jefrianto^ petikan lirik lagu eling-eling (lagu pengiring pageiaran ebeg). 0 dimas dan toni, dua...
TRANSCRIPT
JEFRIANTO
Balai Baha a Ja,~a TCI1J!ah Kementl.'rian P ndidikan dun Kebuda) aan 2017
JEFRIANTO
DUTA BBEG
h I ̂ <
s 00053962
Balai Bahasa Jawa
; Kcincntorian Pcndidikan2017
enyarr
dan K f!^fivf?USTAKXANBADAN BAHA^
DEPARTEMEN PENDIDIKAW RAsioMAL
DUTA EBEGPAR! mmTARA
©2017 Balai Bahasa Jawa Tengah
ISBN 978-602-6284-07-1
Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang
Kata PengantarKepala Balai Bahasa Jawa Tengah
Penulis
Jefrianto
PenyuntingInn! Inayati Istlana
Ilustrator dan Tata Letak
Bambang Tri Asmoro
Penerbit
Balai Bahasa Jawa TengahJalan Elang Raya 1, Mangunharjo, Tembalang, SemarangJawa Tengah 50272Pos-el:[email protected]
Dilarang mengutip atau memperbanyaksebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit.
'imar
KATA PENGANTAR
KEFALA BALAI BAH AS A
JAWA TENGAH
Dalam Permendikbud Nomor 21 Tahun 2012 tentangOrganisasi dan Tata Kerja Balai Bahasa di lingkungan Kemen-terian Pendidikan dan Kebudayaan dengan tegas dinyatakanbahwa Balai Bahasa mempunyal tugas melaksanakan peng-kajian dan pemasyarakatan bahasa dan sastra Indonesia diwilayah kerjanya. Hal itu berarti bahwa Balai Bahasa JawaTengah mempunyai tugas melaksanakan pengkajian danpemasyarakatan bahasa dan sastra Indonesia di Provinsi JawaTengah. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Balai Bahasa,termasuk Balai Bahasa Jawa Tengah, menyelenggarakan fungsi(a) pengkajian bahasa dan sastra; (b) pemetaan bahasa dansastra; (c) pemasyarakatan bahasa dan sastra Indonesia; (d)fasilitasi pelaksanaan pengkajian dan pemasyarakatan bahasadan sastra; (e) pemberian layanan informasi kebahasaandan kesastraan; dan (f) pelaksanaan keija sama di bidangkebahasaan dan kesastraan.
Sebagaimana diketahui bahwa sekarang ini pemerintah(Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) secjang menggalak-kan program literasi yang beberapa ketentuannya dituangkandalam Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015. Program literasiiaiah program yang dirancang untuk meningkatkan kecerdasananak-anak bangsa (Indonesia) dalam kerangka menghadapimasa depan. Dalam hubungan ini, kesuksesan program literasimemeriukan dukungan dan peranan banyak pihak, salah satu diantaranya yang penting iaIah dukungan dan peranan bahasa dansastra. Hal demikian berarti bahwa-dalam upaya menyukseskanprogram literasi-- Balai Bahasa yang menyelenggarakan fungsi
sebagaimana disebutkan di atas dituntut untuk memberikandukungan dan peranan sepenuhnya.
Dukungan dan peranan yang dapat diberikan oleh BalaiBahasa Jawa Tengah pada tahun ini (2017) di antaranya iaiahpenerbitan dan penyebarluasan bahan-bahan bacaan yangberupa buku-buku kebahasaan dan kesastraan. Buku-bukuitu tidak hanya berupa karya ilmiah has!! penelitian dan/ataupengembangan (kamus, ensiklopedia, lembar informasi, dansejenisnya); tetapi juga berupa karya-karya kreatif seperti puisi,cerpen, cerita anak, dan sejenisnya, balk yang disusun olehtenaga peneliti dan pengkaji Balai Bahasa Jawa Tengah maupunoleh para ahll dan praktlsl (sastrawan) dl wllayah ProvlnsI JawaTengah. Hal Itu dllakukan tIdak lain sebagal reallsasi programpemblnaan dan/atau pemasyarakatan kebahasaan dan kesastraan kepada para pengguna bahasa dan apreslator sastra, ter-utama kepada anak-anak, remaja, dan generasi muda.
Buku bacaan anak beijudul Duta Ebeg dari Wanatara InltIdak lain juga dimaksudkan sebagal upaya mendukung programpenlngkatan kecerdasan anak-anak bangsa sebagaimanadimaksudkan dl atas. Buku karya Jefrlanto, pemenang Sayem-bara Bahan Bacaan Buku Pengayaan Bahasa Indonesia SekolahDasar Tahun 2017 dengan penyelenggara Balai Bahasa JawaTengah Inl memuat cerita anak yang berlatar budaya Banyu-masan. DIharapkan buku Inl menjadi pemantik dan sekallguspenyulut apl kreatif pembaca, terutama anak-anak, remaja, dangenerasi muda.
Dengan terbltnya buku Inl, Balai Bahasa Jawa Tengah me-nyampalkan penghargaan dan ucapan terlma kaslh yang tuluskepada para penulls, penyunting, pengelola, dan plhak-plhaklain yang terllbat dalam menghantarkan buku Inl ke hadapanpembaca. Selamat membaca dan saiam kreatif.
Semarang, Oktober 2017Dr. TIrto Suwondo, M.Hum.
0 PRAKATA 0
Segenap puji kepada Tuhan atas rahmat yang tercurahsehingga buku ini dapat terselesaikan dengan sebaik-baiknya.Atas kemurahan-Nya, buku Ini dapat sampai kepada pembacasekalian.
Duta Ebeg dari Wanatara adalah sebuah karya yangmenglsahkan tentang Kesenian Ebeg. Kesenian ini merupakantradisi lokal yang berasal dari kawasan Penginyongan (duluBanyumasan) dalam bentuk permainan Kuda Lumping (JaranKepang).
