kajian ekonomi dan keuangan regional provinsi … · ~uud 1945 pasal 23 d~ bank indonesia adalah...
TRANSCRIPT
Vol. 2 No. 2 Triwulanan
April-Juni 2016 (terbit Agustus 2016)
ISSN 2460-4909 e-ISSN 2460-5980
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI PAPUA AGUSTUS
2016
Dasar Hukum Bank Indonesia
Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung
jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang.
~UUD 1945 Pasal 23 D~
Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia.
~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~
Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen, bebas dari campur tangan
Pemerintah dan atau pihak-pihak lainnya, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur
dalam Undang-Undang ini.
~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 2~
Visi Bank Indonesia
Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui
penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan
nilai tukar yang stabil
Misi Bank Indonesia
1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan
moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas
2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta
mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung
alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan
dan stabilitas perekonomian nasional
3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang
berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem
keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan
nasional
4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang
menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan
tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas
yang diamanatkan UU
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua
dipublikasikan secara triwulanan oleh Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Papua pada bulan Februari, Mei, Agustus, dan
November. Sebelum dipublikasikan, materi Kajian dari berbagai
provinsi telah terlebih dahulu dikompilasi melalui mekanisme kerja
internal Bank Indonesia untuk dijadikan bahan pertimbangan
dalam mengambil kebijakan moneter, sistem pembayaran, serta
pengawasan perbankan dan sistem keuangan secara
makroprudensial. Publikasi ini berfungsi sebagai media untuk
menyampaikan penjelasan kepada para pemangku kepentingan
dan publik di daerah mengenai perkembangan kondisi terkini,
prospek perekonomian, serta isu yang berkembang dan perlu
dicermati.
Untuk informasi lebih lanjut hubungi:
Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Papua
Jalan Dr. Sam Ratulangi No. 9
Jayapura 99111
T +62 967 534 581
F +62 967 535 201
Salinan elektronis publikasi ini dapat diunduh melalui situs
www.bi.go.id.
Untuk mendapatkan salinan elektronis publikasi ini pada
kesempatan pertama, silahkan mengirimkan surel ke
serta mencantumkan nama, instansi, dan jabatan.
Dewan Redaksi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua
Penanggung Jawab : Joko Supratikto
(Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Papua)
Pemimpin Redaksi : Fauzan
(Deputi Kepala Perwakilan/Kepala Tim Ekonomi dan Keuangan)
Mitra Bestari : Evy Marya Deswita Siburian
(Peneliti Ekonomi Departemen Regional IV Kantor Pusat BI)
Ratu Miana Ulfani
(Analis Ekonomi/ Departemen Regional IV Kantor Pusat BI)
Andree Breitner Makahinda
(Analis Ekonomi/ Departemen Regional IV Kantor Pusat BI)
Penyunting : Arya Jodilistyo
(Analis Ekonomi/Manajer Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan)
Penulis : Arya Jodilistyo
(Analis Ekonomi/Manajer Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan)
Enggar Estiko Handoko
(Analis Ekonomi/ Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan)
Dedy Swares Sinaga
(Pelaksana/ Unit Sumber Daya)
Kontributor : Yudi Prasetiyo
(Analis/ Manajer Unit Statistik Survei dan Liaison)
Yon Widiyono
(Analis/ Manajer Unit Komunikasi dan Koordinasi Kebijakan)
Ferdinand Maluenseng
(Kepala Unit Layanan Nasabah, Kliring, serta Perizinan dan Pengawasan
Sistem Pembayaran)
Jaffry Agust Waluyan
(Kasir Senior Unit Operasional Kas)
Oman Hardiman
(Kasir Senior Unit Distribusi Uang)
Mifta Adi Nugraha
(Analis/ Unit Statistik Survei dan Liaison)
Sekretaris : Sari Wulandari
(Pelaksana Yunior/Unit Komunikasi dan Koordinasi Kebijakan)
Hartati Br. Nainggolan
(Pelaksana Yunior/Unit Statistik Survei dan Liaison)
i
Kata Pengantar
Kami bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, sebab atas rahmat dan berkat-Nya,
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua Agustus 2016 ini dapat terbit
tepat waktu. Di tengah upaya mendorong pertumbuhan ekonomi, kajian yang meliputi
analisis makroekonomi daerah, perbankan, sistem pembayaran, ketenagakerjaan dan
keuangan daerah menjadi penting terutama bagi pemerintah, dunia usaha, dan kalangan
akademisi, maupun masyarakat luas.
Penyusunan laporan ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu melalui Kata
Pengantar ini kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu terbitnya Kajian ini. Semoga kerja sama yang telah terjalin baik tersebut tetap
dapat terpelihara di masa mendatang. Akhirnya, besar harapan kami agar Kajian pada
triwulan II 2016 bermanfaat bagi semua pihak dalam memahami kondisi perekonomian
Papua.
Jayapura, 22 Agustus 2016
KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI PAPUA,
Joko Supratikto
ii
Daftar
Isi
Kata Pengantar ............................................................................................................... i
Daftar Isi......................................................................................................................... ii
Daftar Tabel .................................................................................................................. iv
Daftar Grafik .................................................................................................................. v
Tabel Indikator Makro Ekonomi Provinsi Papua ............................................................ viii
Ringkasan Eksekutif .................................................................................................... xi
1 PERKEMBANGAN MAKRO EKONOMI DAERAH ........................................................... 1
1.1 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan ............................................................... 1
1.2 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Kategori Lapangan Usaha .......................................... 7
Boks 1 SEKILAS TENTANG BANK INDONESIA 7-DAY REPO RATE ................................. 13
2 KEUANGAN PEMERINTAH ....................................................................................... 15
2.1 Realisasi APBN di Lingkup Provinsi Papua ............................................................ 15
2.2 Realisasi APBD Pemerintah Provinsi Papua .......................................................... 17
2.2.1 Realisasi Pendapatan Pemerintah Provinsi Papua .......................................... 17
2.2.2 Realisasi Belanja Pemerintah Provinsi Papua ................................................. 18
3 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH ........................................................................... 19
3.1 Inflasi Umum ...................................................................................................... 19
3.2 Komponen Inflasi ............................................................................................... 20
3.3 Kelompok Komoditas ......................................................................................... 23
3.4 Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah .............................................................. 24
4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH ........................................................................... 27
4.1.Ketahanan Sektor Korporasi ............................................................................... 27
4.1.1. Kondisi Sektor Korporasi ............................................................................. 27
4.1.2 Ketahanan Sektor Rumah Tangga ............................................................... 34
4.1.3 Akses Keuangan UMKM .............................................................................. 38
5 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH ... 40
5.1 Sistem Pembayaran ............................................................................................ 40
5.2 Pengelolaan Uang Rupiah ................................................................................... 41
Boks 2 MENGENAL SISTEM KLIRING NASIONAL BANK INDONESIA .............................. 43
6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN ............................................................. 46
5.1 Ketenagakerjaan ................................................................................................ 46
5.2 Kesejahteraan ..................................................................................................... 48
Vol. II No. 2 Triwulanan
April-Juni 2016 (terbit Agustus 2016)
ISSN 2460-4909 e-ISSN 2460-5980
iii
7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH ......................................................................... 50
6.1 Prospek Pertumbuhan Ekonomi .......................................................................... 50
6.2 Prospek Inflasi .................................................................................................... 52
iv
Daftar
Tabel
Tabel 1.1 Struktur Ekonomi Sisi Penggunaan (%) ...................................................... 1
Tabel 1.2 Pertumbuhan Sisi Penggunaan (%,yoy) ...................................................... 1
Tabel 1.4 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Kategori Lapangan Usaha ................................ 7
Tabel 1.5 Perkembangan Sektor Lainnya ................................................................. 12
Tabel B1.1 Perbedaan BI Rate dan BI 7-Days Repo Rate ........................................... 13
Tabel 3.1 Perkembangan Inflasi Tahunan Berdasarkan Komponen .......................... 20
Tabel 3.2 Perkembangan Inflasi Bulanan Komponen Volatile foods Berdasarkan
Subkelompok ........................................................................................... 22
Tabel 3.3 Perkembangan Inflasi Tahunan Berdasarkan Kelompok ............................ 23
Tabel B2.1 Perbedaan SKNBI Generasi I dan SKNBI Generasi II ................................ 44
Tabel 5.1 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan Utama .................... 46
v
Daftar
Grafik
Grafik 1.1 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen dan Penghasilan Saat ini ......... 2
Grafik 1.2 Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen di Provinsi Papua ....................... 2
Grafik 1.3 Perkembangan Impor Barang Konsumsi di Provinsi Papua ............................ 2
Grafik 1.4 Perkembangan Penyaluran Kredit Konsumsi di Provinsi Papua ...................... 3
Grafik 1.5 Realisasi Belanja Selain Belanja Modal Pemerintah Provinsi Papua ................. 3
Grafik 1.6 Penyaluran Kredit Modal Kerja dan Investasi di Provinsi Papua ..................... 4
Grafik 1.7 Impor Barang Modal .................................................................................... 4
Grafik 1.8 Perkembangan Ekspor .................................................................................. 6
Grafik 1.9 Pangsa Ekspor Triwulan II 2016 .................................................................... 6
Grafik 1.10 Impor Provinsi Papua .................................................................................. 6
Grafik 1.11 Pangsa Impor Triwulan II 2016 ................................................................... 6
Grafik 1.12 Struktur dan Pertumbuhan Ekonomi Sisi Kategori Lapangan Usaha ............ 7
Grafik 1.13 Produksi Tanaman Pangan yang Dominan di Provinsi Papua ....................... 8
Grafik 1.14 Kredit Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan ..................................... 8
Grafik 1.15 Produksi Konsentrat Tembaga dan Emas Kabupaten Mimika ..................... 9
Grafik 1.16 Penjualan Konsentrat Tembaga dan Emas Kabupaten Mimika .................... 9
Grafik 1.17 Penjualan Semen di Provinsi Papua ........................................................... 10
Grafik 1.18 Kredit Sektor Konstruksi di Papua ............................................................. 10
Grafik 1.19 Pendaftaran Kendaraan Baru .................................................................... 11
Grafik 1.20 Pembelian Durable Goods ........................................................................ 11
Grafik 1.21 Perkembangan Realisasi Total Belanja Pemerintah Provinsi Papua ............. 11
Grafik B1.1 Ringkasan Latar Belakang Penggunaan BI 7-days Repo Rate ................... 14
Grafik 2.1 Perkembangan Pagu APBN di Lingkup Provinsi Papua ................................ 15
Grafik 2.2 Distribusi APBN menurut Kementerian/Lembaga Negara Penerima Terbesar di
Lingkup Provinsi Papua ................................................................................................. 15
Grafik 2.3 Realisasi APBN di Lingkup Provinsi Papua .................................................... 15
Grafik 2.4 Distribusi Pagu Belanja Pegawai menurut Kementerian/Lembaga Negara
Penerima Terbesar di Lingkup Provinsi Papua ............................................................... 16
Grafik 2.5 Distribusi Pagu Belanja Modal menurut Kementerian/Lembaga Negara
Penerima Terbesar di Lingkup Provinsi Papua ............................................................... 16
Grafik 2.6 Perkembangan Pagu Pendapatan Pemdaprov Papua Menurut Jenis ........... 16
Grafik 2.7 Perkembangan Realisasi Pendapatan Pemdaprov Papua ............................. 17
Grafik 2.8 Perkembangan Realisasi PAD Pemdaprov Papua ......................................... 17
Grafik 2.9 Perkembangan Realisasi Dana Perimbangan Pemdaprov Papua .................. 17
Grafik 2.10 Perkembangan Realisasi Lain-lain Pendapatan Pemdaprov Papua ............. 17
Grafik 2.11 Perkembangan Pagu Belanja Pemdaprov Papua Menurut Jenis ................. 18
Grafik 2.12 Perkembangan Realisasi Belanja Pemdaprov Papua .................................. 18
Grafik 3.1 Perkembangan Inflasi Tahunan ................................................................... 19
Grafik 3.2 Perkembangan Inflasi Bulanan .................................................................... 19
Grafik 3.3 Event Analysis Inflasi ................................................................................... 19
Grafik 3.4 Perkembangan Inflasi Bulanan Menurut Daerah ......................................... 20
Grafik 3.5 Disagregasi Komponen Inflasi Bulanan ....................................................... 20
Grafik 3.6 Disagregasi Inflasi Bulanan Komponen Core inflation ................................. 21
Grafik 3.7 Ekspektasi Inflasi Konsumen ....................................................................... 21
vi
Grafik 3.8 ............................................................. 21
Grafik 4.1 Realisasi Kegiatan Usaha ............................................................................. 27
Grafik 4.2 Kinerja Korporasi Berdasarkan Liaison......................................................... 27
Grafik 4.3 Indikator Kinerja Perbankan Sektor Korporasi ............................................. 28
Grafik 4.4 Akses Kredit dan Kondisi Keuangan Korporasi ............................................ 28
Grafik 4.5 Likuiditas Korporasi per Sektor (pangsa) ..................................................... 28
Grafik 4.6 Rentabilitas Korporasi per Sektor ................................................................ 28
Grafik 4.7 biaya tenaga kerja. ..................................................................................... 29
Grafik 4.8 Pangsa dan Pertumbuhan DPK Korporasi ................................................... 29
Grafik 4.9 Pangsa Kredit Korporasi per Sektor ............................................................. 29
Grafik 4.10 Perkembangan Kredit Korporasi per Sektor .............................................. 29
Grafik 4.11 NPL Kredit Korporasi per Sektor ................................................................ 30
Grafik 4.12 Pangsa Kredit Korporasi per Penggunaan ................................................. 30
Grafik 4.13 NPL Kredit Korporasi per Penggunaan ...................................................... 31
Grafik 4.14 Kredit Konstruksi ...................................................................................... 31
Grafik 4.15 Harga Komoditas Tembaga ...................................................................... 31
Grafik 4.16 Harga Komoditas Emas ............................................................................. 32
Grafik 4.17 Curah Hujan ............................................................................................. 32
Grafik 4.18 Tinggi Gelombang Minggu III Juni 2016 ................................................... 32
Grafik 4.19 Hasil Survei Konsumen ............................................................................. 33
Grafik 4.20 Komponen Keyakinan Konsumen Saat Ini ................................................ 33
Grafik 4.21 Komponen Penggunaan Penghasilan........................................................ 33
Grafik 4.22 Pangsa Responden berdasarkan Nilai ........................................................ 34
Grafik 4. 23 Persentase Keterlambatan membayar kewajiban ..................................... 34
Grafik 4.25 Indikator Kinerja Perbankan ...................................................................... 35
Grafik 4.26 Pangsa DPK Rumah Tangga ...................................................................... 35
Grafik 4.27 Komponen DPK Rumah Tangga ............................................................... 35
Grafik 4. 30 Pangsa Komponen Kredit Rumah Tangga ................................................ 36
Grafik 4.28 Perkembangan Komponen DPK Rumah Tangga ....................................... 36
Grafik 4.29 Pangsa Kredit Rumah Tangga ................................................................... 36
Grafik 4.31 Pertumbuhan Penggunaan Kredit Sektor Rumah Tangga ......................... 36
Grafik 4.32 NPL Penggunaan Kredit Sektor Rumah Tangga ........................................ 37
Grafik 4.33 Ekspektasi Masyarakat .............................................................................. 37
Grafik 4.34 Pertumbuhan Kredit UMKM ..................................................................... 38
Grafik 4.35 NPL Kredit UMKM .................................................................................... 39
Grafik 4.36 Jumlah Rekening Kredit UMKM ................................................................ 39
Grafik 5.1 Perkembangan Transaksi SKNBI .................................................................. 40
Grafik 5.2 Perkembangan Transaksi BI-RTGS ............................................................... 40
Grafik 5.3 Aliran Uang Kartal melalui KPw BI Provinsi Papua ...................................... 41
Grafik 5.4 Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar di KPw BI Provinsi Papua .................... 42
Grafik B2.1 Prinsip Pengembangan SKNBI Generasi II ................................................ 43
Grafik B2.2 Kelebihan SKNBI Generasi II .................................................................... 45
Grafik 6.1 Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama .................... 46
Grafik 6.2 Pertumbuhan Penyerapan Tenaga Kerja Lapangan Pekerjaan Utama .......... 46
Grafik 6.3 Penduduk yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama ......................... 47
Grafik 6.4 Penduduk yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja .................................... 47
Grafik 6.5 Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Tingkat Pendidikan ..................... 47
Grafik 6.6 Perkembangan Nilai Tukar Petani ............................................................... 48
vii
Grafik 6.7 Perbandingan NTP Papua dengan NTP Nasional .......................................... 48
Grafik 6.8 Jumlah Penduduk Miskin ............................................................................ 48
Grafik 6.9 Perkembangan Indeks Kedalaman dan Indeks Keparahan Kemiskinan ....... 48
Grafik 6.10 Perkembangan Garis Kemiskinan di Provinsi Papua .................................. 49
Grafik 7.1 Perbandingan Target Awal dan Realisasi Akhir Tahun Penjualan Komoditas
Tambang Papua ........................................................................................................... 50
Grafik 7.2 Ekspektasi Konsumen ................................................................................. 51
Grafik 7.3 Persepsi Masyarakat Terhadap Inflasi .......................................................... 52
viii
Tabel Indikator Makro Ekonomi
Provinsi Papua
A. Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi
2012 2013Total Total Total Total I II
Pertumbuhan Ekonomi (%, yoy) 1,72 8,55 3,81 7,97 (1,18) (5,91)
Menurut Penggunaan
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 6,47 6,23 7,10 6,11 5,56 6,54
Pengeluaran Konsumsi LNPRT 6,87 7,25 12,29 5,87 8,23 5,55
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 7,43 8,73 8,98 5,14 2,61 5,31
Pembentukan Modal Tetap Bruto 6,82 6,56 7,78 7,11 6,75 6,78
Perubahan Inventori (111,10) 90,61 (182,91) (172,26) 89,81 5,11
Ekspor Luar Negeri (28,40) 32,38 (46,83) 38,88 (2,27) (39,56)
Impor Luar Negeri (8,69) (41,20) 105,27 (20,08) (3,97) 32,57
Net Ekspor Antar Daerah (57,51) 367,41 (152,80) (103,17) (268,47) (49,88)
Menurut Kategori Lapangan Usaha
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 6,18 6,04 5,79 6,73 4,13 5,17
Pertambangan dan Penggalian (6,41) 9,00 (2,67) 7,77 (11,65) (22,18)
Industri Pengolahan 1,93 2,13 8,72 3,77 7,18 1,31
Pengadaan Listrik, Gas 10,45 7,45 6,24 (4,15) 25,43 13,61
Pengadaan Air 4,63 6,53 6,25 3,99 3,70 3,77
Konstruksi 13,99 11,79 8,56 10,70 4,06 6,33
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 9,84 9,36 7,30 8,25 2,32 6,66
Transportasi dan Pergudangan 8,74 8,15 10,26 9,53 4,03 7,28
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 7,86 11,67 12,57 7,52 4,71 7,70
Informasi dan Komunikasi 10,23 12,79 6,63 5,19 5,43 1,57
Jasa Keuangan 7,85 13,89 7,26 2,63 3,53 16,22
Real Estate 10,01 11,67 8,09 5,86 7,31 7,19
Jasa Perusahaan 6,52 5,88 9,65 3,97 5,80 6,20
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 8,36 2,80 15,96 11,03 13,51 10,44
Jasa Pendidikan 9,62 9,75 8,15 7,24 6,30 11,45
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8,76 9,29 9,36 8,36 5,91 11,80
Jasa lainnya 9,11 10,42 8,55 7,04 5,19 6,86
Inflasi Nasional (% yoy) 4,30 8,38 8,36 3,35 4,45 3,45
Inflasi Papua (% yoy) 4,52 8,27 9,12 3,57 3,76 5,23
Kota
Jayapura 4,52 8,27 7,98 2,79 3,81 5,24
Merauke - - 12,31 5,76 3,62 5,19
Disagregasi Komponen
Inflasi Inti (Core Inflation ) 4,35 6,61 5,10 3,64 3,24 3,24
Harga Pangan Bergejolak (Volatile Food ) 7,46 6,59 12,14 3,26 4,98 8,49
Harga Yang Diatur Pemerintah (Administered Prices ) 1,00 18,23 18,24 3,27 4,59 8,07
Kelompok Komoditas
Bahan Makanan 8,26 7,12 11,56 4,34 4,78 8,36
Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau 4,02 8,18 8,78 5,26 4,62 4,35
Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar 3,28 9,18 7,44 3,16 2,53 1,67
Sandang 2,48 4,07 4,02 3,91 2,43 3,14
Kesehatan 0,57 3,80 4,47 5,93 4,19 3,29
Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 4,96 3,73 3,91 3,29 2,63 2,62
Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan 2,29 11,97 11,43 0,50 4,20 8,66
Indikator2014 2015 2016
ix
B. Perbankan
I II III IV I II III IV I II
Total Asset (Rp miliar) 35.419 42.916 49.479 41.929 43.569 50.098 55.188 44.833 47.139 52.589
DPK (Rp miliar) 28.756 32.371 35.851 34.119 32.819 35.880 39.017 35.418 35.919 39.108
Giro (Rp miliar) 9.728 12.452 13.948 12.383 9.972 12.566 14.867 9.475 12.015 13.781
Tabungan (Rp miliar) 12.524 12.238 12.606 13.378 13.929 13.557 14.002 18.587 15.705 16.309
Deposito (Rp miliar) 6.504 7.681 9.297 8.359 8.918 9.758 10.148 7.356 8.200 9.018
Penyaluran Kredit oleh Kantor Bank di Papua (Rp miliar) 18.034 19.060 19.701 20.317 20.171 21.185 21.438 21.934 21.441 22.712
Lokasi Proyek di Prov. Papua 17.470 18.352 18.950 19.484 19.373 20.317 20.528 20.957 20.511 21.695
Lokasi Proyek Luar Prov. Papua 564 708 751 833 798 868 909 977 930 1.017
Penyaluran Kredit di Provinsi Papua (Rp miliar) 18.737 19.677 20.281 20.879 20.860 22.021 22.364 22.891 22.432 23.705
Oleh Kantor Bank di Prov. Papua 17.470 18.352 18.950 19.484 19.373 20.317 20.528 20.957 20.511 21.695
Oleh Kantor Bank Luar Prov. Papua 1.268 1.325 1.331 1.395 1.487 1.704 1.836 1.934 1.921 2.010
Kredit Penggunaan (Rp miliar) 18.034 19.060 19.701 20.317 20.171 21.185 21.438 21.934 21.441 22.712
Modal Kerja 6.997 7.660 8.332 7.666 7.435 8.048 9.316 9.388 8.822 9.480
Investasi 2.766 2.911 2.863 3.314 3.285 3.472 2.172 2.389 2.352 2.535
Konsumsi 8.271 8.488 8.506 9.337 9.451 9.665 9.949 10.158 10.268 10.697
Kredit Sektoral (Rp miliar) 18.034 19.060 19.701 20.317 20.171 21.185 21.438 21.934 21.441 22.712
1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 604 670 700 711 733 923 434 695 696 718
2. Pertambangan dan Penggalian 46 55 78 49 54 56 5 43 61 59
3. Industri Pengolahan 376 357 340 327 315 306 161 327 316 333
4. Pengadaan Listrik dan Gas 31 33 44 49 36 43 22 34 33 34
5. Pengadaan Air 2 4 7 5 3 6 2 6 5 5
6. Konstruksi 1.327 1.516 1.923 1.526 1.295 1.558 1.175 1.635 1.156 1.534
7. Perdagangan Besar dan Eceran 4.430 4.723 4.887 5.156 5.252 5.599 6.901 6.135 6.122 6.487
8. Transportasi dan Pergudangan 457 544 570 596 602 586 466 576 589 615
9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 637 667 686 675 660 681 365 671 672 694
10. Informasi dan Komunikasi 10 10 18 18 18 18 7 9 9 9
11. Perantara Keuangan 105 160 96 135 128 124 60 105 94 84
12. Real Estate dan Usaha Persewaan 225 175 176 171 184 186 140 210 232 275
13. Jasa Perusahaan 223 203 201 222 217 224 220 212 172 171
14. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib 3 6 4 111 37 2 1 66 17 1
15. Jasa Pendidikan 32 18 29 14 12 16 10 14 12 10
16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 31 30 32 31 30 36 29 37 33 38
17. Sektor Lainnya dan Bukan Lapangan Usaha 9.498 9.889 9.910 10.522 10.594 10.821 11.438 11.159 11.221 11.645
Kredit UMKM 7.528 8.178 8.401 8.815 8.780 9.100 6.904 9.209 8.051 8.558
Kredit Rumah Tangga 5.147 5.532 5.585 8.717 8.828 8.907 6.413 9.200 9.496 9.984
KPR/KPA 1.264 1.245 1.275 1.365 1.346 1.410 1.529 1.578 1.641 1.817
Kredit Ruko/Rukan 284 364 317 335 349 369 374 394 391 383
KKB 57 61 59 54 51 50 56 58 56 58
Multiguna 2.893 3.152 3.210 6.236 6.363 6.364 3.729 6.406 6.641 6.939
Lainnya 650 709 724 727 718 714 725 764 767 787
Non Performing Loan (Rp miliar) 361 593 638 795 896 1.004 1.288 1.104 1.142 1.260
NPL Ratio (%) 2,00 3,11 3,24 3,91 4,44 4,74 6,01 5,03 5,33 5,55
LDR 62,71 58,88 54,95 59,55 61,46 59,04 54,95 61,93 59,69 58,08
Suku Bunga Simpanan Tertimbang (% per tahun)
Kantor Bank di Provinsi Papua 3,03 2,99 3,19 3,03 3,37 3,30 4 3 3,31 3,16
Nasional 4,42 4,59 4,78 4,75 4,77 4,46 4 4 4,21 3,93
Suku Bunga Kredit Tertimbang (% per tahun)
Kantor Bank di Provinsi Papua 12,60 12,70 12,75 12,74 12,73 12,80 13 13 12,76 12,65
Nasional 11,22 11,42 11,52 11,58 11,53 11,54 11 12 11,48 11,24
Jumlah Kantor Bank
Jumlah Bank
Papua 23 23 23 23 23 23 25 25 26 26
Nasional 1.756 1.753 1.753 1.762 1.762 1.762 1.762 1.762 1.756 1.753
Jumlah Kantor Bank
Papua 273 273 273 287 287 287 289 289 319 329
Nasional 23.421 23.769 24.241 24.843 25.036 25.266 25.420 25.420 38.945 38.885
Jumlah Rekening (dalam ribu)
Rekening Dana Pihak Ketiga
Papua 1.630 1.591 1.633 1.692 1.653 1.671 1.707 1.795 1.835 1.898
Nasional 156.905 156.263 160.367 165.182 161.807 164.919 168.600 173.969 178.087 183.459
Rekening Kredit
Papua 182 186 190 193 195 197 197 202 204 206
Nasional 39.012 39.410 39.934 40.414 40.578 40.673 40.731 41.150 41.440 41.454
2014 2015 2016Provinsi Papua
x
C. Sistem Pembayaran
I II III IV I II III IV I II
Pengelolaan Uang (Kartal) Rupiah
Inflow (Rp miliar) 2.853,48 1.224,47 1.497,83 1.468,08 2.646,47 909,17 1.497,86 856,08 2.417,19 813,30
Outflow (Rp miliar) 893,21 1.870,83 2.515,98 6.238,60 855,28 1.852,00 2.714,44 5.439,51 513,24 2.994,58
Pemusnahan UTLE (Rp miliar) 395,49 200,57 332,06 260,02 408,07 301,30 262,63 193,13 536,68 249,40
Kliring
Total
Nominal (Rp juta) 1.169.841 1.071.287 1.126.530 1.449.761 1.123.097 1.202.372 1.553.207 3.127.063 4.027 4.526
Volume (lembar) 28.209 28.350 27.911 34.352 40.587 44.596 47.682 58.025 72.732 84.341
1. Kliring Kredit
Nominal (Rp juta) 70.116 73.113 73.382 184.197 306.530 219.173 461.277 1.527.788 2.701 3.293
Volume (lembar) 3.785 3.578 3.690 7.304 19.445 14.488 23.576 31.749 47.396 59.053
2. Kliring Debit
Nominal (Rp juta) 1.099.725 998.174 1.053.148 1.265.564 816.567 983.198 1.091.930 1.902.934 1.364 1.259
Volume (lembar) 24.424 24.772 24.221 27.048 21.142 30.108 24.106 26.735 25.749 25.776
2.1 Kliring Debit Penyerahan
Nominal (Rp juta) 1.143.978 1.051.820 1.085.299 1.328.203 1.052.941 1.139.485 1.123.330 1.599.275 1.326 1.233
Volume (lembar) 25.004 25.392 24.927 27.727 24.708 32.500 24.720 26.276 25.336 25.288
2.2 Kliring Debit Pengembalian
Nominal (Rp juta) 44.253 53.646 32.151 62.639 236.375 156.287 31.400 303.658 37.959 25
Volume (lembar) 580 620 706 679 3.566 2.392 614 459 413 488
20162014 2015Indikator Sistem Pembayaran
xi
Ringkasan
Eksekutif
Pertumbuhan ekonomi Papua pada triwulan II 2016 mengalami kontraksi sebesar
5,91% (yoy), lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya yang terkontraksi
sebesar 1,18% (yoy) dan jauh di bawah pertumbuhan ekonomi nasional yang
mencapai 5,18% (yoy). Kontraksi tersebut disebabkan kinerja sektor pertambangan
yang tidak sebaik periode yang sama tahun sebelumnya. Tingkat pertumbuhan
perekonomian tersebut relatif di luar asesmen pada Kajian triwulan lalu. Pertumbuhan
ekonomi Papua triwulan selanjutnya diperkirakan tumbuh positif seiring dengan
akselerasi kinerja komponen Konsumsi dan Ekspor.
