jurnal kebidanan dan keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal...

108
Vol. 10 No. 1, Juni 2014 ISSN 1858-0610 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan Kompres Hangat Menurunkan Nyeri Persendian Osteoartritis pada Lanjut Usia Ani Dwi Pratintya, Harmilah, Subroto 1-7 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Teknik Menyusui pada Ibu Primipara Rivanica Rhipiduri 8-16 Efektivitas Kateterisasi Urin Menggunakan Jelly Anestesi dan Jelly Biasa terhadap Respon Nyeri Pasien Laki-laki Wantonoro, Krisna Yetty, Tuti Herawati 17-26 Dukungan Tempat Bekerja terhadap Perilaku Pemberian ASI Eksklusif Christina Pernatun K, Eny Retna A, Endah Retno D. 27-36 Dukungan Sosial Terhadap Keikutsertaan Skrining Kanker Serviks pada Wanita Pekerja Seks Ana Kurniati, Wafi Nur Muslihatun 37-46 Terapi Pijat Oksitosin Meningkatkan Produksi ASI pada Ibu Post Partum Sarwinanti 47-53 Pelaksanaan Pendidikan Kesehatan tentang Ambulansi Dini dengan Mobilisasi Dini Ibu Post Partum Umi Chabibah, Tenti Kurniawati 54-63 Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien Skizofrenia Siska Ariyani, Mamnu’ah 64-76 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kepatuhan Ibu terhadap Pemberian Imunisasi Dasar Sofani Ridho, Rahmah 77-85 Child Safety dan Perilaku Orangtua dalam Pencegahan Kecelakaan Anak Yuni Purwati, Ery Khusnal, Aric Vranada 86-95 Perubahan Fisik Wanita Hubungannya dengan Kecemasan dalam Menghadapi Menopause Sugiyanto 96-102

Upload: haliem

Post on 30-Apr-2019

258 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

Vol. 10 No. 1, Juni 2014 ISSN 1858-0610

JurnalKebidanan dan Keperawatan

Kompres Hangat Menurunkan Nyeri Persendian Osteoartritis pada Lanjut UsiaAni Dwi Pratintya, Harmilah, Subroto 1-7

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Teknik Menyusui pada Ibu PrimiparaRivanica Rhipiduri 8-16

Efektivitas Kateterisasi Urin Menggunakan Jelly Anestesi dan Jelly Biasa terhadapRespon Nyeri Pasien Laki-lakiWantonoro, Krisna Yetty, Tuti Herawati 17-26

Dukungan Tempat Bekerja terhadap Perilaku Pemberian ASI EksklusifChristina Pernatun K, Eny Retna A, Endah Retno D. 27-36

Dukungan Sosial Terhadap Keikutsertaan Skrining Kanker Serviks pada WanitaPekerja SeksAna Kurniati, Wafi Nur Muslihatun 37-46

Terapi Pijat Oksitosin Meningkatkan Produksi ASI pada Ibu Post PartumSarwinanti 47-53

Pelaksanaan Pendidikan Kesehatan tentang Ambulansi Dini denganMobilisasi Dini Ibu Post PartumUmi Chabibah, Tenti Kurniawati 54-63

Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien SkizofreniaSiska Ariyani, Mamnu’ah 64-76

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kepatuhan Ibu terhadap PemberianImunisasi DasarSofani Ridho, Rahmah 77-85

Child Safety dan Perilaku Orangtua dalam Pencegahan Kecelakaan AnakYuni Purwati, Ery Khusnal, Aric Vranada 86-95

Perubahan Fisik Wanita Hubungannya dengan Kecemasan dalam Menghadapi MenopauseSugiyanto 96-102

Page 2: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

.

Page 3: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

KOMPRES HANGAT MENURUNKAN NYERI PERSENDIANOSTEOARTRITIS PADA LANJUT USIA

Ani Dwi Pratintya, Harmilah, SubrotoPoltekkes Kemenkes YogyakartaE-mail: [email protected]

Abstract: The purpose of this quasi experiment research isto determine the effect of warm compress to the joints ofosteoarthritis pain in the elderly on Panti Wredha BudhiDharma, Yogyakarta. Sample of this research consist of 12elderly who suffer from osteoarthritis joint pain, taken withtotal sampling. Paired t-test showed effect of a warm com-press to the joint pain in the elderly (p = 0.000). independent ttest showed a differences decrease in joint pain, between thecontrol and experimental groups by 2.83 (p = 0.000; averagevalue = 2.83).

Keywords: joint pain, osteoarthritis, warm compress

Abstrak: Penelitian quasi eksperimen ini bertujuan untukmengetahui pengaruh kompres hangat terhadap nyeri persen-dian osteoartritis pada lanjut usia di Panti Wredha BudhiDharma Ponggalan, Umbulharjo, Yogyakarta. Sampel padapenelitian ini adalah 12 orang lanjut usia yang mengalami nyeripersendian osteoartritis yang diambil secara total sampling.Uji paired t-test menunjukkan ada pengaruh pemberiankompres hangat terhadap nyeri persendian pada lanjut usia(p=0,000). Uji independen t test menunjukkan terdapatperbedaan penurunan nyeri sendi antara kelompok kontrol daneksperimen sebesar 2,83 (p=0,000; nilai rata-rata=2,83).

Kata kunci: nyeri persendian, osteoatritis, kompres hangat

Page 4: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

2 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 10, No. 1, Juni 2014: 1-7

PENDAHULUANBersamaan dengan keberhasilan

pemerintah dalam pembangunan nasional,yang telah dapat mewujudkan hasil yangpositif dalam berbagai bidang yaitu adanyakemajuan ekonomi, perbaikan lingkunganhidup, kemajuan ilmu pengetahuan danteknologi, terutama dalam bidang medis atauilmu kedokteran. Kemajuan yang ada dalamberbagai bidang tersebut dapat meningkat-kan kualitas hidup dan kesehatan penduduk,serta dapat meningkatkan umur harapanhidup manusia sehingga jumlah pendudukyang berusia lanjut meningkat dan cenderungbertambah lebih cepat (Nugroho, 2000).

Kebijakan pemerintah tentangkesejahteraan lanjut usia terdapat dalam UUnomor 13 tahun 1998 yang menyebutkanbahwa masyarakat mempunyai hak dankesempatan yang seluas-luasnya untukberperan dalam upaya meningkatkankesejahteraan sosial lansia, kegiatan tersebutdapat dilakukan baik secara perorangan,keluarga, kelompok masyarakat, organisasidan atau organisasi masyarakat (Mariyo,2008).

Permasalahan yang sering terjadi padalanjut usia diantaranya adalah adanyagangguan gerak (imobilisasi), timbulketidakstabilan sehingga mudah untuk jatuh,gangguan mental, pikun (inteleqtualimpairment), menyendiri (isolation),gangguan berkemih (inkontinensia urin),impoten (impotence), daya tahan tubuhmenurun (immunodeficiency), infeksi,malnutrisi, susah buang air kecil (BAK),susah buang air besar (BAB), kesalahanminum obat (iartogenesis), susah tidur(insomnia), fungsi indra menurun (impair-ment). Masalah-masalah tersebut merupa-kan beban bagi keluarga, masyarakat,maupun negara (Maryam, 2008).

Nyeri pada pergerakan sendi (artritis)dapat disebabkan oleh berbagai macampenyebab, salah satu yang dapat menim-

bulkan nyeri dan yang paling banyakdijumpai serta prevalensinya semakinmeningkat karena berhubungan denganbertambahnya usia adalah karena osteo-artritis. Osteoartritis merupakan penyakitsendi yang paling banyak dijumpai (60%)dibandingkan dengan penyakit sendi lainseperti arthritis gout atau arthritisrheumatoid. WHO memperkirakan 40%populasi usia diatas 70 tahun menderitaosteoartritis dan 80% mengalami keter-bataan keterbatasan gerak (Sudoyo, 2006).Lansia yang mengalami nyeri karenaosteoartritis jumlahnya mencapai 50-60%pada penderita osteoartritis.

Masalah osteoartritis di Indonesiajumlahnya lebih besar dibandingkan negarabarat, jika melihat tingginya prevalensipenyakit osteoartritis di Malang lebih dari855 pasien osteoartritis terganggu aktifitas-nya terutama untuk melakukan kegiatanjongkok, naik tangga, dan berjalan (Potter& Perry, 2005). Osteoartritis merupakanpenyakit sendi degeneratif yang berkaitandengan kerusakan kartilago sendi. Bagianyang paling sering terkena osteoartritis ada-lah vertebra, panggul, lutut, dan pergelangankaki. Prevalensi osteoartritis lutut radiologisdi Indonesia cukup tinggi yaitu mencapai15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita.

Karena prevalensi yang cukup tinggidan sifatnya yang kronik-progresif, osteo-artritis mempunyai dampak sosio-ekonomiyang besar baik di negara maju maupun dinegara berkembang. Diperkirakan satusampai dua juta orang lanjut usia di Indonesiamengalami kecacatan karena osteoartritis(Potter & Perry, 2005). Nyeri yang dirasa-kan pada daerah persendian dan tidakmendapat penanganan dengan baik akanmempengaruhi kenyamanan tubuh dan akanberdampak pada penurunan aktivitas(immobilisasi), isolasi sosial akibat tidakberinteraksi dengan teman sebaya, gangguantidur dan jatuh akibat dari penggunaan kaki

Page 5: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

3Ani Dwi Pratintya, dkk., Kompres Hangat Menurunkan Nyeri ...

yang sakit digunakan untuk berjalan, depresiakibat rasa nyeri yang tidak sembuh-sembuh(Stanly, 2007).

Apabila seseorang mengalami nyeri,maka akan mempengaruhi fisiologis danpsikologis dari orang tersebut (Tamsuri,2006). Perawat perlu untuk memilikikemampuan dalam mengidentifikasi danmengatasi rasa nyeri yang dialami klien(Asmadi, 2008). Beberapa managemennyeri dapat dilakukan untuk mengatasi nyeripada persendian yaitu dapat dilakukandengan cara terapi fisik, splinting, aplikasibungkusan dingin dan panas, paraffin waxdips, obat-obatan anti peradangan, terapipembedahan (Rifham, 2010).

Salah satu managemen nyeri yangdapat dilakukan oleh tenaga kesehatanadalah dengan menggunakan terapi panas.Terapi panas yang dilakukan dapat digu-nakan dengan menggunakan kompreshangat. Kompres tersebut dapat membe-rikan efek fisiologis dengan meningkatkanrelaksasi otot pergerakan sendi (Rifham,2010).

Tindakan paliatif harus dilakukanterlebih dahulu sebelum penggunaan obat-obatan misalnya dengan mengatur posisiyang tepat, massage, atau kompres hangat.Kompres hangat bersuhu 40,50-430C akandiberikan pada daerah sendi yang meng-alami nyeri selama 20 menit, menurut inter-vensi keperawatan yang sering dilakukankompres hangat dilakukan selama 3 hari dandiberikan pada pukul 06.00-07.00 pagi dan17.00-18.00 sore (Rahayu, 2009).

Berdasarkan studi pendahuluan yangdilakukan di Panti Werdha Budhi DharmaPonggalan, Umbulharjo, Yogyakarta,didapatkan data bahwa jumlah penghunipanti terdapat 49 orang, dari jumlah keselu-ruhan penghuni panti terdapat 19 orang yangmengalami nyeri osteoartritis. Nyeri yangdialami lansia sangat mengganggu aktivitaskeseharian lansia.

Hasil observasi yang dilakukan padapengurus panti didapatkan keterangan bahwapenanganan yang diberikan oleh petugas pantiuntuk mengatasi nyeri adalah denganmemberikan obat penghilang nyeri. Obat yangdiberikan adalah aspirin. Obat tersebut jikadiberikan terus-menerus akan menimbulkanefek samping yang dapat merusak dindinglambung. Sudah ada dua orang yangmengalami tukak lambung karena terlalusering mengkonsumsi obat tersebut.Berdasarkan hasil observasi yang didapatoleh peneliti, maka peneliti tertarik untuk untukmelakukan penelitian tentang “PengaruhPemberian Kompres Hangat Terhadap NyeriPersendian Osteoartritis pada Lanjut Usia diPanti Wredha Budhi Dharma PonggalanUmbulharjo Yogyakarta”.

METODE PENELITIANPenelitian ini menggunakan metode

Quasi Eksperimen, dengan rancanganpenelitian pre test-post test kelompoktunggal yang ekuivalen. Desain penelitian inidilakukan dengan menggunakan satukelompok yang berfungsi sebagai kelompokperlakuan dan kelompok kontrol. Proseduryang dilakukan pada putaran pertamasebagai kelompok kontrol dan dilakukan pretest dan post test. Putaran kedua sebagaikelompok perlakuan, diberikan pre test laludiberikan perlakuan dan diakhiri denganpost test (Muttaqin, 2008).

Populasi dalam penelitian ini berjumlah19 orang yang mengalami nyeri persendianosteoartritis. Berdasarkan kriteria inklusi dankriteria eksklusi, sampel dalam penelitian iniberjumlah 12 orang yang berfungsi sebagaikelompok eksperimen dan kelompok kon-trol. Teknik pengambilan sampel yang digu-nakan dalam penelitian ini adalah totalsampling. Alat yang digunakan adalahinstrumen skala nyeri dengan skala nume-rik, kuesioner tingkat kecemasan denganmenggunakan Hamilton Rating Scale

Page 6: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

4 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 10, No. 1, Juni 2014: 1-7

Anxiety (HRSA), buli-buli (kantong airpanas), termometer air, kain sebagaipengalas saat pemberian kompres hangat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1. Rata-rata Usia pada Kelom-pok Kontrol dan KelompokEksperimen

Kelompok Rata-rata Sd Min-Max N Kontrol 71 6.993 60-83 12

Eksperimen 71 6.993 60-83 12

Berdasarkan tabel 1 dapat diketahuibahwa usia responden pada kelompokkontrol dan eksperimen memiliki nilai rata-rata usia 71 tahun. Kedua kelompok me-miliki rata-rata usia yang sama, karena padapenelitian ini peneliti menggunakan satukelompok yang dijadikan kelompok kontroldan eksperimen.

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Berda-sarkan Jenis Kelamin padaKelompok Kontrol dan Ke-lompok Eksperimen

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase(%)

Laki-laki 2 16,7 Perempuan 10 83,3Jumlah 12 100

Berdasarkan tabel 2 distribusi freku-ensi, karakteristik responden berdasarkanjenis kelamin diketahui bahwa lanjut usiayang mengalami nyeri sendi paling banyakberjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak10 responden (83,3%), sedangkan yangberjenis kelamin laki-laki hanya 2 responden(16,7%).

Distribusi frekuensi berdasarkan ting-kat kecemasan pada kelompok kontrol dankelompok eksperimen menunjukkan bahwaseluruh lanjut usia tidak mengalami kece-masan.

Berdasarkan hasil penelitian padagambar 1 dapat diketahui bahwa rata-ratanilai pre test pada kelompok kontrol sebesar5,5 dan rata-rata nilai post test padakelompok kontrol sebesar 4,3. Nilai rata-rata pre test pada kelompok eksperimensebesar 5,25 dan nilai post test padakelompok eksperimen sebesar 1,25.

Tabel 3. Hasil Uji Normalitas Data padaKelompok Kontrol danEksperimen

Variabel Rata-rata P value N Kontrol 5,500 0,524 12 Eksperimen 5,250 0,407 12

Berdasarkan tabel 3 hasil uji normalitasvariabel penelitian dapat diketahui bahwa

Gambar 1. Rata-rata Tingkat Nyeri Pre test dan Post test pada Kelompok Kontroldan Eksperimen

Page 7: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

5Ani Dwi Pratintya, dkk., Kompres Hangat Menurunkan Nyeri ...

semua data variabel penelitian mempunyainilai p lebih besar dari 0,05 (p>0,05),sehingga dapat disimpulkan bahwa datapenelitian terdistribusi normal. Berdasarkanhasil uji normalitas data tersebut makaanalisis data yang digunakan adalah PairedT-test dan Independent T-test.

Tabel 4. Penurunaan Tingkat NyeriSendi pada Kelompok Kon-trol dan Eksperimen

Kelompok Rata-rata

Sd P value

N

Kontrol 1,16 0,937 0,001 12Eksperimen 4,00 1,045 0,000 12

Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwapada kelompok eksperimen mempunyai nilairata-rata 4,00 dan mempunyai pvalue=0,000 (p<0,05), hal ini menunjukkanbahwa terdapat perbedaan antara nilai pretest dan post test. Nilai rata-rata tersebutmenunjukkan bahwa ada pengaruh pem-berian kompres hangat terhadap nyeripersendian pada lanjut usia.

Tabel 5. Perbedaan Penurunan Ting-kat Nyeri Sendi pada Kelom-pok Kontrol dan Eksperimen

Kelompok Rata-rata p value N Kontrol dan eksperimen

2,83 0,000 12

Berdasarkan tabel 5 diketahui bahwaantara kelompok kontrol dan kelompokeksperimen menunjukkan nilai rata-rata 2,83dengan p value=0,000 (p<0,05). Nilai daritabel tersebut menunjukkan bahwa adaperbedaan antara kelompok kontrol daneksperimen.

Berdasarkan hasil penelitian, dapatdiketahui bahwa usia responden yangmenjadi penelitian berusia diatas 60 tahun.Hasil tersebut sesuai dengan pendapat yangdikemukakan oleh Sudoyo (2006) bahwa

pada usia di atas 60 tahun merupakan faktorresiko seseorang menderita osteoartritis.Menurut Misnadiarly (2010) rasa nyeri dankaku yang menyertai perubahan degeneratifpada penderita osteoartritis disebabkankerena adanya degenerasi kartilago artiku-laris, perubahan pada membran sinovia,serta adanya hipertrofi tulang pada tepinya.Rata-rata usia yang mengalami keluhan nyerisendi pada lanjut usia yaitu 71 tahun dengankeluhan nyeri terbanyak ada pada lanjut usiayang berusia 60-74 tahun. Hasil tersebutsesuai dengan penelitian sebelumnya bahwalanjut usia yang paling banyak mengeluhkannyeri adalah lanjut usia yang berusia antara60-74 tahun (Rasyidah, 2011).

Hasil penelitian menunjukkan bahwajenis kelamin penderita nyeri persendianpaling banyak terdapat pada jenis kelaminperempuan, yaitu sebanyak 10 responden(83,3%). Hasil tersebut sesuai denganpenelitian yang dilakukan oleh Rahayu(2009) yang menyebutkan bahwa jeniskelamin perempuan lebih banyak menderitanyeri persendian dibandingkan dengan laki-laki. Namun ada pendapat lain bahwa hasilini tidak sesuai dengan pendapat Gill (1990)dalam Potter & Perry (2005) yang menye-butkan bahwa secara umum jenis kelaminlaki-laki dan perempuan tidak berbedadalam berespon terhadap nyeri (Potter &Perry, 2005).

Berdasarkan tingkat kecemasanmenunjukkan bahwa seluruh respondentidak mengalami kecemasan sehingga dapatdilakukan penelitian pada responden yangtidak mengalami kecemasan. Stimulus nyerimengaktifkan bagian sistem limbik yangdapat mengendalikan emosi seseorangkhususnya ansietas, sistem limbik dapatmemproses reaksi emosi terhadap nyeriyaitu dapat memperburuk atau menghi-langkan nyeri (Potter & Perry, 2005).Individu yang sehat secara emosional lebihmampu mentoleransi nyeri sedang hingga

Page 8: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

6 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 10, No. 1, Juni 2014: 1-7

berat dibandingkan dengan individu yangmemiliki status emosional yang kurang stabil.

Untuk mengetahui pengaruh pembe-rian kompres hangat terhadap nyeri persen-dian osteoartritis pada lanjut usia dapat dilihatdengan analisis data menggunakan inde-penden t test pada kelompok kontrol dankelompok eksperimen didapatkan bahwanilai rata-ratanya adalah 2,83 sedangkan pvalue=0,000, nilai p kurang dari 0,05(p<0,05). Nilai tersebut menunjukkanbahwa terdapat perbedaan penurunantingkat nyeri antara kelompok kontrol dankelompok eksperimen.

Perubahan yang terjadi pada tingkatnyeri persendian pre test dan post testmenunjukkan bahwa kompres hangat ber-pengaruh terhadap tingkat nyeri persendianosteoartritis pada lanjut usia. Hasil penelitianini sesuai dengan penelitian terdahulu bahwateknik kompres dapat menurunkan nyerisendi pada pasien asam urat, dimana dalampenelitian ini menyebutkan terdapat perbe-daan rerata skala nyeri sebelum pemberiankompres hangat dan setelah pemberiankompres hangat. Dapat disimpulkan terda-pat pengaruh kompres hangat terhadapperubahan nyeri sendi pada pasien asam urat(Antoro, 2008). Hal ini disebabkan karenaadanya stimulasi yang digunakan untuk me-ngurangi nyeri persendian dengan meng-gunakan kompres hangat.

Pemakaian terapi panas lebih nyamandan aman dilakukan untuk mengobati nyeri.Kompres yang diberikan pada terapi iniadalah panas kering. Keuntungan dari pem-berian terapi panas kering adalah tidakmenyebabkan maserasi pada kulit (Rahayu,2009). Panas kering dapat menahan suhulebih lama karena tidak dipengaruhi olehevaporasi (Potter & Perry, 2005).

Proses vasodilatasi yang terjadi padasaat pemberian kompres hangat dapatmelebarkan pembuluh darah sehingga dapatmeningkatkan aliran darah pada bagian yang

nyeri. Kompres hangat juga dapat mening-katkan relaksasi otot serta mengurangi nyeriakibat spasme dan kekakuan (Potter &Perry, 2005). Kompres hangat bekerja de-ngan cara konduksi, yaitu terjadinyaperpindahan panas dari buli-buli ke dalamsendi yang terasa nyeri. Panas bekerjadengan cara menstimulasi reseptor nyeri(nociceptor) untuk memblok reseptor nyeri(Muttaqin, 2008).

Penurunan intensitas nyeri sendi yangdirasakan responden, dapat disebabkankarena adanya impuls-impuls yang menekanrasa nyeri, sehingga rasa nyeri dapat berku-rang. Impuls tersebut adalah suhu hangatyang diberikan serta mengenai bagian yangterasa nyeri. Respon lokal terhadap panasterjadi melalui stimulasi ujung syaraf yangberada di dalam kulit. Stimulasi tersebutakan mengirimkan impuls dari perifer kehipotalamus. Jika perubahan tersebut terjaditerus menerus melalui jalur sensasi suhu ma-ka penerimaan dan persepsi terhadap stimu-lus akan dirubah (Potter & Perry, 2005).

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Dari hasil analisis data yang telah dila-kukan dapat disimpulkan bahwa terdapatpenurunan tingkat nyeri persendian osteo-artritis pada lanjut usia setelah diberikanperlakuan berupa kompres hangat. Rata-rata tingkat nyeri sebelum diberikan kom-pres hangat pada saat menjadi kelompokkontrol sebesar 5,5 dan pada saat menjadikelompok eksperimen tingkat nyeri sebesar5,25.

Rata-rata tingkat nyeri sesudah dibe-rikan kompres hangat pada saat menjadikelompok kontrol sebesar 4,3 dan padasaat menjadi kelompok eksperimen tingkatnyeri sebesar 1,25. Terdapat perbedaanpenurunan tingkat nyeri pada kelompokkontrol sebesar 1,16 dan pada kelompokeksperimen sebesar 4,00.

Page 9: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

7Ani Dwi Pratintya, dkk., Kompres Hangat Menurunkan Nyeri ...

SaranBagi lanjut usia dapat menggunakan

kompres hangat untuk mengurangi nyeripersendian yang dirasakan. Bagi PSTWBudhi Dharma Yogyakarta dapat menja-dikan kompres hangat ini sebagai acuanuntuk menentukan kebijakan dalam menga-tasi dan meningkatkan kesehatan khususnyalanjut usia yang mengalami nyeri persendian.

DAFTAR RUJUKANAntoro. 2008. Research in ELT, (online),

(http://e-humaniora.fisip.ut.ac.id/suplemen/pbis4401/2d. html),diakses 13 Desember 2011.

Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Kepe-rawatan Konsep dan AplikasiKebutuhan Dasar Klien. SalembaMedika: Jakarta.

Mariyo. 2008. Pelayanan KesejahteraanSosial Lanjut Usia, (online), (http.//bp.depsos.go.id.), diakses 8November 2011.

Maryam. 2008. Mengenal Usia Lanjutdan Perawatannya. SalembaMedika: Jakarta.

Misnadiarly, 2010. Osteoartritis PenyakitSendi pada Orang Dewasa danAnak. Pustaka Populer Obor:Jakarta.

Muttaqin. 2008. Asuhan KeperawatanKlien dengan Gangguan SistemPersarafan. Salemba Medika:Jakarta.

Nugroho. 2000. Keperawatan Gerontik.EGC: Jakarta.

Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Funda-mental Keperawatan Volume 2.EGC: Jakarta.

Rahayu. 2009. Efektifitas PemberianOlesan Jahe Merah TerhadapPenurunan Keluhan Nyeri SendiPada Lansia di Panti Werda Bu-dhi Luhur Yogyakarta. Skripsitidak diterbitkan. Yogyakarta: StikesAisyiyah Yogyakarta.

Rasyidah. 2011. Pengaruh Teknik Kom-pres Hangat terhadap PerubahanNyeri Sendi pada Pasien AsamUrat di Puskesmas KecamatanPasar Minggu Tahun 2011.Skripsi tidak diterbitkan. Jakarta:Universitas Pembangunan NasionalVeteran Jakarta.

Rifham. 2010. Hubungan Antara Waist-Hip Ratio dengan Derajat NyeriPenyakit Osteoartritis Lutut padaPasien di RSUP H.Adam Malik.Skripsi tidak diterbitkan. Medan:Universitas Sumatera Utara.

Stanly. 2007. Buku Ajar KeperawatanGerontik Edisi 2. EGC: Jakarta.

Sudoyo. 2006. Ilmu Penyakit Dalam JilidIII. Departemen Ilmu PenyakitDalam Fakultas KedokteranUniversitas Indonesia: Jakarta.

Tamsuri. 2006. Konsep dan Penata-laksanaan Nyeri. EGC: Jakarta.

Page 10: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANTEKNIK MENYUSUI PADA IBU PRIMIPARA

Rivanica RhipiduriAkademi Kebidanan ‘Aisyiyah Palembang

E-mail: [email protected]

Abstract: The purpose of this quantitative with cross sectionalstudy is to explore factors affecting the mother’s breastfeedingtechnique in the district of Alang-alang Lebar Palembang in2012. Eghty five respondents were taken using purposivesampling technique. The data was analyzed using chi-squaretest, showed that mother’s age (p=0.018), maternal education(p=0.017), maternal’s occupation (p=0.037), type of labors(p=0.03) and maternal knowledge (p=0.039) had significantrelationship with breastfeeding technique. Multiple logisticregression test showed most decisive factors that significantlyaffected the technique of breastfeeding mother’s was the age(OR=7,108).

Keywords: age category, level of education, type of occu-pation, type of labor, knowledge of breastfeeding techniques

Abstrak: Penelitian kuantitatif dengan pendekatan crosssectional ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yangberhubungan dengan teknik menyusui pada ibu primipara dikecamatan Alang-Alang Lebar tahun 2012. Delapan puluh limaresponden diambil sebagai sampel dengan teknik purposivesampling. Data dianalisa dengan chi square (bivariat) menun-jukkan ada hubungan antara umur (p=0,018), pendidikan(p=0,017), pekerjaan (p=0,037), jenis persalinan (p=0,003) danpengetahuan (p=0,039) dengan teknik menyusui (α=0,05), tidakada hubungan antara usia kehamilan dengan teknik menyusui(p=0,674; α=0,05). Uji regresi logistik (multivariat) menunjuk-kan bahwa umur merupakan faktor penentu dalam teknikmenyusui dengan nilai OR=7,108.

Kata kunci: umur, pendidikan, pekerjaan, jenis persalinan,pengetahuan tentang teknik menyusui

Page 11: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

9Rivanica Rhipiduri, Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Teknik.....

PENDAHULUANMenurut WHO (World Health Orga-

nization) (2005), bayi yang diberi susu selainASI (Air Susu Ibu), mempunyai risiko 17kali lebih mengalami diare, dan tiga sampaiempat kali lebih besar kemungkinan terkenaISPA dibandingkan dengan bayi yangmendapat ASI (Depkes RI, 2005). MenurutWHO (2005) angka kematian bayi (AKB)di Indonesia menduduki angka tertinggi dinegara ASIA yaitu 46/1.000 kelahiranhidup, dibandingkan dengan MuangthaiAKB 29/1.000 kelahiran hidup, FiliphinaAKB 36/1000 kelahiran hidup, SrilangkaAKB 18/1.000 kelahiran hidup bahkanMalaysia AKB 11/1.000 kelahiran hidup.

Menurut survei SDKI (Survei Demo-grafi Kesehatan Indonesia) dari tahun 1992-2008, Angka Kematian Bayi di Indonesiamenurun dari tahun ke tahun. Tahun 1992AKB 68/1.000 kelahiran hidup, tahun 1994AKB 57/1.000 kelahiran hidup, tahun 1997AKB 46/1.000 kelahiran hidup, tahun 2003AKB 35/1.000 kelahiran hidup, dan tahun2008 AKB 34/1.000 kelahiran hidup(SDKI 1992-2008), sedangkan target na-sional tahun 2014 AKB 24/1.000 kelahiranhidup.

Menurut data Dinas Kesehatan Pro-pinsi Sumatera Selatan, AKB pada tahun2003 sebesar 30,1 per 1.000 kelahiranhidup, pada tahun 2005 sebesar 26,68untuk laki-laki dan 20,02 untuk wanita per1.000 kelahiran hidup, pada tahun 2007AKB 27,5/1.000 kelahiran hidup, tahun2008 AKB 25,18/1.000 kelahiran hidup(Profil Dinas Kesehatan Kota Palembang2003-2008). Salah satu solusi untuk me-ngurangi penyebab kematian bayi tersebutadalah melalui pemberian ASI.

Sehubungan dengan hal tersebut telahditetapkan Peraturan Pemerintah nomor 33tahun 2012 pasal 6 yang menyatakan bahwa“Setiap ibu yang melahirkan harus membe-rikan ASI Eksklusif kepada bayi yang

dilahirkannya”. Dalam Al-Qur’an secaraekplisit terdapat pada surat Al-Baqarah (2)ayat 233 yang artinya, “Para ibu hendaklahmenyusui anak-anaknya selama dua tahunpenuh”. Mengingat pentingnya pemberianASI bagi tumbuh kembang yang optimal baikfisik maupun mental dan kecerdasan anak,maka teknik menyusui perlu mendapatkanperhatian agar dapat terlaksana dengan benar.

Kurangnya pengetahuan ibu tentangteknik menyusui mengakibatkan banyak ibutakut bentuk badannya berubah jikamemberikan ASI terus menerus kepadaanaknya, seperti payudara menjadi kendur,padahal secara medis pemberian ASI kepa-da anak tidak akan berhubungan denganbentuk badan seseorang (Roesli, 2008).

Adanya mitos bahwa menyusui akanmerusak keindahan payudara, membuatnyamenjadi tidak kencang lagi, menjadi melorotdan tidak indah, sehingga ada ibu yang sam-pai membebat (mengikat dengan kain secarakuat) payudaranya dengan harapan ASInyatidak keluar. Mitos lain menyebutkan bahwamenyusui akan menghambat turunnya beratbadan karena ibu akan menjadi mudah lapardan kondisi ini akan berakibat pada penam-pilannya dan mungkin karirnya.

Kurangnya pengetahuan ibu tentangteknik menyusui yang benar dapat meng-akibatkan terjadi aspirasi saat bayi menyusu,bayi tersedak, bahkan beberapa kasus adabayi yang meninggal karena ibu tidak me-ngerti posisi yang benar saat menyusui bayiketika berbaring (Adiningsih, 2004). Berda-sarkan data dari dinas kesehatan kotaPalembang cakupan ASI ekslusif di kotaPalembang tahun 2009 sebanyak 11.298bayi dari 14.308 bayi, pada tahun 2010bayi yang mendapat ASI esklusif 13.169(41,51%), dan pada tahun 2011 bayi yangmendapat ASI esklusif 66,1%.

Data cakupan ASI ekslusif diKecamatan Alang-Alang Lebar Palembangpada tahun 2008 sebanyak 791 bayi yang

Page 12: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

10 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 10, No. 1, Juni 2014: 8-16

mendapat ASI esklusif, tahun 2009 bayi yangmendapat ASI esklusif sebanyak 421 dari513, tahun 2010 sebanyak 824 bayi yangmendapat ASI Eksklusif (56,40%) dan tahun2011 sebanyak 368 bayi yang mendapat ASIeklsusif (Profil Dinas Kesehatan KotaPalembang, 2009-2011).

Berdasarkan data yang didapat dariDinas Kesehatan kota Palembang cakupanpelayanan nifas tahun 2009 adalah 27.710(84,96%), dan tahun 2010 sebanyak 27.710(84,96%). Salah satu penyebab ibu nifaskhususnya pada primipara tidak membe-rikan ASI esklusif pada bayinya adalah ibutidak mengerti teknik menyusui yang benar.Kesalahan itu banyak terletak pada langkah-langkah menyusui terutama cara melepaskanhisapan di akhir menyusui dan menyenda-wakan bayi, khususnya pada primipara postpartum.

Kebanyakan ibu tidak mengerti teknikmenyusui yang benar karena berbagai alasan,yaitu ASI tidak banyak keluar, memakanwaktu lama ketika menyusui, kurangnyapengetahuan ibu tentang manfaat ASI untukpertumbuhan dan perkembangan bayi.Seorang ibu dengan bayi pertamanya akanmengalami berbagai masalah, karena tidakmengetahui cara-cara yang sebenarnyasangat sederhana, seperti cara menaruh bayipada payudara ketika menyusui.

Berdasarkan latar belakang masalahtersebut peneliti tertarik untuk melakukanpenelitian faktor-faktor yang berhubungandengan teknik menyusui pada ibu primiparadi Kecamatan Alang-Alang Lebar Palem-bang tahun 2012.

METODE PENELITIANPenelitian ini merupakan penelitian

kuantitatif dengan menggunakan metodesurvei deskriptif dan pendekatan waktucross sectional. Populasi dalam penelitianini yaitu seluruh ibu primipara yang sedangnifas di Kecamatan Alang-Alang Lebar tahun

2012 yaitu 1.049 orang. Sampel diambildengan mengunakan metode non random/non probability sampling dengan teknikpurposive sampling. Adapun jumlahsampel pada penelitian ini berjumlah 85responden.

Teknik pengumpulan data yangdigunakan dalam penelitian ini adalah dataprimer (data yang didapat langsung darikuesioner) dengan menggunakan instrumenberupa kuesioner dan check list. Variabelyang diteliti pada penelitian ini adalah teknikmenyusui pada primipara sebagai variabelterikat dan umur, pendidikan, pekerjaan,jenis persalinan, perawatan payudara,pengetahuan, jenis kelamin bayi, berat badanbayi, dan usia kelahiran bayi sebagai variabelbebas.

Alat ukur yang digunakan dalampenelitian ini adalah kuesioner denganbeberapa pertanyaan kepada respondenyang mengacu parameter yang sudah dibuatoleh peneliti terhadap penelitian yangdilakukan. Metode pengolahan data yaituediting, koding, skoring, tabulating danentry data serta analisa dengan meng-gunakan software.

Analisis dibagi dalam tiga bentuk yaituanalisis univariat untuk melihat gambaranmasing-masing variabel, analisis bivariatuntuk melihat hubungan variable bebas danterikat menggunakan Chi-Square denganderajat kepercayaan 95% (α=0,05). Bilap<0,05 menunjukan bahwa ada hubunganyang bermakna antara variabel bebas de-ngan variabel terikat. Pada analisis multi-variat, uji statistik yang digunakan adalahregresi logistik ganda, untuk menganalisishubungan beberapa variabel bebas dengansatu variabel terikat.

Hasil analisis multivariat dapat dilihatdari nilai expose atau yang disebut oddratio. Semakin besar nilai odd ratio berartisemakin besar pengaruhnya terhadapvariabel terikat yang dianalisis.

Page 13: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

11Rivanica Rhipiduri, Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Teknik.....

HASIL DAN PEMBAHASANAnalisis UnivariatTabel 1. Distribusi Responden Menu-

rut Teknik Menyusui, Umur,Pendidikan, Pekerjaaan, JenisPersalinan, dan Pengetahuan

Variabel Jumlah Persentase (%)

Teknik menyusui Benar 20 23,5 Tidak Benar 65 76,5Total 85 100 Umur Dewasa tua (21-35 tahun)

11 12,9

Dewasa muda (12-20 tahun)

74 87,1

Total 85 100 Pendidikan Tinggi 14 16,5Rendah 71 83,5 Total 85 100 Perkerjaan Bekerja 36 42,4 Tidak Berkerja 49 57,6 Total 85 100 Jenis Persalinan Normal 73 85,9 Secsio secarea 12 7,1 Total 85 100 Pengetahuan Tinggi 70 82,4 Rendah 15 17,6 Total 85 100

Dari tabel 1 diketahui bahwa ibu primi-para yang menyusui dengan teknik yang benarmasih sedikit yaitu sebesar 23,5%. Sebagianbesar responden pada kategori umur 12-20tahun (dewasa muda) sebanyak 87,1%,sebagian besar ibu mempunyai pendidikanrendah yaitu sebanyak 87,1%, sebagianbesar ibu tidak bekerja sebanyak 57,6%,sebagian ibu mempunyai riwayat persalinannormal yaitu sebesar 85,9%, sebagian besaribu mempunyai pengetahuan tinggi yaitu

sebesar 82,4%. Hasil penelitian inimenunjukkan bahwa responden yang mela-kukan teknik menyusui dengan benar hanyasedikit, persentase mereka hanya sebesar23,5%. Hal ini berarti terdapat 76,5% ibuprimipara yang tidak melakukan teknikmenyusui dengan benar.

Analisis Bivariat

Tabel 2. Hubungan Antara Umur danPendidikan dengan TeknikMenyusui pada Ibu Primipara

Variabel

Teknik Menyusui Jumlah

P

valueBenar Tidak Benar

n % n % Umur

0,018

Dewasa Tua

6 54,5 5 45,5 11

Dewasa Muda

14 18,9 60 81,1 74

Total 20 65 85 Pendidikan

0,017

Tinggi 7 50 7 50 14 Rendah 13 18,3 58 81,7 71 Total 20 65 85

Hasil analisis untuk umur ibu diperolehp value sebesar 0,018 (p value< 0,05)maka secara statistik dapat dinyatakan adahubungan yang bermakna antara umur ibudengan teknik menyusui pada ibu primipara.Umur merupakan faktor predisposisi terja-dinya perubahan prilaku yang dikaitkandengan kematangan fisik dan mental sese-orang. Umur merupakan variabel yang digu-nakan sebagai ukuran mutlak atau indikatorfisiologis dengan kata lain penggunan fasi-litas dan pelayanan kesehatan berhubungandangan umur dimana umur semakin tua akanbertambah pengetahuan seseorang menjadibertanggung jawab dan dapat berdiri sendiridengan kata lain tidak cukup hanya diberi-kan informasi saja tapi perlu pengalaman(Notoatmodjo, 2003).

Page 14: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

12 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 10, No. 1, Juni 2014: 8-16

Menurut Roesli (2008) sebagai dokterspesialis anak menyatakan, dari 100 orangibu yang tidak bisa menyusui, hanya dua yangmemiliki kesalahan hormonal atau fisik,sedangkan yang lain karena kesalahan teknikmenyusui (manajemen laktasi). Perlu diingatjika bayi kekurangan ASI umumnya bukankarena ibu tidak dapat memproduksi ASIcukup untuk si bayi, namun karena bayi tidakdapat mengambil ASI sebanyak yang iaperlukan. Hal ini pada umumnya disebabkanposisi dan teknik menyusui kurang tepat.

Ibu-ibu terlihat dapat menyusukan/menetekkan, tetapi cara bagaimana menyu-sukan dengan teknik sebaik-baiknya se-hingga banyak ASI keluar dan tidak menye-babkan puting susu lecet, atau menyebabkanbayi menelan hawa terlalu banyak sehinggamuntah, belum banyak diketahui oleh ibumuda atau calon ibu.

Keluhan dan kesulitan saat menyusuisering muncul, apalagi jika merupakanpengalaman pertama buat ibu. Mulai dari ASItidak keluar dengan lancar, puting payudaraluka, hingga si kecil rewel karena belum bisamenyusu dengan benar. Kesulitan menyusuibiasanya terjadi ketika ibu baru melahirkananak pertama. Selain merupakan penga-laman baru, biasanya ibu juga masih cang-gung dalam menggendong si kecil, ataubahkan mudah panik jika dia menangis keraskarena sesuatu hal.

Menurut peneliti, teknik menyusui eratkaitannya antara usia dengan pengalamanyang didapatkan dalam menjalani kehi-dupan. Usia muda menyebabkan kurangnyapengetahuan ibu dalam mempersiapkan ASIdan ketidaktahuan ibu bahwa reflek letdown sangat tergantung dari isapan bayipada puting susu. Belum matangnya emosiibu sering menyebabkan timbulnya kece-masan akan kemampuan pemberian ASIpada bayinya.

Ibu yang berumur muda kerap kalimengalami kesulitan dalam menyusui

bayinya. Praktek cara menyusui yang baikdan benar perlu dipelajari sejak masakehamilan oleh setiap ibu karena menyusuiitu bukan suatu hal yang reflektif dan insting-tif, tetapi merupakan suatu proses belajaryang baik bukan hanya untuk ibu yangpertama kali melahirkan saja.

Ibu yang baru pertama kali melahirkanperlu belajar berinteraksi dengan “manusiabaru dalam hal ini seorang bayi” agar dapatsukses dalam memberikan yang terbaik bagibayinya. Untuk itu seorang ibu butuh sese-orang yang dapat membimbingnya dalammerawat bayi termasuk dalam menyusui.Orang yang dapat membantunya terutamaadalah orang yang berpengaruh besar dalamhidupnya atau disegani seperti suami,keluarga atau kerabat atau kelompok ibu-ibu pendukung ASI dan dokter atau tenagakesehatan. Untuk mencapai keberhasilanmenyusui diperlukan pengetahuan mengenaiteknik-teknik menyusui yang benar.

Hasil analisis untuk pendidikan dipe-roleh p value=0,017 (p value<0,05) makasecara statistik dapat dinyatakan ada hu-bungan yang bermakna antara pendidikandengan teknik menyusui pada ibu primipara.Menurut UU nomor 20 tahun 2003 tentangsistem pendidikan nasional, pendidikan ada-lah usaha sadar dan terencana untuk mewu-judkan suasana belajar dan proses pembela-jaran agar peserta didik secara aktif me-ngembangkan potensi dirinya untuk memilikikekuatan spiritual keagamaan, pengendaliandiri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,masyarakat, bangsa dan Negara.

Sebagaimana dikatakan oleh Notoat-modjo (2003) bahwa tingkatan pendidikanseseorang akan berpengaruh dalam mem-beri respon terhadap sesuatu yang datangdari luar. Orang yang berpendidikan tinggiakan memberi respon yang lebih rasionalterhadap informasi yang ada, sebaliknyamasyarakat yang berpendidikan rendah

Page 15: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

13Rivanica Rhipiduri, Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Teknik.....

akan bersikap masa bodoh terhadap infor-masi atau sesuatu dari luar.

Rendahnya tingkat pendidikan sese-orang atau masyarakat sangat berpengaruhterhadap peningkatan derajat kesehatan,oleh karena sikap masyarakat yang belumterbuka dengan hal-hal inovasi baru. Pen-didikan ibu umumnya berpengaruh terhadapkesehatan ibu dan anak. Wanita yang ber-pendidikan akan lebih terbuka terhadap ide-ide baru dan perubahan untuk mendapatkanpelayanan kesehatan profesional karenamanfaat pelayanan kesehatan mereka sadarisepenuhnya. Begitu juga dengan teknikmenyusui, wanita yang berpendidikan tinggimempunyai akses yang lebih baik terhadapinformasi tentang kesehatan, contohnyatentang pentingnya ASI dan teknik menyusui,lebih aktif menentukan sikap dan lebihmandiri mengambil tindakan perawatan.

