jurnal agung suryanto
TRANSCRIPT
-
8/19/2019 Jurnal Agung Suryanto
1/20
"
SUDUT PANDANG AERIAL PADA STRUKTUR KOTA
ABSTRACT
Surabaya as a metropolis city has a solid mass structure within a bit
of leaving empty spaces. The mass structure composed of a series of massivetowering walls forms skyline limit the horizon, which limits physically
and visually its inhabitants among four sides. The mass structure of the city thatcreates mazes and trapping its inhabitants to the concrete walls. Then it triggers in
order to be free from its grasp.The viewpoint as landscape from the sky is the way to see
Surabaya landscape be free without feeling trapped by city walls. This
viewpoint is called the aerial view. The aerial view of the city it is possible to see
the city as a map, its pattern and scale of streets , set out two-dimensionally. To
analogize this aerial point of view with satellite point of view provided in the
internet,The site is Google Earth. From the use of such site raises an idea to use
software in composing the painting artwork as a final thesis. To this aerial point
of view with satellite, possible the artists could invention in any location and get a
new view this unimaginable.
The software application on the composition of painting raises new display
face. It allows images of building that exist throughout the world designed
and single matched in Surabaya city site. In addition to get such a significant
display, it also provides new colour in the world of painting.Keywords: Surabaya City structure, Aerial, software, new kind of painting
Latar belakang
Penciptaan sebuah karya dengan mengolah bahan-bahan mentah yang
tersedia di sekeliling dalam bentuk pengalaman dan mencoba menampilkan
kekhasan responnya, yang berbeda dan unik. Menggubahan materi yang ada di
sekelilingnya dan mengekspresikannya ke dalam ujud karya seni.
Ketertarikan pada struktur kota sebagai tema dalam penciptaan karya,
penulis tidak berangkat dari ruang kosong. Penulis tinggal, bekerja, dan berkarya
di kota Surabaya. Dari pemukiman penduduk yang padat, ruang terbuka yang
-
8/19/2019 Jurnal Agung Suryanto
2/20
#
minim, saluran sanitasi yang buruk, dan berbagai permasalahan sosial lainnya.
Pengalaman tinggal di kota adalah sebuah pengalaman personal. Sebuah kota
akan selalu menjadi sebuah kota, dimanapun lokasi, waktu, ruang, akan terasa
sama. Pemahaman penulis tentang struktur kota Surabaya, berpijak pada tempat
tinggal penulis, dan dipertajam dengan pengalaman penulis belajar Arsitektur, hal
ini membuat penulis paham tentang struktur kota Surabaya dan
perkembangannya.
Definisi kota menurut sudut pandang arsitektur yang fokus pada sistem
prasarana dan pembangunan serta struktur anatomi kota dan perencanaannya.
Namun seorang Arsitek akan lebih menekankan pada aspek-aspek kota secara
fisik dengan memperhatikan hubungan antara ruang dan massa perkotaan serta
bentuk dan polanya (Markus Zahnd, 2006: 3). Pola struktur ruang dan massa kota
Surabaya memiliki struktur kota modern. Hal ini terlihat pada kecenderungan kota
Surabaya, yaitu reduksisme dan individualisme. Reduksisme dapat dipahami
sebagai strategi yang menekankan pada minimalisme dan fungsionalisme. Hal ini
memicu ujud bangunan Arsitektur kota Surabaya serupa dengan kota lainnya.
Misal, hal ini terlihat pada gedung Mulia Tower, Jakarta dengan gedung BRI
Tower, Surabaya. Dan program Surabaya sebagai kota kembar dengan
Guangzhou, Seattle, Busan, Kochi, dan Xiamen. Menjadikan kota Surabaya tidak
mempunyai karakter khusus.
Struktur kota Surabaya terlihat serupa dengan kota besar lainnya, terutama
jika dilihat dari atas angkasa. Pola struktur ruang dan massa kota Surabaya yang
semakin padat, minimnya ruang terbuka hijau, dan tumbuhnya gedung-gedung
-
8/19/2019 Jurnal Agung Suryanto
3/20
$
pencakar langit, yang menjadi dinding kota membatasi aktivitas dan visual
penulis. Struktur massa kota yang menciptakan labirin dan memerangkap
penghuninya pada dinding-dinding beton. Hal ini memicu untuk bisa lepas dari
cengkeramannya.
