journal of tourism destination and attractiondosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...volume iv no.1...

51

Upload: others

Post on 11-Dec-2020

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Journal of TOURISM DESTINATION AND ATTRACTIONdosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 v KATA PENGANTAR Salam wisata! Jumpa lagi di Volume
Page 2: Journal of TOURISM DESTINATION AND ATTRACTIONdosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 v KATA PENGANTAR Salam wisata! Jumpa lagi di Volume

Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 i

Journal of

TOURISM DESTINATION AND ATTRACTION

Page 3: Journal of TOURISM DESTINATION AND ATTRACTIONdosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 v KATA PENGANTAR Salam wisata! Jumpa lagi di Volume

ii Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987

Page 4: Journal of TOURISM DESTINATION AND ATTRACTIONdosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 v KATA PENGANTAR Salam wisata! Jumpa lagi di Volume

Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 iii

Journal of

TOURISM DESTINATION AND ATTRACTION

Volume IV No. 1 November 2016

ISSN: 2339-1987

Fakultas Pariwisata Universitas Pancasila

Jakarta

Page 5: Journal of TOURISM DESTINATION AND ATTRACTIONdosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 v KATA PENGANTAR Salam wisata! Jumpa lagi di Volume

iv Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987

SUSUNAN REDAKSI

Journal of Tourism Destination and Attraction

Volume IV No.1 November 2016

ISSN: 2339-1987

Diterbitkan oleh:

Fakultas Pariwisata Universitas Pancasila

Editor Utama:

Devi Roza K Kausar, Ph.D

Dewan Editor:

Dr. Ir. Riadika Mastra, M.Eng

Riza Firmansyah, M.Si

I Made Adhi Gunadi, S.IP., M.Si.Par

Editor Ahli (Mitra Bestari):

Prof. Azril Azahari – ICPI

Dr. Norain Othman – Universiti Teknologi MARA, Malaysia

Drs. J. Ganef Pah, MS – STP Bandung

Drs. Ec. I Putu Anom, M.Par – Universitas Udayana

Dr. Yophie Septiadi – Universitas Pancasila

Sekretariat Redaksi:

Tina Wahyuti, SE

Layout Designer:

A. Andhika Nugraha, SIP.

Alamat Redaksi:

Fakultas Pariwisata Universitas Pancasila

Jl. Srengseng Sawah, Jagakarsa Jakarta Selatan 12640

Telp.: +6221 7888 5779, Fax: +6221 2912 0719

Email: [email protected]

Website: www.pariwisata.univpancasila.ac.id

Page 6: Journal of TOURISM DESTINATION AND ATTRACTIONdosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 v KATA PENGANTAR Salam wisata! Jumpa lagi di Volume

Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 v

KATA PENGANTAR

Salam wisata!

Jumpa lagi di Volume Keempat Journal of Tourism Destination and Attraction (JTDA).

Mengawali edisi pertama dari tahun 2016 ini, JTDA menyajikan lima tulisan dengan topik yang variatif

namun masih dalam tema besar destinasi dan atraksi pariwisata beserta segala isunya yang terkait.

Made Adhi Gunadi melalui artikel berjudul “Kearifan Lokal Masyarakat Adat Kampung Naga

Dan Penerapan Pariwisata Berbasis Masyarakat” menganalisis pariwisata berbasis masyarakat

atau Community Based Tourism (CBT) sebagai sebuah pendekatan dalam pengembangan pariwisata

yang dinilai sebagai jawaban alternatif dari pengembangan pariwisata yang selama ini telah

dikenal luas. Artikel ini membahas konsep pengembangan pariwisata yang relatif baru, kemudian

mengkaji dan menganalisis penerapannya dalam sebuah komunitas/masyarakat yang memiliki

adat dan tradisi kuat, yaitu masyarakat adat di Kampung Naga, Tasikmalaya. Penelitian ini bertujuan

untuk mengidentifikasi nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Kampung Naga dan mengkajinya

dengan prinsip pariwisata berbasis masyarakat yang telah berlangsung di desa tersebut. Sementara

Fahrurozy Darmawan dan Ruri Nurhalin membahas tentang Strategi Pengelolaan Wisata Kumuh

Kampung Luar Batang. Penelitian tersebut bertujuan untuk menganalisis pengelolaan Kampung

Luar Batang sebagai destinasi wisata kumuh dalam upaya meningkatkan pendapatan masyarakat.

Riza Firmasyah, Jandwikha Rahayu, dan Yustisia Pasfatima Mbulu dalam artikelnya

membahas tentang Strategi Pengembangan Wisata Agro Di Kelurahan Pasir Putih, Depok. Tujuan

dalam penelitian ini untuk mengidentifikasi potensi Wisata Agro yang berada di Kelurahan Pasir

Putih Kecamatan Sawangan Kota Depok, mengidentifikasi partisipasi masyarakat dalam

mengembangkan Wisata Agro di Kelurahan Pasir Putih Sawangan-Depok dan merumuskan

pengembangan Wisata Agro di Kelurahan Pasir Putih Sawangan-Depok. Nini Jayanti Saleh dan

Moses Soediro menganalisis Serbuk Semanggi sebagai Minuman Herbal. Penelitian ini

menghasilkan inovasi dalam pengolahan semanggi bahan kuliner lokal yang menjadi salah satu

unsur daya tarik wisatawan. Tri Rahayuningsih, E.K.S. Harini Muntasib, Jadda Muthiah

membahas tentang kepercayaan masyarakat Desa Argapura terhadap budaya angklung gubrak

sebagai salah satu bentuk modal sosial dalam pengembangan ekowisata. Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui nilai penting angklung gubrak bagi warga Desa Argapura sebagai salah satu

budaya yang memiliki kekuatan untuk menggerakkan masyarakat secara bersama untuk

berpartisipasi dalam pengembangan ekowisata Desa Argapura.

Semoga semua sajian ini bermanfaat dan selamat membaca.

Devi Kausar

(Editor Utama)

Page 7: Journal of TOURISM DESTINATION AND ATTRACTIONdosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 v KATA PENGANTAR Salam wisata! Jumpa lagi di Volume

vi Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987

Page 8: Journal of TOURISM DESTINATION AND ATTRACTIONdosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 v KATA PENGANTAR Salam wisata! Jumpa lagi di Volume

Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 vii

DAFTAR ISI

SUSUNAN REDAKSI .................................................................................................................. iv

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... v

Kearifan Lokal Masyarakat Adat Kampung Naga dan Penerapan Pariwisata

Berbasis Masyarakat

Made Adhi Gunadi .................................................................................................................. 1-6

Pengelolaan Wisata Kumuh Kampung Luar Batang Slum Tourism Management In

Kampung Luar Batang

Fahrurozy Darmawan dan Ruri Nurhalin .............................................................................. 7-14

Pengembangan Wisata Agro di Kelurahan Pasir Putih, Depok

Riza Firmansyah, Jandwikha Rahayu dan Yustisia Pasfatima Mbulu ................................. 15-26

Serbuk Semanggi Sebagai Minuman Herbal (Creating Clover Powder Herbal Drink)

Nini Jayanti Saleh dan Moses Soediro ................................................................................ 27-32

Kepercayaan Masyarakat Desa Argapura Terhadap Budaya Angklung Gubrak

Sebagai Salah Satu Bentuk Modal Sosial Dalam Pengembangan Ekowisata

Tri Rahayuningsih, E.K.S. Harini Muntasib dan Jadda Muthiah ........................................ 33-38

BIODATA PENULIS .............................................................................................................. 39-40

PEDOMAN PENULISAN NASKAH ................................................................................... 40-43

Page 9: Journal of TOURISM DESTINATION AND ATTRACTIONdosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 v KATA PENGANTAR Salam wisata! Jumpa lagi di Volume

viii Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987

Page 10: Journal of TOURISM DESTINATION AND ATTRACTIONdosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 v KATA PENGANTAR Salam wisata! Jumpa lagi di Volume

Journal of Tourism Destination and Attraction

Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 1

KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT ADAT KAMPUNG NAGA

DAN PENERAPAN PARIWISATA BERBASIS MASYARAKAT

Made Adhi Gunadi

Universitas Pancasila

Abstract

Community-based tourism (CBT) as an approach in the development of tourism can be viewed as an

alternative to the development of tourism which have so far has been widely acknowledged. As a relatively

new approach to tourism development, it’s interesting then to study and analyze its application in a

community which has strong tradition such as the community of Kampung Naga, Tasikmalaya. This

research aimed to identifying values of local wisdom of Kampung Naga, and then review it using the

principles of community based tourism that has been implemented in Kampung Naga. This study adopted

qualitative approaches, with data collection through observation, interviews and literature review. The

results of the analysis shows that the values of the local wisdom of Kampung Naga indigenous people,

especially the value of togetherness, simplicity, independent, and specific pattern on spacial and agriculture,

are able to encourage implementation of CBT principles in Kampung Naga.

Keywords: Community Based Tourism, Local Wisdom, Indigenous People.

PENDAHULUAN

Pariwisata Berbasis Masyarakat (Community

Based Tourism) menjadi perhatian pariwisata global

dan juga telah menjadi arahan pembangunan pariwisata

nasional. UU No. 10/2009 tentang Kepariwisataan

secara tegas menyatakan bahwa tujuan pembangunan

pariwisata Indonesia adalah memberdayakan dan

meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pariwisata Berbasis Masyarakat (PBM) atau

Community Based Tourism (CBT) sebagai sebuah

pendekatan dalam pengembangan pariwisata, dinilai

sebagai jawaban alternatif dari pengembangan

pariwisata yang selama ini telah dikenal luas.

Goodwin-Santili (2009: 11) mengemukakan

sebagai berikut:

…CBT emerged as an alternative to mainstream

tourism. Whilst CBT is largely dependent upon

the same tourism infrastructure as mainstream

tourism, particularly for transport, CBT is seen

as an alternative and very few CBT initiatives

are connected with the mainstream tourism

industry, the market access of CBT projects

is therefore generally poor. Associated with

this rejection of the market is a commitment

to collective community benefit and community

governance (Goodwin & Santili, 2009).

Secara konseptual Community Based Tourism

menurut Pantin dan Francis (dalam Nurhidayati, 2012)

diartikan sebagai pendekatan alternatif yang

menekankan pada partisipasi/keterlibatan masyarakat

serta merupakan alat pemberdayaan ekonomi

masyarakat. Sudut pandang pemberdayaan ini

juga diutarakan oleh Isnaini (dalam Hadiwijoyo, 2012)

yang mengemukakan CBT sebagai pengembangan

masyarakat dengan menggunakan pariwisata

sebagai alat untuk memperkuat kemampuan

organisasi masyarakat lokal.

Tak jauh berbeda, Prasiasa (2013: 98) menyebutkan

bahwa model pembangunan pariwisata berbasis

masyarakat (CBT) menjadikan masyarakat sebagai

pemain kunci, dan mendorong terciptanya interaksi

yang harmonis antara sumber daya, penduduk

lokal dan pengunjung. Sebagai model pengembangan

pariwisata, Pinel (dalam Hadiwijoyo, 2012) juga

menyebutkan Community Based Tourism sebagai

model pengembangan pariwisata yang berasumsi

bahwa pariwisata harus berangkat dari kesadaran

nilai-nilai kebutuhan masyarakat sebagai upaya

membangun pariwisata yang lebih bermanfaat

bagi kebutuhan, inisiatif dan peluang masyarakat lokal.

Goodwin & Santili (2009: 12) memaparkan lebih

tegas sebagai berikut: CBT can therefore be defined

as tourism owned and/or managed by communities

and intended to deliver wider community benefit.

The large majority of community-based tourism

initiatives are based on the development of

community-owned and managed lodges or homestays.

Page 11: Journal of TOURISM DESTINATION AND ATTRACTIONdosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 v KATA PENGANTAR Salam wisata! Jumpa lagi di Volume

Made Adhi Gunadi

2 Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987

Sementara Ciole (dalam Lopez-Guzman,

Sanches-Canizares, Pavon, 2011) mendeskripsikan

Community Based Tourism lebih detil:

CBT is based on the creation of tourist products

characterised by community participation in their

development. CBT emerged as a possible solution

to the negative effects of mass tourism in developing

countries, and was, and the same time, a strategy

for community organisation in order to attain better

living conditions. Its core idea is the integration of

hotel management, food and beverages, complementary

services and tourism management, but also includes

other subsystems (infrastructure, health, education

and environment) as main characteristics, thus

presenting a sustainable development project created

by the community, and encouraging interrelation

between the local community and visitors as a key

element in the development of a tourist product

(Ciole et al., 2007 dalam Lopez-Guzman, Sanches-

Canizares, Pavon, 2011).

Sebagai sebuah konsep pengembangan

pariwisata yang relatif “baru,” menjadi menarik

kemudian untuk mengkaji dan menganalisis

penerapannya dalam sebuah komunitas/masyarakat

yang memiliki adat dan tradisi kuat seperti di

masyarakat adat Kampung Naga, Tasikmalaya.

Masyarakat Kampung Naga menunjukkan

pengetahuan lokal (indigenous knowledge) dan

kemampuan berpikir dan perilaku bijaksana

(Mundarjitno, 1986) hingga mampu tetap eksis

dalam tatanan hidup bermasyarakat dan kondisi

alam saat ini. Cara dan kebiasaan yang bersifat

praktis-pragmatis dalam mengatasi permasalahan

dan memiliki kebenaran normatif telah melembaga

menjadi adat istiadat dan menjadi pedoman hidup

adalah refleksi dari nilai-nilai kearifan lokal (Gobyah

dalam Ningrum dan Rukhimat, 2012). Nilai-nilai kearifan

lokal dilahirkan dari suatu masyarakat, diwariskan

dari generasi ke generasi berikutnya, dan dilestarikan

melalui pembiasaan yang melembaga (tradisi)

hingga membentuk kepribadian sesuai norma.

Kearifan lokal berasal dari dua kata yaitu

kearifan (wisdom), dan lokal (local). Secara umum

maka local wisdom (kearifan lokal) dapat dipahami

sebagai gagasan-gagasan setempat yang bersifat

bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang

tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya

(Qodariah dan Army, 2013). Sementara Prasiasa

(2013) menyebut kearifan lokal bersama dengan

keunggulan lokal (local genius) merupakan bagian

dari kebudayaan. Kearifan lokal diartikan sebagai

kebijakan manusia dan komunitas yang mengacu

pada filosofi, nilai-nilai, etika, cara-cara, perilaku

yang melembaga secara tradisional untuk mengelola

sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan

sumberdaya budaya bagi kelestarian hal-hal tersebut.

Dari sisi fungsi, kearifan lokal memiliki beberapa

fungsi. Seperti yang dituliskan Sartini (2006), fungsi

kearifan lokal adalah (1) konservasi dan pelestarian

sumber daya alam; (2) pengembangan sumber daya

manusia; (3) pengembangan kebudayaan dan ilmu

pengetahuan; (4) petuah, kepercayaan, sastra

dan pantangan; (5) bermakna sosial misalnya

upacara integrasi komunal/kerabat; (6) bermakna

etika dan moral; (7) bermakna politik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi

nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Kampung Naga,

dan selanjutnya mengkajinya dengan prinsip-

prinsip pariwisata berbasis masyarakat (CBT)

yang telah diterapkan di Kampung Naga.

METODE

Penelitian ini menggunakan pendekatan

kualitatif deskriptif, dengan pengumpulan data

melalui observasi, wawancara dan studi literatur.

Observasi dilakukan dua kali pada bulan Mei 2015

dan April 2016. Yang menjadi informan wawancara

adalah pemandu senior Pak Tatang dan kuncen/

tetua adat Kampung Naga.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sebagai sebuah desa yang memiliki adat dan

tradisi unik, Kampung Naga menjadi salah satu

destinasi wisata budaya yang utama di Jawa

Barat. Meskipun masyarakat Kampung Naga

menolak predikat sebagai atraksi wisata, namun

wisatawan yang berkunjung ke Kampung Naga

selalu ramai mengalir sepanjang tahun. Pada

tahun 2010, tercatat jumlah kunjungan wisatawan

nusantara mencapai 38.555 orang. Pada tahun

2011 dan 2012, angka kunjungan menunjukkan

peningkatan yaitu mencapai 51.861 dan 70.751.

Berikutnya terjadi fluktuasi jumlah kunjungan,

yaitu 38.675 kunjungan pada 2013 dan 32.703

kunjungan pada 2014 (Rachman, 2015).

Kampung Naga masuk dalam pemerintahan

Desa/Kelurahan Neglasari, Kecamatan Salawu,

Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Secara

geografis, Kampung Naga terletak di sebuah

lembah yang jaraknya ± 1 km dari jalan raya

Page 12: Journal of TOURISM DESTINATION AND ATTRACTIONdosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 v KATA PENGANTAR Salam wisata! Jumpa lagi di Volume

Journal of Tourism Destination and Attraction

Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 3

dengan ketinggian 488 meter dari permukaaan

laut. Wilayah ini terdiri atas lahan permukiman,

lahan persawahan, empang, bukit dan hutan. Di

sebelah barat, Kampung Naga berbatasan

dengan bukit Naga. Sebelah timur berbatasan

dengan Sungai Ciwulan dan hutan lindung

(pembatas antara Kampung Naga dan Kampung

Babakan). Sebelah selatan berbatasan dengan

bukit dan jalan raya Tasikmalaya Bandung, lewat

Garut. Luas areal Kampung Naga ± 10 hektar,

terdiri dari hutan, pertanian, dan perikanan.

Sedangkan untuk lahan pemukiman luasnya

sebesar 1,5 hektar yang dihuni warga masyarakat

Kampung Naga (seuweu siwi Naga) yang

jumlahnya 310 jiwa dengan 99 kepala keluarga

(2010). Penduduk Kampung Naga mendiami

rumah berbentuk panggung yang berjumlah 113

buah, membujur dari barat ke timur dengan pintu

rumah menghadap ke utara atau ke selatan.

Terdapat banyak versi terkait asal muasal

masyarakat Kampung Naga. Bukti tertulis yang

konon ditulis di atas daun lontar sudah terbakar

habis pada peristiwa 1956, yaitu peristiwa dibakarnya

Kampung Naga oleh gerombolan DI Kartosuwiryo.

Kampung Naga kemudian dibangun kembali dengan

tetap menerapkan ketentuan dan bentuk pemukiman

seperti sebelumnya. Berdasarkan sejumlah versi

yang ada, terdapat benang merah sebagai berikut.

Pertama, adanya sosok Eyang Singaparna yang

dipercayai sebagai karuhun (nenek moyang) atau

primus interpares masyarakat Kampung Naga.

Saat ini terdapat sebuah makam yang dipercayai

adalah makan Singaparna, dan selalu diikutsertakan

dalam berbagai kegiatan upacara. Kedua, Islam

telah menjadi agama masyarakat Kampung Naga

sejak abad 16 hingga 17 Masehi. Ketiga, masyarakat

Kampung Naga berasal dari suku Sunda, karena

merupakan keturunan kerajaan Galunggung, kemudian

terjadi pertemuan budaya dengan Jawa ketika

pasukan Mataram yang menyerang Batavia singgah

dan meminta bantuan penduduk sekitar.

Kepribadian masyarakat kampung Naga

terbentuk melalui proses belajar sepanjang hayat

(long-life learning) yang dilaksanakan secara

terintegrasi antara lembaga adat, masyarakat, dan

keluarga. Nilai-nilai kearifan lokal terinternalisasi

pada setiap individu hingga membentuk kepribadian

yang sesuai dengan nilai-nilai sosial budaya.

Sesungguhnya, kepribadian warga masyarakat

Kampung Naga memiliki nilai-nilai universal yang

tercermin dalam berbagai aspek kehidupan (act locally),

namun memiliki kemampuan berpikir global (think

globally), dan memberikan kontribusi terhadap

pembentukan identitas budaya bangsa sebagai

perwujudan integritas hidup berbangsa dan bernegara

(commit nationally), (Ningrum dan Rukhimat, 2012).

Nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Kampung

Naga menunjukkan kecerdasan intelektual, kecerdasan

spiritual, kecerdasan emosional, kecerdasan sosial,

dan berkarya, sehingga mereka menunjukkan jati

diri yang mandiri.

Nilai-nilai kearifan lokal yang mendasari cara

berpikir dan berperilaku terefleksikan di dalam tatanan

hidup bermasyarakat, yaitu pola hidup sederhana,

kebersamaan, pola pemukiman dan rumah, tata

ruang, dan cara bertani. Nilai-nilai budaya tersebut

terus dipertahankan karena telah menunjukkan

keunggulan secara lokalitas bagi masyarakat

Kampung Naga (Ningrum dan Rukhimat, 2012).

Pola hidup sederhana tercermin dalam

ungkapan: teu saba, teu boga, teu banda teu

boga, teu weduk teu bedas, teu gagah teu pinter,

dan amanat ti kolot sacekap-cekapna sakieu

wae (tidak bepergian, tidak punya, tidak memiliki

harta kekayaan, tidak kebal tidak kuat, tidak

gagah tidak pandai, dan sekian amanat dari

leluhur). Ungkapan tersebut memiliki nilai filosofis

sebagai landasan berperilaku. Hidup sederhana

tidak menjadikan mereka hidup miskin, melainkan

menunjukkan kemandirian dengan mengelola

sumber daya alam sesuai kebutuhan dan budaya

yang tersedia di lingkungannya.

Kebersamaan atau keguyuban/gotong royong

merupakan hakikat kehidupan manusia yang saling

membutuhkan satu sama lain. Mereka sangat

menyadari keterbatasan dapat diatasi dengan

kebersamaan. Ketaatan terhadap adat istiadat

adalah wujud kepedulian terhadap para leluhur

yang telah menciptakannya, mempertahankan

kebersamaan, mengutamakan kedamaian antar

warga, dan menghindari konflik internal. Gotong

royong dan kebersamaan dalam kegiatan sosial

seperti mendirikan rumah, pelaksanaan upacara

dalam berbagai aspek kehidupan menunjukkan

kebersamaan, mentaati tata tertib, dan kesamaan

derajat atau status sebagai warga masyarakat

Kampung Naga.

Tata ruang Kampung Naga mencerminkan

nilai-nilai kearifan lokal yang ditunjukkan dengan

adanya pembagian wilayah. Tata ruang terbagi ke

Page 13: Journal of TOURISM DESTINATION AND ATTRACTIONdosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 v KATA PENGANTAR Salam wisata! Jumpa lagi di Volume

Made Adhi Gunadi

4 Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987

dalam tiga wilayah adat, yakni: (1) wilayah terlarang,

yaitu kawasan makam (pasarean) dan hutan naga

yang tidak boleh dijamah oleh siapapun; (2) wilayah

produktif, yakni kawasan pertanian sawah; dan (3)

wilayah inti (legana sa naga), yakni kawasan

pemukiman dan wahana berlangsungnya aktivitas

kemasyarakatan. Secara morfologis, Kampung Naga

berada di lereng bukit yang potensial terjadinya

longsor. Wilayah terlarang berada di bagian atas

pemukiman sehingga menjadi daerah konservasi

dalam upaya pelestarian lingkungan hidup. Wilayah

produktif berada di gerbang memasuki Kampung

Naga (wilayah inti). Ketiga wilayah tersebut dipergunakan

sesuai dengan peruntukkannya dan sampai sekarang

tidak mengalami perubahan. Prinsip pelestarian

lingkungan yang dilakukan masyarakat berdasarkan

etika lingkungan yang berkelanjutan bahwa lingkungan

sebagai sumberdaya memiliki keterbatasan.

Padi bagi masyarakat Kampung Naga tidak

hanya menjadi bahan makan pokok, melainkan

memiliki nilai spiritual sebagai penghormatan dan

ungkapan terima kasih terhadap Dewi Sri. Padi

diperlakukan dengan bijaksana mulai dari penanaman,

pemeliharaan, panen sampai pasca panen dan

mengkonsumsinya. Bertani, tidak hanya sebagai

mata pencaharian melainkan tradisi yang terus

dilestarikan. Bibit padi minggu jalan jenis padi lokal

dengan masa tanam enam bulan (pare gede), tidak

menggunakan pupuk kimia dan pestisida, dan

hasil panen disimpan di lumbung padi kampung.

Kegiatan bertani diawali dan diakhiri dengan upacara.

Dalam bahasa yang sedikit berbeda, Qodariah

dan Armi (2013) memaparkan nilai kearifan lokal

masyarakat Kampung Naga terdiri dari: mencintai

lingkungan, seperti yang terefleksi melalui adanya

ketentuan “hutan larangan” dan tidak diperbolehkannya

membuat bangunan melebihi batas yang sudah

ditentukan oleh adat. Kerjasama (gotong-royong),

selalu mengutamakan gotong royong antar warga

apabila ada hajat yang diselenggarakan; kebersamaan,

seperti ditunjukkan pada kegiatan gotong royong

dan menyiapkan makanan bersama, serta tradisi

pamulang sambung. Kesederhanaan dan Kesetaraan,

kesederhanaan ditunjukkan dengan tidak adanya

listrik, sementara nilai kesetaraan tampak pada

struktur rumah yang sama, pakaian dan gaya

hidup yang sama (tidak berbeda antara kuncen,

RT, dan warga biasa). Kemandirian, ditunjukkan

melalui prinsip “apabila diberi ya diterima, jika

tidak, itu bukan masalah”. Kreatif, yang ditunjukkan

melalui aneka kerajinan tangan yang diproduksi,

cara bertani dan pengolahan lahan dengan sistem

terasering.Tanggungjawab, dengan mematuhi

segala aturan adat, agama dan pemerintah; serta

Konsisten dan Berprinsip.

