jurnal strategi komunikasi pemerintah boyolali … d0214084.pdf · strategi komunikasi pemerintah...
TRANSCRIPT
JURNAL
STRATEGI KOMUNIKASI PEMERINTAH BOYOLALI DALAM
SOSIALISASI FASILITAS VOIP (VOICE OVER INTERNET PROTOCOL)
(Studi Kasus Mengenai Strategi Komunikasi Pemerintah Boyolali dalam
Sosialisasi Fasilitas VOIP (Voice Over Internet Protocol) kepada ASN dan
Masyarakat Boyolali dalam Rangka Mewujudkan Kota Boyolali Sebagai Boyolali
Smart City Tahun 2019)
Disusun oleh:
Reni Rahmawati
D 0214084
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2019
1
STRATEGI KOMUNIKASI PEMERINTAH BOYOLALI DALAM
SOSIALISASI FASILITAS VOIP (VOICE OVER INTERNET PROTOCOL)
(Studi Kasus Mengenai Strategi Komunikasi Pemerintah Boyolali dalam
Sosialisasi Fasilitas VOIP (Voice Over Internet Protocol) kepada ASN dan
Masyarakat Boyolali dalam Rangka Mewujudkan Kota Boyolali Sebagai
Boyolali Smart City Tahun 2019)
Reni Rahmawati
Dwi Tiyanto
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Program Studi Ilmu Komunikasi
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract
Voice Over Internet Protocol (VOIP) facility is an innovation of public
service in the field of communication for the ASN and the community that initiated
by the government of Boyolali City. This facility was built to overcome the
ineffectiveness of using cable telephones in government communications. This
research was conducted to determine the government communication strategy of
Boyolali conducted by Diskominfo Boyolali in order to socialize VOIP facilities to
ASN and the people of Boyolali. In addition, through this research can be known
inhibitory factor and the driving factor in the socialization. This study was studied
communication theory by Harold D. Lasswell. This theory is right for researching
communication strategies. This theory explained that the best way to describe
communication activities is to answer the question "Who Says What In Which
Channel To Whom With What Effect?".
This research was a qualitative research using case study method.
Purposive sampling was used as the sampling technique with 6 interviewees. The
primary data sources used obtained through interviews and observation results.
While supporting data obtained from documents and other supporting data. The
analytical technique used is the analytical technique of Miles and Huberman that
is by reducing data, data display, and then concludes with a conclusion or
verification.
The results of this research show the stage of the communication strategy
of Boyolali government conducted by Diskominfo Boyolali, that is: Know the
audience by defining and recognizing the socialization target. The next stage,
composing a message by doing a message theme drafting or an overview of the
message, as well as the core message to be delivered. Next, choose methods by
using some persuasive communication technique that is associations technique,
integration, rewards, and settings also using informative methods and persuasive
methods. Meanwhile, the media used was face to face socialization, circular
letters, and the mass media. The inhibiting factor comes from communicators as
well as socialized objects. At the sama time, the supporting factor is regulation of
Regent Number 48 year 2017 on implementation of Boyolali’s VOIP (free phone).
Keywords: Communication Strategy, Smart City, VOIP
2
Pendahuluan
Perkembangan teknologi di bidang informasi dan komunikasi
berdampingan dengan berkembangnya internet secara global. Internet saat ini
menjadi kebutuhan dalam setiap lini kehidupan, terutama dalam hal mendukung
komunikasi. Penggunaan internet sebagai media yang mendukung
terselenggaranya komunikasi kini merambah berbagai bidang seperti pendidikan,
media massa, dan juga merambah bidang pemerintahan. Di bidang pemerintahan,
baik itu pemerintahan pusat maupun daerah, internet digunakan dalam
penyelenggaraan komunikasi pemerintahan, baik antar Aparatur Sipil Negara
(ASN), maupun antar pemerintah dengan koleganya.
Diterapkannya internet dan teknologi dalam penyelenggaraan
pemerintahan, khususnya pemerintahan daerah, kemudian turut memunculkan
istilah Smart City. Menurut Prof. Dr. Ir. Suhono Harso Supangkat M.Eng, Ketua
Lembaga Pengembangan Inovasi dan Kewirausahaan (LPIK) ITB, secara definisi,
Smart City adalah kota yang dapat mengelola semua sumber daya secara efektif
dan efisien dalam menyelesaikan berbagai tantangan, menggunakan solusi
inovatif, terintegrasi dan berkelanjutan. Pengelolaan tersebut semata-mata untuk
meningkatkan kualitas hidup warga kota. Dari definisi tersebut, ciri solusi dalam
Smart City yaitu berupa pemikiran-pemikiran baru, terintegrasi, antar lembaga
pemerintah hingga lembaga non-pemerintah, responsif terhadap persoalan kota
serta solusi yang dirancang untuk menjadi solusi berkelanjutan, bukan hanya
solusi sesaat. Smart city mencakup enam aspek, yakni governance, environment,
economy, mobility, people, dan living. (Itb.ac.id, 26 September 2017).
