jurnal iseas 1 wawan

12

Click here to load reader

Upload: ignatius-wirawan

Post on 24-Nov-2015

30 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Bagaimana Strategi Indonesia melalui posisi Natuna seharusnya dapat Berperan di kawasan Laut China Selatan ?

Ignatius A. Wirawan N.(Mahasiswa Doktor Manajemen Institut Pertanian Bogor )

Failure Summit (Summit) ASEAN in Cambodia in July 2012 joint communique in determining the ASEAN countries against China related to the South China Sea territorial dispute shows the problems that have not found a solution even more heated. Settlement to the level of diplomacy still has not shown a bright spot. The dispute has divided even the attitude of ASEAN countries. Cambodia, as the ASEAN Chair for 2012, hosted the 45th AMM and related meetings in Phnom Penh from July 8-13. In his opening address Prime Minister Hun Sen stated that realising the ASEAN Community by 2015 is the top priority for ASEAN. With respect to the ASEAN Political-Security Community, Hun Sen declared, we should give emphasis to the implementation of the DOC [Declaration on Conduct of Parties in the South China Sea], including the eventual conclusion of Code of Conduct (COC) in the South China Sea. Indonesia is also similar to Cambodia. Indonesia has always tried to neuter the ASEAN countries and China does not attack directly even though Indonesia is required to play a more strategic conflict over South China Sea issue. This is because China still claims nine dotted lines that overlap with China's exclusive economic zone in the waters of Natuna Indonesia. Because that's how the strategy plays a role in resolving conflicts Indonesian South China Sea in support of the companions of the ASEAN countries, especially in conflict but also take advantage of the role that. Indonesia mempunyai kepulauan Natuna di Laut China Selatan yang dikelilingi lautan dengan potensi oil and gas serta perikanan yang besar sehingga Natuna menjadi sangat strategis dalam kaitan dengan masalah Laut China Selatan terkait kedaulatan Indonesia sekaligus menjadi alat Indonesia untuk berperan lebih jauh.Keywords : Strategy, Indonesia, Maritime Industry and the South China Sea Conflict

1. Introduction Pemerintah China yang menerbitkan peta Laut China Selatan yang diberi tanda nine dotted lines, yang mengklaim suatu wilayah yang sangat luas sampai mendekati dan menyentuh wilayah yuridikasi nasional dan ZEE Indonesia ( gambar 1 ) Beberapa Negara ASEAN , yaitu Malaysia, Taiwan, Vietnam, Brunei, dan Philippines, merasakan langsung dampak dari tindakan China, sering bereaksi keras dan memperlihatkan sikap yang standing bahkan seperti Vietnam telah berhadapan secara fisik dengan armada laut China.. China pernah mengisyaratkan bahwa nine dotted lines tidak ada masalah dengan Indonesia (Hasjim Djalal, 2012). Berdasarkan jaminan tersebut, Indonesia tidak memposisikan pihaknya sebagai claimant state. Sikap politik Indonesia dalam masalah konflik Laut China Selatan perlu dikembangkan dengan peran Indonesia sebagai Negara besar di kawasan Asia Tenggara yang pernah punya reputasi internasional menjadi pemain politik global era Soekarno serta menjadi pimpinan Negara ASEAN yang tegas dalam menangani berbagai konflik seputar Asia Tenggara semasa Soeharto. Persengketaan di laut Cina selatan yang melibatkan China dan sejumlah negara ASEAN seharusnya menguji sejauh mana peran Indonesia untuk membangun rasa solidaritas kawasan dan mencegah terjadinya eskalasi konflik.

