kajian ekonomi regional provinsi jawa barat - bi.go.id · berasal dari bank indonesia, laporan...
TRANSCRIPT
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT
TRIWULAN IV-2007
KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG
Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 – 4230223 Fax : 022 – 4214326
Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil. Misi Bank Indonesia Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk pembangunan jangka panjang negara Indonesia yang berkesinambungan. Nilai-nilai Strategis Organisasi Bank Indonesia Nilai-nilai yang menjadi dasar organisasi, manajemen dan pegawai untuk bertindak atau berperilaku yaitu kompetensi, integritas, transparansi, akuntabilitas dan kebersamaan. Visi Kantor Bank Indonesia Bandung Mewujudkan Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya melalui peningkatan perannya sebagai economic intelligence dan unit penelitian. Misi Kantor Bank Indonesia Bandung Berperan aktif dalam pelaksanaan kebijakan Bank Indonesia dalam mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pelaksanaan kegiatan operasional di bidang ekonomi, moneter, perbankan, sistem pembayaran secara efektif dan efisien dan peningkatan kajian ekonomi regional serta koordinasi dengan pemerintah daerah serta lembaga terkait. Sasaran Strategis Bank Indonesia Bandung 1. Informasi yang berkualitas dalam rangka mendukung kebijakan Kantor Pusat dan Pengembangan
ekonomi di wilayah kerja. 2. Peningkatan sistem perbankan yang sehat dalam rangka mendukung pengembangan ekonomi
daerah. 3. Kelancaran dan keamanan sistem pembayaran di wilayah kerja. 4. Pengeleloaan keuangan satker secara efektif dan efisien. 5. Mengoptimalkan hasil kajian penyediaan informasi ekonomi di wilayah kerja. 6. Meningkatkan pengawasan bank yang efektif yang mendukung pengembangan ekonomi di
wilayah kerja. 7. Meningkatkan pelayanan dan prasarana sistem pembayaran. 8. Meningkatkan kemitraan strategis dengan stakeholders. 9. Meningkatkan efektifitas pelaksanaan Good Governance. 10. Memperkuat organisasi dan mengembangkan SDM yang berkompetensi tinggi dengan dukungan
budaya kerja yang berbasis pengetahuan.
Halaman ini sengaja dikosongkan
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas perkenan dan karunia-Nya,
penyusunan buku “Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Barat Triwulan IV-2007” ini akhirnya dapat
diselesaikan. Hasil kajian atas perkembangan ekonomi regional Provinsi Jawa Barat pada triwulan
tersebut memberi gambaran bahwa kondisi ekonomi regional di Jawa Barat menunjukkan
perkembangan yang cukup baik.
Meskipun pada akhir 2007 tekanan ekonomi global semakin meningkat, perekonomian Jawa
Barat selama triwulan IV-2007 menunjukkan perkembangan yang relatif baik dibandingkan triwulan
III-2007. Laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan IV-2007 diperkirakan sekitar 6,52%
(yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada triwulan III-2007 yang sebesar 6,42% (yoy).
Dengan perkembangan tersebut, perekonomian Jawa Barat pada tahun 2007 diperkirakan tumbuh
sekitar 6,22% (yoy), lebih tinggi dibandingkan tahun 2006.
Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan terakhir 2007 masih
didorong oleh konsumsi. Di sisi penawaran, pertumbuhan terutama didorong oleh sektor industri
pengolahan. Meskipun pertumbuhan sektor ini lebih rendah dibandingkan dua sektor ekonomi
dominan lainnya, yakni sebesar 5,15%, sektor industri pengolahan memberikan kontribusi
pertumbuhan terbesar, yaitu 2,32% (qtq). Sementara itu, berdasaran angka pertumbuhannya, sektor
yang tumbuh paling tinggi adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR), yang tumbuh
9,32%. Adapun sektor pertanian, yang selama ini memberikan kontribusi cukup besar terhadap PDRB
Jawa Barat, tumbuh 7,79%.
Perkembangan ekonomi Jawa Barat di atas, khususnya respon sisi penawaran yang cukup baik
terhadap sisi permintaan, berdampak positif terhadap laju inflasi di Jawa Barat. Tingkat inflasi
gabungan tujuh kota di Jawa Barat (meliputi Kota Bandung, Cirebon, Tasikmalaya, Bekasi, Bogor,
Sukabumi, dan Banjar) selama triwulan IV-2007 tercatat 1,44% (qtq), lebih rendah daripada inflasi
pada triwulan sebelumnya dan inflasi nasional. Secara keseluruhan, inflasi di Jawa Barat pada tahun
2007 sebesar 5,10% (yoy), lebih rendah daripada inflasi pada tahun 2006 dan inflasi nasional 2007.
Perlambatan laju inflasi triwulanan selama triwulan IV-2007 terutama disebabkan oleh relatif
lebih rendahnya kenaikan harga beberapa komoditas bahan makanan yang harganya berfluktuasi
(volatile food) dibandingkan triwulan sebelumnya serta deflasi kelompok administered prices. Namun
demikian, inflasi inti meningkat dan memberikan sumbangan inflasi yang lebih besar dibandingkan
volatile food. Komoditas inti penyumbang terbesar inflasi adalah emas perhiasan, yang kenaikannya
lebih dipengaruhi faktor eksternal, yaitu kenaikan harga emas dunia.
Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat juga didukung oleh perkembangan fungsi intermediasi
perbankan. Dana pihak ketiga yang dihimpun bank umum tumbuh 10,08% (qtq) atau 12,60% (yoy)
ii
menjadi Rp105,57 triliun, sementara kredit yang disalurkan tumbuh 5,61% (qtq) atau 20,73% (yoy)
menjadi Rp69,74 triliun.
Perekonomian Jawa Barat juga tidak terlepas dari sumber pembiayaan yang berasal dari APBD.
Berdasarkan data APBD Perubahan Tahun 2007, secara keseluruhan pendapatan daerah Provinsi Jawa
Barat mengalami kenaikan sebesar 1,82% dibandingkan APBD Murni tahun 2007. Sementara itu,
belanja daerah yang terdiri dari belanja langsung dan tidak langsung, naik 9,43%.
Sejalan dengan membaiknya kinerja perekonomian Jawa Barat, kondisi ketenagakerjaan di
Jawa Barat menunjukkan perkembangan yang cukup baik. Jumlah penduduk yang bekerja naik 5,7%
(yoy) menjadi 15,85 juta pada Agustus 2007. Angka pengangguran turun 7% (yoy) menjadi 2,38 juta
jiwa (13,05% dari total angkatan kerja) pada Agustus 2007. Namun demikian, indikator kesejahteraan
masyarakat lainnya relatif tidak banyak mengalami perubahan. Hal ini diindikasikan antara lain oleh
nilai tukar petani yang menurun serta persentase penduduk miskin yang meningkat. Di sisi lain,
distribusi pendapatan di Jawa Barat juga masih belum menunjukkan perbaikan.
Uraian di atas merupakan hasil analisa kami terhadap berbagai data dan informasi, yang selain
berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei
yang dilakukan oleh Kantor Bank Indonesia Bandung, juga kami peroleh dari berbagai pihak, seperti
Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dinas-dinas terkait, Badan Perencanaan Daerah Provinsi Jawa Barat,
Badan Pusat Statistik, Badan Promosi dan Penanaman Modal Daerah Provinsi Jawa Barat. Sehubungan
dengan hal tersebut, dalam kesempatan ini, perkenankan kiranya kami mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak tersebut yang telah membantu penyusunan buku ini.
Kami menyadari bahwa cakupan serta kualitas data dan informasi yang disajikan dalam buku
ini masih perlu terus disempurnakan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran
membangun dari semua pihak yang berkepentingan dengan buku ini. Kiranya kerjasama yang sangat
baik dengan berbagai pihak selama ini dapat terus ditingkatkan di masa yang akan datang.
Akhir kata, kami berharap semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Semoga Tuhan
Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan ridha-Nya dan melindungi setiap langkah kita.
Bandung, 5 Februari 2008
M.D. Soegiarto
Pemimpin
iii
DAFTAR ISI Kata Pengantar .................................................................................................................... i Daftar Isi .............................................................................................................................. iii Daftar Tabel ......................................................................................................................... v Daftar Grafik........................................................................................................................ vii Tabel Indikator Ekonomi Jawa Barat ..................................................................................... xi RINGKASAN EKSEKUTIF ....................................................................................................... 1 BAB 1 KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL ............................................................................. 7
1. Sisi Permintaan..................................................................................................................... 9 1.1. Konsumsi.................................................................................................................... 10 1.2. Investasi...................................................................................................................... 13 1.3. Ekspor-Impor.............................................................................................................. 15
2. Sisi Penawaran............ ......................................................................................................... 16 2.1. Sektor Pertanian ........................................................................................................... 17 2.2. Sektor Industri Pengolahan ........................................................................................... 19 2.3. Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran..................................................................... 20 2.4. Sektor Keuangan .......................................................................................................... 21 2.5. Sektor Bangunan .......................................................................................................... 22 2.6. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi.......................................................................... 23 2.7. Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih ................................................................................. 25 2.8. Sektor Jasa-jasa............................................................................................................. 25
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH.......................................................................... 27
1. Inflasi Triwulanan ................................................................................................................ 29 1.1. Disagregasi Inflasi ....................................................................................................... 30
a. Inflasi Inti............................................................................................................. 30 b. Inflasi Volatile Food ............................................................................................. 33 c. Inflasi Administered Prices ................................................................................... 33
1.2. Inflasi Menurut Kelompok Barang Dan Jasa................................................................ 34 a. Kelompok Bahan Makanan ................................................................................. 35 b. Kelompok Sandang............................................................................................. 36 c. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau............................... 37 d. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar .................................... 38 e. Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan......................................... 38 f. Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olah Raga.................................................. 39 g. Kelompok Kesehatan .......................................................................................... 40
1.3. Inflasi Menurut Kota................................................................................................... 40 2. Inflasi Tahunan .................................................................................................................... 41
2.1. Disagregasi Inflasi ....................................................................................................... 42 a. Inflasi Inti............................................................................................................. 43 b. Inflasi Volatile Food ............................................................................................. 44 c. Inflasi Administered Prices .................................................................................. 45
2.2. Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa ................................................................ 45 a. Kelompok Bahan Makanan ................................................................................. 46 b. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau............................... 47 c. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar ................................... 48 d. Kelompok Sandang............................................................................................. 49 e. Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olah Raga ................................................. 49 f. Kelompok Transpor, Komunikasi,dan Jasa Keuangan ......................................... 50 g. Kelompok Kesehatan .......................................................................................... 51
2.3. Inflasi Menurut Kota................................................................................................... 51
iv
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH ................................................................. 53 1. Bank Umum Konvensional .................................................................................................. 55
1.1. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga Bank Umum Konvensional...................................... 56 1.2. Penyaluran Kredit Bank Umum Konvensional .............................................................. 57
1.2.1. Kredit Bank Umum Konvensional Berdasarkan Bank Pelapor ............................. 57 1.2.2. Kredit Bank Umum Konvensional Berdasarkan Lokasi Proyek ............................. 59 1.2.3. Persetujuan Kredit Baru oleh Bank Umum Konvensional .................................... 60 1.2.4. NPL/Risiko Kredit ................................................................................................ 61 1.2.5. Perkembangan Kredit Mikro, Kecil, dan Menengah (MKM) ............................... 61
2. Kinerja Bank Umum Konvensional yang Berkantor Pusat di Bandung ................................. 64 3. Bank Umum Syariah ............................................................................................................ 65 4. Bank Perkreditan Rakyat ..................................................................................................... 66 Boks 1. Kajian Peran Pemerintah Daerah dalam Pengembangan UMKM melalui Penjaminan Kredit Daerah di Jawa Barat...................................................................................................... 67
BAB 4 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH ............................................................ 69
1. Pendapatan Daerah ......................................................................................................... 70 2. Belanja Daerah .................................................................................................................... 70 3. APBD Tahun 2008................................................................................................................ 72 Boks 2. Gambaran Umum Rencana Kerja Pemerintah Daerah Jawa Barat Tahun 2008............. 74
BAB 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN ................................................................ 79 1. Pengedaran Uang Kartal.................................................................................................... 80
1.1. Aliran Uang Kartal Masuk/Keluar (Inflow/Outflow).................................................... 80 1.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar........................................................................... 81 1.3. Penukaran Uang Pecahan Kecil ................................................................................. 82 1.4. Uang Palsu ................................................................................................................ 83
2. Lalu Lintas Pembayaran Giral ............................................................................................. 83 2.1. Kliring Lokal .............................................................................................................. 83 2.2. Real Time Gross Settlement (RTGS) ........................................................................... 84
BAB 6 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH ......... 87
1. Ketenagakerjaan................................................................................................................ 88 2. Kesejahteraan.................................................................................................................... 89
Kesejahteraan Petani ......................................................................................................... 89 Indeks Pembangunan Manusia .......................................................................................... 92 Kemiskinan........................................................................................................................ 94 Gini Rasio .......................................................................................................................... 95
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH......................................................................................... 97
1. Prospek Ekonomi Makro.................................................................................................... 98 2. Perkiraan Inflasi ................................................................................................................. 99
LAMPIRAN............................................................................................................................................... 101 DAFTAR ISTILAH ...................................................................................................................................... 107
v
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat dari Sisi Permintaan (%)................... 10 Tabel 1.2. Kontribusi Komponen Sisi Permintaan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi
Jawa Barat (%) .................................................................................................................. 10 Tabel 1.3. Pertumbuhan Sektor Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat (%) ....................................... 17 Tabel 1.4. Kontribusi Sektor Ekonomi terhadap Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat
(%) .................................................................................................................................... 17 Tabel 1.5. Produksi dan Luas Panen Padi di Jawa Barat ...................................................................... 17 Tabel 1.6. Produksi Padi (Sawah dan Ladang) di Jawa Barat............................................................... 18 Tabel 1.7. Produktivitas Padi (Sawah dan Ladang) di Jawa Barat ........................................................ 18 Tabel 1.8. Perkembangan Komoditas Jagung di Jawa Barat ............................................................... 18 Tabel 1.9. Perkembangan Komoditas Kedelai di Jawa Barat............................................................... 18 Tabel 1.10. Penggunaan Kapasitas Produksi Sektor Tertentu (%)......................................................... 19 Tabel 1.11. Indikator Perhotelan di Jawa Barat..................................................................................... 20 Tabel 1.12. Jumlah Penumpang Domestik dan Internasional di Bandara Husein Sastranegara ............. 24 Tabel 1.13. Jumlah Angkutan Barang (Kargo) Domestik di Bandara Husein Sastranegara .................... 24 Tabel 1.14. Penjualan Listrik (Juta Kwh) ............................................................................................... 25 Tabel 2.1. Komoditas dengan Inflasi Triwulanan Tertinggi di Jawa Barat Triwulan IV-2007................ 29 Tabel 2.2. Komoditas dengan Andil Inflasi Triwulanan Terbesar di Jawa Barat Triwulan IV-2007 ....... 29 Tabel 2.3. Komoditas Inti dengan Inflasi Triwulanan Tertinggi di Jawa Barat Triwulan IV-2007.......... 31 Tabel 2.4. Komoditas Inti dengan Andil Inflasi Triwulanan Terbesar di Jawa Barat Triwulan IV-2007 . 31 Tabel 2.5. Komoditas Volatile Food dengan Inflasi Triwulanan Tertinggi di Jawa Barat Triwulan IV-
2007.................................................................................................................................. 33 Tabel 2.6. Komoditas Volatile Food dengan Andil Inflasi Triwulanan Terbesar di Jawa Barat Triwulan
IV-2007.............................................................................................................................. 33 Tabel 2.7. Komoditas Administered Prices dengan Inflasi dan Deflasi Triwulanan Tertinggi di Jawa
Barat Triwulan IV-2007...................................................................................................... 34 Tabel 2.8. Komoditas Administered Prices dengan Andil Inflasi dan Deflasi Triwulanan Terbesar di
Jawa Barat Triwulan IV-2007 ............................................................................................. 34 Tabel 2.9. Inflasi Triwulanan di Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)......................... 34 Tabel 2.10. Inflasi Triwulanan di Jawa Barat Menurut Kota (% ) .......................................................... 41 Tabel 2.11. Komoditas dengan Inflasi Tahunan Tertinggi di Jawa Barat 2007 ...................................... 42 Tabel 2.12. Komoditas dengan Andil Inflasi Tahunan Terbesar di Jawa Barat 2007.............................. 42 Tabel 2.13. Komoditas Inti dengan Inflasi Tahunan Tertinggi di Jawa Barat 2007 ................................ 44 Tabel 2.14. Komoditas Inti dengan Andil Inflasi Tahunan Terbesar di Jawa Barat 2007........................ 44 Tabel 2.15. Komoditas Volatile Food dengan Inflasi Tahunan Tertinggi di Jawa Barat 2007................. 44 Tabel 2.16. Komoditas Volatile Food dengan Andil Inflasi Tahunan Terbesar di Jawa Barat 2007 ........ 44 Tabel 2.17. Komoditas Administered Prices dengan Inflasi Tahunan Tertinggi di Jawa Barat 2007....... 45 Tabel 2.18. Komoditas Administered Prices dengan Andil Inflasi Tahunan Terbesar di Jawa Barat
2007.................................................................................................................................. 45 Tabel 2.19. Inflasi Tahunan Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%) ................................ 46 Tabel 2.20. Inflasi Tahunan di Jawa Barat Menurut Kota (% ) .............................................................. 52 Tabel 3.1. Empat Kabupaten/Kota dengan Rasio NPL Tertinggi......................... ................................ 61 Tabel 3.2. Empat Kabupaten/Kota dengan Rasio NPL Terendah......................................................... 61 Tabel 4.1. APBD Provinsi Jawa Barat Tahun 2007 dan Perubahannya (Rp Miliar)................................ 70 Tabel 4.2. Proyeksi Pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan Daerah Tahun Anggaran 2008 (RP Miliar) 73 Tabel 5.1. Perkembangan Outflow Uang Kertas dan Uang Logam melalui Bank Indonesia Bandung 81 Tabel 5.2. Perkembangan Penukaran Uang Pecahan Kecil melalui PPUPK Triwulan IV-2007 .............. 82 Tabel 5.3. Perkembangan Penyelesaian Transaksi Pembayaran Non-Tunai Melalui Kliring Lokal KBI
dan RTGS di Jawa Barat (Rata-Rata Per-Bulan) ................................................................... 83
vi
Tabel 5.4. Perkembangan Transaksi Kliring Lokal Rata-rata per Bulan di Jawa Barat (Rp Triliun) ........ 84 Tabel 5.5. Perkembangan Transaksi RTGS Rata-rata Per Bulan di Jawa Barat ..................................... 84 Tabel 6.1. Nilai Tukar Petani di Jawa Barat ......................................................................................... 90 Tabel 6.2. Ranking Nilai Tukar Petani di 23 Provinsi ........................................................................... 91 Tabel 6.3. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Barat Tahun 2003-2007.................................. 92 Tabel 6.4. Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Wilayah, Periode
Juli 2005 – Maret 2007 ..................................................................................................... 94 Tabel 6.5. Gini Rasio, dan Persentase Pendapatan 40% Bawah yang Diterima Kelompok
Masyarakat di Jawa Barat .................................................................................................. 96
vii
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1.1. Situasi Bisnis ...................................................................................................................... 8 Grafik 1.2. Realisasi Kegiatan Dunia Usaha.......................................................................................... 8 Grafik 1.3. Indeks Keyakinan Konsumen ............................................................................................. 10 Grafik 1.4. Komponen Indeks Keyakinan Saat Ini ................................................................................ 10 Grafik 1.5. Komponen Indeks Ekspektasi............................................................................................. 11 Grafik 1.6. Pendaftaran Mobil Baru di Jawa Barat (Tidak Termasuk Bekasi) ......................................... 11 Grafik 1.7. Konsumsi BBM (Premium).................................................................................................. 12 Grafik 1.8. Penjualan Makanan dan Tembakau ................................................................................... 12 Grafik 1.9. Penjualan Perlengkapan Rumah Tangga ............................................................................ 12 Grafik 1.10. Penjualan Pakaian dan Perlengkapannya ........................................................................... 12 Grafik 1.11. Posisi Penyaluran Kredit Konsumsi oleh Bank Umum di Jawa Barat ................................... 13 Grafik 1.12. Penyaluran Kredit Baru untuk Penggunaan Konsumsi oleh Bank Umum di Jawa Barat ...... 13 Grafik 1.13. Penjualan Semen di Jawa Barat.......................................................................................... 13 Grafik 1.14. Penjualan Perlengkapan Konstruksi ................................................................................... 13 Grafik 1.15. Impor Barang Modal.......................................................................................................... 14 Grafik 1.16. Impor Barang Modal Utama .............................................................................................. 14 Grafik 1.17. Posisi Penyaluran Kredit Investasi oleh Bank Umum di Jawa Barat ..................................... 14 Grafik 1.18. Penyaluran Kredit Baru Jenis Penggunaan Investasi oleh Bank Umum di Jawa Barat.......... 14 Grafik 1.19. Nilai dan Volume Ekspor Jawa Barat .................................................................................. 15 Grafik 1.20. Nilai dan Volume Impor Jawa Barat ................................................................................... 16 Grafik 1.21. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Pertanian ............................. 19 Grafik 1.22. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Industri Pengolahan ............. 20 Grafik 1.23. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Perdagangan, Hotel, dan
Restoran ............................................................................................................................ 21 Grafik 1.24. Nilai Tambah Bank Umum di Jawa Barat............................................................................ 22 Grafik 1.25. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Bangunan dan Konstruksi .... 22 Grafik 1.26. Jumlah Kendaraan yang Masuk dan Keluar dari Gerbang Tol Pasteur................................ 23 Grafik 1.27. Jumlah Penumpang Kereta Api DAOP Jawa Barat (Bandung dan Cirebon) (Juta
Penumpang) ...................................................................................................................... 23 Grafik 1.28. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Pengangkutan dan
Komunikasi ........................................................................................................................ 24 Grafik 1.29. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih ... 25 Grafik 1.30. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Jasa-jasa............................... 26 Grafik 2.1. Inflasi Triwulanan Jawa Barat dan Nasional........................................................................ 28 Grafik 2.2. Inflasi Tahunan Jawa Barat dan Nasional ........................................................................... 28 Grafik 2.3. Inflasi Bulanan Jawa Barat dan Nasional ............................................................................ 29 Grafik 2.4. Inflasi dan Andil Inflasi Triwulanan Kelompok Inti, Administered Prices, dan Volatile Food
di Jawa Barat Triwulan IV-2007 ......................................................................................... 30 Grafik 2.5. Inflasi Triwulanan Kelompok Inti, Administered Prices, dan Volatile Food di Jawa Barat..... 30 Grafik 2.6. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah ..................................................................................... 31 Grafik 2.7. Harga Barang dan Jasa Menurut Dunia Usaha ................................................................... 32 Grafik 2.8. Ekspektasi Pedagang Eceran terhadap Harga Barang dan Jasa .......................................... 32 Grafik 2.9. Ekspektasi Konsumen terhadap Harga Barang dan Jasa..................................................... 33 Grafik 2.10. Inflasi Triwulanan di Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa Triwulan IV-2007 ... 35 Grafik 2.11. Inflasi Triwulanan Kelompok Bahan Makanan di Jawa Barat.............................................. 36 Grafik 2.12. Inflasi dan Andil Inflasi Triwulanan Kelompok Bahan Makanan Menurut Subkelompok di
Jawa Barat Triwulan IV-2007 ............................................................................................. 36 Grafik 2.13. Inflasi Beras di Jawa Barat 2007......................................................................................... 36 Grafik 2.14. Inflasi Triwulanan Kelompok Sandang di Jawa Barat ......................................................... 37 Grafik 2.15. Inflasi dan Andil Inflasi Triwulanan Kelompok Sandang Menurut Subkelompok di Jawa
Barat Triwulan IV-2007...................................................................................................... 37
viii
Grafik 2.16. Inflasi Triwulanan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau di Jawa Barat.................................................................................................................................. 37
Grafik 2.17. Inflasi Triwulanan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Menurut Subkelompok di Jawa Barat Triwulan IV-2007................................................................... 37
Grafik 2.18. Inflasi Triwulanan Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar di Jawa Barat 38 Grafik 2.19. Inflasi Triwulanan Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar Menurut
Subkelompok di Jawa Barat Triwulan IV-2007................................................................... 38 Grafik 2.20. Inflasi Triwulanan Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan di Jawa Barat ...... 39 Grafik 2.21. Inflasi dan Andil Inflasi Triwulanan Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
Menurut Subkelompok di Jawa Barat Triwulan IV-2007 .................................................... 39 Grafik 2.22. Inflasi Triwulanan Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga di Jawa Barat................. 39 Grafik 2.23. Inflasi Triwulanan Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga Menurut Subkelompok
di Jawa Barat Triwulan IV-2007 ......................................................................................... 39 Grafik 2.24. Inflasi Triwulanan Kelompok Kesehatan di Jawa Barat....................................................... 40 Grafik 2.25. Inflasi dan Andil Inflasi Triwulanan Kelompok Kesehatan Menurut Subkelompok di Jawa
Barat Triwulan IV-2007...................................................................................................... 40 Grafik 2.26. Inflasi dan Andil Inflasi Triwulanan di Jawa Barat Menurut Kota Triwulan IV-2007............ 41 Grafik 2.27. Inflasi dan Andil Inflasi Tahunan Kelompok Inti, Administered Prices, dan Volatile Food di
Jawa Barat 2007................................................................................................................ 43 Grafik 2.28. Inflasi Tahunan Kelompok Inti, Administered Prices, dan Volatile Food di Jawa Barat ........ 43 Grafik 2.29. Perkiraan Pelaku Usaha terhadap Tingkat Inflasi ................................................................ 43 Grafik 2.30. Inflasi Tahunan di Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa 2007.......................... 46 Grafik 2.31. Inflasi Tahunan Kelompok Bahan Makanan di Jawa Barat ................................................. 47 Grafik 2.32. Inflasi Tahunan Kelompok Bahan Makanan Menurut Subkelompok di Jawa Barat 2007 ... 47 Grafik 2.33. Inflasi Tahunan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau di Jawa Barat 48 Grafik 2.34. Inflasi Tahunan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Menurut
Subkelompok di Jawa Barat 2007 ..................................................................................... 48 Grafik 2.35. Inflasi Tahunan Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar di Jawa Barat ... 48 Grafik 2.36. Inflasi Tahunan Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar Menurut
Subkelompok di Jawa Barat 2007 ..................................................................................... 48 Grafik 2.37. Inflasi Tahunan Kelompok Sandang di Jawa Barat ............................................................. 49 Grafik 2.38. Inflasi Tahunan Kelompok Sandang Menurut Subkelompok di Jawa Barat 2007............... 49 Grafik 2.39. Inflasi Tahunan Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga di Jawa Barat .................... 50 Grafik 2.40. Inflasi Tahunan Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga Menurut Subkelompok di
Jawa Barat 2007................................................................................................................ 50 Grafik 2.41. Inflasi Tahunan Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan di Jawa Barat.......... 50 Grafik 2.42. Inflasi Tahunan Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan Menurut
Subkelompok di Jawa Barat 2007 ..................................................................................... 50 Grafik 2.43. Inflasi Tahunan Kelompok Kesehatan di Jawa Barat .......................................................... 51 Grafik 2.44. Inflasi Tahunan Kelompok Kesehatan Menurut Subkelompok di Jawa Barat 2007 ............ 51 Grafik 2.45. Inflasi dan Andil Inflasi Tahunan di Jawa Barat Menurut Kota 2007 .................................. 52 Grafik 3.1. Perkembangan DPK dan Kredit Bank Umum Konvensional ............................................... 55 Grafik 3.2. Perkembangan LDR dan NPL Bank Umum Konvensional ................................................... 55 Grafik 3.3. Perkembangan Penghimpunan DPK Bank Umum Konvensional Berdasarkan Jenis
Simpanan .......................................................................................................................... 56 Grafik 3.4. Pangsa Penghimpunan DPK Bank Umum Konvensional Berdasarkan Kelompok Bank
Triwulan IV-2007............................................................................................................... 56 Grafik 3.5. Pangsa DPK Bank Umum Konvensional Berdasarkan Golongan Pemilik Triwulan IV-2007. 57 Grafik 3.6. Perkembangan DPK Bank Umum Konvensional Berdasarkan Golongan Pemilik ................ 57 Grafik 3.7. Perkembangan Kredit Bank Umum di Jawa Barat .............................. .............................. 57 Grafik 3.8. Perkembangan Kredit Bank Umum Berdasarkan Kelompok Bank...................................... 57 Grafik 3.9. Pangsa Penyaluran Kredit Bank Umum Konvensional Berdasarkan Jenis Penggunaan
Triwulan IV-2007 ......................................................................................... 58 Grafik 3.10. Perkembangan Kredit Bank Umum Konvensional Berdasarkan Jenis Penggunaan. ............ 58 Grafik 3.11. Pangsa Penyaluran Kredit Bank Umum Konvensional Terbesar Berdasarkan Sektor
Ekonomi Triwulan IV-2007 ................................................................................................ 59
ix
Grafik 3.12. Perkembangan Penyaluran Kredit Bank Umum Konvensional Terbesar Berdasarkan Sektor Ekonomi ................................................................................................................. 59
Grafik 3.13. Perkembangan Kredit Bank Pelapor dan Lokasi Proyek ...................................................... 59 Grafik 3.14. Pangsa Kredit Lokasi Proyek Berdasarkan Jenis Penggunaan Triwulan IV-2007.................. 59 Grafik 3.15. Sektor Ekonomi Dominan Penyerap Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek .............................. 60 Grafik 3.16. Perkembangan Penyaluran Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek di Kabupaten/Kota Triwulan
IV-2007 ............................................................................................................... 60 Grafik 3.17. Perkembangan Persetujuan Kredit Baru oleh Bank Umum Konvensional ........................... 60 Grafik 3.18. Perkembangan Kredit MKM Bank Umum Konvensional Menurut Kelompok Bank ............ 62 Grafik 3.19. Perkembangan Kredit MKM Bank Umum Konvensional Menurut Jenis
Penggunaan..................................................................................................................... 62 Grafik 3.20. Perkembangan Kredit MKM Bank Umum Konvensional Menurut Plafon .......................... 62 Grafik 3.21. Distribusi Kredit MKM Bank Umum Konvensional Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan
IV-2007.............................................................................................................................. 62 Grafik 3.22. Distribusi Kredit MKM Bank Umum Konvensional Berdasarkan Kabupaten/Kota Triwulan
IV-2007.............................................................................................................................. 63 Grafik 3.23. Perkembangan Gross NPL Kredit MKM dan Gross NPL Total Kredit Bank Umum
Konvensional...................................................... .............................................................. 63 Grafik 3.24. Perkembangan Kredit MKM Berdasarkan Lokasi Proyek di Jawa Barat ................. ............ 63 Grafik 3.25. Perkembangan Kinerja Bank Umum Konvensional yang Berkantor Pusat di Bandung........ 64 Grafik 3.26. Perkembangan Kinerja Bank Umum Syariah ...................................................................... 65 Grafik 5.1. Perkembangan Inflow dan Outflow Uang Kartal di Jawa Barat.......................................... 80 Grafik 5.2. Perkembangan PTTB Bank Indonesia Bandung Tahun 2007............................................... 82 Grafik 6.1. Jumlah Penduduk yang Bekerja dan Menganggur di Jawa Barat ....................................... 88 Grafik 6.2. Komposisi Penduduk Bekerja di Jawa Barat Menurut Lapangan Pekerjaan ........................ 89 Grafik 6.3. Komposisi Penduduk Bekerja di Jawa Barat Menurut Status Pekerjaan .............................. 89 Grafik 7.1. Ekspektasi Situasi Bisnis ..................................................................................................... 98 Grafik 7.2. Realisasi Kegiatan Dunia Usaha.......................................................................................... 98 Grafik 7.3. Ekspektasi Pelaku Usaha terhadap Perkembangan Harga Barang dan Jasa ........................ 100 Grafik 7.4. Ekspektasi Pedagang Eceran terhadap Harga..................................................................... 100 Grafik 7.5. Ekspektasi Konsumen terhadap Perkembangan Harga Barang dan Jasa ............................ 100
Halaman ini sengaja dikosongkan
xi
TABEL INDIKATOR EKONOMI JAWA BARAT I. MAKRO
2007 INDIKATOR 2006
Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV*
PDRB - harga konstan (Rp Miliar)* 257,535.98 65,561.59 68,159.54 69,633.52 70,194.71
- Pertanian 34,461.32 7,713.54 9,553.28 9,181.74 7,236.60
- Pertambangan & Penggalian 7,017.18 1,692.94 1,652.36 1,651.36 1,729.28
- Industri Pengolahan 114,299.63 29,115.73 29,592.55 30,289.27 31,173.29
- Listrik, Gas, dan Air Bersih 5,755.52 1,492.53 1,478.04 1,521.32 1,598.00
- Bangunan 8,112.53 2,139.49 2,184.42 2,249.30 2,290.69
- Perdagangan, Hotel, dan Restoran 50,609.68 13,678.50 13,876.64 14,807.26 15,750.47
- Pengangkutan dan Komunikasi 11,186.24 3,021.01 3,015.66 3,048.01 3,234.50
- Keuangan, Persewaan, dan Jasa 7,672.32 2,069.30 2,121.46 2,174.84 2,215.53
- Jasa 18,421.56 4,638.55 4,685.14 4,710.44 4,966.35
Pertumbuhan PDRB (yoy %) 6.01 5.72 6.19 6.42 6.52
Ekspor-Impor** 8,532.32 2,590.81 2,181.47 1,618.57 1,768.92
Nilai Ekspor Nonmigas (USD Juta) 17,137.51 4,385.68 4,397.07 3,130.51 3,077.29
Volume Ekspor Nonmigas (ribu ton) 9,953.91 2,454.91 2,301.76 1,333.44 1,568.05
Nilai Impor Nonmigas (USD Juta) 8,605.19 1,794.87 2,215.60 1,511.94 1,308.37
Volume Impor Nonmigas (ribu ton) 1,797.10 647.60 693.45 466.09 377.79
Indeks Harga Konsumen: 148.15 150.29 149.97 153.48 155.69
- Kota Bandung 150.08 151.77 151.38 155.13 157.96
- Kota Bekasi 145.84 147.88 147.48 151.39 152.62
- Kota Bogor 149.65 152.43 152.48 154.98 156.38
- Kota Sukabumi 145.50 145.65 144.37 147.09 151.81
- Kota Cirebon 138.37 142.85 143.07 146.25 149.62
- Kota Tasikmalaya 153.26 158.98 158.92 161.54 165.09
- Kota Banjar 148.08 152.85 153.11 157.19 160.26
Laju Inflasi Tahunan (yoy %): 6.15 5.72 4.82 6.08 5.10
- Kota Bandung 5.33 4.91 4.06 5.30 5.25
- Kota Bekasi 6.53 5.47 4.49 6.47 4.65
- Kota Bogor 6.62 6.77 5.84 6.19 4.50
- Kota Sukabumi 7.30 5.31 4.05 4.16 4.34
- Kota Cirebon 6.31 8.15 8.44 10.16 7.87
- Kota Tasikmalaya 8.44 10.88 9.75 9.13 7.72
- Kota Banjar 7.66 8.45 7.72 9.66 8.23
Keterangan: * Data PDRB triwulan IV-2007 adalah hasil proyeksi KBI Bandung ** Data Ekspor-Impor triwulan IV-2007 adalah data ekspor-impor Oktober-November 2007
xii
II. PERBANKAN
2007 Indikator 2006
Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV
Bank Umum Total Aset (Rp Triliun) 118.19 118.82 122.65 124.99 136.39 DPK (Rp Triliun) 93.76 92.24 95.80 95.91 105.57 - Tabungan (Rp Triliun) 30.14 30.10 31.81 33.56 37.78 - Giro (Rp Triliun) 17.93 18.19 20.15 21.32 22.03 - Deposito (Rp Triliun) 45.69 43.94 43.84 41.03 45.77
Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi proyek *) 100.70 102.05 109.46 113.82 119.13 - Modal Kerja 46.10 46.52 50.19 51.98 54.34 - Investasi 15.98 16.03 17.06 18.12 18.67 - Konsumsi 38.62 39.50 42.20 43.73 46.12
Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi kantor cabang 57.77 58.67 62.39 66.03 69.74 - Modal Kerja 24.51 24.47 26.15 27.73 29.98 - Investasi 5.62 5.63 6.12 6.75 7.30 - Konsumsi 27.64 28.56 30.12 31.55 32.46 - LDR 61.61 63.60 65.13 68.85 66.06
Rasio NPL Gross (%) 4.01 4.31 4.13 3.81 3.44
Rasio NPL Net (%) 2.38 2.36 2.08 1.82 1.66
Kredit MKM (triliun Rp) 46.53 47.43 50.18 52.84 54.76
Kredit Mikro (< Rp50 juta) (triliun Rp) 23.02 22.82 23.21 23.97 24.16 - Kredit Modal Kerja 2.71 2.68 2.88 2.99 2.99 - Kredit Investasi 0.48 0.52 0.47 0.62 0.59 - Kredit Konsumsi 19.82 19.63 19.86 20.36 20.58
Kredit Kecil (Rp50 juta s.d. Rp 500 juta) (triliun Rp) 11.67 12.57 14.05 15.13 15.56 - Kredit Modal Kerja 4.53 4.56 4.81 5.15 5.17 - Kredit Investasi 0.74 0.77 0.81 0.85 0.87 - Kredit Konsumsi 6.40 7.24 8.43 9.13 9.52
Kredit Menengah (Rp500 juta s.d.Rp5 miliar) (triliun Rp) 11.84 12.04 12.92 13.74 15.04
- Kredit Modal Kerja 8.69 8.64 9.29 9.79 10.78 - Kredit Investasi 1.79 1.84 1.95 2.06 2.16 - Kredit Konsumsi 1.36 1.57 1.68 1.88 2.10
Total Kredit MKM (triliun Rp) 46.53 47.43 50.18 52.84 54.76
Rasio NPL MKM gross (%) 3.59 3.94 3.91 3.65 3.41
Rasio NPL MKM net (%) 1.96 2.09 1.87 1.82
Bank Umum Syariah
Total Aset (Rp Triliun) 3.30 3.32 3.41 3.55 4.07
DPK (Rp Triliun) 2.43 2.46 2.50 2.59 3.14 - Tabungan (Rp Triliun) 0.95 1.09 1.09 1.25 1.52 - Giro (Rp Triliun) 0.25 0.21 0.19 0.26 0.28 - Deposito (Rp Triliun) 1.23 1.16 1.22 1.08 1.35
Pembiayaan (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi kantor cabang 2.34 2.39 2.56 2.76 2.84
- Modal Kerja 1.27 1.20 1.38 1.56 1.65 - Konsumsi 0.51 0.56 0.60 0.56 0.56 - Investasi 0.56 0.62 0.58 0.64 0.63 - FDR 96.08 96.97 102.21 106.77 90.34
BPR *)
Total Aset (Rp Triliun) 4.16 3.91 4.27 4.34 4.45
DPK (Rp Triliun) 2.53 2.42 2.54 2.69 2.74 - Tabungan (Rp Triliun) 0.51 0.52 0.53 0.60 0.63 - Deposito (Rp Triliun) 1.95 1.92 1.99 2.09 2.11
Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi proyek 2.46 2.41 2.62 2.72 2.81 - Modal Kerja 1.44 1.43 1.51 1.56 1.60 - Investasi 0.17 0.13 0.15 0.15 0.15 - Konsumsi 0.85 0.84 0.96 1.01 1.06
Kredit MKM (triliun Rp) 2.46 2.41 2.62 2.72 2.81
xiii
III. SISTEM PEMBAYARAN
2006 2007 Indikator Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV
Transaksi Tunai
Posisi Kas Gabungan (Rp Triliun) 5.54 4.70 3.18 4.51 4.74
Inflow (Rp Triliun) 10.02 4.28 1.92 2.68 5.85
Outflow (Rp Triliun) 6.01 3.22 0.60 0.76 3.75
Pemusnahan Uang (Jutaan lembar/keping) 179.88 162.39 104.03 91.67 114.93
Transaksi Non Tunai BI-RTGS
Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp Triliun) 96.79 83.70 92.14 118.39 104.68
Volume Transaksi BI-RTGS 89,178 81,428 86,529 101,273 132,209
Rata-rata Harian Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp Triliun) 1.51 1.31 1.44 1.85 1.77
Rata-rata Harian Volume Transaksi BI-RTGS 1,393 1,272 1,352 1,582 2,241 Kliring
Nominal Perputaran Kliring (triliun Rp) 20.94 20.34 20.77 22.35 22.41
Volume Perputaran Kliring 1,068,777 1,100,628 1,092,647 1,159,654 1,096,667
Rata-rata Harian Nominal Perputaran Kliring (triliun Rp) 0.33 0.32 0.32 0.35 0.38
Rata-rata Harian Volume Perputaran Kliring 16,700 17,197 17,073 18,120 18,588
Halaman ini sengaja dikosongkan
RINGKASAN EKSEKUTIF
RINGKASAN EKSEKUTIF
2
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO
Perekonomian Jawa Barat pada triwulan IV-2007 tumbuh 6,52% (yoy).
