kajian ekonomi dan keuangan regional ...perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan sepeda...

67
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI UTARA TRIWULAN I TAHUN 2016 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara Peter Jacobs : Kepala Perwakilan /Direktur A.Yusnang : Deputi Kepala Perwakilan /Deputi Direktur Lukman Hakim : Kepala Tim Ekonomi dan Keuangan /Asisten Direktur Zulham Effendi : Analis Ekonomi /Manajer Rivo Mandey : Analis Ekonomi /Asisten Manajer Donny Pratama : Analis /Asisten Manajer Iona H. Rombot : Analis /Asisten Manajer Khoirinnisa El K. : Analis /Asisten Manajer Hendro Sirait : Pengawas Sistem Pembayaran /Asisten Manajer Adhi Nugroho : Pelaksana /Asisten Manajer Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara Jl. 17 Agustus No. 56 Manado 95117 T: 0431 868102 / 868103 F: 0431 866933 Salinan elektronis publikasi ini dapat diperoleh di website Bank Indonesia dengan alamat: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/sulut/ atau Silahkan mengirimkan surel ke: [email protected] dengan subyek serta mencantumkan nama, instansi, dan jabatan.

Upload: doquynh

Post on 14-Feb-2018

215 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

PROVINSI SULAWESI UTARA

TRIWULAN I TAHUN 2016

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara

Peter Jacobs : Kepala Perwakilan /Direktur

A.Yusnang : Deputi Kepala Perwakilan /Deputi Direktur

Lukman Hakim : Kepala Tim Ekonomi dan Keuangan /Asisten Direktur

Zulham Effendi : Analis Ekonomi /Manajer

Rivo Mandey : Analis Ekonomi /Asisten Manajer

Donny Pratama : Analis /Asisten Manajer

Iona H. Rombot : Analis /Asisten Manajer

Khoirinnisa El K. : Analis /Asisten Manajer

Hendro Sirait : Pengawas Sistem Pembayaran /Asisten Manajer

Adhi Nugroho : Pelaksana /Asisten Manajer

Untuk informasi lebih lanjut hubungi:

Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara

Jl. 17 Agustus No. 56

Manado 95117

T: 0431 868102 / 868103

F: 0431 866933

Salinan elektronis publikasi ini dapat diperoleh di website Bank Indonesia dengan alamat:

http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/sulut/

atau

Silahkan mengirimkan surel ke:

[email protected] dengan subyek

serta mencantumkan nama, instansi, dan jabatan.

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah melimpahkan

rahmat dan karunia-Nya, sehingga buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi

Sulawesi Utara Triwulan I 2016 dapat selesai disusun dan dipublikasikan kepada stakeholders

Bank Indonesia. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Utara diterbitkan

secara periodik setiap triwulan sebagai wujud peranan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi

Sulawesi Utara dalam memberikan informasi kepada stakeholders tentang perkembangan

ekonomi Sulawesi Utara terkini serta prospeknya. Kami berharap informasi yang kami sajikan ini

dapat menjadi salah satu referensi atau acuan dalam proses diskusi atau proses pengambilan

kebijakan berbagai pihak terkait.

Dalam proses penyusunan kajian ini, kami menggunakan data yang diperoleh dari

berbagai pihak, yakni instansi di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, Badan Pusat

Statistik, pelaku usaha, laporan perbankan serta data hasil analisis intern Bank Indonesia dan

sumber-sumber lain yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu. Untuk itu kepada para pihak

tersebut, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan semoga hubungan yang

telah terjalin erat selama ini dapat ditingkatkan di masa yang akan datang.

Kami juga menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penyusunan kajian ini

ataupun terdapat penyajian data yang kurang tepat, oleh karena itu kami senantiasa

mengharapkan kritikan dan masukan membangun demi penyempurnaan di masa yang akan

datang.

Akhirnya besar harapan kami mudah-mudahan laporan triwulanan ini dapat bermanfaat

bagi semua kalangan dalam memahami perekonomian Sulawesi Utara. Terima Kasih.

Manado, Mei 2016

KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA

PROVINSI SULAWESI UTARA

Peter Jacobs

Direktur

Daftar Isi

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

INDIKATOR EKONOMI DAN PERBANKAN PROVINSI SULAWESI UTARA

RINGKASAN EKSEKUTIF

BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO

Sisi Produksi/Penawaran

Sisi Penggunaan/Permintaan

Box I. Progress Pembangunan Mega Proyek Sulawesi Utara

BAB II PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Pendapatan Daerah

Belanja Daerah

BAB III PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

Perkembangan Inflasi

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi

Upaya Pengendalian Inflasi

Box II. Hasil Pemetaan Inflasi Kota Manado: Alur Perdagangan Komoditas Strategis

BAB IV STABILITAS KEUANGAN DAERAH

Perkembangan Indikator Utama Bank Umum

Perkembangan Aset dan Aktiva Produktif

Perkembangan Suku Bunga Kredit dan DPK Bank Umum

Perkembangan DPK Bank Umum

Perkembangan Pembiayaan Bank Umum

Pembiayaan Sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)

BAB V PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

Perkembangan Sistem Pembayaran Tunai

Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai

BAB VI PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH & KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

Perkembangan Ketenagakerjaan Sulawesi Utara

Perkembangan Kesejahteraan Masyarakat

BAB VII PROSPEK PEREKONOMIAN

Prospek Ekonomi Makro

Prakiraan Inflasi

DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN

Indikator Ekonomi dan Perbankan

Provinsi Sulawesi Utara

INDIKATOR 2016

I. MAKRO NASIONAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I

A PDB Nasional (yoy) 4.71 4.67 4.73 5.04 4.79 4.92

B Inflasi Nasional (yoy) 6.38 7.26 6.83 3.35 3.35 4.45

II. MAKRO REGIONAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I

A 1. Laju Inflasi (ytd) % (0.40) 2.14 2.23 5.56 5.56 (1.02)

2. Laju Inflasi (yoy) % 7.99 8.73 9.34 5.56 5.56 4.91

3. Laju Inflasi (mtm) % 0.50 0.49 0.62 1.74 (0.03)

4. Inflasi Bahan Makanan (mtm) % 0.59 1.21 2.37 5.93 (2.51)

4. Inflasi Makanan Jadi (mtm) % 0.07 0.07 0.67 0.79 0.11

5. Inflasi Perumahan (mtm) % 0.44 0.05 0.08 0.40 (0.18)

6. Inflasi Sandang (mtm) % (0.12) 0.36 0.07 0.38 0.14

7. Inflasi Kesehatan (mtm) % 0.27 0.17 0.13 0.30 -

8. Inflasi Pendidikan (mtm) % 0.31 0.27 - 0.35 0.05

9. Inflasi Transportasi (mtm) % 1.28 0.94 (0.28) 0.29 (1.50)

B PDRB Penggunaan *** 6.40 6.27 6.31 5.57 6.12 5.96

- Konsumsi Rumah Tangga 6.26 6.06 6.72 6.69 6.44 6.82

- Konsumsi Lembaga Nonprofit Rumah Tangga (11.86) (1.55) 5.65 9.75 0.25 5.57

- Konsumsi Pemerintah 7.19 7.80 10.96 13.00 9.94 8.94

- Pembentukan Modal Tetap Bruto 3.56 6.61 12.86 12.37 9.08 9.96

- Perubahan Persediaan (72.36) (77.23) (62.90) 22.94 (63.28) (136.10)

- Ekspor Luar Negeri (3.15) (13.86) (9.52) (21.34) (11.70) (20.07)

- Impor Luar Negeri 1.64 (25.08) 3.54 16.45 (0.88) 16.01

- Net Ekspor Antardaerah (8.21) (9.23) 8.49 7.27 (1.38) (9.44)

C PDRB Sektoral *** 6.40 6.27 6.31 5.57 6.12 5.96

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 4.27 4.43 2.83 0.66 2.95 0.90

Pertambangan dan Penggalian 12.40 8.35 7.48 5.30 8.17 3.56

Industri Pengolahan 4.57 3.67 0.83 1.80 2.65 2.68

Pengadaan Listrik dan Gas 31.93 4.35 2.99 (5.05) 6.76 8.10

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 8.15 8.29 (0.87) (4.90) 2.42 0.17

Konstruksi 7.12 7.53 11.25 11.48 9.49 9.88

Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 6.09 5.49 5.44 6.65 5.93 6.53

Transportasi dan Pergudangan 8.78 7.99 7.06 5.47 7.25 7.83

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5.62 7.50 9.10 11.35 8.52 11.56

Informasi dan Komunikasi 8.20 9.23 8.75 9.52 8.95 8.24

Jasa Keuangan dan Asuransi 6.79 2.58 10.26 (3.32) 3.91 12.41

Real Estate 7.56 7.14 7.21 7.76 7.42 7.00

Jasa Perusahaan 8.14 8.26 8.40 6.29 7.73 6.36

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 8.37 9.24 8.74 9.47 8.99 8.07

Jasa Pendidikan 2.62 5.81 9.69 9.98 7.08 7.98

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 4.46 9.35 9.16 8.36 7.88 7.10

Jasa lainnya 6.17 7.42 8.77 7.75 7.56 7.34

II. MONETER TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I

Policy Rate (%) 7.50 7.50 7.50 7.50 7.50 6.75

Kurs (Rp/USD - posisi akhir) 13,084 13,313 13,854 13,726 13,494 13,527

III. PERDAGANGAN LUAR NEGERI TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I

1. Ekspor (ribu USD) 274,100 291,030 242,920 213,920 1,021,970 246,130

2. Impor (ribu USD) 18,790 12,040 12,080 29,210 72,120 37,270

IV. PERBANKAN** TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I

A. Jumlah Bank 46 46 46 46 46 46

1. Bank Umum 24 24 24 24 24 28

1.1. Bank Pemerintah 6 6 6 6 6 6

1.2. Bank Swasta 18 18 18 18 18 18

2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 18 18 18 18 18 18

3. Bank Syariah 4 4 4 4 4 4

B. Jaringan Kantor (Termasuk Unit) 347 350 345 342 342 340

1. Bank Umum 292 295 290 289 289 285

1.1. Konvensional 276 279 275 275 275 272

1.2. Syariah 16 16 15 14 14 13

2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 55 55 55 55 55 55

2.1. Konvensional 55 55 55 55 55 55

2.2. Syariah - - - - - -

C. Total Asset (Rp miliar) 35,839 37,037 38,383 37,195 37,195 39,637

1. Bank Umum 34,381 35,566 36,932 35,721 35,721 38,135

2. BPR 973 977 983 1,004 1,004 1,069

3. Bank Syariah 485 494 468 470 470 433

Keterangan :

* Angka sementara

** Berdasarkan lokasi bank pelapor

***Menggunakan tahun dasar 2010

2015

Indikator Ekonomi dan Perbankan

Provinsi Sulawesi Utara

INDIKATOR 2016

IV. PERBANKAN (berdasarkan bank pelapor) TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I

D. Indikator Kinerja Bank Umum Konvensional

1. Dana Pihak Ketiga (DPK) (Rp miliar) 20,368 21,096 21,848 21,482 21,482 21,537

1.1. Giro 3,855 4,292 4,485 4,436 4,436 5,017

1.2. Deposito 7,752 8,022 8,242 6,485 6,485 7,071

1.3. Tabungan 8,762 8,782 9,121 10,562 10,562 9,448

2. Kredit (Rp miliar) 27,079 28,652 30,036 30,273 30,273 29,630

2.1. Berdasarkan Jenis Penggunaan

- Modal Kerja 7,309 7,538 7,546 7,564 7,564 7,704

- Investasi 3,022 3,743 4,542 4,265 4,265 4,143

- Konsumsi 16,067 16,209 17,248 17,739 17,739 17,782

2.2. Berdasarkan Sektor Ekonomi

Pertanian, Kehutanan & Perikanan 480 506 510 545 545 539

Pertambangan & Penggalian 38 733 1,594 1,317 1,317 1,222

Industri Pengolahan 763 795 720 733 733 714

Pengadaan Listrik, Gas & Produksi Es 2 4 9 12 12 17

Pengelolaan Air, Sampah, Limbah & Daur Ulang 5 5 5 5 5 5

Konstruksi 724 839 900 807 807 751

Perdagangan Besar & Eceran, Reparasi Mobil & Sepeda Motor 6,075 6,230 6,228 6,549 6,549 6,708

Transportasi & Pergudangan 303 329 279 350 350 346

Penyediaan Akomodasi & Makan Minum 417 457 473 430 430 448

Informasi & Komunikasi 4 6 5 4 4 4

Jasa Keuangan & Asuransi 78 85 74 57 57 53

Real Estate 340 342 345 355 355 356

Jasa Perusahaan 235 228 223 225 225 276

Administrasi Pemerintah, Pertahanan & Jaminan Sosial Wajib 3 3 2 3 3 3

Jasa Pendidikan 42 39 37 35 35 39

Jasa Kesehatan & Kegiatan Sosial 35 37 35 39 39 37

Jasa Lainnya 579 643 463 420 420 330

Lain-lain 15,808 16,209 16,988 18,386 18,386 17,782

2.3. Kredit untuk Debitur UMKM 7,472 7,446 7,228 7,430 7,430 7,612

2.4. Loan to Deposit Ratio (LDR) % 128.12 131.00 132.73 135.73 135.73 137.57

2.5. Non Performing Loan (NPL)

- Nominal (Rp miliar) 894 988 996 984 984 1,072

- Rasio (%) 3.39 3.45 3.32 3.33 3.33 3.62

V. SISTEM PEMBAYARAN TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I

1. Kas (Rp miliar)

- Inflow 2,303 1,077 1,814 1,099 6,293 2,498

- Outflow 670 1,391 2,375 2,772 7,208 682

2. Kliring

- Volume Kliring (Lembar) 90,235 91,718 92,357 99,513 373,823 94,737

- Nominal Kliring (Rp Miliar) 2,668 2,345 2,447 2,817 10,277 2,745

- Rata2 Volume Kliring/hari (Lembar) 1,477 1,558 1,490 1,659 1,546 1,609

- Rata2 Nominal Kliring/hari (Rp Miliar) 44 40 39 47 43 47

- Rata2 Lembar Tolakan Kliring/hari (%) 2.10 2.37 2.65 2.86 2.49 3.16

- Rata2 Nominal Tolakan Kliring/hari (%) 1.87 2.59 2.91 3.48 2.71 3.15

Keterangan :

* Angka sementara

** Berdasarkan lokasi bank pelapor

***Menggunakan tahun dasar 2010

2015

RINGKASAN EKSEKUTIF

BAB I Pertumbuhan Ekonomi

Perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan I 2016 lebih baik dibandingkan dengan

perekonomian nasional baik secara pertumbuhan maupun besarannya. Ekonomi Sulut

tumbuh sebesar 5,96% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2015 yang tumbuh

sebesar 4,92% (yoy) pada triwulan ini.

Berdasarkan sisi produksi atau penawaran, pertumbuhan ekonomi Sulut ditopang oleh

dan Konstruksi mengalami perlambatan pertumbuhan.

Di sisi penggunaan atau permintaan, pertumbuhan ekonomi Sulut ditopang oleh

pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan perbaikan kinerja perdagangan Sulut dengan

luar negeri. Sedangkan konsumsi pemerintah, investasi (PMTB) dan perdagangan antar

daerah menunjukkan kinerja yang melambat.

BAB II Perkembangan Keuangan Daerah

Alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Sulawesi Utara

meningkat jika dibandingkan tahun sebelumnya, baik dari sisi pendapatan (17,37%, yoy)

maupun dari sisi belanja (15,86%, yoy).

Berdasarkan proporsinya, Pemerintah Daerah masih memiliki ketergantungan terhadap

Dana Perimbangan, yaitu sebesar 61,81% dari total pendapatan. Rasio kemandirian

daerah pada periode laporan menunjukan penurunan dibandingkan dengan periode yang

sama di tahun sebelumnya.

Realisasi pendapatan pada Triwulan I-2016 mencapai Rp711,93 juta sepanjang atau

sebesar 23,72% dari plafond anggaran. Sementara itu, realisasi belanja pada Triwulan I-

2016 mencapai Rp464,58 juta, atau 15,18% dari plafond anggaran.

BAB III Perkembangan Inflasi Daerah

Tekanan inflasi tahunan Sulawesi Utara yang diwakili oleh inflasi Kota Manado relatif

mengalami penurunan sehingga tercatat semakin mendekati level nasional maupun KTI.

Inflasi Sulut pada triwulan I 2016 tercatat sebesar 4,9% (yoy) lebih rendah dibandingkan

dengan triwulan IV 2015 yang tercatat sebesar 5,56% (yoy).

Menurunnya tekanan inflasi tahunan Sulut terutama disebabkan oleh koreksi harga pada

kelompok administered prices dan volatile food di tengah tekanan inflasi inti yang masih

minimal seiring belum kuatnya tekanan permintaan di awal tahun

Secara bulanan, deflasi terjadi selama 3 (bulan) berturut-turut di Sulawesi Utara. Kondisi

ini dipengaruhi oleh normalisasi harga khususnya pada komoditas volatile food pasca

perayaan hari besar keagamaan pada bulan Desember 2015. Kondisi tersebut diikuti

dengan koreksi harga pada kelompok administered prices terutama tarip listrik dan

angkutan udara seiring masih rendahnya harga minyak dunia.

BAB IV Stabilitas Keuangan Daerah

Membaiknya perekonomian Sulawesi Utara tidak disertai dengan peningkatan kinerja

perbankan. Indikator utama perbankan pada triwulan laporan yaitu DPK dan Kredit

tercatat tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Disisi lain, pertumbuhan

Aset yang tidak disertai dengan pertumbuhan kredit, menyebabkan bank umum harus

mengalokasikan aktiva produktifnya dengan baik agar tidak terjadi idle money.

Ditengah perlambatan tersebut, fungsi intermediary perbankan yang tercermin dari Loan

to Deposit Ratio (LDR) tercatat mengalami penurunan, meski demikian angka LDR

tersebut masih berada di atas level yang ideal. Rasio NPL meningkat pada triwulan

laporan, dari 3,33% pada triwulan sebelumnya menjadi 3,62% pada triwulan laporan.

Disisi suku bunga, suku bunga DPK tercatat menunjukkan penyesuaian yang searah

dengan penurunan BI Rate yang terjadi selama 3 (tiga) bulan berturut-turut pada periode

laporan.

BAB V Perkembangan Sistem Pembayaran

Pergerakan aliran masuk uang kartal dari masyarakat ke kas Bank Indonesia pada triwulan

I 2016 masih mengikuti pola historisnya. Aliran uang kartal menunjukkan adanya

peningkatan net-inflow dari triwulan sebelumnya dan dari triwulan yang sama tahun

sebelumnya. Posisi net-inflow mengalami peningkatan signifikan yang mencapai 207%

(qtq) dari sebelumnya net-outflow sebesar Rp1.67 triliun pada triwulan IV tahun 2015

menjadi net-inflow sebesar Rp1.79 triliun.

Dari sisi non tunai, transaksi melalui SKNBI menunjukkan perlambatan baik dari sisi

volume maupun nominal transaksi. Secara rata-rata harian, nilai transaksi yang diproses

SKNBI pada triwulan laporan mencapai Rp48.62 miliar per hari atau melambat sebesar

9.30% (qtq) dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp53.60 miliar per hari.

Temuan uang palsu meningkat cukup signifikan pada uang yang diragukan keasliannya

di Sulut-Gorontalo pada triwulan laporan. Tercatat total uang palsu yang ditemukan

sebanyak 205 lembar, meningkat 144% (qtq) dari triwulan sebelumnya dan apabila

dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya meningkat sebesar 159.5%

(yoy).

BAB VI Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan Masyarakat

Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Utara tercatat mengalami pertumbuhan seiring

dengan pertumbuhan perekonomian Sulawesi Utara. Pada triwulan I 2016, jumlah tenaga

kerja Sulawesi Utara tercatat tumbuh sebesar 1,96% (yoy) diikuti oleh Tingkat Partisipasi

Angkatan Kerja (TPAK) yang meningkat ke angka 2,14%.

Sementara peningkatan kesejahteraan masyarakat Sulawesi Utara terindikasi dari

berbagai indikator tingkat kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan di sektor pertanian

yang merupakan sektor utama pendorong perekonomian Sulawesi Utara menunjukkan

perbaikan yang tercermin dari NTP dan NTUP. Hal tersebut juga dikonfirmasi dengan rasa

optimisme konsumen terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat secara umum.

BAB VII Prospek Perekonomian

- Prospek Ekonomi Makro

Perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan II 2016 diperkirakan tumbuh pada

kisaran 6,12% (yoy), atau mengalami akselerasi dibandingkan pertumbuhan ekonomi

di triwulan I 2016. Meningkatnya perekonomian Sulut di triwulan II 2016 diperkirakan

Di sisi penggunaan, komponen

utama Sulut diperkirakan mengalami peningkatan seluruhnya.

- Prakiraan Inflasi

Setelah mengalami penurunan pada triwulan I 2016, tekanan inflasi Sulut memasuki

triwulan II 2016 diperkirakan kembali meningkat kendati dalam besaran yang relatif

terbatas terutama secara bulanan. Setelah mencatatkan deflasi cukup dalam di

periode April 2016, inflasi Sulut pada Mei dan Juni diperkirakan meningkat dengan

proyeksi inflasi bulanan masing-masing pada kisaran 0,09% (mtm) dan 0,57% (mtm).

Risiko tekanan inflasi pada triwulan II 2016 diperkirakan muncul dari kelompok

volatile food dan kelompok inti dipengaruhi masuknya periode bulan Ramadhan,

masuknya masa panen dan dimulainya realisasi proyek pemerintah. Sementara,

tekanan inflasi pada kelompok administered prices diperkirakan masih relatif stabil

kendati pergerakan harga minyak dunia terpantau mulai mengalami kenaikan.

BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI

Perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan I

2016 lebih baik dibandingkan dengan

perekonomian nasional baik secara

pertumbuhan maupun besarannya. Ekonomi

Sulut tumbuh sebesar 5,96% (yoy), lebih

tinggi dibandingkan triwulan IV 2015 yang

tumbuh sebesar 5,57% (yoy). Sementara itu,

pertumbuha

tumbuh sebesar 4,92% (yoy) pada triwulan ini, lebih rendah dibandingkan triwulan lalu yang

tercatat tumbuh sebesar 5,04% (yoy).

Berdasarkan sisi produksi atau penawaran, pertumbuhan ekonomi Sulut ditopang oleh

pertumbuhan 3 sekto

Konstruksi mengalami perlambatan pertumbuhan.

Di sisi penggunaan atau permintaan, pertumbuhan ekonomi Sulut ditopang oleh pertumbuhan

konsumsi rumah tangga dan perbaikan kinerja perdagangan Sulut dengan luar negeri.

Sedangkan konsumsi pemerintah, investasi (PMTB) dan perdagangan antar daerah menunjukkan

kinerja yang melambat.

SISI PRODUKSI / PENAWARAN

Struktur ekonomi Sulut pada didominasi

oleh 5 sektor utama dengan total pangsa

sebesar 65% yaitu sektor Pertanian,

Kehutanan dan Perikanan (21%),

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi

Mobil dan Sepeda Motor (12%), Konstruksi

(11%), Transportasi dan Pergudangan

(11%), dan Industri Pengolahan (9%). Selain

5 sektor utama tersebut, sektor Administrasi

Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan

Sosial Wajib memiliki pangsa sebesar 8% dan pangsa sisanya sebesar 27% tersebar pada 11

sektor lainnya.

Di sisi pertumbuhan, seluruh 17 sektor tumbuh positif yang terdiri dari 9 sektor yang tumbuh

meningkat dan 8 sektor yang tumbuh melambat. Adapun 3 dari 5 sektor utama Sulut mengalami

Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi (yoy)

Sumber: Badan Pusat Statistik Prov. Sulut, diolah

Grafik 1.2. Struktur Ekonomi

Sumber: Badan Pusat Statistik Prov. Sulut, diolah

peningkata

Konstruksi.

2015. Pertumbuhannya meningkat dari 0,66% pada triwulan lalu menjadi 0,90% pada triwulan

erkebunan Tahunan

dengan komoditas utama kelapa, pala serta cengkih, dan subsektor Tanaman Pangan (beras).

Adapun pada triwulan ini, sumber peningkatan pertumbuhan berasal dari subsektor Perikanan,

Peternakan, Tanaman Holtikultura Tahunan dan Tanaman Pangan, serta subsektor lainnya,

kecuali subsektor Perkebunan Tahunan dan

Tanaman Holtikultura Semusim yang mana

mengalami perlambatan.

Subsektor terbesar yaitu Perikanan tumbuh

meningkat sebesar 4,36% (yoy) setelah pada

triwulan lalu tercatat kontraksi sebesar -

0,86% (yoy). Peningkatan tersebut didorong

oleh tidak diperpanjangnya aturan

Moratorium oleh Kementerian Kelautan dan

Tabel 1.1. Pertumbuhan Sektoral (%, yoy)

Sumber: Badan Pusat Statistik Prov. Sulut, diolah

Grafik 1.3. Perkembangan Luas Lahan & Produksi Beras

Sumber: Dinas Pertanian dan Peternakan Sulut, diolah

2016

I II III IV Total I

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 0.90 2.33 4.02 0.66 2.95 0.90

Pertambangan dan Penggalian 3.56 7.80 7.77 5.30 8.17 3.56

Industri Pengolahan 2.68 3.19 3.48 1.80 2.65 2.68

Pengadaan Listrik, Gas dan Produksi Es 8.10 15.43 4.47 (5.05) 6.76 8.10

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,

Limbah dan Daur Ulang0.17 2.34 0.27 (4.90) 2.42 0.17

Konstruksi 9.88 10.00 10.28 11.48 9.49 9.88

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi

Mobil dan Sepeda Motor6.53 7.78 7.49 6.65 5.93 6.53

Transportasi dan Pergudangan 7.83 7.90 7.34 5.47 7.25 7.83

Penyediaan Akomodasi dan Makan

Minum11.56 8.36 7.79 11.35 8.52 11.56

Informasi dan Komunikasi 8.24 6.50 7.33 9.52 8.95 8.24

Jasa Keuangan dan Asuransi 12.41 1.57 3.14 (3.32) 3.91 12.41

Real Estate 7.00 8.51 8.47 7.76 7.42 7.00

Jasa Perusahaan 6.36 6.08 6.01 6.29 7.73 6.36

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan

dan Jaminan Sosial Wajib8.07 9.61 9.10 9.47 8.99 8.07

Jasa Pendidikan 7.98 7.46 5.94 9.98 7.08 7.98

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 7.10 3.81 3.90 8.36 7.88 7.10

Jasa lainnya 7.34 5.98 5.32 7.75 7.56 7.34

Sektor Ekonomi2015

Perikanan sejak bulan Oktober 2015. Berakhirnya aturan larangan penggunaan kapal asing baik

eks maupun baru mendorong kinerja perikanan tangkap tumbuh positif setelah tercatat tumbuh

negatif sepanjang tahun 2015.

Selain subsektor Perikanan, subsektor utama Sulut lainnya yaitu subsektor Tanaman Pangan juga

tumbuh positif yaitu sebesar 1,12% (yoy) setelah tumbuh negatif sebesar -0,08% (yoy) pada

triwulan lalu. Peningkatan tersebut didorong oleh membaiknya cuaca pada triwulan ini setelah

dilanda musim el nino pada tahun 2015 yang menyebabkan sebagian besar tanaman pangan

mengalami gagal panen. Di samping itu, peningkatan anggaran APBN untuk pertanian melalui

bantuan benih, alat, mesin, bantuan irigasi dan lainnya. Hal ini juga terkonfirmasi dengan data

perkembangan sektor pertanian dari Distanak Sulut yang menunjukkan bahwa luas lahan panen

dan produksi beras meningkat pada triwulan I 2016. Adapun produksi beras pada triwulan ini

mencapai 89 Ribu ton dengan luas lahan panen sebesar 31 Ribu Ha.

Berbeda dengan subsektor Tanaman Pangan,

musim el nino tahun 2015 masih memberikan

dampak negatif pada subsektor Perkebunan

Tahunan di triwulan ini. Subsektor tersebut

tercatat mengalami kontraksi sebesar -5,29%

(yoy), setelah tumbuh positif pada triwulan

lalu (2,75%, yoy). Musim el nino

menyebabkan sebagian tanaman kelapa tidak

bertumbuh dengan baik bahkan mati. Untuk

tanaman kelapa yang mati, dibutuhkan waktu sekitar 3 5 tahun untuk pertumbuhan baru. Di

samping itu, penurunan produksi kelapa juga disebabkan oleh kondisi perkebunan kelapa di Sulut

yang sudah tua sehingga tidak cukup produktif. Program pemerintah dan Bank Indonesia dalam

melakukan peremajaan kelapa belum cukup terlihat pada triwulan ini. Namun demikian, berbagai

program peremajaan lainnya yang akan dilakukan sepanjang tahun ini dinilai dapat menjadi

penolong perbaikan produksi kelapa. Total produksi kelapa pada triwulan ini sebesar 67 Ribu ton,

menurun dibandingkan triwulan sebelumnya.

Sektor Perdagangan Besar dan Eceran;

Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

meskipun pertumbuhannya sedikit lebih

rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan

IV 2015 sebagaimana siklusnya.

Grafik 1.4. Perkembangan Produksi Kelapa

Sumber: Dinas Perkebunan Sulut, diolah

Grafik 1.5. Indeks Penjualan Riil

Sumber: Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia

Pertumbuhannya relatif melambat dari 6,65% pada triwulan lalu menjadi 6,54% pada triwulan

ini, namun relatif lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2015 (6,09%). Sumber perlambatan

tersebut disebabkan oleh perdagangan besar dan eceran (bukan mobil dan sepeda motor),

sedangkan perdagangan mobil dan sepeda motor menunjukkan peningkatan pertumbuhan.

Perlambatan sektor ini sesuai dengan Survei Penjualan Eceran yang menunjukkan penurunan

Indeks Penjualan Riil pada triwulan ini dibandingkan triwulan lalu.

Perlambatan pertumbuhan kinerja

perdagangan besar dan eceran sesuai dengan

siklusnya yang cenderung melambat pada

awal tahun setelah puncaknya pada akhir

tahun sebelumnya. Pertumbuhannya

melambat dari 9,22% (yoy) pada triwulan lalu

menjadi 7,36% (yoy) pada triwulan ini.

Perlambatan tersebut terkonfirmasi juga

dengan jumlah pengunjung pusat

perbelanjaan yang menurun. Sebagai catatan, pada triwulan ini terdapat penyelenggaraan

Pilwako Kota Manado, namun demikian hal tersebut belum cukup mampu untuk mendorong

perdagangan barang meningkat.

Sementara itu, sektor perdagangan ditopang

oleh kinerja perdagangan mobil dan sepeda

motor yang menjadi penahan perlambatan

sektor perdagangan sehingga sektor ini masih

tumbuh cukup tinggi. Perdagangan mobil dan

sepeda motor tumbuh meningkat dari 2,33%

(yoy) pada triwulan lalu menjadi 5,11% (yoy)

pada triwulan ini. Berdasarkan hasil liaison,

penjualan mobil dan sepeda motor di Sulut

meningkat pada triwulan ini. Peningkatan

atau perbaikan penjualan didorong oleh

berbagai faktor baik dari sisi supply maupun

demand. Di sisi penawaran, berbagai varian

baru yang dikeluarkan oleh produsen

kendaraan bermotor mendorong konsumen

untuk melakukan pembelian. Hal itu didukung

juga dengan penurunan harga BBM yang

dilakukan pada awal tahun. Di sisi permintaan,

Grafik 1.6. Pengunjung Pusat Perbelanjaan

Sumber: Pusat Perbelanjaan di Sulut, diolah

Grafik 1.7. Pertumbuhan Penjualan Kend.Bermotor

Sumber: Pelaku Usaha, diolah

Grafik 1.8. Perkembangan Kredit Kendaraan Bermotor

Sumber: Bank Indonesia

meningkatnya pendapatan masyarakat baik berdasarkan Upah Minimum Provinsi Sulut maupun

perbaikan sektor primer, menjadi pendorong daya beli masyarakat. Membaiknya penjualan

kendaraan bermotor didukung kredit pembiayaan. Hal tersebut dapat dilihat dari pertumbuhan

kredit kendaraan bermotor yang meningkat.

Sektor Konstruksi

Sektor Konstruksi tumbuh melambat dari

11,48% (yoy) pada triwulan lalu menjadi

9,88% (yoy) pada triwulan ini. Sebagaimana

siklusnya, perlambatan di awal tahun salah

satunya disebabkan oleh realisasi anggaran

daerah pos belanja modal, yang relatif tidak

secepat ketika memasuki semester kedua.

APBD Sulut pada triwulan ini baru terealisasi

sebesar 9,18% atau Rp68 Miliar dari anggaran

belanja modal Rp744 Miliar, sedangkan realisasi khusus triwulan IV 2015 tercatat sebesar 46,56%

atau Rp367 M dari anggaran belanja modal Rp789 M. Hal tersebut menunjukkan bahwa realisasi

lebih tinggi terjadi pada akhir tahun dibandingkan awal tahun. Meskipun begitu, pemprov Sulut

masih mampu dalam menyerap anggaran yang tercermin dari realisasi belanja modal triwulan ini

lebih tinggi dibandingkan triwulan yang sama tahun lalu. Sementara itu, realisasi APBN pos

belanja modal triwulan ini baru terealisasi sebesar 6,46% atau Rp189 M dari Rp2,9 T. Untuk

proyek strategis yang dianggarkan Rp2,2 T, baru terserap sebesar Rp138 M atau 6,23%.

Grafik 1.9. Realisasi Belanja Modal APBD (Rp Juta)

Sumber: Pemprov Sulut, diolah

Tabel 1.2. Perkembangan Realisasi Anggaran Proyek Strategis APBN

Sumber: Dirjen Perbendaharaan Negara Sulut

1 Pengadaan dan Pemasangan Fasilitas Keselamatan LLAJ 34,464,750,000 -

2 Pembangunan Terminal Angkutan Penumpang 11,000,000,000 -

3 Peningkatan Terminal Angkutan Penumpang 5,000,000,000 -

4 Landas Pacu (Runaway Bandar Udara Naha) 115,227,017,000 20,990,335,000

5 Sarana Prasarana, Rumah Sakit yang akan di Akreditasi 22,403,381,000 -

6 Peralatan Kesehatan, Rumah Sakit yang akan di Akreditasi 84,210,898,000 198,000,000

7 Bendungan baru yang dibangun 136,559,272,000 95,179,500

8 Bendungan dalam tahap Pelaksanaan (on going) 155,227,148,000 28,096,466,000

9 Danau yang Direvitalisasi 26,500,000,000 40,143,000

10 Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Pemukiman Perkotaan 50,345,064,000 -

11 Pembangunan dan Pengembangan Kawasan pemukiman Pedesaan 6,796,488,000 9,600,000

12 Pembangunan SPAM Perkotaan 115,089,822,000 3,946,700,000

13 Pembangunan SPAM Kawasan Khusus 11,024,000,000 2,104,280,000

14 Pembangunan SPAM Kawasan Rawan Air 4,540,500,000 -

15 Sistem Pengelolaan Drainase kawasan / Lingkungan 10,587,800,000 -

16 Sistem Penanganan Persampahan Sklala Kota 67,801,500,000 -

17 Sistem Pengelolaan Air Limbah SkalaKota 11,087,850,000 -

18 Sistem Pengelolaan Air Limbah Khusus 3,120,500,000 -

19 Jaringan Irigasi Permukaan Kewenangan Pusat yang dilaksanakan konstruksinya 15,650,000,000 -

20 Saluran Pembawa yang dibangun/ditingkatkan 19,367,806,000 -

21 Sumur JIAT yang dibangun/ditingkatkan 2,273,000,000 603,413,400

22 Bendungan irigasi Kewenangan Daerah yang dilaksanakan konstruksinya 24,136,304,000 1,970,845,420

23 Jaringan Irigasi Permukaan Kewenangan Pusat yang ditingkatkan/direhabilitasi 11,349,653,000 -

24 Sumur JIAT yang direhabilitasi 2,273,000,000 -

25 Jaringan Irigasi Air Tanah yang direhabilitasi 3,556,000,000 606,666,800

26 Normalisasi Sungai dan Pembuatan tanggul yang dibangun/ditingkatkan 46,356,046,000 4,490,167,140

27 Pelebaran jalan 769,995,799,000 34,605,299,694

28 Pembangunan Fly Over/Underpass/Terowongan 53,900,000,000 -

29 Peningkatan Jembatan 79,920,000,000 12,770,675,050

30 pembangunan Jalan 46,400,000,000 5,122,000,000

31 Pembangunan Jalan Bebas hambatan (Tol Manado - Bitung) 277,000,000,000 22,798,000,000

No Proyek Strategis PaguRealisasi s/d

Triwulan I 2016

Di sisi swasta, hasil liaison pada konstruksi perumahan menunjukkan bahwa sektor ini cenderung

melambat. Hal tersebut tercermin juga dari hasil Survei Harga Properti Residensial dan Survei

Penjualan Eceran Bank Indonesia. SHPR menunjukkan bahwa kenaikan harga properti residensial

mengalami perlambatan dari 5,24% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 3,53% (yoy) pada triwulan

ini. Perlambatan kenaikan harga tersebut terjadi sejak triwulan II 2015 dan hingga triwulan ini.

Perlambatan kenaikan harga jual terjadi di seluruh tipe rumah yaitu tipe kecil, sedang dan besar.

Hasil Survei Penjualan Eceran khususnya Indeks Penjualan Riil Bahan Konstruksi menunjukkan

penurunan dari 248,80 pada triwulan lalu menjadi 139,14 pada triwulan ini. Pada konstruksi

pembangunan pabrik, pelaku usaha masih bersikap wait & see dalam melakukan investasi. Pelaku

usaha memperkirakan kondisi bisnis yang lebih baik akan terjadi pada triwulan kedepan, sehingga

investasi diperkirakan mulai dilakukan pada triwulan-triwulan mendatang. Perlambatan sektor

Konstruksi juga tercermin dari perlambatan pertumbuhan kredit konstruksi pada triwulan ini

dibandingkan triwulan lalu.

Adapun fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) tetap menjadi pilihan utama dalam melakukan

transaksi pembelian properti oleh konsumen. Berdasarkan data Kementerian Perumahan Rakyat

(Kemenpera), dari total KPR yang dikucurkan oleh bank di Sulut tahun 2016, sebanyak 38 unit

dengan total Rp3,6 M menggunakan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) oleh

pemerintah.

Sektor Transportasi dan Pergudangan

kinerjanya dibandingkan triwulan IV 2015.

Pertumbuhannya naik dari 5,47% (yoy) pada

triwulan lalu menjadi 7,83% (yoy) pada

Grafik 1.10. Indeks Harga Properti Residensial

Sumber: Survei Harga Properti Residensial Bank Indonesia

Grafik 1.11. Perkembangan Kredit Konstruksi

Sumber: Bank Indonesia

Grafik 1.12. Pertumbuhan Jumlah Armada

Sumber: Pelaku Usaha, diolah

triwulan ini. Peningkatan tersebut bersumber dari meningkatnya kinerja angkutan darat, udara

7%),

angkutan udara (24%), angkutan laut (16%), serta pergudangan dan angkutan sungai (3%).

Kinerja angkutan darat tumbuh meningkat dari 6,67% (yoy) menjadi 6,87% (yoy) yang didorong

oleh mobilitas masyarakat dalam rangka merayakan hari raya keagamaan seperti Tahun Baru

Cina, Cap Go Meh, dan Paskah. Di samping itu, pembangunan dan perbaikan jalan yang cukup

tinggi pada beberapa tahun terakhir serta penurunan harga BBM diperkirakan juga menjadi

faktor meningkatnya kinerja angkutan darat. Peningkatan kinerja angkutan darat tercermin dari

jumlah armada transportasi darat.

Sementara itu, kinerja angkutan udara tumbuh signifikan dari 4,50% (yoy) pada triwulan lalu

menjadi 16,58% (yoy) pada triwulan ini. Peningkatan tersebut didorong oleh beberapa hal antara

lain yaitu biaya bahan bakar avtur yang mengalami penurunan seiring dengan menurunnya harga

minyak dunia, penurunan batas atas dan batas bawah sehingga mendorong daya beli

masyarakat, ekspansi maskapai baru pada triwulan lalu serta pembukaan rute baru oleh maskapai

tersebut pada triwulan ini. Peningkatan terlihat dari arus penumpang yang datang dan berangkat

melalui bandara dengan jumlah penumpang sebanyak 567.611 pada triwulan ini.

Adapun kinerja angkutan laut juga tumbuh meningkat dari 1,63% (yoy) menjadi 3,73% (yoy)

didorong oleh peningkatan produksi industri pengolahan disertai dengan perbaikan ekspor.

Peningkatan tersebut dapat dilihat dari arus barang perdagangan luar negeri di Pelabuhan Bitung

(terminal konvensional).

Sektor Industri Pengolahan

Sektor Industri Pengolahan menunjukkan peningkatan kinerja dibandingkan triwulan IV 2015.

Pertumbuhannya naik dari 1,80% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 2,68% (yoy) pada triwulan ini.

Sektor ini secara signifikan dikuasai oleh industri makanan dan minuman dengan pangsa sebesar

84%, sedangkan industri lainnya relatif kecil. Adapun industri tersebut didominasi oleh

pengolahan bahan baku kelapa dan pengolahan bahan baku ikan.

Grafik 1.13. Arus Penumpang Bandara Sam Ratulangi

Sumber: PT Angkasa Pura I, Bandara Sam Ratulangi Manado, diolah

Grafik 1.14. Arus Barang Pelabuhan Bitung

Sumber: PT Pelindo IV, Bitung, diolah

Pada triwulan ini, peningkatan sektor industri

didorong oleh pengolahan ikan yang

meningkat tajam, sedangkan pengolahan

kelapa dan pala relatif masih terkontraksi

akibat musim el nino yang menyebabkan

banyak tanaman mati atau berbuah sedikit.

Industri berbahan baku ikan tumbuh membaik

kinerjanya pada triwulan I 2016, setelah

cenderung melambat sepanjang 4 triwulan di

tahun 2015. Perbaikan industri ini didorong oleh tidak diperpanjangnya aturan Moratorium sejak

triwulan IV 2015 sehingga ketersediaan bahan baku ikan mengalami peningkatan. Melalui liaison,

pelaku usaha juga menyatakan bahwa kondisi bisnis atau penjualan pada tahun 2016 akan

membaik dibandingkan tahun 2015. Kondisi ini tercermin dari pelaku usaha di industri

pengolahan ikan yang mengalami peningkatan produksi yang mulai terjadi pada saat

dinonaktifkannya aturan Moratorium dan tumbuh meningkat tajam pada triwulan ini.

Data BPS juga mengkonfirmasi kondisi di atas. Produksi industri manufaktur besar dan sedang di

Sulut pada triwulan I 2016 tumbuh meningkat sebesar 4,32% (yoy) dibandingkan triwulan IV

2015 yang tumbuh 4,24% (yoy).

melambat kinerjanya pada triwulan I 2016

dibandingkan triwulan IV 2015.

Pertumbuhannya melambat dari 9,47% (yoy)

pada triwulan lalu menjadi 8,07% (yoy) pada

triwulan ini. Perlambatan tersebut

sebagaimana siklusnya dimana kinerja

pemerintah yang tercermin dari realisasi

anggaran relatif lambat pada triwulan

pertama, kemudian mulai meningkat memasuki triwulan berikutnya sampai dengan triwulan

akhir tahun. Pada triwulan ini, realisasi anggaran belanja nonmodal pemerintah daerah (APBD)

sebesar 17,11%, lebih rendah dibandingkan realisasi khusus triwulan lalu sebesar 54,85%.

