jurusan pendidikan sejarah fakultas ilmu sosial...

35
1 LAPORAN KEMAJUAN PROGRAM P2M DANA DIPA Pelatihan dan Pendampingan Penyusunan dan Pelaporan Penelitian Tindakan Kelas Pada Guru-Guru SD di Kecamatan Kintamani Oleh Dra. Desak Made Purnawati, M.Hum./ 00175056804 (Ketua) Dewa Gede Sudika Mangku, SH., LL.M./ 0027128401 (Anggota) Dr. I Nengah Suastika, M.Pd/ 0020078003 (Anggota JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANSEHA AGUSTUS 2016

Upload: duongdieu

Post on 02-Mar-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

LAPORAN KEMAJUAN PROGRAM P2M DANA DIPA

Pelatihan dan Pendampingan Penyusunan dan

Pelaporan Penelitian Tindakan Kelas Pada

Guru-Guru SD di Kecamatan Kintamani

Oleh

Dra. Desak Made Purnawati, M.Hum./ 00175056804 (Ketua)

Dewa Gede Sudika Mangku, SH., LL.M./ 0027128401 (Anggota)

Dr. I Nengah Suastika, M.Pd/ 0020078003 (Anggota

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANSEHA

AGUSTUS 2016

2

3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara faktual permasalahan prinsip yang dialami oleh para guru SD di

Kecamatan Kintamani saat ini adalah berkaitan dengan peningkatan kualitas proses

pembelajaran. Ini tidak terlapas dari adanya kemauan guru dalam meningkatkan

kualitas proses pembelajan yang dialakukan, akan tetapi para guru kesulitan

melakukannya, karena persoalan yang terjadi dikelas masing-masing sangat beragam

dan bersifat spesifik. Kondisi ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Suastika, (2013: 143) yang menemukan sebagian besar guru sekolah dasar kesulitan

menemukan cara untuk memperbaiki proses-proses pembelajaran yang dilakukan,

karena kurangnya pemahaman tentang cara melakukan pengemasan langkah-langkah

penelitian tindakan kelas. Lebih lanjut diuraikan, para guru sebenarnya sudah

melakukan upaya-upaya reflektif untuk memperbaiki proses pembelajaran di

kelasnya masing-masing sesuai dengan masalah yang terjadi, akan tetapi upaya

reflektif ini tidak dikemas dengan sistematis, tidak didokumentasikan secara tertulis

dan visual, tidak dilakukan dengan langkah-langkah siklus penelitian tindakan kelas

dan tidak dibuatkan laporan yang mudah dijadikan pedoman dan panduan untuk

memperbaiki kualitas pembelajaran berikutnya serta tidak dijadikan karya ilmiah

yang dapat dijadikan untuk memenuhi persyaratan kenaikan pangkat. Akibatnya

upaya reflektif yang dilakukan tidak dapat dijadikan sebagai pedoman yang

sistematis untuk memperbaiki langkah-langkah proses pembelajaran.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan dengan guru SD

di Kecamatan kintamani, terungkap beberapa persoalan dasar yang dialami oleh guru

dalam kaitannya dengan implmentasi penelitian tindakan kelas untuk memperbaiki

kualitas pembelajaran, yaitu (1) sebagian besar guru SD di Kecamatan Kintamani

belum memahami dasar filosofis penelitian tindakan kelas untuk perbaikan

persoalan spesifik di kelas, (2) sebagain besar guru SD di Kecamatan Kintamani

belum memahami langkah-langkah penelitian tindakan kelas, (3) sebagian besar

guru-guru SD di Kecamatan Kintamani belum mememiliki keterampilan yang

memadai dalam mengimplementasikan penelitian tindakan kelas, (4) sebagian besar

guru SD di Kecamatan Kintamani belum memiliki keterampilan yang memadai

4

dalam menyusun proposal dan laporan penelitian tindakan kelas dan (5) sebagian

besar guru SD di Kecamatan Kintamani belum memahami manfaat penelitian

tindakan kelas untuk mengatasi permasalahan spesifik di kelas.

Di sisi lain, berdasarkan peraturan yang baru yaitu peraturan bersama

Mendiknas dan Kepala BKN Nomor 03/V/PB/2010 dan Nomor 14 Tahun 2010

tanggal 6 Mei 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan

Angka Kreditnya. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 35 tahun 2010

Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka

Kreditnya. Aturan baru Angka Kredit bagi kenaikan Jabatan Guru ini, sudah berlaku

efektif mulai tanggal 1 Januari 2013, dimana untuk kenaikan pangkat jabatan

Fungsional Guru serendah-rendahnya Golongan III/b diwajibkan membuat Karya

Inovatif berupa Penelitian, Karya Tulis Ilmiah, Alat Peraga, Modul, Buku, atau

Karya Teknologi Pendidikan yang nilai angka kreditnya disesuaikan. Demikia juga

untuk kenaikan golongan pada jenjang berikutnya diwajibkan untuk membuat Karya

Inovatif berupa Penelitian, Karya Tulis Ilmiah, Alat Peraga, Modul, Buku, atau

Karya Teknologi Pendidikan yang nilai angka kreditnya disesuaikan. Dengan

demikian setiap guru yang akan memasuki golongan III/b dan golongan berikutnya

harus memiliki penelitian (yang relevan adalah penelitian tindakan kelas) sebagai

bukti telah dikuasainya keterampilan untuk melakukan perbaikan kualitas proses

pembelajaran sesuai dengan masalah yang ada dikelasnya masing-masing. Ketentuan

ini juga menunjukkan komitmen pemerintah dalam memperbaiki kualitas proses

pembelajaran, khususnya berkaitan dengan masalah-masalah spesifik yang terjadi

pada kelas dan hanya guru sendiri yang mampu mengatasinya dengan siklus

penelitian tindakan kelas. Sementara data guru SD di Kecamatan Kintamani

menujukkan dari 487 orang guru SD yang ada di Kecamatan Kintamani hanya 83

orang guru yang sudah golongan IV, sedangkan 404 sisanya berada pada golongan II

dan golongan III. Hal ini menunjukkan kebutuhan penguasaan keterampilan oleh

guru untuk menyelesaikan permasalahan siswa dalam proses pembelajaran melalui

pelaksanaan penelitian tindakan kelas. Hal ini akan bersinergi secara simbiosis-

mutualis antara kualitas proses pembelajaran dengan kenakikan pangkat dan

golongan guru. Melalui proses penelitian tindakan kelas untuk menyelesaikan

permasalahan siswa dalam proses pembelajaran akan mampu meningkatkan kualitas

5

proses pembelajaran yang bermuara pada hasil belajar siswa disatu sisi dan laporan

hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan dapat digunakan sebagai angka kredit

oleh guru untuk dapat naik pangkat atau golongan. Namun keterbatasan keterampilan

guru dalam mengimplementasikan penelitian tindakan kelas untuk mengatasi

masalah siswa dalam proses pembelajaran sampai saat ini menjadi persoalan utama

guru SD yang ada di wilayah Kecamatan Kintamani.

Kondisi ini merupakan sebuah persolan yang sangat urgen bagi guru-guru SD

di Kecamatan Kintamani yang mengalami persoalan berkaitan dengan kualitas proses

pembelajaran, namun belum memiliki kemampuan yang memadai untuk melakukan

perbaikan pembelajaran dengan penelitian tindakan kelas. Para guru mengakui

belum ada pelatihan yang memadai untuk mengimplementasikan penelitian tindakan

kelas untuk mengatasi masalah spesifik pembelajaran yang ada di kelas. Menurut

guru proses pelatihan pengembangan keterampilan guru dalam memahami pnelitian

tindakan kelas akan sangat baik jika diberikan melalui proses yang bersifat

komperhensip dengan memberikan pemaman, melatih pembuatan proposal dan

laporan, medampingi implementasi, mengevaluasi (paket) dan kembali dari siklus

awal. Model paket pelatihan ini akan dimulai dari: peningkatan pengetahuan

tentang penelitian tindakan kelas (dasar filosofis PTK, hakekat PTK, tujuan PTK

dan manfaat PTK), pelatihan dan pendampingan penyusunan proposal

(merumuskan masalah PTK, membuat latar belakang, merumuskan masalah

penelitian, merumuskan tujuan penelitian, manfaat penelitian, merumuskan kajian

pustaka dan merumuskan metode penelitian), pendampingan implementasi

penelitian tindakan kelas (rencana, tindakan, observasi dan refleksi), implementasi

penelitian tindakan kelas secara mandiri, dan evaluasi dan refleksi. Model paket

pelatihan yang bersifat sirkuler seperti ini memang telah terbukti lebih efektif

dibandingkan dengan pelatihan biasa yang selama ini telah dilakukan. Hal ini

disebabkan karena adanya proses refpleksi dan evaluasi yang bersifat terukur dalam

setiap tahapan pelatihan. Model paket pelatihan ini juga memberikan pengetahuan

dan keterampilan yang lebih prakis pada guru, karena langsung melaksanakan hasil

pelatihannya dalam proses pembelajaran yang bersifat aktual dan realistik. Melalui

proses ini diharapkan para guru SD di Kecamatan Kintamani mampu membuat dan

melakukan PTK serta membuat laporan PTK.

6

B. Analisis Situasi

Kota pendidikan merupakan impian dan tujuan dari beberapa kabupaten yang

ada di Bali. Kondisi ini disebabkan karena, Bali memiliki potensi yang memadai

untuk mengembangkan kota pendidikan, mengingat kondisi alam dan

masyarakatnya yang dikenal kohesif. Bangli merupakan salah satu kabupaten yang

ingin mengembangkan diri menjadi kota pendidikan dan kota kesehatan. Salah satu

misi utama Kabupaten Bangli adalah menjadikan Bangli sebagai center of excellent

dalam bidang pendidikan (Visi dan Misi Kabupaten Bangli Tahun 2010). Tujuan

pengembangan kota pendidikan ini sangat didukung dengan letak geografis yang

sangat mudah dijangkau dari semua Kabupaten yang ada di Bali, kondisi alamnya

yang sejuk, masih banyak lahan kosong yang bisa dimanfaatkan untuk membangun

sarana pendidikan, masih minimnya pengembangan industri yang membuat kota

menjadi nyaman dan didukung oleh masyarakat yang adaptif (Suastika, 2008).

