kajian ekonomi dan keuangan regional provinsi sulawesi selatan · menjemput harapan dengan...
TRANSCRIPT
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI SULAWESI SELATAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional
Provinsi Sulawesi Selatan
Agustus 2016
(terbit setiap triwulan)
Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:
www.bi.go.id/web/id/Publikasi/
Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi:
Divisi Advisory Ekonomi dan Keuangan
Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Selatan
Jl. Jenderal Sudirman No. 3
Makassar 90113, Indonesia
Telepon: 0411 – 3615188/3615189
Faksimili: 0411 – 3615170
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman iii
KATA PENGANTAR
Kata Pengantar
Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) disusun dan disajikan setiap
triwulan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan, mencakup aspek pertumbuhan ekonomi,
keuangan pemerintah, inflasi, stabilitas keuangan daerah dan pengembangan akses keuangan, penyelenggaraan sistem
pembayaran dan pengelolaan uang rupiah, ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, serta prospek perekonomian
ke depan. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini disamping bertujuan untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat
Bank Indonesia dalam merumuskan kebijakan moneter, makroprudensial, stabilitas sistem keuangan, serta sistem
pembayaran dan pengelolaan uang rupiah, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders di
daerah dalam membuat keputusan. Dengan demikian, keberadaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi
Sulsel diharapkan dapat semakin berperan sebagai economic advisor dan strategic partner bagi stakeholders di wilayah
kerjanya.
Ekonomi Sulsel pada triwulan II 2016 tumbuh menggembirakan mencapai 8,05% (yoy), lebih tinggi dari pencapaian
pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,18% (yoy). Kami mencatat beberapa sektor ekonomi masih tumbuh meningkat,
antara lain sektor jasa keuangan, pengadaan listrik dan gas, konstruksi, dan perdagangan. Namun, kondisi eksternal yang
belum sepenuhnya membaik masih berimbas pada belum optimalnya kinerja ekspor komoditas unggulan Sulsel di
triwulan II 2016. Menurut outlook World Bank, harga internasional komoditas unggulan ekspor Sulsel diperkirakan baru
akan membaik pada akhir 2016. Ekonomi Sulsel pada triwulan III 2016 kami perkirakan tumbuh sedikit melambat dari
triwulan sebelumnya, karena adanya potensi risiko perlambatan di sektor pertanian dan industri pengolahan. Agar risiko
perlambatan ekonomi Sulsel secara keseluruhan dapat diminimalisir, kami berharap realisasi penyerapan anggaran
belanja pemerintah terutama belanja modal pada triwulan III dan IV dapat dioptimalkan. Sementara itu, tekanan inflasi di
Sulsel saat ini relatif terkendali. Melalui berbagai upaya pengendalian inflasi yang telah dan terus akan dilakukan kedepan,
kami optimis inflasi akan semakin menurun sehingga pada akhir tahun berada pada kisaran target yang ditetapkan yaitu
4±1%. Dengan pencapaian inflasi yang semakin rendah, maka daya beli masyarakat Sulsel akan terjaga dengan baik,
sehingga kesejahteraannya meningkat. Menurut hemat kami, fokus pengendalian harga pada triwulan III dan IV 2016
sebaiknya lebih diarahkan pada komoditas volatile food dengan cara menjaga ketersediaan pasokannya, mengingat pada
saat menjelang akhir tahun aktivitas masyarakat akan meningkat seiring dengan perayaan Natal dan Tahun Baru. Di sisi
lain hasil panen terutama padi pada triwulan III dan IV diperkirakan tidak akan sebaik di triwulan II 2016.
Dalam penyusunan kajian ini, kami memanfaatkan data sekunder yang diterbitkan atau yang disediakan oleh berbagai
institusi. Selain itu kami juga menggunakan data primer dan informasi yang kami peroleh dari hasil survei dan liaison atau
hasil kunjungan ke sejumlah perusahaan besar di Sulsel. Sehubungan dengan hal tersebut, kami mengucapkan terima
kasih dan penghargaan yang tinggi kepada semua pihak, terutama bagi Bapak/Ibu yang telah berkontribusi dalam sharing
pemikiran dan membantu dalam penyediaan dataatauinformasi yang lengkap, akurat dan terkini. Saran serta masukan
dari para stakeholders sangat kami harapkan agar kedepan kajian yang kami susun menjadi semakin lebih baik.
Makassar, Agustus 2016
KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI SULAWESI SELATAN
ttd
Wiwiek Sisto Widayat Direktur Eksekutif
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman iv
VISI BANK INDONESIA Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional
melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian
inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil.
MISI BANK INDONESIA 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi
kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang
berkualitas.
2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan
efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan
eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan
dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian
nasional.
3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang
berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter, dan
stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan
akses dan kepentingan nasional.
4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia
yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta
melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam
rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.
NILAI-NILAI STRATEGIS Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen,
dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri
atas:Trust and Integrity – Professionalism – Excellence – Public Interest –
Coordination and Teamwork.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman v
DAFTAR ISI
Daftar Isi
KATA PENGANTAR III
DAFTAR ISI V
RINGKASAN EKSEKUTIF 1
TABEL INDIKATOR EKONOMI 6
1. PERTUMBUHAN EKONOMI 11
1.1. PERTUMBUHAN EKONOMI 12
1.2. SISI PENGELUARAN 12
1.3. SISI LAPANGAN USAHA 21
2. KEUANGAN PEMERINTAH 35
2.1 STRUKTUR ANGGARAN 36
2.2 PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBD PROVINSI 36
2.3 PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA APBD KABUPATEN/KOTA SE-SULSEL 39
2.4 PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA APBN DI SULSEL 41
2.5 PERAN REALISASI KEUANGAN PEMERINTAH DALAM PDRB 42
3. INFLASI DAERAH 45
3.1 INFLASI UMUM 46
3.2 INFLASI KELOMPOK BARANG DAN JASA 46
3.3 INFLASI MENURUT KOTA IHK 53
3.4 DISAGREGASI INFLASI 54
3.5 KOORDINASI PENGENDALIAN INFLASI 55
4. STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 59
4.1. STABILITAS KEUANGAN DAERAH 60
4.2. PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 77
5. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 79
5.1 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN 80
5.2 PENGELOLAAN UANG RUPIAH 80
5.3 GERAKAN NASIONAL NON TUNAI 82
6. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 83
6.1 TENAGA KERJA 84
6.2 PENDUDUK MISKIN 85
6.3 RASIO GINI 87
6.4 NILAI TUKAR PETANI 87
DAFTAR ISI
vi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
7. PROSPEK PEREKONOMIANDAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 91
7.1 PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI 92
7.2 PROSPEK INFLASI 96
7.3 REKOMENDASI KEBIJAKAN 98
LAMPIRAN 101
DAFTAR BOKS
BOKS 1.A.
PENGEMBANGAN INDUSTRI MARITIM UNGGULAN DI SULAWESI SELATAN 32
BOKS 2.A.
IMPLIKASI PROGRAM TAX AMNESTY TERHADAP PEREKONOMIAN 43
BOKS 3.A.
TPID SULSEL: BERSINERGI UNTUK MENEKAN INFLASI 57
BOKS 7.A.
COMPOSITE LEADING INDICATOR PDRB PROVINSI SULAWESI SELATAN 99
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman 1
RINGKASAN EKSEKUTIF
Ringkasan Eksekutif
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
Gambaran Umum
Perekonomian Sulsel triwulan II
2016 tumbuh meningkat
dibandingkan triwulan
sebelumnya, namun terdapat
potensi risiko perlambatan di
triwulan III 2016
Perekonomian Sulsel triwulan II 2016 tumbuh 8,05% (yoy), meningkat dibandingkan
pertumbuhan triwulan I 2016 yang tercatat 7,43% (yoy). Secara sektoral,
meningkatnya pertumbuhan disebabkan oleh kinerja sektor primer dan tersier yang
semakin membaik. Pada sektor primer didorong oleh meningkatnya sektor pertanian
dan pertambangan, sementara pada sektor tersier yaitu sektor jasa keuangan,
perdagangan, jasa pendidikan, dan administrasi pemerintahan. Di sisi pengeluaran,
meningkatnya pertumbuhan disebabkan oleh meningkatnya kinerja seluruh
komponen, khususnya konsumsi pemerintah dan investasi (PMTB). Sementara itu,
kinerja ekspor mengalami perbaikan meski masih dalam fase kontraksi akibat belum
pulihnya pasar global. Pada triwulan laporan, kinerja perbankan dalam kondisi baik,
sementara transaksi yang tercatat pada sistem pembayaran menunjukkan
peningkatan. Namun demikian, pada triwulan III 2016 kami perkirakan pertumbuhan
ekonomi akan sedikit melambat, dikarenakan terdapat potensi risiko perlambatan di
sektor Pertanian dan sektor Industri Pengolahan. Peluang peningkatan ekonomi Sulsel
pada 2016 akan terjadi apabila perkembangan ekonomi global semakin membaik dan
terjalin koordinasi yang semakin erat antara pemerintah pusat dan daerah, sehingga
pelaksanaan pembangunan dan penyerapan anggaran berjalan lancar.
Tekanan inflasi pada triwulan II 2016 menurun. Pada akhir triwulan II 2016 inflasi
Sulsel tercatat 4,30% (yoy). Pencapaian inflasi berada di dalam rentang sasaran inflasi
nasional 4±1%, dan kami akan terus berupaya menjaga inflasi Sulsel berada di rentang
sasaran inflasi yang ditargetkan hingga akhir tahun 2016. Penurunan inflasi Sulsel
terjadi dikarenakan menurunnya tekanan harga pada hampir seluruh kelompok kecuali
makanan jadi dan sandang. Menurunnya tekanan harga pada kelompok bahan
makanan disebabkan tercukupinya pasokan seiring berlangsungnya musim panen,
meski pada saat yang sama konsumsi masyarakat juga meningkat. Selain itu,
penurunan harga BBM dan tarif tenaga listrik (TTL) juga mendorong penurunan inflasi
ke arah yang lebih rendah. Kunci keberhasilan dalam mengendalikan inflasi di Sulsel
tersebut tentunya tidak lepas dari peran serta, komunikasi, dan koordinasi yang
berjalan baik diantara anggota TPID, terutama dalam kaitannya dengan upaya menjaga
ketersediaan dan kelancaran arus distribusi bahan pangan ke berbagai daerah di Sulsel.
Pertumbuhan Ekonomi
Investasi yang tumbuh relatif
tinggi, yang diiringi
pertumbuhan konsumsi
pemerintah dan rumah
Peningkatan pertumbuhan perekonomian Sulsel triwulan II 2016 terutama
disebabkan oleh pertumbuhan investasi (PMTB) dan meningkatnya konsumsi
pemerintah, konsumsi rumah tangga dan konsumsi LNPRT. Pada triwulan II 2016
investasi tumbuh 9,63% (yoy), sementara konsumsi pemerintah tumbuh 7,37% (yoy)
RINGKASAN EKSEKUTIF
2 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
tangga, serta kinerja positif
sektor primer dan tersier
berhasil mendorong
pertumbuhan ekonomi Sulsel di
triwulan II 2016
lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan periode sebelumnya. Demikian pula
konsumsi rumah tangga dan LNPRT masing-masing tumbuh 5,61% (yoy).
Sedangkan secara sektoral, pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh meningkatnya
kinerja sektor perdagangan, pertanian, jasa keuangan, pengadaan listrik dan gas,
serta konstruksi. Peningkatan kinerja yang terjadi di hampir seluruh sektor tersebut
mencerminkan bahwa daya beli konsumen di Sulsel tetap terjaga dengan baik.
Kami memperkirakan pada triwulan III 2016 perekonomian Sulsel akan tumbuh
sedikit melambat. Hal ini dikarenakan terdapat potensi risiko perlambatan di sektor
pertanian dan sektor industri pengolahan yang merupakan bagian dari sektor
penopang utama perekonomian Sulsel. Perlambatan di sektor pertanian dikarenakan
pada periode tersebut baru memasuki musim tanam, dan berlangsungnya fenomena
La Nina yang berpotensi mengganggu aktivitatas di subsektor perikanan. Sedangkan
perlambatan di sektor industri pengolahan lebih disebabkan melambatnya aktivitas
produksi karena masih tingginya stok produksi yang dimiliki perusahaan. Disisi lain,
aktivitas ekspor terutama perdagangan antar daerah kami perkirakan juga cenderung
sedikit melambat.
Inflasi
Tekanan harga dari kelompok
volatile food dan administered
prices menurun.
Tekanan inflasi semakin menurun. Laju inflasi Sulsel pada akhir triwulan II 2016
tercatat 4,30% (yoy) lebih rendah dari triwulan I 2016 sebesar 5,70% (yoy), yang secara
umum disebabkan oleh menurunnya tekanan harga pada kelompok bahan makanan.
Penurunan inflasi pada kelompok bahan makanan disebabkan oleh tersediannya
pasokan yang cukup seiring berlangsungnya panen raya. Selain itu, kelompok transport
juga tercatat deflasi, sebagai dampak dari menurunnya harga bensin dan solar.
Kami memperkirakan tekanan inflasi sampai dengan triwulan III 2016 masih akan
rendah. Faktor pendorong penurunan tekanan inflasi secara umum disebabkan oleh
menurunnya tekanan harga pada hampir seluruh kelompok kecuali bahan makanan
dan pendidikan. Hal ini sebagai implikasi dari kembalinya permintaan masyarakat ke
pola normalnya. Dengan demikian, kami optimis target pencapaian inflasi akhir tahun
pada kisaran 4 ± 1% akan dapat tercapai.
Untuk mencapai target inflasi, berbagai upaya penanggulangan inflasi terus
dilakukan dengan meningkatkan koordinasi dan komunikasi melalui TPID.
Pelaksanaan koordinasi TPID di sepanjang periode laporan dilakukan dengan
melibatkan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota dan instansi lainnya melalui
pelaksanaan rapat koordinasi TPID Provinsi Sulsel. Selain itu, Bank Indonesia juga aktif
dalam melakukan komunikasi dan program pengembangan UMKM terutama berbasis
komoditas pangan dalam rangka pengendalian inflasi.
Keuangan Pemerintah
Meskipun belum optimal,
realisasi belanja APBD
Provinsi/Kab/Kota dan APBN di
Sulsel turut mendorong
pertumbuhan ekonomi Sulsel.
Realisasi penyerapan APBD dan APBN di Sulsel turut mendorong pertumbuhan
ekonomi di triwulan II 2016. Realisasi belanja APBD Provinsi hingga akhir semester
tercatat Rp2,48 triliun atau 34,28% dari yang dianggarkan sebesar Rp7,22 triliun.
Sebagian besar penyerapan anggaran direalisasikan untuk belanja operasional (73,79%)
dan belanja transfer (22,58%), sementara yang direalisasikan untuk belanja modal
masih tergolong minim (3,63%). Kondisi yang hampir sama juga terjadi pada APBD
Kabupaten/Kota. Dari Total anggaran sebesar Rp33,42 triliun, hingga akhir semester I
2016 diperkirakan baru berhasil direalisasikan sebesar Rp11,31 triliun atau 33,84%.
Sementara itu, pencapaian realisasi belanja pada APBN yang dialokasikan di Sulsel
terlihat lebih baik. Sampai akhir semester I 2016 telah terealisasi sebesar Rp7,37 triliun
atau 37,80% dari yang dianggarkan sebesar Rp19,48 triliun. Seluruh komponen belanja
RINGKASAN EKSEKUTIF
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman 3
memperlihatkan peningkatan kecuali belanja untuk bantuan sosial.
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Intermediasi perbankan
berjalan dengan baik, dengan
kualitas kredit terjaga pada
level aman
Stabilitas keuangan daerah tetap terjaga baik, terutama didukung oleh ketahanan
sektor rumah tangga. Kinerja konsumsi sektor rumah tangga masih tumbuh baik,
dengan porsi pinjaman kepada perbankan masih normal, dan memiliki rasio tabungan
yang kuat. Disisi lain, kinerja korporasi utama masih terpengaruh oleh kondisi ekonomi
global. Namun, dengan masih kuatnya permintaan sektor rumah tangga, mampu
mengompensasi penurunan kinerja sektor korporasi, sehingga stabilitas keuangan di
Sulsel tetap terjaga baik.
Kinerja perbankan terjaga baik. Meskipun terjadi sedikit perlambatan pertumbuhan
aset, namun kinerja intermediasi masih sangat baik dengan mencatatkan pertumbuhan
yang lebih tinggi di triwulan II 2016. Yang lebih utama, peningkatan kinerja
intermediasi ini dapat diimbangi dengan perbaikan kualitas kredit. Penyaluran kredit ke
sektor UMKM juga terus tumbuh, sehingga pangsa kredit UMKM terhadap total kredit
tetap terjaga di atas 30%.
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
Sesuai siklus ekonomi,
kebutuhan uang kartal pada
triwulan II 2016 meningkat.
Sementara disisi lain, transaksi
non tunai khususnya yang
dilakukan melalui kliring
mengalami lonjakan yang
tajam.
Perkembangan transaksi keuangan non tunai berjalan dinamis. Nilai transaksi
keuangan melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) mengalami
peningkatan, seiring dengan diimplementasikannya ketentuan batas minimal transaksi
melalui BI-RTGS sebesar Rp500 juta dan diberlakukannya kebijakan penambahan
waktupelayanan SKNBI menjadi 5 (lima) kali sehari.
Disisi pengelolaan uang rupiah (PUR) terjadi net outflow sebesar Rp1,40 triliun. Hal ini
mengindikasikan adanya peningkatan kebutuhan uang kartal, sejalan dengan siklus
tahunan saat bulan Ramadhan dan menjelang Idul Fitri.
Untuk meningkatkan layanan ketersediaan uang layak edar, Bank Indonesia senantiasa
terus mendorong clean money policy melalui kegiatan pengelolaan uang tunai dengan
melakukan pembukaan layanan penukaran uang, kas keliling, remise, pemusnahan
uang tidak layak edar, dan edukasi ciri-ciri keaslian mata uang rupiah.
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Penyerapan tenaga kerja
hingga Februari 2016 terdapat
sedikit perbaikan yang
diharapkan dapat menurunkan
angka kemiskinan. Menurut
data terakhir per Maret 2016
angka kemiskinan Sulsel secara
tahunan sedikit meningkat.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) relatif tidak berubah. Pada Februari 2016
mencapai 5,11% relatif sama dengan periode yang sama tahun lalu 5,10%. Sementara
itu, tingkat kesejahteraan petani yang diukur dari Nilai Tukar Petani (NTP) hingga
triwulan I 2016 secara tahunan terpantau membaik dibandingkan triwulan I 2015.
Jumlah penduduk miskin di Sulsel hingga Maret 2016 sedikit meningkat dibanding
Maret 2015 baik di kota maupun di desa. Persentase penduduk miskin di Sulsel
(9,40%), tergolong cukup rendah jika dibandingkan Provinsi lain di Sulawesi maupun
Nasional.
Prospek Perekonomian
Perekonomian Sulsel pada
triwulan IV 2016 dan
keseluruhan 2016 diprakirakan
tumbuh lebih tinggi dari
pertumbuhan ekonomi
nasional, dan lebih baik dari
tahun lalu.
Perekonomian Sulsel pada triwulan IV 2016 diperkirakan tumbuh pada kisaran 7,6% -
8,0% (yoy). Jika dibandingkan dengan ekonomi nasional, pertumbuhan ekonomi Sulsel
triwulan IV 2016 diperkirakan tetap lebih tinggi. Dari sisi permintaan, pertumbuhan
ekonomi diperkirakan masih akan ditopang oleh konsumsi dan investasi, dan ekspor
luar negeri. Sementara dari sisi lapangan usaha, diperkirakan akan terjadi pada
lapangan usaha Pertanian, sektor Pertambangan, sektor Pengadaan Listrik/Gas, sektor
Konstruksi, sektor Perdagangan, dan sektor Administrasi Pemerintahan.
RINGKASAN EKSEKUTIF
4 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
Untuk keseluruhan 2016 diperkirakan juga tumbuh pada kisaran yang sama 7,6% -
8,0% (yoy), atau lebih tinggi dari pencapaian 2015 yang tumbuh 7,15%. Faktor risiko
yang perlu diwaspadai kedepan adalah berlanjutnya ketidakpastian ekonomi global,
rebound-nya harga minyak dunia, pergerakan nilai tukar rupiah, dan optimalisasi
kebijakan ekonomi pemerintah pusat dan daerah.
Tekanan harga pada akhir 2016 diperkirakan berada dalam kisaran target inflasi
nasional 4,0%±1,0%. Optimisme ini didukung oleh perkembangan harga minyak dunia
yang rendah dan stabil, sehingga akan terjadi penyesuaian harga pada administered
prices. Sementara itu, risiko tekanan inflasi diperkirakan muncul dari volatile food
sebagai imbas dari La Nina yang akan menurunkan produksi ikan tangkap. Selain itu,
potensi risiko tekanan harga juga bisa muncul dari inflasi inti seiring dengan
membaiknya harga emas.
Rekomendasi Kebijakan
Percepatan infrastruktur,
peningkatan nilai tambah, dan
optimalisasi belanja
pemerintah menjadi kunci
pertumbuhan perekonomian
Sulsel 2016. Selain itu, juga
perlu diiringi dengan
pengendalian harga terutama
untuk komoditas penyumbang
inflasi terbesar di Sulsel.
Untuk mendorong Sulsel sebagai Pilar Utama Pembangunan Nasional dan Simpul
Jejaring Akselerasi Kesejahteraan, berikut ini beberapa kebijakan yang dapat
disarankan kepada pemerintah daerah: (a) Mengakselerasi realisasi belanja
pemerintah daerah, khususnya belanja modal yang dialokasikan untuk pembiayaan
proyek infrastruktur. Hal demikian sangat penting karena akan dapat menciptakan
multiplier effect yang besar, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Sulsel
ke arah yang lebih tinggi; (b) Membangun sistem monitoring realisasi anggaran
pendapatan dan belanja pemerintah daerah yang terpadu, dan mewajibkan seluruh
pemerintah Kabupaten/Kota di Sulsel untuk melaporkan pencapaiannya secara rutin
(bulanan) kepada pemerintah Provinsi, sehingga Pemprov Sulsel memiliki informasi dini
yang dapat digunakan untuk memacu realisasi anggaran pemerintah daerah di
Kabupaten/Kota; (c) Merealisasikan nominal anggaran belanja daerah secara disiplin
sesuai Rencana Penerimaan dan Pengeluaran Bulanan (RPPB) yang telah ditetapkan;
(d) Guna memacu kinerja pegawai, realisasi anggaran belanja ini hendaknya dijadikan
salah satu indikator kinerja setiap satuan kerja perangkat daerah (SKPD); (e) Melakukan
akselerasi pembangunan infrastruktur kemaritiman, baik infrastuktur fisik maupun
infrastruktur pendukung, yang diantaranya dengan melakukan perbaikan berbagai
pelabuhan laut, kawasan pergudangan dan memperbaiki akses jalan yang menuju ke
pelabuhan, serta meningkatkan kualitas SDM; (f) Untuk mendukung program
kemaritiman di Sulsel dan Kawasan Timur Indonesia (KTI), pemerintah pusat dan
daerah perlu menyusun roadmap pengembangan industri dasar hingga menengah (low
medium technology) terutama yang berbasis maritim di Sulsel. Pembangunan industri
dasar tersebut sangat penting agar tidak lagi terjadi defisit neraca perdagangan antar
pulau, sebagai akibat dari ketergantungan barang dari luar Sulsel, maupun nilai tambah
barang Sulsel yang relatif rendah karena saat dijual/ekspor masih berupa barang
mentah. Selain itu, dengan semakin bekembangnya industri di Sulsel dan KTI secara
umum, diharapkan dapat menekan biaya transportasi barang di wilayah KTI, karena
tidak lagi terdapat imbalance trade dan imbalance cargo.
Sementara itu, rekomendasi kebijakan yang dapat dirumuskan untuk pengendalian
harga terutama diarahkan pada komoditas penyumbang inflasi terbesar (beras) yaitu
sebagai berikut: (a) Perlunya kebijakan pemerintah daerah yang mampu
mengintegrasikan kepentingan berbagai pihak terkait, agar pemenuhan pasokan bahan
pangan dari daerah produsen ke daerah perkotaan (khususnya Makassar) tidak
terdapat hambatan dan dapat berjalan secara berkesinambungan. Hal ini sangat
penting mengingat inflasi Makassar memberikan sumbangan terbesar kepada inflasi
Sulsel. Kebijakan yang bersifat pengkoordinasian ini seyogyanya dilakukan oleh
pemerintah provinsi; (b) Perlunya kebijakan dan langkah-langkah konkrit guna
RINGKASAN EKSEKUTIF
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman 5
meminimalisir dampak negatif dari market failures. Kebijakan tersebut hendaknya
diberlakukan kepada mereka yang selama ini mengambil marjin keuntungan yang
paling besar. Kebijakan bisa diimplementasikan dalam bentuk himbauan, hingga
sampai ke tingkat yang keras yaitu penghentian sementara/pencabutan izin usaha; (c)
Memberikan bantuan dengan menyalurkan beras kepada kelompok miskin terutama
pada saat operasi pasar Perum BULOG dinilai kurang berjalan efektif; (d) Menyiapkan
sistem informasi yang simetris dan berkualitas yang mampu menyediakan informasi
mengenai data stok dan harga beras di tingkat regional, nasional maupun
internasional, yang dapat diakses dengan mudah oleh seluruh pelaku usaha di bidang
perberasan, terutama petani; (e) Mendorong perbankan atau lembaga pembiayaan
lainnya di Susel agar lebih giat dalam melaksanakan program/kegiatan layanan
keuangan inklusif, khususnya kepada petani agar lebih mudah dalam mengakses
pembiayaan, sehingga mereka tidak lagi tergantung kepada pemodal besar.
TABEL INDIKATOR EKONOMI
6 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
TABEL INDIKATOR EKONOMI
Tabel Indikator Ekonomi
A. INFLASI DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB)
I II III IV I II III IV I II III***
MAKRO
- Sulawesi Selatan 109,16 109,71 111,72 116,89 116,95 118,55 121,06 122,13 123,62 123,65 124,93
- Sulawesi Utara 109,39 110,28 110,90 118,61 118,13 119,91 121,26 125,20 123,92 124,31 125,35
- Gorontalo 108,24 109,32 109,62 115,26 113,96 115,98 117,72 120,22 120,50 121,65 121,72
- Sulawesi Tengah 111,45 113,64 115,12 120,21 117,34 120,46 121,29 125,22 124,42 125,53 126,02
- Sulawesi Tenggara 108,00 109,77 111,72 117,67 116,43 117,84 118,00 120,34 121,96 120,72 121,65
- Sulawesi Barat 108,92 110,28 112,54 116,85 116,20 118,65 119,84 122,78 122,23 123,74 124,53
- Sulawesi Selatan 5,88 5,92 3,72 8,61 7,13 8,06 8,36 4,48 5,70 4,30 4,14
- Sulawesi Utara 5,67 6,26 4,00 9,67 7,99 8,73 9,34 5,56 4,90 3,67 3,47
- Gorontalo 5,10 5,82 3,59 6,14 5,28 6,09 7,39 4,30 5,74 4,89 4,18
- Sulawesi Tengah 8,42 10,37 5,46 8,84 5,28 6,00 5,36 4,17 6,03 4,21 3,25
- Sulawesi Tenggara 5,60 4,84 1,83 8,45 7,81 7,35 6,86 2,27 4,75 4,37 4,38
- Sulawesi Barat 6,24 6,65 4,46 7,89 6,68 7,59 6,49 5,07 5,19 4,29 3,93
55.565 57.882 62.159 58.393 58.742 62.488 66.878 62.621 63.105 67.519 -
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 12.293 13.015 15.191 10.582 12.722 14.526 15.982 10.727 12.823 15.061 -
Pertambangan dan Penggalian 3.450 3.498 3.793 3.971 3.533 3.780 4.251 4.304 3.623 3.980 -
Industri Pengolahan 7.648 8.162 8.577 8.890 8.091 8.773 8.951 9.692 9.154 9.530 -
Pengadaan Listrik, Gas 51 55 56 60 51 51 53 58 55 60 -
Pengadaan Air 75 77 77 73 75 77 75 76 79 82 -
Konstruksi 6.494 6.789 7.044 7.340 6.961 7.188 7.689 8.129 7.610 7.964 -
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 7.775 8.088 8.619 7.881 8.212 8.623 9.405 8.675 8.973 9.539 -
Transportasi dan Pergudangan 2.061 2.094 2.181 2.260 2.150 2.243 2.407 2.389 2.427 2.449 -
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 765 797 806 815 804 829 855 877 881 896 -
Informasi dan Komunikasi 3.492 3.592 3.733 3.743 3.749 3.860 4.036 4.069 4.055 4.170 -
Jasa Keuangan 1.950 2.017 2.008 2.090 2.144 2.077 2.194 2.248 2.352 2.438 -
Real Estate 2.068 2.124 2.164 2.209 2.252 2.284 2.320 2.341 2.411 2.442 -
Jasa Perusahaan 245 249 252 254 256 261 270 273 277 281 -
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 2.510 2.575 2.698 2.772 2.648 2.758 2.949 3.027 2.864 3.004 -
Jasa Pendidikan 2.916 2.929 3.105 3.523 3.176 3.195 3.402 3.606 3.420 3.488 -
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1.065 1.093 1.107 1.169 1.144 1.177 1.232 1.292 1.253 1.276 -
Jasa lainnya 707 728 747 761 773 788 808 839 849 858 -
1. Konsumsi 35.255 37.835 38.891 42.129 37.158 39.735 41.045 44.894 39.000 42.066 -
2. Investasi 20.668 23.151 23.343 22.160 23.068 25.335 26.744 27.333 25.544 26.390 -
3. Ekspor 14.947 14.401 15.995 14.405 13.861 13.733 14.663 10.301 8.208 9.942 -
4. Impor 15.306 17.505 16.069 20.301 15.344 16.315 15.574 19.907 9.647 10.879 -
55.565 57.882 62.159 58.393 58.742 62.488 66.878 62.621 63.105 67.519 -
8,38 6,39 7,73 7,70 5,72 7,96 7,59 7,24 7,43 8,05 -
360,34 452,96 490,63 444,80 344,16 382,89 381,25 333,28 229,37 276,31 -
167,44 182,55 193,36 209,93 163,96 194,52 216,82 172,10 163,02 187,21 -
139,10 181,87 149,05 129,39 163,90 172,50 271,92 149,65 122,68 210,55 -
221,11 258,82 266,39 217,60 326,31 317,63 264,12 273,69 284,74 329,06 -
221,25 271,09 341,58 315,40 180,26 210,39 109,33 183,62 106,69 65,76 -
*) Angka sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 2007**) Angka sangat sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 2012
***) Data hingga Juli 2016
2016**2015*
Catatan:
Total PDRB (Rp Miliar)
Pertumbuhan PDRB (%, yoy)
Nilai Ekspor (X) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta)
Volume Ekspor Luar Negeri Non-migas (Juta Ton)
Nilai Impor (M) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta)
Sumber : BPS & Ditjen Bea Cukai
Volume Impor Luar Negeri Non-migas (Juta Ton)
Neraca Perdagangan (X - M) Non-migas (US$ Juta)
Indeks Harga Konsumen
PDRB Permintaan - Harga Konstan (Rp Miliar) **
Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)
PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp Miliar) Tahun Dasar 2010 & SNA 2008
INDIKATOR2014
TABEL INDIKATOR EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman 7
B. PERBANKAN (KREDIT LOKASI BANK, DPK LOKASI BANK PELAPOR)
I II III IV I II III IV I II
Total Aset (Rp Miliar) 90.909 97.572 99.571 101.351 104.945 108.309 113.101 117.572 120.832 122.711
58.162 61.402 64.339 66.112 66.420 68.867 72.433 78.467 78.342 82.097
Giro 7.990 9.730 9.693 7.995 10.154 11.820 12.471 13.165 12.894 12.203
Tabungan 32.446 33.168 34.828 37.428 34.147 34.881 37.491 42.221 38.589 42.611
Deposito 17.726 18.504 19.819 20.690 22.118 22.166 22.472 23.091 26.859 27.283
75.874 79.336 80.463 83.560 85.304 87.563 89.911 94.981 96.310 101.617
- Modal Kerja 27.257 29.062 29.847 31.442 32.776 34.627 34.876 36.730 37.510 39.518
- Investasi 14.642 15.467 15.457 16.241 16.482 16.500 17.476 20.538 20.041 20.796
- Konsumsi 33.974 34.807 35.159 35.877 36.045 36.436 37.558 37.713 38.759 41.303
130,45% 129,21% 125,06% 126,39% 128,43% 127,15% 124,13% 121,05% 122,94% 123,78%
75.874 79.336 80.463 83.560 85.304 87.563 89.911 94.981 96.310 101.617
- Pertanian 1.405 1.499 1.435 1.506 1.630 1.788 2.303 2.461 2.681 2.933
- Pertambangan 377 560 537 509 427 390 383 410 430 399
- Industri pengolahan 3.918 4.210 4.283 4.747 5.035 5.109 5.304 7.487 7.239 7.993
- Listrik, Gas, dan Air 218 245 232 350 382 413 398 379 306 277
- Konstruksi 3.043 3.666 4.173 4.366 4.746 4.902 5.417 5.491 5.483 5.977
- Perdagangan 24.334 25.587 25.748 27.033 27.920 29.003 29.373 31.424 31.959 33.268
- Pengangkutan 2.960 2.950 2.951 2.820 2.782 2.693 2.672 2.781 2.824 2.738
- Jasa Dunia Usaha 3.747 3.598 3.581 3.662 3.733 4.037 4.024 4.221 4.117 4.085
- Jasa Sosial Masyarakat 1.828 1.968 2.115 2.340 2.473 2.681 2.388 2.549 2.462 2.587
- Lain-lain 34.043 35.053 35.408 36.226 36.174 36.547 37.648 37.777 38.809 41.359
24.823 26.489 26.768 27.675 27.428 28.301 28.501 30.641 31.110 32.156
4.648 5.114 5.297 5.883 6.221 6.679 6.880 7.892 8.698 8.993
- Modal Kerja 3.827 4.088 4.249 4.479 4.674 5.038 5.144 5.542 6.329 6.580
- Investasi 821 1.027 1.048 1.404 1.548 1.642 1.735 2.351 2.369 2.413
10.123 10.329 10.885 11.035 10.893 11.161 11.580 12.412 12.433 12.687
- Modal Kerja 5.862 6.076 6.408 6.683 6.596 6.860 7.039 7.188 7.265 7.540
- Investasi 4.261 4.253 4.478 4.353 4.296 4.300 4.541 5.224 5.169 5.147
10.052 11.046 10.586 10.757 10.313 10.461 10.042 10.337 9.979 10.476
- Modal Kerja 7.079 7.822 7.680 7.802 7.488 7.698 7.272 7.577 7.198 7.624
- Investasi 2.972 3.224 2.906 2.954 2.825 2.763 2.770 2.760 2.781 2.852
3,14% 3,54% 3,57% 3,13% 3,36% 3,16% 3,85% 3,19% 3,36% 3,05%
4,87% 4,98% 5,42% 4,81% 5,21% 5,14% 5,40% 4,26% 4,43% 4,14%
BANK UMUM SYARIAH
5.586 5.580 5.619 5.906 6.000 6.184 6.489 6.975 7.018 6.687
2.742 2.795 2.878 2.991 3.187 3.287 3.382 3.853 3.517 3.630
Giro 221 262 346 380 547 554 355 598 339 390
Tabungan 1.261 1.261 1.337 1.479 1.488 1.570 1.667 1.765 1.761 1.793
Deposito 1.260 1.272 1.195 1.132 1.153 1.162 1.360 1.490 1.417 1.447
4.453 4.869 4.926 5.141 5.239 5.582 5.750 5.684 5.817 5.744
- Modal Kerja 684 776 985 1.135 1.292 1.535 1.572 1.526 1.659 1.685
- Investasi 488 670 670 825 865 1.015 1.170 1.152 1.143 1.034
- Konsumsi 3.282 3.423 3.270 3.181 3.081 3.033 3.008 3.006 3.015 3.025
162,40% 174,20% 171,16% 171,91% 164,36% 169,84% 170,02% 147,53% 165,43% 158,23%
Catatan:* (<Rp50 juta)** (Rp50 < X < Rp500 juta)*** (Rp500 juta < X < Rp5 miliar)**** Angka sementara
NPL Total gross - Lokasi Bank (%)
Kredit Mikro* (Rp Miliar)
Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar)
Kredit Kecil ** (Rp Miliar)
FDR
Total Aset (Rp Miliar)
DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar)
Pembiayaan - Lokasi Bank (Rp Miliar)
Kredit Menengah *** (Rp Miliar)
Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar)
INDIKATOR
BANK UMUM :
DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar)
LDR
NPL UMKM gross - Lokasi Bank (%)
Kredit UMKM - Lokasi Bank (Rp Miliar)
2015****2014 2016****
TABEL INDIKATOR EKONOMI
8 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
C. PERBANKAN (KREDIT LOKASI PROYEK, DPK LOKASI PROYEK PELAPOR)
I II III IV I II III IV I II
Total Aset (Rp Miliar) 90.909 97.572 99.571 101.351 104.945 108.309 113.101 117.572 120.832 122.711 - -
58.003 61.226 64.131 65.849 66.178 68.635 72.126 78.076 78.002 81.674
Giro 7.984 9.714 9.681 7.975 10.125 11.807 12.454 13.150 12.881 12.178
Tabungan 32.314 33.024 34.652 37.212 33.960 34.683 37.256 41.907 38.342 42.311
Deposito 17.705 18.489 19.797 20.661 22.093 22.145 22.416 23.019 26.778 27.185
80.836 84.154 86.250 88.952 90.768 94.399 96.019 101.263 102.280 107.627
- Modal Kerja 28.996 31.057 31.697 33.125 34.244 37.014 37.017 38.556 38.920 40.809
- Investasi 17.088 17.232 18.030 18.632 19.119 19.431 19.865 22.774 22.507 23.420
- Konsumsi 34.752 35.865 36.523 37.195 37.404 37.954 39.137 39.933 40.853 43.398
139,37% 137,45% 134,49% 135,09% 137,16% 137,54% 133,13% 129,70% 131,13% 131,78%
80.836 84.154 86.250 88.952 90.768 94.399 96.019 101.263 102.280 107.627
- Pertanian 1.388 1.510 1.454 1.530 1.675 1.779 1.837 2.173 2.368 2.616
- Pertambangan 586 555 543 470 401 411 376 400 407 431
- Industri pengolahan 4.063 4.592 5.153 5.501 5.830 6.487 6.226 8.460 7.984 8.674
- Listrik, Gas, dan Air 1.554 1.031 1.886 2.022 2.093 2.340 2.436 2.572 2.290 2.149
- Konstruksi 4.175 4.564 4.968 5.169 5.596 5.761 6.259 6.346 6.262 6.363
- Perdagangan 25.246 26.941 26.883 28.161 28.761 30.356 30.678 31.985 32.480 34.128
- Pengangkutan 2.522 2.584 2.517 2.420 2.407 2.343 2.381 2.442 2.501 2.433
- Jasa Dunia Usaha 4.613 4.374 4.043 3.976 4.046 4.249 4.187 4.409 4.637 4.804
- Jasa Sosial Masyarakat 1.867 1.890 2.031 2.160 2.425 2.610 2.409 2.480 2.449 2.574
- Lain-lain 34.821 36.112 36.772 37.544 37.532 38.063 39.228 39.996 40.902 43.456
23.839 26.151 26.282 26.858 26.867 27.995 27.743 29.129 29.316 30.544
4.560 5.026 5.281 5.866 6.202 6.650 6.810 7.583 8.368 8.740
- Modal Kerja 3.811 4.067 4.224 4.452 4.648 5.002 5.085 5.469 6.240 6.537
- Investasi 750 959 1.056 1.413 1.554 1.648 1.725 2.114 2.128 2.204
9.489 9.821 10.172 10.394 10.293 10.637 10.863 11.405 11.434 11.780
- Modal Kerja 5.789 6.106 6.331 6.619 6.546 6.833 6.976 7.127 7.194 7.425
- Investasi 3.700 3.715 3.841 3.775 3.746 3.804 3.887 4.278 4.239 4.355
9.790 11.304 10.829 10.599 10.372 10.708 10.070 10.141 9.515 10.023
- Modal Kerja 6.831 8.106 7.948 7.762 7.564 7.932 7.456 7.464 6.821 7.279
- Investasi 2.959 3.198 2.881 2.837 2.808 2.777 2.614 2.677 2.694 2.744
2,97% 3,51% 3,69% 3,33% 3,63% 3,71% 3,90% 3,40% 3,46% 3,21%
4,97% 4,84% 5,23% 4,89% 5,24% 5,21% 5,36% 4,41% 4,39% 4,31%
BANK UMUM SYARIAH
5.586 5.580 5.619 5.906 6.000 6.184 6.489 6.976 7.018 6.687
2.750 2.783 2.868 2.979 3.187 3.275 3.369 3.804 3.462 3.569
Giro 221 262 346 379 547 552 422 598 338 387
Tabungan 1.268 1.252 1.331 1.471 1.488 1.569 1.636 1.743 1.742 1.770
Deposito 1.261 1.269 1.191 1.129 1.153 1.154 1.311 1.463 1.383 1.411
5.631 5.585 5.446 5.405 5.898 6.536 6.474 6.299 6.647 6.778
- Modal Kerja 1.522 1.656 1.673 1.624 2.047 2.345 2.307 2.165 2.503 2.679
- Investasi 1.027 582 654 768 947 1.311 1.344 1.249 1.240 1.198
- Konsumsi 3.082 3.347 3.119 3.014 2.904 2.880 2.823 2.885 2.904 2.901
1,41% 3,76% 2,18% 2,16% 3,17% 2,17% 2,72% 2,53% 2,32% 2,68%
Catatan:* (<Rp50 juta)** (Rp50 < X < Rp500 juta)*** (Rp500 juta < X < Rp5 miliar)**** Angka sementara
2016****2015****
BANK UMUM :
INDIKATOR
Kredit Mikro* (Rp Miliar)
2014
DPK - Lokasi Proyek Pelapor (Rp Miliar)
Kredit - Lokasi Proyek (Rp Miliar)
LDR
Kredit - Lokasi Proyek (Rp Miliar)
Kredit UMKM - Lokasi Proyek (Rp Miliar)
Kredit Kecil ** (Rp Miliar)
Kredit Menengah *** (Rp Miliar)
NPL Total gross - Lokasi Proyek (%)
NPL UMKM gross - Lokasi Proyek (%)
FDR
Total Aset (Rp Miliar)
DPK - Lokasi Proyek Pelapor (Rp Miliar)
Pembiayaan - Lokasi Proyek (Rp Miliar)
TABEL INDIKATOR EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman 9
D. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
I II III IV I II III IV I II
KAS
Inflow (Rp Miliar) 5.299 4.069 5.562 4.304 6.184 3.777 4.815 3.791 6.229 3.344
Uang Kertas 5.299 4.069 5.561 4.304 6.184 3.777 4.815 3.791 6.229 3.344
Uang Logam 0,14 0,04 0,23 0,01 0,004 0,001 0,034 0,00 0,00 0,00
Outflow (Rp Miliar) 2.346 3.829 5.641 4.098 2.248 3.703 4.930 3.208 1.490 4.741
Uang Kertas 2.343 3.826 5.637 4.096 2.247 3.699 4.927 3.202 1.485 4.735
Uang Logam 2,20 3,22 3,93 2,07 1,74 4,03 3,59 5,84 4,45 6,43
Pemusnahan Uang (Rp Miliar) 748 620 269 403 925 943 719 790 1.310 2.694
TRANSAKSI RTGS
From / Outgoing (Rp Miliar) 15.660 21.374 22.719 25.647 19.951 26.709 19.338 14.217 - -
To / Incoming (Rp Miliar) 27.887 33.669 38.096 41.348 21.897 31.935 40.378 - - -
From - To (Rp Miliar) 4.748 9.765 10.970 11.845 3.778 4.272 3.478 - - -
TRANSAKSI KLIRING
Nominal Kliring* (Rp Miliar) 9.483 9.616 9.716 11.198 9.757 10.492 11.363 13.952 18.226 19.308
Volume Kliring* (Lembar) 260.069 266.025 260.914 280.987 262.477 279.265 296.973 314.492 346.867 360.788
Kliring Kredit
Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) 675 637 675 805 887 1.027 1.617 4.280 8.917 10.499
Volume Kliring Kredit (Lembar) 29.191 28.625 30.355 32.940 34.547 32.940 53.395 86.793 132.841 151.191
RRH** Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) 11 11 11 13 15 17 27 68 146 167
RRH Nominal Kliring Kredit (Lembar) 487 477 490 515 566 540 875 1.378 2.178 2.400
Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) 8.809 8.978 9.041 10.393 8.870 9.465 9.746 9.673 9.309 8.809
Volume Kliring Debet (Lembar) 230.878 237.400 230.559 248.047 227.930 246.325 243.578 227.699 214.026 209.597
RRH Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) 147 150 146 162 145 155 160 154 153 144
RRH Nominal Kliring Debet (Lembar) 3.848 3.957 3.719 3.876 3.737 4.038 3.993 3.614 3.509 3.436
Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) 119 119 109 94 229 212 218 311 304 314
Volume Kliring Pengembalian (Lembar) 7.114 7.119 6.765 6.008 6.571 5.552 5.012 6.003 6.040 6.336
RRH Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) 2 2 2 2 4 3 4 5 5 5
RRH Nominal Kliring Pengembalian (Lembar) 117 117 111 98 108 91 82 95 99 104
Cek/BG Kosong
Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) 230 328 231 270 229 212 218 242 221 245
Volume Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) 5.695 5.832 5.313 4.552 4.787 5.301 5.012 4.702 4.686 4.797
RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) 4 5 4 4 4 3 4 4 4 4
RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) 95 97 86 71 78 87 82 75 77 79
*) Jumlah transaksi kliring kredit dan kliring debet penyerahan**) Rata-Rata harian: jumlah rata-rata transaksi setiap hari***) Angka sementara
INDIKATOR2016***2015***2014
Kliring Debet Penyerahan
Kliring Debet Pengembalian
TABEL INDIKATOR EKONOMI
10 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
D. GRAFIK INDIKATOR
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah *) PDRB TD 2010
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan : PDRB TD 2010
Kontribusi Perekonomian (PDRB ADHK) Pertumbuhan Ekonomi (PDRB ADHK)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumbangan Komponen Penggunaan bagi Pertumbuhan Ekonomi
Sulsel Sumbangan SektorEkonomi bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Laporan Bank, diolah Inflasi dan BI Rate Perbankan Sulsel
*) Data Februari 2016 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
*) Data Maret 2016 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Pengangguran Terbuka Persentase Penduduk Miskin
3.06%
11.69%
-1%
1%
3%
5%
7%
9%
11%
13%
15%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2010 2011 2012 2013 2014 2015* 2016**
Rasio PDRB KTI terhadap PDB Nasional
Rasio PDRB Sulsel terhadap PDB Nasional5.18%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
10%
11%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014 2015* 2016**
Pertumbuhan Ekonomi Nasional (yoy)
Pertumbuhan Ekonomi Sulsel (yoy)
8.05%
0
2
4
6
8
10
12
-25-20-15-10
-505
1015202530
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Konsumsi Rumah Tangga Konsumi LNPRT Konsumsi Pemerintah
PMTB Perubahan Stok Net Ekspor
PDRB
-2
0
2
4
6
8
10
12
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014 2015* 2016**
Pertanian Industri Pengolahan Konstruksi
Perdagangan Sektor Lainnya PDRB
%yoy
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
10%
I II III
IV
I II III
IV
I II III
IV
I II III
IV
I II III
IV
I II
III*
**
2011 2012 2013 2014 2015* 2016**
Inflasi Nasional (yoy)
Inflasi Sulsel (yoy)
BI Rate
*) Data Sementara**) Data Sangat Sementara***) Data Hingga Juli 2016
100%110%120%130%140%150%160%170%180%190%200%
0
20
40
60
80
100
120
140
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014 2015 2016
(Rp Triliun)Aset
DPK Lokasi Bank Pelapor
Kredit Lokasi Bank
LDR - Skala Kanan
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
10%
7200
7400
7600
7800
8000
8200
8400
8600
8800
9000
2009 2010 2011 2012 2013 2014* 2015** 2016**
(Ribu Orang)
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) - Skala Kanan
JumlahPenduduk
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
14%
700
750
800
850
900
950
1000
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015* 2016**
(Ribu Orang) % Penduduk Miskin - Skala Kanan
Jumlah Penduduk Miskin
% Penduduk Miskin - Skala Kanan
Jumlah Penduduk Miskin
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman 11
1. PERTUMBUHAN EKONOMI
Bab 1 Pertumbuhan Ekonomi1
1 Pembahasan bab 1 menggunakan alur waktu Triwulan II 2016 (data realisasi BPS) dan Triwulan III 2016 (data proyeksi Bank Indonesia).
Perekonomian Sulsel terus menunjukkan peningkatan. Pada triwulan II 2016 nilai
PDRB Sulsel mencapai Rp87.989 milyar (ADHB) atau Rp67.519 milyar (ADHK),
dengan pertumbuhan 8,05% (yoy) lebih tinggi dari triwulan I 2016 tumbuh 7,43%
(yoy). Peningkatan pertumbuhan ekonomi terjadi hampir di seluruh sektor.
Pertumbuhan ekonomi masih ditopang dari sektor domestik, terutama dari
kegiatan konsumsi baik pemerintah maupun swasta dan investasi. Sementara dari
sisi eksternal, kegiatan ekspor impor mulai memperlihatkan peningkatan meskipun
masih dalam fase kontraksi. Peningkatan ekspor terlihat baik secara volume
maupun nilai terutama berasal dari ekspor barang hasil tambang.
Secara sektoral, pertumbuhan ekonomi Sulsel didorong dari sektor perdagangan,
jasa keuangan, pengadaan listrik, konstruksi, pertanian, pertambangan,
administrasi pemerintah, dan jasa pendidikan. Sementara sektor industri
pengolahan pada triwulan II 2016 justru tumbuh melambat.
Pada triwulan III 2016, perekonomian Sulsel kami perkirakan tumbuh sedikit
melambat, dikarenakan terdapat potensi risiko perlambatan di sektor Pertanian
dan Industri Pengolahan. Perlambatan di sektor Pertanian terjadi karena baru
memasuki musim tanam, dan berlangsungnya fenomena La Nina yang berpotensi
mengganggu aktivitas di subsektor perikanan. Sementara, perlambatan di sektor
Industri Pengolahan lebih disebabkan melambatnya aktivitas produksi karena stok
yang masih tinggi, dan melambatnya perdagangan antar daerah.
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
12 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
1.1. Pertumbuhan Ekonomi
Perekonomian Sulawesi Selatan (Sulsel) tumbuh meningkat. Pada triwulan laporan, ekonomi Sulsel tumbuh 8,05% (yoy)
lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan 7,43% (yoy) pada triwulan I 2016. Peningkatan pertumbuhan terutama
disebabkan oleh meningkatnya kinerja di beberapa sektor antara lain sektor Perdagangan Besar Dan Eceran, Jasa
Keuangan dan Asuransi; Pengadaan Listrik dan Gas; serta Konstruksi. Selain itu juga disebabkan oleh meningkatnya
kegiatan di sektor Konstruksi; Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan sebagai sektor utama sulsel, serta sektor lain yaitu
Pertambangan dan Penggalian; Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang; Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib; dan Jasa Pendidikan. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan disebabkan oleh
meningkatnya seluruh komponen, terutama investasi dan konsumsi baik sektor rumah tangga maupun pemerintah.
Peningkatan konsumsi rumah tangga terjadi dikarenakan meningkatnya aktivitas masyarakat di bulan Ramadhan dan
menjelang Idul Fitri. Sementara itu, pertumbuhan konsumsi pemerintah yang relatif tinggi terjadi dikarenakan penyaluran
gaji ke-13 dan ke-14 di akhir triwulan laporan.
Pertumbuhan ekonomi triwulan III 2016 di perkirakan akan menurun. Penurunan tersebut terjadi akibat perlambatan di
sektor unggulan Sulsel, yaitu Pertanian dan Industri Pengolahan. Perlambatan yang terjadi di sektor Pertanian karena
pada triwulan III 2016 baru memasuki musim tanam, dan berlangsungnya fenomena La Nina yang berpotensi
mengganggu aktivitas di subsektor perikanan. Sementara itu, perlambatan di sektor Industri Pengolahan lebih disebabkan
masih tersedianya stok hasil produksi pada triwulan I dan II 2016.
Sumber: Badan Pusat Statistik
*) Angka sementara **) Angka sangat sementara Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan
1.2. Sisi Pengeluaran Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi di triwulan II 2016 terutama didorong oleh aktivitas konsumsi baik sektor
rumah tangga dan maupun pemerintah, serta investasi. Pada triwulan II 2016 konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh
5,61% (yoy), meningkat bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 5,28% (yoy). Pengeluaran
pemerintah mengalami pertumbuhan yang signifikan mencapai 7,27% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tumbuh 2,08% (yoy). Kelompok pengeluaran lain yang juga mengalami pertumbuhan yaitu konsumsi
LNPRT sebesar 5,61% (yoy). Sementara itu, aktivitas investasi (PMTB) tumbuh 9,63% (yoy).
Ekspor dan impor masih mengalami kontraksi. Pada triwulan II 2016 ekspor tercatat tumbuh -27,60% (yoy) dari triwulan
sebelumnya -40,81% (yoy). Demikian pula impor juga masih mengalami kontraksi, dari sebelumnya tumbuh -37,13% (yoy)
menjadi -33,32% (yoy) di triwulan laporan.
Pada triwulan III 2016 perekonomian Sulsel diperkirakan tumbuh sedikit melambat. Konsumsi rumah tangga
diperkirakan stabil di kisaran 5,40% - 5,80%. Sementara aktivitas ekspor diperkirakan melambat khususnya pada ekspor
antar daerah, sehingga net ekspor lebih rendah dari triwulan II 2016. Meski terdapat perlambatan, namun pertumbuhan
ekonomi Sulsel diperkirakan masih akan berada di kisaran 7,6% - 8,0%. Aktivitas konsumsi dan investasi masih akan
menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi Sulsel di triwulan III 2016.