Diramu dengan dunia khas anak-anak, yang lucu nanlugu, karya ini berupaya menyajikan kreasi cerita berlatarbelakang kearifan lokal secara laras dan mengalir. Ketikapembaca menikmati karya ini diharapkan akan melahirkandan menumbuhkan rasa tresna budaya yang tidak hanya"menumpang lewat". Akan tetapi, lebih jauh dapat mengakarhingga ke dalam inti sanubari.
Baturraden, 2017
0 DAFTARISI 0
KATA PENGANTAR
KERALA BALAI BAHASA JAWA TENGAH iii
PRAKATA V
DAFTARISI vii
Menonton Ebeg 1
Ayahku Seorang Remain Ebeg 9
Harl Ini, Aku Mulal Bermain Ebeg 17
Penampilan Perdana yang Mengesankan 27
Duta Ebeg dari Wanatara 37
Biodata Penulls 47
MfNONTON
// alaman Balai Desa Wanatara penuh sesak denganf • kerumunan orang. Orang dewasa, remaja, maupun
anak-anak terlihat saling merapatkan diri.
Di beiakang kerumunan itu, berjejer penjual siomay,
penjual batagor, penjual cilok, dan penjual malnan.
Menambah ramai saja suasana di slang yang cerah itu.
Tiba-tiba, terdengariah suara gamelan beriringan
dengan suara seorang sinden yang bernyanyl:
^Efing-eUng,
eling-eling baliya maning
Rama Rama...
"Ton, lihat Itu para pemain Ebeg sudah mulal keluar!"
"lya, Dim. Ini dia yang kita tunggu. Akhlrnya muncul juga."
' Permainan Kuda Lumping dari daerah Banyumas dan sekitarnya.^ Petikan lirik lagu Eling-Eling (lagu pengiring pageiaran Ebeg).
0
Dimas dan Toni, dua anak keias IV SD itu terlihat asyik
sekali memperhatikan gerakan para pemain Ebeg yang
sedang memasuki halaman.
Siang itu, dl Balai Desa Wanatara sedang diadakan pe-
mentasan Ebegdalam rangka dilantiknya kepala desa baru.
Pementasan Ebeg tersebut dimalnkan oleh Paguyuban
Turangga Laras pimpinan Wak Parjo. Suara gamelan dan
sinden terus mengalun.
"Para pemainnya mulai mendenP, Dim/'
"Oh iya, Ton, lihat-lihat ada yang bergaya seperti
harimau. Weih, ada juga yang bergaya seperti monyet!"
Seorang pemain Ebeg yang sedang mendem menuju
tempat Dimas berdlrl. la mengaum seperti seeker harimau
di hadapan Dimas.
Toni yang ketakutan segera menjauh. Akan tetapi,
tidak begitu dengan Dimas. Dimas sekarang malah
berjongkok. Kedua tangannya diletakkan ke tanah. la
menyeringai kepada pemain Ebeg yang sedang mendem,
yang ada di hadapannya. Perhatian para penonton pun
terarah kepada Dimas dan pemain yang sedang mendem.
Namun, tidak lama dari itu, segera saja ada tangan
yang memegang kepala pemain Ebeg yang sedang
mendem.
mendem O'w) 'mabuk'
9^
>■ w
ST'
"He/tr Wak Parjo, si penimbuP Ebeg, memegang
kepala pemain yang sedang mendem sambil berkomat-
kamlt membaca sesuatu.
Pemain Ebeg yang baru saja dipegang kepalanya oleh
Wak Parjo, seketika terllhat lemas. Rupa-rupanya dia baru
saja disembuhkan oleh Wak Parjo dari mendem-nya.
Dimas juga Ikut berdlri.
"Kamu sudah sadar, Dlm?"tanya Toni.
"Hehehe.. Aku tadi hanya pura-pura Ton."
"Hah? Kenapa kamu seperti itu?"
"Itu dia, Ton. Aku sedang mencoba meniru gerakan
pemain Ebeg."
"Ah, ada-ada saja kamu. Dim!"
"Aku tertarik bermaln Ebeg, Ton."
Wak Parjo mendekat kepada Dimas dan Toni.
"Dik, lain kali hati-hati ya! Pemain Ebeg yang sedang
mendem itu berbahaya Iho!"
"Berbahaya, bagaimana, Wak?"
"Kalau seorang pemain Ebeg sudah kehilangan
kendali, tubuhnya akan dikuasai sepenuhnya oleh makhluk
halus. Kalau seperti kamu tadi, bisa saja makhluk halusnya
merasa diolok-olok olehmu. Lantas, bisa saja mereka
menyerang kamu".
* Pimpinan perkumpulan (sanggar, paguyuban) Ebeg.
"Wah, seram juga ya, Wak?"
"lya, betui, maka berhati-hatilah kalau sedang
menonton Ebeg. Apalagi waktu ada pemain yang sedang
mendem"
Dimas terdiam, seperti memikirkan sesuatu.
"Ada juga kan Wak yang hanya menari seperti
kerasukan, tetapi sebenarnya tidak kerasukan?" tanya
Dimas.
"0, pura-pura mendem begitu?"
"lya, Wak."
"0, pastinya ada. Jadi, mendem-nya hanya sebatas
akting saja."
Dimas kembali terdiam.
"Wak, saya boleh beiajar Ebeg dengan Wak Parjo?"
Wak Parjo tersenyum. Dia mengusap-usap kepala
Dimas sambil berkata, "Kamu masih kecil. Permainan Ebeg
in! belum tepat dimainkan oleh anak seusiamu."
"Akan tetapi, Wak, saya ingin sekali bermain Ebeg."
"Kamu sudah yakin dengan keinginanmu itu?"
"lya. Apaiagi kata Wak Parjo tadi bahwa mendem bisa
dilakukan tanpa harus kerasukan."
Kali in! Wak Parjo yang sembarl memegang janggutnya
berkata, "hmmm... baiklah kalau kamu sangat berminat.
Besok sore datang ke rumah saya di Desa Gading."
"Terima kasih, Wak/'
"Akan tetapi, ada syaratnya."
"Apa syaratnya, Wak?" Dimas terlihat gelisah karena
khawatir disuruh membawa kemenyan atau bunga
setaman.