Penulis melihat kota Surabaya dari sudut pandang mata burung, pertama
kali pada tahun 2005 ketika dalam perjalanan ke Jakarta dengan pesawat terbang.
Posisi memandang kota Surabaya secara bebas tanpa halangan apapun, hal ini
sangat berbeda jika melihat kota Surabaya dengan sudut pandang normal. Sejauh
mata memandang akan tertumbuk pada gedung pencakar langit, dan papan iklan
yang menjamur pada setiap sudut kota. Seperti yang diungkapkan oleh De
Certeau ketika berada di lantai 110 gedung WTC (World Trade Centre) dan
melihat ke bawah kota New York, dia mengatakan seakan dirinya "diangkat dari
cengkeraman kota" (Miles, 1997: 12). Ungkapan tersebut menyatakan dirinya
seakan terbebas dari cengkeraman, himpitan rimba beton yang membentuk ujud
kota New York. Surabaya pada suatu saat juga bisa berubah ujud seperti kota
New York. Sebab struktur kota besar jika dilihat dari angkasa terlihat serupa. Hal
ini menimbulkan pertanyaan pada diri penulis “Bagaimana jika menghadirkan
citra struktur kota yang dilihat dari angkasa ?“. Sudut pandang mata burung atau
perspektif dari atas, dalam dunia fotografi dinamakan aerial.
Dalam dunia Arsitektur, penulis tertarik pada pemikiran dan karya arsitek
Le Corbusier . Le Corbusier adalah tokoh arsitektur modern yang mempengaruhi
penulis dengan pandangannya tentang perencanaan dan perancangan kota yang
sering disebut sebagai gaya internasional atau arsitektur modern (Markus Zahnd,
-
8/19/2019 Jurnal Agung Suryanto
4/20
%
2006: 42). Sedangkan kategorisasi estetisnya dimulai dengan konsep massa,
arsitektur didefinisikannya sebagai permainan massa-massa elementer: kubus,
kerucut, bola, silinder, atau piramida. Le Corbusier menekankan kecondongannya
terhadap yang paling murni dari segala bentuk, yakni kubus.
Rumusan Ide Penciptaan
Merujuk pada latar belakang ide penciptaan melihat struktur kota Surabaya
dari atas, sudut pandang ini bisa tercapai dengan cara naik di atas gedung
pencakar langit, pesawat terbang, atau balon udara. Salah satu cara dengan analogi
menggunakan piranti lunak Google Earth. Program ini memetakan bumi
dari superimposisi gambar yang dikumpulkan dari pemetaan satelit, fotografi
udara dan globe GIS 3D (diunduh dari internet :
http://id.wikipedia.org/wiki/Google_Earth pada tanggal 30 mei 2013. Pukul 2:11
pm). Sudut pandang aerial seperti halnya pada gambar 3 bisa dilakukan bila kita
berada di atas ketinggian angkasa.
Gambar 1. Citra kota Surabaya, diunduh dari google earth, 5 juni 2013, 00:19am
-
8/19/2019 Jurnal Agung Suryanto
5/20
&
Penggubahan ide perencanaan kota imajinasi dalam penciptaan karya seni
lukis merujuk pada konsepsi Le Corbusier tentang arsitektur modern yaitu
memulai perencanaan kota dari lahan kosong dengan membongkar keseluruhan
kota lama (existing). Kota gubahan yang tercipta dari situs struktur kota Surabaya
yang diambil dari foto satelit Google Earth, kemudian diolah di Photoshop.
Proses penggubahan bisa berkembang dengan gubahan massa bangunan dengan
menggunakan piranti Sketchup, hingga situs struktur kota lama menghilang dan
memunculkan situs struktur kota yang baru, situs yang imajinatif. Penggubahan
ide penciptaan dalam seni lukis dengan menggunakan piranti lunak untuk
menciptakan sebuah karya, karena ingin memadukan antara gambar Arsitektur,
disain dengan seni lukis. Hal ini masih belum banyak atau jarang dilakukan oleh
perupa lain. Adapun rumusan masalah penciptaan yang ingin diuraiakan adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana melihat kota dari atas angkasa sebagai ide penciptaan karya
seni lukis?