Grafik 1.15. Pertumbuhan Produksi Ikan Olahan

Sumber: Pelaku Usaha, diolah

Grafik 1.16. Realisasi Belanja Nonmodal APBD (Rp Juta)

Sumber: Pemprov Sulut, diolah

Sektor Lainnya

Selain ke-6 sektor di atas yang masing-masing memiliki pangsa lebih dari 5%, terdapat 11 sektor

lainnya yang masing-masing memiliki pangsa di bawah 5%. Sektor-sektor tersebut yaitu sektor

Pertambangan dan Penggalian (4,80%), Jasa Keuangan dan Asuransi (4,13%), Informasi dan

Komunikasi (3,82%), Real Estate (3,52%), Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial (3,47%), Jasa

Pendidikan (2,92%), Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (2,20%), Jasa lainnya (1,54%),

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang (0,14%), Jasa Perusahaan (0,09%),

Pengadaan Listrik, Gas dan Produksi Es (0,08%).

Pada triwulan ini, sektor lainnya yang meningkat dibandingkan triwulan lalu yaitu sebanyak 5

Sampah,

pertumbuhan.

Peningkatan signifikan terjadi pada sektor

Pengadaan Listrik dan Gas yang tumbuh

meningkat dari -5,05% (yoy) pada triwulan

lalu menjadi 8,10% (yoy) pada triwulan ini.

Peningkatan tersebut didorong oleh jumlah

pelanggan listrik yang meningkat. Tercatat

jumlah pelanggan listrik sebanyak 1.724.021

pelanggan yang meliputi berbagai sektor.

Selain itu, kondisi ketersediaan pasokan listrik

di yang tercatat surplus sebesar 10 MW pada

triwulan ini, setelah tercatat defisit pada triwulan sebelumnya. Pasokan listrik tersebut didukung

oleh kapal listrik atau disebut kapal Marine Vessel Power Plant (MVPP) Karadeniz Powership

Zeynep Sultan yang disewa oleh PT Perusahaan Listrik Negara dari luar negeri.

Selain sektor tersebut, sektor Jasa Keuangan

dan Asuransi juga tumbuh signifikan dari -

3,32% (yoy) pada triwulan lalu menjadi

12,41% (yoy) pada triwulan ini. Kebijakan

sistem keuangan yang dikeluarkan pada

triwulan ini seperti penurunan suku bunga

acuan (BI rate) dan penurunan GWM primer

Rupiah serta peningkatan dana KUR

merupakan faktor meningkatnya kinerja

sektor tersebut. Hal tersebut terlihat dari Nilai Tambah Bruto bank di Sulut yang meningkat.

Grafik 1.17. Jumlah Pelanggan Listrik

Sumber: PT PLN Wil.Suluttenggo, diolah

Grafik 1.18. NTB Bank Umum di Sulut

Sumber: Bank Indonesia

SISI PENGGUNAAN

Berdasarkan penggunaan, penguatan pertumbuhan ekonomi Sulut didorong oleh meningkatnya

konsumsi rumah tangga dan perbaikan kinerja perdagangan luar negeri. Peningkatan konsumsi

rumah tangga disebabkan oleh beberapa hal antara lain naiknya Upah Minimum Provinsi, tingkat

inflasi yang relatif terjaga, dan faktor lainnya. Sementara itu, perdagangan luar negeri yang

membaik kinerjanya disebabkan oleh perbaikan ekspor di tengah perlambatan impor. Di sisi lain,

konsumsi pemerintah dan investasi (Pembentukan Modal Tetap Bruto) relatif melambat

kinerjanya pada triwulan ini dibandingkan triwulan lalu.

Sebagai catatan, PDRB berdasarkan sisi

penggunaan didominasi oleh komponen

Konsumsi Rumah Tangga dengan pangsa

sebesar 48%, diikuti oleh Investasi (PMTB)

sebesar 33%, Konsumsi Pemerintah sebesar

18%, Perdagangan Luar Negeri sebesar 17%,

dan Perdagangan Antar Daerah sebesar 9%,

serta Konsumsi Lembaga Non Profit sebesar

2%. Melihat komposisi tersebut,

pertumbuhan ekonomi Sulut relatif

bergantung pada konsumsi masyarakat, sehingga penting untuk menjaga sumber pendapatan

masyarakat serta tingkat inflasi barang dan jasa.

Konsumsi

Konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2016 mencatat pertumbuhan tertinggi sepanjang 5

tahun terakhir. Pertumbuhannya naik dari 6,69% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 6,82% (yoy)

pada triwulan ini. Terdapat beberapa faktor yang mendorong peningkatan tersebut, antara lain

naiknya tingkat penghasilan dan terjaganya tingkat inflasi pada level yang rendah.

Tabel 1.3. Perkembangan Realisasi Anggaran Proyek Strategis APBN

Sumber: Dirjen Perbendaharaan Negara Sulut

Grafik 1.19. Pangsa Komponen PDRB Sisi Permintaan

Sumber: Badan Pusat Statistik Prov. Sulut, diolah

2016

Q1 Q2 Q3 Q4 Total Q1

Konsumsi Rumah Tangga 6.26 6.06 6.72 6.69 6.44 6.82

Konsumsi Lembaga Nonprofit Rumah Tangga (11.86) (1.55) 5.65 9.75 0.25 5.57

Konsumsi Pemerintah 7.19 7.80 10.96 13.00 9.94 8.94

Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) 3.56 6.61 12.86 12.37 9.08 9.96

Perubahan Persediaan (72.36) (77.23) (62.90) 22.94 (63.28) (136.10)

Ekspor Luar Negeri (3.15) (13.86) (9.52) (21.34) (11.70) (20.07)

Impor Luar Negeri 1.64 (25.08) 3.54 16.45 (0.88) 16.01

Net Ekspor Antardaerah (C21-C22) (8.21) (9.23) 8.49 7.27 (1.38) (9.44)

Komponen2015

Pada Oktober 2015, Pemprov Sulut memutuskan kenaikan UMP yang mulai diberlakukan tahun

2016. UMP Sulut naik sebesar 11,63% dari Rp2.150.000 pada tahun 2015 menjadi Rp2.400.000

pada tahun 2016. Besaran UMP ini merupakan tertinggi ketiga secara nasional atau berada di

bawah DKI Jakarta dengan UMP Rp3.100.000 dan Papua dengan UMP Rp2.450.770. Kenaikan

tersebut diindikasikan berdampak pada peningkatan daya beli masyarakat yang mendorong

meningkatnya konsumsi rumah tangga. Di samping itu, meningkatnya kinerja sektor primer

khususnya sektor Pertanian juga menjadi pendorong tingkat konsumsi masyarakat.

Hasil Survei Konsumen Bank Indonesia mengkonfirmasi kenaikan UMP tahun 2016. Rumah

tangga menyatakan bahwa penghasilan saat ini meningkat yang tercermin dari peningkatan

Indeks Penghasilan Saat Ini.

Di sisi lain, konsumsi didorong oleh tingkat inflasi yang relatif rendah pada triwulan ini.

Rendahnya tingkat inflasi disebabkan oleh normalisasi harga komoditas pangan dan penurunan

harga komoditas yang diatur pemerintah serta inflasi inti yang relatif terjaga. Adapun selama 3

bulan di triwulan ini, perkembangan harga barang dan jasa di Sulut mencatat deflasi.

Konsumsi rumah tangga didorong juga oleh mobilitas masyarakat dalam merayakan hari

Perbaikan kondisi ketenagakerjaan yang tercermin dari menurunnya Tingkat Pengangguran

Terbuka (TPT) pada Februari 2016 merupakan faktor lain peningkatan konsumsi.

Berbeda dengan konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah terlihat mengalami perlambatan.

Pertumbuhannya melambat dari 13,00% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 8,94% (yoy) pada

triwulan ini. Sebagaimana siklus tahun-tahun sebelumnya, perlambatan tersebut disebabkan oleh

realisasi anggaran (APBD) belanja non modal yang relatif lambat pada triwulan pertama, dimana

realisasi mulai meningkat ketika memasuki triwulan selanjutnya sampai dengan triwulan akhir.

Pada triwulan ini, realisasi anggaran belanja nonmodal pemerintah daerah (APBD) sebesar

17,11%, lebih rendah dibandingkan realisasi khusus triwulan lalu sebesar 54,85% atau terealisasi

Rp396 M. Namun demikian, realisasi belanja nonmodal triwulan ini tercatat mengalami

peningkatan dibandingkan triwulan yang sama tahun lalu. Hal ini mengindikasikan bahwa

Grafik 1.20. Indeks Penghasilan Saat Ini

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia

Grafik 1.21. Tingkat Inflasi Tahunan (yoy)

Sumber: Badan Pusat Statistik Prov. Sulut, diolah

pemerintah provinsi masih mampu menyerap anggaran yang ada. Adapun APBD belanja non

modal tahun 2016 mencapai Rp2,3 Triliun, meningkat dari Rp1,9 Triliun pada tahun 2015.

Investasi

Investasi tumbuh melambat dari 12,37% (yoy) pada triwulan IV 2015 menjadi 9,96% (yoy) pada

triwulan ini. Perlambatan terjadi baik pada investasi pemerintah maupun swasta. Di sisi

pemerintah, investasi yang melambat tercermin dari realisasi APBD modal yang baru terealisasi

sebesar 9,18% atau Rp68 Miliar dari anggaran belanja modal Rp744 Miliar, sedangkan realisasi

khusus triwulan IV 2015 tercatat sebesar 46,56% atau Rp367 M dari anggaran belanja modal

Rp789 M. Hal tersebut menunjukkan bahwa realisasi lebih tinggi terjadi pada akhir tahun

dibandingkan awal tahun. Lambatnya realisasi triwulan awal tahun sering disebabkan oleh

progress pelelangan beberapa proyek yang sering terkendala. Meskipun begitu, pemprov Sulut

masih mampu dalam menyerap anggaran, tercermin dari realisasi belanja modal triwulan ini lebih

tinggi dibandingkan triwulan yang sama tahun lalu. Sementara itu, realisasi APBN pos belanja

modal triwulan ini baru terealisasi sebesar 6,46% atau Rp189 M dari Rp2,9 T. Untuk proyek

strategis yang dianggarkan Rp2,2 T, baru terserap sebesar Rp138 M atau 6,23%.

Di sisi swasta, hasil liaison menunjukkan

bahwa pelaku usaha berencana melakukan

investasi pada tahun 2016, namun belum

pada triwulan pertama. Investasi berupa

pembangunan outlet/kantor, pembelian

tanah dan pembangunan perumahan, serta

pembelian armada angkutan akan dilakukan

pada triwulan-triwulan berikutnya.

Perlambatan investasi tercermin juga dari

pertumbuhan kredit investasi yang cenderung melambat.

Ekspor Impor

Kinerja perdagangan ekspor impor Sulut pada triwulan I 2016 relatif membaik dibandingkan

triwulan IV 2015. Meskipun tercatat net impor sebesar Rp1,2 T, namun pertumbuhan net impor

triwulan ini sebesar 54,29% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar

159,93% (yoy). Perbaikan kinerja perdagangan ditopang baik oleh perbaikan kinerja

perdagangan luar negeri maupun dalam negeri.

Ekspor luar negeri relatif membaik kinerjanya, meskipun pertumbuhannya masih tercatat

kontraksi. Ekspor LN terkontraksi sebesar -20,07% (yoy), membaik dibandingkan kontraksi

triwulan lalu sebesar -21,34% (yoy). Peningkatan ekspor ke luar negeri didorong oleh

Grafik 1.22. Perkembangan Kredit Investasi

Sumber: Bank Indonesia

peningkatan kinerja industri pengolahan yang tumbuh meningkat pada triwulan ini. Industri yang

meningkat yaitu industri pengolahan ikan yang disebabkan oleh bertambahnya ketersediaan

bahan baku ikan pasca dinonaktifkannya aturan Moratorium. Sementara itu, ekspor industri

pengolahan kelapa diindikasikan mengalami penurunan akibat kekurangan pasokan bahan baku

yang disebabkan oleh musim El Nino tahun 2015. Kondisi tersebut tercermin dalam data ekspor

impor BPS Sulut, yang menunjukkan bahwa ekspor lemak nabati mengalami penurunan

pertumbuhan sebesar -8,12% (yoy) pada triwulan ini dibandingkan dengan triwulan lalu yang

juga tumbuh negatif sebesar -3,10% (yoy). Sementara itu, ekspor ikan, ikan olahan, udang dan

daging mengalami perbaikan pertumbuhan dari -0,46% (yoy) pada triwulan lalu menjadi -0,10%

(yoy) pada triwulan ini. Sebagai catatan, komoditas ekspor terbesar Sulut yaitu lemak dan minyak

hewan/nabati dengan pangsa sebesar 66% pada triwulan ini. Negara tujuan ekspor Sulut terbesar

pada triwulan ini yaitu Amerika Serikat dengan pangsa 22%, kemudian diikuti oleh Belanda

dengan pangsa 18%. Peningkatan ekspor tercermin pada kegiatan muat barang di pelabuhan

yang relatif meningkat dibandingkan triwulan lalu.

Di sisi impor, perlambatan pertumbuhan

disebabkan oleh penurunan impor barang

modal, khususnya besi, baja dan barang yang

terbuat dari besi dan baja. Penurunan impor

barang modal sejalan dengan perlambatan

pertumbuhan sektor konstruksi dan juga

investasi. Perkembangan kegiatan bongkar di

pelabuhan juga mengkonfirmasi perlambatan

pertumbuhan impor.

Grafik 1.23. Perkembangan Ekspor Sulut

Sumber: Badan Pusat Statistik Prov. Sulut, diolah

Grafik 1.24. Kegiatan Muat di Pelabuhan Bitung

Sumber: PT Pelindo IV Bitung, diolah

Grafik 1.25. Kegiatan Bongkar di Pelabuhan Bitung

Sumber: PT Pelindo IV Bitung, diolah

Box I

Progress Pembangunan Mega Proyek Sulawesi Utara

Sesuai dengan RPJMN Prov. Sulut 2015-2019, progres pembangunan megaproyek untuk

infrastruktur yang telah berlangsung adalah sbb :

a. Pembangunan Tol Manado Bitung sepanjang 39 km

Hingga pertengahan April 2016 progress fisik untuk seksi I (13,5 km) telah 1,2%,

bersamaan dengan hal tersebut, saat ini Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) sedang

menyelesaikan tahap akhir proses lelang investasi seksi II sepanjang 25,5 km yang akan

dilepas ke pihak swasta proses pembangunannya.

b. Pengembangan Pelabuhan Bitung sebagai International Hub-Port

Pengembangan Pelabuhan Bitung berada dalam koordinasi Pelindo IV sebagai pengelola.

Gambar 1. Pengembangan Pelabuhan Penumpang Gambar 2. Pengembangan Pelabuhan Peti Kemas

c. Pembangunan jalur KA Manado Bitung

Saat ini memasuki tahapan penyusunan AMDAL oleh konsultan pembangunan yang

diproyeksikan akan selesai dalam waktu dekat. Setelahnya akan ditindaklanjuti dengan

pembebasan lahan.

d. Pengembangan Bandara Sam Ratulangi

Runway Bandara Sam Ratulangi yang saat ini berjarak 2.650 meter akan ditambah 150

meter menjadi 2.800 meter, kedepannya dapat di darati oleh pesawat-pesawat berbadan

lebar, semisal Air Bus type A 350 yang berkapasitas sekitar 400 penumpang.

e. Pembangunan Bendungan Lolak, Kab. Bolaang Mongondow

Progress fisik bendungan telah 17%, dari biaya konstruksi sebesar Rp830 M, telah

terserap 22,89% hingga Tw I 2016. Luas area genangan akan mencapai 97,46 ha

sehingga kedepannya dapat menampung air dengan kapasitas total mencapai 16,1 juta

meter kubik yang dapat mendukung penyediaan air untuk irigasi seluas 2.214 hektar ke

sentra-sentra pertanian Sulut (wilayah Bolmong).

Gambar 3. Kegiatan Strategis Infrastruktur Jangka Menengah Nasional Provinsi Sulawesi Utara 2015-2019

Sumber: PT. Pelindo IV, Cab. Bitung Sumber: PT. Pelindo IV, Cab. Bitung

Sumber: Bappeda Prov. Sulawesi Utara

BAB II. PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

Alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Sulawesi Utara meningkat jika

dibandingkan tahun sebelumnya, baik dari sisi pendapatan (17,37%, yoy) maupun dari sisi

belanja (15,86%, yoy). Realisasi pendapatan pada Triwulan I-2016 mencapai Rp711,93 juta

sepanjang atau sebesar 23,72% dari plafond anggaran. Nilai realisasi pendapatan tersebut

tercatat lebih rendah dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya yang mencapai

26,27% dari plafond anggaran. Berdasarkan proporsinya, Pemerintah Daerah masih memiliki

ketergantungan terhadap Dana Perimbangan, yaitu sebesar 61,81% dari total pendapatan. Rasio

kemandirian daerah pada periode laporan menunjukan penurunan dibandingkan dengan periode

yang sama di tahun sebelumnya. Hal ini diindikasikan dari besarnya porsi PAD terhadap total

pendapatan yang mengalami penurunan, dari semula 40,21% di tahun 2015, menjadi 38,02%

di tahun 2016.

Sementara itu, realisasi belanja pada Triwulan I-2016 mencapai Rp464,58 juta, atau 15,18% dari

plafond anggaran. Nilai realisasi belanja tersebut tercatat lebih tinggi dibandingkan periode yang

sama di tahun sebelumnya, yaitu sebesar 14,30% dari plafond anggaran. Dilihat dari

perkembangan selama tiga tahun terakhir, porsi belanja modal mengalami peningkatan setiap

tahunnya. Hal ini mengindikasikan bahwa arah kebijakan pemerintah daerah Sulawesi Utara yang

mulai memberikan perhatian lebih terhadap pengembangan infrastruktur dalam rangka

membangun ekomomi daerah.

2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Dalam rangka melaksanakan pelayanan publik di daerah, instrumen utama yang digunakan

dalam kebijakan fiskal adalah melalui APBD. Tujuan utama dari APBD adalah sebagai pedoman

oleh pemerintah daerah dalam mengatur penerimaan dan belanja untuk pelaksanaan

pembangunan daerah. Pelaksanaan APBD juga diharapkan dapat menjadi mesin utama

pendorong pertumbuhan ekonomi. Selain itu, APBD juga sebagai salah satu penentu tercapainya

target dan sasaran makroekonomi daerah yang diarahkan untuk mengatasi berbagai kendala dan

permasalahan pokok dalam mewujudkan agenda masyarakat yang sejahtera dan mandiri. APBD

yang direncanakan setiap tahun dengan mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah (DPRD) pada dasarnya menunjukkan sumber-sumber pendapatan daerah, besaran

alokasi belanja untuk melaksanakan program / kegiatan, serta pembiayaan yang muncul apabila

terjadi surplus atau defisit. Nilai APBD-P Provinsi Sulawesi Utara di tahun 2016 meningkat jika

dibandingkan dengan nilai APBD-P periode tahun sebelumnya, baik dari sisi pendapatan

(17,37%, yoy) maupun dari sisi belanja (15,86%, yoy).

Nominal

(Rp Juta)%

Nominal

(Rp Juta)%

Nominal

(Rp Juta)%

I Pendapatan 2,054,618 188,027 9.15 2,557,555 756,101 29.56 3,001,755 711,928 23.72

Pendapatan Asli Daerah 944,590 188,027 19.91 1,028,491 207,816 20.21 1,141,321 206,442 18.09

Dana Perimbangan 1,109,528 - - 1,191,741 463,956 38.93 1,855,433 505,486 27.24

Lain-lain PAD yang Sah 500 - - 337,324 84,329 25.00 5,000 - -

II Belanja 2,452,619 213,538 8.71 2,641,789 377,814 14.30 3,060,767 464,576 15.18

Belanja Operasi 1,570,594 204,620 13.03 1,623,110 233,821 14.41 1,880,730 306,663 16.31

Belanja Modal 509,774 7,418 1.46 651,429 57,127 8.77 744,468 68,349 9.18

Belanja Tidak Terduga 10,000 1,500 15.00 5,000 - - 10,000 - -

Transfer (Ke Kab/Kota/Desa) 362,250 - - 362,250 86,866 23.98 425,568 89,565 21.05

III Pembiayaan 123,283 - - 84,224 290,709 345.16 59,012 - -

Penerimaan Daerah 148,283 - - 109,224 290,709 266.16 84,012 - -

- SILPA 148,283 - - 109,224 290,709 266.16 84,012 - -

Pengeluaran Daerah 25,000 - - 25,000 - - 25,000 - -

- Penyertaan Modal ( Investasi) Pemda 25,000 - - 25,000 - - 25,000 - -

APBD-P

2016

(Rp Juta)

Realisasi APBD-P

Triwulan I - 2016No Uraian

APBD-P

2014

(Rp Juta)

Realisasi APBD-P

Triwulan I - 2014APBD-P

2015

(Rp Juta)

Realisasi APBD-P

Triwulan I - 2015

Nominal

(Rp Juta)%

Nominal

(Rp Juta)%

Nominal

(Rp Juta)%

2,054,618 188,027 9.15 2,557,555 671,772 26.27 3,001,755 711,928 23.72

I Pendapatan Asli Daerah 944,590 188,027 19.91 1,028,491 207,816 20.21 1,141,321 206,442 18.09

- Pajak Daerah 820,520 172,243 20.99 911,162 183,218 20.11 980,942 187,111 19.07

- Retribusi Daerah 38,000 2,315 6.09 39,679 6,194 15.61 56,729 13,533 23.86

- Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah 40,000 - - 30,000 - - 45,000 - -

- Lain-lain 46,070 13,469 29.24 47,650 18,404 38.62 58,650 5,798 9.89

II Dana Perimbangan 1,109,528 - - 1,191,741 379,627 31.85 1,855,433 505,486 27.24

- Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak 100,000 - - 97,900 17,243 17.61 121,662 26,489 21.77

- Dana Alokasi Umum 949,853 - - 1,026,949 342,316 33.33 1,065,545 355,182 33.33

- Dana Alokasi Khusus 59,675 - - 66,892 20,068 30.00 668,226 123,815 18.53

II Lain - Lain Pendapatan Daerah yang Sah 500 - - 337,324 84,329 25.00 5,000 - -

PENDAPATAN

APBD-P

2016

(Rp Juta)

Realisasi APBD-P

Triwulan I - 2016No Uraian

APBD-P

2014

(Rp Juta)

Realisasi APBD-P

Triwulan I - 2014APBD-P

2015

(Rp Juta)

Realisasi APBD-P

Triwulan I - 2015

2.1.1 Pendapatan Daerah

Dari sisi pendapatan, nilai pagu anggaran APBD-P 2016 mencapai Rp3,00 triliun, dengan realisasi

sebesar Rp711,93 juta sepanjang Triwulan I-2016 (23,72%). Realisasi pendapatan pada periode

laporan lebih rendah dibandingkan realisasi pada periode yang sama di tahun sebelumnya, yaitu

sebesar 29,56%.

