k. subroto - syamina.org - bekerja mencegah...

Download K. Subroto - Syamina.org - Bekerja Mencegah kezalimansyamina.org/uploads/lapsus-september-2015.pdf · Perang Jilid Tiga (1884 -1896) ... muda, pria dan wanita Yang sanggup melawan

If you can't read please download the document

Upload: lydien

Post on 08-Feb-2018

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • K. Subroto

  • Laporan Khusus SYAMINA Edisi XX / September 2015

    2

    HIKAYAT PERANG SABILCenter of Gravity Jihad Aceh Melawan Kafir Belanda

    K. Subroto

    Laporan Khusus Edisi XX / September 2015

    ABOUT USLaporan ini merupakan sebuah publikasi dari Lembaga Kajian Syamina (LKS). LKS merupakan sebuah lembaga kajian independen yang bekerja dalam rangka membantu masyarakat untuk mencegah segala bentuk kezaliman. Publikasi ini didesain untuk dibaca oleh pengambil kebijakan dan dapat diakses oleh semua elemen masyarakat. Laporan yang terbit sejak tahun 2013 ini merupakan salah satu dari sekian banyak media yang mengajak segenap elemen umat untuk bekerja mencegah kezaliman. Media ini berusaha untuk menjadi corong kebenaran yang ditujukan kepada segenap lapisan dan tokoh masyarakat agar sadar realitas dan peduli terhadap hajat akan keadilan. Isinya mengemukakangagasan ilmiah dan menitikberatkan pada metode analisis dengan uraian yang lugas dan tujuan yang legal. Pandangan yang tertuang dalam laporan ini merupakan pendapat yang diekspresikan oleh masing-masing penulis.

    Untuk komentar atau pertanyaan tentang publikasi kami, kirimkan e-mail ke:

    [email protected] laporan kami bisa didownload di website:

    www.syamina.org

  • Edisi XX / September 2015 Laporan Khusus SYAMINA

    3

    DAFTAR ISI

    DAFTAR ISI 3

    EXECUTIVE SUMMARY 4

    HIKAYAT PERANG SABIL

    Center Of Gravity Jihad Aceh Melawan Kafir Belanda 7Naskah Hikayat Perang Sabil 10

    Syair yang Berhasil Menginspirasi 12

    Pengaruh Hikayat Perang Sabil 12

    Isi Hikayat Perang Sabil 14

    Menerangkan Hukum Perang Sabil 14

    Ancaman dan Kritik bagi yang Enggan Perang 15

    Belanda Mengantar Surga 16

    Bersumber dari Al-Quran dan Al-Hadits 17

    Ayat Perang 17

    Dajjal dan Ajal 18

    Tujuh Balasan Perang Suci 19

    Disambut Bidadari 20

    Orang yang Syahid Tidak Mati 21

    Kisah Ainul Mardliyah 21

    Ringkasan Kisah 21

    Rincian Cerita Ainul Mardliyah 23

    Kisah Pasukan Gajah. 32

    Kisah Said Salmi. 32

    Kisah Budak (Anak) Mati Hidup Kembali 33

    Perang Aceh yang Monumental 33

    Utusan Ke Turki 35

    Penentangan Perang dari Kalangan Belanda 36

    Pernyataan Perang 26 Maret 1873 (Agresi Belanda I) 37

    Agresi Kedua (9 Desember 1873) 39

    Habib Abdurrahman Menyerah 43

    Perang Jilid Tiga (1884 -1896) 44

    Pasukan Marsose 45

    Teuku Umar dan Teungku Saman di Tiro 46

    Peran Snouck Hurgronje 48

    Perang Periode Keempat (1898-1942) 51

    Kesimpulan 55

    Daftar Pustaka 56

  • Laporan Khusus SYAMINA Edisi XX / September 2015

    4

    Waktu kafir menduduki negeri

    Semua kita wajib berperang

    Jangan diam bersunyi diri

    Di dalam negeri bersenang-senang

    Di waktu itu hukum fardhu ain

    Harus yakin seperti sembahyang

    Wajib kerjakan setiap waktu

    Kalau tak begitu dosa hal abang

    Tak sempurna sembahyang puasa

    Jika tak mara ke medan perang

    Fakir miskin, kecil dan besar

    Tua, muda, pria dan wanita

    Yang sanggup melawan kafir

    Walaupun dia budaknya orang

    Hukum fardhu ain di pundak kita

    Meski tak sempat lunaskan hutang

    Wajib harta disumbangkan

    Kepada siapa yang mau berperang

    Hikayat Perang Sabil

    Pengaruh Hikayat Perang Sabil (dengan berbagai versinya) telah mendarah daging dari generasi ke generasi di hati masyarakat muslim Aceh. Sehingga mereka mampu

    puluhan tahun, bahkan lebih dari itu, berperang

    mempertahankan diri dan kehormatannya dari

    orang kafir yang hendak merebutnya. Pejuang Aceh

    mampu melawan Portugis lebih dari satu abad dan

    melawan Penjajah Belanda selama 69 tahun (1873

    sampai 1942).

    Menarik untuk dikemukakan pendapat seorang pemuka Aceh yaitu Tgk. Syaikh Ibrahim Lam Bhuek, pejabat uleebalang Masjid Raya Kanan, dalam perkara seorang Aceh yang dituduh membunuh seorang Belanda. Di sidang pengadilan pada tanggal 1 April 1919 dia berkata; bahwa di masa lalu bila orang Aceh menghadapi kesusahan atau oleh karena sesuatu sebab tidak lagi menyukai hidup ini, ia bersiap untuk mati dengan berperang sabil memerangi kafir. Hal ini merupakan kepercayaan yang sudah berabad-abad diwariskan turun-temurun.

    Pengertian seperti dikemukakan di atas masih tetap dianut rakyat meskipun perang telah usai. Apakah ia langsung terbunuh mati setelah membunuh kafir atau lama setelah itu, seorang Aceh yang sederhana masih menganggap bahwa dengan membunuh kafir ia akan memperoleh imbalan atas perbuatannya itu. Pada mulanya orang menganggap seseorang itu syahid, bila ia membunuh kafir dalam peperangan. Tetapi kemudian, bagi orang Aceh pengertian ini masih terus berlaku bagi orang yang membunuh kafir di luar peperangan.

    Melalui hikayat-hikayat perang para pemimpin agama menyatakan bahwa berperang sabil dalam menghadapi orang kafir yang menduduki negeri Islam merupakan suatu kewajiban yang perlu dilaksanakan oleh setiap orang Islam (fardhu ain), dan berdosalah ia bilamana setiap orang Islam tidak melakukannya. Dengan mengenal isi yang terkandung dalam Hikayat Perang Sabil kita akan lebih memahami

    EXECUTIVE SUMMARY

  • Edisi XX / September 2015 Laporan Khusus SYAMINA

    5

    pihak Aceh dalam melakukan peperangan yang mereka anggap sebagai perang di Jalan Allah.1

    Syaikh Ibrahim Lam Bhuek juga menyatakan bahwa, pikiran berperang sabil melawan kafir ini sudah ada sejak Portugis menyerang Aceh. Hikayat Malem Dagang, yang ditulis pada abad XVII M. yang mengisahkan masa perlawanan Aceh terhadap Portugis, menyebut tentang perang sabil sebagai berikut:

    Peue katakt prang Yahudi

    Nibak Nabi asay mula

    Peue katakot prang sabi

    Teuntee (tuan Teu) Ali neubh panglima

    Bak siuroe raja muprang

    Malem Dagang neuboh panglima.

    artinya:

    Mengapa takut perang Yahudi

    Daripada Nabi asal mula

    Mengapa takut perang sabil

    Tuan kita Ali dijadikan panglima

    Pada hari ini raja (Iskandar Muda) berperang

    Malem Dagang dijadikan panglima2

    Perang Aceh adalah perang terpanjang dan terakhir yang dilakukan oleh rakyat Indonesia melawan penjajah Belanda. Dalam perang tersebut, ratusan ribu orang tewas, ratusan kampung dibakar oleh Belanda, dan bahkan begitu kesalnya Belanda pada rakyat Aceh, mereka juga membakar pohon dan tanaman yang mereka lewati demi memutus pasokan logistik pasukan Aceh.

    Istana kerajaan Aceh pun sempat mereka kuasai, para pemimpin mereka bunuh dan sebagian menyerah. Bahkan, sebagian pemimpin Aceh dari kalangan hulubalang memberikan seruan agar para pemimpin agama yang masih

    1 Ibrahim Alfian, Perang di Jalan Allah, Pustaka Sinar Harapan Jakarta, 1987. h 136

    2 Ibid. h 109

    meneruskan jihad melawan penjajah Belanda untuk menyerah. Mereka beralasan bahwa Belanda tidak mengubah dan tidak melarang agama Islam sebagaimana rekomendasi dari Snouck Hourgronje bahwa umat Islam tidak dilarang untuk melakukan ibadah mahdhah, namun harus dijauhkan dari kancah hukum (hudud) dan politik. Namun, seruan tinggallah seruan.

    Perlawanan masih terus berlangsung sampai penjajah Belanda meninggalkan Aceh. Dari sini, terdapat hal yang jauh lebih penting, yang menjadi bahan bakar bagi keberlangsungan jihad rakyat Aceh. Di sinilah Hikayat Perang Sabil memegang peran penting. Ia menjadi center of gravity dalam jihad rakyat Aceh melawan penjajah Belanda.

    Center of gravity adalah pusat dari seluruh kekuatan dan gerakan, yang segala sesuatu bergantung padanya. Ia juga merupakan titik di mana seluruh energi harus diarahkan. Center of gravity juga merupakan sumber kekuatan yang memberikan kekuatan moral atau fisik, kebebasan untuk melakukan tindakan, atau kemauan untuk melakukan aksi.

    Hikayat ini menjadi faktor terpenting yang terbukti ampuh menjadi faktor ideologis yang tak bisa dipadamkan. Selama doktrin yang diajarkan Hikayat Perang Sabil masih berada di hati masyarakat Aceh, perang melawan kaphe Belanda akan terus berlangsung. Hal ini terbukti dengan usaha-usaha mati-matian Belanda mengakhiri perang selama puluhan tahun dengan membakar desa, merusak tanaman yang menjadi persediaan makanan, serta menangkap para pemimpinnya dari kalangan uleebalang (bangsawan) maupun dari kalangan ulama. Tekad perlawanan tetap berkobar sampai Belanda angkat kaki meninggalkan bumi Aceh. Sampai saat-saat terakhir tentara Belanda di Aceh, mereka tidak bisa sepenuhnya menguasai dan mengontrol semua wilayah Aceh.

    Hikayat Perang Sabil bukan karya sastra biasa. Tetapi ia adalah sebuah karya yang bersumber dari wahyu ilahi dan karenanya keberadaannya

  • Laporan Khusus SYAMINA Edisi XX / September 2015

    6

    akan terus berlangsung hingga akhir zaman. Para ulama Aceh berhasil menyampaikan pesan-pesan dari Al-Quran dan hadits dalam karya yang dipahami oleh masyarakat Islam di Aceh saat itu. Karena itu, tidak mengherankan jika akhirnya syair-syair jihad pun sampai bisa menjadi lagu pengantar tidur bagi anak-anak Aceh untuk menjadikan jihad sebagai jalan hidup mereka.

    Faktor pendukung lainnya yang juga penting adalah peran ulama yang baik. Ulama yang baik dan murid-muridnya telah membuktikan diri sebagai teladan dalam melawan kezaliman dan ketidakadilan penjajah Belanda. Terbukti wilayah Pidie yang merupakan basis dayah (pesantren) menjadi wilayah terakhir yang bisa ditaklukkan Belanda.

  • Edisi XX / September 2015 Laporan Khusus SYAMINA

    7

    Setelah dilanda perang berkepanjangan Aceh akhirnya menjadi Daerah Istimewa di Indonesia. Keistimewaan Aceh ditetapkan dengan undang-undang oleh pemerintah Indonesia. Di antara hak istimewa yang tidak dimiliki daerah lainnya adalah diperbolehkannya menjalankan hukum Islam bagi warga Aceh. Sejak abad keenam belas Aceh sudah menjadi kesultanan Islam yang independen. Perang yang hampir selalu terjadi berabad-abad lamanya menjadikan masyarakat Aceh terkenal dengan keberanian dan keuletannya dalam pertempuran.

    Cover depan Hikayat Perang Sabil

    Gb.1. Naskah Hikayat Perang Sabil

    Halaman 1 Naskah Perang Sabil

    HIKAYAT PERANG SABILCenter Of Gravity Jihad Aceh Melawan Kafir Belanda

    Memang, di masa jayanya, Aceh dikenal sebagai negara Islam yang sangat berpengaruh di wilayah tersebut. Aceh juga terlibat pertikaian berdarah melawan Portugis di Malaka selama abad enam belas dan paruh pertama abad ketujuh belas, belum lagi sejumlah konfrontasi militer dengan pasukan dari negara-negara lain di kawasan itu. Akhirnya, pada tahun 1873, mulai pecah perang panjang antara Aceh dan Belanda.1

    Semangat pejuang Aceh dalam berperang melawan penjajahan Belanda yang berlangsung

    1 Amirul Hadi, Exploring the Acehnese Conception of War and Peace (A Study of Hikayat Perang Sabil), First International Conference of Aceh and Indian Ocean Studies 24 27 February 2007. h 2

  • Laporan Khusus SYAMINA Edisi XX / September 2015

    8

    selama setengah abad membuat banyak ahli keheranan. Tidak ada di daerah lain yang bisa bertahan begitu lama melawan Belanda. Bahkan sampai Belanda angkat kaki, pergi meninggalkan Aceh api perlawanan belum padam juga. Hal inilah yang menarik perhatian banyak kalangan untuk menguak rahasia di balik kesuksesan para pejuang Aceh melawan aneksasi Belanda. Setelah dilakukan penelitian dan pencarian yang mendalam tertujulah semua mata pada sebuah naskah sastra berupa kumpulan syair yang pada masa lalu menjadi bacaan terlarang di era penjajahan Belanda, Hikayat Perang Sabil.