Perekonomian Jawa Barat pada triwulan IV-2007 diperkirakan tumbuh sekitar 6,52% (yoy) . Secara keseluruhan, perekonomian Jawa Barat pada tahun 2007 diperkirakan tumbuh sekitar 6,22% (yoy).
Pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh
peningkatan kegiatan konsumsi.
Dari sisi permintaan, terutama didorong oleh meningkatnya konsumsi (swasta dan pemerintah). Sementara itu, kegiatan investasi masih tetap tumbuh walaupun sedikit melambat dibandingkan periode sebelumnya. Stimulus fiskal mengalami peningkatan yang didorong oleh peningkatan belanja pemerintah terutama yang terkait dengan pembangunan infrastruktur dan telekomunikasi serta peningkatan sarana dan prasarana aparatur. Kinerja ekspor Jawa Barat diperkirakan masih mengalami peningkatan. Di sisi lain, pertumbuhan impor diperkirakan mengalami perlambatan khususnya untuk impor barang-barang modal.
Pertumbuhan ekonomi di sisi penawaran terutama
ditopang olehsektor Industri Pengolaha dan
sektor PHR.
Respon di sisi penawaran ditandai oleh tumbuh positifnya sebagian besar sektor ekonomi di Jawa Barat. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR) serta sektor industri pengolahan, mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi dan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi Jawa Barat. Sementara itu, kinerja sektor pertanian khususnya subsektor tanaman pangan mengalami perbaikan. Pencapaian kinerja yang cukup mengesankan terjadi pada beberapa sektor ekonomi non dominan di Jawa Barat, terutama sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan.
PERKEMBANGAN INFLASI
Inflasi di Jawa Barat, baik secara triwulanan maupun tahunan, pada triwulan IV-
2007 lebih rendah dibandingkan triwulan
sebelumnya.
Inflasi gabungan tujuh kota IHK di Jawa Barat pada triwulan IV-2007, baik secara triwulanan maupun tahunan, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. Secara triwulanan, inflasi mencapai 1,44% (qtq). Angka tersebut lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang mencapai 2,09% (qtq) dan inflasi Jawa Barat pada triwulan IV-2006 yang mencapai 2,40% (qtq).
Perlambatan inflasi triwulanan disebabkan
oleh terkendalinya inflasi volatile food.
Perlambatan laju inflasi triwulanan terutama disebabkan oleh lebih relatif rendahnya kenaikan harga beberapa komoditas bahan makanan yang harganya berfluktuasi (volatile food) dibandingkan triwulan sebelumnya. Namun demikian, inflasi inti meningkat dan memberikan sumbangan inflasi yang lebih besar dibandingkan volatile food. Komoditas inti penyumbang terbesar inflasi adalah emas perhiasan, yang kenaikannya lebih dipengaruhi faktor eksternal, yaitu kenaikan harga emas dunia.
Inflasi tahun Jawa Barat pada 2007 sebesar 5,10%
(yoy).
Secara tahunan, inflasi Jawa Barat melambat dari 6,08% (yoy) pada September 2007 menjadi 5,10% (yoy) pada Desember 2007. Inflasi tersebut juga lebih rendah dibandingkan inflasi tahunan nasional yang mencapai 6,59% (yoy).
Faktor utama inflasi 2007 berasal dari sisi
penawaran.
Faktor utama inflasi sepanjang tahun 2007 terutama diwarnai oleh sisi penawaran. Permasalahan sisi penawaran bahan makanan terjadi akibat kendala pasokan, faktor alam (musim) dan distribusi. Di samping faktor-faktor tersebut, imported inflation juga memberikan kontribusi cukup besar terhadap kenaikan harga bahan makanan dan makanan jadi. Kenaikan harga komoditas dunia juga mendorong kenaikan harga emas perhiasan dan bahan bakar, khususnya minyak tanah, gas elpiji dan pertamax.
RINGKASAN EKSEKUTIF
3
PERKEMBANGAN PERBANKAN
Kegiatan intermediasi perbankan di Jawa Barat
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya.
Secara umum kegiatan intermediasi perbankan di Jawa Barat pada triwulan IV-2007 menunjukkan peningkatan baik secara triwulanan maupun tahunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Peningkatan terjadi pada bank umum konvensional, bank umum syariah, bank yang berkantor pusat di Bandung serta BPR/S.
DPK tumbuh signifikan, penyaluran kredit tetap
tumbuh walaupun melambat.
Peningkatan pada bank umum konvesional didorong oleh peningkatan yang cukup signifikan dari penghimpunan dana pihak ketiga. Pada triwulan IV-2007 DPK tumbuh 10,08% (qtq) atau 12,60% (yoy) menjadi Rp105,57 triliun. Sementara itu penyaluran kredit tumbuh 5,61% (qtq) atau 20,73% (yoy) menjadi Rp69,74 triliun, sedikit melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Perkembangan penyaluran kredit yang melambat disertai dengan peningkatan penghimpunan DPK yang tinggi menyebabkan rasio kredit terhadap DPK (loan to deposit ratio atau LDR) bank umum konvensional di Jawa Barat turun dari 68,85% menjadi 66,06%. Di lain pihak, rasio kredit bermasalah kotor (gross non performing loan atau gross NPL) terus menunjukkan perbaikan, dari 4,13% pada triwulan sebelumnya menjadi 3,81% pada triwulan laporan.
Kinerja tujuh bank umum yang berkantor pusat di
Bandung terus menunjukkan peningkatan.
Perkembangan tujuh bank umum konvensional yang berkantor pusat di Bandung terus menunjukkan peningkatan. Penyaluran kredit tumbuh 8,14% (qtq) atau 30,86% (yoy) menjadi Rp39,91 triliun, sementara DPK tumbuh 2,11% (qtq) atau 24,91% (yoy) menjadi Rp30,40 triliun. Demikian pula, beberapa indikator kinerja bank BOPO, NII dan ROA untuk bank-bank tersebut menunjukkan perbaikan dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya.
Kinerja bank umum syariah di Jawa Barat tetap
meningkat
Perkembangan positif juga ditunjukkan oleh bank umum syariah di wilayah Jawa Barat. Total aset, dana yang dihimpun maupun pembiayaan yang disalurkan (PYD) tetap meningkat, walaupun peningkatannya belum sesuai dengan yang diharapkan. Kualitas pembiayaan mengalami perbaikan yang cukup signifikan, hal ini tercermin dari rasio pembiayaan bermasalah kotor (gross non performing financing atau gross NPF) yang turun dari 7,87% menjadi 5,83%.
Perkembangan BPR/S di Jawa Barat tetap tumbuh walaupun belum seperti
yang diharapkan.
Sementara itu, kinerja bank perkreditan rakyat/syariah (BPR/S) belum seperti yang diharapkan walaupun pada triwulan laporan tetap mengalami peningkatan. Total aset, penghimpunan DPK dan penyaluran kredit/pembiayaan, secara triwulanan masing-masing tumbuh 2,66%, 1,97% dan 3,07%, sementara secara tahunan (yoy) masing-masing tumbuh 7,17%, 8,12% dan 14,18. Kondisi tersebut menyebabkan LDR menjadi 102,51%. Di lain pihak risiko kredit/pembiayaan BPR/S masih cukup tingi. Hal ini terlihat dari gross NPL/F pada November 2007 yang mencapai 11,15%
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
Transaksi pembayaran tunai meningkat signifikan
Pada triwulan IV-2007, kegiatan transaksi pembayaran tunai menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Jumlah aliran uang masuk (inflow) maupun aliran uang keluar (outflow) di KBI Bandung, KBI Tasikmalaya dan KBI Cirebon mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan tingginya kebutuhan masyarakat terhadap uang tunai terkait dengan hari Raya Idul Fitri pada awal triwulan. Sementara itu untuk sistem pembayaran non tunai, transaksi pembayaran melalui BI RTGS dan kliring di Jawa Barat masih menunjukkan peningkatan walaupun tidak signifikan. Hal ini menunjukkan masih tingginya aktivitas ekonomi dibandingkan triwulan sebelumnya.
RINGKASAN EKSEKUTIF
4
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
Pendapatan daerah Prov. Jabar naik 1,82%
dibandingkan APBD Murni tahun 2007, sedangkan
belanja daerah naik 9,43%.
Berdasarkan data APBD Perubahan Tahun 2007, secara keseluruhan pendapatan daerah Provinsi Jawa Barat mengalami kenaikan sebesar 1,82% dibandingkan APBD Murni tahun 2007. Sementara itu belanja daerah, yang terdiri dari belanja langsung dan tidak langsung, naik 9,43%. Perubahan tersebut antara lain dimaksudkan untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang memiliki sifat penting, serta untuk merespon dampak perubahan asumsi dan untuk kegiatan yang berorientasi sebagai landasan pencapaian 8 common goals tahun 2008.
RAPBD Prov. Jabar tahun 2008 sebesar Rp5,5 triliun.
RAPBD tahun 2008 tidak jauh berbeda dibandingkan APBD Murni tahun 2007, yaitu sebesar Rp5,5 triliun. Angka tersebut masih dirasakan kurang, karena diperkirakan kebutuhan belanja daerah tahun 2008 lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya. Sejumlah pembiayaan yang akan dikeluarkan pada tahun 2008 diantaranya belanja untuk pilkada sebesar Rp600 miliar, belanja pendidikan 15% dari nilai APBD, biaya pembebasan lahan untuk proyek pembangunan Tol Soroja dan Cisumdawu sebesar Rp66 miliar, serta biaya pembebasan lahan proyek pembangunan sarana Olah Raga Gedebage senilai Rp350 miliar.
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Kondisi ketenagakerjaan di Jawa Barat menunjukkan
perkembangan yang cukup baik.
Sejalan dengan membaiknya kinerja perekonomian Jawa Barat, kondisi ketenagakerjaan di Jawa Barat menunjukkan perkembangan yang cukup baik. Jumlah penduduk yang bekerja naik dari 14,99 juta pada Agustus 2006 menjadi 15,85 juta pada Agustus 2007. Demikian pula dengan angka pengangguran di Jawa Barat yang sedikit menunjukkan perbaikan. Angka pengangguran pada Agustus 2007 turun 7% dibandingkan angka pada Agustus 2006, yaitu dari 2,56 juta orang (14,58% dari total angkatan kerja) menjadi 2,38 juta jiwa (13,05%).
Namun demikian, indikator kesejahteraan
masyarakat lainnya relatif tidak banyak mengalami
perubahan.
Namun demikian, indikator kesejahteraan masyarakat lainnya relatif tidak banyak mengalami perubahan. Kesejahteraan petani tidak menunjukkan perbaikan, bahkan cenderung mengalami penurunan. Begitu pula dengan jumlah penduduk miskin, dibandingkan dengan kondisi pada tahun 2005, kondisi pada tahun 2007 tidak lebih baik. Ketimpangan pendapatan masih belum menunjukkan perkembangan yang menggembirakan, Indeks Pembangunan Manusia, yang merupakan salah satu indikator kesejahteraan masyarakat relatif tidak banyak berubah. Peningkatan IPM yang terjadi masih jauh dari target yang ditetapkan oleh Pemerintah Jawa Barat. Dengan hanya tersisa tiga tahun, sulit bagi Jawa Barat untuk mencapai target IPM sebesar 80 pada tahun 2010.
PROSPEK PEREKONOMIAN
Perekonomian Jawa Barat triwulan I-2008
diperkirakan tumbuh 6,62% (yoy).
Perekonomian Jawa Barat pada triwulan I-2008 diperkirakan tumbuh sekitar 6,62% (yoy), terutama didorong oleh sektor pertanian (tanaman pangan), yaitu sejalan dengan dimulainya panen raya yang diperkirakan terjadi pada akhir triwulan I-2008.
Pada tahun 2008, perekonomian Jawa Barat diperkirakan tumbuh pada kisaran 6,4%-6,8% (yoy).
Sementara itu, pada tahun 2008, perekonomian Jawa Barat diperkirakan tumbuh pada kisaran 6,4%-6,8% (yoy). Di sisi permintaan, sektor konsumsi rumah tangga diperkirakan masih menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi Jawa Barat. Pertumbuhan sektor konsumsi rumah tangga ditopang oleh perbaikan daya beli yang bersumber dari kenaikan gaji dan upah minimum provinsi (UMP), serta penyaluran kredit konsumsi oleh perbankan. Realisasi investasi diperkirakan semakin meningkat
RINGKASAN EKSEKUTIF
5
didukung oleh semakin luasnya implementasi program pelayanan terpadu satu pintu (PPTSP) di berbagai kabupaten/kota di Jawa Barat. Sementara itu, stimulus fiskal pemerintah daerah diperkirakan semakin meningkat.
Di sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi
Jawa Barat diperkirakan masih didorong oleh
sektor PHR.
Di sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi Jawa Barat diperkirakan masih didorong oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR). Pencanangan program “West Java Tourism Board 2008” diharapkan dapat meningkatkan kinerja sektor tersebut. Sementara itu, program restrukturisasi mesin TPT yang telah berjalan sejak 2007 yang lalu, diharapkan dapat mendorong kinerja industri TPT Jawa Barat.
Tekanan inflasi pada triwulan I-2008
diperkirakan akan meningkat.
Meskipun tekanan inflasi pada triwulan I-2008 mendatang berpotensi meningkat, namun inflasi Jawa Barat diperkirakan masih berada dalam kisaran target inflasi 2008 sebesar 5±1%.
Sumber utama tekanan inflasi berasal dari faktor
eksternal.
Sumber utama tekanan inflasi berasal dari faktor eksternal, yaitu kenaikan harga energi dan pangan dunia Namun demikian, kebijakan pemerintah untuk meminimalisir dampak faktor eksternal, menjaga pasokan serta menjamin kelancaran distribusi barang, diharapkan dapat optimal meredam kenaikan harga.
Halaman ini sengaja dikosongkan
BAB 1 KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
8
Di tengah-tengah kelesuan perekonomian global dan meningkatnya tekanan eksternal
terhadap nilai Rupiah, berbagai indikator ekonomi makro dan sistem keuangan nasional
pada triwulan IV-2007 tetap menunjukkan kinerja yang lebih baik. Gejolak perekonomian
global yang didorong oleh tingginya harga minyak dunia dan melambatnya pertumbuhan ekonomi
Amerika Serikat tidak berdampak signifikan terhadap kesinambungan pertumbuhan ekonomi nasional.
Fundamental ekonomi nasional yang semakin membaik, dan didukung oleh kebijakan-kebijakan yang
diambil oleh pemerintah dalam mengantisipasi tingginya harga minyak dunia, serta pelaksanaan
kebijakan moneter oleh Bank Indonesia yang terukur dan tepat waktu diperkirakan mampu meredam
dampak gejolak perekonomian global.
Perkembangan tersebut mendorong perekonomian Jawa Barat berada dalam tren yang
meningkat, khususnya yang terjadi sejak paruh kedua tahun 2007 (lihat Grafik 1.1. -1.2.).
Perekonomian Jawa Barat pada triwulan IV-2007 diperkirakan tumbuh sekitar 6,52% (yoy)1. Secara
keseluruhan, perekonomian Jawa Barat pada tahun 2007 diperkirakan tumbuh sekitar 6,22% (yoy)1.
Grafik 1.1. Situasi Bisnis
0
10
20
30
Tw .I Tw .II Tw .III Tw .IV Tw .I Tw .II Tw .III Tw .IV
2006 2007
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) KBI Bandung
Grafik 1.2. Realisasi Kegiatan Dunia Usaha
-20
-10
0
10
20
30
40
Tw .I Tw .II Tw .III Tw .IV Tw .I Tw .II Tw .III Tw .IV
2006 2007
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) KBI Bandung
Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan IV-2007 masih
didorong oleh meningkatnya konsumsi (swasta dan pemerintah). Kegiatan konsumsi khususnya
konsumsi swasta tumbuh cukup tinggi seiring dengan membaiknya ekspektasi konsumen,
peningkatan daya beli, dan tingginya penyaluran kredit perbankan. Sementara itu, kegiatan investasi
masih tetap tumbuh walaupun sedikit melambat dibandingkan periode sebelumnya. Kegiatan investasi
mengalami peningkatan sejalan dengan masih positifnya persepsi dunia usaha terhadap kondisi
perekonomian dan semakin turunnya suku bunga di Jawa Barat. Selain itu, peningkatan kegiatan
investasi juga didorong oleh semakin efektifnya implementasi program pelayanan terpadu satu pintu
(PPTSP) di Jawa Barat. Stimulus fiskal mengalami peningkatan yang didorong oleh peningkatan belanja
pemerintah terutama yang terkait dengan pembangunan infrastruktur dan telekomunikasi serta
peningkatan sarana dan prasarana aparatur. Sementara itu, walaupun terjadi kelesuan perekonomian
global, kinerja ekspor Jawa Barat diperkirakan masih mengalami peningkatan, terutama bersumber
1 Proyeksi Bank Indonesia Bandung.
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
9
dari pertumbuhan ekspor tekstil dan produk tekstil serta ekspor plastik, karet, dan barang dari plastik
dan karet. Di sisi lain, pertumbuhan impor diperkirakan mengalami perlambatan khususnya untuk
impor barang-barang modal. Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan kegiatan konsumsi dan
investasi pada triwulan IV-2007 masih dapat dipenuhi oleh impor yang dilakukan pada triwulan
sebelumnya.
Respon di sisi penawaran ditandai oleh tumbuh positifnya sebagian besar sektor ekonomi di
Jawa Barat. Seiring dengan tingginya konsumsi swasta dan meningkatnya kegiatan ekspor, kinerja
dua sektor ekonomi dominan di Jawa Barat, yaitu sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR) serta
sektor industri pengolahan, mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi dan menjadi pendorong
utama pertumbuhan ekonomi Jawa Barat. Berbagai indikator di sektor PHR dan industri pengolahan
menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Peningkatan kinerja di sektor PHR terutama
didorong oleh pertumbuhan subsektor perdagangan khususnya untuk komoditas bahan makanan,
sedangkan peningkatan kinerja di sektor industri pengolahan didorong oleh pertumbuhan industri
mesin dan alat angkut serta industri TPT. Sementara itu, kinerja sektor pertanian khususnya subsektor
tanaman pangan mengalami perbaikan. Produksi sektor pertanian pada triwulan ini relatif tidak
berbeda dengan triwulan sebelumnya, namun produksi tersebut lebih baik dibandingkan produksi
pada periode yang sama tahun lalu. Produksi sektor pertanian pada triwulan IV-2006 relatif rendah
karena terjadi pergeseran pola tanam yang disebabkan adanya kemarau panjang di Jawa Barat.
Pencapaian kinerja yang cukup mengesankan terjadi pada beberapa sektor ekonomi non dominan di
Jawa Barat. Peningkatan kinerja sektor ekonomi non dominan antara lain terjadi pada sektor
keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, yang didorong oleh semakin membaiknya kinerja
subsektor keuangan di Jawa Barat. Subsektor keuangan mencatatkan pencapaian profitabilitas yang
cukup tinggi dan mengalami perbaikan efisiensi biaya.
1. SISI PERMINTAAN
Perekonomian Jawa Barat pada triwulan IV-2007 diperkirakan tumbuh 6,52% (yoy), lebih
tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mencapai 6,42% (yoy)
(Tabel 1.1-1.2). Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat masih didorong oleh meningkatnya kegiatan
konsumsi khususnya konsumsi swasta. Konsumsi swasta diperkirakan masih tetap tinggi seiring
dengan perbaikan daya beli masyarakat dan meningkatnya optmisme masyarakat Jawa Barat.
Peningkatan konsumsi tersebut didukung pula oleh semakin meningkatnya penyaluran kredit oleh
perbankan. Sementara itu, membaiknya kinerja ekspor yang diikuti oleh melambatnya pertumbuhan
impor, mendorong perbaikan nilai tambah net ekspor-impor Jawa Barat. Di sisi lain, kegiatan investasi
diperkirakan masih tetap tumbuh seiring dengan membaiknya persepsi dunia usaha, turunnya suku
bunga, dan semakin efektifnya implementasi PPTSP di Jawa Barat.
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
10
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat Dari Sisi Permintaan (%)
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV*)
Konsumsi 5,64 3,67 7,92 8,39 9,62 6,17PMTB 4,47 5,96 4,86 7,36 4,88 5,77Ekspor -5,01 8,22 3,02 2,72 4,50 2,64Impor -10,76 -5,99 3,35 9,31 2,20 -0.56
PDRB 6,01 5,72 6,19 6,42 6,52 6,22Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, diolah.
*) Proyeksi KBI Bandung
JENIS PENGGUNAAN 2006 2007*)2007
Tabel 1.2. Kontribusi Komponen Sisi Permintaan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat (%)
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV*)
Konsumsi 4.04 2.58 5.67 6.11 7.00 5.34PMTB 0.77 1.02 0.82 1.28 0.85 0.99Net Ekspor-Impor 0.52 1.88 -0.03 -1.49 1.52 1.53Perubahan Inventori 0.68 0.24 -0.26 0.52 -2.85 -1.64
PDRB 6.01 5.72 6.19 6.42 6.52 6.22Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, diolah.
*) Proyeksi KBI Bandung
2007*)2007
JENIS PENGGUNAAN 2006
1.1. Konsumsi
Konsumsi pada triwulan IV-2007 diperkirakan tumbuh 9,62% (yoy), dan mencatatkan
pertumbuhan yang tertinggi sepanjang tahun 2007. Sebagaimana triwulan-triwulan sebelumnya,
pertumbuhan konsumsi masih didorong oleh kinerja konsumsi swasta. Berbagai indikator
memperlihatkan bahwa konsumsi swasta pada akhir tahun 2007 masih tetap tinggi dan tumbuh
signifikan dibandingkan tahun lalu. Sementara itu, stimulus fiskal terus menunjukkan peningkatan
terutama sejak paruh kedua tahun 2007. Pada akhir tahun 2007, realisasi anggaran pemerintah Jawa
Barat diperkirakan mencapai 70% dari total anggaran.
Grafik 1.3. Indeks Keyakinan Konsumen
0
50
100
150
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2006 2007
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Bandung.
Grafik 1.4. Komponen Indeks Keyakinan Saat ini
0
50
100
150
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2006 2007
Penghasilan saat ini Pembelian durable goods
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Bandung.
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
11
Konsumsi swasta pada triwulan IV-2007 diperkirakan tumbuh 10,52% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan periode sebelumnya yang tumbuh 9,84% (yoy). Konsumsi swasta
mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan daya beli, membaiknya ekspektasi konsumen,
dan tingginya penyaluran kredit perbankan. Daya beli masyarakat yang tercermin dari komponen
indeks daya beli dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Barat, mengalami peningkatan
menjadi sebesar Rp560.190,00 pada tahun 2007 (Tabel 6.3.). Sementara itu, rata-rata indeks
keyakinan konsumen (IKK) selama tahun 2007 meningkat menjadi 88,79% (Grafik 1.3). Dari sisi
pembiayaan, penyaluran kredit konsumsi bank umum di Jawa Barat tumbuh 20,39% (yoy) (Grafik
1.11.-1.12.).
Grafik 1.5. Komponen Indeks Ekspektasi
0
50
100
150
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2006 2007
Ekspektasi penghasilan Ekspektasi kondisi perekonomian
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Bandung.
Grafik 1.6. Pendaftaran Mobil Baru di Jawa Barat (tidak termasuk Bekasi)
-
2,000
4,000
6,000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011
2006 2007
Pendaftaran mobil baru
Unit
Beberapa prompt indikator konsumsi mengindikasikan pengeluaran masyarakat Jawa Barat
untuk pembelian barang-barang konsumsi masih cukup tinggi (Grafik 1.6-1.10). Konsumsi
durable dan non durable goods pada triwulan IV-2007 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan
yang sama tahun lalu. Konsumsi durable goods yang tercermin dari penjualan mobil di Jawa Barat
(hingga bulan November 2007) yang tumbuh 17,30% (yoy), dengan total penjualan mencapai 47.379
unit. Sementara itu, indikator barang konsumsi lainnya seperti konsumsi BBM, penjualan makanan dan
minuman, penjualan perlengkapan rumah tangga, serta penjualan pakaian dan perlengkapannya,
mengalami peningkatan yang signifikan selama tahun 2007.
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
12
Grafik 1.7. Konsumsi BBM (Premium)
0
5
10
15
20
25
30
1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112
2006 2007
(Rp/Miliar)
Konsumsi BBM (Premium)
Sumber: Survei Penjualan Eceran Kota Bandung (Bank Indonesia Bandung).
Grafik 1.8. Penjualan Makanan dan Tembakau
0
5
10
15
20
3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2006 2007
(Rp/Miliar)
Penjualan Makanan dan Tembakau
Sumber: Survei Penjualan Eceran Kota Bandung (Bank Indonesia Bandung).
Grafik 1.9. Penjualan Perlengkapan Rumah Tangga
-
1
2
3
4
5
3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2006 2007
(Rp/Miliar)
Penjualan Perlengkapan Rumah Tangga
Sumber: Survei Penjualan Eceran Kota Bandung (Bank Indonesia Bandung).
Grafik 1.10. Penjualan Pakaian dan Perlengkapannya
-
5
10
15
20
25
30
3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2006 2007
(Rp/Miliar)
Penjualan Pakaian dan Perlengkapannya
Sumber: Survei Penjualan Eceran Kota Bandung (Bank Indonesia Bandung).
Pertumbuhan konsumsi masyarakat antara lain ditopang oleh penyaluran kredit konsumsi
bank umum di Jawa Barat. Penyaluran kredit baru untuk jenis penggunaan konsumsi selama tahun
2007 mencapai Rp23,89 triliun, atau tumbuh 20,09% (yoy). Dengan tambahan penyaluran kredit baru
tersebut, outstanding penyaluran kredit konsumsi bank umum di Jawa Barat mencapai Rp18,89 triliun.
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
13
Grafik 1.11. Posisi Penyaluran Kredit Konsumsioleh Bank Umum di Jawa Barat
-
5
10
15
20
25
30
35
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2006 2007
(Rp/Triliun)
Posisi Penyaluran Kredit Konsumsi
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (Bank Indonesia Bandung).
Grafik 1.12. Penyaluran Kredit Baru untuk Penggunaan Konsumsi oleh Bank Umum di
Jawa Barat
-
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2006 2007
(Rp/Triliun)
Penyaluran Kredit Baru Konsumsi
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (Bank Indonesia Bandung).
1.2. Investasi
Kegiatan investasi pada triwulan IV-2007 diperkirakan tumbuh 4,88% (yoy), lebih rendah
dibandingkan pertumbuhan periode sebelumnya yang sebesar 7,36% (yoy). Pertumbuhan
investasi terutama didorong oleh meningkatnya kegiatan investasi sektor bangunan. Indikator investasi
khususnya investasi sektor bangunan masih menunjukkan peningkatan walaupun tidak setinggi
periode sebelumnya (Grafik 1.13.-1.14.). Di sisi lain, investasi non bangunan pada triwulan ini
diperkirakan mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama tahun lalu (Grafik 1.15.-1.16.).
Peningkatan investasi sektor bangunan dikonfirmasi oleh meningkatnya penjualan
perlengkapan konstruksi dan penjualan semen. Penjualan perlengkapan konstruksi dan semen
mengalami peningkatan yang signifikan seiring dengan meningkatnya kegiatan pembangunan sektor
swasta dan pemerintah khususnya terkait dengan pembangungan infrastruktur. Nilai penjualan
perlengkapan konstruksi pada triwulan ini mencapai Rp1,49 miliar, atau tumbuh 44% (yoy),
sedangkan penjualan semen mencapai 1,25 juta ton, atau tumbuh sekitar 2% (yoy).
Grafik 1.13. Penjualan Semen di Jawa Barat
Konsumsi Semen di Jawa Barat
-
300
600
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2006 2007
(Ribu Ton)
Sumber: Asosiasi Semen Indonesia.
Grafik 1.14. Penjualan Perlengkapan Konstruksi
Penjualan Perlengkapan Konstruksi
-
250
500
750
1,000
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2006 2007
(Rp Juta)
Sumber: Survei Penjualan Eceran Kota Bandung (Bank Indonesia Bandung).
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
14
Penurunan investasi non bangunan terindikasi dari menurunnya impor barang modal, impor
mesin industri dan perlengkapannya, serta impor mesin industri tertentu. Peningkatan tekanan
terhadap nilai tukar diduga menjadi salah satu faktor penyebab penurunan impor komoditas-
komoditas tersebut. Nilai impor barang modal pada triwulan IV-2007 mencapai USD316 juta, atau
turun 30% (yoy). Sementara itu, impor mesin industri dan perlengkapannya, serta impor mesin industri
tertentu masing-masing mencapai USD32 juta (turun 44% (yoy)) dan USD38 juta (turun 3% (yoy)).
Grafik 1.15. Impor Barang Modal
Impor Barang Modal
0
100
200
300
400
500
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011
2006 2007
(Juta USD)
Sumber: SEKDA KBI Bandung
Grafik 1.16. Impor Barang Modal Utama
-
10
20
30
40
50
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011
2006 2007
(Juta USD)
General Industrial Mach. & Eqp. Machine Special For Partic. Inds.
Sumber: SEKDA KBI Bandung
Dari sisi pembiayaan, ekspansi kredit investasi bank umum di Jawa Barat menunjukkan
perkembangan yang menggembirakan. Realisasi kredit investasi selama tahun 2007 mencatatkan
pertumbuhan yang tertinggi dalam lima tahun terakhir. Pencapaian tersebut mengindikasikan semakin
membaiknya kondisi dunia usaha di Jawa Barat. Total penyaluran kredit baru untuk jenis penggunaan
investasi mencapai Rp5 triliun. Sementara itu, outstanding kredit investasi bank umum mencapai
Rp7,30 triliun, atau tumbuh 30,80% (yoy).
Grafik 1.17. Posisi Penyaluran Kredit Investasi oleh Bank Umum di Jawa Barat
-
2
4
6
8
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2006 2007
(Rp/Triliun)
Posisi Penyaluran Kredit Investasi
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (Bank Indonesia Bandung).
Grafik 1.18. Penyaluran Kredit Baru Jenis Penggunaan Investasi oleh Bank Umum di
Jawa Barat
-
0.10
0.20
0.30
0.40
0.50
0.60
0.70
0.80
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2006 2007
(Rp/Triliun)
Penyaluran Kredit Baru Investasi
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (Bank Indonesia Bandung).
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
15
1.3. Ekspor-Impor
Kinerja ekspor Jawa Barat pada triwulan IV-2007 diperkirakan tumbuh 4,5% (yoy), lebih
tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang sebesar 2,72% (yoy).
Perlambatan laju pertumbuhan ekonomi global diperkirakan tidak berdampak signifikan terhadap
kinerja ekspor Jawa Barat. (Grafik1.19). Nilai ekspor pada triwulan ini (Oktober-November 2007)
mencapai USD3,07 miliar, atau tumbuh 23,81% (yoy). Sementara itu, ekspor Jawa Barat ke Amerika
Serikat mencapai USD457 juta, atau hanya turun 0,27% (yoy).
Grafik 1.19. Nilai dan Volume Ekspor Jawa Barat
-
500
1,000
1,500
2,000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
2006 2007
(Juta USD)
-
250
500
750
1,000
Ton
Nilai Ekspor Volume Ekpor Sumber: SEKDA KBI Bandung
Secara keseluruhan nilai ekspor Jawa Barat selama tahun 2007 menunjukkan perkembangan
yang positif. Nilai ekspor Jawa Barat hingga November 2007 mencapai USD16,60 milyar, atau
tumbuh 5,93% (yoy). Pertumbuhan tersebut didorong oleh meningkatnya permintaan ekspor
terhadap produk kulit dan barang dari kulit serta produk pulp, kertas, dan barang dari kertas. Nilai
ekspor produk kulit dan barang dari kulit mencapai USD157,82 juta (tumbuh 49,25% (yoy)),
sedangkan nilai ekspor pulp, kertas, dan barang dari kertas mencapai USD899,86 juta (tumbuh
16,32% (yoy)). Sementara itu, dilihat dari kontribusinya, ekspor Jawa Barat didominasi oleh komoditas
tekstil dan produk tekstil (26,01%) serta komoditas mesin dan perlengkapan elektronik (32,24%).
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
16
Grafik 1.20. Nilai dan Volume Impor Jawa Barat
-
200
400
600
800
1,000
1,200
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
2006 2007
(Juta USD)
-
50
100
150
200
250
300
(Ribu Ton)
Nilai Impor Volume Impor
Sumber: SEKDA KBI Bandung
Kinerja impor Jawa Barat diperkirakan tumbuh 2,20% (yoy), lebih rendah dibandingkan
pertumbuhan peridoe sebelumnya yang sebesar 9,31% (yoy) (Grafik 1.20.). Perlambatan
kinerja impor ini antara lain dipengaruhi oleh peningkatan tekanan terhadap nilai tukar Rupiah yang
terjadi selama semester kedua tahun 2007. Volatilitas nilai tukar yang semakin besar mendorong
importir untuk cenderung menahan impor dari negara lain. Nilai impor pada triwulan ini (Oktober-
November 2007) terkoreksi cukup tajam sebesar 21,52% (yoy). Komoditas impor yang mengalami
penurunan terbesar antara lain adalah produk mesin listrik dan alat-alatnya, serta produk
telekomunikasi.
2. SISI PENAWARAN
Respon di sisi penawaran ditandai oleh tumbuh positifnya sebagian besar sektor ekonomi di
Jawa Barat. Dua sektor ekonomi dominan di Jawa Barat, yaitu sektor industri pengolahan dan sektor
PHR, menjadi pendorong utama pertumbuhan di Jawa Barat. Kinerja kedua sektor tersebut mengalami
peningkatan seiring dengan tingginya konsumsi swasta dan meningkatnya kegiatan ekspor Jawa
Barat. Peningkatan kinerja di sektor PHR terutama didorong oleh pertumbuhan subsektor
perdagangan khususnya untuk komoditas bahan makanan, sedangkan peningkatan kinerja di sektor
industri pengolahan didorong oleh pertumbuhan industri mesin dan alat angkut serta industri TPT.
Sementara itu, pertumbuhan yang cukup tinggi juga dialami oleh sektor keuangan, persewaan, dan
jasa perusahaan ( Tabel 1.3.-1.4.).
.
