jurnal

Upload: vera-faradilla

Post on 14-Oct-2015

22 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

GAMBARAN STATUS KEPESERTAAN JAMKESMAS BERDASARKAN KRITERIA MISKIN

TRANSCRIPT

  • GAMBARAN STATUS KEPESERTAAN JAMKESMAS BERDASARKANKRITERIA MISKIN BADAN PUSAT STATISTIKA (BPS) DI RSUD

    BANJARBARU PERIODE JULI-SEPTEMBER 2013

    Gusti Vera Faradilla 1, Nurul Awliya2, Fauzie Rahman3

    1 Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru

    2 Bagian Promosi Kesehatan Puskesmas Banjarbaru Utara3 Bagian Administrasi Kebijakan Kesehatan Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas

    Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru

    Abstract: Community Health Insurance (Assurance) is a social assistance program for health care for the poor and can not afford. Program participants Jamkesmas consists of having the card and do not have a card. Participants who have a card is poor and can not afford the criteria specified by the poor from the Central Statistics Agency (BPS). The purpose of this study to determine the membership status of the patient's poor health card based on the criteria of BPS in hospitals Banjarbaru July-September period in 2013. The study design used a descriptive approach with a sample of 145 people, which is a health participants who utilize health services in hospitals Banjarbaru. Collecting data through interviews using a questionnaire to the respondent in accordance with inclusion. The results showed the percentage of respondents based on the characteristics of productive old age majority (78,62 %), female gender (53,79 %) as well as from the District Cempaka (42,06 %). The suitability of the patient, based on the criteria of BPS Jamkesmas ie, building area (89,66 %), type of floor (93,80 %), the type of wall (93,80 %), waste water facilities (5,52 %), the source of illumination (0,69 %), water resources (91,04 %), cooking fuel (89,65 %), meat/milk/chicken (96,55 %), buy a set of clothes (86,20 %), consuming food (10,35 %), ability to pay their own medical expenses (93,80 %), income (80,69 %), education (62,75 %), having valuable goods (93,10 %) and corresponding membership status jamkesmas BPS criteria for poor (64,8 %). Based on this research can be concluded that the acquisition of a health participants which are not effective because it does not fit the criteria that affect the poor BPS ineffectiveness in improving the welfare of the community, especially for the poor. Therefore, the need improvement mechanism for setting the poor and underprivileged so that public health insurance program implemented on target.

    Keywords : status, membership, Jamkesmas, BPS criteria

    Abstrak: Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) adalah program bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Peserta Program Jamkesmas terdiri dari memiliki kartu dan tidak memiliki kartu. Peserta yang memiliki kartu adalah masyarakat miskin dan tidak mampu yang ditentukan berdasarkan kriteria miskin dari Badan Pusat Statistik (BPS). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui status kepesertaan pasien jamkesmas berdasarkan kriteria miskin BPS di RSUD Banjarbaru periode Juli-September tahun 2013. Rancangan penelitian menggunakan pendekatan deskriptif dengan jumlah sampel sebesar 145 orang, yaitu peserta jamkesmas yang memanfaatkan pelayanan kesehatan di RSUD Banjarbaru. Pengumpulan data melalui wawancara dengan menggunakan lembar kuesioner terhadap responden yang sesuai dengan inklusi. Hasil penelitian menunjukan persentase karakteristik responden berdasarkan umur mayoritas berusia produktif (78,62%), jenis kelamin perempuan (53,79%) serta dari Kecamatan Cempaka (42,06%). Kesesuaian pasien peserta Jamkesmas berdasarkan kriteria BPS yaitu, Luas bangunan (89,66%), jenis lantai (93,80%), jenis dinding (93,80%), fasilitas buang air

  • (5,52%), sumber penerangan (0,69%), sumber mata air (91,04%), bahan bakar memasak (89,65%), mengkonsumsi daging/susu/ayam (96,55%), membeli stel pakaian (86,20%), mengkonsumsi makanan (10,35%), kesanggupan membayar biaya pengobatan sendiri(93,80%), penghasilan (80,69%), pendidikan (62,75%), memiliki barang berharga (93,10%) dan status kepesertaan jamkesmas yang sesuai kriteria miskin BPS sebesar (64,8%). Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa didapatkannya peserta jamkesmas yang tidak tepat sasaran karena tidak sesuai dengan kriteria miskin BPS sehingga berpengaruh terhadap ketidakefektifan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama bagi masyarakat miskin. Oleh karena itu, perlu perbaikan mekanisme penetapan masyarakat miskin dan kurang mampu sehingga program jaminan kesehatan masyarakat terlaksana tepat sasaran.

    Kata kunci: Status, kepesertaan Jamkesmas, kriteria BPS

    PENDAHULUAN

    Jamkesmas adalah program bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu yang secara nasional bertujuan mewujudkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh bagi masyarakat miskin. Program ini diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan melalui penugasan kepada PT.Askes (Persero) dengan jumlah sasaran tahun 2013, yaitu 86,4 juta jiwa di seluruh Indonesia (1).

    Peserta program Jamkesmas terdiri dari yang memiliki kartu dan tidak memiliki kartu. Peserta Jamkesmas yang memiliki kartu adalah masyarakat miskin dan tidak mampu berdasarkan kriteria miskin dari Badan Pusat Statistik (BPS), sedangkan yang tidak memiliki kartu adalah orang yang tidak berdasarkan oleh kriteria miskin BPS yang terdiri dari peserta jampersal, thalassemia mayor, program keluarga harapan (PKH), gelandangan dan pengemis (gepeng), orang terlantar dan tahanan. Kelompok tersebut tidak terdaftar di database peserta Jamkesmas namun tetap dibiayai oleh Jamkesmas dengan membawa surat rujukan dari instansi badan sosial (2).

    Jumlah penduduk di Kalimantan Selatan sebesar 151.005 jiwa dan angka pertumbuhan penduduk sebesar 1% pertahun menurut BPS tahun 2007. Sasaran peserta Jamkesmas tahun 2008 di Kalimantan Selatan, rumah tangga miskinberjumlah 245.948 keluarga dengan

    anggota rumah tangga miskin berjumlah 843.837 jiwa. Rumah tangga miskin di Banjarbaru yang menjadi sasaran peserta Jamkesmas berjumlah 7070 dengan anggota rumah tangga miskin berjumlah 29.161 jiwa. Pasien peserta Jamkesmas di RSUD adalah pasien rujukan tingkat lanjut dari puskesmas selain pasien gawat darurat. Di Banjarbaru pada tahun 2012pasien peserta Jamkesmas berjumlah 1736 peserta, 857 pasien peserta jamkesmas rawat inap dan 879 pasien peserta rawat jalan (3,4).