Sementara itu, As’sari-Hendriawan (2016)

menunjukkan nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat

di Kampung Naga sebagai berikut: disiplin dan

jujur, religius, patuh, gotong-royong/kebersamaan,

dan sederhana, ramah dan mandiri. Meskipun ada

sedikit perbedaan, namun nilai-nilai kearifan lokal

yang disebutkan banyak memiliki kesamaan.

Masyarakat Kampung Naga dipersatukan

oleh adat istiadat yang terus dipertahankan dan

dilestarikan sebagai pedoman hidup warganya

yang dinamakan “papagon hirup” yang terdiri atas

empat nilai, yaitu wasiat, amanat, akibat dan

pamali atau tabu. Papagon tersebut sekaligus

berperan sebagai fungsi pengawasan kegiatan

pengelolaan (Hidayat, 2015)

Sebagai atraksi wisata budaya, masyarakat

Kampung Naga mengambil peran penting sebagai

pelaku utama dalam aktivitas wisata yang ada.

Hampir seluruh aspek atraksi, amenitas dan

kelembagaan pariwisata seperti pemandu wisata,

homestay, cenderamata, kios makanan, secara

eksklusif semua dikelola dan dimiliki oleh warga

adat Kampung Naga. Hal ini menunjukkan bahwa

wisata budaya di Kampung Naga yang memiliki

kearifan lokal unik memenuhi prinsip utama

sebagai pariwisata berbasis masyarakat atau

community based tourism (CBT).

Dalam hal pengaturan CBT, Yaman dan

Mohd (dalam Nurhidayati, 2012) mengemukakan

beberapa kunci pengaturan pariwisata dengan

pendekatan Community Based Tourism, antara lain:

Adanya dukungan pemerintah. Community

based tourism membutuhkan dukungan struktur

yang multi institusional agar sukses dan berkelanjutan.

Pendekatan Community Based Tourism berorientasi

pada masyarakat yang mendukung pembagian

keuntungan dan manfaat yang adil serta mendukung

pengentasan kemiskinan dengan mendorong

pemerintah dan masyarakat untuk tetap menjaga

sumberdaya alam dan budaya. Pemerintah berfungsi

sebagai fasilitator, koordinator atau badan

penasehat SDM dan penguatan kelembagaan.

Partisipasi dari stakeholder CBT dideskripsikan

sebagai variasi aktivitas yang meningkatkan

dukungan yang lebih luas terhadap pembangunan

Page 14: Journal of TOURISM DESTINATION AND ATTRACTIONdosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 v KATA PENGANTAR Salam wisata! Jumpa lagi di Volume

Journal of Tourism Destination and Attraction

Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 5

ekonomi dan sosial masyarakat. Konservasisum

berdaya juga dimaksudkan sebagai upaya melindungi

dalam hal memperbaiki mata pencaharian masyarakat.

CBT secara umum bertujuan untuk penganeka

ragaman industri, peningkatan partisipasi yang

lebih luas termasuk partisipasi dalam sektor

informal, hak dan hubungan langsung dan tidak

langsung dari sector lainnya. Anggota masyarakat

dengan kemampuan kewirausahaan dapat menentukan/

membuat kontak bisnis dengan tour operator,

travel agent untuk memulai bisnis baru. Dengan

ini partisipasi dari stakeholder sangat diperlukan

untuk pendekatan Community Based Tourism.

Pembagian Keuntungan yang adil. Dengan

keuntungan yang diterima oleh masyarakat secara

langsung yang memiliki usaha di sector pariwisata

tetapi juga keuntungan tidak langsung yang diterima

dan dinikmati masyarakat dari kegiatan pariwisata

jauh lebih luas antara lain berupa proyek pembangunan

yang dibiayai dari hasil penerimaan pariwisata.

Penggunaan sumberdaya local secara

berkesinambungan. Pariwisata sangat bergantung

pada sumberdaya alam dan budaya setempat.

Dimana asset tersebut dimiliki dan dikelola oleh

seluruh anggota masyarakat, baik secara individu

maupun kelompok.

Penguatan institusi lokal. Usaha pariwisata di

daerah pedesaan sulit diatur oleh lembaga yang ada.

Maka dari itu penting untuk melibatkan komite dengan

anggota yang berasal dari masyarakat. Tujuan utamanya

adalah mengatur hubungan antar penduduk, sumberdaya

dan pengunjung. Hal ini sangat membutuhkan

perkembangan kelembagaan yang ada di suatu

desa tersebut, yang paling baik adalah terbentuknya

lembaga dengan pimpinan yang dapat diterima

semua anggota masyarakat. Penguatan kelembagaan

dapat dilakukan melalui pelatihan dan pengembangan

individu dengan keterampilan kerjanya.

Isnaini (dalam Hadiwijoyo, 2012) menambahkan

konsep Community Based Tourism mempunyai prinsip-

prinsip yang dapat digunakan sebagai tool of community

development bagi masyarakat lokal, yaitu:

1. Mengakui, mendukung dan mempromosikan

pariwisata yang dimiliki masyarakat,

2. Melibatkan anggota masyarakat sejak awal

pada setiap aspek

3. Mempromosikan kebanggaan masyarakat

4. Meningkatkan kualitas hidup

5. Menjamin keberlanjutan lingkungan

6. Memelihara karakter dan budaya lokal yang unik

7. Membantu mengembangkan cross-cultural learning

8. Menghormati perbedaan-perbedaan budaya

dan kehormatan manusia

9. Mendistribusikan keuntungan secara adil

diantara anggota masyarakat

10. Menyumbang prosentase yang ditentukan bagi

income proyek masyarakat.

Menurut Suansri (2003), dalam pembangunan

community based tourism ada lima aspek yang

harus diberdayakan, yakni:

1. Asset sosial yang dimiliki oleh komunitas tersebut,

seperti: budaya, adat-istiadat, social network,

gaya hidup;

2. Sarana dan prasarana, bagaimana sarana dan

prasarana destinasi wisata tersebut apakah sudah

ideal dalam rangka memenuhi kebutuhan wisatawan;

3. Organisasi, apakah telah ada organisasi

masyarakat yang mampu secara mandiri

mengelola daya tarik wisata tersebut;

4. Aktivitas ekonomi, bagaimanakah aktivitas

ekonomi dalam rantai ekonomi pariwisata di

komunitas tersebut, apakah secara empiris

telah menimbulkan distribution of economic benefit di

antara penduduk lokal, ataukah manfaat tersebut

masih dinikmati oleh kelompok-kelompok tertentu;

5. Proses pembelajaran, satu hal yang tak kalah

pentingnya dari komunitas tersebut dalam

mewujudkan objek dan dayatarik wisata.

Secara ringkas, kesesuaian antara nilai kearifan

lokal Kampung Naga dengan prinsip-prinsip CBT,

dapat dituangkan pada matriks yang disusun

berdasarkan hasil obervasi dan kajian berikut ini:

Tabel 1. Matriks Kearifan Lokal dan Prinsip CBT

Kearifan lokal Prinsip CBT

Sederhana Kebersamaan Pola Ruang Pola Bertani

Dukungan Pemerintah - - -

Partisipasi Stakeholder - -

Pembagian Keuntungan yang Fair - -

Penggunaan Sumber Daya yang Lestari

Penguatan Institusi Lokal

Sumber: Hasil Observasi dan Intrepretasi Penulis

Page 15: Journal of TOURISM DESTINATION AND ATTRACTIONdosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 v KATA PENGANTAR Salam wisata! Jumpa lagi di Volume

Made Adhi Gunadi

6 Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987

Pada matriks di atas, terlihat poin-poin yang

menunjukkan kesesuaian atau persinggungan antara

nilai-nilai kearifan lokal masyarakat adat Kampung

Naga dengan prinsip-prinsip community based tourism.

Berdasarkan praksis wisata yang sudah berjalan

dan diterapkan di Kampung Naga selama ini, terlihat

bahwa prinsip-prinsip community based tourism memiliki

singgungan dan kesesuaian setidaknya dengan satu

nilai kearifan lokal masyarakat Kampung Naga. Pada

prinsip penggunaan sumberdaya yang lestari (sustainable)

dan prinsip penguatan institusi lokal bahkan memiliki

kesesuaian dan singgungan dengan seluruh ke

empat nilai kearifan lokal masyarakat Kampung Naga.

Banyaknya singgungan antara nilai kearifan

lokal Kampung Naga dengan prinsip CBT setidaknya

menunjukkan dua hal : pertama, bahwa terdapat

kesesuaian antara nilai tradisi (lama) masyarakat

Kampung Naga dengan prinsip modern/masa kini

tentang CBT; kedua, adanya kesesuaian antara

kedua nilai tersebut mampu mendorong terlaksananya

penerapan prinsip community based tourism

secara konsisten dan terjaga di Kampung Naga.

SIMPULAN

Hasil analisis menunjukkan bahwa kegiatan

wisata budaya di Kampung Naga telah

mengimplementasikan prinsip-prinsip utama dari

pariwisata berbasis masyarakat atau community

based tourism (CBT). Nilai-nilai kearifan lokal

khususnya nilai kebersamaan, kesederhanaan,

kemandirian, pola pengaturan ruang dan pola

bertani yang berakar pada tradisi masyarakat adat

Kampung Naga, ternyata mampu mendorong

penerapan prinsip-prinsip masa kini tentang

community based tourism berlangsung secara

konsisten dan terjaga di Kampung Naga.

DAFTAR PUSTAKA

As’sari, Ruli; Hendriawan, Nandang, 2016, Kajian

Nilai Kearifan Lokal Masyarakat Adat Kampung

Naga Dalam Pengelolaan Lingkungan Berbasis

Mitigasi Bencana, prosiding semnas Geografi

UMS, Surakarta

Goodwin, Harold & Santilli, Rosa, 2009, Community-

Based Tourism: a success? ICRT Occasional

Paper 11

Hadiwijoyo, SS, 2012, Perencanaan Pariwisata

Perdesaan Berbasis Masyarakat, sebuah

pendekatan konsep, Graha Ilmu

Hidayat, Susi Yuliani, 2015, Kearifan Lokal Masyarakat

Adat Kampung Naga Dalam Pengelolaan

Sumber Daya Hutan, thesis, Yogyakarta UGM

López-Guzmán, Tomás; Sánchez-Cañizares, Sandra;

Pavón, Víctor; 2011, Community - Based Tourism

In Developing Countries: A Case Study,

Tourismos: An International Multidisciplinary

Journal Of Tourism Volume 6, Number 1,

Spring 2011, pp. 69-84

Ningrum, Epon dan Rukhimat, Maman; 2012,

Pendidikan Nilai-Nilai Kearifan Lokal Pada

Masyarakat Kampung Naga di Kabupaten

Tasikmalaya.” http://fpips.upi.edu/ diakses 15

Agustus 2016, 17.08 WIB

Nurhidayati, SE, 2012, Sustainable agritourism

development based on community in Batu

City, East Java

Prasiasa, Dewa Putu Oka, 2011, Wacana Kontemporer

Pariwisata, Salemba Humanika, Jakarta

Qodariah, Lelly dan Armi, Laely, 2013, Nilai-Nilai

Kearifan Lokal Masyarakat Adat Kampung Naga

sebagai Alternatif Sumber Belajar, Jurnal Socia

Vol 10 No 1.

Rachman, Ichsan Taufik, 2015, Analisis Kualitas

Jasa Pramuwisata Dan Kepuasan Wisatawan

Di Destinasi Wisata Budaya Kampung Naga

Kabupaten Tasikmalaya, Universitas Pendidikan

Indonesia, repository.upi.edu, perpustakaan.

upi.edudiakses 15 Agustus 2016, 18.10 WIB

Suansri, Potjana, 2003, Community Based Tourism

Handbook, Bangkok : REST

Page 16: Journal of TOURISM DESTINATION AND ATTRACTIONdosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 v KATA PENGANTAR Salam wisata! Jumpa lagi di Volume

Journal of Tourism Destination and Attraction

Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 7

PENGELOLAAN WISATA KUMUH KAMPUNG LUAR BATANG

SLUM TOURISM MANAGEMENT IN KAMPUNG LUAR BATANG

Fahrurozy Darmawan1 dan Ruri Nurhalin1 1Fakultas Pariwisata Universitas Pancasila

Abstract

Tourism trips that show poverty and social inequalities which are mostly found in big cities in third countries

increasingly attract many tourists. Travelers who generally come from developed countries deliberately visit

and watch the poor live, work and interact. On one hand, these visits offers vast economic opportunities to

the people/actors who are involved in it, but at the same time they are considered as though they are selling

poverty. This type of tourism, which is quite controversial, is often referred to as slum tourism. This study

uses qualitative research methods to identify the strengths, analysis, weaknesses, opportunities, and

threats (SWOT) of slum tourism at Kampung Luar Batang (Luar Batang Village), Jakarta. The result of this

research is that slum tourism in the area has been running well and is accepted by the public because they

feel that it provides some economic benefits. Public and tourists also have a lot of hope in the slum tourism

developments. Various potentials such as other attractions in and around the village, especially the cultural

heritage assets, can serve as the main features of Luar Batang as a tourists’ destination.

Keywords: Slum Tourism, Poverty.

PENDAHULUAN

City of God (2002) dan Slum Dog Millionaire

(2008) adalah dua contoh film yang membahas

mengenai kekumuhan dan kemiskinan di

perkotaan. Kedua film ini turut mengenalkan

daerah Cidade de Deus di Rio de Janeiro dan

Juhu di Mumbai sebagai salah satu destinasi

wisata kumuh kepada dunia internasional. Kedua

film ini sukses menarik perhatian masyarakat

internasional. City of God mendapatkan nominasi

empat Academy Awards untuk Best Screenplay,

Best Director, Best Cinematography, dan Best

Film Editing. Sedangkan Slum Dog Millionaire

mampu meraih delapan Oscar, sebuah fenomena

di dunia perfilman pada tahun 2009. Kedua film ini

menjadikan kemiskinan dan kekumuhan beserta

segala kompleksitas dan permasalahannya sebagai

subjek utama dalam sebuah film. Dunia mulai

menyadari bahwa kemiskinan merupakan sebuah

komoditi yang unik dan menarik bagi masyarakat

umum, kemiskinan dianggap sebagai sesuatu yang

dapat dikomersilkan untuk mendapatkan keuntungan.

Tetapi komoditas ini ternyata ditanggapi dingin

oleh India, negara tempat pengambilan gambar

Slum Dog Millionaire. Negara ini merasa dipermalukan

dengan beredarnya film ini, di saat dunia tengah

sibuk euphoria film Slum Dog Millionaire, film ini

justru tidak mendapatkan hati di negaranya sendiri.

Hanya sedikit Bioskop yang memutar, dengan

alasan minimnya minat penonton.

Kemiskinan sebagai komoditas terjadi di

salah satu kota terbesar di Brazil, Rio de Janeiro

kota yang menjadi tempat shooting City of God.

Favela Tour and Face to Face Tours menjual

sebuah tur yang diklaim sebagai wisata kumuh

pertama kali di dunia. Favela Tour and Face to

Face Tours menawarkan sebuah pengalaman

untuk berinteraksi dan hidup secara miskin di Rio

de Janeiro. Sama halnya seperti di Rio, Reality

Tours and Travels di Mumbai, India juga menawarkan

sebuah paket wisata untuk bisa melihat kehidupan

warga kurang mampu ala film Slum Dog Millionaire.

Realitas ini tidak hanya dihadapi di India dan Brazil,

pada tahun 2010 publik Indonesia sempat dikejutkan

sekaligus merasa dipermalukan ketika sebuah

tour operator di Jakarta menawarkan sebuah paket

perjalanan yang menjual kemiskinan di Kota Jakarta.

Wisata kemiskinan sebagai pengalaman wisata

yang melibatkan wisatawan yang mengunjungi

daerah kumuh perkotaan yang didalamnya mereka

dapat melihat kemiskinan, kemelaratan dan kekerasan

(Durr, 2012), secara sederhana mengubah rasa

ketidakamanan dan keterasingan menjadi sebuah

petualangan dan kesenangan. Bentuk pariwisata

kini terus meluas dan terus menerus melakukan

diversifikasi di ruang-ruang perkotaan yang terpinggirkan

Page 17: Journal of TOURISM DESTINATION AND ATTRACTIONdosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 v KATA PENGANTAR Salam wisata! Jumpa lagi di Volume

Fahrurozy Darmawan dan Ruri Nurhalin

8 Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987

di seluruh dunia (Gilbert, 2007). Pada tahun 2010,

Ma melakukan studi mengenai hubungan wisata

kemiskinan dan perjalanan motivasi menemukan

bahwa, wisata kemiskinan memberikan pengalaman

unik yang sulit untuk dibayangkan, wisatawan mencari

makna dalam liburan mereka dan mulai mengubah

kebiasaan seperti hanya dengan mencari kesenangan.

Dalam pengertian umum, wisata kemiskinan atau

yang sering disebut "pariwisata kumuh" atau slum tourism

berada di bawah payung pariwisata kemiskinan - dimana

wisatawan melakukan perjalanan ke daerah-daerah yang

kurang berkembang untuk melihat orang yang hidup

dalam kemiskinan. Istilah wisata kumuh berbeda-

beda di setiap negara seperti "pariwisata favela" di Brazil,

"pariwisata kota" di Afrika, dan dikenal sebagai

"pariwisata kumuh" di India (Delic, 2011).

Kegiatan wisata kumuh merupakan kegiatan

yang memicu perdebatan yang hangat. Di satu

sisi dianggap benar dan di lain sisi salah, di satu

sisi dibenci dan di lain pihak sebaliknya (Burgold

dan Rolfes, 2013). Beberapa pihak mengklaim

bahwa wisata kumuh adalah suatu kegiatan

voyeuristic dan dipercaya tidak lebih dari sekedar

mengeksploitasi ketidakdilan dan ketidakberuntungan

manusia lainnya. Foster menjelaskan bahwa wisata

kumuh adalah praktik “menatap orang dalam kemiskinan

seolah-olah mereka hewan di kebun binatang”

(Frenzel, 2013), pariwisata kumuh mengklaim sebagai

representasi otentik dari kehidupan di daerah kumuh

dan pada dasarnya mengubah penduduk di pemukiman

kumuh menjadi komoditas (Whyte, Selinger dan

Outterson, 2010) dan warga diminta untuk memainkan

peran dalam wisata.

Wisata kumuh di Indonesia menjadi hal yang

pro dan kontra. Bagi pihak yang pro, wisata kumuh

dianggap sebagai salah satu cara sebagai inovasi

pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan

wisata karena wisata ini menggunakan pendekatan

konsep community-based tourism, dimana masyarakat

menjadi daya tarik dan dapat berinteraksi langsung

dengan para wisatawan. Sedangkan bagi pihak

yang kontra, wisata kumuh dianggap sebagai wisata

yang sangat merugikan negara karena secara tidak

langsung wisata ini menciptakan citra negatif tentang

negara secara menyeluruh. Terlepas dari hal tersebut

wisata kumuh pada dasarnya memiliki hal yang positif

dalam membantu mewujudkan tujuan kepariwisataan

yaitu mensejahterakan masyarakat.

Sebenarnya kemiskinan sebagai komoditas

sudah cukup lama terjadi di Indonesia, sebagai

contoh program-program acara di beberapa stasiun

TV menjadikan fenomena kemiskinan sebagai daya

jual program tersebut. Program televisi seperti Jika

Aku Menjadi, Bedah Rumah, Tukar Nasib, dan

sebagainya, di samping menyebarkan nilai-nilai

saling menolong sesama manusia dan kritik sosial

tetapi sejatinya program-program ini diputar dasar

kepentingan hiburan. Pada beberapa stasiun TV

bahkan program-program ini mendapat slot prime

time, artinya rating acara-acara dengan komoditas

kemiskinan ini cukup tinggi. Muncul pernyataan apakah

etis untuk menjual kemiskinan sebagai paket wisata yang

memungkinkan memberi keuntungan baik bagi

masyarakat maupun memuaskan demand wisatawan

akan pengalaman baru, atau harus mendukung

“bisnis” ini sebagaimana potensi wisata lainnya.

Kemiskinan perkotaan menjadi suatu fenomena

di negara-negara berkembang, di negara-negara

tersebut, kemiskinan perkotaan sering diukur dari

akses tempat tinggal dan jasa pelayanan perkotaan

lainnya. Kekurangan akses pada kedua hal tersebut

memberikan indikasi terhadap pendapatan dan

daya beli yang rendah. Kemiskinan perkotaan baik

di Jakarta maupun di kota lainnya sering dikaitkan

dengan kawasan kumuh perkotaan. Apabila ditelaah,

salah satu penyebab terbentuknya kawasan kumuh

adalah migrasi desa ke kota yang sangat tinggi.

Namun keberadaan kawasan kumuh yang terus

berlanjut sering dihubungkan dengan lingkaran

kemiskinan yang tidak putus di kawasan tersebut.

Sejarah mencatat bahwa Kampung Luar Batang

pada awalnya merupakan lahan urugan yang dikerjakan

pada pertengahan abad 17. Lahan tersebut kemudian

ditempatkan oleh para pekerja yang berasal dari

pulau Jawa, yang sekaligus merupakan pekerja muara

Sungai Ciliwung, berdasarkan hal tersebut juga

lahan urugan tersebut dikenal atau disebut dengan

Javasgracht (atau daerah pemukiman orang-orang

Jawa (Adi, 2010). Selain itu, pada masa lalu daerah

ini merupakan pemukiman bagi para pekerja dan

nelayan yang bekerja di Pelabuhan Sunda Kelapa.

Kampung Luar Batang merupakan salah satu

daerah di Ibukota Jakarta yang menjadi destinasi

wisata kumuh. Jakarta Hidden Tour bukan tour biasa.

Idenya adalah membawa peserta ke daerah-daerah

yang tidak biasa, yaitu perkampungan kumuh.

Tour ini dikenal dengan tour melihat The Real Jakarta.

Jakarta Hidden Tour adalah sebuah proyek atau

bisa juga disebut travel yang menyediakan tour

wisata kumuh sekaligus sebagai pencetus wisata

Page 18: Journal of TOURISM DESTINATION AND ATTRACTIONdosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 v KATA PENGANTAR Salam wisata! Jumpa lagi di Volume

Journal of Tourism Destination and Attraction

Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 9

kumuh di Indonesia. Proyek ini digagasi oleh

Ronny Poluan, pria asal Manado yang merupakan

alumni Institut Kesenian Jakarta. Hal yang menjadi

gagasan didirikannya proyek ini adalah karena

latar belakang Ronny Poluan sebagai pelaku seni

yang merasa harus menampilkan sesuatu yang

belum pernah ada. Awalnya, pada tahun 1984

silam, dia mengajak rekan-rekannya, budayawan

mancanegara untuk melihat di balik kemajuan,

kemegahan Jakarta, yaitu kemiskinan.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka

penelitian ini ingin melihat bagaimana pengelolaan

Kampung Luar Batang sebagai destinasi wisata kumuh

dalam upaya meningkatkan pendapatan masyarakat.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-

kualitatif. Bogdan dan Taylor (1975) dalam Moleong

(2013) menyatakan ”metodologi kualitatif” sebagai

prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari

orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

Dengan kata lain, penelitian ini disebut penelitian

kualitatif karena merupakan penelitian yang tidak

mengadakan perhitungan. Penelitian kualitatif harus

mempertimbangkan metodologi kualitatif itu sendiri.

Metodologi kualitatif merupakan prosedur yang

menghasilkan data deskriptif berupa data tertulis

atau lisan di masyarakat bahasa (Djajasudarma,

2006: 11). Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendekatan

kualitatif yang menggunakan data lisan suatu

bahasa memerlukan informan. Pendekatan yang

melibatkan masyarakat bahasa ini diarahkan pada

latar dan individu yang bersangkutan secara

holistik sebagai bagian dari satu kesatuan yang

utuh. Oleh karena itu, dalam penelitian bahasa

jumlah informan tidak ditentukan jumlahnya.

Dengan kata lain, jumlah informannya ditentukan

sesuai dengan keperluan penelitian.

Sedangkan analisis data penelitian ini menggunakan

analisis SWOT. Analisis SWOT adalah identifikasi

berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan

strategi. Analisis ini didasarkan pada logika yang

dapat memaksimalkan kekuatan (strength) dan

peluang (opportunities), namun secara bersamaan

dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan

ancaman (threats). Hal ini disebut dengan analisis

situasi. Model yang paling populer untuk analisis

situasi adalah analisis SWOT (Rangkuti, 2003).

Analisis SWOT membandingkan antara faktor

eksternal Peluang (opportunities) dan Ancaman

(threats) dengan faktor internal Kekuatan (strenghts)

dan Kelemahan (weakness) (Rangkuti, 2003)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Wisata kemiskinan mengalami perkembangan

yang sangat cepat di seluruh dunia, sejumlah kasus

yang terkenal ditemukan di kota-kota Amerika Latin

dan Asia, terutama yang paling dikenal negara

Brazil dan India. Fenomena wisata kemiskinan

mendapatkan perhatian yang cukup serius pada

industri pariwisata, hal ini terlihat dari banyaknya

topik penelitian ilmiah mengenai wisata kemiskinan.

Hal ini juga turut memunculkan perdebatan di

muka publik dan memicu kontroversi pada dunia

pariwisata dan pengentasan kemiskinan khususnya

pada isu etika, voyeurisme, dan eksploitasi pada

kemiskinan.

