jurnal ratnatunga
DESCRIPTION
ringkasan jurnalTRANSCRIPT
![Page 1: Jurnal Ratnatunga](https://reader036.vdocuments.mx/reader036/viewer/2022082323/563db850550346aa9a928b19/html5/thumbnails/1.jpg)
Riska Saptiana Pakpahan – 1206254984
Chairunnisa Nursadrina – 1306453836
METODE PENELITIAN AKUNTANSI
Cost Management in Sri Lanka: A Case Study on Volume, Activity, and Time as Cost
Drivers
Janek Ratnatunga, Michael S.C. Tse, Kashi R. Balachandran (2011)
I. Introduction
Meski secara teori sangat superior, activity-based costing (ABC) model tidak terlalu
sukses dalam menggantikan traditional volume-based costing di dalam organisasi yang
kompleks. Untuk itu akuntan mencoba membuat metode alternatif yang disebut time-driven
activity-based costing (TDABC). Paper ini bertujuan untuk membandingkan TDABC dan
ABC dan lebih spesifiknya (i) apakah implementasinya lebih mudah dari perspektif
internasional, dan (ii) menyediakan informasi biaya yang comparable untuk kepentingan
pembuatan keputusan. Penelitian ini menggunakan studi kasus di Sri Lanka karena
mengetahui apakah ABC model di suatu negara memiliki persamaan dan perbedaan dengan
negara yang mengembangkan ABC dalam absorption costing system yang menggunakan
volume, aktivitas, dan waktu sebagai drivers dari indirect cost allocation. Selain itu apakah
ada faktor country-specific yang dapat menghalangi penggunaan ABC.
II. ABC costing
Kemajuan teknologi memudahkan pengumpulan dan komunikasi untuk data cost
perusahaan. Sayangnya volume-based method (baik full absorption maupun variable costing)
tidak dapat memanfaatkan semua data cost driver yang tersedia di organisasi modern, karena
dulu sebelum kemajuan teknologi, data yang tersedia terbatas sehingga volume-based costing
cenderung memakai asumsi sederhana mengenai cost behavior. Untuk organisasi yang
kompleks, traditional volume-driven costing model sudah tidak mampu menyediakan data
akurat. ABC mendapat kritikan mengenai implementasi yaitu:
1) membutuhkan waktu yang lama untuk mengumpulkan data sehingga membutuhkan
komitmen dari pihak yang signifikan terhadap proses;
![Page 2: Jurnal Ratnatunga](https://reader036.vdocuments.mx/reader036/viewer/2022082323/563db850550346aa9a928b19/html5/thumbnails/2.jpg)
Riska Saptiana Pakpahan – 1206254984
Chairunnisa Nursadrina – 1306453836
2) harus dapat mengenali aktivitas organisasi dan cost drivers untuk perusahaan yang
kompleks sehingga membutuhkan kapasitas untuk pengolahan data yang tinggi;
3) model tidak mengenal unused capacity.
Masalah lain yaitu kompleksnya ABC-based cost management system pada perusahaan
besar yang membutuhkan berulang kali interview dengan karyawan untuk membagi waktu
pada activities perusahaan, ABC tidak terintegrasi dengan bagian informasi organisasi
lainnya, dan kurang mendapat dukungan dari manajemen. Masalah-masalah ini menjadikan
tingkat implementasi ABC yang rendah. Setelah dianalisa, kunci permasalahan ada di
kesulitan perusahaan pada tahap 1 ABC yaitu untuk mengalokasikan sumber biaya ke dalam
activity cost pool.
III. Time-driven Activity Based Costing
TDABC merupakan varian dari ABC model yang didesain untuk menyederhanakan
implementasi dan maintenance dari sistem ABC. Perbedaannya adalah metode ABC
menanyakan karyawan berapa lama waktu yang mereka habiskan dalam berbagai aktivitas
berbeda untuk menghubungkan cost dengan activities, sementara TDABC mengestimasi
waktu yang diperlukan untuk melakukan suatu pekerjaan dan mengkalikannya dengan jumlah
pekerjaan dan biaya per jam. TDABC menghapus activity pools dan penggunaan dari
quantity-based resource-activity cost driver sehingga mengurangi kesulitan pada tahap 1
implementasi ABC. Untuk mengimplementasi TDABC, organisasi perlu mengkombinasikan
standard costing dan metodologi ABC. Pendukung model ini menyatakan bahwa TDABC
menyediakan informasi biaya yang akurat sekaligus menghilangkan kebutuhan untuk bekerja
dengan biaya mahal dan survey karyawan yang memakan waktu.
IV. Case Study Sri Lanka
Case study ini menggunakan sebuah perusahaan di Sri Lanka yang pada review jurnal
ini akan kita sebut dengan Compariso Ltd adalah perusahaan manufacturing yang sudah
listed dan meproduksi activated carbon yang terbuat dari batok kelapa. Compariso Ltd
memiliki pabrik di Sri Lanka, Indonesia, dan Thailand. Data yang digunakan dalam studi
kasus ini adalah data yang diambil dari operasi utama di Sri Lanka.
