jiwa pemberontak di dalam sneakers

4
Jiwa Pemberontak di dalam Kets Sebagai seorang penikmat ilmu atau pelajar, sudah menjadi peraturan wajib memakai pakaian rapi dan sopan serta menggunakan alas kaki. Seperti yang kita tahu, hampir semua mahasiswa mempunyai running shoes yang biasa dikenakan saat berolahraga ataupun untuk kegiatan sehari-hari dan tak jarang pula sebagian dari mereka mengenakannya untuk ngampus. Alasannya simple, nyaman. Terlebih multi fungsi, cocok dikenakan untuk keperluan santai maupun dalam acara formal. Sepatu yang orang Indonesia biasa menyebutnya sebagai sepatu kets, sementara masyarakat Amerika menyebutnya sneakers ini sepertinya telah menjadi favorit di kalangan anak muda. Ibarat jeans, sneakers memang menjadi ikon footwear yang sudah menjadi gaya hidup. Tak kenal usia dan bisa dikenakan oleh pria maupun wanita. Bahkan saat ini sneakers terkadang dipakai untuk bekerja. Definisi sneakers sendiri sebenarnya merupakan sepatu yang menggunakan bahan sol karet dan menggunakan material yang nyaman dikenakan walau pada saat cuaca sedang panas sekalipun. Sebuah sneakers sederhana pada umumnya menggunakan bahan dasar denim, atau kanvas sehingga sering juga disebut sepatu kanvas di Indonesia. Tapi terpikirkah oleh Anda darimana dan bagaimana asalnya sepatu yang tak mengenal gender pemakainya tersebut? New York Times pada edisi 21 Maret 2010 pernah menuliskan bahwa sepatu bersol karet dan berbahan kanvas sudah dibuat sejak tahun 1830 di Inggris, yang diciptakan oleh produsen

Upload: yenny-fitri-kumalasari

Post on 19-Dec-2015

214 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

tulisan untuk LPM Sketsa Unsoed

TRANSCRIPT

Page 1: Jiwa Pemberontak Di Dalam Sneakers

Jiwa Pemberontak di dalam Kets

Sebagai seorang penikmat ilmu atau pelajar, sudah menjadi peraturan wajib memakai

pakaian rapi dan sopan serta menggunakan alas kaki. Seperti yang kita tahu, hampir semua

mahasiswa mempunyai running shoes yang biasa dikenakan saat berolahraga ataupun untuk

kegiatan sehari-hari dan tak jarang pula sebagian dari mereka mengenakannya untuk

ngampus. Alasannya simple, nyaman. Terlebih multi fungsi, cocok dikenakan untuk

keperluan santai maupun dalam acara formal.

Sepatu yang orang Indonesia biasa menyebutnya sebagai sepatu kets, sementara

masyarakat Amerika menyebutnya sneakers ini sepertinya telah menjadi favorit di kalangan

anak muda. Ibarat jeans, sneakers memang menjadi ikon footwear yang sudah menjadi gaya

hidup. Tak kenal usia dan bisa dikenakan oleh pria maupun wanita. Bahkan saat ini sneakers

terkadang dipakai untuk bekerja.

Definisi sneakers sendiri sebenarnya merupakan sepatu yang menggunakan bahan sol

karet dan menggunakan material yang nyaman dikenakan walau pada saat cuaca sedang

panas sekalipun. Sebuah sneakers sederhana pada umumnya menggunakan bahan dasar

denim, atau kanvas sehingga sering juga disebut sepatu kanvas di Indonesia. Tapi terpikirkah

oleh Anda darimana dan bagaimana asalnya sepatu yang tak mengenal gender pemakainya

tersebut?

New York Times pada edisi 21 Maret 2010 pernah menuliskan bahwa sepatu bersol

karet dan berbahan kanvas sudah dibuat sejak tahun 1830 di Inggris, yang diciptakan oleh

produsen karet bernama Liverpool Rubber Company. Pada mulanya, jenis sepatu ini di kenal

dengan nama Plimsolls, sepatu karet sebagai pelengkap busana pantai. Pada tahun 1892

seorang pria berkebangsaan Amerika bernama Charles Goodyear melakukan berbagai

percobaan menggunakan karet hingga berhasil membuat inovasi dengan mencampur bahan

dasarnya dengan kanvas dan berhasil memproduksi sepatu karet bersama perusahaan US

Rubber Company.