Upaya merealisasikan kota pendidikan yang berbasis ke-Hinduan telah dilakukan

oleh Pemda Bangli dengan mengembangkan lembaga pendidikan mulai dari jenjang

taman kanak-kanak (TK) sampai perguruan tinggi (PT) yang kesemuanya diarahkan

pada orientasi dan akomodasi nilai-nilai Hindu dalam pembelajarannya.

Kabupaten Bangli terdiri dari empat kecamatan, yaitu Susut, Bangli,

Tembuku dan Kintamani. Kecamatan Kintamani memiliki wilayah teritorial yang

paling luas dengan kondisi daerah pegunungan. Kondisi ini meyebabkan sampai saat

ini masyarakat Kintamani belum mendapatkan kesempatan memperoleh pendidikan

secara maksimal sebagaimana layaknya daerah-daerah lainnya. Berdasarkan data

yang ada di Biro Statistik Kabupaten Bangli, saat ini terdapat 214 sekolah dasar (SD)

yang tersebar di 4 kecamatan, yaitu kecamatan Bangli, Susut, Tembuku, dan

Kintamani (Bangli dalam Angka, 2013). Untuk Kecamatan Kintamani, jumlah SD

yang ada adalah 68 buah yang tersebar di 58 desa. Sedangkan SLTP yang ada di

Kintamani hanya berjumlah 7 sekolah untuk melayani 68 SD yang tersebar di

seluruh wilayah Kecamatan Kintamani. Sedangkan jumlah guru yang mengajar di 68

sekolah dasar yang ada di Kecamatan Kintamani adalah sebanyak 487 orang guru,

termasuk guru agama dan guru olahraga. Kondisi ini sangat memperihatinkan,

mengingat dengan semakin meningkatnya lulusan tenaga kependidikan.

7

Dilihat dari kualifikasi akademik guru SD yang ada di Kecamatan Kintamani

rata-rata telah bergelar S1 (sarjana) dan hanya beberapa guru yang masih D-II

PGSD. Untuk meningkatkan kualifikasi akademik guru dan keterampilannya,

Pemda Bangli telah melakukan berbagai upaya, seperti membantu studi lanjut pada

guru yang belum sarjana, mengadakan pelatihan, seminar, dan kegiatan ilmiah

lainnya. Hal ini disebabkan karena guru merupakan motor utama penggerak

kemajuan pendidikan. Guru memegang peran yang sangat strategis, sebagai

perancang, pelaksana dan sekaligus sebagai evaluator bagi kemajuan siswa

(Dokumen Kurikulum Tahun 2013). Surapranata (2004 : 1) mengatakan bahwa

kurikulum, proses pembelajaran dan evaluasi merupakan tiga dimensi dari sekian

dimensi yang sangat penting dalam pendidikan yang harus dilaksanakan oleh guru.

Kurikulum merupakan penjabaran tujuan pendidikan yang menjadi landasan program

pembelajaran yang mesti diterjemahkan oleh guru (life curriculum). Proses

pembelajaran merupakan upaya yang dilakukan guru untuk mencapai tujuan yang

dirumuskan dalam kurikulum. Sedangkan evaluasi merupakan kegiatan yang

dilakukan untuk menilai berhasil tidaknya proses pembelajaran.

Secara geografis Kecamatan Kintamani merupakan Kecamatan terluas dari

empat kecamatan yang ada di Kabupaten Bangli. Kondisi daerah yang berbukit-bukit

dan jarak yang berjauhan antara desa yang satu dengan desa lainnya, membuat

daerah Kintamani mengalami angka putus sekolah yang paling tinggi di Kabupaten

Bangli. Di sisi lain, dari 68 sekolah dasar yang tersebar di Kecamatan Kintamani

hanya diajar oleh 487 orang guru, termasuk guru agama dan guru olahraga. Bahkan

dibebarapa sekolah seperti di Sebaya, Songan dan Trunyan serta sekolah dasar

lainnya yang ada di balik bukit, satu sekolah hanya memiliki 4 orang guru, termasuk

kepala sekolah (Bangli dalam Angka, 2013). Terbatasnya tenaga pendidik untuk

sekolah dasar ini diatasi dengan cara merekrut guru kontrak atau guru honorer untuk

mengajar pada sekolah-sekolah yang kekurangan guru. Upaya ini, sampai saat ini

terbukti mampu memperkecil kesenjangan kebutuhan tenaga pengajar sekolah dasar

yang ada di Kecamatan Kintamani. Walapun berbagai upaya telah dan sedah

dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Bangli untuk meningkatkan kualitas

pendidikan, khususnya pendidikan dasar di Kecamatan Kintamani, berbagai

persoalan masih tetap terjadi.

8

C. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Berdasarkan analisis situasi dan kondisi empiris di atas, maka permasalahan

yang dialami oleh guru-guru SD di Kecamatan Kintamani berkaitan dengan

penelitian tindakan kelas adalah: kurangnya kemampuan dan keterampilan guru SD

di Kecamatan Kintamani untuk memahami dasar filosofis penelitian tindakan kelas,

kurangnya kemampuan dan keterampilan yang memadai tentang hakekat penelitian

tindakan kelas. Para guru mengakui belum mendapatkan gambaran yang jelas

tentang apa penelitian tindakan kelas, bagaimana proses penelitian tindakan kelas,

permasalahan pembelajaran yang bagaimana dapat dipecahkan dengan penelitian

tindakan kelas, siapa yang melakukan observasi dan refleksi dalam penelitian

tindakan kelas dan bagaimana upaya perbaikan yang mesti dilakukan dalam

penelitian tindakan kelas, belum dimilikinya kemampuan dan keterampilan yang

memadai dalam menyusun proposal penelitian tindakan kelas, belum dimilikinya

kemampuan dan keterampilan yang memadai dalam mengimplementasikan

penelitian tindakan kelas untuk memecahkan masalah siswa dalam proses

pembelajaran, belum dimilikinya kemampuan dan keterampilan yang memadai

dalam menyusun laporan penelitian tindakan kelas, dan belum dimilikinya

kemampua dan keterampilan yang memadai dalam membuat instrument penelitian

tindakan kelas yang dijadikan sebagai alat untuk menilai kemajuan siswa dari sisi

kognitif, afektif mapun keterampilannya.

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hakekat Penelitian Tindakan Kelas

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) pertama kali diperkenalkan oleh ahli

psikologi sosial Amerika yang bernama Kurt Lewin pada tahun 1946. Inti gagasan

Lewin inilah yang selanjutnya dikembangkan oleh ahli-ahli lain seperti Stephen

Kemmis, Robin McTaggart, John Elliot, Dave Ebbutt, dan sebagainya. PTK di

Indonesia baru dikenal pada akhir dekade 80-an. Oleh karenanya, sampai dewasa ini

keberadaannya sebagai salah satu jenis penelitian masih sering menjadikan pro dan

kontra, terutama jika dikaitkan dengan bobot keilmiahannya. Jenis penelitian ini

dapat dilakukan didalam bidang pengembangan organisasi, manejemen, kesehatan

atau kedokteran, pendidikan, dan sebagainya. Di dalam bidang pendidikan penelitian

ini dapat dilakukan pada skala makro ataupun mikro. Dalam skala mikro misalnya

dilakukan di dalam kelas pada waktu berlangsungnya suatu kegiatan belajar-

mengajar untuk suatu pokok bahasan tertentu pada suatu mata kuliah. Untuk lebih

detailnya berikut ini akan dikemukan mengenai hakikat PTK. Menurut John Elliot

bahwa yang dimaksud dengan PTK ialah kajian tentang situasi sosial dengan maksud

untuk meningkatkan kualitas tindakan di dalamnya (Elliot, 1982). Seluruh prosesnya,

telaah, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan pengaruh menciptakan

hubungan yang diperlukan antara evaluasi diri dari perkembangan profesional.

Pendapat yang hampir senada dikemukakan oleh Kemmis dan Mc Taggart, yang

mengatakan bahwa PTK adalah suatu bentuk refleksi diri kolektif yang dilakukan

oleh peserta–pesertanya dalam situasi sosial untuk meningkatkan penalaran dan

keadilan praktik-praktik itu dan terhadap situasi tempat dilakukan praktik-praktik

tersebut (Kemmis dan Taggart, 1988).

Menurut Carr dan Kemmis seperti yang dikutip oleh Siswojo Hardjodipuro,

dikatakan bahwa yang dimaksud dengan istilah PTK adalah suatu bentuk refleksi diri

yang dilakukan oleh para partisipan (guru, siswa atau kepala sekolah) dalam situasi-

situasi sosial (termasuk pendidikan) untuk memperbaiki rasionalitas dan kebenaran

(a) praktik-praktik sosial atau pendidikan yang dilakukan dilakukan sendiri, (b)

pengertian mengenai praktik-praktik ini, dan (c) situasi-situasi ( dan lembaga-

lembaga ) tempat praktik-praktik tersebut dilaksanakan (Harjodipuro, 1997). Lebih

10

lanjut, dijelaskan oleh Harjodipuro bahwa PTK adalah suatu pendekatan untuk

memperbaiki pendidikan melalui perubahan, dengan mendorong para guru untuk

memikirkan praktik mengajarnya sendiri, agar kritis terhadap praktik tersebut dan

agar mau utuk mengubahnya. PTK bukan sekedar mengajar, PTK mempunyai makna

sadar dan kritis terhadap mengajar, dan menggunakan kesadaran kritis terhadap

dirinya sendiri untuk bersiap terhadap proses perubahan dan perbaikan proses

pembelajaran. PTK mendorong guru untuk berani bertindak dan berpikir kritis dalam

mengembangkan teori dan rasional bagi mereka sendiri, dan bertanggung jawab

mengenai pelaksanaan tugasnya secara profesional.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, jelaslah bahwa dilakukannya PTK

adalah dalam rangka guru bersedia untuk mengintropeksi, bercermin, merefleksi atau

mengevalusi dirinya sendiri sehingga kemampuannya sebagai seorang guru/pengajar

diharapkan cukup professional untuk selanjutnya, diharapkan dari peningkatan

kemampuan diri tersebut dapat berpengaruh terhadap peningkatan kualitas anak

didiknya, baik dalam aspek penalaran; keterampilan, pengetahuan hubungan sosial

maupun aspek-aspek lain yang bermanfaat bagi anak didik untuk menjadi dewasa.