"Kamu harus mendapat izin dari orang tuamu dulu.
Wak Parjo baru menglzinkanmu melihat latlhan kalau
kamu sudah dlizinkan oieh orang tuamu," ucap Wak Parjo
mantap.
"Baik, Wak. Saya akan memenuhi syarat dari Wak
Parjo.
"0 iya, Wak Parjo sampai hampir lupa. Siapa namamu?"
"Dimas, Wak."
"Nah, Dimas, besok saya tunggu kedatanganmu.
Mudah-mudahan kamu mendapat izin dari orang tuamu."
"Iya, Wak!" seru Dimas dengan wajah yang amat
hang.
Irama gamelan kini terdengar cepat. Sebuah Barongan
masuk ke tengah halaman. Para penonton bersorak-sorai.
Hanya Dimasyang diam. Dimasdiam bukan karena sedang
memikirkan sesuatu. la merasa amat gembira, tidak tabu
hams berbuat apa. Keinginannya, cita-citanya menjadi
pemain Ebeg seperti sudah di depan mata.
AYAHKU
SfORANG PfMAIN fBfG
n ̂f udah makan, Dim?" Pak Hardiman, ayah DImas,
bertanya kepada DImas yang sedang membaca
buku di ruang tengah.
"Baru saja, Ayah."
"Kata ibu, kamu terlambat pulang tadi. Kenapa Dim?"
"Dimas tadi main bersama Toni, Ayah."
"O, main ke mana memangnya? Boleh Ayah tahu?"
Dimas terdiam.
"Lho? Kenapa, Dim?"
''Emmm... itu Yah, emmm..."
"Jangan gugup begitu. Memangnya Ayah pernah
marah sama Dimas?"
"Tidak, Ayah."
"Pelan-pelan saja. Tarik napas, keluarkan pelan-pelan.
Lalu, mulailah bercerita."
Dimas menarik napas perlahan. Sambil terpejam, la
menghembuskan kembali napasnya.
BADAN ■ <ASANN,'. -ONAL<EN Pt
Sekarang Dimas merasa sedikit lega.
"Jadi, tadi sore Dimas menonton Ebeg di balai desa,.
Yah/'
"Ehm, iya, iya. Lalu bagalmana seterusnya?"
''Dimas tertarik dengan Ebeg, Yah."
"Memang, apa yang membuat Dimas tertarik dengan
Ebeg?"
"Tariannya, Yah. Menari sambil diringi musik gamelan
dan sinden. Mengagumkan! Rasanya tak kalah dengan
tari-tarian modern yang biasa kita lihatdl televisi atau mall,
Yah. Apalagi, Yah, yang mendem itu. Bagaimana mereka
menlrukan layaknya gaya harimau atau monyet. Membuat
penonton terkagum-kagum. Bangga sekali rasanya, Yah."
"Lho, Dimas sudah tahu tentang mendem?"
"Tahu, Yah, dari teman-teman di sekolah yang suka
juga menonton Ebeg"
Ayah Dimas tersenyum dan mengusap rambut Dimas.
"Kok, Ayah tersenyum?"
"Ayah senang sekali mendengar ceritamu. Kamu
tahu? Mendengar ceritamu, ayah sungguh merasa bangga
memiliki seorang anak yang menggemari budaya Jawa,
budaya kita sendiri."
"Iya, Ayah."
VIA.'--.
■ry.
"Saat ini, sedikit sekali orang yang peduli dengan
budayanya sendiri."
"Benarkah, Yah?"
"Ya! Maka dari itu Ayah sangat bangga padamu, Dim."
Dimas terslpu.
" 0 iya, Yah, Dimas juga ingin bermain Ebeg."
Pak Hardiman segera terdiam mendengar ucapan
Dimas.
"Ayah tidak setuju ya, dengan keinginan Dimas?"
Pak Hardiman tersenyum, kemudian memegang
kedua pundak Dimas.
"Tidak, Dim. Ayah sangat setuju dengan keinginanmu
untuk bermain Ebeg. Sudah sepatutnya Ayah mendukung
keinginan anaknya yang hendak melestarikan budaya
Jawa."
"Benarkah, Yah?"
"Pasti!"
"Dimas bernlat berlatih dengan Paguyuban Turangga
Laras pimpinan Wak Parjo, Yah,"
"Wak Parjo?"
"lya, Yah, kenapa?"
"Hmm... Wak Pane Itu dulu teman ayah waktu masih
bermain Ebeg."
"Ayah pernah bermain Ebeg juga?"
"Pernah, ya waktu seumuran kamu ini. Wak Parjo
adalah teman satu paguyuban Ayah. Wak Parjo saat Itu
adalah seorang pemain senior di paguyuban."
"Ternyata ayahku seorang pemain Ebegl" Dimas
berkata dengan girang.
"Ya! Maka dari itu Ayah sangat mendukungmu untuk
bermain Ebeg."
"Kalau sekarang, Ayah pernah bermain Ebeg lagi?"
"Sudah tidak, Dim. Waktu kelas IV, Ayah ikut kakekmu
yang pindah tugas ke Samarinda. Sejak itu ayah tidak
bermain Ebeg lagi. Sedih juga rasanya waktu itu harus
berpisah dengan Ebeg dan teman-teman paguyuban."
"Ayah pasti seorang pemain Ebeg yang hebat."
"Yang pasti ayah tidak mendem. Hanya pura-pura
saja. Akan tetapi, ayah berlatih keras supaya mampu
menari Ebeg layaknya orang yang sedang mendem."
"Ayah makan pecahan kaca juga waktu Itu?"
"Tidak, Nak."
"Kb/r bisa, Yah?"
"Ayah minta pada penimbul Ebeg supaya tidak diberi
makanan aneh-aneh. Alasannya ya itu tadi. Ayah kan
hanya pura-pura."
"Hmm... memang tetap menarik pertunjukannya
walaupun tidak makan aneh-aneh. Yah?"
"Intinya, yang penting kamu mampu tampil dengan
percaya diri dan menghibur penonton semaksimal
mungkin. Jadi, ketika kamu mampu membuat penonton
takjub dengan atraksimu, mereka tidak akan peduli kamu
makan aneh-aneh atau tidak."