6.11 6.21 5.94 5.87 5.54 5.59 5.52 5.58 5.14 4.96 4.97 5.04 4.73 4.66 4.74 5.04 4.92 5.18
10.34
8.50 8.648.11
6.027.01
9.258.06 8.38
6.39
7.73 7.70
5.72
7.96 7.59 7.24 7.438.05
0
2
4
6
8
10
12
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II IIIP
2012 2013 2014 2015* 2016**%
yoy Nasional yoy Sulsel
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman 13
Tabel 1.1. Pertumbuhan (yoy) Ekonomi Menurut Komponen Pengeluaran (triwulanan)*
Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka Sangat Sementara
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 1.2. Pangsa PDRB Sulsel Menurut Pengeluaran (ADHB)
Apabila dilihat dari andil terhadap PDRB, komponen
konsumsi RT dan PMTB masih menjadi penyumbang
terbesar di triwulan II 2016. Pangsa konsumsi RT mencapai
di atas 50% dari total PDRB, sementara pangsa PMTB
mencapai diatas 30% pada triwulan II 2016. Kelompok
pengeluaran lain yang memiliki share cukup tinggi (diatas 5%)
adalah konsumsi pemerintah. Sementara kelompok
pengeluaran yang memiliki pangsa di bawah 5% adalah net
ekspor-impor (-3,47%), konsumsi LNPRT (1%) dan perubahan
inventori (1%).
1.2.1 Konsumsi
Konsumsi rumah tangga maupun pemerintah tumbuh meningkat. Total konsumsi triwulan II 2016 tumbuh 5,87% (yoy),
lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 4,96% (yoy). Konsumsi rumah tangga tumbuh 5,61% (yoy, meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya 5,28% (yoy), sementara konsumsi pemerintah tercatat tumbuh 7,37% (yoy),
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh mencapai 2,08% (yoy).
Konsumsi rumah tangga dan pemerintah menjadi penopang pertumbuhan ekonomi. Konsumsi rumah tangga yang
meningkat menjadi salah satu penopang pertumbuhan ekonomi pada periode laporan. Aktivitas masyarakat yang
meningkat di bulan Ramadhan dan menjelang Idul Fitri menjadi faktor pendorong utama meningkatnya konsumsi rumah
tangga. Selain itu, harga BBM yang turun pada periode awal laporan juga turut memperbaiki daya beli sektor rumah
tangga sehingga turut mendorong konsumsi. Selain itu, aktivitas sejumlah proyek multiyear yang terus berjalan juga
mendorong optimisme dan keyakinan masyarakat, sehingga gairah masyarakat untuk berkonsumsi meningkat. Hal ini
terkonfirmasi dari nilai rata-rata Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada triwulan I 2016 yang meningkat (>100) sebesar
124,31 dari sebelumnya 116,44. Sejalan dengan IKK, nilai rata-rata Indeks Penjualan Eceran (IPE) juga mengalami
kenaikan menjadi 123,48 dari periode sebelumnya 120,18.
Sementara itu realisasi belanja pemerintah provinsi Sulsel belum terlihat optimal. Realisasi belanja hingga triwulan II
2016 tercatat sebesar Rp2,48 triliun atau 34,28% dari yang ditargetkan sebesar Rp7,22 triliun. Secara nominal realisasi
belanja triwulan II 2016 lebih tinggi dari triwulan II 2015, yang tercatat sebesar Rp2,06 triliun. Di sisi lain, sampai dengan
triwulan II 2016, realisasi anggaran pendapatan daerah mencapai 44,64% dari target, lebih rendah dibandingkan triwulan
II 2015 yang terealisasi 46,77%. Secara nominal, realisasi anggaran pendapatan daerah pada triwulan laporan mencapai
Rp3,43triliun dari total target pendapatan tahunan sebesar Rp7,35 triliun.
I II III IV TOTAL I II III IV TOTAL I II
1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 5.96 6.55 6.18 5.50 5.49 5.92 5.32 5.51 5.03 5.36 5.31 5.28 5.61
2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 10.36 16.60 16.07 8.27 4.93 11.26 -2.49 -2.13 2.90 6.28 1.13 4.66 5.61
3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 2.70 15.50 -2.19 5.38 -2.12 1.88 7.83 3.17 8.69 11.09 8.15 2.08 7.37
4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 11.11 12.43 9.07 5.91 8.34 8.82 5.26 6.23 10.34 11.10 8.34 9.52 9.63
5. Perubahan Inventori (26.91) (125.90) (74.02) 195.94 11.10 (124.47) 193.14 76.37 201.48 132.85 (579.81) 55.01 (64.50)
6. Ekspor 2.24 13.68 12.27 4.84 29.40 14.10 (7.27) (4.64) (8.33) (28.49) (12.04) (40.78) (27.60)
7. Impor 0.31 (5.47) (6.75) 4.19 15.51 1.80 0.25 (6.80) (3.08) (1.94) (2.95) (37.13) (33.32)
PDRB 7.62 8.38 6.39 7.73 7.70 7.54 5.72 7.96 7.59 7.24 7.15 7.43 8.05
20132016**
Komponen2014* 2015*
Konsumsi RT,
53.40%
Konsumsi LNPRT, 1.23%Konsumsi
Pemerintah, 9.98%
PMTB, 37.83%
Perubahan Inventori,
1.04%
Ekspor , 14.06%
Impor , -16.8%
Share PDRB
Tw II
2016
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
14 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
Sumber: Survei Konsumen Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik 1.3. Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 1.4. Indeks Penjualan Eceran
Penyaluran kredit konsumsi meningkat. Kredit konsumsi
yang disalurkan perbankan pada triwulan II 2016 tumbuh
14,34% (yoy) meningkat dibandingkan pertumbuhan
triwulan sebelumnya 9,22% (yoy). Peningkatan
pertumbuhan kredit terutama didorong meningkatnya
pertumbuhan kredit peralatan/perlengkapan rumah
tangga dan kredit miltiguna yang masing-masing tumbuh
53,14% (yoy) dan 20,21% (yoy) dari triwulan I 2016 yang
hanya tumbuh masing-masing 17,45% (yoy) dan 16,47%
(yoy). Di sisi lain, Kredit Pemilikan Rumah/Apartemen
(KPR/A) tumbuh melambat dari 5,65% (yoy) menjadi
5,16% (yoy). Perlambatan pertumbuhan kredit juga terjadi
pada Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) dari -10,62% (yoy)
menjadi -15,21% (yoy).
Sumber: Laporan Bank, lokasi proyek, diolah
Grafik 1.5. Penyaluran Kredit Konsumsi
Sumber: Laporan Bank, lokasi proyek, diolah Sumber: Laporan Bank, lokasi proyek, diolah Grafik 1.6. Penyaluran Kredit Kendaran Bermotor (KKB) Grafik 1.7. Penyaluran KPR/A
1.2.2 Investasi
Investasi tumbuh kuat di triwulan II 2016, yang terjadi pada sektor pemerintah maupun swasta. Pembentukan Modal
Tetap Bruto (PMTB) yang merupakan indikasi dari kegiatan investasi masih tumbuh 9,63% (yoy), meningkat bila
dibandingkan triwulan I 2016 (9,52%; yoy). Indikasi peningkatan investasi swasta di triwulan II 2016 tercermin dari
bertambahnya realisasi proyek baru. Menurut data BCI Asia, jumlah proyek infrastruktur yang dimulai di triwulan II 2016
diantaranya adalah pembangunan beberapa gedung baru dan perumahan rakyat yang dibangun oleh pihak
swasta/pengembang. Proyek infrastruktur swasta yang lain yang dimulai pada triwulan laporan yaitu pembuatan power
plant sebesar 62,5 MW di Kab. Jeneponto. Sementara itu, peningkatan kegiatan investasi pemerintah tercermin dari
meningkatnya realisasi belanja modal APBN yang dialokasikan di Sulsel yang mencapai sebesar Rp1,42 triliun atau 26,79%
dari target triwulan II 2016 sebesar Rp5,30 triliun. Hal ini berarti lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan II 2015 yang
-25
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
80
90
100
110
120
130
140
150
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III*
2012 2013 2014 2015 2016
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
Growth yoy (%) - Skala Kanan
Indeks
*) Data hingga Juli 2016
-15%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
0
20
40
60
80
100
120
140
160
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III*
2012 2013 2014 2015 2016
Indeks Penjualan Eceran gIndeks - Skala Kanan
Indeks YOY
*) Data hingga Juli 2016
0
5
10
15
20
25
30
05
101520253035404550
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyRp Triliun
Kredit Konsumsi gKredit Konsumsi - Skala Kanan
-20.00
-10.00
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
-
1
1
2
2
3
3
4
4
5
5
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
% (y
oy)
Rp
Trili
un
Kredit Kendaraan Bermotor (KKB)
Pertumbuhan Kredit - Skala Kanan
-10.00
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
-
2
4
6
8
10
12
14
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
% (
yoy)
Rp
Tri
liun
Kredit Pemilikan Rumah/Apartemen (KPR/A)
Pertumbuhan Kredit - Skala Kanan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman 15
terealisasi Rp839,56 miliar atau 10,87% dari target Rp7,72 triliun. Peningkatan realisasi belanja modal APBN didorong
oleh percepatan penyerapan anggaran sejumlah proyek di berbagai satuan kerja. Sementara itu, realisasi belanja modal
APBD Provinsi Sulsel tercatat mencapai Rp81,69 miliar atau 9,31% dari target sebesar Rp877,61 miliar. Hal ini berarti lebih
rendah dari pencapaian periode yang sama tahun lalu Rp151,98 miliar atau 23,08% dari target sebesar Rp658,61 miliar.
Sedangkan realisasi belanja modal APBD Kabupaten/Kota di Sulsel tercatat sebesar Rp1,27 triliun atau 15,07% dari target
sebesar Rp8,43 triliun.
Investasi yang meningkat di triwulan II 2016 terkonfirmasi dari kinerja impor barang modal dan penyaluran kredit
investasi. Impor barang modal tercatat tumbuh positif 40,77% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2016 yang
terkontraksi -22,46% (yoy). Impor barang modal dan peralatan transportasi (industri) pada triwulan laporan meningkat
signifikan, sehingga menjadi salah satu faktor pendorong pertumbuhan impor barang modal yang meningkat signifikan.
Sementara dari sisi pembiayaan, peningkatan investasi juga tercermin dari penyaluran kredit investasi di periode laporan
yang tumbuh 20,53% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan sebelumnya 17,72% (yoy).
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Laporan Bank, diolah
Grafik 1.8. Impor Barang Modal Grafik 1.9. Penyaluran Kredit Investasi
Sementara itu, komponen perubahan inventori hasil olahan industri nikel tumbuh melambat. Komponen perubahan
inventori di periode pelaporan terkontraksi -32,31% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan posisi inventori nikel sebesar
134,69% (yoy) di triwulan I 2016, yang disebabkan harga nikel yang mulai menguat dan mengakibatkan penjualan nikel
pada triwulan laporan meningkat, sehingga perusahaan utama nikel di Sulsel mendorong produksi, dengan
memanfaatkan kondisi turunnya harga BBM.
Sumber: BCI Asia, diolah Sumber: Produsen, diolah
Grafik 1.10. Nilai Proyek Investasi Infrastruktur Sulsel Grafik 1.11. Perubahan Inventori Produsen Nikel
Proyek-proyek multiyears masih akan menjadi motor investasi di Sulsel. Banyaknya proyek infrastruktur berskala besar
di Sulsel diperkirakan masih akan menjadi motor pertumbuhan investasi di Sulsel, yang salah satunya adalah
pembangunan Makassar New Port(MNP). Menurut informasi anekdotal dan FGD yang dilakukan, perkembangan MNP
Tahap 1 A sudah mencapai 30% yaitu pembangunan dermaga, dengan dana mencapai Rp1,8 triliun hingga tahun 2018.
Mega proyek ini yang direncanakan memerlukan total investasi mencapai lebih dari Rp8 triliun ini dibagi dalam beberapa
tahap, sebagai berikut:
(150)
(100)
(50)
0
50
100
150
200
250
0
20
40
60
80
100
120
140
II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015 2016
%, yoyUS$ Juta
Impor Barang Modal gImpor Barang Modal
(10)
0
10
20
30
40
50
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyRp Triliun
Kredit Investasi gKredit Investasi - Skala Kanan
-500
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
-
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
14,000
16,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
Nilai Proyek Infrastruktur BaruPertumbuhan Nilai Proyek - Skala Kanan
Rp Milyar
(500)
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyUS$ Juta
Posisi Stok gPerubahan Stok - Skala Kanan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
16 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
Sumber: berbagai sumber, diolah
Pembangunan MNP tersebut tentu tidak terlepas dari upaya meningkatkan konektivitas antar daerah khususnya di
Kawasan Timur Indonesia. Sedangkan bagi Sulsel pembangunan MNP memiliki arti yang sangat strategis dalam upaya
mendukung pengembangan industri berbasis maritim (lihat Boks. 1.A). Sementara itu, realisasi proyek Kereta Api
Makassar – Parepare telah mencapai 20 Km. Upaya untuk mempercepat realisasi proyek terus dilakukan namun masih
terkendala pembebasan lahan. Selain itu juga terdapat pembangunan smelter yang dilakukan oleh beberapa perusahaan
dan diperkirakan baru mulai berproduksi pada Oktober 2016, walaupun terdapat risiko terkait tren harga nikel yang
masih rendah. Sedangkan realisasi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Angin dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap
masih dalam tahap pengembangan.
Tabel 1.2. Perkembangan Proyek Multiyears di Sulsel
No Nama Proyek Rencana Pengembangan Perkembangan Terakhir
1 Proyek KA Makassar-Parepare
Merupakan bagian dari proyek perkeretaapian Trans Sulawesi ditargetkan akan sepanjang 2.000 km dari Makassar ke Manado.
Rencana pembangunan 23 stasiun darim total panjang 145,23 km
Konstruksi telah mencapai 10 Km.
Pembebasan lahan tahap I sepanjang 30 Km telah selesai 90%.
Alokasi anggaran 2015 - APBD Rp100 milyar - APBN Rp971 milyar
Alokasi anggaran 2016 - APBN Rp1,3 triliun
Progres: pemasangan rel kereta api
2 PLTU Jeneponto tahap II Tahap I telah dioperasikan pada tahun 2012
Kapasitas PLTU Jeneponto tahap II 2x135 MW (gross capacity) atau 2x125 (net capacity).
Rencana pembangunan 18 bulan Nilai proyek (turn key) sebesar Rp 3 triliun
Groundbreaking pada bulan Maret 2015
3 Smelter PT. A Total Investasi : 6 Triliun Rupiah
Produk utama : Feronikel.
Kapasitas Produksi : 1 Juta metrik ton per tahun
Progress terakhir : Pematangan Lahan
Estimasi selesai pembangunan: Februari 2016
Estimasi uji coba: Februari 2016
Estimasi produksi: April 2016
4 Smelter PT. B Total Investasi : USD 130 Juta
Produk utama : Feronikel.
Kapasitas Produksi : 50.000 metrik ton per tahun
Progress terakhir : Proses Konstruksi
Estimasi selesai pembangunan: Februari 2016
Estimasi uji coba: Februari 2016
Estimasi produksi: Oktober 2016
5 Smelter PT. C Total Investasi : USD 300 Juta
Produk utama : Feronikel.
Kapasitas Produksi : 300 ribu metrik ton per tahun
Progress terakhir : Pembebasan Lahan
Estimasi produksi : 2016
6 PLT Tenaga Angin Rencana lokasi di Kab. Jeneponto dan Sidrap.
Sumber dan APBD
Rencana kapasitas 80-250 KW tenaga listrik
Studi Kelayakan
Target selesai: 2018
7 Pembangunan Underpass Simpang Mandai
Total Investasi: Rp175 Miliar
Underpass: 1.050 M
Progress terakhir : Pengeboran Underpass
Estimasi Pembangunan: 2015-2017
8 Pelebaran Jalan Maros-Watampone
Total Investasi: 125,520 Milyar / 1,85 T (alokasi/kebutuhan)
Progress terakhir :1.5 Km Sudah Teraspal dari Target 15, 84 Km
Estimasi Pembangunan: 2015-2017
9 Pembangunan Elevated Total Investasi: 169,745 Milyar / 473,954 Milyar Progress terakhir :Land Clearing dan
Tahap IA
•2015-2018
•Panjang Dermaga 320 m
•Lapangan Kontainer 16 Ha
•Kapsitas 50.000 TEUs
•Total Investasi Rp. 1,8 T
Tahap IB dan IC
•2019-2025
•panjang dermaga IB 330 m
•Panjang Dermaga IC 350 m
•Kapasitas 1 juta TEUs
•Total Investasi Rp 7,5 T
Tahap II
•2026-2030
•Panjang Dermaga 1.000 m
•Luas 112 ha
•Kapsitas 2 Juta TEUs
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman 17
No Nama Proyek Rencana Pengembangan Perkembangan Terakhir
Road Segmen I (alokasi/kebutuhan)
Persiapan Pemancangan
Estimasi Pembangunan: 2015-2017
10 Pembangunan Jalan dan Jembatan Bypass Mamminasata
Total Investasi: 251,249 Milyar / 1.351 T (alokasi/kebutuhan)
Progress terakhir : penimbunan, dan land clearing
Estimasi Pembangunan: 2015-2018
11 Pembangunan Jalan dan Jembatan Middle Ring Road
Total Investasi: 219,836 Milyar / 526,98 Milyar (alokasi/kebutuhan)
Progress terakhir : land clearing, pembebasan lahan, dan pemasangan batu dan persiapan pembangunan jembatan
Estimasi Pembangunan: 2015-2018 Sumber: Pelindo, Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional VI, dan berbagai sumber lainnya
Berbagai proyek yang tengah dan akan terus dikembangkan tersebut diharapkan dapat mendukung upaya penciptaan
kawasan pertumbuhan ekonomi baru khususnya di kawasan Mamminasata, guna mengakselerasi pertumbuhan ekonomi
Sulsel kedepan.
Selain berbagai proyek tersebut di atas, juga terdapat proyek yang terkait dengan ketahanan pangan. Pada dasarnya
proyek ini merupakan proyek multiyear yang diperkirakan akan turut mendorong ekonomi Sulsel ke depan, antara lain
Bendung Baliase, Bendungan Karalloe, Bendungan Paselloreng, dan Waduk Tunggu Nipa Nipa.Total anggaran proyek
multiyear bersumber dari APBN diperkirakan sebesar Rp1,9 triliun.
Tabel 1.3. Perkembangan Proyek Multiyears di Sulsel No Nama Proyek Rencana Pengembangan Perkembangan Terakhir
1 Bendung Baliase Lokasi : Kabupaten Luwu Utara
Target : Desember 2015 – Desember 2019
APBN : ±200 Miliar
Ags 2015: Penandatanganan MOU
Sept 2015 : Pembebasan Lahan
Des 2015: Persiapan pembangunan (tenaga kerja, peralatan, dan material)
2 Bendungan Karalloe Lokasi : Kabupaten Gowa
Target : Desember 2013 – Desember 2017 APBN : ±500 Miliar
Groundbreaking pada bulan Maret 2014
2015: Pengadaan lahan (109,32 ha dari 215 ha)
3 Bendungan Paselloreng Lokasi : Kabupaten Wajo
Target : Juni 2015 – Desember 2019
APBN : ±800 Miliar
Progress terakhir : Pembebasan Lahan
Estimasi Pembangunan: 2016
4 Waduk Tunggu Nipa Nipa Lokasi : Kabupaten Maros dan Gowa
Target : Desember 2015 – Desember 2017
APBN : ±400 Miliar
Progress terakhir : Pembebasan Lahan
Estimasi Pembangunan: 2016
Sumber: Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang
1.2.3 Ekspor dan Impor
Ekspor Sulsel di triwulan II 2016 mengalami perbaikan meski masih terkontraksi. Nilai ekspor terkontraksi -27,60% (yoy),
membaik dibandingkan dengan kontraksi di triwulan I 2016 yang tercatat mencapai -40,78% (yoy). Kontraksi “ekspor”
terjadi baik pada ekspor dengan tujuan luar negeri (LN) maupun domestik. Ekspor LN membaik dari triwulan I 2016 yang
tercatat -32,27% (yoy) menjadi -24,81% (yoy) di triwulan II 2016. Sedangkan ekspor dengan tujuan dalam negeri (DN)
terkontraksi -28,85% (yoy) membaik dari triwulan I 2016 yang terkontraksi lebih dalam -44,05% (yoy). Membaiknya
ekspor DN diperkirakan karena pasokan barang yang terjaga di triwulan II 2016 sehingga stock diperkirakan masih ada.
Hal ini juga terkonfirmasi dari volume muat barang dalam negeri yang tercatat di Pelabuhan Makassar relatif kecil dan
masih mengalami kontraksi cukup dalam -16,72% (yoy), dari triwulan I 2016 yang tercatat tumbuh 9,21% (yoy).
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
18 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan
Grafik 1.12. Volume Ekspor Nonmigas Grafik 1.13. Volume Barang yang Dimuat
Membaiknya kinerja ekspor (LN) tidak lepas dari meningkatnya kinerja ekspor Nikel. Hal ini dikarenakan pangsa ekspor
Nikel menyumbang 53,05% dari total ekspor LN Sulsel di triwulan II 2016. Nilai ekspor nikel tercatat mengalami kontraksi -
30,16% (yoy) sedikit membaik dibandingkan dengan kontraksi di periode sebelumnya yang mencapai -48,69% (yoy).
Peningkatan nilai ekspor ini tidak terlepas dari membaiknya harga komoditas nikel di pasar internasional. Sepanjang
triwulan II 2016, harga nikel telah terkoreksi -10,08% (yoy).
*) Data Sementara
Sumber: Bea Cukai, diolah
Sumber: World Bank
Grafik 1.14. Nilai Ekspor Nikel Matte Grafik 1.15. Perkembangan Harga Nikel
Selain nikel, nilai ekspor beberapa komoditas unggulan Sulsel juga mengalami perbaikan. Nilai ekspor komoditas udang,
rumput laut dan biji kakao mengalami peningkatan, meskipun pertumbuhan nilai ekspor rumput laut dan biji kakao masih
mengalami kontraksi. Pertumbuhan ekspor udang meningkat dari 6,57% (yoy) di triwulan I 2016 menjadi 34,70% (yoy) di
triwulan II 2016. Sementara pertumbuhan nilai rumput laut dan biji kakao masing-masing menjadi -34,97% (yoy) dan
31,42% (yoy) dari 35,02% (yoy) dan 48,80% (yoy) di triwulan I 2016. Membaiknya permintaan dari Negara mitra dagang
menjadi salah satu pendorong kinerja ekspor komoditas ini.
Kinerja perekonomian negara-negara mitra dagang Sulsel membaik meski masih belum sepenuhnya pulih. Bila
mengacu pada Purchasing Manager Index (PMI) yang dirilis oleh Markit Survey, diketahui bahwa negara mitra dagang
utama Sulsel seperti Eropa dan Korea Selatan mengalami peningkatan, meskipun Jepang, Amerika Serikat dan Tiongkok
menunjukkan penurunan kinerja sektor manufaktur di triwulan II 2016. Untuk arah pada awal triwulan III 2016, kinerja
sektor manufaktur Jepang, Amerika Serikat dan Tiongkok menunjukkan peningkatan.
(100)
(50)
0
50
100
150
200
250
0
100
200
300
400
500
600
II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015 2016
%; yoyRibu Ton
Volume Ekspor gVolume Ekspor - Skala Kanan
gNilai Ekspor - Skala Kanan
(30)
(20)
(10)
0
10
20
30
40
0
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
%; yoyRibu Ton
Volume Muat Barang Dalam Negeri gVolume Muat - Skala Kanan
(80)
(60)
(40)
(20)
0
20
40
60
80
100
120
0
50
100
150
200
250
300
350
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyJuta USD
Ekspor Nikel Matte gEkspor - Skala Kanan
-50%
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
0.0
5,000.0
10,000.0
15,000.0
20,000.0
25,000.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III*
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoy$/mtNikel
gHarga - Skala Kanan
*) Data hingga Juli 2016
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman 19
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bloomberg
Grafik 1.16. Pertumbuhan Nilai Ekspor Komoditas Unggulan Grafik 1.17. Purchasing Managers Index
Di sisi lain, impor Sulsel di triwulan II 2016 mengalami sedikit peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, dan
masih dalam fase kontraksi. Impor di triwulan II 2016 tercatat mengalami kontraksi -33,32% (yoy) lebih tinggi
dibandingkan kondisi di triwulan sebelumnya yang tercatat mengalami kontraksi -37,13% (yoy). Peningkatan impor
terkonfirmasi dari peningkatan impor luar negeri (LN) yang didominasi oleh komponen non migas. Nilai impor LN tercatat
tumbuh 4,62% (yoy) meningkat cukup signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya yang terkontraksi -15,72% (yoy). Di
sisi lain, impor dalam negeri (DN) tercatat tumbuh negatif -39,35% (yoy) sedikit lebih tinggi dibanding triwulan
sebelumnya yang terkontraksi -39,94%. Impor dalam negeri sebagian besar diperkirakan berasal dari antar daerah melalui
jalur laut, mengingat volume kegiatan bongkar barang dalam negeri di pelabuhan Makassar meningkat. Volume bongkar
hingga triwulan I 2016 mencapai 1,4 juta ton atau tumbuh 5,90% (yoy) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan di triwulan
sebelumnya -5,80% (yoy).
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan
Grafik 1.18. Volume Impor Nonmigas Grafik 1.19. Volume Barang yang Dibongkar
Struktur ekspor maupun impor luar negeri Sulsel di triwulan II 2016 relatif tidak mengalami perubahan dibandingkan
periode sebelumnya. Produk industri pengolahan masih menjadi komoditas yang dominan (73,54%) dalam komposisi
barang dari Sulsel yang dijual ke luar negeri, yang kemudian diikuti komoditas pertanian (25,80%). Sementara itu, nilai
impor bahan baku tercatat mencapai USD151,6 juta atau 71,98% dari total nilai impor Sulsel di triwulan laporan.
Sedangkan impor barang modal dan barang konsumsi memiliki pangsa masing-masing 27,77% dan 0,24%.
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
-150%
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016*
Rumput Laut Olahan Kakao Biji Kakao Udang
YOY
*) Data Sementara46
48
50
52
54
56
58
I II III IV I II III IV I II III IV I II III*
2013 2014 2015 2016
Indeks
Jepang Tiongkok AS Zona Eropa Korea Selatan
*) Data hingga Juli 2016
(100)
(50)
0
50
100
150
200
250
0
100
200
300
400
500
600
II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015 2016
%, yoyJuta Ton
Total Volume Impor
gVolume Impor (yoy) - Skala Kanan
gNilai Impor (yoy) - Skala Kanan
(20)
(15)
(10)
(5)
0
5
10
15
20
25
30
0
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800
2,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
%; yoyRibu Ton
Volume Bongkar Barang Dalam Negeri gVolume Bongkar - Skala Kanan
25.80%
73.54%
0.66%
Pangsa Triwulan II 2016
Komoditas Pertanian: US$71,3 Juta
Komoditas Industri: US$203,2 Juta
Komoditas Pertambangan: US$1,8 Juta
27.77%
71.98%
0.24%
Pangsa Triwulan II 2016
Barang Modal: US$58,48juta
Bahan Baku: US$151,60 juta
Barang Konsumsi: US$0,52juta
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
20 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
Grafik 1.20. Pangsa Ekspor Menurut Komoditas Grafik 1.21. Pangsa Impor Menurut Kategori
Jika dilihat secara lebih rinci, nikel matte masih merupakan komoditas dengan pangsa terbesar dalam struktur ekspor,
sedangkan pesawat udara menjadi penyumbang terbesar dalam impor di triwulan II 2016. Pangsa nilai ekspor
komoditas nikel matte mencapai 53,05% dalam struktur ekspor luar negeri Sulsel, yang kemudian diikuti oleh ganggang
laut dan biji coklat dengan pangsa masing-masing 8,69% dan 7,85%. Untuk impor luar negeri, pangsa nilai impor pesawat
udara dan bagiannya mencapai 38,86% dari total impor Sulsel di triwulan I 2016. Disusul kemudiangandum (14,71%) dan
mesin (boilers) penghasil tenaga uap (7,37%).
Tabel 1.4. Peringkat Ekspor Menurut Komoditas Tabel 1.5. Peringkat Impor Menurut Komoditas
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
Berdasarkan negara tujuan, Jepang merupakan negara tujuan utama ekspor Sulsel, sedangkan Tiongkok merupakan
negara yang paling besar penyedia barang-barang yang diimpor Sulsel. Di triwulan II 2016, nilai ekspor Sulsel ke Jepang
mencapai 53,29% dari total ekspor Sulsel, yang kemudian diikuti oleh Amerika Serikat (10,20%), dan Tiongkok (9,55%).
Sementara dari sisi impor, sebagian besar barang yang masuk ke Sulsel berasal dari Tiongkok yang mencapai 32,82% dari
total impor Sulsel, yang kemudian diikuti oleh Rusia (28,71%) dan Canada (9,46%).
Tabel 1.6. Negara Tujuan Utama Ekspor Tabel 1.7. Negara Asal Utama Impor
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
Defisit neraca perdagangan Sulsel menurun. Defisit neraca perdagangan Sulsel pada triwulan II 2016 mencapai Rp3,29
triliun, lebih rendah dari periode sebelumnya yang mencapai Rp3,64triliun. Defisit neraca perdagangan pada triwulan
berjalan terjadi dikarenakan tingginya impor barang-barang konsumsi seperti gandum dan makanan ternak dan impor
barang modal modal seperti pesawat dan komponennya, serta barang-barang yang dipersiapkan untuk mendukung
proyek pembangunan infrastruktur Sulsel di tahun 2016 seperti besi/baja, peralatan sipil dan konstruksi.
Nilai Ekspor
Triwulan II 2016
(USD)
1 NIKEL 138.121.717 49,99%
2 GANGGANG LAUT 21.165.357 7,66%
3 BIJI COKLAT 19.679.466 7,12%
4 IKAN OLAHAN 17.368.777 6,29%
5 COKLAT OLAHAN 15.872.454 5,74%
6 KOPI 12.786.968 4,63%
7 UDANG SEGAR/BEKU 11.958.534 4,33%
8 INDUSTRI LAINNYA 5.565.196 2,01%
9 KAYU LAPIS 5.430.727 1,97%
10 IKAN LAINNYA 5.341.182 1,93%
TOTAL EKSPOR 276.311.165 100,00%
No Komoditas (HS) Pangsa
Nilai Impor
Triwulan II 2016
(USD)
1 PESAWAT UDARA DAN BAGIANNYA 60.099.000 28,54%
2 GANDUM 37.990.118 18,04%
3 KAPAL LAUT DAN SEJENISNYA 17.452.684 8,29%
4 MAKANAN TERNAK LAINNYA 15.380.500 7,30%
5 MESIN (BOILERS) PENGHASIL TENAGA UAP 12.666.029 6,02%
6 MESIN LAINNYA UNTUK INDUSTRI TERTENTU 11.177.411 5,31%
7 PERALATAN (MESIN) PEMANAS DAN PENDINGIN 8.490.195 4,03%
8 BESI/BAJA 8.314.878 3,95%
9 PUPUK 3.795.941 1,80%
10 PRODUK KERAMIK 3.076.439 1,46%
TOTAL EKSPOR 210.553.566 100,00%
No Komoditas (HS) Pangsa
Total Ekspor
FOB (USD)
1 JAPAN 147.252.497 53,29%
2 UNITED STATES OF AMERICA 28.195.745 10,20%
3 R.R.C. 26.396.753 9,55%
4 MALAYSIA 22.614.666 8,18%
5 VIETNAM 8.166.510 2,96%
6 NETHERLANDS 8.081.120 2,92%
7 SOUTH KOREA 4.796.327 1,74%
8 SINGAPORE 4.663.919 1,69%
9 HONGKONG 3.246.354 1,17%
10 TIMOR LESTE 2.114.672 0,77%
TOTAL IMPOR 276.311.165 100,00%
No Negara Asal PangsaTotal Impor
CIF (USD)
1 ANTARCTIC 78.916.413 37,48%
2 PAKISTAN 69.112.866 32,82%
3 ALBANIA 60.452.658 28,71%
4 OTHER AUSTRALIA 41.790.807 19,85%
5 UNITED STATES OF AMERICA 19.925.392 9,46%
6 CANADA 15.219.534 7,23%
7 VENEZUELA 14.891.862 7,07%
8 RUSSIA 13.464.851 6,39%
9 OTHER ASIA 10.635.003 5,05%
10 TURKMENISTAN 8.434.434 4,01%
TOTAL IMPOR 210.553.566 100,00%
No Negara Asal Pangsa
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman 21
Sumber: BPS Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.22. Neraca Perdagangan Bersih Grafik 1.23. Neraca Perdagangan Bersih Luar Negeri
1.3. Sisi Lapangan Usaha
Peningkatan pertumbuhan di beberapa sektor ekonomi utama Sulsel menjadi faktor pendorong pertumbuhan ekonomi
di triwulan II 2016. Tiga sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi adalah sektor jasa keuangan, pengadaan listrik
dan gas, dan konstruksi yang tercatat masing-masing tumbuh 17,39% (yoy); 17,24% (yoy); dan 10,80% (yoy). Sektor lain
yang tercatat tumbuh meningkat adalah sektor pertanian, kehutanan dan perikanan (3,68%; yoy); pertambangan dan
penggalian (5,30%; yoy); perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan sepeda motor (10,61%; yoy); pengadaan
air, pengelolaan sampah, limbah daur ulang (6,77%; yoy); administrasi pemerintahan, dan pertahanan dan jaminan sosial
wajib (8,94%; yoy); dan jasa pendidikan (9,19%; yoy).
Kinerja sektor industri pengolahan, sebagai salah satu sektor unggulan Sulsel, tumbuh melambat di triwulan II 2016.
Sektor industri pengolahan tumbuh 8,64% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya 13,14%
(yoy). Sektor lain yang tumbuh melambat yaitu sektor transportasi dan pergudangan dari 12,86% (yoy) menjadi 9,19%
(yoy), penyediaan akomodasi dan makan minum dari 9,55% (yoy) menjadi 8,12% (yoy), informasi dan komunikasi dari
8,18% (yoy) menjadi 8,05% (yoy), real estate dari 7,04% (yoy) menjadi 6,93% (yoy), jasa perusahaan dari 7,89% (yoy)
menjadi 7,73% (yoy), jasa kesehatan dan kegiatan sosial dari 9,55% (yoy) menjadi 8,38% (yoy), dan jasa lainnya dari 9,71%
(yoy) menjadi 8,90% (yoy).
Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi di triwulan III 2016 diperkirakan dalam tren menurun. Penurunan tren tersebut di
sebabkan oleh melambatnya sektor pertanian, kehutanan dan perikanan, dan industri pengolahan. Melambatnya sektor
pertanian, kehutanan dan perikanan karena musim tanam yang terjadi pada triwulan III 2016 dan fenomena La Nina yang
menghambat kinerja sektor perikanan. Sementara itu, industri pengolahan meski tumbuh melambat namun relatif stabil
berdasarkan pola historisnya. Meskipun demikian, pertumbuhan ekonomi tetap diperkirakan tumbuh dalam kisaran
7,60%-8,0% di triwulan III 2016 disebabkan tetap terjaganya sektor perdagangan, transportasi dan penyediaan akomodasi
dan makan minum akibat aktivitas yang terjadi di triwulan III 2016 seperti Idul Fitri dan Idul Adha. Sektor konstruksi juga
diperkirakan meningkat sejalan dengan realisasi belanja modal pemerintah yang tinggi pada triwulan III dan IV 2016.
Sektor lain yang diperkirakan meningkat adalah pertambangan, pengadaan air, real estate, dan jasa pendidikan.
Tabel 1.8. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Sektor Ekonomi
Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara
(16,000)
(14,000)
(12,000)
(10,000)
(8,000)
(6,000)
(4,000)
(2,000)
0
(25,000)
(20,000)
(15,000)
(10,000)
(5,000)
0
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
Rp MiliarRp Miliar
Ekspor ADHB Impor ADHB Neraca Perdagangan Bersih - Skala Kanan
(100)
0
100
200
300
400
500
600
700
(600)
(400)
(200)
0
200
400
600
800
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
US$ JutaUS$ Juta
Ekspor Luar Negeri NonmigasImpor Luar Negeri NonmigasNeraca Perdagangan Bersih Luar Negeri Nonmigas - Skala Kanan
I II III IV TOTAL I II III IV TOTAL I II
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 4.93 14.58 9.55 8.29 7.88 9.98 3.49 11.61 5.21 1.37 5.63 0.79 3.68
B Pertambangan dan Penggalian 5.68 14.40 6.23 8.49 15.56 11.11 2.40 8.06 12.07 8.38 7.85 2.55 5.30
C Industri Pengolahan 9.22 4.45 5.06 11.44 14.59 8.94 5.79 7.49 4.35 9.02 6.70 13.14 8.63
D Pengadaan Listrik dan Gas 8.04 5.12 12.20 11.59 17.54 11.69 0.01 -6.86 -5.59 -3.34 -4.00 7.69 17.24
E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 5.50 5.54 2.38 1.99 -1.25 2.13 0.58 -0.26 -2.54 3.74 0.34 5.49 6.77
F Konstruksi 10.57 7.88 7.04 4.83 5.64 6.29 7.20 5.88 9.16 10.75 8.32 9.32 10.80
G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 7.23 9.28 5.79 10.42 3.36 7.20 5.62 6.61 9.12 10.08 7.89 9.27 10.61
H Transportasi dan Pergudangan 6.36 1.99 -0.44 0.70 4.42 1.68 4.36 7.09 10.38 5.70 6.91 12.86 9.19
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 6.76 7.78 9.13 8.66 5.61 7.77 5.10 4.03 5.99 7.66 5.71 9.55 8.12
J Informasi dan Komunikasi 14.07 4.81 4.42 7.10 6.61 5.75 7.34 7.46 8.11 8.69 7.92 8.18 8.05
K Jasa Keuangan dan Asuransi 8.88 3.51 3.75 5.58 10.22 5.76 9.96 2.95 9.24 7.56 7.41 9.67 17.39
L Real Estate 8.98 7.79 7.84 7.18 9.03 7.97 8.88 7.55 7.21 6.01 7.39 7.04 6.93
M,N Jasa Perusahaan 6.97 6.20 7.22 6.19 7.41 6.76 4.77 4.48 6.79 7.40 5.87 7.89 7.73
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 3.07 1.56 2.58 2.05 3.94 2.55 5.50 7.08 9.29 9.21 7.83 8.18 8.94
P Jasa Pendidikan 7.72 4.57 5.31 5.88 3.13 4.65 8.90 9.07 9.56 2.35 7.25 7.69 9.19
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8.25 14.91 13.88 10.21 3.32 10.23 7.41 7.75 11.35 10.55 9.31 9.55 8.38
R,S,T,U Jasa lainnya 7.14 6.25 6.79 7.74 9.44 7.57 9.42 8.16 8.16 10.20 8.99 9.71 8.90
PDRB 7.62 8.38 6.39 7.73 7.70 7.54 5.72 7.96 7.59 7.24 7.15 7.43 8.05
2014 2015*2013Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2010
2016**
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
22 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 1.24. Pangsa PDRB Sulsel Menurut Lapangan Usaha (ADHB)
Apabila dilihat dari andil terhadap PDRB, sektor
Pertanian masih menjadi penyumbang terbesar di
triwulan II 2016. Pangsa Sektor Pertanian terhadap
total PDRB di periode pelaporan mencapai 23,81%.
Sektor lainnya yang menjadi tumpuan perekonomian
Sulsel adalah sektor Industri Pengolahan,Perdagangan,
dan Konstruksi, yang masing-masing memiliki pangsa
terhadap total PDRB di atas 10%. Sementara untuk
sektor non utama merupakan gabungan dari sektor
lainnya.
1.3.1 Lapangan Usaha Pertanian, Kehutananan, dan Perikanan.
Panen raya mendorong pertumbuhan di sektor pertanian, kehutanan dan perikanan. Panen raya yang terjadi pada
bulan Maret – April mendorong pertumbuhan di sektor pertanian. Panen yang terjadi di periode awal triwulan II 2016
mendorong produksi beras yang dihasilkan Sulsel. Meskipun tumbuh meningkat, kinerja sektor pertanian, kehutanan dan
perikanan tertahan di subsektor perikanan.
Tertahannya pertumbuhan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan disebabkan oleh perlambatan kinerja di
subsektor perkebunan. Volume ekspor komoditas kakao sebagai salah satu indikator subsektor perkebunan masih
mengalami penurunan dari -38,08% (yoy) di triwulan I 2016 menjadi -42,19% (yoy) di triwulan II 2016. Secara nilai, total
ekspor kakao tercatat USD33,24 juta yang berarti juga masih menunjukkan kontraksi -48,02% (yoy).
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: World Bank Grafik 1.25. Volume Ekspor Kakao dan Produk Olahannya Grafik 1.26. Harga Internasional Kakao
Di sisi lain, perbaikan kinerja sub sektor perikanan menjadi faktor penahan perlambatan di sektor pertanian. Salah satu
indikator yang menunjukkan perbaikan kinerja di subsektor perikanan adalah peningkatan ekspor komoditas perikanan,
baik dari sisi volume maupun nilai. Secara volume, ekspor meningkat cukup signifikan 47,74% (yoy) pada triwulan II 2016,
lebih tinggi dari periode sebelumnya (41,06% yoy), sementara secara nominal nilai ekspor meningkat, dengan
pertumbuhan tahunan18,14% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2016 yang tumbuh 14,97% (yoy). Peningkatan
ekspor diperkirakan terjadi akibat dampak positif dari berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah dan juga
pengaruh cuaca yang relatif baik di bulan April-Mei, sehingga hasil tangkapan ikan juga meningkat.
Pertanian, 23.81%
Industri Pengolahan
13.76%
Konstruksi 12.47%
Perdagangan,
13.28%
Lainnya, 36.68%
Triwulan II 2016
-150%
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
-
5
10
15
20
25
30
35
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
Juta
Ton
Ekspor Kakao dan Produk Olahannya Pertumbuhan - Skala Kanan
YOY
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III*
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoy$/kgKakao gHarga - Skala Kanan
*) Data hingga Juli 2016
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman 23
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.27. Volume Ekspor Komoditas Ikan Grafik 1.28. Nilai Ekspor Komoditas Ikan
Pertumbuhan di sektor pertanian Sulsel terkonfirmasi oleh pertumbuhan kredit yang disalurkan perbankan ke sektor
ini yang juga meningkat. Di triwulan II 2016, kredit yang disalurkan ke sektor pertanian tumbuh 47,03% (yoy) atau
mencapai Rp2,62 triliun. Angka pertumbuhan ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh
41,37% (yoy).
Grafik 1.29. Perkembangan Kredit di Sektor Pertanian
1.3.2 Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian
Lapangan usaha pertambangan dan penggalian tumbuh meningkat. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 5,30% (yoy),
lebih tinggi dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya 2,55% (yoy). Meskipun nilai dan volume pertambangan mengalami
perbaikan, namun masih tumbuh negatif. Total nilai ekspor pertambangan mencapai USD 1,83 juta atau tumbuh -19,44%
(yoy) pada triwulan II 2016, dari -50,12% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Sementara volume ekspor pertambangan
tumbuh dari -50,37% (yoy) menjadi -15,37% (yoy) pada triwulan II 2016 atau sebanyak 13,60 juta ton.
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.30. Volume Ekspor Pertambangan Grafik 1.31. Nilai Ekspor Pertambangan
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
-
1
2
3
4
5
6
7
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
Juta
To
n
Ekspor Ikan Pertumbuhan - Skala Kanan
YOY
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015 2016
Ekspor Ikan Pertumbuhan - Skala Kanan
Juta USD YOY
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyRp Triliun
Pertanian gKredit Pertanian
(150)
(100)
(50)
0
50
100
150
200
250
0
10
20
30
40
50
60
70
80
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyJuta Ton
Ekspor Pertambangan gEkspor - Skala Kanan
(100)
(50)
0
50
100
150
200
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyJuta USD
Ekspor Pertambangan gEkspor - Skala Kanan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
24 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
Volume produksi hasil tambang masih mengalami perbaikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Harga komoditas nikel
yang membaik menjadi salah satu faktor utama membaiknya kinerja sektor pertambangan. Rata-rata harga komoditas
Nikel di triwulan II 2016 berada pada level USD8.815 per metrik ton turun -32,48% (yoy) dibandingkan rata-rata harga di
triwulan sebelumnya yang turun -40,89% (yoy). Hampir seluruh komoditas tambang termasuk nikel terus mengalami
penurunan harga sejak pertengahan tahun 2014.
Sumber: Industri Pengolahan Nikel Sumber: Industri Pengolahan Nikel
Grafik 1.32. Produksi Nikel dalam Matte Grafik 1.33. Penjualan Nikel dalam Matte
Peningkatan sektor pertambangan dan penggalian terjadi seiring dengan membaiknya kinerja produksi nikel.Total
produksi Nikel dalam Matte mencapai sekitar 19.362 metrik ton atau tumbuh 0,58% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan
pada periode sebelumnya yang terkontraksi -3,33% (yoy). Sejalan dengan hasil produksi yang meningkat dan harga nikel
di pasar internasional yang membaik, maka nilai perolehan hasil penjualan Nikel dalam matte mencapai 6,52% (yoy) dari
sebelumnya terkontraksi -8,94% (yoy).
Sejalan dengan kinerja nikel yang membaik, kredit di sektor pertambangan menunjukkan pertumbuhan positif. Di
periode triwulan II 2016, kredit yang disalurkan perbankan ke sektor tambang tumbuh 4,81% (yoy). Pertumbuhan yang
meningkat cukup tinggi menjadi sinyal positif dari perkembangan usaha di sektor ini, setelah pada triwulan sebelumnya
tumbuh 1,50% (yoy).
Sumber: World Bank Sumber: LBU, diolah Grafik 1.34. Harga Komoditas Tambang Grafik 1.35. Kredit Sektor Pertambangan
1.3.3 Lapangan Usaha Industri Pengolahan
Lapangan usaha industri pengolahan tumbuh melambat. Sektor industri pengolahan pada triwulan II 2016 tumbuh
8,63% (yoy), lebih rendah dari triwulan I 2016 yang mencapai 13,14% (yoy). Industri Mikro dan Kecil (IMK) ditengarai
menjadi penyebab melambatnya pertumbuhan sektor ini. Hal ini terindikasi dari penurunan Indeks Industri Mikro dan
Kecil (IMK) yang tumbuh 5,11% (yoy) lebih rendah dari triwulan I 2016 yang mencapai 6,24% (yoy). Penurunan
pertumbuhan terutama terjadi pada industri mesin turun -18,53% (yoy), industri percetakan turun -15,58% (yoy), industri
alat angkut turun -14,10% (yoy) dan industri makanan turun -1,94% (yoy). Namun perlambatan yang terjadi di beberapa
subsektor tersebut sedikit terkompensasi oleh peningkatan kinerja Industri Besar dan Sedang (IBS) yang tumbuh
mencapai 6,62% (yoy) dari semula hanya 2,32% (yoy).
-30-20-10010203040506070
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
Rib
u
Produksi Nikel dalam Matte (Ton Metrik) yoy (%) - Skala Kanan
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
Rib
u
Penjualan Nikel dalam Matte (Ton Metrik) yoy (%) - Skala Kanan
-50%
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III*
2012 2013 2014 2015 2016
Nikel Timah Seng Timah Hitam
gYOY
*) Data hingga Juli 2016
(40)
(20)
0
20
40
60
80
0.0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyRp Triliun
Pertambangan gKredit Pertambangan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman 25
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.36. Pertumbuhan Industri Grafik 1.37. Nilai Ekspor Hasil Industri
Sejalan dengan kinerja industri pengolahan yang
menurun, kredit yang disalurkan perbankan ke sektor ini
juga melambat. Kredit yang disalurkan ke industri
pengolahan tercatat tumbuh 33,71% (yoy) atau Rp8,67
triliun lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang tumbuh
36,95% (yoy). Perlambatan diindikasikan masih tersedianya
stok di periode sebelumnya, sehingga perusahaan industri
pengolahan belum meningkatkan produksinya di triwulan
II 2016, yang pada akhirnya berdampak pada kebutuhan
modal kerja yang tidak terlalu besar.
Sumber: LBU
Grafik 1.38. Kredit Industri Pengolahan
Ekspor komoditas hasil industri justru mengalami perbaikan. Nilai ekspor hasil industri di triwulan II 2016 meningkat
meski masih dalam fase terkontraksi dari -35,35% (yoy) pada triwulan I 2016 menjadi -29,48% (yoy) atau sebesar
USD203,20 juta.
1.3.4 Lapangan Usaha Pengadaan Listrik dan Gas
Kinerja lapangan usaha pengadaan listrik dan gas tumbuh positif. Lapangan usaha ini tercatat mengalami peningkatan
17,24% (yoy) pada triwulan laporan. Angka ini lebih baik dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat tumbuh 7,69%
(yoy). Pertumbuhan sektor ini terkonfirmasi dari informasi anekdotal dimana PT PLN Wilayah Sulselrabar meramalkan
pertumbuhan pengguna listrik industri mencapai 10%. Selain itu, sektor industri pengolahan yang tumbuh cukup baik juga
menjadi salah satu faktor tetap menguatnya sektor listrik dan gas. Meskipun demikian, penyaluran kredit ke sektor Listrik,
Gas dan Air (LGA) mengalami perlambatan. Perlambatan dikarenakan pelaksanaan beberapa proyek sektor listrik baru
akan dimulai pada triwulan III 2016.
Sumber: LBU
Grafik 1.39. Kredit Sektor Listrik, Gas, dan Air
(15)
(10)
(5)
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoy
IMK IBS
(60)
(40)
(20)
0
20
40
60
80
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyJuta USD
Ekspor Industri gEkspor - Skala Kanan
(40)
(30)
(20)
(10)
0
10
20
30
40
50
60
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
9.0
10.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyRp Triliun
Industri Pengolahan gKredit Industri Pengolahan
(50)
0
50
100
150
200
250
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyRp Triliun
Listrik, Gas, dan Air gKredit Listrik, Gas, dan Air
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
26 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
1.3.5 Lapangan Usaha Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah Daur Ulang
Lapangan usaha pengadaan air tercatat mengalami peningkatan pertumbuhan. Lapangan usaha ini tumbuh 6,77% (yoy),
lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tumbuh 5,49% (yoy). Fenomena La Nina yang sudah
dirasakan lebih awal2, bulan Mei-Juni 2016, menambah pasokan air. Selain itu, peningkatan ini diperkirakan juga terkait
dengan komponen pengelolaan sampah, dimana Kota Makassar telah menerapkan “Sistem Pengolahan Sampah” dan
kemudian pengelolaan sampah tersebut akan menjadi pembangkit listrik berbasis sampah.
1.3.6 Lapangan Usaha Konstruksi
Pada triwulan II 2016, Lapangan Usaha Konstruksi tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya, seiring
dengan siklus belanja pemerintah yang meningkat. Di triwulan laporan, sektor ini tumbuh 10,80% (yoy) lebih tinggi dari
pertumbuhan di periode sebelumnya yang mencapai 9,32% (yoy). Meningkatnya sektor konstruksi terkonfirmasi dari
realisasi belanja modal pemerintah yang meningkat. Hingga akhir periode triwulan II 2016, realisasi belanja APBD
mencapai Rp2,47 triliun atau 34,28% dari pagu anggaran. Angka ini lebih tinggi dibandingkan realisasi di periode yang
sama tahun lalu yang mencapai 33,55%. Di sisi lain, realisasi belanja APBN meningkat sebesar Rp7,36 triliun, lebih tinggi
dari triwulan I 2016 sebesar Rp5,49 triliun, terutama untuk pembangunan pelabuhan, bendungan, perumahan rakyat,
jalan, dan jaringan air. Jika dicermati lebih lanjut, realisasi belanja modal APBN dan APBD yang masing-masing mencapai
26,84% (Rp1,42 triliun) dan 9,31% (Rp81,69 miliar) mampu mendorong pertumbuhan sektor ini.
Sumber: Survei Penjualan Eceran Sumber: Survei Penjualan Eceran
Grafik 1.40. Penjualan Eceran Semen Grafik 1.41. Penjualan Eceran Bahan Konstruksi dari Logam
Peningkatan sektor konstruksi terkonfirmasi oleh hasil Survei Penjualan Eceran (SPE). Indeks Penjualan Eceran (IPE)
bahan konstruksi dari logam tumbuh meningkat dari 44,75% (yoy) menjadi 47,74% (yoy) di triwulan laporan. Diperkirakan
bahan konstruksi dari logam tersebut dipergunakan untuk proyek jalur Kereta Api Makassar-Parepare yang sudah
mencapai 20 Km. Di sisi lain, indeks penjualan eceran semen tumbuh 46,34% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan
periode sebelumnya 50,84% (yoy). Sejalan dengan IPE Semen, realisasi pengadaan semen di triwulan II 2016 mencapai
547 ribu, tumbuh 11,81% (yoy) lebih rendah dibandingkan periode triwulan I 2016 yang tumbuh 14,63% (yoy). Sementara
penyaluran kredit ke sektor konstruksi tumbuh melambat di angka 10,45% (yoy), dari triwulan I 2016 yang tercatat
11,90% (yoy).
Sumber: Asosiasi Semen Indonesia Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.42. Pengadaan Semen Grafik 1.43. Kredit kepada Sektor Konstruksi
2 BMKG memperkirakan Fenomena La Nina akan terjadi pada bulan Juli-September, namun sejak akhir Mei-Juli kemarau basah sudah dirasakan di Sulsel
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III*
2012 2013 2014 2015 2016
% YOY
Semen
*) Data hingga Juli 2016
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III*
2012 2013 2014 2015 2016
% YOY
Bahan Konstruksi dari Logam
*) Data hingga Juli 2016
(5)
0
5
10
15
20
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyRibu Ton
Realisasi Pengadaan Semen Sulsel (Ton)gRealisasi - Skala Kanan
0
5
10
15
20
25
30
35
40
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyRp Triliun
Konstruksi gKredit Konstruksi
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman 27
1.3.7 Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Lapangan usaha perdagangan besar dan eceran tercatat tumbuh meningkat. Di triwulan laporan, lapangan usaha ini
tumbuh 10,61% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan di periode sebelumnya yang tercatat 9,27% (yoy).