Selanjutnya, realisasi kinerja keuangan Pemerintah Provinsi Papua triwulan II
2016 menunjukkan perkembangan yang positif dan relatif lebih tinggi
dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pagu APBD 2016 mengalami kenaikan
dibanding 2015, sementara pagu APBN 2016 lebih rendah dibandingkan tahun
sebelumnya. Terkait dengan inlasi di Provinsi Papua, pada triwulan II 2016 sebesar 5,23%
(yoy), mengalami kenaikan dari triwulan lalu yang sebesar 3,76% (yoy). Kenaikan inflasi
ini disebabkan oleh komponen volatile food dan administered prices yang mengalami
peningkatan signifikan. Sementara inflasi pada komponen inti (core inflation) dapat tetap
terjaga pada level yang rendah.
Terkait inflasi di Provinsi Papua pada triwulan II 2016 sebesar 5,23% (yoy),
mengalami kenaikan dari triwulan lalu yang sebesar 3,76% (yoy). Kenaikan inflasi
ini disebabkan oleh komponen volatile food dan administered prices yang mengalami
peningkatan signifikan. Sementara inflasi pada komponen inti (core inflation) dapat tetap
terjaga pada level yang rendah. Ke depan, inflasi di Papua diperkirakan terjaga sesuai
target nasional yaitu sebesar 4±1%.
Dari sisi Stabilitas Keuangan Daerah, Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang
dilakukan oleh Bank Indonesia menunjukkan kondisi kurang optimalnya kinerja sektor
korporasi. Sejalan dengan kondisi perekonomian Papua, kinerja perbankan di
sektor Korporasi Papua pada triwulan II 2016 cenderung mengalami
perlambatan. Dana Pihak Ketiga (DPK) secara signifikan mengalami perlambatan,
demikian juga halnya dengan kredit. Sementara itu pada triwulan laporan NPL mengalami
penurunan, namun masih berada di level yang relatif tinggi diatas ketentuan batas atas
Bank Indonesia (5%). Disisi lain, kinerja sektor Rumah Tangga pada triwulan II 2016 masih
xii
terjaga dengan positif, tercermin dari pertumbuhan ekonomi Papua dari sisi Penggunaan
yang meningkat. Sementara itu dari penyaluran kredit ke UMKM, pada triwulan II 2016
mengalami sedikit kontraksi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Perkembangan transaksi Sistem Kliring Bank Indonesia (SKNBI) di Papua pada
triwulan II 2016 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, baik secara volume
dan nominal. Transaksi melalui Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) pada
triwulan laporan relatif stabil dibandingkan triwulan lalu. Sementara itu, dalam
pengelolaan uang rupiah, selama triwulan II 2016 terjadi net-outlow sebesar Rp2,2 triliun
yang dipengaruhi tingginya kebutuhan uang tunai di masyarakat menjelang lebaran.
Dari sisi tenaga kerja dan kesejahteraan, meskipun perekonomian di Papua
mengalami kontraksi selama semester I 2016, Tingkat Pengangguran Terbuka
(TPT) tercatat membaik pada awal tahun 2016. Hal tersebut ditunjukkan dengan
turunnya TPT dari 3,99% pada September 2015 menjadi 2,97% pada Februari 2016.
Penurunan TPT pada triwulan ini merupakan yang pertama setelah tren peningkatan TPT
berlangsung sejak triwulan I 2014. Sementara itu, Nilai Tukar Petani (NTP) Papua masih
mencatatkan angka defisit sampai akhir triwulan II 2016 (97,13). Nilai tersebut
mengindikasikan kenaikan indeks pendapatan petani belum dapat mengimbangi
kenaikan indeks biaya yang harus dibayar. Di sisi lain, walaupun TPT pengalami
penurunan, angka kemiskinan di Papua mempunyai tren kenaikan dalam dua
tahun terakhir.
Asesmen Bank Indonesia pada periode laporan memproyeksikan pertumbuhan
ekonomi Papua selama 2016 cenderung mengalami perlambatan. Pertumbuhan
ekonomi untuk keseluruhan 2016 diperkirakan akan berada di kisaran 2% - 3% (yoy)
dengan kecenderungan bias ke bawah, jauh lebih rendah dibanding perkiraan
sebelumnya yang berkisar 8% 9% (yoy). Koreksi proyeksi tersebut terutama
mempertimbangkan kondisi dinamika perekonomian yang telah maupun yang akan
terjadi dalam perekonomian Papua, terutama pada sektor Pertambangan yang secara
dominan yang mempengaruhi perekonomian Papua.
Dari sisi inflasi, asesmen pada periode kali ini masih mempertahankan proyeksi
sebelumnya, dimana inflasi akhir tahun 2016 akan berada pada interval 3,8
4,8% (yoy) dengan kecenderungan bias bawah. Angka proyeksi tersebut dengan
mempertimbangkan bahwa salah satu faktor pemicu inflasi lebih disebabkan oleh faktor
musiman dan tidak terdapat tekanan kebijakan harga yang signifikan hingga akhir tahun.
Realisasi inflasi akan lebih rendah jika Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dapat
menjalankan peran secara optimal dalam memitigasi risiko inflasi yang ada.
1
1 PERKEMBANGAN MAKRO
EKONOMI DAERAH
ertumbuhan ekonomi Papua pada triwulan II 2016 mengalami kontraksi sebesar
5,91% (yoy), lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya yang terkontraksi
sebesar 1,18% (yoy) dan jauh di bawah pertumbuhan ekonomi nasional yang
mencapai 5,18% (yoy). Kontraksi ini disebabkan oleh kinerja sektor pertambangan yang
tidak sebaik triwulan II 2015. Tingkat pertumbuhan perekonomian tersebut relatif di luar
asesmen pada Kajian triwulan lalu. Pertumbuhan ekonomi Papua triwulan selanjutnya
diperkirakan tumbuh positif seiring dengan akselerasi kinerja komponen Konsumsi dan
Ekspor.
1.1 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan
Berdasarkan penggunaan, penurunan
perekonomian Papua pada triwulan II 2016
terutama disebabkan oleh kontraksi kinerja
ekspor yang mencapai 67,14% (yoy). Di sisi
lain, komponen Konsumsi yang mempunyai
share paling besar terhadap total ekonomi
Papua (64,59%) tumbuh sebesar 6,15%
(yoy) pada triwulan ini, yang j uga diikuti
pertumbuhan komponen Investasi yang
mengalami kenaikan sebesar 6,36% (yoy).
P
sumber: BPS, diolah
Tabel 1.1 Struktur Ekonomi Sisi Penggunaan (%)
2013 2015 2016 2016
Komponen Pengeluaran Total Total Total I II
Konsumsi 60,64 62,98 61,71 67,91 64,59
Konsumsi Swasta 40,27 41,54 40,82 45,87 43,56
Konsumsi Pemerintah 18,86 19,80 19,28 20,22 19,33
Konsumsi LNPRT 1,52 1,64 1,61 1,83 1,70
Investasi 26,47 27,13 27,17 30,09 29,59
Ekspor Netto 12,89 9,89 11,12 2,00 5,82
2014
sumber: BPS, diolah
Tabel 1.2 Pertumbuhan Sisi Penggunaan (%,yoy)
2013 2014 2015
Komponen Pengeluaran Total Total I II III IV Total I II
Konsumsi 4,41 7,81 3,36 2,75 2,95 3,35 5,80 4,73 6,15
Konsumsi Rumah Tangga 2,41 7,10 2,07 2,08 2,21 1,94 6,11 5,56 6,54
Konsumsi Pemerintah 8,73 8,98 6,35 4,23 4,31 5,63 5,14 2,61 5,31
Konsumsi LNPRT 7,25 12,29 3,17 3,07 6,51 10,59 5,87 8,23 5,55
Investasi 6,90 6,41 5,94 8,94 10,12 7,41 8,11 6,36 6,75
Ekspor Netto 20,50 -20,37 -31,70 72,14 -26,03 252,65 21,44 -75,18 -67,14
P D R B 6,91 3,81 -0,05 11,92 0,94 12,22 7,97 -1,18 -5,91
2015 2016
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 2
Konsumsi
Komponen Konsumsi pada triwulan II 2016
tumbuh positif sebesar 6,15% (yoy), lebih
tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya
yang hanya tumbuh 4,73% (yoy).
Pertumbuhan tersebut ditopang dari
Konsumsi Rumah Tangga yang tumbuh
sebesar 6,51% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
(5,66%, yoy). Sementara itu, kinerja
Konsumsi Pemerintah pada triwulan laporan
mengalami perbaikan dengan tumbuh
sebesar 5,31% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya yang
hanya tumbuh 2,61% (yoy).
Asesmen mengidentifikasi setidaknya
terdapat dua faktor yang mengkonfirmasi
pertumbuhan konsumsi tersebut, yaitu
tingkat keyakinan konsumen dan tingkat
penghasilan.
Tingkat keyakinan konsumen yang relatif
stabil terkonfirmasi oleh hasil Survei
Konsumen yang dilakukan oleh Bank
Indonesia, dimana mayoritas responden
cenderung masih optimistis akan kondisi dan
perkembangan ekonomi yang terjadi.
Namun, tren peningkatan indeks pada
triwulan laporan relatif terbatas
dibandingkan triwulan lalu.
Temuan tersebut sejalan dengan rilis Badan
Pusat Statistik (BPS) mengenai tendensi
konsumen di Provinsi Papua. Setelah sempat
menangkap kecenderungan ekspektasi
pesimis pada periode lalu, Indeks Tendensi
Konsumen (ITK) triwulan ini naik cukup
signifikan yang mengindikasikan konsumen
lebih optimis terhadap perekonomian. Dari
sisi pendapatan, konsumen cenderung
merasa penghasilan yang diperolehnya stabil
dari periode lalu.
Kedua faktor yang dijelaskan diatas
mendorong konsumsi rumah tangga pada
periode laporan tumbuh positif
dibandingkan triwulan sebelumnya.
Grafik 1.2 Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen di Provinsi Papua
0
20
40
60
80
100
120
140
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015 2016
ITKPendapatan RTPengaruh Inflasi thdp. KonsumsiGaris 100
sumber: BPS
Grafik 1.1 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen dan Penghasilan Saat ini
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5
2014 2015 2016
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
Penghasilan Saat Ini
Garis 100
Optimistis
Pesimistis
sumber: Survei Konsumen
Grafik 1.3 Perkembangan Impor Barang Konsumsi di Provinsi Papua
-100
100
300
500
700
900
(01)
01
03
05
07
09
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015 2016
Nilai Impor Konsumsi Pertumbuhan [sk. kanan]
juta USD % yoy
sumber: Ditjen Bea dan Cukai
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 3
Akibatnya Konsumsi Swasta pada triwulan II
2016 dapat tumbuh mencapai 6,51% (yoy),
lebih tinggi dibandingkan periode
sebelumnya.
Indikator lain yang dapat menggambarkan
pertumbuhan ekonomi adalah nilai impor
barang-barang konsumsi rumah tangga.
Data impor produk kategori ini
menunjukkan bahwa pada triwulan II 2016
impor barang konsumsi rumah tanggga
tumbuh stabil sebesar 0,52% (yoy).
Data prompt indicator makro ekonomi
lainnya adalah data penyaluran kredit
dimana penyaluran kredit Konsumsi
menunjukkan pertumbuhan meningkat
dibandingkan triwulan I 2016, yaitu dari
periode sebelumnya sebesar 6,02% (yoy)
menjadi 7,82% (yoy).
Sementara dari komponen Konsumsi
Pemerintah, pertumbuhan meningkat
sampai level 5,31% (yoy), dari triwulan
sebelumnya yang hanya 2,61% (yoy). Angka
tersebut konsisten dengan pertumbuhan
penyerapan Belanja Pemerintah Selain
Belanja Modal APBD Provinsi Papua di
triwulan II 2016 yang tumbuh tinggi sebesar
67,9% (yoy). Angka ini cukup signifikan bila
dibandingkan dengan pertumbuhan
triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh
24,1% (yoy). Penguatan Konsumsi
Pemerintah pada triwulan laporan terutama
disebabkan oleh pembayaran gaji ke-13 dan
ke-14 pada akhir triwulan II 2016. Penjelasan
lebih lanjut atas hal tersebut akan dibahas
pada Bab 2 Kajian ini.
Asesmen Bank Indonesia menunjukkan
bahwa komponen Konsumsi pada triwulan
berikutkan diperkirakan akan tumbuh lebih
tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya,
terutama didorong oleh konsumsi
pemerintah. Program-program kerja
pemerintah diperkirakan akan direalisasikan
pada triwulan III 2016 untuk mengejar
penyerapan anggaran di akhir tahun.
Grafik 1.5 Realisasi Belanja Selain Belanja Modal Pemerintah Provinsi Papua
-30
-10
10
30
50
70
90
110
130
150
(2.000)
-
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016
Total Belanja Selain Belanja Modal Pertumbuhan [sk. kanan]
Rp miliar % yoy
sumber: DJPK dan BPKAD Prov. Papua
Grafik 1.4 Perkembangan Penyaluran Kredit Konsumsi di Provinsi Papua
0
5
10
15
20
25
-
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016
Kredit KonsumsiPertumbuhan [sk. kanan]
Rp miliar % yoy
sumber: Laporan Bank
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 4
1.1.2 Investasi
Nilai komponen Investasi Papua di triwulan II
2016 tercatat meningkat sebesar 6,75%
(yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan
pertumbuhan triwulan sebelumnya yang
tumbuh sebesar 6,36% (yoy).
Sejalan dengan pertumbuhan komponen
Investasi, impor barang modal pada triwulan
II 2016 tumbuh 6,19% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya yang
terkontraksi 30,65% (yoy).
Sementara
perbankan di Papua pada triwulan II 2016
lebih rendah dibandingkan periode yang
sama tahun lalu. Penyaluran kredit konsumsi
terkontraksi 0,70% (yoy), lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya (-0,01%,
yoy). Peningkatan komponen Investasi yang
bahwa mayoritas faktor pembentuk
kredit.
Kinerja investasi di Papua tidak terlepas dari
pengaruh dominasi dan ketergantungan
perekonomian Papua yang tinggi terhadap
sektor Pertambangan dan Penggalian.
Terkait dengan kondisi tersebut, asesmen
memperkirakan pertumbuhan investasi pada
triwulan ini sejalan dengan investasi yang
dilakukan oleh salah satu perusahaan
tambang utama di Papua untuk membeli
barang modal terkait perbaikan mesin
produksi.
Ketergantungan atas sektor Pertambangan
dan Penggalian yang tinggi menyebabkan
investasi juga ditentukan oleh prospek
jangka panjang sektor tersebut. Oleh karena
itu, meski pada sektor-sektor lain aktif
melakukan investasi, fluktuasi investasi
agregat di Papua tetap ditentukan oleh
Grafik 1.7 Impor Barang Modal
-100
0
100
200
300
400
-10
0
10
20
30
40
50
I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016
Nilai Impor Barang Modal Pertumbuhan [sk. kanan]
USD juta
% yoy
sumber: Ditjen Bea dan Cukai
Grafik 1.6 Penyaluran Kredit Modal Kerja dan Investasi di Provinsi Papua
-5
0
5
10
15
20
25
30
-
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
14.000
I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016
Kredit Modal Kerja dan InvestasiPertumbuhan [sk. kanan]
Rp miliar % yoy
sumber: Laporan Bank
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 5
kinerja sektor Penggalian dan
Pertambangan. Belum optimalnya kinerja
pertambangan pada triwulan I dan II 2016
sementara investasi relatif tumbuh positif
mengindikasikan terdapat pembelian
barang-barang modal oleh perusahaan
tambang utama di Papua yang akan
menunjang pertumbuhan dalam jangka
panjang.
Sementara itu, adanya kesepakatan antara
Pemerintah dengan perusahaan tambang
utama di Papua dalam hal keberlanjutan
usaha jangka panjang diperkirakan akan
semakin meningkatkan aktivitas investasi
pada periode mendatang. Sebagaimana
disebutkan dalam berbagai media masa dan
rilis perusahaan tersebut, pemerintah dan
induk perusahaan telah menjalin komunikasi
intensif terkait keberadaan jangka panjang
kegiatan operasionalnya. Pada Oktober
2015 lalu Pemerintah dan perusahaan
pertambangan utama di Papua sepakat
untuk meneruskan pembangunan
pertambangan bawah tanah di Kabupaten
Mimika yang akan menyerap investasi
jangka panjang mencapai USD18 milyar.
Akan tetapi, mengingat belum adanya
kontrak resmi terkait keberlanjutan usaha
dalam jangka panjang berpotensi menjadi
kendala realisasi investasi.
Kinerja komponen Investasi di Papua
diperkirakan tetap tumbuh positif pada
triwulan berikutnya, namun dengan angka
year-on-year (yoy) yang lebih rendah. Hal ini
disebabkan oleh menurunnya investasi yang
dilakukan perusahaan tambang utama di
Papua pada triwulan III 2016 seiring dengan
telah selesainya proses perbaikan mesin
produksi yang dilakukan pada triwulan I dan
II 2016.
1.1.3 Ekspor Netto
Komponen Ekspor Netto Papua pada
triwulan II 2016 mengalami kontraksi
sebesar 67,14% (yoy) pada triwulan ini, lebih
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 6
dangkal dibandingkan kontraksi triwulan
sebelumnya yang sebesar 75,18% (yoy).