Salah satu kota yang saat ini telah memiliki program Smart City ialah Kota
Boyolali. Kota Boyolali merupakan salah satu Kota/Kabupaten di Jawa Tengah
yang terdiri dari 19 Kecamatan dan 267 Desa/Kelurahan. Memiliki luas wilayah :
1.015,10 km2, dengan jumlah penduduk : 963.690. Gedung perkantoran OPD
Boyolali berada dalam satu komplek sehingga sedikit banyak memudahkan dalam
berkomunikasi dan koordinasi (Bralink.id, 23 September 2018).
3
Tabel 1.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Kabupaten Boyolali dan Provinsi Jawa Tengah, 2007 - 2018
Open Unemployment Rate in Boyolali Regency and Jawa Tengah Province, 2007 - 2018
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
Tahun Level of Workforce Involvement
Year Boyolali Jawa Tengah
2007
7,25
7,70
2008
5,90
7,35
2009
5,51
7,33
2010
3,90
6,21
2011
5,81
7,07
2012
4,43
5,61
2013
5,44
6,01
2014
4,95
5,68
2015
2,03
4,99
2017
3,67
4,57
2018
2,16
4,51
Sumber:https://boyolalikab.bps.go.is/statictable/2019/11/22/298/tingkat-
pengangguran-terbuka-tpt-di-kabupaten-boyolali-dan-provinsi-
jawa-tengah-2007--2018.html
Diselenggarakannya program smart city di Boyolali tentu bukan tanpa
alasan. Permasalahan kota menjadi salah satu sebabnya. Dibalik kelebihan dan
potensi yang dimiliki, Kabupaten Boyolali tidak terlepas dari berbagai macam
persoalan seperti pengangguran, kurang efektifnya pelayanan publik,
infrastruktur, dan sebagainya. Boyolali masih perlu untuk berbenah diri.
Ditengah berbagai persoalan yang dihadapi, maka diperlukan adanya
upaya untuk menjadikan Kota “susu” ini kota yang jauh dari permasalahan sosial.
Salah satunya ialah dengan penyelenggaraan Program Smart City. Program ini
dirasa dapat memberikan dampak positif bagi pemerintah, kehidupan sosial
4
masyarakat, transportasi, kualitas hidup, serta pertumbuhan ekonomi yang
signifikan.
Salah satu penerapan smart city di bidang e-government yang dimiliki oleh
pemerintah Boyolali yaitu dengan dibuatnya fasilitas VOIP atau telpon gratis.
Keberadaan fasilitas VOIP di Boyolali merupakan sebuah inovasi pelayanan
publik yang dilakukan oleh pemerintah kota.
More than 50 percent of the world population lives in cities (UN,
2011) and city gOvernments face a wide range of challenges: they
need to produce wealth and innovation but also health and
sustainability. Cities are to be green and safe but also culturally
vibrant (Landry, 2006). On top of this, cities need to be able to
integrate growing populations from diff erent (ethnic, religious,
socioeconomic) backgrounds (Meijer & Bolivar, 2016).
Inovasi merupakan sebuah pesan yang ingin disampaikan kepada penerima
manfaatnya yang berupa sesuatu yang baru (Mardikanto, 2010: 113). Inti dari
setiap pembangunan yang disampaikan melalui kegiatan komunikasi
pembangunan, pada dasarnya ditujukan untuk tercapainya perubahan-perubahan
perilaku masyarakat demi terwujudnya perbaikan mutu hidup, yang mencakup
banyak aspek, baik: ekonomi, sosial, budaya, ideology, politik, maupun
pertahanan keamanan.
Menurut Mardikanto (2010: 114) inovasi adalah sesuatu ide,
produk, informasi teknologi, kelembagaan, perilaku, nilai-nilai,
dan praktek-praktek baru yang belum banyak diketahui, diterima,
dan digunakan dan atau diterapkan/dilaksanakan oleh sebagian
besar warga masyarakat dalam suatu lokalitas tertentu, yang dapat
digunakan atau mendorong terjadinya perubahan-perubahan di
segala aspek kehidupan masyarakat demi selalu terwujudnya
perbaikan-perbaikan mutu hidup setiap individu dan seluruh warga
masyarakat yang bersangkutan.
Fasilitas VOIP masuk dalam kategori inovasi tata kelola penyelenggaraan
pelayanan publik yang efektif, efisien, dan berkinerja tinggi. Inovasi yang
dimaksud ialah dulu dalam penyelenggaraan komunikasi (telpon) di pemerintahan
Kota Boyolali masih menggunakan jaringan telpon kabel dari Telkom, namun
5
setelah keberadaan fasilitas VOIP, jalur telepon sudah dilewatkan dengan jalur
internet.