Rendahnya pendidikan ibu, ber-dampak terhadap rendahnya pengetahuanibu tentang teknik menyusui yang benar,sehingga mengakibatkan ibu malas menyusuibayinya. Karena semakin rendah pengeta-huan ibu, semakin sedikit keinginan untukmenyusui bayinya (Rulina, 2004). Berdasar-kan hasil penelitian maka peneliti berpenda-pat, pendidikan seseorang akan berpenga-ruh dalam memberi respon terhadap sesuatuyang datang dari luar. Seseorang yang ber-pendidikannya tinggi akan memberikan res-pon yang lebih rasional dari pada merekayang berpendidikan rendah atau sedang.

Dengan pendidikan yang rendah makadapat berpengaruh pada tingkat pengeta-huan ibu. Pada ibu yang berpendidikan tinggicenderung mencari informasi tentang teknikmenyusui yang benar. Pendidikan yang ren-dah baik secara formal maupun informalmenyebabkan ibu kurang memahami tentangteknik menyusui yang benar.

Berdasarkan hasil analisis untuk pe-kerjaan diperoleh p value = 0,037 (p value< 0,05) yang berarti ada hubungan yang

bermakna antara pekerjaan dengan teknikmenyusui pada ibu primipara di kecamatanAlang-Alang Lebar Palembang tahun 2012.

Tabel 3. Hubungan Antara Pekerjaandan Jenis Persalinan denganTeknik Menyusui pada IbuPrimipara

Variabel Teknik Menyusui

Jumlah

P value

Benar Tidak Benar n % n %

Pekerjaan 0,037Tidak Bekerja 13 36,1 23 63,9 36 Bekerja 7 14,3 42 85,7 49 Total 20 65 85 Jenis Persalinan

0,03

Normal 14 19,2 59 80,8 73 Secsio secarea 6 50 6 50 12 Total 20 65

Menurut Roesli (2008), semakin ba-nyak perempuan enggan menyusui, karenasemakin banyak perempuan bekerja. DataLembaga Demografi Fakultas EkonomiUniversitas Indonesia menunjukkan, pada1971-1980 hanya 38,75% dari keseluruhanangkatan kerja adalah perempuan, pada pe-riode 1990-2000 sudah menjadi 51,65%.Bertambahnya pendapatan keluarga ataustatus sosio ekonomi yang tinggi serta la-pangan pekerjaan bagi perempuan di ruangpublik berhubungan erat dengan kecepatandimulainya pemberian susu botol. Artinyamengurangi kemungkinan menyusui bayidalam waktu yang lebih lama.

Berdasarkan hasil penelitian, penelitiberpendapat bahwa ada hubungan yangbermakna antara pekerjaan dengan teknikmenyusui yang benar pada ibu primipara.Ibu yang bekerja tidak terlalu memper-hatikan perawatan bayinya dan kurangsabar dalam menyusui sehingga kegagalanproses menyusui sering disebabkan olehtimbulnya beberapa masalah, baik masalahpada ibu maupun bayi.

Page 16: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

14 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 10, No. 1, Juni 2014: 8-16

Pada sebagian ibu yang tidak pahamtentang cara menyusui yang benar, kega-galan menyusui sering dianggap sebagai pro-blem pada anaknya saja. Selain itu ibu seringmengeluh bayinya sering menangis atau“menolak” menyusu, dan sebagainya yangsering diartikan bahwa ASI-nya tidak cu-kup, atau ASI-nya tidak enak, sehingga se-ring menyebabkan diambilnya keputusanuntuk menghentikan menyusui.

Wanita yang bekerja enggan menyusuidikarenakan berbagai alasan seperti sibukkarena butuh waktu khusus untuk menyusuibayinya dibandingkan dengan memberikansusu formula, alasan lain ibu takut kehilangandaya tarik sebagai seorang wanita karenadengan menyusui akan merusak keindahanpayudara menjadi tidak kencang dan melo-rot. Padahal perubahan bentuk payudaratidak ada sama sekali hubungannya denganteknik menyusui. Kesalahan dalam teknikmenyusui yang benar juga berakibat nyeripada payudara ibu.

Hasil analisis jenis persalinan didapat-kan p value=0,03 (p value<0,05), berartiada hubungan signifikan antara persalinandengan teknik menyusui pada ibu primiparadi Kecamatan Alang-Alang Lebar Palem-bang tahun 2012. Teknik menyusui yangbenar sangat mempengaruhi ibu dalampemberian ASI esklusif khususnya denganpersalinan secsio secarea. ASI sangatbermanfaat untuk kesehatan bayi baru lahirserta efek kedekatan hubungan psikologisantara ibu dengan bayinya.

Berdasarkan hasil penelitian makapeneliti berpendapat bahwa pada ibu yangbersalin dengan post secsio secarea akanmasih merasakan adanya trauma pascapersalinan seperti bekas suntikan anastesiyang mengakibatkan nyeri, adanya lukasayatan membuat ibu mengalami kesulitandalam menyusui bayinya. Pasien denganpost secsio secarea akan mengalami ke-sulitan untuk menyusui bayinya dikarenakan

beberapa faktor, diantaranya adalah karenapengaruh rooming in dan kondisi sayatanpada perut ibu.

Hubungan antara Pengetahuan denganTeknik Menyusui pada Ibu Primipara

Hasil analisis untuk pengetahuandiperoleh p value=0,039 (p value<0,05)yang berarti ada hubungan antara penge-tahuan dengan teknik menyusui pada ibuprimipara di Kecamatan Alang-Alang LebarPalembang tahun 2012. Pengetahuan ibutentang teknik menyusui yang benar sangatpenting sebab dari pengalaman dan penelitianterbukti bahwa perilaku yang didasaripengetahuan akan lebih berlangsung lamadari pada perilaku yang tidak didasari olehpengetahuan (Saleha, 2009).

Meningkatnya pengetahuan ibu dise-babkan karena bertambahnya informasiyang bisa ibu peroleh melalui berbagai sum-ber seperti media massa, media elektronik,dan lain sebagainya. Sesuai teori pengetahu-an yang tercakup dalam domain kognitif(Notoatmodjo, 2003) yaitu tahu yang artinyamengingat suatu materi yang telah dipelajarisebelumnya, dan memahami yang artinyakemampuan untuk menjelaskan secara be-nar tentang obyek yang diketahui dan dapatmenginterpretasikan materi secara benar.

Penelitian Gapmelezzy dan Ekowati(2009) menyebutkan bahwa teknik menyu-sui yang benar ditentukan oleh pengetahuanibu yang baik. Pengetahuan yang baiktentang pentingnya ASI dan cara-caramenyusui akan membentuk sikap yangpositif, selanjutnya akan terjadi perilakumenyusui yang benar.

Berdasarkan hasil penelitian makapeneliti berpendapat bahwa ada hubunganyang bermakna antara pengetahuan denganteknik menyusui pada ibu primipara.Kurangnya pengetahuan ibu tentang teknikmenyusui yang benar berdampak padarendahnya cakupan ASI ekslusif yang

Page 17: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

15Rivanica Rhipiduri, Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Teknik.....

merupakan salah satu program pemerintahdalam rangka menurunkan angka kematianbayi. Kurangnya pengetahuan ibu tentangteknik menyusui yang benar juga dapatmenyebabkan bayi akan tersedak ketikamenyusu, bahkan dapat terjadi aspirasi yangakhirnya mengakibatkan bayi tidak bisabernafas hanya karena kesalahan dalamteknik menyusui yang selama ini dianggapsepele oleh kaum wanita. Namun padakenyataannya, teknik menyusui yang benarsering kali terabaikan.

Ibu sering kurang memahami tatalaksana laktasi yang benar, misalnyabagaimana ASI keluar (fisiologis menyusui),bagaimana posisi menyusui dan perlekatanyang baik sehingga bayi dapat menghisapsecara efektif, dan ASI dapat keluar denganoptimal, termasuk cara memberikan ASIbila ibu harus berpisah dari bayinya. Jika halini tidak ditindaklanjuti, akan berdampakpada pertumbuhan bayi. Bayi kurangoptimal dalam mendapatkan nutrisi, sehinggapertumbuhannya menjadi terhambat.Dampak dari teknik menyusui yang salahpada ibu yaitu ibu akan mengalami gangguanproses fisiologis setelah melahirkan, sepertiputing susu lecet dan nyeri, payudarabengkak bahkan bisa sampai terjadi mastitisatau abses payudara dan sebagainya.

Analisis Multivariat

Faktor yang Paling Berhubungan (Dominan)

Tabel 4. Analisis Multivariat ModelPrediksi Tanpa Interaksi

Variabel Independen B p

Value Exp (B) 95 % CI

Umur 1,961 0,022 7,108 1,333-37,898Pendidikan 1,875 0,012 6,521 1,507-28,215Pekerjaan 1,306 0,041 3,690 1,058-12,870Persalinan -1,226 0,131 0,293 0,060-1,442 Pengetahuan -1,029 0,146 0,357 0,089-1,432

Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa adalima variabel yang berhubungan denganteknik menyusui yaitu umur, pendidikan,pekerjaan, persalinan, dan pengetahuan.Variabel penentu atau yang paling besarhubungannya dengan teknik menyusui adalahumur dengan OR=7,108, berarti respondendengan umur dewasa tua berpeluang tujuhkali mempunyai hubungan dengan teknikmenyusui yang benar dibandingkan denganresponden umur dewasa muda.

Umur merupakan faktor predisposisiterjadinya perubahan perilaku yang dikait-kan dengan kematangan fisik dan mentalseseorang. Umur merupakan variabel yangdigunakan sebagai ukuran mutlak atauindikator fisiologis, dengan kata lain peng-gunaan fasilitas dan pelayanan kesehatanberhubungan dengan umur, dimana semakintua umur akan bertambah pengetahuanseseorang, menjadi lebih bertanggung jawabdan dapat berdiri sendiri (Notoatmodjo,2003). Hal ini sesuai dengan teori Soekanto(2003) yang mengatakan bahwa perbedaanumur mempengaruhi seseorang dalampenerimaan pengetahuan.

SIMPULAN DAN SARAN

SimpulanDari hasil penelitian dapat disimpulkan

bahwa proporsi responden yang melakukanteknik menyusui yang benar tergolong ren-dah, yakni hanya sebesar 23,4%. Hasil pe-nelitian menunjukkan bahwa ada hubunganantara umur (p=0,018), pendidikan(p=0,017), pekerjaan (p=0,037), jenispersalinan (p=0,003) dan pengetahuan(p=0,039) dengan teknik menyusui(α=0,05). Selain itu, tidak ada hubunganantara usia kehamilan dengan teknikmenyusui (p=0,674; α=0,05). Umur ibumerupakan faktor yang paling menentukan(dominan) dalam teknik menyusui yangbenar, dengan nilai OR=7,108.

Page 18: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

16 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 10, No. 1, Juni 2014: 8-16

SaranSaran bagi Bidan Praktek Mandiri

(BPM), hendaknya bidan lebih memotivasiibu nifas khususnya pada ibu primipara dalamhal teknik menyusui karena ASI merupakanmakanan yang terbaik untuk bayi, sangatekonomis namun mempunyai nilai gizi yangtinggi untuk pertumbuhan dan perkem-bangannya. Bagi peneliti selanjutnya disa-rankan untuk meneliti hubungan teknikmenyusui dengan variabel yang lebih banyaklagi dan dengan desain dan metode penelitianyang berbeda.

DAFTAR RUJUKAN

Adiningsih, Utami N. 2004. Menyusui Se-hatkan Reproduksi Ibu Sedunia,(Online), (http://www.bkkbn.go.id),diakses 25 Mei 2012.

Badan Pusat Statistik. 1992-2008. SurveyDemografi dan KesehatanIndonesia. Jakarta: Badan PusatStatistik.

Depkes RI. 2005. Manajemen Laktasi.Jakarta: Direktorat Jenderal BinaKesehatan Masyarakat.

Dinas Kesehatan Kota Palembang. 2003-2008. Profil Kesehatan KotaPalembang 2003-2008. Palem-bang: Dinas Kesehatan KotaPalembang.

Dinas Kesehatan Kota Palembang. 2009-2011. Profil Kesehatan Kota Pa-lembang 2009-2011. Palembang:Dinas Kesehatan Kota Palembang.

Ekowati, N. 2009. Faktor-faktor yangBerhubungan dengan PemberianASI Eksklusif. Tesis tidak diterbit-kan. Yogyakarta: Program StudyGizi Kesehatan FK UGM.

Gapmmelezy,. Ekowati. 2009. Pengeta-huan Ibu tentang ASI Hubungan-nya dengan Pemberian ASI Eks-klusif di Puskesmas WonosariKec. Wonosari Gunung Kidul.Tesis tidak diterbitkan. Yogyakarta:Universitas Gajah Mada.

Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan danPerilaku Kesehatan. PT. RinekaCipta: Jakarta.

Presiden RI. 2012. Peraturan PemerintahNomor 33 Tahun 2012 tentangASI Ekslusif. Jakarta: KementrianHukum dan HAM RI.

Presiden RI. 2003. Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang SistemPendidikan Nasional. Jakarta:Kesekretariatan Negara RI.

Roesli. 2008. Inisiasi Menyusu Dini PlusASI Ekslusif. Pustaka Bunda:Jakarta.

Rulina, S. 2004. Manajemen Laktasi.Perinasia: Jakarta.

Page 19: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

EFEKTIVITAS KATETERISASI URIN MENGGUNAKANJELLY ANESTESI DAN JELLY BIASA TERHADAP

RESPON NYERI PASIEN LAKI-LAKI

Wantonoro,, Krisna Yetty,, Tuti HerawatiSTIKES ‘Aisyiyah YogyakartaE-mail: [email protected]

Abstract: The purpose of this quasi experiment with posttestonly control group design was to examine the effectivenessof urine catheterization using anesthetics jelly and water basedlubricant for male patients’ pain response. Thirty patients ofRSUD Muntilan and PKU Muhammadiyah DIY were recruitedusing nonprobability sampling with purposive sampling method,divided into experiment group and control group. The Mann-Whitney test indicated a significant difference in urinecatheterization pain score response using anesthetics jelly andcommon jelly for male patients (p value 0.000). From this study,anesthetics jelly was recommended to use with 3 min delayfollowing installation of anesthetics jelly before urinecatheterization for male patients.

Keywords: urine catheterization, anesthetics jelly, pain

Abstrak: Penelitian quasi eksperimen dengan rancangan post-test only control group ini bertujuan untuk menguji efektivitaskateterisasi urin menggunakan jelly anestesi dan jelly biasaterhadap respon nyeri pasien laki-laki. Tiga puluh pasien dariRSUD Muntilan dan RS PKU Muhammadiyah Yogyakartadiambil sebagai subyek penelitian menggunakan non probabilitysampling dengan metode purposive sampling yang dibagimenjadi kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Hasil ujistatistik Mann-Whitney didapatkan angka significancy 0,000.Kesimpulan penelitian ini menunjukkan ada perbedaan yangsignifikan pada skala nyeri keterisasi urin menggunakan jellyanestesi dan jelly biasa pada pasien laki-laki. Jelly anestesidirekomendasikan diberikan 3 menit sebelum pemasangankateter urin laki-laki.

Kata kunci: kateterisasi urin, jelly anestesi, nyeri

Page 20: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

18 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 10, No. 1, Juni 2014: 17-26

PENDAHULUANLebih dari 30 juta kateterisasi urin

dilakukan setiap tahun di Amerika Serikat,yaitu berkisar 10% pada pasien akut dan7,5% sampai dengan 10% pada pasien yangmemerlukan fasilitas perawatan jangkapanjang, angka ini diperkirakan akanmeningkat hingga mencapai 25%. Banyakalasan yang membuat peningkatan tindakankateterisasi urin, mencakup kompleksitasperawatan dan tingkat keparahan penyakit(Greene, Marx & Oriola, 2008). Kate-terisasi urin berdampak trauma pada uretra(Madeo & Roodhouse, 2009) dan menim-bulkan ketidaknyamanan serta rasa nyeriyang signifikan pada pasien (Siderias,Guadio, & Adam, 2004; Nazarko, 2007).

Berdasarkan hasil studi mengenaidampak kateterisasi urin pada laki-lakiterhadap respon nyeri yang dialami, diketa-hui bahwa 86,7% dari 15 pasien yang men-jalani kateterisasi urin dengan jelly biasa yangdimasukkan ke uretra mengalami nyeridengan kategori sedang dan 13,3% menga-lami nyeri kategori berat, sementara dari 15pasien yang menjalani kateterisasi urindengan jelly yang dioleskan ke selangkateter 66,7% diantaranya mengalami nyerikategori berat dan 33,3% mengalami nyerikategori sangat berat (Riadiono, Handoyo,& Dina, 2008). Pada studi lain dari 25pasien laki-laki yang menjalani tindakankateterisasi urin 52% mengalami nyeri kate-gori sedang dan 12% mengalami nyerikategori berat (Chandra & Ningsih, 2010).

Menurut Singer (1999), dalamGarbutt, David, Victor, & Michael (2008),kateterisasi urin termasuk dalam empatbesar sebagai prosedur yang paling menim-bulkan nyeri selama masa perawatan dirumah sakit. Sekitar 32% dari kateterisasiurin menyebabkan trauma iatrogenik, darijumlah tersebut 52% mempengaruhi uretrabulbar dan atau prostatik (Djakovic, Plas,

Martínez, & Lynch, 2012). Komplikasi darikateterisasi urin menyebabkan ketidak-mampuan melakukan perawatan diri danmempengaruhi kualitas hidup individu (Ikue-rowo, Ogunade, Ogunlowo, Uzodimma, &Esho, 2007).

Kateterisasi urin pada laki-laki denganmenggunakan jelly anestesi secara tepatakan mengurangi rasa nyeri dan mempe-ngaruhi kecepatan pemasangan katetersehingga mengurangi ketidaknyamanan dantrauma dinding uretra akibat pergesekandengan selang kateter, namun memastikansensitivitas terhadap penggunaan jellyanestesi pada pasien merupakan hal yangsangat penting untuk mencegah terjadinyareaksi alergi (Geng et al., 2012). MenurutOuellette et al., (1985) dalam Tzortzis,Gravas, Melekos, & Rosette (2009) jellydengan kandungan lidocain 2% merupakanbatas aman yang tidak menimbulkan reaksikeracunan secara sistemik.

Studi yang membandingkan jelly biasadengan jelly anestesi terhadap respon nyeriakibat kateterisasi urin pada 36 laki-lakidewasa, dengan jeda waktu pemasanganselang kateter 15 menit setelah pemasukanjelly anestesi, didapatkan hasil bahwa jellyanestesi efektif menurunkan intensitas nyeripada katerisasi urin laki-laki (Siderias,Guadio, & Adam, 2004). Hal ini diperkuatoleh Tzortzis, Gravas, Melekos, dan Ro-sette (2009) yang mengemukakan bahwawaktu pemasangan selang kateter adalah 15menit setelah pemasukan jelly anestesi.Sementara menurut Clinimed (2005) dalamGriffiths & German (2008) menyatakanbahwa waktu untuk memastikan efekanestesi secara maksimal adalah lebih dari5 menit, sedangkan Colley (1996) dalamGeng et al., (2012) berpendapat bahwawaktu pemasangan selang kateter yaituantara 3-5 menit setelah pemasukan jellyanestesi.

Page 21: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

19Wantonoro, dkk., Efektivitas Kateterisasi Urin ...

Hampton (2005) dalam Doherty(2006), mengemukakan bahwa kateterisasiurin merupakan keterampilan yang harusmenjadi bagian dari pendidikan perawatprofesional. Dengan demikian seorangperawat profesional memiliki pengetahuandan kompetensi untuk melakukan prosedurkateterisasi urin secara aman. BerdasarkanKeputusan Menteri Kesehatan nomor 647/Menkes/SK/2000 tentang registrasi danpraktek perawatan, khusus dalam pasal15(b) tertulis, tindakan keperawatansebagaimana dimaksud pada pasal 15(a)meliputi intervensi keperawatan, pendidikandan konseling kesehatan.

Organisasi profesi Persatuan PerawatNasional Indonesia (PPNI) menetapkantindakan keperawatan yang dimaksud dalampasal 15(b), salah satunya adalah kebutuhaneliminasi urin seperti melakukan tindakanpemasangan, perawatan dan pelepasankateter urin (Praptianingsih, 2006 dalamChandra & Ningsih, 2010).

Kolcaba (dalam Peterson & Bredow,2004), menyatakan dalam comfort theorybahwa salah satu komponen dalam comfortcare yaitu berfokus pada kenyamananpasien. Mengurangi atau menghilangkanketidaknyamanan pada pengalaman manusiasecara fisik (physical comfort) merupakanupaya pemenuhan kebutuhan akan rasa nya-man, dan salah satu kebutuhan rasa nyamansecara fisik yaitu penurunan mekanisme fisio-logis yang terganggu atau berisiko karenapenyakit atau prosedur invasif (Peterson &Bredow, 2004). Dari hal tersebut penelititertarik untuk mengetahui efektivitas secaraklinis kateterisasi urin menggunakan jellyanestesi (dengan jeda waktu 3 menit antarapemasukan jelly anestesi dan selang kateterurin) dan jelly biasa terhadap respon nyeripasien laki-laki di Rumah Sakit UmumDaerah Muntilan dan RSU PKU Muham-madiyah Yogyakarta.

METODE PENELITIANPenelitian ini adalah penelitian Quasi

Intervensi dengan pendekatan Post TestOnly Control Group Design. Populasipenelitian ini adalah pasien laki-laki denganindikasi pemasangan kateter urin di RSUDMuntilan, RSU PKU MuhammadiyahYogyakarta dan RSU PKU MuhammadiyahBantul. Besarnya jumlah sampel yangdidapatkan telah memenuhi target penelitianyaitu 15 responden pada masing-masingkelompok, hal ini didasarkan bahwa 10-20subyek per kelompok dianggap minimumuntuk studi yang simpel dengan kontrolintervensi (Dempsey, 2002). Sebagian besarresponden adalah pasien yang akanmenjalani tindakan operasi (pre-operasi),pasien dengan immobilisasi dan pasien yangmemerlukan pemantauan output urin yangakurat.

Pengendalian variabel penggangguberupa budaya dikendalikan dengan memilihresponden yang bersuku Jawa, sedangkanpengalaman nyeri dikendalikan denganmengambil responden yang baru pertamakali dilakukan pemasangan kateter urin.Dalam penelitian ini didapatkan bahwaterdapat homogenitas usia antara respondenkelompok kontrol dan kelompok ekspe-rimen, sehingga dari hasil tersebut dapatdisimpulkan bahwa faktor usia antara ke-lompok kontrol dan kelompok eksperimencenderung tidak menimbulkan perbedaanpersepsi terhadap intensitas nyeri yangdialami pada saat keteterisasi urin, adapunperbedaan intensitas nyeri yang dialami olehkedua kelompok merupakan efek dariperlakuan yang dilakukan yaitu kateterisasiurin dengan menggunakan jelly anestesi danjelly biasa.

Tingkat kecemasan responden antarakelompok kontrol dan kelompok ekspe-rimen adalah homogen. Sehingga dapatdisimpulkan bahwa faktor kecemasan

Page 22: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

20 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 10, No. 1, Juni 2014: 17-26

antara kedua kelompok cenderung tidakmenimbulkan perbedaan terhadap intensitasnyeri yang dialami pada saat keteterisasi urinpada kedua kelompok, adapun perbedaanintensitas nyeri yang dialami oleh keduakelompok merupakan efek dari perlakuanyaitu kateterisasi urin dengan menggunakanjelly anestesi dan jelly biasa.

Alat pengumpulan data tingkat kece-masan dilakukan dengan menggunakanHamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A) yang terdiri dari 14 item pernyataantentang perasaan yang dirasakan oleh pa-sien, tingkat kecemasan pasien merupakanjumlah skor dari 14 item tersebut, denganketentuan bahwa skor kurang dari 14 tidakada kecemasan pada pasien, skor 14-20merupakan kecemasan ringan, skor 21-27merupakan kecemasan sedang, skor 28-41merupakan kecemasan berat dan skor 42-56 pasien dalam kecemasan berat sekali(McDowell, 2006).

Uji validitas dan realiabilitas padaHRS-A menggunakan nilai validitas danreliabilitas HRS-A yang telah dilakukan olehSumanto, Marsito, dan Ernawati (2011)terhadap 30 responden di rumah sakitGombong dengan nilai r hitung=0,57-0,84dan r tabel=0,349. Menurut Flood danBuckwalter (2009) dalam Ackley & Ladwig(2011) validitas dan reabilitas HamiltonAnxiety Scale telah teruji dengan berbagaipenelitian.

Penelitian ini dilakukan dengan mela-kukan pemasangan kateter urin pada laki-laki dengan cara menginjeksikan jelly biasake uretra sebelum pemasangan selangkateter pada kelompok kontrol sedangkanpada kelompok intervensi dilakukan denganmenginjeksikan jelly anestesi ke uretrasebelum pemasangan selang kateter, setelahitu dilakukan pengukuran respon nyeri padamasing-masing responden baik kelompokkontrol maupun intervensi.

Alat pengumpulan data respon nyerimenggunakan Numeric Rating Scale (NRS)yaitu berupa sebuah garis horizontal yangberisi suatu rentang intensitas nyeri. Skalayang digunakan adalah 0 sampai 10, dengankriteria bahwa semakin besar skala menun-jukan semakin tinggi intensitas nyeri yangdirasakan.

Dengan memakai skala NRS (Nume-ric Rating Scale), responden yang menja-lani kateterisasi urin mampu menggambar-kan tingkat nyeri yang dialami dengan lebihspesifik dan terukur. Dari data yang dipero-leh dilakukan uji normalitas data untuk skalanyeri menggunakan uji Shapiro-Wilk padakelompok kontrol didapatkan nilai p=0,070sehingga p>0,05 maka dapat diambil kesim-pulan bahwa data skala nyeri kelompokkontrol berdistribusi normal.

Sedangkan pada kelompok ekspe-rimen didapatkan p=0,004 sehingga p<0,05maka dapat diambil kesimpulan bahwa dataskala nyeri kelompok eksperimen berdis-tribusi tidak normal. Dari hasil tersebut makaanalisis data efektifitas kateterisasi urin meng-gunakan jelly anestesi dan jelly biasa ter-hadap respon nyeri pasien laki-laki dila-kukan dengan menggunakan uji nonparametrik yaitu uji Mann-Whitney(Dahlan, 2011). Interval kepercayaan yangdigunakan adalah 95% dengan bataskemaknaan p<0,05.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1. Distribusi Responden Berda-sarkan Usia

Kelompok P value Kontrol Intervensi N 15 15 Mean 54,40 53,20 0,677 Median 57,00 49,00 SD 16,864 14,756 Min–Mak 28 - 82 36 - 82

Page 23: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

21Wantonoro, dkk., Efektivitas Kateterisasi Urin ...

Dari tabel 1 dapat diketahui bahwarata-rata usia kelompok intervensi adalah53,20 tahun dengan standar deviasi 14,756.Sedangkan usia rata-rata kelompok kontroladalah 54,40 tahun dengan standar deviasi16,864. Dari hasil uji homogenitas usiadidapatkan p=0,677 (p>0,05). Jadi, dapatdisimpulkan bahwa varians data usiaresponden kelompok kontrol dan intervensiadalah homogen.

Tabel 2. Distribusi Tingkat Kece-masan Responden

Tingkat kecemasan

Seluruh kelompok

Kelompok P value Kontrol Intervensi

n % n % n % Tidak cemas

14 46,7 4 26,7 10 66,7 0,37

Cemas ringan

10 33,3 6 40,0 4 26,7

Cemas sedang

6 20,0 5 33,3 1 6,7

Total 30 100 15 100 15 100

Berdasarkan tabel 2 dapat diketahuibahwa dari 30 responden mayoritas respon-den tidak mengalami kecemasan (46,7%)dan minoritas responden mengalami tingkatkecemasan sedang (20%). Pada kelompokkontrol, dari 15 responden mayoritas res-ponden mengalami tingkat kecemasan ringan(40%) dan minoritas responden tidakmengalami kecemasan (26,7%), sedangkanpada kelompok intervensi, dari 15 respon-den mayoritas responden tidak mengalamikecemasan (66,7%) dan minoritas respon-den mengalami tingkat kecemasan sedang(6,7%).

Dari hasil uji homogenitas kecemasandidapatkan bahwa signifikansi yaitu 0,373(Based on Mean) sehingga nilai p>0,05,dapat disimpulkan bahwa varians datakecemasan responden kelompok kontroldan responden kelompok intervensi adalahhomogen.

Tabel 3. Distribusi Skala Nyeri Res-ponden

Kelompok n Mean Median SD Min -MakIntervensi Kontrol

15 15

1,40 6,67

1,00 7,00

0,828 0,952

0 - 3 5 - 8

Dari tabel 3 diketahui bahwa rata-rataskala nyeri kelompok intervensi adalah 1,40dengan standar deviasi 0,828. Sedangkanrata-rata skala nyeri kelompok kontroladalah 6,67 dengan standar deviasi 0,952.

Tabel 4. Hasil analisis uji Mann-Whitney

Kelompok n Median (Minimum-Maksimum)

P value

Intervensi Kontrol

15 15

1,00 (0 - 3) 7,00 (5 - 8)

0,000

Normalitas data untuk skala nyeridengan menggunakan uji Shapiro-Wilk padakelompok kontrol didapatkan p=0,070(p>0,05) maka dapat diambil kesimpulanbahwa data skala nyeri kelompok kontrolberdistribusi normal. Sedangkan pada ke-lompok intervensi didapatkan nilai p=0,004(p<0,05) maka dapat diambil kesimpulanbahwa data skala nyeri kelompok intervensiberdistribusi tidak normal. Dari tabel 4 hasil uji Mann-Whitneydidapatkan angka significancy 0,000. Nilaip<0,05 maka Ho ditolak, sehingga dapatdisimpulkan bahwa terdapat perbedaanskala nyeri kateterisasi urin menggunakanjelly anestesi dengan skala nyeri kateterisasiurin menggunakan jelly biasa pada pasienlaki-laki di RSUD Muntilan dan PKUMuhammadiyah DIY (p=0,000).

Karakteristik UsiaUsia merupakan variabel yang mem-

pengaruhi respon nyeri, karena perbedaanperkembangan akan mempengaruhibagaimana individu bereaksi terhadap nyeri.

Page 24: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

22 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 10, No. 1, Juni 2014: 17-26

Seiring dengan bertambahnya usia makaindividu cenderung mempunyai pengalamanyang lebih dalam merasakan nyeri daripadausia sebelumnya sehingga memberikanpengalaman secara psikologis dan mempu-nyai kemampuan beradaptasi terhadap nyeriyang dirasakan (Puntillo et al., 2001). Me-nurut Pickering (2005) dalam Macintyre,Schug, Scott, Visser, & Walker (2010)bahwa usia dewasa akan lebih mempunyaipersepsi dan respon yang jelas untuk me-mahami, merasakan dan mengekspresikannyeri yang dialaminya baik secara verbalmaupun non verbal bila dibandingkandengan usia sebelumnya.

Berdasarkan hasil penelitian ini dida-patkan bahwa terdapat homogenitas usiaantara responden kelompok kontrol dankelompok intervensi. Sehingga dari hasiltersebut dapat disimpulkan bahwa faktorusia antara kelompok kontrol dan kelompokintervensi cenderung tidak menimbulkanperbedaan persepsi terhadap intensitas nyeriyang dialami pada saat keteterisasi urin,adapun perbedaan intensitas nyeri yangdialami oleh kedua kelompok merupakanefek dari perlakuan yang dilakukan yaitukateterisasi urin dengan menggunakan jellyanestesi dan jelly biasa.

KecemasanMenurut hasil penelitian ini didapatkan

bahwa tingkat kecemasan responden antarakelompok kontrol dan kelompok intervensiadalah homogen. Sehingga dapat disimpul-kan bahwa faktor kecemasan antara keduakelompok cenderung tidak menimbulkanperbedaan terhadap intensitas nyeri yangdialami pada saat keteterisasi urin padakedua kelompok, adapun perbedaanintensitas nyeri yang dialami oleh keduakelompok merupakan efek dari perlakuanyaitu kateterisasi urin dengan menggunakanjelly anestesi dan jelly biasa.

Namun demikian, dari pengamatanpeneliti dan distribusi data tingkat kecemasanyang diperoleh dari responden penelitianbaik dalam kelompok kontrol maupunintervensi ditemukan bahwa skor kece-masan responden yang tinggi cenderungberbanding lurus dengan skala nyeri yangdipersepsikan oleh responden. Hal ini dapatterlihat dari distribusi tingkat kecemasanresponden yaitu dari 15 responden terdapat33,3% responden yang berada pada tingkatkecemasan sedang pada kelompok kontrol,namun pada kelompok intervensi hanya6,7% responden yang berada pada tingkatkecemasan sedang.

Craig (2009) dalam Macintyre, Schug,Scott, Visser, & Walker (2010) mengung-kapkan bahwa nyeri merupakan pengalamanindividu yang dipengaruhi oleh berbagaifaktor, diantaranya adalah tingkat kece-masan individu. Menurut Macintyre, Schug,Scott, Visser, dan Walker (2010) menya-takan bahwa hubungan antara nyeri danansietas bersifat kompleks, ansietas sering-kali meningkatkan persepsi nyeri tetapi nyerijuga dapat menimbulkan suatu perasaanansietas, stimulus nyeri akan mengaktifkanbagian sistem limbik yang diyakini mengen-dalikan emosi seseorang khususnya kece-masan dan memproses reaksi emosi terha-dap nyeri yang berdampak memperburukatau menghilangkan nyeri.

Menurut Gill (2002) dalam Sumanto,Marsito & Ernawati (2011) bahwa nyeridapat menyebabkan kecemasan, hal inidisebabkan karena rasa nyeri sangat meng-ganggu kenyamanan seseorang sehinggamenimbulkan rasa cemas. Rasa cemastersebut timbul akibat seseorang merasaterancam oleh dirinya atau adanya akibatyang lebih buruk dari nyeri tersebut. Polabangkitan otonom adalah sama dalam nyeridan kecemasan, sulit untuk memisahkanantara dua sensasi.

Page 25: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

23Wantonoro, dkk., Efektivitas Kateterisasi Urin ...

Efektifitas Kateterisasi Urin Meng-gunakan Jelly Anestesi dan Jelly Biasaterhadap Nyeri pada Pasien Laki-Laki

Jelly digunakan sebagai pelumas untukkateterisasi urin pada laki-laki denganprinsip steril sebelum pemasukan selangkateter sehingga mengurangi pergesekanuretra yang menimbulkan nyeri. Dari hasilpenelitian didapatkan bahwa rerata skalanyeri pada kateterisasi urin dengan menggu-nakan jelly biasa yaitu pada skala 6,67. Halini senada dengan temuan pada penelitianterdahulu yang menyatakan bahwa intensitasnyeri kateterisasi urin menggunakan jellybiasa yang dimasukkan ke dalam uretraberada pada skala sedang sampai berat(Riadiono, Handoyo, & Dina, 2008; Chan-dra & Ningsih, 2010).

Hasil penelitian ini menunjukan bahwajelly biasa hanya berfungsi sebagai pelumasdalam keteterisasi urin pada laki-laki dantidak cukup efektif untuk mengurangi nyeridan memberikan rasa nyaman pada pasien.Secara klinis rasa nyeri dalam kateterisasiurin disebabkan oleh aktivasi berkelanjutandari sistem nociceptive karena traumajaringan, dalam hal ini adalah trauma uretraakibat pergesekan dengan selang kateterurin (Agroff et al., 2010).

Sedangkan dari hasil penelitian padakateterisasi urin dengan menggunakan jellyanestesi didapatkan bahwa rerata skala nyeriresponden yaitu pada skala 1,40. Dari hasilanalisis data didapatkan kesimpulan bahwaterdapat perbedaan skala nyeri pada katete-risasi urin menggunakan jelly anestesi danskala nyeri pada kateterisasi urin menggu-nakan jelly biasa di RSUD Muntilan danPKU Muhammadiyah DIY. Hasil ini didu-kung oleh penelitian terdahulu bahwa jellyanestesi efektif menurunkan intensitas nyeripada kateterisasi urin laki-laki (Siderias,Guadio, & Adam, 2004; Tzortzis, Gravas,Melekos, & Rosette, 2009).

Jelly anestesi yang memiliki kandunganlidocain 2%, merupakan obat anestesi lokalyang mempunyai kemampuan untuk meng-hambat konduksi neurotransmitter disepanjang serabut saraf secara reversibel,baik serabut saraf sensorik, motorik, mau-pun otonom sehingga mencegah terjadinyanyeri. Lidocain dapat diserap setelah pem-berian pada membran mukosa, laju dantingkat penyerapan tergantung pada kon-sentrasi dan dosis total yang diberikan sertadurasi paparan.

Namun, fenomena yang peneliti dapat-kan di pelayanan bahwa tidak terdapat jedawaktu antara pemasukan jelly anestesi danselang kateter urin pada prosedur kateteri-sasi urin menggunakan jelly anestesi. Padapenelitian ini didapatkan bahwa dengan jedawaktu 3 menit antara pemasukan jelly anes-tesi dengan pemasukan selang kateter urindidapatkan perbedaan skala nyeri yangsignifikan antara jelly anestesi dan jelly biasa.

Pemakaian jelly anestesi dengan jedawaktu 3 menit memberikan efek untuk me-nurunkan nyeri pada kateterisasi urin laki-laki, yaitu dengan rata-rata skala nyeri yangdirasakan oleh responden berada padaskala 1,40. Waktu jeda 3 menit merupakanwaktu pemaparan/absorbsi yang cukupdalam kateterisasi urin menggunakan jellyanestesi. Hasil tersebut didukung oleh Colley(1996) dalam Geng et al., (2012) yangberpendapat bahwa untuk memaksimalkanefek anestesi pada keteterisasi urin meng-gunakan jelly anestesi dibutuhkan waktujeda yaitu 3-5 menit antara pemasukan jellyanestesi dan pemasangan selang kateter urin.

Namun terdapat beberapa pendapatlain mengenai durasi waktu pemasukan jellyanestesi dengan pemasukan selang kateter,diantaranya menurut Siderias, Guadio, danAdam (2004); Tzortzis, Gravas, Melekos,dan Rosette (2009) menyatakan bahwawaktu yang direkomendasikan untuk

Page 26: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

24 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 10, No. 1, Juni 2014: 17-26

mendapatkan efek maksimal dalampemakaian jelly anestesi pada kateterisasiurin adalah 15 menit. Sementara menurutClinimed (2005) dalam Griffiths & German(2008) menyatakan bahwa waktu untukmemastikan efek jelly anestesi padakateterisasi urin secara maksimal adalahlebih dari 5 menit.

Sementara pada jeda waktu kurangdari 3 menit antara pemasukan jelly anestesidengan pemasukan selang kateter urin tidakmemberikan efek anestesi secara maksimaluntuk mengurangi nyeri yang dialami (Gar-butt, David, Victor, & Michael, 2008).Dengan demikian memberikan gambaranbahwa dengan jeda waktu kurang dari 3menit pada kateterisasi urin menggunakanjelly anestesi dengan kandungan lidocain2%, tidak terjadi absorsi lidocain ke mem-bran mukosa secara optimal sehingga tidakmemberikan efek untuk mengurangi nyeri.

Dengan hasil penelitian ini didapatkanbahwa waktu 3 menit pada kateterisasi urinmenggunakan jelly anestesi dengan kan-dungan lidocain 2% merupakan waktu yangefektif dalam pemakaian jelly anestesi karenadurasi waktu yang tidak terlalu lama tetapiefisien dan efektif untuk dapat menguranginyeri secara signifikan, sehingga dapat mem-berikan kenyamanan pada pengalamanpasien secara fisik (Physical comfort)dalam kateterisasi urin. Dari hasil penelitianini dapat memberikan informasi dan dasarpertimbangan untuk menggunakan jenis jellyanestesi pada kateterisasi urin laki-laki.Sedangkan dari segi jeda waktu, daripenelitian ini didapatkan bahwa dengan jedawaktu 3 menit antara pemasukan jellyanestesi dan selang kateter menunjukkanskala nyeri yang berbeda secara signifikanbila dibandingkan dengan jelly biasa,sehingga dapat dijadikan acuan dalampengembangan standar operasional prose-dur pada kateterisasi urin laki-laki meng-

gunakan jelly anestesi, mengurangi efek nyerisecara optimal dan memberikan kenya-manan kepada pasien dalam prosedurkateterisasi urin.

SIMPULAN DAN SARAN

SimpulanDari hasil penelitian didapatkan bahwa

terdapat homogenitas karakteristik usiaantara responden kelompok kontrol dankelompok intervensi, dan juga terdapathomogenitas pada variabel kecemasanantara kelompok kontrol dan kelompokintervensi. Dapat disimpulkan bahwa faktorusia antara kelompok kontrol dan intervensiserta kecemasan antara kedua kelompoktersebut cenderung tidak menimbulkanperbedaan terhadap skala nyeri yang dialamipada saat keteterisasi urin pada keduakelompok, adapun perbedaan skala nyeriyang dialami oleh kedua kelompok meru-pakan efek dari perlakuan yaitu kateterisasiurin dengan menggunakan jelly anestesi danjelly biasa.

Hasil penelitian ini menunjukkanbahwa terdapat perbedaan skala nyeri yangsignifikan antara kateterisasi urin pada laki-laki menggunakan jelly anestesi dengan jedawaktu 3 menit (antara pemasukan jelly anes-tesi dan selang kateter urin) dan kateterisasiurin pada laki-laki menggunakan jelly biasayang dimasukkan ke uretra.

SaranBagi pelayanan, hasil penelitian menun-

jukkan bahwa menggunakan jelly anestesidapat menurunkan nyeri secara signifikan,sehingga peneliti merekomendasikan untukmenggunakan jelly anestesi dalam standaroperasional prosedur kateterisasi urin laki-laki sebagai upaya memberikan rasa nyamandalam pelayanan di rumah sakit. Dari segiwaktu jeda antara pemasukan jelly anestesi

Page 27: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

25Wantonoro, dkk., Efektivitas Kateterisasi Urin ...

dan selang kateter, waktu 3 menit dapatdijadikan standar minimal pada standaroperasional prosedur kateterisasi urin laki-laki menggunakan jelly anestesi.

Hasil penelitian memberikan informasibagi pendidikan keperawatan dan dapatdijadikan sebagai acuan bagi pendidikankeperawatan dalam pembelajaran standaroperasional prosedur kateterisasi urin laki-laki dengan menggunakan jelly anestesi.

Hasil penelitian ini dapat dijadikan datasebagai penelitian selanjutnya, denganmenyempurnakan hal-hal yang menjadiketerbatasan dalam penelitian ini sepertidengan responden yang lebih homogen darisegi setting tempat, rentang usia yang lebihpendek dan pada responden yang tidaksedang menjalani terapi analgesik. Sedang-kan untuk mengetahui jeda waktu yangpaling efektif, peneliti merekomendasikanuntuk membandingkan jeda waktu 3 menit,5 menit dan 10 menit antara pemasukan jellyanestesi dan pemasangan selang kateter urinuntuk penelitian selanjutnya.

DAFTAR RUJUKANAckley, B.J., & Ladwig, G.B. 2011.

Nursing Diagnosis Handbook;an Evidence-Base Guide toPlanning Care. 9 th ed. ElsevierMosby: Canada.