    Berdasarkan data kepesertaan Dinas Kesehatan Banjarbaru, penerima Jamkesmas tahun 2013 di Banjarbaru berjumlah 29.161 jiwa. Berdasarkan data kepesertaan tersebut setidaknya ada 838kartu Jamkesmas yang bermasalah dengan perincian, 5 kartu Jamkesmas untuk warga mampu, 128 kartu Jamkesmas beralamat tidak jelas, 533 kartu Jamkesmas yang penerimanya sudah pindah alamat dan 138kartu Jamkesmas yang penerimanya meninggal dan 28 kartu Jamkesmas bagi pegawai negeri sipil (5).

    Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka peneliti tertarik meneliti tentang Jamkesmas untuk mengetahuigambaran status kepesertaan Jamkesmas berdasarkan kriteria miskin BPS di RSUD Banjarbaru periode Juli-September Tahun 2013.

  • METODE PENELITIANJenis penelitian ini menggunakan

    pendekatan deskriptif dengan rancang bangun poin time approach survey dansubyek diobservasi dengan pendekatan wawancara serta pengumpulan data pada suatu saat. Populasi dalam penelitian iniberdasarkan jumlah data pasien Jamkesmas periode Juli-September tahun 2012 yaitu 227 jiwa. Sampel penelitian yang diambil dengan menggunakan rumus Slovin yaitu 145 respoden dengan kriteria inklusi. Data penelitian diperoleh denganpengisian lembar kuesioner dengan wawancara terstruktur (19).

    Variabel penelitian ini adalah status kepesertaan Jamkesmas sesuai dengan 14 kriteria miskin dari BPS. Analisis difokuskan pada jawaban respondenterhadap pertanyaan yang diajukan. Data yang terkumpul dalam penelitian ini berupa hasil wawancara berdasarkan kuesioner yang kemudian dibuat persentasi

    dan dianalisis secara deskriptif dengan studi referensi dan menggunakan fakta yang ditemukan (20).

    HASIL DAN PEMBAHASANBerdasarkan hasil penelitian

    kepada 145 responden pasien peserta Jamkesmas diperoleh distribusi frekuensikarakteristik responden berdasarkan umur yaitu usia produktif sebanyak 31 responden (78,62%), berdasarkan jenis kelamin yaitu perempuan sebanyak 78 responden (53,79%) serta berdasarkan kecamatan yaitu Cempaka sebanyak 61 responden (42,06%).

    Berdasarkan hasil penelitian kepada 145 responden jamkesmas didapatkan hasil dari 14 kriteria miskin BPS, sebagai berikut:

    Hasil wawancara didapatkan luas bangunan yang dimiliki responden berdasarkan dengan kriteria miskin BPS Banjarbaru dapat dilihat pada tabel 1.

    Tabel 1 Luas Bangunan Rumah Pasien Peserta Jamkesmas RSUD Banjarbaru Periode Juli-September 2013

    Luas Lantai Jumlah (orang) Persentase (%)Sesuai 130 89,66 %Tidak Sesuai 15 10,34%Total 145 100%

    Tabel 1 menunjukkan bahwa luas bangunan rumah pasien peserta Jamkesmas yang memenuhi kriteria tidak lebih dari 8 meter yang artinya sesuai dengan kriteria BPS adalah sebanyak 130 responden (89,66%). Salah satu acuan dari Departemen Kesehatan menentukan bahwa suatu rumah dapat dikatakan memenuhi salah satu persyaratan sehat jika luas lantai rumah per kapitanya minimal 8 meter.

    Luas bangunan yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya akan menyebabkan kepadatan penghuni (overcrowded). Hal ini tidak sehat,disamping menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen, bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi akan

    mudah menular kepada anggota keluarga yang lain. Rentannya terhadap suatu penyakit berpengaruh terhadap produktifitas kerja sehingga berimbas pada rendahnya perekonomian yang menggambarkan kemiskinan suatu rumah tangga serta perekonomian yang rendah sehingga memiliki keterbatasan lahan, rumah tinggal dibangun sesuai dengan keinginan dan kemampuan pemukim tanpa mempertimbangkan faktor keamanan, kesehatan dan persyaratan-persyaratan lingkungan permukiman yang layak untuk hunian (22,23).

    Hasil wawancara didapatkan jenis lantai yang dimiliki responden berdasarkan dengan kriteria miskin BPS Banjarbaru dapat dilihat pada tabel 2.

  • Tabel 2 Jenis Lantai Rumah Pasien Peserta Jamkesmas RSUD Banjarbaru Periode Juli-September 2013.

    Jenis Lantai Jumlah (orang) Persentase (%)Sesuai 136 93,80%Tidak Sesuai 9 6,20%Total 145 100%

    Tabel 2 menunjukkan bahwa jenislantai rumah pasien peserta Jamkesmas yang memenuhi kriteria yaitu tidak permanen (tanah, bambu, kayu murahan) dan berarti sesuai dengan kriteria BPS adalah sebanyak 136 responden (93,80%). Salah satu kriteria miskin BPS yaitu jenis lantai yang ditempati oleh keluarga dari bahan baku tidak permanen seperti tanah, bambu, rumbia atau kayu murahan yang bisa diartikan rumah dengan bahan bangunan tersebut adalah rumah yang tidak memenuhi persyaratan rumah sehat.

    Menurut Sanropie (1989), lantai tanah sebaiknya tidak digunakan lagi, sebab bila musim hujan akan lembab sehingga dapat menimbulkan gangguan/penyakit terhadap penghuninya. Karena itu perlu dilapisi dengan lapisan yang kedap air seperti disemen, dipasang tegel, keramik untuk mencegah masuknya

    air ke dalam rumah, sebaiknya lantai ditinggikan 20 cm dari permukaan tanah(22).

    Kemampuan perekonomian yang terbatas berakibat terhadap ketidakmampuan memiliki jenis lantai berdasarkan dengan kriteria rumah sehat, sehingga berpotensi sebagai penyebab penyakit yang akan berdampak terhadap prodektifitas. Hal tersebut dapat dijadikan sebagai indikator dalam menggambarkan kemiskinan.