2. Bagaimana ide bentuk dari imajinasi tentang kota Surabaya dalam
penciptaan karya seni lukis?
3. Bagaimana teknik penggarapan, dan eksplorasi materialnya, karya tersebut?
Landasan Penciptaan
Ide penciptaan sudut pandang landskap dari atas angkasa adalah satu cara
untuk bisa melihat landskap kota Surabaya secara leluasa. Dengan
menganalogikan pandangan aerial ini dengan pandangan satelit yang telah
tersedia di situs internet, Google Earth. Landasan penciptaan struktur kota yang
-
8/19/2019 Jurnal Agung Suryanto
6/20
'
imajinatif, penulis mengacu pada beberapa teori, baik teori Arsitektural yang
cenderung pada pokok pemikiran tentang struktur kota (Le Corbusier, MC Escher,
St. John) dan teori estetika yang cenderung pada dampak karya tersebut
(Ramachandran, Wabi Sabi).
1. Teori Arsitektural struktur kota
a. Ilusi paradoks.
Konsep penciptaan merujuk pada bentuk Arsitektur paradoks dari
karya M.C. Escher, relativity, 1953. Penulis mengacu pada karya M.C.
Escher karena sesuatu yang berlawanan ini merupakan ilusi dalam bidang
dwimatra, menantang mata dan pemahaman mengutak-atik kepastian dari
hukum visual yang harus ditaati. (M.C. Escher, 1967: 14). Ilusi paradoks
disebabkan karena objek yang paradoksikal atau tidak mungkin, misalnya
pada tangga Penrose (gambar 6). Karya relativity merupakan karya yang
unik karena membuka wawasan pada konsep ilusi konvensional yang ada
pada seni lukis dua dimensional.
b. Sistem modulor dan struktur pilotis.
Secara sederhana sistem modulor merupakan pendekatan yang
membagi sistem menjadi bagian-bagian kecil (modul) yang dapat dibuat
dan kemudian digunakan dalam sistem yang berbeda untuk menggubah
beberapa fungsi. Gagasan pokok sistem modulor adalah untuk
mengembangkan serangkaian komponen-komponen produk dasar yang
dapat dirakit menjadi sejumlah besar produk yang berbeda-beda. (Stamo
Papadaki, 1948: 148). Struktur pilotis, adalah mengangkat sebagian besar
-
8/19/2019 Jurnal Agung Suryanto
7/20
(
massa bangunan dari atas tanah dengan menggunakan struktur kolom
konstruksi rumah panggung. Sehingga massa bangunan terlihat
mengambang dari permukaan tanah.
c. No more sea.
Seperti yang diungkapkan oleh Le Corbusier : “Untuk membangun
yang baru harus membongkar yang lama dan memulainya dari lahan
kosong”. Cara berpikir seperti yang diungkapkan oleh Le Corbusier ini
diterapkan arsitek di Eropa, dalam membersihkan sudut-sudut kota yang
kumuh dan relokasi penduduknya pada proyek perumahan (Miles, 1997:
18). Seturut Le Corbusier adalah St. John yang menulis dari “surga dan
bumi yang baru, sebab surga dan bumi yang lama telah berlalu, dan tidak
ada lagi laut” (Wahyu, 21: 1). Citraan St. John tersebut merepresentasikan
tentang kosmologi ; citra “no more sea”. (Malcolm Miles, 1997: 17). Hal
ini merupakan sebuah keinginan untuk membuat baru dengan
menghilangkan yang lama. Konsep penciptaan merujuk pada citra “no
more sea” sebagai penggambaran kota yang baru.
2. Teori estetika
a. Penyangatan.
Penyangatan atau pelebih-lebihan satu atau dua aspek dari subjek
yang mau ditampilkan. (M. Dwi Marianto, 2011: 152). V.S.