Pertumbuhan sektor perdagangan juga terkonfirmasi dari hasil Survei Penjualan Eceran, terutama untuk penjualan
produk di kelompok bahan barang budaya dan rekreasi seperti mainan anak-anak dan barang lainnya seperti barang
kerajinan, pakaian jadi, alas kaki dan perlengkapannya, tas, dompet, koper dan ransel, dan LPG untuk rumah tangga.
Meningkatnya aktivitas masyarakat pada bulan Ramadhan dan menjelang Idul Fitri, serta liburan sekolah mendorong
sektor ini. Meskipun pertumbuhan penyaluran kredit ke sektor ini menunjukkan arah sebaliknya. Kredit ke sektor
perdagangan tercatat mencapai Rp32,13 triliun atau tumbuh 12,43% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di
triwulan I 2016 yang tumbuh 12,93% (yoy).
Sumber: Laporan Bank, diolah Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik 1.44. Perkembangan Kredit Perdagangan Grafik 1.45. Penjualan Barang Eceran Riil
1.3.8 Lapangan Usaha Transportasi dan Penggudangan
Lapangan transportasi dan penggudangan tumbuh melambat di triwulan laporan. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh
9,19% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya 12,86% (yoy). Hal ini searah dengan penyaluran kredit ke sektor
pengangkutan tercatat tumbuh positif 3,87% (yoy), setelah pada periode sebelumnya tumbuh 0,90% (yoy). Penyaluran
kredit pengangkutan juga tumbuh melambat meski relatif stabil mencapai 3,84% (yoy) pada triwulan II 2016, sementara
di triwulan sebelumnya tumbuh 3,87% (yoy).
Aktivitas pergudangan mengalami perlambatan. Aktivitas penggudangan melambat seiring dengan turunnya volume
bongkar muat barang di pelabuhan Makassar. Tingginya permintaan masyarakat memengaruhi aktivitas pergudangan,
sehingga diperkirakan barang yang tiba di pelabuhan akan langsung ke tangan pedagang/konsumen. Sepanjang triwulan II
2016, angkasa pura dan otoritas pelabuhan Makassar mencatat adanya perbedaan pola pertumbuhan penumpang.
Lalulintas penumpang pesawat udara menunjukkan perlambatan, berkebalikan dengan pertumbuhan penumpang laut
yang justru mengalami peningkatan meski masih terkontraksi.
Sumber: Laporan Bank, diolah Sumber: PT Angkasa Pura I Grafik 1.46. Perkembangan Kredit Pengangkutan Grafik 1.47. Lalu Lintas Penumpang Pesawat Udara
0
5
10
15
20
25
30
35
40
0.0
5.0
10.0
15.0
20.0
25.0
30.0
35.0
40.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyRp Triliun
Perdagangan gKredit Perdagangan
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III*
2012 2013 2014 2015 2016
%YOYBahan Bakar Kendaraan Bermotor
Barang Lainnya
Barang Budaya & Rekreasi
*) Data hingga Juli 2016
(20)
(10)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyRp Triliun
Pengangkutan gKredit Pengangkutan
-20
-10
0
10
20
30
40
50
0
200
400
600
800
1,000
1,200
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
Penumpang Penerbangan Domestik (Orang)
yoy (%) - Axis KananRibu
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
28 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
Sumber: Otoritas Pelabuhan Makassar Sumber: Otoritas Pelabuhan Makassar Grafik 1.48. Lalu Lintas Barang di Pelabuhan Makassar Grafik 1.49. Lalu Lintas Penumpang di Pelabuhan Makassar
1.3.9 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum tumbuh lebih rendah. Di triwulan laporan lapangan usaha
ini tumbuh 8,12% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 9,55% (yoy). Berlangsungnya
bulan ramadhan di periode laporan menjadi faktor utama perlambatan di sektor ini. Masyarakat Sulsel cenderung
memilih untuk berbuka puasa di rumah dibandingkan dengan restaurant (makan minum). Hal ini terkonfirmasi dari
Survey Penjualan Eceran (SPE) pada bahan makanan, makanan jadi dan minuman yang tumbuh melambat.
Sumber: Survei Penjualan Eceran, diolah
Grafik 1.50. Perkembangan Penjualan Pada Komoditas Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau
Perlambatan kinerja lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum tidak tercermin dari kinerja sektor
pariwisata yang tumbuh meningkat. Pertumbuhan jumlah kedatangan wisatawan manca Negara mengalami peningkatan
yang signifikan. Jumlah kedatangan wisatawan manca Negara di Sulsel mencapai 3.107 orang atau tumbuh 13,60% (yoy)
dari periode sebelumnya yang tumbuh terkontraksi -6,70% (yoy). Rata-rata tingkat penghunian kamar hotel berbintang
juga mengalami peningkatan dari 36,26% menjadi 41,36%. Menurut hasil liaison, jumlah hotel yang semakin meningkat,
telah mendorong pihak hotel menjaring konsumen dengan mengadakan promo dan menekan harga jual kamar.
Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah
Grafik 1.51. Jumlah Wisatawan Mancanegara Grafik 1.52. Rata-Rata Tingkat Hunian Kamar Hotel Berbintang
(15)
(10)
(5)
0
5
10
15
20
25
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyRibu Ton
Volume Bongkar Barang Dalam Negeri Volume Muat Barang Dalam Negeri
gTotal Bongkar & Muat
(30)
(20)
(10)
0
10
20
30
40
050
100150200250300350400450
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyRibu Orang
Kedatangan Dalam Negeri Keberangkatan Dalam Negeri
gPenumpang - Skala Kanan
-20%
-15%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
-48
2
52
102
152
202
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III*
2012 2013 2014 2015 2016
Makanan, Minuman & Tembakau Pertumbuhan - Skala Kanan
Indeks YOY
*) Data hingga Juli 2016
(40)(30)(20)(10)010203040506070
0
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyOrang
Jumlah Kedatangan Wisman gWisman - Skala Kanan
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
TPK Sulsel
%
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman 29
1.3.10 Lapangan Usaha Informasi dan Komunikasi
Lapangan usaha informasi dan komunikasi tumbuh melambat. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 8,05% (yoy) di
periode laporan, lebih rendah dari triwulan I 2016 yang tumbuh 8,18% (yoy). Hal ini dikonfirmasi dari hasil Survei
Konsumen, pada pengeluaran konsumen sektor transport, komunikasi dan jasa keuangan yang menunjukkan
perlambatan dari 175,93 pada triwulan I 2016 menjadi 151,50 pada triwulan laporan.Perlambatan sektor ini diindikasi
pengaruh dari traffic layanan SMS dan suara yang melambat akibat tidak terdapat aktivitas atau event yang besar.
1.3.11 Lapangan Usaha Jasa Keuangan
Lapangan usaha jasa keuangan tumbuh 17,39% (yoy), lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya 9,67% (yoy).
Peningkatan kinerja sektor jasa keuangan lebih dipengaruhi oleh kinerja positif perbankan di Sulsel, yang mengalami
peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Indikator utama yang menguat yaitu dana pihak ketiga (DPK) dan
kredit/pembiayaan yang disalurkan. Total DPK mencapai Rp81,67 triliun atau tumbuh 19,0% (yoy) lebih tinggi
dibandingkan dengan totalDPK pada triwulan sebelumnya Rp78,0 triliun atau tumbuh 17,87% (yoy). Sementara kredit
tercatat tumbuh 14,01% (yoy) menjadi Rp107,62 triliun lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang tumbuh 12,68% (yoy)
atau sebesar Rp102,28.
Sumber: Survei Konsumen, diolah
Grafik 1.53. Perkembangan Pengeluaran Konsumen Pada Sektor Transpor,
Komunikasi dan Jasa Keuangan
1.3.12 Lapangan Usaha Real Estate
Lapangan usaha real estate juga tercatat melambat. Di periode laporan, lapangan usaha ini tumbuh 6,93% (yoy) lebih
rendah dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang mencapai 7,04% (yoy). Penurunan di sektor ini sejalan
dengan Survei Harga Properti Residensial (SHPR) yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Pertumbuhan Indeks Harga Properti
Residensial (IHPR) melambat di jenis rumah pada tipe kecil dan besar, meski rumah tipe menengah mengalami
peningkatan.
Sumber: Survei Harga Properti Residensial, diolah
Grafik 1.54. Perkembangan Indeks Harga Properti Residensial
-25-20-15-10-50510152025
0
50
100
150
200
250
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III*
2012 2013 2014 2015 2016
Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan Pertumbuhan - Skala Kanan
Indeks % YOY
*) Data hingga Juli 2016
-2
0
2
4
6
8
10
12
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II*
2011 2012 2013 2014 2015 2016
TOTAL KECIL MENENGAH BESAR
%, qtq
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
30 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
1.3.13 Lapangan Usaha Jasa Perusahaan
Lapangan usaha jasa perusahaan tumbuh lebih rendah di periode laporan. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 7,73%
(yoy) di triwulan II 2016, lebih rendah dari periode sebelumnya yang tecatat 7,89% (yoy). Penurunan kinerja ini searah
dengan pertumbuhan kredit yang disalurkan ke jasa dunia usaha yang menunjukkan perlambatan menjadi 13,05% (yoy),
dari periode sebelumnya yang tumbuh 14,62% (yoy).
Sumber: Laporan Bank, diolah
Grafik 1.55. Perkembangan Kredit Jasa Dunia Usaha
1.3.14 Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Sosial Wajib
Lapangan usaha administrasi pemerintahan tumbuh meningkat di periode laporan. Searah dengan kinerja keuangan
daerah yang stabil pada triwulan laporan, lapangan usaha administrasi pemerintahan tumbuh 8,94% (yoy), meningkat
dibandingkan pertumbuhan sebelumnya 8,18% (yoy). Keuangan pemerintah sendiri tercatat tumbuh meningkat di
triwulan II 2016, baik dari sisi realisasi belanja, meskipun pendapatan tumbuh melambat. Hingga triwulan II 2016, realisasi
anggaran pendapatan daerah telah mencapai 46,64%, menurun jika dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 2015
yang mencapai 46,77%. Secara nominal, realisasi anggaran pendapatan daerah hingga triwulan II 2016 telah mencapai
Rp3,42triliun dari total target pendapatan tahunan sebesar Rp7,34 triliun. Dari sisi belanja, hingga triwulan II 2016,
realisasi pengeluaran telah mencapai 34,28% atau sebesar Rp2,47 triliun. Secara persentase berarti lebih tinggi jika
dibandingkan dengan realisasi belanja pada triwulan I 2015 yang tercatat 33,55% atau Rp2,07 triliun dari target belanja
Rp6,16 triliun.
1.3.15 Lapangan Usaha Jasa Pendidikan
Lapangan usaha jasa pendidikan tumbuh meningkat. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 9,19% (yoy) di triwulan II 2016,
tumbuh lebih tinggi dibandingkan periode triwulan I 2016 yang tumbuh 7,69% (yoy). Peningkatan pertumbuhan sektor
jasa pendidikan terjadi seiring dengan ujian yang dilaksanakan pada bulan April untuk tingkat Sekolah Menengah Atas
(SMA/MA), dan Mei untuk tingkat Sekolah Dasar (SD/MI) dan tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP/MTs). Hal ini
terkonfirmasi dari hasil Survei Penjualan Eceran, yang menunjukkan penjualan alat tulis yang meningkat. Selain itu,
penjualan kertas, karton dan cetakan, serta alat tulis yang juga meningkat.
Sumber: Survei Penjualan Eceran, diolah Sumber: Survei Penjualan Eceran, diolah Grafik 1.56. Perkembangan Penjualan Alat Tulis Grafik 1.57. Perkembangan Penjualan Kertas, Karton dan Cetakan
(20)
(10)
0
10
20
30
40
50
60
70
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyRp Triliun
Jasa Dunia Usaha gKredit Jasa Dunia Usaha
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
0
50
100
150
200
250
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III*
2012 2013 2014 2015 2016
Alat Tulis Pertumbuhan - Skala Kanan
Indeks YOY
*) Data hingga Juli 2016
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
0
20
40
60
80
100
120
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III*
2012 2013 2014 2015 2016
Kertas, Karton, Cetakan Pertumbuhan - Skala Kanan
Indeks YOY
*) Data hingga Juli 2016
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman 31
1.3.16 Lapangan Usaha Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Lapangan usaha jasa kesehatan dan kegiatan sosial tumbuh melambat. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 8,38% (yoy)
di triwulan II 2016, lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh 9,55% (yoy). Perlambatan diperkirakan
berasal dari penurunan jasa tarif dokter terhadap keseluruhan jasa kesehatan. Sementara kegiatan sosial juga mengalami
penurunan, yang dikonfirmasi menurunnya kredit yang disalurkan ke sektor jasa sosial masyarakat.
Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.58. Perkembangan Kredit Jasa Sosial Masyarakat
(20)
(10)
0
10
20
30
40
50
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyRp Triliun
Jasa Sosial Masyarakat gKredit Jasa Sosial Masyarakat
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
32 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
Boks 1.A. Pengembangan Industri Maritim Unggulan di Sulawesi Selatan Membangun kekuatan dari poros maritim. Menurut Alfred Thayer Mahan, Negara yang besar adalah Negara yang dapat menguasai laut. Meskipun Indonesia memiliki wilayah laut yang luas, namun pengembangan kemaritiman masih kurang diperhatikan. Pengembangan industri kapal, sebagai sarana/alat transportasi tidak terlalu menggembirakan. Berdasarkan World Shipbuilding Statistics tahun 2007, Indonesia berada di urutan ke-21 dari 22 negara pembangun kapal di dunia. Pengembangan usaha pengolahan hasil laut kondisinya juga hampir sama dengan industri perkapalan. Produksi ikan tangkap di Indonesia hanya mencapai 6 juta ton/tahun, lebih rendah dibandingkan Cina yang mencapai 14 juta ton/tahun
3. Melihat besarnya potensi kekayaan maritim yang dimiliki Indonesia, maka perlu langkah-langkah yang konkrit
dalam mendorong industri maritim di Indonesia, khususnya Sulsel.
Pembangunan industri perkapalan dalam 10 tahun terakhir menunjukkan kinerja yang positif. Menurut pandangan Menteri Perindustrian, industri perkapalan memiliki beberapa karakter khusus antara lain proses produksi yang kompleks dan simultan, berdasarkan pesanan, struktur organisasi jaringan dengan mengandalkan outsourcing untuk penyediaan komponen dan tenaga kerja, serta aktifitas utamanya adalah pembangunan kapal baru dan reparasi. Dari karakter-karakter tersebut dapat disimpulkan bahwa stakeholder industri terdiri dari berbagai pihak, diantaranya industri pelayaran, industri komponen, pemerintah, biro klasifikasi, perbankan, dan asuransi. Saat ini jumlah galangan kapal di Indonesia mencapai 250 perusahaan, dimana 5 perusahaan berstatus BUMN. Melihat pentingnya industri perkapalan, pemerintah telah menyusun roadmap industri perkapalan, dimana saat ini galangan kapal nasional telah mampu membangun berbagai jenis dan ukuran kapal sampai dengan 50.000 DWT dan mereparasi kapal sampai dengan kapasitas 150.000 DWT. Diharapkan hingga tahun 2025, industri kapal mampu membangun kapal dengan kapasitas hingga diatas 150.000 DWT, serta dapat memenuhi komponen kapal
4.
Sumber: Kementerian Perindustrian Sulsel memiliki peran strategis dalam pengembangan industri perkapalan di Kawasan Timur Indonesia. Hal ini dikarenakan salah satu perusahaan BUMN pembuat kapal yaitu PT Industri Kapal Indonesia (IKI) berlokasi di Makassar dan telah berdiri sejak 1977. Aktivitas yang dilakukan oleh PT IKI adalah melakukan pembuatan kapal, reparasi kapal, alat apung sejenisnya dan produk jasa lain dalam rangka diversifikasi usaha. Perusahaan ini memiliki 2 unit produksi, yaitu galangan Makassar dan Bitung, Sulawesi Utara. Galangan Makassar mampu melayani reparasi kapal barang berukuran sampai dengan 6.500 DWT dan tongkang 100 x 26 meter. Sejauh ini, IKI telah membangun beberapa kapal besar seperti KM Makassar yang merupakan kapal full container 4.180 DWT, Kapal Patroli KRI Andai TNI AL, Ferry Ro-Ro (600GT), Kapal Perintis yang melayani angkutan barang dan penumpang (750 DWT). Galangan Makassar memiliki lokasi yang strategis, yaitu sebagai poros lalu lintas komoditas, logistic, dan penumpang Indonesia barat-timur
5.
Sulsel juga memiliki potensi yang besar untuk dijadikan sentra industri perikanan terbesar di Kawasan Timur Indonesia. Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan, produksi perikanan tangkap di Sulsel masih dibawah potensi dan masih dapat ditingkatkan. Selain itu, secara geografis, potensi tersebut didukung oleh letak Sulsel yang menjadi pintu gerbang Kawasan Timur Indonesia, dan otomatis akan menjadi pintu gerbang ekspor hasil perdagangan secara umum (Danial 2006). Sulsel juga memiliki Sumber Daya Alam dan lingkungan yang mendukung, seperti ketersediaan ikan yang cukup besar, daerah penangkapan ikan yang dekat dengan tempat pendaratan ikan dan kondisi perairan yang baik. Faktor penunjang lain yaitu sebagian besar masyarakat Sulsel bekerja di sektor pertanian, perikanan dan kehutanan mencapai 45,84%, dimana tenaga kerja subsektor perikanan mencapai 5,43% terhadap total tenaga kerja. Meskipun memiliki kontribusi yang besar, rata-rata penghasilan di sektor ini paling rendah, atau hanya sekitar Rp852 ribu/bulan. Rendahnya penghasilan diperkirakan sebagai akibat dari tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah terutama pada masyarakat nelayan. Menurut statistik 48,28% masyarakat di sektor pertanian berpendidikan Sekolah Dasar. Oleh karena itu, upaya pengembangan sektor maritim di Sulsel perlu didukung dengan pengembangan kualitas SDM.
3 Kementerian Kelautan dan Perikanan 4 Kementerian Perindustrian 5 Informasi anekdotal dan FGD yang dilakukan
2012
20122015
2020
2025
• Mampu membangun kapal berbagaitipe sd 50.000 DWT & perbaikan sampaidengan 150.000 DWT.
• Pemberdayaan Desain dan rekayasamelalui National Shipbuilding and Engineering Center (NasDEC)
• Mampu membangun kapal >85.000 DWT .
• Peningkatan kemampuan NasDECdalam desain dan rekayasa Special Purpose Vessels.
• Mampu membangun kapal >150.000 DWT & perbaikan >200.000 DWT.
• Pengembangan kemampuan NasDECdalam desain dan rekayasa kapal
• Memperkuat industri pendukung.
• Mampu membangun kapal berukuran>200.000 DWT & perbaikan kapalberukuran > 300.000 DWT.
• NasDEC menjadi pusat pengembangandesain dan rekayasa kapal.
• Pemenuhan komponen kapal melaluiproduksi dalam negeri.
Roadmap Industri Perkapalan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman 33
Tenaga Kerja Berdasarkan Lapangan Usaha di Sulsel Tahun 2014
Rata-rata Penghasilan Tenaga Kerja Berdasarkan Lapangan Usaha di Sulsel Tahun 2014
Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja di Sulsel Tahun 2014
Sumber: Susenas 2014, diolah
Pemerintah semakin menunjukkan perhatiannya pada sektor maritim. Hal ini tercermin dari dibangunnya beberapa proyek maritim antara lain Makassar New Port (MNP), pengembangan industri galangan kapal dengan pemberian modal kepada perusahaan, pembangunan peningkatan kapasitas listrik yang merupakan sarana penunjang utama dalam industri perkapalan, pengembangan kawasan mina yang terdapat di beberapa daerah seperti Maros, Pangkep, Pinrang dan Takalar.
Sumber: PT Pelindo IV, PT IKI, PT PLN Wilayah Sulselrabar, informasi anekdotal
Pertanian, Kehutanan, Perikanan, Peternakan
46%
Industri Pengo-lahan
5%
Konstruksi6%
Perda-gangan
18%
Lain-lain25%
Perta-nian
51.04%
Hortikul-tura,
6.53%
Perke-bunan, 20.89%
Per-ikanan, 11.84%
Peter-nakan, 9.22%
Kehu-tanan, 0.47% Lapangan Usaha Persentase Rata-Rata Penghasilan
Pertanian 45.84% Rp852,227
Industri Pengolahan 5.07% Rp1,453,601
Konstruksi/Bangunan 6.33% Rp2,151,307
Perdagangan 17.64% Rp1,398,509
Lain-lain 25.12% Rp2,106,419
48,28%
19,21% 21,75%
2.01% 8,19%
0,57% 0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
SD
SMP
SMA
D1
/D2/
D3
D4
/S1
S2/S
3
%
Pengembangan
Makassar New Port
(MNP) Hingga Tahun
2030
Pengembangan
Jaringan Jalan
Kualitas Baik menuju
Pelabuhan
Penguatan Industri Galangan Kapal dengan
penambahan modal. Tahun 2015, total
pemesanan pembuatan kapal : 2 kapal,
reparasi ±180 kapal
Pembangunan PLT di Kab.
Jeneponto dan Kab.
Sidrap hingga tahun
2021.
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
34 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman 35
2. KEUANGAN PEMERINTAH
Bab 2 Keuangan Pemerintah
Daya dorong APBD Provinsi Sulsel terhadap perekonomian sampai
dengan semester I 2016 terlihat belum optimal. Realisasi belanja
hingga akhir semester baru tercatat Rp2,48 triliun atau 34,28% dari
yang dianggarkan sebesar Rp7,22 triliun. Sebagian besar penyerapan
anggaran direalisasikan untuk belanja operasional (73,79%) dan
belanja transfer (22,58%), sementara yang direalisasikan untuk
belanja modal masih tergolong minim (3,63%). Kondisi yang hampir
sama juga terjadi pada APBD Kabupaten/Kota. Dari Total anggaran
sebesar Rp33,42 triliun, hingga akhir semester I 2016 diperkirakan
baru berhasil direalisasikan sebesar Rp10,01 triliun atau 29,95 %.
Sementara itu, pencapaian realisasi belanja pada APBN yang
dialokasikan di Sulsel terlihat lebih baik. Sampai akhir semester I
2016 telah terealisasi sebesar Rp7,37 triliun atau 37,80% dari yang
dianggarkan sebesar Rp19,48 triliun. Seluruh komponen belanja
memperlihatkan peningkatan kecuali belanja untuk bantuan sosial.
Kedepan perlu upaya yang lebih keras dalam merealisasikan APBD
dan APBN di Sulsel, agar instrumen fiskal ini dapat berperan lebih
optimal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Sulsel, mengingat
sektor swasta yang merupakan salah satu lokomotif pertumbuhan
ekonomi saat ini tengah menghadapi tantangan yang tidak ringan.
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAHD
36 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
2.1 Struktur Anggaran
Komponen keuangan pemerintah daerah di Sulsel terdiri dari tiga unsur, yaitu Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi, APBD Pemerintah Kabupaten/Kota, serta Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) yang dialokasikan di Sulsel. Dari ketiga unsur tersebut, nilai pagu anggaran belanja yang disediakan
untuk pemerintah Kabupaten/Kota memiliki porsi paling tinggi yaitu mencapai Rp33,42 triliun atau 55,6% dari total pagu
anggaran belanja sebesar Rp60,13 triliun. Sementara itu, pagu anggaran belanja pada APBN yang dialokasikan di Sulsel
menempati urutan kedua sebesar Rp19,48 triliun (32,40%). Disusul kemudian pagu anggaran belanja pada APBD
pemerintah Provinsi sebesar Rp7,23 triliun (12,0%). Dari total pagu anggaran belanja tersebut, sampai dengan triwulan II
2016 baru berhasil direalisasikan sebesar Rp19,85 triliun atau 33,01% (Grafik 2.1 dan 2.2). Melihat realisasi anggaran yang
belum optimal, maka kedepan diperlukan upaya yang lebih gigih, agar kebijakan fiskal yang ditempuh melalui instrumen
APBD dan APBN dapat mengakselerasi pertumbuhan ekonomi Sulsel, mengingat sektor swasta yang selama ini sebagai
salah satu lokomotif pertumbuhan ekonomi tengah menghadapi tantangan yang tidak ringan.
Grafik 2.1. Struktur Anggaran Belanja Keuangan Pemerintah di Sulsel Tahun 2016
Grafik 2.2. Struktur Realisasi Belanja Keuangan Pemerintah di Sulsel Triwulan II 2016
Pemerintah Kabupaten/Kota berhasil merealisasikan belanja paling tinggi. Sampai dengan triwulan II 2016 nilai realisasi
belanja APBD pemerintah Kabupaten/Kota mencapai Rp11,31 triliun atau 53,5% dari total realisasi belanja pemerintah di
Sulsel sebesar Rp21,15 triliun, sementara realisasi APBN di Sulsel menempati urutan kedua sebesar Rp7,37 triliun (34,8%)
dan disusul kemudian realisasi APBD pemerintah Provinsi sebesar Rp2,48 triliun atau 11,7% (Grafik 2.2).
2.2 Perkembangan Realisasi Anggaran APBD Provinsi
2.2.1 Pendapatan 2.2.1.1. Struktur Realisasi Pendapatan
Menurut sumbernya, struktur pendapatan Provinsi Sulsel didominasi oleh pendapatan transfer. Sampai dengan
triwulan II 2016 nilai pendapatan yang bersumber dari transfer pemerintah pusat sebesar Rp1,93 triliun atau 56,27% dari
total nilai realisasi pendapatan sebesar Rp3,43 triliun. Sebagian besar dari pendapatan transfer tersebut direalisasikan
dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU) dengan porsi mencapai 42,21%. Selebihnya direalisasikan dalam bentuk Dana
Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak. Perolehan nilai pendapatan transfer pada semester I
2016 ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan pencapaian pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp847 miliar.
Sumber pendapatan kedua berasal dari realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang hingga semester I 2016 mencapai
Rp1,50 triliun (43,73%), dengan sumber pendapatan utama berasal dari pos Pendapatan Pajak Daerah yang nilainya
mencapai Rp1,36 triliun. Sementara itu pendapatan dari sumber lain-lain nilainya relatif kecil sebesar Rp2,36 miliar.
Secara umum pencapaian realisasi pendapatan Provinsi Sulsel cukup menggembirakan. Sampai dengan semester II
2016 realisasi pendapatan telah mencapai 46,54% dari yang ditargetkan sebesar Rp7,35 triliun. Secara lebih rinci, realisasi
pendapatan transfer mencapai 50,40%, PAD mencapai 42,63% dan sumber pendapatan lain-lain 20,01% dari yang
ditargetkan.
APBN; Rp19.484;
32,4%
APBD PROVINSI; Rp7.225;
12,0%
APBD KAB/ KOTA;
Rp33.419; 55,6%
ANGGARAN 2016
(Rp miliar)
APBN; Rp7.365;
34,8%
APBD PROVINSI; Rp2.477;
11,7%
APBD KAB/ KOTA;
Rp11.307,4; 53,5%
REALISASI TW II-2016 (Rp miliar)
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman 37
Sumber:Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel, diolah
Grafik 2.3. Proporsi Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Sulsel
2.2.1.2. Perkembangan Realisasi Pendapatan
Persentase realisasi pendapatan APBD Provinsi Sulsel sampai dengan triwulan II 2016 mencapai 46,64% dari target
yang dianggarkan. Persentase realisasi pendapatan ini relatif sama dengan pencapaian triwulan II tahun lalu 46,77%.
Namun secara nominal, realisasi pendapatan daerah pada triwulan II 2016 sebesar Rp3,43 triliun, lebih besar dari capaian
pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp2,89 triliun. Peningkatan pendapatan bersumber dari realisasi PAD dan
pendapatan transfer. Komponen PAD yang meningkat antara lain pendapatan pajak daerah, pendapatan retribusi daerah,
dan lain-lain PAD yang syah, masing-masing sebesar Rp1,36 triliun; Rp37,74 miliar dan Rp93,43 miliar. Peningkatan PAD
terutama berasal dari hasil peningkatan intensifikasi penagihan tunggakan PKB melalui kegiatan penertiban dokumen
administrasi kendaraan bermotor, program samsat delivery order, pembebasan (pemutihan) denda sehingga masyarakat
tertarik membayar pajak, dan banyaknya pameran otomotif, sehingga menambah penerimaan PAD dari pajak kendaraan.
Tabel 2.1. Anggaran dan Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Sulsel (Rp Miliar)
Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited) Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel
Sementara itu, sampai dengan triwulan II 2016 realisasi pendapatan dari transfer mencapai Rp1,93 triliun (50,40%),
yang berarti lebih besar dari realisasi pendapatan transfer tahun lalu sebesar Rp847,31 miliar (55,35%). Semua
komponen pendapatan transfer mengalami peningkatan, baik Dana Bagi Hasil (DBH) pajak dan bukan pajak, Dana Alokasi
Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan transfer pemerintah pusat lainnya. Realisasi DBH sampai dengan triwulan II
2016 telah mencapai Rp149,26 miliar (52,97%), lebih tinggi dari realisasi pada periode yang sama tahun lalu sebesar
Rp115,87 miliar (42,55%). DAU telah mencapai Rp813,25 miliar (58,33%), meningkat dari periode yang sama tahun lalu
sebesar Rp688,34 miliar (58,33%), sementara DAK baru mencapai Rp130,14 miliar (30,23%), meskipun secara nominal
lebih besar dari pencapaian realisasi pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp43,1 miliar (55,0%). Sedangkan
transfer pemerintah pusat lainnya telah mencapai Rp834,01 miliar (48,60%), lebih tinggi dari pencapaian pada periode
yang sama tahun lalu sebesar Rp601,64 miliar (48,19%). Untuk penerimaan lain-lain pendapatan yang sah hanya berhasil
merealisasikan Rp2,36 miliar (20,01%), lebih rendah dari capaian pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp5,03
miliar (49,76%).
Rp1.063 Rp1.132 Rp1.234 Rp1.432
Rp1.497
Rp717 Rp783
Rp850 Rp847
Rp1.927
Rp443 Rp438
Rp0 Rp5 Rp2
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Tw II-2012 Tw II-2013 Tw II-2014 Tw II-2015 Tw II-2016
Rp miliar
Lain-Lain Pendapatan Yang Sah Pendapatan Transfer Pendapatan Asli Daerah
NOMINAL % REALISASI NOMINAL % REALISASI
PENDAPATAN
PENDAPATAN ASLI DAERAH 3.380,99 1.431,60 42,34% 3.511,64 1.496,90 42,63%
- Pendapatan Pajak Daerah 3.044,55 1.249,15 41,03% 3.145,44 1.364,27 43,37%
- Pendapatan Retribusi Daerah 89,85 36,67 40,81% 86,74 37,74 43,51%
- Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yg Dipisahkan 80,23 88,53 110,34% 92,58 1,46 1,58%
- Lain-lain PAD yang Sah 166,37 57,26 34,41% 186,89 93,43 49,99%
PENDAPATAN TRANSFER 1.530,72 847,31 55,35% 3.822,55 1.926,66 50,40%
- Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak 272,35 115,87 42,55% 281,79 149,26 52,97%
- DAU 1.180,01 688,34 58,33% 1.394,15 813,25 58,33%
- DAK 78,36 43,10 55,00% 430,54 130,14 30,23%
- Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya 1.248,35 601,64 48,19% 1.716,07 834,01 48,60%
LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 10,12 5,03 49,76% 11,82 2,36 20,01%
JUMLAH PENDAPATAN 6.170,18 2.885,59 46,77% 7.346,01 3.425,93 46,64%
U R A I A NANGGARAN
2016
REALISASI s/d TRIWULAN II 2016ANGGARAN
2015
REALISASI s/d TRIWULAN II 2015
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAHD
38 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
Kedepan, kesinambungan dan ketepatan penerimaan transfer dari pemerintah pusat akan sangat ditentukan oleh kondisi
APBN khususnya dari sisi pendapatan. Terkait dengan hal ini, pemerintah pusat berupaya keras untuk mencapai target
pendapatan baik melalui pungutan pajak atau kebijakan lain, yang diantaranya dilakukan melalui kebijakan tax amnesty
(lihat Boks 2.A).
2.2.2 Belanja
2.2.2.1. Struktur Realisasi Belanja
Struktur belanja Provinsi Sulsel didominasi belanja operasional. Sampai dengan triwulan II 2016, nilai realisasi belanja
operasional mencapai Rp1,83 triliun (73,94%) lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp1,40
triliun (67,620%). Disusul kemudian realisasi belanja transfer yang juga meningkat menjadi Rp563,73 miliar (22,76%), dari
periode yang sama tahun sebelumnya Rp517,99 miliar (25,04%). Sementara itu, realisasi belanja modal justru hanya
mencapai Rp81,69 miliar (3,30%). Pencapaian ini lebih rendah dari realisasi pada periode yang sama tahun sebelumnya
sebesar Rp151,98 miliar (7,35%). Persentase realisasi belanja modal yang relatif rendah mengindikasikan bahwa masih
terdapat kendala dalam merealisasikan berbagai proyek khususnya pembangunan infrastruktur sebagaimana yang telah
direncanakan. Hal demikian tentunya patut menjadi perhatian bersama, karena keberhasilan dalam membangun
infrastruktur sangat menentukan keberhasilan pembangunan Sulsel yang berkesinambungan.
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel
Grafik 2.4. Proporsi Realisasi Belanja APBD Provinsi Sulsel
2.2.2.2. Perkembangan Realisasi Belanja
Total realisasi belanja APBD Provinsi Sulsel meningkat. Realisasi belanja hingga triwulan II 2016 tercatat sebesar Rp2,48
triliun atau 34,28% dari yang ditargetkan sebesar Rp7,22 triliun. Pencapaian nilai realisasi belanja ini sedikit lebih tinggi
dari posisi yang sama tahun lalu sebesar Rp2,07 triliun atau 33,55% dari yang ditargetkan sebesar Rp6,17 triliun. Dengan
realisasi belanja sebesar tersebut, maka pada akhir triwulan II 2016 terdapat surplus pada APBD Provinsi Sulsel sebesar
Rp948,95 miliar. Hal demikian perlu dicarikan langkah yang cepat dan cermat untuk meningkatkan serapan anggaran,
agar APBD Sulsel dapat lebih mendinamisasi pertumbuhan ekonomi Sulsel.
Realisasi belanja operasional lebih tinggi apabila dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama tahun lalu.
Peningkatan yang terjadi pada belanja operasional dikarenakan terdapat pembayaran gaji ke-13 dan ke-14 bagi pegawai
negeri (termasuk TNI/Polri), adanya penambahan pegawai dan pembayaran kenaikan gaji berkala, serta pembayaran
honorarium. Total pos belanja operasional hingga pertengahan 2016 terealisasi Rp1,83 triliun (37,08%), meningkat
dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp1,40 triliun (33,47%). Persentase realisasi belanja operasional yang
lebih tinggi terjadi pada belanja pegawai, barang, dan hibah masing-masing Rp555,08 miliar (44,92%); Rp312,30 miliar
(21,53%); dan Rp861,05 miliar (47,49%). Pada periode yang sama tahun lalu masing-masing tercatat sebesar Rp428,17
miliar (36,73%); Rp255,77 miliar (18,50%); dan Rp605,61 miliar (23,32%). Sementara belanja operasional yang cenderung
menurun antara lain belanja bunga dan belanja bantuan keuangan masing-masing menjadi Rp11,395 miliar (30,26%) dan
Rp91,17 miliar (22,78%). Pada periode yang sama tahun lalu masing-masing tercatat Rp13,65 miliar (34,55%) dan
Rp125,85 miliar (25,72%).
Sementara itu, realisasi belanja modal justru menurun. Sampai dengan triwulan II 2016 realisasi belanja modal baru
mencapai Rp81,69 miliar atau 9,31% dari yang ditargetkan sebesar Rp877,61 miliar, lebih rendah dibandingkan dengan
capaian pada triwulan II tahun lalu sebesar Rp151,98 miliar (23,08%). Belanja modal yang telah terealisasi antara lain
Rp1.219 Rp1.305 Rp1.382 Rp1.399 Rp1.832
Rp50 Rp53
Rp127 Rp152 Rp82
Rp142 Rp316 Rp450 Rp518 Rp564
0%
20%
40%
60%
80%
100%
Tw II-2012 Tw II-2013 Tw II-2014 Tw II-2015 Tw II-2016
Rp miliar
Transfer Belanja Modal Belanja Operasional
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman 39
belanja peralatan/mesin, belanja gedung/bangunan, dan belanja jalan/irigasi/jaringan, dengan nilai realisasi yang masih
relatif minimal, masing-masing sebesar Rp25,07 miliar (16,72%), Rp14,76 miliar (10,26%), dan Rp37,06 miliar (6,86%).
Tabel 2.2. Anggaran dan Realisasi Belanja APBD Provinsi Sulsel (Rp Miliar)
Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited) Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel
Disisi lain, realisasi transfer kepada Kabupaten/Kota meningkat. Realisasi transfer sampai dengan triwulan II 2016
tercatat Rp563,73 miliar (40,75%), sedikit lebih tinggi dari triwulan II tahun sebelumnya Rp517,99 miliar (39,58%).
Peningkatan transfer tersebut diharapkan menambah kapasitas dan dapat direalisasikan dengan baik oleh pemerintah
Kabupaten/Kota, sehingga dapat meningkatkan perekonomian di daerah masing-masing.
2.3 Perkembangan Realisasi Belanja APBD Kabupaten/Kota se-Sulsel6
2.3.1 Struktur Realisasi Belanja
Secara struktur mayoritas dari pagu anggaran pada APBD Kabupaten/Kota di Sulsel dialokasikan untuk belanja
operasional. Dari total pagu anggaran 2016 sebesar Rp33,42 triliun, porsi untuk belanja operasional mencapai 74,8%,
sementara 25,2% lainnya dialokasikan untuk kebutuhan belanja modal.
6 Data realisasi untuk triwulan I dan II 2016 belum tersedia. Untuk keperluan analisis data diproyeksikan dengan menggunakan pendekatan rata-rata
persentase realisasi selama 5 tahun terakhir.
NOMINAL % REALISASI NOMINAL % REALISASI
BELANJA
BELANJA OPERASIONAL 4.179,70 1.399,06 33,47% 4.939,13 1.831,55 37,08%
- Belanja Pegawai 1.165,82 428,17 36,73% 1.235,59 555,08 44,92%
- Belanja Barang 1.220,48 225,77 18,50% 1.450,79 312,30 21,53%
- Belanja Bunga 39,50 13,65 34,55% 39,50 11,95 30,26%
- Belanja Hibah 1.264,51 605,61 47,89% 1.813,03 861,05 47,49%
- Belanja Bantuan Keuangan 489,40 125,85 25,72% 400,22 91,17 22,78%
BELANJA MODAL 658,61 151,98 23,08% 877,61 81,69 9,31%
- Belanja Tanah 136,52 1,54 1,13% 25,25 0,03 0,12%
- Belanja Peralatan & Mesin 88,39 13,77 15,58% 149,95 25,07 16,72%
- Belanja Gedung dan Bangunan 155,84 6,12 3,93% 143,85 14,76 10,26%
- Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan 271,13 128,88 47,54% 540,17 37,06 6,86%
- Belanja Aset Tetap Lainnya 1,03 0,55 54,01% 1,52 0,21 13,91%
- Aset Lainnya 5,71 1,11 19,45% 3,36 0,29 8,56%
BELANJA TIDAK TERDUGA 20,00 - 0,00% 24,75 - 0,00%
JUMLAH BELANJA 4.858,31 1.551,04 31,93% 5.841,48 1.913,25 32,75%
TRANSFER 1.308,80 517,99 39,58% 1.383,43 563,73 40,75%
TOTAL BELANJA 6.167,11 2.069,03 33,55% 7.224,91 2.476,97 34,28%
SURPLUS / (DEFISIT) 3,07 816,56 26622,63% 121,10 948,95 783,60%
PEMBIAYAAN
PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH 132,93 309,74 233,01% 64,90 129,96 200,24%
PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH 136,00 68,00 50,00% 186,00 118,00 63,44%
JUMLAH PEMBIAYAAN (3,07) 241,74 -7881,73% (121,10) 11,96 -9,87%
U R A I A NANGGARAN
2016
REALISASI s/d TRIWULAN II 2016ANGGARAN
2015
REALISASI s/d TRIWULAN II 2015
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAHD
40 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
Grafik 2.5. Struktur Pagu Anggaran dan Realisasi Belanja APBD Kabupaten/Kota di Sulsel
Kota Makassar mendapat pagu anggaran terbesar. Secara lebih rinci, pagu anggaran untuk masing-masing
Kabupaten/Kota di Sulsel dapat dilihat dalam Tabel 1.3. Dari total anggaran sebesar Rp33,42 triliun, Kota Makassar
mendapat pagu anggaran paling tinggi sebesar Rp3,83 triliun (11,45%). Disusul kemudian Kabupaten Bone (6,47%) dan
Kabupaten Gowa (4,92%). Adapun wilayah yang mendapatkan pagu anggaran terendah adalah Kabupaten Toraja Utara
(2,81%).
Tabel 2.3. Pagu Anggaran APBD Kabupaten dan Kota se-Sulsel - 2016
*) Angka perkiraan
Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Daerah
Belanja Operasi; 24.992; 74,8%
Belanja Modal; 8.427; 25,2%
Belanja Operasi; 10.034 ; 88,7%
Belanja Modal; 1.273 ; 11,3%
REALISASI TW II-2016
(Rp miliar)
Belanja Operasi Belanja Modal Total Belanja
Kota Makassar 3.049,50 775,72 3.825,22 11,45
Kab. Bone 1.841,95 320,95 2.162,90 6,47
Kab. Gowa 1.352,14 291,27 1.643,42 4,92
Kab. Luwu Timur 976,63 580,26 1.556,89 4,66
Kab. Luwu 1.117,76 400,76 1.518,52 4,54
Kab. Wajo 1.117,59 391,90 1.509,49 4,52
Kab. Bulukumba 1.118,24 317,31 1.435,55 4,30
Kab. Pangkajene dan Kepulauan 975,86 410,02 1.385,88 4,15
Kab. Sidenreng Rappang 891,79 481,63 1.373,42 4,11
Kab. Maros 997,39 362,39 1.359,78 4,07
Kab. Jeneponto 998,66 348,63 1.347,30 4,03
Kab. Pinrang 1.001,87 337,11 1.338,98 4,01
Kab. Takalar 925,55 276,38 1.201,94 3,60
Kab. Luwu Utara 997,90 200,06 1.197,96 3,58
Kab. Soppeng 883,05 281,82 1.164,87 3,49
Kab. Sinja i 850,53 300,71 1.151,25 3,44
Kab. Enrekang 798,29 351,57 1.149,85 3,44
Kab. Tana Toraja 795,96 303,97 1.099,93 3,29
Kota Palopo 713,60 339,72 1.053,32 3,15
Kota Pare-Pare 668,38 384,14 1.052,52 3,15
Kab. Barru 781,26 228,49 1.009,75 3,02
Kab. Bantaeng 699,76 288,13 987,88 2,96
Kab. Kepulauan Selayar 704,77 249,19 953,97 2,85
Kab. Toraja Utara 733,33 204,93 938,25 2,81
Total 24.991,78 8.427,08 33.418,86 100,00
Kabupaten/Kota
Anggaran 2016 (Rp miliar)Pangsa
(%)
Anggaran 2016
(Rp miliar)
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman 41
2.3.2 Perkembangan Realisasi Belanja
Realisasi anggaran APBD Kabupaten/Kota diperkirakan masih belum sesuai target. Berdasarkan pencapaian persentase
dan nilai realisasi belanja dari masing-masing Kabupaten/Kota dalam 5 tahun terakhir progresnya sangat bervariasi. Dari
pagu anggaran belanja operasional sebesar Rp24,99 triliun tersebut, sampai dengan triwulan II 2016 diproyeksikan baru
terealisasi sebesar Rp10,03 triliun (40,15%). Sementara itu, untuk belanja modal diproyeksikan baru terealisasi sebesar
Rp1,27 triliun atau 15,11% dari pagu anggaran belanja modal sebesar Rp8,43 triliun. Hal ini berarti secara total
diperkirakan terdapat realisasi belanja sebesar Rp11,31 triliun atau 33,84% dari yang dianggarkan sebesar Rp33,42 trilun.
Salah satu kendala dalam melakukan monitoring dan evaluasi realisasi APBD Kabupaten/Kota di sulsel adalah tidak
tersedianya data yang akurat dan terkini. Mengingat pentingnya data realisasi belanja dimaksud, maka agar pelaksanaan
realisasi anggaran dapat terpantau dengan lebih baik, perlu segera dibuat sebuah sistem pelaporan realisasi anggaran
yang user frendly sehingga dapat diimplementasikan dengan mudah di setiap wilayah Kabupaten/Kota di Sulsel.
2.4 Perkembangan Realisasi Belanja APBN di Sulsel
2.4.1 Struktur Realisasi Belanja
Struktur realisasi belanja pada APBN Sulsel didominasi realisasi belanja pegawai. Sampai dengan triwulan II 2016
realisasi belanja pegawai mencapai Rp3,53 triliun atau 47,91% dari total belanja sebesar Rp7,37 triliun. Secara nominal
realisasi pada tahun ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan pencapaian pada periode yang sama tahun lalu sebesar
Rp2,71 triliun (49,31%). Disusul kemudian realisasi belanja barang tercatat sebesar Rp2,41 triliun (32,65%), lebih tinggi
dari posisi yang sama tahun lalu sebesar Rp1,42 triliun (25,78%). Sementara itu, realisasi belanja modal juga meningkat
mencapai Rp1,42 triliun (19,32%), lebih tinggi dari triwulan II tahun lalu sebesar Rp839,56 miliar (15,29%). Sedangkan
realisasi belanja untuk bantuan sosial menurun signifikan menjadi Rp8,95 miliar (0,12%) dari realisasi triwulan II 2015
sebesar Rp528,46,41 miliar (9,62%).
Sumber: DJPbN Prov. Sulsel, diolah
Grafik 2.6. Proporsi Belanja APBN di Sulsel
2.4.2 Perkembangan Realisasi Belanja
Realisasi belanja APBN Sulsel sampai dengan triwulan II 2016 lebih tinggi jika dibandingkan dengan triwulan II 2015.
Pada triwulan II 2016, realisasi belanja APBN di Sulsel mencapai 37,80%, lebih tinggi dari pencapaian triwulan II 2015
(24,37%). Jika dilihat dari segi nominal, realisasi belanja APBN di Sulsel pada triwulan II 2016 tercatat Rp7,37 triliun, naik
signifikan dibandingkan realisasi triwulan II tahun lalu sebesar Rp5,49 triliun. Peningkatan nominal penyerapan anggaran
belanja APBN di Sulsel ini selain adanya optimalisasi penyerapan untuk belanja rutin sesuai polanya, juga untuk
pembayaran gaji ke-13 dan ke-14.
Nilai realisasi per jenis belanja APBN di Sulsel masih didominasi untuk keperluan belanja pegawai. Pada triwulan II
2016, nominal realisasi belanja pegawai APBN di Sulsel mencapai Rp3,53 triliun atau 50,88% dari pagu anggaran. Realisasi
belanja pegawai ini lebih tinggi dibanding pencapaian triwulan II tahun lalu, baik secara persentase (40,63%) maupun
secara nominal (Rp2,71 triliun). Demikian pula, realisasi persentase belanja barang dan belanja modal masing-masing
33,42% dan 26,84%, meningkat dibandingkan triwulan II tahun lalu masing-masing 21,58% dan 10,87%. Sedangkan
Rp2.112,12 Rp2.215,96 Rp2.291,29 Rp2.708,40 Rp3.528,49
Rp1.172,22 Rp1.257,43 Rp1.648,84 Rp1.416,19 Rp2.405,06
Rp843,32 Rp939,29 Rp746,03 Rp839,56
Rp1.422,95 Rp731,96 Rp498,04 Rp549,36
Rp528,46 Rp8,95
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Tw II - 2012 Tw II - 2013 Tw II - 2014 Tw II - 2015 Tw II - 2016
Rp miliar
Belanja Bantuan Sosial Belanja Modal Belanja Barang Belanja Pegawai
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAHD
42 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
pencapaian realisasi belanja bantuan sosial mengalami penurunan baik secara persentase maupun nominal yang
disalurkan. Dari hasil monitoring dapat dipastikan bahwa pelaksanaan transfer untuk Dana Desa telah terealisasi sesuai
tahapan7.
Tabel 2.4. Realisasi Belanja APBN Provinsi Sulsel Triwulan I Per Jenis Belanja Rp miliar
Sumber: DJPbN Prov. Sulsel, diolah
2.5 Peran Realisasi Keuangan Pemerintah Dalam PDRB
Rasio realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) semakin menurun8.
Padaakhir triwulan II 2016 tercatat 0,82% dari triwulan sebelumnya 0,88%. Sementara rasio realisasi rasio dana
perimbangan (transfer) terhadap PDRB ADHB terlihat meningkat dari semula 0,52% menjadi 0,60%. Hal ini
mengindikasikan bahwa kemampuan pemerintah dalam menggali sumber pendapatan asli daerah cenderung menurun.
Hal demikian perlu dicermati lebih lanjut, apakah penurunan kemampuan tersebut disebabkan kewenangannya yang
memang semakin terbatas ataukah terdapat ketidakefisienan dalam pelaksanaannya.
Grafik 2.7. Rasio Realisasi Pendapatan APBD Terhadap PDRB ADHB Grafik 2.8. Rasio Realisasi Belanja APBD Terhadap PDRB ADHB
Rasio realisasi belanja APBD dan APBN di Sulsel terhadap PDRB ADHK juga semakin menurun.9Rasio belanja operasional
terhadap PDRB ADHB sampai dengan triwulan II 2016 tercatat 3,26%, lebih rendah dari triwulan II 2015 yang tercatat
3,38%. Kecenderungan yang sama juga terjadi pada rasio belanja modal terhadap PDRB ADHB turun menjadi 0,51% dari
sebelumnya 0,61%. Hal ini mengindikasikan bahwa peran realisasi belanja pemerintah dalam mendinamisasi
perekonomian cenderung menurun. Kondisi demikian perlu mendapat perhatian, mengingat dalam situasi perekonomian
yang cenderung mengalami kelesuan, peran pemerintah dalam mendorong perekonomian sangat diperlukan. Hal ini
dapat dilakukan diantaranya dengan cara meningkatkan realisasi belanjannya terutama belanja modal, guna membiayai
berbagai proyek yang dapat membuka lapangan kerja baru dan dapat menciptakan multiplier effect yang besar bagi
perekonomian.
7 Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI No. 93/PMK.07/2015 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan
Evaluasi Dana Desa disebutkan bahwa penyaluran Dana Desa dilakukan dalam 3 tahap, yaitu tahap I pada bulan April sebesar 40% (empat puluh per seratus); tahap II pada bulan Agustus sebesar 40% (empat puluh per seratus); dan tahap III pada bulan Oktober sebesar 20% (dua puluh per seratus).
8 Dihitung dengan rumus realisasi komponen pendapatan APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif. 9 Dihitung dengan rumus realisasi komponen belanja APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif.
Nominal % Realisasi Nominal % Realisasi
Belanja Pegawai 6.666,25 2.708,40 40,63% 6.934,31 3.528,49 50,88%
Belanja Barang 6.562,07 1.416,19 21,58% 7.196,12 2.405,06 33,42%
Belanja Modal 7.722,19 839,56 10,87% 5.300,85 1.422,95 26,84%
Belanja Bantuan Sosial 1.584,60 528,46 33,35% 52,49 8,95 17,05%
JUMLAH BELANJA 22.535,11 5.492,61 24,37% 19.483,76 7.365,44 37,80%
ANGGARAN
2016
Realisasi s/d Triwulan II 2016U R A I A N
ANGGARAN
2015
Realisasi s/d Triwulan II 2015
0,96 0,92 0,87
0,88 0,82 0,65 0,63
0,60
0,52
0,60
0,40
0,50
0,60
0,70
0,80
0,90
1,00
Tw II-2012 Tw II-2013 Tw II-2014 Tw II-2015 Tw II-2016
%
Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan
4,05
3,87
3,74 3,38 3,26
0,80 0,80
0,61 0,61
0,51
-
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
0,60
0,70
0,80
0,90
-
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
3,50
4,00
4,50
Tw II-2012 Tw II-2013 Tw II-2014 Tw II-2015 Tw II-2016
% %
Belanja Operasional Belanja Modal - sisi kanan
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman 43
Boks 2.A.
Implikasi Program Tax Amnesty Terhadap Perekonomian
Pengampunan pajak (tax amnesty) adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap Harta dan membayar Uang Tebusan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak. Tax amnesty diterbitkan berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak. Tax amnesty berpotensi kepada dua hal, pertama menambah penerimaan APBN (di tahun ini atau tahun-tahun sesudahnya) dan kedua adanya capital inflow jika tax amnesty disertai dengan repatriasi aset. Implikasi pertama berasal dari tambahan pajak, sehingga mendorong APBN lebih sustainable dan dengan demikian kemampuan pemerintah untuk belanja juga semakin besar, yang tentunya akan banyak membantu program-program pembangunan, baik infrastruktur maupun perbaikan kesejahteraan masyarakat. Implikasi kedua berasal dari repatriasi
10 sebagian atau keseluruhan aset orang Indonesia di luar negeri, sehingga berpotensi menambah
pasokan valas di pasar domestik, dan dengan demikian akan memperkuat cadangan devisa serta nilai tukar rupiah yang lebih stabil. Hal yang perlu mendapat perhatian lebih lanjut dari repatriasi adalah jalur (channel) aliran dananya, karena akan memengaruhi neraca pembayaran hingga likuiditas dari perbankan.
