jurnal scud csid vol 1 issue 2 · 2019. 4. 18. · title: jurnal scud csid vol 1 issue 2.pdf...
TRANSCRIPT
CSID Journal of Sustainable City and Urban Development (2018) Vol. 1 Issue 2: 3-12
ISSN: 2614-8161
_______ *Corresponding author: E-mail: [email protected]
USULAN PERUBAHAN PERANGKAT PENILAIAN BANGUNAN HIJAU
(GREENSHIP) UNTUK BANGUNAN BARU VERSI 1.2
Budijanto Chandra*
Program Studi Magister Arsitektur, Universitas Tarumanagara
ABSTRACT
Indonesia Green Building Standards issued by Green Building Council Indonesia
(GBCI), supplemented by the Green Building Rating Tools for the New Building
version 1.2. This standard has been implemented since 2013 and has not been updated
until now. Many environmental changes occur and the development of cutting-edge
technologies for energy efficiency, water and renewable energy to be considered in
green building assessment tools. Extreme climate changes due to global warming that
occurred in recent decades also need special attention. The study was conducted on
several buildings in Jakarta, to get an overview of the implementation of green building
standards and proposed changes to green building assessment tools. Proposed changes
will be beneficial to the parties involved in the implementation of green buildings in
Indonesia and especially for Green Building Council Indonesia in renewing the
Indonesian green building standards.
Keywords: green building, rating tools, global warming, renewable energy
ABSTRAK
Standar Bangunan hijau Indonesia yang dikeluarkan oleh Green Building Council
Indonesia (GBCI), dilengkapi dengan Perangkat Penilaian Bangunan Hijau untuk
Bangunan Baru versi 1.2. Standar ini sudah berlaku sejak tahun 2013 dan belum
diperbaharui sampai sekarang. Banyak perubahan lingkungan yang terjadi dan
perkembangan teknologi mutakhir untuk efisiensi energi, air dan energi terbarukan
yang perlu dipertimbangkan di dalam perangkat penilaian bangunan hijau. Perubahan
iklim ekstrim karena pemanasan global yang terjadi di beberapa dekade belakangan ini
juga perlu menjadi perhatian khusus. Kajian ini dilaksanakan pada beberapa bangunan
gedung di Jakarta, untuk mendapatkan gambaran mengenai implementasi dari standar
bangunan hijau dan usulan perubahan perangkat penilaian bangunan hijau. Usulan
perubahan akan bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait kepada implementasi
bangunan hijau di Indonesia dan khususnya bagi Green Building Council Indonesia
dalam memperbarui standar bangunan hijau Indonesia.
Kata Kunci: bangunan hijau, perangkat penilaian, pemanasan global, energi
terbarukan
1. PENDAHULUAN
Standar adalah dokumen yang ditetapkan berdasarkan sebuah kesepakatan yang
disetujui bersama dan disetujui oleh badan yang berwenang, berisi penggunaan umum,
Chandra
4
penggunaan berulang, peraturan, pedoman atau ciri-ciri dari sebuah kegiatan atau hasil,
yang ditujukan untuk pencapaian tingkat ketertiban optimal dalam konteks tertentu.
Sedangkan standardisasi adalah aktivitas penetapan atau pendirian standar, berkaitan
dengan masalah aktual dan masalah utama (Hatto, 2010). Standar untuk bangunan hijau
umumnya dilengkapi dengan suatu alat yang dinamakan perangkat penilaian (rating
tools). Perangkat penilaian bangunan hijau atau yang disebut juga sertifikasi digunakan
untuk menilai dan mengenali bangunan yang memenuhi persyaratan dan standar
bangunan hijau tertentu (World Green Building Council, 2018).
