprotes penangkapan Kusno yang melanggar hak orang berserikat.”), (“Dari Negeri Belanda, Perhimpunan Indonesia juga mengirim telegram.”)22. Pengadilan(“Selama beberapa hari dalam pengadilan itu hakim mencecar suamiku dengan berbagai pertanyaan yang menjebak”)23.Sukamiskin(“Dia dipindahkan ke Sukamiskin. Penjara yang letaknya 10 kilometer dari Bandung”)24.(“Kota-kota di Jawa Timur dan Jawa Tengah kami jelajahi”)25. (“Di depan Volksraad pemerintah Hindia Belanda memutuskan pembuangan suamiku ke Ende di Flores. ”)26. (“Sungai Cikapundung tempatku kecil dulu bermain, juga Gedung Landraad. ”)27. (“Setelah menginap semalam di Surabaya, kami dibawa ke pelabuhan Tanjung Perak. Tak disangka orang penuh sesak , berjejal di pinggil jalan, mereka meneriakkan nama suamiku, ”)28. (“Suara laut dan lengking kapal.”)29. (“... suamiku mengajar di sekolah Muhammadiyah”)30. (“Hari dan pekan kami lewati dengan tenang di Bengkulu. Sering kami seisi rumah berjalan-jalan ke pantai”)31. (“Ia sedang menulis sebuah karangan untuk menjawab bantahan A. Muchlis terhadap tulisan suamiku di suratkabar Pandji Islam di Medan.”)32. (“Kami dimasukkan ke dalam mobil itu.”)33. (“Kami dilarikan ke Padang”)
20. penjara, gerbang penjara(“Dia sudah dibawa ke Bandung dan dijebloskan ke penjara Banceuy...”), (“...berdiri di gerbang penjara,...”)21. (“Di Volksraad, Husni Thamrin dan orang-orang pergerakkan memprotes penangkapan Kusno yang melanggar hak orang berserikat.”), (“Dari Negeri Belanda, Perhimpunan Indonesia juga mengirim telegram.”)22. Pengadilan(“Selama beberapa hari dalam pengadilan itu hakim mencecar suamiku dengan berbagai pertanyaan yang menjebak”)23.Sukamiskin(“Dia dipindahkan ke Sukamiskin. Penjara yang letaknya 10 kilometer dari Bandung”)24.(“Kota-kota di Jawa Timur dan Jawa Tengah kami jelajahi”)25. (“Di depan Volksraad pemerintah Hindia Belanda memutuskan pembuangan suamiku ke Ende di Flores. ”)26. (“Sungai Cikapundung tempatku kecil dulu bermain, juga Gedung Landraad. ”)27. (“Setelah menginap semalam di Surabaya, kami dibawa ke pelabuhan Tanjung Perak. Tak disangka orang penuh sesak , berjejal di pinggil jalan, mereka meneriakkan nama suamiku, ”)28. (“Suara laut dan lengking kapal.”)29. (“... suamiku mengajar di sekolah Muhammadiyah”)30. (“Hari dan pekan kami lewati dengan tenang di Bengkulu. Sering kami seisi rumah berjalan-jalan ke pantai”)31. (“Ia sedang menulis sebuah karangan untuk menjawab bantahan A. Muchlis terhadap tulisan suamiku di suratkabar Pandji Islam di Medan.”)32. (“Kami dimasukkan ke dalam mobil itu.”)33. (“Kami dilarikan ke Padang”)
Latar
34. (“Menyeberangi beberapa sungai besar dengan rakit. Margrib kami sampai di kota kecil Muko-muko. Para pengawal polisi itu mempersilahkan kami beristirahat di sebuah pesangrahan.”)35. (“Kami menemukan dusun kecil dan menginap di sebuah gubuk yang tak terpakai”)36. (“Tapi kapal yang akan membawa kami itu diserang oleh tentara Jepang dan karam di dekat Teluk Bayur”)37. (“Akhirnya kami meninggalkan Padang, menuju Palembang”)
Jelaskan masa kini, masa lampau, masa kini
34. (“Menyeberangi beberapa sungai besar dengan rakit. Margrib kami sampai di kota kecil Muko-muko. Para pengawal polisi itu mempersilahkan kami beristirahat di sebuah pesangrahan.”)35. (“Kami menemukan dusun kecil dan menginap di sebuah gubuk yang tak terpakai”)36. (“Tapi kapal yang akan membawa kami itu diserang oleh tentara Jepang dan karam di dekat Teluk Bayur”)37. (“Akhirnya kami meninggalkan Padang, menuju Palembang”)
Jelaskan masa kini, masa lampau, masa kini
Latar tempat pada naskah monolog “Inggit” ini lebih banyak menunjukkan latar geografis karena cerita yang disampaikan berupa perjalanan hidup seorang Inggit. Walaupun sebagian ada yang menunjukkan latar simbolik.