Adapun prosedur dalam pengajuan tax amnesty adalah; (1) Wajib Pajak (WP) datang ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat WP terdaftar atau tempat lain yang ditentukan oleh menteri untuk meminta penjelasan mengenai pengisian dan pemenuhan kelengkapan dokumen yang harus dilampirkan dalam Surat Pemberitahuan (SP); (2) WP melengkapi dokumen-dokumen yang akan digunakan untuk mengajukan pengampunan pajak melalui SP, termasuk membayar uang tebusan dan pelunasan segala tunggakan dan kewajiban pajak – seperti yang tertera dalam lampiran dokumen; (3) WP menyampaikan SP ke KPP tempat WP terdaftar atau tempat lain yang ditentukan Menteri Keuangan; (4) Wajib Pajak akan mendapatkan tanda terima SP; (5) menteri atau pejabat yang ditunjuk atas nama menteri menerbitkan Surat Keterangan (SK) paling lama sepuluh hari kerja, terhitung sejak tanggal diterima SP beserta lampirannya. Kemudian, SK Pengampunan Pajak dikirim kepada WP; (6) jika dalam sepuluh hari kerja menteri atau pejabat yang ditunjuk atas nama menteri belum menerbitkan SK, SP dianggap diterima.
Penghapusan pajak (tax amnesty) yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan dengan cara mengungkap harta dan membayar Uang Tebusan. Besaran tarif untuk setiap periode dan pengalihan dana berbeda-beda. Apabila dana dialihkan ke dan atau berada di Indonesia, untuk periode I hingga III, masing-masing tarif berkisar 2%; 3%; dan 5%. Sementara jika harta di luar negeri dan tidak dialihkan ke Indonesia, untuk periode I hingga III, masing-masing tarif berkisar 4%; 6%; dan 10%.
Tabel 2.A.1 Tarif Pengampunan Pajak
Periode Penyampaian Permohonan Pengungkapan Harta yang
Dialihkan ke dan atau berada di NKRI
Luar negeri dan tidak dialihkan ke dalam NKRI
Periode I (sejak UU berlaku s.d. akhir bulan ke-3)
2% 4%
Periode II (bulan ke-4 UU berlaku s.d. 31 Desember 2016)
3% 6%
Periode III (1 Januari 2017 sampai 31 Maret 2017)
5% 10%
Potensi dana masuk akan menutup kekurangan penerimaan negara di APBN-P 2016. Kementerian Keuangan memperkirakan nilai yang akan pulang kembali ke dalam negeri (repatriasi) diprediksi mencapai Rp1.000 triliun. Dari angka tersebut, potensi penerimaan negara dalam bentuk tarif tebusan (penerimaan pajak) senilai Rp165 triliun. Sementara Bank Indonesia memperkirakan hanya 60% dari total illicit funds di luar negeri yang eligible untuk ikut program pengampunan pajak. Pendapatan negara dan hibah dalam APBN-P 2016 disepakati Rp1.786,22 triliun atau turun Rp36,32 triliun dibandingkan APBN 2016. Di sisi lain, defisit anggaran terus dijaga di bawah 3% dari Produk Domestik Bruto, sehingga tax amnesty menjadi salah satu jalan untuk menutup kekurangan (shortfall) tersebut.
Program tax amnesty akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan kredit, dan nilai tukar. Berdasarkan perhitungan Bank Indonesia, dengan asumsi minimal 60% dari target penerimaan pajak maupun repatriasi terpenuhi, secara nasional pada 2016 akan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,3%; kredit meningkat 2,0%; dan nilai tukar menguat sekitar 10%. Sementara dari sisi perkembangan harga, inflasi relatif stabil pada 2016. Pengaruh tax amnesty dapat berasal dari beberapa jalur antara lain (1) jalur harga asset keuangan (seperti SBN, Corp. bonds, equity) yang akan memengaruhi yield; (2) jalur jumlah uang beredar yang akan memengaruhi inflasi; (3) jalur nilai tukar rupiah
10 Kembalinya warga negara – dalam hal ini aset – dari negara asing yang pernah menjadi tempat tinggal menuju tanah asal kewarganegaraannya.
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAHD
44 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
karena dana repatriasi akan masuk ke cadangan devisa, sehingga memengaruhi pasokan valas di pasar; (4) jalur beban biaya dana pihak ketiga bagi bank; (5) jalur biaya kebijakan moneter; (6) jalur kesenjangan distribusi pendapatan yang memengaruhi rasio gini.
Perlu antisipasi kebijakan di tingkat daerah. Di tingkat Pusat, Pemerintah bersama Bank Indonesia dan otoritas terkait telah membentuk gugus tugas dan tim koordinasi yang bertugas untuk melakukan harmonisasi kebijakan untuk mendukung implementasi tax amnesty, dan untuk memitigasi risiko tax amnesty. Apabila mengacu kepada kegiatan yang dilakukan di tingkat pusat, di tingkat daerah (Sulsel), lebih lanjut perlu ditingkatkan koordinasi dan kerjasama antara Kanwil Pajak, Bank Indonesia, OJK, Pemerintah Daerah, dan pihak terkait lainnya. Terkait dengan hal ini, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulsel telah turut aktif dalam kegiatan sosialisasi tax amnesty di beberapa lokasi bersama-sama dengan instansi terkait. Pada saat sosialisasi tax amnesty kepada jajaran Kepolisian yang diselenggarakan di Kantor Mapolda Sulsel, Kepala Kanwil Pajak Sulsel menyatakan akan segera membentuk satgas tax amnesty yang beranggotakan dari berbagai unsur instansi terkait. Sebagai langkah proaktif dalam mensukseskan kebijakan ini dan sekaligus guna menangkap peluang peningkatan investasi sehubungan dengan potensi aliran dana repatriasi, maka instansi terkait di Sulsel perlu mengidentifikasi sektor-sektor unggulan secara lebih cermat dan meningkatkan upaya promosi investasi di Sulsel. Menurut Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Sulawesi Selatan, Barat, dan Tenggara, target pendapatan dari pajak amnesti untuk wilayah Sulsel sebesar Rp 700 miliar sampai Rp 1 triliun. Selain itu, untuk mensukseskan kebijakan ini juga perlu didukung dengan kebijakan yang ramah investasi, diantaranya dengan memberikan kemudahan dalam pemberian ijin investasi di Sulsel. Sementara itu, bagi kalangan Perbankan di Sulsel, kebijakan tax amnesty merupakan peluang positif baik dalam upaya meningkatkan penghimpunan dana maupun pemberian kredit kepada masyarakat guna mendorong perekonomian Sulsel.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman 45
3. INFLASI DAERAH
Bab 3 Inflasi Daerah
Laju inflasi Sulsel pada akhir triwulan II 2016 tercatat 4,30% (yoy) lebih
rendah dari triwulan I 2016 (5,70%, yoy), yang secara umum disebabkan
oleh menurunnya tekanan harga pada kelompok bahan makanan. Penurunan
ini dikarenakan jumlah pasokan pangan meningkat sejalan dengan
berlangsungnya panen raya, sehingga mampu mengimbangi meningkatnya
permintaan masyarakat. Disisi lain kelompok transport juga mencatat
deflasi, sebagai dampak dari menurunnya harga bensin dan solar.
Secara umum, perkembangan inflasi hingga awal triwulan III 2016
menunjukkan tren penurunan, yang disebabkan oleh menurunnya tekanan
harga pada hampir seluruh kelompok kecuali bahan makanan dan
pendidikan. Diperkirakan hingga akhir triwulan III 2016 masih akan terjadi
tren penurunan inflasi, sebagai implikasi dari kembalinya permintaan
masyarakat ke pola normalnya. Dengan kondisi tersebut, kami optimis
target inflasi akhir tahun 4 ± 1% akan dapat tercapai.
Sebagai upaya pengendalian inflasi, kedepan pelaksanaan Rakor TPID
akan lebih diintensifkan. Selain itu, kegiatan yang memerlukan sinergitas
dengan instansi terkait, seperti penyelenggaraan pasar murah, persuasi
kepada konsumen, serta inspeksi mendadak ke pasar dan gudang akan
lebih ditingkatkan.
BAB 3 INFLASI DAERAH
46 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
3.1 Inflasi Umum
Laju inflasi Sulsel pada triwulan II 2016 mengalami penurunan. Inflasi Sulsel di akhir triwulan II 2016 tercatat 4,30%
(yoy), lebih rendah dibandingkan inflasi di akhir triwulan I 2016 yang tercatat 5,70% (yoy). Penurunan ini sejalan dengan
inflasi Nasional yang juga menurun. Namun inflasi Sulsel tersebut masih tercatat lebih tinggi dari inflasi Nasional sebesar
3,45% (yoy). Secara umum, menurunnya tekanan inflasi disebabkan oleh penurunan harga di semua kelompok, kecuali
Makanan Jadi dan Sandang. Penurunan inflasi pada kelompok Bahan Makanan disebabkan oleh meningkatnya pasokan
pangan, sejalan dengan panen raya yang terjadi pada bulan April-Mei di beberapa sentra produksi pangan Sulsel
(Kabupaten Pangkep, Wajo, Bone, Soppeng, Takalar, dan Bulukumba). Penurunan inflasi juga terjadi pada kelompok
Perumahan, Air, Listrik, Gas Dan Bahan Bakar; Kesehatan; Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga; dan Transpor, Komunikasi,
dan Jasa Keuangan, didorong oleh harga bahan bakar minyak yang stabil dan permintaan masyarakat yang normal
menjelang Ramadhan.
Trend penurunan tekanan inflasi diperkirakan
masih terjadi pada triwulan III 2016. Indikasi ke
arah tersebut ditandai dari rendahnya inflasi pada
saat Ramadhan/Idul Fitri pada Juli 2016, yang
tercatat 4,14% (yoy). Bahkan inflasi bulanan pada
Juli 2016 (1,04%; mtm) merupakan yang terendah
selama 5 tahun terakhir. Penurunan tersebut
didorong oleh kembalinya pola konsumsi
masyarakat pada kondisi normal setelah
Ramadhan/Idul Fitri, terjaganya pasokan bawang
merah sebagai imbas positif dari pola tanam yang
terjadwal, serta curah hujan yang relatif moderat,
sehingga kebutuhan pasokan ikan tangkap
tercukupi.
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.1. Perkembangan Inflasi Sulawesi Selatan
3.2 Inflasi Kelompok Barang dan Jasa11
Penurunan tekanan inflasi pada triwulan II 2016 hampir terjadi pada semua kelompok komoditas. Inflasi kelompok
Bahan Makanan tercatat 9,46% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 12,46% (yoy); sementara kelompok
perumahan 2,75% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 3,40% (yoy); kelompok Transpor mengalami
deflasi -0,76% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya 2,80% (yoy); kelompok kesehatan 3,14% (yoy) lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya 3,87% (yoy); dan kelompok pendidikan 2,10% (yoy) lebih rendah dibandingkan
triwulan sebelumnya 2,25% (yoy). Sedangkan pada kelompok Makanan Jadi dan kelompok Sandang meningkat masing-
masing menjadi 5,26% (yoy) dan 6,36% (yoy) dari sebelumnya 4,82% (yoy) dan 5,89% (yoy).
11 Terdapat 7 (tujuh) kelompok barang dan jasa dalam perhitungan inflasi
(2)
0
2
4
6
8
10
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III*
2012 2013 2014 2015 2016
Nasional (yoy)
Sulawesi Selatan (yoy)
Sulawesi Selatan (qtq)
%
3,45
4,30
0,03
BAB 3 INFLASI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman 47
Tabel 3.1. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa
Keterangan: *) Data hingga Juli 2016 Sumber: Badan Pusat Statistik
3.2.1. Kelompok Bahan Makanan
Pada triwulan II 2016, inflasi kelompok bahan makanan
mengalami penurunan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Tekanan inflasi menurun dari 12,46% (yoy)
pada akhir triwulan I 2016 menjadi 9,46% (yoy) di akhir
triwulan II 2016. Penurunan tekanan inflasi pada 4
subkelompok khususnya pada subkelompok padi-padian,
umbi-umbian dan hasilnya, ikan diawetkan, sayur-sayuran,
dan bumbu-bumbuan yang mengalami deflasi. Peningkatan
andil inflasi tertinggi terjadi di subkelompok daging dan
hasil-hasilnya dari 0,01% (yoy) di triwulan I 2016 menjadi
0,06% (yoy) di triwulan II 2016, serta lemak dan minyak
dari -0,04% (yoy) menjadi 0,01% (yoy) di triwulan II 2016.
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.2. Inflasi Kelompok Bahan Makanan
Meningkatnya pasokan bahan pangan pasca panen raya di awal triwulan II 2016 menjadi faktor utama penyebab
turunnya tekanan inflasi beberapa komoditas kelompok bahan makanan. Musim panen komoditas beras yang terjadi di
bulan April – Mei dan panen tanaman hortikultura mendorong pasokan pangan tersedia cukup banyak di saat permintaan
masyarakat meningkat pada bulan Ramadhan dan jelang Idul Fitri. Andil inflasi komoditas cabe rawit, cabe merah dan
beras masing-masing -0,200% (yoy), -0,080% (yoy) dan -0,075% (yoy) dikarenakan mengalami deflasi.
Ikan teri dan ikan bandeng menjadi komoditas penyumbang inflasi yang relatif tinggi pada triwulan II 2016. Ikan teri
tercatat inflasi 31,08% (yoy) dan memberikan andil 0,049% (yoy) dari total inflasi tahunan Sulsel di triwulan II 2016.
Sementara ikan bandeng tercatat inflasi 9,53% (yoy) dengan andil 0,042% (yoy). Komoditas bahan makanan lain yang
memberikan andil inflasi di triwulan II 2016 yaitu daging ayam ras, bawang merah dan pisang masing-masing 0,039%
(yoy), 0,038% (yoy) dan 0,024% (yoy).
Fenomena La Nina menyebabkan terbatasnya pasokan ikan sehingga mendorong laju inflasi subkelompok ikan segar.
Fenomena La Nina12
diperkirakan menjadi salah satu penyebab utama kenaikan inflasi subkelompok ikan segar, sehingga
mencatat andil inflasi tertinggi yaitu 0,12% (yoy). Fenomena La Nina memengaruhi gelombang laut dari intensitas rendah
ke sedang, sehingga nelayan cenderung enggan untuk melaut sejak akhir Mei 2016. Oleh karenanya, pasokan ikan segar
rendah, mendorong kenaikan harga komoditas ikan segar di saat permintaan juga meningkat.
12Fenomena El Nino yang kuat diikuti oleh munculnya La Nina. Fenomena tersebut berdasarkan statistik kejadian dalam 50 tahun terakhir. La Nina diperkirakan terjadi pada bulan Juni – September 2016 (Sumber: BMKG)
Bahan
Makanan
Makanan
JadiPerumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transpor UMUM
I 4.04 4.49 4.18 9.57 7.53 2.94 0.57 4.06
II 4.94 4.29 3.98 6.99 4.53 2.12 0.47 3.85
III 7.81 4.97 3.41 6.51 3.18 1.37 0.63 4.48
IV 6.56 5.03 3.35 7.08 2.83 3.41 1.16 4.40
I 8.01 4.57 3.43 6.03 2.28 3.54 0.89 4.61
II 6.22 4.63 3.60 2.61 1.99 3.33 3.96 4.36
III 10.76 4.70 4.76 2.77 3.23 3.66 12.01 7.24
IV 6.97 4.47 6.06 2.36 3.71 1.39 11.58 6.22
I 4.76 5.39 6.25 3.73 3.79 1.33 10.31 5.88
II 6.15 5.38 5.96 5.65 5.22 1.38 7.91 5.92
III 1.97 5.80 6.32 4.12 5.28 1.97 0.87 3.72
IV 16.02 6.21 6.87 3.24 5.08 1.85 10.15 8.61
I 12.87 6.34 7.33 4.51 5.75 2.18 4.35 7.13
II 15.01 6.54 7.84 4.86 5.52 2.35 6.00 8.06
III 16.11 6.23 6.48 6.95 5.28 2.63 7.20 8.36
IV 8.78 5.48 4.13 6.01 5.02 2.57 (0.99) 4.48
I 12.46 4.82 3.40 5.89 3.87 2.25 2.80 5.70
II 9.46 5.26 2.75 6.36 3.14 2.10 (0.76) 4.30
III* 10.45 4.59 2.48 3.88 2.32 2.26 (0.79) 4.14
TAHUN
2014
2012
2013
2015
2016
(10)
(5)
0
5
10
15
20
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III*
2012 2013 2014 2015 2016%
yoy qtq
*) Data hingga Juli 2016
BAB 3 INFLASI DAERAH
48 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
Perkembangan hingga awal triwulan III 2016 menunjukkan bahwa terdapat peningkatan tekanan inflasi di kelompok
bahan makanan, namun diperkirakan akan turun di akhir triwulan III 2016. Peningkatan tekanan inflasi dikarenakan
pada periode ini baru memasuki musim tanam komoditas pangan utama, fenomena La Nina yang mengganggu aktivitas
nelayan, serta meningkatnya konsumsi masyarakat pada Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) yaitu Idul Fitri. Inflasi
kelompok bahan makanan tercatat meningkat menjadi 10,45% (yoy). Meski demikian, diperkirakan inflasi bahan makanan
akan turun di akhir triwulan III 2016 pasca Idul Fitri karena konsumsi masyarakat kembali ke pola normalnya.
3.2.2. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau
Tekanan inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok,
dan tembakau pada akhir triwulan II 2016 tercatat
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Kelompok ini
mencatat laju inflasi 5,26% (yoy) pada triwulan II 2016, lebih
tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 4,82%
(yoy) (Grafik 3.3). Peningkatan tekanan inflasi terjadi di
seluruh subkelompok dengan peningkatan tertinggi terjadi di
subkelompok minuman non alkohol dari 6,24% (yoy) di
triwulan I 2016 menjadi 7,86% (yoy) di triwulan II 2016.
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.3. Inflasi Kelompok Makanan Jadi
Peningkatan harga gula pasir mendorong tekanan inflasi pada subkelompok minuman non alkohol di triwulan II 2016.
Tingginya tekanan harga gula pasir yang mencapai 16,87% (yoy) dengan andil inflasi 0,085% disebabkan oleh
meningkatnya permintaan masyarakat terhadap konsumsi gula pasir di bulan Ramadhan. Komoditas lain yang mengalami
kenaikan inflasi yaitu kopi bubuk sebesar 1,74% (yoy) dengan andil inflasi 0,0007% (yoy).
Lebih rinci ke tingkat komoditas, sebanyak 20 dari 49 komoditas yang terdapat di kelompok makanan jadi, minuman,
dan rokok mengalami peningkatan tekanan inflasi. Komoditas rokok kretek filter, sate, martabak, ayam goreng, dan kue
basah tercatat sebagai lima komoditas utama pendorong tekanan inflasi triwulan II 2016. Di sisi lain, nasi dengan lauk,
mie, ikan goreng, ayam bakar, dan kue kering berminyak tercatat sebagai lima komoditas utama penahan inflasi triwulan
II 2016.
Hingga awal triwulan III 2016, inflasi kelompok makanan jadi menunjukkan pola penurunan dan diperkirakan akan
berlanjut hingga akhir triwulan III 2016. Penurunan tersebut disebabkan oleh subkelompok minuman tidak beralkohol
(es, teh manis, dan jus buah). Inflasi kelompok ini diperkirakan lebih rendah hingga akhir triwulan III 2016 dibandingkan
triwulan II 2016 sebagai dampak dari telah kembali normalnya aktivitas masyarakat pasca bulan Ramadhan.
3.2.3. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar
Pada akhir triwulan II 2016, laju inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar mengalami penurunan.
Laju inflasi kelompok tersebut tercatat sebesar 2,75% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang tercatat 3,40%
(yoy). Penurunan tekanan inflasi terjadi di seluruh subkelompok. Di triwulan II 2016, subkelompok bahan bakar,
penerangan, dan air mengalami deflasi -0,70% (yoy), dan pada subkelompok penyelenggaraan rumah tangga mengalami
penurunan inflasi cukup signifikan 4,66% (yoy), lebih rendah dibandingkan inflasi di triwulan sebelumnya masing-masing
1,38% (yoy) dan 5,47% (yoy).
Pada rincian per komoditas, sebanyak 38 dari 65 komoditas komoditas pada kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan
bahan bakar mengalami penurunan tekanan inflasi di triwulan II 2016. Lima komoditas utama yang mendorong
penurunan tekanan inflasi adalah jasa pembuangan sampah, ongkos binatu, piring, biaya keamanan, dan mesin cuci.
Inflasi kelima komoditas ini turun signifikan dari masing-masing 21,34%(yoy), 13,03% (yoy), 7,33% (yoy), 10,00% (yoy) dan
10,44% (yoy) pada triwulan I 2016 menjadi 6,65% (yoy), 7,38% (yoy), 1,73% (yoy), 4,76% (yoy) dan 6,58% (yoy) pada
triwulan II 2016. Selain itu, terdapat tiga komoditas yang mengalami deflasi yaitu besi beton, tarif listrik, dan batu bata
0
1
2
3
4
5
6
7
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III*
2012 2013 2014 2015 2016%
yoy qtq
*) Data hingga Juli 2016
BAB 3 INFLASI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman 49
tercatat -2,19% (yoy), -1,64% (yoy) dan -1,18% (yoy). Namun penurunan tekanan inflasi di kelompok ini tertahan oleh
peningkatan tekanan inflasi di 27 komoditas lainnya. Lima komoditas yang mengalami peningkatan tekanan inflasi
tertinggi adalah lemari pakaian, gelas minuman, kusen, papan, dan lemari hias, yang meningkat masing-masing menjadi
18,3% (yoy), 4,36% (yoy), 5,05% (yoy) 3,17% (yoy) dan 14,51% (yoy), dari triwulan I 2016 masing-masing 9,79% (yoy),
2,51% (yoy), 3,81% (yoy) 1,92% (yoy) dan 13,57% (yoy).
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: Survei Harga Properti Residensial Grafik 3.4. Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Gas, dan Bahan Bakar Grafik 3.5. Indeks Harga Properti Residensial
Penurunan tarif tenaga listrik (TTL) menjadi penyumbang utama penurunan inflasi di kelompok perumahan, air, listrik,
gas, dan bahan bakar. Tarif listrik pada periode laporan mengalami deflasi -1,64% (yoy), sementara inflasi pada triwulan
sebelumnya tercatat 0,57% (yoy). TTL yang mengalami penurunan terjadi pada golongan Rumah Tangga dengan batas
daya 3.500-5.500 VA dan di atas 6.600 VA, Bisnis dengan batas daya 6.600 VA – 200 kVA dan di atas 200 kVA, Industri
dengan batas daya di atas 200 kVA, di atas 300 kVA, dan Pemerintah dengan batas daya 6.600 VA – 200 kVA dan di atas
200 kVA, penerangan jalan dan layanan khusus. Penurunan TTL juga dipengaruhi oleh turunnya harga BBM di awal
triwulan II 2016, dimana harga BBM merupakan salah satu aspek penentu pada perhitungan TTL selain aspek nilai tukar
dan inflasi.
Tekanan inflasi di kelompok perumahan mengalami penurunan. Penurunan ini terkonfirmasi juga dari hasil Survei Harga
Properti Residensial (SHPR) yang dilaksanakan Bank Indonesia. Hasil SHPR triwulan II 2016 menunjukkan terjadinya
perlambatan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) dibandingkan periode sebelumnya. IHPR tercatat tumbuh
melambat dari 9,37% (yoy) pada triwulan I 2016, menjadi 5,66% (yoy) pada triwulan II 2016. Penurunan ini
mengindikasikan melambatnya permintaan terhadap rumah hunian, terutama pada jenis rumah tertentu.
Meskipun di awal triwulan III 2016 inflasi kelompok perumahan, air, gas dan bahan bakar masih menunjukkan pola
penurunan, namun diperkirakan berpotensi meningkat di akhir triwulan. Hal ini dikarenakan pada Juli dan Agustus 2016
terdapat kenaikan tarif listrik, dan hal demikian akan mendorong inflasi pada kelompok ini.
3.2.4. Kelompok Sandang
Inflasi kelompok sandang triwulan II 2016 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Di triwulan II 2016, inflasi
kelompok ini tercatat 6,36% (yoy) lebih tinggi dibandingkan inflasi di akhir triwulan I 2016 sebesar 5,89% (yoy).
Peningkatan tekanan inflasi berasal dari subkelompok barang pribadi dan sandang lainnya yang tercatat meningkat dari
5,18% (yoy) di triwulan I 2016 menjadi 8,22% (yoy) di triwulan II 2016. Sementara inflasi tiga subkelompok lainnya
tercatat menurun, yaitu sandang laki-laki, sandang wanita, dan sandang anak-anak secara berurutan tercatat 5,76% (yoy),
6,13% (yoy), dan 5,76% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya masing-masing 6,02% (yoy), 6,22% (yoy),
dan 7,26% (yoy).
Komoditas emas perhiasan menjadi penyumbang utama kenaikan inflasi subkelompok barang pribadi dan sandang
lainnya. Inflasi emas perhiasan meningkat signifikan dari 1,76% (yoy) di triwulan I 2016 menjadi 7,92% (yoy) di triwulan II
2016. Peningkatan harga emas perhiasan diperkirakan dipengaruhi oleh pergerakan harga emas internasional, yang mulai
meningkat dalam 3 triwulan terakhir. Pergerakan harga emas dunia tercatat mengalami peningkatan dari -3,12% (yoy) di
triwulan I 2016 menjadi 5,60% (yoy) di angka USD1.259/troy oz pada triwulan II 2016.
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III*
2012 2013 2014 2015 2016%
yoy qtq
*) Data hingga Juli 2016
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
0
50
100
150
200
250
300
350
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyIndeks
IHPR gIndeks - Skala Kanan
BAB 3 INFLASI DAERAH
50 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
Lebih rinci per komoditas, sebanyak 30 dari 69 komoditas pada kelompok sandang mengalami peningkatan tekanan
inflasi di triwulan II 2016. Lima komoditas utama yang mendorong inflasi adalah emas perhiasan, sarung batik, celana
panjang sersin, baju muslim dan baju kaos tanpa kerah/t-shirt. Inflasi kelima komoditas ini naik dari masing-masing 1,76%
(yoy), 5,46% (yoy), 0,60% (yoy), 16,42% (yoy) dan 3,21% (yoy) di triwulan I 2016, menjadi masing-masing 7,92% (yoy),
8,14% (yoy), 2,39% (yoy) 17,85% (yoy) dan 4,44% (yoy) di triwulan II 2016. Di sisi lain, penurunan tekanan inflasi kelompok
sandang terjadi pada 39 komoditas lainnya. Lima komoditas yang mengalami penurunan tekanan inflasi terbesar adalah
pakaian bayi, baju anak stelan, tas tangan wanita, ongkos jahit, dan sajadah dari masing-masing 14,77% (yoy, 6,38% (yoy),
24,40% (yoy), 7,41% (yoy) dan 9,49% (yoy), menjadi 7,22% (yoy), 0,65% (yoy), 19,04% (yoy), 3,57% (yoy) dan 5,71% (yoy).
Pada awal triwulan III 2016, inflasi kelompok sandang mengalami penurunan dan diperkirakan tetap terjaga hingga
akhir triwulan. Penurunan tersebut terjadi di seluruh subkelompok yaitu sandang laki-laki, sandang wanita, sandang
anak-anak, serta barang pribadi dan sandang lainnya. Inflasi kelompok ini diperkirakan tetap terjaga hingga akhir triwulan
III 2016. Meskipun demikian, risiko kenaikan harga emas dapat mendorong inflasi kelompok ini.
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: World Bank
Grafik 3.6. Inflasi Kelompok Sandang Grafik 3.7. Perubahan Harga Emas Internasional
3.2.5. Kelompok Kesehatan
Tekanan inflasi kelompok kesehatan juga mengalami
penurunan.Pada triwulan II 2016, kelompok ini tercatat
mengalami inflasi 3,14% (yoy), lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 3,87%
(yoy). Penurunan tekanan inflasi berasal dari
subkelompok jasa kesehatan, subkelompok obat-obatan,
dan subkelompok perawatan jasmani. Di periode
laporan, ketiga subkelompok ini tercatat mengalami
inflasi masing-masing 2,25% (yoy); 1,24% (yoy); dan
6,80% (yoy); lebih rendah dibandingkan inflasi
sebelumnya yang tercatat masing-masing 3,58% (yoy);
1,77% (yoy); dan 10,45% (yoy). Penurunan inflasi di
kelompok ini tertahan oleh peningkatan tekanan inflasi
pada subkelompok perawatan jasmani dan kosmetik dari
3,29% (yoy) di triwulan I 2016 menjadi 3,52% (yoy) di
akhir triwulan II 2016.
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.8. Inflasi Kelompok Kesehatan
Jasa dokter spesialis menjadi penyumbang utama penurunan inflasi di kelompok ini. Inflasi jasa dokter spesialis
menurun signifikan dari 12,67% (yoy) di triwulan I 2016 menjadi 0% (yoy) di triwulan II 2016. Penurunan jasa dokter
spesialis diperkirakan dipengaruhi oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 59 Tahun 2014 Tentang Standar Tarif
Pelayanan Kesehatan dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan.
Lebih rinci per komoditas, sebanyak 19 dari 40 komoditas pada kelompok kesehatan mengalami penurunan tekanan
inflasi di triwulan II 2016. Lima komoditas utama yang mendorong penurunan tekanan inflasi di kelompok ini adalah
(4)
(2)
0
2
4
6
8
10
12
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III*
2012 2013 2014 2015 2016%
yoy qtq
*) Data hingga Juli 2016
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
0.0
200.0
400.0
600.0
800.0
1,000.0
1,200.0
1,400.0
1,600.0
1,800.0
2,000.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III*
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoy$/troy ozEmas
gHarga - Skala Kanan
*) Data hingga Juli 2016
0
1
2
3
4
5
6
7
8
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III*
2012 2013 2014 2015 2016%
yoy qtq
*) Data hingga Juli 2016
BAB 3 INFLASI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman 51
dokter spesialis, creambath, alat kontrasepsi, tarif gunting rambut wanita, dan facial. Kelima komoditas ini mengalami
penurunan inflasi dari masing-masing 12,67% (yoy); 13,93% (yoy); 17,30% (yoy); 21,52% (yoy); dan 12,97% (yoy) di
triwulan I 2016, menjadi masing-masing 0% (yoy); 1,78% (yoy); 5,17% (yoy); 11,10% (yoy); dan 3,83% (yoy) di triwulan II
2016. Di sisi lain, dari 21 komoditas yang mengalami peningkatan inflasi, 5 komoditas yang mengalami peningkatan inflasi
terbesar adalah check up, parfum, dokter umum, deodorant, dan obat flu. Kelima komoditas tersebut mengalami
peningkatan inflasi dari 12,31% (yoy); 1,61% (yoy); 12,02% (yoy); 1,99% (yoy); dan 0,87% (yoy) di triwulan I 2016 menjadi
21,32% (yoy); 3,88% (yoy); 14,01% (yoy); 3,13% (yoy); dan 1,62% (yoy) pada triwulan II 2016.
Di awal triwulan III 2016, inflasi kelompok kesehatan menunjukkan kecenderungan menurun dan diperkirakan tetap
terjaga hingga akhir triwulan. Penurunan tersebut terjadi di seluruh subkelompok yaitu jasa kesehatan, obat-obatan, jasa
perawatan jasmani, dan perawatan jasmani dan kosmetika. Inflasi kelompok ini diperkirakan akan terjaga hingga akhir
triwulan III 2016 sebagai dampak dari kebijakan pemerintah pusat terkait bidang kesehatan dan nilai tukar rupiah yang
terjaga pada kisaran Rp13.11713
, dimana 60%-70% bahan baku obat-obatan berasal dari impor.
3.2.6. Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga
Kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga mengalami
penurunan tekanan inflasi di triwulan II 2016, namun tidak
terlalu signifikan. Tekanan inflasi pada triwulan II 2016
tercatat 2,10 % (yoy), menurun dari triwulan I 2016 sebesar
2,25% (yoy). Penurunan inflasi kelompok ini didorong oleh
subkelompok kursus-kursus/pelatihan dan perlengkapan/
peralatan pendidikan. Kedua subkelompok tersebut tercatat
mengalami penurunan inflasi dari masing-masing 3,23% (yoy)
dan 0,37% (yoy) di triwulan I 2016 menjadi masing-masing
2,87% (yoy) dan 0,25% (yoy) di triwulan II 2016. Di sisi lain,
penurunan tekanan inflasi di kelompok ini tertahan oleh
peningkatan inflasi di subkelompok olahraga dan rekreasi,
yang mengalami peningkatan inflasi dari 3,18% (yoy) dan
0,71% (yoy) pada triwulan I 2016 menjadi 4,00% (yoy) dan
1,12% (yoy) di triwulan II 2016.
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 1.1. Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga
Biaya fotokopi menjadi penyumbang utama penurunan inflasi subkelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga. Inflasi
biaya fotokopi menurun signifikan dari 7,33% (yoy) menjadi 2,10% (yoy) di triwulan II 2016. Penurunan inflasi biaya
fotokopi dipengaruhi oleh penurunan aktivitas sekolah (SD/SMP/SMA) maupun Perguruan Tinggi
(D1/D2/D3/D4/S1/S2/S3) pada jadwal libur akhir semester genap yang jatuh pada akhir triwulan II 2016.
Lebih rinci per komoditas, sebanyak 12 dari 44 komoditas pada kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga
mengalami penurunan tekanan inflasi pada triwulan II 2016. Lima komoditas utama yang mendorong penurunan
tekanan inflasi di kelompok ini adalah biaya fotokopi, majalah berkala, VCD/DVD player, kursus komputer dan televisi
berwarna. Kelima komoditas ini mengalami penurunan inflasi dari masing-masing 7,33% (yoy); 4,24% (yoy); 6,51% (yoy);
4,70% (yoy) dan 2,06% (yoy) di triwulan I 2016 menjadi masing-masing 2,10% (yoy); 0%; 3,28% (yoy); 2,20% (yoy) dan
0,10% (yoy) pada triwulan II 2016. Di sisi lain, penurunan tekanan inflasi di kelompok ini tertahan oleh inflasi di 9
komoditas, dimana 5 komoditas dengan peningkatan inflasi terbesar adalah fitness center, kertas HVS, tas sekolah,
pulpen, dan sepatu olahraga pria. Kelima komoditas ini mengalami peningkatan inflasi dari masing-masing 7,23% (yoy);
1,18% (yoy); 0,37% (yoy); 0,33% (yoy) dan 0,13% (yoy) di triwulan I 2016 menjadi 10,85% (yoy); 1,76% (yoy); 0,95% (yoy);
0,73% (yoy); dan 0,40% (yoy) di triwulan II 2016. Sementara itu, 23 komoditas lainnya tidak mengalami perubahan harga
dibandingkan triwulan I 2016.
Inflasi kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga menunjukkan peningkatan di awal triwulan III 2016, namun
diprediksikan menurun di akhir triwulan. Kenaikan tersebut terjadi di hampir seluruh subkelompok kecuali kursus-
13 Data dari 1 Juli 2016 - 16 Agustus 2016
(0.5)
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III*
2012 2013 2014 2015 2016%
yoy qtq
*) Data hingga Juli 2016
BAB 3 INFLASI DAERAH
52 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
kursus/pelatihan yang stabil. Kenaikan inflasi kelompok ini didorong oleh peningkatan tarif sekolah
(SD/SMP/SMA/Akademi/Perguruan Tinggi) akibat adanya musim ajaran baru. Hingga akhir triwulan III 2016, inflasi
kelompok ini diperkirakan menurun sebagai dampak dari aktivitas subkelompok pendidikan yang turun di akhir triwulan
III 2016.
3.2.7. Kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
Pada triwulan II 2016, tekanan inflasi kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan juga ikut mengalami
penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Di triwulan II 2016, kelompok ini tercatat deflasi -0,76% (yoy), sementara
pada triwulan sebelumnya tercatat inflasi 2,80% (yoy). Penurunan tekanan inflasi di kelompok ini didorong oleh inflasi di
subkelompok transpor serta subkelompok sarana dan penunjang transpor. Inflasi subkelompok transpor tercatat deflasi
pada triwulan I 2016 dan triwulan II 2016 masing-masing -3,38% (yoy) dan -1,71% (yoy). Sementara inflasi pada
subkelompok sarana dan penunjang transpor di triwulan II 2016 tercatat 6,12% (yoy), lebih rendah dibandingkan periode
sebelumnya yang tercatat 7,44% (yoy). Penurunan tekanan inflasi di kelompok ini tertahan oleh peningkatan harga di
subkelompok komunikasi dan pengiriman yang mengalami peningkatan tekanan inflasi 0,03% (yoy) dari triwulan I 2016
tercatat deflasi -0,04% (yoy).
Komoditas bensin menjadi penyumbang utama penurunan inflasi subkelompok ini. Inflasi bensin turun dari 0,59% (yoy)
di triwulan I 2016 menjadi -12,25% (yoy) pada triwulan II 2016. Penurunan bensin yang signifikan dipengaruhi oleh
kebijakan pemerintah dalam menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) khususnya jenis Premium dan Solar pada 1
April 2016. Harga Premium dan Solar turun sebesar Rp500/liter masing-masing dari Rp6.950/liter dan Rp5.650/liter
menjadi masing-masing Rp6.450/liter dan Rp5.150/liter.
Lebih rinci per komoditas, sebanyak 13 dari 38 komoditas pada kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan
mengalami penurunan tekanan inflasi di triwulan II 2016. Lima komoditas utama yang mendorong peningkatan inflasi di
kelompok ini adalah bensin, solar, cuci kendaraan, tarif sewa becak dan angkutan antar kota. Kelima komoditas tersebut
mengalami penurunan inflasi masing-masing dari 0,59% (yoy); -12,61% (yoy); 29,04% (yoy); 10,22% (yoy); dan 2,20% (yoy)
di triwulan I 2016 menjadi masing-masing -12,25% (yoy); -25,36% (yoy); 18,84% (yoy); 5,95% (yoy); dan -1,37% (yoy) di
triwulan II 2016. Di sisi lain, terdapat enam komoditas yang mengalami peningkatan inflasi, dengan tiga komoditas utama
yaitu angkutan udara, helm, dan pemeliharaan. Ketiga komoditas tersebut mengalami peningkatan inflasi masing-masing
dari 15,22% (yoy); 2,42% (yoy); dan 3,94% (yoy) di triwulan I 2016 menjadi 16,57% (yoy); 3,59% (yoy); dan 4,79% (yoy) di
triwulan II 2016. Sementara itu, 19 komoditas lainnya tidak mengalami perubahan harga dibandingkan periode
sebelumnya.
Kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan masih menunjukkan deflasi di awal triwulan III 2016, dan
cenderung stabil hingga akhir triwulan. Inflasi kelompok ini diperkirakan cenderung stabil hingga akhir triwulan III 2016,
sebagai dampak dari stabilnya harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Meskipun demikian, risiko penyesuaian harga
BBM tetap terus diwaspadai karena harga minyak dunia pada tren yang meningkat hingga awal triwulan III 2016.
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 1.10. Inflasi Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
(6)
(4)
(2)
0
2
4
6
8
10
12
14
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III*
2012 2013 2014 2015 2016%
yoy qtq
*) Data hingga Juli 2016
BAB 3 INFLASI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman 53
3.3 Inflasi Menurut Kota IHK14
Secara spasial, penurunan inflasi Sulsel di triwulan II 2016 disebabkan oleh penurunan tekanan inflasi di 4 dari 5
kabupaten/kota IHK di Sulsel. Empat kabupaten/kota yang mengalami penurunan inflasi di triwulan II 2016 yaitu
Makassar, Palopo, Parepare, dan Bulukumba. Inflasi keempat kabupaten/kota tersebut pada triwulan II 2016 masing-
masing 4,63% (yoy); 4,05% (yoy); 3,05% (yoy); dan 2,12% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat masing-masing 6,38% (yoy);4,47% (yoy); 3,82% (yoy); dan 2,16% (yoy). Penurunan inflasi Sulsel tertahan oleh
Watampone yang mengalami peningkatan tekanan inflasi dari 1,94% (yoy) di akhir triwulan I 2016, menjadi 2,67% di akhir
triwulan II 2016. Tekanan inflasi di daerah perkotaan (Makassar, Palopo, dan Parepare) yang masih tinggi mencerminkan
karakteristik daerah perkotaan yang memiliki permintaan tinggi, namun produksi relatif rendah (excess demand),
khususnya untuk komoditas pangan. Kekurangan bahan pangan tersebut harus dipasok dari daerah lain yang surplus
bahan pangan dengan jalur distribusi yang relatif panjang, sehingga ongkos untuk pendistribusian barang menjadi relatif
mahal.
Tabel 1.1. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tabel 1.2. Sumbangan Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Bulukumba berhasil mempertahankan inflasi di level rendah. Semenjak dimasukkan sebagai salah satu kota inflasi di
awal tahun 2014, Bulukumba secara konsisten berhasil menurunkan tingkat inflasinya. Setelah berhasil menurunkan
inflasi dari 13,94% (yoy) di awal 2014 menjadi 2,16% (yoy) di triwulan I 2016, Bulukumba kembali berhasil
mempertahankan inflasi di level yang relatif rendah, yaitu 2,12% (yoy) pada akhir triwulan II 2016. Sampai dengan akhir
triwulan II 2016, angka inflasi tersebut merupakan inflasi Bulukumba terendah sejak tahun 2014.
Sementara itu, Kota Makassar masih mencatatkan inflasi tertinggi di Sulsel yaitu 4,63% (yoy). Tingginya inflasi di Kota
Makassar dikarenakan untuk sebagian komoditi utamanya bahan pangan mengalami exess demand, sehingga harus
dipasok dari daerah produsen di wilayah sekitar, sehingga ongkos distribusinya relatif tinggi. Oleh karena itu, untuk
menjaga kelancaran pasokan barang di Kota Makassar, pentingnya kerjasama antar daerah merupakan sebuah kata kunci.
Disamping itu, sinergitas dari pihak-pihak terkait sangat diperlukan, karena upaya pengendalian inflasi ini sejatinya tidak
hanya terkait dengan permasalahan ketersediaan pasokan barang, akan tetapi juga terkait dengan struktur pasar yang
tidak bisa bekerja sempurna sehingga berdampak pada rendahnya aksessabilitas masyarakat kalangan tertentu terhadap
suatu barang yang dibutuhkan. Selain itu keberhasilan pengendalian inflasi di Kota Makassar juga ditentukan oleh
perilaku masyarakat dalam berkonsumsi.
14Mulai Januari 2014, inflasi Sulsel dihitung dari agregasi lima kota/kabupaten, yaitu Makassar, Palopo, Parepare, Watampone (Bone), dan Bulukumba.
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III*
Makassar 4.10 3.91 4.61 4.57 4.76 4.54 7.41 6.24 5.46 5.38 3.57 8.51 7.34 8.61 8.95 5.18 6.38 4.63 4.46
Palopo 4.27 3.99 4.15 4.11 4.34 3.03 5.33 5.25 6.22 7.36 4.03 8.95 6.95 6.89 7.19 3.38 4.47 4.05 3.97
Parepare 2.00 2.54 3.78 3.49 4.67 4.49 7.41 6.31 5.58 5.57 3.04 9.38 6.53 6.98 7.02 1.58 3.82 3.05 3.16
Watampone 5.69 4.42 3.94 3.65 2.90 3.28 6.72 6.86 7.86 8.14 4.55 8.22 5.66 4.27 4.33 0.97 1.94 2.67 2.47
Bulukumba 13.94 14.10 7.30 9.45 6.21 6.12 6.63 2.17 2.16 2.12 1.28
Sulawesi Selatan 4.06 3.85 4.48 4.40 4.61 4.36 7.24 6.22 5.88 5.92 3.72 8.61 7.13 8.06 8.36 4.48 5.70 4.30 4.14
201620152014Kota
2012 2013
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III*
Makassar 3.42% 3.24% 3.77% 3.71% 3.88% 3.68% 6.10% 5.25% 4.27% 4.20% 2.79% 6.65% 5.73% 6.73% 6.99% 4.05% 4.98% 3.62% 3.48%
Palopo 0.22% 0.21% 0.25% 0.24% 0.25% 0.24% 0.40% 0.34% 0.40% 0.47% 0.26% 0.57% 0.44% 0.44% 0.46% 0.22% 0.29% 0.26% 0.25%
Parepare 0.22% 0.21% 0.24% 0.24% 0.24% 0.23% 0.39% 0.33% 0.39% 0.39% 0.21% 0.66% 0.46% 0.49% 0.46% 0.11% 0.27% 0.21% 0.22%
Watampone 0.20% 0.19% 0.22% 0.22% 0.23% 0.22% 0.36% 0.31% 0.45% 0.47% 0.26% 0.47% 0.33% 0.25% 0.25% 0.06% 0.11% 0.15% 0.14%
Bulukumba 0.38% 0.39% 0.20% 0.26% 0.17% 0.17% 0.23% 0.06% 0.06% 0.06% 0.04%
Sulawasi Selatan 4.06% 3.85% 4.48% 4.40% 4.61% 4.36% 7.24% 6.22% 5.88% 5.92% 3.72% 8.61% 7.13% 8.07% 8.39% 4.48% 5.70% 4.30% 4.14%
201620152014Kota
2012 2013
BAB 3 INFLASI DAERAH
54 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 1.11. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota
Secara umum di empat kota pemantauan harga, peningkatan tekanan inflasi disebabkan oleh komoditas gula pasir dan
daging ayam ras. Di empat kabupaten/kota, yaitu Makassar, Parepare, Watampone, dan Bulukumba, komoditas gula
pasir termasuk ke dalam komoditas utama penyumbang inflasi15
, yang dalam hal ini juga menjadi penyumbang utama
inflasi Sulsel. Daging ayam ras juga menjadi komoditas penyumbang utama di tiga kabupaten/kota, yaitu Parepare,
Watampone, dan Bulukumba, sehingga komoditas ini juga menjadi penyumbang utama inflasi Sulsel. Meningkatnya
konsumsi masyarakat akibat tingginya aktivitas penjualan kue dan minuman tidak beralkohol mendorong penggunaan
gula pasir. Selain itu, terbatasnya pasokan day old chick (DOC) disaat tingginya konsumsi masyarakat juga mendorong
kenaikan harga daging ayam ras. Meskipun demikian, terdapat beberapa komoditas utama yang menahan inflasi triwulan
II 2016, antara lain bensin dan beras. Penurunan harga bensin disebabkan oleh kebijakan pemerintah, sedangkan
penurunan harga beras lebih disebabkan oleh melimpahnya pasokan pasca panen raya yang terjadi di triwulan II 2016.
Tabel 1.3. Lima Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Per Kab/Kota IHK di Sulsel
Sumber: Badan Pusat Statistik
Tabel 1.4. Lima Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Per Kab/Kota IHK di Sulsel
Sumber: Badan Pusat Statistik
3.4 Disagregasi Inflasi16
Penurunan inflasi Sulsel di akhir triwulan II 2016 terutama
bersumber dari penurunan tekanan inflasi di kelompok
administered prices dan volatile food. Kelompok
administered prices dan volatile food tercatat mengalami
penurunan tekanan inflasi masing-masing dari 1,98% (yoy)
dan 13,24% (yoy) di triwulan I 2016 menjadi -1,71% (yoy)
dan 9,85% (yoy) di akhir triwulan II 2016. Sementara itu,
kelompok inflasi inti (core) tercatat mengalami penurunan
namun dalam kondisi stabil, dimana kelompok komoditas
ini mencatatkan inflasi 4,15% (yoy) di triwulan II 2016 atau
lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 1.2. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Komponen Disagregasi
15Menggunakan modus: nilai yang sering muncul dalam kelompok data 16Analisis disagregasi membagi inflasi menjadi inflasi inti (core inflation) dan inflasi noninti (volatile food dan administered prices). Hal ini dilakukan untuk
menghasilkan indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental.
0
2
4
6
8
10
12
14
16
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III*
2012 2013 2014 2015 2016
Sulawesi Selatan Bulukumba
Makassar Palopo
Parepare Watampone
%, yoy
*) Data hingga Juli 2016
No Makassar Parepare Watampone Bulukumba Palopo Sulsel1 Gula Pasir Cakalang/Sisik Tomat Sayur Gula Pasir Beras Gula Pasir
2 Teri Layang/Benggol Gula Pasir Daging Ayam Ras Rokok Kretek Filter Emas Perhiasan
3 Emas Perhiasan Daging Ayam Ras Daging Ayam Ras Kue Basah Layang/Benggol Teri
4 Bawang Merah Wortel Ayam Hidup Kelapa Tukang Bukan Mandor Bandeng/Bolu
5 Lemari Pakaian Gula Pasir Cakalang/Sisik Pisang Pasir Daging Ayam Ras
No Makassar Parepare Watampone Bulukumba Palopo Sulsel1 Bensin Beras Bensin Beras Tomat Sayur Bensin
2 Cabai Rawit Beras Bensin Angkutan Antar Kota Cabai Rawit
3 Cabai Merah Cabai Rawit Layang/Benggol Bensin Cabai Merah
4 Beras Telur Ayam Ras Cabai Rawit Daging Ayam Ras Beras
5 Tarip Listrik Ikan Diawetkan Cabai Merah Mie Kering Instant Tomat Sayur
-5
0
5
10
15
20
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III*
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoy
Inflasi IHK Administered Price Core Volatile Food
-1,28
4,14
10,83
3,46
BAB 3 INFLASI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman 55
tercatat 4,32% (yoy).
Deflasi kelompok administered prices didorong oleh penurunan harga BBM khususnya bensin dan solar. Kebijakan
pemerintah dalam menyesuaikan harga BBM bersubsidi ini seiring dengan menurunnya harga minyak dunia dan relatif
stabilnya nilai tukar rupiah pada triwulan II 2016. Menurunnya harga BBM bersubsidi berdampak pada penurunan
tekanan inflasi di angkutan antar kota dan tarif listrik pada triwulan II 2016. Namun kenaikan tarif angkutan udara telah
menahan deflasi lebih dalam pada kelompok administered prices. Peningkatan tarif angkutan udara terjadi akibat arus
mudik lebaran dimana jumlah penumpang tumbuh 28,58% (yoy) atau 1.000.700 penumpang pada triwulan II 2016.
Sumber: Pertamina Sumber: World Bank
Grafik 1.13. Perkembangan Harga BBM Jenis Premium dan Solar Grafik 1.4. Harga Minyak Mentah Global
Pada kelompok volatile food, berlangsungnya musim panen telah menahan inflasi harga bahan pangan khususnya
beras, cabe rawit dan cabe merah. Musim panen beras, cabe rawit dan cabe merah yang terjadi di awal periode triwulan
II 2016 mendorong pasokan di tengah meningkatnya konsumsi jelang bulan Ramadhan. Sementara itu, komoditas ikan
teri dan ikan bandeng mendorong inflasi volatile food. Kenaikan harga ikan teri dan ikan bandeng diperkirakan terjadi
akibat fenomena La Nina dimana curah hujan yang meningkat dari intensitas rendah ke sedang, sehingga menahan
nelayan pergi melaut. Hal tersebut mengganggu pasokan ikan laut di saat meningkatnya konsumsi masyarakat di bulan
Ramadhan.
Tekanan inflasi pada kelompok inti (core) pada triwulan II 2016 relatif stabil. Secara umum, inflasi di kelompok ini masih
berasal dari subkelompok makanan jadi dan sandang akibat meningkatnya permintaan. Komoditas gula pasir dan emas
perhiasan juga turut mendorong inflasi kelompok ini. Selain itu komoditas yang menggunakan bahan baku impor
(khususnya kedelai) juga turut menyumbang inflasi di kelompok inti.
Pada awal triwulan III 2016, tekanan inflasi pada kelompok inti relatif menurun, dan diperkirakan akan terus berlanjut
hingga akhir triwulan III 2016. Penurunan tekanan inflasi sejalan dengan menurunnya ekspektasi konsumen. Berdasarkan
hasil Survei Konsumen yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia bahwa indeks harga 3 bulan yang akan datang
mengalami penurunan dari 181,5 di triwulan II 2016 menjadi 177 di triwulan III 2016. Penurunan ini disebabkan aktivitas
konsumsi masyarakat sudah kembali ke pola normalnya pasca Idul Fitri. Memperhatikan perkembangan harga hingga
bulan Juli 2016, laju inflasi Sulsel pada triwulan III 2016 diperkirakan akan mengalami penurunan, berada pada kisaran
3,20% - 3,6% (yoy).
Faktor risiko inflasi yang patut diwaspadai di triwulan III 2016 masih berasal dari volatile food dan inflasi administered
prices. Potensi risiko inflasi dari kelompok volatile food diperkirakan berasal dari komoditas beras . Sedangkan dari
kelompok administered prices bersumber dari kenaikan tarif tenaga listrik pada bulan Juli dan Agustus 2016, dan tarif
angkutan udara akibat meningkatnya arus balik lebaran dan libur panjang pada Hari Raya Idul Adha.
3.5 Koordinasi Pengendalian Inflasi
Koordinasi pengendalian inflasi di Sulsel terus dilakukan secara intensif melalui TPID Provinsi dan TPID
Kabupaten/Kota. Sampai dengan Agustus 2016, terdapat beberapa kegiatan yang dimaksudkan untuk penguatan
kerjasama dan koordinasi di TPID Provinsi dan TPID Kabupaten/Kota se-Sulawesi Selatan (Tabel 3.6).