Terkontraksinya Ekspor Netto ini merupakan
implikasi dari penurunan kinerja
Pertambangan dan Penggalian di triwulan I
dan II 2016.
Kinerja Ekspor Luar Negeri Papua pada
triwulan II 2016 masih terkontraksi sebesar
38,8% (yoy), lebih dalam dibandingkan
triwulan sebelumnya yang juga terkontraksi
14,7% (yoy). Tren kinerja ekspor luar negeri
yang terkontraksi telah terjadi dalam 4
triwulan terakhir. Kinerja komponen ini
sangat erat kaitannya dengan ekspor yang
dilakukan oleh pelaku tambang utama di
Papua.
Ekspor Papua yang mayoritas adalah
komoditas pertambangan, yaitu bijih
tembaga, pada triwulan ini sebagian besar
disalurkan ke negara Jepang (27%),
Tiongkok (24%), dan Filipina (18%).
Di sisi lain, komponen Impor Luar Negeri
yang pada triwulan sebelumnya terkontraksi
sebesar 3,9% (yoy), pada triwulan II 2016
tumbuh positif 32,6% (yoy). Pergerakan
tersebut konsisten dengan pergerakan nilai
impor menurut data Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai yang juga tumbuh sebesar 34,5%
(yoy) pada triwulan laporan.
Perlu diketahui bahwa komponen impor
barang modal dan barang antara memiliki
porsi besar dalam struktur impor Provinsi
Papua. Kelompok barang tersebut sebagian
besar terkait dengan kegiatan operasional
dan investasi di sektor pertambangan. Oleh
karena itu, fluktuasi Impor Luar Negeri juga
ditentukan oleh kinerja pelaku usaha
pertambangan. Impor Papua pada triwulan II
2016 didominasi oleh negara Australia
(47,4%) dan Amerika Serikat (23,0%).
Terkait perdagangan antardaerah, pada
triwulan laporan Papua mencatatkan posisi
ekspor neto sebesar Rp 345 miliar atau turun
49,88% dibandingkan periode yang sama
Grafik 1.8 Perkembangan Ekspor
-120
-70
-20
30
80
130
180
-800
-600
-400
-200
0
200
400
600
800
1.000
1.200
I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016
Nilai ekspor nonmigas Nilai ekspor pertambangan
Pertumbuhan ekspor tambang [sk. kanan]
USD juta % yoy
sumber: Ditjen Bea dan Cukai
Grafik 1.9 Pangsa Ekspor Triwulan II 2016
2%
18%
13%
27%
24%
13%
Lain-lain
Filipina
India
Jepang
RRT
Arab Saudi
Korea Selatan
sumber: Ditjen Bea dan Cukai
Grafik 1.10 Impor Provinsi Papua
-100
0
100
200
300
400
500
600
700
800
-25
25
75
125
175
I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016
Impor NonmigasImpor Barang Modal dan AntaraPertumbuhan Nonmigas [sk. kanan]
USD juta
% yoy
sumber: Ditjen Bea dan Cukai
Grafik 1.11 Pangsa Impor Triwulan II 2016
47,42%
3,99%
23,02%
7,02%
14,43%
Australia
Swedia
Amerika Serikat
Singapura
Jepang
Lainnyasumber: Ditjen Bea dan Cukai
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 7
tahun lalu. Sebagai informasi, perdagangan
keluar daerah Papua sebagian besar juga
ditopang oleh sektor tambang sehingga
fluktuasi perdagangan antara daerah sangat
dipengaruhi oleh kinerja sektor
pertambangan.
Pada triwulan III 2016, secara quarter-to-
quarter (qtq) komponen ekspor luar negeri
diperkirakan akan mengalami peningkatan
dibandingkan triwulan laporan. Namun
secara tahunan, kinerja ekspor Papua
triwulan III 2016 diperkirakan masih lebih
rendah dibandingkan periode sebelumnya
karena tingginya ekspor tambang pada
tahun lalu. Secara keseluruhan, komponen
Net Ekspor diperkirakan lebih tinggi
dibandingkan triwulan yang sama tahun
lalu.
1.2 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Kategori Lapangan Usaha
Berdasarkan kategori lapangan usaha,
pertumbuhan tertinggi pada triwulan II 2016
dicatat Jasa Keuangan dan
Asuransi 16,22% (yoy),
Pengadaan Listrik dan Gas 13,61%, yoy),
Jasa Kesehatan 11,80%, yoy).
Sementara dari sektor penyumbang
pertumbuhan pada triwulan ini, paling besar
disumbang oleh pertumbuhan di sektor
i dengan
Walaupun semua sektor mengalami
sumber: BPS, diolah
Tabel 1.4 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Kategori Lapangan Usaha
2012 2013 2014 2015
Total Total Total IV Total I IIPertanian, Kehutanan, dan Perikanan 6,18 6,04 5,79 9,73 6,73 4,13 5,17
Pertambangan dan Penggalian (6,41) 9,00 (2,67) 21,33 7,77 (11,65) (22,18)
Konstruksi 13,99 11,79 8,56 12,86 10,70 4,06 6,33
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 9,84 9,36 7,30 8,77 8,25 2,32 6,66
Transportasi dan Pergudangan 8,74 8,15 10,26 10,06 9,53 4,03 7,28
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 8,36 2,80 15,96 13,88 11,03 13,51 10,44
Kategori Lapangan Usaha Lainnya 8,12 9,84 8,19 5,99 5,53 5,92 6,75
Produk Domestik Regional Bruto 1,72 8,55 3,81 14,08 7,97 (1,18) (5,91)
Kategori Lapangan Usaha2015 2016
Grafik 1.12 Struktur dan Pertumbuhan Ekonomi Sisi Kategori Lapangan Usaha
-10
-5
0
5
10
15
20
25
(8.000)
(3.000)
2.000
7.000
12.000
17.000
22.000
27.000
I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016
Lainnya Adm. Pemerintahan dan Jaminan Sosial
Transportasi dan Pergudangan Perdagangan dan Reparasi
Konstruksi Pertambangan dan Penggalian
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertumbuhan Ekonomi [sk. kanan]
Rp miliar % yoy
sumber: BPS
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 8
pertumbuhan positif, karena kontraksi yang
gan dan
22,18% (yoy)
menjadikan perekonomian Papua
mengalami kontraksi 5,91%.
1.2.1 Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan
Pertumbuhan lapangan usaha kategori
triwulan II 2016 sebesar 5,17% (yoy).
Pertumbuhan ini terakselerasi dibandingkan
dengan triwulan I 2016 yang tumbuh
4,13%(yoy). Data produksi tanaman pangan
2015 yang pada saat edisi ini diterbitkan
telah berupa Atap (Angka Tetap)
menunjukkan bahwa produksi padi, jagung
dan kedelai mengalami penurunan,
termasuk penurunan dalam luas lahan yang
dipanen. Penurunan terjadi karena pengaruh
El Nino pada 2015.
Akselerasi pertumbuhan yang terjadi di
sektor
pertumbuhan
kredit di sektor pertanian pada triwulan II
2016 yang dibandingkan triwulan
sebelumnya tumbuh sebesar 3,2% (qtq),
walaupun secara tahunan kredit di sektor ini
lebih rendah 33,6% dibandingkan tahun lalu
(yoy).
Bank Indonesia memperkirakan sektor ini
akan tumbuh lebih tinggi dibandingkan
triwulan sebelumnya (yoy). Faktor penyebab
pertumbuhan yang terakselerasi adalah telah
selesainya efek el nino pada tahun ini dan
masuknya musim panen pada triwulan
berjalan.
1.2.2 Pertambangan dan
Penggalian
Sebagai kategori dominan dalam struktur
ekonomi Papua, fluktuasi sektor ini menjadi
faktor kunci dalam pertumbuhan ekonomi
Papua secara keseluruhan. Pada triwulan
Grafik 1.14 Kredit Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
100
0
200
400
600
800
1000
1200
I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016
Kredit Sektor Pertanian
Pertumbuhan [sk. kanan]
Rp miliar % yoy
sumber: Laporan Bank
Grafik 1.13 Produksi Tanaman Pangan yang Dominan di Provinsi Papua
0
2
4
6
8
10
12
14
-
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
35.000
40.000
45.000
50.000
2012 2013 2014 2015
Luas Panen Padi
Luas Panen Ubi Jalar
Produktivitas Padi [sk. kanan]
Produktivitas Ubi Jalar [sk. kanan]
ha ton/ha
sumber: BPS
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 9
terkontraksi 11,65% (yoy). Sementara pada
triwulan II 2016
masih terkontraksi sebesar
22,18%.
triwulan I dan II 2016
disebabkan karena adanya kerusakan di
mesin produksi utama perusahaan tambang
utama di Papua sehingga produksi tambang
tidak dapat optimal. Perbaikan mesin
tersebut telah selesai sehingga diperkirakan
perusahaan akan memaksimalkan produksi
di triwulan III dan IV untuk dapat mengejar
target penjualan.
Dalam jangka menengah kinerja sektor ini
diperkirakan masih akan tertahan. Hasil
asesmen Bank Indonesia menyimpulkan
terdapat setidaknya 3 faktor yang menahan
kinerja Pertambangan dan Penggalian
tersebut. Ketiga faktor dimaksud adalah
kondisi pasar komoditas internasional,
prospek tembaga dan emas dalam jangka
panjang, serta regulasi domestik. Secara
eksternal, pasar komoditas tembaga dan
Permintaan dari negara utama konsumen
komoditas tersebut relatif lemah.
Pertumbuhan ekonomi Republik Rakyat
Tiongkok (RRT) yang sering menjadi
indikator utama permintaan tembaga dunia
juga mengindikasikan sinyal pelemahan.
Kendati demikian, dalam jangka panjang
asemen memperkirakan sektor ini akan
meningkat kinerjanya. Bertambahnya
kapasitas produksi dengan beroperasinya
tambang bawah tanah membuat
perusahaan tetap akan meningkatkan
produksinya. Sebagaimana rilis resmi
perusahaan triwulan II 2016, target
penjualan perusahaan pada tahun 2016
meningkat hampir dua kali lipat
dibandingkan penjualan tahun 2015.
Tracking yang dilakukan oleh Bank Indonesia
memperkirakan bahwa pada triwulan III
2016 sektor ini akan tumbuh lebih tinggi
Grafik 1.15 Produksi Konsentrat Tembaga dan Emas Kabupaten Mimika
-100
-50
0
50
100
150
200
-240
-140
-40
60
160
260
360
460
560
I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016
Produksi Konsentrat Tembaga (Cu)Produksi Konsentrat Emas (Au)Pertumbuhan Tembaga [sk. kanan]Pertumbuhan Emas [sk. kanan]
Cu: juta poundAu: ribu ounce
% yoy
sumber: FCX Quarterly Reports
Grafik 1.16 Penjualan Konsentrat Tembaga dan Emas Kabupaten Mimika
-100
-50
0
50
100
150
200
250
300
350
400
-150
-50
50
150
250
350
450
550
I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016
Penjualan Konsentrat Tembaga (Cu)Penjualan Konsentrat Emas (Au)Pertumbuhan Cu [sk. kanan]Pertumbuhan Au [sk. kanan]
Cu: juta poundAu: ribu ounce
% yoy
sumber: FCX Quarterly Reports
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 10
dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Hal ini disebabkan rendahnya kinerja sektor
Pertambangan dan Penggalian pada
triwulan III 2015. Selain itu pada triwulan
berjalan, perusahaan tambang utama di
Papua dapat beroperasi secara maksimal
setelah pada semester I 2016 melakukan
perawatan pada salah satu mesin
produksinya.
1.2.3 Konstruksi Kinerja kategori Konstruksi mengalami
akselerasi dari 4,06% (yoy) pada triwulan
lalu menjadi 6,33% (yoy) pada triwulan I
2016. Realisasi tersebut terkonfirmasi
dengan angka penjualan semen di Provinsi
Papua yang tercatat meningkat 30,08%
dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya.
Akselerasi pertumbuhan pada sektor
konstruksi ini mengindikasikan bahwa
realisasi proyek-proyek pemerintah pada
triwulan laporan telah berjalan.
Pertumbuhan sektor konstruksi pada
triwulan selanjutnya 2016 diperkirakan juga
akan meningkat seiring dengan dimulainya
proyek-proyek pembangunan infrastruktur
di Papua, terutama proyek jalan Trans Papua,
perbaikan Bandara dan Pelabuhan, serta
proyek-proyek infrastruktur pendukung PON
2020. Berlanjutnya proses pembangunan
infrastruktur dan sarana pendukung jangka
panjang pertambangan juga diperkirakan
akan berkontribusi positif atas pertumbuhan
Konstruksi di Papua.
Apabila melihat data penyaluran kredit
konstruksi, penyaluran kredit konstruksi
triwulan ini tumbuh sebesar 0,46% (yoy),
lebih tinggi dibandingkan triwulan
sebelumnya yang mengalami kontraksi
8,62% (yoy).
Pada triwulan berjalan, sektor Konstruksi
diperkirakan akan terakselerasi lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya, seiring
dengan pembayaran proyek-proyek
pemerintah yang hampir selesai.
Grafik 1.17 Penjualan Semen di Provinsi Papua
-50
-30
-10
10
30
50
70
90
(100)
(50)
-
50
100
150
200
I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016
Penjualan SemenPertumbuhan [sk. kanan]
sumber: Asosiasi Semen Indonesia
ribu sak %, yoy
Grafik 1.18 Kredit Sektor Konstruksi di Papua
-50
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
-2.000
-1.500
-1.000
-500
0
500
1.000
1.500
2.000
I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016
Kredit KonstruksiPertumbuhan [sk. kanan]
sumber: Laporan Bank
Rp miliar % yoy
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 11
1.2.4 Perdagangan Besar dan
Eceran, Reparasi Mobil dan
Sepeda Motor
Nilai tambah yang dihasilkan oleh kategori
pada triwulan
laporan mencapai 6,66% (yoy), tumbuh
signifikan dibandingkan triwulan lalu yang
tumbuh 2,32% (yoy). Hal ini sejalan dengan
hasil Survei Konsumen yang menunjukkan
tren pembelian durable goods meningkat
pada triwulan II 2016. Data pendaftaran
kendaraan baru, baik roda empat maupun
roda dua pada triwulan laporan lebih rendah
pertumbuhannya dibandingkan triwulan
lalu, namun tetap tumbuh positif. Apabila
pada triwulan I 2016 pertumbuhan
kendaraan roda 2 dan roda 4 tumbuh hanya
11,62% (yoy), pada triwulan laporan
pendaftaran kendaraan baru tumbuh
sebesar 7,24% dibandingkan periode yang
sama tahun lalu.
Pertumbuhan sektor ini diperkirakan akan
terakselerasi positif pada triwulan berjalan,
seiring dengan pertumbuhan toko modern
di Papua serta terjaganya komponen
Konsumsi Rumah Tangga.
1.2.5 Administrasi Pemerintahan
,Pertahanan, dan Jaminan Sosial
Wajib
Sejalan dengan peningkatan realisasi belanja
Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan
Sosial pada triwulan laporan
menunjukkan kinerja positif dengan tumbuh
sebesar 10,44% (yoy). Berdasarkan data
realisasi belanja Pemda provinsi, dapat dilihat
bahwa secara tahunan, tingkat
pertumbuhan realisasi triwulan II 2016
tumbuh 34,59% dibandingkan periode yang
sama tahun lalu. Asesmen memperkirakan
peningkatan signifikan ini disebabkan oleh
pembayaran gaji ke-13 dan ke-14 pada akhir
triwulan II 2016. Dalam dua tahun terakhir
realisasi total belanja pemerintah Provinsi
Grafik 1.21 Perkembangan Realisasi Total Belanja Pemerintah Provinsi Papua
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
(3.000)
(1.000)
1.000
3.000
5.000
7.000
9.000
11.000
I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016
Total Belanja PemdaprovPertumbuhan [sk. kanan]
Rp miliar % yoy
sumber: DJPK dan BPKAD Provinsi Papua
Grafik 1.20 Pembelian Durable Goods
0
20
40
60
80
100
120
140
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5
2014 2015 2016
Pembelian Durable Goods
Garis 100
Optimistis
Pesimistis
sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
Grafik 1.19 Pendaftaran Kendaraan Baru
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
-15.000
-10.000
-5.000
0
5.000
10.000
15.000
II III IV I II III IV I II
2015 2016
Jumlah Kendaraan BaruPertumbuhan [sk. kanan]
%, yoyunit
sumber: Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Papua
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 12
Papua menunjukkan perkembangan yang
positif.
Asesmen Bank Indonesia memperkirakan
sektor ini akan tumbuh di level 8-9%
dibandingkan triwulan yang sama tahun
lalu, sejalan dengan kinerja penyerapan
anggaran di lingkungan pemerintah daerah
di Papua.
1.2.6 Kategori Lainnya
Pertumbuhan kategori - kategori lainnya
pada triwulan laporan secara umum
mengalami peningkatan dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya. Namun
beberapa sektor seperti
mengalami perlambatan pertumbuhan
dibandingkan triwulan sebelumnya.
Perlu mendapat perhatian bahwa kategori
jasa keuangan yang pada triwulan lalu hanya
tumbuh 3,53% (yoy), pada triwulan II 2016
tumbuh signifkan sebesar 16,22% (yoy).
Pembahasan lebih lanjut atas kinerja
kategori ini dapat dilihat pada Bab 4 Kajian
ini.
Pada triwulan III 2016, semua sektor dalam
kategori-kategori lainnya diperkirakan akan
tumbuh positif, seiring dengan
pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan
pemerintah.
Tabel 1.5 Perkembangan Sektor Lainnya
sumber: BPS (diolah)
Kategori Lapangan Usaha 2011 2012 2013 2014 2015
Total Total Total Total I II III IV Total I IIIndustri Pengolahan 5,32 1,93 2,13 8,72 5,62 5,45 1,72 2,43 3,77 7,18 1,31
Pengadaan Listrik, Gas 6,34 10,45 7,45 6,24 (13,85) (2,85) (4,70) 4,81 (4,15) 25,43 13,61
Pengadaan Air 3,29 4,63 6,53 6,25 3,47 3,83 5,08 3,56 3,99 3,70 3,77
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 9,15 7,86 11,67 12,57 4,97 5,85 8,64 10,36 7,52 4,71 7,70
Informasi dan Komunikasi 10,66 10,23 12,79 6,63 0,82 0,69 9,62 9,73 5,19 5,43 1,57
Jasa Keuangan 10,83 7,85 13,89 7,26 10,63 (12,63) 9,66 3,83 2,63 3,53 16,22
Real Estate 13,10 10,01 11,67 8,09 4,96 5,99 5,32 7,08 5,86 7,31 7,19
Jasa Perusahaan 14,29 6,52 5,88 9,65 1,66 3,89 5,55 4,59 3,97 5,80 6,20
Jasa Pendidikan 10,64 9,62 9,75 8,15 7,18 9,27 9,07 3,99 7,24 6,30 11,45
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 12,29 8,76 9,29 9,36 9,45 9,17 9,84 5,47 8,36 5,91 11,80
Jasa lainnya 12,02 9,11 10,42 8,55 7,56 7,71 8,73 4,56 7,04 5,19 6,86
Total Lapangan Usaha Lainnya 10,61 8,12 9,84 8,19 5,17 3,44 7,47 5,99 5,53 5,92 6,75
2015 2016
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 13
Boks 1 SEKILAS TENTANG BANK INDONESIA 7-DAY REPO
RATE
Pada tanggal 15 April 2016 yang lalu, Bank Indonesia mengumumkan formula baru suku
bunga acuan perbankan, yaitu BI 7-day (Reverse) Repo1 Rate. Kebijakan ini berlaku efektif
sejak 19 Agustus 2016.
Sebelumnya, Bank Indonesia menggunakan BI Rate sebagai instrumen transmisi kebijakan
moneter. Rapat Dewan Gubernur yang dilakukan setiap bulan. BI Rate merupakan suku
bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang
diterapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. BI Rate
diimplementasikan pada operasi moneter yang dilakukan Bank Indonesia melalui liquidity
management di pasar uang untuk mencapai sasaran operasional kebijakan moneter.
Sasaran operasional tersebut ditercerminkan pada perkembangan suku bunga Pasar Uang
Antar Bank2 Overnight (PUAB O/B). Penggerakan suku bunga pada pasar uang tersebut
diharapkan akan diikuti oleh perkembangan suku bunga deposito, dan pada gilirannya
mempengaruhi suku bunga kredit yang disalurkan oleh perbankan. Kemudian, suku
bunga perbankan akan mempengaruhi aggregate demand dan output gap, yang pada
akhirnya berdampak pada inflasi.
Lalu, apa itu BI 7-Day Repo Rate ? BI 7-Day Repo Rate merupakan suku bunga transaksi
pembelian surat berharga surat berharga besyarat oleh perbankan kepada BI dengan
jangka waktu tujuh hari, dengan kewajiban penjualan kembali (bisa disebut dengan
transaksi Repo). Instrumen BI 7-Day Repo Rate sebagai acuan yang baru memiliki hubunga
yang lebih kuat ke suku bunga pasar uang, sifatnya transaksional atau diperdagangkan
di pasar, dan mendorong pendalaman pasar keuangan.
ASPEK BI RATE BI 7 DAYS REPO RATE
TERM STUCTURE OM Ekuivalen 9-12 Bulan 1 Minggu
SIFAT Non Transaksional Transaksional (dengan Bank sentral)
TRANSMISI Belum tercermin optimal pada suku bunga pasar uang
Hubungan yang lebih kuat ke suku bunga pasar uang
PENDALAMAN PASAR Cost of being illiquid terlalu tinggi,
kurang mendorong pendalaman pasar
Cost of being illiquid lebih rendah,
lebih mendorong pendalaman pasar
1 REPO adalah transaksi penjualan instrumen efek antara dua belah pihak dengan perjanjian dimana pada tanggal yang telah ditentukan akan dilaksanakan pembelian kembali atas efek yang sama dengan harga tertentu. 2 PUAB adalah kegiatan pinjam meminjam dana jangka pendek (dalam satuan malam) antar bank yang dilakukan melalui jaringan komunikasi elektronis.
Tabel B1.1 Perbedaan BI Rate dan BI 7-Days Repo Rate
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 14
Penguatan kerangka operasi moneter tersebut memiliki tiga tujuan utama. Pertama,
memperkuat sinyal kebijakan moneter dengan suku bunga (Reverse) Repo Rate 7 hari
sebagai acuan utama di pasar keuangan. Kedua, memperkuat efektivitas transmisi
kebijakan moneter melalui pengaruhnya pada pergerakan suku bunga pasar uang dan
suku bunga perbankan. Ketiga, mendorong pendalaman pasar keuangan, khususnya
transaksi dan pembentukan struktur suku bunga di pasar uang antarbank (PUAB) untuk
tenor 3 bulan hingga 12 bulan.
Untuk menjaga keefektifan kebijakan ini, Bank Indonesia akan menjaga koridor suku
bunga yang simetris dan lebih sempit, yaitu batas bawah koridor (deposit facility rate/DF
rate) dan batas atas koridor (lending facility rate/LF rate) berada masing-masing 75 bps di
bawah dan di atas BI 7-day (Reverse) Repo Rate.
Dalam menjalankan operasi moneter tersebut, Bank Indonesia juga akan menempuh
langkah-langkah percepatan pendalaman pasar uang. Langkah-langkah yang ditempuh
antara lain mencakup: (1) memperkuat peran suku bunga Jakarta Interbank Offered Rate
(JIBOR)3 bagi terbentuknya struktur suku bunga di pasar uang untuk tenor dari overnight
sampai dengan 12 bulan; (2) mempercepat transaksi Repo dengan mendorong bank-bank
berpartisipasi ke dalam General Master Repo Agreement (GMRA); (iii) mengurangi
segmentasi dan meningkatkan kapasitas transaksi pasar dengan mendorong perbankan
untuk lebih membuka akses counterparty.