Ramachandran dalam The Science of Art . Menyatakan bahwa seni,
tentunya, bukan hanya untuk menggambarkan atau representasi dari
realitas, karena hal seperti itu bisa dicapai dengan sangat mudah oleh
-
8/19/2019 Jurnal Agung Suryanto
8/20
)
kamera. Untuk menampilkan gubahan agar bisa tersajikan secara kuat dan
mampu untuk membangkitkan perasaan estetik pemirsa, Ramachandran
merumuskannya menjadi “delapan aturan pengalaman estetik”.
Beberapa diantaranya diterapkan penulis pada konsep penciptaan
ini, Yaitu, efek perubahan yang tajam; gubahan yang ada digubah dengan
menyangatkan atau melebih-lebihkan satu atau dua aspek dari subjek yang
mau ditampilkan. Penyangatan tidak hanya dilakukan pada dimensi
bentuk, tetapi juga bisa dilakukan pada dimensi yang lebih abstrak, misal
warna, sudut pandang perspektif, gelap-terang, atau kontrasnya.
Penyangatan atau pengkarikaturan dapat pula dilakukan pada
aspek-aspek yang berkait dengan pencahayaan dan bayangan dari
suatu subjek yang direpresentasi, misalnya: bayangannya,
highlight, atau gelap terangnya. (Ramachandran dalam M. Dwi
Marianto, 2011: 153).
Beberapa aturan Ramachandran tentang pengalaman estetik, bisa
dipakai sebagai konsep atau sebagai bahan pertimbangan dalam
penciptaan. Karena kadang kala penulis lepas kontrol ketika masih dalam
proses sketsa disain untuk menggubah suatu karya. Meskipun seni itu tidak
seperti matematika yang serba pasti, minimal penulis mengetahui elemen-
elemen apa saja yang bisa diterapkan agar bentuk gubahan karya bisa
merebut perhatian pemirsa.
b. wabi sabi.
Wabi Sabi adalah estetika Jepang tentang keindahan dari ketidak
sempurnaan, ketidak lengkapan, kesementaraan, kesederhanaan, tidak
konvensional, dan kekosongan dari elemen yang dimiliki oleh suatu benda.
-
8/19/2019 Jurnal Agung Suryanto
9/20
*
Wabi sabi sebagai rujukan konsep penciptaan tentang kesederhanaan,
kekosongan, dan segala hal yang bersifat tidak terbatas (infinity).
METODE PENCIPTAAN
Pada proses penciptaan seni lukis, secara umum penulis mengadaptasi
metode Hawkins (1991) yang lazim dipergunakan secara praktis dengan
melakukan pendekatan yang berbeda. Pendekatan yang dilakukan diantaranya
dengan melalui (A) Eksplorasi, (B) Improvisasi/ Eksperimentasi, (C) Perwujudan
, dan (D) Evaluasi. Namun rumusan Hawkins tersebut memerlukan sedikit
modifikasi sehingga menjadi relevan untuk diterapkan menjadi sebuah metode
penciptaan seni rupa.
Untuk mewujudkan upaya tersebut penulis melakukan pendekatan yang
melandasi proses penciptaan antara lain :
Eksplorasi
Gagasan awal adalah tentang gedung-gedung pencakar langit ( skyline)
yang menjadi ikon kota metropolitan seperti kota Surabaya. Gedung-gedung
pencakar langit dalam konstruksi. Konstruksi rangkaian baja yang berada di
angkasa dengan latar belakang kota di bawah. Penulis mengambil sudut pandang
dari atas agar komposisi gedung pencakar langit dan struktur kota bisa masuk
dalam satu bingkai. Konstruksi gedung pencakar langit yang menembus atmosfer
bumi pada ide awal penulis, masih menggunakan konstruksi imajiner, konstruksi
yang mengacu pada citraan yang ada dan bisa diunduh pada dunia maya (gambar
2). Langkah selanjutnya yang penulis lakukan dalam eksplorasi konsepsi atau ide
ini adalah dengan observasi pada objek langsung.
-
8/19/2019 Jurnal Agung Suryanto
10/20
"+
Gambar 2. The Bridge, 100cm X 150cm, karya Agung Suryanto, 2013.