    Sastra bukan sekedar kata. Sastra adalah bagian dari kehidupan. Sastra adalah ungkapan realitas kehidupan, sastra adalah gambaran harapan dan jutaan keinginan, sastra adalah penyemangat kehidupan. Di antara sejarah Nusantara yang melekatkan antara sastra dan semangat kehidupan adalah sejarah Aceh. Salah satu yang istimewa dari khazanah kesusastraan Aceh ialah banyaknya sastra yang menggelorakan semangat jihad fi sabilillah. Di antara karya sastra-klasik penggelora semangat jihad fi sabilillah adalah hikayat.

    Hikayat adalah sastra Aceh yang berbentuk puisi di luar jenis pantun, nasihat, dan kisah. Bagi orang Aceh hikayat tidak berarti hanya cerita fiksi belaka, tetapi juga berisi hal-hal yang berkenaan dengan pengajaran moral dan kitab-kitab pelajaran sederhana asalkan ditulis dalam bentuk sajak. Bagi orang Aceh mendengarkan atau membaca hikayat merupakan hiburan yang utama, terutama sebagai bentuk hiburan yang bersifat mendidik. Dalam sastra Melayu, yang disebut hikayat adalah karya sastra yang berbentuk prosa. Di Aceh, uraian perang sabil disajikan dalam bentuk hikayat. Meskipun demikian, beberapa di antaranya ada yang disajikan dalam bentuk prosa.2

    Berbeda dengan sastra Melayu yang mengenal hikayat sebagai prosa, dalam sastra Aceh hikayat adalah puisi di luar jenis pantun,

    2 Ibrahim Alfian, Perang di Jalan Allah, Pustaka Sinar Harapan Jakarta, 1987. h 110

    nasihat, dan kisah. Hikayat ditulis dalam bentuk sajak. Kata hikayat berasal dari bahasa Arab yang artinya cerita, namun bagi orang Aceh tidak hanya berisi cerita fiksi belaka, tetapi berisi pula butir-butir yang menyangkut pengajaran moral.

    Orang Aceh sangat senang mendengarkan pembacaan hikayat, yang sampai pada awal abad 20 merupakan hiburan yang utama. Pembacaan Hikayat Perang Sabil dilakukan sebelum orang maju ke medan pertempuran. Tradisi membaca hikayat sebelum orang terjun ke dalam peperangan adalah tradisi dalam kebudayaan Melayu. Ketika perang melawan Belanda, masyarakat Aceh membaca Hikayat Perang Sabil di dayah-dayah3 atau pesantren, di meunasah4, di rumah, maupun di tempat lain sebelum pergi berperang.5

    Hikayat dituturkan oleh shahibul-hikayat atau tukang cerita, secara lisan dan diwariskan turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Bahkan hikayat yang ditulis pun sebenarnya dimaksud untuk dibacakan. Dengan begitu, kitab hikayat dan shahibul-hikayat merupakan faktor utama; kesatuan yang tidak terpisahkan sebagai media penyebar informasi pemikiran Islam, dakwah maupun hiburan di Nusantara.

    Secara tradisional, masyarakat Aceh sangat menggemari hikayat yang selalu diciptakan dalam bentuk puisi. Reputasi seorang penyair dalam masyarakat ialah pada kemampuannya menyampaikan hikayat secara lisan dengan kemerduan suara dan kelihaian mengolah irama. Para ulama yang menjadi panutan masyarakat menyadari keadaan tersebut dan mengarahkan untuk kepentingan dakwah, baik untuk menanamkan ajaran agama secara sederhana kepada anak-anak maupun untuk lingkungan yang lebih luas. Para ibu di rumah sering memetik lagu dari hikayat sebagai lagu

    3 dayah dari bahasa Arab zawiyah, arti harfiahnya adalah sudut, karena pengajian pada masa Rasulullah dilakukan di sudut-sudut masjid. Kemudian diartikan sebagai pesantren.

    4 Meunasah berasal dari bahasa Arab Madrasah yaitu tempat belajar atau sekolah, sering juga dimaknai dengan langgar

    5 Ensiklopedi NU, http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,40512-lang,id-c,nasional-t,Hikayat+Perang+Sabil-.phpx

  • Edisi XX / September 2015 Laporan Khusus SYAMINA

    9

    pengantar tidur. Secara tidak langsung, ikatan puisi yang dinyanyikan oleh ibu ini melekat ke dalam ingatan si anak, dan menjadikan ia akrab dengan bentuk-bentuk puisi yang ada dalam tradisi sastra Aceh.

    Hikayat Perang Sabil sebagai media dakwah sanggup membangkitkan semangat perang, jihad fi sabilillah untuk melawan serdadu-serdadu penjajah Belanda. Hikayat Perang Sabil dipandang oleh pimpinan tentara pemerintahan militer Hindia Belanda sebagai senjata yang sangat berbahaya, sehingga dilarang membaca, menyimpan dan mengedarkannya.

    Tetapi, Hikayat Perang Sabil di mata sarjana dan sastrawan Belanda merupakan satu hal yang sangat menarik untuk diteliti. Karena Hikayat Perang Sabil sanggup membangkitkan keberanian luar biasa dalam hati Rakyat Aceh, maka hal tersebut menarik perhatian sejumlah sarjana Belanda untuk meneliti dan mempelajarinya, terutama mereka yang ahli bahasa Aceh. Salah seorang di antara sarjana Belanda yang menaruh perhatian sangat besar terhadap Hikayat Perang Sabil, yaitu Prof. Dr. Christiaan Snouck Hurgronje (18571936), seorang ahli Aceh yang banyak menghabiskan umurnya untuk meneliti Aceh untuk kepentingan Belanda. Karya Sastra Hikayat Perang Sabil juga menjadi salah satu bacaan wajib bagi para mahasiswa Fakultas Sastra Jurusan Sastra Aceh di Belanda, dan juga menjadi perhatian para mahasiswa Fakultas Sastra pada umumnya.6

    Dari segi jenis, Hikayat Perang Sabil mempunyai dua genre, yakni tambeh dan epos. Hikayat Perang Sabil bergenre tambeh kebanyakan ditulis oleh para ulama yang berisi nasihat, ajakan, dan seruan untuk terjun ke medan jihad fi sabilillah, menegakkan agama Allah dari rongrongan kafir demi mendapatkan imbalan pahala yang besar. Hikayat jenis epos menggambarkan berbagai peperangan yang terjadi di Aceh. Digambarkan keberanian, kepahlawanan para pejuang sampai menjemput

    6 A.Hasjmy, Apa Sebab Rakyat Aceh Sanggup Berperang Puluhan Tahun Melawan Agressi Belanda. Penerbit Bulan Bintang Jakarta.Cetakan Pertama 1977. h.19-20

    syahid. Yang masuk kategori epos di antaranya seperti Hikayat Perang Sigli (1878) dan Hikayat Perang Geudong (1898)

    Hikayat Perang Sabil bergenre tambeh terawal berjudul Hadzihi Qishah Nafsiyah berupa saduran dari risalah berjudul Nasihat al-muslimin. Judul lengkap kitab ini adalah Nasihat alMuslimin watadzkirat al-muminin fi fadhail aljihad fi sabil Allah wakaramat almujahidin fi sabil Allah yang ditulis oleh seorang ulama tersohor, Syaikh Abdusshamad Al-Falimbani atau Abdusshamad Palembang. Saduran tersebut ditulis pada tahun 1834, hampir 40 tahun sebelum meletus Perang Aceh.

    Dalam banyak pertempuran ditemukan beberapa naskah Hikayat Perang Sabil di tubuh mereka yang gugur. Bahkan, sampai pada tahun 1933 pada Perang Lhong masih ditemukan. 7

    Gb. 2 Letak geografis daerah Aceh (dahulu: Residentie Atjeh en Onderhorigheden atau Keresidenan Aceh dan daerah-

    daerah taklukannya)

    7 Imran Teuku Abdullah, Hikayat Perang Shabi, Satu Bentuk Karya Sastra Perlawanan, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Falkutas Ilmu Budaya Universitas Gajah Mada 14 Februari 2008. H 3-4

  • Laporan Khusus SYAMINA Edisi XX / September 2015

    10

    Naskah Hikayat Perang SabilTelah menjadi kebiasaan bagi pengarang-

    pengarang dan pujangga-pujangga Aceh di masa yang lalu, tidak mencantumkan namanya pada buku-buku karyanya, baik buku itu prosa ataupun puisi.

    Demikianlah, dalam hikayat-hikayat Aceh yang semuanya dalam bentuk puisi, yang ditulis tangan dalam huruf Arab, kita tidak bisa mengetahui siapa pengarangnya, karena namanya memang tidak ditulis di atasnya. Hal ini menimbulkan satu kesulitan bagi para peneliti kesusastraan Aceh. Memang ada juga satu-dua buku hikayat yang disebut di dalamnya nama pengarangnya. Tidak terkecuali dengan Hikayat Perang Sabil, di mana pada naskah-naskah yang disimpan oleh orang-orang yang berminat, samasekali tidak ditulis siapa pengarangnya.

    Menurut penyelidikan Hasjmy yang benar pengarang Hikayat Perang Sabil yang Masyhur itu adalah Teungku Tjhik Pante Kulu yang bernama asli Haji Muhammad. Teungku Tjhik Tiro memang juga mengarang sebuah hikayat yang bernama Salabah, yang di dalamnya juga dicantumkan hal-hal yang berhubungan dengan Perang Sabil.

    Anthony Reid, ahli sejarah Australia, dalam hal ini menyatakan, meskipun Teungku Tjhik Pante Kulu dari Dayah yang dekat dengan Tiro, termasyhur di Aceh yang mencipta Hikayat Perang Sabil dalam perjalanan pulangnya dari Mekkah sekitar 1880, namun hikayat ini dipopulerkan oleh Teungku Syekh Saman dengan maksud untuk mengobarkan semangat untuk berperang.8

    8 Anthony Reid: The Contest for North Sumatra p. 204. A.Hasjmy, op.cit. H.49

    Gb. 3. Teungku Chik Pante Kulu, Ulama, Penyair Penulis Hikayat Perang Sabil

    Penyair perang terbesar Teungku Tjhik Hadji Muhammad Pante Kulu, dilahirkan dalam tahun 1251 H (1836 M) di desa Pante Kulu, Kemukiman Titeue, Kecamatan Kemalawati, Kabupaten Pidie, dalam suatu keluarga ulama yang masih ada hubungan kerabat dengan ulama Tiro.9

    Setelah belajar Al Qur-an dan ilmu-ilmu agama Islam dalam bahasa Jawi (Melayu), pemuda Muhammad melanjutkan pelajarannya pada Dayah Tiro yang dipimpin oleh Teungku Haji Tjhik Muhammad Amin Dayah Tjut, seorang tokoh ulama Tiro yang baru pulang dari menunaikan ibadah haji di Mekkah, dan sangat besar pengaruhnya di Aceh. Setelah belajar beberapa tahun di Dayah Tiro sehingga mahir bahasa Arab dan menamatkan beberapa macam kitab ilmu pengetahuan, dengan izin gurunya Teungku Haji Tjhik Muhammad Amin, pemuda Muhammad yang telah bergelar Teungku di Rangkang (Asisten Dosen), melanjutkan studinya ke Mekkah sambil menunaikan ibadah Haji.

    Di Mekkah beliau memperdalam ilmu agama Islam dan ilmu-ilmu lainnya. Di samping belajar, beliau menjalin hubungan dengan para pemimpin gerakan Wahabi juga dengan

    9 Abdullah Arif: 10 thun Darussalam halaman 302. Tgk. M. Hasballah Saleh: Sinar Darussalam No. 5 hal. 78.dalam; A.Hasjmy, op.cit. hlm.49

  • Edisi XX / September 2015 Laporan Khusus SYAMINA

    11

    pemimpin-pemimpin Islam yang datang dari berbagai penjuru dunia. Kebangkitan Dunia Islam yang dikumandangkan oleh Gerakan Wahabi di bawah pimpinan Ulama Besar Muhammad bin Abdul Wahhab, telah meninggalkan pengaruh yang sangat mendalam dalam jiwa Muhammad Pante Kulu yang sudah menginjak dewasa.

    Sebagai seorang yang berjiwa seni, beliau sangat gemar membaca buku-buku syair Arab, terutama karya penyair perang di zaman Rasul, seperti Hassan bin Tsabit, Abdullah bin Malik, Kaab bin Zubair. Syair-syair mereka itu membimbing jiwa pemuda Muhammad, sehingga akhirnya dia menjadi Penyair Perang terbesar dalam sejarah dan namanya diabadikan sebagai penyair perang. Di samping membaca kitab syair (diwaanusy-syir), beliau juga sangat gemar mempelajari sejarah pahlawan-pahlawan Islam yang kenamaan, seperti Khalid bin Walid, Umar bin Khatthab, Hamzah, Usamah bin Zaid, Thariq bin Ziyad, dan lain-lain.