Chandra, D., & Ningsih, K. 2010. Efek-tivitas Pemasangan Kateter padaPria Menggunakan Jelly Biasayang Dimasukkan ke Urethra danJelly yang Dioleskan di Kateterterhadap Nyeri Klien di RS PKUMuhammadiyah Yogyakarta.Skripsi tidak diterbitkan. Yogya-karta: Prodi S1 Ilmu KeperawatanSTIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta.

Dahlan, M. S. 2011. Statistik untukKedokteran dan Kesehatan. 4thedition. Salemba Medika: Jakarta.

Dempsey, P. A., & Dempsey, A. D. 2002.Riset Keperawatan. Edisi ke-4.EGC: Jakarta.

Djakovic, E., Plas, L., Martínez, P., & Lynch,T. 2012. Guidelines on UrologicalTrauma. European Association ofUrology: Netherlands.

Doherty, W. 2006. Male Urinary Cathe-terisation. Nursing Standard. (on-line), volume 20, No. 35, (http://nursingstandard.rcnpublishing.co.uk/archive/ article-male-urinary-catheterisation), diakses 22 Okt2012.

Garbutt, R.B., David.M.T., Victor. L., &Michael. R.A. 2008. Delayed Ver-sus Immediate Urethral Catheteri-zation Following Instillation of LocalAnaesthetic Gel in Men: A Ran-domized, Controlled Clinical Trial.Emergency Medicine Australasia,20: 328-332.

Geng, E.L., et. al. 2012. Catheterisation,Indwelling Catheters in Adults,(Online), (http://www.uroweb.org/fileadmin/EAUN/guidelines/EAUN_Paris_Guideline _2012_LR_online_file.pdf), diakses 22Oktober 2012.

Greene, L., Marx, J., & Oriola, S. 2008.Guide to the Elimination ofCatheter-Associated UrinaryTract Infections (CAUTIs). APICHeadquarters: Washington.

Griffiths, G., & German, L. 2008. UrinaryCatheterisation Procedures,(Online), (http://www.https://www.yumpu.com/en/document/view/10818263/urinary-cathe terisation-procedures-september-2008/3),diakses 22 Oktober 2012.

Ikuerowo, S., Ogunade. A., Ogunlowo.T., Uzodimma. C., & Esho, J.O.

Page 28: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

26 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 10, No. 1, Juni 2014: 17-26

2007. The Burden of ProlongedIndwelling Catheter After AcuteUrinary Retention in Ikeja-Lagos,Nigeria. BMC Urology. (online),Volume 7, No. 16, (http://www.biomedcentral.com/1471-2490/7/16),diakses 22 Oktober 2012.

Macintyre, P.E., Schug, S.A., Scott, D.A.,Visser, E.J., & Walker, S.M. 2010.Acute Pain Management: Scien-tific Evidence. 3rd edition. APM:SE Working Group of the Australianand New Zealand College ofAnaesthetists and Faculty of PainMedicine ANZCA & FPM:Melbourne.

Madeo, M., & Roodhouse, A.J. 2009.Reducing The Risks AssociatedWith Urinary Catheters. NursingStandard, 23 (29): 47-55.

McDowell, I. 2006. Measuring Health; AGuide to Rating Scale and Ques-tionnaires. Edisi Ke-3. OxfordUniversity Press, Inc.: Oxford.

Nazarko, L. 2007. Bladder Pain FromIndwelling Urinary Catheterization:Case Study. British Journal ofNursing, 16 (9): 511-514.

Peterson, S.J., & Bredow,T.S. 2004. Mid-dle Range Theories: Applicationto Nursing Research. LippincottWilliams & Wilkins: Philadelphia.

Puntillo, K.A., et. al. 2001. Patients’ Per-ceptions and Responses to Proce-dural Pain: Results from Thunder

Project II. American Journal ofCritical Care, 10 (4).

Riadiono, B., Handoyo, & Dina, I.D.S.2008. Efektivitas PemasanganKateter dengan Menggunakan Jellyyang Dimasukkan Uretra dan Jellyyang Dioleskan di Kateter terhadapRespon Nyeri Pasien. JurnalKeperawatan Soedirman (TheSoedirman Journal of Nursing),3 (2).

Siderias, J., Guadio. F., & Adam. J. 2004.Comparison of Topical Anes-thetics and Lubricants Prior toUrethral Catheterization inMales: A Randomized ControlledTrial, (Online), (www.aemj.orgdoi:10.1197/j.aem.2003.12.025),diakses 22 November 2012.

Sumanto, R., Marsito, & Ernawati. 2011.Hubungan Tingkat Nyeri denganTingkat Kecemasan pada PasienPost Operasi Sectio Caesarea diRSU PKU MuhammadiyahGombong. Jurnal Ilmiah Kese-hatan Keperawatan, 7 (2).

Tzortzis, V., Gravas, S., Melekos, M.M.,& Rosette, J.J. 2009. IntraurethralLubricants: A Critical LiteratureReview and Recommendations.Journal of Endourology. (online),volume 23, No. 5, (http://online.liebertpub.com/doi/pdf/10.1089/end.2008.0650), diakses 22 No-vember 2012.

Page 29: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

DUKUNGAN TEMPAT BEKERJA TERHADAP PERILAKUPEMBERIAN ASI EKSKLUSIF

Christina Pernatun K, Eny Retna A, Endah Retno DAkademi Kebidanan YogyakartaE-mail: [email protected]

Abstract: The purpose of this quantitative with cross sectionalapproach research was to examine relationship betweenworkplace supports with exclusive breastfeeding on motherwho worked at company in Bantul, Yogyakarta. The sampleare working mother who have children aged 5 month up to 2years. Data analysis using Chi-square test, OR calculationand logistic regression. The results showed that companydoesn’t provide particular time for employer to breastfeed ormilking in workplace (OR=2,621), work time flexibility andfurlough affect the success of exclusive breastfeeding as muchas two-fold, provision of room and tools affects three timesbetter in supporting exclusive breastfeeding (CI 95%).

Keywords: workplace support, exclusive breastfeeding

Abstrak: Penelitian kuantitatif dengan pendekatan crosssectional ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antaradukungan tempat bekerja dengan pemberian ASI eksklusif padaibu bekerja di perusahaan di Bantul, Yogyakarta. Sampel adalahibu bekerja yang memiliki anak berusia lima bulan hingga duatahun. Analisis data menggunakan uji chi-square, perhitunganOR dan regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan pe-rusahaan tidak menyediakan waktu khusus untuk karyawannyamenyusui atau memerah ASI di tempat kerja (OR=2,621),fleksibilitas waktu bekerja dan durasi cuti dua kali mem-pengaruhi keberhasilan pemberian ASI eksklusif, penyediaanruang dan alat berpengaruh tiga kali lebih baik dalammendukung pemberian ASI eksklusif (CI 95%).

Kata Kunci: dukungan tempat bekerja, ASI eksklusif

Page 30: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

28 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 10, No. 1, Juni 2014: 27-36

PENDAHULUANASI memiliki banyak manfaat bagi

bayi. Pemberian ASI yang optimal pentingbagi pemeliharaan anak dan persiapangenerasi penerus yang berkualitas. Pertum-buhan dan perkembangan bayi dipengaruhioleh jumlah nutrisi yang dikonsumsi olehbayi. Kebutuhan nutrisi ini sebagian besardapat terpenuhi dengan pemberian ASIyang cukup. ASI tidak hanya sebagai sum-ber energi utama tetapi juga sebagai sumberprotein, vitamin dan mineral utama bagi bayi(Richard et al, 2003). Kerawanan gizi padabayi disebabkan makanan yang kurang sertapenggantian ASI dengan susu botol dengancara dan jumlah yang tidak memenuhikebutuhan (Siregar, 2004).

Bayi berhak mendapatkan ASIeksklusif sampai usia 6 bulan dan hanyamenerima ASI saja dari ibu, atau pengasuhyang diminta memberikan ASI dari ibu,tanpa tambahan cairan atau makanan lain,kecuali sirup yang berisi vitamin, suplemenmineral atau obat (WHO, 2001). Menyusuiadalah hak setiap ibu tidak terkecuali ibubekerja. Agar dapat terlaksananya pembe-rian ASI dibutuhkan informasi yang lengkapmengenai manfaat dari ASI dan menyusuiserta bagaimana melakukan manajemenlaktasi yang benar. Selain itu, diperlukandukungan dari pihak manajemen, lingkungankerja dan pemberdayaan ibu bekerja sen-diri. WHO merekomendasikan pada ibu diseluruh dunia untuk menyusui bayinya secaraeksklusif dalam 6 bulan pertama setelah lahiruntuk mencapai pertumbuhan yang optimal,perkembangan dan kesehatan.

Pada kenyataannya dalam kehidupanmodern sekarang ini, terjadi pergeseranperan dalam keluarga. Dahulu, ayah berpe-ran sebagai kepala keluarga yang bertugasmencari nafkah, sementara ibu bertanggungjawab untuk urusan rumah tangga. Tetapiseiring dengan semakin banyaknya kebu-tuhan yang harus dipenuhi, peran ibu tidak

cukup hanya di dalam rumah, tetapi juga diluar rumah. Bukan hanya kebutuhan primer,kebutuhan sekunder yang ingin dipenuhi punsemakin banyak dan semakin besar sehing-ga ibu turut dalam mencari materi.

Hal ini sebenarnya bukan masalah,sepanjang ibu tidak melupakan perannyayang tidak tergantikan seperti hamil, mela-hirkan dan menyusui. Akan tetapi seringkaliperan tersebut menjadi terganggu terutamaperan menyusui, karena kebutuhan bayitidak dapat tercukupi dalam waktu yangsingkat, apalagi kebijakan yang ada untukibu menyusui bekerja, belum sepenuhnyamendukung program pemberian ASI.

Jumlah kelahiran bayi di kabupatenBantul, DIY mencapai angka tertinggi yaitu10.968 bayi sedangkan jumlah bayi yangdiberikan ASI eksklusif hanya 4.644 bayi(Profil data Kesehatan Propinsi DIY, 2012).Ini berarti masih banyak bayi yang belummendapatkan ASI eksklusif dari sang ibu,yang kita ketahui bahwa ASI sangat ber-manfaat bagi pertumbuhan dan perkem-bangan bayi.

Budaya pemberian ASI eksklusifkepada bayi semakin ditinggalkan. Dari datadinas kesehatan DIY, cakupan ASI eksklusifterus mengalami penurunan sejak 2006.Data terakhir menyebutkan, para ibu yangaktif memberikan ASI hanya 33,09%.Angka ini jauh dari target yang dicanangkannasional yang mencapai 80%. Terdapatbeberapa faktor yang menyebabkan budayapemberian ASI eksklusif semakin ditinggal-kan masyarakat. Faktor utama adalah ma-raknya iklan susu formula di berbagai mediayang mengalahkan kampanye ASI yangdicanangkan pemerintah (Budianto, 2010).

Faktor lain yang menyebabkan pem-berian ASI ditinggalkan adalah kebijakantempat kerja yang tidak mendukung bagi paraibu untuk memberikan ASI kepada anaknya.Idealnya, di setiap tempat kerja khususnyayang melibatkan tenaga kerja wanita

Page 31: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

29Christina Pernatun K, dkk., Dukungan Tempat Bekerja...

diberikan fasilitas ruang untuk memeras dantempat penyimpanan ASI. Para ibu merasamalu untuk menyusui di tempat umum atau dilingkungan kerja karena tidak ada tempat khu-sus untuk dapat menyusui atau memeras ASI(Budianto, 2010).

Dukungan tempat kerja terhadap ibumenyusui dapat berupa pemberian cuti hamildengan waktu yang memadai, bagi ibu yangsudah kembali bekerja disediakan fasilitasuntuk dapat memompa ASI, kebijakan yangmengatur keringanan jam kerja atau penga-turan kembali waktu kerja bagi ibu menyusuidan dukungan dalam bentuk pendidikan ataupenyediaan informasi mengenai programpemberian ASI di tempat kerja.

Dari permasalahan tentang keberha-silan pemberian ASI eksklusif mendorongpeneliti untuk mengetahui lebih lanjut menge-nai pemberian ASI eksklusif pada ibu yangbekerja di instansi pemerintahan maupunswasta di kabupaten Bantul Daerah Isti-mewa Yogyakarta.

METODE PENELITIANPenelitian ini adalah penelitian kuan-

titatif dengan menggunakan studi potonglintang (cross sectional), pengamatan terha-dap variabel independen dan dependendilakukan pada saat bersamaan. Populasiadalah ibu bekerja di perusahaan di Kabu-paten Bantul yang memiliki anak berusia limabulan hingga dua tahun. Analisis data denganmenggunakan uji Chi-square, perhitunganOR (odds ratio) dan regresi logistik.

HASIL DAN PEMBAHASANDi kabupaten Bantul berdiri lebih dari

116 perusahaan di bidang industri baikkerajinan tangan maupun mesin, mulai darigarmen hingga aneka aksesoris. Umumnya,perusahan besar maupun kecil itu banyakyang mempekerjakan perempuan, sehinggaperempuan memiliki peran ganda yaknisebagai ibu rumah tangga dan wanita karier.

Sebagai pejuang yang mempersiapkangenerasi bangsa yang berkualitas seorangperempuan yang berkarir sudah semestinyatetap diperhatikan hak dan kewajibannyasebagai ibu, salah satunya adalah mem-berikan ASI eksklusif kepada putra-putrinya.

Karakteristik Responden

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karak-teristik Responden Berda-sarkan Umur, Pendidikan,Paritas, Jumlah Bayi, UsiaBayi dan Ekonomi

Karakteristik Responden

Jumlah (143)

Persentase(%)

Umur <18 tahun 2 1,4 18-25 tahun 68 47,6 26-30 tahun 44 30,8 >30 tahun 29 20,3 Pendidikan SLTP 21 14,7 SLTA 104 72,7 Perguruan Tinggi 18 12,6 Paritas/Jumlah Anak 1-2 orang 133 93,0 3-4 orang 10 7,0 Jumlah Bayi 1 orang 139 97,2 2 orang 2 1,4 >3 orang 2 1,4 Usia anak terkecil /terakhir

0-6 bulan 26 18,2 7 bulan -1 tahun 22 15,4 >1 tahun 95 66,4 Ekonomi (penghasilan perbulan)

Rp. 100.000-500.000 6 4,2 Rp. 600.000-1.000.000 106 74,1 Rp. 1.000.000-3.000.000 29 20,3 > Rp.3.000.000 2 1,4

Tabel 1 memperlihatkan respondenterbanyak berumur 18-25 tahun (68 res-ponden, 47,6%), usia terendah <18 tahun

Page 32: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

30 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 10, No. 1, Juni 2014: 27-36

ada 2 responden (1,4%). Tingkat pendidikanterakhir terbanyak adalah tamat SLTA (104responden, 72,7%), responden denganjumlah anak 1-2 orang ada 133 responden(93,0%), jumlah bayi terbanyak yakni 1orang ada 139 responden (97,2%) denganusia bayi tertua >1 tahun ada 95 responden(66,4%) dan kondisi ekonomi berdasarkanpenghasilan perbulan terbanyak padapenghasilan Rp 600.000,00-1.000.000,00sebanyak 106 responden (74,1%).

Tabel 2. Karakteristik Responden Ber-dasar Alat Transportasi, JarakTempuh dan Pengasuh Bayi

Karakteristik Responden

Jumlah (143)

Persentase(%)

Alat transportasi kerja

Kendaraan pribadi 103 72,0Kendaraan umum 4 2,8 Antar jemput keluarga 28 19,6 Lain-lain 8 5,6Jarak rumah ke tempat kerja

1-10km 89 62,211-20km 28 19,6>20km 26 18,2Waktu tempuh yang dibutuhkan

<15 menit 56 39,215-<30 menit 46 34,330-<45menit 22 15,4 ≥45 menit 16 11,2 Pengasuh bayi saat ibu bekerja

Orangtua/mertua 115 80,4Saudara 14 9,8 Pembantu 6 4,2 Orang lain 8 5,6

Berdasarkan data tabel 2 dapat dije-laskan bahwa dari total 143 responden yangterbanyak adalah memiliki alat transportasipribadi sejumlah 103 responden (72,0%),sedangkan untuk jarak tempuh terbanyakpada rentang 1-10 km sejumlah 89

responden (62,2%) dengan lama tempuhterbanyak adalah <15 menit sejumlah 56responden (39,2%) dan yang mengasuhbayi pada saat ibu bekerja terbanyak adalaholeh orang tua/mertua sejumlah 115responden (80,4%).

Dukungan Tempat Kerja dalam Pem-berian ASI Eksklusif

Tabel 3. Dukungan Tempat Kerja da-lam Pemberian ASI Eksklusif

Dukungan Tempat Kerja

Jumlah (143)

Persentase (%)

Fleksibilitas waktu kerja

Tidak tersedia 81 56,6 Tersedia 62 43,4 Durasi cuti melahirkan

<3 bulan 85 59,4 >3 bulan 58 40,6 Fasilitas ruang dan alat

Tidak tersedia 85 59,4 Tersedia 58 40,6

Berdasarkan data tabel 3 dapat dije-laskan bahwa dukungan tempat kerja dalampemberian ASI eksklusif dilihat dari fleksi-bilitas waktu kerja sebesar 56,6% menya-takan tidak tersedia, untuk durasi cuti mela-hirkan terbanyak diberikan waktu <3 bulansebanyak 85 responden (59,4%) dan du-kungan ruang dan alat sebanyak 85 res-ponden (59,4%) menyatakan tidak tersedia.

Perilaku Pemberian ASI Eksklusif

Gambar 1. Perilaku Pemberian ASIEksklusif

Page 33: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

31Christina Pernatun K, dkk., Dukungan Tempat Bekerja...

jukkan kelayakan model ataupun overalltest masih tetap cukup baik. Dapat disim-pulkan bahwa fleksibilitas waktu kerja dandurasi cuti dua kali akan mempengaruhi ke-berhasilan dukungan ASI eksklusif(OR=2,621 dan OR=2,597) dan penye-diaan ruang dan alat akan berpengaruh tigakali lebih baik (OR=3,331) dalammendukung pemberian ASI eksklusif.

ASI merupakan makanan utama yangpertama bagi bayi baru lahir. ASI dapatmemenuhi kebutuhan bayi hingga usia 4-6bulan pertama kehidupan. Selain sebagaisumber gizi dan zat gizi untuk pertumbuhanbayi yang optimal, pemberian ASI juga

Gambar 1 menjelaskan tentang peri-laku responden yang tidak memberikan ASIeksklusif yaitu sebanyak 79 responden atau(55,2%).

Berdasarkan data tabel 4, perusahaantidak menyediakan waktu untuk karya-wannya menyusui atau memerah ASI-nyadi tempat kerja sebesar 66,42% dengan OR(Odds Ratio) 2,621 dan memberikan waktucuti kurang dari tiga bulan sebesar 64,7%dan berdasarkan hasil survei tidak ditemukanruang khusus atau fasilitas menyusui 67,1%dan nilai OR 3,331.

Tabel 5 menunjukkan hasil nilai regresilogistik variabel independen tidak menun-

Tabel 5. Analisis Regresi Logistik Variabel Independen

Variabel -2 log likehood

B P wald OR 95%CI

Fleksibilitas waktu kerja 177,28 0,341 0,562 2,621 0,577 3,427 Durasi cuti melahirkan 177,28 0,937 6,563 2,597 1,246 5,231 Fasilitas ruang dan alat 177,28 0,986 4,620 3,331 1,091 6,588

Variabel Perilaku Pemberian

ASI Eksklusif Total df sig OR 95%CI

Ya Tidak Lower Upper Fleksibilitas waktu kerja Tidak tersedia

53 66,42%

28 34,6%

81 100%

1 0,005 2,621 1,326 5,180

Tersedia 26 41,9%

3658,1%

62100%

Durasi cuti melahirkan <3bulan 55

64,7% 30

35,3%85

100%1 0,006 2,597 1,308 5,159

≥3bulan 24 41,4%

3458,6%

58100%

Fasilitas ruang dan alat Tidak tersedia

57 67,1%

2832,9%

85100%

1 0,001 3,331 1,659 6,689

Tersedia 22 37,9%

36 62,1%

58 100%

Tabel 4. Analisis Silang Variabel Perilaku Pemberian ASI Eksklusif dan Uji Statistik

Page 34: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

32 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 10, No. 1, Juni 2014: 27-36

sebagai sarana komunikasi interpersonal ibudengan bayinya. Perasaan terlindungi dandisayangi yang diperoleh bayi saat beradadalam dekapan ibu karena menyusu ini yangmenjadi dasar perkembangan emosi bayidan membentuk kepribadian yang percayadiri dan dasar spiritual yang baik. Nur (2009)berpendapat bahwa proses menyusui mem-pererat hubungan psikologis ibu dan bayiyang sebelumnya telah terbentuk sejak bayimasih di dalam kandungan.

Sesuai Peraturan Pemerintah RI no-mor 33 tahun 2012 pasal 1, yang dimaksuddengan Air Susu Ibu (ASI) adalah cairanhasil sekresi kelenjar payudara ibu. Air SusuIbu eksklusif (ASI eksklusif) adalah ASIyang diberikan kepada bayi sejak dilahirkanselama enam bulan, tanpa menambahkandan/atau mengganti dengan makanan atauminuman lain. Bayi adalah anak dari barulahir sampai berusia 12 bulan.

Berdasarkan hasil penelitian karak-teristik ibu yang bekerja dan mempunyai ba-yi berkisar pada usia produktif tetapi belumsepenuhnya usia reproduksi sehat yakni 18-25 tahun sebesar 47,6%, dengan tingkatpendidikan rata-rata berpendidikan SMA.

Tingkat pendidikan responden yangsetara dengan SMA termasuk dalam kate-gori tingkat pendidikan tinggi, hal ini berpe-ngaruh terhadap pemberian MP ASI padasebagian besar responden. Tingkat pendi-dikan dapat mempengaruhi seseorang, ter-masuk juga perilakunya, akan pola hidupterutama dalam memotivasi untuk siap ber-peran serta dalam pembangunan kesehatan.

Biro sensus menemukan bahwa pe-rempuan yang pernah menempuh pendi-dikan minimal satu tahun di perguruan tinggilebih memungkinkan untuk kembali bekerja,sedangkan ibu yang memiliki tingkat pendi-dikan menengah atas kebawah akan cende-rung merawat bayi (Bachu & O’Connell,2001). Salah satu alasan utama untukpenyapihan adalah kembali bekerja.

Hasil penelitian menunjukkan, faktorparitas atau jumlah kehamilan yang dialamiibu serta jumlah anak sangat membutuhkanperhatian dimana ibu yang melahirkan anakpertama dan kedua sangat dominan sebagaiibu yang bekerja (93,0% dan 97,2%). Be-kerja umumnya merupakan kegiatan yangmenyita waktu sehingga bagi ibu yang be-kerja akan mempunyai pengaruh terhadapkehidupan keluarga. Semakin banyak waktuyang tersita untuk melakukan pekerjaan ma-ka semakin besar kesempatan untuk mem-berikan makanan pendamping ASI lebih dini(Suryanto, 2011). Pemberian ASI eksklusifsalah satunya adalah membantu perekono-mian keluarga. Bekerja sambil tetap mem-berikan ASI eksklusif akan memberikanmanfaat besar, baik untuk kesehatan ibu danbayi maupun perekonomian keluarga.Berdasarkan hasil analisis tentang peng-hasilan atau ekonomi ibu yang bekerjadengan penghasilan rata-rata Rp 600.000-1.000.000 sebesar 74,1%. Berdasarkanpenilaian upah minimum regional untukwilayah DIY sebesar Rp 993.484 dirasakanmasih kurang sehingga ibu memilih bekerjauntuk menambah pendapatan keluarga.Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional(Susenas) tahun 2004-2009, cakupanpemberian ASI eksklusif pada seluruh bayidibawah enam bulan (0-6 bulan) meningkatdari 58,9% pada 2004 menjadi 61,3% pada2009. Sedangkan jumlah pekerja perem-puan di Indonesia diperkirakan mencapai40,74 juta orang dengan jumlah pekerjapada usia reproduksi berkisar sebanyak 25juta orang yang kemungkinan akan menga-lami proses kehamilan, melahirkan dan me-nyusui selama menjadi pekerja. Oleh kare-na itu, dibutuhkan perhatian yang memadaiagar status ibu yang bekerja tidak menjadialasan untuk menghentikan pemberian ASIeksklusif.

Berdasarkan analisis variabel transpor-tasi sebesar 72% responden telah memiliki

Page 35: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

33Christina Pernatun K, dkk., Dukungan Tempat Bekerja...

kendaraan pribadi. Hal ini sangat membe-rikan keleluasaan dalam mengatur waktudalam bekerja dan memberikan ASI-nya,sedangkan jarak tempuh, sebesar 62,2%jarak antara rumah dan tempat bekerja re-latif dekat. Manajemen waktu yang baikakan memberikan manfaat yang baik karenawaktu menyusui tidak terlalu lama atau tidaklebih dari 30 menit. Dalam waktu tersebutbayi sudah dapat mengisap foremilk (lowfat milk) dan hindmilk (high fat milk) yangdiproduksi. Anggapan bahwa selama 10menit pertama menyusu bayi telah menda-patkan 90% kandungan ASI adalah tidakbenar. Dengan perlekatan yang benar bayiakan menyusu secara efektif tidak lebih dari15 menit, bayi sudah merasa kenyang.

Pengaturan pemberian ASI eksklusifbertujuan untuk menjamin pemenuhan hakbayi untuk mendapatkan ASI eksklusif sejakdilahirkan sampai dengan berusia enambulan. Pengaturan ini dengan memperhatikanpertumbuhan dan perkembangannya, mem-berikan perlindungan kepada ibu dalammemberikan ASI eksklusif kepada bayinya.Selain itu, pengaturan itu dalam rangkameningkatkan peran dan dukungan ke-luarga, masyarakat dan pemerintah terhadappemberian ASI eksklusif.

Pengaturan itu juga bertujuan untukmembina, mengawasi, serta mengevaluasipelaksanaan dan pencapaian program pem-berian ASI eksklusif di fasilitas pelayanankesehatan, satuan pendidikan kesehatan,tempat kerja, tempat sarana umum, dan ke-giatan di masyarakat. Bayi yang men-dapatkan ASI cukup lebih tenang, tidak re-wel dan dapat tidur pulas. Bayi juga tampaksehat yang dapat pula dilihat dari geraknyayang aktif dan matanya terlihat cerah sertamulut dan bibir bayi yang tampak lembab.

Pola asuh akan berdampak padaperkembangan bayi selanjutnya. Orangyang mengasihi, menyayangi sebagaipengganti orangtua dalam mengasuh bayi

dapat dijadikan sebagai pilihan daripadamengajak anak bekerja, karena risiko kerjatidak sesuai untuk tumbuh kembang bayi.Dari seluruh responden penelitian sebesar80,4% anak yang ditinggalkan ibunyabekerja diasuh oleh orangtua atau mertua.Faktor lain yang mempengaruhi perkem-bangan anak diantaranya usia pengasuh,tingkat pendidikan pengasuh, pekerjaanpengasuh, usia anak, jenis kelamin anak, danposisi anak dalam keluarga.

Dukungan Tempat KerjaBerdasarkan hasil penelitian responden

yang menyatakan tersedia fleksibilitas waktukerja untuk menyusui 43,4% dan perusa-haan yang memberikan cuti kurang dari tigabulan sebesar 59,4%. Sebuah perusahaanyang memperkerjakan karyawan perem-puan dihimbau untuk memberikan fleksi-bilitas waktu kerja untuk menyusui dan mem-berikan hak cuti bersalin sesuai ketentuanpemerintah Undang-Undang RI nomor 13tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Hal inicukup penting dan memberikan dampaknyata yaitu pengurus tempat kerja wajibmemberikan kesempatan kepada ibu yangbekerja untuk memberikan ASI eksklusifkepada bayi atau memerah ASI selamawaktu kerja di tempat kerja.

Jacknowitz (2004) membagi dukung-an tempat bekerja untuk ibu menyusui dalamempat karakteristik. Karakteristik pertamaadalah ketersediaan tempat perawatan anakuntuk pekerja. Pada umumnya disediakandekat dengan tempat bekerja, sehinggadapat mengurangi waktu antara menyusuidan bekerja. Karakteristik kedua adalahadanya jadwal yang fleksibel yang didefini-sikan sebagai sebuah manfaat atau kebijakanyang memperbolehkan pekerja untukmengubah jadwal kerja atau jam kerja.

Hasil penelitian menunjukkan bahwaresponden yang menyatakan perusahaantempatnya bekerja menyediakan fasilitas

Page 36: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

34 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 10, No. 1, Juni 2014: 27-36

ruang menyusui atau memerah susu sebesar49,4%. Berdasarkan ketentuan PeraturanPemerintah nomor 33 tahun 2012 tentangASI Eksklusif pasal 30 ayat 3 menerangkanbahwa pengurus tempat kerja wajib menyi-apkan fasilitas khusus untuk menyusui dan/atau memerah ASI sesuai kemampuan peru-sahaan. Pasal 34 juga menyebutkan bahwapengurus tempat kerja wajib memberikankesempatan bagi karyawan untuk memerahASI di tempat kerja selama waktu kerja.Pengurus tempat kerja dan penyelenggaratempat sarana umum harus mendukungprogram ASI eksklusif.

Ketentuan mengenai dukungan pro-gram ASI eksklusif di tempat kerja dilak-sanakan sesuai dengan peraturan perusa-haan antara pengusaha dan pekerja/buruh,atau melalui perjanjian kerja bersama antaraserikat pekerja/serikat buruh dengan pengu-saha. Berdasarkan nilai regresi logistik varia-bel independen dapat disimpulkan bahwafleksibilitas waktu kerja dan durasi cuti duakali akan mempengaruhi keberhasilan du-kungan ASI eksklusif (OR=2,621 danOR=2,597) dan penyediaan ruang dan alatakan berpengaruh tiga kali lebih baik(OR=3,331) dalam mendukung pemberianASI eksklusif. Pengurus tempat kerja danpenyelenggara tempat sarana umum harusmenyediakan fasilitas khusus untuk menyusuidan/atau memerah ASI sesuai dengankondisi kemampuan perusahaan.

Kebijakan yang dapat dilakukan olehperusahaan sebagai salah satu bentuk du-kungan pemberian ASI eksklusif di tempatkerja yaitu membuat kebijakan tertulistentang menyusui dan dikomunikasikankepada semua staf pelayanan kesehatan,melatih semua staf pelayanan dalam ke-terampilan menerapkan kebijakan menyusuitersebut, menginformasikan kepada semuaibu hamil tentang manfaat dan manajemenmenyusui, membantu ibu menyusui dinidalam waktu 60 menit pertama persalinan,

membantu ibu cara menyusui dan memper-tahankan menyusui meskipun ibu dipisah daribayinya, memberikan ASI saja kepada bayibaru lahir kecuali ada indikasi medis, me-nerapkan rawat gabung ibu dengan bayinyasepanjang waktu 24 jam, menganjurkanmenyusui sesuai permintaan bayi, tidak mem-beri dot kepada bayi, dan mendorong pem-bentukan kelompok pendukung menyusuidan merujuk ibu kepada kelompok tersebutsetelah keluar dari fasilitas pelayanankesehatan (Suryanto, 2011).

Perilaku Pemberian ASI EksklusifSebesar 55,2% responden yang be-

kerja tidak memberikan bayinya ASI eks-klusif. Berdasarkan jadwal kerja bergilir(rotasi) yang didefinisikan sebagai bekerjadalam shift bergilir yang secara periodikberubah, mempersulit keberlangsunganpemberian ASI secara rutin. Merujuk hasilpenelitian sudah cukup banyak ibu pekerjayang berusaha memberikan ASI eksklusif,walau sebenarnya angka tersebut masihdibawah target pemerintah yaitu 80% ca-kupan ASI eksklusif.

Pentingnya pemberian ASI eksklusifterlihat dari peran dunia yaitu dengandikeluarkannya Standar Pertumbuhan Anakpada tahun 2006 oleh WHO (World HealthOrganization), yang kemudian diterapkandi seluruh dunia yang isinya adalah mene-kankan pentingnya pemberian ASI sajakepada bayi sejak lahir sampai usia enambulan. Di Indonesia juga menerapkanperaturan terkait pentingnya ASI eksklusifyaitu dengan mengeluarkan Peraturan Pe-merintah (PP) nomor 33 tahun 2012 tentangpemberian ASI eksklusif, yang menyatakankewajiban ibu untuk menyusui bayinya sejaklahir sampai bayi berusia enam bulan.

Hasil tabel silang menunjukkan rata-rata ibu yang bekerja memberikan ASIeksklusif namun kurang mendapatkandukungan dari tempat kerja terkait waktu,

Page 37: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

35Christina Pernatun K, dkk., Dukungan Tempat Bekerja...

tempat dan waktu cuti bersalin/menyusui.Ibu adalah subjek dalam pemberian ASIeksklusif, salah satu keberhasilan programASI eksklusif diawali dari niat, keinginan danharapan dari ibu. Bekerja di rumahmemungkinkan ibu untuk memberikan ASIpada bayi, meniadakan perjalanan daritempat kerja ke tempat menyusui, dan tidakmemerlukan pemompaan dan penyimpananASI. Penelitian Lestari (2012) menyatakanibu bekerja menyakini bahwa memberikanASI eksklusif merupakan nilai yang ada padadiri mereka, hal ini senada penelitian Ludin(2009), norma akan berpengaruh dalammemberikan ASI eksklusif apabila nilaitersebut dinyakini.

SIMPULAN DAN SARANSimpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkanbahwa sebagian besar ibu bekerja tidakmemberikan ASI eksklusif yaitu sebanyak55,2%. Fleksibilitas waktu kerja olehperusahaan dengan perilaku pemberian ASIeksklusif pada ibu bekerja di KabupatenBantul belum seluruhnya memberikan du-kungan dimana 56,6% menyatakan belumdipenuhi. Durasi cuti melahirkan diberikankurang dari tiga bulan diberikan oleh peru-sahaan sebesar 59,4%. Tidak tersedia fasi-litas ruang dan alat pemberian ASI eksklusifpada ibu bekerja di Kabupaten Bantul DIYsebesar 59,4%.

Dari hasil penelitian juga dapat disim-pulkan bahwa fleksibilitas waktu kerja dandurasi cuti dua kali akan mempengaruhi ke-berhasilan dukungan ASI eksklusif(OR=2,621 dan OR=2,597), dan penye-diaan ruang dan alat akan berpengaruh tigakali lebih baik (OR=3,331) dalam mendu-kung pemberian ASI eksklusif, namunsecara umum tempat kerja belum seluruhnyamemberikan dukungan terhadap perilakupemberian ASI eksklusif pada ibu bekerjadi Kabupaten Bantul, Yogyakarta.

SaranBagi tenaga kesehatan supaya mening-

katkan peran sumber daya manusia dibidang kesehatan, fasilitas pelayanan kese-hatan, dan satuan pendidikan kesehatandalam mendukung keberhasilan programpemberian ASI eksklusif, meningkatkanperan dan dukungan keluarga dan masya-rakat untuk keberhasilan program pem-berian ASI eksklusif. Bagi perusahaandiharapkan untuk meningkatkan peran dandukungan pengurus tempat kerja danpenyelenggara sarana umum untuk keber-hasilan program pemberian ASI eksklusif.Regulasi pemerintah diharapkan dapatmeningkatkan upaya pembinaan dan penga-wasan yang dilaksanakan melalui advokasidan sosialisasi peningkatan pemberian ASIeksklusif, pelatihan dan peningkatan kualitastenaga kesehatan dan tenaga terlatih, sertamonitoring dan evaluasi.

DAFTAR RUJUKANBachu, A., & O’Connell, M. 2001. Fertility

of American Women: Juni 2000.Current Population Reports,P20- 543RV. U.S. Census Bureau:Washington DC.

Budianto, A. 2010. ASI Eksklusif MakinDitinggalkan Kaum Ibu, (Online),(http://HarianSeputarIndonesia/SumberReferensiTerpercaya.htm.),diakses 10 Januari 2013.

Departemen Kesehatan RI. 2012. Undang-undang No. 33 Tahun 2012 ten-tang Pengaturan Pemberian ASIEksklusif. Jakarta: Kemenkes RI.

Jacknowitz, A. 2004. An Investigation ofthe Factors Influencing Breast-feeding Patterns. Disertasi Diter-bitkan. Santa Monica: PardeeRAND Graduate School.

Lestari, Ade. 2012. Motivasi Ibu Bekerjadalam Memberikan ASI Eksklusif

Page 38: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

36 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 10, No. 1, Juni 2014: 27-36

di PT.Dewhirst Men’s Wear,Indonesia. Tesis diterbitkan. Ban-dung: Fakultas Ilmu KeperawatanUniversitas Padjajaran.

Ludin, Hasan Basri. 2009. Pengaruh SosialBudaya Masyarakat TerhadapTindakan Pemberian ASI Eksklu-sif di Wilayah Kerja PuskesmasKecamatan Rumbai Pesisir KotaPekanbaru.Tesis diterbitkan. Me-dan: Prodi Administrasi dan Kebi-jakan Kesehatan Sekolah Pascasar-jana Universitas Sumatera Utara.

Nur, ML. 2009. Studi Analisis Faktor-Faktoryang Dapat Mempengaruhi Terben-tuknya Pola Pemberian ASI Eksklu-sif. Jurnal Pangan, Gizi dan Kese-hatan Masyarakat. (online), Vol. 1,No. 1, (http://jurnalgizi kesmas. blogspot.com/2012/08/jurnal-pangan-gizi-dan-kesehatan-april.html),diakses 20 Januari 2013.

Richard et. al. 2003. Nelson Textbook ofPediatrics 17th edition. W.BSaunders: Pennsylvania.

Siregar. 2004. Pemberian ASI Eksklusifdan Faktor-Faktor yang Mempe-ngaruhinya, (Online), (http://library.usu.ac.id/fkm/fkm-arifinsiregar.pdf.), diakses 20 Januari2013.

Suryanto dan Slamet. 2011. Ibu BekerjaHarus Tetap Perhatikan ASI Eks-klusif, (online), (http://ibu bekerjaharustetapperhatikan ASIeksklusif.htm), diakses 23 Januari 2013.

World Health Organization. 2001. Reportof The Expert Consultation onThe Optimal Duration of TheExclusive Breastfeeding. Geneva,Switzerland: Department of Nutri-tion for Health and Development,Department of Child and AdolescentHealth and Development.

Page 39: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP KEIKUTSERTAAN SKRININGKANKER SERVIKS PADA WANITA PEKERJA SEKS

Ana Kurniati, Wafi Nur MuslihatunPoltekkes Kemenkes YogyakartaE-mail: [email protected]

Abstract: The purpose of this quantitative research with cross-sectional approach was to analyze relationship between socialsupports with participation of female sex workers (FSW) incervical cancer screening. Subjects were FSW at PasarKembang Yogyakarta. Questionaire used to obtain data. Chi-square analysis (X2), with p <0.05, shows significant correlationbetween social support and respondent’s participation in cervicalcancer screening (p=0.007). Mann Whitney test (p<0.05) showsdifference in social support between respondent who takecervical cancer screening with respondent who doesn’t, withscore of 2.505. Important to improve social support so awarenessand participation of FSW in cervical cancer screening increased.

Keywords: social support, cervical cancer screening

Abstrak: Penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross-sectional ini bertujuan untuk menganalisa hubungan antaradukungan sosial dengan keikutsertaan WPS dalam skriningkanker serviks. Sampel penelitian adalah wanita pekerja seks(WPS) di Pasar Kembang Kota Yogyakarta, pengambilan datadengan menggunakan kuesioner. Analisis data menggunakan Chi-kuadrat (X2) dengan p<0,05 menunjukkan ada hubungan secarabermakna antara dukungan sosial dengan keikutsertaanresponden dalam skrining kanker serviks (p=0,007). Uji MannWhitney (p<0,05) menunjukkan ada perbedaan dukungan sosialantara responden yang mengikuti dan yang tidak mengikutiskrining kanker serviks dengan nilai 2,505. Diperlukan upayauntuk meningkatkan dukungan sosial sehingga meningkatkankesadaran dan keikutsertaan WPS dalam skrining kankerserviks.

Kata kunci: dukungan sosial, skrining kanker serviks

Page 40: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

38 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 10, No. 1, Juni 2014: 37-46

PENDAHULUANKanker merupakan salah satu penya-

kit tidak menular yang menjadi masalahkesehatan masyarakat di seluruh dunia.Beberapa tahun belakangan ini, penyakitkanker merupakan penyebab utama kema-tian pada wanita di sejumlah negara. Kankerserviks (leher rahim) adalah suatu keganasandari sel epitel serviks yang disebabkan olehvirus HPV (Human Papilloma virus). Pe-nyakit ini merupakan jenis kanker keduaterbanyak diderita perempuan di seluruhdunia. Saat ini diperkirakan lebih dari satujuta perempuan di seluruh dunia menderitakanker leher rahim dan 3-7 juta orang pe-rempuan memiliki lesi prekanker derajattinggi (high grade dysplasia) (Kemenkes,2011, Ghafoor dkk,2002).

Menurut data WHO (World HealthOrganization) tahun 2006, terdapat lebihdari 500.000 orang wanita didiagnosisterkena kanker serviks, 260.000 orang diantaranya meninggal dunia dan 90% pende-rita kanker serviks terdapat di negara-negarasedang berkembang. Angka insiden tertinggiditemukan di negara-negara Amerika bagiantengah dan selatan, Afrika Timur, Asia Sela-tan, Asia Tenggara dan Melanesia (Nurwi-jaya, Andrijono, Suheimi, 2010).

Salah satu alasan makin berkembang-nya kanker serviks adalah masih rendahnyacakupan skrining kanker serviks. Wanitayang tidak pernah menjalani skrining secarateratur akan memiliki risiko terkena kankerserviks lima kali lebih tinggi bila dibanding-kan dengan wanita yang menjalani skriningsecara teratur. Insidensi kanker serviksdapat dikurangi bila cakupan skrining lebihdari 90% dan berkualitas, di negara berkem-bang 80% dari semua kasus kanker servikstidak pernah melakukan skrining (ACCP,2002).

Kanker serviks stadium lanjut cende-rung banyak ditemukan pada wanita yangtidak pernah menjalani skrining dan kanker

pada stadium tersebut sulit untuk disembuh-kan. Hal tersebut menyebabkan mengapaskrining kanker serviks menjadi sangatpenting. Upaya menurunkan angka kematiankanker serviks terus dilakukan terutamadifokuskan pada skrining. Skrining kankerserviks dengan pap smear dapat menurun-kan angka kematian (WHO, 2006).

Rendahnya pemanfaatan dan cakupanskrining kanker serviks sering terjadi di nega-ra berkembang. WHO memperkirakan95% perempuan di wilayah ini tidak meng-ikuti skrining, dan ada perbedaan yang besardalam cakupan skrining kanker serviks an-tara negara maju dibandingkan dengan ne-gara berkembang, misal di Austria danLuxemburg lebih dari 80%, di Georgia11%, di China sebesar 23% dan di Myan-mar, Ethiopia dan Bangladesh kurang dari1%, sedangkan di Indonesia hanya sebesar5-8% (WHO, 2006; Gakidou dkk, 2008).

Sebuah penelitian pada wanita pekerjaseks di Venezuela tentang prostitusi dankofaktor lain pada lesi invasif dan preinvasifserviks menyatakan bahwa dari 84 WPSsebanyak 64 orang (76,2%) hasil biopsiserviks dengan lesi preinvasif dan invasif,sebanyak 9,4% dengan CIN 1, sebanyak2,7% dengan CIN 2, sebanyak 1,8%dengan CIN 3 dan 0,5% dengan karsinomamikroinvasif serta 0,2% dengan karsinomainvasif. Nunez-Montiel melaporkan bahwaprevalensi lesi preinvasif dan invasif servikspada wanita pekerja seks yaitu 6,9% (6,6%lesi preinvasif dan 0,3% lesi invasif) (Nunezdkk, 2004).