"Benarkah, Yah?"
"Ya! Menjadi seorang yang ditonton orang banyak
adalah bagaimana kita memberikan tontonan yang indah.
Memakan pecahan kaca hanya salah satu bagian dari
tontonan yang indah. Banyak yang bisa kamu lakukan
untuk membuat penonton terpukau. Ayah yakin, kamu
bisa!"
"lya, Ayah!" Dimas mengangguk dengan penuh
keyakinan.
"Ayah titip salam ya untuk Wak Parjo. Sampaikan
salam dari Hard! Clllk."
"Slap, Yah!" jawab Dimas dengan penuh semangat.
Dalam hati Dimas kini, tumbuh semangat yang
berkobar untuk menjadi pemain Ebeg. ApalagI setelah
mendengar cerita dari ayahnya yang dulunya merupakan
seorang pemain Ebegjuga.
"Eeee..."
"ApalagI, Dim?"
"Ngomong-ngomong kok mendoannya^ belum matang
juga ya?"
"Itu".
® mendoan 'tempe yang dipotong tipis lebar, dicelupkan ke dalam adonan tepungberbumbu, kemudian digoreng setengah matang'
Dimas menghadap ke belakang. Rupanya ibunya
sudah berdiri di belakangnya membawa mendoan dan
samba! coco!.
"AsyikI" Dimas bersorak kegirangan.
"Ini untuk anak Ibu yang hebat," Bu Hardlman me-
nyuapkan mendoan kepada Dimas.
"Yang pasti, calon pemain Ebegyang hebat, Bu/'Ayah
Dimas menambahi.
"Benarkah?"
"lya, Bu "seru Dimas sambil bergaya sedang menung-
gang Kuda Lumping.
"Wah, pemain Ebeg-nya mendem makan mendoan
inl" Pak Hardiman Ikut berseru.
Seketika ruang tengah terasa ramai oleh tawa keluarga
Hardiman.
HflRI INI, AKU MUIAIBfRMAIN £B[G
/l/Jatahari masih bersinar terang meskipun waktuf I sudah menunjukkan pukul 15.00 atau tiga sore.Di halaman rumah Wak Parjo yang cukup luas, terlihat
beberapa anak muda sedang menenteng Kuda Lumping.
Wak Parjo sendiri terlihat sedang meletakkan tape® di
pojok halaman.
"Sore, Mas," Dimas menyapa anak-anak muda yang
mulai bersiap dalam posisi menunggang Kuda Lumping.
"Sore juga, Dik," anak-anak muda tersebut secara
serempak membalas salam Dimas.
Dimas segera menghampir Wak Parjo.
"0, kamu, Dim. Akhirnya datang juga. Mari-mari!"
"lya, Wak."
"Tepatsekali kedatanganmu ketika para pemain sudah
bersiap latihan. Oh ya, kamu sudah minta izin kepadaorang tuamu?"
® tape 'makanan yang terbuat dari singkong yang diberi ragi'
"lya, Wak. Ayah malah sangat mendukung."
"Nah, begitu! Itu baru anak yang cerdas dan hebat!"
"Oh iya, Wak, ada salam dari Hardi Cilik."
"Hardi Cilik?" Wak Parjo agak terkejut.
"lya, Wak. Hardi Cilik itu ayah saya."
"Hmm.. Rupanya kamu anak Dik Hardi ya?"
"lya, Wak Parjo."
"Ayahmu itu dulu adalah pemain junior yang hebat di
paguyuban. Gaya mendem-nya unik. Akan tetapi, dia tidak
pernah kerasukan."
"Seperti itukah ayah saya, Wak?"
"Ya! Ayahmu dulu berlatih dengan keras setiap hari
agar mampu beratraksi seperti orang mendem."
Wak Parjo kembali memilih-milih kaset yang hendak
diputar.
"Emm..., kalau boleh tahu, Wak Paijo sedang apa
sekarang?"
"Menyiapkan musik pengiring. Jadi, musiknya nanti
dari tape recorded ini."
"Kenapa tidak pakai gamelan langsung saja, Wak?"
"Ya biar praktis, cepat. Kalau memakai gamelan kan
perlu memindahkan perangkat gamelan ke halaman ini.
tape recorder'media audio dengan alat perekam'
Nanti malah merepotkan dan membuat waktu latihan
berkurang."
"Oh begitu, Wak/'
Wak Parjo mengangguk.
Kini, para pemain Ebeg terlihat mulai melenggak-
lenggok. Gerakan mereka teratur. Selaras dengan irama
musik pengiring.
"Ini lagu-lagu yang dipakai sebagai musik pengiring
apa saja judulnya, Wak?" Dimas bertanya.
Wak Parjo duduk sambil merapikan blangkorf-nya.
"0, macam-macam itu. Ada ""Eling-Eling" "Ricik-Ricik
Banyumasan", ''Ana Maning Polahe Wong Purbalingga"
"Sekar Gadhung" dan sebagainya."
"Semua itu budaya asli Banyumas ya, Wak?"
"Ya, atau lebih tepatnya Banyumasan, yang sekarang
juga disebut Penginyongan."
"Banyumasan itu apa, Wak?"
"Banyumasan itu adalah budaya, seni, dan bahasa
dari daerah-daerah bekas Karesidenan Banyumas. Juga
ditambah sebagian Kebumen baglan barat."
"Memangnya bekas Karesidenan Banyumas itu mana
saja, Wak?"
Wangton'penutup kepala dibuat dari batik dan digunakan kaum pria sebagai baglandari pakaian tradisionai Jawa'.
''Ada Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, dan Olacap."
"0, iya, iya Wak. Paham saya sekarang. Emm... Lalu,
mengapa juga disebut Penginyongan, Wak?"
Belum sempat menjawab pertanyaan Dimas, Wak
Parjo berdiri. la membenarkan gerakan seorang pemain
yang tidak seirama.
"Eh, iya, apa tadi ya pertanyaanmu?" Wak Parjo
kembali duduk di samping Dimas.