Penulis melakukan observasi pada jembatan gantung (jembatan Bantar)
yang berada di Wates, Yogyakarta. Konstruksi jembatan gantung inilah yang
penulis pakai sebagai acuan dalam eksplorasi ide. Karena penulis beranggapan
bahwa jembatan gantung ini mempunyai keunikan tersendiri dan objek ini yang
bisa merepresentasikan antara ruang atas dan bawah. Karena secara imajiner
ketika membicarakan konstruksi gantung, tak lepas dari ruang atas sebagai kaitan
atau penahan beban dan ruang bawah yang menggantung atau sebagai beban.
Dari observasi jembatan gantung ini, penulis eksplorasi pada bentukan
karya. Gedung pencakar langit, penulis hilangkan dan berganti dengan hanya
konstruksi baja dengan tali-tali gantung yang menjuntai ke bawah kota. Untuk ide
tentang ketinggian, penulis tidak perlu menggambarkan secara verbal gedung
pencakar langit, cukup dengan konstruksi baja yang berada di atas angkasa
dengan tali-tali jembatan gantung untuk mempertegas secara visual tentang
persepsi ketinggian (gambar 4).
-
8/19/2019 Jurnal Agung Suryanto
11/20
""
Gambar 3. Observasi jembatan Bantar, wates, Yogyakarta (dok.pribadi 2012)
Pada eksplorasi konsepsi khususnya ide, untuk menggambarkan tentang
ketinggian, penulis tidak perlu secara verbal menggambarkannya dengan
ketinggian gedung-gedung pencakar langit secara vertikal. Tetapi cukup dengan
garis-garis vertikal yang secara optik menggambarkan tentang adanya perbedaan
ruang, ruang atas dan bawah. Tahap eksplorasi memungkinkan dilakukannya
analisis bentuk visual yang berkelanjutan sebagai materi eksekusi dari eksplorasi
konsepsi yang mendasarinya. Bentuk visual secara obyektif bukan sekadar lahir
karena kepentingan artistik semata tetapi merupakan manifestasi konsepsi dan
kegelisahan kreatif. Penulis melakukan berbagai eksplorasi visual melalui sketsa
manual maupun digital (disain dengan komputer) dan penerapan teknik
pencapaian artistik yang eksploratif misalnya dengan penggubahan melalui piranti
lunak Photoshop.
Selain dengan piranti lunak Photoshop, dalam eksplorasi visual penulis
juga mengembangkan bentuk gubahan. Pengembangan ini dilakukan dengan
pemakaian piranti lunak SketchUp. Dengan piranti ini penulis bisa merancang
-
8/19/2019 Jurnal Agung Suryanto
12/20
"#
dengan menerapkan ikon-ikon gedung yang berada di seluruh dunia dan telah
menjadi simbol identitas atau landmark .
Gambar 4. Kota Gantung , 150cm X 100cm, karya Agung Suryanto, 2013
Hal tersebut penulis lakukan sebagai tahap utama melukis dengan proses
kreatif untuk membuka berbagai kemungkinan aspek bentuk visual yang dapat
dijadikan acuan eksplorasi selanjutnya. Pada aspek bentuk visual menjadi bagian
berikutnya yang diolah dalam proses penciptaan sebagai presentasi bentuk atas
gagasan-gagasan yang dimunculkan dalam serangkaian proses improvisasi
imajinasi.
-
8/19/2019 Jurnal Agung Suryanto
13/20
"$
Gambar 5. Gubahan citraan dengan SketchUp (dok.pribadi 2013)
Dalam proses eksplorasi media dan teknik ini hampir sama prosesnya
ketika penulis melakukan berbagai rangkaian eksplorasi bentuk visual, didahului
dengan membuat sketsa-sketsa sebagai perencanaan dalam pencarian dan
penggalian bentuk-bentuk visual. Pada eksplorasi media dan teknik untuk
mengoptimalkan berbagai proses perlakuan terhadap media dengan berbagai
pendekatan teknik konvensional dan non-konvensional. Untuk pemilihan media
pensil atau arang sebagai medium utama karena mempertimbangkan aspek fungsi
dan kepraktisan. Disamping karakteristik medium ini, penulis juga sudah
memiliki serangkaian pengalaman teknis untuk menaklukkan medium tersebut.