Human Papillomavirus (HPV)dipindahkan melalui hubungan seksual dandihubungkan dengan kanker serviks. Wanitapekerja seks memiliki risiko lebih tinggiterkena penyakit menular seksual, infeksiHPV dan kanker serviks. Beberapa pene-litian secara signifikan menunjukkan hasilpap smear abnormal dan HPV positifdengan prevalensi yang lebih tinggi pada

Page 41: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

39Ana Kurniati, Wafi Nur Muslihatun, Dukungan Sosial Terhadap...

wanita pekerja seks. Penelitian di VietnamSelatan menemukan bahwa infeksi HPVpada wanita pekerja seks prevalensinyadipengaruhi oleh tingkat pendidikan,aktivitas seksual, jumlah dan perilaku sekspasangan seksualnya dan status HIV sertawanita pekerja seks merupakan reservoirinfeksi HPV (Amo dkk, 2005; Hernandez,Nguyen, 2005).

Beberapa penelitian yang pernahdilakukan mengungkapkan bahwa 18-82%wanita pekerja seks terkena infeksi HPVtermasuk HPV tipe 16 dan 18. Wanita pe-kerja seks memiliki risiko tinggi terhadapinfeksi HPV sehingga direkomendasikanuntuk mengikuti skrining kanker serviks de-ngan frekuensi lebih tinggi. Kontak seksualdengan wanita pekerja seks memiliki perandalam memindahkan HPV dan berpengaruhbesar terhadap tingginya prevalensi HPVpada masyarakat luas (Shikova dkk, 2011;Ford dkk, 2003).

Dukungan sosial mempunyai kekuatanuntuk mencegah atau mendorong seseoranguntuk berperilaku sehat. Dukungan tersebutdapat memberikan perubahan perilaku dankarakteristik emosional. Dukungan sosialdapat berpengaruh terhadap penilaian indi-vidu dalam memandang berat ringannya sua-tu peristiwa yang akan mempengaruhi diri-nya dalam membuat pilihan dalam upayapenanggulangan, serta dukungan sosial jugadapat berdampak langsung terhadap peri-laku kesehatan (Cohen, 1985; Katapodi,2002).

Wanita pekerja seks (WPS) meru-pakan salah satu kelompok perempuan yangmemiliki risiko tinggi terkena kanker servikssekaligus sebagai reservoir infeksi HPV.Keikutsertaan WPS dalam skrining kankerserviks masih rendah sehingga direkomen-dasikan untuk mengikuti skrining kankerserviks. Diketahuinya peranan dukungansosial terhadap keikutsertaan WPS meng-ikuti skrining kanker serviks diharapkan

dapat dijadikan rujukan dalam mencegahdan menurunkan kesakitan serta kematianakibat kanker serviks.

METODE PENELITIANPenelitian ini merupakan penelitian

observasional dengan rancangan analitikkorelatif dan pendekatan cross sectional.Populasi dalam penelitian ini adalah seluruhwanita pekerja seks (WPS) yang bekerjadi Pasar Kembang Yogyakarta. Pengambilansampel dilakukan secara simple randomsampling dan didapatkan jumlah sampelsebanyak 70 responden.

Variabel bebas dalam penelitian iniadalah dukungan sosial pada WPS sedang-kan variabel terikat adalah keikutsertaanWPS dalam skrining kanker serviks denganpemeriksaan pap smear dan atau IVA.Pengukuran variabel dengan menggunakankuesioner yang disusun peneliti dan telahdilakukan uji validitas dan reliabilitas.Pengukuran variabel dukungan sosial meng-gunakan pertanyaan yang bersifat tertutupsebanyak 15 item meliputi empat aspek yaituaspek emosional, instrumental, informatif,dan appraisal dengan kategori rendahapabila skor total < median dan kategoritinggi apabila skor total > median, pengu-kuran menggunakan skala Likert.

Data hasil penelitian dianalisis denganmenggunakan uji Chi Kuadrat (p value <0,05) untuk mengetahui keeratan hubunganantara variabel dukungan sosial dengankeikutsertaan WPS mengikuti skriningkanker serviks. Selain itu dilakukan analisisdengan menggunakan uji Mann-Whitneyuntuk melihat perbandingan skor variabelbebas dan terikat antara yang mengikuti dantidak mengikuti skrining kanker serviks.

HASIL DAN PEMBAHASANSubjek atau responden dalam pene-

litian ini sebanyak 70 orang dan memenuhikriteria inklusi.

Page 42: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

40 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 10, No. 1, Juni 2014: 37-46

Tabel 1. Sosiodemografi Respondenmenurut Umur, Tingkat Pen-didikan, Lama Bekerja WPSdan Keikutsertaan SkriningKanker Serviks (n=70)

Karakteristik responden

Frekuensi Persentase (%)

Umur (tahun) <20 20-29 30-39 ≥40

2 24 28 16

2,9 34,3 40,0 22,9

Tingkat pendidikan Dasar Menengah Tinggi

36 26 8

51,437,1 11,4

Lama bekerja sbg WPS (tahun)

≤1 2-3 >3

13 23 34

18,6 32,9 48,6

Keikutsertaan skrining dgn metode IVA dan/Pap Smear

Ya 25 35,7Tidak 45 64,3

Tabel 1 menunjukkan bahwa dari 70responden, karakteristik umur mayoritasberumur 31-40 tahun (40,0%), tingkatpendidikan terbanyak adalah pendidikandasar (51,4%) dan lama bekerja sebagaipekerja seks mayoritas adalah lebih dari tigatahun (48,6%). Responden yang pernahmelakukan skrining kanker serviks baikdengan metode IVA dan atau pap smearsebanyak 25 orang (36%).

Tabel 2. Deskripsi Statistik Umur, LamaBekerja WPS dan DukunganSosial Responden (n=70)

Variabel Ukuran Statistik Mean Median SD Rentang

Umur (tahun) 34,04 35,00 7,784 18,00-51,00Lama bekerja WPS (tahun)

4,53 3,00 3,578 1,00-20,00

Dukungan sosial (15 item)

55,77 56,00 7,408 37,00-75,00

Hasil analisis berdasarkan tabel 2didapatkan rata-rata umur responden adalah34,04 tahun dengan median 35 tahun danumur terendah 18 tahun dan tertua 51 tahun.Lama bekerja responden sebagai wanitapekerja seks dengan rata-rata 4,53 tahun,median 3 tahun, lama bekerja kurang darisama dengan 1 tahun dan terlama 20 tahun.Dukungan sosial terhadap respondendengan rata-rata 55,77, median 56, terendah37 dan tertinggi 75.

Tabel 3 menunjukkan bahwa berdasar-kan uji beda tampak bahwa umur, lamabekerja sebagai wanita pekerja seks, dan du-kungan sosial antara responden yang meng-ikuti skrining dibandingkan dengan yang tidakmengikuti skrining kanker serviks berbedadan bermakna secara statistik (p<0,05).

Tabel 4 menunjukkan bahwa dukung-an sosial pada responden mempunyai hu-bungan secara bermakna dengan keikut-sertaan skrining kanker serviks dengan nilaip<0,05, dukungan sosial dikelompokkanmenjadi dua kategori yaitu rendah bila skortotal < median dan tinggi bila skor total >median. Dalam penelitian ini kelompok usiaWPS yang berumur lebih tua cenderunguntuk melakukan skrining kanker serviks.Hal ini sesuai dengan model sistem kese-hatan menurut Anderson (2001) yang me-nyebutkan bahwa umur termasuk di dalamfaktor yang mempengaruhi seseorang untukmencari pencegahan dan pengobatan sertamenggunakan pelayanan kesehatan. Sema-kin cukup umur seseorang maka tingkatkematangan dan kekuatan seseorang akanlebih matang dalam berpikir dan bekerja.

Dari segi kepercayaan masyarakat,seseorang yang lebih dewasa lebih dipercayadibandingkan dengan orang yang memilikitingkat kedewasaan lebih rendah. Hal inimerupakan bagian dari pengalaman dankematangan jiwa (Mutyaba dkk, 2007;Notoatmodjo, 2007). Penelitian di Koreamelaporkan bahwa keikutsertaan wanita

Page 43: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

41Ana Kurniati, Wafi Nur Muslihatun, Dukungan Sosial Terhadap...

dalam skrining kanker serviks pada kelom-pok wanita berumur 30-44 tahun sebesar55,9%, kelompok umur 45-64 adalah57,7% dan terendah pada kelompok umurlebih dari 64 tahun yakni 27,8%.

Sebuah penelitian di Turki menyatakanbahwa kondisi wanita yang turut berpenga-ruh terhadap keikutsertaan dalam skriningkanker serviks antara lain kelompok umurwanita, riwayat menderita kanker serviksdalam keluarga dan pengetahuan wanitatentang kanker serviks dan skriningnya (Leedkk, 2011; Uysal, 2009). Hasil penelitianini mayoritas WPS berpendidikan dasar.Penelitian yang sejalan dengan hasil pene-litian ini yaitu di Universitas di Ghana pada

mahasiswa tentang pengetahuan dan keya-kinan kesehatan mengungkapkan bahwameskipun memiliki tingkat pendidikan yangtinggi (sebagai mahasiswa di perguruantinggi) namun mereka memiliki keikutsertaanyang rendah dalam skrining kanker serviks(Abotchie, 2009).

Subjek penelitian ini berada pada satutempat atau lokasi yang sama dan berde-katan serta sering bergaul bersama yangmemungkinkan untuk saling berkomunikasiantara satu dengan yang lain sehinggamemungkinkan terjadi penyebaran danpertukaran berbagai informasi termasukkesehatan. Adanya pemberian informasidari petugas kesehatan, LSM dan pihak lain

Variabel Keikutsertaan Skrining Kanker Serviks

ZM-W Nilai p*)

Ya (n=25)

Tidak (n=45)

Skor Umur X (SD) Median Rentang

38,52(6,29) 39

26-51

31,56(7,46) 31

18-49

3,577

0,000

Skor Lama Bekerja X (SD) Median Rentang

7,16(4,40)

7 1-20

3,07(1,839)

3 1-10

4,262 0,000

Skor Dukungan Sosial 2,505 0,012 X(SD) Median Rentang

58,52(7,18) 58

45-71

54,24(7,16) 54

37-75

Keterangan : ZM-W = Uji Mann Whitney

Tabel 3. Perbandingan Skor Umur, Lama Bekerja sebagai WPS dan DukunganSosial antara Responden yang Mengikuti dan Tidak Mengikuti SkriningKanker Serviks

Tabel 4. Analisis Bivariabel Dukungan Sosial dengan Keikutsertaan SkriningKanker Serviks

Dukungan sosial Keikutsertaan Skrining Kanker ServiksP value Ya (n=25) Tidak (n=45)

Jumlah % Jumlah % Rendah < Median Tinggi ≥ Median

6 19

18,8 50,0

26 19

81,2 50,0

0,007

Page 44: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

42 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 10, No. 1, Juni 2014: 37-46

juga memungkinkan masuknya informasikesehatan pada WPS. Informasi tentangkanker serviks dan skriningnya merupakaninformasi khusus bidang kesehatan yangtidak didapatkan dari bangku pendidikanumum, termasuk pada pendidikan tinggi.

Subjek penelitian ini bekerja sebagaiwanita pekerja seks dimana dalam peker-jaannya tidak memerlukan pendidikan tinggi,mereka bekerja untuk mendapatkan uangsebanyak-banyaknya dengan bermodal fisik(Abdullah, Aziz, Su, 2011). Wanita pekerjaseks lebih menyadari risiko penyakit yangberkaitan dengan pekerjaannya dan belajarlebih banyak tentang masalah kesehatanmereka setelah bekerja sebagai wanitapekerja seks beberapa lama.

Mereka akan lebih beradaptasi de-ngan lingkungan di sekitar mereka terma-suk akses untuk mendapatkan fasilitaskesehatan. Hal tersebut berimplikasi terha-dap WPS yang baru bekerja akan memer-lukan informasi tentang dimana merekamendapatkan pelayanan kesehatan danpentingnya melakukan hal tersebut termasukmengikuti skrining kanker serviks, termasukWPS yang berusia muda sebagai individuyang lebih rentan (Phrasisombath, 2012).

Hasil analisis bivariabel menggunakanuji Chi kuadrat menunjukkan bahwadukungan sosial terhadap responden memi-liki hubungan secara signifikan dengan ke-ikutsertaan responden dalam skrining kan-ker serviks baik dengan metode pap smeardan atau IVA. Hasil penelitian ini sesuai denganpenelitian tentang dukungan sosial terhadapskrining kanker serviks dan kanker payudarapada perawat di sebuah rumah sakit di Brazilyang menyatakan bahwa dukungan sosialpada wanita berhubungan dengan keikut-sertaan mereka dalam skrining kanker serviksdan kanker payudara. Dukungan sosial yangtinggi secara konsisten akan meningkatkankeikutsertaan wanita dalam skrining kankerserviks dan kanker payudara.

Dukungan sosial akan membantuterlaksananya skrining dan secara langsungmendorong wanita untuk melalukan peme-riksaan skrining atau memberikan dukunganemosional untuk datang ke fasilitas skriningkanker serviks, serta pemberdayaan tenagakesehatan untuk memberikan informasi danpengetahuan serta dorongan (Silva, Griep,Rotenberg, 2009).

Hasil penelitian ini sesuai denganpenelitian pada wanita Hispanik di Amerikatentang jaringan sosial skrining kankerserviks yang menyatakan bahwa dukungansosial memiliki pengaruh yang kuat padakeikutsertaan wanita Hispanik yang tinggaldi Amerika. Sebuah penelitian tentangdukungan sosial pasangan pada wanita Cinamengungkapkan bahwa wanita yang menda-patkan dukungan sosial lebih tinggi daripasangannya berhubungan secara signifikandengan keikutsertaannya dalam skriningkanker serviks (Suarez dkk,2000; Hou,2006).

Melalui hubungan antar manusia,individu ataupun kelompok, seseorang akanmendapatkan pengalaman, baik secaralangsung ataupun tidak langsung, jugamenguntungkan maupun merugikan. Man-faat akan dirasakan bila terdapat ketepatandukungan sosial antara yang diberikan,ketika menghadapi situasi yang sedangterjadi, dan juga tergantung pada penerimaandukungan tersebut. Tingkat dukungan sosialseseorang dengan orang lain tidak sama.Keadaan ini disebabkan karena terdapatperbedaan persepsi dalam menerima ataumerasakan dukungan sosial yang diteri-manya. Selain itu juga dipengaruhi olehkarakteristik seseorang (Cohen, 1985).

Sebuah penelitian pada wanita diArgentina tentang dukungan sosial danskrining kanker serviks dan kanker payudaramenemukan bahwa dukungan sosial berhu-bungan secara signifikan dengan keikutser-taan wanita Argentina dalam skrining kanker

Page 45: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

43Ana Kurniati, Wafi Nur Muslihatun, Dukungan Sosial Terhadap...

serviks. Kegiatan pencegahan primerkesehatan dapat dihubungkan dengan efi-kasi diri atau harga diri kemudian melakukansosialisasi perilaku, tetapi adanya dukungansosial bersifat relatif dan dapat juga ber-pengaruh terhadap praktik skrining kanker.Beberapa hipotesis yang dibangun mene-rangkan bagaimana pengaruh dukungansosial terhadap perilaku kesehatan. Dukung-an sosial dapat diperoleh melalui jaringansosial yang menyediakan informasi tentangkesehatan termasuk kanker dan skriningnyayang akan mendorong wanita mencari pela-yanan kesehatan serta dapat meningkatkanharga diri dan kontrol diri yang bermanfaatbagi perilaku kesehatan (Gamarra, AraujoPaz, Griep, 2009).

Hasil uji beda pada penelitian ini me-nunjukkan bahwa terdapat perbedaan du-kungan sosial yang diperoleh antara res-ponden yang melakukan skrining denganyang tidak melakukan skrining kankerserviks (p=0,002). Beberapa penelitianmenyatakan bahwa dukungan dari orang lainyang melakukan tes skrining kanker akanmeningkatkan keikutsertaan orang tersebutuntuk melakukan skrining kanker. Wanitayang memiliki skor indeks jaringan sosiallebih tinggi, mendapatkan dukungan sosialdari tenaga kesehatan, keluarga dan teman-temannya akan lebih mungkin untuk mela-kukan pemeriksaan pap smear dan mamo-grafi, serta penelitian pada wanita yangbekerja menemukan bahwa wanita yangpada kelompoknya melakukan skriningakan lebih mungkin untuk melakukan papsmear dan mamografi (Keating, 2011).

Kebutuhan setiap manusia berbeda-beda termasuk kebutuhan akan dukungansosial. Pada umumnya setiap orang akancenderung memilih yang paling sesuaidengan apa yang diharapkan. Pemberiandukungan sosial dapat diibaratkan sebagaisebuah keadaan dimana kebutuhan sosialakan terpenuhi pada saat berhubungan sosial

dengan orang lain. Pada saat seseorangtermasuk wanita pekerja seks tidak menda-patkan dukungan sosial dari orang yangdiharapkan, maka mereka akan mencaripada orang lain yang dapat memberikandukungan sosial yang sesuai dengan yangdiharapkan.

Dukungan sosial dapat berasal darianggota keluarga, teman, kelompok, tetang-ga, petugas profesional terkait seperti dokter,bidan, perawat, dan lain-lain. Selain faktorhubungan atau interaksi dengan orang lain,dukungan sosial juga terkait dengan sumberdaya keluarga dan perilaku koping (copingbehavior) (Brigham, 1991; Chernoff dkk,2001). Subjek pada penelitian ini memilikikarakteristik tersendiri. Subjek hidup danbergaul secara berkelompok dengan teman-temannya yang memiliki pekerjaan yangsama dan bersikap tertutup, mereka bekerjabukan berdasarkan pendidikan atau suatukeahlian, tetapi berbekal faktor fisik.

Dalam kelompok yang diberi namaBunga Seroja ini terdapat mucikari danpengurus serta beberapa orang yang berpe-ngaruh dan disegani oleh subjek yang mela-kukan praktik di tempat tersebut dan kelom-pok ini juga memiliki aturan-aturan tertentuyang ditaati subjek. Pengurus Bunga Serojamerupakan salah satu sumber potensialsebagai agen dukungan sosial dan pembe-rian informasi tentang kanker serviks danskriningnya dalam upaya mendorong danmeningkatan keikutsertaan WPS dalamskrining. Antar kelompok ini terdapat ke-mungkinan untuk dipengaruhi dan mempe-ngaruhi anggota yang lain dalam berperilakukesehatan termasuk dalam melakukanskrining kanker serviks (Notoatmodjo,2007).

Puskesmas Gedongtengen sebagaipuskesmas yang berada di wilayah kerjadimana kelompok Bunga Seroja berada,selain menyediakan pelayanan kesehatanKIA-Kespro di klinik puskesmas, juga

Page 46: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

44 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 10, No. 1, Juni 2014: 37-46

memberikan pelayanan kesehatan berupamobile clinic atau klinik berjalan untukWPS. Adanya mobile clinic ini khususmemberikan pelayanan kesehatan padawanita pekerja seks di lokasi ini, terutamadifokuskan untuk upaya pencegahan danpenanganan penyakit menular seksual danHIV/AIDS, bekerja sama dengan KPA(Komisi Penanggulangan HIV AIDS) kotaYogyakarta.

Dalam teori model of mediators inhealth menurut Rutter terdapat dua variabelpengaruh yaitu jalur sosio emosional yangmeliputi pengalaman hidup dan dukungansosial serta jalur disposisi kognitif yangmeliputi pengetahuan dan informasi yangdapat mempengaruhi perilaku kesehatan.Hasil penelitian ini sesuai dengan teoritersebut, bahwa dukungan sosial merupakanfaktor yang akan membentuk coping untukmelawan stress dalam diri responden danakan diimplementasikan dalam bentukperilaku yang sesuai yaitu melakukanpemeriksaan skrining kanker serviks (Rutter,Quine, Chesham, 1993).

Sesuai dengan apa yang telahdipaparkan maka dukungan sosial yangdiberikan pada wanita pekerja seks baikdari teman dekat, kelompok, tenagakesehatan, mucikari, keluarga dan pasangan,serta pihak lain turut menentukan perilakumereka melalui akses terhadap fasilitaskesehatan yang menyediakan pelayananskrining kanker serviks baik pap smear danatau IVA dan adanya kesempatan sertarangsangan untuk berperilaku positif dalamskrining kanker serviks.

Dukungan sosial mempunyai kekuatanmendorong mereka untuk berperilaku sehat,sehingga dapat berpengaruh terhadappenilaiannya pada skrining kanker serviksserta berdampak langsung terhadapperilakunya untuk mengikuti skrining kankerserviks baik itu pap smear dan atau IVA.

SIMPULAN DAN SARAN

SimpulanDari hasil penelitian menunjukkan ada

hubungan secara bermakna antara dukungansosial dengan keikutsertaan respondendalam skrining kanker serviks (p=0,007).Dukungan sosial berhubungan dengankeikutsertaan WPS dalam skrining kankerserviks baik itu pap smear dan atau IVA.Ada perbedaan dukungan sosial antararesponden yang mengikuti dan yang tidakmengikuti skrining kanker serviks dengannilai 2,505.

SaranBerdasarkan hasil penelitian ini diha-

rapkan semua pihak terkait, termasuk dinaskesehatan kota Yogyakarta dan puskesmasdapat mengelola berbagai kegiatan promotifdan preventif yang berhubungan dengankanker serviks dan skriningnya dengan kerjasama lintas sektoral yang melibatkan LSMdan Bunga Seroja serta pihak lain, mening-katkan program promosi kesehatan padaWPS dengan meningkatkan pelayananmobile clinic dengan menyertakan programskrining kanker serviks serta meningkatkanpemberdayaan tenaga kesehatan, LSM danBunga Seroja serta pihak terkait dalammemberikan dukungan sosial dalam upayameningkatkan kesadaran wanita pekerjaseks tentang perilaku sehat sehingga mampumeningkatkan keikutsertaan WPS dalamskrining kanker serviks.

DAFTAR RUJUKANAbdullah, F., Aziz, NA., Su, TT. 2011.

Factors Related To Poor Practiceof Pap Smear Screening AmongSecondary School Teachers InMalaysia. Asian Pacific Journal ofCancer Prevention, 12 (5): 1347-1352.

Page 47: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

45Ana Kurniati, Wafi Nur Muslihatun, Dukungan Sosial Terhadap...

Abotchie, PN., Shokar, NK. 2009.Cervical Cancer Screening AmongCollege Students In Ghana:Knowledge and Health Beliefs.International Journal ofGynecological Cancer, 19 (3):412-416.

Alliance for Cervical Cancer Prevention.2002. Pap Smear: An ImportantBut Imperfect Screening Method.New York: Cervical CancerPrevention Fact Sheet.

Anderson, OW et al. 2001. A Taxonomyfor Leraning Teaching andAssesing: A Revision of Bloom’sTaxonomy of EducationalObjectives. Addison WesleyLongman Inc.: New York.

Brigham, J. 1991. Social Psychology. 2nd

Edition. Harper and CollinsPublisher: New York.

Chernoff, RG., List, DG., DeVet, KA.,Ireys, HT. 2001. Maternal Reportsof Raising Children with ChronicIlness: The Prevalence of PositiveThinking. Ambulatory Pediatric,1(2): 104-107.

Cohen, Sheldon., Syme, S. Leonard. 1985.Social Support and Health.Academic Press Inc: San Diego.

del Amo J, et al. 2005. Influence of Ageand Geographical Origin In ThePrevalence of High Risk HumanPapillomavirus In Migrant FemaleSex Workers In Spain. SexuallyTransmitted Infection, 81 (1):79-84.

Ford, Kathleen et al. 2003. The Bali STD/AIDS Sstudy: HumanPapillomavirus Infection AmongFemale Sex Workers.International Journal of STD &AIDS, 14 (10): 681-687.

Gakidou, E., Nordhagen, S., Obermeyer,Z. 2008. Coverage of CervicalCancer Screening In 57 Countries:Low Average Level and LargeInequalities. PLoS Medicine, 5 (6):0863-0868.

Gamarra, CJ., Araujopaz, EP., Griep, RH.2009. Social Support and Cervicaland Breast Cancer Screening inArgentinean Women from RuralPopulat ion. Public HealthNursing, 26 (3): 269-276.

Ghafoor A, et. al. 2002. Cancer Statisticfor African Americans. CA: ACancer Journal for Clinicians, 52(6): 326-41.

Hernandez, BY., Nguyen, TV. 2008.Cervical Human PapillomavirusInfection Among Female SexWorkers In Southern Vietnam.Infectious Agent and Cancer, 3(7): 1-9.

Hou, Su-I. 2006. Perceived SpousalSupport and Beliefs TowardCervical Smear Screening AmongChinese Women. CalifornianJournal of Health Promotion, 4(3):157-164.

Katapodi, Maria C., Facione, Noreen C.,Miaskowski, Christine., Dodd,Marylin J., Waters, Catherine.2002. The Influence of SocialSupport On Breast CancerScreening In A Multi CulturalCommunity Sample. OncologyNursing Forum, 29 (5): 845-852.

Keating, NL., O’Malley, AJ., Murabito, JM.,Smith, KP., Christakis, NA. 2011.Minimal Social Networks EffectsEvident In Cancer ScreeningBehavior. National Institutes ofHealth Public Access Cancer, 117(13): 3045-3052.

Page 48: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

46 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 10, No. 1, Juni 2014: 37-46

Kemenkes RI. 2011. Jika Tidak Dikenda-likan 26 Juta Orang di Dunia Men-derita Kanker. Jakarta: KomunikasiPublik Sekjen Kemenkes RI.

Lee, M., Chang, HS., Park, EC., Yu, SH.,Sohn, M., Lee, SG. 2011. FactorsAssociated With Participation ofKorean Women In Cervical CancerScreening Examination by Age Group.Asian Pacific Journal of CancerPrevention, 12 (6): 1457-1462.

Mutyaba, T., Faxelid, E., Mirembe, F.,Weiderpass, E. 2007. InfluencesOn Uptake of Reproductive HealthServices In Nsangi Community ofUganda and Their Implications forCervical Cancer Screening.Reproductive Health , 4 (4).

Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kese-hatan dan Ilmu Perilaku. RinekaCipta: Jakarta.

Nunez JT, Delgado M, Giron H, Pino G.2004. Prostitution and Other Co-factors in Preinvasive and InvasiveLesions of The Cervix. Australianand New Zealand Journal ofObstetrics and Gynaecology, 44(3): 239-43.

Nurwijaya H, Andrijono, Suheimi HK.2010. Cegah dan Deteksi KankerServiks. Elex Media Komputindo:Jakarta.

Phrasisombath, Ketkesone., Thomsen,Sarah., Sychareun, Vanphanom.,Faxelid, Elizabeth. 2012. CareSeeking Behavior and Barriers toAccessing Services for Sexually

Transmitted Infections AmongFemale Sex Workers In Laos: ACross-Sectional Study. BMCHealth Services Research, 12(37): 1-9.

Rutter, DR., Quine, L., Chesham, D. 1993.Social Psychological Approachesto Health. Harvester Wheatsheap:Singapore.

Shikova, E., Todorova, I., Ganchev, G.,Dragneva, VK., Zaimova, PK.2011. Prevalence of Human Papil-lomavirus Infection Among SexWorkers in Bulgaria. InternationalJournal of STD & AIDS, 22 (5):278-280.

Silva, Isis T., Griep, Rosane H., Rotenberg,L. 2009. Social Support andCervical and Breast CancerScreening Practices Among Nurses.Rev Latino-am Enfermagem, 17(4): 514-521.

Suarez, Lucina et al. 2000. SocialNetworks and Cancer Screening inFour U.S. Hispanic Groups.American Journal of MedicalPrevention, 19 (1): 47-52.

Uysal, A., Birsel, A. 2009. KnowledgeAbout Cervical Cancer RiskFactors and Pap Testing BehaviorAmong Turkish Women. AsianPacific Journal of CancerPrevention, 10 (3): 345-350.

WHO. 2006. Comprehensive CervicalCancer Control A Guide ToEssential Practice. Geneva:WHO.

Page 49: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

TERAPI PIJAT OKSITOSIN MENINGKATKAN PRODUKSI ASIPADA IBU POST PARTUM

SarwinantiSTIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta

Email: [email protected]

Abstract: The purpose of this study was to know the effect ofoxytocin massage therapy on milk production in postpartummother. This research used Pre Post Test Only Design methods.Total sample were 100 respondents, divided into experimentalgroup (n=50) and the control group (n=50). Independent samplet-test used to analyze the data. The results showed a significantinfluence on the production of oxytocin massage therapypostpartum breastfeeding mothers (p-value=0.000). The majorityof milk production in the experimental group was better (72%)and control group is enough (48%).

Keywords: oxytocin massage therapy, milk production, postpartum

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruhterapi pijat oksitosin terhadap produksi ASI pada ibu post partum.Metode penelitian Pra Eksperimen Post Test Only Design.Jumlah sampel penelitian adalah 100 responden yaitu, 50responden kelompok eksperimen dan 50 responden kelompokkontrol. Analisis data menggunakan independent sample t-test.Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh yang signifikan antaraterapi pijat oksitosin terhadap produksi ASI ibu post partum (p-value=0,000). Mayoritas produksi ASI pada kelompok eksperimenadalah baik (72%) dan kelompok kontrol adalah cukup (48%).Perlu dilakukan penelitian lanjut tentang faktor lain yang dapatmempengaruhi produksi ASI.

Kata kunci: terapi pijat oksitosin, produksi ASI, post partum

Page 50: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

48 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 10, No. 1, Juni 2014: 47-53

PENDAHULUANTingginya mortalitas dan morbiditas

pada ibu pasca melahirkan dan masih ting-ginya angka kesakitan bayi baru lahir meru-pakan masalah besar bagi negara berkem-bang di dunia. Masalah kesehatan ibu danbayi merupakan masalah nasional yang perlumendapatkan prioritas utama karena sangatmenentukan kualitas sumber daya manusiapada generasi mendatang. Masih tingginyaangka kematian bayi dan kondisi balita yangmengalami kekurangan gizi sudah sepan-tasnya menjadi perhatian yang serius, karenakondisi yang akan terjadi mereka menga-lami gangguan pertumbuhan fisik dan gang-guan perkembangan dan mental intelektual.

Berdasarkan Survei Demografi Kese-hatan Indonesia (1997) bayi yang menda-patkan ASI eksklusif sebanyak 52%. MenurutWHO pencapaian tersebut termasuk dalamkategori tidak cukup dari target yangseharusnya 100%. Pencapaian ASI eksklusifdi daerah pedesaan ternyata jauh lebih baikdibanding daerah perkotaan. Masalahpemberian ASI terkait dengan rendahnyapemahaman ibu, keluarga dan masyarakattentang pentingnya ASI (Novita, 2011).

Berdasarkan data UNICEF tahun1999 tentang rekomendasi dalam pembe-rian ASI bagi bayi baru lahir, bayi yang sehattidak memerlukan makanan tambahansampai usia enam bulan. Roesli (2005)menyebutkan bahwa makanan bayi yangpaling bagus adalah ASI sampai usia enambulan kecuali dalam keadaan tertentu sepertiberat badan bayi kurang dan produksi ASIyang kurang. Produksi ASI masih menjadimasalah utama ibu dalam memberikan ASIeksklusif. Produksi ASI dipengaruhi olehberbagai faktor dan kondisi, antara lainasupan gizi, kondisi stres ibu dan manipulasipijatan untuk mempercepat produksi asidengan merangsang sekresi hormon.

Pemerintah dan organisasi internasionalsepakat untuk mempromosikan menyusui

sebagai metode terbaik untuk pemberian gizibayi setidaknya tahun pertama dan bahkanlebih lama lagi, antara lain WHO, AmericanAcademy of Pediatrics, dan KementerianKesehatan Republik Indonesia. Pemerintahtelah menetapkan peraturan tentangpemberian ASI eksklusif yang tertera dalamUndang-Undang Kesehatan Nomor 36Tahun 2009 dan diatur dalam PeraturanPemerintah Nomor 33 Tahun 2012 yangmenyebutkan bahwa ASI ekslusif adalahASI yang diberikan pada bayi sejakdilahirkan sampai usia enam bulan tanpamendapatkan makanan atau minumanlainnya. Dalam Undang- Undang KesehatanPasal 28 disebutkan bahwa setiap bayiberhak mendapatkan air susu ibu eksklusifsejak dilahirkan selama enam bulan, kecualiatas indikasi medis.

Berdasarkan studi pendahuluan yangsudah dilakukan oleh peneliti di RSU‘Aisyiyah Muntilan didapatkan bahwa 15dari 20 ibu post partum mengalami masalahlaktasi dan menyusui. Permasalahan yangdialami ibu tersebut mayoritas adalah tidakkeluarnya ASI pada hari pertama sampai hariketiga post partum. Akibatnya, bayi barulahir yang seharusnya mendapatkan ASI diniakan tertunda dan sebagai alternatifnyadiberikan susu formula. Tujuan penelitian iniadalah untuk mengetahui pengaruh terapipijat oksitosin terhadap produksi ASI padaibu pot partum.

METODE PENELITIANMetode penelitian ini adalah ekspe-

rimental yaitu suatu metode penelitian yangbertujuan untuk mengetahui suatu gejala ataupengaruh yang timbul sebagai akibat darisuatu perlakuan tertentu (Dahlan S, 2010).Rancangan yang digunakan adalah PraEksperimen Post Test Only Design yaitupenelitian dengan memberikan perlakuanatau intervensi, kemudian dilakukan pengu-kuran (observasi) atau post test.

Page 51: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

49Sarwinanti, Terapi Pijat Oksitosin Meningkatkan Produksi...

Populasi penelitian ini adalah semua ibupost partum yang dirawat di RSU ‘AisyiyahMuntilan Magelang. Teknik pengambilansampel dalam penelitian ini adalah denganteknik purposive sampling yaitu sampeldiambil dengan cara mengambil subyek yangtelah memenuhi syarat atau kriteria yangsudah ditentukan oleh peneliti (Dahlan S,2010). Jumlah sampel penelitian ini sebanyak100 responden yang dibagi menjadi duakelompok yaitu 50 responden untuk kelom-pok eksperimen dan 50 responden untukkelompok kontrol. Kriteria sampel adalahibu post partum normal, tidak dilakukantindakan operasi SC, ibu dalam keadaansehat/tidak ada gangguan jiwa dan status giziibu baik (LILA > 23 cm).

Prosedur pelaksanaan eksperimenadalah dengan membagi kelompok sampelmenjadi dua yaitu 50 responden sebagaikelompok yang dilakukan terapi pijat ok-sitosin dan 50 responden sebagai kelompokyang tidak dilakukan terapi pijat. Respondenyang telah memenuhi syarat sampel dan tidakbersedia dilakukan terapi pijat selanjutnyasebagai kelompok kontrol dan respondenyang bersedia dilakukan terapi pijat selan-jutnya sebagai kelompok eksperimen.

Untuk kelompok eksperimen padapost partum hari pertama kemudian dilaku-kan terapi pijat di daerah tulang belakangselama 20 menit dilakukan dua kali dalamsehari. Selanjutnya peneliti mengobservasiproduksi ASI pada hari kedua post partumdengan menilai jumlah ASI yang keluar,hisapan bayi dan jenis ASI yang keluar.Pada kelompok kontrol tidak dilakukan te-rapi pijat tetapi langsung dilakukan dilaku-kan observasi produksi ASI pada hari keduapost partum.

Alat yang digunakan untuk pengum-pulan data variabel produksi ASI adalahdengan menggunakan lembar observasi yangdilakukan oleh peneliti dan asisten peneliti.

Analisis data dengan menggunakan inde-pendent sample t-Test yang merupakansuatu metode analisis penelitian eksperi-mental untuk dua sampel yang tidak berpa-sangan (Dahlan S, 2010).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1. Karakteristik Responden

Karakteristik Kelompok Eksperimen

Kelompok Kontrol

F % F %

Usia < 20 tahun 3 6 1 2 20-25 tahun 12 24 13 26

26-30 tahun 12 24 19 38

31-35 tahun 16 32 8 16 >35 tahun 7 8 9 18

Paritas 1 23 46 19 38

2 20 40 17 34 3 7 14 10 20

>3 0 0 4 8

Berdasarkan tabel 1 dapat diketahuibahwa umur responden pada kelompokeksperimen sebagian besar usia 31-35 tahunsejumlah 16 orang (32%) dan yang palingsedikit berusia kurang dari 20 tahunsebanyak 3 orang (6%). Usia respondenpada kelompok kontrol sebagian besarberusia 26-30 tahun sebanyak 19 orang(38%) dan yang paling sedikit berusiakurang dari 20 tahun sebanyak 1 orang(2%). Usia responden pada kelompokeksperimen maupun kontrol sebagian besarberusia dewasa muda (20-30 tahun).

Usia antara 20-30 tahun merupakanusia yang tepat dan baik untuk menjalankanfungsi reproduksi sehat. Mayoritas respon-

Page 52: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

50 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 10, No. 1, Juni 2014: 47-53

den memilih usia reproduksi agar aman dansehat dalam menjalankan fungsi reproduksi,artinya memilih usia tersebut agar memilikiresiko mengalami komplikasi persalinanyang rendah. Perkembangan kognitif usiadewasa muda dan menengah menunjukkanpeningkatan pola berfikir secara rasional,tetapi seseorang yang mengalami keterba-tasan dalam fasilitas dan sumber pendukungmenyebabkan responden mengalami keter-batasan dalam mengoptimalkan perkem-bangannya (Bobak, 2000). Semakin cukupumur maka tingkat kematangan dan keku-atan seseorang akan lebih matang dalamberpikir dan bekerja.

Dalam kurun waktu reproduksi sehatdikenal usia aman untuk kehamilan, persa-linan, dan menyusui adalah 20-35 tahun,oleh sebab itu, yang sesuai dengan masareproduksi sangat baik dan sangat mendu-kung dalam pemberian ASI eksklusif. Umuryang kurang dari 20 tahun dianggap masihbelum matang secara fisik, mental, danpsikologi dalam menghadapi kehamilan,persalinan, serta pemberian ASI. Umurlebih dari 35 tahun dianggap berbahaya,sebab baik alat reproduksi maupun fisik ibusudah jauh berkurang dan menurun, selainitu bisa terjadi risiko bawaan pada bayinyadan juga dapat meningkatkan kesulitan padakehamilan, persalinan dan nifas (Bobak,2005).

Umur ibu sangat menentukan kese-hatan maternal karena berkaitan dengankondisi kehamilan, persalinan, dan nifas,serta cara mengasuh termasuk menyusuibayinya. Ibu yang berumur kurang dari 20tahun masih belum matang dan belum siapsecara jasmani dan sosial dalam menghadapikehamilan, persalinan, serta dalam mengasuhbayi setelah dilahirkan. Sedangkan ibu yangberumur 20-35 tahun disebut usia “masadewasa” dan disebut juga masa reproduksi,dimana pada masa ini diharapkan orangtelah mampu untuk memecahkan masalah-

masalah yang dihadapi dengan tenangsecara emosional, terutama dalam mengha-dapi kehamilan, persalinan, nifas, danmerawat bayinya (Wheller, 2004).

Sebagian besar paritas respondenpada kelompok eksperimen adalah primi-para, yakni sebanyak 23 orang (46%) danyang paling sedikit adalah melahirkan anakke-3 yaitu sebanyak 7 orang (14%). Seba-gian besar paritas responden pada kelompokkontrol adalah primipara yaitu sejumlah 19orang (38%) dan yang paling sedikit adalahmelahirkan anak lebih dari tiga orang (anakke-4) yaitu sejumlah empat responden.Sebagian besar responden pada kelompokkontrol adalah melahirkan anak yangpertama (38%).

Paritas responden pada kelompokeksperimen dan kelompok kontrol sebagianbesar adalah paritas pertama (melahirkanyang pertama kali). Pada ibu yang memilikiparitas rendah secara anatomi alveolus yangada dalam payudara masih maksimal dalammemproduksi ASI apabila hormon oksitosindirangsang pengeluarannya. Hal ini sesuaidengan penelitian yang dilakukan Budiarti(2009) yang menyampaikan bahwa ibudengan paritas rendah berkaitan denganmotivasi ibu untuk mencari sumber informasitentang bagaimana agar ASI dapat seawalmungkin keluar sehingga sang ibu akandapat menyusui bayinya pada waktu seawalmungkin pula.

Pengalaman yang diperoleh ibu dapatmemperluas pengetahuan seseorang dalammenyusui bayinya. Selain faktor tersebutjuga dipengaruhi oleh dukungan keluargapada saat menyusui, karena pada saatbayinya lahir bagi seorang ibu akan merasamemiliki kewajiban untuk segera menyusuibayinya. Hal ini juga didukung oleh faktoryang lain yaitu kondisi ibu yang tenang, danpenuh kasih sayang kepada bayinya padasaat menyusu juga akan mempengaruhiproduksi ASI yang keluar.

Page 53: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

51Sarwinanti, Terapi Pijat Oksitosin Meningkatkan Produksi...

Tabel 2 menunjukkan bahwa produksiASI yang baik pada kelompok eksperimensebagian besar responden berusia 31-35tahun (22%) dan paritas pertama (38%).Produksi ASI cukup sebagian besar padaresponden berusia 31-35 tahun (6%) danparitas pertama (8%). Produksi ASI kurangsebagian besar pada responden berusia 31-35 tahun (4%) dan paritas pertama (6%).

Produksi ASI baik pada kelompokkontrol sebagian besar pada respondenberusia 26-30 tahun (12%) dan paritaskedua (10%). Produksi ASI cukup sebagianbesar pada responden berusia 26-30 tahun(20%) dan paritas kedua (18%). ProduksiASI kurang sebagian besar pada respondenberusia 26-30 tahun (8%) dan paritas per-tama (14%). Produksi ASI pada kelompokeksperimen maupun kelompok kontrolsebagian besar dewasa muda (20-30 tahun)didapatkan produksi ASI-nya baik. Hal inidapat disebabkan karena pada usia repro-duksi sehat hormon-hormon masih aktif ter-masuk hormon oksitosin yang dapat mem-pengaruhi produksi ASI.

Hal ini sesuai dengan pendapat dariNovita (2011) yang menyampaikan bahwausia reproduksi seorang perempuan hor-mon-hormonnya masih aktif sehingga akan

mempengaruhi hormon oksitosin dan akanberakibat pada pengeluaran ASI. Pada usiadewasa muda secara psikologis cenderunglebih siap karena pada usia tersebut memilikikeinginan yang kuat untuk segera menyusuibayinya (Bobak, 2005). Pada ibu yang ti-dak siap untuk menyusui atau dalam kondisicemas dan stress akan menghambat letdown refleks dalam mengeluarkan ASI. Halini terjadi karena adanya pelepasan epineprinyang menyebabkan vasokontriksi pembuluhdarah alveolus, sehingga oksitosin akanterhambat untuk mencapai target organ yaitumioepitelium (Roesli, 2005), akibatnya akanmenyebabkan aliran ASI tidak maksimalsehingga akan menyebabkan bendungan ASIdan ASI tidak keluar.

Tabel 3 menunjukkan bahwa produksiASI pada kelompok eksperimen sebagianbesar baik yaitu sebanyak 36 responden(72%), sedangkan pada kelompok kontrolproduksi ASI sebagian besar cukup yaitusebanyak 13 responden (26%). Sebagianbesar responden kelompok eksperimen me-miliki produksi ASI baik, hal ini dapat dise-babkan karena pada kelompok eksperimenmayoritas responden berada pada paritaspertama. Produksi ASI pada kelompokkontrol sebagian besar adalah cukup. Hal

Tabel 2. Produksi ASI berdasarkan Usia dan Paritas Responden

Karakteristik Kelompok Eksperimen (n=50) Kelompok Kontrol (n=50)

Baik Cukup Kurang Baik Cukup Kurang F % F % F % F % F % F %

Usia < 20 tahun 3 6 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2 20-25 tahun 10 20 2 4 1 2 5 10 4 8 4 8 26- 30 tahun 9 18 2 4 1 2 6 12 10 20 4 8 31- 35 tahun 11 22 3 6 2 4 1 2 6 12 1 2 > 35 tahun 7 14 0 0 0 0 2 6 4 8 2 4 Paritas 1 19 38 4 8 3 6 5 10 8 16 1 14 2 13 26 3 6 1 2 5 10 9 18 4 8 3 6 12 0 0 1 2 2 4 5 10 2 4 >3 0 0 0 0 0 0 1 2 2 4 0 0

Page 54: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

52 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 10, No. 1, Juni 2014: 47-53

ini dapat disebabkan karena pada kelompokkontrol mayoritas responden berada padaparitas kedua.