Untuk memahami fenomena wisata kemiskinan,

tampaknya penting untuk membahas pertanyaan

tentang apa yang sebenarnya memotivasi wisatawan

untuk mengunjungi daerah-daerah miskin dan kumuh.

Mudah untuk mengasumsikan sebagaimana daya

tarik tujuan wisata lainnya, bahwa daya tarik kemiskinan

sebagai tujuan wisata berhubungan dengan gambaran,

konsepsi, dan asosiasi para wisatawan terhadap

daerah wisata yang akan dikunjunginya.

Secara umum kemiskinan digambarkan sebagai

kondisi ketidakmampuan untuk hidup memadai.

Hidup yang memadai ini sangat tergantung pada

ruang dan waktu. Lokasi dan waktu sangat berpengaruh

pada penetapan batas garis kemiskinan, oleh karena

itu garis kemiskinan akan selalu berubah tiap

waktu dan berbeda untuk tiap lokasi. Kemiskinan

perkotaan adalah suatu fenomena multi-dimensi,

meliputi rendahnya tingkat pendapatan, kesehatan,

pendidikan, kerawanan tempat tinggal dan pribadi,

dan ketidakberdayaan.

Tambunan (2004) menyatakan bahwa penyebab

utama dari kemiskinan perkotaan di Indonesia

adalah kemiskinan atau ketertinggalan ekonomi di

pedesaan. Pembangunan ekonomi pedesaan di

Indonesia kurang berkembang dibandingkan dengan

pembangunan ekonomi perkotaan. Ekonomi pedesaan

didominasi oleh sector pertanian. Ketika lahan pertanian

semakin banyak terkonversi untuk tujuan lain,

maka hal ini mendorong peningkatan migrasi dari

desa ke kota. Namun mereka yang pindah dari pedesaan

ke kota besar khususnya Jakarta sulit untuk mendapatkan

pekerjaan dengan pendapatan yang layak.

Page 19: Journal of TOURISM DESTINATION AND ATTRACTIONdosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 v KATA PENGANTAR Salam wisata! Jumpa lagi di Volume

Fahrurozy Darmawan dan Ruri Nurhalin

10 Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987

Perjalanan wisata merupakan suatu perjalanan

yang memiliki ciri-ciri suatu perjalanan, tetapi

perjalanan wisata mempunyai ciri-ciri khas yang

memperlihatkan warna kegiatan wisata. Perjalanan

wisata yang dilakukan oleh wisatawan dipengaruhi

oleh motivasi, profil wisatawan dan kebutuhan

wisatawan akan perjalanan wisata. Perjalanan

wisata adalah suatu rencana perjalanan menuju

satu atau beberapa tempat persinggahan dan

kembali ke tempat asal dengan merangkai

beberapa komponen perjalanan yang diperlukan

dalam perjalanan tersebut. Undang-undang Republik

Indonesia Nomor 10. Tahun 2009 Tentang

Kepariwisataan menjelaskan, “Wisata adalah

kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang

atau sekelompok orang dengan mengunjungi

tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan

pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik

wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu

sementara.”

Dalam aktivitas berwisata yang merupakan

bentuk konsumsi oleh wisatawan dalam industri

pariwisata, segala sesuatu yang dikonsumsi selama

berwisata tersebut merupakan produk wisata

(tourist product). Pada umumnya produk wisata

merupakan gabungan dari berbagai elemen yang

dikonsumsi oleh wisatawan mulai dari keberangkatan

hingga kembali ke tempat tinggalnya, baik dalam

bentuk transportasi, akomodasi, makanan dan

minuman, dan lainnya. Perjalanan wisata sebagai

suatu perjalanan adalah suatu kegiatan perjalanan

yang mempunyai karakteristik tersendiri yang

memberikan warna wisata yang bersifat santai,

gembira, dan untuk bersenang-senang. Hal inilah

yang membedakan dengan perjalanan lainnya.

Kampung Luar Batang sebagai Wisata

Kumuh Jakarta. Adanya minat dan ketertarikan

wisatawan pada wisata kumuh, menciptakan

suatu kesempatan serta ide untuk mengembangkan

potensi yang dimiliki oleh suatu daerah. Seperti

halnya di Brazil dan India, Indonesia memiliki suatu

daerah perkampungan tua yang memiliki potensi

untuk menjadi daerah wisata kumuh di Jakarta.

Kampung tersebut bernama Kampung Luar

Batang, letaknya bersisian dengan Muara Sungai

Ciliwung dan Pelabuhan SundaKelapa, Jakarta

Utara. Posisi Kampung Luar Batang pada saat ini

terjepit diantara Kompleks Apartemen Bahari di

sebelah selatan dan Proyek Pergudangan Swasta

PT. Pluit Kharisma Sakti di bagian utara.

Potensi wisata dari Kampung Luar Batang

tidak hanya dapat terlihat dari faktor sejarahnya

yang telah terbentuk sejak tahun 1630, melainkan

juga ditetapkannya kampung ini sebagai sebagai

salah satu daerah konservasi dan preservasi oleh

Pemerintah DKI Jakarta pada tahun 2007. Kampung

Luar Batang saat ini dapat dikatakan sebagai

Permukiman Penyangga yang tumbuh secara

informal. Sekitar 60% penghuni Kampung Luar

Batang adalah pendatang multi etnis yang

merantau untuk bekerja di pusat-pusat perdagangan

di sekitar kampung misalnya: Pasar Ikan, Pusat

Perdagangan Glodok, Mangga Dua, Pluit, Muara

Angke, Tanah Abang, Pelabuhan Tanjung Priok,

Pelabuhan Sunda Kelapa dll. Di samping itu,

salah satu destinasi wisata di kampung ini adalah

Makam Keramat yang ada di dalam masjid Luar

Batang. Makam ini menjadi tujuan utama pejiarah

dariberbagai pulau dan negara.

Pertumbuhan penduduk di daerah ini juga

naik secara terus menerus dan simultan setiap

tahunnya. Menimbulkan permasalahan kompleks

yang berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan

masyarakat yang tinggal di dalamnya. Dinas

Sosial Jakarta mencatat bahwa saat ini masyarakat

Kampung Luar Batang memiliki permasalahan

dalam Kesejahteraan sosial.

Berdasarkan data BPS dapat diketahui bahwa

Kecamatan Penjaringan, kecamatan tempat Kampung

Luar Batang berada merupakan salah satu

kawasan yang menjadi kawasan Penyandang

Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Profil

kepadatan penduduk serta lokasi Kampung

Batang Luar yang unik, dilihat sebagian orang

sebagai suatu potensi wisata, adalah Ronny

Poluan yang menggagas ide Jakarta Hidden Tour

bukan tour biasa. Tour ini memperkenalkan

wisatawan pada dunia wisata baru dengan

melakukan tour yang menunjukan bagaimana

keadaan Jakarta yang sebenarnya, keadaan

dibalik megahnya bangunan bertingkat di jalan

protokol Jakarta–TheReal Jakarta.

Ide Jakarta Hidden Tour merupakan pelopor wisata

kumuh di Indonesia. Ide ini pada pelaksanaannya

memiliki berbagai tantangan serta pro dan kontra.

Perjalanan wisata ini dianggap mengeksploitasi

dan menjual kemiskinan. Opini serta kritikan juga

datang tidak hanya dari masyarakat umum,

melainkan juga mendapat kritikan dari pihak

pemerintahan. Pun begitu, Ronny menjelaskan

Page 20: Journal of TOURISM DESTINATION AND ATTRACTIONdosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 v KATA PENGANTAR Salam wisata! Jumpa lagi di Volume

Journal of Tourism Destination and Attraction

Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 11

bahwa tour ini berusaha menampilkan keadaan

Jakarta yang apa adanya serta berusaha untuk

mempertemukan dua konsep budaya, mengingat

bahwa peminat dari wisata ini juga datang dari

wisatawan mancanegara. Kemudian dia mulai

mengajak rekan-rekan dan keluarganya untuk serius

menggarap wisata kemiskinan ini yang kemudian

dia namakan Jakarta Hidden Tours. Dia mulai

menggarap wisata ini secara serius tahun 2008 lalu.

Tidak ada visi misi terstruktur yang dibuat

oleh proyek ini, namun alasan utama dalam

pembuatan proyek ini adalah sebagai upaya untuk

membantu masyarakat kalangan kelas bawah dan

mengajak peserta tour turut berpartisipasi dalam

proyek pengembangan. Biaya untuk mengikuti

tour ini adalah sekitar 500 ribu rupiah yang 50%

dari penghasilan adalah untuk donasi. Jakarta

Hidden Tour berada di bawah yayasan interkultur

yang menerapkan sistem bantuan melalui 3E

yaitu emergency, education dan empowerment.

Meskipun tidak ada target pasar, namun tour

yang telah berjalan ini selalu didominasi oleh peserta

dari mancanegara dengan latar belakang yang berbeda-

beda. Para peserta tour tidak dianggap sebagai tourist

melainkan partisipan. Meski kunjungan dan minat

peserta selalu meningkat setiap tahunnya, proyek ini

merupakan proyek yang menghadapi pro dan kontra

terutama kritikan yang diberikan dari pihak pemerintahan.

Tour ini dianggap sebagai wujud eksploitasi dan

menjual kemiskinan. Pihak Jakarta Hidden Tour

menyatakan, bahwa tour ini bukanlah eksploitasi

melainkan menampilkan apa adanya keadaan sisi

lain Ibukota Jakarta dan tour dengan konsep

mempertemukan antar dua budaya yang berbeda.

Wisata kemiskinan memungkinkan wisatawan

untuk terlibat dan merasakan hidup dalam masyarakat

yang lebih primitif, dengan begitu wisatawan dapat

merefleksikan sendiri kehidupan masyarakat modern

dengan kelas sosial dibawahnya (Ma, 2010). Wisatawan

termotivasi oleh keinginan untuk menyaksikan perbedaan

yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari (Ma, 2010).

Wisatawan memiliki harapan dan rasa ingin tahu

yang kuat untuk melihat perbedaan-perbedaan,

dan pengalaman otentik itu diharapkan dapat

memenuhi harapan tersebut. Operator tur wisata

kemiskinan mencoba untuk membantu memenuhi

keingintahuan wisatawan dengan menyediakan

tur singkat mengenai kehidupan kumuh dan

berinteraksi dengan masyarakatnya.

Penentangan yang keras tidak membuat

pengelola Jakarta Hidden Tour menghentikan proyeknya.

Berbagai media Nasional dan Internasional telah

meliput kegiatan wisata yang berjalan setiap hampir

setiap harinya. Sistem promosi yang dilakukan

oleh Jakarta Hidden Tour hanya via blogsudah

diagendakan setiap peserta yang hendak mengikuti

tour ini dipersilahkan memilih hari yang diinginkan

selama belum penuh. Tour bisa berjalan jika

partisipan minimal 2 orang dan maksimal 15 orang.

Untuk destinasi dan agenda tour sangat fleksibel.

Tempat yang biasa dikunjungi yaitu: Kampung

Pulo, Kampung Galur Senen, Kampung Luar Batang,

Jalan Pasar Ikan.

A. Potensi Kampung Luar Batang

Identifikasi potensi wisata didasari oleh teori

Yoeti (2002), Middleton (2001), dan Peter Mason

bahwa komponen produk wisata tetap berdasarkan

atas tiga komponen utama yaitu daya tarik, fasilitas

wisata, dan aksesibilitas.

Berdasarkan hasil observasi penulis secara

langsung dan continue, dan beberapa informasi melalui

wawancara maka diperoleh potensi wisata berdasarkan

komponen destinasi wisata sebagai berikut:

1) Atraksi Wisata atau Daya Tarik

No. Indikator Hasil Penelitian

1 Tempat

Bersejarah

Terdapat cagar budaya yaitu Masjid Keramat Luar batang dan makam Habib Husein Bin Abubakar Bin Abdulah Alaydrus.

Disekitar kawasan ini dikenal memiliki banyak bangunan peninggalan sejarah yang masih terjaga. Adanya bangunan bekas gudang tua yang dialih fungsikan sebagai Museum Bahari, bangunan menara Syahbandar dan Pasar Ikan (Abdullah, 2009)

2 Pemandangan

Kampung Luar Batang merupakan kampung yang bersisian langsung dengan laut dan terhubung dengan pelabuhan Sunda Kelapa. Kampung ini merupakan kampung apung yang berada diatas permukaan Sungai Ciliwung.

Tipe rumah-rumah nelayan dengan bentuk rumah panggung yang dilengkapi oleh berbagai jenis perahu kecil. Bentuk bangunan merupakan bentuk akulturasi Bugis Makassar, Betawi.

Page 21: Journal of TOURISM DESTINATION AND ATTRACTIONdosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 v KATA PENGANTAR Salam wisata! Jumpa lagi di Volume

Fahrurozy Darmawan dan Ruri Nurhalin

12 Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987

No. Indikator Hasil Penelitian

Pelabuhan Sunda Kelapa mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai pelabuhan atau daerah wisata bahari dan mempunyai kegiatan-kegiatan menarik seperti pembuatan perahu tradisional atau kehidupan nelayan tradisional dapat dijadikan sebagai alternatif wisata atau inovasi wisata dari wisata kumuh. (Puspitasari dan Djunaedi, 2009)

3 Kebudayaan Tidak ada kebudayaan yang kuat yang mendasari adat istiadat di Kampung Luar Batang.

Terdapat anggota kelompok ’Mutawali’, penduduk asli yang keluar dari kampung tersebut yang diserahi tugas sebagai pengelola makam keramat.

2) Aksesibilitas

No. Indikator Hasil Penelitian

1 Transportasi

Lokal

Untuk menuju Kampung Luar Batang, transportasi yang dapat digunakan diantaranya angkutan Kota (angkot), sepeda dari Kota Tua, bajaj. Sedangkan di Kampung Luar Batang, para wisatawan dapat berkeliling menggunakan becak.

2 Kondisi Jalan

Kondisi jalan menuju Kampung Luar Batang dapat dikategorikan baik, dan merupakan jalan besar yang dapat dilalui oleh berbagai jenis kendaraan bermotor.

Sedangkan kondisi jalan di Kampung Luar Batang rata-rata merupakan jalan setapak diatas permukaan sungai yang terbuat dari kayu atau bambu.

3 Infrastruktur Kampung Luar Batang memiliki kondisi infrastruktur yang buruk karena status Kampung yang merupakan kawasan kumuh. Petunjuk jalan juga masih sangat minimal.

3) Amenitas

No. Indikator Hasil Penelitian

1 Losmen atau

Hotel

Karena wisata kumuh merupakan jenis wisata yang hanya berlangsung beberapa jam, maka Kampung Luar Batang tidak memiliki fasilitas untuk bermalam. Namun disekitar Kampung Luar Batang ada berbagai pilihan tempat untuk bermalam salah satunya di daerah Kali Besar.

2 Rumah Makan

Kampung Luar Batang hanya memiliki beberapa warung kecil dan tidak terdapat rumah makan khas atau besar untuk memenuhi fasilitas wisatawan.

Roa Malaka sebagai kawasan pusat perdagangan makanan di malam hari.

Wisata Kota Tua dengan daya tarik wisata berupa Museum dan Cafe tempo dulu.

3 Fasilitas Dasar

Untuk MCK, wisatawan biasanya dapat menggunakan fasilitas milik masyarakat setempat yang mayoritas letak MCK ini berada diluar atau terpisah dari rumahnya.

Rumah ibadah berupa masjid yang menjadibenda cagar budaya adalah:Masjid Al Mansyur; Masjid Annawir; Masjid Al Anshor; Masjid Al Anwar; Masjid Jami KebonJeruk; Masjid JamiTambora; Masjid Luar Batang telah ditetapkan sebagai benda cagarbudaya peninggalan sejarah perkembangan Islam di Indonesia.

Sejumlah pedagang menggelar rutin mengadakan ‘Pasar Kaget’ di sepanjang jalansekitar masjid setiap hari Kamis. ’Pasar Pekan’ (sama dengan ’Pasar Kaget’ namun kapasitasnya relatif lebih besar) terjadi juga pada saat kegiatan perayaan hari-hari besar Islam dan Haul (perayaan meninggalnya Alm.Al-Habib Husein bin Abubakar Allaydrus), namun hanya berlangsung pada pagi sampai sianghari.

Sedangkan pasar yang menjadi salah satu pasar yang memang sudah ada sejak lama yaitu Pasar Ikan. Dulu pasar ini hanya menjual berbagai alat dan kebutuhan nelayan, namun sekarang terdapat beberapa toko yang menjual kebutuhan sehari-hari serta menjual berbagai souvenir atau kerajinan khas Betawi yang dibuat oleh masyarakat setempat

Melihat berbagai potensi yang ada, kawasan

Kota memiliki potensi unggulan berupa cagar

budaya dan peninggalan sejarah yang di dominasi

dengan bentuk fisik bangunan dan di dukung

dengan berbagai nilai sejarah dari setiap kawasan

yang dianggap bersejarah tersebut. Potensi kedua

yang dapat dikembangkan adalah wisata bahari

karena latar kawasan merupakan laut. Untuk

potensi selanjutnya adalah wisata kuliner dengan

hasil laut yang dijadikan sebagai menu utama.

Page 22: Journal of TOURISM DESTINATION AND ATTRACTIONdosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 v KATA PENGANTAR Salam wisata! Jumpa lagi di Volume

Journal of Tourism Destination and Attraction

Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 13

B. Strategi Pengelolaan Kampung Luar Batang

Tabel 4.20 Matriks Interaksi IFAS-EFAS SWOT

IFAS

EFAS

Kekuatan (S):

1. Ragam potensi wisata dan peninggalan sejarah dan budaya.

2. Kegiatan wisata sebagai upaya untuk membantu ekonomi masyarakat.

3. Optimis masyarakat 4. Kampung Luar Batang merupakan daerah

konservasi dan preservasi. 5. Sebagai destinasi utama Jakarta Hidden Tour. 6. Hubungan terjalin baik antar masyarakat dan

pelaku industri. 7. Letak Kampung Luar Batang strategis. 8. Memiliki destinasi wisata sejarah dan religi.

(BOBOT = 2,48)

Kelemahan (W):

1. Masyarakat merupakan partisipan pasif.

2. Memudarnya unsur cagar budaya.

3. Masyarakat awam akan kearifan lokal.

4. Kegiatan wisata di terorganisir penuh oleh Jakarta Hidden Tour.

5. Wisata yang terpaku dengan kekumuhan.

(BOBOT = 0,44)

Peluang (O):

1. Tingginya minat wisatawan mancanegara untuk berkunjung.

2. Letaknya berdekatan dengan destinasi wisata lain yang ada di Jakarta Utara.

3. Harapan masyarakat besar untuk berpartisipasi.

4. Jakarta Hidden Tour dapat menjadi peluang untuk meningkatkan pangsa pasar.

5. Kondisi kawasan yang aman.

(BOBOT = 1,96)

1. Menciptakan wisata yang inovatif dengan membuat paket wisata yang variatif dengan cara melakukan perpaduan wisata kumuh dengan wisata ke daerah tujuan wisata lain di sekitar Kampung Luar Batang. (S7,O2)

2. Menjadikan wisata kumuh sebagai kegiatan wisata yang memiliki konsep berbasis masyarakat (CBT). (S3,O3)

3. Mengembangkan konsep wisata yang lebih menarik wisatawan sehingga pendapatan juga dapat meningkat.

4. menciptakan paket semacam explore Kampung Luar Batang sehingga potensi yang ada dapat menjadi daya tarik wisatawan yang dapat dinikmati wisatawan. (S1,O1)

5. Menjadikan Kampung Luar Batang sebagai wisata kumuh unggulan dan dapat lebih dikenal secara global. (S5, O4)

SO = 4,44

1. Melibatkan masyarakat sebagai pelaku pariwisata. (W1,O3)

2. Memasukkan daerah tujuan wisata lain, diluar indikator kumuh ke dalam itinerary kegiatan wisata. (W5, O2)

WO = 2,40

Ancaman (T):

1. Pemerintah menjadi pihak yang kontra.

2. Respon negatif bagi sebagian besar orang .

3. Kegiatan wisata masih bersifat illegal.

(BOBOT = 1,22)

1. Menonjolkan kegiatan wisata yang berkaitan dengan wisata sejarah atau budaya untuk peninggalan yang ada di Kampung Luar Batang agar pemerintah dapat mendukung kegiatan wisata. (S1,T1)

2. Mengenalkan wisata kumuh melalui wisata yang umum dan diterima oleh masyarakat / wisatawan terlebih dahulu. (S8,T2)

ST = 3,90

1. Mengupayakan dukungan pemerintah, setidaknya dalam konteks cagar budaya. (W2,T1)

2. mengupayakan wisata yang legal melalui sosialisasi yang dilakukan Jakarta Hidden Tour kepada pemerintah. (W4,T1)

WT = 1,66

Sumber: Hasil Penelitian Penulis (2015)

Berdasarkan analisis SWOT pada tabel di

atas Kampung Luar Batang memiliki beberapa

strategi kebijakan sebagai berikut:

1. Menciptakan wisata yang inovatif dengan membuat

paket wisata yang variatif dengan cara melakukan

perpaduan wisata kumuh dengan wisata ke daerah

tujuan wisata lain di sekitar Kampung Luar Batang.

2. Menjadikan wisata kumuh sebagai kegiatan wisata

yang memiliki konsep berbasis masyarakat (CBT).

3. Mengembangkan konsep wisata yang lebih

menarik wisatawan sehingga pendapatan juga

dapat meningkat.

4. Menciptakan paket wisata Kampung Luar Batang

sehingga potensi yang ada dapat menjadi daya

tarik wisatawan yang dapat dinikmati wisatawan.

5. Menjadikan Kampung Luar Batang sebagai

wisata kumuh unggulan dan dapat lebih

dikenal secara global.

Page 23: Journal of TOURISM DESTINATION AND ATTRACTIONdosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 v KATA PENGANTAR Salam wisata! Jumpa lagi di Volume

Fahrurozy Darmawan dan Ruri Nurhalin

14 Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987

Beberapa strategi SO yang telah dirumuskan

tersebut belum tentu semua dapat dilaksanakan

secara simultan, sehingga dibuat beberapa

alternatif strategi yang dapat dilakukan diluar

strategi prioritas yang ada, yaitu:

1. Mengupayakan dukungan pemerintah terhadap

kegiatan wisata kumuh yang ada, dan mendorong

pemerintah untuk ikut berpartisipasi sebagai

pelaku pariwisata dalam kegiatan wisata kumuh.

2. Menciptakan strategi agar wisata kumuh dapat

menjadi wisata yang bersifat legal.

3. Membangun dan memperbaiki sarana dan

prasarana di Kampung Luar Batang dalam

upaya mengembangkan destinasi wisata.

SIMPULAN

Kampung Luar Batang merupakan destinasi

yang memiliki banyak unsur menarik terkait

kepariwisataan. Kampung ini memiliki banyak

potensi yang sudah terkelola menjadi daya tarik

wisata maupun yang masih hanya sebatas sebagai

potensi. Diantaranya yang berkaitan dengan unsur

budaya, sejarah bahkan yang berdasarkan indikator

kumuh. Hingga saat ini kegiatan wisata yang telah

berjalan di Kampung Luar Batang adalah kegiatan

wisata kumuh yang dipelopori oleh Jakarta Hidden

Tour. Meskipun Kampung Luar Batang telah

menjadi destinasi unggulan dalam konteks wisata

kumuh, namun terdapat beberapa pihak kontra

yang menentang kegiatan wisata ini termasuk

Pemerintah Daerah. Padahal konsep wisata

kumuh bukanlah konsep yang menimbulkan

dampak negatif, masyarakat lokal dan wisatawan

yang merupakan pelaku wisata menganggap

bahwa wisata ini adalah wisata yang memberikan

dampak positif bagi keduanya. Bahkan masyarakat

lokal dan wisatawan berharap konsep wisata ini

dapat terus berjalan dan mendapat dukungan dari

instansi pemerintahan.Melihat berbagai potensi

maupun manfaat positif di bidang sosial, budaya

maupun ekonomi maka seharusnya wisata ini

dikembangkan dengan berbagai strategi yang

dilatarbelakangi oleh berbagai harapan wisatawan

dan masyarakat. Sehingga peran industri pariwisata

dalam pembangunan ekonomi atau kesejahteraan

masyarakat dapat terwujud setidaknya dengan

kegiatan wisata kumuh. Pengelolaan yang bersinergi

antara pemerintah, lembaga swadaya masyarakat

serta masyarakat lokal dalam menciptakan strategi

wisata dengan membuat paket wisata dan kegiatan

wisata yang inovatif serta melibatkan masyarakat

sebagai pelaku wisata merupakan cara untuk

pengelolaan wisata kumuh di Kampung Luar

Batang. Apalagi jika didukung oleh pihak instansi

pemerintahan dalam melakukan pengembangan

ini, sarana dan prasarana yang menjadi unsur

penunjang kegiatan wisata yang diperbaiki akan

menambah daya tarik wisata bagi wisatawan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Sayid. 1998. “Alhabib Husein Bin Abubakar Alaydrus, Memuat Karomah Kampung Luar Batang”. Buletin. Jakarta.

Adi, Windoro. 2010. Batavia 1740: menyisir jejak Betawi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Burgold, J. and Rolfes, M., 2013: Of Voyeuristic Safari Tours and Responsible Tourism with Educational Value: Observing Moral Communication in Slum and Township Tourism in Cape Town and Mumbai. In: Die Erde, Vol. 144 (2), pp. 161-174.