Gambar 1 : Wilayah Laut China Selatan yang diclaim ChinaSumber UNCLOS ,2011 Dalam pertemuan tingkat menteri luar negeri antara Indonesia dan China 2 Mei tahun 2013 Indonesia dan China telah sepakat membentuk hotline untuk memantau peristiwa atau perkembangan di Laut China Selatan. Menlu Indonesia, Marty Natalegawa menyimpulkan, pada dasarnya inti dialognya dengan Menlu China Wang Yi adalah menciptakan iklim kondusif di laut china selatan. Indonesia juga ingin menjalin kerja sama yang mendalam selayaknya teman bagi China. Inisiatif seperti itu, sudah seharusnya dikembangkan oleh karena konstitusi NKRI mengamanahkan Indonesia wajib ikut serta terlibat menata stabilitas perdamaian dan keamanan kawasan. Tetapi yang perlu bahwa inisiatif tersebut, harus berada dalam bingkai kepentingan utama nasional (vital interest) yang urutannya adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Selain itu, Indonesia tetap harus melakukan strategi yang menguntungkan bagi Negara ASEAN sekaligus Indonesia harus ingat wilayah Natuna dan ZEE terkait kawasan Indonesia di Laut China Selatan juga dapat terindikasi menjadi sengketa dampak konflik Laut China Selatan. Apakah Indonesia harus selalu bersikap menyenangkan China, juga menyenangkan USA terkait kepentingan dua Negara adidaya ini di Laut China Selatan tanpa punya strategi yang jelas dan efektif?. China punya kepentingan menguasai Laut China Selatan karena potensi sumber daya alam khususnya energy migas dan jalur perdagangan . Sedangkan Amerika Serikat Australia punya kepentingan membebaskan jalur internasiolan di Laut China Selatan guna menjadikannya sebagai jalur internasional ( gambar 2 ). Selain itu AS juga ingin menciptakan zona perdagangan bebas pasifik yang di kenal dengan sebutan Trans-Pasifik dimana China tidak termasuk didalamnya. Sumber Energi yang berlimpah di Laut China Selatan menjadi kawasan ini diperebutkan banyak Negara kawasan tersebut. As if energy disputes werent enough, rivalries over the fishing and ocean resources of the South China Sea also contribute to rising tensions. In the past, fishing vessels regularly moved in and out of overlapping claims zones, but the increased frequency of such incidents has raised concerns (Buszynski, 2012) . Indonesia berada di jalur laut internasional termasuk jalur yang melalui Laut China Selatan ke selat Sunda dan Selat Malaka. Indonesia sebagai Negara ASEAN yang non claimant state membuat China merasa nyaman dengan Indonesia. Bagaimana peran Indonesia seharusnya? Apa srategi yang harus dibuat Indonesia?

Gambar 2 Jalur Laut Internasional kawasan Laut China Selatan dan Indonesia 2. Kepulauan Natuna dan Anambas Indonesia sangat beruntung karena memiliki Kepulauan Natuna serta Anambas milik dengan potensi laut yang berlimpah. Fakta setiap enam bulan sekali berlabuh kapal-kapal Hongkong untuk membeli ikan hasil tangkapan nelayan. Hasil laut sekitar Natuna memiliki kualitas ekspor yang tidak kalah dengan negara lain seperti ikan kerapu, ikan napoleon, udang, lobster, tripang, dan lain-lain. Selain itu terdapat potensi ikan-ikan di Natuna yang dapat diproses menjadi produk-produk olahan seperti pengolahan ikan salai/asap. Dengan dukungan infrastruktur perikanan dan kelautan yang akan dibangun maka kekayaan hasil laut Natuna berpotensi menjadi modal dasar bagi pencapaian bandar laut internasional. Dengan mengekspor hasil laut ke luar negeri maka dapat berdampak bagi peningkatan kesejahteraan dan menggerakkan roda perekonomian Indonesia. Potensi sektor pertanian dan perkebunan Kepulauan Natuna termasuk gususan pulau Anambas,Midai dan Serasn di Laut China Selatan. memiliki berbagai komoditas unggulan yang mampu bersaing dengan pasar lokal maupun pasar ekspor. Beberapa komoditi seperti cengkeh, kelapa, dan getah/karet telah menjadi sektor utama perekonomian masyarakat sehingga merupakan modal untuk pengembangan selanjutnya pada sektor industri melalui pendirian pabrik-pabrik seperti pengolahan kelapa menjadi coconut oil, dan lain sebagainya. Dengan demikian terdapat potensi pengembangan industri dari hulu ke hilir. Sumber daya alam minyak dan gas yang ada di sekitar Natuna memiliki cadangan dengan nilai yang besar . Natuna memiliki cadangan gas alam terbesar di kawasan Asia Pasifik Hal ini merujuk pada salah satu ladang gas yang terletak 225 kilometer (km) sebelah utara Natuna Blok D Alpha yang tersimpan cadangan gas alam dengan volume sebesar 222 triliun kaki kubik (TCT). Selain itu, gas hidrokarbon yang bisa ditambang mencapai 46 TCT. Angka itu tentu saja belum termasuk cadangan gas alam yang terdapat di bagian barat Natuna yang dikelola juragan minyak raksasa kelas dunia. Bukan hanya berjaya di sektor gas alam. Natuna juga diselimuti minyak bumi yang seolah tiada pernah ada habisnya. Sumur-sumur off shore yang berada di bagian timur Natuna itu terus memancarkan minyaknyaHal ini salah satunya ditunjukkan dengan terdapatnya tiga perusahaan migas dalam konsorsium yang bernama West Natuna, yaitu Conoco Philips (Amerika Serikat), Premier Oil (Inggris) dan Star Energy (Pertamina). Pengelolaan minyak oleh konsorsium West Natuna di Blok Sembilang, Blok Kerapu, Blok Krisi dan Blok Udang yang dipusatkan di pulau Palmatak diperkirakan memiliki cadangan migas sampai dengan 18 atau 20 tahun ke depan ( BPMigas , 2010 ). Namun, keberadaan konsorsium ini belum mampu memberi dampak positif terhadap kehidupan ekonomi masyarakat Indonesia di Natuna, yang ditunjukkan oleh terkonsentrasinya permukiman penduduk yang lebih banyak berada di pesisir sebagai nelayan dengan tingkat perekonomian yang rendah.