Hal ini sesuai dengan pendapat dariRoesli (2005) yang menyampaikan bahwaparitas akan mempengaruhi keaktifan darihormon-hormon termasuk hormon oksitosinyang akan mempengaruhi produksi ASI.Pada paritas yang tinggi secara anatomi ke-lenjar alveolus yang ada dalam payudarasudah tidak maksimal dalam memprouduksiASI, sehingga meskipun dilakukan perang-sangan pada area tulang belakang selamadua kali sehari akan sedikit berpengaruh un-tuk keluarnya oksitosin dibandingkan denganibu yang memiliki paritas rendah.

Pada ibu dengan paritas tinggi oksitosinakan tetap terproduksi namun tidak seba-nyak pada ibu dengan paritas rendah. Halini akan menyebabkan pada ibu dengan pa-ritas rendah cenderung produksi ASI yangdikeluarkan lebih baik dibandingkan denganibu yang memiliki paritas tinggi(Suherni,2008).

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Produk-si ASI pada Ibu Post PartumyangMendapatkan Terapi Pi-jat Oksitosin dan yang Tidakmendapatkan Terapi PijatOksitosin

Produksi ASI Kelompok Eksperimen

Kelompok Kontrol

F % F %Baik 36 72 13 26 Cukup 8 16 24 48

Kurang 6 12 13 26

Jumlah 50 100 50 100

Hasil uji statistik independent t-testdidapatkan nilai p value <0,05 (p-value=0,000) artinya terdapat pengaruhyang signifikan produksi ASI antara

kelompok yang diberikan terapi pijatoksitosin dengan yang tidak diberikan terapipijat oksitosin. Hal ini menunjukkan bahwaterapi pijat oksitosin yang dilakukan padaibu post partum akan mempengaruhi pro-duksi ASI, sehingga pada ibu post partumperlu dilakukan pijat oksitosin setelah ibumelahirkan pada hari pertama.

Tabel 4. Rata-rata Produksi ASI padaIbu Post Partum yang Men-dapatkan Terapi Pijat Oksi-tosin dan yang Tidak Men-dapatkan Terapi Pijat Oksi-tosin

Produksi ASI

Kelompok PerbedaanEksperimen KontrolMean 2,66 2,00 0,66 SD 0,66 0,72 0,06

Hal ini sesuai dengan pendapat Roesli(2005) yang menyatakan bahwa pada ibupost partum dengan dilakukan pijat di areapunggung selama 10-20 menit akan me-ningkatkan produksi ASI sehingga akanmempercepat proses menyusui pada bayi-nya. Hal ini juga didukung oleh Novita(2011) yang menyampaikan bahwa denganadanya pijat oksitosin akan dapat merang-sang hormon oksitosin yang dapat memacudan mempengaruhi produksi ASI.

Roesli (2005) menyampaikan bahwaproduksi ASI dipengaruhi oleh beberapafaktor baik yang secara langsung maupuntidak langsung seperti perilaku pada saatmenyusui, psikologis ibu dan kondisi bayiakan mempengaruhi psikologis ibu. Pijatanyang dilakukan di area tulang belakang didaerah punggung selama dua kali dalamsehari akan menyebabkan ibu merasa rileks,nyaman dan secara psikologis menyebabkanibu tenang. Hal ini akan menyebabkan sema-kin banyak oksitosin yang tersekresi, sehing-ga akan mempengaruhi kelenjar alveoluspayudara untuk memproduksi ASI.

Page 55: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

53Sarwinanti, Terapi Pijat Oksitosin Meningkatkan Produksi...

SIMPULAN DAN SARANSimpulan

Produksi ASI pada kelompok ekspe-rimen sebagian besar adalah baik yaitu 36responden (72%), sedangkan pada kelom-pok kontrol sebagian besar adalah cukupyaitu 24 responden (48%). Ada pengaruhyang signifikan terhadap produksi ASIantara kelompok yang mendapatkan terapipijat oksitosin dengan kelompok yang tidakmendapatkan terapi pijat oksitosin (pvalue=0,000).Saran

Saran yang dapat diberikan kepada ibupost partum adalah agar dapat melakukanterapi pijat oksitosin di rumah sakit, sehinggadapat meningkatkan produksi ASI. Kepadapihak manajemen rumah sakit disarankanagar menyusun standar operasional prosedurtentang terapi pijat oksitosin. Selanjutnya,saran yang dapat diberikan bagi para penelitiselanjutnya adalah agar dilakukan penelitianlanjutan tentang faktor-faktor lain yang dapatmempengaruhi produksi ASI.

DAFTAR RUJUKANBobak, Lowdermilk, & Perry. 2000.

Maternal & Women Health Care7 th edition. Mosby: Philadelphia.

Bobak. 2005. Buku Ajar KeperawatanMaternitas. Edisi ke-4. EGC:Jakarta.

Budiarti, Tri. 2009. Efektivitas PemberianPaket “Sukses ASI” terhadapProduksi ASI Ibu Menyusui diDepok Jawa Barat. Tesis tidakditerbitkan. Depok: Program PascaSarjana Fakultas Ilmu Kepera-watan Universitas Indonesia.

Dahlan, Sopiyudin. 2010. Langkah-Langkah Membuat ProposalPenelitian Bidang Kedokterandan Kesehatan. Sagung Seto:Jakarta.

Novita, Regina. 2011. KeperawatanMaternitas. Ghalia Indonesia:Bogor.

Pemerintah RI. Peraturan Pemerintah No33 tahun 2012 tentang Pembe-rian ASI Eksklusif, (online), (http://www.depkes.go.id), diakses 10Mei 2013.

Roesli, Utami. 2005. Mengenal ASIEkslusif. Trubus Agriwidya:Jakarta.

Suherni, Hesty, Rahmawati. 2008. Pera-watan Masa Nifas. Fitramaya:Yogyakarta.

Pemerintah RI. 2009. Undang-UndangKesehatan No 36 tahun 2009,(online), (http://www.depkes.go.id),diakses 10 Mei 2013.

Wheller, Linda. 2004. Perawatan Pranataldan Pascapartum. EGC: Jakarta.

Page 56: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

PELAKSANAAN PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANGAMBULASI DINI DENGAN MOBILISASI DINI

IBU POST PARTUM

Umi Chabibah, Tenti KurniawatiSTIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta

Email: [email protected]

Abtract: The purpose of this non-experiment with cross-sectionalapproach research was to find the correlation between healtheducation on early ambulation with early mobilization inpostpartum mother. Sampling with quota sampling, 50 parturitionwomen who were treated at Alamanda III ward, RSUD Panem-bahan Senopati Bantul, Yogyakarta. Research instrument usingquistionnaire. Health education on early ambulation imple-mentation by officer, mostly is in good categorize (42%), as wellas the implementation of early mobilization on post partum mothersmostly in good category (42%). Kendall Tau showed there iscorrelation between health education on early ambulation withearly mobilization in postpartum mother (τ=0,368; p=0,004<0,05).

Keywords: health education,early mobilization, post partummother

Abstrak: Penelitian non eksperimen dengan pendekatan cross-sectional ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pendidikankesehatan tentang ambulasi dini dengan pelaksanaan mobilisasidini pada ibu post partum. Pengambilan sampel dengan quotasampling yaitu ibu nifas yang dirawat di bangsal Alamanda IIIRSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta sebanyak 50orang. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner. Pelak-sanaan pendidikan kesehatan tentang ambulasi dini oleh petugassebagian besar adalah kategori baik (42%), demikian jugapelaksanaan mobilisasi dini pada ibu post partum sebagian besardalam kategori baik (42%). Hasil uji Kendall Tau menunjukkanada hubungan antara pelaksanaan pendidikan kesehatan tentangambulasi dini dengan pelaksanaan mobilisasi dini pada ibu postpartum (τ=0,368; p=0,004<0,05).

Kata kunci: pendidikan kesehatan, mobilisasi dini, ibu postpartum

Page 57: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

55Umi Chabibah, Tenti Kurniawati, Pelaksanaan Pendidikan Kesehatan...

PENDALUHUANPelayanan kesehatan maternal dan

neonatal merupakan salah satu unsur penentustatus kesehatan masyarakat. Indikatorkesehatan maternal dan neonatal dapatdiketahui dari Angka Kematian Ibu (AKI).AKI di Indonesia masih tinggi, menurutSurvey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)tahun 2001, AKI mencapai 396 per 100.000kelahiran hidup. Pada tahun 2003 terjadipenurunan yaitu 307 per 100.000 kelahiranhidup. Penyebab langsung AKI di Indonesiaadalah perdarahan (41,7%), sepsis (8,3%)dan eklamsi (4,2%). Diperkirakan bahwa60% kematian ibu hamil terjadi setelahpersalinan dan 50% kematian masa nifasterjadi dalam 24 jam pertama karena tidakoptimalnya kemampuan ibu nifas dalammelakukan perawatan nifas, khususnya dalammelakukan mobilisasi dini (Saifuddin, 2006).

Manfaat mobilisasi dini cukup banyakantara lain mencegah infeksi puerperium,melancarkan pengeluaran lokhea, memper-cepat involusi alat kandungan, melancarkanfungsi alat gastrointestinal dan alat perke-mihan, dan meningkatkan kelancaran pere-daran darah sehingga mempercepat fungsiASI dan pengeluaran sisa metabolisme(Suparyanto, 2011). Ibu yang tidak melaku-kan mobilisasi dini post partum dapatmengalami peningkatan suhu. Hal tersebutdisebabkan karena involusi uterus yang tidakbaik sehingga sisa darah tidak dapat dikelu-arkan dan menyebabkan infeksi.

Ibu juga berisiko mengalami perda-rahan yang abnormal yang disebabkan olehkontraksi uterus yang tidak baik. Mobilisasidini yang tidak dilakukan oleh ibu post par-tum dapat menghambat pengeluaran darahdan sisa plasenta sehingga menyebabkanterganggunya kontraksi uterus (Mochtar,2005). Hasil penelitian Sutrisno (2009) me-nunjukkan ada hubungan yang signifikanantara perilaku mobilisasi dini dengan volumeperdarahan pada ibu post partum.

Fenomena yang nampak pada ibu postpartum biasanya merasa takut, malas danmerasa capek setelah melahirkan. Masya-rakat juga memiliki beberapa pantangan yangmerupakan warisan orang tua, salah satunyaadalah tidak melakukan mobilisasi dini. Rasamalas, rasa takut, rasa capek untuk mela-kukan ambulasi dini pada ibu tersebut tidakakan terjadi apabila ibu diberikan pendi-dikan kesehatan secara baik. Pendidikankesehatan tentang ambulasi dini bagi ibu postpartum dapat meningkatkan pengetahuanibu agar ibu post partum menyadari danmengetahui bagaimana cara memeliharakesehatan mereka, bagaimana menghindariatau mencegah hal-hal yang merugikankesehatan mereka. Pendidikan kesehatanmampu menciptakan perilaku hidup sehat(healthy life style) (Notoatmodjo, 2007).

Kemauan pasien dalam melaksanakanmobilisasi dini dipengaruhi oleh beberapafaktor, antara lain seperti usia, status per-kembangan, pengalaman yang lalu, gayahidup, proses penyakit/injury, tingkat pendi-dikan dan pemberian informasi oleh petugaskesehatan (Kozier, 2010). Pemberian infor-masi bagi pasien atau keluarga merupakantanggung jawab penting bagi seorang pera-wat. Perawat mempunyai tanggung jawabmengajarkan informasi yang dibutuhkan ibupost partum dan keluarganya. Pendidikankesehatan tentang ambulasi dini yangdiberikan oleh perawat kepada ibu post par-tum dan keluarga akan meningkatkanpengetahuan yang lebih baik sehingga dapatmengubah perilaku ibu post partum menjadilebih sehat (Potter & Perry, 2009).

Pelaksanaan mobilisasi dini akanberjalan dengan baik apabila petugaskesehatan dalam memberikan pendidikankesehatan sesuai dengan tahapan yangseharusnya. Tahapan tersebut dimulai daripenjelasan tentang mobilisasi dini danmemberikan contoh gerakan yang bisadilakukan oleh pasien serta membantu

Page 58: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

56 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 10, No. 1, Juni 2014: 54-63

pasien dalam melaksanakan mobilisai dini,memotivasi pasien untuk melakukan mo-bilisasi dini dan mengevaluasi sejauh manapasien mampu melaksanakan mobilisai dini.Akan tetapi, pada kenyataannya pendidikankesehatan yang diberikan petugas kepadapasien belum efektif. Hal tersebut terjadikarena kebanyakan petugas hanya mengan-jurkan pasien untuk mobilisasi dini secaramandiri misalnya miring kanan ataupunmiring kiri setiap 1-2 jam sekali tanpa melatihlangsung pasien dan mengontrolnya.

Hasil wawancara yang dilakukanpenulis terhadap 16 perawat di bangsalAlamanda RSUD Panembahan SenopatiBantul, mendapatkan hasil bahwa pendi-dikan kesehatan tentang mobilisasi dini yangdiberikan kepada pasien belum bisa berjalansecara optimal. Berdasarkan latar belakangtersebut, tujuan penelitian ini adalah untukmengetahui hubungan antara pendidikankesehatan tentang ambulasi dini denganmobilisasi dini pada ibu post partum dibangsal Alamanda III RSUD PanembahanSenopati Bantul.

METODE PENELITIANRancangan penelitian ini adalah non

eksperimen, dengan pendekatan waktucross-sectional. Populasi dalam penelitianini adalah seluruh ibu nifas yang dirawat dibangsal Alamanda III RSUD PanembahanSenopati Bantul dengan asumsi rata-ratapasien perbulan sebanyak 100 orang.Pengambilan sampel dengan cara quotasampling dengan angka kesalahan 5%,maka jumlah sampelnya adalah 50 orang.Pengumpulan data dalam penelitian inimenggunakan instrumen berupa kuesioneryang telah dilakukan uji validitas danreliabilitas.

Uji validitas menggunakan productmoment pearson dan item kuesioner sudahdinyatakan valid sedangkan uji reliabilitasnyamenggunakan Spearman Brown, dan

kuesioner dinyatakan reliabel. Kuesionerdiberikan kepada responden yang sebe-lumnya telah mengisi informed consent.Analisis data dilakukan untuk mengetahui hu-bungan pelaksanaan pendidikan kesehatantentang ambulasi dini dengan mobilisasi dini.Analisis statistik yang digunakan untukmenguji hipotesis antara dua variabel denganskala data ordinal dan ordinal adalahKendall Tau.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Karakteristik RespondenHasil penelitian terhadap karakteristik

responden ibu post partum di BangsalAlamanda III RSUD Panembahan Senopatidapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 1. Distribusi Karakteristik IbuPost Partum

Karakteristik Frekuensi Persentase (%)

Umur < 20 tahun 20-35 tahun > 35 tahun

6

34 10

12,0 68,0 20,0

Pendidikan SD SLTP SLTA PT

6

18 25 1

12,0 36,0 50,0 2,0

Pekerjaan PNS Pegawai swasta Wiraswasta IRT

1

25 1

23

2,0 50,0 2,0 46,0

Tabel 1 menunjukkan sebagian besarresponden berumur 20-35 tahun yaitusebanyak 34 orang (68%). Pendidikanresponden sebagian besar adalah SLTAyaitu sebanyak 25 orang (50%). Pekerjaanresponden sebagian besar adalah pegawaiswasta yaitu sebanyak 25 orang (50%).Hasil penelitian terhadap karakteristik

Page 59: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

57Umi Chabibah, Tenti Kurniawati, Pelaksanaan Pendidikan Kesehatan...

responden perawat di bangsal Alamanda IIIRSUD Panembahan Senopati dapat dilihatpada tabel berikut ini.

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Karak-teristik Perawat

Karakteristik Frekuensi Persentase (%)

Jenis kelamin Laki-laki Perempuan

0 22

0

100 Umur < 30 tahun 30-40 tahun > 40 tahun

2 9 11

9,1 40,9 50,0

Pendidikan DIII DIV

21 1

95,5 4,5

Masa kerja 1-5 tahun > 5 tahun

6 16

27,3 72,7

Pelatihan kesehatan Pernah Tidak pernah

22 0

100

0

Tabel 2 menunjukkan seluruh petugasberjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak22 orang (100%). Umur petugas sebagianbesar >40 tahun yaitu sebanyak 11 orang(50%). Pendidikan sebagian besar petugasadalah D III yaitu sebanyak 21 orang(95,5%). Masa kerja petugas sebagianbesar >5 tahun yaitu sebanyak 16 orang(72,7%). Seluruh petugas (100%) sudahpernah mendapatkan pelatihan kesehatan.

Pelaksanaan Pendidikan Kesehatantentang Mobilisasi Dini

Hasil penelitian pelaksanaan pendi-dikan kesehatan tentang mobilisasi dini dibangsal Alamanda III RSUD PanembahanSenopati Bantul oleh petugas dapat disajikanpada tabel 3. Tabel 3 tersebut menunjukkanpelaksanaan pendidikan kesehatan tentangmobilisasi dini di bangsal Alamanda IIIRSUD Panembahan Senopati Bantul oleh

petugas sebagian besar adalah kategori baiksebanyak 21 orang (42%).

Tabel 3. Pelaksanaan Pendidikan Ke-sehatan tentang MobilisasiDini

Pelaksanaan pendidikan kesehatan

Frekuensi Persentase(%)

Baik 21 42,0 Cukup 17 34,0 Kurang 12 24,0 Jumlah 50 100

Pelaksanaan Mobilisasi Dini pada IbuPost Partum

Hasil penelitian pelaksanaan mobilisasidini pada ibu post partum di bangsalAlamanda III RSUD Panembahan SenopatiBantul dapat disajikan pada tabel berikut.

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Pelak-sanaan Mobilisasi Dini padaIbu Post Partum

Pelaksanaan mobilisasi dini

Frekuensi Persentase (%)

Baik 21 42,0 Cukup 16 32,0 Kurang 13 26,0 Jumlah 50 100

Tabel 4 menunjukkan pelaksanaanmobilisasi dini pada ibu post partum dibangsal Alamanda III RSUD PanembahanSenopati sebagian besar adalah kategoribaik yaitu sebanyak 21 orang (42%).

Tabulasi Silang Karakteristik Perawatdengan Pelaksanaan PendidikanKesehatan

Berikut adalah hasil tabulasi silangantara karakteristik perawat dengan pelak-sanaan pendidikan kesehatan di bangsalAlamanda III RSUD Panembahan Senopati.

Page 60: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

58 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 10, No. 1, Juni 2014: 54-63

Bardasarkan Tabel 5 dapat diketahuibahwa pelaksanaan pendidikan kesehatandalam kategori baik terbanyak dilakukanoleh perawat berusia > 40 tahun yaitu se-

banyak 12 orang (24%) dan kategori kurangterbanyak dilakukan oleh perawat berusia< 30 tahun yaitu sebanyak 7 orang (14%).Perawat dengan pendidikan D III mayoritas

Tabel 5. Tabulasi Silang Karakteristik Perawat dengan Pelaksanaan PendidikanKesehatan

Karakteristik Pelaksanaan Pendidikan Kesehatan Perawat Baik Cukup Kurang Total

f % f % f % f % Umur

< 30 tahun 30-40 tahun > 40 tahun

1 8

12

42,0 16,0 24,0

4 4 9

8,0 8,0

18,0

7 3 2

14,0 6,0 4,0

12 15 23

24,0 30,0 46,0

Pendidikan DIII DIV

20 1

40,0 2,0

16 1

32,0 2,0

12 0

24,0

0

48 2

96,0 4,0

Masa kerja 1-5 tahun > 5 tahun

2

19 4,0 38,0

6 11

12,0 22,0

9 3

18,0 6,0

17 33

34,0 66,0

Pelatihan Pernah Tidak pernah

21 0

42,0 0

17 0

34,0 0

12 0

24,0 0

50 0

100

0

Tabel 6. Tabulasi Silang Karakteristik Ibu Post Partum dengan PelaksanaanMobilisasi Dini di Bangsal Alamanda III RSUD Panembahan Senopati

Karakteristik Pelaksanaan Mobilisasi Dini Baik Cukup Kurang Total f % f % f % f %

Umur < 20 tahun 20-40 tahun > 40 tahun

0 18 3

0

36,0 6,0

4 10 2

8,0 20,0 4,0

2 6 5

4,0 23,0 10,0

6

34 10

12,0 68,0 20,0

Pendidikan SD SMP SMA PT

2 4 14 1

4,0 8,0 28,0 2,0

2 7 7 0

4,0 14,0 14,0

0

2 7 4 0

4,0 14,0 8,0 0

6

18 25 1

12,0 36,0 50,0 2,0

Pekerjaan PNS Pegawai swasta Wiraswasta IRT

1 17 0 3

2,0 34,0

0 6,0

0 6 1 9

0 12,0 2,0 18,0

0 2 0 11

0 4,0 0

22,0

1

25 1

23

2,0 50,0 2,0 46,0

Paritas Primipara Skundipara Multipara

4 14 3

8,0 28,0 6,0

8 7 1

16,0 14,0 2,0

6 2 5

12,0 4,0 10,0

18 23 9

36,0 46,0 18,0

Page 61: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

59Umi Chabibah, Tenti Kurniawati, Pelaksanaan Pendidikan Kesehatan...

dan kategori kurang terbanyak pada ibu postpartum dengan status paritas primipara yaitusebanyak 6 orang (12%).

Pelaksanaan Pendidikan Kesehatandan Pelaksanaan Mobilisasi Dini

Tabulasi silang dan hasil uji statistikhubungan pelaksanaan pendidikan kese-hatan oleh perawat dengan pelaksanaanmobilisasi dini pada ibu post partum dibangsal Alamanda III RSUD PanembahanSenopati Bantul disajikan pada tabel 7.Tabel 7 menunjukkan ibu post partum yangmendapatkan pendidikan kesehatan tentangmobilisasi dini kategori baik sebagian besarmelaksanakan mobilisasi dini dengan baikyaitu sebanyak 12 orang (24%).

Hasil perhitungan statistik mengguna-kan uji korelasi Kendal Tau sepertidisajikan pada tabel 7, diperoleh p valuesebesar 0,004<0,05 sehingga dapatdisimpulkan ada hubungan yang signifikanantara pelaksanaan pendidikan kesehatanoleh petugas dengan pelaksanaan mobilisasidini pada ibu post partum di bangsalAlamanda III RSUD Panembahan SenopatiBantul.

Berdasarkan tabel 3 didapatkan pe-laksanaan pendidikan kesehatan tentangambulasi dini oleh petugas mayoritas dalamkategori baik yaitu sebanyak 21 orang(42%). Pelaksanaan pendidikan kesehatantentang ambulasi dini dikategorikan baikoleh karena faktor karakteristik petugas.Berdasar tabel 5 tabulasi silang antara

memiliki pelaksanaan pendidikan kesehatandalam kategori baik yaitu sebanyak 20orang (40%). Perawat dengan masa kerja> 5 tahun mayoritas memiliki pelaksanaanpendidikan kesehatan dalam kategori baikyaitu sebanyak 19 orang (38%). Perawatyang pernah mendapatkan pelatihan memilikipelaksanaan pendidikan kesehatan dalamkategori baik, yaitu sebanyak 21%.

Tabulasi Silang Karakteristik Ibu PostPartum dengan Pelaksanaan MobilisasiDini

Pada tabel 6 menunjukkan pelaksa-naan mobilisasi dini kategori baik terbanyakadalah pada usia 20-35 tahun yaitu seba-nyak 18 orang (36%) dan kategori kurangterbanyak pada usia 20-35 tahun yaitusebanyak 6 orang (12%). Pelaksanaanmobilisasi dini kategori baik terbanyak padaibu post partum yang berpendidikan SMAyaitu sebanyak 14 orang (28%) dan kategorikurang terbanyak pada ibu post partumyang berpendidikan SMP yaitu sebanyak 7orang (14%).

Pelaksanaan mobilisasi dini kategoribaik terbanyak pada ibu post partum denganpekerjaan sebagai pegawai swasta yaitusebanyak 7 orang (14%) dan kategorikurang terbanyak pada ibu post partumyang menjadi ibu rumah tangga yaitusebanyak 11 orang (22%). Pelaksanaanmobilisasi dini kategori baik terbanyak padaibu post partum dengan status paritasskundipara yaitu sebanyak 14 orang (28%)

Tabel 7. Tabulasi Silang dan Hasil Uji Kendall Tau

Pelaksanaan Pelaksanaan mobilisasi dini Total τ p- Pendidikan Baik Cukup Kurang ValueKesehatan f % f % f % f % Baik 12 24,0 5 10,0 4 8,0 21 42,0 Cukup 8 16,0 8 16,0 1 2,0 17 34,0 0,368 0,004 Kurang 1 2,0 3 6,0 8 16,0 12 24,0 Total 21 42,0 16 32,0 13 26,0 50 100

Page 62: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

60 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 10, No. 1, Juni 2014: 54-63

karakteristik petugas dengan pelaksanaanpendidikan kesehatan diketahui bahwaseluruh petugas berjenis kelamin perempuan.

Pada dasarnya karakteristik perem-puan dan laki-laki memang berbeda, bukanhanya dari segi fisiknya saja tetapi jugadalam hal berpikir dan bertindak. Bastable(2002) menyebutkan bahwa perempuancenderung lebih mampu menjadi pendengaryang baik, langsung menangkap fokusdiskusi dan tidak selalu berfokus terhadapdiri sendiri. Menurut Asmadi (2005), dalamkeperawatan dikenal istilah mother instinct,sebab berawal dari suatu dorongan naluriah,yaitu naluri keibuan, naluri untuk membe-rikan perlindungan dan naluri sosial, semen-tara laki-laki dianggap tidak demikian.

Dilihat dari umur petugas, pelaksanaanpendidikan kesehatan kategori baik terba-nyak pada usia >40 tahun sebanyak 12orang. Menurut Dariyo (2003) puncak karirbisa dicapai pada usia dewasa muda akhiryaitu sekitar usia 40 tahun. Pada usia rentangtersebut seseorang biasanya dianggap telahcukup matang, bijaksana dan secara psiko-sosial kerap kali dianggap lebih mampumenyelesaikan tugas-tugas sosial dan lebihbertanggung jawab terhadap pekerjaannya.

Dilihat dari tingkat pendidikan petugaspelaksanaan pendidikan kesehatan kategoribaik terbanyak adalah pendidikan D IIIsebanyak 20 orang. Menurut Hasibuan(2007) proses pendidikan merupakan suatupengalaman yang berfungsi untuk mengem-bangkan kemampuan dan kualitas kepriba-dian seseorang, dimana semakin tinggitingkat pendidikan seseorang maka akansemakin tinggi motivasinya untuk meman-faatkan pengetahuan dan ketrampilannya.

Berdasarkan masa kerja petugaskesehatan pelaksanaan pendidikan kese-hatan kategori baik terbanyak pada petugasdengan masa kerja > 5 tahun sebanyak 19orang. Krietner, dkk. (2003) menyatakanbahwa semakin lama seseorang bekerja

maka akan semakin terampil dan semakinberpengalaman pula dalam melaksanakanpekerjaaannya. Dengan peningkatan ke-trampilan dan pengalaman diharapkankepercayaan diri petugas kesehatan dapatmeningkat sehingga motivasi dan performakerja yang ditampilkan akan semakin baik.

Hasil penelitian menujukkan pelaksa-naan mobilisasi dini pada ibu post partum dibangsal Alamanda III RSUD PanembahanSenopati Bantul sebagian besar adalah kate-gori baik sebanyak 21 orang (42%). Hasilpenelitian ini sejalan dengan penelitian Hera-yani (2008) yang menyimpulkan respondenpaling banyak adalah ibu post SC yangmelakukan mobilisasi dini post operasi haripertama. Smith dan Dell, (1994) dalamRochmiyati (2007) menyatakan bahwamobilisasi dini mempunyai peranan pentingdalam mengurangi adanya komplikasi akibatimmobilisasi. Untuk menghindari adanyakomplikasi tersebut, sebaiknya mobilisasidini dilakukan sesuai dengan kemampuan ibupost partum, dimana dengan mobilisasiterbatas, posisi ibu post partum harus diubahketika rasa tidak nyaman terjadi akibatberbaring dalam satu posisi.

Banyaknya ibu post partum yangmelaksanakan mobilisasi dini dengan kate-gori baik dipengaruhi pula oleh jenispersalinan. Dalam penelitian ini yang menjadiresponden adalah ibu post partum denganjenis persalinan spontan. Faktor lain yangmempengaruhi pelaksanaan mobilisasi diniadalah pendidikan ibu. Berdasarkan tabulasisilang pendidikan ibu dengan pelaksanaanmobilisasi dini kategori baik terbanyakadalah pada ibu dengan pendidikan SLTAsebanyak 24 orang (28%). Menurut Setyo-wati (2011) tingkat pendidikan mempenga-ruhi pemahaman yang diberikan olehpetugas kesehatan. Hal ini didukung olehBobak (2004) yang menyatakan bahwasemakin tinggi pendidikan maka kepedulianterhadap perawatan diri semakin baik.

Page 63: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

61Umi Chabibah, Tenti Kurniawati, Pelaksanaan Pendidikan Kesehatan...

Faktor berikutnya yang mempengaruhipelaksanaan mobilisasi dini adalah paritasibu. Berdasarkan tabulasi silang diketahuiparitas ibu dengan pelaksanaan mobilisasidini kategori baik adalah terbanyak pada ibudengan paritas skundipara sebanyak 14orang (28%). Ibu dengan paritas yang lebihbanyak akan segera melakukan mobilisasidini karena harus merawat dan memberikanperhatian kepada anak yang lain. Hal inisesuai dengan Notoatmodjo (2005) bahwapengalaman adalah guru yang baik. Pepatahini mengandung maksud bahwa pengalamanmerupakan sumber pengetahuan atau penga-laman merupakan suatu cara memperolehkebenaran pengetahuan, oleh sebab itu pe-ngalaman pribadi dapat digunakan sebagaiupaya untuk memperoleh pengetahuan.

Pekerjaan ibu juga mempengaruhipelaksanaan mobilisasi dini. Berdasarkantabulasi silang diketahui pelaksanaanmobilisasi dini kategori baik terbanyak padaibu yang bekerja sebagai pegawai swastasebanyak 17 orang (34%). Hal ini sejalandengan penelitian Setyowati (2011) dimanaibu bekerja akan segera melakukan mo-bilisasi dini karena dituntut untuk menye-lesaikan pekerjaannya.

Hasil tabulasi silang menunjukkan ibupost partum yang mendapatkan pendidikankesehatan tentang mobilisasi dini kategoribaik sebagian besar melaksanakan mobili-sasi dini dengan baik yaitu sebanyak 12orang (24%). Hasil perhitungan statistikmenggunakan uji korelasi Kendall Taumenunjukkan ada hubungan yang signifikanantara pelaksanaan pendidikan kesehatanoleh petugas dengan pelaksanaan mobilisasidini pada ibu post partum di bangsalAlamanda III RSUD Panembahan SenopatiBantul. Hasil penelitian ini sejalan denganpenelitian Laelyana (2012) yang menyim-pulkan bahwa terdapat pengaruh pelatihanmobilisasi dini post Sectio Caesaria terha-dap kemandirian aktifitas ibu nifas di RSUD

Panembahan Senopati Bantul.Salah satu tanggung jawab perawat

yang sangat penting adalah pemberianpendidikan kesehatan kepada pasien dankeluarganya. Perawat mempunyai tanggungjawab mengajarkan informasi yang dibutuh-kan ibu post partum dan keluarganya.Pendidikan kesehatan tentang ambulasi diniyang diberikan oleh petugas kesehatankepada ibu post partum dapat meningkatkanpengetahuan yang lebih baik sehingga dapatmerubah perilaku ibu post partum menjadilebih sehat (Potter&Perry, 2009). Hal inisesuai dengan teori Setyowati (2011) bahwasalah satu faktor yang mempengaruhimobilisasi dini adalah pengetahuan. Selainitu juga informasi yang diberikan oleh oranglain atau petugas kesehatan akan merubahperilaku menjadi lebih baik.

Joint Commission on Accreditationof Healthcare Organization telah mene-tapkan standar pendidikan kesehatan padapasien. Hal ini penting karena mengingattidak selamanya pasien dirawat di rumahsakit sehingga diharapkan dengan adanyapendidikan kesehatan, pasien dan keluargadapat melakukan perawatan di rumah.Menurut hasil penelitian Health ServiceMedical Corporatian, Inc pada tahun1993 diperkirakan bahwa sekitar 80% darisemua kebutuhan dan masalah kesehatandapat diatasi di rumah, maka kebutuhanuntuk mendidik masyarakat mengenai caramerawat diri mereka sendiri memang ada.Selain itu, dari berbagai studi mencatat faktabahwa pasien yang dibekali informasimemiliki kemungkinan lebih besar untukmematuhi rencana pengobatan medis danmendapatkan cara inovatif untuk mengatasipenyakit, menjadi lebih mampu mengatasigejala penyakit, kemungkinannya mengalamikomplikasi lebih kecil. Hal ini sesuai dengantujuan pendidikan kesehatan yaitu untukmembantu meningkatkan derajat kesehatanyang optimal.

Page 64: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

62 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 10, No. 1, Juni 2014: 54-63

SIMPULAN DAN SARANSimpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkanbahwa pelaksanaan pendidikan kesehatantentang mobilisasi dini di bangsal AlamandaIII RSUD Panembahan Senopati Bantul olehpetugas sebagian besar adalah kategori baiksebanyak 21orang (42%), pelaksanaanmobilisasi dini pada ibu post partum seba-gian besar juga dalam kategori baik yaitusebanyak 21 orang (42%). Terdapat hu-bungan antara pelaksanaan pendidikankesehatan oleh petugas dengan pelaksanaanmobilisasi dini pada ibu post partum diBangsal Alamanda III RSUD PanembahanSenopati Bantul (τ = 0,368, p=0,004).Saran

Bagi tenaga kesehatan (perawat danbidan) hendaknya meningkatkan pengeta-huan tentang mobilisasi dini dengan caramembaca buku atau jurnal yang berkaitandengan proses pembelajaran tentang mobili-sasi dini untuk pasien sehingga pemberianpendidikan kesehatan tentang ambulasi diniyang selama ini dilakukan tetap diper-tahankan.

Ibu post partum hendaknya menambahinformasi tentang mobilisasi dini dari berbagaisumber informasi, seperti media cetak danelektronik serta buku-buku kesehatan agarpelaksanaan mobilisasi dini menjadi lebihbaik. Peneliti selanjutnya perlu mengadakanpenelitian lebih lanjut dengan menggunakantehnik pengumpulan data dengan wawancaradan observasi.

DAFTAR RUJUKAN

Asmadi. 2005. Konsep Dasar Kepera-watan. EGC: Jakarta.

Bastable, S.B. 2002. Perawat SebagaiPendidik: Prinsip-Prinsip Penga-jaran Pembelajaran. EGC:Jakarta.

Bobak, L. 2004. Keperawatan Mater-nitas. EGC: Jakarta.

Dariyo. 2003. Psikologi PerkembanganDewasa Muda. PT GramediaWidiasarana: Jakarta.

Hasibuan. 2007. Manajemen SumberDaya Manusia. Cetakan ke-9. PTBumi Aksara: Jakarta.

Herayani. 2009. Hubungan Tingkat Pe-ngetahuan Ibu tentang Pera-watan Nifas dengan KemampuanMobilisasi Dini Post SC HariPertama di RSUD PanembahanSenopati Bantul. Skripsi tidakditerbitkan. Yogyakarta: STIKESAisyiyah Yogyakarta.

Kozier. 2010. Fundamental Kepera-watan. Edisi ke-4. EGC: Jakarta.

Krietner, et. al. 2003. OrganizationalBehavior. Sixth Edition. TheMcGraw-Hill Companies: NewYork.

Laelyana, G. 2012. Pengaruh PelatihanMobilisasi Dini Post SectioCaesaria dengan KemandirianAktivitas Ibu Nifas di RSUDPanembahan Senopati Bantul.KTI tidak diterbitkan. Yogyakarta:Stikes Aisyiyah Yogyakarta.

Mochtar, R. 2005. Sinopsis Obstetri. EGC:Jakarta.

Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Pene-litian Kesehatan. Rineka Cipta:Jakarta.

Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kese-hatan dan Perilaku. Rineka Cipta:Jakarta

Potter, P., Perry, A. 2009. FundamentalKeperawatan. Salemba Medika:Jakarta.

Saifuddin. 2006. Pelayanan KesehatanMaternal & Neonatal. Yayasan

Page 65: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

63Umi Chabibah, Tenti Kurniawati, Pelaksanaan Pendidikan Kesehatan...

Bina Pustaka Sarwono Prawiro-hardjo: Jakarta.

Setyowati, Yuli. 2011. Karakteristik YangMempengaruhi Mobilisasi Dinipada Ibu Nifas Post Sectio Cae-sarea di Ruang Merpati RSUD Dr.Soetomo Surabaya. KTI Diter-bitkan. Surabaya: Universitas PGRIAdi Buana Surabaya.

Rochmiyati. 2007. Hubungan antaraTingkat Pengetahuan Ibu PostPartum tentang Mobilisasi Dinidengan Perilaku Mobilisasi Dinidi Wilayah Kerja Puskesmas diKecamatan Kedung KabupatenJepara, (online), (http://digilib.

unimus.ac.id/files/disk1/4/jtptunimus-gdl-s1-2008-rochmiyati-193-3-bab2.pdf ), diakses 16Oktober 2013.

Suparyanto. 2011. Konsep Dasar Mobi-lisasi Dini, (online), (http://mobilisasidini-postpartum.blogspot.com), diakses 16 Oktober 2013.

Sutrisno, B. 2009. Hubungan antaraMobilisasi Dini dengan VolumePerdarahan pada Ibu PostPartum di BPS Soniah DesaRengging Kecamatan PecanganKabupaten Jepara, (online),(www.stikes-insan-seagung.ac.id),diakses 16 Oktober 2013.

Page 66: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

PEMENUHAN KEBUTUHAN SPIRITUAL MEMPENGARUHIKUALITAS HIDUP PASIEN SKIZOFRENIA

Siska Ariyani, Mamnu’ahRSJ Grhasia Pemda DIY

Email: [email protected]

Abstract: The purpose of this quasi-experiment research wasto determine the influence of spiritual fulfillment towards qualityof life of schizophrenic patients in inpatient unit on RSJ GrhasiaPemda DIY. Sample are 24 schizophrenic patients in Srikandiand Shinta ward. Data analysis using paired t-test and inde-pendent t-test. Test result using paired t-test showed in experi-mental group obtained p value=0,000 (p<0,05), independent t-test showed average difference in experiement group is 21and difference in the average quality of life of the control groupis 2.4 with p value=0,00 (p<0,05). Can be concluded that thereis influence of spiritual fulfillment to the quality of life of patientswith with schizophrenia

Keywords: quality of life, spiritual fulfillment, schizophreniapatient

Abstrak: Penelitian quasi experiment ini bertujuan untukmengetahui pengaruh pemenuhan kebutuhan spiritual terhadapkualitas hidup pasien skizofrenia di ruang rawat inap RSJGhrasia Pemda DIY. Sampel adalah pasien skizofrenia di ruangSrikandi dan Shinta sebanyak 24 responden. Analisis data meng-gunakan Paired t-test dan Independent t-test. Hasil penelitianmenggunakan uji paired t-test pada kelompok eksperimendidapatkan nilai p value=0,000 (p<0,05), sedangkan uji Inde-pendent t-test menunjukkan nilai selisih rata-rata kualitas hiduppada kelompok eksperimen 21 dan selisih rata-rata kualitashidup kelompok kontrol 2,4 dengan nilai p value=0,000 (p<0,05).Ada pengaruh pemenuhan kebutuhan spiritual terhadap kualitashidup pasien skizofrenia.

Kata kunci: kualitas hidup, pemenuhan kebutuhan spiritual,pasien skizofrenia

Page 67: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

65Siska Ariyani, Mamnu’ah, Pemenuhan Kebutuhan Spiritual...

PENDAHULUANWorld Health Organization (2008)

menyatakan masalah kesehatan mentaladalah masalah yang menjadi perhatianinternasional dan menjadi agenda kebijakanselama beberapa tahun terakhir, karenadiperkirakan beban gangguan mental akannaik secara signifikan pada dekade berikut-nya. Salah satu gangguan mental yangmenjadi perhatian, dan banyak ditemukandi semua wilayah serta paling mematikanadalah skizofrenia (Saha et al, 2005).

Menurut WHO (2008) skizofreniaadalah bentuk gangguan jiwa berat yangmempengaruhi 7/1000 populasi orangdewasa, terutama kelompok usia 15-35tahun. Fakta yang ada, skizofrenia mempe-ngaruhi kurang lebih 24 juta orang di dunia,lebih dari 50 % penderitanya tidak menerimaperawatan yang sesuai dan 90% skizofreniayang tidak tertangani berada di negaraberkembang. Sedangkan menurut Maramis(2009) dalam masyarakat umum terdapat0,2-0,8% penderita skizofrenia, bila dipro-yeksikan dengan jumlah penduduk Indo-nesia maka terdapat 476 ribu sampai 1,904juta orang yang menderita skizofrenia.

Gangguan jiwa termasuk skizofreniamerupakan penyebab utama hilangnya pro-duktivitas. Karena penderita skizofrenia lebihrentan terhadap stres, lebih tergantung, me-miliki defisit yang sangat besar dalam ke-trampilan, pekerjaan dan hubungan denganlingkungan sosialnya (Sullivan, 1992 dalamSolanki, 2008). Gangguan jiwa juga menim-bulkan masalah dalam kehidupan manusiayang tentunya berpengaruh terhadap kualitashidup dan menjadi beban bagi keluarga sertamasyarakat luas (WHO, 2003).

Kualitas hidup pasien skizofrenia seca-ra umum lebih rendah dari populasi umumdan pasien dengan penyakit fisik (Bobes,2007). Karena skizofrenia merupakanpenyakit yang melemahkan, diakibatkanpenderitanya mengalami gangguan dalam

psikologis, psoses pikir, persepsi, perilaku,perhatian dan konsentrasi, sehingga mempe-ngaruhi kemampuan bekerja, perawatandiri, hubungan interpersonal dan ketrampilanhidup termasuk kemampuan menjalankanibadah (Mohr, 2004).

Kualitas hidup bisa menjadi nilai ukurankesehatan seseorang, selain itu dapat dilihatjuga dari perubahan frekuensi kekambuhandan tingkat keparahan penyakit. Kualitashidup dapat dinilai dari enam aspek yaitukesehatan fisik, psikologis, tingkat ketergan-tungan, hubungan sosial, lingkungan danspiritual. Masing-masing aspek satu denganlainnya saling berkaitan, ini berarti jika salahsatu tidak terpenuhi maka akan mempenga-ruhi aspek yang lainnya (WHO, 1998). Halini tentunya akan memberi dampak padakualitas hidup itu sendiri.