Delic, Jacqueline M. 2011.Trends in Slum Tourism. School of Hospitality and Tourism

Management, University of Guelph. Durr, E., 2012. Urban Poverty, Spatial Representation

and Mobility: Tourism a Slum in Mexico. International Journal of Urban and Regional Research 36: 706–724.

Frenzel, F., 2013: Slum Tourism in the Context of the Tourism and Poverty (Relief) Debate. In: Die Erde, Vol. 144, pp. 117-128

Gilbert, A. 2007. The return of the slum: does language matter? International Journal of Urban and Regional umumResearch, 31(4): 697–713

Ma, Bob. (2010). "A Trip into the Controversy: A Study of Slum Tourism Travel Motivations." 2009-2010 Penn Humanities Forum on Connections.

Moleong, Lexy J. 2013. Metode Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Puspitasari.dan Djunaedi. 2009. Kontroversi Eksistensi Kearifan Lokal dan Iklim Investasi di Kampung Bersejarah (Kasus: Kampung Luar Batang-Jakarta). Program S3 Jurusan Arsitektur dan Perencanaan. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Rangkuti, Freddy, 2003, Riset Pemasaran, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Selinger, Evan, and Kevin Outterson. 2010. “The Ethics of Poverty Tourism.” Environmental Philosophy 7, no. 2:93–114

Tambunan, T. 2004. Urban Poverty, Informal Sector, and Poverty Alleviation Policies in Indonesia. www.wider.unu.edu/conference/conference-2004-2/ conference- 2004-2-papers/TulusTambunan.pdf accessed Des 15, 2013

Page 24: Journal of TOURISM DESTINATION AND ATTRACTIONdosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 v KATA PENGANTAR Salam wisata! Jumpa lagi di Volume

Journal of Tourism Destination and Attraction

Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 15

PENGEMBANGAN WISATA AGRO DI KELURAHAN PASIR PUTIH, DEPOK

Riza Firmansyah, Jandwikha Rahayu dan Yustisia Pasfatima Mbulu

Fakultas Pariwisata, Universitas Pancasila Jakarta

Srengseng Sawah, Jagakarsa

Jakarta Selatan 12640, Indonesia

Email: [email protected]

Abstract

Agro tourism is a system that is integrated and coordinated for the development and agriculture of tourism

at the same time, in relation to the preservation of the environment and improving the welfare of the farming

community. Development and management of natural and agro tourist areas is able to contribute to local

revenues, open business opportunities and employment as well as serve to maintain and preserve natural

resources, and biodiversity. This study aims to identify the potential of agro tourism in Kelurahan Pasir

Putih, identify community participation in the development of agro-tourism, and analyze the development

of agro tourism in the area. This research was conducted using qualitative descriptive research. Sources

of data in this study were obtained from primary and secondary sources. Data collected by observation,

surveys, interviews, and documentation. The sampling technique was done with purposive sampling.

SWOT analysis was done to identify internal strengths and weaknesses, and external opportunities and

threats. The study found that the agro tourism attractions is quite varied including star fruit and red guava

plantation, D’Kandang Amazing Farm, and Taman Wisata Pasir Putih. The supporting amenities, good

accessibility, and also existing organizations involved in managing the agro tourism attractions enable the

attractions to continue developing. Community participation in the development of agro tourism in

Kelurahan Pasir Putih was only limited in participation for economic benefits.

Keywords: Tourism Development, Agro Tourism, Community Participation.

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan

yang memiliki kekayaan alam yang luar biasa dan

sangat berpotensi dalam pengembangan sektor

pariwisata. Banyak potensi wisata dan potensi

budaya yang dimiliki Indonesia yang dapat dimanfaatkan

secara terus-menerus untuk kepentingan pembangunan.

Potensi tersebut merupakan aset yang harus

dimanfaatkan secara optimal melalui kepariwisataan.

Hal tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan

pendapatan nasional maupun pendapatan daerah

dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan

kemakmuran masyarakat. Selain itu juga dapat

memperluas kesempatan berusaha bagi masyarakat,

serta dapat membuka lapangan pekerjaan.

Pariwisata di Indonesia adalah salah satu

aspek yang menyumbang pendapatan cukup besar.

Salah satunya dengan memberi kontribusi terhadap

pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya bangsa.

Menurut Soebagyo 2014, sektor pariwisata mampu

menyumbang produk domestik bruto hingga

mencapai Rp 347 triliun, bila dibandingkan, angka

tersebut telah mencapai 23% dari total pendapatan

Negara yang tercantum pada Anggaran Pendapatan

dan Belanja Negara perubahan tahun 2013, yakni

sebesar Rp 1.502 triliun.

Peluang sektor pariwisata cukup prospektif,

karena selain sebagai salah satu penghasil pertumbuhan

ekonomi pariwisata sektor pariwisata diharapkan

dapat berpeluang untuk dapat menjadi pendorong

pertumbuhan sektor pembangunan lainnya, seperti

sektor perkebunan, pertanian, perdagangan, perindustrian

dan lain-lain. Salah satu jenis wisata yang berpotensi

untuk dikembangkan di Indonesia adalah wisata agro.

Potensi pengembangan wisata agro di Indonesia

telah mendapat perhatian serius dari pemerintah

dengan membentuk Komisi Wisata Agro (KWA) di

bawah arahan Menteri Pertanian dengan menjalin

kerjasama dengan beberapa asosiasi, pengusaha

wisata agro, dan instansi terkait seperti AWAI

(Asosiasi Wisata Agro Indonesia), ASITA (Asosiasi

Tour and Travel), dan Kementerian Kebudayaan

dan Pariwisata (Kementan, 2010). Wisata agro

merupakan rangkaian kegiatan wisata yang

Page 25: Journal of TOURISM DESTINATION AND ATTRACTIONdosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 v KATA PENGANTAR Salam wisata! Jumpa lagi di Volume

Riza Firmasyah, Jandwikha Rahayu, dan Yustisia Pasfatima Mbulu

16 Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987

memanfaatkan potensi pertanian sebagai daya

tarik wisata, baik potensi berupa pemandangan

alam kawasan pertaniannya maupun kekhasan

dan keanekaragaman aktivitas produksi dan

teknologi pertanian serta budaya masyarakat

pertanianya. Wisata agro tidak hanya terbatas

kepada obyek dengan skala hamparan yang luas,

tetapi juga skala kecil yang karena keunikannya

dapat menjadi obyek wisata yang menarik. Wisata

agro mengandung muatan kultural dan pendidikan,

selain itu juga dapat menjadi media promosi.

Pengembangan wisata agro yang menonjolkan

budaya lokal dalam memanfaatkan lahan dapat

juga meningkatkan pendapatan petani serta

memelihara budaya maupun teknologi lokal

(indigenous knowledge) yang umumnya telah

sesuai dengan kondisi lingkungan alaminya.

Salah satu daerah yang memiliki konsep

wisata agro sebagai sektor pariwisatanya adalah

Kota Depok. Kota Depok memiliki potensi dalam

bisnis wisata agro, komoditas utama Kota Depok

yang dapat menjadi potensi wisata agro adalah

belimbing dewa (Pemerintah Kota Depok, 2015).

Kota Depok berkembang pesat sebagai salah

satu kota besar di Provinsi Jawa Barat. Terdapat

banyak objek wisata yang bisa dikunjungi ketika

berada di Depok meliputi wisata air, wisata alam,

wisata budaya, wisata religi dan wisata kuliner.

Sesuai dengan julukan kota Depok yakni Kota

Belimbing, menjadikan kota ini memiliki kudapan

khas dari bahan dasar ikon kota. Pemerintah kota

Depok saat ini sedang gencar mengembangkan

kepariwisataan Depok yang disesuaikan dengan

Peraturan Daerah (Perda) Kota Depok Nomor 16

tahun 2013 tentang kepariwisataan. Pengembangan

wisata agro merupakan salah satu alternatif yang

diharapkan mampu mendorong baik potensi

ekonomi daerah maupun upaya-upaya pelestarian

kekayaan alam, kekayaan hayati dan kekayaan

budaya tersebut. Pemanfaatan potensi sumber

daya alam sering kali tidak dilakukan secara

optimal dan cenderung hanya ingin mengambil

keuntungannya saja tanpa memperdulikan dampak

yang akan terjadi.

Pengembangan dan pengelolaan kawasan

wisata alam dan agro mampu memberikan kontribusi

pada pendapatan asli daerah, membuka peluang

usaha dan kesempatan kerja serta sekaligus

berfungsi menjaga dan melestarikan kekayaan

alam dan hayati. Apalagi kebutuhan pasar wisata

agro cukup besar dan menunjukan peningkatan di

seluruh dunia. Beberapa daerah di Indonesia

menawarkan konsep wisata agro pada sektor

pariwisatanya. Konsep wisata agro pada daerah-

daerah tersebut menawarkan daya tarik berupa flora

dan fauna hasil kegiatan pertanian baik perkebunan,

hortikultura, peternakan, kehutanan, maupun perikanan.

Kegiatan pertanian yang dijadikan sebagai wisata

agro memiliki keunikan tersendiri dimana pengunjung

akan mendapatkan pengalaman yang berbeda

dari rutinitas keseharian (Pratiwi, 2011).

Salah satu kawasan yang potensial untuk

pengembangan wisata agro adalah Kecamatan

Sawangan, Depok. Kecamatan Sawangan memiliki

kepadatan terendah dan masih luas ruang terbuka

hijaunya. Mata pencaharian masyarakatnya cukup

beragam mulai dari buruh, petani, pedagang,

pegawai swasta, PNS, TNI, POLRI dan wirausaha.

Pada Kecamatan Sawangan terdapat satu kelurahan

yaitu Kelurahan Pasir Putih, yang memiliki potensi

pariwisata yang menarik berupa alam, yaitu

perkebunan belimbing, perkebunan jambu dan

perkebunan sayur sayuran, yang saat ini sedang

dalam tahap pengembangan dan pengelolaan

sebagai daya tarik wisata agro.

Upaya pengembangan dan pengelolaan

wisata agro yang tepat dapat dicapai melalui

partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat

lokal dalam pengembangan pariwisata berkaitan

erat dengan pengembangan pariwisata berbasis

masyarakat (Community Based Tourism Development).

Melalui partisipasi masyarakat lokal, tujuan dari

pengembangan pariwisata akan mampu diwujudkan

secara lebih efektif dan efisien. Wisata agro yang

berfungsi sebagai pelestarian pola kehidupan

(tradisi) masyarakat pertanian ini perlu mendapatkan

perhatian berbagai pihak secara sistematis mulai

dari pengenalan potensi, perencanaan pengembangan,

pelatihan, hingga pemasaran. Dengan hal tersebut

diharapkan sektor pariwisata secara umum dapat

berkembang, tradisi dapat tetap terjaga, pertanian

di suatu daerah tujuan wisata tetap menjadi salah

satu lahan yang diunggulkan oleh sebagian besar

masyarakatnya secara berkelanjutan. Namun tidak

sedikit permasalahan muncul mengenai partisipasi

ini, hingga sekarang pengartian partisipasi yang

salah masih melekat di masyarakat. Tidak sedikit

masyarakat mengartikan partisipasi hanya sebatas

gotong royong atau kerja bakti yang dilihat secara fisik,

padahal sebenarnya partisipasi memiliki dimensi

Page 26: Journal of TOURISM DESTINATION AND ATTRACTIONdosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 v KATA PENGANTAR Salam wisata! Jumpa lagi di Volume

Journal of Tourism Destination and Attraction

Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 17

yang begitu luas. Pengartian partisipasi yang salah

juga sering digunakan untuk kepentingan satu

pihak dalam mencari keuntungan yang merugikan

pihak lain. Pihak pembuat program pembangunan

sering menjadikan partisipasi hanya sebagai alasan

agar program tersebut mendapat dukungan dari

masyarakat tanpa memperhatikan kelangsungan

program tersebut dan pengikut sertaan masyarakat

dalam perencanaan. Di sisi lain justru usulan dari

masyarakat hanya dianggap sebagai keinginan

semata sehingga memiliki prioritas yang rendah

untuk diwujudkan. Hal demikian akan memunculkan

partisipasi yang sifatnya semu atas dasar keterpaksaan

dari pihak lain yang lebih kuat (Budiarti, 2013).

Berdasarkan uraian di atas, terdapat beberapa

permasalahan di dalam penelitian ini yang dapat

dibahas dan dianalisis di antaranya; bagaimanakah

potensi Wisata Agro di Kelurahan Pasir Putih,

Kecamatan Sawangan Kota Depok, bagaimanakah

partisipasi masyarakat dalam kegiatan Wisata

Agro di Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan

Kota Depok dan bagaimanakah pengembangan

Wisata Agro di Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan

Sawangan Kota Depok.

Tujuan dalam penelitian ini untuk mengidentifikasi

potensi Wisata Agro yang berada di Kelurahan Pasir

Putih Kecamatan Sawangan Kota Depok, mengidentifikasi

partisipasi masyarakat dalam mengembangkan

Wisata Agro di Kelurahan Pasir Putih Sawangan –

Depok dan merumuskan pengembangan Wisata

Agro di Kelurahan Pasir Putih Sawangan – Depok.

Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat

kepada para pelaku pariwisata setempat termasuk

biro perjalanan wisata dalam hal mendiversifikasi

produk wisata, pemerintah daerah setempat dalam

hal memberikan motivasi pengembangan produk

dan upaya mengembangkan berbagai sumber daya

pertanian, serta wisatawan mancanegara dalam

hal memperkaya pengalaman perjalanan wisata

dengan menikmati berbagai potensi pertanian.

METODE

Lokasi penelitian dilaksanakan di Kawasan

Kelurahan Pasir Putih, Sawangan, Depok, Jawa Barat.

Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan,

dimulai pada bulan Mei hingga bulan Juli 2016.

Jenis penelitian yang digunakan adalah

mixed methods, yang merupakan suatu langkah

penelitian dengan menggabungkan dua bentuk

penelitian yaitu metode kualitatif dan metode kuantitatif.

Data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah data primer dan data sekunder. Data primer

berupa data umur, jenis kelamin, pekerjaan, tingkat

pendidikan dan pandangan tentang keberadaan

wisata agro Pasir Putih. Data primer ini bersumber

dari wisatawan, pemerintah setempat dan pengelola,

dengan metode wawancara maupun dengan

penyebaran kuesioner. Data sekunder berasal

dari data lain berupa tulisan, tabel, diagram, grafik,

gambar dan informasi lain yang terkait dengan

penelitian ini. Data sekunder yang dikumpulkan

berupa gambaran umum wilayah dan pengelolaan

wisata agro Pasir Putih.

Data mengenai keinginan dan harapan

pengunjung dilakukan dengan menggunakan teknik

purpose sampling atau pengambilan sampel secara

sengaja. Data mengenai sosial masyarakat dilakukan

dengan cara In-Depth Interview kepada narasumber

yang merupakan kelompok masyarakat yang terlibat

dalam pengembangan wisata agro di kawasan

Kelurahan Pasir Putih, wisatawan yang mengujungi

kawasan Wisata Agro Kelurahan Pasir Putih dan

Pemerintah Kota Depok (Dinas Pariwisata Kota

Depok). Berdasarkan metode Rule of Thumb

kuesioner yang akan dibagikan kepada wisatawan

pada penelitian ini berjumlah 30.

Analisis data yang telah terkumpul dilakukan

reduksi data, yakni pemilihan, pemusatan perhatian,

serta penyederhanaan terhadap data sehingga

menjawab tujuan penelitian. Penyusunan strategi

pengembangan wisata agro di Kelurahan Pasir

Putih ini menggunakan strategi SWOT (Strenghts,

Weakness, Opportunities and Threats) untuk

mendapatkan strategi prioritas pengembangan

wisata agro, faktor internal berupa kekuatan dan

kelemahan kawasan wisata sedangkan faktor

eksternal berupa peluang dan ancaman.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kelurahan Pasir Putih adalah sebuah kelurahan

yang terletak di kecamatan Sawangan, Kota Depok

yang merupakan lokasi penelitian ini. Kelurahan

Pasir Putih mempunyai luas Wilayah 489 Ha,

dengan jumlah penduduk sebanyak 12.313 orang

terdiri dari 5.762 laki-laki dan 6.551 perempuan.

Mata pencaharian penduduk Kelurahan Pasir

Putih di antaranya Petani, Wiraswasta, Pengrajin/

industri kecil, Buruh, Pedagang, PNS, TNI/POLRI,

Pengangguran. Jumlah Rukun Tetangga (RT) di

Page 27: Journal of TOURISM DESTINATION AND ATTRACTIONdosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 v KATA PENGANTAR Salam wisata! Jumpa lagi di Volume

Riza Firmasyah, Jandwikha Rahayu, dan Yustisia Pasfatima Mbulu

18 Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987

Kelurahan Pasir Putih adalah 55 dan jumlah

Rukun Warga sebanyak 10.

Belimbing di Kelurahan Pasir Putih banyak

dikembangkan di lahan-lahan masyarakat berupa

lahan pekarangan dan kebun. Selain buah belimbing

terdapat pula buah jambu biji merah yang belakangan

ini banyak dikembangkan di Kelurahan Pasir Putih.

Namun buah jambu biji berah tidak semenarik

atau setenar buah belimbing.

Berdasarkan hasil wawancara dengan kelompok

usaha tani dan pihak pengelola Taman Wisata

Pasir Putih dan D’Kandang Amazing Farm, diperoleh

hasil bahwa kedatangan pengunjung ke Perkebunan

Wisata Agro sebanyak 150 orang di hari Sabtu

dan Minggu untuk Taman Wisata Pasir Putih

kedatangan pengunjung di hari weekend sekitar

300 orang, sementara di hari Lebaran bisa mencapai

8.000 orang, sedangkan di D’Kandang Amazing

Farm kedatangan pengunjung di hari weekend

sekitar 200 orang dan di hari libur Nasional bisa

mencapai 1500 orang.

Karakteristik Pengunjung

1) Jenis Kelamin

Wisatawan yang berkunjung berdasarkan jenis

kelamin yaitu, wisatawan laki-laki berjumlah 16 orang

dan perempuan 14 orang, jumlah wisatawan sebanyak

30 orang. Wisatawan yang datang berkunjung

pada umumnya berjenis kelamin laki-laki.

2) Jenis Pekerjaan

Wisatawan yang berkunjung berdasarkan jenis

pekerjaan yaitu, PNS sebanyak 3 orang, Pegawai

Swasta sebanyak 11 orang, Wiraswasta sebanyak

4 orang, Pelajar/Mahasiswa sebanyak 11 orang

dan lain-lain sebanyak 1 orang. Wisatawan

yang berkunjung rata-rata memiliki pekerjaan

Pegawai Swasta dan Pelajar/Mahasiswa.

3) Tingkat Pendidikan

Wisatawan yang berkunjung berdasarkan tingkat

pendidikan yaitu, SMA sebanyak 20 orang dan

Perguruan Tinggi sebanyak 10 orang. Wisatawan

yang berkunjung rata-rata memiliki tingkat

pendidikan SMA.

4) Jenis Usia

Wisatawan yang datang berkunjung di Kawasan

Wisata Agro Kelurahan Pasir Putih Sawangan

Depok yaitu pada umur 11-40 tahun. Hal ini

menunjukkan bahwa yang paling banyak

mengunjungi lokasi ini berada pada katerogi

remaja sampai dengan dewasa.

5) Asal Daerah

Wisatawan yang datang berkunjung ke Kawasan

Wisata Agro Kel. Pasir Putih Sawangan Depok

berasal dari JABODETABEK. Sebagian besar

wisatawan yang berkunjung berasal dari Kota

Jakarta, hal ini dikarenakan jarak tempuh ke

lokasi tidak terlalu jauh sehingga wisatawan

tidak perlu mengeluarkan banyak biaya untuk

menikmati lokasi wisata agro.

6) Banyaknya Berkunjung

Wisatawan yang datang berkunjung ke Kawasan

Wisata Agro Kel. Pasir Putih rata-rata hanya

melakukan banyaknya berkunjung sebanyak 2 kali.

7) Sumber Informasi

Wisatawan yang datang berkunjung ke Kawasan

Wisata Agro Kel. Pasir Putih paling banyak

mendapatkan sumber informasi dari saudara

atau teman.

Kondisi dan Potensi Wisata Kelurahan Pasir Putih

1) Atraksi

Menurut Cooper (dalam Suwena dan Widyatmaja,

2010) dijelaskan bahwa atraksi atau dapat disebut

sebagai daya tarik wisata merupakan komponen

yang signifikan dalam menarik wisatawan.

Berikut merupakan beberapa atraksi wisata

yang terdapat di Kelurahan Pasir Putih:

a. Wisata Agro Perkebunan Belimbing dan

Jambu Biji Merah

Gambar 1. Perkebunan Belimbing dan Jambu Biji Merah - Sumber: Tim peneliti

Page 28: Journal of TOURISM DESTINATION AND ATTRACTIONdosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 v KATA PENGANTAR Salam wisata! Jumpa lagi di Volume

Journal of Tourism Destination and Attraction

Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 19

Pada lokasi wisata di atas wisatawan dapat

melakukan kegiatan edukasi pada perkebunan

belimbing, di antarany membungkus buah

belimbing, mendengarkan penjelasan dari

petani tentang perawatan pohon belimbing,

menata buah belimbing dan jambu biji merah

yang akan siap jual, melihat bunga belimbing,

melihat souvenir produk UKM dari buah

belimbing (Dodol Belimbing, Nastar Belimbing

dan Jus Belimbing), dan memetik buah

belimbing serta buah jambu biji merah.

b. D’Kandang Amazing Farm

Gambar 2. D’Kandang Amazing Farm

Sumber. Tim peneliti

D’Kandang, dengan karakteristik sebagai

wisata edukasi, hadir dengan memiliki konsep

mengintegrasikan sektor peternakan dan sektor

pertanian yang kaya akan nilai edukasi dan

manfaat pembelajaran serta penguatan

keilmuan kepada peserta, dengan metode

yang menyenangkan.

c. Taman Wisata Pasir Putih

Gambar 3. Taman Wisata Pasir Putih

Sumber: Tim peneliti

Taman Wisata Pasir Putih, Sawangan - Depok,

menyediakan fasilitas dan penawaran menarik

untuk kunjungan Grup sekolah, komunitas,

keluarga dan perusahaan (corporate/family

gathering) serta pesta ulang tahun.

2) Amenitas

Menurut Cooper (dalam Suwena dan Widyatmaja,

2010), dijelaskan bahwa secara umum pengertian

fasilitas (amenities) adalah segala macam prasarana

dan sarana yang diperlukan oleh wisatawan

selama berada di daerah tujuan wisata. Sarana

dan prasarana seperti penginapan, usaha

makanan dan minuman, dan Infrastruktur.

Amenitas yang berada di lokasi wisata agro di

Kelurahan Pasir Putih Sawangan Depok yaitu

tersedia seperti angkutan umum menuju lokasi

wisata, penginapan yang berbentuk vila, guest

house dan bungalow, ruang terbuka hijau,

fasilitas komunikasi, tempat menjual makanan

dan minuman dan penunjuk jalan.

Gambar 4. Penginapan

Sumber: Tim peneliti

3) Aksesibilitas

Menurut Cooper (dalam Suwena dan Widyatmaja,

2010), aksesibilitas merupakan jalam masuk atau

pintu masuk utama ke daerah tujuan wisata. Bandara,

pelabuhan, dan segala macam jasa transportasi

lainnnya menjadi akses yang penting dalam

pariwisata. Di sisi lain akses ini diidentikkan

dengan tranferabilitas yaitu kemudahan untuk

bergerak dari daerah satu ke daerah yang lain.

Page 29: Journal of TOURISM DESTINATION AND ATTRACTIONdosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 v KATA PENGANTAR Salam wisata! Jumpa lagi di Volume

Riza Firmasyah, Jandwikha Rahayu, dan Yustisia Pasfatima Mbulu

20 Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987

Gambar 5. Kondisi Jalan di Kawasan Wisata Agro

Kelurahan Pasir Putih - Sumber. Hasil Penelitian

Akses untuk menuju ke lokasi Wisata Agro di

Kelurahan Pasir Putih mudah dijangkau

menggunakan kendaraan pribadi seperti motor

atau mobil dan dapat menggunakan angkutan

umum ataupun kendaraan lainnya. Lokasi wisata

yang strategis. Kondisi jalan menuju kelokasi

Wisata Agro Kelurahan Pasir Putih sudah

terbilang baik, tidak terdapat jalanan yang

rusak atau mempunyai kendala, sehingga dapat

dilalui oleh berbagai macam kendaraan apapun.