-80%
-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
0.0
20.0
40.0
60.0
80.0
100.0
120.0
140.0
I II III IVI II III IVI II III IVI II III IVI II III IVI II III IVI II III IVI II III IVI II
III*
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
%, yoy$/bblMinyak Mentah
gHarga - Skala Kanan
*) Data hingga Juli 2016
BAB 3 INFLASI DAERAH
56 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
Tabel 1.6. Kegiatan TPID Triwulan II 2016
NO TPID KEGIATAN
KETERANGAN TEMPAT TANGGAL
1 Provinsi Sulawesi Selatan Ruang Rapat Wagub Sulsel 13 Januari 2016 Penyampaian Laporan Evaluasi Inflasi 2015 dan
Rencana Kerja TPID Sulsel 2016
2 Provinsi Sulawesi Selatan Biro Bina Perekonomian
Provinsi Sulsel 18 Januari 2016
Rapat Teknis dalam rangka Persiapan High Level Meeting (HLM) TPID Sulsel
3 Provinsi Sulawesi Selatan Hotel Grand Clarion
Makassar 3 Maret 2016 Rapat Teknis Konsep Roadmap TPID Sulsel
4 Provinsi Sulawesi Selatan Biro Bina Perekonomian
Provinsi Sulsel 13 Maret 2016
Rapat Teknis Pembahasan Pengembangan Sistem Informasi Harga Pangan (SIGAP) Sulsel
Yang Terintergrasi Dengan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS)
5 Provinsi Sulawesi Selatan Hotel Novotel, Makassar 20 April 2016 Rapat Teknis TPID Prov Sulsel - Persiapan HLM
TPID
6 Provinsi Sulawesi Selatan Jakarta (Pokjanas TPI), Jawa
Barat (TPID Jabar) 17-19 Mei 2016
Studi Banding TPID Sulsel ke Pokjanas TPI Nasional dan TPID Jabar
7 Provinsi Sulawesi Selatan Rujab Gubernur Sulsel,
Makassar 25 Mei 2016 HLM TPID Provinsi dan Kab/Kota se-Sulsel
8 Kabupaten Gowa Ruang Rapat Kantor Bupati
Gowa, Gowa 31 Mei 2016 HLM TPID Kab. Gowa
9 Provinsi Sulawesi Selatan Ruang Rapat Menara
Bosowa Lantai 11, Makassar 13 Juni 2016 Forum Koordinasi BI dan Alim Ulama se-Sulsel
10 Provinsi Sulawesi Selatan Pembukaan di Paottere, dan terdapat di hampir seluruh Kabupaten/Kota di Sulsel
15-22 Juni 2016 Partisipasi dalam Pasar Murah
11 Provinsi Sulawesi Selatan Pasar modern dan pasar
tradisional, Makassar 15 Juni 2016
Sidak TPID bersama dengan Gubernur D/R menjaga pasokan di bulan Ramadhan
12 Provinsi Sulawesi Selatan Ruang Rapat Menara
Bosowa Lantai 11, Makassar 13 Juli 2016
Rapat Teknis TPID dan Persiapan Rakornas VII 2016
13 Provinsi/Kabupaten/Kota Jakarta 4 Agustus 2016 Rakornas VII 2016
Sampai dengan Agustus 2016, telah diselenggarakan rapat teknis, High Level Meeting dan kegiatan lain dalam rangka
menjaga tekanan inflasi agar tetap rendah. Pada tanggal 13 Januari 2016, TPID Sulsel bertemu dengan Dewan Pembina
dalam hal ini Wakil Gubernur Sulsel untuk melaporkan kinerja TPID 2015 dan rencana kerja 2016. Persiapan high level
meeting (HLM) TPID juga telah dilaksanakan pada awal 2016 (18 Januari 2016), dengan agenda mendengarkan arahan
Pengarah TPID Sulsel (Gubernur Sulsel). Sementara pembahasan konsep roadmap TPID Sulsel dan integrasi Sistem
Informasi Harga Pangan (SIGAP) dengan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), telah dilakukan pada 3 Maret
2016 dan 13 Maret 2016. Pada tanggal 20 April 2016, TPID Provinsi Sulsel mengadakan rapat teknis dalam rangka
persiapan high level meeting membahas upaya pengendalian inflasi sehubungan dengan datangnya Ramadhan dan Idul
Fitri. Selain itu, melakukan studi banding TPID ke Pokjanas TPI yang dirangkai dengan presentasi hasil kajian riset inflasi di
BI-DKEM dan kunjungan ke TPID Jawa Barat (tanggal 17-19 Mei 2016) dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas TPID
Provinsi Sulsel. Lebih lanjut, pada tanggal 25 Mei 2015 dilaksanakan High Level Meeting (HLM) dengan agenda utama
mendengarkan arahan Gubernur Sulsel kepada seluruh TPID Kabupaten/Kota dalam mengantisipasi kenaikan harga di
bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Selanjutnya juga dilakukan HLM TPID Gowa sebagai salah satu turunan dari HLM Provinsi.
Selain itu, dalam rangka antisipasi kenaikan harga di bulan Ramadhan dan Idul Fitri, pada 13 Juni 2016 BI melakukan
koordinasi dengan Alim Ulama se-Sulsel untuk mempersuasi masyarakat agar tidak berkonsumsi secara berlebihan.
Sebagai rangkaian dari kegiatan tersebut BI bersama BMPD Provinsi Sulsel juga berpartisipasi dalam kegiatan pasar murah
dan inspeksi mendadak ke beeberapa pasar yang dilaksanakan pada tanggal 15 - 22 Juni 2016. Selanjutnya pada tanggal
13 Juli 2016, TPID Sulsel mengadakan rapat teknis dalam rangka persiapan untuk Rakornas VII 2016 yang diselenggarakan
pada tanggal 4 Agustus 2016. Melalui Rakornas TPID ini diharapkan dapat memperkuat sinergi kebijakan antara pusat dan
daerah (lihat Boks 3.A).
BAB 3 INFLASI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman 57
Boks 3.A
TPID Sulsel: Bersinergi Untuk Menekan Inflasi
Kenaikan harga kebutuhan pokok kerap terjadi pada bulan Ramadhan dan Idul Fitri yang pastinya menjadi beban tersendiri bagi masyarakat. Berkaca pada pengalaman tersebut, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sulawesi Selatan pada tanggal 25 Mei 2016, menyelenggarakan High Level Meeting (HLM) yang dipimpin langsung oleh Gubernur Sulawesi Selatan, Syahrul Yasin Limpo. Pertemuan tersebut mengagendakan perumusan kebijakan pengendalian inflasi jelang Ramadhan dan Idul Fitri di Sulsel. Pertemuan yang dihadiri oleh berbagai unsur Muspida, Bank Indonesia, pemerintah daerah (Pemprov Sulsel dan 24 kab/kota se Sulsel), BUMN, Kepolisian, TNI, aparat penegak hukum, hingga masyrakat sipil terutama pengusaha dan distributor kebutuhan pokok tersebut membahas berbagai hal terkait persiapan menghadapi bulan Ramadhan dan Idul Fitri.
Gambar 3.A.1 High Level Meeting (HLM) TPID Provinsi Sulawesi Selatan dan Kabupaten/Kota se-Sulawesi Selatan
Pada pertemuan tersebut, Gubernur memberikan arahan kepada seluruh Bupati dan Pimpinan SKPD terkait, agar bersinergi dalam mengambil upaya/langkah-langkah untuk menjaga kestabilan harga dan ketersediaan pasokan bahan pangan khususnya pada bulan ramadhan dan Idul Fitri. Beberapa poin dari hasil HLM tersebut adalah sebagai berikut:
1. Menjaga ketersediaan pasokan & mempercepat distribusi barang melalui pemantaun pasokan, Sidag, Operasi Pasar, Pasar Murah, prioritas transportasi kebutuhan pokok, memperbaiki infrastuktur pada titik jalur distibusi, penyiapan jalur alternatif, menjamin keamanan penyaluran barang kebutuhan pokok, pengendalian & pengawasan Penggunaan BBM.
2. Memantau ketersediaan, kelancaran distribusi & perkembangan harga. 3. Pertamina, Pemda, FKPD dan instansi terkait lainnya akan melakukan pengawasan terhadap penyaluran, ketersediaan
dan stabilitas harga dan ketersediaan LPG serta BBM. 4. Kerjasama dengan dengan aparat penegak hukum untuk menjamin kelancaran dan keamanan distribusi serta
menanggulangi kegiatan illegal seperti penimbunan dll. 5. Ketersediaan Beras di Sulsel dijaga dalam level aman untuk antisipasi peningkatan konsumsi masyarakat. Informasi
dari Bulog, ketahanan beras di Sulsel mencapai 16,5 bulan. 6. Tarif angkutan dikendalikan dengan penetapan kenaikan tarif angkutan yang wajar. 7. Gerakan menanam cabai dan bawang merah di beberapa Kab/Kota untuk menjaga ketersediaan pasokan. 8. Gapoktan bekerjasama Lembaga Usaha Pangan Masyarakat (LUPM) akan memasok Toko Tani Indonesia (TTI)
khususnya di Kota Makassar untuk menjaga ketersediaan pasokan. 9. Bank Indonesia dan perbankan akan menjaga kelancaran sistem pembayaran dan ketersediaan uang beradar untuk
memenuhi kebutuhan transaksi masyarakat.
Dalam rangka mempersuasi masyarakat agar tidak melakukan konsumsi secara berlebihan selama bulan Ramadhan, TPID Sulsel juga melakukan langkah koordinasi dan kerjasama dengan alim ulama di Kota Makassar dan sekitarnya yang tergabung dalam Ikatan Masjid Mushalla Indonesia Muttahidah (IMMIM) Kota Makassar. Peran ulama dalam masyarakat adalah sosok yang dipandang dan didengarkan oleh masyarakat di Sulawesi Selatan. Untuk itu, TPID Sulsel bersinergi dengan para alim ulama untuk turut berkontribusi menyampaikan pentingnya pengendalian inflasi melalui pengaturan pola konsumsi masyarakat dan menghimbau kepada pedagang agar menetapkan margin/keuntungan yang wajar. Upaya persuasi tersebut penting mengingat pada bulan Ramadhan masyarakat umumnya justru melakukan konsumsi yang berlebihan. Alim ulama yang tergabung dalam IMIM diharapkan dapat memberikan pemahaman, penjelasan sekaligus ajakan kepada masyarakat melalui ceramah, tausiyah, kultum, dan media sosialisasi lainnya.
BAB 3 INFLASI DAERAH
58 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
Gambar 3.A.2 Sinergi TPID Provinsi Sulsel dan alim ulama sebagai salah satu upaya Pengendalian inflasi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman 59
4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan
UMKM
Bab 4 Stabilitas Keuangan Daerah,
Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Stabilitas keuangan daerah Sulsel tetap terjaga baik. Dari sisi sektor rumah
tangga, ketahanan keuangan masih kuat. Hal ini tercermin dari kinerja
konsumsi masyarakat yang masih baik, dengan porsi pinjaman perbankan
yang normal, dan rasio tabungan yang kuat.
Sementara dari sisi korporasi, kinerja korporasi utama masih terpengaruh
kondisi ekonomi global. Namun pelemahan di sektor korporasi
terkompensasi kuatnya permintaan sektor rumah tangga, sehingga stabilitas
keuangan daerah Sulsel tetap terjaga.
Kinerja perbankan secara umum tercatat masih baik. Meskipun terjadi
sedikit perlambatan pertumbuhan aset, namun kinerja intermediasi masih
sangat baik dengan mencatatkan pertumbuhan yang lebih tinggi di triwulan
II 2016. Yang lebih utama, peningkatan kinerja intermediasi ini diimbangi
dengan perbaikan kualitas kredit.
Penyaluran kredit ke sektor UMKM juga terus tumbuh, sehingga pangsa
kredit UMKM terhadap total kredit tetap terjaga di atas 30%.
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
60 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
4.1. Stabilitas Keuangan Daerah
4.1.1 Asesmen Sektor Rumah Tangga17
4.1.1.1 Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga
Secara makro, peningkatan kinerja sektor rumah tangga menjadi salah satu penopang percepatan pertumbuhan
ekonomi Sulsel di triwulan II 2016. Konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh meningkat, dari 5,28% (yoy) pada triwulan I
2016 menjadi 5,61% (yoy) pada triwulan II 2016. Namun dari sisi pangsa terhadap PDRB, terjadi penurunan dari 56,38% di
triwulan I 2016 menjadi 53,40% di triwulan II 2016. Bila dilihat secara tren, konsumsi rumah tangga tengah berada dalam
tren meningkat sejak mencapai titik pertumbuhan terendah di triwulan III 2015.
Sumber: BPS Prov. Sulsel Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah
Grafik 4.1. Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga Terhadap PDRB Sulsel Grafik 4.2. Indeks Keyakinan Konsumen Rumah Tangga Sulsel
Peningkatan konsumsi sektor rumah tangga tidak terlepas dari optimisme konsumen dalam memandang kondisi
ekonomi saat ini dan enam bulan kedepan. Hal ini tercermin dari hasil Survei Konsumen (SK) Provinsi Sulsel, dimana
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) di triwulan II 2016 berada di tingkat optimis sebesar 125,92. Angka ini lebih tinggi dari
IKK di akhir triwulan I 2016 yang tercatat 118,75. Peningkatan indeks dipengaruhi oleh kebijakan penurunan harga BBM
bersubsidi jenis Solar dan Premium per 1 April 2016, yang menjaga tingkat ekspektasi positif rumah tangga terhadap
perekonomian Sulsel.
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah
Grafik 4.3. Persepsi RT Sulsel Terhadap Ekonomi Saat Ini Grafik 4.4. Persepsi RT Sulsel Terhadap Ekonomi 6 Bulan Mendatang
Perbaikan kinerja ekonomi meningkatkan ekspektasi sektor rumah tangga di Sulsel. Sektor rumah tangga di Sulsel pada
triwulan II 2016 optimis dengan kondisi penghasilannya saat ini dibandingkan enam bulan yang lalu. Begitu pula dengan
kondisi 6 bulan kedepan, sektor rumah tangga optimis penghasilannya akan mengalami peningkatan. Optimisme rumah
tangga ini didorong oleh terus meningkatnya optimisme ketersediaan lapangan kerja di sepanjang triwulan II 2016, dan
dalam 6 bulan kedepan kondisi demikian diperkirakan akan terus membaik.
17 Di dalam sistem keuangan, Rumah Tangga memiliki dua fungsi yaitu sebagai penyedia dana dan penerima dana dari institusi keuangan. Kondisi
keuangan Rumah Tangga berfluktuatif sepanjang waktu dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya adalah tingkat pengangguran, tingkat konsumsi, dan kondisi pembiayaan/kredit yang dilakukan oleh Rumah Tangga.
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman 61
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah
Grafik 4.5. Ekspektasi Perubahan Harga Oleh Rumah Tangga 3 Bulan
Yang Akan Datang Grafik 4.6. Ekspektasi Perubahan Harga 3 Bulan Mendatang
Berdasarkan Komoditi
Pada akhir triwulan II 2016, terdapat sedikit tekanan harga setelah dua bulan sebelumnya tercatat deflasi, namun
levelnya masih rendah dibanding tahun sebelumnya. Peningkatan harga menjadi sumber kerentanan untuk sektor
rumah tangga karena dapat menurunkan daya beli. Inflasi di bulan Ramadhan tahun ini tercatat 0,45% (mtm), lebih
rendah apabila dibandingkan tahun sebelumnya 0,72% (mtm). Salah satu faktor penyebab terkendalinya inflasi di bulan
Ramadhan tahun ini adalah terkendalinya ekspektasi harga di sektor rumah tangga. Hasil Survei Konsumen menunjukkan
penurunan ekspektasi perubahan harga di bulan Ramadhan tahun 2016 (bulan Juni). Terkendalinya ekspektasi
masyarakat tidak lepas dari upaya Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dalam mempersuasi masyarakat untuk tidak
berkonsumsi secara berlebihan dan memastikan akan tersedianya stok bahan pangan yang cukup. Disamping itu,
pemerintah juga menetapkan target harga daging sapi di kisaran Rp80.000/kg, hingga melakukan program intervensi
harga melalui kegiatan operasi pasar yang dilakukan secara selektif pada saat terjadi peningkatan harga di luar kewajaran.
4.1.1.2 Kinerja Keuangan Sektor Rumah Tangga
Porsi keuangan rumah tangga yang dialokasikan untuk konsumsi dan menabung relatif tidak berubah atau hanya
sedikit mengalami penurunan. Di triwulan II 2016, persentase pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi mencapai
59,17% sedikit turun dibandingkan triwulan sebelumnya 59,70%. Peningkatan perekonomian khususnya di sektor
Pertanian, Perdagangan, dan Konstruksi, menjadi faktor pendorong sektor rumah tangga untuk tetap melakukan
konsumsi, khususnya terhadap produk barang tahan lama. Demikian pula, porsi dana yang disisihkan untuk menabung
juga sedikit turun dari 23,65% menjadi 23,32%. Di sisi lain, porsi keuangan rumah tangga yang digunakan untuk
membayar cicilan mengalami kenaikan dari 16,65% menjadi 17,51%.
Sumber: Survey Konsumen KPw BI Sulsel, diolah
Grafik 4.7. Komposisi Pengeluaran RT Sulawesi Selatan
Secara umum, tingkat kerentanan sektor rumah tangga terhadap perbankan relatif rendah, dengan porsi cicilan
pinjaman untuk semua tingkat pendapatan cenderung rendah. Di semua kelompok pendapatan, porsi cicilan pinjaman
lebih rendah dibandingkan porsi tingkat tabungan (Tabel 4.1). Di sisi lain, porsi pengeluaran konsumsi cenderung tinggi,
terutama dilakukan oleh kelompok rumah tangga berpendapatan rendah (Rp1-2 juta dan Rp2,1-3,0 juta). Kelompok
pendapatan rendah tercatat sebagai kelompok rumah tangga yang memiliki porsi pengeluaran konsumsi tertinggi masing-
masing 60,92% dan 62,25% (Tabel 4.1). Hal demikian sangat wajar karena pada kelompok ini alokasi pendapatan masih
lebih difokuskan untuk pemenuhan kebuhan dasar. Sebagian besar rumah tangga (90,5%) memiliki porsi cicilan untuk
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
62 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
membayar pinjaman kurang dari 30% pendapatan, dan hanya 9,5% rumah tangga yang memiliki rasio cicilan lebih dari
30% pendapatan (Tabel 4.2).
Tabel 4.1.Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Berdasarkan Pendapatan
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah
Tabel 4.2.Dana Rumah Tangga Untuk Membayar Cicilan Berdasarkan Pendapatan di Triwulan II 2016
Tabel 4.3.Dana Rumah Tangga Untuk Menabung Berdasarkan Pendapatan di Triwulan II 2016
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah
Secara umum potensi risiko kredit dari sektor rumah tangga di Sulsel tergolong rendah.18
Hal ini tercermin dari jumlah
rumah tangga yang memiliki debt service ratio (DSR) lebih dari 30% hanya 9,5% atau masih tergolong sedikit (Tabel 4.2).
Namun demikian terdapat perubahan perilaku dalam berhutang, yang berpotensi dapat meningkatkan risiko kredit,
sebagaimana diindikasikan dari bertambahnya jumlah rumah tangga yang memiliki DSR lebih dari 30%, yakni meningkat
14% (qtq). Peningkatan DSR>30% terjadi di dua kelompok masing-masing pada kelompok pendapatan Rp2,1-3,0 juta yang
meningkat 76,88% (qtq) dan kelompok pendapatan Rp3,1-4,0 juta yang meningkat 26,24% (qtq) (Tabel 4.4).
Secara umum potensi risiko keringnya likuiditas atau sumber dana di sektor rumah tangga Sulsel juga tergolong
rendah. Hal ini tercermin dari jumlah rumah tangga yang memiliki porsi tabungan 0% hanya 6,33% yang berarti tergolong
relatif rendah (Tabel 4.3). Namun pada triwulan II 2016 terdapat perubahan perilaku menabung, yaitu semakin
bertambahnya jumlah rumah tangga yang tidak dapat menabung (porsi tabungan 0%) meningkat hingga 22,58% (qtq).
Bila dilihat per kelompok pendapatan, peningkatan ketidakmampuan menabung terjadi di kelompok pendapatan Rp2,1-
3,0 juta, kelompok pendapatan Rp3,1-4,0 juta, kelompok pendapatan Rp4,1-5,0 juta, dan kelompok pendapatan >Rp5
juta. Peningkatan tertinggi terjadi di kelompok pendapatan >Rp5 juta yang mencapai 443,75% (qtq).
Tabel 4.4.Perubahan Rasio Dana Rumah Tangga Untuk
Membayar Cicilan Berdasarkan Pendapatan di Triwulan II 2016
Tabel 4.5.Perubahan Rasio Dana Rumah Tangga Untuk
Menabung Berdasarkan Pendapatan di Triwulan II 2016
*) Perubahan Triwulan II 2016 Terhadap Triwulan I 2016 *) Perubahan Triwulan II 2016 Terhadap Triwulan I 2016
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah
4.1.1.3 Dana Pihak Ketiga Perbankan dari Sektor Rumah Tangga
Dana Pihak Ketiga (DPK) di perbankan masih didominasi oleh sektor rumah tangga. Secara keseluruhan, pangsa DPK
yang berasal dari dana Perseorangan mencapai 78,84% lebih tinggi dari triwulan sebelumnya 78,20%. DPK Perseorangan
tersebut di triwulan II 2016 tercatat tumbuh 18,70% (yoy) lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
18 Institusi keuangan menilai DSR>30% memiliki risiko yang tinggi dan dapat menjadi penyebab peningkatan Non Performing Loan (NPL)
Jenis
Penggunaan Rp 1 - 2 juta Rp 2,1 - 3 juta Rp 3,1 - 4 juta Rp 4,1 - 5 juta > Rp 5 juta
Konsumsi 60.92% 62.25% 57.71% 57.30% 58.32%
Cicilan/Pinjaman 14.88% 16.83% 19.30% 18.85% 20.56%
Tabungan 24.20% 20.92% 22.99% 23.86% 21.12%
Total 100.00% 100.00% 100.00% 100.00% 100.00%
Pendapatan
0-10% 11%-20% 21%-30% >30%
Rp 1 - 2 juta 45.60% 33.60% 15.20% 5.60%
Rp 2,1 - 3 juta 43.46% 29.32% 14.66% 12.57%
Rp 3,1 - 4 juta 29.85% 34.33% 25.37% 10.45%
Rp 4,1 - 5 juta 27.91% 29.07% 36.05% 6.98%
> Rp 5 juta 28.13% 25.00% 37.50% 9.38%
Total 37.00% 30.83% 22.67% 9.50%
PendapatanDebt Service Ratio
0-10% 11%-20% 21%-30% >30%
Rp 1 - 2 juta -15.18% 30.20% 8.74% -13.20%
Rp 2,1 - 3 juta 4.64% -24.43% 16.64% 76.88%
Rp 3,1 - 4 juta -15.13% -7.82% 31.40% 26.24%
Rp 4,1 - 5 juta -8.31% -7.78% 27.55% -28.68%
> Rp 5 juta 6.39% -5.43% 5.24% -18.44%
Total -2.63% -7.96% 12.40% 14.00%
PendapatanPerubahan Debt Service Ratio*
0% 1-10% 11%-20% 21%-30% >30%
Rp 1 - 2 juta -58.67% -56.39% 10.22% 99.95% 24.00%
Rp 2,1 - 3 juta 21.36% -19.09% 30.03% -7.61% -11.85%
Rp 3,1 - 4 juta 89.37% 8.21% 8.21% -18.84% -0.11%
Rp 4,1 - 5 juta 60.47% -9.07% 25.58% 24.81% -33.60%
> Rp 5 juta 443.75% 8.75% -7.56% 35.94% -46.81%
Total 22.58% -18.18% 15.48% 10.26% -18.26%
PendapatanPerubahan Porsi Tabungan*
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman 63
tumbuh 15,45% (yoy). Sementara di sisi lain, DPK Bukan Perseorangan tumbuh melambat menjadi 20,12% (yoy) dari
triwulan sebelumnya tumbuh27,44% (yoy). Peningkatan DPK Perseorangan tersebut telah mendorong pertumbuhan DPK
secara umum yang mencapai 19,00% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya 17,87% (yoy).
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah
Grafik 4.8. Komposisi DPK Sulsel Grafik 4.9. Pertumbuhan DPK Perseorangan
Preferensi sektor rumah tangga dalam menempatkan dana di perbankan umumnya masih dalam bentuk tabungan.
Pangsa tabungan terhadap total DPK mencapai 63,77% lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya 61,77%. Di sisi lain,
pangsa deposito mengalami penurunan dari 34,04% di triwulan I 2016 menjadi 32,69% di triwulan II 2016, sementara
pangsa giro tercatat turun dari 4,79% di triwulan I 2016 menjadi 3,54% di triwulan II 2016. Hal ini menggambarkan bahwa
DPK Perbankan di Sulsel umumnya didominasi oleh dana jangka pendek. Dengan struktur dana yang demikian, maka
sebagian besar kredit yang disalurkan Perbankan juga lebih banyak berjangka pendek, berupa kredit konsumsi dan modal
kerja.
Dari sisi pertumbuhan, tabungan dan deposito di kelompok perseorangan mengalami percepatan pertumbuhan di
triwulan II 2016. Pertumbuhan tabungan perseorangan tercatat meningkat dari 13,55% (yoy) di triwulan I 2016 menjadi
21,53% (yoy) di triwulan II 2016. Minat masyarakat untuk menyimpan di deposito masih besar, terpantau dari
pertumbuhan yang masih tinggi, meskipun suku bunga deposito menurun. Pada triwulan II 2016, rata-rata tertimbang
suku bunga deposito tercatat 6,87% atau menurun dari 7,21% pada triwulan I 2016, namun nominal deposito pada
triwulan II 2016 tercatat tumbuh 19,23% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan I 2016 sebesar 18,97% (yoy). Di sisi
lain, Giro perseorangan tercatat mengalami kontraksi -18,79% (yoy) di triwulan II 2016, jauh lebih rendah dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh 14,40% (yoy).
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah
Grafik 4.10. Komposisi DPK Perseorangan Sulsel Grafik 4.11. Pertumbuhan DPK Perseorangan Tiap Jenis Penempatan
Jumlah rekening DPK perseorangan meningkat. Peningkatan jumlah rekening di triwulan II 2016 mencapai 3,35% (qtq)
(Tabel 4.6). Peningkatan jumlah rekening tersebut terjadi hampir di semua kategori simpanan dengan pertumbuhan
terbesar terjadi di kategori simpanan Rp100 juta – Rp 500 juta yang mencapai 23,16% (qtq). Sementara itu, jumlah
rekening simpanan bernilai besar >1 M - 2 M, >5M - 10M, dan >20M tercatat mengalami penurunan masing-masing -
0,30%, -5,26%, -8,45% (qtq). Kondisi demikian terjadi hampir di seluruh kabupaten/kota di Sulsel. Adapun penambahan
peningkatan jumlah rekening simpanan terbesar terjadi di Kab. Jeneponto sebesar 4,81% (qtq). Sementara itu, terdapat
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
64 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
dua daerah yang terjadi penurunan jumlah rekening yaitu di Kab. Soppeng dan Kab. Toraja Utara masing-masing -2,61%
dan -1,95% (qtq).
Tabel 4.6.Komposisi dan Pertumbuhan Triwulanan Jumlah Rekening Perseorangan Per Nilai Penempatan di Sulsel
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah
4.1.1.4 Kredit Perbankan kepada Sektor Rumah Tangga
Porsi terbesar kredit perbankan disalurkan ke perseorangan. Pada triwulan II 2016 porsi kredit perseorangan mencapai
72,73% dari total kredit yang disalurkan di Sulsel. Sebagian besar (55,10%) kredit perseorangan digunakan untuk tujuan
konsumsi, sedangkan sisanya digunakan untuk keperluan produktif baik modal kerja maupun investasi. Bila dilihat lebih
dalam, kredit konsumsi oleh perseorangan lebih banyak disalurkan dalam bentuk kredit multiguna yang mencapai
41,01%. Sementara porsi kredit konsumsi perseorangan yang disalurkan dalam bentuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan
Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) masing-masing mencapai 30,56% dan 9,16%.
Porsi kredit perseorangan yang digunakan untuk keperluan produktif mencapai 44,89%. Besarnya porsi kredit produktif
tersebut menunjukkan bahwa debitur perseorangan penerima fasilitas kredit juga menjalankan kegiatan UMKM. Pada
triwulan II 2016, jumlah kredit modal kerja yang diakses oleh UMKM mencapai 79,75%, sementara pangsa kredit investasi
mencapai 55,80% (Grafik 4.14). Tingginya rasio kredit perseorangan yang juga menjalankan UMKM, menjadi salah satu
indikasi masih tingginya pelaku usaha yang belum memisahkan antara aktivitas keuangan usaha dengan aktivitas rumah
tangganya. Hal ini menjadi salah satu sumber risiko yang patut diwaspadai pada stabilitas keuangan di sektor rumah
tangga.
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman 65
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah
Grafik 4.12. Komposisi Kredit Perseorangan Sulsel Grafik 4.13. Komposisi Penggunaan Kredit Perseorangan di Sulsel
Kredit perseorangan tumbuh semakin cepat yang didorong oleh kredit konsumsi. Pertumbuhan kredit perseorangan
meningkat dari 13,81% (yoy) di triwulan I 2016 menjadi 16,26% (yoy) di triwulan II 2016. Peningkatan pertumbuhan
didorong oleh meningkatnya kredit konsumsi terutama kredit multiguna yang mampu tumbuh 20,19% (yoy), lebih tinggi
dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang mencapai 16,43% (yoy). Di sisi lain, Kredit Kendaraan Bermotor (KKB)
tercatat mengalami penurunan di triwulan II 2016 sebesar -14,99% (yoy), melanjutkan tren penurunan yang telah
berlangsung sejak triwulan II 2015. Demikian pula Kredit Pemilikan Rumah (KPR) juga tumbuh melambat 5,21% (yoy)
dibandingkan triwulan sebelumnya 5,71% (yoy).
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah
Grafik 4.14. Komposisi Penggunaan Kredit Produktif Perseorangan
oleh UMKM Grafik 4.15. Pertumbuhan Kredit Perseorangan di Sulsel
Suku bunga kredit perseorangan bergerak relatif stabil dan mulai mengarah ke suku bunga yang rendah. Pada triwulan
II 2016, suku bunga tertimbang kredit perseorangan di Sulsel tercatat sebesar 12,90% per tahun, lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 13,21% per tahun. Penurunan ini diikuti oleh penurunan suku bunga
rata-rata kredit konsumsi dari 13,90% per tahun di triwulan I 2016 menjadi 13,62% per tahun di akhir triwulan II 2016.
Penurunan suku bunga kredit tersebut diharapkan akan terus berlanjut, sejalan dengan menurunnya inflasi dan suku
bunga acuan. Dengan suku bunga yang semakin menurun diharapkan akan memberikan dampak positif bagi kegiatan
dunia usaha, dan dengan demikian risiko kredit kedepan juga akan semakin menurun.
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah
Grafik 4.16. NPL dan Suku Bunga Kredit Perseorangan di Sulsel
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
66 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
Risiko kredit rumah tangga masih berada pada tingkat yang aman. Hal ini tercermin dari rasio NPL kredit perseorangan
sebesar 2,31% relatif sama dengan periode sebelumnya 2,34%. Secara lebih detil, risiko kredit konsumsi perseorangan
terlihat sangat rendah dengan rasio NPL sebesar 1,83% lebih rendah dibandingkan posisi NPL triwulan sebelumnya 1,92%.
Hal ini menggambarkan bahwa kredit kepada sektor rumah tangga memiliki kinerja yang relatif baik.
Penyaluran kredit perseorangan masih terkonsentasi di Kota Makassar. Pangsa kredit perseorangan di Makassar
mencapai 44,63%, diikuti oleh Kab. Gowa, Kab. Bone, dan Kota Palopo masing-masing dengan pangsa 5,78%, 4,16%, dan
3,75%. Penyaluran kredit perseorangan ini terdiri dari kredit perseorangan konsumtif dan non konsumtif (produktif).
Sebagian besar kredit perseorangan konsumtif terkonsentrasi di Makassar dengan pangsa 41,32%, diikuti oleh Kab. Gowa,
Kota Palopo, dan Kab. Bone masing-masing dengan pangsa 7,42%, 4,62%, dan 3,97%. Kredit perseorangan konsumtif di
sebagian besar kabupaten/kota didominasi oleh kredit multiguna, kecuali Kota Makassar dan Kab. Gowa yang lebih
didominasi Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Hal ini menyebabkan secara keseluruhan kredit perseorangan konsumtif di
Sulsel didominasi oleh Kredit Multiguna. Untuk penyaluran kredit perseorangan non konsumtif (produktif), juga
terkonsentrasi di Kota Makassar dengan porsi 48,70%, diikuti Kab. Jeneponto, Kab. Bone, dan Kab. Pinrang masing-masing
dengan pangsa 5,20%, 4.39%, dan 3,89%.
Tabel 4.7.Penyaluran Kredit Perseorangan Secara Spasial Posisi Triwulan II 2016
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah
Kredit Pemilikan Rumah (KPR)
Penyaluran KPR perbankan di Sulsel tumbuh melambat. KPR pada triwulan II 2016 tumbuh 5,21% (yoy) lebih rendah
dibandingkan periode sebelumnya 5,71% (yoy). Menurut jenisnya, perlambatan pertumbuhan KPR terjadi pada KPR/KPA
tipe sedang (>21-70 m2) dan KPR/KPA tipe besar (>21-70 m
2). Di triwulan II 2016, KPR/KPA tipe sedang (>21-70 m
2)
tumbuh 6,61% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 8,35% (yoy). Sementara KPR tipe
besar (>21-70 m2) tumbuh melambat dari 1,57% (yoy) di triwulan I 2016 menjadi 0,54% (yoy) di triwulan II 2016.
Menurut hasil survei, perlambatan pertumbuhan KPR pada periode ini dikarenakan menurunnya permintaan rumah
akibat kondisi perekonomian yang masih lesu. Namun, untuk KPR/KPA tipe kecil (s.d 21m2) dan KP Ruko tercatat tumbuh
lebih tinggi dari triwulan sebelumnya, yaitu masing-masing dari -2,25% (yoy) dan 8,71% (yoy) di triwulan I 2016 menjadi
0,44% (yoy) dan 11,70% (yoy) di triwulan II 2016. Tuntutan akan kebutuhan rumah pertama terutama bagi masyarakat
golongan berpenghasilan rendah, tampaknya turut menjadi faktor pendorong KPR di Sulsel tumbuh lebih tinggi.
Risiko KPR sektor rumah tangga relatif terjaga. Hal ini tercermin dari NPL KPR secara umum masih berada dalam batas
aman, yakni 3,98% dari triwulan sebelumnya 3,94%. Hal yang perlu mendapatkan perhatian adalah kecenderungan
meningkatnya NPL untuk KPR/KPA tipe besar (>21-70 m2) dari 3,92% di triwulan I 2016 meningkat menjadi 4,51% di
triwulan II 2016.
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman 67
Tabel 4.8.Pertumbuhan dan NPL KPR di Sulsel Tabel 4.9.Pertumbuhan dan NPL KKB di Sulsel
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah
Kredit Kendaraan Bermotor (KKB)
KKB yang disalurkan perbankan kembali terkontraksi. Kontraksi KKB di triwulan II 2016 tercatat -14,99% (yoy), lebih
dalam dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar -10,39% (yoy). Di sisi lain, kredit perseorangan melalui perantara
keuangan (leasing) juga mengalami kontraksi -6,96% (yoy) di triwulan II 2016. Terkontraksinya KKB tidak lepas dari kondisi
ekonomi yang masih belum membaik terutama di sektor ekonomi pertambangan dan penggalian. Akibat aktivitas bisnis
yang menurun maka kebutuhan kendaraan operasional terutama roda empat juga berkurang. Disamping itu, di beberapa
sektor usaha juga terdapat pengurangan tenaga kerja, sehingga berdampak pada penurunan pendapatan di sektor rumah
tangga. Penurunan KKB ini tentu akan mempengaruhi kinerja kredit perbankan. Sedangkan dalam konteks pemerintah
Provinsi/Kab/Kota, hal ini akan mempengaruhi pencapaian target penerimaan dari sektor pajak kendaraan bermotor
sebagaimana yang telah ditetapkan dalam APBD.
Dilihat dari jenis kendaraan yang dibeli, kontraksi pertumbuhan KKB disebabkan oleh memburuknya kinerja kredit di
seluruh jenis KKB. KKB mobil roda empat yang memiliki pangsa 85,26% tercatat mengalami kontraksi -14,61% (yoy) di
triwulan II 2016, lebih dalam dibandingkan kontraksi pada triwulan sebelumnya -12,62% (yoy). KKB jenis truk, sepeda
motor, dan kendaraan lainnya juga tercatat mengalami kontraksi masing-masing -33,97% (yoy), -8,40% (yoy), dan -61,24%
(yoy) di triwulan II 2016. Selain pertumbuhan yang memburuk, KKB secara agregat juga mengalami penurunan kualitas
kredit dari 1,65% menjadi 1,74%. Apabila dilihat lebih dalam, penurunan kualitas kredit jenis KKB ini disebabkan oleh
peningkatan NPL di KKB jenis sepeda motor dan kendaraan lainnya dari masing-masing 1,02% dan 1,60% di triwulan I
2016 menjadi 6,97% dan 1,72% di triwulan II 2016.
Kredit Multiguna
Kredit multiguna memiliki pangsa terbesar terhadap seluruh kredit konsumsi perseorangan. Besarnya penggunaan
kredit konsumsi perseorangan untuk keperluan multiguna menunjukkan bahwa kebutuhan pembiayaan rumah tangga di
luar kebutuhan untuk perumahan, kendaraan maupun peralatan rumah tangga masih cukup besar. Pada triwulan II 2016,
kredit multiguna tumbuh 20,19% (yoy) lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya 16,43% (yoy). Salah satu daya tarik
kredit multiguna adalah proses pengajuan kredit yang relatif mudah. Selain itu, pemanfaatan penggunaan kredit
multiguna yang fleksibel seperti renovasi rumah, biaya pernikahan, biaya pengobatan, pembelian barang elektronik,
maupun sebagai modal usaha, menyebabkan tingginya minat rumah tangga untuk menggunakan produk pembiayaan ini.
Tabel 4.10.Komposisi Kredit Multiguna Posisi Triwulan II 2016
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah
Kredit perseorangan multiguna didominasi oleh kelompok kredit dengan nominal plafond >Rp100 juta – 500 juta
dengan jangka waktu >60 bulan. Kelompok tersebut memiliki pangsa 62,05% dari total kredit multiguna perseorangan di
triwulan II 2016. Berdasarkan jumlah rekening, kelompok ini juga memiliki pangsa terbesar yaitu 31,78% terhadap seluruh
rekening kredit multiguna perseorangan. Dari sisi risiko, secara keseluruhan kredit multiguna perseorangan masih dalam
kondisi aman. Hal ini tercermin dari tingkat NPL yang masih sangat rendah yaitu 0,74%. Namun, penyaluran kredit
Pangsa (%)
Tw II-2016 Tw I-2016 Tw II-2016 Tw I-2016 Tw II-2016
KPR/KPA s.d 21 9.86% -2.25% 0.44% 3.00% 2.65%
KPR/KPA >21-70 55.84% 8.35% 6.61% 3.89% 3.80%
KPR/KPA >70 21.65% 1.57% 0.54% 3.92% 4.51%
KP Ruko 12.65% 8.71% 11.70% 4.96% 4.90%
Total KPR 100.00% 5.71% 5.21% 3.94% 3.98%
Growth (yoy)Jenis KPR
NPL %
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
68 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
multiguna <Rp10 juta khususnya yang berjangka waktu >60 bulan perlu mendapat perhatian khusus, mengingat NPL pada
kelompok tersebut berada pada level yang tinggi mencapai 20,34% (Tabel 4.11).
Tabel 4.11. NPL Kredit Multiguna Posisi Triwulan II 2016
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah
4.1.2 Asesmen Sektor Korporasi
4.1.2.1 Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Korporasi
Meskipun ekonomi Sulsel secara agregat mengalami percepatan pertumbuhan di triwulan II 2016, namun terjadi
perlambatan di beberapa sektor utama. Salah satu sektor yang melambat di triwulan II 2016 adalah sektor Industri
Pengolahan. Di sisi permintaan, meskipun membaik namun ekspor masih tercatat mengalami kontraksi -12,43% (yoy) di
triuwulan II 2016. Hal tersebut mengindikasikan sektor korporasi masih cukup rentan, terutama sektor industri nikel yang
merupakan industri andalan ekspor di Sulsel.
Komoditas nikel masih menjadi tumpuan ekspor Sulsel di triwulan II 2016. Namun, nikel yang memiliki pangsa 49,58%
terhadap total ekspor Sulsel masih menunjukkan pertumbuhan negatif di triwulan II 2016. Ekspor nikel Sulsel di triwulan II
2016 tercatat -30,16% (yoy) melanjutkan tren pertumbuhan negatif sejak triwulan I 2015. Selain faktor melemahnya
permintaan negara mitra dagang utama komoditas nikel, khususnya Jepang, kontraksi ekspor nikel juga disebabkan oleh
masih rendahnya harga nikel di pasar internasional. Rata-rata harga nikel di triwulan II 2016 sebesar USD8.823 per metric
ton jauh lebih rendah dibandingkan periode yang sama di tahun 2015 yang mencapai USD13.056 per metric ton.
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: World Bank dan Bea Cukai, diolah
Grafik 4.17. Komposisi Ekspor Sulsel Triwulan II 2016 Grafik 4.18. Perkembangan Ekspor dan Harga Nikel Internasional
Melemahnya permintaan nikel dunia dan harga nikel yang masih rendah, menambah risiko pada korporasi pengolahan
nikel dan korporasi penunjang lainnya. Melemahnya permintaan dan harga nikel di pasar internasional akan
mempengaruhi kinerja korporasi pengolahan nikel di Sulsel. Mengingat korporasi nikel di Sulsel merupakan industri dalam
skala yang besar, keberlangsungan korporasi nikel ini akan sangat mempengaruhi korporasi-korporasi pendukung lainnya,
diantaranya penyedia jasa pengangkutan hasil pengolahan. Selain itu, juga berpengaruh terhadap kondisi
ketenagakerjaan dan penurunan tingkat penghasilan pekerja di korporasi yang berkaitan langsung maupun tidak
langsung. Selain itu, pelemahan nikel dunia dan harga nikel yang masih rendah ini akan memberikan efek yang negatif
pada perkembangan pembangunan industri smelter nikel baru di kawasan industri Bantaeng. Jika ini terjadi, maka
peluang peningkatan pertumbuhan ekonomi Sulsel dari sektor industri pengolahan akan semakin mengecil.
Sumber kerentanan lainnya adalah anomali cuaca dan iklim. Berkaca pada tahun 2014 dan 2015 yang lalu, El Nino (iklim
kering) memberikan dampak yang cukup besar pada sektor pertanian termasuk korporasi yang bergerak di dalamnya.
Pada tahun 2016, risiko yang muncul adalah LaNina (iklim basah) yang juga akan mengakibatkan pergeseran musim
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman 69
terutama karena curah hujan yang naik drastis di sepanjang periode La Nina. Risiko yang muncul adalah cuaca yang dapat
mengurangi hasil tangkap ikan, yang mengakibatkan korporasi yang bergerak di subsektor perikanan tangkap seperti
eksportir ikan tangkap akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan pasokan ikan.
4.1.2.2 Kinerja Sektor Korporasi
Omset Penjualan
Dari hasil liaison19
kepada pelaku usaha korporasi di Sulsel pada triwulan II 2016, yang mengalami penurunan omset
penjualan adalah korporasi yang bergerak di sektor Perdagangan Hotel dan Restoran (PHR). Rata-rata skala likert pada
sektor PHR berada pada posisi -1,0. Angka tersebut menunjukkan bahwa penurunan yang terjadi berada pada rata-rata
normalnya. Di sektor Industri Pengolahan, rata-rata skala likert di triwulan II 2016 berada pada posisi 0, yang artinya
stabil. Namun bila dirinci ke tingkat yang lebih detil, subsektor industri pengolahan cokelat tercatat mengalami
penurunan omset penjualan ekspor. Hal ini diakibatkan masih rendahnya permintaan negara mitra dagang, serta harga
cokelat internasional yang masih berada pada level yang rendah. Meskipun demikian, korporasi pada sektor Konstruksi,
sektor Listrik Air dan Gas (LGA), dan sektor Pengangkutan mengalami peningkatan omset penjualan. Peningkatan
penjualan domestik terbesar terjadi di sektor Konstruksi. Skala likert sektor ini berada di posisi 3 pada triwulan II 2016,
yang menunjukkan bahwa terjadi peningkatan penjualan di atas rata-rata normalnya.
Sumber: Liaison KPw BI Sulsel, diolah
Grafik 4.19. Kinerja Korporasi di Sulsel Berdasarkan Liaison Triwulan II 2016
Peningkatan penjualan korporasi tersebut terlihat pula dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan
oleh Kantor Perwakilan BI Provinsi Sulsel. Kegiatan usaha menunjukkan peningkatan saldo bersih dari 6,05% di triwulan I
2016 menjadi 40,22%. Nilai saldo bersih yang positif tersebut menunjukkan bahwa korporasi yang mengalami
peningkatan permintaan lebih banyak dibandingkan korporasi yang mengalami penurunan permintaan.
Sumber: SKDU KPw BI Sulsel, diolah
Grafik 4.20. Kondisi Kegiatan Usaha di Susel
19 Liaison adalah salah satu kegiatan yang dilakukan Bank Indonesia melalui kunjungan dan wawancara langsung kepada korporasi untuk mendapatkan
data dan informasi terkini terkait dengan perkembangan kondisi usaha korporasi
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
70 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
Biaya
Pada triwulan II 2016, hampir semua korporasi menyatakan mengalami peningkatan biaya produksi kecuali korporasi
di sektor Pengangkutan dan Komunikasi. Peningkatan terbesar terjadi di korporasi industri pengolahan dengan skala
likert sebesar 1,0 baik di biaya bahan baku maupun di biaya energi. Selain korporasi di industri pengolahan, korporasi lain
yang mengalami peningkatan biaya produksi adalah korporasi di sektor perdagangan dengan skala likert 1,0 dan korporasi
di sektor LGA dengan skala likert 0,5. Di sisi lain, satu-satunya sektor yang disurvei dan menyatakan mengalami
penurunan biaya produksi adalah korporasi di sektor pengangkutan dengan skala likert -1,0.
Marjin Keuntungan
Kinerja korporasi dari sisi perolehan laba atau margin keuntungan secara umum mengalami peningkatan di triwulan II
2016. Korporasi yang menyatakan mengalami peningkatan margin keuntungan adalah korporasi di sektor perdagangan,
sektor konstruksi, sektor LGA, dan sektor pengangkutan. Peningkatan marjin keuntungan tertinggi terjadi di korporasi
sektor konstruksi dengan skala likert 2,0. Peningkatan margin keuntungan yang dinikmati korporasi di beberapa sektor
tersebut disebabkan oleh adanya event Ramadhan dan Idul Fitri yang mengakibatkan tingginya permintaan, serta
mulainya beberapa proyek pembangunan infrastruktur di Sulsel. Selain itu, peningkatan harga jual juga berdampak positif
terhadap peningkatan margin keuntungan yang diterima korporasi di sektor ini. Sementara itu, korporasi pada sektor
industri pengolahan menilai marjin keuntungan dalam posisi yang stabil. Hal ini berkaitan dengan pola perdagangan
industri besar yang biasanya harga jual sudah disepakati dalam suatu kontrak jangka panjang.
Kondisi Likuiditas Keuangan
Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan Bank Indonesia memperlihatkan kondisi keuangan korporasi
semakin lebih baik. Pada triwulan II 2016, hasil survei menunjukkan 52,20% responden korporasi memiliki keadaan
likuiditas yang baik, meningkat dibandingkan periode sebelumnya 34,92%. Selain itu, pangsa korporasi dengan kondisi
likuiditas yang buruk juga menurun dari 0,79% menjadi 0% di triwulan II 2016. Jika dilihat secara sektoral, korporasi yang
memiliki kondisi likuiditas yang paling baik adalah korporasi di sektor Hotel dan Restoran. Pangsa korporasi di sektor
Hotel dan Restoran yang memiliki kondisi likuiditas baik mencapai 93,31%. Sementara itu, pangsa korporasi di sektor
Konstruksi yang memiliki kondisi likuiditas baik hanya 27,73% atau yang paling rendah.
Sumber: SKDU KPw BI Sulsel, diolah Sumber: SKDU KPw BI Sulsel, diolah
Grafik 4.21. Perkembangan Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi di
Sulsel Grafik 4.22. Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi Menurut Sektor
Ekonomi
Beban Angsuran Hutang Korporasi
Dilihat dari sisi kemampuan membayar hutang, korporasi di Sulsel secara umum memiliki risiko yang relatif terjaga.
Kondisi ini tercermin dari hasil SKDU triwulan II 2016 yang menunjukkan hanya 5,88% dari seluruh responden korporasi
yang menyatakan beban angsuran utang akan semakin berat kedepannya. Persepsi tersebut berasal dari beberapa
korporasi di sektor pertanian, pertambangan, konstruksi, dan pengangkutan, yang sebagian besar berasumsi akan terjadi
penurunan permintaan pada 6 bulan yang akan datang. Sementara itu, terdapat 2,94% dari seluruh responden korporasi
yang menyatakan beban angsuran utang kedepan akan semakin ringan. Hal demikian menggambarkan bahwa secara
umum potensi risiko gagal bayar yang kemungkinan dihadapi korporasi di Sulsel relatif rendah.
Tabel 4.12. Perkiraan Beban Angsuran Terhadap Pendapatan Korporasi 6 Bulan Mendatang
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman 71
Sumber: SKDU KPw BI Sulsel, diolah
4.1.2.3 Eksposur Perbankan Pada Sektor Korporasi.
Untuk menjaga stabilitas keuangan, kerentanan yang terjadi pada sektor korporasi tetap perlu diwaspadai meskipun
eksposur kredit korporasi saat ini baru sebesar 27,27% dari total kredit di Sulsel. Hal ini karena kondisi keuangan sektor
rumah tangga juga tergantung oleh kinerja sektor korporasi, terutama dari sisi penghasilan dan penyerapan tenaga kerja.
Kredit perbankan pada sektor korporasi di triwulan II 2016 mencapai Rp25,4 triliun dengan pertumbuhan 45,04% (yoy),
lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan periode sebelumnya yang tercatat 12,27% (yoy). Pertumbuhan kredit korporasi
ini jauh lebih tinggi dibandingkan kredit perseorangan yang tumbuh 16,26% (yoy) di triwulan II 2016. Tingginya
pertumbuhan kredit korporasi terutama ditopang oleh kredit investasi yang tumbuh 60,60% (yoy), jauh lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 7,28% (yoy). Sementara itu, kredit modal kerja sektor korporasi juga
mencatat percepatan pertumbuhan dari 14,32% (yoy) di triwulan I 2016 menjadi 21,04% (yoy) di triwulan II 2016.
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah
Grafik 4.23. Pangsa Penggunaan Kredit Korporasi Grafik 4.24. Pertumbuhan Kredit Korporasi Menurut Sektor Ekonomi
Kredit Modal Kerja Korporasi
Kredit modal kerja korporasi pada triwulan II 2016 mencapai Rp17,9 triliun. Hal ini berarti meningkat Rp996 milyar
dibandingkan baki debet di triwulan sebelumnya sebesar Rp16.9 triliun. Kredit modal kerja korporasi di topang oleh tiga
sektor utama, yaitu perdagangan (pangsa: 53,37%), konstruksi (pangsa: 23,90%), dan industri pengolahan (pangsa:
8,87%). Kredit modal kerja korporasi di triwulan laporan tumbuh 39,57% (yoy) yang didorong oleh pertumbuhan kredit
modal kerja di sektor Perdagangan, sektor Konstruksi, dan sektor Jasa Dunia Usaha, dengan andil pertumbuhan masing-
masing sebesar 5,52% (yoy), 4,08% (yoy), dan 3,95% (yoy) terhadap total pertumbuhan kredit modal kerja di triwulan II
2016.
Secara agregat kualitas kredit modal kerja korporasi menunjukkan perbaikan. Hal ini terlihat dari penurunan tingkat NPL
dari 7,27% di triwulan I 2016 menjadi 6,14% di triwulan II 2016. Penurunan NPL tersebut didorong oleh penurunan tingkat
NPL dua sektor utama, yaitu perdagangan dan konstruksi. NPL kredit modal kerja korporasi sektor perdagangan turun dari
6,81% di triwulan I 2016 menjadi 5,76% di triwulan II 2016, sementara NPL kredit modal kerja korporasi sektor Konstruksi
turun dari 6,57% di triwulan I 2016 menjadi 4,25% di triwulan II 2016.
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
72 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah
Grafik 4.25. Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Korporasi Sektor Utama Grafik 4.26. Perkembangan NPL Kredit Modal Kerja Korporasi Sektor
Utama
Kredit Investasi Korporasi
Kredit investasi korporasi pada triwulan II 2016 mencapai Rp7,38 triliun. Hal ini berarti meningkat Rp552 milyar
dibandingkan baki debet di triwulan sebelumnya sebesar Rp6,83 triliun. Kredit investasi korporasi ditopang oleh tiga
sektor utama, yaitu sektor Perdagangan, Konstruksi, dan Industri Pengolahan, yang masing-masing memiliki pangsa
42,62%, 13,44%, dan 13,05%. Secara pertumbuhan, kredit investasi korporasi di triwulan II 2016 tumbuh 12,57% (yoy),
yang didorong oleh pertumbuhan tiga sektor utama yaitu sektor Perdagangan, Industri Pengolahan, dan Konstruksi, yang
masing-masing tumbuh 27,60% (yoy), 18,47% (yoy), dan 14,26% (yoy).
Secara agregat kualitas kredit investasi korporasi semakin membaik, meskipun masih sedikit di atas ambang batas 5%.
Hal ini terlihat dari penurunan NPL dari 6,55% di triwulan I 2016 menjadi 5,52% di triwulan II 2016. Penurunan NPL
disebabkan oleh menurunnya NPL kredit investasi di sektor perdagangan dari 2,40% di triwulan I 2016 menjadi 0,82% di
triwulan II 2016. Sementara itu, meski sedikit mengalami peningkatan, namun NPL kredit investasi korporasi di sektor
konstruksi masih dalam level aman di angka 3,86%. Sementara itu, kredit investasi korporasi di sektor industri pengolahan
tampaknya perlu mendapatkan perhatian khusus karena NPL jauh di atas level aman, yaitu mencapai 28,05% meski
kondisi NPL tersebut lebih baik jika dibandingkan triwulan I 2016 yang mencapai 30.04%.
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah
Grafik 4.27. Pertumbuhan Kredit Investasi Korporasi Sektor Utama Grafik 4.28. Perkembangan NPL Kredit Investasi Korporasi Sektor
Utama
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman 73
4.1.3 Asesmen Sektor Institusi Keuangan (Perbankan)20
4.1.3.1 Perkembangan Kelembagaan
Jumlah bank umum di Sulsel tidak berubah dan didominasi bank konvensional. Jumlah bank umum pada triwulan II
2016 tercatat sebanyak 52 bank, sementara jumlah BPR masih tetap sebanyak 29 bank. Adapun jumlah kantor bank
sebanyak 977 kantor yang berarti belum bertambah.