    Setelah empat tahun bermukim di Mekkah, beliau telah menjadi ulama besar yang berhak memakai gelaran Syekh dipangkal namanya, sehingga jadi Teungku Tjhik (Guru Besar). Pada waktu pecah Perang Aceh sebagai akibat agresi Belanda, Teungku Tjhik Muhammad Pante Kulu berada di Tanah Suci. Sebagai seorang patriot yang ditempa oleh sejarah hidup pahlawan-pahlawan Islam kenamaan, maka beliau telah bertekad untuk pulang ke Aceh ikut berperang bersama-sama ulama-ulama dan pemimpin-pemimpin serta rakyat Aceh.

    Keinginannya tidak bisa ditahan-tahan lagi, setelah mendengar salah seorang sahabatnya, Teungku Tjhik di Tiro Muhammad Saman telah diserahi tugas oleh kerajaan untuk memimpin perang semesta melawan serdadu-serdadu penjajah Belanda. Kira-kira pada akhir tahun 1881 M. Teungku Tjhik Muhammad Pante Kulu meninggalkan Mekkah menuju Tanah Aceh yang bergelar Serambi Mekkah. Dalam perjalanan pulang, di atas kapal antara Jeddah dengan Penang, beliau berhasil mengarang sebuah karya sastera yang sangat besar nilainya, yaitu

    Hikayat Perang Sabil, sebagai sumbangsihnya untuk membangkitkan semangat jihad melawan Belanda.10

    Yang mendorong beliau untuk mengarang sajak-riwayat Hikayat Perang Sabil, yaitu kesadaran beliau tentang betapa besar pengaruhnya syair-syair Penyair Hassan bin Tsabit dalam mengobarkan semangat jihad kepada kaum Muslimin pada zamanRasul.

    Hikayat Perang Sabil yang dikarang Teungku Tjhik PanteKulu ini adalah dalam bentuk puisi yang terdiri dari empat cerita (kisah), yang sekalipun fiktif tetapi berdasarkan sejarah, Keempat kisah tersebut, yaitu :

    1. Kisah Ainul Mardliyah,

    2. Kisah Pasukan Gajah,

    3. Kisah Said Salmy,

    4. Kisah Budak Mati Hidup Kembali.

    Karya sastra yang amat berharga ini sesampainya di Aceh dipersembahkan kepada Teungku Tjhik di Tiro oleh pengarangnya Teungku Tjhik Pante Kulu, dalam suatu upacara khidmatdi Kuta Aneuk Galong.11

    Teungku Tjhik Muhammad Pante Kulu mempunyai dua orang isteri: yang pertama berasal dari kampung Titeue, Kecamatan Kemalawati, Kabupaten Pidie, sementara isteri yang kedua Tgk. Njak Aisjah berasal dari Kampung Grot, Kecamatan Montasie, Kabupaten Aceh Besar. Dari isteri yang pertama, beliau memperoleh seorang putera yang kemudian ikut serta bertempur sebagai Mujahid di Aceh Besar.

    Setelah menyertai Teungku Tjhik di Tiro dalam berbagai medan perang dengan senjata Hikayat Perang Sabil-nya, maka Teungku Tjhik Muhammad Pante Kulu berpulang ke rahmatullah di Lam Leuot, Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar dan dimakamkan di sana.

    Menurut Abdullah Arif, selain dari Hikayat Perang Sabil yang terkenal itu, masih ada lagi karya Teungku Tjhik Pante Kulu, baik dalam

    10 M. Hasballah Saleh: Sinar Darussalam No. 5 h. 79.A.Hasjmy, op.cit. H.51

    11 A.Hasjmy, op.cit., h.49-51

  • Laporan Khusus SYAMINA Edisi XX / September 2015

    12

    bentuk prosa ataupun puisi, baik dalam bahasa Melayu Jawi ataupun dalam bahasa Aceh sendiri, tetapi tidak begitu luas tersiarnya.12

    Syair yang Berhasil MenginspirasiHikayat Perang Sabil sebagai karya sastra,

    puisi perang, benar-benar telah berhasil mencapai sasarannya dan benar-benar telah membuat pimpinan dan serdadu-serdadu tentara penjajah Belanda ketakutan.

    Pekabaran Al Qur-an akan direka,

    Pinta kakanda pada adinda,13

    Menolak kehendak layak tiada,

    Meski karangan kurang sempurna.

    Benarlah ini amalan terpuji,

    Semoga Ilahi beri pahala,

    Berguna hendaknya bagi semua,

    Handai tolan sahabat segala.

    Dari lukisan ini jelas kita lihat bahwa hikayat tersebut permintaan dari sang kakak, Teungku Tjhik di Tiro Muhammad Saman untuk membangkitkan semangat perang sabil, sehingga mereka bersedia syahid dalam mempertahankan negerinya.

    Dari kenyataan sejarah terbukti bahwa Hikayat Perang Sabil benar-benar telah menjiwai Perang Aceh lawan Belanda selama puluhan tahun, benar-benar telah membuat rakyat Aceh menjadi Muslim Sejati yang tidak takut mati untuk membela kebenaran, benar-benar telah melahirkan pahlawan-pahlawan yang tidak ingin pulang dari medan perang; benar-benar telah menjadikan Aceh sebagai neraka bagi tentara Belanda sepanjang sejarah penjajahan di Aceh.14

    12 Abdullah Arif, 10 Tahun Darussalam halaman 307. A.Hasjmy, op.cit., h.51

    13 Yang dimaksud kakanda, yaitu Teungku Tjhik di Tiro Muhammad Saman

    14 A.Hasjmy, op.cit., h.53-54

    Pengaruh Hikayat Perang SabilBagaimana besarnya pengaruh Hikayat

    Perang Sabil dalam membangkitkan semangat perang, sehingga menyebabkan kedudukan tentara Hindia Belanda sangat terjepit, oleh seorang pengarang Belanda Zentgraaf dilukiskan sebagai berikut :

    Para pemuda meletakkan langkah pertamanya di medan perang atas pengaruh yang sangat besar dari karya-sastra ini (Hikayat Perang Sabil, menyentuh perasaan mereka yang mudah tersentuh hatinya dengan karya-sastra yang sangat berbahaya).15

    Peneliti pada masa itu yang juga sangat tertarik dengan hikayat tersebut, C. Snouck Hurgronje menyatakan, tidak hanya cerita-cerita fiksi dan legenda agama, tetapi juga karya instruksi moral dan pelajaran yang sederhana, ....

    Anthony Reid ahli sejarah Australia, melukiskan Hikayat Perang Sabil itu sebagai sesuatu yang sangat dahsyat: Kegiatan para ulama sekitar tahun 1880, telah menghasilkan sejumlah karya sastra baru yang berbentuk puisi kepahlawanan populer dalam lingkungan rakyat Aceh. Hikayat Perang Sabil adalah yang paling masyhur dalam membangkitkan semangat perang-suci, bahkan Teungku Tiro, Teungku Kutakarang dan ulama-ulama lainnya, juga telah menyiarkan karya-karya pendek mereka yang melukiskan kelemahan pihak kafir dan kemenangan telah tersedia untuk rakyat Aceh apabila pada satu waktu nanti mereka telah menerima kebenaran ajaran-ajaran Islam. Para penyair juga telah mencipta sejumlah bacaan hiburan yang melukiskan kepahlawanan rakyat Aceh dan segi-segi kelucuan dari para politisi Belanda. Syair-syair ini, yang dibaca nyaring oleh salah seorang mereka, telah menjadi hiburan malam yang terpenting bagi para pemuda yang berkumpul di meunasah.16

    15 Zentgraaf. Aceh halaman 244 (via Sinar Darussalam No. 5 halaman 79). Dalam: A.Hasjmy, op.cit., h.54

    16 Anthony Reid . The Contest for North Sumatra halaman 252. Dalam: A.Hasjmy, op.cit., h.55

  • Edisi XX / September 2015 Laporan Khusus SYAMINA

    13

    Betapa takutnya Belanda kepada pengaruh Hikayat Perang Sabil sehingga oleh pembesar Belanda yang sempat berkuasa di Aceh waktu itu dilarang membacanya. Apabila Belanda mengetahui ada orang yang menyimpan Hikayat Perang Sabil, akan dirampas dan penyimpannya dihukum, demikian pula terhadap siapa saja yang membacanya.

    Ada seorang orang yang bernama Leem Abah, penduduk kampung Peurada kemukiman Kajeeadang daerah XXVI Mukim (sekarang Kecamatan Inginjaya). Pada suatu malam dia mendengar orang membaca Hikayat Perang Sabil. Besoknya, tanpa diketahui siapapun, pada pagi-pagi buta dia telah berada di Pekan Aceh di depan Sociteit Atjeh Clup (sekarang Balai Teuku Umar), di mana dijumpainya seorang Belanda sedang berjalan. Dengan mendadak Leem Abah menghunus rencongnya yang disembunyikan dalam lipatan kain dan ditikamnya Belanda itu tepat di dadanya hingga jatuh terlentang dan mati seketika. Sesaat kemudian, Leem Abah ditangkap dan akhirnya dibuang ke Pulau Jawa serta tidak pernah pulang lagi ke Aceh.

    Peristiwa ini terjadi pada tahun 1907, pada waktu pertama kali Belanda menetapkan wajib bayar pajak bagi orang Aceh. Selain peristiwa tersebut, pada masa itu masih banyak lagi kejadian-kejadian yang serupa, di mana satu dua orang masuk kota dan membunuh Belanda, sehingga terpaksa diadakan penjagaan yang ketat, dan siapa saja yang dicurigai akan ditangkap.

    Hikayat Perang Sabil yang dilantunkan oleh juru hikayat pada malam hari telah menggerakkan semangat mereka yang mempunyai berbagai masalah dalam hidupnya untuk lebih cinta mati syahid. Mengharap balasan surga dari Allah. Mereka menghadang patroli Belanda secara sporadis di masa-masa akhir sebelum kepergian Belanda, karena terbakar semangatnya oleh Hikayat Perang Sabil.

    Antara tahun 1910 1921 tercatat 79 kali terjadi pembunuhan kafir (Aceh; poh kaphe, bunuh kafir) yang disebut dalam bahasa Belanda

    Atjeh-moorden. Korbannya 99 orang tewas dan luka.17

    Demikianlah Hikayat Perang Sabil telah begitu dalam berhasil mengobarkan semangat jihad fi sabilillah. Karena itulah, maka Belanda sangat takut kepada orang yang membaca ataupun mendengar Hikayat Perang Sabil tersebut. Lantaran itu, di mana saja diketahui ada orang yang menyimpan, hikayat tersebut akan disita dan penyimpannya dihukum berat agar orang lain menjadi ketakutan.

    Sungguhpun demikian, Hikayat Perang Sabil tersebut tetap disimpan orang Aceh dengan cara sembunyi-sembunyi, ataupun ditulis kembali karena banyak orang yang menghafalnya. Sebab itulah, maka kadang-kadang terdapat sedikit perbedaan antara satu naskah dengan lainnya.18

    Bagi Belanda, Hikayat Perang Sabil dianggap sebagai karya subversif yang sangat berbahaya. Oleh karena itu ketika ditemukan atau saat penggeledahan, Belanda selalu menyita dan memusnahkan naskah-naskah yang ditemukan serta menahan pemiliknya. Hal itu menyebabkan naskah asli maupun salinan menjadi sangat langka, sehingga sesudah tahun 1924 hanya dibawakan secara lisan saja karena kebanyakan naskah sudah disita atau dimusnahkan.19

    Dari uraian-uraian yang telah diketengahkan di atas, jelaslah bahwa Hikayat Perang Sabil sebagai suatu karya-sastra, puisi-perang, epic-poetry telah berhasil dengan gemilang, dan penulisnya Teungku Tjhik Pante Kulu berhak mendapat gelar Penyair Perang.

    17 Imran Teuku Abdulah, Op.Cit. h 1518 Anzib, Pengantar Naskah Hikayat Perang Sabil halaman 89.

    A.Hasjmy, op.cit.. h.56-5719 Imran Teuku Abdullah, Hikayat Perang Shabi, Satu Bentuk Karya Sastra

    Perlawanan. h 4

  • Laporan Khusus SYAMINA Edisi XX / September 2015

    14

    Isi Hikayat Perang Sabil

    Menerangkan Hukum Perang Sabil

    Di dalam Hikayat Perang Sabil disebutkan bahwa perang sabil ini hukumnya adalah fardhu ain, yakni diwajibkan kepada semua orang mukmin, laki-laki dan perempuan, tua dan muda, termasuk anak-anak. Dalam Hikayat Perang Sabil tertua yang ditemukan (tahun 1710 M) terdapat syair, sebagai berikut:

    Wates jitueng naggroe le kaphe

    dum ta sare wajeb tamuPerang

    Han jeued talem peuseungue droe

    duek lam naggroe tameuseunang

    Bak wates nyan fardhu ain

    beu tayakin sang seumahyang

    Wajeb tapubuet jeuep kutika

    meunghan deesya teu hai abang

    Han sampurna seumahyang puasa

    meunghan tapeukeue tajak muPerang

    Fakir meuseukin dum cut raya

    tuha muda agam inong

    Yang na dapat lawan kaphe

    meski bahle lamiet urang

    Pardhu ain cit u ateueh

    beu that beteulheueh bak habeh utang

    Arta wajeb tamubeulanja

    keu soe nyeung na tem jak muPerang.