    Hasil wawancara didapatkan jenis dinding yang dimiliki responden berdasarkan dengan kriteria miskin BPS Banjarbaru dapat dilihat pada tabel 3.

    Tabel 3 Jenis Dinding Rumah Pasien Peserta Jamkesmas RSUD Banjarbaru Periode Juli-September 2013.

    Jenis Dinding Jumlah (orang) Persentase (%)Sesuai 136 93,80%Tidak Sesuai 9 6,20%Total 145 100%

    Tabel 3 menunjukkan bahwa jenis dinding rumah pasien peserta Jamkesmas yang memenuhi kriteria yaitu tidak permanen (bambu, rumbia, kayu berkualitas rendah, tembok tanpa diplester) yang artinya sesuai dengan kriteria BPS adalah sebanyak 136 responden (93,80%). Dinding adalah bagian dari bangunan yang dipasang secara vertikal dengan fungsi sebagai pemisah antar ruang dalam rumah

    dengan ruang luar rumah. Salah satu kriteria miskin BPS, yaitu jenis dinding yang ditempati oleh keluarga dari bahan baku tidak permanen seperti bambu, rumbia, kayu berkualitas rendah, tembok tanpa plester menandakan rumah dengan bahan bangunan tersebut tidak memenuhi persyaratan rumah sehat (24).

    Dinding rumah yang sehat menggunakan tembok yang terbuat dari

  • batako dan sudah diplester, pada rumah tangga miskin kebanyakan berdinding papan, kayu dan bambu, hal ini akan mempersulit untuk dibersihkan sehingga menyebabkan penumpukan debu dan menjadi media yang baik untuk perkembangan bakteri seperti bakteri penyebab ISPA. Ketidaksanggupan memenuhi persyaratan dinding sehat menggambarkan ketidakmampuan dalam

    bidang ekonomi sehingga hal ini dapat dijadikan salah satu indikator untuk menggambarkan kemiskinan suatu keluarga.

    Hasil wawancara didapatkan fasilitas buang air (WC) yang dimiliki responden berdasarkan dengan kriteria miskin BPS Banjarbaru dapat dilihat pada tabel 4.

    Tabel 4 Fasilitas Buang Air Pasien Peserta Jamkesmas RSUD Banjarbaru Periode Juli-September 2013.

    Fasilitas Buang Air (WC) Jumlah (orang) Persentase (%)Sesuai 8 5,52%Tidak Sesuai 137 94,48%Total 145 100%

    Tabel 4 menunjukkan bahwa rumah pasien peserta Jamkesmas tidak memiliki fasilitas buang air sendiri dan artinya sesuai dengan kriteria BPS adalah sebanyak 8 responden (5,52%). Ketersediaan jamban menjadi salah satu fasilitas rumah sehat yang sangat penting dalam mendukung pola hidup sehat. BPS menetapkan salah satu kriteria miskin,yaitu penggunaan fasilitas buang air bersama. Orang yang menggunakan fasilitas buang air besar bersama diasumsikan mereka tidak memiliki biaya/lahan dalam pembangunan fasilitas buang air besar sendiri.

    Pada persyaratan rumah sehat jarak antara septic tank dengan sumber mata air

    rumah tangga minimal 10 m untuk menghindari pencemaran sumber air akibat resapan air septic tank yang kotor dan tidak baik untuk kesehatan. Sempitnya lahan yang dimiliki warga miskin menyebabkan tidak terpenuhinya syarat sehat sumber mata air. Hal ini menjadikan alasan BPS dalam menentukan salah satu kriteria miskin karena keadaan tersebut dapat menggambarkan rendahnya perekonomian keluarga (24).

    Hasil wawancara didapatkan sumber penerangan yang dimiliki responden berdasarkan dengan kriteria miskin BPS Banjarbaru dapat dilihat pada tabel 5.

    Tabel 5 Sumber Penerangan Rumah Pasien Peserta Jamkesmas di RSUD Banjarbaru Periode Juli-September 2013.

    Sumber Penerangan Jumlah (orang) Persentase (%)Sesuai 1 0,69%Tidak Sesuai 144 99,31%Total 145 100%

    Tabel 5 menunjukkan bahwa menunjukan bahwa rumah pasien peserta Jamkesmas tidak menggunakan listrik sebagai sumber penerangan yang artinya

    sesuai dengan kriteria BPS adalah sebanyak 1 responden (0,69%).

    Kemiskinan seseorang dapat terlihat pada caranya mendapatkan sumber penerangan karena sumber penerangan

  • sangat penting bagi semua rumah tangga. Sumber penerangan yang sesuai dan memenuhi salah satu kriteria miskin BPS yaitu tidak menggunakan listrik dari PLN karena untuk penggunaan PLN seseorang harus membayar beban penyaluran dan beban lainnya. Sehingga mereka yang menggunakan listrik merupakan mereka

    yang dianggap mempunyai perekonomian yang lebih baik sehingga tidak bisa menggambarkan ketidakmampuanperekonomian suatu keluarga (25).

    Hasil wawancara didapatkan sumber mata air yang dimiliki responden berdasarkan dengan kriteria miskin BPS Banjarbaru dapat dilihat pada tabel 6.

    Tabel 6 Sumber Mata Air yang Digunakan Pasien Peserta Jamkesmas RSUD Banjarbaru Periode Juli-September 2013

    Sumber Mata Air Jumlah (orang) Persentase (%)Sesuai 132 91,04%Tidak Sesuai 13 8,96%Total 145 100%

    Tabel 6 menunjukkan bahwa menunjukan rumah pasien peserta jamkesmas tidak menggunakan sumber mata air dari PDAM yang artinya sesuai dengan kriteria BPS adalah sebanyak 132 responden (91,04%). Penyediaan air minimum setiap rumah pada dasarnya harus memenuhi persyaratan. Air yang akan dipergunakan untuk air minum harus berdasarkan rekomendasi dari PDAM atau instansinya yang berwenang.