Tabel 4.13. Perkembangan Kelembagaan Bank Umum dan BPR
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah
4.1.3.2 Aset Perbankan
Total aset bank umum tumbuh melambat. Aset perbankan tercatat sebesar Rp122,71 triliun, tumbuh 13,30% (yoy) lebih
rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya 15,14% (yoy) (Tabel 4.12). Perlambatan pertumbuhan disebabkan oleh
perlambatan pertumbuhan aset di kelompok bank pemerintah dari 21,85% (yoy) di triwulan I 2016 menjadi 18,48% (yoy)
di triwulan II 2016. Perlambatan pertumbuhan aset juga terjadi pada bank swasta nasional dari 6,20% (yoy) di triwulan I
2016 menjadi 6,17% (yoy) di triwulan II 2016. Sementara disisi lain, total aset bank asing dan bank campuran kembali
mengalami kontraksi -16,716% (yoy), lebih baik dibandingkan kontraksi di triwulan sebelumnya -23,57% (yoy).
Tabel 4.14. Aset Bank Umum Menurut Kelompok Bank
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah
4.1.3.3 Intermediasi Perbankan
Dana Pihak Ketiga (DPK) bank umum tumbuh meningkat. Dana yang dihimpun mencapai Rp82,09 triliun atau tumbuh
19,21% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya 17,95% (yoy). Percepatan terjadi di komponen
Tabungan dan Deposito yang masing-masing tumbuh dari 16,08% (yoy) dan 21,44% (yoy) di triwulan I 2016, menjadi
22,16% (yoy) dan 23,09% (yoy) di triwulan II 2016. Sementara itu, Giro tercatat mengalami perlambatan pertumbuhan
dari 26,98 (yoy) di triwulan I 2016 menjadi 3,24% (yoy) di triwulan II 2016.
20Data perbankan lokasi bank
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
74 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
Tabel 4.15. Penghimpunan Dana dan Penyaluran Kredit Bank Umum
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah
Kredit yang disalurkan perbankan tumbuh meningkat. Kredit tercatat tumbuh 16,06% (yoy) menjadi Rp101,62 triliun,
lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan sebelumnya 12,05% (yoy). Secara penggunaan, percepatan pertumbuhan
didorong oleh percepatan penyaluran kredit di kelompok investasi dan konsumsi. Kelompok kredit investasi tumbuh
26,04% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang tercatat 21,59% (yoy). Sementara itu, kredit
konsumsi mengalami akselerasi pertumbuhan dari 7,53% (yoy) di triwulan I 2016 menjadi 13,35% (yoy) di triwulan II 2016.
Di sisi lain, kredit modal kerja tercatat sedikit melambat dari 14,44% (yoy) di triwulan I 2016 menjadi 14,13% (yoy) di
triwulan II 2016. Secara sektoral, percepatan pertumbuhan kredit didorong oleh percepatan penyaluran kredit di sektor
Industri Pengolahan dan sektor Konstruksi yang masing-masing tumbuh 56,44% (yoy) dan 21,94% (yoy) di triwulan II
2016.
Fungsi intermediasi perbankan berjalan baik. Hal ini tercermin dari rasio kredit terhadap DPK (Loan to Deposit
Ratio/LDR) sebesar 123,78%, dengan risiko kredit yang semakin membaik sebagaimana tercermin dari rasio Non
Performing Loan (NPL) yang semakin menurun menjadi 3,05% pada triwulan II 2016 dari triwulan sebelumnya 3,36%. Bila
dibandingkan dengan posisi yang sama tahun lalu dimana LDR masih tercatat 127,15%, maka fungsi intermediasi
perbankan di Sulsel terlihat berjalan semakin seimbang.
Tabel 4.16. Kredit Bank Umum Menurut Sektor Ekonomi
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah
4.1.3.4 Bank Syariah
Aset perbankan syariah tumbuh melambat. Aset perbankan syariah pada triwulan II 2016 tercatat Rp6,69 triliun atau
tumbuh 8,13% (yoy) lebih rendah dari triwulan I 2016 yang tumbuh 16,96%. Perlambatan pertumbuhan disebabkan oleh
melambatnya kinerja Bank Pemerintah dan Bank Swasta Nasional. Aset Bank Pemerintah tercatat tumbuh melambat dari
50,55% (yoy) di triwulan I 2016 menjadi 18,32% (yoy) di triwulan II 2016. Sementara aset perbankan swasta tumbuh
melambat dari 9,42% (yoy) menjadi 5,85% (yoy).
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman 75
DPK perbankan syariah tumbuh meningkat. DPK pada triwulan II 2016 tumbuh 10,45% (yoy) sedikit lebih baik
dibandingkan triwulan sebelumnya 10,33% (yoy). Pertumbuhan DPK syariah didorong oleh perbaikan kinerja
penghimpunan Deposito yang menunjukkan peningkatan pertumbuhan dari 22,90% (yoy) di triwulan I 2016 menjadi
24,49% (yoy) di triwulan II 2016. Namun hal ini tidak diikuti kinerja penghimpunan tabungan yang justru menurun dari
18,36% (yoy) di triwulan I 2016 menjadi 14,20% (yoy) di triwulan II 2016. Sementara itu, penghimpunan giro kembali
mengalami kontraksi -29,65% (yoy) melanjutkan tren kontraksi di periode sebelumnya -38,04% (yoy).
Pembiayaan perbankan syariah menurun signifikan. Total pembiayaan syariah di triwulan II 2016 tercatat sebesar
Rp5,74 triliun atau tumbuh 2,90% (yoy) lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh
11,05% (yoy). Dengan pertumbuhan DPK yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pembiayaan,
mengakibatkan Financing to Deposit Ratio (FDR) mengalami penurunan. Di triwulan II 2016, FDR mencapai 158,23% lebih
rendah dari triwulan sebelumnya 165,43%. Sementara itu, kualitas pembiayaan terlihat semakin membaik yang tercermin
dari penurunan rasio non performing financing (NPF) dari 4,39% di triwulan I 2016 menjadi 3,87% pada triwulan II 2016.
Tabel 4.17. Perkembangan Indikator Bank Umum Syariah
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah
4.1.3.5 Bank Perkreditan Rakyat
Aset BPR (termasuk BPR Syariah) tumbuh meningkat. Aset BPR di triwulan II 2016 tumbuh 21,89% (yoy) lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya 19,01% (yoy). DPK tumbuh 34,23% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan
sebelumnya 40,123%% (yoy), sementara Kredit tercatat tumbuh 27,25% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan
sebelumnya 20,76% (yoy). Dengan peningkatan pertumbuhan kredit tersebut, loan to deposit ratio (LDR) mengalami
peningkatan signifikan. Pada triwulan II 2016 LDR BPR tercatat 131,67% jauh lebih tinggi dibandingkan triwulan
sebelumnya 123,73%.
Sumber: LBPR Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah Sumber: LBPR Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah Grafik 4.29. Perkembangan Aset BPR Grafik 4.30. Perkembangan Intermediasi BPR
4.1.3.6 Perbankan per Kabupaten/Kota
Perbankan di Kota Makassar memiliki aset paling besar. Dengan kepemilikan aset mencapai Rp84,68 triliun atau 69,01%
dari total aset perbankan di Sulsel, maka perbankan di Kota Makassar tetap menjadi pendorong utama perekonomian di
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
76 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
Sulsel. Sementara itu pangsa aset perbankan di 23 kab/kota lainnya tergolong masih relatif kecil, rata-rata kurang dari 5%
dari total aset perbankan di Sulsel. Pertumbuhan aset perbankan tertinggi di 5 daerah secara berturut-turut adalah
sebagai berikut; Kabupaten Bantaeng (40,12%; yoy), Jeneponto (37,58%; yoy), Luwu Utara (36,44%; yoy), Maros (30,62%;
yoy), dan Luwu (29,83%; yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan aset perbankan di Kota Makassar yang tercatat 11,65% (yoy).
Tabel 4.18. Perkembangan Aset Perbankan per Kabupaten/Kota
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah
Kabupaten Luwu merupakan daerah dengan pertumbuhan kredit tertinggi di triwulan II 2016. Kredit di Kab. Luwu
tumbuh 47,08% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 16,52% (yoy). Namun, bila dilihat
dari sisi pangsa kredit, kredit terbesar masih berada di Kota Makassar dengan total portfolio sebesar Rp67,75 triliun atau
66,67% dari total kredit di Sulsel. Di triwulan II 2016 ini kredit di Makassar tumbuh 13,34% (yoy) lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan triwulan sebelumnya 12,80% (yoy). Hal ini menunjukkan, konsentrasi pertumbuhan ekonomi masih
terpusat di Kota Makassar.
Tabel 4.19. Perkembangan Kredit Perbankan per Kabupaten/Kota
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah
Kabupaten Takalar merupakan daerah dengan pertumbuhan DPK tertinggi di triwulan II 2016. DPK di Kab. Takallar
tumbuh 104,03% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 86,72% (yoy). Namun, bila dilihat
dari sisi pangsa, DPK terbesar masih berada di Kota Makassar dengan total portfolio sebesar Rp53,11 triliun atau 64,69%
dari total DPK di Sulsel. Di triwulan II 2016 ini DPK di Makassar tumbuh 13,36% (yoy) lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan triwulan sebelumnya 12,46% (yoy). Hal ini menunjukkan, konsentrasi pertumbuhan ekonomi masih
terpusat di Kota Makassar. Sementara itu, pangsa DPK di 23 kabupaten/kota lainnya masih relatif kecil. Tercatat hanya
terdapat 2 kabupaten/kota yang memiliki pangsa DPK di atas 3%, yaitu Parepare (3,20%) dan Palopo (3,49%). Melihat
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman 77
potensi perekonomian yang dimiliki beberapa Kabupaten di Sulsel yang relatif besar, perbankan dapat meningkatkan
upaya penghimpunan DPK di luar Kota Makassar, melalui inovasi produk yang semakin menarik atau pengembangan
branchless banking.
Tabel 4.20. Perkembangan DPK Perbankan per Kabupaten/Kota
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah
Kualitas kredit relatif terjaga di seluruh kab/kota, dengan sebagian besar kabupaten/kota merupakan daerah lending
(LDR > 100%). Kualitas kredit yang tercermin dari tingkat NPL di seluruh kabupaten/kota masih dalam level aman. Seluruh
kab/kota memiliki tingkat NPL di bawah angka psikologis (5%). Sementara dari sisi intermediasi perbankan, lebih dari
separuh daerah merupakan daerah lending, yang tercermin dari LDR lebih dari 100%. Terdapat 15 Kabupaten/Kota yang
memiliki LDR di atas 100% yaitu Takalar, Parepare, Jeneponto, Bantaeng, Luwu Utara, Maros, Makassar, Sidrap, Sinjai,
Pangkep, Pinrang, Palopo, Gowa, Bulukumba, dan Bone. Untuk perbankan yang berlokasi di 13 kabupaten/kota tersebut,
masih memiliki potensi untuk penghimpunan DPK, terutama yang berupa dana murah (tabungan). Sementara daerah
funding, dengan LDR kurang dari 100%, masih memiliki potensi yang besar untuk mendorong kredit/pembiayaan.
Tabel 4.21. Perkembangan NPL dan Intermediasi Perbankan per Kabupaten/Kota
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah
4.2. Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Penyaluran kredit UMKM tumbuh meningkat. Kredit UMKM di triwulan II 2016 tercatat sebesar Rp32,16 triliun, tumbuh
13,62% (yoy) sedikit lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya 13,43% (yoy). Pangsa kredit UMKM (produktif)
terhadap total kredit adalah 31,64%. Dari nilai tersebut, sekitar 67,62% merupakan kredit UMKM yang digunakan untuk
modal kerja sedangkan sisanya digunakan untuk investasi. Angka rasio NPL kredit UMKM masih berada di bawah batas
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
78 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
aman (5,0%). Pada triwulan II 2016 NPL UMKM sebesar 4,14%, menurun dibandingkan rasio NPL pada triwulan lalu
4,43%. Secara sektor ekonomi, UMKM pada sektor konstruksi danJasa dunia usaha perlu mendapatkan perhatian khusus
dikarenakan memiliki rasio NPL di atas batas aman.
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah Grafik 4.31. Pertumbuhan dan NPL Kredit UMKM Grafik 4.32. Pangsa Kredit UMKM
Indikator akses keuangan di Sulsel terutama dari sisi penghimpunan dana mengalami peningkatan. Rasio jumlah
rekening DPK terhadap penduduk angkatan kerja di Sulsel menunjukkan tren peningkatan, dimana pada triwulan II 2016
rasio tersebut tercatat 157,07%. Rasio yang lebih besar dari 100% mengindikasikan bahwa terdapat penduduk angkatan
kerja di Sulsel yang memiliki rekening simpanan lebih dari satu. Meskipun memiliki rasio yang tinggi, namun akses
keuangan di Sulsel belum merata terlihat dari adanya ketimpangan. Terdapat kabupaten/kota yang memiliki rasio yang
tinggi seperti Kota Makassar, Parepare dan Palopo, sementara Luwu, Luwu Timur, Gowa dan Jeneponto merupakan
kabupaten yang memiliki rasio yang cukup rendah.
Indikator akses keuangan di Sulsel dari sisi kredit cenderung stagnan. Rasio jumlah rekening kredit terhadap penduduk
angkatan kerja di Sulsel cenderung tidak mengalami perubahan dan masih rendah di hampir semua Kabupaten/kota
terkecuali Parepare, Makassar,dan Palopo. Kondisi tersebut antara lain mengindikasikan masih kurangnya kegiatan
usaha/wirausaha baru yang didukung sektor perbankan atau dengan kata lain ekspansi kredit masih terkonsentrasi pada
debitur yang sudah ada.
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank) dan BPS, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank) dan BPS, diolah Grafik 4.33. Perkembangan Akses Keuangan Sulsel Grafik 4.34. Akses Keuangan di Kab/Kota di Sulsel
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman 79
5. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
RUPIAH
Bab 5 Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan
Pengelolaan Uang Rupiah
Perkembangan transaksi keuangan non tunai berjalan dinamis. Nilai
transaksi keuangan melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)
mengalami peningkatan, seiring dengan diimplementasikannya ketentuan
batas minimal transaksi melalui BI-RTGS sebesar Rp500 juta dan
diberlakukannya kebijakan penambahan waktu pelayanan SKNBI menjadi 5
(lima) kali sehari.
Sementara itu, di sisi pengelolaan uang rupiah (PUR) terjadi net outflow
sebesar Rp1,40 triliun. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan
kebutuhan uang kartal, sejalan dengan siklus tahunan saat bulan Ramadhan
dan menjelang Idul Fitri.
Untuk meningkatkan layanan ketersediaan uang layak edar, Bank Indonesia
senantiasa terus mendorong clean money policy melalui kegiatan
pengelolaan uang tunai dengan melakukan pembukaan layanan penukaran
uang, kas keliling, remise, pemusnahan uang tidak layak edar, dan edukasi
ciri-ciri keaslian mata uang rupiah.
BAB 5 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
80 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
5.1 Penyelenggaraan Sistem Pembayaran
Transaksi non tunai yang dilakukan melalui Sistem Kliring Bank Indonesia (SKNBI) meningkat. Jumlah warkat yang
dikliringkan pada triwulan II 2016 tercatat sebanyak 361 ribu lembar dengan nominal mencapai Rp19,31 triliun. Nilai
transaksi kliring pada triwulan II 2016 masih tumbuh tinggi 84,02% (yoy), meski lebih rendah bila dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya 86,75% (yoy). Tingginya perputaran transaksi pembayaran melalui SKNBI di Sulsel juga terlihat dari
rata-rata perputaran harian transaksi kliring yang tumbuh tinggi mencapai 78,18% (yoy) atau Rp0,31 triliun per hari pada
triwulan II 2016. Tetap kuatnya transaksi kliring sejalan dengan diimplementasikannya ketentuan batas minimal transaksi
melalui BI-RTGS sebesar Rp500 juta dan diberlakukannya kebijakan penambahan waktu pelayanan SKNBI menjadi 5 (lima)
kali sehari. Sementara itu, rasio Penolakan Cek/BG Kosong (terhadap Kliring Debet Penyerahan) menunjukkan sedikit
peningkatan pada triwulan II 2016 menjadi 2,78% dari triwulan sebelumnya 2,37%.
Tabel 5.1. Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong
5.2 Pengelolaan Uang Rupiah
5.2.1 Perkembangan Aliran Uang Kartal
Perkembangan aliran uang kartal di Sulsel pada triwulan II 2016 menunjukkan net outflow. Aliran uang masuk (inflow)
tercatat sebesar Rp3,34 triliun, menurun dari triwulan sebelumnya sebesar Rp6,23 triliun atau secara triwulanan
terkontraksi -11,46% (Grafik 5.1.). Meskipun demikian, aliran uang keluar (outflow) dari Bank Indonesia mengalami
peningkatan dari Rp1,49 triliun pada triwulan I 2016 menjadi Rp4,74 triliun pada triwulan II 2016, sehingga tercatat net
outflow sebesar Rp1,40 triliun (Grafik 5.2 dan Grafik 5.3.). Net outflow diperkirakan terjadi karena peningkatan aktivitas
masyarakat di bulan Ramadhan dan menjelang Idul Fitri, sehingga kebutuhan uang kartal meningkat. Selain itu, adanya
pembayaran gaji ke-13 dan ke-14 bagi PNS/TNI/POLRI mendorong peningkatan kebutuhan uang kartal di Sulsel. Untuk
meningkatkan kualitas layanan distribusi uang kartal, Bank Indonesia pada akhir 2015 telah membuka kantor layanan Kas
Titipan di Kota Parepare. Layanan tersebut turut menunjang pemenuhan kebutuhan uang kartal wilayah Kota Parepare
dan sekitarnya, setelah sebelumnya Bank Indonesia juga memiliki layanan serupa di Kota Palopo. Pada tahun anggaran
2016 ini Bank Indonesia juga merencanakan untuk membuka layanan Kas Titipan di Kabupaten Bulukumba yang akan
mulai beroperasi pada akhir triwulan III 2016. Pembukaan layanan Kas Titipan di berbagai wilayah di Sulsel tersebut
merupakan wujud implementasi komitmen Bank Indonesia dalam memperluas jangkauan layanan untuk pemenuhan
kebutuhan uang kartal layak edar kepada masyarakat di Sulsel.
Grafik 5.1. Aliran Uang Kartal Inflow Grafik 5.2. Aliran Uang Kartal Outflow
I II III IV I II III IV I II III IV I II
Total Perputaran Kliring Kredit dan Kliring
Debet Penyerahan
- Nominal (triliun rupiah) 9.74 9.98 10.24 10.67 9.48 9.62 9.72 11.20 9.76 10.49 11.36 13.95 18.23 19.31
- Lembar (ribuan) 284 286 281 290 260 266 261 281 262 285 297 314 347 361
Rata-rata Harian Total Perputaran Kliring
Kredit dan Debet Penyerahan
- Nominal (triliun rupiah) 0.16 0.17 0.17 0.17 0.16 0.16 0.16 0.18 0.16 0.17 0.19 0.22 0.30 0.31
- Lembar (ribuan) 4.73 4.76 4.68 4.68 4.33 4.43 4.21 4.53 4.30 4.67 4.87 4.99 5.69 5.73
Nisbah Rata-rata Penolakan Cek/BG Kosong
(terhadap Kliring Debet Penyerahan)
- Nominal (%) 2.41 2.75 3.28 2.60 2.61 3.66 2.56 2.60 2.70 2.22 2.24 2.50 2.37 2.78
- Lembar (%) 2.38 2.47 2.33 2.17 2.47 2.46 2.30 1.84 2.27 2.15 2.06 2.07 2.19 2.29
20162013URAIAN
2014 2015
(20)
0
20
40
60
80
100
0
1
2
3
4
5
6
7
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015 2016
%, yoyRp Triliun Inflow gInflow - Skala Kanan
(60)
(40)
(20)
0
20
40
60
80
100
0
1
2
3
4
5
6
7
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015 2016
%, yoyRp Triliun Outflow gOutflow - Skala Kanan
BAB 5 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman 81
Grafik 5.3. Selisih Inflow dan Outflow
5.2.2 Penyediaan Uang Layak Edar
Bank Indonesia meningkatkan penyelenggaraan layanan penukaran uang di luar kantor. Demi menjaga ketersediaan
uang layak edar (ULE) di masyarakat, sejak tanggal 28 April 2015 Bank Indonesia membuka pelayanan penukaran uang di
luar kantor, yang telah dilakukan secara rutin setiap hari Selasa-Rabu-Kamis dengan jam operasional 09.00 s.d. 13.00
WITA di Wisma Bank Indonesia, Jalan Pasar Ikan No. 8, Makassar. Selain itu, kegiatan kas keliling luar Kota Makassar juga
telah dilakukan di beberapa daerah yaitu Kabupaten Jeneponto, Bantaeng, Sinjai, Watampone, Soppeng, Bulukumba,
Selayar, Wajo, Enrekang, Luwu Timur, Sinjai Utara, Bone, dan Luwu Utara.
Dalam rangka mendukung clean money policy, kegiatan remise dan pemusnahan uang ditingkatkan. Selama periode
triwulan II 2016, telah dilakukan sebanyak 11 (lima) kali kegiatan remise ke daerah lain di Kawasan Timur Indonesia (KTI)
yaitu ke Provinsi Maluku, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat, dan Papua masing-masing sebanyak 1
(satu) kali. Bank Indonesia juga melakukan kegiatan pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE). Kegiatan pemusnahan
UTLE pada triwulan II 2016 tercatat sebesar Rp2,69 triliun, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp1,31
triliun (Grafik 5.4).
Kebutuhan uang layak edar diprediksikan meningkat, Bank Indonesia meningkatkan stok uang kartal. Dalam rangka
mengantisipasi kebutuhan uang kartal yang meningkat khususnya menjelang perayaan Idul Fitri, Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Sulsel pada Juni 2016 telah menyiapkan jumlah stok uang kartal mencapai Rp7,99 triliun. Sebagian
besar stok tersebut berupa uang kertas dengan berbagai denominasi (99,87%), dan selebihnya berupa uang logam. Dalam
realisasinya jumlah kebutuhan uang kartal yang ditarik oleh Perbankan mencapai Rp3,91 triliun (48,98%).
5.2.3 Perkembangan Temuan Uang Palsu
Pecahan besar mendominasi peredaran uang palsu di Sulsel. Pada triwulan II 2016 tercatat sebanyak 618 lembar.
Pecahan uang palsu yang paling banyak ditemukan pada triwulan II 2016 adalah pecahan Rp100.000 (53,27%), diikuti
Rp50.000 (42,86%), diikuti dan pecahan lainnya sebesar 3,91% (Grafik 5.6). Sebagai upaya mengantisipasi peredaran uang
palsu sekaligus memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah, Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan (KPwBI Sulsel) senantiasa melakukan kegiatan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah
di berbagai daerah di Sulsel. Selama periode triwulan II 2016, KPw BI Sulsel telah melakukan 9 (sembilan) kali kegiatan
sosialisasi yang diselenggarakan di Makassar, Palopo, Parepare, dan Maros.
Grafik 5.4. Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) Grafik 5.5. Temuan Uang Palsu
(2.0)
(1.0)
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015 2016
Rp Triliun
(400)
0
400
800
1,200
1,600
2,000
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015 2016
%, yoyRp Triliun Nominal UTLE gUTLE - Skala Kanan
-120%
-80%
-40%
0%
40%
80%
120%
160%
200%
0
100
200
300
400
500
600
700
800
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015 2016
Temuan Uang Palsu Y.O.Y.
Lem
bar
BAB 5 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
82 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
Grafik 5.6. Temuan Uang Palsu Per Nominal
5.3 Gerakan Nasional Non Tunai
Bank Indonesia terus mendorong Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) di Sulawesi Selatan. Sejak pencanangan GNNT
pada Agustus 2014, KPw BI Provinsi Sulsel bersama stakeholders terkait telah bekerjasama dalam mengembangkan
transaksi non tunai, yaitu dengan mengembangkan kawasan Less Cash Society (LCS) di Kampus Universitas Negeri
Makassar (UNM), Sosialisasi GNNT kepada Para Kepala Sekolah Tingkat SMA/SMK Kota Makassar, dan melakukan edukasi
serta sosialisasi di 12 (dua belas) SMA/SMK di Kota Makassar. Selain itu, BI juga bekerjasama dengan Pemkot Makassar
dalam pengembangan Smart City, yang antara lain diimplementasikan melalui elektronifikasi transaksi penerimaan dan
pembayaran pemerintah, serta pengembangan Layanan Keuangan Digital (LKD) di Pesantren.
Implementasi program elektronifikasi di Sulsel dipercepat. Dalam pelaksanaan percepatan program elektronifikasi di
wilayah Kota Makassar, telah dibentuk tim adhoc yang beranggotakan KPw BI Provinsi Sulsel, Pemkot Makassar, Dinas
Pendapatan Daerah Kota Makassar, Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Makassar, Dinas Komunikasi dan
Informatika Kota Makassar, dan PT Bank Sulselbar. Dengan dibentuknya tim adhoc ini implementasi program
elektronifikasi dapat dipercepat, dengan sasaran pertama untuk pelayanan transaksi penerimaan dan pembayaran
Pemkot Makassar. Rapat Koordinasi telah dilakukan sebanyak 2 (dua) kali pada Triwulan II 2016, dengan short term goal
yang disepakati yaitu elektronifikasi pembayaran Pajak Bumi Bangunan (PBB) melalui perluasan e-channel. Elektronifikasi
pembayaran PBB diperkirakan dapat menyentuh seluruh lapisan masyarakat dengan jumlah sebanyak 330.000 objek
pajak. Untuk mengakselerasi kegiatan ini, maka kegiatan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat akan terus didorong,
salah satunya dengan memperkenalkan bahwa struk dari perbankan merupakan bukti sah dalam pembayaran.
Lingkungan Pesantren didorong menggunakan layanan keuangan non tunai. Sebagai negara dengan 87% populasi
beragama Islam, Indonesia memiliki pangsa pasar yang besar untuk perbankan syariah. Menurut data Kementerian
Agama RI tahun 2014, jumlah pesantren di Sulsel adalah 289 pesantren yang tersebar di 20 kabupaten dan 3 kota.
Dengan jumlah populasi santri yang cukup besar dan potensi di wilayah sekitarnya, Pondok Pesantren dapat menjadi
access point maupun influencer kepada masyarakat agar bersedia melakukan transaksi dengan layanan keuangan non
tunai. Terkait dengan hal tersebut, KPw BI Provinsi Sulsel bekerjasama dengan Perbankan Penyelenggara LKD telah
melakukan koordinasi dengan beberapa Pondok Pesantren. Manfaat penerapan LKD di Pesantren tidak hanya sekedar
mengembangankan ekosistem non tunai, tetapi juga mendorong pengembangan ekonomi pesantren dan lingkungan
sekitarnya. Pada tahap awal, BI menggandeng salah satu bank milik pemerintah dalam mengimplementasikan LKD di
Pondok Pesantren Darul Aman.
53%43%
4%Pecahan100.000
Pecahan50.000
PecahanLainnya
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman 83
6. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Bab 6
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulsel per Februari 2016 tercatat
5,11% lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu 5,80%.
Sementara itu, tingkat kesejahteraan petani yang diukur dari Nilai Tukar Petani
(NTP) hingga triwulan I 2016 secara tahunan terpantau membaik dibandingkan
triwulan I 2015.
Namun jumlah penduduk miskin di Sulsel pada Maret 2016 sedikit mengalami
peningkatan dibandingkan Maret 2015 baik di kota maupun di desa.
Persentase penduduk miskin di Sulsel (9,40%) tergolong rendah jika
dibandingkan dengan Provinsi lain di Sulawesi maupun Nasional (10,86%).
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
84 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
6.1 Tenaga Kerja
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulsel
menurun. Per Februari 201621
TPT mencapai 5,11%
lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun
lalu 5,80%. Secara absolut jumlah pengangguran
terbuka Sulsel turun dari 218,31 ribu orang per Februari
2015 menjadi 192,96 ribu orang per Februari 2016.
Penurunan pengangguran diindikasikan sebagai dampak
positif dari kebijakan pemerintah diantaranya dalam
penyaluran dana ke desa dan mulai terimplementasinya
sebagian dari paket kebijakan ekonomi, sehingga
ketersediaan lapangan kerja semakin membaik. Di sisi
lain, jumlah angkatan kerja meningkat sebanyak 19.056
orang atau naik 0,51% dibandingkan periode yang sama
tahun 2015.
Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Kegiatan Utama
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sektor pertanian masih menjadi tumpuan penyerap tenaga kerja. Pada periode Februari 2016, sektor pertanian
menyerap 40,28% dari total tenaga kerja atau 1,44 juta orang. Angka ini turun -0,45% dibandingkan periode yang sama
2015. Penurunan ini disebabkan adanya pengaruh penerapan mekanisme alat-alat pertanian modern combine harvester
(alat panen gabah) yang menyebabkan kebutuhan pekerja buruh musim panen di awal tahun 2016 berkurang. Hal
tersebut dikonfirmasi oleh salah satu perusahaan penjual mesin panen yang menyatakan bahwa 60% dari pangsa
penjualan pada 2016 terserap di Sulawesi, dimana 70% diantaranya terserap di Sulsel22
. Sementara itu, jumlah tenaga
kerja yang terserap di sektor industri, perdagangan, jasa, dan lainnya meningkat masing-masing 0,54%; 4,78%; 0,98%, dan
1,63%. Peningkatan ini terkonfirmasi dari hasil Survei Konsumen Bank Indonesia, yang menyatakan bahwa pada periode
ini terdapat peningkatan ketersediaan lapangan kerja. Rata-rata Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini (IKLK)
meningkat sebesar 107,17 dibanding triwulan sebelumnya (98,0). Sebagai imbasnya, Indeks Penghasilan Saat Ini
Dibanding 6 Bulan Lalu (IPD6) juga meningkat menjadi 112 dari sebelumnya 97,67.
Tabel 6.2. Persentase Tenaga Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Sulsel tercatat lebih rendah. TPAK turun dari 62,2% pada Februari 2015
menjadi 61,6% pada Februari 2016. Penurunan TPAK diperkirakan terjadi di sektor pertanian yang memiliki pangsa
penyerap tenaga kerja terbesar di Sulsel. Di sisi lain, jumlah angkatan kerja justru mengalami peningkatan, meski tidak
terlalu signifikan. Pada Februari 2016 tercatat sebanyak 3,77 juta orang, sedangkan pada periode yang sama tahun
sebelumnya tercatat 3,76 juta orang.
21
BPS mengeluarkan perhitungan tenaga kerja 2 kali dalam setahun, yaitu Februari (yang rilis pada bulan Mei) dan Agustus (yang rilis pada November) 22
Sumber: informasi anekdotal
KEGIATAN UTAMA Februari Februari
2015 2016
Angkatan Kerja 3,755,870 3,774,926
a. Bekerja 3,537,559 3,581,957
b. Pengangguran 218,311 192,969
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 62.2% 61.6%
Tingkat Pengangguran Terbuka 5.80% 5.11%
Jumlah Pangsa Pertumbuhan Jumlah Pangsa Pertumbuhan
Pertanian 1,449,458 40.97% 2.91% 1,442,875 40.28% -0.45%
Industri 212,802 6.02% -8.26% 213,950 5.97% 0.54%
Perdagangan 738,999 20.89% 1.32% 774,310 21.62% 4.78%
Jasa 617,087 17.44% -4.22% 623,135 17.40% 0.98%
Lainnya 519,213 14.68% 15.32% 527,687 14.73% 1.63%
Total 3,537,559 100.00% 2.12% 3,581,957 100.00% 1.26%
Februari 2016KEGIATAN UTAMA
Februari 2015
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman 85
Sumber: Survei Konsumen, diolah Sumber: Survei Konsumen, diolah
Grafik 6.1. Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini Grafik 6.2. Indeks Penghasilan Saat Ini
6.2 Penduduk Miskin23
Jumlah penduduk miskin di Sulsel sedikit meningkat dibandingkan posisi yang sama tahun lalu. Pada Maret 201624
jumlah penduduk miskin mencapai 807 ribu orang atau 9,40% dari total penduduk Sulsel. Hal ini berarti naik 1,17% (yoy)
dari periode yang sama tahun sebelumnya tercatat sebanyak 797 ribu orang. Peningkatan jumlah penduduk miskin terjadi
baik di kota maupun di desa. Jumlah penduduk miskin di kota meningkat 1,85% (yoy) menjadi 149 ribu orang, sementara
yang berada di pedesaan meningkat 1,01% (yoy) menjadi 658 ribu orang (Grafik 6.3). Jumlah penduduk miskin di
pedesaan tersebut mencapai 81,52% dari total penduduk miskin Sulsel, sedangkan selebihnya 18,48% berada di
perkotaan.
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Grafik 6.3. Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi Selatan Grafik 6.4. Persentase Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi Menurut Provinsi Maret 2016
Inflasi yang relatif terkendali menahan laju kemiskinan penduduk Sulsel baik yang berada di kota maupun di desa.
Dengan rata-rata inflasi pada periode Januari sd. Maret 2016 yang semakin menurun (5,38%;yoy) dibandingkan periode
yang sama tahun lalu (7,45%;yoy), maka daya beli masyarakat Sulsel secara umum menjadi lebih baik, sehingga laju
kemiskinan tidak meningkat tajam. Namun meski sudah menurun, inflasi di Sulsel masih tergolong tinggi. Hal ini terutama
dikarenakan adanya tekanan harga terutama pada kelompok bahan pangan. Tekanan harga muncul dikarenakan terjadi
excess demand akibat berkurangnya pasokan bahan pangan khususnya beras, yang dikarenakan mundurnya siklus tanam
padi sebagai dampak dari El Nino. Secara umum excess demand tidak hanya terjadi di Sulsel namun juga terjadi di hampir
seluruh provinsi.
23 BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai
ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi, penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. BPS mengeluarkan perhitungan kemiskinan 2 kali dalam setahun, yaitu Maret (yang rilis pada bulan September) dan September (yang rilis pada Januari)
24 BPS mengeluarkan perhitungan kemiskinan 2 kali dalam setahun, yaitu Maret (yang rilis pada bulan Juli) dan September (yang rilis pada Januari)
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
80
90
100
110
120
130
140
150
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
Ketersediaan lapangan kerja
Growth yoy (%) - Skala Kanan
Indeks
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
80
90
100
110
120
130
140
150
160
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
Penghasilan saat ini
Growth yoy (%) - Skala Kanan
Indeks
152.8 150.8 133.6 148.0 160.5 162.49 154.40 146.42 157.18 149.13
930.3
880.9
672.3639.7 696.9
701.81
651.95651.3
707.34
657.9
10.3% 10.3%
9.8%
9.5%
10.3%10.3%
9.5%
9.39%
10.12%
9.40%
8.8%
9.0%
9.2%
9.4%
9.6%
9.8%
10.0%
10.2%
10.4%
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1000
Mar-11 Sep-11 Sep-12 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Mar-15 Sep-15 Mar-16
ribu orang
Desa Kota % Total Penduduk Miskin - kanan
8.34
14.45
9.40
12.88
17.73
11.74
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Sulut Sulteng Sulsel Sultra Gorontalo Sulbar
Desa Kota % Total Penddk Miskin - kanan
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
86 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
Tingkat kemiskinan dan andil inflasi beras
memiliki korelasi positif. Korelasi antara kedua
variabel ini mencapai 0,71. Hal demikian
menunjukkan bahwa perkembangan harga
beras memiliki hubungan yang kuat dengan
kemiskinan, atau dengan kata lain inflasi
merupakan faktor yang berpengaruh dalam
menentukan kemiskinan25
. Oleh karena itu, jika
inflasi semakin meningkat akan menurunkan
daya beli masyarakat, khususnya yang memiliki
tingkat pendapatan tetap, dan pada akhirnya
akan menurunkan kesejahteraan. Dengan
demikian, upaya Pengendalian inflasi perlu
ditingkatkan dalam menekan tingkat
kemiskinan.
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Grafik 6.5. Grafik Kemiskinan dan Andil Inflasi Beras
Tabel 6.3. Garis Kemiskinan Sulsel
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Secara spasial, persentase jumlah penduduk miskin di Sulsel relatif cukup rendah jika dibandingkan dengan provinsi
lain se-Sulawesi. Jumlah penduduk miskin Sulawesi Selatan berada pada urutan kedua terendah (9,40%) setelah Sulawesi
Utara (8,34%) (Grafik 6.4). Sedangkan persentase jumlah penduduk miskin tertinggi di wilayah Sulawesi tercatat 17,73%
terdapat di Provinsi Gorontalo.
Tabel 6.4. Perkembangan Kemiskinan di Pulau Sulawesi
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Menurut Kabupaten/Kota di Sulsel, tingkat kemiskinan tertinggi terdapat di Kabupaten Pangkep. Berdasarkan data BPS
tahun 2014, tingkat kemiskinan di Kab. Pangkep mencapai 16,38%, kemudian diikuti Kab. Jeneponto (15,31%), dan Toraja
Utara (15,10%). Sementara itu, daerah dengan tingkat kemiskinan terendah berada di wilayah Makassar dengan
persentase kemiskinan 4,48% yang kemudian diikuti oleh Sidrap (5,82%), dan Parepare (5,88%).
25 Berdasarkan riset dari Talukdar (2012), The Effect of Inflation on Poverty in Developing Countries: A Panel Data Analysis. Texas Tech University.
-0.05
0.00
0.05
0.10
0.15
0.20
0.25
0.30
0.35
0.40
0.0
2.0
4.0
6.0
8.0
10.0
12.0
14.0
2011 2012 Mar-13 Mar-14 Mar-15 Mar-16
Kemiskinan Inflasi Andil Beras - Skala Kanan
% yoy % yoy
Corr Kemiskinan - Andil Beras: 0,71
Mar-14 Sep-14 Mar-15 Sep-15 Mar-16 Mar-15 Sep-15 Mar-16 Mar-15 Sep-15 Mar-16
Kota 240,276 246,416 262,163 274,140 281,676 9.11% 11.25% 7.44% 8.61% 8.36% 5.70%
Desa 211,271 219,109 240,175 254,524 263,674 13.68% 16.16% 9.78%
Garis Kemiskinan (Rp/kapita/bln) Pertumbuhan YoY Inflasi YoY
Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total
Sulut 60.71 147.83 208.54 5.52 11.27 8.65 58.00 159.14 217.14 5.26 12.10 8.98 60.62 142.20 202.82 5.34 10.97 8.34
Sulsel 146.42 651.30 797.72 4.61 12.23 9.39 157.18 707.34 864.52 4.93 13.22 10.12 149.13 657.90 807.03 4.51 12.46 9.40
Sulbar 27.39 133.09 160.48 10.52 12.87 12.40 22.51 130.70 153.21 8.69 12.70 11.90 22.85 129.88 152.73 8.59 12.56 11.74
Sultra 52.06 269.82 321.88 7.24 15.19 12.90 56.77 288.25 345.02 7.84 16.12 13.74 51.01 275.86 326.87 6.74 15.49 12.88
Sulteng 77.97 343.66 421.63 10.93 15.90 14.66 79.25 327.09 406.34 11.06 15.07 14.07 75.45 345.07 420.52 10.18 15.91 14.45
Gorontalo 25.37 181.48 206.85 6.48 24.62 18.32 27.01 179.51 206.52 6.84 24.17 18.16 24.08 179.11 203.19 5.84 24.41 17.73
Provinsi
Mar-15 Sep-15 Mar-16
Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman 87
Tabel 6.5. Tingkat Kemiskinan Per Kab/Kota se Sulawesi Selatan
Sumber: BPS, diolah
6.3 Rasio Gini26
Gini ratio Provinsi Sulsel menurun. Nilai gini ratio Sulsel tahun 2015 sebesar 0,40 menurun dibandingkan tahun
sebelumnya yang mencapai 0,45. Dilihat secara tren dari 2012, angka ini juga cenderung menurun. Pada 2012, gini ratio
Sulsel sama dengan nasional yakni 0,41, namun dalam dua tahun berikutnya gini ratio Sulsel justru meningkat sebelum
akhirnya kembali turun di 2015. Dibandingkan provinsi lain di Sulawesi, nilai gini ratio Sulsel termasuk yang tinggi,
disamping Gorontalo. Sementara itu, nilai gini ratio terendah (0,36) terjadi di Provinsi Sulawesi Barat. Nilai gini ratio yang
masih tergolong tinggi menjadi tantangan tersendiri bagi setiap pemerintah khususnya Pemerintah Provinsi, agar
kedepan strategi pembangunan ekonomi diarahkan ke yang lebih inklusif, agar tingkat kesenjangan pendapatan
masyarakat dapat diturunkan.
Tabel 6.6. Nilai Gini Ratio di Pulau Sulawesi
6.4 Nilai Tukar Petani27
Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan II 2016 menurun. Rata-rata NTP Sulsel yang dalam hal ini mencerminkan indikator
kesejahteraan masyarakat di sektor pertanian pada triwulan II 2016 menurun menjadi sebesar 104,03, dibandingkan
triwulan sebelumnya 105,95. Penurunan NTP tersebut didorong oleh penurunan indeks harga produsen atas hasil
produksi petani. Rata-rata indeks yang diterima petani turun dari 130,51 pada triwulan I 2016 menjadi 127,98 pada
triwulan laporan (Grafik 6.8). Penurunan indeks tersebut diperkirakan karena turunnya harga sektor tanaman pangan
26Angka koefisien gini adalah ukuran kemerataan pendapatan yang dihitung berdasarkan kelas pendapatan. Angka koefisien gini terletak antara 0 (nol) dan 1 (satu). Nol mencerminkan kemerataan sempurna dan satu menggambarkan ketidakmeraaan sempurna. 27NTP merupakan keseimbangan antara indeks harga yang diterima petani (It) dengan yang dibayar petani (Ib).
No Tingkat Kemiskinan (%) 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
1 Kep. Selayar 18.49 16.41 15.00 13.49 12.87 14.23 13.13
2 Bulukumba 12.26 10.50 9.02 8.12 7.82 9.04 8.37
3 Bantaeng 10.94 9.96 10.25 9.21 8.89 10.45 9.68
4 Jeneponto 22.48 20.58 19.10 17.16 16.58 16.52 15.31
5 Takalar 12.68 11.06 11.16 10.04 9.59 10.42 9.62
6 Gowa 12.79 10.93 9.49 8.55 8.05 8.73 8.00
7 Sinjai 12.73 11.37 10.68 9.63 9.28 10.32 9.56
8 Maros 18.55 16.35 14.62 13.14 12.55 12.94 11.93
9 Pangkep 21.36 19.35 19.26 17.36 16.62 17.75 16.38
10 Barru 13.49 11.43 10.69 9.59 9.28 10.32 9.74
11 Bone 17.35 15.19 14.08 12.67 12.25 11.92 10.88
12 Soppeng 11.22 9.95 10.42 9.36 9.12 9.43 8.76
13 Wajo 10.16 8.93 8.96 8.06 7.83 8.17 7.74
14 Sidrap 7.64 6.73 7.00 6.29 6.00 6.30 5.82
15 Pinrang 9.65 8.70 9.01 8.12 7.82 8.86 8.20
16 Enrekang 20.51 18.10 16.86 15.18 14.44 15.11 13.90
17 Luwu 19.44 16.96 15.44 13.93 13.33 15.10 13.95
18 Tana Toraja 18.57 16.14 14.62 13.22 12.72 13.81 12.77
19 Luwu Utara 18.38 16.40 16.25 14.64 14.02 15.52 14.31
20 Luwu Timur 10.98 8.91 9.18 8.29 7.71 8.38 7.67
21 Toraja Utara - - 19.08 17.06 16.27 16.53 15.10
22 Makassar 5.36 5.52 5.86 5.29 5.02 4.70 4.48
23 Pare-pare 7.10 6.52 6.53 5.91 5.58 6.38 5.88
23 Palopo 12.83 11.85 11.28 10.22 9.46 9.57 8.80
Sulawesi Selatan 13.41 11.93 11.40 10.27 9.82 10.32 9.54
Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Gorontalo 0.43 0.46 0.44 0.44 0.45 0.40
Sulawesi Selatan 0.40 0.41 0.41 0.43 0.45 0.40
Sulawesi Tenggara 0.42 0.41 0.40 0.43 0.40 0.38
Sulawesi Utara 0.37 0.39 0.43 0.42 0.44 0.37
Sulawesi Tengah 0.37 0.38 0.40 0.41 0.35 0.37
Sulawesi Barat 0.36 0.34 0.31 0.35 0.38 0.36
Indonesia 0.38 0.41 0.41 0.41 0.41 0.40
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
88 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
(khususnya padi) pada bulan April dan Mei akibat meningkatnya jumlah pasokan saat panen raya28
. Sementara disisi lain,
Indeks yang Dibayar Petani hanya sedikit mengalami perubahan atau cenderung stabil dari 123,17 pada triwulan I 2016
menjadi 123,02 pada triwulan II 2016 (Grafik 6.7).
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Grafik 6.6. Perkembangan Rata-rata Nilai Tukar Petani Grafik 6.7. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Dibayar Petani
Inflasi dan Nilai Tukar Petani (NTP) memiliki hubungan terbalik. Hal demikian merupakan salah satu indikasi bahwa
petani juga merupakan net consumer. Grafik 6.9 menunjukkan bahwa pada periode 2009 – 2011 korelasi kedua variabel
tersebut mencapai -0,38, sementara pada periode 2012 - 2016 mencapai -0,59. Pada saat terdapat tekanan inflasi yang
tinggi, NTP mengalami penurunan, sehingga gap antara inflasi dan NTP semakin melebar, begitu sebaliknya. Dari grafik
juga dapat dilihat, bahwa pada saat kelompok volatile food mengalami deflasi di bulan Februari hingga Mei 2016
(penurunan harga beras, cabe rawit, dan cabe merah), dan harga bahan bakar minyak bersubsidi pada periode Januari
2016 – Mei 2016 cenderung stabil, maka gap antara inflasi dan NTP di tahun 2016 terlihat menyempit. Sementara itu,
pada saat pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi pada Juli 2013 dan November 2014, gap antara
inflasi dan NTP semakin melebar. Kondisi ini dapat terjadi dikarenakan kenaikan harga produk sektor pertanian yang
diterima oleh petani tumbuh lebih lambat bila dibandingkan dengan kenaikan harga barang yang dikonsumsi/dibayar oleh
petani. Oleh karena itu, untuk menekan laju kemiskinan penduduk di sektor pertanian yang umumnya berada di wilayah
pedesaan, perlu upaya untuk menekan laju inflasi khususnya volatile food. Hal ini dapat dilakukan diantaranya dengan
cara membangun atau memperbaiki infrastruktur jalan ke pedesaan agar barang-barang yang diperlukan lebih mudah
didistribusikan kepada masyarakat.
Sumber: Badan Pusat Statistik
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 6.8. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani Grafik 6.9. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani
Secara spasial NTP Sulsel di triwulan II 2016 menduduki peringkat ke-8 terbesar dibanding provinsi lainnya. Posisi ini
lebih rendah dibandingkan dengan posisi Sulsel di triwulan sebelumnya yang mampu menempati urutan keempat secara
Nasional.
28Harga pangan dapat dilihat di http://hargapangan.id/
-4%
-3%
-2%
-1%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
85
90
95
100
105
110
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
yoyNilai Tukar Petanig.indeks - sisi kanan
Indeks
-4%
-2%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
90
95
100
105
110
115
120
125
130
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
yoyIndeks yang Dibayar Petani
g.indeks - sisi kanan
Indeks
-4%
-2%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
90
95
100
105
110
115
120
125
130
135
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
yoyIndeks yang Diterima Petani
g.indeks - sisi kananIndeks
-4%
-2%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
yoy
Inflasi Nilai Tukar Petani
r 2012-2016 = -0,59r 2009-2011 = -0,38
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman 89
Tabel 6.7. Perkembangan NTP per Provinsi se Indonesia
Sumber: BPS, diolah
Provinsi 2008 2009 2010 2011 2012 2013 1 20142015-
TW1
2015-
TW2
2015-
TW3
2015-
TW4
2016-
TW1
2016-
TW2
Sulawesi Barat 102.13 105.51 105.49 104.31 104.41 104.20 102.96 102.23 103.81 105.22 106.16 106.07 106.92
Bali 100.69 103.07 103.80 106.52 108.28 107.22 104.86 103.83 103.34 104.46 105.15 104.93 105.78
Gorontalo 102.42 99.47 101.66 104.07 102.33 100.66 101.32 101.50 100.91 102.49 104.21 104.73 105.36
Maluku Utara 97.30 99.99 98.79 101.07 100.66 100.44 103.26 102.62 101.78 101.15 102.81 104.41 104.71
Jawa Barat 96.14 97.22 99.28 104.92 108.94 109.53 104.43 105.70 102.78 104.74 107.08 106.97 104.35
Jawa Timur 100.47 98.21 98.74 101.66 102.17 102.90 104.75 105.24 102.79 105.14 106.15 105.19 104.23
Lampung 104.19 107.96 115.04 121.49 125.42 124.70 104.17 102.90 102.00 103.77 103.99 103.36 104.09
Sulawesi Selatan 100.19 100.65 101.66 107.09 108.05 107.43 105.39 104.23 103.35 105.09 106.21 105.95 104.03
Nusa Tenggara Barat 98.84 96.45 95.31 96.14 95.36 94.23 99.82 101.86 102.28 104.26 106.21 105.15 103.84
Kepulauan Bangka Belitung 99.08 94.41 95.77 99.17 99.17 100.26 101.55 103.48 105.17 106.30 103.86 101.96 103.53
Maluku 103.07 106.62 103.54 104.81 104.70 105.48 100.51 100.75 100.11 100.30 102.02 103.67 103.49
DI Yogyakarta 105.28 107.85 112.64 115.12 116.46 116.89 102.20 100.22 99.44 101.80 103.06 103.48 103.32
Banten 97.31 97.76 101.83 104.81 108.45 110.06 104.75 105.23 102.77 104.02 107.02 105.99 102.33
DKI Jakarta - - - - - - 100.49 98.84 98.34 97.34 98.19 99.16 101.18
Sumatera Utara 101.79 100.82 102.36 103.42 101.71 99.49 100.10 98.52 98.60 97.67 99.64 99.32 100.52
Papua Barat 104.55 106.10 103.55 102.95 101.62 99.64 100.17 99.36 101.04 100.97 100.10 99.34 100.28
Nusa Tenggara Timur 96.03 101.40 102.00 102.21 101.80 99.17 100.27 101.21 101.05 102.21 103.19 101.37 100.26
Sulawesi Tengah 101.15 98.58 97.17 98.86 97.79 97.01 102.18 97.99 96.95 98.14 99.37 99.28 100.00
Sulawesi Tenggara 103.51 107.30 108.64 107.62 106.45 105.99 101.32 98.83 98.35 100.21 100.76 99.82 99.61
Jawa Tengah 99.77 98.67 101.62 104.84 105.35 105.90 100.65 100.86 98.09 100.11 101.87 100.81 99.50
Jambi 97.93 94.14 96.14 96.25 92.15 88.93 97.04 95.95 95.21 95.13 95.45 96.45 99.12
Riau 101.75 99.07 104.11 105.07 104.26 101.40 96.95 96.84 95.97 93.55 94.61 96.22 99.10
Kepulauan Riau 102.80 100.82 99.94 103.07 104.65 104.96 100.93 100.14 98.92 99.95 98.78 98.47 98.81
Kalimantan Timur 101.40 101.05 99.83 98.74 98.04 95.07 99.92 99.95 98.33 98.33 97.86 97.46 98.26
Sumatera Barat 105.17 103.71 105.48 106.25 105.02 104.14 100.61 98.72 97.36 97.14 97.73 97.79 98.23
Kalimantan Tengah 98.74 98.38 102.88 101.08 99.24 97.93 101.29 98.99 98.47 99.03 98.14 96.77 97.59
Kalimantan Selatan 97.54 100.42 106.50 108.40 107.84 105.50 99.83 100.54 100.11 99.99 99.32 98.58 97.27
Sulawesi Utara 101.48 101.40 101.04 103.22 101.46 100.56 99.37 98.01 95.68 95.47 96.74 97.40 96.92
Papua 102.85 101.51 102.59 101.31 102.69 100.84 97.34 97.12 96.95 96.75 96.58 95.97 96.50
Aceh 98.64 99.76 104.12 104.30 104.13 103.13 98.17 96.82 95.95 96.02 97.75 97.79 96.30
Kalimantan Barat 103.47 100.83 101.19 102.63 100.92 97.99 96.63 97.26 96.67 96.70 96.30 95.20 96.13
Sumatera Selatan 101.50 99.70 104.89 109.63 110.13 109.95 100.92 97.84 97.52 95.94 96.19 95.07 94.43
Bengkulu 105.50 103.58 104.67 102.97 102.41 99.62 96.35 95.47 94.12 92.71 93.36 92.26 93.94
Nasional 100.16 99.86 101.77 104.58 105.24 104.92 101.85 101.86 100.23 101.53 102.75 102.03 101.41
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
90 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
HALAMAN INI SENGAJA DI KOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman 91
7. PROSPEK PEREKONOMIANDAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
Bab 7 Prospek Perekonomian dan
Rekomendasi Kebijakan
Perekonomian Sulsel pada triwulan IV 2016 diperkirakan tumbuh pada
kisaran 7,6% - 8,0% (yoy). Demikian pula secara keseluruhan 2016 juga
akan tumbuh di kisaran yang sama, yang berarti lebih tinggi dari
pencapaian 2015 yang tumbuh 7,15%. Dari sisi permintaan, perekonomian
Sulsel diperkirakan masih akan ditopang oleh konsumsi dan investasi, serta
ekspor luar negeri. Sementara dari sisi lapangan usaha, diperkirakan masih
ditopang dari sektor Pertanian, sektor Pertambangan, sektor Pengadaan
Listrik/Gas, sektor Konstruksi, sektor Perdagangan, dan sektor Administrasi
Pemerintahan.
Faktor risiko yang perlu diwaspadai kedepan adalah berlanjutnya
ketidakpastian ekonomi global, rebound-nya harga minyak dunia,
pergerakan nilai tukar rupiah, dan optimalisasi kebijakan ekonomi
pemerintah pusat dan daerah.