    Terjemahnya:

    Waktu kafir menduduki negeri

    Semua kita wajib berperang

    Jangan diam bersunyi diri

    Di dalam negeri bersenang-senang

    Di waktu itu hukum fardhu ain

    Harus yakin seperti sembahyang

    Wajib kerjakan setiap waktu

    Kalau tak begitu dosa hal abang

    Tak sempurna sembahyang puasa

    Jika tak mara ke medan perang

    Fakir miskin, kecil dan besar

    Tua, muda, pria dan wanita

    Yang sanggup melawan kafir

    Walaupun dia budaknya orang

    Hukum fardhu ain di pundak kita

    Meski tak sempat lunaskan hutang

    Wajib harta disumbangkan

    Kepada siapa yang mau berperang

    Kemudian ikuti pula kutipan dari Hikayat Perang Sabil ini:

    Got ureueng binoe got ureueng lakoe

    Dum sinaroe tuha muda

    Aqil baligh, kanak-kanak

    Dum ijmak wajeb seureuta

    Saleh, pasek, alem, jahe

    Wajeb sare tekeureuja

    Raja, rakyat, uleebalang20

    Wajeb muPerang dum beurata

    Kaphe nyang Perang nanggroe geutanyoe

    Wajeb sinoe lawan rata

    Hareuem taplueng wajeb lawan

    Peureulee in ateueh geutanyoe.

    20 Uleebalang (Melayu: hulubalang) adalah golongan bangsawan dalam masyarakat Aceh yang memimpin sebuah kenegerian atau nanggro, yaitu wilayah setingkat kabupaten dalam struktur pemerintahan Indonesia sekarang. Uleebalang digelari dengan gelar Teuku untuk laki-laki atau Cut untuk perempuan.

  • Edisi XX / September 2015 Laporan Khusus SYAMINA

    15

    Terjemah:

    Baik wanita atau pria

    Semuanya, tua dan muda

    Akil balig, kanak-kanak

    Menurut ijmak ikut serta

    Saleh, fasik, alim, jahil,

    Wajib semua mengambil bagian

    Raja, rakyat, uleebalang

    Wajib berperang sama rata

    Kafir yang menyerang negeri kita

    Wajib di sini lawan segera

    Haram lari, wajib melawan

    Fardhu ain kepada kita.21

    Ancaman dan Kritik bagi yang Enggan Perang

    Pengarang mengancam dengan tajam para uleebalang dan ulama yang telah bekerjasama dengan Belanda atau yang diam;

    Wahai saudara, adik dan abang,

    Jangan bimbang, mari berperang,

    Tak usah hiraukan hulubalang,

    Mereka lah sesat ikut setan.

    Mengapa Agama tersia-sia,

    Dunia laksana akan fana.

    Ulama membisu bicara tiada,

    Medan perang sunyi tiada bergema ?

    Manusia penaka kehilangan diri,

    Jihad tiada hiraukan lagi,

    Tinggal seorang berakal-budi,

    Teungku di Tiro teladani Nabi

    Ulama lain ai mana-mana,

    Diam dalam seribu bahasa,

    21 Ibrahim Alfian, Op.Cit. h 112-114

    Disangkanya akan bebas saja,

    Waktu diperiksa Mahakuasa.

    Saat nanti di pengadilan Ilahi,

    Tiada jalan berlepas diri,

    Di dalam kitab demikian pasti,

    Firman Allah dan Hadis Nabi.

    Syair dalam bahasa Aceh;

    Dum ulama narit tan le, keu Perang kaphe han padoli

    Lidah ulama dum habeh klo, tan le hiro buet Perang sabi

    Meulaenkan nyang na ngon izin po, Teungku di Tiro neubadai Nabi

    Ulama laen dum jeut naggroe, peuseungap droe tan padoli

    Bageukira ek leupaih droe, uroe dudoe jan geusudi.

    Terjemahannya:

    Banyak ulama tak bersuara lagi, urusan perang Sabil tak peduli

    Lidah ulama sudah terkunci, tak hiraukan hal sabi

    Kecuali dengan kehendak Rabbi, Teungku Di Tiro pengganti Nabi

    Ulama lain di tiap negri, berdiam diri tak peduli

    Mereka kira bisa lepas diri, di hari kemudian akan ditanyai22

    Oh, saudaraku teungku penghulu,

    Bahari dan kini tiada bedanya,

    Mengapa disangka tiada menentu,

    Dahulu dan sekarang sama segala.

    22 Syarwan Ahmad, Teungku Chik Ditiro Dan Hikayat Perang Sabil, Research Fellow of the Scaliger Institute Leiden University, 2006. h 3

  • Laporan Khusus SYAMINA Edisi XX / September 2015

    16

    Jihad sekarang perang suci,

    Perjuangan utama lebih mulia,

    Karena berjihad kehendak sendiri,

    Raja negeri ikut tiada.

    Wahai teungku raja jauhari,

    Mengapa gelisah tenteram tiada,

    Jika tiada memerangi musuh Ilahi,

    Menyesal nanti tiada berguna.

    Oh, saudaraku kaum bangsawan,

    Firman Tuhan tegas nyata,

    Harus percaya ayat Quran,

    Segala ajaran di dalamnya ada.

    Itu firman Kalam Allah,

    Mengapa gundah wahai bentara,

    Makna maksud maklum sudah,

    Mengurai panjang berguna tiada.

    Siapa enggan memerangi Belanda,

    Siksa mereka dibalas Tuhan,

    Demikian kataku adik dan abang,

    Jangan bimbang senantiasa23

    Anak dan isteri sayang mengapa,

    Allah Taala pelihara pasti,

    Jihad wajib hukumnya nyata,

    Mukmin sekalian harus taati.

    Azab dahsyat di Padang Mahsyar,

    Pria wanita berkumpul ke sana,

    Ingat saudara jangan kesasar,

    Azab di sana bandingan tiada.

    23 Ali Hasjmy, Op.Cit. h 130

    Karena itu lengah jangan,

    Ibadat tuan semasa di dunia,

    Apapun ada kerja amalan,

    Jihad berperang lebih utama.

    Jihad wajib atasmu tuan,

    Hukumnya pasti ragu tiada,

    Mula syahadat dua sembahyang,

    Tiga berperang lawan Belanda.24

    Belanda Mengantar Surga

    Di sisi lain kedatangan kafir Belanda ke Aceh adalah rahmat untuk muslim Aceh. karena dengan kedatangan mereka terbuka jalan untuk berjihad dan masuk surga sehingga dikatakan bahwa Belanda datang mengantar Surga.

    Sejak dahulu saudaraku tuan,

    Kafir tiada di pulau ruja,

    Kini ini zaman pilihan,

    Belanda datang antar surga.

    Demikian kataku muda pahlawan,

    Jangan rawan semua kita,

    Sejak nenek dahulu zaman,

    Nasib begini ada tiada.

    Setelah lama masa dahulu,

    Zaman Rasul Penghulu Nabi,

    Perang Sabil tiada berlaku,

    Kini baru datang lagi.

    Tuhan kita pengasih penyayang,

    Cinta berganda kepada hamba,

    Buka jalan lurus memanjang,

    Menuju surga taman bahagia25.

    24 Ibid h 21325 Ibid. h 129

  • Edisi XX / September 2015 Laporan Khusus SYAMINA

    17

    Bersumber dari Al-Quran dan Al-Hadits

    Setelah mengkritik para hulubalang dan ulama yang tidak mau ambil bagian dalam peperangan melawan Belanda, terutama mereka yang telah menyerah dan bekerjasama dengan musuh, maka pengarang dengan cara yang sangat menarik dan bahasa yang amat tajam menyeru rakyat turun ke medan perang; berjihad di Jalan Allah untuk mengusir serdadu-serdadu penjajah Belanda. Pengarang juga menjelaskan, bahwa kandungan dari karangannya itu adalah berdasarkan Al Qur-an dan Al-Hadis, sekalipun tidak disebut lafal bahasa Arabnya:

    Yakinlah saudaraku sayang,

    Ada firman dalam Al Quran:

    Berperang di Jalan Allah,

    Adalah penghulu ibadah.

    Asli hadis kusebut tiada,

    Makna saja kurakam di sini,

    Peringatan agar siap-siaga,

    Tiada siapa yang alpa diri

    Renungkan saudaraku sayang,

    Tidaklah hamba mangada-ada,

    Benar ini berita Al Qur-an,

    Bukan khabaran tiada berpunca.26

    Ayat Perang

    Ayat-ayat Quran yang kerap ditemukan dalam berbagai Hikayat Perang Sabil adalah surah At-Taubah ayat 111 dan Al-Baqarah ayat 195. Ayat-ayat tersebut sebagai rujukan mengenai janji Allah bagi mereka yang melaksanakan ibadah perang sabil dengan sungguh-sungguh.

    Terjemahannya berbunyi: Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin, baik diri maupun harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di

    26 Hasjmy. Op.Cit. h 81

    jalan Allah; sehingga mereka membunuh atau terbunuh, (sebagai) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Quran. Dan siapakah yang lebih menetapi janjinya selain Allah? Maka bergembiralah dengan jual-beli yang telah kamu lakukan itu, dan demikian itulah kemenangan yang agung. (At-Taubah: 111).

    Dan belanjakanlah (hartamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan (diri sendiri) ke dalam kebinasaan dengan tangan sendiri, dan berbuat baiklah. Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (Al-Baqarah: 195).27

    Dalam Al Qur-an terakam ayat,

    Firman Allah Mahakuasa,

    Hadis Rasul pemimpin umat

    Jangan lupakan saudara tercinta.

    Hadis Nabi benar berkata,

    Berperang di jalan Allah,

    Balasan akan datang nyata,

    Sorga tersedia sudah.

    Demikian tersurat di dalam Kitab,

    Firman Allah Ilahi Rabbi,

    Dengar kata makna ayat,

    Raja ibadah perang suci

    Tubuhmu sayang dibeli Tuhan,

    Sorga tinggi harganya pasti,

    Yakinlah kita wahai budiman,

    Orang beriman berbahagia nanti,

    Siapa serahkan nyawa dan harta,

    Biaya perang di jalan Ilahi,

    Dibeli Allah harganya berganda,

    Sorga tinggi tukarannya pasti.28

    27 Ibrahim Alfian. Op.Cit. h 120-121 dan Imran Teuku Abdullah, Op.Cit. h 10

    28 Sebagaimana dalam QS. At-Taubah: 111

  • Laporan Khusus SYAMINA Edisi XX / September 2015

    18

    Demikian saudara karunia Rabbi,

    Pahala jihad di padang bakti,

    Begitu suratan janji Ilahi,

    Apalagi yang dinanti29

    Dajjal dan Ajal

    Ditegaskan, kalau nanti pintu tobat telah terkunci erat, semua ibadah dan segala jihad sudah tidak ada gunanya lagi. Pintu yang kini terbuka, sebentar lagi akan tertutup rapat, usia dunia sudah akan berakhir. Sebelum Dajjal datang dan segalanya terlambat, marilah berjihad; beramal dan berjihad:

    Wahai pemudaku intan baiduri,

    Usia dunia akan berakhir,

    Janji Ilahi akan berbukti,

    Seperti dalam suratan takdir.

    Selagi langit belum berantakan,

    Beberapa tanda telah nyata,

    Di dunia Dajjal gentayangan,

    Berkeliaran di mana-mana.

    Sebelum datang Dajjal hakiki,

    Sudah di dunia antek-anteknya,

    Bila masa kehadirannya nanti,

    Segala amal tiada berguna.

    Arti ibadah sudah tiada,

    Masa bakti Tuhan akhiri,

    Segala amal sia-sia,

    Pintu ibadah terkunci erat.

    Jangan lalai saudaraku.

    Berjihad kumpulkan bekal akhirat,

    Selagi pintu taubat masih terbuka,

    Kini masanya memeras keringat.

    29 Hasjmy. Op.Cit. h 82

    Sebelum datang Malaikat Izrail,

    Suruh Hadlarat menjemput nyawa,

    Baiklah datang sebelum dipanggil.

    Serahkan rela, sayang mengapa.

    Teungku Tjhik Pante Kulu juga menekankan masalah kematian, di mana kebanyakan orang takut kepada mati, padahal mati itu sesuatu yang harus dihadapi oleh setiap yang hidup:

    Saudara-saudara kaum sebangsa,

    Nyawa melayang sudahlah pasti,

    Biar raja Rum yang hebat kuasa30

    Yang menguasai seantero negeri

    Kemana kita akan berlindung,

    Di sana mati telah menanti,

    Seperti Firman Tuhan Pelindung,

    Dalam Al-Quran jelas pasti

    Akan berlindung dalam Kota berbeton besi,

    Di sana maut sudah menanti31

    Karena itu, muda bestari,

    Siap siaga, mawas diri.

    Kendati Muhammad Rasul utama,

    Maut telah merenggut nyawanya,

    Menyerah kepada Mahakuasa,

    Bukan ini pertanda nyata?