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
17
Tabel 1.3. Pertumbuhan Sektor Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat (%)
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV*)
Pertanian -0.66 -16.01 -0.45 2.40 7.79 -2.25Pertambangan & Penggalian -2.46 -2.34 -6.21 -5.54 -2.50 -4.15Industri Pengolahan 8.51 7.08 4.79 3.64 5.15 5.14Listrik, Gas, dan Air Bersih 1.87 7.15 4.87 2.66 8.62 5.81Bangunan/Konstruksi 4.26 8.57 10.08 10.53 7.92 9.26Perdagangan, Hotel, dan Restoran 7.09 17.13 15.81 18.06 9.32 14.83Pengangkutan dan Komunikasi 7.89 14.93 12.06 8.59 5.71 10.13Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 1.04 15.56 12.87 10.10 9.31 11.85Jasa-Jasa 7.96 4.31 0.89 1.20 6.20 3.14
PDRB 6.01 5.72 6.19 6.42 6.52 6.22Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, diolah.
*) Proyeksi KBI Bandung.
2007*)SEKTOR EKONOMI 20062007
Selama tahun 2007, perekonomian Jawa Barat didorong oleh pertumbuhan dua sektor
ekonomi dominan, yaitu sektor PHR dan sektor industri pengolahan. Kedua sektor ini
memberikan sumbangan sekitar 80% dari total pertumbuhan ekonomi Jawa Barat. Di sisi lain,
walaupun kinerja sektor pertanian pada triwulan ini tumbuh signifikan, secara keseluruhan kinerja
sektor pertanian diperkirakan mengalami penurunan.
Tabel 1.4. Kontribusi Sektor Ekonomi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat (%)
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV*)
Pertanian -0.09 -1.88 -0.06 0.32 0.79 -0.30Pertambangan & Penggalian -0.07 -0.06 -0.15 -0.13 -0.07 -0.11Industri Pengolahan 3.65 2.66 2.08 1.58 2.32 2.28Listrik, Gas, dan Air Bersih 0.04 0.16 0.11 0.06 0.19 0.13Bangunan/Konstruksi 0.13 0.28 0.32 0.34 0.26 0.29Perdagangan, Hotel, dan Restoran 1.39 3.08 2.90 3.51 2.04 2.91Pengangkutan dan Komunikasi 0.34 0.69 0.53 0.35 0.27 0.44Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 0.03 0.49 0.40 0.32 0.29 0.35Jasa-Jasa 0.57 0.30 0.06 0.08 0.44 0.22
PDRB 6.01 5.72 6.19 6.42 6.52 6.22Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, diolah.
*) Proyeksi KBI Bandung.
2007*)SEKTOR EKONOMI 20062007
2.1. Sektor Pertanian
Kinerja sektor pertanian pada triwulan IV-2007 mengalami perkembangan yang positif dan
diperkirakan tumbuh 7,79% (yoy). Perbaikan kinerja tersebut terutama didorong oleh
pertumbuhan subsektor tanaman pangan. Produksi sektor pertanian pada triwulan ini lebih baik
dibandingkan produksi pada periode yang sama tahun lalu (Tabel 1.5.-1.8.). Sementara itu, produksi
dan luas panen kedelai di Jawa Barat diperkirakan mengalami penurunan (Tabel 1.9.).
Tabel 1.5. Produksi dan Luas Panen Padi di Jawa Barat
Produksi Luas Panen Produksi Luas Panen Produksi Luas Panen
September-Desember 1,632,180 303,222 2,399,945 424,918 47.04 40.13
Januari-Desember 9,418,572 1,798,260 9,900,660 1,829,546 5.12 1.74
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.*) Angka ramalan III.
2007*) Pertumbuhan (%)Periode Tanam
2006
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
18
Tabel 1.6. Produksi Padi (Sawah dan Ladang) di Jawa Barat
Gabah Beras Gabah Beras Gabah BerasPadi Sawah 9,103,490 5,753,406 9,551,805 6,036,741 4.92 4.92 Padi Ladang 315,082 199,132 348,855 220,476 10.72 10.72
Total 9,418,572 5,952,538 9,900,660 6,257,217 5.12 5.12 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.*) Angka ramalan III.
2007*) Pertumbuhan (%)Produksi
2006
Tabel 1.7. Produktivitas Padi (Sawah dan Ladang) di Jawa Barat
Padi Sawah 53.94 55.45 Padi Ladang 28.53 30.71
Total 52.38 53.93 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.*) Angka ramalan III.
Produktivitas 2006 2007*)
Tabel 1.8. Perkembangan Komoditas Jagung di Jawa Barat
Produksi (Ton) 573,263 583,821 1.84 Luas Panen (Ha) 115,797 114,771 -0.89Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.*) Angka ramalan III.
Komoditas Jagung 2006 2007*)Pertumbuhan
(%)
Tabel 1.9. Perkembangan Komoditas Kedelai di Jawa Barat
Produksi (Ton) 24,495 17,302 -29.37Luas Panen (Ha) 17,878 12,335 -31.00Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.*) Angka ramalan III.
Komoditas Kedelai 2006 2007*)Pertumbuhan
(%)
Dari sisi pembiayaan, penyaluran kredit bank umum ke sektor pertanian tumbuh 17,85%
(yoy). Nilai kredit ke sektor pertanian mencapai Rp1,42 triliun, lebih tinggi dibandingkan periode yang
sama tahun lalu sebesar Rp1,20 triliun ( Grafik 1.21). Penyaluran kredit sektor pertanian didominasi
oleh penyaluran kredit ke subsektor perburuan dan sarana pertanian, serta subsektor tanaman
pangan.
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
19
Grafik 1.21. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Pertanian
-
0.40
0.80
1.20
1.60
1 3 9 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2006 2007
(Rp Triliun)
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum KBI Bandung
2.2. Sektor Industri Pengolahan
Sektor industri pengolahan diperkirakan tumbuh sekitar 5,15% (yoy), dan memberikan
kontribusi yang terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Barat. Sebagaimana pola
periode sebelumnya, kinerja sektor industri pengolahan masih didorong oleh pertumbuhan sektor non
migas, sedangkan kinerja sektor migas masih menunjukkan tren yang menurun. Pertumbuhan sektor
non migas terutama didorong oleh meningkatnya kinerja subsektor alat angkutan, mesin, dan
peralatannya. Kinerja subsektor tersebut tumbuh sejalan dengan meningkatnya permintaan produk
mesin dan alat angkut untuk pasar dalam negeri. Total penjualan mobil di Jawa Barat mencapai
47.379 unit, atau tumbuh 17,30% (yoy) (lihat Grafik 1.6.) . Selain itu, penggunaan kapasitas produksi
subsektor tersebut pada triwulan IV-2007 (60%) lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun
lalu (10%) ( Tabel 1.10).
Tabel 1.10. Penggunaan Kapasitas Produksi Sektor Tertentu (%).
Tw.1 Tw.2 Tw.3) Tw.4 Tw.1 Tw.2 Tw.3) Tw.4Kimia dan barang dari karet 75.00 100.00 71.67 60.00 75.00 90.00 83.33 65.83Alat angkutan, mesin dan peralatannya 60.00 87.50 30.00 10.00 65.00 60.00 70.00 60.00Barang Lainnya 67.50 61.43 53.57 63.33 78.63 72.50 72.50 55.71Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia
2006SEKTOR
2007
Kinerja subsektor tekstil, barang kulit, dan alas kaki diperkirakan mengalami penurunan.
Program peremajaan mesin TPT yang dilaksanakan pada akhir tahun 2007, belum berdampak
signifikan terhadap peningkatan produksi TPT. Indikator kinerja ekspor TPT Jawa Barat
mengindikasikan bahwa produksi subsektor TPT relatif stagnan.
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
20
Grafik 1.22. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Industri Pengolahan
0
2
4
6
8
10
12
14
16
1 3 9 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2006 2007
(Rp Triliun)
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum KBI Bandung
Dari sisi pembiayaan, penyaluran kredit bank umum ke sektor industri pengolahan tumbuh
23,99% (yoy). Nilai kredit ke sektor industri pengolahan mencapai Rp13,81 triliun, lebih tinggi
dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp11,14 triliun ( Grafik 1.22.). Penyaluran kredit
sektor industri pengolahan didominasi oleh penyaluran kredit ke industri tekstil, sandang, dan kulit,
yaitu mencapai sekitar 70% dari total kredit yang disalurkan ke sektor industri pengolahan.
2.3. Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran
Sektor perdagangan, hotel, dan restoran diperkirakan tumbuh 9,32% (yoy), lebih rendah
dibandingkan pertumbuhan periode sebelumnya. Kinerja sektor ini terutama terutama didorong
oleh pertumbuhan subsektor perdagangan besar dan eceran. Indikator kinerja subsektor perdagangan
khususnya perdagangan bahan makanan pada triwulan ini tumbuh signifikan mencapai 39,08% (yoy)
(lihat Grafik 1.8.). Sementara itu, nilai perdagangan di pasar lelang agro Jawa Barat selama tahun
2007 mencapai Rp112,8 miliar, atau tumbuh 7,4% (yoy).
Kinerja subsektor perhotelan diperkirakan mengalami perbaikan dibandingkan periode
sebelumnya (tabel 1.11.). Rata-rata tingkat hunian kamar hotel berbintang pada bulan Juli s.d.
September 2007 meningkat dibandingkan rata-rata tingkat hunian pada periode yang sama tahun
lalu. Sementara itu, rata-rata tingkat hunian kamar hotel non bintang justru menunjukkan penurunan.
Tabel 1.11. Indikator Perhotelan di Jawa Barat
Juli Agustus September Juli Agustus September
Hotel Berbintang (%) 44.64 34.89 34.64 41.09 37.87 38.95
Hotel Non Bintang (%) 25.70 23.33 23.73 22.27 20.87 16.62Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat
Tingkat Hunian Kamar2006 2007
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
21
Dari sisi pembiayaan, penyaluran kredit ke sektor perdagangan, hotel, dan restoran tumbuh
24,66% (yoy). Nilai kredit ke sektor perdagangan, hotel, dan restoran mencapai Rp14,62 triliun, lebih
tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yaitu sebesar Rp11,72 triliun (Grafik 1.23.). Kredit
di sektor perdagangan, hotel, dan restoran didominasi oleh kredit ke sektor perdagangan eceran.
Grafik 1.23. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran
-
2
4
6
8
10
12
14
16
1 3 9 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2006 2007
(Rp Triliun)
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum KBI Bandung
2.4. Sektor Keuangan
Sektor keuangan, persewaan, dan jasa dunia usaha diperkirakan tumbuh 9,31% (yoy),
terutama didorong oleh peningkatan kinerja bank umum di Jawa Barat. Seiring dengan
terkendalinya stabilitas sistem keuangan dan tren penurunan BI Rate, kinerja bank umum di Jawa
Barat menunjukkan kinerja yang semakin membaik. Indikator profitabilitas bank umum yang tecermin
dari nilai net interest income (NII) dan return on asset (ROA) mengalami peningkatan masing-masing
menjadi Rp2,57 triliun dan 3,15%. Di sisi lain, peningkatan profitabilitas diikuti dengan semakin
efisiennya kinerja bank umum yang tercermin dari penurunan nilai perbandingan antara beban
operasional terhadap pendapatan operasional, yaitu menjadi sebesar 77,04%. Hal tersebut
mendorong nilai tambah bank umum di Jawa Barat meningkat signifikan sebesar 66,83% (yoy) (
Grafik 1.24.).
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
22
Grafik 1.24. Nilai Tambah Bank Umum di Jawa Barat
2,072.50
976.0117.63
2,997.84
1,872.31
153.20
-
3,000
6,000
(Rp Miliar)
Des-06 Des-07
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum Bank Indonesia Bandung
Bank Umum Pemerintah Bank Sw asta Nasional Bank Asing dan Campuran
2.5. Sektor Bangunan
Sektor bangunan dan konstruksi diperkirakan tumbuh 7,92% (yoy), terutama didorong oleh
kegiatan sektor bangunan dan konstruksi yang dilakukan oleh sektor swasta. Kegiatan di
sektor bangunan dan konstruksi selama triwulan IV-2007 masih cukup tinggi. Total penjualan
perlengkapan konstruksi mencapai Rp1,49 miliar, atau tumbuh 43,99% (yoy) ( Grafik 1.14.).
Grafik 1.25. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Bangunan dan Konstruksi
-
1
2
1 3 9 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2006 2007
(Rp Triliun)
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum KBI Bandung
Sejalan dengan perkembangan tersebut, pembiayaan yang dilakukan oleh bank umum di
Jawa Barat ke sektor bangunan dan konstruksi tumbuh 0,32% (yoy)). Penyaluran kredit sektor
ini mencapai Rp1,56 triliun, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp1,55
triliun ( Grafik 1.25). Sebagian besar kredit diberikan ke subsektor konstruksi lainnnya, dan subsektor
perumahan sederhana.
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
23
2.6. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi
Sektor pengangkutan dan komunikasi diperkirakan tumbuh 5,71% (yoy), terutama didorong
oleh peningkatan kinerja subsektor komunikasi. Subsektor komunikasi diperkirakan tumbuh
sekitar 16%. Sementara itu, subsektor pengangkutan diperkirakan mengalami penurunan. Jumlah
penumpang pesawat udara dan penumpang kereta api khususnya kelas eksekutif dan bisnis
mengalami penurunan ( Grafik 1.26-1.27. dan Tabel 1.12.-1.13.).
Grafik 1.26. Jumlah Kendaraan yang Masuk dan Keluar dari Gerbang Tol Pasteur
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8
2006 2007
(Ribu Kendaraan)
Kendaraan Masuk Kendaraan Keluar
Grafik 1.27. Jumlah Penumpang Kereta Api DAOP Jawa Barat (Bandung dan Cirebon) (Juta Penumpang)
1.080.93
1.41
1.09
6.56
0.910.76
1.43
1.21
6.77
0
2
4
6
8
10
12
2006 2007
Eksekutif Bisnis Ekonomi Lokal Bisnis Lokal Ekonomi
`
Sumber: PT. Kereta Api DAOP Jawa Barat
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
24
Tabel 1.12. Jumlah Penumpang Domestik dan Internasional di Bandara Husein Sastranegara
Keberangkatan (orang) 145,806 136,536 -6.36Kedatangan (orang) 135,289 127,835 -5.51
Keberangkatan (orang) 47,588 45,850 -3.65Kedatangan (orang) 52,892 49,380 -6.64Sumber: PT. Persero Angkasa Pura II.
Pertumbuhan (%)
Internasional 2006 2007
Domestik 2006 2007Pertumbuhan
(%)
Tabel 1.13. Jumlah Angkutan Barang (Kargo) Domestik di Bandara Husein Sastranegara
Keberangkatan (kg) 188,398 413,457 119.46Kedatangan (kg) 76,838 157,281 104.69Sumber: PT. Persero Angkasa Pura II.
Domestik 2006 2007Pertumbuhan
(%)
Dari sisi pembiayaan, penyaluran kredit ke sektor pengangkutan dan komunikasi tumbuh
11,29% (yoy). Nilai kredit sektor ini mencapai Rp806,33 miliar, lebih tinggi dibandingkan periode
yang sama tahun lalu sebesar Rp724,55 miliar (Grafik 1.28.). Penyaluran kredit ke subsektor
komunikasi tumbuh signifikan, sedangkan penyaluran kredit ke subsektor pengangkutan umum relatif
stagnan.
Grafik 1.28. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Pengangkutan dan Komunikasi
-
250
500
750
1,000
1 3 9 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2006 2007
(Rp Miliar)
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum KBI Bandung
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
25
2.7. Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih
Sektor listrik, gas, dan air bersih diperkirakan tumbuh 8,62% (yoy), terutama didorong oleh
peningkatan kinerja subsektor gas kota dan subsektor listrik. Subsektor gas kota diperkirakan
tumbuh sekitar 20% (yoy), sedangkan subsektor listrik diperkirakan tumbuh sekitar 7% (yoy).
Sementara itu, subsektor air bersih diperkirakan mengalami penurunan. Khusus untuk subsektor listrik,
jumlah pemakaian listrik di Jawa Barat pada tahun 2007 mencapai 23.458 juta kwh, atau tumbuh
8,35% (yoy). Dilihat berdasarkan area pelayanan, wilayah Bekasi merupakan daerah dengan jumlah
pemakaian listrik terbesar, yaitu mencapai 4.161 juta kwh (17,73% dari total pemakaian listrik di Jawa
Barat).
Tabel 1.14. Pemakaian Listrik di Jawa Barat (tidak termasuk Banten) (Juta Kwh)
Rumah Tangga 8,632 9,346 8.28 Industri 13,018 14,112 8.40
Total 21,650 23,458 8.35 Sumber: PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Barat dan Banten
Pertumbuhan (%)
Pengguna 2006 2007
Dari sisi pembiayaan, penyaluran kredit ke sektor listrik, gas, dan air bersih meningkat tajam
(161% (yoy)). Nilai kredit sektor ini mencapai Rp62,50 miliar, lebih tinggi dibandingkan periode yang
sama tahun lalu sebesar Rp23,86 miliar (Grafik 1.29). Sebagian besar kredit merupakan penyaluran
kredit ke subsektor listrik.
Grafik 1.29. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih
-
10
20
30
40
50
60
70
1 3 9 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2006 2007
(Rp Miliar)
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum KBI Bandung
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
26
2.8. Sektor Jasa-Jasa
Sektor jasa-jasa diperkirakan tumbuh 6,20% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan
triwulan III-2007 sebesar 1,20% (yoy). Kontribusi sektor jasa-jasa terhadap total pertumbuhan
ekonomi Jawa Barat mengalami peningkatan, yaitu menjadi 0,44%.
Grafik 1.30. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Jasa-Jasa
-
1,000
1 3 9 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2006 2007
(Rp Miliar)
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum KBI Bandung
Penyaluran kredit ke sektor jasa-jasa meningkat 17,62% dibandingkan periode yang sama
tahun lalu. Nilai kredit sektor ini mencapai Rp1.110 miliar, lebih tinggi dibandingkan periode yang
sama tahun lalu sebesar Rp944 miliar (Grafik 1.30.). Dilihat dari penyaluran kredit per subsektor,
pertumbuhan kredit sektor ini terutama didominasi oleh penyaluran kredit ke subsektor hiburan dan
kebudayaan serta subsektor kesehatan.
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
28
Tingginya pertumbuhan ekonomi Jawa Barat didukung pula oleh terkendalinya inflasi. Inflasi
gabungan tujuh kota IHK di Jawa Barat1 pada triwulan IV-2007, baik secara triwulanan maupun
tahunan, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. Di samping itu, inflasi Jawa Barat juga lebih
rendah dibandingkan inflasi nasional (Grafik 2.1. dan Grafik 2.2).
Secara triwulanan, inflasi mencapai 1,44% (qtq) (Grafik 2.1). Angka tersebut lebih rendah
dibandingkan inflasi nasional yang mencapai 2,09% dan inflasi Jawa Barat pada triwulan IV-2006
yang mencapai 2,40%.
Grafik 2.1. Inflasi Triwulanan Jawa Barat dan Nasional
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
% (qtq)
Jabar 1.86 0.64 1.13 2.40 1.44 -0.21 2.34 1.44
Nasional 1.98 0.87 1.16 2.44 1.91 0.17 2.28 2.09
Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV
2006 2007
Sumber: BPS Provinsi Jabar.
Grafik 2.2. Inflasi Tahunan Jawa Barat dan Nasional
4
5
6
7
8% (yoy)
Jabar 6.15 5.72 4.82 6.08 5.10
Nasional 6.60 6.52 5.77 6.95 6.59
2006 Mar Jun Sep Des
2007
Sumber: BPS Provinsi Jabar.
Perlambatan laju inflasi triwulanan terutama disebabkan oleh lebih rendahnya kenaikan
harga beberapa komoditas bahan makanan yang harganya berfluktuasi (volatile food)
dibandingkan triwulan sebelumnya dan deflasi kelompok administered prices. Namun
demikian, inflasi inti meningkat dan memberikan sumbangan inflasi yang lebih besar dibandingkan
volatile food. Komoditas inti penyumbang terbesar inflasi adalah emas perhiasan, yang kenaikannya
lebih dipengaruhi faktor eksternal, yaitu kenaikan harga emas dunia.
Secara tahunan, inflasi Jawa Barat melambat dari 6,08% (yoy) pada September 2007 menjadi
5,10% pada Desember 2007 (Grafik 2.2). Inflasi tersebut juga lebih rendah dibandingkan inflasi
tahunan nasional yang mencapai 6,59%. Selama dua tahun terakhir, inflasi tahunan Jawa Barat selalu
lebih rendah dibandingkan inflasi nasional.
Faktor determinan inflasi sepanjang tahun 2007 terutama diwarnai oleh sisi penawaran.
Permasalahan sisi penawaran bahan makanan terjadi akibat kendala pasokan, faktor alam (musim) dan
distribusi. Di samping faktor-faktor tersebut, imported inflation juga memberikan kontribusi cukup
besar terhadap kenaikan harga bahan makanan dan makanan jadi, melalui kenaikan harga komoditas
di pasar dunia, seperti CPO (mendorong kenaikan harga minyak goreng), susu, gandum (mendorong
kenaikan harga tepung terigu dan produk olahannya), dan kedelai (mendorong kenaikan harga
tempe, tahu, dan produk olahan lainnya). Kenaikan harga komoditas dunia juga mendorong kenaikan
harga emas perhiasan dan bahan bakar, khususnya minyak tanah, gas elpiji dan pertamax.
5 Gabungan tujuh kota: Bandung, Cirebon, Tasikmalaya, Bekasi, Bogor, Sukabumi, dan Banjar.
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
29
1. INFLASI TRIWULANAN
Secara triwulanan, laju inflasi di Jawa Barat selama triwulan IV-2007 mencapai 1,44% (qtq),
lebih kecil dibandingkan inflasi triwulan III-2007 dan triwulan IV-2006. Pendorong utama inflasi
selama periode tersebut adalah peningkatan harga emas perhiasan dan bahan makanan. Kenaikan
harga emas perhiasan dipengaruhi perkembangan harga emas di pasar internasional, sementara
kenaikan harga bahan makanan disebabkan faktor pasokan.
Secara bulanan, laju inflasi pada bulan
Oktober dan November 2007 menunjukkan
tren melambat, namun kembali meningkat
pada Desember 2007 (Grafik 2.3).
Perkembangan harga bahan makanan berperan
besar terhadap pergerakan inflasi dari bulan ke
bulan. Pada bulan Oktober 2007, inflasi mencapai
0,72% (mtm), terutama akibat kenaikan harga
bahan makanan sehubungan Idul Fitri.
Selanjutnya, pada bulan November 2007, inflasi
lebih rendah daripada bulan sebelumnya, yaitu
0,13% (mtm). Berbeda dengan bulan Oktober, pasca Idul Fitri harga bahan makanan justru
mengalami penurunan dan menjadi penyebab utama perlambatan inflasi bulan November 2007.
Selanjutnya, pada bulan Desember 2007 menjelang Idul Adha, Natal, dan Tahun Baru, tekanan inflasi
kembali meningkat, yakni mencapai 0,58% (mtm). Bahan makanan, khususnya beras, kembali
menjadi penyebab utama inflasi.
Tabel 2.1. Komoditas dengan Inflasi Triwulanan Tertinggi di Jawa Barat
Triwulan IV-2007
No. Komoditas Inflasi
(%, qtq) 1 Bawang Merah 119,83 2 Daun Seledri 70,75
3 Kol Putih/Kubis 50,71
4 Tomat Sayur 43,56 5 Tomat Buah 29,17
6 Emas Perhiasan 27,18
7 Petai 27,13
8 Cabe Rawit 24,88
9 Ketumbar 24,82
10 Tepung Terigu 20,05
Sumber: BPS Provinsi Jabar.
Tabel 2.2. Komoditas dengan Andil Inflasi Triwulanan Terbesar di Jawa Barat Triwulan IV-2007
No. Komoditas Andil Inflasi
(%, qtq) 1 Emas Perhiasan 0,32 2 Bawang Merah 0,26 3 Beras 0,17 4 Tukang Bukan Mandor 0,11 5 Tomat Sayur 0,08 6 Kol Putih/Kubis 0,04 7 Bensin 0,04 8 Kue Kering Berminyak 0,03 9 Cabe Merah 0,03
10 Besi Beton 0,03
Total 1,12 Sumber: BPS Provinsi Jabar.
Berdasarkan komoditas, komoditas dengan inflasi tertinggi dan penyumbang inflasi terbesar
selama triwulan IV-2007 adalah bahan makanan dan emas perhiasan (Tabel 2.1 dan 2.2).
Sepuluh komoditas penyumbang terbesar inflasi memberikan andil yang cukup signifikan, yakni
sebesar 1,12% terhadap inflasi Jawa Barat, sehingga membentuk 78% inflasi Jawa Barat pada
Grafik 2.3. Inflasi BulananJawa Barat dan Nasional
-0.8
-0.4
0.0
0.4
0.8
1.2
1.6
2.0% (mtm)
Nasional 1.04 0.62 0.24 -0.1 0.10 0.23 0.72 0.75 0.80 0.790.18 1.10
Jabar 0.56 0.36 0.51 -0.3 -0.1 0.27 0.57 0.90 0.85 0.720.13 0.58
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
2007
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
30
triwulan IV-2007. Bahkan, tiga komoditas penyumbang terbesar inflasi, yakni emas perhiasan, bawang
merah, dan beras, membentuk 52% inflasi pada triwulan terakhir 2007
1.1. DISAGREGASI INFLASI
Inflasi di Jawa Barat pada triwulan IV-2007 terutama didominasi oleh inflasi inti (Grafik 2.4).
Inflasi inti meningkat dibandingkan triwulan III-2007, sementara inflasi volatile food dan komoditas
administered prices masing-masing mengalami perlambatan dan deflasi(Grafik 2.5)..
Grafik 2.4. Inflasi dan Andil Inflasi Triwulanan Kelompok Inti, Administered Prices, dan Volatile Food di Jawa Barat
Triwulan IV-2007
0.93
1.69
2.54
-0.03
0.55
1.44
-0.14
1.44
-1 0 1 2 3
TOTAL
Inti
Administeredprices
Volatile food
Jen
is in
flas
i
%(qtq)
Inflasi
Andil
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Grafik 2.5. Inflasi Triwulanan Kelompok Inti, Administered Prices, dan
Volatile Food di Jawa Barat
-4
-2
0
2
4
6
8
10% (qtq)
Inti 1.21 0.91 1.10 1.17 1.39 0.43 1.46 1.69
Adm. Prices 0.84 0.24 0.35 0.33 0.09 0.56 1.85 -0.14
Volatile food 5.06 0.35 2.16 8.35 3.09 -2.72 5.22 2.54
Total 1.86 0.64 1.13 2.40 1.44 -0.21 2.34 1.44
Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV
2006 2007
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
a. Inflasi Inti
Inflasi inti2 pada triwulan IV-2007 mencapai 1,69%, lebih tinggi dibandingkan triwulan III-
207 yang sebesar 1,69% (qtq) (Grafik 2.5). Dengan andilnya terhadap inflasi Jawa Barat
sebesar 0,93%, inflasi inti membentuk 64% inflasi di Jawa Barat pada triwulan IV-2007 (Grafik
2.5). Komoditas inti dengan inflasi tertinggi adalah daun seledri, sedangkan penyumbang terbesar
inflasi adalah emas perhiasan (Tabel 2.3 dan Tabel 2.4). Di antara berbagai komoditas, emas
perhiasan adalah komoditas inti dengan inflasi kedua tertinggi dan penyumbang inflasi terbesar.
Kenaikan harga komoditas inti disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain imported inflation
pada emas perhiasan, masalah pasokan pada bahan makanan, serta kenaikan harga bahan baku
(tepung terigu) pada kue kering dan mie telor.
6 Inflasi inti adalah inflasi IHK yang telah mengeluarkan komoditas administered (harganya ditetapkan oleh pemerintah) dan volatile foods (komoditas bahan makanan yang pergerakan harganya sangat berfluktuasi) (lihat buku PEKDA Provinsi Jabar Tw III-2005).
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
31
Tabel 2.3. Komoditas Inti dengan Inflasi Triwulanan Tertinggi di Jawa Barat
Triwulan IV-2007
No. Komoditas Inflasi (%, qtq)
1 Daun Seledri 70.75 2 Emas Perhiasan 27.18 3 Ketumbar 24.82 4 Tepung Terigu 20.05 5 Besi Beton 13.00 6 Ayam Hidup 12.77 7 Mie Telor 12.48 8 Rekreasi 11.62 9 Ikan Asin Belah 11.46
10 Yakult 10.65 Sumber: BPS Provinsi Jabar.
Tabel 2.4. Komoditas Inti dengan Andil Inflasi Triwulanan Terbesar di Jawa Barat
Triwulan IV-2007
No. Komoditas Andil Inflasi
(%, qtq)
1 Emas Perhiasan 0.32 2 Tukang Bukan Mandor 0.11 3 Kue Kering Berminyak 0.03 4 Besi Beton 0.03 5 Ayam Hidup 0.03 6 Tepung Terigu 0.03 7 Baju Muslim 0.02 8 Akademi/Perg.Tinggi 0.02 9 Rekreasi 0.02
10 Ice Cream 0.01
Total 0.62 Sumber: BPS Provinsi Jabar.
Perkembangan nilai tukar Rupiah dan
ekspektasi publik terhadap inflasi juga
turut mempengaruhi inflasi inti. Nilai
tukar Rupiah rata-rata secara bulanan
selama triwulan IV-2007 menunjukkan tren
melemah, namun secara rata-rata tiga
bulan Rupiah masih menguat tipis
dibandingkan triwulan III-2007 (Grafik 2.6.).
Tren pelemahan di bulan November dan
Desember 2007 memberikan tekanan
terhadap inflasi inti melalui kenaikan harga
barang-barang impor dalam nilai Rupiah. Sementara itu di sisi ekspektasi, para pengusaha,
pedagang eceran, dan konsumen juga telah memperkirakan akan terjadinya peningkatan harga
barang dan jasa pada akhir tahun 2007 ini. Hal tersebut diindikasikan oleh hasil beberapa survei
yang dilakukan oleh KBI Bandung, yaitu Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), Survei Penjualan
Eceran (SPE), dan Survei Konsumen (SK).
Hasil SKDU triwulan IV-2007 menunjukkan telah terjadinya peningkatan harga jual/tarif
komoditas di tingkat pengusaha dibandingkan triwulan sebelumnya, namun tidak
sebesar kenaikan pada triwulan sebelumnya. Hal ini tercermin dari kenaikan indeks saldo
bersih tertimbang (SBT)3 harga/tarif barang dan jasa dari 25,08 pada SKDU triwulan III-2007
8 Saldo bersih tertimbang (SBT) adalah hasil perkalian saldo bersih (SB) sektor yang bersangkutan dengan bobot sektor yang bersangkutan sebagai penimbangnya. Saldo bersih (net balance) adalah selisih antara persentase jumlah responden yang memberikan jawaban “meningkat” dengan persentase jumlah responden yang memberikan jawaban “menurun” dan mengabaikan jawaban “sama”. SBT positif menunjukkan bahwa lebih banyak responden yang menyatakan bahwa harga jual meningkat dibandingkan yang menyatakan turun. Bobot masing - masing sektor/subsektor berdasarkan pada distribusi PDB tahun 2000.
Grafik 2.6. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah
8,750
9,000
9,250
9,500
9,750
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2006 2007
Rp/USD
rata2 bulanan rata-rata triwulanan
Sumber: Bank Indonesia.
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
32
menjadi 25,89 pada SKDU triwulan IV-2007 (Grafik 2.7). Kenaikan SBT tersebut lebih rendah
dibandingkan kenaikan SBT dari triwulan II-2007 ke triwulan III-2007.
Kenaikan harga jual/tarif oleh pengusaha
terutama terjadi pada sektor pertanian
(khususnya tanaman pangan); sektor
industri pengolahan; serta sektor
perdagangan, hotel, dan restoran
(khususnya perdagangan). Faktor utama
pendorong kenaikan harga tersebut adalah
kenaikan biaya bahan baku/material.
Grafik 2.7. Harga Barang dan Jasa Menurut Dunia Usaha
-1
0
1
2
3
4
T.I T.II T.III T.IV T.I T.II T.III T.IV
2006 2007
% (inflasi)
0
10
20
30SBT (SKDU)
SBT hasil SKDU inflasi gab 7 kota (qtq)
Sumber: SKDU-KBI Bandung;BPS Provinsi Jawa Barat.
Sebagian besar para pedagang eceran
responden SPE memperkirakan bahwa
kenaikan harga eceran pada triwulan IV-
2007 lebih tinggi dibandingkan kenaikan
pada triwulan sebelumnya. Hal ini tercermin
dari nilai indeks SB yang lebih besar dari 100,
dengan tren yang meningkat (Grafik 2.8).
Sementara itu, ekspektasi pedagang eceran
terhadap perkembangan harga barang dan
jasa untuk tahun 2007 searah dengan
perkembangan inflasi bulanan di Jawa Barat.
Grafik 2.8. Ekspektasi Pedagang Eceran terhadap Harga Barang dan Jasa
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
Okt
Nov Des Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun Jul
Ags
Sep
Okt
Nov Des
2006 2007
% (inflasi)
90
95
100
105
110
115
120
125
130SB
SPE* SPE** SPE*** Inflasi Gab.7 kota (mtm)
Sumber: SPE-KBI Bandung; BPS Provinsi Jawa Barat. Keterangan: SPE*=Ekspektasi pedagang eceran terhadap harga pada bulan tsb, hasil SPE pada 3 bulan sebelumnya; SPE**= Ekspektasi pedagang eceran terhadap harga pada bulan tsb, pada SPE 6 bulan sebelumnya; SPE***= Ekspektasi pedagang eceran terhadap harga pada tahun berjalan.
Ekspektasi pedagang eceran terhadap harga barang dan jasa masih bersifat backward
looking, atau dipengaruhi oleh perkembangan harga pada periode sebelumnya. Hal ini
secara grafis, terlihat dari pola perkembangan ekspektasi pedagang eceran terhadap harga barang
dan jasa di periode yang akan datang, pergerakannya selalu mengikuti perkembangan harga-
harga yang terjadi saat ini.
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
33
Hasil Survei Konsumen mengindikasikan
bahwa sebagian besar responden
konsumen/rumah tangga memperkirakan
bahwa pada triwulan IV-2007 harga
barang dan jasa cenderung meningkat,
khususnya pada bulan Desember 2007
(Grafik 2.9). Dibandingkan kelompok barang
dan jasa lainnya, harga bahan makanan
diperkirakan berpeluang paling besar
mengalami kenaikan.
Grafik 2.9. Ekspektasi Konsumen terhadap Harga Barang dan Jasa
-0.50.00.51.01.52.02.53.0
Okt
Nov Des Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun Jul
Ags
Sep
Okt
Nov Des
2006 2007
% (inflasi)
100
120
140
160
180
200SB
SB hasil SK *SB hasil SK **Inflasi Gab.7 kota (mtm)
Sumber: Survei Konsumen-KBI Bandung. Keterangan: SK*= Ekspektasi konsumen terhadap harga pada bulan tsb, hasil SK 3 bulan sebelumnya; SK**= Ekspektasi konsumen terhadap harga pada bulan tsb, hasil SK 6 bulan sebelumnya.
b. Inflasi Volatile Food
Inflasi volatile food melambat dari 5,22% pada triwulan III-2007 menjadi 2,54% pada
triwulan IV-2007 (Grafik 2.5). Kenaikan harga volatile food menyumbang 0,55%, atau
membentuk 38% inflasi Jawa Barat. Di antara berbagai volatile food, kenaikan harga bawang
merah adalah yang tertinggi dan penyumbang terbesar inflasi (Tabel 2.5 dan Tabel 2.6). Penyebab
kenaikan harga bawang merah adalah kurangnya pasokan bawang merah di Jawa Barat dari
sentra bawang merah di Brebes, Jawa Tengah. Musim penghujan pada akhir tahun, telah
menyebabkan kurang baiknya produksi bawang merah akibat gagal panen. Hal ini biasa terjadi
setiap akhir tahun, namun kenaikan pada tahun 2007 lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun
sebelumnya.
Tabel 2.5. Komoditas Volatile Food dengan Inflasi Triwulanan Tertinggi di Jawa Barat
Triwulan IV-2007
No. Komoditas Inflasi
(%, qtq)
1 Bawang Merah 119.83 2 Kol Putih/Kubis 50.71 3 Tomat Sayur 43.56 4 Tomat Buah 29.17 5 Petai 27.13 6 Cabe Rawit 24.88 7 Kelapa 14.31 8 Kemiri 13.40 9 Kacang Merah/Joglo 11.47
10 Kembang Kol 10.07 Sumber: BPS Provinsi Jabar.
Tabel 2.6. Komoditas Volatile Food dengan Andil Inflasi Triwulanan Terbesar di Jawa Barat Triwulan IV-2007
No. Komoditas Andil Inflasi
(%, qtq)
1 Bawang Merah 0.26 2 Beras 0.17 3 Tomat Sayur 0.08 4 Kol Putih/Kubis 0.04 5 Cabe Merah 0.03 6 Kelapa 0.03 7 Pisang 0.02 8 Jeruk 0.02 9 Mie Kering Instan 0.02
10 Kacang Merah/Joglo 0.02
Total 0.69 Sumber: BPS Provinsi Jabar.
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
34
c. Inflasi Administered Prices
Komoditas administered prices yang pada triwulan III-2007 mengalami kenaikan 1,85% ,
pada triwulan IV-2007 mengalami deflasi (Grafik 2.5). Penurunan harga berbagai komoditas
yang harganya diatur pemerintah ini memberikan sumbangan -0,03% terhadap total inflasi Jawa
Barat relatif kecil. Sumbangan deflasi terbesar berasal dari penurunan harga minyak tanah sebesar
4,56% dengan andil deflasi 0,12% (Tabel 2.7 dan 2.8). Penurunan harga minyak tanah yang
signifikan terjadi di Bekasi, setelah pada triwulan sebelumnya mengalami kenaikan.