    Ketersediaan fasilitas air bersih sebagai sumber air minum untuk kebutuhan sehari-hari rumah tangga merupakan indikator rumah sehat dan salah satu indikasi dari kemiskinan. Air yang bersumber dari air kemasan/ledeng/PDAM adalah sumber mata air yang tidak sesuai dengan kriteria BPS dimana dalam penggunaan mata air tersebut dikenakan beban biaya bulanan. Air bersih yang sesuai dengan kriteria BPS karena penentuan rumah tangga miskin adalah air yang bersumber dari mata air

    yang tidak diberikan beban biaya dalam pemakaiannya seperti sumur bor, sumur gali, sumber mata air tidak terlindungi sehingga mereka yang menggunakan sumber mata air tersebut rentan terhadap penyakit yang diakibatkan oleh kualitas air yang tidak memenuhi syarat air bersih. Rentannya terhadap suatu penyakit berpengaruh terhadap rendahnya produktifitas sehingga menurunkan kemampuan perekonomian suatu keluarga(25).

    Dapat dilihat dari gambar 6 bahwa terdapat salah satu dari pasien peserta Jamkesmas yang menggunakan sumber mata air PDAM yang artinya resonden ini tidak sesuai dengan kriteria miskin BPS.

    Hasil wawancara didapatkan bahan bakar memasak sehari-hari yang dimiliki responden berdasarkan dengan kriteria miskin BPS Banjarbaru dapat dilihat pada table 7.

    Tabel 7 Jenis Bahan Bakar Pasien Peserta Jamkesmas di RSUD Banjarbaru Periode Juli-September 2013

    Bahan Bakar Memasak Sehari-hari Jumlah (orang) Persentase (%)Sesuai 130 89,65%Tidak Sesuai 15 10,35%Total 145 100%

  • Tabel 7 menunjukkan bahwa menunjukan bahwa pasien peserta jamkesmas menggunakan kayu bakar /arang/minyak tanah untuk memasak sehari-hari yang artinya sesuai dengan kriteria BPS adalah sebanyak 130 responden (89,65%). Salah satu kriteria BPS dalam penentuan status miskin yaitu menggunakan bahan bakar untuk memasak dengan menggunakan kayu bakar/arang/minyak tanah.

    Rendahnya status ekonomi juga dapat dilihat dari bahan bakar yang digunakan oleh suatu keluarga. Dari segi

    kesehatan pun orang yang menggunakan kayu bakar dalam memasak sehari-hari dapat menyebabkan gangguan pernapasan dan kesehatan mata. Sehingga orang yang menggunakan kayu bakar lebih rentan terserang penyakit akibatnya semakin berpengaruh terhadap rendahnya perekonomian suatu keluarga (26).

    Hasil wawancara didapatkan kemampuan konsumsi daging/susu/ayam dalam seminggu yang dimiliki responden berdasarkan dengan kriteria miskin BPS Banjarbaru dapat dilihat pada tabel 8.

    Tabel 8 Kemampuan Konsumsi Daging/Ayam/Susu Dalam Seminggu Pasien Peserta Jamkesmas di RSUD Banjarbaru Periode Juli-September 2013

    Mengkonsumsi Daging/susu/ayam dalam seminggu

    Jumlah (orang)

    Persentase (%)

    Sesuai 140 96,55%Tidak Sesuai 5 3,45%Total 145 100%

    Tabel 8 menunjukkan bahwa kebiasaan mengkonsumsi daging/ayam/susu 1 kali dalam seminggu yang artinya sesuai dengan kriteria BPS adalah sebanyak 140 responden (96,55%). Keseragaman pangan adalah kemampuan rumah tangga secara periodik untuk memenuhi sejumlah pangan yang cukup melalui kombinasi pangan dalam konsumsi sehari-hari.

    Salah satu kriteria miskin yaitu mengkonsumsi daging/susu/ayam tidak lebih dari 1 kali/minggu. Keseragaman pangan diartikan sebagai kemampuan daya

    beli rumah tangga untuk menjangkau harga pangan pokok yang tersedia di pasar sehingga keluarga yang hanya sanggup mengkonsumsi daging/ayam/susu tidak lebih dari 1 kali/minggu menggambarkan rendahnya perekonomian keluarga (25).

    Hasil wawancara didapatkan membeli stell pakaian dalam 1 tahun yang dimiliki responden berdasarkan dengan kriteria miskin BPS Banjarbaru dapat dilihat pada tabel 9.

    Tabel 9 Kemampuan Membeli Pakaian/tahun Pasien Peserta Jamkesmas di RSUD Banjarbaru Periode Juli-September 2013

    Membeli Stell Pakaian dalam 1 Tahun Jumlah (orang) Persentase (%)Sesuai 125 86,20%Tidak Sesuai 20 13,80%Total 145 100%

  • Tabel 9 menunjukkan bahwa pasien peserta jamkesmas yang kemampu membeli pakaian tidak lebih dari 1 stellpertahun yang artinya sesuai dengan kriteria BPS adalah sebanyak 125 responden (86,20%). Pakaian merupakan kebutuhan tersier. Salah satu kriteria dalam penentuan status miskin berdasarkan BPS yaitu tidak membeli lebih dari 2 stellpakaian setiap tahunnya. Apabila seseorang mampu membeli baju berarti

    mereka sudah mampu untuk mencukupi kebutuhan primer dan sekundernya sehingga orang yang mampu membeli pakaian lebih dari 2 stell setiap tahunnya merupakan orang yang memiliki tingkat ekonomi yang lebih baik.

    Hasil wawancara didapatkankemampuan konsumsi makanan dalam 1 hari yang dimiliki responden berdasarkan dengan kriteria miskin BPS Banjarbaru dapat dilihat pada tabel 10.

    Tabel 10 Kemampuan Konsumsi Makan Pasien Peserta Jamkesmas di RSUD Banjarbaru Periode Juli-September 2013

    Makan satu/dua kali dalam sehari Jumlah (orang) Persentase (%)Sesuai 15 10,35%Tidak Sesuai 130 89,65%Total 145 100%

    Tabel 10 menunjukkan bahwa pasien peserta jamkesmas yang hanya sanggup makan tidak lebih dari 2x sehari dan artinya sesuai dengan kriteria BPS adalah sebanyak 15 responden (10,35%). Jumlah konsumsi makan dalam 1 hari yang ditetapkan BPS dalam menentukan salah satu kriteria miskin lainnya adalah dilihat dari jumlah konsumsi makan hanya sanggup makan tidak lebih dari 2 kali sehari dikarenakan keterbatasan dalam kesanggupan membeli pangan. Ketersediaan pangan suatu keluarga sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan keluarga tersebut. Konsumsi digunakan dalam menghitung jumlah penduduk miskin dengan alasan, yaitu:1. Pada pelaksanaan survei, terutama bagi

    masyarakat miskin yang mempunyai pendapatan tidak tetap, lebih mudah menanyakan jenis barang (termasuk makanan) dan jasa yang telah dikonsumsi atau dibelanjakannya.