VOIP dibangun atas dasar kurang efektifnya penggunaan telpon kabel
sebagai sarana komunikasi di lingkungan pemerintah Kabupaten Boyolali. Seperti
hanya dapat melakukan komunikasi suara, padahal praktiknya ternyata kebutuhan
saluran komunikasi yang diperlukan guna menunjang pelakanaan tugas
kepemerintahan bukan hanya untuk telepon (suara) tetapi juga pengiriman data
(berupa surat, dokumen, foto, dan video) dan bahkan video real time membuat
pegawai mulai beralih menggunakan Hand Phone (HP) untuk berkomunikasi
dikarenakan lebih mudah, lebih cepat, dan lebih lengkap fasilitasnya, bukan hanya
untuk kepentingan pribadi tetapi juga untuk kepentingan kantor.
Prinsip pengimplementasian VOIP Boyolali dilakukan dalam rangka
meningkatkan kemudahan penggunaan sarana telekomunikasi, meningkatkan
akuntabilitas pengelolaan penyelenggaraan komunikasi, dan mengurangi biaya
instansi pemerintah dalam melakukan komunikasi jarak dekat maupun jarak jauh
(interlokal/ internasional). Penekanan biaya itu dapat dilakukan dengan cara
memanfaatkan jaringan data yang sudah ada. Sehingga apabila ingin membuat
jaringan telekomunikasi VOIP tidak perlu membangun infrastruktur baru yang
biasanya memerlukan biaya yang besar. Beberapa hal yang membuat VOIP
kreatif dan inovatif sebagai berikut:
1. Biaya lebih rendah untuk sambungan langsung jarak jauh, karena dua
lokasi yang terhubung dengan internet dan memanfaatkan VOIP, maka
biaya percakapan menjadi sangat rendah;
2. Memanfaatkan infrastruktur jaringan data yang sudah ada sehingga
penambahan biaya untuk penambahan fasilitas VOIP relatif kecil;
3. Penggunaan bandwidth untuk voice sangat kecil sehingga bisa
digunakan untuk video call menggunakan internet;
4. Bisa melakukan conference video call antar Kepala Perangkat Daerah
6
5. Dengan adanya VOIP dapat menghubungi Perangkat Daerah dan/atau
Pegawai yang mempunyai HP5. Smartphone dan sudah aktif terinstall
aplikasi VOIP dengan jalur internet tanpa membebani biaya telkom.
6. Variasi penggunaan peralatan yang ada, misal dari PC, IP Phone,
telepon konvensional dan smartphone.
VOIP merupakan fasilitas baru di Boyolali. Pemerintah tentu memiliki
cara khusus untuk mengenalkan fasilitas ini kepada khususnya ASN di Kota
Boyolali dan warga Boyolali pada umumnya, agar tujuan disediakannya fasilitas
ini dapat tercapai. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana
strategi komunikasi yang dilakukan oleh Pemeritah Boyolali dalam
mensosialisasikan fasilitas VOIP kepada ASN dan masyarakat di Boyolali dalam
rangka mendukung program Boyolali Smart City.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka rumusan dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana strategi komunikasi Pemerintah Boyolali dalam sosialisasi
fasilitas VOIP (Voice Over Internet Protocol) kepada ASN dan
Masyarakt Boyolali dalam rangka mewujudkan Kota Boyolali sebagai
Boyolali Smart City?
2. Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam proses sosialisasi
fasilitas VOIP tersebut?
Telaah Pustaka
1. Komunikasi
Para ahli memiliki definisi beragam mengenai komunikasi. Em
Griffin dalam bukunya A First Look at Communication Theory (2012: 6)
mengungkapkan bahwa: Communication is the relational process of
creating and interpreting message that elicit a response (Komunikasi
7
adalah proses relasional untuk membuat dan menafsirkan pesan yang
menghasilkan respon)
Sementara Harold Lasswell (Mulyana, 2010: 69) berpendapat
bahwa cara baik yang dapat digunakan untuk menggambarkan komunikasi
adalah dengan cara menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut Who says
what in which channel to whom with what effect? (Siapa mengatakan apa
dengan saluran apa kepada siapa dengan pengaruh yang bagaimana?)
Proses komunikasi tidak selalu berjalan lancar, adakalanya ditemui
beberapa kendala ataupun hambatan. Dalam bukunya yang berjudul Ilmu
Komunikasi Teori & Praktik, Marhaeni Fajar (2009: 62-64) menyebutkan
faktor-faktor yang menjadi penghambat komunikasi, yaitu: Hambatan dari
proses komunikasi yang datang dari komunikator, komunikan, proses
penyandian, penggunaan bahasa sandi, hingga umpan baik; Hambatan
Fisik yang disebabkan oleh gangguan sarana fisik seperti gangguan
pendengaran, atau lingkungan sekitar; Hambatan Semantik, yaitu
disebabkan oleh perbedaan pengertian antara komunikator dan komunikan
terhadap bahasa atau lambang tertentu; Hambatan psikologis berupa faktor
psikis yang sedang dialami oleh seseorang baik itu dari pihak komunikator
ataupun komunikan.