Persoalan teknis proses kreatif tentu menjadi pengalaman berharga ketika penulis
mampu melaluinya dengan menemukan pemecahan masalahnya terkadang
memperoleh efek-efek teknis yang tak terduga.
Penulis juga mencoba untuk menggali berbagai kemungkinan media
campuran dengan berbagai teknik, drawing, digital print, teknik renaisans.
Pertimbangan penulis dalam memilih dan menggunakan media tersebut semata-
mata kebutuhan kreatifitas dan eksplorasi media dengan teknik-teknik tertentu
-
8/19/2019 Jurnal Agung Suryanto
14/20
"%
yang menjadi daya dukung dalam proses penciptaan.
Dalam eksplorasi bahasa estetik, penulis mengacu pada salah satu teori
Ramachandran yaitu tentang penyangatan atau meraksasakan akan kontras dan
sudut pandang perspektif. Eksplorasi estetik dilakukan dengan menerapkan
medium arang yang cenderung hitam-putih disatu-padukan dengan cat minyak
sebagai komplemen.
Penulis juga melakukan pengurangan informasi yang berlebihan, sehingga
media kanvas tidak terasa penuh sesak. Hal ini juga merujuk pada konsep Wabi
Sabi, filsafat dan estetika Jepang. Wabi Sabi adalah keindahan yang dimiliki
benda-benda dengan elemen sederhana, kosong, non verbal, dan tidak sempurna.
Improvisasi
Improvisasi bentuk dengan menggunakan komputer. Karena untuk melihat
atau membuat foto nyata tentang kota dengan sudut yang tegak dirasa
menyulitkan penulis, maka penulis mengambil solusi dengan memggunakan situs
pada piranti lunak Google Earth. Dengan materi pokok kota urban terutama kota
Surabaya, penulis menjelajah tiap jengkal kota Surabaya lewat citraan. Penulis
mulai memilah-milah lokasi mana yang akan digubah. Ada beberapa wilayah atau
zona yang penulis anggap mampu untuk mengtransformasikan keinginan penulis
tentang kota urban Surabaya. Wilayah tersebut tersusun dari elemen gedung
publik, blok pemukiman, dan sungai. Citraan yang didapat dari situs diolah
dengan software Photoshop. Citraan “nyata” bisa di copy ulang, dibalik, diputar
dengan sudut tertentu, pengolahan ini dimaksudkan agar citraan tidak menjadi
“nyata”. Karena penulis berkeinginan menciptakan tentang kota urban yang
-
8/19/2019 Jurnal Agung Suryanto
15/20
"&
imajinatif, sehingga penikmat ketika melihat karya tersebut sebagai kota urban
yang tanpa akar . Tidak lagi melihat sebagai kota Surabaya.
Selain piranti lunak Photoshop, penulis juga menggunakan piranti lunak
SkecthUp, yaitu program modeling 3 Dimensional untuk mendisain rancang
bangun arsitektur, sipil, dan mekanikal. (gambar 5).
Perwujudan
Dalam perwujudan karya, penulis melakukan perancangan terlebih dahulu
pada piranti lunak Photoshop. Perancangan dengan melakukan pengulangan,
pembalikan ,pendistorsian dari bentuk asal atau citraan kota Surabaya yang
didapat dari google earth untuk digubah sesuai dengan ide penulis. Dekonstruksi
ini dilakukan untuk memberi makna yang baru pada citraan tersebut. Penulis
menginginkan akan terciptanya kota urban yang anonim, penikmat tak mengenali
kota tersebut kota mana, kota yang imajinatif yang terbentuk dari blok-blok beton.
Komposisi kota secara keseluruhan menggunakan komposisi paradoknya M.C.
Escher. Citraan asli (existing) dipantulkan dan dibuat saling berbalik seperti
komposisi simbol sura dan baya atau yin-yang. Untuk mendapatkan kesan
melingkar, maka citraan tersebut dicembungkan. Hal tersebut bisa dilakukan di
Photoshop. Sebagai pengisi dari blok-blok massa, penulis mengacu pada bentukan
model dari arsitektur paradoks M.C. Escher, dan dibuat rancangannya pada piranti
lunak SketchUp.
