kajian efektivitas fasilitas pajak penghasilan … · hal 2 dari 123 laporan akhir kajian ......
TRANSCRIPT
Hal 1 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
KAJIAN EFEKTIVITAS FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK
PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA TERTENTU
DAN/ ATAU DI DAERAH-DAERAH TERTENTU
(TAX ALLOWANCE)
LAPORAN AKHIR
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN
KEDEPUTIAN BIDANG KOORDINASI EKONOMI DAN MAKRO
KEASDEPAN FISKAL
Hal 2 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT, karena hanya dengan rahmat dan
karunia-NYA, Kajian Efektivitas Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang-Bidang Usaha Tertentu Dan/ Atau Di Daerah-Daerah Tertentu (Tax Allowance) ini untuk cakupan kajian nasional ini dapat terselesaikan dengan baik. Kajian ini dimaksudkan untuk menjadi evaluasi atas pelaksanaan peraturan pemerintah yang mengatur tentang kebijakan pemberian fasilitas keringanan pajak penghasilan korporasi (tax allowance). Kajian ini menjadi riset yang pertama yang menggunakan informasi primer yang berasal dari dunia usaha/ korporasi. Riset serupa yang dilakukan di Negara lain sebagian besar membahas mengenai tax incentive.
Kajian dilaksanakan selama 3 bulan yang dimulai pada September 2015 sampai dengan akhir di bulan Nopember 2015. Perencanaan dilaksanakan pada bulan Agustus dan September. Pengumpulan data kajian ini dilakukan dua tahap, tahap pertama dimulai pada awal kajian yang berupa data sekunder yang digunakan penulisan gambaran umum pelaksanaan kebijakan tax allowance. Tahap kedua berupa pengumpulan data primer yang dilakukan pada bulan Oktober – Nopember digunakan sebagai dasar analisis dan pembahasan.
Hasil kajian ini kemudian akan sangat berguna untuk penentuan kebijakan dan langkah strategis berikutnya oleh pihak – pihak yang berkepentingan langsung dengan persoalan tax allowance. Peneliti mengucapkan terima kasih kepada setiap pihak yang sudah berpartisipasi, sehingga laporan akhir kajian ini dapat tersusun sesuai dengan yang ditargetkan. Namun demikian tidak menutup kemungkinan adanya kekurangan di beberapa aspek, oleh karena itu masukan dan ide yang membangun senantiasa diharapkan demi tercapainya peningkatan kualitas di waktu – waktu yang akan datang.
Jakarta, Nopember 2015 Tim Peneliti
Hal 3 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
RINGKASAN
A. Ringkasan Eksekutif
Kajian Efektivitas Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang-Bidang Usaha Tertentu Dan/ Atau Di Daerah-Daerah Tertentu (Tax Allowance) merupakan salah satu langkah yang ditempuh pemerintah yang berguna sebagai evaluasi pelaksanaan kebijakan yang sudah dikeluarkan sejak tahun 2007. Kebijakan pemberian keringanan atas pajak penghasilan korporasi (tax allowance) berguna sebagai stimulus pertumbuhan investasi, ditengah kondisi perekonomian nasional yang belum cukup stabil di beberapa sektor. Setiap diperbaiki peraturan mengenai tax allowance ini diharapkan terdapat peningkatan jumlah penerima manfaat. Namun demikian berdasarkan data BKPM, terjadi hal yang berkebalikan dari harapan tersebut. Jumlah perusahaan penerima fasilitas ini justru cenderung berkurang.
Pertanyaan kajian yang dirumuskan bermuara pada dua aspek, yakni aspek makro dan aspek mikro ekonomi. Dua pertanyaan kajian yang bermuara pada aspek makro ekonomi adalah: 1). bagaimana perubahan kebijakan regulasi mengenai fasilitas tax allowance di Indonesia mulai tahun 2007 sampai tahun 2015?, 2). bagaimana dampak implementasi tax allowance terhadap penyerapan tenaga kerja dan pengisian pohon industri yang
kosong di Indonesia?. Dua pertanyaan kajian lain yang bermuara pada aspek mikro ekonomi yakni: 1). beberapa faktor yang mempengaruhi pemanfaatan fasilitas tax allowance di Indonesia sejak tahun 2007, 2). apa sajakah kendala dan hambatan yang dihadapi oleh pelaku bisnis di dalam memanfaatkan fasilitas tax allowance?.
Tujuan akhir dari kajian ini untuk menjawab efektif tidaknya kebijakan tax allowance yang telah diluncurkan oleh pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan investasi. Manfaat kajian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan di bidang fiskal dan penyempurnaan regulasi yang berkaitan dengan fasilitas tax allowance di Indonesia. Kajian ini juga berupaya memberikan rekomendasi mengenai pelaksanaan kebijakan fasilitas tax allowance dan dampak kebijakan fasilitas tax allowance dalam perekonomian.
Desain kajian ini menggunakan model survei cross sectional yang kemudian disajikan secara deskriptif dengan pendekatan penelitian mixed method (gabungan kualitatif dan kuantitatif). Populasi dalam kajian ini adalah perusahaan yang termasuk dalam PMA dan PMDN. Ukuran sampel dipertimbangkan berdasarkan jenis penelitian, model penentuan sampel, asumsi
Hal 4 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
yang dibangun, dan keterbatasan yang dihadapi. Dengan mempertimbangkan beberapa hal tersebut maka jumlah sampel dalam penelitian ini sejumlah 30 perusahaan yang berada di beberapa kawasan industri. Informasi yang diberikan oleh perusahaan di lakukan pengecekan silang ke beberapa pihak terkait dengan kebijakan tax allowance, misalnya DJPD dan BKPM.
Jumlah sampel tersebut merupakan batas minimal agar informasi secara statistik dapat dilakukan analisis. Jumlah sampel tersebut disesuaikan dengan sifat analisis, tingkat keyakinan peneliti, dan keterbatasan kajian ini sendiri. Analisis deskriptif yang sifatnya korelatif jumlah sampel sebanyak 30 unit (Gay dan Diehl, 1992 : 146). Pemilihan sampel di atas didasarkan pada kaidah-kaidah ilmiah penelitian.
Pertanyaan kajian pertama mengenai perubahan kebijakan tax allowance yang tertuang dalam peraturan pemerintah di Indonesia mulai tahun 2007 sampai dengan 2015 dijawab dengan content analysis. Hasilnya bahwa Pemerintah sudah berupaya memperbaiki regulasi berkaitan dengan fasilitas keringanan pajak penghasilan (tax allowance) mulai dari cakupan usaha, prosedur, kriteria dan prasyarat pengajuan.
Pertanyaan kedua tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan fasilitas tax allowance di Indonesia kajian ini dijawab dengan melakukan penelusuran lapangan dan mendapatkan informasi dari
perusahaan. Hasilnya bahwa persoalan sosialiasi yang belum efektif, persoalan internal manajemen perusahaan, dan kepedulian dari manajemen menjadi faktor paling dominan yang mempengaruhi sebuah perusahaan mau mengajukan fasilitas tax allowance atau tidak.
Pertanyaan kajian ketiga yakni mengenai kendala dan masalah yang dihadapi perusahaan dalam memanfaatkan fasilitas tax allowance dijawab dengan menelusuri ke lapangan untuk mendapatkan jawaban dari perusahaan. Hasilnya bahwa selama memanfaatkan fasilitas tax allowance perusahaan merasa keberatan dengan pemeriksaan keuangan perusahaan yang sangat mendetail termasuk dengan model pengawasan dan control pasca menerima tax allowance. Terdapat pula perusahaan yang merasa proses pengajuan rumit dan birokrasi yang belum memuaskan investor.
Pertanyaan keempat kajian mengenai dampak fasilitas tax allowance terhadap penyerapan tenaga kerja dan pengisian pohon industri yang kosong dijawab dengan melakukan analisis dan pemetaan daftar penerima tax allowance dalam klasifikasi pohon industri di Kementerian Perindustrian. Informasi dari perusahaan yang dihimpun melalui penelusuran ke obyek kajian sifatnya mendukung analisis dari cara sebelumnya.
Kesimpulan yang bisa diangkat dalam kajian ini: 1) pemerintah sudah berupaya
Hal 5 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
memperbaiki regulasi berkaitan dengan fasilitas keringanan pajak penghasilan (tax allowance) mulai dari cakupan usaha, prosedur, kriteria dan prasyarat pengajuan., 2). Faktor yang mempengaruhi pemanfaatan tax allowance berasal dari internal dan eksternal perusahaan, seperti adanya harapan pengurangan pajak penghasilan yang bisa dimanfaatkan untuk mengkompensasi pengeluaran lain seperti biaya tenaga kerja, biaya modal, dan pengeluaran perusahaan lainnya. Faktor yang paling dominan justru berasal dari eksternal perusahaan., 3). Kendala dan hambatan dalam pemanfaatan tax allowance yakni: persoalan sosialiasi yang belum efektif, persoalan internal manajemen perusahaan, tingkat kepedulian dari manajemen perusahaan, dan adanya dugaan masih adanya pungutan diluar ketentuan dalam proses pengajuan mendapatkan fasilitas tax allowance tersebut. Kendala paling sedikit disebutkan oleh perusahaan adalah pertimbangan untung rugi (cost-benefit) perusahaan itu sendiri., 4).Fasilitas tax allowance di beberapa perusahaan mampu meningkatkan jumlah tenaga kerja, artinya fasilitas tersebut memberikan dampak bagi penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Fasilitas tax allowance juga dapat mengisi pohon industri yang masih kosong karena terdapat beberapa perusahaan yang masuk dalam pohon industri
yang masih harus dikembangkan atau industri yang belum didirikan di Indonesia.
Pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan bahwa kebijakan tax allowance sebenarnya cukup efektif untuk mendorong pertumbuhan investasi nasional. Rekomendasi agar target tersebut bisa tercapai:
Sebaiknya pemerintah dalam
memberikan fasilitas keringanan tax allowance pada saat perusahaan sudah dalam tahap pertumbuhan, atau
minimal tambahan keringanan bisa lebih dari 2 tahun dari posisi
perusahaan pada saat sudah berada di
tahap pertumbuhan.
1
Perubahan orientasi metode
sosialisasi dari quantity oriented
menjadi quality oriented. Perlu juga meningkatkan sinkronisasi dan
koordinasi dengan instansi terkait
dalam hal keseragaman dan
pembagian materi dan cakupan yang
jelas antar lembaga tersebut.
Sosialisasi yang dilakukan dapat
sekaligus menjadi forum konsultasi
dan tutorial bagi perusahaan yang
berminat mengajukan fasilitas tax allowance.
2
Sinkronisasi dan koordinasi diantara lembaga yang terkait, utamanya
menyangkut masalah penyempurnaan administrasi pendataan dan kepatuhan
terhadap peraturan kebijakan tersebut.
3
Hal 6 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Terdapat perusahaan yang merasa tidak
mengajukan permohonan tax allowance,
namun masuk di daftar penerima yang
diterbitkan oleh BKPM
B. Ringkasan Temuan
Beberapa perusahaan yang mengajukan fasilitas tax allowance di tahun 2007 menyebutkan bahwa tidak merasa mengajukan fasilitas, namun dimasukkan di dalam daftar penerima fasilitas yang dikeluarkan BKPM. Penelusuran ke obyek kajian menghasilkan bahwa perusahaan yang menerima fasilitas tax allowance pada tahun 2007 tersebut menyatakan pada saat itu terhitung masih pada tahap awal perusahaan beroperasi. Terdapat dugaan bahwa dikarenakan produk yang dihasilkan memenuhi KBLI (pengelompokan sektor usaha) yang ditentukan perundang – undangan maka secara otomatis dimasukkan di daftar penerima tax allowance saat pengurusan IP.
Kebalikan dari temuan pertama, temuan kedua ini adalah adanya perusahaan yang sudah menerima dan menikmati fasilitas tax allowance namun dipengumuman resmi BKPM tidak tercatat sebagai penerima. Pada tahun 2007 BKPM mengumumkan sebanyak 52 perusahaan menerima keringanan pajak penghasilan. Namun ternyata hasil penelusuran
lapangan menemukan adanya perusahaan yang pada tahun tersebut sudah menikmati fasilitas tersebut namun belum tercatat. Dugaan sementara yang perlu dikaji lebih mendalam adalah proses pengajuan dan faktor kepatuhan terhadap prosedur yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.
Persoalan sosialisasi kebijakan yang belum cukup efektif merupakan temuan yang penting dalam kajian ini. Pola sosialisasi kebijakan tax allowance pada 2007 sampai dengan periode 2011 memiliki cakupan jumlah peserta yang besar. Ratusan peserta dari perusahaan berkumpul di satu tempat untuk mengikuti kegiatan sosialisasi. Persoalan narasumber yang memberikan sosialisasi juga menjadi masalah, sehingga proses ini tidak berjalan sebagaimana mestinya. Pemahaman perusahaan menjadi tidak sempurna ketika yang diutus mengikuti sosialisasi bukan orang kunci (key person) dalam bidang pajak. Hasil penelusuran lapangan menemukan bahwa dalam hal pajak maka hanya manager akunting yang dilibatkan. Pada saat yang sama pihak manajemen tertinggi menghendaki kehadirannya, maka kemudian diutuslah perwakilan untuk menghadiri sosialisasi dari pemerintah.
Terdapat perusahaan yang mendapatkan
fasilitas tax allowance dengan tanpa
membuat pengajuan terlebih dahulu ke BKPM
sesuai dengan tata cara pengajuan
Sosialisasi yang dilakukan terkait fasilitas tax allowance dilaksanakan dalam sebuah forum
besar dan info yang diberikan kurang bisa
dipahami oleh peserta
Hal 7 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Perusahaan asing yang berada di Indonesia merasa bahwa dunia usaha di Indonesia yang paling diperhatikan adalah persoalan kenyamanan berusaha dan kepastian birokrasi daripada masalah ada tidaknya fasilitas keringanan pajak (tax allowance). Kenyamanan berusaha dapat dilihat dari frekuensi terjadinya mogok kerja atau demontrasi dari tenaga kerja. Hal itu terjadi sebagai akibat dari adanya kebijakan yang menyangkut kehidupan kaum pekerja, misalnya mengenai tingkat upah dan kesejahteraan. Persoalan birokrasi oleh pengusaha dipandang masih perlu diperbaiki dan ditingkatkan, terutama dari aspek transparansi dan implementasi. Persoalan transparansi merupakan keterbukaan informasi dan akses publik terhadap pelaksanaan kebijakan. Pada implementasinya setiap kebijakan yang berkaitan dengan pengusaha dipandang masih memiliki hambatan, seperti pungutan di luar ketentuan dan politik kepentingan. Hal inilah yang tidak disukai para pengusaha.
Pengusaha/ pelaku bisnis tidak terlalu
mempermasalahkan ada tidaknya fasilitas
keringanan pajak dari pemerintah tetapi lebih
mementingkan kenyamanan berusaha, dan
kepastian birokrasi
Hal 8 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
HALAMAN PENGESAHAN
Nama Kegiatan :
Kajian Efektivitas Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang-Bidang Usaha Tertentu Dan/ Atau Di Daerah-Daerah Tertentu (Tax Allowance)
Waktu Pelaksanaan : September – Nopember 2015
Tempat : Nasional, Indonesia
Penyelenggara :
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Kedeputian Bidang Koordinasi Ekonomi Dan Makro Keasdepan Fiskal dengan CV. Catur Pawestri Mukti Surakarta
Maksud dan Tujuan : Terlampir
Nilai pekerjaan : Rp. 184.536.000,-
Surakarta, Nopember 2015 Direktur CV. CPM Team Leader Muhammad Arif, ST Sarjiyanto, SE., MBA
Asdep Fiskal
Kemenko Perekonomian
Andie Megantara, SH., MM., Ph.D
Hal 9 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
DAFTAR ISI
Halaman Judul …………………………………………………………… 1 Kata Pengantar …………………………………………………………… 2 Ringkasan ………………………………………………………………………. 3 Halaman Pengesahan ………………………………………………………… 7 Daftar Isi ……………………………………………………………………… 8 Daftar Tabel ……………………………………………………………………… 9 Daftar Gambar ……………………………………………………………………… 10
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah …………………………………………………… 11 Rumusan Masalah …………………………………………………………… 17 Tujuan Kajian …………………………………………………………………… 17 Manfaat Kajian …………………………………………………………………… 18
BAB II LANDASAN TEORI Landasan Teori …………………………………………………………… 19 Perbandingan Regulasi Tax Incentive ………………………………… 25 Kajian Terdahulu …………………………………………………………… 30
BAB III METODOLOGI Metodologi Penelitian ……………………………………………………… 33 Sampel dan Teknik sampling ………….…………………………………… 34 Jenis dan Teknik Pengumpulan data …………………………………… 37 Teknik Analisis Data ………….……………………………………………… 38
BAB IV PEMBAHASAN DAN TEMUAN A. Pembahasan ………………………………………………………………… 41 Perubahan Kebijakan ….………………………………………………… 41
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan Tax Allowance
……………………………………
78
Kendala dan Permasalahan ………..…………………………………… 83 Dampak Tax Allowance terhadap penyerapan tenaga kerja dan pengisian pohon industri
…………….
91
B. Temuan …………………………………..…………………………………… 94
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan …………………………………..…………………………………… 98 Rekomendasi …………………………………..…………………………………… 99 Daftar Pustaka
Hal 10 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
DAFTAR TABEL
Tabel I.1. Penilaian Lembaga Pemeringkat Investasi
……………………………
12
Tabel I.2. Kondisi Infrastruktur dan Kualitas Logistik dan Kompetensi 2007-2014
…………………………… 14
Tabel I.3. Kondisi Lingkungan Makroekonomi 2007-2012 …………… 15
Tabel IV.1. Bidang Usaha PP 62/2008 …………………………………………… 47
Tabel IV.2. Perbedaan Prasyarat PP. 62/2008 dan PP.52/ 2011
……………………………………………
48
Tabel IV.3. Perbedaan Prasyarat PP.52/2011 dan PP.18/2015
……………………………………
53
Tabel IV.4. Perbedaan Prasyarat dalam PP 52 dan PP.18
……………………………………
62
Tabel IV.5. Perbedaan Bidang Usaha dalam PP.52 dan PP.18
……………………………………
71
Tabel IV.6. Penambahan Bidang Usaha dalam PP.52 dan PP.18
……………………………………
74
Tabel IV.7. Penghapusan Bidang Usaha dalam PP.52 dan PP.18
……………………………………
75
Tabel IV.8. Penghapusan Bidang dalam PP. 52 dan PP.18
……………………………………
76
Tabel IV.9. Tanggapan Responden …………………………………… 79
Hal 11 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
DAFTAR GAMBAR DAN GRAFIK
Grafik I.1. Daya Saing negara ASEAN-6 ………………………………………… 14
Grafik I.2. Tren Penerima Tax Allowance ………………………………………… 16
Grafik II.1. Kurva Maksimum Profit ………………………………………… 21
Gambar IV.1. Tingkat Pemahaman Responden
…………………………………………………
84
Gambar IV.2. Porsi Pengawasan dan Kontrol TA
………………………………………………
87
Grafik IV.3. Realisasi Penyerapan Tenaga Kerja 2010
…………………………………………
91
Hal 12 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG MASALAH
Perekonomian Indonesia selama satu dasawarsa terakhir dibandingkan
dengan Negara-negara di kawasan ASEAN-6 mengalami peningkatan kinerja
(ditunjukkan dalam grafik I.1 dan I.2). Peningkatan tersebut sebagai dampak
dari kebijakan ekonomi makro dan reformasi kebijakan yang efektif pada
saat itu. Namun, peningkatan kinerja perekonomian tersebut tidak diikuti
dengan peningkatan laju pertumbuhan ekonomi. Laju pertumbuhan ekonomi
Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan Negara ASEAN lainnya.
Berdasarkan Grafik I.1. The Global Competitiveness Index (GCI) menunjukkan
bahwa daya saing Indonesia berada di bawah Malaysia, Thailand dan Brunei
Darussalam, meskipun lebih baik dibandingkan dengan Filipina dan Vietnam.
Tabel I.1. Penilaian Lembaga Pemeringkat Investasi
Negara S&P Fitch Moodys FDI (Juta US$) Laju Ekspor
Indonesia BB+ BBB- Baa3 207,200 2,01 %
Malaysia A- A- A3 143,400 4,59 %
Thailand BBB+ BBB+ Baa1 193,700 3,07 %
Vietnam BB- B+ B1 73,710 10,78 %
Kamboja BBB BB BB 128,100 18,88 %
Philipina BBB BBB- Baa2 30,380 8,86 %
Sumber: S&P (2015); Fitch (2014); Moodys (2014) dan World Bank (2014)
Berdasarkan penilaian lembaga pemeringkat investasi sebagaimana
pada tabel I.1. menunjukkan bahwa Negara yang memiliki daya saing tinggi
(Malaysia dan Thailand) cenderung diikuti dengan ranking peringkat
investasi yang lebih baik, sehingga mendorong jumlah investasi ke negara
tersebut khususnya investasi asing lebih besar. Dengan kata lain penilaian
yang positif dari lembaga pemeringkat investasi akan membuktikan
Hal 13 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
peningkatan investasi di negara tersebut dan selanjutnya akan mendorong
peningkatan daya saing negara tersebut.
Data aliran FDI dan pertumbuhan ekspor di Indonesia dibandingkan
negara lainnya menarik untuk dicermati karena dari sisi jumlah FDI
Indonesia berada diperingkat pertama tetapi dari sisi lain yaitu pertumbuhan
ekspor barang dan jasa, Indonesia berada diperingkat terakhir. Fenomena
anomali tersebut diduga karena menurut perspektif investor, investasi di
Indonesia masih sangat terbuka untuk dikembangkan. Di sisi lain
pertumbuhan ekspor per tahun yang tertinggal dibandingkan negara lain
menunjukkan bahwa setelah berinvestasi di berbagai sektor ekonomi di
Indonesia, produk yang dihasilkan kurang kompetititif atau tidak mampu
bersaing secara kompetitif dalam transaksi perdagangan internasional.
Selain hal tersebut, laju dari ekspor Indonesia yang tertinggal tersebut
sebagai konsekuensi melemahnya permintaan internasional terhadap barang
dan jasa yang dihasilkan oleh industri – industri di Indonesia. Implikasi atas
kondisi tersebut diduga berdampak pada pelambatan laju pertumbuhan
ekonomi Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah melakukan kebijakan
antisipatif yang tepat dan terintegratif yang ditujukan untuk meningkatkan
ketahanan dan menumbuhkembangkan industri – industri sektoral tersebut.
Salah satu fokus kebijakan pemerintah adalah berusaha mendorong
peningkatan laju pertumbuhan ekspor secara agregat. Kebijakan yang
digunakan untuk mencapai sasaran tersebut adalah meningkatkan daya saing
industri dan mendorong tumbuhnya industri baru di berbagai sektor
ekonomi melalui bermacam insentif kebijakan moneter maupun fiskal. Dua
target sasaran tersebut tidaklah mudah untuk diwujudkan, karena adanya
beberapa faktor kendala seperti persoalan kelembagaan (institutional),
infrastuktur (infrastructure), maupun kondisi lingkungan makroekonomi
(macroeconomics environment).
Hal 14 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Grafik I.1.
Sumber: The Global Competitiveness Index (GCI), 2011-2015
Faktor kendala kelembagaan berupa struktur organisasi yang besar
mengakibatkan proses birokrasi menjadi kompleks dan rumit, kualitas dan
penempatan SDM yang tidak tepat, serta beragam regulasi yang seringkali
tumpang tindih. Faktor kelembagaan menjadi tidak efektif dan efisien.
Faktor kendala kedua adalah persoalan infrastruktur yang belum
sepenuhnya mendukung peningkatan ketahanan dan tumbuhkembangnya
industri nasional. Kondisi infrastruktur tersebut antara lain belum
terpenuhinya suplai listrik, air, sarana komunikasi, dan infrastruktur dasar di
kawasan-kawasan tertentu. Tabel 1.2. menjelaskan bahwa kondisi
infrastruktur, kualitas logistik, dan kompetensi Indonesia masih dibawah
Malaysia dan Thailand.