Dengan dilaksanakannya PTK, berarti guru juga berkedudukan sebagai peneliti, yang

senantiasa bersedia meningkatkan kualitas kemampuan mengajarnya. Upaya

peningkatan kualitas tersebut diharapkan dilakukan secara sistematis, realities, dan

rasional, yang disertai dengan meneliti semua “ aksinya di depan kelas sehingga

gurulah yang tahu persis kekurangan-kekurangan dan kelebihannya. Apabila di

dalam pelaksanaan “aksi” nya masih terdapat kekurangan, dia akan bersedia

mengadakan perubahan sehingga di dalam kelas yang menjadi tanggungjawabnya

tidak terjadi permasahan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan

PTK ialah suatu penelitian yang dilakukan secara sistematis reflektif terhadap

berbagai tindakan yang dilakukan oleh guru yang sekaligus sebagai peneliti, sejak

disusunnya suatu perencanaan sampai penilaian terhadap tindakan nyata di dalam

kelas yang berupa kegiatan belajar-mengajar, untuk memperbaiki kondisi

pembelajaran yang dilakukan. Sementara itu, dilaksanakannya PTK di antaranya

untuk meningkatkan kualitas pendidikan atau pangajaran yang diselenggarakan oleh

11

guru/pengajar-peneliti itu sendiri, yang dampaknya diharapkan tidak ada lagi

permasalahan yang mengganjal di kelas.

B. Jenis dan Model PTK

Sebagai paradigma sebuah penelitian tersendiri, jenis PTK memiliki

karakteristik yang relatif agak berbeda jika dibandingkan dengan jenis penelitian

yang lain, misalnya penelitian naturalistik, eksperimen survei, analisis isi, dan

sebagainya. Jika dikaitkan dengan jenis penelitian yang lain PTK dapat dikategorikan

sebagai jenis penelitian kualitatif dan eksperimen. PTK dikatagorikan sebagai

penelitian kualitatif karena pada saat data dianalisis digunakan pendekatan kualitatif,

tanpa ada perhitungan statistik. Dikatakan sebagai penelitian eksperimen, karena

penelitian ini diawali dengan perencanaan, adanya perlakuan terhadap subjek

penelitian, dan adanya evaluasi terhadap hasil yang dicapai sesudah adanya

perlakuan. Ditinjau dari karakteristiknya, PTK setidaknya memiliki karakteristik

antara lain: (1) didasarkan pada masalah yang dihadapi guru dalam instruksional; (2)

adanya kolaborasi dalam pelaksanaannya; (3) penelitian sekaligus sebagai praktisi

yang melakukan refleksi; (4) bertujuan memperbaiki dan atau meningkatkan kualitas

praktek instruksional; (5) dilaksanakan dalam rangkaian langkah dengan beberapa

siklus.

Menurut Richart Winter ada enam karekteristik PTK, yaitu (1) kritik reflektif,

(2) kritik dialektis, (3) kolaboratif, (4) resiko, (5) susunan jamak, dan (6) internalisasi

teori dan praktek (Winter, 1996). Untuk lebih jelasnya, berikut ini dikemukakan

secara singkat karakteristik PTK tersebut.

1. Kritik Refeksi; salah satu langkah di dalam penelitian kualitatif pada

umumnya, dan khususnya PTK ialah adanya upaya refleksi terhadap hasil

observasi mengenai latar dan kegiatan suatu aksi. Hanya saja, di dalam PTK

yang dimaksud dengan refleksi ialah suatu upaya evaluasi atau penilaian, dan

refleksi ini perlu adanya upaya kritik sehingga dimungkinkan pada taraf

evaluasi terhadap perubahan-perubahan.

2. Kritik Dialektis; dengan adanyan kritik dialektif diharapkan penelitian

bersedia melakukan kritik terhadap fenomena yang ditelitinya. Selanjutnya

peneliti akan bersedia melakukan pemeriksaan terhadap: (a) konteks

hubungan secara menyeluruh yang merupakan satu unit walaupun dapat

12

dipisahkan secara jelas, dan, (b) Struktur kontradiksi internal, -maksudnya di

balik unit yang jelas, yang memungkinkan adanya kecenderungan mengalami

perubahan meskipun sesuatu yang berada di balik unit tersebut bersifat stabil.

3. Kolaboratif; di dalam PTK diperlukan hadirnya suatu kerja sama dengan

pihak-pihak lain seperti atasan, sejawat atau kolega, mahasiswa, dan

sebagainya. Kesemuanya itu diharapkan dapat dijadikan sumber data atau

data sumber. Mengapa demikian? Oleh karena pada hakikatnya kedudukan

peneliti dalam PTK merupakan bagian dari situasi dan kondisi dari suatu latar

yang ditelitinya. Peneliti tidak hanya sebagai pengamat, tetapi dia juga

terlibat langsung dalam suatu proses situasi dan kondisi. Bentuk kerja sama

atau kolaborasi di antara para anggota situasi dan kondisi itulah yang

menyebabkan suatu proses dapat berlangsung.Kolaborasi dalam kesempatan

ini ialah berupa sudut pandang yang disampaikan oleh setiap kolaborator.

Selanjutnya, sudut pandang ini dianggap sebagai andil yang sangat penting

dalam upaya pemahaman terhadap berbagai permasalahan yang muncul.

Untuk itu, peneliti akan bersikap bahwa tidak ada sudut pandang dari

seseorang yang dapat digunakan untuk memahami sesuatu masalah secara

tuntas dan mampu dibandingkan dengan sudut pandang yang berasal; dari

berbagai pihak. Namun demikian memperoleh berbagai pandangan dari pada

kolaborator, peneliti tetap sebagai figur yang memiliki ,kewenangan dan

tanggung jawab untuk menentukan apakah sudut pandang dari kolaborator

dipergunakan atau tidak. Oleh karenanya, sdapat dikatakan bahwa fungsi

kolaborator hanyalah sebagai pembantu di dalam PTK ini, bukan sebagai

yang begitu menentukan terhadap pelaksaanan dan berhasil tidaknya

penelitian.

4. Resiko; dengan adanya ciri resiko diharapkan dan dituntut agar peneliti

berani mengambil resiko, terutama pada waktu proses penelitian berlangsung.

Resiko yang mungkin ada diantaranya (a) melesetnya hipotesis dan (b)

adanya tuntutan untuk melakukan suatu transformasi. Selanjutnya, melalui

keterlibatan dalam proses penelitian, aksi peneliti kemungkinan akan

mengalami perubahan pandangan karena ia menyaksikan sendiri adanya

13

diskusi atau pertentangan dari para kalaborator dan selanjutnya menyebabkan

pandangannya berubah.

5. Susunan Jamak; pada umumnya penelitian kuantitatif atau tradisional

berstruktur tunggal karena ditentukan oleh suara tunggal, penelitinya. Akan

tetapi, PTK memiliki struktur jamak karena jelas penelitian ini bersifat

dialektis, reflektif, partisipasi atau kolaboratif. Susunan jamak ini berkaitan

dengan pandangan bahwa fenomena yang diteliti harus mencakup semua

komponen pokok supaya bersifat komprehensif. Suatu contoh, seandainya

yang diteliti adalah situasi dan kondisi proses belajar-mengajar, situasinya

harus meliputi paling tidak guru, siswa, tujuan pendidikan, tujuan

pembelajaran, interaksi belajar-mengajar, lulusan atau hasil yang dicapai, dan

sebagainya.

6. Internalisasi Teori dan Praktik; Menurut pandangan para ahli PTK bahwa

antara teori dan praktik bukan merupakan dua dunia yang berlainan. Akan

tetapi, keduanya merupakan dua tahap yang berbeda, yang saling bergantung,

dan keduanya berfungsi untuk mendukung tranformasi. Pendapat ini berbeda

dengan pandangan para ahli penelitian konvesional yang beranggapan bahwa

teori dan praktik merupakan dua hal yang terpisah. Keberadaan teori

diperuntukkan praktik, begitu pula sebaliknya sehingga keduanya dapat

digunakan dan dikembangkan bersama.

Berdasarkan uraian di atas, jelaslah bahwa bentuk PTK benar-benar berbeda

dengan bentuk penelitian yang lain, baik itu penelitian yang menggunakan paradigma

kualitatif maupun paradigma kualitatif. Oleh karenanya, keberadaan bentuk PTK

tidak perlu lagi diragukan, terutama sebagai upaya memperkaya khasanah kegiatan

penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan taraf keilmiahannya.

Model Kurt Lewin menjadi acuan pokok atau dasar dari berbagai model

action research, terutama classroom action research. Dialah orang pertama yang

memperkenalkan action research. Konsep pokok action research menurut Kurt Lewin

terdiri dari empat komponen, yaitu : (1) perencanaan (planning), (2) tindakan

(acting), (3) pengamatan (observing), dan (4) refleksi (reflecting). Hubungan

keempat komponen itu dipandang sebagai satu siklus. Model Kemmis & Taggart

merupakan pengembangan dari konsep dasar yang diperkenalkan Kurt lewin seperti

14

yang diuraikan di atas, hanya saja komponen acting dan observing dijadikan satu

kesatuan karena keduanya merupakan tindakan yang tidak terpisahkan, terjadi dalam

waktu yang sama

Belakangan ini Penelitian Tindakan Kelas (PTK) semakin menjadi trend

untuk dilakukan oleh para profesional sebagai upaya pemecahan masalah dan

peningkatan mutu di berbagai bidang. Awal mulanya, PTK, ditujukan untuk mencari

solusi terhadap masalah sosial (pengangguran, kenakalan remaja, dan lain-lain) yang

berkembang di masyarakat pada saat itu. PTK dilakukan dengan diawali oleh suatu

kajian terhadap masalah tersebut secara sistematis. Hal kajian ini kemudian dijadikan

dasar untuk mengatasi masalah tersebut. Dalam proses pelaksanaan rencana yang

telah disusun, kemudian dilakukan suatu observasi dan evaluasi yang dipakai sebagai

masukan untuk melakukan refleksi atas apa yang terjadi pada tahap pelaksanaan.