3 JIBOR adalah rata-rata dari suku bunga indikasi pinjaman tanpa agunan (unsecured) yang ditawarkan dan dimaksudkan untuk ditransaksikan oleh Bank Kontributor kepada Bank Kontributor lain untuk meminjamkan rupiah pada tenor tertentu di Indonesia.
Grafik B1.1 Ringkasan Latar Belakang Penggunaan BI 7-days Repo Rate
• BI Rate mencerminkan stance kebijakan moneter yangdiarahkan untuk merespon ekspektasi ke depan
• BI Rate juga diarahkan sebagai acuan suku bunga pasaruang yang diharapkan dapat mempengaruhi suku bungaperbankan
BI Rate
• Transmisi kebijakan moneter kurang efektif Relatif dapat mengendalikan inflasi, namun tidak
efektif menggerakkan suku bunga pasar danperbankan
Perbedaan BI Rate dengan PUAB O/N relatif besar Respon terhadap BI Rate rata-rata 4-6 triwulan
Tantangan
• Memperkuat sinyal kebijakan moneter dengan sukubunga BI 7-day RR Rate sebagai acuan utama di pasarkeuangan
• Memperkuat efektivitas transmisi kebijakan moneter• Mendorong pendalaman pasar keuangan
Penguatan
3
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 15
2 KEUANGAN
PEMERINTAH
ealisasi kinerja keuangan Pemerintah Provinsi Papua triwulan II 2016
menunjukkan perkembangan yang positif dan relatif lebih tinggi dibandingkan
periode yang sama tahun lalu. Pagu APBD 2016 mengalami kenaikan dibanding
2015, sementara pagu APBN 2016 lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya.
2.1 Realisasi APBN di Lingkup Provinsi Papua
Pagu APBN di lingkup pemerintahan Provinsi
Papua pada 2016 mengalami penurunan
dibandingkan dengan 2015. Secara alokasi,
Belanja Modal mengalami penurunan
17,43% dari Rp8,36 triliun di 2015 menjadi
Rp6,90 triliun pada 2016. Untuk Belanja
Barang, terjadi peningkatan anggaran dari
Rp3,46 triliun pada 2015 menjadi Rp3,93
triliun pada 2016, naik 13,34%. Sementara
itu, untuk meningkatkan kesejahteraan
aparatur, Belanja Pegawai meningkat 3,84%
(yoy) dari Rp3,22 triliun menjadi 3,34 triliun
pada tahun ini.
Apabila diuraikan menurut Kementerian dan
Lembaga Negara, Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR)
mendapatkan pagu terbesar (39,92%) dari
seluruh alokasi APBN di lingkup Provinsi
Papua. Hal ini sejalan dengan alokasi belanja
modal khusus terkait infrastruktur yang
menjadi kewenangan Pemerintah (pusat)
yang juga memperoleh porsi besar dalam
pembangunan infrastruktur di Papua.
Kementerian yang juga memperoleh alokasi
signifikan adalah Kementerian Perhubungan
(15,47%), Kementerian Pertahanan
(11,46%), dan Kepolisian RI (8,92%).
Tingginya anggaran yang dialokasikan untuk
Kementerian Perhubungan karena terdapat
berbagai proyek pembangunan infrastruktur
perhubungan (bandara, pelabuhan) di Papua
yang menjadi kewenangan Pemerintah
Pusat.
R
Grafik 2.2 Distribusi APBN menurut
Kementerian/Lembaga Negara Penerima Terbesar
di Lingkup Provinsi Papua
39,92%
15,47%
11,46%
8,92%
24,23%
Kemen. PUPR Kemen. Perhubungan Kemen. Pertahanan Kepolisian RI Lainnya
sumber: Ditjen Perbendaharaan, Kementerian Keuangan
Grafik 2.1 Perkembangan Pagu APBN di Lingkup
Provinsi Papua
3.216 3.339
3.464 3.926
8.362 6.905
209 34
Pagu 2015 Pagu 2016
Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Belanja Bansos
Rp miliar
sumber: Ditjen Perbendaharaan, Kementerian Keuangan
Grafik 2.3 Realisasi APBN di Lingkup Provinsi
Papua
4.536 5.165
1.754
2.786 2.027
4.768
75
1
2015-06 2016-06Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Belanja Bansos
Rp miliar
sumber: Ditjen Perbendaharaan, Kementerian Keuangan
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 16
Realisasi APBN pada triwulan II 2016 di
lingkup pemerintahan Provinsi Papua
meningkat signifikan dibandingkan periode
yang sama tahun lalu. Bila pada triwulan II
2015 penyerapannya baru mencapai
20,86%, pada triwulan ini penyerapan APBN
lebih baik yaitu sebesar 32,01%. %. Hal ini
sejalan dengan pertumbuhan sektor
pemerintahan dalam komponen PDRB. Yang
perlu menjadi perhatian bahwa walaupun
penyerapan anggaran pada triwulan II 2016
ini lebih baik dibandingkan periode yang
sama tahun sebelumnya, namun masih
belum mencapai 50% sehingga 68%
anggaran harus diserap di triwulan III dan IV
2016.
Penyerapan Belanja Modal pada triwulan II
2016 sebesar 26,13%, meningkat signifikan
dibandingkan triwulan II 2015 yang hanya
13,48. Kenaikan penyerapan Belanja Modal
ini mengindikasikan bahwa kemajuan
pembangunan proyek-proyek infrastruktur
yang didanai oleh APBN sudah berjalan.
Berdasarkan alokasi, Kementerian PUPR dan
Kementerian Perhubungan adalah penerima
alokasi terbesar untuk jenis belanja ini.
Sementara itu, realisasi Belanja Barang
sampai triwulan II 2016 mencapai 27,85%,
lebih tinggi dari periode yang sama tahun
lalu (19,64%). Sedangkan Belanja Pegawai
yang merupakan pengeluaran rutin untuk
pembayaran gaji pegawai pada triwulan II
2016 mencapai 50,24% dari pagu, naik
dibandingkan triwulan II 2015 yang sebesar
41,34%. Tingginya penyerapan pada Belanja
Pegawai karena faktor pembayaran gaji ke-
13 dan ke-14. Distribusi anggaran Belanja
Pegawai di lingkup Provinsi Papua paling
besar dialokasikan untuk Kementerian
Pertahanan dan Kepolisian RI, sesuai dengan
banyaknya jumlah aparatur di kedua
lembaga tersebut.
Grafik 2.5 Distribusi Pagu Belanja Modal
menurut Kementerian/Lembaga Negara
Penerima Terbesar di Lingkup Provinsi Papua
72,17%
19,72%
1,54%
Kemen PUPR Kemen Perhubungan Lainnya
sumber: Ditjen Perbendaharaan, Kementerian Keuangan
Grafik 2.4 Distribusi Pagu Belanja Pegawai
menurut Kementerian/Lembaga Negara
Penerima Terbesar di Lingkup Provinsi Papua
46,15%
22,51%
6,98%
4,59%
19,77%
Kemen Pertahanan Kepolisian RI Kemen AgamaKemen Perhubungan Lainnya
sumber: Ditjen Perbendaharaan, Kementerian Keuangan
Grafik 2.6 Perkembangan Pagu Pendapatan
Pemdaprov Papua Menurut Jenis
882 1.098
3.457 4.302
7.648 7.035
Pagu 2015 Pagu 2016
PAD Dana Perimbangan Lain-lain Penda yang Sah
Rp miliar
sumber: Dispenda dan BPKAD Provinsi Papua
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 17
2.2 Realisasi APBD Pemerintah Provinsi Papua
Dibandingkan dengan periode yang sama
tahun sebelumnya, kinerja realisasi APBD
Pemerintah Daerah Provinsi (Pemdaprov)
Papua pada triwulan II 2016 mengalami
peningkatan, khususnya dari sisi
pendapatan. Sementara, di sisi pengeluaran
sedikit menurun dibandingkan pagu tahun
lalu.
2.2.1 Realisasi Pendapatan
Pemerintah Provinsi Papua
Pagu pendapatan APBD Provinsi Papua 2016
mencapai Rp 12,44 Triliun. Sumber terbesar
berasal dari Lain-lain Pendapatan Daerah
yang Sah .
Pagu anggaran Dana Otonomi Khusus pada
2016 mencapai Rp 5,4 Triliun atau 43,3%
dari total pendapatan APBD Provinsi Papua.
Realisasi pos Lain-lain Pendapatan Daerah
mencapai Rp2,26 triliun pada triwulan ini
(32,2% dari pagu). Sementara pos sumber
pendapatan dari Dana Perimbangan,
realisasi mencapai 2,12 triliun atau mencapai
49,3% dari pagu. Dari pos Pendapatan Asli
Daerah (PAD), realisasi triwulan ini mencapai
443 miliar (40,4% dari pagu).
Untuk komponen PAD, penyumbang
terbesarnya adalah Pajak Daerah. Porsi pos-
pos lainnya relatif tidak signifikan
dibandingkan dengan Pajak Daerah. Dari
total Rp443,9 miliar PAD yang terkumpul
sampai triwulan II 2016 ini, Rp 224,0 miliar
disumbangkan oleh Pajak Daerah.
Sementara itu, pada realisasi Dana
Perimbangan, pos Dana Alokasi Umum
(DAU) adalah yang terbesar. Dari total
realisasi dana perimbangan triwulan I 2016
(Rp2,12 triliun), sekitar 67,3% merupakan
komponen DAU (Rp1,43 triliun).
Grafik 2.8 Perkembangan Realisasi PAD
Pemdaprov Papua
65
9
60
16
14
7
23
9
30
0
11
7
79
0
10
1
30
17
622
4
26
53
14
2
Pajak Retribusi Hasil yang Dipisahkan Lain-lain PAD
2015 Pagu 2015 Realisasi Tw. II
2016 Pagu 2016 Realisasi Tw. II
Rp miliar
sumber: Dispenda dan BPKAD Provinsi Papua
Grafik 2.9 Perkembangan Realisasi Dana
Perimbangan Pemdaprov Papua
71
9
2.2
78
46
0
27
6
1.3
29
91
1.2
99
2.5
02
50
3
53
9
1.4
28
15
5
DBH DAU DAK
2015 Pagu
2015 Realisasi Tw. II
2016 Pagu
2016 Realisasi Tw. II
sumber: Dispenda dan BPKAD Provinsi Papua
Rp miliar
Grafik 2.10 Perkembangan Realisasi Lain-lain
Pendapatan Pemdaprov Papua
45
7
4.9
40
2.2
50
22
9
1.4
82
67
5
42
8
5.3
95
1.2
00
28
2
1.6
19
36
0
Dana Peny. dan BOS Dana Otsus Dana Tambahan Infr.
2015 Pagu2015 Realisasi Tw. II
Rp miliar
sumber: Dispenda dan BPKAD Provinsi Papua
Grafik 2.7 Perkembangan Realisasi Pendapatan
Pemdaprov Papua
87
7
3.0
83
7.3
98
35
2.2
32
1.7
23
.34
9
2.3
85
.70
2
1.0
98
4.3
02
7.0
35
44
3.9
53
2.1
22
.67
0
2.2
65
.43
4
PAD Dana Perimbangan Lain-lain Penda yang Sah
2015 Pagu 2015 Realisasi Tw. II
2016 Pagu 2016 Realisasi Tw. II
sumber: Dispenda dan BPKAD Provinsi Papua
Rp miliar
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 18
2.2.2 Realisasi Belanja
Pemerintah Provinsi Papua
Pagu belanja Pemdaprov Papua mencapai
Rp12,9 triliun. Secara nominal, anggaran
belanja Pemdaprov Papua mengalami
penurunan 2,4% dari anggaran belanja
Belanja
Bantuan Keuangan Kepada Kabupaten/
/Pemerintah Kampung dan Partai Politik
yang mencapai 39,4%. Sementara pos
Belanja Barang dan Jasa mencapai 20,6%
dari Pagu.
Sejalan dengan sisi pendapatan, penyerapan
anggaran belanja APBD Pemdaprov Papua
juga meningkat pada triwulan II 2016.
Sampai triwulan II 2016, total realisasi
anggaran belanja Pemdaprov sebesar
27,03%. Walaupun penyerapannya relatif
masih rendah, namun angka ini lebih baik
dibandingkan periode yang sama tahun lalu
yang baru terserap 21,78% dari pagu.
Perkembangan yang signifikan dapat dilihat
pada Belanja Modal. Realiasi pos Belanja
Modal meningkat dari 12,43% (Rp347
miliar) pada triwulan II 2015 menjadi
19,79% (Rp527) miliar di triwulan II 2016.
Kenaikan ini mengindikasikan bahwa
proyek-proyek pembangunan yang dibiayai
oleh APBD telah berjalan. Walaupun secara
persentase penyerapan anggaran masih
relatif rendah, namun terdapat peningkatan
persentase penyerapan anggaran dari tahun
ke tahun. Penyerapan anggaran belanja lain
Bantuan Keuangan kepada Kabupaten/
Pemerintah Kampung dan Partai Politik yang
mencapai 30,26% dari pagu atau sebesar
Rp1,38 triliun. Kenaikan ini sejalan dengan
komitmen pemdaprov Papua yang lebih
mempercayakan proses pembangunan di
daerah kepada pemda kabupaten/kota
sehingga sebagian besar dana
pembangunan ditransfer ke kabupaten/
kota.
Grafik 2.12 Perkembangan Realisasi Belanja
Pemdaprov Papua
1.2
21
10
0
2.7
30
3.1
69
6.0
49
29
6
37
46
8
34
7
1.4
50
1.4
01
18
9
2.6
67
2.7
51
5.9
38
43
6
42
60
2
52
8
1.8
91
Pegawai Bantuan Sosial Barang & Jasa Modal Lainnya
2015 Pagu 2015 Realisasi Tw. II
2016 Pagu 2016 Realisasi Tw. II
sumber: Dispenda dan BPKAD Provinsi Papua
Rp miliar
Grafik 2.11 Perkembangan Pagu Belanja
Pemdaprov Papua Menurut Jenis
1.221 1.401100 189
2.730 2.667
3.169 2.751
6.049 5.938
2015 2016
Belanja Lainnya
Belanja Modal
Belanja Barang dan Jasa
Belanja Bantuan Sosial
Belanja Pegawai
sumber: Dispenda dan BPKAD Provinsi Papua
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 19
3 PERKEMBANGAN INFLASI
DAERAH
nflasi di Provinsi Papua1 pada triwulan II 2016 sebesar 5,23% (yoy), mengalami
kenaikan dari triwulan lalu yang sebesar 3,76% (yoy). Kenaikan inflasi ini disebabkan
oleh komponen volatile food dan administered prices yang mengalami peningkatan
signifikan. Sementara inflasi pada komponen inti (core inflation) dapat tetap terjaga pada
level yang rendah. Ke depan, inflasi di Papua diperkirakan terjaga sesuai target nasional
yaitu sebesar 4±1%.
3.1 Inflasi Umum
Inflasi di Papua pada triwulan II 2016 sebesar
5,23% (yoy), lebih tinggi dari inflasi nasional
yang hanya 3,45% (yoy). Tingginya inflasi
Papua pada triwulan laporan disebabkan
oleh tingginya permintaan (demand pull)
terhadap bahan makanan kelompok
bergejolak (volatile food) dan komoditas
harga diatur pemerintah (administered
prices). Tingginya inflasi pada triwulan II
2016 merupakan siklus musiman menjelang
lebaran dimana permintaan terhadap barang
sangat tinggi sedangkan penawaran
terbatas.
Secara bulanan, pergerakan tingkat harga
berada pada rentang yang relatif konsisten
dengan data 3 tahun terakhir. Tren historis
menunjukkan harga-harga relatif terkendali
pada triwulan I seiring permintaan yang
terkendali dan supply komoditas pangan
yang terjaga karena masa panen. Pada
periode dimana siklus musiman berlangsung,
menjelang lebaran dan akhir tahun, tingkat
harga mengalami tren kenaikan seiring
tingginya permintaan.
Pada triwulan II 2016, kompilasi rilis Inflasi
BPS di dua kota IHK di Papua (Jayapura dan
Merauke) menunjukkan inflasi bulanan yang
cukup tinggi di kedua kota. Deflasi yang
terjadi pada bulan April 2016 diikuti dengan
inflasi bulan Mei dan Juni 2016 yang terus
meningkat. Pada triwulan laporan, arah
I
Grafik 3.2 Perkembangan Inflasi Bulanan
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
5
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Rerata 2011-2016 2010
2011 2012
2013 2014
2015 2016
% mtm
sumber: BPS, diolah
1Inflasi Papua dihitung dengan menggunakan metode rerata tertimbang berdasarkan bobot kota dari inflasi
Indeks Harga Konsumen (IHK) di Kota Jayapura (0,45) dan Kabupaten Merauke (0,16).
Grafik 3.1 Perkembangan Inflasi Tahunan
0
2
4
6
8
10
12
III IV I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015 2016
Papua
Nasional
sumber: BPS, diolah
Grafik 3.3 Event Analysis Inflasi
-2
-1
0
1
2
3
4
5
0
2
4
6
8
10
12
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6
2014 2015 2016
yoymtm [skala kanan]
BBMs turun
BBMs naik,Natal
BBMs naik
Akhir Panen
sumber: BPS, diolah
Ramadhan
Pasca-Lebaran
% %
Pasca-Lebaran
Ramadhan Natal
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 20
inflasi yang disampel untuk survei Indeks
Harga Konsumen (IHK) di kedua kota IHK
(Jayapura dan Merauke) sejalan. Namun
yang masih perlu mendapat perhatian
bahwa pergerakan inflasi daerah di kedua
kota tersebut seringkali berbeda secara arah.
Kondisi tersebut mengkonfirmasi adanya
kesenjangan struktur ekonomi dan tata
niaga dalam wilayah Provinsi Papua.
Asesmen Bank Indonesia menyimpulkan
bahwa minimnya infrastruktur konektivitas
antardaerah di Papua menjadi faktor utama
penyebab masalah disparitas ini.
3.2 Komponen Inflasi
Seiring dengan ekspektasi inflasi masyarakat yang relatif terjaga, tekanan komponen inti
(core inflation) berada di level yang rendah pada triwulan II 2016 mencapai 3,24 % (yoy),
relatif sama dengan triwulan sebelumnya. Sebagaimana siklus tahunan yang terjadi
sebelumnya, komponen volatile food terlihat mengalami kenaikan signifikan dari 4,98%
(yoy) pada triwulan sebelumnya, menjadi 8,49% (yoy) pada triwulan II 2016. Tingginya
kenaikan inflasi komponen volatile food dikarenakan tingginya permintaan menjelang
lebaran. Sementara komponen harga-harga yang diatur pemerintah (administered prices)
juga mengalami kenaikan signifikan dari 4,59% (yoy) triwulan lalu, menjadi 8,07% (yoy)
pada triwulan II 2016. Tingginya inflasi pada kelompok volatile food dan administered
prices memicu inflasi Papua mencapai level 5,23% (yoy).
Grafik 3.5 Disagregasi Komponen Inflasi Bulanan
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12
6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2014 2015 2016
Core Inflation
Volatile Food
Administered Pricessumber: BPS, diolah
% mtm
Grafik 3.4 Perkembangan Inflasi Bulanan
Menurut Daerah
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
5
6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2014 2015 2016
Papua Jayapura Meraukesumber: BPS
%, mtm
Tabel 3.1 Perkembangan Inflasi Tahunan Berdasarkan Komponen
sumber: BPS, diolah
I II III IV I II III IV I II
Core Inflation 6,01 5,66 4,67 5,10 5,39 5,72 4,60 3,64 3,24 3,24
Volatile Food 14,56 9,36 2,82 12,14 5,95 10,45 12,02 3,26 4,98 8,49
Administered Prices 15,83 11,25 7,16 18,24 12,82 14,49 9,78 3,27 4,59 8,07
Headline Inflation 9,58 7,40 4,51 9,12 6,85 8,20 7,07 3,57 3,76 5,23
20162015
2014
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 21
Jika diuraikan berdasarkan kategori
komoditas pangan dan nonpangan,
komponen inflasi inti baik pangan dan
nonpangan bulan April dan Mei 2016
rendah (0,03% dan 0,13%, mtm). Namun
terjadinya peningkatan yang signifikan pada
komoditas pangan yang mencapai 1,18%
(mtm) pada bulan Juni 2016 mengakibatnya
inflasi inti tetap stabil pada level 3,24% (yoy)
di triwulan ini.
Dari sisi ekspektasi, inflasi yang diantisipasi
masyarakat sebagaimana yang ditunjukkan
oleh Survei Konsumen Bank Indonesia
menunjukkan penurunan dibandingkan
triwulan sebelumnya. Dengan demikian,
tekanan inflasi inti diperkirakan akan
semakin mereda ke depannya, kecuali terjadi
shock yang belum diantisipasi oleh
perekonomian.
Asesmen Bank Indonesia memperkirakan
pada triwulan III 2016 tekanan pada inflasi
inti berada pada level moderat dengan
kecenderungan bias bawah. Tidak terdapat
even musiman dan kondisi cuaca laut yang
relatif stabil di triwulan berjalan menjadikan
tekanan pada inflasi inti dapat dijaga tetap
stabil. Namun perlu diwaspadai adanya
imported inflation dari kawasan Jawa bila
ada komoditas bahan pokok yang
mengalami kenaikan dari Jawa. Hal ini
mengingat hampir semua kebutuhan barang
pokok Papua didatangkan dari luar Papua.
Dari komponen administered prices,
kenaikan inflasi yang signifikan pada
triwulan ini disumbang oleh harga tiket
angkutan udara. Walaupun komponen ini
mengalami deflasi pada bulan April 2016
sebagai dampak turunnya harga BBM,
namun naiknya harga tiket angkutan udara
yang sangat signifikan menjelang lebaran
memicu inflasi administered prices ke level
6,80% (mtm) pada bulan Juni 2016. Secara
tahunan, inflasi administered prices triwulan
II mencapai 8,07%.
Grafik 3.6 Disagregasi Inflasi Bulanan
Komponen Core inflation
-0,4
-0,2
0,0
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0
1,2
1,4
1,6
1,8
6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2014 2015 2016
Core
Core Pangan
Core Nonpangan
sumber: BPS, diolah
% mtm
Grafik 3.7 Ekspektasi Inflasi Konsumen
0
50
100
150
200
250
6 9 12 3 6 9 12 3 6
2014 2015 2016
Ekspektasi Inflasi 3 Bulan YADEkspektasi Inflasi 6 Bulan YADEkspektasi Inflasi 12 Bulan YAD
sumber: Survei Konsumen
Grafik 3.8
7,63
-6,19
10,62
3,87
24,49
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2015 2016
sumber: BPS, diolah
% mtm
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 22
Tidak seperti triwulan II 2016 dimana
adminstered price menjadi penyumbang
utama inflasi di Papua, pada triwulan
selanjutnya komponen administered prices
diperkirakan akan terjaga di level rendah.
Sementara itu, inflasi kelompok volatile food
mengalami peningkatan signifikan dari
triwulan lalu sebesar 0,36% (mtm) menjadi
0,81% (mtm) pada triwulan II 2016.
Kenaikan ini dikarenakan tingginya
permintaan bahan makanan bergejolak
menjelang lebaran. Secara bulanan, nilainya
lebih tinggi dibandingkan rata-rata inflasi
dalam setahun terakhir (0,70%, mtm).