Tekanan harga sampai dengan akhir 2016 diperkirakan dalam kisaran
inflasi nasional 4,0%±1,0%, didukung oleh harga minyak dunia yang
rendah dan stabil, sehingga terjadi penyesuaian harga administered prices.
Sementara itu, faktor risiko berasal dari volatile food karena adanya La
Nina yang memengaruhi produksi ikan tangkap, serta kenaikan harga emas
internasional yang dapat berdampak pada inflasi inti.
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
92 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
7.1 Prospek Pertumbuhan Ekonomi
Dengan mempertimbangkan indikator ekonomi domestik dan global, perekonomian Sulsel pada 2016 dan 2017
diperkirakan tumbuh sedikit membaik (7,6%-8,0%) dibandingkan pertumbuhan 2015 (7,15%, yoy). Pertumbuhan
ekonomi pada 2016, diperkirakan mengalami perbaikan dalam kisaran 7,6%-8,0%, dengan asumsi terjadi perbaikan harga
komoditas internasional dan perbaikan ekonomi negara mitra dagang, khususnya Amerika Serikat, China, Jepang,
Kawasan Eropa, dan ASEAN. Dari sisi domestik, pendorong pertumbuhan berasal dari realisasi penyaluran belanja
pemerintah pusat dan daerah untuk pembangunan infrastruktur. Faktor risiko yang perlu diwaspadai kedepan adalah
ketidakpastian ekonomi global yang masih akan berlanjut, kembali rebound-nya harga minyak dunia, pergerakan nilai
tukar rupiah, dan optimalisasi kebijakan ekonomi pemerintah pusat dan daerah. Pada tahun 2017, pertumbuhan ekonomi
Sulsel diprakirakan juga akan kembali meningkat namun masih dalam kisaran yang sama 7,6%-8,0%, seiring dengan
meningkatnya pertumbuhan perekonomian global yang diiringi membaiknya harga komoditas internasional, dan
keberhasilan dalam melakukan pembangunan infrastruktur. Selain mempertimbangkan beberapa variabel tersebut,
dalam memprediksikan prospek pertumbuhan ekonomi juga melihat arah Composite Leading Indicators (CLI) (lihat Boks.
7.A)
Grafik 7.1. Perkembangan PDRB Sulsel dan Proyeksinya
Perekonomian Sulsel pada triwulan IV 2016 diperkirakan tumbuh sedikit melambat dibandingkan triwulan
sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi terutama masih akan bertumpu pada Konumsi dan Investasi. Meskipun mengalami
sedikit perlambatan namun diperkirakan masih akan berada di kisaran 7,6% - 8,0% (yoy). Dari sisi pengeluaran, konsumsi
rumah tangga dan LNPRT, masih akan kuat dengan adanya kegiatan di akhir tahun. Investasi diperkirakan terakselerasi
karena terealisasinya pembangunan infrastruktur dan penyaluran belanja pemerintah. Sementara aktivitas ekspor
diperkirakan akan sedikit membaik, seiring dengan perbaikan harga internasional nikel, bijih besi, dan kopi. Dari sisi
lapangan usaha, peningkatan pertumbuhan di triwulan IV 2016 diperkirakan akan terjadi pada lapangan usaha Pertanian,
sektor Pertambangan, sektor Pengadaan Listrik/Gas, sektor Konstruksi, sektor Perdagangan, dan sektor Administrasi
Pemerintahan.
7.1.1 Prospek Sisi Pengeluaran
Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan IV 2016 diperkirakan tumbuh sedikit melambat, namun
masih di kisaran 7,6%-8,0% (yoy). Pertumbuhan ekonomi terutama masih bersumber dari permintaan domestik.
Permintaan domestik yang tumbuh meningkat antara lain konsumsi rumah tangga dan LNPRT, konsumsi pemerintah,
serta investasi (Pembentukan Modal Tetap Bruto). Konsumsi rumah tangga diperkirakan masih akan tumbuh pada kisaran
6,2%-6,6% yang didukung momen perayaan Natal dan Tahun Baru. Kegiatan investasi diperkirakan tumbuh relatif tinggi
16,4%-16,8% seiring dengan dipercepatnya pembangunan proyek infrastruktur dan penyaluran belanja pemerintah.
Sementara itu, kinerja ekspor luar negeri Sulsel diperkirakan membaik, ditengah tren positif ekonomi negara-negara mitra
dagang dan harga komoditas yang mulai rebound.
Konsumsi pada triwulan IV 2016 diperkirakan menguat dibandingkan triwulan sebelumnya. Komponen konsumsi rumah
tangga diperkirakan meningkat tercermin dari indeks tendensi konsumen yang berada di level 114,12, yang terutama
untuk ekspektasi pendapatan mencapai 118,0. Sedangkan indeks rencana pembelian barang durable berada pada level
107,32. Daya beli masyarakat diprediksikan meningkat seiring dengan kecenderungan menurunnya inflasi. Disisi lain,
4,0
4,5
5,0
5,5
6,0
6,5
7,0
7,5
8,0
8,5
9,0
20
14 Q
1
20
14 Q
2
20
14 Q
3
20
14 Q
4
20
15 Q
1
20
15 Q
2
20
15 Q
3
20
15 Q
4
20
16 Q
1
20
16 Q
2
20
16 Q
3
20
16 Q
4
20
17 Q
1
20
17 Q
2
20
17 Q
3
20
17 Q
4
%, yoy
2016:7,6% - 8,0%
2017:7,6% - 8,0%
2014:7,54%
2015:7,15%
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman 93
konsumsi pemerintah diperkirakan juga terakselerasi, seiring disalurkannya dana desa29
, dan realisasi belanja/pendapatan
pemerintah yang naik lebih tinggi dari 2015. Sebagai indikasi, realisasi belanja pemerintah pada triwulan II 2016 telah
mencapai 33,0%, sementara pada triwulan III 2016 dan triwulan IV 2016 diperkirakan masing-masing akan mencapai
54,72% dan 94,25%.
Sumber: Badan Pusat Statistik p) Perkiraan BPS Sumber: Survei Konsumen – BI
Grafik 7.2. Indeks Tendensi Konsumen BPS Grafik 7.3. Indeks Keyakinan Konsumen Bank Indonesia
Sumber: Kanwil Perbendaharaan Negara Sulsel dan Badan Pengelola Keuangan Daerah Provinsi Sulsel
Grafik 7.4. Persentase Realisasi Pagu Anggaran Pemerintah Pusat di Daerah
Komponen investasi Sulsel pada triwulan IV 2016 tetap tumbuh tinggi dan diperkirakan dalam tren meningkat sampai
dengan keseluruhan 2016. Beberapa proyek unggulan yang masih terus berlangsung selama 2016 antara lain:
1. Pelabuhan Makassar (Makassar New Port) dengan kapasitas 3 juta teus, yang berlangsung 2015 – 2018, yang
membutuhkan biaya sebesar Rp1,8 Triliun. Kemajuan pekerjaan mencapai 10 %, antara lain jalan menuju proyek,
dan struktur dermaga yang ada pada pinggir pantai.
2. Tiga Proyek Jalan yakni Bypass Mamminasata, Middle Ring Road dan Elevated Poros Maros-Bone, yang berlangsung
2015 – 2018 yang membutuhkan biaya Rp251,25 Miliar. Kemajuan pekerjaan penandatanganan kontrak untuk
pengerjaan tahap pertama.
3. Proyek kereta api Trans Sulawesi trace Makassar - Parepare, yang berlangsung 2015 – 2018, pada tahun 2016
membutuhkan biaya Rp1,3 triliun (APBN). Kemajuan pekerjaan konstruksi telah mencapai 10 Km dan pembebasan
lahan tahap I sepanjang 30 Km telah selesai 90%.
4. Pembangkit Listrik (Kapasitas PLTU Jeneponto tahap II 2x135 MW (gross capacity) atau 2x125 (net capacity), yang
berlangsung 2015-2016 membutuhkan biaya Rp 3 triliun. Kemajuan pekerjaan berupa groundbreaking yang telah
dilakukan pada Maret 2015.
5. Bendung Baliase yang berlangsung 2015 – 2019, membutuhkan biaya Rp200 miliar. Kemajuan pekerjaan berupa
mobilisasi, tenaga, alat, material on site.
29 Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI No. 93/PMK.07/2015 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan
Evaluasi Dana Desa disebutkan bahwa penyaluran Dana Desa dilakukan dalam 3 tahap, yaitu tahap I pada bulan April sebesar 40% (empat puluh per seratus); tahap II pada bulan Agustus sebesar 40% (empat puluh per seratus); dan tahap III pada bulan Oktober sebesar 20% (dua puluh per seratus).
111,1 110,1 110,7 108,19 96,29
106,24 103,38 102,7 101,9
106,8
114,12
90
95
100
105
110
115
120
125
I II III IV I II III IV I II IIIp
2014 2015 2016Indeks Tendensi Konsumen Perkiraan Pendapatan RT
Rencana pembelian barang durable
Sumber : BPS
90
100
110
120
130
140
150
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II IIIp
2012 2013 2014 2015 2016
Indeks Keyakinan Konsumen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini
Indeks Ekspektasi Konsumen
10,5%
29,3%
52,4%
94,2%
11,4%
31,1%
55,6%
95,15%
8,32%
28,33%
52,74%
86,01%
11,82%
33,01%
54,72%
94,25%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
I II III IV I II III IV I II III IV I II IIIP IVP
2013 2014 2015 2016
Persentase Realisasi Growth Realisasi (yoy) - sisi kanan
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
94 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
6. Bendungan Karalloe yang berlangsung 2013 – 2017, membutuhkan biaya Rp500 miliar. Kemajuan pekerjaan berupa
pembebasan lahan.
7. Bendungan Paselloreng yang berlangsung 2015 – 2019, membutuhkan biaya Rp800 miliar. Kemajuan pekerjaan
berupa pembebasan lahan.
8. Waduk Tunggu Nipa Nipa yang berlangsung 2015 – 2017, membutuhkan biaya Rp400 miliar. Kemajuan pekerjaan
berupa pembebasan lahan.
9. Bendung Baliase yang berlangsung 2015 - 2019, membutuhkan biaya Rp200 miliar. Kemajuan pekerjaan tahap
negosiasi dengan masyarakat.
10. Perbaikan Irigasi (Sekunder) yang berlangsung 2016, membutuhkan biaya Rp31,6 miliar. Kemajuan pekerjaan sampai
pada tahap kontrak kerja.
11. Perbaikan Irigasi (Tersier) yang berlangsung 2016, membutuhkan biaya Rp5,8 miliar. Kemajuan pekerjaan sampai
pada tahap kontrak kerja.
12. Pembangunan perumahan, perkantoran, dermaga, dan pergudangan di Makassar, Gowa, Maros, dan Wajo senilai
US$ 2,05 juta.
Kinerja ekspor dan impor diprakirakan terdapat sedikit perbaikan. Meskipun permintaan dari negara mitra dagang
masih lemah, sejalan dengan pertumbuhan kawasan Asia dan ASEAN yang diprediksi cenderung stagnan, namun harga
beberapa komoditas diprediksikan sedikit membaik. Selain itu, Pemda juga tengah berupaya menggenjot ekspor dengan
mengeluarkan kebijakan dengan tujuan untuk mengakselerasi ekspor melalui diversifikasi produk dan Negara tujuan
ekspor. Untuk mendukung kebijakan tersebut, Gubernur Sulsel pada 201530
telah mencanangkan target kenaikan nilai
ekspor non-migas menjadi 3 kali lipat dari kondisi 2015, dan kepada setiap Kabupaten telah diminta menyiapkan komoditi
andalan ekspor.
Tabel 7.1. Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara
Pertumbuhan Ekonomi (%, yoy)
WEO (IMF) WEO (IMF) Jul-16 Apr-16
2015 2016p 2017p 2015 2016p 2017p
Amerika Serikat 2,4 2,4 2,5 2,4→ 2,2↓ 2,5→
Kawasan Eropa 1,6 1,5 1,6 1,7↓ 1,6↓ 1,4↓
Kawasan Asia 6,6 6,4 6,3 6,6→ 6,4→ 6,3→
Tiongkok 6,9 6,5 6,2 6,9→ 6,6↑ 6,2→
Jepang 0,5 0,5 -0,1 0,5→ 0,3↓ 0,1↑
Kawasan ASEAN* 4,7 4,8 5,1 4,8↑ 4,8→ 5,1→
Output Dunia 3,1 3,2 3,5 3,1→ 3,1↓ 3,4↓
*) Terdiri dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam p) Proyeksi Keterangan: ↑ Lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya → Sama dengan perkiraan sebelumnya ↓ Lebih rendah dari perkiraan sebelumnya
Harga internasional komoditas pertanian dan pertambangan pada saat menjelang akhir tahun diperkirakan membaik.
Tren perbaikan harga internasional komoditas olahan tambang sebenarnya telah mulai membaik pada triwulan III 201631
,
yang diperkirakan akan berimbas positif pada peningkatan ekspor. Harga nikel pada triwulan III diperkirakan tumbuh -
26,22% (yoy), dimana pada akhir 2015 harga nikel tumbuh -40,6% (yoy) atau berada pada kisaran 8.708 USD/metrik ton.
Saat ini, harga nikel tercatat membaik 9.283 USD/metrik ton. Membaiknya harga nikel, diperkirakan karena mulai
membaiknya ekonomi China/Tiongkok pada 2016 yang diprediksikan tumbuh sedikit membaik menjadi 6,6% dari
perkiraan sebelumnya 6,5%.
30 Program ini dibuka secara simbolis oleh presiden Jokowi,yang melepas ekspor ke 24 negara tujuan dengan 27 komoditas berbeda dengan nilai Rp62
triliun. Dalam program ini Sulsel membidik 24 negara tujuan ekspor, diantaranya Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, Italia, Puerto Rico, Jerman, Australia, Malaysia, Singapore Hongkong, Philipina , Inggris, Taiwan, Tiongkok , Israel, Polandia, Denmark, Dubai (Uni Emirat Arab), Kuwait, Saudi Arabia, Ukraina, Spanyol, Vietnam, Timor leste. Sedangkan komoditi yang di ekspor adalah udang beku, ikan tuna beku, kepiting, gurita beku, ikan segar, kakao liquer, kakao powder, kopi, kakao, buah markisa, jagung, budsudan (dupa), kayu olahan, rumput laut, karet, minyak mete, kulit mete, mete kupas, tepung terigu, dedak gandum, reptile skin, semen, nikel, marmer, ikan hidup, telur ikan terbang, daging kepiting, dan marmer.
31 Commodity Market Outlook, Juli 2016.
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman 95
Sumber: World Bank
Sumber: World Bank
Grafik 7.5. Perkembangan Harga Internasional Nikel Grafik 7.6. Perkembangan Harga Internasional Bijih Besi
Perdagangan dalam negeri (antarpulau) diperkirakan stabil pada kisaran yang rendah. Hal ini seiring dengan telah
berlalunya musim panen raya dan hari besar keagamaan. Pengiriman barang dari Sulsel umumnya berupa bahan mentah
yang nilai tambahnya rendah, sementara barang yang dikirim ke Sulsel memiliki nilai tambah yang lebih tinggi, karena
berupa barang jadi dan alat rumah tangga. Bahan makanan yang rutin dikirim dari Sulsel adalah beras, dengan tujuan ke
22 provinsi. Pengiriman dilakukan melalui mekanisme move Bulog, terutama untuk Kawasan Timur Indonesia serta
Kalimantan. Pengiriman komoditas tersebut didukung oleh infrastruktur yang semakin baik, sehingga konektivitas antar
pulau juga semakin membaik32
.
7.1.2 Prospek Sisi Lapangan Usaha
Beberapa lapangan usaha diperkirakan tumbuh meningkat di triwulan IV. Lapangan usaha yang diprediksikan meningkat
adalah Pertambangan, Pengadaan Listrik/Gas, Konstruksi, Perdagangan, dan Administrasi Pemerintahan. Faktor-faktor
pendorong adalah membaiknya harga internasional nikel, pembangunan pembangkit/jaringan listrik, pembangunan
infrastruktur, daya beli yang semakin baik, dan realisasi penyerapan anggaran yang semakin optimal.
Lapangan usaha pertanian, terutama tanaman bahan makanan, diprakirakan tumbuh melemah pada triwulan IV 2016.
Fenomena La Nina mendorong terjadinya pergeseran pola tanam menjadi padi-padi-palawija, dan pada triwulan IV 2016
hasil panen dari palawija diperkirakan rendah. Dari sisi subsektor perkebunan, tren harga internasional untuk coklat dan
kopi diperkirakan melemah, sehingga nilai ekspor komoditas tersebut diperkirakan juga terpengaruh.
Sumber: World Bank
Sumber: World Bank
Grafik 7.7. Perkembangan Harga Internasional Coklat Grafik 7.8. Perkembangan Harga Internasional Kopi (Robusta)
Lapangan usaha pertambangan diprakirakan tumbuh meningkat. Hal ini seiring dengan perkiraan harga internasional
nikel yang diprediksikan mulai membaik di akhir tahun. Perkembangan harga internasional nikel, sampai dengan Juli 2016
masih mengalami penurunan -26,22%(yoy) atau pada level harga 9.283 USD/metrik ton. Namun turunnya harga bahan
32 Penambahan dermaga peti kemas, serta mulai beroperasinya lintas penyeberangan Pelabuhan Paciran, Jawa Timur dengan Pelabuhan Garongkong di
Kabupaten Barru.
-50%
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
0
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
14.000
16.000
18.000
20.000
I II III IV
I II III IV
I II III IV
I II
IIIP
20
16
-p
20
17
-p
2013 2014 2015 2016 2017
yoy $/mt
Harga Internasional Nikel g.Harga Internasional Nikel - sisi kanan
-60%
-50%
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
0
20
40
60
80
100
120
140
160
I II III IV
I II III IV
I II III IV
I II
IIIP
20
16
-p
20
17
-p
2013 2014 2015 2016 2017
yoy $/mt
Harga Internasional Iron Ore g.Harga Internasional Iron Ore - sisi kanan
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
I II III IV
I II III IV
I II III IV
I II
IIIP
201
6-p
201
7-p
2013 2014 2015 2016 2017
yoy USD/kg
Harga Internasional Coklat g.Harga Internasional Coklat - sisi kanan
-30%
-25%
-20%
-15%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
0
0,5
1
1,5
2
2,5
I II III IV
I II III IV
I II III IV
I II
IIIP
201
6-p
201
7-p
2013 2014 2015 2016 2017
yoy USD/kg
Harga Internasional Kopi g.Harga Internasional Kopi - sisi kanan
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
96 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
bakar minyak telah dimanfaatkan perusahaan untuk meningkatkan produksi nikel33
, dan dengan demikian pendapatan
perusahaan meningkat. Dalam menyiasati penurunan permintaan pasar dunia, perusahaan tambang di Sulsel pada 2016
akan menunda belanja modal, yang berarti tidak melakukan ekspansi usaha.
Lapangan usaha konstruksi diperkirakan tumbuh relatif kuat pada triwulan IV 2016. Beberapa proyek pembangunan
skala besar yang telah mulai berjalan sejak 2015, masih akan terus berlanjut di 2016. Rencana pembangunan infrastruktur
baru (jaringan irigasi, waduk, dan embung) hingga periode triwulan II 2016 telah menyerap pembiayaan mencapai Rp8,51
triliun (12,99%) dari APBD dan Rp1,42 triliun (26,84%) dari APBN. Diperkirakan realisasi belanja modal kedepan berada
dalam tren meningkat, karena adanya Instruksi Presiden agar seluruh Kementrian mempercepat realisasi anggarannya.
Lapangan usaha perdagangan besar/eceran diprakirakan tumbuh relatif kuat pada triwulan IV 2016. Kegiatan
perdagangan diperkirakan meningkat menjelang Natal/Tahun Baru. Faktor relatif terkendalinya inflasi akan memperkuat
daya beli masyarakat dan meningkatkan pembelian barang tahan lama.
Sementara itu, lapangan usaha Administrasi Pemerintahan diperkirakan tumbuh tinggi. Hal ini dikarenakan sesuai
polanya pelaksanaan berbagai proyek dan program pemerintah pada triwulan III dan IV akan meningkat. Hingga triwulan
II 2016, penyerapan anggaran APBD telah mencapai 30,72% sementara penyerapan anggaran APBN telah mencapai
37,80%.
7.2 Prospek Inflasi
Laju inflasi 2016 secara umum diperkirakan berada di rentang 4,0%±1,0% (yoy). Tekanan inflasi khususnya dari
kelompok volatile food dan inflasi inti. Tekanan inflasi volatile food diperkirakan berasal dari harga ikan tangkap yang
meningkat seiring adanya La Nina yang akan menurunkan hasil tangkap ikan laut. Sementara inflasi inti diperkirakan
meningkat seiring meningkatnya harga emas internasional. Tren penurunan harga minyak dunia diikuti penyesuaian
harga/tarif administered prices, akan menjadi faktor penahan laju inflasi. Selain itu, Bank Indonesia bersama Tim
Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) se-Sulsel juga akan meningkatkan koordinasi untuk menjaga ketersediaan stok pangan
guna meminimalisir gejolak harga.
Sumber: World Bank
Grafik 7.9. Perkembangan Harga Internasional Emas
Inflasi di akhir 2016 dan 2017 diperkirakan masih dalam rentang target inflasi Nasional. Melihat pola historis inflasi
pada lima tahun terakhir, akan terjadi peningkatan inflasi pada akhir tahun, seiring hilangnya base effect penurunan harga
bahan bakar minyak di akhir 2015. Sementara itu, harga komoditas minyak dunia diperkirakan stabil pada level rendah
hingga akhir tahun 2016. Memperhatikan berbagai hal tersebut, maka target inflasi Sulsel pada 2016 – 2017 ditetapkan
sesuai dengan target inflasi nasional di kisaran 4%±1%. Faktor-faktor yang mendukung adalah ketersediaan/distribusi
pangan berjalan optimal, berlanjutnya tren penurunan harga minyak dunia, diikuti dengan tiadanya kebijakan dari
pemerintah yang dapat meningkatkan tekanan inflasi secara simultan, serta telah berjalannya fungsi TPID di seluruh
Kab/kota secara optimal.
33 er atat produksi nikel yang dilakukan perusahaan pengolahan nikel meningkat menjadi 58.875 mt pada 2015 dari sebelumnya hanya 58.141 mt pada
2014.
-30%-25%-20%-15%-10%-5%0%5%10%15%20%
1000
1100
1200
1300
1400
1500
1600
1700
I II III IV
I II III IV
I II III IV
I II
IIIP
201
6-p
201
7-p
2013 2014 2015 2016 2017
yoy USD/troy onz
Emas g.Emas - sisi kanan
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman 97
Grafik 7.10. Perkembangan dan Proyeksi Inflasi Sulsel
Untuk menjaga ketersediaan barang dan kelancaran distribusi barang, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi
Sulsel maupun TPID di tingkat kabupaten/kota akan meningkatkan koordinasi. Koordinasi menjadi sangat penting
mengingat peningkatan tekanan inflasi terkadang dipicu oleh permasalahan distribusi pasokan bahan pangan yang tidak
lancar. Dengan koordinasi yang berjalan baik, kondisi inflasi Sulsel terlihat semakin menurun. Realisasi inflasi pada Juli
2016 tercatat 4,14% (yoy), lebih rendah dibandingkan capaian akhir 2015 sebesar 4,48% (yoy). Terkait dengan hal ini,
pemerintah Provinsi Sulsel mentargetkan untuk mencapai tingkat inflasi pada akhir 2016 sekitar 4%.
Tabel 7.2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan (Tahun Dasar 2010)
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
10%
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 . 12
2012 2013 2014 2015 2016
Infl
asi
Tah
un
an
Nasional
Sulsel
Sasaran Inflasi 2013: 4,5%+1Sulsel 2013: 6,22%
Nasional 2013: 8,38%
Sasaran Inflasi 2012: 4,5%+1Sulsel 2012: 4,41%
Nasional 2012: 4,30%
Sasaran Inflasi 2015: 4% + 1Sulsel 2015: 4,48%
Nasional 2015: 3,35%
Sasaran Inflasi 2014: 4,5%+1Sulsel 2014: 8,61%
Nasional 2014: 8,36%
Sasaran Inflasi 2016:
4% + 1
Total I II III IV Total I II IIIP IVP TotalP
Pertumbuhan Ekonomi 7.5 5.7 8.0 7.6 7.2 7.1 7.4 8.1 7,6-8,0 7,6-8,0 7,6-8,0
Sisi Pengeluaran
Konsumsi Rumah Tangga 5.9 5.3 5.5 5.0 5.4 5.3 5.3 5.6 5,4-5,8 6,0-6,5 5,4-5,8
Konsumsi LNPRT 11.3 (2.5) (2.1) 2.9 6.3 1.1 4.7 5.6 5,4-5,8 6,0-6,5 5,4-5,8
Konsumsi Pemerintah 1.9 7.8 3.2 8.7 11.1 8.2 2.1 7.4 8,0-8,5 7,8-8,2 8,0-8,5
Pembentukan Modal Tetap Bruto 8.8 5.3 6.2 10.3 11.1 8.3 9.5 9.6 15,9-16,3 15,0-15,5 15,0-15,5
Ekspor Luar Negeri 9.8 (0.5) (8.0) (14.5) (15.5) (10.1) (32.3) (12.4) 11,9-12,3 7,0-7,5 (6,2)-(5,8)
Impor Luar Negeri (35.8) 0.0 (3.8) 72.1 12.3 19.2 (15.7) 26.0 7,4-7,8 4,5-4,9 6,5-6,9
Net Ekspor Antardaerah (0.5) (45.5) 14.9 41.7 (31.4) 9.1 28.4 60.2 (16,0)-(15,6) (8,0)-(8,5) (5,6)-(5,2)
Sisi Lapangan Usaha
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 10.0 3.5 11.6 5.2 1.4 5.6 0.8 3.7 2,5-3,0 3,4-3,8 2,5-3,0
Pertambangan dan Penggalian 11.1 2.4 8.1 12.1 8.4 7.9 2.6 5.3 6,2-6,6 7,4-7,8 5,2-5,7
Industri Pengolahan 8.9 5.8 7.5 4.4 9.0 6.7 13.1 8.6 8,1-8,5 6,9-7,4 9,0-9,5
Pengadaan Listrik, Gas 11.7 0.0 (6.9) (5.6) (3.3) (4.0) 7.7 17.2 14,0-14,5 6,1-6,5 11,0-11,5
Pengadaan Air 2.1 0.6 (0.3) (2.5) 3.7 0.3 5.5 6.8 8,2-8,7 6,1-6,5 6,5-6,9
Konstruksi 6.3 7.2 5.9 9.2 10.7 8.3 9.3 10.8 10,7-11,1 10,9-11,4 10,3-10,8
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 7.2 5.6 6.6 9.1 10.1 7.9 9.3 10.6 11,0-11,5 11,0-11,5 10,4-10,8
Transportasi dan Pergudangan 1.7 4.4 7.1 10.4 5.7 6.9 12.9 9.2 11,4-11,8 8,6-9,0 9,2-9,6
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 7.8 5.1 4.0 6.0 7.7 5.7 9.6 8.1 9,9-10,4 9,8-10,2 7,4-7,8
Informasi dan Komunikasi 5.8 7.3 7.5 8.1 8.7 7.9 8.2 8.0 7,2-7,6 6,8-7,4 11,7-12,1
Jasa Keuangan 5.8 10.0 3.0 9.2 7.6 7.4 9.7 17.4 11,2-11,6 9,1-9,5 7,3-7,7
Real Estate 8.0 8.9 7.6 7.2 6.0 7.4 7.0 6.9 8,4-8,6 7,3-7,7 7,7-8,2
Jasa Perusahaan 6.8 4.8 4.5 6.8 7.4 5.9 7.9 7.7 7,2-7,6 6,2-6,6 7,0-7,5
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 2.6 5.5 7.1 9.3 9.2 7.8 8.2 8.9 8,1-8,5 8,2-8,6 8,3-8,7
Jasa Pendidikan 4.7 8.9 9.1 9.6 2.3 7.3 7.7 9.2 10,3-10,8 4,5-4,9 7,7-8,2
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 10.2 7.4 7.8 11.3 10.5 9.3 9.6 8.4 8,5-8,9 6,7-7,1 8,1-8,6
Jasa lainnya 7.6 9.4 8.2 8.2 10.2 9.0 9.7 8.9 7,6-8,0 7,7-8,2 8,2-87
PDRB 7.5 5.7 8.0 7.6 7.2 7.1 7.43 8.05 7,6-8,0 7,6-8,0 7,6-8,0
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolahp proyeksi Bank Indonesia
2014 2015 2016PPertumbuhan Ekonomi dan Inflasi
Provinsi Sulsel
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
98 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
7.3 Rekomendasi Kebijakan
Untuk mendorong Sulsel sebagai Pilar Utama Pembangunan Nasional dan Simpul Jejaring Akselerasi Kesejahteraan
kawasan, berikut ini beberapa kebijakan yang dapat disarankan kepada pemerintah Provinsi Sulsel:
(a) Mengakselerasi realisasi belanja pemerintah daerah, khususnya belanja modal yang dialokasikan untuk pembiayaan
proyek infrastruktur. Hal demikian sangat penting karena akan dapat menciptakan multiplier effect yang besar,
sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Sulsel ke arah yang lebih tinggi.
(b) Membangun sistem monitoring realisasi anggaran pendapatan dan belanja pemerintah daerah yang terpadu, dan
mewajibkan seluruh pemerintah Kabupaten/Kota di Sulsel untuk melaporkan pencapaiannya secara rutin (bulanan)
kepada pemerintah Provinsi, sehingga Pemprov Sulsel memiliki informasi dini yang dapat digunakan untuk memacu
realisasi anggaran pemerintah daerah di Kabupaten/Kota.
(c) Merealisasikan nominal anggaran belanja daerah secara disiplin sesuai Rencana Penerimaan dan Pengeluaran
Bulanan (RPPB) yang telah ditetapkan.
(d) Guna memacu kinerja pegawai, realisasi anggaran belanja ini hendaknya dijadikan salah satu indikator kinerja setiap
satuan kerja perangkat daerah (SKPD).
(e) Melakukan akselerasi pembangunan infrastruktur kemaritiman, baik infrastruktur fisik maupun infrastruktur
pendukung, yang diantaranya dengan melakukan perbaikan berbagai pelabuhan laut, kawasan pergudangan dan
memperbaiki akses jalan yang menuju ke pelabuhan, serta meningkatkan kualitas SDM.
(f) Untuk mendukung program kemaritiman di Sulsel dan Kawasan Timur Indonesia (KTI), pemerintah pusat dan daerah
perlu menyusun roadmap pengembangan industri dasar hingga menengah (low medium technology) terutama yang
berbasis maritim di Sulsel. Pembangunan industri dasar tersebut sangat penting agar tidak lagi terjadi defisit neraca
perdagangan antar pulau, sebagai akibat dari ketergantungan barang dari luar Sulsel, maupun nilai tambah barang
Sulsel yang relatif rendah karena saat dijual/ekspor masih berupa barang mentah. Selain itu, dengan semakin
bekembangnya industri di Sulsel dan KTI secara umum, diharapkan dapat menekan biaya transportasi barang di
wilayah KTI, karena tidak lagi terdapat imbalance trade dan imbalance cargo.
Sesuai dengan kajian pada Bab 3, rekomendasi kebijakan yang dapat dirumuskan untuk pengendalian harga komoditas
penyumbang inflasi terbesar (khususnya beras) di Sulsel adalah sebagai berikut:
a. Perlunya kebijakan pemerintah daerah yang mampu mengintegrasikan kepentingan berbagai pihak terkait, agar
pemenuhan pasokan bahan pangan dari daerah produsen ke daerah perkotaan (khususnya Makassar) tidak terdapat
hambatan dan dapat berjalan secara berkesinambungan. Hal ini sangat penting mengingat inflasi Makassar
memberikan sumbangan terbesar kepada inflasi Sulsel. Kebijakan yang bersifat pengkoordinasian ini seyogyanya
dilakukan oleh pemerintah provinsi.
b. Perlunya kebijakan dan langkah-langkah konkrit guna meminimalisir dampak negatif dari market failures. Kebijakan
tersebut hendaknya diberlakukan kepada mereka yang selama ini mengambil marjin keuntungan yang paling besar.
Kebijakan bisa diimplementasikan dalam bentuk himbauan, hingga sampai ke tingkat yang keras yaitu penghentian
sementara/pencabutan izin usaha.
c. Memberikan bantuan dengan menyalurkan beras kepada kelompok miskin terutama pada saat operasi pasar Perum
BULOG dinilai kurang berjalan efektif.
d. Menyiapkan sistem informasi yang simetris dan berkualitas yang mampu menyediakan informasi mengenai data
stok dan harga beras di tingkat regional, nasional maupun internasional, yang dapat diakses dengan mudah oleh
seluruh pelaku usaha di bidang perberasan, terutama petani.
e. Mendorong perbankan atau lembaga pembiayaan lainnya di Susel agar lebih giat dalam melaksanakan
program/kegiatan layanan keuangan inklusif, khususnya kepada petani agar lebih mudah dalam mengakses
pembiayaan, sehingga mereka tidak lagi tergantung kepada pemodal besar.
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman 99
Boks 7.A Composite Leading Indicator PDRB Provinsi Sulawesi Selatan
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah salah satu indikator untuk mengukur prestasi perekonomian suatu daerah. Untuk konteks negara, output dari suatu perekonomian, biasa diukur dengan gross domestic product (GDP), yaitu produk nasional yang dihasilkan oleh penduduk dalam suatu negara (Mankiw, 2010). Output bisa diposisikan sebagai indikator prestasi kegiatan suatu perekonomian. Namun sebagai indikator prestasi kegiatan ekonomi, data GDP/PDB dan PDRB tersebut sayangnya tidak dapat diperoleh dalam waktu yang cepat, sehingga dalam jangka pendek para pengambil kebijakan memerlukan serangkaian data makro ekonomi yang lain, yang bisa digunakan sebagai penunjuk arah dalam memprediksikan perekonomian kedepan. Untuk itu perlu disusun indikator yang dapat digunakan untuk membuat proyeksi, yaitu berupa Composite Leading Indicator (CLI).
Composite Leading Indicator (CLI) adalah gabungan dari indikator-indikator perekonomian. Indikator-indikator ini disusun dari time series data variabel-variabel makro ekonomi yang juga bergerak fluktuatif mendahului pergerakan siklus. Indikator-indikator ini umumnya mampu memberikan sinyal atau tanda-tanda secara dini apabila terdapat kecenderungan perubahan pergerakan siklus, atau yang lebih populer disebut leading indicators. Dengan demikian melalui indikator-indikator ini para pengambil kebijakan baik di sektor publik maupun swasta dapat memprediksikan arah pertumbuhan ekonomi kedepan.
CLI memiliki tiga manfaat utama. Menurut Sutomo dan Irawan (2004), manfaat CLI yang pertama adalah dapat digunakan untuk meramalkan turning point dari business cycles, sehingga melalui CLI para pengambil kebijakan dapat menyusun strategi secara dini dan dapat mengambil langkah antisipatif terhadap dampak yang tidak diinginkan. Kedua, untuk memenuhi kebutuhan private sector, CLI bisa digunakan oleh para pelaku bisnis dalam menyesuaikan strategi penjualan dan investasi mereka, serta realokasi resources di antara berbagai alternatif investasi dalam rangka optimalisasi return. Informasi dari CLI juga sangat diperlukan untuk menyusun perencanaan peningkatan produksi, investasi, ekspansi usaha, serta diversifikasi aktivitas bisnis.
Dalam konteks Sulsel, telah disusun CLI yang dinilai dapat mewakili dinamika perekonomian Sulsel. Berbagai indikator terpilih yang terkait dengan berbagai sektor ekonomi khususnya sektor-sektor penopang utama perekonomian Sulsel telah digabung untuk dijadikan leading indicators. Dari sisi permintaan telah dipilih indikator-indikator yang dapat mencerminkan dinamika konsumsi rumah tangga dan investasi yang secara konsisten memberikan sumbangan pertumbuhan yang besar bagi perekonomian Sulsel. Sementara secara sektoral juga telah dipilih beberapa indikator yang dapat mewakili dinamika sektor Pertanian, Industri Pengolahan, Perdagangan dan Konstruksi. Sektor Perdagangan misalnya dipengaruhi oleh CLI 5 Asia (Composite dari 5 negara di Asia yaitu China, India, Indonesia, Japan and Korea), Inflow, Ekspor Rumput Laut, Ekspor Kakao dan Indeks Penjualan Eceran; Sektor Industri Pengolaan dipengaruhi oleh produksi Semen; Sektor Pertanian dipengaruhi oleh Nilai Tukar Petani (NTP); dan Sektor Konstruksi dipengaruhi oleh Penerbangan Dalam Negeri/Domestik.
CLI dapat memperkirakan arah PRDB Provinsi Sulsel dalam dua triwulan kedepan. Dari 8 variabel/indikator yang telah terpilih dan digabung dalam CLI, setelah dilakukan pengujian ternyata memiliki korelasi dengan PDRB yang cukup kuat sebesar 0,61 dengan average leading 4,33 bulan. Selanjutnya, setelah melewati serangkaian pengujian, CLI Sulsel telah dapat digunakan untuk memperkirakan arah perekonomian Sulsel dalam dua triwulan kedepan.
Sumber Data: BPS, OECD, ASI, diolah
Grafik 7.A.1 Hasil Composite Leading Indicator Provinsi Sulawesi Selatan
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
100 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
Tabel 7.A.1 Komponen Composite Leading Indicator (CLI) Provinsi Sulawesi Selatan
Sumber Data: BPS, OECD, ASI, diolah
Series Name Targeted Missed Extra Av. LeadSt. Dev.
LeadMedian Peak Lead
Correl. at
Peak
CLI 5 Asia 3 1 3 -0.5 5.5 0 10 0.271
Semen 3 1 1 2 4 2 -18 0.369
NTP 3 1 1 2.5 4.5 2 11 0.492
Penerbangan DN 3 0 0 4.67 4.03 7 20 0.599
Inflow 3 1 1 8.5 2.5 8 -5 0.619
Ekspor Ganggang (Jumlah) 3 1 3 7 6 7 1 0.336
Ekspor Kakao (Jumlah) 3 1 3 2.5 1.5 2 -1 0.365
Indeks Penjualan Eceran 2 2 3 0 0 0 -24 0.571
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman 101
LAMPIRAN
Lampiran
A. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Tabel A.1. PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Konstan TD 2010 (Rp Triliun)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tabel A.2. PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku TD 2010(Rp Triliun)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
I II III IV TOTAL I II
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 42.33 44.26 46.45 51.08 12.72 14.53 15.98 10.73 53.96 12.82 15.06
B Pertambangan dan Penggalian 11.90 12.53 13.24 14.71 3.53 3.78 4.25 4.30 15.87 3.62 3.98
C Industri Pengolahan 25.74 27.97 30.55 33.28 8.09 8.77 8.95 9.69 35.51 9.15 9.53
D Pengadaan Listrik, Gas 0.16 0.18 0.20 0.22 0.05 0.05 0.05 0.06 0.21 0.06 0.06
E Pengadaan Air 0.27 0.28 0.30 0.30 0.08 0.08 0.07 0.08 0.30 0.08 0.08
F Konstruksi 21.43 23.54 26.03 27.67 6.96 7.19 7.69 8.13 29.97 7.61 7.96
G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 25.17 28.15 30.19 32.36 8.21 8.62 9.41 8.68 34.92 8.97 9.54
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 7.01 7.95 8.45 8.60 2.15 2.24 2.41 2.39 9.19 2.43 2.45
H Transportasi dan Pergudangan 2.48 2.77 2.95 3.18 0.80 0.83 0.85 0.88 3.37 0.88 0.90
J Informasi dan Komunikasi 10.01 12.07 13.77 14.56 3.75 3.86 4.04 4.07 15.71 4.06 4.17
K Jasa Keuangan 6.04 7.00 7.63 8.07 2.14 2.08 2.19 2.25 8.66 2.35 2.44
L Real Estate 6.59 7.28 7.93 8.56 2.25 2.28 2.32 2.34 9.20 2.41 2.44
M,N Jasa Perusahaan 0.81 0.88 0.94 1.00 0.26 0.26 0.27 0.27 1.06 0.28 0.28
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 9.77 9.99 10.29 10.56 2.65 2.76 2.95 3.03 11.38 2.86 3.00
P Jasa Pendidikan 10.29 11.06 11.92 12.47 3.18 3.19 3.40 3.61 13.38 3.42 3.49
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3.36 3.71 4.02 4.43 1.14 1.18 1.23 1.29 4.85 1.25 1.28
R,S,T,U Jasa lainnya 2.36 2.55 2.74 2.94 0.77 0.79 0.81 0.84 3.21 0.85 0.86
185.71 202.18 217.59 234.00 58.74 62.49 66.88 62.62 250.73 63.11 67.52
20142015* 2016**
Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2010
PRDB
2011 2012 2013
I II III IV TOTAL I II
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 44.97 51.41 57.37 68.44 18.19 20.84 23.49 16.04 78.56 19.36 22.53
B Pertambangan dan Penggalian 14.65 16.18 17.88 22.65 5.64 5.87 6.03 5.81 23.35 4.87 5.44
C Industri Pengolahan 26.94 30.80 35.49 41.62 10.61 11.60 11.95 13.02 47.19 12.43 13.01
D Pengadaan Listrik, Gas 0.16 0.18 0.18 0.19 0.04 0.04 0.04 0.05 0.17 0.04 0.05
E Pengadaan Air 0.29 0.31 0.35 0.35 0.09 0.09 0.09 0.09 0.37 0.10 0.10
F Konstruksi 22.89 26.58 31.52 36.02 9.47 9.86 11.01 11.84 42.18 11.19 11.79
G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 26.49 30.65 33.63 37.62 9.94 10.65 11.98 11.22 43.79 11.70 12.56
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 7.32 8.96 10.43 11.99 3.20 3.38 3.72 3.75 14.05 3.82 3.88
H Transportasi dan Pergudangan 2.65 3.15 3.56 4.11 1.08 1.12 1.16 1.19 4.54 1.20 1.22
J Informasi dan Komunikasi 10.05 12.13 13.79 14.59 3.70 3.81 4.07 4.14 15.72 4.15 4.27
K Jasa Keuangan 6.42 8.24 9.60 10.82 2.99 2.93 3.12 3.22 12.26 3.39 3.54
L Real Estate 7.02 8.32 9.90 11.52 3.22 3.37 3.45 3.55 13.59 3.70 3.76
M,N Jasa Perusahaan 0.86 1.00 1.15 1.30 0.35 0.36 0.38 0.39 1.48 0.40 0.40
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 10.70 11.45 12.24 13.66 3.71 3.92 4.27 4.43 16.33 4.20 4.43
P Jasa Pendidikan 10.89 12.10 13.89 15.50 4.00 4.07 4.48 4.76 17.30 4.54 4.64
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3.55 4.08 4.68 5.51 1.51 1.56 1.68 1.77 6.52 1.73 1.77
R,S,T,U Jasa lainnya 2.45 2.75 3.18 3.72 1.03 1.06 1.11 1.16 4.37 1.18 1.20
198.29 228.29 258.84 299.63 78.75 84.54 92.03 86.43 341.75 88.00 94.59
20142015* 2016**
PRDB
2011 2012 2013Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2010
LAMPIRAN
102 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
Tabel A.3. PDRB Menurut Penggunaan Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Konstan TD 2010 (Rp Triliun)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tabel A.4. PDRB Menurut Penggunaan Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku TD 2010 (Rp Miliar)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tabel A.5. Pendapatan Per Kapita Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku TD 2010 (Rp Juta)
Sumber : Badan Pusat Statistik
I II III IV TOTAL I II
1 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 106.35 113.78 120.56 127.70 32.82 33.28 33.99 34.39 134.47 34.56 35.14
2 Pengeluaran Konsumsi LNPRT 2.22 2.38 2.62 2.92 0.71 0.72 0.74 0.78 2.95 0.74 0.76
3 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 21.55 22.45 23.06 23.49 3.63 5.74 6.32 9.73 25.41 3.70 6.16
4 Pembentukan Modal Tetap Bruto 64.56 74.68 82.98 90.29 22.45 23.47 25.19 26.71 97.82 24.59 25.73
5 Perubahan Inventori 2.16 5.43 3.97 (0.97) 0.62 1.87 1.56 0.62 4.66 0.96 0.66
6 Ekspor 52.86 51.22 52.36 59.75 13.86 13.73 14.66 10.30 52.56 8.21 9.94
7 Impor 63.99 67.75 67.96 69.18 15.34 16.31 15.57 19.91 67.14 9.65 10.88
185.71 202.18 217.59 234.00 58.74 62.49 66.88 62.62 250.73 63.11 67.52
2016**
PDRB
2015*2013 2014No Komponen 2011 2012
I II III IV TOTAL I II
1 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 113.55 129.69 146.64 165.19 44.64 45.72 47.48 48.68 186.52 49.61 50.51
2 Pengeluaran Konsumsi LNPRT 2.31 2.60 3.08 3.86 1.00 1.03 1.09 1.15 4.27 1.12 1.16
3 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 23.49 26.12 28.72 31.70 4.86 7.99 9.19 14.43 36.48 5.52 9.44
4 Pembentukan Modal Tetap Bruto 66.70 82.68 94.88 113.16 29.14 31.00 33.80 36.41 130.34 33.90 35.78
5 Perubahan Inventori 2.50 5.66 4.42 (1.55) 0.90 2.01 1.84 0.90 5.64 1.49 0.99
6 Ekspor 57.26 58.19 59.93 78.01 18.91 18.67 19.75 12.76 70.08 11.12 13.30
7 Impor 67.52 76.66 78.84 90.73 20.69 21.88 21.11 27.89 91.57 14.76 16.58
198.29 228.29 258.84 299.63 78.75 84.54 92.03 86.43 341.75 88.00 94.59
2016**
PDRB
2015*2013 2014No Komponen 2011 2012
Penduduk (Jiwa) 8,060,401 8,156,129 8,250,018 8,342,047 8,432,163 8,520,300
PDRB per Kapita (Juta Rp) 21.31 24.31 27.67 31.01 35.59 39.90
2015P2014Kategori 2010 2011 2012 2013
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman 103
B. Indeks Harga Konsumen (IHK)
Tabel B.1. IHK Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kelompok Pengeluaran
Sumber: BPS, diolah
Tabel B.2. IHK Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kota IHK
Tabel B.3. Angka Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kota IHK
Umum Bahan
Makanan
Makanan
Jadi,
Minuman,
Rokok, dan
Tembakau
Perumahan,
Air, Listrik,
Gas, dan
Bahan Bakar
Sandang Kesehatan
Pendidikan,
Rekreasi, dan
Olahraga
Transpor
dan
Komunikasi
126.75 148.73 131.96 122.00 135.79 119.24 116.86 104.73
130.39 149.06 137.77 126.48 147.55 128.36 120.24 105.50
Triwulan I 132.89 156.33 139.19 128.22 149.63 129.86 120.33 105.61
Triwulan II 133.44 156.50 140.33 129.03 150.10 130.61 120.60 105.92
Triwulan III 135.69 161.48 143.21 129.73 154.94 130.98 121.38 106.22
Triwulan IV 136.14 158.86 144.70 130.72 158.05 132.02 124.35 106.72
Triwulan I 139.01 168.84 145.55 132.61 158.64 132.82 124.59 106.55
Triwulan II 139.26 166.24 146.83 133.67 154.02 133.21 124.61 110.11
Triwulan III 145.51 178.85 149.93 135.89 159.22 135.20 125.82 118.97
Triwulan IV 144.60 169.92 151.18 138.64 161.74 136.89 126.08 119.08
Triwulan I 109.16 111.25 108.80 109.10 108.00 105.49 103.66 110.65
Triwulan II 109.71 111.33 109.77 109.58 108.46 107.25 103.72 111.33
Triwulan III 111.72 114.94 112.34 111.74 110.06 108.51 105.35 111.29
Triwulan IV 116.89 125.03 114.11 114.88 110.82 109.25 105.45 121.49
Triwulan I 116.94 125.83 115.15 117.40 114.32 112.29 105.70 115.08
Triwulan II 118.55 128.30 116.95 118.18 113.74 113.18 106.16 118.01
Triwulan III 121.06 133.46 119.33 118.99 117.71 114.24 108.12 119.30
Triwulan IV 122.13 136.01 120.36 119.63 117.48 114.73 108.16 120.29
Triwulan I 123.62 141.22 121.28 121.08 119.52 115.87 108.29 118.70
Triwulan II 123.65 140.14 123.09 121.43 120.97 116.73 108.39 117.11
Triwulan III* 124.93 144.11 123.52 121.63 121.81 116.73 108.61 118.43
Keterangan: *) Data Hingga Juli 2016
2016
2015
2014
IHK
(Akhir Periode)
2010
2011
2012
2013
I II III IV I II III IV I II III IV I II III***
Makassar 134.91 137.86 138.15 144.29 143.33 143.33 108.94 109.26 111.45 116.50 116.50 116.94 118.67 121.42 122.54 122.54 124.40 124.16 125.56
Palopo 142.22 144.84 144.26 150.25 149.68 149.68 108.84 110.28 111.34 116.54 116.54 116.40 117.88 119.35 120.48 120.48 121.60 122.65 123.48
Parepare 134.76 137.33 137.57 144.44 143.26 143.26 108.29 109.33 110.89 117.71 117.71 115.36 116.96 118.67 119.57 119.57 119.77 120.53 122.11
Bone (Watampone) 148.83 151.29 151.92 159.23 159.04 159.04 109.81 111.58 112.81 117.35 117.35 116.02 116.35 117.70 118.49 118.49 118.27 119.46 119.81
Bulukumba** 117.21 118.31 119.99 125.61 125.61 124.49 125.55 127.95 128.34 128.34 127.18 128.21 128.32 Sumber: Badan Pusat Statistik
*) Sejak tahun 2014 data IHK menggunakan tahun dasar 2012 **) Dihitung sebagai Kota Inflasi sejak tahun 2014 ***) Data Juli 2016
2016Kota Inflasi
2014*20132012
20132014
20152015
I II III IV I II III IV I II III IV I II III***
Makassar 4.57 4.76 4.54 7.41 6.24 6.24 5.46 5.38 3.57 8.51 8.51 7.34 8.61 8.95 5.18 5.18 6.38 4.63 4.46
Palopo 4.11 4.34 3.03 5.33 5.25 5.25 6.22 7.36 4.03 8.95 8.95 6.95 6.89 7.19 3.38 3.38 4.47 4.05 3.97
Parepare 3.49 4.67 4.49 7.41 6.31 6.31 5.58 5.57 3.04 9.38 9.38 6.53 6.98 7.02 1.58 1.58 3.82 2.12 3.16
Bone (Watampone) 3.65 2.90 3.28 6.72 6.86 6.86 7.86 8.14 4.55 8.22 8.22 5.66 4.27 4.33 0.97 0.97 1.94 2.67 2.47
Bulukumba** 13.94 14.10 7.30 9.45 9.45 6.21 6.12 6.63 2.17 2.17 2.16 2.12 1.28 Sumber: Badan Pusat Statistik
*) Sejak tahun 2014 data IHK menggunakan tahun dasar 2012 **) Dihitung sebagai Kota Inflasi sejak tahun 2014 ***) Data Juli 2016
20142015
201520122013 2016
Kota Inflasi2014
2013
LAMPIRAN
104 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
C. Perbankan
Tabel C.1. Dana Pihak Ketiga (Lokasi Bank Pelapor) dan Kredit (Lokasi Bank) Bank Umum (Rp Miliar)
Tabel C.2. Dana Pihak Ketiga (Lokasi Proyek Pelapor) dan Kredit (Lokasi Proyek) Bank Umum (Rp Miliar)