Tabel 1.2.
Kondisi Infrastruktur dan Kualitas Logistik dan Kompetensi 2007-2014
Negara Kondisi
Infrastruktur Kualitas Logistik
Indonesia 2.71 2.86
Malaysia 3.45 3.42
Thailand 3.20 3.18
Vietnam 2.71 2.87
Kamboja 2.30 2.48
Filipina 2.56 2.92
Sumber : Logistics Performance Index (2007-2014)
Hal 15 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Faktor kendala ketiga adalah kondisi macroeconomic environments yang
dilihat dari persoalan tingginya inflasi, tingkat suku bunga yang belum
kompetitif, volatilitas nilai tukar, dan country risk. Tabel 1.3. menunjukkan
bahwa volatilitas inflasi Indonesia berada diposisi kedua setelah Vietnam.
Nilai volatilitas inflasi Indonesia jauh di atas Malaysia dan Thailand. Indikator
lain adalah pada saat nilai kurs Indonesia dan Vietnam mengalami depresiasi
nilai mata uang, Malaysia dan Thailand serta Filipina mengalami apresiasi.
Begitu juga volatilitas suku bunga kredit yang diberikan sektor perbankan.
Suku bunga kredit Indonesia relatif lebih tinggi dibandingkan Malaysia dan
Thailand, dan dengan perubahan suku bunga yang relatif lebih cepat. Kondisi
tersebut membuat investor melakukan perhitungan bisnis yang mendalam
untuk melakukan investasi. Oleh karena itu dalam kerangka meningkatkan
ketahanan dan menumbuh kembangkan industri maka pemerintah
merumuskan kebijakan fiskal yang tepat sasaran dan prudent untuk
mengatasi hambatan – hambatan tersebut.
Tabel 1.3.
Kondisi Lingkungan Makroekonomi 2007-2012
Negara Volatilitas
Inflasi Kurs Suku Bunga
Indonesia 0.41 0.01 0.27
Malaysia 0.05 -0.03 0.08
Thailand 0.06 -0.03 0.05
Vietnam 2.28 0.05 0.92
Filipina 0.20 -0.03 0.28
Sumber : World Bank (2007-2012)
Salah satu kebijakan fiskal yang diyakini dapat untuk meningkatkan
ketahanan dan menumbuhkembangkan industri adalah pemberian fasilitas
pajak penghasilan dalam bentuk tax allowances. Kebijakan fiskal tersebut
secara spesifik bertujuan untuk mendorong investasi, baik investasi pada
industri lama atau industri baru. Fasilitas pengurangan pajak penghasilan
dalam bentuk tax allowance tersebut di Indonesia mulai dijalankan sejak
Hal 16 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
keluarnya Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak
Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu
dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu. Peraturan tersebut kemudian diubah
dengan Peraturan Pemerintah No. 62 Tahun 2008. Perubahan berikutnya
dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 52 tahun 2011 dan
terakhir diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 2015. Substantif
dari peraturan pemerintah dan berbagai revisi tersebut berkaitan dengan
persyaratan pengajuan, proses pengajuan dan cakupan bidang usaha yang
mendapatkan fasilitas tax allowance.
Perubahan regulasi dari tahun 2007 sampai dengan 2015 tersebut
sebenarnya dilakukan guna memberikan ruang yang lebih terbuka bagi
perusahaan untuk mendapatkan fasilitas tax allowance. Akan tetapi yang
terjadi justru sebaliknya. Berdasarkan data BKPM tahun 2007-2013
menunjukkan bahwa perusahaan yang menerima fasilitas tax allowance
kecederungannya semakin menurun. Tren penurunan ini dapat dilihat pada
grafik 1.3. yang menjelaskan bidang usaha yang telah menerima fasilitas tax
allowance sejak tahun 2007.
Grafik I.2.
0
10
20
30
40
50
60
70
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
64
8 11 5 4
3 2
Jum
lah
(p
eru
sah
aan
)
PENERIMA TAX ALLOWANCE
Sumber: BKPM, 2013
Hal 17 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa upaya mendorong perusahaan
agar melakukan peningkatan investasi melalui perangkat kebijakan tax
allowance perlu dilakukan terus menerus. Berbagai hal sebagaimana
diuraikan di atas menuju pada dugaan sementara bahwa kebijakan tax
allowance yang dilakukan pemerintah sampai saat ini belum memenuhi
harapan yang diinginkan pemerintah. Inilah yang menjadi alasan perlunya
dilakukan kajian mendalam mengenai efektifitas kebijakan yang dikeluarkan
oleh pemerintah tentang keringanan pajak dalam bentuk tax allowance.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Beberapa persoalan utama yang hendak diungkap melalui kajian ini
adalah:
a. bagaimanakah perubahan kebijakan yang tertuang dalam tax allowance
di Indonesia mulai tahun 2007 sampai dengan 2015?
b. faktor-faktor apa yang mempengaruhi pemanfaatan fasilitas tax
allowance di Indonesia sejak diberlakukan Peraturan Pemerintah tentang
tax allowance pada tahun 2007?
c. kendala dan permasalahan apa yang dihadapi pelaku bisnis untuk
mendapatkan tax allowance?
d. bagaimanakah dampak fasilitas tax allowance terhadap penyerapan
tenaga kerja, pengisian pohon industri yang kosong (intermediate dan
hilirisasi industri)?
1.3. TUJUAN KAJIAN
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari
dilakukannya kajian ini adalah mengidentifikasi beberapa hal berikut ini:
a. melihat perubahan kebijakan perbandingan pelaksanaan regulasi
mengenai fasilitas tax allowance di Indonesia mulai tahun 2007 sampai
tahun 2015 menurut beberapa pihak terkait utamanya dari pelaku bisnis
sebagai pihak yang menjadi sasaran dari kebijakan ini,
Hal 18 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
b. beberapa faktor yang mempengaruhi pemanfaatan fasilitas tax allowance
di Indonesia sejak tahun 2007,
c. informasi mengenai kendala dan hambatan yang dihadapi oleh pelaku
bisnis di untuk memanfaatkan fasilitas tax allowance,
d. dampak implementasi tax allowance terhadap penyerapan tenaga kerja
yang ada di Indonesia dan pengisian pohon industri yang kosong
(intermediate dan hilirisasi industri).
1.4. MANFAAT KAJIAN
a. Bagi Pemerintah
Manfaat kajian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi
pemerintah dalam mengembangkan kebijakan di bidang fiskal dan
menyempurnakan regulasi yang berkaitan dengan fasilitas tax allowance di
Indonesia. Kajian ini juga berupaya memberikan rekomendasi mengenai
efektifitas pelaksanaan kebijakan fasilitas tax allowance dan dampak
kebijakan fasilitas tax allowance dalam perekonomian.
Hal 19 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 LANDASAN TEORI
2.1.1. Kajian Teori Fiskal
Pemerintah memiliki peranan yang penting dalam kehidupan suatu
negara. Fungsi pemerintah dalam perekonomian modern diklasifikasikan
dalam 3 golongan besar yaitu: 1). fungsi alokasi yakni pemerintah sebagai
penyedia dan pengalokasi sumber-sumber ekonomi, karena pada dasarnya
sumber daya ekonomi adalah terbatas, 2). fungsi distribusi merupakan peran
pemerintah dalam membuat kebijakan-kebijakan agar alokasi sumber daya
ekonomi tersebut dapat berlangsung secara efisien, 3). fungsi stabilisasi
yakni pemerintah sebagai stabilisator, menjaga roda perekonomian agar
berjalan dengan normal.
Optimalisasi peran pemerintah dapat dilakukan melalui kebijakan
ekonomi, yaitu kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Kebijakan moneter
adalah kebijakan pemerintah melalui bank sentral untuk menambah atau
mengurangi jumlah uang yang beredar dalam rangka mengendalikan
perekonomian. Kedudukan Bank Indonesia sebagai otoritas yang
menjalankan kebijakan moneter. Kebijakan moneter dilakukan dengan
tujuan untuk: 1). menjaga stabilitas ekonomi; 2).menjaga stabilitas harga
(terutama untuk mengatasi inflasi); 3). meningkatkan kesempatan kerja; dan
4). memperbaiki posisi neraca perdagangan dan neraca pembayaran.
Kebijakan fiskal adalah kebijakan pemerintah yang dilakukan dengan
cara mengubah penerimaan dan pengeluaran negara untuk menciptakan
stabilitas ekonomi, kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi yang tinggi,
serta keadilan dalam distribusi pendapatan. Adapun contoh mengubah
penerimaan dan pengeluaran adalah mengurangi atau menambah pajak dan
subsidi. Dari pengertian tersebut maka kebijakan fiskal dapat digunakan
Hal 20 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
pemerintah untuk mengatasi masalah pengangguran dan pertumbuhan
ekonomi.
Keynes (1776) dalam Mankiw menyebutkan kebijakan fiskal efektif
untuk mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yang dampaknya pengurangan
pengangguran. Instrumen kebijakan fiskal salah satunya dengan mengubah
pengeluaran pemerintah (G) dan mengubah pajak (T). Berkaitan dengan
instrumen pajak yang memiliki fungsi regulerend, pemerintah dapat
memanfaatkan pajak sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam
rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar
negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka
melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang
tinggi untuk produk luar negeri.
Perubahan pada sisi pajak menyebabkan perubahan disposibel income
(pendapatan yang siap dibelanjakan). Dampak berikutnya adalah
peningkatan permintaan agregat. Bila permintaan agregat meningkat, para
produsen atau pengusaha akan menambah jumlah produksinya. Oleh karena
itu diperlukan tambahan investasi. Penambahan jumlah investasi secara
langsung berdampak penyerapan tenaga kerja, utamanya jika jenis investasi
yang dilakukan bersifat labor intensive. Dengan demikian, pemerintah bisa
mengurangi jumlah pengangguran.
Secara metodologis konsep tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Kebijakan pajak berhubungan erat dengan harga faktor produksi modal yaitu
suku bunga riil. Fisher menjelaskan bahwa besar kecilnya suku bunga riil
ditentukan oleh suku bunga nominal dan tingkat inflasi. Formula Fisher
menjelaskan rη = rr + ⎍ dan rr = rη - ⎍, dimana rr adalah suku bunga riil
yang pengaruhnya negatif terhadap investasi, artinya peningkatan pajak akan
mendorong peningkatan suku bunga riil sehingga akan berdampak pada
penurunan tingkat investasi (Mankiw, 2009: 411).
Hal 21 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Perspektif mikro kebijakan fiskal yang dilakukan oleh pemerintah
diharapkan dapat meningkatkan daya saing perusahaan di Indonesia dengan
asumsi bahwa persaingan perusahaan kompetitif. Tingkat persaingan
perusahaan yang kompetitif hanya menghasilkan profit ekonomis. Hal ini
berarti harga yang terbentuk adalah harga pasar (market clearing price) dan
perusahaan merupakan price taker, tetapi keberlangsungan perusahaan
masih tetap terjaga. Mankiw (2009: 48-55) secara matematis menjelaskan
fungsi produksi perusahaan adalah sebagai berikut:
Q = F (K, L) ..................................................................................................... (2.1)
dimana Q : Jumlah output, L: Jumlah tenaga kerja, dan K : Jumlah
kapital. Besar kecilnya jumlah output yang dihasilkan perusahaan tergantung
pada penggunaan faktor produksi (K dan L). Berdasarkan persamaan
tersebut dapat disusun profit ekonomis yang didapatkan perusahaan adalah:
PQ = RK+WL ................................................................................................... (2.2)
Dalam kondisi pasar persaingan yang kompetitif, profit yang
didapatkan adalah profit sehingga rumusannya menjadi:
PQ - (RK+WL)=0 ............................................................................................ (2.3)
Perspektif perusahaan, peningkatan jumlah permintaan faktor input
sangat tergantung pada produktivitas faktor produksi tersebut yaitu kapital
dan tenaga kerja. Ukuran produktivitas faktor produksi adalah MPL
(Marginal Product of Labor) dan MPK (Marginal Product of Capital). Besar
kecilnya MPL dan MPK berbanding lurus dengan upah riil (W/P) dan suku
bunga riil (R/P). Hubungan antara upah riil dan suku bunga riil digambarkan
dalam fungsi permintaan tenaga kerja dan fungsi permintaan kapital (yang
merupakan bentuk lain dari fungsi investasi). Pada saat nilai MPL dan MPK
tinggi, maka fungsi permintaan tenaga kerja dan investasi oleh perusahaan
akan meningkat. Hal itu terjadi meskipun tingkat keuntungan yang diperoleh
oleh perusahaan adalah keuntungan ekonomis (Mankiw, 2009:53).
Hal 22 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Teori ekonomi maksimisasi profit perusahaan menjelaskan bahwa
pajak atas keuntungan ekonomi dalam jangka pendek tidak dapat dirubah.
Maksimisasi profit perusahaan menyesuaikan dengan jumlah output yang
diproduksi per tahun agar nilai biaya marjinal sama dengan nilai penerimaan
marjinal. Hal tersebut ditunjukkan oleh grafik 2.1. pajak atas keuntungan
ekonomi sebagai berikut.
Grafik 2.1. menjelaskan bahwa area PGEF adalah tingkat keuntungan
yang diperoleh perusahaan sebelum adanya pajak. Setelah adanya pajak
keuntungan perusahaan adalah area AGBF. Artinya kebijakan pajak
berdampak pada penurunan keuntungan ekonomi yang diperoleh
perusahaan (Hyman, 2005:596). Bentuk pengenaan pajak perusahaan salah
satunya adalah pajak penghasilan badan atau korporasi. Peningkatan pajak
penghasilan badan atau korporasi yang signifikan akan menurunkan tingkat
investasi yang dilakukan oleh perusahaan. Dampak kebijakan pajak yang
signifikan akan menurunkan tingkat Return on Invesment (ROI) perusahaan.
Insentif pajak penghasilan yang diterapkan di Indonesia merupakan
salah satu cara meningkatkan Return on Invesment (ROI) yang diterima
perusahaan. Peningkatan ROI yang signifikan diharapkan dapat mendorong
peningkatan investasi di Indonesia, sehingga dalam jangka panjang dan
agregat diharapkan dapat meningkatkan MPK (marginal product of capital).
Secara subtantif dikeluarkanya PP No 18 Tahun 2015 oleh pemerintah
sebagai pengganti dari PP No 52 Tahun 2011 merupakan instrumen
kebijakan fiskal berupa tax allowance yang secara spesifik bertujuan untuk
● ●
●
●
A
E
G F
Q Q* O
P MR=P
AC MC
B
AC*
Hal 23 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
meningkatkan iklim investasi di Indonesia. Instrumen fiskal tersebut secara
lugas menyebutkan adanya pengurangan pajak penghasilan jika berinvestasi
dalam bidang usaha dan atau daerah tertentu seperti yang disyaratkan dalam
peraturan.
Dampak pengurangan pajak penghasilan menurut Keynes mampu
mengurangi pengangguran sedangkan menurut beberapa penelitian dapat
menarik investor asing agar masuk ke suatu negara (Blostrom dan Koko,
2003; Clark, et al., 2000). Masuknya investor asing ke dalam suatu negara
akan menambah iklim usaha sehingga akan menyerap tenaga kerja yang
berdampak pada meningkatnya pendapatan masyarakat dan akhirnya
meningkatkan pendapatan negara.
Negara-negara berkembang menggunakan instrumen fiskal dengan
menurunkan tarif pajak penghasilan bahkan ada yang membebaskan pajak
penghasilan dalam kurun waktu tertentu untuk meningkatkan investasi.
Menurut IMF, insentif pajak penghasilan tersebut tidak akan memberikan
dampak jika tidak dikoordinasikan dengan kebijakan lain yang berhubungan
dengan iklim usaha seperti infrastruktur. Irlandia merupakan salah satu
negara yang berhasil dalam menarik investasi asing dengan menggunakan
kebijakan fiskal berupa pengurangan pajak penghasilan dan tidak sampai
dalam kebijakan pembebasan pajak penghasilan (Clark, et al., 2000).
Prinsip kerja kebijakan tax incentives dengan kebijakan tax allowance
adalah sama. Keduanya fokus pada pemberian fasilitas tertentu untuk
mendorong peningkatan investasi di suatu negara, terutama bagi negara
berkembang. Menurut Lent (1971) kebijakan tax incentives dilakukan oleh
negara berkembang karena terbatasnya pembentukan kapital di domestik
untuk mendorong industrialisasi, sedangkan sumber daya manusianya
(labor) melimpah, sehingga diperlukan aliran kapital dari negara lain. Bentuk
tax incentives antara lain tax holiday, subsidi berdasarkan peningkatan
serapan tenaga kerja, investment allowance dan investment grant, serta
punggutan pajak berdasarkan payrolls. Berbagai skema prinsip dasarnya
Hal 24 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
sama dengan tax allowance, misalnya subsidi pajak bagi perusahaan yang
dapat penyerapan tenaga kerjanya meningkat. Padahal kebijakan tax
allowance dilakukan oleh negara berkembang juga bertujuan untuk
meningkatkan serapan tenaga kerja, melalui peningkatan jumlah kapital atau
peningkatan investasi.
2.1.2. Teori Efektifitas
Hidayat (1986) mendefinisikan bahwa efektivitas pada dasarnya
mengacu pada sebuah keberhasilan atau pencapaian tujuan. Efektivitas
merupakan salah satu dimensi dari produktivitas, yaitu mengarah kepada
pencapaian untuk kerja yang maksimal, yaitu: pencapaian target yang
berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu. Empat hal yang dapat
digunakan untuk menggambarkan tentang efektivitas, yaitu :
1. mengerjakan hal-hal yang benar, dimana sesuai dengan yang
seharusnya diselesaikan sesuai dengan rencana dan aturannya,
2. mencapai tingkat diatas pesaing, dimana mampu menjadi yang terbaik
dengan lawan yang lain sebagai yang terbaik,
3. membawa hasil, dimana apa yang telah dikerjakan mampu memberi
hasil yang bermanfaat,
4. menangani tantangan masa depan.
Senada dengan Hidayat, Steers (1985:87) memberikan pengertian
untuk efektifitas sebagai berikut:
“Efektivitas adalah jangkauan usaha suatu program sebagai suatu sistem dengan sumber daya dan sarana tertentu untuk memenuhi tujuan dan sasarannya tanpa melumpuhkan cara dan sumber daya itu serta tanpa memberi tekanan yang tidak wajar terhadap pelaksanaannya”.
Berkaitan dengan dua pengertian di atas, bahwa untuk mengukur
efektifitas suatu kebijakan adalah dengan membandingkan tujuan kebijakan
dengan target/ output yang diharapkan. Dengan demikian, untuk mengukur
efektifitas kebijakan tax allowance dilakukan dengan membandingkan tujuan
substansi kebijakan yang dikeluarkan dengan dibandingkan dengan
Hal 25 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
implementasi di lapangan. Aspek yang diperbandingkan mulai dari tata cara/
prosedur, tujuan, dan dampak yang diharapkan dengan yang sudah tercapai.
Jika kondisi yang terjadi saat ini bersesuaian dengan target yang ditetapkan
maka dapat dikatakan pelaksanaan kebijakan sudah efektif.
2.1.2. PERBANDINGAN REGULASI TAX INCENTIVE DI BEBERAPA NEGARA
Bentuk fasilitas keringanan pajak yang diberikan negara kepada
korporasi dapat bermacam-macam bentuknya. Masing-masing negara
memiliki kebijakan yang berbeda-beda. Malaysia, Vietnam, dan Thailand juga
memberikan fasilitas keringan pajak yang secara internasional di kenal
dengan tax incentive. Tax incentive yang diterapkan di negara-negara
tersebut juga dikenakan pada penghasilan korporasi sebagaimana tax
allowance yang diterapkan di Indonesia. Tujuan tax incentive juga sama tax
allowance, yakni mengurangi jumlah pajak yang disetorkan. Tax allowance
sejatinya merupakan bagian dari tax incentive. Namun demikian, dengan
melihat kemiripan objek yang mendapatkan fasilitas, maka dalam kajian ini
antara tax incentive dan tax allowance dianggap serupa.
2.1.2.1. Fasilitas Perpajakan Untuk Penanaman Investasi Di Malaysia.
Program fasilitas perpajakan untuk investasi baru di Malaysia
diluncurkan sejak tahun 1986 dan telah melalui beberapa perubahan dan
perubahan yang terbarunya melalui “The Promotion of Investment Act 1986
derived from Malaysian Income Tax Act, 1967” yang berlaku sejak 20 Oktober
2001. Fasilitas perpajakan yang diatur oleh peraturan ini adalah fasilitas
perpajakan bagi perusahaan yang melakukan investasi dan telah mendapat
status yang disebut sebagai “Pioneer Status”. Perusahaan yang berhak
mendapat status ini haruslah melakukan investasi pada produk yang berhasil
mendapatkan status “Promoted Product” atau jasa yang mendapat status
“Promoted Activity” dari Menteri Perindustrian. Syarat-syarat yang harus
dipenuhi untuk mendapatkan status “Pioneer Status” tersebut:
Hal 26 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
a. Perusahaan mempekerjakan > 500 Karyawan.
b. Aktiva tetap perusahaan (di luar Tanah) minimal 25 Miliar Ringgit
Malaysia (+/- Rp 58 Triliun).
c. Pemerintah Malaysia menyatakan bahwa investasi yang telah dilakukan
oleh perusahaan tersebut memiliki kontribusi pada pengembangan
perekonomian dan teknologi negara Malaysia.
2.1.2.1. Fasilitas Perpajakan Untuk Penanaman Investasi Di Thailand
Dalam rangka desentralisasi pengembangan negaranya sejak tahun
1993, Thailand telah membagi wilayahnya menjadi 3 bagian dan
memberikan fasilitas perpajakan mengikuti pembagian ke 3 bagian daerah
tersebut. Akan tetapi krisis ekonomi yang menghantam dunia pada tahun
1998 memberikan dampak berkurangnya investasi yang dilakukan di negara
Thailand. Sehingga pada tahun 2000 melalui Board of Investment
Announcement No. 1/2543 mengenai “Policies and Criteria for Investment
Promotion”, Thailand melakukan perubahan fasilitas–fasilitas perpajakan
untuk investasi baru yang dilaksanakan pada 3 Zona daerah (Zona 1, Zona 2,
Zona 3). Ada pun kriteria-kriteria yang harus dipenuhi oleh investor yaitu:
a. investasi dengan nilai dibawah 500 juta Baht (diluar nilai tanah dan modal
kerja) maka diberikan kriteria sebagai berikut:
1) nilai tambah yang diberikan oleh investasi tidak boleh dibawah 20%
dari pendapatan kecuali untuk proyek manufaktur elektronik,
agrikultur dan proyek yang diberikan persetujuan khusus oleh
pemerintah,
2) rasio hutang dengan modal investasi tidak boleh melebihi 3 banding 1,
3) proses kerja harus menggunakan mesin baru dan proses kerja
modern. Bila menggunakan mesin lama maka harus melalui
persetujuan dari pemerintah,
4) harus mengaplikasikan sistem perlindungan lingkungan yang
memadai. Untuk proyek-proyek yang berkaitan dengan limbah
berbahaya maka harus melalui persetujuan pemerintah,
Hal 27 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
b. investasi dengan nilai diatas 500 juta Baht (diluar nilai tanah dan modal
kerja) maka kriteria–kriteria diatas harus dipenuhi dan harus mendapat
persetujuan dari pemerintah dengan menyerahkan studi proyek sesuai
dengan yang disyaratkan,
c. untuk investasi yang berasal dari proyek privatisasi lembaga pemerintah
maka perlakuan fasilitasnya sebagai berikut:
1) proyek yang dilakukan badan usaha milik negara tidak diberikan
fasilitas,
2) untuk proyek konsesi Build Operate Transfer atau Build Transfer
Operate (KSO di Indonesia) yang dilakukan oleh swasta, agensi yang
memiliki proyek tersebut harus menyerahkan proyek tersebut kepada
pemerintah untuk dilelang dan pelelangnya akan diberikan fasilitas
perpajakan apa saja yang diberikan,
3) untuk proyek Build Own Operate termasuk yang disewakan kepada
pihak swasta atau pembayarannya sewanya diberikan kepada
pemerintah, maka diberlakukan fasilitas pada umumnya,
4) untuk privatisasi Badan Usaha Milik Negara, hanya perluasan usaha
setelah privatisasi yang diberikan fasilitas,
5) untuk investasi yang dimiliki oleh asing, maka kriteria yang
diberlakukan adalah sebagai berikut:
a. kepemilikan lokal Thailand haruslah minimal 51% dari investasi
yang diajukan atas sektor agrikultur, peternakan, perikanan,
pertambangan dan pengolahan hasil tambang dan jasa sesuai
dengan “Schedule One of the Foreign Business Act B.E 2542”,
b. kepemilikan asing boleh lebih dari 51% dari investasi yang
diajukan atas proyek manufaktur di semua zona,
c. pemerintah memiliki wewenang untuk mengatur jumlah
kepemilikan saham asing untuk proyek-proyek yang mendapat
fasilitas apabila dirasakan perlu.