Dalam proses komunikasi persuasif, berikut ini adalah teknik-
teknik yang dapat dipilih dan digunakan ketika melangsungkan
komunikasi (Effendy, 2004: 22-24):
a. Teknik asosiasi
b. Teknik integrasi
c. Teknik ganjaran
d. Teknik tataan
e. Teknik red-herring
2. Strategi Komunikasi
8
Strategi Komunikasi pada hakikatnya merupakan perencanaan
(planning) dan manajemen untuk mencapai suatu tujuan. Strategi
komunikasi merupakan panduan dari perencanaan komunikasi dan
manajemen komunikasi untuk mencapai suatu tujuan (Effendy, 2003:
301).
Mengenai tujuan dari stategi komunikasi, R. Wayne Pace, Brent D.
Peterson, dan M. Dallas Burnett dalam bukunya, Technique for Effective
Communication, (Effendy, 2005: 32) menyatakan bahwa kegiatan
komunikasi memeiliki tiga tujuan sentral, yaitu:
a. to secure understanding,
b. to establish acceptance,
c. to motivate action.
Dalam komunikasi, to secure understanding memastikan bahwa
komunikan mengerti pesan yang diterimanya. Setelah mengerti dan
menerima pesan, maka komunikan harus dibina (to establish acceptance).
Sehingga pada akhirnya kegiatan dimotivasikan (to motivate action).
Menyusun strategi komunikasi perlu memperhatikan empat faktor
penting (Fajar, 2009: 184-204), yaitu:
1. Mengenal khalayak
Mengenal khalayak merupakan langkah pertama bagi
komunikator dalam usaha melangsungkan komunikasi yang
efektif. Langkah ini penting untuk dilakukan. Dalam proses
komunikasi, baik komunikator maupun komunikan sama-sama
memiliki kesamaan kepentingan. Kesamaan kepentingan ini
penting demi kelancaran berlangsungnya proses komunikasi serta
tercapainya tujuan yang hendak dicapai oleh komunikator. Guna
mengupayakan terciptanya kesamaan kepentingan, maka
komunikator harus mengerti dan memahami kerangka pengalaman
9
dan kerangka referensi dari komunikannya secara tepat, yang mana
meliputi:
a. Kondisi kepribadian dan kondisi fisik khalayak yang terdiri
dari: Pengetahuan khalayak mengenai pokok persoalan;
Kemampuan khalayak untuk menerima pesan-pesan lewat
media yang digunakan; Pengetahuan khalayak terhadap
perbendaharaan kata-kata yang digunakan,
b. Pengaruh kelompok dan masyarakat serta nilai-nilai dan
norma-norman kelompok dan masyarakat yang ada,
c. Situasi di mana khalayak itu berada.
2. Menyusun pesan
Ada beberapa hal yang dapat membuat keberhasilan pesan
sampai dan diterima dengan baik oleh komunikator. Wilbur
Schramm (1955) dalam Fajar (2009) mengajukan syarat-syarat
untuk berhasilnya pesan tersebut, yaitu: 1) Pesan harus
direncanakan dan disampaikan sedemikian rupa sehingga pesan itu
dapat menarik perhatian sasaran yang dituju-tuju. 2) Pesan
haruslah menggunakan tanda-tanda yang didasarkan pada
pengalaman yang sama antara sumber dan sasaran, sehingga kedua
pengertian itu bertemu. 3) Pesan harus membangkitkan kebutuhan
pribadi daripada sasaran dan menyarankan cara-cara untuk
mencapai kebutuhan itu. 4) Pesan harus menyarankan sesuatu jalan
untuk memperoleh kebutuhan yang layak bagi situasi kelompok di
mana kesadaran pada saat digerakkan untuk memberikan jawaban
yang dikehendaki.
3. Menetapkan metoda
Dalam mencapai efektivitas dari komunikasi yang
diselenggarakan, selain bergantung pada kemantapan isi pesan,
yang diselaraskan dengan kondisi khalayak, maka juga turut
dipengaruhi oleh metode-metode penyampaiannya kepada sasaran.
10
Dalam dunia komunikasi, metode penyampaian dapat
dilihat dari dua aspek, yaitu: menurut cara pelaksanaannya dengan
melepaskan perhatian dari segi isi pesannya, dan menurut bentuk
pernyataannya atau bentuk pesan dan maksud yang dikandung..
Menururt cara pelaksanaannya, terdapat dua bentuk metode yaitu,
metode redundancy (repetition) dan calanizing. Sementara
menurut bentuk isinya dikenal metode-metode sebagai berikut:
informative, persuasive, edukatif, kursif.
4. Seleksi dan penggunaan media
Penggunaan medium sebagai penyalur ide atau gagasan
untuk merebut pengaruh dalam masyarakat, dewasa ini merupakan
suatu keharusan. Media massa saat ini digunakan sebagai sarana
untuk menjangkau khalayak dalam jumlah besar. Komunikator
harus selektif dalam pemilihan media. Pers, radio, film, televisi,
merupakan alat komunikasi massa yang memiliki keunggulan
masing-masing dalam menjangkau khalayaknya.