Terdapat dua sumber pendanaan utama dalam struktur APBD Provinsi Sulawesi Utara, yaitu

Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Perimbangan. Berdasarkan proporsinya, Pemerintah

Daerah masih memiliki ketergantungan terhadap Dana Perimbangan, yaitu sebesar 61,81% dari

total pendapatan. Rasio kemandirian daerah pada periode laporan menunjukan penurunan

dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya. Hal ini diindikasikan dari besarnya

porsi PAD terhadap total pendapatan yang mengalami penurunan, dari semula 40,21% di tahun

2015, menjadi 38,02% di tahun 2016.

Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah (BPKBMD) Sulawesi Utara (diolah)

Tabel 2.1.

Kinerja APBD Provinsi Sulawesi Utara Periode Triwulan I 2014 - 2016

Tabel 2.2.

Kinerja Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Utara Periode Triwulan I 2014 - 2016

Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah (BPKBMD) Sulawesi Utara, diolah

Nominal

(Rp Juta)%

Nominal

(Rp Juta)%

Nominal

(Rp Juta)%

2,452,619 213,538 8.71 2,641,789 377,814 14.30 3,060,767 464,576 15.18

I Belanja Operasi 1,570,594 204,620 13.03 1,623,110 233,821 14.41 1,880,730 306,663 16.31

Belanja Pegawai 591,057 103,704 17.55 573,164 110,968 19.36 626,668 124,401 19.85

Belanja Barang 569,828 33,598 5.90 496,725 39,019 7.86 688,553 57,743 8.39

Belanja Subsidi - - - 1,200 - - 1,200 - -

Belanja Hibah 317,329 67,318 21.21 519,242 83,835 16.15 552,620 124,519 22.53

Belanja Bantuan Sosial 20,000 - - 1,500 - - 410 - -

Belanja Bantuan Keuangan 72,380 - - 31,280 - - 11,280 - -

II Belanja Modal 509,774 7,418 1.46 651,429 57,127 8.77 744,468 68,349 9.18

Belanja Tanah 97,717 3,344 3.42 32,839 - - 41,659 10,755 25.82

Belanja Peralatan dan Mesin 75,526 2,702 3.58 75,035 5,217 6.95 117,148 6,616 5.65

Belanja Bangunan dan Gedung 150,284 1,318 0.88 152,080 213 0.14 148,820 1,309 0.88

Belanja Jalan, Irigasi, dan Jaringan 183,509 29 0.02 388,578 51,694 13.30 434,078 49,499 11.40

Belanja Aset Tetap Lainnya 2,738 25 0.91 2,896 3 0.10 2,764 170 6.15

III Belanja Tak Terduga 10,000 1,500 15.00 5,000 - - 10,000 - -

IV Transfer 362,250 - - 362,250 86,866 23.98 425,568 89,565 21.05

BELANJA

APBD-P

2016

(Rp Juta)

Realisasi APBD-P

Triwulan I - 2016

Realisasi APBD-P

Triwulan I - 2015

No Uraian

APBD-P

2014

(Rp Juta)

Realisasi APBD-P

Triwulan I - 2014APBD-P

2015

(Rp Juta)

0%0%

0%

2014

Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak

5%

90%

5%

2015

Dana Alokasi Umum

5%

70%

25%

2016

Dana Alokasi Khusus

Berdasarkan proporsinya, sebagian besar Dana Perimbangan ditopang oleh Dana Alokasi Umum

(70%), diikuti dengan Dana Alokasi Khusus (25%) dan Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak

(5%). Dilihat dari perkembangan selama dua tahun terakhir, porsi realisasi Dana Alokasi Umum

sepanjang Triwulan I memiliki kecenderungan yang menurun setiap tahunnya, dari 90% di tahun

2014, menjadi 70% di tahun 2016.

2.1.2 Belanja Daerah

Dari sisi belanja, nilai pagu anggaran APBD-P 2016 mencapai Rp3,06 triliun dengan nilai realisasi

pada periode Triwulan I sebesar Rp464,58 juta (15,18%). Nilai realisasi belanja pada periode

laporan tercatat mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama di tahun

sebelumnya, yaitu sebesar 14,30%. Anggaran belanja daerah mencerminkan potret pemerintah

daerah dalam menentukan skala prioritas yang akan dilaksanakan dalam satu tahun anggaran.

Berdasarkan klasifikasi belanja operasi - modal, porsi realisasi belanja masih didominasi oleh

Belanja Operasi (66%), diikuti dengan Belanja Modal (15%), dan Transfer (19%). Dilihat dari

Grafik 2.1.

Porsi Komponen Pembentuk Dana Perimbangan Pada Pendapatan Daerah Sulawesi Utara Periode Triwulan I 2014 - 2016

Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah (BPKBMD) Sulawesi Utara, diolah

Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah (BPKBMD) Sulawesi Utara, diolah

Tabel 2.3.

Kinerja Belanja Daerah Provinsi Sulawesi Utara Periode Triwulan I 2014 2016 (Klasifikasi Operasi-Modal)

96%

3%

0.70%

0%

2014

Belanja Operasi Belanja Modal

62%15%

0.00%

23%

2015

Belanja Tak Terduga

66%

15%

0.00%

19%

2016

Transfer

Nominal

(Rp Juta)%

Nominal

(Rp Juta)%

Nominal

(Rp Juta)%

2,452,619 213,538 8.71 2,641,789 377,814 14.30 3,060,767 464,576 15.18

I Belanja Tidak Langsung 1,327,670 167,594 12.62 1,462,144 278,907 19.08 1,595,460 335,254 21.01

Belanja Pegawai 545,711 98,776 18.10 541,672 108,206 19.98 594,381 121,170 20.39

Belanja Subsidi - - - 1,200 - - 1,200 - -

Belanja Hibah 317,329 67,318 21.21 519,242 83,835 16.15 552,620 124,519 22.53

Belanja Bantuan Sosial 20,000 - - 1,500 - - 410 - -

Belanja Bagi Hasil 362,250 - - 362,250 86,866 23.98 425,568 89,565 21.05

Belanja Bantuan Sosial 72,380 - - 31,280 - - 11,280 - -

Belanja Tidak Terduga 10,000 1,500 15.00 5,000 - - 10,000 - -

II Belanja Langsung 1,124,948 45,944 4.08 1,179,646 98,907 8.38 1,465,307 129,322 8.83

Belanja Pegawai 45,346 4,928 10.87 31,492 2,762 84.87 32,286 3,230 10.01

Belanja Barang dan Jasa 569,828 33,598 5.90 496,725 39,019 45.31 688,553 57,743 8.39

Belanja Modal 509,774 7,418 1.46 651,429 57,127 45.31 744,468 68,349 9.18

Surplus (Defisit) (123,284) (25,511) (84,234) 293,959 (59,012) 247,352

Realisasi APBD-P

Triwulan I - 2015No Uraian

APBD-P

2014

(Rp Juta)

Realisasi APBD-P

Triwulan I - 2014APBD-P

2015

(Rp Juta)

BELANJA

APBD-P

2016

(Rp Juta)

Realisasi APBD-P

Triwulan I - 2016

perkembangan selama tiga tahun terakhir, porsi belanja modal mengalami peningkatan setiap

tahunnya. Hal ini mengindikasikan bahwa arah kebijakan pemerintah daerah Sulawesi Utara yang

mulai memberikan perhatian lebih terhadap pengembangan infrastruktur dalam rangka

membangun ekonomi daerah.

Selain klasifikasi operasi-modal, kinerja belanja daerah juga dapat diklasifikasikan dengan metode

langsung-tidak langsung. Belanja langsung adalah dana yang dibelanjakan karena adanya

program dan kegiatan yang memiliki dampak langsung. Sedangkan belanja tidak langsung

belanja yang tidak berkenaan atau tidak dipengaruhi secara langsung oleh program dan kegiatan

yang dirancang oleh pemerintah daerah.

Tabel 2.4.

Kinerja Belanja Daerah Provinsi Sulawesi Utara Periode Triwulan I 2014 2016 (Klasifikasi Langsung-Tidak Langsung)

Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah (BPKBMD) Sulawesi Utara, diolah

Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah (BPKBMD) Sulawesi Utara, diolah

Grafik 2.2.

Porsi Komponen Pembentuk Belanja Daerah Sulawesi Utara Periode Triwulan I 2014 - 2016

78%

22%

2014

Belanja Tidak Langsung

74%

26%

2015

Belanja Langsung

72%

28%

2016

Realisasi Belanja Tidak Langsung pada periode laporan tercatat sebesar Rp335,25 juta (21,01%),

atau menunjukkan perkembangan dibandingkan dengan periode yang sama di tahun

sebelumnya, yaitu sebesar Rp278,91 juta (19,08%). Sejalan dengan hal tersebut, realisasi Belanja

Langsung juga mengalami peningkatan dari sebesar Rp98,91 juta (8,38%) sepanjang Triwulan I

- 2015 menjadi Rp129,33 juta (8,83%) sepanjang Triwulan I-2016.

Dilihat dari porsinya, realisasi belanja pada periode laporan didominasi oleh belanja tidak

langsung (72%), diikuti dengan belanja langsung (28%). Perkembangan selama tiga tahun

terakhir menunjukkan bahwa porsi belanja tidak langsung memiliki kecenderungan yang

menurun setiap tahunnya. Hal ini mengindikasikan bahwa setiap tahunnya, program dan

kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Utara diarahkan agar memiliki

dampak langsung terhadap pembangunan daerah.

Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah (BPKBMD) Sulawesi Utara, diolah

Grafik 2.3.

Porsi Komponen Pembentuk Belanja Daerah Sulawesi Utara Periode Triwulan I 2014 2016

(Klasifikasi Langsung-Tidak Langsung)

BAB III. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

Memasuki awal tahun 2016, tekanan inflasi

tahunan Sulawesi Utara yang diwakili oleh inflasi

Kota Manado relatif mengalami penurunan

sehingga tercatat semakin mendekati level

nasional maupun KTI. Inflasi Sulut pada triwulan

I 2016 tercatat sebesar 4,9% (yoy) lebih rendah

dibandingkan dengan triwulan IV 2015 yang

tercatat sebesar 5,56% (yoy). Level inflasi

triwulan laporan juga tercatat lebih rendah

dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya dimana inflasi Sulut tercatat sebesar

7,99% (yoy). Menurunnya tekanan inflasi tahunan Sulut terutama disebabkan oleh koreksi harga

pada kelompok administered prices dan volatile food di tengah tekanan inflasi inti yang masih

minimal seiring belum kuatnya tekanan permintaan di awal tahun. Meski mengalami penurunan,

level inflasi tahunan Sulut pada triwulan laporan masih tercatat lebih tinggi dibandingkan nasional

dan KTI yang tercatat sebesar 4,45% (yoy) dan 4,72% (yoy).

Secara bulanan, deflasi terjadi selama 3 (bulan) berturut-turut di Sulawesi Utara. Kondisi ini

dipengaruhi oleh normalisasi harga khususnya pada komoditas volatile food pasca perayaan hari

besar keagamaan pada bulan Desember 2015. Kondisi tersebut diikuti dengan koreksi harga pada

kelompok administered prices terutama tarip listrik dan angkutan udara seiring masih rendahnya

harga minyak dunia.

Koordinasi pengendalian inflasi tahun 2016 perlu tarsus ditingkatkan. Kondisi ini mengingat level

inflasi Sulut yang masih berada di atas nasional maupun KTI. Berbagai upaya pengendalian inflasi

telah dilakukan sepanjang triwulan I 2016. Diantaranya adalah pemetaan inflasi pada 15

Kab/Kota se-Sulawesi Utara untuk mengetahui penyebab presistensi kenaikkan harga serta

keterkaitan harga pada masing-masing Kab/Kota khususnya dengan Kota Manado sebagai kota

perhitungan IHK. Selain itu, berbagai komitmen telah disepakati dalam rapat TPID untuk

mengoptimalkan fungsi tim teknis TPID dengan pembentukan dedicated team, Gerakan Rica

Rumah, Optimalisasi PIHBS, Optimalisasi Peran Bulog serta peningkatan efektifitas komunikasi

ekspektasi pada masyarakat.

Grafik 3.1

Laju Inflasi Tahunan Kota Manado dan Nasional

Sumber : BPS, diolah

3.1 PERKEMBANGAN INFLASI

3.1.1 INFLASI TAHUNAN

Inflasi tahunan Sulut pada triwulan I 2016 tercatat masih signifikan dipengaruhi oleh kelompok

Bahan Makanan yang tercermin dari besarnya sumbangan pada level inflasi tahunan. Sementara

itu, kelompok lain cenderung mencatatkan andil inflasi yang relatif moderat, bahkan kelompok

Perumahan, Air, Gas & Bahan Bakar tercatat memiliki andil negatif secara tahunan.

Inflasi kelompok Bahan Makanan tercatat masih cukup tinggi yaitu sebesar 13,13% (yoy)

sehingga memberikan andil 2,93% terhadap tingkat inflasi tahunan Sulut. Meskipun demikian,

level inflasi kelompok Bahan Makanan tersebut relatif lebih rendah dibandingkan posisi triwulan

lalu yang mencapai 13,91% (yoy). Namun demikian, tingginya level inflasi kelompok Bahan

Makanan secara tahunan lebih dipengaruhi tingginya inflasi kelompok tersebut pada Oktober

dan Desember 2015 yang masih terpengaruh fenomena El Nino sehingga menyembabkan gagal

panen terutama untuk komoditas sayuran dan bumbu-bumbuan. Sementara, kelompok lain yang

tercatat cukup besar memberi andil pada inflasi tahunan Sulut adalah kelompok Transpor,

Komunikasi & Jasa Keuangan dengan inflasi tahunan sebesar 6,13% (yoy) sehingga memberi

sumbangan sebesar 0,97% pada inflasi tahunan Sulut. Sumbangan yang cukup besar tersebut

lebih dipengaruhi based effect akibat penyesuaian harga angkutan dalam kota pada yang dimulai

pada periode April tahun lalu. Di sisi lain, kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar

mencatatkan sumbangan negatif pada inflasi tahunan Sulut. Kondisi ini dipicu oleh rendahnya

harga bahan bangunan seperti semen dang seng yang menjadi kompok tersebut.

Apabila dilihat dari komoditasnya, inflasi tahunan Sulut tercatat masih disumbang oleh komoditas

angkutan dalam kota yang mencatat inflasi sebesar 18,15% (yoy) dan memberikan andil sebesar

0,79% terhadap inflasi tahunan. Hal ini dipengaruhi oleh penyesuaian harga BBM oleh

pemerintah pada periode Maret 2015 yang kemudian diikuti oleh penyesuaian tarif angkutan

dalam kota oleh pemerintah khususnya di Kota Manado sebagai kota perhitungan IHK. Di sisi

2016

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1

1 Bahan Makanan 0.86 2.00 0.61 2.58 2.46 2.39 3.16 3.17 2.93

2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau 0.45 0.39 0.58 0.77 0.86 0.88 0.90 0.81 0.55

3 Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar 2.28 2.24 1.97 3.13 2.48 2.38 1.98 0.64 -0.02

4 Sandang 0.16 0.22 0.13 0.14 0.12 0.14 0.16 0.12 0.14

5 Kesehatan 0.11 0.12 0.14 0.17 0.19 0.19 0.16 0.12 0.09

6 Pendidikan, Rekreasi & Olahraga 0.12 0.16 0.16 0.17 0.17 0.15 0.30 0.24 0.23

7 Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan 1.71 1.13 0.42 2.72 1.71 2.60 2.68 0.46 0.97

5.67 6.26 4.00 9.67 7.99 8.73 9.34 5.56 4.90

No Kelompok

Umum

2014 2015

Tabel 3.1

Andil Inflasi Tahunan Kota Manado Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)

Sumber : BPS, diolah

lain, komoditas strategis Sulut tercatat memberi sumbangan cukup signifikan pada level inflasi

tahunan. Komoditas tersebut antara lain adalah cabai rawit, daun bawang, bawang merah,

bawang putih dan tomat sayur. Faktor cuaca yang kurang mendukung pada pertengahan 2015

serta permasalahan tata niaga khususnya pada komoditas tomat sayur dan cabai rawit membuat

harga cenderung bergejolak terutama pada triwulan IV 2015. Kondisi cuaca tercatat membuat

daerah penghasil sayuran Sulut seperti Boltim dan Minahasa mengalami kekeringan yang diikuti

gagal panen. Sementara hasil panen yang ada sebagian dijual ke wilayah timur lainnya seperti

Maluku Utara, Maluku dan Papua mengingat harga yang lebih tinggi di daerah tersebut. Kondisi

tersebut membuat beberapa komoditas strategis mencatatkan level inflasi yang tinggi secara

tahunan. Di sisi lain, komoditi ikan-ikanan dan bahan bangunan tercatat menjadi penyumbang

deflasi secara tahunanpada triwulan pertama 2016. Hasil tangkapan nelayan skala kecil

terkonfirmasi meningkat. Berdasarkan hasil liaison dan FGD, peraturan moratorium dan

transhipment memiliki dampak positif terhadap hasil tangkapan nelayan terutama nelayan skala

kecil. Sementara itu, perlambatan ekonomi secara umum serta pergerakan harga komoditas

dunia memberi pengaruh pada perkembangan harga bahan bangunan yang cenderung

terkoreksi.

Tabel 3.2

Komoditas Penyumbang Inflasi Tahunan Kota

Manado

Grafik 3.2

Inflasi & Sumbangan per Kelompok Maret 2016

3.1.2 INFLASI TRIWULANAN (qtq)

Secara triwulanan, inflasi Sulut relatif sejalan dengan pola historisnya yang selalu mengalami

lonjakan di akhir tahun dan terjadi normalisasi pada triwulan berikutnya. Inflasi pada triwulan

laporan tecatat sebesar -1,02% (qtq) atau mengalami deflasi, jauh lebih rendah dibandingkan

triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,25% (qtq). Terjadinya deflasi secara signifikan

dipengaruhi oleh normalisasi harga seiring turunnya tingkat permintaan khususnya pada

komoditas strategis seperti cabai rawit, tomat sayur dan daun bawang yang telah mengalami

KOMODITAS Inflasi/Deflasi (%) Andil (%)

ANGKUTAN DALAM KOTA 18.15 0.79

CABAI RAWIT 76.87 0.67

KANGKUNG 93.39 0.31

DAUN BAWANG 165.21 0.31

BAWANG MERAH 35.77 0.25

PISANG 43.44 0.23

BAWANG PUTIH 85.15 0.16

TOMAT SAYUR 15.62 0.15

DAGING BABI 34.77 0.14

MINUMAN RINGAN 20.33 0.13

LEMON -8.11 -0.02

BESI BETON -10.60 -0.02

SELAR/TUDE -13.82 -0.02

CAKALANG/SISIK -1.86 -0.02

CUMI-CUMI -24.56 -0.02

BUBARA -31.37 -0.03

BIJI NANGKA / KUNIRAN -14.40 -0.05

SEMEN -5.85 -0.06

SENG -11.25 -0.10

TINDARUNG -12.13 -0.12

Inflasi

Deflasi

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

peningkatan cukup signifikan di akhir tahun 2015. Kondisi tersebut juga didukung membaiknya

pasokan yang dipengaruhi oleh mulai masuknya musim penghujan sehingga mendukung

peningkatan produksi.

Tabel 3.3

Inflasi Triwulanan Kota Manado Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)

Secara kelompok komoditas, inflasi kelompok Bahan Makanan tercatat mengalami penurunan

signifikan dari 12,39% (qtq) menjadi -2,98% (qtq) pada triwulan laporan. Kelompok lain yang

mencatatkan deflasi secara triwulanan adalah kelompok Perumahan,Air,Listrik dan bahan Bakar

yang terkoreksi dari 0,23% (qtq) menjadi -0,78% (qtq) serta kelompok Transpor, Komunikasi dan

Jasa Keuangan yang terkoreksi dari 0,78% (qtq) menjadi -1,60% (qtq).