Tabel 2.7. Komoditas Administered Prices dengan Inflasi dan Deflasi Triwulanan
Tertinggi di Jawa Barat Triwulan IV-2007
No. Komoditas Inflasi
(%, qtq)
1 Gas Elpiji 1.88 2 Tarip Kereta Api 1.54 3 Bensin 1.52 4 Rokok Kretek 1.09 5 Rokok Kretek Filter 1.01 6 Rokok Putih 0.55 7 Minyak Tanah -4.56
Sumber: BPS Provinsi Jabar.
Tabel 2.8. Komoditas Administered Prices dengan Andil Inflasi dan Deflasi Triwulanan
Terbesar di Jawa Barat Triwulan IV-2007
No. Komoditas Andil Inflasi
(%, qtq)
1 Bensin 0.04 2 Rokok Kretek Filter 0.02 3 Rokok Kretek 0.02 4 Gas Elpiji 0.01 5 Rokok Putih 0.0015 6 Tarip Kereta Api 0.0004 7 Minyak Tanah -0.12
Total -0,02 Sumber: BPS Provinsi Jabar.
1.2. INFLASI MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA
Berdasarkan kelompok barang dan jasa, pada triwulan IV-2007 seluruh kelompok barang dan
jasa mengalami inflasi. Tiga kelompok barang dan jasa dengan inflasi tertinggi adalah kelompok
sandang (8,14%), kelompok bahan makanan (2,65%), dan kelompok kesehatan (1,20%) (Tabel 2.9).
Tabel 2.9. Inflasi Triwulanan di Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)
2007 No. Kelompok 2005 2006
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV 1 Bahan makanan 7,91 7,66 3,00 -2,41 4,74 2.65 2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 11,87 0,88 2,23 0,70 0,85 0.62 3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 9,67 0,39 0,34 0,28 2,19 0.45 4 Sandang 2,22 1,84 1,42 0,72 1,07 8.14 5 Kesehatan 2,61 2,80 1,65 1,13 0,64 1.20 6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga 1,39 2,14 0,24 0,13 6,20 0.67 7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan 27,10 0,07 0,19 0,53 0,06 0.32
Umum 10,97 2,40 1,44 -0,21 2,34 1.44
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
35
Kelompok bahan makanan merupakan
penyumbang terbesar inflasi di Jawa Barat.
Meskipun inflasi kelompok bahan makanan
lebih rendah daripada kelompok sandang,
sumbangannya terhadap inflasi adalah yang
terbesar, yakni mencapai 0,65% (Grafik 2.10).
Adapun kelompok sandang menyumbang
0,41% . Sementara itu kelompok makanan jadi,
minuman, rokok, dan tembakau adalag
penyumbang inflasi ketiga terbesar, dengan
andil inflasi 0,13% . Ketiga kelompok tersebut
menyumbang 1,20% , atau sebesar 83% dari
inflasi triwulan IV-2007 di Jawa Barat yang
mencapai 1,14% .
Grafik 2.10. Inflasi Triwulanan di Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa
Triwulan IV-2007
0.13
0.11
0.41
0.04
0.05
0.05
2.65
0.62
0.45
8.14
1.20
0.67
0.32
1.44
0.65
1.44
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
TOTAL
Bahanmakanan
Makananjadi,dsb
Perumahan,dsb
Sandang
Kesehatan
Pendidikan,dsb
Transpor,dsb
Kel
om
po
k
%(qtq)
Inflasi
Andil
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat. Keterangan: nama kelompok disingkat.
Penjelasan lebih lanjut mengenai inflasi di Jawa Barat menurut kelompok barang dan jasa ada pada
uraian di bawah ini, secara berurutan mulai dari kelompok yang memberikan andil inflasi terbesar.
a. Kelompok Bahan Makanan
Inflasi kelompok bahan makanan pada triwulan IV-2007 mencapai 2,65%, lebih kecil
daripada inflasi pada triwulan sebelumnya yang sebesar 4,74% (Grafik 2.11). Kelompok ini
menyumbang inflasi 0,65% atau 45% dari angka inflasi Jawa Barat yang sebesar 1,44% .
Peningkatan harga bahan makanan selama tiga bulan terakhir 2007 terutama disebabkan
oleh berkurangnya pasokan dan kenaikan harga bahan baku. Musim penghujan pada akhir
tahun cukup besar pengaruhnya terhadap produksi tanaman pangan, seperti bawang merah, cabe
merah, cabe rawit, beras, dan sayuran. Sementara itu kenaikan harga gandum di pasar dunia
mendorong kenaikan harga tepung terigu dan mie instan.
Ada pula beberapa bahan makanan yang pada triwulan sebelumnya mengalami
kenaikan harga, tetapi triwulan ini mengalami penurunan, khususnya daging ayam,
daging sapi, dan telur ayam. Namun demikian, persentase penurunan harga masih lebih kecil
dibandingkan kenaikan harga yang terjadi sebelumnya. Hal ini berarti harga bahan makanan
tersebut belum kembali ke harga awal.
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
36
Grafik 2.11. Inflasi Triwulanan Kelompok Bahan Makanan di Jawa Barat
2.65
7.66
2.04
4.74
-2.41
3.00
0.51
4.48
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2006 2007
% (qtq)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Grafik 2.12. Inflasi dan Andil Inflasi Triwulanan Kelompok Bahan Makanan Menurut Subkelompok di Jawa Barat
Triwulan IV-2007
0.01
0.00
-0.04
0.15
0.06
0.04
0.03
-0.002
2.65
3.24
0.60
0.29
7.50
3.80
1.93
1.59
0.31
0.65
0.22
-0.13
-2.06
-3.10
-0.51
17.81
-4 -2 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
KEL.BAHAN MAKANAN
Padi-padian
Daging & hasilnya
Ikan segar
Ikan diawetkan
Telur,susu & hasilnya
Sayuran
Kacang-kacangan
Buah-buahan
Bumbu-bumbuan
Lemak & minyak
Lainnya
Sub
kelo
mpo
k%(qtq)
Inflasi
Andil
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Berdasarkan subkelompok, delapan dari sebelas subkelompok dalam kelompok bahan
makanan mengalami inflasi (Grafik 2.12). Inflasi subkelompok bumbu-bumbuan yang
mencapai 17,81% memberikan sumbangan inflasi terbesar, yaitu sebesar 0,31%. Pada
subkelompok tersebut kenaikan harga bawang merah, cabe merah, dan cabe rawit memberikan
sumbangan inflasi terbesar.
Khusus beras, pada akhir tahun 2007
harga bahan makanan pokok ini mulai
kembali mengalami kenaikan. Pada
triwulan III-2007 inflasi beras sebesar 1,14%,
pada triwulan IV-2007 sebesar 2,87%.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, pada akhir
tahun harga beras cenderung meningkat
karena stok menipis pada musim tanam
(Grafik 2.13).
Grafik 2.13. Inflasi Beras di Jawa Barat 2007
-15
-10
-5
0
5
10
Jan
Feb
Mar
Apr
May Jun Jul
Ags
Sep
Oct
Nov
Dec
2007
% (mtm)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
b. Kelompok Sandang
Inflasi kelompok sandang meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari
1,07% menjadi 8,14% (Grafik 2.14). Kelompok ini memberikan andil inflasi sebesar 0,41%
terhadap inflasi Jawa Barat (Grafik 2.15).
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
37
Grafik 2.14. Inflasi Triwulanan Kelompok Sandang di Jawa Barat
8.14
1.07
0.721.42
1.84
-0.43
4.88
2.31
-10123456789
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2006 2007
% (qtq)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Grafik 2.15. Inflasi dan Andil Inflasi Triwulanan Kelompok Sandang
Menurut Subkelompok di Jawa Barat Triwulan IV-2007
0.41
0.03
0.04
0.01
0.33
8.14
2.42
2.57
1.45
22.80
0 6 12 18 24
KEL.SANDANG
Sandang laki-laki
Sandang wanita
Sandang anak-anak
Barang pribadi &sandang lainnya
Subk
elom
pok
% (qtq)
Inflasi
Andil
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Seperti triwulan sebelumnya, subkelompok barang pribadi dan sandang lainnya
merupakan pendorong utama inflasi kelompok sandang. Inflasi subkelompok ini mencapai
22,80% dengan andil inflasi sebesar 0,33% (Grafik 2.11). Kenaikan harga emas perhiasan
kembali menjadi penyumbang terbesar inflasi. Harga emas perhiasan meningkat signifikan
dibandingkan triwulan sebelumnya, yakni sebesar 27,18% dan menyumbang 0,32% terhadap
inflasi Jawa Barat.
c. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau
Inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau pada triwulan IV-2007
mencapai 0,62% , lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yanng sebesar 0,85%
(Grafik 2.16). Kelompok ini memberikan andil inflasi sebesar 0,13% terhadap inflasi Jawa Barat
(Grafik 2.17).
Grafik 2.16. Inflasi Triwulanan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan
Tembakau di Jawa Barat
0.62
0.85
0.70
2.23
0.88
1.08
0.68
1.93
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2006 2007
% (qtq)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, diolah
Grafik 2.17. Inflasi Triwulanan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan
Tembakau Menurut Subkelompok di Jawa Barat Triwulan IV-2007
0.13
0.07
0.02
0.04
0.62
0.50
0.61
1.02
0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2
KEL.MAKANANJADI,DSB
Makanan jadi
Min. tdkberalkohol
Tembakau &min. beralkohol
Subk
elom
pok
%(qtq)
Inflasi
Andil
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
38
Subkelompok makanan jadi adalah penyumbang terbesar inflasi pada kelompok
makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau (Grafik 2.17). Meskipun inflasi subkelompok
ini, sebesar 0,50% , lebih rendah dibandingkan inflasi subkelompok tembakau dan minuman
beralkohol, sumbangan subkelompok makanan jadi lebih besar. Kenaikan harga makanan jadi,
khususnya kue kering berminyak (gorengan), donat, dan mie, disebabkan oleh kenaikan harga
bahan bakunya, seperti tepung terigu, telur, dan minyak goreng.
d. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
Inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar jauh lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya, yang semula 2,19% menjadi 0,45% (Grafik 2.18).
Kelompok ini menyumbang inflasi sebesar 0,11% terhadap inflasi Jawa Barat (Grafik 2.19).
Grafik 2.18. Inflasi Triwulanan Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan
Bakar di Jawa Barat
1.06
0.45
2.19
0.280.34
0.390.310.25
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2006 2007
% (qtq)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Grafik 2.19. Inflasi Triwulanan Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan
Bakar Menurut Subkelompok di Jawa Barat Triwulan IV-2007
0.11
0.20
-0.11
0.00
0.01
0.45
1.50
0.36
0.38
-1.46
-1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0
KEL.PERUMAHAN,DSB
Biaya tempat tinggal
Bhn bkr, penerangan& air
Perlengkapan RT
Penyelenggaraan RTSu
bkel
ompo
k
%(qtq)
Inflasi
Andil
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Sumber utama pendorong inflasi kelompok perumahan adalah kenaikan pada
subkelompok biaya tempat tinggal (Grafik 2.19). Pada subkelompok tersebut kenaikan terjadi
pada upah tukang bukan mandor, biaya kontrak rumah dan harga berbagai bahan bangunan,
seperti besi beton, kayu balok, pasir, semen. Di sisi lain, perlambatan inflasi kelompok perumahan
(termasuk ke dalam subkelompok bahan bakar, penerangan, dan air) disebabkan oleh penurunan
harga eceran minyak tanah, khususnya di Kota Bekasi, yang sempat mengalami kenaikan
signifikan pada triwulan III-2007.
e. Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan
Kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan mengalami inflasi 0,32% , lebih
tinggi dibandingkan inflasi pada triwulan sebelumnya yang sebesar 0,06% (Grafik 2.20).
Inflasi kelompok tersebut menyumbang 0,05% terhadap inflasi Jawa Barat (Grafik 2.21).
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
39
Grafik 2.20. Inflasi Triwulanan Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan
di Jawa Barat
0.32
0.06
0.53
0.190.07
-0.05
0.30
0.26
-0.1
0.0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2006 2007
% (qtq)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Grafik 2.21. Inflasi dan Andil Inflasi Triwulanan Kelompok Transpor,
Komunikasi, dan Jasa Keuangan Menurut Subkelompok di Jawa Barat
Triwulan IV-2007
0.05
0.01
0.00
0.32
1.04
0.00
0.04
0.00
0.34
0.0 0.5 1.0 1.5
KEL.TRANSPOR,DSB
Transpor
Komunikasi &Pengiriman
Sarana &PenunjangTranspor
Jasa Keuangan
Subk
elom
pok
% (qtq)
Inflasi
Andil
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Inflasi subkelompok transpor merupakan penyumbang terbesar inflasi, dengan andilnya
yang sebesar 0,04% (Grafik 2.21). Penyebab utama inflasi subkelompok ini adalah kenaikan
harga pertamax pada bulan Oktober, November, dan Desember 2007. PT Pertamina menaikkan
harga BBM jenis Pertamax (tidak disubsidi pemerintah) mengikuti kecenderungan kenaikan harga
minyak dunia.
f. Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga
Sebagaimana pola triwulanannya, inflasi kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga
pada triwulan IV-2007 jauh lebih rendah dibandingkan inflasi pada triwulan III-2007
(Grafik 2.22). Inflasi kelompok ini hanya 0,67% dan menyumbang 0,05% terhadap inflasi Jawa
Barat (Grafik 2.23).
Grafik 2.22. Inflasi Triwulanan Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan
Olahraga di Jawa Barat
0.67
6.20
0.130.24
2.14
5.70
0.10
0.160
1
2
3
4
5
6
7
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2006 2007
% (qtq)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Grafik 2.23. Inflasi Triwulanan Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga Menurut Subkelompok di Jawa Barat Triwulan IV-2007
0.05
0.02
0.00
0.00
0.02
0.00
0.67
0.22
0.60
2.22
0.30
0.41
0 1 2 3
KEL.PENDIDIKAN,DSB
Jasa pendidikan
Kursus/Pelatihan
PerlengkapanPendidikan
Rekreasi
Olahraga
Sub
kelo
mpo
k
% (qtq)
Inflasi
Andil
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
40
Pendorong utama inflasi kelompok ini selama triwulan IV-2007 adalah peningkatan biaya
rekreasi pada subkelompok rekreasi, serta pendidikan tingkat perguruan tinggi pada
subeklompok jasa pendidikan (Grafik 2.23). Kenaikan biaya rekreasi yang dilakukan
bersamaan dengan liburan akhir tahun diperkirakan akibat semakin meningkatnya tekanan biaya
operasional pengelolaan tempat rekreasi. Pada Desember 2007, kenaikan biaya rekreasi mencapai
11,62% (mtm).
g. Kelompok Kesehatan
Inflasi kelompok kesehatan meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari
0,64% menjadi 1,20% (Grafik 2.24). Sumbangan inflasi kelompok ini sebesar 0,04% terhadap
inflasi Jawa Barat (Grafik 2.25).
Grafik 2.24. Inflasi Triwulanan Kelompok Kesehatan di Jawa Barat
1.20
0.64
1.131.65
2.80
0.880.56
0.500.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2006 2007
% (qtq)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Grafik 2.25. Inflasi dan Andil Inflasi Triwulanan Kelompok Kesehatan
Menurut Subkelompok di Jawa Barat Triwulan IV-2007
0.04
0.02
0.01
0.00
0.02
1.20
1.67
1.50
0.12
0.98
0.0 0.5 1.0 1.5 2.0
KEL.KESEHATAN
Jasa kesehatan
Obat-obatan
Jasa prwtnjasmani
Prwtn jasmani &kosmetik
sub
kelo
mp
ok
%(qtq)
Inflasi
Andil
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, diolah
Subkelompok jasa kesehatan serta subkelompok perawatan jasmani dan kosmetik
adalah penyumbang terbesar inflasi kelompok kesehatan (Grafik 2.25). Pada kedua
subkelompok tersebut, kenaikan terjadi pada dokter umum, dokter spesialis, tarif rumah sakit,
serta sabun mandi, pasta gigi dan lipstik.
1.3. INFLASI MENURUT KOTA
Inflasi triwulanan di tujuh kota menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Berdasarkan besarnya tingkat inflasi, tiga kota dengan inflasi tertinggi adalah Kota
Sukabumi (3,21%), Kota Tasikmalaya (2,20%), dan Kota Banjar (1,31%) (Tabel 2.10). Secara umum,
inflasi di seluruh kota terutama berasal dari kenaikan harga bahan makanan.
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
41
Tabel 2.10. Inflasi Triwulanan di Jawa Barat Menurut Kota (%) 2007
No. Kota Bobot 2005 2006 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
1 Bandung 39,82 12,56 1,87 1,13 -0,26 2,48 1.82 2 Bekasi 29,23 9,00 2,57 1,40 -0,27 2,65 0.81 3 Bogor 15,33 10,98 2,54 1,86 0,03 1,64 0.90 4 Sukabumi 5,40 10,94 3,04 0,10 -0,88 1,88 3.21 5 Cirebon 4,60 10,35 4,23 3,24 0,15 2,22 2.06 6 Tasikmalaya 3,71 10,39 3,53 3,73 -0,04 1,65 2.20 7 Banjar 1,92 10,78 3,31 3,22 0,17 2,66 1.95 Gabungan 100 10,97 2,40 1,44 -0,21 2,34 1.44
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Dari tujuh kota, inflasi di lima kota mengalami perlambatan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Dua kota yang mengalami kenaikan laju inflasi adalah Kota Sukabumi dan Kota
Tasikmalaya. Peningkatan inflasi di kedua kota tersebut terutama karena kenaikan inflasi pada
kelompok bahan makanan dan kelompok sandang.
Berdasarkan sumbangannya (andil4) terhadap
inflasi Jawa Barat, tiga kota penyumbang
terbesar inflasi di Jawa Barat pada triwulan
IV-2007 adalah Bandung (dengan andil inflasi
0,73%), Bekasi (0,24%), dan Sukabumi
(0,17%) (Grafik 2.26). Ketiga kota tersebut
menyumbang inflasi sebesar 1,14% terhadap
inflasi di Jawa Barat atau membentuk 79% total
inflasi triwulanan Jawa Barat pada triwulan IV-
2007.
Grafik 2.26. Inflasi dan Andil Inflasi Triwulanan di Jawa Barat
Menurut Kota Triwulan IV-2007
0.17
0.08
3.21
2.20
1.44
0.04
1.44
0.09
0.14
0.24
0.73
1.95
2.06
0.90
0.81
1.82
0 1 2 3 4
Bd
Bks
Bgr
Skbm
Cn
Tsm
Bjr
Gab.
Kot
a
%(qtq)
Inflasi
Andil
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
2. INFLASI TAHUNAN
Secara tahunan, inflasi Jawa Barat pada Desember 2007 mengalami perlambatan
dibandingkan tiga bulan sebelumnya, yaitu dari 6,08% (yoy) pada September 2007 menjadi
5,10% (yoy) pada Desember 2007. Inflasi Jawa Barat 2006 tersebut juga lebih rendah dibandingkan
inflasi 2006 (6,15%) dan inflasi nasional 2007 yang mencapai 5,10% (yoy).
10 Andil inflasi=bobot x laju inflasi
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
42
Tabel 2.11. Komoditas dengan Inflasi Tahunan Tertinggi
di Jawa Barat 2007
No. Komoditas Inflasi
(%,yoy) 1 Bawang Merah 90.26 2 Daun Seledri 51.71
3 Telur Ayam Kampung 51.08
4 Minyak Goreng 47.01 5 Tomat Sayur 46.20
6 Emas Perhiasan 41.91
7 Kelapa 36.88
8 Kemiri 36.43
9 Kol Putih/Kubis 35.92
10 Jasa Pembuatan SIM 34.72
Sumber: BPS Provinsi Jabar.
Tabel 2.12. Komoditas dengan Andil Inflasi Tahunan Terbesar
di Jawa Barat 2007
No. Komoditas Andil Inflasi
(%, yoy) 1 Minyak Goreng 0.59 2 Emas Perhiasan 0.45 3 Beras 0.36 4 Bawang Merah 0.23 5 Telur Ayam Ras 0.17 6 Tukang Bukan Mandor 0.14 7 Rokok Kretek Filter 0.14 8 Tarip Air Minum PAM 0.13 9 SLTA 0.13
10 Rokok Kretek 0.12
Total 2.48 Sumber: BPS Provinsi Jabar.
Inflasi Jawa Barat selama 2007 didominasi oleh kenaikan harga bahan makanan dan emas
perhiasan. Dalam keranjang komoditas IHK, barang-barang tersebut termasuk ke dalam sepuluh
komoditas dengan inflasi tertinggi dan komoditas penyumbang terbesar inflasi selama 2007 (Tabel
2.11 dan Tabel 2.12). Kesepuluh komoditas penyumbang terbesar inflasi tersebut menyumbang
2,48% (yoy) terhadap inflasi Jawa Barat, atau membentuk 20% inflasi tahunan Jawa Barat 2007
(5,10%). Empat komoditas bahan makanan (minyak goreng,beras, bawang merah, telur ayam ras) dan
emas perhiasan menempati ranking teratas penyumbang inflasi tahunan di Jawa Barat. Kenaikan
harga beras yang sebesar 90,26% (yoy) memberikan sumbangan inflasi terbesar, yaitu 0,59% (yoy).
Tekanan inflasi dari sisi penawaran cukup dominan sepanjang tahun 2007. Misalnya, kenaikan
harga berbagai bahan makanan, terutama beras, pada umumnya terjadi akibat kendala pasokan,
faktor alam (musim) dan distribusi. Selain masalah-masalah tersebut, imported inflation juga
memberikan kontribusi cukup besar terhadap inflasi 2007, melalui kenaikan harga komoditas di pasar
dunia, seperti CPO (mendorong kenaikan harga minyak goreng), susu, gandum (mendorong kenaikan
harga tepung terigu dan produk olahannya), kedelai (mendorong kenaikan harga tempe, tahu, dan
produk olahan lainnya), emas (mendorong harga emas perhiasan). Adapun kenaikan harga komoditas
administered terjadi antara lain pada rokok, pertamax (mengikuti kenaikan harga minyak dunia), tarif
tol, dan tarif air PDAM.
2.1. DISAGREGASI INFLASI
Inflasi inti mendominasi inflasi di Jawa Barat pada tahun 2007, berbeda dengan tahun 2006
yang didominasi inflasi volatile food (Grafik 2.27). Di antara ketiga inflasi tersebut, inflasi volatile
food mendominasi pembentukan inflasi (Grafik 2.28). Meningkatnya inflasi volatile food terutama
terjadi pada beras dan minyak goreng. Inflasi administered prices meningkat karena kenaikan harga
minyak tanah dan tarif jalan tol. Sementara itu, inflasi inti meningkat terutama disebabkan oleh
kenaikan biaya pendidikan, emas perhiasan, dan beberapa makanan jadi.
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
43
Grafik 2.27. Inflasi dan Andil Inflasi Tahunan Kelompok Inti, Administered Prices, dan
Volatile Food di Jawa Barat 2007
5.10
2.79
0.56
1.73
5.10
5.06
2.37
8.21
0 3 6 9
TOTAL
Inti
Administeredprices
Volatile foodJe
nis
infl
asi
% (yoy)
Inflasi
Andil
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Grafik 2.28. Inflasi Tahunan Kelompok Inti, Administered Prices, dan Volatile Food di
Jawa Barat
0
5
10
15
20% (yoy)
Inti 4.47 4.65 4.15 4.52 5.06
Adm. Prices 1.77 1.02 1.34 2.85 2.37
Volatile food 16.70 14.52 11.02 14.35 8.21
Total 6.15 5.72 4.82 6.08 5.10
2006 Mar Jun Sep Des
2007
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
a. Inflasi Inti
Inflasi inti pada tahun 2007 lebih tinggi dibandingkan tahun 2006, yakni dari 4,47% (yoy)
menjadi 5,06% (yoy). Dengan andil inflasi sebesar 2,79% (yoy), inflasi inti membentuk 55%
inflasi di Jawa Barat 2007. Meningkatnya inflasi inti,terkait tekanan imported inflation, akibat
kenaikan harga berbagai komoditas strategis internasional. Kenaikan harga komoditas dunia
tersebut diperkirakan sebagian telah
ditransmisikan kepada harga output.
Di sisi lain, ekspektasi inflasi justru relatif
membaik. Hasil SKDU menunjukkan bahwa
perkiraan pengusaha terhadap inflasi 2007
menunjukkan adanya optimisme semakin
terkendalinya laju inflasi (Grafik 2.29).
Ekspektasi dari sisi pengusaha ini diharapkan
dapat membawa dampak positif terhadap
pengendalian inflasi di Jawa Barat.
Grafik 2.29. Perkiraan Pelaku Usaha terhadap Tingkat Inflasi
02468
1012141618
T. I T. II T. III T. IV T. I T. II T. III T. IV
2006 2007
% (yoy)
Inflasi gab. 7 kota (yoy) Perkiraan inflasi (SKDU) Sumber: SKDU-KBI Bandung;BPS Provinsi Jawa Barat.
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
44
Tabel 2.13. Komoditas Inti dengan Inflasi Tahunan Tertinggi di Jawa Barat 2007
No. Komoditas Inflasi (%, yoy)
1 Daun Seledri 51.71 2 Telur Ayam Kampung 51.08 3 Emas Perhiasan 41.91 4 Jasa Pembuatan SIM 34.72 5 Ketumbar 31.94 6 Batu Bateray 31.50 7 Mentega (Butter) 30.11 8 Tepung Terigu 29.05 9 Papan 26.53
10 Terong Bulat 25.65 Sumber: BPS Provinsi Jabar.
Tabel 2.14. Komoditas Inti dengan Andil Inflasi Tahunan Terbesar
di Jawa Barat 2007
No. Komoditas Andil Inflasi
(%, yoy)
1 Emas Perhiasan 0.45 2 Tukang Non Mandor 0.14 3 SLTA 0.13 4 SLTP 0.11 5 Nasi 0.11 6 Sekolah Dasar 0.11 7 Ayam Goreng 0.10 8 Kontrak Rumah 0.09 9 Akademi/Perg.Tinggi 0.07
10 Semen 0.07
Total 1.39 Sumber: BPS Provinsi Jabar.
Bila dilihat berdasarkan komoditasnya, sebagian besar komoditas inti dengan inflasi
tertinggi adalah bahan makanan, sedangkan sumbangan inflasi terbesar berasal dari
emas perhiasan (Tabel 2.13 dan Tabel 2.14). Kenaikan harga emas perhiasan sebesar 41,91%
(yoy) terutama dipengaruhi oleh kenaikan harga emas dunia (imported inflation).
b. Inflasi Volatile Food
Inflasi volatile food mencapai 8,21% (yoy), lebih kecil dibandingkan inflasi pada tahun
2006 yang sebesar 16,70% (yoy). Inflasi volatile food menyumbang 1,73% (yoy) terhadap
inflasi Jawa Barat, atau membentuk 34% inflasi Jawa Barat 2007.
Tabel 2.15. Komoditas Volatile Food dengan Inflasi Tahunan Tertinggi
di Jawa Barat 2007
No. Barang Inflasi
(%, yoy)
1 Bawang Merah 90.26 2 Minyak Goreng 47.01 3 Tomat Sayur 46.20 4 Kelapa 36.88 5 Kemiri 36.43 6 Kol Putih/Kubis 35.92 7 Tomat Buah 31.49 8 Petai 22.34 9 Kacang Tanah 21.64
10 Telur Ayam Ras 18.87 Sumber: BPS Provinsi Jabar.
Tabel 2.16. Komoditas Volatile Food dengan Andil Inflasi Tahunan Terbesar
di Jawa Barat 2007
No. Barang Andil Inflasi
(%, yoy)
1 Minyak Goreng 0.59 2 Beras 0.36 3 Bawang Merah 0.23 4 Telur Ayam Ras 0.17 5 Daging Ayam Ras 0.11 6 Tomat Sayur 0.08 7 Tahu Mentah 0.08 8 Kelapa 0.07 9 Pisang 0.05
10 Kacang Tanah 0.04
Total 1.79 Sumber: BPS Provinsi Jabar.
Komoditas volatile food dengan inflasi tertinggi adalah bawang merah, mencapai
90,26% (yoy) (Tabel 2.15). Sementara itu, volatile food penyumbang terbesar inflasi adalah
minyak goreng (Tabel 2.16). Kenaikan harga minyak goreng yang mencapai 47,01% (yoy)
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
45
memberi andil inflasi sebesar 0,59% (yoy). Tingginya harga CPO dunia telah mengakibatkan
naiknya harga minyak goreng domestik sepanjang 2007. Harga minyak goreng curah curah di
Jawa Barat sempat mencapai Rp10.000/kg pada Agustus 2007. Selain minyak goreng, jenis
volatile food yang memberikan sumbangan inflasi cukup besar adalah beras, bawang merah,
daging ayam ras, dan telur ayam ras.
c. Inflasi Administered Prices
Inflasi administered prices pada tahun 2007 lebih tinggi dibandingkan 2006. Jika pada
tahun 2006 inflasi administered prices sebesar 1,77% (yoy), pada 2007 mencapai 2,37%. Namun
demikian, kontribusi kelompok administered prices terhadap inflasi Jawa Barat relatif kecil, yaitu
hanya 0,56% (yoy), atau 11% dari total inflasi tahunan Jawa Barat 2007.
Tabel 2.17. Komoditas Administered Prices dengan Inflasi Tahunan Tertinggi
di Jawa Barat 2007
No. Komoditas Inflasi (%, yoy)
1 Tarip Jalan Tol 23.58 2 Tarip Air Minum PAM 20.92 3 Rokok Kretek 6.86 4 Rokok Kretek Filter 6.28 5 Bensin 4.21 6 Rokok Putih 4.14 7 Tarip Kereta Api 2.31 8 Gas Elpiji 1.55
Sumber: BPS Provinsi Jabar.
Tabel 2.18. Komoditas Administered Prices dengan Andil Inflasi Tahunan Terbesar
di Jawa Barat 2007
No. Komoditas Andil Inflasi (%, yoy)
1 Rokok Kretek Filter 0.14 2 Tarip Air Minum PAM 0.13 3 Rokok Kretek 0.12 4 Bensin 0.12 5 Minyak Tanah 0.02 6 Gas Elpiji 0.01 7 Tarip Jalan Tol 0.01 8 Rokok Putih 0.01
Total 0,57 Sumber: BPS Provinsi Jabar.
Kecenderungan peningkatan inflasi administered prices terutama berasal dari kenaikan
harga rokok, tarif air PAM, harga minyak tanah, dan tarif jalan tol (Tabel 2.17 dan 2.18).
Kenaikan harga rokok (rokok kretek filter, rokok kretek, dan rokok putih) menyumbang inflasi
sebesar 0,27% (yoy) atau 48% dari sumbangan inflasi administered prices terhadap Jawa Barat.
Kenaikan tarif air PAM yang sebesar 20,92% menyumbang 0,13% (yoy) terhadap inflasi Jawa
Barat. Sementara itu kenaikan tarif jalan tol di Jawa Barat yang sebesar 23,58% (yoy) hanya
memberikan sumbangan inflasi sebesar 0,01% (yoy). Tarif baru jalan tol berlaku sejak tanggal 4
September 2007, sesuai dengan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 370 tanggal 31
Agustus 2007.
2.2. INFLASI MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA
Selama 2007, seluruh kelompok barang dan jasa mengalami inflasi. Tiga kelompok barang dan
jasa dengan inflasi tahunan tertinggi di Jawa Barat adalah kelompok sandang (11,63%), kelompok
bahan makanan (8,07%, yoy), kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga (7,31%), dan kelompok
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
46
kesehatan (6,35%) (Tabel 2.19). Dibandingkan September 2007, peningkatan inflasi yang signifikan
terjadi pada kelompok sandang karena tingginya kenaikan harga emas perhiasan.
Tabel 2.19. Inflasi Tahunan Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)
2007 No. Kelompok 2006
Mar Jun Sep Des 1 Bahan makanan 15.36 13.72 10.42 13.34 8.07 2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 4.66 4.96 4.98 4.73 4.46 3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 2.02 1.29 1.32 3.22 3.35 4 Sandang 8.80 7.85 3.57 5.13 11.63 5 Kesehatan 4.80 6.00 6.60 6.35 4.70 6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga 8.23 8.32 8.36 8.88 7.31 7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan 0.59 0.51 0.75 0.86 1.10
Umum 6.15 5.72 4.82 6.08 5.10
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Berdasarkan sumbangannya terhadap inflasi
Jawa Barat, kelompok barang dan jasa
penyumbang terbesar inflasi di Jawa Barat
adalah kelompok bahan makanan (1,96%,
yoy). Dua kelompok lainnya yang juga
penyumbang terbesar inflasi adalah kelompok
makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau
(0,91%, yoy) serta kelompok perumahan, listrik,
gas, dan air bersih (0,82%, yoy) (Grafik 2.30).
Ketiga kelompok tersebut membentuk 72%
inflasi tahunan di Jawa Barat.
Grafik 2.30. Inflasi Tahunan di Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa 2007
5.10
1.96
0.91
0.82
0.59
0.17
0.48
0.17
5.10
8.07
4.46
3.35
11.63
4.70
7.31
1.10
0 3 6 9 12
TOTAL
Bahanmakanan
Makananjadi,dsb
Perumahan,dsb
Sandang
Kesehatan
Pendidikan,dsb
Transpor,dsbK
elo
mp
ok
%(yoy)
Inflasi
Andil
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, diolah Keterangan: nama kelompok disingkat.
Pembahasan lebih lanjut tentang inflasi per kelompok barang dan jasa diuraikan di bawah ini, secara
berurutan dari kelompok penyumbang terbesar inflasi:
a. Kelompok Bahan Makanan
Inflasi tahunan kelompok bahan makanan lebih rendah dibandingkan September 2007
dan tahun 2006 (Grafik 2.31). Inflasi bahan makanan pada 2007 sebesar 8,07%, sedangkan
pada September 2007 dan 2006 jauh lebih tinggi masing-masing mencapai 13,34% dan 13,72%
(yoy). Seperti telah disebutkan sebelumnya, kelompok ini pun merupakan penyumbang terbesar
inflasi di Jawa Barat, yaitu sebesar 1,96% atau 38% dari angka inflasi Jawa Barat yang sebesar
5,10% (yoy).
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
47
Grafik 2.31. Inflasi Tahunan Kelompok Bahan Makanan di Jawa Barat
8.07
13.3413.72
15.36
10.42
6789
10111213141516
2006 Mar Jun Sep Des
2007
% (yoy)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Grafik 2.32. Inflasi Tahunan Kelompok Bahan Makanan Menurut Subkelompok di
Jawa Barat 2007
1.96
0.43
0.03
0.00
0.28
0.07
0.17
0.12
0.02
0.67
0.00
8.07
6.47
2.77
3.24
11.06
5.14
0.77
0.18
44.94
-0.39
15.48
-0.29
4.59
-5 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
KEL.BAHAN MAKANAN
Padi-padian
Daging &hasilnya
Ikan segar
Ikan diawetkan
Telur,susu & hasilnya
Sayuran
Kacang-kacangan
Buah-buahan
Bumbu-bumbuan
Lemak & minyak
Lainnya
Sub
kelo
mp
ok
%(yoy)
Inflasi
Andil
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Di antara sebelas subkelompok, subkelompok padi-padian adalah penyumbang inflasi
terbesar, yaitu sebesar 0,43% (yoy) (Grafik 2.32). Jenis bahan makanan pada subkelompok
padi-padian yang mengalami kenaikan harga antara lain beras, tepung terigu, mie instan, dan
singkong. Persentase kenaikan harga tertinggi dialami oleh tepung terigu, yakni sebesar 29,05%
(yoy). Kenaikan harga tepung terigu disebabkan oleh kenaikan harga gandum dunia. Indonesia,
sebagai negara importir gandum, sangat terpengaruh oleh perkembangan harga komoditas
tersebut. Kenaikan harga gandum dunia mulai melonjak sejak Juni 2007, akibat meningkatnya
permintaan dunia dan berkurangnya produksi di negara produsen utama gandum, yaitu Amerika
Serikat dan Australia, sehubungan musim kering yang panjang. Pada pertengahan tahun 2007
harga gandum sebesar US$219,2 per ton, dan melonjak pada akhir tahun menyentuh level
US$349,1 per ton.
b. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau
Inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau pada 2007 mencapai
4,46% (yoy) (Grafik 2.33). Sumbangan inflasi kelompok makanan sebesar 0,91% (yoy) terhadap
inflasi Jawa Barat atau membentuk 18% inflasi Jawa Barat (Grafik 2.34). Sejak 2006, inflasi
kelompok makanan jadi berkisar antara 4,4%-5%.
Berdasarkan sumbangannya terhadap inflasi, subkelompok makanan jadi adalah
penyumbang terbesar (Grafik 2.34). Beberapa makanan jadi yang mengalami kenaikan harga
adalah kue kering berminyak (gorengan), mie siap makan (mie bakso), nasi rames, bubur, biskuit,
dan ayam goreng. Kenaikan harga makanan tersebut disebabkan oleh kenaikan harga bahan
bakunya, terutama tepung terigu, minyak goreng, telur, dan daging ayam.
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
48
Grafik 2.33. Inflasi Tahunan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan
Tembakau di Jawa Barat
4.98
4.73
4.46
4.96
4.66
4.4
4.6
4.8
5.0
2006 Mar Jun Sep Des
2007
% (yoy)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, diolah
Grafik 2.34. Inflasi Tahunan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan
Tembakau Menurut Subkelompok di Jawa Barat 2007
0.91
0.53
0.11
0.27
4.46
3.92
4.06
6.38
0 2 4 6 8
KEL.MAKANANJADI,DSB
Makanan jadi
Min. tdkberalkohol
Tembakau &min.
beralkohol
Sub
kelo
mp
ok
%(yoy)
Inflasi
Andil
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Berdasarkan persentase inflasi, inflasi tertinggi terjadi pada subkelompok tembakau dan
minuman beralkohol. Pada subkelompok ini, kenaikan harga terjadi pada rokok (jenis rokok
kretek, kretek filter, dan putih) dan bir. Kenaikan harga eceran rokok disebabkan oleh adanya
kebijakan pemerintah, yaitu kenaikan harga jual eceran (HJE) rokok sebesar 7% sejak 1 Maret
2007, serta kenaikan tarif cukai spesifik rokok sejak 1 Juli 2007.
c. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan bakar
Inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar mengalami peningkatan
dibandingkan tahun 2006, yaitu dari 2,02% (yoy) menjadi 3,35% (yoy) (Grafik 2.35).