4) Pelayanan Tambahan

Menurut Cooper (dalam Suwena dan Widyatmaja,

2010), pelayanan tambahan (ancillary services)

atau sering disebut juga pelengkap yang harus

disediakan oleh pemerintah daerah dari suatu

daerah tujuan wisata, baik untuk wisatawan

maupun untuk pelaku pariwisata. Berikut merupakan

fasilitas pendukung yang terdapat di Kawasan

Wisata Agro Kelurahan Pasir Putih, adalah:

a) Wisata Agro Perkebunan Belimbing dan

Jambu Biji Merah

Gapura selamat datang atau pintu masuk

Kawasan Wisata Agro Kelurahan Pasir Putih,

toilet (yang berada di rumah masyarakat

tersebut), warung atau kedai kecil milik

masyarakat, tempat beribadah, dan tempat

penjualan hasil perkebunan.

b) D’Kandang Amazing Farm

Fasilitas yang terdapat di D’Kandang Amazing

Farm sebagai berikut: 1. Mushola 14. Main Entrance

2. Food Hall 15. Fantasy Land

3. SAFARY Amazing Factory 16. Playground

4. Grill House 17. Rice Field

5. Toilet/Rest Room 18. Cottage

6. ATV Adventure 19. Mini Pasture

7. Goat Feeding 20. Craft Corner

8. Milking Cow 21. Agrodome

9. Rabbitons 22. Pendopo

10. Duckling 23. Farming Area

11. Chickenology 24. Green House

12. Fish Hunting 25. Parking

13. Horse Riding

c) Taman Wisata Pasir Putih

Fasilitas yang terdapat di Taman Wisata

Pasir Putih adalah gapura selamat datang,

toilet, tempat makan, tempat beribadah,

dan tempat penjualan hasil souvenir.

5) Kelembagaan

Keberadaan kelembagaan sangat penting untuk

menciptakan lokasi wisata atau suatu perusahaan

yang tanggung dan kompetitif. Lembaga-lembaga

pendukung tersebut sangat menentukan dalam

upaya meningkatkan integrasi wisata agro dalam

mewujudkan tujuan pengembangan wisata agro.

Kelembagaan yang terlibat dalam pengembangan

Wisata Agro di Kelurahan Pasir Putih adalah

Pemerintah Kota Depok yaitu Walikota Depok

dibantu oleh beberapa lembaga, serta kelompok-

kelompok lain yang terkait dengan Wisata Agro.

Adapun lembaga lain yang terkait dengan

Wisata Agro di Kelurahan Pasir Putih:

a) Pusat Koperasi Pemasaran Belimbing Dewa

Depok (PKPBDD)

b) Kelompok Tani Kelurahan Pasir Putih

c) Koperasi Bintang Dewa (Pusat Pemasaran

Buah dan Olahan Belimbing Dewa Depok)

Harapan Wisatawan

Menurut Alson dan Dover di dalam Fandy Tjiptono

(1996) yaitu harapan wisatawan merupakan keyakinan

wisatawan sebelum mencoba atau mebeli satu

produk yang dijadikan standar atau acuan menilai

kinerja produk tersebut. Pada umumnya harapan

wisatawan merupakan perkiraan atau keyakinan

wisatawan tentang apa yang akan diterimanya

bila ia membeli atau menggunakan suatu produk

barang (barang atau jasa). Harapan wisatawan

dibentuk dan didasarkan atas beberapa faktor,

diantaranya pengalamannya berbelanja dimasa

lampau, opini teman dan kerabat, informasi dan

janji-janji perusahaan, serta para pesaing.

Berdasarkan hasil penelitian, bahwa wisatawan

memiliki banyak harapan untuk pengembangan

Kawasan Wisata Agro Kelurahan Pasir Putih. Adapun

harapan yang diberikan oleh wisatawan antara lain:

Page 30: Journal of TOURISM DESTINATION AND ATTRACTIONdosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 v KATA PENGANTAR Salam wisata! Jumpa lagi di Volume

Journal of Tourism Destination and Attraction

Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 21

wisatawan berharap potensi alam yang ada dapat

dimanfaatkan dengan lebih baik, berharap adanya

kegiatan promosi yang dilakukan oleh pihak pemerintah

dan pengelola, berharap kegiatan wisata yang sudah

berjalan harus tetap diperhatikan untuk tetap dapat

bertahan, berharap sarana dan prasarana menjadi

hal yang dapat dikembangakan lebih baik, berharap

lebih di kembangkan lagi dalam hal SDM Pariwisata,

dan berharap adanya koordinasi yang baik antar

pengelola dan pemerintah. 1. Arena Permainan Anak 6. Toilet

2. Gazebo 7. Tempat Parking

3. Aula 8. Warung Kecil

4. Karaoke 9. Toko Souvenir

5. Ruang Meeting

Partisipasi Masyarakat

Pengembangan pariwisata adalah suatu proses

berkesinambungan untuk melakukan matching

dan adjustment yang terus menerus antara sisi supply

dan demand kepariwisataan yang tersedia untuk

mencapai misi yang telah ditentukan. Pengembangan

kawasan wisata merupakan alternatif yang diharapkan

mampu mendorong baik potensi ekonomi maupun

upaya pelestarian. Pengembangan kawasan wisata

dilakukan dengan menata kembali berbagai potensi

dan kekayaan alam dan hayati secara terpadu.

Partisipasi masyarakat adalah keikutsertaan

masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah

dan potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan

pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk

menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi

masalah, dan keterlibatan masyarakat dalam proses

mengevaluasi perubahan yang terjadi (Adi, 2007).

Menurut Uphoff et al, 1979, partisipasi dibagi

menjadi 4 kategori, yaitu:

1) Partisipasi dalam membuat keputusan

2) Partisipasi dalam pengambilan keuntungan

3) Partisipasi dalam implementasi

4) Partisipasi dalam evaluasi

Berdasarkan hasil wawancara yang telah

dilakukan terhadap masyarakat yang di mana

masyarakat tersebut tergabung dalam kelompok

tani yang berada di Kelurahan Pasir Putih,

Kecamatan Sawangan Depok mengenai keterlibatan

masyarakat tersebut dalam pengembangan wisata

agro di Kelurahan Pasir Putih diperoleh hasil dimana

terdapat beberapa kelompok tani yang dibagi

menurut RT dan RW. Kelompok yang pertama

terbentuk adalah kelompok tani A, disusul

kemudian B dan C, dan yang terakhir adalah D.

Keempat kelompok ini tergabung dalam Gabungan

Kelompok Tani (Gapoktan) XY yang secara resmi

dibentuk pada tahun 2007 yang dimana awalnya

mengusahakan tanaman jambu biji merah (Psidium sp.),

belimbing (Averrhoa sp.) serta ternak ikan. Adapun

pembagian kerja pada setiap Kelompok Tani

tersebut yaitu; Kelompok Tani A memiliki pekerjaan

sebagai penyedia jasa dan lokasi perkebunan

belimbing dan jambu biji merah apabila ada

wisatawan yang ingin berkunjung untuk menikmati

kegiatan wisata di Perkebunan Belimbing atau

Perkebunan Jambu Biji Merah, Kelompok Tani B

dan C memiliki pekerjaan yaitu usaha tani seperti

bayam, kangkung, ketimun, serta jenis tanaman

sayuran dataran rendah seperti selada (Lactuca sp.),

bunga kol (Brassica sp.), dan juga memelihara

kambing (Capra sp.) dengan tujuan kotoran

kambingnya dapat digunakan untuk pupuk

kandang bagi tanaman jambu biji merah dan

belimbing, lalu yang terakhir adalah Kelompok

Tani D memiliki pekerjaan yaitu usaha perikanan

darat seperti lele dumbo (Clarias sp.), gurame

(Osphronemus sp.) dan patin (Pangasius sp.).

Berdasarkan hasil penelitian, partisipasi masyarakat

yang terdapat dalam pengembangan wisata agro

di Kelurahan Pasir Putih hanya sebatas Partisipasi

dalam pengambilan keuntungan dimana masyarakat

hanya sebagai penyedia jasa dalam kegiatan

Wisata Agro, sebagai petani, home industry dan

masyarakat umum yang mengelola dan menjual

hasil panen dari perkebunan, peternakan dan

perikanan milik masyarakat tersebut di kawasan

Kelurahan Pasir Putih.

Pengembangan Wisata Agro Kelurahan Pasir Putih

Pengembangan wisata agro di Kawasan

Kelurahan Pasir Putih Sawangan Depok dilakukan

dengan pendekatan strategi SWOT. Strategi SWOT

adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis

untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis

ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan

kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities),

namun secara bersamaan dapat meminimalkan

kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats).

Strategi SWOT dilakukan dengan mengidentifikasi

faktor-faktor internal dan eksternal kawasan. Identifikasi

faktor-faktor ini dilakukan berdasarkan hasil observasi,

kuesioner, wawancara, dan dokumen-dokumen. Adapun

perumusan faktor-faktor yang ada kemudian di

Page 31: Journal of TOURISM DESTINATION AND ATTRACTIONdosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 v KATA PENGANTAR Salam wisata! Jumpa lagi di Volume

Riza Firmasyah, Jandwikha Rahayu, dan Yustisia Pasfatima Mbulu

22 Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987

analisis sehingga faktor internal dibagi menjadi kekuatan

(strengths) dan kelemahan (weakness) yang dimiliki

Kawasan Wisata Agro Kelurahan Pasir Putih.

Tabel 1. Faktor Kekuatan dan Kelemahan Wisata

Agro Kelurahan Pasir Putih

FAKTOR KEKUATAN (STRENGTHS)

1. Terdapat berbagai atraksi wisata dengan berbagai macam aktifitas,

2. Harga tiket masuk yang relatif murah yaitu Rp. 12.000,-, 3. Letaknya yang strategis, 4. Kegiatan wisata merupakan salah satu upaya untuk

membantu ekonomi masyarakat, 5. Sebagai destinasi yang paling diminati oleh wisatawan.

FAKTOR KELEMAHAN (WEAKNESS)

1. Fasilitas pariwisata seperti kamar mandi, musholla, dsb kurang tersedia,

2. Promosi yang dilakukan belum intensif dan gencar, 3. Kurangnya kualitas SDM Pariwisata, 4. Kurangnya koordinasi antar lintas sektor, 5. Masyarakat hanya sebagai partisipan pasif dalam

kegiatan wisata ini.

Sumber. Hasil Penelitian

Adapun perumusan faktor internal yang

menjadi peluang (opportunities) dan ancaman

(threats) bagi Kawasan Wisata Agro Kelurahan

Pasir Putih dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2. Faktor Peluang dan Ancaman Wisata

Agro Kelurahan Pasir

FAKTOR PELUANG (OPPORTUNITIES)

1. Segmentasi yang terbuka luas, 2. Kencederungan konsumen untuk beralih ke wisata

alam atau back to nature, 3. Perkembangan teknologi dapat memudahkan

transaksi usaha dan promosi, 4. Adanya budaya masyarakat setempat seperti makanan

khas betawi seperti kerak telor dan tarian Betawi yang dapat dikembangkan untuk memperkaya wisata agro di Kelurahan Pasir Putih.

5. Wisata agro dan wisata edukasi yang sedang popular.

FAKTOR ANCAMAN (THREATS)

1. Berkembangnya daya tarik wisata lain disekitar Kelurahan Pasir Putih,

2. Maraknya pembangunan properti perumahan di sekitar kawasan penelitian

3. Persaingan dengan wisata agro di Kota Depok

Sumber: Hasil Penelitian

Pembobotan Internal Factor Analysis

System (IFAS) dan Eksternal Factor Analysis

System (EFAS)

Setelah ditentukan kekuatan dan kelemahan

pada faktor internal serta peluang dan ancaman

pada faktor eksternal, selanjutnya dilakukan

pembobotan IFAS-EFAS elemen SWOT.

Tabel 3. Strategi Internal Factor Analysis System (IFAS)

STRATEGI INTERNAL BOBOT RATING BOBOT X RATING

KEKUATAN 1. Variasi atraksi wisata dengan

berbagai macam aktifitas, 2. Harga tiket masuk yang

relatif murah Rp. 10.000,- per orang,

3. Letaknya yang strategis, 4. Kegiatan wisata merupakan

salah satu upaya untuk membantu ekonomi masyarakat

5. Sebagai destinasi yang paling diminati oleh wisatawan.

0,13

0,15

0,10 0,09

0,11

3 4 4 2 3

0,39

0,60

0,40 0,18

0,33

TOTAL KEKUATAN (S) 0,58 1,90

KELEMAHAN 1. Fasilitas pelayanan

wisata kurang tersedia, 2. Promosi yang dilakukan

belum intensif dan gencar,

3. Kurangnya kualitas SDM Pariwisata

4. Masyarakat hanya sebagai pelaksana dalam kegiatan wisata ini.

0,08

0,11

0,09

0,14

-3

-2

-3

-3

-0,24

-0,22

-0,27

-0,46

TOTAL KELEMAHAN (W) 0,42 -1,20

TOTAL 1,0 0,79

Sumber. Hasil Penelitian

Berdasarkan matriks IFAS pada tabel 3,

terlihat bahwa harga tiket masuk yang tergolong

murah yaitu Rp. 10.000,- per orang menjadi

kekuatan bagi Kawasan Wisata Agro Kelurahan

Pasir Putih. Selanjutnya, yang menjadi kekuatan

di Kawasan Wisata Agro Kelurahan Pasir Putih

adalah atraksi wisata yang bervariasi. Jadi, dapat

disimpulkan bahwa dengan adanya atraksi wisata

yang beragam dan harga tiket masuk yang

tergolong murah di kawasan wisata agro

memberikan minat wisatawan untuk data dan

berkunjung ke Kawasan Wisata Agro Kelurahan

Agro sehingga berdampak pada perekonomian

masyarakat sekitar. Kelemahan utama adalah

masyarakat hanya sebagai pelaksana dalam

kegiatan ini dan promosi yang dilakukan belum

intensif dan gencar.

Page 32: Journal of TOURISM DESTINATION AND ATTRACTIONdosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 v KATA PENGANTAR Salam wisata! Jumpa lagi di Volume

Journal of Tourism Destination and Attraction

Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 23

Tabel 4. Strategi Eksternal Factor Analysis

System (EFAS)

STRATEGI EKSTERNAL BOBOT RATING BOBOT X RATING

PELUANG 1. Segmentasi yang terbuka

luas, 2. Kencederungan

konsumen untuk beralih ke wisata alam atau back to nature,

3. Perkembangan teknologi yang memudahkan transaksi usaha dan promosi,

4. Adanya budaya masyarakat setempat yang dapat dikembangkan untuk memperkaya wisata agro di Kelurahan Pasir Putih.

5. Wisata agro dan wisata edukasi yang sedang popular.

0,17

0,12

0,12

0,11

0,13

3 4 3 2 3

0,51

0,48

0,36

0,22

0,39

TOTAL PELUANG (O) 0,65 1,96

ANCAMAN 1. Berkembangnya daya

tarik wisata lain disekitar Kelurahan Pasir Putih,

2. Maraknya pembangunan properti perumahan sehingga menyebabkan lahan pertanian yang semakin bekurang,

3. Persaingan dengan wisata agro di daerah lain.

0,12

0,10

0,13

-2

-4

-2

-0,20

-0,32

-0,12

TOTALANCAMAN (T) 0,35 -0,64

TOTAL 1,0 1.32

Sumber: Hasil Penelitian

Berdasarkan matriks EFAS pada tabel 4,

terlihat bahwa peluang utama yang dimiliki wisata

agro kelurahan pasir putih adalah segmentasi

pasar yang terbuka luas dan sekarang wisata agro

dan wisata edukasi yang sedang popular.

Ancaman utama yang dihadapi adalah peran dan

partisipasi masyarat yang menurun.

Analisis Matriks SWOT

Analisis SWOT digunakan untuk membandingkan

faktor eksternal dan faktor internal, faktor eksternal

terdiri dari peluang dan ancaman, sedangkan

faktor internal terdiri dari kekuatan dan kelamahan.

Gambar 6. Analisis SWOT

Sumber. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil pembobotan Matriks IFAS

dan Matriks EFAS, dapat dilakukan perhitungan

strategi swot dimana:

Sumbu x Kekuatan (S) - Kelemahan (W); (0.58)

– (0.42) = (0,16)

Sumbu y Peluang (O) – Ancaman (T); (0.65) –

(0.35) = (0,30)

Jika dilihat dari hasil gambar analisis SWOT,

strategi yang dihasilkan berada pada Kuadran 1

yang merupakan pertemuan dua elemen yaitu

kekuatan (S) dan peluang (O) sehingga

memberikan kemungkinan bagi suatu destinasi

untuk bisa berkembang lebih cepat. Strategi yang

diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung

kebijakan pertumbuhan yang agresif.

Perumusan strategi-strategi SO, ST, WO,

dan WT disusun berdasarkan faktor internal S dan

W; serta faktor eksternal O dan T ke dalam matriks

interaksi IFAS-EFAS SWOT seperti pada tabel 3

dan 4 kemudian susunan strategi alternatif

berdasarkan urutan prioritasnya tersebut dapat

dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5. Analsis Matriks SWOT Strategi SO Strategi WO

1. Memperluas pemasaran atau promosi dengan cara memanfaatkan perkembangan teknologi informasi.

2. Menciptakan wisata yang berbasis budaya dan melibatkan masyarakat sekitar kawasan wisata agro.

3. Menjadikan kawasan wisata agro kelurahan pasir putih lebih dikenal dan menjadi wisata agro unggulan dengan cara mengadakan seminar-seminar terkait dengan Wisata Agro.

1. Melakukan promosi lebih aktif dan gencar melalui media elektronik dan media cetak serta membuat promosi dengan paket-paket liburan tertentu.

2. Memperkenalkan wisata agro dan wisata edukasi sebagai wisata yang paling diminati saat ini melalui kegiatan promosi.

3. Menambah fasilitas layanan informasi wisata dengan

0,16

0,30

(0.16 ; 0.30)

Page 33: Journal of TOURISM DESTINATION AND ATTRACTIONdosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 v KATA PENGANTAR Salam wisata! Jumpa lagi di Volume

Riza Firmasyah, Jandwikha Rahayu, dan Yustisia Pasfatima Mbulu

24 Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987

Strategi SO Strategi WO

4. Mengikut sertakan wisatawan di dalam kegiatan pertanian yang dilakukan masyarakat seperti proses pembibitan, penanaman, perawatan dan pemanenan. Kemudian wisatawan dapat diajak berjalan-jalan menelusuri lingkungan lahan pertanian dengan menggunakan kereta lembu.

melibatkan SDM yang ahli dalam bidang pariwisata.

4. Meningkatkan koordinasi yang baik antara pemerintah dengan pengelola dalam hal pengembangan kawasan wisata agro.

5. Melibatkan masyarakat sebagai pelaku pariwisata.

Strategi ST Strategi WT

1. Mengkombinasikan Daya Tarik Wisata Budaya dan beberapa jenis wisata di dalam satu paket wisata.

2. Melibatkan masyarakat pada daya tarik wisata untuk meminimalisir menurunnya peran dan patisipasi masyarakat.

3. Meningkatkan mutu pelayanan jasa dan kualitas dari fasilitas wisata yang ada dengan ciri khas tersendiri sehingga konsumen merasa puas dengan pelayanan dan fasilitas yang ada.

1. Membuat peraturan yang tegas dengan adanya perkembangan properti perumahan, sehingga tidak mengganggu potensi yang masih dapat dimanfaatkan.

2. Meningkatkan penyuluhan dan pembinaan kepada masyarakat terkait dengan perawatan dan pengelolaan pohon belimbing dan jambu biji merah.

3. Meningkatakan kualitas sumber daya manusia pariwisata dengan mengadakan pelatihan atau pendidikan Kepariwisataan.

4. Memperbaiki sistem manajemen guna menahan laju persaingan.

5. Melakukan kerjasama dengan tempat-tempat wisata lain disekitar kelurahan pasir putih agar dapat membuat paket wisata yang berbeda ataupun melakukan paket wisata bersama.

Sumber. Hasil Penelitian

Analisis Matriks Swot menunjukan bahwa

yang menghasilkan strategi Strengths-Opportunities

(0,16;0,30), yang dimana sebagai strategi yang

menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan

peluang yang ada. Kondisi ini memperlihatkan

bahwa pengelola maupun pemerintah mempunyai

tugas mengupayakan pengembangan dengan

melihat dan memanfaatkan kondisi yang paling

kuat untuk digunakan setepat mungkin agar bisa

memanfaatkan peluang dengan baik dan efektif.

Strategi Strengths-Opportunities (SO) berdasarkan

analisis matriks SWOT pada tabel 5 memiliki

beberapa strategi adalah sebagai berikut:

1. Memperluas pemasaran atau promosi dengan cara

memanfaatkan perkembangan teknologi informasi.

Memperluas pemasaran melalui berbagai media

teknologi informasi seperti melalui media cetak

atau media sosial merupakan sebuah peluang yang

paling tepat untuk saat ini. Pihak pengelola dan

pemerintah dapat membuat website dan membuat

berita di beberapa koran atau majalah mengenai

lokasi wisata agro Kelurahan Pasir Putih.

2. Menciptakan wisata yang berbasis budaya dan

melibatkan masyarakat sekitar kawasan wisata agro.

Membuat sebuah atraksi wisata yang berkaitan

dengan kebudayaan masyarakat setempat, misalnya

seperti mengadakan pagelaran tari-tarian, lenong

atau atraksi wisata budaya lain yang mempunyai

ciri khas Betawi dikarenakan mayoritas masyarakat

Kelurahan Pasir Putih adalah Betawi.

3. Menjadikan kawasan wisata agro kelurahan pasir

putih lebih dikenal dan menjadi wisata agro unggulan.

Meningkatkan kegiatan promosi melalui

seminar-seminar mengenai Wisata Agro di

Kelurahan Pasir Putih dan meningkatkan

kualitas dan kuantitas produk yang ditawarkan.

4. Mengikut sertakan wisatawan di dalam kegiatan

pertanian yang dilakukan masyarakat seperti

proses pembibitan, penanaman, perawatan dan

pemanenan. Kemudian wisatawan dapat diajak

berjalan-jalan menelusuri lingkungan lahan

pertanian dengan menggunakan kereta lembu.

SIMPULAN

Kawasan wisata agro Kelurahan Pasir Putih

mempunyai potensi wisata yang beragam dengan

beberapa daya tarik wisata yang berasal dari alam

dan buatan adapun daya tarik wisata yang terdapat

di Kelurahan Pasir Putih yaitu perkebunan belimbing

dan perkebunan jambu biji merah, D’Kandang

Amazing Farm, dan Taman Wisata Pasir Putih.

Amenitas yang berada di Kawasan Wisata Agro

Kelurahan Pasir Putih sudah baik dan lengkap,

Aksesibilitas yang terdapat di kawasan wisata

agro Kelurahan Pasir Putih di peroleh hasil bahwa

akses jalan untuk menuju lokasi mudah dijangkau

dan mudah diketahui oleh banyak wisatawan,

tersedianya sarana transportasi angkutan umum.

Pelayanan tambahan yang terdapat di kawasan

wisata dimana terdapat fasilitas-fasilitas pendukung

untuk menunjang wisata dalam melakukan kegiatan

wisata, terdapat kelembagaan atau organisasi

yang mengelola setiap objek wisata yang berada

di Kawasan Wisata Agro Kelurahan Pasir Putih.

Pengembangan wisata agro berdasarkan

partisipasi masyarakat yang berada di Kawasan

Wisata Agro Kelurahan Pasir Putih menjelaskan

bahwa partisipasi masyarakat yang terdapat

dalam pengembangan wisata agro hanya sebatas

Partisipasi dalam pengambilan keuntungan

dimana masyarakat hanya sebagai penyedia jasa

dalam kegiatan Wisata Agro, sebagai petani, home

Page 34: Journal of TOURISM DESTINATION AND ATTRACTIONdosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 v KATA PENGANTAR Salam wisata! Jumpa lagi di Volume

Journal of Tourism Destination and Attraction

Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 25

industry dan masyarakat umum yang mengelola

dan menjual hasil panen dari perkebunan, peternakan

dan perikanan milik masyarakat tersebut di kawasan

Kelurahan Pasir Putih.

Berdasarkan hasil matriks SWOT menunjukan

bahwa yang menghasilkan strategi dengan bobot

tertinggi adalah strategi Strength-Opportunities (SO).

Strategi Strength-Opportunities (SO) berdasarkan

analisis matriks SWOT memiliki beberapa strategi

adalah sebagai berikut; Memperluas pemasaran atau

promosi dengan cara memanfaatkan perkembangan

teknologi informasi, menciptakan wisata yang

berbasis budaya dan melibatkan masyarakat sekitar

kawasan wisata agro, menjadikan kawasan wisata

agro kelurahan pasir putih lebih dikenal dan

menjadi wisata agro unggulan, mengembangkan

atraksi wisata yang lebih menarik wisatawan, sehingga

pendapatan masyarakat menjadi meningkat.

SARAN

1. Kawasan wisata agro Kelurahan Pasir Putih

dalam melakukan promosi usaha, dilakukan

melalui berbagai media cetak dan elektronik

serta pemasangan iklan di sepanjang jalan

menuju tempat wisata, kemudian juga rutin

mengadakan acara atau event tertentu seperti

live music dan menghadirkan maskot dari

Wisata Agro Kelurahan Pasir Putih yang khas

dan mencirikan tempat wisata tersebut

sebagai salah satu promosi produk wisata.

2. Penambahan dan pengembangan fasilitas

penginapan, fasilitas wisata dan fasilitas lainnya

hendaknya dilakukan berdasarkan kebutuhan

dan keinginan konsumen, seperti penambahan

rumah penginapan (bungalow dan homestay).

Pengembangan fasilitas wisata pun harus

dilakukan secara rutin dengan inovasi – inovasi

yang baru sehingga konsumen tidak merasa

bosan dengan fasilitas wisata yang sudah

sering mereka rasakan dan lihat.

3. Masyarakat, Pengelola dan pemerintah daerah

sebaiknya bekerja sama untuk dapat

mengembangkan dan mengelola Kawasan

Wisata Agro di Kelurahan Pasir Putih menjadi

lebih baik dan menjadi inovatif.