Sebagaimana dalam menyusun pesan komunikasi yang
ingin dilancarkan, komunikator harus selektif, dalam arti
menyesuaikan dengan keadaan dan kondisi khalayak, maka dengan
sendirinya dalam penggunaan media pun, harus demikian pula.
Artinya bahwa pemilihan media apa saja yang akan digunakan
dalam penyampaian pesan komunikasi harus disesuaikan dengan
khalayak yang akan dituju.
3. Smart City
Secara harfiah, Smart City diartikan sebagai “kota cerdas”. Dikutip
dari laman smartcityindonesia.org, sebuah kota dikatakan smart apabila
pemerintah kota tersebut benar-benar dapat mengetahui keadaaan kota di
dalamnya, memahami permasalahan tersebut secara mendalam, hingga
mampu melakukan aksi terhadap permaslahan tersebut
(Smartcity.wg.ugm.ac.id, 30 Oktober 2016).
11
Kristiono, Ketua Umum Mastel mengatakan, smart city mencakup
enam aspek, yakni governance, environment, economy, mobility, people,
dan living. Hasil akhir dari smart city terciptanya efisensi, keberlanjutan,
dan kehidupan yang berkualitas. Penerapan smart city melibatkan banyak
pihak (Marketing.co.id, 11 September 2015).
4. VOIP
Voice Over Internet Protocol (VOIP) merupakan teknologi telepon
suara yang menggunakan jaringan internet. Menurut M. Iskandarsyah
(Exsan & Fadlilah, 2016, p. 39) Voice Over Internet Protocol (VOIP)
adalah teknologi yang mampu melewatkan trafik suara, video, dan data
yang berbentuk paket melalui jaringan IP. Jaringan IP sendiri merupakan
jaringan komunikasi data yang berbasis packet-switch, sehingga dalam
bertelepon menggunakan jaringan IP atau Internet. Berjalan pada jaringan
internet, teknologi ini tentu tidak memerlukan pulsa, sehingga dapat
menghemat biaya.
5. Sosialisasi Program
Menurut Joseph R. Dominick sosialisasi merupakan transmisi
nilai-nilai (transmission of values) yang mengacu kepada cara-cara di
mana seseorang mengadopsi perilaku dan nilai-nilai dari suatu kelompok
(Effendy, 2005: 31).
Sementara menurut James W Vander Zanden, sosialisasi adalah
suatu proses interaksi sosial di mana orang memperoleh pengetahuan,
nilai, sikap dan perilaku esensial untuk berpartisipasi secara efektif dalam
masyarakat.
Dari pengertian-pengertian sosialisasi di atas, dapat disimpulkan
bahwa sosialisasi program merupakan suatu proses interaksi sosial untuk
memasyarakatkan suatu program sehingga masyarakat memperoleh
pengetahuan, nilai, sikap, dan perilaku untuk berpartisipasi secara efektif
dalam program tersebut.
Metode Penelitian
12
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan
metode studi kasus. Studi kasus mempunyai andil untuk menunjukkan tempat atau
seberapa besar ruang lingkup penelitian tersebut. Dalam studi kasus, peneliti
menjelaskan secara mendalam banyak ciri dari sedikit kasus melalui satu durasi
waktu. Jadi, penelitian kasus atau studi kasus merupakan penelitian yang
mempelajari secara intensif atau mendalam satu anggota dari kelompok sasaran
suatu subjek penelitian (Silalahi, 2009: 186).
Penelitian ini menganalisis strategi komunikasi yang dilakukan pemerintah
Boyolali dalam sosialisasi fasilitas telpon gratis (VOIP). Teknik pengambilan
sampel menggunakan teknik purposive sampling. Sumber data utama yang
digunakan diperoleh melalui hasil wawancara dengan beberapa informan
penelitian dan observasi. Sementara data pendukung diperoleh dari dokumen-
dokumen serta data pendukung lainnya seperti pemberitaan media massa. Teknik
analisis yang digunakan adalah teknik analisis data interaktif dari Miles and
Huberman, yaitu dengan cara mereduksi data, menyajikan data, dan kemudian
diakhiri dengan kesimpulan atau verifikasi. Validitas data dilakukan dengan
triangulasi sumber, yaitu mengecek kebenaran data dari berbagai
sumber/informan.
Sajian dan Analisis Data
1. Sekilas tentang fasilitas VOIP di Boyolali
Gambar 1.
Aplikasi VOIP Boyolali
13
Sumber: https://apkpure.com/id/VOIP-pemkab-
boyolali/com.mastro.co.VOIP.boyolali
VOIP Boyolali adalah aplikasi komunikasi menggunakan teknologi Voice
Over Internet Protocol yang dikembangkan oleh Pemerintah Kabupaten Boyolali
sebagai fasilitas untuk menunjang kegiatan pelayanan masyarakat di ruang
lingkup pemerintah. Fasilitas VOIP di Boyolali merupakan salah satu program
unggulan dari “Arah Kebijakan Umum Smart City”. Selain menjadi branding
Kota Boyolali sebagai kabupaten yang mengoptimalkan pemanfaatan Teknologi
Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam penyelenggaraan pemerintahan juga
untuk mengatasi ketidakefektifan dalam penggunaan telepon kabel. VOIP sebagai
bentuk inovasi pelayanan publik Pemerintah Boyolali diciptakan sebagai sarana
komunikasi dalam penyelenggaraan pemerintahan bagi pegawai agar lebih hemat
biaya dan lebih fleksibel.