Hasil dari proses refeksi ini kemudian melandasi upaya perbaikan dan

peryempurnaan rencana tindakan berikutnya. Tahapan-tahapan di atas dilakukan

berulang-ulang dan berkesinambungan sampai suatu kualitas keberhasilan tertentu

dapat tercapai. Dalam bidang pendidikan, khususnya kegiatan pembelajaran, PTK

berkembang sebagai suatu penelitian terapan. PTK sangat bermanfaat bagi guru

untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran di kelas. Dengan

melaksanakan tahap-tahap PTK, guru dapat menemukan solusi dari masalah yang

timbul di kelasnya sendiri, bukan kelas orang lain, dengan menerapkan berbagai

ragam teori dan teknik pembelajaran yang relevan secara kreatif. Selain itu sebagai

penelitian terapan, disamping guru melaksanakan tugas utamanya mengajar di kelas,

tidak perlu harus meninggalkan siswanya. Jadi PTK merupakan suatu penelitian yang

mengangkat masalah-masalah aktual yang dihadapi oleh guru di lapangan. Dengan

melaksanakan PTK, guru mempunyai peran ganda : praktisi dan peneliti.

Classroom action research (CAR) adalah action research yang dilaksanakan

oleh guru di dalam kelas. Action research pada hakikatnya merupakan rangkaian

“riset-tindakan-riset-tindakan- …”, yang dilakukan secara siklik, dalam rangka

memecahkan masalah, sampai masalah itu terpecahkan. Ada beberapa jenis action

research, dua di antaranya adalah individual action research dan collaborative action

research (CAR). Jadi CAR bisa berarti dua hal, yaitu classroom action research dan

collaborative action research; dua-duanya merujuk pada hal yang sama. Action

15

research termasuk penelitian kualitatif walaupun data yang dikumpulkan bisa saja

bersifat kuantitatif. Action research berbeda dengan penelitian formal, yang

bertujuan untuk menguji hipotesis dan membangun teori yang bersifat umum

(general). Action research lebih bertujuan untuk memperbaiki kinerja, sifatnya

kontekstual dan hasilnya tidak untuk digeneralisasi. Namun demikian hasil action

research dapat saja diterapkan oleh orang lain yang mempunyai latar yang mirip

dengan yang dimliki peneliti. Perbedaan antara penelitian formal dengan classroom

action research disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 4.1 Perbedaan antara Penelitian Formal dengan Classroom Action Research

Penelitian Formal

Classroom Action Research

Dilakukan oleh orang lain Dilakukan oleh guru/dosen

Sampel harus representatif

Kerepresentatifan sampel tidak

diperhatikan

Instrumen harus valid dan reliabel

Instrumen yang valid dan reliabel tidak

diperhatikan

Menuntut penggunaan analisis statistik Tidak diperlukan analisis statistik yang

rumit

Mempersyaratkan hipotesis

Tidak selalu menggunakan hipotesis

Mengembangkan teori

Memperbaiki praktik pembelajaran

secara langsung

Ada beberapa alasan mengapa PTK merupakan suatu kebutuhan bagi guru

untuk meningkatkan profesional seorang guru :

1. PTK sangat kondusif untuk membuat guru menjadi peka tanggap terhadap

dinamika pembelajaran di kelasnya. Dia menjadi reflektif dan kritis terhadap

lakukan.apa yang dia dan muridnya

2. PTK dapat meningkatkan kinerja guru sehingga menjadi profesional. Guru

tidak lagi sebagai seorang praktis, yang sudah merasa puas terhadap apa yang

dikerjakan selama bertahun-tahun tanpa ada upaya perbaikan dan inovasi,

namun juga sebagai peneniliti di bidangnya.

3. Dengan melaksanakan tahapan-tahapan dalam PTK, guru mampu

memperbaiki proses pembelajaran melalui suatu kajian yang dalam terhadap

apa yang terhadap apa yang terjadi di kelasnya. Tindakan yang dilakukan

16

guru semata-mata didasarkan pada masalah aktual dan faktual yang

berkembang di kelasnya.

4. Pelaksanaan PTK tidak menggangu tugas pokok seorang guru karena dia tidak

perlu meninggalkan kelasnya. PTK merupakan suatu kegiatan penelitian yang

terintegrasi dengan pelaksanaan proses pembelajaran.

5. Dengan melaksanakan PTK guru menjadi kreatif karena selalu dituntut untuk

melakukan upaya-upaya inovasi sebagai implementasi dan adaptasi berbagai

teori dan teknik pembelajaran serta bahan ajar yang dipakainya.

6. Penerapan PTK dalam pendidikan dan pembelajaran memiliki tujuan untuk

memperbaiki dan atau meningkatkan kualitas praktek pembelajaran secara

berkesinambungan sehingga meningkatan mutu hasil instruksional;

mengembangkan keterampilan guru; meningkatkan relevansi; meningkatkan

efisiensi pengelolaan instruksional serta menumbuhkan budaya meneliti pada

komunitas guru.

17

BAB III

TUJUAN DAN MANFAAT KEGIATAN

A. Tujuan Kegiatan

Tujuan utama dari kegiatan ini adalah meningkatkan wawasan dan

keterampilan guru-guru SD di Kecamatan Kintamani dalam menyusun proposal

PTK, melaksanakan PTK dan membuat laporan PTK. Secara lebih rinci tujuan

pengabdian masyarakat ini adalah untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan

guru SD dalam memahami dasar filosofis penelitian tindakan kelas, meningkatkan

wawasan dan pengetahuan guru SD dalam memahami hakekat penelitian tindakan

kelas. meningkatkan wawasan dan pengetahuan guru SD dalam

mengimplementasikan penelitian tindakan kelas untuk memecahkan masalah siswa

dalam proses pembelajaran, meningkatkan wawasan dan pengetahuan guru SD

dalam menyusun laporan penelitian tindakan kelas, dan meningkatkan wawasan dan

pengetahuan guru SD dalam membuat instrument penelitian tindakan kelas yang

dijadikan sebagai alat untuk menilai kemajuan siswa dari sisi kognitif, afektif mapun

keterampilannya.

B. Manfaat Kegiatan

Berdasarkan tujuan program pengabdian masyarakat di atas, maka secara

realistik implementasi pelatihan dan pendampingan pembuatan proposal,

implementasi dan pelaporan penelitian tindakan kelas bagi guru-guru SD di

Kecamatan Kintamani ini akan bermanfaat dalam meningkatkan wawasan dan

keterampilan guru SD untuk membuat penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan

kualitas proses pembelajaran. Secara rinci pelatihan dan pendampingan penyusuan

proposal, implementasi PTK dan pembuatan laporan PTK diharapkan dapat

bermanfaat bagi :

(a) Pemerintah Kabupaten Bangli, khususnya Dinas Pendidikan Kabupaten

Bangli, bahwa program ini dapat membantu merealisasikan salah satu

program yang telah disusun dalam rencana pembangunan pendidikan

Kabupaten Bangli, khususnya pada jenjang sekolah dasar, yaitu peningkatan

pengetahuan dan keterampilan guru dalam menyusun, mengimplementasikan

dan membuat laporan penelitian tindakan kelas.

18

(b) Bagi Kepala Sekolah Sekolah Dasar, selaku manajer dan evaluator program

pembelajaran program pelatihan dan pendampingan peningkatan pengetahuan

dan keterampilan guru SD dalam menyusun, mengimplementasikan dan

membuat laporan penelitian tindakan kelas ini dapat dijadikan sebagai acuan

untuk meningkatkan kualitas proses dan evaluasi pembelajaran di sekolahnya.

(c) Guru-guru SD di Kecamatan Kintamani, program ini sangat bermanfaat

dalam meningkatkan wawasan dan keterampilan mereka dalam menyusun,

mengimplementasikan dan membuat laporan penelitian tindakan kelas,

sehingga dapat dijadikan pedoman dalam melakukan perbaikan terhadap

proses pembelajaran.

(d) Bagi siswa sekolah dasar di Kecamatan Kintamani, program menyusun,

mengimplementasikan dan membuat laporan penelitian tindakan kelas ini

dapat lebih meningkatkan kompetensi guru yang pada akhirnya dapat

mempermudah siswa dalam proses pembelajaran dan mencapai tujuan

pembelajaran sebagai mana yang telah ditetapkan.

C. Khalayak Sasaran Strategis

Khalayak sasaran strategis dalam kegiatan ini adalah para guru SD yang ada

di Kecamatan Kintamani. Di sisi lain, di Kecamatan Kintamani adalah daerah yang

paling banyak jumlah sekolah dasar dan daerah yang paling banyak angka putus

sekolahnya. Berdasarkan rasional tersebut, maka sasaran yang dipilih dipandang

cukup visibel dan prediktif bagi penyebarluasan informasi atau hasil dari kegiatan ini

kedepannya. Di sisi lain kegiatan ini memiliki keterkaitan yang sangat mutualis

dengan berbagai pihak, antara lain: (1) Kepala Unit Pelaksana Pendidikan

Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli, (2) Kepala Kantor Cabang Pendidikan

Nasional Dinas Pendidikan Kabupaten Bangli, (3) kepala sekolah dasar (SD) di

Kecamatan Kintamani, dan (4) komite sekolah dasar yang gurunya menjadi sasaran

antara yang strategis dalam pelaksanaan program pengabdian ini. Semua fihak di

atas, akan memperoleh manfaat yang sangat esesial dan aplikatif dalam kaitannya

dengan upaya perbaikan kinerja guru dan siswa.