3.1.3 INFLASI BULANAN (mtm)

Secara bulanan, inflasi Sulut yang diwakili Kota Manado tercatat mengalami deflasi selama tiga

bulan berturut-turut. Kondisi ini kali

pertama terjadi sejak satu dasawarsa

terakhir. Terjadinya deflasi selama tiga

bulan beruntun tersebut relatif berbeda

dengan pola historisnya. Hal tersebut

dipengaruhi perubahan musim tanam

akibat fenomena kemarau panjang

pada pertengahan tahun 2015. Tiga

bulan pertama diwarnai oleh koreksi

harga yang cukup signifikan dari

beberapa komoditas strategis seperti

cabai rawit, bawang, tomat sayur serta beberapa komoditas sayur-sayuran. Normalisasi

permintaan pasca perayaan Natal dan tahun baru serta cukup melimpahnya pasokan mendorong

terjadinya koreksi ke bawah pada beberapa komoditas tersebut. Di sisi lain, komoditas pada

kelompok administered prices seperti bensin, angkutan udara dan tarip listrik juga turut

mengalami penurunan mengikuti perkembangan harga minyak dunia dan nilai tukar. Namun

2016

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1

1 Bahan Makanan -2.19 1.28 -0.51 13.15 -2.31 0.92 2.80 12.39 -2.98

2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau 1.21 0.26 1.41 1.62 1.73 0.42 1.48 1.32 0.14

3 Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar 4.22 0.31 1.43 4.64 1.83 0.05 0.11 0.23 -0.43

4 Sandang 0.97 0.90 -0.03 0.65 0.64 1.07 0.43 0.03 1.07

5 Kesehatan 0.56 1.23 1.28 1.03 1.03 1.17 0.46 0.43 0.12

6 Pendidikan, Rekreasi & Olahraga 0.31 0.66 0.38 1.07 0.37 0.36 2.54 0.48 0.10

7 Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan 0.82 1.69 -0.37 15.10 -4.72 6.84 0.17 0.78 -1.60

1.15 0.82 0.56 6.95 -0.40 1.51 1.13 3.25 -1.02

2014

Umum

2015No Kelompok

Grafik 3.3

Laju Inflasi Kota Manado (mtm)

Sumber : BPS, diolah

Sumber : BPS, diolah

demikian, kenaikan harga pada komoditas strategis lainnya seperti beras menjadi faktor penahan

terjadinya deflasi lebih dalam.

JANUARI 2016

Tekanan inflasi Kota Manado pada

bulan Januari 2016 tercatat sebesar -

0,18% (mtm) menurun cukup tajam

dari bulan sebelumnya yang tercatat

sebesar 1,74% (mtm). Koreksi harga

komoditas sayuran dan bumbu-

bumbuan menjadi penyebab utama

terjadinya deflasi pada bulan ini.

Kondisi penurunan harga secara umum

pada Januari lebih dipengaruhi oleh

faktor normalisasi harga. Hal tersebut

didorong oleh mulai normalnya tingkat permintaan pasca lonjakan di akhir tahun yang didukung

oleh dimulainya musim penghujan sehingga mendukung produksi pertanian khususnya pada

komoditas sayuran dan bumbu-bumbuan. Koreksi harga bensin dan solar di awal tahun juga

turut mendukung terjadinya penurunan harga pada bahan pokok melalui transmisi pada biaya

transportasi. Komoditas cabai rawit dan tomat sayur tercatat sebagai penyumbang utama

terjadinya deflasi pada Januari 2016. Di sisi lain, komoditas yang tercatat menjadi penyumbang

inflasi terbesar pada bulan ini adalah bawang merah. Ketersediaan yang minim akibat belum

masuknya masa panen di daerah penghasil serta kondisi cuaca yang kurang mendukung bagi

petani bawang menyebabkan terjadinya lonjakan harga bawang di awal tahun. Sementara itu,

meskipun bensin dan solar mengalami penurunan harga, beberapa komoditi administered prices

masih tercatat mengalami peningkatan harga selama Januari. Beberapa komoditas tersebut

antara lain adalah bahan bakar rumah tangga, tarip listrik dan angkutan udara.

Secara kelompok, deflasi pada Januari terutama dipengaruhi oleh penurunan indeks harga pada

kelompok bahan makanan dan transportasi yang masing-masing memberi andil -0,37% dan -

0,06% pada tingkat inflasi Sulut pada Januari. Di sisi lain, kelompok perumahan tercatat sebagai

penyumbang utama inflasi dengan andil sebesar 0,24% pada inflasi Januari 2016.

FEBRUARI 2016

Inflasi Sulut pada Februari 2016 tercatat kembali mengalami penurunan atau mengalami deflasi

cukup dalam sebesar 0,82% (mtm). Masih berlangsungnya normalisasi harga komoditas pangan

Grafik 3.4

Inflasi dan Andil Kota Manado Bulan Januari 2016 Menurut

Kelompok Barang dan Jasa

Sumber : BPS, diolah

strategis serta koreksi harga pada

komoditas kelompok administered prices

menjadi penyebab utama terjadinya

deflasi pada Februari.

Koreksi harga pada tiga kelompok yaitu

kelompok bahan makanan, kelompok

transportasi dan kelompok perumahan

menjadi pendorong utama terjadinya

deflasi yang cukup dalam pada Februari

2016. Masih tingginya harga kelompok

bahan makanan pada minggu pertama

dan kedua Januari membuat pengaruh normalisasi harga masih terasa pada Februari. Di sisi lain,

kelompok transportasi juga tercatat memberi sumbangan deflasi dipengaruhi masuknya masa

low season yang berdampak pada koreksi harga komoditas angkutan udara. Sementara itu,

deflasi yang disumbang oleh kelompok perumahan disebabkan oleh terjadinya koreksi harga

pada komoditas bahan bakar rumah tangga seiring ketersediaan LPG yang memadai serta

perkembangan harga minyak dunia dan nilai tukar yang memberikan pengaruh pada koreksi tarip

listrik.

Pada Februari, beras tercatat menjadi penyumbang inflasi terbesar dengan tingkat harga yang

berada di level tertinggi selama periode triwulan I 2016. Hal ini disebabkan oleh belum masuknya

masa panen sehingga ketersediaan beras di pasaran relatif berkurang. Berdasarkan hasil FGD dan

liaison kepada pelaku usaha, beras yang ada di pasaran pada Februari mayoritas dipasok dari luar

daerah seperti Sulawesi Selatan, Gorontalo dan Surabaya.

MARET 2016

Pada Maret 2016, tekanan inflasi Kota

Manado tercatat relatif stabil atau

mengalami deflasi sebesar -0,03% (mtm).

Terjadinya deflasi pada bulan Maret 2016

dipengaruhi oleh koreksi harga yang terjadi

pada kelompok volatile food dan

administered prices di tengah tekanan pada

kelompok inti yang relatif minimal seiring

belum kuatnya permintaan.

Kelompok transportasi, perumahan dan

bahan makanan tercatat masih mengalami

Grafik 3.5

Inflasi dan Andil Kota Manado Februari 2016 Menurut

Kelompok Barang dan Jasa

Sumber : BPS, diolah

Grafik 3.6

Inflasi dan Andil Kota Manado Maret 2016 Menurut

Kelompok Barang dan Jasa

Sumber : BPS, diolah

deflasi secara bulanan pada Maret 2016 meskipun dengan besaran yang relatif terbatas.

Kelompok bahan makanan tercatat mengalami deflasi 0,14% (mtm) sehingga memberi andil

sebesar -0,04 pada inflasi bulan Maret 2016. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh koreksi yang

terjadi pada komoditas sayuran seperti daun bawang, kangkung dan wortel. Selain itu, harga

pada komoditas daging ayam ras dan telur ayam ras juga tercatat mengalami penuruan, sejalan

dengan kondisi yang terjadi pada level nasional. Sementara itu, komoditas angkutan udara

tercatat melanjutkan teren penurunan harganya yang terjadi sejak bulan sebelumnya. Hal

tersebut membuat kelompok transportasi turut mengalami pergerakan searah mengingat

komoditas lainnya pada kelompok tersebut tercatat relatif stabi. Di sisi lain, kelompok sandang

tercatat sebagai penyumbang utama inflasi pada Maret. Kenaikkan harga emas dunia yang diikuti

peningkatan harga emas perhiasan menjadi penyebab utama tingginya sumbangan dari

kelompok tersebut.

3.2 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INFLASI

Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya, level inflasi tahunan Kota Manado yang lebih

rendah pada triwulan I 2016 dipengaruhi oleh semakin terkendalinya harga pada kelompok

administered prices dan volatile food. Sementara itu, tekanan inflasi kelompok inti tercatat masih

relatif minimal di awal tahun seiring belum kuatnya permintaan.

3.2.1 FAKTOR FUNDAMENTAL

Menurunnya permintaan domestik pada triwulan I 2016, pasca perayaan Natal dan tahun baru

2016 memberikan pengaruh cukup besar pada pergerakan harga. Kondisi tersebut tercermin dari

penurunan penjualan ritel, penurunan produksi pengusaha lokal dan turunnya net impor antar

daerah. Di sisi supply, pasokan yang relatif mencukupi khususnya pada komoditas bahan

makanan seperti sayur dan bumbu-bumbuan membuat pergerakan harga secara umum

terkoreksi cukup dalam.

Interaksi Permintaan dan Penawaran

Sesuai pola historisnya, intensitas perdagangan di Sulawesi Utara cenderung mengalami

penurunan di awal tahun, pasca perayaan Natal dan tahun baru. Kondisi tersebut tercermin dari

hasil Survei Penjualan Eceran KPw BI Sulut yang menunjukkan penurunan tajam Indeks Riil

penjualan dari 295,8 pada triwulan IV 2015 menjadi 234,4 pada triwulan I 2016. Di sisi lain, hasil

Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), menunjukkan penurunan kapasitas produksi para pelaku

usaha. Saldo Bersih Tertimbang (SBT) pada SKDU tercatat mengalami penurunan dari 82,00 pada

triwulan IV menjadi 68,89 pada triwulan I 2016. Namun demikian, hal ini lebih dipengaruhi oleh

turunnya kapasitas produksi pada jenis usaha pertanian yang mayoritas menanam padi. Kondisi

tersebut mengafirmasi tingginya harga beras selama triwulan I 2015. Berdasarkan hasil survey

dan FGD bersama para petani beras, diperoleh informasi bahwa periode Januari-Februari

merupakan masa jelang panen sehingga kapasitas produksi relatif rendah. Selain itu, akibat

musim kering pada 2015 terdapat pula beberapa area yang mengalami penundaan masa tanam

bahkan gagal panen sehingga produksi menjadi tidak optimal.

Grafik 3.7

Perkembangan Pertumbuhan Indeks Penjual Eceran

Grafik 3.8

Perkembangan Kapasitas Produksi

Ekspektasi Inflasi

Grafik 3.9

Perkembangan Indeks Ekspektasi Konsumen Terhadap

Harga Barang dan Jasa di Kota Manado

Berdasarkan hasil Survei Konsumen di Kota Manado, ekspektasi masyarakat terhadap tingkat

inflasi menunjukkan arah yang menurun di terutama pada periode triwulan I 2016. Kondisi

tersebut relatif sesuai dengan pola historisnya dimana perkembangan harga awal tahun memang

cenderung mengalami penurunan. Ekspektasi masyarakat juga dipengaruhi oleh kebijakan

pemerintah khususnya dalam penyesuaian harga BBM bersubsidi mengikuti perkembangan harga

minyak dunia yang tercatat menurun pada periode laporan.

Sumber : Survei Penjualan Eceran, KPwBI Sulut Sumber : SKDU, KPw BI Sulut

Sumber : Survei Konsumen, KPw BI Sulut

3.2.2 NON FUNDAMENTAL

Grafik 3.10

Sumbangan Inflasi Tahunan Berdasarkan Faktor

Penyebabnya

Grafik 3.11

Pergerakan Inflasi Bulanan Berdasarkan Faktor

Penyebabnya

Sumber: BPS, diolah. Sumber: BPS, diolah.

Volatile Food

Tekanan inflasi kelompok volatile food tercatat masih berada pada level yang cukup tinggi

di triwulan I 2016. Tingkat inflasi kelompok volatile food tercatat sebesar 13,09% (yoy) pada

triwulan laporan atau hanya sedikit lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya yang

sebesar 13,84% (yoy). Angka inflasi triwulan juga laporan tercatat masih lebih tinggi

dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya dimana inflasi volatile food berada di

level 11,77% (yoy). Namun demikian, apabila dilihat secara bulanan, inflasi volatile food

tercatat mengalami deflasi cukup dalam selama tiga bulan berturut-turut.

Masih tingginya level inflasi tahunan kelompok volatile food besar dipengaruhi oleh

melonjaknya harga pada periode Oktober dan Desemner 2015 yang masih masuk kedalam

perhitungan secara tahunan. Kondisi tersebut relatif sejalan dengan yang terjadi pada

kelompok bahan makanan. Pada triwulan I 2016, perbaikan kondisi cuaca dan normalisasi

tingkat permintaan mendorong terjadinya koreksi ke bawah hara-harga pada kelompok ini.

Beberapa harga komoditas strategis seperti cabai rawit dan tomat sayur tercatat mengalami

koreksi yang cukup dalam sepanjang triwulan laporan. Berdasarkan hasil survey dan liaison,

beberapa daerah penghasil cabai rawit dan tomat sayur di Sulut seperti daerah modoinding

di Kab. Minahasa Selatan serta daerah dataran tinggi di Bolaang Mongondow Timur tercatat

mengalami panen raya didukung kondisi cuaca yang cukup baik.

Grafik 3.12

Perkembangan Harga Komoditas Strategis di Kota

Manado

Grafik 3.13

Perkembangan Harga Beras di Kota Manado

Sumber : Survei Pemantauan Harga (SPH) KPw BI Prov. Sulut Sumber : Survei Pemantauan Harga (SPH) KPw BI Prov. Sulut

Administered Prices

Secara tahunan, laju inflasi kelompok Administered Prices tercatat relatif stabil. Pada periode

laporan kelompok Administered Prices mengalami inflasi sebesar 5,23% (yoy) dan

memberikan andil sebesar 1.12% pada inflasi tahunan di akhir triwulan laporan. Angka

tersebut hanya sedikit lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya dimana inflasi tahunan

kelompok Administered Prices mencatatkan angka 5,26% (yoy). Meski demikian, secara

bulanan kelompok Administered Prices menunjukkan kecenderungan yang menurun. Inflasi

bulanan pada kelompok ini hanya terjadi pada bulan Januari, sementara pada Februari dan

Maret kelompok ini mencatatkan deflasi. Meski terjadi penyesuaian harga BBM bersubsidi

pada Januari, kelompok Administered Prices tetap mencatatkan inflasi dipengaruhi naiknya

harga komoditas bahan bakar rumah tangga, tarip lisrik dan angkutan udara. Khusus bahan

bakar rumah tangga, kenaikkan dipengaruhi oleh terjadinya kelangkaan pasokan LPG 3 Kg

meskipun hanya sesaat.

Core Inflation

Secara tahunan, laju inflasi kelompok inti pada awal tahun tercatat relatif stabil seiring belum

kuatnya permintaan. Kelompok inti tercatat mengalami inflasi sebesar 1.62% (yoy) dengan

andil sebesar 0.92% pada inflasi tahunan.

Secara komoditas, inflasi tahunan pada kelompok inti disumbang oleh beberapa komoditas

seperti upah-upah/jasa, gula pasir, biaya sekolah dan emas perhiasan. Kondisi tersebut relatif

normal mengingat adanya penyesuaian UMP di awal tahun.

3.3 UPAYA PENGENDALIAN INFLASI

Pada triwulan laporan berbagai upaya pengendalian inflasi telah dilakukan bersama dengan Tim

Pengendali Inflasi Daerah (TPID) baik di tingkat provinsi maupun Kab/Kota. Berbagai program

telah disepakati dalam melakukan pengendalian inflasi di sepanjang 2016 antara lain : 1) Fokus

pengendalian harga melalui sidak dan operasi pasar akan dilaksanakan pada bulan-bulan yang

memiliki historis inflasi yang tinggi seperti Juli, Oktober dan Desember 2) Pemerintah Provinsi

berkomitmen untuk membangun pasar baru di Kota Manado yang dikelola oleh BUMD, sehingga

harga lebih mudah dikontrol dan memberikan alternatif yang lebih luas pada masyarakat 3)

Pembentukan dedicated team TPID khususnya di tingkat Provinsi dan Kota Manado yang bertugas

melakukan pemantauan harga secara intensif dengan mengoptimalkan PIHBS Sulut dan

melaksanakan koordinasi teknis tahap awal untuk mencari solusi apabila terjadi lonjakan harga

4) Melaksanakan strategi komunikasi ekspektasi yang efektif untuk mengubah mindset

masyarakat maupun pedagang yang menganggap kenaikkan harga pada momen tertentu

khususnya hari raya adalah hal yang lumrah 5) Optimalisasi peran Bulog dalam melakukan

pengendalian harga untuk komoditas non beras 6) Meluncurkan

mendorong pemenuhan kebutuhan cabai rawit secara mandiri di level rumah tangga. 7)

Mendorong percepatan realisasi proyek infrastruktur pendukung produksi pertanian seperti

waduk dan irigasi teknis, dan 8) Mendorong pemanfaatan teknologi pertanian.

KPw BI Provinsi Sulawesi Utara pada triwulan laporan juga telah melaksanakan pemetaan inflasi

di 15 Kab/Kota se-Sulawesi Utara. Hasil pemetaan tersebut selanjutnya akan dipergunakan

sebagai bahan rapat TPID di masing-masing Kab/Kota sehingga pembahasan pada rapat dapat

lebih fokus untuk menyelesaikan permasalahan yang ada pada masing-masing daerah. Hasil

pemetaan tersebut juga akan dipergunakan sebagai bahan untuk menyempurnakan Road Map

TPID Sulut sehingga arah pengendalian inflasi menjadi lebih konkrit dan terarah.

Box II

Hasil Pemetaan Inflasi Kota Manado :

Alur Perdagangan Komoditas Strategis

Pada periode Maret-April 2016, KPw BI Sulawesi Utara melaksanakan kegiatan pemetaan inflasi

di 15 Kab/Kota se-Sulawesi Utara. Kegiatan tersebut ditujukan untuk mencari akar masalah

presistensi peningkatan harga, khususnya pada beberapa komoditas strategis yang sering

menjadi penyumbang inflasi. Pada kesempatan ini, akan dibahas sekilas mengenai alur

perdagangan komoditas strategis khususnya di Kota Manado sebagai kota perhitungan IHK di

Sulawesi Utara.

Dari hasil pemetaan tersebut diketahui bahwa volatilitas harga komoditas strategis di Kota

Manado cenderung lebih tinggi dibandingkan Kab/Kota lainnya kecuali di daerah Kabupaten

Kepulauan yang juga memiliki volatilitas harga yang cukup tinggi. Dari penelusuran yang telah

dilakukan, alur distribusi yang cukup panjang, ketergantungan terhadap produksi luar daerah,

tingginya level margin di tingkat pedagang, belum efektifnya pelaksanaan operasi pasar dan

permaslahan mindset masyarakat maupun pedagang yang mewajarkan lonjakan harga di momen

tertentu khususnya hari raya menjadi beberapa faktor penyebab utama peningkatan harga

sekaligus menjadi tantangan untuk dibenahi bersama.

Rata-rata komoditas strategis yang dikonsumsi masyarakat Kota Manado memliki 4 hingga 6

rantai distribusi sebelum sampai ke tingkat konsumen akhir. Khusus cabai rawit, masing-masing

rantai terjadi pengambilan margin keuntungan dengan kisaran antara 10% hingga 25%. Namun

demikian, level margin tersebut cenderung meningkat apabila mendekati momen hari besar

keagamaan. Selanjutnya, berdasarkan diskusi dan FGD bersama petani penghasil diperoleh

informasi bahwa level harga di tingkat petani sudah cukup tinggi. Kondisi tersebut

mengkonfirmasi kondisi NTP petani hortikultura yang tercatat memang cukup tinggi. Hara jual di

tingkat petani pada kondisi normal dapat mencapai 3 hingga 4 kali modal yang digunakan untuk

menanam (komoditas cabai rawit).

Bagan Alur Perdagagangan Komoditas Cabai Rawit

BAB IV. STABILITAS KEUANGAN DAERAH

Membaiknya perekonomian Sulawesi Utara tidak disertai dengan peningkatan kinerja perbankan.

Indikator utama perbankan pada triwulan laporan yaitu DPK dan Kredit tercatat tumbuh

melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Disisi lain, pertumbuhan Aset yang tidak disertai

dengan pertumbuhan kredit, menyebabkan bank umum harus mengalokasikan aktiva

produktifnya dengan baik agar tidak terjadi idle Money.

Disisi suku bunga, suku bunga DPK tercatat menunjukkan penyesuaian yang searah dengan

penurunan BI Rate yang terjadi selama 3 (tiga) bulan berturut-turut pada periode laporan. Adapun

suku bunga kredit yang masih menunjukkan peningkatan mengindikasikan transmisi penetapan

kebijakan penurunan BI Rate terhadap penyesuaian bunga perbankan ke level konsumen untuk

suku bunga kredit memiliki lag yang lebih lama dibandingkan penyesuaian suku bunga DPK.

Sementara itu, ditengah perlambatan tersebut, fungsi intermediary perbankan yang tercermin

dari Loan to Deposit Ratio (LDR) tercatat mengalami penurunan, meski demikian angka LDR

tersebut masih berada di atas level yang ideal. Hal tersebut turut dibayangi dengan menurunnya

kualitas kredit perbankan. Rasio NPL meningkat pada triwulan laporan, dari 3,33% pada triwulan

sebelumnya menjadi 3,62% pada triwulan laporan.

4.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA BANK UMUM

Pada triwulan laporan, aset perbankan Sulawesi Utara tercatat sebesar Rp38,5 triliun, tumbuh

lebih baik menjadi sebesar 10,62% (yoy) dibanding triwulan sebelumnya yang hanya sebesar

8,01% (yoy). Namun demikian, peningkatan tersebut tidak diimbangi dengan kinerja penyaluran

kredit. Dibandingkan triwulan sebelumnya dimana pertumbuhan , pertumbuhan kredit tumbuh

melambat hanya sebesar 12,25% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang

mampu tumbuh sebesar 16,67%.