Latar b. Latar Waktu1. (“Inggit masih muda. Belasan atau Duapuluh tahunan. Memakai pakaian ronggeng atau yang mengingatkan orang pada penari ronggeng.”)2. (“Berganti hari dan pekan Kusno makin menjadi bagian dari rumah kami”)3. (“Tapi aku senang melakukannya, termasuk menyiapkan kopi tubruk kesukaannya setiap pagi sebelum ia pergi ke sekolah. “)4. (“Suatu malam di tengah rumah ketika kami hanya berdua saja, ...”)5. (“Padahal ini adalah tahun yang berat. ”)6. (“Hari, pekan, dan bulan kami lewati di pembuangan dengan perasaan yang ringan.”)
b. Latar Waktu1. (“Inggit masih muda. Belasan atau Duapuluh tahunan. Memakai pakaian ronggeng atau yang mengingatkan orang pada penari ronggeng.”)2. (“Berganti hari dan pekan Kusno makin menjadi bagian dari rumah kami”)3. (“Tapi aku senang melakukannya, termasuk menyiapkan kopi tubruk kesukaannya setiap pagi sebelum ia pergi ke sekolah. “)4. (“Suatu malam di tengah rumah ketika kami hanya berdua saja, ...”)5. (“Padahal ini adalah tahun yang berat. ”)6. (“Hari, pekan, dan bulan kami lewati di pembuangan dengan perasaan yang ringan.”)
Bahasa dan Fungsi Bahasa
Bahasa yang digunakan dalam naskah drama Monolog “Inggit” secara umum menggunakan bahasa Indonesia walaupun terdapat sisipan diksi-diksi bahasa Sunda.(“Tidak, kasep. Jangan berpikir begitu. Jangan berkecil hati. Di rumah semuanya beres. Aku masih bisa bekerja untuk mencari uang. Beres, kasep, beres.”), (“Inggit, geura dangdos, urang jalan-jalan”)
Bahasa dan Fungsi Bahasa
Fungsi Bahasa menurut Halliday1. Fungsi regulatoris : penggunaan bahasa untuk memerintah dan perbaikan tingkah laku(“Tegakkan dirimu, Bung karno! Tegakkan! Ingat semua cita-citamu untuk memimpin rakyat! Jangan luntur hanya karena cobaan dan penjara! Aku istrimu akan berada di sampingmu dan akan selalu di sampingmu!”)
2. Fungsi interaksional : untuk saling mencurahkan perasan pemikiran antara seseorang dan orang lain(“Kalau begitu. Aku minta pengertian Inggit. Perkawinan kita tak bisa lagi dipertahankan .Begitu dia bilang. Aku memandangnya dengan tenang, dan kukatakan, (Inggit melepas gelung rambutnya, membiarkan rambut kini terurai) Baik. Dan Kus sudah tahu jawabanku sejak di Bengkulu. Kita akhiri ini semua ini dengan baik-baik”)
3. Fungsi personal : untuk mencurahkan perasaan dan pikiran(“Dan sebagai perempuan aku sudah menunaikan kewajibanku, mengatakan “Tidak” pada kemauan seorang lelaki bernama Kusno. Dan demi kata itu, baik aku memilih kembali ke Bandung. Membawa kembali peti tua ini dan semua harga diriku... ”)
Analisis Aspek Pertunjukkan
a. Visual Tata Panggung : berbentuk panggung pementasan yang diset properti
seperti di dalam rumah, ada dua kursi dan satu meja yang berfungsi menunjukkan sebagai ruang tamu, kemudian ranjang yang menunjukkan kamar. Kemudian bufet yang terdapat pajangan foto Soekarno.
Tata Rias : menggunakan tata rias korektif karena bentuk tata rias nya bersifat menyempurnakan (koreksi) atau menyembunyikan kekurangan-kekurangan yang ada pada wajah dan menonjolkan hal-hal yang menarik dari wajah.
Tata Busana : tokoh Inggit menggunakan kebaya, sanggul dan suntingan cempaka kuning yang menjadi ciri Inggit berasal dari tanah Pasundan.
Tata Cahaya : sudah baik, cahaya diatur sesuai dengan adegan yang akan diperankan. Hal ini bertujuan untuk menghadirkan suasana yang dapat mempengaruhi emosi penonton.