Menurut Ma, et al (2005) dampakyang bisa ditimbulkan karena rendahnyakualitas hidup pasien skizofrenia antara lain,pasien merasa malu karena anggapan negatifmasyarakat, sehingga pasien harus cukupberjuang melawan stigma terkait penyakitmental pada umumnya, terutama yangberkaitan dengan skizofrenia. Status yangkurang beruntung dalam masyarakat jugaakan membuat pasien skizofrenia sulitmelaksanakan semua kontrol pribadi atasdiri mereka sendiri, sehingga menghambatpembentukan konsep diri, termasuk hargadiri, rasa penguasaan dan self efficacy(Vauth et al, 2007). Selain itu rendahnyakualitas hidup juga menyebabkan tingginyapengangguran pada pasien skizofrenia,karena mereka cenderung mengalami keter-batasan/ketidakmampuan dan diskriminasidalam bekerja sehingga mempengaruhi segiekonomi. Mulkern (1989) menyatakanperkiraan pengangguran pada penderitaskizofrenia adalah 70-85 %, sedangkan diIndia pengangguran pada skizofrenia seba-nyak 29,8 % (Solanki, 2008). Di Indonesiasendiri, berdasarkan survei Kementerian

Page 68: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

66 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 10, No. 1, Juni 2014: 64-76

Sosial tahun 2008 didapatkan data bahwasebanyak 80% pasien gangguan jiwa yangtidak diobati, menjadi tidak produktif/pe-ngangguran, ditelantarkan menjadi gelan-dangan, dan sekitar 30.000 orang dipasungagar tidak membahayakan orang lain danuntuk menutupi aib keluarga.

Dampak rendahnya kualitas hidup jikaterus dibiarkan akan menjadi stresor yangdapat memicu penurunan kondisi ataukekambuhan (Pitkanen, 2010). Rekammedis RSJ Grhasia bulan Juni tahun 2012menunjukkan data bahwa 99 dari 121pasien yang dirawat merupakan pasien lamaatau pasien kambuhan. Akibat lain yang bisatimbul adalah percobaan bunuh diri, hal initerjadi ketika pasien sudah merasa putusasa dan frustasi akan keadaannya. Asuhankeperawatan secara komprehensif sangatdiperlukan untuk mengatasi dampak yangditimbulkan dari rendahnya kualitas hidup.

Salah satu bentuk asuhan yang dapatdiberikan adalah pemenuhan kebutuhan spi-ritual. Spiritual sangat berhubungan denganketenangan batin, jika ketenangan batintidak terpenuhi maka kualitas hidup secarakeseluruhan juga akan terganggu. Spiritualmerupakan salah satu dimensi dari kese-hatan, juga sebagai salah satu aspek kualitashidup yang berkontribusi dalam mempe-ngaruhi suasana hati dan dapat menjadisumber koping, sehingga memiliki efekpenting terhadap kesehatan (WHO, 1998).

Menurut Mohr (2004) kebutuhanspiritual harus dipenuhi, karena pasien skizo-frenia memiliki kebutuhan rohani yang samadengan orang lain. Implikasinya juga pentingsekali untuk kesehatan mental berupamekanisme perilaku (spiritualitas mungkinberhubungan dengan gaya hidup), meka-nisme sosial (kelompok agama memberikankomunitas pendukung bagi anggotanya),mekanisme psikologis (keyakinan tentangTuhan, hubungan antar manusia, hidup danmati), dan mekanisme fisiologi (praktek

keagamaan menimbulkan relaksasi/ketenangan).

Spiritual juga dapat digunakan untukmengatasi gejala yang diakibatkan olehskizofrenia. Di London 60% pasien psikotikmenggunakan strategi agama untuk menga-tasi gejalanya, 30% dari mereka mununjuk-kan perbaikan kondisi. Agama juga diguna-kan untuk mengatasi halusinasi pendengaranpada 43% pasien di Saudi Arabia dan 3%pasien di Inggris. Sedangkan di Amerikautara 80% dari pasien menggunakan agamauntuk mengatasi gejala dan kesulitan merekasehari-hari (Mohr, 2004). Hal ini menunjuk-kan, spiritual merupakan salah satu aspekyang dapat digunakan pasien skizofreniauntuk mengatasi penyakitnya dan padaakhirnya berkontribusi terhadap peningkatankualitas hidupnya.

Upaya yang dilakukan pemerintahdalam meningkatkan kualitas hidup pasienskizofrenia sejauh ini memang belum spesifikmengarah pada aspek spiritual, tetapi masihsecara global dengan memberikan bantuanjaminan kesehatan berupa Jaminan Kese-hatan Masyarakat (JKM), Jaminan kese-hatan Sosial (JKS) dan Jaminan kesehatanDaerah (JKD) yang dapat digunakan untukpengobatan di Rumah Sakit pemerintahmaupun swasta yang memiliki pelayananpsikiatri. Selain itu, kementrian kesehatanjuga telah membentuk Tim Pembina,TimPengarah, Tim Pelaksana Kesehatan JiwaMasyarakat (TP-KJM) yang bertujuanantara lain meningkatkan kesadaran kemau-an dan kemampuan masyarakat menghada-pi masalah kesehatan jiwa sehingga me-mungkinkan setiap individu hidup lebihproduktif secara sosial dan ekonomis.

Masyarakat saat inipun sudah mulaimemberikan perhatian dan kontribusiterhadap kesehatan jiwa yaitu melaluiProgram Desa Siaga Sehat Jiwa, tujuannyaadalah agar masyarakat berperan sertadalam mendeteksi gangguan jiwa dan

Page 69: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

67Siska Ariyani, Mamnu’ah, Pemenuhan Kebutuhan Spiritual...

membantu pemulihan pasien yang telahdirawat di RS. Selain itu masyarakat jugamembentuk Komunitas Peduli SkizofrenIndonesia (KPSI), yang merupakan kelom-pok dukungan bagi keluarga dan pasienskizofrenia. Hal tersebut tentunya dapatmengurangi dampak atau kerugian dariadanya penderita gangguan jiwa dan secaratidak langsung akan meningkatkan kualitashidup mereka.

Hasil studi dokumen dari rekam medispasien yang dilakukan di Rumah Sakit JiwaGrhasia Pemda DIY pada bulan Desember2012 juga menunjukkan rendahnya kualitashidup pasien skizofrenia, ini dapat dilihatdengan adanya data yang ditemukan, dari102 pasien skizofrenia 93 orang adalahpengangguran, 9 orang menjadi gelan-dangan, 77 orang memiliki sosial ekonomirendah yang dibuktikan dengan penggunaankartu jaminan kesehatan dari pemerintah, dan84 beragama Islam tetapi hanya 24 orangsaja yang memiliki kualitas spiritual bagusyang ditunjukkan dengan masih rutinnyamelakukan ibadah sholat.

Hasil studi pendahuluan yang dilakukanpada bulan Juli 2012 terhadap 10 orangkeluarga pasien didapatkan hasil, rata-ratamereka menyatakan keinginan perbaikankondisi pasien tidak hanya dari segi perilakudan sikap saja tetapi, keluarga juga mengha-rapkan ketika sudah pulang dari RS pasienmenjadi produktif, bisa bekerja, mampumerawat diri dan mau melakukan kegiatanibadah. Karena selama ini ketika sudahsampai di rumah pasien cenderung tidakmau melakukan kegiatan apapun termasukkegiatan ibadah serta menjadi lebih ter-gantung, sehingga keluarga kadang merasaterbebani dengan kondisi pasien dan merasalebih senang jika pasien dirawat di RS saja.Sedangkan dari hasil family gathering yangdiadakan bangsal Srikandi dan dihadiri 15orang keluarga pasien, salah satu usulan dari

keluarga adalah agar pasien selama dalamperawatan di RS tetap dilibatkan dandibimbing dalam beribadah.

RSJ Grhasia khususnya di RuangShinta pemenuhan kebutuhan spiritual sudahmulai diterapkan dalam pemberian asuhankeperawatan jiwa. Bentuk kegiatan yangdilakukan adalah dengan mengajak pasienmembaca ayat-ayat suci Al-Quran setiapsore tetapi memang tidak semua pasien ikut,hanya pasien-pasien yang bisa membaca AlQuran saja rutin mengikuti. Hal itu pun masihdilakukan secara umum pada semua pasien,tidak hanya pasien skizofrenia. Pengaruh darikegiatan membaca Al-Quran terhadappasien sejauh ini juga belum diketahui karenamemang belum pernah dilakukan kajian danRSJ Grhasia sendiri belum memiliki standaryang bisa dijadikan acuan.

Berdasarkan uraian di atas penelititertarik melakukan penelitian mengenai“Bagaimana pengaruh pemenuhan kebu-tuhan spiritual terhadap kualitas hidup pasienskizofrenia di ruang rawat inap RSJ GrhasiaPemda DIY?”

METODE PENELITIANDisain penelitian ini adalah quasi

experiment dengan jumlah sampel 24 orangpasien perempuan, yang terdiri atas 12orang dari ruang Srikandi sebagai kelompokperlakuan dan 12 orang dari ruang Shintasebagai kelompok kontrol. Kriteria inklusipada penelitian ini adalah pasien perempuandengan diagnosa medis skizofrenia tanpawaham agama, pasien dirawat di ruangSrikandi dan Shinta, dan bersedia menjadiresponden. Kriteria eksklusinya adalah tidakdiizinkan oleh psikiater, bisu dan tuli, tidakmengikuti kegiatan dari awal sampai akhir.Instrumen yang digunakan untuk mengukurkualitas hidup menggunakan kuisioner danlembar observasi. Uji statistik yangdigunakan adalah T-Test.

Page 70: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

68 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 10, No. 1, Juni 2014: 64-76

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik RespondenTabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata

umur responden pada kelompok ekspe-rimen 32,35 tahun (95%CI: 27,89-42,61)dengan standar deviasi 11,585 tahun. Umurtermuda adalah 18 tahun dan umur tertuaadalah 51 tahun. Dari estimasi interval dapatdiambil kesimpulan bahwa 95% rata-rataumur kelompok eksperimen diyakini antara27,89-42,61. Sedangkan umur kelompokkontrol rata-rata 31,08 tahun (95%: 26,92-35,25) dengan standar deviasi 6,557 tahun.Umur termuda 23 tahun dan tertua 43 tahun.Dari estimasi interval dapat diambil kesim-pulan bahwa 95% rata-rata umur kelompokkontrol diyakini antara 26,92-35,25.

Tabel 2 menunjukkan bahwa respon-den pada kelompok eksperimen palingbanyak berpendidikan SD yaitu sebanyak6 orang (50%) dan yang tidak berpendi-dikan sebanyak 1 orang (8,33%). Sedang-kan pada kelompok kontrol berpendidikanSD, SLTP dan SLTA frekuensi merata yaitumasing-masing sebanyak 4 orang (33,3%).Responden pada kelompok eksperimen pa-ling banyak tidak bekerja yaitu sebanyak 7orang (58,33%) dan paling sedikit bekerjasebagai petani yaitu sebanyak 2 orang(16,7%). Sedangkan pada kelompok kon-trol paling banyak tidak bekerja yaitu seba-nyak 11 orang (91,7%) dan paling sedikitbekerja sebagai wiraswasta yaitu sebanyak1 orang (8,33%). Responden pada kelom-pok eksperimen paling banyak berstatus ti-

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Usia Responden Pasien Skizofrenia

Variabel Mean Sd Minimal-Maksimal 95%CI

Usia Kelp. Eks 32,35 11,585 18-51 27,89-42,61 Usia Kelp.Kontrol 31,08 6,557 23-43 26,92-35,25

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Pasien Skizofrenia

Karakteristik Responden

Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol Frekuensi % Frekuensi %

Pendidikan SD 6 50,0 4 33,3 SLTP 3 25,0 4 33,3 SLTA 2 16,7 4 33,3 Tidak Sekolah 1 8,3 0 0.0 Jumlah 12 100.00 12 100 Pekerjaan Petani 2 16,7 0 0 Wiraswasta 3 25,0 1 8,3 Tidak bekerja 7 58,33 11 91,7 Jumlah 12 100 12 100 Status perkawinan Kawin 4 33,3 4 33,3 Tidak Kawin 5 41,7 7 58,3 Janda 3 2,.0 1 8,3 Jumlah 12 100,00 12 100

Page 71: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

69Siska Ariyani, Mamnu’ah, Pemenuhan Kebutuhan Spiritual...

dak kawin yaitu sebanyak 5 orang (41,67%)dan paling sedikit berstatus janda yaitusebanyak 3 orang (25%). Sedangkan padakelompok kontrol paling banyak berstatustidak kawin yaitu sebanyak 7 orang (58,3%)dan paling sedikit berstatus janda yaitusebanyak 1 orang (8,33%).

Tabel 3 menunjukkan bahwa rata-ratalama sakit responden pada kelompok eks-perimen 7,63 tahun (955CI: 2,65-12,60)dengan standar deviasi 7,831 tahun. Lamasakit terpendek adalah 2 tahun dan terlamaadalah 30 tahun. Dari estimasi interval dapatdiambil kesimpulan bahwa 95% rata-ratalama sakit kelompok eksperimen diyakiniantara 2,65-12,60. Sedangkan lama sakitkelompok kontrol rata-rata 4,46 tahun(955CI: 2,86-6,06) dengan standar deviasi2,518 tahun. Lama sakit terpendek 2 tahundan terlama 10 tahun. Dari estimasi intervaldapat diambil kesimpulan bahwa 95% rata-rata lama sakit kelompok kontrol diyakiniantara 2,86-6,06.

Tabel 4 menunjukkan bahwa respon-den pada kelompok eksperimen palingbanyak menggunakan pembiayaan dari Jam-kesmas yaitu sebanyak 7 orang (58,33%)dan paling sedikit menggunakan pembiayaanJamkesda yaitu sebanyak 1 orang (8,33 %).

Sedangkan pada kelompok kontrol palingbanyak menggunakan pembiayaan dariJamkesmas yaitu sebanyak 7 orang(58,33%) dan paling sedikit menggunakanpembiayaan Jamkesos sebanyak 1 orang(8,33%).

Tabel 5 menunjukkan bahwa sebelumdiberi perlakuan pemenuhan kebutuhanspiritual pada kelompok eksperimen yangmemiliki kualitas hidup baik sebanyak 3orang (25%), kualitas hidup sedang seba-nyak 5 orang (41,66%) dan kualitas hidupburuk sebanyak 4 orang (33,33%). Se-dangkan sesudah diberi perlakuan peme-nuhan kebutuhan spiritual pada kelompokeksperimen yang memiliki kualitas hidup baiksebanyak 9 orang (75%), kualitas hidupsedang sebanyak 3 orang (25%) dan tidakada pasien dengan kategori kualitas hidupburuk.

Tabel 5 menunjukkan bahwa nilaipretest pada kelompok kontrol yang me-miliki kualitas hidup baik sebanyak 2 orang(16,67%), kualitas hidup sedang sebanyak8 orang (66,7%) dan kualitas hidup buruksebanyak 2 orang (16,7%). Sedangkan nilaiposttest pada kelompok kontrol yangmemiliki kualitas hidup baik sebanyak 2orang (16,7%), kualitas hidup sedang

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Lama Sakit Responden Pasien Skizofrenia

Variabel Mean Sd Minimal-maksimal 95%CI Lama Sakit Eks. 7,63 7,831 2-30 2,65-12,60 Lama Sakit Kontrol 4,46 2,518 2-10 2,86-6,06

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Pembiayaan Responden Pasien Skizofrenia

Pembiayaan Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol Frekuensi % Frekuensi %

Umum 2 16,7 2 16,7 Jamkesda 1 8,3 2 16,7 Jamkesos 2 16,7 1 8,3 Jamkesmas 7 58,3 7 58,3 Jumlah 12 100 12 100

Page 72: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

70 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 10, No. 1, Juni 2014: 64-76

sebanyak 8 orang (66,7%) dan kualitashidup buruk sebanyak 2 orang (16,7%).

Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai rata-rata kualitas hidup pada kelompok ekspe-rimen sebelum dilakukan pemenuhan kebu-tuhan spiritual sebesar 82,0, sedangkan nilairata-rata kualitas hidup setelah diberi perla-kuan pemenuhan kebutuhan spiritual sebesar103,9. Rata-rata kualitas hidup setelahdiberi perlakuan pemenuhan kebutuhanspiritual mengalami peningkatan dibandingsebelum diberi perlakuan pemenuhankebutuhan spiritual, yaitu meningkat sebesar21. Hasil uji paired sample t-test padakelompok eksperimen mendapatkan nilaisignifikansi 0,000. Nilai ini menunjukkanbahwa signifikansi lebih kecil dari p value(0,000<0,05), sehingga dapat disimpulkanbahwa Ha diterima yang berarti ada

pengaruh pemenuhan kebutuhan spiritualterhadap kualitas hidup pasien skizofreniadi ruang rawat inap RSJ Grhasia Pemda DIYpada kelompok eksperimen.

Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai rata-rata kualitas hidup pada kelompok kontrolpretest sebesar 81,4, sedangkan nilai rata-rata kualitas hidup posttest sebesar 83,8.Hal ini menunjukkan bahwa kelompokkontrol yang tidak mendapatkan perlakuanpemenuhan kebutuhan spiritual nilai rata-ratakualitas hidup posttest ada peningkatan jikadibandingkan dengan nilai rata-rata kualitashidup saat pretest, yaitu meningkat sebesar2,4. Hasil uji paired sample t-test padakelompok kontrol didapatkan nilai signifi-kansi 0,061 lebih besar dari nilai p value(0,061>0,05) sehingga Ha di tolak. Dapatdisimpulkan bahwa tidak ada perbedaan

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Kualitas Hidup Kelompok Eksperimen danKelompok Kontrol Sebelum dan Sesudah Perlakuan PemenuhanKebutuhan Spiritual

Kelompok Baik Sedang Buruk Frekuensi % Frekuensi % Frekuensi %

Eksperimen Sebelum 3 25,0 5 41,7 4 33.3 Sesudah 9 75,0 3 25,0 0 0 Kontrol Sebelum 2 16,7 8 66,7 2 16,7 Sesudah 2 16,7 8 66,7 2 16,7

Variabel Rata-rata N T hitung Sig Keterangan Eksperimen Sebelum

82,0

12

-4,97

0,000

Signifikan

Sesudah Kontrol Sebelum Sesudah

103,9 81,4 83,8

12

-2,09

0,061

Tidak signifikan

Tabel 6. Kualitas Hidup Sebelum dan Sesudah Perlakuan Pemenuhan KebutuhanSpiritual Pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol PasienSkizofrenia Hasil Uji Paired Sample T-test

Page 73: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

71Siska Ariyani, Mamnu’ah, Pemenuhan Kebutuhan Spiritual...

kualitas hidup antara pretest dan posttestpada kelompok kontrol tanpa diberiperlakuan pemenuhan kebutuhan spiritual.

Tabel 7 menunjukkan bahwa nilai seli-sih rata-rata kualitas hidup kelompok eks-perimen sebesar 21, sedangkan nilai selisihrata-rata kualitas hidup kelompok kontrolsebesar 2,4. Hal ini menunjukkan bahwanilai rata-rata kualitas hidup kelompokeksperimen lebih tinggi dibanding nilai rata-rata kualitas hidup kelompok kontrol. Hasiluji independent t-test menunjukkan bahwanilai signifikansi 0,00 lebih kecil dari p value(0,00<0,005), sehingga Ha diterima.Dengan demikian dapat diambil kesimpulanbahwa ada perbedaan yang bermakna seca-ra statistik kualitas hidup antara kelompokeksperimen dan kelompok kontrol.

Kualitas Hidup Pasien Skizofrenia Sebe-lum dan Sesudah Dilakukan IntervensiPemenuhan Kebutuhan Spiritual

Tabel 5 menunjukkan bahwa respon-den pada kelompok eksperimen palingbanyak memiliki kualitas hidup sedang yaitusebanyak 5 orang (41,7%) dan pada kelom-pok kontrol paling banyak juga memilikikualitas hidup sedang yaitu sebanyak 8 orang(66,7%). Hal ini berbeda dengan penelitianyang dilakukan Supriyana (2011) dimanasaat pretest didapatkan kualitas hidupdengan kategori buruk (50%). Perbedaanini disebabkan karena pada penelitianSupriyana yang diukur adalah semua domainkualitas hidup yaitu fisik, psikologis, sosial,kemandirian, lingkungan dan spiritual,

sedangkan penelitian ini hanya mengukurkualitas hidup dari domain spiritual saja.

Tabel 5 juga menunjukkan bahwa dari12 responden pada kelompok eksperimenhanya 3 orang (25%) yang memiliki kualitashidup baik. Pada kelompok kontrol hanya2 orang (16,7%) yang memiliki kualitashidup baik, yang lainnya memiliki kualitashidup sedang dan buruk. Hal tersebut sesuaidengan apa yang diungkapkan Mohr (2004)bahwa kualitas hidup pasien skizofrenia se-cara umum lebih rendah dari populasi umumdan pasien dengan penyakit fisik. Karenaskizofrenia merupakan penyakit yang mele-mahkan, diakibatkan penderitanya menga-lami gangguan dalam psikologis, psoses pikir,persepsi, perilaku, perhatian dan konsen-trasi, sehingga mempengaruhi kemampuanbekerja, perawatan diri, hubungan inter-personal dan ketrampilan hidup termasukkemampuan menjalankan ibadah.

Kualitas hidup memberi dampak padatingginya pengangguran, hal ini terlihat daritabel 2 yang menunjukkan banyaknya pasienskizofrenia yang tidak bekerja, dimana padakelompok eksperimen terdapat 7 orang(58,33%) dan kelompok kontrol terdapat11 orang (91,7%). Sesuai dengan Mulkern(1989 dalam Solanki, 2008) yang menya-takan bahwa pengangguran merupakansalah satu dampak dari rendahnya kualitashidup. Hal ini disebabkan pasien skizofreniamengalami abnormalitas bentuk dan isipikiran, persepsi, emosi dan dalam hal peri-laku sehingga pasien skizofrenia lebih rentanterhadap stres, lebih tergantung, memiliki

Selisih Rata-rata T hitung Df Sig Keterangan Pre-posttest Eksperimen

21 4,436 22 0,000 Signifikan

Pre-posttest kontrol

2,4

Tabel 7. Perbandingan Kualitas Hidup Kelompok Eksperimen dan KelompokKontrol Pasien Skizofrenia Hasil Uji Independent T-test

Page 74: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

72 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 10, No. 1, Juni 2014: 64-76

defisit yang besar dalam ketrampilan, peker-jaan dan hubungan sosialnya (Sullivan, 1992dalam Solanki, 2008).

Tabel 4 menunjukkan dari 12 respon-den kelompok eksperimen hanya 2 orang(16,7%) yang pembiayaanya secara mandirisedangkan yang lain merupakan penggunakartu jaminan kesehatan dari pemerintah,begitu juga dengan kelompok kontrol seba-gian besar merupakan pengguna kartu ja-minan kesehatan dari pemerintah dan hanya2 orang (16,7%) yang pembiayaannya se-cara mandiri. Hal ini terjadi karena banyakpasien skizofrenia yang tidak bekerja sehing-ga berpengaruh terhadap aspek ekonomidan menjadi beban tanggungan keluarga.

Tabel 5 menunjukkan bahwa sesudahdiberi intervensi pemenuhan kebutuhanspiritual pada pasien sikzofrenia di ruangrawat inap RSJ Ghrasia Pemda DIY dida-patkan hasil responden pada kelompokeksperimen paling banyak memiliki kualitashidup baik yaitu sebanyak 9 orang (75%)mengalami peningkatan yang awalnya hanyasebanyak 3 orang (25%).

Kualitas hidup pasien skizofreniamengalami peningkatan setelah dilakukanintervensi pemenuhan kebutuhan spiritual,hal ini sesuai dengan WHO (2002) bahwaspiritual dan kepercayaan seseorang akanmemberikan efek pada kualitas hidup.Karena spiritual memungkinkan seseorangmengatasi masalah dalam hidupnya denganmemberi struktur pada pengalaman, sumberkedamaian, memberi rasa aman, kekuatandan secara umum memfasilitasi perasaansejahtera. Penelitian ini juga sejalan denganpenelitian Nataliza (2011) bahwa pelayanankebutuhan spiritual yang diberikan kepadapasien dapat menurunkan kecemasansampai 55%, kecemasan merupakan salahsatu indikator yang diukur dalam kualitashidup khususnya aspek psikologis.

Penelitian ini memberikan intervensiberupa pemenuhan kebutuhan spiritual untuk

meningkatkan kualitas hidup pasien skizo-frenia. Pemenuhan kebutuhan spiritual dila-kukan dengan cara memberi kesempatandan memfasilitasi pasien dalam melaksa-nakan sholat, berdzikir, berdoa serta mem-baca kitab suci Al Quran. Hal tersebut sesuaidengan ajaran agama Islam bahwa ketikaseseorang menderita penyakit fisik maupunpsikis (kejiwaan) diwajibkan untuk berusahaberobat kepada ahlinya dan disertai denganberdoa dan berdzikir (H.R. Muslim &Ahmad, At Tirmidzi).

Spiritual merupakan fitrah manusia,merupakan kebutuhan dasar manusia (basicspiritual needs) yang mempunyai perandalam penanganan gangguan jiwa. Sebagaicontoh adalah doa dan dzikir, doa adalahpermohonan penyembuhan kepada TuhanYang Maha Esa, sedangkan dzikir adalahmengingat Tuhan dengan segala kekua-saanNya (Hawari, 2005).

Responden saat diberikan perlakuantidak banyak mengalami kesulitan dalammelaksanakan kegiatan sholat, berdzikir,berdoa dan membaca kitab suci Al-Quran,hanya ada beberapa orang saja yang me-merlukan bimbingan dari terapis. Respondenyang sudah mampu melaksanakan ketigakegiatan juga sangat berantusias ketikadiberi kesempatan untuk memberi bantuandan dukungan kepada responden lain yangbelum bisa, sehingga responden yang belumbisa menjadi lebih termotivasi melaksanakanibadah. Hal ini sesuai dengan Taylor danCraven (1997, dalam Dwidiyanti, 2008)bahwa dukungan sosial ketika sakit danasuhan keperawatan dapat mempengaruhitingkat spiritual seseorang.

Hasil penilaian observasi dan kuesionermenunjukkan peningkatan spiritual baikdalam hal makna hidup, religiusitas, harapandan kekuatan diri yang berarti kualitas hidupdomain spiritual menjadi lebih baik. Implikasikualitas hidup yang positif akan memberikontribusi terhadap kepuasan hidup yang

Page 75: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

73Siska Ariyani, Mamnu’ah, Pemenuhan Kebutuhan Spiritual...

lebih besar, kebahagiaan, pengaruh positifterhadap semangat dan harapan dalam hidup(Koenig et al, 2001).

Tabel 5 menunjukkan kualitas hiduppasien skizofrenia postest pada kelompokkontrol, didapatkan hasil kualitas hidup baiksebanyak 2 orang (16,7%), kualitas hidupsedang 8 orang (66,7%) dan kualitas hidupburuk 2 orang (16,7%). Kualitas hiduppada kelompok kontrol tidak mengalamiperubahan, karena memang tidak ada upayauntuk meningkatkannya. Penelitian ini me-nunjukkan bahwa kelompok kontrol adalahkelompok pembanding yang merupakankelompok yang tidak memperoleh perlakuanpemenuhan kebutuhan spiritual, namun tetapdilakukan pengukuran kualitas hidup untukdibandingkan dengan kelompok eksperimenyang mendapatkan intervensi pemenuhankebutuhan spiritual.

Pengaruh Pemenuhan KebutuhanSpiritual Terhadap Kualitas HidupPasien Skizofrenia

Tabel 6 menunjukkan hasil uji pairedsample t-test pada kelompok eksperimendidapatkan nilai signifikansi p value=0,00(0,00<0,05) yang berarti ada pengaruhpemenuhan kebutuhan spiritual terhadapkualitas hidup pasien skizofrenia di ruangrawat inap RSJ Ghrasia Pemda DIY. Tabel7 menunjukkan bahwa hasil uji statistikindependent t-test didapatkan nilai pvalue=0,00 (0,00<0,05), hal ini menun-jukkan bahwa terdapat perbedaan yangcukup signifikan antara kelompok ekspe-rimen dengan kelompok kontrol, dapat diar-tikan bahwa intervensi pemenuhan kebu-tuhan spiritual memberi pengaruh terhadapkualitas hidup pasien skizofrenia padakelompok eksperimen.

Penelitian ini sesuai dengan Koenig(2001) yang menyebutkan bahwa spiritualdapat digunakan untuk mengatasi kesulitansehari-hari sebagai metode koping yang

memberi pengaruh positif, semangat,harapan dan kepuasan hidup yang lebihbesar, keterlibatan spiritual dan keagamaanberkontribusi terhadap kualitas hidup pasienskizofrenia.

Spiritual dapat diaplikasikan khusus-nya pada pasien sakit yang menjalaniperawatan di RS yang mungkin kehilangankontrol dalam hidup mereka. Ini akan mem-beri motivasi pada pasien bahwa pusat darisemua kontrol adalah Tuhan. Pengalamansakit mungkin menurunkan kemampuanuntuk pemenuhan kebutuhan spiritual,sehingga meningkatkan perubahan distresspiritual dan memberi efek pada statuskesehatan. Distres spiritual akan memberiefek pada kesehatan dan tentunya berpe-ngaruh terhadap kualitas hidup mereka.

Penelitian ini menunjukkan bahwapemenuhan kebutuhan spiritual pada pasienskizofrenia merupakan metode yang dapatdigunakan untuk meningkatkan kualitashidup pasien skizofrenia khususnya domainspiritual. Metode memberikan bimbingandan kesempatan pasien dalam sholat, ber-dzikir, membaca Al-Quran dan mende-ngarkan ceramah agama membantu pasienlebih dekat dengan Tuhan. Orang yang dekatdengan Tuhan akan memperoleh kenya-manan dalam mengatasi stres, mempunyaikekuatan yang lebih, kepercayaan diri sertakenyamanan (Young, 2012), sehingga mem-beri maanfaat terhadap kesehatan (Hill &Pargament, 2008) dan pada akhirnya ber-kontribusi terhadap hasil mental yang diinginkan seperti mengurangi gejala padapasien skizofrenia, depresi dan gangguankecemasan, dan menurunkan tingkat bunuhdiri dan penyalahgunaan zat (Koenig,Mccullough & Larson, 2001).

Intervensi yang diberikan menyebab-kan terpenuhinya kebutuhan spiritual pasiensehingga meningkatkan persepsi positifpasien terhadap makna/arti hidup, religiu-sitas, harapan dan menumbuhkan kekuatan

Page 76: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

74 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 10, No. 1, Juni 2014: 64-76

dalam diri pasien. Hal tersebut penting untukmeningkatkan kualitas hidup karena kebu-tuhan akan arti hidup adalah sifat universalyang merupakan esensi dari hidup itu sendiri,ketika seseorang tidak dapat menemukanarti hidup mereka akan mengalami disstreskarena perasaan kesepian dan keputus-asaan. Sedangkan memiliki harapan dankeinginan hidup adalah penting bagi orangyang sehat maupun orang sakit, untuk orangyang sakit ini merupakan faktor pentingdalam proses penyembuhan.

Intervensi berupa ibadah sholat, ber-dzikir, membaca Al-Quran dan ceramahagama singkat yang diberikan sudah sesuaidengan tuntunan agama Islam karena doaadalah permohonan penyembuhan kepadaTuhan Yang Maha Esa dan dzikir adalahmengingat Tuhan dengan segala kekuasa-annya (Hawari, 2005). Dari sudut ilmukesehatan jiwa doa dan dzikir merupakanterapi psikiatrik setingkat lebih tinggi dari-pada psikoterapi biasa. Hal ini dikarenakandoa dan dzikir mengandung unsur spiritualyang dapat membangkitkan harapan (hope),rasa percaya diri (self confidence) pada diriseseorang yang sedang sakit. Dalam hal initidak berarti terapi dengan obat dan tin-dakan medis lainnya diabaikan. Terapi medisdisertai doa dan dzikir merupakan pende-katan holistik baru di dunia kesehatan mo-dern (Kutibin, 2007). Hal tersebut tentuakan meningkatkan derajat kesehatan pa-sien skizofrenia dan akan menjadikan kua-litas hidupnya semakin baik.

SIMPULAN DAN SARANSimpulan

Tingkat kualitas hidup pada pasienskizofrenia di RSJ Ghrasia Pemda DIY padakelompok eksperimen sebelum intervensipemenuhan kebutuhan spiritual yaitu kualitashidup baik sebanyak 25%, kualitas hidupsedang 41,7% dan kualitas hidup buruk33,3%. Tingkat kualitas hidup pada pasien

skizofrenia di RSJ Ghrasia Pemda DIY padakelompok eksperimen sesudah diberi inter-vensi pemenuhan kebutuhan spiritual dida-patkan hasil yaitu kualitas hidup baik seba-nyak 75%, kualitas hidup sedang 25% dantidak ada yang memiliki kualitas hidup buruk.

Tingkat kualitas hidup pada pasienskizofrenia di RSJ Ghrasia Pemda DIY padakelompok kontrol pretest yaitu kualitashidup baik sebanyak 16,7%, kualitas hidupsedang 66,7% dan kualitas hidup buruk16,7%. Tingkat kualitas hidup pada pasienskizofrenia di RSJ Ghrasia Pemda DIY padakelompok kontrol postest yaitu kualitashidup baik sebanyak 16,7%, kualitas hidupsedang 66,7% dan kualitas hidup buruk16,7%.

Terdapat perbedaan tingkat kualitashidup sebelum dan sesudah dilakukanintervensi pemenuhan kebutuhan spiritualpada kelompok eksperimen di ruang rawatinap RSJ Grhasia Pemda DIY berdasarkanuji paired t-test dengan nilai signifikansi 0,00(p<0,05). Sedangkan pada kelompokkontrol tidak terdapat perbedaan kualitashidup yang signifikan pretest dan posttestdengan nilai signifikansi 0,061 (p>0,05).Terdapat perbedaan tingkat kualitas hiduppasien skizofrenia pada kelompok ekspe-rimen dan kelompok kontrol di ruang rawatinap RSJ Grhasia Pemda DIY sesudah inter-vensi pemenuhan kebutuhan spiritual,dengan uji independen t-test didapatkannilai signifikansi sebesar 0,00<0,05.Saran

Bagi bidang keperawatan untukmenerapkan terapi spiritual sebagai upayameningkatkan kualitas pelayanan kepera-watan jiwa pada pasien skizofrenia, sertamemberikan fasilitas dan tempat pelaksa-naan ibadah di setiap ruangan. Bagi perawatruangan agar memberikan terapi spiritualkepada pasien dalam upaya memberikanpelayanan keperawatan secara holistik. Bagipeneliti selanjutnya sebaiknya lebih memper-

Page 77: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

75Siska Ariyani, Mamnu’ah, Pemenuhan Kebutuhan Spiritual...

panjang waktu pemberian intervensi agarmendapatkan hasil yang lebih optimal,menyiapkan tempat khusus dalam pelak-sanaan ibadah pasien dan lebih mengen-dalikan variabel pengganggu agar hasilnyatidak bias.

DAFTAR RUJUKANBobes, J et al. 2007.Quality of Life in

Schizophrenic Patients. Dia-logues in Clinical Neuroscience,(online), (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/ PMC3181847/),diakses 4 Januari 2013.

Dwidiyanti, M. 2008. Keperawatan Da-sar: Konsep Caring, Komunikasi,Etik dan Aspek Spiritual dalamPelayanan Keperawatan. Hasani:Semarang.

Hawari, D. 2005. Dimensi Religi dalampraktek Psikiatri dan Psikologi.FKUI: Jakarta.

Hill, P.C., & Paragament, K.I. 2008.Advances in The Conceptuali-zation and Measurement of Reli-gion and Spirituality, (online), (http://www.psychosocial. com/IJPR_16/Positive_Effects_ Young.html.),diakses 18 Desember 2012.

Koenig, H.G., McCullough, M.E., &Larson, D.B. 2001. Handbook ofReligion and Health, (online),(www.amazon.com/Handbook-Religion-Health), diakses 12Agustus 2012.

Kutibin, I. 2007. Psikoterapi HolistikIslami. Kutibin: Bandung.

Ma,Y. C, Lin S. J, Hu W. H, Hsiung PC.2005. The Coping Process ofPatients With Schizophrenia:Searching for A Place of Accep-tance, (online), (http://www.ntur.lib.edu.tw/retrive/167834.pdf),diakses 8 Desember 2012.

Maramis, W.F. 2009. Catatan IlmuKedokteran Jiwa. AirlanggaUniversity Press: Surabaya.

Mohr, S & Huguelet, P. 2004. The Rela-tionship Between Schizophreniaand Religion and Its Implicationsfor Care, (online), (http://www.smw.ch/docs/pdf200x/2004/25/smw-10322.pdf), diakses 7 Sep-tember 2012.

Nataliza, D. 2011. Pengaruh PelayananKebutuhan Spiritual TerhadapTingkat Kecemasan Pasien PreOperasi di Ruang Rawat RSI SitiRahmah Padang. Skripsi Diter-bitkan. Padang: Prodi Ilmu Kepera-watan FK Universitas Andalas.

Pitkanen, A. 2010. Improving Quality ofLive of Patients With Schizo-phrenia in Acute PsychiatricWard, (online), https://www.doria.fi/bitstream/handle/.../ annalesd93lpitkanen.pdf), diakses 12 Juli 2012.

Saha, S., Chant, D., Welham, J. & McGrath,J. 2005. A Systematic Review ofThe Prevalence of Schizophrenia.Public Library of Science Medi-cine, 2 (5): 0413-0433.

Solanki, RK. Singh, P. Midhaa, A. 2008.Schizophrenia: Impact on Qualityof Life, (online), (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2738356/), diakses 17 Juni 2012.

Supriyana. 2011. Pengaruh Terapi KerjaTerhadap Kualitas Hidup PasienSkizofrenia di RSJ Soedjarwadi.Skripsi. Semarang: PoliteknikKesehatan Semarang.

Vauth, R. Kleim, B. Wirtz, M. Corrigan,PW. 2007. Self-Efficacy and Em-powerment as Outcomes of Self-Stigmatizing and Coping in Schizo-phrenia. Psichiatry Research, 150(1): 71-80.

Page 78: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

76 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 10, No. 1, Juni 2014: 64-76

WHO.1998. Division of Mental Healthand Prevention of SubstanceAbuse, (online), (www.who.int/mental health/.../whoqol userebook), diakses 20 Juni 2012.

WHO. 2002. WHOQOL Spiritulity, Re-ligiousness and Personal Beliefs.Genewa: Department of Mental Healthand Subtance Depence WHO.

WHO. 2003. Investing in Mental Health,(online), (http://www.who.int/omental_health/en/investing_in _mnh_final.pdf), diakses 17 Juni 2012.

WHO. 2008. Scizophrenia, (online), (http://www.who.int/mental_health/management/schizophrenia/en/World Health Organization),diakses 17 Juni 2012.

Young, KW. 2012. Positive Effects ofSpirituality on Quality of Life forPeople With Severe Mental Illness.International Journal of Psycho-social Rehabilitation. (Online),(http://www.psychosocial.com/IJPR_16/ Positive_ Effects_Young.html), diakses 25 Desember 2012.

Page 79: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEPATUHANIBU TERHADAP PEMBERIAN IMUNISASI DASAR

Sofani Ridho, RahmahUniversitas Muhammadiyah Yogyakarta

E-mail: [email protected]

Abstract: The purpose of this research is to determine thefactors that influence the level of maternal adherence to basicimmunization in Ngestiharjo, Bantul, Yogyakarta. This researchis using cross-sectional design. Respondents are mothers withinfants aged 2-15 months, as many as 76 people. The resultsof the study show there are factors that influence the level ofmaternal adherence to the basic immunization that is level ofeducation, family support, and quality of health services. Familysupport is the most dominant factor affecting level of com-pliance with the basic immunization of mothers in Ngestiharjo,Bantul, Yogyakarta.

Keywords: maternal adherence, immunization rate base

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan ibu terhadappemberian imunisasi dasar di desa Ngestiharjo, Bantul, Yog-yakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional.Responden adalah semua ibu yang memiliki bayi usia 2-15 bulansebanyak 76 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adafaktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan ibuterhadap pemberian imunisasi dasar yaitu tingkat pendidikan,dukungan keluarga, dan kualitas pelayanan kesehatan. Faktordukungan keluarga merupakan faktor paling dominan yangmempengaruhi tingkat kepatuhan ibu terhadap pemberianimunisasi dasar di Ngestiharjo, Bantul, Yogyakarta.

Kata kunci: kepatuhan ibu, pemberian imunisasi dasar

Page 80: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

78 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 10, No. 1, Juni 2014: 77-85

PENDAHULUANTingginya angka kematian bayi di

Indonesia yang disebabkan karena TetanusNeonatorum (TN) yaitu sebanyak 67%(Puslitbang Pemberantasan Penyakit, Bi-dang Litbang Kesehatan, dalam Marimbi,2010). Berdasarkan parameter hasil pro-yeksi penduduk di propinsi DIY menun-jukkan bahwa dalam kurun waktu dari tahun2000-2005 telah terjadi penurunan angkakematian bayi rata-rata per tahun adalah3,9%. Sedangkan pada kurun waktu daritahun 2005-2010 menunjukan angka kema-tian bayi mengalami penurunan rata-rata pertahun adalah 2,5% dan pada tahun 2010-2015 mencapai 1,7%.

Ada beberapa faktor penyebab masa-lah kesehatan yang berakibat kematian bayi,diantaranya: kurangnya pengetahuan yangdipengaruhi oleh pendidikan, kurangnya in-formasi, budaya, dan sosial ekonomi. Kegi-atan imunisasi merupakan salah satu kegiatanyang menjadi prioritas kementrian kese-hatan, sebagai salah satu bentuk nyata ko-mitmen pemerintah untuk mencapai Mile-nium Development Goals (MDGs) khu-susnya untuk menurunkan angka kematianpada anak (Kemenkes RI, 2010), sehinggapada tahun 2015 ditargetkan terjadi penu-runan angka kematian bayi menjadi 2 per 3dari kondisi tahun 1999, yaitu dari 25menjadi 16 (Dinkes DIY, 2009).

Imunisasi adalah suatu usaha dengancara memberikan kekebalan pada bayi dananak dengan cara memasukkan vaksin ke-dalam tubuh agar tubuh bisa membuat zatanti yang bertujuan untuk mencegah ter-jangkitnya penyakit tertentu (Hidayat, 2005).Berdasarkan pelaksanaan PembangunanProgram Imunisasi (PPI) di Indonesia yangdimulai tahun 1979 banyak terdapat masalahseperti yang dijumpai di beberapa negaradi dunia, diantaranya yaitu rendahnya angkacakupan imunisasi dan tingginya angkakejadian drop out kunjungan ulang karena

masih terdapat kalangan masyarakat yangberanggapan salah tentang imunisasi, danbanyak pula orang tua dan kalangan praktisitertentu khawatir terhadap resiko dariberbagai vaksin.

Menurut data Dinas Kesehatan DIYtahun 2009 menyatakan bahwa cakupanimunisasi yang masih rendah ini salah satunyadipengaruhi oleh tingkat pendidikan dankurangnya tingkat kesadaran masyarakatakan masalah kesehatan, meskipun dalamhal ini pemerintah DIY sudah melakukanprogram-progam untuk mengatasi masalahkesehatan tersebut melalui penyuluhantentang pentingnya masalah kesehatan danpentingnya program imunisasi kepadamasyarakat (Dinkes DIY, 2009).

Berdasarkan program yang ditetapkanpemerintah tentang Pembangunan ProgramImunisasi (PPI) maka diwajibkan bagi anakuntuk mendapat perlindungan terhadap tujuhjenis penyakit utama diantaranya adalahTuberculosis, Defteri, Pertusis, Tetanus,Polio, Campak dan Hepatitis B. Maka dariitu pemerintah mewajibkan pemberian limajenis vaksin untuk mencegah ketujuh penya-kit tersebut. Program ini ditetapkan karenamelihat bahaya dari ketujuh penyakit terse-but yang dapat mengakibatkan cacat dankematian bagi anak (Dinkes DIY, 2008).