Selain piranti lunak Photoshop, penulis juga menggunakan SketchUp
sebagai pengolah data dalam perancangan. Hal ini penulis lakukan karena dengan
hanya menggunakan Photoshop pada akhirnya akan timbul kebosanan, penulis
-
8/19/2019 Jurnal Agung Suryanto
16/20
"'
ingin mengembangkan rancangan agar massa bangunan tak hanya menciptakan
rangkaian blok-blok empat persegi, tapi juga memunculkan ikon-ikon gedung
yang ada di dunia dan disatu-padukan pada situs kota Surabaya yang telah
digubah. Langkah ini merujuk pada sifat keanoniman kota metropolitan, dan
program kota Surabaya sebagai kota kembar dengan Guangzhou, Seattle,
Busan, Kochi, dan Xiamen.
Pemindahan rancangan ke media kanvas
Dalam proses pemindahan hasil rancangan ke media kanvas, penulis
menggunakan beberapa metode, dimana metode tersebut merupakan hasil dari
trial and error yang dilakukan penulis. Pada bidang kecil (30cm X 30 cm) penulis
melakukan pemindahan dengan cara: hasil rancangan dicetak dengan foto copy,
kemudian hasil cetakan tersebut dipindahkan ke kanvas dengan menggunakan
bensin. Yang dilakukan penulis adalah dengan menempelkan hasil foto copy
tersebut yang bertorehkan tinta menempel pada kanvas. Kemudian menggosok-
gosokkan bensin dipermukaan (tidak bertinta) cetakan foto copy, tinta cetakan
meleleh dan menempel pada permukaan kanvas. Metode ini hanya bisa dilakukan
pada bidang kecil, untuk bidang besar penulis menggunakan proyektor.
Pada awal proses perwujudan karya, penulis menggunakan cat akrilik
untuk menerapkan nada terang-gelap. Hal ini penulis lakukan dengan
pertimbangan, untuk sentuhan akhir penulis menggunakan media pensil atau tinta,
karena cat akrilik mudah untuk ditimpa dengan pensil dibanding dengan cat
minyak. Perkembangan karya, penulis memakai cat minyak sebagai detail kontras
pada karya (komplemen pensil yang cenderung hitam-putih).
-
8/19/2019 Jurnal Agung Suryanto
17/20
"(
Sentuhan akhir atau detail
Dalam proses yang paling akhir sebagai sentuhan akhir, penulis
menggunakan teknik drawing dengan media pensil atau arang. Tapi dalam karya
yang lain yang menggunakan cat minyak, penulis merasa kesulitan untuk
menggunakan pensil.
Gambar 6. Proses sentuhan akhir karya (dok.pribadi 2013)
Sebagai sentuhan akhir pada gubahan penciptaan ini, penulis merinci
(detail ) beberapa tapak bangunan sebagai daya tarik yang kuat untuk menahan
perhatian penonton lebih lama pada fokus tersebut. Langkah ini terutama penulis
lakukan pada karya yang menggunakan piranti lunak SketchUp pada rancangan
karya. Detail dengan teknik drawing menggunakan pensil dan arang. Langkah ini
penulis lakukan untuk menarik penonton mendekat pada karya, dengan begitu
bisa lebih rinci untuk memperhatikan detail tersebut. Hal ini berbeda dengan
karya yang tanpa detail menggunakan pensil atau arang, karya tersebut cukup
dilihat dari jarak tertentu tidak perlu mendekat.
Evaluasi
Pada proses perwujudan karya dengan mengacu pada ide penciptaan
-
8/19/2019 Jurnal Agung Suryanto
18/20
")
sebagai landasan dalam proses penciptaan, melakukan eksplorasi, improvisasi,
perwujudan dengan teori yang ada, trial and error sehingga mengalami
perkembangan dari perancangan hingga proses pemindahan rancangan pada
media kanvas. Hasil akhirnya adalah terwujudnya sebuah karya bahasa ungkap.