Di Indonesia, perangkat penilaian bangunan hijau (greenship) untuk bangunan baru
yang masih berlaku adalah versi 1.2 yang mulai diluncurkan pada tahun 2013,
mempunyai 6 kategori yaitu: tepat guna lahan (ASD), efisiensi dan konservasi energi
(EEC), konservasi air (WAC), sumber dan siklus material (MRC), kesehatan dan
kenyamanan dalam ruang (IHC) serta manajemen lingkungan bangunan (BEM). Setiap
kategori dibagi menjadi beberapa kriteria yang mempunyai nilai kriteria (Green
Building Council Indonesia, 2013). Sertifikat bangunan hijau dinamakan Greenship
yang terdiri dari peringkat: Platinum, Gold, Silver dan Bronze. Perangkat penilaian
bangunan hijau ini sudah perlu dilakukan evaluasi dan revisi karena perubahan-
perubahan yang terjadi seperti perubahan iklim dan juga karena banyak perkembangan
teknologi terkini untuk penghematan energi dan air. Teknologi energi terbarukan juga
makin berkembang dan menjadi kebutuhan untuk dimasukkan di dalam kriteria
perangkat penilaian bangunan hijau secara lebih mengikat. Terdapat 5 usulan
perubahan kriteria di perangkat penilaian bangunan hijau untuk bangunan baru versi
1.2 yaitu: fasilitas pengguna sepeda, overall thermal transfer value (OTTV), energi
terbarukan, kendali asap rokok di lingkungan dan teknologi fitur air.
2. METODOLOGI
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yang bertujuan untuk memberikan
gambaran secara jelas tentang penerapan standar bangunan hijau terutama di gedung-
gedung komersial di Jakarta dan memberikan usulan perubahannya.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Fasilitas Pengguna Sepeda
Usulan perubahan pada kategori tepat guna lahan (ASD) dengan kriteria fasilitas
pengguna sepeda dianggap perlu dilakukan, karena kriteria yang ada mensyaratkan
penyediaan lahan untuk parkir sepeda yang luas, yaitu 1 unit parkir sepeda per 20
pengguna gedung. Untuk gedung perkantoran seperti di Alamanda Tower, akan
menghasilkan syarat nilai maksimum yaitu 100 unit parkir sepeda atau sekitar 250 m2
luasan lahan. Berdasarkan pengamatan di gedung Alamanda Tower, sepeda yang
diparkir hanya 1 buah.
Penyediaan lahan untuk parkir sepeda tidak optimal, karena pengguna sepeda
terutama di kota besar berkurang yang, karena jalan raya tidak dilengkapi jalur
pengendara sepeda dan meningkatnya polusi kendaraan bermotor. Hal ini tidak
mendukung keselamatan dan kesehatan pengguna sepeda. Kecenderungan pengguna
sepeda adalah untuk mengendarai sepeda lipat dan dibawa ke lantai tempat bekerja
melalui lift, sehingga tidak memanfaatkan tempat parkir sepeda di lahan bangunan.
Adapun usulan perubahan adalah dengan mengurangi kriteria penyediaan lahan parkir
dan penyediaan unit shower seperti yang tertulis pada Tabel 1.
Usulan Perubahan Perangkat Penilaian Bangunan Hijau (Greenship) Untuk
Bangunan Baru Versi 1.2
5
Gambar 1. Pengguna parkir sepeda di gedung Alamanda Tower
Tabel 1. Usulan perubahan kriteria fasilitas pengguna sepeda Kategori Kriteria Saat Ini Usulan Perubahan Kriteria Nilai
Kriteria
ASD 4.1. Adanya tempat parkir sepeda
yang aman sebanyak satu unit per
20 pengguna gedung hingga
maksimal 100 unit parkir sepeda.
4.1. Adanya tempat parkir sepeda
yang aman sebanyak satu unit
parkir per 40 pengguna gedung
hingga maksimal 50 unit parkir
sepeda.
1
ASD 4.2. Apabila tolok ukur 1 di atas
terpenuhi, perlu tersedianya
shower sebanyak 1 unit untuk
setiap 10 parkir sepeda.
4.2. Apabila tolok ukur 1 di atas
terpenuhi, perlu tersedianya shower
sebanyak 1 unit untuk setiap 25
parkir sepeda.
1
Dengan usulan di atas, maksimum hanya perlu 120m2 (12m x 10m), sehingga area yang
tersisa dapat dimanfaatkan untuk landscape atau area resapan air.
Gambar 1. Pengguna parkir sepeda di gedung Alamanda Tower
Chandra
6
3.2 Overall Thermal Transfer Value (OTTV)
OTTV adalah nilai perpindahan panas menyeluruh dari luar bangunan ke dalam
bangunan yang dikondisikan melalui selubung bangunan. Pengukuran rata-rata dari
arah orientasi gedung dan dijabarkan dalam satuan Watt/m². Menurut standar SNI
6389:2011, nilai OTTV bangunan tidak boleh melebihi atau maksimal sama dengan
35Watt/m² (Standar Nasional Indonesia, 2011).