Komoditas yang berfluktuasi paling tinggi4
-
Informasi mengenai volatile food tersebut
dapat dijadikan pertimbangan untuk
kebijakan pengendalian inflasi dalam rangka
menjaga keterjangkauan barang dan jasa di
daerah, sebagaimana yang diamanatkan
oleh Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor
027/1696/SJ Tahun 2013. Dengan informasi
tersebut, opsi kebijakan pengendalian harga
dapat difokuskan pada komoditas dari
2 Fluktuasi tertinggi dilihat dari nilai koefisien variasi
antara nilai deviasi standar dan reratanya.
Tabel 3.2 Perkembangan Inflasi Bulanan Komponen Volatile foods Berdasarkan Subkelompok
sumber: BPS, diolah
Komponen-Subkelompok
Inflasi
Juni
2015
Inflasi
Maret
2016
Inflasi
Juni
2016
Rerata
periode
Jun-15
Jun-16
Deviasi
Standar
Jun-15
Jun-16
Koefisien
Variasi
(%)
Volatile Food 0,62 0,36 0,81 0,70 1,79 256
Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya (2,30) (0,39) 1,56 0,18 0,96 538
Daging dan Hasil-hasilnya 0,98 (0,36) 0,22 0,47 2,27 479
Ikan Segar 0,65 (2,91) 1,95 0,99 3,36 340
Ikan Diawetkan (0,75) (6,57) (0,17) 0,73 3,77 515
Telur, Susu dan Hasil-hasilnya 1,40 0,25 2,03 0,74 1,86 252
Sayur-sayuran 3,07 (0,68) (1,92) 1,20 4,92 411
Kacang-kacangan (0,24) 1,02 0,25 0,29 0,72 253
Buah-buahan 2,06 2,23 4,95 0,44 3,40 764
Bumbu-bumbuan 2,82 14,98 (2,99) 2,60 15,62 601
Lemak dan Minyak 0,24 0,30 0,59 0,15 1,22 806
Bahan Makanan Lainnya 1,75 (2,41) 1,43 0,28 1,78 637
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 23
subkelompok komoditas yang mempunyai
andil besar bagi inflasi.
Diperkirakan inflasi volatile food pada
triwulan berjalan dapat dijaga pada level
rendah dengan kemungkinan bias atas.
Produksi komoditas sayuran dan bumbu-
bumbuan di dalam Papua yang meningkat
ditambah pasokan dari luar Papua yang
relatif lancar akan menjaga inflasi komponen
ini terkendali pada level rendah.
3.3 Kelompok Komoditas
Dekomposisi atas kelompok komoditas
penyusunnya menunjukkan bahwa
pergerakan inflasi Papua pada triwulan ini
disumbangan paling tinggi oleh kelompok
komoditas
disusul dengan sumbangan
kelompok . Sebagai
informasi bahwa kelompok
menyumbang bobot 28% dalam
perhitungan inflasi sehingga sedikit
pergerakan harga dalam kelompok tersebut
menyebabkan fluktuasi terhadap inflasi
Papua.
sangat tinggi pada triwulan ini, yaitu sebesar
8,66% (yoy) disumbang oleh kenaikan
signifikan pada tiket angkutan udara. Angka
tersebut merupakan kenaikan harga
tertinggi kelompok ini dalam satu tahun
terakhir.
sumber: BPS
Tabel 3.3 Perkembangan Inflasi Tahunan Berdasarkan Kelompok
I II III IV I II III IV I II
Bahan Makanan 14,12 9,02 3,52 11,56 6,27 10,48 11,67 4,34 4,78 8,36
Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau 9,25 8,86 10,15 8,78 8,63 8,74 6,30 5,26 4,62 4,35
Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar 8,25 7,26 5,82 7,44 7,06 7,59 5,12 3,16 2,53 1,67
Sandang 4,63 4,95 3,88 4,02 4,37 4,73 3,21 3,91 2,43 3,14
Kesehatan 5,56 4,88 2,86 4,47 6,73 7,67 7,46 5,93 4,19 3,29
Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 3,25 3,22 2,23 3,91 4,58 4,57 4,75 3,29 2,63 2,62
Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan 8,93 6,32 1,78 11,43 7,29 8,48 6,20 0,50 4,20 8,66
UMUM 9,58 7,40 4,51 9,12 6,85 8,20 7,07 3,57 3,76 5,23
2016Kelompok Komoditas
2014 2015
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 24
Pada triwulan II 2016, kenaikan harga
komposit komoditas Bahan Makanan
meningkat signifikan dibandingkan triwulan
lalu, yaitu sebesar 8,36% (yoy) dari triwulan
sebelumnya yang sebesar 4,78% (yoy).
Walaupun terlihat tinggi, namun angka
tersebut masih lebih rendah dibandingkan
rata-rata inflasi komoditas Bahan Makanan
dalam 2 tahun terakhir. Kenaikan tingkat
harga pada kelompok komoditas Bahan
Makanan sejalan dengan inflasi pada
komponen volatile foods.
Jadi,
harganya lebih rendah dibandingkan
triwulan sebelumnya. Bahkan bila dilihat
tujuh triwulan terakhir tingkat inflasi
cenderung mengalami perlambatan yang
konsisten.
Sementara itu untuk harga gabungan
, Air, Listrik, Gas, dan Bahan
triwulan sebelumnya. Perubahan indeksnya
secara tahunan turun dari 2,53% (yoy)
menjadi 1,67% (yoy). Tren penurunan pada
kelompok harga ini telah terjadi dalam 4
triwulan terakhir. Secara historis kelompok
ini merupakan indikator atas kebijakan
Pemerintah yang mengevaluasi harga BBM
bersubsidi setiap 3 bulan sekaligus respon
pertama atas kebijakan tersebut. Respon
terbesar lainnya apabila terjadi perubahan
kebijakan harga BBM biasanya terjadi pada
subkelompok transportasi.
sedikit kenaikan harga pada triwulan ini
menjadi 3,14% (yoy), lebih rendah
dibandingkan dengan triwulan I 2016 yang
sebesar 2,43% (yoy).
3.4 Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah
Secara umum, perkembangan harga barang
dan jasa di Provinsi Papua relatif terjaga pada
level rendah, walaupun dalam bulan terakhir
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 25
inflasi naik signifikan sebagaimana siklus
tahunan menjelang lebaran. Namun
berdasarkan proyeksi Bank Indonesia, inflasi
Papua sampai akhir 2016 dapat terjaga
dengan target inflasi nasional sebesar
4%±1%. Untuk menjaga inflasi pada level
yang diharapkan, maka diperlukan
peningkatan koordinasi pengendalian inflasi.
Salah satu cara meningkatkan dan
mengoptimalkan peran pemerintah dalam
menjaga inflasi daerah yaitu melalui Tim
Pengendalian Inflasi Daerah (TPID).
Sebagai informasi, hingga saat ini sudah
terbentuk 10 (sepuluh) Tim Pengendalian
Inflasi Daerah (TPID) di Papua, antara lain
TPID Pemerintah Provinsi Papua, TPID Kota
Jayapura, TPID Kabupaten Merauke, TPID
Kabupaten Nabire dan Kabupaten
Jayawijaya, serta TPID yang baru terbentuk
pada semester I 2016 ini yaitu TPID
Kabupaten Jayapura, TPID Kabupaten
Digoyai, TPID Kabupaten Biak, TPID
Kabupaten Supriori, dan TPID Kabupaten
Intan Jaya. Sementara di 20 kabupaten
lainnya di Papua belum terbentuk TPID.
Dengan melihat pentingnya koordinasi
dalam pengendalian inflasi, pemerintah
pusat menginstruksikan kepada seluruh
Kepala Daerah (Gubernur, Walikota, dan
Bupati) di wilayah Indonesia yang belum
memiliki TPID agar segera membentuk TPID.
Hal ini mengacu pada arahan Presiden dalam
Rakornas TPID VII pada Agustus 2016 dan
Instruksi Menteri Dalam Negeri No.
027/1696/SJ tanggal 2 April 2013 tentang
Menjaga Keterjangkauan Barang dan Jasa di
Daerah serta Instruksi Menteri Dalam Negeri
No.500/6414/SJ tanggal 19 September 2013
perihal Rencana Aksi Tindak Lanjut Paket
Kebijakan Stabilisasi dan Pertumbuhan
Ekonomi.
Berkenaan dengan hal tersebut, Bank
Indonesia akan berupaya semaksimal
mungkin untuk mengawal dan menginisiasi
pembentukan TPID di seluruh wilayah Papua.
Namun demikian, agar upaya tersebut dapat
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 26
terlaksana dengan baik, diperlukan
dukungan dari seluruh pengampu kebijakan,
khususnya Kepala Daerah untuk dapat
mempercepat dan memfasilitasi
pembentukan TPID di seluruh
kabupaten/kota di Papua sehingga harapan
untuk mencapai inflasi Papua yang
terkendali dapat terwujud dan pada akhirnya
memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi
masyarakat Papua.
Selain melalui pembentukan TPID di seluruh
kabupaten/kota, upaya pengendalian inflasi
yang dapat dilakukan diantaranya (1)
percepatan realisasi kerjasama antar daerah
untuk memenuhi kebutuhan komoditas
strategis masyarakat Papua, (2)
mengoptimalkan peran BUMD dalam
pengendalian inflasi, khususnya dalam
melakukan kerjasama dengan daerah lain,
dan (3) percepatan pembangunan
infrastruktur pendukung pertanian dan
distribusi dalam upaya mengantisipasi
perubahan musim.
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 27
4 STABILITAS KEUANGAN
DAERAH
asil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan oleh Bank Indonesia
menunjukkan kondisi kurang optimalnya kinerja sektor korporasi. Sejalan
dengan kondisi perekonomian Papua, kinerja perbankan di sektor Korporasi
Papua pada triwulan II 2016 cenderung mengalami perlambatan. Dana Pihak Ketiga
(DPK) secara signifikan mengalami perlambatan, demikian juga halnya dengan kredit.
Sementara itu pada triwulan laporan NPL mengalami penurunan, namun masih berada
di level yang relatif tinggi diatas ketentuan batas atas Bank Indonesia (5%). Disisi lain,
kinerja sektor Rumah Tangga pada triwulan II 2016 masih terjaga dengan positif,
tercermin dari pertumbuhan ekonomi Papua dari sisi Penggunaan yang meningkat.
Sementara itu dari penyaluran kredit ke UMKM, pada triwulan II 2016 mengalami
sedikit kontraksi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
4.1.Ketahanan Sektor Korporasi
4.1.1. Kondisi Sektor Korporasi
Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)
yang dilakukan oleh Bank Indonesia
menunjukkan kondisi kurang optimalnya
kinerja sektor korporasi, dimana Saldo Bersih
Tertimbang (SBT)5 realisasi kegiatan usaha
pada triwulan II 2016 berada di level 0,19%,
sedikit meningkat setelah mencapai level
negatif 0,03% pada triwulan sebelumnya.
Secara lebih mendalam, hasil liaison6 yang
dilakukan Bank Indonesia kepada sejumlah
pelaku usaha dominan di Papua
5 Metode saldo bersih dihitung berdasarkan selisih antara persentase jumlah responden yang
persentase jumlah responden yang memberikan dan mengabaikan jawaban
. Timbangan/bobot yang digunakan dalam
dihitung berdasarkan share masing-masing sektor/subsektor terhadap total sektor PDB.
6 Kegiatan Liaison adalah kegiatan pengumpulan data/statistik dan informasi yang dilakukan secara periodik melalui wawancara langsung/tidak langsung kepada pelaku usaha/institusi lainnya mengenai perkembangan dan arah kegiatan usaha dengan cara yang sitematis dan didokumentasikan dalam bentuk laporan dan likert scale.
H
Grafik 4.1 Realisasi Kegiatan Usaha
Sumber : SKDU, diolah -5
0
5
10
15
20
-10
-5
0
5
10
15
20
I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016PDRB Realisasi Kegiatan Usaha (sb. Kanan)
% yoy % SBT
Grafik 4.2 Kinerja Korporasi Berdasarkan Liaison
-2.00
-1.50
-1.00
-0.50
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
I II III IV I II
2015 2016
Penjualan Domestik Ekspor utilisasi Investasi
Harga Jual Margin Jumlah Tenaga Kerja Tingkat Upah
Sumber : SKDU, diolah
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 28
menunjukkan penurunan di beberapa
komponen kinerja korporasi.
Kapasitas Utilisasi
Dari sisi kapasitas utilisasi, likert scale di
triwulan II 2016 tercatat mencapai 0,27 lebih
rendah dari triwulan I 2016 dan triwulan II
2015 yang masing-masing mencapai 0,5 dan
0,78. Pada triwulan laporan, rata-rata
kapasitas utilisasi seluruh contact berada
pada level 70,89% lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya yang
berkisar 85%. Turunnya tingkat kapasitas
utilisasi lebih dipengaruhi oleh peningkatan
realisasi investasi perusahaan yang berupa
penambahan mesin dalam upaya
peningkatan kapasitas produksi.
Tenaga Kerja dan Upah
Hasil liaison menunjukkan bahwa contact
cenderung melakukan efisiensi tenaga kerja
sebagai dampak perlambatan usaha. Kondisi
ini terkonfirmasi dari likert scale
penggunaaan tenaga kerja pada triwulan II
2016 yang mengalami penurunan -0,1,
namun tidak sedalam penurunan pada
triwulan II 2015 yang mencapai -0,6.
Kenaikan upah tenaga kerja juga menjadi
salah satu faktor penurunan penyerapan
tenaga kerja, dimana likert scale biaya
tenaga kerja pada triwulan II 2016 mencapai
1,64 meningkat dari triwulan I 2016 dan
triwulan II 2015 yang masing-masing
mencapai 0,13 dan 0,00. Kondisi tersebut
relatif sejalan dengan siklus musiman Puasa
pada triwulan laporan dan kebijakan
penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP)
yang cenderung naik setiap tahun.
Berdasarkan hasil liaison, juga dapat
diketahui bahwa pangsa biaya tenaga kerja
mencapai 20% dari total biaya produksi.
Ekspor
Contact menyatakan bahwa kinerja ekspor
pada triwulan II 2016 relatif stabil (likert scale
0,0). Kondisi tersebut mengindikasikan
-1
-0.5
0
0.5
1
1.5
I II III IV I II
2015 2016
LS
Harga Jual Margin Per Unit Output
Grafik 4.3 Indikator Kinerja Perbankan Sektor
Korporasi
Sumber : Laporan Bank Umum, diolah
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
Naik Stabil Naik Stabil Naik Stabil
IV I II
2015 2016 2016
LGA Bangunan Perdagangan Hotel Angkutan Jasa
Sumber : SKDU, diolah
Grafik 4.6 Rentabilitas Korporasi per Sektor
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Naik Stabil Naik Stabil Naik Stabil
IV I II
2015 2016
LGA Bangunan Perdagangan Hotel Angkutan Jasa
Sumber : SKDU, diolah
Grafik 4.5 Likuiditas Korporasi per Sektor
(pangsa)
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
I II III IV I II
2015 2016
Akses Kredit Likuiditas keuangan perusahaan Rentabilitas keuangan perusahaan
% SBT
Sumber : SKDU, diolah
Grafik 4.4 Akses Kredit dan Kondisi Keuangan
Korporasi
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 29
bahwa belum terdapat perubahan kinerja
ekspor yang signifikan dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tercatat berada di
level negatif dengan likert scale mencapai -
0,17. Kondisi ini terkonfirmasi dari kinerja
pelaku usaha pertambangan yang dominan
di Papua yang pada triwulan II 2016 masih
mengalami kontraksi akibat gangguan mesin
produksi (lihat Bab I).
Harga Jual dan Margin
Pada triwulan II 2016, contact liaison
melakukan penyesuaian harga, naik dari
triwulan sebelumnya, seiring siklus musiman
Puasa. Namun demikian, margin
keuntungan yang diperoleh relatif terbatas
mengingat biaya produksi cenderung
mengalami kenaikan yang terutama dipicu
oleh tingginya biaya tenaga kerja.
Kondisi keuangan
Hasil SKDU menunjukkan bahwa kondisi
keuangan korporasi pada triwulan II 2016
secara umum menunjukkan kondisi yang
masih terjaga meskipun relatif lebih rendah
dibanding triwulan I 2016.
Aspek rentabilitas dan likuiditas menjadi dua
faktor yang menjadi penopang keuangan
korporasi di Papua, meskipun kedua faktor
tersebut relatif mengalami penurunan
dibanding triwulan sebelumnya. Nilai SBT
likuiditas pada triwulan II 2016 masih berada
di level yang relatif baik mencapai 28,13%.
Sementara itu, nilai SBT rentabilitas pada
triwulan laporan berada di level 29,69%.
Secara lebih mandalam dapat diketahui
bahwa 71% dari responden di sektor Jasa
mengalami kenaikan likuiditas pada triwulan
II 2016, lebih tinggi dari triwulan sebelumnya
yang mencapai 67% responden. Kondisi
yang sama juga terjadi pada sektor
Bangunan, dimana 33% responden
menyatakan kenaikan likuiditas, lebih tinggi
dari periode sebelumnya yang mencapai
25%. Kondisi tersebut salah satunya
17.46% 16.12% 15.04%
26.98%21.33% 24.39%
23.97%26.87%
26.66%
6.93% 6.87% 5.89%
10.81% 11.95% 10.28%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
II 2015 I 2016 II 2016
Pertanian Konstruksi Perdagangan TransKomGud Jasa Masy
Sumber : Laporan Bank, diolah Grafik 4.9 Pangsa Kredit Korporasi per Sektor
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
140%
160%
180%
I II III IV I II
2015 2016
Pertanian Konstruksi Perdagangan TransKomGud Jasa Masy
Sumber : Laporan Bank, diolah Grafik 4.10 Perkembangan Kredit Korporasi per
Sektor
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016
Giro (sb.kanan) Tabungan (sb.kanan) Deposito (sb.kanan)
g Giro g Tabungan g Deposito
yoy Pangsa
Sumber : Laporan Bank, diolah Grafik 4.8 Pangsa dan Pertumbuhan DPK
Korporasi
Sumber : Laporan Bank, diolah
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
14%
16%
18%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
50%
I II III IV I II
2015 2016
DPK Kredit NPL (sb.kanan)
yoy NPL
Grafik 4.7 biaya tenaga kerja.
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 30
didorong oleh berbagai realisasi proyek
pemerintah dan swasta yang mulai
terealisasi di triwulan ini. Sementara,
likuiditas pada mayoritas responden di sektor
lainnya di triwulan ini cenderung stabil. Hal
tersebut mengindikasikan bahwa pengaruh
siklus musiman puasa pada triwulan II 2016
terhadap likuiditas perusahaan relatif
terkendali.
Dari sisi rentabilitas, hanya sektor Jasa yang
mengalami kenaikan. Tercatat 57%
responden di sektor ini yang menyatakan
peningkatan rentabilitas di triwulan laporan.
Meskipun demikian, persentase tersebut
relatif lebih rendah jika dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang mencapai
83% responden. Sementara itu, rentabilitas
mayoritas responden di sektor lain berada di
level stabil. Hal tersebut mengindikasikan
bahwa kemampuan korporasi dalam
menghasilkan keuntungan relatif terbatas,
yang terkonfirmasi dalam liaison, dimana
peningkatan margin keuntungan korporasi
relatif terbatas.
Eksposure Perbankan dalam Korporasi
Sejalan dengan kondisi perekonomian
Papua, kinerja perbankan di sektor Korporasi
Papua pada triwulan II 2016 cenderung
mengalami perlambatan. Kondisi tersebut
tercermin dari beberapa indikator kinerja
utama di sektor Korporasi, dimana DPK
secara signifikan mengalami perlambatan,
demikian juga halnya dengan kredit.
Sementara itu, meskipun NPL mengalami
penurunan, namun masih berada di level
yang relatif tinggi diatas ketentuan batas
atas Bank Indonesia (5%).
Dari sisi DPK, perlambatan di sektor
korporasi terutama terjadi pada giro, dimana
di triwulan II 2016 pertumbuhan giro
mengalami kontraksi sebesar 6,59% (yoy),
jauh lebih rendah dibanding triwulan
sebelumnya yang mencapai 46,64% (yoy).
Kondisi tersebut salah satunya disebabkan
oleh pengaruh siklus musiman, dimana
Grafik 4.12 Pangsa Kredit Korporasi per
Penggunaan
69.44%74.79% 74.47%
29.97% 23.22% 22.35%
0.59% 1.99% 3.18%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
II 2015 I 2016 II 2016
Modal Kerja Investasi Konsumsi
Sumber : Laporan Bank, diolah
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
Pertanian Konstruksi Perdagangan TransKomGud Jasa Masy
II 2015 I 2016 II 2016
Sumber : Laporan Bank, diolah Grafik 4.11 NPL Kredit Korporasi per Sektor
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 31
perayaan Idul fitri di 2016 jatuh pada awal
Juli, sehingga korporasi melakukan
penarikan rekening giro untuk pembayaran
tunjangan hari raya (THR) pegawai pada
Juni. Di sisi lain, pertumbuhan komponen
tabungan yang relatif tinggi masih berlanjut
pada triwulan laporan. Tercatat
pertumbuhan tabungan pada triwulan I
2016 mencapai 138,36% (yoy) dan pada
triwulan II 2016 tumbuh sebesar 75,48%
(yoy).
Sementara dari sisi kredit, pangsa kredit
korporasi di Papua mencapai 16,98% dari
total kredit. Meskipun relatif rendah, namun
dinamika kinerja kredit korporasi berpotensi
memberikan pengaruh dalam kebijakan
perusahaan yang berkaitan kondisi
keuangan perusahaan, seperti investasi dan
perluasan usaha. Selanjutnya hal tersebut
dapat memberikan dampak pada
perekonomian Papua secara luas, terutama
dari sisi penyerapan tenaga kerja dan
penghasilan masyarakat.
Tercatat mayoritas kredit korporasi
disalurkan ke sektor Perdagangan dan sektor
Konstruksi, masing-masing mencapai
26,66% dan 24,39%. Pada triwulan II 2016,
penyaluran kredit korporasi di kedua sektor
tersebut juga mengalami peningkatan,
dimana kredit korporasi di sektor
Perdagangan tumbuh sebesar 34,13% (yoy),
lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang
mencapai 30,57% (yoy). Kondisi tersebut
tidak terlepas dari pengaruh siklus musiman
Puasa yang terjadi pada triwulan laporan.
Sementara, sejalan dengan pelaksanaan
berbagai proyek pembangunan, kredit
korporasi di sektor Konstruksi mengalami
pertumbuhan sebesar 8,98% (yoy),
meningkat dari pertumbuhan triwulan I
2016 yang mencapai 3,32% (yoy).
Peningkatan penyaluran kredit di sektor
Perdagangan masih diimbangi dengan
kualitas kredit yang relatif terjaga. Hal
tersebut tercermin dari tingkat kredit macet
-50
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
1800
2000
I II III IV I II III IV I II [7]
2014 2015 2016
Kredit Konstruksi
%, yoy
Rp miliar
Sumber : Laporan Bank, diolah Grafik 4.14 Kredit Konstruksi
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
I II III IV I II
2015 2016
g Modal Kerja (sb.kanan) g Investasi (sb.kanan) NPL Modal Kerja NPL Investasi
yoy
Sumber : Laporan Bank, diolah Grafik 4.13 NPL Kredit Korporasi per
Penggunaan
-30%
-25%
-20%
-15%
-10%
-5%
0%
4200
4300
4400
4500
4600
4700
4800
4900
5000
1 2 3 4 5 6
2016
Tembaga g Tembaga
USD/metric ton yoy
Sumber : World Bank Grafik 4.15 Harga Komoditas Tembaga
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 32
(Non Performing Loans/NPL) di sektor
Perdagangan pada triwulan II 2016 yang
mencapai 2,84%, di bawah ketentuan Bank
Indonesia (5%). Di sisi lain, kualitas kredit
korporasi di sektor Konstruksi relatif kurang
baik, tercermin dari tingkat NPL yang
mencapai 20,39%. Berdasarkan asesmen
Bank Indonesia, salah satu faktor yang
memberikan pengaruh dominan terhadap
tingginya NPL korporasi di sektor Konstruksi,
adalah kendala pada sisi administrasi yang
mempengaruhi proses pelaksanaan proyek.