Hal 28 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
2.1.2.1. Fasilitas Perpajakan Untuk Penanaman Investasi Di Vietnam.
Fasilitas perpajakan untuk penanaman modal investasi baru yang
diberikan di Vietnam berupa fasilitas tarif pajak penghasilan. Tarif pajak
penghasilan tahunan di negara Vietnam normalnya sebesar 25%, tapi melalui
“Decree No.24/CP year 2000 Regulating in Detail the Implementation of the
New Law on Foreign Investment in Vietnam – Chapter IV: Article 46-49”
memberikan fasilitas sebagai berikut:
a. tarif pajak penghasilan 20% selama 10 tahun sejak produksi komersial;
b. proyek manufaktur dalam “Zona Industri” yang tidak termasuk dalam
Encouraged Sector dan diluar dari lingkup point 2 dan 3 dibawah. Dan
juga mendapat pembebasan Pajak Penghasilan Badan 100% untuk 1
tahun dan pembebasan 50% untuk 2 tahun sejak perusahaan
menghasilkan laba komersial;
c. tarif pajak penghasilan 15% selama 12 tahun sejak produksi komersial,
atas investasi yang memenuhi salah satu dari kriteria di bawah ini:
1) investasi pada encouraged sector,
2) investasi pada daerah yang belum maju kondisi sosial ekonominya,
3) perusahaan eksportir yang bergerak di bidang jasa,
4) Perusahaan pada “zona industri” yang atas hasil produksinya
diekspor sebanyak lebih dari 50%,
5) perusahaan yang pada akhirnya (saat proyek selesai) akan
diberikan kepada pemerintah Vietnam tanpa penggantian
kompensasi,
d. dan atas perusahaan yang memenuhi kriteria diatas juga berhak
mendapat pembebasan pajak penghasilan badan 100% untuk 2 tahun
dan pembebasan 50% untuk 3 tahun berikutnya sejak perusahaan
menghasilkan laba komersial,
e. Tarif pajak penghasilan 10% selama 15 tahun sejak produksi komersial,
atas investasi yang memenuhi salah satu dari kriteria di bawah ini:
1) memenuhi 2 dari kriteria pada point 2 di atas,
Hal 29 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
2) masuk dalam salah satu jenis investasi khusus pada Encouraged
Sector,
3) investasi pada daerah yang belum maju kondisi sosial ekonominya
yang masuk dalam Encouraged Sector,
4) perusahaan yang bergerak untuk membangun infrastruktur pada
“Zona Industri”,
5) investasi pada sektor kesehatan, pendidikan, dan pengembangan
ilmiah.
Atas perusahaan yang memenuhi kriteria diatas juga berhak mendapat
pembebasan Pajak Penghasilan Badan 100% untuk 4 tahun dan pembebasan
50% untuk 4 tahun berikutnya sejak perusahaan menghasilkan laba
komersial. Encouraged Sector yang dimaksud meliputi sektor-sektor berikut:
1) sektor barang ekspor,
2) sektor pertanian, agrikultural, peternakan, kehutanan dan perikanan,
3) investasi pada pengembangan teknologi tingkat tinggi,
4) sektor perlindungan alam (suaka alam),
5) sektor penelitian dan pengembangan,
6) sektor industri yang penyerapan tenaga kerjanya tinggi,
7) investasi yang bisa memhematkan penggunaan bahan baku alam,
8) pengembangan infrastruktur dan produksi berskala besar.
Pemberian fasilitas di atas tidak meliputi proyek-proyek hotel, gedung
perkantoran, apartemen yang bersifat untuk disewakan, finance, perbankan,
asuransi, perdagangan umum, dan sektor jasa yang terkait dengan proyek
tersebut (kecuali proyek di daerah industri, kawasan berikat dan di daerah
penelitian dan pengembangan) (Wijaya, 2013).
Hal 30 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
2.1.3 KAJIAN TERDAHULU
Sesi ini membahas mengenai beberapa kajian mengenai tax allowance
di beberapa negara berbeda. Kajian tax allowance memiliki dampak yang
berbeda tergantung pada objek studi. Hasil kajian yang berbeda tersebut
dapat digunakan sebagai pendukung sekaligus pembanding untuk hasil yang
hendak dicapai pada kajian ini. Hasil yang dapat digunakan sebagai
pendukung tentunya yang berasal dari objek kajian yang memiliki kemiripan
dengan kondisi Indonesia. Hasil kajian yang berasal dari objek berbeda sama
sekali dengan kondisi Indonesia sifatnya menjadi pembanding keilmiahan
kajian.
2.1.3.1 Pajak Dan Pertumbuhan Industri Baru (FDI dan PMA)
Penelitian yang berusaha mengungkap keterkaitan antara kebijakan
pajak korporasi dengan pertumbuhan investasi asing menghasilkan temuan
yang berbeda-beda. Sebagian besar hasil penelitian menunjukkan hubungan
yang berbanding terbalik antara tingkat pajak dengan pertumbuhan investasi
asing (FDI).
Hasil kajian yang menyatakan tidak ada keterkaitan (negative effect)
antara tingkat pajak korporasi dengan FDI diungkap pertama kali oleh
Hartman pada tahun 1985. Hartman (1985) menemukan bahwa tingkat
pajak tidak cukup mendorong pertumbuhan FDI. Sementara itu, Slemrod
(1991) menemukan bahwa ketidaksignifikanan pengaruh tingkat pajak
korporasi dengan FDI terjadi pada kasus-kasus tertentu. Wheeler dan Mody
(1992) menghasilkan kajian yang menyatakan tidak signifikan pengaruh
tingkat pajak korporasi dengan pertumbuhan FDI. Wheeler dan Mody
menyatakan bahwa yang mempengaruhi pertumbuhan FDI adalah harga
tenaga/upah kerja dan kualitas infrastruktur.
Hasil kajian yang menyatakan bahwa tingkat pajak merupakan alat
pendorong pertumbuhan FDI cukup banyak. De Mooij dan Enderveen (2005)
menemukan hubungan yang berbanding terbalik antara tingkat pajak
korporasi dengan pertumbuhan FDI. Dampak negatif tingkat pajak korporasi
Hal 31 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
terhadap FDI dinyatakan signifikan. Pendapat De Mooij dan Enderveen juga
diperkuat oleh temuan Talpos dan Vancu (2009) yang mengevaluasi
kebijakan pajak terhadap FDI di 27 negara Eropa. Djankov dkk (2010) juga
menemukan kenyataan yang demikian juga ketika mengevaluasi kebijakan di
lebih dari 85 negara.
Penelitian yang lain yang mendukung kebijakan fasilitas pajak penting
bagi pertumbuhan investasi dilakukan oleh Becker, Marcus, Martin (2012).
Becker, Marcus, Martin (2012) melakukan kajian keterkaitan tinggi
rendahnya pajak terhadap investasi di beberapa perusahaan lintas negara.
Tiga hal yang menjadi pembahasan dalam penelitiannya yakni: 1). Dampak
pembayaran pajak terhadap alokasi modal perusahaan, 2). Urgensi kebijakan
pajak terhadap perkembangan investasi industri, 3). Hubungan antara arus
kas perusahaan dan investasi.
Desain penelitian yang digunakan yakni penelitian kuantitatif.
Penelitian ini menggunakan pengujian hipotesis, melakukan pengujian sebab
akibat, menggunakan variabel yang dinotasikan secara spesifik, dan
laporannya mengandung analisis statistik. Johnson dan Christensen (2008)
menyebutkan jika salah satu atau beberapa ciri tersebut ada di dalam suatu
penelitian, maka bisa dimasukkan ke dalam jenis penelitian kuantitatif.
Hasil penelitian Becker, Marcus, Martin tersebut yang mendukung
kajian ini adalah hasil kajian yang kedua, yakni urgensi kebijakan pajak
terhadap perkembangan investasi industri. Hasilnya menyebutkan bahwa
pajak merupakan alat kebijakan yang penting. Jika perusahaan memiliki
peluang investasi yang berbeda, maka tarif pajak mengubah jenis investasi
yang mungkin dilakukan. Tingginya tingkat pajak dapat diberlakukan pada
industri yang sudah berdiri/mapan, sementara pajak rendah dapat
diberlakukan untuk mendorong tumbuhnya industri-industri baru.
Hasil penelitiaanya menyimpulkan bahwa variabel yang penting bagi
pertumbuhan FDI adalah tingkat upah tenaga kerja, keterbukaan sistem
Hal 32 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
perekonomian, ukuran pasar, kualitas infrastruktur, dan stabilitas ekonomi.
Sedangkan untuk variabel tingkat pajak korporasi masih perlu dikaji lebih
lanjut.
2.1.3.2. Kebijakan Fasilitas Pajak Tidak Memiliki Dampak (Zero Sum Game)
Chirinko yang bekerja sebagai akademisi di Universitas Emory
bekerjasama dengan Wilson yang bekerja di Bank Sentral San Fransisco
Amerika Serikat melakukan kajian terhadap kebijakan fasilitas keringanan
pajak (Tax Incentive) yang dikeluarkan negara bagian San Fransisco pada
tahun 2008. Tujuan utama Chirinko dan Wilson melakukan kajian tentang
kebijakan fasilitas keringanan pajak (Tax Incentive) ini meneliti efektifitas
kebijakan tersebut terhadap peningkatan investasi dan bentuk-bentuk
kegiatan ekonomi produktif lainnya di San Fransisco. Tujuan lainnya yakni
mengkaji jumlah investasi yang diperoleh dari negara bagian yang lain.
Penelitian Chirinko dan Wilson dilatarbelakangi oleh kenyataan
semakin tingginya fasilitas keringanan pajak (Tax Incentive) yang
dikeluarkan negara bagian San Fransisco. Rata-rata keringanan pajak yang
diberikan pada tahun 2004 mencapai lebih dari 6 %. Jumlah tersebut dari
tahun ke tahun terus meningkat secara pesat.
Penelitian Chirinko dan Wilson ini menggunakan pendekatan
kuantitatif dengan menggunakan keunggulan alat uji ekonometrika untuk
membuktikan hipotesis yang dikembangkan. Data yang digunakan
merupakan data sekunder yang merupakan data panel dari 48 negara bagian
dalam periode lebih dari 20 tahun terakhir. Data yang dipakai misalnya
berasal dari survei tahunan bidang manufaktur, data nasional dari Biro
Ekonomi, dan berbagai jenis data terkait dengan variabel penentu pajak.
Model yang dipakai dalam penelitian ini adalah model permintaan kapital
(Capital Demand Model). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Model
permintaan modal (Capital Demand Model) juga mengungkapkan bahwa
kebijakan pajak ibukota negara tampaknya menjadi zero-sum game diantara
negara-negara bagian.
Hal 33 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
BAB III
METODOLOGI DAN RENCANA KERJA
3.1. METODOLOGI YANG AKAN DIGUNAKAN
Perumusan masalah dalam penelitian ini dijawab dengan metodologi
penelitian tertentu. Metodologi yang dipakai dalam suatu penelitian
tergantung pada pertanyaan penelitian (Saunders, 2009: 133). Sesi ini
membahas metodologi penelitian yang dijabarkan lebih detail menjadi
beberapa sub bagian sebagai berikut.
3.1.1. Desain dan Lingkup Penelitian
Penelitian yang bertujuan untuk pengambilan kebijakan idealnya
adalah menggunakan pendekatan campuran (mixed method) yaitu
penelitian kualitatif dan kuantitatif. Hal itu dikarenakan pendekatan
campuran (mixed method) dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif
sebenarnya sejalan, dan banyak penelitian yang bagus menggunakan
pendekatan tersebut (Saunders, 2009: 133; Howe, 1988). Pendekatan
kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksplorasi
(exploratory research).
Penelitian model eksplorasi fokus pada pengalian informasi secara
cermat dan mendalam mengenai karakteristik fakta (individu, kelompok,
dan keadaannya) yang ditemukan dalam penelitian. Pengungkapan fakta-
fakta selama proses penelitian dengan hasil yang konsisten sangat penting
untuk menjelaskan suatu kasus. Sebuah studi eksplorasi merupakan alat
yang berharga untuk mencari tahu hal yang terjadi, menemukan wawasan
baru, mengajukan pertanyaan, dan untuk menilai fenomena dalam dalam
sudut pandang tertentu (Robson 2002: 59).
Pendekatan kedua sebagai penyempurna dalam penelitian ini adalah
pendekatan kuantitatif. Model yang digunakan dalam pendekatan
kuantitatif adalah statistik deskriptif. Hasil pengujian pendekatan
Hal 34 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
kuantitatif diharapkan menguatkan temuan fenomenologis dari hasil
analisis pendekatan kualitatif.
Ruang lingkup penelitian (scope of research) dalam penelitian ini
adalah perusahaan – perusahaan di Indonesia yang berkaitan langsung
dengan adanya kebijakan tax allowances di Indonesia. Asumsi yang
dipakai untuk membatasi lingkup penelitian, maka kajian ini mengambil
fokus pada 3 kriteria perusahaan yang berkaitan dengan tax allowances,
yakni:
1) perusahaan yang telah menerima fasilitas tax allowances,
2) perusahaan yang mengajukan fasilitas tax allowances namun tidak
memenuhi syarat (tidak lolos),
3) perusahaan yang memenuhi kriteria penerima fasilitas tax allowances
sebagimana disebutkan dalam Peraturan Pemerintah.
Perusahaan dari ketiga kriteria tersebut menjadi populasi dalam
penelitian ini. Populasi tersebut kemudian digunakan sebagai
pertimbangan menentukan jumlah dan teknik sampling. Penentuan teknik
sampling penting untuk menetapkan jumlah sampel. Jumlah sampel yang
diambil diharapkan dapat menjelaskan fenomena yang sesungguhnya
terkait dengan kebijakan tax allowances.
Perusahaan yang menjadi sampel kajian ini diambil dari beberapa
kawasan industri. Lokasi pertama yakni di kawasan industri JABABEKA,
Cikarang, Bekasi. Lokasi keduanya di kawasan industri di SOLO RAYA yang
meliputi Kota Solo, Sragen, Sukoharjo, Karanganyar, dan Wonogiri. Lokasi
ketiga yakni di kawasan industri di Bandung Jawa Barat.
3.1.2. Sampel dan Teknik Sampling
Sampling dalam kajian ini dilakukan dengan mempertimbangkan
beberapa hal sebagai berikut:
a. Desain penelitian ini berupa studi eksplorasi dengan pendekatan
mixed method
Hal 35 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan – perusahaan di
Indonesia yang berkaitan dengan kebijakan tax allowance. Hal ini
disebabkan karena tujuan utama penelitian ini adalah menggali
informasi (eksplorasi) dari pelaku bisnis mengenai implementasi
kebijakan pemberian fasilitas pajak (tax allowance) yang kemudian
akan diuraikan secara deskriptif. Desain penelitian inilah yang
menjadi salah satu pertimbangan untuk ukuran sampel yang diambil.
b. Teknik pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel berkaitan dengan tujuan dan
pertanyaan penelitian, sehingga teknik yang tepat untuk pengambilan
sampel di kajian ini non probability sampling. dengan pendekatan
purposive sampling. Purposive bermakna bahwa perusahaan yang
dapat menjadi informan adalah yang memenuhi kriteria yang
dirumuskan. Kriteria yang dirumuskan mengacu kepada urgensi
perusahaan di perekonomian nasional yang diatur dalam PP tentang
pemberian fasilitas keringanan pajak penghasilan korporasi (tax
allowance). Kriteria yang dimaksud adalah kesesuaian produk suatu
perusahaan dengan KBLI-nya (Klasifikasi Baku Lapangan Kerja
Indonesia). Kemudian setelah perusahaan dikelompokkan
berdasarkan kriteria tersebut kemudian dengan menggunakan
judgment peneliti dipilihlah sampel yang diharapkan dapat
memberikan informasi mengenai pelaksanaan tax allowance. Metode
demikian lazim digunakan dalam sebuah studi dengan pendekatan
deskriptif.
c. Tingkat kepercayaan peneliti utamanya terhadap informasi dan data
informan
Peneliti memiliki keyakinan bahwa informasi yang diberikan
oleh informan dalam satu kriteria akan cenderung sama dan tidak
berbeda. Perusahaan yang masuk di kriteria sudah pernah menerima
fasilitas tax allowance diyakini penulis akan memberikan informasi
Hal 36 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
yang tidak jauh berbeda. Begitu pula perusahaan yang masuk dalam
kriteria pernah mengajukan fasilitas tax allowance, namun belum lolos
penilian akan cenderung memberikan informasi yang serupa.
Pertimbangan-pertimbangan tersebut yang kemudian mendasari
pemikiran bahwa sampel untuk kajian ini tidak menggunakan kaidah
penentuan sampel sebagaimana untuk penelitian parametrik.
d. Asumsi yang dibangun
Asumsi dalam penelitian merupakan hal-hal diluar kendali
peneliti. Walau demikian jika asumsi ini ditiadakan, maka suatu riset
akan menjadi tidak relevan (Simon, 2011). Beberapa asumsi yang
dibangun dalam kajian ini antara lain: 1). Tidak ada perbedaan
informasi dari informan terkait perbedaan lokasi usaha, 2).
Keterwakilan klasifikasi sektor usaha lebih penting daripada
keterwakilan wilayah, 3). Informasi yang diberikan perusahaan
merupakan informasi yang diakui keakuratannya.
e. Keterbatasan yang ada.
Kajian ini akan sangat komprehensif jika mampu mendapatkan
informasi dari 3 jenis perusahaan yang terkait dengan tax allowance.
Pertama, perusahaan yang terdaftar di BKPM sebagai penerima.
Kedua, perusahaan yang pernah mengajukan fasilitas tax allowance
namun tidak lolos. Ketiga perusahaan yang belum mengajukan
fasilitas keringanan tersebut namun memenuhi kualifikasi yang
ditetapkan peraturan. Keterbatasan yang dihadapi peneliti terkait
dengan data ketiga kelompok perusahaan sebagaimana tersebut
diatas, adalah data perusahaan yang sudah menerima tax allowance
saja yang tersedia. Data untuk kelompok perusahaan lain tidak dapat
dihimpun karena memang tidak dapat diakses. Persoalan
keterbatasan waktu, biaya, dan sumber daya secara ilmiah dapat pula
dimasukkan sebagai pertimbangan penentuan ukuran sampel.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut maka dalam
Hal 37 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
penelitian ini jumlah sample ditentukan sebanyak 30 perusahaan.
Jumlah tersebut cukup memenuhi syarat minimum untuk sebuah
studi deskriptif.
3.2. JENIS DAN TEKNIK PENGUMPULAN DATA
a. Jenis Data
Data yang digunakan untuk melakukan analisis dalam penelitian ini
adalah yang berasal dari subyek (self report data), data penelitian yang
berupa sikap, opini, pengalaman, atau karakteristik seseorang individu
atau sekelompok orang yang menjadi subyek penelitian/informan
(Indriantoro dan Supomo 1999:145). Data tersebut dikategorikan sebagai
berikut:
1) Data Primer
Data primer yang perlu dihimpun untuk penyelesaian kajian ini,
misalnya: data mengenai persepsi pelaku bisnis terhadap
implementasi serangkaian peraturan tax allowance. Data ini
selanjutnya dikumpulkan dari sumber pertama yakni pelaku bisnis
yang secara khusus berhubungan langsung dengan permasalahan
yang diamati, dalam hal ini terutama yang menyangkut dengan
efektifitas implementasi fasilitas tax allowance di Indonesia.
2) Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang bersumber dari studi
kepustakaan berkaitan dengan permasalahan yang sedang diamati
(Cooper dan Emory, 1998: 191). Data sekunder yang digunakan dalam
penelitian ini adalah mengenai jumlah penerima manfaat tax
allowance, jumlah investasi, dan data-data sosial ekonomi yang
mendukung hasil penelitian yang diperoleh dari literatur-literatur,
jurnal manajemen dan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), data dari
Dirjen Pajak, dan instansi terkait yang relevan dan dapat diyakini
validitas datanya.
Hal 38 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
b. Teknik Pengumpulan Data
1) Wawancara mendalam
Metode pengumpulan data dengan cara wawancara secara
mendalam (Indepth Interview) secara langsung dengan menggunakan
instrumen daftar pertanyaan sebagai pedoman wawancara terkait
permasalahan pelaksanaan tax allowance semenjak
diimplementasikan pada tahun 2007 sampai dengan 2015.
2) FGD (Focus Group Discussion)
Model diskusi terfokus yang bertujuan untuk menggali informasi
tambahan sekaligus menjadi media sinkronisasi temuan penelitian
menggunakan metode wawancara mendalam. Pihak-pihak yang dapat
diikutsertakan sebagai peserta di dalam FGD ini antara lain: DJP,
perwakilan pengusaha, BKPM, dan pihak terkait lainnya.
3) Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan cara
menghimpun naskah, data, artikel yang mendukung pembahasan
mengenai implementasi tax allowance di Indonesia.
4) Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan dalam rangka mendapatkan dasar
berpikir, kajian-kajian terdahulu mengenai pelaksanaan tax allowance,
dan teori akademis yang berguna sebagai pijakan alur berpikir
penyelesaian kajian ini.
3.3. TEKNIK ANALISIS DATA
3.3.1.1. Teknik Analisis untuk Pendekatan Kualitatif
a) Pertanyaan kajian pertama yakni tentang perubahan kebijakan yang
tertuang dalam tax allowance di Indonesia mulai tahun 2007 sampai
dengan 2015, dijawab dengan cara membandingkan regulasi tentang
tax allowance dari tahun 2007 sampai tahun 2015. Beberapa hal dari
regulasi yang diperbandingkan ditinjau dari beberapa aspek, yakni:
prosedur dan persyaratan pengajuan fasilitas, cakupan bidang usaha
penerima, lama pengajuan fasilitas, dan perubahan jenis fasilitas yang
diberikan.
Hal 39 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
b) Pertanyaan kajian kedua yakni faktor-faktor yang mempengaruhi
pemanfaatan fasilitas tax allowance di Indonesia dianalisis dengan
menggunakan content analysis. Data dari hasil wawancara dan FGD
terkait alasan-alasan yang mendorong pemanfaatan fasilitas tax
allowance di Indonesia kemudian dilakukan analisis dan diuraikan
secara deskriptif.
c) Pertanyaan kajian ketiga yakni kendala dan permasalahan apa yang
dihadapi pelaku bisnis untuk mendapatkan tax allowance dianalisis
dengan menggunakan content analisys. Data yang dipakai dan
dianalisis untuk menjawab kajian ketiga ini adalah informasi
mengenai kendala dan permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan
yang pernah mengajukan fasilitas tax allowance. Informasi dari
perusahaan yang memenuhi kriteria sebagai penerima fasilitas tax
allowance namun belum mengajukan dapat digunakan sebagai
pelengkap dan pembanding dari informasi yang diberikan oleh
perusahaan yang sudah menerima tax allowance.
d) Pertanyaan kajian keempat yakni mengenai dampak fasilitas tax
allowance utamanya terhadap penyerapan tenaga kerja, pengisian
pohon industri baru (produk intermediate dan industri hilir) dapat
dijawab dengan mengidentifikasi dan mengevaluasi pola investasi
yang dilakukan perusahaan setelah menerima fasilitas tax allowance.