14
VOIP diciptakan sebagai salah satu quick win program smart city yang ada
di Boyolali. Quick win merupakan solusi tercepat atau program tercepat yang bisa
langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat 1 sampai 2 tahun ke depan.
Program ini masuk dalam kategori program jangka pendek. Untuk mendaftar
VOIP Boyolali diperlukan data pribadi berupa NIK dan nomor hand phone aktif
dari masing-masing ASN untuk pembuatan akun surel Boyolali.
Regulasi fasilitas VOIP di Boyolali tertuang dalam Peraturan Bupati
Boyolali Nomor 48 Tahun 2017 tentang penyelenggaraan Voice Over Internet
Protocol Boyolali. Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Boyolali
ditunjuk sebagai penyedia layanan aplikasi VOIP dan penyedia fasilitas seperti
Hot spot, juga diatur dalam Perbup No 48 tahun 2017.
2. Strategi Komunikasi Pemerintah Boyolali dalam Sosialisasi Fasilitas
VOIP kepada Masyarakat
Strategi komunikasi yang dilakukan oleh Dinas Komunikasi dan
Informatika Kabupaten Boyolali dalam melakukan sosialisasi fasilitas VOIP ialah
sebagai berikut:
a. Mengenal khalayak
Pada tahap mengenal khalayak, Dinas Komunikasi dan Informatika
(Diskominfo) Boyolali berusaha mengenal khalayak yaitu dengan cara
menentukan siapa sasarannya dan berusaha mengenal sasaran tersebut.
Melalui tahap ini, komunikator dapat mengetahui kerangka referensi
(frame of reference), lapangan pengalaman (field of experience), kondisi
fisik, dan situasi yang nantinya berguna keberhasilan dalam proses
sosialisasi. Karena dalam mencapai efektivitas, terutama komunikasi,
pengenalan tentang diri manusia merupakan hal yang penting.
Aparatur Sipil Negara (ASN) Kabupaten Boyolali menjadi sasaran
jangka pendek atau sasaran utama fasilitas ini tidak seluruhnya “melek”
15
teknologi, sehingga untuk tetap menjangkau seluruh ASN, maka
sosialisasi dilakukan masing-masing dinas dengan didampingi oleh Agen
TIK masing-masing dinas yang sebelumnya telah dibekali informasi dan
penanganan tentang VOIP lebih mendalam. Sementara, masyarakat
sebagai sasaran jangka panjang, dalam pemberian sosialisasi atau
informasi pemerintah hanya melakukan seperlunya yaitu ketika
momentum peresmian Gedung Smart Center serta melalui pemberitaan di
media massa.
b. Menyusun pesan
Setelah mengenal khalayak dan situasinya seperti apa, tahap
selanjutnya ialah menyusun pesan. Menyusun pesan ini meliputi tema
dan materi apa yang nanti akan disampaikan. Perlu diingat bahwa syarat
utama dalam mempengaruhi khalayak dari pesan tersebut, ialah mampu
membangkitkan perhatian khalayak.
Diskominfo Boyolali turut melakukan berbagai persiapan sebelum
sosialisasi dilaksanakan yaitu penyusunan materi sosialisasi yang akan
disampaikan kepada sasarannya. Diskominfo Boyolali menampilkan
contoh-contoh kasus dan sharing pengalaman kepada para ASN. Hal ini
sesuai dengan syarat yang diajukan oleh Schramm yaitu adanya
kesamaan pengalaman yang dirasakan oleh kedua belah pihak, yaitu
komunikator dan komunikan, terkait permasalahan komunikasi di
lingkup ASN. Kesamaan pengalaman yang dirasakan oleh kedua belah
pihak akan membuat terciptanya pengertian kedua belah pihak, sehingga
pesan yang disampaikan akan lebih mudah diterima.
Lebih jauh, Pemerintah Kabupaten Boyolali melalui Diskominfo
Boyolali juga memberikan saran dan solusi untuk mencapai kebutuhan-
kebutuhan ASN di Kabupaten Boyolali dalam hal berkomunikasi, yaitu
dengan cara menyediakan fasilitas VOIP dan mengajak untuk beralih
menggunakan VOIP Boyolali.