Dari sisi penggunaan, tercatat 74,47% kredit
korporasi disalurkan untuk modal kerja dan
22,35% untuk investasi. Sementara,
penggunaan kredit untuk konsumsi hanya
sebesar 3,18%.
Dalam perkembangannya, pertumbuhan
kredit korporasi untuk modal kerja pada
triwulan II 2016 masih relatif tinggi,
mencapai 29,33% (yoy). Meskipun
demikian, kualitas kredit modal kerja
korporasi pada triwulan laporan relatif
kurang optimal, tercermin dari tingginya
tingkat NPL modal kerja yang mencapai
17,79%.
Sementara di sisi lain, kredit korporasi untuk
investasi pada triwulan II 2016 kembali
mengalami kontraksi sebesar 10,07% (yoy),
lebih dalam dari kontraksi di triwulan I 2016
yang mencapai 6,84% (yoy). Perkembangan
kredit investasi tersebut relatif berlawanan
dengan hasil liaison yang cenderung
menunjukkan peningkatan. Kondisi ini
mengindikasikan bahwa investasi yang
dilakukan korporasi lebih banyak
menggunakan pembiayaan internal
perusahaan. Rendahnya penyaluran kredit
investasi membuat kualitas kredit semakin
terjaga dengan baik. NPL investasi pada
triwulan II 2016 berada pada level 1,90%.
Sumber Kerentanan
Selain penurunan kinerja perbankan di
sektor Korporasi dengan disertai kualitas
Sumber : BMKG Grafik 4.17 Curah Hujan
Grafik 4.18 Tinggi Gelombang Minggu III Juni
2016
Sumber : BMKG
-15%
-10%
-5%
0%
5%
10%
1000
1050
1100
1150
1200
1250
1300
1 2 3 4 5 6
2016
Emas g Emas
USD/troy oz yoy
Sumber : World Bank
Grafik 4.16 Harga Komoditas Emas
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 33
kredit yang relatif kurang optimal, asesmen
menilai setidaknya terdapat tiga faktor lain
yang berpotensi mempengaruhi kerentanan
sektor Korporasi yaitu pelaksanaan proyek
yang belum optimal, harga komoditas utama
pertambangan yang belum menunjukkan
perbaikan signifikan dan kondisi cuaca.
Contact liaison menyatakan bahwa terdapat
beberapa proyek pembangunan yang telah
selesai proses lelang namun belum dapat
dilakukan penandatanganan kontrak karena
dana proyek yang belum diproses.
Permasalahan tersebut menjadi kendala
serius bagi perusahaan, khususnya
pemenang lelang. Perusahaan telah
berkomitmen untuk menjalankan pekerjaan
tersebut, sehingga perusahaan tidak dapat
mencari proyek lain yang berpotensi
mengganggu kapasitas usaha perusahaan.
Kondisi ini berpotensi menurunkan kinerja
usaha yang dapat berdampak pada
efisiensi/pengurangan pegawai. Kondisi
tersebut diperkuat oleh penurunan kredit
konstruksi, dimana pada bulan Juli 2016
mengalami kontraksi sebesar 8,93% (yoy).
Dari sisi komoditas utama, harga produk
pertambangan di pasar global belum
menunjukkan perbaikan yang signifikan.
Tercatat harga tembaga di akhir triwulan II
2016 (posisi Juni 2016) masih mengalami
kontraksi sebesar 20,42% (yoy), lebih dalam
posisi akhir triwulan I 2016 (Maret 2016)
yang juga mengalami kontraksi sebesar
16,60% (yoy). Sementara harga emas pada
akhir triwulan II 2016 naik sebesar 8,03%
(yoy) relatif lebih tinggi dari akhir triwulan I
2016 yang mencapai 5,64% (yoy). Kondisi
tersebut juga diperburuk dengan kerusakan
mesin produksi salah satu perusahaan
tambang dominan di Papua, sehingga
mempengaruhi perekonomian Papua secara
signifikan (lihat Bab I).
Sumber kerentanan lain bersumber dari
anomali cuaca yang berpotensi memberikan
pengaruh pada produksi pertanian dan
70
80
90
100
110
120
130
140
150
160
I II III IV I II
2015 2016
Indeks Penghasilan Konsumen
Indeks Ketersediaan lapangan kerja
Indeks Konsumsi barang-barang kebutuhan tahan lama
Optimis
Pesimis
Indeks
Sumber : Survey Konsumen
Grafik 4.20 Komponen Keyakinan Konsumen
Saat Ini
Sumber : Survey Konsumen
100
105
110
115
120
125
130
135
I II III IV I II
2015 2016
INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN ( IKK )
INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI ( IKE )
Grafik 4.19 Hasil Survei Konsumen
100
110
120
130
140
150
160
170
180
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
I II III IV I II
2015 2016
Tabungan Cicilan pinjaman Konsumsi Pengeluaran saat ini dibandingkan 3 bln yang lalu (sb.kanan)
Pangsa Indeks
Sumber : Survey Konsumen
Grafik 4.21 Komponen Penggunaan Penghasilan
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 34
distribusi barang. Informasi dari BMKG
menunjukkan bahwa curah hujan di wilayah
selatan Papua cenderung rendah dengan
potensi gelombang laut yang relatif tinggi.
Kondisi tersebut membuat potensi
kerentanan korporasi yang bergerak pada
sektor Pertanian, Perdagangan dan
Transportasi relatif meningkat, mengingat
wilayah Selatan Papua merupakan salah satu
lumbung pangan dan pintu masuk distribusi
komoditas di Papua.
4.1.2 Ketahanan
Sektor Rumah Tangga
Kondisi Sektor RT
Kinerja sektor Rumah Tangga pada triwulan
II 2016 masih terjaga dengan positif. Kondisi
tersebut tercermin dari pertumbuhan
ekonomi Papua dari sisi Penggunaan,
dimana komponen konsumsi swasta pada
triwulan laporan tumbuh sebesar 6,51%
(yoy) lebih tinggi dari triwulan sebelumnya
yang mencapai 5,66% (yoy) (lihat Bab I).
Kondisi tersebut diperkuat oleh hasil Survei
Konsumen (SK), terutama dari sisi keyakinan
konsumen dan persepsi kondisi ekonomi
saat ini yang masih berada di level optimis
(indeks > 100). Meskipun demikian, terdapat
kecenderungan penurunan kedua indeks
tersebut. Tercatat indeks keyakinan
konsumen dan kondisi ekonomi saat ini
masing-masing mencapai level 117,9 dan
112,7. Secara lebih mendalam, dapat
diketahui bahwa indeks penghasilan menjadi
komponen penopang optimisme
masyarakat, seiring masih tingginya
angka indeks pada triwulan II 2016 yang
berada di level 146,8, jauh lebih tinggi
dibandingkan batas optimisme (100).
Namun demikian, indeks ketersediaan
lapangan kerja dan konsumsi barang tahan
lama masih berada di level pesimis, masing-
masing mencapai 90,6 dan 98,6.
Dari sisi pengeluaran, hasil SK menunjukkan
bahwa tingkat konsumsi masyarakat masih
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
I II III IV I II
2015 2016
Sd 1 bln pendapatan 1 - 3 bln pendapatan 3 - 6 bln pendapatan
6 - 12 bln pendapatan > 1 tahun pendapatan
Sumber : Survey Konsumen
Grafik 4.22 Pangsa Responden berdasarkan Nilai
0
20
40
60
80
100
120
140
160
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
2015 2016
Indeks
Sumber : Survei Konsumen
Grafik 4.24 Rasio Pendapatan per Bulan untuk
Kebutuhan Rumah Tangga dan Cicilan
Sumber : Survei Konsumen
Tidak Pernah67%
Kadang-kadang
9%
Sering24%
Grafik 4. 23 Persentase Keterlambatan
membayar kewajiban
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 35
terjaga. Hal tersebut relatif sejalan dengan
optimisme penghasilan. Secara lebih
mendalam dapat diketahui bahwa dalam
satu tahun terakhir tidak terjadi perubahan
struktur alokasi penggunaan penghasilan
yang signifikan. Alokasi penghasilan untuk
konsumsi masih mendominasi dengan
pangsa lebih dari 50%, kemudian 30% dari
penghasilan tersebut dialokasikan untuk
tabungan dan sisanya digunakan untuk
pembayaran cicilan pinjaman. Kondisi
tersebut mengindikasikan bahwa ditengah
pelemahan ekonomi yang terjadi pada
triwulan II 2016, daya beli dan tingkat
konsumsi rumah tangga di Papua masih
relatif terjaga. Selain itu, faktor musiman
Puasa yang juga terjadi pada triwulan
laporan tidak memberikan pengaruh
signifikan terhadap tekanan pengeluaran
rumah tangga.
Kondisi keuangan
Optimisme penghasilan rumah tangga
memberikan pengaruh positif dalam
pengelolaan keuangan, dimana pada
triwulan II 2016 tercatat 43,8% responden
SK memiliki tabungan senilai satu bulan
pendapatan. Selain itu, 40% responden
memiliki nilai tabungan sebesar 3 hingga 6
bulan pendapatan. Kondisi tersebut juga
didukung oleh kepatuhan rumah tangga
dalam melakukan pembayaran cicilan,
dimana 67% responden tidak pernah
terlambat memenuhi kewajiban
pembayaran cicilan.
Rasio pendapatan per bulan untuk
kebutuhan rumah tangga dan cicilan, yang
merupakan proxy debt to service ratio (DSR)7,
masih berada di level yang relatif baik
dengan angka indeks mencapai 131. Angka
tersebut mengindikasikan bahwa jumlah
pendapatan masih jauh lebih besar
7 DSR adalah rasio utang terhadap pendapatan yang
mencerminkan kemampuan individu/korporasi/Negara untuk menyelesaikan kewajibannya membayar utang.
0%
1%
2%
3%
4%
5%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
14%
16%
18%
20%
I II III IV I II
2015 2016
DPK Kredit NPL (sb.kanan)
yoy NPL
Sumber : Laporan Bank, diolah
Grafik 4.25 Indikator Kinerja Perbankan
14.54% 17.63% 18.34%
92.25% 94.08% 94.54%
60.76%
69.53%65.27%
85.46% 82.37% 81.66%
7.75% 5.92% 5.46%
39.24%
30.47%34.73%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
II 2015 I 2016 II 2016 II 2015 I 2016 II 2016 II 2015 I 2016 II 2016
Giro Tabungan Deposito
Perseorangan Non Perseorangan
Sumber : Laporan Bank, diolah
Grafik 4.27 Komponen DPK Rumah Tangga
Perseorangan60.94%
Non Perseorangan
39.06%
Sumber : Laporan Bank, diolah
Grafik 4.26 Pangsa DPK Rumah Tangga
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 36
dibandingkan konsumsi rutin dan kewajiban
RT untuk membayar hutang.
Eksposure Perbankan dalam Rumah
Tangga
Sejalan dengan kondisi keuangan rumah
tangga, perkembangan indikator perbankan
untuk rumah tangga menunjukkan kondisi
yang relatif positif. Kondisi tersebut
terutama terlihat pada DPK yang tumbuh
sebesar 17,63% (yoy) pada triwulan II 2016,
lebih tinggi dibanding triwulan I 2016 yang
tumbuh sebesar 12,34% (yoy).
Sementara, kredit mengalami perlambatan,
dimana pada triwulan laporan pertumbuhan
kredit rumah tangga mencapai 2,96% (yoy)
lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang
tumbuh sebesar 4,06% (yoy). NPL juga
cenderung naik, namun masih berada di
bawah batas ketentuan Bank Indonesia
(5%).
Di sisi penghimpunan dana, DPK perbankan
di Papua didominasi oleh sektor rumah
tangga, tercermin dari pangsa DPK
perseorangan yang mencapai 60,94%.
Berdasarkan komponennya, sektor rumah
tangga cenderung menempatkan dananya
dalam bentuk tabungan dan deposito
dengan pangsa mencapai 94,54% dan
65,27%. Dari kedua komponen DPK yang
dominan tersebut, pertumbuhan yang positif
terutama terlihat pada tabungan yang
mencapai 23,29% (yoy) di triwulan II 2016,
lebih tinggi dari triwulan sebelumnya
(15,15% yoy). Sementara di sisi lain,
deposito pada triwulan ini masih mengalami
kontraksi sebesar 0,72% (yoy). Asesmen
menilai bahwa sektor rumah tangga
cenderung memilih layanan perbankan yang
relatif likuid, seiring peningkatan konsumsi
dalam menghadapi puasa.
Senada dengan DPK, penyaluran kredit di
Papua juga didominasi sektor rumah tangga,
tercermin dari pangsa kredit perseorangan
yang mencapai 75,81%. Mayoritas kredit
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
I II III IV I II
2015 2016
Giro Tabungan Deposito
% yoy
Sumber : Laporan Bank, diolah
Grafik 4.28 Perkembangan Komponen DPK
Rumah Tangga
Perseorangan75.81%
Non Perseorangan
24.19%
Sumber : Laporan Bank, diolah
Grafik 4.29 Pangsa Kredit Rumah Tangga
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
I II III IV I II
2015 2016
RT. Total KPR KKB Perlengkapan RT. Multiguna Lainnya
yoy
Grafik 4.31 Pertumbuhan Penggunaan Kredit
Sektor Rumah Tangga
Sumber : Laporan Bank, diolah
KPR18.82%
KKB1.81%
Perlengkapan0.10%
RT. Multiguna64.83%
Lainnya14.44%
Grafik 4. 30 Pangsa Komponen Kredit Rumah
Tangga
Sumber : Laporan Bank, diolah
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 37
rumah tangga dialokasikan pada kredit
multiguna (64,83%) dan KPR (18,82%),
dimana pada triwulan II 2016, kedua jenis
kredit ini tumbuh moderat masing-masing
sebesar 1,08% (yoy) dan 15,81% (yoy). Di
sisi lain, penyaluran kredit kendaraan
bermotor (KKB) pada triwulan II 2016 masih
mengalami kontraksi sebesar 23,81% (yoy).
Setelah pada triwulan sebelumnya juga
terkontraksi sebesar 24,89% (yoy).
Penurunan kinerja KKB terkonfirmasi dari
hasil SK, dimana 32,8% responden
menyatakan tidak akan melakukan
pembelian kendaraan. Persentase tersebut
jauh lebih tinggi disbanding triwulan I 2016
yang mencapai 10,2% responden. Hasil SK
juga menangkap adanya perubahan
konsumsi komoditas selain pangan di
triwulan laporan, dimana 43,9% responden
cenderung melakukan pembelian alat
elektronik.
Kualitas penyaluran kredit di sektor rumah
tangga secara umum terjaga dengan baik,
tercermin dari tingkat NPL seluruh
komponen kredit rumah tangga yang berada
dibawah batas ketentuan Bank Indonesia
(5%). Namun demikian, tingkat NPL di KPR
perlu mendapat perhatian karena berada
jauh lebih tinggi disbanding komponen
lainnya. Tercatat NPL KPR pada triwulan II
2016 mencapai 3,27%, lebih tinggi dari
triwulan sebelumnya yang mencapai 2,98%.
Sumber Kerentanan
Meskipun secara umum kinerja sektor RT
masih positif, namun asesmen menilai
setidaknya terdapat dua faktor yang
berpotensi mempengaruhi kerentanan
sektor RT, yaitu tingginya NPL di kredit
kepemilikan rumah (KPR) dan ekspektasi
masyarakat terhadap kondisi perekonomian
ke depan.
Terkait dengan potensi kenaikan NPL KPR,
salah satu kebijakan yang perlu mendapat
perhatian adalah rencana relaksasi Loan to
Sumber : Laporan Bank, diolah
-0.5%
0.0%
0.5%
1.0%
1.5%
2.0%
2.5%
3.0%
3.5%
4.0%
I II III IV I II
2015 2016
RT. Total KPR KKB Perlengkapan RT. Multiguna Lainnya
Grafik 4.32 NPL Penggunaan Kredit Sektor
Rumah Tangga
Grafik 4.33 Ekspektasi Masyarakat
90
100
110
120
130
140
150
160
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
2015 2016
INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN ( IEK ) Indeks Penghasilan Konsumen
Indeks Ketersediaan lapangan kerja Indeks Kegiatan Usaha
Sumber : Laporan Bank, diolah
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 38
Value dan Financing to Value (FTV)8 untuk
pembiayaan properti, dimana pada triwulan
III 2016 jumlah uang muka (down payment)
yang harus dibayarkan oleh nasabah untuk
pembelian rumah turun menjadi rata-rata 15
% dari semula 20% sesuai dengan tipe dan
jenis rumah yang diambil. Kebijakan tersebut
di satu sisi diharapkan dapat memperkuat
upaya meningkatkan permintaan domestik
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
dengan tetap menjaga stabilitas
makroekonomi, di tengah masih lemahnya
perekonomian global. Namun, apabila tidak
terkelola dengan baik, maka berpotensi
memicu kenaikan NPL, khususnya KPR.
Dari sisi ekspektasi, hasil Survei Konsumen
(SK) Bank Indonesia terlihat bahwa indeks
Penghasilan dan indeks Kegiatan Usaha ke
depan relatif mengalami penurunan.
Sementara dari sisi harga, masyarakat
memandang bahwa dinamika harga masih
cenderung meningkat, seiring
berlangsungnya siklus musiman hari raya
keagamaan puasa dan lebaran. Kondisi
tersebut berpotensi memberikan pengaruh
terhadap kemampuan bayar masyarakat.
4.1.3 Akses Keuangan UMKM
UMKM merupakan salah satu pilar
pendukung pembangunan yang menyerap
tenaga kerja dalam jumlah cukup banyak.
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
telah membuktikan diri sebagai kelompok
pelaku usaha yang tahan terhadap krisis
ekonomi sehingga perlu terus ditingkatkan
perkembangannya. Untuk meningkatkan
kinerja usaha, UMKM sangat membutuhkan
dukungan pembiayaan dari perbankan
maupun lembaga pembiayaan lainnya.
Pertumbuhan kredit perbankan diharapkan
dapat terus ditingkatkan.
8 Rasio Loan to Value dan Financing to Value adalah
angka rasio antara nilai Kredit/Pembiayaan yang dapat diberikan oleh Bank terhadap nilai agunan berupa Properti pada saat pemberian Kredit /Pembiayaan berdasarkan harga penilaian terakhir.
-40
-20
0
20
40
60
80
100
120
-
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016
Modal Kerja
Investasi
g Modal Kerja (sisi kanan)
g Investasi (sisi kanan)
Rp miliar %, yoy
sumber: Laporan Bank
Grafik 4.34 Pertumbuhan Kredit UMKM
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 39
Penyaluran kredit kepada sektor UMKM
secara nilai total sebagian besar
didistribusikan kepada kelompok usaha
Menengah. Total posisi penyaluran kepada
UMKM oleh perbankan di Papua pada
triwulan II 2016 mencapai Rp9 triliun.
Dibandingkan triwulan yang sama tahun
lalu, pertumbuhan kredit UMKM triwulan ini
mengalami kontraksi sebesar 1,74% (yoy).
Risiko kredit UMKM pada triwulan II 2016
belum mengalami perbaikan, yang tercermin
dari naiknya NPL. secara keseluruhan. NPL
UMKM berada di kisaran 6,0% dari total
kredit yang disalurkan, lebih tinggi
dibandingkan batas aman yang ditetapkan
Bank Indonesia sebesar 5%. Hal yang perlu
mendapat perhatian adalah tingginya NPL
kredit UMKM di sektor Konstruksi yang
mencapai 13%.
Berdasarkan jumlah rekening, penyaluran
kredit UMKM yang ditujukan untuk modal
kerja lebih banyak dibandingkan untuk
investasi. Total rekening kredit UMKM pada
triwulan II 2016 mencapai 81ribu rekening.
Bank Indonesia dan pemerintah terus
mendorong meningkatnya penyaluran kredit
kepada UMKM. Dalam rangka mendorong
penyaluran kredit produktif khususnya
kepada UMKM, Bank Indonesia telah
mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia
No.14/22/PBI/2012 yang mengharuskan
perbankan untuk menyalurkan minimal 20%
dari total kreditnya ke sektor UMKM di
tahun 2018. Tahapan implementasi
ketentuan tersebut telah dimulai sejak tahun
2013 dimana Bank wajib memenuhi target
penyaluran kredit kepada UMKM
sebagaimana yang tertuang dalam Rencana
Bisnis masing-masing bank.
0
2
4
6
8
10
12
0
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016
Modal Kerja
Investasi
NPL Modal Kerja (sisi kanan)
NPL Investasi (sisi kanan)
Rp miliar %
sumber: Laporan Bank
Grafik 4.35 NPL Kredit UMKM
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
40
0
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
70.000
80.000
90.000
I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016
Rekening Kredit Modal KerjaRekening Kredit Investasig Rekening Kredit Modal Kerja (sisi kanan)g Rekening Kredit Investasi (sisi kanan)
Rp miliar %, yoy
sumber: Laporan Bank
Grafik 4.36 Jumlah Rekening Kredit UMKM
40
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua
5 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
RUPIAH erkembangan transaksi Sistem Kliring Bank Indonesia (SKNBI) di Papua pada
triwulan II 2016 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, baik secara
volume dan nominal. Transaksi melalui Bank Indonesia Real Time Gross Settlement
(BI-RTGS) pada triwulan laporan relatif stabil dibandingkan triwulan lalu. Sementara itu,
dalam pengelolaan uang rupiah, selama triwulan II 2016 terjadi net-outlow sebesar Rp2,2
triliun yang dipengaruhi tingginya kebutuhan uang tunai di masyarakat menjelang
lebaran.
5.1 Sistem Pembayaran
Pada triwulan II 2016, terjadi peningkatan
signifikan baik secara volume maupun nilai
transaksi yang dilakukan melalui Sistem
Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI).
Dengan telah diimplementasikan SKNBI
Generasi II9, perkembangan transaksi non
tunai di Papua naik secara konsisten. Seiring
peningkatan kualitas layanan pada SKNBI
Generasi II, masyarakat terlihat lebih memilih
menggunakan transaksi non tunai melalui
SKNBI. Pada triwulan II 2016, nilai yang
ditransaksikan melalui SKNBI mencapai
Rp4,53 triliun dengan volume 84.341
warkat. Jumlah tersebut mengalami
kenaikan secara signifikan dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang
mencatatkan nilai sebesar Rp4,03 triliun
dengan volume hanya 72.732 warkat.
Peningkatan transaksi yang dilakukan
melalui SKNBI selain dikarenakan
meningkatnya perekonomian dan
kebutuhan pembayaran melalui non tunai,
juga disebabkan kebijakan Bank Indonesia
yang membatasi nominal minimal transaksi
Bank Indonesia Real Time Gross Settlement
9 SKNBI Generasi II merupakan penyempurnaan dari
SKNBI, terutama pada hal keamanan, kecepatan, fitur layanan, perlindungan konsumen, dan biaya transaksi yang murah.