![Page 3: Jurnal Ratnatunga](https://reader036.vdocuments.mx/reader036/viewer/2022082323/563db850550346aa9a928b19/html5/thumbnails/3.jpg)
Riska Saptiana Pakpahan – 1206254984
Chairunnisa Nursadrina – 1306453836
Proses bisnis Compariso Ltd adalah sebagai berikut. Supplier membakar batok kelapa
untuk mendapatkan arang. Kemudian perusahaan membeli arang ini melalui kontrak
pembelian individual atau dari pasar. Karena terdapat beberapa kelas kualitas arang, arang
yang sudah dibeli tersebut disimpan dalam kantong besar. Pembelian arang, penanganan
material, dan penyimpanan merupakan komponen penting dari perusahaan. Proses
manufacturing terdiri dari menghancurkan arang menjadi beberapa ukuran, kemudian
membakar arang tersebut dimana uap disuntikkan ke micro-pores dari arang untuk
“mengaktifkan” karbon. Untuk beberapa arang, diperlukan processing lebih lanjut. Hasilnya
adalah perusahaan memiliki sekitar 10 produk akhir, dimana beberapa diproduksi dalam
jumlah besar (sekitar 500 hingga 1000 metric tonnes per batch) dan lainnya dalam jumlah
sangat kecil (hingga 1 metric tonne per batch). Setelah grade atau tingkat dari arang
diperiksa, activated carbon ini dimasukan ke dalam kantong sebesar 50 kg untuk kemudian
diberi label dan disimpan. Data ini diambil pada tahun 2009 dan dari beberapa tahun terakhir
Compariso memiliki performance yang cukup baik, namun market share terus menurun
sebagai hasil dari kompetisi. Compariso Ltd menggunakan absorption costing untuk
pelaporan eksternal maupun internal untuk keperluan pengambilan keptuusan. Overhead
produksi per direct labor hours untuk traditional absorption costing untuk semua lini produk
dikenakan $20. Hingga pada tahun 2009, salah satu peneliti dari paper ini mengusulkan untuk
menggunakan metode ABC, namun di waktu yang bersamaan masih tetap memakai
traditional volume-based costing.
Compariso Ltd tahun 2009 mulai memberlakukan ABC. Model ini mengidentifikasi
empat resource pools: labor (gaji dan upah), depresiasi, energi, dan other factory costs.
Keempat cost pools ini dihubungkan dengan tiga activity pools yaitu: purchasing,
manufacturing, dan quality control. Setelah mengalokasikan resource costs ke activity pools,
activity costs kemudian dialokasikan kepada dua cost object (lini produk Alpha dan Beta).
Internal Audit perusahaan memiliki sistem ERP yang sangat baik. Flow chart
didokumentasikan dengan sangat baik sehingga mempermudah usaha perusahaan ketika
berada di tahap 1.
Isu yang muncul dari comparative modelling pada study case di Sri Lanka:
1) Actual costs or standard costs, manajer cenderung ingin menggunakan actual cost
untuk menetapkan unit cost.
![Page 4: Jurnal Ratnatunga](https://reader036.vdocuments.mx/reader036/viewer/2022082323/563db850550346aa9a928b19/html5/thumbnails/4.jpg)
Riska Saptiana Pakpahan – 1206254984
Chairunnisa Nursadrina – 1306453836
2) Idle capacity in a resource group, salah satu manfaat menggunakan TDABC adalah
dapat memisahkan idle capacity. Namun hal ini tidak menjadi unik karena ABC juga
mendukung kapasitas biaya (cost capacity)
3) The homogenity condition, menggunakan time-driven activity based accounting
menjadi tidak menguntungkan dalam single-time based driver
4) The estimation of time, perusahaan memakai metode ABC karena ABC menggunakan
direct labor hours untuk mengalokasikan indirect cost yang di perusahaan
manufaktur. Sayangnya untuk labor times yang bekerja di bidang jasa, mereka masih
susah diukur karena range performance yang diverse.
V. Kesimpulan
Kesimpulannya jika dilihat dari perbandingan gross margin menggunakan data case
study, terlihat bahwa ABC lebih baik dari traditional volume-based cost allocation system.
Namun, sepertinya versi multi-driver dari TDABC tidak berbeda dengan ABC, jika
standard-activity times dipakai sebagai cost driver. Selain itu dibuktikan bahwa
menyederhanakan aktivitas analisis tahap 1 dari ABC (dengan menggunakan single-volume
related cost driver) akan membuat TDABC tidak memiliki perbedaan dengan traditional
costing system. Kedua model ABC dan TDABC menyediakan dua jenis informasi untuk
pembuatan keputusan: (1) cost yang dialokasikan kepada cost object, dan (2) hubungan
antara resource pools dan cost pools. Namun cara penyediaannya yang berbeda. TDABC
model memiliki similar implementation complexities seperti ABC jika menaati modelling
conditions, complexities ini tidak dipengaruhi country-specific factor; dan dalam bentuk yang
ekstrim, TDABC menyediakan informasi yang sama kelirunya dengan yang dihasilkan
traditional volume allocations. Sehingga menurut prediksi Ratnatunga et al (2011), TDABC
akan memiliki angka implementasi yang lebih rendah dibanding ABC.
Referensi:
Ratnatungaa, J., M.S.C. Tseb, dan K.R. Balachandranc, 2012. Cost Management in Sri Lanka: A
Case Study on Volume, Activity and Time as Cost Drivers. The International Journal of
Accounting 47, 281–301.