    Bila masanya ajal menjemput,

    Datang merenggut nyawa di badan

    Tangguh sesaat jangan harapkan,32

    Yang pergi takkan kembali

    30 Yang dimaksud dengan negeri Rum oleh orang-orang Aceh dahulu, yaitu Kerajaan Turki Usmani

    31 Yang disyairkan pengarang dalam bait ini, yaitu ayat 78 dari Surat An-Nisa

    32 Surat Al-A'raf ayat 34, ayat 49 dari Surat Yunus, dan ayat 61 Surat An-Nahl,

  • Edisi XX / September 2015 Laporan Khusus SYAMINA

    19

    Renungkan muda bangsawan,

    Bawa ke mana intan berlain,

    Siapa saja makhluk Tuhan,

    Mati pasti, jin ataupun insan,

    Kita tidak tahu kapan,

    Tiada daya menerka iradat Tuhan,

    Sadari dan mengertilah teman,

    Kecuali Ilahi semua mati.33

    Entah sedang berpadu kasih,

    Perpisahan datang merenggut cinta,

    Entah di jalan, entah di mana,

    Maut mengadang mencengkeram nyawa34

    Sebab itu, saudaraku sayang,

    Ke medan perang marilah kita,

    Daripada mati konyol di ladang,

    Baiklah tewas di medan laga.

    Alangkah hina dan pedihnya, teman,

    Andai mati di pangkuan isteri,

    Sakit nyawa keluar di badan,

    Kecuali mati mengadang Kompeni.

    Tidak mengapa, sayang.

    Di medan perang berbantal pedang,

    Badan terkapar rebah terlentang.

    Menantang musuh di gelanggang.35

    Tujuh Balasan Perang Suci

    Di dalam sebuah hikayat yang disimpan di dalam Special Collections Reading Room, Perpustakaan Universitas Leiden (Cod. Or. 10996, ff. 9297) disebutkan bahwa ada tujuh kelebihan

    33 Surat Al-Furqan ayat 58,34 Surat Ibrahim ayat 1735 Hasjmy, Hikayat Perang Shabi, Op.Cit. h 83-86

    yang Tuhan akan anugrahkan kepada mereka yang ambil bagian dalam Perang Suci. Ganjaran-ganjaran tersebut adalah:

    (1) dosa mereka akan diampuni;

    (2) bagi yang gugur akan dipersiapkan kebahagiaan juga kenikmatan di dalam surga;

    (3) mereka akan aman sentosa di dalam kubur dan kuburnya akan menyenangkan;

    (4) mereka akan terlindungi dari keadaan binasa di yaumil mahsyar (hari pembalasan);

    (5) mereka akan dianugrahi pakaian mewah bersama hiasan intan permata di dalam surga;

    (6) mereka akan beristrikan 72 bidadari bidadari yang cantik jelita dan hidup bersama di dalam sebuah istana;

    (7) semua dosa dari 70 orang terdekat dalam keluarga akan dihapuskan oleh Allah. Di samping itu, mereka yang secara material dan finansial membantu perang juga akan dibolehkan masuk surga.

    Berikut bait-bait Hikayat Perang Sabil dalam bahasa Aceh:

    Hana saket oh keunong bude, umpama aneuk miet geucutiet le ma

    Ohlheuh gata keunong timbak, budiadari jak keunan teuka

    Budiadari trok sambot jasat, jawong teubiet hana teurasa

    Gata jimueng darah dilhab, sira diucap pujoe Rabbana

    Terjemahannya:

    Tidak sakit ketika kena tembakan, layaknya anak dicubit oleh ibunya

    Setelah Anda tertembak, bidadari datang segera kepada Anda

    Bidadari sampai jemput jasat, nyawa keluar tanpa terasa

  • Laporan Khusus SYAMINA Edisi XX / September 2015

    20

    Anda dipangku darah dilap, seraya berucap puji Rabbana

    Tujoh ploh droe nyang khidemat, rupa jroh that hana sakri

    Tangieng mantong kaseb lazat, hanpue tamat dengan jari

    Nyandum bulueng neubri le Allah, he meutuah jak Perang sabi

    Bek le taduek nanggroe sosah, woe bak Allah nyang that suci

    Bah le tinggay inong ceudah, bah teukeubah nyang bee basi

    Terjemahannya:

    Tujuh puluh orang yang khidmat, rupanya tidak ada tara cantik sekali

    Kita lihat saja sudah cukup lezat, tak usah dijabat dengan jari

    Itulah bagian dari Allah, mari kita ke perang suci

    Jangan lagi tinggal di negri susah, kembali ke Allah yang Mahasuci

    Biarlah tinggal isteri Anda, tinggalkan saja yang bau basi

    Beuthat ta eu nyawong ka tan, bek he tolan takheun mate

    Toh saboh treuk nyang sa ngon nyan, he budiman cuba pike

    Gobnyan hudep nibak Tuhan, lam sukaan hanjeut kheun le

    Nyan dum leubeh syahid bak Tuhan, toh teuladan nyang na sabe

    Terjemahannya:

    Biarpun kita lihat nyawa tiada, jangan dikata mereka mati,

    Mana lagi yang sama dengan yang demikian, hai budiman coba pikiri,

    Mereka hidup pada Tuhan, dalam sukaan tiada henti,

    Begitulah kelebihan syahid demi Tuhan, teladan mana yang sama dengan ini.36

    Disambut Bidadari

    Digambarkan, bahwa seorang pahlawan yang syahid belum akan rubuh tubuhnya ke bumi, sebelum dara-dara surga sampai untuk memangku badannya yang berlumuran darah:

    Menurut kata Pesuruh Allah,

    Tubuhmu yang tertembak berlumuran darah,

    Tidak akan terkapar rebah,

    Kecuali dalam pangkuan Ainulmardhiyah

    Sebelum datang dara rupawan,

    Tubuh pahlawan rubuh tiada,

    Dara senyum mengulur tangan,

    Barulah jasad terhantar bahagia.

    Dara berlomba menadah tangan,

    Jemput junjungan kekasih hati,

    Dalam pangkuan gadis rupawan,

    Nyawa di badan keluar sendiri

    Melayanglah nyawa alhamdulillah,

    Lazat bahagia tidak terkata,

    Yang mengetahui hanya Allah,

    Betapa mujahid mendapat pahala.

    Saudaraku teungku hulubalang,

    Janganlah ragu diam membisu,

    Sayang adik mati di ladang,

    Rindukan abang di medan kuru.37

    36 Syarwan Ahmad, Pesona Hikayat Perang Sabil, Research Fellow of the Scaliger Institute, Leiden University, 2006, h 2-4

    37 Hasjmy. Op.Cit. h 88

  • Edisi XX / September 2015 Laporan Khusus SYAMINA

    21

    Orang yang Syahid Tidak Mati

    Untuk lebih memperdalam rasa cinta di medan perang serta tidak ingin pulang, maka pengarang menekankan bahwa orang-orang yang syahid di medan perang bukanlah mati, tetapi hidup abadi di sisi Allah:

    Jangan katakan mati,

    Mujahid yang tewas di medan perang.

    Mereka hidup bahagia,

    Bermandikan rahmat Tuhan.38

    Jangan dianggap mati,

    Meski nyatanya demikian,

    Jangan ragukan kekasih hati,

    Ada firman Tuhan.39

    Jangan sebutkan mati,

    Meski nyawa sudah tiada,

    Di sisi Ilahi ia abadi,

    Senantiasa bersukaria.

    Kalau begitu saudaraku sayang,

    Di medan perang hidup dan mati,

    Cinta kampung, sayang halaman,

    Kikis habis di dalam hati

    Kalau harta dan istri cantik tercinta yang takut ditinggalkan, itu semua nanti akan ada gantinya yang lebih sempurna di sisi Allah: surga Jannatun Naim dengan bidadari yang cantik rupawan.

    Anak dan isteri tercinta,

    Tiada mengapa tinggal di dunia,

    Di sana menanti bidadari surga,

    Dara-dara usia sebaya.

    Orang dahulu waktu berperang,

    Cinta harta tiada lagi,

    38 Al-Baqarah: 154, dan Ali Imran: 15739 Ali Imran: 169 - 170

    Nyawa dan badan segala barang,

    Nyerah semua rela di hati.

    Mengapa kita, saudaraku sayang,

    Ragu hati pergi berperang,

    Begitu kasihnya Tuhan Penyayang,

    Patutkah kita berhati bimbang?40

    Kisah Ainul MardliyahKisah Ainul Mardliyah adalah cerita fiktif

    yang inti ceritanya diambil dari Al Quran dan Al-Hadits. Penulis hikayat mengambil latar cerita di Zaman Madinah, zaman Rasul telah memindahkan pusat perjuangan kaum Muslimin dari Mekkah ke Yastrib yang kemudian berubah nama menjadi Madinah Rasul, yang sekaligus menjadi Ibukota Daulah Islamiyah (Negara Islam).

    Ringkasan Kisah

    Dalam rangka melaksanakan panggilan jihad yang telah diizinkan Allah, seorang ulama berpengaruh, Abdul Wahid, akan mengadakan misi jihad di sekitar Madinah. Dalam diskusi mengenai jihad Fi Sabilillah, hadir banyak pemuda yang masih remaja. Abdul Wahid menjelaskan tujuan perang suci dalam Islam dengan mengemukakan ayat-ayat Al Quran dan Al-Hadits, yang diselingi pembacaan ayat-ayat jihad, qital, dengan suara yang merdu oleh para pembantunya, seorang pemuda yang baru berusia 20 tahun tampil kedepan menanyakan penjelasan kepastian tentang pahala orang yang mati syahid di medan perang.

    Setelah mendapat penjelasan yang memuaskan, maka pemuda tersebut mendaftarkan diri untuk ikut ke medan jihad bersama Abdul Wahid. Mudabelia ini adalah yatim-piatu, yang sejak beberapa tahun yang lalu telah ditinggalkan oleh ayah dan ibunya, dengan meninggalkan kepadanya harta kekayaan yang cukup banyak.

    40 Hasjmy, Hikayat Perang Shabi, Op.Cit. h 87-89

  • Laporan Khusus SYAMINA Edisi XX / September 2015

    22

    Menjelang hari berangkat yang telah ditetapkan, mudabelia terus mempersiapkan dirinya dengan membeli segala macam perlengkapan perang untuk dirinya sendiri, bahkan juga untuk teman-temannya para pemuda yang lain yang tidak berkemampuan, sehingga kekayaan yang ditinggalkan oleh ayah bundanya habis semuanya.

    Tibalah hari keberangkatan pasukan Islam yang dipimpin oleh Abdul Wahid, termasuk mudabelia yang tampan. Dia minta agar boleh berangkat di barisan terdepan, yang berangkat duluan sekitar satu hari perjalanan, dan permintaannya dikabulkan oleh Abdul Wahid.

    Demikianlah, dengan semangat jihad yang menyala-nyala mudabelia berangkat ke medan perang. Sesampainya pada suatu tempat pemberhentian untuk istirahat sambil menunggu induk pasukan bersama Panglimanya Abdul Wahid, barisan depan itu berhenti, dan mudabelia pun tertidur nyenyak karena lelah.

    Setelah tertidur lama, dia tersentak bangun. Sambil mengusap-usap matanya terus menangis tersedu-sedu, sementara mulutnya berulang-ulang mengucapkan pelan-pelan kata-kata Ainul Mardliyah terus menerus. Teman-temannya sebarisan tercengang keheranan melihat kelakuan mudabelia setelah terbangun dari tidurnya. Ditanyakan sebab dia menangis dan tiada henti-hentinya menyebut-nyebut nama Ainul Mardliyah, namun dia tidak menjawab, kecuali terus gelisah dan menangis.

    Abdul Wahid pun sampai ke tempat itu, seraya menanyakan apa gerangan yang telah terjadi. Setelah didengar suara gurunya maka mudabelia terus membuka matanya dan berhenti dari menangis. Dia mencium tangan gurunya Abdul Wahid, seraya diceritakannya apa yang dialaminya.

    Diceritakannya, saat tidur nyenyak dia bermimpi seakan-akan berjalan ke suatu taman yang sangat indah, yang belum pernah dilihatnya. Dia masuk ke dalam taman yang indah permai itu, di mana bunga-bunga mengembang harum

    aneka warna, dan di tengah-tengahnya mengalir sungai yang bening airnya, berpantai perak dan bertebing suasa.41

    Berjalanlah dia sepanjang sungai, dilihatnya dara-dara bidadari surga, baik yang sedang berjemur di pantai, yang sedang mandi di air bening, ataupun yang sedang bercengkerama di bawah pohon-pohon yang rimbun dan berbuah ranum.

    Pada waktu pertama kali dia menjumpai kumpulan dara-dara yang cantik rupawan itu, gairah cintanya menyala dan dicobalah hendak menawarkan cintanya kepada bidadari itu. Dengan halus mereka menolak, karena mereka itu hanyalah dayang-dayang dari tuan puteri yang sedang istirahat dalam kemahnya yang jauh di depan.

    Mudabelia berjalan terus sambil berpikir, bahwa kalau dayang-dayang saja sudah demikian cantiknya, bagaimana pula rupanya tuan puteri itu sendiri. Dia berjalan terus dan lagi-lagi berjumpa sekumpulan dara seperti yang pertama tadi, yang ternyata juga dayang-dayang, belum dijumpainya tuan puteri yang dicarinya.

    Akhirnya sampailah dia pada suatu tempat, baik sungainya, tamannya dan apa saja jauh lebih sempurna daripada yang terdahulu, terutama sekali dara-daranya. Setelah saling berbalas pantun dengan dara-dara yang sedang berjemur di pantai, ditunjukinya kemah di mana tuan puteri sedang istirahat.