P
Grafik 5.1 Perkembangan Transaksi SKNBI
-
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
70.000
80.000
90.000
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
4.000
4.500
5.000
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015 2016
Nominal
Volume
Rp juta lembar warkat
Sumber : Bank Indonesia
Grafik 5.2 Perkembangan Transaksi BI-RTGS
150
160
170
180
190
200
210
220
-
50.000
100.000
150.000
200.000
250.000
300.000
350.000
400.000
450.000
Jan Feb Mar Apr Mei Jun
2016
NominalVolume (sisi kanan)
Rp juta lembar warkat
Sumber : Bank Indonesia
41
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua
(BI-RTGS) sebesar Rp500 juta keatas. Dengan
demikian banyak masyarakat yang memilih
menggunakan SKNBI sebagai alat
pembayaran non tunai.
Sementara untuk transaksi BI-RTGS di Papua
pada triwulan II 2016 relatif stabil
dibandingkan triwulan sebelumnya. Jumlah
nilai yang ditransaksikan melalui BI-RTGS
selama triwulan laporan mencapai Rp1,12
triliun, meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya yang sebesar Rp 1,09 triliun.
Volume transaksi yang terjadi di triwulan II
2016 sebanyak 568 transaksi RTGS.
Dibandingkan dengan SKNBI, jumlah
transaksi RTGS lebih sedikit namun dengan
nominal transaksi rata-rata yang jauh lebih
tinggi.
Ke depannya, transaksi melalui BI-RTGS
diperkirakan akan mengalami kenaikan
seiring dengan kebijakan Bank Indonesia
yang menurunkan kembali batas minimal
transaksi melalui RTGS sebesar Rp100 juta ke
atas. Dengan demikian, masyarakat lebih
dapat memilih jenis layanan pengiriman
uang antarbank sesuai dengan kebutuhan.
5.2 Pengelolaan Uang Rupiah
Aliran uang kartal melalui Kantor Perwakilan
Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi Papua
menunjukkan posisi net outflow pada
triwulan II 2016 sebesar Rp2,2 triliun. Hal
tersebut sejalan dengan pola historis pada
periode laporan. Posisi net outflow sebesar
Rp2,2 triliun tersebut menggambarkan
keluarnya uang dari sistem perbankan pada
triwulan II 2016. Pola seperti ini merupakan
siklus tahunan dimana pada triwulan II lebih
banyak uang yang keluar dari sistem
perbankan daripada uang yang masuk. Hal
ini dikarenakan peningkatan peredaran uang
di masyarakat menjelang lebaran dan tahun
ajaran baru sekolah, serta pembayaran THR
dan gaji ke-13 dan ke-14 aparatur negara di
akhir triwulan laporan.
Sementara itu, jumlah Uang Tidak Layak
Edar (UTLE) yang dimusnahkan di KPw BI
Grafik 5.3 Aliran Uang Kartal melalui
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Papua
(8.000)
(6.000)
(4.000)
(2.000)
-
2.000
4.000
6.000
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015 2016
Outflow
Inflow
Netflow
Rp miliar
Sumber : KPw BI Prov Papua
42
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua
Provinsi Papua pada triwulan laporan sebesar
Rp249,4 miliar, menurun 17,2% (yoy)
dibandingkan triwulan yang sama pada
tahun lalu yang mencapai Rp301 miliar.
(yoy). Hal ini selain disebabkan sedikitnya
UTLE yang masuk ke KPw BI Provinsi Papua,
juga dikarenakan tingginya aktivitas
pelayanan BI luar kantor sehingga
pemusnahan uang ditahan.
Pemusnahan UTLE tersebut merupakan
bagian dari upaya Bank Indonesia untuk
memenuhi kebutuhan uang layak edar di
seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia. UTLE tersebut berasal dari
setoran perbankan serta langkah proaktif
Kantor Perwakilan Bank Indonesia dalam
melakukan kas keliling layanan penukaran
rupiah. Kegiatan kas keliling yang dilakukan
oleh KPw BI Provinsi Papua terdiri dari kas
keliling yang rutin diadakan 2 kali seminggu
di 4 tempat di Kota Jayapura, serta kas
keliling yang dilakukan khusus pada
sebagian besar kabupaten di Provinsi Papua.
Kegiatan kas keliling juga mencapai daerah
terpencil dan daerah yang batasan langsung
dengan negara tetangga.
Grafik 5.4 Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar di
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Papua
0
100
200
300
400
500
600
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015 2016
Pemusnahan UTLERp miliar
Sumber : KPw BI Prov Papua
43
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua
Boks 2 MENGENAL SISTEM KLIRING NASIONAL BANK
INDONESIA
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 (UU
BI), disebutkan bahwa salah satu tugas Bank Indonesia yaitu mengatur dan menjaga
kelancaran sistem pembayaran. Untuk mewujudkan sistem pembayaran yang efisien,
cepat, aman dan andal yang mendukung stabilitas sistem keuangan, Bank Indonesia
menyelenggarakan sistem kliring antar bank yang dikenal dengan nama Sistem Kliring
nasional Bank Indonesia atau dikenal dengan nama SKNBI.
SKNBI adalah sistem transfer dana elektronik yang meliputi kliring debet dan kliring kredit
yang penyelesaian setiap transaksinya dilakukan secara nasional. Sejak dioperasikan
pertama kali oleh Bank Indonesia pada tahun 2005, SKNBI berperan penting dalam
pemrosesan aktivitas transaksi pembayaran, khususnya untuk memproses transaksi
pembayaran yang termasuk Retail Value Payment System (RVPS) atau transaksi bernilai
kecil (retail).
Untuk mengakomodasi kebutuhan masyarakat terhadap sistem pembayaran yang lebih
mudah, cepat, dan terjangkau, Bank Indonesia pada tanggal 5 Juni 2015 me-launching
SKNBI Generasi II. Dalam pengembangan sistem baru ini, Bank Indonesia mempunyai
Pelaksanaan SKNBI Generasi II didasari oleh Surat Edaran Bank Indonesia
No.17/12/DPSP tanggal 5 Juni 2015 tentang Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 9/13/DASP tanggal 19 Juni 2007 perihal Daftar Hitam Nasional Penarik Cek
dan/atau Bilyet Giro Kosong, Surat Edaran Bank Indonesia No.17/13/DPSP tanggal 5 Juni
2015 perihal Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia,
dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 17/14/DPSP tanggal 5 Juni 2015 perihal
Perlindungan Nasabah Dalam Pelaksanaan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal Melalui
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia. Berikut beberapa perbedaan penting antara SKNBI
generasi pertama dan SKNBI Generasi II:
Prinsip Pengembangan SKNBI Gen. II
LEBIH LUAS
• Perluasan akses
kepesertaan kepada PTD Non
Bank
• Perluasan layanan dengan
multiple clearing
CEPAT
• Percepatan
setelmen transaksi
• Sentralisasi pengelenggara
an kliring kredit
dan debet
FLEKSIBEL
• Standarisasi
message format
• Standarisasi
identitas Peserta
INFORMATIF
• Penyediaan
informasi agregat
industri untuk keperluan
statistik SP
Grafik B2.1 Prinsip Pengembangan SKNBI Generasi II
44
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua
Aspek SKNBI Generasi I SKNBI Generasi II Kepesertaan Bank Umum, satu
bank bisa banyak member
Diperluas dengan mengikutsertakan BPR dan Penyelenggara Transfer Dana (PTD) selain bank, satu institusi satu member
Koneksi Peserta terhadap Sistem
Setiap Peserta wajib terhubung langsung ke sistem pusat kliring (SSK) untuk setiap bank Peserta (one bank one connection)
Dibagi menjadi dua jenis, yaitu : Peserta Langsung (PL): Peserta yang dapat langsung mengakses SSK
Peserta Tidak Langsung (PTL): Peserta yang tidak dapat mengakses SSK secara langsung (melalui PL).
Penyelenggaraan Kliring Kredit
Transfer kredit dilakukan secara tersentralisasi
Transfer kredit dilakukan secara tersentralisasi
Penyelenggaran Kliring Warkat (Debet)
Pertukaran dan perhitungan warkat dilakukan oleh Penyelenggara Kliring Lokal
• Pertukaran warkat dilakukan masing-masing wilayah kliring
• Perhitungan dilakukan secara terpusat (centralized) di PKN
• Tidak ada fungsi PKL dalam proses perhitungan
• Pendistribusian warkat dilakukan oleh Bank Indonesia atau pihak lain (bank)
Jenis Layanan Terbatas pada transaksi single transfer, yakni Kliring Kredit dan Kliring debet.
Penambahan jenis layanan berupa bulk (multiple transfer), sehingga layanan menjadi: a) Single Transfer (Kliring Transfer
Kredit & Kliring Warkat Debet) b) Multiple Transfer (Kliring Kredit &
Debet Bulk)
Setelmen hasil kliring di sistem BI-RTGS
• Kliring debet : 1 (satu) kali per hari
• Kliring kredit : 4 (empat) kali per hari
• Kliring warkat debet : 4 kali per hari • Kliring transfer kredit : 4 kali per hari • Kliring bulk kredit : 2 kali per hari • Kliring bulk debet : 1 kali per hari
Dalam SKNBI Generasi II ini pula perlindungan terhadap nasabah untuk menjaga quality
of service ditetapkan. Apabila dalam SKNBI generasi pertama, biaya kliring yang
dibebankan nasabah oleh masing-masing bank berbeda dan lebih dari Rp5.000,-, pada
SKNBI Generasi II biaya kliring dibatasi maksimal Rp5.000,-.
Tabel B2.1 Perbedaan SKNBI Generasi I dan SKNBI Generasi II
45
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua
Keluhan masyarakat yang sering didengar adalah proses transfer kliring yang lama dan
dapat mencapai lebih dari satu hari. Dengan penerapan SKNBI Generasi II yang juga
bersamaan dengan perubahan peraturan pelaksanaannya, maka bank wajib meneruskan
transaksi kliring nasabahnya ke dalam sistem paling lama dua jam setelah pengaksepan.
Melalui cara ini, proses transfer melalui kliring lebih terjamin kecepatannya. Oleh karena
itu, mari kita gunakan SKNBI Generasi II dalam bertransaksi antarbank.
Grafik B2.2 Kelebihan SKNBI Generasi II
46
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua
6 KETENAGAKERJAAN DAN
KESEJAHTERAAN
Meskipun perekonomian Papua mengalami kontraksi pada semester I 2016, Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT) tercatat membaik pada awal tahun 2016. Hal tersebut
ditunjukkan dengan turunnya Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dari 3,99% pada
September 2015 menjadi 2,97% pada Februari 2016. Penurunan TPT pada triwulan ini
merupakan yang pertama setelah tren peningkatan TPT berlangsung sejak triwulan I
2014. Sementara itu, Nilai Tukar Petani (NTP) Papua masih mencatatkan angka defisit
sampai akhir triwulan II 2016 (97,13). Nilai tersebut mengindikasikan kenaikan indeks
pendapatan petani belum dapat mengimbangi kenaikan indeks biaya yang harus dibayar.
Di sisi lain, walaupun TPT pengalami penurunan, angka kemiskinan di Papua mempunyai
tren kenaikan dalam dua tahun terakhir.
5.1 Ketenagakerjaan
Secara komposisi penyerapan tenaga kerja,
tidak terdapat perubahan signifikan pada
semester I 2016 ini. Mayoritas penduduk
Pap
Perkebunan, Kehutanan, Perburuan dan
(12,7%), khususnya di bidang
pemerintahan. Penyerapan tenaga kerja di
pada triwulan
berjalan mengalami penurunan
dibandingkan dengan semester II 2015.
Sementara penyerapan tenaga kerja di
mengalami peningkatan dibandingkan
Tabel 5.1 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan Utama
sumber: BPS, diolah
2016
Feb Ags Feb Ags Feb Ags Feb
Penduduk Usia 15+ (ribu orang) 2.057 2.073 2.097 2.129 2.157 2.189 2.213
Angkatan Kerja (ribu orang) 1.645 1.610 1.689 1.675 1.710 1.742 1.743
Bekerja (ribu orang) 1.598 1.560 1.630 1.617 1.646 1.672 1.691
Penganggur (ribu orang) 47 51 59 58 64 69 52
Bukan Angkatan Kerja (ribu Orang) 412 462 408 454 447 447 470
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (%) 79,98 77,70 80,54 78,67 79,26 79,57 78,77
Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 2,86 3,15 3,48 3,44 3,72 3,99 2,97
20152013 2014Uraian
Grafik 6.1 Penduduk yang Bekerja Menurut
Lapangan Pekerjaan Utama
-
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
1.800
Feb Agu Feb Agu Feb Agu Feb
2013 2014 2015 2016
LainnyaJasa kemasyarakatan, sosial dan peroranganPerdagangan, rumah makan, dan jasa akomodasiIndustriPertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan, perikanan
ribu orang
sumber: BPS, diolah
Grafik 6.2 Pertumbuhan Penyerapan Tenaga Kerja
Menurut Lapangan Pekerjaan Utama (yoy)
-100
-50
0
50
100
150
200
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
Feb Agu Feb Agu Feb Agu Feb
2013 2014 2015 2016
Pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan, perikanan
Perdagangan, rumah makan, dan jasa akomodasi
Jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan
Lainnya
Industri [skala kanan]
sumber: BPS, diolah
% %
47
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua
periode sebelumnya. Hal ini menunjukkan
terjadinya peralihan pekerjaan dari sektor
Secara umum, kinerja pertumbuhan
penyerapan tenaga kerja di seluruh sektor
pekerjaan utama membaik pada semester I
sebesar -24,1% (yoy). Penurunan di sektor
ini dapat diartikan adanya tenaga kerja di
yang pindah ke sektor lain, atau dapat
mengindikasikan adanya pengurangan
juga mengalami penurunan penyerapan
tenaga kerja sebesar -1,3% (yoy).
Selanjutnya, dari sisi pengangguran, secara
nasional tingkat pengangguran terbuka di
Papua masih relatif rendah (Papua 2,97%,
sementara Nasional 5,5%). Walaupun
demikian, 77,4% penduduk yang bekerja
hanya bekerja di sektor informal. Apabila
dirinci kembali, dari 77,4% penduduk yang
bekerja di sektor informal tersebut, 33,8%
merupakan Pekerja Keluarga / Tak Dibayar.
Selain itu, 37,2% dari tenaga kerja yang
bekerja bukanlah pekerja penuh waktu
(tidak full time workers).
Perkembangan yang perlu dicermati adalah
bahwa tingkat pengangguran angkatan
kerja yang berpendidikan sarjana dan
diploma turun signifikan pada periode ini.
Namun demikian, pada saat yang sama
tingkat pengangguran yang berpendidikan
SMK dan SMA juga menurun signifikan. Hal
tersebut mengindikasikan bahwa
perlambatan laju pertumbuhan ekonomi
tidak mempersulit angkatan kerja
memperoleh pekerjaan.
Grafik 6.3 Penduduk yang Bekerja Menurut
Status Pekerjaan Utama
-
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
1.800
Feb Agu Feb Agu Feb Agu Feb
2013 2014 2015 2016
Informal
Formal
ribu orang
sumber: BPS, diolah
Grafik 6.4 Penduduk yang Bekerja Menurut
Jumlah Jam Kerja
-
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
1.800
Feb Agu Feb Agu Feb Agu Feb
2013 2014 2015 2016
Penuh WaktuTidak Penuh Waktu
ribu orang
sumber: BPS, diolah
Grafik 6.5 Tingkat Pengangguran Terbuka
Menurut Tingkat Pendidikan
0
2
4
6
8
10
12
14
Feb Agu Feb Agu Feb Agu Feb
2013 2014 2015 2016
SD ke Bawah Sekolah Menengah PertamaSekolah Menengah Atas Sekolah Menengah KejuruanDiploma I/II/III UniversitasTPT Papua
%
sumber: BPS, diolah
48
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua
5.2 Kesejahteraan
Sebesar 69% tenaga kerja di Papua bekerja
di sektor
. Oleh
karena itu, perkembangan dari kinerja
keterkaitan yang sangat erat dengan
kesejahteraan masyarakat Papua.
BPS merilis Nilai Tukar Petani (NTP) yang
dirilis setiap bulan dan dapat menjadi
indikator bagi tingkat kesejahteraan petani
dan nelayan. NTP disusun dengan
membandingkan sisi pendapatan dan sisi
pengeluaran petani. Jika pendapatan petani
tumbuh lebih tinggi dari pengeluarannya,
maka nilai NTP akan meningkat. Ringkasnya,
seiring semakin tinggi NTP maka semakin
sejahtera petani.
Publikasi terakhir tercatat menunjukkan
bahwa tingkat NTP Papua terlihat
mengalami sedikit kenaikan bila
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Pelemahan kinerja lapangan usaha kategori
triwulan ini tidak menjadikan kesejahteraan
para petani menurun. NTP triwulan II 2016
naik menjadi 97,13 pada triwulan dari
triwulan sebelumnya yang sebesar 96,13.
Walaupun mengalami perbaikan, namun
data yang ada masih menunjukkan bahwa
petani mengalami defisit. Artinya, jika
dibandingkan dengan tahun acuan (2012),
maka terlihat bahwa tingkat kesejahteraan
petani di Papua cenderung lebih buruk.
Dibandingkan dengan nasional, NTP Papua
secara persisten masih lebih rendah dari NTP
Nasional.
Terkait dengan tingkat kemiskinan, rilis BPS
dalam dua tahun terakhir menunjukkan
kecenderungan adanya kenaikan penduduk
miskin. Angka kemiskinan pada rilis BPS
bulan Maret 2016 menunjukkan 28,54%
penduduk Papua masih dibawah garis
kemiskinan, jauh diatas angka kemiskinan
Grafik 6.8 Jumlah Penduduk Miskin
25
26
27
28
29
30
31
32
800
820
840
860
880
900
920
940
960
980
Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar
2013 2014 2015 2016
Jumlah Penduduk Miskin
Persentase Penduduk Miskin [skala kanan]
sumber: BPS, diolah
ribu jiwa %
Grafik 6.6 Perkembangan Nilai Tukar Petani
80
85
90
95
100
105
110
115
4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2014 2015 2016
NTP Papua
NTP Tanaman Pangan
NTN Perikanan Tangkap
Nilai 100
sumber: BPS, diolah
Grafik 6.7 Perbandingan NTP Papua dengan
NTP Nasional
92
94
96
98
100
102
104
7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2015 2016
NTP NasionalNTP PapuaNilai 100
sumber: BPS, diolah
Grafik 6.9 Perkembangan Indeks Kedalaman dan
Indeks Keparahan Kemiskinan
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar
2013 2014 2015 2016
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) [skala kanan]
sumber: BPS , diolah
49
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua
nasional yang sebesar 10,83%. Angka ini
sedikit meningkat dibandingkan rilis BPS
bulan September yang sebesar 28,4.
Kesenjangan antara pengeluaran rata-rata
penduduk miskin dengan Garis Kemiskinan
(GK) yang ditunjukkan oleh Indeks
Kedalaman Kemiskinan (P1) juga meningkat.
Sementara itu, ketimpangan kesejahtaraan
di antara kelompok penduduk miskin (P2)
mengalami penurunan.
Grafik 6.10 Perkembangan Garis Kemiskinan
di Provinsi Papua
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar
2013 2014 2015 2016
GK Nonmakanan
GK Makanan
sumber: BPS , diolah
50
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua
7 PROSPEK
PEREKONOMIAN DAERAH
sesmen Bank Indonesia pada periode laporan memproyeksikan pertumbuhan
ekonomi Papua selama 2016 cenderung mengalami perlambatan. Pertumbuhan
ekonomi untuk keseluruhan 2016 diperkirakan akan berada di kisaran 2% - 3%
(yoy) dengan kecenderungan bias ke bawah, jauh lebih rendah dibanding perkiraan
sebelumnya yang berkisar 8% 9% (yoy). Koreksi proyeksi tersebut terutama
mempertimbangkan kondisi dinamika perekonomian yang telah maupun yang akan
terjadi dalam perekonomian Papua, terutama pada sektor Pertambangan yang secara
dominan yang mempengaruhi perekonomian Papua.
Setelah mengalami kontraksi yang dalam selama semester I 2016 akibat adanya kendala
produksi pada salah satu perusahaan tambang dominan di Papua, kinerja pertambangan
pada paruh kedua 2016 diperkirakan akan mengalami peningkatan. Untuk triwulan IV
2016, pengaruh siklus musiman Natal dan Tahun Baru serta realisasi berbagai proyek
diperkirakan menjadi mesin pendorong pertumbuhan ekonomi dari sisi permintaan.
Berdasarkan kondisi tersebut, pertumbuhan pada triwulan IV 2016 diproyeksikan berada
di kisaran 7,4%-7,9% (yoy) dengan kecenderungan bias atas.
Dari sisi harga agregat, asesmen pada periode kali ini masih mempertahankan proyeksi
sebelumnya, dimana inflasi akhir tahun 2016 akan berada pada interval 3,8 4,8% (yoy)
dengan kecenderungan bias bawah. Angka proyeksi tersebut dengan
mempertimbangkan bahwa salah satu faktor pemicu inflasi lebih disebabkan oleh faktor
musiman dan tidak terdapat tekanan kebijakan harga yang signifikan hingga akhir tahun.
Realisasi inflasi akan lebih rendah jika Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dapat
menjalankan peran secara optimal dalam memitigasi risiko inflasi yang ada.
6.1 Prospek Pertumbuhan Ekonomi
Dari sisi lapangan usaha, kategori
pertambangan akan kembali menjadi mesin
utama pertumbuhan ekonomi Papua di
paruh kedua 2016. Asesmen
memperkirakan setidaknya terdapat dua
faktor utama yang mempengaruhi kinerja
pertambangan, yaitu produksi yang kembali
normal dan proses perpanjangan izin ekspor
konsentrat komoditas tambang.
Dari sisi produksi, selesainya perbaikan
kerusakan mesin yang terjadi di semester I
2016 menjadi salah satu faktor utama
pendorong pertumbuhan kinerja tambang
seiring produksi pertambangan yang
kembali normal. Namun demikian, salah satu
pelaku usaha pertambangan dominan di
Papua melakukan revisi target penjualan
A
Grafik 7.1 Perbandingan Target Awal (T) dan
Realisasi Akhir Tahun (R) Penjualan Komoditas
Tambang Papua
-
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
70,000
-
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800
2011 2012 2013 2014 2015 2016*
Tembaga [T] Tembaga [R]Emas [T] Emas [R]NTB Tambang (sk. kanan)
Cu: juta poundAu: juta ounce
Rp milyar
51 51
51
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua
untuk komoditas tembaga hingga akhir
2016, dari awalnya 1,48 milyar pound
tembaga menjadi 1,32 miliar pound
tembaga. Di sisi lain, penjualan emas selama
2016 ditargetkan sebesar 1,7 juta ounce.
Pelaku usaha memperkirakan bahwa 30%
dari total penjualan tembaga dan 55% dari
total penjualan emas selama 2016
berpotensi terjadi pada triwulan IV 2016.
Produsen tambang utama di Papua juga
dinilai akan mengoptimalkan produksinya
pada paruh kedua 2016 seiring dengan izin
ekspor yang telah diperoleh hingga awal
2017 dengan total kuota yang dapat
diekspor sebesar 1,4 juta ton (dari
sebelumnya sebesar 1 juta ton). Relaksasi
perizinan tersebut berpotensi mendorong
pelaku usaha untuk mengoptimalkan
produksi dan memaksimalkan ekspor
sebelum izin berakhir.
Dengan melihat kondisi tersebut, asesmen
memprediksi kinerja pertambangan pada
triwulan IV 2016 berpotensi mengalami
pertumbuhan double digit pada kisaran
9,4% - 10,5% (yoy). Namun demikian
selama keseluruhan 2016, kinerja
pertambangan diprediksi mengalami
kontraksi pada kisaran 4,7% - 5,7% (yoy).