Grafik 4.1.1

Perkembangan Aset, DPK, Kredit, LDR dan BI Rate

Sumber: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulut

Membaiknya kondisi perekonomian Sulawesi Utara (dari 5,57% menjadi 5,96%) kenyataannya

belum mampu mendorong perbankan untuk lebih lagi menyalurkan dananya kepada masyarakat,

baik sektor korporasi maupun rumah tangga. Hal ini turut dipengaruhi oleh turut melambatnya

pengimpunan dana. Pada periode laporan perbankan hanya mampu menghimpun DPK sebesar

Rp21,5 triliun, dari sebelumnya sebesar 22,3 triliun atau tumbuh melambat sebesar 5,74% (yoy)

dibandingkan triwulan sebelumnya yang yang mampu tumbuh sebesar 9,54% (yoy).

Disisi LDR, peningkatan kredit yang lebih besar daripada peningkatan DPK terus berlanjut sejak

triwulan II 2015 membuat LDR tetap bertahan diatas 100%, pada triwulan laporan LDR tercatat

menjadi 137,6% dari 135,7% pada triwulan sebelumnya dan 129,6% pada triwulan yang sama

tahun sebelumnya. Dari segi kualitas kredit, penurunan kualitas yang tercermin dari

meningkatnya rasio NPL menjadi 3,62% dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya sebesar

3,33%, serta dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya yaitu 3,39%. Namun rasio

tersebut masih dibawah angka NPL indikatif (5%)

Secara spasial, penyaluran kredit Bank Umum masih terkonsentrasi di Kota Manado yang

mendominasi pangsa penyaluran kredit hingga 48,73%, dimana sisanya terdistribusi ke Kab/Kota

penopang perekonomian Sulawesi Utara yaitu Kab. Minahasa sebesar 9,91%, Kota Bitung

sebesar 8,36% dan Kab. Bolaang Mongondow 6,97% dan 26,04% lainnya ke 11 Kab/Kota yang

ada. NPL masing-masing Kab/Kota secara umum masih relatif terjaga (dibawah ambang batas

5%), tercatat hanya terdapat 2 (dua) Kab/Kota dengan rasio NPL diatas 5%, yaitu Kota Bitung

(5,14%) dan Kab. Minahasa Tenggara yang mencapai (19,76%), yang utamanya disumbangkan

dari jenis kredit konsumtif.

Kota Manado48,37%

Kota Kotamobagu2,59%

Kota Bitung 8,36%Kota Tomohon

3,96%

Kab. Sangihe4,74%

Kab. Minahasa9,91%

Kab. Bolmong6,97%

lainnya15,12%

Grafik 4.1.2

Proporsi Kredit Bank Umum secara spasial

Sumber: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulut

19,76%

5,14%

0,00% 5,00% 10,00% 15,00% 20,00%

Kab. Minahasa

Kab. Bolaang Mongondow

Kab. Kepulauan Sangihe

Kab. kepulauan Talaud

Kab. Minahasa Selatan

Kab. Minahasa Utara

Kab. Minahasa Tenggara

Kab. Bolaang Mongondow Utara

Kab. Kepulauan Sitaro

Kab. Bolaang Mongondow Selatan

Kab. Bolaang Mongondow Timur

Kota Menado

Kota Kotamobagu

Kota Bitung

Kota. Tomohon

Grafik 4.1.3

NPL Bank Umum Spasial

Sumber: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulut

4.2. PERKEMBANGAN ASET DAN AKTIVA PRODUKTIF

Pertumbuhan total aset bank umum Sulawesi Utara di triwulan I 2016 meningkat dari 8,01%

(yoy) menjadi 10,62% (yoy). Jika dilihat berdasarkan kelompok bank, seluruh kelompok tumbuh

lebih baik dibandingkan periode sebelumnya. Bank Pemerintah Daerah yang pada triwulan

sebelumnya terkontraksi 3,51% (yoy) telah mencatatkan pertumbuhan positif sebesar 3,63%

(yoy) pada periode ini. Untuk Bank Asing dan Bank Campuran, meski masih tercatat mengalami

kontraksi sebesar 1,25% (yoy) namun sudah mencatatkan perbaikan dari periode sebelumnya

yang terkontraksi lebih dalam hingga 17,51% (yoy). Bank Swasta Nasional yang pada triwulan

sebelumnya hanya mampu tumbuh sebesar 4,6% (yoy) kini dapat tumbuh lebih baik hingga

sebesar 6,32%. Adapaun Bank Persero tumbuh tipis ke angka 19,18% (yoy) dari periode

sebelumnya 18,35% (yoy).

Pertumbuhan aset yang tidak disertai dengan pertumbuhan kredit, menyebabkan bank umum

harus mengalokasikan aktiva produktifnya dengan baik agar tidak terjadi idle money. Pada

periode ini, kelebihan dana tersebut dialokasikan dalam bentuk penempatan pada bank lain

(membaik dari dari -73% yoy pada triwulan sebelumnya menjadi 71%), penempatan pada Bank

Indonesia (membaik dari -5% yoy menjadi 7% yoy) dan penempaatan pada bank lain (membaik

dari -47% yoy menjadi -22% yoy) sehingga meningkatkan cadangan likuiditas bank umum di

Sulawesi Utara.

4.3. PERKEMBANGAN SUKU BUNGA KREDIT DAN DPK BANK UMUM

BI Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan stance kebijakan moneter yang

ditetapkan oleh Bank Indonesia. Pada 14 Januari 2016, BI Rate untuk pertama kalinya mengalami

penurunan sebesar 25bps menjadi 6,75% sejak bertahan pada level 7,0% sejak 17 Februari 2015.

Hingga akhir periode laporan BI rate tercatat mengalami penurunan setiap bulannya sebesar

25bps, hingga pada 17 Maret 2016 ditetapkan menjadi 6,75%. Namun demikian, suku bunga

Grafik 4.2.1

Perkembangan Aset Bank Umum

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

50

02468

101214161820

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

Total Aset Bank Persero Bank Swasta Nasional

Bank Campuran Bank Pemerintah daerah

Sumber: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulut

Grafik 4.2.2

Proporsi Aset Bank Umum

Sumber: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulut

kredit maupun DPK masih bergerak moderat dikarenakan transmisi kebijakan BI Rate khususnya

penurunan suku bunga yang cenderung memiliki lag untuk memengaruhi suku bunga

perbankan. Pada triwulan laporan, suku bunga kredit tercatat mengalami penurunan yang tidak

signifikan, dimana pada periode sebelumnya tercatat 12,92% menjadi 12,87% pada periode

laporan.

Disisi lain, suku bunga simpanan deposito dan tabungan tercatat mulai mengalami penurunan.

Jika dibandingkan dengan triwulan lalu, suku bunga simpanan dan deposit mulai bergerak turun

menjadi masing-masing sebesar 0,13% dan 0,09% menjadi 1,61% dan 7,07%. Sedangkan suku

bunga giro tercatat meningkat sebesar 0,02% menjadi 1,61%.

4.4. PERKEMBANGAN DPK BANK UMUM

DPK tumbuh melambat sebesar 5,74% (yoy)

dibandingkan triwulan sebelumnya yang mampu

tumbuh 9,54%. Kondisi perekonomian Sulawesi

Utara yang membaik mengindikasikan sikap

ekspansif pengusaha pada awal tahun dengan

menggunakan dana simpanan di bank yang

cukup memengaruhi posisi DPK pada triwulan

laporan. Nominal DPK yang dihimpun bank

umum sampai dengan triwulan I 2016 mencapai Rp21,5 triliun, lebih sedikit dibandingkan

triwulan sebelumnya Rp22,3 trilliun.

Perlambatan pertumbuhan terjadi di seluruh komponen DPK. Giro tercatat tumbuh melambat

dari sebelumnya 35,54% (yoy), pada triwulan ini hanya tumbuh sebesar 30,17% (yoy). Adapun

Deposito mengalam kontraksi yang lebih dalam pada triwulan ini, penurunan suku bunga

deposito yang terjadi sejak triwulan I 2015 menyebabkan komponen dana mahal tersebut

Grafik 4.4.1

Perkembangan Giro, Tabungan dan Deposito

Sumber: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulut

Grafik 4.3.2

Perkembangan Suku Bunga Perbankan

Sumber: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulut

Grafik 4.3.1

Perkembangan Suku Bunga DPK

Sumber: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulut

0

2

4

6

8

10

12

14

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3

2011 2012 2013 2014 2015

%%spread (sb.kanan) BI Rate r kredit r DPK

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3

2011 2012 2013 2014 2015 2016

%r giro r tabungan r deposito

Sumber: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulut

menjadi kurang menarik bagi masyarakat yang ingin menginvestasikan kelebihan dananya. Hal

tersebut diindikasi menjadi penyebab tumbuh negatifnya komponen Deposito pada triwulan ini

sebesar 8,77% (yoy) dari periode sebelumnya yang hanya terkontraksi sebesar 0,82%.

Sementara itu, komponen DPK lainnya yakni

Tabungan tumbuh melambat dari sebelumnya

sebesar 8,49% (yoy) pada Triwulan IV 2015, kini

hanya tumbuh sebesar 7,84% (yoy). Turunnya

suku bunga rata-rata tertimbang tabungan dari

1,70% menjadi 1,61% serta peningkatan

kebutuhan dana masyarakat selama triwulan I

2015 menjelang perayaan hari raya imlek dan

pembelian kebutuhan sekolah menjelang

dimulainya semester baru. Berdasarkan proporsinya, komponen DPK masih didominasi oleh

Tabungan sebesar Rp9,4 trilliun (43,87%), disusul Deposito sebesar Rp7,07 triliun (32,83%) dan

Giro sebesar Rp5,01 triliun (23,30%).

Lebih lanjut, komposisi penempatan DPK di Sulawesi Utara berdasarkan jenis bank sedikit

mengalami perubahan. Meski penempatannya masih di dominasi oleh Bank Persero yakni dengan

share sebesar 46,70%), namun sharenya tercatat berkurang dibandingkan triwulan sebelumnya

yang mendominasi lebih dari setengah jumlah DPK yaitu 52%.

Disisi lain, BPD yang sebelumnya hanya memiliki share sebesar 16% terhadap total DPK Sulawesi

Utara pada triwulan ini tercatat sebesar 22,79%. Adapun Bank Swasta Nasional dan Bank

Campuran memilik share masing-masing sebesar 28,64% dan 1,87%. Pertumbuhan DPK

kelompok Bank Asing dan Campuran dan BPD pada periode tumbuh lebih baik dibandingkan

triwulan sebelumnya, yaitu masing-masing sebesar 0,35% (yoy) dan 6,69% (yoy) dari

sebelumnya -17,5% (yoy) dan 6,0% (yoy). Meski demikian, komposisinya yang tidak

mendominasi pembentukan DPK, belum mampu mengimbangi perlambatan pertumbuhan DPK

pada kelompok Bank Persero yang mendominasi komponen DPK yang hanya tumbuh sebesar

5,89% (yoy) dari sebelumnya 14,72% (yoy) dan Bank Swasta Nasional yang juga melambat,

sebesar 5,13% (yoy) dari periode sebelumnya 5,45% (yoy). Perlambatan pada kelompok Bank

Persero tersebut utamanya dari komponen Giro, pada triwulan sebelumnya tumbuh sebesar

70,75% (yoy) saat ini hanya tumbuh sebesar 26,17% (yoy). Perlambatan pertumbuhan Giro

tersebut didorong realisasi belanja pemerintah pada periode ini tercatat mengalami peningkatan

dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya, yaitu sebesar 14,30%.

23,30%

32,83%

43,87%Giro

Deposito

Tabungan

Grafik 4.4.2

Komposisi DPK Bank Umum

Sumber: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulut

4.5. PERKEMBANGAN PEMBIAYAAN BANK UMUM

4.5.1. KETAHANAN SEKTOR KORPORASI

Kredit produktif perbankan di Sulawesi Utara pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp11,84

triliun, tumbuh sebesar 14,8% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang

tumbuh sebesar 15,46% (yoy). Secara sektoral, kredit pada sektor perdagangan besar dan eceran

sebagai sektor terbesar dalam komposisi penyaluran kredit (56,62%) tumbuh positif menjadi

sebesar 7,98% (yoy) dari sebelumnya hanya tumbuh 5,8% (yoy). Namun demikian, pertumbuhan

tersebut tidak dapat mendorong pertumbuhan kredit secara agregat dikarenakan perlambatan

pertumbuhan hampir terjadi di seluruh sektor yang ada. Perlambatan tersebut utamanya

disebabkan oleh terkontraksinya kinerja kredit pada sektor Industri Pengolahan pada triwulan ini

sebesar 6,75% (yoy) serta perlambatan pertumbuhan sektor konstruksi yang hanya tumbuh

sebesar 2,59% (yoy) pada triwulan ini dari sebelumnya 8,4% (yoy). Melambatnya pertumbuhan

pembiayaan sektor konstruksi juga sejalan dengan perlambatan kinerja sektor konstruksi pada

PDRB Sulawesi Utara pada periode laporan. Perlambatan juga terjadi pada sektor transportasi dan

pergudangan yang pada triwulan sebelumnya mampu tumbuh hingga 29,5% (yoy) kini hanya

tumbuh sebesar 12,33% (yoy).

menstimulus tumbuhnya kredit di sektor penopang pariwisata yaitu sektor penyediaan

akomodasi dan makan minum ditengah perlambatan pembiayaan diberbagai sektor. Sektor

penyediaan akomodasi dan makan minum tercatat tumbuh sebesar 6,0% (yoy) lebih baik dari

triwulan sebelumnya yang sebesar 5,3% (yoy). Disisi lain, masih berlanjutnya realisasi program

pemerintah dalam mengatasi masalah kelistrikan dan penyediaan air bersih, juga mendorong

pertumbuhan realisasi pembiayaan pada sektor Pengadaan Listrik, Gas & Produksi Es dan

Pengelolaan Air, Sampah, Limbah & Daur Ulang yang tercatat tumbuh masing-maisng sebesar

676,6% (yoy) dan 7,12% (yoy) pada triwulan ini dari sebelumnya sebesar 432,6% (yoy) dan 7,5%

(yoy).

Dari komposisinya, sektor perdagangan

besar dan eceran sebagai sektor terbesar

kedua pembentuk PDRB Sulawesi Utara

masih menjadi sektor yang mendominasi

penyaluran kredit produktif di Sulawesi

Utara. Pada triwulan laporan, share kredit

sektor tersebut meningkat cukup signifikan

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya

yaitu dari sebesar 31,8% menjadi 56,62%.

Sama halnya dengan sektor perdagangan

Grafik 4.5.1

Proporsi Kredit Sektoral di Sulawesi Utara

Sumber: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulut

Pertanian, Kehutanan &

Perikanan5%

Pertambangan & Penggalian

10%

Industri Pengolahan

6%

Konstruksi6%

Perdagangan Besar & Eceran, Reparasi

Mobil & Sepeda Motor57%

Transportasi & Pergudangan

3%

Penyediaan Akomodasi &

Makan Minum4%

Lain-lain9%

besar dan eceran, share kredit sektor pertambangan terhadap total kredit produktif yang

disalurkan di Sulawesi Utara meningkat menjadi sebesar 10,31% dari sebelumnya hanya sebesar

6,25% dan menjadi sektor terbesar kedua penerima pembiayaan bank umum di Sulawesi Utara

untuk sektor produktif, diikuti sektor konstruksi dengan share sebesar 6,34% dan industri

pengolahan dengan share sebesar 6,03% yang lokasi proyeknya sebagian besar berada di Kota

Bitung yang dikenal sebagai Kota Industri). Adapun share kredit sektor pertanian sebagai sektor

utama penopang perekonomian Sulawesi Utara hanya memiliki share sebesar 4,55% hal ini

dilatarbelakangi oleh kecemasan perbankan akan risiko kredit (NPL) pada sektor ini yang

mencapai 9,89% (yoy) yang juga patut menjadi perhatian bersama, mengingat angka tersebut

jauh diatas ambang batas rasio kredit bermasalah.

Meskipun secara umum mengalami perlambatan, pertumbuhan kredit produktif di Sulawesi

Utara masih relatif lebih tinggi (14,78%) dibandingkan pertumbuhan total kredit (12,25%) serta

pertumbuhan kredit non-produktif (10,65%) jika dilihat secara tahunan. Namun demikian, rasio

NPL sektor produktif secara keseluruhan telah mencapai level 5,18%, hal ini perlu menjadi

perhatian khusus mempertimbangkan rasio NPL kredit produktif dapat menjadi salah satu

pendekatan yang mencerminkan ketahuan korporasi Sulawesi Utara yang tidak sebaik triwulan

sebelumnya.

4.5.2. KETAHANAN SEKTOR RUMAH TANGGA

Kredit rumah tangga (konsumsi) di Sulawesi

Utara pada triwulan I 2016 mencapai Rp17,78

triliun, 10,69% (yoy) atau lebih rendah

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya

yang tercatat sebesar 13,59% (yoy). Sementara

itu pangsa kredit rumah tangga terhadap total

kredit yang disalurkan perbankan masih

mendominasi, yaitu sebesar 60,01% meski

menurun dibandingkan periode sebelumnya

yang mencapai 60,73%. Dari sisi penggunaan,

pangsa kredit rumah tangga masih didominasi oleh kredit Multiguna (76,1%), diikuti oleh kredit

KPR (22,1%), KKB (1,2%) dan kredit perlengkapan rumah tangga (0,6%). Pertumbuhan hampir

terjadi di seluruh jenis kredit konsumtif, kecuali kredit multiguna. KPR tumbuh meningkat sebesar

9,02% (yoy), dibandingkan triwulan sebelumnya hanya tumbuh sebesar 2,12% (yoy) yang

diindikasi masih merupakan dampak pasca relaksasi kebijakan LTV. KKB juga tercatat tumbuh

lebih tinggi menjadi sebesar 3,99% (yoy) dari periode sebelumnya sebesar 2,12% (yoy) yang

terkonfirmasi melalui kinerja penjualan mobil yang mengalami peningkatan. Peningkatan juga

Grafik 4.5.2

Perkembangan Kredit Rumah Tangga

-200%

0%

200%

400%

600%

800%

1000%

1200%

1400%

1600%

1800%

-50%

0%

50%

100%

150%

200%

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014 2015 2016

Total Kredit RT KPR KKB Multiguna Perlengkapan (sb.kanan)

Sumber: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulut

terjadi pada realisasi kredit perlengkapan yang tumbuh positif hingga 184,24% (yoy) dari

sebelumnya 117,81% (yoy). Namun demikian peningkatan pertumbuhan kredit tersebut, belum

mampu mengimbangi perlambatan kredit multiguna sebagai jenis kredit dengan pangsa terbesar

untuk kredit konsumtif. Kredit multiguna tumbuh lebih rendah pada periode ini sebesar 10,805

(yoy) dibandingkan periode sebelumnya 14,02% (yoy).

Di sisi lain, kualitas kredit rumah tangga pada

triwulan laporan menujukkan menurunnya

kualitas kredit dibandingkan triwulan

sebelumnya. Hal tersebut tercermin dari

peningkatan rasio NPL menjadi 2,57% dari

2,39%. Penurunan kualitas kredit terjadi pada

seluruh jenis kredit rumah tangga. Namun

dilevel yang masih terjaga kecuali KPR, yang

rasio NPLnya telah mencapai 5,22%

4.6. PEMBIAYAAN SEKTOR USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM)

Perkembangan Usaha Mikro, Kecil, dan

Menengah (UMKM) sebagai salah satu pelaku

ekonomi yang memegang peranan dalam

perekonomian Sulawesi Utara tidak terlepas dari

dukungan perbankan dalam penyaluran kredit

kepada UMKM. Kredit UMKM adalah kredit

kepada debitur usaha mikro, kecil dan

menengah yang memenuhi definisi dan kriteria

usaha mikro, kecil dan menengah sebagaimana

diatur dalam UU No. 20 tahun 2008 tentang

UMKM. Berdasarkan UU tersebut, UMKM adalah usaha produktif yang memenuhi kriteria usaha

dengan batasan tertentu pada nilai kekayaan bersih dan hasil penjualan tahunan. Sejalan dengan

perlambatan kinerja kredit secara umum, pertumbuhan kredit UMKM di Sulawesi Utara turut

mengalami perlambatan pada triwulan laporan sebesar 2,45% (yoy) dibanding 5,88% (yoy) pada

triwulan sebelumnya. Pertumbuhan tersebut merupakan pertumbuhan terendah kredit UMKM

sejak akhir periode 2013. Pangsa kredit UMKM terhadap total kredit yang disalurkan bergerak

moderat, dari triwulan sebelumnya 25,63% kini menjadi 25,69% dengan nominal mencapai

Rp7,61 triliun.

Grafik 4.6.1

Perkembangan Kinerja Kredit UMKM

Grafik 4.5.3

Perkembangan NPL Kredit Rumah Tangga

Sumber: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulut

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

7%

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014 2015 2016

NPL Total Kredit RT NPL KPR

NPL KKB NPL Perlengkapan

NPL Multiguna

Sumber: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulut

Sementara itu, ditengah pergerakan moderat kredit UMKM, kualitas kreditnya tercatat

mengalami penurunan yang tercermin dari meningkatnya rasio NPL menjadi sebesar 6,47%

dimana pada periode sebelumnya sebesar 5,81%. Sejak triwulan I 2015 rasio NPL Kredit UMKM

terus bergerak diatas ambang batas level aman (>5%) sehingga perlu terus dicermati bersama

demi menjaga keberlanjutan UMKM.

Suku bunga kredit UMKM menurun menjadi

13,81% dari 14,34% pada triwulan sebelumnya,

sejalan dengan menurunnya suku bunga

tertimbang kredit total. Hal ini membuat spread

antara rata-rata suku bunga kredit UMKM

dengan rata-rata suku bunga total kredit menjadi

berkurang yang dapat diharapkan kedepannya

dapat berpengaruh positif terhadap penyaluran

pembiayaan ke sektor UMKM yang sejalan

dengan kebijakan Bank Indonesia melalui PBI No.

14/22/PBI/2012 yang mewajibkan Bank Umum

untuk menyalurkan kreditnya kepada sektor UMKM min.20% dari total kredit secara bertahap,

yang diberlakukan sejak awal tahun 2015.