Kelompok ini menyumbang inflasi sebesar 0,82% (yoy) atau 16% inflasi Jawa Barat (Grafik 2.36).
Grafik 2.35. Inflasi Tahunan Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas,
dan Bahan Bakar di Jawa Barat
2.02
3.353.22
1.321.29
0
1
2
3
4
2006 Mar Jun Sep Des
2007
% (yoy)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Grafik 2.36. Inflasi Tahunan Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan
Bakar Menurut Subkelompok di Jawa Barat 2007
0.82
0.52
0.17
0.05
0.07
3.35
3.75
2.38
4.38
3.37
0 1 2 3 4 5
KEL.PERUMAHAN,DSB
Biaya tempat tinggal
Bhn bkr, penerangan& air
Perlengkapan RT
Penyelenggaraan RT
Sub
kelo
mp
ok
%(yoy)
Inflasi
Andil
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Subkelompok biaya tempat tinggal memberikan sumbangan inflasi terbesar sekaligus
mengalami inflasi tertinggi dibandingkan subkelompok lainnya (Grafik 2.36). Pada
subkelompok ini kenaikan harga terjadi pada sebagian besar bahan bangunan. Kenaikan harga
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
49
bahan konstruksi dipicu oleh lonjakan harga minyak dunia yang ikut mendorong harga-harga
produk industri tambang.
Di samping bahan bangunan, inflasi kelompok perumahan juga diorong oleh kenaikan
harga beberapa komoditas administered prices, yaitu minyak tanah dan elpiji. Kenaikan
harga minyak tanah terjadi di Bekasi, sebagai dampak pembatasan pasokan oleh Pertamina di
daerah yang dikenai program konversi minyak tanah ke elpiji. Sementara itu, kenaikan harga elpiji
terutama terjadi di Kota Bandung disebabkan oleh sempat terjadinya kekosongan stok di para
agen. Kelangkaan tersebut disebabkan oleh hambatan distribusi dan ulah spekulan karena adanya
ekspektasi kenaikan harga elpiji mengikuti kenaikan harga minyak dunia.
d. Kelompok Sandang
Inflasi kelompok sandang pada 2007 meningkat signifikan dibandingkan 2006, dari
8,80% (yoy) menjadi 11,63% (yoy) (Grafik 2.37). Kelompok ini menyumbang 0,59% (yoy)
terhadap inflasi Jawa Barat.
Peningkatan inflasi kelompok sandang disebabkan oleh inflasi subkelompok barang
pribadi dan sandang lainnya (Grafik 2.38). Pada subkelompok tersebut, kenaikan harga emas
perhiasan merupakan yang paling tinggi dan penyumbang terbesar inflasi. Kenaikan harga emas
sepanjang 2007 mencapai 41,91% (yoy) dan menyumbang 0,45% terhadap inflasi Jawa Barat.
Grafik 2.37. Inflasi Tahunan Kelompok Sandang di Jawa Barat
11.63
5.133.57
7.858.80
02
468
10
1214
2006 Mar Jun Sep Des
2007
% (yoy)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Grafik 2.38. Inflasi Tahunan Kelompok Sandang Menurut Subkelompok
di Jawa Barat 2007
0.59
0.04
0.06
0.02
0.47
11.63
2.96
3.68
2.65
34.54
0 5 10 15 20 25 30 35
KEL.SANDANG
Sandang laki-laki
Sandangwanita
Sandanganak-anak
Barang pribadi& sandang
lainnya
Sub
kelo
mp
ok
% (yoy)
Inflasi
Andil
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
e. Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga
Inflasi kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga pada tahun 2007 lebih rendah
dibandingkan 2006, yakni dari 8,23% pada 2006 menjadi 7,31% (yoy) pada 2007 (Grafik
2.39). Kelompok ini menyumbang inflasi sebesar 0,43% (yoy) terhadap inflasi Jawa Barat (grafik
2.40).
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
50
Seperti tahun-tahun sebelumnya, inflasi kelompok pendidikan terutama didorong oleh
peningkatan biaya jasa pendidikan (Grafik 2.40). Di antara berbagai tingkat pendidikan,
inflasi tertinggi terjadi pada biaya pendidikan di tingkat SD yang sebesar 21,14% (yoy).
Grafik 2.39. Inflasi Tahunan Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga
di Jawa Barat
7.31
8.88
8.368.328.23
7.0
7.5
8.0
8.5
9.0
2006 Mar Jun Sep Des
2007
% (yoy)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Grafik 2.40. Inflasi Tahunan Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga Menurut
Subkelompok di Jawa Barat 2007
0.48
0.43
0.00
0.02
0.03
0.00
7.31
0.61
2.36
2.72
1.79
9.66
0 2 4 6 8 10
KEL.PENDIDIKAN,DSB
Jasa pendidikan
Kursus/Pelatihan
PerlengkapanPendidikan
Rekreasi
Olahraga
Subk
elom
pok
% (yoy)
Inflasi
Andil
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
f. Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan
Inflasi kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan mencapai 1,10% (yoy), lebih
tinggi dibandingkan inflasi pada 2006 yang sebesar 0,59% (yoy) (Grafik 2.41). Andil inflasi
kelompok ini terhadap inflasi Jawa Barat hanya sebesar 0,17% (yoy) (Grafik 2.42).
Grafik 2.41. Inflasi Tahunan Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa
Keuangan di Jawa Barat
1.10
0.860.75
0.51
0.59
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
2006 Mar Jun Sep Des
2007
% (yoy)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Grafik 2.42. Inflasi Tahunan Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan Menurut Subkelompok di Jawa Barat 2007
0.17
0.13
0.00
0.04
0.00
1.10
-0.02
4.74
0.00
1.09
-1 0 1 2 3 4 5
KEL.TRANSPOR,DSB
Transpor
Komunikasi &Pengiriman
Sarana &Penunjang Transpor
Jasa Keuangan
Sub
kelo
mp
ok
% (yoy)
Inflasi
Andil
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, diolah
Dibandingkan dengan tiga subkelompok lainnya, subkelompok yang memberikan andil
inflasi terbesar adalah subkelompok transpor, yaitu dengan sumbangan sebesar 0,13%
(yoy) (Grafik 2.42). Meskipun inflasi subkelompok lainnya, yaitu sarana dan penunjang transpor
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
51
lebih tinggi, mencapai 4,74%, sumbangannya terhadap inflasi lebih kecil. Faktor utama penyebab
inflasi subkelompok ini adalah kenaikan harga pertamax dan oli.
g. Kelompok Kesehatan
Besarnya inflasi kelompok kesehatan pada tahun 2007 hampir sama dengan tahun 2006.
Pada tahun 2006 inflasi kelompok ini mencapai 4,80% (yoy), pada tahun berikutnya mencapai
4,70% (Grafik 2.43). Kelompok tersebut menyumbang 0,17% (yoy) terhadap inflasi Jawa Barat
(Grafik 2.44).
Grafik 2.43. Inflasi Tahunan Kelompok Kesehatan di Jawa Barat
4.70
6.356.60
6.00
4.80
4.0
4.5
5.0
5.5
6.0
6.5
7.0
2006 Mar Jun Sep Des
2007
% (yoy)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Grafik 2.44. Inflasi Tahunan Kelompok Kesehatan Menurut Subkelompok
di Jawa Barat 2007
0.17
0.09
0.02
0.01
0.05
4.70
8.78
3.22
2.95
2.85
0 2 4 6 8 10
KEL.KESEHATAN
Jasa kesehatan
Obat-obatan
Jasa prwtnjasmani
Prwtn jasmani &kosmetik
sub
kelo
mp
ok
% (yoy)
Inflasi
Andil
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Penyumbang terbesar inflasi kelompok kesehatan adalah subkelompok jasa kesehatan
(Grafik 2.44). Dengan inflasi sebesar 8,78% (yoy), subkelompok ini menyumbang 0,09%
terhadap inflasi kelompok kesehatan. Inflasi terbesar pada subkelompok jasa kesehatan terjadi
pada tarif dokter, baik dokter umum, dokter gigi, maupun dokter spesaialis. Kenaikannya masing-
masing berkisar antara 10% hingga 17% (yoy).
2.3. INFLASI MENURUT KOTA
Dari tujuh kota di Jawa Barat, inflasi tahun 2007 di lima kota lebih rendah dibandingkan
tahun 2006 (Tabel 2.20). Dua kota yang mengalami kenaikan inflasi adalah Kota Banjar (dari 7,66%
menjadi 8,23%) dan Kota Cirebon (dari 6,31% menjadi 7,87%). Inflasi di Banjar dan Cirebon tersebut
adalah inflasi tertinggi dan kedua tertinggi di Jawa Barat, serta di atas inflasi nasional. Satu kota lagi
yang mengalami inflasi lebih tinggi daripada inflasi nasional adalah Kota Tasikmalaya, yakni mencapai
7,72% (yoy).
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
52
Tabel 2.20. Inflasi Tahunan di Jawa Barat Menurut Kota (% ) 2007
No. Kota Bobot 2005 2006 Mar Jun Sep Des
1 Bandung 39,82 19,56 5,33 4,91 4,06 5,30 5,25 2 Bekasi 29,23 16,88 6,53 5,47 4,49 6,47 4,65 3 Bogor 15,33 18,47 6,62 6,77 5,84 6,19 4,50 4 Sukabumi 5,4 19,11 7,30 5,31 4,05 4,16 4,34 5 Cirebon 4,6 16,82 6,31 8,15 8,44 10,16 7,87 6 Tasikmalaya 3,71 20,83 8,44 10,88 9,75 9,13 7,72 7 Banjar 1,92 22,04 7,66 8,45 7,72 9,66 8,23 Gabungan 100 18,51 6,15 5,72 4,82 6,08 5,10 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Berdasarkan sumbangannya terhadap inflasi
Jawa Barat, tiga kota penyumbang terbesar
inflasi di Jawa Barat pada 2007 adalah
Bandung (dengan andil inflasi 2,09%),
Bekasi (1,36%), dan Bogor (0,69%) (Grafik
2.45). Ketiga kota tersebut menyumbang inflasi
sebesar 4,14% terhadap inflasi di Jawa Barat
atau membentuk 81% total inflasi Jawa Barat
pada tahun 2007.
Grafik 2.45. Inflasi dan Andil Inflasi Tahunan di Jawa Barat Menurut Kota
2007
0.23
0.29
4.16
9.13
6.08
2.09
1.36
0.69
0.36
5.10
0.16
5.30
6.47
6.19
10.16
9.66
0 2 4 6 8 10 12
Bd
Bks
Bgr
Skbm
Cn
Tsm
Bjr
Gab.
Kot
a
%(yoy)
Inflasi
Andil
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
54
Secara umum kinerja perbankan di Jawa Barat pada triwulan IV-2007 terus menunjukkan
peningkatan, baik secara triwulanan maupun secara tahunan. Hal ini tercermin dari
meningkatnya total aset, dana masyarakat yang dihimpun, outstanding kredit berdasarkan bank
pelapor maupun lokasi proyek, serta membaiknya kualitas kredit (non performing loan/NPL), hanya
loan to deposit ratio (LDR) yang mengalami penurunan akibat tingginya pertumbuhan DPK serta
melambatnya pertumbuhan kredit.
Secara triwulanan, kinerja bank umum konvensional di Jawa Barat, bank umum syariah,
bank umum yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI Bandung dan BPR/S di Jawa Barat
menunjukkan pertumbuhan yang positif lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan
triwulan sebelumnya. Kondisi serupa terjadi juga pada perkembangan tahunan. Perkembangan
perbankan di Jawa Barat secara tahunan (yoy) menunjukkan pertumbuhan yang lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan tahunan pada triwulan III-2007. Kondisi perekonomian yang relatif stabil
sepanjang tahun 2007 merupakan salah satu faktor pendorong pertumbuhan.
Dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun bank umum di Jawa Barat tumbuh cukup signifikan
dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ini merupakan yang tertinggi
sepanjang tahun 2007. Faktor yang mempengaruhi tingginya pertumbuhan tersebut diperkirakan
adalah semakin gencarnya perbankan melakukan promosi untuk menggaet nasabah.
Sementara itu, kredit yang disalurkan tetap tumbuh walaupun lebih rendah dibandingkan
dengan pertumbuhan DPK. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tersebut adalah kondisi
perekonomian yang relatif stabil sehingga kebutuhan dunia usaha dan pembiayaan konsumsi
masyarakat meningkat. Selain itu, di awal triwulan merupakan hari Raya Idul Fitri dimana seperti
biasanya kebutuhan konsumsi masyarakat mengalami peningkatan, sedangkan di akhir triwulan,
perbankan biasanya lebih ekspansif untuk mencapai target penyaluran kreditnya di akhir tahun.
Kenaikan DPK yang tinggi serta melambat pertumbuhan kredit menyebabkan LDR bank
umum di Jawa Barat mengalami penurunan dari 68,85% pada triwulan III-2007 menjadi
66,06% pada triwulan laporan. Sementara itu, kualitas kredit baik secara nominal maupun
persentasenya membaik. Hal ini diindikasikan oleh penurunan persentase gross NPL mengalami
penurunan dari 3,81% menjadi 3,44%.
Walaupun belum seperti yang diharapkan, kinerja bank perkreditan rakyat/syariah (BPR/S) di
Jawa Barat tetap mengalami peningkatan, baik secara tahunan maupun triwulanan. Hal ini
dicerminkan oleh meningkatnya total aset, DPK maupun penyaluran kredit/pembiayaan. Kegiatan
intermediasi yang tercermin dari rasio LDR masih cukup baik dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Di lain pihak, risiko kredit/pembiayaan BPR/S di Jawa Barat masih cukup tinggi.
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
55
1. BANK UMUM KONVENSIONAL
Kinerja bank umum konvensional di Jawa Barat pada triwulan laporan menunjukkan kinerja
yang baik. Hal ini ditunjukkan oleh membaiknya beberapa indikator seperti meningkatnya total aset,
kredit yang disalurkan, penghimpunan DPK maupun turunnya persentase kredit bermasalah. Total aset
bank umum konvensional pada triwulan IV-2007 tumbuh 9,12% (qtq) atau 15,40% (yoy) mencapai
Rp136,39 triliun. Peningkatan ini terutama didorong oleh peningkatan total aset pada bank umum
pemerintah dan bank swasta.
Penghimpunan dana masyarakat (DPK) oleh bank umum konvensional pada triwulan laporan
mencapai Rp105,57 triliun. Secara triwulanan DPK tumbuh 10,08% (qtq) jauh lebih tinggi daripada
peningkatan triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh 0,12%. Secara tahunan DPK tumbuh cukup
baik yakni 12,60%(yoy). Peningkatan terjadi pada semua jenis simpanan baik deposito, giro dan
tabungan. Peningkatan tersebut dialami oleh semua jenis bank, dimana peningkatan terbesar dialami
oleh bank swasta, naik sebesar Rp2,08 triliun atau tumbuh 7,14% (qtq). Sementara itu, pada bank
pemerintah dan bank asing serta campuran, kenaikan DPK masing-masing sebesar Rp1,40 triliun dan
Rp228,27 miliar.
Sementara itu, kredit yang disalurkan oleh bank umum konvensional di Jawa Barat posisi
triwulan IV-2007 mencapai Rp69,74 triliun. Secara triwulanan kredit tumbuh 5,61%(qtq) lebih
rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya 5,83%. Secara tahunan kredit tumbuh 20,73% (yoy).
Seperti triwulan sebelumnya, pertumbuhan ini didorong oleh peningkatan penyerapan kredit hampir
seluruh sektor ekonomi terutama sektor PHR dan sektor industri. Outstanding kredit pada triwulan IV-
2007 yang diserap sektor PHR adalah Rp14,62 triliun. Berdasarkan jenis penggunaannya, peningkatan
kredit didorong oleh seluruh jenis penggunaan terutama kredit konsumsi dan kredit modal kerja.
Melambatnya pertumbuhan penyaluran kredit dibarengi oleh peningkatan penghimpunan
DPK yang tinggi, mengakibatkan loan to deposit ratio (LDR) turun dari 68,85% menjadi
66,06% pada triwulan IV-2007 (Grafik 3.2). Kredit bermasalah kotor (Gross NPL) pada triwulan
laporan menunjukkan perbaikan baik secara nominal maupun persentasenya. Nominal kredit
bermasalah turun dari Rp2,52 miliar menjadi Rp2,40 miliar, begitu pula dengan persentasenya
menurun dari 3,81% menjadi 3,44%.
Grafik 3.1. Perkembangan DPK dan Kredit Bank Umum Konvensional
Grafik 3.2. Perkembangan LDR dan NPL Bank Umum Konvensional
93,76 92,2495,80 95,91
105,57
57,77 58,6762,39
66,0369,74
40
50
60
70
80
90
100
110
TW IV TW I TW II TW III TW IV
2006 2007
Trili
un R
p
Total DPK Kredit yang diberikan
61,61
63,60
65,13
68,85
66,06
4,014,31 4,13
3,81
3,44
56,00
58,00
60,00
62,00
64,00
66,00
68,00
70,00
TW IV TW I TW II TW III TW IV
2006 2007
-
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
3,50
4,00
4,50
5,00
LDR (%) NPL Kredit(%) Gross
Sumber : LBU KBI Bandung
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
56
1.1. PENGHIMPUNAN DANA PIHAK KETIGA BANK UMUM KONVENSIONAL
Penghimpunan dana masyarakat pada bank
umum konvensional di Jawa Barat secara
triwulanan tumbuh 10,08%. Pertumbuhan
ini merupakan pertumbuhan tertinggi
selama tahun 2007. DPK tumbuh 10,08% (qtq)
atau 12,60% (yoy) menjadi Rp105,57 triliun.
Berdasarkan jenis simpanan, kenaikan terjadi
pada semua jenis simpanan. Jenis simpanan
tabungan tumbuh sebesar 12,57% (qtq) atau
Grafik 3.3. Perkembangan Penghimpunan DPK Bank Umum Konvensional
Berdasarkan Jenis Simpanan
17,93 18,1920,15 21,32 22,03
30,14 30,10 31,81 33,5637,78
45,69 43,94 43,8441,03
45,77
-
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
TW IV TW I TW II TW III TW IV
2006 2007
Trili
un R
p
Giro Tabungan Deposito
Sumber: LBU KBI Bandung
25,35% (yoy), giro tumbuh 3,31% (qtq) atau 22,83% (yoy) dan deposito tumbuh 11,55% (qtq) atau
0,17% (yoy) (Grafik 3.3).
Jenis simpanan deposito dan tabungan masih mendominasi pangsa DPK bank umum
konvensional. Peningkatan deposito yang cukup signifikan menyebabkan pangsa deposito
mengalami kenaikan dari 42,78% menjadi 43,35% terhadap total DPK. Begitu juga, pangsa tabungan
meningkat dari 34,99% menjadi 35,78%, sedangkan pangsa giro sedikit turun dari 22,23% menjadi
20,86% dari total DPK. Peningkatan deposito pada periode laporan merupakan peningkatan
terbesar setelah pada tiga triwulan sebelumnya mengalami penurunan. Dengan peningkatan
ini, jumlah deposito yang ada di bank umum telah mencapai jumlah yang hampir sama dengan jumlah
posisi tahun 2006. Jumlah deposito pada akhir tahun 2007 mencapai Rp45,77 triliun atau hanya
tumbuh 0,17% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Adapun peningkatan tabungan terjadi
merupakan pengaruh dari semakin meningkatnya pelayanan perbankan dan gencarnya promosi
tabungan berhadiah.
Berdasarkan kelompok bank, 96,37% DPK
dihimpun oleh kelompok bank
pemerintah dan bank swasta. Adapun
pangsa DPK kelompok bank asing dan
campuran hanya 3,63% dari total DPK (Grafik
3.4). Nominal penghimpunan DPK di semua
kelompok bank meningkat dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya. Peningkatan
DPK terbesar dialami oleh kelompok bank
pemerintah, yaitu sebesar Rp5,04 triliun, ter-
Grafik 3.4. Pangsa Penghimpunan DPK Bank Umum Konvensional Berdasarkan Kelompok
Bank Triwulan IV-2007
49.01%
47.36%
3.63%
Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Swasta Asing
Sumber: LBU KBI Bandung
utama pada simpanan deposito dan tabungan. Di kelompok bank swasta, DPK naik Rp4,25 triliun,
terutama kenaikan pada simpanan deposito dan tabungan. Begitu juga, di kelompok bank bank asing
dan campuran mengalami peningkatan sebesar Rp367,18 miliar, terutama pada simpanan deposito..
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
57
Berdasarkan golongan pemilik, 67,92% DPK yang dihimpun oleh bank umum konvensional
di Jawa Barat berasal dari nasabah perorangan, yaitu mencapai Rp71,71 triliun. DPK yang
berasal dari Badan Usaha Milik Negara mengalami peningkatan yang cukup signifikan yakni 105%
(qtq) dari Rp5,86 triliun menjadi Rp12,04 triliun. Hal ini menyebabkan DPK yang berasal dari BUMN
naik ke urutan kedua terbesar (triwulan sebelumnya urutan keempat) setelah nasabah perseorangan.
Urutan ketiga dan keempat adalah DPK milik pemerintah swasta dan milik perusahaan daerah masing-
masing mencapai Rp9,93 triliun dan Rp4,91 triliun. (Grafik 3.5).
Grafik 3.5. Pangsa DPK Bank Umum Konvensional Berdasarkan Golongan
Pemilik Triwulan IV-2007
Grafik 3.6. Perkembangan DPK Bank Umum Konvensional Berdasarkan Golongan Pemilik
4.65%
67.92%
9.41%
11.40%
2.70% 3.92%
Perorangan Badan Usaha Milik Negara
Perusahaan Swasta Pemerintah Daerah
Yayasan dan Badan Sosial Lainnya
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Tw.IV-06 Tw.I-07 Tw.II-07 Tw.III-07 Tw.IV-07M
iliar
RpPerorangan Badan Usaha Milik Negara Perusahaan Swasta
Pemerintah Daerah Yayasan dan Badan Sosial Lainnya
Sumber : LBU KBI Bandung Sumber : LBU KBI Bandung
1.2. PENYALURAN KREDIT BANK UMUM KONVENSIONAL
1.2.1. KREDIT BANK UMUM KONVENSIONAL BERDASARKAN BANK PELAPOR 1
Pada triwulan IV-2007, kredit yang disalurkan oleh bank umum konvensional di Jawa Barat
mencapai Rp69,74 triliun. Secara triwulanan kredit tumbuh 5,61%, sedangkan secara tahunan
kredit tumbuh 20,73% (Grafik 3.7).
Grafik 3.7. Perkembangan Kredit Bank Umum di Jawa Barat
57.77 58.6762.39
66.0369.74
4.84%
1.55%
6.36% 5.83%
14.34%
17.77%
19.84%20.73%
5.61%
15.22%
-
10
20
30
40
50
60
70
80
Tw.IV Tw.I Tw. II Tw. III Tw. IV
2006 2007
Tril
iun
Rp
0%
5%
10%
15%
20%
25%
Total Kredit qtq yoy
Sumber LBU KBI Bandung
Grafik 3.8. Perkembangan Kredit Bank Umum Berdasarkan Kelompok Bank
29.90 30.4632.69
34.3235.72
25.49 25.7927.32
29.1531.23
2.37 2.42 2.39 2.56 2.79
-
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
40.00
Tw.IV Tw.I Tw. II Tw. III Tw. IV
2006 2007
Trili
un R
p
Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Asing/Campuran
Sumber LBU KBI Bandung
Berdasarkan kelompok bank, pangsa penyaluran kredit terbesar masih didominasi oleh
kelompok bank umum milik pemerintah dengan pangsa mencapai 51,22% turun dari
1 Kredit yang disalurkan oleh bank umum konvensional yang berada di Jawa Barat
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
58
triwulan sebelumnya yang mencapai 51,98. Sementara itu, pangsa kredit yang disalurkan
kelompok BUSN dan kelompok BAC naik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya masing-masing
menjadi 44,79% dan 3,99% (Grafik 3.8).
Berdasarkan jenis penggunaannya, sebagian besar kredit bank umum konvensional di Jawa
Barat disalurkan untuk kegiatan produktif (modal kerja dan investasi). Posisi kredit modal kerja
(KMK) tercatat sebesar Rp29,98 triliun (42,99% dari total kredit), sementara posisi kredit investasi (KI)
mencapai Rp7,30 trililun (10,47% dari total kredit) dan kredit konsumsi (KK) mencapai Rp32,46 triliun
(46,54% dari total kredit) (Grafik 3.9). Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, kredit modal kerja,
kredit investasi dan kredit konsumsi tumbuh masing-masing sebesar Rp2,25 triliun (8,12%), Rp546,68
miliar (8,10%) dan Rp0,91 triliun (2,88%).
Grafik 3.9. Pangsa Penyaluran Kredit Bank Umum Konvensional
Berdasarkan Jenis Penggunaan Triwulan IV-2007
Grafik 3.10. Perkembangan Kredit Bank Umum Konvensional Berdasarkan Jenis
Penggunaan
42.99%
10.47%46.54%
Modal Kerja Investasi Konsumsi
5.62 5.63 6.12 6.75 7.30
24.51 24.4726.15
27.7329.98
27.64 28.5630.12
31.55 32.46
-
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
TW IV TW I TW II TW III TW IV
2006 2007
Trili
un R
p
- Investasi - Modal Kerja - Konsumsi
Sumber : LBU KBI Bandung Sumber : LBU KBI Bandung
Berdasarkan sektor ekonomi, sektor perdagangan, hotel, dan restoran paling besar
menyerap kredit, yakni mencapai Rp14,62 triliun, atau tumbuh 9,36% (qtq) atau 24,66%
(yoy). Penyaluran kredit pada sektor ini terutama diserap oleh subsektor perdagangan eceran yang
mencapai Rp8,45 triliun, atau sekitar 57% dari total kredit sektor PHR. Besarnya penyerapan pada
subsektor ini sejalan dengan tingginya kegiatan perdagangan eceran triwulan ini terkait dengan
meningkatnya kebutuhan masyarakat karena Hari Raya Idul Fitri pada awal triwulan.
Sementara itu, penyaluran kredit terbesar lainnya adalah ke sektor industri pengolahan yang
mencapai Rp13,81 triliun atau tumbuh 7,97% (qtq) atau 23,99% (yoy). Sekitar 56% dari kredit
industri pengolahan diserap oleh subsektor industri tekstil, sandang dan kulit.
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
59
Grafik 3.11. Pangsa Penyaluran Kredit Bank Umum Konvensional Terbesar Berdasarkan
Sektor Ekonomi Triwulan IV-2007
Grafik 3.12. Perkembangan Penyaluran Kredit Bank Umum Konvensional Terbesar
Berdasarkan Sektor Ekonomi
19.81%
20.97%
46.82%
2.04%0.12%
0.09%
2.23%
1.16%5.18% 1.59%
Pertanian Pertambangan PerindustrianListrik, Gas & Air Konstruksi Perdag., Rest & HotelPengktn, Gudg& Kmnks Jasa Dunia Usaha Jasa SosialLain-lain
-
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
16.00
Tw.IV Tw.I Tw. II Tw. III Tw. IV
2006 2007
Trili
un R
p
Perdag., Rest & Hotel Perindustrian Jasa Dunia Usaha Konstruksi Pertanian
Sumber : LBU KBI Bandung Sumber : LBU KBI Bandung
1.2.2. KREDIT BANK UMUM KONVENSIONAL BERDASARKAN LOKASI PROYEK2
Sejalan dengan peningkatan penyaluran
kredit oleh bank yang berlokasi di Jawa
Barat, peningkatan juga terjadi pada kredit
yang diserap di wilayah Jawa Barat baik
yang disalurkan oleh dari perbankan Jawa
Barat maupun perbankan di luar Jawa Barat.
Kredit yang disalurkan ke Jawa Barat sampai
dengan bulan November 2007 mencapai
Grafik 3.13. Perkembangan Kredit Bank Pelapor dan Lokasi Proyek
57.77 58.67 62.39 66.03 69.74
100.70 102.05109.46 113.82
119.12
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
140.00
Tw 4-06 Tw 1-07 Tw 2-07 Tw 3-07 Tw 4-07
Trili
un R
p
Kredit bank pelapor Kredit lokasi proyek
Sumber: LBU dan SEKDA KBI Bandung
Rp119,12 triliun. Secara triwulanan kredit
tumbuh sebesar 4,66% (qtq) atau selama tahun
2007 (Jan – Nov) tumbuh 18,30% (ytd). Dari
total kredit tersebut, 58% dibiayai dari bank
umum konvensional di Jawa Barat, sedangkan
42% dibiayai dari bank umum konvensional
yang beroperasi di luar Jawa Barat (Grafik 3.13).
Lebih dari 61% kredit yang diserap Jawa
Barat merupakan kredit produktif, meliputi
Grafik 3.14. Pangsa Kredit Lokasi Proyek Berdasarkan Jenis Penggunaan
Triwulan IV-2007
45.61%
15.67%
38.72%
Modal Kerja Investasi Konsumsi
Sumber: SEKDA KBI Bandung
kredit modal kerja sebesar Rp54,34 triliun dan kredit investasi sebesar Rp18,67 triliun. Adapun
kredit konsumsi mencapai Rp46,12 triliun (Grafik 3.14). Berdasarkan sektor ekonomi, penyaluran kredit
ke Jawa Barat terkonsentrasi pada sektor industri dan sektor PHR, dengan pangsa 31,98% dari total
kredit. Penyaluran kredit ke sektor industri dan sektor PHR masing-masing mencapai Rp38,09 triliun
2 Kredit berdasarkan lokasi proyek adalah kredit yang disalurkan oleh bank umum konvensional baik yang berada di dalam maupun di luar wilayah Jawa Barat yang dipergunakan untuk membiayai kebutuhan kredit di Jawa Barat
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
60
dan Rp18,28 triliun. Sementara itu, sektor yang
mengalami pertumbuhan kredit terbesar adalah
sektor pertanian yang tumbuh 15,47% (qtq)
atau meningkat menjadi sebesar Rp227,35 miliar
(Grafik 3.15).
Berdasarkan kabupaten/kota penerima
kredit, Kota Bandung sebagai ibukota
Provinsi Jawa Barat merupakan daerah
penyerap kredit terbesar, yakni sekitar
Grafik 3.15. Sektor Ekonomi Dominan Penyerap Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek
05
10152025
3035404550
TW III-06 TW IV-06 TW I-07 TW II-07 TW III-07 TW IV-07
Triliu
n Rp
Pertambangan Pertanian Jasa-jasa Perdagangan Perindustrian Lain-lain
Sumber: SEKDA KBI Bandung
20,87% dari total kredit yang tersalur di
Jawa Barat. Daerah lainnya yang menyerap
kredit cukup besar adalah daerah perkotaan atau
daerah yang terdapat kawasan industri seperti
Kabupaten Bekasi 13,00%, Kabupaten Bogor
8,48%, Kabupaten Bandung 8,07%, Kota
Depok 4,96% dan Kota Bekasi 4,77% (Grafik
3.16).
Grafik 3.16. Perkembangan Penyaluran Kredit berdasarkan Lokasi Proyek di Kabupaten/Kota
Triwulan IV-2007
20.87%
13.00%
8.48%
8.07%4.96%4.77%
39.85%
Kota Bandung Kab. Bekasi Kab. Bogor Kab. Bandung Kota Depok Kota Bekasi 19 Kab& Kota Lainnya
Sumber: SEKDA KBI Bandung
1.2.3. PERSETUJUAN KREDIT BARU OLEH BANK UMUM KONVENSIONAL
Penyaluran kredit baru oleh bank umum
konvensional di Jawa Barat pada
triwulan IV-2007 mencapai Rp14,10
triliun. Dibandingkan dengan triwulan III-
2007, kredit baru meningkat Rp1,91 triliun.
Penyaluran realisasi kredit baru menunjukkan
tren yang meningkat seiring dengan semakin
turunnya suku bunga kredit.
Sekitar 68,65% dari total kredit baru me-
Grafik 3.17. Perkembangan Persetujuan Kredit Baru Oleh Bank Umum Konvensional
6.28
8.39 8.869.81 9.68
11.88 12.1914.10
-6.18%
33.57%
5.54%10.81%
-1.35%2.61%
15.63%22.76%
-
2
4
68
10
12
14
16
Tw. I Tw. II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw. II Tw.III Tw.IV
2006 2007
Trirl
iun
Rp
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
Realisasi qtq
Sumber: LBU KBI Bandung
rupakan kredit produktif, yaitu kredit modal kerja Rp8,27 triliun dan kredit investasi Rp1,41
triliun. Adapun sisanya sebesar 31,36% merupakan kredit konsumsi, yaitu mencapai Rp4,42 triliun.
Peningkatan realisasi kredit baru pada triwulan IV-2007 merupakan jumlah terbesar selama
dua tahun terakhir. Hal ini menunjukkan bahwa dengan dukungan kondisi ekonomi yang relatif
stabil, sektor riil sudah mulai bergerak dengan memperoleh pembiayaan dari perbankan.
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
61
1.2.4. NPL/RISIKO KREDIT
Jumlah kredit bermasalah kotor (Gross NPL) bank umum konvensional di Jawa Barat pada
triwulan laporan baik secara nominal maupun persentasenya mengalami penurunan. Gross
NPL turun dari Rp2,52 triliun sehingga menjadi Rp2,40 triliun. Demikian juga dengan persentase Gross
NPL mengalami penurunan dari 3,81% pada triwulan III-2007 menjadi 3,44% pada triwulan IV-2007
atau masih di bawah target indikatif Bank Indonesia sebesar 5%. Seiring dengan Gross NPL, jumlah
kredit bermasalah bersih (Net NPL) mengalami penurunan dari 1,82% menjadi 1,66%.
Berdasarkan sektor ekonomi, pada triwulan IV-2007, jumlah kredit bermasalah terbesar
terjadi di sektor PHR sebesar Rp716,87 miliar (1,04%), disusul oleh sektor lain-lain yakni sebesar
Rp713,81 miliar (1,04%) dan sektor industri sebesar Rp513,54 miliar (0,74%).
Berdasarkan wilayah kabupaten/ kota,
sebagian besar rasio Gross NPL di
kabupaten/kota di Jawa Barat berada
dibawah target indikatif Bank Indonesia
yang sebesar 5%, dan hanya satu daerah
dengan Gross NPL di atas target indikatif,
yaitu Kota Bogor (5,12%) (Tabel 3.1.).
Tabel 3.1. Empat Kabupaten/Kota dengan Rasio NPL Tertinggi
Rasio NPL (%) Wilayah
Tw. III-2007 Tw.IV-2007 Kab. Bandung 2.58 4.41 Kota Bogor 5.62 5.12 Kota Tasikmalaya 4.72 4.55 Kab. Purwakarta 4.43 3.84
Sumber: LBU KBI Bandung
Sembilan belas dari dua puluh lima kabupaten/kota di Jawa Barat mengalami penurunan
jumlah kredit bermasalah. Penurunan kredit bermasalah terbesar dialami oleh Kota Bandung yaitu
mencapai Rp86,66 miliar, dan Kota Sukabumi mengalami penurunan kredit bermasalah sebesar
Rp16,44 miliar.
Rasio NPL di Kabupaten Majalengka
(0,14%) merupakan yang terendah
dibandingkan dengan kabupaten/kota
lainnya (Tabel 3.2). Tiga terendah
selanjutnya adalah Kabupaten Kuningan
(0,71%), Kota Cimahi (0,95%) dan kota
Depok (1,38%).
Tabel 3.2. Empat Kabupaten/Kota dengan Rasio NPL Terendah
Rasio NPL (%) Wilayah Tw.III-2007 Tw.IV-2007
Kab. Majalengka 0.14 0.14 Kab. Kuningan 1.40 0.71 Kota Cimahi 1.42 0.95 Kota Depok 1.85 1.38
Sumber : LBU KBI Bandung
1.2.5. PERKEMBANGAN KREDIT MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (MKM)
Penyaluran kredit mikro, kecil dan menengah (MKM) oleh bank umum konvensional di Jawa
Barat pada triwulan IV-2007, tumbuh 3,62% (qtq) atau tumbuh 17,68%(yoy) menjadi
Rp54,76 triliun. Peningkatan ini lebih rendah dibandingkan dengan peningkatan total penyaluran
kredit bank umum konvensional, sehingga porsi kredit MKM terhadap total kredit mengalami
penurunan dari 80,03% pada triwulan III-2007 menjadi 78,52% pada triwulan IV-2007.
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
62
Bank pemerintah di Jawa Barat
menyalurkan lebih dari setengah total
kredit MKM (54%), sedangkan bank
swasta dan bank asing campuran
menyalurkan masing-masing sebesar
44% dan 2% (grafik 3.18). Sekitar 41%
dari posisi kredit MKM tersebut
merupakan kredit modal kerja (35%) dan
investasi (7%), sedangkan 58% dari posisi
Grafik 3.18. Perkembangan Kredit MKM Bank Umum Konvensional Menurut Kelompok Bank
29.0125.85
27.7529.09 29.75
22.9220.77 21.60 22.87 24.04
0.88 0.81 0.83 0.88 0.97
0
5
10
15
20
25
30
35
Tw.IV-06 Tw. I-07 Tw. II-07 Tw. III-07 Tw.IV-07
Trili
un R
p
Bank Umum Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Asing dan Campuran
Sumber : LBU KBI Bandung
kredit MKM merupakan kredit konsumsi (Grafik 3.19). Menurut skala kreditnya, 44% kredit MKM
disalurkan dalam bentuk kredit mikro tumbuh 3,28% (qtq) atau 3,79% (yoy) mencapai Rp24,16
triliun, sedangkan untuk kredit kecil dengan pangsa 28%, tumbuh 7,70% (qtq) atau 41,05% (yoy)
menjadi Rp15,56 triliun dan kredit menengah dengan pangsa 28%, tumbuh 6,31% (qtq) atau
24,15% (yoy) menjadi Rp13,74 triliun. Hal ini menunjukkan bahwa bank umum konvensional
sepanjang tahun 2007 lebih banyak menyalurkan kredit dengan plafon lebih besar dari Rp50 juta s.d.