Gambar 3 : Peta Blok Minyak dan Gas di NatunaSumber : BP Migas ,2010

Indonesia di wilayah laut Natuna juga mengalami masalah Illegal Fishing oleh Negara tetangga. Kegiatan illegal fishing di perairan laut Natuna secara umum dilakukan oleh nelayan Taiwan, Vietnam, Thailand dan Malaysia ( KKP, 2012 ). Pencurian ikan di wilayah Indonesia di Laut Natuna, yang terjadi pada tahun 2012 diperkirakan merugikan negara sekitar Rp5,2 triliun dari 440 ton ikan yang dicuri nelayan asing (KKP, 2012 ). Indonesia tentunya tidak ingin merugi terus dan kehilangan pendapatan atas perikanan kepulauan Natuna serta eksistensi wilayah tsb ZEE dengan potensi sumber daya alam berlimpah. Indonesia harus mempunya strategi kebijakan yang tepat terkait posisi Natuna serta kaitannya dengan maslaah konflik Laut China Selatan.

Gambar 4 Posisi Natuna yang StrategisSumber : Kabupaten Natuna, 2010

3. Bagaimana strategi Indonesia dalam memanfaatkan posisi Natuna yang strategis dengan potensinya ? Kepulauan Natuna dapat modal dan alat Indonesia untuk membangun strategi terkait dalam perannya menjadi penengah masalah Laut China Selatan diantara Negara ASEAN sekaligus menguatkan posisi strategis Indonesia di kawasan Laut Chiha Selata. Strategi dapat mengacu aspek potensi perikanan dan kelautan di Natuna, kemudian tinjauan posisi strategis jalur perdagangan internasional melalui Natuna serta potensi sumber daya energy khususnya migas Natuna yang semuanya dapat menandingi kepentingan USA dan China di kawasan Laut China Selatan . Strategi pertama dengan aspek potensi perikanan dan kelautan Natuna,Indonessia dapat membangun aliansi kerjasama antar Negara ASEAN yang terlibat dalam kegiatan perikanan tangkap ( Vietnam, Thailand, Malaysia dan Indonesia ) di kawasan Laut China Selatan serta China dan Taiwan guna membangun bersama pusat industri perikanan di Pulau Natuna dengan melibatkan pemerintah dan sector private di negara negara kawasan Laut China Selatan sebagai pendukung kebijakan dalam mengurangi IUU Fishing serta peningkatan daya saing perikanan Natuna . Indonesia dan negara negara sekitar Laut China Selatan dapat sepakat untuk bertukar pengalaman di bidang perikanan budidaya, perikanan tangkap, pengolahan produk perikanan, serta dalam penyebarluasan data informasi cuaca bagi nelayan Indonesia di Laut China Selatan. Kerjasama antar negara tersebut dengan basis di Natuna dapat merupakan kerjasama antar negara ASEAN dengan China misalnya dalam penelitian dan pengembangan di bidang kelautan meliputi marine productivity, marine ecosystem health research and monitoring, climate change joint research and observation, marine resources management and applications. Selain itu kerjasama juga dilakukan di bidang coastal and environmental engineering, serta hatchery production of Marine ornamental Fishes. Kebijakan strategis ini perlu dipelopori Indonesia karena letak Natuna milik Indonesia harus dijaga serta Indonesia adalah negara yang tertinggal dalam industri perikanan dibanding banyak negara di kawasan tersebut sehingga strategi kerjasama akan menjadi efektif. Kelembagaan dalam mengatur kegiatan industri perikanan ini perlu dirumuskan secara komprehensif dengan meninjau : daerah penangkapan perikanan Natuna, perijinan penangkapan ikan, aspek pengaturan kepemilikan kapal antara saham asing dan saham pelaku bisnis Indonesia serta aspek perpajakan.. Daerah penangkapan perikanan Natuna perlu didukung dengan cluster (area) industri yang didaratan berbasiskan fishing ground. Industrial Cluster dalam konteks harus merupakan suatu kawasan industri terpadu perikanan , dimana kegiatan hulu sampai hilir perikanan berada dalam satu kawasan baik darat maupun lautnya. Adapun cluster diberikan hak pengelolaannya kepada perusahaan, koperasi atau perorangan yang memenuhi persyaratan. Pemberian izin penangkapan merupakan satu paket dengan izin industri. Bagi pemilik kapal yang tidak berbasis atau tidak punya industri, maka minimal kerjasama dalam bentuk joint venture atau joint investment dengan industri baik PMA maupun PMDN. Selain itu juga perlu pengaturan armada jumlah kapal penangkap dan pengangkut yang diizinkan dalam suatu cluster sesuai kapasitas industri pengolahan dan carrying capacity atau potensi ikan di kawasan laut yang diberikan. Dari aspek pemberian izin penangkapan dalam satu cluster merupakan hak pemanfaatan kawasan laut yang bersifat ekslusif. Artinya, Pemerintah Indonesia dapat memberikan hak pengelolaan kepada perusahaan, koperasi dan perorangan yang memenuhi persyaratan dalam kurun waktu tertentu, diserahkan sepenuhnya kepada pengelola. Kawasan yang ditunjuk tersebut diberikan batasan koordinat yang jelas dalam peta. Pendapatan negara Indonesia dari hak ekslusif ini dapat diformulasikan dalam bentuk sewa kawasan atau bagi hasil tangkapan. Terkait sifat industi yang ekslusif, maka jika cluster tertentu sudah diberikan haknya kepada satu pengelola maka tidak akan diberikan kepada pengelola