Grafik 4.6.2.

Perkembangan Suku Bunga Kredit UMKM

Sumber: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulut

0,00%

0,20%

0,40%

0,60%

0,80%

1,00%

1,20%

1,40%

1,60%

1,80%

2,00%

12%

13%

14%

15%

16%

17%

18%

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014 2015 2016

Selisih Suku Bunga Kredit Total Suku Bunga Kredit UMKM

BAB V. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

5.1 Perkembangan Sistem Pembayaran Tunai

5.1.1 Penyediaan Uang Layak Edar

Bank Indonesia secara berkesinambungan terus berupaya untuk menjaga ketersediaan uang

layak edar dalam jumlah dan nominal pecahan yang cukup. Dalam rangka penerapan clean

money policy di daerah KPw Bank Indonesia Prov Sulut melakukan kegiatan penarikan uang

lusuh, cacat, dan yang telah dicabut dan ditarik dari peredaran untuk selanjutnya disortir dan

diganti dengan uang layak edar (ULE). Hal tersebut dilakukan untuk menjamin ketersediaan dan

meningkatkan standar kualitas uang yang diedarkan ke masyarakat.

Pada triwulan laporan, terjadi peningkatan pemusnahan jumlah uang tidak layak edar seiring

dengan meningkatnya inflow (grafik 5.1). Tercatat PTTB (Pemberian Tanda Tidak Berharga) pada

triwulan laporan sebesar Rp0.90 triliun, meningkat 39.43% (qtq) dari triwulan sebelumnya yang

tercatat sebesar Rp0.65 triliun, meski secara persentase, rasio PTTB terhadap inflow mengalami

penurunan. Penurunan rasio tersebut disebabkan oleh terjadinya growth inflow yang lebih tinggi

(127% (qtq)) daripada growth PTTB (39.43% (qtq)) pada triwulan laporan dibanding triwulan

sebelumnya.

Grafik 5.1 Perkembangan penarikan dan PTTB (Pemberian Tanda Tidak Berharga)

0

10

20

30

40

50

60

70

0

1

2

3

4

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

%Rp Triliun

Sumber : KPwBI Prov. Sulut

Inflow PTTB Rasio PTTB terhadap Inflow (%) - sk kanan

5.1.2 Perkembangan Aliran Uang Kartal

Pergerakan aliran masuk uang kartal dari masyarakat ke kas Bank Indonesia pada triwulan I 2016

masih mengikuti pola historisnya. Aliran uang kartal menunjukkan adanya peningkatan net-

inflow dari triwulan sebelumnya dan dari triwulan yang sama tahun sebelumnya (grafik 5.2).

Posisi net-inflow mengalami peningkatan signifikan yang mencapai 207% (qtq) dari sebelumnya

net-outflow sebesar Rp1.67 triliun pada triwulan IV tahun 2015 menjadi net-inflow sebesar

Rp1.79 triliun.

Seiring dengan meningkatnya aliran uang masuk ke Bank Indonesia, maka aliran uang keluar dari

Bank Indonesia ke masyarakat dan perbankan (outflow) menunjukkan penurunan. Tercatat posisi

outflow pada triwulan laporan sebesar Rp0.71 triliun, menurun 74.49% (qtq) dari triwulan

sebelumnya yang tercatat sebesar Rp2.77 triliun.

Meningkatnya net-inflow dan menurunnya outflow pada triwulan laporan merupakan imbas dari

tingginya posisi net-outflow pada triwulan sebelumnya yang diakibatkan oleh tingginya

kebutuhan masyarakat akan uang kartal pada triwulan tersebut. Hal tersebut sejalan dengan

adanya faktor musiman yaitu tibanya hari raya Natal dan Tahun Baru. Selanjutnya, pada triwulan

laporan, permintaan masyarakat akan uang kartal mulai mereda, yang ditandai dengan

meningkatnya jumlah setoran ke bank.

Secara tahunan, perkembangan net-inflow menunjukkan peningkatan. Tercatat posisi net-inflow

pada triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp1.63 triliun, meningkat 9.81% (yoy) pada

triwulan laporan menjadi Rp1.79 triliun. Hal tersebut disebabkan karena growth pada inflow

(8.58% (yoy) lebih tinggi daripada growth pada outflow (5.57% (yoy).

Grafik 5.2 Posisi net inflow dan net outflow

1,36

(0,43)(0,22)

(1,55)

1,55

(0,17) (0,16)

(1,57)

1,63

(0,31)(0,56)

(1,67)

1,79

(4,00)

(3,00)

(2,00)

(1,00)

-

1,00

2,00

3,00

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

Inflow Outflow Netflow

5.1.3 Perkembangan Temuan Uang Palsu

Pada triwulan I 2016 terjadi peningkatan cukup signifikan pada uang yang diragukan keasliannya

di Sulut-Gorontalo. Tercatat total uang palsu yang ditemukan sebanyak 205 lembar, meningkat

144% (qtq) dari triwulan sebelumnya dan apabila dibandingkan dengan triwulan yang sama

tahun sebelumnya meningkat sebesar 159.5% (yoy). Diperkirakan tingginya temuan uang palsu

pada triwulan laporan disebabkan oleh tingginya jumlah uang beredar pada akhir tahun 2015

yang diiringi dengan tibanya musim liburan dan hari raya keagamaan Natal dan Tahun Baru yang

mendorong terjadinya peningkatan aktivitas perekonomian masyarakat.

Berdasarkan jenis pecahan, mayoritas uang palsu yang ditemukan adalah pecahan jenis besar.

Pecahan Rp100.000 sebanyak 181 lembar, Rp50.000 sebanyak 48 lembar, Rp20.000 sebanyak 7

lembar, dan Rp10.000 sebanyak 1 lembar.

Temuan uang palsu tersebut antara lain berasal dari setoran bank, setoran masyarakat ke bank

melalui loket penukaran, kas titipan Bank Indonesia, kas keliling, serta dari temuan yang

dilaporkan ke Bank Indonesia. Sepanjang tahun 2016, mayoritas temuan uang palsu berasal dari

kota Manado (84%), Makassar (10%), Gorontalo (6%) dan selebihnya dari Kotamobagu dan

Minahasa (1%).

Tabel 5.1 Temuan Uang Palsu di Sulut

Tabel 5.3 Temuan Uang Palsu di Sulut berdasarkan lokasi

2016

I II III IV I II III IV I II III IV I

Rp 100.000,- 29 30 24 51 140 118 203 187 67 56 42 56 181

Rp 50.000,- 37 34 10 15 9 6 12 24 12 11 16 25 48

Rp 20.000,- 3 0 0 0 0 0 4 2 0 0 0 1 7

Rp 10.000,- 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 2 1

Rp 5.000,- 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0

Rp 1.000,- 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Total 69 64 34 67 149 124 219 214 79 67 58 84 237

Pecahan2013 2014 2015

84%

0%6%

10%

Manado

Minahasa

Kotamobagu

Gorontalo

Makassar

5.2 Perkembangan Sistem Pembayaran Non-Tunai

Perkembangan perekonomian yang semakin pesat menuntut ketersediaan layanan pembayaran

yang tepat, handal dan aman yang mendukung aktivitas perekonomian dari masyarakat. Sistem

pembayaran non tunai menjadi alternatif utama bagi masyarakat untuk dapat melakukan

transaksi secara efisien dan aman. Sistem pembayaran non tunai yang diselenggarakan oleh

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sulawesi Utara adalah SKNBI untuk transaksi retail value dan

RTGS untuk transaksi high value. SKNBI memfasilitasi transaksi pembayaran non tunai masyarakat

dengan menggunakan instrumen surat berharga yaitu cek, bilyet giro, wesel, nota debet, dan

warkat debet lainnya yang disetujui oleh Bank Indonesia.

5.2.1 Perkembangan Transaksi SKNBI (Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia)

Sejalan dengan perkembangan uang kartal, perkembangan sistem pembayaran non-tunai yang

diselenggarakan Bank Indonesia melalui SKNBI (Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia) juga

mengikuti pola historisnya. Pada triwulan I 2016 transaksi melalui SKNBI menunjukkan

perlambatan baik dari sisi volume maupun nominal transaksi. Perlambatan nilai transaksi

diperkirakan dipicu oleh mulai meredanya aktivitas perekonomian pasca berakhirnya akhir tahun

2015 yang merupakan puncak tingginya aktivitas perekonomian.

Pada triwulan laporan, penyelesaian transaksi ritel melalui SKNBI tercatat sebanyak 102.698 DKE

(Data Keuangan Elektronik) atau melambat sebesar 11.95% (qtq) dibandingkan triwulan

sebelumnya yang tercatat sebesar 116.632 DKE. Secara nominal, nilai transaksi yang

menggunakan SKNBI melambat sebesar 9.06% (qtq) menjadi Rp2.97 triliun dari triwulan

sebelumnya yang tercatat sebesar Rp3.26 triliun.

Secara rata-rata harian, nilai transaksi yang diproses SKNBI pada triwulan laporan mencapai

Rp48.62 miliar per hari atau melambat sebesar 9.30% (qtq) dari triwulan sebelumnya yang

tercatat sebesar Rp53.60 miliar per hari. Sejalan dengan melambatnya nilai transaksi, jumlah

volume transaksi per hari juga mengalami perlambatan. Tercatat rata-rata volume transaksi harian

pada triwulan laporan sebesar 1.679 DKE per hari, melambat sebesar 10.76% (qtq) dari triwulan

sebelumnya yang tercatat sebesar 1.881 DKE per hari.

Grafik 5.4 Perkembangan Kliring SulutGo

Grafik 5.5 Pergerakan prosentase tolakan

Secara tahunan, volume DKE yang ditransaksikan melalui SKNBI menunjukkan perlambatan

sebesar 4.37% (yoy) dari tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 107.386 DKE. Sejalan, nilai

transaksi juga menunjukkan perlambatan sebesar 5.14% (yoy) dari tahun sebelumnya yang

tercatat sebesar Rp3.13 triliun.

Sementara itu, persentase jumlah penarikan cek dan BG kosong pada triwulan laporan

mengalami peningkatan dari sisi volume meski dari sisi nilai mengalami penurunan dibandingkan

triwulan sebelumnya. Tercatat nilai penarikan cek dan BG kosong pada triwulan laporan

mencapai 3.08% dari total nilai yang dikliringkan, menurun dari triwulan sebelumnya yang

tercatat sebesar 3.21%. Sedangkan volume penarikan cek dan BG kosong pada triwulan laporan

sebesar 3.15%, meningkat dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 2.68% dari total yang

dikliringkan.

Di wilayah kerja KPw Bank Indonesia Prov Sulut terdapat 5 KPWD (Koordinator Pertukaran Warkat

Debit) yang terdiri dari 1 KPWD yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia dan 4 KPWD Selain BI

(Bitung, Kotamobagu, Tahuna dan Gorontalo). Dari seluruh KPWD yang berada di SulutGo, Kota

Manado merupakan kota dengan pangsa transaksi kliring terbesar di SulutGo baik dari sisi

nominal maupun sisi volume. Pada triwulan laporan, pangsa transaksi kliring Kota Manado

tercatat sebesar 79.52% dari sisi volume dan 80.46% dari sisi nominal, meningkat dari triwulan

sebelumnya yang tercatat masing-masing sebesar 78.53% dan 79.87% untuk volume dan nilai

transaksi.

0

20

40

60

80

100

120

140

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

Ribu Lembar

Rp Triliun

Sumber : KPw BI Prov. Sulut

Nilai Volume (Sk Kanan)

0

1

2

3

4

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

%

Sumber : KPw BI Prov. Sulut

Persentase Nilai Tolakan Persentase Volume Tolakan

BAB VI. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH

DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Utara tercatat mengalami pertumbuhan seiring dengan

pertumbuhan perekonomian Sulawesi Utara. Jumlah tenaga kerja Sulawesi Utara tercatat tumbuh

sebesar 1,96% (yoy) diikuti oleh Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yang meningkat ke

angka 2,14%. Disisi lain, baik secara tahunan maupun dibanding periode sebelumnya, tingkat

pengangguran menunjukkan peningkatan. Kelesuan dunia usaha dimana penjualan mengalami

penurunan akibat daya beli masyarakat yang juga menurun berdampak pada pengurangan

jumlah tenaga kerja dan kebijakan untuk tidak akan melakukan penambahan tenaga kerja yang

masa kontraknya habis dan/atau pensiun pada mayoritas perusahaan di Sulawesi Utara.

Sementara peningkatan kesejahteraan masyarakat Sulawesi Utara terindikasi dari berbagai

indikator tingkat kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan di sektor pertanian yang merupakan

sektor utama pendorong perekonomian Sulawesi Utara menunjukkan perbaikan yang tercermin

dari NTP dan NTUP. Hal tersebut juga dikonfirmasi dengan rasa optimisme konsumen terhadap

peningkatan kesejahteraan masyarakat secara umum.

6.1. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH

Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Utara mengalami kontraksi seiring dengan melambatnya

pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Utara. Data bulan Februari 2016 mencatat pertumbuhan

angkatan kerja hanya sebesar 0,34% (yoy) lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama

tahun 2015 sebesar 1,78% (yoy). Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) juga mengalami

peningkatan yang tidak signifikan sebesar 0,47% (yoy). Namun di sisi lain, terdapat penurunan

jumlah pengangguran sebesar -9,36% (yoy) menjadi 93 ribu jiwa. Tingkat Pengangguran Terbuka

(TPT) juga terlihat mengalami penurunan yang signifikan dibandingkan periode yang sama tahun

lalu dengan penurunan sebesar -10,06% (yoy). Namun TPT Sulawesi Utara masih berada di atas

Nasional yang sebesar 5,5%.

Tabel 6.1

Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama

Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara

2016

Feb Ags Feb Ags Feb Ags Feb

Penduduk 15 thn ke atas (ribu jiwa) 1,685 1,698 1,753 1768.2 1,781 1,793 1,779 -0.13%

Angkatan Kerja (ribu jiwa) 1,089 1,015 1,159 1060.8 1,180 1,099 1,184 0.34%

Bekerja 1,011 947 1,075 980.8 1,078 1,000 1,091 1.23%

Pengangguran 78 68 84 80 103 99 93 -9.36%

TPAK (%) 64.63 59.76 66.14 59.99 66 61.28 66.55 0.47%

TPT (%) 7.19 6.67 7.26 7.54 8.69 9.03 7.82 -10.06%

Growth

(yoy)Jumlah Bekerja

20142013 2015

Grafik 6.1

Tingkat Pengangguran Terbuka

Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara

Penurunan jumlah pengangguran tersebut merupakan cerminan optimisme konsumen terhadap

kondisi ketenagakerjaan dan penghasilan. Berdasarkan Survei Konsumen (SK) di Provinsi Sulawesi

Utara, indeks kondisi ketenagakerjaan dan penghasilan saat ini berada di atas 100 dengan nilai

masing-masing tercatat sebesar 159,3 dan 160,3. Sama halnya kondisi saat ini, kondisi

ketenagakerjaan dan penghasilan yang akan datang juga masih dipandang optimis oleh

konsumen. Rata-rata indeks ketersediaan lapangan kerja yang akan datang sebesar 131,8.

Sementara rata-rata indeks penghasilan yang akan datang sedikit di atas 100 yaitu sebesar 115,8.

Grafik 6.2 Grafik 6.3

Indeks Kondisi Ketenagakerjaan Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan

dan Penghasilan Saat Ini Penghasilan yang Akan Datang

Sumber: Survei Konsumen Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sumber: Survei Konsumen Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Sulawesi Utara Provinsi Sulawesi Utara

Peningkatkan serapan tenaga kerja paling besar berada pada sektor Jasa sebesar 16,12% (yoy)

atau bertambah sebanyak 31 orang dari periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan

serapan tenaga kerja terbesar selanjutnya adalah sektor Industri dengan peningkatan sebesar

sebesar 11,58% (yoy). Sementara sektor Pertanian adalah satu-satunya sektor yang mengalami

penurunan serapan tenaga kerja sebesar -14,48% (yoy).

Tabel 6.2

Jumlah Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan

Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara

Penyerapan tenaga kerja di Sulawesi Utara masih didominasi oleh sektor pertanian sebesar

29,12% (yoy). Hal ini sejalan dengan struktur perekonomian utama Sulut yang memang

didominasi oleh sektor pertanian. Namun El Nino yang melanda Sulawesi Utara sepanjang tahun

2015 menyebabkan penurunan serapan tenaga kerja yang tercatat pada bulan Februari 2016.

Banyak tenaga kerja yang bergelut di sektor Pertanian beralih profesi untuk tetap memenuhi

kebutuhan hidup. Mereka beralih profesi ke sektor Jasa seperti buruh bangunan dan transportasi

publik, yang kemudian tercermin pada kenaikan serapan di sektor Jasa yang mencapai 11,31%

(yoy).

Grafik 6.4

Pangsa Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha

Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara, diolah

Berdasarkan status pekerjaannya, dari seluruh penduduk yang bekerja di Sulawesi Utara,

sebanyak 39,15% berprofesi sebagai buruh/karyawan dan 23,68% penduduk berwiraswasta

sementara 14,23% merupakan pekerja bebas. Pada Februari 2016 pekerja informal di Sulawesi

Utara masih lebih banyak dibanding pekerja formal, dengan komposisi 56,84% berbanding

43,16%. Komposisi tersebut masih lebih baik dibandingkan dengan periode sebelumnya. Namun

2016

Feb Ags Feb Ags Feb Ags Feb

Pertanian 328 333 343 321 372 319 318 -14.48% 29.12%

Industri 68 52 73 71 51 68 57 11.58% 5.23%

Perdagangan 209 191 224 196 249 207 256 2.64% 23.42%

Jasa 202 185 209 180 190 189 221 16.12% 20.22%

Lainnya 229 205 226 212 216 216 240 11.31% 22.01%

Jumlah 1,036 965 1,075 981 1,078 1,000 1,091 1.27% 100.00%

Growth

(yoy)Sektor Pekerjaan (ribu jiwa) Share

2013 2014 2015

perlu menjadi perhatian bersama karena pekerja sektor informal lebih rentan untuk terkonversi

menjadi kelompok pengangguran mengingat kerentanannya terhadap shocks apabila terjadi

gejolak ekonomi.

Tabel 6.3

Penduduk yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan

Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara

Membaiknya peluang lapangan kerja di sektor formal menjadi salah satu pendorong

meningkatnya jumlah penduduk bekerja terdidik. Pada bulan Februari 2016 tercatat jumlah

penduduk bekerja dengan tingkat pendidikan tertinggi Universitas adalah sebanyak 128.05 ribu

orang atau meningkat 18,73% (yoy). Penduduk bekerja dengan pendidikan tertinggi SMA

sebanyak 247,41 ribu orang meningkat sebesar 10,26% (yoy) dengan pangsa yang besar yaitu

22,67%. Sementara itu penduduk dengan tingkat pendidikan akhir SMK mengalami penurunan

menjadi 97,03 ribu orang atau menurun sebesar -18,69%.

Tabel 6.4

Jumlah Tenaga Kerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Tahun 2014-2016 (ribu orang)

Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara

2016

Feb Ags Feb Ags Feb Ags Feb

Berusaha Sendiri 279 270 280 272 312 245 260 -16.65% 23.68%

Berusaha Dibantu Buruh Tidak Tetap -

Buruh Tidak Dibayar115 70 117 83 106 99 120 13.20% 10.95%

Berusaha Dibantu Buruh Tetap-Buruh

Dibayar52 35 43 34 48 40 41 -13.47% 3.75%

Buruh/Karyawan 370 383 382 380 369 364 430 16.56% 39.15%

Pekerja Bebas Pertanian 43 74 43 85 67 -21.40% 6.12%

Pekerja Bebas Non Pertanian 59 46 88 39 89 128.35% 8.11%

Pekerja Bebas 103 121 131 132 124 164 156 25.50% 14.23%

Pekerja Tak Dibayar 117 87 122 79 119 87 90 -23.80% 8.24%

Jumlah 1,036 965 1,075 981 1,078 1,000 1,098 1.88% 100.00%

Status Pekerjaan (ribu jiwa)

2013 2014 Growth

(yoy)Share

2015

2016

Feb Ags Feb Ags Feb

SD ke bawah 407.44 353.25 383.51 347 397.7 3.70%

Sekolah Menengah Pertama 217.75 193.5 218.82 206.48 200.05 -8.58%

Sekolah Menengah Atas 234.07 226.62 224.39 229.29 247.41 10.26%

Sekolah Menengah Kejuruan 100.04 98.64 119.33 90.49 97.03 -18.69%

Diploma I/II/III 26.72 23.29 23.77 24.08 21.14 -11.06%

Universitas 89.16 85.46 107.85 103.6 128.05 18.73%

Jumlah 1075.18 980.76 1077.67 1000.94 1091.38 1.27%

Tingkat Pendidikan

2014 2015 Growth

(yoy)

Sumber: Survei Konsumen Kantor

Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulut

6.2 PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

Kesejahteraan masyarakat di Sulawesi Utara pada triwulan laporan yang tercermin dari berbagai

indikator tingkat kesejahteraan masyarakat tercatat mengalami perbaikan. Pada Triwulan I 2016

kesejahteraan di sektor pertanian kembali mengalami apresiasi. Hal tersebut terlihat dari rata-rata

Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) yang meningkat pada triwulan

laporan. NTUP sebagai salah satu indikator lain yang digunakan untuk mengukur kesejahteraan

petani yang hanya memperhitungkan komponen pengeluaran di usaha petanian tercatat surplus

dan cukup menguntungkan (indeks NTUP di atas 100). Dengan dikeluarkannya konsumsi rumah

tangga dari komponen indeks harga yang dibayar petani (IB), NTUP dapat lebih mencerminkan

kemampuan produksi petani, karena yang dibandingkan hanya produksi dengan biaya

produksinya. Indeks NTUP pada triwulan laporan tercatat sebesar 107,87.