Rp500 juta.
Grafik 3.19. Perkembangan Kredit MKM Bank Umum Konvensional Menurut Jenis
Penggunaan
Grafik 3.20. Perkembangan Kredit MKM Bank Umum Konvensional Menurut Plafon
15.93 15.87 16.98 17.93 18.94
3.01 3.13 3.23 3.54 3.62
27.58 28.4429.98
31.37 32.20
-
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
TW IV TW I TW II TW III TW IV
2006 2007
Trili
un
Rp
- Modal Kerja - Investasi - Konsumsi
23.02 22.83 23.21 23.97 24.16
11.67 12.5614.05 15.13 15.56 15.04
13.7412.9212.0411.84
-
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
TW IV TW I TW II TW III TW IV
2006 2007
Trili
un
Rp
- Mikro - Kecil - Menengah
Sumber : LBU KBI Bandung Sumber : LBU KBI Bandung
Sektor PHR adalah penyerap kredit MKM
terbesar, yakni mencapai Rp12,13 triliun
atau 22,15% kredit MKM (Grafik 3.21).
Subsektor yang merupakan penyerap kredit
MKM terbesar pada sektor ini adalah
subsektor perdagangan eceran. Selanjutnya,
sektor industri pengolahan adalah penyerap
kredit MKM terbesar kedua, mencapai Rp5,23
triliun (9,55 %), yang sebagian besar diserap
oleh subsektor industri tekstil, sandang, dan
kulit.
Grafik 3.21. Distribusi Kredit MKM Bank Umum Konvensional Berdasarkan Sektor Ekonomi
Triwulan IV-2007
59.17%22.15%
9.55%
1.50% 1.25% 0.88%0.12%
0.05%
1.69%3.63%
Lain-lain Perdag., Rest & HotelPerindustrian Jasa Dunia UsahaKonstruksi PertanianJasa Sosial Pengktn, Gudg& KmnksPertambangan Listrik, Gas & Air
Sumber : LBU KBI Bandung
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
63
Grafik 3.22. Distribusi Kredit MKM Bank Umum Konvensional Berdasarkan Kabupaten/Kota Triwulan IV-2007
43.86%
8.98%7.88%
7.24%
4.71%
27.33%
Kota Bandung Kota Bekasi
Kota Bogor Kota Cirebon
Kota Tasikmalaya Kab & Kota Lainnya
Sumber : LBU KBI Bandung
Grafik 3.23. Perkembangan Gross NPL Kredit MKM dan Gross NPL Total Kredit Bank Umum
Konvensional
4.014.31 4.13
3.813.59
3.94 3.91 3.793.44 3.41
-0.501.001.502.002.503.003.504.004.505.00
TW IV TW I TW II TW III TW IV
2006 2007
%
NPL Kredit(%) Gross NPLs UMKM(%)
Sumber : LBU KBI Bandung
Rasio kredit MKM bermasalah masih di bawah batas toleransi Bank Indonesia yakni dengan
rasio Gross NPL sebesar 3,41%. Rasio ini lebih rendah dibandingkan rasio gross NPL total kredit
yang sebesar 3,44%(Grafik 3.23).
Berbeda dengan penyaluran kredit MKM berdasarkan lokasi bank, outstanding kredit MKM
posisi November 2007 berdasarkan lokasi proyek menunjukkan angka penyaluran yang
lebih tinggi. Berdasarkan kabupaten/ kota, penyaluran kredit MKM terbesar terjadi di Kota Bandung,
yaitu lebih dari 40% total kredit MKM bank umum konvensional di Jawa Barat (Grafik 3.22). Empat
kota/kabupaten terbesar lainnya adalah kota Bekasi (8,98%), kota Bogor (7,88%), kota Cirebon
(7,24%) dan kota Tasikmalaya (4,71%).
Hal ini berarti sebagian Kredit MKM di Jawa
Barat dibiayai oleh perbankan diluar Jawa
Barat. Kredit MKM berdasarkan lokasi proyek
di Jawa Barat pada posisi akhir bulan
November 2007 mencapai Rp75,64 triliun,
sehingga jumlah kredit MKM yang disalurkan
perbankan di luar Jawa Barat sebesar Rp20,88
triliun.
Grafik 3.24. Perkembangan Kredit MKM berdasarkan lokasi Proyek di Jawa Barat
Des 2002 s.d. Des 2006 termasuk Provinsi BantenSumber: Statistik Perbankan Indonesia
0102030405060708090
Des
2002
Des
2003
Des
2004
Des
2005 Ags
Sep
Okt
Nov Des Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun Jul
Ags
Sept
Okt
Nov
2006 2007
Trili
un
Rp
Secara nasional, porsi kredit MKM berdasarkan lokasi proyek di Jawa Barat menempati
urutan kedua setelah Jakarta, dengan porsi sebesar 15,45% terhadap total kredit MKM
Nasional yang berjumlah Rp489,46 triliun. Hal ini cukup beralasan mengingat Jawa Barat memang
termasuk daerah yang mempunyai jumlah UMKM terbesar selain lokasinya sangat dekat dengan pusat
kegiatan ekonomi nasional, Jakarta.
Sementara itu, dalam rangka meningkatkan akses kredit kepada UMKM, serta sesuai dengan
Inpres No. 6 tahun 2007 tentang kebijakan percepatan pengembangan sektor riil dan
pembedayaan usaha mikro, kecil dan menengah, Bank Indonesia berupaya memfasilitasi
pembentukan skim penjaminan kredit daerah. Untuk Provinsi Jawa Barat, Kantor Bank Indonesia
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
64
Bandung bekerjasama dengan Fakultas Ekonomi Universitas Islam Bandung melakukan kajian
mengenai skim penjaminan kredit daerah di beberapa kabupaten dan kota di Jawa Barat. Kajian ini
bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai skim penjaminan kredit kepada UMKM yang sesuai
dengan kondisi daerah (lihat Boks 1. Kajian Peran Pemerintah Daerah dalam Pengembangan UMKM
melalui Penjaminan Kredit Daerah di Jawa Barat).
2. KINERJA BANK UMUM KONVENSIONAL YANG BERKANTOR PUSAT DI BANDUNG
Perkembangan kinerja tujuh bank umum konvensional yang berkantor pusat di Bandung
juga menunjukkan perkembangan positif. Beberapa indikator seperti total aset, DPK yang
dihimpun maupun kredit yang disalurkan terus mengalami peningkatan (Grafik 3.25). Total
aset tujuh bank umum konvensional yang berkantor pusat
di Bandung pada triwulan IV-2007, secara
triwulanan tumbuh 8,14% (qtq) atau
secara tahunan 30,86% (yoy) mencapai
Rp39,91 triliun. Kenaikan tersebut
didorong oleh DPK yang secara triwulanan
tumbuh 2,11% (qtq) dan secara tahunan
tumbuh 24,91% (yoy) menjadi Rp30,40
triliun.
Sebagian besar DPK (62%) berupa
Grafik 3.25. Perkembangan Kinerja Bank Umum Konvensional yang Berkantor Pusat di Bandung
32.8835.76 36.91
39.37 39.91
19.42 20.5222.37
24.08 24.1624.9927.91
29.7831.58 30.40
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
Tw 4-06 Tw 1-07 Tw 2-07 TW 3-07 Tw 4-07
Trili
un R
p
Aset Kredit Yang Diberikan Dana Pihak Ketiga Sumber : LBU-KBI Bandung
deposito Rp19,00 triliun, sementara porsi giro dan tabungan masing-masing sebesar 25%
(Rp7,36 triliun) dan 13% (Rp4,02 triliun). Nilai DPK yang dihimpun ketujuh bank tersebut mencapai
28,80% dari total DPK di Jawa Barat.
Begitu pula dengan outstanding kredit sampai dengan triwulan IV-2007 tercatat sebesar
Rp24,16 triliun atau secara triwulanan tumbuh 8,01% (qtq) dan secara tahunan tumbuh
31,64% (yoy). Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit untuk konsumsi mempunyai porsi terbesar
yakni 85,21%, disusul kemudian oleh kredit untuk modal kerja dengan porsi 11,99% dan kredit untuk
investasi dengan porsi 2,81%. Sementara itu, bila dilihat berdasarkan sektor ekonomi, penyaluran
kredit terbesar selain adalah kepada sektor konsumsi (porsinya 85,21%), sektor perdagangan, hotel
dan restoran (porsinya 6,67%), sektor perindustrian (porsinya 2,70%), sektor jasa dunia usaha
(porsinya 2,10%) dan sektor lima lainnya (3,31%). Pertumbuhan DPK yang lebih kecil dibandingkan
pertumbuhan kredit menyebabkan LDR bank umum konvensional yang berkantor pusat di Jawa Barat
naik dari 75,84 pada triwulan III-2007 menjadi 79,45 % pada triwulan IV-2007.
Meningkatnya penyaluran kredit yang lebih tinggi dibanding peningkatan kredit bermasalah
mendorong peningkatan profitabilitas perbankan. Sampai dengan bulan Desember 2007 Net
Interest Income (NII) mengalami kenaikan dari Rp1,85 triliun pada tahun 2006 menjadi Rp2,57 triliun.
Peningkatan profitabilitas tersebut mengakibatkan rasio Return on Asset (ROA) membaik dari 2,76%
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
65
menjadi 3,15%, sedangkan rasio efisiensi antara Biaya Operasional dan Pendapatan Operasional
(BOPO) semakin membaik dari 82,63% menjadi 77,04%.
Sementara itu, terkait dengan Peraturan Bank Indonesia No. 7/15/PBI/2005 tanggal 1 Juli
2005 serta Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/48/DPNP tanggal 25 Oktober 2005 perihal
Jumlah Modal Inti Minimum Bank Umum, yang mewajibkan bank umum memenuhi modal
inti paling sedikit Rp80 miliar pada akhir tahun 2007, seluruh bank umum yang berkantor
pusat di wilayah kerja KBI Bandung sudah memenuhi ketentuan tersebut. Dengan demikian,
ketujuh bank tersebut diperkirakan tidak ada yang turun status maupun menjadi bank fokus. Untuk
selanjutnya, bank umum harus berusaha memenuhi ketentuan modal inti minimum paling sedikit
Rp100 miliar pada akhir tahun 2010.
3. BANK UMUM SYARIAH
Sejalan dengan perkembangan bank umum
konvensional, perkembangan bank umum
syariah pada triwulan IV-2007 menunjukkan
perkembangan yang positip baik secara
triwulanan maupun secara tahunan. Hal ini
terlihat dari meningkatnya indikator seperti
meningkatnya aset, DPK dan pem biayaan yang
diberikan (PYD) (Grafik 3.26)
Grafik 3.26. Perkembangan Kinerja Bank Umum Syariah
3.3 3.3 3.4 3.6
4.1
2.4 2.5 2.5 2.6
3.1
2.3 2.4 2.62.8 2.8
-
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
4.5
Tw.IV-06 TW I-07 TW II-07 TW III-07 TW IV-07
Triliu
n Rp
Total Asset Dana Pihak Ketiga Pembiayaan
Sumber: LBU KBI Bandung
Secara triwulanan, total aset tumbuh 15,59% (qtq) sedangkan secara tahunan aset tumbuh
23,04% (yoy) menjadi Rp4,07 triliun. Kenaikan aset tersebut didorong oleh meningkatnya DPK
yang tumbuh 21,42% (qtq) dan secara tahunan tumbuh 29,24% (yoy) triliun menjadi Rp3,14 triliun,
serta pihak pembiayaan yang diberikan (PYD) tumbuh 2,72% atau secara tahunan tumbuh 21,52%
menjadi Rp2,84 triliun. PYD yang tumbuh lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan DPK,
mengakibatkan rasio PYD terhadap DPK atau FDR bank umum syariah pada triwulan IV-2007 turun,
dari 106,77% pada triwulan sebelumnya menjadi 90,34%.
Sementara itu, kualitas pembiayaan bank umum syariah di Jawa Barat pada triwulan IV-2007
menunjukkan perbaikan yang cukup signifikan. Hal ini ditunjukkan oleh rasio non performing
financing (NPF) yang semakin menurun. Persentase Gross NPF pada triwulan IV-2007 tercatat sebesar
5,83% atau lebih rendah dibandingkan dengan gross NPF triwulan sebelumnya yang sebesar 7,87%.
Hal ini merupakan salah satu hasil dari upaya perbankan syariah dalam rangka menurunkan NPF
dengan cara penyelesaian pembiayaan bermasalah lebih intensif serta tetap menerapkan prinsip
kehati-hatian dalam menyalurkan pembiayaan.
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
66
4. BANK PERKREDITAN RAKYAT
Perkembangan kegiatan intermediasi baik oleh BPR konvensional maupun syariah (BPR/S) di
Jawa Barat pada triwulan IV-2007 (November 2007) belum seperti yang diharapkan
walaupun masih tetap mengalami peningkatan. Membaiknya kondisi usaha terutama usaha
mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang merupakan target BPR/S serta berbagai program kerjasama
seperti lingkage program dengan bank umum dan BPR, masih belum mampu menjadi pendorong
utama meningkatnya intermediasi BPR/S di Jawa Barat.
Total aset, secara triwulanan tumbuh 2,66% (qtq) dan secara tahunan tumbuh 7,17%
menjadi Rp4,45 triliun. Peningkatan tersebut didorong oleh peningkatan DPK sebesar 1,97% (qtq)
dan 8,12% (yoy) menjadi Rp2,74 triliun serta peningkatan penyaluran kredit/pembiayaan yang
tumbuh 3,07% (qtq) dan 14,18% (yoy) menjadi Rp2,81 triliun. Sebagian besar kredit/pembiayaan
yang disalurkan merupakan kredit produktif, mencapai sekitar 62% dari total kredit/pembiayaan
BPR/S, sedangkan sisanya merupakan kredit konsumsi. Lebih dari 57% kredit/pembiayaan BPR/S
disalurkan untuk penggunaan modal kerja, yaitu mencapai Rp1,60 triliun atau tumbuh 2,60% (qtq).
Adapun untuk penggunaan konsumsi mencapai Rp1,06 triliun atau tumbuh 4,71% (qtq), sedangkan
kredit investasi turun 3,07% (qtq) menjadi Rp0,15 triliun.
Penghimpunan DPK oleh BPR/S mencapai Rp2,74 triliun atau tumbuh 1,97% (qtq) dan 8,12%
(yoy). Pada triwulan laporan, jenis simpanan tabungan tumbuh 5,91% (qtq) dan simpanan deposito
tumbuh 0,85% (qtq). Dari dua jenis simpanan di BPR/S, 77% diantaranya berupa simpanan deposito,
sedangkan sisanya berupa tabungan.
Rasio antara kredit/pembiayaan dengan DPK (LDR) pada triwulan ini sebesar 102,51%, lebih
tinggi dibandingkan dengan periode sebelumnya sebesar 101,41%. Penurunan ini terutama
karena adanya peningkatan jumlah kredit/pembiayaan yang disalurkan lebih tinggi dibandingkan
dengan DPK yang dihimpun. Sementara itu, risiko kredit BPR/S di Jawa Barat masih cukup tinggi. Hal
ini terlihat dari jumlah kredit/pembiayaan bermasalah (Gross NPL/F) yang sebesar 11,15% atau jauh
dari target indikatif BI yang hanya sebesar 5%.
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
67
Boks 1.
Kajian Peran Pemerintah Daerah dalam Pengembangan UMKM
melalui Penjaminan Kredit Daerah di Jawa Barat
Penjaminan kredit saat ini telah menjadi wacana penting diantara para pembuat kebijakan di daerah setelah Presiden Yudhoyono meluncurkan program Penjaminan Kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sekaligus mengucurkan dana Rp 1,4 triliun sebagai penyertaan modal negara pada dua perusahaan penjamin kredit yang terlibat dalam program tersebut, yakni Askrindo dan Perum SPU. Program tersebut merupakan langkah konkrit dari Inpres No 6 Tahun 2007 tentang Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKM.
Penjaminan kredit adalah kegiatan pemberian penjaminan kepada usaha mikro, kecil, menengah yang memiliki kriteria usaha feasible namun tidak bankable, yakni tidak memiliki agunan atau agunannya tidak mencukupi agar dapat memperoleh kredit dari perbankan. Tentu saja ini merupakan terobosan untuk meningkatkan produktivitas UMKM dan menstimulasi lembaga perbankan memberikan kredit kepada UMKM yang akan menimbulkan efek positif berantai yakni memperluas skala usaha UMKM, menambah lapangan pekerjaan, meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan PAD.
Mencermati dampak positif yang diharapkan banyak pihak, maka seyogianya implementasi program penjaminan kredit tersebut didukung oleh pemerintah daerah. Keterlibatan pemda dalam program penjaminan kredit berada dalam konstelasi regulasi, kebijakan pemberdayaan UMKM dan kebijakan anggaran. Karenanya, perlu pemahaman yang mendasar dan holistik diantara pihak eksekutif dan legislatif tentang urgensitas dan mekanisme dari program penjaminan kredit.
Dalam rangka memetakan potensi keterlibatan pemda di Jawa Barat dalam program penjaminan kredit, Kantor Bank Indonesia Bandung bekerjasama dengan Tim Peneliti Fakultas Ekonomi UNISBA melakukan kajian tentang preferensi pemda di Jawa Barat terhadap program penjaminan kredit UMKM di 5 kabupaten/kota yakni Kota Bandung, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Bekasi, Kota Banjar dan Kota Cirebon.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh gambaran bahwa komitmen setiap daerah dalam pemberdayaan UMKM cukup tinggi. Diantara program yang sudah berjalan, terdapat program yang terkait langsung dengan upaya bantuan modal untuk UMKM yang berasal dari dana APBD. Sifat bantuan tersebut ada yang merupakan dana bergulir, pinjaman lunak dengan subsidi bunga rendah dan tanpa agunan asset apa pun. Fakta ini mengisyaratkan bahwa terdapat peluang bagi pemda untuk terlibat dalam program penjaminan kredit.
Hasil survey tentang preferensi pemda terhadap program penjaminan menunjukan bahwa dari total responden yakni para pembuat kebijakan sebanyak 36 di lima kabupaten/kota, 17% sama sekali tidak tahu, 11% baru berada dalam tahap mengetahui dan ada perhatian, 31% tertarik, 36% berkeinginan, dan hanya 5% yang sudah mengambil langkah melalui MoU dengan Askrindo. Tingkat preferensi responden terhadap program penjaminan kredit UMKM masih relatif rendah, tercermin pada tingginya persentase responden yakni 69% yang belum berminat atau masih mempertimbangkan kemungkinan menetapkan program tersebut sebagai bagian dari kebijakannya
Hasil perhitungan Model Regresi Logistik menunjukan bahwa variabel kemampuan daerah membiayai sendiri kegiatan dan programnya, adanya sosialisasi program penjaminan kredit, serta adanya pihak yang memfasilitasi terwujudnya implementasi program sangat mempengaruhi preferensi pemerintah dalam memutuskan untuk melakukan penjajakan atau mengimplementasikan program penjaminan kredit. Sebesar 46,4 % variasi perubahan preferensi responden dapat dijelaskan oleh variasi perubahan ketiga variabel bebas tersebut, dan 53,6% ditentukan oleh variabel lain diluar model, yakni kepastian hukum, komitmen, kejelasan konsep, aturan main, dan sebagainya. Secara umum, upaya lebih lanjut untuk implementasi program terkendala oleh aspek hukum yang belum jelas, masih rendahnya pemahaman teknis pelaksanaan program, dan kapasitas APBD.
Berdasarkan temuan empiris di atas, model penjaminan kredit UMKM yang ditawarkan terdiri dari model yang paling feasible untuk segera dilaksanakan dan model yang memungkinkan untuk dilaksanakan dengan syarat pembenahan kelembagaan di berbagai aspek. Model yang feasible
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
68
dapat diterapkan di tingkat propinsi yakni kerjasama antara KPK Jawa Barat dengan Askrindo yang dtindaklanjuti oleh Model Kolaborasi Pemda dengan KPK Jawa Barat. Alternatif model lain untuk mengantisipasi kemandengan kerjasama KPK Jabar-Askrindo adalah kerjasama pemda kabupaten/kota dengan Askrindo, terutama untuk daerah yang memiliki preferensi tinggi terhadap program penjaminan kredit seperti Kota Bandung dan Kota Banjar, sedangkan model yang memungkinkan untuk dijajaki adalah Model Three-Parties Perusahaan, Pemda, Askrindo yang mencoba mengoptimalkan kemitraan yang selama ini sudah terjadi.
Kerjasama antara KPK Jawa Barat dengan Askrindo sangat tepat karena akan menghidupkan kembali peran KPK Jawa Barat yang pernah melakukan penjaminan kredit UKMK. Namun dengan kepemilikan modal hanya 5 milyar rupiah, nilai kredit dan jumlah UMKM yang bisa difasilitasi akan sangat terbatas. Dalam rangka memperluas jangkauan peserta penjaminan dan melibatkan seluruh pemda kabupaten/kota sudah seyogianya KPK Jabar merangkul seluruh pemda untuk menyertakan modalnya. Selain itu, KPK Jabar perlu lebih gencar mempromosikan diri untuk menarik keanggotaan sehingga modal yang terkumpul semakin besar. Dengan demikian model kerjasama KPK Jabar dengan Askrindo merupakan langkah awal untuk tahapan berikutnya yakni Model Kolaborasi Pemda dengan KPK Jabar.
Terdapat beberapa alasan yang terkait dengan kemungkinan kolaborasi tersebut, yakni: mengoptimalkan lembaga yang ada, kewajiban modal yang disetor pemda kabupaten/kota akan proporsional sesuai jumlah pelaku UMKM, skala usaha, kapasitas APBD masing-masing daerah, pemda kabupaten/kota tidak perlu menyiapkan infrastruktur baik SDM, sistem pelaksanaan maupun pola manajemen, penjaminan yang dilakukan secara kelompok melalui koperasi anggotanya dapat menurunkan biaya transaksi, meningkatkan modal sosial (kebersamaan dan kepercayaan) antara pemerintah propinsi dengan kabupaten/kota, memperkuat jejaring.
Sebagai antisipasi kemandegan dua model di atas, sementara terdapat daerah yang antusias untuk segera implementasi program penjaminan maka model kerjasama pemda dengan Askrindo termasuk model yang feasibel untuk dilakukan dalam waktu dekat yakni bagi daerah yang sudah memiliki preferensi tinggi dan kesiapan anggaran, seperti Kota Bandung
Model Three-Parties Perusahaan sangat potensial untuk dilaksanakan karena di beberapa daerah terdapat UMKM yang mengikuti Program Kemitraan dengan BUMD, BUMN, ataupun perusahaan PMDN dan PMA. Tawaran alternatif model ini diakui relatif ‘dini’ dan cukup pelik karena menyangkut kebijakan perusahaan dalam mengalokasikan profit sebagai bentuk implementasi progam CSR (Corporate Social Responsibility), seberapa besar kemungkinan mereka dapat terlibat dalam program penjaminan kredit.
Untuk mendorong implementasi program penjaminan kredit yang melibatkan pemda, perlu kebijakan sebagai berikut. Pertama, Bank Indonesia segera memfasilitasi proses kerjasama KPK Jabar dengan Askrindo. Kedua, KPK Jawa Barat segera mempersiapkan design upaya kolaborasi dengan pemerintah kabupaten/kota baik secara teknis maupun aturan mainnya untuk memanfaatkan peluang adanya keinginan pemerintah kabupaten/kota untuk bergabung. Ketiga, pemerintah pusat, propinsi, Askrindo dan Bank Indonesia seyogianya meningkatkan intensitas sosialisasi dan fasilitasi. Sosialisasi untuk daerah yang preferensinya rendah sebaiknya diberikan secara menyeluruh dan detail terkait dengan benefit dan tataran praktis dari program ini. Adapun khalayak sasaran strategisnya adalah pemangku kebijakan utama yakni bupati, wakil bupati, setda, Ketua DPRD, Kabag ekonomi, Kabag hukum, Kabag anggaran dan Kepala dinas UMKM beserta staf-stafnya. Waktu sosialisasi bisa dilakukan kapan saja. Untuk daerah yang preferensinya tinggi perlu difasilitasi untuk mempertemukan pihak-pihak yang akan terlibat seperti Pemda, PT Askrindo, Bank, dan KPK Jawa Barat, sehingga terjadi kesepakatan risk sharing, gearing ratio, dan lain-lainnya. Waktu fasilitasi sebaiknya dilakukan pada saat tahap awal penyampaian rencana kegiatan agar bisa ditindaklanjuti pada tahun anggaran berikutnya. Keempat, pemerintah pusat mengeluarkan peraturan yang jelas untuk mendukung implementasi program penjaminan kredit di daerah. Kelima, pemerintah seyogianya mempertimbangkan dan memfasilitasi peluang keterlibatan BUMN/PMA/PMDN dalam program penjaminan kredit.
BAB 4 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
BAB 4.PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
70
Realisasi APBD Provinsi Jawa Barat pada akhir tahun 2007 diperkirakan melebihi angka
yang terdapat pada APBD murni tahun 2007, baik untuk pos pendapatan maupun pos
belanja daerah. Sebagaimana tercantum dalam APBD Perubahan tahun 2007 yang telah
disahkan oleh DPRD Prov Jabar pada akhir November 2007, secara keseluruhan pendapatan
daerah mengalami kenaikan sebesar 1,82% dibandingkan APBD Murni tahun 2007. Sementara itu
belanja daerah, yang terdiri dari belanja langsung dan tidak langsung, naik 9,43%. Perubahan
tersebut antara lain dimaksudkan untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang memiliki sifat penting
dan genting untuk merespon dampak perubahan asumsi dan untuk kegiatan yang berorientasi
sebagai landasan pencapaian 8 common goals tahun 2008 (lihat Boks 2. Gambaran Umum
Rencana Kerja Pemerintah Daerah Jawa Barat Tahun 2008).
Tabel 4.1. APBD Provinsi Jawa Barat Tahun 2007 dan Perubahannya (Rp Miliar)
No. Uraian APBD Murni
APBD Perubahan
% Perubahan
1 Pendapatan 5,150 5,244 1.82
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD) 3,622 3,721 2.74
b. Dana Perimbangan 1,522 1,515 -0.44
c. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah 6 6 0.00
2 Belanja Daerah 5,272 5,769 9.43
a. Belanja Tidak Langsung 3,661 4,205 14.86
b. Belanja Langsung 1,611 1,564 -2.92
Surplus/Defisit (122) (525)
Sumber: www.jabarprov.go.id
1. PENDAPATAN DAERAH
Pendapatan daerah dalam APBD Perubahan Tahun 2007 tercatat sebesar Rp5.244 miliar,
meningkat sebesar Rp94 miliar dibandingkan APBD murni tahun 2007 Rp5.150 miliar,
atau meningkat 1,82%. Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam APBD murni dianggarkan sebesar
Rp3.622 miliar mengalami peningkatan sebesar Rp99 miliar menjadi Rp3.721 miliar, atau naik
2,74%. Sementara itu, Dana Perimbangan yang semula Rp1.522 miliar turun sebesar Rp7 miliar
menjadi Rp1.515 miliar atau turun 0,44%. Sementara itu, komponen Lain-lain Pendapatan yang
sah tidak mengalami perubahan, tetap Rp6 miliar.
2. BELANJA DAERAH
Pada APBD Perubahan Tahun 2007, pos Belanja Daerah Jawa Barat, yang terdiri dari
Belanja Langsung dan Tidak Langsung, meningkat sebesar Rp497,09 miliar atau 9,43%
menjadi sebesar Rp5.769 miliar. Peningkatan tersebut disebabkan oleh peningkatan pada
komponen Belanja Tidak Langsung, yaitu sebesar Rp544 miliar atau 14,86%, menjadi sebesar
BAB 4. PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
71
Rp4.205 miliar. Sementara itu, untuk komponen Belanja Langsung justru mengalami penurunan
menjadi Rp1.563 miliar, atau turun Rp47 miliar dibandingkan angka pada APBD murni yang
tercatat sebesar Rp1.611 miliar.
Penurunan pada pos Belanja Langsung disebabkan oleh rendahnya tingkat realisasi
anggaran. Sampai dengan akhir November 2007, anggaran untuk pos Belanja Langsung hanya
terserap sebesar Rp1.045 miliar, atau sekitar 65% dari total anggaran belanja langsung yang
sebesar Rp1.611 miliar. Dari total 49 program dan 905 kegiatan pembangunan yang direncanakan
oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat pada tahun 2007, sampai dengan akhir November 2007,
secara fisik baru terealisasi kurang dari 70%. Bahkan, sampai dengan pertengahan triwulan IV-
2007, ada 2 program yang belum terlaksana sama sekali, yaitu Program Peningkatan Kerukunan
Hidup Intern dan Antar Umat Beragama dan Program Peningkatan Kesadaran Politik, dengan
total nilai kedua proyek tersebut sekitar Rp2,6 miliar.
Berdasarkan jumlah anggaran yang telah terealisasi, sebagian besar digunakan untuk
pelaksanaan Program Pengembangan Infrastruktur Transportasi dan Telekomunikasi,
yaitu sebesar Rp270,54 miliar. Diikuti oleh pelaksanaan Program Peningkatan Sarana dan
Prasarana Aparatur, yaitu sebesar Rp226,35 miliar, serta Program Pengembangan dan Pengelolaan
Infrastruktur Sumber Daya Air dan Irigasi yang terealisasi sebesar Rp101,08 miliar.
Rendahnya tingkat realisasi anggaran Belanja Langsung selama tahun 2007 ini, antara
lain disebabkan oleh masih banyaknya Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang
belum sepenuhnya memahami teknis pelaksanaan Permendagri No. 13/2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Selain itu, tertundanya beberapa proyek
pembangunan infrastruktur, seperti proyek pembangunan jalan tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan
(Cisumdawu) dan Soreang-Pasirkoja (Soroja), menyebabkan rendahnya penyerapan anggaran.
Namun demikian, pada tahun 2008 diharapkan proyek pembangunan tersebut dapat segera
dimulai. Pada tanggal 27 Desember 2007, telah ditandatangani kesepakatan bersama
pembebasan lahan untuk proyek jalan tol Cisumdawu (antara Pemerintah Kabupaten Sumedang,
Majalengka, Kabupaten Bandung, serta Pemprov Jabar) dan tol Soroja (Pemerintah Kabupaten
Bandung, Kota Bandung dan Pemprov Jabar). Dengan kesepakatan itu, lahan tanah yang akan
digunakan nantinya ditanggung oleh masing-masing pemerintah daerah.
Perubahan APBD tahun 2007 diarahkan untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang
memiliki sifat penting, serta kegiatan yang berorientasi sebagai landasan pencapaian
delapan common goals tahun 2008. Kegiatan yang dikategorikan penting meliputi 4 kegiatan
strategis sebesar Rp13,3 miliar dan 9 kegiatan prioritas sebesar Rp427,58 miliar. Beberapa
kegiatan strategis diantaranya adalah pembebasan tanah Lingkar Nagreg (Rp2,5 miliar), role
sharing tahap II untuk pembebasan tanah dan bangunan lanjutan TPA Leuwigajah (Rp3,8 miliar),
persiapan pembebasan tanah untuk pembangunan Waduk Jatigede dan persiapan peresmian
satgas (Rp500 juta), serta pembebasan tanah seluas 4.575 meter persegi untuk pembangunan
Jalan Cileunyi-Jatinangor sebesar Rp6,5 miliar.
BAB 4.PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
72
Kegiatan prioritas yang menyerap anggaran terbesar adalah kegiatan pemilihan kepala
daerah (pilkada) gubernur Jawa Barat, yaitu sebesar Rp450 miliar. Kegiatan lainnya adalah
pengadaan kelengkapan penunjang PPTSP (Rp600,7 juta), penggantian lahan SMA 22 Kota
Bandung (Rp5 miliar), bantuan pilkada Purwakarta, Kota Bekasi, Kota Cirebon, Kota Sukabumi,
Sumedang dan Kabupaten Bandung Barat (Rp15 miliar), tambahan untuk Satlak PPK-IPM tim
pemantauan dan pendampingan intensif Provinsi Jabar (Rp300 juta), serta bintek Keppres 80
Tahun 2003 dan sertifikasi penyedia barang dan jasa (Rp425 juta). Kegiatan prioritas berikutnya
adalah penyusunan naskah akademis Raperda pembangunan Bandara Internasional (Rp50 juta),
kajian penataan organisasi perangkat daerah (Rp350 juta), operasionalisasi komite perencana
Provinsi Jabar (Rp851,65 juta), bantuan kepada KONI Jabar (Rp10 miliar), bantuan keuangan
untuk sarana olahraga Gede Bage Kota Bandung (Rp10 miliar), serta pembebasan lahan Cipatik
Soreang Kabupaten Bandung (Rp1,5 miliar).
3. APBD TAHUN 2008
APBD Provinsi Jawa Barat tahun anggaran 2008 diperkirakan terlambat ditetapkan,
diperkirakan baru akan ditetapkan paling cepat pada pertengahan Januari 2008, dari
yang seharusnya ditetapkan sebelum tahun 2008. Keterlambatan ini antara lain karena baru
selesainya pemeriksaan APBD oleh BPK pada bulan Agustus 2007, Sementara itu, sesuai ketentuan
dari Depdagri, Pemprov Jabar seharusnya sudah menyerahkan RAPBD 2008 pada pertengahan
tahun 2007. Selain itu, berubahnya Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah menjadi Permendagri No. 59 Tahun 2007 tentang perubahan
peraturan dimaksud, menyebabkan diperlukannya waktu tambahan untuk proses penyesuaian
terhadap rancangan yang telah dibuat. Keterlambatan ini, diperkirakan akan berdampak kepada
tertundanya berbagai belanja pemerintah dan kegiatan pembangunan pada triwulan I-2008, yang
akan berpengaruh terhadap rendahnya laju pertumbuhan ekonomi pada periode tersebut.
RAPBD tahun 2008 yang diajukan oleh Pemprov Jabar tidak jauh berbeda dibandingkan
APBD Murni tahun 2007, yaitu sebesar Rp5,5 triliun. Padahal, diperkirakan kebutuhan belanja
daerah tahun 2008 lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya. Sejumlah pembiayaan yang akan
dikeluarkan pada tahun 2008 diantaranya belanja untuk pilkada sebesar Rp600 miliar, belanja
pendidikan 15% dari nilai APBD, biaya pembebasan lahan untuk proyek pembangunan Tol Soroja
dan Cisumdawu sebesar Rp66 miliar, serta biaya pembebasan lahan proyek pembangunan sarana
Olah Raga Gedebage senilai Rp350 miliar.
BAB 4. PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
73
Tabel 4.2. Proyeksi Pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan Daerah Tahun Anggaran 2008 (Rp Miliar)
Jumlah Perubahan
No.
Uraian (Rp Miliar) Anggaran 2007
Proyeksi Tahun 2008 Rp %
1 Pendapatan 5,149.87 5,315.51 165.65 3.22
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD) 3,621.80 3,710.27 88.47 2.44
Pajak Daerah 3,425.19 3,452.99 27.80 0.81
Retribusi Daerah 28.51 28.28 (0.23) (0.79)
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
115.49 125.32 9.84 8.52
Lain-lain PAD yang Sah 52.62 103.67 51.05 97.02
b. Dana Perimbangan 1,522.07 1,598.61 76.54 5.03
Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak 588.63 665.18 76.54 13.00
Dana Alokasi Umum 933.44 933.44 - -
c. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah 6.00 6.64 0.64 10.60
2 Belanja Daerah 5,272.08 5,295.00 22.92 0.43
a. Belanja Tidak Langsung 3,661.40 3,250.00 (411.40) (11.24)
b. Belanja Langsung 1,610.68 2,045.00 434.32 26.96
Surplus/Defisit (122.21) 20.51 142.73
3 Pembiayaan Daerah
a. Penerimaan Pembiayaan 419.18
Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran Sebelumnya (SILPA)
419.18
b. Pengeluaran Pembiayaan 296.97 0.47 (296.50) (99.84)
Pembentukan Dana Cadangan 100.00
Penyertaan Modal (Investasi) Daerah 186.50
Pembayaran Pokok Utang 0.47 0.47
Pemberian Pinjaman Daerah 10.00
Pembiayaan Neto 122.21 (0.47)
Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran Sebelumnya (SILPA)
0.00 20.05 20.05
Sumber: Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (KU-APBD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2008
BAB 4.PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
74
BOKS 2.
GAMBARAN UMUM RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH JAWA BARAT TAHUN 2008
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) merupakan penjabaran dari Rencana Strategis (Renstra) Pemerintah Provinsi Jawa Barat Tahun 2003-2008 dengan mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah (RKP). RKPD Provinsi Jawa Barat Tahun 2008 disusun dengan tujuan untuk mewujudkan sinergitas pada tataran perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan antar wilayah, antar sektor pembangunan, dan antar tingkat pemerintahan serta mewujudkan efisiensi alokasi sumber daya dalam pembangunan daerah.