3.3.1.2. Teknik Analisis untuk Pendekatan Kuantitatif
Penilaian dampak instrumen kebijakan perpajakan terhadap
peningkatan aliran investasi dan teknologi merupakan suatu
kebutuhan untuk menjelaskan peran perpajakan dalam pertumbuhan
ekonomi (Boskin, 1988). Model Keynes menunjukkan bahwa insentif
pajak dapat meningkatkan tabungan dan juga pembentukan kapital
dan likuiditas usaha, sehingga mendorong peningkatan permintaan
agregat dan mengurangi pengangguran. Insentif pajak merupakan
salah satu kebijakan fiskal. Tujuan kebijakan fiskal dengan didasarkan
Hal 40 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
pada teori pertumbuhan eksogen yang dijelaskan Solow adalah untuk
meningkatkan pembentukan kapital dan peningkatan kinerja total
faktor produksi (TFP). Kebijakan insentif pajak akan mendorong
peningkatan pembentukan kapital.
Pada saat permintaan terhadap kebijakan insentif pajak
meningkat maka akan mendorong harga sewa kapital lebih rendah.
Hal itu bermakna bahwa ketika harga sewa capital mengalami
penurunan, maka permintaan terhadap kapital tersebut juga
meningkat. Untuk menunjukkan pengaruh kebijakan tax allowance
terhadap pembentukan kapital di Indonesia dalam analisis kuantitatif
digunakan dengan pendekatan analisis deskriftif. Analisis tersebut
salah satunya mengambarkan realokasi penggunaan fasilitas tax
allowance yang diterima oleh perusahaan untuk meningkatkan jumlah
penerimaan tenaga kerja, pembaharuan teknologi tepat guna, dan
alokasi budget untuk rencana ekspansi bisnis. Ekspansi bisnis tersebut
diharapkan dapat mengisi pohon industri yang kosong.
Hal 41 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
BAB IV
PEMBAHASAN DAN TEMUAN
A. PEMBAHASAN
1. Perubahan Kebijakan Yang Tertuang Dalam Tax Allowance Di Indonesia Mulai Tahun 2007 Sampai Dengan 2015
Regulasi tentang tax allowance mengalami perubahan dan
perkembangan sejak tahun 2007 sampai dengan tahun 2015. Pada tahun
2007 pemerintah memberikan fasilitas pajak berupa tax allowance yang
diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 Tentang
Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di bidang-Bidang
Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu. PP tersebut
kemudian direvisi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2008.
Perubahan selanjutnya dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah
Nomor 52 Tahun 2011 dan terakhir Peraturan pemerintah Nomor 18
Tahun 2015. Pemberlakuan peraturan pemerintah ini bertujuan
meningkatkan kegiatan investasi langsung guna mendorong pertumbuhan
ekonomi. Dampak yang diharapkan adalah pemerataan pembangunan dan
percepatan pembangunan bagi bidang usaha tertentu dan atau daerah
tertentu.
Berikut ini disajikan perubahan Peraturan Pemerintah Tentang
Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di bidang-Bidang
Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu sejak
diberlakukannya Peraturan Pemerintah tahun 2007 sampai dengan 2015.
Peraturan Pemerintah No 62 Tahun 2008 sebagai pengganti Peraturan
Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 terdapat perubahan dan penambahan
beberapa pasal yaitu:
a. Ketentuan Pasal 4 diubah sehingga Pasal 4 berbunyi sebagai berikut:
“Apabila Wajib Pajak yang telah mendapatkan fasilitas tidak lagi
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
Hal 42 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
dan/atau tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3, maka:
1) fasilitas yang telah diberikan berdasarkan Peraturan Pemerintah
ini dicabut;
2) dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang perpajakan; dan
3) tidak dapat lagi diberikan fasilitas berdasarkan Peraturan
Pemerintah ini.
b. Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga Pasal 5 berbunyi sebagai berikut:
1) pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini akan dievaluasi dalam
waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini
ditetapkan,
2) evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh tim
yang dibentuk dengan Keputusan Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian.
c. Di antara Pasal 4 dan Pasal 5 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 4A
yang berbunyi sebagai berikut:
“Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha di bidang industri semen
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I1 Peraturan Pemerintah ini,
yang melakukan rekonstruksi akibat bencana tsunami di Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera
Utara, dapat memperoleh fasilitas berdasarkan Peraturan Pemerintah
ini terhitung sejak tanggal 1 Januari 2005.”
Perubahan pasal 4 dimaksudkan untuk lebih menekankan bahwa
fasilitas pajak penghasilan yang telah diberikan akan dicabut, diberi sanksi
atau tidak akan diberikan fasilitas lagi jika perusahaan tidak memenuhi
syarat seperti pada pasal 2 (1) dan pasal 3 Peraturan pemerintah No 62
Tahun 2008. Sedangkan pada Peraturan Pemerintah No 1 Tahun 2007
fasilitas tersebut akan dicabut, diberi sanksi atau tidak diberi fasilitas lagi
ketika tidak memenuhi pasal 3 saja dari Peraturan Pemerintah ini.
Hal 43 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Sedangkan perubahan pada pasal 5 menjelaskan evaluasi terhadap
peraturan pemerintah ini semula dilaksanakan maksimal 1 tahun diubah
menjadi maksimal 2 tahun. Hal ini dimaksudkan supaya peraturan
pemerintah yang sudah berlaku tidak terus menerus diganti karena jangka
satu tahun setelah tanggal pelaksanaan peraturan pemerintah belum bisa
dilihat dampaknya bagi masyarakat pengguna peraturan pemerintah
tersebut.
Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2008 juga terdapat
penambahan pasal yaitu pemberian fasilitas PPh bagi industri semen yang
melakukan rekonstruksi di daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara yang mengalami bencana
tsunami. Kebijakan ini dibuat oleh pemerintah untuk menarik investor
industri semen supaya berminat untuk melaksanakan investasi dalam
bentuk rekonstruksi di daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan
Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara.
Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2008 diubah lagi dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2011. Pada Peraturan Pemerintah
Nomor 52 Tahun 2011 ini terdapat beberapa tambahan pasal sebagai
penyempurnaan Peraturan sebelumnya, tambahan tersebut yaitu:
a. Pasal 2(a):
“ Fasilitas PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dimanfaatkan
setelah WP merealisasikan rencana penanaman modal paling sedikit
80%”.
b. Pasal 4B :
“ Bagi WP yang telah memiliki izin penanaman modal sebelum berlakunya
Peraturan Pemerintah ini dapat diberikan fasilitas PPh sebagaimana
dimaksud dalam pasal 2 sepanjang:
1) Memiliki rencana penanaman modal paling sedikit Rp.
1.000.000.000.000,- (satu triliun rupiah); dan
Hal 44 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
2) Belum beroperasi secara komersial pada saat Peraturan Pemerintah
ini berlaku.
Penambahan pasal 2(a) pada Peraturan Pemerintah Nomor 52
Tahun 2011 dimaksudkan untuk mengikat wajib pajak yang menerima
fasilitas PPh. Penerima fasilitas PPh baru bisa memanfaatkan fasilitas ini
setelah merealisasikan investasinya minimal 80%. Sedangkan
penambahan pasal 4B adalah untuk melonggarkan syarat penerima pajak
penghasilan supaya lebih banyak lagi penanam modal yang menanamkan
modal di Indonesia. Persyaratan penerima fasilitas tax allowance sejak
diberlakukannya PP No 52 Tahun 2011 tidak bersifat kumulatif.
Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2011 kembali diubah dan
disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015.
Pada Peraturan Pemerintah terbaru tersebut menambahkan dan
perubahan beberapa pasal seperti di bawah ini:
a. Pasal 2 (2) huruf d angka 4:
Semula kompesasi kerugian diberikan untuk waktu 5 tahun maksimal
10 tahun dengan ketentuan tambahan 1 tahun pada PP no 18 tahun
2015 terdapat tambahan 2 tahun untuk :
1) Tambahan 2 tahun apabila mempekerjakan sekurang-kurangnya
1000 orang tenaga kerja Indonesia selama 5 (lima) tahun berturut-
turut.
2) Tambahan 2 tahun apabila Penanaman Modal berupa perluasan
dari usaha yang telah ada pada Bidang–bidang Usaha Tertentu
dan/atau Daerah-daerah Tertentu yang diatur pada ayat (1) huruf a
dan/atau huruf b sebagian sumber pembiayaannya berasal dari
laba setelah pajak (earning after tax) WP pada satu tahun pajak
sebelumnya diterbitkannya izin prinsip perluasan penanaman
modal.
3) Tambahan 2 tahun apabila melakukan ekspor paling sedikit 30%
dari nilai total penjualan, untuk Penanaman Modal pada bidang
Hal 45 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
usaha tertentu yang diatur pada ayat (1) huruf a yang dilakukan di
luar kawasan berikat.
b. Pada pasal 3 menjelaskan kriteria Wajib Pajak yang mendapatkan
fasilitas Pajak Penghasilan:
1) Memiliki nilai investasi yang tinggi atau untuk ekspor
2) Memiliki penyerapan tenaga kerja yang besar
3) Memiliki kandungan lokal yang tinggi
c. Pasal 3 pada Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2011 diubah
menjadi pasal 4 yang terdiri dari 2 ayat yaitu:
1) aturan tentang larangan bagi perusahaan yang mendapat fasilitas
untuk tidak menggunakan aktiva tetap selain untuk tujuan
pemberian fasilitas, atau dialihkan sebagian atau seluruh aktiva
tetap yang dimaksud kecuali diganti dengan aktiva baru dalam
jangka waktu yang telah ditetapkan. Semula jangka waktu dalam
Peraturan Pemerintah no 52 tahun 2011 adalah 6 tahun sejak saat
mulai berproduksi secara komersial. Sedangkan dalam Peraturan
Pemerintah No 18 tahun 2015 jangka waktunya adalah mana yang
lebih lama antara jangka waktu 6 tahun sejak mulai berproduksi
secara komersial atau masa manfaat aktiva sesuai dengan
ketentuan dalm pasal 2(2) huruf b angka 1,
2) mengatur tentang larangan bagi perusahaan yang mendapat
fasilitas untuk tidak menggunakan aktiva tidak berwujud selain
untuk tujuan pemberian fasilitas, atau dialihkan sebagian atau
seluruh aktiva tak berwujud yang dimaksud kecuali diganti dengan
aktiva tak berwujud baru sebelum berakhirnya masa manfaat
aktiva tak berwujud tersebut.
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 terdapat penambahan
pasal tentang pemberian kompensasi. Semula kompensasi bisa diberikan
tambahan 1 tahun. Pada PP Nomor 18 Tahun 2015 ditambahkan lagi
menjadi 2 tahun jika memperkerjakan tenaga kerja minimal 1000 orang
Hal 46 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
selam 5 tahun berturut turut, sebagian sumber pembiayaannya berasal
dari laba setelah pajak (earning after tax) WP pada satu tahun pajak
sebelumnya diterbitkannya izin prinsip perluasan penanaman modal atau
melakukan ekspor paling sedikit 30% dari nilai total penjualan.
Selain ada beberapa tambahan dan perubahan pasal juga terdapat
perbedaan baik jumlah maupun jenis bidang usaha yang mendapat
fasilitas pajak penghasilan, di bawah ini akan dijelaskan perbedaan bidang
usaha dan daerah tertentu yang mendapat fasilitas pajak penghasilan
menurut Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 sampai dengan
diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015.
Jumlah Bidang Usaha tertentu dan Daerah Tertentu menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 terdapat 15 bidang usaha
tertentu (lampiran I) dan 9 Bidang Usaha Tertentu dan Daerah Tertentu
(lampiran II) yang mendapat fasilitas PPh. Sedangkan menurut Peraturan
Pemerintah no 62 tahun 2008 terdapat 23 Bidang Usaha Tertentu
(lampiran I) dan 15 Bidang Usaha Tertentu dan Daerah Tertentu
(lampiran II) yang mendapat fasilitas PPh.
Penambahan jumlah bidang usaha yang terdapat pada Tabel IV.1
adalah untuk lebih meningkatkan investasi di sektor-sektor tersebut yang
sampai tahun 2008 masih kurang peminatnya. Berikut ini penambahan
bidang usaha tertentu dan/atau daerah tertentu menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 62 Tahun 2008 yang mendapat fasilitas pajak
penghasilan.
Hal 47 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Tabel IV.1
Penambahan Bidang Usaha Tertentu dan/atau Daerah Tertentu yang Mendapat Fasilitas PPh
menurut Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2008
No Bidang Usaha Tertentu
(Lampiran 1)
Bidang Usaha Tertentu dan Daerah Tertentu
(Lampiran 2)
1 Pengembangan Peternakan Pengembangan Tanaman
Pangan
2 Usaha Pemanfaatan Hutan Tanaman IUPKKK-HTI (HTI)
Pengembangan Budidaya Hortikultura
3 Penambangan dan Pemanfaatan Batubara Mutu Rendah (Low Rank Coal)
Kelompok Industri Kulit, Barang dari Kulit, dan Alas Kaki
4 Pengusahaan Tenaga Panas Bumi
Kelompok Industri Akumulator Listrik dan Batu Baterai
5 Kelompok Industri Susu dan Makanan dari Susu
Kelompok Industri Pembuatan dan Perbaikan Kapal dan Perahu
6 Pengilangan Minyak Bumi Transhipment Port
7 Pembangunan Kilang Mini Gas Bumi (Industri Pemurnian dan Pengolahan Gas Bumi)
8 Kelompok Industri Serat Buatan
Sumber: PP No. 62 Tahun 2008
Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2008 diubah lagi dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2011. Pada Peraturan Pemerintah
Nomor 52 Tahun 2011 terdapat penambahan lagi bidang usaha tertentu
dan/atau daerah tertentu yang mendapat fasilitas pajak penghasilan
dalam bentuk tax allowance. Jumlah bidang usaha yang mendapat fasilitas
pajak penghasilan bertambah menjadi 52 bidang usaha tertentu (lampiran
1) dan 77 bidang usaha tertentu dan daerah tertentu (lampiran 2).
Hal 48 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Tabel IV.2.
Perbedaan Persyaratan Pemanfaatan Fasilitas Pajak Penghasilan
untuk Bidang Usaha Tertentu (Tax Allowance) menurut PP No 62
Tahun 2008 dengan PP No 52 Tahun 2011
No Jenis Bidang Usaha menurut
PP 62 Tahun 2008
Jenis Bidang Usaha menurut
PP 52 Tahun 2011
1
Pengembangan Peternakan:
Pengembangan usaha
peternakan besar/kecil
Pertanian Tanaman,
Peternakan, Perburuan dan
Kegiatan YBDI: Pembibitan dan
Budidaya Sapi Potong
2
Usaha Pemanfaatan Hutan
Tanaman IUPHHK-HTI(HTI):
Penguasahaan hutan jati, hutan
pinus, hutan mahoni, hutan
sono keling, hutan
Albasia/Jeunjing, hutan
cendana, hutan akasia, hutan
ekaliptus, hutan lainnya
Kehutanan dan Penebangan
Kayu: Pengusahaan hutan jati
3 Kelompok Industri Susu dan
Makanan dari Susu
Industri Makanan dari Cokelat
dan Kembang Gula
4
Kelompok Industri Makanan
Lainnya: Industri bumbu
masak dan penyedap masakan
Industri Makanan Bayi
5
Kelompok Industri Tekstil
dan Industri Pakaian Jadi
Industri Tekstil: Industri yang
menghasilkan kain untuk
keperluan industri
6
Kelompok Industri Bubur
Kertas (Pulp), Kertas dan Kertas
Karton/Paper board
Dihapus
7 Tidak mendapat fasilitas Industri pembuatan minyak
pelumas.
8 Industri kimia dasar anorganik
khlor dan alkali
Dihapus
Hal 49 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
9
Tidak mendapat fasilitas Industri Kimia Dasar Organik
untuk Bahan Baku Zat Warna
dan pigmen.
10
Tidak mendapat fasilitas Industri Kimia Dasar Organik
yang Menghasilkan Bahan Kimia
Khusus
11 Tidak mendapat fasilitas Industri Damar Buatan ( Resin
Sintetis) dan bahan baku plastik
12 Industri Kimia Dasar lainnya Dihapus
13 Tidak mendapat fasilitas Industri Serat/Benang/Strip
Filamen Buatan.
14 Kelompok industri karet dan
Barang dari Karet
Dihapus
15 Tidak mendapat fasilitas Industri Ban Luar dan Ban
Dalam
16 Kelompok Industri Barang
Barang dari Porselen
Dihapus
17 Kelompok Industri Logam
Dasar bukan Besi
Dihapus
18
Tidak mendapat fasilitas Industri Barang Logam, Bukan
Mesin, dan Peralatannya:
Industri barang dari kawat
19 Tidak mendapat fasilitas Industri semi konduktor dan
komponen elektronik lainnya
20 Tidak mendapat fasilitas Industri Televisi dan/atau
perakitan televisi
21 Tidak mendapat fasilitas Industri alat ukur dan alat uji
elektronik
22 Tidak mendapat fasilitas Industri Peralatan Fotografi
23 Kelompok Industri Mesin dan Dihapus
Hal 50 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Perlengkapannya
24
Tidak mendapat fasilitas Industri Pengubah tegangan,
pengubah arus, dan pengontrol
tegangan
25 Tidak mendapat fasilitas Industri Batu Baterai Kering
(Batu Baterai primer)
26 Tidak mendapat Fasilitas Industri lampu tabung gas
(lampu pembuang listrik)
27 Tidak mendapat fasilitas Industri peralatan listrik rumah
tangga
28 Tidak mendapat fasilitas Industri Mesin fotocopy
29 Tidak mendapat fasilitas Industri Mesin Pendingin
30 Kelompok industri elektronika
dan telematika
Dihapus
31 Kelompok industri alat angkut
darat
Dihapus
32
Tidak mendapat fasilitas Industri komponen dan
perlengkapan sepeda motor
roda dua dan tiga
33 Industri Pembuatan Logam
Dasar Bukan Beal
Dihapus
34
Tidak mendapat fasilitas Industri Suku Cadang dan
Aksesori Kendaraan Bermotor
Roda Empat atau lebih
35
Tidak mendapat fasilitas Jasa reparasi dan pemasangan
mesin dan peralatan: Jasa
Reparasi Kapal, Perahu, dan
Bangunan Terapung.
36 Tidak mendapat fasilitas Pembangkitan Tenaga Listrik
37 Tidak Mendapat Fasilitas Pengadaan Gas Alam dan Buatan
Hal 51 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
38 Tidak Mendapat Fasilitas Penampungan, Penjernihan, dan
Penyaluran Air Bersih
39 Tidak mendapat fasilitas Pengumpulan Sampah yang
Tidak Berbahaya
40 Tidak Mendapat Fasilitas Pengelolaan dan Pembuangan
Sampah yang Tidak Berbahaya
41
Tidak Mendapat Fasilitas Konstruksi Bangunan
Pengolahan, Penyalurandan
Penampungan Air Minum, Air
Limbah dan Drainase
42 Tidak mendapat fasilitas Angkutan Perkotaan
43 Tidak Mendapat Fasilitas Kegiatan Pemrograman
Komputer
44 Tidak Mendapat Fasilitas Kawasan pariwisata
Sumber: PP No 62 Tahun 2008 dengan PP No 52 Tahun 2011
Jumlah Bidang Usaha tertentu menurut Peraturan Pemerintah
Nomor 52 Tahun 2011 yang semula 52 setelah diganti dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 menjadi 66 bidang usaha tertentu.
Sedangkan Jumlah bidang usaha tertentu dan daerah tertentu pada
lampiran 2 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 dibandingkan
dengan Peraturan Pemerintah sebelumnya tidak mengalami penambahan
hanya terdapat perubahan bidang usaha tertentu dan daerah tertentu,
yang mendapat fasilitas tax allowance. Berikut rincian perbedaan antar
kedua peraturan pemerintah tersebut:
a. Perbedaan berdasarkan syarat yang harus dipenuhi untuk
mendapatkan fasilitas PPh untuk Bidang Usaha Tertentu (lampiran I):
Hal 52 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Tabel IV.3.
Perbedaan Persyaratan Pemanfaatan Fasilitas Pajak Penghasilan
untuk Bidang Usaha Tertentu (Tax Allowance)
(Lampiran 1)
No Bidang Usaha Perbedaan
PP No 52 Tahun
2011
PP No 18 Tahun
2015
PERTANIAN TANAMAN,
PETERNAKAN,
PERBURUAN DAN
KEGIATAN YBDI
1 Pembibitan dan
Bududaya sapi
potong
Terdapat
persyaratan
- pembibitan sapi potong harus > 5000 ekor/tahun
- Budidaya penggemukan sapi lokal> 5000 ekor/siklus
Tidak ada
persyaratan
jumlah ekor yang
harus tersedia
KEHUTANAN DAN
PENEBANGAN HUTAN
2 Pengusahaan Hutan
Jati
Kegiatan penyiapan
lahan, pembibitan,
penanaman, dan
pemasaran produk
tanaman jati
minimal 5000 Ha
Tidak ada
persyaratan
jumlah minimal
tanaman Jati yang
digunakan dalm
pembibitan,
penanaman dan
pemasaran
produk.
INDUSTRI MAKANAN
3 Industri makanan
dari coklat dan
kembang gula
Terdapat
persyaratan
minimal investasi
100 M, Tenaga kerja
minimal 100 orang
Tidak ada
persyaratan
Hal 53 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
untuk investasi baru
atau minimal 200
orang untuk
perluasan, harus
menggunakan
minimal 50%
komponen lokal dan
minimal 50%
produk yang
dihasilkan
mengandung coklat
4 Industri makanan
bayi
Terdapat
persyaratan
minimal investasi
100 M, Tenaga kerja
minimal 100 orang
untuk investasi baru
atau minimal 200
orang untuk
perluasan, bermitra
dengan
UMKM/Koperasi
Hanya terdapat
pesyaratan untuk
bermitra dengan
UMKM/Koperasi.
INDUSTRI PRODUK DARI
BATU BARA DAN
PENGILANGAN MINYAK
BUMI
5 Industri pembuatan
minyak pelumas
Terdapat
persyaratan :
Investasi minimal
600 M dan tenaga
kerja minimal 100
orang
Tidak ada
persyaratan baik
Investasi maupun
jumlah tenaga
kerjanya
Hal 54 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
INDUSTRI BAHAN KIMIA
DAN BARANG DARI
BAHAN KIMIA
6 Industri Kimia dasar
Anorganik lainnya
Terdapat
persyaratan :
Investasi minimal
100M dan tenaga
kerja minimal 100
orang
Tidak ada
persyaratn baik
Investasi maupun
jumlah tenaga
kerjanya
7 Industri Kimia Dasar
Organik yang
bersumber dari Hasil
Pertanian
Terdapat
persyaratan :
Investasi minimal
500M dan tenaga
kerja minimal 100
orang
Tidak ada
persyaratn baik
Investasi maupun
jumlah tenaga
kerjanya
8 Industri Kimiadasar
Organik untuk Bahan
Baku Zat Warna dn
Pigmen, Zat Warna
dan Pigmen
Terdapat
persyaratan :
Investasi minimal
100M dan tenaga
kerja minimal 100
orang untuk
investasi baru dan
minimal 50 orang
untuk perluasan,
melakukan alih
tehnologi
Tidak ada
persyaratan baik
Investasi maupun
jumlah tenaga
kerjanya, hanya
terdapat
persyaratan
melakukan alih
tehnologi
9 Industri Kimia Dasar
Organik yang
bersumber dari
Minyak Bumi, Gas
Alam dan Batubara
Industri
Terdapat
persyaratan :
Investasi minimal
900M dan tenaga
kerja minimal 100
orang
Tidak ada
persyaratan baik
Investasi maupun
jumlah tenaga
kerjanya
10 Industri Kimia Dasar
Organik yang
menghasilkan Bahan
Terdapat
persyaratan :
Investasi minimal
500M dan tenaga
Tidak ada
persyaratan baik
Investasi maupun
jumlah tenaga
Hal 55 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Kimia Khusus kerja minimal 100
orang
kerjanya
11 Industri Damar
buatan (Resi Sintetis)
dan Bahan Baku
Plastik
Terdapat
persyaratan :
Investasi minimal
50M dan tenaga
kerja minimal 300
orang
Tidak ada
persyaratan baik
Investasi maupun
jumlah tenaga
kerjanya
12 Industri Karet
Buatan
Terdapat
persyaratan :
Investasi minimal
100M dan tenaga
kerja minimal 100
orang
Tidak ada
persyaratan baik
Investasi maupun
jumlah tenaga
kerjanya
13 Industri Bahan
Kosmetik dan
Komestik, termasuk
Pasta Gigi
Terdapat
persyaratan :
Investasi minimal
50M dan tenaga
kerja minimal 300
orang
Tidak ada
persyaratan baik
Investasi maupun
jumlah tenaga
kerjanya
14 Industri
serat/benang/strip
filament buatan
Terdapat
persyaratan :
Investasi minimal
100M dan tenaga
kerja minimal 100
orang
Tidak ada
persyaratan baik
Investasi maupun
jumlah tenaga
kerjanya
15 Industri Serat Stapel
Buatan
Terdapat
persyaratan :
Investasi minimal
100M dan tenaga
kerja minimal 100
orang untuk
investasi baru dan
minimal 50 orang
untuk perluasan,
dan melakukan alih
teknologi
Tidak ada
persyaratan baik
Investasi maupun
jumlah tenaga
kerjanya hanya
harus dilakukan
alih tehnologi.