DAFTAR PUSTAKA

Adi, IR. 2007. Perencanaan Partisipatoris Berbasis

Aset Komunitas: Dari Pemikiran Menuju

Penerapan. Depok: FISIP UI Press.

Alfitri. 2011. Community Development (Teori dan

Aplikasi). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Aprianto, Y. 2008. Tingkat Partisipasi Warga Dalam

Pengelolaan Lingkungan Berbasis Masyarakat.

Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Ardiwidjaja, R. 2003. Membedah Konsep Pariwisata

Berkelanjutan. Bandung: Sinar Harapan.

Astut, SI. 2011. Desentralisasi dan Partisipasi Masyarakat

dalam Pendidikan. Yogyakarta (ID): Pustaka Pelajar.

Augusty, F. 2006. Metode Penelitian Manajemen.

Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Ayu WS, Dr. Linda Tondobala, Dea, Ir. Suryono. MT. 2015.

Partisipasi Masyarakat Kelurahan Tosapan Dalam

Pengembangan Kawasan Wisata Pango-Pango

di Kabupaten Tana Toraja. Jurnal Penelitian.

Manado: Universitas Samratulangi.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2004.

Tata cara Perencanaan Pengembangan Kawasan

Untuk Percepatan Pembangunan Daerah.

Direktorat Pengembangan Kawasan Khusus

dan Tertinggal. Jakarta: Bappenas.

Budiarti T, Suwarto, Muflikhati I. Jurnal Ilmu Pertanian

Indonesia (JIPI), Desember 2013. Vol. 18 (3):

200-207. Online: http://oaji.net/articles/2015/2126-

1434611107.pdf

Creswell, JW. 2012. Research design Pendekatan

kualitatif, Kuantitatif dan Mixed; Cetakan ke-

2, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

David, FR. 2012. Manajemen Strategis: Konsep-Konsep.

Edisi Duabelas. Jakarta: Salemba Empat.

Dewi MHU, Fandeli C, M. Baiquni. 2013. Jurnal

Kawistara 129 Volume 3 No. 2, 17 Agustus

2013 Halaman 117-226.

Dinas Pariwisata dan Budaya. 2007. Penyusunan Action

Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat.

Online: http://www.disparbud.jabarprov.go.id

diakses pada 11 April 2016.

Dinas Pertanian dan Perikanan Pemerintah Kota Depok.

2013. Workshop Pengokohan Belimbing Dewa

sebagai Icon Kota Depok Menuju Agrowisata.

(Online) http://distan.depok.go.id/dbtph/index.php/

holti kultura/9-blog/16-belimbing diakses pada

17 April 2016.

Ecker O, Breisinger C. 2012. The Food Security System.

A New Conseptual Framework. Development

Strategy and Governance Division. International

Food Policy Research Institute. The United States.

Halida, S. 2006. Perencanaan Lanskap Bagi

Pengembangan Agrowisata di Desa-Desa Pusat

Pertumbuhan Kawasan Agropolitan Cianjur.

Page 35: Journal of TOURISM DESTINATION AND ATTRACTIONdosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 v KATA PENGANTAR Salam wisata! Jumpa lagi di Volume

Riza Firmasyah, Jandwikha Rahayu, dan Yustisia Pasfatima Mbulu

26 Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987

Skripsi. Bogor: Program Studi Arsitektur Lanskap,

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Herawati, T. 2011. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis, Vol

10, No. 2, Desember 2011: 168-175.

Horovitz, J. 2000. Seven Secret of Service

Strategy. Great Britain: Prentice-Hall.

Kementerian Pertanian Republik Indonesia. 2010. Wisata

Agro Indonesia. Tersedia pada: http://database.

deptan.go.id/agrowisata. Diakses tanggal 10

Oktober 2016.

Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi.

Jakarta: Rineka Cipta.

Lanya. 1995. Buku Pariwisata (BPKM) Mata Kuliah

Dasar-dasar Pengembangan Wilayah. Denpasar:

Fakultas Pertanian Unud.

Mardijono. 2008. Persepsi dan Partisipasi Nelayan

terhadap Pengelolaan kawasan Konservasi Laut

Kota Batam. Semarang: Program Pasca sarjana

Manajemen Sumberdaya Pantai Universitas

Diponegoro.

Mentari, DM. 2014. Pengembangan Agriwisata Punbak

Temboan Di Rurukan Satu Kecamatan Tomohon Timur.

Jurnal Penelitian. Manado: Universitas Samratulangi.

Nurisyah, S. 2001. Pengembangan Kawasan Wisata

Agro (Agrotourism). Bulletin Taman dan Lanskap

Indonesia 2001; 4(2): 20-23.

Pangestu, MHT. 1995. Partisipasi Masyarakat dalam

Pelaksanaan Kegiatan Perhutanan Sosial (Studi

Kasus: KPH Cianjur, Jawa Barat). Tesis.

Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Pemerintah Kota Depok. 2015. Ruang Terbuka Hijau

sebagai Agrowisata. (Online) Berita Depok,

www.depok.go.id diakses pada 17 April 2016.

Permana J, Ari, Erik, Gilang. 2009. Penganalisaan

Potensi dan Perkembangan Desa/Kelurahan

di Kabupaten Bandung. Bandung.

Pitana, IG. 2009. Pengantar Ilmu Pariwisata.

Yogyakarta: Penerbit Andi.

Pratiwi, Eka. 2011. Strategi Pemasaran Agrowisata

Ecotainment PT Godongijo Asri, Desa Serua,

Kota Depok, Jawa Barat. Skripsi. Bogor:

Institut Pertanian Bogor.

Rangkuti, Freedy. 2006. Analisis SWOT: Teknik

Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama.

Republik Indonesia. 2002. Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 18 Tahun 2002 Tentang

Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan,

dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

Jakarta: Sekretariat Negara.

Salampessy LM, Nugroho Bramasto, Purnomo

Herry. 2010. Partisipasi Kelompok Masyarakat

dalam Pengelolaan Kawasan Hutan Lindung

Gunung Nona kota Ambon Provinsi Maluku.

Dalam: Jurnal Parennial 06(02): 99-107. Online:

http://journal.unhas.ac.id/index.php/perennia

l/article/view/80 diakses pada 11 April 2016.

Sastrayuda, GS. 2010. Strategi Pengembangan

Dan Pengelolaan Resort And Leisure. Makalah.

Disampaikan dalam Hand Out Hlm 11-12.

Setyawati, Eriska A. 2012. Strategi Pengembangan

Agribisnis Belimbing Dewa di Kota Depok. Skripsi.

Surakarta: Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.

Soebagyo. 2014. Strategi Pengembangan Pariwisata

di Indonesia. Journal Liquidity Vol. 1, No.2, Juli-

Desember 2014, hlm.153-158. Online: www.acade

mia.edu/7701501/strategi_pengembangan_pariwisa

ta_di_indonesia, diakses pada 28 Maret 2016.

Soemarno. 2008. Perencanaan Pengembangan Kawasan

Agrowisata. Online: images.soemarno.multiply.

multiplycontent.com, diakses 11 April 2016.

Subowo. 2002. Agrowisata Meningkatkan Pendapatan

Petani. Online: http://database.deptan.go.id/

agrowisata diakses pada 11 April 2016.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif dan

Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono, 2011. Metode Penelitian Pendidikan

(Pendekatan Kauntitatif, Kualitatif, dan R&D).

Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. 2012. Memahami Penelitian Kualitatif.

Bandung: Alfabeta.

Sutopo HB. 2006. Penelitian Kualitatif: Dasar Teori

dan Terapannya Dalam Penelitian. Skripsi.

Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Suwantoro, Gamal. 1997. Dasar-Dasar Pariwisata.

Yogyakarta: Andi Publishing.

Suwena, Widyatmaja, 2010. Pengetahuan Dasar Ilmu

Pariwisata. Denpasar: Udayana University Press.

Tjiptono, Fandy. 1996. Manajemen Jasa. Yogyakarta:

Penerbit Andi.

Umar, H. 2003. Metodologi Penelitian Untuk Skripsi

dan Tesis Bisnis, Jakarta.: PT. Gramedia Pustaka.

Uphoff, Cohen, Goldsmith. 1979. Feasibility and Application

of Rural Development Participation: A State of the

Art Paper. New York (AS): Cornell University.

Wibowo, FX Setiyo, Darmawan Damanik, Aria Dimas

Harapan, Hindun. 2014. Pemberdayaan Masyarakat

Dalam Agrowisata Belimbing Dewa di Kelurahan

Pasir Putih Depok. Jurnal Penelitian. Jakarta:

Sekolah Tinggi Pariwisata Sahid Jakarta.

Page 36: Journal of TOURISM DESTINATION AND ATTRACTIONdosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 v KATA PENGANTAR Salam wisata! Jumpa lagi di Volume

Journal of Tourism Destination and Attraction

Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 27

SERBUK SEMANGGI SEBAGAI MINUMAN HERBAL

(CREATING CLOVER POWDER HERBAL DRINK)

Nini Jayanti Saleh, S.E., BBA, M.Tr.Par dan Moses Soediro, S.E., BBA, MM1* 1Fakultas Pariwisata, Universitas Ciputra

UC Town, CitraLand, Surabaya 60219, Indonesia

Telepon/Faskimili: 031-7451699/031-7451698

email: [email protected], [email protected]

Abstract

Innovation is needed to preserve local culinary clover as a culinary ingredient which becomes one of the

elements of the tourist attraction. With the momentum of healthy lifestyle trend in Surabaya, a beverage

product is created from local ingredients in Surabaya. A clover known in Latin as Marsilea Crenata is usually

used as a Pecel Semanggi. Marsilea Crenata is known as herbal medicine. It is used to cure sore throat,

sprue, and fever. It contains high isoflavones. The herbal drink is created by producing clover powder

through the stages of drying using dehydrator. The herbal beverage is produced through experimental

stages with dry mix and crystallization method. Sensory test is used to discover about the taste, aroma,

color, and texture of the herbal drink. They are acceptable and 53.3% of panelists like it. Nutrition test is

conducted in Balai Riset dan Standardisasi Industri Surabaya to discover the nutrition facts of the herbal

drink. The herbal drink contains of 20,62% ash, 7,31% sugar, 1,16% protein, 6,15% carbohydrate, and

energy 38,96 kcal/100 g. In further research other methods can be used such as vacuum drying or freeze

drying so that the vitamin content is keep remain. The clover leaf utilization can be optimized by producing

an instant herbal drink water clover. Thus the Kampung Semanggi as one of tourist destinations deserves

to receive more attention, particularly from the government.

Keywords: Creation, Herbal Beverage, Sensory Test

PENDAHULUAN

Sebagai kota terbesar kedua di Indonesia,

Surabaya sangatlah terkenal dengan keanekaragaman

wisata kuliner. Wisata kuliner digagas oleh pendiri

World Food Travel Association sebagai bentuk

mendapatkan pengalaman yang unik dan penuh

kenangan dari sebuah kuliner yang ditawarkan

tempat wisata. Perkembangan terbaru saat ini,

wisatawan semakin mencari pengalaman lokal

dan otentik dari tempat-tempat yang mereka kunjungi.

Salah satu kuliner legendaris yang menjadi

menu yang penuh kenangan, baik bagi wisatawan

asing dan lokal yang datang ke Surabaya adalah

Pecel Semanggi Suroboyo. Pecel Semanggi Suroboyo

adalah salah satu kuliner tradisional khas kota

Surabaya. Walaupun makanan khas asli Surabaya,

kuliner legendaris ini ini hanya diproduksi oleh

penduduk Surabaya di daerah tertentu. Sebagian

besar penjual Pecel Semanggi Suroboyo berasal

dari Desa Kendung, Benowo yang terkenal sebagai

kampung semanggi. Cara menjajakan semanggi

yang unik juga menjadi daya traik wisatawan

tersendiri. Penduduk Benowo biasanaya menjajakan

semanggi dengan cara digendong berkeliling

dengan menggunakan pakaian tradisional.

Sangat disayangkan bahwa para warga di

kampung semanggi yang membudidayakan tanaman

semanggi mulai mengalami keterbatasan produksi.

Lahan-lahan yang sebagian besar digunakan untuk

budidaya tanaman semanggi saat ini telah dibangun

menjadi perumahan penduduk. Dengan demikian,

tanaman semanggi mendekati kepunahan (Widodo,

2002). Kondisi tersebut ditambah dengan cuaca

yang tidak menentu di Surabaya, curah hujan yang

tinggi yang mengakibatkan tanaman ini semakin

jarang ditemukan. Dari sisi permintaan, Pecel

Semanggi Suroboyo semakin menurun karena

kurangnya minat generasi muda akan makanan

dan minuman berbahan dasar produk lokal. Hal ini

juga seiring dengan perkembangan kuliner modern

dan maraknya kuliner asing yang masuk ke Indonesia.

Dengan demikian mengakibatkan Pecel Semanggi

Page 37: Journal of TOURISM DESTINATION AND ATTRACTIONdosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 v KATA PENGANTAR Salam wisata! Jumpa lagi di Volume

Nini Jayanti Saleh, S.E., BBA, M.Tr.Par dan Moses Soediro, S.E., BBA, MM

28 Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987

Suroboyo semakin jarang ditemui dan menjadi

langka di daerah asalnya.

Tantangan tersebut memicu motivasi entrepreneur

terutama pada bidang kulineri untuk menjadi kreatif

dalam pemanfaatan tanaman semanggi sebagai bahan

kuliner. Selain sebagai Pecel Semanggi Suroboyo,

sebagian besar masyarakat di Surabaya mengenal

tanaman semanggi yang dimanfaatkan sebagai teh

herbal yang dikonsumsi secara tradisional. Teh herbal

dari tanaman semanggi dikonsumsi dengan cara

merebus daun yang sudah dibersihkan. Teh herbal

semanggi memiliki manfaat baik dan khasiat bagi

kesehatan, sebagai obat sakit tenggorokan, sariawan,

penurun demam, dan sesak nafas.

Namun demikian, generasi muda saat ini sering

beranggapan bahwa minuman herbal merupakan

minuman golongan masyarakat rendah, sedangkan

minuman dengan kandungan susu atau kandungan

lainnya dipersepsikan sebagai minuman golongan

masyarakat tingkat menengah dan atas. Pada

kenyataanya, minuman dengan kandungan susu

atau minuman lainnya yang minim khasiat dan

berasal dari luar negeri lebih marak digemari oleh

masyarakat Indonesia. Fakta ini didukung dengan

tingginya konsumsi susu per kapita masyarakat

Indonesia dibandingkan negara tetanga, seperti

negara Malaysia, Thailand, maupun Filipina

(Herlambang et al, 2011).

Untuk mampu bersaing dengan produk asing

yang masuk ke Indonesia dan untuk mengangkat

bahan pangan lokal menjadi lebih unggul di pasar,

dibutuhkan adanya kreativitas dan inovasi. Inovasi

dalam pengolahan semanggi juga perlu dilakukan

untuk mempertahankan semanggi sebagai bahan

kuliner lokal yang menjadi salah satu unsur daya

tarik wisatawan. Symons (1999) mengemukakan

bahwa makanan khas lokal adalah komponen

fundamental dari sebuah atribut destinasi wisata

yang menambah daya tarik dan pengalaman

wisata secara keseluruhan.

Dalam hal optimalisasi pemanfaatan bahan lokal,

yaitu semanggi dan dengan pemanfaatan teknologi,

inovasi untuk mengembangkan produk sangatlah

dibutuhkan saat ini. Dengan banyaknya manfaat

baik yang didapat di dalam semanggi sebagai salah

satu bahan pangan lokal, upaya kreatif ditempuh

dengan memanfaatkan semanggi menjadi serbuk

instan sebagai minuman herbal untuk meningkatkan

nilai guna semanggi yang hanya dikonsumsi oleh

sebagian kalangan masyarakat saja.

Didukung dengan semakin meningkatnya

tren hidup sehat di kalangan masyarakat Indonesia,

permintaan wisatawan untuk rasa produk yang

alami dan otentik, serta adanya kesempatan distribusi

untuk masuk ke toko modern, minuman herbal

semakin dibutuhkan. Tren mengonsumsi minuman

herbal ini tidak hanya dilakukan oleh masyarakat

di Indonesia, tetapi juga oleh masyarakat internasional.

Mengambil momentum tren masyarakat

untuk bergaya hidup sehat dengan lebih mengonsumi

makanan dan minuman sehat dan praktis dan adanya

minat wisatawan akan oleh-oleh khas lokal, tanaman

semanggi dimanfaatkan menjadi produk yang

tidak dipandang sebelah mata oleh masyarakat

Indonesia. Dengan demikian, pelestarian semanggi

air sebagai produk lokal dapat terjaga, sehingga

pemanfaatan hasil olahan semanggi air sebagai

minuman herbal dapat dirasakan secara luas.

Dengan adanya berbagai latar belakang tersebut,

penelitian ini secara khusus bertujuan menghasilkan

kreasi serbuk instan yang inovatif dengan (1) mengetahui

cara pengolahan serbuk instan semanggi air, (2)

mengetahui rasa, aroma, warna, dan tekstur serbuk

instan semanggi air sebagai minuman herbal dengan

uji organoleptik, serta (3) mengetahui kandungan gizi

yang terdapat pada serbuk instan semanggi air sebagai

minuman herbal dengan uji laboratorium. Dengan

demikian, popularitas semanggi air sebagai kuliner

khas Surabaya dapat bangkit dan dikenal khalayak

luas, khususnya bagi generasi muda. Tentunya

berdampak bagi kelangsungan kesejahteraan penjual

semanggi keliling dan juga bagi pembudidaya tanaman

semanggi di kampung semanggi, Surabaya.

METODE

Penelitian ini dirancang melalui beberapa

tahapan, yaitu penentuan semanggi air yang

digunakan sebagai bahan utama, persiapan

pengolahan, uji coba pembuatan serbuk semanggi

sebagai minuman herbal, uji organoleptik, dan uji

laboratorium. Rancangan penelitian yang digunakan

dalam penelitian ini bersifat eksperimental. Adapun

formula dihasilkan melalui tahapan eksperimen

dengan metode dry mix dan kristalisasi.

Data yang diolah di dalam penelitian ini

merupakan feedback evaluasi dari atribut warna,

aroma, tekstur (kekentalan), dan rasa serbuk instan

semanggi sebagai minuman herbal yang telah

mendapat validasi dari panelis terlatih yang dilakukan

secara organoleptik. Teknik pengumpulan data

Page 38: Journal of TOURISM DESTINATION AND ATTRACTIONdosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 v KATA PENGANTAR Salam wisata! Jumpa lagi di Volume

Journal of Tourism Destination and Attraction

Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 29

persepsi dan penerimaan konsumen juga dilakukan

dengan menggunakan kuesioner yang dibagikan kepada

panelis tidak terlatih sebagai perwakilan konsumen.

Tanaman semanggi memiliki daun yang berbentuk

bulat menyerupai payung dan terdiri dari empat helai

anak daun yang disebut sebagai clover. Semanggi

memiliki akar tunggang yang berserabut. Batangnya

tegak dan sangat mudah dipatahkan dengan tinggi

2 hingga 18 cm. Semanggi termasuk dalam marga

Marsileaceae, dengan spesies nama Latin Marsilea

Crenata. Semanggi bersifat heterospore, dimana

spora jantan dan betina menjadi satu tanaman.

Tanaman semanggi yang dimanfaatkan di

dalam penelitian ini merupakan tanaman kelompok

paku air. Daun semanggi memiliki kandungan flavonoid

yang berfungsi sebagai antioksidan dan anti inflamasi.

Selain itu, semanggi air juga mengandung isoflavon

yang dapat digunakan sebagai perlindungan gejala

klinis menopause dan mencegah osteoporosis. Nutrisi

di dalam tanaman semanggi dapat mencegah

perkembangan sel kanker payudara, tuberkolosis

dan mengurangi resiko kanker getah bening di

dalam tubuh. Daun semanggi juga dapat digunakan

sebagai peluruh air seni (Afriastini, 2003).

Menurut Okpara (2007), inovasi merupakan

suatu tindakan meningkatkan nilai dari produk

yang sudah ada, baik barang maupun jasa. Salah

satu jenis inovasi yang ada adalah inovasi produk,

yaitu dengan meningkatkan nilai karakteristik

produk. Untuk menghasilkan suatu inovasi produk

dibutuhkan kreativitas. Kreativitas adalah kemampuan

untuk menghasilkan sebuah kreasi dalam wujud

yang baru. Sebuah produk dikatakan kreatif jika

orisinil dan tepat guna. Dengan adanya tren

konsumen akan makanan dan minuman sehat

dan praktis, maka dibutuhkan kreativitas untuk

menghasilkan kreasi baru minuman herbal. Kreasi

minuman herbal semanggi merupakan sebuah

inovasi untuk mengembangkan produk yang ada

untuk memberikan nilai guna yang lebih bagi

masyarakat. Minuman herbal semanggi berupa

serbuk instan siap konsumsi dan lebih praktis.

Minuman herbal dalam bentuk serbuk mudah

disimpan dan tahan lama dikarenakan kandungan

air bahan baku yang rendah, sehingga mudah

didistribusikan. Minuman herbal biasanya terbuat

dari bagian tanaman, seperti akar, batang, daun,

bunga, atau umbi. Minuman herbal dipercaya

untuk penyembuhan penyakit yang berasal dari

bahan aktif yang terkandung di dalam tanaman

(Ismiati, 2015). Minuman herbal lebih dikenal di

kalangan konsumen sebagai teh herbal atau teh

kesehatan. Teh herbal merupakan campuran dari

beberapa bahan dari kombinasi kering daun, biji,

rumput, kacang kulit, buah-buahan, bunga atau

unsur botani lainnya yang menghasilkan rasa

tertentu dan berkhasiat (Ravikumar, 2014).

Christiansen (2010) berdasarkan Frutarom

(International Flavour House) memperkirakan adanya

kenaikan permintaan rasa makanan dan minuman

yang lebih otentik dan lebih natural. Selain itu,

terdapat peningkatan permintaan konsumen terhadap

kombinasi rasa dari rempah-rempah yang lebih

konvensional. Salah satunya adalah daun mint,

yang telah digunakan di dalam produk makanan

dan minuman di seluruh dunia. Teh yang berasal

dari daun mint kaya akan khasiat untuk penghilang

stres, mengatasi masalah pencernaan, dan penyegar

nafas (Ravikumar, 2014). Selain itu, digunakan juga

ekstrak dari bunga rosella, yaitu tanaman yang

tumbuh di berbagai negara dan telah dikonsumsi

sebagai teh. Teh rosella kaya akan kandungan

vitamin C dan antioksidan. Teh rosella mengandung

antioksidan sebanyak 1,7 mmol/prolox (Widyanto

dan Nelistya, 2008). Rosella akan menghasilkan

rasa asam sebagai kombinasi rasa yang konvensional.

Konsumen saat ini sudah lebih cerdas dan

memiliki pengetahuan yang baik mengenai makanan

dan minuman yang akan dikonsumsi. Oleh karena

itu, uji organoleptik perlu dilakukan untuk mengetahui

persepsi dan preferensi konsumen terhadap sebuah

inovasi produk makanan dan minuman. Uji organoleptik

mengevaluasi penerimaan rasa, aroma, warna, tekstur,

dan penerimaan umum minuman herbal berbahan

semanggi. Uji organoleptik atau evaluasi sensorik

didefinisikan sebagai ilmu yang digunakan untuk

membangkitkan, mengukur, menganalisis, dan

menafsirkan tanggapan terhadap produk yang

dirasakan oleh indera penglihatan, penciuman, sentuhan,

rasa, dan pendengaran (Stone dan Sidel, 1993).

Pembuatan minuman herbal dari serbuk semanggi

dapat menjawab kebutuhan masyarakat akan minuman

sehat, berkhasiat, dan praktis. Rancangan penelitian

yang digunakan dalam bersifat eksperimental, yang

dilakukan secara trial and error dengan alat dan

prosedur tertentu. Desain eksperimen adalah istilah

yang digunakan untuk serangkaian prosedur

eksperimental yang telah dikembangkan untuk

memberikan informasi sebanyak mungkin dengan

biaya serendah mungkin (Naes et al, 2010).

Page 39: Journal of TOURISM DESTINATION AND ATTRACTIONdosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 v KATA PENGANTAR Salam wisata! Jumpa lagi di Volume

Nini Jayanti Saleh, S.E., BBA, M.Tr.Par dan Moses Soediro, S.E., BBA, MM

30 Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987

HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses eksperimen pembuatan minuman

herbal terpilih diawali juga dengan perebusan bunga

rosella yang telah dibersihkan hingga didapatkan

ekstrak bunga rosella yang berwarna kekuningan.

Kemudian penambahan serbuk semanggi dan

daun mint untuk dilakukan proses ekstraksi kedua.

Hasil ekstrak rosella, serbuk semanggi, dan daun

mint disaring terlebih dulu, sehingga dihasilkan

filtrasi tanpa ampas. Kemudian penambahan gula

dan dipanaskan untuk proses kristalisasi.

Pemanasan dilakukan hingga mengental dan

menghasilkan serbuk kristal kasar. Serbuk kristal

kasar yang dihasilkan dihancurkan dengan

blender. Setelah itu dilanjutkan dengan proses

pengayakan hingga diperoleh serbuk kristal halus

sebagai serbuk instan semanggi. Serbuk instan

melalui tahapan penyeduhan terlebih dahulu pada

saat akan disajikan sebagai minuman herbal.