Berdasarkan hasil Musyawarah Perencanaan Pembangunan Provinsi Jawa Barat Tahun 2007, ditetapkan delapan tujuan bersama (common goals) sebagai berikut:
1. Peningkatan Kualitas dan Produktivitas Sumberdaya Manusia, yang diarahkan untuk menciptakan sumberdaya manusia Jawa Barat yang unggul dan terpercaya. Sasarannya adalah:
a. Meningkatnya kualitas pendidikan masyarakat Jawa Barat b. Meningkatnya kualitas kesehatan masyarakat Jawa Barat c. Meningkatnya aksesibilitas terhadap pelayanan dasar d. Meningkatnya pemahaman dan pengamalan agama serta nilai-nilai budaya daerah
2. Ketahanan Pangan, yang difokuskan pada komoditas beras.
Sasarannya adalah:
a. Meningkatnya produksi b. Terpenuhinya stok beras regional Jawa Barat c. Tertatanya distribusi dan perdagangan beras d. Menurunnya tingkat kehilangan pasca panen
3. Peningkatan Daya Beli Masyarakat, yang dititikberatkan pada penciptaan lapangan kerja serta menyiapkan tenaga kerja trampil dan berjiwa entrepreneur untuk kebutuhan dalam negeri dan luar negeri.
Sasarannya adalah:
a. Meningkatnya kualitas dan kuantitas SDM tenaga kerja Jawa Barat b. Meningkatnya kesempatan kerja melalui peningkatan investasi dan padat karya c. Meningkatnya kesejahteraan petani, nelayan dan buruh d. Penyediaan kemudahan akses permodalan e. Berjalannya kemitraan strategis antara UMKM, BUMD dan pengusaha besar f. Tumbuhnya semangat dan jiwa kewirausahaan masyarakat
4. Peningkatan Kinerja Aparatur, melalui insentif berbasis kinerja dan penataan organisasi.
Sasarannya adalah:
a. Meningkatnya fungsi kelembagaan b. Meningkatnya profesionalisme dan kinerja aparatur c. Menurunnya tingkat korupsi, Kolusi dan Nepotisme untuk menciptakan good governance
dan clean goverment d. Terlaksananya Reformasi birokrasi
5. Pengelolaan Bencana, yang difokuskan pada Sistem Kelola Penanganan Bencana.
Sasarannya adalah : a. Berkurangnya resiko kejadian bencana di Jawa Barat b. Tertanganinya bencana/wabah secara cepat dan akurat c. Meningkatnya kesiapan dini (early warning system) dan mitigasi bencana d. Meningkatnya pemahaman dan kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana
6. Pengendalian dan Pemulihan Kualitas Lingkungan, yang dititikberatkan pada pelestarian dan peningkatan luas dan fungsi kawasan lindung di Jawa Barat. Sasarannya adalah :
a. Meningkatan pengelolaan Kawasan Lindung b. Berkurangnya luas lahan kritis di Kawasan Lindung
BAB 4. PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
75
7. Pengelolaan, Pengembangan dan Pengendalian Infrastruktur, yang dititikberatkan pada jaringan irigasi, jaringan jalan, Bandara Internasional Jawa Barat, serta Waduk Jatigede.
Sasarannya adalah: a. Meningkatnya kondisi jaringan irigasi b. Meningkatnya kondisi jaringan jalan dan jembatan di Metropolitan Cirebon, Metropolitan
Bandung, Metropolitan Bogor/Depok dan Jabar Selatan c. Terlaksananya persiapan pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat d. Terlaksananya pembangunan Waduk Jatigede e. Meningkatnya pengelolaan persampahan di Metro Bandung dan Bodebek f. Terlaksananya pembangunan jalan tol
8. Kemandirian Energi dan Kecukupan Air Baku, yang dititikberatkan pada listrik dan energi perdesaan serta ketersediaan air baku dan pemenuhan kebutuhan air untuk kawasan pantai.
Sasarannya adalah :
a. Meningkatnya cakupan elektrifikasi perdesaan b. Berkembangnya penciptaan dan pemanfaatan energi alternatif c. Meningkat ketersediaan air baku untuk pertanian dan air bersih untuk rumah tangga d. Meningkatnya pemenuhan kebutuhan air baku dan air bersih untuk masyarakat Pesisir
Untuk mewujudkan tujuan bersama tersebut dilaksanakan prioritas pembangunan daerah tahun 2008 beserta fokus-fokus yang harus dilaksanakan pada masing-masing prioritas adalah sebagai berikut :
1. Peningkatan Aksesibilitas, Kualitas, Daya Saing dan Tata Kelola Pendidikan Fokus :
a. Peningkatan sarana dan prasarana pendidikan b. Peningkatan ketersediaan dan kualitas guru c. Peningkatan mutu dan relevansi lulusan pendidikan d. Pengembangan pendidikan alternatif dan pendidikan non formal e. Peningkatan tata kelola pendidikan dan pencitraan publik f. Beasiswa bagi siswa yang tidak mampu dan siswa yang berprestasi
2. Peningkatan Pemahaman dan Pengamalan Nilai-Nilai Agama dan Budaya Daerah Fokus : a. Pelestarian dan pengembangan budaya daerah b. Peningkatan budaya hidup bersih dan lingkungan sehat c. Peningkatan implementasi nilai-nilai agama d. Pelestarian dan pengembangan desa budaya e. Peningkatan pendidikan budipekerti f. Pendidikan lingkungan hidup berbasis sekolah
3. Peningkatan Aksesibilitas dan Kualitas Kesehatan Masyarakat Fokus :
a. Peningkatan sarana dan prasarana kesehatan dasar b. Penyediaan sumber daya kesehatan terutama untuk daerah perbatasan dan desa tertinggal c. Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular terutama daerah perbatasan dan desa
tertinggal d. Peningkatan cakupan pelayanan kesehatan dasar e. Peningkatan kualitas sarana dan prasarana perumahan dan permukiman di kota pusat
pertumbuhan f. Peningkatan pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan
4. Pemberdayaan Penduduk Miskin Fokus : a. Peningkatan akses pendidikan bagi siswa miskin b. Peningkatan pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin c. Peningkatan kualitas sarana dan prasarana perumahan dan permukiman bagi penduduk
miskin terutama di desa tertinggal d. Peningkatan peluang berusaha bagi penduduk miskin
BAB 4.PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
76
5. Peningkatan Kompetensi dan Perlindungan Ketenagakerjaan Fokus :
a. Peningkatan keterampilan ketenagakerjaan b. Peningkatan akses peluang kerja dan pasar kerja c. Peningkatan peran dan fungsi kelembagaan hubungan industrial
6. Peningkatan Peran Koperasi Usaha Kecil Menengah (KUKM) dan Industri Kecil dan Menengah (IKM) Fokus :
a. Peningkatan SDM KUKM b. Pengembangan KUKM dan IKM terutama di pedesaan c. Peningkatan wirausaha baru d. Pengembangan Lembaga Keuangan Alternatif di Pedesaan
7. Peningkatan Peluang Investasi Untuk Perluasan Kesempatan Kerja Fokus:
a. Penyederhanaan prosedur dan kelembagaan perizinan investasi di daerah b. Optimalisasi perencanaan, pengembangan dan pengendalian promosi untuk menarik
investasi baru c. Pemberian insentif bagi kegiatan investasi di daerah
8. Revitalisasi Agribisnis, Agroindustri dan Pariwisata Fokus:
a. Peningkatan produktifitas, produksi, distribusi serta cadangan pangan beras b. Peningkatan produktifitas, produksi, distribusi, serta diversifikasi pangan c. Peningkatan peran dan fungsi penyuluh pertanian d. Peningkatan upaya pengendalian hama dan penyakit tanaman, ternak, dan ikan e. Pengembangan pariwisata di kawasan wisata unggulan f. Peningkatan daya saing Agroindustri g. Peningkatan perlindungan pengembangan dan pelestarian lahan h. Peningkatan sarana dan prasarana agribisnis
9. Peningkatan Pelayanan dan Pengendalian Infrastruktur Wilayah Fokus:
a. Pengelolaan persampahan di Metropolitan Bandung dan Bodebek b. Pembangunan jalan dan jembatan di Jabar Selatan, Metropolitan Bandung, Metropolitan
Cirebon dan PKW Sukabumi c. Peningkatan infrastruktur transportasi dari dan ke pusat-pusat akses pendidikan d. Peningkatan infrastruktur transportasi dari dan ke pusat-pusat kesehatan e. Peningkatan infrastruktur transportasi dari dan ke daerah sentra produksi pertanian f. Peningkatan infrastruktur transportasi dari dan ke desa pusat pertumbuhan, desa
tertinggal, pusat-pusat kegiatan agribisnis, agroindustri, pariwisata, dan pusat-pusat kegiatan ekonomi masyarakat
g. Peningkatan infrastruktur transportasi dari dan ke daerah rawan bencana h. Persiapan pembangunan Bandara Internasional Kertajati i. Peningkatan infrastruktur pengendali daya rusak di Metropolitan Bandung Bodebek dan
Pantura j. Peningkatan infrastruktur penyedia air baku di Metropolitan Bandung, Bodebek, dan
Pantura k. Peningkatan infrastruktur irigasi di Pantura l. Peningkatan infrastruktur irigisasi di wilayah Utara Jawa Barat dan daerah sentra produksi
pertanian m. Peningkatan infrastruktur irigasi di desa tertinggal n. Pembangunan Waduk Jatigede o. Pembangunan jalan Tol p. Perluasan Jaringan listrik pedesaan
BAB 4. PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
77
10. Peningkatan Ketahanan Energi dan Ketersediaan Air Baku Fokus:
a. Pengembangan dan pendayagunaan energi alternatif b. Pengembangan energi panas bumi sebagai sumber energi c. Peningkatan upaya konservasi dan penghematan energi d. Peningkatan akses terhadap air bersih
11. Optimalisasi Penanganan Bencana, Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Fokus: a. Peningkatan upaya Pengurangan Resiko Bencana Banjir, kekeringan, longsor b. Peningkatan sarana dan prasarana pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan c. Peningkatan peran masyarakat dalam pengelolaan lingkungan d. Peningkatan upaya konservasi kawasan lindung
12. Pengendalian laju Pertumbuhan Penduduk Fokus: a. Pengendalian laju pertumbuhan alamiah b. Pemberdayaan sistem administrasi kependudukan
13. Peningkatan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Fokus:
a. Pengendalian pemanfaatan ruang di lokasi rawan bencana banjir b. Pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan lindung c. Peningkatan pengendalian pemanfaatan ruang di lahan sawah d. Peningkatan koordinasi penataan ruang
14. Pemantapan Manajemen Pemerintahan Daerah Fokus:
a. Penataan urusan kelembagaan dan ketatalaksanaan b. Peningkatan kualitas pelayanan publik c. Penataan kapasitas dan penegakan hukum daerah, HAM serta bantuan hukum d. Peningkatan kapasitas pemerintahan daerah e. Peningkatan kinerja pemerintahan desa
15. Pemantapan Stabilitas Politik Fokus:
a. Pelaksanaan pilkada dan persiapan Pemilu b. Stabilitas keamanan dan ketertiban umum dalam mendukung Pilkada dan Pemilu
Dari sisi kewilayahan, program-program dalam pencapaian tujuan bersama (common goals)
pembangunan tersebut akan dilaksanakan pada wilayah sasaran yang terdiri dari: a. Desa tertinggal b. Desa pusat pertumbuhan c. Desa Budaya Jawa Barat d. Kota pusat pertumbuhan e. Daerah Perbatasan dengan Provinsi lain f. Kawasan Andalan g. Daerah rawan bencana
Berdasarkan isu strategis., tujuan bersama (commond goals) pembangunan tahun 2008, prioritas pembangunan, serta fokus yang dilaksanakan, maka target pencapaian kinerja tahun 2008 sebagaimana pasal 84/Permendagri nomor 13 tahun 2006 yang memuat pencapaian kinerja yang terukur dari program yang akan dilaksanakan.
Sumber: Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (KU-APBD) Provinsi Jawa Barat Tahun
2008
Halaman ini sengaja dikosongkan
BAB 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
80
Salah satu tugas Bank Indonesia adalah mengatur dan menjaga kelancaran sistem
pembayaran. Kebijakan Bank Indonesia dalam sistem pembayaran tunai adalah senantiasa berupaya
untuk dapat memenuhi kebutuhan uang kartal di masyarakat baik dalam nominal yang cukup, jenis
pecahan yang sesuai, tepat waktu dan dalam kondisi layak edar (clean money policy). Sementara itu
kebijakan di bidang instrumen pembayaran non tunai tetap diarahkan untuk menyediakan sistem
pembayaran yang efektif, efisien, aman dan handal dengan memperhatikan aspek perlindungan
konsumen.
Pada triwulan laporan, perkembangan sistem pembayaran tunai menunjukkan peningkatan
yang signifikan. Jumlah aliran uang masuk (inflow) maupun aliran uang keluar (outflow) di KBI
Bandung, KBI Tasikmalaya dan KBI Cirebon mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini
disebabkan pada bulan Oktober 2007 merupakan puncak tertinggi inflow terkait dengan
meningkatnya kebutuhan uang kartal sehubungan dengan hari Raya Idul Fitri serta dua bulan terakhir
merupakan dampak dari banyaknya uang yang beredar pada Oktober. Sementara itu, sistem
pembayaran non tunai, transaksi pembayaran melalui BI RTGS dan kliring di Jawa Barat menunjukkan
penurunan, seiring menurunnya aktivitas ekonomi dibandingkan triwulan sebelumnya.
1. PENGEDARAN UANG KARTAL
1.1. Aliran Uang Kartal Masuk/Keluar (Inflow/Outflow)
Aliran uang kartal masuk (inflow) maupun aliran uang keluar (outflow) di Jawa Barat (KBI
Bandung, KBI Tasikmalaya dan KBI Cirebon) pada triwulan IV-2007 mengalami peningkatan
cukup signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Meningkatnya kebutuhan masyarakat
terhadap uang tunai pada bulan Oktober 2007 terkait dengan hari raya Lebaran merupakan salah satu
faktor penyebab terjadinya peningkatan.
Grafik 5.1. Perkembangan Inflow dan Outflow Uang Kartal Di Jawa Barat
11.62
10.02
4.28
1.922.68
6.786.01
3.22
0.60 0.76
4.854.01
1.07 1.321.93 2.11
5.85
3.75
-
2
4
6
8
10
12
14
TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV
2006 2007
(Rp
Tril
iun
)
Inflow Outflow Net Inflow
Sumber: KBI Bandung, KBI Tasikmalaya & KBI Cirebon
BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
81
Selama triwulan IV-2007, inflow ke Bank Indonesia tercatat Rp5,86 triliun, atau meningkat 118,03%
dibandingkan dengan inflow triwulan sebelumnya. Begitu juga dengan outflow dari Bank Indonesia
sebesar Rp3,75 triliun, atau naik 393,50% dibandingkan dengan outflow triwulan lalu.
Pada triwulan laporan, uang kertas yang keluar dari Bank Indonesia Bandung tercatat 71,46
juta bilyet dengan nominal Rp2,84 triliun, dan uang logam 2,88 juta keping dengan nominal
Rp608,76 juta. Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, uang kertas yang keluar dari Bank
Indonesia Bandung pada triwulan IV-2007 meningkat cukup signifikan, baik secara nominal (tumbuh
334,60%) maupun dari jumlah bilyetnya (tumbuh 63,14%). Berbeda dengan uang kertas, outflow
uang logam, justru mengalami penurunan baik secara nominal (24,10%) maupun jumlah kepingnya
(51,11%).
Tabel 5.1. Perkembangan Outflow Uang Kertas dan Uang Logam
melalui Bank Indonesia Bandung
Nominal Bilyet/Keping Nominal Bilyet/Keping Nominal Bilyet/Keping(Rp Juta) (Juta) (Rp Juta) (Juta)
Uang Kertas100,000 257,017.50 2.57 1,661,415.10 16.61 546.42% 546.42%
50,000 193,536.00 3.87 1,017,213.75 20.34 425.59% 425.59%20,000 52,174.24 2.61 41,586.62 2.08 -20.29% -20.29%10,000 79,421.16 7.94 52,460.43 5.25 -33.95% -33.95%
5,000 55,496.14 11.10 49,573.11 9.91 -10.67% -10.67%1,000 15,713.48 15.71 17,265.86 17.27 9.88% 9.88%
Total 653,358.52 43.80 2,839,514.87 71.46 334.60% 63.14% Uang Logam
1,000 0.07 0.00 100.00 0.10 142757.14% 142757.14%500 22.43 0.04 13.50 0.03 -39.81% -39.81%200 396.60 1.98 477.00 2.39 20.27% 20.27%100 380.86 3.81 12.19 0.12 -96.80% -96.80%
50 1.96 0.04 0.04 0.00 -97.96% -97.96%25 0.18 0.01 6.03 0.24 3250.00% 3250.00%
Total 802.10 5.88 608.76 2.88 -24.10% -51.11%
Jenis Pecahan
Pertumbuhan (qtq)Tw. III-2007 Tw. IV-2007
Sumber: KBI Bandung
1.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar
Sebagai upaya untuk menjaga agar uang yang diedarkan dalam kondisi yang layak edar,
Bank Indonesia melakukan pemusnahan terhadap uang yang tidak layak edar. Selama
triwulan IV-2007, Bank Indonesia melakukan pemusnahan uang kertas sebanyak 73,77 juta lembar
atau meningkat sebesar 62,40% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Berdasarkan
nominalnya, sebagian besar uang yang dimusnahkan adalah pecahan Rp50.000 dan Rp100.000,
masing-masing sebesar 45,39% dan 26,23% dari total nominal pemusnahan uang. Sementara itu,
berdasarkan lembar pemusnahan, yang paling banyak dimusnahkan adalah pecahan Rp1.000,
Rp5.000, dan Rp10.000 masing-masing sebesar 18,49%, 15,62%, dan 13,35%.
BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
82
Grafik 5.2. Perkembangan PTTB Bank Indonesia Bandung Tahun 2007
-
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
40,000
Janu
ari
Febru
ari
Mare
tApr
ilM
eiJu
ni Juli
Agustu
s
Sept
embe
r
Oktob
er
Novem
ber
Desem
ber
Ribu
Bily
et
Sumber: Bank Indonesia
1.3. Penukaran Uang Pecahan Kecil
Dalam manajemen pengedaran uang, salah satu misi yang diemban oleh Bank Indonesia
adalah menjamin tersedianya uang kartal dalam jumlah nominal yang cukup dan jenis
pecahan yang sesuai. Dalam rangka memenuhi misi tersebut, selain menyediakan loket penukaran
uang, Bank Indonesia Bandung juga melakukan kerjasama dengan empat Perusahaan Penukaran Uang
Pecahan Kecil (PPUPK) untuk menyalurkan uang kartal pecahan kecil kepada masyarakat, tanpa
dipungut biaya.
Pada triwulan IV-2007, nilai uang yang telah ditukarkan melalui PPUPK tumbuh signifikan
yakni 81,60% dibandingkan dengan triwulan III-2007 menjadi Rp120,00 miliar. Peningkatan
yang cukup signifikan disebabkan meningkatnya kebutuhan masyarakat sehubungan dengan hari
Raya Idul Fitri pada bulan Oktober 2007. Pecahan uang kertas yang banyak ditukar adalah pecahan
Rp5.000,- senilai Rp56,75 miliar.
Tabel 5.2. Perkembangan Penukaran Uang Pecahan Kecil melalui PPUPK Triwulan IV-2007
Periode
10.000 5.000 1.000 1.000 500 200 100 50
Oktober 21,20 16,40 4,20 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 41,80
November 17,80 19,18 2,45 0,00 0,00 0,37 0,00 0,00 39,80
Desember 14,40 21,17 2,39 0,00 0,26 0,16 0,02 0,00 38,40
Tw IV- 2007 53,40 56,75 9,04 0,00 0,26 0,53 0,02 0,00 120,00
(%) 44,50% 47,29% 7,54% 0,00% 0,22% 0,44% 0,02% 0,00%
Nominal (Rp Miliar)
Uang Kertas Uang Logam
Total
Sumber: KBI Bandung
BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
83
1.4. Uang Palsu
Selama triwulan IV-2007, jumlah temuan uang rupiah palsu di wilayah KBI Bandung
sebanyak 891 lembar atau naik 29 lembar dibandingkan dengan triwulan III-2007. Jumlah
temuan uang palsu yang paling banyak ditemukan adalah uang kertas pecahan Rp50.000 dan
pecahan Rp100.000 masing-masing 53,54% dan 18,41% dari total lembar uang palsu yang
ditemukan. Sementara itu, selama tahun 2007 uang palsu yang ditemukan sebanyak 3.407 lembar
dengan nominal Rp162,87 juta atau hanya 0,000499% dari jumlah uang yang layak edar. Untuk
menekan perkembangan peredaran uang palsu tersebut, KBI Bandung terus melakukan berbagai
upaya, diantaranya melakukan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada berbagai kalangan, serta
menyediakan sarana informasi hotline service kepada masyarakat serta iklan layanan masyarakat.
2. LALU LINTAS PEMBAYARAN GIRAL
Selama triwulan IV-2007 jumlah nominal maupun jumlah transaksi pembayaran non tunai
melalui kliring dan BI-RTGS mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Penurunan terjadi pada volume transaksi kliring dan nilai transaksi RTGS, sedangkan
nilai transaksi kliring dan volume transaksi BI-RTGS tetap tumbuh. Penurunan tersebut disebabkan
banyaknya hari libur pada triwulan laporan sehingga jumlah transaksi ekonomi semakin berkurang.
Tabel 5.3. Perkembangan Penyelesaian Transaksi Pembayaran Non-Tunai Melalui Kliring Lokal KBI dan RTGS di Jawa Barat (Rata-Rata Per-Bulan)
SetelmenTW IV TW I TW II TW III TW IV qtq yoy
Kliring LokalNominal (Rp Triliun) 6,98 6,78 6,92 7,45 7,47 0,29% 7,02%
Volume 356.259 366.876 364.216 386.551 365.556 -5,43% 2,61%RTGS
Nominal (Rp Triliun) 32,26 27,90 30,71 39,46 34,89 -11,57% 8,16%Volume 29.726 27.143 28.843 33.758 44.070 30,55% 48,25%
TotalNominal (Rp Triliun) 39,24 34,68 37,64 46,91 42,36 -9,69% 7,95%
Volume 414.732 394.019 393.059 420.309 409.625 -2,54% -1,23%
Pertumbuhan2006 2007
Sumber: KBI Bandung, KBI Cirebon dan KBI Tasikmalaya
2.1 Kliring lokal
Rata-rata nilai transaksi pembayaran antarbank melalui sistem kliring di Jawa Barat pada
triwulan IV-2007 sebesar Rp7,47 triliun per bulan, naik 0,29% (qtq) atau 7,02% (yoy).
Sementara rata-rata volume transaksi kliring mencapai 365.556 warkat per bulan, turun 5,43% (qtq)
atau naik 2,61% (yoy). Berdasarkan wilayah kerja, total nilai transaksi kliring rata-rata per-bulan di
wilayah kerja KBI Bandung pada triwulan IV-2007 naik 0,70% (qtq) atau 6,72% (yoy) menjadi Rp6,14
triliun, sedangkan jumlah transaksi, turun 4,87% (qtq) atau naik 3,76% (yoy) menjadi 295.709
BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
84
warkat. Di wilayah kerja KBI Cirebon secara triwulanan baik nilai maupun transaksi turun masing-
masing 4,83% dan 8,28%, sedangkan secara tahunan masing-masing tumbuh 10,46% dan 0,84%.
Sementara itu di KBI Tasikmalaya, nilai transaksi naik 5,04% (qtq) atau 4,84% (yoy) sedangkan jumlah
transaksi kliring turun 6,75% (qtq) atau 6,59% (yoy).
Tabel 5.4. Perkembangan Transaksi Kliring Lokal Rata-rata per Bulan di Jawa Barat (Rp Triliun)
Wilayah 2006TW IV TW I TW II TW III TW IV qtq yoy
Jawa BaratNominal (Rp Triliun) 6,98 6,78 6,92 7,45 7,47 0,29% 7,02%
Volume (Lembar) 356.259 366.876 364.216 386.551 365.556 -5,43% 2,61%Bandung
Nominal (Rp Triliun) 5,75 5,53 5,67 6,09 6,14 0,70% 6,72%Volume (Lembar) 284.982 294.879 293.469 310.854 295.709 -4,87% 3,76%
CirebonNominal (Rp Triliun) 0,78 0,82 0,85 0,91 0,86 -4,83% 10,46%
Volume (Lembar) 43.960 46.252 46.239 48.333 44.330 -8,28% 0,84%Tasikmalaya
Nominal (Rp Triliun) 0,45 0,43 0,40 0,45 0,47 5,04% 4,84%Volume (Lembar) 27.317 25.745 24.508 27.364 25.517 -6,75% -6,59%
2007 Pertumbuhan
Sumber: KBI Bandung, KBI Cirebon dan KBI Tasikmalaya
2.2 Real Time Gross Settlement (RTGS)
RTGS sebagai salah satu sarana penyelesaian transaksi non tunai, menunjukkan
perkembangan yang cukup pesat sejak pertama kali diperkenalkan. Hal ini disebabkan BI RTGS
mempunyai keunggulan dalam kecepatan penyelesaian transaksi (seketika) dan resiko settlement-nya
dapat diperkecil. Selama triwulan IV-2007, perkembangan penyelesaian rata-rata volume transaksi
RTGS per bulan (dari dan ke Jawa Barat) mengalami peningkatan 30,55% (qtq) atau tumbuh 48,25%
(yoy). Namun demikian, rata-rata nominal transaksi RTGS, secara triwulanan mengalami penurunan
8,16%, sedangkan secara tahunan tetap tumbuh 8,16%.
Tabel 5.5. Perkembangan Transaksi RTGS Rata-rata Per Bulan di Jawa Barat
KBITW IV TW I TW II TW III TW IV qtq yoy
KBI BandungNominal (Rp Triliun) 27,08 24,88 27,19 35,45 30,42 -14,18% 12,32%
Volume 24.008 22.040 23.479 27.631 37.240 34,78% 55,11%KBI Tasikmalaya
Nominal (Rp Triliun) 2,00 1,06 1,16 1,33 1,65 24,05% -17,79%Volume 1.956 1.598 1.722 1.952 2.290 17,28% 17,04%
KBI CirebonNominal (Rp Triliun) 3,18 1,96 2,36 2,69 2,83 5,25% -10,98%
Volume 3.761 3.505 3.642 4.175 4.540 8,74% 20,69%Jawa Barat
Nominal (Rp Triliun) 32,26 27,90 30,71 39,46 34,89 -11,57% 8,16%Volume 29.726 27.143 28.843 33.758 44.070 30,55% 48,25%
2006 Pertumbuhan2007
Sumber: KBI Bandung, KBI Cirebon dan KBI Tasikmalaya
BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
85
Secara triwulanan, rata-rata nominal transaksi RTGS per bulan di KBI Tasikmalaya dan KBI
Cirebon masing-masing meningkat 24,05%, dan 5,25%, sedangkan di KBI Bandung
mengalami penurunan 14,18%. Volume transaksi di KBI Bandung, KBI Tasikmalaya dan KBI Cirebon
meningkat masing-masing 34,78%, 17,28% dan 8,74%. Secara tahunan, nominal transaksi RTGS di
KBI Bandung meningkat 12,32%, sebaliknya dengan KBI Tasikmalaya dan KBI Cirebon masing-masing
turun 17,79% dan 10,98%. Sementara itu volumenya tetap meningkat masing-masing 55,11%,
17,04% dan 20,69%.
Halaman ini sengaja dikosongkan
BAB 6 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH
BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH
88
Membaiknya kinerja perekonomian Jawa Barat memiliki dampak positif terhadap kondisi
ketenagakerjaan di Jawa Barat. Hal ini tercermin dari meningkatnya jumlah penduduk yang
bekerja, dari 14,99 juta pada Agustus 2006 menjadi 15,85 juta pada Agustus 2007. Demikian pula
dengan angka pengangguran di Jawa Barat yang sedikit menunjukkan perbaikan. Angka
pengangguran pada Agustus 2007 turun 7% dibandingkan angka pada Agustus 2006, yaitu dari 2,56
juta orang (14,58% dari total angkatan kerja) menjadi 2,38 juta jiwa (13,05%).
Namun demikian, indikator kesejahteraan masyarakat lainnya relatif tidak banyak
mengalami perubahan. Kesejahteraan petani tidak menunjukkan perbaikan, bahkan cenderung
mengalami penurunan. Begitu pula dengan jumlah penduduk miskin, dibandingkan dengan kondisi
pada tahun 2005, kondisi pada tahun 2007 tidak lebih baik. Ketimpangan pendapatan masih belum
menunjukkan perkembangan yang menggembirakan, Indeks Pembangunan Manusia, yang
merupakan salah satu indikator kesejahteraan masyarakat relatif tidak banyak berubah. Peningkatan
IPM yang terjadi masih jauh dari target yang ditetapkan oleh Pemerintah Jawa Barat. Dengan hanya
tersisa tiga tahun, sulit bagi Jawa Barat untuk mencapai target IPM sebesar 80 pada tahun 2010.
1. KETENAGAKERJAAN
Berdasarkan hasil sakernas tahun 2005 –
2007, jumlah angkatan kerja1 di Jawa Barat
pada tahun 2007 menunjukkan peningkatan
dibandingkan tahun sebelumnya. Sampai
dengan bulan Agustus 2007, angkatan kerja di
Jawa Barat tercatat 18,24 juta orang (62,51%
dari total penduduk usia kerja), meningkat
3,87% dibandingkan angkatan kerja pada bulan
Agustus 2006 yang sebesar 17,56 juta orang
(61,41% dari total penduduk usia kerja).
Grafik 6.1. Jumlah Penduduk yang Bekerja dan Menganggur di Jawa Barat
Bekerja
Pengangguran
0
3
6
9
12
15
18
21
Feb '05 Nov '05 Feb '06 Ags '06 Feb '07 Ags '07
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat. Keterangan: Penduduk yang dimaksud adalah yang berusia 15 tahun ke atas.
Meningkatnya jumlah angkatan kerja tersebut disebabkan oleh meningkatnya jumlah
penduduk bekerja2, yaitu dari 14,99 juta pada Agustus 2006 menjadi 15,85 juta pada Agustus
2007. Berdasarkan sektor ekonomi, peningkatan tersebut terutama didorong oleh peningkatan
penyerapan tenaga kerja di sektor perdagangan, pertanian dan angkutan, yang masing-masing
1 Angkatan kerja adalah penduduk usia kerja (15 tahun ke atas) yang bekerja, atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja, dan yang mencari pekerjaan. 2 Bekerja artinya melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan dan lamanya bekerja paling sedikit 1 jam secara terus menerus dalam seminggu yang lalu,termasuk pekerja keluarga tanpa upah yang membantu dalam suatu usaha/kegiatan ekonomi.
BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH
89
bertambah sebanyak 0,38 juta orang, 0,3 juta orang, dan 0,23 juta orang. Sementara itu, sektor
angkutan menunjukkan penurunan, yaitu dari 1,53 juta orang pada Agustus 2006 menjadi 1,46 juta
orang pada Agustus 2007, atau turun 4,58%. Namun demikian, sektor pertanian masih merupakan
mata pencaharian utama bagi 27% penduduk bekerja di Jawa Barat. Lapangan pekerjaan dengan
jumlah tenaga kerja kedua terbesar adalah sektor perdagangan (26%) diikuti oleh sektor industri
(17,5%), sektor jasa kemasyarakatan (12%) dan sektor angkutan (9%). Selain itu, komposisi status
pekerjaan utama masyarakat Jawa Barat tidak mengalami perubahan. Sebagian besar bekerja sebagai
karyawan/buruh (32%), dan melakukan usaha sendiri (24%).
Grafik 6.2. Komposisi Penduduk Bekerja di Jawa Barat Menurut Lapangan Pekerjaan
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Feb '05 Nov '05 Feb '06 Ags '06 Feb '07 Ags '07
Pertanian Industri Perdagangan
Angkutan Jasa Kemasyarakatan Lainnya
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Grafik 6.3. Komposisi Penduduk Bekerja di Jawa Barat Menurut Status Pekerjaan
0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
70.00%
80.00%
90.00%
100.00%
Feb '05 Nov '05 Feb '06 Ags '06 Feb '07 Ags '07
Berusaha Sendiri Berusaha dibantu buruh tidak tetap
Berusaha dibantu buruh tetap Buruh/ Karyawan
Pekerja bebas pertanian Pekerja bebas non pertanian
Pekerja tak dibayar Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Sementara itu, di sisi lain, jumlah penduduk yang menganggur di Jawa Barat menunjukkan
perkembangan yang cukup baik. Berdasarkan data BPS, angka pengangguran pada Agustus 2007
turun 7% dibandingkan angka pada Agustus 2006, yaitu dari 2,56 juta orang menjadi 2,38 juta jiwa.
Sementara itu, apabila dibandingkan dengan jumlah angkatan kerja, maka persentase pengangguran
di Jawa Barat mengalami penurunan dari 14,58% menjadi 13,05%. Berdasarkan status daerah,
pengangguran di Jawa Barat lebih banyak terdapat di wilayah perkotaan, yaitu berjumlah 1,48 juta
jiwa (62,18%), sedangkan sisanya berada di pedesaan (37,82%).
2. KESEJAHTERAAN
Kesejahteraan Petani
Membaiknya kondisi ketenagakerjaan di Jawa Barat ternyata tidak diikuti oleh peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Nilai tukar petani (NTP)3, yang merupakan salah satu indikator
3 NTP, yang merupakan rasio antara indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani, menunjukkan daya tukar (term of trade) produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. Semakin tinggi NTP, relatif semakin sejahtera tingkat kehidupan petani.
BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH
90
kesejahteraan petani, menunjukkan penurunan dibandingkan kondisi pada tahun sebelumnya, yaitu
dari 116,98 pada bulan Oktober 2006 menjadi 115,63 pada bulan Oktober 2007, atau turun 1,16%
(yoy). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kehidupan petani saat ini tidak lebih sejahtera dibandingkan
tahun sebelumnya. Penurunan ini disebabkan oleh penurunan pada sub kelompok buah-buahan
sebesar 0,64%.
Namun demikian, secara bulanan, NTP naik 0,18% (mtm) dibandingkan September 2007.
Peningkatan ini disebabkan oleh kenaikan indeks harga yang diterima petani (IT) yang relatif lebih
tinggi dibandingkan kenaikan indeks harga yang dibayar petani (IB).
Tabel 6.1. Nilai Tukar Petani di Jawa Barat
No. Sektor, Kelompok, & Subkelompok Okt '06 Sep '07 Okt '07 Pertumbuhan NTP
Okt '07
mtm yoy
1 Indeks harga yang diterima petani 633,47 678,33 684,86 0,96% 8,11%
1.1. Indeks tanaman bahan makanan 650,98 697,50 703,61 0,88% 8,09%
- Padi 624,94 662,14 666,03 0,59% 6,58%
- Palawija 556,22 660,45 674,02 2,05% 21,18%
- Sayuran 484,92 566,88 576,69 1,73% 18,93%
- Buah-buahan 916,65 908,80 910,81 0,22% -0,64%
1.2. Indeks tanaman perkebunan rakyat 390,60 412,39 424,59 2,96% 8,70%
2 Indeks harga yang dibayar petani 541,52 587,70 592,30 0,78% 9,38%
2.1. Indeks konsumsi rumah tangga 496,64 543,38 551,23 1,45% 10,99%
- Makanan 510,95 578,71 590,13 1,97% 15,50%
- Perumahan 514,96 543,83 548,98 0,95% 6,61%
- Pakaian 449,81 461,04 466,66 1,22% 3,74%
- Aneka barang & jasa 448,26 478,83 481,49 0,55% 7,41%
2.2. Indeks biaya produksi & penambahan barang modal 661,19 705,89 701,78 -0,58% 6,14%
- Non faktor produksi 517,55 545,98 546,26 0,05% 5,55%
- Upah 787,26 839,64 832,09 -0,90% 5,69%
- Lainnya 304,00 382,32 385,62 0,86% 26,85%
- Penambahan barang modal 418,93 427,29 427,17 -0,03% 1,97%
3 Nilai tukar petani 116,98 115,42 115,63 0,18% -1,16%
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
IT tumbuh 0,96% (mtm), sedangkan IB tumbuh 0,78% (mtm). Pertumbuhan IT terjadi baik pada
indeks tanaman bahan makanan maupun perkebunan rakyat. Sementara itu, pertumbuhan IB
terutama terjadi pada indeks konsumsi rumah tangga, sebesar 1,45% (mtm). Indeks harga konsumsi
rumah tangga merupakan indikator inflasi di daerah pedesaan, sehingga dapat disimpulkan bahwa di
Perkembangan harga produk pertanian, harga komoditas yang dikonsumsi rumah tangga, biaya produksi, dan penambahan barang modal mempengaruhi pergerakan NTP. Penurunan NTP biasanya terjadi pada musim panen, dimana harga produk pertanian relatif turun.
BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH
91
pedesaan Jawa Barat terjadi inflasi sebesar 1,45% (mtm). Inflasi tertinggi terjadi pada kelompok
makanan, yang mencapai 1,97% (mtm).
Secara nasional, dari total 23 provinsi yang dipantau oleh BPS, NTP Jawa Barat pada bulan
Oktober 2007 (115,63) berada di ranking ke-10, turun dibandingkan ranking pada bulan
Oktober 2006 (116,98) yang berada di posisi 9. Posisi tertinggi diduduki oleh Provinsi Kalimantan
Barat, dengan NTP sebesar 173,48. Diikuti oleh Provinsi Sulawesi Tenggara (151,04), Provinsi Bali
(142,42) dan Provinsi Sumatera Selatan (141,55). Sementara itu, tiga posisi terendah diduduki oleh
Provinsi Nusa Tenggara Barat (53,18), Provinsi Sumatera Barat (69,36), dan Provinsi Kalimantan Timur
(77,40). Jika diperbandingkan dengan empat provinsi di pulau Jawa, posisi Jawa Barat berada di atas
Provinsi Jawa Tengah (102,40) dan Provinsi Jawa Timur (101,18), tetapi masih di bawah Provinsi
D.I.Yogyakarta (126,82).