    2. Dengan diketahuinya jenis makanan yang dikonsumsi maka akan menjadi jauh lebih mudah untuk mengkonversinya menjadi tingkat kalori yang dikonsumsi. Informasi mengenai tingkat kalori yang

    dikonsumsi menjadi penting karena tingkat kemiskinan dihubungkan dengan seberapa besar kalori yang dikonsumsi. Untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan ditetapkan 2100 kilo kalori per orang perhari sebagai batas kemiskinan.

    3. Dalam kenyataannya, terutama bagi penduduk miskin yang tidak mempunyai tabungan, dalam jangka menengah tingkat pendapatan akan sama dengan tingkat konsumsi (belanja).

    4. Rendahnya derajat kesehatan, untuk bisa melakukan pekerjaan yang optimal membutuhkan fisik yang sehat. Fisik yang sehat hanya akan terjadi jika asupan gizi cukup. Asupan gizi yang rendah menyebabkan rendahnya daya tahan tubuh yang pada akhirnya akan berakibat pada rendahnya produktivitas kerja sehingga akan menjadikan pendapatan menurun (27).Hasil wawancara terkait kesanggupan

    membayar biaya pengobatan sendiri yang dimiliki responden berdasarkan dengan kriteria miskin BPS Banjarbaru dapat dilihat pada tabel 11.

  • Tabel 11 Kesanggupan Membayar Biaya Pengobatan Sendiri Pasien Peserta Jamkesmas di RSUD Banjarbaru Periode Juli-September 2013

    Kesanggupan membayar biaya pengobatan sendiri

    Jumlah (orang)

    Persentase (%)

    Sesuai 136 93,80%Tidak Sesuai 9 6,20%Total 145 100%

    Tabel 11 menunjukkan bahwa pasien peserta jamkesmas yang tidak mampu membayar biaya pengobatan sendiri tanpa jaminan kesehatan yang artinya sesuai dengan kriteria BPS adalah sebanyak 136 responden (93,80%).

    Biaya kesehatan di Indonesia relatif mahal. Status kemiskinan seseorang salah satunya dapat dilihat dari kesanggupan seseorang membayar biaya kesehatannya dengan menggunakan uang pribadi tanpa bantuan dari orang lain ataupun bantuan

    biaya dari pemerintah. Ketidaksanggupan membayar biaya kesehatan dijadikan salah satu penentu kriteria miskin karena telah menggambarkan rendahnya kemampuan perekonomian suatu keluarga (27).

    Hasil wawancara terkait penghasilan yang dimiliki responden berdasarkan dengan kriteria miskin BPS Banjarbaru dapat dilihat pada tabel 12.

    Tabel 12 Penghasilan Pasien Peserta Jamkesmas di RSUD Banjarbaru Periode Juli-September 2013

    Penghasilan Jumlah (orang) Persentase (%)Sesuai 117 80,69%Tidak Sesuai 28 19,31%Total 145 100%

    Tabel 12 menunjukkan bahwa pasien peserta jamkesmas dengan penghasilan tidak lebih dari Rp.600.000.00/bulan yang artinya sesuai dengan kriteria BPS adalah sebanyak 117 responden (80,69%).

    Responden yang sesuai dengan kriteria BPS yaitu penghasilan tidak lebih dari Rp.600.000.00/bulan rata-rata bekerja sebagai pendulang dan buruh harian lepas yang pekerjaannya tidak menetap. Dari hasil wawancara peneliti terhadap responden yang bekerja sebagai pendulang bahwa penghasilan mereka hanya Rp.6000,00-Rp.15.000,00/harinya bahkan terkadang mereka sama sekali tidak mendapatkan gajih apabila tidak mendapatkan hasil dari mendulang serta dari hasil wawancara dengan pekerja

    buruh harian lepas bahwa dalam sehari belum tentu mereka mendapatkan penghasilan karena tidak ada yangmemerlukan jasa mereka.

    Penghasilan menjadi salah satu indikator tingkat kesejahteraan yang dapat mencerminkan kondisi sosial ekonomi suatu rumah tangga. Kriteria BPS menetapkan salah satu kriteria miskin adalah penghasilan dalam suatu keluarga tidak lebih dari Rp.600.000,00. Alasan dijadikannya penghasilan sebagai salah satu kriteria miskin oleh BPS, yaitu: 1) Faktor penghasilan dalam persoalan

    gizi pada suatu keluarga. Ketersediaan pangan suatu keluarga sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan keluarga tersebut. Rendahnya pendapatan merupakan satu hambatan

  • yang menyebabkan daya beli menurun sehingga tidak mampu membeli pangan dalam jumlah yang besar dan mutu yang diperlukan, sehingga menurunkan kualitas gizi anggota keluarga yang menyebabkan mereka lebih rentan terhadap penyakit.

    2) Faktor penghasilan dapat menjadi sebab rendahnya peran serta masyarakat terhadap upaya kesehatan. Mereka dari

    keluarga yang berpendapatan rendah memiliki resiko menderita kesakitan dan kematian lebih tinggi daripada mereka yang berpenghasilan lebih tinggi (28).

    Hasil wawancara terkait pendidikan kepala keluarga yang dimiliki responden berdasarkan dengan kriteria miskin BPS Banjarbaru dapat dilihat pada tabel 13.

    Tabel 13 Pendidikan Kepala Keluarga Pasien Peserta Jamkesmas di RSUD Banjarbaru Periode Juli-September 2013

    Pendidikan Kepala Keluarga Jumlah (orang) Persentase (%)Sesuai 91 62,75%Tidak Sesuai 54 37,25%Total 145 100%

    Tabel 13 menunjukkan bahwa menunjukan bahwa pasien peserta jamkesmas yang berpendidikan tidak tamat SD yang artinya sesuai dengan kriteria BPS adalah sebanyak 91 responden (62,75%).

    Pendidikan sangat berperan dalam mempengaruhi angka kemiskinan. BPS menetapkan salah satu kriteria miskin yaitu kepala keluarga maksimal hanya berpendidikan SD. Dikarenakan orang yang berpendidikan lebih baik akan mempunyai peluang yang lebih rendah menjadi miskin dan kebanyakan orang yang tergolong miskin cenderung berpendidikan rendah. Tingkat pendidikan kepala keluarga berhubungan nyata dengan kebiasaan merencanakan anggaran biaya(29).