Setelah mengalami dan berproses mewujudkan karya hingga tercipta, penulis
merasakan kejenuhan dan kebosanan. Ketika karya yang telah tercipta penulis
amati satu persatu, dari komposisi, ide, ikon-ikon yang penulis sematkan pada tiap
karya, eksekusi teknik garapan yang menggunakan drawing yang tepat dan
sempurna, teknik melukis under painting , teknik yang banyak dilakukan di era
Renaissance, sebagai kontras yang komplemen dengan drawing arang sebagai
latar. Hampir semuanya dominan dengan komposisi yang padat dan penuh,
meskipun ada rongga-rongga untuk mengurangi kepadatan massa secara visual
tetapi langkah tersebut kurang cukup membantu. Rasa sesak, tertekan pada
kepadatan massa, terror visual, sesuatu yang sempurna, padat, simetri dan
seimbang. Seakan ruang demi ruang pada tiap karya seakan diam membatu, beku,
dingin, dan solid.
Dari uraian tersebut tentang dampak visual ketika karya tersebut diamati
satu persatu. Penulis berkeinginan untuk bisa merasakan tentang kesegaran,
tentang sesuatu yang berubah secara imajiner, merasakan ketenangan,
keheningan, dan kekosongan. Dari keinginan ini, penulis menerapkan konsep
Wabi Sabi. Seperti yang diungkapkan oleh Alan Watts, sesuatu yang diam,
sempurna, sesuatu yang tanpa kemungkinan untuk tumbuh dan berubah adalah
sesuatu yang mati, Dalam kenyataan tidak ada di alam semesta ini yang benar-
-
8/19/2019 Jurnal Agung Suryanto
19/20
"*
benar sempurna atau diam; hanya dalam pikiran manusia konsep sempurna dan
diam tersebut ada.
Dari ungkapan Alan Watts tentang Wabi Sabi , memicu saya untuk
menerapkan eksplorasi tentang ketenangan, kekosongan, atau keheningan. Konsep
Wabi Sabi mewujudkan bentuk gubahan yang tak diam, tumbuh dan berkembang.
(gambar 7).
Gambar 7. Kota kembar, Agung Suryanto, 150 x 200 cm (2panel), 2014
-
8/19/2019 Jurnal Agung Suryanto
20/20
KEPUSTAKAAN
Eisenman, Peter, Stephen Dobney, Eisenman Architect (1996), The
Images Publishing Group .
Handinoto, Ir. (1996), Perkembangan Kota dan Arsitektur colonial
Belanda di Surabaya (1870-1940), Universitas Kristen Petra
Surabaya dan penerbit Andi Yogyakarta.
Hirstein, W.S. and Ramachandran, V.S. (1999), “The Science of Art”,
dalam Journal of Consciousness Studies, 6, No. 6-7, University ofCalifornia, San Diego.
Juniper, Andrew (2003), Wabi Sabi, Tuttle Publishing, Vermont.
Koren, Leonard (1994), wabi sabi for artists, designers, poets &
philosophers, Stone Bridge Press, Berkeley, California.
Mangunwijaya, Y.B. (1992), Wastu Citra, PT Gramedia, Jakarta.
Marianto, M. Dwi (2011), Menempa Quanta Mengurai Seni, Badan
Penerbit ISI Yogyakarta.
Miles, Malcolm (1997), Art, Space and The City, Routledge, London.
Papadaki, Stamo (1948), Le Corbusier, architect painter writer, the
Macmillan Company, New York.
RotoVision S.A. (2003), Aerial, RotoVision SA, Switzerland.
Schattschneider, Doris, Michele Emmer (2003), M.C.Escher’s legacy,
springer.
Smith, P.D. (2012), City, Bloomsbury, New York.
The graphic work of M.C.Escher(1975), ballantine books- new york.
Ven, Cornelis van de (1995), Ruang dalam Arsitektur, PT Gramedia,
Jakarta.
Watts, Alan (1995), The Tao of Philosophy, Tuttle Publishing, Boston.
Zahnd, Markus (2006), Perancangan kota secara terpadu, Penerbit
Kanisius.