Lalu darimana asal mula sepatu ini bernama “Sneakers”?

Pada tahun 1917, seorang agen periklanan dari perusahaan N & W, Ayer & Son

bernama Henry Nelson Mckinney menyebut plimsolls dengan sebutan sneakers. Alasannya

karena jenis sepatu ini ketika dipakai di permukaan yang keras tidak akan menimbulkan

suara. Tidak seperti sepatu yang lain. Contohnya sepatu kayu yang akan mengeluarkan suara

Page 2: Jiwa Pemberontak Di Dalam Sneakers

“tok tok tok” saat digunakan di lantai atau jalan. Berbeda dengan sneakers, karena ia ‘tak

berbunyi´ maka dianggap sepatu ini bisa dipakai untuk sneak up (mendekati) seseorang tanpa

ketahuan. Kemudian disebutlah sneakers sama para bule. Bahkan beberapa orang barat malah

menganggap bahwa lebih sopan mengenakan kets daripada sandal jepit di dalam rumah.

Seandainya mengenakan sandal, mereka masih harus memakai kaos kaki.

Pada tahun 1950 kets menjadi simbol pemberontakan. Murah dan mudah diperoleh

oleh semua anak muda di dunia. Kemudian kets dipakai oleh sebuah kalangan yang dinamai

atau menamai dirinya ‘anak punk’. Punkers ini, mempunyai gaya rambut hitam dengan

jambul pendek yang bermakna pemrotesan, gaya riasan gelap yang bermakna kehidupan

tanpa masa depan. Mereka memiliki cara berpakaian yang sangat menarik, bahkan tidak

sedikit masyarakat ikut menirukannya. Arum Sutrisni Putri dalam thesis-nya menuliskan

fashion khas punk, yaitu kaos warna gelap, jaket jeans lusuh dan kotor dengan coretan-

coretan nama band favorit mereka ataupun kritik terhadap pemerintahan, celana jeans robek-

robek, boxer yang sengaja diperlihatkan yang bermakna pemberontakan dan kemerosotan

moral, dan tentu saja, sneakers yang melambangkan jiwa muda. Walaupun mereka juga

mengenakan boots, bermakna sebagai perlawanan terhadap represi aparat.

Sebuah film dokumenter mengenai fenomena sneakers dibuat pada tahun 2005

dengan judul Just for Kicks, yang mengisahkan sejarah sneakers dan orang-orang yang

mempopulerkannya. Perusahaan-perusahaan sepatu dunia pun tak luput dari ‘pembangunan’

simbol dalan sneakers. Seperti perusahaan Converse pada tahun 2008 menggunakan citra

Kurt Cobain, Sid Vicious (pemain bas band The Sex Pistols yang dikenal sebagai punkers

alami di setiap permainannya), Ian Curtis (vokalis band Joy Division) dan beberapa nama lain

yang dipilih karena dirasa menjadi panutan generasi muda yang lekat dengan ilusi

pemberontakan.

Walaupun secara fungsional produk adalah sebuah produk, demikian pula dengan

sepatu. Nilai kegunaan pada sebuah benda akan berubah ketika ditanamkan nilai estetika

yang lain. Ambil contoh, siapa yang tak kenal sepatu kets dengan label Converse? Maka

sepatu kanvas polos lain yang berbahan dasar sama akan lebih tinggi harganya setelah diberi

label ini. Kemudian kenyamanan menjadi nomor dua terganti oleh pengakuan dari orang

sekitar.

Lepas dari entah darimana sepatu kets bermuara dan kejadian-kejadian yang

bersangkutan dengannya. Well, saya rasa pandangan masyarakat tentang pemberontakan yang

Page 3: Jiwa Pemberontak Di Dalam Sneakers

dulu melekat pada sepatu ini akan pudar apabila si pemakai mengenakannya dengan baik. Ia

tetaplah hanya sebuah sepatu jika digunakan sebagai fashion atau alas kaki, tanpa maksud

apapun.

“Shoes” by Yenny Fitri Kumalasari