lain dan tidak diizinkan ada kapal penangkap yang masuk ke kawasan tersebut. Karena itu kerjasama dalam aspek pengawasan antar negara juga perlu dilakukan di Laut Natuna. Indonesia tetap harus mengutamakan kepentingan sosial ekonomi bagi rakyat di Natuna, maka dapat dibuat aturan bahwa ikan hasil tangkapan harus didaratkan di pulau untuk memasok industri kecuali jenis ikan yang tidak untuk diolah, misalnya kebijakan dengan komposisi armada penangkapan minimal 30% adalah kapal nelayan lokal, 90% tenaga kerja industri pengolahan harus WNI. Hal ini dimaksudkan agar nelayan lokal menjadi pemilik kawasan dan sebagai pemilik saham perusahaan. Keunggulan sistem industri berbasis cluster ( Sulars0, 2012 ) antara lain : 1) Adanya kepastian, bagi Pemerintah Indonesia adalah jaminan kelestarian Sumber Daya Ikan serta pengawasan bagi pengusaha adalah kepastian hasil tangkapan; 2) Kelestarian sumber daya ikan Natuna lebih terjamin karena baik Pemerintah maupun pengelola serta negara yang bermitra dengan Indonesia akan menjaganya secara bersama; 3) Manfaat sosial dan ekonomi akan lebih besar, karena akan menumbuhkan sentra-sentra ekonomi kawasan yang berdampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi Natuna di Indonesia serta kawasan Laut China Selatan; 4) Peluang terjadinya IUU fishing di laut Natuna akan menurun karena cluster akan dijaga bersama oleh pelaku bisnis perikanan lintas negara di ASEAN bersama China dan Pemerintah, tanpa harus mengerahkan kekuatan penegakan hukum yang sangat mahal. Masa depan industri perikanan Natunajuga akan berkembang serta mendukung pengembangan pelabuhan perikanan internasional di Natuna yang semakin menjelaskan eksistensi Natuna dalam kawasan Laut China Selatan. Strategi kedua terkait tinjauan posisi strategis jalur perdagangan internasional melalui kawasan Lau China Selatan, adalah bahwa Indonesia tidak seharusnya dikendalikan USA dan China terkait pengawasan jalur perdagangan melalui Laut China Selatan arah dan sebaliknya dari Selat Malaka serta dari serta sebailknya dari Selat Sunda. Saat ini USA telah menjadi polisi untuk menjaga dan mengawasi Selat Malaka juga Laut China Selatan. China telah menjanjikan untuk menjamin freedom of navigation di Laut China Selatan, yang disampaikan langsung kepada USA. Selain China dan USA ternyata India juga mau ikut serta dalam pengawasan jalur perdagangan dan pelayaran internasional Laut China Selatan. India juga menyampaikan India for freedom of navigation in South China Sea. Indonesia harus cepat bertindak dengan memposisikan bukan sebagai penonton tetapi berperan langsung melalui kerjasama stratejik, operasional (termasuk intelijen maritime ) pengamanan kawasan jalur laut internasional di Laut China Selatan dengan negara negara superpower tersebut. Adapun dalam strategi kedua ini Indonesia dapat mengajak Russia untuk terlibat dan berperan dalam kegiatan freedom of navigation di Laut China Selatan karena Russia dari Vladivostok juga punya armada kapal yang banyak dalam melintas Laut China Selatan. Adanya Russia akan menjadi pengimbang sekaligus membuat USA dan China khususnya akan lebih tidak arogan sebagai kekuatan the Blue Navy di Laut China Selatan. Indonesia harus tidak mengutamakan baik China dan USA tetapi sudah lebih memikirkan kekuatan Russia di kawasan Asia Tenggara dalam terlibat menjaga stabilitas keamanan. Terkait dengan Strategi kedua ini, Indonesia dengan Russia sebagai investor dan pendukung teknologi dapat membangun industri Maritim perkapalan di Natuna baik dalam rangka kegiatan docking maupun pembuatan kapal laut baik untuk kepentingan sipil dan militer sehingga Indonesia dapat semakin menjelaskan politik luar negeri bebas aktif Indonesia sekaligus mengkondisikan berperan sebagai pendorong perimbangan kekuatan kawasan Laut China Selatan supaya tidak didominasi USA dan China. Strategi ketiga menyangkut aspek potensi sumber daya energy migas di kawasan Natuna dan Laut China Selatan. Indonesia harus lebih membuka kerjasama pada kegiatan eksploitasi dan eksplorasi migas di kawasan Natuna tidak hanya dengan negara negara Barat ( USA, Inggris, Perancis dll ) tetapi sudah saatnya mengikutsertakan negara lain yang handal bidag teknologi minyak dan gas bumi seperti Russia juga China. Strategi ini juga guna memposisikan kawasan Laut Natuna dengan kekayaan migas milik Indonesia yang bukan menjadi dominasi USA dan negara negara sekutunya tetapidapat dikembangkan demi kemakmuran Indonesia dengan dukungan semua negara maju lainnya. Strategi ini akan lebih membuat Indonesia semakin berwibawa dan terhormat seperti Venezuella selama Chavez berkuasa. Indonesia untuk penguatan kemandirian dan penguasan energi migas di Natuna harus berani membuat terobosan kebijakan yang tidak disetir USA dans ekutunya seperti UK dan Australia. Dalam konteks pengelolaan sumber daya energy migas ini,Indonesia dapat membangun kemitraan strategis dengan Russia juga China dan negara lainnya.