"Tentang Penginyongan, Wak."
"Oh Itu. Ya, ya. Jadi, yang disebut Penginyongan itu
adalah daerah-daerah yang menyebut "aku" untuk dirinya
sendiri dengan menggunakan kata inyong."
"Jadi, orang-orang di wilayah bekas Karesidenan
Banyumas dan Kebumen bagian barat menyebut "aku"
untuk dirinya sendiri dengan kata ''inyong", Wak?"
"Tepat sekali!" jawab Pak Parjo sambil tersenyum
kepada DImas.
Tak terasa, satu jam telah berlalu. Para pemain mulai
berlstlrahat sejenak. Wak Parjo membawa DImas kepada
para pemain Ebeg yang sedang beristirahat.
"Nah, anak-anak semua, perkenalkan. Ini salah satu
calon anggota baru kita. Namanya Dimas Wijaya. Ayo
DImas, perkenalkan dirimu."
"Perkenalkan saya Dimas Wijaya. Saya Ingin berlatlh
Ebeg dengan mas-mas sekallan."
Dimas menyalami satu per satu pemain Ebeg.
"Ari."
"Hendrik."
"Wantoro."
"Sugeng."
^^Cakra."
"Lesmana."
"Widi."
"Minto."
Usai bersalaman, Dimas duduk bersebelahan dengan
Mas Minto.
"Hei, kamu Itu kan yang dulu berhadap-hadapan
denganku waktu aku mendem?"
"Hehe.. lya, Mas Minto."
"Ayo, coba kamu sekarang ambil Kuda Lumping. Aku
dan teman-teman ingin melihat permainanmu," Mas Minto
membujuk Dimas.
"Bolehkah, Mas ?"
"Tentu! Sangat boleh. Kami ingin lihat seberapa luwes
kamu dalam menggunakan Kuda Lumping. Benar begitu,
teman-teman?"
"Ya..!" jawab para pemain Ebeg lain serempak.
Ketika Dimas hendak bertanya lagi, Wak Parjo sudah
di hadapannya. Memberinya sebuah Kuda Lumping. Tanpa
bertanya lagi, Dimas segera menuju ke tengah lapangan
sambil menenteng Kuda Lumping.
"Ayo, Dim!" Mas Hendrik menyoraki.
"Malnkan, Dim!" Mas Sugeng juga menlmpali.
Segera saja Dimas menunggang Kuda Lumping. Pelan-
pelan melengak-lenggok. Wak Parjo dl pojokan halaman
terlihat membunyikan musik pengiring.
Pelan-pelan Dimas memutari halaman. Kemudlan
dengan cepat ia kembali ke tengah halaman. la bagaikan
seorang pemain Ebeg profesional. Gerakannya sungguh
membuat yang menonton merasa terpukau.
"Ha ekh...\ Hae ekh..A Hok ya.A Hokh ya...\ Ayo Dim,
teruskan!" Mas Cakra menyoraki.
Wak Parjo manggut-manggut menyaksikan atraksl
darl Dimas.
Sementara Dimas makin asyik saja bermain Kuda
Lumping.
"Hekhh...hekk..akhhl ekk...hekk...hekk.
ahh\ Haekhh...haekhh...haekhhh...\" para pemain Ebeg
serempak bersorak menyemangati Dimas.
"Baik, cukup!" Wak Karjo meminta Dimas berhenti.
Dimas pun berhenti. Sambil tersenyum kepada para
pemain Ebeg yang lain, ia mengusap keringat yang
membasahi dahinya.
"Besok sore kamu boleh ikut latihan" Wak Paijo
berbicara sembari mematikan musik.
"Baik, Wak/' jawab Dimas agak terengah-engah.
"Rupanya kamu memang mewarisi kehebatan ayahmu!"
Wak Parjo memberi acungan dua jempol kepada Dimas.
Tiba-tiba, tanpa dlsadarl oleh Dimas, para pemain
Ebeg sudah mengerubunginya. Mereka menyalami Dimas.
Mengucapkan selamat bergabung di Paguyuban Turangga
Laras.
"Terima kasih, semuanya/'ucap Dimas kepada seluruh
para pemain Ebeg.
"Untuk menyambut pemain baru, aye teman-teman
kita ngebeg sebentar/' Mas MInto mengajak para pemain
Ebeg yang lain.
Tanpa menjawab, para pemain Ebeg Paguyuban
Turangga Laras sudah bersiap dengan Kuda Lumping
maslng-masing. Wak Parjo kembali memutar musik
pengiring.
Dimas terslpu dengan sambutan dari para pemain
Ebeg Paguyuban Turangga Laras.
Ya, Dimas memang tersipu. Akan tetapi, di hatinya kini
telah tumbuh semangat baru. Semangat untuk menjadi
seorang pemain Ebeg yang hebat, seperti ayahnya dulu.
PCNHMPIlflN PERPANA
YANG MENGESANKAN
f udah dua bulan ini Dimas berlatih bersama
Paguyuban Turangga Laras. Kini, ia sudah diizinkan
oleh Wak Parjo untuk tampil dalam pentas Ebeg.
Penampilan perdana Dimas dlmuiai dl Alun-Alun
Kecamatan Wanakerta.
Dimas terlihat sedang berdiri di urutan paling dari
barisan pemain Ebeg. Ia bersama para pemain Ebeg
lainnya sedang bersiap menunggu aba-aba dari Wak Parjo.
Diam-diam ada perasaan canggung dalam hatlnya.
"Dimas..! Semangat, Dim...!"
Dimas menengok ke belakang. Ia merasa tidak asing
dengan suara itu.
Benar saja, suara Itu ternyata adalah suara penye-
mangat Pak Hardiman, ayah Dimas. Dimas mengangguk
dan tersenyum mellhat ayahnya menyemangatinya.
%
^3
Sementara itu, suara gamelan dan sinden mulai
membahana. Seakan suara itu sedang mengundang siapa
saja untuk segera merapat ke alun-alun, menyaksikan
pementasan Ebeg.