19

BAB IV

Metode Pelaksanaan

A. Model Program

Berdasarkan pada hasil observasi dan wawancara dan kesepakatan dengan

guru-guru sekolah dasar di wilayah Kecamatan Kintamani maka ada beberapa

permasalahan prinsip yang mesti menjadi prioritas untuk di atasi dalam program

pengabdian masyarakat ini yaitu:

1. Menyepakati pelatihan peningkatakan pengetahuan dan wawasan guru-guru

sekolah dasar di wilayah Kecamatan Kintamani berkaitan dengan dasar

filosofis penelitian tindakan kelas dan hakekat penelitian tindakan kelas yang

akan diberikan oleh pakar kurikulum Undiksa (Dosen Jurusan Pendidikan

Guru Sekolah Dasar). Pelatihan ini dinilai mampu meningkatkan pengetahuan

guru tentang hakekat penelitian tindakan kelas, dasar filosofi penelitian

tindakan kelas. Model pelatihan akan dilakukan seperti proses seminar yang

diisi dengan diskusi dan tanya jawab untuk lebih mempertajam pengetahuan

dan pemahaman guru tentang penelitian tindakan kelas. Dari proses diskusi

dan tanya jawab ini diharapkan guru secara terbuka menyampaikan berbagai

hal yang belum dipahami berkaitan dengan penelitian tindakan kelas.

2. Memberikan pelatihan dan pendampingan penyusunan proposal penelitian

tindakan kelas pada guru-guru sekolah dasar di wilayah Kecamatan

Kintamani yang akan diberikan oleh pakar pendidikan dasar dan pakar

kurikulum Undiksha Singaraja (Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar dan

dosen spesialisasi pengembangan kurikulum Undiksha). Pelatihan dan

pendampingan proposal ini diharapkan mampu memberikan menjawaban atas

kerisauan guru dalam kaitannya dengan strategi memformulasi masalah

penelitian tindakan kelas, latar belakang penelitian tindakan kelas,

merumuskan masalah penelitian tindakan kelas, merumuskan tujuan

penelitian tindakan kelas, memformulasikan landasan teori dan merumuskan

metode penelitian dalam penelitian tindakan kelas. Selain proses

penyampaian materi dan diskusi, pada proses ini akan dilakukan review dari

tutor untuk mengetahui kekurangan dan kelemahan guru dalam membuat

proposal penelitian tindakan kelas, sehingga bisa diperbaiki dan

20

disempurnakan sampai tutor menganggap apa yang dikerjakan guru sudah

sesuai dengan maksud dan tujuan pelatihan. Berkenaang dengan itu, maka

pada proses penyusunan proposal juga akan dilakukan pendampingan dengan

perbandingan satu tutor mendampingi tiga peserta, sehingga proses revisi

proposal terjadi dengan efektif.

3. Memberikan pelatihan dan pendampingan implementasi penelitian tindakan

kelas dalam mengatasi masalah siswa dalam proses pembelajaran yang akan

diberikan oleh pakar pendidikan dasar (Jurusan Pendidikan Guru Sekolah

Dasar). Pelatihan dan pendampingan ini akan dilakukan dengan supervisi

kelas untuk mendapatkan kondisi nyata yang dialami oleh guru-guru SD di

Kecamatan Kintamani dalam mengimplementasikan penelitian tindakan

kelas.Pada proses pelatihan dan pendampingan ini proses evaluasi dan

refleksi selalu dilakukan oleh guru bersama dengan tim pendamping,

sehingga dengan cepat dapat dipetakan kondisi-kondisi yang perlu diperbaiki

dan disesuaikan berdasarkan pengematan serta kesepakatan antara guru

dengan tim pendamping. Demikian juga dengan siklus berikutnya setelah

pembelajaran akan dilakukan evaluasi dan refleksi untuk memperbaiki

tindakan sampai pada tim menganggap guru telah mampu

mengimplementasikan penelitian tindakan kelas sesuai dengan fitrahnya.

4. Pelatihan dan pendampingan penyusunan laporan penelitian tindakan kelas

yang akan diberikan oleh pakar penelitian tindakan kelas (Jurusan Pendidikan

Dasar Universitas Pendidikan Ganesha). Pelatihan dan pendampingan ini

diharapkan mampu memberikan solusi praktis pada guru dalam melakukan

penyusuan laporan penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan oleh guru,

sehingga benar-benar bersifat sistematis dan praktis bagi guru-guru sekolah

dasar. Pada proses pelatihan dan pendampingan ini proses evaluasi dan

refleksi selalu dilakukan oleh guru bersama dengan tim pendamping,

sehingga dengan cepat dapat dipetakan kondisi-kondisi yang perlu diperbaiki

dan disesuaikan berdasarkan pengematan serta kesepakatan antara guru

dengan tim pendamping. Jika pada siklus pertama guru-guru belum mampu

menyusun laporan penelitian dengan baik maka akan dilakukan perbaikan

21

pada siklus berikutnya sampai para guru yang menjadi peserta pelatihan

benar-benar mampu membuat laporan penelitian tindakan kelas.

B. Metode Pelaksanaan Program

Berdasarkan pada model pelaksanaan program sebagaimana yang dipaparkan

di atas, maka metode pelaksanaan program pengabdian masyarakat bagi guru-guru

sekolah dasar di wilayah Kecamatan Kintamani ini akan dilakukan dengan adaptasi

dari siklus penelitian tindakan kelas. Adapun desain pelaksanaan tiap siklusnya dapat

digambarkan sebagi berikut:

Bagan 8.1. Siklus Pelaksanaan (P2M)

Berdasarkan pada bagan di atas, maka pelaksanaan pengabdian bagi

masyarakat ini akan dimululai dari: (1) menyepakati waktu dan tempat pelatihan

dengan guru-guru sekolah dasar di wilayah Kecamatan Kintamani, (2) penyajian materi

tentang hakekat dan dasar filosofis penelitian tindakan kelas, (3) pelatihan dan

pendampingan penyusunan proposal penelitian tindakan kelas (merumuskan masalah

Pelatihan hakekat

dan dasar filosofis

PTK

SIKLUS I

Pelatihan &

pendampingan

penyusunan proposal PTK

Pelatihan & Pendampingan

Penyusunan Laporan

PTK/refleksi dan evaluasi

Pelatihan dan

Pendampingan

Implementasi PTK

SIKLUS II

Dst

Pelatihan hakekat

dan dasar filosofis

PTK

Pelatihan &

pendampingan

penyusunan proposal PTK

Pelatihan dan

Pendampingan

Implementasi PTK

Pelatihan & Pendampingan

Penyusunan Laporan

PTK/refleksi dan evaluasi

22

PTK, membuat latar belakang, merumuskan masalah penelitian, merumuskan tujuan

penelitian, manfaat penelitian, merumuskan kajian pustaka dan merumuskan metode

penelitian PTK), (4) pelatihan dan pendampingan implementasi penelitian tindakan

kelas untuk mengatasi masalah siswa berkaitan dengan proses pembelajaran sesuai

dengan proposal yang telah dibuat sebelumnya, dan (5) pelatihan dan pendampingan

penyusunan laporan penelitian tindakan kelas serta diakhiri dengan refleksi dan

evaluasi. Demikian seterusnya sampai para guru sekolah dasar di Kecamatan

Kintamani memiliki keterampilan yang memadai dalam mengimplementasikan dan

membuat laporan penelitian tindakan kelas.

C. Rancangan Evaluasi

Keberhasilan program P2M ini ditentukan oleh tingkat pemahaman, sikap

positif, dan keterampilan profesional guru SD dalam menyusun, melaksanakan dan

membuat laporan penelitian tindakan kelas di sekolahnya masing-masing. Untuk itu,

maka evaluasi tingkat keberhasilan kegiatan yang telah dilakukan minimal 3 (tiga)

kali, yaitu evaluasi proses, evaluasi akhir, dan evaluasi tindak lanjut. Kegiatan

evaluasi ini akan melibatkan tutor/pakar dari Undiksha Singaraja. Instrumen evaluasi

yang digunakan untuk mengukur keberhasilan pelatihan dan pendampingan ini

adalah tes obyektif, pedoman observasi dan pedoman wawancara yang

dikembangkan sendiri oleh tim pelaksana pengabdian masyarakat. Kriteria dan

indikator pencapaian tujuan dan tolak ukur yang digunakan untuk menjastifikasi

tingkat keberhasilan kegiatan pengabdian ini dapat diuraikan pada tabel berikut :

Tabel. 9.1. Kriteria Keberhasilan Pengabdian Bagi Masyarakat

No Jenis Data Sumber

Data

Indikator Kriteria

Keberhasilan

Instrumen

1. Pengetahuan

dan

keterampilan

guru dalam

memahami

hakekat,

dasar filosofis

PTK

Guru-guru

sekolah

dasar di

wilayah

Kecamatan

Kintamani

Pengetahuan

dan

keterampilan

guru

Terjadi

perubahan yang

positif terhadap

pengetahuan dan

keterampilan

guru-guru tentang

hakekat, dasar

filosofis PTK

Tes

pengetahuan

Dan

pedoman

wawancara

2. Pengetahuan

dan

keterampilan

guru dalam

membuat

Guru-guru

sekolah

dasar di

wilayah

Kecamatan

Pengetahuan

dan

keterampilan

guru

Terjadi

peningkatan

pengetahuan dan

keterampilan

guru dalam

pedoman

wawancara

dan unjuk

kerja

23

proposal PTK Kintamani membuat

proposal PTK

3. Keterampilan

guru dalam

mengimplem

entasikan

PTK

Guru-guru

sekolah

dasar di

wilayah

Kecamatan

Kintamani

Pengetahuan

dan

keterampilan

guru

Terjadi

peningkatan

keterampilan

guru dalam

mengimplemen-

tasikan PTK

Pedoman

observasi

dan

wawancara

4. Keterampilan

guru dalam

menyusun

laporan PTK

Guru-guru

sekolah

dasar di

wilayah

Kecamatan

Kintamani

Pengetahuan

dan

keterampilan

guru

Terjadi

peningkatan

keterampilan

guru dalam

menyusun

laporan PTK

Wawancara

dan

observasi

Pada kegiatan pelatihan ini, guru-guru SD di Kecamatan Kintamani akan

dilibatkan secara kolaboratif dari awal sampai akhir kegiatan. Guru-guru SD akan

dilibatkan dalam merencanakan program, penjadwalan kegiatan, ikut serta dalam

pelatihan dan implementasi produk pelatihan. Pedampingan/supervise kelas produk

hasil pelatihan ini akan dilakukan pada 2 sekolah (SD) yang ada di wilayah

Kintamani.