Rumus OTTV menurut SNI 6389:2011 adalah seperti pada persamaan 1.
OTTV= α [(uw x (1-WWR))xTDEK] + (uf x WWR x ∆T) + (SC x WWR x SF) (1)
Konduksi (rambatan) panas
melewati tembok
Konduksi
(rambatan) panas
melalui jendela
Radiasi panas
yang masuk
melalui jendela
OTTV = Nilai perpindahan termal menyeluruh pada dinding luar yang memiliki arah atau
orientasi tertentu (W/m2)
α = absorbtans radiasi matahari
uw = Transmitans termal dinding tidak tembus cahaya (W/m2.K)
WWR = Perbandingan luas jendela dengan luas seluruh dinding luar pada orientasi yang
ditentukan
TDEK = Beda temperatur ekuivalen (K)
uf = Transmitans termal fenestrasi (W/m2.K)
∆T = Beda temperatur perencanaan antara bagian luar dan bagian dalam. (diambil 5K)
SC = Koefisien peneduh dari sistem fenestrasi
SF = Faktor radiasi matahari (W/m2)
Dari ketiga macam jenis perpindahan panas di atas, radiasi panas yang masuk
melalui jendela adalah yang paling besar nilainya, yaitu sekitar 70-80% (AGC Group,
2016). Dari Persamaan 1 jelas terlihat pengaruh rasio bukaan jendela dengan dinding
(WWR) terhadap panas yang masuk ke dalam bangunan adalah sangat besar. Oleh
karena itu, perlu diberikan perhatian kepada WWR karena kecenderungan yang terjadi
sekarang ini terutama untuk bangunan tinggi, cenderung memakai curtain glass wall.
Gambar 3. Komponen-komponen perpindahan panas melalui selubung bangunan
Cara kedua untuk menghitung OTTV adalah dengan cara grafis dimana dari nilai
WWR yang ditentukan dan Solar Heat Gain Coefficient (SHGC) (= 0.86 x SC)
Usulan Perubahan Perangkat Penilaian Bangunan Hijau (Greenship) Untuk
Bangunan Baru Versi 1.2
7
didapatkan dari besarnya nilai OTTV. Cara ini lebih sederhana dan cepat dalam
menghitung OTTV (Pemprov DKI Jakarta/IFC, 2016).
Gambar 4. Perhitungan OTTV dengan cara grafis
Terdapat dua jenis selubung bangunan yang umum dipakai, yaitu (1) konstruksi bata
dan jendela dan (2) konstruksi dinding tirai kaca (curtain glass wall).
Gambar 5. Konstruksi bata dan jendela, dan dinding tirai kaca (Curtain Glass wall)
Konstruksi dinding tirai kaca ini banyak disukai oleh arsitek karena memberi
pandangan keluar yang luas ke luar gedung, tetapi akan menghasilkan nilai WWR yang
besar sehingga panas yang masuk ke dalam bangunan tinggi dan menimbulkan efek
Chandra
8
rumah kaca. Di dalam prakteknya, dinding tirai kaca tidak ditutup dinding opaque dan
hanya ditutup oleh tirai fleksibel yang menambah panas yang masuk ke dalam ruangan
dan menambah beratnya beban pendinginan AC OTTV (Pemprov DKI Jakarta/IFC,
2016).
Gambar 6. Bukaan dinding tirai kaca yang hanya ditutup dengan tirai fleksibel di
gedung Talavera Office Park
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, bangunan tinggi di Jakarta mempunyai
WWR ≤ 40% dapat menghasilkan OTTV yang memenuhi standar Peraturan Gubernur
No. 38 Tahun 2012 yaitu 45 Watt/m² (Loekita, 2006). Dari ulasan tersebut, WWR
mempunyai dampak yang besar terhadap perpindahan panas yang masuk melalui
selubung bangunan, kecenderungan gedung bertingkat memakai konstruksi dinding
tirai kaca dan penggunaan komponen WWR untuk perhitungan OTTV yang sudah
diterapkan di peraturan pemerintah daerah seperti di Jakarta, perhitungan WWR ini
lebih mudah diakses perhitungannya dan mempunyai dampak langsung penurunan nilai
OTTV.