    Tingkat pendapatan yang baik juga memungkinkan anggota keluarga untuk memperoleh yang lebih baik, misalnya di bidang pendidikan, kesehatan,

    pengembangan karir dan sebagainya. Demikian pula sebaliknya jika pendapatan rendah maka ak an ada hambatan dalam pemenuhan kebutuhan tersebut. Keadaan ekonomi atau penghasilan memegang peranan penting dalam meningkatkan status kesehatan keluarga, apabila penghasilan tinggi maka pemanfaatan pelayanan kesehatan dan pencegahan penyakit juga akan lebih besar, dibandingkan dengan penghasilan rendah akan berdampak pada kurangnya pemanfaatan pelayanan kesehatan dalam hal pemeliharaan kesehatan karena daya beli obat maupun biaya transportasi dalam mengunjungi pusat pelayanan kesehatan(29).

    Hasil wawancara didapatkan memiliki barang berharga yang dimiliki responden berdasarkan dengan kriteria miskin BPS Banjarbaru dapat dilihat pada tabel 14.

    Tabel 14 Barang Berharga Pasien Peserta Jamkesmas di RSUD Banjarbaru Periode Juli-September 2013.

    Memiliki Barang Berharga Jumlah (orang) Persentase (%)Sesuai 135 93,10%Tidak Sesuai 10 6,90%Total 145 100%

  • Tabel 14 menunjukkan bahwa pasien peserta jamkesmas tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp. 500.000,00 yang artinya sesuai dengan kriteria BPS adalah sebanyak 135 responden (93,10%). Rata-rata responden yang tidak sesuai dengan kriteria memiliki barang berharga yaitu kulkas, televisi, sepeda motor dan perhiasan seperti gelang, kalung dan cincin.

    Sumberdaya keluarga ditinjau dari sudut pandang ekonomi merupakan alat atau bahan yang tersedia dan diketahui fungsinya untuk memenuhi kebutuhan atau tujuan keluarga. Salah satu kriteria miskin dari BPS yaitu masyarakat tidak memiliki tabungan/barang/aset berharga yang dapat dijual dengan nilai minimal Rp.500.000,00 Tabungan/barang berharga/aset dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu sebagai berikut:

    1) Aset lancar, yaitu barang-barang kekayaan yang relatif cepat dapat diuangkan misalnya emas, perhiasan, dan uang tunai.

    2) Aset tidak lancar, yaitu barang-barang kekayaan yang relatif agak lama jika diuangkan misalnya tanah, rumah, mobil, kebun, dan surat-surat berharga .

    Apabila seseorang memiliki tabungan/barang berharga/aset dengan harga jual melebihi Rp.500.000,00 maka orang tersebut dikatakan tidak memenuhi salah satu kriteria miskin dari BPS (30).

    Berdasarkan hasil penelitian terkait 14 kriteria miskin menurut BPS untuk mengetahui status kepesertaan pasien peserta jamkesmas di RSUD Banjarbaru periode Juli-September dapat dilihat pada tabel 15 di bawah ini (14):

    Tabel 15 Status Kepesertaan Pasien Peserta Jamkesmas di RSUD Banjarbaru Periode Juli-September 2013

    Status Kepesertaan Jamkesmas Jumlah (orang) Persentase (%)Sesuai 94 64,82%Tidak Sesuai 51 35,17%Total 145 100%

    Data hasil penelitian yang diperoleh untuk status kepesertaan Jamkesmas yangsesuai kriteria BPS sebanyak 94 responden (64,82%).

    Penentuan kategori layak dan tidak layak tersebut adalah jika pasien peserta Jamkesmas memenuhi minimal 9 variabel yang terdapat dalam kriteria miskin yang ditentukan BPS maka dapat dikatakan layak memperoleh Jaminan Kesehatan Masyarakat, dan sebaliknya jika pasien peserta Jamkesmas tidak memenuhi minimal 9 variabel yang terdapat dalam kriteria miskin yang ditentukan BPS maka dapat dikatakan tidak layak memperoleh Jaminan Kesehatan Masyarakat. Dalam penelitian ini untuk kategori tidak layak, pasien dikatakan tidak layak karena hanya

    memenuhi kurang dari 9 variabel pada kriteria miskin berdasarkan BPS.

    Kriteria miskin BPS terbagi 2 yaitu miskin dan sangat miskin yang keduanya berhak untuk menjadi peserta jamkesmas. Dari 14 kriteria apabila 9-12 kriteria terpenuhi maka termasuk dalam kategori miskin dan apabila 13-14 kriteria termasuk dalam kategori sangat miskin. Hasil wawancara didapatkan kategori miskin dapat dilihat pada tabel 5.19 dibawah ini :

  • Tabel 16 Kategori Miskin Pasien Peserta Jamkesmas di RSUD Banjarbaru Periode Juli-September 2013

    Data hasil wawancara menunjukkan bahwa terdapat 14 responden (14,48%) responden dalam kategori sangat miskinyang memenuhi 13-14 kriteria miskin BPS.

    Berdasarkan hasil penelitian 145 responden jamkesmas diperoleh distribusi frekuensi status kepesertaan jamkesmas perkecamatan yang disajikan pada tabel 17.

    Tabel 17 Status kepesertaan pasien peserta Jamkesmas perkecamatan di RSUD Banjarbaru periode Juli-September 2013

    No Kecamatan Status Kepesertaan

    Sesuai Persentase Tidak Sesuai

    Persentase

    1 Cempaka 45 31,03% 16 11,03%2 Banjarbaru Utara 9 6,20% 11 7,58%3 Banjarbaru Selatan 15 10,34% 12 8,27%4 Landasan Ulin 12 8,27% 5 3,44%5 Liang Anggang 13 8,96% 7 4,82%Jumlah 94 64,8% 51 35.12%

    Tabel 17 menunjukkan bahwa lebih banyak responden jamkesmas yang sesuai dengan kriteria BPS berada di Kecamatan Cempaka yaitu sebesar 31,03%. Mayoritas responden jamkesmas bekerja sebagai pendulang yang rata-rata memiliki tingkat pendidikan, penghasilan, luas bangunan, jenis dinding, jenis lantai, kepemilikan barang berharga, ketidak sanggupan membayar biaya pengobatan, sumber mata air, bahan bakar untuk memasak sehari-hari sesuai dengan kriteria miskin BPS.