24

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh para guru SD di Kecamatan

Kintamani, maka program pengabdian masyarakat ini dilakukan dalam bentuk

pelatihan dan pendampingan pembuatan proposal dan laporan penelitian tindakan

kelas. Permasalahan yang dialami oleh guru-guru SD di Kecamatan Kintamani

berkaitan dengan penelitian tindakan kelas adalah: kurangnya kemampuan dan

keterampilan guru SD di Kecamatan Kintamani untuk memahami dasar filosofis

penelitian tindakan kelas, kurangnya kemampuan dan keterampilan yang memadai

tentang hakekat penelitian tindakan kelas. Para guru mengakui belum mendapatkan

gambaran yang jelas tentang apa penelitian tindakan kelas, bagaimana proses

penelitian tindakan kelas, permasalahan pembelajaran yang bagaimana dapat

dipecahkan dengan penelitian tindakan kelas, siapa yang melakukan observasi dan

refleksi dalam penelitian tindakan kelas dan bagaimana upaya perbaikan yang mesti

dilakukan dalam penelitian tindakan kelas, belum dimilikinya kemampuan dan

keterampilan yang memadai dalam menyusun proposal penelitian tindakan kelas,

belum dimilikinya kemampuan dan keterampilan yang memadai dalam

mengimplementasikan penelitian tindakan kelas untuk memecahkan masalah siswa

dalam proses pembelajaran, belum dimilikinya kemampuan dan keterampilan yang

memadai dalam menyusun laporan penelitian tindakan kelas, dan belum dimilikinya

kemampua dan keterampilan yang memadai dalam membuat instrument penelitian

tindakan kelas yang dijadikan sebagai alat untuk menilai kemajuan siswa dari sisi

kognitif, afektif mapun keterampilannya. Pelatihan dan pendampingan pembuatan

proposal dan laporan penelitian tindakan kelas dilakukan pada bulan Mei di SD

Negeri 1 Batur mendatangkan tim pakar dari Undiksha Singraja khususnya pakar

pendidikan guru sekolah dasar. Pelatihan dan pendampingan pembuatan proposal

dan laporan penelitian tindakan kelas, sangat membantu guru-guru SD dalam

membuat proposal dan pembuatan laporan penelitian tindakan kelas sesuai dengan

tuntutan pemerintah. Hal ini sejalan dengan peraturan yang baru yaitu peraturan

bersama Mendiknas dan Kepala BKN Nomor 03/V/PB/2010 dan Nomor 14 Tahun

2010 tanggal 6 Mei 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan

Angka Kreditnya. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 35 tahun 2010

25

Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka

Kreditnya. Aturan baru Angka Kredit bagi kenaikan Jabatan Guru ini, sudah berlaku

efektif mulai tanggal 1 Januari 2013, dimana untuk kenaikan pangkat jabatan

Fungsional Guru serendah-rendahnya Golongan III/b diwajibkan membuat Karya

Inovatif berupa Penelitian, Karya Tulis Ilmiah, Alat Peraga, Modul, Buku, atau

Karya Teknologi Pendidikan yang nilai angka kreditnya disesuaikan. Demikia juga

untuk kenaikan golongan pada jenjang berikutnya diwajibkan untuk membuat Karya

Inovatif berupa Penelitian, Karya Tulis Ilmiah, Alat Peraga, Modul, Buku, atau

Karya Teknologi Pendidikan yang nilai angka kreditnya disesuaikan. Dengan

demikian setiap guru yang akan memasuki golongan III/b dan golongan berikutnya

harus memiliki penelitian (yang relevan adalah penelitian tindakan kelas) sebagai

bukti telah dikuasainya keterampilan untuk melakukan perbaikan kualitas proses

pembelajaran sesuai dengan masalah yang ada dikelasnya masing-masing.

Pelatihan dan pendampingan pembuatan proposal dan laporan penelitian

tindakan kelas pada guru-guru SD di Kecamatan Kintamani dimulai dari: (1) dasar

filosofis penelitian tindakan kelas untuk perbaikan persoalan spesifik di kelas, (2)

langkah-langkah penelitian tindakan kelas, (3) implementasi penelitian tindakan

kelas dalam paktik pembelajaran, dan (4) menyusun laporan penelitian tindakan

kelas. Pelatihan diawali dengan memberikan materi tentang dasar filosofi penelitian

tindakan kelas, makna penelitian tindakan kelas, tujuan penelitian tindakan kelas,

cara merumuskan masalah penelitian tindakan kelas, membuat kajian pustaka

penelitian tindakan kelas, dan mengembangkan instrument penelitian tindakan kelas.

Proses ini dilakukan dalam bentuk ceramah dan tanya jawab, untuk mempermudah

guru-guru SD di Kecamatan Kintamani dalam menyampaikan masalah-masalah yang

dialami dalam merancang penelitian tindakan kelas. Proses ceramah dan tanyajawab

berlangsung dengan baik, karena hampir semua peserta aktif untuk mempertanyakan

berbagai permasalahan tentang merancang penelitian tindakan kelas dan

berpartisipasi dalam pemberian materi. Setelah diberikan materi dan tanyajawab,

semua guru SD yang menjadi peserta pelatihan mengaku faham dengan dasar filosofi

penelitian tindakan kelas, yang mengibaratkan guru dengan dokter yang mencoba

untuk mendiagnosis penyakit yang dialami oleh peserta didiknya dan berusaha

mencarikan obat yang cocok untuk penyakin tersebut.

26

Apa yang terjadi dalam proses ceramah dan tanyajawab tentang penelitian

tindakan kelas ini, sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Carr dan Kemmis

seperti yang dikutip oleh Siswojo Hardjodipuro, dikatakan bahwa yang dimaksud

dengan istilah PTK adalah suatu bentuk refleksi diri yang dilakukan oleh para

partisipan (guru, siswa atau kepala sekolah) dalam situasi-situasi sosial (termasuk

pendidikan) untuk memperbaiki rasionalitas dan kebenaran (a) praktik-praktik sosial

atau pendidikan yang dilakukan dilakukan sendiri, (b) pengertian mengenai praktik-

praktik ini, dan (c) situasi-situasi ( dan lembaga-lembaga ) tempat praktik-praktik

tersebut dilaksanakan (Harjodipuro, 1997). Lebih lanjut, dijelaskan oleh Harjodipuro

bahwa PTK adalah suatu pendekatan untuk memperbaiki pendidikan melalui

perubahan, dengan mendorong para guru untuk memikirkan praktik mengajarnya

sendiri, agar kritis terhadap praktik tersebut dan agar mau utuk mengubahnya. PTK

bukan sekedar mengajar, PTK mempunyai makna sadar dan kritis terhadap

mengajar, dan menggunakan kesadaran kritis terhadap dirinya sendiri untuk bersiap

terhadap proses perubahan dan perbaikan proses pembelajaran. PTK mendorong

guru untuk berani bertindak dan berpikir kritis dalam mengembangkan teori dan

rasional bagi mereka sendiri, dan bertanggung jawab mengenai pelaksanaan tugasnya

secara profesional. Berdasarkan pendapat di atas, jelaslah bahwa dilakukannya PTK

adalah dalam rangka guru bersedia untuk mengintropeksi, bercermin, merefleksi atau

mengevalusi dirinya sendiri sehingga kemampuannya sebagai seorang guru/pengajar

diharapkan cukup professional untuk selanjutnya, diharapkan dari peningkatan

kemampuan diri tersebut dapat berpengaruh terhadap peningkatan kualitas anak

didiknya, baik dalam aspek penalaran; keterampilan, pengetahuan hubungan sosial

maupun aspek-aspek lain yang bermanfaat bagi anak didik untuk menjadi dewasa.

Dengan dilaksanakannya PTK, berarti guru juga berkedudukan sebagai peneliti, yang

senantiasa bersedia meningkatkan kualitas kemampuan mengajarnya. Upaya

peningkatan kualitas tersebut diharapkan dilakukan secara sistematis, realities, dan

rasional, yang disertai dengan meneliti semua “ aksinya di depan kelas sehingga

gurulah yang tahu persis kekurangan-kekurangan dan kelebihannya. Apabila di

dalam pelaksanaan “aksi” nya masih terdapat kekurangan, dia akan bersedia

mengadakan perubahan sehingga di dalam kelas yang menjadi tanggungjawabnya

tidak terjadi permasahan.

27

Action research lebih bertujuan untuk memperbaiki kinerja, sifatnya

kontekstual dan hasilnya tidak untuk digeneralisasi. Namun demikian hasil action

research dapat saja diterapkan oleh orang lain yang mempunyai latar yang mirip

dengan yang dimliki peneliti. Perbedaan antara penelitian formal dengan classroom

action research disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 4.1 Perbedaan antara Penelitian Formal dengan Classroom Action Research

Penelitian Formal

Classroom Action Research

Dilakukan oleh orang lain Dilakukan oleh guru/dosen

Sampel harus representatif

Kerepresentatifan sampel tidak

diperhatikan

Instrumen harus valid dan reliabel

Instrumen yang valid dan reliabel tidak

diperhatikan

Menuntut penggunaan analisis statistik Tidak diperlukan analisis statistik yang

rumit

Mempersyaratkan hipotesis

Tidak selalu menggunakan hipotesis

Mengembangkan teori

Memperbaiki praktik pembelajaran

secara langsung

Ada beberapa alasan mengapa PTK merupakan suatu kebutuhan bagi guru

untuk meningkatkan profesional seorang guru :

1. PTK sangat kondusif untuk membuat guru menjadi peka tanggap terhadap

dinamika pembelajaran di kelasnya. Dia menjadi reflektif dan kritis terhadap

lakukan.apa yang dia dan muridnya

2. PTK dapat meningkatkan kinerja guru sehingga menjadi profesional. Guru

tidak lagi sebagai seorang praktis, yang sudah merasa puas terhadap apa yang

dikerjakan selama bertahun-tahun tanpa ada upaya perbaikan dan inovasi,

namun juga sebagai peneniliti di bidangnya.