Seperti tertera di dalam Gambar 1, sebanyak

53,3% panelis secara umum menyatakan suka

terhadap minuman herbal terpilih, formula 127.

Sebanyak 16,7% panelis secara berurutan

menyatakan sangat suka dan agak suka. Dengan

demikian minuman herbal sampel 127 dapat

diterima oleh panelis perwakilan konsumen.

Gambar 1 Hasil Rata-Rata Uji Organoleptik

Panelis Terlatih

Keterangan:

01= Sangat Tidak Suka 653: Formula Pertama

02= Tidak Suka 308: Formula Kedua

03= Kurang Suka 127: Formula Ketiga

04= Netral/Biasa

05= Agak Suka

06= Suka

07= Sangat Suka

Tabel 1 Hasil Evaluasi Konsumen Secara Umum

Keterangan:

3= Kurang Suka 4= Netral/Biasa

5= Agak Suka 6= Suka

7= Sangat Suka

Berdasarkan Tabel 1 di atas, sebanyak

53,3% panelis secara umum menyatakan suka

terhadap minuman herbal sampel formula 127.

Sebanyak 16,7% panelis secara berurutan

menyatakan sangat suka dan agak suka. Dengan

demikian minuman herbal sampel formula 127

dapat diterima oleh panelis perwakilan konsumen.

Adapun hasil uji laboratorium minuman

herbal semanggi terpilih sebagai berikut:

Gambar 2 Komposisi Nutrisi Minuman Herbal

Semanggi per Sajian

Page 40: Journal of TOURISM DESTINATION AND ATTRACTIONdosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 v KATA PENGANTAR Salam wisata! Jumpa lagi di Volume

Journal of Tourism Destination and Attraction

Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 31

Tabel 2 Hasil Uji Laboratorium Kandungan Nutrisi

Minuman Herbal Semanggi

Dari hasil uji laboratorium minuman herbal

semanggi yang tertera pada Tabel 2 di atas,

didapati kadar abu yang terkandung sebanyak

20,62%. Hal ini mengindikasikan banyaknya kandungan

mineral di dalam minuman herbal semanggi terpilih

formula 127. Hasil uji kandungan Vitamin C pada

minuman herbal tidak terdeteksi. Hal ini dapat

diakibatkan oleh tahapan melalui pemanasan

pada saat proses pembuatan yang menyebabkan

kandungan Vitamin C menguap. Oleh karena itu,

penelitian selanjutnya dapat menggunakan metode

lain seperti vacuum drying atau freeze drying sehingga

kandungan vitamin tetap terjaga. Dalam penelitian

selanjutnya, juga dapat menggunakan tanaman

lokal lainnya yang berkahsiat bagi kesehatan.

Bagian tanaman yang dimanfaatkan sebagai bahan

utama hanya bagian daun untuk diolah sebagai

minuman herbal lainnya yang praktis dan dapat

diterima masyarakat secara luas.

SIMPULAN

Serbuk semanggi telah berhasil diolah dengan

baik menjadi minuman herbal yang dapat dikonsumsi.

Metode kristalisasi lebih memberikan hasil maksimal

dalam pembuatan serbuk instan semanggi sebagai

minuman herbal. Dengan dihasilkannya kreasi

produk berupa minuman herbal dari serbuk instan

semanggi air, maka pemanfaatan daun semanggi

dapat lebih optimal. Dengan demikian, masyarakat

memiliki pilihan lain dalam mengkonsumsi minuman

herbal yang kaya manfaat dengan mudah tanpa

mengganggu rutinitas sehari-hari, sehingga kesehatan

tubuh tetap terjaga. Selain itu, kreasi minuman

herbal ini menjadi alternatif minuman yang dapat

dikonsumsi oleh generasi muda Serbuk semanggi

yang tinggi serat dapat langsung dikonsumsi dan

direkomendasikan untuk digunakan sebagai makanan

tambahan pengganti sayuran. Selain itu, minuman

herbal semanggi juga dapat menjadi salah satu

pilihan oleh-oleh lokal khas bagi wisatawan yang

mengunjungi kota Surabaya.

SARAN

Disarankan pada penelitian minuman herbal

selanjutnya menggunakan gula aren dan madu sebagai

pengganti gula pasir, agar minuman herbal dari

serbuk instan semanggi air dapat dinikmati kalangan

konsumen dan wisatawan yang lebih tua ataupun

penderita diabetes. Pemanfaatan kampung semanggi

sebagai salah satu destinasi wisata mendapat porsi

perhatian lebih, khususnya bagi pemerintah kota

Surabaya. Penyediaan lahan yang memadai dan

peraturan bagi kontraktor perumahan harus lebih

dipertimbangkan demi keberlangsungan budidaya

semanggi dan peluangnya sebagai destinasi wisata.

Dengan demikian, wisatawan asing dan lokal lebih

mempertimbangkan melakukan perjalanan wisata

ke Surabaya.

DAFTAR PUSTAKA

Afriastini, J.J., 2003. Marsilea crenata C. Presl. In:

de Winter, W.P. & Amaroso, V.B. (Editors). Plant

Resources of South-East Asia No 15(2).

Cryptogams: ferns and fern allies. Bogor: LIPI.

Christiansen, Suzanne. 2010. Flavours and Colors.

Colourful Business. In Dairy Industries International

(April). www.dairyindustries.com Ada pada hal.5

Herlambang, E.S. Hubeis, Musa. Palupi, N.S. 2011.

Kajian Perilaku Konsumen terhadap Strategi

Pemasaran Teh Herbal di Kota Bogor Study

on Consumer Behavior Marketing Strategy of

Herbal Tea in the City of Bogor. Manajemen

IKM, September 2011 (143-151) Vol. 6 No. 2

Ismiati, Erna Retno (2015) Aktivitas Antioksidan Minuman

Herbal Rambut Jagung Dengan Variasi Kondisi

Dan Lama Perebusan. Skripsi thesis, Universitas

Muhammadiyah Surakarta.

Page 41: Journal of TOURISM DESTINATION AND ATTRACTIONdosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 v KATA PENGANTAR Salam wisata! Jumpa lagi di Volume

Nini Jayanti Saleh, S.E., BBA, M.Tr.Par dan Moses Soediro, S.E., BBA, MM

32 Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987

Naes, Tormod. Brockhoff, Per B. Tomic, Oliver. 2010.

Statistic for Sensory and Consumer Science.

UK: John Wiley & Sons Ltd.

Okpara, Friday O. 2007. “The Value of Creativity and

Innovation in Enttrepreneurship”. Journal of Asia

Entrepreneurship and Sustainability. Vol 3 (2), 2007.

Ravikumar. 2014. “Review on Herbal Teas”. Journal

of Pharmaceutical Sciences and Research.

Vol 6 (5), 2014, 236-238.

Stone, H and Sidel, JL. 1993. Sensory Evaluation

Practices. 2nd ed. Academic Press: San Diego.

Symons, M. (1999). Gastronomic authenticity and

the sense of place. Paper presented at the

9th Australian Tourism and Hospitality

Research Conference for Australian

University Tourism and Hospitality Education.

Widodo, Dukut Imam. 2002. Soerabaia Tempo

Doeloe. Surabaya: Dinas Pariwisata.

Widyanto, P.S dan A Nelistya, 2008. Rosella.

Aneka Olahan, Khasiat dan Ramuan. Jakarta:

Penebar Swadaya.

Page 42: Journal of TOURISM DESTINATION AND ATTRACTIONdosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 v KATA PENGANTAR Salam wisata! Jumpa lagi di Volume

Journal of Tourism Destination and Attraction

Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 33

KEPERCAYAAN MASYARAKAT DESA ARGAPURA

TERHADAP BUDAYA ANGKLUNG GUBRAK SEBAGAI SALAH SATU BENTUK

MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA

Tri Rahayuningsih, E.K.S. Harini Muntasib dan Jadda Muthiah

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB,

Kampus IPB Darmaga 16680 telpon/fax 0251-8624887

Abstract

Budaya merupakan salah satu sumberdaya yang menjadi modal dasar dalam pengembangan ekowisata,

selain sumberdaya alam. Kesenian angklung gubrag (angklung leluhur) merupakan salah satu budaya

yang mampu menjadi aspek yang menggerakkan masyarakat di Desa Argapura (Kabupaten Bogor) untuk

turut berperan aktif dalam pengembangan ekowisata. Keberadaan seni budaya angklung gubrak ini sangat

penting sebagai alat pemersatu warga di Desa Argapura untuk turut berperan dalam pengembangan

ekowisata. Hal ini terlihat pada kondisi meskipun Desa Argapura memiliki sumberdaya yang unik dan khas

yaitu berupa gua karst sebagai daya tarik wisata, namun masyarakat kurang aktif ikut berperan serta dalam

pengembangan ekowisatanya. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode in depth interview,

observasi lapang, observasi partisipasi, studi pustaka, penelusuran dokumen dan wawancara. Hasil

penelitian ini akan memberikan gambaran tingkat kepercayaan masyarakat Desa Argapura terhadap

budaya angklung gubrag sebagai salah satu bentuk modal sosial untuk meningkatkan ekowisata daerahnya.

Keywords: Budaya Angklung Gubrak, Kepercayaan, Modal Sosial, Mayarakat, Desa Argapura.

PENDAHULUAN

Pengembangan ekowisata, tidak hanya bergantung

dari kondisi daya tarik alam dan budaya saja,

namun juga dari masyarakat sebagai bagian dari

komponen sosial adalah modal sosial yang memiliki

peran dan tanggung jawab untuk menentukan

pengembangan ekowisata, (UNEP & WTO 2002).

Hal ini dibuktikan dari berbagai hasil pembelajaran

yang menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat

sangat penting dalam segala aspek perencanaan

dan pengelolaan ekowisata. Berbeda dengan

modal alam dan budaya yang sudah banyak di

bahas dalam literatur mengenai ekowisata, partisipasi

dan keterlibatan masyarakat dalam kegiatan

ekowisata masih belum banyak mendapatkan perhatian

(Hakim dan Nakagoshi, 2008). Modal sosial memegang

peranan yang sangat penting dalam memfungsikan

dan memperkuat masyarakat modern. Pretty & Ward

(2001), Pretty (2003) dan Pretty & Smith (2003)

berpendapat bahwa salah satu komponen pembentuk

modal sosial adalah mencakup rasa saling mempercayai.

Kepercayaan ini merupakan dasar dalam membangun

jaringan sosial yang didukung oleh semangat untuk

saling menguntungkan sebagai refleksi kekuatan

masyarakat (Inayah, 2012).

Desa Argapura merupakan salah satu desa

di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor bagian Barat;

secara geografis terletak antara 06º27’08.9” -

06º27,58.0” LS dan 106º30’18,4”- 106º 30’44.7” BT.

Desa ini memiliki potensi wisata berupa Kawasan

Karst seluas 2,7 Ha yang terdiri dari beberapa

kompleks gua, yaitu Gua Simenteng, Gua Simasigit,

Gua Sigaraan, Gua Sibulan, Gua Sipatahunan,

Gua Sinampol (dimanfaatkan sebuah perusahaan),

dan Gua Siparat. Kawasan karst Goa Gudawang

(Gambar 8) telah dikembangkan sebagai daya

tarik wisata sejak tahun 1991 di bawah pengelolaan

Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor.

Penduduk Desa Argapura merupakan perpaduan

penduduk asli dan pendatang. Mayoritas penduduk

Desa Argapura adalah suku Sunda, peringkat

kedua yang mendominasi adalah suku Jawa, sisanya

adalah campuran dari beberapa suku di luar Pulau

Jawa (seperti: Melayu dan Batak dari Pulau

Sumatera, Manado dari Sulawesi, dan sebagainya).

Kondisi budaya di Desa Argapura cenderung

dipengaruhi oleh Budaya Sunda, meskipun banyak

adanya pendatang dari daerah lain. Kesenian

yang paling terkenal di Desa Argapura dan telah

mendapatkan pengakuan dari Dinas Pariwisata

Page 43: Journal of TOURISM DESTINATION AND ATTRACTIONdosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 v KATA PENGANTAR Salam wisata! Jumpa lagi di Volume

Erna Ervina Wati, Yustisia Pasfatima Mbulu, Fahrurozy Darmawan

34 Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987

dan Kebudayaan Kabupaten Bogor adalah kesenian

Angklung Gubrag (Angklung Leluhur) (Profil Desa

Argapura 2010).

Budaya merupakan salah satu sumberdaya

yang menjadi modal dasar dalam pengembangan

ekowisata, selain adanya sumberdaya alam. Kesenian

angklung gubrag (Angklung leluhur) merupakan

salah satu budaya yang mampu menjadi aspek

yang menggerakkan masyarakat di Desa Argapura

untuk turut berperan aktif dalam pengembangan

ekowisata. Keberadaan seni budaya Angklung Gubrak

ini sangat penting sebagai alat pemersatu warga

di Desa Argapura untuk turut berperan dalam

pengembangan ekowisata. Hal ini terlihat pada

kondisi meskipun desa Argapura memiliki sumberdaya

yang unik dan khas yaitu berupa gua karst sebagai

daya tarik wisata, namun masyarakat kurang aktif

ikut berperan serta dalam pengembangan ekowisatanya.

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan

(Muntasib, Meilani, Sunkar dan Rahayuningsih 2015)

diketahui bahwa kepercayan masyarakat terhadap

pihak luar yang terkait dengan kegiatan wisata

pada Obyek Gua Gudawang sejauh ini baru berupa

penerimaan terhadap kegiatan wisata, pendidikan

dan penelitian semata. Namun belum ada bentuk

kepercayaan yang berupa jalinan kerjasama dalam

pemeliharan, pengelolaan maupun pengembangan

Gua Gudawang. Jaringan sosial di Desa Argapura

yang ke arah pengembangan wisata Gua Gudawang

belum ada yang terikat secara formal, umum maupun

secara kelembagaan. Sejauh ini baru terdapat beberapa

sukarelawan dari pemuda Kampung Cipining

yang membantu di Gua Gudawang saat ada

kunjungan (khususnya saat ramai pengunjung

pada hari besar). Namun keterlibatan partisipasi

pemuda ini hanya sebatas pada petugas parkir saja.

Bentuk partisipasi lainnya, seperti pemeliharaan

gua dan lingkungan di sekitarnya, belum ada.

Warga Argapura masih memiliki kepercayaan

pada adat atau tradisi leluhur yang merupakan

perpaduan dengan norma agama yang diyakini

(Islam). Namun Desa Argapura tidak memiliki kepala

adat, melainkan ada sesepuh kesenian Angklung

Gubrag yang dihormati oleh warga karena merupakan

keturunan ke tujuh dari pembuat angklung gubrag

keramat, yaitu alat musik angklung yang usianya

sudah mencapai tujuh turunan, sehingga dikeramatkan

dan dianggap sebagai benda pusaka. Kesenian

angklung gubrak ini unik dan berbeda dengan

yang lain maka masyarakat asli maupun pendatang

yang menikah dengan penduduk asli Argapura,

tepatnya Kampung Cipining, semua melebur menjadi

satu membentuk kelompok-kelompok kesenian

angklung yang terdiri dari laki-laki dan perempuan

baik muda maupun dewasa. Untuk itu perlu adanya

penelitian terkait kepercayaan masyarakat desa

Argapura terhadap budaya angklung gubrak sebagai

salah satu modal sosial dalam pengembangan

ekowisata di desa Argapura.

Sehingga penelitian ini sangat diperlukan

untuk mengetahui nilai penting angklung gubrak

bagi warga desa Argapura sebagai salah satu

budaya yang memiliki kekuatan untuk menggerakkan

masyarakat secara bersama untuk berpartisipasi

dalam pengembangan ekowisata Desa Argapura.

METODE

Penelitian ini dirancang sebagai penelitian

survey yang bersifat menggali permasalahan dan

fenomena sosial yang ada. Arah penelitian adalah

menemukan fakta atas dasar fenomena faktual

tentang modal sosial yang akan dinilai sebagai

pendukung pengembangan ekowisata. Data mengenai

unsur modal sosial, kondisi umum lokasi, kondisi

sosial dan ekonomi, kondisi ekowisata dan kebijakan

ekowisata dikumpulkan melalui teknik pengumpulan

data in depth interview dilakukan pada tokoh kunci

masyarakat yang memiliki pengetahuan sesuai

dengan keperluan penelitian, observasi lapang,

observasi partisipasi, studi pustaka, penelusuran

dokumen dan wawancara.

HASIL PEMBAHASAN

Kondisi Desa Argapura

Wilayah Desa Argapura sebesar 3681 ha.

Penggunaan lahan meliputi pemukiman, persawahan,

perkebunan, pemakaman, taman pekarangan dan

prasarana umum lainnya. Desa Argapura merupakan

daerah yang memiliki curah hujan 46 mm/bulan.

Suhu rata-rata harian 30,25 ˚C dan ketinggian di

daerah ini bervariasi antara 200 – 400 mdpl.

Kondisi tanah di Desa Argapura memiliki tekstur

lempung dan debuan, dengan sebagian besar

warna tanah hitam dan abu-abu. Jumlah total

penduduk Desa Argapura 11.168 jiwa dengan

jumlah kepala keluarga ± 3.064 KK. Mayoritas

penduduk beragama Islam.. Mata pencaharian

sebagian besar penduduk adalah bertani, buruh

(tani, kebun) penambang batu gamping, berternak,

berdagang dan PNS/pensiunan PNS. Desa Argapura

Page 44: Journal of TOURISM DESTINATION AND ATTRACTIONdosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 v KATA PENGANTAR Salam wisata! Jumpa lagi di Volume

Journal of Tourism Destination and Attraction

Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 35

memiliki potensi wisata berupa Kawasan Karst

seluas 2,7 Ha yang terdiri dari beberapa kompleks gua,

yaitu Gua Simenteng, Gua Simasigit, Gua Sigaraan,

Gua Sibulan, Gua Sipatahunan, Gua Sinampol

(dimanfaatkan sebuah perusahaan), dan Gua Siparat.

Kawasan karst Goa Gudawang (Gambar 9) telah

dikembangkan sebagai daya tarik wisata sejak

tahun 1991 di bawah pengelolaan Pemerintah Daerah

Kabupaten Bogor. Selain itu memiliki potensi

kesenian berupa kesenian angklung gubrag (angklung

leluhur) dan dalangan wayang golek yang dapat

menjadi daya tarik bagi wisatawan. Kesenian

tersebut telah mendapat pengakuan dari Dinas

Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bogor.

Modal Sosial Masyarakat

Modal sosial secara umum didefinisikan sebagai

jaringan yang mendorong pengembangan sumberdaya

dan manfaat yang dapat digunakan untuk meningkatkan

kualitas individu serta masyarakat (Portes 1998, Woolcock

1998, Pretty & Ward 2001, Pretty & Smith 2003)

dan organisasi sejenis (Nahapiet & Ghosal 1998).

Salah satu faktor pembentuk modal sosial adalah

kepercayaan. Faktor ini dapat meningkatkan kerjasama

dengan mengurangi biaya pengeluaran dan meningkatkan

pertukaran sumberdaya, keterampilan dan pengetahuan

(Pretty & Ward 2001, Pretty 2003, Pretty & Smith 2004).

Saat kepercayaan dalam struktur sosial meningkat,

begitu pula dengan kesediaan individu untuk

mempercayai orang-orang yang tidak dikenalnya

(Pretty & Ward 2001). Akibatnya, individu lebih

cenderung untuk memulai dan bergabung dengan

organisasi lokal yang bertujuan untuk memperbaiki

kondisi sosial, ekonomi, atau lingkungan setempat

(Pretty & Smith, 2003). Putnam dalam Hasbullah

(2006) menyatakan bahwa bangsa yang memiliki

modal sosial tinggi cenderung lebih efisien dan

efektif dalam menjalankan berbagai kebijakan

untuk mensejahterakan dan memajukan kehidupan

rakyatnya. Modal sosial dapat meningkatkan kesadaran

individu tentang banyaknya peluang yang dapat

dikembangkan untuk kepentingan masyarakat.

Warga Desa Argapura umumnya memiliki

tingkat kepercayaan yang relatif kurang atau bahkan

biasa saja terhadap pemerintah desa. Kepercayaan

dan penghormatan cenderung ditujukan kepada

kalangan yang memiliki kemampuan ekonomi lebih.

Warga lebih memiliki kepercayaan pada tokoh

masyarakat dan agama, yaitu tokoh kesenian dan

tokoh agama setempat. Kepercayaan ini ditunjukkan

dengan sikap warga yang masih meyakini dan

menghormati sekali pusaka kesenian Angklung

Gubrag yang dianggap keramat oleh warga. Selain

itu kepercayaan terhadap tokoh agama juga ditunjukkan

warga, khususnya kalangan kaum laki-laki, yang

secara serempak dan saling menyambangi antar

tetangga untuk berangkat menuju ke masjid pada

saat tibanya waktu ibadah sholat Jum’at.

Warga Desa Argapura juga meyakini bahwa

saat hari Jum’at, khususnya pada saat pagi hingga

siang hari, sebaiknya tinggal di rumah (berdiam

diri di rumah) dan tidak boleh berangkat kerja ke

kebun/sawah. Mereka meyakini bahwa jika berangkat

akan terjadi sesuatu hal yang tidak baik saat

bekerja. Larangan seperti ini disebut dengan istilah

“pamali”. Setelah siang hari warga diperbolehkan

menajalankan aktivitasnya kembali. Hal ini menunjukkan

kentalnya perpaduan antara keyakinan agama

dengan beberapa tradisi leluhur.

Warga Desa Argapura memiliki kepercayaan

yang cukup kuat terhadap sesama warga. Hal ini

terlihat dari cara dan sikap mereka dalam keseharian

hidupnya yaitu warga antar tetangga tidak pernah

atau jarang mengunci pintu saat pergi meninggalkan

rumah mereka, dan mereka saling percaya untuk

menitipkan rumah yang mereka tinggalkan. Saat

ada warga yang memerlukan bantuan barang atau

jasa dari warga lainnya, mereka datang dengan

mengucapkan salam dan langsung masuk ke

dalam ruangan dimana si pemilik rumah berada.

Kepercayaan terhadap sesama warga sehubungan

dengan pendapatan atau mata pencaharian yang

terkait dengan kegiatan wisata dari obyek wisata

Gua Gudawang, umumnya juga terjalin dengan baik.

Sebagian besar warga cenderung kurang peduli

dan belum ada rasa memiliki akan keberadaan

daya tarik wisata Gua Gudawang.

Warga masyarakat Argapura umumnya memiliki

kepercayaan terhadap orang luar yang datang ke

daerahnya. Hal ini ditunjukkan dengan keterbukaan

mereka menerima pendatang yang ada di lingkungan

baik kampung maupun desa mereka (Gambar 1).

Pendatang di Desa Argapura ini berasal dari berbagai

daerah di pulau Jawa bahkan ada yang berasal

dari luar Pulau Jawa. Pendatang ini umumnya datang

melalui pesantren Darrun Najah yang ada di Desa

Argapura Kampung Cipining. Mereka datang untuk

mondok (menuntut ilmu), namun seiring waktu

mendapatkan pekerjaan di Desa Argapura dan

menikah dengan penduduk setempat.

Page 45: Journal of TOURISM DESTINATION AND ATTRACTIONdosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 v KATA PENGANTAR Salam wisata! Jumpa lagi di Volume

Erna Ervina Wati, Yustisia Pasfatima Mbulu, Fahrurozy Darmawan

36 Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987

Gambar 1 Warga Desa Argapura saat menerima

tamu/pendatang

Hubungan antar warga penduduk asli dengan

penduduk pendatang yang menetap di Desa Argapura

umumnya baik, namun persaingan dalam hal mata

pencaharian terjadi dan sering menimbulkan

kecemburuan sosial meskipun tidak menimbulkan

konflik yang berarti. Sekretaris Desa Argapura

menyampaikan bahwa umumnya warga pendatang

memiliki keuletan dan ketelatenan sehingga mereka

cenderung berhasil dalam dunia usaha. Bidang

usaha yang digeluti oleh para pendatang ini antara

lain sebagian besar sebagai peternak ayam, domba

atau sapi dan juga pedagang. Kegiatan usaha

peternakan ini merupakan hasil keahlian yang

mereka dapatkan saat menuntut ilmu di pesantren.

Pesantren Darrun Najah menetapkan sistem

pembelajaran yang unik. Para santri selain belajar

tentang ilmu agama juga diberi tugas untuk belajar

menjalankan usaha, baik berdagang maupun beternak.

Kepercayan terhadap pihak luar yang terkait

dengan kegiatan wisata di Gua Gudawang sejauh

ini baru berupa penerimaan terhadap kegiatan wisata,

pendidikan dan penelitian semata. Namun belum

ada bentuk kepercayaan yang berupa jalinan

kerjasama dalam pemeliharan, penegelolaan

maupun pengembangan Gua Gudawang yang

saat ini berada di bawah pengelolaan Dinas

Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bogor

Warga Argapura masih memiliki kepercayaan

pada adat atau tradisi leluhur yang merupakan

perpaduan dengan norma agama yang diyakini

(Islam). Namun Desa Argapura tidak memiliki kepala

adat, melainkan ada sesepuh kesenian Angklung

Gubrag yang dihormati oleh warga karena merupakan

keturunan ke 7 dari pembuat angklung gubrag

keramat, yaitu alat musik angklung yang usianya

sudah mencapai 7 turunan, sehingga dikeramatkan

dan dianggap sebagai benda pusaka (Gambar 2).