Dari arah depan Wak Parjo mengayunkan cemeti,
tanda bahwa pemain Ebeg untuk segera memasuki
lapangan.
'"Woy, itu Dimas!" salah seorang anak berteriak.
"lya! Hel Dimas..! Hei...! Semangat, Dim..! Semangat..!"
seorang anak yang lain ikut bersorak menyemangati Dimas.
Rupa-rupanya dua anak yang berteriak itu adalah
teman sekolah Dimas. Mengetahui ha! itu, ternyata tidak
membuat Dimas canggung atau malu. la malah merasa
lebih bersemangat. Dipegangnya dengan mantap Kuda
Lumping dalam tunggangannya. Dimas mulai mengangkat
kaki kirinya, memuiai gerakan Tarlan Ebeg-nya.
Lantunan suara sinden kian terdengar dengan nyaring.
Para pemain Ebeg menyebar ke berbagai sisi lapangan.
Mempertontonkan gerakan indah Tarian Ebeg.
Waktu pun terus berlalu. Tidak terasa, satu jam sudah
para pemain Ebeg mempertontonkan keindahan Tarian
Ebeg. Para penonton kian membanjiri alun-alun.
Sebagian pemain Ebeg sudah ada yang undur dari
halaman untuk beristirahat sejenak. Akan tetapi, Dimas
masih asyik berada di tengah lapangan. Seakan tiada rasa
lelah dalam dirinya.
"Dimas..!" Seseorang memanggilnya.
Dimas menoleh sejenak. Ternyata Bu Anida, ibu
gurunya. la menatap Dimas sembarl mengacungkan
dua jempolnya. Kedatangan Bu Anida makin menambah
semangat Dimas. la makin bersemangat saja.
Waktu pun terus berjaian. Kini hari sudah menjelang
sore. Tibalah saat yang paling ditunggu oleh para penonton,
yakni mendem. Di saat mendem, para pemain Ebeg akan
dirasuki oleh makhluk halus yang sudah dijinakkan oleh
penimbul Ebeg.
Setelah kerasukan, para pemain Ebeg nantinya akan
mampu bergaya layaknya hewan, seperti harimau atau
monyet.
Selain itu, pemain Ebeg yang mendem juga akan
mampu melakukan hal-hal unik seperti memakan beling,
memecah kelapa dengan kepala, dan naik pohon dengan
cepat.
Dimas sudah berminggu-minggu yang lalu berlatih
gerakan mendem. la bertekad keras supaya mampu
menghibur penonton dengan gerakan mendem tanpa
harus kerasukan.
Ketika para pemain yang lain masih bersiap diri untuk
mendem, Dimas menari sendiri dl tengah lapangan. la
berputar-putar dengan Kuda Lumpingnya.
Tiba-tiba, Dimas melemparkan Kuda Lumpingnya ke
atas.
"l/Voooooo....!" para penonton bersorak-soral.
Dimas melepas bajunya. Membantingnya ke tanah. la
menggaruk-garuk kepalanya seperti seekor monyet.
"Wah, anaknya mendem kethel^l" timpal seorang
penonton.
" Hwek.. h wekkk., .hwekkk.. I"
Suara Dimas berubah menjadl seperti monyet.
Seorang penonton memberlnya sebuah pisang. Dimas
mengambilnya dengan cepat. Lalu berlari keglrangan ke
tengah lapangan.
" Hwak... h wakkk.. h wakkk.
Pisang yang baru saja diterimanya itu kemudian
dipegang layaknya pistol. Pisang itu kemudian diacungkan
kepada para penonton. Seketika Itu juga, seorang pemain
Ebegyang lain muncul ke hadapan. Rupanya Itu Mas Minto.
Mas MInto bergullng-guling, memegang bagian
dadanya dan berterlak seperti seekor monyet yang sedang
kesakitan.
® mendem kethek 'mabuk atau mendam yang menirukan tingkah laku seekor monyet'
"Hahaha... monyetyang satunya tertembak."
Dimas dengan bergaya monyet mendekati Mas Minto
yang pura-pura tewas karena tembakan. Tanpa diduga,
Mas Minto bangun dan mencengkeram tangan Dimas.
"Monyetnya mau berkelahi. Lihat!" seseorang ber-
teriak.
Ternyata penonton salah karena Dimas dan Mas Minto
kini saling berpegangan.
"Hahaha...monyet masa kini. BIsa dansa juga, ya."
Para penonton tertawa ketika melihat Dimas dan Mas
Minto berdansa. Pukul 16.00, pertunjukan Ebeg selesai.
Para penonton berhamburan meninggalkan alun-alun.
Merasa sangat haus, Dimas berniat membeli es kelapa
muda. Tiba-tiba seseorang menggamit tangannya.
"Dim/' Bu Anida memangil pelan.
"Ya, Bu Anida," Dimas agak kaget ketika mengetahui
bahwa yang menggamit tangannya adalah Bu Anida.
"Kamu tadi kerasukan?"
"Tidak, Bu."
"Kok, bagus sekali gerakanmu? Mirip sekali dengan
pemain yang sedang kesurupan?"
itu Bu. Gerakan tadi sebenarnya sudah dilatih
selama dua bulan kemarin."
"Lho, memang mendem bisa dengan akting, hanya
pura-pura?"
"Bisa, Bu. Asal mau berlatih saja."
"0, begitu. Pasti kamu berlatih dengan keras, ya?"
"lya, Bu Anida"
"Pantas saja. Gerakanmu lincah sekall, sampai-sampai
Ibu mengira kamu kerasukan."
Dimas hanya tersenyum.
"DImaS; minggu depan akan ada acara perpisahan kelas
VI, apakah Dimas bersedia tampil? Bagaimana?" tanya Bu
Anida
Dimas terdiam sejenak.
"lya, Bu. Slap! Akan tetapi, bolehkah saya membawa
teman-teman paguyuban?"
"Boleh sekali. Ibu malah ingin kamu mengenalkan
Kesenian Ebeg pada guru, murid, dan para orang tua.
ApalagI Ebeg, seperti katamu tadi, mendem-nya bisa
dengan akting."