SATU: Panggung RedupTakdir yang mengatur kata mana yang boleh dan tidak boleh dimiliki oleh
perempuan. (Lampu Redup) DUA: Panggung terang. Inggit masih muda.....
b. Gerak Gerak pemain sangat bagus sekali karena tokoh Inggit diperankan oleh pemain yang telah profesional. Sosok Inggit terwakili oleh Happy Salma yang mampu menguasai emosional penonton.
c. AudioMusik pembuka adalah musik di awal pementasan drama yang berfungsi untuk merangsang imajinasi penonton dalam memberikan sedikit gambaran tentang pertunjukan yang akan di sajikan, atau bisa juga untuk pengkondisian penonton. (“SATU: Panggung Redup (Intro) Musik kecapi suling, sayup-sayup,.....lalu terdengar suara seseorang seperti membacakan dongeng.”)
Musik pengiring : (“Inggit masih muda. Belasan atau Duapuluh tahunan. Memakai pakaian ronggeng atau yang mengingatkan orang pada penari ronggeng. Musik sayup.”)
Musik Suasana musik yang menghidupkan irama permainana serta suasana dalam pertunjukan baik senang maupun gembira, sedih, tragis. (Suara Pidato Soekarno), (Panggung gelap, lalu cahaya masuk, redup. Inggit berdiri, diperutnya terikat buku, kue-kue nagasari yang isinya terbuka dan setengah terbuka.), (Lampu redup bersamaan dengan suara Soekarno membacakan teks Indonesia Menggugat), “Baik. Dan Kus sudah tahu jawabanku sejak di Bengkulu. Kita akhiri ini semua ini dengan baik-baik”(Musik Sunda, kecapi suling yang liris menyayat)
Musik penutup: musik kecapi suling
c. AudioMusik pembuka adalah musik di awal pementasan drama yang berfungsi untuk merangsang imajinasi penonton dalam memberikan sedikit gambaran tentang pertunjukan yang akan di sajikan, atau bisa juga untuk pengkondisian penonton. (“SATU: Panggung Redup (Intro) Musik kecapi suling, sayup-sayup,.....lalu terdengar suara seseorang seperti membacakan dongeng.”)
Musik pengiring : (“Inggit masih muda. Belasan atau Duapuluh tahunan. Memakai pakaian ronggeng atau yang mengingatkan orang pada penari ronggeng. Musik sayup.”)
Musik Suasana musik yang menghidupkan irama permainana serta suasana dalam pertunjukan baik senang maupun gembira, sedih, tragis. (Suara Pidato Soekarno), (Panggung gelap, lalu cahaya masuk, redup. Inggit berdiri, diperutnya terikat buku, kue-kue nagasari yang isinya terbuka dan setengah terbuka.), (Lampu redup bersamaan dengan suara Soekarno membacakan teks Indonesia Menggugat), “Baik. Dan Kus sudah tahu jawabanku sejak di Bengkulu. Kita akhiri ini semua ini dengan baik-baik”(Musik Sunda, kecapi suling yang liris menyayat)
Musik penutup: musik kecapi suling
Analis is Keteguhan Prinsip Perempuan dalam Naskah Monolog “Inggit” Berdasarkan Teori Feminisme Feminisme lahir awal abad ke 20,dipelopori Virginia Woolf
dalam bukunya yang berjudul A Room of One’s Own (1929).
Secara etimologis feminis berasal dari kata femme (woman), berarti perempuan yang bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan (jamak), sebagai kelas sosial.
Tujuan feminis adalah keseimbangan, interelasi gender. Dalam pengertian yang lebih luas, feminis adalah gerakan
kaum wanita untuk menolak segala sesuatu yang dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan direndahkan oleh kebudayaan dominan, baik dalam bidang politik dan ekonomi maupun kehidupan sosial dan budaya pada umumnya.
Feminisme lahir awal abad ke 20,dipelopori Virginia Woolf dalam bukunya yang berjudul A Room of One’s Own (1929).
Secara etimologis feminis berasal dari kata femme (woman), berarti perempuan yang bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan (jamak), sebagai kelas sosial.
Tujuan feminis adalah keseimbangan, interelasi gender. Dalam pengertian yang lebih luas, feminis adalah gerakan
kaum wanita untuk menolak segala sesuatu yang dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan direndahkan oleh kebudayaan dominan, baik dalam bidang politik dan ekonomi maupun kehidupan sosial dan budaya pada umumnya.