3. Dengan melaksanakan tahapan-tahapan dalam PTK, guru mampu

memperbaiki proses pembelajaran melalui suatu kajian yang dalam terhadap

apa yang terhadap apa yang terjadi di kelasnya. Tindakan yang dilakukan

guru semata-mata didasarkan pada masalah aktual dan faktual yang

berkembang di kelasnya.

28

4. Pelaksanaan PTK tidak menggangu tugas pokok seorang guru karena dia tidak

perlu meninggalkan kelasnya. PTK merupakan suatu kegiatan penelitian yang

terintegrasi dengan pelaksanaan proses pembelajaran.

5. Dengan melaksanakan PTK guru menjadi kreatif karena selalu dituntut untuk

melakukan upaya-upaya inovasi sebagai implementasi dan adaptasi berbagai

teori dan teknik pembelajaran serta bahan ajar yang dipakainya.

6. Penerapan PTK dalam pendidikan dan pembelajaran memiliki tujuan untuk

memperbaiki dan atau meningkatkan kualitas praktek pembelajaran secara

berkesinambungan sehingga meningkatan mutu hasil instruksional;

mengembangkan keterampilan guru; meningkatkan relevansi; meningkatkan

efisiensi pengelolaan instruksional serta menumbuhkan budaya meneliti pada

komunitas guru.

Tahap kedua kegiatan pelatihan dan pendampingan penulisan proposal dan

pelaporan PTK ini lanjutkan dengan memberikan pelatihan dan pendampingan

membuat proposal PTK. Untuk merancang proposal penelitian tindakan kelas, semua

guru diminta untuk membuat satu persoalan yang dialami di dalam kelas, untuk

bersama-sama dirumskan menjadi masalah penelitian. Setelah semua peserta

pelatihan menulis masalah yang dibuat, diminta untuk menyampaikan, kemudia

dirumuskan bersama menjadi masalah PTK. Setelah masalah yang dipetakan telah

tekodifikasi, kemudian dilanjutkan dengan strategi merancang proposal PTK. Format

proposal PTK berisi latar belakang masalah, identifikasi dan rumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka dan metode penelitian.

Sebelum membuat proposal PTK, peserta pelatihan diberikan uraian secara singkat

oleh pemateri tentang latar belakang masalah, identifikasi dan rumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka dan metode penelitian serta

apa yang mesti dibuat pada masing-masing aitem tersebut. Setelah materi diberikan

semua peserta diajak untuk merancang proposal penelitian secara garis besar, yang

kemudian akan dilanjutkan di rumah masing-masing. Kemudian, dua minggu

berikutnya proposal PTK yang telah dibuat oleh peserta pelatihan di minta untuk

dikumpulkan dan akan dikoreksi oleh tim pakar dari Undiksha serta akan

dikembalikan pada peserta minggu berikutnya untuk dilakukan perbaikan sebelum

dilaksanakan. Kalau proposal PTK dinilai sudah layak untuk dilaksanakan, maka tim

29

akan mendampingi guru-guru SD di Kecamatan Kintamani untuk

mengimplementasikan proposal PTK.

Tahap berikutnya pelaksanaan pengabdian masyarakat ini dilanjutkan dengan

mengimplementasikan proposal yang telah dibuat. Implementasi PTK ini dilakukan

pada 2 SD yang ada di Kecamatan kintamani, yaitu di SD 1 Batur dan SD 5 Batur.

Sekolah ini dipilih berdasarkan pada kesiapan sekolah yang bersangkutan dan

gurunya serta sarana-prasarana yang dibutuhkan. Selain itu, pemilihan sekolah ini

didasarkan pada lokasinya yang sangat strategis, sehingga mudah dinjangkau oleh

tim, mapun oleh para peserta pelatihan yang hendak melihat langsung, bagaimana

temannya melangsungkan penelitian tindakan kelas. Pendampingan implementasi

PTK ini akan dilakukan dengan model supervisi klinis, dimana proses perbaikan dan

refleksi dilakukan secara koligeal dan demokratis antar peserta pelatihan dengan tim

pakar Undiksha, sehingga berbagai permaslahan yang dialami dalam pelaksanaan

PTK dapat dipecahkan dengan cepat dan sesuai sasaran. Pendampingan

implementasi PTK ini akan dilakukan sesuai dengan siklus penelitian tindakan kelas,

yaitu perencaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi.

Model Kurt Lewin menjadi acuan pokok atau dasar dari berbagai model

action research, terutama classroom action research. Dialah orang pertama yang

memperkenalkan action research. Konsep pokok action research menurut Kurt

Lewin terdiri dari empat komponen, yaitu : (1) perencanaan (planning), (2) tindakan

(acting), (3) pengamatan (observing), dan (4) refleksi (reflecting). Hubungan

keempat komponen itu dipandang sebagai satu siklus. Model Kemmis & Taggart

merupakan pengembangan dari konsep dasar yang diperkenalkan Kurt lewin seperti

yang diuraikan di atas, hanya saja komponen acting dan observing dijadikan satu

kesatuan karena keduanya merupakan tindakan yang tidak terpisahkan, terjadi dalam

waktu yang sama. Pada proses perencanaan, yaitu menyusun rencana tindakan

termasuk revisi dan perubahan rencana yang hendak dilakukan dalam pembelajaran

kewarganegaraan. Keduanya disusun secara fleksibel untuk pengembangan

berbagai pengaruh yang mungkin timbul di lapangan yang tidak dapat diduga

terlebih dahulu, tindakan, yaitu praktik atau pelaksanaan pembelajaran nyata

berdasarkan rencana tindakan yang telah buat sebelumnya, observasi, yaitu

pengamatan dan pendokumentasian proses tindakan, pengaruh tindakan, kendala

30

tindakan, cara tindakan serta persoalan-persoalan lain yang mungkin timbul. Hasil

observasi ini menjadi dasar refleksi bagi tindakan yang telah dilakukan, dan refleksi,

yaitu mengkaji dan merenungkan kembali suatu tindakan (proses atau masalah)

persis seperti yang telah terekam dalam/selama observasi. Refleksi tindakan

dilakukan peneliti untuk menentukan dan merekonstruksi makna situasi sosial, serta

untuk mendapatkan dasar bagi perbaikan (revisi) rencana tindakan berikutnya. Proses

implementasi dan pendampingan PTK ini dilaksanakan dalam tiga sampai empat

kali pertemuan dikelas. Setelah proses implementasi dan pendampingan yang

dilakukan oleh tim pakar Undiksha, semua peserta pelatihan mengakui memahami

cara mengimplementasikan PTK. Hal ini dapat dilihat dari proses observasi pada saat

pendampingan implementasi PTK dan hasil evaluasi yang dilakukan diakhir

kegiatan yang menunjukkan keterampilan para peserta dalam melaksanakan PTK

yang telah dibuat.

Tahap berikutnya program pengabdian masyarakat ini dilanjutkan dengan

membuat laporan penelitian tindakan kelas. Proses pembautan laporan penelitian

tindakan kelas ini sebenarnya secara simultan telah dilakukan oleh peserta pelatihan

sejak melaksanakan penelitian. Namun proses ini masih berupa catan-catan yang

dibuat melalui proses perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Catan-catan

yang dibuat oleh guru pada tiap tahapan penelitian tindakan kelas kemudian

dirangkai secara berurutan sesuai dengan urutan waktu pelaksanaan penelitian

tindakan kelas yang dilakukan dan upaya perbaikan yang dilakukan pada tiap

sikluasnya. Setelah catan-catan peneltian dirangkai dalam bentuk laporan penelitian

tindakan kelas, kemudian distorkan kepada tim pakar Undiksha untuk diberikan

masukan dan informasi yang kiranya dibutuhkan oleh para peserta. Setelah dilakukan

evaluasi oleh tim pakar Undiksha, dinilai penting untuk memberikan informasi

mengenai hal-hal apa yang mesti dibuat dalam laporan penelitian tindakan kelas. Hal

ini dilakukan untuk mengurangi kekeliruan peserta tentang urutan penelitian dan

data yang mesti dimasukkan dalam laporan penelitian tindakan kelas. Uraian tentang

pelaksanaan penelitian tindakan kelas semstinya diuraikan secara berurut sesuai

dengan pelaksanaan penelitian tindakan kelas yang dilakukan. Bukan berdasarkan

pada data hasil nilai siswa yang biasanya dilakukan pada akhir kegiatan

pembelajaran untuk menilai kemampuan siswa berkaitan dengan materi yang telah

31

dibelajarkan. Data mengenai hasil belajar siswa merupakan salah satu data

pendukung keberhasilan penelitian tindakan kelas, bukan tujuan utama dari

penelitian tindakan kelas, karena tujuan penelitian tindakan kelas adalah untuk

memperbaiki proses pembelajaran. Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan

Richart Winter (1996) yang menyatakan penelitian tindakan kelas memiliki

karakteristik: (1) kritik refeksi, yaitu salah satu langkah di dalam penelitian

kualitatif pada umumnya, dan khususnya PTK ialah adanya upaya refleksi terhadap

hasil observasi mengenai latar dan kegiatan suatu aksi. Hanya saja, di dalam PTK

yang dimaksud dengan refleksi ialah suatu upaya evaluasi atau penilaian, dan refleksi

ini perlu adanya upaya kritik sehingga dimungkinkan pada taraf evaluasi terhadap

perubahan-perubahan, (2) kritik dialektis, dengan adanyan kritik dialektif diharapkan

penelitian bersedia melakukan kritik terhadap fenomena yang ditelitinya. Selanjutnya

peneliti akan bersedia melakukan pemeriksaan terhadap: (a) konteks hubungan

secara menyeluruh yang merupakan satu unit walaupun dapat dipisahkan secara

jelas, dan, (b) Struktur kontradiksi internal, maksudnya di balik unit yang jelas, yang

memungkinkan adanya kecenderungan mengalami perubahan meskipun sesuatu yang

berada di balik unit tersebut bersifat stabil, (3) kolaboratif, yaitu di dalam PTK

diperlukan hadirnya suatu kerja sama dengan pihak-pihak lain seperti atasan, sejawat

atau kolega, mahasiswa, dan sebagainya. Kesemuanya itu diharapkan dapat dijadikan

sumber data atau data sumber. Mengapa demikian? Oleh karena pada hakikatnya

kedudukan peneliti dalam PTK merupakan bagian dari situasi dan kondisi dari suatu

latar yang ditelitinya. Peneliti tidak hanya sebagai pengamat, tetapi dia juga terlibat

langsung dalam suatu proses situasi dan kondisi. Bentuk kerja sama atau kolaborasi

di antara para anggota situasi dan kondisi itulah yang menyebabkan suatu proses

dapat berlangsung.Kolaborasi dalam kesempatan ini ialah berupa sudut pandang

yang disampaikan oleh setiap kolaborator. Selanjutnya, sudut pandang ini dianggap

sebagai andil yang sangat penting dalam upaya pemahaman terhadap berbagai

permasalahan yang muncul. Untuk itu, peneliti akan bersikap bahwa tidak ada sudut

pandang dari seseorang yang dapat digunakan untuk memahami sesuatu masalah

secara tuntas dan mampu dibandingkan dengan sudut pandang yang berasal; dari

berbagai pihak. Namun demikian memperoleh berbagai pandangan dari pada

kolaborator, peneliti tetap sebagai figur yang memiliki ,kewenangan dan tanggung

32

jawab untuk menentukan apakah sudut pandang dari kolaborator dipergunakan atau

tidak. Oleh karenanya, sdapat dikatakan bahwa fungsi kolaborator hanyalah sebagai

pembantu di dalam PTK ini, bukan sebagai yang begitu menentukan terhadap

pelaksaanan dan berhasil tidaknya penelitian, (4) resiko, dengan adanya ciri resiko

diharapkan dan dituntut agar peneliti berani mengambil resiko, terutama pada waktu

proses penelitian berlangsung. Resiko yang mungkin ada diantaranya (a) melesetnya

hipotesis dan (b) adanya tuntutan untuk melakukan suatu transformasi. Selanjutnya,

melalui keterlibatan dalam proses penelitian, aksi peneliti kemungkinan akan

mengalami perubahan pandangan karena ia menyaksikan sendiri adanya diskusi atau

pertentangan dari para kalaborator dan selanjutnya menyebabkan pandangannya

berubah, (5) susunan jamak, pada umumnya penelitian kuantitatif atau tradisional

berstruktur tunggal karena ditentukan oleh suara tunggal, penelitinya. Akan tetapi,

PTK memiliki struktur jamak karena jelas penelitian ini bersifat dialektis, reflektif,

partisipasi atau kolaboratif. Susunan jamak ini berkaitan dengan pandangan bahwa

fenomena yang diteliti harus mencakup semua komponen pokok supaya bersifat

komprehensif. Suatu contoh, seandainya yang diteliti adalah situasi dan kondisi

proses belajar-mengajar, situasinya harus meliputi paling tidak guru, siswa, tujuan

pendidikan, tujuan pembelajaran, interaksi belajar-mengajar, lulusan atau hasil yang

dicapai, dan sebagainya, dan (6) internalisasi teori dan praktik, menurut pandangan

para ahli PTK bahwa antara teori dan praktik bukan merupakan dua dunia yang

berlainan. Akan tetapi, keduanya merupakan dua tahap yang berbeda, yang saling

bergantung, dan keduanya berfungsi untuk mendukung tranformasi. Pendapat ini

berbeda dengan pandangan para ahli penelitian konvesional yang beranggapan

bahwa teori dan praktik merupakan dua hal yang terpisah. Keberadaan teori

diperuntukkan praktik, begitu pula sebaliknya sehingga keduanya dapat digunakan

dan dikembangkan bersama. Berdasarkan pada proses evaluasi oleh tim pakar

Undiksha, maka para peserta melakukan revisi laporan penelitian tindakan kelas

yang telah dibuat, sehingga relevan dengan laopran penelitia tindakan kelas. Tahap

pembuatan laporan penelitian tindakan kelas berjalan dengan baik, karena hampir

semua peserta mampu membuat laporan penelitian tindakan kelas yang sesuai

dengan format laporan penelitian tindakan kelas. Hal ini tampak dari proses evaluasi

tindak lanjut yang dilakukan oleh tim pakar Undiksha, yang menyatakan laporan

33

penelitian tindakan kelas peserta layak untuk dijadikan sebagai karya untuk

mengajukan kenaikan pangkat. Lebih utama dari itu, pelaksanaan penelitian tindakan

kelas yang dilakukan telah mampu meningkatkan kualitas proses yang bermuara

pada peningkatan kualitas hasil belajar siswa SD di wilayah Kecamatan Kintamani.

34

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pelatihan dan pendampingan pembuatan proposal dan laporan penelitian

tindakan kelas pada guru-guru SD di Kecamatan Kintamani dimulai dari: (1) dasar

filosofis penelitian tindakan kelas untuk perbaikan persoalan spesifik di kelas, (2)

langkah-langkah penelitian tindakan kelas, (3) implementasi penelitian tindakan

kelas dalam paktik pembelajaran, dan (4) menyusun laporan penelitian tindakan

kelas. Pelatihan diawali dengan memberikan materi tentang dasar filosofi penelitian

tindakan kelas, makna penelitian tindakan kelas, tujuan penelitian tindakan kelas,

cara merumuskan masalah penelitian tindakan kelas, membuat kajian pustaka

penelitian tindakan kelas, dan mengembangkan instrument penelitian tindakan kelas.

Proses ini dilakukan dalam bentuk ceramah dan tanya jawab, untuk mempermudah

guru-guru SD di Kecamatan Kintamani dalam menyampaikan masalah-masalah yang

dialami dalam merancang penelitian tindakan kelas. Tahap kedua kegiatan pelatihan

dan pendampingan penulisan proposal dan pelaporan PTK ini lanjutkan dengan

memberikan pelatihan dan pendampingan membuat proposal PTK. Format proposal

PTK berisi latar belakang masalah, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka dan metode penelitian. Sebelum

membuat proposal PTK, peserta pelatihan diberikan uraian secara singkat oleh

pemateri tentang latar belakang masalah, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka dan metode penelitian serta apa yang

mesti dibuat pada masing-masing aitem tersebut.

Tahap berikutnya pelaksanaan pengabdian masyarakat ini dilanjutkan dengan

mengimplementasikan proposal yang telah dibuat. Implementasi PTK ini dilakukan

pada 2 SD yang ada di Kecamatan kintamani, yaitu di SD 1 Batur dan SD 5 Batur.

Pendampingan implementasi PTK ini akan dilakukan dengan model supervisi klinis,

dimana proses perbaikan dan refleksi dilakukan secara koligeal dan demokratis antar

peserta pelatihan dengan tim pakar Undiksha, sehingga berbagai permaslahan yang

dialami dalam pelaksanaan PTK dapat dipecahkan dengan cepat dan sesuai sasaran.

Pendampingan implementasi PTK ini akan dilakukan sesuai dengan siklus penelitian

tindakan kelas, yaitu perencaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Tahap

35

berikutnya program pengabdian masyarakat ini dilanjutkan dengan membuat laporan

penelitian tindakan kelas. Proses pembautan laporan penelitian tindakan kelas ini

sebenarnya secara simultan telah dilakukan oleh peserta pelatihan sejak

melaksanakan penelitian. Namun proses ini masih berupa catan-catan yang dibuat

melalui proses perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Catan-catan yang

dibuat oleh guru pada tiap tahapan penelitian tindakan kelas kemudian dirangkai

secara berurutan sesuai dengan urutan waktu pelaksanaan penelitian tindakan kelas

yang dilakukan dan upaya perbaikan yang dilakukan pada tiap sikluasnya. Tahap

pembuatan laporan penelitian tindakan kelas berjalan dengan baik, karena hampir

semua peserta mampu membuat laporan penelitian tindakan kelas yang sesuai

dengan format laporan penelitian tindakan kelas. Hal ini tampak dari proses evaluasi

tindak lanjut yang dilakukan oleh tim pakar Undiksha, yang menyatakan laporan

penelitian tindakan kelas peserta layak untuk dijadikan sebagai karya untuk

mengajukan kenaikan pangkat. Lebih utama dari itu, pelaksanaan penelitian tindakan

kelas yang dilakukan telah mampu meningkatkan kualitas proses yang bermuara

pada peningkatan kualitas hasil belajar siswa SD di wilayah Kecamatan Kintamani.

B. Saran

Berdasarkan pada pelaksanaan pengabdian masyarakat yang telah dilakukan,

ada beberapa saran yang layak untuk dijadikan bahan acuan oleh guru, yaitu: (1)

pelaksanaan perbaikan proses pembelajaran untuk meningkatkan kualitas hasil

belajar perlu dilakukan oleh guru. Salah satu inovasi yang mesti dilakukan oleh guru

untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran adalah dengan melakukan

penelitian tindakan kelas, karena melalui PTK guru akan memahami masalah kelas

dan pemecahan masalah yang mesti ditempuh untuk memperbaikinya, (2)

implementasi PTK mesti didukung dengan kebijakan kepala sekolah selaku

manajemen sekolah dan komite sekolah selaku penikmat pendidikan, (3) perlu

adanya kelompok-kelompok diskusi yang dibentuk oleh guru sebagai sarana untuk

mengkomunikasikan ide dan gagasan, serta mendapatkan masukan dari teman-teman

sejawatnya untuk memperbaiki kualitas proses pembelajaran, dan (4) perlu adanya

motivasi yang memadai dari Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten untuk

meningkatkan minat guru dalam melaksanakan PTK.