Hal 56 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
INDUSTRI KARET,
BARANG DARI KARET DAN
PLASTIK
16 Industri Ban Luar
dan Ban Dalam
Terdapat
persyaratan :
Investasi minimal
500M dan tenaga
kerja minimal 100
orang
Tidak ada
persyaratan baik
Investasi maupun
jumlah tenaga
kerjanya
INDUSTRI BARANG
LOGAM, BUKAN MESIN
DAN PERALATANNYA
17 Industri barang dari
kawat
Terdapat
persyaratan :
Investasi minimal
100M dan tenaga
kerja minimal 100
orang untuk
investasi baru dan
minimal 50 orang
untuk perluasan
serta melakukan
alih tehnologi
Tidak ada
persyaratan baik
Investasi maupun
jumlah tenaga
kerjanya hanya
diharuskan untuk
melakukan alih
tehnologi
INDUSTRI KOMPUTER,
BARANG ELEKTRONIK
DAN OPTIK
18 Industri semi
konduktor dan
komponen elektronik
lainnya
Terdapat
persyaratan :
Investasi minimal
100M dan tenaga
kerja minimal 100
orang untuk
investasi baru dan
minimal 50 orang
untuk perluasan
Tidak ada
persyaratan baik
Investasi maupun
jumlah tenaga
kerjanya
Hal 57 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
19 Industri televisi
dan/atau perakitan
televisi
Terdapat
persyaratan :
Investasi minimal
50M dan tenaga
kerja minimal 300
orang untuk
investasi baru dan
minimal 100 orang
untuk perluasan
Tidak ada
persyaratan baik
Investasi maupun
jumlah tenaga
kerjanya
20 Industri alat ukur
dan alat uji
elektronik
Terdapat
persyaratan :
Investasi minimal
100M dan tenaga
kerja minimal 100
orang untuk
investasi baru dan
minimal 50 orang
untuk perluasan
Tidak ada
persyaratan baik
Investasi maupun
jumlah tenaga
kerjanya
INDUSTRI PERALATAN
LISTRIK
21 Industri pengubah
tegangan
(transformotor),
pengubah arus
(rectifier), dan
pengontrol tegangan
(voltage stabilizer)
Terdapat
persyaratan :
Investasi minimal
100M dan tenaga
kerja minimal 100
orang untuk
investasi baru dan
minimal 50 orang
untuk perluasan,
Diatas 500KV dan
melakukan alih
tehnologi
Tidak ada
persyaratan baik
Investasi maupun
jumlah tenaga
kerjanya hanya
mensyaratkan di
atas 500 KV dan
melakukan alih
tehnologi
22 Industri Batu Baterai
kering (Batu Baterai
Primer)
Terdapat
persyaratan :
Investasi minimal
50M dan tenaga
kerja minimal 300
Tidak ada
persyaratan baik
Investasi maupun
jumlah tenaga
kerjanya hanya
Hal 58 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
orang untuk
investasi baru dan
minimal 100 orang
untuk perluasan,
dan menggunakan
tehnologi ramah
lingkungan.
mensyaratkan
untuk
menggunakan
tehnologi ramah
lingkungan.
23 Industri Lampu
Tabung Gas ( Lampu
pembuang LIstrik)
Terdapat
persyaratan :
Investasi minimal
50M dan tenaga
kerja minimal 300
orang untuk
investasi baru dan
minimal 100 orang
untuk perluasan,
dan terintegrasi
dengan
komponennya.
Tidak ada
persyaratan baik
Investasi maupun
jumlah tenaga
kerjanya hanya
mensyaratkan
harus terintegrasi
dengan
komponennya
24 Industri peralatan
listrik rumah tangga
Terdapat
persyaratan :
Investasi minimal
50M dan tenaga
kerja minimal 300
orang untuk
investasi baru dan
minimal 100 orang
untuk perluasan,
dan menggunakan
tehnologi ramah
lingkungan.
Tidak ada
persyaratan baik
Investasi maupun
jumlah tenaga
kerjanya.
INDUSTRI MESIN DAN
PERLENGKAPAN YTDL
25 Industri Mesin
Fotocopy
Terdapat
persyaratan :
Investasi minimal
100M dan tenaga
Tidak ada
persyaratan baik
Investasi maupun
jumlah tenaga
Hal 59 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
kerja minimal 100
orang untuk
investasi baru dan
minimal 50 orang
untuk perluasan,
dan menggunakan
tehnologi ramah
lingkungan.
kerjanya hanya
mensyaratkan
untuk
menggunakan
tehnologi ramah
lingkungan.
26 Industri Mesin
Pendingin
Terdapat
persyaratan :
Investasi minimal
50M dan tenaga
kerja minimal 300
orang untuk
investasi baru dan
minimal 100 orang
untuk perluasan,
dan menggunakan
tehnologi ramah
lingkungan.
Tidak ada
persyaratan baik
Investasi maupun
jumlah tenaga
kerjanya hanya
mensyaratkan
penggunaan
tehnologi ramah
lingkungan
27 Industri mesin dan
perkakas mesin
untuk pengerjaan
logam
Terdapat
persyaratan :
Investasi minimal
100M dan tenaga
kerja minimal 100
orang untuk
investasi baru dan
minimal 50 orang
untuk perluasan,
dan menggunakan
tehnologi ramah
lingkungan.
Tidak ada
persyaratan baik
Investasi maupun
jumlah tenaga
kerjanya hanya
mensyaratkan
untuk
menggunakan
tehnologi ramah
lingkungan.
28 Industri mesin
penambangan,
penggalian dan
konstruksi
Terdapat
persyaratan :
Investasi minimal
100M dan tenaga
kerja minimal 100
Tidak ada
persyaratan baik
Investasi maupun
jumlah tenaga
kerjanya hanya
Hal 60 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
orang untuk
investasi baru dan
minimal 50 orang
untuk perluasan,
dan menggunakan
tehnologi ramah
lingkungan.
mensyaratkan
untuk
menggunakan
tehnologi ramah
lingkungan.
INDUSTRI KENDARAAN
BERMOTOR, TRAILER DAN
SEMI TRAILER
29 Industri suku cadang
dan aksesori
kendaraan bermotor
roda empat atau
lebih
Terdapat
persyaratan :
Investasi minimal
100M dan tenaga
kerja minimal 100
orang
Tidak ada
persyaratan baik
Investasi maupun
jumlah tenaga
kerjanya
INDUSTRI DAN ALAT
ANGKUT
30 Industri kapal dan
perahu
Terdapat
persyaratan:
Investasi minimal
50 M, tenaga kerja
minimal 300 orang
dan kapal diatas
50.000 DWT
Tidak ada
persyaratan baik
Investasi maupun
jumlah tenaga
kerjanya
31 Industri komponen
dan Perlengkapan
Sepeda Motor Roda
Dua dan Tiga
Terdapat
persyaratan:
Investasi minimal
100 M, tenaga kerja
minimal 100 orang
Tidak ada
persyaratan baik
Investasi maupun
jumlah tenaga
kerjanya
JASA REPARASI DAN
PEMASANGAN MESIN DAN
PERALATAN
32 Jasa Reparasi Kapal,
Perahu dan
Terdapat
persyaratan:
Tidak ada
persyaratan baik
Hal 61 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Bangunan Terapung Investasi minimal
50 M, tenaga kerja
minimal 300 orang
dan Kapaldiatas
50.000 DWT
Investasi maupun
jumlah tenaga
kerjanya
PENGADAAN AIR
33 Penampungan,
Penjernihan dan
Penyaluran Air
Bersih
Terdapat
persyaratan:
Investasi minimal
50 M, tenaga kerja
minimal 300 orang
dan air minum yang
memenuhi
persyaratan SNI
Tidak ada
persyaratan baik
Investasi maupun
jumlah tenaga
kerjanya, hanya
menjelaskan
persyaratan harus
untuk melayani
masyarakat
berpenghasilan
rendah
ANGKUTAN DARAT DAN
ANGKUTAN MELALUI
SALURAN PIPA
34 Angkutan perkotaan Terdapat
persyaratan:
Investasi minimal
50 M, tenaga kerja
minimal 300 orang ,
kapasitas angkut
minimal 20.000
orang/hari dan
tidak ada subsidi
Tidak ada
persyaratan baik
Investasi maupun
jumlah tenaga
kerjanya, hanya
mensyaratkan
tidak ada subsidi
REAL ESTATE
35 Kawasan Pariwisata Terdapat
persyaratan:
Investasi minimal
50 M, tenaga kerja
minimal 300 orang
Tidak ada
persyaratan baik
Investasi maupun
jumlah tenaga
kerjanya,
Hal 62 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
(labor intensive)
atau Investasi
minimal 100 M,
tenaga kerja
minimal 100 orang
(Capital intensive)
Sumber: PP No 52 Tahun 2011 dan PP No 18 Tahun 2015
b. Perbedaan berdasarkan syarat yang harus dipenuhi untuk
mendapatkan fasilitas PPh untuk Bidang Usaha Tertentu dan Daerah
Tertentu (lampiran II):
Tabel IV.4.
Perbedaan Persyaratan Pemanfaatan Fasilitas Pajak Penghasilan
untuk Bidang Usaha Tertentu dan Daerah Tertentu (Tax Allowance)
(Lampiran 2)
No Bidang Usaha
Perbedaan
PP No 52 Tahun 2011 PP No 18 Tahun
2015
PERTANIAN TANAMAN,
PETERNAKAN,
PERBURUAN DAN
KEGIATAN YBDI
1 Pertanian Tanaman
Jagung
Terdapat persyaratan:
- untuk benih jagung harus menghasilkan lebih besar dari 2000 ton/tahun
- Untuk Budidaya jagung, luas tanah harus lebih besar dari 3000 ha
Tidak ada
persyaratan
khusus
2 Pertanian Tanaman
Kedelai
Terdapat persyaratan:
- untuk benih kedelai harus menghasilkan
Tidak ada
persyaratan
khusus
Hal 63 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
lebih besar dari 1000 ton/tahun
- Untuk Budidaya kedelai, luas tanah harus lebih besar dari 3000 ha
3 Pertanian Padi Terdapat persyaratan:
- untuk benih Padi harus menghasilkan lebih besar dari 2000 ton/tahun
- Untuk Budidaya padi, luas tanah harus lebih besar dari 3000 ha
Tidak ada
persyaratan
khusus
4 Petanian Buah-
buahan Tropis
Terdapat persyaratan:
- untuk benih Budidaya pisang, luas tanah harus lebih 500Ha
- Untuk Budidaya Nenas, luas tanah harus lebih besar dari 500 Ha
- Untuk Budidaya Mangga, luas tanah harus lebih besar dari 500 Ha
Tidak ada
persyaratan
khusus
KEHUTANAN DAN
PENEBANGAN KAYU
5 Pengusahaan Hutan
Pinus
Terdapat persyaratan
minimal luas tanah
5.000 Ha
Tidak ada
pesyaratan
khusus
6 Pengusahaan hutan
mahoni
Terdapat persyaratan
minimal luas tanah
5.000 Ha
Tidak ada
pesyaratan
khusus
7 Pengusahaan hutan
sonokeling
Terdapat persyaratan
minimal luas tanah
5.000 Ha
Tidak ada
pesyaratan
khusus
Hal 64 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
8 Pengusahaan Hutan
Albiasa/Jeunjing
Terdapat persyaratan
minimal luas tanah
5.000 Ha
Tidak ada
pesyaratan
khusus
9 Pengusahaan Hutan
Cendana
Terdapat persyaratan
minimal luas tanah
5.000 Ha
Tidak ada
pesyaratan
khusus
10 Pengusahaan Hutan
Akasia
Terdapat persyaratan
minimal luas tanah
5.000 Ha
Tidak ada
pesyaratan
khusus
11 Pengusahaan Hutan
Ekaliptus
Terdapat persyaratan
minimal luas tanah
5.000 Ha
Tidak ada
pesyaratan
khusus
12 Pengusahaan Hutan
Lainnya
Terdapat persyaratan
minimal luas tanah
5.000 Ha
Tidak ada
pesyaratan
khusus
PERIKANAN
13 Penangkapan
Pisces/Ikan Bersirip
di Laut
Terdapat persyaratan:
menggunakan kapal
dengan ukuran
minimal 60 GT atau
menggunkan mesin
berkekuatan minimal
180 DK
Tidak ada
persyaratan
khusus
14 Penangkapan
Crustacea
Terdapat persyaratan:
menggunakan kapal
dengan ukuran
minimal 60 GT atau
menggunkan mesin
berkekuatan minimal
180 DK
Tidak ada
persyaratan
khusus
15 Penangkapan
Mollusca di Laut
Terdapat persyaratan:
menggunakan kapal
dengan ukuran
minimal 60 GT atau
Tidak ada
persyaratan
khusus
Hal 65 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
menggunkan mesin
berkekuatan minimal
180 DK
INDUSTRI MAKANAN
16 Industri Pengolahan
dan Pengawetan
Ikan dan Biota Air
(bukan udang)
dalam kaleng
Untuk ikan kaleng dan
cooked loin (tuna atau
cakalang kaleng
kapasitas produksi
minimal 30 ton/hari
Tidak ada
persyaratan
khusus
17 Industri pembekuan
biota air lannya
Udang beku dan/atau
udang breaded
produksi minimal 10
ton/hari
Tidak ada
persyaratan
khusus
18 Industri Pengolahan
dan Pengawetan
Lainnya untuk Biota
Air Lainnya
Untuk udang
bekudan/atau udang
brended produksi
minimal 10 ton/hari
Tidak ada
persyaratan
khusus
19 Industri pengolahan
dan pengawetan
buah-buahan dan
sayuran dalam
kaleng
Terdapat persyaratan :
Minimal investasi 50 M
dan jumlah tenaga
kerja minimal 100
orang
Tidak ada
persyaratan baik
investasi/modal
maupun jumlah
tenaga kerja
20 Industri pengolahan
sari buah dan
sayuran
Terdapat persyaratan :
Minimal investasi 50 M
dan jumlah tenaga
kerja minimal 100
orang
Tidak ada
persyaratan baik
investasi/modal
maupun jumlah
tenaga kerja
21 Industri Margarin Terdapat persyaratan :
Minimal investasi 70
M, jumlah tenaga kerja
minimal 100 orang
Tidak ada
persyaratan baik
investasi/modal
maupun jumlah
tenaga kerja
Hal 66 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
22 Industri Minyak
Goreng Kelapa Sawit
Terdapat persyaratan :
Minimal investasi 60 M
dan jumlah tenaga
kerja minimal 100
orang
Tidak ada
persyaratan baik
investasi/modal
maupun jumlah
tenaga kerja
23 Industri Minyak
Makan dan Lemak
Nabati dan Hewani
lainnya
Terdapat persyaratan :
Minimal investasi 70 M
dan jumlah tenaga
kerja minimal 100
orang
Tidak ada
persyaratan baik
investasi/modal
maupun jumlah
tenaga kerja
24 Industri Pengolahan
Susu Bubuk dan
Susu Kental
Terdapat persyaratan :
Minimal investasi 100
M dan jumlah tenaga
kerja minimal 100
orang serta
berproduksi minimal
50 ton/tahun
Tidak ada
persyaratan baik
investasi/modal
maupun jumlah
tenaga kerja
hanya ada
persyaratan
berproduksi
minimal 50
ton/tahun
25 Industri Gula Pasir Terdapat persyaratan:
Kapasitas minimal
70.000 ton/tahun
Tidak ada
persyaratan
khusus
26 Industri Kakao Terdapat persyaratan :
Minimal investasi 100
M dan jumlah tenaga
kerja minimal 100
orang
Tidak ada
persyaratan baik
investasi/modal
maupun jumlah
tenaga kerja
27 Industri Pengolahan
Kopi dan Teh
Terdapat persyaratan :
Minimal investasi 50 M
dan jumlah tenaga
kerja minimal 100
orang
Tidak ada
persyaratan baik
investasi/modal
maupun jumlah
tenaga kerja
Hal 67 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
INDUSTRI TEKSTIL
28 Industri Persiapan
Serat Tekstil
Terdapat persyaratan
minimal luas 500 H
Tidak ada
persyaratan
khusus
29 Industri Karpet dan
Permadani
Terdapat persyaratan :
Minimal investasi 80 M
dan jumlah tenaga
kerja minimal 100
orang untuk investasi
baru dan minimal 50
orang untuk perluasan
serta melakukan alih
tehnologi
Tidak ada
persyaratan baik
investasi/modal
maupun jumlah
tenaga kerja
hanya ada
persyaratan harus
melaksanakan
alih tehnologi
30 Industri Non Woven
(bukan tenunan)
Terdapat persyaratan :
Minimal investasi 70 M
dan jumlah tenaga
kerja minimal 100
orang untuk investasi
baru dan minimal 50
orang untuk perluasan
serta melakukan alih
tehnologi
Tidak ada
persyaratan baik
investasi/modal
maupun jumlah
tenaga kerja
hanya ada
persyaratan harus
melaksanakan
alih tehnologi
INDUSTRI KULIT,
BARANG DARI KULIT
DAN ALAS
31 Industri
Penyamakan Kulit
Terdapat persyaratan :
Minimal investasi 50 M
dan jumlah tenaga
kerja minimal 100
orang serta khusus
kulit reptile harus
berasal dari
penangkaran/budidaya
Tidak ada
persyaratan baik
investasi/modal
maupun jumlah
tenaga kerja
hanya ada
persyaratan
untuk bahan dari
kulit reptil harus
berasal dari
penangkaran/bud
idaya
Hal 68 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
32 Industri Alas Kaki
untuk Keperluan
Sehari-hari
Terdapat persyaratan :
Minimal investasi 50 M
dan jumlah tenaga
kerja minimal 200
orang
Tidak ada
persyaratan baik
investasi/modal
maupun jumlah
tenaga kerja
33 Industri Sepatu Olah
Raga
Terdapat persyaratan :
Minimal investasi 50 M
dan jumlah tenaga
kerja minimal 200
orang
Tidak ada
persyaratan baik
investasi/modal
maupun jumlah
tenaga kerja
34 Industri Sepatu Olah
Tehnik
Lapangan/Keperluan
Industri
Terdapat persyaratan :
Minimal investasi 50 M
dan jumlah tenaga
kerja minimal 200
orang
Tidak ada
persyaratan baik
investasi/modal
maupun jumlah
tenaga kerja
INDUSTRI KERTAS DAN
BARANG KERTAS
35 Industri Bubur
Kertas
Terdapat persyaratan :
Minimal investasi 2T
dan jumlah tenaga
kerja minimal 200
orang
Tidak ada
persyaratan baik
investasi/modal
maupun jumlah
tenaga kerja
36 Industri Kertas
Budaya
Terdapat persyaratan :
Minimal investasi 1,5 T
dan jumlah tenaga
kerja minimal 200
orang
Tidak ada
persyaratan baik
investasi/modal
maupun jumlah
tenaga kerja
37 Industri Kertas
Berharga
Terdapat persyaratan :
Minimal investasi 250
M dan jumlah tenaga
kerja minimal 100
orang
Tidak ada
persyaratan baik
investasi/modal
maupun jumlah
tenaga kerja
Hal 69 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
38 Industri Kertas
Khusus
Terdapat persyaratan :
Minimal investasi 250
M dan jumlah tenaga
kerja minimal 100
orang
Tidak ada
persyaratan baik
investasi/modal
maupun jumlah
tenaga kerja
38 Industri Kertas dan
Papan Kertas
Bergelombang
Terdapat persyaratan :
Minimal investasi 1 T
dan jumlah tenaga
kerja minimal 200
orang
Tidak ada
persyaratan baik
investasi/modal
maupun jumlah
tenaga kerja
39 Industri Kertas
Tissue
Terdapat persyaratan :
Minimal investasi 250
M dan jumlah tenaga
kerja minimal 100
orang
Tidak ada
persyaratan baik
investasi/modal
maupun jumlah
tenaga kerja
INDUSTRI BAHAN KIMIA
DAN BARANG DARI
BAHAN KIMIA
40 Industri Kimia Dasar
Organik yang
Bersumber dari Hasil
Pertanian
Terdapat persyaratan :
Minimal investasi 300
M dan jumlah tenaga
kerja minimal 100
orang
Tidak ada
persyaratan baik
investasi/modal
maupun jumlah
tenaga kerja
41 Industri Bahan
Peledak
Terdapat persyaratan :
Minimal investasi 300
M dan jumlah tenaga
kerja minimal 100
orang
Tidak ada
persyaratan baik
investasi/modal
maupun jumlah
tenaga kerja
INDUSTRI KARET,
BARANG DARI KARET
DAN PLASTIK
Hal 70 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
42 Industri Semen Terdapat persyaratan :
Minimal investasi 300
M, jumlah tenaga kerja
minimal 150 orang,
Industri menyerap
tenaga kerja, Industri
yang mendukung
pembangunan
Infrastruktur dan
mendukung
pengembangan
industri dan wilayah
Tidak ada
persyaratan baik
investasi/modal
maupun jumlah
tenaga kerja
hanya
mensyaratkan
industri tersebut
menggunakan
tehnologi yang
ramah lingkungan
INDUSTRI LOGAM
DASAR
43 Industri Besi dan
Baja Dasar (Iron and
Steel Making)
Terdapat persyaratan:
a. Untuk Besi dan Baja dalam bentuk kasar : Investasi minimal 400 M dan tenaga kerja minimal 100 orang
b. Untuk baja yang terintegrasi proses continue: Investasi minimal 1 T dan tenaga kerja minimal 100 orang
Tidak terdapat
persyaratn
khusus
44 Industri Pembuatan
logam dasar mulia
Terdapat persyaratan :
Minimal investasi 400
M dan jumlah tenaga
kerja minimal 100
orang
Tidak ada
persyaratan baik
investasi/modal
maupun jumlah
tenaga kerja
45 Industri Pembuatan
logam dasar bukan
besi
Terdapat persyaratan :
Minimal investasi 400
M dan jumlah tenaga
Tidak ada
persyaratan baik
investasi/modal
Hal 71 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
kerja minimal 100
orang
maupun jumlah
tenaga kerja
46 Industri
penggilingan logam
bukan besi
Terdapat persyaratan :
Minimal investasi 400
M dan jumlah tenaga
kerja minimal 100
orang
Tidak ada
persyaratan baik
investasi/modal
maupun jumlah
tenaga kerja
JASA REPARASI DAN
PEMASANGAN MESIN
DAN PERALATAN
47 Jasa Reparasi Kapal,
Perahu dan
Bangunan Terapung
Terdapat persyaratan :
Minimal investasi 50 M
dan jumlah tenaga
kerja minimal 100
orang serta Kapal
diatas 500 DWT
Tidak ada
persyaratan baik
investasi/modal
maupun jumlah
tenaga kerja
Sumber: PP No 52 Tahun 2011 dan PP No 18 Tahun 2015
c. Penambahan Jenis Bidang Usaha Tertentu yang mendapat Fasilitas
Pajak Penghasilan setelah Diberlakukannya PP No 18 Tahun 2015
Tabel IV.5
Penambahan Jenis Bidang Usaha Tertentu yang Mendapat
Fasilitas Pajak Penghasilan (Tax Allowance)
No Bidang Usaha Perbedaan
PP No 52 Tahun 2011
PP No 18 Tahun 2015
PERTAMBANGAN MINYAK BUMI DAN GAS ALAM DAN PANAS BUMI
1 Pertambangan Biji Tembaga
Bukan merupakan Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
2 Pertambangan emas dan perak
Bukan merupakan Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Hal 72 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
INDUSTRI TEKSTIL 3 Industri pemintalan
benang (spinning) Bukan merupakan Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
4 Industri Pertenunan Bukan merupakan Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
5 Industri Penyempurnaan kain dan industri percetakan kain
Bukan merupakan Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
6 Industri Kain rajutan Bukan merupakan Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
INDUSTRI BAHAN KIMIA DAN BARANG DARI BAHAN KIMIA
7 Industri kimia dasar anorganik khlor dan alkali
Bukan merupakan Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
INDUSTRI KARET, BARANG DARI KARET DAN PLASTIK
8 Industri Pembuatan logam dasar bukan besi
Bukan merupakan Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
INDUSTRI KOMPUTER, BARANG ELEKTRONIK DAN OPTIK
9 Industri Komputer dan/atau perakitan komputer
Bukan merupakan Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Hal 73 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
10 Industri peralatan komunikasi tanpa kabel (wireless)
Bukan merupakan Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
11 Industri peralatan komunikasi lainnya
Bukan merupakan Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
INDUSTRI MESIN DAN PERLENGKAPAN YTDL
12 Industri mesin pertanian
Bukan merupakan Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
INDUSTRI KENDARAAN BERMOTOR, TRAILER DAN SEMI TRAILER
13 Industri kendaraan roda empat atau lebih
Bukan merupakan Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
14 Industri karoseri kendaraan bermotor roda empat atau lebih dan industri trailer dan semi trailer
Bukan merupakan Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
INDUSTRI DAN ALAT ANGKUT
15 Industri Peralatan, Perlengkapan dan Bagian Kapal
Bukan merupakan Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
PERGUDANGAN DAN JASA PENUNJANG ANGKUTAN
16 Penangan Kargo (Bongkar Muat Barang)
Bukan merupakan Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Sumber: PP No 52 Tahun 2011 dan PP No 18 Tahun 2015
Hal 74 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
d. Penambahan Jenis Bidang Usaha Tertentu dan Daerah Tertentu yang
Mendapat Fasilitas Pajak Penghasilan setelah Diberlakukannya Peraturan
Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015.