Dalam pembuatan angklung gubrag juga dilakukan

upacara khusus untuk memilih bambu. Jenis

bambu yang biasa digunakan sebagai alat musik

tersebut adalah bambu hitam (awi wulung) dan

bambu putih (awi temen). Tiap nada (laras)

dihasilkan dari bunyi tabung bambunya yang

berbentuk bilah (wilahan) setiap ruas bambu dari

ukuran kecil hingga besar. Angklung Gubrag ini

hanya akan dimainkan oleh sesepuh pada saat

ada kejadian khusus, seperti upacara ruwatan

atau tolak bala dalam mengusir wabah penyakit,

atau pada acara-acara hari besar agama seperti

perayaan Maulid Nabi/Isro’ Mi’roj. Selain itu digunakan

untuk menghormati dewi padi dalam kegiatan melak

pare (menanam padi), ngunjal pare (mengangkut

padi), dan ngadiukeun (menempatkan) ke leuit

(lumbung). Dalam mitosnya angklung gubrag mulai

ada ketika suatu masa kampung Cipining

mengalami musim paceklik.

Gambar 2 Angklung Gubrag Keramat

Page 46: Journal of TOURISM DESTINATION AND ATTRACTIONdosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 v KATA PENGANTAR Salam wisata! Jumpa lagi di Volume

Journal of Tourism Destination and Attraction

Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 37

Warga masyarakat Argapura umumnya

sudah tidak mengadakan penyelenggaraan

upacara adat. Namun terdapat tradisi yang masih

dilakukan oleh sesepuh kesenian Angklung

Gubrag. Biasanya pada bulan suro sesepuh

melakukan pemandian atau pembersihan pusaka

angklung gubrag keramat. Selain itu saat ada

kegiatan pengusiran wabah penyakit sebelum

memainkan angklung gubrag, sesepuh akan

melakukan doa khusus terlebih dahulu.

Alat musik angklung gubrak keramat ini

merupakan kesenian yang khas dan dikeramatkan

oleh masyarakat Argapura yang dibuat oleh

almarhum bapak Muhtar. Dalam pembuatan

angklung gubrak berbeda pembuatannya dengan

angklung-angklung yang lain. Pembuatan angklung

gubrak diperlukan ritual khusus. Ritual yang dimaksud,

dalam pembuatan angklung yang terdiri dari tiga

ruas dan tiap ruasnya diharuskan berpuasa selama

satu bulan, sehingga angklung tersebut dikramatkan

oleh masyarakat sekitar dan jarang digunakan

untuk pertunjukan. Jika ingin menggunakan angklung

keramat ini maka diharuskan untuk melakukan

ziarah terlebih dahulu ke makam almarhum bapak

Muhtar dengan tujuan untuk meminta izin menggunakan

angklung gubrak yang dikeramatkan. Masyarakat

sekitar melestarikan kesenian angklung gubrak dengan

membuat suatu duplikat angklung yang biasanya

digunakan untuk pertunjukan dengan anggota

sebanyak 20 orang. Kesenian angklung gubrak ini

unik dan berbeda dengan yang lain maka masyarakat

asli maupun pendatang yang menikah dengan penduduk

asli Argapura, tepatnya Kampung Cipining, semua

melebur menjadi satu membentuk kelompok-

kelompok kesenian angklung yang terdiri dari laki-

laki dan perempuan baik muda maupun dewasa.

Dalam perkembangannya kini angklung

gubrag tidak hanya dimainkan saat nandur saja,

tetapi dimainkan juga dalam berbagai acara,

seperti penyambutan tamu agung, pernikahan

adat, dan di berbagai ritual dalam seren taun.

Pemain angklung gubrag diharuskan memakai

baju kampret dan celana pangsi, dilengkapi

dengan penutup kepala atau iket. Dahulu yang

memainkan angklung gubrag adalah perempuan,

karena berhubungan dengan dewi kesuburan,

namun kini tidak hanya perempuan yang boleh

memainkan agklung gubrag. Angklung Gubrag

telah mendapatkan pengakuan dari Dinas Pariwisata

dan Budaya Kabupaten Bogor sebagai salah satu

seni budaya unggulan yang senantiasa disajikan

saat kesempatan acara-acara khusus dan besar

di Kabupaten Bogor. Seperti perayaan ulang

tahun Kabupaten dan Kota Bogor. Angklung

terdaftar sebagai Karya Agung Warisan Budaya

Lisan dan Nonbendawi Manusia dari UNESCO

sejak November 2010.

SIMPULAN Budaya merupakan salah satu sumberdaya

yang menjadi modal dasar dalam pengembangan

ekowisata, selain adanya sumberdaya alam.

Kesenian Angklung Gubrag (Angklung leluhur)

merupakan salah satu budaya yang mampu

menjadi aspek yang menggerakkan masyarakat

di desa argapura untuk turut berperan aktif dalam

pengembangan ekowisata. Keberadaan seni

budaya Angklung Gubrak ini sangat penting

sebagai alat pemersatu warga di Desa Argapura

untuk turut berperan dalam pengembangan

ekowisata. Hal ini terlihat pada kondisi meskipun

desa Argapura memiliki sumberdaya yang unik

dan khas yaitu berupa Gua karst sebagai obyek

wisata, namun masyarakat kurang aktif ikut

berperan serta dalam pengembangan ekowisatanya.

Sehingga melalui budaya angklung gubrag ini

diharapkan dapat menghidupkan peran serta

masyarakat sebagai bagian dari dukungan dalam

pengembangan ekowisata Desa Argapura

DAFTAR PUSTAKA

Baksh R., Soemarno, Hakim L, Nugroho I. 2013.

Social Capital in the Development of Ecotourism:

A Case Study in Tambaksari Village Pasuruan

Regency, East Java Province, Indonesia.

J.Basic Appl.Sci.Res., 3(3):1-7.

Fadli. 2007. Peran Modal Sosial dalam Percepatan

Pembangunan Desa Pasca Tsunami (Kasus

Pembangunan Perumahan dan Peningkatan

Pendapatan Keluarga di Beberapa Desa di

Kabupaten Aceh Besar). Tesis. Bogor: Sekolah

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Grootaert C. 1998. Social Capital: The Missing Link?

Social Capital Initiative: Working Paper 3.

The World Bank

Hakim, L., dan Nakagoshi, N. 2008. Planning for

Nature-Based Tourism in East Java: Recent

Status of Biodiversity, Conservation, and Its

Implication for Sustainable Tourism ASEAN

Jour. Tour. Hosp. 7(2):155-167

Page 47: Journal of TOURISM DESTINATION AND ATTRACTIONdosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 v KATA PENGANTAR Salam wisata! Jumpa lagi di Volume

Erna Ervina Wati, Yustisia Pasfatima Mbulu, Fahrurozy Darmawan

38 Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987

Hasbullah, J. 2006. Sosial Capital (Menuju Keunggulan

Budaya Manusia Indonesia). Jakarta: MR

United Press.

Inayah. 2012. Peranan Modal Sosial dalam

Pembangunan. Ragam Jurnal Pengembangan

Humaniora Vol. 12 No. 1, April 2012.

Isham J, Deepa N, Pritchett L. 1995. Does

Participation Improve Performance? Establishing

Causality with Subjective Data. The World

Bank Economic Review 9(2):175-200.

Jones S. 2005. Community-based Ecotourism:

The Significance of Social Capital. Annals of

Tourism Research 32(2): 302-324.

Krishna A, Shrader E. 1999. Social Capital

Assessment Tool. [Makalah]. Conference on

Social capital and Poverty Reduction.

Washington DC:The World Bank.

Mansuri G, Rao V. 2004. Community-Based and

Driven Development: A Critical Review. The

World Bank Research Observer, 19 (1):1-39.

Moser, C. 1996. Confronting Crisis: A Comparative

Study of Household Responses to Poverty

and Vulnerability in Four Poor Urban

Communities. Environmentally Sustainable

Development Studies and Monographs

Series 8. Washington, D.C.: World Bank

Nahapiet J, Ghosal S. 1998. Social Capital, Intellectual

Capital, and the Organizational Advantage. The

Academi of management Review, 23(2):242-266.

Narayan D. 1995. Designing Community-Based

Development. Social Development Paper 7. World

Bank, Environmentally and Socially Sustainable

Development Network, Washington, D.C.

Narayan D, Cassidy MF. A Dimensional Approach

to Measuring Social Capital: Development

and Validation of a Social Capital Inventory.

Current Sociology 49(2): 59 – 102

Oktadiyani P. 2010. Modal Sosial Masyarakat Kawasan

Penyangga Taman Nasional Kutai (TNK) dalam

Pengembangan Ekowisata. Tesis. Bogor:

Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Portes A. 1998. “Social capital: Its origins and

applications in modern sociology.” Annual

Review of Sociology 24: 1-24.

Pretty J. 2003. Social Capital and the Collective

Management of Resources. Science302: 1912- 14.

Pretty J, Smith D. 2003. Social Capital in

Biodiversity Conservation and Management.

Conservation Biology. 18:3. 631-8

PrettyJ, Ward H. 2001. Social Capital and the

Environment.World Development. 29:2. 209-27.

StoneW. 2001. Measuring social capital: towards

a theoretically informed measurement framework

forresearching social capital in family and

community life. [Research Paper No.24,

February 2001]. Melbourne, Australia: Australian

Institute of Family Studies.

Sunkar A, Rachmawati E. 2013. Ecotourism

Development in Brunei Darussalam, Indonesia,

Lao PDR, Myanmar and Singapore. Dalam

Opportunities and Challenges of Ecotourism

in AEAN Countries.

Syahra R. 2003. Studi Diagnostik Peningkatan

Keberdayaan Komunitas melalui Pengembangan

Modal Sosial di Kota Sawahlunto. [Makalah].

Seminar Hasil Penelitian di Pemerintah Kota

Sawahlunto.

[UNEP] United Nations Environment Programme

dan [WTO] World Tourism Organization. 2002.

Quebec Declaration on Ecotourism. Quebec

City, Canada: World Ecotourism Summit.

Varshney A. 2000. Ethnic Conflict and Civic Life:

Hindus and Muslims in India. New Haven,

Conn.: Yale University Press

Woolcock M. 1998. Social capital and economic

development: Toward a theoretical synthesis

and policy framework. Theory and Society

27: 151-208.

[WTO] World Tourism Organization.2002. World

Ecotourism Summit – Final Report. World

Tourism Organization dan United Nnations

Environment Programme, Spain

Page 48: Journal of TOURISM DESTINATION AND ATTRACTIONdosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 v KATA PENGANTAR Salam wisata! Jumpa lagi di Volume

Journal of Tourism Destination and Attraction

Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 39

BIODATA PENULIS

Made Adhi Gunadi Menyelesaikan S1 Ilmu Komunikasi di Universitas Gadjah Mada dan Magister Pariwisata dari STP Trisakti. Selain aktif mengajar di Universitas Pancasila, Made juga dikenal sebagai travelwriter lepas. Manajemen dan pemasaran pariwisata, ekowisata, komunikasi pariwisata dan tourist behaviour merupakan topik-topik yang menjadi perhatian utamanya dalam penelitian. Email: [email protected] Fahrurozy Menyelesaikan D3 Program Studi Pariwisata, kemudian melanjutkan S1 Program Studi Komunikasi Mercu Buana dan S2 Perencanaan Pariwisata Institut Teknologi Bandung. Perencanaan pariwisata dan komunikasi merupakan topik-topik yang menjadi perhatian utamanya dalam penelitian. Email: [email protected] Ruri Nurhalin Menyelesaikan S1 Pariwisata Program Studi Pariwisata di Universitas Pancasila pada tahun 2015. Nini Jayanti Menyelesaikan S1 Manajemen Perhotelan di Universitas Kristen Petra Surabaya dan menyelesaikan Program Double Degree Administrasi Bisnis di Christelijke Hoogeschool Netherland (Belanda) dan Program S2 di Pariwisata. Pada tahun 2001-2015 menjadi Kepala Departemen Pariwisata dan Manajemen Perhotelan di Universitas Ciputra Surabaya. Saat ini mengajar di Fakultas Pariwisata Universitas Ciputra. Email: [email protected] Moses Soediro Menyelesaikan S1 Manajemen Perhotelan di Universitas Kristen Petra Surabaya dan menyelesaikan Program Double Degree Administrasi Bisnis di Christelijke Hoogeschool Netherland (Belanda) dan Program S2 Supply Chain Management di Universitas Kristen Petra. Saat ini mengajar di Fakultas Pariwisata Universitas Ciputra. Email: [email protected] Tri Rahayuningsih Menyelesaikan studi (S1) di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB pada tahun 2006 dan memperoleh gelar master sains (MSi) dari Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan pada tahun 2016. Terlibat dalam berbagai penelitian terkait perencanaan ekowisata, pemetaan dan konservasi alam. Pada tahun 2014 peneliti mulai terlibat dalam penelitian terkait Modal Sosial Masyarakat Jawa Barat dalam Pengembangan Ekowisata. Telah mempublikasikan tulisannya pada beberapa jurnal nasional dan internasional serta menjadi pembicara pada seminar internasional. Email : [email protected] E.K.S. Harini Muntasib Menyelesaikan studi (S1) di Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada pada tahun 1980, S2 dan S3 Pasca sarjana IPB pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya alam & Lingkungan IPB. Berbagai kegiatan riset tentang Wisata telah dilakukan, mulai dari identifikasi kebutuhan SDM Wisata alam di Kawasan Konservasi, menyusun berbagai perencanaan Wisata, tata kelola Ekowisata, Juga menyusun berbagai SNI dan Standar pelayanan masyarakat tentang Wisata dan Rekreasi Alam. Penelitian terbaru adalah Modal Sosial Masyarakat dalam Pengembangan Ekowisata yang telah dilaksanakan dari tahun 2014-sekarang. Jadda Muthiah Menyelesaikan studi (S1) di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB pada tahun 2010 dan memperoleh gelar master sains (MSi) dari Program Studi Manajemen Ekowisata dan Jasa Lingkungan pada tahun 2015 melalui program Beasiswa Unggulan Dalam Negeri dari Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Terlibat dalam berbagai penelitian terkait ekowisata, konservasi, dan kemasyarakatan, terutama dalam hubungan pendanaan konservasi dan upaya pelestarian kawasan serta masyarakat sebagai hubungan integral.

Page 49: Journal of TOURISM DESTINATION AND ATTRACTIONdosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 v KATA PENGANTAR Salam wisata! Jumpa lagi di Volume

Journal of Tourism Destination and Attraction

40 Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987

PEDOMAN PENULISAN NASKAH

JOURNAL OF TOURISM DESTINATION AND ATTRACTION

Jurnal Tourism Destination and Attraction merupakan media untuk publikasi tulisan asli yang berkaitan dengan pariwisata secara luas, dalam Bahasa Indonesia. Naskah dapat berupa: hasil-hasil penelitian mutakhir (paling lama 5 tahun yang lalu), ulasan (review), analisis kebijakan dan hasil awal penelitian (preliminary result). Naskah yang diterima adalah naskah yang belum pernah dimuat atau tidak sedang dalam proses publikasi dalam jurnal ilmiah nasional maupun internasional lainnya.

FORMAT Agar naskah dapat dipublikasikan, penulis

diharapkan untuk mengikuti format yang telah

ditentukan. Naskah termasuk Abstrak diketik

satu spasi pada kertas HVS ukuran A4 (21 cm x

29.7 cm), format dua kolom dengan pias 3, huruf

Times New Roman berukuran 12 point. Naskah

diketik dengan program Microsoft Word (.doc).

Setiap halaman diberi nomor secara

berurutan, maksimum 15 halaman termasuk tabel

dan gambar. Gambar dan tabel dalam program

aslinya (Microsoft Excel atau yang lainnya) perlu

disertakan dalam file terpisah untuk

mempermudah proses editing. File Naskah

dikirimkan melalui e-mail.

Journal of tourism destination and attraction Fakultas Pariwisata Universitas Pancasila

Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan 12640

Telepon/fax: +62 21 78885779 e-mail: [email protected]

SUSUNAN NASKAH Halaman pertama dari naskah terdiri atas: - Judul - Nama lengkap penulis (beri tanda * pada

penulis untuk korespondensi) - Alamat dan afiliasi penulis (termasuk nomor

telepon, nomor faksimili, dan alamat e-mail penulis untuk korespondensi)

Halaman ke-2 terdiri atas: - Judul - Abstrak - Kata kunci

Nama dan identitas penulis tidak boleh dituliskan pada halaman ini.

Halaman selanjutnya terdiri atas: 1. Pendahuluan 2. Metode 3. Hasil dan Pembahasan 4. Kesimpulan 5. Ucapan Terima Kasih (bila ada) 6. Daftar Pustaka

Naskah berupa ulasan, analisis kebijakan, dan catatan penelitian tidak harus ditulis menurut susunan naskah hasil penelitian.

DEKRIPSI TIAP BAGIAN NASKAH Halaman Judul

Judul dicetak tebal (bold) dengan huruf kapital pada setiap awal kata, kecuali kata sambung, antara lain dan, yang, untuk, di, ke, dari, terhadap, sebagai, tetapi, berdasarkan, dalam, antara, melalui, secara.

Judul maksimum terdiri atas 12 kata (tidak termasuk kata sambung). Judul harus mencerminkan hasil penelitian. Naskah dalam Bahasa Indonesia harus disertai judul dalam Bahasa Inggris yang dicetak tebal (bold) dan miring (italic).

Di bawah judul, ditulis nama lengkap (tidak disingkat) semua penulis beserta nama dan alamat lembaga afiliasi penulis. Nama penulis untuk korespondensi diberi tanda *. Alamat untuk korespondensi dilengkapi dengan kode pos, nomor telepon dan HP, nomor faksimile, dan e-mail.

Contoh penulisan judul, nama penulis, dan alamat lembaga afiliasi penulis:

Manfaat dan Hambatan Pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat di

Perkampungan Budaya Setu Babakan

Benefits and Obstacles of Community Based Tourism Development in Setu Babakan

Cultural Village

Gagih Pradini1, Devi Roza Kausar1*, dan Faruk Alfian1

1Fakultas Pariwisata, Universitas Pancasila Srengseng Sawah, Jagakarsa

Jakarta Selatan 12640, Indonesia

Page 50: Journal of TOURISM DESTINATION AND ATTRACTIONdosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 v KATA PENGANTAR Salam wisata! Jumpa lagi di Volume

Journal of Tourism Destination and Attraction

Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 41

Abstract dan Keywords

Halaman ke-2 terdiri atas judul, abstrak (abstract), dan kata kunci (keywords). Identitas penulis tidak boleh disertakan pada halaman ini. Ketentuan mengenai abstrak dan kata kunci adalah: 1. Paragraf yang dapat berdiri sendiri dan harus

mencakup pendahuluan singkat, tujuan, metode, hasil, dan kesimpulan utama secara ringkas.

2. Implikasi hasil penelitian juga sebaiknya tercantum dalam abstrak.

3. Tidak ada kutipan pustaka di dalam abstrak. 4. Abstrak ditulis dalam Bahasa Inggris dan

Bahasa Indonesia. 5. Abstrak dalam masing-masing bahasa terdiri

atas satu paragraf, maksimum 200 kata dan diketik dalam dua spasi.

6. Kata kunci ditulis setelah abstrak, maksimum 5 kata selain kata dalam judul dan disusun berurutan berdasarkan abjad.

Teks Awal paragraf dimulai 5 indent dari sisi kiri

naskah. Penulisan sub judul (PENDAHULUAN, METODE, HASIL DAN PEMBAHASAN, KESIMPULAN, UCAPAN TERIMA KASIH, dan DAFTAR PUSTAKA) ditulis di sisi kiri dengan huruf kapital dan tidak menggunakan nomor. Sub-sub judul ditulis di kiri halaman dan huruf kapital di setiap awal kata.

Penulisan satuan menggunakan Standar Internasional (SI). Satuan ditulis menggunakan spasi setelah angka, kecuali untuk menyatakan persen. Contoh: 37 oC, bukan 37oC; 0.8%, bukan 0.8 %. Penulisan desimal menggunakan titik (bukan koma), sedangkan penulisan ribuan dipisahkan oleh tanda koma. Seluruh tabel dan gambar harus dirujuk dalam teks.

Daftar Pustaka Ketentuan untuk pustaka sebagai rujukan adalah: 1. Minimal 80% acuan adalah pustaka primer

(jurnal, paten, disertasi, tesis) yang aktual (10 tahun terakhir),

2. Proporsi acuan jurnal minimal 10 jurnal, 3. Membatasi jumlah pustaka yang mengacu

pada diri sendiri (self citation), merujuk pada minimal 1 naskah yang telah diterbitkan di Jurnal Tourism Destination and Attraction,

4. Sebaiknya penggunaan pustaka di dalam pustaka, buku populer, dan pustaka dari internet dihindari

5. Pustaka dari internet yang dapat digunakan adalah jurnal dan pustaka dari instansi pemerintah atau swasta,

6. Makalah yang dipresentasikan di suatu seminar atau simposium tetapi tidak dipublikasi-kan dalam suatu prosiding atau

media publikasi ilmiah lain tidak diperbolehkan sebagai rujukan,

7. Abstrak tidak diperbolehkan sebagai rujukan.

Daftar pustaka ditulis berdasarkan urutan abjad dari nama akhir penulis pertama. Pustaka dengan nama penulis (kelompok penulis) yang sama diurutkan secara kronologis. Apabila ada lebih dari satu pustaka yang ditulis penulis (kelompok penulis) yang sama pada tahun yang sama, maka huruf ‘a’, ‘b’ dan seterusnya ditambahkan setelah tahun.

Beberapa contoh penulisan datar pustaka adalah sebagai berikut: Jurnal Tang C. 2000. Limits to community participation in the

tourism development process in developing countries. Tourism Management. 67:228-234.

Buku Fennell D. 1999. Ecotourism: An Introduction.

London (UK): Routledge. Fennell D. 2002. Ecotourism Programme Planning.

London (UK): Routledge. Holden A. 2000. Environment and Tourism.

London (UK): Routledge.

Prosiding dengan lembaga atau organisasi sebagai pengarang Kausar D, Gunawan M. 2015. Revitalizing Tourism

In The Heritage Land of Toraja: Planning as A Process. Proceedings of Tropical Tourism Outlook Conference. Indonesia 29-31 July 2015.

Disertasi/Tesis Firmansyah R. 2014. Pengembangan Wisata

Berkelanjutan di Pantai Gelung, Situbondo. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Internet Badan Pusat Statistik. 2014. Yogyakarta Dalam

Angka 2014. http://www.bps.go.id [11 September 2014].

Tabel Seluruh tabel harus dirujuk dalam teks. Tabel

harus dituliskan dalam format tabel dari Microsoft Excel (xls.) dan dimasukkan dalam file terpisah dari teks.

Penomoran tabel adalah berurutan. Judul tabel ditulis singkat namun lengkap. Judul dan kepala tabel menggunakan huruf kapital pada awal kalimat. Garis vertikal tidak boleh digunakan. Catatan kaki menggunakan angka dengan kurung tutup dan diketik superscript. Tanda * atau ** digunakan untuk menunjukkan tingkat nyata berturut-turut

Page 51: Journal of TOURISM DESTINATION AND ATTRACTIONdosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987 v KATA PENGANTAR Salam wisata! Jumpa lagi di Volume

Journal of Tourism Destination and Attraction

42 Volume IV No.1 November 2016, ISSN: 2339-1987

pada taraf kesalahan 5 dan 1%. Contoh penulisan tabel 1 kolom dan judulnya:

Tabel 1. Jumlah kedatangan wisatawan mancanegara ke Indonesia menurut negara

tempat tinggal tahun 2013-2014

Negara asal Tahun 2013

(orang)

Tahun 2014

(orang)

Singapura 1,634,149 1,739,825

Malaysia 1, 430,989 1,485,643

Australia 997,984 1,128,533

China 807,429 926,750

Jepang 491,574 525,419

Korea Selatan 343,627 370,142

Gambar Seluruh gambar harus dirujuk dalam teks.

Gambar dan ilustrasi harus menggunakan resolusi tinggi dan kontras yang baik dalam format JPEG, PDF atau TIFF. Resolusi minimal untuk foto adalah 300 dpi (dot per inch), sedangkan untuk grafik dan line art adalah 600 dpi. Gambar hitam putih harus dibuat dalam mode grayscale, sedangkan gambar berwarna dalam mode RGB. Gambar dibuat berukuran lebar maksimal 80 mm (satu kolom), 125 mm (satu setengah kolom), atau 166 mm (dua kolom).

Gambar hitam putih atau berwarna dengan keterangan di dalam gambar harus jelas. Jika ukuran gambar diperkecil maka semua tulisan harus tetap dapat terbaca. Grafik statistik disertai dengan file data sumbernya (program Microsoft Excel) untuk memudahkan editing. Prosedur Publikasi

Penulis wajib mengisi form pernyataan bahwa naskah belum pernah atau tidak sedang diajukan untuk dipublikasikan di jurnal lain.

Seluruh naskah yang diterima akan dikirimkan ke Dewan Editor untuk dinilai. Dewan Editor berhak meminta penulis untuk melakukan perbaikan sebelum naskah dikirim ke penelaah. Editor juga berhak menolak naskah jika naskah tidak sesuai dengan format yang telah ditentukan.

Naskah akan ditelaah oleh minimum dua orang ahli di bidang yang bersangkutan. Dewan Editor akan menentukan naskah yang dapat diterbitkan berdasarkan hasil penelaahan. Hasil penelaahan diberitahukan kepada penulis.