"lya, Bu. Terima kasih. Saya akan berlatih untuk acara
perpisahan kelas VI."
"Bagus! Acara perpisahan nanti juga akan dihadiri Pak
Camat."
"Benarkah, Bu?"
"lya. Kebetulan bellau pada hari itu berkunjung ke
desa kita. Jadi, bellau juga diundang ke acara perpisahan
kelas VI untuk menyampaikan sambutan."
"Wah, saya makin bersemangat, Bu!"
"Sip! Ini baru namanya siswa teladan! Sudah patuh
pada guru, mau melestarikan budaya sendirl pula!"
"Terima kasih, Bu Anlda."
"Ya sudah, barangkali kamu mau jajan. Ini buatmu,"
kata Bu Anlda sambll memberikan selembar uang sepuluh
ribuan.
"Tidak, Bu. Terima kasih. Dimas kan tidak membantu
apa-apa untuk Ibu."
"lya. Akan tetapl, Dimas murid ibu yang dapat menjadi
teladan bagi teman-teman. Anggap ini hadiah khusus dari
ibu untuk pemain Ebeg muda yang hebat."
Setelah diam beberapa saat, Dimas akhirnya menerima
uang dari Bu Anlda.
"Terima kasih, Bu/'
"Sama-sama, Dim. Persiapkan diri dengan balk ya,
untuk acara perpisahan kelas VI!"
"Balk, Bu."
Dimas pun berpamitan sembari mencium tangan Bu
Anida. Wujud tanda bakti seorang murid terhadap gurunya.
vm mo
PARI WRNATHRA
II# erimakasih kepada ananda JonI Subekti yang
/ telah menyampaikan pidato perpisahan. Semogadoa-doa terbaik dari ananda Joni dikabulkan oleh Tuhan/'
ucap Bu Anida dengan lembut, sebagai pembawa acara
perpisahan kelas VI.
"Amin...!" hadirin menimpali dengan serempak. Bu
Ananda kemudian melanjutkan acara.
"Para hadirin yang terhormat, marilah kita sejenak
bersantai untuk menyaksikan Tarian Ebeg yang akan
dibawakan oleh siswa kelas IV, ananda Dimas Wijaya.
Kepada ananda Dimas Wijaya, waktu dan tempatdisilakan."
Dari samping panggung terlihat Dimas yang sudah
berdandan lengkap menenteng Kuda Lumpingnya. Dimas
berdiri di tengah panggung. Menatap hangat dan mantap
kepada para hadirin.
wmtmm
Alunan musik pun mulai diputar.
Ana maning polahe wong Purbalingga jerene...
jerene...^'^
Dimas menaiki Kuda Lumpingnya.
Dengan penuh keyakinan, Dimas berlenggak-lenggok
memainkan Kuda Lumpingnya. Gerakannya mantap seperti
seorang panglima perang yang sedang berkuda. Musik
terus mengalun. Gerakan demi gerakan yang dibawakan
oleh Dimas membuat penonton kian terpukau. Ketika
musik berhenti, para penonton mengira bila pertunjukan
telah selesai. Ternyata tidak.
Dimas kini memasang gerakan seperti seekor harimau.
Kepalanya mendongak sembari mengeluarkan suara
auman.
Hakhh ekh...\
Hakh.. Hakh.. Haekh...\ Hokhya...\
Tiba-tiba terdengar suara orang bersorak dari balik
panggung.
Dimas turun dari panggung. la bergaya seperti seekor
harimau yang hendak menerkam.
^^Akhhh...\" seorang hadirin berteriak karena takut.
Dimas pun segera berbalik menuju panggung.
Lirik lagu "Ana Maning Polahe Wong Purbalingga"
N^AWAWA
Bersamaan dengan naiknya Dimas ke panggung,
seorang lelaki tua dengan pakaian adat Jawa juga naik ke
panggung.
Ternyata lelaki tua itu adalah Wak Parjo.
Wak Parjo memegang kepala Dimas. Seketika itu juga,
tubuh Dimas melemas.
Tidak lama setelah itu, Dimas kemudian berdiri.
Membungkukkan badannya ke arah hadirin.
Hadirin pun serempak bertepuk tangan. Bu Anida
kembali naik ke panggung.
"Akhirnya, kita telah menyaksikan bersama pertunjukan
Tarian Ebeg oleh ananda Dimas Wijaya. Hebat sekali
gerakannya! Sampai-sampai mampu membuat seorang
hadirin terkejut."
Dimas dan Wak Parjo tersenyum.
"Baik. Sebelum acara dilanjutkan, saya ingin bertanya-
tanya sebentar dengan Dimas dan Wak Patjo. Bolehkah?"
"Silakan, Bu," Wak Paijo mempersilakan.
"Ini tadi Dimas benar-benar mendem begitu, Wak?"
"Tidak, Bu. Hanya akting saja. Seolah-olah saja seperti
orang kerasukan."
"Lho tadi Wak Parjo seperti menyembuhkan Dimas?"
"Yang dilakukan Nak Dimas itu murni akting, Bu."
"Jadi, ada mendem yang hanya akting begitu?"
"Benar sekali, Bu. Ada mendem yang memang dirasuki
makhluk halus. Ada juga yang akting.
"Jadi, bermain Ebeg tidak selalu hams dirasuki
makhluk halus ya, Wak Parjo?"
"Benar sekall! Bermain Ebeg tIdak selalu harus ber-
kaltan dengan hal-hal galb atau pun makhluk halus.
Mendem bisa dllakukan dengan akting. Asal berlatlh
dengan tekun, pasti blsal"
Wak Parjo dan DImas tersenyum kepada Bu Anida dan
penonton.
"Balk, terlma kaslh untuk obrolan singkatnya, Wak
Parjo dan ananda Dimas. Sukses selalu, ya!"
Usal bersalaman dengan Bu AnIda, Wak Parjo dan
DImas turun darl panggung.
"Begitu tadi penjelasan darl Wak Parjo. Bermain Ebeg
tIdak selalu harus kerasukan. Kalau begitu, adakah slswa-
slswl dl sinl yang tertarik untuk bermain Ebeg?"