Giro Tabungan Deposito Jumlah Modal Kerja Investasi Konsumsi Jumlah
6,275 26,446 13,085 45,807 20,074 9,626 23,198 52,898 115.48%
Triwulan I 7,471 25,004 13,259 45,734 20,516 10,025 24,044 54,585 119.35%
Triwulan II 7,282 27,206 13,536 48,024 22,850 10,588 25,597 59,035 122.93%
Triwulan III 7,257 28,545 14,115 49,917 22,385 10,997 27,707 61,090 122.38%
Triwulan IV 7,345 31,466 14,907 53,717 25,506 11,380 29,335 66,221 123.28%
Triwulan I 7,770 29,321 15,211 52,302 25,980 12,232 30,158 68,371 130.72%
Triwulan II 8,092 30,068 15,297 53,457 26,659 14,486 31,793 72,937 136.44%
Triwulan III 9,221 32,076 16,062 57,359 26,160 15,769 33,085 75,014 130.78%
Triwulan IV 7,845 35,007 17,592 60,444 27,231 14,494 33,663 75,388 124.72%
Triwulan I 7,990 32,446 17,726 58,162 27,257 14,642 33,974 75,874 130.45%
Triwulan II 9,730 33,168 18,504 61,402 29,062 15,467 34,807 79,336 129.21%
Triwulan III 9,693 34,828 19,819 64,339 29,847 15,457 35,159 80,463 125.06%
Triwulan IV 7,995 37,428 20,690 66,112 31,442 16,241 35,877 83,560 126.39%
Triwulan I 10,154 34,147 22,118 66,420 32,776 16,482 36,045 85,304 128.43%
Triwulan II 11,820 34,881 22,166 68,867 34,627 16,500 36,436 87,563 127.15%
Triwulan III 12,471 37,491 22,472 72,433 34,876 17,476 37,558 89,911 124.13%
Triwulan IV 13,165 42,211 23,091 78,467 36,730 20,538 37,713 94,982 121.05%
Triwulan I 12,894 38,589 26,859 78,342 37,510 20,041 38,759 96,310 122.94%
Triwulan II 12,203 42,611 27,283 82,097 39,518 20,796 41,303 101,617 123.78%
2016
2015
LDRDPK KREDIT
Periode
2014
2013
2011
2012
Giro Tabungan Deposito Jumlah Modal Kerja Investasi Konsumsi Jumlah
Triwulan I 7,461 24,900 13,219 45,580 22,500 11,728 24,527 58,755 128.90%
Triwulan II 7,269 27,097 13,505 47,871 25,045 12,256 25,965 63,265 132.16%
Triwulan III 7,246 28,434 14,089 49,770 24,656 12,635 28,121 65,412 131.43%
Triwulan IV 7,333 31,338 14,875 53,546 28,250 11,911 29,794 69,956 130.64%
Triwulan I 7,759 29,206 15,182 52,147 28,671 12,725 30,622 72,019 138.11%
Triwulan II 8,086 29,942 15,271 53,299 27,484 17,402 32,197 77,083 144.62%
Triwulan III 9,211 31,943 16,050 57,204 27,822 18,289 33,503 79,613 139.17%
Triwulan IV 7,836 34,840 17,563 60,239 29,217 17,089 34,203 80,509 133.65%
Triwulan I 7,984 32,314 17,705 58,003 28,996 17,088 34,752 80,836 139.37%
Triwulan II 9,714 33,024 18,489 61,226 31,057 17,232 35,865 84,154 137.45%
Triwulan III 9,681 34,652 19,797 64,131 31,697 18,030 36,523 86,250 134.49%
Triwulan IV 7,975 37,212 20,661 65,849 33,125 18,632 37,195 88,952 126.39%
Triwulan I 10,125 33,960 22,093 66,178 34,244 19,119 37,404 90,768 128.43%
Triwulan II 11,807 34,683 22,145 68,635 37,014 19,431 37,954 94,399 137.54%
Triwulan III 12,454 37,256 22,416 72,126 37,017 19,865 39,137 96,019 133.13%
Triwulan IV 13,150 41,907 23,019 78,076 38,556 22,774 39,933 101,263 129.70%
Triwulan I 12,881 38,342 26,778 78,002 38,920 22,507 40,853 102,280 131.13%
Triwulan II 12,178 42,311 27,185 81,674 40,809 23,420 43,398 107,627 131.78%
2016
2015
LDRDPK KREDIT
Periode
2014
2013
2012
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman 105
Tabel C.3. Penyaluran Kredit (Lokasi Bank) Menurut Sektor Ekonomi (Rp Miliar)
Tabel C.4. Penyaluran Kredit (Lokasi Proyek) Menurut Sektor Ekonomi (Rp Miliar)
Pertanian TambangIndustri
Pengolahan
Listrik, Gas,
dan AirKonstruksi Perdagangan Angkutan
Jasa Dunia
Usaha
Jasa Sosial
MasyarakatLain-lain
869 309 3,460 144 2,155 15,072 1,629 2,770 1,555 24,935 52,898
Triwulan I 906 312 3,468 137 2,065 15,459 1,744 2,917 1,570 26,007 54,585
Triwulan II 1,128 363 3,904 124 2,448 17,631 1,730 3,178 1,485 27,045 59,035
Triwulan III 1,171 375 4,008 135 2,582 17,741 1,794 3,131 1,372 28,781 61,090
Triwulan IV 1,215 399 5,250 141 2,674 19,027 2,321 3,105 1,404 30,684 66,221
Triwulan I 1,403 447 5,335 133 2,565 19,933 2,631 3,240 1,619 31,065 68,371
Triwulan II 1,396 449 5,579 116 2,780 22,957 2,763 3,433 1,650 31,814 72,937
Triwulan III 1,385 444 5,631 121 2,966 23,360 2,864 3,414 1,733 33,096 75,014
Triwulan IV 1,400 397 4,186 191 3,034 24,132 2,923 3,550 1,780 33,794 75,388
Triwulan I 1,405 377 3,918 218 3,043 24,334 2,960 3,747 1,828 34,043 75,874
Triwulan II 1,499 560 4,210 245 3,666 25,587 2,950 3,598 1,968 35,053 79,336
Triwulan III 1,435 537 4,283 232 4,173 25,748 2,951 3,581 2,115 35,408 80,463
Triwulan IV 1,506 509 4,747 350 4,366 27,033 2,820 3,662 2,340 36,226 83,560
Triwulan I 1,630 427 5,035 382 4,746 27,920 2,782 3,733 2,473 36,174 85,304
Triwulan II 1,788 390 5,109 413 4,902 29,003 2,693 4,037 2,681 36,547 87,563
Triwulan III 2,303 383 5,304 398 5,417 29,373 2,672 4,024 2,388 37,648 89,911
Triwulan IV 2,461 410 7,487 379 5,491 31,424 2,781 4,221 2,549 37,777 94,982
Triwulan I 2,681 430 7,239 306 5,483 31,959 2,824 4,117 2,462 38,809 96,310
Triwulan II 2,933 399 7,993 277 5,977 33,268 2,738 4,085 2,587 41,359 101,617
Total
2011
2012
2013
2016
2015
2014
Kredit (Lokasi Bank)
Periode
Pertanian TambangIndustri
Pengolahan
Listrik, Gas,
dan AirKonstruksi Perdagangan Angkutan
Jasa Dunia
Usaha
Jasa Sosial
MasyarakatLain-lain
Triwulan I 883 568 4,842 379 3,148 15,854 1,828 3,171 1,583 26,497 58,755
Triwulan II 1,101 608 5,216 420 3,503 18,288 1,809 3,438 1,465 27,417 63,265
Triwulan III 1,146 626 5,381 663 3,708 18,100 1,737 3,474 1,376 29,202 65,412
Triwulan IV 1,187 564 6,013 782 3,848 19,531 2,138 3,371 1,386 31,135 69,956
Triwulan I 1,373 590 6,116 996 3,835 20,344 2,317 3,446 1,479 31,523 72,019
Triwulan II 1,356 584 5,570 1,357 4,043 23,549 2,379 4,511 1,515 32,219 77,083
Triwulan III 1,354 599 5,720 1,484 4,405 24,050 2,459 4,289 1,740 33,513 79,613
Triwulan IV 1,374 611 4,314 1,579 4,231 25,010 2,600 4,656 1,800 34,334 80,509
Triwulan I 1,388 586 4,063 1,554 4,175 25,246 2,522 4,613 1,867 34,821 80,836
Triwulan II 1,510 555 4,592 1,031 4,564 26,941 2,584 4,374 1,890 36,112 84,154
Triwulan III 1,454 543 5,153 1,886 4,968 26,883 2,517 4,043 2,031 36,772 86,250
Triwulan IV 1,530 470 5,501 2,022 5,169 28,161 2,420 3,976 2,160 37,544 88,952
Triwulan I 1,675 401 5,830 2,093 5,596 28,761 2,407 4,046 2,425 37,532 90,768
Triwulan II 1,779 411 6,487 2,340 5,761 30,356 2,343 4,249 2,610 38,063 94,399
Triwulan III 1,837 376 6,226 2,436 6,259 30,678 2,381 4,187 2,409 39,228 96,019
Triwulan IV 2,173 400 8,460 2,572 6,346 31,985 2,442 4,409 2,480 39,996 101,263
Triwulan I 2,368 407 7,984 2,290 6,262 32,480 2,501 4,637 2,449 40,902 102,280
Triwulan II 2,616 431 8,674 2,149 6,363 34,128 2,433 4,804 2,574 43,456 107,627
Total
2012
2013
2016
2015
2014
Kredit (Lokasi Proyek)
Periode
LAMPIRAN
106 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
Tabel C.5. Suku Bunga Kredit Rupiah Menurut Kelompok Bank
Tabel C.6. Suku Bunga Kredit Rupiah Menurut Kelompok Bank
Modal
KerjaInvestasi Konsumsi
Modal
KerjaInvestasi Konsumsi
Modal
KerjaInvestasi Konsumsi
Modal
KerjaInvestasi Konsumsi
13.55 11.83 12.83 13.34 13.61 14.09 10.62 6.81 28.61 13.45 12.84 13.32
Triwulan I 13.49 11.69 12.79 13.16 13.60 14.56 8.50 7.29 27.35 13.30 12.77 13.46
Triwulan II 13.24 11.34 12.70 12.74 13.62 14.36 9.32 7.91 27.67 13.00 12.60 13.35
Triwulan III 13.21 11.11 12.54 12.55 13.36 14.31 9.53 8.36 26.16 12.90 12.39 13.19
Triwulan IV 12.63 10.92 12.23 12.28 13.09 14.01 8.85 8.07 23.83 12.47 12.19 12.88
Triwulan I 12.56 10.74 12.20 12.31 12.89 14.04 7.21 8.21 23.67 12.40 12.05 12.85
Triwulan II 12.77 10.57 12.12 12.01 12.71 13.89 8.12 8.37 20.92 12.38 11.65 12.74
Triwulan III 12.94 10.79 12.11 12.72 12.99 13.83 9.14 9.16 21.14 12.80 12.02 12.72
Triwulan IV 13.00 11.08 12.18 13.04 13.53 13.91 10.20 10.06 20.92 12.99 12.57 12.78
Triwulan I 13.10 11.15 12.24 13.23 13.67 14.06 10.49 10.68 22.14 13.13 12.71 12.86
Triwulan II 13.26 11.44 12.41 13.51 13.53 14.05 10.08 10.72 22.94 13.33 12.75 12.97
Triwulan III 13.48 11.61 12.44 13.62 13.53 14.10 10.26 10.81 23.49 13.50 12.81 13.00
Triwulan IV 13.46 11.57 12.61 13.48 13.78 14.17 10.77 11.14 23.13 13.44 12.93 13.13
Triwulan I 13.81 12.12 11.45 14.04 15.29 14.74 10.03 11.38 23.11 13.25 13.13 13.59
Triwulan II 13.42 10.40 13.00 12.91 13.75 14.61 6.83 9.64 28.49 12.98 12.14 13.61
Triwulan III 13.28 10.26 13.22 13.01 13.69 14.62 8.84 11.46 28.73 13.09 12.00 13.76
Triwulan IV 12.95 9.53 13.31 12.86 13.34 14.72 9.52 11.89 28.40 12.86 11.30 13.82
Triwulan I 12.36 10.15 13.22 13.13 13.70 14.41 8.74 10.63 22.34 12.67 12.00 13.57
Triwulan II 11.91 10.01 12.90 12.85 13.54 14.28 8.47 11.44 23.74 12.29 11.77 13.28
Bank Asing dan Campuran
2014
Bank Umum
Periode
2011
2012
2016
2015
2013
Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional
Modal
KerjaInvestasi Konsumsi
Modal
KerjaInvestasi Konsumsi
Modal
KerjaInvestasi Konsumsi
Modal
KerjaInvestasi Konsumsi
Triwulan I 13.04 9.94 13.01 12.92 13.14 14.34 8.28 10.28 22.85 12.93 11.76 13.57
Triwulan II 12.86 9.78 12.93 12.45 13.21 13.87 8.10 9.89 23.69 12.63 11.65 13.36
Triwulan III 12.71 9.62 12.55 12.40 13.01 14.02 8.56 9.57 23.59 12.54 11.47 13.15
Triwulan IV 12.24 10.88 12.44 11.99 12.97 13.84 8.11 8.42 23.30 12.11 12.09 13.00
Triwulan I 12.16 10.65 12.38 12.07 12.80 14.13 6.71 8.40 22.74 12.05 11.94 13.03
Triwulan II 12.66 10.25 12.25 11.74 12.58 13.93 6.76 8.47 21.41 12.16 11.32 12.86
Triwulan III 12.81 10.32 12.26 12.54 12.85 13.81 7.29 9.24 20.90 12.56 11.55 12.83
Triwulan IV 12.93 10.45 12.35 12.92 13.43 13.80 6.79 10.11 20.93 12.77 12.00 12.88
Triwulan I 13.03 10.53 12.42 13.11 13.59 13.97 9.30 10.71 21.87 13.03 12.19 12.99
Triwulan II 13.15 10.76 12.63 13.34 13.68 14.11 7.68 10.73 22.62 13.13 12.31 13.17
Triwulan III 13.36 10.50 12.70 13.50 13.72 14.19 6.50 10.81 26.08 13.23 12.15 13.28
Triwulan IV 13.37 10.37 12.90 13.15 13.76 14.29 7.20 11.14 26.76 13.13 12.13 13.45
Triwulan I 13.39 10.34 12.86 13.17 13.74 14.44 7.13 11.10 27.50 13.13 12.11 13.46
Triwulan II 13.43 10.39 13.00 12.91 13.76 14.61 6.83 9.64 28.49 12.98 12.15 13.61
Triwulan III 13.29 10.25 13.22 13.01 13.70 14.62 8.84 11.46 28.73 13.09 12.00 13.76
Triwulan IV 12.96 9.51 13.31 12.86 13.35 14.72 9.52 11.89 28.40 12.86 11.29 13.82
Triwulan I 12.30 9.54 13.46 12.94 13.51 14.65 8.76 10.63 28.18 12.56 11.37 13.89
Triwulan II 11.88 9.46 13.13 12.63 13.21 14.56 6.08 11.44 28.48 12.16 11.16 13.60
2016
2015
2013
Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Asing dan Campuran
2014
Bank Umum
Periode
2012
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman 107
D. Sistem Pembayaran
Tabel D.1. Perkembangan Jumlah Aliran Uang Kertas di Depo KPw BI Provinsi Sulsel (Rp Triliun)
Tabel D.2. Perkembangan Jumlah Aliran Uang Logam di Depo KPw BI Provinsi Sulsel (Rp Miliar)
Inflow Outflow Net Flow Inflow Outflow Net Flow
I 4.41 1.71 2.69 13.90% -7.82% 33.98%
II 3.24 2.88 0.36 17.50% -9.25% 184.83%
III 4.87 5.31 (0.44) 24.12% 48.62% 225.76%
IV 4.07 4.16 (0.09) 27.33% 29.50% -536.97%
16.59 14.07 2.52 20.66% 19.01% 30.82%
I 5.30 2.34 2.96 20.17% 36.45% 9.82%
II 4.07 3.83 0.24 25.76% 32.95% -32.43%
III 5.56 5.64 (0.08) 14.16% 6.18% -81.98%
IV 4.30 4.10 0.21 5.64% -1.52% -336.57%
19.24 15.90 3.34 15.93% 13.01% 32.20%
I 6.18 2.25 3.94 16.70% -3.91% 33.01%
II 3.78 3.70 0.07 -7.20% -3.29% -69.42%
III 4.82 4.93 (0.11) -13.42% -12.67% 40.51%
IV 3.79 3.20 0.59 -11.93% -21.92% 186.71%
18.57 14.07 4.50 -3.47% -11.51% 34.84%
I 6.23 1.49 4.74 0.74% -33.73% 20.43%
II 3.34 4.73 (1.39) -11.46% 27.86% -1991.09%2016
2014
2014
PeriodeJumlah yoy
2013
2013
2015
2015
Inflow Outflow Net Flow Inflow Outflow Net Flow
I 0.03 0.28 (0.25) -80.04% -84.46% 84.86%
II 0.08 0.78 (0.70) -39.81% -69.23% 70.77%
III 0.08 2.51 (2.43) 335.68% 192.39% -189.28%
IV 0.10 2.63 (2.53) 95.78% 670.88% -772.95%
0.29 6.20 (5.91) -16.80% 12.07% -13.98%
I 0.14 2.20 (2.05) 388.70% 685.69% 720.65%
II 0.04 3.22 (3.18) -47.69% 314.31% 353.25%
III 0.23 3.93 (3.70) 186.11% 56.42% 52.18%
IV 0.13 2.07 (1.94) 29.30% -21.19% -23.20%
0.54 11.42 (10.88) 89.84% 84.31% 84.05%
I 0.00 1.74 (1.73) -97.54% -20.95% -15.58%
II 0.01 5.66 (5.65) -87.34% 75.61% 77.63%
III 0.03 3.59 (3.56) -84.91% -8.54% -3.84%
IV 0.00 5.84 (5.84) -97.69% 182.13% 200.88%
0.05 16.83 (16.78) -91.52% 47.38% 54.29%
I 0.00 4.45 (4.45) -43.63% 156.01% 156.41%
II 0.00 6.43 (6.43) -40.00% 13.71% 13.76%2016
PeriodeJumlah yoy
2013
2013
2014
2014
2015
2015
LAMPIRAN
108 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
Tabel D.3. Perkembangan Transaksi Nontunai Melalui Real Time Gross Settlement (Rp Triliun)
E. Ekspor dan Impor
Tabel E.1. Perkembangan Komoditas Ekspor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan (US$ Ribu)
Ket: 10 besar komoditas ekspor sepanjang 2016
Tabel E.2. Perkembangan Ekspor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Negara Tujuan (US$ Juta)
Ket: 10 besar negara tujuan ekspor sepanjang 2016
From To From-To From To From-To
I 11.50 29.15 4.58 3.26% 24.82% -1.96%II 15.47 37.79 4.35 27.09% 45.01% -18.06%III 15.42 34.63 4.42 17.91% 1.86% -17.49%IV 19.88 40.65 5.05 25.54% 18.28% -17.24%
62.28 142.21 18.41 19.24% 20.75% -14.18%I 14.45 32.77 4.25 25.59% 12.42% -7.28%II 17.40 36.12 4.92 12.46% -4.41% 13.00%III 18.77 37.61 6.75 21.72% 8.61% 52.66%IV 20.54 41.48 7.30 3.32% 2.05% 44.57%
71.16 147.98 23.22 14.26% 4.06% 26.15%I 15.66 27.89 4.75 8.39% -14.89% 11.85%II 21.37 33.67 9.76 22.83% -6.79% 98.44%III 22.72 38.10 10.97 21.04% 1.28% 62.41%
III 25.66 41.37 11.87 24.93% -0.27% 62.68%
85.41 141.02 37.36 20.03% -4.70% 60.89%
I 14.45 32.77 4.29 -7.73% 17.51% -9.65%
II 26.71 31.93 4.27 24.96% -5.15% -56.25%
III 19.34 40.38 3.48 -14.88% 5.99% -68.29%
2012
PeriodeJumlah yoy
2015
2014
2013
2012
2013
2014
I II III IV I II III IV I II III IV I II
1 Nikel 258,413 247,288 215,371 200,767 921,839 213,110 269,360 289,821 266,267 1,038,558 211,882 197,775 172,672 176,610 758,939 108,715 45,542 154,257
2 Cokelat Olahan 4,696 14,722 17,225 28,377 65,019 29,325 34,256 47,805 37,194 148,581 21,144 40,898 31,884 30,021 123,947 19,769 17,369 37,138
3 Ganggang Laut 15,882 21,039 27,430 26,942 91,292 33,321 35,918 38,832 39,176 147,247 28,146 32,547 26,357 18,757 105,807 18,289 7,462 25,751
4 Biji Cokelat 50,603 28,346 59,061 39,017 177,026 19,952 35,040 27,076 20,085 102,154 9,422 23,052 27,395 15,355 75,224 4,904 6,736 11,641
5 Udang Segar 11,805 13,911 16,464 19,577 61,757 14,593 18,007 23,090 12,773 68,463 11,834 14,979 14,107 16,532 57,452 12,091 4,255 16,346
6 Ikan Olahan 11,111 10,330 15,233 14,376 51,050 8,803 12,162 17,765 15,593 54,322 9,900 13,105 11,894 14,155 49,053 10,003 4,650 14,653
7 Buah/Sayur Olahan 6,848 6,214 6,677 5,646 25,385 5,926 7,916 6,292 5,543 25,677 8,386 10,161 10,570 11,640 40,757 15,784 12,787 28,571
8 Kayu Lapis 9,267 8,843 7,771 9,927 35,809 10,534 9,175 8,248 8,581 36,538 6,236 10,994 9,932 13,289 40,450 7,948 5,431 13,379
9 Sayur-Sayuran 65 199 295 165 723 175 139 105 5,242 5,661 30 8,427 9,797 260 18,514 85 734 820
10 Dedak/Bekatul 5,974 4,844 4,624 3,934 19,375 4,603 5,231 4,317 3,871 18,022 6,125 4,893 2,841 3,385 17,243 3,281 4,616 7,896
403,019 389,288 417,565 386,338 1,596,210 460,017 499,048 452,629 344,161 1,755,855 344,161 382,893 350,441 333,278 1,410,774 229,370 276,311 505,681
Sumber: Bea Cukai
* Angka Sementara ** Angka Sangat Sementara
KOMODITAS EKSPOR UTAMA 20142014
2013*2013 2016**
2016**2015*2015*
I II III IV I II III IV I II III IV I II
1 Jepang 276,916 265,502 236,096 222,268 1,000,782 229,808 285,800 311,425 282,417 1,109,450 225,143 213,089 188,475 189,872 816,578 117,903 147,252 265,155
2 Malaysia 15,544 21,970 30,383 35,098 102,995 28,276 38,252 40,895 44,010 151,433 28,197 35,894 35,508 29,831 129,429 16,028 22,615 38,643
3 Amerika Serikat 37,186 20,355 49,647 46,967 154,155 31,358 43,734 37,866 22,781 135,739 22,395 32,804 41,494 31,259 127,952 25,540 28,196 53,736
4 Philipina 15,896 23,792 26,969 24,962 91,618 26,414 32,148 39,092 35,247 132,900 16,135 40,494 23,936 3,499 84,063 1,978 2,040 4,018
5 Singapura 3,759 4,103 4,511 3,529 15,902 4,784 4,348 5,126 9,554 23,811 2,212 11,210 12,884 4,620 30,926 2,259 4,664 6,923
6 Belanda 10,747 6,511 13,668 4,892 35,819 5,235 8,685 12,434 5,537 31,890 7,958 5,793 6,022 3,635 23,408 5,153 8,081 13,234
7 Korea Selatan 2,041 2,727 3,249 2,982 10,999 3,121 4,085 3,269 5,640 16,115 7,360 7,035 4,995 5,971 25,361 4,007 4,796 8,803
8 Jerman 2,714 4,225 5,959 5,027 17,925 5,462 5,994 10,525 7,103 29,084 6,972 4,541 7,410 2,760 21,683 3,898 2,019 5,917
9 Australia 3,061 4,265 3,095 5,854 16,274 6,494 9,624 7,580 6,191 29,890 4,414 4,530 3,952 4,151 17,047 5,408 3,932 9,339
10 Hongkong 4,514 4,803 3,702 4,110 17,129 4,296 3,314 5,116 3,646 16,373 4,460 3,346 3,888 3,765 15,459 4,015 3,246 7,262
366,672 338,889 362,336 335,808 1,403,705 318,197 400,004 428,820 389,604 1,536,625 344,161 382,891 350,441 333,278 1,410,772 229,370 276,311 505,681
Sumber: Bea Cukai
* Angka Sementara ** Angka Sangat Sementara
2016**2016**2015*
2015*2014
20142013
NILAI EKSPOR SULSEL
NEGARA TUJUAN EKSPOR2013
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman 109
Tabel E.3. Perkembangan Komoditas Impor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan (US$ ribu)
Ket: 10 komoditas impor sepanjang 2015
Tabel E.4. Perkembangan Impor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Negara Asal (US$ Ribu)
Ket: 10 besar negara importir sepanjang 2016
F. Inklusi Keuangan
Tabel F.1. Perkembangan Rasio Jumlah Rekening terhadap Jumlah Penduduk Provinsi Sulawesi Selatan
Sumber: BPS, diolah
I II III IV I II III IV I II III IV I II
1 Kapal Terbang dan Bagiannya - - - - - - - - - - - - 124,230 - 124,230 - 60,099 60,099
2 Bahan Kimia Anorganik 37,228 56,624 29,661 62,323 185,835 55,107 48,136 59,146 30,292 192,681 43,748 66,857 273 3,697 114,575 3,347 2,127 5,474
3 Karpet dan Alas Lantai 56,173 47,354 15,453 18,483 137,463 34,678 52,658 32,731 26,309 146,375 23,114 47,433 - - 70,547 - - -
4 Gandum-Ganduman - - - - - - - - - - - - 44,440 30,837 75,277 35,846 37,990 73,836
5 Aluminium 14,065 16,677 19,661 20,156 70,559 11,103 40,995 16,902 27,845 96,845 21,885 12,475 28 596 34,983 5 19 24
6 Mesin/Mesin/Pesawat Mekanik - - - - - - 41 43 202 287 32 47 31,330 37,787 69,196 35,071 51,656 86,727
7 Ampas/Sisa Industri Makanan - - - - - - - - - - - - 18,588 21,685 40,273 13,573 15,380 28,953
8 Kain Khusus 13,822 6,086 1,859 3,382 25,150 4,827 3,723 4,913 1,977 15,440 5,075 13,305 - - 18,380 - - -
9 Bulu dan Bunga Buatan - 3,070 2,277 210 5,557 1,570 - 2,581 1,436 5,588 13,900 538 - - 14,438 - - -
10 Sereal,Tepung, dan Susu 101 - 7,183 6,250 13,534 1,657 2,508 7,449 5,079 16,692 11,185 2,890 132 84 14,291 27 53 80
300,716 404,717 218,820 126,061 1,050,313 139,097 181,875 149,053 129,393 599,417 163,902 180,739 270,064 149,655 764,360 123,713 210,554 334,267
Sumber: Bea Cukai
* Angka sementara ** Angka sangat sementara
2016**
NILAI IMPOR SULSEL
KOMODITAS IMPOR UTAMA2013 2014 2015*
2015*20142013*2016**
I II III IV I II III IV I II III IV I II
1 Rusia 151,252 248,147 121,335 11,978 532,711 586 557 6,325 2,069 9,536 946 - 132,603 13,334 146,883 437 60,453 60,889
2 Tiongkok 28,368 2,948 11,288 15,463 58,066 24,588 36,507 29,472 20,987 111,554 29,420 34,987 59,722 60,503 184,632 42,693 69,113 111,806
3 Australia 29,359 41,531 29,849 29,355 130,093 40,047 36,627 40,027 18,364 135,066 59,175 47,954 16,828 9,655 133,612 25,410 7,260 32,671
4 Kanada 12,049 25,176 3,905 12,160 53,291 2,799 15,376 10,268 15,521 43,963 5,293 18,487 22,930 10,637 57,347 6,496 19,925 26,421
5 Singapura 13,586 11,955 9,626 3,094 38,262 7,901 4,377 8,400 10,861 31,538 26,556 11,061 3,437 9,330 50,383 636 4,593 5,229
6 Argentina 12,569 15,635 13,186 17,778 59,168 10,141 34,030 13,582 19,518 77,272 19,975 10,541 9,303 5,364 45,182 18,433 14,892 33,325
7 Jerman 14,314 9,187 393 749 24,643 424 10,070 10,238 2,471 23,203 978 21,430 170 1,839 24,417 165 653 818
8 Amerika Serikat 9,774 2,429 7,879 12,155 32,238 25,350 13,445 6,130 8,696 53,620 1,771 9,845 2,412 4,976 19,005 2,367 6,646 9,013
9 Thailand 11,310 5,838 3,313 3,155 23,616 9,381 3,380 2,539 7,106 22,406 2,477 4,540 4,573 2,444 14,035 4,657 2,330 6,987
10 Malaysia 1,470 3,137 2,006 4,153 10,766 5,031 10,675 3,832 1,811 21,350 300 2,722 5,723 1,153 9,898 1,153 3,261 4,414
300,716 404,717 218,820 126,061 1,050,313 139,097 181,875 149,053 129,393 599,417 163,067 180,739 270,064 149,655 763,524 123,713 210,554 334,267
Sumber: Bea Cukai
* Angka sementara ** Angka sangat sementara
2016**
NILAI IMPOR SULSEL
NEGARA ASAL IMPOR2013
20142015*
2015*2014
2013*2016**
2012 2013 2014* 2015** 2016** 2012 2013 2014* 2015** 2016** 2012 2013 2014* 2015** 2016**
4,079 4,806 5,182 5,540 5,700 8,207 8,309 8,408 8,520 8,796 49.70 57.84 61.64 65.02 64.81
2012 2013 2014* 2015** 2016** 2012 2013 2014* 2015** 2016** 2012 2013 2014* 2015** 2016**
894 872 870 916 945 8,207 8,309 8,408 8,520 8,796 10.89 10.49 10.34 10.75 10.75
*) Jumlah penduduk merupakan proyeksi dari proporsi jumlah penduduk miskin berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS
**) Data terkini perbankan dan jumlah penduduk miskin
Jumlah Penduduk (Ribu Orang)*Jumlah Rekening Kredit Lokasi Bank (Ribu Rekening)
Jumlah Rekening DPK Lokasi KC/KCP (Ribu Rekening) Jumlah Penduduk (Ribu Orang)*Rasio Jumlah Rekening DPK terhadap Jumlah Penduduk
(%)
Rasio Jumlah Rekening Kredit terhadap Jumlah
Penduduk (%)
LAMPIRAN
110 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
G. Indikator Makro Per Kabupaten/Kota
Tabel G.1.PDRB menurut kabupaten/kota atas dasar harga berlaku dan konstan (Rp Milyar)
Sumber: BPS, diolah – Data PDRB Seri Tahun 2000
2012 2013* 2014* 2015** 2012 2013* 2014* 2015**
1 Kep Selayar 2,464.94 2,880.86 3,494.21 4,149.34 2,122.81 2,296.37 2,503.22 2,723.81
2 Bulukumba 6,243.26 7,187.33 8,385.78 9,584.32 5,483.24 5,909.29 6,414.14 6,777.43
3 Bantaeng 3,825.42 4,350.32 4,964.12 5,604.99 3,234.46 3,525.61 3,819.61 4,073.15
4 Jeneponto 4,720.38 5,269.41 6,157.05 6,999.85 4,147.46 4,422.90 4,773.92 5,085.88
5 Takalar 4,366.04 5,004.18 5,882.26 6,809.96 3,809.14 4,144.29 4,549.03 4,931.57
6 Gowa 9,380.48 10,713.90 12,044.91 13,734.06 8,289.11 9,070.00 9,720.52 10,381.04
7 Sinjai 4,926.59 5,601.47 6,484.77 7,511.14 4,366.71 4,706.67 5,035.70 5,415.55
8 Maros 10,428.66 11,966.92 13,662.54 15,767.63 9,044.51 9,612.26 10,067.22 10,931.05
9 Pangkep 11,766.21 13,759.00 15,970.74 18,481.48 10,288.64 11,248.48 12,420.26 13,411.01
10 Barru 3,363.62 3,833.30 4,434.06 4,918.37 3,000.72 3,237.00 3,475.20 3,694.86
11 Bone 14,833.10 16,734.21 19,879.98 23,149.37 12,730.12 13,531.85 14,882.65 16,052.41
12 Soppeng 4,761.84 5,401.35 6,174.25 6,828.42 4,259.55 4,567.54 4,882.65 5,131.82
13 Wajo 10,166.67 11,629.14 13,656.16 15,095.71 8,819.11 9,428.97 10,341.51 11,070.41
14 Sidrap 6,108.34 6,936.04 8,048.15 9,284.22 5,297.54 5,664.56 6,110.56 6,594.25
15 Pinrang 8,738.25 9,892.58 11,365.83 13,142.36 7,708.90 8,269.61 8,939.91 9,676.97
16 Enrekang 3,458.74 4,119.56 4,628.10 5,239.60 3,021.20 3,197.50 3,389.50 3,623.38
17 Luwu 6,698.54 7,681.02 9,018.94 10,363.70 5,915.10 6,372.70 6,934.34 7,437.79
18 Tana Toraja 3,232.30 3,683.75 4,277.60 4,901.49 2,793.72 2,994.47 3,198.55 3,417.60
19 Luwu Utara 5,560.28 6,338.05 7,590.83 8,681.53 4,911.00 5,274.16 5,739.78 6,122.48
20 Luwu Timur 15,266.46 16,662.67 20,497.07 21,022.95 11,963.26 12,717.28 13,748.26 14,690.56
21 Toraja Utara 3,546.30 4,230.78 5,028.50 5,840.95 2,971.71 3,259.91 3,508.98 3,778.90
22 Makassar 78,013.04 88,363.46 398.53 171.73 70,851.04 76,851.04 82,596.79 88,740.21
23 Pare-pare 3,501.13 3,940.54 4,434.69 5,059.51 3,150.26 3,400.55 3,615.72 3,842.61
24 Palopo 3,690.92 4,181.23 4,765.33 5,318.66 3,363.25 3,633.01 3,889.66 4,141.82
*) Data Sementara **) Data Sangat Sementara
NO ATAS DASAR HARGA KONSTAN
KABUPATEN/KOTA ATAS DASAR HARGA BERLAKU
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman 111
Tabel G.2. Laju Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kabupaten/Kota Harga Konstan (Rp Milyar)
Sumber: BPS, diolah – Data PDRB Seri Tahun 2000
Tabel G.3.PDRB Perkapita Menurut Kabupaten/Kota Atas Dasar Harga Berlaku (Rp juta rupiah)
Sumber: BPS, diolah – Data PDRB Seri Tahun 2000
2011 2012 2013* 2014* 2015**
1 Kep. Selayar 8.88 7.88 8.18 9.01 8.81
2 Maros 11.24 11.14 6.28 4.73 8.58
3 Takalar 7.59 6.58 8.80 9.77 8.41
4 Bone 6.40 8.21 6.30 9.53 8.30
5 Pinrang 7.71 8.51 7.27 8.11 8.24
6 Pangkep 9.84 8.26 9.33 10.42 7.98
7 Sidrap 9.63 8.93 6.93 7.87 7.92
8 Toraja Utara 8.36 9.45 9.70 7.64 7.69
9 Sinjai 7.60 7.32 7.79 6.99 7.54
10 Makassar 10.36 9.64 8.55 7.40 7.44
11 Luwu 7.89 7.00 7.74 8.81 7.26
12 Wajo 10.11 6.50 6.92 9.68 7.05
13 Enrekang 8.08 7.30 5.84 6.00 6.90
14 Luwu Timur -4.29 5.62 6.30 8.11 6.85
15 Tana Toraja 7.78 8.58 7.19 6.82 6.85
16 Gowa 7.46 8.15 9.42 7.17 6.80
17 Luwu Utara 8.04 6.81 7.39 8.83 6.67
18 Bantaeng 9.38 9.67 9.00 8.34 6.64
19 Jeneponto 8.44 7.55 6.64 7.94 6.53
20 Palopo 7.90 7.00 8.02 7.06 6.48
21 Barru 8.13 8.39 7.87 7.36 6.32
22 Pare-pare 8.42 8.80 7.95 6.33 6.28
23 Bulukumba 5.49 9.65 7.77 8.54 5.66
24 Soppeng 7.17 6.93 7.23 6.90 5.10
*) Data Sementara **) Data Sangat Sementara
NOPERTUMBUHAN PERTAHUN
KABUPATEN/KOTA
2010 2011 2012* 2013* 2014* 2015**
1 Kep. Selayar 9.25 11.17 16.90 18.05 19.44 20.92
2 Bulukumba 9.51 10.74 13.64 14.59 15.73 16.51
3 Bantaeng 10.33 12.21 17.99 19.48 20.95 22.21
4 Jeneponto 6.61 7.73 11.89 12.60 13.51 14.30
5 Takalar 7.60 8.65 13.74 14.77 16.03 17.19
6 Gowa 7.76 8.87 12.14 13.03 13.70 14.36
7 Sinjai 12.26 13.98 18.73 20.04 21.29 22.74
8 Maros 8.12 9.38 27.57 28.97 30.00 32.22
9 Pangkep 17.54 20.67 32.80 35.47 38.78 41.44
10 Barru 10.00 11.37 17.82 19.12 20.40 21.58
11 Bone 10.46 12.19 17.45 18.43 20.15 21.61
12 Soppeng 12.15 14.28 18.92 20.25 21.63 22.70
13 Wajo 14.00 17.16 22.65 24.14 26.38 28.15
14 Sidrap 12.34 15.26 18.93 19.99 21.32 22.76
15 Pinrang 15.02 17.50 21.51 22.89 24.55 26.38
16 Enrekang 10.06 11.89 15.52 16.28 17.10 18.12
17 Luwu 11.15 12.91 17.37 18.54 19.98 21.24
18 Tana Toraja 6.64 8.04 12.43 13.24 14.05 14.93
19 Luwu Utara 10.64 12.25 16.68 17.74 19.13 22.22
20 Luwu Timur 34.02 38.65 46.60 48.35 51.03 65.14
21 Toraja Utara 6.89 8.31 13.46 14.66 15.66 12.48
22 Makassar 27.56 31.82 51.08 54.58 57.79 61.23
23 Pare-pare 13.85 15.77 23.62 25.15 26.41 27.70
24 Palopo 13.12 14.98 21.48 22.59 23.59 24.52
*) Data Sementara **) Data Sangat Sementara
No Kabupaten/Kota PDRB perkapita
LAMPIRAN
112 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
Tabel G.4.Jumlah Penduduk Sulawesi Selatan Menurut Kabupaten/Kota
Sumber: BPS, diolah
Tabel G.5.Tingkat Partisipasi Angkatan Lerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi Sulawesi Selatan Menurut
Kabupaten/Kota (%)
Sumber: BPS, diolah
No Kabupaten/Kota 2010* 2011* 2012* 2013* 2014** 2015**
1 Kep. Selayar 122,377 124,104 125,603 127,220 128,744 130,199
2 Bulukumba 395,790 399,000 401,897 404,896 407,775 410,485
3 Bantaeng 177,299 178,596 179,800 181,006 182,283 183,386
4 Jeneponto 343,808 346,308 348,680 351,111 353,287 355,599
5 Takalar 270,491 273,891 277,218 280,590 283,762 286,906
6 Gowa 654,978 668,875 682,597 696,096 709,386 722,702
7 Sinjai 229,583 231,425 233,200 234,886 236,497 238,099
8 Maros 320,103 324,097 327,998 331,796 335,596 339,300
9 Pangkep 306,717 310,288 313,722 317,110 320,293 323,597
10 Barru 166,520 167,511 168,397 169,302 170,316 171,217
11 Bone 719,999 724,923 729,516 734,119 738,515 742,912
12 Soppeng 224,577 224,804 225,180 225,512 225,709 226,116
13 Wajo 386,324 387,815 389,284 390,603 391,980 393,218
14 Sidrap 272,808 276,327 279,810 283,307 286,610 289,787
15 Pinrang 352,185 355,312 358,312 361,293 364,087 366,789
16 Enrekang 190,923 192,822 194,606 196,394 198,194 199,998
17 Luwu 333,497 336,989 340,491 343,793 347,096 350,218
18 Tana Toraja 221,816 223,297 224,812 226,212 227,588 228,984
19 Toraja Utara 228,391 219,084 220,777 222,393 224,003 302,687
20 Luwu Utara 243,809 291,414 294,402 297,313 299,989 275,595
21 Luwu Timur 217,503 250,223 256,699 263,012 269,405 225,516
22 Makassar 1,342,826 1,364,955 1,387,033 1,408,072 1,429,242 1,449,401
23 Pare-pare 129,682 131,514 133,381 135,192 136,903 138,699
24 Palopo 148,395 152,573 156,603 160,819 164,903 168,894
Sulawesi Selatan 8,060,401 8,156,129 8,250,018 8,342,047 8,432,163 8,520,304
2011 2012 2013 2014 2011 2012 2013 2014
1 Kep. Selayar 65.1 62.7 61.11 60.6 4.68 3.25 4.62 2.1
2 Bulukumba 64.2 68.4 62.25 65 5.46 2.71 4.16 2.8
3 Bantaeng 65.5 72.2 68.74 71.9 5.54 7.02 6.44 2.4
4 Jeneponto 64.5 67.0 61.96 61.7 5.06 4.35 2.77 2.7
5 Takalar 64.5 62.3 57.69 62.9 5.54 6.21 2.73 2.7
6 Gowa 65.6 62.1 64.17 66.3 7.05 4.01 2.63 2.3
7 Sinjai 65.1 73.1 70.34 68.8 5.59 2.84 0.43 0.9
8 Maros 64.9 64.3 60.98 63.0 6.94 6.43 5.71 4.6
9 Pangkep 65.0 57.6 54.41 57.6 6.09 8.03 5.7 9.9
10 Barru 64.2 56.8 53.43 50.4 5.75 4.78 4.51 2.3
11 Bone 64.0 64.8 63.3 63.9 5.98 3.51 3.8 5
12 Soppeng 63.4 62.1 57.22 57.6 5.16 6.15 6.65 2.4
13 Wajo 67.0 59.9 58.16 55.6 7.45 3.13 3.72 4.9
14 Sidrap 64.6 57.2 52.25 54.0 4.78 6.99 7.62 6.2
15 Pinrang 64.5 55.0 52.07 60.1 6.55 5.35 1.96 2.8
16 Enrekang 66.6 74.5 70.27 68.2 6.66 3.05 1.61 1.4
17 Luwu 65.3 59.7 58.69 62.5 7.41 10.55 7.14 5.1
18 Tana Toraja 67.1 76.3 70.55 80.3 5.56 4.63 3.26 3.3
19 Luwu Utara 65.9 65.6 62.02 66.7 4.47 5.03 4.48 1.8
20 Luwu Timur 68.3 67.3 65.01 67.2 7.16 8.12 6.28 8.1
21 Toraja Utara 63.5 68.3 65.25 69.8 6.05 5.08 2.82 3.7
22 Makassar 61.0 57.9 57.8 56.9 8.41 9.97 9.53 10.9
23 Pare-pare 62.0 60.4 57.72 60.6 7.97 4.21 4.86 7.1
24 Palopo 63.1 59.6 58.13 58.0 9.47 8.43 9.03 8.1
Sulawesi Selatan 64.3 62.8 60.49 62.0 6.56 5.87 5.1 5.1
Kabupaten / KotaTPAK TPT
No
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman 113
Tabel G.6.Indikator Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan
Sumber: BPS, diolah
Jumlah
(ribu) % P1 P2
Jumlah
(ribu) % P1 P2
1 Kep. Selayar 16.2 12.87 2.34 0.61 18.2 14.23 2.32 0.54
2 Bulukumba 31.5 7.83 0.93 0.18 36.7 9.04 1.01 0.17
3 Bantaeng 16.00 8.90 1.64 0.45 18.9 10.45 1.68 0.49
4 Jeneponto 58.0 16.59 2.64 0.68 58.1 16.52 2.42 0.61
5 Takalar 26.7 9.60 1.57 0.48 29.3 10.42 1.48 0.35
6 Gowa 55.3 8.06 1.66 0.64 61.0 8.73 1.19 0.25
7 Sinjai 21.7 9.29 1.26 0.26 24.3 10.32 1.41 0.33
8 Maros 41.3 12.56 2.36 0.60 43.1 12.94 2.24 0.63
9 Pangkep 52.3 16.63 2.76 0.77 56.4 17.75 3.15 0.85
10 Barru 15.7 9.28 1.50 0.37 17.5 10.32 1.33 0.26
11 Bone 89.5 12.25 1.90 0.51 87.7 11.92 1.75 0.47
12 Soppeng 20.6 9.12 1.08 0.21 21.3 9.43 0.93 0.15
13 Wajo 30.5 7.83 0.87 0.16 31.9 8.17 1.27 0.35
14 Sidrap 16.9 6.00 0.77 0.14 17.9 6.3 1.00 0.23
15 Pinrang 28.1 7.83 1.37 0.40 32.1 8.86 1.16 0.22
16 Enrekang 28.2 14.45 1.79 0.38 29.7 15.11 2.02 0.44
17 Luwu 45.5 13.34 1.97 0.47 52.0 15.10 2.25 0.52
18 Tana Toraja 28.7 12.73 1.98 0.46 31.3 13.81 1.81 0.38
19 Luwu Utara 41.4 14.03 2.68 0.75 46.2 15.52 2.06 0.43
20 Luwu Timur 19.9 7.72 1.13 0.29 2.2 8.38 1.37 0.32
21 Toraja Utara 36.0 16.28 2.44 0.52 36.8 16.53 3.03 0.86
22 Makassar 69.9 5.02 0.76 0.17 66.4 4.7 0.84 0.24
23 Pare-pare 7.5 5.58 0.88 0.21 8.6 6.38 0.83 0.18
23 Palopo 14.9 9.47 1.61 0.44 15.5 9.57 1.42 0.3
Sulawesi Selatan 812.3 9.82 1.68 0.42 863.2 10.32 1.65 0.40
Kabupaten/Kota
2012 2013
NO
LAMPIRAN
114 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
H. Daftar Istilah
Istilah Keterangan
Administered prices Komponen inflasi berupa harga-harga barang dan jasa yang diatur pemerintah
Abenomics Mencakup serangkaian langkah-langkah kebijakan yang dirancang untuk mengatasi masalah ekonomi makro Jepang dari
resesi berkepanjangan di negara itu, isu-isu seperti kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan investasi swasta untuk
meningkatkan konsumsi dalam negeri sekaligus meningkatkan ekspor
Austerity program Program kebijakan ekonomi yang bertujuan mengurangi defisit atau belanja pemerintah
Bail out Injeksi dana talangan bagi pihak yang mengalami kesulitan dana/likuiditas
Balance sheet Neraca
Banking union Kerangka kerja perbankan yang terintegrasi dengan tujuan menjaga stabilitas perbankan
Barrel Satuan pengukur volume yang biasa digunakan dalam perdagangan minyak internasional
Basel III Standar regulasi global mengenai tingkat kesehatan bank yang didasarkan pada kecukupan modal bank, stress testing, dan
risiko likuiditas pasar; disepakati oleh ang gota Basel Committee on Banking Supervision dan akan diimplementasikan 2013-
2018
BI rate Suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
Branchless banking Strategi pemberian pelayanan jasa keuangan perbankan tanpa bergantung pada keberadaan kantor cabang
Bullish Kecenderungan harga untuk meningkat
Clean money policy Kebijakan penggantian uang rusak dengan uang layak edar
Consensus forecast Prediksi masa depan yang dibuat dengan menggabungkan bersama beberapa perkiraan terpisah yang sering dibuat
menggunakan metodologi yang berbeda
Core-deposit Sumber dana andalan bank yang bersifat stabil sebagai basis pinjaman bank
Cost push inflation Inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya
Cost of capital Biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana baik hutang, saham preferen, saham biasa,
maupun laba ditahan untuk mendanai suatu investasi perusahaan
Credit Limit Batas kredit
Credit rating Sebuah penaksiran kelayakan kredit dari individu atau korporasi
Crisis management
protocol
Prosedur manajemen krisis ini menetapkan protokol penggelaran tim manajemen dan mendefinisikan peran dan tanggung
jawab anggota tim itu
Debt ceiling Pagu hutang
Debt service ratio Rasio beban pembayaran utang terhadap penerimaan ekspor suatu negara
Debt swap Serangkaian transaksi yang mempertukarkan pembayaran utang oleh dua entitas ekonomi
Deflasi Penurunan harga-harga barang dan jasa secara umum
Dependency ratio Rasio ketergantungan penduduk usia nonproduktif terhadap penduduk yang produktif
Deposit facility Fasilitas deposit untuk membuat deposito overnight dengan bank sentral
Deposit rate Tingkat suku bunga simpanan
Deposito Produk bank sejenis jasa tabungan yang memiliki jangka waktu penarikan, berdasarkan kesepakatan antara bank dengan
nasabah
Depresiasi rupiah Penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
Devisa Semua barang yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran internasional
Disposable income Jumlah pendapatan pribadi individu memiliki setelah pajak dan biaya pemerintah, yang dapat dihabiskan pada kebutuhan,
atau non-penting, atau diselamatkan
Double-dip recession Peristiwa dimana resesi menimpa suatu negara setelah sempat membaik dari resesi sebelumnya dalam waktu yang pendek
Double taxation Pengenaan pajak oleh suatu yurisdiksi lebih dari satu kali
Down payment Pembayaran awal sebelum melunasi pembelian
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman 115
Istilah Keterangan
Dropshot Pembayaran uang layak edar (ULE) setoran dari bank kepada bank yang sama (bank penyetor) atau kepada bank berbeda,
dimana terhadap setoran ULE dari bank tersebut, Bank Indonesia tidak melakukan perhitungan rinci dan penyortiran
Ekspansi fiskal Kebijakan peningkatan fiskal dengan cara menambah pengeluaran pemerintah
Emerging market Kelompok negara-negara dengan ekonomi yang berkembang pesat yang antara lain tercermin dari perkembangan pasar
keuangan dan industrialisasi
E-money Uang elektronik
Exchange rate pass
through
Persentase perubahan dalam mata uang lokal harga impor akibat perubahan satu persen dalam nilai tukar antara negara-
negara pengekspor dan pengimpor
External imbalance Keseimbangan eksternal terjadi ketika transaksi berjalan tidak terlalu positif atau negatif berlebihan
Fee based income Pendapatan bank yang berasal dari transaksi jasa-jasa bank selain dari selisih bunga
Financial sophistication Kecang gihan dalam pengelolaan keuangan financial exclusion pemberian layanan keuangan dengan biaya terjangkau
untuk bagian segmen yang kurang beruntung dan berpenghasilan rendah masyarakat
Fiscal space Ruang ekspansi kebijakan fiskal
Flight to quality Istilah yang digunakan untuk menyatakan fenomena di pasar keuangan, dimana investor menjual apa yang mereka anggap
sebagai investasi berisiko dan membeli investasi yang lebih aman
Fiscal sustainability Kemampuan pemerintah untuk menjaga kesinambungan belanja, pajak, dan kebijakan lainnya dalam jangka panjang tanpa
risiko gagal bayar
Giro Simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek atau surat perintah
pembayaran lain atau dengan pemindahbukuan
Good corporate
governance
Tata kelola yang baik
Growth-supporting
funding facility
Fasilitas pendanaan yang disediakan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi
Hedging Strategi untuk melindung nilai dengan membatasi risiko atau probabilitas kerugian yang dapat ditimbulkan
Holding company Perusahaan induk dari beberapa perusahaan
Idle money Uang yang tidak terpakai
Imported inflation Inflasi yang disebabkan kenaikan harga barang-barang impor
Indeks kedalaman
kemiskinan
Ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin
Indeks keparahan
kemiskinan
Ukuran penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin
Industrial upgrading Peningkatan industri produk nonkomoditas
Inflasi Kenaikan harga-harga barang dan jasa secara umum
Inflasi inti
Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan inflasi dan
dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi permintaan-penawaran, nilai tukar, harga komoditas internasional,
inflasi mitra dagang dan ekspektasi Inflasi
Inter-bank lending Penempatan dana bank pada bank lain
Intercompany loans Pinjaman yang dilakukan oleh suatu departemen kepada departemen lain dalam satu struktur organisasi
Intra-regional trade Perdagangan internasional negara-negara dalam satu kawasan
Investasi portofolio Investasi dalam bentuk surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar keuangan
Investment grade Peringkat layak investasi
Leading indicator Indikator penuntun yang menunjukkan arah variabel acuan ke depan
Lending facility Sebuah mekanisme yang digunakan saat bank sentral meminjamkan dana kepada dealer utama
Less cash society Masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran nontunai
Long-term financing Skema fasilitas pinjaman murah (bunga 1%) dari ECB bagi perbankan eropa dalam rangka mencegah keketatan likuiditas
LAMPIRAN
116 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
Istilah Keterangan
operation Credit crunch dengan jangka waktu 3 tahun
M1 Uang dalam arti sempit (uang kartal dan giral)
M2 Uang dalam arti luas (uang kartal, giral, dan deposito)
Makroprudensial Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem keuangan secara keseluruhan
Margin Selisih
Mikroprudensial Kehati-hatian yang terkait dengan pengelolaan lembaga keuangan secara individu agar tidak membahayakan kelangsungan
usahanya
Monetary union Penggunaan satu mata uang tunggal dalam satu kawasan
Monetisasi Proses konversi/perubahaan sesuatu (aset) menjadi uang
Moral hazard Kecenderungan untuk melakukan kecurangan
Mtm Month-to-month growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, atau
bulan) terhadap satu bulan sebelumnya
Online banking Transaksi keuangan yang dilakukan dengan memanfaatkan koneksi internet
Operation twist Kebijakan The Fed pada akhir 2011, dimana The Fed mengambil inisiatif membeli surat berharga jangka panjang dan secara
simultan menjual yang jangka pendek untuk menurunkan tingkat suku bunga jangka panjang
Operasi Pasar Kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan bank dan pihak lain dalam rangka
pengendalian moneter
Pagu hutang / debt
ceiling
Jumlah total utang pemerintah Amerika Serikat yang boleh diterbitkan dalam periode tertentu
Pasar obligasi Tempat diperdagangkannya obligasi
Pendapatan disposibel Bagian dari pendapatan yang siap untuk dibelanjakan
Price taker Pengambil harga
Primary reserves Cadangan utama, bisanya bersifat likuid (dapat diuangkan sewaktu-waktu)
Push factor Faktor pendorong
Quantitative easing Kebijakan dimana The Fed mencetak uang baru dan menyalurkannya pada bank untuk memberikan dukungan
pembiayaan/pendanaan usaha/bisnis dengan bunga terjangkau
Qtq Quarter-to-quarter growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu,
bulan, atau kuartal) terhadap titik waktu yang sama tiga bulan (1 kuartal) sebelumnya
Rasio gini Suatu ukuran yang biasa digunakan untuk memperlihatkan tingkat ketimpangan pendapatan
Second round effect Dampak lanjutan
Short-term liquidity Likuiditas jangka pendek
Sistem pembayaran Sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain
Solvabilitas Kemampuan perusahaan untuk membayar segala kewajibannya
Sovereign debt crisis Krisis timbul akibat kegagalan pemerintah negara penerbit surat berharga untuk memenuhi kewajibannya (bunga dan
pokoknya)
Stimulus fiskal Kebijakan fiskal pemerintah yang ditujukan untuk mempengaruhi permintaan agregat (aggregate demand) yang
selanjutnya (diharapkan) akan berpangaruh pada aktivitas perekonomian dalam jangka pendek
Sukuk Suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi
syariah
Tenor Masa pelunasan pinjaman, dinyatakan dalam hari, bulan atau tahun
Term of trade Perbandingan harga ekspor suatu negara terhadap impornya
Unbanked Orang-orang atau bisnis yang tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan utama biasanya ditawarkan oleh bank-bank
ritel
Velositas uang Kecepatan perputaran uang yang beredar
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016
Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman 117
Istilah Keterangan
Volatile food Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam,
atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan
internasional
Yield Imbal hasil
Yoy Year-on-year growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan,
triwulan, semester, atau tahun) terhadap titik waktu yang sama satu tahun sebelumnya
Ytd Year-to-date growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan,
triwulan, semester) terhadap titik waktu terakhir pada tahun sebelumnya (31 Desember). Ytd biasanya untuk mengukur
pertumbuhan secara akumulatif.
Yuan Mata uang Tiongkok
)