Tabel 2. Usulan perubahan kriteria OTTV Kategori Kriteria Saat Ini Usulan Perubahan Kriteria Nilai
Kriteria
EEC 1.C.1. Nilai OTTV sesuai dengan
SNI 03-6389-2011 atau SNI edisi
terbaru tentang Konservasi Energi
Selubung Bangunan pada
Bangunan Gedung.
1.C.1. Nilai OTTV sesuai dengan
SNI 03-6389-2011 atau SNI edisi
terbaru tentang Konservasi Energi
Selubung Bangunan pada
Bangunan Gedung.
3
EEC Apabila tolok ukur 1 dipenuhi,
penurunan per 2.5% mendapat 1
nilai sampai maksimal 2 nilai.
Dengan Patokan WWR = 40%,
penurunan per 5% mendapat 1
nilai sampai maksimal 2 nilai.
2
3.3 Energi Terbarukan (Renewable Energy)
Indonesia sebagai negara yang menandatangani perjanjian ratifikasi Paris Agreement
(COP21) PBB yang membatasi kenaikan suhu rata-rata global di bawah 2 C dibanding
level pra industri dan mencapai net zero emissions dari tahun 2050 sampai dengan
Usulan Perubahan Perangkat Penilaian Bangunan Hijau (Greenship) Untuk
Bangunan Baru Versi 1.2
9
tahun 2100 (United Nations, 2015), perlu secara aktif berperan didalam penurunan suhu
rata-rata global dan pemakaian energi terbarukan (renewable energy). Untuk itu kriteria
energi terbarukan di dalam tapak pada versi 1.2 yang merupakan poin bonus, diusulkan
menjadi poin wajib (kriteria prasyarat).
Tabel 3. Usulan perubahan kriteria energi terbarukan dalam tapak Kategori Kriteria Saat Ini Usulan Perubahan Kriteria Nilai
Kriteria
EEC - 5.Menggunakan sumber energi
terbarukan 0.5% daya listrik
yang dibutuhkan gedung.
P
(usulan)
EEC 5.1. Menggunakan sumber energi
baru dan terbarukan. Setiap 0,5%
daya listrik yang dibutuhkan
gedung yang dapat dipenuhi oleh
sumber energi terbarukan
mendapatkan 1 nilai (sampai
maksimal 5 nilai). (Bonus)
5.1. Menggunakan sumber energi
baru dan terbarukan. Setiap
tambahan 0,5% daya listrik yang
dibutuhkan gedung yang dapat
dipenuhi oleh sumber energi
terbarukan mendapatkan 1 nilai
(sampai maksimal 5 nilai).
1-5
Gambar 7. Pemakaian energi terbarukan Solar PV Panel di Ecoloft Jababeka
Sumber: Ecoloft, 2018
3.4 Perkembangan Teknologi Fitur Air
Fitur air tertutama di gedung tinggi dan bangunan komersial berdampak sangat besar
terhadap penggunaan air dan sekarang sudah banyak teknologi baru dari water faucet
yang dapat menghemat air dan mengurangi kapasitas keluaran air sampai dengan 2
liter/menit (Toto, 2018).
Gambar 8. Teknologi penghematan air water closet
Chandra
10
Tabel 4. Usulan perubahan kapasitas keluaran fitur air Kategori WAC
Kriteria
Saat Ini
2.1.C. Penggunaan fitur air yang sesuai dengan kapasitas buangan di bawah
standar maksimum kemampuan alat keluaran air sesuai dengan lampiran,
sejumlah minimal 75% dari total pengadaan produk fitur air.
Alat Keluaran Air
WC Flush Valve
WC Flush Tank
Urinal Flush Valve/Peturasan
Keran Wastafel/Lavatory
Keran Tembok
Shower
Kapasitas Keluaran Air
<6 liter/flush
<6 liter/flush
<4 liter/flush
<8 liter/menit
<8 liter/menit
<9 liter/menit
Usulan
Perubahan
Kriteria
2.1.C. Penggunaan fitur air yang sesuai dengan kapasitas buangan di bawah
standar maksimum kemampuan alat keluaran air sesuai dengan lampiran, untuk
semua total pengadaan produk fitur air.
Alat Keluaran Air
WC Flush Valve
WC Flush Tank
Urinal Flush Valve/Peturasan
Keran Wastafel/Lavatory
Keran Tembok
Shower
Kapasitas Keluaran Air
<4.5 liter/flush
<4.5 liter/flush
<2 liter/flush
<2 liter/menit
<4 liter/menit
<8 liter/menit
Nilai
Kriteria
3
3.5 Kendali Asap Rokok di Lingkungan
Seharusnya pemasangan tanda “Dilarang Merokok” di seluruh area gedung, dipasang
di tempat strategis misalnya dekat pintu masuk dengan ukuran tanda cukup besar.