"Saya..! Saya..! Saya..!"
Banyak sekall acungan tangan kala Itu.
"Balk. BagI yang bermlnat bermain Ebeg, nanti dl akhir
acara bIsa bertanya-tanya dengan Wak Paijo dan rekan-
rekan darl Paguyuban Turangga Laras."
Acara kemudlan berlanjut.
"Para hadirin yang terhormat, menuju acara selan-
jutnya, marilah kita dengarkan bersama sambutan dari
Pak Sahlrman, selaku Camat Wanakerta. Kepada Beliau,
waktu dan tempat disilakan!"
Pak Sahlrman nalk ke panggung.
"Terlma kasih atas waktu yang diberikan. Selamat pagi
hadirin sekallan. Salam sejahtera untuk kIta semuanya/'
Pak Sahlrman menguralkan Isl pidatonya dengan singkat.
Dalam pidatonya, Pak Sahlrman berpesan agar siswa
kelas VI harus terus rajin belajar. Selain Itu, diharapkan
siswa-slswl kelas VI juga harus bisa belajar menclntal
budaya sendlrl.
"Dl akhir sambutan saya Inl, Izlnkan saya untuk mem-
berlkan penghargaan. Penghargaan kepada salah seorang
sIswa yang menurut saya mampu menjadi teladan. Mampu
menjadi contoh bagi siswa-slswa yang lain," kata Pak
Sahlrman sebelum mengakhlrl pidatonya.
Para penonton menjadi henlng.
"Kepada ananda DImas Wljaya mohon untuk segera
menuju ke panggung."
Darl belakang barlsan hadirin, DImas berjalan menuju
panggung. Tepuk tangan para hadirin membahana.
DImas berdlrl dl samping Pak Sahlrman.
"Hadirin yang terhormat, tiga minggu yang lalu saya
menyaksikan pentas Paguyuban Turangga Laras di alun-
alun kecamatan. Ada seorang anak yang membuat saya
terkagum-kagum. Tidak disangka, anak tersebut adalah
siswa dari sekolah yang saya kunjungi hari ini."
Hadirin secara serempak bertepuk tangan.
"Ananda Dimas merupakan seorang siswa yang sangat
patut menjadi teladan. Di usianya yang masih sangat
muda, la telah ikut melestarlkan budaya Jawa melalui
kesenlan Ebeg."
Hadirin kembali bertepuk tangan.
"Untuk itulah, hadirin yang terhormat, hari ini saya
akan melantik ananda Dimas Wijaya sebagai Duta Ebeg.
Nantinya, Dimas dan Paguyuban Turangga Laras akan
difasilitasi oleh pemerintah kecamatan untuk berpentas di
desa-desa di wilayah Kecamatan Wanakerta."
Suara tepuk tangan hadirin terdengar kian riuh.
''Ananda Dimas akan menjadi contoh bagi anak-anak
di wilayah Kecamatan Wanakerta bahwa mendem tidak
harus kerasukan. Kepada Wak Paijo serta rekan-rekan
dari Paguyuban Turangga Laras saya mohon untuk hadir
di panggung ini sekarang juga."
Wak Parjo dan tujuh pemain Ebeg Paguyuban Turangga
Laras menuju panggung.
''Inilah dia para hadirin yang terhormat, para pelestarl
budaya Jawa dari Desa Wanatara. Saya sangat bangga
dan mendukung terhadap kegiatan yang mereka lakukan.
Mereka inilah, Duta-duta Ebeg yang akan mewarnai
Kecamatan Wanakerta dengan kesenian warisan dari
leluhur kita sendirl."
Hadirin secara serempak berdiri, bertepuk tangan.
Mereka memberikan penghormatan kepada Dimas, Wak
Paijo, dan rekan-rekan dari Paguyuban Turangga Laras.
Dimas terlihat menyeka air matanya. la terharu. la
tidak menyangka bahwa apa yang dilakukannya mendapat
penghargaan dari orang banyak.
Pak Sahirman menyalami Dimas.
"Selamat! Tetap semangat untuk melestarikan budaya
warisan nenek moyang kita sendiri!"
"lya, Pak Camat."
Tepuk tangan para hadirin seketika itu juga
membahana. Halaman SD 04 Wanatara pagi itu terasa
ramai sekali.
Keramaian itu terkesan seperti pertanda baik bagi
Dimas dan kawan-kawan dari Paguyuban Turangga Laras.
Mulai hari ini, mereka siap menyemarakkan Kecamatan
Wanakerta dengan Tarian Ebeg-nya.
BIOPATfl PCNUIIS
Jefriyanto, S.Pd., lahir di Cilacap, 19 April 1990. la
berprofesi sebagai guru bahasa Jawa di SMK Kesatrian
Purwokerto. Karya-karya tulisannya terwujud dalam dua
bahasa, Jawa dan Indonesia. Tulisan-tulisannya dalam
bahasa Indonesia dimuat di beberapa surat kabar seperti
Solo Pos, Harian Jogja, Joglo Semar, Satelit Pos, dan
Kompas Cyber. Adapun, tulisan-tulisannya dalam bahasa
Jawa dimuat di majalah berbahasa Jawa seperti AncaSf
Pagagan, Djoko Lodang, Panjebar Semangat, Jaya Baya,
dan Swaratama.
Selain aktif menulis, Jefrianto juga menerjemahkan
karya-karya berbahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa.
Pengalaman penerjemahan Indonesia—Jawa, antara lain
penerjemah pada buku puisi Andraina karya Serunie Unie
dan penerjemah untuk cerpen ̂ 'Gumading Peksi Kundur"
karya Sanie B. Kuncoro yang kemudian dipentaskan
di Taman Budaya Surakarta pada tahun 2014. Penulis
bertempat tinggal di Pamijen RT 02 RW 01, Baturraden,
Banyumas.
PERPUSTAKAAN
BADAN BAHASA
DEPARTEMEN PENOIDIKAN NASIONAL
398.
ISBN 978-602- 6284 -07-1
. ~L1J JL