    Kedatangan mudabelia itu diberitakan kepada tuan puteri, dan nampaknya tuan puteri pun sudah lama memendam rindu tidak tertahan lagi. Mudabelia dipersilakan masuk istana yang disambut oleh tuan puteri sampai di pintu.

    Diceritakan pula bagaimana mesranya perjumpaan dengan tuan puteri di dalam istana, tuan puteri bernama Ainul Mardliyah; pertemuan yang sangat romantis. Setelah lama bercakap-cakap, mudabelia pun diserang rasa rindu yang tak terkendalikan lagi, sehingga

    41 Suasa adalah bahan yang terbuat dari campuran emas dan perak serta tembaga,dengan kadar campuran emas 20%, perak 10%, dan tembaga 70%.

  • Edisi XX / September 2015 Laporan Khusus SYAMINA

    23

    dengan serta merta dicobanya hendak memeluk-mencium dara rupawan itu. Tetapi, Ainul Mardliyah dengan halus menolaknya seraya berkata: Adinda hanya berhak dimiliki oleh pemuda yang mati syahid di medan perang melawan kafir.

    Dengan penolakan yang halus itu, terbangunlah mudabelia dari tidur dan mimpi indahnya. Demikian ceritanya pada Abdul Wahid. Setelah itu, pasukan Islam yang dipimpin Abdul Wahid itu terus berangkat menyongsong musuh, sehingga terjadilah pertempuran yang sangat seru, di mana pemuda belia berperang luar biasa tangkas dan beraninya, dan akhirnya syahid. Arwahnya disambut Ainul Mardliyah serta dibawanya ke surga.

    Demikian ringkasan Kisah Ainul Mardliyah. Namun semuanya dilukiskan dengan puisi yang sangat indah. Berikut ini saya tampilkan sebagian terjemahan dari puisi tersebut.42

    Rincian Cerita Ainul Mardliyah

    Setelah sumpah diikrarkan dan mendapat doa restu dari Abdul Wahid, mudabelia mengadakan persiapan-persiapan perang yang diperlukan seperti halnya pemuda-pemuda yang lain. Dibelinya segala keperluan untuk dirinya sendiri, juga perlengkapan perang bagi kaum Muslimin yang miskin, bahkan seluruh hartanya diserahkan untuk biaya perang.

    Pada hari yang telah ditentukan, pasukan pertama berangkat dengan keyakinan menang, termasuk mudabelia. Kemudian berangkat berturut-turut pasukan demi pasukan, dan akhirnya induk pasukan bersama dengan panglimanya Abdul Wahid.

    Pada pemberhentian yang telah ditetapkan, di mana semua pasukan harus berkumpul dan istirahat, sambil menunggu sampainya Panglima dengan induk pasukannya. Di tempat itu, mudabelia tertidur nyenyak sekali. Setelah terbangun dia menangis tersedu-sedu sambil menyebut-nyebut nama Ainul Mardliyah, sementara pertanyaan-pertanyaan dari teman-

    42 Hasjmy, Hikayat Perang Shabi, Op.Cit. h 93-97

    temannya tidak dijawab. Dia gelisah memendam rindu.

    Setelah panglima Abdul Wahid sampai, barulah mudabelia membuka mata dan meminta nasihat dari gurunya itu. Dengan airmata bercucuran mudabelia mengisahkan mimpinya yang ajaib itu kepada Abdul Wahid dan para sahabatnya,

    Muda pahlawan lanjutkan Kissah:

    Rasa hamba berjalan sendiri,

    Sepanjang sungai beralam indah,

    Ribuan lampu warna-warni.

    Lampu bergantung tanpa tali,

    Berbuah indah karunia Allah,

    Batu pantai intan baiduri,

    Cahaya cemerlang sinar berseri.

    Demikian rupa siang dan malam,

    Kehendak Tuhan Ilahi Rabbi,

    Termenung hamba tunduk diam,

    Hilang akal, hilang budi.

    Cahaya zamrut penaka bintang,

    Sinar pualam setahun lari,

    Rasakan pingsan hamba memandang,

    Akal melayang, ingatan khali.

    Telapak kaki terasa tiada,

    Jatuh terkulai pantun diri,

    Sungai bening manis rasanya,

    Kalkausar nama dari Ilahi.

    Minum seteguk nyaman rasa,

    Lezat nikmat tidak terperi,

    Kurnia Allah Mahakuasa,

    Tuhan kaya Khaliqulbahri.

  • Laporan Khusus SYAMINA Edisi XX / September 2015

    24

    Laksana susu ataupun madu,

    Lain rupa kurnia Ilahi,

    Mewangi harus tercium bau,

    Laksana gaharu atau kesturi.

    Hamba berahi rindu hati,

    Aneka rupa terpandang mata,

    Pemberian Allah Rabbuljali,

    Tuhanku Rabbi Mahapencipta.

    Tebing emas sebelah menyebelah,

    Kuning cemerlang bagaikan siang,

    Hati bimbang rindu gelisah,

    Nikmat Allah indah terpuji.

    Lata hamba lukiskan rupa,

    Allah hanya Mahamengetahui,

    Sepanjang sungai kemah dara,

    Berumbai emas cawardi.

    Seribu tahun nembus ke depan,

    Terang benderang langit dan bumi,

    Di dalam bercindan dara rupawan.

    Remaja puteri bidadari.

    Tiap kemah penuh dara,

    Cantik rupawan kurnia Ilahi,

    Pandang rupa rindu jiwa,

    Allah hanya yang mengetahui.

    Dara turun mandi bersama,

    Di air bening kecimpung riang,

    Kulit kuning memancar cahaya,

    Dalam sungai sinar cemerlang.

    Sambil mandi dara bernyanyi,

    Berbalas pantun lagu rindu,

    Suara merdu bagaikan nafiri,

    Mengalun nyaman menyentuh kalbu.

    Kain tipis lilit di badan,

    Kalung mutiara pakai di dada,

    Umur sebaya, rupa sepadan,

    Muda remaja gadis jelita.

    Sayu rindu mata memandang,

    Penaka metia di dalam kaca,

    Limpah cahaya gilang gemilang,

    Tiada di sini rupa serupa.

    Rupa cantik bulan purnama,

    Sinar lembut mengulur rindu,

    Kalah mata memandang dara,

    Senyum kulum menunduk kalbu.

    Berjalan hamba sepanjang sungai.

    Terang benderang laksana siang,

    Cahaya pantai intan berderai,

    Tenteram hati, hilang bimbang.

    Selintas dara memandang hamba,

    Panah asmara menyentuh kalbu,

    Lemah lunglai seluruh anggota,

    Hilang nyawa dibawa rindu.

    Akal ada terasa tiada,

    Lagi berjalan terasa pingsan,

    Demikian kurnia Mahakuasa,

    Ciptaan Tuhan Khaliqulinsan.

    Termenung bingung, tunduk terpekur,

    Menilai kurnia sanggup tiada,

    Bagaikan panah keluar busur,

    Demikian seakan ruh dan nyawa.

  • Edisi XX / September 2015 Laporan Khusus SYAMINA

    25

    Bila sekejap berperang pandang,

    Nyawa melayang terasa tiada,

    Penaka bumi sunyi lengang,

    Tubuh rapuh jiwa merana.

    Setelah dia melukiskan kepada Abdul Wahid keadaan di sepanjang sungai yang bernama Kalkausar maka dilanjutkan ceritanya mengenai percakapan dia dengan dara-dara yang sedang bersukaria sepanjang sungai yang berpantai landai.

    Dara jenaka mengedip hamba,

    Bercumbu kata seperti tadi;

    Sampailah janji, jodoh pun tiba,

    Menyongsong adinda gahara puteri

    Termenung heran wahai guruku,

    Mendengar cumbu kata dara,

    Lihat rupa bulan syahdu:

    Apa gerangan kata adinda?

    Tuanku ampun raja kami,

    Puteri dendam dalam istana,

    Kasih bergelut di dalam hati,

    Siang malam rindukan kakanda.

    Kami ini dayang-dayang,

    Hanya pelayan tuan puteri

    Kemudian hamba terus berjalan,

    Jumpa lagi sungai suci.

    Dalam melanjutkan perjalanan, mudabelia menjumpai lagi taman dan tepian yang lebih indah dari yang sudah dilaluinya. Demikian pula gadis-gadis yang lebih cantik jelita, lebih jenaka dan lebih merayu matanya. Demikian gairahnya hati mudabelia memandang dara-dara jelita yang jinak-jinak merpati itu, yang seakan-akan acuh

    tak acuh kepadanya, sehingga kali ini terpaksalah dia yang memulai.

    Setelah sejenak bercakap-cakap dengan gadis-gadis jelita yang ternyata hanya dayang-dayang tuan puteri, mudabelia melanjutkan perjalanan, ingin cepat-cepat sampai ke tepian di mana tuan puteri telah menanti. Dilaluinya beberapa tepian yang penuh dengan dara-dara yang juga sangat jelita, tetapi rupanya masih belum dijumpai lagi tuan puteri yang dicari.

    Akhirnya sampailah dia pada satu tepian yang menurut dugaannya di sinilah tempatnya tuan puteri Ainul Mardliyah, karena dilihatnya belasan dara lagi mandi di air bening, di mana parasnya jauh lebih cantik dari yang pernah dijumpai sebelum itu. Berceritalah dia selanjutnya kepada panglimanya Abdul Wahid:

    Rindu hati memberi salam,

    Dara rupawan lagi mandi,

    Hati bimbang mengamuk di dalam,

    Kalah mata memanah puteri,

    Assalamualaikum, dara pilihan,

    Di mana gerangan tunangan hamba?

    Ainulmardliyah puteri rupawan,

    Di tempat mana dia bertakhta?

    Alaikumsalam, kekasih Allah,

    Alhamdulillah tuan kemari,

    Ziarah tunangan Ainulmardliyah,

    Hadiah Allah Ilahi Rabbi.

    Berbahagialah tuan pahlawan kami,

    Rasalah pahala wahai mahkota,

    Hadiah jihad mujahid berani,

    Puteri menanti dalam surga.

    Mari pahlawan mujahid budiman,

    Gegas berjalan sebentar lagi,

  • Laporan Khusus SYAMINA Edisi XX / September 2015

    26

    Nun di sana di dalam taman,

    Tuan puteri rindu menanti.

    Apalah arti kami ini,

    Dayang pelayan gahara tuanku,

    Pergi oh tuan, lekas pergi,

    Di sana tunangan memendam rindu.

    Diceritakan selanjutnya, bahwa setelah didengarnya pesan dara-dara yang sedang mandi itu, dia terus melanjutkan perjalanannya. Seperti yang sudah-sudah, ditemuinya juga bermacam pemandangan yang mengasyikkan, bahkan lebih dari yang sudah-sudah. Tiap ditemuinya dara-dara yang sedang mandi, terus ditanyakan kalau-kalau Ainul Mardliyah ada di situ, yang selalu mendapat jawaban: tidak ada.

    Di satu tepian yang lain, ditegurnya dara-dara yang lagi asyik bersendau gurau dalam taman setelah puas mandi di air sejuk, yang dijawab oleh mereka dengan suara yang bagaikan biola:

    Sudalah sampai duli tuanku,

    Puteri rindu gundah gulana,

    Berdarah jiwa disayat pilu,

    Sabar tiada menanti kakanda.

    Tiga tepian masih di jalan,

    Barulah tiba di tempat adinda,

    Kami ini hanya pelayan,

    Dayang-dayang puteri jauhari.

    Tunangan tuanku mahkota alam,

    Indah rupawan tidak terperi,

    Bijak bestari, pandangan tajam,

    Sopan santun bawaan diri.

    Nanti akan berperang pandang,

    Dalam pertemuan di istana bahagia,

    Alhamdulillah rahmat mendatang,

    Syukurkan Tuhan Mahakuasa.

    Datang, oh datang pahlawan kami,

    Tuan puteri tlah lama menanti,

    Jangan bingung, lekas pergi,

    Tinggalkan saja kami ini.

    Nun di sana dalam istana,

    Tuan puteri berdandan sendiri,

    Lekas, lekas wahai mahkota,

    Dara tak sabar lama menanti.

    Hanya tiga tepian lagi yang harus dilaluinya, dan setelah itu mudabelia akan sampai ke taman tempat istana Ainul Mardliyah, demikian pikirnya sambil berjalan terus menempuh jalan lurus yang ditunjukkan.

    Apa yang dilihatnya sepanjang jalan, di mana dia menjumpai pemandangan-pemandangan yang indah nan ajaib sekali, semuanya dikisahkannya kepada panglimanya Abdul Wahid. Diceritakannya, bahwa setelah dilaluinya tiga buah tepian yang penuh dengan dara-dara jelita seperti yang sudah-sudah juga, sampailah dia ke sebuah kota yang dahsyat, dengan gedung-gedung dan taman-tamannya yang sangat indah.

    Jalan-jalan lebar rindang dirimbuni cendana gaharu yang harum mewangi, sementara di taman merimbun kayu berbuah ranum dan bunga-bunga aneka warna, sementara angin sepoi bermain ria dan ranting mengeluarkan lagu merdu bagaikan nafiri.