Tabel 6.2. Ranking Nilai Tukar Petani di 23 Provinsi
Provinsi Okt '06 Okt '07
NTP Ranking NTP Ranking Pertumbuhan NTP
(%)
Kalimantan Barat 187,74 1 173,48 1 -7.60
Sulawesi Tenggara 145,27 3 151,04 2 3.97
Bali 126,80 6 142,42 3 12.32
Sumatera Selatan 146,52 2 141,55 4 -3.51
Nusa Tenggara Timur 107,64 10 138,27 5 28.46
D.I Yogyakarta 124,70 7 126,82 6 1.70
Sulawesi Utara 132,98 4 122,28 7 -8.05
Jambi 127,40 5 120,89 8 -5.11
Sulawesi Selatan 102,10 12 118,10 9 15.67
Jawa Barat 116,98 9 115,63 10 -1.15
Nasional 103,27 106,67 3.29
Bengkulu 118,16 8 106,21 11 -10.11
Lampung 106,82 11 104,31 12 -2.35
Jawa Tengah 95,82 15 102,40 13 6.87
Jawa Timur 93,76 17 101,18 14 7.91
Nanggroe Aceh 101,01 13 99,59 15 -1.41
Sulawesi Tengah 97,31 14 98,29 16 1.01
Kalimantan Selatan 91,46 18 97,22 17 6.30
Sumatera Utara 94,74 16 93,62 18 -1.18
Riau 82,95 20 88,02 19 6.11
Kalimantan Tengah 82,97 19 78,10 20 -5.87
Kalimantan Timur 79,34 21 77,40 21 -2.45
Sumatera Barat 74,89 22 69,36 22 -7.38
Nusa Tenggara Barat 45,87 23 53,18 23 15.94
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH
92
Indeks Pembangunan Manusia4
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Jawa Barat tahun 2007 adalah sebesar 70,765,
meningkat 0,71 poin dari angka IPM 2006 yang sebesar 70,05. Peningkatan ini ditopang oleh
kenaikan angka rata-rata lama sekolah dari 7,74 tahun menjadi 7,82 tahun, angka melek huruf dari
95,12% menjadi 95,63%, angka harapan hidup dari 67,08 tahun menjadi 67,62 tahun, serta daya
beli dari Rp557.110,00 menjadi Rp560.190,00.
Tabel 6.3. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Barat Tahun 2003-2007
No. Keterangan 2003 2004 2005 2006 2007
Komponen IPM
1 Angka harapan hidup (tahun) 64,94 65,35 66,57 67,08 67,62 2 Angka melek huruf (%) 93,60 3,96 94,52 95,12 95,63 3 Rata-rata lama sekolah (tahun) 7,20 7,37 7,46 7,74 7,82 4 Paritas daya beli (Rp ribu) 553,70 554,57 556,10 557,11 560,19 Indeks komponen
1 Indeks kesehatan 66,57 67,23 69,28 70,13 - 2 Indeks pendidikan 78,40 79,02 79,59 80,61 - 3 Indeks daya beli 58,63 58,83 59,18 59,42 - IPM 67,87 68,36 69,35 70,05 70,76
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Namun demikian, pencapaian tersebut masih di bawah target IPM tahun 2007 yang sebesar
76,58. Dengan pencapaian IPM tahun 2007 yang sebesar 70,76, maka sulit rasanya mencapai target
IPM sebesar 80 pada tahun 2010. Untuk bisa mencapai target tersebut, maka selama tiga tahun
kedepan, Pemerintah Provinsi Jawa Barat harus mampu meningkatkan IPM sebesar 9,24 poin, atau
setiap tahunnya Jawa Barat harus memperoleh kenaikan IPM minimal sebesar 3,08. Hal itu bukan
persoalan mudah karena selama ini rata-rata pencapaian IPM Jawa Barat hanya 0,72 poin.
Untuk bisa mengejar target tersebut, berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah
Provinsi Jawa Barat, diantaranya dengan memfokuskan peningkatan standar pada tiga
komponen IPM, yaitu kesehatan, pendidikan, dan daya beli masyarakat. Peningkatan standar
kesehatan masyarakat dilakukan dengan menaikkan angka harapan hidup, melalui penyediaan
layanan Asuransi Kesehatan untuk Keluarga Miskin (Askeskin), pemberian insentif bagi ibu melahirkan
4 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan ukuran keberhasilan pembangunan manusia dalam suatu wilayah tertentu. Standar IPM ditentukan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui UNDP (United Nation of Development Program). IPM adalah indeks komposit yang dihitung sebagai rata-rata sederhana dari (1) Indeks kesehatan (2) Indeks pendidikan (melek huruf dan rata-rata lama sekolah, dan (3) Indeks daya beli. Adapun komponen IPM adalah: (1) Kesehatan (usia hidup), yang diukur dengan angka harapan hidup, (2) Pengetahuan, yang diukur dengan angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah, (3) Standar hidup layak (pendapatan) yang diukur dengan rata-rata konsumsi riil yang telah disesuaikan. 5 Perhitungan sementara BPS Prov. Jabar (Sumber: Pidato Akhir Tahun 2007 Gubernur Prov. Jabar).
BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH
93
rata-rata sebesar Rp100.000,00, serta mengadakan pemberdayaan potensi masyarakat untuk hidup
sehat.
Peningkatan indeks pendidikan dilakukan dengan meningkatkan rata-rata lama sekolah dan
pemberantasan buta huruf. Melalui program wajib belajar sembilan tahun, diharapkan rata-rata
lama sekolah masyarakat di Jawa Barat dapat mencapai angka 9 tahun. Pemberian beasiswa di tingkat
SMP dan penyaluran dana BOS (bantuan operasional sekolah) untuk tingkat SD diharapkan dapat
meniadakan jumlah murid yang putus sekolah. Selain itu, untuk pemberantasan buta huruf yang
masuh tersisa 4,37%, bagi masyarakat yang berada di luar usia didik dapat memperoleh pendidikan
melalui kejar Paket A dan B di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Khusus untuk tahun 2008,
Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah sepakat dengan DPRD Provinsi Jawa Barat untuk mengalokasikan
anggaran pendidikan sebesar 15% dari APBD tahun 2008, atau sebesar Rp927 miliar. Alokasi tersebut
akan meningkat menjadi 17,5% pada tahun anggaran 2009.
Indeks daya beli merupakan komponen IPM yang paling lambat perkembangannya. Sampai
dengan tahun 2006 angka indeks daya beli Jawa Barat masih berada dibawah angka 60. Tingginya
laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat ternyata belum mampu mendongkrak akselerasi peningkatan
daya beli masyarakat seperti yang diharapkan. Hal ini antara lain karena peningkatan pendapatan
masyarakat diimbangi oleh peningkatan harga berbagai barang kebutuhan pokok, sehingga secara riil
pendapatan masyarakat tidak terlalu banyak mengalami perubahan.
Untuk meningkatkan pencapaian indeks daya beli masyarakat, pada tahun 2008, Pemerintah
Provinsi Jawa Barat akan melakukan berbagai terobosan dan kebijakan. Diantaranya dengan
memfokuskan anggaran APBD kepada peningkatan daya beli, melalui perumusan 8 common goals
(tujuan bersama). Delapan common goals tersebut meliputi peningkatan kualitas dan produktivitas
SDM, ketahanan pangan, peningkatan daya beli masyarakat, peningkatan kinerja aparatur,
penanganan pengelolaan bencana, pengendalian dan pemulihan kualitas lingkungan, pengelolaan
pengembangan dan pengendalian infrastruktur, serta kemandirian energi dan kecukupan air baku.
Delapan common goals tersebut diturunkan dalam bentuk 49 program yang lebih fokus.
Dimana, lebih dari 13 program diantaranya erat kaitannya dengan pengurangan angka kemiskinan,
pengangguran, dan peningkatan daya beli. Misalnya, program pengembangan agribisnis, ketahanan
pangan, pengembangan usaha dan pemanfaatan sumber daya kelautan, pengembangan industri
manufaktur, pengembangan perdagangan dalam dan luar negeri, dan sebagainya. Upaya lainnya
adalah dengan diluncurkan gagasan IPM generasi ketiga, yaitu dengan melibatkan stakeholder seperti
organisasi kemasyarakatan (ormas), perguruan tinggi, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) sebagai
leading sector dalam pelaksanaan pencapaian IPM dengan fokus daya beli.
BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH
94
Kemiskinan6
Sejalan dengan penurunan kesejahteraan petani, jumlah penduduk miskin di Jawa Barat
juga menunjukkan perkembangan yang kurang menggembirakan. Berdasarkan data BPS
Provinsi Jawa Barat, jumlah penduduk miskin pada Maret 2007 mencapai angka 5,46 juta orang,
meningkat 0,32 juta orang dibandingkan angka pada Juli 2005 yang berjumlah 5,14 juta orang.
Begitu pula bila dibandingkan dengan total penduduk, persentase penduduk miskin pada Maret 2007
juga mengalami peningkatan dibandingkan posisi pada Juli 2005, yaitu dari 13,06% menjadi 13,55%.
Peningkatan tersebut antara lain dipengaruhi oleh naiknya garis kemiskinan7 sebesar
18,61%, yaitu dari Rp133.701,00 per kapita per bulan pada Juli 2005 menjadi Rp158.579,00
per kapita per bulan pada Maret 2007. Peranan komoditi makanan (padi-padian, umbi-umbian,
ikan, daging, dll.) terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan
makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada bulan Maret 2007, sumbangan
komoditi makanan terhadap garis kemiskinan sebesar 73,68%.
Tabel 6.4. Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Wilayah, Periode Juli 2005 – Maret 2007
Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bulan) Wilayah/Tahun
Makanan Bukan Makanan Total
Jumlah Penduduk
Miskin
Persentase Penduduk
Miskin Perkotaan
Juli 2005 Maret 2007
105.149 126.953
46.086 53.868
151.235 180.821
2.444,4 2.654,5
10,57 11,21
Pedesaan
Juli 2005 Maret 2007
80.928 112.234
33.036 31.970
113.964 144.204
2.693,1 2.800,7
16,62 16,88
Kota+Desa
Juli 2005 Maret 2007
93.735 116.835
39.966 41743
133.701 158.579
5.137,5 5.455,2
13,06 13,55
Sumber: BPS Provinsi Jabar
Berdasarkan wilayah, jumlah penduduk miskin di Jawa Barat banyak terdapat di wilayah
pedesaan. Pada bulan Maret 2007, jumlah penduduk di pedesaan berjumlah 2,8 juta orang
(51,34%), sedangkan sisanya (2,65 juta atau 48,66%) terdapat di perkotaan. Sementara itu,
6 Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dapat pula dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk. 7 Garis Kemiskinan terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM). Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan. GKM merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori per kapita per hari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll.). sedangkan GKBM adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan.
BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH
95
berdasarkan lapangan pekerjaan (data tahun 2005), sebagian besar penduduk miskin di Jawa Barat
memiliki mata pencaharian sebagai petani (padi, palawija, perkebunan, peternakan, dan perikanan),
yaitu sebesar 34,13%. Sisanya berasal dari sektor jasa, perdagangan, dan angkutan, yaitu masing-
masing sebesar 12,4%, 7%, dan 3%. Sementara itu, yang tidak memiliki pekerjaan sebesar 24,8%.
Hal ini sesuai dengan karakteristik masyarakat pedesaan yang lebih banyak mengandalkan sektor
pertanian sebagai mata pencahariannya.
Berbagai program penanggulangan kemiskinan telah dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi
Jawa Barat, diantaranya adalah Program Dakabalarea (program pemberian kredit dengan pola bagi
hasil kepada pengusaha mikro dan usaha kecil), Gerakan Rereongan Sarupi, Gerakan Jumat Bersih,
Gerakan Sarasa, Program Raksa Desa, serta Program Pendanaan Kompetisi IPM (PPK-IPM)
Rasio Gini 8
Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat yang terus tumbuh setiap tahunnya ternyata tidak
diimbangi oleh distribusi pendapatan yang merata di masyarakat. Hal ini tercermin dari
semakin memburuknya angka gini rasio Jawa Barat, dari 0,185 pada tahun 2004 menjadi 0,190 pada
tahun 2006. Sementara itu, angka gini rasio untuk tahun 2007 diperkirakan tidak mengalami
perubahan dibandingkan tahun sebelumnya. Dari 25 kota/kabupaten di Jawa Barat, daerah yang
memiliki tingkat ketimpangan tertinggi adalah Kabupaten Cirebon dengan gini rasio sebesar 0,247,
diikuti oleh Kabupaten Subang (0,233) dan Kabupaten Majalengka (0,232). Daerah yang memiliki
tingkat ketimpangan terendah adalah Kabupaten Kuningan (0,154), diikuti oleh Kabupaten Ciamis
(0,165) dan Kabupaten Bandung (0,171).
Selain gini rasio, indikator ketimpangan lainnya, yaitu persentase kelompok masyarakat
dengan pendapatan terendah, juga menunjukkan perkembangan yang kurang
menggembirakan. Pada tahun 2006, persentase 40% pendapatan kelompok bawah adalah sebesar
20,05%, meningkat dibandingkan persentasi pada tahun 2004 yang sebesar 17,25%.
8 Rasio Gini adalah indikator utama yang biasa digunakan untuk menggambarkan tingkat ketimpangan pembagian (distribusi) pendapatan. Nilai Rasio Gini atau Gini Ratio (GR) terletak antara 0-1. Bila nilai GR mendekati 0 maka tingkat ketimpangan sangat rendah artinya distribusi pendapatan merata, dan bila nilainya mendekati 1 maka tingkat ketimpangan pendapatan sangat tinggi.
BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH
96
Tabel 6.5. Gini Rasio, dan Persentase Pendapatan 40% Bawah Yang diterima Kelompok Masyarakat di Jawa Barat
Gini Rasio 40% Pendapatan
Kelompok Bawah Kota/Kabupaten 2004 2005 2006 2004 2005 2006
1. Kab. Bogor 0.655 0.185 0.187 12.82 10.99 20.68
2. Kab. Sukabumi 0.217 0.213 0.217 15.61 15.72 23.07
3. Kab. Cianjur 0.186 0.192 0.203 18.03 12.31 24.44
4. Kab. Bandung 0.155 0.155 0.171 14.15 11.73 22.43
5. Kab. Garut 0.240 0.219 0.229 17.10 16.91 24.20
6. Kab. Tasikmalaya 0.186 0.207 0.221 17.55 16.61 24.98
7. Kab. Ciamis 0.168 0.165 0.165 16.23 17.85 24.86
8. Kab. Kuningan 0.181 0.146 0.154 17.26 15.46 24.96
9. Kab. Cirebon 0.281 0.261 0.247 15.40 16.00 24.40
10. Kab. Majalengka 0.326 0.255 0.232 14.14 16.41 25.44
11. Kab. Sumedang 0.179 0.169 0.172 10.17 11.40 22.65
12. Kab. Indramayu 0.230 0.204 0.203 12.55 13.39 25.69
13. Kab. Subang 0.242 0.219 0.233 13.03 14.09 25.06
14. Kab. Purwakarta 0.242 0.215 0.211 11.54 15.24 22.44
15. Kab. Karawang 0.236 0.228 0.225 12.92 13.36 23.62
16. Kab. Bekasi 0.130 0.194 0202 10.21 10.16 22.53
17. Kota Bogor 0.168 0.158 0.175 8.34 9.04 19.65
18. Kota Sukabumi 0.223 0.191 0.200 12.91 13.04 25.69
19. Kota Bandung 0.094 0.159 0.178 6.56 6.48 20.26
20. Kota Cirebon 0.228 0.198 0.205 7.96 7.65 19.13
21. Kota Bekasi 0.088 0.184 0.196 8.12 7.64 21.22
22. Kota Depok 0.121 0.199 0.192 6.04 7.01 23.33
23. Kota Cimahi 0.185 0.195 0.200 9.09 8.65 22.27
24. kota Tasikmalaya 0.210 0.199 0.206 13.25 13.71 21.81
25. Kota Banjar 0.165 0.213 0.226 16.85 13.55 21.91
Provinsi Jawa Barat 0.185 0.191 0.190 17.25 12.63 20.50
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
98
1. PROSPEK EKONOMI MAKRO
Perekonomian Jawa Barat pada triwulan I-2008 diperkirakan masih tumbuh tinggi, yaitu
sekitar 6,62% (yoy). Pertumbuhan pada triwulan I-2008 terutama didorong oleh sektor pertanian
(tanaman pangan), yaitu sejalan dengan dimulainya panen raya yang diperkirakan terjadi pada akhir
triwulan I-2008.
Grafik 7.1. Ekspektasi Situasi Bisnis
0
10
20
30
40
50
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I*)
2006 2007 2008
(%)
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) KBI Bandung
Grafik 7.2. Realisasi Kegiatan Dunia Usaha
0
10
20
30
40
Tw .I Tw .II Tw .III Tw .IV Tw .I Tw .II Tw .III Tw .IV Tw .I*)
2006 2007 2008
(%)
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) KBI Bandung
Sementara itu, pada tahun 2008, perekonomian Jawa Barat diperkirakan tumbuh pada
kisaran 6,4%-6,8% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi tahun 2007 yang
diperkirakan mencapai 6,22% (yoy). Di sisi permintaan, sektor konsumsi rumah tangga
diperkirakan masih menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi Jawa Barat. Pertumbuhan
sektor konsumsi rumah tangga ditopang oleh perbaikan daya beli yang bersumber dari kenaikan gaji
dan upah minimum provinsi (UMP), serta penyaluran kredit konsumsi oleh perbankan. Realisasi
investasi diperkirakan semakin meningkat didukung oleh semakin luasnya implementasi program
pelayanan terpadu satu pintu (PPTSP) di berbagai kabupaten/kota di Jawa Barat. Sementara itu,
stimulus fiskal pemerintah daerah diperkirakan semakin meningkat.
Di sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi Jawa Barat diperkirakan didorong oleh sektor
perdagangan, hotel, dan restoran (PHR). Dalam rangka mendorong sektor pariwisata, Pemerintah
Provinsi Jawa Barat telah mencanangkan program “West Java Tourism Board 2008”. Pada tahun
2008, jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Jawa Barat ditargetkan sebanyak 700 ribu
orang, dan wisatawan domestik ditargetkan sebanyak 37,5 juta orang. Di sisi lain, sektor industri
pengolahan khususnya subsektor mesin dan alat angkut diperkirakan masih tumbuh tinggi sejalan
dengan masih cerahnya prospek penjualan kendaraan bermotor pada tahun 2008. Sementara itu,
program restrukturisasi mesin TPT yang telah berjalan sejak 2007 yang lalu, diharapkan dapat
mendorong kinerja industri TPT Jawa Barat.
BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
99
2. PERKIRAAN INFLASI
Dalam rangka menjaga stabilitas makroekonomi, pemerintah melalui Keputusan Menteri
Keuangan No.12/2008 tentang Target Inflasi menetapkan sasaran inflasi sebesar 5±1% untuk
tahun 2008, 4,5±1% untuk tahun 2009, dan 4±1% pada 2010. Kisaran inflasi pada 3 tahun ke
depan merupakan sasaran yang harus dicapai melalui koordinasi yang baik antara pemerintah sebagai
otoritas fiskal dan Bank Indonesia sebagai otoritas moneter. Konsistensi kebijakan makroekonomi dan
koordinasi fiskal moneter merupakan prasyarat yang harus tetap ada dalam upaya menjaga stabilitas
makroekonomi pada jalur yang tepat dan kuat untuk menopang pertumbuhan ekonomi. Pengendalian
inflasi nasional tidak hanya memerlukan peran aktif pemerintah pusat, namun juga pengendalian
inflasi di berbagai daerah, mengingat inflasi daerah membentuk lebih dari 70% inflasi nasional.
Berdasarkan data dan perkembangan terkini, tekanan inflasi di Jawa Barat pada triwulan I-
2008 mendatang diperkirakan akan meningkat, namun laju inflasi masih berada dalam
kisaran target inflasi sebesar 5±1%. Seperti tahun 2007, faktor fundamental inflasi berasal dari
imported inflation, sementara sisi ekpektasi masih cukup terkendali. Adapun dari faktor non
fundamental, tekanan inflasi yang berasal dari komoditas administered prices dan volatile food
diperkirakan relatif minim, dengan adanya komitmen pemerintah untuk tidak menaikkaan harga
komoditas adminsitered yang bersifat strategis. Stabilitas volatile food juga akan didukung oleh
kebijakan-kebijakan pemerintah untuk menjaga pasokan dan kelancaran distribusi bahan makanan.
Tekanan dari sisi eksternal diperkirakan masih dapat dikendalikan, meski ada potensi
meningkat. Faktor eksternal berasal dari kenaikan harga energi dan pangan dunia yang terjadi sejak
2007 diperkirakan masih akan berpengaruh terhadap perkembangan harga barang dan jasa di Jawa
Barat pada 2008 mendatang. Kenaikan harga minyak bumi sejak 2007 telah mendorong masyarakat,
khususnya di negara-negara maju, seperti Amerika Serikat untuk mengembangkan bahan bakar
nabati. Akibatnya permintaan dunia terhadap beberapa produk pangan bahan baku minyak nabati,
seperti kelapa sawit, kedelai, jagung, dan tebu, terus meningkat, sehingga mendorong kenaikan harga
komoditas tersebut di pasar internasional. Selain itu, harga komoditas pangan dan komoditas strategis
pertanian lainnya seperti gandum, beras, daging, dan susu, juga ikut meningkat karena kenaikan biaya
transportasi.
Ekspektasi masyarakat terhadap inflasi pada 2008 diperkirakan akan mengalami sedikit
peningkatan, namun masih cukup terkendali. Hal ini diindikasikan oleh hasil survei kepada
pengusaha (produsen), pedagang eceran, dan konsumen di Jawa Barat di bawah ini.
BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
100
Para pengusaha responden SKDU di wilayah
Jawa Barat memperkirakan harga jual/tarif
barang dan jasa yang mereka tawarkan pada
triwulan I-2008 akan lebih tinggi
dibandingkan triwulan IV-2007, namun
dengan kenaikan yang tidak setinggi pada
triwulan IV-2007. Hal tersebut tercermin dari
angka saldo bersih tertimbang (SBT) ekspektasi
harga yang semula 21,9 8 menjadi 20,33. Dari
sembilan sektor ekonomi yang disurvei, sektor
yang memperkirakan akan mengalami kenaikan
harga jual/tarif adalah sektor pertanian (khususnya
tanaman pangan), sektor perdagangan, hotel, dan restoran (khususnya perdagangan), serta sektor
industri pengolahan (khususnya alat angkutan, mesin, dan peralatannya).
Sebagian besar responden Survei Pedagang Eceran dan Survei Konsumen juga
memperkirakan harga barang secara umum pada awal 2008 akan mengalami kenaikan.
Menurut konsumen, kenaikan harga akan terjadi pada seluruh kelompok barang dan jasa.
Grafik 7.4. Ekspektasi Pedagang Eceran terhadap Harga
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun Jul
Ags
Sep
Okt
Nov Des Jan
Feb
Mar
2007 2008
% (inflasi)
90
95
100
105
110
115
120
125
130
SB
SPE* SPE**
SPE*** Inflasi Gab.7 kota (mtm)
Keterangan: SPE*=Ekspektasi pedagang eceran pada SPE 3 bulan sebelumnya terhadap harga pada bulan ybs; SPE**= Ekspektasi pedagang eceran pada SPE 6 bulan sebelumnya terhadap harga pada bulan ybs; SPE***= Ekspektasi pedagang eceran terhadap harga pada tahun berjalan.
Grafik 7.5. Ekspektasi Konsumen terhadap Perkembangan Harga Barang dan Jasa
-0.5
0.0
0.5
1.01.5
2.0
2.5
3.0
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun Jul
Ags
Sep
Okt
Nov Des Jan
Feb
Mar
2007 2008
% (inflasi)
100
120
140
160
180
200SB
SB hasil SK *SB hasil SK **Inflasi Gab.7 kota (mtm)
Sumber: Survei Konsumen-KBI Bandung, diolah. Keterangan: SK*= Ekspektasi konsumen pada SK 3 bulan sebelumnya terhadap harga pada bulan ybs; SK**= Ekspektasi konsumen pada SK 6 bulan sebelumnya terhadap harga pada bulan ybs.
Grafik 7.3. Ekspektasi Pelaku Usaha terhadap Perkembangan Harga Barang dan Jasa
-1
0
1
2
3
4
5
T. I T. II T. III T. IV T. I
2007 2008
% (inflasi)
0
5
10
15
20
25SBT
SBT hasil SKDU Inflasi gab. 7 kota (qtq)
Sumber: hasil SKDU-KBI Bandung, BPS Provinsi Jawa Barat, diolah.
LAMPIRAN
LAMPIRAN
102
1. EKONOMI MAKRO
Tabel 1.A. Perkembangan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Barat Menurut Sektor Ekonomi (Milyar Rupiah)
2007 SEKTOR EKONOMI 2006
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV*) 2007*)
Pertanian 34,461.32 7,713.54 9,553.28 9,181.74 7,236.60 33,685.16
Pertambangan & Penggalian 7,017.18 1,692.94 1,652.36 1,651.36 1,729.28 6,725.94
Industri Pengolahan 114,299.63 29,115.73 29,592.55 30,289.27 31,173.29 120,170.84
Listrik, Gas, dan Air Bersih 5,755.52 1,492.53 1,478.04 1,521.32 1,598.00 6,089.89
Bangunan/Konstruksi 8,112.53 2,139.49 2,184.42 2,249.30 2,290.69 8,863.90
Perdagangan, Hotel, dan Restoran 50,609.68 13,678.50 13,876.64 14,807.26 15,750.47 58,112.86
Pengangkutan dan Komunikasi 11,186.24 3,021.01 3,015.66 3,048.01 3,234.50 12,319.17
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan
7,672.32 2,069.30 2,121.46 2,174.84 2,215.53 8,581.13
Jasa-Jasa 18,421.56 4,638.55 4,685.14 4,710.44 4,966.35 19,000.47
PDRB 257,535.98 65,561.59 68,159.54 69,633.52 70,194.71 273,549.36
Tabel 1.B. Perkembangan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Barat Menurut Jenis Penggunaan (Milyar Rupiah)
2007 JENIS PENGGUNAAN
2006 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV*)
2007*)
Konsumsi 184,590.91 46,094.36 48,756.03 50,720.00 52,573.44 198,143.83
PMTB 44,229.38 11,233.21 11,501.33 12,030.00 12,016.88 46,781.42
Ekspor 140,005.96 35,864.39 35,829.48 35,220.00 39,492.85 146,406.72
Impor 116,595.86 27,189.39 29,331.11 29,990.00 32,550.46 119,060.96
Perubahan Inventori 5,305.59 (440.99) 1,403.81 1,960.00 632.23 3,555.05
PDRB 257,535.97 65,561.59 68,159.54 69,630.00 70,194.71 273,545.84
LAMPIRAN
103
2. INFLASI
Tabel 2.A. Perkembangan Inflasi Bulanan (mtm) di Jawa Barat Menurut Kota dan Kelompok Barang dan Jasa Oktober 2007 (%)
Kota No. Kelompok
Bd Bks Bgr Skbm Cn Tsm Bjr Gab.
1 Bahan makanan 1,58 1,31 1,35 1,73 3,31 2,48 2,92 1.58
2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,24 0,17 0,60 0,04 0,11 0,01 0,45 0.25
3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar
0,27 -0,27 0,00 0,33 0,34 0,02 -0,02 0.05
4 Sandang 1,66 4,90 4,11 0,53 1,73 1,71 5,98 3.14
5 Kesehatan 0,02 0,00 1,39 0,66 1,81 0,00 1,60 0.35
6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga
0,63 0,00 0,02 0,34 0,03 0,54 0,42 0.31
7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan
0,16 0,99 0,29 1,40 0,32 0,10 2,60 0.49
Umum 0.63 0,71 0,74 0,86 1,26 0,79 1,67 0,72 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Tabel 2.B. Perkembangan Inflasi Bulanan (mtm) di Jawa Barat Menurut Kota dan Kelompok Barang dan Jasa November 2007 (%)
Kota No. Kelompok
Bd Bks Bgr Skbm Cn Tsm Bjr Gab.
1 Bahan makanan -0,34 0,43 -1,51 2,79 -1,70 0,53 -2,40 -0.18
2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau
0,21 0,26 -0,10 -0,01 1,01 0,18 0,84 0.21
3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar
0,44 -1,01 0,03 0,43 0,57 0,16 1,54 -0.05
4 Sandang 6,64 1,75 2,36 1,61 1,01 2,03 2,69 3.71 5 Kesehatan 0,24 0,23 0,00 0,26 0,36 0,03 0,56 0.20
6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga
0,00 0,10 0,00 0,01 0,01 -0,02 0,74 0.04
7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan
0,05 -1,16 -0,11 -0,70 -0,10 0,26 -2,21 -0.38
Umum 0.41 -0,13 -0,28 0,98 -0,11 0,37 -0,14 0,13 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Tabel 2.C Perkembangan Inflasi Bulanan (mtm) di Jawa Barat Menurut Kota dan Kelompok Barang dan Jasa Desember 2007 (%)
Kota No. Kelompok
Bd Bks Bgr Skbm Cn Tsm Bjr Gab.
1 Bahan makanan 1,32 0,63 1,33 2,93 2,83 0,94 0,89 1.23
2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau
-0,03 -0,01 0,23 1,56 -0,06 2,02 0,32 0.16
3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar
1,19 -0,29 0,00 0,18 0,16 0,60 0,14 0.45
4 Sandang 2,20 0,52 0,25 0,04 0,57 -0,04 0,11 1.10 5 Kesehatan 0,12 0,65 1,62 0,70 0,02 2,83 0,17 0.64
6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga
0,45 0,42 0,00 0,00 -0,08 0,17 0,00 0.33
7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan 0,15 0,36 0,12 0,10 0,14 0,33 0,35 0.21
Umum 0.77 0,23 0,45 1,34 0,89 1,03 0,41 0,58 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
LAMPIRAN
104
Tabel 2.D. Perkembangan Inflasi Triwulanan (qtq) di Jawa Barat Menurut Kota dan Kelompok Barang dan Jasa Triwulan IV-2007 (%)
Kota No. Kelompok
Bd Bks Bgr Skbm Cn Tsm Bjr Gab.
1 Bahan makanan 2,57 2,38 1,14 7,63 4,43 3,98 1,35 2.65
2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,42 0,41 0,74 1,59 1,06 2,21 1,62 0.62
3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 1,91 -1,56 0,03 0,95 1,07 0,78 1,66 0.45
4 Sandang 10,79 7,29 6,82 2,20 3,34 3,73 8,95 8.14 5 Kesehatan 0,38 0,88 3,03 1,62 2,19 2,85 2,34 1.20
6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga
1,08 0,52 0,02 0,35 -0,04 0,68 1,17 0.67
7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan
0,36 0,17 0,30 0,78 0,36 0,69 0,68 0.32
Umum 1.82 0,81 0,90 3,21 2,06 2,20 1,95 1,44 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Tabel 2.D. Perkembangan Inflasi Tahunan (yoy) di Jawa Barat Menurut Kota dan Kelompok Barang dan Jasa 2007 (%)
Kota No. Kelompok
Bd Bks Bgr Skbm Cn Tsm Bjr Gab.
1 Bahan makanan 8,18 7,90 7,84 4,43 13,14 11,36 6,08 8.07
2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 3,00 4,26 5,55 6,20 7,18 9,58 12,36 4.46
3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 4,85 2,43 0,56 2,78 4,63 6,50 3,95 3.35
4 Sandang 14,35 10,84 9,96 4,42 6,23 5,72 19,93 11.63 5 Kesehatan 1,67 4,79 8,84 7,05 10,36 6,98 13,91 4.70
6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga
9,28 4,41 8,16 5,82 12,50 3,04 6,01 7.31
7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan
1,03 1,01 0,94 1,99 1,83 2,21 2,37 1.10
Umum 5.25 4,65 4,50 4,34 7,87 7,72 8,23 5,10
LAMPIRAN
105
3. DATA PERBANKAN
Tabel 3.A. Indikator Kinerja Bank Umum di Jawa Barat (Rp Triliun)
Bank Umum
Tw. 2 Tw. 3 Tw. 4 Tw. 1 Tw. 2 Tw. 3 Tw. 4 qtq yoy
Total Aset 109.5 112.14 118.19 118.82 122.65 124.99 136.39 9.12 15.40
DPK 87.27 89.68 93.76 92.24 95.8 95.91 105.57 10.07 12.60
Kredit bank pelapor 52.98 55.1 57.77 58.67 62.39 66.03 69.74 5.62 20.72
Kredit lokasi proyek 94.17 97.6 100.7 102.05 109.46 113.82 119.12* 4.66 18.30
LDR (%) 60.71 61.44 61.61 63.6 65.13 68.85 66.06
Rasio Gross NPL (%) 4.92 5 4.01 4.31 4.13 3.81 3.44
Pos tertentu
2006 (%)2007
Keterangan: * data s.d. November 2007 Sumber: LBU KBI Bandung
Bank Umum Syariah
Tw. 2 Tw. 3 Tw. 4 Tw. 1 Tw. 2 Tw. 3 Tw. 4 qtq yoyAset 2.72 2.97 3.3 3.32 3.41 3.55 4.07 14.74 23.43 Pembiayaan 2.22 2.32 2.34 2.39 2.56 2.76 2.84 2.85 21.32 DPK 1.8 2.06 2.43 2.46 2.5 2.59 3.14 21.33 29.32 FDR (%) 123.3 112.3 96.1 97 102.2 106.8 90.34
Rasio NPF (%) 4.99 5.04 4.96 6.6 8.2 7.87 5.83
Pertumbuhan (%)Pos tertentu
2006 2007
Sumber: LBU KBI Bandung
LAMPIRAN
106
Tabel 3.B. DPK, Kredit, dan NPL Kabupaten/Kota di Jawa Barat (Rp Juta) Desember 2007.
NOMINAL %Kota Bogor 10,464,921 5,018,848 47.9587758 257,078 5.12 Kota Tasikmalaya 2,494,445 2,781,994 111.5275743 126,677 4.55 Kab. Bandung 1,497,041 1,229,713 82.14290724 54,173 4.41 Kab. Purwakarta 1,013,094 1,375,377 135.7600578 52,765 3.84 Kab. Tasikmalaya 120,953 248,619 205.5500897 9,155 3.68 Kota Cirebon 5,491,645 4,279,620 77.92965496 157,534 3.68 Kota Bandung 59,230,947 34,021,614 57.43891618 1,252,329 3.68 Kab. Cianjur 1,266,690 1,140,973 90.07515651 40,995 3.59 Kab. Indramayu 693,526 916,147 132.099878 31,682 3.46 Kota Sukabumi 2,462,190 1,712,818 69.56481831 52,519 3.07 Kota Bekasi 4,485,997 4,888,138 108.9643618 143,248 2.93 Kab. Sukabumi 269,751 491,941 182.3685547 12,939 2.63 Kab. Karawang 2,654,124 1,735,309 65.3816099 45,170 2.60 Kota Banjar 461,972 591,714 128.0843861 14,529 2.46 Kab. Garut 890,883 1,303,554 146.3215708 31,548 2.42 Kab. Sumedang 635,800 960,911 151.1341617 18,585 1.93 Kab. Ciamis 341,250 455,543 133.4924542 8,800 1.93 Kab. Bekasi 2,957,251 1,101,914 37.26142962 19,847 1.80 Kab. Subang 790,726 1,181,659 149.4397554 19,929 1.69 Kab. Bogor 1,705,328 1,296,060 76.00062862 20,154 1.56 Kota Depok 3,967,204 1,031,888 26.01045976 14,278 1.38 Kota Cimahi 1,270,445 1,097,813 86.41169039 10,482 0.95 Kab. Kuningan 265,651 466,655 175.6646879 3,327 0.71 Kab. Majalengka 140,164 410,776 293.0681202 580 0.14 Jawa Barat 105,571,998 69,739,598 66.05880283 2,398,323 3.44
NPLKABUPATEN/KOTA DPK KREDIT LDR
Sumber: LBU KBI Bandung
DAFTAR ISTILAH
DAFTAR ISTILAH
108
DAFTAR ISTILAH
Qtq Quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya.
PDRB Produk Domestik Regional Bruto. Pendapatan suatu daerah yang mencerminkan hasil kegiatan ekonomi yang ada di suatu wilayah tertentu.
Share of Growth Kontribusi suatu sektor ekonomi terhadap total pertumbuhan PDRB.
Investasi Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan produksi melalui peningkatan modal.
Yoy Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.
Mtm Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan sebelumnya.
Sektor ekonomi dominan
Sektor ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga mempunyai pengaruh dominan pada pembentukan PDRB secara keseluruhan.
Migas Minyak dan gas. Merupakan kelompok sektor industri yang mencakup industri minyak dan gas.
Omzet Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi.
Share effect Kontribusi pangsa sektor atau subsektor terhadap total PDRB.
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang, dengan skala 1–100.
Indeks Harga Konsumen (IHK)
Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu.
Indeks Kondisi Ekonomi
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1–100.
Indeks Ekspektasi Konsumen
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap ekspektasi kondisi ekonomi 6 bulan mendatang, dengan skala 1–100.
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah.
Dana Perimbangan
Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi daerah.
Indeks Pembangunan Manusia
Ukuran kualitas pembangunan manusia, yang diukur melalui pencapaian rata-rata 3 hal kualitas hidup, yaitu pendidikan, kesehatan dan daya beli.
APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah.
Volatile food Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya sangat bergejolak karena faktor-faktor tertentu.
Administered Price
Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya diatur oleh pemerintah.
Andil inflasi Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok barang/kota terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan.
Bobot inflasi Besaran yang menunjukkan pengaruh suatu komoditas terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan, yang diperhitungkan dengan melihat tingkat konsumsi masyarakat terhadap komoditas tersebut.