Tabel IV.6
Penambahan Jenis Bidang Usaha Tertentu dan Daerah Tertentuyang Mendapat Fasilitas Pajak Penghasilan (Tax
Allowance)
No Bidang Usaha Perbedaan
PP No 52 Tahun 2011
PP No 18 Tahun 2015
PERIKANAN
1 Pembesaran ikan air tawar di keramba jarring apung
Bukan merupakan Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
INDUSTRI MAKANAN
2 Industri Berbasis Daging Lumatan dan Surimi
Bukan merupakan Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
3 Industri pengolahan Susu Segar dan Krim
Bukan Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
4 Industri Berbagai Macam Pati Palma
Bidang Usaha Tertentu yang tidak mendapat fasilitas PPh
Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
5 Industri Produk Masak Lainnya
Bidang Usaha Tertentu yang tidak mendapat fasilitas PPh
Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
INDUSTRI KARET, BARANG DARI KARET DAN PLASTIK
6 Industri Sarung Tangan Karet
Bidang Usaha Tertentu yang tidak mendapat
Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas
Hal 75 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
fasilitas PPh PPh
INDUSTRI LOGAM DASAR
7 Industri Penggilingan Baja (steel rolling)
Bidang Usaha Tertentu yang tidak mendapat fasilitas PPh
Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
INDUSTRI FURNITURE
8 Industri Furnitur dari Rotan dan atau Bambu
Bidang Usaha Tertentu yang tidak mendapat fasilitas PPh
Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Sumber: PP No 52 Tahun 2011 dan PP No 18 Tahun 2015
e. Penghapusan Bidang Usaha Tertentu yang Mendapat Fasilitas Pajak
Penghasilan (Tax Allowance) Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 18
Tahun 2015.
Tabel IV.7
Penghapusan Bidang Usaha Tertentu yang Mendapat Fasilitas Pajak Penghasilan (Tax Allowance)
No Bidang Usaha Perbedaan
PP No 52 Tahun 2011
PP No 18 Tahun 2015
PENGOLAHAN SAMPAH DAN DAUR ULANG
1 Pengumpulan sampah yang tidak berbahaya
Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Bukan merupakan Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
2 Pengelolaan dan Pembuangan Sampah yang Tidak Berbahaya
Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Bukan merupakan Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
KONSTRUKSI BANGUNAN SIPIL
3 Konstruksi Bangunan Pengolahan, Penyaluran dan Penampungan Air
Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Bukan merupakan Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas
Hal 76 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Minum, Air Limbah dan Drainase
PPh
Sumber: PP No 52 Tahun 2011 dan PP No 18 Tahun 2015
f. Penghapusan Bidang Usaha Tertentu yang Mendapat Fasilitas Pajak
Penghasilan (Tax Allowance) Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 18
Tahun 2015.
Tabel IV.8 Penghapusan Bidang Usaha Tertentu dan Daerah Tertentu yang
Mendapat Fasilitas Pajak Penghasilan (Tax Allowance)
No Bidang Usaha Perbedaan
PP No 52 Tahun 2011
PP No 18 Tahun 2015
INDUSTRI MAKANAN 1 Industri
penggaraman/pengeringan Ikan
Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Bukan merupakan Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
2 Industri pengasapan/pemagangan Ikan
Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Bukan merupakan Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
3 Industri pemindangan ikan Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Bukan merupakan Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
4 Industri Pengolahan dan Pengawetan Lainnya untuk Ikan
Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Bukan merupakan Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
5 Pengolahan rumpu laut Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Bukan merupakan Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
INDUSTRI ALAT ANGKUTAN LAINNYA
6 Industri Kapal dan Perahu Bidang Usaha Bidang Usaha
Hal 77 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Tertentu yang tidak mendapat fasilitas PPh
7 Industri Peralatan, Perlengkapan dan Bagian Kapal
Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Bidang Usaha Tertentu yang tidak mendapat fasilitas PPh
KONSTRUKSI BANGUNAN SIPIL
8 Konstruksi Jalan Raya Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Bidang Usaha Tertentu yang tidak mendapat fasilitas PPh
PERGUDANGAN DAN JASA PENUNJANG ANGKUTAN
9 Penanganan Kargo (Bongkar Muat Barang)
Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Bidang Usaha Tertentu yang tidak mendapat fasilitas PPh
Sumber: PP No 52 Tahun 2011 dan PP No 18 Tahun 2015
Tabel IV.3 dan IV.4 dapat lihat persyaratan untuk mendapatkan
fasilitas pajak penghasilan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 52
Tahun 2011 lebih fleksibel dan lebih mudah dibandingkan dengan
persyaratan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015.
Perubahan persyaratan ini dilakukan dengan tujuan meningkatkan minat
bidang usaha untuk menginvestasikan modalnya ke Indonesia.
Selain dengan mempermudah persyaratan, Pemerintah juga
melakukan penambahan bidang usaha yang mendapat fasilitas Pajak
Penghasilan (Tax Allowance) sebanyak 16 Bidang Usaha Tertentu dan 8
Bidang Usaha Tertentu dan Daerah Tertentu seperti yang terlihat dalam
Tabel IV.5 dan IV.6.
Pemerintah juga melakukan penghapusan pemberian fasilitas Pajak
Penghasilan melalui tax allowance beberapa Bidang Usaha Tertentu
sebanyak 3 bidang usaha dan 9 bidang usaha tertentu dan daerah tertentu
(Tabel IV.7 dan Tabel IV.8). Penghapusan ini dilaksanakan karena bidang
usaha ini kurang diminati oleh investor.
Hal 78 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Fasilitas Tax Allowance Di Indonesia Sejak Diberlakukan Peraturan Pemerintah Tentang Tax Allowance
Sejak diberlakukanya Peraturan Pemerintah No 1 Tahun 2007
tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-
Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu, pemerintah
Indonesia secara resmi menerapkan kebijakan insentif pajak bagi para
investor yang akan menanamkan modalnya di Indonesia. Tujuan dari
dikeluarkan Peraturan Pemerintah tentang fasilitas pengurangan pajak
tersebut adalah untuk mendorong peningkatan investasi langsung,
mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan, dan
peningkatan penyerapan tenaga kerja.
Peraturan Pemerintah ini memberikan fasilitas pengurangan pajak
dalam beberapa aspek yaitu: 1). pengurangan penghasilan neto sebesar
30% (tiga puluh persen) yang dibebankan selama 6 (enam) tahun masing-
masing sebesar 5 % (lima persen), 2). penyusutan dan amortisasi
dipercepat, 3). Pengenaan PPh sebesar 10% (sepuluh persen) atas dividen
yang dibayarkan kepada Wajib Pajak luar negeri atau tarif yang lebih
rendah apabila terdapat Tax Treaty, dan 4). Kompensasi kerugian yang
lebih lama dari 5 (lima) tahun tetapi tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun.
Sejak diberlakukannya peraturan tersebut jumlah penerima manfaat
fasilitas ini semakin berkurang sebagaimana tersaji di grafik I.3. Oleh
karena itu perlu dikaji beberapa hal yang melatarbelakangi pemanfaatan
fasilitas itu sendiri. Berdasarkan wawancara dengan beberapa
Perusahaan penerima maanfaat Fasilitas tersebut, dapat diperoleh
informasi bahwa sebagian besar perusahaan belum memahami betul
tujuan pemerintah memberikan fasilitas keringanan pajak penghasilan
atau tax allowance ini. Hal ini dibuktikan oleh jawaban yang diberikan oleh
informan yang menjawab secara detail sebagai berikut:
Hal 79 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Tabel IV.9 Pertanyaan dan Tanggapan Informan Terkait Motivasi/Faktor yang
melatarbelakangi mengajukan fasilitas tax allowance
Pertanyaan faktor yang mempengaruhi pemanfaatan tax allowance
Jawaban Informan Analisis
Perusahaan ingin mengurangi penghasilan netto
Berdasarkan hasil indepth interview dan penggalian data terdapat 56% perusahaan yang menjadi informan, menjawab bahwa motivasi/ faktor yang melatar belakangi untuk mendapatkan fasilitas tax allowance adalah ingin mendapatkan pengurangan/ keringanan pendapatan netto perusahaan.
Hal ini mengindik-asikan, perusahan memandang tujuan pemerintah memberikan fasilitas tax allowance hanya untuk mengurangi pendapatan netto perusahaan saja.
Perusahaan ingin mempercepat amortisasi dan penyusutan
Berdasarkan hasil Indepth Interview dan penggalian data lapangan hanya 15 % perusahaan yang menjawab bahwa dengan tax allowance, manfaat yang diterima perusahaan adalah bisa mempercepat penyusutan dan amortisasi assetnya
Hal ini mengindikasikan, kurangnya pemahaman di perusahaan, bahwa dengan adanya fasilitas tax allowance bisa mempercepat penyusutan dan amortisasi asset, bukan hanya akan mengurangi pendapatan netto saja.
Perusahaan mengenakan PPh 10% atas Deviden yang dibayarkan ke WP Luar Negeri
67 % dari informan yang ditanya tidak menjawab bahwa dengan tax allowance perusahaan akan
Hal ini juga menunjukkan kurangya pemahaman tujuan dari skema pengurangan tarif
Hal 80 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
dapat mengenakan PPh 10% atas Devidennya yang dibayarkan kepada Wajib Pajak Luar Negeri
pajak penghasilan ini dampaknya bagi dividen perusahaan
Perusahaan ingin mengkompensasi kerugian
Secara eksplisit 20% jawaban informan menyatakan dengan adanya fasilitas keringanan dalam tax allowance, perusahaan mengkompensasi kerugian selama perusahaan belum mampu memberikan profit.
Fakta ini menunjukkan, bahwa: perusahaan tidak menyadari bahwa, dengan fasilitas tax allowance yang diberikan pemerintah sebetulnya sudah mengkompensasi kerugian selama perusahaan belum bisa menghasilkan profit, karena posisi perusahaan masih dalam tahapan awal
Jawaban Selain dari tujuan PP Perusahaan mendapatkan masukan dari konsultan untuk memanfaatkan keringanan
Berdasarkan temuan 73% Perusahaan yang menjadi informan, mendapatkan informasi dan memanfaatkan keringanan pajak/ tax allowance berkat dorongan dari konsultan pajak yang membantu menangani pajak
Hasil wawancara menunjukkan bahwa motivasi perusahaan mengajukan fasilitas tax allowance, banyak dipengaruhi oleh faktor eksternal perusahaan, bisa karena jasa konsultan atau pengaruh dari luar perusahaan
Perusahaan dapat informasi dari perusahaan lain
Ada 21% informan menyatakan motivasi mengajukan dan memanfaatkan fasilitas tax
Hasil wawancara menunjukkan bahwa motivasi perusahaan mengajukan fasilitas tax
Hal 81 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
allowance berkat adanya informasi dari perusahan-perusahaan lain.
allowance, dipengaruhi juga oleh faktor eksternal perusahaan, bisa karena jasa konsultan atau pengaruh dari luar perusahaan
Tidak ada motivasi khusus mengajukan fasilitas tax allowance,
Hampir 81% informan (baik yang sudah mendapatkan dan yang belum mengajukan fasilitas tax allowance ) tidak memiliki motivasi khusus dalam mengajukan fasilitas ini, perusahaan mengajukan fasilitas tax allowance motivasinya adalah selama ada fasilitas yang diberikan oleh pemerintah maka perusahaan ingin memanfaatkan fasilitas ini
Setiap ada fasilitas yang diberikan maka perusahan-perusahaan akan berusaha mengajukan fasilitas tersebut. Hal ini perlunya sosialisasi dan pemahaman yang mendalam bagi perusahan-perusahaan.
Sumber: Data Primer,2015 (diolah)
Berdasarkan Indepth Interview dapat disimpulkan bahwa faktor-
faktor yang mempengaruhi pemanfaatan fasilitas tax allowance di
Indonesia sejak diberlakukan Peraturan Pemerintah tentang Tax
allowance pada tahun 2007 masih dipengaruhi oleh faktor eksternal
perusahaan. Pada tahap awal pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 1
tersebut pada tahun 2007 informasi dan maksud dimunculkannya
kebijakan ini belum sepenuhnya dipahami oleh perusahaan. Hasil
Hal 82 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
wawancara dengan informan yang merupakan perusahaan yang masuk
dalam daftar penerima fasilitas tax allowance tahun 2007, beberapa
perusahaan menyatakan belum memahami sepenuhnya tata cara,
prosedur dan prasayat yang harus dipenuhi untuk dapat memanfaatkan
fasilitas tax allowance ini.
Temuan yang perlu diangkat terkait implementasi pelaksanaan
kebijakan tax allowance adalah adanya masalah manajemen data dan
semangat eforia kebijakan pada tahap awal. Kedua hal tersebut perlu
dilakukan pembenahan dan perbaikan sistem dan mekanisme evaluasinya.
Konsistensi dan ketataan terhadap peraturan perundang-undangan
menjadi dasar kebijakan ini.
Menurut Informan yang merupakan perusahaan terdaftar pemerima
tahun 2007 menyatakan:
Sumber: In depth Interview, 2015
Pada tahun awal diberlakukannya kebijakan tax allowance ada
beberapa perusahaan yang merasa tidak mengajukan secara resmi untuk
mendapatkan fasilitas ini, namun terdaftar di BKPM sebagai penerima
manfaat fasilitas tax allowance. Hal ini dimungkinkan pada awal tahapan
pelaksanaan kebijakan atau implementasi Peraturan Pemerintah No. 1
Tahun 2007 tetang tax allowance, belum banyak perusahaan yang
mengetahui adanya kebijakan tersebut. Diduga masuknya perusahaan
tersebut menjadi penerima manfaat tax allowance terjadi lantaran
perusahaan tertentu sudah memenuhi syarat maka oleh BKPM disertakan
dalam daftar penerima tanpa membuat pengajuan.
Hasil penggalian data di lapangan menunjukkan kurangnya
sosialisasi dan pemberian pemahaman terhadap kebijakan tax allowance
dari pemerintah kepada calon penerima manfaat. Tahun 2007 memang
“PT kami merasa tidak mengajukan fasilitas keringanan ini, mungkin
pada saat pendataan perusahaan kami dianggap layak oleh BKPM untuk
masuk, sehingga terdaftar sebagai penerima fasilitas Tax Allowance.”
Hal 83 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
merupakan awal diberlakukanya kebijakan fasilitas tax allowance,
sehingga pada tahap ini masih tahapan penyesuaian dan sinkronisasi
antar lembaga dan instansi yang terkait yang menjadi pelaksana dari
implementasi kebijakan ini.
3. Kendala Dan Permasalahan yang Dihadapi Pelaku Bisnis Untuk Mendapatkan Tax Allowance
Pembahasan mengenai kendala dan permasalahan yang dihadapi
perusahaan untuk memanfaatkan fasilitas tax allowance dijawab dengan
menelusuri ke obyek kajian untuk mendapatkan jawaban dari perusahaan.
Penghimpunan informasi ke perusahaan mulai dari awal proses pengajuan
dan pasca dinyatakan sebagai penerima tax allowance oleh BKPM.
Informasi yang diberikan kalangan usaha menjadi bahan evaluasi untuk
penyempurnaan kebijakan dan implementasinya di kemudian hari.
Informasi dari kalangan usaha untuk menganalisis bagian ini
kemudian dikelompokkan ke dalam 2 bagian besar. Bagian pertama
adalah jawaban yang berkaitan langsung dengan pengambil kebijakan, dan
bagian kedua jawaban yang tidak berkaitan langsung dengan pengambil
kebijakan. Jawaban yang berkaitan langsung dengan pengambil kebijakan
lebih dipentingkan dalam analisis ini, karena dengan informasi-informasi
tersebut pemerintah melalui lembaga yang berwenang dapat menentukan
langkah untuk perbaikan kebijakan dan implementasi.
Bagian pertama berisikan jawaban informan yang menyatakan
bahwa kendala dan permasalahan yang dihadapi pelaku bisnis, antara
lain: 1). perusahaan belum memahami benar tentang tata cara pengajuan
dan manfaatnya bagi perusahaan, 2). keberatan dengan pengawasan dan
kontrol pasca menerima fasilitas tax allowance, 3). adanya dugaan dari
perusahaan mengenai kerumitan dan belum transparansinya birokrasi, 4).
adanya dugaan dari perusahaan bahwa untuk mendapatkan fasilitas tax
allowance perusahaan harus mengeluarkan sejumlah biaya dan pungutan
lain, dan 5). tidak tahu informasi tentang adanya fasilitas tax allowance.
Hal 84 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Hasil analisis untuk bagian ini dapat langsung disikapi oleh otoritas
pengambil kebijakan.
a. Perusahaan belum memahami benar tentang tata cara pengajuan dan manfaatnya bagi perusahaan
Berikut adalah gambar yang menunjukkan proporsi tingkat
pemahaman perusahaan akan adanya peraturan mengenai tata cara
pengajuan dan manfaat fasilitas keringanan pajak (tax allowance):
Gambar IV.1
Sumber: Data Primer, 2015 (diolah)
Jumlah perusahaan yang benar-benar memahami tata cara
pengajuan fasilitas keringanan pajak yang diatur perundang-undangan
jumlahnya lebih sedikit (23%) dibandingkan dengan perusahaan yang
belum mengetahui secara lengkap (34%) dan perusahaan yang tidak
mengetahui sama sekali (43%). Berikut beberapa petikan wawancara
yang dilakukan ke perusahaan yang sudah mengetahui tata cara dan
manfaat tax allowance:
Hal 85 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Sumber: In depth Interview, 2015
Informan pertama memberikan jawaban dengan ekspresi wajah
yang meyakinkan, sedangkan untuk informan kedua dengan ekspresi
wajah sedikit mengingat kembali proses pengajuan di tahun 2008.
Namun kemudian informan kedua menunjukkan booklet kecil yang
merupakan buku panduan dan peraturan tentang pelaksanaan
kebijakan tax allowance. Keberadaan booklet sosialisasi tersebut
mendukung analisis bahwa perusahaan benar-benar mengetahui
kebijakan tax allowance itu sendiri.
Sementara itu berikut adalah petikan jawaban yang diberikan
oleh perusahaan yang belum mengetahui secara pasti dan tidak
mengetahui tentang tata cara pengajuan dan manfaat tax allowance:
Pertanyaan: “Apakah perusahaan sudah mengetahui tata cara pengajuan untuk mendapatkan fasilitas tax allowance ini?” Jawaban informan 1: “ Itu kan sudah diatur dalam peraturan, kalau yang terbaru tahun 2015. Perusahaan mengisi form pengajuan ke BKPM yang diurus di Bagian Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Kemudian diverifikasi BKPM untuk diambil keputusan bersama DJP dan Kementerian Keuangan. Yang dinyatakan layak maka akan menerima. Jadi hanya ke BKPM pusat saja tidak seperti dulu yang bolak-balik kesana kemari. Lebih simple lah sekarang itu…” Jawaban informan 2: “ Ya, waktu itu ada sosialisasi sebelumnya dalam sebuah forum besar seluruh perusahaan di kawasan ini yang jumlahnya ratusan dikumpulkan kemudian dikasih penjelasan. Yang salah satunya adalah tata cara pengajuan tersebut…”
Hal 86 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Sumber: In depth Interview, 2015
Tampak sekali bahwa informan belum memahami mekanisme dan
tata cara pengajuan tax allowance. Jawaban lain yang senada dengan
informan 3, 4, 5 relatif banyak ditemukan pada saat wawancara
mendalam. Jumlahnya dapat dilihat di gambar IV.1. Bahwa proporsinya
lebih besar daripada jumlah informan yang sudah benar-benar
mengetahui kebijakan ini. Berangkat dari proporsi jumlah tersebut, kajian
ini menyimpulkan bahwa sebagian besar perusahaan belum mengetahui
secara pasti tata cara pengajuan dan manfaat dari tax allowance.
b. Keberatan dengan pengawasan dan kontrol pasca menerima fasilitas,
Informan yang menyatakan bahwa adanya kontrol dan pengawasan
pasca dinyatakan sebagai penerima tax allowance jumlahnya tidak banyak.
Namun demikian hal ini perlu menjadi salah satu bahan evaluasi terkait
dengan kebijakan ini. Perusahaan yang merasa keberatan dengan
mekanisme pengawasan dan control pasca menerima fasilitas sekaligus
Pertanyaan: “Apakah perusahaan sudah mengetahui tata cara pengajuan untuk mendapatkan fasilitas tax allowance ini?” Jawaban informan 3: “ …secara pastinya saya belum mendapatkan informasi, hanya saja kan sekarang kita bisa mencari tahu melalui internet…” Jawaban informan 4: “Perusahaan pernah mendapatkan undangan sosialisasi dan ditugaskanlah saya, hanya saja pada waktu itu karena forum besar ya sehingga penjelasannya tidak dapat dipahami dengan baik… ” Jawaban informan 5: “saya belum tahu ada fasilitas keringanan itu ya…apakah ada semacam sosialisasi atau apa ke perusahaan?...memang seberapa besar fasilitas keringanan itu, jangan-jangan ndak seberapa?”
Hal 87 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
merupakan perusahaan yang belum memahami sepenuhnya mengenai
kebijakan tax allowance.