    Di tengah-tengah taman berdiri istana yang indah tiada bandingnya, sementara ribuan lampu bergantung tanpa tali menerangi istana bagaikan hari. Istana terbuat dari batu pualam bertatahkan intan baiduri, berkalungkan zamrut hijau muda, berkubah emas tempayan, beratapkan suasa lembut cahaya, berjendelakan kaca intan yang gemerlapan berpagarkan batu pualam warna-warni.

    Setelah dia memasuki gapura istana, dilihatnya taman istana berbungakan antasari, bertanahkan campuran kesturi, bersendikan

  • Edisi XX / September 2015 Laporan Khusus SYAMINA

    27

    yakut hijau kemilau, berukiran suratan kalimah syahadah, sehingga tidak mampu dilukiskan dengan nyata segala-galanya, seperti diakuinya sendiri:

    Dibandingkan dengan ini,

    Yang lalu itu tiada arti,

    Indahnya tiada terperi,

    Ciptaan Ilahi Mahasuci.

    Arwah melayang rasa-rasanya,

    Demikian peri wahai ya saidi,

    Ciptaan Tuhan meribu rupa,

    Lezat rasa tiada khali.

    Entah nada suara biola,

    Entah lagu buluh perindu,

    Entah irama suling rebana,

    Tiada di sini rupa laku.

    Dayang-dayang cantik rupawan,

    Badan ramping gempal berisi,

    Intan pudi pakaian di badan,

    Cincin berlian pakai di jari.

    Menyanyi ria berdendang sayang,

    Elok budi dayang puteri,

    Berjalan gontai sedap dipandang,

    Kaya Tuhan Rabbuljali.

    Balai kencana emas tempawan,

    Tempat dayang bermain ria,

    Asyik maksyuk mabuk kepayang,

    Senyum bermain di bibirnya.

    Kemudian, selain menceritakan betapa rindu mengamuk di dalam hatinya, juga dikisahkan bahwa setelah dayang-dayang tuan

    puteri melihat dia, disapalah dengan salam, dan kemudian memberitakan kepada tuan puteri di istana tentang kedatangannya itu:

    Alhamdulillah kurnia Ilahi,

    Pahlawan kami telah tiba.

    Dayang-dayang lunglai berlari,

    Pada puteri laporkan berita:

    Lihat wahai puteri andalan,

    Jodoh tuan kemala negeri,

    Itu di taman muda pahlawan,

    Rindu dendam di dalam hati.

    Rupa cantik indah gemilang,

    Kalah bulan dan matahari,

    Kami ini mabuk kepayang,

    Rindu terpendam di dalam hati.

    Benar rupa tiada bertara,

    Demikian cantiknya muda pahlawan.

    Demi puteri mendengar kata.

    Tunduk hati memuji Tuhan;

    Alhamdulillah puji dan puja,

    Rahmat kurnia Ilahi Rabbi.

    Bangkit dara dibawa cinta,

    Memandang belia di taman sari.

    Layang mata lewat jendela,

    Lihat hamba bermenung sendiri.

    Demi kami berperang pandang,

    Rasa hilang nyawa di badan.

    Setelah diceritakan seakan-akan nyawanya hilang dan badannya sudah tidak berdaya lagi, maka ditambahnya lagi bahwa setelah dia mendengar tuan puteri Ainul Mardliyah memuji Allah dan menyapa mengucapkan selamat

  • Laporan Khusus SYAMINA Edisi XX / September 2015

    28

    datang kepadanya, terasalah nyawanya datang kembali:

    Ya Allah Tuhan Penyayang,

    Mahasempurna kurnia-Mu ini,

    Jodohku kekasih sayang,

    Kemala negeri telah kembali.

    Cinta melanda pantai hatiku,

    Panah rindu mengamuk di dalam,

    Kini kami sudahlah bertemu,

    Kekasihku datang bawakan manikam.

    Sampailah saat kandaku datang,

    Kurnia Engkau, wahai Ilahi.

    Kemudian sapa kepada dagang;

    Aduhai kakanda mainan hati,

    Engkau sayang taruhan jiwaku,

    Kenangan kalbu siang dan malam,

    Bertahun masa dimabuk rindu,

    Kini baru berpadu azam.

    Mari kemari buah hatiku,

    Takhta tersedia untuk kakanda,

    Silakan tuan memadu rindu,

    Pahala bagi Mujahid Setia.

    Setelah itu, dilukiskannya kepada Abdul Wahid betapa terharu perasaannya mendengar tegur sapa tuan puteri yang suaranya laksana buluh perindu, ruhnya seakan keluar, matanya berkunang-kunang, lemah segala sendi anggota, telah hilang keseimbangan dalam dirinya; benar-benar dia merasa tidak sadarkan dirinya lagi, bagaikan pingsan, hatta dia sadar kembali waktu suara puteri yang merindu merayu lagi:

    Aduhai kakanda kemala hati,

    Mujahid sejati kekasih Allah,

    Hatiku gairah mari kemari,

    Adik menanti berhati gelisah.

    Kemari sayang ke atas peraduan,

    Bantal tilam emas bersuji,

    Silakan mari kakandaku tuan,

    Cinta bergelut di dalam hati.

    Malu mengapa kemala negeri,

    Istana ini pusaka Ilahi,

    Untuk kakanda Mujahid berani,

    Pejuang Sabil dalam perang suci.

    Setelah didengarnya rayuan yang bernadakan cinta dari tuan puteri yang mengulurkan mukanya dari jendela yang berkaca intan, dia menjadi segar kembali dan dengan dibimbing oleh semangat rindu yang bertalu, dia pun memasuki istana tuan puteri. Dilukiskanlah kepada Panglima Abdul Wahid, keadaan istana serta upacara penyambutan:

    Pintu istana ajaib mendasyat,

    Cerlang mengilat bagaikan mentari,

    Bercelupkan emas kehendak hadlarat,

    Bertatahkan metia intan baiduri.

    Masuklah hamba berjalan pelan,

    Cahaya berkilauan kanan dan kiri,

    bertatahkan mutiara pudi dan intan,

    Kekayaan Allah Khalikulbahri.

    Putih kuning lembut menyayu,

    Penaka mutu emas urai,

    Berjalan lunglai dara perayu,

    Suara merdu, badan semampai.

  • Edisi XX / September 2015 Laporan Khusus SYAMINA

    29

    Dara-dara berdiri ta zim,

    Kipas metia pegang dijari,

    Tangan gemulai kipasi hamba,

    Suara merdu menegur sapa:

    Berbahagialah wahai muda rupawan,

    Kemala negeri telah kembali.

    Demikian sapa dayang-dayang,

    Suara mengalun bagaikan nafiri.

    Lemah lembut laksana biola,

    Nada penaka suling gembala,

    Kerling mata memanah hamba,

    Cahaya muka bulan purnama.

    Badan layah lemah gemulai,

    Gemerincing genta gelang di kaki,

    Tak cukup kata untuk mengurai,

    Nikmat surga meribu arti.

    Pakaian di badan gemerlapan,

    Kalung mutiara intan baiduri,

    Aneka rupa harum wangian,

    Kurnia Tuhan Rabbul izzati.

    Berkata mesra dara rupawan,

    Senyum mengulum hamburkan peri:

    Mari silakan pahlawan sayang,

    Masuk istana duduk di korsi.

    Demi mendengar demikian peri,

    Hambapun melangkah masuk istana,

    Heran taajub wahai ya saidi,

    Pintu emas bertatahkan metia.

    Diceritakannya lagi, bahwa setelah dia sampai di dalam istana, Ainul Mardliyah telah siap menanti, seraya disapanya dengan suara yang merdu:

    Alhamdulillah sampailah hajat,

    Wahai daulat kekasih hati,

    Mari kakanda padukan hasrat,

    Duduk bersanding di atas korsi.

    Setelah Ainul Mardliyah menyapanya, dibimbinglah tangannya dan dibawa berjalan pelahan ke tempat singgasana yang telah tersedia. Dia didudukan di atas tilam yang bertatahkan intan baiduri yang aneka rupa; merah, putih, dan hijau. Disifatkan betapa indahnya isi istana itu, tempat tidur dengan kasur dan bantalnya yang bersulamkan emas, lampu-lampu aneka rupa dan sebagainya.

    Diceritakan juga dengan lukisan yang indah sekali puteri Ainul Mardliyah yang sangat cantik, yang menyebabkan dia terdampar pingsan, karena terlalu gairah memandang wajahnya. Setelah puteri Ainul Mardliyah memandikannya dengan air mawar, dia siuman kembali, di mana didapati dirinya telah duduk di atas singgasana berdampingan dengan puteri yang jelita itu, yang makin lama makin mendekat. Dengan suara mesra kemanjaan, tuan puteri pun merayu:

    Seraya tawa dara berkata:

    Wahai junjungan mahkota hati,

    Gembira bercanda ditasik jiwa,

    Sampailah hajat kurnia Ilahi.

    Janji Allah Mahakuasa,

    Mujahid perang akan dibeli,43

    Kami ini untuk kakanda,

    Di mana ada cacat terjadi?

    Aduhai kakanda pahlawanku sayang.

    Pahala juang telah tersedia,

    Kami ini mempelai perang,

    Rindukan abang kembali pulang.

    43 At-Taubah:111

  • Laporan Khusus SYAMINA Edisi XX / September 2015

    30

    Aduhai kakanda muda bahagia,

    Rahmat berganda Tuhan sedia,

    Untuk mujahid perang yang setia;

    Keganti payah masa di dunia,

    Hamba ini jodoh tuanku,

    Hadiah Allah sah pasti,

    Entahlah cacat sifat laku,

    Baiklah tuanku sidik cari.

    Wahai teungku pahlawan jihad,

    Sampailah hajat kurnia Ilahi,

    Malam nanti tidur setempat,

    Rindu bernajat di dalam hati.

    Wahai kakanda muda rupawan,

    Janji lama berbukti kini,

    Kemari nanti buka puasa,

    Bersama kami di atas takhta!

    Selesai puteri Ainul Mardliyah merayu, rindunya mengamuk tak terkendalikan lagi, sehingga dengan serta merta hendak dipeluk tubuh tuan puteri yang gempal berisi; tetapi ditolaknya dengan halus:

    Gemetar tubuhku sekujur badan,

    Hilang keseimbangan dalam diri,

    Ingin memeluk dara rupawan,

    Tetapi puteri mengelak diri:

    Aduhai tuan mainan hatiku,

    Sabar dulu kemala negeri,

    Sebentar lagi datanglah waktu,

    Sekembali abang dari Perang Suci.

    Aduhai sayang pahlawan setia,

    Malam ini sampailah janji,

    Sekejab tangguh pinta adinda,

    Jiwa kakanda belumlah suci.

    Pinta kakanda makbul sudah,

    Kembalilah sayang ke medan perang,

    Asalkan niat ikhlas lillah,

    Meninggikan Kalimah Tuhan Penyayang.44

    Setelah itu, Muda Belia melanjutkan kisahnya dengan melukiskan sifat-sifat dari Ainul Mardliyah yang amat cantik, yang belum pernah dia melihatnya bandingannya, sehingga menyebabkan dia hilang keseimbangan dalam dirinya, dirasa nyawanya telah melayang, badannya hoyong seperti orang gila, bahkan dia merasa putus asa karena ditinggalkan Ainul Mardliyah. Waktu didengarnya suara Abdul Wahid, guru dan panglimanya, mudabelia pun tambah menangis karena terharu, sehingga gurunya pun memberi nasihat:

    Terisak menangis Abdul Wahid,

    Mencium kening muda jauhari;

    Berbahagialah engkau pahlawan abid,

    Berangkat kembali ke negeri suci.

    Menangislah Teungku45 tambah sedu,

    Sayangkan anak46 akan pergi;

    Berangkatlah sayang buah hatiku,

    Jangan lupakan gurumu ini.

    Mintalah aku dikurniai Ilahi,

    Seperti engkau kekasih Tuhan,

    Di dalam surga bertemu nanti,

    Engkau dan aku bersuka-sukaan.

    44 Ali Hasjmy, Hikayat Perang Shabi, Op.Cit. h 12345 Yang dimaksud dengan "Teungku" di sini, yaitu Abdul Wahid, istilah

    teungku dalam bahasa Aceh dipakai untuk gelar ulama.46 Yang dimaksud "anak" di sini, yaitu Mudabelia sebagai murid dan

    bawahan dari Abdul Wahid

  • Edisi XX / September 2015 Laporan Khusus SYAMINA

    31

    Muda jauhari menjawab segera:

    Insya Allah wahai ya saidi,

    Allah akan berikan surga,

    Untuk ayahda di hari nanti.

    Setelah mengucapkan kalimat terakhir ini, mudabelia pun mencium lutut gurunya meminta restu, lalu memacu kudanya menuju medan perang. Demikian kencang lari kudanya sehingga banyak teman-temannya tertinggal di belakang. Sesampainya di medan perang dia bertempur dengan hebat sekali.

    Muda belia sangat garang,

    Kafir dicincang tikam berganda,

    Akhirnya terkepung muda pahlawan,

    Jalan lepas sudah tiada.

    Sembilan kafir mati ditikam,

    Muda pahlawan berjuang berani,

    Setelah sepuluh musuh dicincang,

    Belia syahid menemui Ilahi.

    Alhamdulillah sampailah janji,

    Puteri jauhari rindu menanti,

    Waktu baik rembang petang,

    Pahlawan muda pulang ke baka.

    Hari Jumat saat ketika.