16
Inti pesan yang ingin disampaikan Pemerintah Boyolali melalui
Diskominfo Boyolali adalah ajakan untuk menggunakan VOIP atau
telepon gratis. Seluruh ASN di Boyolali diwajibkan untuk melakukan
aktivasi VOIP, tujuannya selain agar bisa menggunakan aplikasi VOIP
berbasis android, mereka juga dapat memperoleh akun surel Boyolali.
c. Memilih metoda
Dalam sosialisasi fasilitas VOIP, Diskominfo Boyolali
menggunakan beberapa teknik komunikasi persuasif yaitu teknik
asosiasi, teknik integrasi, teknik ganjaran, dan teknik tataan. Selain itu
komunikator juga menggunakan beberapa metode dalam penyampaian
pesan yaitu metode informatif dan metode persuasif.
Metode yang dipilih dalam pelaksanaan sosialisasi mencerminkan
bagaimana cara sosialisasi tersebut dilakukan. Dalam sosialisasi fasilitas
VOIP kepada ASN di Kota Boyolali, Diskominfo sebagai fasilitator dan
juga pelaku sosialisasi memberikan beberapa pendapat tentang metode
yang digunakan. Secara umum, metode yang dipakai ketika sosialisasi
dilaksanakan ialah dengan cara melakukan pendekatan terhadap
sasarannya. pendekatan yang dimaksud yaitu mencoba menyatukan diri
dengan sasaran, memberikan gambaran dan pemaparan dengan cara
sesederhana mungkin, memberikan contoh kasus-kasus yang relevan
dengan keberadaan fasilitas VOIP, kemudian juga memberikan selingan
humor agar suasana tidak terlalu tegang. Cara-cara inilah yang dirasa
dapat memudahkan sasaran untuk menerima pesan sosialisasi yang
disampaikan.
d. Seleksi penggunaan media
Setelah memilih metoda, tahap selanjutnya adalah seleksi
penggunaan media. Penggunaan media dalam sosialisasi disesuaikan
dengan tujuan dan sasaran sosialisasi tersebut. Dalam menyusun pesan
komunikasi, sikap selektif diperlukan. Komunikator harus mampu
menyesuaikan keadaan dan kondisi khalayak. Pemilihan media yang akan
17
digunakan dalam penyampaian pesan komunikasi juga turut menjadi
perhatian. Hal ini karena masing-masing medium mempunyai
kemampuan/kelebihan dan kelemahan-kelemahan tersendiri.
Pada sosialisasi ini, petugas sosialisasi menggunakan media-media
sebagai berikut:
a. Sosialisasi tatap muka, penjelasan menggunakan slide power
point
b. Surat edaran dari Bupati Boyolali dan Peraturan Bupati No 48
tahun 2017 tentang Penyelenggaraan VOIP Boyolali
c. Menggunakan media massa, yaitu website Kabupaten Boyolali
www.boyolali.go.id
Penggunaan media-media di atas disesuaikan dengan kebutuhan
dan kondisi khalayak, yaitu ASN. Untuk sosialisasi tatap muka diperlukan
guna memberikan informasi secara langsung kepada ASN tentang fasilitas
VOIP, tata cara penggunaan dan manfaatnya. Sementara untuk surat
edaran yang dimaksud ialah ada dua yaitu surat edaran dari bupati
mengenai penyediaan akses internet gratis untuk mendukung fasilitas
VOIP serta surat edaran dari kepala diskominfo Boyolali tentang
penerapan VOIP untuk masing-masing SKPD dan ASN di Boyolali.
Media massa juga digunakan dalam sosialisasi VOIP. Namun media massa
yaitu website Boyolali dan pemberitaan media-media online lainnya lebih
menyasar ke masyarakat umum. Seperti yang sudah dijelaskan
sebelumnya, masyarakat umum non ASN hanya sebatas mengetahui
keberadaan fasilitas VOIP atau telpon gratis di Boyolali dan belum
menggunakannya (aplikasi mobile). Hal ini mengingat sasaran jangka
pendek fasilitas VOIP ialah ASN di Boyolali, sehingga sosialisasi dan
infrastruktur pendukung lebih diutamakan untuk ASN terlebih dahulu.
f. Evaluasi dan monitoring
18
Terakhir ialah evaluasi dan monitoring. Evaluasi bertujuan untuk
mengetahui sejauh mana pesan komunikasi diterima dan dilaksanakan
oleh sasaran, dalam hal ini ASN di Boyolali. Sementara monitoring ini
ialah memonitor berjalannya fasilitas VOIP di lingkup ASN Boyolali
serta kendala teknis dan lainnya yang terjadi setelah sosialisasi
dilaksanakan. Evaluasi dan monitoring dapat diketahui melalui apa saja
faktor pendorong dan penghambatnya. Faktor pendorong sosialisasi
VOIP adalah untuk menginformasikan keberadaan fasilitas VOIP yaitu
fasilitas telpon gratis di Boyolali sekaligus mengajak sasarannya untuk
menggunakan fasilitas ini. Faktor pendorong lainnya adalah adanya
regulasi pemerintah yaitu Peraturan Bupati No 48 Tahun 2017 tentang
Penyelenggaraan VOIP Boyolali (telpon gratis).