4. Kesimpulan Strategi Indonesia untuk terlibat dan berperan meredam konflik Laut China Selatan adalah dengan justru menguatkan daya saing Natuna serta menjaga ZEE yang dimiliki di Laut China Selatan. Strategi tersebut terkait dalam peningkatan daya saing aspek perikanan, industri maritime dan migas selain berperan dalam pengawasan jalur perdagangan internasional Laut China Selatan melalui pola kerjasama lintas negara baik negara ASEAN termasuk China dan USA tanpa memberatkan salah satu pihak . Indonesia perlu memposisikan dirinya sebagai negara yang berdaulat dengan wilayah kepulauan Natuna yang dimilikinya. Indonesia tdak selalu menunjukkan dan membuat rasa nyaman USA dan China saja bila Indonesia menjadi fasilitator atau host, atau broker pada konflik Laut China Selatan tetapi harus menjadi wakil ASEAN yang berani menyuarakan kepentingan negara negara ASEAN dalam konteks kebersamaan negara ASEAN sehingga tak terbawa arus atas pengaruh China dan USA. Russia dapat menjadi mitra strategis Indonesia dalam mengatasi masalah Laut China Selatan, melalui peran Russia sebagai negara maju yang juga didorong dalam kepentingan di kawasan Laut China Selatan. Indonesia dapat kerjasama dengan Russia membangun indusri maritime dan migas di Natuna. Kehadiran Russia akan membuat keseimbangan kekuatan akibat munculnya kekuatan baru China di Laut China Selatan sekaligus dapat mengimbangi USA sebagai polisi Laut Internasional. Dalam rangka menghadapi manuver China dan AS di Laut China Selatan, pihak Indonesia tidak akan punya banyak pilihan mengenai fire power seperti apa yang perlu disiapkan, untuk menetralisasi unsur intention, capability dan circumstance, yang bersandar pada kekuatan nasional saat ini sehingga meningkatkan hubungan mesra dengan Russia seperti masa era Soekarno perlu dibangkitkan kembali. Indonesia juga sudah saatnya tidak berkiblat terlalu ke Barat tetapi kembali memainkan politik luar negeri bebas aktif.1