Analis is Keteguhan Prinsip Perempuan dalam Naskah Monolog “Inggit” Berdasarkan Teori Feminisme Sejarah selalu diidentikkan dengan para lelaki. History atau
sejarah, biasa diterjemahkan sebagai kisah para lelaki. Kalaupun ada sejarah yang berbicara tentang perempuan,
selalu berbicara tentang perempuan yang berada di ruang publik seperti Kartini, Cut Nyak Dien, atau Dewi Sartika. Seolah-olah dalam ruang domestik tidak ada pahlawan.
Padahal terdapat sesosok pahlawan dari ruang domestik yang membawa pengaruh besar kepada ruang publik. Dialah Inggit Garnasih, mantan istri dari Bapak Proklamator Indonesia, Soekarno.
Sejarah selalu diidentikkan dengan para lelaki. History atau sejarah, biasa diterjemahkan sebagai kisah para lelaki.
Kalaupun ada sejarah yang berbicara tentang perempuan, selalu berbicara tentang perempuan yang berada di ruang publik seperti Kartini, Cut Nyak Dien, atau Dewi Sartika. Seolah-olah dalam ruang domestik tidak ada pahlawan.
Padahal terdapat sesosok pahlawan dari ruang domestik yang membawa pengaruh besar kepada ruang publik. Dialah Inggit Garnasih, mantan istri dari Bapak Proklamator Indonesia, Soekarno.
Analis is Keteguhan Prinsip Perempuan dalam Naskah Monolog “Inggit” Berdasarkan Teori Feminisme Kesuksesaan Soekarno dalam dunia politik dan menjadi presiden
tak lepas dari jasa tangan dingin Inggit Garnasih, tangan lembut Inggit selalu meneduhkan Soekarno saat ia kelelahan, pemberi semangat ketika Soekarno merasa putus asa.
Prinsip hidup untuk memertahankan harga diri (Tersenyum dingin). Banyak sekali sanjungan yang dibuat untuk
perempuan yang mau patuh dan diam pada kemauan lelaki. Buatku sanjungan itu adalah muslihat. Biarlah aku tak pernah menjadi wanita utama atau istri utama karena aku telah mengambil hakku atas kata “Tidak”. Harga diriku tak bisa ditukar dengan sebutan apapun, bahkan dengan istana sekalipun.
Kesuksesaan Soekarno dalam dunia politik dan menjadi presiden tak lepas dari jasa tangan dingin Inggit Garnasih, tangan lembut Inggit selalu meneduhkan Soekarno saat ia kelelahan, pemberi semangat ketika Soekarno merasa putus asa.
Prinsip hidup untuk memertahankan harga diri (Tersenyum dingin). Banyak sekali sanjungan yang dibuat untuk
perempuan yang mau patuh dan diam pada kemauan lelaki. Buatku sanjungan itu adalah muslihat. Biarlah aku tak pernah menjadi wanita utama atau istri utama karena aku telah mengambil hakku atas kata “Tidak”. Harga diriku tak bisa ditukar dengan sebutan apapun, bahkan dengan istana sekalipun.
Analis is Keteguhan Prinsip Perempuan dalam Naskah Monolog “Inggit” Berdasarkan Teori Feminisme Keteguhan Inggit untuk memperjuangkan haknya (“Duapuluh tahun aku menemaninya. Mengikutinya ke mana pun.
Tak pernah ada kata lain yang diucapkannya pada kolonialisme, kecuali kata “Tidak”. Jika ia berani mengatakan “Tidak” pada kolonialisme, mengapa aku mesti tidak berani mengatakan hal yang sama ketika Kusno ingin menjadikan aku perempuan sebagai sebuah koloni lelaki. Apapun alasan yang dipakainya.”)
(“Sebagai istri, tugasku sudah selesai. Dan sebagai perempuan aku sudah menunaikan kewajibanku, mengatakan “Tidak” pada kemauan seorang lelaki bernama Kusno.”)
Keteguhan Inggit untuk memperjuangkan haknya (“Duapuluh tahun aku menemaninya. Mengikutinya ke mana pun.
Tak pernah ada kata lain yang diucapkannya pada kolonialisme, kecuali kata “Tidak”. Jika ia berani mengatakan “Tidak” pada kolonialisme, mengapa aku mesti tidak berani mengatakan hal yang sama ketika Kusno ingin menjadikan aku perempuan sebagai sebuah koloni lelaki. Apapun alasan yang dipakainya.”)
(“Sebagai istri, tugasku sudah selesai. Dan sebagai perempuan aku sudah menunaikan kewajibanku, mengatakan “Tidak” pada kemauan seorang lelaki bernama Kusno.”)
Analis is Keteguhan Prinsip Perempuan dalam Naskah Monolog “Inggit” Berdasarkan Teori Feminisme