    Banyaknya pasien peserta Jamkesmas yang berasal dari kecamatan Cempaka menandakan bahwa jumlah peserta Jamkesmas di kecamatan tersebut lebih banyak dari pada kecamatan yang lain, serta menunjukan bahwa tingginya angka kesakitan di Kecamatan Cempaka sehingga menyebabkan tingginya angka kunjungan di rumah sakit.

    Adapun urutan kriteria yang paling banyak tidak sesuai pada 94 responden pasien peserta Jamkesmas yang sesuai dengan kriteria miskin dapat dilihat pada tabel 18.

    Kategori Miskin Jumlah (orang) Presentase (%)Miskin 80 85,11%Sangat Miskin 14 14,89%Total 94 100%

  • Tabel 18 Urutan ketidaksesuaian kriteria miskin BPS pasien peserta Jamkesmas di RSUD Banjarbaru periode Juli-September 2013

    No Tingkat Kriteria Miskin BPS Jumlah (orang)

    Persentase

    1 Sumber penerangan 94 100%2 Jenis lantai 92 97,87%3 Jenis dinding 91 96,81%4 Fasilitas buang air (WC) 79 84,04%5 Kemampuan konsumsi makanan dalam 1 hari 76 80,85%6 Luas bangunan 71 75,53%7 Memiliki barang berharga 57 60,64%8 Pendidikan 40 42,55%9 Penghasilan 12 12,76%10 Membeli stell pakaian dalam 1 tahun 5 5,32%11 Sumber mata air 5 5,32%12 Bahan bakar memasak sehari hari 4 4,25%13 Kemampuan konsumsi daging/susu/ayam dalam

    seminggu 3 3,19%

    14 Kesanggupan membayar biaya pengobatan sendiri 3 3,19%

    Tabel 18 menunjukkan bahwa kriteria BPS yang paling banyak tidak sesuai dengan rakyat miskin adalah sumber penerangan, yaitu sebanyak 94 orang (100%). Mayoritas masyarakat di Kota Banjarbaru memiliki sumber penerangan dengan menggunakan listrik. Hal ini dikarenakan listrik sudah dianggap salah satu kebutuhan penting dalam menunjang aktifitas sehari-hari. Hasil observasi kepada rumah pasien peserta Jamkesmas dan ditemukan bahwa semua rumah tangga yang sesuai dengan kriteria miskin BPS namun tidak satupun dari mereka yang tidak menggunakan listrik, sehingga salah satu kriteria miskin BPS ini tidak jadi masalah yang harus diperhatikan oleh pemerintah daerah lagi.

    Sementara kriteria miskin BPS yang paling banyak tidak sesuai dengan rakyat miskin yaitu kemampuan konsumsi daging/susu/ayam dalam seminggu sebanyak 3 orang (3,19%) dan kesanggupan membayar biaya pengobatan sendiri sebanyak 3 orang (3,19%). Pada kriteria kemampuan konsumsi daging/susu/ayam dalam seminggu merupakan jenis konsumsi yang daya

    belinya dianggap mahal sehingga dalam konsumsi sehari-hari rakyat miskin lebih memilih menkonsumsi makanan yang harganya lebih terjangkau tanpa memperhatikan nilai gizi makanan yang dikonsumsinya, sedangkan untuk kesanggupan membayar biaya pengobatan sendiri mayoritas responden mengatakan kalau mereka tidak sanggup membayar biaya kesehatan sendiri tanpa bantuan dari jaminan kesehatan. Penghasilan yang rendah serta waktu sakit yang tidak bisa diperkirakan menjadi salah satu alasan rakyat miskin sangat memerlukan jaminan kesehatan.

    Hasil observasi dari 145 responden pengguna kartu jamkesmas terdapat 2 orang responden di Kecamatan Banjarbaru Utara, 1 orang responden memiliki kartu askes dan 1 orang yang lain mempunyai kartu Jamkesda.

    Pengamatan secara langsung yang telah dilakukan oleh peneliti mendapatkan beberapa alasan yang menjadi kemungkinan penyebab adanya peserta yang tidak memenuhi kriteria miskin yang telah ditentukan oleh BPS, penyebabnya yaitu:

  • 1. Ketidaktepatan pendataan yang dilakukan oleh perangkat desa dalam mendata masyarakat miskin dsekitar lingkungannya.

    2. Adanya hubungan kerabat antara pemilik kartu dengan perangkat oknum pendataan.

    3. Updating data dilakukan terlalu lama yaitu selama 5 tahun, sehingga tidak mampu meng-update keadaan ekonomi masyarakat yang berhak memperoleh jaminan kesehatan masyarakat

    4. Paradigma yang salah mengenai peruntukan kartu Jamkesmas, dikatakan bahwa kartu jamkesmas hanya diperuntukan masyarakat tidak mampu sesuai dengan kriteria miskin BPS namun kenyataan dilapangan masyarakat beranggapan jika mereka sakit lalu merasa tidak mampu berobat maka mereka berhak memperleh Jamkesmas sekalipun mereka tidak sesuai dengan kriteria miskin BPS.

    PENUTUPKesimpulan karakteristik responden

    berdasarkan umur yaitu usia produktif sebanyak 31 responden (78,62%), berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki sebanyak 67 responden (42,75%) dan perempuan sebanyak 78 responden (53,79%) serta berdasarkan kecamatan yaitu Cempaka sebanyak 61 responden (42,06%), Banjarbaru Utara sebanyak 20 responden (13,78%), Banjarbaru Selatan sebanyak 27 responden (18,61%), Landasan Ulin sebanyak 17 responden (11,72%) dan Liang Anggang sebanyak 20 responden (13,78%).