    Muda belia penuhi janji,

    Di medan lah menanti bidadari,

    Jemput suami bawa pulang.

    Demi rebah muda rupawan,

    Disambut dara penuh cinta,

    Sapu darah membelai sayang,

    Memuji Tuhan Mahakuasa.

    Keadaan mudabelia yang syahid dan bersukaria di taman surga, dilukiskan pengarang sebagai berikut:

    Sampailah janji puteri rupawan,

    Buka puasa bersama kakanda,

    Alhamdulillah cinta berlimpahan,

    Muda pahlawan sampailah pinta.

    Bersuka ria siang dan malam,

    Di taman surga bersama dara,

    Lemah penaku melukis kalam,

    Hanya Ilahi mengetahui segala

    Setelah wafat mudabelia, keadaan menjadi panas, pemuda-pemuda teman sebaya mudabelia semakin terbakar semangatnya. Mereka semua ingin tidak kembali lagi ke rumah, ingin syahid menyusul pahlawan muda yang telah pergi, ingin jasadnya disambut tangan halus dara-dara surga. Abdul Wahid sendiri tampil bertempur dengan sangat gagah berani sehingga banyak serdadu-serdadu kafir yang mati konyol. Akhirnya Tentara Islam pulang membawa kemenangan. 47

    Penulis ingin menyampaikan dengan kisah ini akan balasan yang besar bagi yang mati membela agama dan negeri dari gangguan orang kafir. Kisah ini juga sebagai motivasi bagi mereka yang tidak mau berperang dengan alasan belum menikah. Karena Allah akan memberinya bidadari yang lebih cantik daripada gadis-gadis impiannya di dunia.

    Untuk kisah-kisah lain dalam Hikayat Perang Sabil tidak penulis tampilkan secara lengkap agar tulisan tidak terlalu panjang. Kisah lainnya hanya akan penulis ulas secara singkat pada beberapa paragraf berikut.

    47 Ali Hasjmy, Hikayat, Op.Cit. h 127

  • Laporan Khusus SYAMINA Edisi XX / September 2015

    32

    Kisah Pasukan Gajah.Peristiwa Pasukan Gajah di bawah pimpinan

    Abrahah yang hendak menghancurkan Kabah, oleh penyair diambil sebagai tamsil ibarat, untuk menjadi perhatian rakyat Aceh yang sedang berperang melawan penjajah Belanda. Pengarang memperingatkan, bahwa kalau rakyat Aceh sendiri tidak mau berjihad memerangi Belanda, nanti Allah akan kirim pasukan lain untuk melawannya; sebagaimana yang berlaku pada Tentara Bergajah, Kerajaan Romawi (Kristen) dari Yaman (570M).

    Kisah Said Salmi.Kisah Said Salmi ini merupakan suatu cerita

    fiktif yang dijalin pengarang dalam bentuk puisi. Kejadiannya di zaman hidup Nabi Muhammad SAW, yaitu di zaman Madinah. Dikisahkan seorang pemuda bernama Said Salmi, seorang budak keturunan Habsyi yang telah dimerdekakan tuannya. Rupanya buruk sekali, hitam pekat, dengan muka penuh parut-parut bekas diiris pisau. Belum beristri, karena tidak seorangpun yang mau bersuamikan dia.

    Pada suatu hari dia datang menghadap Rasulullah. Ditanyakannya kepada Rasul, apakah dalam Islam seorang bekas budak yang buruk seperti dia, sama dengan orang-orang Islam lainnya; mendapat balasan yang serupa di akhirat nanti. Rasulullah SAW menerangkan bahwa menurut ajaran Islam, semua penganutnya sama derajatnya di sisi Allah. Akan mendapat balasan yang sama di akhirat nanti; siapa beriman dan berbuat baik masuk surga dan kalau tidak beriman serta berbuat jahat akan masuk neraka.

    Rasulullah SAW juga menerangkan; siapa saja yang pergi berperang di Jalan Allah dan mati syahid, dia akan dibalas dengan surga; yang penuh dengan bermacam kesenangan dan kenikmatan, dengan bidadari yang cantik jelita. Tidak ada beda antara orang Arab dengan Ajam. Tidak ada beda antara orang kaya dengan orang miskin. Dan tidak ada beda antara orang putih dengan yang hitam.

    Mendengar penerangan itu, Said Salmi menyatakan Islam-nya di hadapan Nabi SAW. Seterusnya dia bertekad dan berjanji akan ikut serta dalam Perang Sabil untuk menegakkan kebenaran Islam.

    Kemudian Nabi akan menikahkan Said dengan anak dari salah seorang sahabatnya. Dia diminta datang menemui orang tua gadis itu sebagai utusan Rasulullah untuk meminangnya. Melihat Said yang begitu jelek wajahnya dan hitam kulitnya, orang tua gadis itu langsung menolaknya.

    Setelah Said berlalu anak gadis menangis tersedu mengetahui penolakan orangtuanya pada orang pilihan Rasul untuknya. Walaupun buruk wajahnya dia mau menikah dengan pemuda pilihan Rasul itu. Karena kemuliaan dinilai dari ketakwaannya, bukan keadaan fisiknya. Sahabat inipun segera menghadap Nabi dan minta maaf atas perbuatannya, dan segera menikahkan Said dengan putrinya.

    Setelah dinikahkan Said Salmi segera bersiap memadu kasih dengan istrinya. Namun, belum lagi terlaksana panggilan jihad bergema. Said segera bersiap menyambutnya dengan suka cita. Bahkan seakan ia lupa dengan istrinya yang baru saja dinikahinya dan belum disentuhnya. Akhirnya Said segera berangkat memenuhi panggilan jihad bersama kaum muslimin yang lain. Dalam peperangan Said berperang dengan sangat garang dan akhirnya gugur sebagai syahid.

    Dikisahkan Said yang syahid sebenarnya tidak mati, tetapi hidup di sisi Allah. Pada malam hari setelah dia syahid, dia diizinkan pulang menemui istrinya dan paginya pergi kembali. Hal itu berlangsung sampai istrinya melahirkan tiga orang anak dan Allah tidak mengizinkan Said untuk menemui istrinya lagi. 48

    Penulis hikayat ingin menerangkan dengan kisah Said salmi ini bahwa sesungguhya orang yang mati syahid tidak mati. Dia tetap hidup di sisi Allah dan mendapat nikmat yang banyak.

    48 Hasjmy. Op.Cit. h 149-154

  • Edisi XX / September 2015 Laporan Khusus SYAMINA

    33

    Sehingga kalau Allah mengizinkan orang yang syahid bisa pulang ke rumah menemui istrinya.

    Kisah Budak (Anak) Mati Hidup KembaliKisah keempat yang menjadi tema dari

    Hikayat Perang Sabil ialah Kisah Budak Mati Hidup Kembali. Ada sebuah keluarga yang telah lama kawin, tetapi belum lagi dikurnia seorang anakpun. Kedua laki isteri itu sangat rindu kepada anak. Bermacam usaha telah dilakukan, namun masih belum berhasil.

    Setelah hampir putus asa dari mendapat anak, maka dengan rahmat Allah mengandunglah isterinya; sebulan, dua bulan, tiga bulan dan seterusnya sampailah delapan bulan serta akan masuk bulan ke sembilan, saat-saat bayi akan lahir hanya menanti harinya. Panggilan jihad menggema ketika sedang menanti kelahiran anak yang sudah sekian lama dinanti-nantikan. Hal ini membuatnya khawatir terhadap anak dan istrinya apabila ditinggal berjihad.

    Singkat cerita, akhirnya ia berangkat ke medan jihad untuk membela Islam dari gangguan orang-orang kafir. Dia berdoa kepada Allah agar menyelamatkan istrinya dan menitipkan pada Allah anaknya yang masih dalam kandungan istrinya.

    Dengan semangat membara dia berjuang bersama pasukan Islam hingga akhirnya mendapat kemenangan. Setelah pulang betapa sedihnya sehingga sampai pingsan setelah mendengar kabar bahwa istrinya sudah meninggal sebelum melahirkan dan telah dikuburkan tidak jauh dari rumahnya.

    Setelah siuman kembali dari pingsannya, menangislah dia meronta-ronta, memanggil-manggil isteri dan anaknya, serta menadah tangan ke langit menyeru Allah, menanyakan di mana anaknya yang tadinya telah dititipkan kepada-Nya. Dalam keadaan demikian, hari pun malamlah. Sekonyong-konyong dia melihat cahaya memancar sinar terang di atas kuburan isterinya yang tidak jauh dari rumahnya. Dengan bergegas, larilah mujahid kita ke pusara isterinya untuk mengetahui cahaya apakah itu gerangan.

    Alangkah takjubnya, waktu dilihat seorang anak sedang duduk di atas pusara isterinya; budak (anak) yang cantik sekali. Dengan amat sukacita dipangku anaknya itu, dan sambil mencium anak dia menangis terisak-isak memanggil-manggil isterinya. Bermunajatlah dia meminta kepada Allah agar isterinya dikembalikan juga seperti anaknya.

    Dari ketinggian seperti tadi didengar lagi suara sayup-sayup yang mengatakan, bahwa dia dahulu tidak pernah menitipkan isterinya kepada Allah, hanya anaknya saja. Karena itu, sekarang tidak ada alasan bagi dia untuk meminta dikembalikan isterinya oleh Allah.49

    Dalam kisah ini penulis hikayat ingin menyampaikan pada orang yang enggan berjihad karena khawatir dengan keselamatan keluarganya. Bahwa Allah akan menjaganya ketika dia menitipkannya pada Allah. Jadi, tidak ada lasan untuk menhkhawatirkan keluarganya lagi.

    Apabila kita coba cermati; rahasia kekuatan sebenar Kitab Perang Sabil bukan hanya pada isi ataupun cara penyampaiannya. Lebih jauh dari itu hakekatnya ia mengandungi ruh jihad yang telah ada sejak permulaan Islam. Makna yang dapat mengganti dan mengubah kehidupan fana kepada kehidupan abadi (baqa/kekal); kesenangan dunia kepada kenikmatan akhirat. Membuat hidup dan kehidupan manusia bermakna dan penuh arti.

    Perang Aceh yang MonumentalBelanda tidak pernah melakukan perang

    yang lebih besar dari Perang Aceh. Perang berlangsung dalam kurun yang sangat panjang, hampir 80 tahun. Perang panjang ini telah menelan korban meninggal dari kedua belah pihak lebih dari seratus ribu jiwa. Secara militer, Perang Aceh juga merupakan perang terbesar melawan penjajah Belanda di Indonesia.

    Bagi Belanda, Perang Aceh tidak hanya pertikaian senjata, tetapi merupakan urusan

    49 Hasjmy. Op. Cit. h 199-201

  • Laporan Khusus SYAMINA Edisi XX / September 2015

    34

    politik nasional, penjajah, dan internasional selama satu abad, yang mengantarkan ke dunia modern.

    Sejak tahun 1873 Perang Aceh diiringi oleh dua pertanyaan yang tidak terjawab. Pertanyaan yang satu militer sifatnya. Apakah perang ini dilakukan dengan cara yang tepat? Strategi militer, taktik, dan kepahlawanan dipersoalkan di sini; bukan hanya itu, tetapi juga provokasi, teror, dan kekejaman. Semua panglima tertinggi yang silih berganti, di antaranya terdapat jenderal-jenderal masyhur, seperti J. Van Swieten, K. van der Heijden, dan J.B. van Heutsz, terlibat dalam pertentangan-pertentangan itu.

    Pertanyaan lain yang tidak terjawab sifatnya susila dan politik. Apakah perang ini dapat dibenarkan? Perdebatan ini pun memakan waktu tiga perempat abad dan belum selesai. Turut menyertainya Multatuli, Busken Huet, Abraham Kuyper, Snouck Hurgronje, Troelstra, Ratu Wilhelmina, Volin, dan masih banyak lagi. Ya, bahkan ada kalanya terdengar suara orang Indonesia, walaupun sedikit banyaknya perang ini lebih merupakan persoalan Belanda dan Hindia daripada persoalan Indonesia.50

    Gb. 4. Pejuang-pejuang Aceh lengkap dengan persenjataannya

    Peperangan penjajah yang dimulai sejak tanggal 6 April 1873 sampai dengan tahun

    50 Paul van't Veer, Perang Aceh Kisah kegagalan Snouck Hourgronje, terjemahan buku berhasa Belanda De Atjeh-Oorlog, Grafitipers Jakarta 1985.

    1914 saja, menurut data pihak Belanda,51 telah menimbulkan korban sebagai berikut:

    z pihak Belanda tewas 37.500 orang

    z pihak Aceh 70.000 orang

    Jadi korban meninggal dari kedua belah pihak berjumlah tidak kurang dari 100.000 orang ditambah lagi dengan yang luka-luka sejumlah 500.000 orang.

    Namun, dari semua pemimpin peperangan yang pernah bertempur di setiap pelosok kepulauan ini, kita mendengar bahwa tidak ada satu bangsa yang begitu gagah berani dan fanatik dalam peperangan kecuali bangsa Aceh; wanita-wanitanya pun mempunyai keberanian dan kerelaan berkorban yang jauh melebihi wanita-wanita lain.52

    Perang Belanda di Aceh tidak berakhir pada tahun 1913 atau 1914. Dari tahun 1914 terentang seutas benang merah ke tahun 1942, sebuah jejak pembunuhan dan pemukulan sampai mati, dari perla