Berdasarkan hasil studi pendahuluandi Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul tahun2011 bahwa untuk cakupan imunisasi dasardi wilayah Kelurahan Ngestiharjo masihrendah yaitu < 50% dibandingkan denganwilayah lainnya. Mengacu permasalahan diatas maka Dinas Kesehatan KabupatenBantul perlu mengetahui Faktor-Faktoryang Mempengaruhi Tingkat Kepatuhan IbuTerhadap Pemberian Imunisasi Dasar diWilayah Kelurahan Ngestiharjo, KabupatenBantul, Yogyakarta, sehingga dapat menyu-sun program yang tepat untuk meningkatkancakupan imunisasi di wilayah Ngestiharjo,Bantul, Yogyakarta.

Page 81: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

79Sofani Ridho, Rahmah, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat ...

METODE PENELITIANPenelitian ini menggunakan metode

kuantitatif mengenai faktor-faktor yangmempengaruhi tingkat kepatuhan ibu terha-dap pemberian imunisasi dasar di wilayahKelurahan Ngestiharjo, Bantul, Yogyakartayang dilaksanakan pada bulan Juni 2012.Sampel dalam penelitian ini adalah ibu yangmemiliki anak dengan usia 2-15 bulan yangmenetap di Kelurahan Ngestiharjo, bersediamenjadi responden dan dapat berkomuni-kasi secara verbal sebanyak 76 orang,diambil dengan dengan menggunakan teknikstratifield random sampling.

Pengumpulan data dilakukan denganmenggunakan kuesioner. Kuesioner terdiridari tujuh bagian yaitu permohonan peneliti,persetujuan responden, identitas ibu, iden-titas anak, dukungan keluarga, kualitas pela-yanan, dan pemberian imunisasi. Analisa da-ta dilakukan dengan analisa univariat untukmengetahui distribusi frekuensi karakteristikresponden berupa umur, tingkat pendidikan,pekerjaan, akomodasi (jarak rumah-tempatimunisasi), dukungan keluarga, kualitas pela-yanan, dan kepatuhan imunisasi.

Analisis bivariat dilakukan untuk me-ngetahui adanya pengaruh faktor-faktor yangmempengaruhi tingkat kepatuhan ibu ter-hadap pemberian imunisasi dasar di Kelu-rahan Ngestiharjo dengan menggunakan ujikuantitatif Chi Square. Analisis multivariatuntuk mengetahui variabel independen yanglebih erat hubungannya dengan variabeldependen.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik RespondenPenelitian yang dilakukan pada bulan

Juni 2012 memperoleh data sebanyak 76responden. Variabel yang dikaji dalampenelitian ini berdasarkan tempat imunisasi,jenis kelamin bayi, jumlah anak, usia ibu,pendidikan ibu, pekerjaan ibu, akomodasi

ibu, dukungan keluarga ibu, kualitas pela-yanan ibu, dan tingkat kepatuhan ibu.

Gambar 1. Distribusi Frekuensi UsiaIbu terhadap Tingkat Kepa-tuhan Ibu dalam PemberianImunisasi Dasar

Sebagian besar usia responden adalahpada rentang usia 19-35 tahun yaitu 62responden (81,6%) dan sebagian keciladalah pada rentang 36-50 tahun yaitu 14responden (18,4%).

Gambar 2. Distribusi Frekuensi Ting-kat Pendidikan Ibu Terha-dap Tingkat Kepatuhan Ibudalam Pemberian ImunisasiDasar

Gambar 2 menunjukkan sebagian be-sar responden mempunyai tingkat pendi-dikan SMA sebanyak 41 (53,9%). Seba-nyak 18 (23,7%) mempunyai tingkat pen-didikan SMP, sebanyak 9 (11,8%) mem-punyai tingkat pendidikan SD, dan sebanyak8 responden (10,5%) dengan tingkat pendi-dikan perguruan tinggi.

Page 82: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

80 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 10, No. 1, Juni 2014: 77-85

Gambar 3. Distribusi Frekuensi Peker-jaan Ibu terhadap TingkatKepatuhan Ibu dalam Pem-berian Imunisasi Dasar

Dari gambar 3 dapat dilihat bahwa se-banyak 57 responden (75,0%) tidak beker-ja (ibu rumah tangga), dan sebanyak 19 res-ponden (25,0%) bekerja sebagai PNS,pegawai swasta, wiraswasta dan petani.

1

Gambar 4. Distribusi Frekuensi Ako-modasi Ibu Terhadap Ting-kat Kepatuhan Ibu dalamPemberian Imunisasi Dasar

Gambar 4 menunjukkan bahwa jarakdari rumah ke tempat pelayanan kesehatansebanyak 32 responden (42,1%) berjaraksedang dengan waktu tempuh kira-kira 20-40 menit, sebanyak 31 responden (40,8%)berjarak dekat dengan waktu tempuh kira-kira 5-10 menit, sebanyak 5 responden(6,6%) berjarak sangat dekat dengan waktutempuh kira-kira 0-5 menit, sebanyak 5 res-ponden (6,6%) berjarak cukup jauh denganwaktu tempuh kira-kira 20-40 menit, dan

sebanyak 3 responden (3,9%) berjarak jauhdengan waktu tempuh kira-kira > 40 menit.

Gambar 5. Distribusi Frekuensi Du-kungan Keluarga Ibu terha-dap Tingkat Kepatuhan Ibudalam Pemberian ImunisasiDasar

Gambar 5 memperlihatkan bahwa se-banyak 40 responden (52,6%) dukungankeluarganya baik dan sisanya yaitu sebanyak36 responden (47,4%) dukungan keluar-ganya cukup baik.

Gambar 6. Distribusi Frekuensi Kua-litas Pelayanan Ibu terhadapTingkat Kepatuhan Ibudalam Pemberian ImunisasiDasar

Sebagian besar ibu menyatakan kua-litas pelayanan baik yaitu sebanyak 56 res-ponden (73,7%), sebanyak 19 responden(25,0%) menyatakan kualitas pelayanannyacukup baik, dan sisanya 1 responden (1,3%)menyatakan kurang baik.

Page 83: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

81Sofani Ridho, Rahmah, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat ...

Gambar 7. Distribusi Frekuensi Ting-kat Kepatuhan Ibu dalamPemberian Imunisasi Dasar

Gambar 7 menunjukkan sebanyak 54responden (71,1%) patuh dalam pemberianimunisasi dasar, dan sebanyak 22 responden(28,9%) tidak patuh dalam pemberianimunisasi dasar.

Pengaruh Usia dan Tingkat PendidikanIbu terhadap Tingkat Kepatuhan Ibudalam Pemberian Imunisasi

Berdasarkan hasil penelitian dapatdilihat bahwa usia ibu pada rentang 36-50tahun lebih dominan yaitu sebesar 81,6%.Namun uji statistik tidak menunjukkanadanya pengaruh yang signifikan antara usiadengan tingkat kepatuhan ibu dalampemberian imunisasi dasar di wilayah Kelu-rahan Ngestiharjo dengan nilai signifikansip=0,492 (p>0,05), sehingga dapat dika-takan bahwa tingkat kepatuhan ibu dalampemberian imunisasi di wilayah KelurahanNgestiharjo tidak dipengaruhi oleh usia ibu.

Menurut teori Green dan Marchel(1999) dikatakan, semakin tua usia sese-orang maka semakin banyak pengalaman,pengetahuan, wawasan yang mereka milikidan semakin positif perlakuannya. Namundalam penelitian ini menunjukkan bahwa usiaibu tidak mempengaruhi tingkat kepatuhanibu dalam pemberian imunisasai dasar,kemungkinan hal ini disebabkan karenasemakin mudahnya mengakses informasi

terkait imunisasi. Ibu yang berusia mudameskipun belum mempunyai pengalamanyang matang namun dengan banyaknyainformasi yang ada, mereka tidak takutmengimunisasikan anaknya.

Pengetahuan tentang kesehatan akanberdampak kepada perilaku sebagai hasiljangka menengah dari pendidikan. Azwar(2003) menyatakan lembaga pendidikanakan mempengaruhi sikap seseorang. Pen-didikan secara umum adalah segala upayayang direncanakan untuk mempengaruhiorang lain baik individu, kelompok ataumasyarakat sehingga mereka melakukan apayang diharapkan oleh pelaku pendidikan.

Dari hasil analisis data diperoleh bahwatingkat pendidikan ibu berpengaruh terha-dap tingkat kepatuhan ibu dalam pemberianimunisasi dengan nilai signifikansi p=0,028(p<0,05). Diketahui pula bahwa ibu yangberpendidikan tinggi maka pola hidup sehatdan proses penerimaan materi lebih mudahdipahami sehingga orang tersebut akanmerubah tingkah lakunya ke arah yang lebihbaik sesuai dengan tujuan. Penelitian inididukung dengan penelitian Asmika, dkk.(2001), bahwa tingkat pendidikan menen-tukan kondisi intelektual seseorang untukberfikir secara kritis dalam mengambil kepu-tusan sebelum bertindak atau memilih sesuatusebelum melakukannya.

Pengaruh Pekerjaan Ibu dan Akomodasiterhadap Tingkat Kepatuhan Ibu dalamPemberian Imunisasi Dasar

Hasil penelitian menunjukkan bahwastatus pekerjaan ibu tidak berpengaruhsecara signifikan terhadap tingkat kepatuhanibu terhadap pemberian imunisasi dasardengan nilai signifikansinya p=0,770(p>0,05). Hal ini dapat kita hubungkandengan merujuk pada penelitian Kinanti(2006), yang menyatakan bahwa tidak adahubungan yang bermakna antara status

Page 84: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

82 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 10, No. 1, Juni 2014: 77-85

pekerjaan dengan pemberian imunisasi. Ibubekerja masih bisa mengimunisasikanbayinya ke posyandu karena diwakilkanoleh anggota keluarga yang lain.

Berdasarkan distribusi frekuensi darihal akomodasi didapatkan sebanyak 32responden (42,1%) yang rumahnya ber-jarak sedang, sebanyak 31 responden(40,8%) berjarak dekat, sebanyak 5 res-ponden (6,6%) berjarak sangat dekat,sebanyak 5 responden (6,6%) berjarakcukup jauh, dan sebanyak 3 responden(3,9%) berjarak jauh. Hasil penelitian untukvariabel akomodasi dengan signifikansip=0,921 (p>0,05) menunjukkan bahwaakomodasi tidak berpengaruh secarasignifikan terhadap tingkat kepatuhan ibudalam pemberian imunisasi dasar.

Hasil penelitian menunjukkan sebagianbesar ibu mudah untuk mengakses fasilitaspelayanan kesehatan dan jaraknya masihbisa dijangkau, kemungkinan disebabkanoleh tersedianya tempat pelayanan imunisasiseperti posyandu, bidan, rumah sakit, dandokter yang dekat. Selain itu, dapat dise-babkan adanya sarana menuju pelayanankesehatan yang mudah diperoleh dan jalanyang sudah bagus. Lokasi sering menentu-kan kesuksesan suatu jasa. Pemilihan lokasiperlu mempertimbangkan akses atau kemu-dahan untuk dijangkau dengan alat tran-sportasi. Lokasi yang terlihat jelas dari jalandan kondisi lalulintas akan mempengaruhipertimbangan seseorang untuk memutuskanmemakai fasilitas tersebut.

Pengaruh Dukungan Keluarga dan Kua-litas Pelayanan terhadap Tingkat Kepa-tuhan Ibu dalam Pemberian ImunisasiDasar

Berdasarkan distribusi frekuensi du-kungan keluarga didapatkan sebanyak 40responden (52,6%) yang mendapatkan du-kungan keluarga, dan sebanyak 36 res-ponden (47,4%) yang tidak mendapatkan

dukungan keluarga. Dengan hasil signifi-kansinya p=0,001 (p>0,05) menunjukkanbahwa dukungan keluarga berpengaruhsecara signifikan pada tingkat kepatuhan ibudalam pemberian imunisasi dasar. Dukungankeluarga merupakan salah satu faktorterpenting dalam pemberian imunisasi padabalita. Keluarga merupakan orang terdekatdan dianggap penting, yang akan mampumerubah perilaku ibu dalam pemberianimunisasi dasar pada bayinya.

Hal ini dikuatkan oleh Siswandoyo danPutro (2003), yang menyatakan bahwadukungan keluarga sangat mempengaruhistatus imunisasi bayi. Ibu yang mendapatdukungan keluarga cenderung status imuni-sasi lengkap. Sebaliknya ibu yang tidakmendapat dukungan keluarga status imuni-sasi yang tidak lengkap. Friedman (2003)menyatakan bahwa dukungan keluargameliputi dukungan emosional, instrumental,informasional, dan penghargaan yang dila-kukan oleh keluarga. Adanya dukungan darikeluarga dimungkinkan karena keluargamempunyai pandangan bahwa pemberianimunisasi dasar pada bayi sangat penting danwajib untuk diberikan.

Berdasarkan distribusi frekuensi kua-litas pelayanan, didapatkan sebagian besaribu yang melakukan imunisasi pada bayinyayaitu sebesar 73,7% menilai bahwa kualitaspelayanan yang diberikan dalam pemberianimunisasi dasar baik. Dengan hasil signifi-kansinya p=0,028 (p<0,05) menunjukkankualitas pelayanan berpengaruh signifikanpada tingkat kepatuhan ibu dalam pembe-rian imunisasi dasar. Kualitas pelayanan da-lam pemberian imunisasi dasar sesuai denganapa yang diharapkan. Tingkat kepuasan ter-sebut akan mendorong ibu untuk melakukanimunisasi secara lengkap. Menurut teoriGreen, sikap dan perilaku petugas kesehatanmerupakan faktor seseorang dalam berperi-laku, dalam hal ini adalah perilaku ibu meng-imunisasikan bayi mereka.

Page 85: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

83Sofani Ridho, Rahmah, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat ...

Hubungan Faktor-Faktor yang Mempe-ngaruhi Tingkat Kepatuhan Ibu Terha-dap Pemberian Imunisasi Dasar

Analisis multivariat dalam penelitian inidigunakan untuk mengidentifikasi faktoryang paling dominan diantara faktor-faktoryang mempengaruhi tingkat kepatuhan ibudalam pemberian imunisasi dasar denganmenggunakan analisis regresi logistik. Ha-silnya dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1 memperlihatkan bahwa varia-bel yang berpengaruh terhadap tingkatkepatuhan ibu dalam pemberian imunisasidasar di wilayah kelurahan Ngestiharjo(variabel hasil uji regresi logistik dengan nilaip<0,05) adalah dukungan keluarga(p=0,001), kualitas pelayanan (p=0,028)dan tingkat pendidikan (p=0,028). Variabelusia, pekerjaan dan akomodasi tidak mem-punyai pengaruh terhadap tingkat kepatuhanibu dalam pemberian imunisasi dasar (tingkatsignifikansi >0,05).

Tabel 2. Analisis Logistic RegressionFaktor-Faktor yang Mempe-ngaruhi Tingkat KepatuhanIbu dalam Pemberian Imuni-sasi Dasar (n=76)

Variabel Sig. Exp(B) Pendidikan .101 1.767Dukungan_keluarga .026 4.159 Kualitas_pelayanan .202 2.178

Hasil uji regresi logistik menunjukkanbahwa variabel tingkat pendidikan, dukung-an keluarga, dan kualitas pelayanan adalahvariabel yang mempengaruhi tingkat kepa-tuhan ibu terhadap pemberian imunisasidasar. Terlihat bahwa variabel yang palingdominan mempengaruhi tingkat kepatuhanibu terhadap pemberian imunisasi dasar diwilayah Kelurahan Ngestiharjo adalahvariabel dukungan keluarga (nilai p=0,001;OR=4,159), ini berarti bahwa ibu yangmendapatkan dukungan dari keluarga akanmempunyai peluang untuk patuh melaksa-nakan imunisasi dasar empat kali lebih besardibandingkan ibu yang tidak mendapatkandukungan dari keluarganya.

Dukungan keluarga merupakan faktordominan yang berpengaruh terhadap tingkatkepatuhan ibu dalam pemberian imunisasidasar di wilayah Kelurahan Ngestiharjosehingga faktor tersebut memegang perananpenting dalam menyukseskan program pem-berian imunisasi dasar di wilayah kelurahanNgestiharjo. Ketersediaan petugas kese-hatan serta kader yang terampil, terlatih, danterdidik sangat dibutuhkan untuk mem-berikan informasi terkait imunisasi dasar ke-pada semua anggota keluarga, sehinggasetiap anggota keluarga mampu untukmemberikan dukungan dan motivasi terha-dap ibu untuk meningkatan kepatuhannyaterhadap pemberian imunisasi.

Faktor-Faktor Tingkat Kepatuhan p value Patuh (f) Tidak patuh (f)Usia

22

54

0,492 Pekerjaan 0,770 Jarak rumah dgn tempat imunisasi

0,921

Pendidikan 0,028 Dukungan keluarga 0,001 Kualitas pelayanan 0,028

Tabel 1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kepatuhan Ibu TerhadapPemberian Imunisasi Dasar (n=76)

Page 86: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

84 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 10, No. 1, Juni 2014: 77-85

SIMPULAN DAN SARANSimpulan

Faktor-faktor yang mempengaruhitingkat kepatuhan ibu terhadap pemberianimunisasi dasar di wilayah Kelurahan Nges-tiharjo adalah tingkat pendidikan, dukungankeluarga, dan kualitas pelayanan. Tidak ter-dapat hubungan yang signifikan antara usia(p=0,492), pekerjaan (p=0,770), dan ako-modasi (p=0,921) dengan tingkat kepatuhanibu dalam pemberian imunisasi dasar diwilayah Kelurahan Ngestiharjo.

Terdapat hubungan yang signifikan an-tara tingkat pendidikan (p=0,028), du-kungan keluarga (p=0,001), dan kualitaspelayanan (p=0,028) dengan tingkat kepa-tuhan ibu dalam pemberian imunisasi dasardi wilayah Kelurahan Ngestiharjo, Kabu-paten Bantul, DIY.

Variabel dukungan keluarga meru-pakan faktor dominan yang mempengaruhitingkat kepatuhan ibu terhadap pemberianimunisasi dasar di wilayah KelurahanNgestiharjo dengan OR=4,159.Saran

Bagi ibu yang memiliki bayi umur 2-15 bulan sebaiknya memberikan imunisasidasar secara lengkap dan tepat waktu. Bagipetugas kesehatan dapat memberikanmasukan serta dorongan kepada ibu untukmemberikan imunisasi dasar secara lengkapdan sebisa mungkin menganjurkan ibu-ibuagar melakukan imunisasi di posyandu atau-pun di puskesmas, supaya data yang didapatnantinya akan sesuai dengan yang beradadi lapangan dan mempermudah pemantauanoleh petugas kesehatan.

Bagi praktik keperawatan anak, kelu-arga dan komunitas agar lebih mengembang-kan promosi kesehatan kepada para ibu dankeluarga tentang pentingnya imunisasi dasardengan menggunakan metode yang lebihmudah dimengerti dan dipahami oleh paraibu, suami, dan keluarga.

DAFTAR RUJUKANAsmika., Chuluq, C., Sutrisnani, C.S. 2001.

Faktor-Faktor yang Melatarbe-lakangi Motivasi Seseorang Meng-gunakan Suntikan Silicone Cair diMalang. Jurnal Kedokteran Bra-wijaya, XXI (2): 96-101.

Azwar, S. 2003. Sikap Manusia, Teori danPengukurannya. Pustaka Pelajar:Yogyakarta.

Dinas Kesehatan Propinsi DIY. 2008. ProfilKesehatan Kabupaten/Kota Ta-hun 2008. Yogyakarta: Dinas Kese-hatan Provinsi Daerah IstimewaYogyakarta.

Friedman, M. M., Bowden, R. V., Jones,G.E. 2003. Family Nursing, Re-search, Theory & Practice. 5th ed.Precentice Hall: New Jersey.

Green, L.W., Marchel W Kreuter. 1999.Health Promoting Planning anEducational and EnvironmentApproach. Second Edition. May-field Publishing Company: MountainView.

Kementerian Kesehatan RI. 2010. Ge-rakan Akselerasi Imunisasi Na-sional Universal Child Immuni-zation 2010-2014 (GAIN UCI2010 - 2014). Jakarta: KementerianKesehatan Republik Indonesia.

Kinanti, Rengganis Ayu. 2010. HubunganTingkat Pendidikan, Pengeta-huan dan Pekerjaan Ibu terhadapKelengkapan Imunisasi Dasarpada Anak. Skripsi tidak diter-bitkan. Yogyakarta: UniversitasMuhammadiyah Yogyakarta.

Marimbi, H. 2010. Tumbuh Kembang,Status Gizi dan Imunisasi Dasarpada Balita. Nuha Medika:Yogyakarta.

Page 87: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

85Sofani Ridho, Rahmah, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat ...

Siswandoto, Putro, G. 2003. BeberapaFaktor yang Berhubungan de-ngan Status Kelengkapan Imuni-sasi Hepatitis B pada Bayi diPuskesmas Srumbung KabupatenMagelang. Skripsi tidak diterbit-kan. Yogyakarta: UniversitasMuhammadiyah Yogyakarta.

Page 88: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

CHILD SAFETY DAN PERILAKU ORANGTUA DALAMPENCEGAHAN KECELAKAAN ANAK

Yuni Purwati, Ery Khusnal, Aric VranadaSTIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta

E-mail: [email protected]

Abstract: This pre-experiment research with one group pre-test-post-test design aims at describing the effect of healtheducation child safety to parent behavior in accident preventionto toddler. Instrument research using questionnaires. Thepopulation comprised 24 subjects, using a total sampling tech-nique, obtained 24 samples. Results of paired t-test analysis onthe knowledge (t=-12.275, p=0.000), attitude (t=-14.176,p=0.000) and practice (t=10.376, p=0.000), all results p<0.05.Concluded there was a significant effect of health educationto child safety to increase parental behavior in accidentprevention to toddler. Advised on health professionals canprovide information about child safety to parents of toddler.

Keywords: health education, child safety, accident preventionbehavior

Abstrak: Penelitian pra-eksperimen dengan one group pre test-post test design ini bertujuan untuk mengetahui pengaruhpenyuluhan kesehatan child safety terhadap perilaku orangtuadalam pencegahan kecelakaan anak toddler siswa PAUDPelangi Anak Bantul. Instrumen menggunakan kuesioner.Populasi terdiri 24 subyek, dengan tehnik total sampling,didapatkan 24 sampel. Hasil analisis paired t-test domainpengetahuan (t=-12,275; p=0,000), sikap (t=-14,176; p=0,000)dan praktik (t=10,376; p=0,000), menunjukkan p<0,05, dapatdisimpulkan terdapat pengaruh bermakna antara pemberianpenyuluhan child safety terhadap peningkatan perilaku orangtuadalam pencegahan kecelakaan anak toddler siswa PAUDPelangi Anak Bantul. Disarankan pada tenaga kesehatan dapatmemberikan informasi tentang child safety kepada orangtuaanak toddler.

Kata kunci: penyuluhan kesehatan, child safety, perilakupencegahan kecelakaan

Page 89: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

87Yuni Purwati, dkk., Child Safety dan Perilaku Orangtua ...

PENDAHULUANPada masa toddler otak anak ber-

kembang dengan cepat sesuai respon yangdiberikan oleh lingkungan. Selain itu kemam-puan motorik anak juga mengalamipeningkatan, anak terlihat tidak bisa diam,banyak bergerak, berjalan, berlari, berjinjit,naik turun tangga, dan rasa ingin tahu yangbesar terhadap lingkungan sekitarnya. Ting-ginya eksplorasi yang belum diimbangi sem-purnanya kemampuan koordinasi otot danalat gerak, dapat mengakibatkan anakmengalami cedera, baik ringan ataupunberat (Edelmand, Mandle, 2006). Ciderayang sering terjadi pada anak toddler adalahterjatuh, terpeleset, aspirasi makanan, kera-cunan, asfiksia, luka bakar, tenggelam, dankecelakaan akibat kendaraan bermotor.

Anak juga belum mampu waspadaterhadap bahaya yang mengancam di seke-lilingnya karena belum mengetahui atauberpengalaman dalam upaya perlindungandiri. Wong (2009) juga menjelaskan kecela-kaan merupakan penyebab kematian keduapada anak usia 1-3 tahun (Muscari, 2005).Berdasarkan data UNICEF bahwa tingkatkematian anak usia toddler berkisar 8,8 jutaper tahun. Dari total 8,8 juta itu, 40% kasusterjadi di India, Nigeria, Kongo dan negaradi Asia termasuk Indonesia.

Penyebab kematian tersebut umumnyakarena terbakar, tenggelam, terjatuh di tem-pat bermain dan di lingkungan rumah, kera-cunan, dan kecelakaan lalu lintas (Sindo,2009). Negara Indonesia memiliki jumlahbalita sekitar 10% dari seluruh populasi.Data Sasaran Program Kementerian Kese-hatan (DSPKK) dalam Diktum Kesatu se-cara nasional pada tahun 2010 menun-jukkan, jumlah populasi balita di Indonesia(0-3 tahun) adalah 21.571.500 jiwa. Jumlahtersebut terbagi menjadi dua kelompok usiayaitu usia bayi (0-11 bulan) sebesar4.484.998 jiwa dan usia toddler (1-3 tahun)sebesar 17.086.502 jiwa, angka tersebut

mengalami peningkatan dari tahun-tahunsebelumnya. Maka dari itu masih ada17.086.502 jiwa anak usia toddler yangberesiko terjadi cedera atau kecelakaan danperlu perhatian yang serius (KementrianKesehatan RI, 2010).

Pemerintah Indonesia telah menca-nangkan strategi dalam memfasilitasi prosespertumbuhan dan perkembangan secaraterstruktur, aman serta mengurangi tingkatkecelakaan di rumah pada anak usia toddlermelalui Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).Depdiknas Indonesia tahun 2006 mengang-garkan dana sebesar 109,6 miliyar rupiahuntuk layanan PAUD yang diprioritaskananak usia 1-4 tahun merata di seluruhIndonesia. Diharapkan dengan adanyaprogram ini anak usia toddler lebih terawasidan terfasilitasi dengan adanya program-program bermain, dan belajar bersama(Rahmat, 2006,).

Nelson (2000) menjelaskan bahwaperilaku orang tua dalam pengendaliancedera dan kecelakaan pada anak dapatdiubah dengan beberapa cara yaitu denganperubahan dalam produk, modifikasilingkungan sosial dan fisik, serta dengan caramemberikan pendidikan, penyuluhan ataubujukan yang ditujukan kepada orang tua.Penyuluhan kesehatan tentang child safetydirasa penting untuk dilakukan sebagai salahsatu upaya dalam pencegahan kecelakaananak usia toddler (Yelland, 2007).

Penyuluhan kesehatan merupakan satukesatuan yang teratur dengan tujuan untukmengubah pengetahuan, sikap, perilakuseseorang atau masyarakat dalam pengam-bilan suatu tindakan. Lingkungan sekolahyang menjadi tempat anak bermain, dapatsiap mengincar keamanan dan keselamatananak, apalagi bila didukung alat permainanyang beraneka ragam.

Oleh karena itu perlu strategi preventiflain yang difokuskan pada orang tua dalampencegahan kecelakaan (Supartini, 2004).

Page 90: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

88 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 10, No. 1, Juni 2014: 86-95

Menurut Aliza (2007) mengungkapkanbahwa orang tua merupakan unsur terpen-ting dalam membina keselamatan anak.Orang tua sebagai orang terdekat diharap-kan mampu melakukan tindakan yang tepatterkait dengan keamanan dan keselamatananak, sehingga anak dapat terhindar daribahaya yang setiap saat mengincarnya.Selain itu perilaku orang tua dan lingkunganmerupakan faktor yang menentukan derajatkesehatan dan keamanan anak.

Hasil studi lapangan di PAUD PelangiAnak Bantul, angka kejadian kecelakaananak sebesar 30% dari total 24 siswa, selainitu kedua orang tua anak rata-rata tidakmemiliki waktu luang untuk mengawasiaktivitas anak-anaknya dikarenakan sibukbekerja serta tidak memiliki pembantu untukmengawasi anak-anaknya. PAUD PelangiAnak Bantul merupakan kelompok bermainbagi anak usia 1-3 tahun yang memiliki 24siswa.

Berdasarkan hasil wawancara dengan10 ibu yang sedang menunggui, dari 10 anaksebesar 80% dilaporkan pernah terjatuh dancedera akibat permainan di sekolah dan dirumah, 45% pernah terluka karena terpe-leset di kamar mandi, 20% pernah terkenaapi saat bermain di dapur, 25% pernah terse-dak makanan saat makan sambil bermain,dan 10 ibu mengatakan belum pahamtentang bahaya-bahaya yang bisa membuatanak cedera dan bagaimana tindakan pen-cegahannya. Mereka menganggap bahwacedera dan kecelakaan yang terjadi padaanak mereka merupakan hal yang wajardalam proses tumbuh kembang.

Berdasarkan permasalahan tersebut,dapat diasumsikan bahwa penyuluhan kese-hatan tentang child safety dapat mempe-ngaruhi peningkatan perilaku anak dalampencegahan kecelakaan pada anak toddler.Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah“Adakah pengaruh penyuluhan kesehatantentang child safety terhadap perilaku orang

tua dalam pencegahan kecelakaan anak usiatoddler di PAUD Pelangi Anak Bantul?”Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuipengaruh penyuluhan kesehatan child safetyterhadap perilaku orangtua dalampencegahan kecelakaan anak usia toddlerpada siswa PAUD Pelangi Anak Bantul.

METODE PENELITIANPenelitian ini menggunakan Pre-

Eksperimental Design dengan metode OneGroup Pre test–Post test Design. Populasidalam penelitian ini adalah orang tua yangmempunyai anak toddler di PAUD PelangiAnak Bantul yang berjumlah 24 orang.Sampel diambil seluruhnya atau disebutdengan total sampling sejumlah 24 orang.

Kuesioner dalam penelitian ini dimo-difikasi oleh peneliti berdasarkan teori dariWong (2009), Gupte (2004), Supartini(2004), Lyen (2003) dan beberapa instru-men penelitian dari Khasanah (2010) danWulandari (2008). Kuesioner untuk mengu-kur pengetahuan orang tua tentang pence-gahan kecelakaan pada anak usia toddlerdigunakan pernyataan tertutup sebanyak 17item pernyataaan, sedangkan untuk mengu-kur sikap orang tua digunakan pernyataantertutup sebanyak 14 item pernyataan danuntuk mengukur praktik orang tua dalampencegahan kecelakaan digunakan pernya-taan tertutup sebanyak 15 butir pernyataan.Sebelum digunakan instrumen penelitiandilakukan uji validitas menggunakanContent Validity Index (CVI) dan ujireliabilitas dengan menggunakan koefisienReliabilitas Alpha Cronbach.

Sebelum dilakukan uji statistik terlebihdahulu dilakukan uji normalitas data, yaitudengan menggunakan rumus uji Kolmo-gorov-Smirnov. Kriteria keputusan jika nilaip>0,05. Apabila diketahui data terdistribusinormal, dilanjutkan dengan analisis statistikparametris menggunakan rumus pairedsamples t-test (Sugiyono, 2005).

Page 91: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

89Yuni Purwati, dkk., Child Safety dan Perilaku Orangtua ...

HASIL DAN PEMBAHASANHasil analisis deskriptif karakteristik

responden dapat digambarkan dalam tabel1 berikut ini.

Tabel 1. Karakteristik RespondenBerdasarkanUsia, Pendidikandan Pekerjaan

Karakteristik Responden

Frekuensi Persentase (%)

Usia (tahun) 25 - 34 14 58,33 35 - 44 7 29,1645 - 54 3 12,5 Total 24 100 Pendidikan SD 5 20,83SMP 3 12,5SMA 16 66,66Total 24 100 Pekerjaan Buruh 7 29,16IRT 15 62,5 Swasta 1 0,41Guru PAUD 1 0,41Total 24 100

Berdasarkan usia orangtua, mayoritasantara 25-34 tahun yaitu 14 orangtua(58,33%), paling sedikit berusia 45-54tahun yaitu 3 orangtua (12,5%). Ber-dasarkan karakteristik pendidikan orangtua,mayoritas berpendidikan SMA yaitu 16orangtua (66,66%) dan paling sedikit SMPsebanyak 3 orangtua (12,5%). Menurutpekerjaan orangtua, mayoritas IRT seba-nyak 15 orangtua (62,5%) dan paling sedikitswasta dan guru PAUD masing-masing 1orangtua (0,41%).

Distribusi frekuensi pengetahuan orangtua dalam pencegahan kecelakaan anaktoddler sebelum dan setelah pemberianpendidikan kesehatan child safety padaorangtua yang mempunyai anak usia toddler,ditunjukkan pada tabel 2.

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Penge-tahuan Orang Tua Dalam Pen-cegahan Kecelakaan AnakToddler di PAUD Pelangi AnakBantul

Pengetahuan Pre test Post test f % f %

Tinggi 9 37,5 24 100Cukup 15 62,5 0 0 Kurang 0 0 0 0 Sangat kurang

0 0 0 0

Jumlah 24 100 24 100

Sebelum diberikan penyuluhan kese-hatan tentang child safety, respondenmayoritas memiliki pengetahuan cukup yaitu15 orang (62,5%) dan sebagian kecilmempunyai pengetahuan tinggi yaitu 9 orang(37,5%). Setelah diberikan penyuluhankesehatan 24 orang (100%) respondendalam kategori pengetahuan tinggi.

Distribusi frekuensi sikap orangtuadalam pencegahan kecelakaan anaktoddler sebelum dan setelah pemberianpendidikan kesehatan child safety padaorangtua yang mempunyai anak usia toddler,ditunjukkan pada tabel 3:

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Penge-tahuan Orang Tua dalam Pen-cegahan Kecelakaan AnakToddler di PAUD Pelangi AnakBantul

Sikap Pre test Post test f % f %

Baik 10 41,66 24 100 Cukup 14 58,33 0 0 Buruk 0 0 0 0 Sangat Buruk 0 0 0 0 Jumlah 24 100 24 100

Sebelum diberikan penyuluhan ke-sehatan tentang child safety, responden

Page 92: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

90 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 10, No. 1, Juni 2014: 86-95

mayoritas memiliki sikap cukup baik yaitu14 orang (58,33%) dan sebagian kecilmempunyai sikap baik yaitu 10 orang(41,66%). Setelah diberikan penyuluhankesehatan 24 orang (100%) mempunyaisikap baik. Distribusi frekuensi praktikorangtua dalam pencegahan kecelakaananak toddler sebelum dan setelah pem-berian pendidikan kesehatan child safetypada orangtua yang mempunyai anak usiatoddler, ditunjukkan pada tabel 4.

Tabel 4. Distribusi Frekuensi PraktikOrang Tua Dalam PencegahanKecelakaan Anak Toddler diPAUD Pelangi Anak Bantul

Praktik Pre test Post test f % f %

Baik 11 45,83 23 95,83 Cukup 13 54,17 1 4,27 Buruk 0 0 0 0 Sangat Buruk 0 0 0 0Jumlah 24 100 24 100

Sebelum diberikan penyuluhankesehatan tentang child safety, respondenmayoritas menunjukkan praktik cukup baikyaitu 13 orang (54,17%) dan sebagian kecilmenunjukkan praktik baik yaitu 11 orang(45,83%). Setelah diberikan penyuluhankesehatan mayoritas 23 orang (95,83%)menunjukkan praktik baik, dan terdapat 1orang (4,27%) menunjukkan praktik cukup

baik. Sebelum dilakukan analisis data, padapenelitian ini dilakukan uji normalitas denganmenggunakan One-Sample KolmogorovSmirnov Test. Hasil uji normalitas dataditunjukkan pada tabel 5.

Data pada tabel 5 tersebut memilikinilai Z hitung > nilai signifikansi α=0,05,sehingga disimpulkan bahwa dataterdistribusi normal. Berdasarkan data yangterdistribusi normal dilakukan analisisstatistik parametrik untuk data berpasanganmenggunakan paired samples t-test. Hasiluji statistik dengan menggunakan pairedsamples t-test menunjukkan bahwa nilai thitung yang diperoleh untuk domainpengetahuan -12,275, p value=0,00<α=0,05. Nilai t hitung untuk domain sikapadalah -14,176, p value=0,00<α=0,05 dannilai t hitung domain praktik 10,376, pvalue=0,00<α=0,05. Berdasarkan nilaitersebut disimpulkan bahwa Ha diterima danHo ditolak, yang artinya ada pengaruh yangbermakna antara pemberian penyuluhankesehatan tentang child safety terhadapperilaku orangtua yang lebih baik dalampencegahan kecelakaan anak toddler.

Berdasarkan hasil penelitian terdapatpeningkatan yang signifikan sebelum dansetelah penyuluhan kesehatan tentang childsafety terhadap perilaku orangtua yang lebihbaik dalam pencegahan kecelakaan anaktoddler. Setelah penyuluhan kesehatantentang child safety semua responden

Tabel 5. Hasil Uji Normalitas Data Perilaku Orang Tua dalam PencegahanKecelakaan Anak Toddler di PAUD Pelangi Anak Bantul

Domain N Nilai α Nilai Z hitung

Hasil

Pre-test pengetahuan 24 0,05 0,571 Normal Post-test pengetahuan 24 0,05 0,864 Normal Pre-test sikap 24 0,05 1,081 Normal Post-test sikap 24 0,05 0,963 Normal Pre-test praktik 24 0,05 0,682 Normal Post-test praktik 24 0,05 1,360 Normal

Page 93: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

91Yuni Purwati, dkk., Child Safety dan Perilaku Orangtua ...

mempunyai pengetahuan yang baik dalampencegahan kecelakaan. Hal ini dapatterjadi karena pengetahuan dipengaruhi olehbeberapa faktor diantaranya adalah pendi-dikan, pengalaman terhadap suatu kejadianmaupun adanya fasilitas. Pendidikan meru-pakan salah satu faktor yang mempengaruhitingkat pengetahuan.

Menurut Notoadmojo (2007) penge-tahuan yang tinggi tidak hanya dipengaruhioleh pendidikan formal saja, melainkanpendidikan informal dan proses pengalamanjuga turut mempunyai andil di dalamnya.Tingkat pendidikan yang tinggi cenderungmampu menerima dan memahami informasiyang masuk lebih baik, bahkan mampu lebihmengaplikasikannya dengan baik biladibandingkan dengan tingkat pendidikan dibawahnya. Peningkatan pengetahuan inidiperkuat dengan pernyataan Fitria (2001)yang memaparkan bahwa salah satu faktorpenting yang mendukung pengetahuan tinggiadalah tingkat pendidikan.

Sumarni (2007) juga menjelaskanbahwa pendidikan yang pernah ditempuholeh seseorang merupakan salah satu faktoryang akan mendukung kemampuanseseorang untuk menerima informasi, sepertiyang diungkapkan oleh Khasanah (2010)dalam penelitiannya bahwa semakin tinggitingkat pendidikan seseorang maka semakinluas cara pandang dan cara pikir mengha-dapi suatu keadaan yang terjadi disekitarnya.

Notoatmodjo (2007) mengungkapkanhal yang sama bahwa pengetahuan diperolehdari proses belajar, sehingga semakin tinggipendidikan seseorang akan membuatpengetahuan tentang obyek akan lebih baik.Penelitian ini juga didukung oleh penelitianyang dilakukan oleh Khasanah (2010),dalam penelitiannya didapatkan hasil bahwapengetahuan orangtua dengan pendidikanmenengah ke atas (SMA, diploma, sarjana)lebih baik jika dibandingkan pengetahuanorangtua dengan pendidikan menengah ke

bawah dan pendidikan rendah (SD, SMP).Lingkungan juga merupakan faktor

yang dapat mempengaruhi pengetahuanseseorang terkait bagaimana interaksiseseorang dengan orang lain. Adanya wargapendatang baru dapat berpengaruh dalambertukarnya informasi. Informasi yangsampai kepada masyarakat juga dipengaruhioleh usaha dari berbagai elemen kesehatandalam memberikan promosi kesehatan.

Peran penting perawat sebagaipendidik dalam masyarakat memiliki andiluntuk meningkatkan pengetahuan masya-rakat, termasuk pengetahuan tentangpencegahan kecelakaan anak usia toddler.Notoatmodjo (2007) memaparkan bahwapenyampaian pesan kepada masyarakat,kelompok atau individu melalui promosikesehatan akan membawa perubahanterhadap perilaku. Pengetahuan merupakanhasil mengingat kembali kejadian yangpernah dialami baik secara sengaja maupuntidak. Hal ini terjadi setelah seseorangmelakukan kontak atas pengamatanterhadap suatu obyek tertentu.

Sebagian besar pengetahuan tentangpencegahan kecelakaan dalam penelitian initerjadi karena diberikannya perlakuan yaitupenyuluhan kesehatan, sehingga denganpenyuluhan kesehatan tersebut orang tuamenjadi lebih paham bagaimana melindungianak-anak mereka dari cedera dan kecela-kaan yang sering terjadi. Hal tersebut sejalandengan teori Azwar (2004) yang menya-takan bahwa dengan proses pembelajarandiharapkan dapat memperoleh pengetahuanyang baik dalam pelaksanaan perawatankesehatan atau usaha preventif penang-gulangan bahaya yang mengancamkesehatan. Hasil penelitian ini menunjukkanbahwa dengan diberikannya penyuluhankesehatan tentang child safety pengetahuanorang tua dalam pencegahan kecelakaananak usia toddler menjadi meningkat.Melalui pemahaman dan pengetahuan yang

Page 94: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

92 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 10, No. 1, Juni 2014: 86-95

baik akan mempengaruhi seseorang untukbertindak sesuai dengan teori yang ada. Haltersebut sesuai dengan pernyataan Noto-atmodjo (2002) yang menyatakan bahwapengetahuan merupakan domain yang sangatpenting bagi terbentuknya tindakanseseorang.

Hasil penelitian pada domain sikapmenunjukkan perubahan sikap yang lebihbaik setelah diberikan penyuluhan kese-hatan. Faktor yang mempengaruhipembentukan sikap diantaranya adalahfaktor pendidikan, pengalaman pribadi,kebudayaan orang lain yang dianggappenting, media masa, institusi atau lembagatertentu serta faktor emosi dalam individu(Azwar, 2004). Faktor-faktor ini terjadikarena adanya interaksi sosial yang dialamioleh individu, sehingga individu berinteraksimembentuk pola sikap. Sikap terbentukmelalui proses belajar dengan cara meng-amati orang lain, hubungan terkondisi,pengalaman langsung dan mengamatiperilaku diri sendiri.

Menurut Tombokan (2002) umur tidakmenentukan seseorang bersikap baik atautidak, karena dalam pembentukan sikapadanya pengetahuan, proses berfikir, keya-kinan, emosi memegang peranan penting.Niven (2003) memaparkan salah satukomponen yang penting dalam membentuksikap yaitu komponen kognitif (penge-tahuan), sikap yang baik terjadi setelahpengetahuan baik. Dalam penelitian inisebelum penyuluhan kesehatan terdapatsembilan orangtua memiliki pengetahuanbaik dan setelah penyuluhan kesehatanmenjadi 24 orangtua yang memilikipengetahuan baik. Hal ini membuktikanbahwa orangtua mampu mengambil sikapyang tepat untuk mencegah kecelakaanpada anak usia toddler.

Hasil penelitian ini sejalan denganpenelitian Khasanah (2010) yang menya-takan pengetahuan memegang peranan

penting dan selalu mempengaruhi sikapseseorang. Hasil penelitian ini memperkuathasil penelitian Khasanah (2010), terdapatkorelasi yang signifikan antara pengetahuanyang baik dengan pembentukan sikap yangbaik dalam pencegahan kecelakaan anakusia toddler. Sedangkan berdasarkan hasilpenelitian pada domain praktik pencegahankecelakaan anak usia toddler juga menun-jukkan praktik yang lebih baik setelahpenyuluhan kesehatan. Praktik orang tuadalam mencegah terjadinya kecelakaananak usia toddler menjadi semakin baiksetelah mendapatkan perlakuan berupapenyuluhan kesehatan tentang child safety.