Gambar. IV.2
Sumber: In depth Interview, 2015
Perusahaan dalam menerima insentif tax Allowance merasa
keberatan jika harus menyampaikan beberapa laporan keuangan
perusahaan, misalnya jumlah realisasi penanaman modal, jumlah
kapasitas dan realisasi produksi, rincian aktiva tetap yang digunakan,
jumlah penghasilan/ omset dan data serupa lainnya. Persoalan utama
terletak pada beban pekerjaan yang dirasakan oleh bagian keuangan/
akunting perusahaan itu sendiri.
Sekilas permasalahannya terletak di bagian akunting perusahaan,
akan tetapi sebetulnya itu merupakan sebuah sebab-akibat yang
kumulatif. Pihak manajemen yang kurang mendukung, beban kerja yang
padat, dan persoalan penyiapan data yang tidak mudah menjadi
penyebabnya.
Persoalan lain yang ditemukan dari hasil observasi ke obyek kajian
yang perlu disikapi oleh pengambil kebijakan adalah adanya dugaan dari
perusahaan bahwa untuk mendapatkan fasilitas tax allowance, maka
perusahaan harus mengeluarkan sejumlah biaya dan pungutan lain.
Dugaan ini muncul dan melekat dalam persepsi perusahaan dan menjadi
30%
70%
Proporsi Perusahaan yang merasa Keberatan dengan pengawasan dan
kontrol
Keberatan Netral
Hal 88 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
pertanda bahwa pengurusan birokrasi di Indonesia masih perlu
ditingkatkan.
Bagian kedua ini menganalisis jawaban dari korporasi yang tidak
berkaitan langsung dengan pihak pengambil kebijakan. Berikut adalah
beberapa jawaban dari informan terkait kendala dan permasalahan dalam
pemanfaatan fasilitas tax allowance: 1). persoalan internal manajemen
perusahaan, 2). pertimbangan cost-benefit yang dinilai tidak sebanding, 3).
perusahaan tidak cukup peduli (awareness) terhadap kebijakan tax
allowance. Hasil analisis untuk bagian ini dapat diupayakan untuk
diperbaiki walupun secara tidak langsung oleh pengambil kebijakan,
karena penentu keberhasilan bukan di pengambil kebijakan namun
terletak di internal perusahaan sendiri.
Persoalan internal manajemen perusahaan yang berdampak pada
jumlah penerima tax allowance dideskripsikan sebagai berikut. Sebuah
perusahaan terdapat divisi akunting yang memiliki tugas khusus.
Berkenaan dengan pengurusan keuangan termasuk pajak sepenuhnya
diserahkan kepada bagian ini. Pada saat ada sosialisasi tentang kebijakan
tertentu terkait keuangan diutuslah bagian ini. Kasus yang sering terjadi di
PMA adalah kesulitan komunikasi antara manajemen dan bagian akunting
ini.
Pihak manajemen yang mayoritas merupakan ekspatriat (orang
asing) seringkali sulit dalam hal berkomunikasi dengan karyawan lokal
meskipun sudah menggunakan jasa penerjemah. Kendala komunikasi ini
pada akhirnya informasi yang dibawa oleh bagian akunting tidak
mendapatkan respon yang positif dari pihak manajemen. Hasil akhirnya
dapat diduga perusahaan tidak merespon sosialisasi kebijakan tertentu
termasuk kebijakan tentang tax allowance. Berikut adalah kutipan dari
indepth interview yang dilakukan:
Hal 89 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Sumber: Indepth Interview, 2015
Pertimbangan cost-benefit yang dinilai tidak sebanding menjadi
kendala juga bagi perusahaan dalam memanfaatkan fasilitas tax allowance
ini. Jawaban tersebut diberikan oleh sebagian besar informan yang berasal
dari perusahaan yang belum menerima fasilitas tax allowance.
Perusahaan yang dimaksud juga menggunakan jasa konsultan dalam
menangani pajaknya. Perusahaan yang demikian beranggapan bahwa
untuk mengajukan fasilitas tax allowance harus mengeluarkan sejumlah
biaya lagi. Biaya tersebut adalah biaya tenaga konsultan dan biaya-biaya
lain yang sifatnya tak terduga. Biaya tak terduga yang dimaksud bisa
muncul dari kerumitan birokrasi yang ada. Perusahaan beranggapan
bahwa kerumitan birokrasi dapat diselesaikan dengan mengorbankan
sejumlah dana. Berikut adalah petikan indepth interview dengan informan
mengenai pertimbangan cost-benefit dalam pengajuan fasilitas tax
allowance:
Sumber: Indepth Interview, 2015
Pertanyaan: “Kenapa ada fasilitas keringanan pajak, tetapi perusahaan tidak
mengajukan?”
Jawaban informan: “…beban kerja akunting itu kan banyak..nah kalau menerima
keringanan tax allowance itu tentu kan ada pemeriksaan data dan
dokumen segala macem.. itu menambahi beban bagian akunting. Belum
lagi pihak owner nya yang kalau orang asing mah susah diajak ngobrol,
ujung-ujungnya ndak ada hasil…”
Pertanyaan: “Kenapa ada fasilitas keringanan pajak, tetapi perusahaan tidak
mengajukan?”
Jawaban informan: “Begini, disini kan menggunakan jasa konsultan untuk menangani
persoalan pajak..nah, kalau akan mengajukan fasilitas keringanan itu
berarti perusahaan harus mengeluarkan biaya tambahan buat bayar
jasa konsultan..belum lagi nanti kalau ada tambahan biaya lain yang
ndak tau pastinya..biasa kan namanya juga birokrasi”
Hal 90 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Faktor lain yang tidak bersinggungan langsung dengan pengambil
kebijakan yakni perusahaan tidak cukup peduli (awareness) terhadap
kebijakan tax allowance. Perusahaan penanaman modal asing pada
khususnya menyatakan bahwa yang terpenting bagi perusahaan adalah
kenyamanan berusaha dan kepastian hukum. Hasil penelusuran ke objek
kajian menemukan fakta bahwa persoalan demonstrasi tenaga kerja
menjadi salah satu indikator belum kondusifnya tingkat kenyamanan
berusaha di Indonesia.
Keberadaan fasilitas pajak penghasilan dinilai perusahaan tidak lebih
penting daripada tingkat kenyamanan berusaha dan transparansi
birokrasi. Pada saat kondisi kenyamanan berusaha dan transparansi
sudah terpenuhi, barulah kemudian dipertimbangkan persoalan ada
tidaknya fasilitas keringan pajak penghasilan tersebut. Transparansi
birokrasi erat kaitannya dengan penegakan hukum.
Faktor yang tidak bersinggungan dengan pihak pengambilan
kebijakan ini tidak harus dipertimbangkan oleh pemerintah dalam
menyusun kebijakan tax allowance. Faktor yang perlu dipertimbangkan
oleh pemerintah dalam hal ini adalah 1). adanya dugaan dari perusahaan
bahwa untuk mendapatkan fasilitas tax allowance, maka perusahaan harus
mengeluarkan sejumlah biaya dan pungutan lain, dan 2). perusahaan
menduga dan merasa keberatan jika harus menyampaikan beberapa
laporan keuangan perusahaan secara berkala sebagai bentuk kontrol dan
pengawasan pasca menerima fasilitas tax allowance.
Kedua faktor yang disebutkan terakhir dinyatakan oleh perusahaan
yang belum memahami sepenuhnya mengenai kebijakan tax allowance.
Pada saat dilakukan wawancara, perusahaan tidak mengetahui secara
pasti pola sosialisasi yang dilakukan pemerintah. Perusahaan juga
menyatakan belum pernah mengikuti sosialisasi mengenai fasilitas
keringanan pajak penghasilan ini. Perusahaan sudah menggunakan jasa
Hal 91 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
konsultan dalam menangani pajak perusahaan, namun demikian tidak ada
informasi tentang fasilitas tax allowance.
4. Dampak Fasilitas Tax Allowance Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja, Pengisian Pohon Industri Yang Kosong
Dampak fasilitas tax allowance terhadap penyerapan tenaga kerja
dapat dianalisa dengan pendekatan realisasi penyerapan jumlah tenaga
kerja pasca implementasi kebijakan pelaksanaan Fasilitas Pajak
Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu
dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu (Tax Allowance) di Indonesia.
Kebijakan implementasi kebijakan pelaksanaan Fasilitas Pajak
Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu
dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu (Tax Allowance) mulai berlaku efektif
pada tahun 2007, sehingga pasca 2007 ditambah dengan masa investasi
berjalan secara produktif rata-rata minimal 3 tahun. Bila ditarik garis
lurus masa produktifitas investasi pada tahun 2007, maka titik optimum
dalam industri adalah pada awal tahun 2010 dan seterusnya.
Secara makro dapat dilihat adanya peningkatan jumlah penyerapan
tenaga kerja di Indonesia pada awal tahun 2010. Jumlah dan tren realisasi
penyerapan jumlah tenaga kerja dapat diketahui dari grafik dibawah ini:
Grafik IV.1 Jumlah Realisasi Penyerapan Tenaga Kerja tahun 2010
Sumber: BKPM, 2015: 25
Hal 92 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Penyerapan jumlah tenaga kerja pada tahun 2010 baik yang
bersumber dari Penanaman Modal Asing (PMA), maupun Penanaman
Modal Dalam Negeri (PMDN) cukup tinggi, bahkan pada triwulan ke-4
mengalami peningkatan hampir 100% dari triwulan ke-3. Kontribusi
peningkatan penyerapan jumlah tenaga kerja bersumber dari Penanaman
Modal Asing (PMA). Hal ini menunjukkan adanya penyerapan jumlah
tenaga kerja yang besar pasca diberlakukanya implementasi kebijakan
pelaksanaan Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di
Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu (Tax
Allowance) di Indonesia pada tahun 2007.
Hasil konfirmasi di lapangan (penelusuran data primer ke
perusahaan) juga mendukung analisis data secara statistik diskriptif
peningkatan jumlah penyerapan tenaga kerja tersebut. Pada wawancara
dengan informan di perusahaan yang mendapatkan fasilitas Pajak
Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu
dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu (Tax Allowance) pada tahun 2007
menyatakan memang dengan adanya fasilitas keringanan tax allowance ini
perusahaan bisa melakukan reinvestment. Reinvestment dapat dilakukan
perusahaan menggunakan kompensasi keringanan pajak penghasilan yang
seharusnya dibayarkan.
Sumber: Indepth Interview, 2015
Berdasarkan wawancara terdapat perusahaan yang pada tahun 2007
mengajukan tax allowance dan mendapatkan persetujuan, rata-rata ada
kenaikan jumlah tenaga kerjanya. Walaupun tidak secara langsung
kenaikan jumlah tenaga kerja dipacu oleh adanya tax allowance, namun
Pernyataan informan: “ Perusahaan kami telah memanfaatkan Tax allowance sejak 2007, memang ada dampaknya terhadap keuangan perusahaan, karena seharusnya bayar pajak tinggi, bisa dialihkan untuk menambah gaji karyawan..pada tahun 2008 tenaga kerja disini sejumlah 800, nah saat ini ada 1200 an orang”
Hal 93 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
dengan adanya fasilitas tax allowance sudah memberikan kontribusi bagi
perusahaan untuk melakukan efisiensi dan perluasan industri sehingga
perusahaan bisa menjadi lebih besar kapasitas produksinya. Hal itu
karena sesungguhnya tujuan pemerintah memberikan fasilitas tax
allowance adalah untuk memberikan kompensasi kepada perusahaan dan
memacu tumbuhnya investasi atau perluasan usaha sehingga dapat
meningkatkan penyerapan tenaga kerja.
Hal tersebut di atas sejalan dengan salah satu tujuan kebijakan
pelaksanaan Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di
Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu (Tax
Allowance) di Indonesia. Salah satu tujuan yang dimaksud yakni
mengutamakan jenis investasi yang padat karya yang dapat menyerap
jumlah tenaga kerja yang banyak sehingga meningkatkan produktifitas
dan kesejahteraan perekonomian.
Kebijakan implementasi pelaksanaan Fasilitas Pajak Penghasilan
untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di
Daerah-Daerah Tertentu (Tax Allowance) di Indonesia juga telah berhasil
mengisi pohon industri yang masih kosong. Hal ini dibuktikan dengan
melakukan pemetaan pohon industri yang ditetapkan oleh Kementerian
Perindustrian dengan mencocokkan (link and match) perusahan-
perusahaan yang terdaftar di BKPM sebagai penerima fasilitas tax
allowance. Dari link and macth ada beberapa perusahaan yang ditetapkan
sebagai penerima tax allowance dapat mengisi pohon industri yang
ditetapkan oleh Kementerian Perindustrian.
Perusahaan yang sudah mengisi pohon industri adalah industri
farmasi dan industri alumunium. Walaupun tidak semua perusahaan yang
terdaftar mampu mengisi pohon industri yang direncanakan oleh
Kementerian Perindustrian, namun sudah ada beberapa yang bisa mengisi
pohon industri yang ada.
Hal 94 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
B. TEMUAN
Berdasarkan penggalian data dilapangan ada beberapa temuan
penelitian yang perlu diangkat dalam laporan penelitan ini. Salah satu hal
yang penting yang perlu mendapatkan perhatian adalah permasalahan data
dan kepatuhan prosedur pengajuan fasilitas tax allowance. Hasil wawancara
di lapangan, ada perusahaan yang secara resmi terpublikasi di BKPM sebagai
penerima fasilitas tax allowance. Pada saat dikonfirmasi perusahaan tersebut
tidak merasa mengajukan untuk mendapatkan fasilitas tersebut. Hasil
wawancara, ternyata dalam memanfaatkan fasilitas tax allowance,
perusahaan tidak harus mengajukan secara resmi seperti dalam peraturan
BKPM.
Pada saat ada pemeriksaan pajak, perusahaan cukup menyebutkan
bahwa perusahaan memanfaatkan fasilitas tax allowance ini. Perusahaan
yang bersangkutan tidak perlu menunjukkan bukti legalitas semacam surat
keputusan. Perusahaan hanya mengatakan kalau ada peraturan tentang tax
allowance dan Perusahaan memanfaatkan fasilitas ini.
Seperti yang disampaikan Informan: “kami memanfaatkan tax allowance dan belum pernah mengajukan ke BKPM, yang penting ada undang-undangnya dan ketika pemeriksaan pajak, kita sampaikan kalau ada aturan tentang fasilitas tax allowance, dan petugas pajak juga sdh bisa menerima karena memang sdh ada aturannya”
Sumber: Indepth Interview, 2015
Dari jawaban informan tersebut dapat disampaikan bahwa, ternyata
dilapangan untuk memanfaatkan fasilitas tax allowance perusahaan tidak
perlu mengajukan seperti yang tertera dalam peraturan BKPM dan peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang mekanisme pengajuan fasilitas
Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha
Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu. Hal ini perlu upaya korektif
terhadap kepatuhan dan konsistensi pelaksanaan peraturan perundang-
undangan yang mengatur tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk
Hal 95 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-
Daerah Tertentu.
Temuan penelitian yang perlu diangkat dalam laporan ini selain data
dan kepatuhan pelaksanaan perundang-undangan adalah: adanya
keengganan perusahaan untuk memanfaatkan fasilitas keringanan tax
allowance adalah pasca ditetapkan sebagai Perusahaan yang menerima akan
selalu dipantau dan diaudit oleh petugas pajak. Sehingga ada perusahaan
yang sudah mengetahui mengenai fasilitas keringanan pajak penghasilan
atau tax allowance ini, namun masih enggan untuk mengajukan untuk
mendapatkan fasilitas tax allowance ini.
Berdasarkan jawaban informan: “kami sudah tau mengenai fasilitas tax allowance, tapi belum mengajukan keringan ini, karena pasca ditetapkan sebagai penerima fasilitas tax allowance, perusahaan akan selalui diaudit dan diawasi oleh petugas pajak. Sehingga dengan keterbatasan pegawai keuangan dan beban kerja masing-masing yang tinggi, mungkin akan merepotkan dan menganggu kinerja maka kami belum mengajukan ini...”
Sumber: Indepth Interview, 2015
Adanya pandangan seperti di atas, kemungkinan informasi yang
diperoleh Perusahaan belum sepenuhnya paham sesuai dengan tujuan dan
maksud dari kebijakan pemerintah ini. Sehingga sebagai bahan evaluasi
maka perlunya mengubah strategi sosialisasi dengan pendekatan
pendampingan kepada perusahaan.
Temuan lain yakni harapan para investor secara umum dalam
menjalankan usahanya di Indonesia berupa kondisi iklim usaha yang
nyaman, kepastian hukum, stabilitas ekonomi dan politik, serta birokrasi
pelayanan yang cepat dan trasparan. Para pelaku usaha, berdasarkan in-
depth interview berpendapat, dunia usaha atau perusahaan-perusahaan tetap
bisa bertahan tanpa fasilitas-fasilitas dari Pemerintah. Perusahaan akan
berupaya taat dan tunduk pada peraturan yang ada, termasuk untuk
membayar pajak. Perusahaan lebih menginginkan adanya perhatian dari
Pemerintah terutama masalah fasilitas infrastruktur dan fasilitas-fasilitas
Hal 96 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
non infrastruktur yang dapat meningkatkan kemudahan dan kenyamanan
berusaha. Berikut adalah petikan wawancara ke perusahaan:
Pertanyaan: Apakah perusahaan Bapak/ Ibu mengetahui adanya fasilitas keringanan pajak penghasilan?, apakah perusahaan sudah memanfaatkan? Jawaban 1: “perusahaan sebetulnya tidak perlu fasilitas-fasilitas keringanan pajak, yang kami butuhkan kenyamanan dan kemudahan fasilitas dari pemerintah dalam berusaha, sehingga perusahaan bisa jalan dan bisa produktif, akhirnya bisa menenuhi kewajiban bayar pajak” Sumber: Indepth Interview. 2015
Sumber: Indepth Interview. 2015
Jawaban 3: “Sebagai Pengusaha yang di butuhkan fasilitas insfrastruktur yang memadai, dan iklim usaha yang kondusif......salah satu yang kita hadapi sekarang yang membuat pusing adalah demo buruh....katanya ini akan ada aksi mogok kerja dan perusahan-perusahaan yang tidak mendukung akan di sweeping oleh serikat.....hal seperti ini lho yang kadang-kadang membuat pengusaha pusing...” Sumber: Indepth Interview. 2015
Kondisi infrastruktur di beberapa kawasan industri di Indonesia
sebetulnya sudah cukup kompetitif dibandingkan dengan negara-negara di
Asia Tenggara. Hal ini dapat dilihat disalah satu obyek kajian, yakni kawasan
Jababeka Cikarang Jawa Barat yang merupakan kawasan terbesar di Asia
Tenggara. Di kawasan ini pemerintah sudah menyediakan kawasan dengan
segenap kelengkapannya. Akses jalan, suplai energi, dan instalasi
pengelolaan limbah yang terintegrasi sudah tersedia. Namun disamping
kondisi insfrastruktur yang cukup memadai, para pelaku usaha juga masih
Jawaban 2: “kami akan berusaha taat dan bayar pajak, baik ada fasilitas keringanan maupun tidak, yang kami inginkan adalah adanya kenyamanan dan kepastian aturan. Karena kadang-kadang kami merasa antara aturan dan praktiknya tidak sesuai, misal di aturan tidak ada biaya dan tarifnya...tapi ya kadang-kandang ada sejumlah pungutan yang harus dibayar”
Hal 97 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
perlu mendapatkan kenyamanan dan kemudahan dalam menjalankan
operasional perusahaan sehari-hari. Kondisi kenyamanan baik dari
lingkungan eksternal perusahaan maupun lingkungan secara luas di
perusahaan.
Salah satu contoh situasi yang mengganggu kenyamanan perusahaan
adalah berkaitan dengan buruh/ tenaga kerja. Buruh/tenaga kerja di
perusahaan yang tergabung dalam SPI (Serikat Pekerja Indonesia) ketika
mengajukan tuntutan dengan melakukan demontrasi dan aksi mogok kerja
sangat membuat tidak nyaman situasi perusahaan. Permasalahan
perusahaan juga berasal dari luar lingkungan perusahaan, misal adanya
pungutan dan konflik dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di sekitar
kawasan perusahaan.
Hal 98 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
1. Analisis perubahan kebijakan yang tertuang dalam tax allowance di
Indonesia mulai tahun 2007 sampai dengan 2015 menunjukkan bahwa
pemerintah sudah berupaya memperbaiki regulasi berkaitan dengan
fasilitas keringanan pajak penghasilan (tax allowance) mulai dari
cakupan usaha, prosedur, kriteria dan prasyarat pengajuan. Perubahan
tersebut diarahkan pada peningkatan jumlah investasi nasional.
2. Secara umum faktor yang mempengaruhi pemanfaatan tax allowance
berasal dari faktor eksternal perusahaan, seperti: saran/ masukan dari
konsultan pajak untuk memanfaatkan fasilitas tersebut, informasi dari
perusahaan lain yang sudah memanfaatkan fasilitas. Satu faktor yang
berasal dari internal perusahaan yakni adanya harapan pengurangan
pajak penghasilan yang bisa dimanfaatkan untuk mengkompensasi
pengeluaran lain seperti biaya tenaga kerja, biaya modal, dan
pengeluaran perusahaan lainnya.
3. Kendala dan permasalahan yang dihadapi pelaku bisnis untuk
mendapatkan tax allowance berturut-turut dari yang paling menonjol
karena sering disebutkan oleh informan, yakni: persoalan sosialiasi
yang belum efektif, persoalan internal manajemen perusahaan, tingkat
kepedulian dari manajemen perusahaan, dan adanya dugaan masih
adanya pungutan diluar ketentuan dalam proses pengajuan
mendapatkan fasilitas tax allowance tersebut. Kendala paling sedikit
disebutkan oleh perusahaan adalah pertimbangan untung rugi (cost-
benefit) perusahaan itu sendiri.
4. Fasilitas tax allowance di beberapa perusahaan mampu meningkatkan
jumlah tenaga kerja, artinya fasilitas tersebut memberikan dampak
bagi penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Fasilitas tax allowance juga
dapat mengisi pohon industri yang masih kosong karena terdapat
Hal 99 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
beberapa perusahaan yang masuk dalam pohon industri yang masih
harus dikembangkan atau industri yang belum didirikan di Indonesia.
Pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan bahwa kebijakan tax
allowance sebenarnya cukup efektif untuk mendorong pertumbuhan
investasi nasional. Berdasarkan penelusuran ke perusahaan
sebetulnya banyak perusahaan yang antusias untuk mendapatkan
fasilitas tersebut. Persoalan akses informasi dan birokrasi yang paling
penting untuk ditindaklanjuti oleh pengambil kebijakan agar target
investasi nasional dapat terealisasi.
B. Rekomendasi Kajian Efektifitas Tax Allowance
Berdasarkan hasil pembahasan dan temuan dalam Kajian Fasilitas
Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha
Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu (Tax Allowance), maka
terdapat beberapa rekomendasi dan catatan-catatan kritis yang dapat
disampaikan sebagai upaya evaluasi implementasi pelaksanaan kebijakan
ini di waktu yang akan datang. Adapun beberapa rekomendasi yang
disampaikan adalah sebagai berikut:
1. kebijakan dasar dari dikeluarkannya peraturan pemerintah tentang
fasilitas pengurangan pajak tersebut adalah untuk mendorong
peningkatan investasi langsung, mendorong pertumbuhan ekonomi,
pemerataan pembangunan, dan peningkatan penyerapan tenaga kerja.
Hanya saja pada awal kebijakan dikeluarkan, yakni pada tahun 2007
terdapat kecenderungan kebijakan kurang mendapatkan perhatian
bagi dunia industri. Hal ini dibuktikan masih banyak perusahaan yang
belum memanfaatkan fasilitas ini. Hasil Indepth Interview dengan
perusahaan yang sudah menerima fasilitas tax allowance
menunjukkan, ada anggapan bahwa manfaat yang diterima tidak
signifikan bagi perusahaan. Tetapi secara analisis ekonomi sebetulnya
Hal 100 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Pemerintah sudah memberikan fasilitas keringanan yang cukup
signifikan bagi perusahaan.