Sementara, faktor yang menghambat sosialisasi VOIP adalah
adanya hambatan dari komunikator. Hambatan komunikator ini
berhubungan dengan objek yang disosialisasikan yaitu fasilitas VOIP.
Mengingat fasilitasnya yang masih memiliki kekurangan terutama pada
aplikasi mobile-nya dan masih membutuhkan pengembangan, maka
keterbatasan itu muncul ketika sosialisasi dilaksanakan. Hambatan
lainnya datang dari komunikan dan semantik atau bahasa. Hambatan
komunikan berupa kurangnya tingkat pemahaman terhadap arahan atau
informasi yang disampaikan dikarenakan kurangnya mengikuti
perkembangan teknologi. Sementara hambatan bahasa berupa
penggunaan bahasa yang terlalu teknis dan formal dalam penyampaian
pesan komunikasi. Penggunaan bahasa yang terlalu teknis disertai dengan
kurangnya pengetahuan dan pemahaman pada diri komunikan akan
membuat hambatan komunikasi semakin besar dan menambah
ketidakefektifan dalam penyampaian pesan komunikasi. Penggunaan
bahasa hendaknya disesuaikan dengan kerangka referensi dan lapangan
pengalaman yang dimiliki oleh diri komunikan.
Kesimpulan
19
Strategi komunikasi yang dilakukan oleh Diskominfo Boyolali sebagai
petugas sosialisasi dalam rangka sosailisasi fasilitas VOIP dilakukan dengan
beberapa tahapan. Tahap mengenal khalayak dilakukan dengan cara menentukan
dan mengenal sasaran sosialisasi. Mengetahui bagaimana latar belakang
pengalaman dan pendidikan dari sasaran sosialisasi. Tahap menyusun pesan yaitu
dengan cara melakukan penyusunan tema pesan atau gambaran umum pesan, juga
inti pesan yang akan disampaikan. Tahap memilih metoda dilakukan dengan cara
menggunakan beberapa teknik komunikasi persuasif yaitu teknik asosiasi,
integrasi, ganjaran, dan tataan serta menggunakan metode informative dan metode
persuasive. Tahap seleksi penggunaan media, media yang digunakan ialah
sosialisasi tatap muka, surat edaran, dan media massa. Evaluasi dan monitoring.
Faktor penghambat datang dari komunikator serta obyek yang disosialisasikan,
semantik atau bahasa, dan penggunaan bahasa. Sedangkan, faktor pendorongnya
adalah Peraturan Bupati No 48 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan VOIP
Boyolali (telpon gratis).
Daftar Pustaka
Boyolalikab.bps.go.id (22 November 2018). Tingkat Pengangguran Terbuka
(TPT) Kabupaten Boyolali dan Provinsi Jawa Tengah, 2007 - 2018.
Diakses pada 18 Juni 2019, dari
https://boyolalikab.bps.go.is/statictable/2019/11/22/298/tingkat-
pengangguran-terbuka-tpt-di-kabupaten-boyolali-dan-provinsi-jawa-
tengah-2007--2018.html
Bralink.id (23 September 2018). Belajar Smartcity Dari Kabupaten Boyolali.
Diakses pada 24 April 2019, dari http://www.bralink.id/belajar-smartcity-
dari-kabupaten-boyolali/.
Effendy, O. U. (2003). Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT Citra
Aditya Bakti.
Effendy, O. U. (2004). Dinamika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Effendy, O. U. (2005). Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Exsan, M., & Fadlilah, U. (2016). Pembangunan Infrastruktur Voice Over Internet
Protocol di Organisasi Perangkat Daerah Boyolali Menggunakan Server
Elastix. Jurnal Emitor, 17(02), 39.
Fajar, M. (2009). Ilmu Komunikasi: Teori & Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Griffin, E. (2012). A First Look at Communication Theory (8th ed.). New York:
McGraw-Hill.
20
Itb.ac.id (26 September 2017). Guru Besar ITB, Prof Suhono, Jabarkan Konsep
Kota Cerdas sebagai Solusi Masalah Perkotaan. Diakses pada 4 Oktober
2018, dari https://www.itb.ac.id/news/read/56387/home/guru-besar-itb-
prof-suhono-jabarkan-konsep-kota-cerdas-sebagai-solusi-masalah-
perkotaan.
Mardikanto, T. (2010). Komunikasi Pembangunan. Surakarta: UNS Press.
Marketing.co.id (11 September 2015). Apa Itu Smart City?. Diakses pada 26
Agustus 2018, dari https://marketing.co.id/apa-itu-smart-city/.
Meijer, A., & Bolivar, M. P. (2016). GOverning the smart city: a review of the
literature on smart urban governance. International Review of
Administrative Sciences, 82 (2), 393.
Mulyana, D. (2010). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Silalahi, U. (2009). Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT Refika Aditama.
Smartcity.wg.ugm.ac.id (30 Oktober 2016). Video: Apa Itu Smart City?. Diakses
pada 26 April 2018, dari http://smartcity.wg.ugm.ac.id/?p=5958.