Tabel 6.5

Komponen Indeks Dibayar Petani (IB)

Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara

Menggunakan tahun dasar yang baru (2012), rata-rata Nilai Tukar Petani (NTP) Sulawesi Utara

selama triwulan I 2016 tercatat sebesar 97,33 meningkat dari triwulan sebelumnya yang sebesar

96,74. Jika dilihat secara tahunan, pada triwulan laporan NTP juga tercatat mengalami perbaikan

yaitu -0,70% (yoy) jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya -2,11% (yoy).

Perbaikan NTP utamanya didorong oleh peningkatan pendapatan pertanian yang lebih besar

dibandingkan kenaikan biaya hidup petani. Indeks yang Diterima Petani (IT) yang mencerminkan

pendapatan usaha petani tercatat tumbuh sebesar 4,40% (yoy), sedikit meningkat apabila

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,20% (yoy). Peningkatan

indeks terutama berasal dari subsektor Tanaman Obat dan Palawija.

Sementara Indeks yang Dibayar Petani (IB) yang merupakan indikator pengeluaran usaha petani

meskipun mengalami peningkatan mencapai 5,13%, peningkatannya masih lebih rendah

Q1 Q2 Q3 Q4 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1

Indeks Diterima Petani 109.12 111.16 111.83 112.01 113.67 114.82 114.34 114.79 118.44 119.87 4.40% 1.21%

Indeks Dibayar Petani 110.20 111.33 112.07 115.04 115.04 117.15 117.84 120.24 122.44 123.16 5.13% 0.59%

Konsumsi Rumah Tangga 112.06 113.42 114.27 114.55 117.59 120.16 120.85 123.91 126.69 127.58 6.18% 0.71%

Bahan Makanan 114.94 117.14 118.63 123.23 123.23 126.92 127.26 132.69 137.85 139.01 9.53% 0.85%

Makanan Jadi 107.46 108.49 108.80 110.70 110.70 112.31 113.87 116.52 117.94 119.38 6.30% 1.22%

Perumahan 110.30 111.20 111.78 113.59 113.59 115.87 116.32 116.93 118.00 119.05 2.75% 0.89%

Sandang 104.94 105.28 105.69 107.41 107.41 109.44 109.09 109.47 109.99 111.51 1.89% 1.38%

Kesehatan 104.42 105.39 105.68 106.77 106.77 109.49 110.48 112.15 113.25 114.61 4.67% 1.19%

Pendidikan, Rekreasi & Olah Raga 102.47 102.94 103.49 104.36 104.36 105.59 105.48 106.19 106.27 106.90 1.24% 0.60%

Transportasi dan Komunikasi 120.94 121.13 121.13 126.56 126.56 126.99 129.01 129.47 129.89 128.05 0.83% -1.42%

BPPBM 105.44 105.96 106.47 108.30 108.30 109.14 109.84 110.30 110.80 111.13 1.82% 0.29%

Bibit 106.70 106.80 107.04 108.31 108.31 109.05 108.79 108.81 109.76 110.74 1.56% 0.90%

Obat-obatan & Pupuk 103.79 104.30 104.85 105.92 105.92 106.52 106.33 106.98 107.30 108.31 1.69% 0.94%

Sewa Lahan, Pajak & Lainnya 104.60 104.81 105.23 105.88 105.88 107.01 107.59 107.81 107.74 108.14 1.05% 0.37%

Transportasi 116.39 116.98 117.13 126.73 126.73 125.23 128.81 129.64 130.15 125.70 0.37% -3.42%

Penambahan Barang Modal 104.31 104.89 105.24 106.01 106.01 106.44 106.56 106.85 107.18 107.97 1.44% 0.74%

Upah Buruh Tani 104.71 105.50 106.26 107.31 107.31 109.29 110.40 110.64 111.29 112.20 2.66% 0.81%

Nilai Tukar Petani (indeks) 99.02 99.85 99.78 98.83 98.83 98.01 95.68 95.47 96.74 97.33 -0.70% 0.61%

Nilai Tukar Usaha Pertanian (indeks) 103.49 104.91 105.04 105.00 104.97 105.20 102.64 104.07 106.90 107.87 2.53% 0.91%

qtq

Rincian

Growth (%)

yoy

20152014 2016

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 6,43%. Sektor dengan peningkatan

indeks yang paling rendah adalah Perikanan Tangkap.

Grafik 6.5 Grafik 6.6

Nilai Tukar Petani Per Sektor Perkembangan Nilai Tukar Petani

Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara

Dilihat dari subsektornya, petani pada subsektor Tanaman Hortikultura, Peternakan, dan

Perikanan merupakan yang paling sejahtera, hal ini terlihat dari angka NTP yang berada di atas

100. Indeks NTP Tanaman Hortikultura, Peternakan, dan Perikanan masing-masing adalah

107,12, 100,54, dan 100,11. Meskipun berada di atas 100, indeks NTP Perikanan mengalami

penurunan dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya dengan penurunan

sebesar -5,99% (yoy).

Dengan menggunakan ukuran yang sama, petani di subsektor Tanaman Pangan dan Perkebunan

masih berada di bawah batas sejahtera. Namun, NTP pada subsektor Tanaman Pangan terlihat

mengalami peningkatan dari periode yang sama tahun sebelumnya di mana peningkatan tercatat

sebesar 0,46% (yoy). Di sisi lain, kesejahteraan Petani pada subsektor Perkebunan perlu menjadi

perhatian khusus mengingat komoditas unggulan Sulawesi Utara umumnya berasal dari sektor

perkebunan diantaranya kelapa, cengkeh, dan pala. NTP pada subsektor Perkebunan mengalami

penurunan sebesar -3,10% (yoy) dari periode yang sama tahun sebelumnya.

Grafik 6.7

Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Sulawesi Utara dan Nasional

Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara, diolah

Data terakhir pada bulan September 2015 menunjukkan tingkat kemiskinan Provinsi Sulawesi

Utara secara umum masih berada di bawah angka nasional. Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional

(SUSENAS) menunjukkan jumlah penduduk miskin Sulut sampai dengan September 2015

mencapai 217,15 ribu jiwa (8,98% dari total penduduk). Jumlah tersebut meningkat dari Maret

2015 yang berjumlah 208,54 ribu jiwa (8,65% dari total penduduk) atau naik 0,33% jika

dibandingkan Maret 2015.

Sejalan dengan tingkat kemiskinan, garis kemiskinan di Provinsi Sulawesi Utara pada triwulan

laporan mengalami peningkatan. Dalam enam bulan terakhir, garis kemiskinan kota dan desa

meningkat 3,97% dari Rp295.365 per kapita per bulan menjadi Rp307.104 per kapita perbulan.

Garis kemiskinan ini adalah nilai pengeluaran kebutuhan minimum yang harus dikeluarkan oleh

satu orang. Apabila berada dalam rata-rata garis kemiskinan, individu tersebut dkategorikan

sebagai penduduk miskin. Kenaikan garis kemiskinan dapat mempengaruhi angka kemiskinan

karena secara langsung meningkatkan ambang nilai kemiskinan.

Pada periode Maret 2015 hingga September 2015, indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan Indeks

Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami peningkatan. Nilai indeks P1 menunjukkan ukuran rata-

rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan.

Indeks P1 naik sedikit dari 1,34 pada Maret 2015 menjadi 1,54 pada September 2015. Sementara

itu indeks P2 yang menunjukkan variasi pengeluaran konsumsi penduduk miskin naik tidak

signifikan dari 0,34 pada Maret 2015 menjadi 0,44 pada September 2015. Kenaikan yang tidak

signifikan pada kedua indeks tersebut menunjukkan kedalaman dan keparahan kemiskinan di

Sulawesi Utara relatif tetap.

Tabel 6.6

Indeks Keparahan Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan Provinsi Sulawesi Utara Berdasarkan Wilayah

Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara

Tahun Kota Desa Total

Maret 2011 1.11 1.16 1.14

September 2011 0.20 1.22 1.21

Maret 2012 0.68 1.30 1.02

September 2012 1.14 1.21 1.18

Maret 2013 0.94 1.38 1.18

September 2013 0.96 1.32 1.16

Maret 2014 0.74 1.59 1.21

Sep-14 0.98 1.53 1.28

Maret 2015 0.82 1.78 1.34

Sep-15 0.63 2.30 1.54

Maret 2011 0.30 0.19 0.24

September 2011 0.31 0.25 0.28

Maret 2012 0.12 0.33 0.23

September 2012 0.33 0.27 0.30

Maret 2013 0.21 0.31 0.26

September 2013 0.22 0.33 0.28

Maret 2014 0.17 0.33 0.26

Sep-14 0.24 0.34 0.30

Maret 2015 0.18 0.47 0.34

Sep-15 0.13 0.71 0.44

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)

Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)

BAB VII. PROSPEK PEREKONOMIAN

7.a. PROSPEK EKONOMI MAKRO

Perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan II 2016 diperkirakan tumbuh pada kisaran 6,12%

(yoy), atau mengalami akselerasi dibandingkan pertumbuhan ekonomi di triwulan I 2016.

Meningkatnya perekonomian Sulut di triwulan II 2016 diperkirakan ditopang oleh seluruh sektor

utama Sulut yakni sektor Pertanian , Perdagangan , Konstruksi, Transportasi dan Industri

Pengolahan.

Setelah dihantam oleh musim El Nino tahun 2015 yang menyebabkan banyak tanaman pertanian

baik perkebunan maupun tanaman pangan gagal panen, pada tahun 2016 diperkirakan sektor

Pada triwulan II, selain meningkat karena hilangnya musim

El Nino, peningkatan juga akan didorong oleh pergeseran masa panen yang sebagian besar

terjadi di triwulan II 2016. Hal tersebut dapat dilihat melalui pergerakan tingkat inflasi beras

dimana pada triwulan I harga beras masih tercatat inflasi dan mulai menurun ketika memasuki

awal triwulan II yaitu bulan April 2016. Subsektor Perikanan juga akan mengalami peningkatan

dampak base effect tahun 2015 ketika aturan Moratorium masih diberlakukan. Peningkatan

triwulan I 2016 akan dilanjutkan dengan peningkatan pertumbuhan pada triwulan II 2016. Tidak

diperpanjangnya peraturan moratorium oleh KKP menjadi pendorong industri pengolahan ikan

tumbuh meningkat pada triwulan mendatang. Namun demikian, peningkatan pertumbuhan

sektor industri tidak akan maksimal karena tertahan oleh perlambatan industri pengolahan kelapa

akibat ketersediaan bahan baku yang berkurang dampak El Nino tahun 2015.

banyak faktor yang akan mendorong sektor tersebut meningkat. Faktor-

faktor tersebut antara lain yaitu kenaikan UMP, peningkatan sektor primer, tingkat inflasi yang

rendah, musim liburan, menjelang hari raya keagamaan, dan penerimaan THR. Faktor-faktor

tersebut akan mendorong perdagangan eceran dan kendaraan bermotor meningkat pada

triwulan II 2016.

Sementara itu, sektor Konstruksi diperkirakan meningkat seiring dengan realisasi APBD dan APBN

yang cenderung meningkat memasuki triwulan II dan investasi swasta yang mulai marak

dilakukan seperti pembukaan outlet dan pengadaan aset. Peningkatan penyaluran kredit

diperkirakan akan meningkat setelah penurunan BI Rate dan GWM Primer Rupiah yang

berdampak pada peningkatan likuiditas.

2016 seiring dengan persiapan perayaan hari raya keagamaan dan penerimaan THR. Subsektor

transportasi darat akan meningkat didorong oleh mobilitas masyarakat yang meningkat seiring

dengan perayaan dan peningkatan pendapatan. Transportasi udara juga akan meningkat seiring

dengan masuknya musim liburan. Sementara itu, transportasi laut meningkat seiring dengan

peningkatan produksi industri pengolahan, khususnya pengolahan ikan.

Adapun sektor Industri Pengolahan akan tumbuh meningkat seiring meningkatnya sektor

yang akan memberikan pasokan bahan baku. Peningkatan pertumbuhan sektor ini

ditopang oleh perbaikan subsektor industri bahan makanan yang didominasi oleh pengolahan

ikan. Peningkatan pertumbuhan didorong oleh tidak diperpanjangnya peraturan moratorium

oleh KKP yang telah berakhir pada bulan Oktober 2015. Hal tersebut mendorong ketersediaan

bahan baku pada triwulan mendatang, selain juga dibantu oleh base effect rendahnya bahan

baku pada triwulan II 2015. Hal tersebut juga terkonfirmasi melalui liaison pada perusahaan-

perusahaan perikanan besar di Sulut yang menyatakan bahwa bahan baku ikan pada triwulan

mendatang akan tumbuh lebih baik dibandingkan tahun 2015.

Di sisi penggunaan, komponen utama Sulut diperkirakan mengalami peningkatan seluruhnya.

Konsumsi rumah tangga diperkirakan meningkat didorong oleh peningkatan pendapatan dan

keperluan kebutuhan jelang perayaan hari raya keagamaan. Survei Konsumen juga menunjukkan

bahwa keyakinan konsumen meningkat pada triwulan yang akan datang. Konsumsi pemerintah

dan kinerja investasi diperkirakan akan tumbuh meningkat. Peningkatan kedua komponen

tersebut tentunya didorong oleh realisasi anggaran pemerintah baik belanja rutin maupun belanja

modal. Pembangunan proyek-proyek strategis khususnya mega proyek akan mendorong

pencapaian realisasi atau kinerja pemerintah meningkat. Selain itu, pelaku usaha atau pihak

swasta akan mulai gencar melakukan investasi seiring dengan perkiraan perbaikan ekonomi dan

ketersediaan kredit. Pelaku usaha akan membangun toko, outlet dan kantor untuk pemasaran.

Selain itu beberapa pelaku usaha perumahan akan melakukan pembelian lahan baru dan

pembangunan perumahan. Angin segar datang juga dari pemerintah provinsi yang akan

melakukan penyerdehanaan dan percepatan dalam perizinan investasi. Di sisi pembiayaan,

turunnya BI Rate dan GWM Primer Rupiah yang akan mendorong ketersediaan dana sangat

berpotensi menurunkan suku bunga. Suku bunga yang rendah akan mendorong peningkatan

investasi pada triwulan II 2016. Sementara itu, kinerja perdagangan Sulut juga diperkirakan

membaik seiring dengan ekspor perikanan yang semakin baik. Di samping itu, pertumbuhan

impor barang modal akan meningkat seiring dengan peningkatan produksi industri pengolahan.

Selain itu, pembangunan dan peningkatan kualitas pelabuhan akan menjadi faktor penting

kegiatan perdagangan Sulut dan luar negeri.

7.b. PRAKIRAAN INFLASI

Setelah mengalami penurunan pada triwulan I 2016, tekanan inflasi Sulut memasuki triwulan II

2016 diperkirakan kembali meningkat kendati dalam besaran yang relatif terbatas terutama

secara bulanan. Setelah mencatatkan deflasi cukup dalam di periode April 2016, inflasi Sulut pada

Mei dan Juni diperkirakan meningkat dengan proyeksi inflasi bulanan masing-masing pada

kisaran 0,09% (mtm) dan 0,57% (mtm). Secara tahunan, inflasi Sulut pada triwulan II 2015

diperkirakan berada di level 3,12±1% (yoy) atau cenderung lebih rendah dibandingkan level

inflasi tahunan di triwulan I 2016 yang lebih disebabkan oleh faktor based effect.

Risiko tekanan inflasi pada triwulan II 2016 diperkirakan muncul dari kelompok volatile food dan

kelompok inti dipengaruhi masuknya periode bulan Ramadhan, masuknya masa panen dan

dimulainya realisasi proyek pemerintah. Sementara, tekanan inflasi pada kelompok administered

prices diperkirakan masih relatif stabil kendati pergerakan harga minyak dunia terpantau mulai

mengalami kenaikkan.

Grafik 7.b.1

Prakiraan Inflasi Bulanan Sulut

Grafik 7.b.2

Ekspektasi Harga Konsumen

Sumber: KPw BI Sulut. Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulut.

1. Volatile Foods

Tekanan inflasi pada kelompok volatile food diperkirakan mengalami peningkatan terutama

secara bulanan. Harga komoditas strategis seperti cabai rawit dan tomat sayur terpantau mulai

merangkak naik sejak awal Mei 2016. Masuknya bulan Ramadhan juga diperkirakan menjadi

risiko tersendiri mengingat konsumsi masyarakat yang cenderung meningkat memasuki bulan

puasa. Namun demikian, panen raya komoditas beras pada periode akhir Maret hingga April

dapat menjadi faktor penahan terjadinya inflasi yang lebih tinggi. Harga beras terpantau mulai

mengalami penurunan sejak April dan diperkirakan berlanjut hingga Mei 2016.

2. Administered Prices

Risiko tekanan inflasi pada kelompok Administered Prices diperkirakan masih relatif rendah

sampai dengan triwulan II 2016. Meskipun pergerakan harga minyak dunia terpantau mulai

meningkat namun transmisinya terhadap penyesuaian harga pada kelompok ini diperkirakan

belum akan terjadi pada triwulan II. Potensi tekanan inflasi dari kelompok ini muncul dari

komoditas angkutan udara yang sangat mungkin mengalami kenaikkan mengingat indeks

harganya yang sudah cukup rendah pada triwulan I 2016.

3. Core Inflation

Risiko tekanan inflasi pada kelompok inti diperkirakan relatif meningkat memasuki triwulan II

2016. Kondisi ini dipengaruhi oleh mulai membaiknya perekonomian secara umum sehingga

memberikan dampak pada tingkat permintaan. Selain itu, dimulainya realisasi beberapa proyek

pemerintah diperkirakan memberi tekanan permintaan pada komoditas bahan bangunan yang

harganya telah terkoreksi cukup dalam di triwulan pertama. Peningkatan harga emas juga dapat

menjadi risiko tersendiri terhadap perkembangan inflasi kelompok inti di triwulan mendatang.

DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN

PDRB Produk Domestik Regional Bruto. Pendapatan suatu daerah yang mencerminkan

hasil kegiatan ekonomi yang ada di suatu wilayah tertentu

mtm month to month. Perbandingan antara satu bulan dan bulan sebelumnya.

qtq quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan

sebelumnya.

yoy year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.

Indeks Keyakinan

Konsumen (IKK)

Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi

saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang, dengan skala 1-

100

Indeks Harga

Konsumen (IHK)

Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan

jasa yang dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu.

Indeks Kondisi

Ekonomi

Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen

terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100

Indeks Ekspektasi

Konsumen

Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen

terhadap ekspektasi kondisi ekonomi 6 bulan mendatang, dengan skala 1-100

Pendapatan Asli

Daerah (PAD)

Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak

daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan

kekayaan daerah.

Dana

Perimbangan

Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung

pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian

otonomi.

Indeks

Pembangunan

Manusia (IPM)

Ukuran kualitas pembangunan manusia yang diukur melalui pencapaian rata-rata

3 (tiga) hal kualitas hidup yaitu : pendidikan, kesehatan dan daya beli.

Inflasi Kecenderungan kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan bersifat

persisten. Perubahan (laju) inflasi umumnya diukur dengan melihat perubahan

harga pada sejumlah barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat, seperti

tercermin pada perkembangan indeks harga konsumen (IHK). Berdasarkan faktor

penyebabnya, inflasi dapat dipengaruhi baik dari penawaran maupun dari

permintaan.

Volatile Foods Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan

harganya sangat bergejolak karena faktor-faktor tertentu.

Administered

Price

Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan

harganya diatur pemerintah.

M1 Disebut sebagai narrow money (uang beredar dalam arti sempit), terdiri dari uang

kartal dan uang giral

M2 Disebut broad money atau uang beredar dalam arti luas, merupakan indikator

tingkat likuiditas perekonomian, terdiri dari uang kartal, uang giral dan uang kuasi

(tabungan dan deposito baik dalam mata uang rupiah maupun asing).

Mo Disebut uang primer (base money) merupakan kewajiban otoritas moneter (di

dalam neraca bank sentral), terdiri dari uang kartal pada bank umum dan

masyarakat ditambah dengan saldo giro bank umum dan masyarakat dibank

sentral.

Uang Kartal Uang kertas dan uang logam yang berlaku, tidak termasuk uang kas pada kas

negara (KPKN) dan bank umum.

Uang Giral Terdiri dari rekening giro masyarakat dibank, kiriman uang, simpanan berjangka

dan tabungan yang sudah jatuh tempo yang seluruhnya merupakan simpanann

penduduk dalam rupiah pada sistem moneter.

NIM Singkatan dari Net Interest Margin adalah selisih antara penerimaan bunga yang

diperoleh oleh bank dengan biaya bunga yang harus dibayar.

NPLs Singkatan dari Non Performing Loans disebut juga kredit bermasalah, dengan

kolektibiltas kurang lancar (3), diragukan(4) dan macet (5) menurut ketentuan BI.

Restrukturisasi

kredit

Upaya yang dilakukan bank dalam kegiatan usaha perkreditan agar debitur dapat

memenuhi kewajibannya yang dilakukan antara lain dengan melalui :

restrukturisasi, re-scheduling atau konversi kepemilikan.

UMKM Singkatan dari Sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang mempunyai skala

pinjaman antara Rp50 juta s/d Rp5 miliar.

UYD

Singkatan dari uang yang diedarkan, adalah uang kartalyang berada dimasyarakat

ditambah dengan uang yang berada di kas bank.

Inflow Uang kartal yang masuk ke BI, melalui kegiatan setoran yang dilakukan oleh bank

umum.

Outflow Uang kartal yang keluar dari BI melaui proses penarikan uang tunai bank umum

dari giro di BI atau pembayaran tunai melalui BI.

Netflow Selisih antara outflow dan inflow.

PTTB Pemberian tanda tidak berharga, adalah bagian dari kegiatan untuk menarik uang

yang sudah tidak layak edar, sehingga uang yang disediakan oleh BI tersebut dapat

berada dalam kondisi layak dan segar (fit for circulation) untuk bertransaksi.