    Pasien peserta Jamkesmas yang sesuai dengan kriteria miskin BPS adalah luasbangunan sebanyak 130 responden (89,66%), jenis lantai sebanyak 136 responden (93,80%), jenis dinding sebanyak 136 responden (93,80%),fasilitas buang air sebanyak 8 responden (5,52%), sumber penerangan sebanyak 1

    responden (0,69%), sumber mata air sebanyak 132 responden (91,04%), bahan bakar memasak sebanyak 130 responden (89,65%), mengkonsumsi daging/susu/ayam sebanyak 140 responden (96,55%), membeli stel pakaian sebanyak125 responden (86,20%), kesangupan konsumsi makanan sebanyak 15 responden (10,35%), kesanggupan membayar biaya pengobatan sendiri sebanyak 136 responden (93,80%), penghasilan sebanyak 117 responden (80,69%), pendidikan sebanyak 91 responden (62,75%), memiliki barang berharga sebanyak 135 responden (93,10%). Pasien peserta Jamkesmas yang sesuai dengan kriteria BPS sebanyak 94 responden (64,82%)

    Saran yang didapat dari hasil penelitian ini yaitu bagi Badan Pusat Statistik (BPS)mengupdate kembali kriteria miskin yang digunakan dalam menentukan status miskin sesuai dengan keadaan masyarakat miskin sekarang, evaluasi yang telah menjadi tugas dari tim koordinasi sebaiknya dilakukan secara rutin dan berkelanjutan guna memantau status kemiskinan masyarakat karena status kemiskinan naik mengikuti harga barang dan jasa yang dikonsumsi.

    Bagi dinas kesehatan kota Banjarbaru agar lebih berperan aktif atau bertindak sebagai pengawas kepesertaan program jaminan kesehatan masyarakat sehingga program jaminan kesehatan dapat berjalan secara efektif dalam meningkatkan kesejahteraan terutama bagi masyarakat miskin. Bagi pemerintah daerah Kota Banjarbaru agar lebih memperbaiki mekanisme penetapan masyarakat miskin dan kurang mampu sehingga program jaminan kesehatan terlaksana tepat sasaran, alokasi anggaran pembiayaan kesehatan yang perlu ditingkatkan untuk masyarakat miskin dan tidak mampu yang tidak terdaftar sebagai peserta Jamkesmas karena keterbatasan kuota daerah.

  • DAFTAR PUSTAKA

    1. Sekretariat Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). Kumpulan tanya-jawab program-program penanggulangan kemiskinan. Jakarta, 2012.

    2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nomor 149 Tentang Kepesertaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI, 2013.

    3. Zakaria A. Penerapan metode promethee dalam penentuan peserta jamkesmas. Skripsi. Gorontalo: Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo, 2012.

    4. Profil Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru Tahun 2012.Banjarbaru: Pemerintah Kota Banjarbaru, 2012.

    5. Badan Pusat Statistika. Perkembangan beberapa indikator utama sosial-ekonomi indonesia. Jakarta, 2012.

    6. Dinas Kesehatan. Data pelaporan pengembalian kartu jamkesmas. Dinas Kesehatan Banjarbaru, 2013.

    7. Novrianto R. Analisis pelayanan bagi peserta jamkesmas dengan indeks kepuasan masyarakat di Puskesmas Prambon Sidoarjo. Skripsi. Surabaya: Fakultas Ilmu Social dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional, 2011.

    8. Abdullah H. Analisis kegiatan pengelolaan rekam medis rawat jalan inap pasien kanker payudara program jamkesmas untuk mendukung pengelolaan pembiayaan kesehatan di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat 2013 ; 2 (1) hal 19-25.

    9. Suryaningrum N. Akuntabilitas kinerja pelayanan kesehatan bagi peserta jamkesmas di RSUD Kabupaten Sidoarjo. Skripsi

    Surabaya: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional, 2011.

    10. Usman S. Pelaksanaan pemberian pelayanan kesehatan rawat jalan tingkat lanjutan bagi peserta Jamkesmas. Jurnal Ilmiah. Malang: Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, 2013.

    11. Peraturan Meneteri Kesehatan Republik Indonesia: Nomor 903/Menkes/Per/V/2011 Tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat.

    12. Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta. Jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas). Yogyakarta, 2009.

    13. Permatasari R. Kualitas pelayanan kesehatan dalam tinjauan pengguna Jamkesmas. Skripsi. Palembang: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sriwijaya, 2012.

    14. Kementerian Kesehatan RI. Data dan Informasi. Jakarta, 2011

    15. Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Departemen Kesehatan RI, 2008.

    16. Hastuti. Pengentasan kemiskinan dan pembangunan berwawasan lingkungan. Diajukan pada Seminar Nasional Manajemen Dampak Pergeseran Iklim Global Dalam Pelestarian Lingkungan Hidup, 23 Mei 2007. Yogyakarta: Pendidikan Geografi Uiversitas Negeri Yogyakarta, 2007.

    17. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). Rencana aksi nasional program penanggulangan kemiskinan tahun 2012-2014. Jakarta, 2012.

    18. Asri Y, Hastuti, Syaikhu U, dkk. Kajian cepat terhadap pendataan program perlindungan sosial (PPLS) 2011. Lembaga Penelitian Jakarta. Semeru : 2012.

  • 19. Sugiyono. Metode penelitian kuantitatif dan kualitatif dan R&D. Bandung; Alfabeta 2012.

    20. Robert K. Studi Kasus Desain & Kasus. Jakarta: PT. Rajagravindo Persada, 2009.

    21. Pemerintah Provinsi, Usia produktif. Dinas Pekerjaan Umum. Jakarta, 2013.

    22. Maimun S, Telaah dan beberapa strategi penanggulangan kemiskinan. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas ilmu social dan ekonomi, Universitas Negeri Yogyakarta, 2008.

    23. Ahda M, Kajian luas rumah tingal masyarakat berpenghasilan rendah di kawasan pusat kota. Skripsi. Palu: Fakultas teknik, Universitas Tadulako

    24. Hadim, Dinamika kemiskinan rumah tangga di pedesaan. Skripsi. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, 2009.

    25. Moira M, Godwin L, dkk. Menuju kesejahteraan pemantauan kemiskinan dimalinau Indonesia. Bogor: Center for internasional foresty research, 2007.

    26. Kementrian Komunikasi dan informatika RI. Program penanggulangan kemiskinan kabinet Indonesia bersatu II, 2011.

    27. Tulus A. Faktor-faktor lingkungan fisik rumah yang berhubungan dengan kejadian pneumonia pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Kawungan Kabupaten Cilacap. Tesis. Semarang: Program Pascasarjana Universitas Diponegoro, 2008.

    28. Agustina P, Analisis tingkat kepuasan pasien jamkesmas terhadap pelayanan di RSUD Kabupaten Sukaharjo. Tugas akhir. Surakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret, 2010.

    29. Satria R, Keragaman pemenuhan pangan dan perumahan sebagai indicator kesejahteraan keluarga

    nelayan di daerah rawan bencana. Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor, 2006.

    30. Badan Pusat Statistika. Analisis dan perhitungan tingkat kemiskinan, Jakarta, 2008.