Pernyataan tersebut sejalan denganpernyataan Suliha (2001) yang menyatakanbahwa tujuan dari penyuluhan kesehatanadalah untuk mengubah perilaku individu,kelompok dan masyarakat menuju hal-halyang positif secara terencana melalui prosesbelajar. Seperti yang telah dijelaskan olehNotoatmodjo (2007) bahwa ada korelasiantara pengetahuan seseorang dengan ke-cenderungan perubahan praktik seseorangmenurut apa yang diketahuinya. Peningkatanjumlah skor pengetahuan tentang pence-gahan kecelakaaan merupakan salah satufaktor pendukung praktik orang tua dalampencegahan kecelakaan menjadi lebih baik.

Praktik pencegahan kecelakaandipengaruhi banyak faktor. Salah satu faktoryang mempengaruhi praktik pencegahanadalah pekerjaan orangtua. Pada penelitianini didapatkan karakteristik respondenberdasarkan pekerjaan menyebutkan bahwasebagian besar responden sebagai IRT yaitusebanyak 15 orang dan dari 24 orangtua13 diantaranya menunjukkan praktikpencegahan kecelakaan cukup baik dan 11orangtua yang menunjukkan praktikpencegahan kecelakaan baik. Walaupunorangtua bisa 24 jam mendampingi anak,tetapi ibu juga disibukkan dengan pekerjaanrumah tangganya. Pekerjaan rumah tangga

Page 95: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

93Yuni Purwati, dkk., Child Safety dan Perilaku Orangtua ...

dikerjakan bersamaan dengan mengawasianak sehingga orangtua kurang bisamengawasi anaknya lebih baik.

Pada penelitian ini didapatkan karak-teristik responden berdasarkan pekerjaanseperti yang ditunjukkan dalam tabel 1menyebutkan bahwa sebagian besar res-ponden bekerja sebagai ibu rumah tanggayaitu sebanyak 15 orang (62,5%). Peker-jaan sebagai ibu rumah tangga dapat mem-pengaruhi responden dalam mempraktikkanpencegahan pada kecelakaan yang mungkindapat terjadi pada anaknya. Sebagai iburumah tangga responden lebih banyak wak-tu untuk memperhatikan perilaku anaknyasehingga lebih banyak waktu untuk menge-tahui apakah anaknya berperilaku yangmembahayakan dirinya atau tidak.

Namun, adanya ketidaktahuan res-ponden terhadap perilaku anaknya dapatdisebabkan karena pekerjaan respondensebagai pekerja di luar rumah yang lebihbanyak menghabiskan waktunya di tempatkerja sehingga kemungkinan untuk bertemudengan keluarganya terutama anaknyasangat terbatas. Hal tersebut sejalan denganpenelitian yang dilakukan oleh Pangestuti(2008) yang didapatkan hasil bahwa seba-nyak 39 dari 57 orang tua bekerja sebagaipekerja di luar rumah memiliki praktikpencegahan yang cukup.

Hasil tersebut bermakna bahwapenyuluhan kesehatan tentang child safetymempunyai pengaruh yang signifikanterhadap peningkatan pengetahuan, sikap,dan praktik orang tua dalam pencegahankecelakaan anak usia toddler. Penyuluhanmerupakan upaya meningkatkan sertamerubah pengetahuan, sikap dan praktikorang tua tentang pencegahan kecelakaananak usia toddler ke arah yang lebih baik.Faktor yang mendukung penelitian meliputisarana, peran guru, media dalam penyu-luhan, materi yang disampaikan, komunikasi,

dan penyampai materi penyuluhan. Adanyasarana yang mendukung dapat menarikperhatian responden untuk memperhatikansehingga responden menjadi kooperatifterhadap penyuluhan yang diberikan.

Pemberian informasi melalui metodepenyuluhan mengutamakan kualitas penyu-luhan dari penguasaan materi, penguasaankomunikasi dan penguasaan audiens sehing-ga dalam memberikan informasi kepadaresponden dapat efektif. Orang tua yangdiberi penyuluhan ternyata dapat mening-katkan pengetahuan, sikap dan praktikpencegahan kecelakaan anak usia toddler.Hal ini sesuai dengan pendapat Mahfoedz& Suryani (2008) yang menyatakan bahwapenyuluhan kesehatan yang diarahkan dapatmengubah pengetahuan, sikap dan praktikseseorang ke arah yang lebih baik.

Seperti dijelaskan oleh Notoatmodjo(2002) bahwa ada korelasi antara pengeta-huan seseorang dengan kecenderungan pe-rubahan praktik seseorang menurut apayang diketahuinya. Peningkatan jumlah skorpengetahuan tentang pencegahan kecelaka-an merupakan salah satu faktor pendukungpraktik orangtua dalam pencegahan kecela-kaan pada anak toddler menjadi lebih baik.

Berdasarkan hasil yang ditunjukkanpada penelitian ini terhadap domainpengetahuan, sikap dan praktik pencegahankecelakaan anak usia toddler, penyuluhankesehatan child safety terbukti merupakanupaya yang baik untuk merubah perilakuorangtua dalam pencegahan kecelakaantersebut. Hal ini terjadi juga didukung olehadanya sarana, peran guru, media dalampenyuluhan, materi yang disampaikan,komunikasi dan tehnik penyampaian materipenyuluhan. Adanya sarana yang mendu-kung dapat menarik perhatian respondenuntuk memperhatikan sehingga respondenmenjadi kooperatif terhadap penyuluhanyang diberikan.

Page 96: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

94 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 10, No. 1, Juni 2014: 86-95

SIMPULAN DAN SARANSimpulan

Perilaku orangtua dalam pencegahankecelakaan anak usia toddler di PAUDPelangi Anak Bantul terdiri tiga domain yaitusebelum diberikan penyuluhan kesehatantentang child safety, responden mayoritasmemiliki pengetahuan cukup yaitu 15 orang(62,5%) dan sebagian kecil mempunyai pe-ngetahuan tinggi yaitu 9 orang (37,5%).Setelah diberi penyuluhan, 24 orang (100%)mempunyai pengetahuan tinggi.

Sebelum diberikan penyuluhan kese-hatan tentang child safety, responden mayo-ritas memiliki sikap cukup baik yaitu 14orang (58,33 %) dan sebagian kecil mempu-nyai sikap baik yaitu 10 orang (41,66 %).Setelah diberikan penyuluhan kesehatan 24orang (100%) mempunyai sikap baik.Sebelum diberikan penyuluhan kesehatantentang child safety, responden mayoritasmemiliki praktik cukup baik yaitu 13 orang(54,17%) dan sebagian kecil menunjukkanpraktik baik yaitu 11 orang (45,83%).

Setelah diberikan penyuluhan kese-hatan mayoritas responden sebanyak 23orang (95,83%) menunjukkan praktik baik,dan terdapat 1 orang (4,27%) menunjukkanpraktik cukup baik. Hasil t hitung domainpengetahuan=-12, 275; α 0,00<0,05; t hi-tung domain sikap = -14,176; α 0,00<0,05dan t hitung praktik=10, 376; α 0,00<0,05.Berdasarkan hasil tersebut disimpulkanbahwa ada pengaruh penyuluhan kesehatantentang child safety terhadap perubahanperilaku yang lebih baik pada pencegahankecelakaan anak usia toddler.Saran

Saran yang dapat diberikan bagi kaderkesehatan maupun tenaga kesehatan diwilayah kerja puskesmas Bantul, agar dapatmeningkatkan penyuluhan kesehatan tentangchild safety secara merata pada orangtuayang memiliki anak usia toddler. Kepadapeneliti selanjutnya, agar dapat mengem-

bangkan penelitian terkait dengan childsafety dengan mengembangkan variabel lainyang belum diteliti, misalnya pola asuhmaupun adat istiadat setempat yang dapatmempengaruhi perilaku perawatan anak usiatoddler.

DAFTAR RUJUKANAliza, S.J. 2007. Quantum Baby: Buku

Serba Tahu Perawatan BalitaAnda. Pustaka Horizona: Magelang.

Arikunto, S. 2006. Prosedur PenelitianSuatu Pendekatan Praktik.Rineka Cipta: Jakarta.

Azwar, A. 2004. Reliabilitas dan Validitas.Pustaka Pelajar Offset: Yogyakarta.

Azwar, A. 2005. Metode Penelitian. PTEresco: Yogyakarta.

Edelmand, C.L., Mandle, C.L. 2006.Health Promotion ThroughoutThe Life Span. Sixth Edition.Mosby, St. Louis Missouri: Canada.

Fitria, CN. 2001. Hubungan AntaraPengetahuan Ibu tentang Pera-watan BBLR dengan TingkatKecemasannya di RSUP dr. Sar-djito Yogyakarta. Skripsi TidakDiterbitkan. Yogyakarta: FK UGM.

Gupte, S. 2004. Panduan PerawatanAnak. Edisi Pertama. PustakaPopuler Obor: Jakarta.

Hockenberry, M.J., Wilson, D. 2007.Wong’s Nursing Care of Infantsand Children. 8th Edition. Mosby,St. Louis Missoury: Canada.

Kementrian Kesehatan RI. 2010. DataSasaran Program KementrianKesehatan Tahun 2010, (online),(http://www.depkes.go.id), diakses10 November 2010.

Lyen, K., Lim, T.H., Zhang, L. 2003.Merawat Balita. PT GramediaPustaka Utama: Jakarta.

Page 97: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

95Yuni Purwati, dkk., Child Safety dan Perilaku Orangtua ...

Khasanah, H. N. 2010. Hubungan AntaraPengetahuan dengan Sikap OrangTua tentang Pencegahan Kecela-kaan pada Anak Toddler di Ru-mah Susun Jogoyudan dan Cokro-dirjan Yogyakarta. Skripsi TidakDiterbitkan. Yogyakarta: FK UGM.

Mahfoedz, I., Suryani, E. 2008. Pendi-dikan Kesehatan Bagian dariPromosi Kesehatan. Fitramaya:Yogyakarta.

Muscari, M.E. 2005. Panduan BelajarKeperawatan Pediatrik. Edisi 3.EGC: Jakarta.

Narendra, M.B., dkk. 2005. TumbuhKembang Anak dan Remaja.Edisi I. Sagung Seto: Jakarta.

Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi5. EGC: Jakarta.

Niven, N. 2003. Psikologi KesehatanPengantar untuk Perawat danProfesional Lain EGC: Jakarta.

Notoadmodjo, S. 2002. Metodologi Pene-litian Kesehatan. Rineka Cipta:Jakarta.

Notoadmodjo, S. 2007. Promosi Kese-hatan dan Ilmu Perilaku. RinekaCipta: Jakarta.

Rahmat. 2006. Depdiknas Anggarkan Rp109,6M PAUD 2006, (online),(http://jurnalnet.com), diakses 21Oktober 2010.

Sindo. 2009. Remaja Paling Banyak Mati,(online), (http://international. oke-zone.com/), diakses 24 Ok 2010.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuan-

titatif Kualitatif dan R & D. Alfa-beta: Bandung.

Suliha. 2001. Pendidikan Kesehatan dalamKeperawatan. EGC: Jakarta.

Sumarni, T. 2007. Hubungan AntaraPengetahuan Ibu dengan Sikaptentang Cara Menyusui pada Ibuyang Memiliki BBLR di RuangTeratai RSD Panembahan Seno-pati Bantul. Skripsi Tidak Diter-bitkan. Yogyakarta: FK UGM.

Supartini, Y. 2004. Buku ajar KonsepDasar Keperawatan Anak. EGC:Jakarta.

Tombokan. 2002. Hubungan Pengeta-huan dengan Sikap Ibu Hamiltentang Tanda-tanda dan BahayaKehamilan di Puskesmas Jetis.Skripsi Tidak Diterbitkan. Yogya-karta: FK UGM.

Wong, D.L. 2004. Pedoman KlinisKeperawatan Pediatrik. Edisi 4.ECG: Jakarta.

Wong, D.L. 2009. Buku Ajar Kepera-watan Pediatrik. Volume 1. EGC:Jakarta.

Wulandari, R. 2008. Praktik PencegahanKecelakaan pada Anak di Ling-kungan Rumah pada Ibu yangMempunyai Anak Toddler di RWII Serangan Notoprajan Ngam-pilan Yogyakarta. Skripsi TidakDiterbitkan. Yogyakarta: PSIKSTIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta.

Yelland, A. 2007. 18 Bulan Pertama BayiAnda. Dian Rakyat: Jakarta.

Page 98: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

PERUBAHAN FISIK WANITA HUBUNGANNYA DENGANKECEMASAN DALAM MENGHADAPI MENOPAUSE

SugiyantoSTIKES ‘Aisyiyah YogyakartaE-mail: [email protected]

Abstract: The purpose of this research was to find correlationbetween physical changes with anxiey in women whoencounter menopause in Srimulyo village, Banguntapan, Bantul.This research is a non-experimental with cross sectionalapproach. Sample in this research is 115 women aged 40-55years old. Data analysis using Kendall Tau, obtained coefficientvalue 0,357 and significance 0,026. It can be indicate that thereis a correlation between physical changes with anxiety inwomen who encounter menopause. Respondent are sugges-ted to enhance the understanding of menopause.

Keywords: physical changes, women’s anxiety, menopause

Abstrak: Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubunganperubahan fisik dengan kecemasan wanita dalam menghadapimenopause di Desa Srimulyo, Banguntapan, Bantul, Yogya-karta. Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimentaldengan pendekatan cross sectional. Sampel dalam penelitianini adalah wanita berusia 40-55 berjumlah 115 responden.Analisis data menggunakan uji Kendal Tau didapatkan nilaikoefisien sebesar 0,357 dan signifikansi 0,026 menunjukkanada hubungan antara perubahan fisik dengan kecemasanwanita dalam menghadapi menopause. Bagi respondendisarankan untuk meningkatkan pemahaman tentangmenopause.

Kata kunci: perubahan fisik, kecemasan wanita, menopause

Page 99: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

97Sugiyanto, Perubahan Fisik Wanita Hubungannya dengan Kecemasan...

PENDAHULUANSalah satu tahap kehidupan yang pasti

dialami oleh setiap wanita adalah datangnyamenopause. Menopause merupakan keada-an biologis yang wajar dan alamiah padawanita, ditandai dengan berhentinya men-struasi. Secara normal wanita akan menga-lami menopause antara usia 40-50 tahunwalau datangnya tidak teratur.

Pada usia 40-50 tahun wanita menga-lami masa peralihan dari siklus haid yangrutin setiap bulan ke masa menopause dima-na terjadi perubahan-perubahan fisik danjuga kejiwaan pada diri seorang wanita. Padamasa menjelang menopause, estrogen yangdihasilkan semakin turun sampai masamenopause tiba. Menopause disebabkankarena berkurangnya hormon estrogen danprogesteron yang akan menimbulkan mele-mahnya organ reproduksi dan munculperubahan-perubahan fisik pada bagian tubuh.

Setiap tahunnya diperkirakan 25 jutawanita di seluruh dunia akan memasuki masamenopause. Jumlah wanita yang berusia 50tahun ke atas di seluruh dunia akanmeningkat dari 500 juta menjadi lebih satumiliar pada tahun 2030. Di Indonesia umurharapan hidup dari tahun ke tahun mengalamipeningkatan. Pada tahun 1971 umur harapanhidup penduduk Indonesia adalah 46,5tahun dan pada tahun 2005 mencapai 68,2tahun. Disamping itu terjadi pergeseran umurmenopause dari 46 tahun pada tahun 1980menjadi 49 tahun pada tahun 2000.

Penduduk Yogyakarta diperkirakansebesar 3.156.2000 jiwa yang tersebar diseluruh kabupaten atau kota yang ada.Populasi perempuan sebanyak 1.588.133jiwa. Sebesar 14,04% perempuan di Yogya-karta diperkirakan mengalami masa meno-pause. Jumlah penduduk kabupaten Bantulpada pertengahan tahun 2010 sebesar978.242 jiwa, terdiri laki-laki 485.172 jiwadan perempuan 493.073 jiwa. Wanita yangmemasuki usia menopause sekitar 41%

(Statistik Kependudukan, 2011). Berdasar-kan studi pendahuluan yang peneliti lakukandi desa Srimulyo, Banguntapan, Bantul,jumlah penduduk di Desa Srimulyo ber-jumlah 4762 KK, dan 14,502 jiwa dengantingkat kepadatan 1,927 jiwa/km2, yangterdiri dari laki-laki 7,097 jiwa dan wanita7,405 jiwa (Monografi Desa Srimulyo,Banguntapan, Bantul, Yogyakarta, 2012).

Perubahan fisik yang terjadi dalammenghadapi masa menopause adalah perio-de haid yang tidak teratur, sensasi semburanpanas di malam hari (hot flashes), masalahvagina, masalah seksual, perut kembung,berat badan bertambah, kelelahan, insom-nia (gangguan tidur), berkeringat di malamhari, pusing atau nyeri kepala, nyeri persen-dian, kaku otot, sulit konsentrasi, keron-tokan rambut, inkontinensia urin, alergi, kukurapuh, perubahan bau badan, osteoporosis,keriput, flek hitam pada wajah, masalahdalam mulut.

Berdasarkan wawancara terhadapibu-ibu kader setempat diketahui wanitayang menghadapi masa menopause berjum-lah 237 jiwa, wawancara secara langsungjuga dilakukan kepada wanita yangdinyatakan menghadapi masa menopause,sebanyak 30 orang. Sebagian ibu (50%)mengatakan mulai merasa cemas terhadapperubahan-perubahan fisik, mudah marah,mudah tersinggung, kepala pusing dan sulittidur yang terjadi pada dirinya dalammenghadapi masa menopause.

Informasi dan penyuluhan tentangadanya perubahan fisik pada masa meno-pause belum mereka dapatkan dari tenagakesehatan khususnya puskesmas di wilayahkerja desa Srimulyo, Banguntapan, Bantul,sehingga menimbulkan kecemasan yangberlebihan pada wanita yang memasukimasa menopause. Kecemasan yang seringdialami oleh seorang wanita yaitu, takutdikucilkan atau tidak diperhatikan lagi olehanggota keluarga khususnya oleh suaminya.

Page 100: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

98 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 10, No. 1, Juni 2014: 96-102

Wanita yang merasa cemas terhadapperubahan fisiknya akan mengalami berbagaimacam masalah baik dalam kehidupanseksual, pekerjaan, kehidupan rumah tanggadan berbagai masalah kesehatan.

METODE PENELITIANPenelitian ini merupakan penelitian

non-eksperimental. Metode yang digunakanadalah metode analitik korelasi danmenggunakan pendekatan cross sectionalyaitu pengamatan hanya dilakukan sekali(Notoatmodjo, 2010). Variabel bebas da-lam penelitian ini yaitu perubahan fisik.Variabel terikat pada penelitian ini yaitukecemasan wanita dalam menghadapimenopause yang diukur menggunakankuesioner kecemasan T-MAS yaitu TailorManifestast Anxiety Scale yang sudahbaku, dengan kategorikan ringan jika skor<56%, kategori sedang jika skor 56%-<75% dan kategori berat jika skor 75%-100% dengan kategori yang digunakan olehAzwar (2006). Kecemasan wanita dalammenghadapi menopause (variabel terikat)diukur menggunakan kuesioner.

HASIL DAN PEMBAHASANKarakteristik responden yang diamati

dalam penelitian ini berdasarkan umur, jum-lah anak, dan tingkat pendidikan distribusifrekuensi dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Peru-bahan Fisik Responden

Perubahan

Fisik Frekuensi Persentase (%)

Berat 0 0Sedang 22 55,0 Ringan 18 45,0 Total 40 100

Deskripsi mengenai perubahan fisikyang terjadi pada wanita dalam menghadapimenopause disajikan pada gambar berikut.

Gambar 1. Distribusi Perubahan FisikResponden

Berdasarkan Berdasarkan tabel 1 dangambar 1 dapat diketahui adanya perubahanfisik yang terjadi pada wanita saat meng-hadapi menopause, dalam kategori sedangyaitu sebanyak 22 (55,0%), dalam kategoriringan yaitu sebanyak 18 (45,0%) danperubahan fisik dalam kategori beratsebanyak 0 (0%).

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Tingkatkecemasan Menghadapi Me-nopause

Tingkat kecemasan menghadapi menopause

Frekuensi Persentase (%)

Berat 0 0 Sedang 19 47,5 Ringan 21 52,5 Total 40 100

Deskripsi mengenai tingkat kecemasandisajikan pada gambar berikut.

Gambar 2. Distribusi Tingkat Kece-masan Menghadapi Meno-pause

Page 101: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

99Sugiyanto, Perubahan Fisik Wanita Hubungannya dengan Kecemasan...

Berdasarkan histogram pada gambar2, diketahui bahwa tingkat kecemasanmenghadapi menopause dalam kategorisedang yaitu sebesar 19 (47,5%), dantingkat kecemasan menghadapi menopausedalam kategori berat sebesar 0 (0%).

Hubungan Perubahan Fisik denganKecemasan Wanita dalam MenghadapiMenopause

Perubahan fisik responden menunjuk-kan kategori perubahan sedang sebanyak55%, kategori perubahan ringan 45% dari40 responden. Umur terbanyak adalah umur40-45 tahun sebanyak 45%. Perubahan fisikdengan kategori sedang dapat dipengaruhiadanya pengalaman dari responden dantingkat pengetahuan yang dimiliki responden.Usia 40-45 tahun tentu sudah mendapatkaninformasi berkaitan dengan menopause baikdari media cetak atau elektronik sehinggadapat menjaga perubahan fisik dengan baik,misalnya menjaga pola makan dan olah ragadengan teratur. Hasil tersebut memberikangambaran terhadap perubahan fisikresponden berkaitan dengan adanya masaperalihan menjelang menopause pada usia40-50 tahun.

Pada masa menjelang menopause,estrogen yang dihasilkan semakin turunsampai masa menopause tiba, sulit untukmenentukan batasan dan pengelompokkan

gejala serta tanda-tanda menopause secaramedis dengan tepat. Misalnya mengartikanmenopause dengan berhentinya haid, pada-hal menopause bukan hanya ditandai olehberhentinya haid, tetapi beberapa tahunsebelumnya sudah ditandai oleh keluhan-keluhan fisik maupun psikis (Yatim, 2001).

Dampak menopause yang menye-babkan berbagai gangguan kesehatan bagiseorang wanita yang akan mengalami masamenopause penting bagi kita khususnyapemerintah. Perlu suatu program layanankesehatan bagi wanita menjelang meno-pause secara terencana, terpadu danberkesinambungan dan paripurna, berfokuspada aspek pencegahan, promosi denganberlandaskan kemitraan dan pemberdayaanmasyarakat bersama-sama dengan tenagakesehatan lainnya untuk senantiasa siapmelayani masalah-masalah yang terjadi padawanita saat menghadapi masa menopause(Lestari, 2010). Perubahan fisik wanitamenjelang menopause tentunya dapatditerima dengan baik.

Penelitian ini dikuatkan oleh penelitianRianawati (2011) yang menunjukkan bahwasebagian besar perubahan fisik pada wanitamenopause dalam kategori kurang yaitu 23responden (34,7%) sedangkan responpsikologis wanita menopause dalam kate-gori baik yaitu 32 responden (65,3%). Hasiltersebut memberikan gambaran kepada

Perubahan Fisik

Kecemasan wanita dalam menghadapi menopause Total

Sedang Ringan

N % N % N %

Sedang 14 35,0 8 20,0 22 55,0 Rendah 5 12,5 13 32,5 18 45,0 Total 19 47,5 21 52,5 40 100

Tabel 3. Tabulasi Silang Perubahan Fisik dengan Kecemasan Wanita dalamMenghadapi Menopause

τ = Koefisien korelasi Kendal Tau = 0,357 dan P=0,026 (P<5%)

Page 102: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

100 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 10, No. 1, Juni 2014: 96-102

masyarakat, khususnya wanita menopauseusia 40-55 tahun untuk mencari informasitentang menopause agar dapat menghadapimenopause dengan baik.

Berdasarkan hasil penelitian tingkatkecemasan responden dalam kategori ringansebanyak 52,5%, kategori sedang sebesar47,5%. Berdasarkan karakteristik respon-den dengan pendidikan SMA sebanyak55%, dan memiliki anak 2 dan 3 masing-masing 25%. Hasil ini mengindikasikanbahwa wanita yang menghadapi menopausememiliki kecemasan dalam menghadapimasa menopause ringan dan ada pula yangsedang.

Adanya kecemasan pada diri wanitaterhadap masa menopause dapat dipenga-ruhi adanya perubahan fisik setelah mela-hirkan lebih dari 2 atau 3 kali, walapun ting-kat pendidikan sebagian besar SMA seba-nyak 55% dan sudah memiliki tingkatpengetahuan tentang menopause namunadanya perubahan fisik masih menimbulkankecemasan ringan dan sedang. Kecemasanwanita dalam menghadapi menopause meru-pakan perilaku yang ditunjukan oleh wanitadengan respon khawatir dan ketakutanterhadap perubahan fisik dalam menghadapimenopause.

Seorang wanita tidak perlu merasamalu akan menjadi tua atau cemas dengandatangnya masa menopause, karena semuaitu adalah suatu proses yang terjadi secaraalamiah, dan jika kecemasan terjadi makaharus segera diatasi agar tidak mengganguaktivitas wanita tersebut. Pengetahuanwanita tentang masa menopause sangatpenting karena akan dapat memberikan efekpositif pada pematangan kondisi psikologis.Kesiapan mental dan pengetahuan yangcukup akan memudahkan seseorang dalammengontrol depresi, kecemasan serta gang-guan emosional sangat mungkin memun-culkan masalah tidur.

Pendidikan kesehatan diperlukan bagiwanita menopause agar mempunyai penge-tahuan yang cukup tentang menopause, danagar wanita dapat menerima dengan lapangdada bahwa menopause merupakan kondisiyang terjadi pada proses alami yang akandilalui semua wanita, beradaptasi dengansegala kondisi yang terjadi pada masamenopause, sehingga kecemasan dapatterhindarkan.

Ketegangan ini dapat menimbulkangejala pada fisik dan psikis, termasukmenjadi pelupa, kurang dapat memusatkanperhatian, mudah cemas, mudah marah dandepresi, yang secara keliru dianggap sebagaiakibat menopause. Keadaan-keadaanseperti di atas sesungguhnya telah ditegaskanAllah, sebagaimana disebutkan dalam Q.S.al-Baqarah (2): 155 yang artinya “Dansesungguhnya Kami berikan cobaan kepa-damu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan,kekuranngan harta, jiwa dan buah-buahan”.Dalam menghadapi berbagai cobaan ini adaorang yang kuat dan tabah sehingga dapatmengatasi masalahnya, tapi tidak sedikityang tidak tabah dan kuat.

Hal ini sesuai dengan sifat dasarmanusia yang selalu berkeluh kesah danlemah, sehingga membutuhkan bantuanorang lain. Dalam pandangan agama Islam,segala sesuatu diciptakan Allah dengankodrat. “Sesungguhnya segala sesuatuKami ciptakan dengan qadar.” (Q.S.Alqamar [54]: 49). Oleh para pakar, qadardisini diartikan sebagai: “Ukuran-ukuran,sifat-sifat yang ditetapkan Allah bagi segalasesuatu,” dan itulah kodrat. Dengan demi-kian, laki-laki atau perempuan, sebagaiindividu dan jenis kelamin memiliki kodrat-nya masing-masing.

Hasil penelitian tingkat kecemasan,tidak ada responden yang mempunyai ting-kat kecemasan berat, karena sebagian be-sar responden masih mengalami perubahan

Page 103: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

101Sugiyanto, Perubahan Fisik Wanita Hubungannya dengan Kecemasan...

fisik ringan dan sedang. Adanya perubahanfisik pada wanita dengan bertambah usiatentunya harus disikapi dengan baik agartidak mengalami kecemasan yang berat.

Hasil analisis dapat diketahui terdapathubungan antara perubahan fisik dengankecemasan wanita dalam menghadapimenopause. Dibuktikan dari hasil analisisdengan uji Kendall Tau, diperoleh nilaikoefisien sebesar 0,357 dan nilai signifikansi0,026 (p<0,05). Hasil ini dapat memberikangambaran bahwa seseorang mengalamiperubahan fisik dengan kategori ringan,sedang atau berat pada masa peralihanmenjelang menopause peralihan dari siklushaid yang rutin setiap bulan ke masamenopause dimana terjadi perubahaan-perubahaan fisik dan juga kejiwaan pada diriseorang wanita.

Kecemasan pada wanita yang meng-hadapi menopause pada umumnya bersifatrelatif. Artinya, ada orang yang cemas dandapat tenang kembali, setelah mendapatkansemangat atau dukungan dari orang disekitarnya. Akan tetapi, ada juga wanita yangmenghadapi menopause dengan sikap terus-menerus cemas, meskipun orang-orang disekitarnya telah memberi dukungan. Penge-tahuan tentang adanya perubahan fisik yangdimiliki tentang menopause dapat mengan-tisipasi kecemasan (Kartono, 2002).

Salah satu cara untuk mengatasi gang-guan psikologi tentang menopause yaitudengan mempersiapkan diri ke arah penye-suaian diri pribadi antara lain dengan mene-rima segala perubahan fisik, dapat mengakuibahwa tubuh tidak berfungsi wajar sepertidahulu, membicarakan hidup sehat danmemiliki fisik yang kuat dan kesanggupanmenghadapi situasi dengan cara yang wajar.Semua itu dapat diperoleh melalui peraninformasi atau pengetahuan, jika penge-tahuan yang dimiliki kurang maka seseorangitu juga kurang dalam mempersiapkan diri

terhadap penyesuaian (Kartono, 2002).Hasil analisis sesuai dengan hipotesis

yang terdapat dalam penelitian yaitu adahubungan antara perubahan fisik dengankecemasan wanita dalam menghadapimenopause pada wanita yang tinggal diDesa Srimulyo, Banguntapan, Bantul,Yogyakarta tahun 2013.

Sesuai dengan pendapat Lubis (2002),bahwa wanita yang menghadapi menopauseakan mengalami kecemasan yang lebih tinggidaripada wanita yang sudah menopause.Menurut Wiknjosastro (2005), sebagiandari mereka yang tidak mengetahui tentangmenopause akan mengalami kecemasan,depresi, stres, mudah marah dibandingkandengan wanita yang mengetahui tentangmenopause.

Penelitian lain yang mendukung hasilpenelitian dengan adanya perubahan fisikterhadap tingkat kecemasan yaitu penelitianWulandari (2010), hasil analisis menun-jukkan bahwa terdapat hubungan peneri-maan diri terhadap adanya perubahan fisikdengan tingkat kecemasan wanita dalammenghadapi masa perimenopause, semakintinggi atau semakin kuat penerimaan dirimaka semakin rendah tingkat kecemasanakan dialami.

SIMPULAN DAN SARANSimpulan

Perubahan fisik wanita dalam mengha-dapi menopause dalam kategori sedang se-banyak 22 (55%). Tingkat kecemasan wa-nita dalam menghadapi menopause dalamkategori kecemasan ringan sebanyak 21(52,5%). Terdapat hubungan antara peru-bahan fisik dengan kecemasan wanita dalammenghadapi menopause di Desa Srimulyo,Banguntapan, Bantul tahun 2013, dibuk-tikan dari hasil analisis dengan uji KendallTau, diperoleh nilai koefisien sebesar 0,357dan nilai signifikansi 0,026 (p<0,05).

Page 104: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

102 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 10, No. 1, Juni 2014: 96-102

SaranPerlu meningkatkan pemahaman ten-

tang menopause dengan berbagai cara yangmungkin untuk dilakukan baik secaraindividu maupun secara kelompok. Bagiwanita yang menghadapi masa menopausedapat menghilangkan anggapan bahwamenopause itu merupakan hal yang tabuatau tidak pantas untuk dibicarakan secaraterbuka.

DAFTAR RUJUKANArikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian

Suatu Pendekatan Praktis. Rine-ka Cipta: Jakarta.

Azwar. 2006. Penyusunan Skala Psi-kologi. Pustaka Pelajar: Yogya-karta.

Ibrahim, Zakaria. 2002. Psikologi Wanita.Pustaka Hidayah: Bandung.

Kartono, Kartini. 2002. Psikologi Wanita:Mengenal Wanita Sebagai Ibudan Nenek. Jilid dua. MandarMaju: Bandung.

Kasdu, D. 2002. Kiat Sehat dan Bahagiadi Usia Menopause. Puspa Swara:Bekasi.

Hadrian, dkk. 2005. Gambaran Penge-tahuan Ibu Tentang Menopause,(online), (htpp://wordpress.com),diakses 23 Mei 2010.

Lestari, Dwi. 2010. Seluk BelukMenopause. Cetakan pertama.Gara ilmu: Yogyakarta.

Lubis, Hanafiah. 2002. Gambaran Klinikdari Kadar FSH Serum padaPenderita Sindrom Menopause.Majalah Obstetri dan GinekologiIndonesia. Yayasan Bina PustakaSarwono Prawirohardjo: Jakarta.

Monografi Desa Srimulyo. 2011. Balai DesaSrimulyo Banguntapan Bantul:Yogyakarta.

Notoatmodjo. 2010. Metodologi Pene-litian Kesehatan. Rineka Cipta:Jakarta.

Rianawati. 2011. Gambaran PerubahanFisik dan Respon PsikologisWanita Menopause Usia 40-55Tahun di Desa Karanggayam,Kebumen. Karya Tulis Ilmiah tidakditerbitkan. Kebumen: ProgramStudi Kebidanan STIKES Muham-madiyah Gombong.

Wiknjosastro, H. 2005. Ilmu Kebidanan.Edisi Ketiga. Yayasan Bina PustakaSarwono Prawirohardjo: Jakarta.

Wulandari, R. 2010. Hubungan Peneri-maan Diri dengan Tingkat Kece-masan Wanita dalam Mengha-dapi Masa Premenopause di RT13 Serangan Notoprajan, Ngam-pilan, Yogyakarta. Skripsi tidakditerbitkan. Yogyakarta: STIKES‘Aisyiyah Yogyakarta.

Yatim, F. 2001. Haid Tidak Wajar danMenopause. Edisi Pertama.Pustaka Populer Obor: Jakarta.

Page 105: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

1. Artikel yang ditulis dalam Jurnal Kebidanan dan Keperawatan meliputi hasil penelitiandi bidang kebidanan dan keperawatan. Naskah diketik dengan program Microsoft Word,huruf Times New Roman, ukuran 12 pts, dengan spasi At least 12 pts, dicetak padakertas A4 sepanjang lebih kurang 20 halaman dan diserahkan dalam bentuk Print-Outsebanyak 2 eksemplar beserta softcopynya. Pengiriman file juga dapat dilakukan sebagaiAttachment e-mail ke alamat: [email protected]

2. Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Sistematika artikel hasil penelitianadalah judul, nama penulis, abstrak disertai kata kunci, pendahuluan, metode penelitian,hasil dan pembahasan, simpulan dan saran, serta daftar pustaka.

3. Judul artikel tidak boleh lebih dari 20 kata. Judul dicetak dengan huruf kapital di tengah-tengah, dengan ukuran huruf 14 poin.

4. Nama penulis artikel dicantumkan tanpa gelar akademik, disertai lembaga asal, danditempatkan di bawah judul artikel. Jika naskah ditulis oleh tim, maka penyunting hanyaberhubungan dengan penulis utama atau penulis yang namanya tercantum pada urutanpertama. Penulis utama harus mencantumkan alamat korespondensi atau e-mail.

5. Abstrak dan kata kunci ditulis dalam dua bahasa (Indonesia dan Inggris). Panjangmasing-masing abstrak maksimal 150 kata, sedangkan jumlah kata kunci 3-5 kata. Isiabstrak mengandung tujuan, metode, dan hasil penelitian.

6. Bagian pendahuluan berisi latar belakang, konteks penelitian, hasil kajian pustaka, dantujuan penelitian. Seluruh bagian pendahuluan dipaparkan secara terintegrasi dalambentuk paragraf-paragraf.

7. Bagian metode penelitian berisi paparan dalam bentuk paragraf tentang rancanganpenelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, dan analisis yang secara nyatadilakukan peneliti.

8. Bagian hasil penelitian berisi paparan hasil analisis yang berkaitan dengan pertanyaanpenelitian. Setiap hasil penelitian harus dibahas. Pembahasan berisi pemaknaan hasildan pembandingan dengan teori dan/atau hasil penelitian sejenis.

9. Bagian simpulan berisi temuan penelitian yang berupa jawaban atas pertanyaan penelitianatau berupa intisari hasil pembahasan. Simpulan disajikan dalam bentuk paragraf. Saranditulis secara jelas untuk siapa dan bersifat operasional. Saran disajikan dalam bentukparagraf.

10. Daftar rujukan hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk, dan semua sumber yangdirujuk harus tercantum dalam daftar rujukan. Sumber rujukan minimal 80% beruparujukan terbitan 10 tahun terakhir. Rujukan yang digunakan adalah sumber-sumber primerberupa artikel-artikel penelitian dalam jurnal atau laporan penelitian (termasuk skripsi,tesis, disertasi). Artikel yang dimuat di Jurnal Kebidanan dan Keperawatan disarankanuntuk digunakan sebagai rujukan.

11. Perujukan dan pengutipan menggunakan teknik rujukan berkurung (nama akhir,tahun). Pencantuman sumber pada kutipan langsung hendaknya disertai keterangantentang nomor halaman tempat asal kutipan. Contoh: (Davis, 2003: 47).

12. Daftar rujukan disusun dengan tata cara seperti contoh berikut ini dan diurutkan secaraalfabetis dan kronologis.Buku: Smeltzer, Suzane C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunnerand Suddarth. Edisi 8. EGC: Jakarta.Buku kumpulan artikel: Saukah, A. & Waseso, M.G. (Eds). 2002. Menulis Artikeluntuk Jurnal Ilmiah (edisi ke - 4, cetakan ke-1). Malang: UM Press.

Petunjuk bagi PenulisJURNAL KEBIDANAN DAN KEPERAWATAN

Page 106: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

Artikel dalam buku kumpulan artikel: Russel, T. 1998. An Alternative Conception:Representing Representation. Dalam P.J. Black & A. Lucas (Eds). Children’s InformalIdeas in Science (hlm. 62-84). London: Routledge.Artikel dalam jurnal atau majalah: Kansil, C.L. 2002. Orientasi Baru PenyelenggaraanPendidikan Program Profesional dalam memenuhi Kebutuhan Industri. Transport, XX(4): 57-61.Artikel dalam koran: Pitunov, B. 13 Desember, 2002. Sekolah Unggulan ataukahSekolah Pengunggulan, Jawa Post, hlm. 4 & 11.Tulisan/berita dalam koran (tanpa nama pengarang): Jawa Pos. 22 April, 2006.Wanita Kelas Bawah Lebih Mandiri, hlm. 3.Dokumen resmi: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.1997. PedomanPenulisan Pelaporan Penelitian. Jakarta : Depdikbud. Undang-undang Republik IndonesiaNomor 2 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 1990. Jakarta: PT Ammas Duta Jaya.Skripsi, tesis, disertasi, laporan penelitian: Sudyasih, T. 2006. Hubungan TingkatPengetahuan Tentang Tubercolosis Paru Dengan Sikap Orang Tua Anak (0-10 Tahun)Penderita Tuberkulosis Paru Selama Menjalani Pengobatan di Puskesmas PiyunganBantul Tahun 2006. Skripsi Diterbitkan. Yogyakarta: PSIK-STIKES ‘ASYIYAHYOGYAKARTA.Makalah seminar, lokakarya, penataran: Waseso, M.G. 2001. Isi dan Format JurnalIlmiah. Makalah disajikan dalam Seminar Lokakarya Penulisan Artikel dan PengelolaanJurnal Ilmiah, Universitas Lambungmangkurat, Banjarmasin, 9-11 Agustus 2001.Internet (karya individual): Hitchcock, S., Carr, L. & Hall, W. 1996. A Survey ofSTM Online Journals, 1990-1995: The Calm before the Storm, (Online), (http://journal.ecs.soton.ac.uk/survey/survey.html), diakses 12 Agustus 2006.Internet (artikel dalam jurnal online): Kumaidi, 2004. Pengukuran Bekal AwalBelajar dan Pengembangan Tesnya. Jurnal Ilmu Pendidikan. (online), Jilid 5, No. 4,(http://www.malang.ac.id), diakses 20 Januari 2000.

13. Tata cara penyajian kutipan, rujukan, tabel, gambar pada artikel berbahasa Indonesiamenggunakan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan(Depdikbud, 1987).

14. Semua naskah ditelaah secara anonim oleh mitra bestari (reviewers) yang ditunjukoleh penyunting menurut bidang kepakarannya. Penulis artikel diberi kesempatan untukmelakukan perbaikan (revisi) naskah atas dasar rekomendasi/saran dari mitra bebestariatau penyunting. Kepastian pemuatan atau penolakan naskah akan diberitahukan secaratertulis.

15. Segala sesuatu yang menyangkut perizinan pengutipan atau penggunaan softwarekomputer untuk pembuatan naskah atau ihwal lain yang terkait dengan HaKI yangdilakukan oleh penulis artikel, berikut konsekuensi hukum yang mungkin timbulkarenanya, menjadi tanggungjawab penuh penulis artikel.

16. Sebagai prasyarat bagi pemrosesan artikel, para penyumbang artikel wajib menjadipelanggan minimal selama satu tahun (dua nomor). Penulis menerima nomor buktipemuatan sebanyak 2 (dua) eksemplar dan cetak lepas sebanyak 2 (dua eksemplar).Artikel yang tidak dimuat tidak akan dikembalikan, kecuali atas permintaan penulis.

Page 107: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

JURNAL KEBIDANAN DAN KEPERAWATANJl. Ring Road Barat 63, Mlangi, Nogotirto, Gamping, Sleman, Yogyakarta 55292

Telp. (0274) 4469199; Fax. (0274) 4469204

Bersama ini kami kirimkan Jurnal Kebidanan dan Keperawatan Vol. 10, No. 1, Juni

2014 sebanyak ….... eks.

Untuk selanjutnya apabila Bpk/Ibu/Sdr/Institusi Anda berkenan melanggannya, mohon

untuk mengisi blangko formulir berlangganan di bawah ini dan kirimkan ke alamat :

REDAKSI JURNAL KEBIDANAN DAN KEPERAWATANJl. Ring Road Barat No. 63, Mlangi, Nogotirto, Gamping, Sleman, Yogyakarta 55292.

Telp (0274) 4469199 pesawat 166, Fax. (0274) 4469204

------ --------------------------------------------------------------------------------------------------------------

------ --------------------------------------------------------------------------------------------------------------

FORMULIR BERLANGGANAN JURNAL KEBIDANAN DAN KEPERAWATAN Nama : ...................................................................................................

□Mahasiswa □Individu □Instansi Alamat : ................................................................................................... ....................................................... Telp. : ................................ Akan Berlangganan JKK:

Vol. ....... : No. ........................... s/d ...................................... Sejumlah : ....................... eks./penerbitan

Untuk itu saya akan mengirimkan biaya pengganti ongkos cetak dan ongkos kirim sejumlah : Rp. ..........................

TANDA TERIMA

Telah terima Jurnal Kebidanan dan Keperawatan Vol. 10, No. 1, Juni 2014

sebanyak: ......................... eksemplar dengan baik.

Diterima di/tgl. : .................................... (Harap dikembalikan ke alamat di atas, bila ada

perubahan nama & alamat mohon ditulis)

Nama : ....................................

Biaya berlangganan untuk satu tahun penerbitan: Rp 60.000 (Jawa) dan Rp 75.000 (Luar Jawa)

Melalui : Transfer BRI Unit KH Ahmad Dahlan Yogyakartaa.n Jurnal Kebidanan dan Keperawatan No. Rek : 3005-01-013030-53-8

(fotokopi bukti pembayaran terlampir/dikirimkan ke alamat di atas)

Page 108: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan - digilib.unisayogya.ac.iddigilib.unisayogya.ac.id/2325/1/3jurnal JKK -juni14 OK.pdf · dengan cara terapi fisik, splinting, aplikasi bungkusan dingin

.