Kontraksi tersebut terjadi karena pengaruh
base effect akibat kinerja negatif selama
semester I 2016 yang membuat nilai tambah
di sector pertambangan pada 2016 lebih
rendah dibanding 2015
Dari sisi penggunaan, komponen Konsumsi
pada triwulan IV 2016 diperkirakan
mengalami kenaikan yang terutama
didorong oleh meningkatnya konsumsi
Rumah Tangga. Hasil Survei Konsumen BI
turut memperkuat tendensi tersebut,
dimana indeks ekspektasi konsumen dan
perkiraan pengeluaran dalam jangka pendek
berada di level yang relatif tinggi. Dari sisi
konsumsi pemerintah, pemotongan
anggaran APBN sebesar Rp50 triliun
diperkirakan tidak memberikan pengaruh
100
110
120
130
140
150
160
170
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun
2015 2016
INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN ( IEK )
Perkiraan pengeluaran 3 bln mendatang dibandingkan saat ini
Indeks
Grafik 7.2 Ekspektasi Konsumen
52 52
52
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua
signifikan dalam penyerapan belanja
pemerintah karena efisiensi anggaran
dialokasikan pada pelaksanaan pekerjaan
yang bersifat nonstrategis belanja perjalanan
dinas dan paket meeting, langganan daya
dan jasa, honorarium tim/kegiatan, biaya
rapat, iklan, dan operasional perkantoran
lainnya. Terkait hal tersebut, maka sesuai
dengan polanya, realisasi pembangunan
proyek diperkirakan tetap mengalami
peningkatan pada triwulan IV 2016. Kondisi
tersebut kemudian berpotensi mendorong
peningkatan pertumbuhan konsumsi secara
keseluruhan di triwulan IV 2016 yang
diperkirakan berada pada kisaran 7,5% -
8,5% (yoy) atau untuk keseluruhan tahun
2016 mencapai 6,5% - 7,5% (yoy).
6.2 Prospek Inflasi
Dari sisi perkembangan harga, inflasi Papua
dalam jangka pendek di triwulan IV 2016
diperkirakan mengalami kenaikan dan masih
sesuai dengan perkiraan sebelumnya.
Beberapa faktor yang menjadi pemicu inflasi
(up side risk) terutama berasal dari
ekspektasi masyarakat khususnya dalam
menghadapi siklus musiman akhir tahun
seperti Natal dan Tahun Baru. Hasil Survei
Konsumen BI memperkuat tendensi
terjadinya peningkatan tekanan inflasi,
dimana ekspektasi masyarakat terhadap
inflasi dan pengeluaran dalam jangka
pendek mengalami kenaikan. Selain itu,
anomali cuaca juga masih perlu diwaspadai.
Berdasarkan informasi BMKG, La Nina
diperkirakan terjadi pada Juni hingga
September 2016. Terkait fenomena
tersebut, keterbatasan pasokan terutama
pada komoditas bumbu dan sayur
berpotensi untuk terjadi, termasuk juga
banjir di daerah sentra produksi. Selain itu,
perubahan cuaca yang mempengaruhi tinggi
gelombang dan kondisi penerbangan
berpotensi mempengaruhi distribusi
komoditas di Papua.
100
120
140
160
180
200
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun
2015 2016
Perubahan harga sec.umum 3 bln mendatang dibandingkan saat ini
Perkiraan pengeluaran 3 bln mendatang dibandingkan saat ini
Grafik 7.3 Persepsi Masyarakat Terhadap Inflasi
53 53
53
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua
Di sisi lain, salah satu faktor peredam (down
side risk) inflasi adalah tidak terdapat
rencana kebijakan penyesuaian harga
komoditas oleh pemerintah. Dengan
mengasumsikan bahwa pergerakan harga
komponen volatile foods masih berada di
level yang moderat maka inflasi Papua
selama 2016 diperkirakan masih sesuai
dengan perkiraan sebelumnya yaitu berada
pada interval 3,8 4,8% (yoy) dengan
kecenderungan bias bawah.
Untuk dapat menjaga stabilitas inflasi, Tim
Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) diseluruh
daerah perlu kiranya untuk dapat
mengoptimalkan peranannya dalam
memitigasi risiko inflasi yang ada. Prioritas
pengendalian inflasi juga perlu dilakukan
terutama pada komoditas yang memiliki
sumbangan inflasi dominan di Papua.
Berdasarkan hasil asesmen menunjukkan
bahwa sejak Januari 2016 hingga Juli 2016,
komoditas bawang merah telah 6 kali
menjadi penyumbang inflasi tertinggi,
demikian juga dengan ikan ekor kuning dan
cabai rawit yang memiliki rata-rata
sumbangan inflasi tertinggi.
LAMPIRAN
TABEL-TABEL
55
Lampiran KEKR Papua Agustus 2016
TABEL I. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PROVINSI PAPUA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 2010
(dalam miliar rupiah)
Sumber: Badan Pusat Statistik
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTOMENURUT PENGGUNAAN Total Total I II III IV Total I II Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 47.326,6 50.742,6 12.922,9 13.099,7 13.525,2 14.043,1 53.590,8 13.641,7 13.956,8
Pengeluaran Konsumsi LNPRT 1.777,2 1.997,2 502,1 515,7 535,0 559,8 2.112,7 543,4 544,3
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 22.059,1 23.862,1 6.131,9 5.915,9 6.206,7 7.382,2 25.305,2 6.013,2 6.193,0
Pembentukan Modal Tetap Bruto 30.661,0 33.014,5 8.436,7 8.670,0 8.976,7 9.343,2 35.530,2 9.023,7 9.290,6
Perubahan Inventori 221,4 (183,5) (39,2) (49,6) (50,1) 17,6 132,6 (74,5) 188,8
Ekspor Luar Negeri 32.143,1 17.091,2 3.680,8 7.056,3 8.004,5 4.866,8 23.736,8 3.597,3 4.265,1
Impor Luar Negeri 5.451,8 11.190,9 1.886,6 2.070,9 2.490,2 2.430,3 8.943,3 1.874,4 2.745,4
Net Ekspor Antardaerah (12.308,0) 4.883,8 646,7 (534,4) (2.913,1) 943,2 (193,9) (1.127,8) 344,8
MENURUT KATEGORI LAPANGAN USAHA
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 13.661,8 14.453,2 3.622,4 3.793,3 3.869,2 4.104,2 15.425,2 3.771,9 3.989,2
Pertambangan dan Penggalian 50.313,5 48.219,3 12.178,1 13.792,8 12.294,5 13.817,1 53.506,3 10.478,5 11.682,0
Industri Pengolahan 2.299,7 2.500,1 628,8 663,3 641,8 660,5 2.594,4 673,9 672,0
Pengadaan Listrik, Gas 38,3 40,3 9,1 10,4 9,9 10,5 38,9 10,8 11,3
Pengadaan Air 65,3 69,4 17,6 17,8 18,3 18,5 72,2 18,3 18,5
Konstruksi 11.790,6 12.857,2 3.300,4 3.454,3 3.569,3 3.843,9 14.169,4 3.450,0 3.698,4
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 9.031,5 9.690,7 2.528,9 2.560,6 2.611,3 2.789,5 10.490,3 2.587,7 2.731,2
Transportasi dan Pergudangan 4.544,0 5.010,3 1.306,1 1.334,9 1.376,3 1.470,4 5.487,7 1.358,8 1.432,1
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 733,1 825,3 210,4 214,3 223,4 239,2 887,3 220,3 230,8
Informasi dan Komunikasi 4.269,7 4.553,0 1.111,3 1.195,6 1.208,0 1.274,4 4.789,3 1.171,7 1.214,4
Jasa Keuangan 1.734,7 1.862,8 475,9 415,6 500,5 494,6 1.901,5 497,1 486,4
Real Estate 2.718,6 2.938,7 747,6 772,7 776,2 814,3 3.110,8 802,3 828,2
Jasa Perusahaan 1.300,9 1.426,4 342,1 366,6 380,9 393,4 1.483,0 361,9 389,3
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 8.744,1 10.140,1 2.481,7 2.560,2 2.802,0 3.137,4 11.258,7 2.819,7 3.051,3
Jasa Pendidikan 2.337,1 2.527,7 640,3 653,4 677,7 739,3 2.710,8 680,7 728,3
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1.668,8 1.825,0 470,0 471,1 493,7 542,7 1.977,6 497,8 526,7
Jasa lainnya 1.176,9 1.277,5 324,5 325,6 341,7 375,7 1.367,5 341,3 347,9
TOTAL 116.428,6 120.217,0 30.395,3 32.602,7 31.794,7 34.725,4 131.270,9 29.742,8 32.038,0
2013 2014 2015 2016
56
Lampiran KEKR Papua Agustus 2016
TABEL II. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PROVINSI PAPUA ATAS DASAR HARGA BERLAKU
(dalam miliar rupiah)
Sumber: Badan Pusat Statistik
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTOMENURUT PENGGUNAAN Total Total I II III IV Total I II Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 57.324,0 65.488,3 17.152,2 17.489,1 18.152,4 19.098,9 71.892,6 18.881,5 19.739,6
Pengeluaran Konsumsi LNPRT 2.162,4 2.592,8 685,9 709,9 738,2 773,9 2.907,8 755,5 773,1
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 26.106,0 30.559,3 7.626,5 7.909,3 8.408,2 10.239,5 34.183,6 8.359,8 8.687,1
Pembentukan Modal Tetap Bruto 36.270,8 41.554,0 10.971,3 11.374,9 11.883,3 12.574,1 46.803,5 12.215,7 12.630,3
Perubahan Inventori 335,8 (378,2) (80,7) 386,9 (56,7) 40,9 290,3 (179,5) 469,7
Ekspor Luar Negeri 30.253,2 19.619,1 4.714,5 8.935,7 9.273,0 5.053,6 27.976,7 4.302,6 5.333,9
Impor Luar Negeri 6.744,4 14.019,6 2.476,5 2.631,2 3.163,1 3.095,8 11.366,6 2.318,4 3.496,3
Net Ekspor Antardaerah (25.935,8) (11.876,3) (3.880,6) (5.533,7) (7.552,2) (3.595,5) (20.562,0) (4.460,8) (2.997,1)
MENURUT KATEGORI LAPANGAN USAHAPertanian, Kehutanan, dan Perikanan 15.595,4 17.385,2 4.751,4 4.974,2 5.101,4 5.523,0 20.350,0 5.115,7 5.531,5
Pertambangan dan Penggalian 45.170,1 46.139,6 11.056,8 13.913,7 11.891,1 12.724,2 49.585,8 11.087,4 12.807,3
Industri Pengolahan 2.589,4 3.007,0 783,1 834,6 819,2 865,4 3.302,4 893,9 895,4
Pengadaan Listrik, Gas 31,9 40,1 13,2 10,5 10,6 18,5 52,7 18,9 18,9
Pengadaan Air 71,8 80,3 20,9 21,1 22,0 22,4 86,3 22,1 22,5
Konstruksi 13.173,9 16.786,5 4.701,0 4.776,0 4.997,1 5.617,3 20.091,4 5.131,3 5.520,8
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 9.766,5 11.297,3 3.166,1 3.251,9 3.389,9 3.767,2 13.575,2 3.552,5 3.820,1
Transportasi dan Pergudangan 5.808,8 6.747,5 1.833,3 1.893,5 1.989,0 2.202,7 7.918,4 2.040,7 2.195,4
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 876,2 1.064,0 283,5 293,2 311,9 344,2 1.232,9 317,5 333,5
Informasi dan Komunikasi 4.359,7 5.005,2 1.279,9 1.412,9 1.460,9 1.588,9 5.742,6 1.476,3 1.530,6
Jasa Keuangan 2.090,2 2.347,2 624,6 549,6 677,5 660,6 2.512,3 668,9 658,3
Real Estate 3.159,8 3.548,5 956,3 1.001,0 1.018,4 1.106,8 4.082,5 1.116,8 1.153,2
Jasa Perusahaan 1.434,9 1.617,8 396,3 429,9 455,8 489,7 1.771,7 459,7 494,6
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 10.095,5 12.269,2 3.226,9 3.616,6 3.772,0 4.189,0 14.804,5 3.830,8 4.235,1
Jasa Pendidikan 2.423,7 2.661,4 683,9 714,9 749,3 828,7 2.976,7 763,5 816,9
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1.849,3 2.118,4 563,9 573,7 616,3 691,2 2.445,1 643,4 680,9
Jasa lainnya 1.275,1 1.424,2 371,4 373,6 400,7 449,6 1.595,3 416,9 425,2
TOTAL 119.772,0 133.539,4 34.712,6 38.640,9 37.683,0 41.089,5 152.126,0 37.556,5 41.140,4
2013 2014 2015 2016
57
Lampiran KEKR Papua Agustus 2016
TABEL III. IMPOR LUAR NEGERI NONMIGAS PROVINSI PAPUA
Sumber: Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan
I II III IV I II III IV I II III IV I II
IMPOR
Nilai Impor Nonmigas (juta USD) 55,6 160,4 103,7 58,4 179,3 184,8 199,0 163,0 115,1 122,3 177,5 174,11 121,5 164,5
Nilai Impor Konsumsi 1,5 3,5 2,3 0,9 8,9 7,6 5,4 3,8 2,8 3,9 4,2 7,0 3,2 3,9
Nilai Impor Bahan Baku dan Penolong 49,6 117,5 85,4 44,7 121,3 145,2 152,7 131,7 89,6 97,0 142,8 127,3 94,5 130,9
Nilai Impor Barang Modal 4,6 39,6 16,1 13,4 49,8 32,5 41,6 28,0 23,2 21,8 30,9 40,5 24,3 30,4
Volume Impor Nonmigas (ribu ton) 10,9 23,1 19,3 10,8 35,9 22,9 23,8 29,2 13,4 22,3 17,2 65,2 17,6 28,0
Volume Impor Konsumsi 0,1 0,3 0,3 0,0 0,7 0,7 0,5 0,5 0,3 0,6 0,4 0,5 0,5 0,6
Volume Impor Bahan Baku dan Penolong 10,7 18,9 17,7 7,9 28,2 19,4 20,9 27,0 11,2 19,9 15,0 62,3 15,9 25,5
Volume Impor Barang Modal 0,2 3,9 1,4 2,9 7,3 2,9 2,5 1,9 2,0 1,9 1,9 2,5 1,3 2,1
Negara Asal Impor (juta USD) 55,6 160,4 103,7 58,4 179,3 184,8 199,0 163,0 115,1 122,3 177,5 174,1 121,5 164,5
Malaysia - - 0,1 0,0 0,2 0,3 2,5 0,6 8,4 0,4 0,3 1,1 1,4 0,6
Singapura 9,7 35,5 20,0 12,3 42,0 19,4 9,6 13,2 6,6 18,4 20,3 11,8 10,2 11,5
Jepang 4,1 4,9 13,3 4,3 9,2 13,9 13,4 10,8 4,1 3,7 4,8 7,6 7,3 6,8
RRT 0,1 0,3 0,9 5,5 4,0 3,0 3,8 2,7 2,0 1,7 1,4 1,8 2,0 2,9
Australia 36,6 56,0 49,5 26,5 65,0 72,3 81,8 65,5 44,9 43,8 56,0 80,0 42,3 78,0
Amerika Serikat 4,8 61,5 19,2 9,2 41,2 54,9 50,3 42,3 27,4 35,1 38,9 50,3 38,7 37,9
Swedia - - - - 2,0 3,9 13,2 13,3 13,5 7,8 44,7 6,5 4,9 6,6
Finlandia - - - 0,0 9,6 5,4 3,7 4,0 2,0 3,3 1,3 1,1 2,9 1,9
20162015
RINCIAN
2013 2014
58
Lampiran KEKR Papua Agustus 2016
TABEL IV. EKSPOR LUAR NEGERI NONMIGAS PROVINSI PAPUA
Sumber: Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan
I II III IV I II III IV I II III IV I II
EKSPOR
Nilai Ekspor (juta USD) 509,7 500,4 696,2 1.004,8 138,7 37,1 766,2 571,8 353,9 614,0 620,5 365,15 293,8 376,7
KPBC Jayapura 0,2 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,3 0,3 0,1 0,1 0,0 0,5 0,1 0,1
KPBC Merauke 23,4 25,6 18,3 22,2 26,7 24,7 23,7 25,8 18,4 19,6 11,7 13,48 10,8 12,5
KPBC Amamapare 486,2 467,2 672,6 973,7 102,8 1,5 731,6 535,8 318,4 575,7 595,6 345,07 271,7 352,3
KPBC Biak - 7,6 5,2 8,8 9,2 10,7 10,5 9,8 16,9 18,5 13,2 6,11 11,4 11,8
KPBC Nabire - - - - - - - - - - - - - -
Volume Ekspor (ribu ton) 265,0 273,8 373,1 445,6 88,2 46,1 301,1 272,6 204,6 335,4 370,8 246,3 232,9 277,9
KPBC Jayapura 0,1 0,1 0,0 0,0 0,1 0,1 0,2 0,1 0,1 0,1 0,0 0,22 0,0 0,0
KPBC Merauke 48,2 33,5 45,2 20,4 33,0 30,2 28,6 30,8 19,2 20,9 12,8 15,07 12,5 15,4
KPBC Amamapare 216,8 229,4 320,3 413,8 41,1 0,1 259,4 227,2 165,0 291,7 337,6 220,98 199,4 241,0
KPBC Biak - 10,7 7,6 11,4 14,0 15,8 12,9 14,4 20,4 22,7 20,3 10,03 21,0 21,4
KPBC Nabire - - - - - - - - - - - - - -
Total Komoditas (juta USD) 509,7 500,4 696,2 1.004,8 138,7 37,1 766,2 571,8 353,9 614,0 620,5 365,15 293,8 376,7
Kayu Olahan 18,3 26,0 19,1 23,9 26,4 26,3 27,3 29,0 35,3 38,2 24,9 19,59 22,1 24,4
Bijih Tembaga 486,2 467,2 672,2 973,7 102,6 - 730,7 534,4 318,3 575,5 594,1 343,85 271,7 352,3
Negara Tujuan Ekspor (juta USD) 509,7 500,4 696,2 1.004,8 138,7 37,1 766,2 571,8 353,9 614,0 620,5 365,2 293,8 376,7
Amerika Serikat - - - - - - 3,2 - 7,1 7,2 0,0 - - 0,0
Kayu Olahan - - - - - - 3,2 - 7,1 7,2 - - - -
Bijih Tembaga - - - - - - - - - - - - - -
Filipina 94,6 - 80,3 39,0 19,8 0,1 - - - 45,8 68,3 69,2 60,6 68,8
Kayu Olahan - - - - - - - - - - - - - -
Bijih Tembaga 94,6 - 80,3 39,0 19,8 - - - - 45,8 68,3 69,2 60,6 68,8
India 212,0 - 191,0 351,6 - - 286,5 52,3 196,5 206,7 227,5 147,5 25,9 48,9
Kayu Olahan - - - 0,1 - - - - - - - - - -
Bijih Tembaga 212,0 - 191,0 351,4 - - 286,5 52,3 196,5 206,7 227,5 147,5 25,9 48,9
Jepang 87,2 173,2 148,8 273,2 - 0,7 73,8 195,8 33,7 154,3 154,5 60,6 56,1 103,3
Kayu Olahan - - - - - - - - - - - - - -
Bijih Tembaga 87,2 173,2 148,8 273,2 - - 72,4 195,3 33,7 154,3 154,5 60,6 56,1 103,3
RRT 5,1 86,4 193,9 132,7 29,4 8,4 145,0 171,7 88,2 105,5 67,9 49,2 43,7 88,5
Kayu Olahan - - 1,3 - - - - - - - - - - -
Bijih Tembaga - 79,3 188,2 126,8 19,9 - 139,6 164,3 88,2 105,5 67,9 49,2 43,7 88,5
Arab Saudi 13,1 21,9 13,2 17,3 15,8 15,4 17,7 15,7 23,7 23,4 14,3 12,6 7,8 8,9
Kayu Olahan 13,1 21,9 13,2 17,3 15,8 15,4 17,7 15,7 23,7 23,4 14,3 12,6 7,8 8,9
Bijih Tembaga - - - - - - - - - - - - - -
Korea Selatan 23,4 90,9 63,9 83,1 4,6 1,8 47,9 25,8 - 65,5 25,0 18,8 32,5 49,1
Kayu Olahan 1,4 - - 0,8 4,6 1,8 - - - 2,2 5,7 1,58 1,2 6,5
Bijih Tembaga 21,9 90,9 63,9 82,4 - - 47,9 25,8 - 63,4 19,3 17,26 31,2 42,7
20162015
RINCIAN
2013 2014
59
Lampiran KEKR Papua Agustus 2016
TABEL V. PENYALURAN KREDIT PERBANKAN NASIONAL (LOKASI PROYEK DI PROVINSI PAPUA)
Sumber: Laporan Bank Umum
I II III IV I II III IV I II III IV I II
Menurut Penggunaan
Modal Kerja 6.025 6.396 6.615 6.786 7.258 7.890 8.433 7.705 7.550 8.178 9.350 9.512 8.822 9.480
Investasi 2.296 2.852 2.868 3.170 3.037 3.186 3.200 3.620 3.625 3.922 2.813 3.018 2.352 2.535
Konsumsi 6.966 7.395 8.020 8.365 8.443 8.601 8.648 9.555 9.685 9.921 10.201 10.361 10.268 10.697
Menurut Sektor Lapangan Usaha
1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 237 457 505 739 736 792 828 842 887 1.082 865 1.134 696 718
2. Pertambangan dan Penggalian 106 90 102 86 70 79 92 72 79 81 30 43 61 59
3. Industri Pengolahan 377 488 546 506 374 364 335 318 308 296 153 352 316 333
4. Pengadaan Listrik dan Gas 45 51 34 36 33 35 45 51 38 46 25 36 33 34
5. Pengadaan Air 1 - - - 2 4 7 5 3 6 2 6 5 5
6. Konstruksi 1.092 1.201 1.302 1.260 1.316 1.502 1.858 1.454 1.265 1.527 1.140 1.561 1.156 1.534
7. Perdagangan Besar dan Eceran 3.457 4.075 4.122 4.215 4.383 4.618 4.766 4.959 5.035 5.358 6.550 5.820 6.122 6.487
8. Transportasi dan Pergudangan 342 409 434 470 520 611 649 669 671 651 522 641 589 615
9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 573 642 643 647 647 677 695 688 678 708 398 703 672 694
10. Informasi dan Komunikasi 16 16 16 16 19 17 18 18 18 18 1 2 9 9
11. Perantara Keuangan 452 340 357 390 376 487 460 496 542 695 608 727 94 84
12. Real Estate dan Usaha Persewaan 186 183 179 194 244 179 177 181 187 189 145 208 232 275
13. Jasa Perusahaan 157 277 246 247 234 214 199 221 230 224 221 211 172 171
14. Adm. Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 1 1 3 3 3 6 4 111 37 2 1 66 17 1
15. Jasa Pendidikan 24 28 33 31 32 17 30 15 13 17 11 15 12 10
16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 16 18 24 24 31 30 32 30 29 35 30 36 33 38
17. Lainnya dan Bukan Lapangan Usaha 8.206 8.366 8.959 9.458 9.718 10.044 10.086 10.749 10.840 11.086 11.660 11.329 11.221 11.645
TOTAL 15.288 16.643 17.503 18.321 18.737 19.677 20.281 20.879 20.860 22.021 22.364 22.891 21.441 22.712
20162015URAIAN
2013 2014