Rekomendasi: sebaiknya pemerintah dalam memberikan fasilitas keringanan tax allowance pada saat perusahaan sudah dalam tahap pertumbuhan, atau minimal tambahan keringanan bisa lebih dari 2 tahun dari posisi perusahaan pada saat sudah berada di tahap pertumbuhan. Tahap pertumbuhan perusahaan yang dimaksud terjadi ketika perusahaan sudah mampu membukukan profit dari kegiatan operasionalnya. Itu dapat dievaluasi dari laporan keuangan perusahaan.
Argumentasi teoritisnya sebagai berikut:
Pada saat fasilitas tax allowance diberikan dan berlaku efektif pada
saat perusahaan mulai beroperasi, maka dalam tahap ini sebetulnya
perusahaan pada posisi/ tahap pertumbuhan (introduction) sehingga
perusahaan belum bisa membukukan posisi profit. Kondisi ini jika
kebijakan tax allowance sudah berlaku efektif, maka sebenarnya
pemerintah sudah mengkompensasi kerugian yang cukup signifikan.
Akan tetapi karena posisi perusahaan dalam kondisi “rugi” maka
insentif pajak tersebut menjadi kurang terasa bagi perusahaan.
Ilustrasinya seperti dalam gambar berikut:
Sumber: levitt (1978)
Hal 101 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Ilustrasinya bisa diamati dari tampilan grafik diatas. Pada tahap
pengembangan awal perusahaaan masih pada kondisi rugi investasi.
Pada tahap pengenalan ini investasi baru mulai menghasilkan
produksi, namun rata-rata perusahaan belum mampu mencatatkan
pembukuan yang positif/ profit. Tahap yang tepat dampaknya
langsung dirasakan oleh perusahaan ketika keringanan pajak
penghasilan/ tax allowance adalah pada tahap pertumbuhan. Pada
tahapan pertumbuhan ini kondisi perusahaan sudah mulai
menghasilkan profit dan posisi investasi sudah mulai membuahkan
hasil, sehingga pada tahap ini ketika ada sedikit pengurangan/ fasilitas
keringan (tax allowance) dari pemerintah dampaknya langsung bisa
dirasakan oleh Perusahaan. Negara yang sudah memberikan insentif
pajak semacam tax allowance pada tahap pertumbuhan adalah di
Vietnam. Di Vietnam ditegaskan dalam regulasinya fasilitas keringan
insentif pajak akan berlaku efektif ketika perusahaan sudah pada
tahapan laba.
2. Sosialisasi dan advokasi bagi perusahaan perlu adanya berubahan
strategi dan orientasi yang lebih baik. Permasalahan implementasi
suatu kebijakan akan terlaksana dengan optimal mana kala adanya
pengertian dan pemahaman yang benar terhadap kebijkan tersebut.
Pada implementasi kebijakan pelaksanaan Fasilitas Pajak Penghasilan
untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau
di Daerah-Daerah Tertentu (Tax Allowance) di Indonesia, berdasarkan
kajian ini menunjukkan masih rendahnya pemahaman terkait isi
kebijakan ini bagi korporasi. Terbukti masih banyak anggapan
informasi tentang tax allowance yang cukup beragam dan membuat
perusahaan jadi bingung. Informasi yang beraneka ragam tersebut
mulai dari tatacara pengajuan, proses pendaftaran, pasca penetapan
sebagai penerima fasilitas.
Hal 102 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Rekomendasi: perlunya merubah strategi dan orientasi metode sosialisasi dari quantity oriented menjadi quality oriented. Pemahaman perusahaan lebih penting daripada jumlah perusahaan yang menjadi peserta sosialisasi. Perlu juga meningkatkan sinkronisasi dan koordinasi dengan instansi terkait dalam hal keseragaman dan pembagian materi dan cakupan yang jelas antar lembaga tersebut. Proses sinkronisasi dan koordinasi tersebut tetap masih harus mengedepankan tugas pokok fungsi lembaga masing-masing. Sosialisasi yang dilakukan dapat sekaligus menjadi forum konsultasi dan tutorial bagi perusahaan yang berminat mengajukan fasilitas tax allowance.
Untuk meningkatkan kualitas sosialisasi kebijakan implementasi
pelaksanaan Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di
Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu
(Tax Allowance) maka perlu menyusun materi atau silabus sosialisasi
bersama antar lembaga terkait. Sebaiknya program sosialisasi
dilakukan secara terkoordinir melibatkan pihak-pihak yang terkait.
Bila memungkinkan model sosialisasi dilakukan dalam forum yang
kecil di tindak lanjuti dengan pendampingan, serta adanya media
sosialisasi yang mudah untuk menyampaikan pesan kepada calon
penerima manfaat. Pemerintah atau lembaga terkait dalam melakukan
program sosialisasi harus memastikan bahwa para peserta yang
mewakili perusahaan adalah orang-orang yang tepat yakni pihak yang
berhubungan langsung dengan bidang keuangan atau perpajakan.
3. Implementasi kebijakan Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman
Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah
Tertentu (Tax Allowance) di Indonesia sejak diterbitkannya Peraturan
Peraturan Pemerintah No 1 Tahun 2007 tersebut kemudian diubah
dengan Peraturan Pemerintah No. 62 Tahun 2008. Perubahan
berikutnya dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 52
tahun 2011 dan terakhir diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 18
tahun 2015. Pada dasarnya merupakan kebijakan yang efektif untuk
dilakukan pemerintah, mengingat pajak memiliki fungsi reguleren
Hal 103 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
yang efektif dalam mencapai tujuan jangka pendek dan panjang secara
makro ekonomi. Dengan demikian, dalam mengawal pelaksanaan
implementasi kebijakan Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman
Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah
Tertentu (Tax Allowance) di Indonesia perlunya meningkatkan
sinkronisasi dan koordinasi diantara lembaga yang terkait. Utamanya
menyangkut masalah penyempurnaan administrasi pendataan dan
kepatuhan terhadap peraturan kebijakan tersebut.
Hal 104 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
DAFTAR PUSTAKA
Becker Bo., Jacob Marcus., Jacob Martin. (2012). Payout taxes and the allocation of investment. Journal of Financial Economics 107 (2013) 1–24. Retrieve from:
http://www.sciencedirect.com/science/journal/0304405X/107/1 Blomstrom, M., & Kokko, A. (2003). The Economics of Foreign Direct
Investment Incentives. Working Paper 9489. Cambridge: National Bureau of Economic Research.
Boskin J. Michael. (1988). Tax Policy and Economic Growth: Lessons from the
1980s,” Journal of Economic Perspectives, Vol. 2, No. 4 Chirinko S. Robert & Wilson J.Daniel. (2008). State Investment Tax Incentives:
A Zero-Sum Game?. Federal Reserve Bank of San Francisco Working Paper Series. Working Paper 2006-47. Retrieve from: http://www.frbsf.org/publications/economics/papers/2006/wp06-47k.pdf
Clark. et. all. (2000). Tax Incentives and Foreign Direct Investment: A Global
Surve. UNCTAD: ASIT Advisory Studies No. 16 Cooper, Donald R.C. dan Emory, William. (1998). Metode Penelitian Bisnis.
Jakarta: Erlangga De Mooij, R.A., & Enderveen, S,. (2005). Explaining the Variation in Empirical
Estimates of Tax Elasticities of FDI. Tinbergen Institute Discussion Paper. 05-108/3. Retrieve from: http://www.tinbergen.nl/discussionpapers/05108.pdf
Djankov, S. Et.all. (2010). The Effect of Corporate Taxes on Investment and
Entrepreneurship. American Economic Journal. Macroeconomics, 2(3).31-64
Gay, L.R. dan Diehl, P.L. (1992). Research Methods for Business and.
Management. New York: MacMillan Publishing Company Hartman, D.G. (1985). Tax Policy and Demand Investment. Journal of Public
Economics, (26)1, 107-21 Hidayat. (1986). Teori Efektifitas Dalam Kinerja Karyawan. Yogyakarta: Gajah
Mada University Press
Hal 105 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Howe, K. (1988). Against the quantitative-qualitative incompatibility thesis – or Dogmas die hard. Educational Researcher, Vol. 17, No. 8, pp. 10–16.
Hyman, David N, (2005). “Public Finance: A Contempory Application of Theory
to Policy 8ed ”. South – Western. USA: Thomson Learning Indriantoro Nur dan Supomo Bambang. (1999). Metodologi Penelitian Bisnis.
Yogyakarta: BPFE Johnson, R. B., & Christensen, L. (2008). Educational research: Quantitative,
qualitative and mixed approaches (3rd Ed.). Thousand Oaks, CA: SAGE.
Lent, George E,. (1971). “Tax Incentives for the Promotion of Industrial
Employment in Developing Countries”. Staff Papers International Monetary Fund), Vol. 18, No. 2. pp. 399-419
Mankiw, N.Gregory. (2009). “Macroeconomics 7ed”. USA: Worth Publishers
Robson, C. (2002). Real World Research (2nd ed.). Oxford: Blackwell Saunders, M., Lewis, P., and Thornhill, A. (2009). Research methods for
business students. Prentice Hall
Simon Marilyn Simon, M. K. (2011). Assumptions, Limitations and
Delimitations. USA. Available at: http://dissertationrecipes.com/wp-content/uploads/2011/04/AssumptionslimitationsdelimitationsX.pdf
Slemrod, J. (1991). Tax Effects on Foreign Direct Investment in The United
States: Evidence in a cross-country Comparison. In Hunady and Orviska Steers, M. Richard. (1985). Efektifitas Organisasi. Jakarta: Erlangga. Talpos, I., & Vancu. I. (2009). Corporate Income Taxation Effects on Investment
Decisions in The European Union. Annales Universitatis Apulensis Series Economic. 11(1). 51
Wheeler., D., & Mody, A,.(1992). International Location Investment Decisions:
The Case of U.S Firms. Journal of International Economics. (33) Wijaya Chahya Williem. (2013). Fasilitas Pajak Investasi Baru, Tarif Efektif
Dan Aliran Masuk FDI Studi Komparatif Antara Indonesia Dengan Afrika Selatan, Malaysia, Thailand Dan Vietnam. Available at:
Hal 106 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
http://www.tsm.ac.id/mb/mb.5.3.november.2013/1_mb_5_3_nov13_williem.pdf
____________. (2007). Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2007 tentang
Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Tertentu dan/ atau di Daerah-daerah Tertentu.
____________. (2007). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun
2007 tentang Penanaman Modal. _______.2007 – 2014. The Logistics Performance Index and Its Indicators.
World Bank. ____________. (2008). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun
2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
_______. (2011 – 2015). The Global Competitiveness Report. World Economic
Forum _______.(2012). Transparency International Corruption Perceptions Index.
Ernst and Young _______.(2013). Laporan Tahunan. Badan Koordinasi Penanaman Modal ____________. (2015). Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2015 tentang
Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Tertentu dan/ atau di Daerah-daerah Tertentu.
______. https://www.standardandpoors.com/diakses pada 16 Nopember 2015 ______.http://databank.worldbank.org/data/reports.aspx?source=2&country
=IDN&series=&period=# diakses pada 14 Nopember 2015 ______.https://www.fitchratings.com/web_content/nrsro/nav/NRSRO_Exhibi
t-1.pdf. Diakses pada 14 Nopember 2015 ______.https://www.moodys.com/researchandratings. Diakses pada 15
Nopember 2015
Hal 107 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
LAMPIRAN
1. Data Perusahaan Penerima Fasilitas Tax Allowance
Hal 108 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Hal 109 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Hal 110 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Hal 111 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Hal 112 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Hal 113 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Hal 114 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Hal 115 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Hal 116 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Hal 117 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
2. KLASIFIKASI JENIS PERUSAHAAN
DAFTAR PERUSAHAAN PENERIMA FASILITAS TAX ALLOWANCES
NO NAMA PERUSAHAAN TGL KEP LOKASI PRODUK TIPE USAHA
4.
PT Tranindo Sinar Utama
26-Nov-07 Jakarta laboratory equipments Hilir
9.
PT Semesta Margareksa
26-Nov-07 Sulsel Industri Gula Hilir
10.
PT Semesta Berjaya 26-Nov-07 Jakarta Industri Gula Kemasan Hilir
17.
PT Pradja Pharin 26-Nov-07 Jawa Barat Farmasi Hilir
28.
PT Intiguna Primatama
26-Nov-07 Riau Manufactur of Copy paper Hilir
32.
PT Informatics Oase 26-Nov-07 Jakarta jasa konsultasi teknologi informasi
Hilir
33.
PT Indo Sukses Sentra Usaha
26-Nov-07 Jakarta manufaktur dan penjualan bahan kimia sulfonasi
Hilir
34.
PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk
26-Nov-07 Banten woodfree paper Hilir
37.
PT Hariff Daya Tunggal Engineering
26-Nov-07 Jawa Barat sistem pembangkit listrik, Penyedia energi terbarukan
Hilir
42.
PT Ecorea Logis- Tech 26-Nov-07 Jakarta Hilir
43.
PT Dodo Activewear 26-Nov-07 Jakarta Industri Pakaian Jadi Hilir
47.
PT Bumifood Industry 26-Nov-07 Jawa Timur Cashew nut and peanut manufacturer
Hilir
56.
PT. Samsung Electronics Indonesia
31 Okt 2008
Jawa Barat Electronic Hilir
58.
PT. Frisian Flag Jakarta Susu kental manis Hilir
61.
PT. Tri Wahana Universal
Jakarta Industri minyak/ operator kilang minyak
Hilir
64.
PT. Mercedes Benz Indonesia
Jakarta Automotive/ Kendaraan roda 4 Hilir
67.
PT. Panasonic Gobel Energy
Jawa Barat Electronic Hilir
68.
PT. Medisafe Technologies
Sumut Alat Kesehatan/ Sarung tangan kesehatan
Hilir
69.
PT. Sinar Pure Foods International
Sulut ikan tuna dalam kaleng Hilir
71.
PT. Sinar Alam Permai Sumsel Produk dari minyak sawit Hilir
73.
PT Astra Daihatsu Motor
Jakarta Automotive and spare part Hilir
76.
PT.Nissan Motor Indonesia
Jakarta Automotive and motorcycle engineering
Hilir
2.
PT Wahana Citra Nabati
26-Nov-07 Jakarta Palm Oil Plantation Hulu
7.
PT Sinar Gaya Busana 26-Nov-07 Jawa Barat Garmen Hulu
11.
PT Semeru Surya Steel 26-Nov-07 Jakarta Industri baja Hulu
14.
PT Sahabat Mewah Dan Makmur
26-Nov-07 Jakarta Palm Oil Plantation Hulu
Hal 118 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
18.
PT Nissui Investment And Management Indo
26-Nov-07 Jakarta Industri perikanan (budidaya udang)
Hulu
21.
PT Mulia Cemerlang Abadi Multi Industry
26-Nov-07 Banten Garmen Hulu
22.
PT Molax Global Sukabumi
26-Nov-07 Jawa Barat Garmen Hulu
24.
PT Lontar Papyrus Pulp & Paper Industry
26-Nov-07 Sumut Industri kertas Hulu
25.
PT Little Giant Steel 26-Nov-07 Jateng Industri Baja Hulu
26.
PT Kawashima Engineering Plastic Indonesia
26-Nov-07 Jawa Barat Industri cetakan plastik Hulu
27.
PT Kawasaki Motor Indonesia
26-Nov-07 Jakarta Pembuatan dan perakitan motor
Hulu
29.
PT Inti Mukti Kahuripan
26-Nov-07 Jakarta Unidentified Hulu
30.
PT Inti Hijau Kahuripan
26-Nov-07 Jakarta Unidentified Hulu
31.
PT Internex Indonesia 26-Nov-07 Jakarta ICT Solution Provider Hulu
35.
PT Horizon Agro Industry
26-Nov-07 Jakarta pertanian dan perkebunan Hulu
40.
PT Eterindo Nusa Graha
26-Nov-07 Jakarta Biodiesel manufacturing, Oil-palm plantation
Hulu
41.
PT Ejs Agro Mulia Lestari
26-Nov-07 Sumut Tanaman hortikultura dan bunga
Hulu
48.
PT Bhumi Sriwijaya Energy
26-Nov-07 Jakarta Coal mining and energy Hulu
53.
PT. Semen Andalas Indonesia
16 Des 2008
Aceh Industri Semen Hulu
54.
PT. Sino Indonesia Shunlida Fishing
28-Nov-08 Papua Penangkapan ikan/nelayan Hulu
55.
PT. Nubika Jaya 11-Nov-08 Sumut Palm Oil Plantation Hulu
57.
PT. Pelita Agung Agrindustri
07 Okt 2008
Riau oil and energy company Hulu
59.
PT. Cemerlang Energi Perkasa
Jakarta Bioenergy Hulu
60.
PT. Perkebunan Nusantara XIII (Persero)
Kalbar Tanaman Perkebunan Hulu
63.
PT. Indorama Synthetics Tbk
Jakarta Textile & Raw Material Textile Hulu
65.
PT. Wilmar Bioenergi Indonesia
Jakarta producing gasoline, kerosene, distillate fuel oils, residual fuel
Hulu
66.
PT. Musim Mas Sumut Perusahaan Kelapa sawit Hulu
70.
PT. Lontar Papyrus Pupl & Paper Industry
Sumut Industri kertas Hulu
72.
PT Wilmar Nabati Indonesia
Jawa Timur Palm Oil Plantation Hulu
1.
PT Wana Hasil Gemilang
26-Nov-07 Jakarta bidang usaha industri bio ethanol
Interim
3.
PT Tsuzuki & Asama Manufacturing
26-Nov-07 Jawa Barat automotive and motorcycle engineering part
Interim
5.
PT Tae Hang Indonesia
26-Nov-07 Jawa Barat manufacturing motors and generators
Interim
6. PT Surya Multindo 26-Nov-07 Jawa Barat Plastic and rubber production Interim
Hal 119 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Industri Part
8.
PT Shin Heung Indonesia
26-Nov-07 Jawa Barat Industri sub assy, komponen elektronik
Interim
12.
PT Sekishin Farina Wood Indonesia
26-Nov-07 Sulsel Industri pengolahan kayu (ekspor kayu)
Interim
13.
PT Satonas Utama 26-Nov-07 Jawa Barat Manufacture and sales of motorcycle brakes
Interim
15.
PT Putra Adil Laksana 26-Nov-07 Jakarta rental dan servis alat berat Interim
16.
PT Progress Diecast 26-Nov-07 Jawa Barat casting atau percetakan spare part outomotif, elektronik
Interim
19.
PT Navatani Persada 26-Nov-07 Jakarta Laminated Veneer Lumber manufacturing
Interim
20.
PT Murini Samsam 26-Nov-07 Jakarta Perkebunan Sawit dan Pengolahan Minyak Sawit
Interim
23.
PT Marumo Indonesia Forging
26-Nov-07 Jawa Barat Transportation equipment manufacturing
Interim
38.
PT FSCM Manufacturing Indonesia
26-Nov-07 Jakarta Automotive spare part Interim
39.
PT Excel Metal Industry
26-Nov-07 Jawa Barat car wheels Interim
44.
PT Delta Jaya Mas 26-Nov-07 Jawa Timur industrial hose/ selang manufacturer
Interim
45.
PT Daido Indonesia Manufacturing
26-Nov-07 Jawa Barat Motorcycle spare part Interim
46.
PT Cahaya Angkasa Abadi
26-Nov-07 Jawa Timur Electricity components manufacturer
Interim
49.
PT Batara Sura Mulia 26-Nov-07 Jawa Barat Radiator for automotive Interim
50.
PT Banyu Lancar Unggul Engineering
26-Nov-07 Kaltim Minyak-Bahan Bakar & Pemanas
Interim
51.
PT Arezda Purnama Loka
26-Nov-07 Jakarta Sealing & Greasket ( Outomotif Spear Part)
Interim
62.
PT. Power Clutch Indonesia
Jakarta Power Cluntch Spear Part Interim
75.
PT Nissin Manufacturing Indonesia
Jawa Barat Automotive and motorcycle engineering Part
Interim
77.
PT. Indorama 30-Mar-09 Jakarta Industrial products:Polypropylene, Polyester, Spun Yarns, Fabrics
Interim
36.
PT Hatarindo Wood Industry
26-Nov-07 Jakarta
52.
PT Adhisakti Kreasi Persada
26-Nov-07 Jakarta
74.
PT Aria Persada Indonesia
Jakarta
Hal 120 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
3. PEDOMAN WAWANCARA
PEDOMAN WAWANCARA
A. IDENTITAS PERUSAHAAN Nama Perusahaan : ................................................................................................. Alamat Kantor Pusat : ................................................................................................. NPWP : ................................................................................................. No dan Tgl IP : ................................................................................................. Instansi Penerbit IP : ................................................................................................. Bidang Usaha : ................................................................................................. KBLI : ................................................................................................. Cakupan : ................................................................................................. Daerah : ................................................................................................. Estimasi Produksi : ............................................................................(Bulan/Tahun)
Investasi Usaha : ...................................................................................(Rp/US$)
Sumber Investasi : PMDN PMA
Jumlah Tenaga Kerja : ................................................Orang Pemasaran Ekspor : .................................................% Komponen Dalam Negeri: ....................................................% Biaya Pemb. Infrastruktur / Sosial di Lokasi Usaha : .............................................(Rp/US$)
B. TANGGAPAN MENGENAI FASILITAS TAX ALLOWANCE DARI PEMERINTAH
1. Apakah Perusahaan Anda mengetahui mengenai Fasilitas Pajak Penghasilan/ Tax Allowance yang diberikan oleh Pemerintah? Sebutkan dan dari mana informasinya ............................................................................................................................................................................................................................................................
2. Apakah Perusahaan yang Anda kelola ini memanfaatkan fasilitas Pajak Penghasilan/ Tax Allowance yang diberikan pemerintah? ............................................................................................................................................................................................................................................................
3. Apakah Perusahaan Anda yang mengajukan fasilitas pajak penghasilan/ Tax Allowance lebih ke padat modal atau padat karya dalam beroperasinya? ............................................................................................................................................................................................................................................................
4. Apakah alasan yang mendasari Perusahaan Anda mengajukan Fasilitas Pajak Penghasilan / Tax Allowance untuk penanaman modal ini ............................................................................................................................................................................................................................................................
5. Apakah menurut Anda, proses pengajuan untuk mendapatkan Fasilitas Pajak Penghasilan / Tax Allowance untuk penanaman modal ini sangat mudah
Hal 121 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
dilakukan oleh Perusahaan ............................................................................................................................................................................................................................................................
6. Apakah menurut Anda, peraturan/ regulasi yang mengatur untuk mendapatkan Fasilitas Pajak Penghasilan / Tax Allowance untuk penanaman modal ini semakin mudah dilaksanakan bagi pengusaha ............................................................................................................................................................................................................................................................
7. Apakah faktor yang mendorong Perusahaan mengajukan Fasilitas Pajak Penghasilan/ Tax Allowance di Indonesia, Sebutkan? ............................................................................................................................................................................................................................................................
8. Adakah kendala/ hambatan yang dihadapi Perusahaan untuk mendapatkan Fasilitas Pajak Penghasilan / Tax Allowance untuk penanaman modal, Sebutkan ............................................................................................................................................................................................................................................................
9. Apakah proses untuk mendapatkan Fasilitas Pajak Penghasilan / Tax Allowance untuk penanaman modal, berjalan sesuai dengan SOP yang ditetapkan dan berjalan secara transparan..........................................................................................................................................................................................................................................
10. Bagaimanakan peran Instansi/ Kementrian Sektoral yang membidangi usaha Perusahaan Anda untuk mendapatkan Fasilitas Pajak Penghasilan / Tax Allowance untuk penanaman modal ..............................................................................................................................
11. Kondisi bagaimanakah yang diharapkan dari fasilitas Pajak Penghasilan/ Tax Allowance yang diberlakukan di Indonesia sekarang ini ............................................................................................................................................................................................................................................................
12. Bagaimana menurut anda sebaiknya regulasi dan tata cara permohonan fasilitas Pajak Penghasilan/ Tax Allowance yang diberikan pemerintah? ............................................................................................................................................................................................................................................................
Hal 122 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
4. FOTO PENELUSURAN LAPANGAN
Salah satu indepth Interview
Produk Perusahaan
Hal 123 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Salah Satu Kawasan Objek Kajian
Diseminasi Laporan Akhir