Apabila ada area merokok di luar gedung maka lokasi jauh dari pintu masuk, outdoor
air intake, dan bukaan jendela. Jarak 5m bisa dipertimbangkan untuk diubah menjadi
10m, karena biasanya pusat asap rokok ada di bagian retail/food court yang dekat
dengan pintu masuk gedung dan asap bisa masuk ke dalam gedung.
Gambar 9. Tanda “Dilarang Merokok” dipasang di sisi jalan menuju pintu masuk
gedung dan letaknya sangat strategis sehingga mudah dibaca, lokasi: Alamanda Tower
Usulan Perubahan Perangkat Penilaian Bangunan Hijau (Greenship) Untuk
Bangunan Baru Versi 1.2
11
Gambar 10. Tanda “Dilarang Merokok” hanya dipasang di tempat tersembunyi, kecil
ukurannya dan sulit dibaca orang seperti di area parkiran basement dan di tangga
darurat sehingga kendali asap rokok tidak berjalan di gedung ini
Tabel 5. Usulan pemasangan tanda “Dilarang Merokok” Kategori Kriteria Saat Ini Usulan Perubahan Kriteria Nilai
Kriteria
IHC 2.1. Memasang tanda “Dilarang
Merokok di Seluruh Area
Gedung” dan tidak menyediakan
bangunan/area khusus untuk
merokok di dalam gedung.
Apabila tersedia, bangunan/area
merokok di luar gedung, minimal
berada pada jarak 5 m dari pintu
masuk, outdoor air intake, dan
bukaan jendela.
2.1. Memasang tanda “Dilarang
Merokok” terutama di area yang
strategis dan mudah dilihat dan
di Seluruh Area Gedung. Tidak
menyediakan bangunan/area
khusus untuk merokok di dalam
gedung. Apabila tersedia,
bangunan/area merokok di luar
gedung, minimal berada pada jarak
10 m dari pintu masuk, outdoor air
intake, dan bukaan jendela.
2
4. KESIMPULAN
Perubahan iklim dan lingkungan serta kemajuan teknologi untuk efisiensi energi dan
air, menjadi alasan perlunya standar bangunan hijau dikaji dan dikoreksi apabila
diperlukan. Usulan perubahan pada perangkat penilaian bangunan hijau versi 1.2
diprioritaskan kepada kriteria-kriteria yang mempunyai dampak besar pada
penghematan energi, air dan juga pemanfaatan energi terbarukan secara lebih besar.
DAFTAR REFERENSI
AGC Group. 2016. Sustainable Glazing for Green Building. Presentasi.Workshop
Passive Design.Green Building Council Indonesia. Jakarta. 17 Desember 2016.
Ecoloft. 2018. Welcome to Ecoloft (On-line). Tersedia di www.ecoloft.co.id (8 Maret
2018).
Green Building Council Indonesia. 2013. Panduan Teknis: Perangkat Penilaian
Bangunan Hijau untuk Bangunan Baru versi 1.2. Jakarta: Green Building Council
Indonesia.
Hatto, Peter. 2010. Standards and Standardization Handbook. Brussels: European
Commision.
Loekita, Sandra. 2006. Analisa Konservasi Energi Melalui Selubung Bangunan. Journal
of Dimensi Universitas Kristen Petra. Vol. 8. No. 2 (September 2006): 93 – 98.
Pemprov DKI Jakarta/IFC. 2016. Panduan Pengguna Bangunan Gedung Hijau Jakarta.
Berdasarkan Peraturan Gubernur No. 38/2012. Vol 1. Selubung Bangunan.
Standar Nasional Indonesia. 2011. Konversi Energi Selubung Bangunan pada
Bangunan Gedung. SNI 6389:2011. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
Toto. 2019. Products (On-line). Tersedia di https://www.toto.co.id/ (8 Maret 2018).
Chandra
12
United Nations. 2015. Adoption of the Paris Agreement, Framework Convention on
Climate Change, 12 Desember 2015.
World Green Building Council. 2018. Rating-tools (On-line). Tersedia di
http://www.worldgbc.org/rating-tools. (8 Maret 2018).